View
246
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kegiatan konsumsi memainkan peranan sentral dalam performa ekonomi
suatu Negara. Suatu kegiatan konsumsi yang relatif tinggi terhadap pendapatan
mengidentifikasikan bahwa investasi yang rendah dan pertumbuhan yang lambat
dan penghematan yang tinggi menuntun pada invesatsi tinggi dan pertumbuhan
cepat.
Interkasi antara pengeluaran dan pendapatan memainkan peran yang
sangat berbeda selama ekspansi dan kontraksi siklus bisnis. Ketika kondisi-
kondisi ekonomi memberikan kenaikan terhadap konsumsi dan investasi yang
berkembang dengan cepat, maka hal ini akan meningkatkan total pengeluaran atau
permintaan agregat, menaikkan output dan lapangan kerja dalam jangka pendek.
Ledakan ekonomi Amerika Serikat pada akhir tahun 1990-an terutama disulut
oleh pertumbuhan ekonomi yang cepat dalam pengeluaran konsumen. Dan ketika
konsumsi jatuh karena pajak yang lebih tinggi atau hilangnya kepercayaan
konsumen seperti yang terjadi di jepang pada tahun 1990-an, ini cenderung
mengurangi total pengeluaran dan menyebabkan resesi.
Oleh karena itu sesuatu hal yang sangat penting untuk mempelajari
perilaku konsumen untuk memahami baik siklus bisnis jangka-pendek maupun
pertumbuhan ekonomi jangka-panjang. Dalam jangka pendek, konsumsi
merupakan komponen utama dari keseluruhan pembelanjaan. Ketika konsumsi
berubah secara tajam, perubahan itu mungkin mempengaruhi output dan lapangan
kerja melalui dampaknya tehadap keseluruhan permintaan.
Selain itu perilaku konsumsi penting karena apa yang tidak dikonsumsi
tersedia untuk negara untuk investasi dalam barang-barang kapital baru; kapital
berfungi sebagai penggerak di belakang pertumbuhan ekonomi jangka-panjang
[Type text]
dan oleh karena itu, studi perilaku konsumsi merupakan kunci untuk memahami
sebagian faktor pertumbuhan ekonomi dan siklus bisnis.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas, maka rumusan
makalah ini adalah sebagai berikur: “ Apakah Konsep Teori Perilaku
Konsemuen?”.
Masalah konsep teori perilaku konsumen tersebut menjadi beberapa
pertanyaan sebagai berikut:
a. Apa alasan para pembeli/konsumen untuk membeli lebih banyak barang
pada harga rendah dan mengurangi pembelianya pada harga tinggi?
b. Bagaimana seseorang konsumen menentukan jumlah dan komposisi dari
barang yang akan dibeli dari pendapatan yang diperolehnya?
c. Kapan konsumen akan mencapai kepuasan maksimum?
d. Apa faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku konsumen dalam proses
konsumsi?
e. Bagaimana pola konsumen membelanjakan pendapatannya?
1.3 Tujuan Penulisan
a. Menambah ilmu pengetahuan untuk para pembaca dan pengkaji tentang
konsep “Teori Perilaku Konsumen”.
b. Menambah pengetahuan tentang faktor-faktor yang mempengaruhi
perilaku konsumen.
c. Menambah pengetahuan bagaimana pola konsumen membelanjakan
pendapatannya.
[Type text]
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Perilaku Konsumen
Konsumsi adalah pengeluaran oleh rumah tangga atas barang dan jasa.
Elemen-elemen pokok dari konsumsi di antara yang paling penting adalah
perumhan, kendaraan bermotor, makanan, dan perawatan medis. Ilmu statistik
menunjukkan bahwa ada keteraturan yang dapat diramalkan dalam cara orang-
orang mengalokasikan pengeluaran mereka antara makanan, pakaian dan hal-hal
pokok lainya.
Sejumlah pertanyaan muncul saat kita berbicara tentang kegiatan
konsumen untuk membeli, kita tidak tahu mengapa orang-orang membeli suatu
produk baru, keinginan apa yang mereka penuhi dan penjelasan-penjelasan yang
mungkin ada secara psikologis dan sosiologi mengenai mengapa konsumen
membeli satu produk dan bukan produk lainya. Hal inilah yang membuat kita
perlu untuk mengetahui dan mempelajari segala hal tentang perilaku konsumen
dalam kegiatan konsumsi. Teori tingkah laku konsumen menerangkan tentang
perilaku konsumen di pasaran, yaitu menerangkan sikap konsumen dalam
membeli dan memilih barang yang akan dibelinya. Teori ini dikembangkan dalam
dua bentuk: teori utility dan analisis kepuasan sama.
Perilaku konsumen timbul karena adanya kendala dalam keterbatasan
pendapatan di satu sisi dan di sisi lain adanya keinginan untuk mengkonsumsi
barang dan jasa sebanyak-banyaknya. Pada intinya yang akan dijelaskan dalam
teori perilaku konsumen adalah bagaimana fungsi permintaan konsumen itu
berbentuk dan lebih jelasnya kapan kepuasan konsumen itu tercapai. Teori
perilaku konsumen pada dasarnya menjelaskan bagaimana konsumen itu
mendayagunakan sumber daya yang ada (uang) dalam rangka memuaskan
[Type text]
kebutuhan/keinginan dari satu atau lebih produk. Penilaian kepuasan umumnya
bersifat subjektif baik bagi pemakai langsung maupun bagi penilai.
Jadi, Perilaku konsumen adalah studi dari proses keputusan mengapa konsumen
dapat membeli dan mengkonsumsi produk-produk (RW.Griffin & RJ. Ebert,
2003:366).
2.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku Konsumen
Menurut judul salah satu studi klasik, kita termasuk ke dalam “social
animals”. Jadi, untuk memahami perilaku konsumen bergantung pada psikologi
dan sosiologi. Hasilnya berfokus pada empat bidang yang menjadi pengaruh
utama terhadap perilaku konsumen: psikologis, pribadi, sosial, dan budaya
(RW.Griffin & RJ. Ebert, 2003:366)
a. Pengaruh psikologis mencakup motivasi, presepsi, kemampuan belajar,
dan sikap perseorangan.
b. Pengaruh pribadi mencakup gaya hidup, kepribadian, dan status ekonomi.
c. Pengaruh sosial mencakup keluarga, pendapat pemimpin (orang yang
pendapatnya diterima oleh orang lain), dan kelompok referensi lainya
seperti teman, rekan sekerja, dan rekan seprofesi.
d. Pengaruh budaya mencakup budaya (“cara hidup” yang membedakan satu
kelompok besar dengan kelompok lainya), subkultur (kelompok yang lebih
kecil, seperti kelompok etnis yang memilliki nilai-nilai bersama), dan
kelas sosial (kelompok-kelompok berdasarkan peringkat budaya menurut
kriteria seperti latar belakang, pekerjaan, dan pendapatan.
Walaupun seluruh faktor itu dapat berdampak besar pada pilihan
konsumen, dampk faktor-faktor itu terhadap pembelian aktual beberapa produk
menjadi sangat lemah atau dapat diabaikan. Beberpa konsumen, misalnya,
memperlihatkan loyalitas terhadap merek (Brand Loyalty) tertentu, yang berarti
mereka secara rutin membeli produk-produk karena mereka puas atas kinerja
merek produk itu.
[Type text]
Faktor-Faktor
Pribadi dan Lingkungan
TAHAP-TAHAP PROSES PEMBELIAN KONSUMEN
Faktor-Faktor
Pemasaran
Gambar 1.1 faktor-faktor yamg mempengaruhi proses pembelian konsumen
(Sumber : RW. Griffin & RJ. Ebert, ”Bisnis”. 2003:366)
[Type text]
Psikologi
Pribadi
Sosial
Budaya
Pengenalan
Masalah
(kebutuhan
untuk
mengganti
barang lama
Pencarian
Informasi
(Mencari
toko, gaya,
harga dan
opini orang)
Evaluasi
Alternatif
(yang mana
yang
nyaman,
terjangkau)
Keputusan
PembelianEvaluasi
Pasca
Pembelian
Produk Harga PenempatanPromosi
2.3 Pendekatan Teroi Tingkah Laku Konsumen
Terdapat dua pendekatan terkait dengan perilaku konsumen, yaitu
pendekatan niali guna (utility) kardinal dan pendekatan niali guna ordinal. Dalam
pendekatan niali guna kardinal dianggap manfaat atau kenikmatan yang diperoleh
seorang konsumen dapat dinyatakan secara kualitatif. Nilai guna total dapat
diartikan sebagai jumlah seluruh kepuasan yang diperoleh dari mengkonsumsi
sejulah barang tertentu. Sedangkan nilai guna marginal berarti penambahan (atau
pengurangan) kepuasan sebagai akibat dan pertambahan (atau pengurangan)
penggunaan satu unit barang tertentu.
2.3.1 Pendekatan Kardinal
Pendekatan kardinal memberikan penilaian bersifat subyektif akan
pemuasan kebutuhan dari suatu barang, artinya tinggi rendahnya suatu barang
tergantung sudut pandang subyek yang memberikan penilaian tersebut, yang
biasanya berbeda penilain dengan orang lain.
Pendekatan ini merupakan gabungan dari beberapa pendapat para ahli
ekonomi aliran subyektif dari Austria seperti: Karl Menger, Hendrik Gossen,
Yeavon, dan Leon Walras. Menurut pendekatan ini daya guna dapat diukur
dengan satuan uang atau util, dan tinggi rendahnya nilai atau daya guna
bergantung kepada subyek yang menilai.
Dalam pendekatan ini akan banyak didasari oleh suatu hukum dari tokoh
terkenal, Gossen, yaitu hokum Gossen.
Hukum Gossen I menyatakan bahwa jika kebutuhan seseorang dipenuhi
terus-menerus maka kepuasanya akan semakin menurun.
Hukum Gossen II menyatakan bahwa orang akan memenuhi berbagai
kebutuhanya sampai mencapai intensitas yang sama. Intensitas yang sama
itu ditunjukkan oleh rasio antara marginal utility dengan harga dari
barang yang satu dengan rasio marginal utility dengan harga barang yang
lain.
[Type text]
Hipotesis utama teori niali guna atau lebih dikenal sebagai hukum nilai
guna marginal yang semakin menurun, menyatakan bahwa tambahan nilai guna
yang akan diperoleh seseorang dari mengkonsumsikan satu barang akan menjadi
semakin sedikit apabila orang tersebut terus-menerus menambah konsumsinya
pada barang tersebut.
Gambar 1.2 Grafik Nilai Guna Total Dan Marginal
0 2 4 6 8 100
102030405060708090
100
Grafik nilai guna total
(I) Nilai guna total
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 100
102030405060708090
100
Grafik nilai guna marginal
[Type text]
(ii) Nilai Guna Marginal
Dalam hal pemaksimuman nilai guna total, syarat pemaksimuman nilai
guna adalah jika konsumen berada dalam keadaan sebagai berikut: (Sadono
Sukirno, 2005:130)
1. Seseorang akan memaksimumkan niali guna dari barang-barang yang
dikonsumsikannya apabila perbandingan nilai guna marginal berbagai
barang tersebut adalah sama dengan perbandingan harga-harga barang
tersebut.
2. Seseorang akan memaksimumkan niali guna dari barang-barang yang
dikonsumsikannya apabila nialu guna marginal untuk setiap rupiah yang
dikeluarkan adalah sama untuk setiap barang yang dikonsumsikan.
Dalam pendekatan teori tingkah laku konsumen melelui pendekatan
kardinal terdapat sejumlah asumsi yang mesti berlaku. Berikut beberapa asumsi
dari pendekatan ini yang harus terpenuhi adalah: (Dr. Eeng Ahman M.S dan
Yana Rohmana S.pd, 2007: XX )
a. Daya guna diukur dalam satuan uang/util.
b. Konsumen bersifat rasioanal, artinya konsumen bertujuan memaksimalkan
kepuasan dengan batasan pendapatanya.
c. Diminishing marginal utility, artinya tambahan utilitas yang diperoleh
konsumen makin menurun dengan bertambahnya konsumsi dari komoditas
tersebut.
d. Pendapatan konsumen tetap.
e. Constan marginal utility of money (daya guna marginal dari uang tetap)
f. Total utility adalah additive (melengkapi) dan independent (sendiri atau
tidak terikat)
g. Barang normal dan periode konsumsi berdekatan
Walaupun pendekatan ini telah berhasil menyusun formulasi fungsi
permintaan secara baik tetapi pendekatan ini masih dianggap mempunyai
[Type text]
beberapa kelemahan. Kelemahan dan kritik terhadap pendekatan ini antara lain:
(Tati Joerson & M.Fathorrozi, 2003:50)
1. Sifat subyektif dari daya guna dan tidak adanya alat ukur yang tepat dan
sesuai.
2. Constan marginal utility of money, semakin banyak memiliki uang maka
penilaian terhadap uang itu semakin rendah.
3. Diminishing marginal utility sangat sulit diterima sebagai aksioma, sebab
penilaian dari segi psikologis yang sangat sukar.
2.3.2 Pendekatan Ordinal
Dalam pendekatan Ordinal daya guna suatu barang tidak perlu diukur,
cukup untuk diketahui dan konsumen mampu membuat urutan tinggi rendahnya
daya guna yang diperoleh dari mengkonsumsi sekelompok barang. Dasar dari
pemikiran dari pendekatan ini adalah semakin banyak barang yang dikonsumsi
semakin memberikan kepuasaan terhadap konsumen. Dalam menganalisa tingkat
kepuasan dalam pendekatan ini digunakan kurva Indifferen (indifferent Curve)
yang menunjukkan kombinasi konsumsi dua macam barang yang memberikan
tingkat kepuasan yang sama dan garis anggaran (Budget line) yang menunjukkan
berbagai kombinasi dari dua macam barang yang berbeda yang dapat dibeli oleh
konsumen dengan pendapatan yang terbatas.
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 100123456789
10Indefferent Curve
X
Y
Gambar 1.3 Kurva Indeferensial (Indefferent Curve)
[Type text]
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 100123456789
10Budget Line
X
Y
A B
C
D
E
Gambar 1.4 Garis Anggaran Pengeluaran
Dengan menggunakan kedua kurva ini akan ditunjukkan bahwa konsumen
akan mencapai kepuasan yang maksimum apabila garis anggaran pengeluaran
disinggung oleh kurva kepuasan yang peling tinggi. Di mana persinggungan
antara Budget Line dan Indefferent Curve ini akan menggambarkan kombinasi
barang yang diinginkan konsumen, beararti konsumen akan mencapai kepuasan
yang maksimum, keadaan ini terkenal dengan sebutan garis keseimbangan
konsumen. Dengan demikian, pemaksimuman kepuasan yang digambarkan adalah
tingkat kepuasan maksimum dari mengkonsumsi dua barang dengan
menggunakan sejumlah pendapatan tertentu.
0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 2002468
101214161820
Garis Keseimbangan Konsumen
Pakaian
Makanan
Gambar 1.5 Garis Keseimbangan Konsumen
[Type text]
Seperti halnya pendekatan tingkah laku konsumen melalui pendekatan
kardinal, pendekatan teori tingkah laku konsumen melalui pendekatan ordinal
juga memiliki sejumlah asumsi yang mesti berlaku. Beberapa asumsi yang harus
ada pada pendekatan ordinal ini adalah: (Dr. Eeng Ahman M.S dan Yana
Rohmana S.pd, 2007: XX )
1. Konsumen Rasional
2. Konsumen mempunyai pola preferensi terhadap barang yang disusun
berdasarkan urutan besar kecilnya daya guna.
3. Konsumen mempunyai sejumlah uang tertentu
4. Konsumen selalu berusaha mencapai kepuasan maksimum
5. Konsumen konsisten
6. Berlaku hukum transitif
2.4 Efek-Efek Perubahan Harga, Pendapatan, dan Substitusi Terhadap Perilaku
Konsumen
Perilaku konsumen dalam kegiatan pembelian sering dipengarugi oleh
beberapa faktor ekonomi dari segi mikro ekonomi, misalnya perubahan harga,
perubahan pendapatan dan substitusi. Oleh karena, ketika faktor-faktor tersebut
berubah maka relatif pola perilaku konsumen dalam proses kegiatan konsumsi
juga mengalai perubahan.
Tabel 1.1 Efek-Efek Terhadap dan dari Perubahan Pendapatan, Substitusi,
dan harga
Jenis Efek Pendapatan Uang Harga Pendaptan Riel
Efek pendapatanEfek harga Efek substitusi
BerubahKonstanBerubah
KonstanBerubahBerubah
BerubahBerubah Konstan
[Type text]
2.4.1 Efek Perubahan Harga
Konsekuensi yang paling menarik dari suatu perubahan yang dihadapi
oleh konsumen adalah efek harga. Di sini, harga-harga barang yang kita bicarakan
relatif berubah tetapi tidak ada variasi kompensasi pendapatan. Oleh karena itu,
pendapatan nyata konsumen bisa naik atau turun. Pendapatanya dalam bentuk
uang memberikan kepuasan yang lebih besar atau lebih kecil daripada sebelumnya
karena harga-harga telah berubah.
Kita telah melihat bagaimana seorang konsumen dengan keinginan-
keinginan tertentu dan penghasilan yang tetap menentukan barang-barang apa
yang harus dibeli dan berapa banyak. Berdasarkan asumsi pokok tentang
rasionalitas konsumen akan berusaha mencapai posisi ekuilibrium baru sehingga
ia bisa mencapai kepuasan yang maksimal. Berbagai macam cara konsumen
menghadapi suatu perubahan situasi. Ada tiga perubahan penting yang
mempengaruhi ekuilibrium pada suatu kurva indiferensi, yaitu:
(ADZRINXXXXXXX.19XX:96-99)
a. Ada kemungkinan keadaan konsumen menjadi lebih baik atau lebih buruk
karena pendapatanya berubah tetapi harga-harga tetap konstan.
Kebutuhan-kebutuhan konsumen bisa bertambah atau berkurang sesuai
dengan pendapatanya semakin besar atau kecil untuk dibelanjakan.
Akibat-akibat perubahan semacam ini dinamakan efek-efek pendapatan.
b. Ada kemungkinan harga-harga berubah tetapi pendapatan konsumen
dalam bentuk uang juga berubah sedemikian rupa dalam waktu yang
bersamaan sehingga akibatnya ia tidak menjadi lebih baik dan juga tidak
menjadi lebih buruk. Namun sementara itu, ia akan merasa lebih baik
membeli baranag-barang yang harganya relatif murah lebih banyak lagi. Ia
akan mengganti barang-barang yang harganya relatif mahal dengan
barang-barang yang harganya relatif lebih murah. Akibat perubahan
semacam ini disebut efek-efek substitusi.
[Type text]
c. Kemungkinan harga dari suatu barang bisa naik atau turun, sedangkan
pendapatan konstan, sehingga konsumen bisa menjadi lebih buruk atau
bisa menjadi lebih baik. Dalam situasi seperti ini, konsumen tidak hanya
harus mengatur kembali pembelianya berdasarkan efek substitusi.
Pendapatan riel-nya, penghasilanya dalam bentuk barang-barang yang
dibelinya, juga harus berubah.
0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 200
2
4
6
8
10
12
14
16
18
20Grafik efek harga
Pakaian
Makanan
Gambar 1.6 Grafik Efek Perubahan Harga Terhadap Perilaku Konsumsi
2.4.2 Efek Perubahan Pendapatan
Kalau pendapatan tidak mengalami perubahan maka kenaikan harga
menyebabkan pendaptan riil menjadi semakin sedikit. Dengan perkataan lain,
kemampuan pendapatan yang diterima untuk membeli barang-barang menjadi
bertambah kecil dari sebelumnya. Maka kenaikan harga menyebabkan konsumen
mengurangi jumlah berbagai barang yang dibelinya, termasuk barang yang
mengalami kenaikan harga. Penurunan harga suatu barang menyebabkan
pendapatan riil bertambah, dan ini akan mendorong konsumen menambah jumlah
barang yang dibelinya. Akibat perubahan harga terhadap pendapatan ini, yang
disebut efek pendapatan, lebih memperkuat lagi efek penggantian di dalam
mewujudkan kurva permintaan yang menurun dari kiri atas ke kanan bawah.
[Type text]
Ketika menjelaskan perkaitan antara teori nilai guna dan teori permintaan
telah diuraikan bahwa hukum permintaan yang menyatakan bahwa ceteris paribus
kalau harga naik permintaan berkurang atau sebaliknya kalau harga turun
permintaan bertambah, dapat diterangkan dengan menganilisis dua faktor: faktor
efek penggantian dan efek pendapatan. Dalam uraian itu pada hakikatnya bahwa
penurunan harga akan menambah permintaan karena: (Sadono Sukirno, 2005:130)
Konsumen lebih banyak mengkonsumsi barang itu dan mengurangi
konsumsi barang lain.
Penurunan harga menambah p-endapatan riil konsumen dan kenaikan
pendapatan riil in nakan menambah konsumsi berbagai barang (efek
pendapatan).
Survei membuktikan arti penting pendapatan setelah pajak sebagai
penentu pengeluaran konsumsi. Konsumsi pada makanan mengalami penurunan
sebagai presentase pendapatan saat pendapatan meningkat. Baik observasi
maupun kajian statistik menunjukkan bahwa tingkat pendapatan setelah pajak saat
ini merupakan faktor sentral yang menentukan konsumsi suatu negara.
Keluaraga-keluarga makin harus membelanjakan pendapatan mereka
terutama pada kebutuhan hidup: makanan dan perumahan. Karena pendapatan
meningkat, pengeluaran atas banyak barang makanan naik. Orang makan lebih
banyak dan lebih baik. Akan tetapi, ada batasan terhadap uang ekstra yang akan
dibelanjakan orang pada makanan ketika pendapatan mereka naik. Akibatnya,
proposi total pengeluaran yang diberikan untuk makanan menurun saat
pendapatan meningkat.
Pengeluaran untuk pakaian, rekreasi, dan kendaraan meningkat lebih
banyak dari yang sebanding untuk pendapatan stelah pajak, sampai pendapatan
yang tinggi dicapai. Pengeluaran untuk barang-barang mewah meningkat dalam
proporsi yang lebih besar daripada pendapatan.
[Type text]
0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 200
2
4
6
8
10
12
14
16
18
20Grafik efek pendapatan
Pakaian
Makanan
Ganbar 1.7 Grafik Efek Perubahan Pendapatan Terhadap Perilaku
Konsumsi
Penelitian yang seksama menunjukkan bahwa para konsumen biasanya
memilih tingkat konsumsi mereka dengan teliti baik untuk pendapatan saat ini
maupun prospek pendapatan jangka-panjang. Agar dapat memahami bagaiman
konsumsi bergantung pada kecenderungan pendapatan jangka-panjang. Para
ekonom telah mengembangkan teori pendapatan-permanen dan hipotesis siklus-
hidup.
Pendapatan permanen merupakan tingkat kecenderungan pendapatan;
yakni, pendaptan setelah menghilangkan pengaruh-pengaruh temporer atau
sementara. Teori pendapatan-permanen mengimplikasikan bahwa para konsumen
tidak merespon secara sama kepada semua kejutan pendapatan. Jika perubahan
dalan pendapatan nampaknya permanen, orang mungkin mengkonsumsi bagian
yang besar dari peningkatan dalam pendapatan. Di sisi lain jika perubahan
pendapatan jelas bersifat sementara maka suatu bagian yang signifikan dari
pendapatan tambahan mungkin ditabung.
[Type text]
Hipotesis siklus-kehidupan berasumsi bahwa orang menabung pada
dasarnya untuk memuluskan atau melancarkan kegiatan konsumsi mereka selam
hidup. Satu tujuan pentingnya adalah untuk mendapat pendapatan masa pensiun
yang mencukupi. Satu implikasi dari hipotesis siklus-kehidupan adalah bahwa
suatu program seperti jaminan sosial yang memberikan tambahan pendapatan
yang dermawan untuk masa pensiun akan mengurangi tabungan dari para pekerja
setengah baya karena mereka tidak lagi perlu menabung sebanyak untuk masa
pensiun.
Ribuan investigasi anggaran dari pola pengeluaran rumah tangga
menunjukkan kesamaan yang luar biasa pada pola perilaku yang umum dan
kualitatif.
Tabel 1.2 Komponen-Komponen Utama Konsumsi Negara Amerika Serikat
Kategori KonsumsiNilai kategori,
1999(milyar $)
Persen dari total
Barang tahan lamaKendaraaan bermotor dan suku cadangMebel dan perlengkapan rumah tanggaLain-lain
316291152
759 12.1
Barang tidak lamaMakananPakaian dan sepatuBrang-barang energiLain-lain
904306139494
1.843 29.5
JasaPerumahanOperasi rumah tanggaTransportasiPerawatan medisRekreasiLain-lain
903362255941246948
3.655 58.4
Total pengeluaran konsumsi pribadi 6.257
100.0
(Sumber: Samuelson & Nordhaus, “Ilmu Makro Ekonomi”. 2004: 126)
[Type text]
010000
2000030000
4000050000
6000070000
8000090000
1000000
10000
20000
30000
40000
50000
60000
70000
80000
90000
100000
Pendapatan setelah pajak (dollar)
Konsumsi
Gambar 1.6 Grafik Pola Komsumsi Warga Amerika Serikat
(Sumber: Samuelson & Nordhaus, “Ilmu Makro Ekonomi”. 2004: 126)
2.4.3 Efek Pengganti (Substitusi)
Dalam penurunan harga suau barang akan menyebabkan permintaan pada
barang tersebut semakin bertambah banyak. Penurunan harga barang tersebut
mewujudkan nilai guna marginal per rupiah yang lebih tinggi daripada nilai guna
marginal marginal per rupiah dari barang-barang lainya yang tidak berubah
harganya. Maka, karena membeli barang tersebut akan memaksimumkan nilai
guna, permintaan pada barang tersebut menjadi bertambah banyak apabila
haragnya bertambah rendah. Dengan kata lain bahwa efek penggantian akan
menyebabkan konsumsi barang yang telah menjadi lebih murah dan mengurangi
konsumsi barang lain.
(MU barang A)PA
> MU barang BPB
[Type text]
Perawatan kesehatan
dan lainya
Tabungan
Transportasi
Perumahan
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Kegiatan konsumsi oleh seorang konsumen memainkan peranan sentral
dalam performa ekonomi suatu Negara. Suatu kegiatan konsumsi yang relatif
tinggi terhadap pendapatan mengidentifikasikan bahwa investasi yang rendah dan
pertumbuhan yang lambat dan penghematan yang tinggi menuntun pada invesatsi
tinggi dan pertumbuhan cepat. Oleh karena itu sesuatu hal yang sangat penting
untuk mempelajari perilaku konsumen guna memahami baik siklus bisnis jangka-
pendek maupun pertumbuhan ekonomi jangka-panjang. Dalam jangka pendek,
kegiatan konsumsi merupakan komponen utama dari keseluruhan pembelanjaan.
Terdapat sejumlah faktor-faktor yang mempengaruhi pergerakan pola
konsumsi pada seorang konsumen untuk mencapai kepuasan maksimum, mulai
dari perubahan pendapatan, harga barang dan substitusi serta faktor lainya dan
ketika konsumsi berubah secara tajam, perubahan itu mungkin mempengaruhi
output dan lapangan kerja melalui dampaknya tehadap keseluruhan permintaan.
3.2 Saran
Berdasarkan isi dari konsep tentang “Teori Perilaku Konsumen” maka
studi teori perilaku konsumen adalah suatu hal yang sangat penting baik bagi para
pengusaha, ekonom, mahasiswa, dosen, guru ataupun pemerintah serta khalayak
umum karena dengan kita mempelajari dan memahami konsep teori dan perilaku
konsumen dalam membelanjakan sejumlah pendapatan yang dimilikinya, maka
kita akan mengetahui sejumlah pemahaman daripada siklus bisnis jangka-pendek
maupun pertumbuhan ekonomi jangka-panjang.
[Type text]
DAFTAR PUSTAKA
Ahman, Eeng dan Rohmana, Yana. (2007). “Pengantar Teori Ekonmi Mikro”.
LAB EKOP dan KOPERASI UPI
Griffin, Ricky W. dan Ebert Ronald J. (2003). “Bisnis”. Jakarta: Prenhallindo.
Samuelson dan Nordhaus. (2004). “Ilmu Makro Ekonmi. Jakarta: PT. Media
Global Edukasi.
Stoner, Alfred dan Douglas C., Hague “Teori Ekonomi”. Jakarta: PT. Galia
Indonesia
Sukirno, Sadono. (2005). “Teori Pengantar Mikro Ekonomi”. Jakarta: PT. Raja
Grafindo.
[Type text]
CONSUMERBEHAVIOR
Consumer Psychology & Marketing Podcast
Consumer Psychologist
[Type text]
Lars Perner, Ph.D.
CONSUMER BEHAVIOR: THE PSYCHOLOGY OF MARKETING
The study of consumers helps firms and organizations improve their marketing strategies by understanding issues such as how
The psychology of how consumers think, feel, reason, and select between different alternatives (e.g., brands, products);
The psychology of how the consumer is influenced by his or her environment (e.g., culture, family, signs, media);
The behavior of consumers while shopping or making other marketing decisions;
Limitations in consumer knowledge or information processing abilities influence decisions and marketing outcome;
How consumer motivation and decision strategies differ between products that differ in their level of importance or interest that they entail for the consumer; and
How marketers can adapt and improve their marketing campaigns and marketing strategies to more effectively reach the consumer.
One "official" definition of consumer behavior is "The study of individuals, groups, or organizations and the processes they use to select, secure, use, and dispose of products, services, experiences, or ideas to satisfy needs and the impacts that these processes have on the consumer and society." Although it is not necessary to memorize this definition, it brings up some useful points:
Behavior occurs either for the individual, or in the context of a group (e.g., friends influence what kinds of clothes a person wears) or an organization (people on the job make decisions as to which products the firm should use).
Consumer behavior involves the use and disposal of products as well as the study of how they are purchased. Product use is often of great interest to the marketer, because this may influence how a product is best positioned or how we can encourage increased consumption. Since many environmental problems result from product disposal (e.g., motor oil being sent into sewage systems to save the recycling fee, or garbage piling up at landfills) this is also an area of interest.
Consumer behavior involves services and ideas as well as tangible products.
[Type text]
The impact of consumer behavior on society is also of relevance. For example, aggressive marketing of high fat foods, or aggressive marketing of easy credit, may have serious repercussions for the national health and economy.
There are four main applications of consumer behavior:
The most obvious is for marketing strategy—i.e., for making better marketing campaigns. For example, by understanding that consumers are more receptive to food advertising when they are hungry, we learn to schedule snack advertisements late in the afternoon. By understanding that new products are usually initially adopted by a few consumers and only spread later, and then only gradually, to the rest of the population, we learn that (1) companies that introduce new products must be well financed so that they can stay afloat until their products become a commercial success and (2) it is important to please initial customers, since they will in turn influence many subsequent customers’ brand choices.
A second application is public policy. In the 1980s, Acutance, a near miracle cure for acne, was introduced. Unfortunately, Acutance resulted in severe birth defects if taken by pregnant women. Although physicians were instructed to warn their female patients of this, a number still became pregnant while taking the drug. To get consumers’ attention, the Federal Drug Administration (FDA) took the step of requiring that very graphic pictures of deformed babies be shown on the medicine containers.
Social marketing involves getting ideas across to consumers rather than selling something. Marty Fishbein, a marketing professor, went on sabbatical to work for the Centers for Disease Control trying to reduce the incidence of transmission of diseases through illegal drug use. The best solution, obviously, would be if we could get illegal drug users to stop. This, however, was deemed to be infeasible. It was also determined that the practice of sharing needles was too ingrained in the drug culture to be stopped. As a result, using knowledge of consumer attitudes, Dr. Fishbein created a campaign that encouraged the cleaning of needles in bleach before sharing them, a goal that was believed to be more realistic.
As a final benefit, studying consumer behavior should make us better consumers. Common sense suggests, for example, that if you buy a 64 liquid ounce bottle of laundry detergent, you should pay less per ounce than if you bought two 32 ounce bottles. In practice, however, you often pay a size premium by buying the larger quantity. In other words, in this case, knowing this fact will sensitize you to the need to check the unit cost labels to determine if you are really getting a bargain.
There are several units in the market that can be analyzed. Our main thrust in this course is the consumer. However, we will also need to analyze our own firm’s strengths and weaknesses and those of competing firms. Suppose, for example, that we make a product aimed at older consumers, a growing segment. A
[Type text]
competing firm that targets babies, a shrinking market, is likely to consider repositioning toward our market. To assess a competing firm’s potential threat, we need to examine its assets (e.g., technology, patents, market knowledge, awareness of its brands) against pressures it faces from the market. Finally, we need to assess conditions (the marketing environment). For example, although we may have developed a product that offers great appeal for consumers, a recession may cut demand dramatically.
PERILAKU KONSUMEN INDUSTRI TELEKOMUNIKASI
Mengganti nomor dan hand phone (HP) sudah menjadi hal biasa. Alasanya bisa
bermacam-macam. Untuk HP, pergantian dilakukan karena alasan hilang atau
sekedar ingin mengganti model baru agar bisa dikatakan canggih. Sedangkan
penggantian nomor bisa karena ingin sekedar menelpon lebih hemat. Mengingat
di beberapa outlet penjualan harga nomor perdananya lebih murah dibandingkan
harga isi ulang untuk nilai pulsa yang sama.
Perilaku konsumen di industri telekomunikasi ini memang menarik untuk
dipahami. Karena industri ini memiliki nilai pasar yang sangat besar. Pemain yang
terlibat di industri ini pun terbilang banyak. Mulai dari operator telekomunikasi,
perusahaan penyedia HP, sampai dengan konsumen dalam industri ini sangat
penting. Misalnya dengan mengetahui alasan sebenarnya konsumen mengganti
HP. atau berapa rata-rata konsumen mengalokasikan dananya untuk pembelian
pulsa. Dan juga, banyak hal lainya yang diperhatikan untuk membuat strategi
yang lebih ampuh agar dapat memenangi pertarungan yang semakin ketat.
Dalam Indonesian Consumer Profile (ICP) 2008 dengan responden SES A dan B,
terlihat bahwa 23% (tertinggi) responden mengganti HP sebanyak dua kali sejak
pertama kali memiliki. Yang menarik, sebanyak 14,4% responden mengganti HP-
nya sebanyak lebih dari lima kali. Sebuah fenomena yang menarik.
Lalu apa alasannya? Responden (46,7% tertinggi) mengakui bila pergantian HP
dilakukan dengan alasan ingin mengganti model baru. Yang menarik, mayoritas
reponden (92%) ingin mengganti HP model baru dengan melakukan pembelian
[Type text]
HP bekas, bukan HP baru. Untuk isi ulang, sebesar 97,6% reponden melakukan
pengisian outlet. Hal ini sangat wajar, karena kemudahan akses. Dimana lokasi
outlet sangat mudah ditemui di mana-mana.
Tentunya, akan banyak sekali perilaku konsumen di industri ini yang sangat
menarik untuk diketahui. Lebih detail, kita dapat menemukannya dalam ICP 2008
yang memang memuat perilaku konsumen dalam industri ini. Dengan begitu,
maka kita akan memiliki modal besar untuk menjadi pemenang di indutri
telekomunikasi yang memiliki nilai pasar yang sangat menggiurkan.
[Type text]
Recommended