View
568
Download
10
Category
Preview:
DESCRIPTION
FRANSISKUS X.MEKU
Citation preview
MAKALAH ALAT TRANSCUTANEUS ELECTRICAL NERVE STIMULATION (TENS) DALAM MEMODULASI NYERI
OLEHFRANSISKUS XAVERIUS MEKU
NIM 201001013
PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KATOLIK
ST. VINCENTIUS A PAULO SURABAYA
2012
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan YME atas berkat dan
rahmatNya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul
“MENGENAL TRANSCUTANEUS ELECTRICAL NERVE
STIMULATION (TENS) DALAM MEMODULASI NYERI” dapat
terselesaikan tepat pada waktunya. . makalah ini merupakan salah satu syarat
untuk memperoleh beasiswa di Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Katolik St.
Vincentius A Paulo Surabaya.
Bersama ini perkenankanlah penulis mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada :
1. Sr. Reinalda Sri Winarni SSpS, MN, selaku Ketua STIKES Katolik St.
Vincentius a Paulo Surabaya yang telah memberikan kesempatan mendapatkan
beasiswa ini kepada penulis.
2. Ibu marsel.......... selaku yang mengajukan saya untuk beasiswa ini
3. Teman-teman yang memberikan motivasi dan semangat kebersamaan dalam
penyelesaian makalah ini ini.
4. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang dengan
caranya masing-masing telah memberikan bantuan selama penyusunan
proposal ini.
Semoga Tuhan membalas budi semua pihak yang telah memberi kesempatan
dan dukungan dalam penyelesaian proposal ini. Penulis menyadari bahwa dalam
penyusunan proposal ini masih jauh dari sempurna, karena keterbatasan
pengetahuan dan kemampuan penulis. Oleh karena itu, penulis sangat
mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun.
Surabaya, April Juli 2012
Penulis
1
PENDAHULUAN
Keluhan nyeri merupakan salah satu merupakan salah satu keluhan medis
yang bisa dirasakan dari bayi sampai menjelang ajal. Keluhan nyeri dapat yang
dirasakan dapat berasal dari berbagai bagian tubuh mengingat hampir seluruh
tubuh mendapat persarafan penerimadan pembawa angsangan nyeri (rangsangan
nonsiseptif). Sensasi nyeri dapat berfariasi dari ringgan sehingga tidak
mengganggu aktivitas fungsional sampai yang berat sehingga tidak mampu
melaksanakan berbagai aktifitas fungsionalnya. Nyeri yang menetap merupakan
keluhan yang mendorong seseorang untuk mencari pertolongan pada berbagai
pihak termaksud layanan kesehatan. Untuk mengukur skala atau intensitas nyeri
banyak sekali skala atau instruman yang digunakan baik ditunjukan semata- mata
terhadap keluhan nyeri seperti skala VAS, VDS, skala 5 tingkat, dll. Dalam dunia
kesehatan juga cara memodulasi nyeri dapat dulakukan dengan berbagai cara
antara lain terapi manipulasi, laser, stimulasi listrik maupun edukasi. Terapi listrik
merupakan jenis terapi yang palig digemasi dewasa ini antara lain menggunakan
TENS (Transcutaneus Electrical Nerve Stimulation).
Dalam makalah ini banyak dibahas tentang penggunaan tens dalam memodulasi
nyeri tersebut.
2
PEMBAHASAN
TENS (Transcutaneus Elctrical Nerve Stimulation) merupakan suatu cara
penggunaan listrik untuk merangsang sistem saraf melalui permukaan kulit.
MEKAKANISME TENS (Johnson M, 2002)
1. Mekanisme Periferal
Stimulasi listrik yang diaplikasinkan pada serabut saraf akan menghasilkan
impuls saraf yang berjalan dengan dua arah disepanjang akson saraf yang
bersangkutan, peristiwa ini dikenal sebagai aktivasi antidromik. Impuls
saraf yang dihasilkan oleh tens yang berjalan menjauh dari arah sistem saraf
pusat akan menabrak dan menghilangkan atau menurunkan impuls aferen
yang datang dari jaringan rusak. Pada keadaan jaringan rusak atuvasi bisa
terjadi pada serabut saraf berdiameter besar dan TENS tipe konvensional
juga akan mengaktivasi serabut saraf yang berdiameter besar yang
mengahasilkan impuls antidromik yang berdampak analgesia.
Kontribusi blokade periferal untuk menghasilkan efek analgesia lebih
besar dihasilkan oleh intense TENS. Perjalanan impuls pada serabut a delta
3
yang dihasilkan oleh InTens akan menabrak impuls nosiseptif yang berjalan
di A delta yang sama. Penelitian Levin dan Hui Chan (1993) menunjukan
bahwa subyek sehat manusia tidak terlalu toleran terhadap aktifasi langsung
aferen A delta oleh TENS dan untuk itu mereka menganjurkan agar InTENS
hanya diberikan dalam waktu yang singkat sewaktu digunakan pada praktek
klinik. Adanya impuls antidromik juga mengakibatkan terlepasnya materi P
dari neuron sensoris yang berujung terjadinya fasodilatasi arteriole dan ini
merupakan dasar bagi proses triple responses. Adanya triple responses dan
penekanan aktivasi simpatis akan meningkatkan aliran darah sehingga
pengangkutan meteri yang berpengaruh terhadap nyeri seperti bradikinin,
histamin ataau materi P juga akan meningkat (Gersh RM, 1992).
2. Mekanisme Segmental
TENS konvensional menghasilkan efek analgesia terutama melalui
mekanisme segmental yaitu dengan jalam mengaktivasi serabut A beta yang
selanjutnya akan menginhibisi neuron nosiseptif di kornu dorsalis medula
spinalis (gate . Ini mengacu pada teori gerbang kontrol (gate control theory)
yang dikemukan oleh Melzack dan Wall (1965) yang menyatakan bahwa
gerbang terdiri dari sel internunsial yang bersifat inhibisi yang dikenal
sebagai substansia gelatinosa dan yang terletak di kornu posterior dan sel T
yang merelai informasi dari pusat yang lebih tinggi. Tingkat aktifitas sel T
ditentukan oleh keseimbangan asupan dari serabut berdiameter besar A beta
dan A alfa serta serabut bediameter kecil A delta dan serabut C. Asupan dari
serabut saraf berdiameter kecil akan mengaktivasi sel T yang kemudian
dirasakan sebagai keluhan nyeri. Jika serabut berdiameter teraktifasi, hal ini
4
juga akan mengaktifkan sel T namun pada saat yang bersamaan impuls
tersebut juga dapat memicu sel SG yang berdampak pada penurunan asupan
pada sel T baik yang berasal dari serabut berdiameter besar maupun kecil
dengan kata lain asupan impuls dari serabut berdiameter besar akan
menutup gerbang dan akan membloking transmisi impuls dari serabut aferen
nosiseptor sehingga nyeri berkurang atau menghilang.
3. Mekanisme Ekstrasegmental
TENS yang menginduksi aktifitas aferen yang berdiameter kecil juga
menghasilkan analgesia tingkat ekstrasegmental melalui aktivasi struktur
yang membentuk jalanan inhibisi desenderen seperti Periaqueductal Grey
Antinosiseptisi, nucleous raphe magnus dan nucleous raphe
gigantocelluraris. Antinosisepsi yang dihasilkan oleh stimulasi A delta pada
hewan percobaaan mengalami penurunan saat dilakukan transeksi spinal,
hal ini menunjukkan adanya peran struktur ekstrasegmental ( Chung dkk,
1984, Woolf, Mitchel dan Barrett, 1980). Kontraksi otot fasik yang
dihasilkan oleh AL-TENS akan membangkitkan aktivitas aferen motorik
kecil (ergoreseptor) yang berujung pada aktivasi jalanan inhibisi nyeri
desenderen. Sjolund, Terenius dan Eriksson (1977) melaporkan bahwa AL-
TENS meningkatkan level endorfin pada cairan serebrospinal pada 9 pasien
yang menderita nyeri kronik dan analgesia yang terjadi dapat diturunkan
dengan pemberian nalokson (Sjolund dan Erikkson, 1979). Namun ternyata
nalokson gagal mengubah kualitas analgesia pada pasien nyeri yang diberi
TENS konvensional (Abram, Reyolds, dan Cusick 1981, Harisson dkk,
1986, Woolf dkk, 1978).
5
PRINSIP-PRINSIP STIMULASI ELEKTRIS PENGURANG NYERI
Di rumah sakit banyak dijumpai peralatan maupun metode stimulasi
elektris guna mengatasi nyeri. Secara umum prinsip dasarnya adalah sama dan
yang berbeda hanyalah pada parameter dan metode aplikasi.
1. Indikasi stimulasi elektris (Rennie, 1991)
1) Trauma musculoskeletal baik akut maupun kronik.
2) Nyeri kepala
3) Nyeri pasca operasi
4) Nyeri pasca melahirkan
5) Nyeri miofasial
6) Nyeri visceral
7) Nyeri yang berhubungan dengan sindroma deprivasi sensorik, seperti
neuralgia, kausalgia, nyeri phantom
8) Sindroma kompresi nerovaskuler
Sedangkan Johnson Mark (2001) mengemukakan tentang penggunaan
TENS dalam berbagai kondisi yaitu:
1) Pada kondisi akut
Nyeri pasca operasi
Nyeri sewaktu melahirkan
Dismenorrhea
Nyeri muskuloskeletal
Nyeri akibat patah tulang
6
2) Nyeri yang berhubungan dengan penanganan kasus gigi.
3) Pada kondisi kronik
Nyeri bawah punggung
Artritis
Nyeri puntung dan nyeri phantom
Neuralgia pasca herpetik
Neuralgia trigeminal
4) Injuri saraf tepi
5) Angina pektoris
6) Nyeri fascial
7) Nyeri tulang akibat proses metastase
2. Kontraindikasi stimulasi listrik ( Rennie S, 1988, Johnson M, 2001)
Arus TENS, interferensi dan diadinamik tidak direkomendasikan pada
kondisi sebagai berikut:
1) Penyakit vaskuler (arteri maupun vena)
2) Adanya kecenderungan perdarahan (pada area yang diterapi)
3) Keganasan (pada area yang diterapi)
4) Pasien menggunakan alat pacu jantung
5) Kehamilan (bila terapi diberikan pada area abdomen atau panggul)
6) Luka terbuka yang sangat lebar
7) Kondisi infeksi
8) Pasien yang mengalami hambatan komunikasi (terlalu tua, ganguan
bicara, konfusi mental).
9) Kondisi dermatologi (pada area yang diterapi)
7
10) Hilangnya sensasi sentuh dan tusuk (pada area yang diterapi)
Peralatan yang umum digunakan untuk memberi stimulasi elektris dalam
hubungannya dengan pengurangan nyeri
1) TENS (Transcutaneous Electrical Nerve Stimulation)
Secara umum karakteristik keluaran arus dari TENS standar adalah sebagai
berikut:
Spesifikasi (Johnson M, 2001) – konvensional
(a) Target arus: mengaktivasi saraf diameter besar
(b) Serabut yang teraktivasi: A beta, mekanoreseptor
(c) Sensasi yang timbul: paraestesia yang kuat sedikit kontraksi
(d) Karakteristik fisika: frekuensi tinggi, intensitas rendah pola kontinyu
Durasi = 100-200 mikrodetik
Frekuensi = 10-200 pps
(e) Posisi elektrode: pada titik nyeri dermatom
(f) Profil analgetik: terasa < 30 menit setelah dinyalakan dan menghilang < 30
menit setelah alat dipadamkan
(g) Durasi terapi: secara terus-menerus saat nyeri terjadi
(h) Mekanisme analgetik: tingkat segmental
2) AL-TENS (Acupuncture-like TENS)
(a) Target arus: Aktivasi motorik untuk menimbulkan kontraksi otot-otot fasik
yang berakhir pada aktivasi saraf berdiameter kecil non noksius
(b) Serabut yang teraktivasi: G III, A delta ergoreseptor
(c) Sensasi yang diinginkan: kontraksi otot fasik yang kuat tetapi nyaman
8
(d) Karakteristik fisika: frekuensi rendah, intensitas tinggi, durasi = 100-200
mikrodetik
Frekuensi s/d 100 pps Pola Burst
(e) Penempatan elektrode: pada motor point atau nyeri miotom
(f) Profil analgetik: terjadi > 30 menit setelah dinyalakan dan baru hilang > 1
jam setelah mesin dipadamkan
(g) Durasi terapi: 30 menit setiap kali terapi
(h) Mekanisme analgetik: ekstrasegmental/supraspinal ataupun segmental
3) Intense TENS
(a) Target arus: mengaktivasi serabut saraf berdiameter kecil
(b) Jaringan yang teraktivasi: nosiseptor
(c) Sensasi yang diinginkan: intensitas tertinggi yang masih dapat ditolerir
pasien dengan sedikit kontraksi otot
(d) Fisika dasar: frekuensi tinggi – 200 pps
Durasi > 1000 mikrodetik
Intensitas tertinggi yang masih tertolerir
Pola arus kontinyu
(e) Penempatan elektrode: pada daerah nyeri atau di sebelah proksimal titik
nyeri pada cabang utama saraf yang bersangkutan
(f) Profil analgetik: < 30 menit setelah terapi dimulai, pengaruh analgetik bisa
bertahan > 1 jam, bisa terjadi hipoaestesia
(g) Durasi terapi: 15 menit setiap terapi
(h) Mekanisme analgetik: periferal, ekstrasegmental, serta segmental
9
Manfaat TENS terhadap seorang pasien dapat dinilai dengan indikator sebagai
berikut: berkurangnya nyeri selama 3 jam atau lebih sesudah penggunaan TENS,
berkurangnya penggunaan obat analgetika, perbaikan pola tidur, kemajuan
fungsional( peningkatan ROM, kekuatan dan ketahanan ).(Fried T dkk, 1984).
TEHNIK TERAPI DENGAN MENGGUNAKAN TENS
Aplikasi klinis TENS sangat variabel oleh karena perbedaan dalam pendekatan
maupun sudut pandang khususnya dalam hubungannya dengan tehnik aplikasi
yang paling efektif serta parameter-parameter yang mempengaruhi. Di bawah ini
akan dibahas beberapa tehnik aplikasi dan parameternya
Prosedur Pemilihan dan Penggunaan TENS
1. Jelaskan kepada pasien tentang:
Nama terapi
Mengapa terapi tersebut dipilih?
Apa yang diharapkan sebelum, selama dan sesudah terapi?
Apa yang harus dan tidak boleh dilakukan saat dan seusai terapi?
2. Mesin TENS jenis apa yang digunakan?
3. Elektrode.
Ukuran dan bentuk ( biasanya ukurannya sama besar ).
Bagaimana cara pemasangannya? (tergantung berapa lama akan
diaplikasikan, serta ketersediaan)
10
4. Jeli
Jika digunakan, usap rata pada seluruh permukaan elektrode. Hindarkan
adanya gelembung, jangan terlalu tipis ataupun tebal. Jangan menggunakan
jeli untuk ultra sonik.
5. Polaritas
Polaritas tak dibedakan jika menggunakan arus bipastik ( bila komponen
memenuhi muatan listrik nol/ZNC.
6. Bentuk pulsa
Ketahui bentuk pulsa yang ada, bipastik atau monopastik.
Bentuk pulsa bisa rektanguler atau trianguler
7 Durasi pulsa dan frekuensi
Pilihlah bentuk konvensional, akupuntur atau intens TENS.
Tergantung dari alat, serta tujuan dan acuan terapi yang digunakan
8 Modulasi atau “Burst”
Tergantung pada alat yang digunakan serta tujuan terapi. Biasanya digunakan
untuk mencegah terjadinya akomodasi.
9 Pemeriksaan pasien
Ada tidaknya kontraindikasi bagi pemberian TENS. Sensasi relatif harus
normal, maka perlu pemeriksaan tajam tumpul. Perhatikan letak atau daerah
yang dikeluhkan nyeri oleh pasien.
10. Persiapan pasien
Bersihkan kulit pasien dengan menggunakan air dan sabun. Jangan gunakan
alkohol. Tutup kulit yang terbuka dengan vaselin. Pastikan posisi unit TENS
11
off. Hubungkan unit dengan pasien. Elektrode tidak boleh terlalu
dekat/bersentuhan antara satu dengan lainnya. Jaraknya harus > 1 ½ inci.
Jelaskan program terapi pada pasien.
Hidupkanlah salah satu saluran sampai penderita merasakan adanya
rangsangan, kemudian naikkan intensitasnya sampai terjadi getaran yang kuat
tapi masih tetap nyaman, sensasi yang dirasakan tidak boleh menimbulkan
rasa nyeri atau kontraksi otot kecuali menggunakan Intense TENS atau AL-
TENS. Jika menggunakan dua saluran, hidupkan saluran kedua sampai
penderita merasakan adanya rangsangan, keluaran dari kedua saluran harus
dirasakan sama besar oleh pasien yang bersangkutan.
Setiap 5 menit terapi berjalan, periksalah pasien untuk mengetahui apa yang
dia rasakan. Jika pasien tidak lagi merasakan arus, maka intensitas harus
dinaikkan. Pertimbangkanlah untuk menggunakan burst atau bentuk
modulasi, atau ubah durasi dan frekuensi pulsa tetap pada parameter yang
telah ditentukan. Waktu terapi antara 10 menit sampai beberapa jam. Di
rumah sakit, antara 10 menit sampai 1 jam.
11 Pada akhir terapi:
Turunkan intensitas dan padamkan unit.
Lepaskan elektrode
Periksalah daerah yang diterapi, apakah terdapat warna kemerahan sebagai
tanda iritabilitas.
Lanjutkan dengan program terapi lainnya atau jika terapi sudah berakhir, beritahu
penderita tentang apa yang harus dilakukan dan tidak boleh dilakukan sampai
kunjungan berikutnya.
12
Lakukan tindakan berikut:
Unit TENS harus dalam keadaan mati.
Cucilah elektrode dengan air dan lap dengan kain kering
Simpanlah unit TENS sehabis digunakan
Berikan tindakan sebagaimana mestinya pada jaringan yang diterapi
Selain yang telah dibahas di atas ada pula pedoman modulasi nyeri yang bersifat
umum seperti yang telah dikemukakan oleh Gad Alon (1989) sebagaimana berikut
ini:
Prosedur A
Parameter stimulasi
Bentuk gelombang : monopasik, bipastik, polipastik
Durasi fase : 20-200 mikrodetik
Frekuensi pulsa : 40-100 ppd
Polaritas : bisa positif dan bisa negatif
Intensitas : sensory stimulation
Bentuk modulasi arus : pulsa kontinyu
Penempatan elektrode : monopolar atau bipolar di atas daerah nyeri
Lamanya terapi : 20-30 menit atau lebih, tergantung supresi nyeri
dan lamanya pengaruh modulasi
Prosedur B
Parameter stimulasi
Bentuk gelombang : monopasik atau bipastik
Durasi fase : 20-100 mikrodetik
13
Frekuensi pulsa : 15-80 ppd
Polaritas : bisa positif dan bisa negatif
Intensitas : sampai timbul rasa nyeri
Bentuk modulasi arus : pulsa kontinyu
Penempatan elektrode : monopolar di atas daerah/titik nyeri
Lamanya terapi : 1-5 menit per titik
Prosedur C
Parameter stimulasi
Bentuk gelombang : monopasik atau bipastik
Durasi fase : 20-200 mikrodetik
Frekuensi pulsa : 2-5 ppd
Polaritas : bisa positif dan bisa negatif
Intensitas : sampai timbul kontraksi otot
Bentuk modulasi arus : kontinyu atau burst
Penempatan elektrode : monopolar/bipolar di atas daerah/titik nyeri
Lamanya terapi : 30-45 menit atau lebih lama lagi, tergantung
supresi nyeri dan lamanya hasil modulasi mesin.
Keterangan:
Prosedur A, diikuti prosedur B atau C bila yang hendak dimodulasi adalah nyeri
akut. Bila nyeri kronik, prosedur B atau C diikuti prosedur A. Jika 2 atau 3 kali
terapi gagal mengurangi nyeri, ubahlah ke prosedur berikutnya. Akhirilah terapi
jika terjadi peningkatan rasa nyeri atau apabila stimulasi tidak menghasilkan
pengurangan nyeri.
14
BEBERAPA CONTOH APLIKASI TENS UNTUK MEMODULASI NYERI
1. Penempatan elektrode
Penempatan elektrode TENS tidak terbatas pada daerah sekitar nyeri saja.
Untuk menentukan letak dan metode elektrode TENS harus memahami
anatomi. Prinsip fisiologi serta patologi dari kondisi yang bersangkutan.
Pengertian dasar tentang pola nyeri, sindroma dan berbagai jaringan yang bisa
merupakan sumber nyeri merupakan suatu hal yang sangat penting untuk
dipahami dalam kaitannya dengan pemasangan elektrode.
2. Metode umum
Pemasangan elektrode pada atau di sekitar nyeri. Cara ini merupakan cara
yang paling mudah dan paling sering digunakan sebab metode ini dapat
langsung diterapkan pada daerah nyeri tanpa memperhatikan karakter nyeri
ataupun letak yang paling optimal yang berhubungan dengan jaringan
penyebab nyeri.
3. Dermatom
Dasar pemikiran dari pemasangan metode dermatom adalah daerah kulit
tertentu akan mempunyai persarafan yang sama dengan struktur atau
jaringan yang berada tepat dibawahnya. Untuk memahami lebih jelas hal
tersebut dapat dilihat melalui diagram dermatom.
Berikut ini adalah contoh pemasangan elektrode dermatom:
Electrode dapat diletakan pada daerah dematom yang mengalami gangguan
tapa terkait dengan anatomi khusus. Electrode diletakan di daerah khusus
pada dermatom tertentu yang biasanya mempunyai hubungan dengan
15
system saraf pusat seperti “motor point”, tiger point” titik akupuntur atau
daerah saraf tepi yang superficial.
4. Segmen sumsum tulang elakang (medulla spinalis)
Suatu electrode diletakan pada level spinal sedangkan yang lainnya
diletakan pada dermatom yang berhubungan, titik akupuntur “motor oint”
atau “tigger point”. Selain cara tersebut asih ada cara lain yaitu
menempatkan electrode kedua pada saraf perifer yang berhubunganyang
letak superficial.
5. Pleksus
Memodulasi nyeri yang meyebar, kia dapat menggunakan metode pleksus.
Sebagai bontoh untuk nyeri menyebar pada anggota gerak atas maka satu
electrode diletakan di daerah pleksus brakhialis, sedangkan electrode yang
lain diletakan disebelah distalnya atau didaerah saraf perifer yang
superfisialatau bisa juga pada bagian dorsal antara ibu jari dengan jari
telunjuk. Daerah ini dipersarafi oleh komponen motrik dan sensorik yang
berasal dari tiga saraf tepi disamping itu daerah ini juga adalah tempat
“motor point” otot interoseus dorsalis pertama dan titik akupuntur (usus
besar 4/L4)
4. Titik akupuntur, motor atau tigger
Beberapa penelitian terakhir mendukung pendapat yang mengatakan bahwa
titik akupuntur, motor dan tigger secara anatomi mempunyai kesamaan yan
terkait dengan sindroma nyeri yang sama. Penelitian juga membuktikan
bahwa adanya korelasi antara yang cukup tinggi antara titik akupuntur dan
titik tigger. Telah dipublikasikan pula bahwa adanya peningkatan kepekaan
16
“motor point” pada miotom yang berhubungan dengan medulla spinalis dan
akar syaraf spinalis yang selevel pada kasus nyeri bagian bawah punggung.
5. Untuk nyeri anggota gerak secara umum
Bila tens digunakan untuk memodulasi nyeri yang terjadi pada seluruh
bagian anggota gerak maka digunakan metode “FLOOD”
6. Untuk Nyeri Anggota Gerak Atas
Elekroda ditempatkan pada akar saraf, ujung akromion epikondilus lateralis
dan HOKU (L1-4)
17
KESIMPULAN
TENS (Transcutaneus Elctrical Nerve Stimulation) merupakan suatu cara
penggunaan listrik untuk merangsang sistem saraf melalui permukaan kulit.
Banyak mekanisme kerja yang efektif dalam memodulasi nyeri yang dapat
dikerjakan dengan alat ini. Secara klinis juga TENS sudah banyak digunakan dan
terbukti berhasil dalam memodulasi nyeri. Namun masih terdapat variasi yang
besar terutama pada elektrodenya oleh karena itu keikutsertaan pengguna terutama
petugas kesehatan sangat dibutuhkan agar dapat meningkatkan mutu
pelayanannya.
18
DAFTAR PUSTAKA
Alon G.1997.Principles Of Electrical Stimulation, In Nelson Mr, Clinical Electrotherapy.Appleton Dan Lange:California
Berlant, S.1984. Method Of Determining Optimal Stimulation Sites For TENS .physical therapy 64
Jhonson, M. 1998. The analgesic effect and clinical use of al- TENS. Physical therapy
Parjoto, Slamet. 2006. terapi listrik untuk modulasi nyeri. ikatan fisioterapi indonesia. Semarang
19
LAMPIRAN GAMBAR
20
21
22
Recommended