View
21
Download
1
Category
Preview:
Citation preview
IMPLEMENTASI PROGRAM PARENTING
DALAM BIDANG PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
DI SMP NEGERI 7 SALATIGA TAHUN 2017
SKRIPSI
Diajukan untuk Memperoleh
Gelar Sarjana Pendidikan
Oleh
RONI FATAKHUL ALIM
NIM. 111-13-017
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA
2017
IMPLEMENTASI PROGRAM PARENTING
DALAM BIDANG PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
DI SMP NEGERI 7 SALATIGA TAHUN 2017
SKRIPSI
Diajukan untuk Memperoleh
Gelar Sarjana Pendidikan
Oleh
RONI FATAKHUL ALIM
NIM. 111-13-017
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA
2017
MOTTO
“TIDAK ADA ORANG TUA YANG SEMPURNA SEHINGGA JADILAH SALAH
SATU ORANG TUA YANG PUNYA KEKURANGAN DAN JUGA KELEBIHAN”
“ANAK TERLAHIR KE DUNIA DENGAN KEBUTUHAN UNTUK DISAYANGI
TANPA KEKERASAN, BAWAAN HIDUP INI JANGAN SEKALIPUN
DIDUSTAKAN”
“KEMULIAAN ITU KARENA ADAB KESOPANAN BUKAN KARENA
KETURUNAN”
PERSEMBAHAN
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat serta
karunia-Nya, karya skripsi ini penulis persembahkan untuk:
1. Ayah dan Ibuku tercinta, Bp. Achmad Zaidun dan Ibu Siti Muslikhah
serta kakakku Mbak Kholifatus Asfiyah dan Mas Andi yang selalu
membimbingku, memberikan doa, nasihat, kasih sayang, dan motivasi
dalam kehidupanku dan kepada Bunda Farida Hariani yang telah
mensupport dan selalu mendoakan keberhasilanku dalam melangkah
untuk menuju kesuksesan di dunia dan di akhirat.
2. Dosen Pembimbing Skripsiku, Bp. Dr. Fatchurrohman, M. Pd., yang
selalu memberikan pengarahan serta bimbingan dengan penuh kesabaran
selama proses skripsi ini.
3. Keluarga Besar Musola Miftachul Jannah yang telah memberikan
dukungannya, ijinnya, motivasi, doa dan segala bantuannya baik material
maupun non material sehingga proses skripsi ini dapat terselesaikan
dengan lancar untuk penempuhan gelar sarjana ini.
4. Keluarga besar SMP Negeri 7 Salatiga Yang telah memberikan
dukungannya, motivasi dan doannya sehingga proses penempuhan gelar
sarjana ini bisa tercapai.
5. Keluarga besar PAI A IAIN Salatiga, JQH Al- Furqan IAIN SAlatiga,
Ar-Roudloh Salatiga, Ma’had Al-Jami’ah IAIN Salatiga yang selalu
menghibur dan memberikan doa serta motivasinya dalam menempuh
gelar sarjana ini.
6. Sahabat-sahabatku, Mas Ibrahim, Mas Zuhri, Mas Adam, Mas Rohman,
Mas Hartono, Mas Rizal, Mas Amin, Mas Anwar, Mas Sabar, Dek
Novia, Mas Yatno dan temanku seperjuangan yang selalu memberikan
dukungan, semangat, motivasi, dan doanya dalam penempuhan gelar
sarjana ini.
7. Tim KKN IAIN Salatiga 2017 Posko 10: Mas Zidin, Mas likun, Mb Ham,
Mb Nisa, Mb Uswatun, Mb Elok, Mb Diana yang selalu memberikan
dukungan, semangat, motivasi, dan doanya dalam penempuhan gelar
sarjana ini.
8. Keluarga Besar Jama’ah Musola Misftachul Jannah Bp. Rif’an, Bp.
Jumadi, BP. Djoko, Bp. Yatno, Bp. Sukroni, Mas Lilik dan semua warga
Perum Lembah Hijau Salatiga yang selalu memberikan dukungan,
semangat, motivasi, dan doanya dalam penempuhan gelar sarjana ini.
KATA PENGANTAR
السالم عليكم ورحمة هللا وبركاته
Alhamdulillahirobbil‘alamin, puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah
SWT, atas rahmat dan hidayah-Nya telah memberikan kekuatan, petunjuk, dan
perlindungan kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang
berjudul “IMPLEMENTASI PROGRAM PARENTING DALAM BIDANG PAI DI
SMP NEGERI 7 SALATIGA TAHUN 2017”. Shalawat serta salam tak lupa penulis
haturkan kepada Nabi Muhammad SAW, keluarganya, dan para sahabatnya.
Dalam penyusunan skripsi ini, penulis menyadari bahwa masih banyak
kekurangandan jauh dari kesempurnaan di dalamnya. Selain itu, penulisjuga banyak
memperoleh bantuan, bimbingan, pengarahan, dan motivasi dari berbagai pihak.
Oleh karena itu, pada kesempatan ini dengan segala kerendahan hati, penulis
mengucapakan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Bapak Dr. Rahmat Hariyadi, M.Pd., selaku Rektor IAIN Salatiga.
2. Bapak Suwardi, M.Pd., selaku Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan
IAIN Salatiga.
3. Ibu Siti Rukhayati, M.Ag., selaku Ketua Jurusan PAI IAIN Salatiga.
4. Bapak Dr. Fatchurrohman, M. Pd., selaku Dosen Pembimbing Skripsi yang
telah memberikan bimbingan dan pengarahan sehingga skripsi ini dapat
terselesaikan dengan baik.
5. Bapak Prof. Dr. Budihardjo, M. Ag, selaku Dosen Pembimbing Akademik.
6. Kedua orang tuaku, kakak-kakakku, dan adik-adikku yang telah memberikan
doa, motivasi, serta dukungan moril dan materil kepada penulis.
7. Bapak dan Ibu dosen IAIN Salatiga yang telah membuka cakrawala keilmuan
di bidang pendidikan kepada penulis.
8. Staf Perpustakaan IAIN Salatigamemberikan ruang ilmu akademik sebagai
sumber pengetahuan penulis.
9. Keluarga Besar Ma’had Al-Jami’ah IAIN Salatiga yang telah memberikan ilmu
dan pengalaman keorganisasian kepada penulis.
10. Keluarga besar SMP Negeri 7 Salatiga yang telah memberikan dukungan dan
doanya demi kelancaran terselesaikannya skripsi ini.
11. Keluarga Besar PAI A IAIN Salatiga, JQH Al-Furqan IAIN Salatiga, Ar-
Roudloh Salatiga, Musola Miftachul Jannah yang telah melukis begitu banyak
kenangan kepada penulis.
12. Teman-teman seperjuanganku angkatan 2013 IAIN Salatiga yang selalu
memberikan semangat dan motivasi kepada penulis.
13. Semua pihak yang terlibat dan dengan ikhlas memberikan bantuan dalam
penyusunan skripsi ini.
Demikian ucapan terimakasih penulis sampaikan. Penulis hanya bisa berdoa
kepada Allah SWT, semoga amal kebaikan yang tercurahkan diridhoi oleh Allah
SWT dengan mendapatkan balasan yang berlipat ganda.
Akhir kata, penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat khususnya
bagi penulis dan bagi para pembaca. Dengan keterbatasan dan kemampuan, skripsi
ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun
sangat penulis harapkan untuk kesempurnaan skripsi ini.
Salatiga, 08 Agustus 2017
Penulis
Roni Fatakhul Alim
NIM. 111-13-017
ABSTRAK
Alim, Roni Fatakhul. 2017. Implementasi Program Parenting dalam Bidang PAI
di SMP Negeri 7 Salatiga Tahun 2017. Skripsi. Jurusan Pendidikan Agama
Islam, Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan. Institut Agama Islam Negeri
Salatiga. Pembimbing: Dr. Fatchurrohman, S. Ag, M. Pd.
Kata kunci: Implementasi Program Parenting, Pendidikan Agama Islam.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: pelaksanaan program parenting
dalam bidang PAI di SMPN 7 Salatiga, problematika pelaksanaan program
parenting dalam bidang PAI di SMPN 7 Salatiga, dan dampak pelaksanaan
program parenting dalam bidang PAI di SMPN 7 Salatiga.
Jenis penelitian ini adalah jenis penelitian lapangan (field research) dan
bersifat deskriptif kualitatif. Sumber data dalam penelitian ini meliputi sumber
primer dan sumber sekunder. Pengumpulan data dilakukan dengan observasi,
wawancara, dan dokumentasi. Keabsahan data diperoleh melalui triangulasi
sumber. Data yang terkumpul dianalisis dengan cara reduksi data, penyajian data,
dan verifikasi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pertama, pelaksanaan program
parenting dalam bidang PAI di SMPN 7 Salatiga adalah pelaksanaan program
parenting dalam aspek ubudiyah dan pendidikan karakter, yaitu melalui penerapan
pola asuh yang efektif, bimbingan, arahan, menjalin komunikasi yang baik,
memberikan reward dan punishment, serta menjadi teladan yang baik bagi anak
(siswa). Kedua, problematika pelaksanaan program parenting dalam bidang PAI di
SMPN 7 Salatiga adalah adanya problem yang muncul dari guru, orang tua, dan
anak, yaitu berupa kurangnya kepedulian orang tua, terbatasnya waktu yang
dimiliki oleh guru, dan anak merasa jenuh serta pengaruh negatif di era digital.
Ketiga, dampak pelaksanaan program parenting dalam bidang PAI di SMPN 7
Salatiga adalah perubahan dan peningkatan perilaku anak baik dalam beribadah
maupun bersikap, dibuktikan dengan antusias anak dalam mengikuti kegiatan
keagamaan di sekolah.
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ................................................................................................ i
LEMBAR BERLOGO ..................................................................................................... ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING. ......................................................................... iii
PENGESAHAN KELULUSAN ............................................................................ iv
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN .............................................................. v
MOTTO ................................................................................................................. vi
PERSEMBAHAN ................................................................................................. vii
KATA PENGANTAR ........................................................................................... ix
ABSTRAK ............................................................................................................. xi
DAFTAR ISI………………………………………………..................................xii
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ xiv
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ...................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................................ 7
C. Tujuan Penelitian .................................................................................................. 7
D. Manfaat Penelitian................................................................................................ 8
E. Penegasan Istilah .................................................................................................. 8
F. Kajian Pustaka yang Relevan ............................................................................. 9
G. Metode Penelitian ............................................................................................... 11
H. Sistematika Penulisan ........................................................................................ 16
BAB II KAJIAN PUSTAKA
A. Program Parenting ..................................................................................... 18
1. Pengertian Program Parenting ....................................................................... 18
2. Langkah kerja program kemitraan ................................................................. 21
3. Style of Parenting (Gaya Pengasuhan) .......................................................... 24
4. Metode-metode dalam Parenting .................................................................. 29
B. Pendidikan Agama Islam (PAI)........................................................................ 40
1. Pengertian Pendidikan Agama Islam ............................................................ 40
2. Tujuan dan Fungsi Pendidikan Agama Islam .............................................. 42
3. Ruang lingkup Pendidikan Agama Islam ..................................................... 45
BAB III LAPORAN HASIL PENELITIAN
A. Gambaran Umum SMP Negeri 7 Salatiga ........................................................ 48
1. Tinjauan Geografis .......................................................................................... 48
2. Identitas Sekolah .............................................................................................. 48
B. Temuan Penelitian ............................................................................................... 62
1. Pelaksanaan program parenting dalam bidang PAI di SMPN 7 Salatiga 62
2. Problematika Pelaksanaan Program Parenting dalam Bidang PAI di
SMPN 7 Salatiga .............................................................................................. 79
3. Dampak Pelaksanaan Program Parenting dalam Bidang PAI di SMPN 7
Salatiga .............................................................................................................. 83
BAB IV PEMBAHASAN
A. Pelaksanaan Program Parenting dalam Bidang PAI di SMPN 7 Salatiga ... 88
B. Problematika Pelaksanaan Program Parenting dalam Bidang PAI di SMPN
7 Salatiga ............................................................................................................. 111
1. Terbatasnya waktu pelaksanaan program parenting di sekolah .............. 111
2. Latar belakang sosial orang tua yang berbeda-beda .................................. 112
3. Kurangnya kepedulian dari orang tua ......................................................... 114
4. Kurangnya keterbukaan dari orang tua terhadap permasalahan anak ..... 115
5. Anak merasa jenuh dan adanya pengaruh negatif dari perkembangan di
era digital ........................................................................................................ 116
6. Kurangnya dukungan dari guru dan sarana-prasarana pembelajaran PAI di
sekolah yang belum memadai. ..................................................................... 118
C. Dampak Pelaksanaan Program Parenting dalam Bidang PAI di SMPN 7
Salatiga. ............................................................................................................... 120
1. Terjalinnya hubungan yang harmonis antara guru, orang tua dan anak . 120
2. Anak lebih bisa bersikap baik dan berakhlakul karimah .......................... 122
3. Anak lebih antusias dalam pelaksanaan kegiatan keagamaan di sekolah
123
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ......................................................................................................... 125
B. Saran .................................................................................................................... 127
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 129
DAFTAR LAMPIRAN
1. Transliterasi arab-Latin
2. Daftar Nilai SKK
3. Riwayat Hidup Penulis
4. Nota Pembimbing Skripsi
5. Surat Keterangan Melakukan Penelitian
6. Lembar Konsultasi
7. Catatan Observasi
8. Pedoman Wawancara
9. Verbatim Wawancara
10. Foto-Foto
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan tanggung jawab keluarga, sekolah, pemerintah,
dan masyarakat, tetapi prakteknya komponen pendidikan yang bekerja penuh
hanyalah sekolah dan pemerintah yang menaunginya. Sebagai mana menurut
Ki Hadjar Dewantara (1997) yang dikutip oleh Suyanto (2005: 56) mengatakan
bahwa “pendidikan merupakan tanggung jawab bersama antara keluarga,
sekolah, pemerintah, dan masyarakat.” Peran keluarga dan masyarakat hanya
memiliki presentase yang sedikit dalam keberhasilan pendidikan. Ibarat orang
jika salah satu anggota tubuhnya mengalami masalah maka apa yang
dilakukannya tidak akan maksimal. Begitu juga pendidikan, membutuhkan
berbagai peran dalam pelaksanaannya. Sekolah tidak bisa sepenuhnya
bertanggung jawab terhadap keberhasilan pendidikan. Begitu juga pemerintah,
mereka hanya bertanggung jawab dalam perencanaan dan pengawas
kependidikan. Oleh sebab itu, peran keluarga dalam pelaksaan kependidikan
sangatlah dibutuhkan.
“Keluarga merupakan lembaga pendidikan pertama dan utama dalam
setiap aspek kehidupan” (Ilahi. 2013: 82). Banyak waktu yang dihabiskan
bersama keluarga mulai Sejak anak dalam kandungan sampai dengan
dilahirkan, tempat pertama mereka belajar yaitu dengan keluarga, Karena,
2
keluarga adalah fase awal dalam membentuk generasi berkualitas, mandiri,
tangguh, potensial, dan bertanggung jawab terhadap masa depan bangsa (Ilahi,
2013: 82) Maka dari itu, keluarga terutama orang tua adalah penanggung jawab
utama dalam proses pendidikan anak. Dan menjadi penentu keberhasilan atau
kegagalan anak dalam mencapai pendidikan yang hakiki. Sebagaimana dalam
hadist Rasulullah Saw yang diriwayatkan oleh Muslim RA, sebagai berikut:
ث نا ممد بن ث نا حاجب بن الوليد حد ن سعيد حرب عن الزب يدي عن الزهري أخب حد عليه وس بن المسيب عن أب هري رة أنه كان ي قول لم ما من قال رسول اهلل صلى اهلل
سانه كما ت ن لود إال يولد على الفطرة فأب واه ي هو مو تج البهيمة بيمة دانه وي نص رانه وميج تم } فط جعاء هل تسون فيها من جدعاء ث ي قوال الت رة أبو هري رة واق رءوا إن شئ اهلل
ها ال ت بديل للق اهلل { ا بة فطر الناس علي ث نا أبو بكر بن أب شي ث نا عبد ح لية حد دث نا عبد بن حيد أخبن عب ي بذا هر د الرزاق كلها عن معمر عن الز العلى حد
تج البهيمة بيمة و سناد وقال كما ت ن ل يذكر جعاء )روه املسلم(.ال
Artinya: “Telah menceritakan kepada kami [Hajib bin Al Walid] telah
menceritakan kepada kami [Muhammad bin Harb] dari [Az Zubaidi] dari [Az
Zuhri] telah mengabarkan kepadaku [Sa'id bin Al Musayyab] dari [Abu
Hurairah], dia berkata; "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam telah
bersabda: 'Seorang bayi tidak dilahirkan (ke dunia ini) melainkan ia berada
dalam kesucian (fitrah). Kemudian kedua orang tuanyalah yang akan
membuatnya menjadi Yahudi, Nasrani, ataupun Majusi -sebagaimana hewan
yang dilahirkan dalam keadaan selamat tanpa cacat. Maka, apakah kalian
merasakan adanya cacat? ' Lalu Abu Hurairah berkata; 'Apabila kalian mau,
maka bacalah firman Allah yang berbunyi: '…tetaplah atas fitrah Allah yang
telah menciptakan manusia menurut fitrahnya itu. Tidak ada perubahan atas
fitrah Allah.' (QS. Ar Ruum (30): 30). Telah menceritakan kepada kami [Abu
Bakr bin Abu Syaibah]; telah menceritakan kepada kami ['Abdul 'Alaa]
Demikian juga diriwayatkan dari jalur lainnya, dan telah menceritakan kepada
kami ['Abd bin Humaid]; telah mengabarkan kepada kami ['Abdurrazzaq]
keduanya dari [Ma'mar] dari [Az Zuhri] dengan sanad ini dan dia berkata;
3
'Sebagaimana hewan ternak melahirkan anaknya. -tanpa menyebutkan cacat.”
(HR. Muslim No. 4803).
Orang tua bertugas dalam mengasuh anak, dengan pola asuh yang baik
dan benar. Pengasuhan orang tua berfungsi untuk memberikan kelekatan dan
ikatan emosional, atau kasih sayang antara orang tua dan anaknya, juga adanya
penerimaan dan tuntunan dari orang tua dan melihat bagaimana orang tua
menerapkan disiplin (Muallifah, 2009: 44). Jadi, orang tua sebagai parental
control, yakni bagaimana orang tua mengontrol, membimbing, dan
mendampingi anak-anaknya untuk melaksanakan tugas-tugas
perkembangannya menuju pada proses pendewasaan (Muallifah, 2009: 42).
Tempat dimana anak memperoleh pendidikan selanjutnya adalah
sekolah. Anak mengalami masa dimana mereka sudah siap untuk hidup
mandiri. Kondisi mereka secara jasmani, sudah mampu duduk beberapa saat
atau mampu mengerjakan tugas-tugas tertentu yang berkaitan dengan
penggunaan tenaga fisik. Begitu juga, kondisi psikis seperti intelektual,
perasaan, kemalasan sudah berkembang sedemikian rupa, sehingga sudah
saatnya mendapatkan bimbingan, pembinaan dari guru atau pendidik (Uhbiyati,
2009: 61). Guru merupakan orang tua kedua setelah ayah dan ibu. Guru
mengajarkan banyak hal ketika dalam pembelajaran di sekolah. Baik dalam hal
akademik maupun sikap dan perilaku. Guru menjadi tokoh utama sebagai
teladan bagi anak didiknya. Sehingga, sekolah merupakan tempat anak mencari
ilmu dengan lingkungan yang disiapkan khusus secara efektif dan efisien.
4
Keluarga dan sekolah sama-sama memiliki peran penting dalam
pendidikan anak. Dan seharusnya ketika orang tua menyekolahkan anaknya
bukan berarti tanggung jawab diberikan sepenuhnya kepada sekolah, akan
tetapi orang tua memiliki tanggung jawab yang sama terhadap pendidikan anak.
Dengan kesetaraan dalam hal tanggung jawab, maka haruslah terjalin hubungan
yang harmonis antara keluarga dan sekolah. Tujuan dan visi yang sama untuk
mendidik anak menjadi manusia yang berilmu dan bermartabat.
Pentingnya hubungan antara keluarga dan sekolah, maka pemerintah
yang diwakili oleh kementerian pendidikan dan kebudayaan membentuk
program kemitraan yang dinamakan dengan Tri Sentra Pendidikan yaitu
kerjasama antara keluarga, sekolah, dan masyarakat. Sekolah dan keluarga
merupakan dua komponen yang berperan aktif dalam pelaksanaan pendidikan.
Maka dari itu, peneliti menamakan program tersebut dengan nama program
parenting, yaitu program pengasuhan orang tua.
Program parenting merupakan program baru yang dibentuk oleh
pemerintah, terutama dalam ranah pendidikan sekolah menengah pertama
(SMP). Setelah dirasa cukup memberi dampak yang baik dalam pendidikan
taman kanak-kanak dan sekolah dasar, mulai diberlakukannya program
parenting di SMP. SMP Negeri 7 Salatiga merupakan salah satu sekolah yang
sudah melaksanakan program parenting, kebetulan sekolah tersebut ditunjuk
oleh pemerintah sebagai sekolah percontohan dalam pelaksanaan program
parenting di kota Salatiga. Pelaksanaan program parenting yang dilaksanakan
5
oleh pihak sekolah, orangtua, dan masayarakat mengacu pada aspek-aspek
pendidikan berupa aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik peserta didik.
Peserta didik di arahkan kepada bagaimana meningkatkan prestasi belajar,
sikap yang baik, dan keterampilan sesuai potensi yang dimiliki setiap individu,
dibantu oleh guru, orang tua dan masyarakat. Hubungan ketiga komponen
tersebut memiliki tujuan dan visi misi yang sama dalam pendidikan. Sehingga
dapat dikatakan bahwa program parenting merupakan program keterbukaan
dalam proses pendidikan di lingkungan sekolah, di lingkungan keluarga dan di
lingkungan masyarakat.
Selain itu, tidak kalah pentingnya adalah pendidikan agama Islam
(PAI). Pendidikan Agama Islam yaitu usaha yang berupa pengajaran,
bimbingan dan asuhan terhadap anak agar kelak selesai pendidikannya dapat
memahami, menghayati, dan mengamalkan agama Islam, serta menjadikannya
sebagai jalan kehidupan, baik pribadi maupun kehidupan masyarakat (Muslih,
Sohari dan Syafaat, 2008: 16). Pemahaman dan pengamalan dalam pendidikan
agama Islam mencakup beberapa aspek. Menurut Abudin Nata dikutip oleh
Muslih dkk (2008: 52) mengemukakan bahwa aspek kandungan materi dari
pendidikan Islam, secara garis besarnya mencakup aspek akidah, ibadah, dan
akhlak. Pada materi pelajaran pendidikan agama Islam peserta didik diajarkan
bagaimana cara berperilaku baik sesuai dengan nilai-nilai moral. Selain itu,
peserta didik diajarkan bagaimana cara beribadah menurut syariat agama Islam
dengan baik dan benar. Misalnya, materi tentang shalat, berwudhu, haji, dan
6
lain sebagainya. Disamping mengajarkan tentang hal-hal akhirat, pendidikan
agama Islam membimbing dan mengajarkan bagaimana berhubungan dengan
manusia, berhubungan dengan makhluk, dan berhubungan dengan Allah
tentunya. Jadi, pendidikan agama Islam memberikan banyak kontribusi
terhadap pendidikan dalam pencapaian aspek kognitif, afektif, dan
psikomotorik.
Pemerintah mulai memberikan perhatian lebih kepada pendidikan
agama Islam yaitu dengan dibentuknya kurikulum 2013. Dalam kurikulum
2013 pendidikan agama Islam memberikan sumbangsih terhadap pembentukan
karakter peserta didik dalam bersikap dan berperilaku sesuai dengan norma
yang berlaku. Selain itu, kompetensi inti yang harus dicapai oleh peserta didik
adalah sikap religius dan sikap sosial. Begitu juga dengan tingkat kelulusan
peserta didik yang tidak hanya ditentukan dengan nilai akademik saja,
melainkan ditambah dengan nilai sikap dan perilaku peserta didik selama di
sekolah.
Pentingnya pendidikan agama Islam, begitu juga dengan pelaksanaan
program parenting yang sudah berjalan dua tahun ini di SMP Negeri 7 Salatiga.
Sehingga peneliti tertarik dan ingin segera melakukan penelitian dalam hal
“Implementasi Program Parenting dalam Bidang Pendidikan Agama
Islam (PAI) di SMP Negeri 7 Salatiga Tahun 2017.” Peneliti berupaya untuk
menemukan hasil yang akan diperoleh dengan adanya pelaksanaan program
7
parenting dan peningkatan prestasi belajar siswa pada mata pelajaran
pendidikan agama Islam (PAI).
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang masalah yang dipaparkan diatas dapat dirumuskan
masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana Pelaksanaan program parenting dalam bidang PAI di SMP
Negeri 7 Salatiga ?
2. Apa problematika yang dihadapi dalam pelaksanaan program parenting
pada bidang PAI di SMP Negeri 7 Salatiga?
3. Bagaimana dampak pelaksanaan program parenting dalam bidang PAI di
SMP Negeri 7 Salatiga?
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk:
1. Mengetahui Pelaksanaan program parenting dalam bidang PAI di SMP
Negeri 7 Salatiga
2. Mengetahui problematika yang dihadapi dalam pelaksanaan program
parenting dalam bidang PAI di SMP Negeri 7 Salatiga
3. Mengetahui dampak pelaksanaan program parenting dalam bidang PAI di
SMP Negeri 7 Salatiga.
8
D. Manfaat Penelitian
Sedangkan manfaat diadakannya penelitian ini adalah:
1. Secara Teoritis
a. Penelitian ini diharapkan mampu menambah ilmu pengetahuan sebagai
hasil pengamatan langsung serta dapat memahami penerapan disiplin
ilmu yang diperoleh selain studi di perguruan tinggi.
b. Sebagai sumbangan pemikiran bagi perkembangan ilmu pendidikan,
khususnya dalam bidang PAI melalui program parenting.
2. Secara Praktis
a. Hasil penelitian dapat digunakan sebagai input bagi pimpinan dalam
pelaksanaan program parenting dalam bidang PAI.
b. Sebagai bahan pertimbangan dan sumbangan pemikiran dalam bidang
PAI melalui program parenting.
E. Penegasan Istilah
Untuk menghindari penafsiran yang berbeda, maka penulis perlu
menjelaskan beberapa istilah yang terdapat dalam judul penelitian sebagai
berikut:
1. Parenting
Parenting adalah individu atau orang yang bertanggung jawab
penuh dalam tumbuh kembang anak. Seperti yang diungkapkan oleh
Brooks bahwa “a Parent is an individual who fosters all facets of a
9
child’s growth, who nourishes, protects, guides new life thought the
course of development” (Brooks, 2003: 4). Jadi, program parenting
dapat diartikan sebagai bentuk pengasuhan orang tua/ wali terhadap
pendidikan anak.
2. Pendidikan Agama Islam (PAI)
Pendidikan agama Islam merupakan usaha berupa bimbingan kepada
peserta didik dengan berlandaskan kaidah-kaidah agama Islam yang
terdapat dalam al-qur’an dan hadist. Sedangkan menurut Sahilun A. Nasir
yang dikutip oleh Muslih dkk (2008: 15) mengatakan sebagai berikut.
Pendidikan agama Islam adalah suatu usaha yang sistematis dan
pragmatis dalam membimbing anak didik yang beragama Islam
dengan cara sedemikian rupa, sehingga ajaran-ajaran Islam itu
benar-benar dapat menjiwai, menjadi bagian yang integral dalam
dirinya. Yakni, ajaran itu benar-benar dipahami, diyakini
kebenarannya, diamalkan menjadi pedoman hidupnya, menjadi
pengontrol terhadap perbuatan, pemikiran, dan sikap mental.
Jadi, pendidikan agama Islam adalah usaha dalam kegiatan membimbing
dan mengarahkan anak didik kepada pengetahuan agama Islam untuk
diaplikasikan terhadap perbuatan yang berlandaskan Al-Qur’an dan hadist.
F. Kajian Pustaka yang Relevan
Untuk menghindari duplikasi, peneliti melakukan penelusuran terhadap
penelitian terdahulu. Dari hasil penelusuran diperoleh beberapa masalah yang
berkaitan dengan masalah yang akan diteliti, yaitu:
10
1. Pola Asuh Orang Tua Pengrajin Bambu dalam Mendidik Anak di Dusun
Ngablak Pulutan Sidorejo Salatiga. Penelitian dilakukan oleh Imania
Najmuna mahasiswi jurusan PAI, fakultas FTIK di IAIN Salatiga tahun
2016. Hasilnya adalah pola asuh orang tua pengrajin bambu di dusun
Ngablak dalam mendidik anak yaitu dengan pola asuh yang demokratis.
Orang tua memberikan bimbingan yang tegas terhadap pendidikan anak
agar anak tetap belajar dan berkembang dalam pendidikannya. Dan faktor
yang mempengaruhi pola asuh orang tua pengrajin bambu di dusun Ngablak
dalam mendidik anak dipengaruhi oleh karakter struktur keluarga, profesi
orang tua, kompetensi orang tua, karakteristik struktur anak dan interaksi
orang tua anak.
2. Hubungan Pola Asuh Pekerja dengan Akhlak Anak di Desa Klego
Kecamatan Klego Kabupaten Boyolali Tahun 2016. Penelitian dilakukan
oleh Eka Pradita Agna Luhsari mahasiswi Jurusan PAI, fakultas FTIK di
IAIN Salatiga tahun 2016. Hasilnya adalah dai r table sampel 40 dengan
taraf signifikan 1% yaitu 0,403. Kemudian diperoleh rxy hitung yaitu 0,792.
Jika dibandingkan r table dengan rxy hitung, maka rxy hitung>dari r tabel
atau 0,792>0,403. Artinya ada hubungan positif secara signifikan pola asuh
ibu pekerja dengan akhlak anak di desa Klego Kecamatan Klego Kabupaten
Boyolali tahun 2016.
11
G. Metode Penelitian
1. Pendekatan dan Jenis penelitian
Adapun jenis penelitian yang penulis gunakan dalam penelitian ini
adalah metode deskriptif kualitatif. Metode kualitatif adalah penelitian yang
bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh
subyek penelitian, secara holistik, dan dengan cara deskripsi dalam bentuk
kata-kata dan Bahasa, pada suatu konteks alamiah dan memanfaatkan
metode alamiah (Moleong, 2008: 6). Sehingga peneliti secara langsung
mengamati fenomena yang diamati, kemudian mendeskripsikan data yang
diperoleh dengan bentuk naratif deskriptif.
2. Kehadiran Peneliti
Untuk memperoleh data yang dibutuhkan dalam penelitian ini, peneliti
hadir dalam proses penelitian serta bertindak langsung sebagai instrument
dan sebagai pengumpulan data hasil observasi dan wawancara yang
mendalam serta terlibat aktif dalam penelitian.
3. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di SMP Negeri 7 Jl. Setiaki 15 Salatiga.
4. Sumber Data
Data-data yang dijadikan acuan dalam penelitian ini diambil dari
barbagai sumber, diantaranya:
12
a. Data Primer
Data berupa hasil wawancara dari Guru PAI, wali kelas, guru BK,
Kepala Sekolah SMP Negeri 7 Salatiga, Penanggung jawab dan
pelaksana Program baik dari pihak sekolah maupun dari pihak orang
tua.
b. Data Sekunder
Data yang diperoleh peneliti berupa dokumen-dokumen tambahan yang
relevan dengan obyek yang diteliti. Seperti, Laporan hasil pelaksanaan
program parenting, daftar hadir peserta program, dan lain sebagainya.
5. Prosedur Pengumpulan Data
Ada beberapa metode pengumpulan data yang digunakan dalam
penelitian ini yaitu:
a. Wawancara
Wawancara merupakan percakapan yang dilakukan oleh dua
orang atau lebih dengan tujuan untuk menggali informasi dari
narasumber yang diharapkan. Pernyataan tersebut selaras dengan
ungkapan dari Kahn & Cannel yang dikutip oleh Sarosa (2012: 45)
“wawancara didefinisikan sebagai diskusi antara dua orang atau lebih
dengan tujuan tertentu”.
Tujuan dari wawancara dalam penelitian ini adalah menggali
secara dalam informasi dari berbagai narasumber yang menjadi subyek
13
penelitian tentang implementasi program parenting dalam bidang PAI
di SMP Negeri 7 Salatiga.
b. Observasi
Penelitian ini menggunakan observasi terbuka. Menurut Sukardi
(2005) yang dikutip oleh Maslikhah (2013: 322) mengatakan bahwa
Observasi terbuka kehadiran peneliti dalam menjalankan tugasnya di
tengah-tengah kegiatan responden diketahui secara terbuka, sehingga
antara responden dengan peneliti terjadi hubungan atau interaksi secara
wajar. Observasi dilakukan untuk mendapatkan data tentang
pelaksanaan program parenting dalam bidang PAI.
c. Dokumentasi
“Dokumen adalah segala catatan baik berbentuk catatan dalam
kertas (hardcopy) maupun elektronik (softcopy)” (Sarosa. 2012: 65).
Misalnya, berupa buku, artikel media massa, catatan harian, halaman
web, foto, blog, dan lain sebagainya.
Penggunaan sumber data ini untuk memperoleh dokumen dan kebijakan
yang berkaitan dengan program parenting, Pendidikan agama Islam,
dan profil SMP Negeri 7 Salatiga.
6. Analisis Data
Menurut Bogdan & Binklen (1928) yang dikutip oleh Moleong (2008:
248) mangatakan bahwa Analisis data kualitatif adalah upaya yang
dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data,
14
memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola, mensintesiskannya,
mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang penting dana pa yang
dipelajari, dan memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada orang lain.
Analisis data berlangsung secara bersama-sama dengan proses
pengumpulan data dengan alur tahapan sebagai berikut:
a. Reduksi Data
Reduksi data yaitu memilih data mana yang menjadi obyek
formil dari teori yang digunakan untuk membedah fenomena dengan
cara menyederhanakan data, memastikan bahwa data yang diperoleh
adalah termasuk cakupan penelitian. Reduksi data dapat dilakukan
dengan menyusun ringkasan, membuang data yang tidak diperlukan,
memberi kode pada bagian yang penting, dan lain sebagainya.
b. Penyajian Data
Sekumpulan informasi yang tersusun sehingga memberi
kemungkinan penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. Data
yang diperoleh dikategorisasikan menurut pokok permasalahan dan
dibuat dalam bentuk matriks untuk memudahkan peneliti dalam melihat
pola-pola hubungan antara satu data dengan data lainnya.
c. Penyimpulan Data dan Verivikasi
Kegiatan penyimpulan data merupakan langkah lebih lanjut dari
kegiatan reduksi dan penyajian data. Data yang sudah direduksi dan
disajikan secara sistematis akan disimpulkan sementara. Selain itu,
15
verivikasi merupakan tinjauan kembali terhadap catatan-catatan di
lapangan serta tukar pikiran selama dalam penulisan. Sehingga
kesimpulan yang pada mulanya mengambang atau kabur menjadi
relevan.
7. Pengecekan Keabsahan Data
Keabsahan data diperoleh peneliti dengan menggunakan teknik
trianggulasi. Teknik trianggulasi adalah penggunaan dua atau lebih metode
pengumpulan data dalam suatu penelitian (Kasmiran, 2010: 294). Teknik
keabsahan data yang dipilih oleh peneliti yaitu mencakup dua jenis teknik
trianggulasi dengan sumber dan trianggulasi dengan metode. Kedua hal
tersebut dapat dijelaskan, sebagai berikut:
a. Trianggulasi sumber data
Trianggulasi sumber berarti, mencari sumber-sumber lain disamping
sumber yang telah kita dapatkan (Putra dan Lisnawati: 2013: 34).
Trianggualsi sumber memiliki prinsip bahwa lebih banyak sumber,
lebih baik.
b. Trianggulasi metode
Trianggulasi metode menurut Patton (1987) yang dikutip oleh Moleong
menjelaskan bahwa, ada dua strategi di dalam teknik trianggulasi
metode, yaitu pengecekan derajat keprcayaanpenemuan hasil penelitian
beberapa teknik pengumpulan data dan pengecekan derajat kepercayaan
beberapa sumber data dengan metode yang sama (Moleong, 2002: 178).
16
Teknik ini dilakukan dengan menggali data yang sama tetapi dengan
metode yang berbeda.
8. Tahap-tahap Penelitian
Dalam penelitian kualitatif ada beberapa tahap yang perlu dilakukan, yaitu:
a. Tahap pra Lapangan (menyusun rencana penelitian dan memilih
lapangan, mengurus perizinan, menjejaki dan menilai keadaan
lapangan, memilih dan memanfaatkan informasi, menyiapkan
kelengkapan penelitian, memperhatikan etika penelitian).
b. Tahap Pekerjaan Lapangan (memahami latar penelitian dan persiapan
diri, berperan aktif dalam pengumpulan data).
c. Tahap Analisis Data (menyusun secara sistematis data yang diperoleh
dari interview, catatan lapangan dan bahan-bahan yang lain sehingga
mudah dipahami dan temuanya dapat diinformasikan kepada orang lain.
Tahap ini dilakukan peneliti sesuai dengan cara yang telah ditentukan).
d. Tahap Pelaporan Data (merupakan tugas akhir dari rangkaian proses
penelitian. Pada tahap ini peneliti menyusun laporan hasil penelitian
dengan format tulisan dan Bahasa yang mudah dipahami oleh pembaca.
H. Sistematika Penulisan
Skripsi ini penulis susun dalam lima bab, yang secara sistematis dapat
dijabarkan sebagai berikut:
17
BAB I: Pendahuluan
Bab ini berisi latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan
penelitian, manfaat penelitian, penegasan istilah, metode penelitian, serta
sistematika penulisan skripsi.
BAB II: Kajian Pustaka
Pada bab ini akan diuraikan berbagai teori yang menjadi landasan
teoritik penelitian, meliputi: pengertian program parenting, langkah kerja
Program kemitraan, bentuk-bentuk parenting, metode-metode dalam
parenting, pengertian pendidikan agama Islam, tujuan dan fungsi pendidikan
agama Islam, dan ruang lingkup pendidikan agama Islam.
BAB III: Paparan Data dan Penemuan Penelitian
Berisi tentang gambaran lokasi penelitian SMP Negeri 7 Salatiga yang
mencakup profil sekolah, organisasi sekolah, sarana prasarana, dan pelaksanaan
program parenting dalam bidang PAI.
BAB IV: Pembahasan
Bab ini berisi tentang analisis data sebagai jawaban atas masalah
sebagai berikut: Pelaksanaan program parenting dalam bidang PAI,
Problematika pelaksanaan program parenting dalam bidang PAI, dan dampak
pelaksanaan program parenting dalam bidang PAI.
BAB V: Penutup
Bab terakhir berisi kesimpulan dan saran.
18
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Program Parenting
1. Pengertian Program Parenting
Parenting berasal dari Bahasa inggris yang berarti pengasuhan.
Menurut istilah parenting merupakan pola asuh orang tua terhadap
anaknya sejak bayi hingga menuju kedewasaan. Pernyataan ini selaras
dengan yang diungkapkan oleh Brooks (2011: 11), menyatakan bahwa.
Pengasuhan adalah sebuah proses tindakan dan interaksi antara
orang tua dan anak. Ini adalah proses dimana kedua pihak saling
mengubah satu sama lain saat anak tumbuh menjadi sosok
dewasa. Masyarakat adalah kekuatan dinamis ketiga di dalam
proses tersebut. Masyarakat memeberikan dukungan dan
tekanan bagi orang tua dan anak serta dapat berubah dalam
merespon kebutuhan dan tindakan yang dilakukan orang tua dan
anak.
Parenting merupakan kegiatan yang memberikan efek
kebahagiaan pada orang tua, jika orang tua tersebut tidak mempunyai
permasalahan dengan anaknya. Orang tua adalah penentu dalam
pertumbuhan dan perkembangan anak kaitannya dalam proses
pengasuhan anak. Sedangkan parenting adalah tugas yang kompleks
yang membutuhkan kepekaan dan kemauan untuk melihat apa yang
sedang orang tua lakukan terhadap anaknya dan adanya sebuah
perubahan. Sebagaimana menurut Norton (1977: 1), menjelaskan
bahwa:
19
Parenting is a complex task that requires sensitivity and a
willingness to look at what we are doing to our children and to
change if necessary.
Adapun parenting mengacu pada proses interkasi jangka
panjang yang relatif antara orang dewasa dan anak yang mempengaruhi
perilakunya di masa depan. Perilaku parenting adalah perilaku yang
dapat dilakukan secara sengaja dan tidak sengaja baik secara langsung
maupun tidak langsung dapat besifat positif dan negatif yang
mempengaruhi perilaku anak. Hal ini sebanding dengan, “Parenting
refers to relatively long-term interactions between an adult and child
that influence the child’s future behavior. Parenting behavior can be
intentional or unintentional; it can be positive or negative, and it can
be behavior that directly or indirectly influences a child’s behavior”
(Norton, 1997: 191).
Jadi, parenting adalah proses interaksi antara orang tua dengan
anak dalam jangka waktu yang relatif lama baik secara langsung atau
tidak langsung dapat bersifat positif dan negatif yang mempengaruhi
perilaku anak.
Parenting memiliki tiga komponen penentu, yaitu orang tua,
anak dan masyarakat. Ketiga komponen tersebut saling berkaitan dalam
kehidupan sosial. Masing-masing dari komponen tersebut memiliki
peran tersendiri. Peran dari ketiga komponen tersebut diantaranya:
20
a. Peran anak, yaitu anak memiliki peran penting dalam pengasuhan.
Anak mempunyai kebutuhan-kebutuhan yang harus dipenuhi oleh
pengasuh (orang tua) berupa kebutuhan fisik, psikologis dan sosial.
Kebutuhan fisik, misalnya kebutuhan terhadap tempat tinggal,
makanan, pakaian, dan kehangatan. Sedangkan kebutuhan
psikologis dan sosial berupa hubungan interaksi yang baik secara
berkelanjutan dalam lingkungan sosial yang diberikan oleh
pengasuh dengan oran-orang dewasa disekitarnya. Berkaitan
dengan hal tersebut, Urie Bronfrenbenner dan Pamela Morris yang
dikutip oleh Brooks (2011: 11-12) menyatakan sebagai berikut.
Anak memiliki kebutuhan psikologis dasar untuk: Pertama,
sebuah hubungan berkelanjutan dengan paling sedikit satu
orang dewasa yang amat sangat mencintainya dan
berkomitmen seumur hidup untuk memberikan perhatian.
Kedua, satu orang dewasa sekunder yang ikut terikat secara
emosional dan memberikan perhatian serta dukungan
emosional dan dorongan bagi orang dewasa (pengasuh)
lainnya. Ketiga, interaksi yang stabil dan konsisten dengan
pengasuh dan objek-objek di lingkungan yang membuat
anak dapat mengembangkan perilaku yang lebih kompleks
dan mendapatkan pengetahuan yang lebih besar tentang
dunia.
Pentingnya anak bagi orang tua dan masyarakat, yaitu anak
memenuhi kebutuhan orang tua akan kedekatan, rasa pencapaian,
dan kedewasaan dalam kehidupan. Sedangkan bagi masyarakat,
anak-anak menjaga tradisi dan ritual, serta mewariskannya
kegenerasi berikutnya. Jadi, anak merupakan subjek yang
21
dibutuhkan oleh orang tua dan masyarakat untuk menjaga
keberlangsungan hidup yang harmonis dan sejahtera.
b. Peran orang tua adalah orang tua bertanggung jawab atas
pemeliharaan anak yang memiliki kemampuan dan kebutuhan
dalam proses pengasuhan.
c. Peran masyarakat adalah masyarakat memberikan nilai dan acuan
bertindak bagi tiga mitra pengasuhan, yaitu orang tua, anak dan
masyarakat. Menurut Brooks (2011: 14-15) menyatakan bahwa,
masyarakat merupakan suatu bentuk dorongan yang dinamis yang
berubah sebagai respons atas perubahan ekonomi dan sosial
sehingga mempengaruhi kehidupan orang tua dan anak.
Jadi, program parenting merupakan kegiatan secara terorganisir
yang bertolak pada pola pengasuhan yang mencakup komponen berupa
siswa, orang tua dan masyarakat untuk bekerja sama dalam mencapai
tujuan pendidikan secara terstruktur yang dilaksanakan di lingkungan
sekolah, keluarga dan masyarakat.
2. Langkah kerja program kemitraan
Program kemitraan merupakan bentuk kerja sama antara sekolah, orang
tua dan masyarakat menurut Epstein (2009: 14) dapat diwujudkan
dalam enam bentuk, yaitu “...pengasuhan, komunikasi, pembelajaran
peserta didik, suakrelawan, pengambilan keputusan sekolah dan
22
advokasi, dan kolaborasi dengan masyarakat...” keenam bentuk
program kemitraan tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut.
a. Pengasuhan (parenting)
Parenting adalah pengasuhan yang dilakukan oleh orang tua
terhadap anaknya dalam meningkatkan tumbuh kembang anak,
dalam memnuhi kebutuhan baik secara fisik dan psikhis anak,
membentuk hubungan emosional dan membimbing anak dalam
menghadapi kehidupan di dunia.
b. Komunikasi (communicating)
Komunikasi merupakan hal yang dilakukan oleh sekolah dengan
orangtua untuk menjalin hubungan yang harmonis melalui interaksi
baik secara langsung maupun dengan melalui media, dilakukan
secara teratur, terarah, dan penuh makna, bertujuan untuk mengatasi
permasalahan yang muncul dan para peserta didik dapat mencapai
kemajuan yang lebih baik.
c. Pembelajaran peserta didik di rumah (student learning at home)
Orang tua merupakan penanggung jawab dalam perkembangan
belajar anak di rumah. Orang tua membantu anak dalam
mengkondisikan lingkungan keluarga yang kondusif. Sedangkan
upaya tersebut menurut Mulyasa (2007: 167), ada beberapa hal yang
dapat dilakukan orang tua, yaitu: (1) menciptakan budaya belajar di
rumah; (2) memprioritaskan tugas yang terkait secara langsung
23
dengan pembelajaran di sekolah; (3) mendorong anak untuk aktif
dalam berbagai kegiatan sekolah; (4) memberi kesempatan kepada
anak untuk mengembangkan ide dan aktivitas yang menunjang
belajar; (5) menciptakan suasana demokratis di rumah; (6)
memahami program kegiatan di sekolah; (7) menyediakan sarana
belajar yang memadai sesuai dengan kemampuan orang tua dan
kebutuhan sekolah.
d. Sukarelawan (volunteering)
Menurut Epstein (2009: 58) aktivitas sekarelawan di sekolah adalah
“mobilize parents and others who can share their time and talents
to support the school, teachers, and student activities at the school
or in other locations”. Hal ini dimaksudkan untuk memobilisasi
orang tua dan sumber daya lain yang dapat meluangkan waktu dan
kemampuannya untuk mensupport sekolah, guru, pelajar dan
berbagai kegiatan di sekolah atau di tempat lain. Misalnya, program
sukarelawan untuk kelas dan sekolah guna membantu para guru,
pegawai, pelajar dan orang tua.
e. Pengambilan keputusan (decision making)
Pengambilan keputusan merupakan hal yang dapat dilakukan oleh
orang tua sebagai wakil dalam sebuah perkumpulan berupa
paguyuban, komite sekolah dan lain sebagainya dalam pengambilan
24
keputusan kaitannya dengan pelaksanaan program-progam di
sekolah.
f. Kolaborasi dengan masyarakat (collaborating with the community)
Kolaborasi dengan masyarakat dilakukan untuk menjalin hubungan
kerja sama dengan tokoh masyarakat maupun lingkungan sosial
sekitar yang mendukung kagiatan pendidikan di sekolah dan sebagai
tempat aplikasi pembelajaran anak di kehidupan nyata.
3. Style of Parenting (Gaya Pengasuhan)
Orang tua merupakan pelaku utama dalam pola pengasuhan
(parenting). Pola pengasuhan masing-masing orang tua berbeda. Orang
tua pada umumnya memiliki pola atau bentuk pengasuhan yang dapat
diklasifikasikan ke dalam tiga macam bentuk, yaitu pengasuhan
berwenang (authoritative), pengasuhan otoriter (authoritarian), dan
pengasuhan permisif (permissive).
Menurut Beumrind, yang dikutip oleh Jane Brooks (2011: 112)
mengungkapkan bahwa.
Dia mengklasifikasikan tiga pola perilaku pengasuhan terkait
dengan beragam tingkatan dalam kompetensi anak: berwenang
(authoritative), otoriter (authoritarian), permisif (permissive).
25
Adapun bentuk-bentuk pola asuh orang tua dapat dijelaskan
sebagai berikut:
a. Pengasuhan berwenang (authoritative) merupakan pola asuh orang tua
dengan menerapkan kontrol tegas atas perilaku anak, tetapi juga
menekankan kemandirian dan individualitas anak. Orang tua memiliki
standar yang jelas pada saat ini dan di masa depan atas perilaku anak,
mereka bersifat rasional, fleksibel, dan memperhatikan kebutuhan serta
kesukaan anak. Hal tersebut memberikan dampak kepada anak berupa
kemandirian, rasa percaya diri, dan mengeksplorasi dunia mereka
dengan senang dan puas.
Menurut Norton (1977: 3), pengasuhan berwenang adalah di jelaskan
sebagai berikut.
The authoritative parent attempt to direct the child’s activities
but in a rational, issue-oriented manner. She encourages verbal
give and take, and shares with the child the reasoning behind
her policy. She values both expressive and instrumental
attributes, both autonomous self- will and disciplined
conformity.
Sedangkan menurut Kaufmann (2000) yang dikutip oleh Grant and Ray
(2010: 77), menjelaskan bahwa.
Authoritative families have a firm discipline style combined with
high levels of warmth and nurturing behaviors. Authoritative
families set rules and limits but have an open communication
style. The adults are willing to listen to their children and adjust
their parenting demands based on their children’s views and
opinions. In families with authoritative parenting styles, adults
are concerned with helping children understand the reasons
26
behind the rules as opposed to enforcing strict adherence to the
rules.
Jadi, pengasuhan berwenang (authoritative) adalah pola asuh yang
memberikan dorongan pada anak untuk mandiri dan tetap menerapkan
batasan yang akan mengontrol mereka. Pola pengasuhan authoritativ
lebih dominan menerapkan pola pendidikan daripada hukuman.
Hubungan antara orang tua dan anak saling terbuka, adanya saling
memberi dan saling menerima, mendengarkan dan didengarka.
Sehingga pola pengasuhan seperti ini bebas dan terbuka tetapi masih
dalam batasan yang wajar.
b. Pengasuhan otoriter (authoritarian) merupakan pola asuh orang tua
yang menerapkan kontrol yang tegas, tetapi secara berwenang-wenang,
berkuasa penuh tanpa memperhatikan individualitas anak. Mereka
menekankan kontrol tanpa pengasuhan atau dukungan untuk
mencapainya. Hal ini mengakibatkan anak menjadi tidak bahagia,
menarik diri, malu-malu, dan tidak bisa dipercaya.
Menurut Gonzalez and Mena (2006), yang dikutip oleh Grant and Ray
(2010: 77), menjelaskan bahwa:
Authoritarian families also have firm control on children’s
behavior but may lack the warmth or negotiation style of the
authoritative family. There is little communication about the
reason for rules or limits. This parenting style may appear to be
punitive, with its focus on obedience to the family demands, as
opposed to understanding the reasons behind the demands.
27
Sedangkan menurut Norton (1977: 3), pola pengasuhan authoritarian
adalah pola pengasuhan yang memiliki ciri-ciri bahwa orang tua
mencoba untuk membentuk, mengendalikan, dan menilai perilaku dan
sikap anak sesuai dengan standar perilaku yang sudah ditetapkan, sudah
termotivasi secara teologis dan dirumuskan oleh otoritas yang lebih
tinggi.
Jadi dari peryataan diatas dapat disimpulkan bahwa, pola pengasuhan
authoritarian merupakan pola asuh yang penuh pembatasan dan
hukuman dalam bentuk kekerasan dengan cara orang tua memaksakan
kehendaknya, sehingga orang tua memegang kendali penuh dalam
mengontrol anak dan orang tua selalu menuntut anak tanpa memberi
kesempatan anak untuk mengungkapkan pendapatnya.
c. Pengasuhan permisif (permissive) merupakan pola asuh orang tua yang
menerapkan sedikit batasan bagi anak. Mereka menerima implusif anak,
memberikan kebebasan sebesar-besarnya meski masih menjaga
keamanan. Mereka terlihat dingin dan tidak terlibat. Pengasuhan
permisif memberikan dampak, yaitu anak cenderung tidak mandiri,
tidak memiliki kontrol diri dan digolongkan sebagai sosok yang tidak
dewasa.
28
Menurut Baumrind (1971) yang dikutip oleh Norton (1977: 3-4),
mengungkapkan bahwa:
Permissive parents attempt to behave in a nonpunitive,
acceptant, and affirmative manner toward the child’s impulses,
desires, and actions. She consults with him about policy
decisions and gives explanations for family rules. She makes few
demands for household responsibility and orderly behavior. She
presents herself to the child as a resource for him to use as he
wishes, not as an active agent responsible for shaping or
altering his ongoing or future behavior. She allows the child to
regulate his own abilities as much as possible, avoid the exercise
of control, and does not encourage him to obey externally-
defined standards. She attempts to use reason, but not
overpower to accomplish her ends.
Adapun menurut Couchenour and Chrisman (2000), pengasuhan
permisif adalah pola asuh yang memiliki ciri-ciri umum, yaitu hangat
dan penuh kasih sayang tanpa adanya harapan dan menerima. Selain itu,
pola asuh permisif menghindari pengendalian pada anak-anak dan
menempatkan sedikit batasan pada mereka. Sehingga, pola asuh seperti
ini orangtua bukan menjadi penguasa tetapi menjadi teman bagi anak-
anaknya dan lebih sabar dalam pengasuhan (Grant and Ray, 2010: 77).
Jadi, pola asuh orang tua secara umum dikategorikan ke dalam
tiga bentuk pengasuhan. Ketiga pola tersebut memiliki ciri khas, yaitu
pengasuhan berwenang menerapkan kontrol tegas, tetapi juga
menekankan kemandirian dan individualitas anak. Hal ini yang berbeda
dalam pengasuhan otoriter yang hanya menerapkan kontrol tegas,
berwenang-wenang, berkuasa secara penuh tanpa adanya kemandirian
29
dan individualitas anak. Sedangkan, pengasuhan permisif memberikan
sedikit batasan pada anak dalam berperilaku. Anak cenderung diberi
kebebasan, tetapi masih dalam kontrol keamanan orang tua. Ketiga pola
tersebut memberikan dampak yang berbeda-beda pada anak setelah
orang tua menerapkan pola tersebut. Misalnya anak dari orang tua
permisif cenderung tidak mandiri disebabkan oleh adanya ruang yang
bebas dengan sedikit kontrol yang tegas dari orang tua.
4. Metode-metode dalam Parenting
Parenting merupakan proses pengasuhan berupa interaksi antara orang
dewasa dengan anak. Orang dewasa adalah penanggung jawab secara
penuh dalam proses pengasuhan. Hal ini berkaitan dengan metode-
metode yang harus diterapkan oleh orang tua dalam mengasuh anak.
Adapun metode-metode yang dilakukan dalam proses parenting untuk
membantu perkembangan anak, sebagai berikut:
a. Improving communication
Komunikasi merupakan salah satu cara untuk menjalin sebuah
hubungan yang harmonis antara orang tua dan anak. Komunikasi
orang tua dan anak harus dibangun atas dasar kasih sayang antara
kedua belah pihak. Kebutuhan ini dapat diaplikasikan setiap saat
dalam situasi dan kondisi yang efektif. Menurut Mustaqim (2005:
66), menjelaskan bahwa:
30
Prinsip dalam komunikasi adalah bukan seberapa lama
orang tua bersama anak-anak di rumah, melainkan
seberapa jauh intensitas tersebut. Selain itu, komunikasi
orang tua harus dibangun atas dasar kasih sayang yang
dapat diaplikasikan setiap saat dalam situasi dan kondisi
yang efektif.
Menurut Steinberg (2005: 243), komunikasi yang dilakukan orang
tua dan anak dilakukan dengan adanya komunikasi dua arah, yaitu
komunikasi timbal balik antara orang tua dan anak berupa
pemahaman dan keterbukaan antara kedua belah pihak dalam
sebuah perbincangan.
Perbincangan yang dilakukan memberikan manfaat pada orang tua
untuk mengetahui apa yang dilakukan anak baik di rumah maupun
di luar rumah. Sehingga, orang tua lebih memahami perilaku anak.
Selaras dengan pernyataan diatas, Norton (1977: 15), menjelaskan
bahwa:
There are other advantages to knowing what our
children do away from home. Sometimes the thing they
do and say at home carry over from their life away from
home. Knowing the things that happen away from home
can help us understand more completely our child’s
behavior at home.
Adapun situasi dan kondisi yang efektif untuk membangun
komunikasi orang tua dan anak, menurut Mustaqim (2005: 67),
sebagai berikut: pertama, saat makan bersama merupakan kondisi
dimana anak-anak dapat memperoleh keuntungan yang berarti jika
mereka makan bersama keluarga. Secara tidak langsung akan
31
terjalin hubungan kebersamaan dan keakraban antara orang tua dan
anak. kedua, saat berlibur bersama merupakan hal yang sangat
penting untuk menghilangkan kejenuhan rutinitas kerja dan
pekerjaan rumah serta menyuburkan keakraban semua anggota
keluarga. Ketiga, saat berkumpul di rumah merupakan kondisi
dimana orangtua dan anak bisa berbagi cerita tentang banyak hal
yang dialami sehari-hari.
Sedangkan cara berkomunikasi yang efektif dalam proses parenting
adalah mengetahui cara berbicara yang baik terhadap anak,
memberikan komentar yang positif terhadap anak, mengevaluasi
perilaku anak, dan mengetahui waktu yang tepat berbicara kepada
anak (Norton, 1977: 15-26).
Jadi, meningkatkan komunikasi yang baik terhadap anak merupakan
tugas orang tua untuk memahami lebih dalam perilaku anak. Hal ini
dapat dilakukan dengan berbagai cara, misalnya memberikan
komentar yang positif terhadap anak.
b. Helping to solve problems
Problem merupakan hal yang tidak akan lepas dari kehidupan,
begitu juga dengan proses pendidikan dan pengajaran anak. Pola
asuh orang tua yang salah dapat menyebabkan dampak
permasalahan yang dihadapi anak. Adapun permasalahan yang
dihadapi oleh anak menurut Crosson & Tower (2007) digolongkan
32
menjadi empat yaitu: “Child abuse and neglect fall into specific
categories with different symptoms and different etiologies. The four
categories most often used are physical abuse, and emotional or
psychological abuse”. Sedangkan menurut Dubois & Krogsrud
(2005), kesewenang-wenangan terhadap anak merupakan salah satu
pemicu munculnya permasalahan anak. Hal ini dapat dikategorikan
dalam empat jenis, yaitu perilaku salah secara fisik, perilaku salah
secara emosional, penelantaran anak, dan perilaku salah secara
seksual.
Adapun permasalahan anak dapat diselesaikan dengan menerapkan
pola asuh yang memberikan dampak positif pada anak dan didasari
dengan rasa kasih sayang. Selain itu, orang tua dapat membantu
menyelesaikan permasalahan anak dengan mengajak berbicara anak
tentang permasalahan yang mereka hadapi. Selama percakapan
orang tua harus peduli dan mencoba mencari tahu mengapa anak
melakukan perilaku tersebut dan memberinya informasi yang benar
(Norton, 1977: 29). Selain itu, sebelum memulai percakapan orang
tua harus memperhatikan beberapa hal, yaitu kapan waktu yang
tepat untuk berbicara kepada anak, bagaimana orang tua lebih
memahami perilaku anak dan orang tua harus menciptakan suasana
tanya jawab yang meningkatkan kejujuran anak. Jadi, permasalahan
anak dapat diselesaikan dengan cara menerapkan pola asuh yang
33
sesuai dengan kebutuhan anak dan berbicara kepada anak tentang
permasalahan yang dihadapi dengan memperhatikan beberapa hal
yang dapat meningkatkan kejujuran anak dalam menjawab setiap
pertanyaan yang diberikan orang tua. Sehingga orang tua akan lebih
memahami dan tepat dalam memberikan solusi atas permasalahan
tersebut.
c. Making punishment effective
Punishment adalah melakukan sesuatu kepada anak yang mengikuti
tingkah lakunya untuk mengurangi kemungkinan perilaku itu akan
terulang. Hal ini bisa memberikan efek pada anak di masa depan.
Akan tetapi jika anak dengan mudah mengulangi perilakunya
meskipun kita memukulnya terakhir kali, pukulan itu tidak sesuai
dengan pengertian hukuman yang sebenarnya (Norton, 2010: 46).
Adapun jenis hukuman ada 3 macam, yaitu Hukuman fisik (physical
punishment), menghapus hak istimewa (removing privileges), dan
hukuman verbal (verbal punishment).
Hukuman fisik (physical punishment) merupakan bentuk hukuman
yang biasa digunakan oleh anak muda. Saat menggunakan hukuman
fisik, kita berinteraksi secara fisik dengan anak dan menyebabkan
anak itu merasa sakit. Bentuk hukuman fisik yang paling umum
adalah memukul, menampar, dan pukulan di pantat.
34
Menghapus hak istimewa (remove privileges) merupakan bentuk
hukuman dengan menghapus hak istimewa anak saat mereka
berperilaku tidak tepat atau melanggar aturan.
Sedangkan, hukuman verbal (verbal punishment) merupakan
bentuk hukuman berupa tindakan secara lisan yang membawa efek
kekerasan, baik secara tersirat maupun tersurat, dan bisa berakibat
buruk pada anak secara fisik dan mental.
Hukuman merupakan salah satu cara untuk mengontrol anak agar
tetap berperilaku sesuai norma yang ada atau sesuai aturan yang
dibuat orang tua. Banyak orang tua yang memberikan hukuman
kepada anaknya jika mereka berbuat kesalahan atau melanggar
aturan. Tetapi sebagian besar menggunakan cara yang tidak baik,
sehingga memberikan dampak negatif terhadap perilaku anak serta
hubungannya antara orang tua dan anak. Sedangkan, hukuman yang
efektif adalah orang tua menggunakan beberapa strategi dan metode
pengajaran yang memberikan dampak positif terhadap perilaku
anak. Kapan hukuman itu menjadi efektif dan kapan seharusnya itu
digunakan? Hukuman efektif (punishment effective) dapat
digunakan dalam situasi tertentu ketika perilaku anak perlu
dikurangi dan saat hukuman itu dilakukan berfungsi untuk
melengkapi metode pengajaran yang lebih positif.
35
Menurut Cruig yang dikutip oleh Sahlan (2002: 94-95),
menjelaskan bahwa. Cara-cara menghukum anak yang efektif,
sebagaimana petunjuk berikut:
1) Hindarilah pemakaian teguran, omelan, ancaman, dan hukuman
bila secara naluri hal itu dapat dihindari.
2) Apabila sungguh-sungguh perlu menghukum, buatlah hukuman
seringan mungkin. Gunakanlah hukuman pertama-tama karena
nilai sebaliknya dan bukan karena nilai terapinya yang diduga
terkandung di dalamnya.
3) Perhitungkan kemungkinan masa depan dari hubungan dan
interaksi orang tua dengan anak kalau hukuman dijatuhkan.
Usahakanlah tidak terjebak pada solusi situasi konflik pribadi
yang yang abadi yang akan menuntut penerapan hukuman yang
lebih keras.
4) Perlembutlah hukuman dengan belas kasihan dan sadarlah
bahwa semuanya itu butuh proses, begitu juga dengan proses
pendidikan dan pengajaran anak.
d. Using rewards
Rewards dapat di artikan sebagai imbalan atau penghargaan, yaitu
hal-hal yang mengikuti perilaku tertentu dan meningkatkan
kemungkinan perilaku itu akan diulangi kembali di masa depan
(Norton, 1977: 71).
36
Imbalan ditentukan dalam hal bagaimana hal itu mempengaruhi
perilaku anak, bukan tentang sesuatu yang anak sukai. Ada beberapa
poin tentang pengertian reward, antara lain: (1) imbalan adalah hal-
hal yang meningkatkan terjadinya suatu perilaku di masa depan, (2)
penghargaan datang setelah perilaku itu terjadi atau sudah
dilakukan, dan (3) pengahargaan yang diinginkan antara satu orang
dan orang lainnya berbeda.
Adapun jenis-jenis reward, Norton membaginya ke-dalam 5 jenis
reawards, sebagai berikut: Pertama, Object rewards adalah hal-hal
yang orang tua berikan kepada anak bahwa ia dapat menyentuh,
memanipulasi, makan, memeluk, dan sebagainya. Hal ini
merupakan hal-hal fisik yang bisa dimainkan, dimakan, atau
dibuang. Misalnya orang tua memberikan hadiah berupa permen
jika anaknya mampu untuk membereskan tempat tidurnya sebelum
ia pergi ke sekolah. Setelah reward tersebut diaplikasikan
memberikan manfaat berupa sesuatu yang membuat perasaan anak
menjadi lebih baik dalam jangka waktu tertentu setelah hadiah
tersebut diberikan. Sedangkan kerugian yang paling berpengaruh
adalah biaya yang mahal. Kedua, imbalan aktivitas (activity
rewards) adalah imbalan atau hadiah dimana seorang anak
mendapatkan hak untuk terlibat dalam beberapa aktivitas yang
diinginkan. Misalnya, anak diperbolehkan begadang untuk
37
menonton acara televisi khusus. Hal ini memberikan manfaat
berupa, hal tersebut membuat anak merasa senang untuk
melakukannya dan biaya yang murah. Ketiga, imbalan sosial (social
rewards) adalah imbalan berupa pujian, senyuman, dan tepukan di
punggung yang diberikan oleh orang tua untuk anaknya atas apa
yang sudah dilakukan. Hal ini memberikan manfaat berupa cara
tersebut dapat digunakan kapan saja tanpa adanya biaya yang harus
dikeluarkan oleh orang tua. Keempat penghargaan secara pribadi
(personal rewards) adalah penghargaan yang diberikan bukan dari
orang tua tetapi dari diri mereka sendiri. Misalnya, anak akan
memuji dirinya sendiri ketika ia mampu melakukan sesuatu, yaitu
dengan senyuaman, atau tepuk tangan. Kelima, token rewards
adalah imbalan berupa hal yang dapat ditukar dengan sesuatu yang
lain. Misalnya, jika anak dapat melakukan sesuatu yang diinginkan
orang tuanya, anak itu akan mendapatkan bintang dan bintang
tersebut dapat ditukarkan dengan sesuatu yang lain yang membuat
anak tersebut merasa senang.
Selaras dengan pernyataan diatas, Orang tua memberikan rewards
kepada anaknya ketika ia mampu untuk meningkatkan perilakunya
dan memberikan nilai manfaat bagi dirinya maupun orang lain.
38
e. Children learn by observing others
Anak belajar menggunakan berbagai cara, salah satunya dengan
mengamati dan menirukan perilaku orang lain terutama perilaku
orang tuanya. Hal ini menjadi salah satu cara dalam mengasuh anak
yang baik dengan memahami bahwa anak belajar dengan cara
mengamati dan menirukan (children learn by observing other).
Teori ini disebut juga dengan Teori imitasi, yaitu perilaku terbentuk
melalui proses imitasi, mengamati peilaku orang lain termasuk
mengamati terhadap efek dari perilaku orang lain. Selain itu, teori
ini disebut juga dengan teori model, yaitu pembentukan perilaku
yang memerlukan model yang dicontoh atau diikuti (Sriyanti, 2013:
73).
Adapun faktor yang mempengaruhi pembelajaran observasi
(observation learning), sebagai berikut:
Observation learning dipengaruhi oleh dua faktor yaitu model
characteristics dan observer characteristics (Norton, 1977: 132).
Karakteristik model merupakan bentuk karakteristik seorang model
yang dapat ditirukan oleh anak. model menjadi penentu baik atau
tidaknya perilaku tersebut ditirukan oleh anak, sehingga anak
membutuhkan model yang baik.
Menurut Sriyanti (2013: 77), model yang bisa ditiru bisa tampil
dalam berbagai bentuk baik di dalam kehidupan anak bahkan selalu
39
hadir dalam kehidupan nyata. Model tersebut berupa: (1) Model
hidup, seperti perilaku orang-orang dalam keluarga. (2) Model
simbolik, seperti model yang ditiru dari film atau semisalnya. (3)
Instruksi verbal berupa instruksi bukan berupa tingkah laku.
Sedangkan karakteristik, yaitu kompetensi model dan status model.
Jika anak merasa bahwa model tersebut berkompeten maka anak
akan menirukan, tetapi sebaliknya jika model dirasa tidak
berkompeten anak tidak akan menirukan. Misalnya, anak
menirukan ayahnya ketika ayahnya bercerita tentang sesuatu
lelucon yang bagus kepada teman-temannya dan mereka tertawa.
Anak merasa ayahnya kompeten karena telah memberikan sesuatu
yang bagus terhadap teman-temannya. Adapun status model
merupakan hal yang dapat mempengaruhi orang tersebut menjadi
model. Misalnya, anak akan bercita-cita menjadi seorang dokter
karena dokter satusnya adalah seorang pahlawan dan memiliki
banyak uang. Karakteristik pengamat (observer characteristics)
merupakan karakter yang dimiliki oleh pengamat (anak). Anak
memiliki beberapa karakter dalam pembelajaran obervasi, yaitu
ketergantungan, harga diri, tingkat kompetensi, dan pengalaman
menirukan seseorang. Hal ini merupakan karakter terpenting yang
dimiliki anak dalam pembelajaran observasi.
40
Jadi, Model characteristics dan observer characteristics merupakan
hal yang dapat mempengaruhi anak dalam menirukan sesuatu, yaitu
dilihat dari karakter yang dimiliki oleh objek (model) dan subjek
(anak) dalam pembelajaran observasi (observation learning).
Adapun hal-hal yang dapat ditirukan oleh anak, yaitu performance
of actions, learning attitude, dan learning emotional behavior. Anak
menirukan bagaiaman berperilaku, belajar bersikap yang baik, dan
belajar perilaku yang bersifat emosional.
Jadi dapat disimpulkan bahwa, pembelajaran observasi (observation
learning) adalah anak belajar dengan menirukan (imitasi) model
baik di dalam kehidupan anak maupun di luar itu dengan hal-hal
yang dapat dilakukan berupa berperilaku, belajar bersikap yang
baik, dan belajar berperilaku yang bersifat emosional.
B. Pendidikan Agama Islam (PAI)
1. Pengertian Pendidikan Agama Islam
Pendidikan agama Islam merupakan upaya mendidikkan agama
Islam atau ajaran Islam dan nilai-nilainya, agar menjadi way of life
(pandangan dan sikap hidup) seseorang. Semua itu dapat diwujudkan
dalam kegiatan yang dilakukan seseorang atau sekelompok peserta
didik dalam menanamkan atau menumbuhkembangkan ajaran Islam
untuk dijadikan sebagai pandangan hidupnya berupa sikap hidup yang
41
dikembangkan dalam keterampilan hidupnya sehari-hari (Muhaimin,
2007: 8).
Pandangan bahwa agama sebagai pegangan hidup yang
meyakini Allah SWT adalah Tuhan Yang Maha Esa. Sebagaimana
dijelaskan pada Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun
2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 37 Ayat (1) menyatakan
bahwa pendidikan agama dimaksudkan untuk membentuk peserta didik
menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha
Esa serta berakhlak mulia.
Selaras dengan pernyataan di atas, pendidikan agama Islam
adalah upaya sadar dan terencana dalam menyiapkan peserta didik
untuk mengenal, memahami, menghayati, hingga mengimani,
bertakwa, dan berakhlak mulia dalam mengamalkan ajaran agama Islam
dari sumber utamanya kitab suci Al-Qur’an dan Al-Hadis, melalui
kegiatan bimbingan, pengajaran, latihan, serta penggunaan pengalaman
yang disertai dengan tuntunan untuk menghormati penganut agama lain
dalam hubungannya dengan kekurangan antarumat beragama dalam
masyarakat hingga terwujud kesatuan dan persatuan bangsa (Majid,
2012: 11-12).
42
Menurut Zakiyah Darajat (1987: 87) yang dikutip oleh Majid
(2012: 12) mengungkapkan bahwa.
Pendidikan agama Islam adalah suatu usaha untuk membina dan
mengasuh peserta didik agar senantiasa dapat memahami
kandungan ajaran Islam secara menyeluruh, menghayati makna
tujuan, yang pada akhirnya dapat mengamalkan serta
menjadikan Islam sebagai pandangan hidup.
Jadi penulis dapat menyimpulkan bahwa, pendidikan agama
Islam adalah upaya secara sadar yang dilakukan oleh orang dewasa
dalam mengembangkan potensi atau fitrah yang dimiliki peserta didik
melalui ajaran Islam dengan dasar keimanan dan ketakwaan sebagai
pandangan hidup dalam mengarungi kehidupan di dunia dan di akhirat.
2. Tujuan dan Fungsi Pendidikan Agama Islam
Tujuan pendidikan Islam adalah sesuatu perubahan yang
diharapkan untuk membina insan yang beriman dan bertakwa kepada
Allah Swt, membina serta memelihara alam semesta sesuai syari’ah dan
memanfaatkannya sesuai akidah dan akhlak Islam. Pernyataan ini sesuai
dalam konferensi Pendidikan Islam pertama di Mekkah (1977) para ahli
telah sepakat bahwa, tujuan pendidikan Islam adalah untuk membina
insan yang beriman dan bertakwa yang mengabdikan dirinya kepada
Allah Swt, membina serta memlihara alam semesta sesuai dengan
syari’ah dan memanfaatkannya dengan akidah dan akhlak Islam (Daud
Ali, 2008: 181-182).
43
Menurut Abdurrahman Saleh Abdullah, tujuan pendidikan
Islam dapat diklasifikasikan kepada: (1) Tujuan pendidikan jasmani,
yaitu pendidikan mempunyai arah tujuan kepada keterampilan-
keterampilan fisik yang diperlukan anak didik berupa tubuh yang
perkasa dan sehat. (2) Tujuan pendidikan rohani, yaitu pendidikan
bertujuan untuk menjaga hubungan ruhaniyah dengan Allah SWT. (3)
Tujuan pendidikan akal, yaitu pendidikan bertujuan kepada
perkembangan intelegensi yang mengarahkan setiap manusia sebagai
individu untuk menemukan kebenaran yang sebenar-benarnya. (4)
Tujuan sosial, yaitu pendidikan bertujuan kepada perkembangan
karakter manusia yang unik, agar manusia mampu beradaptasi dengan
standar-standar masyarakat bersama-sama dengan cita-cita yang ada
padanya.
Sedangkan menurut Imam al-Ghazali yang dikutip oleh fatiyah
Hasan Sulaiman menjelaskan bahwa tujuan pendidikan dapat
diklasifikasikan kepada: membentuk insan purna yang pada akhirnya
dapat mendekatkan diri kepada Allah Swt dan membentuk insan purna
untuk memperoleh kebahagiaan hidup di dunia maupun di akhirat
(Arief, 2002: 22).
Adapun menurut kurikulum PAI (2002) tujuan pendidikan
agama Islam di sekolah/ madrasah adalah menumbuhkan dan
meningkatkan keimanan melalui pemberian dan pemupukan
44
pengatahuan, penghayatan, pengalaman serta pengalaman peserta didik
tentang agama Islam sehingga menjadi manusia muslim yang terus
berkembang dalam hal keimanan, ketakwaannya, berbangsa dan
bernegara, serta untuk melanjutkan pada jenjang pendidikan yang lebih
tinggi (Majid, 2012: 16).
Berdasarkan penjelasan di atas maka dapat disimpulkan, tujuan
pendidikan agama Islam adalah upaya perubahan yang diharapkan
setelah peserta didik memperoleh proses pendidikan untuk menjadi
manusia yang sempurna (insan kamil) yang beriman dan bertakwa
kepada Allah Swt dan menemukan kebahagiaan di dunia dan di akhirat.
Sedangkan menurut Majid (2012: 15-16) fungsi pendidikan
agama Islam untuk sekolah/madarasah sebagai berikut:
a. Pengembangan, yaitu meningkatkan keimanan dan
ketakwaan peserta didik kepada Allah Swt. Yang telah
ditanamkan dalam lingkungan keluarga.
b. Penanaman nilai, yaitu sebagai pedoman hidup untuk
mencari kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat.
c. Penyesuaian mental, yaitu untuk menyesuaikan diri dengan
lingkungannya baik lingkungan fisik maupun lingkungan
sosial dan dapat mengubah lingkungannya sesuai dengan
ajaran agama Islam.
45
d. Perbaikan, yaitu untuk memperbaiki kesalahan-kesalahan,
kekurangan-kekurangan, dan kelemahan-kelemahan peserta
didik dalam keyakinan, pemahaman, dan pengalaman ajaran
dalam kehidupan sehari-hari.
e. Pencegahan, yaitu untuk menangkal hal-hal negatif dari
lingkungannya atau dari budaya lain yang dapat
membahayakan dirinya dan menghambat perkembangannya
menuju manusia seutuhnya.
f. Pengajaran, yaitu tentang ilmu pengetahuan keagamaan
secara umum, sistem dan fungsionalnya.
g. Penyaluran, yaitu untuk menyalurkan anak-anak yang
memiliki bakat khusus di bidang agama Islam agar bakat
tersebut dapat berkembang secara optimal sehingga dapat
dimanfaatkan untuk dirinya sendiri dan bagi orang lain.
3. Ruang lingkup Pendidikan Agama Islam
Pendidikan agama Islam merupakan bentuk kebutuhan yang
harus dipenuhi oleh umat Islam. Kebutuhan dalam bentuk pendidikan
yang mengajarkan berbagai aspek kehidupan yang sesuai dengan
sumber ajaran Islam, yaitu Al-Qur’an dan as-Sunnah. Adapun dalam
sumber ajaran tersebut terdapat beberapa ruang lingkup pendidikan
agama Islam. Secara lebih luas runag lingkup pendidikan agama Islam
46
dalam makna Dinul Islam, yaitu Islam sebagai agama yang mengatur
hubungan manusia dengan Allah Swt, mengatur hubungan manusia
dengan dirinya sendiri, dengan masyarakat dan alam lingkungan
hidupnya (Daud Ali, 2008: 77).
Sedangkan rung lingkup pendidikan agama Islam secara khusus
dapat diklasifikasikan kepada: Islam mencakup dalam beberapa ruang
lingkup yang meliputi aspek Akidah, Syari’ah dan Akhlak. Ketiga aspek
tersebut merupakan aspek utama yang harus dipenuhi dalam proses
pendidikan agama Islam.
Akidah secara etimologi, adalah ikatan, sangkutan. Sedangkan
pengertian secara teknis artinya adalah iman atau keyakinan. Secara
isltilah akidah adalah meyakini zat mutlak yang Maha Esa yang disebut
Allah yang Maha Esa dalam zat, sifat, perbuatan dan wujudnya disebut
juga dengan tauhid. Tauhid menjadi inti rukun iman dan prima causa
seleuruh keyakinan Islam (Daud Ali, 2008: 199-200).
Sedangkan syari’ah merupakan jalan hidup (the way of life)
yang memiliki makna asal jalan ke sumber mata air. Menurut
Mohammad Idris as Syafi’I dalam kitab ar Risalah, Syari’at adalah
peraturan-peraturan lahir dan kesimpulan-kesimpulan yang bersumber
dari wahyu itu mengenai tingkah laku manusia (Daud Ali, 2008: 235).
Sedangkan dilihat dari segi ilmu hukum, syari’at adalah norma hukum
dasar yang diwahyukan Allah, yang wajib diikuti oleh orang Islam, baik
47
berhubungan dengan Allah maupun berhubungan dengan sesama
manusia dan benda dalam masyarakat. Pernyataan ini biasa dikenal
dengan sebutan hablum minallah, hablum minannas dan hablum
minalmakhluk.
Adapun akhlak merupakan salah satu komponen utama agama
Islam, yaitu iman, Islam, dan ihsan. Sedangkan akhlak termasuk
kedalam arti ihsan. Arti ihsan berasal dari kata ahsana-yuhsinu-ihsanun
yang berarti berbuat kebaikan. Akhlak secara etimologi berasal dari
Bahasa arab akhlaq, bentuk jamaknya khuluq yang berarti budi pekerti,
perangai, tingkah laku atau tabi’at (Daud Ali, 2008: 346). Akhlak dalam
pelaksanaan memiliki sifat yang positif (baik) dan negatif (buruk). Yang
termasuk ke dalam pengertian baik adalah segala tingkah laku, tabi’at,
watak dan perangai yang sifatnya benar, amanah, sabar, pemaaf,
pemurah, rendah hati dan lain sebagainya. Sedangkan yang termasuk ke
dalam pengertian akhlak yang buruk adalah semua tingkah laku, tabi’at,
watak, perangai sombong, dendam, dengki, khianat dan lain
sebagainya.
Jadi, penulis dapat simpulkan bahwa ruang lingkup pendidikan
agama Islam mencakup ke dalam tiga komponen dasar, yaitu iman,
Islam, dan ihsan. Ketiga komponen dasar tersebut dapat diklasifikasikan
kepada Akidah, Syari’ah dan Akhlak.
48
BAB III
LAPORAN HASIL PENELITIAN
A. Gambaran Umum SMP Negeri 7 Salatiga
1. Tinjauan Geografis
SMP Negeri 7 Salatiga yang berlokasi di Dusun Warak Desa
Dukuh Kecamatan Sidomukti Kota Salatiga. Sekolah ini berdiri diatas
tanah seluas 12. 780 m2 yang di dirikan pada tanggal 7 Juli 1987.
Sekolah ini berstatus hak milik pemerintah Kota Salatiga yang
beroperasi pada tahun 1987.
2. Identitas Sekolah
a. Profil SMPN 7 Salatiga
Nama Sekolah: SMP Negeri 7 Salatiga
Nama Kepala Sekolah: Dra. ANNA MARIA A, M.Pd
Alamat Sekolah:
Jalan: Setiaki No. 15 Salatiga
Kecamatan: Sidomukti
Kota: Salatiga
No. Telepon: (0298)322272
1) NSS: 201036203007
2) NIS: 20007
49
3) Jenjang akreditasi: A
4) Tahun didirikan: 1987
5) Tahun Beroperasi: 1987
6) Kepemilikan tanah: Pemkot Kota Salatiga
Status tanah: SHM
Luas tanah: 12.780 m2
7) Status bangunan: Milik Pemerintah Kota Salatiga
8) Luas seluruh bangunan: 3.039 m2
9) Nomor rekening sekolah: 0081-01-009019-05-5 atas nama SMP
Negeri 7 Salatiga
b. Visi dan Misi SMPN 7 Salatiga
SMP Negeri 7 Salatiga merupakan sekolah yang berkualitas
dengan memiliki visi dan misi yang luhur, yaitu:
1) Visi SMPN 7 Salatiga
Visi SMPN 7 Salatiga adalah Terwujudnya insan yang
‘SIAP berprestasi’ (Santun berperilaku, Iman dalam beragama,
menjaga Asri lingkungannya, dan Percaya diri untuk meraih
prestasi).
2) Misi SMPN 7 Salatiga
Misi SMPN 7 Salatiga adalah menyelenggarakan
pendidikan bermutu untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas
50
kompetensi peserta didik, pendidik dan tenaga pendidikan yang
didukung sarana prasarana pembelajaran, lingkungan yang asri,
dan pelayanan prima.
c. Struktur Organisasi SMP Negeri 7 Salatiga
Pendidikan yang efektif dan kondusif dalam pelaksanaannya
tidaklah terlepas dari adanya organisasi struktural untuk mencapai
tujuan dalam proses pendidikan. Adapun struktur organisasi SMP
Negeri 7 Salatiga sebagai berikut:
Tabel. 3.1 Struktur organisasi SMPN 7 Salatiga
NO NAMA JABATAN
1. Drs. Supriyadi S. Komite Sekolah
2. Dra. Anna Maria Andharini, M.Pd. Kepala Sekolah
3. Tri Martini Harwanti, SE Koordinator TAS
4. Nastain Arif, S.Pd. Kesiswaan
5. Drs. Supantiyono Humas
6. Sigih Pratisto, S.Pd. Kurikulum
7. Gisti Waliyatun Sarpras
8. Agus Dwiyono, S.Pd. Kepala Perpus
9. Hj. Krisnuraini, S. Pd. Kepala LAB
10. Dwi Retno Setyaningrum, S. Pd. UKS
51
11. E. Pujono, S. Pd. LAB IPA
12. Nur Kholis, S. Pd. LAB Matematika
13. Sunarmi, S. Pd. LAB IPS
14. Heru Setyo W. S. Pd. LAB Olahraga
15. Slamet Mulyono LAB Mulok
Sumber: Dokumen sekolah SMPN 7 Salatiga, 17 Mei 2017
d. Keadaan Guru SMPN 7 Salatiga
SMP Negeri 7 Salatiga merupakan sekolah yang memiliki guru
tetap dan guru tidak tetap. Adapun jumlah guru yang dimiliki dapat
dilihat pada tabel berikut:
Tabel 3. 2 Keadaan Guru SMPN 7 Salatiga
No Guru / Staf
Jenis Kelamin
Jumlah Laki-
Laki
Perempuan
1. Guru Tetap 22 20 42 orang
2. Guru Tidak Tetap 3 3 6 orang
Sumber: Dokumen Sekolah SMPN 7 Salatiga, 17 Mei 2017
e. Keadaan Siswa SMP Negeri 7 Salatiga
Siswa merupakan objek utama dalam pendidikan di sekolah.
Adapun keadaan siswa SMPN 7 Salatiga dapat dilihat pada tabel
berikut:
52
Tabel 3. 3 Keadaan Siswa SMPN 7 Salatiga
No Kelas Jumlah Siswa Agama Jumlah
Seluruh
Siswa L P Islam Kristen Katolik
1 VII A 17 13 30
2 VII B 18 14 32
3 VII C 18 14 32
4 VII D 19 13 32
5 VII E 18 14 32
6 VII F 17 14 31
7 VII G 19 9 28
8 VII H 5 19 24
9 VIII A 12 15 27
10 VIII B 16 12 28
11 VIII C 16 12 28
12 VIII D 16 12 28
13 VIII E 16 12 28
14 VIII F 15 12 27
15 VIII G 16 11 27
16 VIII H 13 10 23
17 IX A 12 15 27
18 IX B 18 9 27
19 IX C 18 10 28
20 IX D 14 11 25
21 IX E 15 11 26
22 IX F 16 10 26
23 IX G 12 10 22
24 IX H 14 9 23
Sumber: Dokumen Sekolah SMPN 7 Salatiga, 17 Mei 2017
53
f. Program parenting di SMP Negeri 7 Salatiga
Program parenting merupakan program keterlibatan orang tua dalam
pendidikan anak baik di rumah maupun di sekolah. Orang tua dilibatkan
secara langsung dalam kegiatan-kegiatan yang bertujuan untuk penguatan
hubungan antara orang tua, anak, sekolah, dan masyarakat. SMPN 7
Salatiga merupakan satu-satunya sekolah tingkat pertama di kota Salatiga
yang ditunjuk oleh pemerintah sebagai sekolah percontohan untuk
melaksanakan program parenting atau program kemitraan. Program
parenting dilaksanakan sejak tahun 2015 di SMPN 7 Salatiga, terhitung
sudah dua tahun program ini berjalan sampai sekarang.
Adapun mekanisme pelaksanaan program parenting secara umum,
yaitu meliputi perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, supervisi dan
evaluasi. Mekanisme pelaksanaan program parenting dapat dijelaskan
sebagai berikut:
1) Perencanaan program pelibatan orang tua
Perencanaan merupakan hal penting yang harus dilakukan agar
program-program yang terkait dengan trisentra pendidikan (orang
tua, sekolah, dan masyarakat) dapat terlaksana dengan baik dan
tujuan yang direncanakan dapat tercapai. Tahapan perencanaan
yang sebaiknya dilakukan di satuan pendidikan yaitu dengan
menganalisis kebutuhan antara lain: analisis kebutuhan program
54
pendidikan keluarga ditinjau dari peserta didik, orang tua/wali,
masyarakat, dan satuan pendidikan.
Selanjutnya, mengidntifikasi pelibatan orangtua yang pernah
dilakukan sebelumnya antara satuan pendidikan dan orang tua/wali,
masyarakat, sehingga dapat menjadi acuan pada kegiatan
selanjutnya. Selain itu, mengidentifikasi potensi orang tua/wali, dan
masyarakat sebagai mitra satuan pendidikan. Potensi yang
dimaksud bisa dari berbagai sudut pandang, misalnya ekonomi,
pekerjaan, keahlian dan pengalaman, kepentingan, minat,
kegemaran, dan lain sebagainya.
Setelah dilakukan hal-hal sebagaimana dijelaskan diatas, kemudian
dilaksanakannya penyusunan rencana aksi pelibatan orang tua
tersebut dilakukan melalui langkah-langkah sebagai berikut:
mengadakan musyawarah yang melibatkan pihak satuan PNF,
keluarga/orang tua/wali, dan masyarakat; merumuskan tujuan
pelibatan orang tua yang dibangun berbasis pada data dan fakta hasil
analisis kebutuhan dan penentuan skala prioritas; merumuskan
program dan kegiatan pelibatan orang tua yang mengacu pada
tujuan pelibatan yang sudah disepakati; susun draf rencana aksi
pelibatan orangtua dalam format yang sederhana dan mudah
dipahami; bahas draf rencana aksi dalam kegaiatan diskusi
kelompok terumpun; dan buatlah rencana aksi yang sudah
55
disepakati dalam bentuk buku saku dan semua pihak harus
memiliki.
2) Pengorganisasian program pelibatan orang tua
Pengorganisasian program pelibatan orang tua adalah proses
penentuan, pengelompokan, dan pengaturan bermacam-macam
aktivitas yang diperlukan untuk mencapai tujuan program pelibatan
orang tua, menempatkan orang-orang pada setiap kegiatan,
menyediakan alat-alat yang diperlukan, menetapkan wewenang
yang secara relatif didelegasikan kepada setiap individu yang akan
melakukan aktivitas-aktivitas tersebut.
Sedangkan, media organisasi yang dapat dikembangkan di satuan
pendidikan diantaranya: pertama, paguyuban orang tua tiap jenjang
program satuan pendidikan. Paguyuban orang tua/wali di tingkat
kelas dibentuk agar semua orang tua/wali peserta didik dapat terlibat
aktif dalam berbgai kegiatan pelibatan orang tua, tidak hanya
diwakili oleh sebagian orang tua perserta didik. Kedua, membentuk
jaringan komunikasi dan informasi. Jaringan komunikasi dan
informasi merupakan kunci keberhasilan dalam menjalin pelibatan
orang tua antara keluarga, satuan pendidikan, dan masyarakat.
Sedangkan media yang digunakan dalam hal tersebut adalah berupa
buku penghubung antara pihak satuan pendidikan dengan orang
tua/wali, adanya pertemuan tatap muka antara pihak satuan
56
pendidikan dengan orang tua/wali, dan hubungan melalui media
sosial, misalnya facebook, pesan singkat (SMS), Whatsapp, Twitter
dan lain sebagainya.
3) Pelaksanaan program pelibatan orang tua
Pelaksanaan program pelibatan orangtua merupakan proses
menjalankan kegiatan yang telah diprogramkan dan
diorganisasikan. Adapun pelaksanaan program pelibatan orang tua
adalah pertama, pengambangan kapasitas komponen pembelajaran
yaitu pemahaman semua komponen pembelajaran program tentang
hakikat pelibatan orang tua yang meliputi sesuai visi, misi, dan
tujuannya, program/ kegiatan dan dampak yang diharapkan sebagai
muara akhir pelibatan orang tua tersebut. Sedangkan,
pengembangan kapasitas komponen pembelajaran, misalnya
sosialisasi tentang pelibatan orang tua di lingkungan satuan
pendidikan.
Kedua, pertemuan pendidik dengan orang tua/ wali. Pertemuan
pendidik dengan orang tua/ wali dilaksanakan minimal 3 kali dalam
setiap kesetaraan program dilaksanakan, yakni: pada hari pertama
pembelajaran di bulan juli; pertengahan program di bulan desember;
dan pengambilan hasil ujian.
Ketiga, adanya kelas orang tua/ wali yang bertujuan sebagai wadah
bagi orang tua/ wali untuk menambah pengetahuan dan ketrampilan
57
mendidik anak. Pelaksanaannya minimal dilakukan 2 kali dalam
satu tahun dengan tema yang membahas tentang pengasuhan positif
dan pengasuhan di era digital dan dapat dilanjutkan dengan tema-
tema sesuai kesepakatan orang tua/ wali dengan pihak satuan
pendidikan dan pertemuan tersebut diharapkan dapat dihadiri oleh
seluruh orang tua/ wali.
Keempat, pelibatan orang tua sebagai motivator/ inspirator bagi
peserta didik. Kegiatan ini bertujuan untuk mendorong orang tua/
wali yang terpilih untuk hadir memberikan motivasi/ inspirasi
kepada peserta didik. Kegiatan ini dijadwalkan pada waktu yang
strategis, seperti pada waktu upacara bendera atau pada waktu yang
telah disepakati bersama.
Kelima, pentas kelas akhir tahun merupakan ajang untuk kreativitas
siswa yang dilaksanakan di akhir tahun ajaran satuan pendidikan.
Kegiatan ini dilaksanakan dan dirancang oleh paguyuban orang tua/
wali. Tujuan diadakannya pentas kelas akhir tahun salah satunya
adalah untuk memberikan penghargaan atas kiat hebat orang tua/
wali dalam mendukung kemajuan belajar anaknya di rumah.
Keenam, kegiatan pelibatan orang tua/ wali untuk mengamati
kegiatan pendidikan sekaligus membantu pendidik dalam proses
pembelajaran di kelompok/ kelas.
58
4) Supervisi dan evaluasi program pelibatan orang tua
Supervisi program pelibatan orang tua satuan pendidikan,
keluarga, dan masyarakat adalah kegiatan yang dilakukan untuk
memastikan efektivitas pelaksanaan program pendidikan keluarga
di satuan pendidikan. Sedangkan evaluasi program pelibatan orang
tua dilakukan untuk mengetahui efektivitas implementasi program
dan pelibatan orang tua terhadap pencapaian tujuan, baik di tingkat
keluarga, satuan pendidikan, dan masyarakat. Evaluasi yang
dilakukan mencakup evaluasi diri keluarga dan evaluasi diri satuan
pendidikan.
Selaras dengan adanya mekanisme pelaksanaan program parenting,
maka pelaksanaan program parenting di SMP Negeri 7 Salatiga tahun
2015/2016 adalah sebagai berikut.
Berdasarkan laporan akhir pelaksanaan bantuan penguatan ekosistem
pendidikan dan penguatan pendidikan keluarga tahun 2015/2016, berikut data
hasil pelaksanaan program parenting pada tahun 2015/2016 di SMP Negeri 7
Salatiga:
Pelaksanaan kegiatan program parenting dalam rangka penguatan
ekosistem pendidikan dan penguatan pendidikan keluarga dilaksanakan di SMP
Negeri 7 Salatiga yang beralamatkan di Jl. Setiaki No. 15 Dukuh Salatiga, yang
di kepalai oleh Dra. Anna Maria Andharini, M.Pd. Kegiatan ini
59
diselenggarakan oleh organisasi pengelola program parenting. Adapun susunan
organisasinya dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 3. 4 Susunan Organisasi Pengelola Program Parenting
SUSUNAN ORGANISASI PENGELOLA PROGRAM
PARENTING DI SMP NEGERI 7 SALATIGA TAHUN 2015/2016
NO NAMA JABATAN
1. Dra. Anna Maria Andharini, M.Pd Ketua
2. Jaka Mahargono Sekretaris
3. Gisti Waliyatun Bendahara
4. Drs. Supantiyono Anggota
Sumber: Dokumen Laporan Akhir Pelaksanaan Program Parenting Tahun 2015
Kegiatan ini berupa workshop penguatan ekosistem pendidikan dan
penguatan pendidikan keluarga dengan jumlah peserta yang hadir sebagai
berikut:
1. Jumlah peserta tahun 2015 adalah 72 Orang tua/ wali siswa dan 60 Bpk/ibu
Guru serta karyawan SMPN 7 Salatiga.
2. Jumlah peserta tahun 2016 adalah:
a. Pengurus paguyuban : 72 orang
b. Wali kelas : 24 orang
c. Lingkungan Sekolah : 7 orang
60
d. Komite Sekolah : 5 orang
e. Dinas pendidikan : 4 orang
f. Nara sumber : 2 orang
g. Kep. Sek SMP Negeri : 10 orang
h. Bapak /ibu guru, karyawan : 36 orang
Adapun kurikulum dan bahan ajar pelaksanaan program parenting
dalam penguatan ekosistem pendidikan dan penguatan pendidikan keluarga,
yaitu:
1. Kurikulum dan bahan ajar tahun 2015
a. Membangun komunikasi efektif antara keluarga, masyarakat, dan
sekolah;
b. Optimalisasi parenting;
c. Penguatan kemitraan keluarga, satuan pendidikan dan masyarakat.
2. Kurikulum dan bahan ajar tahun 2016
Kurikulum dan bahan ajar dalam penguatan pendidikan keluarga yaitu
berupa kelas orangtua yang meliputi:
a. Pengasuhan positif
b. Mendidik anak di Era Digital
c. Implementasi pendidikan dalam keluarga
d. Pengalaman alumni yang menginspirasi siswa
61
Proses pelaksanaan program parenting dalam penguatan ekosistem
pendidikan dan penguatan pendidikan keluarga tahun 2015/2016 dapat dilihat
dalam tabel berikut:
Tabel 3. 5 Proses pelaksanaan Program Parenting
1. Rekruitmen peserta Melalui pemilihan orangtua siswa dari
kelas 7 s. d kelas 9, yang masing-masing
kelas 3 orang dan dipilih yang
mempunyai kemampuan dalam
berorganisasi serta mampu menjadi nara
sumber bagi orangtua yang lain
2. Proses pembelajaran 1. Ceramah
2. Diskusi kelompok/ musyawarah
3. Tanya jawab
3. Evaluasi pembelajaran Menyusun RTL (Rencana Tindak Lanjut/
musyawarah) hasil diskusi (terlampir)
Sumber: Dokumen Laporan Akhir Pelaksanaan Program Parenting Tahun 2015
Berdasarkan proses Pelaksanaan program parenting dalam penguatan
ekosistem pendidikan dan penguatan pendidikan keluarga tahun 2015/2016
dapat di ambil hasil sebagai berikut:
Hasil/ output yang di dapat dari jumlah peserta yang menyelesaikan
program, yaitu dari semua peserta yang terbagi menjadi 24 kelompok dari orang
62
tua siswa kelas 7 s.d. kelas 9; semua telah menyelesaikan semua kegiatan dari
awal sampai akhir kegiatan dengan baik:
1. Dapat memahami dan mampu melaksanakan ekosistem pendidikan pada
pendidikan dan ketenaga pendidikan di satuan pendidikan SMP Negeri 7
Salatiga.
2. Terbentuknya paguyuban orang tua/ wali siswa di tiap-tiap kelas.
3. Adanya lingkungan belajar pada satuan/ lembaga pendidikan yang lebih
aman, nyaman dan menyenangkan.
B. Temuan Penelitian
1. Pelaksanaan program parenting dalam bidang PAI di SMPN 7
Salatiga Tahun 2017
Berdasarkan hasil wawancara di lapangan yang berkaitan
dengan pelaksanaan program parenting dalam bidang PAI di SMP
Negeri 7 Salatiga adalah sebagai berikut.
Pelaksanaan program parenting dilakukan di SMPN 7 Salatiga
sudah berjalan selama 2 tahun. Program ini merupakan program dari
pemerintah, yaitu Dinas pendidikan pemuda dan olahraga kota Salatiga
dan SMPN 7 adalah satu-satunya sekolah menengah pertama yang
ditunjuk sebagai sekolah percontohan yang berkaitan dengan
pelaksanaan program parenting atau biasa disebut dengan program
kemitraan atau program pelibatan orang tua. Program parenting
63
memiliki banyak kegiatan yang sudah terencana sesuai dengan prosedur
yang sudah dibuat oleh pemerintah dan tugas satuan pendidikan hanya
sebatas pelaksana dan fasilitator. Kegiatan tersebut berupa penguatan
ekosistem pendidikan dan penguatan pendidikan keluarga. Keduanya
bertujuan untuk mengembangkan potensi yang dimiliki anak (siswa)
bekerja sama dengan orang tua, satuan pendidikan, dan masyarakat.
Pada dasarnya pelaksanaan program parenting, yaitu orang tua
mengantarkan anak pertama kali ke sekolah untuk menuntut ilmu.
Selain itu, orang tua dapat mengetahui program-program yang dibuat
oleh guru khususnya dalam bidang PAI. Jika program tersebut memiliki
kekurangan orang tua dapat memberikan saran dan menjadikannya
sebagai bahan untuk mensupport kegiatan belajar anak di rumah.
Sebagaimana yang dituturkan oleh LA, sebagai berikut:
“Salah satu pelaksanaan program parenting adalah mengantar
anak pertama kali masuk sekolah, anak menuntut ilmu, orang
tua dapat mengetahui program yang dibuat sekolah salah
satunya PAI. Jika program itu ada kekurangan orang tua dapat
memberikan saran, apabila hal itu baik orang tua dapat
mensupport kegiatan dirumah, sehingga akan terjadi
kesinambungan program yang telah dibuat” (wawancara dengan
LA, 30 Mei 2017).
Kegiatan keagamaan berperan aktif dalam pelaksanaan program
parenting di SMPN 7 Salatiga. Sebagaimana yang telah dituturkan oleh
AM sebagai berikut.
64
“Pada dasarnya parenting berperan aktif dalam bidang
keagamaan. Sebagai contoh di SMPN 7 Salatiga kemaren
mengadakan kegiatan mujahadah yang dilakukan oleh kelas 9
guna menghadapi Ujian Nasional. Selain itu, program parenting
mencakup semuanya dan bidang agama termasuk salah satu
didalamnya. Kemudian, dalam pelaksanaan program parenting,
orang tua dirumah mengisi cek list berkaitan dengan perilaku
siswa dirumah. Seperti contoh anak beribadah dirumah atau
tidak, anak sopan sama orangtua atau tidak, anak disiplin atau
tidak. Dan hal tersebut sebagai bahan evaluasi bagi pihak
sekolah maupun orang tua tentang pelaksanaan program
parenting yang sudah berjalan” (wawancara dengan AM, 22
Mei 2017).
Adapun ceklis pelaksanaan program parenting bagi siswa baik
di sekolah maupun di rumah dapat di lihat pada tabel berikut.
Tabel 3. 6 Ceklis Evaluasi Pelaksanaan Program Parenting
No
Indikator
Tujuan
Keterlaksanaan
Sudah Belum
1 Penyambutan
kedatangan peserta
didik
Mengapresiasi
kehadiran anak
√
2 orang tua/wali
mengantar anak pada
hari pertama masuk
Meningkatkan
kepedulian
orang tua/wali
√
3 Masa orientasi peserta
didik baru (MOPBD)
Memberi
wawasan
tentang
√
65
program,
aturan, dan
budaya
sekolah
4 Berdoa sebelum dan
sesudah hari
pembelajaran
Menumbuhkan
ketakwaan
kepada Tuhan
YME
√
5 Menyanyikan lagu
wajib atau membaca
puisi perjuangan atau
menyampaikan kisah
tokoh nasional
maksimal selama 5
menit sesudah berdoa
Menumbuhkan
jiwa
kebangsaan
√
6 Pembiasaan beribadah
bersama sesuai
agamanya
Menumbuhkan
ketakwaan
kepada Tuhan
YME
√
7 Peringatan hari-hari
besar
Menumbuhkan
ketakwaan
√
66
kepada Tuhan
YME
8 Upacara bendera setiap
hari senin
Menumbuhkan
jiwa
kebangsaan
√
9 Upacara pada hari besar
Nasional
Menumbuhkan
jiwa
kebangsaan
√
10 Menyelenggarakan
pertemuan orang tua
pada hari pertama
masuk
Meningkatkan
komitmen
orang tua
√
11 Menyelenggarakan
kelas orang tua minimal
sekali setahun
Meningkatkan
wawasan
orang tua
terhadap pola
asuh positif
√
12 Menyelenggarakan
persiapan pentas kelas
akhir tahun ajaran
Memastikan
kesiapan
pentas akhir
√
67
tahun masing-
masing kelas
13 Turut partisipasi dalam
peringatan hari
keluarga nasional
Meningkatkan
ikatan antar
anggota
keluarga
√
14 Memberikan salam,
senyum, atau sapaan
saat bertemu orang di
satuan pendidikan
Menumbuhkan
sikap
kesantuanan
√
15 Melakukan kerja bakti
membersihkan
lingkungan sekolah
minimal sebulan sekali
Menumbuhkan
budaya bersih
√
Sumber: Dokumen Pelaporan Pelaksanaan program Parenting Tahun 2015
Contoh kegiatan keagamaan di SMPN 7 Salataiga. Sebagaimana
yang dituturkan oleh JM sebagai berikut.
“Satu contoh seperti kegiatan mujahadah itu kan termasuk satu
implementasi yang kita harapkan atau semacam dukungan yang
cukup tinggi dari pihak orang tua kemudian perayaan-perayaan
agama yang lain termasuk di dalamnya kegiatan parenting”
(wawancara dengan JM, 18 Mei 2017).
68
Selain itu, pelaksanaan program parenting yang dilakukan oleh
guru PAI di SMPN 7 Salatiga adalah, Sebagaimana yang dituturkan
oleh MS, sebagai berikut:
“Untuk pelaksanaan program parenting saya baru menerapkan
sholat, mengaji bagi anak. ini juga sebagai dorongan untuk
orang tua dalam mengkondisikan anak di lingkungan keluarga.
Selain itu, guru PAI menerapkan pada anak untuk giat sholat
berjama’ah, yaitu pada waktu dzuhur yang dilakukan ketika jam
istirahat dan Alhamdulillah sudah berjalan dengan baik”
(wawancara dengan MS, 17 Juli 2017).
Selaras dengan hal itu, sebagaimana yang dituturkan oleh DM,
sebagai berikut:
“Pembentukan karakter anak tentunya tidak terbentuk dari pihak
sekolah, namun akan tetapi terpusat pada tripilar yaitu keluarga,
sekolah dan masyarakat. Berjalannya program ini sangat positif
karena dengan adanya hubungan antara orang tua dan sekolah
lebih dekat dan harmonis sehingga dengan itu apabila ada hal
dan kejadian apapun bisa segera diatasi bersama dan apa yang
menjadi keluhan orang tua bisa tersampaikan. Pembiasaan
shalat berjamaah di sekolah dan bimbingan keagamaan jika
terjadi hal-hal yang tidak sesuai dengan kaidah yang ada,
pelaksanaan peringatan hari-hari besar di sekolah sangatlah
positif dan meminimalisir kejadian-kejdian negatif. Untuk
kedepan harapan sekolah dengan adanya program ini lebih bisa
membentuk karakter anak yang shaleh-shalehah” (wawancara
dengan DM, 18 Mei 2017).
Sekolah memberikan saran, arahan, dan pemahaman kepada
orang tua. Sebagaimana yang dituturkan oleh LA, sebagai berikut:
69
“Saya menyarankan pengawasan dan kontrol orang tua pada
anak di rumah sangat penting untuk segala aktivitas yang
dilakukan terutama dalam pembelajaran PAI, yaitu dengan cara
pemberian keteladanan dari orang tua pada anak, orang tua harus
terlibat dalam aktivitas sehari-hari baik masalah ubudiyah,
amaliyah, dan akhlak” (wawancara dengan LA, 30 Mei 2017).
Selaras dengan hal itu, sebagaimana yang dituturkan oleh MS,
sebagai berikut:
“Pada paguyuban itu, guru memberi arahan kepada orang tua
untuk menyuruh anaknya shalat, mengaji dan perilaku yang baik
lainnya. Anak disuruh shalat subuh, pagi di ajak bangun dan
ketika di kelas guru memberikan pertanyaan seputar kegiatan
anak di rumah. Jadi antara orang tua dan guru saling bekerja
sama dan anak terkontrol baik di sekolah maupun di rumah.
Guru memberikan dorongan kepada orang tua untuk
mengarahkan anak untuk beribadah, dibuktikan dengan adanya
ceklis yang dibuat sekolah untuk orang tua kaitannya untuk di
laporkan kepada sekolah tentang kegiatan ibadah anak di rumah.
Selain itu, guru memberikan arahan kepada orang tua untuk
meningkatkan keterampilan agama anak seperti keterampilan
membaca al qur’an, menghafal surat-surat pendek dan tidak
segan-segan guru juga memberikan pelatihan secara cuma-cuma
diluar jam sekolah” (wawancara dengan MS, 17 Juli 2017).
Pernyataan diatas diperkuat dengan apa yang telah dituturkan
oleh DM, sebagai berikut:
“Sekolah selalu dan tidak henti-hentinya memberikan
pemahaman kepada orang tua bahwa, agama adalah pondasi
dalam kehidupan dengan dasaran agama iman dan takwa yang
baik, maka hidup akan lebih terarah dan mempunyai prinsip
hidup” (wawancara dengan DM, 18 Mei 2017).
70
Sekolah mengadakan kegiatan workshop dan kelas orang tua
dalam pelaksanaan program parenting di SMPN 7 Salatiga.
Sebagaimana yang dituturkan oleh MS, sebagai berikut:
“Kalau workshop khusus PAI belum ada tetapi jika dalam ranah
parenting secara umum baru menyangkut soal kurikulum 2013.
Sedangkan, kalau kita kaitkan dengan agama workshop maupun
kelas orangtua diarahkan dalam bentuk budi pekerti kaitannya
berperilaku yang baik dan sesuai norma” (wawancara dengan
MS, 17 Juli 2017).
Adapaun bentuk kegiatan pendidikan keluarga (kelas orang tua)
di SMPN 7 Salatiga. Sebagaimana yang diuturkan oleh DM, sebagai
berikut:
“Ada! Hal tersebut kemaren di canangkan oleh menteri
pendidikan dengan menerbitkan buku tentang program
pengasuhan. Adanya buku tersebut orang tua pun menambah
wawasan karena kita tahu bahwa banyak orang tua pun yang
berlatar belakang pendidikannya kurang. Terkadang pola asuh
orang tua yang salah itu mempengaruhi perilaku anak. Dengan
parenting seperti ini, dan buku yang menjadi pedoman orang tua
yang hebat itu seperti apa, dari aspek komunikasi, terus
bagaimana cara penanaman kebiasaan-kebiasaan di rumah dan
lain sebagainya. Misalnya, bagaimana menjalin komunikasi
yang baik dengan anak, saling terbuka dan hal itu akan
menentukan keberhasilan anak kedepannya. Ada juga orang tua
yang kadang leleh luweh, tidak menghiraukan anak, tanpa
adanya interaksi dan komunikasi antara keduanya dan hal
tersebut akan berpengaruh buruk pada anak.” (wawancara
dengan DM, 18 Mei 2017).
71
Sedangkan, program-program yang mendukung pelaksanaan
program parenting di SMPN 7 Salatiga. Sebagaimana yang dituturkan
oleh LA, sebagai berikut:
“Program kegiatan dalam berbagi, contoh kegiatan korban,
zakat, infaq, bakti sosial jika ada bencana, besuk jika ada yang
sakit, takziah jika ada yang meninggal” (wawancara dengan LA,
30 Mei 2017).
Sehubungan dengan hal itu, sebagaimana yang dituturkan oleh
DM, sebagai berikut:
“Program yang bertujuan untuk penumbuhan karakter
yang membentuk pribadi anak menjadi baik, yaitu pembiasaan
mengucap salam, betegur sapa, berbicara dengan sopan,
membuang sampah pada tempatnya, karena kebersihan sebagian
dari iman” (wawancara dengan DM, 18 Mei 2017).
Adapun hal-hal yang dilakukan oleh guru dan orang tua terhadap
pelaksanaan program parenting dalam bidang PAI antara lain:
Guru dalam proses pengasuhan di sekolah, yaitu membimbing,
mengarahkan, mengajak, memberi hadiah maupun sanksi, teguran, dan
memberikan ruang bergerak untuk anak berekspresi. Sebagaimana yang
dituturkan oleh LA, sebagai berikut:
“Pengasuhan guru di sekolah/ di kelas dengan cara
membimbing, mengarahkan dalam segala aktivitas anak baik di
kelas maupun di luar kelas. Jika ada anak yang salah atau
bermasalah akan segara ditegur dan ditangani” (wawancara
dengan LA, 30 Mei 2017).
72
Sehubungan dengan hal diatas, sebagaimana yang dituturkan
oleh MS, sebagai berikut:
“Guru mengajak anak untuk sholat, bertata kerama, cara
berpakaian yang baik, dan hal-hal yang berkaitan dengan materi
PAI. Selain itu, kita memberikan sanksi, teguran, kadang dengan
cara memberikan ancaman. Jika tidak dilakukan hal seperti itu
kadang anak menyepelekan. Guru juga memberikan ruang pada
anak untuk bebas berekspresi dalam beribadah. Misalnya anak
di beri kesempatan untuk jadi imam dalam sholat berjama’ah”
(wawancara dengan MS, 17 Juli 2017).
Pernyataan di atas diperkuat oleh apa yang disampaikan oleh
DM, sebagai berikut:
“Tentunya dengan bimbingan dan pendidikan karakter
yang berkesinambungan dan pembiasaan-pembiasaan yang baik
akan membentuk karakter yang baik. Tidak memungkiri masa-
masa SMP adalah masa tumbuh kembang anak, dimana anak
mengalami gejolak-gejolak yang mempengaruhi sikologi serta
perilakunya, sehingga timbul permasalahan, seperti membolos,
merokok, memalak, dan banyak hal lagi lainnya. Namun dengan
hal itu BK dan guru agama berkombinasi dan mengarahkan
anak-anak yang mengalami masalah, sehingga masalah yang
ada dapat terselesaikan. Namun semua tidak terlepas dari peran
orang tua” (wawancara dengan DM, 18 Mei 2017).
Adapun, orang tua memberikan pengasuhan berbasis agama
pada anak di rumah. Sebagaimana yang dituturkan oleh NW, sebagai
berikut:
“Pengasuhan berbasis agama yang saya terapkan di rumah
dengan sendirinya pengasuhan positif akan terbentuk. Saya
selalu mensupport anak-anak dalam setiap kegiatan,
73
meyakinkan mereka belajar pada kegiatan tersebut, terutama
dalam bidang keagamaan. Harapan saya anak-anak bisa terjun
ke masyarakat dengan akhlak yang kuat serta iman Islam yang
akan mereka junjung tinggi sampai akhir hayat. Membiasakan
diri saya untuk tidak menerapkan kekrasan juga hukuman pada
mereka, sehingga anak-anak merasa senang, tidak terpaksa
melakukan tata tertib atau kesepakatan bersama” (wawancara
dengan NW, 23 Mei 2017).
Guru berkomunikasi dengan anak untuk memberikan nasihat,
motivasi, dan informasi berkaitan tentang pembelajaran PAI di Sekolah.
Sebagaimana yang diungkapkan oleh MS, sebagai berikut:
“Guru memberikan nasehat tentang kewajiban seorang muslim
berkaitan dengan ibadah. Guru juga memberikan motivasi dan
informasi tentang pendidikan agama Islam. selain itu, guru
berbicara dengan anak kaitannya dengan pengamalan dalam
keagamaan” (wawamncara dengan MS, 17 Juli 2017).
Selaras dengan hal itu, sebagaimana yang dituturkan oleh LA,
sebagai berikut:
“Komunikasi yang dilakukan dapat berupa lisan maupun tulisan,
tidak hanya pada anak tetapi juga dengan orang tua berupa
motivasi dalam mendukung pembelajaran PAI atau berupa
peringatan berupa lisan atau surat yang berisi tentang pernyataan
pelanggaran yang telah dilakukan dan sanksi apa yang akan
diterima” (wawancara dengan LA, 30 Mei 2017).
Sedangkan orang tua di rumah berkomunikasi aktif dengan anak
baik secara verbal maupun dengan Bahasa tubuh. Sebagaimana yang
dituturkan oleh NW, sebagai berikut:
74
“Komunikasi aktif dengan anak, baik secara verbal maupun
dengan Bahasa tubuh. Untuk urusan agama kita tidak boleh
sembarangan dalam mengajarkan anak-anak, sekarang tidak
akan mudah menerima sesuatu jika kita tidak mempunyai
dasar/jawaban yang tepat. Sehingga sebagai orang tua pun kita
harus selalu belajar dan menggali ilmu untuk anak-anak kita.
Selain itu, komunikasi timbal balik, bukan anak-anak saja yang
harus mendengar serta patuh pada ajaran kita, tetapi adakalanya
kita sebagai orang tua mendengar juga apa yang menjadi
pembicaraan mereka. mungkin itu bisa dipakai dalam
kesepakatan bersama” (wawancara dengan NW, 23 Mei 2017).
Disamping berkomunikasi yang baik dengan anak, guru
membantu anak dalam menyelesaikan permasalahan yang berkaitan
dengan pembelajaran PAI di sekolah maupun di luar sekolah.
Sebagaimana yang diungkapkan oleh DM, sebagai berikut:
“Guru BK melaksanakan bimbingan kelompok dan konseling
individu terhadap peserta didik yang dianggap mengalami
permasalahan pada PAI. Meminta anak untuk hafalan surat-
surat pendek, dan banyak lagi yang lainnya. Dengan bimbingan
dan layanan konseling individu dengan tema keagamaan besar
harapan konselor anak terhindar dari masalah dan dapat
terentaskan dalam masalah PAI yang dihadapi” (wawancara
dengan DM, 18 Mei 2017).
Selaras dengan pernyataan di atas, sebagaimana yang di tuturkan
oleh MS, sebagai berikut:
“Kalau saya menyelesaikkanya yaitu dengan praktek dan
pelatihan satu persatu tentang pembenaran cara shalat, cara
shalat berjama’ah, mengingatkan sikap shalat yang baik,
mengajari cara sujud dan lain sebagainya. Selain itu, saya juga
menyediakan tempat dan pelatihan membaca dan menghafal al-
75
qur’an di luar jam pelajaran sekolah” (wawancara dengan MS,
17 Juli 2017).
Pernyataan di atas diperkuat dengan apa yang disampaikan oleh
LA, sebagai berikut:
“Bentuk bantuan dalam penyelesaian masalah yaitu dengan
melihat persoalannya terlebih dahulu, jika persoalan dalam
sikap kita bina bekerja sama dengan BK, orang tua, wali kelas
bahkan dapat melibatkan dengan dengan teman atau guru yang
lain. Jika persoalan dalam hal pengetahuan dan keterampilan
dapat kita membimbing dengan berbagai metode dan teknik
sehingga anak benar-benar dapat memahami dan memecahkan
persoalan yang dihadapi” (wawancara dengan LA, 30 Mei
2017).
Orang tua membantu dalam menyelesaikan permasalahan anak.
Sebagaimana yang dituturkan oleh NW, sebagai berikut:
“Kita akan adakan sharing ketika ada permasalahan, bersama
kita cari solusi, untuk masalah PAI saya berusaha untuk
mengajak mereka bertanya pada orang-orang yang lebih ilmu
agamanya, atau mungkin cari referensi di internet dan sekarang
lebih mudah dalam kita belajar” (wawancara dengan NW, 23
Mei 2017).
Guru dalam pengasuhan memberikan reward atau punishment
kepada anak. Sebagaimana yang dituturkan oleh MS, sebagai berikut:
“Ya! guru memberikan hadiah baik secara verbal, materi, dan
biasanya dengan nilai. Misalnya jika ada siswa yang dapat
menghafal sepuluh surat akan diberi hadian uang sepuluh ribu.
Selain itu, pujian ketika anak dapat berjama’ah shalat, bisa
menghafal dan sebagainya” (wawancara dengan MS, 17 Juli
2017).
76
Sehubungan dengan hal itu, sebagaimana yang diungkapkan
oleh LA, sebagai berikut:
“Hadiah atau hukuman diberikan dari konsekuensi aturan yang
sudah disepakati bersama dari awal. Dalam bidang PAI
hukuman diberikan dengan cara mendidik, contohnya ketika ada
pelanggaran anak diminta menghafal atau menulis sebuah ayat.
Hadiah diberikan jika berhasil melakukan sesuatu dengan baik”
(wawancara dengan LA, 30 Mei 2017).
Hal ini diperkuat oleh apa yang telah diungkapkan oleh DM,
sebagai berikut:
“Hukuman yang mendidik tentunya lebih di sarankan untuk
membuat anak lebih baik. Contohnya: menghafal surat-surat
pendek dan latihan membaca alqur’an” (wawancara dengan
DM, 18 Mei 2017).
Adapun orang tua menerapkan hal yang sama dengan apa yang
dilakukan oleh guru di Sekolah, kaitannya dengan rewards dan
punishment. Sebagaimana yang dituturkan oleh NW, sebagai berikut:
“Hadiah atau reward, bagi saya adalah sebuah bentuk apresiasi
untuk sebuah keberhasilan pada anak-anak kita. Tidak harus
berwujud benda bisa juga berwujud pujian. Disesuaikan dengan
situasi serta kondisi kita masing-masing. Anak akan merasa
termotivasi dengan reward yang kita berikan, contohnya: pada
bulan ramadhan kemaren saya memberikan hadiah mukena
kepada anak saya jika ia menyelesaikan puasa sebulan penuh
dengan tujuan penyemangat anak dalam beribadah. Sedangkan,
hukuman itu sesekali juga diperlukan, jika anak-anak melanggar
hukuman ini bersifat mendidik. Sehingga anak akan bisa
membatasi perilaku yang salah serta tidak akan mengulanginya
lagi” (wawancara dengan NW, 23 Mei 2017).
77
Gambaran pemberian contoh dan pembiasaan 5S (senyum, sapa,
salam, sopan dan santun) di sekolah, sebagai berikut:
Pada saat peneliti melakukan pengamatan di SMPN 7 Salatiga,
kebetulan peneliti terlibat langsung dalam kondisi yang akan
diamati. Pada pagi hari, ketika pintu masuk gerbang sekolah
terbuka dan ada seorang satpam tengah mengamankan jalan
karena padatnya siswa yang tengah masuk sekolah. Pintu
gerbang terbuka lebar di iringi siswa yang masuk satu persatu
maupun bergerombol. Kedatangan siswa di sekolah disambut
oleh guru-guru yang berbaris memanjang untuk mengajak anak
berjabat dan mencium tangan serta mengucapkan salam.
Kadang ada siswa yang pakaiannya tidak rapi di ingatkan dan
ditegur langsung oleh guru. Keseluruhan siswa berbaris rapi
mengikuti barisan guru sambil berjabat tangan (Observasi, 18
Mei 2017).
Hal di atas diperkuat dengan apa yang dituturkan oleh DM,
sebagai berikut:
“Wajib dan selalu, yaitu kalau disini selalu dibudayakan 5S
yaitu senyum, sapa, salam, sopan, dan santun. Pembiasaan
tersebut mencerminkan pribadi guru yang selalu dibudayakan
untuk peserta didik di sekolah. Selain itu, Guru selalu
mengajarkan agar peserta didik selalu dapat bersyukur dengan
apa yang diperoleh sampai saat ini. Mengajarkan peserta didik
apa yang dilakukan harus diniati ibadah. Sopan, santun dan
menghargai orang lain, menjaga kebersihan dan selalu berdoa
dan yakin akan sesuatu yang kita lakukan” (wawancara dengan
DM, 18 Mei 2017).
Selaras dengan pernyataan diatas, sebagaimana yang
diungkapkan oleh LA, sebagai berikut:
“Guru selalu memberikan contoh yang baik pada anak baik dari
ucapan maupun tindakan, karena dengan contoh/ keteladanan itu
78
anak akan mudah dan mengikuti. Contoh, kebiasaan
mengucapkan salam, berjabat tangan ketika bertemu, berbicara
yang sopan dengan siapa pun, menjaga kebersihan, keindahan
kelas dan lingkungan sekolah” selain itu, membiasakan anak
berperilaku baik akan membentuk sebuah karakter. Guru
membiasakan anak khususnya dalam bidang PAI sangatlah
penting karena PAI sendiri mencakup semua aspek kehidupan.
Contoh dalam berwudhu melatih anak untuk berperilaku bersih”
(wawancara dengan LA, 30 Mei 2017).
Adapun, Orang tua dalam memberikan contoh dan
membiasakan anak adalah hal yang mutlak dan pembiasaan tersebut
dilakukan sejak anak usia dini. Sebagaimana yang dituturkan oleh NW,
sebagai berikut:
“Kalau menurut saya, itu mutlak. Karena saya sebagai orangtua
adalah figure yang akan diamati serta dicontoh oleh anak-anak
saya. Semua gerak-gerik saya, mulai dari perilaku, cara bicara,
sopan santun kepada orang lain, serta cara berpakaian saya itu
yang akan mereka rekam, dan akan mereka realisasikan kelak
dikehidupan mendatang. Hal kecil seperti shalat. Jika saya tidak
shalat, bagaimana saya menganjurkan kepada anak-anak saya
untuk shalat. Pasti anak-anak akan menjawab ‘Ibu saja tidak
shalat’. Makanya saya mencoba untuk selalu berbuat dan
berperilaku yang baik untuk anak-anak saya. Saya membiasakan
anak di mulai sejak anak usia dini, sehingga setelah besar dan
dewasa anak-anak sudah terbiasa. Saya menghindari kekerasan,
agar anak mudah dan bisa menerima semua yang saya ajarkan,
tanpa ada rasa terpaksa” (wawancara dengan NW, 23 Mei 2017).
79
2. Problematika Pelaksanaan Program Parenting dalam Bidang PAI di
SMPN 7 Salatiga Tahun 2017
Implementasi program parenting dalam satuan pendidikan
tidaklah terlepas dari suatu permasalahan. Problem yang muncul
kaitannya dengan pelaksanaan program parenting dalam bidang
keagamaan di bagi menjadi tiga aspek utama, yaitu orangtua, guru/
satuan pendidikan (sekolah), dan anak (siswa). Ketiga aspek tersebut
memiliki permasalahan yang berbeda-beda dalam situasi dan kondisi
lingkungan yang berbeda antara di lingkungan sekolah dan di
lingkungan keluarga. Adapun permasalahan yang ditimbulkan sebagai
berikut:
Guru mempunyai permasalahan dalam pelaksanaan program
parenting di sekolah. Sebagaimana yang dituturkan oleh LA sebagai
berikut.
“Kalau dari wali kelas problemnya itu, kalau wali kelas kan
tidak hanya membimbing anak ketika di dalam jam pelajaran,
tetapi guru sendiri juga punya pekerjaan yang tidak bisa
ditinggalkan secara administrasi, terus ngajar. Sehingga
waktunya kurang fokus. Karena di sekolahan waktunya terbatas
dan akhirnya waktu itu harus dikorbankan. Kadang orang tua
ngeluhnya di luar jam bekerja dan kita harus siap 24 jam untuk
menerima jika ada keluhan dari orang tua” (wawancara dengan
LA, 30 Mei 2017).
80
Orang tua memiliki karakter dan latar belakang sosial yang
berbeda-beda. Sebagaimana yang dituturkan oleh DM sebagai berikut.
“Namanya orang tua karakternya kan macem-macem begitu
juga dengan anak, pola asuh orang tua itu sangat mempengaruhi
anak itu akan menjadi apa karena kesuksesan dari pendidikan
karakter itu ditentukan dari 3 hal yang pertama orang tua, yang
ke dua pendidikan, hal tersebut kaitannya dengan sekolah, yang
ketiga dengan masyarakat. Apabila dari ketiga hal tersebut dapat
terlaksana dengan baik otomatis karakter anak akan terbentuk
dengan bagus, juga dalam artian bagus tadi itu yang pertama
orang tua apabila mendasari anak dengan nilai keimanan
terhadap Tuhan yang Maha Esa, otomatis anak mempunyai
pondasi untuk bisa lebih baik dalam hal berpikir, bersikap, sopan
santun terhadap kedua orang tua dan dapat menempatkan diri di
tempat dia berada. Yang kedua, dilingkingan sekolah itu juga
ada komunikasi antara orang tua dengan pihak sekolah karena
apa dari pihak BK itu menginginkan bahwa orangtua datang ke
sekolah itu tidak hanya pada saat mengambil rapor untuk tes aja,
kenaikan kelas, dan lain sebagianya. Akan tetapi dengan adanya
kerjasama orang tua dengan sekolah, itu orang tua harus
memahami ‘Oo iya anakku disekolah ada perkembangan seperti
apa? Prestasinya meningkat nggk? Sikapnya di sekolah seperti
apa? Nah, dengan hal-hal tersebut apabila ada komunikasi
dengan orang tua kepada sekolah akan terwujud sebuah nilai
positif. Dalam artian orangtua juga tahu persis perkembangan
anak seperti apa. Akan tetapi sebelum ada masalah, orang tua
tidak mau tahu. Terkadang sibuk dengan pekerjaannya. Kalau
menurut saya seharusnya anak itu nomor satu, padahal orang tua
mencari uang itu kan untuk anaknya, untuk perkembangan
anaknya, akan tetapi dengan dia sibuk mencari uang terkadang
hal itu di kesampingkan. Ada juga orang tua yang datang ke
sekolah itu juga terpaksa karena harus ijin dan sebagainya, yaitu
menjadi kendala kalau memang harus ijin ya ijin saja, karena dia
mencari uang kan untuk anak-anaknya, mungkin kalau ada
masalah dengan anak pekerjaan bisa ditinggalkan, kalau
81
menurut saya prioritas orang tua ya anak itu. Dengan adanya
parenting atau kamitraan di SMPN 7 Salatiga ini juga sangat
membantu dalam hal pengaembangan anak, kemudian,
kemunikasi orang tua terhadap sekolah itu pun juga sangat
mendukung dalam artian yang kemaren aja orang tua yang
datang pada saat pengambilan rapor dengan adanya undangan
saja, tetapi sekarang banyak orang tua yang datang kesekolah
entah tidak ditentukan waktunya. Orang tua tersebut
berkonsultasi dengan BK tentang anak dalam hal pribadi, sosial,
karir, belajar, semua itu dapat terlayani dengan baik. Dengan
adanya hal tersebut, terkadang orang tua pun juga sering sharing
sama guru BK, curhatlah istilahnya seperti itu. Dengan saling
memberikan informasi, orang tua ketika anak dirumah dan BK
memberikan informasi anak ketika di sekolah. Bagaimana
perkembangannya, sikapnya, belajarnya, dan lain sebagainya”
(wawancara dengan DM, 18 Mei 2017).
Selaras dengan pernyataan di atas, sebagaimana yang dituturkan
oleh AM sebagai berikut.
“Problem yang muncul disebabkan oleh latar belakang sosial
orang tua yang berbeda-beda. Banyak orang tua yang belum
peduli dengan perkembangan anak di sekolah. Misalnya, ketika
dalam kegiatan pun ada saja orang tua yang tidak hadir. Dengan
adanya orang tua seperti itu berdampak pada anak” (wawancara
dengan AM, 22 Mei 2017).
Orang tua terkadang tidak peduli dengan anak. Sebagaimana
yang dituturkan oleh LA sebagai berikut.
“Sedangkan problem dari orang tua, kadang orang tua itu tidak
peduli, kadang malah menutup-nutupi kurang terbuka. Jadi
orangtua itu sudah tahu anaknya salah tetapi dia tidak mau
terbuka jika anaknya sering melanggar” (wawancara dengan
LA, 30 Mei 2017).
82
Anak mengalami rasa jenuh dan sering menggunakan gaget di
rumah. Sebagaimana yang dituturkan oleh NW sebagai berikut.
“Sedangkan problem pasti ada, kadang ada titik jenuh juga pada
anak-anak dan saya tidak akan pernah atau tidak boleh bosan
untuk selalu mengingatkan. Selain itu, di era gadget ini, anak
lebih sering pegang HP, malah dengan intensitas besar. Butuh
waktu-waktu khusus dalam menjalin komunikasi yang positif.
Misalnya, saat makan malam atau sesudah anak pulang sekolah”
(wawancara dengan NW, 23 Mei 2017).
Sarana dan prasarana yang belum memadai kaitannya dengan
kegiatan keagamaan di sekolah. Sebagaimana yang dituturkan oleh MS,
sebagai berikut:
“Kurangnya sarana dan prasarana seperti terbatasnya tempat
karena kondisi musola yang kecil dengan jumlah siswa yang
banyak memberikan dampak pemberlakuan kloter dalam
berjamaah, sedangkan waktunya terbatas. Akibatnya anak tidak
semuanya terkontrol dan bisa ikut jamaah semuanya tanpa
terkecuali. Kurangnya dukungan dari guru yang lain sehingga
pengawasan pada anak tidak maksimal. Dengan terbatasnya
waktu ketika anak sudah masuk kembali ke kelas guru tidak bisa
mengingatkan kembali dan anak cenderung bohong, sebetulnya
anak belum shalat tetapi bilang sudah sholat” (wawancara
dengan MS, 17 Juli 2017).
Problem pelaksanaan program parenting dalam bidang PAI
tidaklah begitu banyak. Sebagaimana yang dituturkan oleh JM sebagai
berikut.
“Kalau dalam keagamaan problem itu sendiri nggak terlalu
banyak karena saya kira semua orang tua kan selalu memberikan
83
pendidikan keagamaan kepada putra putrinya. Jadi nggak
banyak kendala. Kebanyakan mereka yang memang sibuk
bekerja pun tetap mewakilkan entah kakaknya atau saudaranya
hadir ke sekolah. Tetapi anak-anak yang ikut yayasan atau
mungkin di pondok itu kan kadang-kadang kendalanya memang
tidak ada yang mewakili, namun demikian kan tidak terlalu
banyak. Seperti itu tidak terlalu dipermasalahkan, yang jelas
hubungan orangtua melalui keluarga mereka tetap berusaha
tetap hadir dalam kegiatan atau perayaan-perayaan keagamaan
yang lain. Kemaren maulud nabi kita juga mengadakan kegiatan
tujuannya juga untuk meningkatkan akhlak daripada anak
sendiri dengan adanya dukungan orang tua” (wawancara dengan
JM, 18 Mei 2017).
3. Dampak Pelaksanaan Program Parenting dalam Bidang PAI di SMPN
7 Salatiga Tahun 2017
Dampak yang di munculkan setelah program parenting
dilaksanakan di SMPN 7 Salatiga yang berkaitan dengan pendidikan
agama Islam sebagai berikut.
Dampak yang dirasakan merupakan hasil sebuah perubahan
berdasarkan sikap dan perilaku siswa di lingkungan sekolah dan di
lingkungan keluarga. Selain itu, tidak hanya dampak terhadap siswa
tetapi perubahan orang tua yang dapat mempengaruhi sikap dan
perilaku siswa terhadap religiusitas dalam kehidupannya sehari-hari.
Sedangkan, sikap dan perilaku siswa yang diperoleh adalah dalam segi
ibadah dan akhlakul karimah.
84
Orang tua sadar dan lebih peduli terhadap perkembangan anak.
Sebagaimana yang dituturkan oleh LA sebagai berikut.
“Dampaknya ya positif, namanya agama itu dalam
pengaplikasiannya bisa naik dan turun. Kadang anak lena dan
dengan adanya parenting kita bisa saling mengingatkan. Kalau
dalam segi ubudiyahnya kami selaku wali kelas tidak
mengetahui secara detail tetapi di lingkungan sekolah dengan
keterbatasan waktu kegiatan ubudiyah dilakukan hanya pada
waktu dzuhur saja dan kegiatan itu dilaksanakan secara
berjamaah. Untuk lebih detailnya orangtua yang lebih tahu.
Sedangkan dampak dari segi akhlak, dengan adanya kontrol dari
guru dan orangtua anak lebih mudah untuk ditasi jika melakukan
hal-hal yang tidak baik. Dan kita bisa melihat bagaimana
perilaku orangtua berpengaruh terhadap perilaku anak. Dan
memang agama itu penting bagi orang tua untuk memotivasi dan
mengingatkan anak. Apalagi jika dasar agama orang tua kurang
ditambah tidak pedulinya orangtua dan guru hanya bisa
membantu di sekolah. Dan dampak yang lain orang tua, anak
lebih care antara sesama teman mungkin juga sesama orang tua
siswa, misalnya ada anak yang tidak masuk sekolah karena sakit
selama satu bulan. Dengan adanya program parenting rasa
kekeluargaan antara siswa satu dengan yang lainnya lebih erat
dan teman-temannya dengan senang hati membantu anak
tersebut untuk mengisi ketertinggalan dalam pelajaran”
(wawancara dengan LA, 30 Mei 2017).
Adapun, gambaran perilaku siswa kaitannya dengan
pelaksanaan program parenting dalam bidang PAI di sekolah, sebagai
berikut:
Pada saat peneliti mengamati di sekolah, peneliti melihat setiap
siswa bertemu guru baik di kelas, di depan kelas, di kantin, dan
di semua ruang lingkup sekolah, siswa selalu menyapa dan
berjabat dan cium tangan guru dan mereka terlihat sopan dan
85
santun. Selain itu, ketika di kelas, pada saat pembelajaran PAI,
banyak siswa yang antusias dengan adanya pembiasaan
membaca asmaul husna sebelum pembelajaran dimulai. Hanya
segelintir siswa yang tidak membawa bacaan asmaul husna di
karenakan ketinggalan dan lupa. Tetapi hal itu, tidak
mengurangi niat mereka untuk membaca asmaul husna secara
bersama-sama. Kadang siswa yang tidak membawa asmaul
husna, kemudian guru menyuruh siswa tersebut untuk maju ke
depan dan sekaligus memimpin teman-temannya untuk
membaca bersama-sama. Kegiatan seperti ini berjalan dengan
baik di SMPN 7 Salatiga dan sudah menjadi kewajiban sebelum
memulai pembelajaran PAI di setiap kelasnya. Pembiasaan
seperti ini sebagai wujud bahwa pendidikan agama Islam di
SMPN 7 Salatiga benar-benar dilaksanakan dengan sebaik
mungkin dan kebanyakan siswa antusias dan siswa tidak merasa
terbebani (observasi, 22 Mei 2017).
Anak mengerti dan lebih bisa bersikap baik. Sebagaimana yang
dituturkan oleh NW sebagai berikut.
“Kalau saya, anak saya sudah tahu dari semua penilaian tidak
hanya dari akademik saja, kalau saya, akademiknya tidak saya
kejar sebatas mampu, tapi agama, sopan santun, adab dan lain
sebagainya di nomorsatukan, kita lihat sekarang anak-anak yang
di luar sana saya merasa prihatin kondisi mereka, orang tua
terlalu sibuk. Jadi anak-anak malah tidak ada pendidikan untuk
itunya emosionalnya terlalu di los-los tidak terkendali kadang-
kadang sama orangtua tidak sopan walaupun saya dibrumah
Bahasa jawa kami kasar, tapi Alhamdulillah anak saya nggak
pernah dan ini saya lihat anak-anak saya memang belajar dari
sejak kecil ketemu sama orangtua salim dan cium tangan itu
saya seperti itukan dan terbawa sampai sekarang dimanapun.
Jadi saya terapkan kepada siapa pun dimanapun dan mereka
terbiasa ketika betemu saya ya salaman dan cium tangan. Ya dari
parenting yang kita laksanakan dan diterapkan oleh masing-
masing orang tua harus diterapkan sejak kecil. Jadi parenting itu
berdampak dari segi apapun berawal dari agama. Contohnya, di
86
era digital seperti ini butuh sebuah filter yaitu agama”
(wawancara dengan NW, 23 Mei 2017).
Selaras dengan hal diatas, sebagaimana yang dituturkan oleh
DM sebagai berikut.
“Dampak yang ditimbulkan dalam ranah sikap, lebih meningkat
dengan adanya kerjasama orangtua dengan sekolah.
Dilaksanakan pertemuan setiap satu bulan sekali. Dengan
adanya pertemuan tersebut dikoordinasi oleh wali kelas, wali
kelas pun dapat menyampaikan perkembangan anak di sekolah
seperti apa. Dengan adanya parenting guru BK dikaitkan
apabila ada pertemuan pasti guru BK dilibatkan. pertemuan
tersebut di adakan oleh masing-masing kelas dengan jadwal
yang berbeda-beda. Jadi BK dapat berkontribusi kesemuanya
tanpa terkecuali. Tugas BK disini untuk memberikan masukan-
masukan terhadap pandangan umum sikap anak seperti apa,
perkembangannya seperti apa. Dari situ orang tua juga waspada
dengan apa yang diampaikan guru BK, wali kelas dengan
penanggulangan yang dilakukan seperti apa nantinya”
(wawancara dengan DM, 18 Mei 2017).
Hal di atas dikuatkan dengan apa yang dituturkan oleh JM
sebagai berikut.
“Kalau dari segi afektifnya saya kira tetap ada. Ya beberapa
anak yang mempunyai latar belakang orang tua mungkin yang
kurang baik, juga cukup masih sangat sulit. Terutama anak-anak
yang broken. Ya ada beberapa tetapi tidak terlalu berdampak.
Tetapi secara keseluruhan, seperti budaya pagi selalu jemput
anak-anak untuk berjabat tangan. Jadi kita menggunakan 5S
yaitu, senyum, sapa, sopan, salam, santun. Selalu kita galakkan
itu kan kelihatan. Jadi ada perubahan karena memang jika tidak
ada kegiatan parenting orang tua hanya membebankan pada
sekolah. Dalam kehidupan agamis, keagamaan. Tapi ternyata
setelah ada parenting banyak hal yang bisa kita tumbuh
87
kembangkan termasuk tadi kegiatan keagamaan yang ada di
sekolah” (wawancara dengan JM, 18 Mei 2017).
Sedangkan, berikut gambaran anak antuisias dalam
melaksanakan kegiatan keagamaan di sekolah, sebagai berikut:
Pada saat peneliti mengamati di SMPN 7 Salatiga, pada waktu
dzuhur tiba siswa berbondong-bondong pergi ke musola
sekolah. Ada koordinator kelas yang membawa buku absen
yang gunanya untuk mengabsen siapa yang jamaah dan tidak
jamaah. Secara bergantian siswa mengmbil wudhu baik siswa
maupun siswi. Para siswi membawa mukena masing-masing
dari rumah begitu juga dengan para siswa, mereka membawa
sarung dari rumah. Jamaah dilakukan secara bergantian per
kloter biasanya setiap kloter di isi 2 baris siswa dan 2 baris siswi.
Dengan kondisi musola yang kecil berukuran sekitar 100 meter
persegi suasananya sangat gaduh di karenakan perilaku siswa
dan siswi yang suka ramai (observasi, 30 Mei 2017).
Pernyataan di atas sama halnya dengan apa yang dituturkan oleh
JM sebagai berikut.
“Cukup besar! Itu bisa kita lihat di kegiatan-kegiatan keagamaan
di sekolah misalnya kalau siang shalat berjamaah sudah berjalan
secara bagus, waktu sekitar 20 menit anak-anak juga sudah
kelihatan, peningkatan dari kegiatan seperti yang dulu kurang
sekarang cukup banyak anak-anak yang shalat berjamaah. Itu
yang nampak di sekolah ya? Di rumahpun saya kira juga sangat
berimbas dan guru agama di sinipun sudah memprogramkan
kegiatan keagamaan secara rutin. Ditambah kegiatan-kegiatan
di bulan ramadhan, seperti pesantren kilat dan lain sebagainya.
Kalau dalam kegiatan di sekolah, shalat berjama’ah itu anak-
anak betul antusias” (wawancara dengan JM, 18 Mei 2017).
88
BAB IV
PEMBAHASAN
A. Pelaksanaan Program Parenting dalam Bidang PAI di SMPN 7 Salatiga
Tahun 2017
Pada bagian ini penulis akan memberikan analisis tentang data yang
sudah disampaikan pada bab-bab sebelumnya. Untuk memudahkan analisis,
maka akan disusun sesuai dengan pokok masalah. Berdasarkan hasil observasi
dan wawancara di SMPN 7 Salatiga ditemukan implementasi program
parenting dalam bidang PAI, diantaranya adalah sebagai berikut:
Program parenting merupakan program pelibatan orang tua dalam
satuan pendidikan yang berbasis sekolah. Program parenting menerapkan pola
pengasuhan pada anak, yaitu bagaimana pola pengasuhan yang seharusnya
diterapkan oleh guru maupun orang tua baik di sekolah maupun di rumah dan
membantu keluarga dalam membentuk lingkungan keluarga yang mensupport
belajar anak, misalnya menyarankan keluarga agar menciptakan kondisi di
rumah yang mendorong belajar bagi setiap tingkatan kelas, mengadakan
workshop, videotape, pesan leawat e-mail atau yang sejenisnya berkaitan
dengan pengasuhan untuk setiap tingkatan usia dan kelas, mengadakan
pelatihan/ kursus pendidikan bagi orang tua, dan melaksanakan program-
program yang mendukung keluarga untuk mendampingi keluarga tentang
kesehatan, nutrisi dan layanan lainnya.
89
Program parenting adalah salah satu bentuk dari program kemitraan
(sekolah, orang tua, dan masyarakat). Senada dengan apa yang dijelaskan oleh
Eipsten (2009: 14) program kemitraan dapat diwujudkan dalam enam bentuk,
yaitu “...pengasuhan, komunikasi, pembelajaran peserta didik, sukarelawan,
pengambilan keputusan sekolah dan advokasi, dan kolaborasi dengan
masyarakat...”
Sedangkan jika dikaitkan dengan pendidikan agama Islam, program
kemitraan (sekolah, orang tua, dan masyarakat) merupakan komponen yang
bertanggung jawab secara penuh dalam pendidikan. Sebagaimana yang
dijelaskan oleh Ahid (2010: 59-60), sekolah, orang tua (keluarga), dan
masyarakat merupakan satu kesatuan yang utuh dan saling melengkapi antara
satu dengan yang lainnya. Ketiganya harus mampu melaksanakan fungsinya
sebagai sarana yang memberikan motivasi, fasilitas edukatif, wahana
pengembangan potensi yang ada pada diri peserta didik dan pengarahkannya
untuk mampu bernilai efektif-efisien sesuai dengan perkembangan dan
kebutuhan zamannya, serta memberikan bimbingan dan perhatian yang serius
terhadap kebutuhan moral-spiritual peserta didik.
Adapun pelaksanaan program parenting dalam pendidikan agama Islam
adalah sekolah memberikan pelayanan yang sesuai dengan langkah kerja
program parenting secara umum yang dikhususkan pada pembelajaran siswa
dalam bidang pendidikan agama Islam. Sekolah menerapkan berbagai kegiatan
keagamaan yang bertujuan untuk menumbuhkan rasa keimanan dan ketakwaan
90
siswa, yaitu penekanan pada aspek ubudiyah dan pendidikan karakter siswa
baik di sekolah maupun di rumah. Kegiatan keagamaan yang dilaksanakan di
SMPN 7 Salatiga meliputi kegiatan shalat berjama’ah, pembiasaan bersikap
sopan dan santun, dan berbagai kegiatan sosial, misalnya bakti sosial,
bersedekah, dan kegiatan serupa lainnya. Hal ini, sesuai dengan perencanaan
yang disusun oleh pemerintah melalui kementerian pendidikan dan olahraga
dalam bentuk buku panduan pelaksanaan program parenting. Sekolah dalam
pengaplikasiannya mengkombinasikan antara langkah yang disusun
pemerintah dengan kegiatan-kegiatan keagamaan yang dikembangkan secara
langsung oleh guru kaitannya dalam pendidikan agama Islam.
Pelaksanaan program parenting merupakan program yang dapat secara
langsung diawasi oleh orang tua, sedangkan peran orang tua pada dasarnya
mengantarkan anak pertama kali ke sekolah dan setelah itu orang tua dapat
berhubungan langsung dengan guru kaitannya dengan program-program
keagamaan yang akan dilaksanakan. Orang tua dapat memberikan kritik dan
saran jika program tersebut dirasa tidak sesuai dengan kondisi anak maupun
kondisi lingkungan yang mempengaruhi. Berkaitan dengan peran orang tua
dalam pendidikan anak di sekolah, menurut Ahid (2010: 139), orang tua
berkewajiban untuk menyiapkan suasana yang sesuai dan mendorong untuk
belajar, mengulangi pelajaran, mengerjakan tugas, mengikuti kemajuan
sekolah, bekerja sama dengan sekolah untuk menyelesaikan masalah pelajaran
yang dihadapinya, mendorong mereka cara yang paling sesuai untuk belajar
91
jika mereka paham akan hal tersebut. Sebagaimana yang dijelaskan oleh LA,
sebagai berikut:
“Salah satu pelaksanaan program parenting adalah mengantar anak
pertama kali masuk sekolah, anak menuntut ilmu, orang tua dapat
mengetahui program yang dibuat sekolah salah satunya PAI. Jika
program itu ada kekurangan orangtua dapat memberikan saran, apabila
hal itu baik orang tua dapat mensupport kegiatan dirumah, sehingga
akan terjadi kesinambungan program yang telah dibuat” (LA, 30-05-
2017).
Senada dengan pernyataan di atas, Epstein (2009: 59) menjelaskan
bahwa “activities enable families to participate in decisions about school
programs that affect their own and other children”. Orang tua berpartisipasi
secara langsung dalam sebuah pertemuan yang diadakan oleh sekolah untuk
menerima informasi dari sekolah tentang program-program sekolah khususnya
dalam bidang keagamaan. Hal ini, membantu orang tua dalam merencanakan
langkah yang harus dilakukan dalam mendidik anak agar berkembang dengan
baik di lingkungan keluarga khususnya.
Program peranting berperan aktif dalam pendidikan agama Islam,
karena pada dasarnya orang tua merupakan penentu keberhasilan sekaligus
bertanggung jawab terhadap pendidikan anak, khususnya dalam pendidikan
agama. Sebagaimana firman Allah SWT dalam al-Qur’an Surat At-Tahrim
ayat: 6, sebagai berikut:
ها ملئكة ة م نرا وق ودها الناس و احلجار ايي ها الذين امن وا ق وآ ان فسكم و اهليك علي (٦علون ما ي ؤمرون. )التحرمي: غلظ شداد ال ي عصون هللا مآ امرهم و ي ف
92
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu
dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu, penjaganya
malaikat-malaikat yang kasar, keras, tidak mendurhakai (perintah) Allah
terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan
apa yang diperintahkan” (QS. At-Tahrim : 6).
Begitu juga dengan sabda Rasulullah SAW, sebagai berikut:
كم يه وسل م قال: كلكم راع وكل وعن بن عمر رضي اهلل عنهما عن الن يب صلى اهلل عله ومسئ ول عن ن رعيته. والرجل راع يف اهل مسئ ول عن رعيته. االمام راع ومسئ ول ع
اع ف مال سي ده و مسئ ولة عن رعيتها والادم ر راعية يف ب يت زوجها و رعيته. والمرأة ن رعيته. )روه البخارى(ع مسئ ول عن رعيته. وكلكم راع ومسئ ول
Artinya: Dari Ibnu Umar RA. Dari Nabi SAW, beliau bersabda: “Kamu
sekalian adalah pemimpin dan kamu akan ditanya tentang kepemimpinanmu.
Imam adalah pemimpin dan akan ditanya tentang kepemimpinannya. Orang
laki-laki (suami) adalah pemimpin dalam keluarganya dan akan ditanya
tentang kepemimpinannya. Isteri adalah pemimpin dalam rumah tangga
suaminya dan akan ditanya tentang kepemimpinannya. Pelayan adalah
pemimpin dalam menjaga harta tuannya dan akan ditanya tentang
kepemimpinannya. Dan masing-masing dari kamu sekalian adalah pemimpin
danakan ditanya tentang kepemimpinannya” (HR Bukhari juz 1: 215).
Sedangkan, menurut Hasan langgulung mengatakan: cara-cara praktis
yang patut digunakan oleh keluarga (orang tua) untuk menanamkan semangat
keagamaan pada diri anak sebagai berikut: (1) memberitahukan yang baik
kepada mereka tentang kekuatan iman kepada Allah dan berpegang kepada
ajaran-ajaran agama dalam bentuknya yang sempurna dalam waktu tertentu, (2)
membiasakan mereka menunaikan syiar-syiar agama semenjak kecil hingga
penunaian itu menjadi kebiasaan yang mendarah daging, mereka melakukannya
dengan kemauan sendiri dan merasa tentram sebab mereka melakukannya, (3)
93
menyaiapkan suasana agama dan spiritual yang sesuai di rumah dan di mana
mereka berada, (4) membimbing mereka membawa bacaan-bacaan agama yang
berguna dan memikirkan ciptaan-ciptaan Allah untuk menjadi bukti kehalusan
sistem ciptaan itu atas wujud dan keagungannya, dan (5) menggalakkan mereka
turut serta dalam aktivitas-aktivitas agama (Ahid, 2010: 141-142).
Sekolah dibantu oleh orang tua sudah menerapkan beberapa kegiatan
keagamaan, misalnya shalat berjama’ah, mujahadah, dan penerapan perilaku
sopan dan santun. Sebagaimana yang diungkapkan oleh AM, sebagai berikut:
“Pada dasarnya parenting berperan aktif dalam bidang keagamaan.
Sebagai contoh di SMPN 7 Salatiga kemaren mengadakan kegiatan
mujahadah yang dilakukan oleh kelas 9 guna menghadapi Ujian
Nasional. Selain itu, program parenting mencakup semuanya dan
bidang agama termasuk salah satu didalalmnya. Kemudian, dalam
pelaksanaan program parenting, orang tua dirumah mengisi ceklist
berkaitan dengan perilaku siswa dirumah. Seperti contoh anak
beribadah dirumah atau tidak, anak sopan sama orang tua atau tidak,
anak disiplin atau tidak. Dan hal tersebut sebagai bahan evaluasi bagi
pihak sekolah maupun orang tua tentang pelaksanaan program
parenting yang sudah berjalan” (AM, 22-05- 2017).
Adapun dalam hal ini, guru PAI adalah penentu keberhasilan
pendidikan agama Islam di sekolah. Menurut Khoiriyah (2012: 141), guru PAI
merupakan jabatan atau profesi yang memiliki kemampuan khusus mendidik
secara professional dalam proses interaksi dengan peserta didik dalam
membentuk kepribadian utama berdasarkan ajaran Islam. Sedangkan dalam
pengaplikasiannya guru PAI di SMPN 7 Salatiga baru menerapkan kegiatan
keagamaan yang menekankan pada pembelajaran berupa shalat berjama’ah,
membaca dan menghafal al-Qur’an serta penerapan 5S (senyum, sapa, salam,
94
sopan, dan santun). Hal ini merupakan kegiatan Islamisasi di sekolah. Menurut
Khoiriyah (2012: 76-77), Islamisasi sekolah dimaksudkan agar warga sekolah
terutama yang beragama Islam bisa menjalankan sebagian syariat Islam di
lingkungan sekolah sehingga situasi kondusif bisa tercipta di lingkungan
sekolah tersebut. Sedangkan hal-hal yang dapat dilakukan adalah pembiasaan
untuk membaca al-Qur’an oleh setiap peserta didik, waktu istirahat pertama
digunakan untuk membiasakan siswa shalat dhuha, yang dapat dilakukan oleh
seluruh sivitas akademik, dan waktu istirahat disesuaikan dengan waktu salat
dzuhur, sehingga aparat sekolah dan para pelajar bisa melakukan salat tepat
waktu serta dapat dilakukan dengan berjama’ah.
Salat berjama’ah merupakan kegiatan yang dilaksanakan di SMPN 7
Salatiga pada waktu salat dzuhur ketika jam istirahat, sebelum kegiatan
pembelajaran selesai. Siswa dalam hal ini sangatlah antusias untuk mengikuti
kegiatan salat berjama’ah walaupun dengan kondisi tempat yang terbatas, yaitu
di musola sekolah yang berukuran sedang dan hanya dapat di isi empat puluh
orang saja. Berdasarkan hasil pengamatan salat berjam’ah di sekolah membawa
dampak perubahan positif pada siswa. Adanya pembiasaan salat berjama’ah
diharapkan anak akan terbiasa untuk salat berjama’ah dan tidak meninggalkan
ibadah salat di manapun dirinya berada. Selain itu, penerapan 5S dilakukan
sebagai bentuk pembiasaan sikap sopan dan santun siswa di sekolah dan di luar
sekolah. Berdasarkan hasil pengamatan guru menerapkan pembiasaan 5S
dimulai sejak anak pertama kali masuk melalui gerbang sekolah, yaitu dengan
95
adanya kegiatan jemput anak yang dilakukan oleh guru-guru sebagai bentuk
kasih sayang guru kepada murid. Kegiatan ini dilakukan, yaitu dengan
mengucapkan salam sembari berjabat tangan dan cium tangan guru oleh siswa.
Kegiatan seperti ini sudah menjadi kebiasaan di SMPN 7 Salatiga dan
membawa dampak positif pada siswa.
Adapun hal-hal yang dilakukan oleh sekolah/guru dan orang tua dalam
pelaksanaan program parenting kaitannya dengan pendidikan agama Islam
adalah sebagai berikut:
1. Guru selalu memberikan saran, arahan, dan pemahaman kepada orang tua
dalam membentuk kondisi di rumah yang mensupport pembelajaran anak.
Guru menyarankan kepada orang tua untuk mengawasi dan mengontrol
segala aktivitas anak terutama dalam pembelajaran PAI di rumah. Orang
tua disarankan untuk ikut terlibat dalam aktivitas sehari-hari anak baik
masalah ubudiyah, amaliyah, dan akhlak. Selain itu, dalam forum
paguyuban kelas, guru memberi arahan kepada orang tua untuk menyuruh
anaknya ibadah shalat, membaca al-Qur’an dan berperilaku yang baik
lainnya. Sebagaimana dalam al-Qur’an surat Thaha ayat: 132, sebagai
berikut:
ها ال نسأل ت قوىك رزقا حنن ن رزقك والعاقبة للوأمر أهلك بلصلة واصطب علي Artinya: “Dan perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan shalat dan
bersabarlah kamu dalam mengerjakannya. Kami tidak meminta rezeki
kepadamu, Kamilah yang memberi rezeki kepadamu. Dan akhirat (yang
baik) itu adalah bagi orang yang bertaqwa” (Q.S. Thaha: 132).
96
Hal ini, orang tua diharapkan mengisi ceklis yang diberikan oleh sekolah
yang berguna sebagai bukti bahwa anak melakukan hal-hal yang sudah
diprogramkan oleh sekolah kaitannya dengan pelaksanaan program
parenting, sekaligus sebagai laporan hasil pelaksanaan program parenting
selama periode tertentu. Sebagaimana yang diungkapkan oleh MS, sebagai
berikut:
“Pada paguyuban itu, guru memberi arahan kepada orang tua
untuk menyuruh anaknya shalat, mengaji dan perilaku yang baik
lainnya. Anak disuruh shalat subuh, pagi di ajak bangun dan
ketika di kelas guru memberikan pertanyaan seputar kegiatan
anak dirumah. Jadi antara orang tua dan guru saling bekerja
sama dan anak terkontrol baik disekolah maupun di rumah. Guru
memberikan dorongan kepada orang tua untuk mengarahkan
anak untuk beribadah, dibuktikan dengan adanya ceklis yang
dibuat sekolah untuk orang tua kaitannya untuk di laporkan
kepada sekolah tentang kegiatan ibadah anak di rumah” (MS,
17-07-2017).
Jadi, guru selalu memberi saran, arahan, dan pemahaman kepada orang tua
melalui kegiatan paguyuban atau pertemuan antara guru dan orang tua baik
secara formal maupun non formal untuk membantu mereka dalam
mengkondisikan anak belajar di rumah.
2. Sekolah mengadakan kegiatan workshop dan kelas orang tua didukung
program-program yang membantu keluarga (orang tua) untuk
mendampingi anak dalam pembelajaran PAI.
Kegiatan workshop dan kelas orang tua merupakan salah satu kegiatan yang
ada dalam pelaksanaan program parenting. Tetapi di SMPN 7 Salatiga
97
belum ada kagiatan workshop dan kelas orang tua yang fokus dalam
pendidikan agama Islam. Kegiatan tersebut lebih bersifat universal, yaitu
membahas tentang kurikulum 2013. Jika dikaitkan dengan pendidikan
agama Islam, kurikulum 2013 lebih mengarah kepada budi pekerti siswa
kaitannya dengan pendidikan karakter (akhlak). Selain itu, pendidikan
keluarga (kelas orang tua) dilaksanakan sebagai bentuk kepedulian orang
tua dalam program pengasuhan anak. Orang tua diajarkan bagaimana
mengasuh anak yang baik, seberapa penting peran orang tua dalam
pendidikan anak, dan bagaimana menerapkan berbagai metode pengasuhan
yang efektif dan memberikan dampak positif terhadap perilaku anak.
Sebagaimana yang dijelaskan oleh DM, sebagai berikut:
“Ada! Hal tersebut kemaren di canangkan oleh menteri
pendidikan dengan menerbitkan buku tentang program
pengasuhan. Adanya buku tersebut orang tua pun menambah
wawasan karena kita tahu bahwa banyak orang tua pun yang
berlatar belakang pendidikannya kurang. Terkadang pola asuh
orang tua yang salah itu mempengaruhi perilaku anak. Dengan
parenting seperti ini, dan buku yang menjadi pedoman orangtua
yang hebat itu seperti apa, dari aspek komunikasi, terus
bagaimana cara penanaman kebiasaan-kebiasaan di rumah dan
lain sebagainya. Misalnya, bagaimana menjalin komunikasi
yang baik dengan anak, saling terbuka dan hal itu akan
menentukan keberhasilan anak kedepannya. Ada juga orang tua
yang kadang leleh luweh, tidak menghiraukan anak, tanpa
adanya interaksi dan komunikasi antara keduanya dan hal
tersebut akan berpengaruh buruk pada anak.” (DM, 18-05-
2017).
Selain adanya workshop dan kelas orang tua, guru memberikan beberapa
program yang bertujuan untuk membantu orang tua dalam mendampingi
98
anak belajar kaitannya dengan pendidikan agama Islam. Program-program
tersebut diantaranya adalah program berbagi (sedekah) atau biasa disebut
dengan kegiatan bakti sosial. Misalnya, kegiatan korban, zakat, infak, bakti
sosial jika terjadi bencana, besuk orang sakit dan takziah jika ada yang
meninggal. Kegiatan berbagi yang dilakukan sebagai wujud kepedulian
antara sekolah, orang tua, dan masyarakat kaitannya dalam pelaksanaan
program parenting. Sebagaimana yang diungkapkan oleh LA, sebagai
berikut:
“Program kegiatan dalam berbagi, contoh kegiatan korban,
zakat, infak, bakti sosial jika ada bencana, besuk jika ada yang
sakit, takziah jika ada yang meninggal” (wawancara dengan LA,
30 Mei 2017).
Jadi, kegiatan workshop, kelas orang tua, dan program pendukung berupa
kegiatan berbagi (sedekah) dilaksankan di SMPN 7 Salatiga bertujuan
untuk membantu keluarga (orang tua) dalam mendidik anak dengan cara
pengasuhan yang baik dan berdampak pada perilaku anak yang
berhubungan dengan keberhasilan dalam pendidikan agama Islam.
3. Guru/ orang tua menerapkan pola asuh yang efektif
Guru dalam proses pengasuhan di sekolah memberikan bimbingan,
mengajak, mengarahkan, dan memberikan ruang gerak kepada anak untuk
berekspresi dalam berbagai hal khususnya dalam pembelajaran agama.
Berkaitan dengan bimbingan, menurut Mansur (2005: 346), bimbingan
merupakan suatu proses memberi bantuan kepada individu agar individu
99
dapat mengenal dirinya dan dapat memecahkan masalah-masalah hidupnya
sendiri agar tercapai kemampuan untuk memahami dirinya (self
understanding), kemampuan untuk menerima dirinya (self acceptance),
kemampuan untuk mengarahkan dirinya (self direction) dan kemampuan
untuk merealisasikan (self realization) sesuai kemampuannya dalam
mencapai penyesuaian diri dengan lingkungan sehingga ia dapat menikmati
hidup dengan bahagia.
Jika anak berbuat salah guru memberikan teguran dan penanganan secara
langsung. Sebagaimana dalam aspek ubudiyah, guru mengajak anak untuk
salat berjama’ah dan berperilaku yang baik, misalnya dalam hal berpakaian
dan bertata kerama. Selain itu, Guru menerapkan bimbingan dan pendidikan
karakter secara berkesinambungan, sehingga karakter anak akan terbentuk
dengan baik. Jika dikaitkan dengan pola pengasuhan, pola yang diterapkan
oleh guru merupakan pola pengasuhan yang memberi ruang kebebasan pada
anak tetapi dengan pengawasan dan kontrol yang tegas. Pola pengasuhan
tersebut biasa disebut dengan pola pengasuhan authoritativ (pengasuhan
berwenang). Menurut Norton (1977: 3), pola asuh authoritativ adalah pola
asuh yang berusaha mengarahkan anak tetapi dengan cara rasional dan
berorientasi pada masalah serta menghargai atribut ekspresif dan
instrumental baik kemauan mandiri ataupun kesesuaian disiplin. Berkaitan
dengan pola asuh yang diterapkan guru di sekolah, MS mengungkapkan
bahwa:
100
“Guru mengajak anak untuk shalat, bertata kerama, cara
berpakaian yang baik, dan hal-hal yang berkaitan dengan materi
PAI. Selain itu, kita memberikan sanksi, teguran, kadang dengan
cara memberikan ancaman. Jika tidak dilakukan hal seperti itu
kadang anak menyepelekan. Guru juga memberikan ruang pada
anak untuk bebas berekspresi dalam beribadah. Misalnya anak
di beri kesempatan untuk jadi imam dalam shalat berjamaah”
(MS, 17-07- 2017).
Adapun orang tua dalam proses pengasuhan menerapkan pola asuh
demokratis, yaitu pola asuh yang menerapkan kebebasan dan kontrol yang
tegas. Menurut Mansur (2005: 355), pola asuh demokratis adalah pola asuh
yang ditandai dengan pengakuan orang tua terhadap kemampuan anak-
anaknya, dan kemudian anak diberi kesempatan untuk tidak selalu
tergantung pada orang tua. Hal ini diterapkan dan dikombinasikan dengan
pengasuhan yang berbasis agama. Orang tua menerapkan pola pengasuhan
berbasis agama diharapkan akan terbentuk pengasuhan positif pada anak.
Sehingga ketika terjun dimasyarakat, anak tampil dengan akhlak yang kuat
serta rasa keimanan dan keislaman yang selalu mereka tegakkan sampai
akhir hayat. Selain itu, orang tua dalam proses pengasuhan berusaha untuk
menghindari model pengasuhan dalam bentuk kekerasan. Ketika hal itu
dilaksanakan anak akan merasa lebih nyaman dan tidak ada paksaan dalam
berbagai hal yang dilakukan. Sebagaimana yang diungkapkan oleh NW,
sebagai berikut:
“Pengasuhan berbasis agama yang saya terapkan di rumah
dengan sendirinya pengasuhan positif akan terbentuk. Saya
selalu mensupport anak-anak dalam setiap kegiatan,
101
meyakinkan mereka belajar pada kegiatan tersebut, terutama
dalam bidang keagamaan. Harapan saya anak-anak bisa terjun
ke masyarakat dengan akhlak yang kuat serta iman Islam yang
akan mereka junjung tinggi sampai akhir hayat. Membiasakan
diri saya untuk tidak menerapkan kekerasan juga hukuman pada
mereka, sehingga anak-anak merasa senang, tidak terpaksa
melakukan tata tertib atau kesepakatan bersama” (NW, 23-05-
2017).
Jadi, guru dan orang tua dalam proses pengasuhan menerapkan pola
pengasuhan dengan model pengasuhan berwenang (authoritativ) atau bisa
disebut juga pola asuh demokratis, yaitu adanya bimbingan, arahan, dan
menuntut anak untuk mandiri tetapi dengan pengawasan dan kontrol yang
tegas tanpa adanya kekerasan. Pola tersebut dikombinasikan dengan nilai-
nilai keagamaan agar tercipta pengasuhan positif pada anak.
4. Guru/ orang tua aktif berkomunikasi dengan anak
Guru dan orang tua aktif berkomunikasi dengan anak, yaitu memberikan
motivasi, nasihat, dan informasi tentang pembelajaran PAI. Hal ini
merupakan fungsi dari komunikasi terutama dalam pendidikan. Senada
dengan hal tersebut, menurut Chotimah dan Fatchurrohman (2014: 78),
fungsi komunikasi adalah komunikasi bertindak untuk mengendalikan
perilaku individu, komunikasi membantu perkembangan motivasi,
komunikasi menunjukkan mekanisme fundamental, yaitu menunjukkan
bentuk perasaan, dan komunikasi memberikan informasi yang diperlukan
individu.
102
Guru memberikan nasihat tentang kewajiban beribadah khususnya dalam
melaksanakan ibadah shalat dan perilaku-perilaku baik yang harus
diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Selain itu, guru merefleksikan
pengalaman anak dengan menanyakan aktivitas yang sudah dilakukan
kaitannya dengan pengamalan beribadah anak di rumah. Misalnya, guru
menanyakan anak sudah melaksanakan shalat subuh apa belum? Ikut
berjama’ah atau tidak? Dan lain sebagainya.
Sedangkan bentuk komunikasi yang diterapkan guru berupa lisan maupun
tulisan yang tidak hanya dengan anak tetapi juga dengan orang tua,
misalnya guru memberikan informasi kepada orang tua berkaitan dengan
pelanggaran yang telah dilakukan anak di sekolah berupa surat teguran dan
sanksi yang akan diterima. Berkaitan dengan bentuk komunikasi, menurut
Chotimah dan fathurrohman (2014: 56-57) kemunikasi menurut cara
penyampaiannya dibedakan menjadi dua, yaitu (1) komunikasi lisan adalah
komunikasi yang dilakukan secara bertatap muka langsung atau secara lisan
tanpa dibatasi oleh ajarak, dan (2) komunikasi tertulis adalah komunikasi
yang dilakukan bisa dalam bentuk surat, naskah, blangko, gamba atau poto
maupun dalam bentuk tulisan yang dimaksudkan untuk menyampaikan
informasi secara singkat, jelas, dan lain sebagainya. Komunikasi yang
dilakukan merupakan wujud interaksi dan terjalinnya hubungan antara
guru, orang tua, dan anak (siswa). Berkaitan dengan bentuk komunikasi
yang dilakukan oleh guru kepada anak, LA mengungkapkan bahwa:
103
“Komunikasi yang dilakukan dapat berupa lisan maupun tulisan,
tidak hanya pada anak tetapi juga dengan orang tua berupa
motivasi dalam mendukung pembelajaran PAI atau berupa
peringatan berupa lisan atau surat yang berisi tentang pernyataan
pelanggaran yang telah dilakukan dan sanksi apa yang akan
diterima” (LA, 30-05-2017).
Sedangkan orang tua di rumah aktif berkomunikasi dengan anak baik secara
verbal maupun dengan Bahasa tubuh. Komunikasi merupakan hal
terpenting dalam proses pengasuhan terutama dalam proses pendidikan
agama, orang tua mempersiapkan hal-hal yang akan ditanyakan anak
berupa materi dan cara pengamalan tentang agama. Selain itu, orang tua
menerapkan komunikasi timbal balik, yaitu anak tidak hanya
mendengarkan dan patuh terhadap apa yang disampaikan orangtua, tetapi
anak juga diberikan kesempatan untuk berbicara dan menyampaikan pesan
yang ingin disampaikan. Sebagaimana menurut Djamarah (2004: 01),
komunikasi dalam keluarga dapat berlangsung secara timbal balik dan silih
berganti; bisa dari orang tua ke anak atau anak ke orang tua, atau dari anak
ke anak. Hal ini, dilakukan karena ada sesuatu pesan yang ingin
disampaikan. Berkaitan dengan komunikasi yang dilakukan orang tua
kepada anak, NW mengungkapkan bahwa:
“Komunikasi aktif dengan anak, baik secara verbal maupun
dengan Bahasa tubuh. Untuk urusan agama kita tidak boleh
sembarangan dalam mengajarkan anak-anak, sekarang tidak
akan mudah menerima sesuatu jika kita tidak mempunyai
dasar/jawaban yang tepat. Sehingga sebagai orang tua pun kita
harus selalu belajar dan menggali ilmu untuk anak-anak kita.
Selain itu, komunikasi timbal balik, bukan anak-anak saja yang
104
harus mendengar serta patuh pada ajaran kita, tetapi adakalanya
kita sebagai orang tua mendengar juga apa yang menjadi
pembicaraan mereka. mungkin itu bisa dipakai dalam
kesepakatan bersama” (NW, 23-05-2017).
Pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa komunikasi merupakan hal
yang harus diperhatikan oleh guru dan orang tua dalam proses pengasuhan
anak, baik di sekolah maupun di rumah dengan pola timbal balik dan silih
berganti, yaitu bisa dari guru ke siswa, orang tua ke anak atau sebaliknya.
Hal ini, akan mempengaruhi proses belajar anak kaitannya dengan
pendidikan agama Islam.
5. Guru/ orang tua membantu dalam menyelesaikan permasalahan anak dalam
pembelajaran PAI di sekolah dan di rumah.
Permasalahan yang muncul pada anak kaitannya dengan pembelajaran PAI
merupakan masalah yang berkaitan dengan pengamalan beribadah dan
pendidikan karakter anak. Guru memberikan bimbingan kelompok maupun
individu pada anak melalui bimbingan dan konseling di sekolah. Hal ini
didukung dengan, Menurut Mansur (2005: 349), salah satu ciri bimbingan
adalah bantuan yang diberikan kepada setiap individu yang memerlukan
pemecahan masalah atau perkembangannya.
Jadi, bimbingan adalah memberikan bantuan kepada setiap individu untuk
mengatasi masalah yang dihadapi. Hal ini dilakukan agar anak terhindar
dari masalah dan mengoptimalkan pembelajaran PAI di sekolah. Selain itu,
guru memberikan praktek dan pelatihan pada anak yang mengalami
105
masalah kaitannya dengan pembelajaran PAI, yaitu berupa pembenaran
cara shalat, cara berwudhu, dan cara membaca al-Qur’an yang baik dan
benar. Guru memberikan pelatihan tidak hanya di sekolah tetapi di luar
sekolah, yaitu berupa kelompok belajar agama yang dilaksanakan di tempat
yang sudah ditentukan. Berkaitan dengan hal di atas, MS menyampaikan
bahwa:
“Kalau saya menyelesaikkanya yaitu dengan praktek dan
pelatihan satu persatu tentang pembenaran cara shalat, cara
shalat berjamaah, mengingatkan sikap shalat yang baik,
mengajari cara sujud dan lain sebagainya. Selain itu, saya juga
menyediakan tempat dan pelatihan membaca dan menghafal al-
qur’an di luar jam pelajaran sekolah” (MS, 17-07-2017).
Adapun orang tua dalam membantu menyelesaikan permasalahan anak,
yaitu dengan cara sharing (musyawarah) dan menyelesaikan permasalahan
secara bersama-sama. Menurut Thomas Gordon menyelesaikan
permasalahan bersama-sama merupakan teknik yang bermanfaat bagi orang
tua yang merasa situasi harus berubah (Brooks, 2011: 287). Hal ini
dilakukan orang tua untuk mencari solusi dari permasalahan anak kaitannya
dengan pendidikan agama Islam.
Orang tua terkadang mempunyai pengetahuan agama yang kurang,
sehingga orang tua belajar dan mencoba mencari tahu melalui bertanya
kepada yang lebih ahli atau melalui media tertentu. Hal ini bertujuan untuk
mengurangi kesalahan dalam penyampaian kepada anak untuk membantu
menyelesaikan permasalahan yang anak alami. Selaras dengan bentuk
106
bantuan dalam penyelesaian masalah anak, NW mengungkapkan bahwa:
“Kita akan adakan sharing ketika ada permasalahan, bersama
kita cari solusi, untuk masalah PAI saya berusaha untuk
mengajak mereka bertanya pada orang-orang yang lebih ilmu
agamanya, atau mungkin cari referensi di internet dan sekarang
lebih mudah dalam kita belajar” (NW, 23-05-2017).
Jadi, guru dan orang tua membantu dalam menyelesaikan permasalahan
anak, yaitu berupa bimbingan, paktek, pelatihan dan diskusi yang dilakukan
baik di sekolah maupun di rumah.
6. Guru/ orang tua memberikan rewards atau punishment kepada anak dalam
proses pembelajaran PAI.
Reawrds atau punishment diberikan oleh guru kepada anak (siswa) sebagai
bentuk dari konsekuensi yang disepakati bersama. Jika anak dapat
melakukan hal-hal yang sudah disepakati, maka anak akan mendapatkan
hadiah (rewards), yaitu berupa pujian maupun material dan biasanya dalam
bentuk nilai ketika dalam pembelajaran di sekolah. Misalnya, guru
memberikan hadiah uang sejumlah yang telah ditentukan, ketika anak dapat
menghafal sepuluh surat dalam al-Qur’an. Begitu juga dalam lingkungan
keluarga, orang tua memberikan hadiah atau imbalan kepada anak
kaitannya dengan pembelajaran PAI dalam bentuk hadiah berupa pujian
(verbal) maupun material. Misalnya, orang tua memberikan hadiah berupa
material, yaitu memberikan mukena baru kepada anaknya, jika anaknya
dapat berpuasa penuh selain dalam fase menstruasi di bulan Ramadhan.
Orang tua berpendapat bahwa memberikan hadiah kepada anak yang dapat
107
melakukan sesuatu hal yang baik merupakan apresiasi bagi keberhasilan
anak dan hal tersebut diharapkan dapat memberikan dampak positif pada
anak dan terjadinya pengulangan perilaku di masa depan.
Selain adanya rewards, baik guru maupun orang tua memberikan hukuman
jika anak melanggar hal-hal yang talah disepakati. Hukuman yang diberikan
bersifat mendidik. Misalnya jika di sekolah anak melanggar, anak diberikan
hukuman berupa hafalan surat-surat pendek atau membaca al-Qur’an dan
terkadang menulis ayat-ayat al-Qur’an. Adanya hukuman diharapkan dapat
memberikan efek jera pada anak, sehingga anak dapat membatasi perilaku
yang salah dan tidak mengulanginya lagi. Sebagaimana dalam hadist yang
diriwayatkan oleh Abu Dawud, sebagai berikut:
ه قال قال رسول اهلل صلى اهلل عليه ,عن عمرو بن شعيب عن أبيه عن جد ها وهم أب ناء مروا أوالدكم بلصلة وسلم وهم أب ناء سبع سنني واضربوهم علي
ن هم يف المضاجع )روه ابوداود(. عشر وفر قوا ب ي
Artinya: “Dari Amru ibn Syu’aib dari ayahnya dari kakeknya berkata,
berkata Rasulullah SAW: Suruhlah anakmu melakukan sholat ketika
berumur tujuh tahun. Dan pukullah mereka karena mereka meninggalkan
sholat ketika berumur sepuluh tahun. Dan pisahlah mereka (anak laki-laki
dan perempuan) dari tempat tidur.” (H.R. Abu Dawud juz 1: 133).
Berkaitan dengan rewards dan punishment, LA mengungkapkan bahwa:
“Hadiah atau hukuman diberikan dari konsekuensi aturan yang
sudah disepakati bersama dari awal. Dalam bidang PAI
hukuman diberikan dengan cara mendidik, contohnya ketika ada
pelanggaran anak diminta menghafal atau menulis sebuah ayat.
108
Hadiah diberikan jika berhasil melakukan sesuatu dengan baik”
(LA, 30-05-2017).
Jadi dari pernyataan diatas dapat disimpulkan bahwa, dalam proses
pengasuhan kaitannya dengan pembelajaran PAI, guru maupun orang tua
memberikan hadiah atau hukuman kepada anak sesuai konsekuensi yang
telah disepakati. Hukuman yang diberikan bersifat mendidik tanpa adanya
kekerasan. Hal ini diharapkan, dengan adanya rewards dan punishment
yang diberikan akan membawa pengulangan dalam berperilaku ataupun
pembatasan dalam berperilaku khususnya dalam proses pembelajaran PAI.
7. Guru/ orang tua memberikan contoh dan membiasakan anak berperilaku
baik di sekolah maupun di rumah.
Memberikan contoh kepada anak merupakan suatu kewajiban dan tanggung
jawab bagi pengasuh (guru/ orang tua). Guru dan orang tua selalu
memberikan contoh kepada anak, karena pada dasarnya guru dan orang tua
merupakan figur yang menjadi teladan bagi anak dalam berperilaku,
kaitannya dengan pembelajaran PAI. Sebagaimana menurut Chotimah dan
fathurrohman (2014: 367) keteladanan dari pendidik merupakan faktor
penting dalam penanaman nilai-nilai religius. Tanpa keteladanan dari
pendidik, maka peserta didik akan bermoral bejat dan tidak mempunyai
budi pekerti yang luhur.
Contoh nyata yang dilakukan oleh guru di sekolah adalah mencontohkan
anak dalam beribadah, khususnya dalam hal shalat berjama’ah yang secara
109
rutin telah dilaksanakan di SMPN 7 Salatiga.
Sedangkan dalam lingkungan keluarga, orang tua juga menerapkan hal
yang sama, yaitu orang tua selalu berusaha tampil menjadi figur yang baik
bagi anaknya, misalnya orang tua berusaha untuk rajin shalat lima waktu
dan berperilaku yang baik dengan orang-orang di lingkungan sekitar. Selain
memberikan contoh yang baik, guru/ orang tua sama-sama membiasakan
anak berperilaku yang baik dan sesuai dengan norma agama. Misalnya,
guru membiasakan anak di sekolah untuk bersikap sopan dan santun ketika
bertemu dengan orang yang lebih tua.
Pembiasaan yang dilakukan di SMPN 7 Salatiga, yaitu dibudidayakannya
5S (senyum, sapa, salam, sopan dan santun). Hal ini akan membawa anak
untuk bersikap sopan dan santun kepada guru di sekolah dan akhlak anak
akan terbentuk dengan baik. Sebagaimana menurut Abdullah Dirroj, akhlak
adalah suatu kekuatan dalam kehendak yang mantap, kekuatan dan
kehendak berkombinasi membawa kecenderungan pada pemilihan pihak
yang benar atau pihak yang jahat. Hal ini dapat terbentuk jika perbuatan
tersebut dilakukan berulang-ulang kali dan menjadi suatu kebiasaan
(Mansur, 2005: 223).
Sedangkan orang tua di rumah membiasakan berperilaku sejak anak masih
usia dini, sehingga setelah dewasa anak-anak sudah terbiasa dan mudah
untuk diarahkan kepada hal yeng lebih baik. Hal ini berkaitan dengan apa
yang dijelaskan oleh Mansur (2005: 92), pada usia dini anak sudah mulai
110
mengenal interaksi sosial, anak sudah mulai membutuhkan teman untuk
bermain, dan anak mulai membentuk karakter pengalaman sosial.
Sedangkan pada masa tersebut sangat menentukan kepribadian anak setelah
anak menjadi dewasa. Dalam hal ini, guru/ orang tua adalah sebagai
pengawas dan pengarah sekaligus figur yang baik bagi anak dimana pun
mereka berada. Berkaitan dengan pemberian contoh dan pembiasaan
perilaku anak, NW menjelaskan bahwa:
“Kalau menurut saya, itu mutlak. Karena saya sebagai orang tua
adalah figur yang akan diamati serta dicontoh oleh anak-anak
saya. Semua gerak-gerik saya, mulai dari perilaku, cara bicara,
sopan santun kepada orang lain, serta cara berpakaian saya itu
yang akan mereka rekam, dan akan mereka realisasikan kelak
dikehidupan mendatang. Hal kecil seperti shalat. Jika saya tidak
shalat, bagaimana saya menganjurkan kepada anak-anak saya
untuk shalat. Pasti anak-anak akan menjawab ‘Ibu saja tidak
shalat’. Makanya saya mencoba untuk selalu berbuat dan
berperilaku yang baik untuk anak-anak saya. Saya membiasakan
anak di mulai sejak usia dini, sehingga setelah besar dan dewasa
anak-anak sudah terbiasa. Saya menghindari kekerasan, agar
anak mudah dan bisa menerima semua yang saya ajarkan, tanpa
ada rasa terpaksa” (NW, 23-05-2017).
Jadi dapat disimpulkan bahwa, guru/ orang tua wajib dan selalu
memberikan contoh dan membiasakan anak berperilaku baik dimana pun
mereka berada, yaitu dengan menjadi figur yang baik dalam beribadah dan
membiasakan hal-hal yang mengantarkan anak terbiasa dalam berperilaku
baik kepada siapa pun.
111
B. Problematika Pelaksanaan Program Parenting dalam Bidang PAI di
SMPN 7 Salatiga Tahun 2017
Problematika pelaksanaan program parenting dalam pembelajaran PAI
di SMPN 7 Salatiga adalah sebagai berikut:
1. Terbatasnya waktu pelaksanaan program parenting di sekolah
Pembelajaran di sekolah dalam waktu normal kurang lebih enam jam
perhari. Sedangkan anak butuh bimbingan lebih lama dan perlu
diperhatikan pada setiap individunya. Tugas guru di sekolah tidak hanya
membimbing anak tetapi memiliki tugas, baik secara administrasi maupun
tugas yang bersifat pribadi. Kondisi yang dialami oleh guru dalam
pelaksanaan program parenting, yaitu guru bekerja lebih lama.
Hubungannya dengan pengawasan dan kontrol anak di luar sekolah, guru
berkomunikasi secara langsung dengan orang tua kaitannya dengan
perilaku anak di rumah. Hal ini membutuhkan waktu lebih dan menjadi
problem yang dialami oleh guru. Jika dikaitkan dengan pendidikan agama
Islam, menurut Khoiriyah (2012: 224-225), permasalahan yang
ditimbulkan dalam pendidikan agama Islam khususnya di sekolah-sekolah
umum adalah kurangnya jam pelajaran agama di sekolah. Hal ini yang
dianggap sebagai penyebab utama timbulnya kekurangan para pelajar
dalam memahami, menghayati dan mengamalkan pelajaran agama.
Sebagaimana yang diungkapkan oleh LA, sebagai berikut:
112
“Kalau dari wali kelas problemnya itu, kalau wali kelas kan
tidak hanya membimbing anak ketika di dalam jam pelajaran,
tetapi guru sendiri juga punya pekerjaan yang tidak bisa
ditinggalkan secara administrasi, terus ngajar. Sehingga
waktunya kurang fokus. Karena di sekolahan waktunya terbatas
dan akhirnya waktu itu harus dikorbankan. Kadang orang tua
ngeluhnya di luar jam bekerja dan kita harus siap 24 jam untuk
menerima jika ada keluhan dari orang tua” (LA, 30-05-2017).
2. Latar belakang sosial orang tua yang berbeda-beda
Latar belakang sosial merupakan salah satu kendala dalam pelaksanaan
parenting. Menurut Brooks (2011: 136)), status sosial mungkin menjadi
pengaruh yang paling kuat yang membentuk perilaku anak. Berdasarkan
penelitian yang telah dilakukan, peneliti membandingkan lingkungan
rumah dari empat kelompok etnik (Eropa Amerika, Afrika Amerika, Latin,
dan Asia Amerika) menemukan bahwa ketika perbedaan atnik
mempengaruhi apa yang dilakukan orang tua, status sosial direfleksikan
dalam sumber daya keluarga yang lebih penting daripada perbedaan etnik
di rumah, dengan orang tua dari anak yang miskin menyediakan sedikit
buku, alat musik, serta pelajaran, dan juga lebih sedikit memberi perhatian
dan kasih sayang.
Setiap keluarga memiliki latar belakang sosial yang berbeda-beda, yaitu
keluarga dengan kondisi ekonomi menengah ke atas maupun menengah ke
bawah, status sosial keluarga dengan pekerjaan sebagai pegawai, karyawan,
petani, dan lain sebagainya.
113
Menurut Mansur (2005: 114), mengenai perbedaan sosial ekonomi juga
sering mengakibatkan terjadinya kegagalan dalam prestasi akademik anak,
menurut penelitian ditemukan bahwa ada perbedaan yang berarti dalam
tugas intelektual dan akademik antara anak yang berasal dari keluarga
kurang beruntung dibandingkan dengan yang lebih beruntung. Perbedaan
tersebut, kaitannya dengan proses pengasuhan anak memiliki perbedaan
cara pengasuhan dan bimbingan dari orang tua terkait dengan pembelajaran
PAI.
Selain itu, latar belakang sosial agama setiap keluarga berbeda-beda, yaitu
adanya keluarga yang bersifat agamis, keluarga setengah agamis, dan
keluarga non agamis. Hal tersebut mempengaruhi perilaku anak dalam
bersikap, karena lingkungan keluarga merupakan tempat anak membangun
dunianya. Menurut Brooks (2011: 137), kelompok agama membentuk
budaya yang memberikan corak perkembangan dan penentuan cara hidup,
misalnya melarang minum alkohol, melarang mengkonsumsi kafein, dan
beribadah beberapa kali dalam sehari. Hal ini merupakan apa yang orang
tua turunkan kepada anaknya.
Jika anak dalam lingkungan keluarga non agamis dengan kurangnya
kemampuan pengetahuan agama yang dimiliki orang tua, maka sikap anak
dalam beribadah menjadi kurang maksimal. Begitu juga dengan karakter
orang tua yang bermacam-macam, sedangkan jika dikaitkan dengan peran
serta tanggung jawab orang tua dalam proses parenting, maka dapat diambil
114
kesimpulan bahwa hal itu menjadi problem dalam pelaksanaan program
parenting khususnya dalam pembelajaran PAI. Sebagaimana yang
diungkapkan oleh DM, sebagai berikut:
“Namanya orang tua karakternya kan macem-macem begitu
juga dengan anak, pola asuh orang tua itu sangat mempengaruhi
anak itu akan menjadi apa karena kesuksesan dari pendidikan
karakter itu ditentukan dari 3 hal yang pertama orang tua, yang
ke dua pendidikan, hal tersebut kaitannya dengan sekolah, yang
ketiga dengan masyarakat. Apabila dari ketiga hal tersebut dapat
terlaksana dengan baik otomatis karakter anak akan terbentuk
dengan bagus, juga dalam artian bagus tadi itu yang pertama
orang tua apabila mendasari anak dengan nilai keimanan
terhadap Tuhan yang Maha Esa, otomatis anak mempunyai
pondasi untuk bisa lebih baik dalam hal berpikir, bersikap, sopan
santun terhadap kedua orang tua dan dapat menempatkan diri di
tempat dia berada” (DM, 18-05-2017).
3. Kurangnya kepedulian dari orang tua
Kepedulian masing-masing orang tua terhadap anaknya memiliki tingkat
kapasitas yang berbeda-beda. Disamping itu, orang tua dalam kehidupan
sehari-hari disibukkan dengan hal-hal berupa pekerjaan, masalah rumah
tangga, dan masalah sosial lainnya. Hal ini menjadikan orang tua lupa akan
tugasnya sebagai pengasuh untuk anaknya, sedangkan dukungan secara
penuh dari orang tua sangatlah diperlukan dalam proses tumbuh kembang
anak kaitannya dalam pembelajaran PAI di rumah.
Orang tua yang disibukkan dengan pekerjaan berdampak pada keterbatasan
waktu dalam berinteraksi dengan anak secara langsung, anak cenderung
sendiri dan lebih suka dengan hal-hal yang membuat mereka merasa
115
nyaman, misalnya dengan bermain game, bermain dengan teman, dan lain
sebagainya. Selain itu, kurangnya kepedulian dan kasih sayang dari orang
tua menjadikan anak memiliki permasalahan dalam bimbingan, arahan, dan
pengawasan. Sehingga anak bebas berperilaku tanpa adanya pengawasan
yang tegas dari orang tua, hal ini akan merugikan anak, sehingga hasil yang
diperoleh dalam pembelajaran PAI kurang maksimal.
Terkait dengan pelaksanaan program parenting di sekolah, ada beberapa
orang tua dengan rasa kepedulian yang kurang menjadikan mereka tidak
hadir dalam acara maupun kegiatan pelibatan orang tua di sekolah.
Akibatnya orang tua tidak mengerti dengan hal-hal yang ada didalam
program dan bedampak pada pengasuhan anak. Sebagaimana yang
disampaikan oleh AM, sebagai berikut:
“Problem yang muncul disebabkan oleh latar belakang sosial
orang tua yang berbeda-beda. Banyak orang tua yang belum
peduli dengan perkembangan anak di sekolah. Misalnya, ketika
dalam kegiatan pun ada saja orang tua yang tidak hadir. Dengan
adanya orang tua seperti itu berdampak pada anak” (AM, 22-05-
2017).
4. Kurangnya keterbukaan dari orang tua terhadap permasalahan anak
Hubungan antara orang tua dan guru haruslah terjalin dengan harmonis.
Sehingga komunikasi antara keduanya berjalan dengan lancar dan berguna
dalam mencari solusi permasalahan anak di sekolah melalui diskusi maupun
sharing. Tetapi dalam hal ini, terkadang orangtua masih menutupi hal-hal
yang seharusnya perlu disampaikan kepada guru namun ditutup-tutupi
116
dengan alasan tertentu. Sedangkan, keterbukaan orang tua terhadap
permasalahan anak akan memberikan dampak positif dalam menyelesaikan
permasalahan anak baik di rumah maupun di sekolah. Guru akan lebih
mudah mengerti permasalahan anak dan segera mencari solusi dari
permasalahan tersebut. Jadi, problem yang ditimbulkan adalah kurangnya
keterbukaan orang tua kepada guru kaitannya dengan permasalahan anak,
sehingga menghambat penyelesaian masalah dan tidak maksimalnya hasil
dari pelaksanaan program parenting dalam pembelajaran PAI.
Sebagaimana yang diungkapkan oleh LA, sebagai berikut:
“Sedangkan problem dari orangbtua, kadang orang tua itu tidak
peduli, kadang malah menutup-nutupi kurang terbuka. Jadi
orang tua itu sudah tahu anaknya salah tetapi dia tidak mau
terbuka jika anaknya sering melanggar” (LA, 30-05-2017).
5. Anak merasa jenuh dan adanya pengaruh negatif dari perkembangan di era
digital
Anak terkadang mengalami rasa jenuh dalam proses pengasuhan maupun
pembelajaran baik di rumah maupun di sekolah. Hal ini menghambat guru/
orang tua dalam menerapkan pola asuh berupa bimbingan, arahan dan
motivasi. Sehingga anak malas dalam berperilaku sesuai dengan arahan dan
bimbingan yang diterapkan oleh guru maupun orang tua. Hal ini
menjadikan tidak maksimalnya keberhasilan dalam pelaksanaan program
parenting dalam pembelajaran PAI. Selain itu, berkembangnya era digital
memberikan dampak pada anak, yaitu anak lebih suka bermain gaget dan
117
lebih sering bermain HP ketimbang berkomunikasi dengan orang tua.
Keterbatasan komunikasi antara orang tua dan anak akan berdampak pada
proses parenting. Selain itu, Kebanyakan anak belum mampu dalam
menfilter konten-konten negatif pada gaget mereka, hal ini berpengaruh
pada sikap dan perilaku anak kaitannya dengan pembelajaran PAI.
Menurut Brooks (2011: 260-261), penggunaan media membawa dampak
positif dan negatif terhadap perkembangan anak. adapun dampak positif
yang ditimbulkan adalah anak mendapatkan informasi yang lebih luas yang
berguna untuk meningkatkan pengetahuan, sedangkan dampak negatif yang
ditimbulkan adalah anak cenderung agresif dan bersikap negatif serta
perilaku seksual di usia lebih muda. Hal ini disebabkan adanya tayangan
seksual disetiap televisi maupun media yang lain, yang meberikan dorongan
seksual terhadap anak, sehingga banyak anak di usia muda yang bebas
dalam mengekspresikan perilaku seksual.
Pernyataan di atas sama halnya dengan apa yang ditemukan peneliti dalam
wawancara dengan NW, yang mengungkapkan bahwa:
“Sedangkan problem pasti ada, kadang ada titik jenuh juga pada
anak-anak dan saya tidak akan pernah atau tidak boleh bosan
untuk selalu mengingatkan. Selain itu, di era gadget ini, anak
lebih sering pegang HP, malah dengan intensitas besar. Butuh
waktu-waktu khusus dalam menjalin komunikasi yang positif.
Misalnya, saat makan malam atau sesudah anak pulang sekolah”
(NW, 23-05-2017).
118
Adapun kontrol yang dapat dilakukan oleh orang tua terhadap penggunaan
media di era digital, sebagaimana yang dipaparkan oleh Brooks (2011: 264-
265), sebagai berikut:
a. Orang tua dapat membatasi jumlah media di rumah dan
menempatkannya di temapat yang dapat mengurangi penggunanya.
b. Matikan media atau tidak diperbolehkannya penggunaan gaget di saat
makan atau ketika kumpul dengan keluarga.
c. Berinteraksi dengan anak mengenai penggunaan media.
d. Buatlah dan jalankan aturan penggunaan media bagi anak.
e. Mencontohkan penggunaan media yang benar.
f. Gunakan media utamanya untuk belajar dan interaksi keluarga dan
bukan untuk bersantai.
6. Kurangnya dukungan dari guru dan sarana-prasarana pembelajaran PAI di
sekolah yang belum memadai.
Guru membiasakan anak dalam hal-hal yang berkaitan dengan
pembelajaran PAI seperti pembiasaan shalat berjama’ah pada waktu dzuhur
di mushala sekolah. Kegiatan shalat berjama’ah dilakukan secara bersama-
sama dari kelas satu sampai kelas tiga, sehingga dengan terbatasnya sarana-
prasarana sarta tempat yang kurang memadai, menjadikan hambatan bagi
guru untuk menerapkan kegiatan tersebut pada semua anak (siswa),
akibatnya kegiatan tersebut berjalan kurang masimal.
119
Kondisi tempat yang kurang memadai dan terkadang terbatasnya fasilitas
air untuk berwudhu, memperlambat kinerja dalam kegiatan berjama’ah.
Sebagian besar anak tidak mempunyai kesempatan untuk shalat berjama’ah
di sekolah dan guru sulit untuk mengawasi apakah anak sudah
melaksanakan shalat berjama’ah atau belum. Selain itu, kurangnya
dukungan dari guru mapel yang lain dalam membantu mengawasi dan
mengontrol serta membimbing dan mengarahkan anak dalam kegiatan
shalat berjama’ah. Sebagaimana yang dituturkan oleh MS, sebagai berikut:
“Kurangnya sarana dan prasarana seperti terbatasnya tempat
karena kondisi musola yang kecil dengan jumlah siswa yang
banyak memberikan dampak pemberlakuan kloter dalam
berjamaah, sedangkan waktunya terbatas. Akibatnya anak tidak
semuanya terkontrol dan bisa ikut jamaah semuanya tanpa
terkecuali. Kurangnya dukungan dari guru yang lain sehingga
pengawasan pada anak tidak maksimal. Dengan terbatasnya
waktu ketika anak sudah masuk kembali ke kelas guru tidak bisa
mengingatkan kembali dan anak cenderung bohong, sebetulnya
anak belum sholat tetapi bilang sudah sholat” (MS, 17-07-2017).
Jadi dari penjelasan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa,
problematika pelaksanaan program parenting dalam bidang PAI di SMPN 7
Salatiga adalah terbatasnya waktu pelaksanaan di sekolah, latar belakang sosial
orang tua yang berbeda-beda, kurangnya kepedulian dari orang tua, kurangnya
keterbukaan orang tua terhadap permasalahan anak, anak merasa jenuh serta
pengaruh negatif dari perkembangan di era digital, dan kurangnya dukungan
dari guru serta sarana-prasarana pembelajaran PAI di sekolah yang belum
memadai.
120
C. Dampak Pelaksanaan Program Parenting dalam Bidang PAI di SMPN 7
Salatiga Tahun 2017
Dampak pelaksanaan program parenting dalam pembelajaran PAI
adalah sebagai berikut:
1. Terjalinnya hubungan yang harmonis antara guru, orang tua dan anak
Langkah kerja program parenting di sekolah salah satunya adalah decision
making yaitu melibatkan orang tua dalam pengambilan keputusan di
sekolah, mengembangkan kepemimpinan orangtua dan perwakilan orang
tua, misalnya aktif di organisasi/ perkumpulan orang tua guna
mengembangkan kepemimpinan dan partisipasi orang tua (paguyuban
kelas). Hal ini merupakan salah satu bentuk terjalinnya komunikasi antara
orang tua satu dengan yang lainnya serta komunikasi antara guru dengan
orang tua. Adanya komunikasi yang terjalin secara harmonis memberikan
dampak pada keberhasilan pelaksanaan program parenting khususnya
dalam pembelajaran PAI.
Pada perkumpulan orang tua (paguyuban kelas), guru dan orang tua
mengadakan musyawarah setiap bulannya dengan tujuan untuk
merencanakan maupun mencari solusi permasalahan anak. Sedangkan
dalam paguyuban tersebut orang tua saling berinteraksi dan saling sharing
serta saling mengingatkan satu sama lain dalam hal pembelajaran anak
khususnya dalam bidang keagamaan, misalnya orang tua saling
121
mengingatkan bahwa orang tua harus selalu menjalankan ibadah shalat,
jangan sampai meninggalkannya dan hal-hal yang berkaitan dengan
pendidikan karakter anak. Selain itu, orang tua bertukar pikiran dalam
mengasuh anak yang baik dan efektif dan belajar dari pengalaman masing-
masing orang tua, hal ini menunjukkan bahwa adanya kepedulian dari
masing-masing orang tua.
Disamping terjalinnya hubungan antara guru dengan orangtua serta masing-
masing orangtua, adanya program parenting memberikan dampak pada rasa
kekeluargaan masing-masing anak begitu juga orang tua dan guru. Hal ini
dibuktikan dengan adanya program berbagi berupa jenguk orang sakit,
takziah jika ada salah satu keluarga yang meninggal dunia dan lain
sebagainya. Sebagaimana yang diungkapkan oleh LA, sebagai berikut:
“Dampaknya ya positif, namanya agama itu dalam
pengaplikasiannya bisa naik dan turun. Kadang anak lena dan
dengan adanya parenting kita bisa saling mengingatkan. Kalau
dalam segi ubudiyahnya kami selaku wali kelas tidak
mengetahui secara detail tetapi di lingkungan sekolah dengan
keterbatasan waktu kegiatan ubudiyah dilakukan hanya pada
waktu dzuhur saja dan kegiatan itu dilaksanakan secara
berjamaah. Untuk lebih detailnya orang tua yang lebih tahu.
Sedangkan dampak dari segi akhlak, dengan adanya kontrol dari
guru dan orang tua anak lebih mudah untuk ditasi jika
melakukan hal-hal yang tidak baik. Dan kita bisa melihat
bagaimana perilaku orang tua berpengaruh terhadap perilaku
anak. Dan memang agama itu penting bagi orang tua untuk
memotivasi dan mengingatkan anak. Apalagi jika basic agama
orang tua kurang ditambah tidak pedulinya orang tua dan guru
hanya bisa membantu di sekolah. Dan dampak yang lain orang
tua, anak lebih care antara sesama teman mungkin juga sesama
122
orang tua siswa, misalnya ada anak yang tidak masuk sekolah
karena sakit selama satu bulan. Dengan adanya program
parenting rasa kekeluargaan antara siswa satu dengan yang
lainnya lebih erat dan teman-temannya dengan senang hati
membantu anak tersebut untuk mengisi ketertinggalan dalam
pelajaran” (LA, 30-05-2017).
2. Anak lebih bisa bersikap baik dan berakhlakul karimah
Perubahan sikap dan perilaku pada anak, karena adanya pelaksanaan
program parenting berupa kegiatan pembiasaan di sekolah maupun di
rumah. Guru menerapkan pendidikan karekter dengan metode 5S yaitu
senyum, sapa, salam, sopan dan santun. Hal ini diaplikasikan dalam
lingkungan sekolah serta adanya kegiatan jemput siswa yang dilakukan oleh
guru-guru pada waktu anak sampai di sekolah serta pembiasaan berjabat
dan cium tangan guru yang dilakukan oleh anak (siswa). Selain itu, adanya
kerjasama antara guru dan orang tua dalam mengontrol serta mengawasi
perilaku anak, sehingga perilaku anak lebih terarah dan kesalahan dalam
bertindak lebih berkurang. Akibatnya anak lebih bisa bersikap dan
berperilaku dalam kehidupan sehari-hari.
Adapun pembiasaan di rumah dilakukan oleh orang tua dengan pola
pengasuhan yang bersifat authoritative (berwenang) dengan tanpa adanya
kekerasan dalam mendidik anak. Pengasuhan yang dilakukan diterapkan
oleh orang tua sejak anak masih usia dini. Hal ini berdampak pada sikap
anak yang lebih patuh kepada orang tua dan anak lebih senang dalam
melakukan hal-hal yang diperintahkan orang tua khususnya dalam bidang
123
keagamaan, seperti perintah untuk rajin shalat lima waktu, bersikap sopan
dan santun terhadap orang lain dan lain sebagainya. Sebagaimana yang
diungkapkan oleh NW, sebagai berikut:
“Kalau saya, anak saya sudah tahu dari semua penilaian tidak
hanya dari akademik saja, kalau saya, akademiknya tidak saya
kejar sebatas mampu, tapi agama, sopan santun, adab dan lain
sebagainya di nomersatukan, kita lihat sekarang anak-anak yang
di luar sana saya merasa prihatin kondisi mereka, orangtua
terlalu sibuk. Jadi anak-anak malah tidak ada pendidikan untuk
itunya emosionalnya terlalu di los-los tidak terkendali kadang-
kadang sama orang tua tidak sopan walaupun saya dirumah
Bahasa jawa kami kasar, tapi Alhamdulillah anak saya nggak
pernah dan ini saya lihat anak-anak saya memang belajar dari
sejak kecil ketemu sama orangtua salim dan cium tangan itu
saya seperti itukan dan terbawa sampai sekarang dimanapun.
Jadi saya terapkan kepada siapa pun dimanapun dan mereka
terbiasa ketika betemu saya ya salaman dan cium tangan. Ya dari
parenting yang kita laksanakan dan diterapkan oleh masing-
masing orangtua harus diterapkan sejak kecil. Jadi parenting itu
berdampak dari segi apapun berawal dari agama. Contohnya, di
era digital seperti ini butuh sebuah filter yaitu agama” (NW, 23-
05-2017).
3. Anak lebih antusias dalam pelaksanaan kegiatan keagamaan di sekolah
Program kegaiatan keagamaan di sekolah, yaitu pembiasaan shalat dzuhur
berjama’ah. Kegiatan tersebut dilakukan pada sela-sela waktu pembelajaran
sekitar dua puluh menit setiap harinya, kecuali hari jum’at. Kegiatan shalat
berjama’ah merupakan kegiatan yang memberikan dampak yang besar
terhadap perilaku anak dalam beribadah. Perubahan yang dirasakan adalah
anak lebih antusias untuk shalat berjama’ah di sekolah. Selain itu, guru
menerapkan program-program keagamaan yang mendukung dalam
124
pembelajaran agama di sekolah, misalnya kegiatan mujahadah, kegaiatan
berupa perayaan hari-hari besar Islam, dan lain sebagainya.
Jadi, dengan adanya program-program yang diterapkan oleh guru di
sekolah, siswa menjadi lebih antusias dan lebih terbiasa dalam berperilaku
yang baik khususnya dalam beribadah. Sebagaimana yang dituturkan oleh
JM, sebagai berikut:
“Cukup besar! Itu bisa kita lihat di kegiatan-kegiatan keagamaan
di sekolah misalnya kalau siang sholat berjamaah sudah berjalan
secara bagus, waktu sekitar 20 menit anak-anak juga sudah
kelihatan, peningkatan dari kegiatan seperti yang dulu kurang
sekarang cukup banyak anak-anak yang shalat berjamaah. Itu
yang nampak di sekolah ya? Di rumahpun saya kira juga sangat
berimbas dan guru agama di sinipun sudah memprogramkan
kegiatan keagamaan secara rutin. Ditambah kegiatan-kegiatan
di bulan ramadhan, seperti pesantren kilat dan lain sebagainya.
Kalau dalam kegiatan di sekolah, shalat berjamaah itu anak-anak
betul antusias” (JM, 18-05-2017).
Jadi kesimpulannya, dampak pelaksanaan program parenting di SMPN 7
Salatiga adalah terjalinnya hubungan harmonis antara guru, orang tua, dan
anak (siswa), anak lebih bisa bersikap baik serta berakhlakul karimah, dan
anak lebih antusias dalam kegaiatan keagamaan di sekolah.
125
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang dilakukan dapat diambil kesimpulan
sebagai berikut.
1. Pelaksanaan Program Parenting dalam Bidang PAI di SMPN 7
Salatiga Tahun 2017 adalah:
Program parenting dalam bidang PAI di SMPN 7 Salatiga
dilaksanakan dengan menerapkan pembelajaran dalam aspek ubudiyah
dan pendidikan karakter, yaitu melalui kegiatan berupa shalat
berjama’ah, membaca al-Qur’an, dan pembiasaan 5S (senyum, sapa,
salam, sopan dan santun). Selain itu, pelaksanaan program parenting
dalam bidang PAI dilakukan oleh guru maupun orang tua melalui pola
pengasuhan yang efektif, bimbingan, arahan, menjalin komunikasi
yang baik, memberikan reward dan punishment, serta menjadi teladan
yang baik bagi anak (siswa).
126
2. Problematika Pelaksanaan Program parenting dalam Bidang PAI di
SMPN 7 Salatiga Tahun 2017 adalah:
Problem pelaksanaan program parenting di SMPN 7 Salatiga
disebabkan oleh permasalahan yang muncul dari guru, orang tua, dan
anak (siswa). Sedangkan bentuk permasalahan tersebut berupa
kurangnya kepedulian dari orang tua, terbatasnya waktu yang dimiliki
oleh guru di sekolah, serta anak mengalami rasa jenuh dan adanya
pengaruh negatif di era digital.
3. Dampak Pelaksanaan Program Parenting dalam Bidang PAI di SMPN
7 Salatiga Tahun 2017 adalah sebagai berikut:
Setelah dilaksanakannya program parenting di SMPN 7 Salatiga,
dampak yang ditimbulkan adalah perubahan dan peningkatan perilaku
anak dalam beribadah dan bersikap. Hal ini diwujudkan dengan adanya
peningkatan perilaku beribadah anak (siswa) di sekolah dan perubahan
sikap anak yang lebih baik, misalnya anak bersikap sopan dan santun
terhadap guru maupun orang tua.
127
B. Saran
Bersadarkan kesimpulan penulis paparkan di atas, maka saran-saran
yang dapat penulis sampaikan adalah:
1. Kepada sekolah/ guru
Program parenting merupakan salah satu program yang efektif dalam
pembelajaran PAI, sehingga perlu dilaksankan seterusnya dan
dikembangkan lagi kaitannya dengan sarana prasarana yang menunjang.
Selain itu, diadakannya kegiatan-kegiatan keagamaan di sekolah yang dapat
menciptakan religiusitas siswa dalam menghadapi situasi dan kondisi
dimanapun mereka berada. Misalnya, kagiatan pengajian (ceramah) satu
bulan sekali, pembiasaan shalat dhuha berjama’ah, dan lain sebagainya.
Adapun guru seharusnya lebih peduli dalam membantu membimbing,
mengawasi, dan mengarahkan peserta didik dalam beribadah, seperti dalam
kegiatan shalat berjama’ah. Selain itu, guru adalah figur bagi peserta didik
di sekolah, jadi sebagai guru haruslah dapat menjadi teladan bagi pesrta
didik untuk berperilaku baik dan menjadi insan kamil (taat dan patuh dalam
agama).
2. Kepada orang tua
Orang tua seharusnya lebih peduli dengan anaknya, karena orang tua adalah
penanggung jawab penuh dalam pendidikan anak, khusunya dalam bidang
PAI. Anak lebih utama dibandingkan pekerjaan dan anak lebih butuh kasih
sayang dan perhatian dari orang tua. Masa depan anak salah satunya
128
ditentukan dari bagaimana orang tua dalam mendidik dan mengasuh.
Sedangkan dalam perspektif agama, anak dilahirkan di dunia dengan
keadaan fitrah, orang tuanyalah yang menjadikan anak tersebut yahudi,
nasrani, atau majusi. Jadi, sebagai orang tua harus lebih peduli dan mengerti
bagaimana mendidik anak, salah satunya dengan mengerti bagaimana cara
mengasuh yang efektif, berkomunikasi dengan anak, dan lain sebagainya.
3. Kepada peneliti lain
Hasil penelitian ini adalah sebagai evaluasi program parenting dalam
bidang PAI di SMPN 7 Salatiga. Jadi peneliti memberikan kesempatan
kepada peneliti yang lain untuk lebih mengembangkan penelitian tersebut
atau melakukan penelitian di tempat lain dan hasilnya dapat menjadi
pembanding dalam mengukur kefektifan pelaksanaan program parenting di
sekolah.
129
DAFTAR PUSTAKA
Achmadi. 1987. Ilmu Pendidikan Islam. Salatiga: Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo.
Ahid, Nur. 2010. Pendidikan Keluarga dalam Perspektif Islam. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Ali, Daud. 2008. Pendidikan Agama Islam. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Arief, Armai. 2002. Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam. Jakarta:
Ciputat Pers.
Brooks, Jane. 2011. The process of Parenting. Edisi ke 1. Diterjemahkan oleh: Fajar.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Chotimah dan Fatchurrohman. 2014. Komplemen Manajemen Pendidikan Islam.
Yogyakarta: Teras.
Direktorat Jenderal Pendidikan Islam. 2006. Undang-undang dan Peraturan
Pemerintah RI tentang Pendidikan. Jakarta: Departemen Agama RI.
Djamarah, Bahri Syaiful. 2004. Pola Komunikasi Orang tua dan Anak dalam
Keluarga. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Epstein, Joyce. L.2009. School, Family, and Community Partnerships. California:
Corwin Press.
Grant and Ray. 2010. Home, School and Community Collaboration: Culturally
Responsive Family Involvement. Califonia: SAGE Publications.
Hamdu, Ghullam, and Lisa Agustina. "Pengaruh Motivasi Belajar Siswa terhadap
Prestasi belajar IPA di sekolah dasar." Jurnal penelitian pendidikan Vol: 12.1
(2011): 90-96.
Ilahi, Mohammad Takdir. 2013. Quantum Parenting: Kiat Sukses Mengasuh Anak
Secara Efektif dan Cerdas. Jogjakarta: Kata Hati.
Kasiram, Moh. 2010. Metodologi Penelitian: Kualitatif-Kuantitatif. Yogyakarta: UIN-
Maliki Press.
Khoiriyah. 2012. Menggagas Sosiologi Pendidikan Islam. Yogyakarta: Teras.
Lisnawati dan Putra. 2010. Penelitian Kulalitatif Pendidikan Agama Islam. Bandung:
PT Remaja Rosdakarya.
130
Majid, Abdul. 2012. Belajar dan Pembelajaran Pendidikan Agama Islam. Bandung:
PT Remaja Rosdakarya.
Makbuloh, Deden. 2013. Pendidikan Agama Islam: Arah Baru Pengembangan Ilmu
dan Kepribadian di Perguruan Tinggi. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Mansur. 2005. Pendidikan Anak Usia Dini dalam Islam. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Maslikhah. 2013. Melejitkan Kemahiran Menulis Karya Ilmiah Bagi Mahasiswa.
Yogyakarta: Trust Media.
Moleong, lexy J. 2008. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.
Moleong, Lexy, J. 2002. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.
Muallifah. 2009. Psycho Islamic Smart Parenting. Jogjakarta: DIVA Press.
Muhaimin. 2007. Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam di Sekolah,
Madrasah, dan Perguruan Tinggi. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Mulyasa, E. 2007. Menjadi Kepala Sekolah Efektif. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Muslih, Sohari, Syafaat. 2008. Peranan Pendidikan Agama Islam dalam Mencegah
Kenakalan Remaja (Juvenile Delinquency). Jakarta: Rajawali Press.
Mustaqim, Abdul. 2005. Menjadi Orang tua Bijak, Solusi Kreatif Menangani Berbagai
Masalah pada Anak. Bandung: PT Mizan Pustaka.
Norton, G. Ron. 1977. Parenting. The United States of America: A Spectrum Book.
Sarosa, Samiji. 2012. Penelitian Kualitatif: Dasar-Dasar. Jakarta: PT Indeks.
Sriyanti, Lilik. 2013. Psikologi Belajar. Salatiga: STAIN Salatiga.
Steinberg, Laurence. 2004. 10 Prinsip Dasar Pengasuhan Yang Prima Agar Anak
Tidak Menjadi Orangtua Yang Gagal. Bandung: PT Mizan Pustaka.
Sukardi. 2014. Evaluasi Program Pendidikan dan Kepelatihan. Jakarta: PT Bumi
Aksara.
Suyanto, Slamet. 2005. Dasar-Dasar Pendidikan Anak Usia Dini. Yogyakarta: Hikayat
Publishing.
131
Syafei, M. Sahlan. 2002. Bagaimana Anda Mendidik Anak. Bogor: Ghalia Indonesia.
Uhbiyati, Nur. 2009. Long Life Edication: Pendidikan Anak Sejak dalam Kandungan
sampai Lansia. Semarang: Walisongo Press.
LAMPIRAN-LAMPIRAN
TRANSLITERASI ARAB – LATIN
(Dari Buku Panduan Standar Penulisan dan Penerjemahan Pustaka Al-Kautsar)
TH = ط A = أ
ZH = ظ B = ب
’ = ع T = ت
GH = غ TS = ث
F = ف J = ج
Q = ق H = ح
K = ك KH = خ
L = ل D = د
M = م DZ = ذ
N = ن R = ر
W = و Z = ز
H = ه S = س
‘ = ء SY = ش
Y = ي SH = ص
DH = ض
DAFTAR SATUAN KREDIT KEGIATAN (SKK)
Nama : Roni Fatakhul Alim
NIM : 111-13-017
Fakultas : FTIK/ PAI
Dosen Pembimbing Akedemik : Prof. Dr. Budihardjo, M.Ag.
No Jenis Kegiatan Pelaksanaan Jabatan Nilai
1 OPAK STAIN Salatiga “Rekontruksi Paradigma
Mahasiswa yang Cerdas, Peka dan Peduli” oleh
DEMA tahun 2013.
26-27
Agustus 2013
Peserta 3
2 OPAK JurusanTarbiyah STAIN Salatiga
“Menjunjung Tinggi Nilai-Nilai Kearifan Lokal
sebagai Identitas Pendidikan Indonesia” oleh HMJ
Tarbiyah tahun 2013.
29 Agustus
2013
Peserta 3
3 Masa Ta’aruf (MASTA) “Making an Incredible
Youth Generation” oleh IMM KOM STAIN
Salatiga tahun 2013.
06 September
2013
Peserta 2
4
UPT Perpustakaan “Library User Education
(Pendidikan Pemakai Perpustakaan)” oleh UPT
Perpustakaan STAIN Salatiga tahun 2013.
16 September
2013
Peserta 2
5 Pra Ibtida’ “Training Pembuatan Makalah” oleh
LDK Darul Amal STAIN Salatiga tahun 2013.
18September
2013
Peserta 2
6 Seminar Nasional Bahasa Arab “Upaya Menjaga
Eksistensi dan Masa Depan Pembelajaran Bahasa
Arab” oleh ITTAQO tahun 2013.
09 Oktober
2013
Peserta 8
7 Penerimaan Anggota Baru (PAB) “Kristalisasi
Nilai Qur’ani Menuju Insan yang Penuh Hikmah”
oleh JQH STAIN Salatiga tahun 2013.
23-24
November
2013
Peserta 2
8 Certificate “Longman Preparation Course” oleh
STAIN Salatiga Islamic Boarding House tahun
2014.
27-14
Februari 2014
Peserta 2
9 Sarasehan Akbar Bersam Tokoh Nasional
“Komitmen Politik Islam dalam Menata Arah
Masa Depan Bangsa Indonesia” oleh HMI Cabang
Salatiga tahun 2014.
15 Maret
2014
Peserta 8
10 Akhirussanah Ma’had STAIN Salatiga Periode
2013/2014 “Intelektualitas dan Akhlakul Karimah
Mahasiswa” oleh Ma’had STAIN Salatiga tahun
2014.
21 Juni 2014 Panitia 3
11 Eavluasi Belajar tahap Akhir di Ma’had Putra
STAIN Salatiga pada tahun ajaran 2013/2014.
29 September
2014
Peserta 2
12 Gebyar Seni Qur’aniyy (GSQ) Umum ke VI se-
Jawa Tengah” Aktualisasi Makna dan Syi’ar Al-
Qur’an Sebagai Sumber Inspirasi” oleh JQH
STAIN Salatiga tahun 2014.
05 November
2014
Peserta 2
13 Diklat Microteaching oleh Himpunan Mahasiswa
Program Studi (HMPS) Pendidikan Agama Islam
Jurusan Tarbiyah STAIN Slatiga tahun 2014.
08 November
2014
Panitia 3
14 CEC Festifal 2014 “Drama Player as Actor” oleh
CEC STAIN Salatiga tahun 2014.
20-22
November
2014
Peserta 2
15 Workshop Nasional “Sukses Akademik, Sukses
Bakat dan Hidup Bermartabat dengan Karya” oleh
HMPS PAI STAIN Salatiga tahun 2014.
16 Desember
2014
Peserta 8
16 Intensive TOEFL Preparation Training Program
(ITPTP) oleh Fakultas Syari’ah tahun 2015.
5-24 Januari
2015
Peserta 4
17 Lokakarya “Improving Management for Getting
Better Learning Quality” oleh Ma’had Al-Jami’ah
IAIN Salatiga tahun 2015.
10 April 2015 Panitia 3
18 Program “Rihlah dan Wisata Rohani Ma’had Al-
Jami’ah IAIN Salatiga tahun 2015.
5-8 Mei 2015 Panitia 3
19 Agenda Nasional “Diskusi Publik dan Dengar
Pendapat” oleh Barisan Pemuda Bangsa (BPB)
Kota Salatiga tahun 2015.
07 Maret
2015
Peserta 8
20 Gebyar Seni Qur’ani ke- VII Tingkat Jawa
Tengah “Menyiarkan Islam Melalui Apresiasi
Maha Karya Seni Qur’aniyy” oleh JQH Al-Furqan
IAIN Salatiga 2015.
6-8 November
2015
Panitia 3
21 Lomba Cerdas Cermat Ma’had Al-jami’ah IAIN
Salatiga tahun 2015.
14-17
Desember
2015
Panitia 3
22 Functionaries of Ma’had Al-Jami’ah IAIN
Salatiga periode 2015/2016
Tahun 2015 Bendahara 4
23 Ma’had Championship “Togetherness for
Improving Art and Sport Quality” oleh Ma’had
Al-Jami’ah IAIN Salatiga tahun 2015
21-26
Desember
2015
Panitia 3
24 Seminar Kewirausahaan “Membumikan
Seni Qur’an Melalui Wirausaha” oleh JQH
Al-furqan IAIN Salatiga tahun 2015.
25 Desember
2015
Panitia 3
25 Penerimaan Anggota Baru (PAB) JQH Al-Furqan
2015 “Keep on loving Holy Qur’an to Reach a
Peacefullness of Life” oleh JQH Al-Furqan IAIN
Salatiga tahun 2015
25-26
Desember
2015
Panitia 3
26 Bersih Desa “Kembang Arum bersama Wujudkan
Lingkungan nyaman dan Indah” oleh Ma’had Al-
Jami’ah IAIN Salatiga tahun 2015.
28 Desember
2015
Panitia 3
27 Pengangkatan Pengurus Jam’iyyatul Qurro’ Wal
Huffazd (JQH) Al-Furqan IAIN Salatiga Masa
Bakti 2016
Tahun 2016 Pengurus 4
28 Kegiatan peringatan Isra’ Mi’raj Nabi Muhammad
Saw oleh Ma’had Al-Jami’ah IAIN Salatiga tahun
2016.
06 Mei 2016 Panitia 3
RIWAYAT HIDUP PENULIS
A. Data Pribadi
Nama : Roni Fatakhul Alim
Tempat/Tanggal Lahir : Grobogan, 22 Oktober 1995
NIM : 111-13-017
Fakultas : Tarbiyah dan Ilmu Keguruan
Jurusan : Pendidikan Agama Islam
Alamat : Rejosari RT 07/RW 01 KEC. Grobogan
KAB. Grobogan Jawa Tengah
B. Orang Tua
Ayah : Achmad Zaidun
Ibu : Siti Muslikhah
Pekerjaan : Petani
C. Motto
“Allah Pasti seperti Prasangka Hambaku”.
D. Riwayat Pendidikan
No. Instansi Pendidikan Masuk (Tahun) Lulus (Tahun)
1. MI Al-Atfaliyah Rejosari 2001 2007
2. MTS Al-Atfaliyah Rejosari 2007 2010
3. SMA Islam Plus Bina Insani
Susukan
2010 2013
4. S1 PAI IAIN Salatiga 2012 2017
Catatan Lapangan
Masalah : Pembiasaan siswa
Hari/tanggal : Kamis/ 18 Mei 2017
Waktu : 06.30-07.15 WIB
Deskripsi:
Pada saat saya melakukan pengamatan di SMPN 7 Salatiga, kebetulan saya
terlibat langsung dalam kondisi yang saya akan amati. Pada saat itu, di pagi hari pintu
masuk gerbang sekolah ada seorang satpam tengah mengamankan jalan karena
padatnya siswa yang tengah masuk sekolah. Pintu gerbang terbuka lebar di iringi siswa
yang masuk satu persatu maupun bergerombol. Kedatangan siswa di sekolah di sambut
oleh guru-guru yang berbaris memanjang untuk mengajak anak berjabat dan mencium
tangan serta mengucapkan salam. Kadang ada siswa yang pakaiannya tidak rapi di
ingatkan dan ditegur langsung oleh guru. Keseluruhan siswa berbaris rapi mengikuti
barisan guru sambil berjabat tangan.
Pembiasaan berjabat tangan merupakan hal yang sangat efektif sebab siswa
akan merasa kedatangannya disambut hangat oleh guru dan hal ini termasuk metode
untuk menjalin kedekatan antara guru dan murid. Hal ini menjadikan anak lebih tertib
dan terkontrol sejak pertama melewati gerbang dan sebelum masuk ke kelas masing-
masing.
Masalah : Perilaku siswa di sekolah
Hari/tanggal : Senin/ 22 Mei 2017
Waktu : 09.00-10.00 WIB
Deskripsi:
Pada saat saya mengamati di sekolah, saya melihat setiap siswa bertemu guru
baik di kelas, di depan kelas, di kantin, dan di semua ruang lingkup sekolah, siswa
selalu menyapa dan berjabat dan cium tangan guru dan mereka terlihat sopan dan
santun. Selain itu, ketika di kelas, pada saat pembelajaran PAI, banyak siswa yang
antusias dengan adanya pembiasaan membaca asmaul husna sebelum pembelajaran
dimulai. Hanya segelintir siswa yang tidak membawa bacaan asmaul husna di
karenakan ketinggalan dan lupa. Tetapi hal itu, tidak mengurangi niat mereka untuk
membaca asmaul husna secara bersama-sama. Kadang siswa yang tidak membawa
asmaul husan, guru menyuruh siswa tersebut untuk maju ked depan dan sekaligus
memimpin teman-temannya untuk membaca bersama-sama. Kegiatan seperti ini
berjalan dengan baik di SMPN 7 Salatiga dan sudah menjadi kewajiban sebelum
memulai pembelajaran PAI di setiap kelasnya. Pembiasaan seperti ini sebagai wujud
bahwa pendidikan agama Islam di SMPN 7 Salatiga benar-benar dilaksanakan dengan
sebaik mungkin dan kebanyakan siswa antusian dan siswa tidak merasa terbebani.
Masalah : Kegiatan Jama’ah Shalat Dzuhur di Sekolah
Hari/ tanggal : Selasa/ 30 Mei 2017
Waktu : 12.00-12.30 WIB
Deskripsi:
Pada saat saya mengamati di SMPN 7 Salatiga, saat waktu dzuhur tiba siswa
berbondong-bondong pergi ke musola sekolah. Ada koordinator kelas yang membawa
buku absen yang gunanya untuk mengabsen siapa yang jamaah dan tidak jamaah.
Secara bergantian siswa mengmbil wudhu baik siswa maupun siswi. Para siswi
membawa mukena masing-masing dari rumah begitu juga dengan para siswa, mereka
membawa sarung dari rumah. Jamaah dilakukan secara bergantian per kloter biasanya
setiap kloter di isi 2 baris siswa dan 2 baris siswi. Dengan kondisi musola yang kecil
berukuran sekitar 100 meter persegi suasananya sangat gaduh di karenakan perilaku
siswa dan siswi yang suka ramai.
Sholat berjamaah merupakan hal yang sangat berpengaruh pada kondisi beribadah
siswa di sekolah khususnya. Siswa antusias untuk berjama’ah terkadang siswa itu
sendiri menjadi imam untuk siswa yang lain. Walaupun karena ada faktor absen dan
sebagainya. Tapi dapat disimpulkan dengan adanya jama’ah sholat dzuhur siswa
merasa antusiaan dan menjadi kebiasaan bagi mereka di sekolah.
PEDOMAN WAWANCARA
Narasumber : Kepala Sekolah SMP Negeri 7 Salatiga
Judul Penelitian : Implementasi Program Parenting dalam Bidang
Pendidikan Agama Islam (PAI) di SMP Negeri 7 Salatiga
1. Bagaimana pendapat anda tentang program parenting?
2. Apa alasan yang mendasari keputusan sekolah untuk memberlakukan program
parenting di SMP Negeri 7 Salatiga?
3. Apa tujuan utama pelaksanaan program parenting bagi SMP Negeri 7 Salatiga?
4. Apa manfaat yang sudah dirasakan setelah program parenting dilaksanakan sejak
dimulai sampai sekarang di SMP Negeri 7 Salatiga?
5. Bagaimana bentuk-bentuk pelaksanaan program parenting dalam bidang PAI di
SMP Negeri 7 Salatiga?
6. Bagaimana problematika yang dihadapi selama pelaksanaan program parenting
dalam bidang PAI sejauh ini di SMP Negeri 7 Salatiga dan berikan contoh
konkritnya?
7. Apa dampak yang diperoleh setelah dilaksanakannya program parenting dalam
bidang PAI di SMP Negeri 7 Salatiga?
8. Apa evaluasi dan harapan kedepannya yang perlu dilakukan untuk pelaksanaan
program parenting dalam bidang PAI di SMP Negeri 7 Salatiga?
PEDOMAN WAWANCARA
Narasumber : Wali kelas di SMP Negeri 7 Salatiga
Judul Penelitian : Implementasi Program Parenting dalam Bidang
Pendidikan Agama Islam (PAI) di SMP Negeri 7 Salatiga
1. Bagaimana pelaksanaan program parenting dalam membantu keluarga/
orangtua untuk membentuk lingkungan rumah yang mensupport pendidikan
agama Islam dan apa problemnya?
2. Bagaimana sekolah/ guru menyarankan orangtua dalam membentuk kondisi di
rumah yang mendorong belajar anak dalam bidang PAI? Dan apa problemnya?
3. Adakah bentuk kegiatan workshop dan pendidikan orangtua yang mensupport
dalam bidang PAI? Dan apa problemnya?
4. Apa saja program yang mendukung keluarga untuk mendampingi anak dalam
pembelajaran PAI?
5. Bagaiamana guru dalam mengasuh anak di sekolah? Dan apa problemnya?
6. Bagaimana guru berkomunikasi dengan anak dalam mendukung pendidikan
agama Islam? Apa dampak dan problemnya?
7. Apa yang dilakukan guru dalam membantu anak menyelesaikan permasalahan
khusunya dalam bidang PAI? Apa dampaknya?
8. Apakah guru memberikan hadiah atau hukuman terhadap anak dalam bidang
PAI? Apa dampak dan problemnya?
9. Apakah guru memberikan contoh yang baik kepada anak?
10. Apakah guru membiasakan anak berperilaku baik?
PEDOMAN WAWANCARA
Narasumber : Ketua Pelaksana Program Parenting di SMP Negeri 7 Salatiga
Judul Penelitian : Implementasi Program Parenting dalam Bidang
Pendidikan Agama Islam (PAI) di SMP Negeri 7 Salatiga
1. Bagaimana pendapat anda tentang program parenting?
2. Apa alasan yang mendasari keputusan sekolah untuk memberlakukan program
parenting di SMP Negeri 7 Salatiga?
3. Apa tujuan utama pelaksanaan program parenting bagi SMP Negeri 7 Salatiga?
4. Apa manfaat yang sudah dirasakan setelah program parenting dilaksanakan
sejak dimulai sampai sekarang di SMP Negeri 7 Salatiga?
5. Bagaimana bentuk-bentuk pelaksanaan program parenting dalam bidang PAI
di SMP Negeri 7 Salatiga?
6. Bagaimana problematika yang dihadapi selama pelaksanaan program
parenting dalam bidang PAI sejauh ini di SMP Negeri 7 Salatiga dan berikan
contoh konkritnya?
7. Apa dampak yang diperoleh setelah dilaksanakannya program parenting
dalam bidang PAI di SMP Negeri 7 Salatiga?
8. Apa evaluasi dan harapan kedepannya yang perlu dilakukan untuk pelaksanaan
program parenting dalam bidang PAI di SMP Negeri 7 Salatiga?
PEDOMAN WAWANCARA
Narasumber : Guru Bimbingan Konseling di SMP Negeri 7 Salatiga
Judul Penelitian : Implementasi Program Parenting dalam Bidang
Pendidikan Agama Islam (PAI) di SMP Negeri 7 Salatiga
1. Bagaimana pelaksanaan program parenting dalam membantu keluarga/
orangtua untuk membentuk lingkungan rumah yang mensupport pendidikan
agama Islam dan apa problemnya?
2. Bagaimana sekolah/ guru menyarankan orangtua dalam membentuk kondisi di
rumah yang mendorong belajar anak dalam bidang PAI? Dan apa problemnya?
3. Adakah bentuk kegiatan workshop dan pendidikan orangtua yang mensupport
dalam bidang PAI? Dan apa problemnya?
4. Apa saja program yang mendukung keluarga untuk mendampingi anak dalam
pembelajaran PAI?
5. Bagaiamana guru dalam mengasuh anak di sekolah? Dan apa problemnya?
6. Bagaimana guru berkomunikasi dengan anak dalam mendukung pendidikan
agama Islam? Apa dampak dan problemnya?
7. Apa yang dilakukan guru dalam membantu anak menyelesaikan permasalahan
khusunya dalam bidang PAI? Apa dampaknya?
8. Apakah guru memberikan hadiah atau hukuman terhadap anak dalam bidang
PAI? Apa dampak dan problemnya?
9. Apakah guru memberikan contoh yang baik kepada anak?
10. Apakah guru membiasakan anak berperilaku baik?
PEDOMAN WAWANCARA
Narasumber : Guru PAI di SMP Negeri 7 Salatiga
Judul Penelitian : Implementasi Program Parenting dalam Bidang
Pendidikan Agama Islam (PAI) di SMP Negeri 7 Salatiga
1. Bagaimana pelaksanaan program parenting dalam membantu keluarga/
orangtua untuk membentuk lingkungan rumah yang mensupport pendidikan
agama Islam dan apa problemnya?
2. Bagaimana sekolah/ guru menyarankan orangtua dalam membentuk kondisi di
rumah yang mendorong belajar anak dalam bidang PAI? Dan apa problemnya?
3. Adakah bentuk kegiatan workshop dan pendidikan orangtua yang mensupport
dalam bidang PAI? Dan apa problemnya?
4. Apa saja program yang mendukung keluarga untuk mendampingi anak dalam
pembelajaran PAI?
5. Bagaiamana guru dalam mengasuh anak di sekolah? Dan apa problemnya?
6. Bagaimana guru berkomunikasi dengan anak dalam mendukung pendidikan
agama Islam? Apa dampak dan problemnya?
7. Apa yang dilakukan guru dalam membantu anak menyelesaikan permasalahan
khusunya dalam bidang PAI? Apa dampaknya?
8. Apakah guru memberikan hadiah atau hukuman terhadap anak dalam bidang
PAI? Apa dampak dan problemnya?
9. Apakah guru memberikan contoh yang baik kepada anak?
10. Apakah guru membiasakan anak berperilaku baik?
PEDOMAN WAWANCARA
Narasumber : Orang Tua siswa di SMP Negeri 7 Salatiga
Judul Penelitian : Implementasi Program Parenting dalam Bidang
Pendidikan Agama Islam (PAI) di SMP Negeri 7 Salatiga
1. Bagaiamana orangtua dalam mengasuh anak di rumah? Dan apa problemnya?
2. Bagaimana orangtua berkomunikasi dengan anak dalam mendukung
pendidikan agama Islam? Apa dampak dan problemnya?
3. Apa yang dilakukan orangtua dalam membantu anak menyelesaikan
permasalahan khusunya dalam bidang PAI? Apa dampaknya?
4. Apakah orangtua memberikan hadiah atau hukuman terhadap anak dalam
bidang PAI? Apa dampak dan problemnya?
5. Apakah orangtua memberikan contoh yang baik kepada anak?
6. Apakah orangtua membiasakan anak berperilaku baik?
VERBATIM WAWANCARA
Implementasi Program Parenting dalam Bidang Pendidikan Agama Islam (PAI)
di SMP Negeri 7 Salatiga
Narasumber : Dra. Anna Maria, M.Pd.
Jenis kelamin : Perempuan
Asal : Jl. Kemiri Kel. Salatiga Kec. Sidorejo kota Salatiga
Jabatan : Kepala Sekolah SMPN 7 Salatiga
Tempat : Ruang tamu kantor kepala sekolah SMPN 7 Salatiga
Hari/tanggal : Senin/22 Mei 2017
Waktu : 10.00 WIB
NO. PERTANYAAN JAWABAN
1. Bagaimana pendapat
anda tentang program
parenting?
“parenting di SMPN 7 salatiga sebetulnya program
kemitraan dari kementerian anak usia dini salah satunya
diupayakan ada sebuah paguyuban orangtua yang
disebut juga program parenting. Setiap kelas ada
organisasinya, ada ketua, sekretaris, bendahara.
kemudian ditampilkan pada kelas 7, 8, 9. Kemudian
dibagi ditingkat kelas dan diadakan pertemuan yang
dilakukan oleh masing-masing kelas berkoordinasi
langsung dengan wali kelas dan orangtua, dilaksanakan
baik di sekolah maupun di rumah. Tergantung situasi dan
kondisi dan atas persetujuan bersama-sama antara
orangtua dan wali kelas”.
2. Apa alasan yang
mendasari keputusan
sekolah untuk
“Sebenarnya dari sekolah juga sudah ada inisiatif
tentang program parenting, ditambah fungsi parenting
sendiri sekarang kan dalam bentuk paguyuban. Sehingga
kami membudayakan parenting antara sekolah dan
memberlakukan
program parenting di
SMPN 7 Salatiga?
orangtua agar semakin dekat dalam menjalin kerjasama
satu sama lain dalam satuan pendidikan. Ditambah
adanya perintah langsung dari pemerintah untuk
menjalankan program parenting dan SMPN 7 Salatiga
kebetulan terpilih sebagai salah satu sekolah ditingkat
SMP yang menjadi sekolah percontohan di kota
Salatiga”.
3. Bagaimana
pelaksanaan program
parenting dalam
bidang PAI di SMPN
7 Salatiga?
“Pada dasarnya parenting berperan aktif dalam bidang
keagamaan. Sebagai contoh di SMPN 7 Salatiga kemaren
mengadakan kegiatan mujahadah yang dilakukan oleh
kelas 9 guna menghadapi Ujian Nasional. Selain itu,
program parenting mencakup semuanya dan bidang
agama termasuk salah satu didalalmnya. Kemudian,
dalam pelaksanaan program parenting, orangtua
dirumah mengisi cek list berkaitan dengan perilaku siswa
dirumah. Seperti contoh anak beribadah dirumah atau
tidak, anak sopan sama orangtua atau tidak, anak disiplin
atau tidak. Dan hal tersebut sebagai bahan evaluasi bagi
pihak sekolah maupun orangtua tentang pelaksanaan
program parenting yang sudah berjalan.”
4. Bagaimana
problematika yang
dihadapi selama
pelaksanaan program
parenting dalam
bidang PAI di SMPN
7 Salatiga?
“Problem yang muncul disebabkan oleh latar belakang
sosial orangtua yang berbeda-beda. Banyak orangtua
yang belum peduli dengan perkembangan anak di
sekolah. Misalnya, ketika dalam kegiatan pun ada saja
orangtua yang tidak hadir. Dengan adanya orangtua
seperti itu berdampak pada anak.”
5. Apa dampak yang
diperoleh setelah
dilaksanakannya
program parenting
“Anak-anak semakin baik, walaupun tidak secara
langsung berubah, tetapi sudah ada perbedaan dari yang
sebelumnya. Orangtua yang dulu tidak berpartisipasi,
sekarang lebih aktif. Misalnya, ketika ada acara HUT
SMPN 7 Salatiga orangtua antusias untuk mengikuti
kegiatan tersebut. Orangtua dan anak bekerja sama
dalam bidang PAI di
SMPN 7 Salatiga?
menampilkan pertunjukan dan semua itu atas inisiatif
orangtua dan sekolah hanya menfasilitasi.”
6. Apa evaluasi dan
harapan kedepannya
yang perlu dilakukan
untuk pelaksanaan
program parenting
dalam bidang PAI di
SMPN 7 Salatiga?
“Orangtua bisa lebih care dan kegiatan parenting
orangtua bias lebih menyempatkan waktu untuk hadir.
Kemudian, lebih peduli kepada perkembangan anak,
paling tidak ketika pengambilan rapor diambil oleh
orangtua itu sendiri.
Kalau dari pemerintah sudah didukung oleh pemerintah
bidikal dikuatkan dengan program parenting di sekolah
dalam bentuk sarana-prasarana dari sebelumnya tidak
ada menjadi ada. Kemudian, diadakannya kelas
inspirasi, kelas orangtua, seminar dalam menghadapi
era digital dan lainsebagainya.”
VERBATIM WAWANCARA
Implementasi Program Parenting dalam Bidang Pendidikan Agama Islam (PAI)
di SMP Negeri 7 Salatiga
Narasumber : Jaka Mahargono
Jenis kelamin : Laki-laki
Asal : Cengek, Tingkir lor, Salatiga.
Jabatan : Penanggung jawab Pelaksana program parenting
Tempat : Kantor SMPN 7 Salatiga
Hari/tanggal : 18 Mei 2017
Waktu : 10.00 WIB
NO. PERTANYAAN JAWABAN
1. Bagaimana pendapat
anda tentang program
parenting?
“Yang jelas yang utama adalah kalau pendidikan
tidak hanya dipusatkan pada guru atau umumnya
sekolah ya? Tetapi kerjasama dari pihak guru atau
sekolah dengan orangtua. yang paling pokok adalah
peran aktif di dalam ikut membantu keberhasilan
pendidikan di sekolah dan begitu juga di dalam
bidang-bidang keagamaan. Itu sendiri tergantung
dari momen-momennya. Jadi ketika kita mengadakan
pertemuan dengan orangtua kaitannya dengan
penyampaian hasil UTS atau mungkin kegiatan-
kegiatan yang sifatnya harus melibatkan orangtua
dan pertemuan itu diadakan oleh setiap oganisasi
paguyuban perkelas”.
2. Bagaimana
pelaksanaan program
“satu contoh seperti kegiatan mujahadah itu kan
termasuk satu implementasi yang kita harapkan atau
parenting dalam
bidang PAI di SMPN
7 Salatiga?
semacam dukungan yang cukup tinggi dari pihak
orangtua kemudian perayaan-perayaan agama yang
lain termasuk di dalamnya kegaiatan parenting.”
3. Bagaimana
problematika yang
dihadapi selama
pelaksanaan program
peranting dalam
bidang PAI di SMPN
7 Salatiga?
“kalau dalam keagamaan problem itu sendiri nggak
terlalu banyak karena saya kira semua orangtua kan
selalu memberikan pendidikan keagamaan kepada
putra putrinya. Jadi nggak banyak kendala.
Kebanyakan mereka yang memang sibuk bekerja pun
tetap mewakilkan entah kakaknya atau saudaranya
hadir ke sekolah. Tetapi anak-anak yang ikut yayasan
atau mungkin di pondok itu kan kadang-kadang
kendalanya memang tidak ada yang mewakili, namun
demikian kan tidak terlalu banyak. Seperti itu tidak
terlalu dipermasalahkan, yang jelas hubungan
orangtua melalui keluarga mereka tetap berusaha
tetap hadir dalam kegiatan atau perayaan-perayaan
keagamaan yang lain. Kemaren maulud nabi kita juga
mengadakan kegaiatan tujuannya juga untuk
meningkatkan akhlak daripada anak sendiri dengan
adanya dukungan orangtua”.
4. Apa dampak yang
diperoleh setelah
dilaksanakannya
program parenting
dalam bidang PAI di
SMPN 7 Salatiga?
“cukup besar! Itu bisa kita lihat di kegiatan-kegiatan
keagamaan di sekolah misalnya kalau siang sholat
berjamaah sudah berjalan secara bagus, waktu
sekitar 20 menit anak-anak juga sudah kelihatan,
peningkatan dari kegiatan seperti yang dulu kurang
sekarang cukup banyak anak-anak yang sholat
berjamaah. Itu yang nampak di sekolah ya? Di
rumahpun saya kira juga sangat berimbas dan guru
agama di sinipun sudah memprogramkan kegiatan
keagamaan secara rutin. Ditambah kegiatan-kegiatan
di bulan ramadhan, seperti pesantren kilat dan lain
sebagainya. Kalau dalam kegiatan di sekolah, sholat
berjamaah itu anak-anak betul antusias.
Kalau dari segi afektifnya saya kira tetap ada. Ya
beberapa anak yang mempunyai besik latar belakang
orangtua mungkin yang kurang baik, juga cukup
masih sangat sulit. Terutama anak-anak yang broken.
Ya ada beberapa tetapi tidak terlalu berdampak.
Tetapi secara keseluruhan, seperti budaya pagi selalu
jemput anak-anak untuk berjabat tangan. Jadi kita
menggunakan 5S yaitu, senyum, sapa, sopan, salam,
santun. Selalu kita galakkan itu kan kelihatan. Jadi
ada perubahan karena memang jika tidak ada
kegiatan parenting orang tua hanya membebankan
pada sekolah. Dalam kehidupan agamis, keagamaan.
Tapi ternyata setelah ada parenting banyak hal yang
bisa kita tumbuh kembangkan termasuk tadi kegiatan
keagamaan yang ada di sekolah”.
5. Apa evaluasi dan
harapan kedepannya
yang perlu dilakukan
untuk pelaksanaan
program parenting
dalam bidang PAI di
SMPN 7 Salatiga?
“Yang paling terkendala adalah waktu. Kita mau
mengambil hari efektif misalnya jam kerja kan tidak
mungkin, kemudian mengambil waktu sore atau siang
itu juga banyak orangtua yang tidak bisa. Sehingga
cara kita menanggulanginya, ya kita menggunakan
waktu yang longgar hari minggu, rata-rata mereka
hari minggu kan ya free semua pagi sampai siang.
Jadi tidak mengganggu kedua belah pihak.
Ya tentunya harapan yang paling utama adalah
supaya anak bisa meningkatkan bagaimana
berkehidupan di sekolah, di rumah, di masyarakat,
terutama dalam hal beribadah, bersosialisasi dengan
masyarakat. Harapan yang paling besar itu karena
tujuan kita parenting itu kan untuk mengangkat harkat
martabat anak dalam hal apapun, termasuk bidang
keagamaan. Selain itu, orangtua harus ikut andil
didalam mengantarkan anak kita meraih kesuksesan,
meraih yang betul-betul bermartabat dan berakhlak
mulia. Orangtua ikut mendukung dalam semua
bidang, tentunya dengan adanya parenting itu sendiri
kan akan lebih banyak memberikan motivasi kepada
orangtua untuk tidak lepas begitu saja, tetapi ikut
mengawasi, ikut menangani program sekolah
termasuk dalam bidang keagamaan”.
VERBATIM WAWANCARA
Implementasi Program Parenting dalam Bidang Pendidikan Agama Islam (PAI)
di SMP Negeri 7 Salatiga
Narasumber : Dian Maret Yunanto, S. Pd
Jenis kelamin : Laki-laki
Asal : Ngawen, Tegalsari RT 05 RW 08 KEL. Mangunsari,
Sidomukti, Salatiga.
Jabatan : Guru Bimbingan Konseling SMPN 7 Salatiga
Tempat : Ruang BK SMPN 7 Salatiga
Hari/tanggal : 18 Mei 2017
Waktu : 08.00 WIB
NO. PERTANYAAN JAWABAN
1 Bagaimana pelaksanaan program
parenting dalam membantu
keluarga/ orangtua untuk
membentuk lingkungan rumah
yang mensupport pendidikan
agama Islam dana pa
problemnya?
“pembentukan karakter anak tentunya
tidak terbentuk dari pihak sekolah, namun
kan tetapi terpusat pada tripilar yaitu
keluarga, sekolah dan masyarakat.
Berjalannya program ini sangat positif
karena dengan adanya hubungan antara
orangtua dan sekolah lebih dekat dan
harmonis sehingga dengan itu apabila
ada hal dan kejadian apapun bisa segera
diatasi bersama dana pa yang menjadi
keluhan orangtua bisa tersampaikan.
Pembiasaan sholat berjamaah di sekolah
dan bimbingan keagamaan jika terjadi
hal-hal yang tidak sesuai dengan kaidah
yang ada, pelaksanaan peringatan hari-
hari besar di sekolah positif dan
meminimalisir kejadian-kejdian negatif.
Untuk kedepan harapan sekolah dengan
adanya program ini lebih bisa membentuk
karakter anak yang sholeh-sholehah.
Problemnya: kesadaran orangtua yang
kurang dengan penanaman religius di
rumah.
2
Apa problematika pelaksanaan
program parenting dalam bidang
PAI di SMPN 7 Salatiga?
“namanya orangtua karakternya kan
macem-macem begitu juga dengan anak,
pola asuh orangtua itu sangat
mempengaruhi anak itu akan menjadi apa
karena kesuksesan dari pendidikan
karakter itu ditentukan dari 3 hal yang
pertama orangtua, yang ke dua
pendidikan, hal tersebut kaitannya
dengan sekolah, yang ketiga dengan
masyarakat. Apabila dari ketiga hal
tersebut dapat terlaksana dengan baik
otomatis karakter anak akan terbentuk
dengan bagus, juga dalam artian bagus
tadi itu yang pertama orangtua apabila
mendasari anak dengan nilai keimanan
terhadap Tuhan yang Maha Esa, otomatis
anak mempunyai pondasi untuk bisa lebih
baik dalam hal berpikir, bersikap, sopan
santun terhadap kedua orangtua dan
dapat menempatkan diri di tempat dia
berada. Yang kedua, dilingkingan sekolah
itu juga ada komunikasi antara orangtua
dengan pihak sekolah karena apa dari
pihak BK itu menginginkan bahwa
orangtua datang ke sekolah itu tidak
hanya pada saat mengambil rapor untuk
tes aja, kenaikan kelas, dan lain
sebagianya. Akan tetapi dengan adanya
kerjasama orangtua dengan sekolah, itu
orangtua harus memahami ‘Oo iya
anakku disekolah ada perkembangan
seperti apa? Prestasinya meningkat
nggk? Sikapnya di sekolah seperti apa?
Nah, dengan hal-hal tersebut apabila ada
komunikasi dengan orangtua kepada
sekolah akan terwujud sebuah nilai
positif. Dalam artian orangtua juga tahu
persis perkembangan anak seperti apa.
Anak juga merasa diperhatikan oleh guru
dan orangtuanya, akan tetapi kendalanya
disini dengan katerkaitan minat orangtua
terhadap sekolah terkadang menjadi
kendala. Orangtua itu hadir apabila
mendapatkan undangan dari sekolah BK
khususnya, apabiala tidak ada undangan
terus tidak ada surat panggilan itu
orangtua pun juga sangat jarang untuk
datang ke sekolah, nah di BK dengan
adanya orangtua seperti itu dan muncul
sebuah permasalahn, setelah muncul
permasalahan, baru ke sekolah. Akan
tetapi sebelum ada masalah, orangtua
tidak mau tahu. Terkadang sibuk dengan
pekerjaannya. Kalua menurut saya
seharusnya anak itu nomer satu, padahal
orangtua mencari uang itu kan untuk
anaknya, untuk perkembangan anaknya,
akan tetapi dengan dia sibuk mencari
uang terkadang hal itu di kesampingkan.
Ada juga orangtua yang datang ke
sekolah itu juga terpaksa karena harus
ijin dan sebagainya, yaitu menjadi
kendala kalua memang harus ijin ya ijin
saja, karena dia mencari uang kan untuk
anak-anaknya, mungkin kalau ada
masalah dengan anak pekerjaan bisa
ditinggalkan, kalau menurut saya
prioritas orangtua ya anak itu. Dengan
adanya parenting atau kamitraan di
SMPN 7 Salatiga ini juga sangat
membantu dalam hal pengaembangan
anak, kemudian, kemunikasi orangtua
terhadap sekolah itu pun juga sangat
mendukung dalam artian yang kemaren
aja orangtua yang datang pada saat
penganbilan rapor dengan adanya
undangan saja, tetapi sekarang banyak
orangtua yang datang kesekolah entah
tidak ditentukan waktunya. Oorangtua
tersebut berkonsultasi dengan BK tentang
anak dalam hal pribadi, sosial, karir,
belajar, semua itu dapat terlayani dengan
baik. Dengan adanya hal tersebut,
terkadang orangtua pun juga sering
sharing sama guruBK, cruhatlah
istilahnya seperti itu. Dengan saling
memberikan informasi, orangtua ketika
anak dirumah dan BK memberikan
informasi anak ketika di sekolah.
Bagaimana perkembangannya, sikapnya,
belajarnya, dan lain sebagainya.”.
3 Bagaimana dampak pelaksanaan
program parenting dalam bidang
PAI di SMPN 7 Salatiga?
“dampak yang ditimbulkan dalam ranah
sikap, lebih meningkat dengan adanya
kerjasama orangtua dengan sekolah.
Dilaksanakan pertemuan setiap satu
bulan sekali. Dengan adanya pertemuan
tersebut dikoordinasi oleh wali kelas,
wali kelas pun dapat menyampaikan
perkembangan anak di sekolah seperti
apa. Dengan adanya parenting guru BK
dikaitkan apabila ada pertemuan pasti
guru BK dilibatkan. pertemuan tersebut
di adakan oleh masing-masing kelas
dengan jadwal yang berbeda-beda. Jadi
BK dapat berkontribusi kesemuanya
tanpa terkecuali. Tugas BK disini untuk
memberikan masukan-masukan terhadap
pandangan umum sikap anak seperti apa,
perkembangannya seperti apa. Dari situ
orangtua juga waspada dengan apa yang
diampaikan guru BK, wali kelas dengan
penanggulangan yang dilakukan seperti
apa nantinya”.
4 Adakah bentuk kegiatan
pendidikan orangtua yang
mensupport dalam parenting?
“ ada!. Hal tersebut kemaren di
canangkan oleh menteri pendidikan
dengan menerbitkan buku tentang
program pengasuhan. Adanya buku
tersebut orangtua pun menambah
wawasan karena kita tahu bahwa banyak
orangtua pun yang berlatar belakang
pendidikannya kurang. Terkadang pola
asuh orangtua yang salah itu
mempengaruhiperilaku anak. Dengan
parenting seperti ini, dan buku yang
menjadi pedoman orangtua yang hebatitu
seperti apa, dari aspek komunikasi, terus
bagaimana cara penanaman kebiasaan-
kebiasaan di rumah dan lain sebagainya.
Misalnya, bagaimana menjalin
komunikasi yang baik dengan anak,
saling terbuka dan hal itu akan
menentukan keberhasilan anak
kedepannya. Ada juga orangtua yang
kadang leleh luweh, tidak menghiraukan
anak, tanpa adanya interaksi dan
komunikasi antara keduanya dan hal
tersebut akan berpengaruh buruk pada
anak.”
5 Bagaimana sekolah/ guru
menyarankan orangtua dalam
membentuk kondisi di rumah
yang mendorong belajar anak
dalam bidang PAI?
“sekolah selalu dan tidak henti-hentinya
memberikan pemahaman kepada
orangtua bahwa, agama adalah pondasi
dalam kehidupan dengan dasaran agama
iman dan takwa yang baik, maka hidup
akan lebih terarah dan mempunyai
prinsip hidup.
Namun kendalanya bahwa masih banyak
orangtua yang tidak beribadah dan minim
dalam pengetahuan agama, sehingga ini
menghalangi anak untuk berkembang,
karena orangtua figure bagi anaknya”
6 Apa saja program yang
mendukung keluarga untuk
mendampingi anak dalam
pembelajaran PAI?
“program yang bertujuan untuk
penumbuhan karakter yang membentuk
pribadi anak menjadi baik, yaitu
pembiasaan mengucap salam, betegur
sapa, berbicara dengan sopan,
membuang sampah pada tempatnya,
karena kebersihan sebagian dari iman”
7 Bagaimana guru dalam mengasuh
anak di sekolah? Dan apa
problemnya?
“tentunya dengan bimbingan dan
pendidikan karakter yang
berkesinambungan dan pembiasaan-
pembiasaan yang baik akan membentuk
karakter yang baik.
Tidak memungkiri masa-masa SMP
adalah masa tumbuh kembang anak,
dimana anak mengalami gejolak-gejolak
yang mempengaruhi sikologi serta
perilakunya, sehingga timbul
permasalahan, seperti membolos,
merokok, memalak, dan banyak hal lagi
lainnya. Namun dengan hal itu BK dan
guru agama berkombinasi dan
mengarahkan anak-anak yang mengalami
masalah, sehingga masalah yang ada
dapat terselesaikan. Namun semua tidak
terlepas dari peran orangtua.
Problemnya:
Jika orangtua dan masyarakat
(lingkungan pergaulan) tidak mendukung
untuk anak berubah amak anak akan sulit
untuk berubah”
8 Bagaimana guru berkomunikasi
dengan anak dalam mendukung
pendidikan agama Islam? apa
dampak dan problemnya?
“sebagai guru BK saya pribadi
selalumenyampaikan bahwa ibadah
sholat itu nomer satu karena kelak yang
ditanyakan di akhirat bagaimana sholat
kamu?
Dengan sholat hati pasti terasa nyaman
dan tenang, sholat bisa mencegah kita
berbuat hal yang bernilai dosa dan pada
dasarnya Allah menciptakan jin dan
manusia hanya untuk beribadah.
Dampaknya: jamaah sholat dzuhur selalu
padat
Problemnya: ada saja anak yang
mempengaruhi untuk tidak sholat”
9 Apa yang dilakukan guru dalam
membantu anak menyelesaikan
permasalahn khususnya dalam
bidang PAI? Apa dampaknya?
“guru BK melaksanakan bimbingan
kelompok dan konseling individu
terhadap peserta didik yang dianggap
mengalami permasalahn pada PAI.
Meminta anak untuk hafalan surat-surat
pendek, dan banyak lagi yang lainnya.
Dengan bimbingan dan layanan
konseling individu dengan tema
keagamaan besar harapan konselor anak
terhindar dari masalah dan dapat
terentaskan dalam masalah PAI yang
dihadapi.
Dampaknya: dengan bimbingan dan
layanan konseling individu, anak bisa
berfikir sebelum bertindak, takut akan
konsep dosa, dan menjadi pribadi yang
taat aturan agama”
10 Apakah guru memberikan hadiah
atau hukuman terhadap anak
dalam bidang PAI?
“hukuman yang mendidik tentunya lebih
di sarankan untuk membuat anak lebih
baik. Contohnya: menghafal surat-surat
pendek dan latihan membaca alqur’an.
Dengan hal tersebut anak akan lebih
mendapatkan wawasan keagamaan dan
anak akan memperoleh manfaat”
11 Apakah guru memberikan contoh
yang baik kepada anak?
khususnya dalam bidang PAI?
“wajib dan selalu, yaitu kalau disini
selalu dibudayakan 5S yaitu senyum,
sapa, salam, sopan, dan santun.
Pembiasaan tersebut mencerminkan
pribadi guru yang selalu dibudayakan
untuk peserta didik di sekolah”
12 Apakah guru membiasakan anak
berperilaku baik? Khususnya
dalam bidang PAI.
“wajib dan selalu yaitu:
Guru selalu mengajarkan agar peserta
didik selalu dapat bersyukur dengan apa
yang diperoleh sampai saat ini.
Mengajarkan peserta didik apa yang
dilakukan harus diniati ibadah. Sopan ,
santun dan menghargai oranglain,
menjaga kebersihan dan selalu berdoa
VERBATIM WAWANCARA
Implementasi Program Parenting dalam Bidang Pendidikan Agama Islam (PAI)
di SMP Negeri 7 Salatiga
Narasumber : Nurwahyuni, S.Pd.
Jenis kelamin : Perempuan
Asal : Rt 02 Rw 06 Gamol Candran Salatiga
Jabatan : Orangtua siswa kelas 9 SMPN 7 Salatiga
Tempat : Ruang tamu kantor SMPN 7 Salatiga
Hari/tanggal : 23 Mei 2017
Waktu : 10.00 WIB
NO. PERTANYAAN JAWABAN
1. Bagaimana orangtua
dalam mengasuh
anak di rumah? Dan
apa problemya?
“pengasuhan berbasis agama yang saya terapkan di
rumah dengan sendirinya pengasuhan positif akan
terbentuk. Saya selalu mensupport anak-anak dalam
setiap kegiatan, meyakinkan mereka belajar pada
kegiatan tersebut, terutama dalam bidang keagamaan.
Harapan saya anak-anak bisa terjun ke masyarakat
dengan akhlak yang kuat serta iman Islamyang akan
mereka junjung tinggi sampai akhir hayat.
Membiasakan diri saya untuk tidak menerapkan kekrasan
juga hukuman pada mereka, sehingga anak-anak merasa
senang, tidak terpaksa melakukan tata tertib atau
kesepakatan bersama.
Sedangkan problem pasti ada, kadang ada titik jenuh
juga para abak-anak. dan saya tidak akan pernah atau
tidak boleh bosan untuk selalu mengingatkan”
2. Bagaimana orangtua
berkomunikasi
dengan anak dalam
mendukung
pendidikan agama
Islam? apa dampak
dan problemnya?
“komunikasi aktif dengan anak, baik secara verbal
maupun dengan Bahasa tubuh. Untuk urusan agama kita
tidak boleh sembarangan dalam mengajarkan anak-
anak, sekarang tidak akan mudah menerima sesuatu jika
kita tidak mempunyai dasar/jawaban yang tepat.
Sehingga sebagai orangtua pun kita harus selalu belajar
dan menggali ilmu untuk anak-anak kita.
Komunikasi timbal balik, bukan anak-anak saja yang
harus mendengar serta patuh pada ajaran kita, tetapi
adakalanya kita sebagai orangtua mendengar juga apa
yang menjadi pembicaraan mereka. mungkin itu bisa
dipakai dalam kesepakatan bersama.
Dampak: anak-anak akan merasa dihargai atau di
‘wongke’ dalam istilah jawa.
Problem: di era gadget ini, anak lebih sering pegang HP,
malah dengan intensitas besar. Butuh waktu-waktu
khusus dalam menjalin komunikasi yang positif.
Misalnya, saat makan malam atau sesudah anak pulang
sekolah”
3. Bagaimana
pelaksanaan program
parenting dalam
bidang PAI di
lingkungan keluarga?
“seperti saya kebetulan bapak sudah tidak ada jadi saya
memberi contoh sendiri. Nek saya nggak sholat saya
tidak bisa mengingatkan anak saya. La wong sholat itu
wajib juga, di satu sisi saya harus memberi contoh
keanak-anak. Saya berpikir begini, ya di jalan ini anak-
anak mudah saya giring dan kita saling mengingatkan,
kadang-kadang kalau saya tidak sholat anak-anak sering
melehke 'kok ibu nggak sholat' tapi kalau kita
menjalankan otomatis anak-anak ya walaupun masih
lambat dan sebagainya, kita bisa membawa anak-anak
untuk melaksanakan semua ibadah”.
4. Apa yang dilakukan
orangtua dalam
membantu anak
“kita akan adakan sharing ketika ada permasalahan,
bersama kita cari solusi, untuk masalah PAI saya
berusaha untuk mengajak mereka bertanya pada orang-
orang yang lebih ilmu agamanya, atau mungkin cari
menyelesaikan
permasalahan
khususnya dalam
bidang PAI? Apa
dampaknya?
referensi di internet dan sekarang lebih mudah dalam
kita belajar.
Dampaknya: anak-anak tidak kesulitan dalam belajar
khususnya PAIyang insyaallah akan mengantarkan
mereka ke masa depan”
5. Apa dampak yang
diperoleh setelah
dilaksanakannya
program parenting
dalam bidang PAI di
lingkungan keluarga?
“kalau saya, anak saya sudah tahu dari semua penilaian
tidak hanya dari akademik saja, kalau saya, akademiknya
tidak saya kejar sebatas mampu, tapi agama, sopan
santun, adab dan lain sebagainya di nomersatukan, kita
lihat sekarang anak-anak yang di luar sana saya merasa
prihatin kondisi mereka, orangtua terlalu sibuk. Jadi
anak-anak malah tidak ada pendidikan untuk itunya
emosionalnya terlalu di los-los tidak terkendali kadang-
kadang sama orangtua tidak sopan walaupun saya
dirumah Bahasa jawa kami kasar, tapi Alhamdulillah
anak saya nggak pernah dan ini saya lihat anak-anak
saya memang belajar dari sejak kecil ketemu sama
orangtua salim dan cium tangan itu saya seperti itukan
dan terbawa sampai sekarang dimanapun. Jadi saya
terapkan kepada siapa pun dimanapun dan mereka
terbiasa ketika betemu saya ya salaman dan cium tangan.
Ya dari parenting yang kita laksanakan dan diterapkan
oleh masing-masing orangtua harus diterapkan sejak
kecil. Jadi parenting itu berdampak dari segi apapun
berawal dari agama. Contohnya, di era digital seperti ini
butuh sebuah filter yaitu agama”.
6. Apakah orangtua
memberikan hadiah
atau hukuman
terhadap anak dalam
bidang PAI?
“hadiah atau reward, bagi saya adalah sebuah bentuk
apresiasi untuk sebuah keberhasilan pada anak-anak
kita. Tidak harus berwujud benda bisa juga berwujud
pujian. Disesuaikan dengan situasi serta kondisi kita
masing-masing. Anak akan merasa termotivasi dengan
reward yang kita berikan, contohnya: pada bulan
ramadhan kemaren saya memberikan hadiah mukena
kepada anak say ajika ia menyelesaikan puasa sebulan
penuh dengan tujuan penyemangat anak dalam
beribadah.
Sedangkan, hukuman itu sesekali juga diperlukan, jika
anak-anak melanggar hukuman ini bersifat mendidik.
Sehingga anak akan bisa membatasi perilaku yang salah
serta tidak akan mengulanginya lagi”
7 Apakah orangtua
memberikan contoh
yang baik kepada
anak? khususnya
dalam bidang PAI.
“kalau menurut saya, itu mutlak. Karena saya sebagai
orangtua adalah figure yang akan diamati serta dicontoh
oleh anak-anak saya. Semua gerak-gerik saya, mulai dari
perilaku, cara bicara, sopan santun kepada orang lain,
serta cara berpakaian saya itu yang akan mereka rekam,
dan akan mereka realisasikan kelak dikehidupan
mendatang. Hal kecil seperti sholat. Jika saya tidak
sholat, bagaimana say menganjurkan kepada anak-anak
saya untuk sholat. Pasti anak-anak akan menjawab ‘Ibu
saja tidak sholat’. Makanya saya mencoba untuk selalu
berbuat dan berperilaku yang baik untuk anak-anak
saya”
8 Apakah orangtua
membiasakan anak
berperilaku baik?
Khususnya dalam
bidang PAI.
“saya membiasakan anak di mulai sejak anak usia dini,
sehingga setelah besar dan dewasa anak-anak sudah
terbiasa. Saya menghindari kekerasan, agar anak mudah
dan bisa menerima semua yang saya ajarkan, tanpa ada
rasa terpaksa”
9 Bagaimana dampak
pelaksanaan program
parenting dalam
bidang PAI di
keluarga?
“Kalau saya, anak saya sudah tahu dari semua penilaian
tidak hanya dari akademik saja, kalau saya, akademiknya
tidak saya kejar sebatas mampu, tapi agama, sopan
santun, adab dan lain sebagainya di nomersatukan, kita
lihat sekarang anak-anak yang di luar sana saya merasa
prihatin kondisi mereka, orangtua terlalu sibuk. Jadi
anak-anak malah tidak ada pendidikan untuk itunya
emosionalnya terlalu di los-los tidak terkendali kadang-
kadang sama orangtua tidak sopan walaupun saya
dirumah Bahasa jawa kami kasar, tapi Alhamdulillah
anak saya nggak pernah dan ini saya lihat anak-anak
saya memang belajar dari sejak kecil ketemu sama
orangtua salim dan cium tangan itu saya seperti itukan
dan terbawa sampai sekarang dimanapun. Jadi saya
terapkan kepada siapa pun dimanapun dan mereka
terbiasa ketika betemu saya ya salaman dan cium tangan.
Ya dari parenting yang kita laksanakan dan diterapkan
oleh masing-masing orangtua harus diterapkan sejak
kecil. Jadi parenting itu berdampak dari segi apapun
berawal dari agama. Contohnya, di era digital seperti ini
butuh sebuah filter yaitu agama”
VERBATIM WAWANCARA
Implementasi Program Parenting dalam Bidang Pendidikan Agama Islam (PAI)
di SMP Negeri 7 Salatiga
Narasumber : Layli atiqoh
Jenis kelamin : Perempuan
Asal : Kembang Arum, Sidomukti, Salatiga
Jabatan : Guru PAI SMPN 7 Salatiga
Tempat : Ruang Guru
Hari/tanggal : Selasa/30 Mei 2017
Waktu : 10.00 WIB
NO. PERTANYAAN JAWABAN
1 Bagaimana
pelaksanaan program
parenting dalam
membantu keluarga/
orangtua untuk
membentuk
lingkungan rumah
yang mensupport
pendidikan agama
Islam dana pa
problemnya?
“salah satu pelaksanaan program parenting adalah
mengantar anak pertama kali masuk sekolah, anak
menuntut ilmu, orangtua dapat mengetahui program yang
dibuat sekolah salah satunya PAI. Jika program itu ada
kekurangan orangtua dapat memberikan saran, apabila
hal itu baik orangtua dapat mensupport kegiatan
dirumah, sehingga akan terjadi kesinambungan program
yang telah dibuat.
Problemnya: Kalau dari wali kelas problemnya itu, kalau
wali kelas kan tidak hanya membimbing anak ketika di
dalam jam pelajaran, tetapi guru sendiri juga punya
pekerjaan yang tidak bisa ditinggalkan secara
administrasi, terus ngajar. Sehingga waktunya kurang
fokus. Karena di sekolahan waktunya terbatas dan
akhirnya waktu itu harus dikorbankan. Kadang orangtua
ngeluhnya di luar jam bekerja dan kita harus siap 24 jam
untuk menerima jika ada keluhan dari orangtua.
problem dari orangtua, kadang orangtua itu tidak peduli,
kadang malah menutup-nutupi kurang terbuka. Jadi
orangtua itu sudah tahu anaknya salah tetapi dia tidak
mau terbuka jika anaknya sering melanggar.
Banyak keluarga/ orangtua yang belum mengetahui
pentingnya pendidikan keluarga sehingga orangtua
merasa bahwa anak sudah cukup menerima pendidikan di
sekolah”
2 Bagaimana sekolah/
guru menyarankan
orangtua dalam
membentuk kondisi
di rumah yang
mendorong belajar
anak dalam bidang
PAI? Dan apa
problemnya?
“menyarankan pengawasan dan control orangtua pada
anak di rumah sangat penting untuk segala aktivitas yang
dilakukan terutama dalam pembelajaran PAI, yaitu
dengan cara pemberian keteladanan dari orangtua pada
anak, orangtua harus terlibat dalam aktivitas sehari-hari
baik masalah ubudiyah, amaliyah, dan akhlak.
Problemnya: kurangnya pengetahuan dari orangtua
tentang agama dan waktu kebersamaan antara orangtua
dan anak karena faktor pekerjaan atau kondisi keluarga
yang tidak kondusif”
3 Adakah bentuk
kegiatan workshop
dan pendidikan
orangtua yang
mensupport dalam
bidang PAI? Dan apa
problemnya?
“kegiatan workshop parenting diadakan salah satu
tujuannya adalah untuk menyadarkan pada orangtua
akan pentingnya pendidikan keluarga.
Bentuk kegiatan pendidikan agama Islam salah satunya
ada kegiatan doa bersama yang melibatkan orangtua,
siswa, dan guru untuk mensukseskan UN.
Problemnya: masih ada kurangnya kesadaran dari siswa
dan orangtua akan pentingnya support dari orangtua
pada anak. orangtua tidak hanya diharapkan dari
dukungan materi tetapi juga perlu ada dukungan secara
spiritual”
4 Apa saja program
yang mendukung
keluarga untuk
mendampingi anak
dalam pembelajaran
PAI?
“program kegiatan dalam berbagi, contoh kegiatan
korban, zakat, infaq, bakti sosial jika ada bencana, besuk
jika ada yang sakit, takziah jika ada yang meninggal”
5 Bagaimana guru
dalam mengasuh
anak di sekolah? Dan
apa problemnya?
“pengasuhan guru di sekolah/ di kelas dengan cara
membimbing, mengarahkan dalam segala aktivitas anak
baik di kelas maupun di luar kelas. Jika ada anak yang
salah atau bermasalah akan segara ditegur dan
ditangani.
Problemnya: dalam pengasuhan anak membuthkan
perhatian yang sungguh-sungguh dan perlu adanya
kerjasama semua pihak karena masih ada yang kurang
peduli terhadap”
6 Bagaiamana guru
berkomunikasi
dengan anak dalam
mendukung
pendidikan agama
Islam? apa dampak
dan problemnya?
“komunikasi yang dilakukan dapat berupa lisan maupun
tulisan, tidak hanya pada anak tetapi juga dengan
orangtua berupa motivasi dalam mendukung
pembelajaran PAI atau berupa peringatan berupa lisan
atau surat yang berisi tentang pernyataan pelanggaran
yang telah dilakukan dan sanksi apa yang akan diterima.
Dampaknya: anak akan jera.
Problemnya: jika pelanggaran/ persoalan tidak ditangani
dengan baik akan dianggap sebagai permainan dan di
sepelekan”
7 Apa yang dilakukan
guru dalam
membantu anak
menyelesaikan
permasalahan
khususnya dalam
bidang PAI?
“bentuk bantuan dalam penyelesaian masalah yaitu
dengan melihat persoalannya terlebih dahulu, jika
persoalan dalam sikap kita bina bekerja sama dengan
BK, orangtua wali kelas bahkan dapat melibatkan dengan
dengan teman atau guru yang lain.
Jika persoalan dalam hal pengetahuan dan keterampilan
dapat kita membimbing dengan berbagi metode dan
teknik sehingga anak benar-benar dapt memahami dan
memecahkan persoalan yang dihadapi”
8 Apakah guru
memberikan hadiah
atau hukuman
terhadap anak dalam
bidang PAI? Apa
problem dan
dampaknya?
“hadiah atau hukuman diberikan dari konsekuensi aturan
yang sudah disepakati bersama dari awal. Dalam bidang
PAI hukuman diberikan dengan cara mendidik,
contohnya ketika ada pelanggaran anak diminta
menghafal atau menulis sebuah ayat. Hadiah diberikan
jika berhasil melakukan sesuatu dengan baik.
Problem dalam hukuman membutuhkan waktu dan
perhatian yang lebih.
Dampaknya anak lebih tertib dan sadar akan kesalahan
yang telah dilakukan. Dengan hadiah anak akan
semangat dalam mengikuti pembelajaran”
9 Apakah guru
memberikan contoh
yang baik kepada
anak? khususnya
dalam bidang PAI.
“guru selalu memberikan contoh yang baik pada anak
baik dari ucapan maupun tindakan, karena dengan
contoh/ keteladanan itu anak akan mudah dan mengikuti.
Contoh, kebiasaan mengucapkan salam, berjabat tangan
ketika bertemu, berbicara yang sopan dengan siapa pun,
menjaga kebersihan, keindahan kelas dan lingkungan
sekolah”
10 Apakah guru
membiasakan anak
berperilaku baik?
Khususnya dalam
bidang PAI.
“membiasakan anak berperilaku baik akan membentuk
sebuah karakter. Guru membiasakan anak khususnya
dalam bidang PAI sangatlah penting karena PAI sendiri
mencakup semua aspek kehidupan. Contoh dalam
berwudhu melatih anak untuk berperilaku bersih”
11 Bagaimana dampak
secara keseluruhan
pelaksanaan program
parenting dalam
bidang PAI?
“Dampaknya ya positif, namanya agama itu dalam
pengaplikasiannya bisa naik dan turun. Kadang anak
lena dan dengan adanya parenting kita bisa saling
mengingatkan. Kalau dalam segi ubudiyahnya kami
selaku wali kelas tidak mengetahui secara detail tetapi di
lingkungan sekolah dengan keterbatasan waktu kegiatan
ubudiyah dilakukan hanya pada waktu dzuhur saja dan
kegiatan itu dilaksanakan secara berjamaah. Untuk lebih
detailnya orangtua yang lebih tahu. Sedangkan dampak
dari segi akhlak, dengan adanya control dari guru dan
orangtua anak lebih mudah untuk ditasi jika melakukan
hal-hal yang tidak baik. Dan kita bisa melihat bagaimana
perilaku orangtua berpengaruh terhadap perilaku anak.
Dan memang agama itu penting bagi orangtua untuk
memotivasi dan mengingatkan anak. Apalagi jika basic
agama orangtua kurang ditambah tidak pedulinya
orangtua dan guru hanya bisa membantu di sekolah. Dan
dampak yang lain orangtua, anak lebih care antara
sesame teman mungkin juga sesama orangtua siswa,
misalnya ada anak yang tidak masuk sekolah karena sakit
selama satu bulan. Dengan adanya program parenting
rasa kekluargaan antara siswa satu dengan yang lainnya
lebih erat dan teman-temannya dengan senang hati
membantu anak tersebut untuk mengisi ketertinggalan
dalam pelajaran”
VERBATIM WAWANCARA
Implementasi Program Parenting dalam Bidang Pendidikan Agama Islam (PAI)
di SMP Negeri 7 Salatiga
Narasumber : Mohammad Sintoro
Jenis kelamin : Laki-laki
Asal : Jl. Imam bonjol 115 Salatiga
Jabatan : Guru PAI SMPN 7 Salatiga
Tempat : Rumah
Hari/tanggal : Senin/17 Juli 2017
Waktu : 20.00 WIB
NO. PERTANYAAN JAWABAN
1. Bagaimana
pelaksanaan
program parenting
dalam membantu
keluarga/ orangtua
untuk membentuk
lingkungan rumah
yang mensupport
pendidikan agama
Islam dan apa
problemnya?
“untuk pelaksanaan program parenting saya baru
menerapkan sholat, mengaji bagi anak. ini juga sebagai
dorongan untuk orangtua dalam mengkondisikan anak di
lingkungan keluarga. Selain itu, guru PAI menerapkan
pada anak untuk giat sholat berjamaah, yaitu pada waktu
dzuhur yang dilakukan ketika jam istirahat dan
Alhamdulillah sudah berjalan dengan baik.
Problemnya: kurangnya sarana dan prasarana seperti
terbatasnya tempat karena kondisi musola yang kecil
dengan jumlah siswa yang banyak memberikan dampak
pemberlakuan kloter dalam berjamaah, sedangkan
waktunya terbatas. Akibatnya anak tidak semuanya
terkontrol dan bisa ikut jamaah semuanya tanpa terkecuali.
Kurangnya dukungan dari guru yang lain sehingga
pengawasan pada anak tidak maksimal.
Dengan terbatasnya waktu ketika anak sudah masuk
kembali ke kelas guru tidak bisa mengingatkan kembali dan
anak cenderung bohong, sebetulnya anak belum sholat
tetapi bilang sudah sholat”
2. Bagaimana
sekolah/ guru
menyarankan
orangtua dalam
membentuk kondisi
di rumah yang
mendorong belajar
anak dalam bidang
PAI? Dan apa
problemnya?
“pada paguyuban itu, guru memberi arahan kepada
orangtua untuk menyuruh anaknya sholat, mengaji dan
perilaku yang baik lainnya. Anak disuruh sholat subuh,
pagi di ajak bangun dan ketika di kelas guru memberikan
pertanyaan seputar kegiatan anak dirumah. Jadi antara
orangtua dan guru saling bekerja sama dan anak terkontrol
baik disekolah maupun di rumah.
Guru memberikan dorongan kepada orangtua untuk
mengarahkan anak untuk beribadah, dibuktikan dengan
adanya ceklis yang dibuat sekolah untuk orangtua
kaitannya untuk di laporkan kepada sekolah tentang
kegiatan ibadah anak di rumah.
Guru memberikan arahan kepada orangtua untuk
meningkatkan keterampilan agama anak seperti
keterampilan membaca al qur’an, menghafal surat-surat
pendek dan tidak segan-segan guru juga memberikan
pelatihan secara Cuma-Cuma diluar jam sekolah.
3. Adakah bentuk
kegiatan workshop
dan pendidikan
orangtua yang
mensupport dalam
bidang PAI? Dan
apa problemnya?
“kalau workshop khusus PAI belum ada tetapi jika dalam
ranah parenting secara umum baru menyangkut soal
kurikulum 2013. Sedangkan, kalau kita kaitkan dengan
agama workshop maupun kelas orangtua diarahkan dalam
bentuk budi pekerti kaitannya berperilaku yang baik dan
sesuai norma.
Sedangkan workshop tentang PAI kalau buat guru sudah
ada.
4. Apa saja program
yang mendukung
keluarga untuk
“program yang mendukung yaitu orangtua diarahkan
untuk ikut mengawasi dan mengingatkan anak untuk
beribadah, mengaji, menghafal surat-surat pendek,
mendampingi anak
dalam
pembelajaran PAI?
mengingatkan anak untuk membawa asmaul husna ketika
berangkat ke sekolah dan mengingatkan anak membawa
sarung untuk sholat berjamaah di sekolah. Sehingga
orangtua menjadi peduli dan berkontribusi secara
langsung.
5. Bagaimana guru
dalam mengasuh
abak di sekolah?
Dan apa
problemnya?
“guru mengajak anak untuk sholat, bertata karma, cara
berpakaian yang baik, dan hal-hal yang berkaitan dengan
materi PAI.
Selain itu, kita memberikan sanksi, teguran, kadang
dengan cara memberikan ancaman. Jika tidak dilakukan
hal seperti itu kadang anak menyepelekan.
Guru juga memberikan ruang pada anak untuk bebas
berekspresi dalam beribadah. Misalnya anak di beri
kesempatan untuk jadi imam dalam sholat berjamaah.
6. Bagaimana guru
berkomunikasi
dengan anak
dalammendukung
pendidikan agama
Islam?
“guru memberikan nasehat tentang kewajiban seorang
muslim berkaitan dengan ibadah. Guru juga memberikan
motivasi dan informasi tentang pendidikan agama Islam.
selain itu, guru berbicara dengan anak kaitannya dengan
pengamalan dalam keagamaan.
7.
Apa yang
dilakukan guru
dalam membantu
anak
menyelesaikan
permasalahan
khususnya dalam
bidang PAI?
“kalau saya menyelesaikkanya yaitu dengan praktek dan
pelatihan satu persatu tentang pembenaran cara sholat,
cara sholat berjamaah, mengingatkan sikap sholat yang
baik, mengajari cara sujud dan lain sebagainya.
Selain itu, saya juga menyediakan tempat dan pelatihan
membaca dan menghafal alqur’an di luar jam pelajaran
sekolah.
8. Apakah guru
memberikan hadiah
atau hukuman
terhadap anak
“ya guru memberikan hadiah baik secara verbal, materi,
dan biasanya dengan nilai. Misalnya jika ada sisiwa yang
dapat menghafal sepuluh surat akan diberi hadian uang
dalam bidang PAI?
Apa problemnya?
sepuluh ribu. Selain itu, pujian ketika anak dapat
berjamaah sholat, bisa menghafal dan sebagainya.
Problemnya: adanya hadiah kadang anak mempunyai
niatan semata-mata karena imbalan.
9. Apakah guru
memberikan
contoh yang baik
kepada anak?
khususnya dalam
bidang PAI
“guru memberikan contoh kaitannya dengan kegiatan
sholat, membaca al-qur’an dan puasa-puasa Sunnah. Dan
kalau menurut saya guru PAI itu harus memberikan contoh
pada siswanya, jika tidak itu akan jadi lucu.
10. Apakah guru
membiasakan anak
berperilaku baik?
Khususnya dalam
bidang PAI
“guru membiasakan siswa untuk sholat berjamaah,
membaca asmaul husna setiap sebelum pembelajaran PAI
di mulai, membiasakan berperilaku yang baik berkaitan
dengan muamalah, syariat dan lain sebagainya. Selain itu,
guru juga membiasakan siswa untuk berbicara yang sopan
terhadap orang yang lebih tua.
DOKUMENTASI
1. KEGIATAN WAWANCARA DI SMPN 7 SALATIGA
WAWANCARA DENGAN KEPALA SEKOLAH SMPN 7 SALATIGA
WAWANCARA DENGAN PENANGGUNG JAWAB PROGRAM PARENTING
2. KEGIATAN PAGUYUBAN
SAMBUTAN DARI PENANGGUNG JAWAB PROGRAM PARENTING DI ACARA
PAGUYUBAN ORANG TUA
ORANG TUA SISWA MENGHADIRI KEGIATAN PAGUYUBAN
3. KEGIATAN WORKSHOP PROGRAM PARENTING
PEMATERI DARI LUAR AHLI DI BIDANG PARENTING
KEPALA SEKOLAH MEMIMPIN JALANNYA ACARA
4. KEGIATAN KEAGAMAAN DI SEKOLAH
SHALAT DZUHUR BERJAMA’AH DI MUSOLA
MUJAHADAH BERSAMA DI LAPANGAN SEKOLAH
5. KEGIATAN ESQ SPIRITUAL SISWA
KEPALA SEKOLAH MEMIMPIN JALANNYA ESQ
SISWA MEMPERHATIKAN JALANNYA ESQ
Recommended