View
20
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
Tingkat Efisiensi dan Efektifitas Pupuk Hayati dalam Mensubstitusi Pupuk
Nitrogen dan Fosfor pada Tanaman Jagung
Efficiency and Effectiveness Rate of the Application of Biofertilizer on Nitrogen
and Phosphorus Substitution at the Maize (Zea mays L.)
Wawan Satriawan*(wsatriawan30@yahoo.co.id); SofiyaHasani**,
*Jurusan Agroteknologi, Fakultas Sains dan Teknologi, UIN Sunan Gunung Djati
Bandung. Jl. A.H. Nasution 105 Bandung 40614
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkatefisiensi substitusi relatif pupuk
hayati pada tanaman jagung. Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei - September 2015
di kebun percobaan Universitas Padjadjaran, Jatinangor, Sumedang.Metode penelitian
menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK): A=tanpa pemupukan, B=100% NP,
C=100% NP + pupuk hayati 50 kg ha-1
, D=75% NP + pupuk hayati 50 kg ha-1
, E=50%
NP + pupuk hayati 50 kg ha-1
, F=25% NP + pupuk hayati 50 kg ha-1
, G=75% NP +
pupuk hayati 100 kg ha-1
, H=50% NP + pupuk hayati 100 kg ha-1
, I=25% NP + pupuk
hayati 100 kg ha-1
. Parameter pengamatan terdiri atas tinggi tanaman, jumlah daun,
berat tongkol berkelobot, berat tongkol tanpa kelobot, berat 100 biji, hasil, relative
agronomi effectiveness (RAE) dan efisiensi substitusi relatif (ESR). Hasil penelitian
menunjukkan bahwa pemberian pupuk hayati pada dosis pupuk NP yang lebih rendah
dari rekomendasi belum mampu meningkatkan semua parameter pertumbuhan dan
hasil. Efektivitas pupuk hayati masih rendah (RAE<100%). Pemberian pupuk hayati
100 kg ha-1
dapat mengefisienkan penggunaan pupuk NP sampai 17% pada tanaman
jagung (ESR=17%).
Kata kunci: Efisiensi (ESR),RAE, pemupukan, pupuk hayati.
Abstract
The research aimed to determine the relative substitution efficiency rate of
biofertilizer in maize. The research conducted in May-September 2015 at experimental
garden of Padjadjaran University, Jatinangor, Sumedang. The experiment used
randomized block design (RAK): A=without fertilization, B=100% NP, C=100% NP +
biofertilizer 50 kg ha-1
, D=75% NP + biofertilizer 50 kg ha-1
, E=50% NP + biofertilizer
50 kg ha-1
, F=25% NP + biofertilizer 50 kg ha-1
, G=75% NP + biological fertilizer 100
kg ha-1
, H=50% NP + biofertilizer 100 kg ha-1
, I=25% NP + biological fertilizer 100 kg
ha-1
.Parameter observations consist of plant height, number of leaves, cobs weight with
husk, cobs weight without husk, 100 seeds weight, yield, relative agronomic
effectiveness (RAE) and relative substitution efficiency (RSE). The results showed that
the biofertilizer at doses lower NP fertilizer of the recommendations have not been able
to increase all parameters of the growth and yield. The effectiveness of biofertilizer
remained low (RAE <100%). Application of biofertilizer of 100 kg ha-1
can minimize
the use of fertilizers NP until 17% in maize (ESR = 17%).
Key words :biofertilizer,fertilizer, relatif substitution efficiency (ESR),
Pendahuluan
Subandi (2012) mengatakan “Even if the we get over the present crisis, future
crisis are likely to be much more severe. Expensive food or severe food shortages will
topple governments unrests will follow, and the life of religious may be shaken, the faith
may lose as Prophet Muhammad saying:
ن الكفر عوذ ب ك م قول اللهم إ ني أ ان ي نه ك
لم أ س ل يه و ع لى للا ص سول للا ر
م ع ن ق ال ن ل عد ي جل و الف قر ف ق ال ر و
Kekurangan bahan makanan demikian hebat dampaknya, sehingga
perludilakukan upaya peningkatan produksi bahan pangan.
Jagung merupakan bahan pangan kedua setelah beras yang banyak dikonsumsi oleh
masyarakat Indonesia. Jagung memiliki karbohidrat yang cukup untuk kebutuhan tubuh.
Jagung memiliki kandungan protein (9,5%), lebih tinggi dibandingkan beras (7,4%).
Jagung memiliki sejumlah vitamin atau zat yang berfungsi spesifik seperti beta-karoten
dan xantofil. Aini (2013) menyatakan bahwa jagung memiliki indeks glikemik yang
relatif rendah (baik untuk penderita diabetes). Keunggulan spesifik inilah yang
membuat jagung sering dijadikan pangan fungsional.
Pemanfaatan jagung semakin berkembang dari tahun ke tahun. Jagung tidak hanya
sebagai bahan pangan, tetapi jagung juga dimanfaatkan untuk industri pangan, pakan,
farmasi, dan bioenergi. Hal ini membuat permintaan jagung terus meningkat, terutama
jagung untuk pakan. Ditjen Tanaman Pangan (2015) menyatakan bahwa kebutuhan
jagung nasional pada tahun 2015 diprediksi meningkat menjadi 22 juta ton. Produksi
jagung pakan pada tahun 2014 hanya 12,2 juta ton. Sementara menurut Subagyo (2014),
kebutuhan jagung pakan tahun 2014 sebesar 14,7 juta ton. Untuk itu pemerintah
melakukan impor untuk memenuhi kebutuhan jagung.
Upaya peningkatan produksi jagung masih menghadapi berbagai kendala dan
masalah, baik secara teknis maupun non teknis. Salah satu masalah tersebut berkaitan
dengan praktek pemupukan. Sebagian besar petani belum menggunakan prinsip
pemupukan sesuai rekomendasi sehingga produktivitas hasil tidak maksimal sesuai
potensi (Ditjen Tanaman Pangan, 2015). Selain itu sering kali kegiatan pemupukan
tidak didasari oleh kebutuhan hara tanaman dan ketersediaan hara dalam tanah.
Pemupukan yang berlebihan akan membuat kesuburan tanah berkurang dan
pemupukan menjadi tidak efisien. menyatakan bahwa pemupukan nitrogen yang
melebihi kebutuhan tanaman dapat menyebabkan terjadinya akumulasi nitrat
(Widowati, 2009). Sementara itu pemberian fosfor yang terus -menerus setiap musim
tanam mengakibatkan penimbunan residu pupuk P dan meningkatkan status P tanah
(Kasno,2009). Hal ini akan membuat tanah menjadi tidak sehat.
Dalam pertanian yang memanen sejumlah besar massa (hasil generative & bulk
vegetative) banyak hara yang terangkat keluar dari lahan perlu dilakukan pemupukan
sebagaimana pendapat Subandi (2012c) “Applying fertilizer is a must in agronomic
point of view, specially in soil with less fertile due to scarce nutrients or unbalanced
nutrition. Volumeous biomass harvested from ramie shrub has consumed a large
amount of nutrients from soil”
Penurunan kesuburan tanah dan efisiensi pemupukan menjadi perhatian beberapa
pihak. Keadaan ini membuat adanya kesadaran untuk melakukan pemupukan yang
berorientasi pada efisiensi dan pengurangan penggunaan bahan-bahan sintetis seperti
pupuk anorganik. Upaya untuk mewujudkan hal tersebut dapat dilakukan dengan
penggunaan pupuk hayati.
Pupuk hayati merupakan kumpulan satu atau lebih jenis mikroba yang memiliki
karakter fungsional, disatukan dalam bahan pembawa dan ditujukan sebagai pupuk.
Pupuk hayati yang terdiri atas satu jenis mikroba disebut pupuk hayati tunggal.
Sedangkan pupuk hayati yang terdiri atas beberapa mikroba disebut pupuk hayati
majemuk. Beberapa mikroba yang telah diproduksi dan dikomersialkan sebagai pupuk
hayati majemuk di antaranya Azospirillum lipoverum, Azotobakter beijerinckii,
Aeromonas punctata dan Aspergillus niger. Azospirillum lipoverum merupakan bakteri
penambat N bebas. Azotobakter beijerinckii merupakan bakteri penambat N bebas dan
pemantap agregat tanah. Aeromonas punctata merupakan bakteri pelarut fosfat dan
pemantap agregat tanah. Adapun Aspergillus niger merupakan fungi pelarut fosfat
(Goenadi, 1997).
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa pupuk hayati yang berisi keempat mikroba
tersebut mampu mengurangi penggunaan pupuk anorganik sampai 50% pada beberapa
tanaman pangan, perkebunan dan hortikultura di antaranya padi, jagung, teh, karet,
sawit, tebu, dan kentang (Goenadi et al., 2005;Rosniawaty, et al., 2007; Wachjar et al.,
2006). Akan tetapi beberapa hasil penelitian lain pada tanaman yang sama justru
berbeda dimana pupuk hayati tidak nyata terhadap pengurangan pupuk anorganik dan
pertumbuhan serta hasil tanaman (Husen, 2009).
Perbedaan tersebut disebabkan perbedaan pendekatan dalam menentukan efisiensi
pemupukan. Beberapa pendekatan untuk menilai efisiensi pemupukan telah dilakukan
pada beberapa penelitian sebelumnya, diantaranya langsung membandingkan
pertumbuhan dan hasil. Ada pula dengan menggunakan suatu formulasi seperti efisiensi
agronomi, efisiensi serapan, relative agronomc effectivenss (RAE). Akan tetapi semua
pendekatan tersebut belum menunjukkan nilai yang menggambarkan seberapa besar
pengurangan pupuk anorganik oleh pupuk substitusi.
Jika efisiensi pemupukan mengacu pada kemampuan pupuk hayati mengurangi
(substitusi) penggunaan pupuk anorganik, maka penggunaan istilah Efisiensi Substitusi
Relatif (ESR) dapat digunakan. ESR dapat menunjukkan seberapa besar kemungkinan
suatu pupuk dapat mengurangi penggunaan pupuk anorganik dengan konteks hasil yang
sama pada pemupukan standar (rekomendasi).
Hasil pada pupuk anorganik dan pupuk substitusi terlebih dahulu dikurangi dengan
hasil pada kondisi alami (tanpa pemupukan). Hal ini untuk melihat dengan jelas hasil
yang dipengaruhi oleh pupuk hayati dan pupuk anorganik. Untuk melihat
perbandingannya, pupuk standar dapat dikurangi dosisnya dari 100% dan ditambah
sejumlah pupuk substitusi. Dengan asumsi bahwa setiap satu persen dosis pupuk standar
menghasilkan satu satuan hasil, maka perbedaan hasil relatif antara pupuk yang diuji
(dalam hal ini pengurangan pupuk + pupuk substitusi) terhadap hasil pupuk standar
diakibatkan oleh pupuk substitusi. Hasil yang diakibatkan oleh pupuk substitusi tersebut
menggambarkan berapa persen dosis pupuk anorganik yang tergantikan. ESR dapat
dinyatakan dalam bentuk:
ESR = ( ) ( )
( )
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pupuk hayati dan
kombinasinya dengan pupuk NP terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman jagung serta
efektivitas dan efisiensi pemupukan. Tujuan ini sesuai dengan pola pokok pemikiran
pendidikan sains di UIN sebagaimana disebutkan Subandi (2012a) Scientific approval
describing verses of Qur’an are phenomenal among scientists. There are very clear and positive and
undeniable to contemplate then to investigate the natural occurrence around us. The purpose of
establishing an educational system inspired by the Holy Qur’an and the Sunnah is in the tune with
modern educational development and concepts. Islamic scientific education development in UINs
bring a new scientific paradigm. Diharapkan dengan penelitian ini akan diperoleh manfaat yang
besarbagi
Dari penelitian ini diharapkan akan menghasilkan temuan atau bagian dari
agroteknologi/biologi terapan yang bermanfaat, sebagaimana disebutkan oleh Subandi
(2005) hasil kajian seorang biologiawan muslim yang shaleh akan menghasilkan sain
dan teknologi yang bermanfaat bagi ummat.
Bahan dan Metode
Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei-September 2015 di kebun percobaan
Universitas Padjadjaran, Jatinangor, Sumedang. Jenis tanah tempat penelitian adalah
inceptisols. Ketinggian tempat penelitian ±829 m di atas permukaan laut (dpl).
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah benih jagung varietas Pertiwi-3,
Urea, SP-36,KCl dan pupuk hayati. Sedangkan alat yang digunakan dalam penelitian ini
adalah bor tanah, higrotermometer, timbangan, kantong plastik, kertas label, cangkul,
karung, dan meteran.
Penelitian menggunakan Rancakan Acak Kelompok (RAK) dengan 9 perlakuan dan
3 ulangan. Perlakuan terdiri atas: A=tanpa pemupukan, B=100% NP, C=100% NP +
pupuk hayati 50 kg ha-1
, D=75% NP + pupuk hayati 50 kg ha-1
, E=50% NP + pupuk
hayati 50 kg ha-1
, F=25% NP + pupuk hayati 50 kg ha-1
, G=75% NP + pupuk hayati 100
kg ha-1
, H=50% NP + pupuk hayati 100 kg ha-1
, I=25% NP + pupuk hayati 100 kg ha-
1.Pupuk standar 100% NP berdasarkan dosis kebutuhan tanaman jagung PCARRD
(1986), yaitu 90 kg N dan 60 kg P atau setara Urea 200 kg ha-1
dan SP-36 150 kg ha-1
.
Parameter pengamatan terdiri atas parameter penunjang dan parameter utama.
Parameter penunjang yaitu karakteristik tanah awal (fisik, kimia dan populasi mikroba
tanah). Adapun parameter utama meliputi:
1. tinggi tanaman (cm)
2. jumlah daun (helai)
3. berat tongkol berkelobot (g)
4. berat tongkol tanpa kelobot (g)
5. berat 100 biji (g)
6. hasil (ton ha-1
)
7. Relative AgronomicEffectiveness (RAE) (Machay et al. 1984)
8. Efisiensi Substitusi Relatif (ESR)
( ) ( )
( )
Hasil pengamatan dianalisis menggunakan analisis ragam (anova). Apabila berbeda
nyata, maka data dianalisis lanjut dengan uji jarak berganda Duncan (DMRT) taraf
pengujian α=5%.
Penelitian diawali dengan mengambil contoh tanah untuk dianalisis. Pengambilan
contoh tanah dilakukan dengan mengambil tanah sedalam 20 cm di 5 titik. Tanah pada
setiap titik dicampur dan diambil 1 kg. Selanjutnya tanah dikeringanginkan dan diayak,
selanjutnya contoh tanah dianalisis di laboratorium.
Pengolahan tanah dilakukan dengan mencangkul tanah agar aerasi dan drainase
baik. Lahan dibagi menjadi petak-petak percobaan sesuai perlakuan dan ulangan (27
petak). Satu petak percobaan berukuran 2,5 m x 1,6 m dengan jarak tanam 50 cm x 40
cm. Setiap petak percobaan terdiri atas 20 tanaman. Jarak antar petak adalah 50cm dan
jarak antar kelompok adalah 1 m. Benih tanaman jagung ditanam sebanyak 2 biji per
lubang tanam. Setelah berumur 1 minggu, tanaman dijarangkan menjadi 1 tanaman.
Penanaman dilakukan dengan cara menugal tanah sedalam ± 3 cm dan ditutup kembali
oleh tanah.
Aplikasi pupuk terdiri atas pupuk kandang, Urea, SP-36, KCl, dan pupuk hayati.
Pupuk kandang diberikan sebagai pupuk dasar, diberikan pada 1 minggu sebelum
tanam. Urea, SP-36, KCl diberikan dalam dua tahap yaitu pada saat tanam (1/3 bagian)
dan pada 20 hari setelah tanam (2/3 bagian). Pupuk diberikan di samping tanaman
dengan cara dibenamkan. Adapun pupuk hayati diberikan satu kali yaitu pada 1 minggu
setelah tanam (MST).
Pemeliharaan dilakukan diantaranya penyulaman, penyiangan, pembumbunan,
penyiraman dan pengendalian hama dan penyakit tanaman. Pada saat tanaman umur 1
MST dilakukan penyulaman pada tanaman yang mati dan abnormal. Penyiraman
dilakukan 2 kali sehari jika tidak hujan. Penyiangan dilakukan dengan membersihkan
petak percobaan dari gulma. Penyiangan dilakukan 1 minggu sekali. Pembumbunan
dilakukan pada saat penyiangan. Pengendalian hama dan penyakit tanaman dilakukan
dengan memantau tanaman setiap hari.
Panen dilakukan saat tanaman matang fisiologis (±110 hst). Matang fisiologis
pada jagung hibrida ditandai dengan mengerasnya tekstur biji. Panen dilakukan dengan
memetik tongkol jagung satu persatu.
Hasil dan Pembahasan
Karakteristik Tanah
Hasil analisis tanah awal (Tabel 1) menunjukkan bahwa pH (pH H20) masuk dalam
kategori agak masam dengan nilai 6,29. Kandungan C-organik, N-total dan rasio C/N
masuk dalam kategori rendah dengan nilai berturut-turut 1,57%, 0,20% dan 8.
Kandungan fosfor baik P-total maupun P-tersedia masuk dalam kategori tinggi yaitu
53,10 mg 100 g-1
tanah dan 14,66 ppm. Kandungan K tanah (K-total) rendah yaitu
13,77 mg 100g-1
tanah.
Kandungan Al-dd dan H-dd bernilai 0 cmol kg-1
. Kapasitas Tukar Kation sebesar
25,06 cmol kg-1
masuk dalam kategori tinggi dan kejenuhan basa sangat tinggi yaitu
94,69%. Sedangkan kejenuhan Al bernilai 0 masuk dalam kategori sangat rendah.
Kation-kation penyusun tanah memiliki kriteria dari sedang sampai tinggi. Kation yang
masuk dalam kriteria sangat tinggi adalah Na-dd (11,20 cmol kg-1
tanah). Sementara itu
Mg-dd masuk dalam kriteria tinggi (4,43 cmol kg-1
tanah) dan Ca-dd masuk dalam
kriteria sedang (8,00 cmol kg-1
tanah). Sedangkan K-dd merupakan kation dengan
kriteria rendah dengan nilai sebesar 0,10 cmol kg-1
tanah.
Dilihat dari sifat fisik tanah yaitu tekstur, tanah memiliki tekstur lempung liat
berdebu. Kandungan pasir tanah sebesar 10%. Kandungan debu tanah sebesar 52%.
Sementara kandungan liat tanah sebesar 38%.
Hasil analisis mikroba tanah menunjukkan bahwa total mikroba aerob yang
terkandung dalam tanah sebesar 74,75 x 106 cfu mL
-1 (Lampiran 8). Jumlah mikroba ini
dapat dikatakan cukup subur. Menurut Purwani dan Saraswati (2012) tanah yang subur
mengandung mikroba lebih dari 106 cfu g
-1 tanah. Namun menurut Purwaningsih
(2009), tanah yang subur mengandung mikroba lebih dari 108 cfu g
-1 tanah. Sifat biologi
tanah berkaitan dengan mikroba tanah. Mikroba tanah sangat penting karena mikroba
memainkan peran dalam aliran energi dan siklus hara yang berkaitan erat dengan
produksi tanaman (Hanafiah et al., 2005).
Tinggi Tanaman
Hasil pengamatan menunjukkan bahwa perlakuan berpengaruh nyata terhadap
parameter tinggi tanaman (Tabel 2). Perlakuan G (75% NP + pupuk hayati 100 kg ha-1
)
memberikan tinggi tanaman tertinggi pada 2 MST dan 4 MST berturut-turut sebesar
53,42 cm dan 88,25 cm. Sementara pada 6 MST, tinggi tanaman tertinggi diberikan oleh
perlakuan C (100% NP + pupuk hayati 50 kg ha-1
) sebesar 151,33 cm.
Tabel 1. Karakteristik tanah awal Jatinangor, Sumedang
Table 1. Original Characteristic of Soil of Jatinangor, Sumedang Parameter Nilai Kriteria
Kimia dan fisik tanah*
pH H2O 6,29 Agak masam
pH KCl 6,04 -
C-organik (%) 1,57 Rendah
N-total (%) 0,20 Rendah
C/N 8 Rendah
P2O5 HCl 25% (mg/100g) 53,10 Tinggi
K2O5 HCl 25% (mg/100g) 13,77 Rendah
P2O5 Bray (ppm P) 14,66 Tinggi
Al-dd (cmol kg-1
) 0 -
H-dd (cmol kg-1
) 0 -
KTK (cmol kg-1
) 25,06 Tinggi
Kejenuhan basa (%) 94,69 Sangat tinggi
Kejenuhan Al (%) 0 Sangat rendah
K-dd (cmol kg-1
) 0,10 Rendah
Na-dd (cmol kg-1
) 11,20 Sangat tinggi
Ca-dd (cmol kg-1
) 8,00 Sedang
Mg-dd (cmol kg-1
) 4,43 Tinggi
Tekstur
Pasir (%) 10
Lempung liat berdebu Debu (%) 52
Liat (%) 38
Populasi mikroba (cfu mL-1
)** 74,75 x 106
* Laboratorium Kesuburan Tanah Universitas Padjadjaran
** Laboratorium Balai Penelitian Tanaman Sayuran, Lembang
*Soil Fertility Laboratory of Agriculture Faculty of Padjadjaran University
** Laboratory of Research Institute for Vegetable of Lembang
Peningkatan tinggi tanaman terjadi seiring peningkatan dosis pupuk NP. Hal ini
menandakan bahwa pertumbuhan jagung masih tergantung pada suplai hara. Pemberian
NP 100% (Urea 200 kg ha-1
+ SP-36 150 kg ha-1
) masih lebih baik dibandingkan dengan
dosis NP yang lebih rendah. Hasil ini didukung oleh hasil penelitian Husen (2009) yang
menyatakan bahwa semakin tinggi dosis pupuk NPK akan semakin meningkatkan tinggi
tanaman. Dalam penelitian tersebut dosis 100% rekomendasi (N 90 kg ha-1
, P 60 kg ha-
1, K 60 kg ha
-1) memberikan tinggi tanaman tertinggi daripada dosis yang lebih rendah.
Peran pupuk hayati dalam meningkatkan tinggi tanaman tidak nampak nyata
dibandingkan dengan pupuk standar (100% NP). Begitu pula kenaikan dosis pupuk
hayati tidak meningkatkan tinggi tanaman secara signifikan. Peningkatan tertinggi
hanya 10% yaitu dari perlakuan F (25% NP + pupuk hayati 50 kg ha-1
) ke perlakuan I
(25% NP + pupuk hayati 100 kg ha-1) pada 4 MST.
Tabel 2. Tinggi tanaman dan jumlah daun pada tanaman jagung pada berbagai
kombinasi pupuk NP dan pupuk hayati.
Table 2.Height of Plant and Leaf Number of Maize at Various Nitrogen and
Phosphorous Fertilizer Combinations and Biofertilizer.
Perlakuan Tinggi Tanaman Jumlah Daun
2 MST 4 MST 6 MST 2 MST 4 MST 6 MST
--cm-- --helai--
A (tanpa pemupukan) 35,67 a 59,33 a 111,58 a 4,75 8,92 12,00
B (100% NP) 49,00 bc 73,92 bc 144,67 cd 5,25 9,92 12,
C (100% NP + pupuk hayati 50 kg ha-1) 51,50 bc 87,17 d 151,33 d 5,42 9,67 12,25
D (75% NP + pupuk hayati 50 kg ha-1) 49,33 bc 81,83 cd 129,83 bc 5,08 9,33 12,08
E (50% NP + pupuk hayati 50 kg ha-1) 46,92 b 79,00 cd 128,75 bc 4,75 8,83 11,92
F (25% NP + pupuk hayati 50 kg ha-1) 38,75 a 66,50 ab 111,83 a 4,58 9,33 11,75
G (75% NP + pupuk hayati 100 kg ha-1) 53,42 c 88,25 d 140,42 cd 5,42 9,25 11,92
H (50% NP + pupuk hayati 100 kg ha-1) 46,42 b 79,83 cd 135,67 cd 4,83 8,83 11,83
I (25% NP + pupuk hayati 100 kg ha-1) 38,33 a 73,17 bc 114,50 ab 4,83 9,33 11,83
Rata-rata 45,48 76,56 129,84 4,99 9,27 12,03
CV (%) 7,34 8,46 7,84 8,69 8,62 7,55
Keterangan: Angka rata-rata yang diikuti oleh huruf yang sama pada satu kolom tidak berbeda nyata pada taraf 5%
DMRT.
Note : Average Figures followed with the same words at the same colonm are not significantly different at 5% level
of DMRT.
Peran pupuk hayati dipengaruhi oleh kondisi tanah, seperti bahan organik. Bahan
organik tanah dalam penelitian ini masih rendah (C-organik 1,57%). Rendahnya bahan
organik dapat menghambat aktivitas mikroba (Widowati, 2009), sehingga menghambat
proses penyediaan hara (Rosniawaty et al., 2007). Bahan organik merupakan sumber
energi bagi mikroba. Ketersediaan energi dari bahan organik menentukan aktivitas
mikroba heterotrof seperti Azotobacter (Setiawati, 2014). Energi diperoleh dari
pemecahan karbohidrat dalam bahan organik menjadi senyawa berenergi yaitu ATP.
Selain itu peran pupuk hayati dipengaruhi oleh kemampuan mikroba untuk bersaing
dengan mikroba lokal. Menurut Setiawati (2014) aktivitas penambatan N2 oleh mikroba
bergantung pada kemampuan bersaing dengan mikroba lain.
Jumlah Daun
Hasil pengamatan menunjukkan bahwa perlakuan tidak berpengaruh nyata terhadap
jumlah daun (Tabel 2). Rata-rata jumlah daun pada 2, 4, dan 6 MST berturut-turut
sebesar 4,99, 9,27 dan 12,03 helai.
Pengaruh tidak nyata dari berbagai perlakuan diduga disebabkan oleh pengaruh
genetik lebih dominan terhadap parameter jumlah daun. Gardner et al. (2008)
menyatakan bahwa jumlah daun pada tanaman dipengaruhi oleh genotip dan
lingkungan. Namun, pengaruh genetik yang kuat membuat pertumbuhan daun menjadi
kurang jelas (Martoyo, 2001). Hasil penelitian lain yang dilakukan oleh Pandia et al.
(2013) menunjukkan bahwa varietas berpengaruh nyata terhadap jumlah daun tanaman
jagung. Sementara pengaruh pupuk dan interaksinya dengan varietas tidak berbeda
nyata.
Penambahan pupuk hayati sebetulnya berpotensi meningkatkan jumlah daun dengan
cara pemanjangan batang. Proses pemanjangan batang dipengaruhi oleh hormon auksin
(IAA) dan giberelin (Rao, 2007). Auksin bekerja dalam merangsang pemanjangan sel
dan giberelin merangsang pertumbuhan antar buku (Gardner et al., 2008). Bakteri
Azotobacter dan Azospirillum menghasilkan hormon auksin dan giberelin (Hanafiah et
al., 2005), yang dibutuhkan dalam proses pemanjangan batang tersebut. Namun
efektivitas mikroba yang rendah menyebabkan pengaruh pupuk hayati terhadap jumlah
daun tidak nampak jelas dan tertutupi oleh faktor genetik.
Berat Tongkol Berkelobot
Hasil pengamatan menunjukkan bahwa perlakuan berpengaruh nyata terhadap berat
tongkol berkelobot (Tabel 3). Perlakuan B (100% NP) memberikan berat tongkol
berkelobot tertinggi sebesar 145,2 g
Tabel 3. Berat tongkol berkelobot, berat tongkol tanpa kelobot, berat 100 biji dan hasil
tanaman jagung pada berbagai kombinasi pupuk NP dan pupuk hayati.
Table 3.Cob Weight with and without Cob Leaves, Weight of 100 Beans and Yield of
Maize at Various Nitrogen and Phosphorous Fertilizer Combinations and
Biofertilizer.
Perlakuan Berat Tongkol
Berkelobot
Berat Tongkol
tanpa Kelobot Berat 100 biji Hasil
--g-- --g-- --g-- --ton ha-1--
A (tanpa pemupukan) 88,4 a 76,1 a 21,4 abc 2,74 a
B (100% NP) 145,2 c 130,2 c 25,0 c 4,59 c
C (100% NP + pupuk hayati 50 kg ha-1) 132,4 bc 119,2 bc 22,6 abc 4,06 bc
D (75% NP + pupuk hayati 50 kg ha-1) 101,9 ab 89,9 ab 22,4 abc 3,03 ab
E (50% NP + pupuk hayati 50 kg ha-1) 90,9 a 80,2 a 20,2 ab 3,09 ab
F (25% NP + pupuk hayati 50 kg ha-1) 92,0 a 80,4 a 21,0 abc 2,87 a
G (75% NP + pupuk hayati 100 kg ha-1) 99,8 ab 88,5 ab 19,4 a 3,41 ab
H (50% NP + pupuk hayati 100 kg ha-1) 103,9 ab 89,7 ab 24,0 bc 3,37 ab
I (25% NP + pupuk hayati 100 kg ha-1) 100,9 ab 72,5 ab 21,8 abc 3,15 ab
Rata-rata 106,2 93,84 22,0 3,37
CV (%) 8,69 8,7 10,45 17,12
Keterangan: Angka rata-rata yang diikuti oleh huruf yang sama pada satu kolom tidak berbeda nyata pada taraf 5%
DMRT.
Note : Average Figures followed with the same words at the same colonm are not significantly different at 5% level
of DMRT.
Berdasarkan Tabel 3. terlihat bahwa hanya perlakuan B dan C yang berbeda nyata
dengan kontrol (A). Pemberian pupuk NP dibawah 100% dan kombinasinya dengan
pupuk hayati belum mampu meningkatkan berat tongkol berkelobot secara nyata
terhadap kontrol. Terdapat kecenderungan bahwa berat tongkol berkelobot pada
pemberian pupuk hayati 100 kg ha-1
lebih tinggi daripada pemberian pupuk hayati 50 kg
ha-1
, walaupun tidak berbeda nyata. Tania et al. (2012) menunjukkan hal serupa bahwa
kenaikan dosis pupuk hayati diikuti dengan kenaikan bobot tongkol jagung walaupun
tidak berbeda nyata.
Penyebab pengaruh yang tidak berbeda nyata antara pemberian pupuk hayati 50 kg
ha-1
dan 100 kg ha-1
diduga sama, yaitu efektivitas keempat mikroba dalam pupuk
hayati. Aktivitas keempat mikroba dalam pupuk hayati (Azospirillum lipoverum,
Azotobakter beijerinckii, Aeromonas punctata, dan Aspergillus niger) dipengaruhi oleh
ketersediaan bahan organik dan kemampuan bersaing dengan mikroba lokal. Aktivitas
penambatan N2 oleh mikroba bergantung pada kemampuan bersaing dengan mikroba
lain (Setiawati, 2014).
Berat tongkol berkelobot merupakan gambaran seberapa efisien perubahan hara
menjadi bagian organ generatif, yaitu buah jagung. Pembentukan tongkol dipengaruhi
oleh proses sebelumnya yaitu pertumbuhan organ vegetatif. Banyaknya ruas yang
terbentuk akibat pemanjangan batang dan pertambahan jumlah daun akan
memungkinkan jumlah tongkol yang dibentuk juga lebih banyak. Hal ini didukung oleh
Muhadjir (1988) bahwa pembentukan tongkol pada batang dipengaruhi oleh laju
pemanjangan batang serta jumlah daun.
Unsur hara N dibutuhkan pada proses pembentukan tongkol. Pembentukan tongkol
terjadi melalui fotosintesis dimana N merupakan komponen klorofil. Jika suplai N
kurang maka pembentukan karbohidrat pada biji berkurang (Munawar, 2011). Selain
itu, suplai unsur hara N terutama terjadi melalui mekanisme pengalihan N dari organ
vegetatif ke tongkol. Hal ini karena N bersifat mobile dalam jaringan tanaman
(Salisbury dan Ross, 1995). Jika N pada daun sedikit maka hasil asimilasi akan
berkurang (Gardner, 2008)
Fosfor (P) juga sangat dibutuhkan untuk pembentukan tongkol. P merupakan bagian
esensial proses fotosintesis dan metabolisme karbohidrat sebagai fungsi regulator
pembagian hasil fotosintesis antara sumber dan organ reproduksi. Suplai P yang cukup
dapat meningkatkan kualitas buah. Di samping itu P juga memacu kemasakan tanaman,
terutama tanaman biji-bijian (Munawar, 2011).
Berat Tongkol tanpa Kelobot
Hasil pengamatan menunjukkan bahwa perlakuan berpengaruh nyata terhadap berat
tongkol tanpa kelobot (Tabel 3). Berat tongkol tanpa kelobot tertinggi diberikan oleh
perlakuan B (100% NP) sebesar 130,2 g
Pola berat tongkol tanpa kelobot serupa dengan berat tongkol berkelobot dimana
perlakuan B memberikan berat tongkol berkelobot tertinggi. Tongkol merupakan bagian
dari buah jagung. Seperti pada parameter berat tongkol berkelobot, pupuk NP masih
menjadi faktor yang paling berpengaruh. Tongkol masih dipengaruhi oleh suplai hara
baik pada fase generatif maupun akibat pertumbuhan vegetatif.
Terlihat pula bahwa peran pupuk hayati masih belum terlihat jelas pada parameter
berat tongkol. Hal ini karena peran mikroba dalam pupuk hayati dipengaruhi oleh
ketersediaan bahan organik. C (bahan organik) merupakan sumber energi untuk
mikroba. Energi ini akan menentukan massa sel yang baru dan enzim nitrogenase yang
dihasilkan bakteri famili Azotobacteraceae seperti Azotobacter dan Azospirillum
(Gardner et al., 2008). Selain itu peran pupuk hayati dipengaruhi oleh beberapa
karakteristik pupuk hayati, seperti jumlah populasi, keunggulan inokulan, bahan
pembawa dan masa kadaluwarsa (Simanulangkit et al., 2012).
Berat 100 Biji
Hasil pengamatan menunjukkan bahwa perlakuan berpengaruh nyata terhadap berat
100 biji jagung (Tabel 3). Perlakuan B (100% NP) memberikan berat 100 biji tertinggi
walaupun tidak berbeda nyata dengan kontrol (A).
Jika dibandingkan dengan pola berat tongkol berkelobot dan berat tongkol tanpa
kelobot, berat 100 biji sedikit berbeda. Hanya perlakuan B (100% NP) yang konsisten
memberikan berat tertinggi). Walaupun berat tongkol berkelobot, berat tongkol tanpa
kelobot serta berat 100 biji merupakan komponen hasil, namun polanya tidak selalu
sama untuk setiap perlakuan. Adapun kebernasan biji salah satunya dipengaruhi oleh
jumlah biji per baris. Jumlah baris per tongkol biasanya dipengaruhi oleh genetik,
sehingga jumlah baris cenderung tetap. Pada jagung varietas Pertiwi-3 jumlah baris per
tongkol adalah 14-16 baris.
Berat 100 biji menunjukkan kebernasan suatu biji. Kebernasan suatu biji dipengaruhi
oleh genetik dan lingkungan (terutama unsur hara). Kekurangan hara sangat
berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan tongkol dan bahkan akan
menurunkan jumlah biji dalam satu tongkol karena mengecilnya tongkol, yang
akibatnya menurunkan hasil (McWilliams et al. 1999, Lee 2007). Kekurangan P akan
menyebabkan tongkol jagung menjadi tidak sempurna dan kecil-kecil (Hardjowigeno,
2010). Munawar (2011) juga mempertegas bahwa kekurangan N pada jagung dapat
menyebabkan berkurangnya jumlah tongkol per satuan luas dan jumlah biji per
tongkol. Ukuran biji kecil akibat kekurangan pasokan karbohidrat pada fase pengisian
biji.
Hasil
Hasil pengamatan menunjukkan bahwa perlakuan berpengaruh terhadap hasil
tanaman jagung. Hasil tertinggi diberikan oleh perlakuan B (100% NP) yaitu 4,59 ton
ha-1
(Tabel 3)
Jika dibandingkan dengan produktivitas jagung nasional, maka hasil semua
perlakuan masih lebih rendah. Produktivitas jagung nasional tahun 2014 adalah 4,9 ton
ha-1
. Hanya perlakuan B (100% NP) dan C (100% NP + 50 kg ha-1) yang tidak berbeda
jauh dengan produktivitas jagung nasional. Hal ini berarti substitusi pupuk anorganik
belum maksimal. Artinya perlu usaha lebih untuk mengefektifkan pengurangan pupuk
anorganik. Pemupukan yang spesifik lokasi mutlak diperhatikan. Hal ini karena
keberhasilan dari suatu teknologi (termasuk pemupukan) bergantung keadaan lokasi.
Pemupukan sering menjadi faktor pembatas utama yang mempengaruhi hasil jagung.
Berdasarkan hasil pipilan jagung yang didapat, pemberian 100% NP (200 kg Urea +
150 kg SP-36) masih dianggap sebagai dosis pupuk yang minimal agar hasil optimal.
Pengelolaan hara baik dalam tanah dan pemupukan menjadi penting.
Unsur hara N dan P sangat dibutuhkan tanaman jagung. Menurut Olson dan Sanders
(1988), untuk menghasilkan biji sebanyak 9,45 ton ha-1
dibutuhkan N sebanyak 128 kg
ha-1
. Menurut Setiawati (2014), rendahnya bahwa organik akan mengakibatkan
kenaikan dosis pupuk anorganik tetapi tidak memberikan kenaikan hasil yang
signifikan. Menurut Quansah (2010) N merupakan faktor yang paling menentukan
terhadap hasil jagung. N menjadi pembatas utama produksi jagung di lahan kering
(Sonbai et al., 2013)
Peningkatan N dapat meningkatkan hasil biji per hektar. Pemberian pupuk N 225 kg
ha-1
meningkatkan hasil biji sampai 12,7 ton ha-1
(Efendi dan Suwardi, 2010). Hasil
penelitian Tabri (2010) menunjukkan bahwa pemupukan fosfor dan kalium tanpa N
hasilnya tidak berbeda nyata dengan kontrol (tanpa pemupukan), sedangkan pemupukan
fosfor dan kalium yang ditambah N hasilnya berbeda nyata dengan kontrol. Jumlah
baris biji dan jumlah biji serta bobot biji yang dihasilkan akan menentukan produksi biji
pipilan yang dihasilkan baik secara kualitas maupun kuantitas.
Menurut Takdir et al. (1998), hasil biji jagung dipengaruhi oleh interaksi antara
genotip dengan lingkungan. Kemampuan produksi tanaman jagung merupakan resultan
dari beberapa faktor komponen produksi seperti jumlah baris biji dan berat biji yang
dihasilkan yang digambarkan pada hasil akhir berupa produksi biji pipilan kering.
Peran pupuk hayati dalam penelitian ini dianggap masih belum memberikan
pengaruh terhadap hasil pipilan jagung. Walaupun potensi mikroba yang ada dalam
pupuk hayati cukup besar.Azotobacter mampu menghasilkan substansi pemacu tumbuh
seperti auksin dan giberelin dan. Selain Azotobacter, Azospirillum juga menghasilkan
IAA yang memacu pertumbuhan akar dan rambut akar sehingga daerah serapan hara
diperluas. Azospirillum juga menghasilkan vitamin berupa tiamin, niasin dan pantotenik
yang bersinergi dengan auksin dalam memacu pertumbuhan dan produksi tanaman
(Hanafiah et al., 2005).
Relative Agronomic Effectiveness (RAE)danEfisiensi Substitusi Relatif (ESR)
RAE
adalahpersentasekenaikanhasilpenggunaansuatupupukdibandingkandenganpersentaseha
silpadapeggunaanpupukstandarataurekomendasi. RAEmenunjukanseberapaefektifpupuk
yang diberikandibandingkandenganpupukstandar.Nilai
RAEpenggunaanpupukstandaradalah 100%,
sehinggapenggunaanpupukdikatakanefektifjikanilai RAE lebihdari 100%. Hasil
perhitungan(Tabel 4) menunjukkan bahwa nilai RAE pada perlakuan D sampai I lebih
rendah dari perlakuan dosis pupuk standar B (100% NP). Hal tersebut menandakan
bahwa efektivitas pupuk hayati masih rendah, baik penggunaan pupuk hayati 50 kg ha-1
maupun 100 kg ha-1
.
Efektivitas pupuk hayati ditentukan oleh efektivitas mikroba dalam pupuk hayati dan
faktor tanaman serta lingkungannya. Efektivitas mikroba dipengaruhi faktor lingkungan
seperti bahan organik tanah, suhu, aerasi dan air tanah. Namun lingkungan yang
optimal pun belum menjamin efektivitas mikroba dapat tinggi. Glick et al. (2007)
menyatakan bahwa efektivitas mikroba sering tidak jelas sekalipun tanaman berada
dalam keadaan optimum dan bebas stres. Kepadatan sel mikroba menjadi faktor lain
yang turut menentukan efektivitas mikroba. Kepadatan sel inokulan berkaitan dengan
daya hidup dan daya saing dengan mikroba alami (Husen, 2009).
Beberapa penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa RAE pupuk NP standar pada
hasil tanaman jagung selalu lebih baik dari pada RAE pada dosis pupuk NP yang lebih
rendah, walaupun dikombinasikan dengan bermacam-macam pupuk substitusi seperti
pupuk hayati dan pupuk organik (Elsanti dan Kosman, 2013; Tuberkih dan Sipahutar,
2010; Franzini et al., 2009; Hellal et al., 2013; Surtiningsih dan Mariam, 2011).Hal ini
menandakan bahwa efektivitas pupuk hayati perlu ditingkatkan dengan meminimalisasi
faktorpenghambatmikroba.
16
Tabel 4. EAR(EfektivitasAgronomiRelatif) dan ESR(EfesiensiSubstitusiRelatif) tanaman
jagung pada berbagai kombinasi pupuk NP dan pupuk hayati.
Table 4. RAE(Relative Agronomic Effectiveness) and RSE(Relative Substitution
Effeciency) of Maize at Various Nitrogen and Phosphorous Fertilizers
Combinations and Biofertilizer
Perlakuan Hasil RAE ESR
--ton ha-1
-- --%-- --%--
A (tanpa pemupukan) 2,74 a 76,1 21,4
B (100% NP) 4,59 a 130,2 25,0
C (100% NP + pupuk hayati 50 kg ha-1
) 4,06 a 119,2 22,6
D (75% NP + pupuk hayati 50 kg ha-1
) 3,03 a 89,9 22,4
E (50% NP + pupuk hayati 50 kg ha-1
) 3,09 a 80,2 20,2
F (25% NP + pupuk hayati 50 kg ha-1
) 2,87 a 80,4 21,0
G (75% NP + pupuk hayati 100 kg ha-1
) 3,41 a 88,5 19,4
H (50% NP + pupuk hayati 100 kg ha-1
) 3,37 a 89,7 24,0
I (25% NP + pupuk hayati 100 kg ha-1
) 3,15 a 72,5 21,8
Keterangan: Angka rata-rata yang diikuti oleh huruf yang sama pada satu kolom tidak berbeda nyata pada
taraf 5% DMRT.
Note : Average Figures followed with the same words at the same colonm are not significantly different at
5% level of DMRT.
Efisiensi Substitusi Relatif merupakan kemampuan suatu pupuk untuk menyubstitusi
pupuk anorganik. ESR menunjukkan berapa besar kemungkinan suatu pupuk dapat
mengurangi penggunaan pupuk anorganik dengan hasil yang sama. Dalam penelitian ini
digunakan pupuk hayati sebagi pupuk substitusi dan pupuk NP sebagai pupuk yang akan
disubstitusi. Jadi ESR menyatakan seberapa besar kemampuan pupuk hayati dalam
mengurangi penggunaan pupuk NdanP. ESR dinyatakan dengan persen (%). Nilai ESR
tertinggi dalam penelitian ini diberikan oleh perlakuan H (50% NP + pupuk hayati 100 kg
ha-1
).
Berdasarkan Tabel 4. terlihat bahwa nilai ESR perlakuan G, H dan I lebih besar dari
perlakuan D, E dan F. Hal ini berarti penggunaan pupuk hayati 100 kg ha-1
dapat
meningkatkan nilai ESR dibandingkan dengan pupuk hayati 50 kg ha-1
. Hal ini
menunjukkan bahwa dosis pupuk hayati 100 kg ha-1
lebih efisien dalam mengurangi
penggunaan pupuk NP.
Lebih efisiennya penggunaan pupuk hayati dosis 100 kg ha-1
disebabkan karena lebih
banyaknya kemungkinan sel mikroba yang hidup. Pada lingkungan tumbuh yang tertekan
seperti pada tanah tempat penelitian kepadatan populasi menjadi pembeda terhadap hasil
tanaman. Dosis pupuk hayati yang rendah berarti menunjukkan jumlah sel mikroba yang
hidup lebih rendah. Sedikitnya jumlah mikroba mengakibatkan kerja mikroba tidak akan
berjalan dengan baik karena tertekan oleh lingkungan. Sebaliknya dosis pupuk hayati yang
17
lebih tinggi memungkinkan sel mikroba yang hidup lebih banyak walaupun pada
lingkungan tumbuh yang kurang sesuai.
Kepadatan sel mikroba dan dosis pupuk hayati merupakan dua hal yang harus saling
sinergi agar efisiensi penggunaan pupuk anorganik maksimal. Hal ini berkaitan dengan
kemampuan mikroba dalam berinteraksi dengan faktor abiotik (lingkungan) dan
organisme lain (mikroba lokal (alami) dan tanaman). Kepadatan sel inokulan berkaitan
dengan daya hidup dan daya saing dengan mikroba alami (Husen, 2009).
Adapun dosis pupuk hayati menjadi perhatian karena berkaitan dengan jumlah mikroba
yang dapat bertahan hidup, sehingga berpengaruh terhadap hasil dan efisiensi pupuk.
Beberapa hasil penelitian lain menunjukkan bahwa peningkatan dosis pupuk hayati
meningkatkan hasil tanaman (Elsanti dan Kosman, 2013; Subandi, 2011; Tania et al.,
2012; Yusron, 2009).
Demikian terlihat secara statistic dan produksi jagung dapat ditingkatkan dengan
efisiensi penggunaan sumber-sumber produksi. Itulah upaya yang harus dilakukan dalam
mencari bukti kebenaran sang pencipta yang telah memberikan kebaikan kepada manusia
yang berusaha seperti yang disebutkan Subandi (2012b) “These verses show clearly that
Islam not only encourages investigation on which science is based on, but also Islam in very
concerned with scientific investigation. The first verses are not "believe” as the principle of
faith. This evidence is the answer to some
18
people who still hold the opinion that religion discourages the development of science.
Such the opinion tending to accuse the religion is far from being true.
Kesimpulan
1) Pemberian pupuk hayati pada dosis pupuk NP yang lebih rendah dari rekomendasi
(Urea 200 kg ha-1
+ SP-36 150 kg ha-1
) belum mampu meningkatkan tinggi tanaman,
jumlah daun, berat tongkol berkelobot, berat tongkol tanpa kelobot, berat 100 biji
dan hasil pipilan jagung.
2) Efektivitas pupuk hayati pada tanaman jagung masih rendah (RAE < 100%) pada
dosis NP yang lebih rendah dari rekomendasi.
3) Pemberian pupuk hayati 100 kg ha-1
dapat mengefisienkan penggunaan pupuk NP
sampai 17% pada tanaman jag
UCAPAN TERIMAKASIH
Kepadasemuafihak yang
terlibatbaiklangsungmaupuntidaklangsungdalampenelitian.TerimakasihKepadaKepalaP
engelolaKebunPercobaanFakultasPertanian, Unpad.
DAFTAR PUSTAKA
Aini, Nur. 2013. Teknologi Fermentasi pada Tepung Jagung. Yogyakarta: Graha Ilmu
Ditjen. Tanaman Pangan. 2015. Pedoman Teknis GP-PTT Jagung 2015. Melalui
http://pangan.pertanian.go.id [12-04-2015]
Efendi, R. dan Suwardi. 2010. RESRon Tanaman Jagung Hibrida terhadap Tingkat
Takaran Pemberian Nitrogen dan Kepadatan Populasi. Prosiding Pekan Serealia
Nasional.ISBN : 978-979-8940-29-3.
Elsanty dan E. Kosman. 2013. Efektivitas Pupuk Hayati BF2terhadap Produksi
Biomassa Tanaman Caisim (Brassica sp.). Prosiding Seminar Nasional Pertanian
Ramah Lingkungan.
Franzini, V. I., T. Muraoka dan F. L. Mendes. 2009. Ratio and Rate Effect of 32
P-Triple
superphospate and Phospate Rock Mixture on Corn Growth. Sci. Agric. 66 (1): 71-76
19
Gardner, F.,T., R. B. Pearce, R. L. Mitchell. 2008. Fisiologi Tanaman Budidaya.
Penerjamah Herawati Susilo. Jakarta: UI Press
Glick, B.R., B. Todorovic, J. Czarny, Z. Cheng, and J. Duan. 2007. Promotion ofPlant
Growth by Bacterial ACC Deaminase. Crit. Rev. Plant Sci. 26:227242.
Goenadi, D. H. 1997. Kompos Bioaktif dari Tandan Kosong Kelapa Sawit. Kumpulan
Makalah Pertemuan Teknis Biotek. Perkebunan untuk Praktek. Bogor. 18-27.
--------------------, Y. T. Adiwiganda dan L. P. Santi. 2005. Development Technology
and Commercialization of EMAS (Enhancing Microbial Activity in the Soils)
Bofertilizer. FNCA (6).
Hanafiah, K. A. 2005. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Jakarta: PT. Raja GrafindoPersada.
--------------------, I. Anas, A. Napoleon, dan N. Ghoffar. 2005. Biologi Tanah. Ekologi
dan Makrobiologi Tanah. Jakarta: PT. Raja GrafindoPersada.
Hardjowigeno, S. 2010. Ilmu Tanah. Jakarta: Akademika Pressindo
Hellal, F. A. Z., F. Nagumo and R. M. Zewainy. 2013. Influence of Phosphocompost
Aplication on Phosphorus Availability and Uptake by Maize Grown in Red Soil
Ishigaki Island, Japan. Agricultural Science, 4 (2).
Husen, Edi. 2009. Telaah Efektivitas Pupuk Hayati Komersial dalam Meningkatkan
Pertumbuhan Tanaman. Melalui
http://balittanah.litbang.pertanian.go.id/ind/dokumentasi/prosiding2009pdf/08-II-
2009-Edi%20Husen-set%20final.pdf [08-01-2014]
--------------------, R. Saraswati, R. D. M. Simanulangkit. 2007. Metode Analisis Biologi
Tanah. Balai Besar Sumer Daya Lahan Pertanian.
Kasno, A. 2009. RESRon Tanaman Jagung terhadap Pemupukan Fosfor pada Typic
Dystrudepts. J. Tanah Crop, 14 (2): 111-118. ISSN 0852-257X
Lee, C. 2007. Corn growth and development. Melalui http:// www.uky.edu/ag/grain
crops.
Machay, A.D.J.K. Syers, and P.E.H. Gregg. 1984. Ability of chemical extraction
procedures to assess the agronomic effectiveness of phosphate rock material. New
Zealand Journal of Agricultural Research 27(1): 219-230
Martoyo, K. 2001. Penanaman Beberapa Sifat Fisik Tanah Ultisol pada Penyebaran
Akar Tanaman Kelapa Sawit. PPKS. Medan.
McWilliams, D.A., D.R. Berglund, and G.J. Endres. 1999. Corn growth and
management quick guide. Melalui http://www.ag.ndsu.edu.
Muhadjir, F. 1988. KarakteristikTanamanJagung.
PusatpenelitianPengembanganTanamanPangan. Bogor.
20
Munawar, A. 2011. Kesuburan Tanah dan Nutrisi Tanaman. Bogor: IPB Press
Olson, R. A and D. H. Sanders. 1988. Corn Production. In Monograph Agronomy Corn
and Corn Improvement. Wisconsin.
Pandia A., M. K. Bangundan H. Hasyim. 2013.
RESRonPertumbuhandanProduksiBeberapaVarietasTanamanJagungTerhadapPembe
rianPupuk N dan K. Jurnal Online Agroteknologi, 1(3). ISSN 2337-6597
PCARRD. 1986. Environmental Adaptation of Crops. Book Series No 37/1986.
Philippine Council for Agriculture and Resources Research and Development.
SMSS-SCS, USDA. Los Banos. Philippines.
Quansah, G. W. 2010. Effect of Organic and Inorganic Fertilizers and Their
Combinations on The Growth And Yield of Maize in The Semi-Deciduous Forest
Zone of Ghana. Thesis. Kwame Nkrumah University Of Science And Technology,
Ghana.
Rao, N. S. S. 2007. Mikroorganisme Tanah dan Pertumbuhan Tanaman. Jakarta: UI
Press
Rosniawaty, S., I. Ratnadewi, dan R. Sudirja. 2007. Pengaruh Pupuk Organik dan
Pupuk Hayati terhadap Pertumbuhan Bibit Kakao (Theobroma Cacao L.) Kultivar
Upper Amazone Hybrid. Laporan Penelitian. Lembaga Penelitian. Universitas
Padjadjaran.
Salisbury, F. B. dan C. W. Ross. 1995. Fisiologi Tumbuhan Jilid 3. Bandung: Penerbit
ITB
Setiawati, M. R. 2014. Peningkatan Kandungan N dan P Tanah serta Hasil Padi Sawah
Akibat Aplikasi Azolla Pinnata dan Pupuk Hayati Azotobacter Chroococcum dan
Pseudomonas cepaceae. Agrologia, 3 (1): 61-74. Issn. 2301-7287
Simanulangkit, E. Husen dan R. Saraswati. 2012. Baku Mutu Pupuk Hayati dan Sistem
Pengawasannya.
Melaluihttp://balittanah.litbang.pertanian.go.id/ind/dokumentasi/lainnya/12baku%20
mutu%20pupuk%20hayati.pdf. [06-08-2015]
Sonbai, J. H. H., D. Prajitno dan A. Syukur. 2013. Pertumbuhan dan Hasil Jagung pada
Berbagai Pemberian Pupuk Nitrogen di Lahan Kering Regosol. Ilmu Pertanian 16
(1).
Subagyo, 2014.Kebutuhanjagunguntukpakanternak 14,7juta ton.
Melaluihttp://www.antaranews.com/berita/450362/kebutuhan-jagung-untuk-pakan-
ternak-147-juta-ton [10-08-2015]
Subandi, M. (2012). Developing Islamic Economic Production. Sci., Tech. and Dev.,
31 (4): 348-358.
21
Subandi, M. (2012a). Some Notes of Islamic Scientific Education Development.
International Journal of Asian Social Science, 2(7), pp. 1005-1011.
Subandi, M. (2012b). Several Scientific Facts as Stated in Verses of the Qur’an.
International Journal of Basic and Applied Science. Vol. 01 (01): 60-65.
Subandi, M. (2012c). The Effect of Fertilizers on the Growth and the Yield of Ramie
(Boehmeria nivea L. Gaud). Asian Journal of Agriculture and Rural
Development, 2(2), pp. 126-135
Subandi, M. .(2005). Pembelajaran Sains Biologi dan Bioteknologi dalam Spektrum
Pendidikan yang IslamiMedia Pendidikan (Terakreditasi Ditjen Dikti-
Depdiknas). 19 (1), 52-79
Subandi, M (2011) .Budidaya Tanaman Perkebunan. Buku Daras. GunungDjati Press.
Surtiningsih, T dan S. Mariam. 2011. Efektivitas Campuran Pupuk Hayati dengan
Pupuk Kimia pada Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Selada Bokor (Lactuca
sativa L.) var Crispa. Jurnal Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam 14 (2): 4-8
Tabri F. 2010. Pengaruh Pupuk N, P, K terhadap Pertumbuhan dan Hasil Jagung
Hibrida dan Komposit pada Tanah Inseptisol. Endoaquepts Kabupaten Barru
Sulawesi Selatan. Prosiding Pekan Serealia Nasional.
Takdir A., R. N. Iriany, M. Dachlan, F. Kasimdan A. Barata. 1998.
Stabilitashasilbeberapagenotipehibridajagungharapan.
RisalahPenelitianJagungdanSerealia Lain.l(4) : 7–14.
Tania, N., Astina dan S. Budi. 2012. Pengaruh Pemberian Pupuk Hayati Terhadap
Pertumbuhan dan Hasil Jagung Semi Pada Tanah Podsolk Merah Kuning. Jurnal
Sains MahasiswaPertanian, 1 (1).
Tuberkih, E. dan I. A. Sipahutar. Pengaruh Pupuk NPK Majemuk (16:16:15) terhadap
Pertumbuhan dan Hasil Jagung (Zea mays L.) di Tanah Inceptisol. Prosiding Seminar
Nasional Sumber Daya Lahan Pertanian.
Wachjar, A., Supijatno dan D Rubiana. 2006. Pengaruh Beberapa Jenis Pupuk Hayati
terhadap Pertumbuhan Dua Klon Tanaman Teh (Camellia sinensis (L) O. Kuntze)
Belum Menghasilkan. Bul. Agron. 34 (3): 160 – 164
Yusron, M. 2009. Respon Temulawak (Curcuma Xanthorrhiza Roxb) terhadap
Pemberian Pupuk Bio pada Kondisi Agroekologi yang Berbeda. Jurnal Sains
Mahasiswa Pertanian, 15 (4) 162-167
Recommended