View
229
Download
8
Category
Preview:
Citation preview
TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP
AKSI TERORISME DI INDONESIA (ANALISIS FATWA MUI NO. 3 TAHUN 2004 TENTANG TERORISME)
Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Syari’ah dan Hukum
Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Hukum Islam (SHI)
Disusun Oleh :
Iwan Suherman
NIM : 103045128142
KONSENTRASI KEPIDANAAN ISLAM
PROGRAM STUDI JINAYAH SIYASAH
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1429 H / 2008 M
TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP AKSI TERORISME DI
INDONESIA (ANALISIS FATWA MUI NO. 3 TAHUN 2004 TENTANG TERORISME)
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Syari’ah dan Hukum
untuk memenuhi persyaratan memperoleh
Gelar Sarjana Hukum Islam (SHI)
Oleh :
Iwan Suherman
NIM : 103045128142
Dibawah bimbingan
Pembimbing I Pembimbing II
Asmawi, M. Ag Drs. H. Ahmad Yani, M. Ag
NIP : 150282394 NIP : 150269678
KONSENTRASI KEPIDANAAN ISLAM
PROGRAM STUDI JINAYAH SIYASAH
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2008
PENGESAHAN PANITIA UJIAN
Skripsi berjudul TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP AKSI TERORISME DI
INDONESIA (ANALISIS FATWA MUI NO. 3 TAHUN 2004 TENTANG
TERORISME) telah diujikan dalam sidang Munaqasyah Fakultas Syariah dan
Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta pada 22 Mei
2008. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana
Hukum Islam (SHI) pada Program Studi Jinayah Siyasah (Kepidanaan Islam).
Jakarta, 22 Mei 2008
Mengesahkan,
Dekan Fakultas Syariah dan Hukum
Prof.DR.H. Muhammad Amin Suma, SH, MA, MM NIP. 150 210 422
PANITIA UJIAN
1. Ketua : Asmawi, M.Ag
(……………………)
NIP. 150 282 394
2. Sekretaris : Sri Hidayati, M.Ag
(…………………....)
NIP. 150 282 403
3. Pembimbing I : Asmawi, M.Ag
(……………………)
NIP. 150 282 394
4. Pembimbing II : Drs. H. Ahmad Yani,
M.Ag (……………………)
NIP. 150 269 678
5. Penguji I : Prof.DR.H.M.
Abduh Malik (……………………)
NIP.
6. Penguji II : Nahrowi, SH, MH
(……………………)
NIP. 150 293 227
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa :
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi
salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di Universitas Islam Negeri
(UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN)
Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya
atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia
menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 22 Mei 2008
Iwan Suherman
KATA PENGANTAR
ا��� ا��� ا� ���
Alhamdulillah, puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah swt, Tuhannya
alam semesta, tempatku mengadu dan bersyukur atas anugerahNya yang sangat
berlimpah, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam
selalu ku curahkan kepada semulia-mulia makhluk yang Allah ciptakan, Nabi
Muhammad saw, assalamu’alaika ya Rasulallah wa rahmatullahi wa barakatuhu…
juaga kepada keluarga, para sahabat, dan para pengikutnya.
Alhamdulillah, dalam penulisan skripsi ini, meskipun penulis mengalami
banyak kendala, tetapi banyak pula hal-hal yang dapat penulis petik hikmahnya,
sehingga pada akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.
Walaupun demikian, penulis menyadari bahwa masih terdapat banyak kekurangan
dalam skripsi ini, karena penulis sendiri hanyalah makhluk yang dhaif yang masih
harus banyak belajar.
Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan rasa syukur yang mendalam
kepada Allah swt yang telah mengizinkan penulis untuk mampu menyelesaikan
skripsi ini. Selain itu, dalam kesempatan ini penulis juga ingin berterima kasih kepada
banyak pihak yang telah mendukung dan membantu penulis dalam menyelesaikan
skripsi ini, antara lain :
1. Bapak Prof. DR. H. Muhammad Amin Suma, SH, MH, MM sebagai Dekan
Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta;
2. Bapak Asmawi, M.Ag dan Ibu Sri Hidayati, M.Ag selaku Ketua dan
SekretarisProgram Studi Jinayah Siyasah yang telah memberikan dukungan dan
kemudahan kepada penulis dalam menyelesaikan kuliah di UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta. Jazakumullah Khairal Jaza;
3. Bapak Asmawi, M.Ag dan Bapak Drs. H. Ahmad Yani, M.Ag atas kesediaannya
memberikan waktu luang kepada penulis untuk membimbing, mengarahkan, dan
memberikan berbagai petunjuk kepada penulis sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini;
4. Kepala Perpustakaan Fakultas beserta jajarannya, yang telah membantu penulis
dalam memfasilitasi berbagai literatur yang penulis butuhkan untuk
menyelesaikan skripsi ini;
5. Segenap Bapak dan Ibu dosen yang telah memberikan berbagai bekal ilmu
pengetahuan kepada penulis sejak penulis duduk di bangku perkuliahan sampai
lulus dari kampus tercinta ini;
6. Ayahanda dan Ibunda tercinta Sapan dan Arum Rosalia. Doaku senantiasa
mengalir untuk kalian laksana sumur zam-zam yang tak pernah kering. Atas kasih
sayang yang tiada banding, mendoakan, membantu, mendukung, berkorban, baik
secara moril dan materil, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi
ini. Rabbighfirli wa liwalidaiya warhamhuma kama rabbayani shaghira…Amin;
7. Ustadz H. Asmuni Marzuki, Ustadz H. Ahmad Fulaih,S.Ag, Ustadz
Mulyani,S.Ag, yang telah mendoakan dan banyak membantu penulis dalam
menyelesaikan skripsi ini;
8. Teman-teman satu atap di Jinayah: Beben, Oneil, Ajhon, Wildan, Ubuy, Jabar,
Auf, Asep, Adin, Pandi, Karya, Rahmat, Suwardi, Sudirman, Katon, Ana (thank
untuk bantuannya selama ini), Didi, Nita, Iroh, Lina, Ela, iik, Mamah, Dewi,
Elga, Iyam, Manse, Rika. Hadiah terindah yang pernah aku dapat adalah
mengenal kalian…Selamat berjuang Kawan!
9. Seluruh rekan mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, yang tidak dapat
penulis sebutkan satu persatu namanya. Namun, keberadaan kalian akan selalu
terukir di dalam hati ini;
Hanya kepada Allah jualah akhirnya penulis memanjatkan doa dan memohon
ampunan. Semoga Allah swt memberikan balasan yang lebih baik dan berlipat ganda
kepada mereka, sebab tanpa doa dan bantuan mereka, penulis hanyalah hamba yang
dhaif. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat dan mampu memberikan suatu kontribusi
bagi perjuangan penegakan syariat Allah di bumi Indonesia tercinta.
Hadanallah wa iyyakum ajma’in.
Jakarta, 22 Mei 2008
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR…………………………………………………………i
DAFTAR ISI…………………………………………………………………..iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah…………………………………….1
B. Perumusan dan Pembatasan Masalah……………………….5
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian……………………………...6
D. Metode Penelitian…………………………………………...6
E. Sistematika Penulisan……………………………………….7
BAB II DESKRIPSI UMUM TENTANG TERORISME DAN JIHAD
A. TERORISME
1. Definisi Terorisme……………………………………….9
2. Kategori Aksi Terorisme………………………………...11
3. Sanksi Terorisme………………………………………...13
4. Bentuk Aksi……………………………………………..21
B. JIHAD
1. Definisi Jihad.……………………………………………23
2. Dasar Hukum Tentang Jihad.……………………………26
3. Syarat dan Tujuan Jihad.………………………………...30
BAB III PANDANGAN CENDEKIAWAN MUSLIM TENTANG
TERORISME DAN JIHAD
A. Cendekiawan Muslim di Indonesia.………………………..41
B. Cendekiawan Muslim di Luar Indonesia..………………….57
BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP FATWA MUI NO. 3
TAHUN 2004 TENTANG TERORISME
A. Latar Belakang Lahirnya Fatwa MUI tentang Terorisme….62
B. Terorisme dan Jihad………………………………………..65
C. Hukum Terorisme………………………………………….82
D. Sanksi Terorisme…………………………………………...86
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan………………………………………………...91
B. Saran……………………………………………………….93
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………
...94
LAMPIRAN
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Islam adalah agama Rahmat Li al-‘Alamin, yaitu agama yang membawa
perdamaian bagi seluruh alam. Sejarah Islam telah mencatat, bahwa
perkembangan Islam dari masa Rasulullah saw, Khulafaurrasyidin, sampai pada
masa sekarang ini selalu disampaikan dengan cara damai dan senantiasa
menyerukan kedamaian. Oleh karena itu, tidak mungkin umat Islam melakukan
tindak kekerasan yang dapat merugikan umat Islam sendiri dan umat lainnya.1
Islam juga merupakan agama yang mengajak umat manusia untuk
merealisasikan kebenaran dan perdamaian, mulai dari lingkup pribadi, sosial, dan
negara. Pada waktu yang bersamaan, Islam mengajak untuk berjihad di jalan
Allah Ta’ala dalam rangka meninggikan kalimat Allah, mengeluarkan manusia
dari kegelapan menuju cahaya. Misi ini yang diungkapkan seorang sahabat
bernama Rabi’ bin Amir kepada panglima perang Persia mengenai Islam dan
tujuan kaum muslimin berjihad,
“Kami datang untuk mengeluarkan manusia dari kediktatoran penguasa menuju keadilan Islam, dari dunia yang sempit
menuju kepada akhirat yang luas, yang belum pernah telinga mendengar dan mata melihatnya. Islam mengagungkan
manusia, mengangkat derajat dan keutamaannya di atas seluruh makhluk. Karena itu, Islam mengharamkan pembunuhan,
mencegah penganiayaan terhadap anggota badan dan memperbolehkan membayar diyat untuk merealisasikan
perdamaian”.2
1 Majalah Jihad, Edisi PerdanaTh. I, 27 April 2003 h.8
2 Nawaf Hail Takruri, al-amaliyat al-istishadiyah fil Mizan al-Fiqh, Maktabah al-Asad, 1997
Cet. Ke-2 h.5
Islam mensyariatkan agar jihad dilakukan dengan harta, jiwa, dan raga. Jihad
adalah sarana paling efektif untuk mewujudkan perdamaian, kebenaran, dan
keadilan. Nabi Muhammad saw sendiri menerangkan bahwa tujuan jihad tertinggi
adalah syahid3 di jalan Allah swt, syahid adalah cita-cita tertinggi seorang
muslim yang benar keimanannya, karena ia adalah jalan yang mulia, dan suci
untuk mencapai keridhoan Allah swt. Hal inilah yang ditegaskan dalam Q.S. Ali
Imron (3) : 169 bahwa para syuhada itu hidup disisi Tuhannya.
���� و� �� رب)'& %$# أح��ء ب� أ��ا� ا���� س��� �� ����ا ا�� )169: 3/ %/,ان ال( �,ز��ن
Artinya : “Janganlah kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah itu mati; bahkan mereka itu hidup disisi
Tuhannya dengan mendapat rezki”.
Bagi sebagian orang, terutama bagi kalangan non muslim yang kurang
memahami pengertian jihad, seakan-akan jihad itu mesti dalam bentuk perang
atau dengan menggunakan pedang atau senjata. Hal ini terbukti dari uraian yang
ditulis oleh H.A.R Gibb dan Jhon Krameres (Shorter Encyclopedia of Islam),
sebagaimana dikutip dalam majalah Jihad, mereka menyimpulkan :
“Jihad holy war, The spread of Islam by arms, is a religious duty upon Muslims in general. (Jihad adalah perang suci,
meyebarkan Islam dengan senjata pada umumnya adalah salah satu tugas keagamaan bagi orang-orang muslim”.4
3 Syahid adalah istilah yang digunakan bagi orang yang gugur didalam berjuang di jalan Allah
awt 4 Majalah Jihad, Edisi No.2 Th. I 27 Mei 2003, h.10-11
Padahal, di dalam agama Islam sendiri jihad itu mempunyai makna yang
sangat luas, tidak hanya dalam bentuk peperangan. Jihad fi sabilillah dalam
pemahaman yang sebenarnya tidaklah identik dengan kekerasan, anarkisme,
perang brutal, pengeboman, dan teror yang dilakukan perorangan maupun
kelompok.5
Namun, seringkali ada sebagian orang atau kelompok yang mengatasnamakan
Islam untuk melakukan tindakan terorisme. Misalnya Imam Samudera (Abdul
Aziz), DR. Azhari Husen (alm), Noordin M.Top, dan Cs yang ditetapkan sebagai
aktor peledakan bom (kalau tidak ingin menyebut teroris) di beberapa tempat di
wilayah Indonesia. Harus disadari bahwa betapa pun teror dan bom yang banyak
memakan korban jiwa itu telah membuat rakyat takut. Tindakan yang mereka
(para pelaku teror) lakukan, menjadi malapetaka yang menimpa umat Islam di
berbagai daerah di Indonesia. Beragam bentuk dan peristiwa yang menuduh dan
mencurigai umat Islam sebagai pelaku peledakan terus menerus kita dengar dan
saksikan.6 Bahkan berbagai tudingan datang dari negara-negara lain (AS, Inggris,
Australia) yang menyebutkan Indonesia adalah negara sarangnya teroris.
Tudingan tersebut dilandasi mengingat banyaknya aksi teror yang terjadi di
Indonesia, mulai dari tanggal 1 Agustus 2000 hingga 1 Oktober 2005 tercatat
sedikitnya 18 peristiwa teror yang menelan korban jiwa dan harta benda. Mulai
dari peledakan bom di Kedubes Filipina, Kedubes Malaysia, Kedubes Australia,
5 Majalah Jihad, Edisi Perdana Th. I 27 April 2003, h.12
6 Majalah Sabili, No.6 Th. XII 8 Oktober 2004, h.28
lalu peledakan bom Bali pertama (12 Oktober 2002) dan bom Bali kedua (1
Oktober 2005).7
Menjadi sebuah pertanyaan besar kepada kita semua, apakah Islam sebagai
agama Rahmat Li al-‘Alamin mengajarkan kepada para penganutnya untuk
melakukan tindakan yang dapat merugikan orang lain sampai merenggut banyak
korban jiwa dan harta benda seperti aksi terorisme misalnya?
Jawaban kita (umat Islam ) tentunya tidak! Di sinilah kemudian menjadi
sebuah perbincangan di kalangan masyarakat Indonesia. Di tengah keadaan yang
meresahkan masyarakat atas tindakan terorisme tersebut, maka MUI (Majelis
Ulama Indonesia) sebagai wadah perkumpulan para ulama di Indonesia turut
andil dalam mengatasi masalah terorisme ini dengan mengeluarkan fatwa seputar
masalah terorisme di Indonesia. Dalam fatwa tersebut dijelaskan bahwa tindakan
terorisme adalah haram dengan alasan apapun, apalagi jika dilakukan di negeri
damai (Darul al-Suhlt) dan negeri muslim seperti Indonesia. Hal ini dijelaskan
dalam QS al-Maidah (5) : 33
أن ���دا ا�<رض �� و��>�ن ورس��� ا���� ��رب�ن ا�� �� ;:اء إن�/��� �$G�ا أو F��ف �� وأر;�'& أ�#�'& @B�C أو ���A��ا أو �@����ا
اب اFM�,ة �� و�'& ا�#Kن�� �� F:ي �'& ذH� ا�<رض% &�O% )ة#P�/ا�
/5 :33(
Artinya: “Sesungguhnya pembalasan terhadap orang-orang yang memerangi Allah dan Rasul-Nya dan membuat kerusakan
di muka bumi, hanyalah mereka dibunuh atau disalib, atau dipotong tangan dan kaki mereka dengan bertimbal balik, atau
7 Http//id.wikipedia.org/wiki/pengeboman_Bali_2005
dibuang dari negeri (tempat kediamannya). Yang demikian itu (sebagai) suatu penghinaan untuk mereka didunia, dan di
akhirat mereka beroleh siksaan yang besar”.
Kemudian, masih dalam fatwa tersebut, Islam membedakan hukum terorisme
dengan jihad, baik dari aspek pengertian, tindakan yang dilakukan dan tujuan
yang ingin dicapai.8
Tertarik dengan substansi fatwa MUI itulah penulis ingin meneliti masalah
terorisme di Indonesia dengan mengangkat judul yaitu “TINJAUAN HUKUM
ISLAM TERHADAP AKSI TERORISME DI INDONESIA (Analisis Terhadap
Fatwa MUI Tahun 2004 tentang Terorisme)”.
B. Perumusan dan Pembatasan Masalah
Perumusan masalah penelitian ini adalah berkaitan dengan dikeluarkannya fatwa MUI tentang terorisme, sebagai
bentuk sikap dari para ulama Indonesia terhadap aksi terorisme. Untuk itu, penulis akan melakukan tinjauan hukum Islam
terhadap aksi terorisme di Indonesia dengan menganalisis fatwa MUI tersebut. Berdasarkan pokok masalah ini, akan
diuraikan menjadi beberapa pertanyaan sebagai berikut :
1. Bagaimanakah gambaran hakikat jihad dan terorisme ?
2. Bagaimanakah pandangan cendekiawan Islam tentang jihad dan terorisme?
3. Bagaimanakah pandangan MUI tentang jihad dan terorisme ?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah :
1. Memberikan penjelasan hakikat jihad dan terorisme
2. Mengetahui pandangan cendekiawan Islam tentang jihad dan terorisme
3. Mengetahui pandangan MUI tentang jihad dan terorisme
Adapun manfaat penelitian ini adalah :
8 MUI, Fatwa MUI Tentang Terorisme, Tahun 2004
1. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk menambah
wawasan umat Islam tentang definisi dan perbedaan seputar masalah
terorisme dengan jihad,
2. Mendapatkan pemahaman yang mendalam tentang tinjauan hukum islam
terhadap aksi terorisme,
3. Untuk menambah khasanah pemikiran Islam mengenai analisis fatwa MUI
terhadap aksi terorisme di Indonesia.
D. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Data yang dikumpulkan
berdasarkan data-data ilmiah yang telah ada. Juga bersifat deskriptif, karena
penelitian ini menjabarkan atau menggambarkan obyek penelitian. Kemudian
penelitian ini bersifat penelitian hukum normatif-dokriner, karena di dalamnya
akan dipakai aturan-aturan yang telah baku dan juga pendapat pendapat dari
para ahli.
2. Teknik Pengumpulan Data
Dalam tahap ini penulis menggunakan 2 (dua) teknik pengumpulan data,
yaitu melalui Studi Dokumenter, di mana dalam hal ini penulis mengkaji literatur-
literatur ataupun tulisan-tulisan dari beberapa ahli dalam wacana terorisme ini,
dan yang kedua melalui teknik wawancara.9
3. Teknik Analisis Data
Dalam tahap ini penulis menggunakan Teknik Analisis Kualitatif, di mana
dalam tahap ini penulis berusaha menganalisa berbagai pemikiran dan kesimpulan
yang didapat dalam literatur-literatur tersebut dan juga berusaha melakukan
seleksi data dan menginterpretasikan serta menguji kebenarannya.
Adapun Teknik dalam penulisan skripsi ini, penulis berpedoman pada
“Pedoman Penulisan Skripsi” yang diterbitkan oleh Fakultas Syari’ah & Hukum
Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 200710
F. Sistematika Penulisan
Untuk lebih memudahkan memahami penelitian ini, penulis membaginya
menjadi lima bab, yaitu :
BAB I PENDAHULUAN
9 Soerjono Soekamto, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta UI Press, 1986, h.12
10 Djawahir Hejazziey, Pedoman Penulisan Skripsi, Jakarta Fakultas Syariah & Hukum UIN
Syarif Hidayatullah, 2007
Pada bab ini menjelaskan tentang : latar belakang masalah,
perumusan dan pembatasan masalah, tujuan dan manfaat penelitian,
tinjauan pustaka, metode penelitian, dan sistematika penulisan.
BAB II DESKRIPSI UMUM TENTANG TERORISME DAN JIHAD :
Pada bab ini penulis menjelaskan tentang : definisi terorisme, kategori
aksi terorisme, sanksi terorisme, bentuk aksi terorisme, definisi jihad,
dasar hukum tentang jihad, syarat dan tujuan jihad.
BAB III PANDANGAN CENDEKIAWAN MUSLIM TENTANG
TERORISME DAN JIHAD
Pda bab ini penulis menjelaskan tentang : pandangan cendekiawan
Muslim di Indonesia, dan pandangan cendekiawan Muslim di Luar
Indonesia.
BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP
FATWA MUI NO. 3 TAHUN 2004 TENTANG TERORISME
Pada bab ini penulis memaparkan dan menjelaskan : berbagai aksi
terorisme di Indonesia, terorisme dan jihad, hukum terorisme, dan
sanksi terorisme.
BAB V PENUTUP
Pada bab ini berisi tentang : kesimpulan, dan saran.
\ BAB II
DESKRIPSI UMUM TENTANG TERORISME DAN
JIHAD
A. TERORISME
1. Definisi Terorisme
Dapatkah terorisme
didefinisikan?Pertanyaan ini diajukan
oleh Wolter Lacquer. Menurutnya lebih
dari seratus definisi telah dikemukakan
untuk menjelaskan fenomena tersebut.
Kata terorisme diderivasi dari bahasa
Latin yaitu terrere, berarti membuat
ketakutan, dan terorisme didefinisikan
sebagai suatu “Penggunaan teror yang
sistematik secara khusus sebagai satu
sarana memperoleh tujuan politik”
(systematic use of terror as a means of
gaining some political end). Sedangkan
definisi terorisme menurut Hoffman
(Inside Terrorism) sebagaimana dikutip
dalam buku ‘Terorisme Berjubah
Agama’ adalah “Penciptaan dan
eksploitasi ketakutan yang dilakukan
dengan sengaja melalui kekerasan atau
ancaman kekerasan dalam rangka
mencapai perubahan politik” (the
deliberate creation and exploitation of
fear through violence or the threat of
violence in the pursuit of political
change).11
Satu definisi terbaik
mengenai terorisme telah dikeluarkan
oleh Departemen Pertahanan Amerika
Serikat tahun 1990 bahwa terorisme
adalah “Penggunaan kekuatan atau
kekerasan yang tidak berdasarkan
hukum atau mengancam yang
menghancurkan individu dan harta
benda untuk memaksa dan
mengintimidasi pemerintah dan
masyarakat, seringkali untuk mencapai
tujuan-tujuan politik, agama atau
11 Ridwan al-Makassary, Terorisme Berjubah Agama, Jakarta, PBB UIN, 2003, h.9
ideologi” (as the unlawful use of, or
threatened use, of force or violence
against individuals or property to
coerce and intimidate governments or
societies, often to achieve political,
religious, or ideological objectives).12
Sejauh ini tidak ada definisi
tunggal mengenai terorisme yang bisa
disepakati. Bahkan definisi yang telah
dipaparkan di atas bukanlah konsensus
yang dapat diterima dalam mengkaji
isu terorisme. Menurut Azyumardi
Azra, ada beberapa hal yang menjadi
penyebab terjadinya kesulitan dalam
mendefinisikan terorisme. Pertama,
‘terorisme’ merupakan masalah moral
yang sulit, karena istilah ini sering
didasarkan pada asumsi bahwa
sejumlah tindakan kekerasan –
khususnya menyangkut politik- adalah
12 Ibid., h.10
justifiable dan sebagian lagi
unjustifiable. Kekerasan yang
dikelompokkan ke dalam bagian
terakhir inilah yang sering disebut
sebagai terorisme. Kedua, ‘terorisme’
terletak pada sifat subjektif teror itu
sendiri. Umat manusia mempunyai
akar-akar ketakutan yang berbeda.
Pengalaman-pengalaman pribadi dan
latar belakang budaya yang berbeda
membuat citra ketakutan yang berbeda
pula satu sama lain. Kompleksitas
saling mempengaruhi di antara faktor-
faktor subjektif dan respon-respon
individual yang sering tidak rasional
mengakibatkan semakin sulitnya
pengkajian dan pendefinisian secara
akurat dan ilmiah atas terorisme.13
Namun, terdapat kesamaan pendapat
13 M.Hilaly Basya dan David K. Alka, Amerika Perangi Teroris Bukan Islam, Jakarta, Center
For Moderat Muslim (CMM), 2004, h.33-36
para ahli mengenai ciri-ciri dasar
terorisme, yaitu :14
a. Pengeksploitasian kelemahan
manusia secara sistematis (ketakutan
yang melumpuhkan terhadap
kekerasan, kekejaman, dan
penganiayaan fisik),
b. Adanya unsur pendadakan atau
kejutan,
c. Mempunyai tujuan politik yang lebih
luas dari sasaran atau korban,
d. Direncanakan, dan dipersiapkan
secara rasional.
2. Kategori Aksi Terorisme
Ada beberapa kategori aksi di
dalam konteks terorisme ini, di
antaranya yaitu yang diungkapkan oleh
T.P Thornton (Teror as a Weapon of
14 Abu Ridho, Terorisme : Kelompok Kajian Dakwah dan Pemikiran Islam,T.tp., Tarbiatuna,
h.13
Political Agitation) yang dikutip dalam
buku ‘Amerika Perangi Teroris Bukan
Islam’ bahwa ada dua kategori aksi
terorisme, pertama: enforcement terror,
yang dijalankan penguasa untuk
menindas tantangan terhadap
kekuasaan mereka. Kedua: agitational
terror, yakni kegiatan teroristik yang
dilakukan mereka yang ingin
menganggu tatanan yang mapan untuk
kemudian menguasai tatanan politik
itu.15
Berkaitan dengan itu juga, menurut
W.F May (Terrorism as Strategy and
Ecstasy) yang juga dikutip dalam buku
‘Amerika Perangi Teroris Bukan
Islam’ yang membagi terorisme ke
dalam dua bagian yaitu : penguasa teror
(regime terror) dan cengkraman
suasana teror (siege of terror). Yang
15 M.Hilaly Basya dan David K. Alka, Amerika Perangi Teroris Bukan Islam, h.38
pertama mengacu kepada terorisme
untuk melayani kekuasaan yang mapan.
Yang kedua mengacu pada terorisme
untuk kepentingan gerakan-gerakan
revolusioner. May mengakui walau
penguasa teror lebih penting, justru
cengkraman teror lebih menyita
perhatian karena ia menyibakkan
persepsi tentang dunia pembunuhan
manusia secara kekerasan dalam cara
mencolok sehingga tampak lebih jelas
pada terorisme negara.16
Sedikit berbeda dengan Thornton dan
May, Wilkinson (Political Terrorism)
dikutip dalam buku ‘Jihad dan
Terorisme’ membedakan empat jenis
terorisme : kriminal, psikis, perang, dan
politik. Terorisme kriminal
didefinisikan sebagai penggunaan teror
secara sistematis untuk mencapai
16 Ibid., h.38
tujuan-tujuan materiil; terorisme psikis
mempunyai tujuan-tujuan mistik,
keagamaan atau magis; terorisme
perang mempunyai tujuan
melumpuhkan lawan, menghancurkan
pertahanannya; sedangkan terorisme
politik secara umum didefinisikan
sebagai penggunaan ancaman untuk
mencapai tujuan-tujuan politik.17
Terorisme gaya baru mengandung
beberapa karakteristik. Pertama,
adanya maksimalisasi korban secara
sangat mengerikan. Kedua, keinginan
untuk mendapatkan liputan di media
massa secara internasional secepat
mungkin. Ketiga, tidak pernah ada
yang membuat klaim terhadap
terorisme yang sudah dilakukan.
Keempat, serangan terorisme itu tidak
pernah bisa diduga karena sasarannya
17 Azyumardi Azra, Jihad dan Terorisme, (Jakarta:Islamika,1997), h.85
sama dengan luasnya seluruh
permukaan bumi.18
Terorisme gaya baru dapat
menyerang apa saja, menyerang gereja
atau masjid, menghantam pasar atau
supermarket, melumat kantor
pemerintah atau lembaga pendidikan,
nightclub, hotel-hotel, bisa menyerang
perkampungan desa maupun kota, bisa
melakukan serangan di jalan raya,
kereta api, bus, pesawat terbang, kapal,
dan lain sebagainya.
3. Sanksi Terorisme
Sebelum membahas sanksi
terorisme, di sini penulis akan
menguraikan terlebih dahulu tujuan
hukum menurut beberapa orang pakar
ilmu hukum, sehingga akan diketahui
tujuan dan kegunaan dari sanksi atau
18 www.detik.com 20/10/2002
hukuman terhadap pelaku pelaku
terorisme ini.
Secara umum hukum pidana
memiliki tujuan social difence dan
social welfare, di mana manusia harus
memiliki rasa aman dalam
kehidupannya. Di antara tujuan hukum
tersebut telah dikemukakan oleh
beberapa sarjana ilmu hukum di
antaranya sebagai berikut :19
a. Menurut Prof. Subekti S.H, hukum
bertujuan untuk melayani tujuan
negara yaitu mendatangkan
kemakmuran dan kebahagiaan pada
19 C.S.T Kansil, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, Jakarta:Balai Pustaka,
1989, h.41
rakyatnya, dengan menyelenggarakan
keadilan dan ketertiban.
b. Prof. Van Apeldoorn dalam
bukunya “Inleiding tot de studie van
het Nederlandse recht” mengatakan
bahwa tujuan hukum ialah mengatur
pergaulan hidup manusia secara
damai. Hukum menghendaki
perdamaian
c. Geny dalam bukunya “Science et
technique en droit prive positif”
mengajarkan bahwa hukum bertujuan
semata-mata untuk mencapai
keadilan.
d. Dalam buku “Inleiding tot de
Rechtswetenschap” Prof. Van Kan
mengatakan bahwa hukum bertujuan
menjaga kepentingan tiap-tiap
manusia supaya kepentingan-
kepentingan itu tidak dapat diganggu.
Dalam Rancangan Undang-Undang
RI Tahun 2000 tentang KUHP dalam
bab III Pasal 50 disebutkan bahwa
pemidanaan dilakukan dengan tujuan
sebagai berikut :
a. Mencegah dilakukannya tindak
pidana dengan penegakan norma
hukum dari pengayoman masyarakat;
b. Memasyarakatkan terpidana
mengadakan pembinaan sehingga
menjadi orang baik dan berguna;
c. Menyelesaikan konflik yang
ditimbulkan oleh terpidana,
memulihkan keseimbangan dan
mendatangkan rasa damai dalam
masyarakat;
d. Membebaskan rasa bersalah para
terpidana, pemidanaan yang di
maksud untuk menderitakan dan
merendahkan martabat manusia.
Dalam rangka mencegah dan memerangi terorisme tersebut, sejak jauh
sebelum maraknya kejadian-kejadian yang digolongkan sebagai bentuk
terorisme terjadi di dunia, masyarakat internasional maupun regional serta
pelbagai negara telah berusaha melakukan kebijakan kriminal (criminal policy)
disertai kriminalisasi secara sistematik dan komprehensif terhadap perbuatan
yang dikategorikan sebagai terorisme.
Untuk itu, diperlukan perangkat hukum yang mengatur tentang Tindak
Pidana Terorisme. Menyadari hal ini dan lebih didasarkan pada peraturan yang
ada saat ini yaitu Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) belum
mengatur secara khusus serta tidak cukup memadai untuk memberantas tindak
pidana terorisme, Pemerintah Indonesia merasa perlu untuk membentuk
Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, yaitu dengan
menyusun Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) nomor 1
tahun 2002, yang pada tanggal 4 April 2003 disahkan menjadi Undang-Undang
dengan nomor 15 tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.
Keberadaan Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme
merupakan Hukum Pidana Khusus. Hal ini memang dimungkinkan, mengingat
bahwa ketentuan Hukum Pidana yang bersifat khusus, dapat tercipta karena : 20
a. Adanya proses kriminalisasi atas suatu perbuatan tertentu di dalam
masyarakat. Karena pengaruh perkembangan zaman, terjadi perubahan
pandangan dalam masyarakat. Sesuatu yang mulanya dianggap bukan
sebagai tindak pidana, karena perubahan pandangan dan norma di
masyarakat, menjadi termasuk tindak pidana dan diatur dalam suatu
perundang-undangan hukum pidana.
b. Undang-Undang yang ada dianggap tidak memadai lagi terhadap perubahan
norma dan perkembangan teknologi dalam suatu masyarakat, sedangkan
untuk perubahan undang-undang yang telah ada dianggap memakan banyak
waktu.
c. Suatu keadaan yang mendesak sehingga dianggap perlu diciptakan suatu
peraturan khusus untuk segera menanganinya.
d. Adanya suatu perbuatan yang khusus di mana apabila dipergunakan proses
yang diatur dalam peraturan perundang-undangan yang telah ada akan
mengalami kesulitan dalam pembuktian.
Sebagai Undang-Undang khusus, berarti Undang-Undang Nomor 15 tahun
2003 mengatur secara materiil dan formil sekaligus, sehingga terdapat
20 Loebby Loqman, Analisis Hukum dan Perundang-Undangan Kejahatan Terhadap
Keamanan Negara di Indonesia, (Jakarta: Universitas Indonesia, 1990), h.17
pengecualian dari asas yang secara umum diatur dalam Kitab Undang-Undang
Hukum Pidana (KUHP)/Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana
(KUHAP) [(lex specialis derogat lex generalis)]. Keberlakuan lex specialis
derogat lex generalis, harus memenuhi kriteria 21
:
a. Bahwa pengecualian terhadap Undang-Undang yang bersifat umum,
dilakukan oleh peraturan yang setingkat dengan dirinya, yaitu Undang-
Undang.
b. Bahwa pengecualian termaksud dinyatakan dalam Undang-Undang khusus
tersebut, sehingga pengecualiannya hanya berlaku sebatas pengecualian
yang dinyatakan dan bagian yang tidak dikecualikan tetap berlaku
sepanjang tidak bertentangan dengan pelaksanaan Undang-Undang khusus
tersebut.
Dalam hukum pidana Indonesia
dijelaskan jenis-jenis hukuman pidana
di dalam KUHP pasal 10, yaitu :22
a. Pidana Pokok
1) Pidana Mati;
2) Pidana Penjara;
21 Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum, Suatu Pengantar, (Yogyakarta:Liberty, 1996).
22 Andi Hamzah, KUHP & KUHAP, Jakarta:Rineka cipta, 2004, h.6
3) Pidana Kurungan;
4) Pidana Denda;
5) Pidana Tutupan.
b. Pidana Tambahan
1) Pencabutan hak-hak tertentu;
2) Perampasan barang-barang
tertentu;
3) Pengumuman putusan hakim.
Sanksi pidana bagi pelaku
terorisme dalam Undang-undang
Nomor 15 Tahun 2003 diatur dalam
Bab II dengan hukuman terberat adalah
hukuman mati dan dua puluh tahun
penjara, hukuman yang paling singkat
adalah tiga tahun penjara.23
Adapun macam –macam
hukuman/sanksi tindak pidana
terorisme dijelaskan dalam Undang-
Undang Nomor 15 Tahun 2003 dan
23 Undang-Undang No. 15 Tahun 2003 Tentang Anti Terorisme
perbandingannya dengan KUHP
sebagai berikut :
a. Pidana Mati
Hukuman ini merupakan hukuman
terberat yang dijatuhkan kepada para
pelaku terorisme. Sebagaimana diatur
dalam Pasal 6 UU No. 15 Tahun 2003
yang menyatakan bahwa
dijatuhkannya hukuman mati ini,
apabila para pelaku terorisme dengan
sengaja menggunakan kekerasan atau
ancaman kekerasan, yang
menimbulkan suasana teror atau rasa
takut terhadap orang secara meluas
atau menimbulkan korban yang
bersifat massal, dengan cara
merampas kemerdekaan atau
hilangnya nyawa dan harta benda
orang lain, atau mengakibatkan
kerusakan dan kehancuran terhadap
objek-objek vital yang strategis atau
lingkungan hidup atau fasilitas publik
atau fasilitas internasional. Dalam
Pasal 104 KUHP pelaku makar
(kekerasan) pun dijatuhi hukuman
mati sebagai hukuman terberat,
apabila dengan maksud
menghilangkan nyawa, atau
merampas kemerdekaan, atau
meniadakan kemampuan presiden
atau wakil presiden pemerintah.
b. Pidana Penjara
1) Penjara seumur hidup
Hukuman ini menempati urutan
kedua setelah hukuman mati.
Kriteria untuk penjara seumur hidup
ini sama dengan kriteria pada
hukuman mati (Ps. 6 UU No. 15
Tahun 2003), hanya saja intensitas
kejahatannya yang berbeda. Para
pelaku terorisme dijatuhi hukuman
ini apabila tingkat intensitas
kejahatannya tidak separah yang
dilakukan oleh pelaku yang dijatuhi
hukuman mati. Para pelaku makar
pun (Ps. 104 KUHP) dapat dijatuhi
hukuman penjara seumur hidup
apabila perbuatan makar yang
dilakukan tidak sampai membuat
pelakunya dijatuhi hukuman mati.
2) Penjara 4 Tahun s.d 20 Tahun
Hukuman ini dijatuhkan kepada
pelaku terorisme sebagaimana
kriteria yang disebutkan dalam pasal
6 UU No. 15 Tahun 2003, hanya
saja intensitasnya masih di bawah
para pelaku yang dijatuhi hukuman
mati atau penjara seumur hidup.
Para pelaku makar pun (Ps. 104
KUHP) dapat dijatuhi hukuman
penjara paling lama dua puluh
tahun, apabila perbuatan makar
yang dilakukan tidak sampai
membuat pelakunya dijatuhi
hukuman mati atau penjara seumur
hidup.
3) Penjara 3 Tahun s.d 15 Tahun
Hukuman ini dijatuhkan kepada
setiap orang yang dengan sengaja
menyediakan atau mengumpulkan
dana dengan tujuan yang akan
digunakan atau patut diketahuinya
akan digunakan sebagian atau
seluruhnya untuk melakukan tindak
pidana terorisme (Ps. 11 UU No. 15
Tahun 2003). Senada dengan pasal
ini, di dalam Pasal 110 KUHP pun
mengatur tentang permufakatan
jahat dan pidana yang sama
diterapkan terhadap orang-orang
yang dengan maksud berdasarkan
pasal 104, 106, 107, 108 yaitu
mempersiapkan dan memperlancar
kejahatan.
Hukuman penjara minimal 3
tahun dan maksimal 15 tahun juga
dapat dijatuhkan kepada orang yang
dengan sengaja menggunakan
kekerasan atau ancaman kekerasan
atau dengan mengintimidasi
penyidik, penyelidik, penuntut
umum, penasehat hukum, dan atau
hakim yang menangani perkara
tindak pidana terorisme, sehingga
proses peradilan menjadi terganggu
(Pasal 20 UU No. 15 Tahun 2003).
Kemudian, hukuman penjara
minimal 3 tahun dan maksimal 15
tahun juga dapat dijatuhkan kepada
orang yang memberikan kesaksian
palsu, meyampaikan alat bukti palsu
atau barang bukti palsu dan
mempengaruhi saksi secara
melawan hukum di sidang
pengadilan, atau melakukan
penyerangan terhadap saksi
termasuk petugas pengadilan dalam
perkara tindak pidana terorisme
(Pasal 21 UU No. 15 Tahun 2003).
Sedangkan di dalam KUHP, setiap
orang yang dengan sengaja
memberikan keterangan palsu di
atas sumpah, baik dengan lisan atau
tulisan, secara pribadi maupun oleh
kuasanya diancam dengan pidana
penjara paling lama tujuh tahun (
Pasal 242 ayat (1) KUHP), bila
keterangan palsu di atas sumpah
diberikan dalam perkara pidana dan
merugikan terdakwa atau tesangka,
maka diancam dengan pidana
penjara paling lama sembilan tahun
(Pasal 242 ayat (2) KUHP).
4) Penjara 2 Tahun s.d 7 Tahun
Hukuman ini dijatuhkan kepada
setiap orang yang dengan sengaja
mencegah, merintangi atau
menggagalkan secara langsung atau
tidak langsung penyidikan,
penuntutan, dan pemeriksaan di
sidang pengadilan dalam perkara
tindak pidana terorisme (Pasal 22
UU No. 15 Tahun 2003).
Selanjutnya, selain diancam
dengan hukuman pokok seperti yang
telah dijelaskan dalam pasal-pasal
tersebut di atas, pelaku terorisme
atau hal-hal yang terkait dengan
tindakan terorisme dapat dikenai
hukum tambahan, yaitu : Pasal 39
ayat (1) KUHP : “Barang-barang
kepunyaan terpidana yang diperoleh
dari kejahatan atau sengaja
dipergunakan untuk melakukan
kejahatan dapat dirampas”.
4. Bentuk Aksi Terorisme
Menurut Lacqueur, tidak semua
kekerasan dapat disebut sebagai
tindakan terorisme. Senada dengan
Lacqueur, ada dua karakteristik dari
terorisme. Pertama, ada kekerasan, dan
Kedua, dimotivasi oleh agama.24
Berdasarkan beberapa karakter
tersebut, dapatlah diklasifikasikan
bahwa bentuk aksi terorisme terbagi ke
dalam dua jenis, yaitu :
1. Terorisme Agama
Persepsi yang umum mengenai
kemunculan kekerasan atas nama
agama di penjuru dunia terjadi pada
abad ke dua puluh. Tahun 1998
24 Ridwan al-Makassary, Terorisme Berjubah Agama, h.12
misalnya, Sekretaris Negara Amerika
Serikat Madelaine Albright telah
membuat daftar 30 kelompok
terorisme yang paling mengancam
perdamaian dunia, lebih dari
separuhnya adalah karena motivasi
agama. Mereka (para pelaku teror)
memaknai kekerasan sebagai suatu
titah ketuhanan dan aksi sakramen
(upacara suci). Dengan demikian,
menurut Hoffman terorisme agama
mengasumsikan satu dimensi yang
transendental dan akibatnya para
pelaku terorisme tidak dihalangi oleh
hambatan-hambatan politik dan
moral.25
Agama selanjutnya bertugas
sebagai satu kekuatan legitimasi. Ini
menjelaskan mengapa sanksi klerik
menjadi begitu penting bagi para
pelaku terorisme agama dan mengapa
25 Ibid., h.15
tokoh-tokoh agama seringkali dituntut
untuk ‘merestui’ tindakan teror
sebelum tindakan itu dilaksanakan.
Pada terorisme agama tidak
bermaksud menerima konstituen lain.
Karenanya, pembatasan-pembatasan
yang dipaksakan sangat tidak relevan
bagi terorisme agama. Tidak adanya
satu konstituen yang lebih luas
mendorong pelaku terorisme agama
ini menampilkan kekerasan yang
kadangkala terbatas melawan satu
kategori target yang nyata (siapapun
yang tidak menjadi anggota dari
terorisme agama atau sekte agama
tersebut). Selain itu, terorisme agama
melihat diri mereka bukan sebagai
satu bagian dari satu sistem sosial,
tetapi sebagai orang luar (outsiders)
yang mengupayakan perubahan-
perubahan fundamental dalam satu
sistem sosial yang berlaku.26
2. Terorisme Sekuler
Dalam hal konstituennya,
terorisme sekuler berupaya mencari
dan merangkul para simpatisan yang
aktual dan potensial. Berbanding
terbalik dengan terorisme agama, pada
terorisme sekuler pembatasan-
pembatasan yang dipaksakan –karena
harapan untuk merangkul pendukung
yang diam-diam atau konstituen yang
pasif- sangatlah relevan. Terorisme
sekuler menganggap kekerasan
sebagai satu jalan untuk menuntut dan
mendesak adanya perbaikan dan
perubahan satu sistem sosial yang
pada dasarnya bagus. Terorisme jenis
26 Ibid., h.16
ini juga memiliki satu set tujuan-
tujuan politik, sosial, atau ekonomi.27
B. JIHAD
1. Definisi Jihad
Perkataan jihad seringkali
diterjemahkan kedalam bahasa Inggris
dengan Holy War. Di dalam al-Qur’an
Allah swt menyebut kata-kata jihad
sebanyak 41 kali dengan pengertian
yang berbeda-beda. Menurut Prof. DR.
Quraisy Shihab, sebagaimana dikutip
dalam majalah Jihad, jihad merupakan
manifestasi identitas seorang mukmin,
artinya setiap mukmin adalah seorang
mujahid (pelaku jihad).28
Jihad tidak
selalu identik dengan perang
(menggunakan senjata), karena dalam
27 Ibid., h.18 28 Majalah Jihad, Edisi No.2 Th. I 27 Mei 2003, h.5
al-Qur’an istilah perang sendiri
menggunakan 4 jenis kata yaitu :
a. Qitaal (ل��� ) b. Harb (ح,ب )
c. Ghazwah ( وة:R)
d. Jihaad (د�'; )
Menurut pengertian secara bahasa
jihad berasal dari kata al-juhd (#'Sا� )
yang berarti kemampuan, atau
mengeluarkan sepenuh tenaga dan
kemampuan dalam mengerjakan
sesuatu. Kata jihad juga berasal dari
kata al-jahd (#'Sا� ) artinya kesukaran
yang untuk mengatasinya harus
dilakukan dengan sungguh-sungguh.
Demikianlah keterangan dari Wahbah
al-Zuhaili dalam kitab al-Fiqh al-Islam
Wa Adillatuhu.29
Menurut Imam Raghib
al-Isfahani (Mu’jam Mufradat Li al-
Fadz al-Qur’an) seperti yang dikutip
29 Wahbah al-Zuhaili, al-Fiqh al-Islam Wa Adillatuhu, Juz VI (Damaskus Suriah:Dar al-
Fikr,1984), h.413
dalam buku ‘Meluruskan Makna Jihad
Mencegah Terorisme’ dijelaskan bahwa
yang di maksud dengan jihad adalah
mengerahkan segala kemampuan untuk
menangkis serangan dan menghadapi
musuh yang tidak tampak yaitu hawa
nafsu, setan, dan musuh yang tampak
yaitu orang kafir yang memusuhi islam.
Jihad dalam pengertian ini tidak hanya
mencakup pengertian perang melawan
musuh yang memerangi Islam, tetapi
lebih luas lagi jihad berarti berusaha
sekuat tenaga dan kemampuan untuk
mengalahkan nafsu setan dalam diri
manusia. al-Nabhani (al-syakhsiyah al-
Islamiyah) mendefinisikan jihad
sebagai perang terhadap terhadap orang-
orang kafir untuk meninggikan kalimat
Allah.30
Menurut Sayyid Quthub
30 Meluruskan Makna Jihad Mencegah Terorisme, Diterbitkan Oleh Tim Penanggulangan
Terorisme, Cet. I, 2006, h.4
(Ma’aalim Fi al-Thariq), seperti yang
dikutip dalam majalah Jihad, jihad
adalah kelanjutan dari politik Tuhan.
Jihad adalah perjuangan revolusioner
yang dirancang untuk melucuti musuh-
musuh Islam, sehingga memungkinkan
muslimin menerapkan ketentuan-
ketentuan syari’ah yang selama ini
diabaikan atau bahkan ditindas oleh
Barat dan rezim-rezim opresif di dunia
muslim sendiri. Sedangkan menurut
Abul A’la al-Maududi, jihad adalah
perjuangan yang harus dilakukan kaum
muslimin untuk mewujudkan cita-cita
islam sebagai sebuah gerakan
revolusioner internasional.31
Selain definisi diatas, para fuqaha
mengartikan jihad sebagai upaya
mengerahkan segenap kekuatan dalam
perang fi sabilillah baik secara langsung
31 Majalah Jihad, h.11
maupun dalam bentuk pemberian
bantuan keuangan, pendapat, atau
penyediaan logistik dan lain-lain untuk
memenangkan peperangan.32
Dari beberapa definisi tersebut,
dapat disimpulkan bahwa jihad adalah
usaha yang sungguh-sungguh dengan
segenap kemampuan untuk mencapai
tujuan yang luhur di jalan Allah. Jihad
dapat dilakukan dengan bekerja keras,
melawan hawa nafsu yang
menghancurkan dan menjerumuskan
manusia kepada kebinasaan. Jihad juga
dapat dilakukan dalam bentuk perang
yang diijinkan oleh Allah swt demi
menjaga kehormatan, harkat, dan
martabat manusia dan kaum muslimin.
2. Dasar Hukum Tentang Jihad
32 Ibnu Abidin, Hasyiah Rad al-Mukhtar, Juz IV (Beirut: Dar al-Fikr,1992), h.119
Jihad dalam pengertian umum
mencakup seluruh jenis ibadah dan
amal shalih, diantaranya :
a. Haji Mabrur
Haji yang mabrur merupakan
ibadah yang setara dengan jihad.
Bahkan bagi perempuan haji yang
mabrur merupakan jihad yang utama.
Sebagaimana ditegaskan dalam
beberapa hadist, diantaranya : �% TUP�% VWر Xأن�'� %$'� ا Y���: �� رس�ل ،Xد ن,ى ا�'Sا�
�� �، :ل�� ن�Sه#؟ أ�[ ا�>/�، أ�\� ��,ور حab ا�S'�د أ�\� و�). cرى روا�d�33ا�(
Artinya : “Aisyah r.a bahwasanya ia
berkata : “Ya Rasulullah kami tidak
melihat ada amalan yang lebih baik
daripada jihad, maka apakah tidak ada
jihad untuk kami ? Rasulullah saw
berkata: tidak ada, tetapi untukmu
33 Abi Abdillah Muhammad Ibn Ismail al-Bukhari, Shahih al-Bukhari,Juz I (Beirut:Dar al-
Fikr,1984), h.173
jihad yang lebih baik dan lebih indah
adalah melaksanakan haji menuju haji
yang mabrur”.(H.R. al-Bukhari)
Pada riwayat al-Bukhari lainnya,
Rasulullah saw juga bersabda : �% TUP�% (ام ��$�f/ا�$���) %� ا� �Vص� Xن�� س<�� س��& و %��� ا cؤ 34 )ا��d�ري رواc( ا�Kb ا�S'�د ن>& :�@�ل ,ا�S'�د %�
Artinya : “ Dari Aisyah Ummul
Mukminin bahwa Rasulullah saw
ditanya oleh istri-istrinya tentang
jihad, beliau menjawab sebaik-baik
jihad adalah haji”. (H.R al-Bukhari)
b. Menyampaikan Kebenaran Kepada
Penguasa Yang Zhalim
Hal ini ditegaskan dalam hadist
riwayat al-Tirmidzi : �� ان� :��ل س��& و %��� اX ص��V ا�$���� أن� ا�d#ري س>�# أب� %�
&O%د أ�'Sا� T/(ن %$# %#ل آ��C�س ,P�;) . cي روا � )35ا��),
34 Abi Abdillah Muhammad Ibn Ismail al-Bukhari, Shahih al-Bukhari,Juz III
(Semarang:Maktabah Thaha Putra, T.th), h.221
Artinya : “Dari Abi Said al-Khudri
menyatakan bahwasanya Rasulullah
saw bersabda: Sesungguhnya diantara
jihad yang paling besar adalah
menyampaikan kebenaran kepada
penguasa yang zhalim”. (H.R
Tirmidzi)
Kata A’zham (&O%ا) pada hadist di atas
menunjukkan bahwa upaya
menyampaikan kebenaran kepada
penguasa yang zhalim merupakan
suatu perjuangan yang sangat besar.
Sebab hal itu sangat mungkin
mengandung resiko yang cukup besar
pula.36
c. Berbakti Kepada Orang Tua
35 Abi Ali Muhammad Abdurrahman Ibn Abdurrahim al-Mubarakfuri, Tuhfah al-Ahwazi Bi
Syarhi Jami’ al-Tirmizi, Juz VI (Beirut:Dar al-Fikr,T.th), h.396
36 Meluruskan Makna Jihad Mencegah Terorisme, h.17
Jihad dalam berbakti kepada
orang tua dijelaskan dalam hadist : :�@�ل ,ا�S'�د �� ���<ذن وس��& %��� ا�V� Xص ا�$���) ا�V ر;� ;�ءK��ل ,ن>& :��ل وا�#اك؟ أح�: �/'�G� #ه�S�.) kG��� ���%(37
Artinya : “Seseorang datang kepada
Nabi saw untuk meminta izin ikut
berjihad bersamanya, kemudian Nabi
saw bertanya : apakah kedua orang
tuamu masih hidup? Ia menjawab:
masih, Nabi saw bersabda: terhadap
keduanya maka berjihadlah kamu”.
(Muttafaqun Alaih)
Kata fajaahid (#ه�S� ) dalam hadist
tersebut berarti memperlakukan orang
tua dengan cara yang baik, yaitu
dengan mengupayakan kesenangan
orangtua, menghargai jasa-jasanya,
menyembunyikan kelemahan dan
37 Muhammad Ibn Ismail al-Makhalani, Subul al-Salam, Juz IV (Mesir:Dar al-Salam,T.th),
h.42
kekurangannya serta berperilaku
dengan tutur kata dan perbuatan yang
mulia.38
d. Menuntut Ilmu dan Mengembangkan
Pendidikan
Didalam sebuah hadist yang
diriwayatkan Imam Ibnu Majah
disebutkan : �� ب/$:T� �'� �)/�او�> ��>�)/� ا�d�, ا�� �<� �& ه ا �S�#ي ;�ء
�$O, ا�,;� ب/$:T� �'� ذl� H��, ;�ء و�� اX س��� �� ا�/�Sه#V��ع ا�� c,�R. )cاب� روا T;��(39
Artinya : “Orang yang datang ke
masjidku ini tidak lain kecuali karena
kebaikan yang dipelajarinya atau
diajarkannya, maka ia sama dengan
orang yang berjihad di jalan Allah.
Barangsiapa yang datang bukan karena
itu, maka sama dengan orang yang
38 Meluruskan Makna Jihad Mencegah Terorisme, h.19
39 Abu Abdillah Muhammad ibn Yazid Ibnu Majah al-Qazwainiy, Shahih Sunan Ibn Majah,
Juz 1 (Riyadh:Maktabah al-Ma’arif,1997), h.94
melihat kesenangan orang lain. (H.R
Ibnu Majah).
e. Membantu Fakir Miskin
Jihad yang tidak kalah pentingnya
adalah membantu orang miskin, peduli
kepada sesama, menyantuni kaum
papa. Hadist yang diriwayatkan al-
Bukhari berikut ini menjelaskan : ا����%� :وس��& %��� اX ص��V اX رس�ل ��ل :ل�� ه,�,ة أب� %�
V�% T���� ا�ر 40 )ا��d�رى رواc( اX س��� �� آ�ا�/�Sه# وا�/�
Artinya : “Dari Abi Hurairah berkata:
Rasulullah saw bersabda: Orang yang
menolong dan memberikan
perlindunga kepada janda dan orang
miskin sama seperti orang yang
melakukan jihad di jalan Allah”. (H.R
al-Bukhari).
40 Muhammad Ibn Ismail al-Bukhari, Shahih al-Bukhari,Juz VI, h.189
Sedangkan jihad dalam arti
khusus, yaitu bertempur/berperang
memerangi kaum kafir, baru diizinkan
kepada Nabi Muhammad saw setelah
ia bermukim di Madinah selama satu
tahun. Ketika Rasulullah saw berada di
Mekkah penyebaran dakwah Islam
dilakukan secara sembunyi-sembunyi.
Rentan waktu Rasulullah
menyembunyikan dakwahnya hingga
turunnya perintah untuk
mendakwahkan Islam secara terang-
terangan berkisar selama tiga tahun.41
Allah swt berfirman dalam QS al-Hijr
(15):94 �, �ب/ ��ص#عf )94: 15/ا�S,( ا�/U,آ�� %� وأ%,ض
41 Abdussalam Harun,Tahdzib Sirah Nabawiyah,Jakarta, DarulHaq, 2003, h.64
Artinya: ”Maka sampaikanlah olehmu secara terang-terangan segala apa
yang diperintahkan (kepadamu) dan berpalinglah dari orang-orang yang
musyrik”.
Maka mulailah penyebaran Islam tersebut dilakukan secara terang-
terangan, sekalipun dalam menyebarkan Islam Nabi saw mengalami
berbagai penderitaan. Namun, Allah swt tetap memerintahkan Nabi saw
untuk bersabar. Ketika tindakan kaum quraisy terhadap agama Allah
sudah kelewat batas –mereka menolak kemuliaan yang ingin Allah
berikan kepada mereka, bahkan mereka mendustakan NabiNya,
menyiksa dan mengusir orang-orang yang menyembahNya- maka Allah
swt mengiizinkan Rasulallah untuk berperang dan membela orang-orang
yang di dzalimi dan dianiaya.42
Allah swt berfirman dalam QS al-Hajj:
39-41
ن ���� أذن����� ��� ا ����� � وإن� ا���� ا��� ��#� �! ه�
ا�� أن إ. -,+ �*( د��ره� م� أ% $ ا� � ر�0/� � د12 و� . ا�� ا��
�آ وم=�$# وص� ات و�(1 ص ام1 ��#:م9 758� 45��� ا�/�س
� اس� 2(��� و�(/! ن آA( ا ا��� إن �/! B م� ا�� يC ا���� E�E�
42 Ibid., h.132
���ه� إن ا�/Fم G2 رضIا ا آ�ة وءا� ا ا�!Lة أ�JمE�وأم وا ا
�� و�� ا ���5� وف F/��ا � )41: 39/ا�QR( اIم ر ��O8J و��
Artinya: “Telah diizinkan (berperang) bagi orang-orang yang diperangi,
karena sesungguhnya mereka telah dianiaya. Dan sesungguhnya Allah, benar-
benar Maha Kuasa menolong mereka itu. (yaitu) orang-orang yang telah
diusir dari kampung halaman mereka tanpa alasan yang benar, kecuali karena
mereka berkata: "Tuhan kami hanyalah Allah." Dan sekiranya Allah tiada
menolak (keganasan) sebagian manusia dengan sebagian yang lain, tentulah
telah dirobohkan biara-biara Nasrani, gereja-gereja, rumah-rumah ibadat
orang Yahudi dan masjid- masjid, yang di dalamnya banyak disebut nama
Allah. Sesungguhnya Allah pasti menolong orang yang menolong (agama)-
Nya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kuat lagi Maha Perkasa. (yaitu)
orang-orang yang jika Kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi
niscaya mereka mendirikan sembahyang, menunaikan zakat, menyuruh
berbuat ma'ruf dan mencegah dari perbuatan yang mungkar; dan kepada
Allah-lah kembali segala urusan”.
3. Syarat dan Tujuan Jihad
a. Syarat Jihad
Sebagaimana telah disebutkan diatas bahwa jihad dalam pengertian
umum mencakup seluruh jenis ibadah dan amal shalih seperti haji mabrur,
berbakti kepada orangtua, menuntut ilmu, membantu fakir miskin, dan lain-
lain telah diatur tentang syarat-syarat dan ketentuannya masing-masing
didalam fiqh Islam.
Adapun jihad dalam arti bertempur atau berperang memiliki beberapa syarat
wajib yang harus dipenuhi, yaitu43
:
1) Islam ( ا�س[م ), maka bagi orang kafir tidak wajib jihad,
2) Baligh (ا����غ ), maka bagi anak kecil tidak wajib jihad,
3) Berakal (�@<ا� ), maka bagi orang gila tidak wajib jihad,
4) Merdeka (T�,ا� ), maka bagi si budak tidak wajib berjihad meskipun sang
tuannya memerintahkannya,
5) Laki-laki (T�آ�ر maka tidak wajib jihad bagi orang perempuan dan ,( ا�
orang banci yang merepotkan,
6) Dalam keadaan sehat (TAا� ), maka tidak wajib jihad bagi orang sakit
dengan suatu penyakit yang dapat menghambat peperangan, seperti sakit
panas yang terus-menerus,
7) Kuat bertempur (T��Cا� V�% ا�@��ل ), maka tidak wajib jihad bagi orang yang
buntung tangannya, juga tidak wajib atas orang yang tidak mempunyai
perlengkapan perang seperti senjata, kendaraan, dan bekal.
Perlu diketahui bahwa sebenarnya menurut ajaran Islam, perang sama
sekali tak dikenal karena islam menginginkan terciptanya suasana yang penuh
dengan kedamaian dalam keadaan bagaimanapun, kecuali pada dua keadaan :
1) Mempertahankan diri, nama baik, harta dan tanah air ketika diserang
musuh. Allah swt berfirman dalam QS al-Baqarah (2): 190
43 Syamsuddin Abu Abdillah Muhammad bin Qasim al-Syafi’I, Fathul Qarib, penerjemah
Imran Abu Amar, Menara Kudus, Jilid II, h.167
& ا�� �� ا���� س��� �� و����ا �Kp �� ا���� إن� >�#وا و�� �@���ن )190: 2/ا��@,ة( ا�/>�#��
Artinya: “Dan perangilah di jalan Allah orang-orang yang
memerangi kamu, (tetapi) janganlah kamu melampaui batas, karena
sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui
batas”.
2) Dalam keadaan melindungi dakwah di jalan Allah, seperti orang
yang menghentikan dakwah ini dengan jalan menyiksa orang-orang
yang seharusnya keamanannya terjamin, atau dengan jalan
merintangi mereka yang ingin memeluk ajaran Allah, atau melarang
juru dakwah menyampaikan ajaran Allah.44
Dalam berperang, kaum muslimin tidak boleh melampaui batas,
membunuh perempuan, anak-anak dan orangtua renta yang tidak
ikut berperang. Islam juga melarang merusak akses dan fasilitas
publik seperti persediaan makanan, dan pemukiman. Perang juga
tidak boleh dilakukan apabila negosiasi dan proses perjanjian damai
masih mungkin dilakukan. Peperangan harus segera dihentikan
44 Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah, penerjemah Kamaluddin A. Marzuki, Bandung:al-Ma’arif,
h.40
apabila musuh sudah menyerah, melakukan gencatan senjata atau
meneken perjanjian damai.45
Dalam ungkapan al-Qur’an peperangan dilakukan untuk
menghilangkan fitnah (kemusyrikan dan kedzaliman), apabila telah
tidak ada lagi fitnah, tidak ada alasan untuk melakukan peperangan.
Hal ini dijelaskan di dalam QS al-Baqarah (2): 193
ه����Jو � ن . -]F� O/[2 ن F�ا�#:�� و � L2 ا�]� ا 2\ن ��
�#وان � إ.�� �)��� )193: 2/ ا��8 ة( ا�[
Artinya: “Dan perangilah mereka itu, sehingga tidak ada fitnah lagi dan (sehingga) ketaatan itu hanya semata-
mata untuk Allah. Jika mereka berhenti (dari memusuhi kamu), maka tidak ada permusuhan (lagi), kecuali
terhadap orang-orang yang zalim”.
Singkatnya, perang diijinkan dalam situasi dan kondisi yang sangat terpaksa. Apabila perang terpaksa
dilakukan, peperangan tersebut harus dilakukan untuk tujuan damai, bukan untuk permusuhan dan membuat
kerusakan di muka bumi.
b. Tujuan Jihad
Tujuan jihad yang dapat diambil maknanya dari ayat-ayat al-Qur’an adalah terlaksananya syari’at islam dalam
arti yang sebenarnya serta terciptanya suasana yang damai dan tentram. Sebagaimana firman Allah swt di dalam
QS al-Hajj (22): 41
�� �$��ه& إن ا�� � وأ�,وا ا�:�آ�ة وءا�ا ا��A��ة أ����ا ا�<رض �� , %� ون'�ا ب��/>,وف )41: 22/ ا�b( ا�<��ر %�T�� و���� ا�/$
Artinya: “(yaitu) orang-orang yang jika Kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi niscaya mereka
mendirikan sembahyang, menunaikan zakat, menyuruh berbuat ma'ruf dan mencegah dari perbuatan yang mungkar;
dan kepada Allah-lah kembali segala urusan”.
Tanpa motivasi jihad seperti yang disebutkan di atas, Islam tidak membenarkan pemeluknya untuk melakukan
penyerangan ataupun teror terhadap siapapun.
45 Meluruskan Makna Jihad Mencegah Terorisme, h.12
Jihad belum bisa disebut Jihad yang sebenarnya jika tidak diniatkan karena Allah dan dimaksudkan untuk
menegakkan kalimatullah (agama Allah), mengangkat bendera kebenaran dan menghalau kebathilan serta dengan
segala daya berupaya mendapatkan ridha Allah swt.
Jika masih ada motif atau tujuan lain selain itu berupa motif duniawi, maka belum bisa dikatakan jihad dalam
pengertian yang sebenarnya. Dengan demikian, orang yang mati terbunuh karena ingin mendapatkan bagian
ghanimah atau mendapatkan kedudukan atau untuk menunjukkan keberanian atau memperoleh popularitas, maka
sesungguhnya orang seperti ini tidak akan mendapatkan pembagian di akhirat, tidak mendapatkan pahala. Imam
Abu Daud dan al-Nasa’i meriwayatkan bahwa seseorang berkata : “Wahai Rasulallah, bagaimana pendapatmu
tentang orang yang berperang karena mengharap upah dan ingin dikenang, apa yang akan ia peroleh? Rasulullah
menjawab : Tidak mendapatkan apa-apa, Rasulullah mengulang kalimat ini tiga kali, kemudian bersabda :
Sesungguhnya Allah tidak akan menerima amal kecuali jika amal itu ikhlas dan mengharap ridha dari-Nya”
Jihad sebagai sarana untuk mencapai keridhaan Allah swt dan salah satu ciri dari orang beriman. Tentu saja
disesuaikan dengan kemampuan yang ada pada seseorang, seperti melalui lisan, melalui hati ataupun dengan
pengorbanan harta sesuai dengan profesinya. Allah swt berfirman di dalam QS al-Shaff (61): 11
ا���� %$# �� �� P��/� و,آ�ك �إ��' ان�K\Gا �'�ا أو �Sرة رأوا وإذا,�F �� )11: 61/ا�sA( ا�,�از��� F�, وا���� ا��)�Sرة و�� ا���'�
Artinya: “(yaitu) kamu beriman kepada Allah dan RasulNya dan berjihad di
jalan Allah dengan harta dan jiwamu. Itulah yang lebih baik bagimu, jika
kamu mengetahui”.
Di dalam kitab Bulughu al-Maram karangan al-Hafizd Ibnu Hajar Atsqalani
disebutkan bahwasanya Rasululah saw bersabda :
& ;�ه#واا�/U,آ�� &وان ب���ا� �G & 46)ا�$���ئ رواc( وا��$�
Artinya: “ Perangilah orang-orang musyrik dengan hartamu, dan jiwamu, dan
lisanmu” (H.R al-Nasa’i).
Jihad bukanlah tujuan akhir dan bukan pula sasaran akhir akan tetapi
jihad adalah jalan yang telah disyariatkan Allah untuk mewujudkan sasaran
dan tujuan yang mulia antara lain:
1. Mencari Keridhaan Allah Swt
46 Abdurrahman Ahmad Ibn Syu’aib al-Nasa’i, Shahih Sunan al-Nasa’i,Juz 2
(Riyadh:Maktabah al-Ma’arif,1998), h.369
Allah swt berfirman dalam QS an-Nisa (4): 74
�� و�� بFu�,ة ا�#Kن�� ا���ة �U,ون ا�� �� ا���� س��� �� ���@��@� �� ���ف �p�l أو ��@�� ا���� س��� ��fأ;,ا ن �/�O% )4/ا�$��ء :74 (
Artinya: "Karena itu, semestinyalah orang-orang yang menukar kehidupan
dunia dengan kehidupan akhirat berperang dijalan Allah. Barangsiapa yang
berperang dijalan Allah, lalu ia gugur atau memperoleh kemenangan maka
kelak akan kami berikan kepadanya pahala yang besar."
Dari Muaz bin Jabal r.a, dari Rasulullah, beliau bersabda : "Perang itu ada
dua. Barangsiapa yang (berperang) mencari wajah Allah, mentaati Imam,
menginfakkan harta pilihan, memudahkan kawan, menjauhi perbuatan
merusak, maka sesungguhnya tidur dan jaganya semuanya membuahkan
pahala. Adapun orang yang berperang karena kesombongan, riya dan
mencari kemasyhuran, dan durhaka terhadap Imam serta membuat
kerusakan dibumi maka sesungguhnya ia tidak akan kembali dengan rezeki
yang cukup.” (HR Abu Daud, an-Nasai dan al-Hakim)
2. Untuk Mengawal Da'wah Islam
Islam wajib disebarkan ke seluruh umat manusia diseluruh muka bumi
dengan tidak membenarkan adanya berbagai rintangan yang memisahkan
antara Da'i (Pendakwah) dan Mad'u (Yang di Dakwahi). Apakah rintangan
itu berupa al-I'tiqadiyah al-Fikriyyah, al-Siyasiyah al-Qanuniyyah, maupun
al-Madhiyah al-Askariyyah. Maka untuk mengawal perjalanan da'wah dan
memeliharanya dari berbagai rintangan seperti tersebut di atas itu, Allah
telah mensyariatkan Jihad fi Sabilillah. Dan selain itu, juga untuk
memelihara kaum muslimin dari berbagai fitnah terhadap agama mereka,
atau dari berbagai ancaman terhadap kehidupan, kehormatan, harta dan akal
mereka.
3. Mengokohkan Kaum Muslimin dan Melaksanakan Hukum Allah dimuka
Bumi
Allah Azza wa Jalla berfirman dalam QS al-Nur (24): 55
& ءا�$�ا ا�� �� ا���� و%# $� �� G�d����$�'& ا���A��ت و%/��ا �� ا�� �� اسs�d� آ/� ���'& �� ا�� �� اسs�d� آ/� ا�<رض '���& ��$( أ�$� F��'& ب># �� و���#)�$�'& �'& ار\V ا�� ي د�$'& �'& و��/
ه& �<وHx� ذH� ب># آG, و�� ش�x� ب� �U,آ�ن �� �>�#ون$� )55: 24/ا�$�ر( ا�G�س@�ن
Artinya: "Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman dan
beramal saleh dari kalangan kamu (wahai Muhammad) bahwa ia sungguh-
sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di bumi, sebagaimana Ia telah
menjadikan orang-orang yang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Ia
akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhai-Nya untuk
mereka, dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan), sesudah mereka
berada dalam ketakutan menjadi aman sentosa. Mereka tetap beribadat
kepada-Ku dengan tidak mempersekutukan sesuatu apapun dengan-Ku.
Dan barangsiapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, maka mereka itulah
orang-orang yang fasik."
4. Ujian Dari Allah Untuk Orang-Orang Beriman
Hal ini sebagaimana diterangkan didalam QS Ali Imran (3): 142
#F��ا أن ح���& أم T�$S�>�& و�/�� ا�ا���� �� & ;�ه#وا ا�� $� و�>�& )142: 3/%/,ان ال( ا���Aب,��
Artinya: "Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal
belum nyata bagi Allah orang-orang yang berjihad diantaramu dan belum
nyata orang-orang yang sabar."
5. Menghapuskan Penghambaan Manusia Kepada Selain Allah dan digantikan
Dengan Penghambaan Kepada Allah Semata-mata
Rasulullah saw bersabda:
Yz<ى ب�� ب#� T%ا���� s�ب���� �Vح� X>�#وا�وح c# H�,�ش �� Y رز�� و;>� ��{ ���� %�V وا��l(Aر ا� )ل و;>� ر s��F ى,��$'& �'� ب@�م ��U� و�� ا) .c47 اح/# روا(
Artinya: "Aku telah diutus menjelang hari kiamat dengan pedang, hingga
manusia beribadah hanya kepada Allah saja, tiada sekutu bagi-Nya,
rezekiku dijadikan-Nya dibawah bayangan tombakku, dan kerendahan serta
kehinaan dijadikan-Nya terhadap orang-orang yang menyalahi. Dan
barangsiapa yang menyerupai suatu kaum maka dia termasuk golongan
mereka." (H.R Ahmad).
Aisyah r.a berkata : Rasulullah saw jika mengangkat komandan perang atau
angkatan perang, beliau memberikan wasiat khusus agar bertaqwa kepada
Allah dan berbuat baik kepada kaum muslimin yang menyertainya.
Kemudian beliau bersabda : “Berperanglah atas nama Allah, di jalan Allah,
47 Ahmad Ibn Hambal, Musnad Li al-Imam Ahmad Ibn Hambal, Juz 2 (Beirut:Dar al-
Fikr,1991), h.263
perangilah orang yang kufur kepada Allah. Berperanglah, jangan
berkhianat, jangan mengingkari janji, jangan memotong anggota badan,
jangan membunuh anak-anak. Jika engkau bertemu musuhmu dari kaum
musyrikin, ajaklah mereka kepada tiga hal. Bila mereka menerima salah
satu dari ajakanmu itu, terimalah dan jangan apa-apakan mereka, yaitu
: ajaklah mereka memeluk agama islam, jika mereka mau, terimalah
keislaman mereka; kemudian ajaklah mereka berpindah dari negeri mereka
ke negeri kaum muhajjirin, jika mereka menolak, katakanlah pada mereka
bahwa mereka seperti orang-orang arab Badwi yang masuk islam, mereka
tidak akan memperoleh apa-apa dari harta rampasan perang dan fai’(harta
rampasan tanpa peperangan), kecuali jika mereka berjihad bersama kaum
muslimin. Bila mereka menolak masuk islam, mintalah mereka agar
membayar upeti. Jika mereka menyetujui, terimalah hal itu dari mereka.
Lalu, bila mereka menolak, mintalah perlindungan Allah dan perangilah
mereka. Apabila engkau mengepung penduduk yang berada dalam benteng
dan mereka mau menyerah jika engkau memberikan kepada mereka
tanggungan Allah dan RasulNya, maka jangan engkau lakukan, namun
berilah tanggungan kepada kepada mereka. Karena sesungguhnya jika
engkau mengurungkan tanggunganmu adalah lebih ringan daripada engkau
mengurungkan tanggungan Allah. Apabila mereka menginginkan engkau
memberikan keamanan atas mereka berdasarkan hukum Allah, jangan
engkau lakukan. Tetapi lakukanlah berdasarkan kebijaksanaanmu sendiri,
karena engkau tidak tahu, apakah engkau tepat dengan hukum Allah atau
tidak dalam menetapkan hukum kepada mereka”. (H.R Muslim).
BAB III PANDANGAN CENDEKIAWAN MUSLIM TENTANG
TERORISME DAN JIHAD
Aksi terorisme tidak hanya merusak agama tetapi juga merusak peradaban.
Kurang lebih demikian yang bisa disimpulkan akibat dari aksi kekerasan atas
nama agama. Terminologi jihad yang digunakan sebagai pijakan bagi aksi
pengeboman dan bom bunuh diri sungguh telah mencederai nama baik agama.
Agama Islam yang semula membawa misi damai dan nilai-nilai universal bagi
tatanan hidup yang beradab, hancur lebur menjadi agama yang garang dan kejam
lewat aksi sekelompok kaum Muslim. Meskipun dampaknya bagi perabadan umat
manusia buruk dan merugikan, para pelaku teror tetap merasa langkahnya sebagai
cara yang tepat dalam menjalankan misi ajaran yang diyakininya.
Melalui berbagai media informasi, kita bisa menangkap, berdasarkan
argumentasinya, bahwa aksi kekerasan yang mereka (teroris) lakukan sah
menurut ajaran Islam. Namun, pemahaman terhadap pola dan aksi kekerasan yang
berpijak pada ajaran Islam tidak bisa hanya sebatas itu. Perlu pengkajian yang
lebih dalam sehingga tidak menghasilkan pemahaman yang parsial. Untuk itulah
dalam bab ini, penulis mencoba memaparkan berbagai pandangan seputar
masalah terorisme yang bersumber dari para cendekiawan muslim Indonesia
maupun cendekiawan muslim dari luar negeri.
A. Cendekiawan Muslim di Indonesia
1. Prof. DR. Komarudin Hidayat, MA.
Beliau adalah tokoh yang saat ini menjadi orang nomor satu di UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta. Soal terorisme yang terjadi di Indonesia, beliau
berpendapat bahwa teroris bukan hanya menghancurkan, tetapi juga menikmati
teralan menyeluruh (gestalt excitement) dan uforia luar biasa dengan
merenggut nyawa dan menyengsarakan banyak orang. Menurutnya, teroris
harus diadili dan pantas diganjar hukuman berat. Tak peduli mereka (mengaku
sebagai) anggota Jamaah Islamiyah atau Jamaah Nasraniah. Komarudin juga
mengatakan, kelompok itu menyalah tafsirkan makna jihad dengan qital
(pertempuran fisik). "Itu artinya mereka sebagai kelompok sempalan," kata
Komaruddin seusai diterima Wakil Presiden Muhammad Jusuf Kalla, Rabu
(23/11).48
Komaruddin menjelaskan, jihad bermakna perjuangan hidup. Ini
bermakna luas seperti jihad terhadap kemiskinan dan kebodohan. Sedangkan
48 www.tempointeraktif.com/hg/nasional/2005/11/23/brk,20051123-69615,id.html
qital itu bermakna pertempuran fisik yang selayaknya dilakukan di daerah
peperangan. Karenanya, tidak relevan jika aksi bom yang dilakukan para
teroris di Indonesia dikaitkan dengan agama Islam. “Islam menoleransi
perlawanan sampai titik darah penghabisan jika terjadi pengusiran atau
penindasan seperti yang terjadi di Palestina. Sedangkan untuk konteks kondisi
Indonesia yang tidak ada peperangan, jelas hal itu tidak dibenarkan”,
tegasnya. Menurutnya, upaya mencari pembenaran dalam agama Islam atas
tindakan para teroris itu tidak dapat dibenarkan. “Jika ditelusuri akarnya, itu
akan berada di luar ranah Islam”, Ujarnya.49
Komaruddin juga menambahkan,
para tokoh Islam juga berpesan bahwa terorisme bukan hanya ada di Timur
Tengah. Terorisme juga lahir di Amerika Serikat dan Eropa. "Untuk itu please
jangan samakan Islam dengan terorisme," tegas Komarudin kepada
pemerintah AS.50
2. Prof. DR. Azyumardi Azra, MA.
Beliau adalah mantan Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, yang saat
ini menjabat sebagai Direktur Sekolah Pasca Sarjana UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta. Dalam masalah terorisme di Indonesia, Azyumardi mengatakan bahwa
Islam Indonesia sesungguhnya secara umum tidak berbeda dari Islam Timur
Tengah. Namun sejak Tragedi September 2001 persepsi ini tiba-tiba berubah.
49 Bom Bunuh Diri Haram, Media Indonesia,(Jakarta), 18 November 2005, h.3
50 www.pontianakpost.com/berita/index.asp?Berita=Utama&id=16550
“Islam Indonesia kemudian dituding sebagai markas para teroris. Terlalu cepat,
kita bisa membenarkan statement ini. Namun, gerakan radikalisme Islam
Indonesia memang sebuah fenomena tak terbantahkan,” jelas Azyumardi.
Menurutnya, fenomena ini bukanlah hal yang baru, karena jauh sebelum ini,
seperti Gerakan Padri, telah muncul gerakan-gerakan serupa. Namun ia
berpendapat, dari semua karakter gerakan tersebut, radikalisme Indonesia lebih
bermotifkan politik ketimbang agama.51
Menurut Azyumardi, akar gerakan radikal Muslim sebenarnya sangat
kompleks. Untuk kasus Indonesia, bisa dilihat dalam bentuk keinginan untuk
mendirikan negara Islam. Seperti yang diwujudkan dalam gerakan Dar al-
Islam atau Negara Islam Indonesia serta gerakan Islam di Sulawesi Selatan. Ide
untuk mendirikan negara Islam, menurut Azyumardi, merupakan salah satu isu
yang sangat krusial bagi kelompok Muslim di Indonesia. Beberapa kelompok
moderat, seperti Partai Masyumi pada tahun 1950-an, berusaha
mentransformasikan ide itu melalui parlemen. Meskipun usaha ini gagal, patut
dihargai karena mereka melakukannya melalui cara-cara demokratis, bukan
melalui pemberontakan.
Azyumardi mengatakan, umat Islam adalah kelompok masyarakat yang
besar di bumi ini. Namun, ia mensinyalir ada sesuatu yang kurang sehingga
51 http://aniq.wordpress.com/2005/09/07/
umat Islam terkadang tidak bisa berbicara banyak dalam kehidupan global.
‘’Ada masalah kualitas,’’ ungkapnya. Akibatnya, lanjut Azyumardi, umat Islam
tidak lagi menjadi garda depan peradaban dan perkembangan zaman. Ketika
dunia Barat berkembang, ada sebagian umat yang menolak bahkan
menyalahkannya. Cara yang ditempuh ada yang liar (terorisme). ‘’Ibaratnya,
ingin membongkar suatu peradaban atau membangun suatu peradaban, tetapi
tidak memberikan alternatif atau solusi. Yang diberikan adalah reaksi yang
bernada kekerasan,’’ jelasnya.
Azyumardi juga mengungkapkan, terorisme dalam berbagai bentuknya,
tidak ragu lagi merupakan kejahatan terhadap kemanusiaan (crime against
humanity). ‘’Karena itulah, setiap orang mesti melakukan berbagai upaya
maksimal untuk menanggulanginya, termasuk kaum Muslim,’’ tegasnya.
Itulah sebabnya, kata Azyumardi, sejak terjadinya peristiwa bom Bali I 12
Oktober 2002, bahkan sejak peristiwa 11 September 2001 di Amerika Serikat,
para tokoh Islam berulang kali menyatakan, terorisme dan tindakan bom bunuh
diri bertentangan dengan ajaran Islam. ‘’Bahkan, tidak lama setelah peristiwa
bom Bali I, MUI Pusat mengeluarkan fatwa tentang haramnya terorisme dan
bom bunuh diri. Tetapi harus diakui, kedua fatwa ini tidak banyak diberitakan
media massa. Oleh karena itu, juga tidak tersosialisasi dengan baik,’’ keluhnya.
Selain itu, intelektual Muslim ini mengakui, para ulama dan pimpinan
ormas-ormas Islam juga terlihat pasif dan bahkan defensif atau apologetik,
khususnya ketika kelompok teroris dan aksi-aksinya dikaitkan dengan Islam
dan kaum Muslimin. ‘’Karena itu, untuk melengkapi justifikasi tidak sahnya
terorisme dan bom bunuh diri secara teologis-fiqhiyah, alasan fiqh siyasah
tersebut menjadi sangat penting. Pemberantasan terorisme kini juga merupakan
pekerjaan rumah para ulama dan pimpinan ormas-ormas Islam,’’ cetusnya.52
Azyumardi menegaskan, harus ada perubahan sikap dan paradigma untuk
menolak kekerasan dan terorisme. ‘’Intinya sebagai umat beragama kita harus
hidup saling menghargai, menghormati, dan mengasihi,’’ tandasnya.
3. Prof. DR. Muhammad Quraisy Shihab, MA.
Pakar tafsir al- Qur’an Muhammad Quraish Shihab mengatakan, para
tokoh Islam akan melakukan pertemuan untuk mempersempit ruang gerak
teroris di Indonesia. Pertemuan ini, kata dia, akan melibatkan berbagai tokoh
dan pimpinan pesantren. Ini untuk menghindari pemanfaatan pesantren oleh
kelompok teroris. Quraish mengatakan, akar Islam di Indonesia sendiri bersifat
damai. Ini bisa dilihat dari berkembangnya organisasi kemasyarakatan seperti
Muhammadiyah, Nahdlatul Ulama, dan mayoritas pesantren di Indonesia. Sifat
pergerakannya, kata dia, juga transparan. Lanjut Quraish, kelompok teroris
52 www.cmm.or.id/cmm-ind_more.php?id=A3477_0_3_0_M
bersifat tertutup dan memiliki pemahaman yang kaku. Ia mengatakan, tindakan
teror ini juga terbawa oleh beberapa alumni perang di Afghanistan yang dulu
dibantu Amerika Serikat. Karena berbagai tekanan ideologi dan ekonomi,
lanjut dia, para alumni perang ini lalu memperluas medan pertempuran.
"Mereka seperti Rambo yang pulang dari Vietnam," kata dia. Masih menurut
Quraish Shihab, izin memerangi kaum kafir bukan karena kekufuran atau
keengganan mereka memeluk Islam, tapi karena penganiayaan yang mereka
lakukan terhadap “hak asasi manusia untuk memeluk agama yang
dipercayainya”.53
4. KH. Hasyim Muzadi
Menyoroti berbagai aksi terorisme di Indonesia, Ketua Umum PBNU KH.
Hasyim Muzadi mengatakan, cara-cara teror seperti itu bukan berjuang untuk
Islam karena justru merugikan Islam. Terorisme akan menguntungkan orang-
orang yang tidak menyukai Islam karena mereka memiliki alat untuk
memojokkan Islam. Cara-cara yang ditempuh kelompok teroris yang
mengatasnamakan Islam, menimbulkan kesan kalau Islam adalah agama kasar
dan kejam. Padahal, sejatinya Islam adalah agama damai. Menurutnya, aksi
teror oleh sekelompok orang Islam itu mengingatkan para ulama bahwa ada
masalah di internal Islam sendiri. Ini pekerjaan rumah yang sangat besar bagi
para ulama untuk memberi penafsiran Islam secara komprehensif, benar dan
53 Muhammad Quraisy Shihab, Wawasan al-Qur’an, (Bandung;Mizan,1996), h.517
mencerahkan umat. Supaya tidak ada lagi anak-anak muda Islam yang
memahami Islam secara sepotong-sepotong yang menyebabkan mereka
terjebak pada aksi terorisme.54
Selain itu, Muzadi berpendapat, Pertama yang perlu kita pahami,
terorisme adalah akumulasi dari berbagai faktor. Faktor pertama adalah
kesalahan persepsi terhadap agama itu. Jadi mungkin beragama benar, tapi
membawakan agama di dalam masyarakat plural ini salah," jelasnya.
Faktor kedua, konflik global. Dia mengatakan personel yang berperang di
Timur Tengah telah menyebar ke sejumlah negara, termasuk ke Indonesia.
"Jadi semakin ada perang global di Barat lawan Timur Tengah, akan semakin
banyak yang mengalir Indonesia," jelasnya. Dia berharap masyarakat dapat
membendung politik transnasional itu bagi kepentingan kebangsaan dalam
wawasan keagamaan. Caranya, kata dia, memberikan wacana kepada
masyarakat bagaimana Islam yang lurus dan bagaimana cara membawakannya
di dalam pluralitas. Komunitas agama, seperti NU, dapat membendung gerakan
ekstrim dari dasarnya. Namun jika sudah mengarah kepada tindakan represif,
dilakukan oleh negara. Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa terorisme itu tidak
54 www.suarapembaruan.com/News/2005/11/27/Utama/ut01.htm
tumbuh dari agama, tetapi tindakan teror tersebut tumbuh dari politik yang
diagamakan.55
5. Prof. DR.Amin Rais
Tokoh yang satu ini adalah mantan Ketua MPR RI periode tahun 1999-
2004. Menurut Amien yang juga guru besar Ilmu Politik UGM, menyatakan
bahwa masyarakat tidak perlu panik akibat adanya bom teror, agar roda bisnis
dan kurs rupiah tidak terganggu. Ia menolak anggapan bahwa peledakkan
terjadi karena kecolongan pihak keamanan. “Teroris itu memang iblis,”
katanya.56
Amien mengimbau semua pihak agar tidak saling tuding, melempar
tanggung jawab, dan mencoba mengambil kesimpulan sendiri mengenai kasus
ledakan bom di Hotel JW Marriott Kuningan, Jakarta Selatan.
"Biasanya dalam kasus seperti itu, ada kecenderungan untuk saling lempar
tanggung jawab, saling tuduh, dan tanpa menganalisa mencoba mengambil
kesimpulan siapa pelaku peledakan. Kali ini, mari kita hindari," katanya
menanggapi terjadinya ledakan bom di Hotel JW Marriott. Menurut dia, di
55
http://web.bisnis.com/umum/sosial/1id40619.html
56 www.tempointeraktif.com/hg/nasional/2003/08/05/brk,20030805-32,id.html
antara komponen bangsa yang paling ahli dan kompeten menyelesaikan
masalah tersebut adalah POLRI. Karenanya, masalah bom tersebut hendaknya
diserahkan kepada pihak Polri untuk mengusut secara detail.
Ia berharap, mudah-mudahan POLRI bisa segera mengungkap siapa di
belakang pengeboman Hotel JW Marriott dan kemudian diproses secepat
mungkin. "Jadi, kita kembalikan ke Polri mudah-mudahan seperti kasus bom
Bali, kasus ini pun bisa cepat terungkap," katanya sambil menyampaikan rasa
bela sungkawa yang setingginya kepada keluarga korban yang meninggal
akibat ledakan bom tersebut.57
Amien Rais juga berpendapat terorisme adalah crime against humanity
(kejahatan melawan kemanusiaan). Tidak ada satu pun agama yang
menganjurkan itu. Teroris itu tidak punya agama, tidak punya kemanusiaan.
Kalau ada teroris yang mengaku muslim, apa Kristen, apa Hindu, apa Budha,
itu harus ditindak tegas.58
6. Prof. DR. Din Syamsuddin, MA.
Ketua Umum Pengurus Pusat Muhammadiyah Din Syamsuddin meminta
umat Islam di Indonesia tidak mengingkari adanya teroris yang menggunakan
Islam sebagai kedok untuk membenarkan ajarannya. "Umat Islam jangan
57 www.gatra.com/2003-08-05/artikel.php?id=30471 58 www.kpu.go.id/berita/haripertama.php
terhasut oleh paham yang seolah-olah Islam, tapi sebenarnya menyimpang dari
Islam. Untuk menghindarinya, saya minta umat Islam memahami agama dari
ulama yang benar,"kata Din di kantor Muhammadiyah, Jakarta. Din juga
menegaskan melakukan bunuh diri diharamkan dalam hukum Islam. "Apalagi
jihad dengan bunuh diri, sama sekali tidak dibenarkan dalam Islam,"katanya.59
Jihad juga seharusnya dilakukan langsung pada musuh, bukan pada orang-
orang tidak berdosa, apalagi memakan korban sesama umat muslim. "Jelas
bahwa para teroris ini salah memahami Islam. Mereka sesat,"kata Din. Teroris
yang tewas dalam aksi bom bunuh diri, menurut Din, tidak mati syahid. Din
juga meminta para teroris yang sudah dipidana mati, segera dieksekusi.
Aksi bom di Indonesia, menurut Din, justru mendiskreditkan Islam di
tanah air. "Yang rugi adalah umat Islam, karena citranya jadi buruk dan tidak
sempat membangun diri sendiri,"katanya.
Din juga menambahkan, sebuah kesalahan serius taktaka Barat
menyamakan Islam dengan terorisme. Cara terbaik untuk mengurangi
kesalahpahaman dan kecurigaan itu, menurut Din, harus dimulai
59 www.tempointeraktif.com/hg/nasional/2005/11/17/brk,20051117-69353,id.html
mempromosikan ke depan cara terbaik untuk mempromosikan dialog dan
kerjasama antar agama-agama.60
Pada bagian lain, Din menegaskan penting pendefinisian terorisme secara
jelas, mengingat beragamnya makna dan semakin kompleks isu ketika ada
pihak yang mengaitkan terorisme dengan Islam. “Dalam konteks seperti ini,
perang melawan terorisme tidak akan efektif jika kita tidak bisa secara jelas
menegaskan apa yang dimaksud dengan terorisme dan apa yang memotivasi
tindakannya,” ujarnya. Meskipun tidak mudah untuk mencari definisi yang
tegas, namun menurut Din, ada beberapa ciri yang menegaskan tindakan
teroris. Biasanya, teroris selalu mempunyai motif politik, menggunakan cara
kekerasan untuk mewujudkan tujuannya, menciptakan rasa takut, dan targetnya
dilakukan secara acak.61
Meskipun demikian, lanjut Din, sebagian ulama menyetujui upaya
mencari syahid dalam keadaan tertentu, seperti di Palestina. Keadaan di
Palestina memang memenuhi syarat, yaitu dalam keadaan perang. Dalam
kondisi perang seperti itu, melakukan segala upaya untuk melawan musuh
secara langsung dapat dibenarkan.
7. DR. Hidayat Nur Wahid, MA.
60 www.swaramuslim.net/more.php?id=5768_0_1_0_m
61 www.freelists.org/archives/ppi/11-2005/msg00115.html
Ketua MPR RI, Hidayat Nur Wahid, mengatakan sangat aneh jika bom
Bali I & II dikait-kaitkan dengan jihad Islam. “Sementara di video yang
ditayangkan, (orang yang diduga) Noordin M Top mengatakan, musuh kita
Amerika Serikat,” tukas Nur Wahid. Dari segi target, lanjut mantan Presiden
Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu, justru yang paling banyak menjadi korban
dalam pemboman tersebut adalah orang Islam yang beragama Islam, apalagi
pada bom Bali II 1 Oktober lalu.
“Menurut saya, tetap saja ada hal yang penting untuk diwaspadai, bahwa
ada orang-orang yang mengaku orang Islam, tetapi meresahkan Islam dan
menjadikan umat Islam sebagai korban. Indonesia sebagai negara juga menjadi
korban,” tutur Nur Wahid. Ia juga mengimbau semua pihak untuk
mendudukkan permasalahan secara proporsional. Jangan karena perilaku 1-2
orang, Islam dan umat Islam menjadi korban. “Dan kenyataannya, Islam dan
umat Islam sudah menjadi korban terorisme.”62
8. DR. Tarmizi Taher
Ketua Umum Dewan Masjid Indonesia (DMI) Tarmizi Taher
menngungkapkan, teror atau membunuh orang tidak berdosa tidak ada
kaitannya dengan agama apapun termasuk dengan agama Islam. “Terorisme
adalah gerakan anti kemanusiaan, gerakan politik yang menyalahgunakan
62 Bom Bunuh Diri Haram, Media Indonesia, h.3
agama untuk mencederai umat itu sendiri. Korban dari aksi teror telah
menimpa berbagai negara dan masyarakat,” ujarnya.
Tarmizi mengakui, umat Islam saat ini diuji dengan tuduhan terorisme.
Namun demikian, umat Islam patut bersyukur dengan munculnya gerakan
Islam Moderat dalam masyarakat yang menunjukkan adanya revivalisasi nilai-
nilai agama yang santun dan ramah. Nilai-nilai agama tersebut berhadapan
dengan arogansi dan kekerasan. “Umat beragama di Indonesia harus bangkit
bersama melawan kekerasan yang mengatas-namakan agama, jika tidak mau
tenggelam dalam stereotip yang tidak menguntungkan semacam teroris,”
tegasnya.63
9. KH. Ma’ruf Amin
Menurut Ketua Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia K.H. Ma'ruf Amin
bahwa anggapan mereka (pelaku pengeboman di Indonesia) tentang jihad itu
adalah sebuah pemahamam agama yang keliru. Sebab, selain berdosa karena
menghilangkan nyawa orang lain, pelaku peledakan juga telah membunuh
dirinya sendiri dan hal itu hukumnya haram dalam agama Islam. "Hal inilah
63 http://teguhtimur.wordpress.com/2006/12/01/memberantas-terorisme-dengan-agama/
yang harus kita tanggulangi sekarang. Sebab, MUI sendiri telah mengeluarkan
fatwa tahun 2004 bahwa perbuatan seperti itu bukan jihad dan mati syahid,"
tegas Mar`uf.
Untuk menanggulangi pemahamam agama yang keliru itu, MUI kemudian
membentuk tim penanggulangan terorisme. Menurut Mar`uf, tim ini dibentuk
setelah Wapres Jusuf Kalla mengimbau agar kalangan ulama mensosialisasikan
pemahaman konsep jihad yang benar dan terdiri dari berbagai kalangan seperti
Muhammadiyah, Nahdatul Ulama, Ikatan Cendekiawan Islam, dan organisasi
Islam lainnya. Mar`uf mengatakan bahwa tim ini yang akan turun ke
masyarakat untuk meluruskan pemahaman jihad yang benar atau sesuai dengan
ajaran Islam. "Kita akan ‘memagari’ masyarakat dari pemikiran jihad dan mati
syahid yang keliru," ujar dia.
Memang bukan sebuah kebetulan bahwa identitas dari para pelaku teror
itu adalah mereka yang pernah mengikuti pendidikan di pesantren. Meskipun
demikian, sejumlah pengasuh pesantren membantah anggapan bahwa lembaga
pesantren telah mengajarkan ideologi jihad dan mati syahid seperti yang
diyakini para pelaku bom bunuh diri itu.64
10. KH. Abdullah Syukri Zarkasyi & KH. Wahidin
64 http://mobile.liputan6.com/?c_id=8&id=113002
Pimpinan Pesantren Modern Darussalam Gontor, Ponorogo, Jawa Timur,
KH. Abdullah Syukri Zarkarsyi, menjelaskan bahwa seluruh konsep jihad
memang diajarkan kepada para santrinya. Tapi, ajaran jihad yang diajarkan itu
adalah jihad yang benar atau sesuai dengan agama Islam. Terkait dengan latar
belakang pendidikan pelaku terorisme, Adullah mengungkapkan bahwa
tindakan terorisme yang mereka lakukan itu tidak dibenarkan dan tidak ada
hubungannya dengan latar belakang pendidikan. "Artinya tindakan mereka itu
karena pengaruh dari luar," tegas Abdullah.
Sementara itu, menurut KH. Wahidin, Direktur Pondok Pesantren Al
Mukmin, Ngruki, Jawa Tengah, pemerintah jangan memojokkan lembaga
pesantren untuk melakukan pelurusan konsep jihad atau mati syahid. "Karena
kalau kita melakukan pelurusan itu, berarti selama ini pemahaman yang kita
ajarkan itu keliru dan dari dahulu kita tidak pernah merasa keliru tentang
pemahaman tentang jihad," tegas Wahidin. Baginya, Jihad itu adalah
mengerahkan seluruh potensi yang dimiliki setiap umat Islam dalam rangka
mempelajari, mengamalkan, dan mendakwahkan atau memperjuangkan
dakwah ajaran Islam apabila mendapat tantangan. Lantas dengan adanya seruan
itu, Wahidin mengaku pihaknya menganggap keputusan pemerintah itu adalah
sesuatu yang wajar atau positif dan pihaknya akan bersikap netral. Wahidin
juga mengatakan jangan mengaitkan latar pendidikan seorang pelaku bom itu
dengan latar belakang pendidikannya. "Sebab, saya yakin perbuatan itu bukan
karena pesantrennya tetapi lingkungannya," tutur dia menanggapi latar
belakang pendidikan pelaku teror bom.65
11. Ustazd Abubakar Ba’asyir
Beliau adalah Amir Majelis Mujahidin Indonesia (MMI). Menurutnya,
pengeboman tanggal 12 Oktober 2002 di Bali khususnya dan beberapa
pengeboman yang lain di Indonesia umumnya merupakan rentetan dari salah
satu usaha Amerika memerangi Islam. Dalam usaha yang pertama: dengan
adanya pengeboman itu, Amerika ingin membuktikan bahwa betul-betul di
Indonesia itu ada teror. Yang kedua Amerika ingin membentuk satu opini
bahwa teroris-teroris yang menggerakkan teror di Indonesia ini adalah orang
Islam.66
“Mengenai hal itu, saya kembali hanya berpedoman kepada sistem apa
yang diterangkan syariat, selama orang kafir itu tidak memerangi Islam kita
dilarang untuk menyerang dan membunuhnya. Tentang masalah Bali, apakah
orang-orang kafir, baik itu orang Amerika atau Australia yang sedang berada di
tempat itu orang-orang yang memerangi Islam atau tidak? Menurut
pengamatan saya mereka hanyalah turis biasa. Jadi saya berpendapat tidak
seyogianya mereka harus dibunuh, tapi sebaiknya didatangi untuk kemudian
dinasehati, didakwahi untuk tidak berbuat maksiat semacam itu.” jelasnya.
65 Ibid.
66 Dedi Junaedi, Konspirasi Di Balik Bom Bali Skenorio Membungkam Gerakan
Islam,(Jakarta:Bina Wawasan Press, 2003), h.116
“Pada dasarnya saya mengajarkan Islam menurut keterangan syariat yang
ada dalam al-Qur’an dan al-Sunnah. Perlu diketahui bahwa Islam itu
memerintahkan kita hidup berdamai kepada semua umat manusia baik yang
muslim maupun yang kafir. Kita diperintahkan hidup berdamai berbuat baik
dan berbuat adil. Pada dasarnya Islam itu menyerukan perdamaian, tetapi
apabila Islam diperangi dan diganggu syariatnya, maka Allah swt
memerintahkan kita tidak boleh berbuat damai kepada mereka, tetapi harus
membela diri memerangi mereka.” tegasnya.67
12. Irfan S. Awwas
Ketua Tanfidziyah Majelis Mujahidin Indonesia ini mencoba memahami
jalan pikiran Imam Samudra. "Semua itu merupakan hasil ijtihad Imam
Samudra atau pengalaman pribadinya. Jadi, kita tidak berhak mencampuri isi
buku itu," ujar Irfan. "Orang boleh setuju boleh tidak. Kalau menolak, harus
memberikan hujah, argumentasi yang lebih sahih," katanya.
Pemboman di Bali yang dilakukan Imam Samudra dan kawan-kawan karena
keyakinannya bahwa di situ terdapat musuh yang dia kejar. "Nah, kita kan
tidak tahu, yang tahu cuma mereka. Jika ada yang terkena pemboman, itu
memang risiko," ujar Irfan. Tapi bukan berarti Irfan sejalan dengan Imam.
Jihad yang dilakukan Imam Samudra, menurut Irfan, tidak melihat kondisi
lokal. Inilah yang menyebabkan dia berseberangan dengan para pelaku bom
67 Ibid.
Bali, JW Marriott, maupun Kuningan. "Indonesia tidak dalam keadaan perang,
sehingga tidak bisa disamakan dengan di Afghanistan atau di Irak," katanya.68
B. Cendekiawan Muslim di Luar Indonesia
1. Salim Ulwan al-Hasaniy
Cendekiawan muslim dari Libanon, Salim Ulwan al-Hasaniy, menegaskan
bahwa Islam bukanlah agama teroris dan radikal. Umat islam adalah ummah
wasathiyah, agamanya berada di garis tengah antara orang yang berlebihan dan
orang-orang yang meninggalkannya. Moderasi Islam dan keluwesannya tidak
diambil dari selera, kecenderungan dan pendapat pribadi orang, tetapi diambil
dari teks-teks syara’. Agama Islam dan orang-orang yang berpegang teguh
dengan Islam, dengan dibekali ilmu, terbebas dari penyimpangan dari jalur
moderat.69
2. Prof. DR. Wahbah al-Zuhaili
Beliau adalah seorang ulama besar dari Damaskus; Ketua Jurusan Fiqh dan
Ush al-Fiqh di Fakultas Syariah, Damaskus. Ketika menjawab pertanyaan
tentang dasar syariat aksi bom syahid, Beliau berkata : “Apabila telah jelas jika
tindakan pengorbanan diri atau bom syahid ini dilakukan dalam pertempuran
melawan musuh seperti orang-orang Yahudi, kuat dugaan bahwa musuh akan
68 http://www.gatra.com/2005-04-08/artikel.php?id=83327
69 http://teguhtimur.wordpress.com/2006/12/01/memberantas-terorisme-dengan-agama/
membunuh atau menyiksa, dan dengan seizin pemerintahan yang sah, serta
diyakini aksi ini akan menggentarkan musuh, membuat musuh takut, atau
merupakan perlawanan atas intimidasi yang dilakukan musuh; maka aksi bom
syahid ini adalah boleh insya Allah. Sebab, aksi bom syahid telah menjadi
suatu kebutuhan yang sangat penting pada saat ini. Selain itu, aksi perlawanan
frontal yang langsung berhadapan dengan musuh, tidak selalu bisa
merealisasikan tujuan. Bahkan, sesungguhnya aksi-aksi kepahlawanan yang
heroik dalam melawan agresi musuh semacam ini dapat mewujudkan
perubahan yang sangat krusial.”70
3. Prof. DR. Muhammad Sa’id Ramadhan al-Buthi
Beliau adalah ketua Jurusan Theologi dan Perbandingan Agama di
Fakultas Syari’ah Universitas Damaskus. Ketika menjawab pertanyaan
mengenai bon syahid, Beliau berkata “Aksi-aksi disyari’atkan seratus persen,
apabila tujuan pelakunya adalah untuk mengalahkan musuh dan tidak sekedar
untuk membuang nyawa. Apabila hanya untuk melepaskan nyawanya termasuk
bunuh diri. Karena itu ia (pelaku bom syahid) wajib berniat untuk mengalahkan
musuh bukan untuk mati. Karena Allah bisa jadi menyelamatkannya, meskipun
dengan luka bakar.” Kemudian Beliau memberikan contoh : “Di sana ada
seorang yang berkata, aku sudah bosan hidup, aku akan melaksanakan aksi ini,
maka ia bunuh diri. Yang lain mengatakan, aku akan maju berjihad di jalan
70 Nawaf Hail Takruri, al-amaliyat al-istishadiyah fil Mizan al-Fiqh, h.102
Allah dan menyerang musuh, jika aku mati, maka hal ini baik bagiku dan jika
aku tidak mati maka ini lebih baik. Maka ia syahid insya Allah.”71
4. Syekh Muhammad Tanthawi
Syekh Muhammad Tanthawi adalah seorang imam besar Universitas al-
Azhar yang terkenal. Pandangan Tantawi dihormati secara luas di dunia islam,
dan ketika ditanya apa pemikirannya tentang serangan bunuh diri, ia
menjawab: “Saya menentang orang yang mengatakan bahwa membunuh
wanita, anak-anak, dan warga sipil lainnya itu diizinkan, hanya karena anak-
anak itu bisa jadi nantinya bekerja untuk militer. Ini perkataan yang lucu,
bodoh sehingga harus benar-benar ditentang. Dan ini bertolak belakang sama
sekali dengan anjuran Nabi. Serangan atas orang-orang jujur sepenuhnya
ditentang dalam hukum Islam.” Dalam pidatonya yang lain, Tanthawi
menyatakan bahwa pengebom yang meledakkan bahan peledak di tengah
warga sipil tidak sedang berjuang dalam perang sejati. Kalangan agamawan
lain yang menyatakan pandangan yang sama adalah Mufti Agung Saudi
Arabia, Syekh Abdul Aziz bin Abdullah al-Syekh. Pernyataannya : “(ini)
merupakan bentuk bunuh diri, sehingga terlaknat,” adalah pernyataan tentang
kenyataan bahwa serangan seperti ini tidak sejalan dengan Islam.72
71 Ibid., h. 92
72 www.tragedipalestina.com/intifada02.html
5. DR. Zaki Badawi
DR. Zaki Badawi adalah seorang dekan pada London’s Muslim College,
Inggris. Beliau adalah cendekiawan muslim yang menyatakan bahwa serangan
bunuh diri itu tidak sejalan dengan Islam. Badawi menyatakan bahwa
meskipun keadaan yang dialami oleh orang-orang Palestina saat ini tidak dapat
diterima, tetap tidak diizinkan untuk menyerang sasaran sipil. “Saya secara
pribadi berpikir mereka itu salah memahami Islam dan saya pikir mengerikan
sekali melakukan kejahatan atas orang yang tak bersalah karena ini menentang
hukum Islam.” Tuturnya menanggapi bom bunuh diri yang terjadi di
Palestina.73
6. Fatwa Cendekiawan Muslim Timur Tengah
Kenyataan bahwa menyerang warga sipil itu sepenuhnya tidak sejalan
dengan nilai-nilai Islam ditegaskan kembali berkali-kali oleh begitu banyak
ulama Islam. Salah satu fatwa yang dikeluarkan pada 27 September 2001, dan
ditandatangani oleh sejumlah besar kalangan agamawan, berisi pernyataan
berikut ini, “Dalam pandangan Islam, orang yang terlibat dalam serangan
teroris adalah melakukan kejahatan hirabah.” Beberapa kalangan agama yang
menandatangai fatwa ini adalah : Syekh Yusuf al-Qardhawi (cendekiawan
besar Islam dan Ketua Dewan Sunnah dan Sirah, Qatar), Hakim Tariq al-Bishri
(Wakil Presiden Utama Dewan Ulama, Mesir), DR. Muhammad S. al-Awa
73 Ibid.
(Profesor hukum Islam dan syari’ah, Mesir),DR. Haytham al-Khayyat
(Cendekiawan Muslim, Siria), Shaykh Fahmi Huwaydi (Cendekiawan Muslim,
Mesir), Syekh Taha Jabir al-Alwani (Ketua Dewan Tinggi Amerika Utara).74
74 Ibid.
BAB IV
TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP FATWA MUI
NO. 3 TAHUN 2004 TENTANG TERORISME
A. Latar Belakang Lahirnya Fatwa MUI tentang Terorisme
Sekurang – kurangnya ada dua hal yang melatar belakangi lahirnya fatwa
MUI tentang Terorisme, yaitu :75
1. Akhir – akhir ini telah terjadi tindakan terorisme dengan berbagai bentuknya di
beberapa negara, termasuk Indonesia. Tindakan tersebut telah menimbulkan
kerugian harta dan jiwa serta rasa tidak aman di kalangan masyarakat. Dalam
kurun waktu 6 tahun, terhitung dari tahun 2000 sampai dengan tahun 2005 telah
terjadi beberapa kejadian teror di Indonesia, seperti yang tertera dibawah ini :76
� Bom Kedubes Filipina di Jakarta tanggal 1 Agustus 2000. Bom meledak dari
sebuah mobil yang diparkir didepan rumah Dubes Filipina, Menteng, Jakarta
Pusat, 2 orang tewas dan 21 orang lainnya luka-luka, termasuk Dubes Filipina
Leonides T. Caday.
� Bom Kedubes Malaysia di Jakarta tanggal 27 Agustus 2000. Granat meledak
di komplek Kedubes Malaysia di Kuningan Jakarta. Tidak ada korban jiwa.
75 Wawancara Pribadi dengan Anwar Ibrahim. Jakarta, 5 April 2008
76 Daftar Serangan Teroris di Indonesia, Kompas, Jakarta, 8 Oktober 2005, h.1
� Bom Gedung BEJ Jakarta tanggal 13 September 2000. Ledakan mengguncang
lantai parkir P2 Gedung BEJ, 10 orang tewas, 90 orang lainnya luka-luka dan
104 mobil rusak berat, 57 rusak ringan.
� Bom malam natal tanggal 24 Desember 2000. Serangkaian ledakan bom pada
malam natal di beberapa kota di Indonesia, merenggut nyawa 16 jiwa dan
melukai 96 lainnya serta mengakibatkan 37 mobil rusak.
� Bom Plaza Atrium Senen, Jakarta tanggal 23 September 2001. Bom meledak
di kawasan Plaza Atrium Senen Jakarta, 6 orang cidera.
� Bom Restoran KFC di Makasar tanggal 12 Oktober 2001. Ledakan bom
mengakibatkan kaca, langit-langit, dan neon sign KFC pecah. Tidak ada
korban jiwa.
� Bom Sekolah Australia di Jakarta tanggal 6 November 2001. Bom rakitan
meledak di halaman Australian Internasional School (AIS), Pejaten, Jakarta.
� Bom malam tahun baru 2002, 1 Januari 2002. Granat manggis meledak
didepan rumah makan ayam bulungan, Jakarta. Satu orang tewas dan seorang
lainnya luka-luka. Di Palu, Sulawesi Tengah terjadi empat ledakan bom di
beberapa gereja. Tidak ada korban jiwa.
� Bom Bali I tanggal 12 Oktober 2002, tiga ledakan mengguncang Bali. 202
korban yang mayoritas warga negara Australia tewas dan 300 orang lainnya
luka-luka. Pada saat bersamaan di Manado Sulawesi Utara, bom rakitan juga
meledak di kantor Konjen Filipina, tidak ada korban jiwa.
� Bom restoran Mc Donald’s di Makasar tanggal 5 Desember 2002. Bom
rakitan yang dibungkus wadah plat baja meledak di restoran itu. 3 orang tewas
dan 11 orang lainnya luka-luka.
� Bom Kompleks Mabes POLRI Jakarta tanggal 3 Februari 2003. Bom rakitan
meledak di loby Wisma Bhayangkari, Mabes POLRI Jakarta. Tidak ada
korban jiwa.
� Bom Bandara Soekarno-Hatta Cengkareng, Jakarta tanggal 27 April 2003.
Bom meledak di area publik di terminal 2F. 2 orang luka berat dan 8 orang
lainnya luka sedang dan ringan.
� Bom JW Marriot 2003 tanggal 5 Agustus 2003. Bom menghancurkan
sebagian Hotel JW Marriot. Sebanyak 11 orang meninggal dunia dan 152
orang lainnya mengalami luka-luka.
� Bom Cafe Palopo 2004. Terjadi pada 10 Januari 2004 di Palopo, Sulawesi,
menewaskan empat orang (BBC).
� Bom Kedubes Australia tanggal 9 September 2004. Ledakan besar terjadi di
depan Kedubes Australia. 5 orang tewas dan ratusan lainnya luka-luka.
Ledakan juga mengakibatkan kerusakan beberapa gedung di sekitarnya seperti
Menara Plaza 89, Menara Grasia, dan Gedung BNI.
� Bom Kedubes Indonesia di Paris 2004. Terjadi pada 8 Oktober 2004. Tidak
ada korban jiwa.
� Bom Pamulang Tangerang tanggal 8 Juni 2005. Bom meledak di halaman
rumah Ahli Dewan Pemutus Kebijakan Majelis Mujahidin Indonesia (MMI)
Abu Jibril alias M. Iqbal di Pamulang Barat. Tidak ada korban jiwa.
� Bom Bali II 2005. Tanggal 1 Oktober 2005 bom kembali meledak di Bali.
Sekurang-kurangnya 22 orang tewas dan 102 lainnya luka-luka akibat ledakan
yang terjadi di RAJA’s BAR dan Restaurant Kuta Square, daerah Pantai Kuta
dan di Nyoman Cafe Jimbaran.
� Pemboman di Palu tanggal 31 Desember 2005. Bom meledak di sebuah pasar
di Palu Sulawesi Utara yang menewaskan 8 orang dan melukai sedikitnya 45
orang.
2. Bahwa terhadap tindakan terorisme terjadi beberapa persepsi: sebagian
menganggapnya sebagai ajaran agama Islam, karena itu ajaran agama Islam
dan umat Islam harus diwaspadai; sedang sebagian yang lain menganggapnya
sebagai jihad yang harus dilaksanakan, walaupun harus dengan menanggung
resiko terhadap harta dan jiwa sendiri maupun orang lain.
Berdasarkan pertimbangan kedua hal tersebut, maka Majelis Ulama Indonesia
(MUI) memandang perlu menetapkan fatwa tentang terorisme untuk dijadikan
pedoman.
B. Terorisme dan Jihad
Terorisme makin populer ketika gedung World Trade Centre (WTC) New
York yang merupakan simbol kapitalisme dan liberalisme dunia runtuh pada 11
september 2001 lalu. Peristiwa yang bagi bangsa Amerika merupakan peristiwa
memalukan (the day of infamy) yang kedua setelah pengeboman Jepang atas Pearl
Harbour pada 7 Desember 1941 silam. Peristiwa WTC mendorong Amerika
memerangi apa yang disebutnya sebagai ‘teroris’, yang bagi penulis, pelakunya
sendiri masih misterius hingga saat ini. Meskipun Amerika meyakini bahwa
kelompok Al-Qaeda berada dibalik serangan itu. Untuk memerangi Al-Qaeda dan
jaringannya ini, Amerika mengalokasikan dana 40 milyar dollar AS lebih.
Peristiwa WTC ini menyedot perhatian dunia yang amat luar biasa hingga
melibatkan ratusan negara terlibat dalam misi pengejaran kaum teroris yang
dikejar Amerika, tak terkecuali pemerintah Indonesia.
Sebenarnya, di Indonesia sendiri telah banyak terjadi berbagai tindakan teror
di beberapa daerah, jauh sebelum peristiwa WTC terjadi. Misalnya, Bom
Kedubes Filipina di Jakarta tanggal 1 Agustus 2000, Bom Kedubes Malaysia di
Jakarta tanggal 27 Agustus 2000, Bom Gedung BEJ Jakarta tanggal 13 September
2000, dan Bom malam natal tanggal 24 Desember 2000. Tindakan teror seperti
ini, menjadi malapetaka yang menimpa umat islam di berbagai daerah di
Indonesia. Beragam bentuk dan peristiwa yang menuduh dan mencurigai umat
islam sebagai pelaku peledakan terus menerus kita dengar dan saksikan. Bahkan
berbagai tudingan datang dari negara-negara lain (AS, Inggris, Australia) yang
menyebutkan Indonesia adalah negara sarangnya teroris. Tudingan tersebut
dilandasi mengingat banyaknya aksi teror yang terjadi di Indonesia, sebagaimana
yang telah penulis sebutkan sebelummya.
Ditengah keadaan yang meresahkan masyarakat atas tindakan terorisme tersebut, maka MUI (Majelis Ulama
Indonesia) sebagai wadah perkumpulan para ulama di Indonesia turut andil dalam mengatasi masalah terorisme ini dengan
mengeluarkan fatwa No. 3 Tahun 2004 tentang terorisme.
Pada uraian berikutnya, penulis akan mencoba melakukan tinjauan hukum
Islam terhadap terorisme, dan tinjauan hukum Islam terhadap makna jihad pada
bunyi fatwa MUI No. 3 Tahun 2004 yang menjadi kajian objek penulis dalam
skripsi ini.
1. Tinjauan Hukum Islam Terhadap Terorisme
Pada pembahasan terdahulu mengenai terorisme, penulis telah
memaparkan beberapa definisi dari terorisme. Sebagaimana kita ketahui bahwa
begitu banyak pendapat yang dikemukakan oleh para ahli untuk
mendefinisikan terorisme. Pada bagian dictum (putusan) fatwa MUI No. 3
Tahun 2004 tentang terorisme mendefinisikan bahwa terorisme adalah tindakan
kejahatan terhadap kemanusiaan dan peradaban yang menimbulkan ancaman
serius terhadap kedaulatan negara, bahaya terhadap keamanan, perdamaian
dunia serta merugikan kesejahteraan masyarakat. Terorisme adalah salah satu
bentuk kejahatan yang di organisasi dengan baik (well organized), bersifat
transnasional dan digolongkan sebagai kejahatan luar biasa (extra ordinary
crime) yang tidak membeda-bedakan sasarannya (indiskrimatif).77
77 Fatwa MUI No. 3 Tahun 2004 Tentang Terorisme
Dari definisi yang diberikan oleh MUI tersebut, setidaknya ada tiga unsur atau
sifat yang terdapat pada tindakan terorisme, yaitu :
a. Bersifat merusak (ifsad) dan anarkhis;
b. Tujuannya untuk menciptakan rasa takut dan/atau menghancurkan pihak
lain;
c. Dilakukan tanpa aturan dan sasaran tanpa batas.
Berdasarkan ketiga unsur diatas, penulis akan melakukan tinjauan hukum Islam
terhadap terorisme yang disebutkan dalam fatwa MUI tersebut.
Dalam fiqh jinayah, sesungguhnya tidak ada istilah terorisme. Kita tidak
akan menemukannya karena masalah terorisme adalah masalah kontemporer
yang tidak muncul pada abad lampau. Begitu juga di dalam al-Quran, kita tidak
akan menemukan istilah ini. Akan tetapi bila ditelusuri dari asal kata bahasa
atau kebahasaan, maka terorisme atau al-Irhabiyyah dalam arti lain juga berarti
intimidasi atau ancaman, yang dalam bahasa arab yaitu ا�ره�ب atau ره�� yang
berarti menakuti dan mengintimidasi.78
Hal ini bila dikaitkan dengan jarimah-
jarimah yang ada dalam fiqh jinayah termasuk dalam jarimah hirabah, yang
artinya adalah keluarnya sekelompok bersenjata di daerah Islam dan
melakukan kekacauan, penumpahan darah, perampasan harta, merusak
78Ahmad Warsan Munawwir, al-Munawwir:Kamus Arab-Indonesia, (Surabaya:Pustaka
Progresif,1997), Cet. Ke-14, h.539
kehormatan, merusak tanaman, peternakan, citra agama, akhlaq, dan ketertiban
umum, baik dari kalangan muslim, maupun kafir (dzimmi maupun harbi).79
Dari keterangan di atas, penulis mendefinisikan dan mengqiyaskan antara
jarimah hirabah dengan tindak terorisme berdasarkan kesamaan definisi dan
maksud keduanya yaitu aksi sekelompok orang dalam negara Islam untuk
melakukan kekacauan, gangguan keamanan, pembunuhan, pertumpahan darah,
perampasan harta, merusak citra agama, akhlak, ketertiban, dan undang-
undang. Dengan cara qiyas berarti telah mengembalikan ketentuan hukum
sesuatu kepada sumbernya yaitu al-Qur’an dan al-Hadist, sebab tidak semua
hukum Islam tersurat secara jelas al-Qur’an dan al-Hadist, tetapi ada yang
tersirat dan bersifat implisit-analogik.80
Maka dengan pendekatan analogis
antara terorisme atau al-Irhabiyyah dengan hirabah, akan menemukan titik
persamaan antara sebab dan sifat kedua tindak pidana tersebut.
Diriwayatkan dari Ibnu Umar, bahwasanya Rasulullah saw bersabda :
���$�� ���{ %��$�ا��)[ح ح/� ) .kG��� ���%(81
Artinya : “Barangsiapa membawa senjata untuk mengacau, maka bukanlah
termasuk golongan kami.” (Muttafaqun ‘Alaih).
Para fuqaha mendefinisikan al-muharib (pelaku hirabah) dengan :
79 Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah, Jilid 9 (Bandung: al-Ma’arif, T.th.), h.186 80 Sulaiman Abdullah, Dinamika Qiyas Dalam Pembaharuan Hukum Islam, Cet.V (Pedoman
Ilmu Jaya,1996), h.96
81 Muhammad Ibn Ismail al-Makhalani, Subul al-Salam, Juz III, h.257
�� وا�F�'& ا��)[ح ا�$��س %V� ح/�
“Orang yang mengangkat senjata melawan orang banyak dan menakut-nakuti
mereka (menimbulkan rasa takut di kalangan masyarakat).”
Menurut Abdul Qadir Audah dalam kitabnya al-Tasyri’ al-Jinai al-Islami,
bahwa jarimah hirabah dapat berbentuk tindakan-tindakan sebagai berikut :
1) Suatu aksi kekerasan untuk mengacaukan masyarakat atau menggangu
keamanan, sekalipun tidak mengambil harta atau tidak melakukan
pembunuhan;
2) Suatu aksi untuk melakukan kekerasan sehingga menghancurkan harta
benda tetapi tidak melakukan pembunuhan;
3) Suatu aksi kekerasan yang berakibat hancurnya harta benda dan nyawa.
Selanjutnya menurut beliau, unsur utama dalam jarimah hirabah adalah
aksi kekerasan yang mengganggu keamanan masyarakat, baik menggunakan
senjata atau tidak, baik dilakukan di desa atau di kota, atau di jalan umum dan
fasilitas masyarakat.82
Dalam hal tempat dilakukannya hirabah, terjadi
perbedaan pendapat di kalangan para fuqaha. Menurut Imam Malik, melakukan
hirabah di dalam atau di luar kota sama saja. Dalam hal ini Imam Syafi’i
mensyaratkan adanya kekuatan, meski ia tidak mensyaratkan jumlah dan
besarnya kekuatan (syaukah) itu. Kekuatan yang di maksud adalah kekuatan
82 Abdul Qadir Audah, al-Tasyri’ al-Jinai al-Islami, (Beirut:Libanon,2000), h.138
untuk dapat mengalahkan, karena itu ia tidak mensyaratkan bahwa hirabah itu
dilakukan di tempat yang jauh dari keramaian. Menurut Imam Abu Hanifah,
hirabah tidak terdapat di dalam kota.83
Adapun dalil dari jarimah hirabah ini
tersebut dalam QS al-Maidah (5): 33
أن ���دا ا�رض �� و��>�ن ورس��� ا���� ��رب�ن ا�� �� ;:اء إن�/��� وأر;�'& أ�#�'& @B�C أو ���A��ا أو �@����ا ]F�ا أو فG$� ��
اب اFu,ة �� و�'& ا�#Kن�� �� F:ي �'& ذH� ا�رض% &�O% )33: 5/ ا�/�P#ة(
Artinya: “Sesungguhnya pembalasan terhadap orang-orang yang memerangi
Allah dan Rasul-Nya dan membuat kerusakan di muka bumi, hanyalah mereka
dibunuh atau disalib, atau dipotong tangan dan kaki mereka dengan bertimbal
balik, atau dibuang dari negeri (tempat kediamannya). Yang demikian itu
(sebagai) suatu penghinaan untuk mereka didunia, dan di akhirat mereka
beroleh siksaan yang besar.”
Imam Jalalain, menafsirkan Surat al-Maidah ayat 33 sebagai perbuatan
maksiat, pencurian, perampokan dan pembunuhan terhadap para Nabi dan umat
Islam.84
Surat al-Maidah ayat 33 yang secara spesifik membicarakan hukuman
bagi orang yang berbuat kerusakan di muka bumi (yang ditafsirkan oleh ulama
sebagai perampokan, qat’u al-thariq) merespons perampokan yang dilakukan
oleh suku ‘Ukail dan suku ‘Urainah. Ayat ini turun mengkritik tindakan kaum
83 Ibnu Rusyd, Bidayatul Mujtahid, penerjemah Imam Ghazali & Ahmad Zaidun
(Jakarta:Pustaka Amani, 2007), h.603
84 Jalaluddin Muhammad Ibn Ahmad al-Mahalli dan Jalalaluddin Abdurrahman Ibn Abi Bakr
Al-Suyuthi, Tafsir Jalalain, Juz I (Surabaya:Dar al-Abidin,T.th), h.100
Muslim yang keterlaluan menghukum kedua suku tersebut.85
Al-Bukhari dan
Muslim meriwayatkan dari Anas bin Malik, bahwa ada delapan orang suku
‘Ukail yang datang kepada Rasulullah saw, mereka berbaiat untuk menjalankan
agama Allah swt. Mereka merasa iklim Madinah tidak cocok sehingga tubuh
mereka sakit dan mengadukannya kepada Rasulullah saw, kemudian beliau
bersabda : “Mengapa kalian tidak pergi saja dengan para penggembala unta
sehingga kalian bisa mendapatkan air dari kantung dan susunya? Mereka
meng-ia-kannya, kemudian pergi dan minum air dari kantung dan susunya
sehingga mereka sembuh. Akan tetapi, mereka membunuh penggembala dan
membawa untanya. Berita itu sampai kepada Nabi saw, maka beliau
mengirimkan pasukan guna membuntutinya dan akhirnya mereka bisa
ditangkap, lalu dihadapkan kepada Nabi, Beliau memutuskan agar mereka
dihukum.”86
Dapat dipahami dari keterangan tersebut, bahwa tindak terorisme
tidak dibenarkan dalam Islam, ia disamakan dengan perbuatan memerangi
Allah dan Rasul-Nya dan membunuh seluruh umat manusia.
2. Tinjauan Hukum Islam Terhadap Jihad
Yang dimaksud pada pembahasan ini adalah tinjauan hukum Islam
terhadap jihad yang disebutkan dalam fatwa MUI No. 3 Tahun 2004 Tentang
Terorisme. Dalam fatwa MUI tersebut, jihad didefinisikan sebagai berikut :
85 Muhammad Quraish Syihab, Tafsir al-Misbah, Vol. 3, (Jakarta:Lentera Hati, 2000), h.78 86 Muhammad Ali al-Shabuni, Mukhtashar Tafsir Ibnu Katsir, (Beirut: Dar al-Qur’an al-
Karim, 1402 H), Juz I, h.509
a. Jihad adalah segala usaha dan upaya sekuat tenaga serta kesediaan untuk
menanggung kesulitan di dalam memerangi dan menahan agresi musuh
dalam segala bentuknya.
b. Segala upaya yang sungguh-sungguh dan berkelanjutan untuk menjaga dan
meninggikan agama Allah.
Dari kedua definisi tersebut, dapatlah diketahui bahwa jihad memiliki
beberapa sifat mendasar, antara lain :
a. Melakukan perbaikan (ishlah) sekalipun dengan cara peperangan;
b. Tujuannya menegakkan agama Allah dan membela hak-hak pihak
yang terzhalimi;
c. Dilakukan dengan mengikuti aturan yang ditentukan oleh syari’at dengan
sasaran musuh yang jelas.
Berdasarkan ketiga sifat di atas, dapatlah dipahami bahwa dilakukannya
jihad dengan cara melakukan perbaikan, dan bertujuan menegakkan agama
Allah dan membela hak-hak pihak yang terzhalimi, dan dilakukan berdasarkan
aturan yang telah ditentukan oleh syar’i. Bila merujuk kepada hadist-hadist
Rasulullah saw, jihad tidak hanya dimaknai dengan makna tunggal, yaitu
perang. Akan tetapi, jihad memiliki pengertian umum mencakup seluruh jenis
ibadah dan amal shalih, di antaranya : haji mabrur, menyampaikan kebenaran
kepada penguasa yang zhalim, berbakti kepada orang tua, menuntut ilmu dan
mengembangkan pendidikan, dan membantu fakir miskin (hadist-hadist ibadah
ini telah disebutkan pada bab sebelumnya).
Memang, jihad dalam pengertian yang khusus dapat dimaknai sebagai
perang. Sebagaimana sebagian fuqaha mengartikan jihad sebagai upaya
mengerahkan segenap kekuatan dalam perang fi sabilillah baik secara langsung
maupun dalam bentuk pemberian bantuan keuangan, pendapat, atau penyediaan
logistik dan lain-lain untuk memenangkan peperangan.87
Akan tetapi, berjihad
dalam arti berperang haruslah memenuhi aturan-aturan yang telah ditentukan
oleh syar’i, yaitu :
a. Hendaknya berjihad semata-mata
mengharapkan keridhaan Allah swt,
dan kaum muslimin memiliki senjata,
kekuatan, dan pertahanan;
b. Berjihad dalam satu komando di
bawah bendera kaum muslimin.
Seorang Imam/umara/pemimpin
87 Ibnu Abidin, Hasyiah Rad al-Mukhtar, h.119
mengumandangkan seruan untuk
berjihad (bukan pemimpin kelompok,
sekte, aliran, panglima dan
semisalnya, haruslah pemimpin sah
muslimin yang memiliki kekuasaan)
mengumandangkan seruan untuk
berjihad;
c. Hendaknya sebelum diperangi,
maka telah diserukan dakwah terlebih
dulu kepada musuh untuk masuk
Islam;
d. Hendaknya benar-benar yakin
bahwa dalam berjihad ini tidak
menimbulkan kemudlaratan lebih
besar bagi Islam dan muslimin.
Jika telah terpenuhinya syarat dan
faktor tersebut, maka barulah
diperbolehkan berjihad atau berperang,
dan kalau ada satu atau bahkan semua
tidak terpenuhi maka tidak
diperkenankan untuk berjihad atau
berperang.88
Menurut Sayyid Sabiq
dalam kitab Fiqh Sunnah, Beliau
menjelaskan bahwa berjihad
(berperang) sama sekali tidak dikenal
88http://hidayatullah.com/index.php?option=com_joomlaboard&func=view&id=35778&catid
=32. Ditulis Oleh: Syaikh DR Shalih bin Sa'ad As Suhaimi Al Harbi ( pengajar tetap di masjid
Nabawi).
dalam ajaran Islam, kecuali pada dua
keadaan :89
a. Mempertahankan diri, nama baik,
harta, dan tanah air ketika diserang
musuh;
b. Dalam keadaan mempertahankan
dakwah di jalan Allah.
Dari pemaparan di atas, dapatlah
dipahami bahwa jihad dengan makna
perang memiliki aturan-aturan yang
sangat ketat untuk melakukannya,
sebagaimana para ulama telah sangat
hati-hati melakukan pembatasan
terhadap pelaksanaan perang ini.
Jihad pun -seperti yang telah
dijelaskan sebelumnya- tidak bisa
didefinisikan hanya sekedar berperang.
Pemahaman tersebut telah melakukan
"pengerdilan" terhadap ajaran jihad
89 Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah, penerjemah Kamaluddin A. Marzuki, Bandung:al-Ma’arif,
h.40
yang agung. Menurut seorang ulama
kharismatik Syria, Dr. Muhammad
Sa'id Ramadlan al-Buthi (al-Jihad fi al-
Islam), jika jihad diidentikkan sebagai
perang saja, maka ajaran jihad akan
kehilangan makna yang sebenarnya dan
segala macam variasinya. Al-Qur’an
sendiri tidak secara definitif memaknai
jihad sebagai perang. Al-Qur’an
menggunakan istilah al-Qital sebagai
padanan perang. Sementara jihad tetap
kaya dengan multi makna dan multi
bentuk.90
Dalam QS al-Furqan (25): 52
yang turun di Makkah, Allah swt
berfirman : ��� BC ��,�� )ا�G,��ن( آ��,ا ;'�دا ب� و;�ه#ه& ا�
Artinya: “Maka janganlah kamu
mengikuti orang-orang kafir, dan
90 Muhammad Said Ramadhan al-Buthi, al-Jihad Fi al-Islam, (Beirut:Dar al-Fikr, 1993),
h.246
berjihadlah terhadap mereka dengan Al
Quran dengan jihad yang besar.”
Para ahli tafsir berbeda pendapat
mengenai; ‘jihad besar’ (jihad kabir)
ini. Menurut Ibn Abbas, konotasi jihad
dalam ayat itu adalah dengan ‘al-
Quran’, menurut Ibn Zaid dengan
‘Islam’, dan ada yang berpendapat
dengan pedang alias perang. Namun,
al-Qurthubi dalam tafsirnya al-Jami' li
Ahkam al-Quran menolak keras
pendapat terakhir; ‘jihad dengan
pedang’, karena ayat ini turun di
Makkah, jauh sebelum turun perintah
perang.91
Seorang ulama fikih klasik Syatha'
al-Dimyati dalam kitabnya I'anah al-
Thalibin mendefinisikan jihad sebagai
91 Muhammad Ibn Ahmad al-Qurthubi, al-Jami’ Li Ahkam al-Qur’an, Juz I (Beirut:Dar al-
Fikr,1952), h.58
aksi menolak mara bahaya dan
kekacauan serta berjihad untuk
kemakmuran dan kesejahteraan
sandang dan pangan.92
Namun, ada sebagian orang yang
menurut penulis kurang tepat dalam
memaknai kata jihad. Salah satu contoh
dari terorisme yang ‘berbaju’ agama
adalah apa yang dilakukan oleh Imam
Samudra, dkk dalam aksi bom di Bali.
Imam Samudra dalam bukunya Aku
Melawan Teroris (Jazera/2004) dengan
bangga dan tanpa dosa mengakui
perbuatan biadabnya di Bali, dan
mengganggap perbuatan tersebut
adalah jihad fisabilillah. Imam
Samudra secara jelas dan rinci
mengakui bahwa yang mereka lakukan
adalah melawan musuh-musuh Islam
yang ada di Bali, padahal korban dari
92 Muhammad Syatha’ al-Dimyati, I’anah al-Thalibin,Juz IV (Indonesia, Dar al-Ihya al-
Kutub al-Arabiyah), h.180
perbuatan mereka, justru banyak
menimpa kaum Muslim. Mereka
menjadikan penderitaan Muslim
Palestina sebagai dasar dari tindakan
mereka dan perbuatan mereka di Bali
adalah upaya balas dendam atas
perbuatan orang non-Islam di Palestina.
Pola berfikir ala Imam Samudra ini
adalah suatu kebodohan, dan emosional
sesaat. Imam Samudra dkk dalam
beberapa kasus pemboman, dengan
dalih berpijak pada dalil al-Qur’an.
Ayat-ayat al-Qur’an yang mereka
gunakan untuk membenarkan
tindakannya adalah ayat-ayat berikut: ��ا�� �� �$�ن �� ا��f� �ب����م و�� ب���� ,FM�ن و�� ا��(,� �� ا���� ح,�م
�� ا�k) د�� �#�$�ن و�� ورس��� �� ��ب أو�ا ا�� �>�Cا ح��V ا�T�:S�# %� ا�ون وه& ,Rص� )T29: 9/ا���ب(
Artinya: “Perangilah orang-orang yang
tidak beriman kepada Allah dan tidak
(pula) kepada hari kemudian, dan
mereka tidak mengharamkan apa yang
telah diharamkan oleh Allah dan Rasul-
Nya, dan tidak beragama dengan
agama yang benar (agama Allah),
(yaitu orang-orang) yang diberikan Al-
Kitab kepada mereka, sampai mereka
membayar jizyah dengan patuh sedang
mereka dalam keadaan tunduk.” (QS
al-Taubah (9): 29 ).
�'K�أ�� K���$ر ;�ه# ا���G وبx{ ;'$�& و�<واه& %��'& واR�� وا�/$��@�� ا�
,�A/�ا )T73: 9/ا���ب(
Artinya: “Hai Nabi, berjihadlah
(melawan) orang-orang kafir dan
orang-orang munafik itu, dan bersikap
keraslah terhadap mereka. Tempat
mereka ialah neraka Jahannam. Dan
itulah tempat kembali yang seburuk-
buruknya,” (QS al-Taubah (9): 73).
Berdasarkan ayat-ayat di atas, Imam
Samudra berkeyakinan bahwa mereka
diwajibkan berperang melawan orang-
orang kafir di mana pun mereka berada.
Kewajiban berperang dengan orang-
orang non-Islam dilakukan sampai
tercapai dua tujuan, yakni tidak ada
kemungkaran di muka bumi dan
terlaksananya hukum Islam secara
sempurna.93
Imam Samudra tidak menyadari
bahwa ayat-ayat yang mereka kutip
sebagai pembenaran atas tindakan
mereka di Bali adalah ayat-ayat yang
penuh muatan kondisi lokal saat ayat
itu turun dan ayat itu bukanlah pesan
universal al-Qur’an sehingga
penerapan ayat-ayat tersebut harus
disesuaikan dengan kondisi masa
sekarang. Ayat-ayat di atas dalam
93 http://www.cmm.or.id/cmm-ind_more.php?id=A197_0_3_0_M
kitab tafsir Ibnu Katsir disebut dengan
ayat-ayat Saif (ayat-ayat yang
memerintahkan perang) turun di kala
kaum Muslim sedang ditindas oleh
kaum Quraisy dan sekutu-sekutunya,
dan jalan keluar satu-satunya dari
masalah tersebut adalah dengan
perang.94
Menurut Quraish Shihab, perintah
membunuh orang-orang musyrik (Q.S
At-Taubah : 5) adalah mereka yang
mengganggu dan menganiaya kaum
Muslim, tidak berlaku bagi mereka
yang tidak menggangu kaum
Muslim.95
Perintah untuk memerangi
Ahl al-Kitab (QS At-Taubah : 29)
bukan karena perbedaan keyakinan
keberagamaan (bukan karena mereka
tidak masuk Islam), tapi disebabkan
94 Abu al-Fida Ismail Ibn Katsir, Terjemah Tafsir Ibnu Katsir, Penerjemah: Salim Bahreisy
dan Said Bahreisy, Jilid IV (Kuala Lumpur: Victorie Agencie,1988), h.96 95 Muhammad Quraisy Shihab, Tafsir al-Misbah, Vol. 5 (Jakarta:Lentera Hati, 2002), h.503
Ahl al-Kitab pada waktu itu berjuang
bahu-membahu dengan bangsa romawi
memerangi kaum Muslim. Sedang
perintah untuk memerangi kaum
munafik (QS At-Taubah : 73)
disebabkan mereka adalah duri dalam
daging, mereka senantiasa membantu
menghancurkan kaum Muslim dari
dalam dan membantu mush-musuh
Islam. Inilah alasan Allah Swt.
memerintah Nabi Muhammad Saw.
untuk memerangi kaum Muslim.96
Jelaslah, bahwa pemahaman yang
keliru terhadap al-Qur’an, tidak
melihat al-Qur’an secara keseluruhan,
adalah penyebab lahirnya sikap radikal
yang bermuara pada aksi-aksi
terorisme. Janganlah hanya melihat
suatu kelompok dengan pakaian yang
mereka gunakan, yang terkesan islami
96 Ibid,. h.542
dan sakral, jika perbuatannya tidak
bermanfaat dan menebarkan kebencian
dan permusuhan.
Namun demikian, peristiwa ini
hendaklah dijadikan pelajaran untuk
pemerintah yang telah lalai dalam
menegakkan amar ma’ruf nahi munkar
di negeri ini, sehingga bermunculan
lah gerakan-gerakan massa yang
merasa tidak puas dengan sikap
pemerintah dalam menegakkan amar
ma’ruf nahi munkar ini. Beberapa
alasan penting dari responden
berkaitan dengan persetujuannya
dalam penggunaan cara-cara
kekerasan, sebagai berikut :97
a. Jika cara-cara konstitusional dan
cara-cara ekstra konstitusional yang
97 Muhammad Asfar, Islam Lunak-Islam Radikal, (Surabaya:JP Press, 2003), h.225
demokratis, seperti unjuk rasa,
demonstrasi, dan semacamnya tidak
lagi efektif sebagai sarana
perjuangan umat;
b.Jika pemerintah dan lembaga terkait
tidak lagi mampu menjamin
penegakan hukum atas pelanggaran
undang-undang;
c. Jika pihak yang melakukan maksiat
tidak mengindahkan peringatan yang
disampaikan oleh tokoh masyarakat,
para ulama, dan sebagainya.
Perlu kita ingat kembali, bahwa
kemerdekaan negara Republik
Indonesia dapat diraih bukan hanya
karena usaha para pejuang
kemerdekaan semata. Akan tetapi
karena adanya pertolongan dari Allah
Swt kepada bangsa ini, sehingga para
pendiri bangsa ini secara sangat sadar
dan jujur, menyatakan pada bunyi
Pembukaan UUD 1945 alinea ke-3 :
“Atas berkat rahmat Allah Yang Maha
Kuasa dan dengan didorongkan oleh
keinginan luhur, supaya berkehidupan
kebangsaan yang bebas, maka rakyat
Indonesia meyatakan dengan ini
kemerdekaannya.”
Sebagai bangsa yang telah diberikan
kemerdekaan oleh Allah Swt, tentunya
kita mempunyai suatu kewajiban untuk
mensyukuri nikmat Allah Swt ini,
dengan cara menjalankan hukum-
hukum yang telah disyariatkan oleh
Allah Swt yang tersebut di dalam al-
Qur’an dan al-Hadist. Untuk itu, dalam
hal ini yang berwenang dan memiliki
kekuasaan untuk melaksanakan
hukum-hukum tersebut adalah
pemerintah Indonesia. Pemerintah
Indonesia mempunyai kewajiban
menegakkan hukum-hukum Allah Swt
atau paling minimal sekali
menegakkan secara konsisten hukum-
hukum negara yang telah ada.
Pemerintah mempunyai kewajiban
untuk melakukan amar ma’ruf nahi
munkar terhadap negara yang
dipimpinnya.
Namun, pada kenyataannya tidaklah
demikian. Pemerintah tampaknya tidak
mampu (menutup mata) terhadap
kegiatan-kegiatan maksiat yang ada di
Indonesia. Ini dapat dilihat dari
menjamurnya diskotik-diskotik,
tempat karaoke malam, dan lain-lain
yang dapat dipastikan di tempat itu
merupakan tempat orang melakukan
maksiat. Sebut saja misalnya Sari Club
dan Paddy's Cafe di Legian, Raja’s Bar
di daerah Pantai Kuta yang telah
menjadi target pengebomannya Imam
Samudra Cs. Tempat-tempat tersebut
merupakan tempat yang biasa dipadati
para turis asing untuk mencari hiburan
dengan melakukan berbagai maksiat di
dalamnya seperti minum bir, berjoget
tanpa busana, pergaulan bebas, dan
berbagai kegiatan maksiat lainnya.
Inilah salah satu sebab Imam Samudra
memilih tempat-tempat tersebut
sebagai lokasi target pengebomannya
Seharusnya pemerintah Indonesia
mencegah dan tidak memberikan izin
berdirinya tempat-tempat maksiat
seperti itu, sehingga umat Islam yang
berkomitmen untuk ber amar ma’ruf
nahi munkar akan merasa terwakili
dengan sikap pemerintah tersebut.
Namun, yang terjadi adalah
sebaliknya. Pemerintah bersikap apatis
terhadap kegiatan maksiat yang terjadi
di negara ini. Bahkan terkesan
melegalkan kegiatan tersebut. Inilah
yang melatar belakangi munculnya
gerakan-gerakan massa atau ormas-
ormas Islam yang anti terhadap
kemaksiatan, karena merasa tidak puas
dengan sikap pemerintah dalam
menegakkan amar ma’ruf nahi munkar
ini.
Oleh karena itu, penulis menilai
bahwa apa yang dilakukan oleh Imam
Samudra ataupun ormas-ormas Islam
yang melakukan kekerasan terhadap
kemaksiatan tidaklah dapat disalahkan
sepenuhnya, melainkan juga kesalahan
pihak pemerintah yang tidak mampu
memberantas kemaksiatan di negeri
ini, dan belum mampu menjalankan
apa yang telah diamanatkan oleh UUD
1945 sebagai landasan negara
Indonesia.
C. Hukum Terorisme
Pada bagian dictum (putusan) fatwa
MUI No. 3 Tahun 2004 tentang
terorisme menyebutkan bahwa hukum
melakukan teror adalah haram, baik
dilakukan oleh perorangan kelompok,
maupun negara.98
Dalilnya adalah :
98 Fatwa MUI No. 3 Tahun 2004 Tentang Terorisme
1. Firman Allah swt dalam QS al-
Maidah (5): 32 ���� أن�� إس,ا�P� ب$� %V� آ��$� ذH� أ;� ��� ��Gن ,�lب }Gأو ن
<ن�/� ا�<رض �� ���د <ن�/� أح��ه� و�� ;/�>� ا�$��س ��� � ا�$��س أح�� � �� ذH� ب># �$'& آ�z,ا إن� ث&� ب����)$�ت رس�$� ;�ء'& و�@# ;/�>�
)32: 5/ا�/�P#ة( �/�,��ن ا�<رض
“Oleh karena itu Kami tetapkan (suatu
hukum) bagi Bani Israil, bahwa:
barangsiapa yang membunuh seorang
manusia, bukan karena orang itu
(membunuh) orang lain, atau bukan
karena membuat kerusakan dimuka
bumi, maka seakan-akan dia telah
membunuh manusia seluruhnya. Dan
barangsiapa yang memelihara
kehidupan seorang manusia, maka
seolah-olah dia telah memelihara
kehidupan manusia semuanya. Dan
sesungguhnya telah datang kepada
mereka rasul-rasul Kami dengan
(membawa) keterangan-keterangan
yang jelas, kemudian banyak diantara
mereka sesudah itu sungguh-sungguh
melampaui batas dalam berbuat
kerusakan dimuka bumi.”
2. Hadist Nabi saw : K��� &��/� و)ع ان,� �/���) . c99)اب�داود روا
Artinya: “Tidak halal bagi seorang
muslim menakut-nakuti orang muslim
lainnya”.(H.R Abu Dawud).
��T ��ن� ب#�#ة اF�� ا�V اش�ر P]/ا� �$<� �Vح� �'�$�) . cروا &���100(
Artinya: “ Barangsiapa mengacungkan
senjata kepada saudaranya (muslim),
maka malaikat akan melaknatnya
sehingga ia berhenti.” (H.R Muslim).
Sebagaimana telah penulis
paparkan pada bagian terdahulu,
99 Abu Daud Sulaiman Ibn al-Asy’ats al-Sajastani, Sunan Abi Daud, Juz 4 (Beirut:Dar al-
Fikr,1994), h.330
100 Abu al-Husain Muslim Ibn al-Hajjaj al-Qusyairi al-Naisaburi, Shahih Muslim, Juz 16
(Beirut:Dar al-Fikr, 1995), h.132
bahwasanya penulis mendefinisikan
dan mengqiyaskan antara jarimah
hirabah dengan tindak terorisme
berdasarkan kesamaan definisi dan
maksud keduanya. Oleh karena itu,
yang akan dibahas pada bab ini adalah
jarimah hirabah menurut fiqh Islam,
sehingga akan teranglah penjelasan
mengenai hukum terorisme dalam
pandangan hukum Islam. Hirabah berasal dari kata ‘harb’ (peperangan). Hirabah adalah sekelompok
teroris (thaifah al-Irhabiyyah) dari kalangan muslim, murtad, atau ahlu
dzimmah, yang dengan sengaja mempersenjatai dirinya dengan senjata dan
bertujuan melakukan perampokan, pembunuhan, teror dan menyebarkan
keresahan di tengah-tengah masyarakat, dan biasanya mereka berada di luar
kota, desa terpencil, gunung, gurun, padang pasir, dan melakukan teror di
kereta api, pesawat terbang, jalan-jalan di luar kota, atau di tempat-tempat
yang tidak memungkinkan datangnya bantuan maupun perlindungan. Hirabah
merupakan salah satu bentuk jarimah hudud, yaitu tindak pidana yang jenis,
jumlah dan hukumannya ditentukan oleh syariat.101
Hirabah disebut juga oleh
ahli fikih sebagai qath'u al-Thariq (menyamun) atau al-Sariqah al-Kubra
101 Muhammad al-Khathib al-Syarbini, Mughni al-Muhtaj, juz IV, hal.180
(pencurian besar). Ulama fikih menyebut hirabah sebagai al-Sariqah al-
Kubra, karena hirabah itu merupakah upaya mendapatkan harta dalam jumlah
besar dengan akibat yang dapat menyebabkan kematian atau terganggunya
keamanan dan ketertiban. Para ulama memang mempersyaratkan hirabah
dengan tindakan-tindakan kekerasan untuk merampas harta, mengganggu
keamanan dan mengancam nyawa manusia akan tetapi kekerasan dan
gangguan keamanan yang dimaksud tidak dijelaskan lebih detail. Para ulama
sepakat bahwa tindakan hirabah termasuk dosa besar yang layak dikenai
sanksi hadd. Dalilnya adalah firman Allah swt QS al-Maidah (5): 33
أن ���دا ا�<رض �� و��>�ن ورس��� ا���� ��رب�ن ا�� �� ;:اء إن�/��� �$G�ا أو F��ف �� وأر;�'& #�'&أ� @B�C أو ���A��ا أو �@����ا
اب اFM�,ة �� و�'& ا�#Kن�� �� F:ي �'& ذH� ا�<رض% &�O%
)33: 5/ا�/�P#ة(Artinya: “Sesungguhnya pembalasan terhadap orang-orang yang memerangi
Allah dan Rasul-Nya dan membuat kerusakan di muka bumi, hanyalah
mereka dibunuh atau disalib, atau dipotong tangan dan kaki mereka dengan
bertimbal balik, atau dibuang dari negeri (tempat kediamannya). Yang
demikian itu (sebagai) suatu penghinaan untuk mereka didunia, dan di akhirat
mereka beroleh siksaan yang besar ”.
Ini berarti bahwa jarimah hirabah disamakan dengan perbuatan memerangi
Allah dan Rasul-Nya dan membunuh seluruh umat manusia, yang hukum
dasarnya jelas haram, karena bertolak belakang sekali dengan maqashid al-
Syari’ah, yang diturunkan oleh Allah swt kepada umat Islam khususnya dan
kepada umat manusia umumnya adalah untuk memelihara agama (hifzh al-
Din), memelihara nyawa (hifzh al-nafs), memelihara akal (hifzh al-‘aql),
memelihara keturunan (hifzh al-naql), dan memelihara harta (hifzh al-mal).
Dengan demikian dapatlah dipahami, bahwa melakukan jarimah hirabah
ataupun terorisme adalah haram hukumnya, karena dengan melakukannya
telah sangat bertentangan dengan nash-nash al-Qur’an dan hadist-hadist Nabi
saw, serta merusak kelima tujuan dasar (maqashid al-Syari’ah) ditegakkannya
syariat Allah di muka bumi.
D. Sanksi Terorisme
Dalam fatwa MUI No. 3 Tahun
2004 Tentang Terorisme, tidak
disebutkan jenis sanksi/hukuman apa
yang harus dijatuhkan kepada para
pelaku terorisme. Hal ini dikarenakan
MUI tidak memiliki kewenangan untuk
melakukan peradilan dan eksekusi
terhadap para pelaku terorisme. MUI
hanya berwenang menetapkan fatwa
mengenai masalah-masalah keagamaan
secara umum, dan masalah aqidah yang
menyangkut kebenaran dan kemurnian
umat Islam Indonesia.102
Alasan lain
adalah karena di Indonesia,
sanksi/hukuman bagi para pelaku
terorisme telah diatur tersendiri secara
mendetail didalam Undang-Undang No.
15 Tahun 2003 Tentang Anti Terorisme.
Oleh sebab itu, dalam fatwa MUI
tentang terorisme, tidak menyebutkan
jenis hukuman bagi para pelaku
terorisme. Walaupun demikian, pada bab
ini penulis akan mencoba menguraikan
jenis hukuman apa yang harus
dijatuhkan kepada para pelaku terorisme,
dalam pandangan hukum Islam. Hukum hirabah dan tata cara menjatuhkannya telah disebut di dalam al-
Qur'an al-karim. Allah SWT berfirman dalam QS al-Maidah (5): 33
أن ���دا ا�رض �� و��>�ن ورس��� ا���� ��رب�ن ا�� �� ;:اء إن�/��� �$G�ا أو F[ف �� وأر;�'& أ�#�'& @B�C أو ���A��ا أو �@����ا
اب اFu,ة �� و�'& ا�#Kن�� �� F:ي �'& ذH� ا�رض% &�O%
)33: 5/ا�/�P#ة(
102 Fatwa MUI No. 3 Tahun 2004 Tentang Terorisme
Artinya: “Sesungguhnya pembalasan
terhadap orang-orang yang memerangi
Allah dan Rasul-Nya dan membuat
kerusakan di muka bumi, hanyalah
mereka dibunuh atau disalib, atau
dipotong tangan dan kaki mereka dengan
bertimbal balik, atau dibuang dari negeri
(tempat kediamannya). Yang demikian
itu (sebagai) suatu penghinaan untuk
mereka didunia, dan di akhirat mereka
beroleh siksaan yang besar.”
Atas dasar itu, dapat diketahui hukuman bagi orang yang melakukan tindak
hirabah adalah; pertama dibunuh, kedua disalib, ketiga dipotong tangan dan
kakinya bersilangan, dan keempat dibuang dari negeri tempat kediamannya
(deportasi).
Dalam menentukan pengertian lafadz au (atau) pada ayat di atas, apakah
bermakna takhyir (pilihan) atau tanwi' (perincian), maka para ulama berbeda
pendapat. Pendapat pertama menyatakan bahwa au pada ayat tersebut adalah
takhyir, didasarkan pada argumentasi bahwa secara bahasa huruf au (pada ayat
tersebut) berfaedah pada takhyir, sebab mereka tidak menjumpai nash-nash lain
yang merincinya. Ini adalah pendapat Abu al-Tsaur, Imam Malik, Said bin
Musayyab, 'Umar bin 'Abdul 'Aziz, Muhajid, al-Dhahak, dan al-Nakha'i.
Berdasarkan penafsiran ini, seorang hakim bisa memilih salah satu sanksi, dari
empat sanksi itu bagi muharibin. Sedangkan pendapat kedua menyatakan bahwa
lafadz au pada ayat tersebut berfaedah kepada tanwi' al-hukum (perincian
hukum). Mereka mengetengahkan riwayat dari Ibn 'Abbas yang terdapat dalam
musnad Imam Syafi'i mengenai muharibin (para pembegal), "Jika mereka
membunuh dan merampas harta benda, maka dibunuh dan disalib; jika mereka
membunuh namun tidak merampas harta, mereka dibunuh dan tidak disalib; jika
mereka merampas harta namun tidak membunuh, maka, tangan dan kakinya
dipotong bersilangan; jika mereka melakukan teror dan tidak merampas harta,
dibuang dari negerinya." Pendapat ini dipegang oleh Imam Syaifi'i, Abu Hanifah,
dan Imam Ahmad dalam satu riwayat. Pendapat yang rajih (kuat) adalah pendapat
yang kedua.103
Para ulama berbeda pendapat tentang hukuman untuk hirabah. Menurut
Imam Abu Hanifah, Imam Syafi’i, Imam Ahmad, dan Syiah Zaidiyah, hukuman
untuk muharibin itu berbeda-beda sesuai dengan perbedaan jenis perbuatan yang
103 M. Ramadhan al-Muhtasib, Hirabah dan Hukumannya, artikel diakses dari
http://groups.yahoo.com/group/khilafah/message/701
dilakukannya. Berdasarkan bentuknya, hukuman jarimah hirabah terbagi menjadi
empat, yaitu :
1. Hukuman Menakut-nakuti
Hukuman untuk jenis hirabah ini, adalah pengasingan (al-Nafyu). Pendapat ini
dikemukakan oleh Imam Abu Hanifah dan Imam Ahmad. Adapun menurut
Imam Syafi’i dan Syiah Zaidiyah, hukumannya adalah ta’zir atau pengasingan,
karena kedua jenis hukuman ini dianggap sama. Ulama fikih berbeda pendapat
dalam memahami hukuman pembuangan (al-Nafyu) dalam ayat tersebut.
Menurut mazhab Hanafi, al-Nafyu itu berarti memenjarakan pelaku hirabah,
karena apabila hukuman pembuangan diartikan secara harfiah, yaitu dibuang
dari tempat asalnya ke negeri lain, maka dikhawatirkan di tempat pembuangan
itu ia akan melakukan hirabah lagi, atau ia lari ke wilayah non-Islam dan bisa
jadi ia murtad dari Islam. Ulama mazhab Maliki mengartikan al-Nafyu itu
dengan arti harfiahnya, yaitu membuang pelaku ke negeri lain, tetapi di negeri
itu ia dipenjarakan sampai ia tobat. Ulama mazhab Syafi’i mengartikan al-
Nafyu dengan memenjarakan pelaku sampai ia tobat di negerinya sendiri.
Adapun Ulama mazhab Hambali mengatakan al-Nafyu itu adalah
membuangnya ke negeri lain dan tidak boleh kembali ke negeri asalnya.104
2. Hukuman Mengambil Harta Tanpa Membunuh
104 Abdul Qadir Audah, al-Tasyri’ al-Jinai al-Islami, h.648
Menurut Imam Abu Hanifah, Imam Syafi’i, Imam Ahmad, dan Syiah Zaidiyah,
hukumannya adalah potong tangan dan kakinya dengan bersilang, yaitu
dipotong tangan kanan dan kaki kirinya. Sedangkan Imam Malik berpendapat
bahwa sesuai dengan penafsiran huruf au dalam surat al-Maidah ayat 33,
hukuman untuk muharibin yang mengambil harta ini diserahkan kepada hakim
untuk memilih hukuman yang terdapat dalam surat al-maidah ayat 33, asal
jangan pengasingan.
3. Hukuman Membunuh Tanpa Mengambil Harta
Apabila muharibin hanya membunuh
korban tanpa mengambil hartanya,
menurut Imam Syafi’i, Imam Ahmad,
Syiah Zaidiyah disamping hukuman
mati pelaku juga harus disalib.
Sedangkan menurut Imam Abu
Hanifah, pelaku hanya dijatuhi
hukuman mati tanpa disalib.105
4. Hukuman Membunuh dan Mengambil
Harta
105 Ibid., h.652
Apabila pelaku hirabah membunuh
korban dan mengambil hartanya,
menurut Imam Syafi’i, Imam Ahmad,
Syiah Zaidiyah, Imam Abu Yusuf, dan
Imam Muhammad dari kelompok
Hanafiyah, hukumannya adalah
dibunuh (hukuman mati) dan disalib,
tanpa dipotong tangan dan kakinya.
Sedangkan Imam Abu Hanifah
berpendapat bahwa dalam kasus ini,
hakim diperbolehkan untuk memilih
salah satu dari tiga alternatif hukuman :
Pertama, potong tangan dan kaki,
kemudian dibunuh atau disalib; Kedua,
dibunuh tanpa disalib dan dipotong
tangan dan kaki; Ketiga, disalib
kemudian dibunuh.106
Dengan meng-qiyas-kan atau menganalogikan terorisme dengan hirabah,
maka hukuman bagi pelaku terorisme dapat pula diklasifikasikan menjadi
empat. Pertama, hukuman ta’zir dengan cara dipenjarakan atau diasingkan
sampai ia bertobat, apabila terorisme dilakukan hanya untuk menakut-nakuti,
106 Ahmad Wardi Muchlis, Hukuman Pidana Islam, (Jakarta:Sinar Grafika, 2005), h.100-105
atau meneror, tanpa adanya korban nyawa dan harta benda. Kedua, hukuman
potong tangan dan kaki secara silang, apabila tindakan terorisme ini hanya
mengakibatkan jatuhnya korban harta benda atau kerugian materil lainnya.
Ketiga, hukuman mati dengan cara ditembak atau lainnya, apabila tindakan
terorisme ini mengakibatkan jatuhnya korban nyawa tanpa disertai dengan
korban harta benda.
Keempat, disalib dan dihukum mati atau ditembak mati, apabila tindakan
terorisme ini mengakibatkan jatuhnya korban nyawa, harta, dan benda, serta
bisa juga terganggunya stabilitas negara dan citra bangsa.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Setelah melakukan penelitian sebagaimana diatas, maka penulis
menyimpulkan beberapa hal yang menjadi point penting dari penelitian tersebut,
yaitu:
� Islam mewajibkan kepada para pemeluknya untuk berjihad semata-mata
karena Allah swt dan Rasul-Nya, baik berjihad dengan harta mereka, jiwa,
ucapan, dan lain lain yang memiliki nilai ibadah di sisi Allah swt. Jihad
memiliki tujuan yang sangat agung, yaitu menegakkan agama Allah dan
membela hak-hak pihak yang terzhalimi, dan dilakukan berdasarkan aturan
yang telah ditentukan oleh syar’i. Jihad dengan peperangan hanya dapat
dilakukan sebagai tindakan prefentif untuk membela diri dari keganasan
musuh dan membela dakwah di jalan Allah swt.
� Berbagai aksi terorisme yang terjadi di Indonesia, dari segi empiris memiliki
benang merah dengan jihad, meskipun secara normatif tidak memiliki
keterkaitan dan dilakukan dengan cara yang tidak benar. Aksi terorisme itu
dilakukan menurut pandangan subjektif si pelaku, sifatnya merusak dan
menciptakan rasa takut di dalam masyarakat. Sementara jihad dilakukan
dengan aturan-aturan dan batasan yang telah ditentukan oleh syar’i, dan
bertujuan semata-mata menegakkan agama Allah swt dan membela hak-hak
pihak yang terzhalimi.
� Para cendekiawan Muslim, baik yang berasal dari Indonesia maupun yang
berasal dari luar Indonesia, mengutuk keras tindakan terorisme dalam
berbagai bentuknya. Para cendekiawan itu sangat berkeberatan apabila aksi
terorisme dikait-kaitkan dengan suatu agama, termasuk agama Islam. Mereka
menjelaskan bahwa agama Islam tidak mengajarkan kepada pemeluknya
untuk melakukan tindakan teror kepada sesama manusia, apalagi sampai
adanya korban jiwa. Islam adalah agama rahmat yang menebarkan kasih
sayang kepada seluruh alam. Ajaran jihad di dalam Islam adalah ajaran yang
suci, dan memiliki makna yang sangat luas. Jihad dalam arti peperangan
hanya bisa dilakukan di daerah perang, dimana umat Islam ditindas dan
dirampas hartanya. Jihad dalam pengertian ini juga dilakukan langsung
kepada musuh yang jelas, bukan kepada orang-orang tidak berdosa, apalagi
memakan korban sesama muslim.
� MUI dalam fatwanya tentang terorisme memandang, bahwa melakukan
tindakan atau aksi teror adalah haram, baik dilakukan oleh perorangan,
kelompok, maupun negara. Sedangkan hukum melakukan jihad adalah wajib.
� Tindak pidana terorisme dalam pandangan hukum Islam telah memenuhi
unsur jarimah hirabah berdasarkan kesamaan definisi dan maksud keduanya,
yaitu aksi sekelompok orang dalam negara Islam untuk melakukan kekacauan,
gangguan keamanan, pembunuhan, perampasan harta, dan merusak citra
agama.
B. Saran Penulis memiliki beberapa saran yang insya Allah dapat bermanfaat bagi para
pembaca, yaitu :
� Hendaklah dalam memahami ajaran Islam tidak setengah-setengah
memahaminya, sehingga tidak menghilangkan makna yang sesungguhnya
yang ingin dicapai oleh Islam. Apabila kemudian terdapat kesulitan dalam
memahami sesuatu dalam urusan agama, hendaklah bertanya kepada orang-
orang yang berkompeten (alim ulama) dalam masalah itu.
� Terjadinya aksi terorisme di Indonesia, salah satu sebabnya dilatar belakangi
oleh pemahaman yang keliru oleh sebagian orang terhadap ajaran jihad.
Disinilah peran penting semua pihak terutama para alim ulama untuk
berjihad meluruskan kembali makna jihad yang sebenarnya, dan
membentengi masyarakat khususnya umat Islam dari pemahaman jihad yang
keliru dan paham-paham yang menyimpang dari ajaran Islam.
� Hendaknya pemerintah Indonesia harus tanggap terhadap setiap pelanggaran
norma-norma hukum di negeri ini, lalu segera mengeluarkan kebijakan-
kebijakan yang memihak dan dirasa adil untuk masyarakat. Karena tidak
tertutup kemungkinan akan terus terjadi aksi teror yang lebih berbahaya lagi
apabila setiap pelanggaran yang terjadi tidak mendapat respon dari
pemerintah untuk menghukumnya, dan masih ada pihak-pihak yang merasa
di zhalimi dengan kebijakan yang tidak memihak tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Qur’an al-Karim
Abdullah, Sulaiman. Dinamika Qiyas Dalam Pembaharuan Hukum Islam, Cet.IV.
Pedoman Ilmu Jaya, 1996.
Abidin, Ibnu. Hasyiah Rad al-Mukhtar, juz.IV. Beirut: Dar al-Fikr, 1992.
Muhammad, Asfar. Islam Lunak-Islam Radikal, Surabaya: JP Press, 2003.
Audah, Abdul Qadir. al-Tasyri’ al-Jinai al-Islami, Beirut:Libanon, 2000.
Azra, Azyumardi. Jihad dan Terorisme, Jakarta: Islamika, 1997.
Azzam, Abdullah, DR, Jihad: Adab dan Hukumnya, Jakarta: Gema Insani Press,
1991.
______________, Perang Jihad di Zaman Modern, Jakarta: Gema Insani Press, 1994.
Basya, M. Hilaly dan K. Alka, David, Amerika Perangi Teroris Bukan Islam, Jakarta:
Center For Moderat Muslim (CMM), 2004.
Bukhari, al-, Abi Abdillah Muhammad Ibn Ismail. Shahih al-Bukhari, Beirut: Dar al-
Fikr, 1984.
Buthi, al-, Muhammad Said Ramadhan. al-Jihad Fi al-Islam, Beirut: Dar al-Fikr,
1993.
Bom Bunuh Diri Haram, Media Indonesia, Jakarta, 18 November 2005.
Daftar Serangan Teroris di Indonesia, Kompas, Jakarta, 8 Oktober 2005.
Dimyati, al-, Muhammad Syatha’. I’anah al-Thalibin, juz.IV. Indonesia, Dar al-Ihya
al-Kutub al-Arabiyah, T.th.
Hambal, Ahmad Ibn. Musnad Li al-Imam Ahmad Ibn Hambal, juz.II. Beirut: Dar al-
Fikr,1991.
Hamzah, Andi. KUHP & KUHAP, Jakarta: Rineka cipta, 2004.
Harun, Abdussalam. Tahdzib Sirah Nabawiyah,Jakarta: Dar al-Haq, 2003.
Hejazziey,Djawahir. dkk, Pedoman Penulisan Skripsi, Jakarta Fakultas Syariah &
Hukum UIN Syarif Hidayatullah, 2007.
Http//aniq.wordpress.com/2005/09/07/
Http//hidayatullah.com/index.php?option=com_joomlaboard&func=view&id=35778
&catid=32. Http//id.wikipedia.org/wiki/pengeboman_Bali_2005
Http//mobile.liputan6.com/?c_id=8&id=113002
Http//web.bisnis.com/umum/sosial/1id40619.html
Http//www.cmm.or.id/cmm-ind_more.php?id=A3477_0_3_0_M
Http//www.detik.com 20/10/2002
Http//www.freelists.org/archives/ppi/11-2005/msg00115.html
Http//www.gatra.com/2003-08-05/artikel.php?id=30471
http://www.gatra.com/2005-04-08/artikel.php?id=83327
Http//www.kpu.go.id/berita/haripertama.php
Http//www.pontianakpost.com/berita/index.asp?Berita=Utama&id=16550
Http//www.suarapembaruan.com/News/2005/11/27/Utama/ut01.htm
Http//www.tempointeraktif.com/hg/nasional/2005/11/23/brk,20051123-69615,id.html
Http//www.tempointeraktif.com/hg/nasional/2003/08/05/brk,20030805-32,id.html
Http//www.tragedipalestina.com/intifada02.html
Jihad, edisi perdana Tahun I 27 April 2003
____, edisi No.2 Tahun I 27 Mei 2003
Junaedi, Dedi. Konspirasi Di Balik Bom Bali Skenorio Membungkam Gerakan Islam,
Jakarta: Bina Wawasan Press, 2003.
Kansil, C.S.T. Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, Jakarta: Balai
Pustaka, 1989.
Katsir, Abu al-Fida Ismail Ibn. Terjemah Tafsir Ibnu Katsir, jilid IV, Penerjemah:
Salim Bahreisy dan Said Bahreisy, Kuala Lumpur: Victorie Agencie,1988.
Luqman, Loebby. Analisis Hukum dan Perundang-Undangan Kejahatan terhadap
Keamanan Negara di Indonesia, Jakarta: Universitas Indonesia, 1990.
Mahalli, al-, Jalaluddin Muhammad Ibn Ahmad dan Suyuthi, al-, Jalalaluddin
Abdurrahman Ibn Abi Bakr, Tafsir Jalalain, juz.I. Surabaya: Dar al-Abidin,
T.th.
Makassary, al-, Ridwan. Terorisme Berjubah Agama, Jakarta: PBB UIN, 2003.
Makhalani, al-, Muhammad Ibn Ismail, Subul al-Salam, juz II & IV. Mesir: Dar al-
Salam,T.th.
Meluruskan Makna Jihad Mencegah Terorisme, cet.I. Diterbitkan Oleh Tim
Penanggulangan Terorisme, 2006.
Mertokusumo, Sudikno. Mengenal Hukum, Suatu Pengantar, Yogyakarta: Liberty,
1996.
Misrowi, Zuhairi, & Zada, Khamami, Islam Melawan Terorisme, Jakarta: LSIP dan
Yayasan TIFA, 2004.
Mubarakfur, al-, Abi Ali Muhammad Abdurrahman Ibn Abdurrahim, Tuhfah al-
Ahwazi Bi Syarhi Jami’ al-Tirmizi, juz.VI. Beirut: Dar al-Fikr,T.th.
Muchlis, Ahmad Wardi. Hukuman Pidana Islam, Jakarta: Sinar Grafika, 2005.
Muhtasib, al-, M. Ramadhan. Hirabah dan Hukumannya, artikel diakses dari
http://groups.yahoo.com/group/khilafah/message/701
MUI, Fatwa MUI tentang Terorisme, Jakarta: MUI, 2004.
Munawwir, Ahmad Warsan. al-Munawwir:Kamus Arab-Indonesia, cet.XIV.
Surabaya: Pustaka Progresif, 1997.
Nasa’i, al-, Abdurrahman Ahmad Ibn Syu’aib. Shahih Sunan al-Nasa’i, juz.II.
Riyadh: Maktabah al-Ma’arif,1998.
Naisaburi, al-, Abu al-Husain Muslim Ibn al-Hajjaj al-Qusyairi, Shahih Muslim,
Beirut: Dar al-Fikr, 1995.
Qazwainiy, al-, Abu Abdillah Muhammad ibn Yazid Ibnu Majah, Shahih Sunan Ibn
Majah, juz.I. Riyadh: Maktabah al-Ma’arif, 1997.
Qurthubi, al-, Muhammad Ibn Ahmad. al-Jami’ Li Ahkam al-Qur’an, Beirut: Dar al-
Fikr,1952.
Ridho, Abu, Terorisme : Kelompok Kajian Dakwah dan Pemikiran Islam,T.tp.,
Tarbiatuna, T.th.
Rusyd, Ibnu. Bidayatul Mujtahid, penerjemah Imam Ghazali & Ahmad Zaidun
Jakarta: Pustaka Amani, 2007.
Sabili, No. 6 Tahun XII 8 Oktober 2004.
Sabiq, Sayyid. Fikih Sunnah, alih bahasa Kamaluddin A. Marzuki, Bandung:
Alma’arif,1987.
Sajastani, al-, Abu Daud Sulaiman Ibn al-Asy’ats, Sunan Abi Daud, juz.IV. Beirut:
Dar al-Fikr,1994.
Shabuni, al-, Muhammad Ali, Mukhtashar Tafsir Ibnu Katsir, juz.I. Beirut: Dar al-
Qur’an al-Karim, 1402 H.
Shihab, Muhammad Quraisy, Tafsir al-Misbah, vol. III. Jakarta: Lentera Hati,2000.
__________________________, Tafsir al-Misbah, vol.V. Jakarta: Lentera Hati,
2002.
__________________________, Wawasan al-Qur’an, Bandung: Mizan, 1996.
Soekamto, Soerjono. Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta: Penerbit UI-Press, 1986.
Syafi’I, al-, Syamsuddin Abu Abdillah Muhammad bin Qasim, Fathul Qarib, jilid.II.
penerjemah Imran Abu Amar, Menara Kudus, T.th.
Takruri, Nawaf Hail. al-amaliyat al-Istisyhadiyat fil Mizan al-Fiqh, Maktabah al-
asad, 1997.
Undang-Undang No. 15 Tahun 2003 Tentang Anti Terorisme
Zuhaili, al-, Wahbah. al-Fiqh al-Islam Wa Adillatuhu, juz.VI. Damaskus Suriah: Dar
al-Fikr, 1984.
Recommended