View
299
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
STABILITAS DAN AKTIVITAS ANTIOKSIDAN ANTOSIANIN PADA
PRODUK MINUMAN CAMPURAN SARI BUAH DAN SAYUR
(APEL, ANGGUR, BLACKCURRANT, BLUEBERRY, PURPLE CARROT)
SKRIPSI
Agnesya Adifilia
062109049
PROGRAM STUDI KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS PAKUAN
BOGOR
2013
STABILITAS DAN AKTIVITAS ANTIOKSIDAN ANTOSIANIN PADA
PRODUK MINUMAN CAMPURAN SARI BUAH DAN SAYUR
(APEL, ANGGUR, BLACKCURRANT, BLUEBERRY, PURPLE CARROT)
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat dalam memperoleh gelar Sarjana Sains (S.Si)
pada Program Studi Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Pakuan, Bogor
Disusun oleh:
Agnesya Adifilia
062109049
PROGRAM STUDI KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS PAKUAN
BOGOR
2013
ii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan YME karena atas berkah,
rahmat, dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan seminar
dengan judul “Stabilitas dan Aktivitas Antioksidan Antosianin pada Produk
Minuman Sari Buah Campuran Buah dan Sayur (Apel, Anggur, Blackcurrant,
Blueberry, Purple Carrot)”. Selama penelitian serta tersusunnya skripsi ini,
penulis banyak mendapatkan bantuan baik moral maupun material dari berbagai
pihak. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terimakash kepada:
1. Orang tua tercinta, mamih dan papih atas segala cinta kasih dan doa yang
tidak pernah putus diberikan, semangat dan pengertian serta perjuangan
yang telah dilakukan.
2. Dr. Tri Panji, M.S., sebagai pembimbing skripsi yang telah memberikan
bimbingan, dukungan serta nasehat yang membangun kepada penulis
selama penelitian, dan penyelesaian tugas akhir.
3. Drs. Husain Nashrianto, M.S sebagai dosen pembimbing skripsi yang
banyak memberikan dukungan serta masukan dalam penelitian dan
penyelesaian laporan skripsi.
4. Kakakku Filix Leon Christian serta mba Istien atas dorongan dan
semangat yang diberikan.
5. Teman-teman di PT. Heinz ABC Indonesia serta di PT. Halim Sakti
Pratama yang selalu memberi dukungan.
6. Aa Dikri yang menemani proses pengetikan skripsi ini.
7. Teman-temanku di jurusan kimia FMIPA Universitas Pakuan telah
bersama-sama selama empat tahun yang indah dan berkesan .
8. Julia, Desti, Yuyun, serta Rizky yang selalu bersama-sama di Universitas
Pakuan dan selalu membantu dalam kerja kelompok.
9. Seluruh Staf Pengajar, Staf Program Studi dan Staf Perpustakaan yang
telah membantu penulis secara langsung maupun tidak langsung.
Penulis menyadari dalam penulisan skripsi ini masih banyak
kekurangan. Namun demikian, penulis berharap semoga skripsi ini memberikan
manfaat bagi semua pihak yang membutuhkan termasuk kalangan akademis,
iii
sebagai data dalam pengembangan ilmu pengetahuan, tambahan wawasan dan
masukan, serta sebagai bahan mjukan bagi penelitian serupa. Akhirnya hanya
ucapan terima kasih yang dapat penulis haturkan kepada semua pihak yang
mungkin terlupa untuk disebutkan.
Bogor, Mei 2013
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR…………………………………………………...... i
DAFTAR ISI……………………………………………………………..... iii
DAFTAR TABEL ………………………………………………………… v
DAFTAR GAMBAR……………………………………………………… vii
DAFTAR LAMPIRAN…………………………………………………... viii
BAB I PENDAHULUAN………………………………………………… 1
1.1. Latar Belakang…………………………………………………... 1
1.2. Rumusan Masalah……………………………………………….. 3
1.3. Hipotesis………………………………………………………… 3
1.4. Tujuan Penelitian………………………………………………... 3
1.5. Manfaat Penelitian………………………………………………. 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA…………………………………………. 4
2.1 Buah Blackcurrant……………………………………………… 4
2.2 Anggur…………………………………………………………… 7
2.3 Blueberry………………………………………………………… 11
2.3.1 Komposisi Blueberry………………………………….................. 12
2.4 Purple Carrot…………………………………………………….. 14
2.5 Apel……………………………………………………………… 16
2.6 Radikal Bebas…………………………………………………… 20
2.7 Antioksidan………………………………………………………. 20
2.8 Komponen Bioaktif……………………………………………… 22
2.8.1 Senyawa Fenolik…………………………………………………. 22
2.8.1.1 Antosianin………………………………………………………... 23
2.8.2 Senyawa Non Fenolik……………………………………………. 26
2.8.2.1 Asam Askorbat (Vitamin C)……………………………………... 27
2.8.2.2 Alkaloid………………………………………………………….. 28
2.8.2.3 Terpenoid/ Steroid……………………………………………….. 28
2.8.2.4 Saponin…………………………………………………………… 29
2.9 Minuman Campuran Sari Buah dan Sayur (Apel, Anggur,
Blackcurrant, Blueberry, Purple
Carrot)……………………………………………………………. 29
2.10 Uji Aktivitas Penangkap Radikal Bebas…………………………. 31
2.11 Kromameter……………………………………………………… 31
BAB III BAHAN DAN METODE……………………………………….. 35
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian……………………………………. 35
3.2 Bahan dan Alat…………………………………………………... 35
3.3 Metode Kerja…………………………………………………….. 35
3.3.1 Persiapan Pembuatan Model Minuman…..……………………… 36
3.3.2 Penelitian Utama…………..…………………………………….. 36
3.4 Analisis…………………………………………………………... 36
3.4.1 Nilai pH………………………………….………………………. 37
3.4.2 Total Asam Tertitrasi.…………………………………………… 37
3.4.3 Total Padatan Terlarut……….………………………………….. 37
3.4.4 Analisis Warna dengan Kromameter..………………………….. 37
iii
3.4.5 Analisis Aktivitas Antioksidan…………….…………………… 37
BAB IV HASIL & PEMBAHASAN…………………………………….. 40
4.1 Uji Stabilitas pH………………………………………………… 40
4.2 Uji Stabilitas Total Asam Tertitrasi……………………………... 42
4.3 Uji Stabilitas Total Padatan Terlarut……………………………. 43
4.4 Uji Stabilitas Warna…………………………………………….. 44
4.5 Uji Aktivitas Antioksidan Metoda DPPH………………………. 48
BAB V KESIMPULAN & SARAN 53
5.1 Kesimpulan……………………………………………………… 53
5.2 Saran…………………………………………………………….. 54
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………... 55
LAMPIRAN………………………………………………………………. 64
iv
DAFTAR TABEL
No Halaman
1 Total fenolik (µmol GA/g) dan total antosianin (mg Cy3G/L) di
dalam kultivar blackcurrant……………………………………………….. 5
2 Komposisi Buah Blackcurrants………………………………………. 6
3 Senyawa fenol pada bagian anggur dan produknya………………….. 8
4 Kandungan Nutrient Buah Anggur…………………………………... 9
5 Kapasitas antioksidan dari ekstrak dari berbagai anggur dan produk-
produknya.……………………………………………………………
10
6 Kandungan Nutrient buah blueberry ………………………………… 12
7 Kandungan Flavonoid Blueberry ……………………………………. 13
8 Kandungan Proantosianin Blueberry …………………………........... 13
9 Aktivitas antioksidan, total fenol, total karotenoid dan β-karoten
pada wortel kuning, oranye, dan ungu komersial…………………….
16
10 Kandungan Nutrisi Buah Apel ………………………………………. 17
11 Kandungan polifenol (mg GAU 10-2 g-1 FW), kapasitas antioksidan
dari ekstrak hidrofilik (mg Trolox g-2 FW; TEAC-values) dan
ekstrak lipofilik (mE g-1 FW) pada kultivar apel terseleksi saat
panen ( Mean ± SE)…………………………………………………... 19
12 Antioksidan yang diijinkan dalam makanan…………………………. 21
13 Kandungan antosianin pada beberapa jenis buah dan sayur…………. 25
14 Spesifikasi Mutu …………………………………………………….. 30
15 Deskripsi warna berdasarkan °Hue………………………………….. 34
16 Nilai Derajat Keasaman Selama Penyimpanan dalam Suhu Ruang..... 40
17 Uji Stabilitas Total Asam Tertitrasi pada ketiga formulasi minuman
dengan penyimpanan pada suhu ruang………………………………. 42
18 Uji Stabilitas Total Padatan Terlarut pada ketiga macam formulasi
dengan penyimpanan pada suhu ruang………………………………. 44
19 Data Analisa warna minuman campuran sari buah dan sayur selama
penyimpanan dalam suhu ruang……………………………………… 45
v
vi
DAFTAR GAMBAR
No Halama
n 1 Buah Blackcurrant ………………………..…………………… 5
2 Buah anggur merah……………….…………………………….. 7
3 Struktur kimia beberapa senyawa fenolik buah Anggur………… 8
4 Blueberry………………………………….....................................
.
11
5 Purple Carrot/ Wortel ungu……………………………………… 14
6 Apel……………………………………………………………… 18
7 Reaksi DPPH dengan antioksidan……………………………….. 22
8 Struktur umum senyawa fenol…………………………………… 22
9 Struktur kimia dasar antosianin fruktosa…………………………. 24
10 Reaksi metabolisme asam askorbat (vitamin C)…………………. 28
11 Diagram Warna Hunter L, a,
b….…………………………………
29
12 Bola Imajiner Munsell……………………………………………. 33
13 Perbandingan Nilai L (Lighhtness/ kecerahan) pada kedua sampel
selama penyimpanan dalam suhu ruang………………………….
46
14 Perbandingan Nilai a (derajat kemerahan) pada kedua sampel…...
….selama penyimpanan dalam suhu
ruang………………………….
47
15 Perbandingan Nilai b (derajat kekuningan) pada kedua sampel…..
…selama penyimpanan dalam suhu
7ruang…………………………..
47
16 Perbandingan % Inhibisi ketiga
sampel……………………..………….
49
17 Hubungan ketiga sampel dengan Nilai IC50 selama penyimpanan..
Penyimpanan49 dalam suhu ruang selama 8 minggu
50
vii
DAFTAR LAMPIRAN
No Halaman
1 Bagan Alir Pembuatan Sari Buah
Campuran……………………..
64
2 Bagan alir analisis
produk……….………………………………..
65
3 Data Hasil Analisa
pH………………………………………………….
66
4 Data Hasil Analisis Total Asam
Tertitrasi……………………………...
67
5 Data Hasil Analisis Total Padatan
Terlarut……………………………
68
6 Data Hasil Analisis
Warna……………………………………………..
69
7 Data Analisa Aktivitas antioksidan sampel
A……………………
70
8 Hasil Analisa Aktivitas Antioksidan Sampel
B…………………..
72
9 Data Hasil Analisa Aktivitas Antioksidan Sampel
C……………..
74
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Radikal bebas diketahui memiliki reaktivitas yang tinggi sehingga
dapat memicu reaksi berantai dalam sel tubuh. Hal ini dapat merusak sel dan
akan menyebabkan munculnya berbagai penyakit dalam tubuh, seperti
inflamasi, kanker, katarak dan penuaan dini. Selain itu, juga dapat
menyebabkan penyakit kardiovaskular dan aterosklerosis (Hertog et al.,
1995). Aktivitas radikal tersebut dapat dihambat oleh antioksidan.
Antioksidan alami mampu melindungi tubuh terhadap kerusakan yang
disebabkan oleh spesies oksigen reaktif, dan mampu menghambat terjadinya
penyakit degradatif, serta mampu menghambat peroksidase lipid makanan.
Antioksidan alami umumnya mempunyai gugus fenolik dalam struktur
molekulnya. Antioksidan dapat diperoleh dari asupan makanan yang banyak
mengandung vitamin C, vitamin E, β-karoten, dan senyawa fenolik.
Pada saat ini sari buah minuman yang dikeluarkan salah satu
perusahaan Food & Beverages untuk kategori jus premium adalah minuman
campuran sari buah dan sayur yang terdiri dari apel, anggur, blackcurrant,
blueberry, dan purple carrot mengandung senyawa fitokimia (polifenol dan
antosianin). Antosianin adalah senyawa yang memberi warna tipikal ungu tua
pada tanaman beri. Sedangkan senyawa antosianin pada blackcurrant terdiri
dari delfinidin-3-O-glukosida, sianidin-3-O-glukosida, dan sianidin-3-O-
rutinosida. Anggur memiliki banyak manfaat kesehatan karena mengandung
berbagai jenis senyawa metabolit sekunder, terutama golongan flavonoid
antosianin, serta resveratol. Penelitian lain mengungkapkan bahwa senyawa
aktif di dalam anggur mampu meningkatkan kerja sel endotelial yang
berperan dalam memperlancar aliran darah dalam arteri terkait dengan
aktivitasnya terhadap sel-sel otot halus. Melalui mekanisme ini, risiko terkena
serangan jantung dapat berkurang. Di dalam tubuh, senyawa flavonoid
anggur dapat meningkatkan produksi lemak baik (HDL) sekaligus
2
menurunkan trigliserida yang beredar di dalam darah (Pastrana-Bonilla et al.,
2003). Blueberry mempunyai kapasitas antioksidan yang tinggi, dimana
sangat berkorelasi dengan kandungan antosianinnya dan kandungan total
fenolik (Kalt dan Dufour 1997; Prior et al. 1998). Hal ini dibuktikan dengan
hasil yang tinggi pada Oxygen Radical Absorbance Capacity (ORAC), yaitu
suatu metode untuk mengukur aktivitas antioksidan, dibandingkan dengan
buah-buahan dan sayur-sayuran lain; aktivitas ORAC sangat berkorelasi
dengan kandungan antosianin (Piors et al., 1998).
Antosianin adalah pigmen yang larut dalam air yang bertanggung
jawab atas warna merah, biru, dan ungu pada warna tanaman. Ketertarikan
secara komersial pada antosianin semakin meningkat karena kandungannya
yang bagus dalam hal warna dan keuntungan dari segi kesehatannya (Espin et
al., 2000; Camire, 2002). Antosianin merupakan salah satu sub kelas
flavonoid yang penting bagi tanaman. Senyawa ini menarik perhatian
serangga sehingga membantu tanaman dalam proses penyerbukan. Antosianin
juga mampu melindungi jaringan tanaman dari photoinhibition dan oksidasi
yang diakibatkan oleh proses fotosintesis (Einbond 2003). Menurut Lestario
et. al. (2003), antosianin juga dapat berperan sebagai sumber antioksidan.
Antioksidan dari antosianin ini relatif lebih aman dibandingkan dengan
antioksidan sintetis yang memungkinkan promosi karsinogenesis, karena
buah ini sudah biasa dikonsumsi sejak lama namun tidak ada laporan
mengenai efek samping yang ditimbulkan.
Kandungan antosianin dan aktivitas antioksidan pada produk
minuman sari buah dan sayur setelah pengolahan tidak sebesar buah segar,
terlebih jika penanganan produk akhir kurang tepat dan produk tidak
langsung dikonsumsi. Penyimpanan mungkin akan mempengaruhi kadar
antosianin yang akan berpengaruh pada tingkat aktivitas antioksidan pada
produk minuman. Karena itu, dinilai penting untuk mengetahui bagaimana
stabilitas antosianin pada produk minuman sari buah dan sayur.
3
1.2. Rumusan Masalah
Pigmen antosianin di dalam sari buah campuran apel, anggur,
blackcurrant, blueberry dan purple carrot sangat mudah teroksidasi. Oleh
sebab itu perlu penambahan antioksidan lain berupa vitamin C untuk
mempertahankan aktivitas antioksidan tersebut. Aktivitas dan stabilitas
antosianin dalam sari buah campuran apel, anggur, blackcurrant, blueberry,
dan purple carrot akan diamati pada penelitian ini.
1.3. Hipotesis
1. Apel, anggur, blackcurrant, blueberry, dan purple carrot mempunyai
kandungan antosianin yang sangat berkorelasi dengan aktivitas
antioksidan.
2. Stabilitas antioksidan sari buah campuran apel, anggur, blackcurrant,
blueberry, dan purple carrot dapat ditingkatkan dengan penambahan
vitamin C.
1.4. Tujuan Penelitian
1. Mengetahui aktivitas antioksidan minuman campuran sari buah dan sayur
yang kaya akan antosianin yaitu apel, anggur, blackcurrant, blueberry,
purple carrot.
2. Mengetahui aktivitas antioksidan minuman campuran sari buah dan sayur
yang kaya akan antosianin yaitu apel, anggur, blackcurrant, blueberry,
purple carrot yang telah ditambah vitamin C.
3. Mengetahui pengaruh vitamin C terhadap aktivitas antioksidan minuman
campuran sari buah dan sayur (apel, anggur, blackcurrant, blueberry,
purple carrot).
1.5. Manfaat Penelitian
Dari hasil penelitian ini, diharapkan dapat memperbaiki stabilitas
antioksidan bahan aktif dalam minuman sari buah campuran apel, anggur,
blackcurrant, blueberry, purple carrot dengan menambahkan vitamin C yang
sekaligus memperbaiki stabilitas dan nilai gizi minuman tersebut.
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Buah Blackcurrant
Blackcurrant (Ribus nigrum) atau plum adalah tanaman semak yang
mempunyai buah dengan membentuk bulat berwarna keunguan. Buah ini
mempunyai bentuk yang mirip dengan buah anggur, namun berukuran lebih kecil.
Buah ini berasal dari benua Eropa pada abad ke-17, lalu menyebar ke Asia Utara.
Gambar 1. Buah Blackcurrant
Buah blackcurrant yang berwarna keunguan ini adalah species Ribes
nigrum dari family Grossulariaceae. Buah blackcurrant mengandung berbagai
vitamin yaitu vitamin A, B1, B2, B3, B5, dan vitamin B6. Kandungan vitamin C
pada buah ini sangat tinggi, yaitu 302% nilai asupan harian per 100 gram. Selain
itu blackcurrant juga mengandung mineral, kalsium, besi, magnesium, fosfor, dan
seng. Blackcurrant juga mengandung senyawa fitokimia (polifenol dan
antosianin). Antosianin adalah senyawa yang memberi warna tipikal ungu tua
pada tanaman. Sedangkan senyawa antosianin pada blackcurrant terdiri dari
delfinidin-3-O-glukosida, sianidin-3-O-glukosida, dan sianidin-3-O-rutinosida
(Anonim, 2013).
5
Tabel 1. Total fenolik (µmol GA/g) dan total antosianin (mg Cy3G/L) di dalam
kultivar blackcurrant 1
kultivar Total kandungan fenolik Total Anthocyanin Content
(µmol GA/g)2 (mg Cy3G/L)
3
Ben Alder 137 ± 11a 61 ± 6
a
Ben Nevis 163 ± 2b 75 ± 6
b
Ben Sarek 132 ± 4a 30 ± 1
c
Lentiay 94 ± 8c 29 ± 1
c
1 nilai yang ditampilkan adalah mean±SD (n=3). Perbedaan huruf superskrip mengindikasikan
perbedaan signifikan (p<0.05)
2 Hasil dari total fenolik adalah micromol asam galat per gram dari sampel freeze-dried.
3 Total antosianin adalah miligram equivalent (cyanidin 3-glucoside) per liter ekstrak.
Sumber: Beheshti, 2008
Konsumsi blackcurrant telah diklaim bermanfaat dalam pencegahan dan
pengobatan banyak penyakit . Misalnya , penyakit kardiovaskular dengan
mengurangi koagulabilitas trombosit , meningkatkan filterability darah dan
penetrasi kapiler , dan dengan memiliki efek pada aorta dada , seperti yang diuji
pada tikus ( Matsumoto et al., 2005) . Hal ini juga telah dilaporkan oleh
Matsomoto et al . (2005 ) yang menunjukkan bahwa gejala subjektif dari
kelelahan kepala, leher, lengan, mata dan punggung bawah selama dua jam
mengetik pekerjaan dapat dikurangi dengan mengkonsumsi blackcurrant. Banyak
penelitian telah diteliti lebih lanjut pengaruh blackcurrant dalam peningkatan
fungsi visual (Matsumoto et al , 2005; Nakajima et al , 2004) .
Komposisi gizi buah blackcurrant bervariasi tergantung pada tingkatan
pertumbuhan, kadar gula, anthocyanin, dan perubahan kandungan asam pada saat
pematangan. Kondisi lingkungan juga dapat menyebabkan perbedaan komposisi,
hal ini terjadi pula pada tanaman seperti bayberry, blackcurrant, blackberry,
raspberry, strawberry, blueberry, cowberry, cranberry, dan redcurrant (Amakura
6
et al., 2000). Komposisi buah blackcurrant yang paling utama adalah air, serat
kasar, dan karbohidrat, untuk lebih lengkapnya disajikan dalam tabel 2.
Tabel 2. Komposisi Buah Blackcurrant
Jumlah Energi (rata-rata) per 100g 168 kJoule
Komposisi Utama gram
Air 81.30
Total Serat Kasar 6.78
Karbohidrat 6.11
Asam Organik 2.63
Protein 1.28
Mineral 0,80
Lemak 0.22
Total Dietary Fibre (Solubleand Insoluble) gram
Sellulosa 1.950
Pectin 1.700
Lignin 1.450
Xexosan 1.270
Pentosan 0.450
Karbohidrat gram
Fructose 3.071
Glucose 2.348
Sukrosa 0.692
Asam Buah
Asam Sitrat 2391
Asam Malat 235
Asam Quinic 35
Sumber: www.blackcurrantfoundation.com
7
2.2. Anggur
Anggur merupakan tanaman buah berupa perdu merambat yang termasuk
ke dalam keluarga Vitaceae. Buah ini biasanya digunakan untuk membuat jus
anggur, jelly, minuman anggur, minyak biji anggur dan kismis, atau dimakan
langsung. Saat ini ada tiga species utama dari anggur: anggur eropa (Vitis
vinifera), anggur amerika utara (Vitis labrusca dan Vitis rotundifolia) dan French
hybrids.
Gambar 2. Buah anggur merah
Buah ini juga dikenal karena mengandung banyak senyawa polifenol dan
resveratol yang berperan aktif dalam berbagai metabolisme tubuh, serta mampu
mencegah terbentuknya sel kanker dan berbagai penyakit lainnya. Aktivitas ini
juga terkait dengan adanya senyawa metabolit sekunder di dalam buah anggur
yang berperan sebagai senyawa antioksidan yang mampu menangkal radikal
bebas.
Tanaman ini sudah dibudidayakan sejak 4000 SM di Timur Tengah. Akan
tetapi, proses pengolahan buah anggur menjadi minuman anggur baru ditemukan
pada tahun 2500 SM oleh bangsa Mesir. Hanya beberapa waktu berselang, proses
pengolahan ini segera tersebar luas ke berbagai penjuru dunia, mulai dari daerah
di Laut Hitam, Spanyol, Jerman, Perancis, dan Austria. Penyebaran buah ini
berkembang samakin pesat dengan adanya perjalanan Colombus yang membawa
buah ini mengitari dunia.
Anggur mengandung bermacam-macam unsur hara, seperti vitamin,
mineral, karbohidrat, serat makanan, dan fitokimia. Polifenol adalah senyawa
fitokimia yang paling penting di dalam buah anggur karena mereka bermanfaat
bagi kesehatan. Senyawa fenolik yang terkandung di dalam anggur termasuk
antosianin, flavanol, stilbenes (resveratrol) dan asam fenolat. Antosianin adalah
pigmen yang terkandung pada kulit anggur. Flavonoid terdistribusi banyak di
8
anggur, khususnya di dalam biji dan batang yang mengandung katekin, epikatekin
dan polimer procyanidin . antosianin adalah polifenol utama yang terdapat pada
anggur merah. Total konsentrasi senyawa fenol sekitar 2178.8, 374.6, 23.8, dan
351,6 mg/g GAE (gallic acid equivalent) di dalam biji, kulit, daging dan daun
(Xia et al., 2010).
Table 3. Senyawa fenol pada bagian anggur dan produknya
Sumber Senyawa fenolik
Biji gallic acid, (+)-catechin, epicatechin, dimeric procyanidin,
proanthocyanidins Kulit Proanthocyanidins, ellagic acid, myricetin, quercetin, kaempferol, trans-
resveratrol Daun myricetin, ellagic acid, kaempferol, quercetin, gallic acid
Batang rutin, quercetin 3-O-glucuronide, trans-resveratrol, astilbin
Raisin hydroxycinnamic acid, hydroxymethylfurfural
Red wine malvidin-3-glucoside, peonidin-3-glucoside, cyanidin-3-glucoside,
petunidin-3-glucoside, catechin, quercetin, resveratrol, hydroxycinnamic
acid
Sumber : Xia et al., 2010
Penelitian lain mengungkapkan bahwa senyawa aktif di dalam anggur
mampu meningkatkan kerja sel endotelial yang berperan dalam memperlancar
aliran darah dalam arteri terkait dengan aktivitasnya terhadap sel-sel otot halus.
Melalui mekanisme ini, risiko terkena serangan jantung dapat berkurang. Selain
itu, anggur juga mengandung banyak senyawa antioksidan yang daya kerjanya
lebih kuat daripada vitamin C dan vitamin E. Di dalam tubuh, senyawa flavonoid
anggur dapat meningkatkan produksi lemak baik (HDL) sekaligus menurunkan
trigliserida yang beredar di dalam darah (Pastrana-Bonilla et al., 2003).
Gambar 3. Struktur kimia beberapa senyawa fenolik buah Anggur
Sumber: Xia et al., 2010
9
Tabel 4. Kandungan nutrient buah anggur
Anggur merah atau hijau
Nilai nurtrisi per 100 g (3.5 oz)
Energi 288 kJ (69 kcal)
Karbohidrat 18.1 g
- Gula 15.48 g
- Serat pangan 0.9 g
Lemak 0.16 g
Protein 0.72 g
Thiamine (Vit. B1) 0.069 mg (5%)
Riboflavin (Vit. B2) 0.07 mg (5%)
Niacin (Vit. B3) 0.188 mg (1%)
Pantothenic acid (B5) 0.05 mg (1%)
Vitamin B6 0.086 mg (7%)
Folate (Vit. B9) 2 μg (1%)
Vitamin B12 0 μg (0%)
V itamin C 10.8 mg (18%)
Vitamin K 22 μg (21%)
Calcium 10 mg (1%)
Iron 0.36 mg (3%)
Magnesium 7 mg (2%)
Manganese 0.071 mg (4%)
Phosphorus 20 mg (3%)
Potassium 191 mg (4%)
Sodium 3.02 mg (0%)
Zinc 0.07 mg (1%)
Persentase merujuk kepada rekomendasi Amerika Serikat untuk dewasa.
Sumber: Bhagwat et al. (2013)
Bioaktivitas senyawa fenolik dari anggur sering dipelajari secara luas,
terutama karakteristik antioksidan termasuk antiradikal bebas, penghambatan lipid
oksidasi, reduksi pembentukan hidroperoksidam dan sebagainya (Meyer et al.,
1997). Beberapa metode yang digunakan untuk mengevaluasi kapasitas
antioksidan senyawa fenolik diekstraksi dari berbagai buah anggur atau bagian
yang berbeda dari anggur, sepertimetode 1,1-difenil-2-picryhidrazyl (DPPH),
10
oxygen radical absorbance capacity (ORAC) assay, crocin bleaching assay
(CBA), 2,2’-azino-bis-(3-ethylbenzothiazoline-6-sulfonic acid) (ABTS) assay, the
thiobarbituric acid reactant substances (TBARS), Trolox equivalent antioxidant
capacity (TEAC) assay,, and the ferric reducing antioxidant power (FRAP) assay.
Tabel 5. Kapasitas antioksidan dari ekstrak dari berbagai anggur dan produk-
produknya.
Sumber TEAC FRAP DPPH ORAC
grape pomace 0.91 g/L
(EC50) -
0.20 g/L
(EC50) -
defatted grape
seed
36.36
mol TE/100g
21,6
mol TE.100 g - -
biji
keseluruhan
76.3
mol TE/100 g
58.4
mol TE/100 g - -
biji anggur 281.3
µmol TE/g -
16.8 -92
mmol TE/g
42,18
mmol
TE/g
kulit - - 15.7-113.3
mmol TE/g
36,40
mmol
TE/g
daun 236.1
µmol TE/g - - -
kulit 12.8
µmol TE/g - - -
daging buah 2.4 µmol
TE/g - - -
grape juice 25 mmol
TE/L
32
mmol Fe2+/L
15
mmol TE/L -
grape wine - 8.8 µmol TE/g 22.9-26.7
µmol TE/g
10.724
µmol/L
Sumber: Xia et al., 2010
11
2.3. Blueberry
Blueberry termasuk tanaman yang berasal dari keluarga berry yang berasal
dari Amerika Utara. Tanaman ini termasuk dalam genus Vaccinium, bagian
Cyanococcus. Spesies ini tumbuh di Amerika Utara. Berupa semak yang
ukurannya mulai 10 cm hingga 4 m; spesies terkecil dikenal sebagai bluberry
semak rendah (sama dengan liar), dan spesies terbesar adalah blueberry semak
tinggi. Daunnya berganti atau hijau sepanjang tahun, ovate hingga lanceolate, dan
mulai 1-8 cm panjangnya dan lebar 0.5-3.5 cm. Bunganya berbentuk bel, putih,
merah atau merah muda pucat, kadang-kadang kehijau-hijauan.
Blueberry mempunyai kapasitas antioksidan yang tinggi, dimana sangat
berkorelasi dengan kandungan antosianinnya dan kandungan total fenolik (Kalt
dan Dufour 1997; Prior et al., 1998). Hal ini dibuktikan dengan hasil yang tinggi
pada Oxygen Radical Absorbance Capacity (ORAC), yaitu suatu metode untuk
mengukur aktivitas antioksidan, dibandingkan dengan buah-buahan dan sayur-
sayuran lain; aktivitas ORAC sangat berkorelasi dengan kandungan antosianin
(Pior et al., 1998). Antosianin adalah pigmen yang larut dalam air yang
bertanggung jawab atas warna merah, biru, dan ungu pada warna tanaman.
Ketertarikan secara komersial pada antosianin semakin meningkat karena
kandungannya yang bagus dalam hal warna dan keuntungan dari segi
kesehatannya (Espin et al., 2000; Camire, 2002).
Gambar 4. Blueberry
12
2.3.1 Komposisi Blueberry
Satu cup penyajian blueberry mengandung 14% DV dari fiber. Blueberry
adalah sumber dari vitamin A, vitamin C, Kalium dan folat. Blueberry sangat
rendah dalam kandungan lemak dan Natrium.
Tabel 6. Kandungan Nutrient buah blueberry
Nutrients 72.5 g 100 g Satuan
Proksimat Food Energy 41.50 57 Kcal
Protein 0.54 0.74 g
Total lipid (fat) 0.24 0.33 g
Karbohidrat 10.51 14.49 g
Dietary Fiber 1.75 2.40 g
Abu 0.18 0.24 g
Air 61.05 84.21 mg
Mineral Calcium 4.50 5.00 mg
Tembaga 0.04 0.06 mg
Besi 0.20 0.28 mg
Magnesium 4.50 5.00 mg
Mangan 0.24 034 mg
Fosfor 8.50 12.00 mg
Kalium 56.00 77.00 mg
Selenium 0.05 0.10 mg
Natrium 0.5 1.00 mg
Seng 0.12 0.16 mg
Vitamin Vitamin C 7.05 9.70 mg
Thiamin 0.03 0.04 mg
Riboflavin 0.03 0.04 mg
Niacin 0.30 0.12 mg
Panthotehnic acid 0.09 0.05 mg
Vitamin B-6 0.04 5.00 mg
Folat 4.50 54.00 µg
Vitamin A, IU 39.00 0.57 IU
Vitamin E 0.42 mg ATE
Sumber : Bhagwat et al. (2013)
Berdasarkan database USDA untuk flavonoid diketahui type dari senyawa
flavonoid blueberry dan variasi biologinya termasuk didalamnya antioksidan,
antimikrobial, potensi antikarsinogen, dan efek perlindungan. Di dalam tabel
13
berikut disajikan data kandungan flavonoid blueberry serta kandungan
proantosianidin.
Tabel 7. Kandungan Flavonoid Blueberry
Sub Kelas Flavonoid
Rata-rata
mg/100 g
takaran saji
Minimal Maksimal Jumlah
sampel
Antosianidin
Cyanidin 15.02 4.79 28.72 12
Delphinidin 29.54 20.82 47.37 12
Malvidin 49.21 32.95 69.44 12
Peonidin 7.05 1.01 19.37 12
Petunidin 11.73 7.19 18.25 12
Flavan-3-ols (-)-
Epicathchin 1.11 1.11 1.11 4
Flavonols Myrecetin 0.82 0 2.60 6
Quercetin 3.11 1.70 7.30 7
Sumber: Bhagwat et al. (2013)
Tabel 8. Kandungan Proantosianin Blueberry
Proantosianidin Rata-rata mg/100 g
takaran saji Minimal Maksimal Jumlah sampel
Monomers 3.46 2.07 5.58 11
Dimers 5.71 1.66 9.48 11
Trimers 4.15 0.73 7.37 11
4-6mers 19.57 15.75 26.04 8
7-10mers 14.55 10.99 17.4 8
polymers 129.05 58.37 200.62 8
Sumber: Bhagwat et al. (2013)
14
2.4 Purple Carrot / Wortel Ungu
Wortel adalah salah satu jenis sayuran akar yang dianggap bergizi dan
baik untuk kesehatan. Umumnya, oranye dan ungu, merah, putih, atau kuning
varietas juga tersedia. Wortel ini berwarna gelap sangat bergizi dan
mempromosikan banyak manfaat sehat untuk konsumen. Selain itu, secara luas
sebagai pengganti bahan kimia dan pewarna sintetis karena warna ungu wortel ini
membuat produk pewarna alami.
Gambar 5. Purple Carrot/ Wortel ungu
Konsumsi wortel (Daucus carota L.) meningkat terus karena dikenal
sebagai sumber antioksidan alami dengan aktivitas antikanker (Sharma et al.,
2012). Wortel merupakan sumber dari senyawa fitokimia, termasuk fenolat (Babic
et al., 1993) dan karotenoid (Blok, 1994).
Meningkatnya ketertarikan terhadap wortel berwarna disebabkan oleh
aktivitas antioksidan yang tinggi dan kandungan gizi telah dilaporkan (Alasalvar
et al., 2001; Alasalvar et al., 2005;Grassmann et al., 2007). Secara khusus, wortel
ungu, sebagai ungu-kuning atau ungu-oranye, memiliki kapasitas antioksidan dan
kandungan antioksidan yang lebih tinggi dibandingkan dengan warna lain (Sun et
al., 2009).
Baru-baru ini, hibrida baru wortel berwarna telah dikomersialisasikan.
Secara khusus,wortel kuning dan ungu (yang terakhir disebutkan juga bernama
Daucus carota ssp. sativus var. Atrorubens Alef.) pertama kali dikenal di negara-
negara oriental (seperti Afghanistan dan Turki) sekitar sepuluh abad yang lalu dan
sejak saat itu dibudidayakan di Asia dan Eropa. Akhirnya, bukti-bukti
menunjukkan bahwa wortel berwarna telah hadir di Italia setidaknya sejak abad
15
13-14 M (Rubatzky et al, 1999;. Baranski et al, 2012). Di wilayah Puglia (Italia
Selatan), jenis tanaman multi warna disebut juga kuning-ungu Polignano wortel
telah tumbuh sejak tahun 1940 yang dibudidayakan oleh petani lokal. Panjang
wortel tersebut berkisar dari 15 sampai 25 cm, sedangkan diameter bisa mencapai
5 cm. Mereka mempunyai ciri khas dengan rasa manis khusus, kerenyahan dan
aroma dan dengan berbagai macam warna di eksternal (inti luar atau korteks)
maupun internal (inti) jaringan akar. Korteks pigmentasi atau warna berkisar dari
kuning atau oranye tua sampai ungu tua, sedangkan inti jaringan akar berwarna
kuning pucat sampai hijau muda. Jenis tanaman ini dapat mencapai harga yang
sangat baik, umumnya dua atau tiga kali lebih mahal dibandingkan dengan wortel
oranye komersial.
Nutrisi yang hadir dalam wortel mentah hancur ketika mereka dimasak
sehingga wortel mentah manfaat kesehatannya jauh lebih tinggi daripada yang
dimasak. Kandungan nutrisi purple carrot terdiri dari karbohidrat, gula, serat,
protein, lemak, vitamin A, B1, B2, B3, B6, B9, C serta mineral Kalsium, besi,
magnesium, kalium, natrium, fosfat.
Dengan nutrisi di atas, purple carrot juga mengandung antosanin, pigmen
yang merupakan antioksidan yang sangat efektif yang menghancurkan radikal
bebas yang sangat berbahaya dalam tubuh dan begitu banyak kerusakan dalam
tubuh dicegah.
Wortel ungu dan wortel komersial menunjukkan aktivitas antioksidan
yang berbeda, seperti yang dilaporkan dalam Tabel 6. Secara khusus, wortel ungu
mempresentasikan aktivitas antioksidan 4 kali lipat lebih tinggi daripada wotel
komersial dan 10 kali lipat lebih tinggi dari wortel kuning dan oranye (Tabel 6).
Hasil ini adalah paduan dari data yang dilaporkan oleh penulis yang berbeda
(Alasalvar et al, 2005;. Habegger dan Schnitzler, 2007). Aktivitas antioksidan
tertinggi dalam wortel ungu hanya dianggap berasal dari jaringan korteks.
Sebaliknya,pada wortel oranye dan umum, aktivitas antioksidan dalam jaringan
korteks adalah 50% lebih tinggi dibandingkan inti bagian dalam (Cefola et al.,
2012).
16
Tabel 9. Aktivitas antioksidan, total fenol, total karotenoid dan β-karoten pada
wortel kuning, oranye, dan ungu komersial.
Sumber: Cefola et al., 2012
2.5 Apel
Apel dalam ilmu botani disebut Malus sylvestris Mill. Apel merupakan
tanaman buah tahunan yang berasal dari daerah asia barat dengan iklim sub
tropis. Di Indonesia apel telah ditanam sejak tahun 1934 hingga saat ini. Tanaman
apel mulai berkembang setelah tahun 1960, terutama jenis Rome Beauty.
Menurut sistematika, tanaman apel termasuk dalam:
1) Divisio : Spermatophyta
2) Subdivisio : Angiospermae
3) Klas : Dicotyledonae
4) Ordo : Rosales
5) Famili : Rosaceae
6) Genus : Malus
7) Spesies : Malus sylvestris Mill
Dari spesies Malus sylvestris Mill ini, terdapat bermacam-macam varietas
yang memiliki ciri-ciri atau kekhasan tersendiri. Beberapa varietas apel unggulan
antara lain: Rome Beauty, Manalagi, Anna, Princess.
Buah apel memiliki bentuk oval atau pir, dan kulit luar memiliki warna
yang berbeda tergantung pada jenis kultivar. Di dalamnya, juicy pulp berwarna
putih hingga krem dan memiliki rasa manis dan asam ringan. Bijinya tidak
termakan karena rasanya pahit.
Wortel Aktivitas antioksidan
(mg/kg)
Total fenol
(mg/kg)
Total karotenoid
(mg/kg)
β-carotene
(mg/kg)
Komersial 113.4 ± 2.7 b 215.7 11.6 b 127.1 ± 1.9 b 113.6 ± 5.0 b
Tradisional
Kuning 44.6 ± 0.4 c 163.9 ± 11.8 c 91.9 ± 1.8 c 26.2 ± 1.9 c
Oranye 49.9 ± 0.1 c 170.6 ± 1.9 c 76.8 ± 3.7 d 44.5 ± 9.1 c
Ungu 426.6 ± 54.4 a 676.0 ± 9.1 a 433.5 ± 5.2 a 155.4 ± 24.2 a
ANOVA *** *** *** ***
Signifikansi: *** = signifikan pada P ≤ 0.001. Mean dari 30 sampel ± standar deviasi. Untuk setiap
atribut, means diikuti oleh huruf berbeda berarti signifikan berbeda (p=0.05) sesuai dengan tes
SNK
17
Tabel 10. Kandungan Nutrisi Buah Apel
Apple fruit (Malus domestica), Fresh,
Nutritive value per 100 g,
ORAC value-5900
Energy 50 Kcal 2.5%
Carbohydrates 13,81 g 11%
Protein 0,26 g 0.5%
Total Fat 0,17 g 0.5%
Cholesterol 0 mg 0%
Dietary Fiber 2,40 g 6%
Vitamins
Folates 3 µg 1%
Niacin 0,091 mg 1%
Pantothenic acid 0,061 mg 1%
Pyridoxine 0,041 mg 3%
Riboflavin 0,026 mg 2%
Thiamin 0,017 mg 1%
Vitamin A 54 IU 2%
Vitamin C 4,6 mg 8%
Vitamin E 0,18 mg 1%
Vitamin K 2,2 µg 2%
Electrolit
Sodium 1 mg 0%
Potassium 107 mg 2%
Minerals
Calcium 6 mg 0.6%
Iron 0,12 mg 1%
Magnesium 5 mg 1%
Phosphorus 11 mg 2%
Zinc 0,04 mg 0%
Phyto-nutrients
Carotene-ß 27 µg --
Crypto-xanthin-ß 11 µg --
Lutein-zeaxanthin 29 µg --
Sumber: USDA Nutrient Database
18
Gambar 6. Buah Apel
Apel, khususnya kulit apel telah ditemukan potensi antioksidannya dan
dapat menghambat penyakit kanker hati . Total aktivitas antioksidan apel beserta
kulitnya sekitar 83µmol vitamin C equivalen, yang berarti aktivitas antioksidan
100 gram apel (sekitar 1 takaran saji apel) setara dengan 1500 mg vitamin C.
Walaupun kandungan vitamin C dalam 100 gram apel hanya sekitar 5,7 mg.
Vitamin C di dalam apel mengkontribusikan kurang dari 0.4% dari total aktivitas
antioksidan (Boyer dan Liu, 2004).
Apel mengandung sejumlah konsentrasi besar flavonoid, seperti jenis
fitokimia lainnya, konsentrasi fitokimia ini tergantung kepada banyak faktor
seperti penanaman, penuaian, penyimpanan, serta proses pemasakan apel.
Konsentrasi fitokimia juga bervariasi antara kulit apel dan daging buahnya (Lee et
al ., 1999). Apel kaya antioksidan nutrisi nabati flavonoid dan polifenol. Diukur
kekuatan total anti-oksidan (nilai ORAC) 100 g buah apel 5900 TE. Beberapa
flavonoid penting dalam apel yaitu kuersetin, epikatekin, dan prosianidin B2,
buah tersebut mengandung asam tartarat yang memberikan rasa asam pada
mereka (Anonim,2013). Secara keseluruhan, senyawa ini membantu tubuh
melindungi dari efek buruk dari radikal bebas.
Kandungan total fenol kultivar apel berkisar antara 25-44,3 mg
GAU 10-2 g-1 FW dan variasi kultivar sudah diketahui (Tabel 11). Saat
panen kandungan total fenol tertinggi pada kultivar 'Cox Oranye',
'Fuji Kiku', 'Rubinette' diikuti oleh 'Delia', 'Pinova' dan 'Jonagold'.
Kandungan terendah diukur dalam kultivar 'AW 106', 'Braeburn'
dan 'Rubens' .
19
Tabel 11. Kandungan polifenol (mg GAU 10-2 g-1 FW), kapasitas antioksidan
dari ekstrak hidrofilik (mg Trolox g-2 FW; TEAC-values) dan ekstrak lipofilik
(mE g-1 FW) pada kultivar apel terseleksi saat panen ( Mean ± SE).
Cultivar Total fenol TEAC-
value
Lipophilic
antioxidant
capacity
Cox Orange 44.3 ± 2.1 11.1 ± 0.0 4.1
Fuji Kiku 37.1 ± 0.0 13.8 ± 0.4 29.1
Rubinette 35.8 ± 1.5 11.1 ± 0.1 31.2
Delia 35.3 ± 0.6 8.3 ± 0.6 60.7
Pinova 35.1 ± 1.3 11.7 ± 0.5 27.4
Jonagold 34.3 ± 0.8 10.2 ± 0.1 17.2
Diwa 34.1 ± 0.4 11.3 ± 0.1 31.1
Topaz 33.1 ± 0.6 9.5 ± 0.3 15.9
Wellant 32.7 ± 2.0 9.7 ± 0.2 200.2
Cameo 31.4 ± 0.4 10.0 ± 0.1 18.2
Mairac 31.3 ± 0.8 7.5 ± 0.1 16.3
Grenstar 29.3 ± 0.0 6.9 ± 0.4 19.8
Elstar 29.2 ± 1.1 8.3 ± 0.2 23.1
Honeycrisp 28.6 ± 0.2 9.6 ± 0.2 2.7
Golden Delicious 27.3 ± 0.2 9.0 ± 0.5 50.5
Kanzi 26.0 ± 0.6 8.3 ± 0.2 33.8
AW 106 25.7 ± 0.1 6.7 ± 0.1 56.8
Braeburn 25.1 ± 0.5 2.5 ± 0.2 34.9
Rubens 25.0 ± 0.3 7.2 ± 0.2 37.5
Sumber: Matthes et al., 2009
Buah apel mengandung jumlah yang baik dari vitamin C dan beta-karoten.
Vitamin C merupakan antioksidan alami yang kuat. Konsumsi makanan yang
kaya vitamin C membantu tubuh mengembangkan resistensi terhadap agen infeksi
berbahaya, radikal bebas pro-inflamasi dari tubuh.
Lebih lanjut, buah apel merupakan sumber vitamin B-kompleks seperti riboflavin,
thiamin, dan piridoksin (vitamin B-6). Bersama vitamin ini membantu sebagai co-
faktor untuk enzim dalam metabolisme serta dalam berbagai fungsi sintetis dalam
tubuh. Apel juga mengandung sejumlah kecil mineral seperti kalium, fosfor, dan
kalsium. Kalium merupakan komponen penting dari sel dan cairan tubuh
membantu mengendalikan detak jantung dan tekanan darah.
20
2.6 Radikal Bebas
Radikal bebas adalah suatu molekul atau atom yang mempunyai 1 atau
lebih elektron tidak berpasangan. Radikal ini dapat berasal dari atom hidrogen,
molekul oksigen, atau ion logam transisi. Senyawa radikal bebas sangat reaktif
dan selalu berusaha mencari pasangan elektron agar kondisinya stabil
(Subeki,1998). Radikal dapat terbentuk secara endogen dan eksogen. Radikal
endogen terbentuk dalam tubuh melalui proses metabolisme normal di dalam
tubuh. Sementara radikal eksogen berasal dari bahan pencemar yang masuk ke
dalam tubuh melalui pernafasan, pencernaan, dan penyerapan kulit (Miller, 1996).
Radikal bebas dalam jumlah normal bermanfaat bagi kesehatan misalnya,
memerangi peradangan, membunuh bakteri, dan mengendalikan tonus otot polos
pembuluh darah serta organ-organ dalam tubuh (Yuwono, 2009). Sementara
dalam jumlah berlebih mengakibatkan stress oksidatif. Keadaan tersebut dapat
menyebabkan kerusakan oksidatif mulai dari tingkat sel, jaringan, hingga ke organ
tubuh yang mempercepat terjadinya proses penuaan dan munculnya penyakit
(Yuwono, 2009). Oleh karena itu, antioksidan dibutuhkan untuk dapat menunda
atau menghambat reaksi oksidasi oleh radikal bebas.
2.7 Antioksidan
Antioksidan adalah senyawa kimia yang dapat menyumbangkan satu atau
lebih elektron kepada radikal bebas, sehingga radikal bebas tersebut dapat
diredam. Antioksidan didefinisikan sebagai senyawa yang dapat menunda,
memperlambat, dan mencegah proses oksidasi lipid. Secara khusus, antioksidan
adalah zat yang dapat menunda atau mencegah terbentuknya reaksi radikal bebas
(peroksida) dalam oksidasi lipid (Dalimartha dan Soedibyo, 1999).
Menurut Fennema (1996) untuk hasil maksimal, antioksidan-antioksidan
primer biasanya dikombinasikan dengan antioksidan fenolik atau dengan berbagai
agen pengkelat logam lainnya. Suatu kesinergisan terjadi ketika antioksidan-
antioksidan bergabung sehingga menghasilkan aktivitas yang lebih besar
dibandingkan aktivitas antioksidan yang diuji sendiri-sendiri. Dua jenis
21
antioksidan sangat dianjurkan. Antioksidan yang satu untuk menangkap atau
meredam radilkal bebas; antioksidan yang lain mengkombinasikan aktivitas
sebagai peredam radikal bebas dan sebagai agen pengkelat. Berikut disajikan
dalam tabel di bawah mengenai kesinergisan dua macam antioksidan .
Tabel 12. Antioksidan yang diijinkan dalam makanan
Antioksidan Primer Sinergis
Tocopherols Asam sitrat dan isopropil sitrat
Gum guanat Asam phosphoric
Propil gallate Asam thiodipropionic dan
didodecyl
Butylated hydroxyanisole (BHA) Dilauryl, diandiotadecyl esters
Butylated hydroxytoluene (BHT) Asam askorbat dan ascorbyl
palmitate
2,4,5-Trihydroxybutyrophenone
(TBHP)
Asam tartarat
4-Hydroxymethyl-2,6-di-tert-
butylphenol tert-Butylhydroquinone
(TBHQ)
Lecithin
Sumber : Fennema (1996)
Berdasarkan mekanismenya, antioksidan dapat dikelompokkan menjadi
dua, yaitu antioksidan primer dan antioksidan sekunder. Antioksidan primer
mengikuti mekanisme pemutusan rantai reaksi radikal dengan mendonorkan atom
hidrogen secara cepat pada suatu lipid yang radikal, produk yang dihasilkan lebih
stabil dari produk awal (Vaya dan Aviram, 2001). Contoh antioksidan ini adalah
flavonoid, tokoferol, senyawa thiol, yang dapat memutus rantai reaksi propagasi
dengan menyumbang elektron pada peroksi radikal dalam asam lemak.
Antioksidan sekunder merupakan antioksidan yang dapat menghilangkan
penginisiasi oksigen maupun nitrogen radikal atau bereaksi dengan komponen
atau enzim yang menginisiasi reaksi radikal antara lain dengan menghambat
enzim pengoksidasi dan menginisiasi enzim pereduksi atau mereduksi oksigen
tanpa membentuk spesies radikal yang reaktif. Contoh antioksidan sekunder:
22
sulfit, vitamin C, betakaroten, asam urat, billirubin, dan albumin (Vaya dan
Aviram , 2001). Antioksidan dapat dibedakan juga dari sumbernya yaitu
antioksidan endogen yang berasal dari dalam tubuh dan antioksidan eksogen yang
berasal dari diet makanan.
Gambar 7. Reaksi DPPH dengan antioksidan (Prakash et al. 2001)
2.8 Komponen Bioaktif
Komponen-komponen bioaktif pada suatu bahan, khususnya tanaman
sayuran indigenous dapat berasal dari senyawa fenolik dan senyawa non fenolik.
Beberapa komponen bioaktif yang termasuk senyawa fenolik adalah fenol,
flavonoid termasuk antosianin dan tanin. Sementara itu, beberapa komponen
bioaktif yang termasuk senyawa non fenolik adalah asam askorbat (vitamin C),
alkaloid, terpenoid/steroid, dan saponin.
2.8.1 Senyawa Fenolik
Menurut Suradikusumah (1989), senyawa fenol mencakup sejumlah
banyak senyawa yang umumnya mempunyai sebuah cincin aromatik dengan satu
atau lebih gugus hidroksil. Senyawa fenol cenderung untuk larut dalam air karena
paling sering bergabung dengan gula glikosida. Selain itu, senyawa fenol dapat
bergabung juga dengan protein, alkaloid, dan terpenoid yang terdapat dalam
rongga sel. Struktur umum senyawa fenol seperti pada Gambar 2.
Gambar 8. Struktur umum senyawa fenol (Suradikusumah, 1989)
23
Senyawa fenol dalam bahan pangan dapat dikelompokkan menjadi tiga,
antara lain fenol sederhana dan asam fenolat (p-kresol, 3-etil fenol, 3,4-dimetil
fenol, hidroksiquinon, vanillin, asam galat), turunan asam hidroksisinamat (p-
kumarat, kafeat, asam ferulat, dan asam klorogenat), dan flavonoid (katekin,
proantosianin, antosianidin, flavon, flavonol, dan glikosida) (Ho, 1992).
Flavonoid ditemukan pada tumbuhan tingkat tinggi, dimana senyawa ini yang
menyebabkan tumbuhan berwarna merah, ungu, biru, dan kuning.Terdapat
sepuluh golongan flavonoid yang telah diketahui, yaitu antosianin,
leukoantosianidin, flavonol, flavan, glikoflavon, biflavonil, kalkon, auron, flavon,
dan isoflavon (Suradikusumah 1989). Menurut Pratt (1992), flavonoid adalah
senyawa alami hasil fotosintesis yang mengandung cincin aromatik yang dapat
diganti gugus hidroksi atau alkoksinya. Senyawa ini terdapat pada semua bagian
tumbuhan, seperti daun, buah, kayu, dan kulit kayu. Biosintesis senyawa fenol dan
flavonoid saling berhubungan, dimana biosintesis diawali oleh jalur sikimat untuk
kemudian menghasilkan senyawa-senyawa yang berfungsi sebagai prekursor atau
substrat senyawa lainnya. Rangkaian jalur sikimat akan menghasilkan penta-O-
galloll-glukosa untuk selanjutnya akan menghasilkan senyawa-senyawa golongan
tanin yang terhidrolisis, yaitu golongan gallotanin dan ellagitanin (Crozier et al.
2006, Dewick 2009). Selain itu, jalur sikimat ini pun nantinya akan menghasilkan
salah satu senyawa, seperti p-koumaril-CoA yang bekerja sinergis dengan
senyawa malonil Co-A menghasilkan senyawa turunan flavonoid lainnya, antara
lain isoflavon, antosianin, proantosianidin (tanin terkondensasi), flavon, dan
flavonol (Winkel, 2006).
2.8.1.1 Antosianin
Antosianin merupakan komponen flavonoid yang paling umum terdapat
pada tumbuhan. Antosianin memiliki lima subkelas, yaitu peralgonidin, cyanidin,
peonidin, malvidin, dan delphinidin (Rein, 2005). Antosianin merupakan pigmen
larut air yang menyebabkan warna merah, ungu, dan biru pada tanaman. Warna
yang berbeda ini dipengaruhi oleh pH dan interaksi antosianin dengan kelas
flavonoid lain yang tidak berwarna dalam tumbuhan (dikenal dengan co-
24
pigmentation). Antosianin merupakan derivat dari anthosianidin yang tidak
beraroma dan hampir tidak berasa. Antosianin terdiri dari dua struktur dasar
aglikon, satu atau lebih gugusan gula, dan terkadang juga memiliki gugusan asil
(MacDougall et al., 2002). Bagian gula pada antosianin, biasanya berupa glukosa,
rhamnosa, xylosa, galaktosa, arabinosa, dan fruktosa (Ozela, Stringheta, and
Chauca, 2007). Struktur kimia dasar pada lima sub kelas antosianin ditampilkan
pada Gambar 3.
Gambar 9. Struktur kimia dasar antosianin fruktosa
(Ozela, Stringheta, and Chauca, 2007)
Pada tanaman bunga, warna merah cerah dan ungu merupakan cara
menarik serangga yang membantu penyerbukan. Pada tanaman buah, kulit buah
yang berwarna juga menarik perhatian serangga yang mungkin memakan buah
dan menyebarkan bijinya. Pada jaringan fotosintesis, antosianin berperan sebagai
tabir surya yang melindungi sel dari kerusakan dengan menyerap cahaya
ultraviolet. Antosianin terdapat pada daun muda yang berwarna merah, pada daun
saat musim panas, dan daun-daun hijau yang berubah merah pada saat musim
dingin. Prior (2001) menyebutkan bahwa antosianin memiliki manfaat antioksidan
dengan berperan sebagai donor elektron atau transfer atom hidrogen pada radikal
bebas.
Antosianin merupakan kelas flavonoid yang paling umum pada tanaman.
Sumber antosianin yang biasa digunakan dalam industri biasanya adalah anggur,
25
elderberry dan blackcurrant. Kadar antosianin dalam buah dapat berkisar antara
0,25 mg hingga 500 mg per 100 gram buah segar (Prior, 2003). MacDougall et.
al. (2002) menyebutkan beberapa sumber lain yang belakangan digunakan, seperti
kol merah dan wortel hitam. Dua komoditas ini, menurut MacDougall et. al.
(2002), memiliki antosianin yang lebih stabil terhadap pH dan cahaya
dibandingkan dengan sumber-sumber antosianin yang terlebih dahulu digunakan.
Kandungan antosianin pada beberapa jenis buah dan sayur ditampilkan pada tabel
di bawah.
Tabel 13. Kandungan antosianin pada beberapa jenis buah dan sayur
Bahan Pangan Antosianin (mg/100g)
Marion Blackberry 317 [1]
Strawberry 97 [2]
Raspberry 365 [2]
Blueberry 365 [2]
Cherry 177 [2]
Duwet 161 [3]
Anggur merah 88 [4]
Kol Ungu 355 [5]
Sumber: [1]
Siriwoharn et. al., (2004); [2]
Hosseinian dan Beta (2007); [3]
Sari et al., (2009);
[4]Munos-Espada et.al., (2004);
[5]Kim dan Wampler (2009)
Antosianin, seperti halnya pigmen alami lainnya, memiliki stabilitas yang
rendah. Degradasi dapat terjadi selama ekstraksi, pemurnian, pengolahan, dan
penyimpanan pigmen. Faktor-faktor yang mempengaruhi stabilitas antosianin
antara lain struktur kimia pigmen, keasaman (pH), suhu, dan jenis pelarut. Hasil
penelitian yang dilakukan oleh Laleh et. al. (2006) menunjukkan bahwa
peningkatan pH, suhu, dan paparan cahaya dapat merusak molekul antosianin.
Salah satu karakteristik utama antosianin adalah perubahan warna yang merespon
adanya perubahan pH lingkungan. Warna dan stabilitas antosianin pada larutan
sangat tergantung pada pH. Antosianin paling stabil pada pH rendah dan perlahan
kehilangan warnanya seiring dengan peningkatan pH dan menjadi hampir tak
berwarna pada pH 4,0 sampai 5,0. Menurut Rein (2005), antosianin lebih stabil
26
pada larutan asam daripada pada larutan netral atau alkali. Namun kehilangan
warna dapat bersifat reversibel. Corak warna merah akan kembali dengan adanya
peningkatan derajat keasaman (Ozela, Stringheta, and Chauca 2007).
Stabilitas antosianin juga dipengaruhi oleh suhu lingkungan. Proses
pemanasan merupakan faktor yang dapat menyebabkan kerusakan antosianin.
Rahmawati (2011) mengemukakan bahwa proses pemanasan terbaik untuk
mencegah kerusakan antosianin adalah pemanasan pada suhu tinggi dalam jangka
waktu pendek (High Temperature Short Time). Paparan cahaya juga dapat
memperbesar degradasi pada molekul antosianin. Penyebab utama kehilangan
pigmen warna berhubungan dengan hidrolisis antosianin (Ozela, Stringheta, and
Chauca 2007). Dalam penelitiannya, Ozela, Stringheta, and Chauca (2007)
menemukan bahwa pH juga memiliki pengaruh yang sangat besar pada stabilitas
antosianin baik pada keadaan ada atau tidak adanya cahaya. Keberadaan oksigen
dan interaksi dengan komponen lain seperti gula dan asam askorbat juga
mempengaruhi stabilitas antosianin.
Antosianin memiliki manfaat kesehatan bagi tubuh dan digunakan sebagai
komponen aktif dari beberapa produk kesehatan (MacDougall et. al. 2002).
Manfaat tersebut, menurut Ozela, Stringheta, and Chauca (2007), termasuk
perlindungan terhadap kerusakan hati, penurunan tekanan darah, peningkatan
kemampuan penglihatan, zat anti peradangan dan antiseptik, menghambat mutasi
akibat mutagen yang berasal dari makanan yang dimasak, dan menekan poliferasi
sel kanker. Berbagai aktivitas fisiologis antosianin dapat memberikan dampak
yang signifikan dalam mencegah kanker, diabetes, serta penyakit kardiovaskular
dan syaraf. MacDougall et. al. (2002) juga menyebutkan antosianin memiliki
manfaat anti alergi dan antitrombotic.
2.8.2 Senyawa Non Fenolik
Antioksidan yang merupakan senyawa non fenolik diantaranya adalah
vitamin C, alkaloid, terpenoid, dan saponin.
27
2.8.2.1 Asam Askorbat (Vitamin C)
Sumber vitamin C sebagian besar berasal dari sayuran dan buah-buahan,
terutama buah-buahan segar. Karena itu vitamin C sering kali disebut fresh food
vitamin. Buah yang dikonsumsi dalam kondisi segar mengandung asam askorbat
(vitamin C) yang lebih tinggi dan kehilangan kapasitas antioksidan dalam buah
lebih rendah dibandingkan buah yang telah mengalami pemanasan atau proses
pengolahan (Kalt et al. 1999). Maka dari itu, vitamin C merupakan vitamin yang
mudah larut air, dan mudah rusak oleh oksidasi, panas, sinar, enzim, alkali,
oksidator, dan katalis tembaga dan besi. Oksidasi dapat dihambat dengan
membiarkan vitamin C dalam kondisi asam atau pada suhu rendah (Winarno
1997). Struktur kimia vitamin C terdiri dari rantai enam atom C dan
kedudukannya tidak stabil (C6H8O6), karena mudah bereaksi dengan oksigen di
udara (teroksidasi) secara reversibel. Bentuk asam askorbat yang ada di alam
adalah L-asam askorbat. Asam L-askorbat dengan adanya enzim asam askorbat
oksidase akan teroksidasi menjadi asam L-dehidroaskorbat. Asam ini secara kimia
juga sangat labil dan mengalami perubahan lebih lanjut menjadi asam L-
diketogulonat yang tidak lagi memiliki keaktifan sebagai asam askorbat. Suasana
basa menyebabkan asam L-diketogulonat teroksidasi menjadi asam oksalat dan
asam L-treonat (Safaryani et al. 2007). Reaksi metabolisme asam askorbat
(vitamin C) dapat dilihat pada Gambar 5. Vitamin C merupakan salah satu
antioksidan sekunder dan memiliki cara kerja yang sama dengan vitamin E, yaitu
menangkap radikal bebas dan mencegah terjadinya reaksi berantai. Dalam
beberapa penelitian vitamin C digunakan sebagai kontrol positif dalam
menentukan aktivitas antioksidan (Dalimartha & Soedibyo 1998 diacu dalam
Praptiwi et al. 2006). Vitamin C merupakan zat antioksidan yang tangguh, karena
berfungsi menjaga kesehatan sel, meningkatkan penyerapan asupan zat besi, dan
memperbaiki sistem kekebalan tubuh. Selain itu, fungsi vitamin C sebagai penjaga
dan pemelihara kesehatan pembuluh-pembuluh kapiler, kesehatan gigi dan gusi,
menghambat produksi nitrosamin yang merupakan zat pemicu kanker, dan
membantu penyembuhan luka (Kumalaningsih, 2006).
28
Gambar 10. Reaksi metabolisme asam askorbat (vitamin C)
(F.G. Winarno, 2002)
2.8.2.2 Alkaloid
Alkaloid merupakan salah satu golongan senyawa organik yang utama.
Alkaloid dapat ditemukan pada tumbuhan dan hewan. Namun dalam dunia
tumbuhan, senyawa alkaloid merupakan golongan senyawa organik (metabolit
sekunder) terbesar diantara senyawa lainnya baik secara jumlahnya maupun
penyebarannya (Astuti, 2005). Alkaloid pada tumbuhan telah diketahui pada 40
suku dari tumbuhan berbunga. Umumnya, suku tumbuhan itu termasuk kelas
dikotil dan hanya sedikit pada monokotil. Alkaloid sering bersifat racun bagi
manusia dan memiliki banyak kegiatan fisiologi yang menonjol, sehingga
digunakan secara luas dalam bidang pengobatan (Harborne, 1996). Berdasarkan
strukturnya, jenis alkaloid sangatlah banyak dan beragam. Hanya saja sebagian
besar alkaloid memiliki kerangka polisiklik dengan kandungan atom karbon,
oksigen, nitrogen, hidrogen, dan substituen yang tidak begitu beragam.
Umumnya, alkaloid tidak berwarna walaupun masih ada yang berwarna, bersifat
basa sehingga jika ditambahkan asam akan membentuk garam, dan larut dalam
pelarut organik.
2.8.2.3 Terpenoid/Steroid
Terpenoid terdapat dalam senyawa tumbuhan, memiliki struktur siklik dan
satu gugus fungsi atau lebih (hidroksil, karbonil, dan lain-lain). Umumnya,
29
terpenoid larut lemak dan berada di dalam sitoplasma sel tumbuhan.
Penggolongan senyawa terpenoid, berdasarkan kemudahannya dalam menguap
dibagi menjadi tiga golongan, yaitu : mudah menguap (monoterpen dan
seskuiterpen sebagai minyak atsiri), sulit menguap (diterpenoid), dan tidak
menguap (triterpenoid dan steroid) (Direja, 2007). Triterpenoid merupakan
senyawa berkerangka karbon dari enam satuan isoprene dan secara biosintesis
diturunkan dari hidrokarbon asiklik, yaitu skualena. Triterpenoid dibagi menjadi
empat golongan senyawa, yaitu triterpena, steroid, saponin, dan glikosida jantung.
Sterol adalah triterpena yang kerangka dasarnya sistem cincin siklopentana
penhidrofenantrena.
2.8.2.4 Saponin
Saponin adalah senyawa glikosida triterpena dan sterol yang tersebar luas
pada tumbuhan tingkat tinggi. Saponin merupakan senyawa aktif permukaan dan
bersifat seperti sabun serta dapat dideteksi dengan kemampuannya membentuk
busa yang mantap (tahan lama) ketika diekstraksi dan menghemolisis darah.
Saponin memiliki sifat antimikroba, baik triterpen maupun steroidal (Naidu,
2000). Saponin memiliki rasa pahit menusuk dan menyebabkan bersin serta iritasi
pada selaput lendir.
2.9 Minuman Campuran Sari Buah dan Sayur (Apel, Anggur,
Blackcurrant, Blueberry, Purple Carrot)
Sari buah adalah cairan yang dihasilkan dari pemerasan atau penghancuran
buah segar yang telah masak. Pada prinsipnya dikenal 2 (dua) macam sari buah,
yaitu:
1. Sari buah encer (dapat langsung diminum), yaitu cairan buah yang diperoleh
dari pemerasan daging buah, dilanjutkan dengan penambahan air dan gula
pasir.
2. Sari buah pekat yaitu cairan yang dihasilkan dari pemerasan daging buah
dan dilanjutkan dengan proses pemekatan, baik dengan cara pendidihan
biasa maupun dengan cara lain seperti penguapan dengan hampa udara, dan
30
lain-lain. Sirup ini tidak dapat langsung diminum, tetapi harus diencerkan
dulu dengan air (1 bagian sirup dengan 5 bagian air) (Esti, 2000).
Minuman sari buah campuran dibuat tanpa proses pemekatan. Oleh karena
itu, minuman sari buah campuran tergolong ke dalam sari buah encer. Minuman
sari buah dan sayur dibuat dengan bahan utama buah apel, anggur, blackcurrant,
blueberry dan purple carrot masak berwarna ungu gelap. Selain buah tersebut
sebagai bahan utama, bahan lain yang ditambahkan adalah sukrosa, garam, asam
sitrat, sodium sitrat, dan flavor.
Minuman sari buah memiliki spesifikasi tertentu menurut SNI. Hal-hal yang
diujikan meliputi keadaan sari buah, bilangan formal, BTM, cemaran Logam, cemaran
arsen dan cemaran mikroba. Syarat Mutu minuman sari buah menurut SNI 01-3719-1995
dapat dilihat pada Tabel 03 (Anonim, 1995).
Tabel 14. Spesifikasi Mutu
No Jenis Uji Satuan Persyaratan
1 Keadaan
1.1 Aroma - Normal
1.2 Rasa - Normal
2 Bilangan formal Ml NaOH 0,1
N/100 ml Min 7
3 BTM
Pemanis Buatan - -
Pewarna Tambahan Sesuai dengan SNI
01-0222-1995
Sesuai dengan SNI 01-
0222-1995
Pengawet Sesuai dengan SNI
01-0222-1995
Sesuai dengan SNI 01-
0222-1995
4 Cemaran Logam
4.1 Tembaga (Cu) mg/Kg Maks. 5,0
4.2 Timbal (Pb) mg/Kg Maks. 0,3
4.3 Timah (Sn) mg/Kg Maks. 40,0/250*
4.4 Raksa (Hg) mg/Kg Maks. 0,03
4.5 Seng (Zn) mg/Kg Maks 5,0
5 Cemaran Arsen mg/Kg Maks 0,2
6 Cemaran Mikroba
6.1 Angka lempeng total Koloni/ml Maks. 200
6.2 Bakteri bentuk coli APM/ml Maks. 200
6.3 Escherichia coli APM/ml <3
6.4 Staphylococcus
auereus Koloni/ml 0
6.5 Salmonella Koloni/25ml Negatif
6.6 Kapang Koloni/ml Maks. 50
6.7 Khamir Koloni/ml Maks. 50
Sumber: SNI 01-3719-1995
31
2.10 Uji Aktivitas Penangkap Radikal Bebas
Radikal bebas yang umumnya digunakan sebagai model dalam penelitian
antioksidan atau peredam radikal bebas adalah 1,1-difenil-2-pikrilhidrazil (DPPH)
(Windono et al., 2001). Metode DPPH merupakan metode yang sederhana, cepat,
dan mudah untuk penapisan aktivitas penangkap radikal beberapa senyawa, selain
itu metode ini terbukti akurat, efektif dan praktis (Prakash et al. 2001). DPPH
digunakan sebagai model radikal bebas. Radikal bebas DPPH akan ditangkap oleh
senyawa flavonoid (Gambar 3). Flavonoid akan dioksidasi oleh radikal bebas
DPPH menghasilkan bentuk radikal yang lebih stabil, yaitu radikal dengan
kereaktifan rendah. Flavonoid mendonorkan radikal hidrogen (H•) dari cincin
aromatiknya untuk mengurangi radikal bebas yang bersifat toksik menghasilkan
radikal flavonoid (FlO•) yang terstabilkan resonansi dan membuatnya tidak toksik
(Amic et al., 2003).
Radikal DPPH adalah suatu senyawa organik yang mengandung nitrogen
tidak stabil dengan absorbansi kuat pada λ max 517 nm dan berwarna ungu gelap.
Setelah bereaksi dengan senyawa antioksidan, DPPH tersebut akan tereduksi dan
warnanya akan berubah menjadi kuning. Perubahan tersebut dapat diukur dengan
spektrofotometer, dan diplotkan terhadap konsentrasi (Reynertson, 2007).
Parameter yang umum digunakan untuk mengetahui besarnya aktivitas
antioksidan pada suatu ekstrak bahan adalah dengan menentukan nilai konsentrasi
hambatan 50% (inhibition concentration / IC50) bahan antioksidan tersebut.
Penurunan intensitas warna yang terjadi disebabkan oleh berkurangnya ikatan
rangkap terkonjugasi pada DPPH. Hal ini dapat terjadi apabila adanya
penangkapan satu elektron oleh zat antioksidan, menyebabkan tidak adanya
kesempatan elektron tersebut untuk beresonansi.
2.11 Kromameter
Kromameter merupakan alat analisis warna secara tristimulus untuk
mengukur warna yang dipantulkan oleh suatu permukaan. Prinsip kerja alat ini
32
adalah mengukur perbedaan warna melalui pantulan cahaya oleh permukaan
sampel (Hutching, 1999).
Sistem notasi warna adalah cara sistematik dan obyektif dalam menyatakan
dan mendeskripsikan suatu jenis warna. Di antara sistem warna terdapat tiga
macam notasi warna, yaitu ICI, Munsell, dan Hunter. Sistem ICI (International
Comission on Ilumination) didasarkan pada semua warna dapat dibentuk tiga
warna dasar, yaitu merah, hijau, dan biru. Masing-masing warna dinyatakan
sebagai X untuk warna merah, Y untuk hijau, dan Z untuk biru. Sistem notasi
warna yang paling banyak digunakan adalah sistem Hunter yang memiliki tiga
parameter untuk mendeskripsikan warna, yaitu L, a, dan b. Nilai L menunjukkan
cerah atau gelapnya sampel dan memiliki skala dari 0 sampai 100. Nilai 0
menyatakan sampel sangat gelap (warna hitam) dan 100 menyatakan sampel
sangat cerah (warna putih) untuk menyatakan kecerahan yang memiliki nilai 0-
100. Nilai a menunjukkan derajat merah atau hijau sampel, dengan a positif
menunjukkan warna merah dan a negatif menunjukkan warna hijau. Nilai a
memiliki skala dari -80 sampai 100. Nilai b menunjukkan derajat kuning atau
biru, dengan b positif menunjukkan warna kuning dan b negatif menunjukkan
warna biru. Nilai b memiliki skala dari -70 sampai 70 (Francis, 2002).
Gambar 11. Diagram warna Hunter L, a, b
Pengukuran warna dengan sistem Munsell didasarkan pada tiga atribut
subyektif warna, yaitu warna kromatik (hue), kecerahan (value), dan intensitas
warna (chroma atau saturation). Warna kromatik (hue) meliputi warna
monokromatik yang terdiri dari warna-warna pelangi dan warna campurannya.
33
Kecerahan (value) menyatakan warna akromatik (gelap dan terangnya warna)
yang berkisar dari warna hitam pekat sampai putih bersih. Nilai intensitas warna
(chroma) berkisar dari nilai tidak berwarna sampai warna penuh. Nilai chroma
(C) merupakan resultan dari nilai a dan b yang dihitung berdasarkan rumus C =
√a2+b2. Semakin tinggi nilai C maka warna akan terlihat semakin tua karena
intensitasnya yang meningkat. Nilai hue menunjukkan posisi warna sampel dalam
diagram warna. Nilai hue menyatakan panjang gelombang dominan yang
menentukan apakah warna tersebut merah, kuning, atau hijau. Nilai hue dihitung
dengan rumus hue = (arctan (b/a)). Nilai hue yang diperoleh kemudian
dicocokkan dengan nilai hue yang ada pada bola imajiner Munsell (Gambar 6),
sehingga diperoleh data warna secara obyektif yang merupakan kisaran warna
yang mendekati warna sampel sebenarnya. Nilai hue yang diperoleh harus berada
dalam bentuk nilai derajat radian agar dapat diinterpretasikan ke dalam bola
imajiner Munsell, setiap derajat radian tertentu menyatakan warna visual yang
dilihat.
Gambar 12. Bola Imajiner Munsell
Di dalam bola imajiner Munsell telah terdapat pembagian wilayah warna
pada sudut-sudut tertentu. Wana merah (R) berada pada wilayah 21⁰ sampai 52⁰
pada kuadran satu, warna kuning-merah (YR) berada pada wilayah 53⁰ sampai
84⁰ pada kuadran satu, warna kuning (Y) berada padawilayah 85⁰ pada kuadran
satu sampai 21⁰ pada kuadran dua, warna hijaukuning (GY) berada pada wilayah
22⁰ sampai 61⁰ pada kuadran dua, warna hijau (G) berada pada wilayah 62⁰ pada
34
kuadran dua sampai 0⁰ pada kuadran tiga, warna biru-hijau (BG) berada pada
wilayah 1⁰ pada kuadran tiga sampai 35⁰ pada kuadran tiga, warna biru (B) berada
pada wilayah 36⁰ sampai 81⁰ pada kuadran tiga, warna ungu-biru (PB) berada
pada wilayah 82⁰ pada kuadran tiga sampai 36⁰ pada kuadran empat, warna ungu
(P) berada pada wilayah 37⁰ sampai 71⁰ pada kuadran empat, dan warna merah-
ungu (RP) berada pada wilayah 72⁰ pada kuadran empat sampai 20⁰ pada kuadran
satu. Interpretasi warna hue pada bola imajiner Munsell juga dipengaruhi oleh
nilai a dan b-nya. Jika nilai hue yang diperoleh pada metode Hunter bernilai
negatif maka untuk menginterpretasikan warnannya pada diagram Munsell, nilai
negatifnya dihilangkan terlebih dahulu, kemudian diukur pada kuadran yang
paling tepat atau sesuai dengan nilai a dan b-nya. Pada kuadaran satu, a dan b
bernilai positif. Pada kuadran dua, a bernilai negatif dan b bernilai positif. Pada
kuadran tiga, a dan b bernilai negatif. Pada kuadran empat, a bernilai positif dan b
bernilai negatif. Setelah didapatkan interpretasi warna pada diagram Munsell
maka data ini dapat dibandingkan dengan penampakan visual yang ada.
Tabel 15. Deskripsi warna berdasarkan °Hue
°Hue [arc tan (b/a)] Deskripsi Warna
18-54 Red ( R)
54-90 Yellow Red (YR)
90-126 Yellow (Y)
126-162 Yellow Green (YG)
162-198 Green (G)
198-234 Blue Green (BG)
234-270 Blue (B)
270-306 Blue Purple (BP)
306-342 Purple (P)
342-18 Red Purple (RP)
35
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini berlangsung dari bulan Maret sampai Juni 2013 dan dilakukan
di Laboratorium PT.Heinz ABC Indonesia dan Laboratorim Kimia Universitas
Pakuan Bogor.
3.2 Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam pembuatan sari minuman buah campuran
(Apel, Anggur, Blackcurrant, Blueberry, dan Purple Carrot) adalah sukrosa, air,
konsentrat buah apel, konsentrat anggur, konsentrat blackcurrant, konsentrat
blueberry, konsentrat purple carrot, asam sitrat, asam malat, natrium sitrat,
natrium klorida, vitamin C, dan perisa. Bahan yang digunakan untuk analisis
minuman sari buah adalah eh hijau, anggur merah, 2,2 diphenyl-1-picrylhydrazyl
(DPPH+), aquadem, vitamin C, methanol absolute, NaOH 1 N, indikator PP.
Alat-alat yang digunakan dalam pembuatan sari buah campuran adalah tanki
mixing, pengaduk, mesin UHT, mesin filling. Alat-alat yang digunakan dalam
penelitian ini meliputi gelas piala 250 mL , labu ukur 10 mL amber, vial, botol
semprot, pipet mikro, pipet volume 1,0 mL, 1,5 mL, 2,0 mL, 2,5 mL, 3,0 mL
spektrofotometer simadzu, neraca analitik mettler toledo, kromameter.
3.3 Metode Kerja
Penelitian ini dibagi menjadi dua tahap, yaitu preparasi sampel dan
penelitian lanjutan. Preparasi dilakukan dengan pembuatan minuman sari buah
campuran buah dan sayur sesuai tiga kondisi yaitu dengan penambahan vitamin
C, tanpa vitamin C, serta pembuatan larutan vitamin C sebagai kontrol. Penelitian
lanjutan bertujuan untuk mengetahui stabilitas aktivitas antioksidan dari pigmen
antosianin dalam minuman campuran sari buah dan sayur selama penyimpanan
dalam suhu ruang sekaligus untuk mengetahui tingkat sinergi dari pigmen
antosianin yang dipengaruhi oleh penambahan vitamin C.
36
3.3.1 Persiapan Pembuatan Model Minuman
Pada tahap ini dibuat 3 macam formulasi minuman yaitu formulasi A, B,
dan C. Formulasi A terdiri dari konsentrat buah apel, blackcurrant, anggur,
blueberry, dan purple carrot dengan konsentrasi (30%, 5%, 4%, 4%, 3%),
sukrosa, asam sitrat, sodium sitrat, perisa, dan air. Formulasi B terdiri dari vitamin
C sebanyak 600 ppm dan air. Formulasi C sama dengan formulasi A tetapi
ditambah vitamin C, yaitu terdiri dari konsentrat buah apel, blackcurrant, anggur,
blueberry, dan purple carrot dengan konsentrasi (30%, 5%, 4%, 4%, 3%), vitamin
C 600 ppm, sukrosa, asam sitrat, sodium sitrat, perisa, dan air. Kemudian setiap
formulasi diproses selanjutnya dalam tanki blending, diadjustment sesuai dengan
spesifikasi, dialirkan ke mesin UHT, dipanaskan pada suhu 140°C selama 3 detik,
didinginkan dalam pipa pendingin lalu dialirkan ke mesin filling dan diisi pada
kemasan Tetra Brix Aseptik dari Tetrapack, kemudian ketiga jenis larutan tersebut
dianalisis sesuai dengan rancangan penelitian ini.
3.3.2 Penelitian Utama
Minuman formulasi A, B, dan C diamati selama 0 minggu, 2 minggu, 4
minggu, 6 minggu, dan 8 minggu dengan menganalisa nilai pH, total asam
tertitrasi, total padatan terlarut, analisa warna, dan aktivitas antioksidan.
3.4 Analisis
3.4.1 Nilai pH (AOAC, 1995)
Sampel sebanyak 30-50 ml diletakkan dalam gelas piala kering dan bersih,
langsung diukur dengan menggunakan pH meter. Sebelum digunakan, pH meter
harus dikalibrasiterlebih dahulu dengan buffer pH 4,0 dan pH 7,0.
3.4.2 Total Asam Tertitrasi (Nielsen, 1999)
Total asam tertitrasi terukur dalam ml NaOH 0,1 N /100g. Sampel
sebanyak 10 ml dimasukkan ke dalam erlenmeyer 250 ml. Kemudian
37
ditambahkan aquadest hingga 100 ml, diteteskan dengan indikator pp, kemudian
dititrasi dengan NaOH 0,1 N hingga indikator PP menunjukkan warna merah
muda seulas.
TAT = volume NaOH (ml) × faktor NaOH × 0,064 × sampelvol.
10
3.4.3 Total Padatan Terlarut (AOAC, 1995)
Total padatan terlarut diukur ddengan menggunakan alat refraktometer.
Sampel diteteskan di atas prisma refraktometer yang sudah distabilkan lalu
dilakukan pembacaan. Sebelum dan setelah digunakan, prisma refraktometer
dibersihkan dengan alkohol. Total padatan terlarut dinyatakan dalam °Brix
sukrosa.
3.4.4 Analisis Warna dengan Kromameter (Francis, 2002)
Pengukuran warna pada jus buah campuran dilakukan dengan alat Minolta
Chroma Meters CR-310. Prinsip dari Minolta Chroma Meters adalah pengukuran
perbedaan warna melalui pantulan cahaya oleh permukaan sampel. Pengukuran
dilakukan dengan meletakkan sampel di dalam wadah sampel berukuran seragam
dan selanjutnya dilakukan pengukuran pada skala nilai L, a, b.
3.4.5 Analisis Aktivitas Antioksidan
a. Pembuatan larutan DPPH
Ditimbang seksama ± 19,72 mg DPPH ( BM 394,32) kedalam labu ukur
gelap dilarutkan dengan metanol absolut hingga 100,0 mL.
b. Pembuatan larutan blanko
Dipipet 2ml larutan DPPH ke dalam labu ukur 10 mL gelap lalu diencerkan
dengan metanol dan diinkubasi selama 30 menit pada suhu 37⁰ C.
c. Penentuan panjang gelombang maksimum
Dipipet 1 mL dan 2 mL larutan vitamin C 250 µg/mL kedalam labu ukur 10
mL, kemudian ditambahkan 2 mL larutan DPPH 0,5 mM dan metanol sampai
38
10 mL. Setelah homogen, diinkubasikan pada suhu 37⁰ C selama 30 menit,
serapan larutan diukur pada panjang gelombang 485 – 545 nm.
d. Penentuan waktu stabil larutan DPPH
Dipipet 1 mL dan 2 mL larutan vitamin C 250 µg/mL kedalam labu ukur 10
mL, kemudian ditambahkan 2 mL larutan DPPH 0,5 mM dan metanol sampai
10 mL. Setelah homogen, diinkubasikan pada suhu 37⁰ C selama 30 menit,
serapan larutan diukur pada panjang gelombang maksimum yang diperoleh
pada penentuan panjang gelombang maksimum (nomer 3) selama 1 jam.
e. Uji aktivitas antioksidan
Larutan uji dipipet sebanyak 375 µL, 500 µL, 625 µL, 750 µL dan 1000 µL
ke dalam labu ukur 10 mL. Ke dalam tiap – tiap labu ukur ditambahkan 2 mL
larutan DPPH 0,5 mM dan metanol sampai 10 mL kemudian dihomogenkan.
Sehingga diperoleh larutan dengan konsentrasi masing – masing 0.0375% ,
0.0500% , 0.0625 %, 0.075%, dan 0.1000% Segera diinkubasi selama 30
menit pada suhu 37⁰ C. Serapan larutan diukur pada panjang gelombang
maksimum.
f. Pembuatan kontrol positif
Ditimbang seksama ± 25 mg vitamin C, dimasukkan ke dalam labu ukur 100
mL, dilarutkan dengan metanol sampai 100 mL, sehingga diperoleh larutan
dengan konsentrasi 0.25% (larutan induk). Larutan tersebut dipipet sebanyak
1.5 mL, 2.0 mL, 2.5 mL, 3.0 mL dan 4.0 mL ke dalam labu ukur 5 mL untuk
mendapatkan konsentrasi sampel 0,0375% , 0,0500% , 0,0625% , 0,0750%,
dan 0.1000%. Kedalam masing – masing labu ukur ditambahkan 2 mL
larutan DPPH 0,5 mM kemudian ditambahkan metanol sampai 10 mL.
Setelah homogen diinkubasi pada suhu 37°C selama 30 menit. Serapan
diukur pada panjang gelombang maksimum.
g. Penentuan IC 50
Untuk menghitung besarnya % hambatan antioksidan terhadap radikal bebas
DPPH di gunakan rumus sebagai berikut :
39
Hambat (%) = %100
Ab
AsAb
Keterangan:
Ab : Serapan larutan DPPH dalam methanol (blanko)
As : Serapan larutan DPPH setelah bereaksi dengan sampel
Dari % hambatan tiap – tiap konsentrasi dibuat kurva hubungan konsentrasi
terhadap % hambatan, dimana % hambatan sebagai sumbu Y dan
konsentrasi sampel sebagai sumbu X. Nilai IC50 didapat dengan
menggunakan persamaan Y = A + BX, dimana Y = 50 dan nilai X
menunjukan nilai IC50.
40
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Uji Stabilitas pH
Sifat fisikokimia merupakan sifat kimia yang dapat dirasakan pengaruhnya
secara fisik. Sifat fisikokimia yang dianalisis pada minuman sari buah campuran
adalah pH dan total asam tertitrasi. Nielsen (1999) mendefinisikan pH sebagai
logaritma negatif dari konsentrasi (dalam Molar) ion hidrogen. Semakin tinggi
konsentrasi ion hidrogen suatu produk, maka semakin rendah pH produk tersebut.
Nelson dan Cox (2005) menambahkan bahwa pengukuran pH merupakan salah
satu prosedur biokimia yang penting dan paling sering dilakukan. Hal ini
berkaitan dengan pengaruh pH terhadap struktur dan aktivitas biologis molekul.
Berikut ini adalah data hasil analisa pH minuman formulasi A, B, dan C selama
penyimpanan dalam suhu ruang.
Tabel 16. Nilai Derajat Keasaman Selama Penyimpanan dalam Suhu Ruang
Sampel Minggu 0 Minggu II Minggu IV Minggu VI Minggu
VIII
A 3,50 3,72 3,72 3,76 3,73
B 4,05 4,10 4,03 4,12 4,03
C 3,43 3,67 3,71 3,72 3,70
Keterangan:
A= Minuman sari buah campuran (apel, anggur, blackcurrant, blueberry, dan
purple carrot) tanpa penambahan vitamin C.
B= Larutan vitamin C konsentrasi 600 ppm.
C= Minuman sari buah campuran (apel, anggur, blackcurrant, blueberry, dan
purple carrot) dengan penambahan vitamin C sebanyak 600 ppm.
Hasil pengamatan terhadap nilai pH (lampiran 3) ketiga buah larutan
selama penyimpanan menunjukkan pH produk semakin meningkat seiring
lamanya penyimpanan. Nilai pH yang diamati masih sesuai dengan standar yang
ditetapkan perusahaan, dengan standar pada produk akhir minuman sari buah
campuran buah dan sayur (apel, anggur, blackcurrant, blueberry, dan purple
41
carrot) sebesar 3,85±0,35, nilai standar pH ini berlaku hanya untuk minuman sari
buah, dan tidak berlaku bagi larutan vitamin C (formulasi B). Berdasarkan data
diatas dapat dilihat bahwa minuman formulasi A mengalami kenaikan pH saat
menginjak umur simpan 2 minggu dan relatif stabil setelah itu. Nilai pH minuman
formulasi B cenderung lebih tinggi (tidak asam) dibandingkan minuman formulasi
A dan C. Minuman formulasi C mengalami kenaikan pH setelah menginjak umur
simpan 2 minggu dan meningkat kembali saat umur 3 minggu, setelah itu
mengalami kestabilan nilai derajat keasamannya (pH). Dari data diatas dapat
dilihat bahwa formulasi C memiliki nilai pH yang lebih asam dibandingkan
dengan formulasi A, hal tersebut dipengaruhi oleh adanya penambahan vitamin C
dalam formulasi C.
Pengujian stabilitas produk berdasarkan nilai pH ini dilakukan karena ada
penambahan zat pengasam atau asidulan, yaitu asam sitrat dalam formula.
Penambahan asam sitrat ini ditujukan untuk meningkatkan nilai rasa dalam
formula. Seperti yang dinyatakan oleh Winarno (1988) bahwa asidulan
merupakan senyawa kimia yang bersifat asam yang ditambahkan pada produk
pangan sebagai penegas rasa atau menyelubungi after taste yang tidak disukai.
Unsur yang menyebabkan rasa asam adalah ion H+ atau ion hidrogenium H3O+.
pH adalah salah satu indikator yang penting dalam menjaga kestabilan
produk pangan. Hal ini dikarenakan pH berkaitan dengan ketahanan hidup
mikroba. Dengan semakin rendahnya pH, maka bahan pangan dapat lebih awet
karena mikroba pembusuk tidak dapat hidup. Dalam penelitian ini, semakin lama
penyimpanan, semakin tinggi nilai pH, hal ini mungkin disebabkan oleh adanya
penyerapan air dari udara sekeliling oleh produk dan adanya reaksi enzimatis yang
mungkin terjadi dalam produk, serta aksi-aksi mikrobiologi. Selama
penyimpanan, dapat terjadi penguapan asam-asam organik yang mempunyai
rantai karbon pendek, selain itu juga dapat disebabkan oleh oksidasi asam di
dalam produk. Dengan adanya proses tersebut maka kandungan asam pada produk
menjadi berkurang. Buckle et al. (1987) menyatakan bahwa peningkatan nilai pH
kemungkinan disebabkan oleh mikroorganisme yang hidup, seperti bakteri dan
khamir. Kamir dan kapang dapat memecah asam yang secara alamiah terdapat
42
dalam bahan pangan, sehingga mengakibatkan kenaikan pH yang memungkinkan
tumbuhnya bakteri pembusuk. Jay (2000) menyatakan bahwa bakteri Clostridium
acetobutylicum meningkatkan pH substrat dengan mereduksi asam butirat menjadi
butanol, Enterobacter aerogenes memproduksi acetoin dari asam piruvat. Jika
asam-asam amino terdekarboksilasi, maka terjadi peningkatan pH akibat hasil dari
amina. Peningkatan nilai pH juga berpengaruh terhadap kestabilan antioksidan.
Laleh et al. (2006) menyatakan bahwa peningkatan nilai pH dapat menyebabkan
kerusakan antosianin yang lebih besar. Pada pH yang tinggi, garam-garam dapat
membentuk basa quinoidal yang merupakan pigmen yang tidak stabil. Merujuk
pada hasil penelitian Laleh et. al. (2006) bahwa suasana asam dibutuhkan untuk
membantu menjaga stabilitas kandungan antosianin dalam minuman sari buah.
4.2 Uji Stabilitas Total Asam Tertitrasi
Seperti halnya pH, total asam tertitrasi juga diukur untuk menunjukkan
keasaman suatu produk. Nielsen (1999) menyebutkan bahwa total asam lebih
baik, dibandingkan pH, dalam menggambarkan rasa asam pada produk makanan
walaupun tidak ada standar yang pasti mengenai jumlah total asam pada produk
makanan. Hasil analisis total asam pada minuman sari buah campuran disajikan
dalam tabel berikut ini.
Tabel 17. Uji Stabilitas Total Asam Tertitrasi pada ketiga formulasi minuman
dengan penyimpanan pada suhu ruang
Sampel Total Asam Tertitrasi (%)
Minggu 0 Minggu II Minggu
IV Minggu VI Minggu VIII
A 0,2762 0,2710 0,2731 0,2731 0,2731
B 0,0188 0,0188 0,0188 0,0188 0,0188
C 0,2888 0,2919 0,2951 0,2972 0,2972
Keterangan:
A= Minuman sari buah campuran (apel, anggur, blackcurrant, blueberry, dan
purple carrot) tanpa penambahan vitamin C.
B= Larutan vitamin C konsentrasi 600 ppm.
43
C= Minuman sari buah campuran (apel, anggur, blackcurrant, blueberry, dan
purple carrot) dengan penambahan vitamin C sebanyak 600 ppm.
Berdasarkan hasil analisa total asam tertitrasi (lampiran 4) dapat dilihat
bahwa minuman masih masuk dalam standar perusahaan terhadap produk akhir
minuman sari buah campuran buah dan sayur (apel, anggur, blackcurrant,
blueberry, dan purple carrot) yaitu sebesar 0,2800±0,02, standar ini hanya
berlaku untuk minuman sari campuran sari buah dan sayur saja, dan tidak berlaku
apabila hanya larutan vitamin C yang terdapat dalam produk.
Dapat diamati minuman formulasi A cenderung stabil selama
penyimpanan dalam suhu ruang, total asam tertitrasi minuman formulasi B
cenderung stabil saat penyimpanan, sedangkan untuk minuman formulasi C
memiliki nilai total asam tertitrasi lebih tinggi dibandingkan formulasi A serta
mengalami kenaikan seiring dengan lamanya waktu penyimpanan, hal ini
dipengaruhi oleh adanya penambahan vitamin C pada formulasi C.
Menurut Muchtadi (1992) jika sukrosa dipecah menjadi fruktosa dan
glukosa kemudian difermentasi oleh mikroorganisme dalam minuman maka akan
terfermentasi menjadi etanol, kemudian etanol akan mengalami proses oksidasi
oleh bakteri asam, misalnya bakteri Acetobacter aceti menjadi asam asetat.
Namun hal ini tidak terjadi karena produk dikemas secara aseptik serta kedap
udara dan tahan terhadap paparan sinar UV.
4.3 Uji Stabilitas Total Padatan Terlarut (⁰ Brix)
Total padatan terlarut (⁰ Brix) merupakan fungsi dari konsentrasi suatu
larutan. Semakin tinggi konsentrasi zat terlarut, maka nilai total padatan terlarut
semakin besar, dan sebaliknya jika nilai total padatan terlarut menunjukkan skala
yang kecil, maka larutan memiliki konsentrasi zat terlarut yang rendah.
Pengukuran total padatan terlarut dilakukan dengan alat refraktometer, yaitu suatu
alat untuk mengukur kadar konsentrasi bahan terlarut, misalnya gula, garam, dan
protein. Konsentrasi larutan akan berpengaruh secara proporsional terhadap sudut
refraksi. Konsentrasi bahan terlarut merupakan total dari semua bahan dalam air,
44
termasuk gula, garam, protein, asam-asam, dan sebagainya. Hasil pengamatan
terhadap total padatan terlarut (lampiran 5) pada ketiga jenis produk tidak
menunjukkan perubahan yang signifkan selama penyimpanan pada suhu ruang
yang diterapkan selama 2, 4, 6, dan 8 minggu.
Tabel 18. Uji Stabilitas Total Padatan Terlarut pada ketiga macam formulasi
dengan penyimpanan pada suhu ruang
Sampel Total Padatan terlarut (⁰Brix)
Minggu 0 Minggu II Minggu IV Minggu VI Minggu VIII
A 13,40 13,40 13,40 13,50 13,50
B 0,30 0,30 0,30 0,30 0,30
C 13,40 13,40 13,50 13,50 13,50
Keterangan:
A= Minuman sari buah campuran (apel, anggur, blackcurrant, blueberry, dan
purple carrot) tanpa penambahan vitamin C.
B= Larutan vitamin C konsentrasi 600 ppm.
C= Minuman sari buah campuran (apel, anggur, blackcurrant, blueberry, dan
purple carrot) dengan penambahan vitamin C sebanyak 600 ppm.
Dari tabel di atas dapat diamati nilai ⁰Brix formulasi A dan C masih
masuk dalam standar perusahaan terhadap produk akhir minuman sari buah
campuran buah dan sayur (apel, anggur, blackcurrant, blueberry, dan purple
carrot) yaitu sebesar 13,5±0,2. Vitamin C tidak memberikan nilai indeks bias
yang berarti untuk sebuah produk minuman.
4.4 Uji Stabilitas Warna
Intensitas warna diamati dengan alat Kromameter Lab Minolta CR310.
Kromameter dapat digunakan untuk mengukur warna melalui pantulan cahaya
oleh permukaan sampel (Hutching, 1999). Intensitas warna model minuman
ringan diamati dengan menggunakan sistem notasi warna Hunter, yaitu parameter
L, a, dan b. Nilai L menyatakan parameter kecerahan dengan nilai antara 0 sampai
dengan 100, semakin tinggi nilai L menunjukkan kecerahan yang semakin
meningkat. Nilai a menunjukkan derajat merah atau hijau sampel, dengan skala
45
dari -80 sampai 100, nilai a positif menunjukkan warna merah dan a negatif
menunjukkan warna hijau. Nilai b menunjukkan derajat kuning atau biru sampel,
dengan skala -70 sampai 70, nilai b positif menunjukkan warna kuning dan b
negatif menunjukkan warna biru (Francis, 2002).
Salah satu faktor yang mempengaruhi kestabilan warna antosianin adalah
oksidator (Maarit, 2005). Keberadaan senyawa oksidator di dalam larutan yang
mengandung antosianin dapat menstimulasi akumulasi senyawa hasil degradasi
antosianin seperti kalkon dan turunannya yang tidak berwarna. Hal tersebut
menyebabkan adanya penurunan warna merah selama waktu kontak dengan
oksidator.
Pengamatan warna terhadap minuman tidak mempunyai standar yang telah
ditetapkan oleh perusahaan karena masih dalam tahap penelitian, dengan
mengamati nilai warna minuman maka diharapkan dapat ditetapkan standar untuk
minuman jenis ini.
Tabel 19. Data Analisa warna minuman campuran sari buah dan sayur selama
penyimpanan dalam suhu ruang (L=kecerahan, a=derajat kemerahan, b=derajat
kekuningan)
Umur simpan Sampel A Sampel C
L a b L a b
Minggu 0 30,11 36,22 16,59 30,11 35,55 16,57
Minggu 2 28,50 36,52 16,38 33,37 32,26 17,34
Minggu 4 31,76 34,59 16,87 35,29 31,32 17,48
Minggu 6 32,71 34,23 18,59 36,08 31,48 17,15
Minggu 8 33,02 32,83 32,83 36,50 29,62 18,58
Keterangan:
A= Minuman sari buah campuran (apel, anggur, blackcurrant, blueberry, dan
purple carrot) tanpa penambahan vitamin C.
C= Minuman sari buah campuran (apel, anggur, blackcurrant, blueberry, dan
purple carrot) dengan penambahan vitamin C sebanyak 600 ppm.
46
Nilai L yang merupakan indikasi nilai kecerahan suatu sampel ditemukan
menurun dengan bertambahnya umur simpan, baik pada minuman formulasi A
maupun formulasi C.
Gambar 13. Perbandingan Nilai L (Lightness/ kecerahan) pada kedua sampel
selama penyimpanan dalam suhu ruang
Keterangan:
A= Minuman sari buah campuran (apel, anggur, blackcurrant, blueberry, dan
purple carrot) tanpa penambahan vitamin C.
C= Minuman sari buah campuran (apel, anggur, blackcurrant, blueberry, dan
purple carrot) dengan penambahan vitamin C sebanyak 600 ppm.
Dapat dilihat bahwa nilai L (lightness) atau kecerahan formulasi C
nilainya lebih tinggi dibandingkan dengan nilai L formulasi A, yang
mengindikasikan minuman formulasi C lebih cerah atau semakin pudar warnanya.
47
Gambar 14. Perbandingan Nilai a (derajat kemerahan) pada kedua sampel selama
penyimpanan dalam suhu ruang
Keterangan:
A= Minuman sari buah campuran (apel, anggur, blackcurrant, blueberry, dan
purple carrot) tanpa penambahan vitamin C.
C= Minuman sari buah campuran (apel, anggur, blackcurrant, blueberry, dan
purple carrot) dengan penambahan vitamin C sebanyak 600 ppm.
Gambar 15. Perbandingan Nilai b (derajat kekuningan) pada kedua sampel
selama penyimpanan dalam suhu ruang
Keterangan:
A= Minuman sari buah campuran (apel, anggur, blackcurrant, blueberry, dan
purple carrot) tanpa penambahan vitamin C.
C= Minuman sari buah campuran (apel, anggur, blackcurrant, blueberry, dan
purple carrot) dengan penambahan vitamin C sebanyak 600 ppm.
48
Nilai a pada sampel yang bernilai positif menunjukkan warna kemerahan.
Nilai a (derajat kemerahan) pada kedua formulasi cenderung menurun seiring
dengan lamanya waktu penyimpanan. Penurunan nilai a ini disebabkan oleh
peningkatan kecepatan transformasi struktural kation flavilium yang berwarna
merah menjadi kalkon yang tidak berwarna (Saati, 2006). Penurunan konsentrasi
inti kation flavilium mampu menurunkan derajat kemerahan model pangan yang
mengandung antosianin (Viguera dan Bridle, 1999). Formulasi C (dengan
penambahan vitamin C) memiliki nilai a lebih kecil dibandingkan dengan sampel
A (tanpa penambahan vitamin C), hal ini didukung oleh penelitian yang dilakukan
oleh Ozela, Stringheta, and Chauca (2007) yang menyatakan keberadaan oksigen
dan interaksi dengan komponen lain seperti gula dan asam askorbat juga
mempengaruhi stabilitas antosianin.
Sampel C (ditambah vitamin C) memiliki nilai b positif (derajat kekuningan)
sedikit meningkat seiring dengan lamanya waktu penyimpanan tetapi cenderung
tidak stabil, naik nilainya saat akhir penyimpanan. Sampel A (tanpa vitamin C)
cenderung tidak stabil, menurun nilainya saat akhir penyimpanan.
4.5 Uji Aktivitas Antioksidan Metoda DPPH
Antioksidan merupakan senyawa yang mampu menangkal radikal bebas
dan merupakan salah satu pencegah timbulnya penyakit degeneratif. Aktivitas
antioksidan pada minuman sari buah formulasi campuran buah dan sayur (anggur,
apel, blackcurrant, blueberry dan purple carrot) tanpa vitamin C dan dengan
penambahan vitamin C dianalisis dengan menggunakan metode DPPH. Metode
ini digunakan karena ekonomis dan sederhana sehingga mudah dilakukan.
Prakash, Rigelhof dan Miller (2001) menjelaskan bahwa metode ini telah secara
luas digunakan untuk mengidentifikasi aktivitas antioksidan. Metode DPPH juga
digunakan untuk mengukur antioksidan pada sistem biologis kompleks sejak
beberapa tahun terakhir. Sumber yang sama juga menyebutkan bahwa metode ini
dapat digunakan pada sampel padat maupun cair.
Berdasarkan hasil pengujian tunggal terhadap bahan-bahan yang digunakan
dalam campuran formulasi (lampiran 7), maka terlihat bahwa formulasi C memiliki
49
aktivitas tertinggi selama penyimpanan, hal ini dapat dilihat dari gambar grafik di
bawah.
Gambar 16. Perbandingan % Inhibisi ketiga sampel
50
Keterangan:
A= Minuman sari buah campuran (apel, anggur, blackcurrant, blueberry, dan
purple carrot) tanpa penambahan vitamin C.
C= Minuman sari buah campuran (apel, anggur, blackcurrant, blueberry, dan
purple carrot) dengan penambahan vitamin C sebanyak 600 ppm.
Jika dibandingkan dengan aktivitas antioksidan dari masing-masing
formula setelah penggabungan bahan-bahan tersebut, maka terlihat adanya
peningkatan nilai aktivitasnya. Peningkatan aktivitas antioksidan pada produk
minuman formulasi C terus berlangsung selama penyimpanan. Aktivitas
antioksidan tertinggi setelah 8 minggu adalah formulasi C sebesar 58.22%, diikuti
oleh minuman formulasi A sebesar 28,11%, dan formulasi B sebesar 7.97%.
Gambar 17. Hubungan ketiga sampel dengan Nilai IC50 selama Penyimpanan
Semakin kecil nilai IC50 berarti semakin tinggi aktivitas
antioksidannya. Nilai IC50 formulasi A pada awalnya adalah 72.38 ppm kemudian
menjadi 145.75 ppm pada umur 8 minggu. Nilai IC50 sampel B pada awalnya
adalah 36.89 ppm kemudian menjadi 84.29 ppm pada umur 8 minggu. Nilai IC50
sampel C pada awalnya adalah 201.08 ppm kemudian menjadi 252.86 ppm pada
umur 8 minggu.
51
Dari data diatas menunjukkan adanya sinergisme antioksidan di dalam
campuran formula minuman. Seperti yang dinyatakan oleh Denisov dan
Afanes’ev (2005) bahwa jika ada dua atau lebih bahan inhibitor (antioksidan)
yang ditambahkan secara bersamaan dalam satu sistim, maka dapat terjadi tiga
reaksi, yaitu (1) reaksi aditif, dimana efek penghambatan yang terjadi adalah sama
dengan jumlah masing-masing efek individual, (2) reaksi sinergis, dimana efek
penghambatan yang terbentuk lebih besar dari efek individual, dan (3) reaksi
antagonis, dimana efek penghambatan menghilang. Dalam penelitian ini, aktivitas
antioksidan pada sampel A, B, dan C terjadi seperti pada reaksi ke-2, yaitu reaksi
sinergis karena efek penangkapan radikal bebas lebih besar dari efek individual
dari minuman sari buah campuran (apel, anggur, blackcurrant, blueberry, dan
purple carrot) dan larutan vitamin C.
Sistem sinergisme dibagi atas tiga kelompok, yaitu (1) satu
inhibitor/antioksidan memutuskan rantai, dan antioksidan lainnya mengurangi
kecepatan otoinisiasi melalui pemutusan hidroperoksida menjadi produk
molekuler, atau mendeaktivasi katalis yang memecah hidroperoksid menjadi
radikal bebas, (2) dua atau lebih substansi baik sebagai inhibitor atau bukan,
bereaksi membentuk suatu antioksidan yang lebih efisien, dan (3) pengaruh
sinergis terjadi melalui interaksi produk-produk intermediate yang terbentuk dari
inhibitor yang ada dalam sistim tersebut (Denisov dan Afanes’ev 2005).
Masing-masing jenis antioksidan memiliki sifat dan cara kerja yang
mungkin tidak sama, namun semuanya memiliki target yang tidak berbeda, yaitu
menekan atau menghambat reaktivitas radikal bebas. Antioksidan yang satu
mungkin dapat berperan sebagai pendonor hidrogen pada radikal phenoksil
sehingga dapat membentuk antioksidan primer. Oleh karena itu antioksidan
fenolik digunakan dalam jumlah yang kecil untuk mendapatkan sinergismenya.
Kondisi asam juga dapat memperbaiki stabilitas antioksidan primer (Rajalakshmi
dan Narasimhan 1996). Asam dalam penelitian ini berasal dari asam sitrat. Eskin
dan Przybylski (2001) menyatakan bahwa asam sitrat termasuk dalam antioksidan
sinergis karena dapat berfungsi sebagai pengkelat logam dalam sistem atau pun
dalam sel. Tokoferol, asam askorbat, dan asam sitrat sering digunkan bersama-
52
sama untuk mendapatkan efek sinergis. Wahyudi (2006) menemukan adanya efek
sinergis dalam gabungan antara asam sitrat dengan asam askorbat, dan asam
askorbat dengan kurkumin. Gabungan kedua bahan tersebut menunjukkan
aktivitas antioksidan yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan aktivitas
antioksidan bahan tunggal. Menurut Ketaren (2005), sinergis yaitu senyawa yang
mempunyai sedikit sifat antioksidan tetapi dapat memperbesar efek dari
antioksidan primer. Asam askorbat dan asam sitrat memberi efek sinergis
terhadap antioksidan lain, dan sering dipakai sebagai antioksidan dalam pangan.
Pokorny (2001) menambahkan bahwa asam sitrat sangat efektif sebagai agen
dalam sinergisme antioksidan baik pada antioksidan primer maupun penangkap
oksigen. Asam sitrat sering dianggap sebagai antioksidan, meskipun sebenarnya
hanya bersifat sebagai pengkelat logam. Elektron-elektron yang tidak berpasangan
dalam struktur molekul memicu aksi pengkelatan tersebut sehingga membentuk
kompleks yang lebih stabil dengan logam-logam prooksidan. Meskipun dalam
sistim nutrisi pangan pengkelat logam sering dianggap negative karena dapat
mengurang ketersediaan kalsium dan besi, namun disisi lain dapat dihargai karena
dapat menurunkan aktivitas prooksidan. Penelitian lain menyangkut sinergisme
dilakukan oleh Soares et al. (2004) yang menemukan bahwa vitamin C dan asam
pitat dapat menghasilkan dampak sinergis antioksidan dalam menurunkan jumlah
flavor teroksidasi pada daging ayam yang dipanaskan. Vitamin C beraksi dengan
cara menghambat inisiasi rantai, kemudian dilanjutkan oleh asam pitat yang
memecah propagasi rantai.
.
53
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Dari hasil pengujian dan analisis, maka dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Nilai aktivitas antioksidan minuman formulasi A-sari buah campuran
(apel, anggur, blackcurrant, blueberry, dan purple carrot) tanpa vitamin C
mempunyai % hambatan yang cukup baik namun nilainya menurun seiring
lamanya penyimpanan, hal ini dapat dilihat dari nilai IC50 (konsentrasi
untuk meredam radikal bebas DPPH 0,05 M sebanyak 50%) pada awal
pembuatan minuman adalah sebesar 72.38 ppm kemudian seiring dengan
berjalannya waktu penyimpanan diketahui bahwa kekuatan untuk
meredam DPPH melemah menjadi 145.75 ppm.
2. Nilai aktivitas antioksidan formulasi B-larutan vitamin C 600 ppm
mempunyai % hambatan yang cukup baik namun menurun seiring
lamanya penyimpanan, hal ini dapat dilihat dari nilai IC50 (konsentrasi
untuk meredam radikal bebas DPPH 0,05 M sebanyak 50%) pada awal
penyimpanan adalah sebesar sebesar 201.08 ppm kemudian seiring dengan
berjalannya waktu penyimpanan diketahui bahwa kekuatan untuk
meredam DPPH melemah menjadi 252.86 ppm.
3. Minuman formulasi C-sari buah campuran (apel, anggur, blackcurrant,
blueberry, dan purple carrot) dengan penambahan vitamin C diketahui
memiliki %hambatan lebih besar terhadap antioksidan dibandingkan
dengan penjumlahan %hambatan aktivitas antioksidan dari masing-masing
produk sebelum bahan-bahan tersebut dicampurkan. Hal ini menunjukkan
adanya sinergisme antioksidan di dalam campuran formula
minuman.Peningkatan aktivitas antioksidan pada produk minuman sari
buah campuran ditambah vitamin C terus berlangsung selama
penyimpanan.
54
5.2 Saran
1. Sebaiknya dilakukan variasi konsentrasi vitamin C untuk mencari
aktivitas antioksidan yang optimal tanpa melupakan faktor citarasa dari
minuman yang dibuat.
2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai pengaruh vitamin C
terhadap peningkatan aktivitas antioksidan selama umur simpan produk
(sampai kadaluarsa) agar datanya dapat digunakan untuk mengklaim
aktivitas antioksidan sampai akhir masa umur simpan produk.
55
DAFTAR PUSTAKA
Alasalvar C., Al-Farsi M., Quantick P.C., Shahidi F. and Wiktorowicz R. 2005.
Effect of chill storage and modified atmosphere packaging (MAP) on
antioxidant activity, anthocyanins, carotenoids, phenolics and sensory
quality of ready-to-eat shredded orange and purple carrots. Food Chem.
89: 69.
Alasalvar C., Grigor J.M., Zhang D., Quantick P.C. and Shahidi F. 2001.
Comparison of volatiles, phenolics, sugars, antioxidant vitamins, and
sensory quality of different colored carrot varieties. J. Agric. Food Chem.
47: 1410.
AM, Blackburn L, Christie S, Townsend S, David J. 2000. Food supplement in
the treatment of primary fibromyalgia: A double-blind, crossover trial of
anthocyanidins and placebo . J. Nutr Environ Med. 10 :189-199.
Amakura Y, Umino Y, Tsuji S, Tonogai Y . Influence of jam processing on the
radical scavenging activity and phenolic content in berries . J Agric Food
Chem . 2000; 48 :6292-6297.
Amic D, Beslo D, Trinajstic N, Davidovic. 2003. Structure-Radical Scavenging
Activity Relationships of Flavonoids. Croatia Chem Acta 76(1): 55-61.
Anggraini, Melati. 2011. Skripsi Efek Ekstraksi Daun Johar pada Bobot Badan
dan Suhu Tubuh Ayam yang Terinfeksi Eimeria spp. Fakultas Kedokteran
Hewan. Institut Pertanian Bogor.
Anonim. 2013. “Apple Fruit”. Apple fruit nutrition facts and health benefits
(http://www.nutrition-and-you.com/apple-fruit.html diakses tanggal 14
April 2013)
Anonim. 2013. “Blackcurrants”. Wikipedia Bahasa Indonesia Ensiklopedia
Bebas. (http://en.wikipedia.org/wiki/Blackcurrant diakses 12 Januari
2013).
Anonim. 2013. “Content of Blackcurrants”. Blackcurrants Foundation.
(http://www.blackcurrantfoundation.co.uk/nutrition_health_fruit_composit
56
ion.html diakses 12 januari 2013).
Anonim. 1995. Standar Nasional Indonesia(01-3719 -1995), Minuman Sari
Buah, Dewan Standarisasi Nasional.
AOAC. 1995. Official methods of Analysis of The Association of Analytical
Chemist. Virginia: Inc Arlington.
Astuti Y. 2005. Isolasi, identifikasi dan uji toksisitas senyawa aktif fraksi metilen
klorida dari tanaman purwoceng (Pimpinella alpina Molk) [tesis].
Semarang: Jurusan Kimia FMIPA Universitas Diponegoro.
Babic I., Amiot M.J., Ngugen-The C. and Aubert S. 1993.Changes in phenolic
Sci. 58: 351.
Bagchi D, Bagchi M, Stohs SJ. 2000. Free radicals and grape seed
proanthocyanidin extract: importance in human health and disease
prevention. Toxicol 148(2-3):187–97.
Baranski R., Allender C. and Klimek-Chodacka M. 2012. Towards better tasting
and more nutritious carrots: Carotenoid and sugar content variation in
carrot genetic resources, Food Res. Int. 47: 182.
Beheshti, Hosseini E., Lund ST, Kitts DD. 2012. Characterization of Antioxidant
Capacity from Fruits with Distinct Anthocyanin Biosynthetic Pathways. J
Nutr Food Sci 2:122.
Bhagwat, S., Haytowitz, D.B. Holden, J.M. (Ret.). 2013. USDA Database for the
Flavonoid Content of Selected Foods, Release 3.1. U.S .Department of
Agriculture, Agricultural Research Service. Nutrient Data Laboratory
Home Page: http://www.ars.usda.gov/nutrientdata/flav
Block G. 1994. Nutrient source of pro-vitamin A carotenoids in American diet.
Am. J. Epidemiol. 39: 290.
Boyer, J. and R. H. liu (2004). Apple phytochemical and their health benefits.
Nutrition journal 3 (5): http://www.nutritionj.com/content/3/1/5.
Bridle P dan Timberlake CF. 1997. Anthocyanin as natural food colours–selected
aspects. Food Chemistry 58 (1 –2): 103 – 109.
Buckle, K.A., R.A. Edwards, G.H. Fleet, and M.Woottom. 1987. Ilmu Pangan
(Terjemahan) Hari Purnomo. Jakarta. U I Press.
57
Camire ME. 2002. Phytochemicals in the Vaccinium family: bilberries,
blueberries, and cranberries. In: Meskin MS, Bidlack WR, Davies AJ,
Omaye ST, editors. Phytochemicals in Nutrition and Health. Boca Raton:
CRC Press. p 19–40.
Cefola, M., Pace, B., Renna, M., Santamaria, P. Signore, A. and Serio, F.. 2012.
Compositional Analusis and Antioxidant Profile of Yellow, Orange, and
Purple Polignano Carrots. Ital.J. Food Sci., vol. 24.
Crozier A, Jaganath IB dan Clifford MN. 2006. Phenols, polyphenols, and
tannins: An Overview. Di dalam: Crozier A, Clifford MN, Ashihara H.
Plant Secondary Metabolites: Occurance, Structure and Role in the
Human Diet. Blackwell Publishing Ltd, Victoria.
Dalimartha S, Soedibyo M. 1999. Awet Muda dengan Tumbuhan Obat dan Diet
Supleme. Jakarta: Trubus Agriwidya.
Denisov ET, Afanes’ev IB. 2005. Oxidation and Antioxidants in Organic
Chemistry and Biology. Boca Raton: CRC Press, LLC.
Dewick PM. 2009. Medicinal Natural Product: A Biosynthetic Approach 3rd
Edition. University of Nottingham, UK.
Direja HE. 2007. Kajian aktivitas antimikroba ekstrak jintan hitam (Nigella sativa
L.) Terhadap Bakteri Patogen dan Perusak Pangan [skripsi]. Bogor:
Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian,
Institut Pertanian Bogor.
Einbond, Linda S., Reynertson, Kurt A., Xiao-Dongluo, Basile, Margaret J. B.,
Kennely E. J. (2003). Anthocyanin antioxidants from edible fruits. Food
Chemistry 84: 23-28.
Eskin NAM, Przybylski R. 2001. Antioxidant and shelf life of food. Di dalam:
Eskin NAM, Robinson DR, editor. Food Shelf Life Stability, Chemical,
Biochemical, and Microbiological Changes. Washington DC: CRC Press,
LLC.
Espín JC, Soler-Rivas C, Wichers HJ, García-Viguera C. 2000. Anthocyanin-
based natural colorants: a new source of antiradical activity for foodstuff. J
Agric Food Chem 48(5):1588–92.
58
Esti A S. 2000. Tentang Pengolahan Pangan. Pusat informasi wanita dalam
pembangunan. Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi.
Fennema OR. 1996. Food Chemistry, 3rd edition. New York : Marcel Dekker
Francis FJ. 2002. Food Colorings. Di dalam: DB MacDougall (ed). Colour in
Food: Improving Quality. Washington: CRC Press.
Grassmann J., Schnitzler W.H. and Habegger R. 2007. Evaluation of different
coloured carrot cultivars on antioxidative capacity based on their
carotenoid and phenolic contents. Int. J. Food Sci. Nutr. 58: 603.
Habegger R. and Schnitzler W.H. 2007. Essential oil as antioxidants of different
coloured carrot cultivars (Daucus carota L. ssp. sativus Hoffm.). J. Appl.
Bot . Food Qual. 81: 132-135.
Harborne JB. 1996. Metode Fitokimia. Penuntun Cara Modern Menganalisis
Tumbuhan. Terjemahan.K. Padmawinata dan I. Soediro. Penerbit ITB,
Bandung.
Hertog MGL, Kromhout D, Aravansis C, Blackburn H, Buzina R, Fidanza F,
Giampaoli S, Jansen A, Menotti A, Nedeljkovic S, Pekkarinen, M., Simic
BS, Toshima H, Feskens EJM, Hollman PCH, Katan MB (1995)
Flavonoid intake and long-term risk of coronary heart disease and cancer
in the Seven Country Study. Arch Intern Med 155: 381-386.
Higuchi T. 1990. Lignin biochemistry: Biosyntesis and biodegradation. Wood Sci
Technol 24: 23-63.
Ho CT. 1992. Phenolic compound in food. Di dalam: Huang, MT, CT Ho, dan
CY Lee (eds.). Phenolic Compound in Food and Their Effects on Health
II. American Chemical Society: Washington DC.
Hosseinian, Farah S., Beta, Trust. 2007. Patented techniques for the
extraction and isolation of secoisolari-ciresinol diglucoside from flaxseed.
Pub Med 1(1):25-31.
Huang. 1992. Phenolic Compound in Food and Their Effects on Health. American
Chemical Society: Washington DC
59
Hutching JB. 1999. Food Colour and Appearance. London: Blackie Academic
and Professional.
Jay, James M., “Modern Food Microbiology”, 6th
ed., Aspen Publisher Inc.,
Maryland, 2000, pp 595 – 600.
Ju Zhi-Guo, Yuan’ Yong-Bing, Lieu Cheng-Lian, dan Xin Shi-Hai. 1995.
Relationships among phenylalanine ammonia-lyase activity, simple phenol
concentrations and anthocyanin accumulation in apple. Scientia
Horticulturae 61:215-226.
Kalt W, Dufour D. 1997. Health functionality of blueberries HortTechnology. J
Food Sci 7(3):216-221.
Kalt W, McDonald JE, Donner H. 2000. Anthocyanins, phenolics, and antioxidant
capacity of processed lowbush blueberry products. J Food Sci 65(3):390–
3.
Kalt W, McDonald JE, Ricker RD and Lu X. 1999. Anthocyanin content and
profile within and among blueberry species. Can F Plant Sci 79:617 623.
Kalt W, Ryan DAJ, Duy JC, Prior RL, Ehlenfeldt MK, Vander Kloet SP. 2001.
Interspecific variation in anthocyanins, phenolics, and antioxidant capacity
among genotypes of highbush and lowbush blueberries (Vaccinium section
cyanococcus spp.). J Agric Food Chem 49(10):4761–7.
Kao MS et al. 2007. Phenolic content and antioxidant capacities of Alabama-
Grown thornless blackberries. Int J Fruit Sci 7:33- 46.
Ketaren S. 2005. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. Jakarta:
Penerbit UI-Press.
Kim Y. Wampler D J. 2009. Anthocyanin Content in Various Anthocyanin Rich
Fruits and Vegetables. Sensus 5:2 16-18.
Kumalaningsih S. 2006. Antioksidan Alami Penangkap Radikal Bebas: Sumber,
Manfaat, Cara Penyediaan dan Pengolahan.Trubus Agrisarana, Surabaya.
Laleh G H. Frydoonfar H. Heidary R. Jameei R. Zare S. 2006. The Effect Of
Light, Temperature, pH, and Species on Stability of Anthocyanin Pigment
in Four Berberies Species. Pakistan J Nutrition 5 (1): 90-92.
60
Lee, H.S. and Coates, G. A. 1999. Vitamin C content in processed florida citrus
juice products from 1986-1995. J. Agric. Food Chem. 45: 2550-2555.
Lee, K, Y. Kim, H. Lee and C. Lee (2003). Major phenolics in appleand their
contribution to the total antioxidant capacity. Journal of Agriculture and
Food Chemistry 51:65 16-6520
Lestario L N. Suparmo. Raharjo S. Tranggono. 2003. Perubahan Aktivitas
Antioksidan, Kadar Antosianin dan Polifenol pada Beberapa Tingkat
Kematangan Buah Duwet (Syzygium cumini). Agritech J 25(4):169-172.
Maarit R. 2005. Copigmentation reactions and color stability of berry
anthocyanins. Academic Dissertation. University of Helsinki.
MacDougall D B et.al. 2002. Colour in Food. Boca Raton: CRC Press.
Makfoeld D et. al. 2006. Kamus Istilah Pangan dan Nutrisi. Yogyakarta:
Kanisius.
Markakis P. 1982. Anthocyanins as food additives. Di dalam: Markakis P. (ed.).
Anthocyanins as Food Colors. Academic Press: New York.
Matsumoto H, Inaba H, Kishi M, Tominaga S, Hirayama M, Tsuda T . 2001.
Orally administered delphinidin 3-rutinoside and cyanidin 3-rutinoside are
directly absorbed in rats and humans and appear in the blood as the intact
forms . JAgric Food Chem 49 :1546-1551.
Matthes, A. and Eiberger M. S. 2009. Polyphenol content and antioxidant capacity
of apple fruit: Effect of cultivar and storage conditions. Journal of Applied
Botany and Food Quality 82, 152 – 157. Meyer, A.S.; Yi, O.S.; Pearson, D.A.; Waterhouse, A.L.; Frankel, E.N. 1997.
Inhibition of human lowdensity lipoprotein oxidation in relation to
composition of Phenolic antioxidants in grapes (Vitis vinifera). J. Agric.
Food Chem 45, 1638–1643.
Miller AL. 1996. Antioxidant flavonoid: structure, function and clinical usage.
[terhubung berkala] http://public. Carnet. Hr/acphee/42305.pdf [24 Feb
2012]
Muchtadi TR dan Sugiono. 1992. Ilmu Pengetahuan Bahan Pangan. Bogor : PAU
Pangan dan Gizi IPB.
61
Munoz-Espada A C. Wood K V. Bordelon B. Watkins B A. 2004. Anthocyanin
quantification and radical scavenging capacity of Concord, Norton, and
Marechal Foch grapes and wines. J of Agri and Food Chem 52(22): 6779-
6786.
Naidu AS. 2000. Natural Food Antimicrobial Systems. CRC Press, New York.
Nakajima JI, Tanaka I, Seo S, Yamazaki M, Saito K . 2004. LC/PDA/ESI-MS
profiling and radical scavenging activity of anthocyanins in various berries
. J Biomed Biotechnol 241-247.
Nelson D L. Cox M M. 2005. Penyediaan dan Pengolahan.Trubus Agrisarana,
Surabaya.
Nelson D L. Cox M M. 2005. Principles of Biochemistry 4th Ed. New York: W.
H. Freeman and Company.
Nielsen S S. 1999. Food Analysis Second Edition. Norwell: Aspen Publishers.
Ozela E F. Stringheta P C. Chauca M C. 2007. Stability of Anthocyanin in
spinach vine (Basella rubra) Fruits. Cien Inv Agr 34(2):115-120.
Pastrana-Bonilla E, Akoh CC, Sellappan S, Krewer GE. 2003. Phenolic content
and antioxidant capacity of muscadine grapes. J Agric Food Chem
51(18):5497–503.
Pokornŷ J, Korczak J. 2001. Preparation of natural antioxidants. Di dalam :
Pokornŷ J et al. (editors). Antioxidant in Food Practical Applications.
Boca Rotan : CRC Press LLC.
Prakash A, Rigelhof F, Miller E. 2001. Antioxidant activity. Medalliaon
Laboratories Analitycal Progress, Vol 10.
Praptiwi, P Dewi, M Harapini. 2006. Nilai peroksida dan aktivitas anti radikal
bebas Diphenil Picril Hydrazil Hydrate (DPPH) ekstrak metanol Knema
laurina. Majalah Farmasi Indonesia, 17(1), 32-36.
Pratt DE. 1992. Natural antioxidant from plant material. Di dalam: Huang MT,
CT Ho dan CY Lee. (eds.). Phenolic Compound in Food and Their Effects
on Health II. American Chemistry Society: Washington DC.
Prior R L et. al. 1998. Antioxidant capacity an Influenced by total phenolic and
anthocyanin content. J Agric Food Chem 46: 2686-2693.
62
Prior R L. 2003. Fruits and vegetables in the prevention of cellular oxidative
damage. Am J Clin Nutr 78: 570-578.
Prior RL, Lazarus SA, Cao G, Muccitelli H, Hammerstone JF. 2001.
“Identification of procyanidins and anthocyanins in blueberries and
cranberries (Vaccinium Spp.) using high-performance liquid
chromatography/mass spectrometry, J. Agric. Food Chem. 49:1270-1276.
Rahmawati TR. 2011. Aktivitas antioksidan minuman serbuk buah buni
(Antidesma bunius (L.) Spreng) pada tingkat kematangan yang berbeda
[Skripsi]. Fakultas Ekologi Manusia. Institut Pertanian Bogor.
Rajalakshmi D, Narasimhan S. 1996. Food antioxidants: Sources and methods of
evaluation. Di dalam: Madhavi DL, Deshpande SS, Salunkhe DK, editors.
Food Antioxidants Technological, Toxicological, and Health Perspectives.
New York: Marcel Dekker, Inc.
Rein M. 2005. Copigmentation reactions and color stability of Berry anthocyanins
[Disertasi]. Departemen Mikrobiologi dan Kimia Terapan. Universitas
Helsinki.
Reynertson, K.A., 2007. Phytochemical Analysis of Bioactive Constituens from
Edible Myrtaceae Fruit. The City University of New York: New York.
Rubatzky V.E., Quiros C.F. and Simon P.W. 1999. Carrots and related vegetable
Umbelliferae. New York: CABI Publishing.
Saati EA. 2006. Optimalisasi Fungsi Ekstrak Bunga Kana (Canna cocinea Mill)
sebagai Zat Pewarna dan Antioksidan Alami melalui Metode Isolasi dan
Karakterisasi Pigmen. Malang: Universitas Muhammadiyah.
Safaryani, Nurhayati, Haryanti, Sri, Hastuti, Endah D. 2007. Pengaruh Suhu dan
Lama Penyimpanan terhadap Penurunan Kadar Vitamin C Brokoli
(Brassica oleracea L). Buletin Anatomi dan Fisiologi Vol.. XV, No.2.
Sari P. Wijaya C H. Sajuthi D. Supratman U. 2009. Identifikasi antosianin buah
duwet (Syzygium cumini) menggunakan kromatografi cair kinerja tinggi -
Diode Array Detection. J. Itp 249.
63
Sharma K.D., Karki S., Thakur N.S. and Attri S. 2012. Chemical composition,
functional properties and processing of carrot content in fresh, ready-to-
use and shredded carrots during storage. J. Food Sci. Technol. 49: 22..
Sharma OP dan Bhat TK. 2009. DPPH antioxidant assay revisited. Food
Chemistry 113: 1202-1205.
Siriwoharn T. Wrolstad R E. Finn C E. Pereira C B. 2004. Influence of Cultivar,
Maturity, and Sampling on Blackberry (Rubus L. Hybrids) Anthocyanins,
Poliphenolics, and Antioxidant Properties. J of Agric and Food Chem.
50(26): 3495-3500.
Slimestad R, Solheim H . Anthocyanins from black currants (Ribes nigrum L .).
2002. J Agric Food Chem 50 :3228-3231.
Soares AL, Olivo R, Shimokomahi M, Ida EI. 2004. Synergism between dietary
vitamin E and exogenous phytic acid in prevention of warmed-over flavor
development in chicken breast meat, Pectoralis major M. Brazilian
Archieves of Biology and Technology 47(1): 57-62
Subeki. 1998. Pengaruh cara pemasakan terhadap kandungan antioksidan
beberapa macam sayuran serta dayaserap dan retensinya pada tikus
percobaan[tesis]. Bogor. Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Sun T., Simon P.W. and anumihardjo S.A. 2009. Antioxidant phytochemicals and
antioxidant capacity of biofortified carrots (Daucus carota L.) of various
colors. J. Agric.Food Chem. 57: 4142.
Suradikusumah, E. 1989. Kimia Tumbuhan. PAU Ilmu Hayat Institut Pertanian
Bogor, Bogor.
Vaya Jacob, Aviram Michael. 2001. Nutritional antioxidant : mechanism of
action, analyses of activities and medical applications, Curr. Med. Chem-
Imm,Endoc. &Metab Agents, vol 1 hal 99-117.
Viguera CG, P Bridle. 1999. Influence of Structure on Color Stability of
Anthocyanins and flavylum salts with Ascorbic Acid. J Food Chem 64:21-
26.
64
Wahyudi A. 2006. Pengaruh penambahan kurkumin dari rimpang temu giring
pada aktivitas antioksidan asam askorbat dengan metode FTC. Akta
Kimindo 2(1): 37-40.
Wijaya SI, Widjanarko BS, dan Susanto. 2001. Ekstraksi dan karakterisasi pigmen
dari kulit buah rambutan (Nephelium lappaceum) var. Binjai. BIOSAIN.
Universitas Brawijaya, Malang 1(2).
Winarno FG. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. PT Gramedia, Jakarta.
Winarno FG. 2002. Kimia Pangan dan Gizi. PT Gramedia, Jakarta.
Windono, T. Soediman, S. Yudaati, U. Ermawati, E. Srielita, A. dan Erowati, T.I.
2001. Uji Peredam Radikal Bebas terhadap 1,1-Diphenyl-2-picrylhydrazyl
(DPPH) dari Ekstrak Kulit Buah dan Biji Anggur (Vitis vinifera L.)
Probolinggo dan Bali. Artocarpus, Surabaya, 1(1), 34-43.
Winkel BSJ. 2006. The biosynthesis of flavonoid. Di dalam: Grotewold E. The
sciencw of Flavonoids. Springer: USA 71-95.
Xia, En-Qi; Deng, Gui-Fang; Guo, Ya-Jun; Li, Hua-bin. 2010. Biological
Activities of Polyphenols from Grapes. Int. J. Mol. Sci, 11, 622-646.
Yuwono A. 2009. Antioxidant and health disease. [terhubung berkala]
http://farmacology.org/specialistmedic/internist [2 Maret 2009]
Zucker M. 1972. Light and enzymes. Annual Review Plant Physiology 23: 133.
65
Lampiran 1
Bagan Alir Pembuatan Sari Buah Campuran
Proses Pencampuran Bahan
Konsentrat Apel, Anggur, Blackcurrant,
Blueberry, Purple Carrot
Penambahan Sukrosa cair,
larutan Asam Sitrat, Larutan
Asam Malat, Larutan
Sodium Sitrat, perisa,
dan/atau Larutan Vitamin C
Tanki Blending
Penambahan Air Adjustment sesuai spesifikasi
Penyaringan
menggunakan wire mesh
60
Dipanaskan pada mesin
UHT
Dikemas Aseptik
(Kemasan Tetra Pack)
66
Lampiran 2
Bagan Alir Analisis Produk
Formula A( Produk
Minuman Campuran Sari
buah dan sayur sayur)
Formula B( Larutan
Vitamin C 600 ppm)
Formula C (Minuman
Campuran Sari buah
dan sayur sayur +
vitamin C)
Analisis pH
Analisis Asam Tertitrasi
Analisis Total Padatan Terlarut
Analisis Warna
Analisis Aktivitas Antioksidan
0 minggu 2
minggu
4 minggu 6 minggu 8 minggu
67
Lampiran 3. Data Hasil Analisa pH
Sampel Minggu 0 Rata-rata Minggu
II Rata-rata Minggu IV Rata-rata Minggu VI Rata-rata Minggu VIII Rata-rata
A 3.49
3.50
3.72
3.72
3.72
3.72
3.77
3.76
3.74
3.73 3.51 3.72 3.71 3.77 3.74
3.51 3.72 3.72 3.75 3.72
B 4.05
4.05
4.09
4.10
4.03
4.03
4.12
4.12
4.03
4.03 4.06 4.10 4.03 4.13 4.03
4.05 4.10 4.03 4.11 4.03
C 3.42
3.43
3.67
3.67
3.70
3.71
3.72
3.72
3.70
3.70 3.43 3.67 3.71 3.72 3.70
3.43 3.67 3.71 3.72 3.71
.
Lampiran 4. Data Hasil Analisis Total Asam Tertitrasi
68
Sampel
Minggu 0 Minggu II
Pengulangan N NaOH ml
NaOH
% Total Asam
Tertitrasi
Rata-rata N NaOH ml NaOH % Total Asam
Tertitrasi Rata-rata
A
I 0.981 4.40 0.2762
0.2762
0.981 4.30 0.2700
0.2710 II 0.981 4.40 0.2762 0.981 4.35 0.2731
III 0.981 4.40 0.2762 0.981 4.30 0.2700
B
I 0.981 0.30 0.0188
0.0188
0.981 0.30 0.0188
0.0188 II 0.981 0.30 0.0188 0.981 0.30 0.0188
III 0.981 0.30 0.0188 0.981 0.30 0.0188
C
I 0.981 4.60 0.2888
0.2888
0.981 4.65 0.2919
0.2919 II 0.981 4.60 0.2888 0.981 4.65 0.2919
III 0.981 4.60 0.2888 0.981 4.65 0.2919
Minggu IV Minggu VI
Sampel Pengulangan N NaOH ml NaOH % Total Asam
Tertitrasi Rata-rata N NaOH ml NaOH
% Total
Asam Tertitrasi
Rata-rata
A
I 0.981 4.35 0.2731
0.2731
0.981 4.35 0.2731 0.2731
II 0.981 4.35 0.2731 0.981 4.35 0.2731
III 0.981 4.35 0.2731 0.981 4.35 0.2731
B
I 0.981 0.30 0.0188
0.0188
0.981 0.30 0.0188 0.0188
II 0.981 0.30 0.0188 0.981 0.30 0.0188
III 0.981 0.30 0.0188 0.981 0.30 0.0188
C
I 0.981 4.70 0.2951
0.2951
0.981 4.75 0.2982 0.2972
II 0.981 4.70 0.2951 0.981 4.70 0.2951
III 0.981 4.70 0.2951 0.981 4.75 0.2982
Minggu VIII
Sampel Pengulangan N NaOH ml NaOH % Total Asam
Tertitrasi Rata-rata
A
I 0.981 4.35 0.2731
0.2731 II 0.981 4.35 0.2731
III 0.981 4.35 0.2731
B
I 0.981 0.30 0.0188
0.0188 II 0.981 0.30 0.0188
III 0.981 0.30 0.0188
C
I 0.981 4.70 0.2951
0.2972 II 0.981 4.70 0.2951
III 0.981 4.80 0.3014
Lampiran 5. Data Hasil Analisis Total Padatan Terlarut
Sampel Minggu Rata- Minggu Rata-rata Minggu Rata- Minggu Rata- Minggu Rata-
69
0 rata II IV rata VI rata VIII rata
A 13.40
13.40
13.40
13.40
13.40
13.40
13.50
13.50
13.50
13.50 13.40 13.40 13.40 13.50 13.50
13.40 13.40 13.40 13.50 13.50
B 0.30
0.30
0.30
0.30
0.30
0.30
0.30
0.30
0.30
0.30 0.30 0.30 0.30 0.30 0.30
0.30 0.30 0.30 0.30 0.30
C 13.40
13.40
13.40
13.40
13.50
13.50
13.50
13.50
13.50
13.50 13.40 13.40 13.50 13.50 13.50
13.40 13.40 13.50 13.50 13.50
Lampiran 6. Data Hasil Analisis Warna
Sampel Ulangan Minggu 0 Minggu II
70
L a b a/b L a b a/b
A
1 30.12 36.26 16.58 2.19 28.53 36.53 16.38 2.23
2 30.10 36.20 16.50 2.19 28.49 36.53 16.38 2.23
3 30.12 36.20 16.70 2.17 28.48 36.49 16.38 2.23
Rata-rata 30.11 36.22 16.59 2.18 28.50 36.52 16.38 2.23
B
1 30.12 35.26 16.58 2.13 33.38 32.27 17.35 1.86
2 30.10 35.20 16.58 2.12 33.38 32.26 17.32 1.86
3 30.12 36.20 16.56 2.19 33.36 32.25 17.34 1.86
Rata-rata 30.11 35.55 16.57 2.15 33.37 32.26 17.34 1.86
Sampel Ulangan Minggu IV Minggu VI
L a b a/b L a b a/b
A
1 31.78 34.59 16.87 2.05 32.72 34.90 18.59 1.88
2 31.76 34.59 16.87 2.05 32.70 33.90 18.59 1.82
3 31.74 34.59 16.86 2.05 32.70 33.90 18.59 1.82
Rata-rata 31.76 34.59 16.87 2.05 32.71 34.23 18.59 1.84
B
1 35.28 31.34 17.49 1.79 36.07 32.80 17.15 1.91
2 35.30 31.32 17.48 1.79 36.08 30.83 17.14 1.80
3 35.28 31.31 17.46 1.79 36.09 30.81 17.15 1.80
Rata-rata 35.29 31.32 17.48 1.79 36.08 31.48 17.15 1.84
Sampel Ulangan Minggu VIII
L a b a/b
A
1 33.01 32.83 16.88 1.94
2 33.02 32.84 16.88 1.95
3 33.02 32.82 16.86 1.95
Rata-rata 33.02 32.83 16.87 1.95
B
1 36.49 29.67 18.58 1.60
2 36.50 29.60 18.57 1.59
3 36.50 29.60 18.58 1.59
Rata-rata 36.50 29.62 18.58 1.59
71
Lampiran 7. Data Analisa Aktivitas antioksidan sampel A
(Minuman sari buah campuran (apel, anggur, blackcurrant, blueberry, dan purple
carrot) tanpa penambahan vitamin C.
Sampel A minggu 0
konsentrasi A
(%)
serapan %
Hambatan simplo duplo triplo rata-rata
0.0112 0.380 0.384 0.392 0.385 57.375
0.0150 0.282 0.280 0.289 0.284 68.621
0.0150 0.155 0.142 0.152 0.150 83.444
0.0187 0.084 0.086 0.091 0.087 90.376
0.0225 0.073 0.076 0.075 0.075 91.740
blanko 0.9000
Sampel A minggu II
konsentrasi A
(%)
serapan %
Hambatan simplo duplo triplo rata-rata
0.0112 0.399 0.4 0.415 0.405 55.236
0.0150 0.292 0.317 0.318 0.309 65.819
0.0150 0.17 0.187 0.188 0.182 79.904
0.0187 0.125 0.134 0.133 0.131 85.546
0.0225 0.087 0.091 0.09 0.089 90.118
blanko 0.9000
Sampel A minggu IV
konsentrasi A
(%)
serapan %
Hambatan simplo duplo triplo rata-rata
0.0112 0.472 0.47 0.485 0.476 47.382
0.0150 0.355 0.377 0.374 0.369 59.218
0.0150 0.196 0.19 0.203 0.196 78.282
0.0187 0.14 0.152 0.151 0.148 83.665
0.0225 0.111 0.121 0.119 0.117 87.058
blanko 0.9000
72
Lampiran 8. Hasil Analisa Aktivitas Antioksidan Sampel B
Sampel Vitamin C minggu 0
Sampel A minggu VI
konsentrasi A
(%)
serapan %
Hambatan simplo duplo triplo rata-rata
0.0112 0.494 0.508 0.51 0.504 44.248
0.0150 0.388 0.394 0.404 0.395 56.268
0.0150 0.236 0.253 0.274 0.254 71.866
0.0187 0.177 0.184 0.209 0.190 78.982
0.0225 0.125 0.125 0.124 0.125 86.209
blanko 0.9000
Sampel A minggu VIII
konsentrasi A
(%)
serapan %
Hambatan
simplo duplo triplo rata-rata
0.0112 0.62 0.623 0.61 0.618 31.674
0.0150 0.509 0.508 0.507 0.508 43.805
0.0150 0.385 0.385 0.278 0.349 61.357
0.0187 0.235 0.238 0.234 0.236 73.931
0.0225 0.137 0.135 0.132 0.135 85.103
blanko 0.9000
Nilai IC50 sampel
A
Umur (Minggu) Persamaan Nilai IC50
(%)
Nilai
IC50
(ppm)
0 y = 3063.x +
27.83 22.17 0.007238002 72.38
2 y = 3065.x +
24.80 25.2 0.00822186 82.22
4 y = 3488.x +
13.63 36.37 0.010427179 104.27
6 y = 3691.x +
6.679 43.321 0.011736928 117.37
8 y = 4815.x -
20.18 70.18 0.014575286 145.75
73
konsentrasi Vit. C
(%)
serapan %
Hambatan simplo duplo triplo rata-rata
0.0112 0.622 0.638 0.652 0.637 29.499
0.0150 0.555 0.565 0.578 0.566 37.389
0.0150 0.512 0.538 0.554 0.535 40.855
0.0187 0.448 0.467 0.483 0.466 48.451
0.0225 0.390 0.422 0.435 0.416 54.019
blanko 0.9000
Sampel Vitamin C minggu II
konsentrasi Vit. C
(%)
serapan %
Hambatan simplo duplo triplo rata-rata
0.0112 0.665 0.681 0.69 0.679 24.926
0.0150 0.599 0.617 0.633 0.616 31.822
0.0150 0.586 0.605 0.625 0.605 33.038
0.0187 0.518 0.539 0.551 0.536 40.708
0.0225 0.468 0.494 0.512 0.491 45.649
blanko 0.9000
Sampel Vitamin C minggu IV
konsentrasi Vit. C
(%)
serapan %
Hambatan simplo duplo triplo rata-rata
0.0112 0.728 0.741 0.769 0.746 17.478
0.0150 0.665 0.679 0.697 0.680 24.742
0.0150 0.659 0.67 0.685 0.671 25.737
0.0187 0.575 0.596 0.626 0.599 33.739
0.0225 0.54 0.562 0.579 0.560 38.016
blanko 0.9000
Sampel Vitamin C minggu VI
konsentrasi Vit. C
(%)
serapan %
Hambatan simplo duplo triplo rata-rata
0.0112 0.807 0.813 0.822 0.814 9.956
0.0150 0.737 0.765 0.7771 0.760 15.962
0.0150 0.719 0.731 0.754 0.735 18.732
0.0187 0.659 0.673 0.688 0.673 25.516
0.0225 0.615 0.631 0.643 0.630 30.347
blanko 0.9000
Sampel Vitamin C minggu VIII
konsentrasi Vit. C serapan %
74
(%) simplo duplo triplo rata-rata
Hambatan
0.0112 0.84 0.84 0.842 0.841 7.006
0.0150 0.807 0.805 0.804 0.805 10.914
0.0150 0.776 0.776 0.775 0.776 14.196
0.0187 0.728 0.728 0.724 0.727 19.617
0.0225 0.686 0.684 0.688 0.686 24.115
blanko 0.9000
konsentrasi Vit. C
(%)
% Hambatan
0 minggu II Minggu IV Minggu VI Minggu VIII
Minggu
0.0112 29.499 24.926 17.478 9.956 7.006
0.0150 37.389 31.822 24.742 15.962 10.914
0.0150 40.855 33.038 25.737 18.732 14.196
0.0187 48.451 40.708 33.739 25.516 19.617
0.0225 54.019 45.649 38.016 30.347 24.115
Lama Penyimpanan
(Minggu) Persamaan
Perhitungan
Nilai IC50
(%)
Nilai IC50
(ppm)
0
y = 2195.x +
5.862 44.138 0.02010843 201.08
2
y = 1873.x +
4.351 45.649 0.02437213 243.72
4
y = 1862.x -
2.752 47.248 0.02537487 253.75
6
y = 1844.x -
10.29 39.71 0.02153471 215.35
8
y = 1560.x -
10.54 39.446 0.0252859 252.86
Lampiran 9. Data Hasil Analisa Aktivitas Antioksidan Sampel C
(Minuman sari buah campuran (apel, anggur, blackcurrant, blueberry, dan purple carrot)
tanpa penambahan vitamin C.
75
Sampel C minggu 0
konsentrasi A (%) serapan
% Hambatan simplo duplo triplo rata-rata
0.0037 0.432 0.456 0.479 0.456 49.594
0.0050 0.356 0.373 0.405 0.378 58.186
0.0062 0.305 0.320 0.347 0.324 64.159
0.0075 0.202 0.220 0.244 0.222 75.442
0.0100 0.099 0.111 0.137 0.116 87.205
blanko 0.9000
Sampel C minggu II
konsentrasi A (%)
serapan % Hambatan
simplo duplo triplo rata-rata
0.0037 0.511 0.537 0.55 0.533 41.077
0.0050 0.432 0.448 0.467 0.449 50.332
0.0062 0.352 0.377 0.38 0.370 59.108
0.0075 0.264 0.287 0.31 0.287 68.252
0.0100 0.165 0.188 0.208 0.187 79.314
blanko 0.9000
Sampel C minggu IV
konsentrasi A (%) serapan
% Hambatan
simplo duplo triplo rata-rata
0.0037 0.578 0.593 0.626 0.599 33.739
0.0050 0.502 0.521 0.544 0.522 42.220
0.0062 0.418 0.44 0.453 0.437 51.659
0.0075 0.349 0.375 0.392 0.372 58.850
0.0100 0.24 0.262 0.287 0.263 70.907
blanko 0.9000
Sampel Minggu VI
konsentrasi A (%) serapan
% Hambatan
simplo duplo triplo rata-rata
0.0037 0.654 0.668 0.68 0.667 26.180
0.0050 0.563 0.577 0.6 0.580 35.841
0.0062 0.499 0.52 0.535 0.518 42.699
0.0075 0.421 0.447 0.463 0.444 50.922
0.0100 0.313 0.333 0.351 0.332 63.237
blanko 0.9000
Sampel C minggu VIII
konsentrasi B (%) serapan
% Hambatan
simplo duplo triplo rata-rata
0.0037 0.703 0.702 0.7 0.702 22.382
76
0.0050 0.625 0.62 0.624 0.623 31.084
0.0062 0.564 0.566 0.568 0.566 37.389
0.0075 0.493 0.487 0.493 0.491 45.686
0.0100 0.379 0.377 0.377 0.378 58.223
blanko 0.9000
Umur Persamaan Perhitungan
Nilai IC50
(%) Nilai IC50 (ppm)
0
y = 6059.x + 27.65 22.35 0.003689 36.89
2
y = 6128.x + 19.90 30.1 0.004912 49.12
4 y = 5927.x + 13.06 36.94 0.006232 62.32
6 y = 5837.x + 5.950 44.05 0.007547 75.47
8 y = 5670.x + 2.208 47.792 0.008429 84.29
.
Recommended