View
258
Download
6
Category
Preview:
DESCRIPTION
gini
Citation preview
A. JUDUL PENELITIAN
“KAJIAN TEKNIS STABILITAS LUBANG BUKAAN LEVEL 30 PADA
PENAMBANGAN EMAS BAWAH TANAH DI DESA CIHONJE-
PANINGKABAN, KECAMATAN GUMELAR, KABUPATEN BANYUMAS”
B. LATAR BELAKANG
Daerah Cihonje-Paningkaban merupakan salah satu lokasi penghasil emas di
Indonesia yang terletak pada busur gunungapi, tepatnya berada di Zona
Pegunungan Serayu Utara, Pulau Jawa dengan koordinat 108°59’19” bujur timur-
109°05’00” bujur timur dan 7°24’30” lintang selatan - 7°25’59” lintang selatan, dengan
luas area penambangan 2.5 km x 3km.
Merupakan tambang rakyat dengan metode gophering atau coyoting, terletak di
desa Paningkaban dan Cihonje, kecamatan Gumelar, Kabupaten Banyumas.
Tambang rakyat ini di kelola oleh pekerja yang tidak mengerti teknis akan
penambangan bawah tanah yang baik, meskipun dilengkapi dengan penyangga
yang rapi namun tetap ada kasus akan keruntuhan namun yang di beritakan tidak
memakan korban, di laporkan selama ini kasus kecelakaan di tambang rakyat
tersebut adalah karena keracunan gas, terjatuh atau tersetrum karena instalasi
kabel yang kurang memadai.
Selama pembangunan lubang bukaan tidak melalui eksplorasi , hanya
sekedar menebak, maupun ada yang mendapati tanda patok lokasi yang terdapat
emas, selama tahap development tidak melalui uji kelayakan , hanya sekedar kira-
kira, sehingga didapati ada sebagian lubang yang runtuh, karena penyangga tidak
kuat menahan beban.
Berdasarkan penelitian terdahulu, tambang ini memiliki cadangan yang
sedikit, sehingga tidak ada investor untuk membangun tambang dengan sekala
besar, oleh karena itu tambang ini hanya di kelola oleh masyarakat sekitar.
Dengan berbekal pengalaman dan teknik seadanya, serta peralatan
seadanya, penambangan di lakukan dengan sistem tambang bawah tanah dengan
metode gophering mengikuti arah urat emas. Penambangan di lakukan dengan
1
membuat shaft hingga kedalaman lebih dari 50 meter, tanpa alat pengaman yang
memadai. Oleh karena itu perlu dilakukan studi teknis demi memastikan keamaan
para pekerja.
Atas dasar keamaan yang buruk serta teknik penambangan yang tidak
terkaji dengan baik, saya mengangkat masalah ini menjadi bahan skripsi saya.
C. RUMUSAN PERMASALAHAN
Dalam penambangannya, tidak ada kajian teknis mengenai kondisi
batuan, bagaimana kekuatan dan stabilitas lubangnya, serta keadaan
penyanggaanya yang di buat tanpa ada dasar teknis, sehingga tidak di ketahui
seberapa kuat lubang bukaannya, seberapa aman, untuk itu melalui penenelitian
ini akan di kaji stabilitas lubang bukaan tersebut.
D. TUJUAN PENELITIAN
Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk:
1. Untuk mengetahui dan memahami faktor yang mempengaruhi
kestabilan lubang bukaan
2. Untuk mengetahui dan memperhitungkan sifat fisik dan mekanik dari
batuan pada lubang bukaan melalui pengujian laboratorium, seperti
kuat tekan uniaksial, kuat geser, kuat tarik, dan point load.
3. Mengkaji kekuatan lubang bukaan yang ada.
4. Mengkaji rncangan penyanggan yang di aplikasikan di lokasi
penambangan.
E. BATASAN MASALAH
Batasan masalah dalam penelitian ini adalah:
1. Kondisi batuan diasumsikan pada kondisi natural
2. Pengaruh curah hujan tidak di perhitungkan
3. Ukuran sample di tentukan, yaitu berupa silinder dengan diameter 5 cm
dan tinggi 10 cm.
4. Beban normal di tentukan
5. Metode pengujian di tentukan, yaitu kuat tekan uniaksial, kuat geser, kuat
tarik, dan point load index.
2
6. Sample diasumsikan merepresentasikan semua kondisi batuan di daerah
penambangan pada level 30.
7. Kajian lubang bukaan hanya di batasi pada level, yaitu lorong horizontal
dan stope penambangan.
F. HIPOTESA
Penelitian ini membahas aspek aspek geoteknik dan geomekanik dalam
lubang bukaan tambang bawah tanah, untuk itu perlu ditunjang dengan hipotesa
untuk mengangkat isu isu yang ada.
Menurut S. Koesnaryo dalam makalahnya yang berjudul Peran
Geomekanika dalam Perancngan tambang bawah tanah (1994), data masukan dari
geomekanika diperlukan mulai dari tahap rancangan awal, kemudian rancangan
final, sampai pemantauan perilaku massa batuan di sekeliling dinding penggalian
selama dan setelah masa konstruksi. Tujuannya ialah memperoleh kestabilan
struktur penggalian dalam jangka waktu yang telah di tetapkan. Oleh karena itu
jika dalam pembuatan lubang bukaan ak mendasarkan pada geomekanika atau
geoteknik maka sudah pasti akan di ragukan kestabilan dan keamanan nya, namun
karena lubang bukaan sudah jadi maka harus dilakukan kajian teknis untuk
memastikan bahwa rancangan lubang bukaan sudah tepat atau tidak.
Menurut S. Koesnaryo masih dengan makalah yang sama menyatakan
selama masa penggalian dan konstruksi sering diperlukan pemantauan perilaku
massa batuan, data yang di dapat sangat berguna untuk diperolehnya kemantapan
jangka-panjang dan dapat digunakan sebagai dasar untuk memutuskan apakah
suatu rancangan penggalian perlu di modifikasi atau tetap.
Terkait masalah pengambilan data , Barla & Mahtab(1993) menyatakan
alasan pentingnya subyek pengukuran sifat-sifat signifikan massa batuan, di
antaranya metoda untuk memperkirakan sifat-sifat batuan du lokasi lain dapat di
lakukan misalnya dengan prinsip geostatistik untuk memperkirakan variabilitas
regional, karena meskipun sample batuan hanya di ambil pada salahsatu dari
sekian pulh lubang namun dengan pendekatan geostatistik dapat di tentukan
keadaan lubang lubang lainya.
3
Meskipun penambangan di lakukan dengan metode gophering,
namunkondisi batuan nya termasuk lemah, batuan lemah memerlukan
penyanggaan seketika pada saat segera setelah penggalian (S. Koesnaryo, 1994).
Sifat batuan lemah (Duffaut, 1981), antara lain :
Memiliki permeabilitas tinggi dan oleh karenanya dapat
menyimpan air sampai tingkat membahayakan.
Kadang –kadang mengandung lempung yang mengakibatkan
pengembangan dan perilaku slaking dengan variasi siklik
berdasarkan kandungan airnya.
Sebagian di antaranya memiliki keruskan dan kelemahan
struktural.
Oleh karena itu untuk batuan lemah seperti pada tambang batubara
umumnya, yang paling relevan adalah modifikasi sistem RMR oleh Laubscher
dan Taylor (1976) (S. Koernaryo (1994).
Karena pertambangan rakyat kendala yang di hadapai antara lain menurut
S. Koesnaryo (1994) dari segi sumber daya manusia yang mencakup jumlah,
tingkat keahlian, pengalaman , dan pemahaman terhadap pekerjaan yang di hadapi
dan ketersediaan peralatan yang jumlah, kapasitas , dan kondisinya sesuai dengan
sifat pekerjaanya. Benar saja hal ini lah yang kerap di hadapi di lokasi
penambangan, oleh karena itu melalui hasil penelitian ini penulis berharap dapat
membantu mengoptimalkan penambangan emas rakyat di desa Cihonje-
Paningkaban.
G. MANFAAT PENELITIAN
Manfaat dari peneitian ini di harapkan dapat membantu para penambang
membuat lubang bukaan yang baik dan benar , serta aman sesuai dengan kekuatan
batuan, sehingga dapat menanggulangi masalah keruntuhan serta mengoptimalkan
produksi penambangan.
H. DASAR TEORI4
Dasar dari penelitian ini adalah geomekanika, geomekanika sendiri adalah
bidang ilmu rekayasa yang mempelajari dan membahas tentang karakterisasi
massa batuan pada kulit bumi seagai masukan untuk studi kelayakan, perancangan
dan pelaksanaan serta pemantauan penggalian di dalam massa batuan. Yang di
maksud penggalian di sini mencakup penggalian batuan di permukaan dan atau
lubang bukaan bawah tanah, baik untuk kepentingan pertambangan maupun sipil.
Dalam kerangka geomekanika, rancangan penggalian bawah tanah
mencakup empat pokok bahasan, yaitu : 1). Karakterisasi massa batuan, 2).
Metoda analisis(rancangan), 3). Kriteria rancangan, 4).penggalian dan ground
control.
Dari aspek metode analisi rancangan, Bieniawski (1984) membedakan
metode-metode rancangan menjadi tiga yaitu metode analitik, metode analitik,
dan metode observasional. Dalam hal ini metode analitik mencakup closed form
dan analisis numerik.
Kriteria rancangan mencakup masalah kriteria keruntuhan (failure criteria)
dan faktor keselamatan (safety factor) yang rasionla, yang akan dipakai sebagi
dasr perhitungan. Diperlukan suatu pendekatan probabilitik mengenai hubungan
antara faktor keselamatan dan kemungkinan terjadainya runtuhan.
I. Karakterisasi Massa Batuan
Karakterisasi massa batuan atau deskriptif kuantitatif massa batuan untuk
perancangan dan konstruksi di dalam batuan sebagai media geologis merupakan
elemen yang paling krusial dan terpenting dalam geomekanika.
Dari aspek penggalian terowongan, persyaratan utama yang penting dari
batuan sebagai material rekayasa, adalah kemampuan batuan tersebut untuk stabil
dengan penyanggaan yang wajar.
Ada 3 aspek dalam karakterisasi lokasi yang saling berkaitan yaitu : 1).
Identifikasi sifat-sifat penting massa batuan, 2). Metodologi pengukuran sifat-sifat
penting massa batuan, dan 3). Kuantifikasi sifat-sifat massa batuan. Barla dan
Mahtab (1983) mengelompokan sifat-sifatpenting massa batuan menjadi dua
kelompok, yaitu: 5
1. Sifat-sifat penting massa batuan berdasarkan aspek karakterisiktik lokasi
dan fungsi lubang bukaan, meliputi:
Topografi, iklim dan kesampaian daerah.
Lokasi lubang bukaan dari permukaan tanah dan batas-batas
formasi batuan.
Kemantapan struktral dari massa batuan (kegempaan, sesar,
konsentrasi tegangan)
Kondisi hidrologi dan perturbasinya (permeabilitas batuan dan laju
aliran air tanah).
Potensi mblengan permukaan dan efek permukaan lainnya.
Tipe batuan, genesis, homogenitas
Tingkat pelapukan dan sifat pelapukannya
Diskontinuitas geologis dan jenis cacat lainnya
2. Sifat-sifat penting dari aspek analisis, perancangan, dan konstruksi lubang
bukaan, yaitu :
Karakterisasi deformasi di bawah pembebanan jangka pendek dan
jangka panjang
Karakteristik kekuatan berdasarkan kriteria keruntuhan yang
rasional
Tegangan insitu dan beban hidraulik dan/atau dinamik
Permeabilitas dn variasi serta pengendaliannya
Geometri dan sifat-sifat mekanis daru diskontinuitas yang
sistematik dan eksentif.
Teknik pengukuran untukpengujian di lapangan dan di laboratorium menurut
Franklin (1979) adalah sebagai berikut :
1. Index Test di lapangan untuk karakterisasi :
A. Diskontinuitas :
Geometri : jumlah set, orientasi, spasi, persistensi,
bukaan, kekerasan, ukuran blok.
Karakterisitik lain : isian, kekuatan dinding, RQD,
seepage.6
B. Logging geofisik lubang bor, seismik refraksi (single and cross
hole), akustik, suhu, resistivita, induksi, dan gamma ray logs.
2. Design Test di lapangan :
A. Deformabilitas : Borehole Jack (flexible riggid), flat jack test,
plate test (surface, borehole), dan in-situ uniaxial/triaxial test.
B. Uji kuat geser (langsung, torisonal)
C. Aliran fluida : julang piezometrik, permeabilitas, kecepatan dan
lintasan aliran
D. Penentuan tegangan : flat jack, door stropper, strain-gage cell,
USBM-type gage, CSIRO geg Idan rekah hidrolik (hydraulic
facturing).
3. Quality control test di lapangan :
A. Rock Bolt (cable) tension and anchor test.
B. Shotcrete : visual assessment, pull test, box mold test, core test.
4. Monitoring lapangan :
A. Gerakan : inklinometer, tilt meter, borehole extensometer,
convergence meter, perpindahan kekar dan sesar, triangulasi,
dan offset surveys.
B. Pengukuran lain : pemantauan getaran dan ledakan, hydrulic
pressure cells, perpindahan tegangan batuan, regangan di
pembobotan dan steel ribs.
5. Laboratory Index Test untuk karakterisasi :
A. Kandungan air, porositas, void index, bobot isi.
B. Swelling presure, swellng strain, slake durability.
C. Kekerasan, ketahanan terhadap abrasi (los angles test),
deskripsi petrografik.
D. Uji uniaksial untuk kuat tekan dan modulus Young, Poisson’s
ratio.
E. , Scmidth hammer rebound , dan Point Load Index.
6. Design test di laboratorium :
7
A. Uji Kuat Tarik (Langsung , dan Brazillian), Triaksial, dan geser
langsung.
B. Permeabilitas
C. Sifat-sifat ketergantungan waktu dan plastisitas.
D. Sifat-sifat ketergantungan waktu dan plastisitas.
Bagaimanapun, pada suatu proyek tidaka semua jenis pengujian di
atas harus di laksanakan. Pengujian apa saja yang hendak di lakukan di
labortorium dan di lapangan akan sangat bergantung pada jenis dan sifat
proyeknya, sebgaimana yang telah di kemukakan oleh Barla dan Mahtab di
depan.
II. Bagan Klasifikasi Massa Batuan Lemah
Batuan lemah secara garis besar adalah kebalikan daribatuan
kompeten, dimana batuan lemah memerlukan penyangga seketika pada saat
segera setelah penggalian. Batuan lemah ini setara dengan batuan klas-4 dan
5 pada klasifikasi bienawski (1973). Sifat batuan lemah (duffant, 1981 )
antara lain ialah :
- Beberapa jenis di antaranya mempunyai permeabilitas tinggi
dan oleh karenanya dapat menyimpan air sampai tingkat yang
membahayakan
- Kadang-kadang mengandung lempung yang mengakibatkan
pengembangan dan prilaku slaking dengan variasi siklik
berdasarkan kandungan airnya
- Sebagian di antaranya memiliki kerusakan dan kelemahan
sruktural
Dari suatu sistem klasifikasi massa batuan akan di ketahui kekuatan
batuan, pola dan kondisi diskontinuitas, dan kondisi air tanah.
Berikut adalah karaketristik batuan lemah yang di pandang
signifikan. Sebagian besar karakteristik ini telah tercakup dalam sistem
klasifikasi utamma atau modifikasiinya, yaitu:
- RSR (Rosk Stuctur Rating), Wickham dkk(1972)
- RMR (Rock Mass Rating), Bieniawski (1973)8
- Q (Rock Mass Quality ) , Barton dkk (1974)
- MRMR ( Modified Rock Mass Rating), Laubschcer & Taylor
(1976)
- RDC (Rock Durability Classification), Oliver (1976)
Seperti terlihat pada tabel II.1., dua sistem klasifikasi yang
komprehensif yaitu RMR (dengan modifikasinya MRMR) dan Q-system
merupakan mayoritas dari tujuh Kakarteristik tercantum.
Tabel 2.1
karakteristik signifikan dari batuan lemah yang tercakup dalam
berbagai sistem klasifikasi massa batuan.
Karakterisasi Massa Batuan Sistem Klasifikasi Secara Eksplisit Mencantumkan
1. Konstitusi Geologi :Tipe batuan, litologi, tekstur, pelapukan perlipatan
RSR, Q (tercantum dalam SRF)
2. Core Recovery :Total atau Modifikasi (RQD)
RMR, MRMRM, Q
3. Intact Rock Strength : Unconfined Compression (Co) Atau Point Load Index (Is)
RMR, MRMRM, Q
4. Kondisi Air tanah :Inflow rate, pengaruh air terhadap perilaku batuan
RSR, RMR, MRMR, Q, RDC
5. Durability :Swelling Index or Presssure
Q(tercantum secara parsial dalam SRF), RDC
6. Diskontinuitas :Spasi atau jumlah pasangan (set), kondisi kekar, orientasi pasangan kekar
RSR,RMR,MRMR, QRMR, MRMR,QRSR, RMR, MRMR
7. Tegangan Insitu atau perubahan tegangan
MRMR(sebagian)Q(sebagian)
Untuk batuan lemah seperti pada tambang batubara umumnya, yang
paling relevan adalah modifikasi sistem RMR oleh Laubscher dan Taylor
(1976).
III. Analisa Rancangan
9
Telah banyak text book yang membahas secara mendalam
bagaimana melakukan perhitungandan analisa untuk rancangan suatu lubang
bukaan, baik untuk kasus bukaan lubang bukaan pada batuan keras maupun pada
kasus batuan lemah. Beberapa di antaranya oleh Obert dan Duvall (1976), Szechy
(1973), Bieniawski (1974), Hoek dan Bray (1980), Brady dan Brown (1985),
brown (1987) , Mahtab dan Grasso(1992).
III.1. Metode Rancangan
Proses suatu rancangan, ditinjau dari aspek geomekanika secara
umum dapat di bagi ke dalam 2 tahap, yaitu :
1. Permodelan konseptual mengenai problem nilai batas, yaitu
pernyataanpermasalahan dalam bentuk :
- Geometri
- Karakterisasi massa batuan
- Penentuan kondisi batas yang relevan
- Tegangan in-situ
2. Pemilihan suatu pendekatan untuk analisis permodelan yang di
nyatakan dalam bentuk :
- Konsentrasi tegangan
- Deformasi
- Mekanisme keruntuhan dan/atau penyangga.
Bagaimanapun, dalam permodelan konseptual diperlukan sejumlah
asumsi simplifikasi sehubungan dengan adanya beberapa ketidakpastian yang
bersifat inheren. Pemilihan metode analisa sering memerlukan asumsi tambahan,
tetapi asumsi tambahan ini biasanya tidak sebanyak asumsi yang di pakai dalam
karakterisasi material.
Titik tolak rancangan lubang bukaan ialah asumsi tentang perilaku
massa batuan berdasarkan teori elastisitas. Dalam hal ii perilaku massa batuan
secara garis besar dibedakan menjadi dua jenis , yaitu perilaku elastik dan non
elastik. Problem dalam elastisitas mencakup penentuan tegangan, regangan , dan
perpindahan yang terjadi pada suatu bentuk material tertentu yang dikenai gaya
dan kondisi batas (beban, perpindahan) pada permukaan luarnya. Untuk itu 10
diperlukan empat pasang persamaan diferensial yang bersama dengan kondisi
batas dapat untuk menentukan 15 besar dalam elastisitas linier (6 tegangan, 6
regangan dan 3 perpindahan) yaitu : hubungan regangan –perpindahan, hubungan
tegangan-regangan, persamaan keseimbangan, dan hubungan kompabilitas.
Metode rancangan menurut bieniawski (1984) berdasarkan proses
dan data dasar yang di pakai, dapat di bagi menjadi 3 katagori yaitu : 1. Metode
analitik, 2. Metode empiris, 3. Metode pengamatan.
1. METODE ANALITIK
Pada pendekatan analitik, analisis dilakukan dengan cara mengurai
persoalan menjadi bagian-bagian sederhana, kemudian menyajikannya daam
persamaan-persamaan yang runtut, dan selanjutnya menyelesaikan persamaan-
persaman tersebut berdasarkan parameter yang telah ada (Gibson, 1974; Brown,
1987). Metode analitik pada umumnya menghasilkan solusi closed form atau
pseudo closed form. Problem yang dapat diselesaikan secara analitik di antaranya
ialah :
1. Distribusi tegangan dan perpindahan elastik yang terjadi di
seputr penggalian dengan geometri sederhana, yang biasanya
menggunakan fungsi tegangan airy atau teori variabel
kompleks. Bray (1987) membuat solusi untuk material isotropik
dan anisotropik.
2. Penentuan luas dan distribusi tegangan perpindahan di dalam
zona plastik yang terbentuk di sekitar lubang bukaan bulat pada
kondisibatas aksimetrik. Brown (1983) membuat solusi untuk
berbagai model perilaku material.
3. Analisi keseimbangan limit pada kemantapan blok indiidual
atau batuan yang terisolasi pada lereng atau pada batas-batas
penggalian bawah tanah (Hoek & Brown 1980, Hoek & bray
1981).
Data masukan yang diperlukan dalam metode analitik ini yaitu :
- Geometri lubang bukaan11
- Sifat fisik batuan : bobot isi
- Karakteristik batuan : kohesi (c), sudut geser dalam (Φ), kuat
tekan uniaksial (Co), modulus elatisitas (E), dan Poisson Ratio
(v)
- Kondisi tegangan in-situ (vertikalm horisontal).
Lingkup penerapa d=metode analitik dengan solusi closed form
pada dasarnya terbatas untuk material elastik linier yang homogen dan isotrop.
Tetapi dalam perkembangannya, sejak awal tahun 1960-an, mulai berkembang
penggunaan komputer untuk analisis struktural dengan pendekatan numerik dalam
merancang lubang bukaan. Metode ini banyak di pakai dalam menyelesaikan
problem-problem pada massa batuan non-homogen, non-elatik, non-linier, dan
terutama pada fenomena ganda (misalnya kombinasu beban mekanis, termal, dan
hidrolik). Pendekatan numerik ini dapat dibedakan dalam dua kelompok yaitu:
1. Metode diferensial : untuk problem domain yang termasuk
katagori ini yaitu :
- Metode elemen hingga
- Metode elemen dikret
- Metode beda hingga
2. Metode integral : untuk problem batas. Termasuk katagori ini
adalah :
- metode elemen batas
- Metode integral batas
Untuk perancangan penggalian bawah tanah seperti jalan masuk
danpanel penambangan yang sering di pakai adalah metode elemen hingga dan
metode elemen diskret.
2. METODE EMPIRIK
Metode ini mendasarkan pada analistis statiskal, yaitu melalui
pendekatan empirik dari banyak pekerjaan dan data serupa sebelumnya.
Pendekatan empirik dalam praktek ialah penerapan klasifikasi massa batuan, yang 12
pada dasarnya merupakan kuantifikasi karakteristik massa batuan. Sistem yang
paling banyak di pakai adalah sistem RMR dari bienawski. Sedangkan batuan
lemah dapat berdasarkan sistem RMR yang telah di modifikasi oleh laubscher dan
taylor, seperti di jelaskan di depan.
3. METODE PENGAMATAN
Merode ini mendasarkan analisi data pemantauan (monitoring)
pergerakan massa batuan pada saat penggalian , dan analisi interaksi batuan –
penyangga. Yang termasuk dalam metode ini yaitu New Austrian Tunneling
Method (NATM) dan Convergence-confinement Method.
Metode pengamatan dapat juga di pakai sebagai cara untuk analisis
baik (back analsys) terhadap hasil metode rancangan yang lain.
IV. Penentuan Sifat Mekanik Batuan Utuh
1. Preparasi Contoh Batuan Utuh
Contoh batuan utuh dari lapangan bisa berupa contoh bongkah atau
contoh berbentuk silider. Contoh batuan bongkah biasanya di ambil di permukaan
sedangkan contoh batuan inti diperoleh dari pemboran inti.
Tergantung dari pengujiannya jika pengujian mensyaratkan batuan
berbentuk bongkah maka tindakan selanjtnya biasanya adalah dengan melakukan
pemotongan dengan alat potong sehingga diperoleh geometri dan dimensi yang
sesuai dengan persyaratan pengujian. Sedangkan jika pengujian mensyratkan
contoh batuan berbentuk silinder maka contoh batuan dari lapangan yang
berbentuk bongkah harus di lakukan preparasi dengan membor dengan alat inti
(coring) berdiameter bor inti BQ, NQ, HQ (35-75 mm).
Tabel 3.1. Ringkasan sifat fisik, kekerasan, sifat mekanik, dan cuttability.
Sifat Batuan Parameter Sifat Fisik - Kandungan air
- Bobot isi
13
- PororsitasKekerasan Material - Kekerasan mineralohi
- Kekerasan Mohs & Rosival- Koefisien cementasi- Cone inditer - Uji Dynamic Remound- Shore scelescope- Scmidh rebound hammer- Modified scmidth hammer
Standart Kuat Batuan - Kuat Tekan – UCS- Kuat Tarik Brazillian- Kuat geser
Perilaku Konstitutif Uji UCS - Young’s Modulus- Spesifik Fraktur Energi- Toughness Index
Indeks Kekuatan Batuan - Indeks kegetasan - PLI- Impact strength index- O&K Wedge test- Hardgroove grindability Index- Breaking Characteristic- Rock Driabillity - Drilling Rate Index- Drillability Barre Granite
Sifat Dinamik - Kecepatan Seismik Lab
2. Sifat Fisik Batuan Utuh
Sifat fisik yang ditentukan untuk kepentingan penelitian geoteknik
adalah : bobot isi (natural density), bobot isi kering (dry density), bobot isi jenuh
(saturated density), berat jenis semu (apparent specific grafity), berat jenis sejati
(true spesific gravity), kadar air asli (natural water content), kadar air jenuh
(absorption), derajat kejenuhan, kejenuhan, porositas (n), dan “void ratio” (e).
Penentuan sifat fisik batuan memerlukan peralatan sebagai berikut :
- Oven yang mampu mempertahankan temperatur 105oC selama 24 jam.
- Wadah contoh yang terbuat dari material tidak korosif dan mempunyai tutup
yang kedap udara
- Pompa vakum sehingga contoh batuan utuh dapat direndam air di dalam
wadah yang bisa diberikan tekanan vacum sebear 800Pa untuk selama-
lamanya 1 jam.
14
Sumber : google.com
- Wadah berukuran secukupnya untuk merendam contoh batuan utuh yang
dimasukan kedalam wadah berongga dan dapat di gantung bebas sehingga
berat contoh batuan utuhnya dapat di timbang untuk menentukan berat jenuh
terendam air
- Timbangan dengan ketepatan sebesar 0,001% dari berat contoh
Gambar 1Gambar 1
(dari kiri ke kanan) Neraca ohauss, Oven, dan Desikator
3. Kekerasan Material dan Mineral
Salahsatu sifat kekerasan dinyatakan dalam skala Mohs, yaitu
kemampuan mineral untuk menggores atau mengabrasi mineral atau benda
lainya, dinyatakan sebagai Mohs Hardness ( Fredrick Mohs, awal abad ke 19).
Cara lain menyatakan kekerasan adalah melalui ketahanan terhadap identasi
dibawah kondisi tegangan tetap dikatakan sebagai indentation hardness atau
microhardness. Masing-masing kekerasan tersebut adalah sebuah ukuran
ketahanan suatu struktur kristal terhadap kerusakan mekanik yang merefleksikan
kekuatan ikatan atom dalam crystallographic lattice dari sebuah material
tertentu.
4. Penentuan Sifat Meknaik di Laboratorium
A. Uji Kuat Tekan Uniaksial (Unconfined Compressive Strength Test – UCS)
Tujuan uji kuat tekan adalah untuk mengkur kuat tekan uniaksial
sebuah contoh batuan dalam geometri yang tak beraturan, baik dalam bentuk
silinder, balok atau prisma dalam satu arah (uniaksial). Tujuan utamanya uji ini
adalah untuk klasifikasi kekuatan dan karakterisasi batuan utuh. Hasil ujia ini
menghasilkan beberapa informas yaitu; kurva tegngan regangan, kuat tekan
uiaksial, modulus young, nisbah poisson, frakturenergi dan spesifik fraktur energi.
15
Sumber : http://tssp.semenpadang.co.id/
Uji ini menggunakan mesin kuat tekan(compression mahine) dan
dalam pembebananya mengkuti standart dari International Society Rock
Mechanics (ISRM,1981). Laju tegangan didefinisikan sebagai perkalian antara
laju regangan dengan modulus young (konstanta elastik), dan menurut standart
laju tegangan adalah antara 0,5-1,0 Mpa/detik. Uji kuat tekan terhadap batuan
kuat dan getas (brittle ) dalam watu singkat cendrung menghasilkan nilai yang
besar. Pengukuran gaya tekan melalui pembacaan manometer gauge atau load cell
atau pressure transducer, sedangkan pengukuran perpindahan aksial dan lateral
bisa dilakukan dengan masing masing memasang dial gauge secara vertikal dan
horizontal.
Gambar 2.Mesin kuat Tekan
4.1. Modulus Young
Modulus Young atau Modulus elastisitas adalah kemampuan
batuan untuk mempertahankan kondisi elastisitasnya. Pada uji kuat tekan
uniaksial, contoh batuan yang diberikan tekanan akan mengalami beberapa
deformasi, yakni deformasi elastik dan deformasi plastik. Nilai Modulus Young
diturunkan dari kemiringnan kurva tegangan –regangan pada bagian yang linier
karena pada saat inilah contoh mengalami deformasi elastis. Persamaan untuk
mencari nilai Modulus Young adalah :
E = ∆σ / ∆εa
E = Modulus Young (Mpa)
∆ σ = beda Tegangan (Mpa)
16
Sumber : Mekanika Batuan-penerbit ITB
∆εa = beda regangan aksial (%)
Dalam menentukan modulus Young, terdapat 3 cara :
1. Modulus Young Sekan yaitu Modulus Young yang diukur dari tegangan
=0 sampai nilai tegangan tertentu .
2. Modulus Young Tangen yaitu Modulus Young yang diukur pada tingkat
tegangan = 50% σyp
3. Modulus Young Rata-Rata yaitu Modulus Young yang diukur dari rata-
rata kemiringan Kurva atau bagian liniear yang terbesar dari kurva.
Gambar 3Penentuan Modulus Young Sekan, Tangen, dan rerata
4.2. Nisbah Poisson
Nisbah poisson adalah nilai mutlak dari perbandingan antara
regangan lateral terrhadap regangan aksial. Jika suatu material di regangkan
pada satu arah, maka material tersebut cendrung mengkerut (dan jarang
mengembang) pada dua arah lainya. Sebalikna, jika suatu material di tekan maka
material tersebut akan mengembang (dan jarang mengkerut) pada dua arah
lainya pula.
Dalam deformasi elastik mekanik, kecendrungan material
mengkerut atau mengembang dalam arah tegak lurus terhadap arah pembebanan
dikenal sebagai efek poisson. Oleh karena itu jika sebuah contoh akan
mengalami regangan baik kearah aksialmaupun ke arah lateral dan persamaan
nisbah poisson adalah,
v= εlateral / εaksial
keterangan : v = Nisbah Poisson
17
Sumber : Mekanika Batuan-penerbit ITB
εlateral = regangan lateral (mm)
εaksial = regangan aksial (mm)
nisbah poisson sangat bergantung pada tingkat tegangan dan dipengaruhi oleh
pembukaan dan penutupan rekahan dalam batuan saat pengujian dilakukan.
Nisbah poisson nilainya bervariasi sesuai dengan deformasi yang di alami
batuan tersebut.
Gambar 4Kurva tegangan regangan untuk kekuatan vs deformabilitas
5. Kuat Tarik Tidak Langsung (Brazillian Test)
Menurut ASTM D 653-67 Standart Defintion of Terms and Symbol
yang berhubungan dengan mekanika batuan dan mekanika tanah
(Jumikis ,1983), kuat tarik dari suatu Material didefinisikan sebagai “tegangan
tarik Maksimum yang dapat dikembangkan oleh suatu material”.
Secara praktis, kuat tarik dipandang sebagai nilai tegangan
maksimum yang dikembangkan oleh suatu contoh material dalam suatu
pengujian tarikan yang dilakukan untuk memecah batuan di bawah kondisi
kondis tertentu.
Dalam mekanika batuan, pengetahuan tentang kuat tarik batua
penting untuk menganalisa kekuatan batuan dan kestabilan dari atap atau kubah
dari lubang bukaan bawah tanah dari zona tarik di batuan. Inti dari pengujian ini
adalah untuk mengetahui kuat tarik dari suatu batuan secara tidak langsung.
6. Uji Kuat Geser
18
Sumber : matest
Semua massa batuan memiliki bidang-bidang diskontinu seperti
kekar, bidang perlapisan, dan sesar. Pada kedalaman yang dangkal dimana
tegangan-tegangan yang bekerja sangat rendah atau dapat diabaikan, deformasi
ataupun runtuhan yang terjadi pada batuan utuh (intact rock) dan massa batuan
lebih banyak dikendaliakan oleh luncuran pada bidang diskontinu dan sifat fisik
butiran batuan utuh (intact rock) diantara bidang luncur atau bidang /gesernya.
Parameter-parameter kuat geser batuan, yaitu kohesi (c) dan sudut gesek dalam
(Φ) yang dieperolh dengan melakukan uji geser langsung di laboratorium.
Kuat geser batuan merupakan perlawanan internal batuan terhadap
tegangan yang bekerja sepanjang bidang geser dalam batuan tersebut, yang
dipengaruhi oleh karakteristikintrinsik dan faktor eksternal. Untuk mengetahui
kuat geser batuan pada tegangan normal tertentu diperlukan uji kuat geser dengan
contoh uji setidaknya sebanyak 4 buah. Masing-masing contoh dikenakan gaya
normal (Fn) terntentu yang diaplikasikan tegak lurus terhadap permukan bidang
diskontinu dan gaya geser atau horizontal (Fs) dikenakan menggeser contoh
batuanhingga pecah.
Gambar 5Alat uji geser langsung
7. Point Load Index (PLI)
Uji point load merupakan uji indeksyang telah secara luas
digunakan untuk memprediksi nilai UCS suatu batuan secara tidak langsung di
lapangan. Hal ini disebabkan prosedur pengujian yang sederhana, preparasi 19
Sumber : indiamart
Sumber : Mekanika Batuan-penerbit ITB
Sumber : Mekanika Batuan-penerbit ITB
contoh yang mudah, dan dapat di lakukan di lapangan. Peralatan yang digunakan
mudah di bawa, tidak begitu besar dan cukup ringan .
Contoh yang digunakan untuk pengujian ini dapat berbentuk silinder ataupun
suatu bongkah batuan, disarankan untuk pengujian inni berbentuk silinder dengan
diameter = 50mm (NX 54mm, lihat ISRM (1985).
Gambar 6Alat Point Load Index
Gambar 7Tipe Dan Syarat Contoh Batuan Uji PLI (ISRM,1985)
8. Schmidt Hammer
Scmidt hammer banyak digunakan untuk menguji tingkat
kekerasan dari batuan ataupun beton. Schmidt hammer didesain dengan level
energi impak yang berbeda-beda, tetapi tipe L dan N umumnya di gunakan untuk
pengujian batuan. Tipe L mempunyai energi impak 0,735 J yang hanya sepertiga
energi impak tipe N. Tipe L dbiasanya digunakan untuk menguji batuan silinder
20
Sumber : tekniksipilunud
sedangkan tipe N biasanya digunakan untuk menguji contoh batuan yang lebih
besarseperti blok batuan ataupun langsung pada massa batuan.
Alt ini terdiri atas piston yang dikombinasikan dengan per, dimana
piston ini secara otomatis terlepas dan menumbuk permukaan kontak dengan
batuan ketika hammer ditekan ke arah permukaan batuan, piston tersebut akan
segera memantul kembali kearah hammer, jarak pantulan pistonyang terbaca pada
indikator dinyatakan sebagai nilai pantul schmidt hammer. Nilai pantul schmidt
hammer adalah rata rata 10 nilai pantulan terbesar untuk setiap pengujian. Jarak
pantulan ini merupakan fungsi dari jumlah energi impak yang hilang akibat
deformasi plastik dan failure dari batu di tempat terjadinya impak (Hudson, 1970).
Gambar 8
Mekanisme kerja Schmidt Hammer
V. Klasifikasi Massa Batuan
1. Orientasi dan keluarga bidang diskontinuitas
Pemetaan orientasi bidang kekar dilakukan di suatu singkapan
massa batuan dengan cara mengukur orientasi dalam bentuk kemiringan (dip) dan
arah kemiringan (dip direction) sepanjang garis bentangan
tertentu(scanline)dimuka massa batuan. 21
Sumber : Mekanika Batuan Penerbit ITB
Gambar 9Pemetaan Kekar
Pemetaan kekar yang meliputi orientasi dan jarak antar bidang
kekar menggunakan beberapa peralatan seperti : tali (50 m), palu geologi, kompas
geologi, meteran, clipboard, ensil, penggaris, tabel RMR dan tabel Q, gambar
standart skala kekeasaran muka bidang kekar botol ukur, dsb.
Setelah orientasi kekar diperoleh daari pengukuran sepanjang
tertentu di muka massa batuan selajutnya adalah memplot datanya pada projeksi
stereografik. Dengan begitu dapat memperoleh gambaran potensi keruntuhan
akibat kehadiran bidang diskontinuitas.
22
Sumber : Mekanika Batuan Penerbit ITBGambar 10Contoh pembuatan stereonet bidang N40 o E/50o
2. Karakteristik Ukuran Bidang Diskontinuitas
A. Spasi dan frekuensi bidang diskontinuitas
Spasi bidang diskontinuitas atau kekar adalah jarak tegak lurus
antar kekar. Beberapa massa batuan dapat memiliki spasi kekar dari yang
sangat rapat hingga sangat jarang. Pengukuran spasi kekar ini harus
dilakukan di sepanjang scanline.
B. Rock Quality Designation (RQD-Deere, 1964)
Kehadiran bidang diskontinuitas di massa batuan sering memberi
pengaruh buruk pada sifat mekaniknya sehingga besaran kuantitatif bidang
diskontinuitas perlu di ketahui. Parameter yang dapat menunjukan kualitas
massa batuan sebelum penggalian adalah Rock Quality Designation(RQD)
yang dikembangkan oleh Deere (1964) yang mana datanya diperoleh dari
pengeboran eksplotasi dalam bentuk inti bor yang merupakan wakil massa
batuan berbentuk silinder, diameter inti bor bervariasi mulai dari BQ, NQ dan
HQ.
C. Joint Roughness Coefficient – JRC
Nilai joint Roughness Coefficient (JRC) menurut Barton & Choubey
(1977) dapat ditentukan dengan dua cara. Yang pertama yaitu dengan
memperkirakan secara visual dan mencocokannya secara langsung dengan
penampang kekasaran yang ada pada tabel kekasaran kekar (Barton &
Choubey ,1977). Cara ini dilakukan dengan skala laboratorium. Kedua
dengan metode pengukuran langsung di lapangan dengan menggunakan tabel
nilai variasi kekasran muka bidang kekar (Barton & Choubey ,1977).
23
Sumber : Mekanika Batuan Penerbit ITB
Gambar 11Definisi Sudut Inklanasi Asperitis Kekar (Barton & Choubey, 1977)
Gambar 12Kondisi kekasaran kekar (Barton & Choubey, 1977)
D. Kondisi Bukaan Apertur Kekar
Pelapukan dinding batuan atau pada permukaan diskontinuitas yang
terbentuk pada batuan oleh ISRM (1981) diklasifikasikan menjadi seperti
berikut.
1. Tidak lapuk atau segar.
2. Pelapukan ringan.
3. Pelapukan sedang.
4. Pelapukan kuat.
5. Sangat lapuk.
24
Sumber : Minewiki
Pemisahan atau separasi didefinisikan ebagai lebar celah pada
permukaan ketidak menerusan mengendalikan permukaan bidang kekar yang
berhadapan agar saling mengunci. Rekahan yang terisi oleh material lain,
misalnya lempung dapat digolongkan sebagai separasi jika mateial pengisinya
telah tercuci secara lokal.
Gambar 13Kondisi Bukaan apertur Kekar (ISRM,1981)
E. Kondisi Isian Kekar
Goodman (1970) mengatakan bahwa kuat geser rekahan akan turun
dan menjadi sama dengan kuat geser material pengisi jika ketebalan material
pengisi minimal 50% lebih tebal dari amplitudo gelombang muka bidang
gesernya (undulation ). Didefiniskan sebagai isian celah antar permukaan
bidang kekar yang umumnya terdiri dari pasir, kalsit, lempung , lanau, breksi,
kuarsa dan pyrite, yang akan mempengaruhi kuat geser bidang kekar.
F. Kondisi Luahan Kekar (seepage)
Suatu keadaan struktur yang stabil dalam keadaan kering akan
menjadi tidak stabil bila kandungan airnya meningkat. Pada terowongan
atau lubang bukaan, kondisi kecepatan air tanah dalam liter per menit
untuk setiap 10 meter penggalian perlu di ketahui. Cara lain adalah dengan
mengetahui kondisi umum yang dapat dinyatakan sebagai kering, lembab,
menetes dan mengalir.
3. Klasifikasi Massa Batuan
25
Klasifikasi massa batuan telah berkembang sejak kurang dari 100 tahun
dan ritter (1879) berusaha untuk memformulasikan pendekatan empirik untuk
perancangan terowongan, terutama untuk kebutuhan sistem penyangga.
Sementara klasifikasi sangat berhubungan dengan penerapan asalnya,
khususnya digunakan berhubungan dengan kasus-kasus dimana klasifikasi
dikembangkan, sehingga perlu mencoba klasifikasi massa batuan untuk
masalah rekaya lainya.
A. Rock Mass Rating (Bienawski,1973)
Sistem Rock Mass Rating (RMR), atau sering juga dikenal sebagai
Geomechanics Classification telah dimodifikasi berulang kali begitu
informasi baru dari studi-studi kasus di peroleh dan menjadikannya sesuai
dengan international standart dan prosedur. RMR terdiri dari 5 parameter
utama dan 1 parametr pengontrol untuk membagi massa batuan.
1. Kuat Tekan Batuan Utuh (UCS)
2. Rock Quality Designtaion (RQD)
3. Jarak Diskontinu / kekar
4. Kondisi Diskontinu / kekar
5. Kondisi air tanah
6. Koreksi dapat dilakukan bila di perlukan untuk orientasi
diskontinuitas/kekar.
B. Klasifikasi Stand-up time
Metode ini diperkenalkan oleh Laufer pada 1958. Dasar dari metode ini adalah
bahwa dengan bertambahnya span terowongan akan menyebabkan berkurangnya
waktu berdirinya terowongan tersebut tanpa penyanggaan. Metode ini sangat
berpengaruh terhadap perkembangan klasifikasi massa batuan selanjutnya. Faktor-26
faktor yang berpengaruh terhadap stand-up time adalah: arah sumbu terowongan,
bentuk potongan melintang, metode penggalian, dan metode penyanggaan.
D. Rock Quality Designation (RQD)
RQD dikembangkan pada tahun 1964 oleh Deere. Metode ini didasarkan pada
penghitungan persentase inti terambil yang mempunyai panjang 10 cm atau lebih.
Dalam hal ini, inti terambil yang lunak atau tidak keras tidak perlu dihitung
walaupun mempunyai panjang lebih dari 10cm. Diameter inti optimal yaitu
47.5mm. Nilai RQD ini dapat pula dipakai untuk memperkirakan penyanggaan
terowongan. Saan ini RQD sebagai parameter standar dalam pemerian inti
pemboran dan merupakan salah satu parameter dalam penentuan klasifikasi massa
batuan RMR dan Q-system
VI. Distribusi tegangan disekitar terowongan
terbagi atas beberapa bagian :
1. Distribusi tegangan sebelum dibuat terowongan terbagi atas 3 yaitu
- Tegangan grafitasi yaitu tegangan yang terjadi karena berat dari
tanah/ batuan yang berada diatasnya.
- Tegangan tektonik, terjadi akibat geseran-geseran pada kulit
bumi yang trjadi pada waktu lampau maupun saat ini.
- Tegangan sisa adalah tegangan yang masih tersisa walaupun
penyebab tegangan tersebut sudah hilang yang berupa panas
ataupun pembengkakan pada kulit bumi. Secara teoritis
tegangan mula-mula dirumuskan dengan :
λo = λ.H
KET : λ = Density (ton/m2 )
H = Kedalaman/ tinggi (m)
λo = Tegangan mula-mula (ton/m2 )
2. Distribusi tegangan disekitar pada terowongan untuk keadaan paling
ideal :
27
- Geometri dari terowongan adalah yang diperhatikan
terowongan adalah sebuah lingkaran dengan jari-jari r.
terowongan berada pd bidang horizontal, terowongan terletak
pada kedalaman H > r, dengan syarat reaksinya H>20 r,
terowongan sangat panjang sehingga dapat digunakan hipotesa
tegangan bidang (plain strain).
- Keadaan batuan adalah kontinu, homogeny dan isotrop. -
Kesdaan tegangan mula-mula atau inisial stress hidroblastik
atau diasumsikan γo = 0
3. Distribusi tegangan terowongan mula-mula tegangan hidrostatik,
dimana tegangan vertical ≠ 0 dan tegangan horizontal = 0, dimana
tegangan horizontal = k tegangan vertical
4. Distribusi tegangan disekitar terowongan untuk batuan yang tidak
isotrop. Dalam hal elastic ortotrop dimana ada dua modus yang tegak
lurus untuk system pembongkaran yang aksial. Distribusi tidak
dipengaruhi hanya devormasinya, jadi distribusi tegangan yang didapat
dari perhitungan sebelumnya tetap diberlakukan. Contoh batuan yang
tidak isotrop yaitu batuan yang berlapis seperti sekis yang berfungsi
bagaimana perkuatan batuan dan arah perlapisan.
5. Distribusi tegangan disekitar terowongan untuk batuan yang
mempunyai perilaku plastic sempurna. Dicirikan dari akibat tegangan
yang diserap oleh devormasi plastic pada daerah lingkaran yang
dibatasi oleh daerah elastic dari lingkaran yang berjari-jari R dimana
jari-jari ini dapat dihitung dengan
RI = R ( 2/ 1+ λ . λo (λ-1 + λoX/ λc) (1/λ-1)
R = Jari-jari lubang bukaan
λ = 1 + sin q/ 1 – sin q (q = sudut geser dalam)
λc = tegangan sekitar yang diperkirakan ada jari-jari ini dapat tak
terhingga untuk batuan yang tidak (anu hehehehe) jadi kestabilan tidak
28
akan dicapai untuk dipakai penyangga, rumus diatas dapat dipermudah
jika sudut geser dalam yang diambil 19.5o sehingga
λ = 2 hingga R1 = 2 R/3 (λo/ λc H)
6. Distribusi tegangan disekitar terowongan yang dibentuk tidak bulat
untuk keadaan yang paling ideal ini berdasrkan tegangan garis-garis
terowongan dengan berbagai bentuk penampang dan berbagai
tegangan mula-mula untuk keadaan paling ideal. Ritasinya λH =
tegangan horizontal, λv = tegangan verikal sebelum penggalian
terowongan, λ Q = tegangan tangensial untuk tiap garis terowongan.
Lingkaran mor untuk mengetahui tegangan yang terjadi pada dinding.
1. Kriteria kegagalan Mohr – Coulomb
Pada tahun 1910, Mohr menghadirkan teori untuk material lepas.
Berdasarkan teori ini, keruntuhan sepanjang bidang material berlangsung karena
kombinasi kritis antara tegangan normal dan tegangan geser, bukan karena
tegangan normal sendir atau tegangan geser sendiri. Fungsi relasi antara tegangan
normal dan tegangan geser dapat di jelaskan dalam rumus berikut
s=f(σ)
dimana s adalah tegangan geser dan σ adalah tegangan normal pada bidang
runtuhan. Selubung runtuhan di gambarkan sebagai garis lengkung.
Pada tahun 1776, coloumb mendefiniskan fungsi f(σ) sebagai
s=c + σ tan ɸ
dimana c adalah kohesi dan ɸ adalah sudut friksi dari tanah. Rumus di atas
dirujuk sebagai kriteria kegagalan Mohr-Coloumb.
Kriteria kegagalan Mohr – Coulomb dapat dilihat pada gambar 14
29
Gambar 14 Kriteria kegagalan Mohr-Coloumb (H.C. Hardiyatmo, 1992)
Kriteria keruntuhan / kegagalan Mohr-Coulomb digambarkan
dalam bentuk garis lurus. Jika kedudukan tegangan baru
mencapai titik P, keruntuhan tidak akan terjadi. Pada titik Q
terjadi keruntuhan karena titik tersebut terletak tepat pada garis
kegagalan. Titit R tidak akan pernah dicapai, karena sebelum
mencapai titik R sudah terjadi keruntuhan.
Terzaghi (1925) mengubah persamaan Coulomb dalam bentuk
efektif karena tanah sangat dipengaruhi oleh tekanan air pori.
30
Kuat geser tanah bisa dinyatakan dalam bentuk tegangan efektif σ’1 dan
σ’3 pada saat keruntuhan terjadi . Lingkaran Mohr berbentuk setengah lingkaran
dengan koordinat (τ ) dan (σ’).
Gambar 15 Lingakaran Mohr ( Braja M. Das, 1995 )
Tegangan normal ( f σ ' ) = tegangan normal efektif pada saat terjadi keruntuhan.
Tegangan geser ( f τ ' ) = tegangan geser efektif pada saat terjadi keruntuhan
I. METODE PENELITIAN
Di dalam melaksanakan penelitian ini, penulis menggabungkan antara teori
dengan data yang ada di lapangan sehingga di dapatkan pendekatan pemecahan
masalah. Metode penelitian yang kaan di lakukan adalah :
1. Studi litertur
Dalam studi literatur penulis mengambil beberapa teori yang berkaitan
dengan masalah tambang bawah tanah metode gophering seperti:
S. Koesnaryo dalam makalahnya yang berjudul Peran Geomekaika
dalam Perancangan Tambang Bawah Tanah-“ pentingnya data
geoteknik dan geomekanik dalam penentuan rancangan”, 31
“pentingnya pemantau”an selama penambangan”, “ciri batuan
lemah”, “pemilihan sistem RMR”.
Mekanika Batuan oleh Made astawa Rai, Suseno Karmadibrata,
Ridho Kresna Wattimena-“sifat fisik dan mekanik batuan” dan
Klasifikasi massa batuan”.
Rock Mechanics in Underground Construction oleh C. F. Leung,
Y. X. Zhou : Tunelling dan Theoretical and Numerical Analyses
A short course in soil-structure engineering of deep foundations,
excavations and tunnels oleh C. W. W. Ng, N. E. Simons, Bruce
Keith Menzies : tunelling dan finnite element modeling.
Geotechnical Aspects of Underground Construction in Soft Ground
oleh Charles W.w. Ng, H.w. Huang, G.b. Liu : Analysis and
numerical modeling of deep excavations dan Construction method,
ground treatment, and conditioning for tunneling
Engineering Rock Mass Classification_ Tunnelling, Foundations
and Landslides oleh R K Goel, Bhawani Singh : Evaluation of
Critical Rock Parameters.
The ISRM Suggested Methods for Rock Characterization, Testing
and Monitoring oleh R. Ulusay (eds.) : failure criteria
2. Studi lapangan berupa pengambilan data di lapangan, meliputi :
Pengambilan sample
Analisa visual lubang bukaan serta dokumentasi foto
Pengambilan data diskontinu
Ploting lubang bukaan, jalan, dan sungai dengan gps
3. DATA SEKUNDER
Peta Topografi
Peta Kesampaian Daerah
Peta Daerah Penambangan
4. Pengujian laboratorium
Uji kuat tekan uniaksial : 5 sample coring untuk data kurva tegangan
regangan, kuat tekan uniaksial, modulus young, poisson ratio.32
Uji geser langsung : 15 sample untuk data kohesi , sudut geser dalam,
tegangan geser dan tegangan normal.
Brazilian test : 5 sample untuk data nilai kuat tarik
Point load index : 5 sample untuk data nilai ucs secara tak langsung
J. DIAGRAM ALIR PENELITIAN
33
Judul PenelitianKAJIAN TEKNIS STABILITAS LUBANG BUKAAN LEVEL 30 PADA PENAMBANGAN
EMAS BAWAH TANAH DI DESA CIHONJE-PANINGKABAN, KECAMATAN GUMELAR, KABUPATEN BANYUMAS
Rumusan Masalah1. TIDAK ADA TINJAUAN TEKNIS MENGENAI BATUAN DI DAERAH TERSEBUT,
PADAHAL KONDISI BATUANNYA MEMILIKI TINGKAT KEKERASAN YANG RENDAH
2. TIDAK ADANYA TINJAUAN TEKNIS DALAM PEMBUATAN LUBANG BUKAAN3. TIDAK ADA TINJAUAN TEKNIS DALAM PEMBUATAN PENYANGGA
• Kekuatan Geser den-gan Triaksial
Studi Literatur S. Koesnaryo dalam makalahnya yang berjudul Peran Geomekaika dalam Perancangan
Tambang Bawah Tanah-“ pentingnya data geoteknik dan geomekanik dalam penentuan
rancangan”, “pentingnya pemantau”an selama penambangan”, “ciri batuan lemah”,
“pemilihan sistem RMR”.
Mekanika Batuan oleh Made astawa Rai, Suseno Karmadibrata, Ridho Kresna
Wattimena-“sifat fisik dan mekanik batuan” dan Klasifikasi massa batuan”.
Rock Mechanics in Underground Construction oleh C. F. Leung, Y. X. Zhou : Tunelling
dan Theoretical and Numerical Analyses
A short course in soil-structure engineering of deep foundations, excavations and
tunnels oleh C. W. W. Ng, N. E. Simons, Bruce Keith Menzies : tunelling dan finnite
element modeling.
Geotechnical Aspects of Underground Construction in Soft Ground oleh Charles W.w.
Ng, H.w. Huang, G.b. Liu : Analysis and numerical modeling of deep excavations dan
Construction method, ground treatment, and conditioning for tunneling
Engineering Rock Mass Classification_ Tunnelling, Foundations and Landslides oleh R
K Goel, Bhawani Singh : Evaluation of Critical Rock Parameters.
The ISRM Suggested Methods for Rock Characterization, Testing and Monitoring oleh
R. Ulusay (eds.) : failure criteria
Observasi Lapangan1. Index kekuatan Batuan2. Sampling3. coring4. Pemetaan Kekar
Pengujian1. Sifat Fisik2. Sifat mekanik Batuan:
- UCS, PLI, BRAZILLIAN TEST, UJI GESER LANGSUNG
Lokasi1. Peta2. Dimensi3. Curah Hujan
Gambar 6Tahapan Penelitian
I. JADWAL PELAKSANAAN PENELITIAN
NO KEGIATANWAKTU (MINGGU)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
1 Studi Literatur
2 Pengambilan Sample
3 Pengambilan Data
Preparasi Sample
Uji Geser Langsung
Uji Triaksial
4 Pengolahan Data
5 Analisa Data
6 Penyusunan Draft
J. DAFTAR PUSTAKA
1. Rai, Astawa, Made., Karmadibrata, Suseno., Wattimena, Kresna, Ridho.(2014). Mekanika Batuan. Bandung : Penerbit ITB.
2. Koesnaryo, S. (1994). Peran Geomekanika Dalam Perancangan Tambang Bawah Tanah. Yogyakarta : UPN “Veteran”.
3. Leung,C.F., Zhou,Y.X. (2006). Rock Mechanics In Underground Construction. Singapore : World Scientific Publishing Co. Pte. Ltd.
34
Analisa1. Numerik : Finite element Method(FEM)2. Empirik : RMR3. Skema Grafis4. Analitik : closed form
Hasil Analisa1. Kekuatan Massa Batuan2. perkiraan tegangan insitu3. evaluasi konsentrasi tegangan4. perpindahan5. mekanisme keruntuhan
- FK lubang bukaan level- Komndis lubangbukaan
ideal
4. NG,W.W,Charles., Simons, Noel., Menzies, Bruce. (2004). A short course in soil-structure engineering of deep foundations, excavations and tunnels .London : Thomas Telford.
5. NG,W.W,Charles., Huang,H.W., Liu,G.B. (2008). Geotechnical Aspects of Underground Construction in Soft Ground . London : CRC Press
6. Goel ,R K., Singh, Bhawani.(2011). Engineering Rock Mass Classification_ Tunnelling, Foundations and Landslides.USA:Butterworth-Heinemann
7. Ulusay, R (eds). (2015). The ISRM Suggested Methods for Rock Characterization, Testing and Monitoring 2007-2014. Turkey : Springer.
8. Rustan, Agne. (2010).Mining and Rock Construction Technology Desk Reference Rock Mechanics, Drilling & Blasting. London : CRC Press
.
35
RENCANA DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR TABEL
DAFTAR LAMPIRAN
BAB I. PENDAHULUAN
II. TINJAUAN UMUMA. Kesampaian daerahB. GeologiC. IklimD. Keadaan air tanahE. Keadaan lubang bukaan
III. TEORI ANALISA KEMANTAPAN LUBANG BUKAANA. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kemantapan Lubang BukaanB. Metode Analisis Kemantapan Lubang bukaanC. Penentuan Nilai Faktor Keamanan lubang bukaan
IV. PENGAMATAN DAN LABORATORIUMA. Pengambilan Contoh BatuanB. Pengamatan Laboratorium
V. ANALISIS KEMANTAPAN LUBANG BUKAANA. Analisis lubang bukaan
1. Metode Hoek dan Brown2. Finite Elemen Method
B. Analisis Dengan Bantuan Software Phase 2.0C. Rekomendasi Rancangan dan Penyangga
VI. PEMBAHASAN
VII. KESIMPULAN DAN SARAN
DAFTAR PUSTAKA
36
LAMPIRAN
37
Recommended