View
302
Download
2
Category
Preview:
DESCRIPTION
Boost konverter dengan menggunakan kontrol dua loop.Metode Predictive State Observer untuk mendapatkan nila minimum umpan feedback kontrol.
Citation preview
ABSTRAK Boost converter adalah salah satu bentuk converter yang berfungsi untuk menaikkan tegangan DC. Boost converter open loop dan boost converter dua loop konvensional menghasilkan arus sumber yang terdistorsi sangat tinggi sehingga menyebabkan arus harmonisa besar dan mengurangi kualitas daya. Tugas Akhir membahas perencanaan Predictive State Observer pada sistem diskrit. Sistem ini bertujuan untuk menghasilkan power factor yang lebih baik dan tingkat harmonisa yang rendah. Predictive State Observer adalah suatu rangkaian unit delay untuk mendapatkan error minimum dari arus induktor. Error minimum ini selanjutnya diumpankan sebagai feedback yang dibandingkan dengan arus referensi. Dengan penambahan Predictive State Observer pada boost converter THD turun dari 69,88%( dua loop kontroler konvensional) menjadi 20,49%( Predictive State Observer), RF turun dari 45,27%( dua loop kontroler konvensional) menjadi 27,65% (Predictive State Observer) dan power factor meningkat 0,877(dua loop kontroler konvensional) menjadi 0,889 (Predictive State Observer) pada beban 10 Ohm. Kata kunci : Konverter Boost, Predictive State Observer, power quality
1
ABSTRACT Boost converter is one of kind converter that use to increase DC voltage. Boost converter open loop and Boost converter two loop conventional cause harmonic current distortion and reducing power quality. In this Final Project design Predictive State Observer in system discrete. This system in order to obtain more better power factor and low current distortion. Predictive State Observer is a series unit delay to get minimum error inductor current. Then minimum error as a feedback that will be compare reference current. With add Predictive State Observer in Boost converter has THD decrease from 69,88% ( two loop conventional controller) to become 20,49% ( Predictive State Observer), RF decrease from 45,27%( two loop conventional controller) to become 27,65% V (Predictive State Observer) dan power factor increase 0,877 (two loop conventional controller) to become 0,889 (Predictive State Observer) in load 10 Ohm. Key words: Boost Converter, Predictive State Observer, power quality
2
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Pendahuluan Pada umumnya arus sumber yang tidak sinusoida adalah
masalah utama yang ditimbulkan oleh diode-bridge rectifier. Hal ini menyebabkan pada arus sumber THD menjadi tinggi dan power faktornya menjadi rendah. Sehingga peformansi dari rangkaian rectifier tersebut menjadi menurun. Oleh karena itu diupayakan pembuatan suatu alat untuk mengontrol arus harmonisa ini. Dengan menggunakan kontrol yang lebih baik maka dapat mengurangi arus harmonisa dan meningkatkan input power faktor. Peralatan tersebut dihubungkan pada percabangan dioda dengan bagian sumber sebuah rectifier untuk mengontrol arus harmonisanya. Diharapkan dengan menggunakan peralatan ini maka ripple arus pada diode-bridge rectifier semakin kecil. 1.2 Tujuan Tugas Akhir Studi pengkajian tugas akhir diarahkan pada permasalahan mengenai 1. Memahami kinerja dari konverter boost. 2. Membuat desain Power Factor Corrected pada boost converter
dengan Predictive State Observer 3. Mensimulasikan rangkaian boost converter dengan Predictive
State Observer 4. Membandingkan performansi boost converter dua loop
proposed dengan Predictive State Observer dengan rangkaian boost converter konvensional, dan boost converter dua loop konvensional.
I.3 Perumusan Masalah Dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan sistem satu phasa dengan batasan masalah: 1. Mmbandingakan tiga rangkaian boost converter konvensional,
dan boost converter dua loop konvensional, dengan boost converter dua loop proposed.
2. Sistem beban yang digunakan yaitu dengan menggunkan beban resistif murni.
3
1.4 Sistematika Pembahasan Untuk memudahkan pembahasan, maka Tugas Akhir ini akan dibagi menjadi lima bab dengan sistematika sebagai berikut: Bab I : Pendahuluan
Bab ini meliputi latar belakang, perumusan masalah, sistematika pembahasan, tujuan dan relevansi.
Bab II : Rangkaian Penyerarah Bab ini menjelaskan tentang topologi dari rangkaian Rectifier, harmonisa yang ditimbulkan oleh rectifier, cara penanggulangan harmonisa yang telah ada, serta standart Internasional tentang batasan harmonisa.
Bab III : Penyearah Satu fasa dengan Menggunakan Single Phase PWM Multilevel
Bab ini akan membahas tentang cara memperkecil harmonisa pada arus sumber dengan tiga metode kontrol
Bab IV : Simulasi dan Analisa Bab ini akan membahas tentang performansi tiga hasil dan perbandingan metode boost converter konvensional, dan boost converter dua loop konvensional, dengan boost converter dua loop proposed di lihat dari Power Faktor, total harmonics distortion (THD), serta ripple factor peak to peak
Bab V : Penutup Bab ini berisi tentang kesimpulan dan saran dari hasil pembahasan yang telah diperoleh.
I.5 Metodologi
Dalam penulisan tugas akhir ini digunakan metode sebagai berikut : 1. Pengumpulan pustaka dan studi pustaka Melakukan pengumpulan pustaka yang dibutuhkan dan
mempelajari dengan mendalam bagian-bagian yang akan diteliti nantinya.
2. Pemodelan sistem Membuat desain boost converter yang dioperasikan dengan
menambahkan Predictive State Observer pada arus loop kontroller. 3. Analisis Melakukan pengukuran power factor dan tingkat harmonisa pada
sistem ini yang telah dimodifikasi apakah telah memenuhi target yang diinginkan. Serta melakukan perbandingan dengan sistem
4
boost converter konvensional, dan boost converter dua loop konvensional..
4. Penarikan kesimpulan Dari hasil analisa yang telah dilakukan maka dapat diambil
kesimpulan mengenai performansi dari desain sistem boost converter yang telah dimodifikasi ini.
I.6 Relevansi
Dengan menyelesaikan tugas akhir ini dapat dihasilkan keluaran dari boost konverter yang lebih baik dari boost koverter yang konvensional baik dalam tingkat distrorsi karena harmonik yang aturun, serta power faktor yang meningkat. Penggunaan boost konverter yang baiak dapat meningkatkan kualitas peralatan lain seperti penggunaan UPS.
5
-------------Lembar ini sengaja dikosongkan-----
6
BAB II RANGKAIAN PENYEARAH
2.1 PENGANTAR
Rangkaian penyearah yang lebih dikenal dengan sebutan rectifier merupakan rangkaian yang mengkonversi tegangan AC menjadi DC. Dioda merupakan komponen utama pada penyearah. Rangkaian penyearah pada saat ini hampir dipakai pada seluruh peralatan elektronik, karena dengan pemakaian rangkaian penyearah dapat mengurangi biaya operasional dari pemakaian peralatan elektronik dan dapat dipakai secara kontinyu tanpa batas jika dibandingkan dengan baterai. Adapun macam dari penyearah satu fasa adalah : 2.1.1. Penyearah Setengah Gelombang Satu Fasa
Penyearah setengah gelombang satu fasa adalah penyearah dioda satu fasa yang paling sederhana. Penyearah setengah gelombang satu fasa dengan beban resistif ditunjukkan pada gambar 2.1. Rangkaian tersebut hanya terdiri dari sebuah dioda yang dihubungkan dengan bagian sekunder dari transformator. Selama setengah periode positif dari tegangan sekunder transformator, dioda D berkonduksi. Selama setengah periode negatif, dioda D berhenti berkonduksi. Dengan asumsi transformator memiliki impedansi internal nol dan menghasilkan tegangan sinusoidal yang sempurna pada belitan sekundernya, gelombang arus dan tegangan pada beban R ditunjukkan pada gambar 2.2.
Gambar 2.1 Penyearah setengah gelombang satu fasa dengan beban resistif
7
Gambar 2.2 Bentuk gelombang tegangan dan arus dari penyearah setengah
gelombang satu fasa dengan beban resistif
Nilai rata-rata (avg) dari tegangan beban vL adalah Vdc dan dapat ditentukan dengan persamaan
( )∫=T
Ldc dttvT
V0
1 (2.1)
( )∫=π
ωωπ 0
sin21 tdtvV mdc
mm
dc VV
V 318.0==π
Maka nilai arus rata-rata dengan beban R adalah
RV
I mdc
318.0= (2.2)
Sedangkan nilai root mean square (rms) dari tegangan beban
vL adalah
8
( )∫=T
Lrms dttvT
V0
21 (2.3)
( ) ( )
mm
rms
mrms
VVV
tdtVV
5.02
sin21 2
==
= ∫ ωωπ
Dan nilai arus rms dengan beban R dapat ditentukan dengan persamaan
RV
I mrms
5.0= (2.4)
2.1.2 Penyearah Gelombang Penuh Satu Fasa
Rangkaian jembatan penyearah gelombang penuh satu fasa menggunakan 4 dioda seperti ditunjukkan pada gambar 2.3. Selama setengah periode positif tegangan sekunder transformator, arus mengalir ke beban melalui dioda D1 dan D2. Selama setengah periode negatif, dioda D3 dan D4 berkonduksi. Bentuk gelombang tegangan dan arus dari rangkaian penyearah jembatan dapat dilihat pada gambar 2.4.
Gambar 2.3 Jembatan penyearah dengan beban resistif
9
Gambar 2.4 Bentuk gelombang tegangan dan arus dari jembatan penyearah dengan
beban resistif
Nilai rata-rata (avg) dari tegangan beban vL adalah Vdc dan dapat ditentukan dengan persamaan
( )∫=T
Ldc dttvT
V0
2 (2.5)
( )∫=π
ωωπ 0
sin22 tdtvV mdc
mm
dc VV
V 636.02
==π
Maka nilai arus rata-rata dengan beban R adalah
RV
I mdc
636.0= (2.6)
10
Sedangkan nilai root mean square (rms) dari tegangan beban v Ladalah
( )∫=T
Lrms dttvT
V0
22 (2.7)
( ) ( )
mm
rms
mrms
VV
V
tdtVV
707.02
sin22
0
2
==
= ∫π
ωωπ
Dan n lai arus rms dengan beban R dapat ditentukan dengan ipersamaan
RV
I mrms
707.0= (2.8)
.1.3. Rasio Penyearahan
alah nilai yang menunjukkan perban
2Rasio penyearahan, addingan efektifitas dari penyearahan, yang ditentukan dengan
persamaan
LL
dcdc
L
dc
IVIV
PP
==σ (2.9)
Untuk half-wave ( )( )
%5.405.0
318.02
2
==m
m
VV
σ
dan untuk full-wave ( )( )
%81707.0636.0
2
2
==m
m
VV
σ
.1.4. Form Factor
Fo ) didefinisikan sebagai rasio perbandingan dari ni
2rm factor (FF
lai rms dari tegangan atau arus terhadap nilai rata-ratanya.
dc
L
dc
L
IIV
atauV
FF = (2.10)
11
ntuk half-wave U
57.1318.0 V5.0
==m
mVFF
dan untuk full-wave
11.1636.0 mV707.0
== mVFF
2.1.5. Faktor Ripple
Faktor ripple adalah pengukuran terhadap kandungan ripple, an ditentukan dengan d
dc
ac
V= (2.11)
VRF
dimana Vac adbeban v
alah nilai effektif (rms) dari komponen ac tegangan L,
22dcLac VVV −= (2.12)
Dengan mensu
(2.11) maka factor ripbstitusikan persamaan (2.12) ke persamaan ple dapat dituliskan sebagai berikut
11 22
−=−⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛= FF
VVRF
dc
L (2.13)
Untuk half-wave
21.1157.1 2 =−=RF sedangkan untuk full-wave
482.0111.1 2 =−=RF
12
2.1.6 Rectifier sebagai sumber Harmonisa
Pada saat ini, penyearah adalah sumber utama harmonisa. tiga jenis penyearah,
yait
ra pertam sa dalam jumlah besar, sed dua, selain m hasil a yang
usoidal, maka faktor osinus sudut yang ) tegangan dan
simpanga a
Gamabar 2.5 Bentuk gelombang tegangan dan arus
Dari sisi pengendalian, secara garis besar ada u ;
1. penyearah tak terkendali (dengan dioda) 2. penyearah terkendali (dengan thyristor) 3. penyearah PWM (dengan mosfet/IGBT)
Penyea h a dan kedua mengintrodusir harmoniangkan penyearah ketiga tidak. Penyearah ke
eng kan harmonisa, juga memiliki faktor dayend enyearah pertama, khususnya dari jenis satsangat r ah. P u fasa
adalah penyumbang harmonisa terbesar dari sektor perumahan dan perkantoran. Semua peralatan elektronik, yang meliputi televisi, sistem AV, printer, scanner, UPS dan battery charger, komputer, monitor, oven microwave, lampu fluorescent dengan ballast elektronik, dll menggunakan penyearah jenis ini.
2.2 HARMONISA PADA RECTIFIER
2.2.1 Pengaruh Terhadap Power Faktor
Bila arus dan tegangan berbentuk sindaya (power factor-pf) didefinisikan sebagai cdibentuk antara simpangan nol (zero-crossing
n nol arus, dengan nol tegangan sebagai acuan. Ilustrasinydiperlihatkan pada Gambar 2.5.
ωtπ
2π
arustegangan
0
φ
13
dua besaran dak sinusoidal sebagaimana pada, terlebih apabila besaran-besaran
miliki beberapa simpangan nol.
Permasalahan muncul apabila salah satu atau ketime
Gambar 2.6 Bentuk gelombang tegangan dan arus Input
Bi i pada gambar atas, definisi tersebut tidak lagi dapat diterapkan.
bar diatas,Vs dalah tegangan masukan sinusoidal, Is adalah arus masukan an Is1 adalah komponen fundamentalnya. Jika Φ merupak an
nt
la arus dan atau tegangan tidak sinusoidal, sepertdi
Dengan memperhatikan bentuk gelombang pada gam a dan sudut yang dibentuk antara komponen arus dan tegang
masukan , dan Φ disebut displacement angle maka displacemeFaktor didefinisikan sebagai
Φ= cosDF (2.14)
Harmonik factor dari arus input didefinisikan sebagai
14
21
221
2
22
111
1
⎥⎥⎦
⎤
⎢⎢⎣
⎡−⎟
⎠⎞
⎜⎝⎛=⎟⎟
⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛=
−
IsIs
IsIsIsHF (2.15)
Faktor harmonic adalah ukuran distorsi bentuk gelombang dan biasanya disebut dengan Total Harmonic Distortion (THD).
Is1 adalah komponen fundamental dari Is. Is dan Is1 dalam satuan rms. Power factor dari arus input didefinisikan sebagai
: Φ=Φ⎟⎠⎞
⎜⎝⎛= cos1cos1
IsIs
VsIsVsIsPF (2.16)
Bila arus masukan Is berupa sinusoidal murni , Is1 = Is dan factor daya (PF) sama dengan factor displacemen (DF). Pada penyearah ideal memiliki ŋ= 100%, Vas =0
Dalam sistem tenaga listrik, definisi harmonisa dapat dijelaskan sebagai komponen sinusoidal dari gelombang periodik yang memiliki frekuensi yang merupakan kelipatan integral dari frekuensi dasar. Demikian untuk sistem tenaga dengan f0 frekuensi dasar, frekuensi dari harmonisa orde ke-h adalah ht0. Harmonisa sering dipakai untuk menjelaskan gelombang sinusoidal yang menyimpang yang berhubungan dengan arus dan tegangan dari amplitudo dan frekuensi yang berbeda.
Harmonisa yang bukan kelipatan dari frekuensi fundamental biasa disebut dengan interharmonic. Harmonisa dengan frekuesi dibawah frekuensi fundamental (untuk Indonesia frekuensi dibawah 50Hz) disebut dengan sub-harmonic. Lampu yang berkedip merupakan indikasi adanya sub-harmonic.
Sebagian besar peralatan listrik pada sistem kelistrikan memberikan respon yang sama pada setengah periode positif dan setengah periode negatif. Pada gelombang dengan setengah periode yang simetri tidak terdapat frekuensi harmonik dengan orde genap. Untuk harmonisa kelipatan tiga dapat diatasi dengan sistem trafo tiga fasa wye - delta pada kondisi seimbang yang tidak ditanahkan. Hal
15
ini dapat terjadi karena harmonisa kelipatan tiga merupakan zero sequence. Dengan alasan ini maka harmonisa orde genap dan harmonisa kelipatan tiga seringkali dapat diabaikan.
Pada sistem tenaga listrik AC ideal, energi listrik disalurkan dalam frekuensi tunggal yang konstan dan pada level tegangan yang konstan pula. Tetapi dengan perkembangan beban listrik yang semakin besar dan komplek, terutama penggunaan beban-beban tak linier, akan menimbulkan perubahan pada bentuk gelombangnya seperti terlihat pada gambar 2.26.
Cacat gelombang yang disebabkan oleh interaksi antara bentuk gelombang sinusoidal sistem dengan komponen gelombang lain lebih dikenal dengan harmonisa, yaitu komponen gelombang lain yang mempunyai frekuensi kelipatan integer dari komponen fundamentalnya seperti ditunjukkan pada gambar 2.7, 2.8, 2.9.
0 π 2π
V
tω
Gambar 2.7 Bentuk gelombang terdistorsi
V
0 π 2π tω
Gambar 2.8 Bentuk gelombang pada frekuensi fundamental
16
2π
harmonisa ketigaharmonisa kelima
V
0 π tω
Gambar 2.9 Bentuk gelombang harmonisa
Distorsi harmonisa akan mengakibatkan kerugian pada sistem jaringan, diantaranya adalah terjadinya resonansi pararel maupun seri. Salah satu penyebabnya adalah pemasangan kapasitor shunt pada jaringan yang digunakan untuk kompensasi daya reaktif. Terjadinya resonansi ini akan meningkatkan tegangan harmonisa yang cukup besar pada bus kapasitor yang bisa merusak kapasitor itu sendiri dan komponen jaringan lainnya.
Kenyataan menunjukkan, bahwa pemakaian komponen semikonduktor seperti dioda dan thyristor dalam konversi energi listrik yang dipakai pada peralatan converter, inverter dan lain-lainnya serta peralatan elektronika yang dipergunakan untuk mengatur tegangan maupun kecepatan putaran motor menunjukkan makin berkembang pesat pemakainnya.
Pemakaian converter sebagai sumber daya searah membawa kerugian pada jaringan listrik, yaitu merusak bentuk gelombang tegangan dan arus bolak-balik sehingga tidak merupakan gelombang sinusoidal murni. Bentuk gelombang arus dan tegangan yang tidak sinusoidal tersebut mengandung gelombang frekuensi dasar dan frekuensi harmonisa yang dapat menyebabkan adanya gangguan pada sistem tenaga listrik dan sistem lainnya
Dari bentuk gelombang arus di sisi arus AC pada peralatan converter dapat diperoleh beberapa hal yang penting, yaitu :
1. Tidak ada harmonisa kelipatan tiga 2. Pada penyearah enam pulsa, hamonisa yang terjadi
hanya pada orde 6k+1, dengan k adalah bilangan integer.
17
Harmonisa 6k+1 untuk urutan negatif dan 6k-1 untuk urutan positif.
3. Pada penyearah dua belas pulsa, harmonisa yang terjadi hanya pada orde 12k+1.
2.4.2. Total Harmonic Distortion (THD) [7]
Dalam harmonisa khususnya pada sistem tenaga listrik dipakai istilah Total Harmonic Distortion (THD) yang didefinisikan sebagai persentase total komponen harmonisa terhadap komponen fundamentalnya. Total Harmonic Distortion (THD) dituliskan sebagai berikut :
100% x U
U THD
1
21
k
2n ⎥⎦
⎤⎢⎣
⎡
=∑
(2.17)
dengan :
Un = komponen harmonisa
U1 = komponen fundamental
k = komponen harmonisa maksimum yang diamati
Perhitungan tersebut tidak sama untuk setiap negara tergantung standar yang dipakai. Dalam hal ini diberikan contoh standar dari IEEE Std. 519-1992. Ada dua kriteria yang digunakan dalam analisa distorsi harmonisa. Pertama adalah limitasi untuk distorsi arus. Yang kedua adalah limitasi untuk distorsi tegangan. Tabel 2. Limit distorsi harmonisa untuk sistem distribusi 120 V sampai 69 kV.
Tabel 2.1 Limit distorsi arus harmonisa[6]
Maximum Harmonic Current Distortion in Percent of ILIndividual Harmonic Order (Odd Harmonic) ISC/IL <11 11≤h≤17 17≤h≤23 23≤h≤35 35≤h TDD
< 20* 4,0 2,0 1,5 0,6 0,3 5,0 20 – 50 7,0 3,5 2,5 1,0 0,5 8,0 50 – 100 10,0 4,5 4,0 1,5 0,7 12,0
100 – 1000 12,0 5,5 5,0 2,0 1,0 15,0 > 1000 15,0 7,0 6,0 2,5 1,4 20,0
18
Even harmonic are limited to 25% of the odd harmonic above. Current distortion that result in a dc, e.g. half-wave converters, are not allowed. *All power generation equipment is limited to these values of current distortion regardless of the actual ISC/IL. Where :
ISC = maximum short circuit at PCC IL = maximum demand load current (fundamental frequency component) at PCC
Tabel 2.1 memuat standar limitasi untuk distorsi arus. Rasio ISC/IL adalah arus hubung singkat pada Point of Common Coupling (PCC) terhadap arus beban nominal pada frekuensi fundamental. Dalam tabel tersebut, tegangan yang dipakai adalah antara 120 V sampai 69 kV. Untuk tegangan 69 kV sampai dengan 161 kV dipakai standar limitasi untuk sistem subtransmisi.
Untuk limit distorsi tegangan maka tabel 2.2 memuat standar untuk limitasi distorsi tegangan pada PCC.
Tabel 2.2 Limit distorsi tegangan harmonisa
Tegangan bus pada PCC Individual Voltage Distortion (%)
THD (%)
≤ 69 kV 3,0 5,0 69,001 kV - 161 kV 1,5 2,5
161,001 kV ≤ 1,0 1,5
Indeks harmonik yang selalu digunakan adalah :
1
2h
2h
V V
VTHD
∑∞
== atau 1
2h
2h
I I
ITHD
∑∞
== (2.18)
Persamaan 2.33 menjelaskan mengenai perbandingan antara nilai rms komponen harmonik dengan nilai rms komponen dasar dan biasanya menggunakan satuan persen (%). Index ini digunakan untuk mengukur deviasi dari bentuk gelombang yang menggandung harmonisa dari gelombang sinus yang sempurna. Untuk gelombang sinus sempurna pada frekuensi dasar, THD-nya adalah nol. Sama dengan pengukuran distorsi harmonisa pada orde ke-1 untuk tegangan dan arus orde ke-h bahwa Vh / V1 dan Ih / I1.
19
2.4.3. Total Demand Distortion (TDD) [7]
Total demand distortion (TDD) adalah distorsi harmonisa total terlihat pada persamaan dibawah ini :
L
2h
2h
I
ITDD
∑∞
== (2.19)
dengan IL merupakan arus beban demand maksimum (15 atau 30 menit demand) pada frekuensi dasar di PCC (point of common coupling), dihitung sebagai arus rata-rata dari beban maksimum. Konsep TDD ini relevan dengan aplikasi dari IEEE Standart 519.
2.4 Metode Penanganan Harmonisa
Ada beberapa cara penanganan harmonisa, yang secara umum dapat dibagi atas dua : pencegahan dan eliminasi harmonisa. Sistem yang tingkat harmonisanya telah diperbaiki, umumnya memiliki rugi-rugi yang lebih rendah, tagihan kWh dan kVARh yang lebih rendah (tanpa mengurangi penggunaan normalnya). Berikut adalah beberapa metoda dalam penanganan harmonisa. 2.4.1 Penyearah PWM
Berbeda dengan penyearah konvensional yang menarik arus berupa pulsa-pulsa pendek dengan amplituda tinggi (penyearah dioda dengan kapasitor perata) ataupun berupa pulsa-pulsa gelombang persegi (penyearah thyristor atau dioda dengan perata arus atau beban induktif), penyearah dengan teknik modulasi lebar pulsa menarik arus dengan bentuk yang mendekati sinusoidal sempurna. Selain itu, arus yang ditarik juga sefasa dengan tegangan sumbernya. Dengan demikian penyearah dapat dimodelkan sebagai beban resistif, sehingga untuk apapun jenis bebannya, penyearah tidak membutuhkan kapasitor perbaikan faktor daya. Ada terdapat beberapa topologi dasar penyearah PWM, salah satunya adalah penyearah dengan topologi dasar boost (Kazerani et.al., 1991), yang diperlihatkan pada gambar 2.10
20
~ bebanVs
is
C
DL
Q
+
-
V1
I1
(a) topologi rangkaian daya
+
- comp Q
I1
V1 (b) topologi kontrol
Gambar 2.10 Penyearah PWM dengan topologi boost Dalam rangkaian ini, arus sumber digunakan sebagai sinyal umpan balik, sementara tegangan berperan sebagai nilai referensi. Dengan cara seperti ini, maka bentuk arus sumber akan dipaksa sama dengan bentuk tegangan. Apabila bentuk tegangan masukan sinusoidal, maka bentuk arus juga akan sinusoidal. Akibat proses switching yang terjadi, arus akan memiliki komponen-komponen frekuensi tinggi di sekitar frekuensi switchingnya. Komponen-komponen frekuensi tinggi ini dapat dengan mudah dihilangkan dengan filter frekuensi tinggi sederhana.
Pada gambar 2.11.(a) dan 2.11.(b) diperlihatkan simulasi arus dan tegangan masukan serta spektrum frekuensi arus masukan. Tampak bahwa arustelah sangat mendekati bentuk sinusoidal serta sefasa dengan tegangan.
21
(a) (b)
tegangan
arus
Gambar 2.11 .(a) Arus dan tegangan masukan penyearah (b) Spektrum frekuensi arus masukan
2.4.2 Transformator Penggeser Fasa (Penyearah Polifasa)
Penggunaan transformator penggeser fasa pada aplikasi penyearah polifasa merupakan salah satu cara yang ampuh dalam meminimisasi harmonisa yang dibangkitkan oleh penyearah tersebut. Metoda ini mengubah sistem tiga fasa menjadi sistem dengan fasa banyak; enam, sembilan atau duabelas fasa. Ada banyak konfigurasi penggeser fasa yang dapat digunakan. Secara umum semakin banyak fasa yang digunakan dalam penyearahan, semakin rendah kandungan harmonisa yang dibangkitkan. Contoh topologi transformator penggeser fasa dari sistem tiga menjadi enam fasa diperlihatkan pada gambar
22
15o
15o
R"
R'
R
T"
S"
S'
T'
S
T
T
S
R
3-pha
se lin
e volt
age
R'S'T'
R"S"T"
Cdc
load
interphasereactor
interphasereactor
phase windingzig winding
zag winding
(a)Simulasi arus dan tegangan masukan
(b) Profil tegangan dan arus
current
voltage
Gambar. 2.12 Penyearah 12 pulsa dengan transformator penggeser fasa
Pada gambar diperlihatkan arus yang ditarik dari jala-jala sudah lebih mendekati bentuk sinusoidal, sehingga kandungan harmonisanya relatif rendah.
23
2.4.3 Zero-Sequence Blocking & Passing Transformer
Beban Nonlinier(kombinasi beban satu fasa dan tiga fasa) sebagai sumber arus harmonisa
iNS
iRB
n
ihTB
Sumber TeganganJala-jala
R
S
T
Zero-Passing
(ZP)
iNBi NS
i ZP
i RZP i SZP i TZP
i ZP
iSB
iTB
ihSB ihRB
vRS
vSS
vTS
zS
zS
zS
zJ
zJ
zJ
iRS
iSS
iTS
Zero-Blocking
(ZB)
(a) Metoda zero-blocking dan zero-passing
n
iho
Sumber Tegangan
Jala-jala
Zero-Passing
zSo zJo
iZPo
( ZP )
Beban nonlinier
zPo
iBo
iNBoiNSo
zBo ISo
(b) Model satu fasa zero-blocking dan zero-passing
ΦoR2
nR1 nS1 nT1
nR2 nS2 nT2
ΦoS2
ΦoT2
ΦoR1
ΦoS1
ΦoT1
iZPR iZPS iZPT
iZPR iZPS iZPT
iZP
R
STn
vL
nS1N
iZP
iZPS
iZPR
iZPT
nR1
nT1nR2
nT2
nS2
iZPT
iZPR
iZPS
(c) Transf’ zero passing dg hub zigzag (d) hub. belitan
Gambar 2.13 Transformator zero passing
24
Metoda ini digunakan untuk mengurangi arus urutan nol yang mengalir di penghantar netral. Pada gambar 2.14 diperlihatkan metoda yang dimaksud. Ada berbagai teknik zero-passing dan zero-blocking, salahsatunya sebagaimana diperlihatkan diatas.
I RS
I RS I RS
Φn1Φn2
Φ n3
IRS
ISS
ITS
Gambar 2.14 Transformator zero-blocking
Pada prinsipnya, teknik zero-sequence passing & blocking adalah memubat perangkap bagi arus urutan nol. Arus urutan nol dihambat masuk ke jaringan, dan disirkulasikan pada transformator zero-passing. Hasil eksperimen yang dilakukan oleh Syafrudin menunjukkan efektifitas metoda ini. Tanpa menguruangi kinerja beban, arus netral dapat dikurangi sangat drastic. 2.5 Regulasi
Kehadiran harmonisa telah melatarbelakangi terbitnya beberapa standar atau regulasi. Standar-standar tersebut berfungsi untuk :
• membatasi cacat arus dan tegangan yang masih dapat ditolerir oleh sistem dan komponen-komponen sistem, khususnya kapasitor kompensasi daya reaktif, power line carrier (PLC) dan peralatan-peralatan yang bekerja berdasarkan bentuk gelombang
• memenuhi persyaratan bentuk tegangan yang dibutuhkan oleh pemakai untuk keperluan-keperluan tertentu
25
• memastikan bahwa sistem tenaga tidak mempengaruhi sistem lainnya, seperti misalnya jaringan telepon
Suatu standar harus menjamin bahwa semua konsumen
mendapatkan energi elektrik dalam kualitas yang masih berada dalam batas-batas toleransi, yang dengan demikian konsekuensinya adalah standar juga harus menjamin bahwa tidak ada pelanggan yang menginjeksi harmonisa dalam jumlah yang melewati batas aman. Menurut penulis, pembatasan level arus harmonisa absolut terhadap setiap konsumen tampaknya adalah solusi yang adil bagi semua pihak, baik bagi pelanggan besar, kecil dan produsen energi.
Suatu standar dapat ditetapkan secara tidak permanen. Umumnya standar mengacu kepada pemahaman terhadap sistem yang sedang berlaku saat itu. Karena itu, dengan peningkatan pemahaman melalui peningkatan sistem instrumentasi dan analisis sistem, standar yang berlaku masih memungkinkan diubah.
Menurut penulis, seperti halnya dalam penetapan standar kualitas untuk faktor daya, idealnya pemakai dan produsen peralatan yang memenuhi standar, dikenai insentif oleh pemerintah atau produsen energi. Dalam hal ini pemakai yang menginjeksi arus harmonisa di bawah standar yang ditetapkan, mendapatkan insentif. Permasalahan yang dihadapi di banyak negara adalah, dalam kebanyakan aplikasi, insentif yang diberikan belum cukup untuk mengkompensasi biaya peningkatan desain peralatan yang bebas harmonisa.
26
BAB III Boost Konverter dengan Predictive State Observer
dan Arus Loop Controller.
I.1 Latar Belakang Konverter dc-dc adalah salah satu bentuk power electronic
yang sering digunakan dalam industri. Seingga diharapkan didapat ratio tegangan atau arus yang tinggi. Kebanyakan penerapan tersebut menginginkan riak arus dan tegangan keluaran konverter sekecil mungkin. Untuk mengurangi riak tersebut kita bisa melakukannya dengan menaikkan frekuensi penyaklaran. Akan tetapi, frekuensi penyaklaran yang tinggi tidak mungkin dilakukan jika tegangan atau arus kerjanya tinggi. Untuk mengatasi masalah tersebut, konverter dc-dc multilevel sering kali digunakan. Dengan konverter multilevel, tegangan kerja saklar-saklar konverter bisa dikurangi. Selain itu, konverter multilevel bisa menghasilkan riak yang rendah tanpa harus menaikkan frekuensi penyaklaran. Kebanyakan konverter tersebut membutuhkan dioda clamp, kapasitor split (pembagi tegangan) atau clamp, atau kombinasi dioda clamp dan kapasitor split dengan rating tegangan yang tidak sama. Hampir semua konverter dc-dc multilevel mempunyai masalah ketidakseimbangan tegangan akibat saklar dayanya tidak dioperasikan pada frekuensi yang sama.
Rangkaian konverter banyak digunakan dalam dunia industri,
seperti rangkaian DC Chopper. Oleh karena itu perlu alat-alat konverter harus mempunyai hasil atau kualitas kinerja yang baik. 1.2 Linier Time Invariant [4]
Dalam tugas akhir ini membahas tentang bagaimana meningkatkan kinerja performansi boost converter dengan penyaklara yang lebih baik. Yaitu dengan meningkatkan kinerja modulasi trigger dengan Pulse Witdh Modulation (PWM). Salah atu karakteristik pada unit kerja baik dalam diskrit dan kontinu, aalah bahwa sinyal direpresentasikan sebagai kombinasi linier dari impuls yang berbeda. Kenyataan ini seperti sifat superposisi serta invariasi waktu, yang memungkinkan mengembangkan sistem LTI. Representasi semacam itu dirujuk sebagai jumlah konvolusi, yang membuat kenyamanan sistem LTI ini.
27
1.2.1 Sifat Linier Time Invariant (LTI) Dalam kondisi waktu diskrit representasi menggunakan bentuk
jumlah konvolusi. Salah satu konsekuensi dari representasi ini adalah bahwa karakteristik sistem LTI ditentukan sepenuhnya oleh tanggapan impuls. Berbagai macam sifat LTI: 1. Sifat komutatif
Sifat dasar konvolusi pada sistem diskrit adalah sebagai berikut:
[ ] [ ] [ ] [ ]∑∞
∞−
−== ][*][** knxnhnxnhnhnx (3.1)
sesuai dengan persamaan diatas keluaran sistem LTI dengan masukan x[n] dan keluarn h[n] adalah identik terhadap keluaran sistem LTI dengan masukan h[n] dan tanggapan unit impuls x[n].
2. Sifat distributif Sifat dasar konvolusi pada sistem diskrit adalah sebagai berikut:
][*)(][*)(])[][(*)( 2121 nhnxnhnxnhnhnx +=+ (3.2) Sifat dasar konvolusi pada sistem kontinu adalah sebagai berikut:
][*)(][*)(])[][(*)( 2121 thtxthnxththtx +=+ (3.3) Sifat distributif memiliki penafsiran yang bermafaat dalam lingkup interkoneksi. Baik dalam sistem bentuk kontinu dan diskrit.
3. Sifat Asosiatif Sifat dasar konvolusi pada sistem diskrit adalah sebagai berikut:
][*])[*][(])[][(*][ 2121 nhnhnxnhnhnx =+ (3.4) Sifat dasar konvolusi pada sistem kontinu adalah sebagai
][*])[*][(])[][(*][ 2121 ththtxththtx =+ (3.5) dengan menggunakan sifat komutatif dan sifat asosiatif, kita dapat menyimpulkan bahwa tanggpan impuls dari sistem LTI serial adlah tanggapan impuls tunggalnya.
4. Kausalitas sistem LTI Suatu sistem dikatakan kausal ketka keluaran hanya tergantung pada haraga masukan sistem pada saaat sekarang dan lalau. Dengan menggunakan integral konvolusi kita dapat
28
menghubungkan sifat yang sesuia dengan sifat impuls. Khususnya agar sistem LTI didrit menjadi kausal, y[n] tidak boleh tegantung pada x[k] untuk k>0. Untuk sisitem LTI waktu diskrit kausal secara langsung jumlah konvolusi dapat dinyatakan:
∑−∞=
−=n
kknhkxny ][][][ (3.6)
5. Stabilitas sistem LTI Suatu sistem dikatan sabil jika setiap masukan terbatas dengan keluaran yang terbatas. Dalam hal ini kondisi LTI stabil dengan x[n] masukan yang terbatas. Mislnya kita terpkan masukan ini ke dalam sistem LTI mdengan tanggpan impuls h[n]. Kemudian dengan gunakan konvolusi, kita peroleh keluaran:
∑∞
−∞=
−=k
knxkhny ][][][ (3.7)
Karena besar sejumlah bilangan tidak besar dari jumlah bilangan maka :
∑∞
−∞=
−<k
knxkhny ][][][ (3.8)
Dengan perssamaan absolut maka didapat :
∞<−∑∞
−∞=kknxkh ][][ (3.9)
Maka y[n] dibatasi besarnya, dengan demikian sistem stabil. Oleh karena itu persamaan diats menjamin stabilitas sistem LTI. Dalam mode waktu kontinu, kita peroleh karakteristik stabilitas ayng serupa akibat tanggap LTI. Khususnya jika |x[t]|< B untuk semua t, maka akan didapt persamaan :
∫ ∞−−= τττ dtxhty )()(][
(3.10) ∫ ∞−≤ ττ dhB )(
29
oleh karena itu sistem akan stabil jika tanggapan impuls dapat diintegralkan secara absolut.
3.2 Pemodelan rangkaian 3.2.1 Rangkaian konverter DC-DC
Rangkaian converter DC-DC mempunyai bernacam-macam bentuk. Dapat dilihat dari fasa yang dipakai, dan tingkat level yang digunakan. Dalam pemakaiannya pada sistem industri banyak sekali dipakai konverter DC-DC multilevel. Dimana bentuk perencanaan rangkaian adalah sbb:
Gambar 3.1 Skema Dasar rangkain DC-DC converter terkontrol
Gambar 3.2. Rangkain DC-DC proposed
pada gambar diatas rangkaian yang digunakan adalah rangkain satu phasa tegangan AC yang dirubah menjadi gelombang DC gelombang penuh melalui full bridge rectifier, keluaran tegangan DC akan
30
masuk boost converter untuk menyuplai beban. Dengan drop tegangan V1 dan V2 seperti gambar diatas. 3.2.2 Model diskrit LTI (Linier Time Invariant ) pada arus induktor.
Arus yang masuk ke induktor dengan range tertentu secara umum dipaksa untuk mengikuti referansi dengan tegangan input vin. Model signal diskrit arus induktor mengacu pada:
Switching frekuensi harus lebih tinggi dari frekuensi line, sehingga tegangan konstan dengan periode dua switch
Switching harus mengukur tegangan DC bus setiap setengah operasi dengan v1=v2
Tegangan keluar harus konstan dengan periode switch
Konverter dengan menggunakan metode Continous Conduction Mode (CCM)
Dimana step operasi yang dilakukan:
Gambar 3.3. Representasi Power Factor Correction Converter Dimana saat operasi didapat v1 dan v2 adalah sama, saat step1 kedua switch menutup (close), step 2 dan 3 meurpakan bentuk yang identiik dan step 4 saat switch open. Dengan menggunkan persamaan diffrensial maka arus induktor dalam mode CCM dengan peiode sampling T didapat :
31
⎪⎪⎭
⎪⎪⎬
⎫
⎪⎪⎩
⎪⎪⎨
⎧
+−+
+−+=+
LTkukv
LTkv
LTkv
k
LTkukv
LTkv
LTkv
kik
ooinL
ooinL
L )()()()()(
2)()(
2)()(
)()1(i
(3.11)
dengan
⎪⎪⎭
⎪⎪⎬
⎫
⎪⎪⎩
⎪⎪⎨
⎧
+−
+−=
LTkukv
LTkv
LTkv
LTkukv
LTkv
LTkv
kuooin
ooin
L )()()()(2
)()(2
)()(
)( (3.12)
dengan model Linier Time Invariant didapat :
)()()1( kukiki LLL +=+ dengan model linier discreate akan hasilkan uL(k) yang harus dirubah menjadi u(k). Hasil transformasinya:
2)((
)()()(
12)((
)()()(
⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛ −=
+⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛ −=
TkvTkvLku
ku
TkvTkvLku
ku
o
in
o
in
(3.13)
3.2.3 Model diskrit LTI (Linier Time Invariant ) pada tegangan output.
Hal ini digunakan untuk model linierisasi sistem seperti voltage loop contrroller konverter boost. Untuk model diskrit pada loop tegangan luar boost converter, diasumsikan arus induktor mengiukuti arus referensi. Dengan gunakan hukum konversi energi : Dimana : ein = energi masuk (energi input) eL = energi pada induktor ecc = energi pada kapasitor eout = energi pada beban
32
dengan tranformasi differensial didapat dayanya :
outccin
outccL
pedtde
dtdP
dted
dted
dted
dted
++=
++=)()()()(
(3.14)
dengan merubah nilai energi masing-masing didapat:
outoL pvdtdCi
dtdLPin ++= 22
21
21 (3.15)
karena energi pada inductor yang kecil disbanding energi pada kapasitor maka energi di inductor dapat dihilangkan :
outoin pvdtdCiv += 2
21
(3.16)
dimana arus inductor
outinccino
outoinccin
pvuvvdtdC
pvdtdCvuv
−=
+=
)(21
21)(
2
2
(3.17)
dimana ucc adalah control aksi loop tegangan controller. Dengan memodelkan diskrit LTI persamaan diatas didapat :
∫∫+ ++
−=ccv
cc
ccv
cc
ccv
cc
Tk
kvT
Tk
kvToutpcc
Tk
kvTcc dtpdtvu
dtdC
)1( )1(22
)1(
)(sin21
21 ω ∫ (3.18)
dimana )(sin222 tvv pin ω=
cc
v
cc
pvccv C
TcckPC
Tccvkukxkx
)(2)()()1(
2
−+=+ (3.19)
33
vo2 adalah bentuk dari variabel vo. Hasil persamaan diatas adalah
bentuk LTI. Dengan ucc (kv) adalah kontrol aksi dan P(kv) adalah nilai proportional untuk nilai rata-rata output. 3.2.4 Rangkaian kontrol yang direncankan
Pada sistem yang telah disebutkan diatas, proses penyalaan rangkaian diatur dengan menggunakan arus loop kontroller dan tegangan loop kontroller. Setelah itu melewati diagram logic untuk menentukan operasi penyalaan. Seperti gambar diagram dibawah:
gambar 3.4 Diagram blok kontrol penyalaan.
3.2.4.1 Arus Balik Kontroller (Current Loop Controller)
Perencanan kinerja rangkain pada DC-DC konverter, digunakan metode kontrol dengan arus feedback dari arus induktor yang masuk.
Gambar 3.5 Skema arus balik kontroller
34
Persamaan utama rangkaian adalah sbb:
)()()1()()()()(
)()()1(
21
kikikvkvkikkvkku
kukiki
Lref
LL
LL
−+−=+=+=+
(3.20)
untuk memperoleh nilai feedback maka nilai arus ditransformasi kedalam state feedback. Dimana untuk mendapatkan nilai error variable state adalah:
(3.21)
)()()(
)()()(∞−−
∞−−
LLLe
LLLe
ukukuikiki
sehingga error state spacenya menjadi :
⎢⎣
⎡=⎥
⎦
⎤⎢⎣
⎡++
01
)1()1(
kuki
(3.22) )(10
)()(
01
kwku
ki
Le
Le⎥⎦
⎤⎢⎣
⎡+⎥
⎦
⎤⎢⎣
⎡⎥⎦
⎤
w(k) = [-k1 1-k2] ⎥⎦
⎤⎢⎣
⎡⎥⎦
⎤⎢⎣
⎡)(
)()()(
kuki
kuki
Le
Le
L
Le
Dengan k1 dan k2 adalah gain feedback pada model arus close loop controller.
Hal yang penting dalam model skema control pada gambar x akan meimbulkan waktu delay pada proses sampling PWM pad frekuensi tinggi. Oleh kerena itu perlu ada kompensasi terhadap waktu delay untuk meningkatkan performansi. Dimana perlu Predictive State Observer untuk mengestimasi nilai arus inductor pada sample switching berikutnya. Nilai sampling berikutnya didefinisikan i(k+1) dengan aksi kontrol uL(k+1) untuk periode berikutnya. Sehingga didapat :
)()()()1(2)1(1)1()1(
^
kikikvkvkkikkvku
Lref
L
−+=++++=+ (3.23)
sehingga representasi kontrol arusnya dapat digambarkan sebagai berikut:
35
Gambar 3.6 Skema kontrol Arus Balik dengan Predictive State Observer
dengan )()()()1()1( kikkukikki LeLLe ++−=+ dimana ke adalah gain observer. 3.2.4.2 Tegangan Balik Kontroller (Voltage Loop Controller) Dalam perancangan pengendali tegangan diasumsikan pengendali arus telah bekerja dengan baik. Seprti dengan kontrol arus sistem gunakan feedback dengan integral kontrol untuk atus tegangan DC output. Pola pengendalian operasi dengan aksi kontrol ucc(k) dan error tegangan vcc(k) dengan nilai seperti berikut:
)()()1()(
)()()(22
21
kvvkvkvkv
kxkkvkku
ovrefvccv
vccvcccccc
−+−=
−= (3.24)
Gambar 3.7 Skema Tegangan Balik Kontroller
Keterangan : k1cc dan k2cc adalah nilai gain feedback seperti pada Arus Balik Kontroller
36
3.2.4.3 Switching Logic Controller Operasi yang dilakukan dengan dalam Tugas Akhir ini adalah mode rectifier dengan continous conduction mode. Perintah logika ini untuk mengatur penyimpanan energi pada induktor dan mengelola tegnagn pada kapsitor C1 dan C2. Pada konverter DC-DC multi level , switching logika :
Tabel 3.1 Diagram logic switch Region 1 (Vin<V1) Region 2 (Vin<V1) V1<V2 V1>V2 V1<V2 V1>V2
S1 PWM ON OFF PWM S2 ON PWM PWM OFF
37
-------------Lembar ini sengaja dikosongkan-----
38
BAB IV SIMULASI DAN ANALISA
4.1 Rangkainnya konverter DC-DC adalah : Pada sub bab dalam penelitian Tugas Akhir ini akan dijelasakan perbandingan, perencanaan dan simulasi Konverter Boost konvensional dengan rangkaian dengan perbaikan power factor. Yang disimulasikan dengan menggunakan bantuan komputer dengan menggunakan software PSIM. 4.2 Rangkaian Konverter DC-DC open loop Untuk penyearah boost converter dengan menggunakan jenis dioda clamp dengan satu switch yang dikontrol dengan PWM.
Gambar 4.1 Rangkaian Konverter Boost Konvensional
Paramater yang digunkan: Vin : Vac = 110 V L = 0.001H C1 = 0.00047 F Prinsip utama dalam boost converter adalah terletek pada pensaklaran on off transistor. Kerja transistor ini diatur oleh suatu trigger sinyal generator, yang dapat diatur frekuensinya.
Cara kerja rangkaian dapat dibagi menjadi dua mode. Mode pertama dimulai saat transistor B dinyalakan pada t = 0. Arus masukan, yang meningkat, mengalir melalui Lboost dan transistor B. Mode kedua dimulai saat transistor B dimatikan pada t = t1. Arus sumber akan mengalir melalui Lboost, Dboost dan C. Arus induktor akan turun sampai transistor B dinyalakan kembali pada siklus berikutnya.
39
Beban yang digunakan dalam pemabahasan ini menggunakan beban resistrif murni. Berikut adalah gambar hasil simulasi ketika diberi beban R=10 ohm
Gambar 4.2 Gambar arus input
Gambar 4.3 Gambar spectrum harmonisa
40
Dari gambar diatasa maka akan dapat diperoleh THDi :
856.012
98.8031.75
1
2
2
1
=−⎟⎟⎟
⎠
⎞
⎜⎜⎜
⎝
⎛=
−⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛=
THD
IITHD
rms
rms
Gambar 4.3 Gambar daya input
Gambar 4.4 Gambar tegangan output
41
Dari gambar diatas dapat diperoleh
pf sumber 88,031,75110
57,7358cos ===ΘxIV
P
inin
in
nilai Vorms = 253,15 V. Dengan nilai RF Vpp= 0.959
Tabel 4.1 Hasil boost konvensional R(ohm) Iin(A) Pin(W) THDi(%) PF Vorms(V) RFvout(%) Pout(W) 10 75,31 7358,57 51,9 0,88 253,15 95,9 7322,6 50 18.92 1713,71 60 0,85 291,34 22,39 1701,78 100 9,7 891,31 91,8 0,836 297.11 12 886,4 180 5,63 517,57 97,6 0,835 299,38 6,3 543,41
4.3 Rangkaian Konverter DC-DC dua loop konvensional Pada gambar dibawah menunjukan rangkaian konverter boost dengan dua loop kontroller konvensional. Parameter yang digunakan sama dengan rangkaian konvensional.
Gambar 4.5 Gambar rangkaian konverter boost dua loop kontroller
konvensional Komponen yang digunakan adalah: Vin : Vac = 110 V L = 0.001H C1 = 0.00047 F
42
Dari hasil simulasi diperoleh:
Gambar 4.6 Gambar arus input
Gambar 4.7 Gambar spektrum harmonisa arus input
43
Gambar 4.6 Gambar tegangan outpt
Tabel 4.2 Hasil konverter boost dua loop kontroller konvensional
R(ohm) Iin(A) Pin(W) THDi(%) PF Vorms(V) RFvout(%) Pout(W) 10 71,87 7889,54 22,27 0,998 272,6 64,4 7729,91 50 13,79 1515,29 43,44 0,997 274,99 23,5 1508,3 100 7,017 7896,60 53,1 0,995 276,57 6,8 764,66 180 3,95 425,91 54,0 0,98 277,07 3,6 426,2 4.4 Rangkaian Konverter DC-DC dua loop proposed Pada gambar dibawah menunjukan rangkaian konverter boost dengan perbaikan kinerja. Parameter yang digunakan sama dengan rangkaian konvensional.
Gambar 4.7 Gambar skema dasar rangkaian proposed
44
Cara kerja rangkaian ini dapat dijelasakan dengan bebarapa stage berikut
Gambar 4.8 Gambar step kerja proposed
Keterangan gambar diatas:
1. Saat stage kesatu arus masuk melewati inductor dan melewati saklar S1 dan S2, karena arus lebih dominant melewati S1 dan S2 yang short.
2. Pada stage kedua arus melewati saklar S1 dan mencharge kapasitor dan melewati ddiode D2.
3. Pada stage 3 arus melewati diode D1, dan mencharge C1 dan meleawati saklar S2. Pada C1 akan terjadi discharge.
4. Pada stage keempat arus melewati induktor dan mencharge kapasitor C1 dan C2. keadaan untutan step itu berlangsung terus menerus.
45
Gambar 4.9 Gambar rangkaian proposed
Hasil keluaran arus input dan spektrum harmonisa arus input
Gambar 4.10 Gambar arus input
46
Gambar 4.11 Gambar spektrum harmonisa arus input
Gambar 4.12 Gambar tegangan ouput
Dari hasil simulasi dengan perubahan beban maka akan didapatkan hasil berikut ini :
47
Tabel 4.3 Hasil konverter boost dua loop proposed R(ohm) Iin(A) Pin(W) THDi(%) PF Vorms(V) RFvout(%) Pout(W) 10 19,23 1203,06 19,47 0,999 155,27 64,13 1204,92 50 22,89 2422,3 25,14 0,96 492,61 22,44 2427,4 100 21,14 1553,69 31,74 0,95 558,7 11,29 1557,12 180 18,82 943,83 33,4 0,948 575,05 0,0049 912,7 4.5. Perbandingan Antara Boost Konverter open loop, Boost Konverter dua loop konvensional dan Boost Konverter dua loop proposed. Dari hasil simulasi ketiga Boost Konverter seperti sebelumnya maka dapat digambarkan nilai dari Total Harmonic Distortion seperti berikut ini:
Tabel 4.4: Perbandingan THDi
R(Ohm) Boost Konverter open loop
Boost Konverter konvensional
Boost Konverter proposed
10 51,9 22,27 19,47 50 60 43,44 25,14
100 91,8 53,1 31,74 180 97,6 54,0 33,4
020406080
100120140160180200
1 2 3 4
R(Ohm)
THDi
BoostKonverterproposedBoostKonverterkonvensionalBoostKonverter openloop
Gambar 4.13: Grafik THDi antar nilai R terhadap tiga rangkaian
Boost
48
Dari tabel 4.4 dan grafik 4.13 diatas hasil banding THDi arus input semakin besar perubahan nilai arus maka THDi juga akan besar. Selain itu Power faktor ketiga boost konverter dapat digambarkan sebagai berikut:
Tabel 4.5 : Perbandingan Power Factor
R Boost Konverter open loop
Boost Konverter konvensional
Boost Konverter proposed
10 0,88 0,998 0,999 50 0,85 0,997 0,96
100 0,836 0,995 0,95 180 0,835 0,98 0,948
0,75
0,8
0,85
0,9
0,95
1
1,05
10 50 100 180
R(Ohm)
Pow
er F
akto
r BoostKonvensionalboost dua loopkonvensionalBoost proposed
Gambar 4.14: Grafik PF antar nilai R terhadap tiga rangkaian Boost Dari hasil simulasi diatas boost konvensional memiliki power faktor yang rendah ,dan dalam penilitian ini boost konverter konvensional dua loop konvensional miiliki performansi lebih baik dari pada boost konverter proposed, tapi nilai proposed masih bernilai cukuptinggi.
49
Tabel 4.6: Perbandingan Ripple Factor Vo
R Boost Konverter open loop
Boost Konverter dua loop
konvensional
Boost Konverter proposed
10 95,9 64,4 64,13 50 23,79 23,5 22,44
100 12 6,8 5,29 180 6,3 3,6 0,0049
0
50
100
150
200
250
1 2 3 4
R(Ohm)
RF V
pp
BoostProposedBoost dua loopkonvensionalBoostKonvensional
Gambar 4.17: Grafik RF Vo antar nilai R terhadap tiga rangkaian
Boost Konverter Dari hasil simulasi didapat bahwa nilai perbandingan Ripple Factor untuk desain Boost Konverter dengan Predictive State Observer paling baik.
50
BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan Dari hasil analisa dan simulasi maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Arus sumber yang tidak berbentuk sinusoidal banyak
mengandung komponen harmonisa, sehingga THD nya menjadi tinggi dan power faktornya menjadi sangat rendah.
2. Boost konverter konvensional memiliki THD yang paling tinggi sehingga power qualitynya buruk, sedangkan THD boost converter Predictive State Observer lebih baik dari dua loop kontroler konvensional yaitu turun dari 69,88%( dua loop kontroler konvensional) menjadi 20,49% (Predictive State Observer)
3. RF boost converter Predictive State Observer lebih baik dari dua loop kontroler konvensional yaitu turun dari 45,27% (dua loop kontroler konvensional) menjadi 27,65% (Predictive State Observer)
4. PF boost converter Predictive State Observer lebih baik dari dua loop kontroler konvensional yaitu naik dari 0,877 ( dua loop kontroler konvensional) menjadi 0,889 (Predictive State Observer)
5.2 Saran Dari hasil analisa dan simulasi maka dapat ditarik saran sebagai berikut: 1. Boost converter dua loop dengan metode Predictive State
Observer dalam simulasi ini harus ada pengembangan selanjutnya karena menggunakan beban resistif murni sehingga perlu penggunaaan jenis beban yang lain.
51
-------------Lembar ini sengaja dikosongkan-----
52
Recommended