View
339
Download
5
Category
Preview:
Citation preview
TARI TRADISI PUTRI GAYA SURAKARTA
(Bedhaya/Srimpi/Pasihan/Wireng/Pethilan/Gambyongan)
Tugas Akhir Karya Seni
Disusun oleh:
Elsa Kurnia Murti 14134159
JURUSAN SENI TARI
FAKULTAS SENI PERTUNJUKAN
INSTITUT SENI INDONESIA SURAKARTA
2018
ii
TARI TRADISI PUTRI GAYA SURAKARTA
(Bedhaya/Srimpi/Pasihan/Wireng/Pethilan/Gambyongan)
Tugas Akhir Karya Seni
Untuk memenuhi sebagian persyaratan
guna Tugas Akhir Program Studi Seni Tari
Jurusan Seni Tari
Disusun oleh:
Elsa Kurnia Murti 14134159
JURUSAN SENI TARI
FAKULTAS SENI PERTUNJUKAN
INSTITUT SENI INDONESIA SURAKARTA
2018
iii
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Deskripsi karya seni
TARI TRADISI PUTRI GAYA SURAKARTA
(Bedhaya/Srimpi/Pasihan/Wireng/Pethilan/Gambyongan)
yang disusun oleh
Elsa Kurnia Murti
NIM 14134159
Telah disetujui untuk diajukan dalam ujian penentuan
Surakarta, 19 Januari 201 8
Pembimbing
Saryuni Padminingsih, S.Kar., M.Sn NIP. 195806211980122001
iv
PERNYATAAN
Yang bertanda tangan di bawah ini, Nama : Elsa Kurnia Murti Tempat, tgl. Lahir : Sukoharjo, 12 September 1995 NIM : 14134159 Program study : S1 Seni Tari Fakultas : Seni Pertunjukan Menyatakan bahwa deskripsi karya seni saya dengan judul “Tari Tradisi Putri Gaya Surakarta (Bedhaya/Srimpi/Pasihan/Wireng/Pethilan/gambyongan)” adalah benar-benar hasil karya cipta sendiri, saya buat sesuai dengan ketentuan yang berlaku, dan bukan jiplakan (plagiasi). Jika dikemudian hari ditemukan adanya pelanggaran terhadap etika keilmuan dalam deskripsi karya seni saya ini, atau dalam klaim dari pihak lain terhadap keaslian deskripsi karya seni saya ini, maka gelar kesarjanaan yang saya terima dapat dicabut. Demikian peryataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya dengan penuh rasa tanggung jawab atas segala akibat hukum.
S urakarta, 18 Januari 2018
Elsa Kurnia Murti
v
INTISARI
Ujian Tugas Akhir merupakan salah satu tahap akhir dalam perkuliahan untuk menyelesaikan program Studi S-1 Jalur Kepenarian Jurusan Tari Institut Seni Indonesia Surakarta. pada ujian Tugas Akhir ini penyaji memilih 5 genre atau ragam bentuk Tari Gaya Surakarta Putri yaitu Bedhaya dan Srimpi. Penyaji diharuskan menguasai sepuluh materi Tari Tradisi Gaya Surakarta Putri diantaranya : Tari Bedhaya Duradasih, Tari Bedhaya Si Kaduk Manis, Tari Bedhaya Ela-Ela, Tari Srimpi Jayaningsih, Tari Srimpi Ludiramadu. Penulisan kertas kerja ini bertujuan untuk memaparkan latar belakang penyaji, uraian tentang sajian tari yang penyaji pilih, yang meliputi struktur tari, struktur karawitan, tafsir garap penyaji, juga uraian tentang proses pencapaian kualitas kepenarian, dan rias busana. Selain itu kertas kerja ini juga dilengkapi dengan beberapa lampiran sebagai pelengkap informasi, antara lain biodata, pendukung sajian, notasi gendhing dan foto. Penyaji harus kreatif dalam menuangkan imajinasi dan interpretasi terhadap sajian yang dibawakan. Keseluruhan hal diatas tidak lepas dari berbagai konsep tari Jawa yaitu Wiraga, Wirasa, Wirama dan Konsep Hasta Sawand. Untuk mendapatkan informasi tentang hal tersebut penyaji mencari dan membaca buku referensi yang berkaitan dengan materi, serta melakukan wawancara dan apresiasi lewat berbagai pementasan. Proses Ujian Tugas Akhir yang penyaji lakukan melalui berbagai tahap yaitu persiapan teknis, pendalaman, pengembangan wawasan dan ujian penentuan. Tahap Ujian Penentuan Akademik, penyaji diwajibkan menyajikan dua repertoar tari melalui undian dari lima materi terpilih yaitu Tari Srimpi Jayaningsih dan Tari Bedhaya Si Kaduk Manis. Tahap selanjutnya adalah tahap Ujian Tugas Akhir, yaitu penari harus memilih tiga materi tari dari lima materi yang dipilih, yaitu Tari Bedhaya Duradasih, Tari Bedhaya Si Kaduk Manis, Tari Bedhaya Ela-Ela, untuk Ujian Tugas Akhir ini penyaji menyajikan satu repertoar tari dari hasil undian.
Kata kunci : Bedhaya, Srimpi
vi
KATA PENGANTAR
Puji syukur pebyaji panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat
dan karunia-Nya, sehingga penyaji dapat menyelesaikan Tugas Akhir
Jalur Kepenarian ini dengan baik.
Dalam menyelesaikan laporan ini tentunya penyaji juga mengalami
banyak kesulitan dan hambatan, namun Tugas Akhir ini tidak akan
terwujud dan tercapai apabila tidak didukung oleh beberapa pihak. Oleh
karena itu penyaji menyampaikan terimakasih kepada kedua orang tua
yang selama ini selalu memberikan doa restu dan bimbingan dalam
berbagai hal. Ucapan terimakasih penyaji haturkan kepada para
pendukung sajian yang telah banyak meluangkan waktu dan tenaga
untuk mendukung terlaksananya proses Tugas Akhir ini. Selain itu penuh
rasa hormat penyaji sampaikan kepada Saryuni Padminingsih, S.Kar.,
M.Sn sebagai pembimbing Tugas Akhir dengan penuh kesabaran
memberikan bimbingan, saran, kritik serta petunjuk dari awal proses
hingga proses dalam penyusunan laporan karya Tugas Akhir ini. Anggota
karawitan Unit Pranata Laboratorium Pendidikan (PLP) ISI Surakarta
yang telah bersedia mendukung sajian, narasumber diantaranya Rusini
S.Kar., M.Hum, Wahyu Santoso Prabowo S.Kar., M.Sn, Agus Tasman
Ranaatmaja, S. Kar yang telah banyak memberikan informasi untuk
melengkapi penulisan kertas kerja ini.
Terima kasih pula kepada Dr. Maryono, S.Kar, M.Hum selaku
pembimbing akademik yang telah memberikan nasehat selama
perkuliahan sampai Tugas Akhir. Ucapan terima kasih penyaji sampaikan
kepada beberapa narasumber atas bantuan dalam memberikan informasi
yang penyaji butuhkan mengenai data yang terkait dengan materi Ujian
vii
Tugas Akhir, Tubagus Mulyadi, S. Kar., M. Hum selaku Ketua Jurusan
Progan Studi Tari yang telah memberi motivasi dan kesempatan kepada
penyaji untuk menenpuh Ujian Tugas Akhir. Ucapan terima kasih penyaji
sampaikan kepada Dr. Sugeng Nugroho, S.Kar., M. Sn selaku dekan
Fakultas Seni Pertunjukan Institut Seni Indonesia (ISI) Surakarta yang
telah memberi kesempatan kepada penyaji untuk menempuh Studi S-1
Jurusan Tari hingga selesai.
Laporan kertas kerja ini masih banyak kekurangan dan masih jauh
dari kata sempurna, maka kritik dan saran yang bersifat membangun
sangatlah membantu penyaji untuk penulisan kertas kerja selanjutnya.
Semoga laporan kertas kerja ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.
Surakarta, 18 Januari 2018
Penyaji
Elsa Kurnia Murti
viii
DAFTAR ISI
INTISARI V
KATA PENGANTAR Vi
DAFTAR ISI viii
CATATAN UNTUK PEMBACA Ix
BAB I PENDAHULUAN 1
A. Latar Belakang 1
B. Kerangka Gagasan 3
C. Tujuan dan Mnfaat 9
D. Tinjauan Sumber 9
1. Kepustakaan 9
2. Diskografi 11
3. Pengamatan Langsung 13
4. Wawancara 13
E. Kerangka Konseptual 15
F. metode Kekaryaan 20
1. Eksplorasi 20
2. Improvisasi 20
3. Observasi 21
4. Studi Pustaka 21
5. Pendukung Sajian 22
G. sistematika Penulisan 24
BAB II PROSES PENCAPAIAN KUALITAS 25
A. Tahap Persiapan 26
B. Tahap Pendalaman Materi 28
C. Tahap Pengembangan Wawasan 29
D. Tahap Penggarapan 31
E. Tahap Ujian Penentuan 35
F. Hambatan dan Solusi 53
BAB III DESKRIPSI SAJIAN 55
BAB IV PENUTUP 64
DAFTAR PUSTAKA 66
LAMPIRAN 68
ix
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Gerak enjeran ridhong sampur pada tari Bedhaya Si Kaduk Manis
73
Gambar 2. Pola lantai jejer wayang pada tari Bedhaya Si Kaduk Manis 73 Gambar 3. Rias busana(tampak depan) pada tari Bedhaya Si Kaduk
Manis 74
Gambar 4. Rias busana (tampak belakang) pada tari Bedhaya Si Kaduk Manis
74
Gambar 5. Gerak penghubung pada bagian menuju oyak-oyakan pada tari Srimpi Jayaningsih
75
Gambar 6. Gerak lincak gagak pada tari Srimpi Jayaningsih 75 Gambar 7. Gerak pendhapan pada tari Bedhaya Duradasih 76 Gambar 8. Panahan pada tari Bedhaya Duradasih 76 Gambar 9. Rias busana (tampak depan) dalam tari Bedhaya
Duradasih 77
Gambar 10. Rias busana (tampak Belakang) dalam tari Bedhaya Duradasih
77
x
CATATAN UNTUK PEMBACA
Titilaras penulisan ini terutama untuk menstranskripkan musikal digunakan sistem pencatatan notasi berupa titilaras kepatihan (Jawa). Penggunaan sistem notasi, simbol dan singkatan tersebut untuk mempermudah bagi para pembaca dalam memahami isi tulisan ini. Berikut titilaras kepatihan, simbol dan singkatan yang dimaksud : Notasi : 1 2 3 4 5 6 7 1 2 3 4 5 6 7 1 1 2 3
g : simbol tabuhan instrumen gong
n : simbol tabuhan instrumen kenong
p : simbol tabuhan instrumen kempul
_ : simbol tanda ulang
. : pin atau tidak ditabuh
B : kendhang
+ : kethuk
- : kempyang
< : menuju
1 (satu) : dibaca ji
2 (dua) : dibaca ro
3 (tiga) : dibaca lu
4 (empat) : dibaca pat
5 (lima) : dibaca ma
6 (enam) : dibaca nem
7 (tujuh) : dibaca pi
PERSEMBAHAN
Tulisan ini saya persembahkan untuk orang tercinta dalam hidup saya,
Kedua orang tuaku, Bapak Sumardi dan Ibu Estimulyani yang selalu memberikan semangat
dan dukungan terhadap saya
Saryuni Padminingsih, S.Kar., M.Sn selaku dosen pembimbing Tugas Akhir
Pendukung sajian, pendukung karawitan yang telah dengan rela meluangkan waktu dan
tenaganya untuk proses Tugas Akhir ku
Teman-teman seperjuangan yang selalu kompak dan patah semangat
Keluarga tercintaku yang selalu ada dalam hidupku
Motto
Belajarlah dari hari kemarin, hidup untuk hari ini, berharap untuk hari esok. Dan yang
terpenting adalh jangan sampai berhenti bertanya.
“hari ini berjuang, besok raih kemenangan”
1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penyaji dilahirkan dan dibesarkan bukan dari keluarga seniman
sehingga sangat sedikit mengenal seni khususnya seni tari. Berawal dari
porseni, penyaji mulai mengikuti pelatihan – pelatihan tari di berbagai
sanggar. Pelatihan ini bertujuan menunjang kemampuan penyaji dalam
mengikuti porseni. Dari sanggar yang penyaji ikuti, penyaji mendapatkan
wawasan yang lebih luas mengenai tari seperti berbagai vokabuler gerak,
musik tari, maupun bentuk tari. Dari pengalaman yang didapat akhirnya
penyaji memutuskan melanjutkan sekolah di Sekolah Menengah Kejuruan
(SMK) Negeri 8 Surakarta, pada Program Studi Jurusan Tari. Keinginan
penyaji menggeluti kesenian khususnya seni tari muncul pada saat
penyaji selalu ikut melihat pementasan tari di RRI Surakarta. Dari sanalah
kemudian muncul dorongan kuat untuk belajar menari.
Penyaji saat sekolah di SMK Negeri 8 Surakarta atau yang lebih
dikenal dengan nama Sekolah Menengah Karawitan Indonesia (SMKI)
penyaji mengambil program studi tari pada tahun 2011/2014. Selama 3
tahun belajar di SMKI penyaji lebih mengenal dan mendalami
pengetahuan seni khususnya seni tari. Selain praktek dan teori penyaji
juga diajarkan praktek karawitan dan tembang atau vokal. Genre tari yang
diajarkan tidak hanya tari gaya Surakarta tetapi gaya daerah lain seperti
Tari Bali, Tari Yogyakarta, dan Tari Sunda. Proses pembelajarannya,
penyaji dibimbing langsung oleh guru – guru yang berpengalaman dan
mengetahui hal – hal yang berhubungan dengan seni khususnya Seni Tari,
2
sehingga menambah bekal dan pengetahuan penyaji sebagai seorang
penari. Pengalaman tersebut sangat bermanfaat besar bagi penyaji sebagai
motivasi untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi dan
dari situlah penyaji memutuskan untuk melanjutkan kuliah di ISI
Surakarta.
Tahun 2014 penyaji melanjutkan studinya ke Sekolah Tinggi Seni
Indonesia (STSI) Surakarta, yang sekarang berganti status menjadi Institut
Seni Indonesia (ISI) Surakarta. Selama mengikuti proses pendidikan di ISI
Surakarta, penyaji mendapatkan pengetahuan dan keterampilan tentang
Seni Tari seperti : Tari Bali, Tari Sumatera, Tari Yogja, Tari Sunda, Tari
Non Tradisi, semua tari itu harus dikuasai oleh penyaji. Penyaji juga
terlibat dalam kegiatan di dalam kampus maupun di luar kampus seperti
Solo Batik Carnival (SBC), HUT Solo , Festival Payung dan Hari Batik juga
ikut keterlibatan di dalam kampus seperti ikut membantu ujian tugas
akhir dan menjadi penari sesaji dengan begitu penyaji mulai semakin
lebih menggeluti kegiatan berkesenian. Dalam proses membantu ujian
tugas akhir, penyaji cenderung membantu dalam jalur kepenarian, dalam
proses tersebut penyaji mendapatkan sesuatu pengalaman, dari
pengalaman penyaji membatu ujian tugas akhir jalur kepenarian banyak
tantangan yang harus dihadapi, misal sulitnya menyatukan rasa antar
penari satu dengan penari yang lain, harus bisa mengendalikan ego
masing-masing dan harus saling menyeimbangi satu sama lain, karena
tidak menari sendiri, harus saling ngemong, harus menyamakan gerak
(kerampakan) dari gerak-gerak kecil sekalipun, agar dapat tersampaikan
maksud dari tarian tersebut juga tersampaikan pula suasana tari yang
dibawakan. Menjadi seorang penari yang baik harus mampu memahami
3
tubuh sebagai media dan sumber ekspresi jiwa dalam menyajikan tarian.
Namun dengan adanya proses dan pengalaman tersebut penyaji tertarik
untuk mengambil tugas akhir jalur kepenarian, selain rasa cinta penyaji
terhadap tari, penyaji ingin lebih belajar mendalami lagi pengalaman-
pengalaman yang sudah penyaji lewati dan penyaji memutuskan memilih
tugas akhir jalur kepenarian gaya Surakarta Putri.
Pemilihan jalur kepenarian ini dipilih penyaji untuk memperbaiki
kualitas dan teknik dalam menari serta adanya motivasi dalam diri
sendiri. Penyaji lebih menekankan pada praktek dalam pembelajaran tari
tradisi gaya Surakarta untuk mencapai jalur kepenarian. Dengan memilih
jalur kepenarian, penyaji berharap bisa menampilkan yang terbaik dan
teknik-teknik gerak yang benar.
Tugas Akhir jalur Kepenarian ini penyaji dituntut mampu
menyajikan berbagai ragam bentuk dan jenis karakter tari dengan baik.
Ragam bentuk tari dan jenis karakter tari gaya Surakarta itu antara lain
wireng, pethilan, pasihan, bedhaya dan srimpi. Untuk memenuhi persyaratan
tersebut penyaji mengambil materi yang sudah didapat saat kuliah.
B. Kerangka gagasan
Tugas Akhir ini, penyaji memilih jalur kepenarian gaya Surakarta.
Dalam dunia tari tradisi gaya Surakarta, seorang penari harus memiliki
pemahaman dan penguasaan tentang konsep-konsep tari tradisi. Seorang
penari dituntut untuk mampu menguasai berbagai bentuk dan karakter
musik tari (gendhing beksan). Dengan demikian penari mampu mengontrol
dan mengendalikan diri di dalam musik tarinya, sehingga karakter atau
kualitas gerak yang disajikan membentuk keharmonisan rasa antara
keduanya.
4
Berkaitan dengan bekal kemampuan kepenarian yang telah
dipaparkan, dalam dunia tari tradisi banyak ditulis tentang konsep-
konsep dasar tari dan kepenarian, baik yang berkaitan dengan aturan
sikap laku tari (patrap beksa), konsep tafsir, maupun yang berkaitan
tentang penilaian, pada sepuluh sikap laku tari (patrap beksa) meliputi:
- Merak ngigel (burung merak menari), digunakan untuk tari alus
luruh (tua)
- Sata ngetap swiwi (ayam mengepakkan sayap), digunakan untuk tari
alus luruh (muda)
- Kukila tumiling (burung menggelengkan kepala), digunakan unuk
tari alus lanyap/ mbranyak (lincah)
- Branjangan ngumbara (burung branjangan terbang mengangkasa),
digunakan untuk tari gagah tandang
- Mundhing mangundha (kerbau menanduk), digunakan untuk tari
Bugis
- Wreksa sol (pohon tumbang tercabut akarnya). Digunakan untuk
tari raksasa
- Anggiri gora (seperti gunung yang bergetar menakutkan/ gemuruh
menggemparkan), digunakan untuk tari gagah dugangan
- Pucang kanginan (nyiur tertiup angin), digunakan untuk tari putri
(termasuk Bedhaya-Srimpi)
- Sikatan met boga (burung sikatan mencari makan), digunakan untuk
tari kera
- Ngangrang bineda (semut ngangrang diusik), digunakan untuk tari
gagah sudira.
5
Seperti yang dijelaskan pada buku Garan Joged oleh pemikiran
Sunarno yang didalamnya terdapat konsep gagasan dari Wahyu Santoso
Prabowo, yaitu konsep “Hasta-Sawanda” yang harus dipahami para
seniman tari tradisi sebagai satu kesatuan konsep untuk mencapai
kesempurnaan penyajian tari, yaitu pacak, pancat, wiled, lulut, luwes, ulat,
gendhing dan irama. Penyaji juga menerapkan konsep wiraga, wirama dan
wirasa sebagai pijakan dalam penyajian tari. Penyaji mencoba untuk
menerapkan konsep tersebut sesuai dengan ide garap dari masing-masing
bentuk sajian untuk memunculkan estetika dalam tari. Selain itu seorang
penyaji harus memahami konsep-konsep yang dipilih. Bagi penyaji selain
konsep kepenarian tersebut juga dibutuhkan pengkayaan mengenai
pengkarakteran seperti wireng, pethilan, bedhaya, srimpi maupun
gambyongan. Penyaji juga harus memahami bagaimana koreografi bedhaya
dan srimpi untuk menguasai setiap gerak-gerak yang disajikan.
Penyaji pada saat diperkuliahan semester 7 mendapat materi bentuk
bedhaya dan srimpi sebagai awal pijakan penyaji untuk menjalankan tugas
akhir jalur kepenarian. Dari pengalaman yang diperoleh penyaji pada saat
proses membantu tugas akhir jalur kepenarian, pembawaan dan semester
7, penyaji memiliki minat untuk memilih tugas akhir jalur kepenarian
khususnya tari Surakarta Putri dengan bentuk bedhaya dan srimpi.
Berbagai macam genre tari yang berkaitan dengan kesepuluh
repertoar tari yang penyaji pilih tidak hanya semata-mata untuk
memenuhi syarat mencapai derajat kesarjanaan S1, akan tetapi dalam
pilihan ini penyaji ingin lebih mendalami dan mempelajari kesepuluh
repertoar tari tersebut.
6
Tari bedhaya/srimpi adalah tari menceritakan peristiwa penting dalam
keraton atau disusun untuk memperingati momen tertentu. Pada genre
tari bedhaya/srimpi penyaji merasa tertarik untuk mendalami jenis tari ini
karena sejarah tari bedhaya/srimpi yang cukup panjang dan tumbuh
dilingkungan Keraton. Sehingga mempunyai aturan (kaidah) dan
kekuatan tertentu. Kekuatan tersebut ada pada kerumitan gerak, bentuk
pola lantai, dan para penarinya. Penari harus bisa memahami rasa gerak,
rasa gendhing, sehingga bisa terlihat sareh, semeleh, konsisten dalam
menari, dan dapat membangun kesatuan rasa dengan penari yang lain.
Ketertarikan penyaji mengambil genre tari pasihan karena penyaji
merasa lebih tergugah untuk mendalami jenis tari ini. Tuntutan yang
diberikan dalam membawakan tari pasihan adalah harus lebih
komunikatif dengan pasangan. Hal ini menjadi pemacu penyaji untuk
bisa menyajikan tari pasihan dengan baik dan sesuai minat penyaji.
Genre pada tari wireng-pethilan, penyaji akan menyajikan tokoh
Kelaswara. Penyaji tertarik mengambil materi tersebut dikarenakan
penyaji belum memadai secara detail karakter tokoh tersebut dan jarang
menari jenis tari ini. Harapan penyaji dengan mengambil genre ini penyaji
mendapat pemahaman tentang penokohan maupun cerita dibalik tari
wireng-pethilan.
Tari Gambyong adalah tari yang mengambarkan penampilan seorang
penari putri yang menampilkan tentang keluwesan, kekenesan, dan
kelincahannya saat berias diri. Pada genre ini penyaji tertantang untuk
mendalami, mengeksplorasi gerak pada tari Gambyong dan menggarap
konsepnya.
7
Berdasarkan hasil pertimbangan, penyaji memutuskan untuk
mengambil materi ujian, antar lain : 1. Tari Srimpi Jayaningsih, 2. Tari
Srimpi Gondokusumo, 3. Tari Srimpi Ludiramadu, 4. Tari Bedhaya Duradasih, 5.
Tari Bedhaya Ela-Ela, 6. Tari Bedhaya Si kadukmanis, 7. Tari Adaninggar
Kelaswara, 8. Tari Gambyong Mudhatama, 9. Tari Gambyong Ayun-ayun, 10.
Tari Lambangsih. Kesepuluh repertoar tari tersebut kemudian
dipresentasikan dihadapan penguji Tugas Akhir. Dari hasil presentasi
tersebut pembimbing memilihkan 5 materi untuk tahap berikutnya yaitu
tahap penentuan. Kelima materi tersebut antara lain : 1. Tari Srimpi
Jayaningsih, 2. Tari Srimpi Ludiramadu, 3. Tari Bedhaya Duradasih, 4. Tari
Bedhaya Si Kaduk Manis, 5. Tari Bedhaya Ela-Ela.
8
C. Tujuan dan Manfaat
1. Tujuan penyaji memilih tugas akhir jalur kepenarian adalah :
a. Sebagai syarat tugas akhir jalur kepenarian bagi penyaji
b. Sebagai salah satu syarat mencapai derajat Sarjana Seni Tari (S-1)
c. Menjadi penari tradisi yang berkualitas
d. Menumbuhkan daya tafsir dan kreatifitas
e. Mampu menguasai berbagai jenis Tari Gaya Surakarta Putri
2. Manfaat dalam proses pembelajaran yang didapat oleh penyaji adalah
a. Secara langsung memberikan bekal terhadap penyaji dalam hal
kesenian dan kebudayaan.
b. Menambah wawasan umum, sehingga mampu untuk meghadapi
dunia kerja atau dunia pendidikan ke jenjang selajutnya.
c. Menjadi langkah awal dalam memelihara hubungan kerja dan
pendidikan kepada lembaga, masyarakat dan pemerintah atau
bahkan dunia internasional.
d. Mampu memberikan ilmu tari sebagai ilmu pengkajian dan
penelitian
9
D. Tinjauan Sumber
Sumber data sangat penting bagi penyaji, sumber data diperoleh
melalui sumber pustaka maupun wawancara dengan narasumber yang
dipercaya dan memiliki pengetahuan maupun pengalaman menguasai
bidangnya. Kegiatan tersebut dilakukan untuk memperoleh data-data
akurat yang menunjang obyek materi tari yang dipilih. Beberapa sumber
yang menjadi bahan tinjauan adalah sebagai berikut :
1. Kepustakaan
Penyaji dituntut mengetahui latar belakang tari, karakter tokoh yang
dibawakan maka dari itu penyaji membaca beberapa referensi buku
diantaranya :
a. Wahyu Santoso Prabowo “Sejarah Tari Jejak Langkah Tari di Pura
Mangkunegaran” (2007). Buku ini berisi tentang sejarah dan
perkembangan tari-tarian yang ada di Pura Mangkunegaran termasuk
sejarah tari Srimpi Anglir Mendhung. Dari buku ini penyaji
mendapatkan banyak cerita mengenai tari yang ada di Pura
Mangkunegaran dan dapat sebagian diaplikasikan dalam tugas akhir.
b. Sunarno Purwalelono “Garap Susunan Tari Tradisi Surakarta (Sebuah
Studi Kasus Bedhaya Ela-Ela)” (2007). Tesis ini berisi tentang konsep-
konsep pengarapan bedhaya, cara mengajar, sejarah bedhaya,
keberadaan bedhaya di Keraton dan latar belakang penyusunan
Bedhaya Ela-Ela. Penyaji mendapatkan informasi tentang latar
belakang penciptaan tari Bedhaya Ela-Ela.
c. “Tari Tradisi Jawa Gaya Surakarta” oleh Gendhon Humardani. Buku
ini mengupas tentang tari tradisi dan peristilahannya. Dari buku ini
10
penulis mendapatkan informasi tentang tari tradisi Jawa dan istilah-
istilah yang terdapat dalam tari tradisi.
d. Martopangrawit “Titilaras Gendhing dan Sindhenan Bedhaya-Srimpi
Keraton Surakarta” (1972). Buku ini berisi tentang notasi gendhing dan
sindhenan Bedhaya-Srimpi yang terdapat di Keraton Surakarta. Selain
itu juga memuat notasi “Gerongan Gendhing Kaduk Manis” yang
menjadi dasar intepretasi yang memberikan inspirasi penciptaan tari
“Bedhaya Si Kaduk Manis”
e. “Garan Joged” sebuah pemikiran Sunarno, editor Slamet MD (2014).
Buku ini berisi tentang pengertian hastasawanda, wiraga-wirama-wirasa
dan yang lainnya. Dari buku ini penyaji mendapatkan suatu konsep
untuk mencapai kesempurnaan penyajian tari.
f. Maharani Lutvinda Devi “Bentuk Koreografi Tari Bedhaya Si Kaduk
Manis” (2013). Skripsi ini membahas tentang koreografi tari, struktur
sajian dan bentuk garap tari Bedhaya Si Kaduk Manis susunan Agus
Tasman. Dari buku ini penyaji memperoleh informasi berupa
koreografi tari, pola lantai, sejarah penyusunan tentang tari Bedhaya
Si Kaduk Manis.
g. Sri Rochana Widyastutieningrum “Sejarah Tari Gambyong Seni
Rakyat Menuju Istana” (2004). Buku ini memberi informasi tentang
awal mula tari Gambyong dan berbagai wiled dalam sajian tari
Gambyong.
h. Agus Tasman “Analisa Gerak dan Karakter” (2008). Buku ini memberi
informasi mengenai penjelasan karakter dalam tari, unsur-unsur
gerak dan pengkarakteran tari. Dari buku ini penyaji mendapatkan
informasi tentang pendalaman karakter tari.
11
i. “Panduan Akademik ISI Surakarta”. tahun Akademik 2014 Buku
Panduan ini digunakan penyaji sebagai acuan dalam penulisan Tugas
Akhir S-1
j. “Ketika Cahaya Merah Memudar” Sal Murgiyanto, Deviri Ganan
1993. Pada buku ini penyaji mendapatkan pengetahuan tentang
pentingnya peranan seorang penari dalam sebuah pertunjukan. Serta
bagaimana menilai dan menjadi seorang penari yang baik.
2. Diskografi
Kaset audio visual yang digunakan penyaji sebagai acuan dalam
pembelajaran merupakan rekaman dari Tugas Akhir maupun Pembawaan
diantaranya :
a. Tari Bedhaya Duradasih, ujian pembawaan semester VII tahun 2016.
Penyaji akan mengikuti gerakan yang sudah ada pada umumnya,
namun penyaji menggarap suasana dan rasa dalam sajian tersebut.
b. Tari Bedhaya Si Kaduk Manis, ujian kepenarian semester VII tahun
2016, koleksi Studio pandang dengar jurusan tari ISI Surakarta. Dari
sini ada sedikit perubahan gerak dan gendhing saat kapang-kapang.
c. Tari Bedhaya Si Kaduk Manis, acara Revitalisasi Karya Empu, 31
Desember 2012. Di dalam video ini terjadi perbedaan dengan video
tari Bedhaya Si Kaduk Manis tahun 1997 dalam bagian maju beksan
dan sekaran golek iwak glebagan yang ditambah kengseran.
d. Tari Adaninggar Kelaswara, Ujian Pembawaan semester VI oleh
Agustina dan Della Rucika Devi Pramudha Wardhani, tahun 2016,
koleksi Studio Pandang Dengar jurusan Tari ISI Surakarta. Di sini
membantu penyaji dalam merasakan seleh gendhing khususnya
dibagian perangan.
12
e. Tari Srimpi Jayaningsih, Ujian Tugas Akhir S-1 oleh Irwan Dhamasto,
tahun 2016, koleksi Studio Pandang Dengar jurusan Tari ISI Surakarta.
Disini membantu penyaji dalam merasakan kepekaan gendhing dan
rasa.
f. Tari Gambyong Mudhatama, Ujian Tugas Akhir S-1, koleksi Studio
Pandang Dengar Jurusan Tari ISI Surakarta. Disini penyaji dapat
mempelajari susunan gerak, rias busana, iringan tari dan menambah
pengetahuan tentang ragam wiled.
g. Tari Gambyog Ayun-ayun, Ujian Penyajian S-1 oleh Agustina
Kristanti, koleksi Studio Pandang Dengar. Disini penyaji mendapat
acuan kembangan-kembangan sekaran tari gambyong.
h. Tari Srimpi Ludiramadu, Ujian Penentuan Tugas Akhir S-1 oleh Erna
Mia Piana, tahun 2010, koleksi Studio Pandang Dengar ISI Surakarta.
Dari video ini penyaji mengetahui struktur sajian, pola lantai dan rasa
semeleh saat menari.
i. Tari Lambangsih, Ujian Penyajian Tugas Akhir S-1 oleh Titik Parmuji,
tahun 2006, koleksi Studio Pandang Dengar ISI Surakarta. Dari video
ini penyaji dapat mengetahui struktur sajian, pola lantai dan
bagaimana membangun suasana yang romantis.
j. Tari Bedhaya Ela-Ela, Ujian Pembawaan Tari Putri Gaya Surakarta
oleh mahasiswa jurusan seni tari semester VI, tahun 2016, koleksi
Studio Pandang Dengar ISI Surakarta. Dari video ini penyaji
mengetahui struktur sajian, pola lantai dan musik tari dalam tari
Bedhaya Ela-Ela.
k. Tari Srimpi Gandakusuma, Ujian Pembawaan Tari Putri Gaya
Surakarta oleh Ayun Anandhita dan Yayuk Retnowati, tahun 2012,
13
koleksi Studio Pandang Dengar jurusan Tari ISI Surakarta. Dari video
ini penyaji mengetahui struktur sajian, pola lantai, musik tari dan
kerampakan pada setiap penarinya.
3. Pengamatan Langsung
Selain referensi diatas penyaji juga melakukan pengamatan secara
langsung yaitu dengan cara melihat pagelaran tari yang dipentaskan di
berbagai tempat wilayah kota Surakarta. pagelaran tari tersebut
diantaranya meliputi di ISI Surakarta, Taman Budaya Jawa Tengah,
pentas Nemlikuran di SMK N 8 Surakarta, Keraton Kasunanan Surakarta
serta Pura Mangkunegaran. Dari pengamatan tersebut penyaji
memperoleh wawasan serta memperkaya interpretasi penyaji yang
berkaitan dengan Tugas Akhir.
4. Wawancara
Wawancara merupakan proses pengumpulan data yang terkait
dengan materi yang telah dipilih. Teknik wawancara dilakukan dengan
pertanyaan-pertanyaan yang terkait dengan materi penyajian Tugas
Akhir. Wawancara tersebut ditujukan kepada para narasumber yang
terkait dengan materi dalam arti paham akan materi yang diajukan
penyaji. Data yang sudah diperoleh penyaji dari hasil wawancara
merupakan penguat dan pendukung data yang diperoleh dari observasi.
Narasumber dipilih berdasarkan kemampuan pengetahuan dan wawasan
latar belakang tari yang akan disajikan. Beberapa narasumber yang telah
ditemui adalah :
14
a. Wahyu Santosa Prabowo, 65 tahun Dosen Tari ISI Surakarta.
Melalui wawancara ini penyaji memperoleh informasi tentang latar
belakang genre pasihan yaitu tari Lambangsih, mengetahui karakter
tari pasihan. (13 September 2017)
b. Saryuni Padmaningsih, Dosen Tari ISI Surakarta
Melalui wawancara ini, penyaji ingin mendapat informasi tentang
Bedhaya Si Kaduk Manis dan latar belakang, karakter pada gambyong
Mudhatama dan Gambyong Ayun-ayun.
c. Rusini, 69 tahun empu tari dan pensiun PNS pengajar Tari Gaya
Surakarta Putri di ISI Surakarta. Melalui wawancara dengan beliau
penyaji mendapatkan informasi Tari Bedhaya-Srimpi. (12 September
2017)
d. Dwi Rahmani, dosen tari ISI Surakarta, Melalui wawancara, penyaji
ingin mengetahui tentang tari Adaninggar Kelaswara.
15
E. Kerangka Konseptual
Kerangka konseptual dalam hal ini merupakan landasan pikir atau
teori yang digunakan sebagai dasar, dengan menggunakan pernyataan
lisan serta keterangan yang terdapat pada buku referensi terkait hal-hal
mengenai tari. Di samping itu untuk mencapai tataran yang digunakan
ada delapan aturan “Hasta Sawanda” yang harus dipahami para seniman
tari tradisi. Tentang bagian-bagian Hasta Sawanda yang terdiri dari 8
prinsip yaitu:
- Pacak ( ketepatan teknik penari dalam mnentukan batas-batas gerak
tubuh yang mencakup wilayah unsur-unsur gerak, misalnya luas
sempitnya gerak, tinggi rendahnya posisi tubuh dan sebagainya)
- Pancat (sambung rapet antara vokabuler gerak satu dengan
vokabuler gerak lainnya yang berkaitan dengan gerak langkah)
- Ulat (polatan penari yang fokus dan berisi serta pandangan harus
tertuju pada satu titik)
- Lulut (mampu mengontrol dan mengendalikan diri dalam
melakukan seluruh gerak dalam satu kesatuan rasa)
- Luwes (ketrampilan penari dalam melakukan gerak yang lebih
menarik)
- Wiled (gerak seluruh anggota badan harus mencerminkan suatu
keindahan atau harus dilakukan dengan cara yang indah)
- Gendhing (dapat menyesuaikan dan menyelaraskan gerak dengan
musik tari, serta menjiwai rasa gendhing atau musik tarinya)
- Irama (ketepatan irama gendhing, baik menyangkut hubungan gerak
dengan iringan maupun cepat lambatnya gerak itu dilakukan)
16
Dijelaskan pada buku Garan Joged yang didalamnya terdapat konsep
gagasan dari Wahyu Santoso Prabowo.
Berbagai konsep tari dan kepenarian telah banyak ditulis oleh para
tokoh tari baik yang berkaitan dengan tehnik pelaksanaaan gerak maupun
olah rasa dan oleh tafsir tari. Seperti diungkap oleh Sunarno bahwa untuk
menjadi seorang penari tradisi Surakarta yang baik harus memahami,
menguasai dan mendalami seluruh gerak yang dilakukan dalam satu
kesatuan yang utuh serta konsep wiraga, wirasa, wirama dan juga konsep
sengguh, lungguh, mungguh (Sunarno Purwolelono dalam “Garap Susunan
Tari Tradisi, 2007”) (sebuah studi kasus Bedhaya Ela-Ela).
Konsep sengguh menunjukan pada penghayatan dan kekuatan
ungkap, konsep mungguh lebih menekankan pada kesesuaian antara
wujud (wadah) dan rasa ungkap (isi) serta dengan elemen yang lain
seperti tata rias busana, musik, tembang, lagu. Selain itu terdapat konsep
lengguh yang lebih menekankan pada posisi atau kedudukan tari itu
didalam kehidupan budaya, maupun menunjuk pada kualitas tari
maupun karakter dari tokoh dalam tariannya. (Sunarno, 2014:81)
Salah satu konsep yang penting dalam tari tradisi Surakarta putri
yaitu konsep Pucang Kanginan (nyiur tertiup angin) yang terdapat dalam
patrap beksa (laku tari). Konsep tersebut digunakan untuk adeg tubuh
penari, hal tersebut dikutip dalam buku Sejarah Tari Jejak Langkah Tari Di
Pura Mangkunegaran penulis Wahyu Santosa Prabowo, dkk hal 12.
Menjadi seorang penari yang baik tidak hanya dibutuhkan konsep
kepenarian, untuk mewujudkan hal tersebut dibutuhkan konsep
koreografi untuk mendalami sebuah genre tari. Berikut beberapa genre tari
yang digunakan dalam Tugas Akhir Kepenarian, diantaranya:
17
1. Bedhaya merupakan bentuk tarian sakral di Keraton, khusunya di
Jawa. Tarian ini hanya dipentaskan pada acara-acara resmi Keraton,
seperti Jumenengan Keraton. Melihat penyajiannya Bedhaya merupakan
bentuk dramatari tradisional, hal ini dapat dilihat dari penyajiannya
yang memiliki cerita dan penokohan. Bedhaya yang masih hidup dan
disakralkan di Keraton Surakarta Hadiningrat adalah bedhaya
Ketawang, yang dipentaskan hanya sekali dalam setahun yaitu dalam
upacara ritual “Tinggalan Jumeneng Dalem Ingkang Sinuhun Paku
Buwana” (ulang tahun kenaikan tahta Raja Paku Buwana). Bedhaya
tersebut menggunakan medium ungkap pokok, yakini gerak tanpa
menggunakan percakapan (dialog) dalam Tesis Sunarno Purwolelono
”Garap Susunan Tari Tradisi Surakarta”. Tari bedhaya yang ditarikan
dengan halus, pelan, lembut dan mbanyumili serta diiringi dengan
gendhing kemanak yang menyatu dengan tembang, menghadirkan
suasana regu (agung), wingit,wibawa, dan membawa kita kepada
suasana magis dan kontemplatif, seolah-olah kita berada di alam lain,
sehingga tepatlah kiranya sebagai sarana yang menunjuk ke arah olah
semedi atau patraping panempah. Manusia diharap bisa menangkap
heneng (dalam diam), hening (dalam keheningan), hawas ing purwa
sedya (sangkan paraning dumadi/tahu akal asal dan tujuan
kehidupan). Beberapa tari bedhaya menyajikan tema-tema tertentu,
namun demikian alur ceritanya tidak nampak jelas karena vokabuler
tari yang dihadirkan sangat simbolis, yaitu menggunakan pola-pola
gerak yang tan wadhag (non representatif/ abstrak) dikutip dari buku
”Sejarah Tari Jejak Langkah Tari Di Pura Mangkunegaran” oleh Wahyu
Santosa Prabowo.
18
2. Tari Srimpi adalah sebuah komposisi tari wanita yang pada umumnya
ditarikan oleh 4 orang penari. Dalam tari srimpi ini dilukiskan
peperangan antara prajurit wanita dengan prajurit wanita lainnya
secara berpasangan (Wahyu SP, 2007:93).
Pada umumnya tari srimpi di dalam Keraton Kasunanan Surakarta
diinformasikan bahwa penari-penarinya adalah putri-putri raja, cucu
raja atau kerabat raja. Perkembangan budaya yang sangat pesat
kekayaan seperti itu tidak benar. Perkembangan tari srimpi saat ini
adalah penarinya gadis remaja yang dilatih secara khusus sehingga
menjadi penari yang berkualitas sangat baik.
3. Tari wireng merupakan tari pria yang biasanya ditarikan oleh satu,
dua, empat, atau lebih secara berpasang-pasangan. Tari ini
bertemakan perangan atau keprajuritan, tanpa atau dengan
menggunakan properti. Bentuk garap tari wireng digarap dengan
tidak ada yang menang dan tidak ada yang kalah maupun tari wireng
pethilan yang menggambarkan tokoh tertentu ada yang menang dan
ada yang kalah (Wahyu SP, 2007:94)
4. Tari Pasihan merupakan jenis tari berpasangan antara laki-laki dan
perempuan. Rasa yang diungkan dalam tari ini adalah cinta kasih dan
menggunakan gerak yang romantis.
5. Tari Gambyong adalah salah satu genre tari putri dalam tari
tradisional Jawa Gaya Surakarta. Tari ini biasanya disajikan oleh
seorang atau beberapa penari putri. Perbedan tari gambyong dan tari
tayub tampak jelas setelah tari gambyong berkembang dilingkungan
keraton. Hal ini terjadi karena bentuk sajian tari gambyong di
lingkungan keraton telah digarap dengan berpijak pada kaidah-
19
kaidah tari keraton, etika, dan etiket keraton, diantaranya dilakukan
penggarapan kualitas gerak dengan menggarap unsur-unsur gerak
yang meliputi bentuk, volume, tekanan, dan tempo atau kecepatan.
Hasil penggarapan ini menyebabkan tari gambyong dirasa lebih
“halus” dari pada sebelumnya, tetapi kesan kenes (lincah,genit), luwes
kewes (lemah gemulai), dan lembut tetap ditonjolkan. Dalam tari
gambyong, gerak-gerak yang cenderung erotis diperhalus, sehingga
gerak yang memperlihatkan betis, mengguncangkan payudara, dan
melirikkan mata ditiadakan (Sri Rochana Widyastutieningrum,
2011:45-46)
Proses dalam pengkaryaan Tugas Akhir, membutuhkan proses
kreatif untuk menggarap suatu tari. Seperti pemikiran Almam.Hawkins
yang di indonesiakan oleh Prof. Dr. I Wayan Dibia dalam buku “Bergerak
Menurut Kata Hati” :
Proses kreatif adalah kemampuan kita untuk berkomunikasi
dengan sumber-sumber yang ada dalam diri pencipta, suara batin
yang mengendalikan serta menuntun terjadinya suatu bentuk
yang diungkapkan keluar.
Namun berbeda dalam buku Almam Hawkins yang berjudul
“Mencipta lewat tari” menerangkan bahwa seorang penari sebagai
pencipta yaitu kekuatan kreatif yang matang dari seorang penari muncul
sebagai hasil dari pengalaman-pengalaman yang penuh arti (Almam
Hawkins, 1990:10).
20
F. Metode Kekaryaan
Penyaji setelah melakukan pengumpulan data berdasarkan tinjauan
sumber dan wawancara serta memakai konsep yang penyaji paparkan
sebelumnya. Penyaji mulai menyusun bebereapa langkah kerja kreatif,
diantaranya :
1. Eksplorasi
Penyaji melakukan eksplorasi secara mandiri untuk mencari
pengalaman dalam melakukan pencarian gerak dan menghasilkan wiled.
Eksplorasi dilakukan penyaji untuk lebih memahami, merasakan dan
menguasai teknik dan ragam gerak dengan mengingat kembali vokabuler
gerak tersebut. Penyaji berimajinasi melakukan interpretasi terhadap apa
yang dilihat, didengar dari hasil observasi. Penyaji bergerak mengikuti
kata hati, menginterpretasi dari data yang telah diperoleh. Disatu sisi
eksplorasi dilakukan untuk pencarian dan penjajagan berbagai hal yang
dimunculkan dalam sajian tari.
Sama halnya yang diungkapkan oleh Alma Hawkins dalam bukunya
yang berjudul “Mencipta Lewat Tari”. Eksplorasi termasuk berfikir,
berimajinasi, merasakan dan merespon. Melalui proses ekplorasi, pola
yang lazim mengikuti pola seorang guru, secara bertahap dapat
dimodifikasikan sehingga seorang mahasiswa ikut terlibat dalam aktivitas
dan didorong untuk membuat respon dirinya sendiri (Hawkins, 1990: 27)
2. Observasi
Observasi dilakukan untuk memperoleh data yang belum didapat.
Observasi adalah teknik untuk mendapatkan informasi dari sumber data
berupa peristiwa, aktivitas, tempat/lokasi, serta rekaman gambar/video.
Metode ini penyaji lakukan baik secara langsung maupun secara tidak
21
langsung. Untuk pengamatan secara langsung digunakan untuk melihat
secara detail seluruh gerak tari dan segmen apa sajakah yang digerakan
ketika menari. Untuk pengamatan tidak langsung digunakan untuk
menambah referensi penyaji akan penampilan tari yang dipilih agar dapat
menjadi inspirasi penyaji untuk mengembangkan tari yang dipilih.
3. Improvisasi
Improvisasi merupakan melakukan sesuatu tanpa persiapan. Terjadi
secara serta merta karena dukungan kondisi dan keadaan. Improvisasi
bersifat spontan dan refleks. Dalam seni, improvisasi berarti
mengembangkan adegan diluar skenario dengan inisiatif sendiri dan
tanpa pengarahan. Improvisasi berfungsi untuk menumbuhkan daya
aktif, inisiatif, kreatif dan inovatif para pelakon.
Penyaji terus melakukan imajinasi, pengembangan dan penguasaan
yang meliputi rasa yang dimunculkan, gerak, pola lantai, maupun teknik-
teknik gerak lainnya. Dalam hal ini penyaji pada saat melakukan latihan
menemukan suatu permasalahan, seperti gawang yang tidak pas, penyaji
melakukan berbagai cara pada saat itu juga untuk dapat menyesuaikan
gawang dengan penari pendukung lainnya. Disitulah improvisasi penyaji
dilakukan.
4. Studi pustaka
Studi pustaka merupakan pencarian penyaji terhadap bebarapa data-
data dari referensi buku-buku kepustakaan, laporan penelitian maupun
laporan kertas kerja penyajian tari. Proses ini dilakukan penyaji bertujuan
untuk mendapatkan data-data yang terkait dalam materi tari yang
diambil dalam menempuh Tugas Akhir. Hasil dari pengumpulan
22
informasi yang berasal dari laporan penelitian seperti buku-buku, skripsi,
thesis yang bisa dijadikan sebagai acuan dalam mendeskripsikan sesuatu
yang berhubungan dengan materi tari yang disajikan. Adapun beberapa
kepustakaan tertulis yang dijadikan penyaji sebagai tinjauan sumber yaitu
berupa kertas kerja oleh Anisa Setyaningrum, Dyah Widhowati, Yohanna
Rosita Chrismas, Maharani Ludvinda Devi dan beberapa buku seperti
Ilmu Joget Tradisi Gaya Surakarta Surakarta, Pertumbuhan Seni
Pertunjukan,Titilaras Gendhing dan Sindhenan Bedhaya-Srimpi Keraton
Surakarta, Analisa agerak dan Karakter, Perkembangan Tari Gambyong dan
Faktor – Faktor Pendukungnya, Sejarah Tari Gambyong Seni Rakyat Menuju
Istana. Buku juga dijadikan penyaji sebagai kerangka konseptual yaitu
Garan Joged Sebuah Pemikiran Sunarno dan Sejarah Tari Jejak Langkah Tari Di
Pura Mangkunegaran.
Kaset audio visual yang digunakan penyaji sebagai acuan dalam
pembelajaran merupakan rekaman dari Tugas Akhir maupun
Pembawaan. Penyaji dapat mengamati pustaka pandang dengar untuk
memperoleh wawasan yang lebih luas.
5. Pendukung Sajian
Penyaji sebelum melakukan proses latihan materi ujian Tugas Akhir,
penyaji mencari pendukung untuk membantu kelancaran proses sampai
akhir. Dalam hal ini, penyaji harus selektif dalam memilih penari
pendukung yang mempunyai kualitas kepenarian yang baik dan
mempunyai postur tubuh yang sesuai dengan tubuh penyaji. Penyaji
mengumpulkan pendukung sajian untuk meminta kesanggupannya
dalam membantu proses latihan sampai Ujian Tugas akhir. Beberapa
kriteria dalam menentukan penari pendukung sangat penting, untuk
23
meringankan penyaji dalam penguasaan materi yang menyangkut gerak
tari, teknik, irama dan rasa.
24
G. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan mengacu pada buku panduan tugas akhir
karya seni Fakultas Seni Pertunjukan. Struktur penulisan disusun sebagai
berikut :
BAB I PENDAHULUAN
Memuat latar belakang masalah, gagasan ide, tujuan dan manfaat,
tinjauan sumber, kerangka konseptual, metode kekaryaan,
sistematika penulisan dan rencana kegiatan
BAB II PROSES PENCAPAIAN KUALITAS
Berisi Tahap Persiapan Teknik, Tahap Pendalaman Materi, Tahap
Penggarapan, Tahap Menuju Ujian Tugas Akhir, Hambatan dan
Solusi
BAB III DESKRIPSI SAJIAN
Berisi tentang deskripsi karya sesuai dengan bentuk karya dan garap
BAB IV PENUTUP/ KESIMPULAN
Berisi tentang kesimpulan dan saran. Kesimpulan menjelaskan
tingkat pencapaian karya seni dalam mewujudkan ide/gagasan,
pemikiran, perenungan, imajinasi, inspirasi, pengembangan dan
eksperimen yang mendasari penyajian karyanya. Saran berisi
himbauan penyaji terhadap pengkarya berikutnya maupun lembaga
terkait dengan tugas akhir karya seni.
25
BAB II
PROSES PENCAPAIAN KUALITAS
Seorang penari memiliki kualitas kepenarian yang berbeda-beda,
kualitas tersebut dapat ditentukan oleh bakat yang ada pada seorang
penari, selain itu yang juga dilandasi dengan dukungan, semangat dan
motivasi dari diri sendiri juga orang lain dan proses yang rutin, karena itu
adalah bagian dari sebuah keberhasilan untuk menjadi seorang penari
dalam menekuni dunia kepenariannya. Untuk memcapai semua itu
penyaji melakukan beberapa tahapan yang diharapkan akan mampu
menghasilkan sebuah kualitas kepenarian.
Dunia dalam seni tari, kedudukan penari mempunyai peran yang
sangat penting. Penari dalam sebuah pertunjukan tari tidaklah sekedar
sebagai pelaku yang membawakan sebuah tarian karya seorang penyusun
tari (koreografer), tetapi harus mampu mengembangkan ide atau gagasan
koreografer dengan kemampuan tafsirnya, sekaligus dapat
mengkomunikasikan ide gagasan tersebut pada penonton. (Sal
Murgiyanto,1993:23).
Penari yang berkualitas sebaiknya mengetahui dan memahami
tubuh sebagai media ekspresi dengan berbagai segmen untuk membentuk
vokabuler yang ada dan tersusun. Penyaji juga dituntut mengenai
kemapanan gerak atau tafsir gerak terhadap karakter tokoh, penjiwaan,
ekspresi wajah, penguasaan ruang, kepekaan rasa gerak terhadap iringan.
Seorang penari sebelum membawakan sajian tarian harus
mengetahui latar belakang dari tari tersebut untuk dapat mengungkapkan
dan menghadirkan rasa serta suasana dari sajian yang akan ditarikan,
26
selain itu seorang penari dapat menjiwai sajian tari yang dibawakan
dengan baik sehingga maksud dari tarian tersebut tersampaikan kepada
penonton. Seorang penari juga harus mengusai gendhing dalam setiap tari
yang disajikan, sehingga antara tarian yang dibawakan dengan iringan
dapat menyatu dengan baik dan dapat menghadirkan suasana dan rasa
yang ada. Karena selain seorang penari yang membawakan sajian tarian
dengan baik tanpa ada penguasaan dengan gendhing juga tidak akan
menghadirkan suasana yang akan dimunculkan dalam sajian tari tersebut.
Maka seorang penari harus benar-benar menguasai dari latar belakang
tarian hingga gendhing yang ada dalam sajian tarian yang dibawakan.
Dari yang telah penyaji paparkan diatas maka penyaji melakukan
beberapa tahapan untuk menuju Tugas akhir. Tahapan-tahapan tersebut
untuk pencapaian kualitas kepenarian menjadi seorang penari.
A. Tahap Persiapan
Tahap persiapan merupakan tahapan awal yang dilakukan seorang
penyaji sebelum menempuh Ujian Tugas Akhir. Dalam tahap ini penyaji
mempersiapkan segala sesuatunya baik dari data-data dan referensi yang
berkenaan dengan konsep sampai pemilihan materi. Persiapan tersebut
sudah penyaji lakukan pada saat mata kuliah Pembawaan semester VI
dan pada saat menempuh mata kuliah Bimbingan Kepenarian, penyaji
memilih 5 materi tari yang berbeda dengan saat menempuh mata kuliah
materi Pembawaan. Kemudian penyaji mempersiapkan diri untuk
menempuh tahap selanjutnya yaitu Tugas Akhir.
a). Orientasi
Tahap ini penyaji diwajibkan memilih sepuluh materi tari tradisi
gaya Surakarta. kesepuluh materi tari tersebut didapat pada saat
27
menempuh mata kuliah Pembawaan dan Bimbingan Kepenarian dimana
mata kuliah tersebut penyaji mendapatkan kritikan ataupun masukan dari
hasil presentasi untuk mengetahui kelemahan penyaji.
Persiapan penyaji dengan melakukan latihan mandiri dengan
melakukan latihan fisik. Untuk itu dengan pengawasan pembimbing,
mencoba melatih intensitas dan kesadaran sikap tubuh dalam menari
supaya tidak lepas kontrol. Selanjutnya penyaji juga melatih pengkayakan
teknik gerak, dan mencari wiled yang berbeda agar gerak yang dilakukan
sesuai dengan ketubuhan penyaji.
b) Observasi
Observasi merupakan teknik untuk mendapatkan informasi dari
sumber data baik secara langsung maupun tidak langsung. Untuk
pengamatan secara langsung seperti melihat pertunjukan pagelaran tari di
TBJT, TB, Pura Mankunegaran, Sriwedari. Selain itu melihat pula ujian-
ujian karya seni kepenarian di SMKN 8 Surakarta, ISI Surakarta.
Sedangkan untuk pengamatan tidak langsung seperti dokumentasi audio
visual di ISI Surakarta, dokumentasi audio visual pembawaan, penentuan,
Tugas Akhir di ISI Surakarta.
Penyaji setelah melewati ujian kelayakan Tugas Akhir, penyaji
dinyatakan layak oleh para penguji. Kemudian penyaji mempersiapkan
diri ke tahap selanjutnya.
Tahapan-tahapan ini bertujuan untuk mendukung semua persiapan
penyaji untuk mencapai kualitas yang diinginkan dengan materi yang
dibawakan.
28
B. Tahap Pendalaman Materi
Tahap pendalaman materi merupakan tahap dimana penyaji mulai
mendalami materi yang telah dipilih melalui bimbingan, konsultasi
dengan dosen pembimbing, wawancara kepada narasumber yang
bersangkutan dengan materi serta latihan mandiri maupun dengan
pendukung sajian Tugas Akhir.
1. Eksplorasi
Proses Bedhaya Srimpi penyaji melakukan pencarian wiled, pencarian
detail gerak pada setiap materi dengan pendukung sajian, untuk
mencapai hasil yang rampak dan memiliki satu kesatuan. Dalam materi
tari bedhaya ini bentuk adeg dan tehnik-tehnik dasar sangatlah penting.
Pengolahan bentuk tubuh terlihat ketika kita sedang menari tidak
terkesan kaku atau mati. Pengolahan tubuh agar terlihat mengalir, lemah
lembut dan sesuai dengan irama. Tehnik dasar dalam tari Jawa seperti
mucang kanginan, mbanyu mili, tehnik leyekan, tolehan harus dikuasai
dengan baik dan benar. Selain itu, penyaji beserta pendukung sajian juga
melakukan pengendalian diri, dengan menahan ego masing-masing,
setiap gerak dalam pelaksanaannya harus saling mulat dengan penari
yang lain, kepekaan terhadap gendhing juga sangat diperlukan agar rasa
gendhing dan rasa ungkap penyaji dapat menyatu, mencari titik pola
lantai yang sesuai dengan ruang yang ada. Penyaji melakukan hal tersebut
seiring dengan proses latihan setiap harinya.
Pendalaman materi pada Bedhaya srimpi adalah penyaji lebih
mendalami isi yang terkandung dalam tari tersebut, sehingga penyaji
tidak mengubah ataupun mengembangkan vokabuler gerak dan pola
lantai, penyaji melakukan sesuai sajian pada umumnya, namun penyaji
29
lebih menekankan pada rasa satu kesatuan antar penari agar apa yang
terkandung dalam sajian tari tersebut tersampaikan.
2. Improvisasi
Improvisasi adalah semacam usaha yang kreatif. Setelah melalui
proses eksplorasi dalam pembentukan tubuh dan penggolahan rasa,
penyaji diharapkan mampu menuangkan pikiran atau ide kreatif melalui
medium seni. Ide penggarapan dalam sebuah karya tari tidak hanya
dalam bentuk gerak saja namun bisa juga dalam bentuk penggarapan pola
lantai maupun suasana dalam karya tersebut.
3. Evaluasi
Setelah melalui tahap improvisasi dilanjutkan ketahap evaluasi.
Pada tahap ini penyaji mendapat beberapa evaluasi dari pembimbing baik
secara kelompok maupun ketubuhan penyaji, meliputi leyekan kurang
maksimal, kurang sareh, pola lantai tidak konsisten. Dari beberapa catatan
tersebut, penyaji dapat menjadikannya sebagai acuan untuk menjadi lebih
baik lagi. Dengan latihan yang rutin dengan pendukung diharapkan
untuk bisa memperbaiki kekurangan tersebut.
C. Tahap Pengembangan Wawasan
Tahap pengembangan wawasan merupakan tahap dimana menjadi
seorang penari tidak hanya menguasai teknik menari namun harus
memiliki wawasan yang luas, seperti memahami bagaimana menjadi
seorang penari yang baik dan bagaimana memahami konsep tari tradisi
Jawa. Membaca referensi yang berkaitan dengan bekal seorang penari
yang baik dan ikut berpartisipasi dalam suatu pagelaran tari adalah salah
satu acuan penyaji untuk menjadi penari yang baik dan disiplin sebagai
sikap seniman tari yang profesional.
30
Mencari referensi buku-buku yang terkait dengan materi, karena
buku merepakan salah satu wacana pengetahuan yangtertulis
berdasarkan sumber yang actual.
Melakukan wawancara bersama narasumber yang terkait dengan
materi. Penyaji melakukan wawancara dengan beberapa dosen yang
mengetahui dan memahami tarian. Selain iu penyaji juga melakukan
wawancara dengan seniman-seniman tari, penyusun tari dan penyusun
iringan.
Melakukan apresiasi pada pertunjukan-pertunjukan tari yang
dipentaskan di TBJT, TB, Pendhapa ISI, SMKI, Sriwedari, Pura
Mangkunegaran dan Keraton Kasunanan serta mengikuti latihan-latihan
diluar kampus.
31
D. Tahap Penggarapan
Tahap penggarapan materi, penyaji melakukan kerja kreatif dalam
mengaplikasikan materi tari dalam sajian sesuai tafsir penyaji. Pada
kelima materi yang terpilih penyaji mencoba membangun interpretasi
terhadap setiap materi yang akan disajikan.
Tahap penggarapan penyaji mulai melakukan penafsiran 5 repertoar
tari yang sudah dipilih. Penafsiran yang dilakukan oleh penyaji
berdasarkan wawancara, referensi sajian tari serta pengamatan pada
sajian tari secara keseluruhan.
Tafsir bentuk adalah segala sesuatu yang divisualisasikan melalui
gerak sebagai medium utama tari dengan penggarapan ruang, karakter,
tempo, tekanan, pola lantai dan memlaui penggarapan karawitan tari, rias
busana dan tata cahaya. Penggarapan unsur-unsur tersebut akan
menghasilkan suatu alur sajian sesuai dengan kebutuhan ungkap yang
ingin penyaji sampaikan dan dengan harapan rasa yang penyaji
ungkapkan melalui sajian tari dapat tersampikan.
1. Tari Srimpi Jayaningsih
a) Tafsir Isi
Tari Srimpi Jayaningsih merupakan tari yang mengambil cerita
tentang kisah percintaan antara Banowati dan Harjuna. Namun demi
keluarga dan negaranya Banowati rela untuk diperistri Prabu Duryudana.
Penyaji menafsirkan tokoh Banowati yaitu putri yang tegas, bertanggung
jawab dan tidak egois. Dalam sajian ini penyaji akan memunculkan rasa
gagah, agung, antep, sigrak dan tegas yang didukung dengan musik
tarinya.
32
b) Tafsir Bentuk
Penyaji dalam sajian ini tidak akan merubah struktur, namun ada
sedikit perubahan pola lantai setelah perang kengseran. Setelah perang
kengsera, pancer, batak dan buncit kengser mendekat membentuk gawang
segitiga. Penyaji juga lebih menekankan volume gerak yang besar untuk
ungkapan sosok yang tegas. Seperti pada bagian sekaran nggroda volume
tangan dibuat besar agar terlihat gagah. Sedangkan bagian ayak-ayakan,
pancer srisig menghampiri batak namun batak srisig muter menghampiri
dhadha. Ini merupakan pengungkapan antara tokoh Banowati, Harjuna
dan Sembadra.
2. Tari Srimpi Ludiramadu
a) Tafsir Isi
Tari Srimpi Ludiramadu merupakan tari yang memiliki pesan
sebuah harapan raja agar anak keturunannya bisa tumbuh dan
berkembang menjadi anak yang baik. Penyaji menafsirkan menjadi
sebuah permohonan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa. Penyaji akan
memunculkan rasa manembah, semeleh namun juga terdapat rasa kenes
yang didukung dengan musik tarinya.
b) Tafsir Bentuk
Sajian ini penyaji tidak merubah struktur sajiannya namun penyaji
lebih menekankan gerak agar terlihat lebih mengalir dan sareh. Misalnya
teknih leyekan sangat dimaksimalkan.
33
3. Tari Bedhaya Dradasih
a) Tafsir Isi
Tari Bedhaya Duradasih merupakan tari yang bertema tentang
permohonan rasa syukur kepada Tuhan. Penyaji akan memunculkan rasa
manembah, semeleh, agung yang didukung dengan tarianya.
b) Tafsir Bentuk
Penyaji tidak merubah struktur sajiannya namun penyaji lebih
menekankan gerak agar terlihat lebih mengalir dan sareh. Teknik leyekan
sangat dimaksimalkan.
c) Tafsir Rias Busana
Tari Bedhaya Duradasih yang penyaji bawakan memakai busana dodot
parang, pada bagian kepala memakai gelung gedhe. Pemilihan dodot
menggunakan motif parang dengan latar putih yang dipadukan dengan
sampur merah muda dan kain samparan biru tua, dengan maksud untuk
memberi kesan romantis, sesuai dengan penggambaran tari Bedhaya
Duradasih, sedangkan untuk tatarias memakai rias natural.
4. Tari Bedhaya Ela-Ela
a) Tafsir Isi
Tari Behaya Ela-Ela merupakan tari yang mengambil cerita
Mahabarata episode Dewa Ruci yang memunculkan tokoh Werkudara.
Penyaji menafsirkan tokoh Werkudara sebagai tokoh yang gagah,
bijaksana, tegas dalam berpendirian. Rasa yang ingin dimunculkan yaitu
semeleh, gagah dan antep yang dibantu dengan musik tarinya.
b) Tafsir Bentuk
Penyaji tidak akan merubah strukturnya, namun lebih mendetailkan
pada teknik gerak seperti leyekan, pentangan tangan, tolehan. Hal tersebut
34
diupayakan agar mampu mengungkapkan rasa yang ingin penyaji
munculkan. Seperti rasa gagah pada sekaran pistulan, penthangan, tangan
bervolume besar sehingga terlihat gagah dan didukung dengan musik
tarinya.
5. Tari Bedhaya Si Kaduk Manis
a) Tafsir Isi
Tari Bedhaya Si Kaduk Manis merupakan tari yang berisi tentang
pengungkapan seorang wanita yang cantik, manis dengan sifat yang
dimilikinya. Namun disisi lain wanita juga memiliki sikap yang tegas dan
berwibawa agar tetap dihormati kaum laki-laki. Penyaji akan
memunculkan rasa gagah, agung, antep, lanyap, sigrak, dan tegas yang
didukung dengan musik tarinya.
b) Tafsir Bentuk
Penyaji tidak akan merubah struktur yang sudah ada, penyaji lebih
mengolah pada teknik-teknik geraknya seperti leyekan, pentangan, tolehan
untuk mencapai kerampakan dalam bergerak.
35
E. Tahap Ujian Penentuan
Penyaji sebelum menuju ke tahap penentuan diwajibkan mengikuti
tahap kelayakan. Tahap kelayakan penyaji dituntut mempresentasikan 10
repertoar tari yang sudah dipilih. Setelah mempresentasikan kesepuluh
repertoar tari dan dinyatakan lolos, maka penyaji berhak melanjutkan ke
tahap Ujian Penentuan dengan lima repertoar tari. Proses selanjutnya
penyaji melakukan latihan dengan semua pendukung sajian. Pada
pelaksanaan Ujian Penentuan, ke lima repertoar tari tersebut diundi dan
penyaji wajib menyajikan dua repertoar tari. Pada Ujian Penentuan tahap
pertama penyaji menyajikan Tari Srimpi Jayaningsih dan pada tahap
keduan penyaji menyajikan tari Bedhaya Si Kaduk Manis.
Setelah penyaji dinyatakan lolos dalam Ujain Penentuan, penyaji
berhak melanjutkan ke tahap Ujian Tugas Akhir. Proses selanjutnya
penyaji menemui penguji untuk meminta evaluasi baik secara sajian
maupun kertas kerja.
Setelah penyaji menemui penguji dan memahami evaluasi yang
diberikan penguji, penyaji mulai pada tahap Ujian Tugas Akhir dengan
menentukan tiga repertoar tari yaitu Tari Bedhaya Duradasih, Tari
Bedhaya Si Kaduk Manis, Tari Bedhaya Ela-Ela yang akan dilakukan
dengan cara diundi. Dari hasil undian tersebut penyaji akan menyajikan
pada tanggal 22-24 Januari 2018.
Berikut adalah keterangan dari sepuluh materi tersebut :
1. JENIS BEDHAYA
Tari bedhaya merupakan sebuah komposisi tari wanita yang terdiri
atas 9 orang penari. Tari bedhaya ini tidak berdialog tetapi bertemakan
cerita mitos atau historis yang dibawakan dengan gerak-gerik yang begitu
36
halus dan penuh simbolis. Ada dua tari Bedhaya yang dianggap sangat
keramat bagi keraton-keraton vorstenlanden, yaitu Bedhaya Ketawang dari
keraton Surakarta dan Bedhaya Semang dari keraton Yogyakarta. Oleh
karena keramatnya itu, sajian tari Bedhaya sering hanya disaksikan oleh
Sunan atau Sultan, disamping itu tari Bedhaya hanya dipntaskan sekali
dalam setahun, yaitu untuk memperingati penobatan Sunan atau Sultan
(Wahyu Santosa Prabowo dkk, 2007:93).
Tari Bedhaya pada umunya merupakan tari kelompok yang ditarikan
oleh 9 orang penari perempuan yang berpedoman pada pandangan hidup
manusia “Babahan Hawa Sanga” jumlah 9 orang penari mengandung
makna simbolis yang tekait dengan filsafat orang Jawa yaitu
Makrokosmos(jagad raya) ditandai oleh 9 arah mata angin dan
Mikrokosmos(jagading manungsa) atau sembilan lubang pada manusia.
Penari Bedhaya memiliki jabatan yang berbeda-beda yakni meliputi
Batak (kepala/akal manusia), Endhel Ajeg (nafsu, keinginan manusia),
Gulu (leher), Dhada (dada), Apit Ngarep (lengan kanan), Apit Mbur (lengan
kiri)i, Endhel Weton (kaki kanan), Apit Meneng (kaki kiri), Buncit (organ
seks). Dalam tari Bedhaya, Batak merupakan peran utama, sedangkan
Endhel merupakan simbol kehendak di dalam diri manusia. Berikut jenis
tari Bedhaya yang dipilih penyaji :
a. Tari Bedaya Si Kaduk Manis
Tari Bedhaya Si Kaduk Manis adalah hasil kreatifitas Agus Tasman
dalam menyusun sebuah tari dengan susunan yang berbeda. Tari
Bedhaya ini sudah ada sebelumya dengan nama Tari Bedhaya Kaduk Manis,
namun karena tidak diketahui secara pasti siapa penciptanya A. Tasman
menyusun kembali tarian tersebut menjadi Tari Bedhaya Si Kaduk Manis,
37
dengan susunan tersebut pertamakali dipentaskan di Sasana Mulya, dan
secara tidak sengaja Gusti Raden Ayu (GRAy) Koes Moeryati atau biasa
dipanggil Gusti Mung mersani dan mengatakan tari tersebut sudah ada
sebelumnya dalam Keraton. Akhirnya Agus Tasman menambahkan “Si”
dalam tarian tersebut untuk membedakan dengan tarian sebelumnya
yang ada di Keraton. Susunan Agus Tasman memiliki struktur yang sama
dengan yang ada di Kertaon hanya saja cakepannya yang berbeda.
(Wawancara Rushini, 12 September 2017).
Pada wujud “Si Kaduk Manis” dalam pemilihan dan penggarapan
gerak, sengaja mengutamakan gerak dan pola lantai yang sederhana,
namun lebih memperhatikan volume besar. Sedangkan pada penyajian
bentuk dan dinamika mempunyai alur yang mbanyu mili. Tetapi “Si
Kaduk Manis” tidak hanya agung dan wibawa saja yang ingin dicapai
tetapi juga menampilkan sedikit cantik manisnya bahkan kadang-kadang
juga kaku dan kenes, juga temperamen lainnya (A. Tasman, 1986:8-9)
Tarian ini menceritakan seseorang yang sedang jatuh cinta pada
wanita yang cantik. Hal ini terdapat pada sindhenan dalam gendhing
Bedhaya Si Kaduk Manis yang merupakan pujian untuk wanita.
(wawancara oleh Rushini, 12 September 2017)
Struktur dalam sajian Tari Bedhaya Duradasih sebagai berikut :
- Maju beksan menggunakan gendhing Pathethan Lasem ngelik
laras pelog pathet nem, penari kapang-kapang masuk
kemudian llaku dodok (batak bergerak sendiri) rasa yang ingin
dimunculkan adalah agung, gagah
38
- Beksan menggunakan gendhing Kaduk manis gendhing kethuk 2
minggah 4, penari sembahan lanjut laras kaduk manis. Rasa yang
ingin dimunculkan adalah tenang, semeleh.
- Beksan perang menggunakan gendhing Ladrang kaduk (sirep
setelah kenong 1 garap kemanakan), Ketawang Dendha Gedhe laras
pelog pathet nem, sekaran pistulan pada gawang wolu siji.pada
bagian ini terdiri dari beberapa sekaran diselingi pola
perangan seperti pistulan dan panahan. Rasa yang ingin
dimunculkan adalah antep dan sigrak
- Mundur beksan gendhing yang digunakan adalah
Ladrang(kapang-kapang) Sumarah laras pelog pathet nem, penari
srisig mundur kemudian kapang-kapang. Rasa yang ingin
dimunculkan adalah agung.
Rias yang digunakan adalah rias wajah cantik, serta busana yang
digunakan pada tari Bedhaya Si Kaduk Manis adalah bagian atas (kepala)
ada gelung pandhan, cundhuk mentul, centhung, cundhuk jungkat, sumping
kudhup,suweng bagian tengah (badan) ada jarik batik motif parang lar
kusuma, sampur santung hijau, slepe, thotok, buntal, kalung, gelang bagian
bawah ada kain santung warna hijau.
b. Tari Bedaya Ela-Ela
Tari Bedhaya Ela- Ela merupakan perkembangan dari Srimpi Ela-Ela
yang diiringi gendhing Ela-Ela laras slendro pathet sanga zaman PB VIII,
tetapi pada zaman PB IX diganti Candrakusuma. Kemudian Srimpi
tersebut berganti menjadi Bedhaya Ela-Ela Laras pelog pathet nem (Sunarno,
2007:133). Tari Bedhaya Ela-Ela diciptakan pada masa Paku Buwana IV,
namun karena tidak ada deskripsi lengkap hanya ada cakepan sindhen
39
dan gendhing kemudian digali lagi oleh A. Tasman. Tari Bedhaya Ela-Ela
pertama kali dipentaskan pada saat pembukaan PATA (1974). Tari
Bedhaya Ela-Ela memunculkan rasa gagah.
Rias busana yang dikenakan adalah Dhodot Gula Klapa (rancangan
Harjo Nagara) yang memiliki simbol warna kesuburan dan bagian kepala
memakai kadal menek (menjadi ciri khas dari tari Bedhaya Ela-Ela).
(wawancara, Rushini 12 September 2017)
Bentuk struktur tari Bedhaya Ela-Ela menggunakan pola tradisi yaitu
maju beksan, beksan, mundur beksan. Vocabuler yang digunakan meliputi:
laras ela-ela, manglung, pendapan asta, panahan, pistulan, engkyek.
Struktur sajian yang digunakan dalam tari Bedhaya Ela- Ela sebagai
berikut :
- Maju beksan, Pathetan wantah Ngelik Slendro Manyuro
- Sindhenan Bedhaya Ela-Ela
- Ketawang Gendhing ela-ela ketuk loro kerep laras pelog pathet nem,
gendhing beksan pada saat beksan laras atau biasa disebut
beksan merong. Beksan laras dimulai dari sembahan gong buka.
- Minggah gambir sawit untuk keperluan beksan inggah atau
biasa disebut perang beksan.
- Suwuk
- Ketawang agung laras pelog pathet nem, merupakan gendhing
beksan untuk perangan atau beksan ladrang
- Ladrang kagok laras slendro pelog pathet nem, sebagai penutup
atau gendhing beksan untuk mundur beksan juga disebut
mundur beksan, ini dilakukan setelah Ketawang Agung suwuk
atau berhenti (Sunarno Purwolelono, 2007:166-167)
40
c. Tari Bedaya Duradasih
Tari Bedhaya Duradasih merupakan tarian yang disusun oleh
Ingkang Sinuhun Kanjeng Susuhanan Paku Buwana IV. Tari Brdhaya
Duradasih adalah tari bedhaya pertama yang disusun setelah tari Bedhaya
Ketawang dalam buku Wedhapradangga. Duradasih mempunyai arti
terwujudnya impian Pangeran Adipati Anom untuk mengasihi Raden
Ajeng Handaya (gadis Madura) serta terkabulnya keinginan Kanjeng
Susuhunan Paku Buwana III untuk tetap melanjutkan keturunan Madura.
(wawancara oleh Rushini, 12 September 2017)
Kelahiran tari ini berkaitan dengan perjodohan antar Paku Buwana
IV dengan Raden Ajeng Handaya putri dari Madura, sebagai perwujudan
rasa syukur atas perjodohan tersebut maka disusunlah sebuah tari
Brdhaya Duradasih. Duradasaih memiliki arti “cinta yang tidak
sebenarnya”, namun jika dilihat dari isi cakepan memiliki cerita
hubungan antara pria dan wanita. (wawancara Rushini, 12 September
2017)
Struktur sajian Tari Bedhaya Duradasih sebagai berikut :
- Maju beksan gendhing yang digunakan adalah Pathetan
slendro Manyura, penari kapang-kapang menuju gawang
kemudian sila. Rasa yang dimunculkan adalah agung
- Beksan gendhing yang digunakan adalah Sindhenan Bedhaya
Duradasih, Ketawang gendhing kemanak 2 krep minggah ladrang
laras slendro pathet manyuro, Ketawang Kinanthi Durasdasih
laras sslendro pathet manyura, diawali dengan sembahan
kemudian dilanjutkan sekaran duradasih dan sebagainya.
Rasa yang dimunculkan adalah antep
41
- Mundur beksan gendhing yang digunakan adalah Ldrang
Sapu Jagad laras pelog pathet nem, penari kapang-kapang keluar
panggung. Rasa yang dimunculkan adalah agung
Rias yang digunakan adalah rias wajah cantik, sedangkan buasana
pada tari bedhaya Duradasih adalah bagian atas (kepala) ada gelung ageng,
cundhun menthul, cundhuk jungkat, panetep, kembang tiba dhadha, bangun
tulak, suweng bagian tengah (badan) ada dodot alas-alasan hijau, sampur,
slepe, thotok, kalung, gelang bagian bawah ada kain samparan.
2. JENIS SRIMPI
Tari srimpi merupakan sebuah komposisi tari wanita istana yang
pada umunya ditarikan oleh 4 orang penari. Dalam tari Srimpi ini
dilukiskan peperangan antara prajurit wanita dengan prajurit wanita
lainnya secara perpasangan. Pengertian ini tidak berlaku untuk semua
garapan tari Srimpi yang ada. Namun memang apabila diperhatikan tema
Srimpi yang berkembang di Mangkunegaran, khususnya pada masa
Mangkunegara V, garapan tari Srimpi yang disajikan berbentuk
peperangan. Fungsi tari Srimpi sifatnya kurang keramat seperti tari
Bedhaya, maka cukup tari Srimpi pada saat itu sering dipentaskan, misal
untuk menjamu tamu-tamu penting.
a. Tari Srimpi jayaningsih
Tari Srimpi Jayaningsih merupakan susunan dari Sunarno dan
Rahayu Supanggah pada tahun 1995, tari Srimpi Jayaningsih adalah
bentuk tari kelompok yang ditarikan oleh 5 penari putri. Tari ini disusun
oleh Sunarno Purwolelono pada tahun 1992. Kata “Jayaningsih” berasal
dari dua kata yaitu “Jaya” dan “sih” yang mendadapat sisipan “Ing”.
“Jaya” berarti kemenangan dan “Sih” berarti asih atau katresnan atau cinta
42
(Didik BW, dkk:1997:28). Tari Srimpi Jayaningsih menggambarkan figur
seorang Banowati yang sangat mencintai kedua orang tuanya dan rela
diperistri oleh Duryudana. Banowati adalah wanita yang memiliki sikap
putri yang tegas, berwibawa, antep. Karena cintanya terhadap kedua
orangtuanya, Ia rela mengorbankan cintanya terhadap harjuna.
(wawancara oleh Rushini, 12 September 2017)
Pola lantai tari srimpi Jayaningsih pada dasarnya mengacu opada
pola yang biasa disajikan pada tari srimpi, namun secara garapnya
Sunarno lebih menekankan pada kekuatan garis yang dihasilkan dari
gerak dan formasi penari, namun secara konsep penataau mengacu
tatanan panggung prosenium. Konsep ini menekankan nilai hayatan
sajian tari yang terbaik dilihat dari satu arah. Keterkaitannya dengan pola
lantai tradisi nampak pada dasar gawang pajupat yang dominan pada
tatanan pola lantai Srimpi Jayaningsih.
Struktur sajian dalam tari Srimpi Jayaningsih disusun oleh Rahayu
Supanggah dengan susunan gendhing sebagai berikut:
- Maju beksan menggunakan gendhing Pathetan Laras Pelog
Pathet Barang, penari berjalan kapang-kapang dengan posisi
urut kacang sampai menuju gawang pajupat limo pancer, pnari
nikel warti. Rasa yang dimunculkan adalah agung, gagah
- Beksan menggunakan Gendhing Jayaningsih kethuk loro inggah
papat, Gending Jayaningsih kethuk loro kerep diawali dari
sembahan berdiri dan dilanjutkan bentuk laras yaitu laras
nggrodha, laras anglirmendung, ngalapsari, sukarsih kemudian
enjer ridong sebagai peralihan ke bagian inggah. Gending
inggah yaitu gendhing jayaningrum kethuk papat kerep
43
digunakan mengiringi pola gerak enjer ridong sampur, lincak
gagak dan pola gerak panahan masuk ke bagian ketawang.
Ketawang Jayaningrum laras pelog pathet barangdigunakan
mengiringi pola gerak panahan, lembehan, sekarsuwun,
lampah semang, nginum sangupati dan nikelwarti sembahan
sebagai akhir dari beksan.
- Mundur Beksan menggunakan Ladrang Wirangan pelog barang
sebagai iringan mundur beksan dengan pola gerak berjalan
kapang-kapang dengan posisi urut kacang meninggalkan
tempat pentas.(Didik Bambang Wahyudi, dkk, 1997:33-34)
Rias busana pada tari Srimpi Jayaningsih ini sama dengan tari srimpi
pada umumnya, memakai rias korektif yaitu hanya mempertebal dan
menajamkan garis-garis wajah. Untuk busana yang dipakai ada dua jenis
yaitu busana penari putra dan busana penari putri. Berikut rincian busana
tari Srimpi Jayaningsih meliputi jamang, kantong gelung, kokar, jambul,
cundhuk jungkat, cundhuk mentul, grodha, sumping, giwang, rompi, sampur,
slepe, gelang, klat bahu, kain samparan.
b. Tari Srimpi Ludiramadu
Tari Srimpi Ludiromadu diciptakan pada masa pemerintahan Paku
Buwana V pada tahun 1948. Nama Ludiromadu diambil dari kata
“Ludiro” dan “Madu” yang artinya keturunan Madura. Hal ini berkaitan
dengan PB V yang lahir dari perkawinan PB IV dengan permaisuri
Kanjeng Ratu Anom Handoyo putri yang lahir dari Pamekasan yaitu
Adipati Cakraningrat.
Tari Srimpi Ludiramadu merupakan susunan dari Kanjeng Gusti
Adipati Anom Hamengkunegara Paku Buwana V tahun 1718-1748. Tari
44
Srimpi Ludiramadu awalnya bernama ludira Madura, “ludira” artinya
darah, dan “madura” berarti keturunan Madura, sehingga Tari Srimpi
Ludiramadu merupakan peringatan bahwa beliau memiliki darah
keturunan Madura. Pada tahun 1997 A. Tasman memadatkan kembali
Tari Srimpi Ludiramadu didasarkan pada konsep pelestarian Bedhaya
dan Srimpi, karena durasi yang terlalu panjang maka dilakukan
pengurangan vokabuler gerak, serta pemotongan iringan tanpa
mengurangi nilai rasa yang ada pada tari Srimpi Ludiramdu. .
(wawancara oleh Rushini, 12 September 2017)
Struktur sajian dalam tari Srimpi Ludiramadu adalah :
- Maju beksan, gendhing yang digunakan adalah Pathet Ageng
laras pelog pathet barang disini penari kapang-kapang masuk.
Rasa yang ingin dimunculkan adalah agung (keagungan).
- Beksan 1, gendhing yang digunakan adalah Gendhing
Ludiramadu kethuk 4 kerep minggah (Kinanthi) meliputi
sembahan, trap sila jengkeng, berdiri sindet kiri, beksan laras
kanan, sindet kiri, ngalapsari, sindhet kiri, laras kiri, srisig,
menthang kanan, miwir sampur, panggel, srisig oyak-oyakan,
srisig ngembat, srisig sindet kiri, sekar suwung trap dahi, lincak
gagak, srisig sindet kiri, panahan, srisig kiri, sindet kiri. Rasa
yang ingin dimunculkan adalah antep.
- suwuk
- Beksan 2, gendhing yang digunakan adalah Ladrang Mijil
Ludira Laras pelog pathet barang(suwuk) meliputi sembahan,
nikelwarti, berdiri srisig sindet kiri, lembehan wutuh, engkyek,
srisig kengser ke kanan nampa ukel, adumanis mubeng seblak
45
kanan, sekar suwun malangkrik, kengser ke kanan, glebagab
malangkrik, sekar suwun trap puser, srisig pendhapan. Rasa
yangingin dimunculkan adalah kemayu, anggun.
- Mundur beksan, gendhing yang digunakan adalah Ladrang
Singa-singa laras pelog pathet barang meliputi kembali kapang-
kapang gawang rakit keluar meninggalkan panggung. Rasa
yang ingin dimunculkan adalah agung.
Rias busana yang digunakan pada sajian tari Srimpi Ludiramadu
adalah rias cantik, menggunakan perhiasan klat bahu, jambul, kokar, jamang,
sumping, cunduk jungkat, cunduk mentul, gelang, kalung, giwang dan
menggunakan baju rompi dan kain samparan, sampur, slepe.
3. Tari Srimpi Gondokusuma
Tari Srimpi Gandakusuma adalah salah satu tari yang disusun pada
masa pemerintahan Paku Buwana IX yang ditandai dengan sengkalan “
Mijil Yoganing Sabda Manunggil”, yang merupakan candrasengkala
tahun 1819. Tari ini diiringi sekar Mijil terdiri dari 9 bait yang isinya
menceritakan tentang pelukisan watak dan kepribadian raja Paku Buwana
IX yang digambarkan selalu mencintai rakyatnya, bijaksana, dan adil
(Wawancara Rusini, 12 september 2017).
Tari Srimpi Gandakusuma ini pada awalnya dipentaskan dalam
komposisi yang berdurasi panjang, namun pada tahun 1970-an Agus
Tasman memadatkan tari tersebut dari durasi 55 menit menjadi 16 menit.
Pemadatan tari Srimpi Gandakusuma tidak bermaksud untuk merubah
rasa dan isi yang terkandung didalamnya, namun pemadatan tersebut
bertujuan agae masyarakat dapat menambah apresiasi dan secara mudah
berkomunikasi dengan rasa tari tersebut.
46
Adapun rias busana yang digunakan antara lain: busana rompi atau
baju kotang lengkap dengan sampur, slepe dan kain samparan yang diberi
bunga tabur. Untuk riasnya menggunakan rias cantik dan hiasannya
antara lain jamang, sumping, kantong gelung, kokar, bros, gelang dan giwang.
Struktur sajian yang digunakan dalam tari Srimpi Gandakusuma yaitu:
- Maju Beksan: Pathet sanga ngelik, penari kapang-kapang masuk.
- Beksan: Gendhing Gandakusuma minggah Ladrang Gandasuli suwuk
pathet sanga jugag, penari melakukan sekaran sembahan kemudian
beksan laras merong, sekaran sampir sampur golek iwak, leyekan, jejer
wayang, kengser, beksan laras inggha atau ladrang, sekaran golek iwak,
srisig, ridong sampur, usap janggut nampani sampur srisig, gawang
gendongan, usap janggut, ninthing, srisig, jengkeng.
- Mijil gendhing kemanak suwuk, usap janggut ukel karno, beksan
perangan atau perang gendhing, penari batak dan buncit sekaran
perangan, beksan rakit, srisig gendongan.
- Ladrang Kagok madura laars slendro pathet sanga, kapang-kapang
keluar panggung.
3. JENIS WIRENG PETHILAN
Tari wireng merupakan tari pria yang biasanya ditarikan oleh satu,
dua, empat, atau lebih secara berpasang-pasangan. Tari ini bertemakan
perangan atau keprajuritan, tanpa atau dengan menggunakan properti.
Bentuk garap tari wireng digarap dengan tidak ada yang menang dan
tidak ada yang kalah maupun tari wireng pethilan yang menggambarkan
tokoh tertentu ada yang menang dan ada yang kalah(Wahyu SP, 2007:94).
Pilihan genre tari wireng pethilan yang dipilih penyaji adalah:
47
a. Tari Adaninggar Kelaswara
Tari Adaninggar Kelaswara disusun oleh Agus Tasman pada tahun
1971 dan digubah oleh S.D Humardani pada tahun 1974. Humardani
melakukan pengolahan gerak pada tokoh Adaninggar dengan tujuan
menonjolkan karakter lanyap, trampil dan kenes. Tari ini mengambil cerita
serat menak yang digarap dalam bentuk wireng dan menceritakan dua
tokoh wanita yang berperang merebutkan Wong Agung Menak
Jayengrana. Tokoh tersebut adalah Adaninggar, putri Hong Tete dari Cina
yang jatuh cinta pada Wong Agung Menak Jatengrana. Sedangkan
Kelaswara adalah putri dari raja Kelen, istri dari Wong Agung Menak
Jayengrana.
Rias busana yang digunakan pada tari Adaninggar Kelaswara antara
lain untuk tokoh Adaninggra menggunakan gelung paes dengan tibo dhoho,
menggunakan baju bludru panjang, kain samparan, cunduk mentul berjumlah
5, cunduk jungkat, penetep, suweng, gelang dan properti cundrik. Sedangkan
tokoh Kelaswara pada bagian kepala menggunakan jamang, badan
menggunakan rompi, kain samparan, cunduk jungkat, cunduk mentul, kantong
gelung, kokar, bros, sumping, suweng, kalung, gelang dan properti cundrik dan
gendewa.
Susnan iringan dan sajian tari Adaninggar Kelaswara adalah sebagai
berikut:
- Maju Beksan, Ada-ada Sarambahan laras slendro pathet sanga meliputi
tokoh Adaninggar dan Kelaswara jalan kapang-kapang sampai nikel
warti. Rasa yang ingin diungkap adalah antep, gagah.
- Srepegan laras slendro pathet sanga meliputi sembahan, lemaksana,
ombak banyu srisig, sampai nikel warti.
48
- Beksan, Ladrang Gandasuli laras slendro pathet sanga, meliputi laras
sawit jengkeng, sindhet berdiri laras sawit, srisig, rimong sampur, enjer,
srisig trap imba, gajah-gajahan, kengser sindhet, enjer, kupu tarung,
sekaran ngancap, tubrukan jeblos. Bagian ini adalah bagian beksan
sebelum masuk bagian perangan.
- Ladrang Kendhu laras slendro pathet sanga meliputi perang kebyak
kebyok sampur, dan perang keris. Bagian ini kedua tokoh melakukan
perangan menggunakan cundrik.
- Palaran Gambuh laras slendro pathet sanga meliputi panahan, bagian
ini Adaninggar merasa bangga atas kekalahan Kelaswara namun
Kelaswara tidak berhenti begitu saja, ia mengambil gendewa untuk
membunuh Adaninggar.
- Sampak laras slendro pathet sanga meliputi ngancap sampai
Adaninggar mati. Bagian ini tentang kematian Adaninggar.
- Ayak-ayak slendro pathet sanga meliputi Kelaswara lumaksana srisig,
nikel warti.
- Mundur Beksan, Sampak laras slendro pathet sanga meliputi sabetan,
ombak banyu srisig, nikel warti.
- Pathetan Jugag laras slendro pathet sanga meliputi kapang-kapang
masuk. Bagian ini kedua tokoh keluar panggung.
4. JENIS PASIHAN
Tari Pasihan merupakan jenis tari berpasangan antara laki-laki dan
perempuan. Rasa yang diungkan dalam tari ini adalah cinta kasih dan
menggunakan gerak yang romantis. Adapun pilihan materi pada tari
pasihan ini adalah:
a. Tari Lambangsing
49
Masa Paku Buwana IX di Keraton Kasunanan memiliki sebuah
garapan fragmen yang berjudul “Fragmen Kusuma Asmara” yang
ditampilkan khusu untuk acara manten keluarga Keraton. Fragmen
Kusuma Asmara memiliki arti percintaan keturunan (trah) kusuma
(bunga-bunga cinta). Cerita yang diambil adalah simbol cinta abadi dalam
lakon pewayangan yaitu Kamajaya-Kamaratih. Dalam fragmen tersebut
Kamjaya-kamaratih diutus Bethara Guru untuk memberikan anugrah
kepada temanten, wujud anugrah tersebut adalah bunga merah putih
(simbol kehidupan penyatuan antara laki-laki dan perempuan). Dalam
fragmen ini terdapat 2 tokoh lain yaitu Bethara dan Raksasa (simbol
marahabaya, rintangan, halangan) yang dikalahkan oleh Kamajaya.
Kemudian pada adegan Kamajaya-Kamaratih diambil oleh S.Maridi
untuk disusun menjadi tari Lambangsih (simbol cinta kasih abadi). Model
garap tari Lambangsih lebih ditekankan pada rasa keagungan, kalem dan
anggun, hal ini terjadi karena tokoh yang dimunculkan adalah dewa-dewi
yang mempunyai pengungkapan cinta kasih yang berbeda dengan
manusia.Pada tahun 1980-an Nora (Alm) dan Wahyu Santosa Prabowo
menggubah tari Lambangsih pada bagian pola lantai untuk dijadikan
materi pembelajaran dan pilihan materi dalam ujian Tugas Akhir
(Wawancara Wahyu SP, 13 september 2017).
Struktur yang digunakan dalam sajian tari Lambangsih sebagai
berikut:
- Dhandanggula laras pelog pathet nem, diawali dengan Kamaratih
masuk menggunakan kapang-kapang, kengser lalu lumaksana maju
kemudian srisig. Rasa yang dimunculkan adalah rasa antep, agung,
anggun.
50
- Dawah Ketawang Tumadah pelog nem, bagian ini menceritakan
pertemuan antara Kamajaya dan Kamaratih.
- Suwuk
- Pathetan Kemuda, Ketawang Gandamastutiberisi sekaran-sekaran
antar Kamajaya dan Kamaratih. Rasa yang dimunculkan adalah
semeleh, antep.
- Kebar Ilir-ilir, pada bagian ini menceritakan kebahagian suami istri
yang sedang memadu kasih, dilihat dari sekaran kebaran yang
digunakan. Rasa yang dimunculkan adalah rasa suka cita, bahagia.
- Kodok Ngorek, pada bagian ini Kamajaya-Kamaratih sridig keluar
panggung, gerak yang digunakan adalah kapang-kapang lalu
srisig. Rasa yang ingin dimunculkan adalah rasa agung.
5. JENIS GAMBYONGAN
Tari Gambyong memiliki makna suatu pertemuan atau temu.
Gambyong berasal dari kata thaledek yang terdapat dalam tayub.
Masyaakat mempercayai bahwa masih ada kaitan dengan kesuburan dan
dilambangkan dengan temu antara laki-laki dan perempuan.
a. Tari Gambyong Mudhatama
Tari Gambyong Mudhatama merupakan sebuah tari gaya Surakarta
yang disusun oleh dosen tari di ISI Surakarta yaitu Sunarno Purwo Lelono
(Alm) tahun 1989. Susunan gerak pada tari Gambyong Mudhatama terdiri
dari beberapa sekaran tari Gambyong yang sudah ada sebelumnya,
namun terdapat perbedaan. Setiap tari Gambyong masing-masing tidak
sama dan memiliki ciri khas sendiri. Rasa yang terdapat pada tari
Gambyong Mudhatama adalah kenes, tregel, luwes, kewes, prenes, dan
manja. Garap bentuk yang terdapat dalam tari Gambyong Mudhatama
51
memiliki susunan sebagai berikut bagian pertama berisi sekaran kebaran,
bagian pokok berisi sekaran-sekaran gambyongan dengan garap ciblon
(batangan sampai menthokan), bagian akhir berisi sekaran kebar
(entrakan, kebar, srisig masuk).
Struktur sajian tari Gambyong Mudhatama dapat dijabarkan
menjadi tiga bagian dengan susunan sebagai berikut:
- Bagian pertama dengan garap gendhing Ladrang Mudhatama laras
slendro pathet sanga (irama tanggung), penari srisig masuk
panggung dan dilanjutkan dengan gerak-gerak kebar, rasa yang
ingin diungkap adalah keceriaan, kenes, kemayu dan tregel.
- Bagian kedua adalah beksan dengan dukungan gendhing Ladrang
Mudhatama laras slendro pathet sanga irama dadi dengan garap
ciblon, garap sajian ini merupakan inti garapan yang biasa disebut
garap Gambyongan yang mengungkapkan tentang kecantikan,
keluwesan dan kekenesan sebagai seorang wanita.
- Bagian ketiga, bagian mundur beksan dengan garap gendhing
Ladrang Mudhatama laras slendro pathet sangairama tanggung. Garap
sajiannya adalah kembali pada garap kebaran dan kebaran
menthokan. Sedangkan rasa yang ingin diungkap adalah sama
dengan bagian sebelumnya yaitu kenes, kewes, tregel, dan juga
lincah.
Rias busana yang digunakan dalam tari Gambyong mudhatama
adalah rias cantik. Busana yang dikenakan menggunakan sanggul, giwang,
cunduk mentul, cunduk jungkat, gelang. Bagian badan menggunakan kemben
jumputan, sampur, bross, kain wiron dan bunga kalung.
52
b. Gambyong Ayun-Ayun
Tari Gambyong Ayu-Ayun di ciptakan oleh S.Maridi (alm) pada
tahun 1978. Bentuk garap sajian pada tari ini berpijak pada jenis tari
Gambyong yang sudah ada. Nama Ayun-ayun diambil dari salah satu
gendhing yang mengiringinya yaitu ladrang Ayun-ayun. Tari ini
mempunyai karakter tregel, kenes dan kemayu. Ciri khas pada tari
Gambyong Ayun-ayun terlihat pada sekaran tari Golek yaitu sekaran
ngilo asto (doro muluk).
Struktur sajian tari Gambyong Ayun-ayun dapat dijabarkan menjadi
tiga bagian seperti berikut:
- Bagian pertama dengan garap gendhing Ladrang Ayun-ayun laras
pelog pathet nem irama tanggung (kebar) penari srisig masuk
panggung dan dilanjutkan dengan gerak-gerak kebar. Rasa yang
ingin diungkap pada bagian kebaran ini adalah keceriaan, kenes,
kemayu dan tregel.
- Bagian kedua adalah beksan dengan gendhing Ladrang Ayun-ayun
laras pelog irama wiled (gambyongan), garap sajiannya pada bagian ini
merupakan inti garapan yang biasa disebut garap Gambyongan
yang mengungkapkan tentang tregel, kecantikan, keluwesan, dan
kekenesan seorang wanita.
- Bagian ketiga bagian mundur beksan dengan garap gendhing
Ladrang Ayun-ayun laras pelog irama tanggung, garap sajiannya
adalah kembali ke garap kebaran dan srisig masuk.
Rias busana yang digunakan adalah rias wajah cantik, sedangkan
busana pada tari Gambyong Ayun-ayun adalah bagian atas (kepala) ada
sanggul gambyong, cundhuk menthul, cundhuk jungkat, bangun tulak, suweng
53
sedangkan bagian tengah (Badan) ada angkin, kalung, kalung melati, sampur,
bross, gelang untuk bagian bawah ada jarik wiron.
F. Hambatan dan Solusi
Penyaji mengalami berbagai hambatan pada proses Ujian Tugas
Akhir. Hambatan tersebut adalah :
a. Terbatasnya waktu latihan dengan karawitan.
b. Kurangnya penguasan pendalaman rasa, menjadikan penyaji terus
berusaha melakukan latihan dengan eksplorasi untuk mencari
sesuai penyaji inginkan.
c. Kesibukan para pendukung menjadikan sangat sulit mengatur
jadwal, sehingga jadwal latihan penyaji sesuaikan dengan
kelonggaran waktu para pendukung.
d. Pembagian ruang ataupun penempatan ruang latihan yang kurang,
sehingga terkadang dibuat acara dari jurusan lain maupun dari
luar.
e. Dalam penguasaan teknik penyaji mengalami kesulitan terutama
dalam kerampakan yang sesuai dengan kebutuhan penyaji. Maka
dari itu penyaji bersama pendukung banyak melakukan latihan
untuk mencari teknik-teknik sesuai dengan sajian dan juga banyak
melakukan konsultasi dengan dosen pembimbing.
f. Keterbatasan pengiring yang masih dalam jam kerja dan tidak bisa
tepat waktu, mengakibatkan proses latihan tidak dapat
dilaksanakan dengan maksimal. Solusi penyaji yaitu memaklumi
hal tersebut dan mecari solusi agar proses dapat berjalan dengan
semestinya yaitu dengan meminta istiraht di awal hanya sebentar
54
langsung dilanjut satu kali rambahan secara langsung karena
waktu yang cukup singkat.
Segala hambatan dan permasalahan yang ada dengan sesama
penyaji maupun pendukung selama proses Ujian Tugas Akhir, penyaji
menghadapi dengan selalu berfikir positif. Sedangkan dalam
menyelesaikan permasalahan, penyaji mencari jalan keluar bersama-sama.
Dengan demikian semua masalah dalam proses Ujian Tugas Akhir dapat
terselesaikan dengan baik.
55
BAB III DESKRIPSI SAJIAN
Deskripsi sajian merupakan gambaran dari sebuah sajian tari,
bertujuan untuk pembaca lebih mengerti dan paham dengan sajian
tersebut.
a. Tari Bedaya Si Kaduk Manis
Tari Bedhaya Si Kaduk Manis adalah hasil kreativitas Agus Tasman
dalam menyusun sebuah tari dengan susunan yang berbeda. Tari Bedhaya
ini sudah ada sebelumya dengan nama Tari Bedhaya Kaduk Manis, namun
karena tidak diketahui secara pasti siapa penciptanya, A. Tasman
menyusun kembali tarian tersebut menjadi Tari Bedhaya Si Kaduk Manis,
dengan susunan tersebut pertama kali dipentaskan di Sasana Mulya, dan
secara tidak sengaja Gusti Mung mersani dan mengatakan tari tersebut
sudah ada sebelumnya dalam Keraton. Akhirnya Agus Tasman
menambahkan “Si” dalam tarian tersebut untuk membedakan dengan
tarian sebelumnya yang ada di Keraton. Susunan Agus Tasman memiliki
struktur yang sama dengan yang ada di Keraton hanya saja cakepannya
yang berbeda. (Wawancara Rushini, 12 September 2017).
Wujud pada “Si Kaduk Manis” dalam pemilihan dan penggarapan
gerak, sengaja mengutamakan gerak dan pola lantai yang sederhana,
namun lebih memperhatikan volume besar. Sedangkan pada penyajian
bentuk dan dinamika mempunyai alur yang mbanyu mili. Tetapi “Si
Kaduk Manis” tidak hanya agung dan wibawa saja yang ingin dicapai
tetapi juga menampilkan sedikit cantik manisnya bahkan kadang-kadang
juga kaku dan kenes, juga temperamen lainnya (A. Tasman, 1986:8-9)
56
Tarian ini menceritakan seseorang yang sedang jatuh cinta pada
wanita yang cantik. Hal ini terdapat pada sindhenan dalam gendhing
Bedhaya Si Kaduk Manis yang merupakan pujian untuk wanita.
(wawancara oleh Rushini, 12 September 2017)
Struktur dalam sajian Tari Bedhaya Duradasih sebagai berikut :
- Maju beksan menggunakan gendhing Pathethan Lasem ngelik
laras pelog pathet nem, penari kapang-kapang masuk kemudian
llaku dodok (batak bergerak sendiri) rasa yang ingin
dimunculkan adalah agung, gagah
- Beksan menggunakan gendhing Kaduk manis gendhing kethuk 2
minggah 4, penari sembahan lanjut laras kaduk manis. Rasa yang
ingin dimunculkan adalah tenang, semeleh.
- Beksan perang menggunakan gendhing Ladrang kaduk (sirep
setelah kenong 1 garap kemanakan), Ketawang Dendha Gedhe laras
pelog pathet nem, sekaran pistulan pada gawang wolu siji.pada
bagian ini terdiri dari beberapa sekaran diselingi pola perangan
seperti pistulan dan panahan. Rasa yang ingin dimunculkan
adalah antep dan sigrak
- Mundur beksan gendhing yang digunakan adalah
Ladrang(kapang-kapang) Sumarah laras pelog pathet nem, penari
srisig mundur kemudian kapang-kapang. Rasa yang ingin
dimunculkan adalah agung.
Rias yang digunakan adalah rias wajah cantik, serta busana yang
digunakan pada tari Bedhaya Si Kaduk Manis adalah bagian atas (kepala)
ada gelung pandhan, cundhuk mentul, centhung, cundhuk jungkat, sumping
kudhup,suweng bagian tengah (badan) ada jarik batik motif parang lar
57
kusuma, sampur santung hijau, slepe, thotok, buntal, kalung, gelang bagian
bawah ada kain santung.
b. Tari Bedaya Ela-Ela
Tari Bedhaya Ela- Ela merupakan perkembangan dari Srimpi Ela-Ela
yang diiringi gendhing Ela-Ela laras slendro pathet sanga zaman PB VIII,
tetapi pada zaman PB IX diganti Candrakusuma. Kemudian Srimpi
tersebut berganti menjadi Bedhaya Ela-Ela Laras pelog pathet nem (Sunarno,
2007:133). Tari Bedhaya Ela-Ela diciptakan pada masa Paku Buwana IV,
namun karena tidak ada deskripsi lengkap hanya ada cakepan sindhen dan
gendhing kemudian digali lagi oleh A. Tasman. Tari Bedhaya Ela-Ela
pertama kali dipentaskan pada saat pembukaan PATA (1974). Tari
Bedhaya Ela-Ela memunculkan rasa gagah.
Rias busana yang dikenakan adalah Dhodot Gula Klapa (rancangan
Harjo Nagara) yang memiliki simbol warna kesuburan dan bagian kepala
memakai kadal menek (menjadi ciri khas dari tari Bedhaya Ela-Ela).
(wawancara, Rushini 12 September 2017)
Bentuk struktur tari Bedhaya Ela-Ela menggunakan pola tradisi yaitu
maju beksan, beksan, mundur beksan. Vokabuler yang digunakan meliputi:
laras ela-ela, manglung, pendapan asta, panahan, pistulan, engkyek.
Struktur sajian yang digunakan dalam tari Bedhaya Ela- Ela sebagai
berikut :
- Maju beksan, Pathetan wantah Ngelik Slendro Manyuro
- Sindhenan Bedhaya Ela-Ela
- Ketawang Gendhing ela-ela ketuk loro kerep laras pelog pathet nem,
gendhing beksan pada saat beksan laras atau biasa disebut
beksan merong. Beksan laras dimulai dari sembahan gong buka.
58
- Minggah gambir sawit untuk keperluan beksan inggah atau
biasa disebut perang beksan.
- Suwuk
- Ketawang agung laras pelog pathet nem, merupakan gendhing
beksan untuk perangan atau beksan ladrang
- Ladrang kagok laras slendro pelog pathet nem, sebagai penutup
atau gendhing beksan untuk mundur beksan juga disebut
mundur beksan, ini dilakukan setelah Ketawang Agung suwuk
atau berhenti (Sunarno Purwolelono, 2007:166-167)
c. Tari Bedaya Duradasih
Tari Bedhaya Duradasih merupakan tarian yang disusun oleh
Ingkang Sinuhun Kanjeng Susuhanan Paku Buwana IV. Tari Brdhaya
Duradasih adalah tari bedhaya pertama yang disusun setelah tari Bedhaya
Ketawang dalam buku Wedhapradangga. Duradasih mempunyai arti
terwujudnya impian Pangeran Adipati Anom untuk mengasihi Raden
Ajeng Handaya (gadis Madura) serta terkabulnya keinginan Kanjeng
Susuhunan Paku Buwana III untuk tetap melanjutkan keturunan Madura.
(wawancara oleh Rushini, 12 September 2017)
Kelahiran tari ini berkaitan dengan perjodohan antar Paku Buwana
IV dengan Raden Ajeng Handaya putri dari Madura, sebagai perwujudan
rasa syukur atas perjodohan tersebut maka disusunlah sebuah tari
Brdhaya Duradasih. Duradasaih memiliki arti “cinta yang tidak
sebenarnya”, namun jika dilihat dari isi cakepan memiliki cerita
hubungan antara pria dan wanita. (wawancara Rushini, 12 September
2017)
Struktur sajian Tari Bedhaya Duradasih sebagai berikut :
59
- Maju beksan gendhing yang digunakan adalah Pathetan
slendro Manyura, penari kapang-kapang menuju gawang
kemudian sila. Rasa yang dimunculkan adalah agung
- Beksan gendhing yang digunakan adalah Sindhenan Bedhaya
Duradasih, Ketawang gendhing kemanak 2 krep minggah ladrang
laras slendro pathet manyuro, Ketawang Kinanthi Durasdasih
laras sslendro pathet manyura, diawali dengan sembahan
kemudian dilanjutkan sekaran duradasih dan sebagainya.
Rasa yang dimunculkan adalah antep
- Mundur beksan gendhing yang digunakan adalah Ldrang
Sapu Jagad laras pelog pathet nem, penari kapang-kapang keluar
panggung. Rasa yang dimunculkan adalah agung
Rias yang digunakan adalah rias wajah cantik, sedangkan buasana
pada tari bedhaya Duradasih adalah bagian atas (kepala) ada gelung ageng,
cundhun menthul, cundhuk jungkat, panetep, kembang tiba dhadha, bangun
tulak, suweng bagian tengah (badan) ada dodot alas-alasan hijau, sampur,
slepe, thotok, kalung, gelang bagian bawah ada kain samparan.
d. Tari Srimpi jayaningsih
Tari Srimpi Jayaningsih merupakan susunan dari Sunarno dan
Rahayu Supanggah pada tahun 1995, tari Srimpi Jayaningsih adalah
bentuk tari kelompok yang ditarikan oleh 5 penari putri. Tari ini disusun
oleh Sunarno Purwolelono pada tahun 1992. Kata “Jayaningsih” berasal
dari dua kata yaitu “Jaya” dan “sih” yang mendadapat sisipan “Ing”.
“Jaya” berarti kemenangan dan “Sih” berarti asih atau katresnan atau cinta
(Didik BW, dkk:1997:28). Tari Srimpi Jayaningsih menggambarkan figur
seorang Banowati yang sangat mencintai kedua orang tuanya dan rela
60
diperistri oleh Duryudana. Banowati adalah wanita yang memiliki sikap
putri yang tegas, berwibawa, antep. Karena cintanya terhadap kedua
orangtuanya, Ia rela mengorbankan cintanya terhadap harjuna.
(wawancara oleh Rushini, 12 September 2017)
Pola lantai tari Srimpi Jayaningsih pada dasarnya mengacu opada
pola yang biasa disajikan pada tari srimpi, namun secara garapnya
Sunarno lebih menekankan pada kekuatan garis yang dihasilkan dari
gerak dan formasi penari. Secara konsep penataan mengacu tatanan
panggung prosenium. Konsep ini menekankan nilai hayatan sajian tari
yang terbaik dilihat dari satu arah. Keterkaitannya dengan pola lantai
tradisi nampak pada dasar gawang pajupat yang dominan pada tatanan
pola lantai Srimpi Jayaningsih.
Struktur sajian dalam tari Srimpi Jayaningsih disusun oleh Rahayu
Supanggah dengan susunan gendhing sebagai berikut:
- Maju beksan menggunakan gendhing Pathetan Laras Pelog
Pathet Barang, penari berjalan kapang-kapang dengan posisi
urut kacang sampai menuju gawang pajupat limo pancer, pnari
nikel warti. Rasa yang dimunculkan adalah agung, gagah
- Beksan menggunakan Gendhing Jayaningsih kethuk loro inggah
papat, Gending Jayaningsih kethuk loro kerep diawali dari
sembahan berdiri dan dilanjutkan bentuk laras yaitu laras
nggrodha, laras anglirmendung, ngalapsari, sukarsih kemudian
enjer ridong sebagai peralihan ke bagian inggah. Gending
inggah yaitu gendhing jayaningrum kethuk papat kerep
digunakan mengiringi pola gerak enjer ridong sampur, lincak
gagak dan pola gerak panahan masuk ke bagian ketawang.
61
Ketawang Jayaningrum laras pelog pathet barangdigunakan
mengiringi pola gerak panahan, lembehan, sekarsuwun, lampah
semang, nginum sangupati dan nikelwarti sembahan sebagai
akhir dari beksan.
- Mundur Beksan menggunakan Ladrang Wirangan pelog barang
sebagai iringan mundur beksan dengan pola gerak berjalan
kapang-kapang dengan posisi urut kacang meninggalkan
tempat pentas.(Didik Bambang Wahyudi, dkk, 1997:33-34)
Rias busana pada tari Srimpi Jayaningsih ini sama dengan tari srimpi
pada umumnya, memakai rias korektif yaitu hanya mempertebal dan
menajamkan garis-garis wajah. Untuk busana yang dipakai ada dua jenis
yaitu busana penari putra dan busana penari putri. Berikut rincian busana
tari Srimpi Jayaningsih meliputi jamang, kantong gelung, kokar, jambul,
cundhuk jungkat, cundhuk mentul, grodha, sumping, giwang, rompi, sampur,
slepe, gelang, klat bahu, kain samparan.
e. Tari Srimpi Ludiramadu
Tari Srimpi Ludiromadu diciptakan pada masa pemerintahan Paku
Buwana V pada tahun 1948. Nama Ludiromadu diambil dari kata
“Ludiro” dan “Madu” yang artinya keturunan Madura. Hal ini berkaitan
dengan PB V yang lahir dari perkawinan PB IV dengan permaisuri
Kanjeng Ratu Anom Handoyo putri yang lahir dari Pamekasan yaitu
Adipati Cakraningrat.
Tari Srimpi Ludiramadu merupakan susunan dari Kanjeng Gusti
Adipati Anom Hamengkunegara Paku Buwana V tahun 1718-1748. Tari
Srimpi Ludiramadu awalnya bernama ludira Madura, “ludira” artinya
darah, dan “madura” berarti keturunan Madura, sehingga Tari Srimpi
62
Ludiramadu merupakan peringatan bahwa beliau memiliki darah
keturunan Madura. Pada tahun 1997 A. Tasman memadatkan kembali
Tari Srimpi Ludiramadu didasarkan pada konsep pelestarian Bedhaya dan
Srimpi, karena durasi yang terlalu panjang maka dilakukan pengurangan
vokabuler gerak, serta pemotongan iringan tanpa mengurangi nilai rasa
yang ada pada tari Srimpi Ludiramdu. . (wawancara oleh Rushini, 12
September 2017)
Struktur sajian dalam tari Srimpi Ludiramadu adalah :
- Maju beksan, gendhing yang digunakan adalah Pathet Ageng
laras pelog pathet barang disini penari kapang-kapang masuk.
Rasa yang ingin dimunculkan adalah agung (keagungan).
- Beksan 1, gendhing yang digunakan adalah Gendhing
Ludiramadu kethuk 4 kerep minggah (Kinanthi) meliputi
sembahan, trap sila jengkeng, berdiri sindet kiri, beksan laras
kanan, sindet kiri, ngalapsari, sindhet kiri, laras kiri, srisig,
menthang kanan, miwir sampur, panggel, srisig oyak-oyakan,
srisig ngembat, srisig sindet kiri, sekar suwung trap dahi, lincak
gagak, srisig sindet kiri, panahan, srisig kiri, sindet kiri. Rasa
yang ingin dimunculkan adalah antep.
- Suwuk
- Beksan 2, gendhing yang digunakan adalah Ladrang Mijil
Ludira Laras pelog pathet barang(suwuk) meliputi sembahan,
nikelwarti, berdiri srisig sindet kiri, lembehan wutuh, engkyek,
srisig kengser ke kanan nampa ukel, adumanis mubeng seblak
kanan, sekar suwun malangkrik, kengser ke kanan, glebagab
63
malangkrik, sekar suwun trap puser, srisig pendhapan. Rasa yang
ingin dimunculkan adalah kemayu, anggun.
- Mundur beksan, gendhing yang digunakan adalah Ladrang
Singa-singa laras pelog pathet barang meliputi kembali kapang-
kapang gawang rakit keluar meninggalkan panggung. Rasa
yang ingin dimunculkan adalah agung.
Rias busana yang digunakan pada sajian tari Srimpi Ludiramadu
adalah rias cantik, menggunakan perhiasan klat bahu, jambul, kokar, jamang,
sumping, cunduk jungkat, cunduk mentul, gelang, kalung, giwang dan
menggunakan baju rompi dan kain samparan, sampur, slepe.
64
BAB IV PENUTUP
Proses kerja ujian Tugas Akhir merupakan perjalanan yang sangat
panjang dan dirasakan sangat berat, karena penyaji menyadari
keterbatasan kemampuan yang dimiliki. Dalam menjalani proses untuk
Ujian Tugas Akhir minat Kepenarian bagi mahasiswa Jurusan Seni Tari
Fakultas Seni Pertunjukan ISI Surakarta, merupakan suatu pembelajaran
yang bermanfaat dan mahal harganya. Pada saat ujian kelayakan, penyaji
menyajikan sepuluh repertoar tari, sedangkan pada ujian Penentuan
Tugas Akhir, penyaji menyajikan dua repertoar tari yang keduanya
merupakan hasil undian.
Berbagai hambatan juga dialami oleh penyaji diantaranya, jadwal
latihan para pendukung tari maupun karawitan, usaha penyatuan rasa,
gerak dengan pendukung tari, pembagian block ruang yang terkadang
digunakan acara dari jurusan lain. Penyaji mencoba belajar merasakan
setiap gerak, memunculkan rasa tari dan juga memahami isi atau
kemantapan suatu tari. Dalam menampilkan suatu tari tidak hanya
terlihat dalam bentuk fisik dan hafalan semata. Hal ini merupakan salah
satu upaya yang dirasakan penyaji memiliki tingkat kesulitan untuk dicari
dalam proses kerja Tugas Akhir. Sebagai upaya tercapainya proses ujian
akhir, penyaji menyusun beberapa langkah untuk menyelesaikan tugas
akhir dengan maksimal. Langkah-langkah yang penyaji susun dapat
menambah bekal dalam kesiapan untuk memahami, menguasai,
mendalami materi yang mencakup kualitas bentuk, teknik, karakter dan
kepekaan irama.
65
Pengalaman yang penyaji peroleh sangat bermanfaat dan berharga
antara lain, memperoleh pengalaman yang dirasakan seorang penyaji
dalam penyusunan dan proses penggarapan dalam Tugas Akhir
penyajian, mendapat kualitas bentuk tari, dan mengetahui bagaimana
manajemen suatu pergelaran tari. Semua dapat diselesaikan dengan baik
atas bantuan dan dukungan dari pembimbing dan berbagai pihak
pendukung lainnya.
Penulisan laporan penyajian ini menurut penyaji masih jauh dari
kata sempurna dan masih banyak kekurangan. Oleh sebab itu, kritik dan
saran serta koreksi yang sifatnya membangun sangat penyaji harapkan
demi penyempurnaan penulisan kertas laporan Tugas Akhir selanjutnya,
serta bermanfaat bagi yang membutuhkan.
66
DAFTAR PUSTAKA
Chrismas, Yohana Rosita. “Tari Tradisi Putri gaya Surakarta (bedhaya, srimpi, pasihan,wireng, pethilan, gambyongan)”. Karya Seni Kepenarian. 2011
Hawkins, Almam. “Mencipta Lewat Tari (cerating throug dance)”. Institut Seni Indonesia Yogyakarta. 1990
“Ketika Cahaya Merah Memudar” Sal Murgiyanto. Deviri Ganan 1993
Kusuma, Resita Ayu D. “Kertas Kerja Tugas Akhir Kepenarian”. ISI Surakarta.2015.
Martapangrawit, R.I. 1972. Titilaras Gendhing dan Sesindhenan Bedhaya-Srimpi Keraton Surakarta. Surakarta : Akademik Seni Karawitan Indonesia
Prabowo, Wahyu Santosa. Sejarah Tari Jejak Langkah Tari Di Pura Mangkunegaran. Surakarta: ISI Press. 2007.
Sedyawati, Edi. Pertumbuhan Seni Pertunjukan. Jakarta : Sinar Harapan, 1981
Slamet MD. 2014. Garan Joged, Sebuah pemikiran Sunarno. Surakarta : Citra Sains LPKBN Surakarta
Tasman, Agus Ranaatmadja. 1986. Bedhaya Si Kaduk Manis, sebuah komposisi Bedhaya Karya A. Tasman, Surakarta.
Puwolelono, Sunarno. “Garap Susunan Tari Tradisi Surakarta (Sebuah Studi Kasus Bedhaya Ela-Ela)”. Tesis S-2, Program Pasca Sarjana UGM Yogyakarta, 1993.
Wahyudi, Didik Bambang. 1990. “Tari Srimpi Jayaningsih (Tinjauan tentang garap Bentuk Sajian)” Laporan Penelitian Kelompok. Sekolah Tinggi Seni Indonesia Surakarta.
67
DISKOGRAFI
Tari Srimpi Gondokusumo, Ujian Pembawaan Tari Putri Gaya Surakarta oleh Ayun Anandhita dan Yayuk Retnowati, tahun 2012, koleksi Studio Pandang Dengar jurusan Tari ISI Surakarta Tari Bedhaya Si Kaduk manis, Ujian Semester VII Tari Putri Gaya Surakarta oleh Eni Hartati dan Devi Sekar Amanda, tahun 2017, koleksi Studio Pandang Dengar jurusan Tari ISI Surakarta
Tari Adaninggar Kelaswara, Ujian penyaji S-1 seni tari, Oleh Dwi Surni C, tahun 2007, koleksi Studio Pandang Dengar jurusan Tari ISI Surakarta
Tari Srimpi Jayaningsih, Ujian Tugas Akhir S-1, oleh Irwan Dhamsto, tahun 2016, koleksi Studio Pandang Dengar jurusanTari ISI Surakarta.
Tari Srimpi Gondokusumo, Ujian Pembawaan Tari Putri Gaya Surakarta, oleh Ayun Anandhita dan Yayuk Retnowati, tahun 2012 koleksi Studio Pandang Dengar jurusan Tari ISI Surakarta.
Tari Adaninggar Kelaswara, Ujian Pembawaan Tari Putri Gaya Surakarta, oleh Atik Setiani dan Tri Hastuti, tahun 2011, koleksi Studio Pandang Dengar jurusan Tari ISI Surakarta.
DAFTAR NARASUMBER
Agus Tasman (78 tahun), empu tari. Jl. Tanjung No. 26 Rt 02 Rw 02 Karangasem, Laweyan, Solo.
Dwi Rahmani (56 tahun), dosen. Benowo Rt 03 Rw 08 Ngringo, Jaten, Karanganyar.
Rusini (69 tahun), penari. Jl. Maluku Tengah No. 3 RT 01 RW 02 Keprabon
Tengah, Surakarta.
Saryuni Padminingsih (60 tahun), dosen. Jl. Garuda 17 Perum Dosen UNS
IV Triyagan, Mojolaban, Sukoharjo.
Wahyu Santosa Prabowo (65 tahun), dosen. Perumahan Pratama No. B9
Sabrang Kulon Mojosongo Jebres Surakarta.
68
GLOSARIUM
Adeg Sikap tubuh penari saat menari
Agung Penampilan yang berwibawa
Angkin Kain yang digunakan untuk kostum tari gambyong
Anteb Mempunyai kekuatan
Audio Visual Data yang dapat dinikmati melalui penglihatan dan pendengaran
Bangun Tulak Rangkaian bunga melati yang digunakan
Beksan Istilah lain dari kata tari
Binggel Perhiasan tari yang digunakan pada pergelangan kaki dan biasanya digunakan oleh laki-laki
Borokan Rangkaian bunga melati yang digunakan di bagian kepala dekat cundhuk jungkat
Bros Perhiasan tari yang digunakan pada bagian dhadha
Buka celuk Suara vokal tungga yang mengawali karawitan
Cakepan Istilah Jawa yang berarti syair lagu
Cundhuk jungkat Perhiasan yang dipakai di bagian kepala yang berbentuk sisir busur kecil
Cundhuk mentul Perhiasan yang digunakan pada bagian kepala yang menyerupai bunga dengan tangkaian yang lentur
Cundrik Keris yang berukuran kecil biasa digunakan oleh penari putri
Enjer Langkah ke samping
Epek timang Busana tari yang digunakan oleh putra yang dililitkan di pinggang
Gambyongan Salah satu genre pada tari tradisi Surakarta
Gedheg Ragam gerak kepala
Gelang Aksesoris yang digunakan pada pergelangan tangan
Gelung gedhe Sanggul Jawa yang digunakan oleh wanita. Gendewa Properti tari yang berbentuk busur panah.
69
Gendhing Istilah untuk komposisi musik Jawa.
Gladi bersih
Tahap latian terakhir menuju pementasan yang secara teknik mencoba seluruh aspek pendukung pementasan seperti kostum, tata lampu, panggung, sound sistem, dan kesiapan dari tim panggung.
Greget Semangat, kemampuan bawaan dari penari. Hastha Sawanda Delapan prinsip dalam tari tradisi gaya Surakarta.
Irah-irahan Digunakan pada kepala dengan berbagai bentuk yang pemakaiannya disesuaikan dengan karakter tokoh yang dibawakan.
Jengkeng Posisi duduk penari.
Kantong Gelung Aksesoris yang dipakai untuk membungkus rambut.
Kapang-kapang Istilah dalam tari yaitu berjalan pada saat penari masuk dan keluar area panggung.
Karakter Perwatakan.
Kemayu Bahasa jawa untuk menyebut sifat seorang wanita yang menggemaskan.
Kenes Genit. Kewes Lemah gemulai.
Klat bahu Perlengkapan busana tari yang dipakai dibagian lengan.
Lanyap Penyebutan karakter manusia yang galak, trampil, cekatan dan tegas.
Luruh Penyebutan karakter manusia yang halus atau lembut.
Luwes Tidak canggung dalam melakukan. Maju beksan Bagian awal dari tari wireng. Menthang Lengan direntangkan ke samping. Mundur beksan Bagian akhir pada tari bentuk wireng. Pasihan Salah satu ragam pada tari gaya Surakarta.
Pathetan Lagu atau vocal yang diiringi instrumen rebab, gender, gambang dan suling.
Penetep Aksesoris yang dipakai pada sanggul diantara bangun tulak.
Perangan Sekaran tari yang menggambarkan orang sedang perang.
Pethilan Merupakan genre tari tradisi gaya Surakarta yang mengambil dari sebuah cerita pewayangan.
Prenes Lincah. Samparan Kain yang dipakai oleh penari putri. Sampur Busana pada tari yang berbentuk selendang atau
70
kain panjang. Sareh Tenang. Sekaran Rangkaian dari gerak. Semeleh Tidak mempunyai beban. Sigrak Gagah dan lincah.
Srisig Berjalan kecil-kecil dan agak jinjit dilakukan dengan cepat.
Sumping Ricikan busana tari yang digunakan pada telinga. Suwuk Berhenti.
71
LAMPIRAN
A. Pendukung Karawitan
Penanggung jawab musik : Soedji Bagijono / PLP FSP ISI Surakarta - Rebab : Sunardi - Kendhang : Guntur Sulistyono - Gendher Barung : Wahyudi Sutrisna - Gendher Penerus : Warsito - Bonang Barung : Sumarsana - Bonang Penerus : Bambang Agus Raharja - Demung 1 : Sugiyanto - Demung 2 : Lumbini Trihasto - Saron 1 : Takamiadi Saptodibyo - Saron 2 : Kustiyono - Saron 3 : Widodo - Saron 4 : Suprihnadi - Saron penerus : Suprihnadi - Slenthen : Sapto - Kenong :Wagiman - Kempul Gong : Maryoto - Gambang : Bambang Siswanto - Kethuk : Saba - Suling : Saba
B. Pendukung Sajian 1. Tari Srimpi Jayaningsih
- Pancer : Elsa KurniaMurti - Batak : Candra Dewi Wahyu Larasati - Gulu : Aulia Hardianita Effendy - Dhadha : Agna Novia Rahmawati - Buncit : Kyky Meryan Dho Selvy
2. Tari Srimpi Gondokusuma - Batak : Candra dewi Wahyu Larasati - Gulu : Elsa KurniaMurti - Dhadha : Agna Novia Rahmawati - Buncit : Kyky Meryan Dho Selvy
3. Tari Srimpi Ludiromadu - Batak : Elsa KurniaMurti - Gulu : Candra Dewi Wahyu Larasati - Dhadha : Agna Novia Rahmawati
72
- Buncit : Aulia Hardianita Effendy 4. Tari Bedhaya Duradasih
- Batak : Elsa KurniaMurti - EndelAjeg :Candra Dewi Wahyu Larasati - Gulu :Agna Novia Rahmawati - EndelWeton :Kyky Meryan Dho Selvy - Dhadha :Azizah Silvia Rahayu - ApitMeneng : Tea AjityasAnggraeni - ApitMburi :Rossy Dipayanti - ApitNgarep :Dea Putri Komala Sari - Buncit :Andani Nia Afsari
5. Tari Bedhaya Si Kaduk Manis - Batak :Candra Dewi Wahyu Larasati - EndelAjeg : Elsa Kurnia Murti - Gulu :Tea AjityasAnggraeni - EndelWeton :Andani Nia Afsari - Dhadha :Agna Novia Rahmawati - ApitMeneng :Kyky Meryan Dho Selvy - ApitMburi :Rossy Dipayanti - ApitNgarep :Dea Putri Komala Sari - Buncit :Aulia Hardianita Effendy
6. Tari Bedhaya Ela-Ela - Batak :Candra Dewi Wahyu Larasati - EndelAjeg : Elsa KurniaMurti - Gulu :Kyky Meryan Dho Selvy - EndelWeton :Agna Novia Rahmawati - Dhadha :Dea Putri Komala Sari - ApitMeneng :Azizah Silvia Rahayu - ApitMburi :RossyDipayanti - ApitNgarep :Tea AjityasAnggraeni - Buncit :AuliaHardianita Effendy
7. Tari Adaninggar Kelaswara - Adaninggar : Elsa KurniaMurti - Kelaswara :CandraDewiWahyuLarasati
8. Tari Lambangsih - Putri : Elsa KurniaMurti - Putra : Riza
9. Tari Gambyong Mudhatama - Elsa KurniaMurti
73
C. Foto
Gambar 1. Gerak enjeran ridhong sampur pada tari Bedhaya Si Kaduk Manis (Foto: Elsa Kurnia, 2017)
Gambar 2. Pola lantai jejer wayang pada tari Bedhaya Si Kaduk Manis (Foto: Elsa Kurnia, 2017)
74
Gambar 3. Rias busana(tampak depan) pada tari Bedhaya Si Kaduk Manis (Foto: Elsa Kurnia, 2017)
Gambar 4. Rias busana (tampak belakang) pada tari Bedhaya Si Kaduk Manis (Foto: Elsa Kurnia, 2017)
75
Gambar 5. Gerak penghubung pada bagian menuju oyak-oyakan pada tari Srimpi Jayaningsih
(Foto: Elsa Kurnia, 2017)
Gambar 6. Gerak lincak gagak pada tari Srimpi Jayaningsih (Foto: Elsa Kurnia, 2017)
76
Gambar 7. Gerak pendhapan pada tari Bedhaya Duradasih (Faoto: Elsa Kurnia, 2018)
Gambar 8. Gerak Panahan pada tari Bedhaya Duradasih (Foto: Elsa Kurnia, 2018)
77
Gambar 9. Rias busana(tampak depan) dalam tari Bedhaya Duradasih (Foto: Elsa Kurnia, 2018)
Gambar 10. Rias busana (tampak Belakang) dalam tari Bedhaya Duradasih (Foto: Elsa Kurnia, 2018)
78
D. Notasi Karawitan
Notasi dan Cakepan Gending Bedhaya Duradasih
Pathetan Bedhaya, laras sléndro manyura
3 3 3 3 3 3 , z3x.c2 2 2 2 2 z1x.c2 Prap - ta du – ta - ning kang Na - ra Di – pa - ti kang
3 3 3 ,3 z3x5c6 z6x.x5x3x.x2c1 Hyang ar - ka su - mu - rup
3 3 3 3 z3x.c5 z3x.c2, z3x.x2x1x.cy Ti – nu – ding ma - ngra - mèng , O
! ! !, ! z!x.x@c#z@x.x!x6x.x5c3 Su – da – ma su - ma - put
! ! ! ! ! z6c!, z@x.x!x6x.x5c3 Su – da - ma su – ma - put , O
z3x.c5 6 6 6 6 z5x.c6, 2 2 2 2 2 z1x.c2 Sang Dwi man- tra le – pas sang Dwi man - tra le - pas
3 3 3 3 z3x.x5c6 z6x.x5x3x.x2c1 E - ka Ro lu mi - yat
3 3 3 3 z3x.c2 2, z3x.x2x1x.cy Mur - ca nèng pa - du - tan , O
1 1 1 1 z1x.x2c3 z2x.x1xyx.xtce Mur - ca nèng pa - du - tan
79
Duradasih, ketawang gendhing kethuk 2 kerep laras pélog pathet Nem
(gendhing kemanak)
Buka celuk :
. . . . . z3xx x c5 z5xx x x x xxx.x xxx x6x xx x5x xx x3x x x x xxc5 z3x xx x2x xx cx1 Du - ra - da -
1 . 1 . 1 1 . . 1 . 1 . 1 z1xx jx.c2 gt sih ka - di si - na - wung as - ma - ra
. . . zjyc1 . z1xx x jxyc1 . 1 . . . . . . n. as - ma - ra
. . . . . . . . . . . z2x x x x xx.xx x x.xx x jx3c5 zg5 Du - ra -
x.x x xx.x x xx.x x xx.x x x x xx.x x xx.x x xx.x x xx6x x x x xx.x x xx5x x xx3x x xx.x x x x xc5 z3x x xx2x x xxcn1 da -
1 . 1 . 1 1 . . 1 . 1 . 1 z1xx x xj.c2 gt sih ka - di si - na - wung as - ma - ra
. . . zjyc1 . z1xx x xjyc1 . 1 . . . . . . n. as - ma - ra
. . . . . . . . . . y . y zj2c3 . g. La - mèng gu -
z3x x xx.x x xx.x x xc2 . . zj3c5 z5x x x x xx.x x xx.x x xc1 z1x x x x xx.x x xx.x x xxj.c5 n. na da - lu a -
5 . . 5 . . . . 5 . . zj6x!x x x xx.x x xx.x x xjx@c# g! lam da - lu ar - sa
. z#x x xxj.c! z@x x xx x xxj.c# z!x x xxj@x6x xc5 zj4c5. . . . . . n. Da - lu ar - sa
. . . . . . . . . . 6 . zj5c6 z5x x xxj6x5x xcg3 we - las ma -
z3x x xxx.x x xxj.c2 zj3c5 . . . 5 . . . 5 . . . n. ra - a we - kas
80
5 . . 5 . . . . 5 . . jz6x!x x x xx.x xxx x.x xx xj@c# g! se - ba ri lu - nga
. z#x x xxj.c! z@x x x x xjx.c# z!x xx xj@x6x xc5 zj4c5. . . . . . n. ba ri lu nga
. . . . . . . . . . 2 . 2 jz3c5 . g. Ba - lik ing -
Xx5x x xx.x x xx.x x xx.x x x x xx.x x xx.x x xx.x x xx6x x x x xx.x x xx5x x xx3x x xx.x x x x xc5 z3x x xx2x x xxcn1 sun ti –
1 . 1 . . 1 . . 1 . 1 . . z1x x xxj.c2 gt ni - lar tan - na ba - su - ki
. . . zjyc1 . z1x x xxjyc1 . 1 . . . . . . n. Ba - su - ki
. . . . . . . . . . y . y zj2c3 . g. Ang - ka war -
z3x x xx.x x xx.x x xc2 . . zj3c5 z5x x x x xx.x x xx.x x xc1 z1x x x x xx.x x xx.x x xxj.c5 n. sa ra - nu mi -
5 . . 5 . . . . 5 . . jz6x!x x x xx.xx x xxx.x x xxj@c# g! jil bo - man - ta - ra
. z#x x xxj.c! z@x x xx x xxj.c# z!x x xxj@x6x xc5 zj4c5. . . . . . n. Bo - man - ta - ra
. . . . . . . . . . 6 . zj5c6 z5x x xxj6x5x xcg3 Wus a - la -
z3x x xxx.x x xxxj.c2 zj3c5 . . . 5 . . . 5 . . . n. was kang ka - ri
5 . . 5 . . . . 5 . . zj6x!x x x xx.x x xx.x x xjx@c# g! A - mong kun - ja - na
. z#x x xxj.c! z@x x xx x xxj.c# z!x x xxj@x6x xc5 zj4c5. . . . . . n. Mong kun - ja - na
. . . . . . . . . . 2 . 2 jz3c5 . g.
81
Na - dyan pa -
Xx5x x xx.x x xx.x x xx.x x x x xx.x x xx.x x xx.x x xx6x x x x xx.x x xx5x x xx3x x xx.x x x x xc5 z3x x xx2x x xxcn1
pa na - 1 . 1 . . 1 . . 1 . 1 . . z1x x xxj.c2 gt nging ing - sun mak - sih a - sih
. . . zjyx1x x x xx.x x xx1x x xxjyc1 . 1 . . . . . . n. a - sih
. . . . . . . . . . y . y zj2c3 . g. lu tan ar -
Ngampat seseg menuju mérong kethuk 2 kerep :
z3x x xx.x x xx.x x xc2 . . zj3c5 z5x x x x xx.x x xx.x x xc1 z1x x x x xx.x x xx.x x xxj.c5 n. sa ar - sa tu -
5 . . 5 . . . . 5 . . zj6x!x x x xx.x x xx.x x xjx@c# g! mi - bèng am - ba - ra
. z#x x xxj.c! z@x x xx x xxj.c# z!x x xxj@x6x xc5 zj4c5. . . . . . n. Bèng am - ba - ra
. . . . . . . . . . 6 . zj5c6 z5x x xxj6x5x xcg3 Pu - put pa -
z3x x xxx.x x xxxj.c2 zj3c5 . . . 5 . . . 5 . . . n. ti tan kon - dur
5 . . 5 . . . . 5 . . zj6x!x x x xx.x x xx.x x xjx@c# g! a - dar - bé kar - sa
. z#x x xxj.c! z@x x xx x xxj.c# z!x x xxj@x6x xc5 zj4c5. . . . . . n. Dar - bé kar - sa
82
Malik sléndro, Mérong kethuk 2 kerep menggunakan kendangan I pélog :
. . . . . . 2 2 2 2 2 jz5c6 . z6x x xxxj5c6 g. Da - lu ka-ngen kang a - la -
z6x x xx.x x xx.x x xx.x x x x xx.x x xx.x x xx.x x xx.x x x x xx.x x xx.x x xc! z!x x x x xx.x x xx.x x xxj6c! zn6x lis da - lu
jz.x5x xc3 3 3 3 3 3 . z2x x xx.x x xx.x x xx3x x x x xc5 z3x x xx.x x xxnx2 ka - ngen kang a - la - lis ra -
2 . . . . . . . . . . . . . . n. dèn
. . . . . . . . . . . z3x x x x xx.x x xx.x x xxj2c3 g. Di -
z3x x xx.x x xx.x x xx.x x x x xx.x x xx.x x xx.x x xx.x x x x xx.x x xx.x x xc5 z5x x x x xx.x x xx.x x xxj3c5 n. pa rip -
5 . . . . . 6 6 6 6 3 . jz2c3 z2x x xxj.c1 zn1x ta jah -na - wi a - pra - ja i - ma
jx.c2 z2x x xxj3c5 z3x x x x xxj.c2 z2x x xxj.c1 z1x x x x xxj.c2 6 . z5x x x x xxj.c6 z3x x xxj5c2 nz1x pra - ja i - ma wus a - la - was
jx.cy y . y . y . . 3 . z2x x xxj.c3 zj2c3 z2x x xxj1c2 g. kang ti - ni - lar ka - ri é -
Ngampat seseg menuju ke ladrang :
z2x x xx.x x xx.x x xx3x x x x xxj.c2 z1x x xxj.xcy . y zyx x xxjtcy . y . . . dan ka - ri é - dan
. . . . . . . . . . y . y . y nz2x Wus a - la - was
c3 z3x x xxj5c3 z3x x x x xxj.c2 z2x x xxjx.x3xx x1x x x x xxj.c2 y y . y zyx x xxjtcy . kang ti - ni - lar ka - ri é -
y . . . . . . . . . 3 . 3 jz5c6 . g. dan Si - ra lu -
++_z6x xx.x x xx.x x xx.x x x x xx6x x xx5x x xx6x x xxnx!x x x x xx.x x xx.x x xxjx!x@x xx6x x x x xx.x x xx5x x xxjx3x5x xxnx3x
83
nga
x.x x xxj.c5 5 . 3 . 5 n. 3 . 5 . 3 z3x x xxj2c3 g. Si - ra lu - nga si - ra lu - Ku - ma - wa - a ku - ma - wa –
3 . . z5x x x x xx.x x xx6x x xxj!c6 zn6x x x x xx.x x xx.x x xxj.c3 z3x x x x xx.x x x.x x xxj.c2 nz2x nga ka - wu - la ka - wa ku - ma - wa - wa
x.x x xxj.c3 3 . 3 . 3 n. 2 . z1x x xxj.c2 zj1c2 z1x x xxjx.cy gy ri kan - ta - ka as - ma yu - da A - mi - tra wong su - ka muk- ti
. z1x x xxj.c2 z1x x x x xxj.c2 z1x x xxj.cy nzj1c2 . z2x x xxjx.c3 z1x x x x xxj.c2 z1x x xxj.cy zjn1c2 as - ma yu - da as - ma yu - da jam - bu a - las jam - bu a - las
. . 3 . 3 . 3 n. 2 . z1x x xxj.c2 jz1c2 z1x x xxj.cy gy Ma - nyu - ra ku - da was - ki - tha Jem - pa - na mung - gwèng di - ra - ta
. z1x x xxj.c2 z1x x x x xxj.c2 z1x x xxj.cy nzj1c2 . z2x x xxj.c3 z1x x x x xxj.c2 z1x x xxj.cy zjn1c2 Sun gu - bel - la sun gu - bel - la Ka - pok ma - ra ka - pok ma - ra
. . 3 . 3 . 2 n. 1 . y . t z1x x xxj.c2 gy Ang - ra - sa du - du sa - sa - ma A - mi - tra wong tan - pa la - na (SWK)
. z1x x xxj.c2 z1x x x x xxj.c2 z1x x xxj.cy nzj1c2 . z2x x xxj.c3 z1x x x x xxj.c2 z1x x xxj.cy jnz1c2 Sun gu - bel - la sun gu - bel - la
. . . . . . . n. . . 3 . 3 jz5c6 . g. +_ Ku - ma - wa Kinanthi Duradasih, Ketawang laras sléndro pathet manyura
Buka : Celuk
. z!x xx xj.c@ z6x x xx xj.c5 z5x x xj.c3 z3x x xj.c5 z5x x c6 z5x xx xj.c3 z6xxx xj.c5 zg5x Sa ya ne - ngah dèn - nya a - dus
84
3 3 . . 3 3 5 3 . 6 3 5 6 ! @ g!
x.x xx c3 . . . . . . . . . . . . jz.c! z!x an-dhé
. . ! . ! @ 6 5 3 3 1 2 5 3 2 g1
x.x x xx.x x xx.x x x.x x x x x x.x x xc@ 6 zj5c6 3 3 z1x x xc2 3 z2x x xj.c3 1 la - ra la - ra - né ki - nan - thi
_5 5 . . ! 6 5 3 . 2 . 1 . 2 . gy
. . z5x xx xj.c6 6 z6x xx xj5c3 z3x x x x x xj.c2 z2xx x xj.c3 z1x xx xj.c2 z1x x xjx.cy . Ka - sreg ron - ning ta - ra - té Tun - jung mé - rut nga - nan ngé - Kon - tal pa - te - les - an kén -
2 1 2 3 2 1 2 y 2 1 2 3 2 1 2 gy
y . . . . . . . . . . . . . . . bang ring tir
2 2 . . 2 2 3 2 . 3 . 2 . 1 2 gy
. . y jz1c2 2 2 2 2 jz2c3 3 jz.c2 z2x x x x xx.x x xx.x x xx!x x x6 Ka - sreg ro - ning ta -ra - té - bang an - dhé Tun- jung mé - rut nga-nan ngé-ring an - dhé Kon-tal - pa - té - lés -an ken-tir an - dhé
. . 6 . 6 ! 6 5 3 3 1 2 5 3 2 g1
X x.x x x.x x x.x x xx!x x x x xkx.xjx6x!xc@ 6 zj5c6 3 3 z1x x xxj2c3 3 z2x x xj.c3 1 ti - nu - bing ma - ru - ta ngi - dit dhé - lég nya a - ngrong ing sé - la ri - nang - sang rang - sang tan ké - na
5 5 . . ! 6 5 3 . 2 . 1 . 2 . gy
. . z5x x jx.c6 6 z6x xx jx5c3 z3x x x x x x jx.c2 z2x x jx.c3 z1x x x x jx.c2 z1x xx jx.cy . Ka - gyat de - ning i - wak mo Le - lu - mut - é a - nga - ling - Ci - nan - dhak can - dhak nging - gat -
2 1 2 3 2 1 2 y 2 1 2 3 2 1 2 gy
y . . . . . . . . . . . . . . . lah
85
ngi ti
2 2 . . 2 2 3 2 . 3 . 2 . 1 2 gy >swk
. . y jz1c2 2 2 2 2 jz2c3 3 jz.c2 z2x x x x x.x x xx.x xx!x x x6 Ka - gyat dé– ning i - wak mo - lah an - dhé Le – lu - mut- e a - nga - ling - i an - dhé Ci - nan- dhak can-dhak nging- gat- i an - dhé
. . 6 . 6 ! 6 5 3 3 5 . 1 6 5 g3
x.x x x.x x x.x x x!x x x xkx.xjx6x!x c@ 6 zj5c6 3 jz3c5 z5x xx x.c6 zj5c6 z5x xx jx.c3 3 a - mang- sa ka - la - lar kè - li ka - yu a - pu - né a - na - mar
. . y 1 2 3 5 3 5 5 6 5 3 5 6 g5
. . zj2xk1cyzj1x2x x x x.c3 3 . z3x x x xx jx.c5 z5x xx jx.c6 z5x x x xx xxj.c3 z6x x xjx.c5 5 A - mang - sa ka la - lar kè - li ka - yu a - pu - né a - na - mar
3 3 . . 3 3 5 3 6 ! 6 5 ! 6 5 g3
j.3 3 . . . . . . . . . . . . . . an-dhé
5 5 . . 5 5 6 5 . 6 . 5 . 6 ! g6
. . 5 5 5 5 5 5 jz5c6 6 zj.c5 z5x x x x x.x x xx6x x xx!x x x6 A- mang - sa ka - la - lar kè - li an - dhé ka - yu a - pu - né a - na-mar an - dhé
. . 6 . 6 6 3 2 3 1 2 . 5 3 2 g1 _
. . . . . . 3 2 3 zj1c2 z2x x xjx.c3 3 z2x x xjx.c3 1 Gang-geng i - rim i - rim a - rum Ki - nan - thi si dha - dhal ba - nyu Suwuk :
>. . 6 . 6 ! 6 5 3 3 1 2 5 3 2 g1
x.x x xx.x x xx.x x xx!x x x xkx.xjx6xx c@ 6 zj5c6 3 3 z1x xx xj2c3 3 z2x x xj.c3 1 pan gi - na- yuh ga - yuh tu - na
5 5 . . ! 6 5 3 . 2 . 1 . 2 . gy
. . z5x xx jx.c6 6 z6x x jx5c3 z3x x x jx.c2 z2x x xjx.c3 z1x x xx jx.c2 z1x x jx.cy y A - mu - yeg ma - dya - ning wa - rih
86
Ketawang Kinanthi Duradasih, laras sléndro pathet manyura
g3
3 3 . . 3 3 5 3 . 6 3 5 6 ! @ g!
. . ! . ! @ 6 5 3 3 1 2 5 3 2 g1
_5 5 . . ! 6 5 3 . 2 . 1 . 2 . gy
. 1 2 3 2 1 2 y 2 1 2 3 2 1 2 gy
2 2 . . 2 2 3 2 . 3 . 2 . 1 2 gy
. . 6 . 6 ! 6 5 3 3 1 2 5 3 2 g1
5 5 . . ! 6 5 3 . 2 . 1 . 2 . gy
2 1 2 3 2 1 2 y 2 1 2 3 2 1 2 gy
2 2 . . 2 2 3 2 . 3 . 2 . 1 2 gy >swk
. . 6 . 6 ! 6 5 3 3 5 . 1 6 5 g3
. . y 1 2 3 5 3 5 5 6 5 3 5 6 g5
3 3 . . 3 3 5 3 6 ! 6 5 ! 6 5 g3
5 5 . . 5 5 6 5 . 6 . 5 . 6 ! g6
. . 6 . 6 6 3 2 3 1 2 . 5 3 2 g1 _ Suwuk :
>. . 6 . 6 ! 6 5 3 3 1 2 5 3 2 g1
5 5 . . ! 6 5 3 . 2 . 1 . 2 . gy
87
GENDHING BEKSAN
BEDHAYA ELA-ELA
Pathetan lasem, laras pelog pathet nem.
Lala, ketawang gendhing kethuk 2 kerep minggah Gambirsawit,
kalajengaken ketawang Agung, laras pelog pathet nem.
Buka: Adangiyah t . t . t . t . t . 5 . e t w e gt
. . . . t t . . t t . e t w e nt
. . t e w e t y 2 2 . 3 1 2 3 gg2
. 1 2 6 . . . . @ # @ ! # @ ! n6
@ @ . . @ # @ ! 5 5 . 2 3 5 6 ggg5
. . . 5 @ ! 6 5 @ # @ ! 6 5 3 n5
6 6 . . 6 6 5 6 @ # @ ! 6 5 3 gg5
! ! . . ! @ ! 6 5 4 2 4 2 1 2 n1
5 5 . . 5 6 5 4 6 5 2 3 2 1 2 ggg1
. 1 1 1 2 3 2 1 2 1 2 3 2 1 2 n1
2 2 . 3 1 2 3 2 6 5 3 5 3 2 1 ggg2
. 1 y t . . . . 2 3 2 1 y t e nt
. w w . w e t y 2 2 . 3 1 2 3 ggg2
. 1 y t . . . . 2 3 2 1 y t e nt
. w w . w e t y . 2 . 1 . y . ggt
. . . . t t . . t t . e t w e t
. . t e w e t y . 2 . 1 . y . gt Minggah, (inggahipun Gambirsawit) [ . y . t . 1 . y . 1 . y . 2 . n1
. 2 . 1 . 2 . y . 1 . y . 2 . n1
. 2 . 1 . 6 . 5 . ! . 6 . 4 . n2
. 3 . 5 . 2 . 1 . 2 . 1 . y . gt ]
88
Agung, ketawang laras pelog pathet nem.
[ j6!@ j6!@ j6!@ ! n6 3 5 6 p5 3 2 1 gg2
j32j.3j23j56 j53j21j23n2 1 y . p1 2 3 5 gg3
j53j.5j35j67 j65j32j12n3 . . 2 p3 5 . 6 g5
. . 2 1 . . 2 n1 . . 2 p3 . 1 3 gg2
. 1 . y . t . ne . 1 . py . e . gt
. 2 . 3 . 5 . n3 . . 2 p3 5 . 6 gg5 ]
Kagok, ladrang laras pelog pathet nem.
Buka:
. y 1 2 1 y r t 1 1 . t y 1 2 g1
[ . 1 1 1 t y 2 n1 . 1 1 p1 t y 1 n2
. . 2 n4 5 . 6 p5 6 6 5 n4 2 1 2 ggg1 ]
Ngelik:
5 5 . . 5 5 3 n5 . . 5 p6 7 6 5 n6
. 6 5 p3 2 . 3 n2 . . 2 p4 5 . 6 gg5
7 6 5 6 5 4 2 n1 3 2 1 p2 . 1 y nt
. y 1 p2 1 y t nr 1 1 . pt y 1 2 g1
89
Titilaras gerongan dan cakepan Sindhenan
Beksan Bedhaya La-la
Pathetan lasem, laras pelog pathet nem.
6 6 6 6 6 6 6 6 z6x!c@ @ z#x.x@x!x.x6x5x.x6x5c3 Ga- ra ga - ra ru - ha- ra gur - ni - ta, O
3 5 6 6 6 6 6 6 6 6 z6c5 z5x.x6x5x3x.x2x.x3x5x.x6x5c3 Ba- yu me-ses mu-sus le-sus ma -wa - les - an,
3 5 6 6 6 6 6 6 6 z6c5 z5x.x6x5x3x.c2 har - da mo - lah na ja - jar bu - mi pa - la,
4 z2x.x4x5c6 2 1 z1x2c1 zyx.ct y ma - deg mar - di war - di, O
y 1 2 2 2 2 z2x1cy z1c2 z3x.x2x1x.xyxtx.xyxtce mar - da - pa pi - sar di - peng - rat, O
La-la, ketawang gendhing kethuk 4 kerep minggah Gambirsawit,
kalajengaken ketawang Agung, laras pelog pathet nem.
. . . . . . . . . . . . zjj.c1 jzj2xjk.c3 jzj3xjjk.c2 2 Nge - la e - la
. . zj.c6 6 . . . . . z@x x xj.c# z!x xx xj.c@ z@x x jx.c! 6 an - dhe nge - la e - la
. . @ z@xx x xj.c! z!x jx@c# zj!jkkx.x6xx c5 . 5 z6x xxx xj.c! z!x x jx@c6 5 pa - meng - ku - ning reh sa - pra - ja
. . . . . . . . . z@x x jx.c# z!x xx xj@c! z6x x xj.c5 zj5c6 ri - sang ka - la
. . 6 z6x x xj.c5 z5x jx.c6 6 . z@x x jx.c# z!xx x xj@c! z6x x jxj.jkx5c6 5 pa - wa - ka ro wi - ku ra - ja
. . ! z@x xxx xj.c! z!x x xj@c! 6 . z4x x jx5c2 z4x x xj5c2 z1x xx xj2x3x x xc1 ri - sang Bi - ma ka - la - ni -
1 . 5 z6xx x xj.c5 z6x x xj.c5 4 . . z2x x xj.c3 zj2c3 z2x x x xj.c1 . ra pu - ru - hi - ta pu - ru hi -
1 . . . . z2x x xj.c3 1 . . zjj1c2 z3xx jx.c2 z1x x jx2c3 zj1c2 ta ba - bo mring Sang Dru - na
90
. . 2 z3xx x jx.c1 z2x jx3jkx.c2 z2x x x.x x jx.c6 jz6xjk5c6 z5xx jx.c2 z2x xxj1jkx2c3 z2x min - ta - sam - pur - neng du - ma - dya
x.x x x1x x xyx x ct . . . . . z2x x xj.c3 z1x xx jx2c1 zyx xx xjtcy t Dur - yu - da - na
. 2 . z3x x xj.c2 z1x x xj2c1 y . z2x x xj.c3 z3xx x xj.c2 z1x x xj2c3 2 gi - nu - bel ing pra a - ri - nya
. . jz.c5 5 . . . . . z2x x xj.c3 z1xx x xxjj.xjxjkk2c1 z6xxj.jkx5c6 z5x an - dhe rem - peg tur - e
xj.c6 2 . z3xx x xj.c5 z5x xxj.c6 6 . z2x x xj.c3 z1xx xx xj2c1 zyx x xxjtcy t sa - keh - ing pa - ra ku - ra - wa
. . . . . . . . . . ztxxjyc1 z1xxx x jxj.c2 z2xx x jxj1cy t a - min - ta - a
. . 1 z2xx x xj.c3 z1xxx x xj2c1 zyx x xj.c2 z2x xj.c3 z1x xx xj2c1 zyx xj.kxtcy t pi - tu - lung Sang Dwi - ja - wa - ra
Minggah, (inggahipun Gambirsawit)
. . . . . . . . . z1x x xj2c1 zyx xxx xj1c2 z2x x xj.c3 z1x Pan sam - pur - na No - ra a - na Ngu - la - ta - na
zj.c2 z2xx x xj.c3 z1xx x xj.c2 z2x xj3c1 zyx x xj.c1 z1x x xj2c1 zyx xx xxj1c2 z2x x xj.c3 1 pra - sa - sat ang - ga ja - wa - ta a - ji ing - kang ngung - kul - a - na a - neng wu - kir Can - dra - mu - ka
. . . . . . zj.c5 5 . . zj5c6 z6xx x xj.c5 z4x x xj5c4 2 an - dhe ka - mul - yan - ta
an - dhe pas - thi si - ra
an - dhe dyan u - mang - kat
. z3x x xj5c6 z5xxxx x xj6c2 z2x x xj.c3 z1xxx x xj.c2 z2x xxj.c3 z1x xj.kxyx1xjx2kx.c1 zjykxtcy t a - nglu - wih - i sa - bu - wa - na
da - di ung - gul ing ra - nang- ga
sa - mar - ga i - ngi - ring ba - jra
Peralihan ke ketawang:
. . . . . . . . . . . . . . zj.c5 z5x an- dhe
91
Agung, ketawang laras pelog pathet nem.
x.x x x.x x xj6x!x x@x xxx jx.c# z!x xj@c! 6 . . zj6kx5c6 z5x x xj6kx5c3 z2xxxj1kx2c3 zk1jx2c. ba - bo Sang sa - yeng tyas ba - bo yen wang - sul - a ba - bo mang- ka ke - tang
. . zj2c3 z5x x xj6c3 z2x xj1kkx2c3 z2x x xj1kkx2x1cy y zj2c3 . z3x x xj2c3 z3x ke - tang wa - rah - e sang ra - ka har - da me - rang ring du - ma - dya kang to - ya mar - ta nir - ma - la
x.x x x.x x x5x x x6xx x xj.c5 z6x xk3xj5kjkx6c5 3 . . 2 zj3c5 . z5x xxj6kkx5c6 5 ba - bo tu - hu dar - ma ba - bo su - ka te - mah ba - bo Ba- yu pu - tra
. . zj2c3 1 . . zj2c3 1 . . zj1c2 z3x xx xj.c2 z1xx x xj2c3 z2x ka - man - da - ka - ne Sang Dru - na pa - las - tra ma dyeng sa - mo - dra can-cut ma - le - beng sa - mo - dra
x.x x x.x x x5x x x6xx x xj.kx3c5 z5x xjj.xkk6c5 3 . . zj!c@ 6 . z3x jx6xjxkx5c6 5 ba - bo tu - hu dar - ma ba - bo su - ka te - mah
zj.c3 3 . . . . . . . . . . . . zj.c5 z5x an - dhe an - dhe
BIODATA DIRI
A. IDENTITAS
Nama : Elsa Kurnia Murti
Tempat, Tanggal Lahir : Sukoharjo, 12 September 1995
Jenis Kelamin : Perempuan
Golongan Darah : O
Agama : Islam
Alamat : Gentan Rt. O1 Rw. 01 Gentan Bendosari Sukoharjo 57528
Email : elsakurniamurti@gmail.com
B. RIWAYAT PENDIDIKAN
No NAMA SEKOLAH TAHUN LULUS
1. SD Negeri Gentan 01 2002-2008
2. SMP Negeri 01 Bendosari 2008-2011
3. SMK Negeri 08 Surakarta 2011-2014
4. Institut Seni Indonesia (ISI) Surakarta (Jurusan
Tari)
2014-2018
C. PENGALAMAN BERKESENIAN
Terlibat sebagai penari pendukung ujian Tugas Akhir
Terlibat sebagai penari sesaji dalam acara Wisuda
Terlibat sebagai penari di acara Hari Wayang Dunia
Recommended