View
56
Download
0
Category
Preview:
DESCRIPTION
stroke non hemorargik
Citation preview
STROKE NON HEMORAGIK DENGAN ATRIAL FIBRILASI
STROKE NON HEMORAGIK
PENDAHULUAN
Stroke iskemik merupakan jenis terbanyak dari stroke (70-80%). Gangguan
fungsi jantung akan meningkatkan risiko stroke, seperti penyakit jantung koroner,
penyakit jantung kongestif, penyakit katup, trombus intrakardiak dan atrial fibrilasi.
Emboli kardiogenik berperan pada 20% stroke iskemik setiap tahunnya.1
Studi Framingham mendapatkan peningkatan sebesar 5,6 kali lebih besar
kejadian stroke pada orang dengan atrial fibrilasi. Atrial fibrilasi juga merupakan
penyebab aritmia jantung pada orang tua. Kejadian atrial fibrilasi meningkat dari 0,2
per 1000 di usia 30 – 39 dan menjadi 39,0 per 1000 di usia 80 – 89 tahun.
Berdasarkan analisa 28 rumah sakit di Indonesia, atrial fibrilasi didapatkan pada 5,8%
penderita stroke dan penyakit katup jantung sebesar 3,4%
PENGERTIAN
Pengertian stroke menurut WHO adalah menifestasi klinis dari gangguan
fungsi serebral, baik fokal maupun menyeluruh (global), yang berlangsung dengan
cepat, berlangsung lebih dari 24 jam, atau berakhir dengan maut, tanpa ditemukannya
penyebab selain dari pada gangguan vaskuler.4
Sampai saat ini, stroke didefinisikan menggunakan kriteria klinis saja,
berdasarkan durasi gejala berlangsung 24 jam atau lebih. Bila gejala berlangsung
kurang dari 24 jam, diistilahkan transient ischemic attack (TIA). Gejala neurologis
yang timbul dan akan menghilang dalam waktu lebih dari 24 jam, tetapi tidak lebih
dari seminggu disebut reversible ischemic neurological deficit (RIND). Gejala stroke
yang semakin lama semakin berat dikenal dengan stroke in evolution atau progressive
stroke. Gejala klinis stroke yang sudah menetap disebut stroke komplit.4
Poin – poin penting definisi stroke adalah kelainan saraf yang terjadi sifatnya
mendadak, terdapat gangguan fungsional otak fokal maupun global, disebabkan oleh
gangguan vaskuler di otak. Gejala neurologis fokal adalah gejala – gejala yang
muncul akibat gangguan di daerah yang terlokalisir dan dapat teridentifikasi.
Misalnya, kelemahan unilateral akibat lesi di traktus kortikospinalis. Gangguan non
1
fokal/global misalnya adalah tejadinya gangguan kesadaran sampai koma. Gangguan
neurologis non fokal tidak selalu disebabkan oleh stroke. Ada banyak penyebab lain
yang mungkin menyebabkannya. Oleh karena itu gejala non fokal tidak seharusnya
diinterpretasikan sebagai akibat stroke kecuali bila disertai gangguan neurologis
fokal.1
KLASIFIKASI
Stroke non hemoragik dapat berupa iskemia, emboli, spasme, ataupun thrombus
pembuluh darah otak. Umumnya terjadi setelah beristirahat cukup lama atau bangun
tidur. Tidak terjadi perdarahan, kesadaran umumnya baik dan terjadi proses edema
otak oleh karena hipoksia jaringan otak.
Berdasarkan perjalanan penyakit, stroke non hemoragik dapat diklasifikasikan
menjadi:
o TIA (Trans Ischemic Attack)
Yaitu gangguan neurologist sesaat, beberapa menit atau beberapa jam saja dan
gejala akan hilang sempurna dalam waktu kurang dari 24 jam.
o RIND (Reversible Ischemic Neurological Deficit)
Gangguan neurologis setempat yang akan hilang secara sempurna dalam waktu
1 minggu dan maksimal 3 minggu.
o Stroke in Evolution
Stroke yang terjadi masih terus berkembang dimana gangguan yang muncul
semakin berat dan bertambah buruk. Proses ini biasanya berjalan dalam
beberapa jam atau beberapa hari.
o Complete Stroke
Gangguan neurologis yang timbul bersifat menetap.
FAKTOR RISIKO1,5
Faktor risiko stroke iskemik adalah sebuah karakteristik pada seorang individu
yang mengindikasikan bahwa individu tersebut memiliki peningkatan risiko untuk
kejadian stroke iskemik dibandingkan dengan individu yang tidak memiliki
karakteristik tersebut. Menurut guidelines for the primary prevention of stroke yang
dikeluarkan oleh AHA dan ASA, faktor risiko stroke diklasifikasikan menjadi 3
kelompok :
1. faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi
2
2. faktor risiko yang dapat dimodifikasi dan terdokumentasi baik
3. faktor risiko yang dapat dimodifikasi dan kurang terdokumentasi
A. Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi
1. Usia
Stroke dikenal sebagai penyakit yang sering terjadi pada lansia.
Dengan bertambahnya usia, maka risiko stroke iskemik dan perdarahan
intracerebral juga meningkat, ditunjukkan bahwa risiko stroke iskemik dan
perdarahan intracerebral meningkat 2 kali lipat setiap dekadenya setelah usia
55 tahun.
2. Jenis kelamin
Stroke iskemik dan stroke perdarahan lebih sering terjadi pada pria di
banding wanita, namun perkecualian pada usia 35-44 tahun dan usia >85
tahun, hasil dari suatu penelitian, ditemukan rata – rata kejadian stroke lebih
tinggi pada wanita dibandingkan pada pria. Hipertensi dan penyakit
kardioemboli merupakan faktor risiko independen pada wanita. Pemakaian
alkohol berlebihan, merokok, dan penyakir vaskuler perifer berhubungan
dengan jenis kelamin laki – laki. Wanita ternyata diketahui memiliki
kecacatan stroke yang lebih berat dibanding laki – laki .
3. Berat badan lahir rendah
Angka kematian stroke pada pasien dewasa di Inggris dan Wales tinggi
pada individu dengan riwayat BB lahir rendah. Ibu yang melahirkan BB
lahir rendah biasanya miskin, malnutrisi, memiliki status kesehatan yang
buruk dan secara sosial kurang baik.
4. Ras
Pasien dengan ras negro dan hispanik memiliki angka insidensi stroke
lebih tinggi dan angka mortalitas stroke lebih tinggi dengan ras kulit putih.
Populasi kulit hitam lebih berisiko terkena stroke karena terkait tingginya
prevalensi hipertensi, obesitas dan DM.
5. Faktor genetik
Adanya riwayat keluarga stroke akan meningkatkan risiko stroke 30%.
Kembar monozigot memiliki risiko 1,65 kali lipat dibanding kembar dizigot.
Etiologi stroke yang paling sering terkait faktor genetik adalah stroke
kardioembolik. Peningkatan risiko stroke pada pasien dengan riwayat
3
keluarga yang positif stroke dapat disebabkan oleh berbagai mekanisme,
yaitu sifat genetik faktor risiko stroke yang diturunkan; sifat genetik
kerentanan terhadap faktor risiko yang diturunkan; faktor gaya hidup,
budaya dan lingkungan yang ada dalam keluarga; interaksi faktor genetik
dan faktor lingkungan.
B. Faktor risiko yang dapat diubah dan terdokumentasi dengan baik
1. TIA
Dennis et al. meneliti stroke rekuren pada pasien dengan TIA dan
stroke minor. Setiap kasus yang didiagnosis sebagai stroke pertama kali atau
kejadian TIA di follow up pada 1 bulan, 6 bulan, 1 tahun, dan kemudian
setiap tahunnya dari onset awal. Hasil penelitian menunjukkan bahwa risiko
stroke rekuren dan/atau kematian lebih tinggi pada minor ischemic stroke
(stroke iskemik ringan) walaupun perbedaan yang signifikan hanya pada
kematian.
2. Hipertensi
Hipertensi merupakan faktor risiko terpenting untuk semua tipe stroke,
baik stroke perdarahan maupun stroke infark. Peningkatan risiko stroke
terjadi Tseiring dengan peningkatan tekanan darah. Walaupun tidak ada nilai
pasti korelasi antara peningkatan tekanan darah dengan risiko stroke,
diperkirakan risiko stroke meningkat 1,6 kali setiap peningkatan 10 mmHg
tekanan darah sistolik, dan sekitar 50 % kejadian stroke dapat dicegah
dengan pengendalian tekanan darah.
3. Diabetes
Diabetes mellitus adalah masalah endokrinologi yang menonjol dalam
pelayanan kesehatandan juga sudah terbukti sebagai faktor risiko stroke
dengan peningkatan risiko relatif pada stroke iskemik 1,6 sampai 8 kali dan
pada stroke perdarahan 1,02 hingga 1,67 kali.
4. Atrial Fibrilasi
Atrial fibrilasi (AF) merupakan gangguan irama yang banyak
menyerang pria dewasa, AF ditemukan pada 1–1,5 % populasi di negara –
negara barat dan merupakan salah satu faktor risiko independen stroke.
Prevalensi AF bertambah seiring pertambahan umur, ditemukan 1% pada
usia < 60 tahun tetapi kurang lebih 10% pada usia > 80 tahun. Atrial fibrilasi
4
memiliki kaitan erat dengan kejadian stroke iskemik, bahkan pada atrial
fibrilasi tanpa adanya kelainan katup jantung memiliki risiko 4 – 5 kali lipat
untuk terjadinya stasis thrombus pada atrium kiri yang dapat menyebabkan
emboli ke pembuluh darah otak.
5. Patent foramen ovale
Penelitian meta analisis terhadap penelitian case-control menunjukkan
peningkatan prevalensi patent foramen ovale (PFO) di antara pasien dengan
stroke kriptogenik yang berusia 55 tahun atau lebih muda, dibandingkan
dengan kontrol bebas stroke tetapi tidak di antara pasien yang berusia 55
tahun atau lebih.
6. Stenosis arteri karotis simtomatik
Penelitian terbaru menunjukkan angka kejadian tahunan stroke pada
pasien stenosis arteri karotis asimtomatik yang ditangani secara medis
menunjukkan penurunan mencapai 1 %.
7. Sickle Cell Disease
Sekitar 15 – 25 % pasien dengan sickle cell anemia akan mengalami
TIA atau stroke. Terjadinya stroke, baik stroke infark maupun perdarahan,
lebih sering terjadi pada penderita SSA/SCD dengan risiko sebesar 1% per
tahun. Walaupun risiko stroke menurun pada pasien penyakit sel sabit dengan
transfuse terapi, namun terdapat kemungkinan 50% pasien tersebut menjadi
berisiko tinggi atau terkena stroke apabila terapi tranfusi dihentikan.
8. Dislipidemia
Penderita penyakit jantung coroner atau penderita dengan risiko tinggi
seperti penderita diabetes dianjurkan mendapat tambahan terapi pemberian
statin, di samping modifikasi gaya hidup, untuk mencapai kadar kolesterol
LDL. Kolesterol darah harus diperiksa secara teratur. Penderita dengan
kolesterol darah tinggi (LDL > 150 mg/dl) sebaiknya dikelola dengan
modifikasi pola hidup dan pemberian statin.
9. Obesitas dan distribusi lemak tubuh
Obesitas abdomen adalah sebuah faktor risiko stroke iskemik yang
independen dan potensial pada semua etnis. Obesitas memiliki faktor risiko
yang lebih kuat dibanding BMI dan memiliki dampak yang lebih berbahaya
pada orang yang lebih muda. Prevensi obesitas dan reduksi berat badan
memerlukan penanganan kuat dalam program prevensi stroke.
5
10. Merokok
Merokok dapat meningkatkan terjadinya risiko stroke iskemik dan sub
arachnoid haemorrhage, namun data untuk kejadian perdarahan intracerebral
belum pasti. Studi epidemiologi menunjukkan adanya penurunan kejadian
stroke dengan penghentian merokok. Qureshi et al. meneliti efek merokok di
antara suami terhadap risiko berkembangnya stroke dan stroke iskemik di
antara sampel wanita yang representative secara nasional. Selama rerata
follow up 8,5 tahun, risiko secara signifikan meningkat untuk semua tipe
stroke dan stroke iskemik di antara wanita perokok dengan suami yang
perokok dibandingkan dengan mereka dengan suami yang bukan perokok
setelah menyesuaikan dengan faktor kardiovaskuler semua.
C. Faktor risiko yang dapat diubah dan kurang terdokumentasi
1. Migren
Migren dan penyakit serebrovaskuler memiliki hubungan dalam cara
yang berbeda. Migren merupakan kemungkinan penyebab untuk stroke
seperti dalam migrainous infarction. Nyeri kepala mungkin adalah sebuah
gejala dari penyakit serebrovaskuler dan juga faktor risiko untuk stroke.
Konsep stroke yang dipicu migrain telah digambarkan dengan baik oleh
migrainous infarction , yang telah dijelaskan dengan baik dalam klasifikasi
international headache society (IHS) yang telah direvisi, dan mewakili
gambaran paling kuat hubungan antara stroke iskemik dan migrain.
2. Konsumsi alkohol
Dalam suatu penelitian randomisasi prospektif ditunjukkan bahwa
penurunan konsumsi alkohol berat dapat menurunkan risiko stroke dan tidak
dianjurkan untuk meminum alkohol pada orang yang bukan pengkonsumsi
karena kaitannya dengan ketergantungan alkohol.
3. Penyalahgunaan obat – obatan
Beberapa penyalahgunaan obat – obatan berkaitan dengan kejadian
stroke iskemik dan stroke perdarahan. Namun masih belum terdapat data
yang menyatakan kaitan risiko stroke iskemik terhadap penggunaan spesifik
obat – obat tertentu dan juga belum terdapat penelitian yang menyatakan
penghentian obat – obatan dapat menurunkan risiko stroke.
4. Obstructive sleep apnea (OSA)
6
Sleep apnea berkaitan dengan faktor risiko stroke dan kejadian
kardiovaskuler, bahkan sleep apnea dapat secara independen menjadi faktor
risiko stroke. Dengan penanganan yang tepat terhadap sleep apnea dapat
menurunkan tekanan darah, walaupun begitu belum terdapat studi prospektif
yang menyatakan terapi sleep apnea dapat menurunkan risiko stroke.
5. Hiperhomocysteinemia
Hiperhomocysteinemia berkaitan dengan peningkatan risiko stroke.
Dengan memahami mekanisme bagaimana homosistein dapat menyebabkan
proses atherosclerosis akan membantu mengidentifikasi terapi efektif dan
target terapi dalam menurunkan risiko stroke pada pasien dengan
peningkatan kadar homosistein.
6. Peningkatan lipoprotein (a)
Lipoprotein (a) berkontribusi dalam proses atherogenesis dan berkaitan
dengan peningkatan risiko penyakit serebrokardiovaskuler.
7. Hiperkoagulabilitas
Berdasarkan penelitian La Rue et al, pasien dengan kadar hematokrit
yang tinggi memiliki risiko yang lebih besar untuk terkena infark lakuner,
tetapi tidak untuk stroke oleh karena thrombus atau emboli atau stroke
perdarahan. Diduga kenaikan hematokrit akan meningkatkan viskositas
darah da nada hubungan terbalik antara viskositas dengan aliran darah otak.
8. Inflamasi dan infeksi
a. Hitung leukosit dan monosit
Sebuah metaanalisis terhadap 19 penelitian prospektif melibatkan 7229
pasien yang di follow up selama 8 tahun (rerata) mengungkapkan bahwa,
dibandingkan dengan individu dengan hitung leukosit dalam tertile yang
terendah, tertile yang tertinggi menghasilkan peningkatan risiko IHD.
b. Peningkatan kadar fibrinogen
Penelitian metaanalisis terhadap 3 penelitian prospektif dengan 5113
pasien TIA dan stroke iskemik minor yang di follow up selama 5 tahun
mengungkapkan bahwa kadar fibrinogen pasien di atas median
berhubungan dengan risiko stroke iskemik, dibandingkan dengan kadar
fibrinogen yang berada di bawah median.
c. High-sensitivity C-Reactive protein
7
High sensitivity C-Reactive protein merupakan prediktor independen
untuk stroke, MI dan kematian vaskuler pada individu yang tampak sehat.
9. Polutan udara
Hong et al. telah meneliti hubungan antara polutan udara dengan
stroke. Hasilnya adalah bahwa polutan udara memiliki hubungan yang
signifikan dengan mortalitas stroke iskemik. Penelitian tersebut
menunjukkan sebuah proses patogenik akut dalam sistem serebrovaskuler
yang dipicu oleh polusi udara.
10. Kemampuan filtrasi glomerulus
Penelitian Bos et al. menilai hubungan antara GFR (glomerulus
filtration rate) dan stroke dalam sebuah penelitian kohort berbasis populasi.
Selama rata – rata follow up 10,2 tahun terhadap 586 pasien stroke (338
stroke iskemik, 44 hemoragik, dan 204 tidak disebutkan), peneliti
menemukan tidak ada hubungan antara GFR dan risiko stroke keseluruhan
termasuk risiko stroke iskemik.
ANATOMI PEMBULUH DARAH OTAK6
Dua pertiga depan kedua belahan otak dan struktur subkortikal mendapat
darah dari sepasang arteri karotis interna, sedangkan 1/3 bagian belakang yang
meliputi serebelum, korteks oksipital bagian posterior dan batang otak, memperoleh
darah dari sepasang arteri vertebralis kanan dan kiri yang kemudian bersatu menjadi
arteri basilaris. Kedua arteri utama ini disebut sistem karotis interna dan sistem
vertebrobasiler. Kedua sistem ini beranastomosis membentuk sirkulus arteriosus
Willisi. Sirkulus ini merupakan lingkaran tertutup dan berada di dasar hipotalamus
dan khiasma optikum. Sirkulus ini, mempunyai salah satu cabang yang menjadi arteri
perforata.
8
Trunkus brakhiosefalik muncul dari arkus aorta di belakang manubrium
sternum dan bercabang menjadi a. subklavia kanan dan a. karotis komunis kanan.
Sedangkan a. karotis komunis kiri dan a. subklavia kiri muncul langsung dari arkus
aorta. Arteri karotis komunis kemudian bercabang menjadi a. karotis interna dan a.
karotis eksterna kanan dan kiri. Arteri karotis interna ini selanjutnya bercabang
menjadi arteri serebri anterior dan arteri serebri media.
Arteri serebri anterior memasok darah daerah lobus frontalis dan parietalis,
baik untuk korteks sensorik maupun motorik. Arteri serebri anterior kiri berhubungan
dengan arteri serebri anterior kanan melalui aretri komunikans anterior yang
merupakan bagian sirkulus arteriosus Willisi.
Arteri serebri media yang merupakan arteri terbesar, terbagi dan bercabang
untuk memasok darah sebagian besar daerah permukaan lateral lobus frontalis,
parietalis, dan temporalis.
Arteri vertebralis merupakan percabangan dari arteri subklavia dan masuk ke
dalam rongga tengkorak melalui foramen magnum. Kedua arteri vertebralis kemudian
bersatu menjadi arteri basilaris yang berjalan sepanjang pons varoli. Sebelum bersatu
menjadi arteri basilaris, arteri vertebralis ini mencabangkan arteri spinalis posterior
dan arteri spinalis anterior yang memperdarahi medulla spinalis.
Cabang–cabang arteri basilaris adalah cabang kecil di pons dan arteri
serebelaris anterior inferior yang memperdarahi bagian anterior dan inferior
serebelum. Cabang akhir dan merupakan cabang utama arteri basilaris adalah arteri
9
serebri posterior yang memperdarahi lobus oksipitalis dan cabang arteri serebelaris
superior yang memperdarahi bagian superior serebelum.
PATOGENESIS
Sulit untuk membedakan penyebaran lesi di otak karena trombosis dan karena
emboli, karena pada kebanyakan pasien yang mengalami trombosis pada pembuluh
darah dapat menyebabkan emboli arteri – arteri distal. Biasanya, area iskemik
nantinya akan menjadi pusat asupan pada pembuluh darah yang mengalami oklusi.
Luas dan ukuran infark tergantung pada derajat oklusi, sirkulasi kolateral, dan
reisitensi struktur otak terhadap iskemia.
Iskemia disebabkan oleh adanya penyumbatan aliran darah otak oleh trombus
atau embolus. Trombus umumnya terjadi karena berkembangnya atrosklerosis pada
dinding pembuluh darah, sehingga arteri menjadi tersumbat, aliran darah ke area
thrombus menjadi berkurang, menyebabkan iskemia kemudian menjadi kompleks
iskemia, hingga akhirnya terjadi infark pada jaringan otak. Emboli disebabkan oleh
embolus yang berjalan menuju arteri serebral melalui arteri karotis. Terjadinya blok
pada arteri tersebut menyebabkan iskemia yang tiba-tiba berkembang cepat dan
terjadi gangguan neurologis fokal. Perdarahan otak dapat disebabkan oleh pecahnya
dinding pembuluh darah oleh emboli.
Iskemia otak dapat bersifat fokal atau global. Terdapat perbedaan etiologi
keduanya. Pada iskemik global, aliran otak secara keseluruhan berkurang akibat
penurunan tekanan perfusi, misalnya karena syok irreversibel akibat henti jantung,
perdarahan sistemik yang masif, fibrilasi atrial berat, dan lain-lain. Sedangkan
iskemik fokal terjadi akibat menurunnya tekanan perfusi otak regional. Keadaan ini
disebabkan oleh sumbatan atau pecahnya salah satu pembuluh darah otak di daerah
sumbatan atau tertutupnya aliran darah sebagian atau seluruh lumen pembuluh darah
otak.
Penyebabnya antara lain:
a. Perubahan patologi pada dinding arteri pembuluh darah otak menyebabkan
trombosis yang diawali oleh proses arteriosklerosis di tempat tersebut.
b. Perubahan akibat proses hemodinamik disebabkan oleh tekanan perfusi sangat
menurun karena sumbatan di bagian proksimal pembuluh arteri seperti
sumbatan arteri karotis atau vertebro-basilar.
10
c. Akibat perubahan sifat dari misalnya: anemia sickle-cell, leukemia akut,
polisitemia, hemoglobinopati dan makroglobulinemia.
d. Sumbatan pembuluh akibat emboli daerah proksimal misalnya: trombosis
arteri-arteri, emboli jantung, dan lain-lain.
Sebagai akibat penutupan aliran darah ke bagian otak tertentu, maka terjadi
serangkaian proses patologik pada daerah iskemi. Perubahan ini dimulai di tingkat
seluler, berupa perubahan fungsi dan struktural sel yang diikuti kerusakan pada fungsi
utama serta integritas fisik dari susunan sel, selanjutnya akan berakhir dengan
kematian neuron.
Di samping itu terjadi perubahan milliu ekstraseluler, karena peningkatan PH
jaringan serta kadar gas darah, keluarnya zat neurotransmitter (glutamat) serta
metabolisme sel – sel yang iskemik, disertai kerusakan sawar darah otak (blood brain
barrier).
Pada iskemia otak yang luas, tampak daerah yang tidak homogen akibat
perbedaan tingkat iskemia, yang terdiri dari 3 lapisan (area) yang berbeda:
1. Lapisan inti yang sangat iskemik (ischemic-core) terlihat sangat pucat karena
CBF-nya paling rendah. Tampak degenerasi neuron, pelebaran pembuluh
darah tanpa aliran darah. Kadar asam laktat di daerah ini tinggi dengan PO2
yang rendah. Daerah ini akan mengalami nekrosis.
2. Daerah di sekitar ischemic-core yang CBF-nya juga rendah, tetapi masih lebih
tinggi daripada CBF di ischemic core. Walaupun sel-sel neuron tidak sampai
mati, fungsi sel terhenti, dan menjadi functional paralysis. Pada daerah ini PO2
rendah, PCO2 tinggi dan asam laktat meningkat. Tentu saja terdapat kerusakan
neuron dalam berbagai tingkat, edema jaringan akibat bendungan dengan
dilatasi pembuluh darah dan jaringan berwarna pucat. Astrup menyebutnya
sebagai ischemic penumbra. Daerah ini masih mungkin diselamatkan dengan
resusitasi dan manajemen yang tepat.
3. Daerah di sekeliling penumbra tampak berwarna kemerahan dan edema.
Pembuluh darah mengalami dilatasi maksimal, PCO2 dan PO2 tinggi dan
kolateral maksimal. Pada daerah ini CBF sangat meninggi sehingga disebut
sebagai daerah dengan perfusi berlebihan (luxury perfusion).
11
Gambar 3. Daerah inhomogen akibat iskemia otak
Konsep penumbra iskemia merupakan sandaran dasar pada pengobatan stroke,
karena merupakan manifestasi terdapatnya struktur selular neuron yang masih hidup
dan mungkin masih reversibel apabila dilakukan pengobatan yang cepat. Usaha
pemulihan daerah penumbra dilakukan dengan reperfusi yang harus tepat waktunya
supaya aliran darah kembali ke daerah iskemia tidak terlambat, sehingga neuron
penumbra tidak mengalami nekrosis. Komponen waktu ini disebut sebagai jendela
terapeutik (therapeutic window).
MANIFESTASI KLINIS 7
Berdasarkan vaskularisasi otak, maka gejala klinik stroke dapat dibagi atas 2
golongan besar yaitu:
1. Stroke pada sistem karotis atau stroke hemisferik
2. Stroke pada sistem vertebro-basilar atau stroke fossa posterior
Gejala klinik pada stroke hemisferik
Seperti kita ketahui, daerah otak yang mendapat darah dari a.karotis interna
terutama lobus frontalis, parietalis, ganglia basalis, dan lobus temporalis. Gejala
timbul sangat mendadak berupa hemiparesis, hemihipestesi, bicara pelo, dan lain-lain.
Pada pemeriksaan umum :
Penderita dengan stroke hemisferik jarang mengalami gangguan atau penurunan
kesadaran, kecuali pada stroke yang luas. Hal ini disebabkan karena struktur anatomi
yang menjadi substrat kesadaran yaitu formasio retikularis di garis tengah dan
sebagian besar terletak dalam fossa posterior. Oleh karena itu kesadaran biasanya
kompos mentis, kecuali pada stroke yang luas.
12
Pemeriksaan neurologis :
a. Pemeriksaan saraf otak:
1. Gangguan n.fasialis dan n.hipoglosus: tampak paresis n.fasialis tipe sentral
(mulut mencong) dan paresis n.hipoglosus tipe sentral (bicara pelo) disertai
deviasi lidah ke arah lesi bila lidah dikeluarkan.
2. Gangguan konjugat pergerakan bola mata antara lain deviasi konjugae, gaze
paresis ke kiri atau ke kanan, dan hemianopia. Gangguan lapangan pandang;
tergantung letak lesi dalam jarak perjalanan visual, hemianopia kongruen atau
tidak.
b.Pemeriksaan motorik:
Hampir selalu terjadi kelumpuhan sebelah anggota badan (hemiparesis). Dapat
dipakai sebagai patokan bahwa jika ada perbedaan kelumpuhan yang nyata
antara lengan dan tungkai hampir dipastikan bahwa kelainan aliran darah otak
berasal dari daerah hemisferik (kortikal), sedangkan jika kelumpuhan sama berat
gangguan aliran darah dapat terjadi di subkortikal atau pada daerah vertebro-
basilar.
c.Pemeriksaan sensorik:
Dapat terjadi hemisensorik tubuh. Oleh karena bangunan anatomik yang
terpisah, gangguan motorik berat dapat disertai gangguan sensorik ringan atau
gangguan sensorik berat disertai dengan gangguan motorik ringan.
d.Kelainan fungsi luhur:
Kelainan yang paling sering tampak adalah disfasia campuran karena penderita
tak mampu berbicara atau mengeluarkan kata-kata dengan baik dan tidak
mengerti apa yang dibicarakan orang kepadanya. Selain itu dapat juga terjadi
agnosia, apraksia dan sebagainya.
Gejala klinik stroke vertebro-basilar
Beberapa gejala klinik yang bisa terjadi pada stroke sistem vertebro-basilar:
1. Penurunan kesadaran yang cukup berat (dengan diagnosis banding infark
supratentorial luas), dalam hal ini yang terkena adalah formasio retikularis.
2. Kombinasi berbagai saraf otak yang terganggu disertai vertigo, diplopia dan
gangguan bulbar.
13
3. Kombinasi beberapa gangguan saraf otak dan gangguan long-tract sign:
vertigo disertai paresis keempat anggota gerak (ujung-ujung distal). Jika
ditemukan long-tract sign pada kedua sisi maka penyakit vertebro-basilar
hampir dapat dipastikan.
4. Gangguan bulbar juga hampir pasti disebabkan oleh stroke vertebro-basilar.
Beberapa ciri khusus lain adalah parestesia perioral, hemianopia altitudinal
dan skew deviation.
DIAGNOSIS STROKE 1,7
1.Anamnesis
Pada anamnesis akan ditemukan kelumpuhan anggota gerak sebelah
badan, mulut mencong atau bicara pelo, dan tidak dapat berkomunikasi dengan
baik. Keadaan ini timbul sangat mendadak, dapat sewaktu bangun tidur, mau
sholat, selesai sholat, sedang bekerja atau sewaktu beristirahat.
Selain itu perlu ditanyakan pula faktor-faktor risiko yang menyertai stroke
misalnya peyakit kencing manis, darah tinggi dan penyakit jantung, serta obat-
obat yang sedang dipakai. Selanjutnya ditanyakan pula riwayat keluarga dan
penyakit lainnya.
2. Pemeriksaan fisik
Setelah penentuan keadaan kardiovaskular penderita serta fungsi vital
seperti tekanan darah kiri dan kanan, nadi, pernafasan, tentukan juga tingkat
kesadaran penderita. Jika kesadaran menurun, tentukan skor dengan skala koma
Glasgow agar pemantauan selanjutnya lebih mudah. Perhatikan pola pernafasan
penderita untuk menentukan fungsi lesi di otak untuk dimonitor. Apakah terdapat
pernafasan cheyne stokes, hiperventilasi neurogen, kluster, apneustik atau ataksik.
Tentukan berat kerusakan neurologis yang terjadi, disertai pemeriksaan saraf-saraf
otak, motorik dan apakah fungsi komunikasi baik atau adakah disfasia.
3. Pemeriksaan Penunjang
a. Laboratorium: meliputi pemeriksaan darah rutin, kimia darah lengkap, gula
darah sewaktu, ureum, kreatinin, asam urat, fungsi hati, dan profil lipid.
Pemeriksaan hemostasis meliputi: waktu protrombin, APTT, kadar fibrinogen,
D-dimer, INR, Viskositas plasma. Pemeriksaan tambahan seperti protein S,
protein C, ACA dan homosistein dilakukan atas indikasi.
14
b. Pemeriksaan kardiologi: pemeriksaan elektrokardiografi, ekhokardiografi
terutama Transesofageal echocardiography (TEE) dapat diminta untuk
visualisasi emboli kardial.
c. Pemeriksaan radiologi: yang paling penting adalah
1. X-foto thoraks: dapat memperlihatkan keadaan jantung, apakah terdapat
pembesaran ventrikel kiri yang merupakan salah satu tanda hipertensi
kronis. Selain itu dapat mengidentifikasi kelainan paru yang potensial
mempengaruhi oksigenasi serebral dan dapat memperburuk prognosis.
2. CT sken otak: diagnosis jenis patologi stroke dapat ditentukan dengan
gold standard (baku emas) menggunakan pemeriksaan CT scan kepala. CT
scan otak segera memperlihatkan perdarahan intraserebral. Pemeriksaan
ini sangat penting karena perbedaan manajemen perdarahan otak dan
infark otak. Pada infark otak, pemeriksaan CT sken otak mungkin tidak
memperlihatkan gambaran jelas jika dikerjakan pada hari-hari pertama,
biasanya tampak setelah 72 jam serangan, kenali menggunakan Diffuse
Weighted Imaging (DWI) MRI. Segera tampak iskemik di serebral.
Perdarahan/infark di batang otak sangat sulit diidentifikasi, oleh karena itu
perlu dilakukan pemeriksaan MRI untuk memastikan proses patologik di
batang otak.
PENATALAKSANAAN 3,6
Terapi medik stroke merupakan intervensi medik dengan tujuan mencegah
meluasnya proses sekunder dengan penyelamatan neuron – neuron di daerah
penumbra serta restorasi fungsi neurologik yang hilang.
Pengobatan medik yang spesifik dilakukan dengan dua prinsip dasar yaitu :
a. Pengobatan medik untuk memulihkan sirkulasi otak di daerah yang terkena
stroke, kalau mungkin sampai keadaan sebelum sakit. Tindakan pemulihan
sirkulasi dan perfusi jaringan otak disebut sebagai terapi perfusi.
b. Untuk tujuan khusus ini digunakan obat – obat yang dapat menghancurkan
emboli atau trombus pada pembuluh darah.
Terapi trombolisis
Pemakaian r-TPA (recombinant-Tissue Plasminogen Activator) yang
diberikan pada penderita stroke akut dengan syarat – syarat tertentu baik intravena
maupun intra arterial kurang dari 3 jam setelah awitan (onset) stroke. Diharapkan
15
dengan pengobatan ini, terjadi penghancuran trombus dan reperfusi jaringan otak dan
perubahan ireversibel pada otak yang terkena, terutama daerah penumbra.
Terapi medik lain
a. Terapi reperfusi adalah pemberian antikoagulan pada stroke iskemik akut. Obat -
obatan yang diberikan adalah heparin atau heparinoid. Obat ini diharapkan akan
memperkecil trombus yang terjadi dan mencegah pembentukan trombus baru.
b. Pengobatan anti platelet pada stroke akut
Pengobatan dengan obat antiplatelet pada fase akut stroke, baru – baru ini sangat
dianjurkan. Uji klinis aspirin pada IST (International stroke trial) dan CAST
(Chinese aspirin stroke trial), bahwa pemberian aspirin pada fase akut
menurunkan frekuensi stroke berulang dan menurunkan mortalitas penderita
stroke akut.
c. Obat – obat defibrinasi
Mempunyai efek terhadap defibrinasi, mengurangi viskositas darah dan efek
antikoagulasi. Efek samping berupa perdarahan otak merupakan hal - hal yang
menghalangi penggunaan obat ini, tetapi sampai sekarang masih diteliti
d. Terapi Neuroproteksi
Obat yang mencegah dan memblok proses yang menyebabkan kematian sel – sel
terutama di daerah penumbra. Obat – obat ini berperan dalam menginhibisi dan
mengubah reversibilitas neuronal yang terganggu akibat kaskade iskemik.
Termasuk dalam kaskade ini adalah kegagalan homeostasis kalsium, produksi
berlebih radikal bebas, disfungsi neurotransmitter, edema serebral, reaksi
inflamasi oleh leukosit, dan obstruksi mikrosirkulasi.
Penatalaksanaan khusus stroke iskemik
a. Pengobatan terhadap hipertensi pada stroke akut
Pada pasien stroke iskemik akut, tekanan darah diturunkan sekitar 15 % (sistolik
maupun diastolik) dalam 24 jam pertama setelah awitan apabila tekanan darah
sistolik > 220 mmHg atau tekanan darah diastolik > 120 mmHg. Pada pasien
stroke iskemik akut yang akan diberikan terapi trombolitik (rtPA), tekanan darah
diturunkan hingga tekanan darah sistolik < 185 mmHg dan diastolik < 110
mmHg.
16
b. Pemberian obat yang dapat menyebabkan hipertensi tidak direkomendasikan
diberikan pada kebanyakan pasien stroke iskemik.
c. Pengobatan terhadap hiperglikemi atau hipoglikemi
d. Strategi untuk memperbaiki aliran darah dengan mengubah reologik darah secara
karakteristik dengan meningkatkan tekanan perfusi tidak direkomendasikan
e. Pemberian terapi trombolisis pada stroke akut. Fibrinolisis dengan rTPA secara
umum memberikan keuntungan reperfusi dari lisisnya trombus dan perbaikan sel
serebral yang bermakna. Pemberian IV rTPA dosis 0,9 mg/kgbb ( maksimum 90
mg ), 10 % dari dosis total diberikan sebagai bonus inisial,dan sisanya diberikan
sebagai infus selama 60 menit, terapi tersebut harus diberikan dalam rentang
waktu 3 jam dari onset
f. Pemberian antikoagulan :
- antikoagulasi urgent tidak direkomendasikan pada penderita dengan stroke
akut sedang sampai berat karena meningkatnya risiko komplikasi
perdarahan intrakranial.
- inisiasi pemberian terapi antikoagulan dalam jangka waktu 24 jam
bersamaan dengan pemberian intravena rTPA tidak direkomendasikan.
g. Pemberian antiplatelet :
- pemberian aspirin dengan dosis awal 325 mg dalam 24 jam sampai 48 jam
setelah awitan stroke dianjurkan untuk setiap stroke iskemik akut.
- aspirin tidak boleh digunakan sebagai pengganti tindakan intervensi akut
pada stroke
- jika direncanakan pemberian trombolitik, aspirin jangan diberikan
- penggunaan aspirin sebagai adjunctive therapy dalam 24 jam setelah
pemberian obat trombolitik tidak direkomendasikan
h. Pemakaian vasodilator seperti pentoksifilin tidak dianjurkan dalam terapi stroke
iskemik.
Fisioterapi
Dalam manajemen stroke akut, fisioterapi memiliki prosedur pelaksanaan
yang selalu mengikuti proses fisioterapi. Proses fisioterapi tersebut, meliputi
pemeriksaan, identifikasi masalah, tujuan, dan program fisioterapi yang kemudian
akan diikuti oleh tatalaksana, evaluasi dan dokumentasi.
17
Prinsip penatalaksanaan fisioterapi pada stroke adalah reedukasi gerakan otot,
yang nantinya diharapkan menjadi reedukasi fungsi otot. Dalam penatalaksanaan
fisioterapi, pelaksanaan program latihan dibagi menjadi tiga tahapan yaitu :
a. Rehabilitasi I : latihan di tempat tidur
b. Rehabilitasi II : latihan keluar dari tempat tidur
c. Rehabilitasi III : latihan di luar tempat tidur yang meliputi : duduk di kursi,
belajar berdiri, belajar berjalan.
ATRIAL FIBRILASI
DEFINISI
Atrial fibrilasi adalah suatu gangguan pada jantung (aritmia) yang ditandai
dengan ketidakteraturan irama denyut jantung dan peningkatan frekuensi denyut
jantung, yaitu sebesar 350-650 x/menit. Pada dasarnya atrial fibrilasi merupakan suatu
takikardi supraventrikuler dengan aktivasi atrial yang tidak terkoordinasi dan
deteriorisasi fungsi mekanik atrium. Keadaan ini menyebabkan tidak efektifnya
proses mekanik atau pompa darah jantung
KLASIFIKASI
Menurut AHA (American Heart Association), klasifikasi dari atrial fibrilasi
dibedakan menjadi 4 jenis, yaitu:
A. AF deteksi pertama
Semua pasien dengan AF selalu diawali dengan tahap AF deteksi pertama. Tahap
ini merupakan tahapan dimana belum pernah terdeteksi AF sebelumnya dan baru
pertama kali terdeteksi.
B. Paroksismal AF
AF yang berlangsung kurang dari 7 hari atau AF yang mempunyai episode pertama
kali kurang dari 48 jam dinamakan dengan paroksismal AF. AF jenis ini juga
mempunyai kecenderungan untuk sembuh sendiri dalam waktu kurang dari 24 jam
tanpa bantuan kardioversi
C. Persisten AF
18
AF yang sifatnya menetap dan berlangsung lebih dari 48 jam tetapi kurang dari 7
hari. Berbeda dengan paroksismal AF, persisten AF perlu penggunaan dari
kardioversi untuk mengembalikan irama sinus kembali normal.
D. Kronik/permanen AF
AF yang sifatnya menetap dan berlangsung lebih dari 7 hari. Pada permanen AF,
penggunaan kardioversi dinilai kurang berarti, karena dinilai cukup sulit untuk
mengembalikan ke irama sinus yang normal.
AF juga sering diklasifikasikan menurut lama waktu berlangsungnya, yaitu AF
akut dan AF kronik. AF akut dikategorikan menurut waktu berlangsungnya atau onset
yang kurang dari 48 jam, sedangkan AF kronik sebaliknya, yaitu AF yang
berlangsung lebih dari 48 jam.
ETIOLOGI
Etiologi yang terkait dengan AF terbagi menjadi beberapa faktor-faktor, diantaranya
adalah:
a. Peningkatan tekanan/resistensi atrium
1.Penyakit katup jantung
2.Kelainan pengisian dan pengosongan ruang atrium
3.Hipertrofi jantung
4.Kardiomiopati
5.Hipertensi pulmo (chronic obstructive pulmonary disease dan
cor pulmonal chronic)
6.Tumor intracardiac
b. Proses infiltratif dan inflamasi
1.Pericarditis/miocarditis
2.Amiloidosis dan sarcoidosis
3.Faktor peningkatan usia
c. Proses infeksi
1.Demam dan segala macam infeksi
d. Kelainan Endokrin
1.Hipertiroid
2.Feokromositoma
19
e. Neurogenik
1.Stroke
2.Perdarahan subarachnoid
f. Iskemik Atrium
1.Infark myocardial
g. Obat-obatan
1.Alkohol
2.Kafein
h. Keturunan/genetik
TANDA DAN GEJALA
Pada dasarnya AF, tidak memberikan tanda dan gejala yang khas
pada perjalanan penyakitnya. Umumnya gejala dari AF adalah peningkatan
denyut jantung, ketidakteraturan irama jantung dan ketidakstabilan hemodinamik.
Disamping itu, AF juga memberikan gejala lain yang diakibatkan oleh penurunan
oksigenisasi darah ke jaringan, seperti pusing, kelemahan,kelelahan, sesak nafas dan
nyeri dada. Tetapi, lebih dari 90% episode dari AF tidak menimbulkan gejala-gejala
tersebut
FAKTOR RESIKO
Beberapa orang mempunyai faktor resiko terjadinya AF, diantaranya adalah :
a. Diabetes Melitus
b. Hipertensi
c. Penyakit Jantung Koroner
d. Penyakit Katup Mitral
e. Penyakit Tiroid
f. Penyakit Paru-Paru Kronik
g. Post Operasi jantung
h. Usia 60 tahun
i. Life Style
20
PATOFISIOLOGI
Mekanisme AF terdiri dari 2 proses, yaitu proses aktivasi lokal dan multiple
wavelet reentry. Proses aktivasi lokal bisa melibatkan proses depolarisasi tunggal atau
depolarisasi berulang. Pada proses aktivasi lokal, fokus ektopik yang dominan adalah
berasal dari vena pulmonalis superior. Selain itu, fokus ektopik bisa juga berasal dari
atrium kanan, vena cava superior dan sinus coronarius. Fokus ektopik ini
menimbulkan sinyal elektrik yang mempengaruhi potensial aksi pada atrium dan
menggangu potensial aksi yang dicetuskan oleh nodus SA
Sedangkan multiple wavelet reentry, merupakan proses potensial aksi yang
berulang dan melibatkan sirkuit/jalur depolarisasi. Mekanisme multiple wavelet
reentry tidak tergantung pada adanya fokus ektopik seperti pada proses aktivasi lokal,
tetapi lebih tergantung pada sedikit banyaknya sinyal elektrik yang mempengaruhi
depolarisasi. Pada multiple wavelet reentry,sedikit banyaknya sinyal elektrik
dipengaruhi oleh 3 faktor, yaitu periode refraktori, besarnya ruang atrium dan
kecepatan konduksi. Hal ini bisa dianalogikan, bahwa pada pembesaran atrium
biasanya akan disertai dengan pemendekan periode refractory dan penurunan
kecepatan konduksi. Ketiga faktor tersebutlah yang akan meningkatkan sinyal elektrik
dan menimbulkan peningkatan depolarisasi serta mencetuskan terjadinya AF
PENATALAKSANAAN
Sasaran utama pada penatalaksanaan AF adalah mengontrol ketidakteraturan
irama jantung, menurunkan peningkatan denyut jantung dan menghindari/mencegah
adanya komplikasi tromboembolisme. Kardioversi merupakan salah satu
penatalaksanaan yang dapat dilakukan untuk AF. Menurut pengertiannya, kardioversi
sendiri adalah suatu tata laksana yang berfungsi untuk mengontrol ketidakteraturan
irama dan menurunkan denyut jantung. Pada dasarnya kardioversi dibagi menjadi 2,
yaitu pengobatan farmakologi (Pharmacological Cardioversion) dan pengobatan
elektrik (Electrical Cardioversion)
a) Mencegah pembekuan darah (tromboembolisme). Pencegahan pembekuan darah
merupakan pengobatan untuk mencegah adanya komplikasi dari AF. Pengobatan yang
digunakan adalah jenis antikoagulan atau antitrombosis, Hal ini dikarenakan obat
ini berfungsi mengurangi resiko dari terbentuknya trombus dalam pembuluh darah
21
serta cabang-cabang vaskularisasi. Pengobatan yang sering dipakai untuk mencegah
pembekuan darah terdiri dari berbagai macam,diantaranya adalah :
1. Warfarin
Warfarin termasuk obat golongan antikoagulan yang berfungsi
dalam proses pembentukan sumbatan fibrin untuk mengurangi atau
mencegah koagulasi.
Warfarin diberikan secara oral dan sangat cepat diserap hingga mencapai
puncak konsentrasi plasma dalam waktu ± 1 jam dengan bioavailabilitas
100%.
Warfarin di metabolisme dengan cara oksidasi (bentuk L) dan reduksi
(bentuk D), yang kemudian diikuti oleh konjugasi glukoronidasi dengan
lama kerja ± 40 jam.
2. Aspirin
Aspirin secara irreversibel menonaktifkan siklo-oksigenase dari trombosit
(COX2) dengan cara asetilasi dari asam amino serinterminal. Efek dari
COX2 ini adalah menghambat produksi endoperoksida dan tromboksan
(TXA2) di dalam trombosit. Hal inilah yang menyebabkan tidak
terbentuknya agregasi dari trombosit. Tetapi, penggunaan aspirin dalam
waktu lama dapat menyebabkan pengurangan tingkat sirkulasi dari faktor-
faktor pembekuan darah,terutama faktor II, VII, IX dan X.
b) Mengurangi denyut jantung
Terdapat 3 jenis obat yang dapat digunakan untuk menurunkan peningkatan
denyut jantung, yaitu obat digitalis, β-blocker dan antagonis kalsium. Obat-obat
tersebut bisa digunakan secara individual ataupun kombinasi.
1. Digitalis
Obat ini digunakan untuk meningkatkan kontraktilitas jantung dan
menurunkan denyut jantung. Hal ini membuat kinerja jantung menjadi lebih
efisien. Disamping itu, digitalis juga memperlambat sinyal elektrik yang
abnormal dari atrium ke ventrikel. Hal ini mengakibatkan peningkatan
pengisian ventrikel dari kontraksi atrium yang abnormal.
2. β-blocker
Obat β-blocker merupakan obat yang menghambat efek sistem saraf
simpatis. Saraf simpatis pada jantung bekerja untuk meningkatkan denyut
22
jantung dan kontraktilitas jantung. Efek ini akan berakibat dalam efisiensi
kinerja jantung.
3. Antagonis Kalsium
Obat antagonis kalsium menyebabkan penurunan kontraktilitas jantung
akibat dihambatnya ion Ca2+ dari ekstraseluler ke dalam intraseluler
melewati Ca2+ channel yang terdapat pada membran sel
c) Mengembalikan irama jantung
Kardioversi merupakan salah satu penatalaksanaan yang dapat dilakukan
untuk mengembalikan keteraturan irama jantung. Menurut pengertiannya,kardioversi
sendiri adalah suatu tata laksana yang berfungsi untuk mengontrol ketidakteraturan
irama dan menurunkan denyut jantung. Pada dasarnya kardioversi dibagi menjadi 2,
yaitu pengobatan farmakologi(Pharmacological Cardioversion) dan pengobatan
elektrik (Electrical Cardioversion).
1. Pharmacological Cardioversion(Anti-aritmia)
a.Amiodarone
b.Dofetilide
c.Flecainide
d.Ibutilide
e.Propafenone
f.Quinidine
2 Electrical Cardioversion
Suatu teknik memberikan arus listrik ke jantung melalui dua pelat logam
(bantalan) ditempatkan pada dada. Fungsi dari terapi listrik ini adalah
mengembalikan irama jantung kembali normal atau sesuai dengan NSR
(nodus sinus rhythm)
3. Operatif
a.Catheter ablation
Prosedur ini menggunakan teknik pembedahan dengan membuat sayatan
pada daerah paha. Kemudian dimasukkan kateter ke dalam pembuluh darah
utama hingga masuk kedalam jantung. Pada bagian ujung kateter terdapat
elektroda yang berfungsi menghancurkan fokus ektopik yang bertanggung
jawab terhadap terjadinya AF.
b.Maze operation
23
Prosedur maze operation hampir sama dengan catheter ablation, tetapi
pada maze operation, akan mengahasilkan suatu labirin yang berfungsi
untuk membantu menormalitaskan system konduksi sinus SA.
c.Artificial pacemaker
Artificial pacemaker merupakan alat pacu jantung yang ditempatkan di
jantung, yang berfungsi mengontrol irama dan denyut jantung
PENILAIAN CHADS
CHADS skor adalah suatu prediksi klinis untuk memperkirakan risiko stroke
pada pasien dengan fibrilasi atrium (AF), yang umum dan terkait dengan
tromboemboli. Hal ini digunakan untuk menentukan perlu atau tidaknya tindakan
yang diperlukan dengan antikoagulasi atau terapi antiplatelet, sejak AF dapat
menyebabkan stasis darah di jantung, mengarah ke pembentukan trombus yang dapat
masuk ke dalam aliran darah, mencapai otak, memotong pasokan ke otak, dan
menyebabkan stroke. Sebuah skor CHADS yang tinggi sesuai dengan risiko yang
lebih besar terkena stroke, sementara skor CHADS rendah sesuai dengan risiko lebih
rendah terkena stroke.
Table CHADS Skor
24
CHADSVASc skor adalah penyempurnaan dari CHADS skor dan meluas
kedua dengan memasukkan faktor tambahan risiko umum stroke, seperti dibahas di
bawah. Maksimum CHADS skor adalah 6, sedangkan CHADSVASc maksimal skor
adalah 9.
Tabel CHADSVASc Sko
25
Recommended