View
18
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
TINJAUAN YURIDIS EKSEKUSI OBYEK JAMINAN FIDUSIA
MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG
JAMINAN FIDUSIA DAN FATWA DSN 25/DSN-MUI/III/2002 TENTANG
RAHN.
DI PT. FEDERAL INTERNASIONAL FINANCE KOTA SALATIGA
SKRIPSI Diajukan Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Memperoleh Gelar
Sarjana Dalam Hukum Islam (S.H.)
Disusun Oleh :
Agung Kardoyono
NIM. 21412025
PROGRAM STUDI HUKUM EKONOMI SYARI’AH
FAKULTAS SYARI’AH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
SALATIGA
2017
vi
PERSEMBAHAN
Skripsi ini penulis persembahkan untuk:
Ibuku tercinta yang senantiasa mendo’akan dan memberikan dukungan.
Kakak-kakak dan teman-temaku yang selalu mendukung, mendo'akan dan
memberikan segalanya, baik moral maupun spritual bagi kelancaran studi,
semoga Allah senantiasa meridhoinya.
Dosen pembimbingku yang setia dan sabar dalam memberikan arahan
sampai dengan selesainya penyusunan skripsi ini, serta teman-teman
mahasiswa IAIN Salatiga.
Almamater IAIN Salatiga dan teman-teman S1 Hukum Ekonomi Syari’ah
semuanya.
vii
KATA PENGANTAR
Puji Syukur Kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas rahmat-Nya yang
melimpah, sehingga dapat menyelesaikan sekripsi ini yang berjudul : “TINJAUAN
YURIDIS EKSEKUSI OBYEK JAMINAN FIDUSIA MENURUT UNDANG-
UNDANG NOMOR 42 TAHUN 1999 DAN HUKUM ISLAM DI PT
FEDERAL INTERNASIONAL FINANCE KOTA SALATIGA”.
Penulis menyadari bahwa dalam menyelesaikan laporan ini tidak dapat
diselesaikan tanpa adanya bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada
kesempatan yang baik ini penulis mengucapkan terima kasih yang sedalam-
dalamnya kepada:
1. Dr. Rahmat Hariyadi M.Pd, Rektor IAIN Salatiga.
2. Dr. Siti Zumrotun M.Ag, Dekan Fakultas Syari’ah.
3. Evi Ariyani S.H,.M.H, Ketua Program Studi Hukum Ekonomi Syari’ah.
4. Pembimbing skripsi Luthfiana Zahriani, S.H,.M.H. yang telah
memberikan banyak pencerahan baik saran, pengarahan dan masukan
sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik dan sesuai yang
diharapkan.
5. Bapak dan ibu dosen Fakultas Syari’ah yang telah memberikan ilmunya
selama menempuh pendidikan S1 Hukum Ekonomi Syari’ah.
6. Ayah, Ibu dan kakak-kakakku : Alm. Bp. Hadi widodo, Ibu Siti
Munawaroh, kakak Sri Bulatmi Handayani, Tri Joko Kamseno,
Purwaingsih Sanjaya Putri, Widiyani Wulan Surani, Indarto yang telah
memberikan banyak bantuan baik secara moral maupun finansial.
ix
ABSTRAK
Kardoyono, Agung. 2017. Tinjauan Yuridis Eksekusi Obyek Jaminan Fidusia
Menurut Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia Dan
Hukum Islam di PT. Federal Internasional Finance Kota Salatiga. Skripsi Fakultas
Syari’ah. Program Studi Hukum Ekonomi Syari’ah. Institut Agama Islam Negeri
(IAIN) Salatiga. Pembimbing: Luthfiana Zahriani, S.H.,M.H.
Kata Kunci: Prosedur, Eksekusi Obyek Jaminan Fidusia dan Undang-Undang.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui prosedur pelaksanaan eksekusi
terhadap obyek jaminan fidusia di PT. Federal Internasional Finance kantor cabang
Kota Salatiga, guna mengetahui tinjauan yuridis eksekusi obyek jaminan fidusia di
PT. Federal Internasional Finance menurut Undang-Undang Nomor 42 tahun 1999
Tentang Jaminan Fidusia dan guna mengetahui tinjauan yuridis eksekusi obyek
jaminan fidusia di PT. Federal Internasional Finance menurut Fatwa DSN 25/DSN-
MUI/III/2002 TENTANG RAHN.
Pada penelitian ini peneliti menggunakan jenis penelitian lapangan (field
research) yang bersifat deskriptif kualitatif, dengan pendekatan yuridis sosiologis,
dan dengan tekhnik pengumpulan data observasi, wawancara, dokumentasi.
Dimana tujuanya adalah guna mendapatkan gambaran tentang pokok penelitian
secara jelas sehingga dapat memberikan data yang efesien dan efektif guna
dijadikan tinjauan terhadap pokkok penelitian dan peraturan dalam Undang-
Undang Nomor 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia dan Fatwa DSN 25/DSN-
MUI/III/2002 tentang Rahn.
Berdasarkan dari hasil penelitian yang telah dilakukan bahwa : 1. Prosuder
eksekusi obyek jaminan fidusia yang dilakukan PT. Federal Internasional Finance
sebelum melakukan penarikan terhadap obyek jaminan (Unit) PT. Federal
Internasional Finance melakukan langkah-langkah persuasif terlebih dahulu dengan
cara melakukan monitoring melalui petugas lapangan dari PT. Federal Internasional
Finance (Debtcollector), memberikan Surat Peringatan (Somasi) kepada debitur ,
Surat Peringatan (Somasi) diberikan berturut-turut selama tiga kali. Dan apabila
debitur tidak menghiraukan Surat Peringatan ke-tiga (Somasi 3) maka PT. Federal
Internasional Finance akan memberikat Surat Panggilan Terahir (SPT),
musyawarah, dan apabila tidak ditemukan mufakat dari musyawarah tersebut maka
PT. Federal Internasional Finance melalui petugas Legal Office akan melakukan
penjualan terhadap obyek jaminan melalui pelelangan umum. 2. Pelaksanaan
Eksekusi Obyek Jaminan Fidusia Di PT. Federal Internasional Finance Menurut
Undang-Undang Nomor 42 tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia dengan cara
melakukan penjualan terhadap obyek jaminan fidusia oleh PT. Federal
Internasional Finance melalui pelelangan umum telah sesuai dengan Pasal 29 ayat
1 huruf b Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia. 3.
Eksekusi Obyek Jaminan Fidusia di PT. Federal Intenasional Finance menurut
hukum Islam telah sesuai dengan Fatwa Dewan Syari’ah Nasional Pasal 5 huruf b
dan c Fatwa DSN 25/DSN-MUI/III/2002 tentang Rahn.
x
Daftar Isi
HALAMAN JUDUL .............................................................................................. i
PERSETUJUAN PEMBIMBING ...................... Error! Bookmark not defined.
LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................. iii
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ........................................................... iv
MOTTO ................................................................................................................ vi
PERSEMBAHAN ................................................................................................ vii
KATA PENGANTAR ........................................................................................ viii
ABSTRAK ............................................................................................................ix
DAFTAR ISI ..........................................................................................................x
BAB I ...................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN .................................................................................................. 1
A. Latar Belakang Masalah ................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah .......................................................................................... 5
C. Tujuan Penelitian ........................................................................................... 5
D. Manfaat Penelitian ......................................................................................... 6
E. Penegasan Istilah ........................................................................................... 7
F. Tinjauan Pustaka ............................................................................................ 7
G. Metode Penelitian ........................................................................................ 11
H. Sistematika penulisan .................................................................................. 18
BAB II .................................................................................................................. 21
TINJAUAN PUSTAKA ...................................................................................... 21
A. Tinjauan Umum Tentang Jaminan Fidusia .................................................. 21
1. Pengertian Jaminan ................................................................................. 21
2. Pengertian Jaminan Fidusia .................................................................... 22
3. Asas-Asas Dalam Jaminan Fidusia ......................................................... 23
4. Obyek Jaminan Fidusia ........................................................................... 26
5. Fungsi Yuridis Jaminan Fidusia Sebagai Pengaman Kredit Bank.......... 27
6. Perubahan Status Yuridis Atas kepemilikan Benda Jaminan Fidusia .... 29
7. Pendaftaran Fidusia ................................................................................. 29
xi
8. Tekhnis Pendaftaran Jaminan Fidusia Menurut Peraturan Pemerintah
Nomor 21 Tahun 2015 ............................................................................ 32
9. Dasar Hukum Jaminan Fidusia Menurut Undang-Undang Dan Fatwa DSN
25/DSN-MUI/III/2002 tentang Rahn. ..................................................... 43
B. Tinjauan Umum Tentang Eksekusi Obyek Jaminan Fidusia ....................... 44
1. Tinjauan Umum Tentang Eksekusi ......................................................... 46
2. Ruang Ligkup Eksekusi Pada Umumnya ............................................... 47
3. Tinjauan Umum Eksekusi Obyek Jaminan Fidusia Menurut Undang-
Undang nomor 42 Tahun 1999 ............................................................... 48
4. Jenis-Jenis eksekusi ................................................................................ 52
5. Macam-macam jenis Lelang ................................................................... 53
6. Prosedur Lelang ...................................................................................... 57
7. Hapusnya Fidusia .................................................................................... 58
8. Ketentuan Pidana Dalam Undang-Undang Jaminan Fidusia .................. 59
C. Tinjauan Umum Jaminan dalam Hukum Islam (Rahn atau Rungguhan) ... 60
1. Penerapan Jaminan Dalam Jual Beli Dalam Hukum Islam .................... 60
2. Macam-Macam Aqad atau Perjanjian Dalam Hukum Islam .................. 66
3. Pengertian Gadai (al-rahn) ...................................................................... 67
4. Dasar Hukum Jaminan Dalam Hukum Islam ......................................... 68
BAB III ................................................................................................................. 70
PROSEDUR EKSEKUSI OBYEK JAMINAN FIDUSIA .............................. 70
DI PT. FEDERAL INTERNASIONAL FINANCE KANTOR CABANG
KOTA SALATIGA ............................................................................................. 70
A. Pemberian Jaminan Secara Fidusia Oleh Debitur Kepada PT. Federal
Internasional Finance ................................................................................... 70
B. Prosedur Eksekusi Obyek Jaminan Fidusia Di PT. Federal Internasional
Finance ......................................................................................................... 71
1. Monitoring melalui petugas lapangan (Debtcollector), .......................... 72
2. Surat Pernyataan Kesanggupan dan Janji Bayar ..................................... 73
3. Surat Peringatan (Somasi)....................................................................... 76
4. Surat Panggilan Terahir (SPT) ................................................................ 80
5. Eksekusi Terhadap Obyek jaminan Fidusia oleh PT. Federal Internasional
Finance. ................................................................................................... 81
BAB IV ................................................................................................................. 82
xii
PEMBAHASAN .................................................................................................. 82
A. Tinjauan Yuridis Eksekusi Obyek Jaminan Fidusia Di PT. Federal
Internasional Finance Menurut Undang-Undang Nomor 42 tahun 1999
Tentang Jaminan Fidusia. ............................................................................ 82
B. Tinjauan Yuridis Eksekusi Obyek Jaminan Fidusia Di PT. Federal
Intenasional Finance Menurut Fatwa DSN 25/DSN-MUI/III/2002 Tentang
Rahn ............................................................................................................. 87
BAB V ................................................................................................................... 93
PENUTUP ............................................................................................................ 93
A. Kesimpulan ................................................................................................. 94
B. Saran ........................................................................................................... 94
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 95
LAMPIRAN..........................................................................................................99
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Persaingan usaha di dunia semakin meningkat seiring dengan kemajuan
tekhnologi dan ilmu pengetahuan manusia yang semakin maju disetiap tahun.
Inovasi terus menerus dilakukan antar perusahaan guna meningkatkan kualitas
barang atau jasa demi memaksimalkan layanan dan/atau produk yang dihasilkan
sehingga mampu tetap bertahan dan bersaing dengan perusahaan lain di pasar.
Berbagai konsep ilmu ekonomi dijadikan strategi untuk menganalisa dan
mengikuti perkembangan dunia usaha.
Di samping berkompetisi dalam berinovasi dan meningkatkan strategi
pemasaran perusahaan juga wajib menyeimbangkan atau membuat cara-cara
dalam melakukan usahanya sesuai dengan peraturan pemerintah yang
dituangkan dalam undang-undang, hal inilah yang membatasi pergerakan roda
perusahaan untuk memperolah pendapatan (income) yang berlebih dikarenakan
kewajiban-kewajiban yang wajib dipatuhi dan tidak jarang larangan dan/atau
peraturan pemerintah adalah metode yang tepat untuk dijadikan strategi
perusahaan dalam memperoleh keuntungan. Dalam menyikapi hal ini tidak
jarang perusahaan menggunakan cara-cara yang melanggar peraturan
perundang-undangan demi dalih mendapatkan keuntungan dan tetap bisa
bertahan di pasar.
Terlebih kusus pada perusaan pembiayaan yang menjalankan roda
perusahaanya harus terus berhubungan dengan dengan konsumen dalam skala
2
waktu yang panjang, Metode yang digunakan tidak jarang jadi bahan perhatian
masyarakat dan dijadikan silang pendapat antara kebenaran atau penyimpangan.
Tidak jarang Peran penting yang telah diberiksn perusahaan pembiayaan
telah banyak membantu untuk meringankan beban masyarakat yang kurang
mampu dari segi finansial dan secara otomatis telah meningkatkan daya beli
konsumen baik itu perorangan maupun organisasi atau badan usaha dengan cara
memfasilitasi pembiayaan tidak diperhatikan oleh Masyarakat jika telah terjadi
wanprestasi.
Wanprestasi merupakan salah satu persoalan yang sering terjadi dalam
usaha pembiayaan dan hal itu bisa menjadikan perusahaan pembiayaan menjadi
bangkrut. Karena pada dasarnya perusahaan pembiayaan merupakan
perusahaan bisnis jadi perusahaan pembiayaan tetap akan melakukan berbagai
hal untuk menghindari kebangkrutan tersebut. Kata bangkrut, yang dalam
bahasa inggris disebut bankrupt berasal dari Undang-Undang di Italia yang
disebut dengan banca rupta. Pada abad pertengahan di Eropa, terjadi praktik
kebangkrutan yang dilakukan dengan menghancurkan bangku-bangku dari para
bankir atau pedagang yang melarikan diri secara diam-diam dengan membawa
harta para krediturnya.(Jono,2013:1). Sejarah demikian ini tentunya akan
menjadikan suatu pelajaran yang sangat berharga bagi perusahaan-perusahaan
pembiayaan, dan guna menghindari kejadian serupa perusahaan pembiayaan
akan lebih memperhatikan persoalan-persoalan yang timbul akibat itikad yang
tidak baik dari para debiturnya yang tentunya akan mengakibatkan kerugian
atau bahkan kebangkrutan bagi perusahaan pembiayaan.
3
Salah satunya adalah PT Federal International Finance yang merupakan
salah satu perusahaan pembiayaan terbesar di Indonesia dengan mempunuyai
puluhan cabang yang tersebar di seluruh provinsi dan kota besar di Indonesia,
Salah satunya terdapat di kota Salatiga.
Dalam implementasi kerjanya perusahaan pembiayaan telah diatur dalam
Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 serta Peraturan Pemerintah Nomor 21
Tahun 2015 yang mana dalam melakukan kegiatan usahanya terkhusus pada
eksekusi atau eksekutorial terhadap obyek jaminan fidusia telah diatur dalam
Pasal 15 ayat 2 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 dan dalam hal tata cara
pendaftaran dam biaya pendaftaran fidusia telah diatur dalam Perturan
Pemerintah Nomor 21 Tahun 2015. Undang-Undang ini harus dan wajib
hukumnya untuk dipenuhi atau dilaksanakan oleh lembaga pembiayaan yang
melakukan kegiatan pembiayaan dengan menjaminkan kepastian hukum
dengan mendaftarkan fidusia. Peraturan perumdang-undangan secara langsung
mencegah terjadinya kesewenang-wenangan antara perusahaan dengan debitur.
PT Federal International Finance ialah perusahaan pembiayaan sepeda
motor dan elektronik, PT. Federal International Finance merupakan perusahaan
pembiayaan yang tergolong baru namum mampu berkembang dengan pesat
karena terus menerus menyusun strategi guna mendapatkan pencitraan yang
lebih baik untuk pengembangan bisnisnya agar dapat memberikan kontribusi
dan manfaat bagi kehidupan masyarakat Indonesia.
Kantor cabang PT. Federal Internasional Finance yang berada di Kota
Salatiga merupakan salah satu lembaga pembiayaan yang telah membantu
memberikan jasa pembiayaan kepada banyak masyarakat di kota Salatiga dan
4
sekitarnya, maka dari itu penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai
pelaksanaan kerja di kantor cabang PT. Federal Internasional Finance yang
berada di kota Salatiga, lebih tepatnya bertempat di Jalan Fatmawati Blotongan
Blok F-G No. 188 Salatiga Regency.
Penelitian ini guna mengetahui lebih dalam bagaimanakah pelaksanaan
eksekusi secara langsung oleh kantor cabang PT. Federal Internasional Finance
di Salatiga terhadap obyek jaminan fidusia yang berada dibawah kekuasaan
debitur apabila debitur telah cacat janji atau wanprestasi ditinjau dari Undang-
Undang Nomor 42 Tahun 1999 dan hukum Islam?
Karena persoalan eksekusi obyek jaminan oleh perusahaan pembiayaan
merupakan hal yang tergolong sering terjadi di Kota Salatiga sekitar dan
menjadikan perhatian masyarakat dan menjadikan silang pendapat antara
masyarakat dengan pihak perusahaan, maka peneliti tertarik untuk mengkaji
lebih dalam mengenai eksekusi obyek jaminan fidusia tersebut. Permasalahan
eksekusi obyek jaminan fidusia merupakan perkara hukum yang bisa
menimbulkan berbagai macam akibat hukum, dan dalam melakukan eksekusi
guna mendapatkan kepastian hukum yang pasti pada dasarnya harus memenuhi
berbagai peraturan perundang-undangan maka dari itu penulis tertarik untuk
meneliti lebih jauh mengenai tinjauan yuridis eksekusi obyek jaminan fidusia
menurut Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang jaminan fidusia dan
hukum Islam yang dilakukan oleh PT. Federal Internasional Finance kantor
Cabang Kota Salatiga.
5
B. Rumusan Masalah
Pada penelitian ini penulis hendak mengambil pokok pembahasan yang
akan dijadikan sebagai rumusan masalah diantaranya sebagai berikut :
1. Bagaimanakah prosedur eksekusi obyek jaminan fidusia di PT. Federal
Internasional Finance kantor cabang Kota Salatiga ?
2. Bagaimanakah tinjauan yuridis terhadap eksekusi obyek jaminan fidusia
di PT. Federal Internasional Finance menurut Undang-Undang Nomor 42
tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia ?
3. Bagaimanakah tinjauan yuridis terhadap eksekusi obyek jaminan fidusia
di PT. Federal Internasional Finance menurut Fatwa DSN 25/DSN-
MUI/III/2002 Tentang Rahn?
C. Tujuan Penelitian
Dengan dilakukannya penelitian tentang pelaksanaan eksekusi obyek
jaminan fidusia di PT. Federal Internasional Finance ini diharapkan dapat
memahami secara benar mengenai beberapa persoalan diantaranya sebagai
berikut:
1. Guna mengetahui prosedur pelaksanaan eksekusi terhadap obyek jaminan
fidusia di PT. Federal Internasional Finance kantor cabang Kota Salatiga.
2. Guna mengetahui tinjauan yuridis eksekusi obyek jaminan fidusia di PT.
Federal Internasional Finance menurut Undang-Undang Nomor 42 tahun
1999 Tentang Jaminan Fidudsia.
3. Guna mengetahui tinjauan yuridis eksekusi obyek jaminan fidusia di PT.
Federal Internasional Finance menurut Fatwa DSN 25/DSN-MUI/III/2002
Tentang Rahn.
6
D. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan
baru dan/atau sebagai referensi bagi:
1. Manfaat teoritis
a. Manfaat bagi Penulis
Manfaat penelitian ini diharapkan untuk menambah
pengetahuan bagi penulis untuk mengetahui prosedur pelaksanaan
eksekusi terhadap obyek jaminan fidusia di PT. Federal Internasional
Finance kantor cabang Kota Salatiga dan guna mengetahui tinjauan
yuridis eksekusi obyek jaminan fidusia di PT. Federal Internasional
Finance menurut Undang-Undang Nomor 42 tahun 1999 Tentang
Jaminan Fidudsia serta mengetahui tinjauan yuridis eksekusi menurut
hukum Islam.
2. Manfaat praktis
a. Manfaat Bagi Lembaga Pendidikan
Sebagai masukan yang membangun guna meningkatkan kualitas
lembaga pendidikan dalam hal menimbang kesesuain toeri dengan
praktik perusahaan pembiayaan untuk dijadikan pembelajaran
tersendiri dalam praktik belajar mengajar.
b. Manfaat Bagi Ilmu Pengetahuan
Guna dijadikan reverensi sebagai rujukan dalam hal
mengembangkan pengetahuan.
c. Manfaat Bagi Peneliti Selanjutnya
7
Dapat dijadikan rujukan atau referensi dan/atau dikembangkan
dalam penelitian sejenis yang selanjutnya.
E. Penegasan Istilah
Guna menghindari salah penafsiran mengenai arti dan maksud dari pokok
pembahasan dalam penulisan penelitian ini maka penulis hendak
menyampaikan bebebrapa istilah beserta penjelasan sebagai penegasan makna.
Diantaranya sebagai berikut :
1. Tinjauan yuridis adalah tinjauan hukum atas suatu perbuatan.
2. Eksekusi adalah penarikan dan penjualan obyek jaminan.
3. Fidusia adalah pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar
kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikanya
dialihkan tersebut tetap dalam penguasaan pemilik benda.
4. Jaminan Fidusia adalah hak jaminan atas benda bergerak baik yang
berwujud maupun tidak berwujud dan benda tidak bergerak khususnya
bangunan yang tidak dapat dibebani hak tanggungan sebagaimana
dimaksud dalam Undang-Undang nomor 4 tahun 1996 tentang jaminan
fidusia.
F. Tinjauan Pustaka
Penelitian terkait dengan eksekusi obyek jaminan fidusia oleh perusahaan
pembiayaan telah banyak dilakukan. Diantaranya adalah penelitian tentang
Fidusia sebagai jaminan dalam pemberian kredit di Perusda BPR Bank pasar
Klaten yang dilakukan oleh Sheeny Adhisti tahun 2009 mahasiswi Fakultas
Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta. Pada penelitianya ini Sheeny
Adhisti memfokuskan penelitianya mengenai bagaimanakah prosedur
8
pemberian kredit dengan jaminan fidusia di Perusda BPR Bank pasar Klaten
khususnya dalam hal pelaksanaannya, apa saja hak dan kewajiban pemberi dan
penerima jaminan fidusia terutama apabila terjadi wanprestasi dan risiko dalam
pemberian kredit di Perusda BPR Bank pasar Klaten, dan apa saja yang menjadi
permasalahan dalam pemberian kredit yang menggunakan jaminan fidusia di
Perusda BPR Bank Pasar Klaten dan bagaimana penyelesaiannya. Adapun
kesimpulan dari Sheeny Adhisti dalam penelitianya ini adalah dalam
pelaksanaan pemberian kredit dengan jaminan fidusia Perusda BPR Bank pasar
Klaten mempunyai tahapan ataupun prosedur–prosedur yang harus dilakukan
terlebih dulu, setelah melalui tahapan prosedur pemberian dengan jaminan
fidusia maka selanjutnya harus dibuat akta fidusia di notaris untuk memberikan
kepastian hukum. Apabila debitur wanprestasi dan resiko, bila wanprestasi
dapat dilakukan secara lelang atau penjualan bawah tangan, sedangkan bila
terjadi resiko barang rusak atau hilang maka diganti dengan barang jaminan
yang sama nilainya dengan barang jaminan sebelumnya. Permasalahan –
permasalahan yang timbul dalam pemberian kredit dengan jaminan fidusia
adalah apabila kreditur dari pemberi jaminan bertambah jumlahnya dengan
obyek jaminan yang sama, dan bila kreditur tersebut wanprestasi, obyek
jaminan fidusia tersebut harus dibagi dengan kreditur – kreditur lain. Dapat pula
timbul permasalahan apabila nilai penjaminan atau nilai taksiran yang dibuat
oleh Account Officer (AO) berdasarkan kondisi barang agunan / obyek jaminan
berubah atau nilai transaksi barang berubah serta bilamana debitur wanprestasi
atau cidera janji sehingga mengalami kredit macet. Apabila kredit macet dengan
jaminan fidusia terjadi maka pihak Perusda BPR Bank pasar Klaten dapat
9
melakukan eksekusi terhadap obyek jaminan fidusia yang dilakukan dengan dua
cara, yaitu dengan penjualan di bawah tangan oleh Perusda BPR Bank pasar
Klaten maupun dengan penjualan obyek jaminan fidusia melalui pelelangan
umum oleh Kantor Lelang di Surakarta.
Selanjutnya penelitan yang dilakukan oleh Shinta Andriyani.S.H mahasiswi
program pascasarjana Universitas Dponegoro Semarang Tahun 2007 dalam
tesis dengan judul PELAKSANAAN EKSEKUSI JAMINAN FIDUSIA DI
PERUM PEGADAIAN KOTA SEMARANG (Study di Pegadaian cabang
Mrican dan cabang Depok). Dalam penelitianya ini Shinta Andriyani.S.H
memfokuskan penelitianya mengenai bagaimana pelaksanaan eksekusi Jaminan
fidusia berdasarkan PASAL 29 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 42
Tahun 1999 di Perum Pegadaian cabang Depok dan cabang Mrican dan
bagaimana keabsahan eksekusi di bawah tangan yang dilakukan oleh Perum
Pegadaian di Perum Pegadaian Cabang Depok dan Cabang Mrican.
Berdasarkan hasil dari penelitianya, Shinta Aandriyani S.H menarik kesimpulan
sebagai berikut : Dalam hal debitur wanprestasi maka pihak pegadaian tidak
akan langsung melakukan eksekusi terhadap obyek jaminan dari debitur ,
pegadaian lebih ke upaya persuasif dan lebih mengedepankan musyarawarah
agar tetap terjalin hubungan baik dengan nasabah. Praktik di lapangan
membuktikan bahwa pelaksanaan eksekusi jaminan fidusia yang digunakan
pihak pegadaian cenderung melakukan penjualan di bawah tangan dengan
berdasar pada kesepakatan para pihak. Eksekusi Jaminan Fidusia atas dasar title
eksekutorial maupun melalui pelelangan umum akan memakan waktu yang
lama dan biaya yang cukup mahal.
10
Tesis dengan judul Eksekusi Jaminan Fidusia yang tidak didaftarkan ke
kantor pendaftaran jaminan fidusia yang dilakukan oleh Ilda Agnes mahasiswi
Program Study Magister Kenotariatan Program Pasca Sarjana Universitas
Diponegoro Semarang tahun 2009. Pada penelitianya ini Ilda Agnes
memfokuskan penelitianya dalam hal, Bagaimana pelaksanaan jaminan fidusia
dalam perjanjian kredit Bank Perkreditan Rakyat Arthaprima Dana jasa Bekasi
dan Apa keuntungan secara yuridis terhadap surat kuasa jual atas obyek jaminan
fidusia yang dipersyaratkan untuk diwaarmerking oleh Notaris. Adapun
kesimpulan dari penelitian yang dilakukan oleh Ilda Agnes ini adalah :
Pelaksanaan jaminan fidusia dalam perjanjian kredit Bank Perkreditan Rakyat
Arthaprima Danajasa Bekasi dapat diketahui melalui klausula penyerahan hak
milik secara kepercayaan (fidusia). Keuntungan secara yuridis terhadap surat
kuasa jual atas obyek jaminan fidusia yang dipersyaratkan untuk
diwaarmerking oleh Notaris merupakan keuntungan yuridis administratif yang
sesuai dengan hasil penelitian yaitu berkaitan erat dengan Peraturan Bank
Indonesia Nomor 8/19/PBI/2006 Pasal 12 sebagai dasar hukum yang
mewajibkan BPR membentuk PPAP, Pasal 13 ayat (1) huruf e peraturan BI
tersebut menilai agunan kendaraan bermotor yang diikat sesuai ketentuan
Undang-Undang Jabatan Notaris (UUJF) diperhitungkan 50 % dari nilai pasar
sebagai pengurang pembentukan PPAP sehingga sesuai Surat Edaran Deputi
Gubernur Bank Indonesia Nomor 9/1/DpG/DPBPR Tanggal 2 Mei 2007 maka
agunan berupa kendaraan bermotor yang disertai bukti kepemilikan dan diikat
berdasarkan surat kuasa menjual yang dinotariilkan, dinilai 30 % dari harga
11
pasar sebagai pengurang pembentukan PPAP sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 13 ayat (1).
Jadi perbedaan penelitian-penelitian terdahulu dengan penelitian ini adalah
selain perbedaan pada lokasi atau tempat tujuan penelitian, perbedaan
selanjutnya adalah tentang fokus penelitian, pada penelitian ini fokus penelitian
difokuskan kepada tinjauan yuridis terhadap prosedur pelaksanaan eksekusi
obyek jaminan fidusia di PT. Federal Internasional Finance terhadap obyek
jaminan fidusia ditinjau dari Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 Tentang
Jaminan Fidusia, serta tinjauan yurudis eksekusi obyek jaminan fidusia di PT.
Federal Internasioanal Finance ditinjau dari hukum Islam.
G. Metode Penelitian
Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode penelitian guna
mengefektifkan penelitian, Metode penelitian yang digunakan penulis dalam
penelitian ini adalah :
1. Pendekatan dan Jenis Penelitian
a. Pendekatan
a) Guna mengefektifkan penelitian penulis menggunakan metode
pendekatan Yuridis Sosiologis. Dimana pengertian dari Yuridis
Sosiologis adalah suatu penelitian yang didasarkan pada suatu
ketentuan hukum dan fenomena atau kejadian yang terjadi
dilapangan (Soekanto, 1986:26). Dengan menggunakan
pendekatan yurudis sosiologis maka peneliti akan lebih jelas
dalam melakukan pengamatan guna menyelesaikan penelitian
dengan hasil yang efektif atau sesuai dengan fenomena yang
12
terjadi dilapangan, sehingga peneliti dapat menyampaikan
kesesuaian praktik yang terjadi di lapangan pada pelaksanaan
kerja lembaga pembiayaan terhadap Undang-Undang Nomor 42
Tahun 1999 Tentang Fidusia dan Fatwa DSN 25/DSN-
MUI/III/2002 tentang Rahn.
b. Jenis Penelitian
Pada penelitian ini peneliti menggunakan jenis penelitian
lapangan (field research) yang bersifat deskriptif kualitatif. (Ruslan,
2010: 32). Yang maksudnya adalah guna mendapatkan gambaran
tentang pokok penelitian secara jelas sehingga dapat memberikan data
yang efesien dan efektif guna dijadikan tinjauan terhadap Undang-
Undang Nomor 42 Tahun 1999 Tentang Fidusia dan Fatwa DSN
25/DSN-MUI/III/2002 tentang Rahn.
2. Lokasi Penelitian
Dalam penelitian ini tenpat yang dijadikan tujuan penelitian adalah
Perusahaan pembiayaan yang cukup terkenal di kota Salatiga yaitu PT.
Federal Internasional Finance (FIF) yang berada di Jalan Fatmawati
Blotongan Blok F-G No. 188 Salatiga Regency.
3. Sumber Data
Adapun sumber data yang digunakan peneliti dalam penelitian ini
adalah sumber data primer dan sumber data sekunder diantaranya sebagai
berikut:
a. Data Primer (primary data)
13
Data primer merupakan data yang diperoleh secara langsung dari
obyek penelitian perorangan, kelompok, dan organisasi. (Ruslan,
2010:29). Dan pada penelitian ini data primer yang digunakan adalah:
a) Informan
Informan adalah orang yang dimanfaatkan untuk
memberikan informasi tentang situasi dan kondisi latar penelitian.
(Moleong, 2002:90). Dan pada penelitian ini yang menjadi
informan dalam upaya untuk menggali sumber informasi adalah
pihak-pihak dari kreditur yaitu petugas dari PT. Federal
Internasional Finance kantor cabang Salatiga yang mana akan
dimintai informasi mengenai tugas dan prosedur melakukan
eksekusi obyek jaminan fidusia, adapun petugas yang dimintai
informasi adalah petugas bagian debtcollector, dimana tugas dari
debtcollector diantaranya melakukan monitoring menangani
debitur yang cacat janji atau tidak dapat memenuhi prestasi
dan/atau wanprestasi dengan cara turun langsung ke lapangan dan
petugas legal office yang menangani persoalan wanprestasi dan
eksekusi obyek jaminan fidusia.
b) Dokumen
Dalam penelitian ini penulis menggunakan beberapa
dokumen guna memperjelas penelitian, diantaranya adalah
dokumen-dokumen yang terkait dengan jaminan fidusia, Undang-
Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang jaminan fidusia dan
Hukum Islam.
14
b. Data Sekunder
Data sekunder adalah data dalam bentuk yang sudah jadi (tersedia)
melalui publikasi dan informasi yang dikeluarkan di berbagai
organisasi atau perusahaan, (Ruslan, 2010:30). Dan selanjutnya pada
penelitian ini peneliti menggunakan beberapa data sekunder,
Diantaranya adalah :
a) Fatwa DSN 25/DSN-MUI/III/2002 tentang Rahn.
b) Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia
c) Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2015 Tentang tatacara dan
Biaya pendaftaran Fidusia.
d) Dokumen-dokumen pendukung yang digunakan PT. Federal
Internasional Finance dalam hal melaksanakan eksekusi obyek
jaminan atau pra-eksekusi
4. Prosedur Pengumpulan Data
Pengumpulan data (input) adalah suatu langkah dalam metode ilmiah
melalui prosedur sistematik, logis, dan proses pencarian data yang valid,
baik diperoleh secara langsung (primer) atau tidak langsung (sekunder)
untuk keperluan analisis dan pelaksanaan pembahasan (process) suatu
riset secara benar untuk menentukan kesimpulan, memperoleh jawaban
(output) dan sebagai upaya untuk memecahkan suatu persoalan yang
dihadapi oleh peneliti, (Ruslan, 2010:27). Dan selanjutnya adapun
beberapa tekhnik pengumpulan data yang digunakan peneliti dalam
mengentaskan penelitian ini, diantaranya adalah :
a) Observasi
15
Observasi adalah teknik pengumpulan data dimana peneliti
mengadakan pengamatan secara langsung atau tanpa alat terhadap
gejala-gejala subyek yang diselidiki baik pengamatan itu dilakukan
dalam situasi sebenarnya maupun dilakukan dalam situasi buatan,
yang khusus diadakan. (Ashshofa, 2013:26)
Dan pada tahap observasi dalam penelitian ini peneliti melakukan
observasi dengan cara melakukan pengamatan secara langsung dalam
praktik kerja petugas debtcollector dalam melakukan monitoring
terhadap debitur yang terlambat dalam membayar angsuran.
b) Wawancara
Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu.
Percakapanitu dilakukaan oleh dua pihak yaitu pewawancara
(interviewer) yang mengajukan pertanyaan dengan yanng
diwawancarai (interviewee) yang memberikan jawaban atas
pertanyaan itu. (Moleong, 2002:132).
Selanjutnya guna memaksimalkan penelitian ini selain
melakukan pengamatan peneliti juga melakukan wawancara terhadap
petugas dari PT. Federal Internasional Finance yang meliputi petugas
collektor, yaitu petugas yang bertugas melakukan monitoring
pembayaran, Petugas legal office yaitu petugas yang melakukan
penanganan terhadap perkara perdata apabila terjadi wanprestasi dan
melakukan eksekusi obyek jaminan fidusia.
c) Dokumentasi
16
Dokumentasi adalah mencari data berupa catatan, transkrip,
buku-buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat, lengger,
agenda dan sebagainya (Arikunto, 2010 : 274). Guna mendapatkan
data sesuai yang dibutuhkan pada penelitian ini peneliti melakukan
dokumentasi data ke Satreskrim Polres Salatiga dengan cara
mengambil salinan dokumen-dokumen yang dijadikan bukti
administratif dalam perkara perdata PT. Federal Internasional Finance
yang mana dokumen tersebut merupakan dokumen yang dijadikan
dasar hukum bagi perusahaan pembiayaan untuk mendapatkan
kepastian hukum dan dijadikan dasar untuk melaksanakan tindakan
eksekutorial secara langsung terhadap obyek jaminan fidusia yang
berada di bawah kekuasaan debitur apabila debitur telah ingkar janji
atau tidak memenuhi prestasi.
5. Analisis Data
Analisis Data adalah proses mengorganisasikan dan mengurutkan
data ke dalam pola, kategori, dan satuan uraian dasar sehingga dapat
ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti yang
disarankan oleh data. (Moleong, 2002: 103). Berdasarkan referensi diatas
peneliti akan melakukan analisis data dalam penelitian ini dengan cara
mengatur, mengurutkan, mengelompokan, memberikan kode, dan
mengategorikan data.
6. Pengecekan Keabsahan Data
Dalam suatu penelitian guna mendapatkan hasil ahir penelitian yang
efisien serta efektif maka dibutuhkan validalitas data. Dan pada penelitian
17
ini guna memperoleh data yang valid maka penulis menggunakan tekhnik
Triangulasi.
Triangulasi adalah tekhnik pemeriksaan keabsahan data yang
memanfaatkan sesuatu yang lain dalam membandingkan hasil wawancara
terhadap obyek penelitian. (Moleong, 2004:330) sebagaimana dikutip oleh
(Ruslan, 2010:219). Selanjutnya pada tahap validalitas data dalam
penelitian ini peneliti melakukan perbandingan antara data yang diperioleh
melalui wawancara secara langsung (Interview guide) dengan data
pendukung yang dijadikan dasar melakukan eksekusi obyek jaminan
fidusia di PT. Federal Internasional Finance Kota Salatiga dengan
Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 Tentang Fidusia, Peraturan
Pemerintah Nomor 21 Tahun 2015 Tentang tatacara dan Biaya
Pendaftaran Fidusia serta Undang-Undang Jabatan Notaris Pasal 16 ayat
(1) huruf i yang mengatur tentang kewajiban notaris untuk membacakan
akta dihadapan penghadap dengan dihadiri paling sedikit 2 (dua) orang
saksi dan ditandatangani saat itu juga oleh penghadap, saksi dan notaris
dan Undang-Undang jabatan notaris Pasal 44 yang menyatakan bahwa
segera setelah akta dibacakan akta tersebut ditandatangani oleh
penghadap, saksi dan notaris, terkecuali apabila ada penghadap yang tidak
bisa membubuhkan tanda tangan tanda tangan dengan menyebutkan
alasanya ketentuan pembacaan dan penandatanganan tersebut adalah satu
kesatuan dari peresmian akta, serta membandingkan dengan peraturan
dalam Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia
dan Fatwa DSN 25/DSN-MUI/III/2002 Tentang Rahn.
18
7. Tahap-Tahap Penelitian
Adapun langkah awal dari penelitian ini adalah menetukan tema
penelitian, Dalam menentukan tema pada penelitian ini peneliti
mengedepankan unsur manfaat penelitian, baik unsur manfaat secara
teoritik maupun unsur manfaat secara praktik. Dan pada tahap selanjutnya
peneliti melakukan penelitian pendahuluan guna mendapatkan pokok-
pokok pembahasan dalam penelitian yang terlihat urgen, dengan
melakukan pengamatan secara langsung serta melakukan wawancara
(Interview guide) kepada informan, dan selanjutnya peneliti melakukan
pengumpulan data serta melakukan analisa terhadap validalitas data.
H. Sistematika penulisan
Dalam hal penyusunan penelitian ini penulis menggunakan metode
penelitian sebagai berikut :
BAB I Pendahuluan yang meliputi :
Latar belakang masalah, identifikasi masalah, rumusan masalah, tujuan
penelitian dan manfaat penelitian yang meliputi : Manfaat secara teoritik dan
manfaat secara praktik, penegasan istilah, metode penelitian yang meliputi :
pendekatan dan jenis penelitian, lokasi penelitian, sumber data yang terdiri dari:
sumber data primer, sumber data sekunder, prosedur dan pengumpulan data
yang meliputi : observasi, wawancara, dokumentasi, analisis data, pengecekan
keabsahan data, dan tahap-tahap penelitian.
BAB II Tinjauan Pustaka
Yang terdiri dari beberapa bab, bab yang pertama terdiri dari : Tinjauan
umum tentang jaminan fidusia dengan di dalamnya berisikan pengertian
19
jaminan, pengertian jaminan fidusia, asas-asas dalam jaminan fidusia, obyek
jaminan fidusia, fungsi yuridis jaminan fidusia sebagai pengaman kredit bank,
perubahan status yuridis atas kepemilikan benda jaminan fidusia, pendaftaran
jaminan fidusia, tekhnis pendaftaran jaminan fidusia menurut Peraturan
Pemerintah Nomor 21 Tahun 2015, dan dasar hukum jaminan fidusia,
selanjutnya pada bab kedua berisikan tinjauan umum tentang eksekusi obyek
jaminan fidusia, yang terdiri dari beberapa sub bab diantaranya mengenai
tinjauan umum tentang eksekusi, ruang lingkup eksekusi pada umumnya,
tinjauan umum eksekusi obyek jaminan fidusia menurut Undang-Undang
Nomor 42 tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia, jenis-jenis eksekusi, macam-
macam jenis lelang, prosedur lelang, hapusnya fidusia, ketentuan pidana dalam
Undang-Undang Jaminan Fidusia. Selanjutnya pada bab ketiga berisikan
tentang tinjauan umum jaminan dalam hukum Islam, dengan terdiri dari
beberapa sub-bab di dalamnya, diantaranya adalah penerapan jaminan dalam
jual beli dengan prinsip Syari’ah, macam-macam akad atau perjanjian dalam
hukum Islam, Pengertian gadai (Al-Rahn) dan dasar hukum jaminan dalam
hukum Islam.
BAB III Hasil Penelitian
Meliputi pemberian jaminan secara fidusia oleh debitur dalam perjanjian
pembiayaan konsumen, bentuk-bentuk wanprestasi dalam pembiayaan
konsumen, eksekusi obyek jaminan fidusia di PT. Federal Internasional Finance
BAB IV Pembahasan
Merupakan pembahasan mengenai prosedur eksekusi obyek jaminan fidusia
di PT. Federal Internasional Finance Kantor cabang Kota Salatiga, tinjauan
20
yuridis pelaksanaan eksekusi obyek jaminan fidusia di PT. Federal
Internasional Finance Menurut Undang-Undang Nomor 42 tahun 1999 Tentang
Jaminan Fidusia dan tinjauan yuridis eksekusi obyek jaminan fidusia di PT.
Federal Intenasional Finance menurut Fatwa DSN 25/DSN-MUI/III/2002
tentang Rahn.
BAB V Penutup
Terdiri dari seluruh rangkaian pembahasan, memuat tentang kesimpulan
dari apa yang diteliti dan juga memberikan kritik dan saran. Dan bagian akhir
dari skripsi memuat daftar pustaka serta lampiran-lampiran.
21
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Umum Tentang Jaminan Fidusia
1. Pengertian Jaminan
Istilah jaminan merupakan terjemahan dari bahasa Belanda, yaitu
zekerheid atau cautie. Zekerheid atau cautie mencakup secara umum cara
kreditur menjamin dipenuhinya tagihannya, di samping pertanggungan
jawab umum debitur terhadap barang-barangnya. Selain istilah jaminan,
dikenal juga dengan agunan. Istilah agunan dapat di lihat di dalam Pasal
1 angka 23 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan
atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, yaitu
agunan adalah Jaminan tambahan diserahkan debitur kepada bank
dalam rangka mendapatkan fasilitas kredit atau pembiayaan
berdasarkann prinsip Syari’ah.
Adapun tujuan agunan adalah untuk mendapatkan fasilitas dari
bank. Jaminan ini diserahkan oleh debitur kepada bank.
Jadi unsur-unsur dari agunan adalah :
a. Jaminan tambahan
b. Diserahkan oleh debitur kepada bank
c. Untuk mendapatkan fasilitas kredit atau pembiayaan.
(Badrulzaman, 1987 :227)
Istilah yang digunakan oleh M.Bahsan adalah jaminan. M. Bahsan
berpendapat bahwa jaminan adalah “Segala sesuatu yang diterima
22
kreditur dan diserahkan debitur untuk menjamin suatu utang piutang
dalam masyarakat. (M. Bahsan,2005 :148)
2. Pengertian Jaminan Fidusia
Istilah fidusia berasal dari bahasa Belanda, yaitu fiducie, sedangkan
dalam bahasa Inggris disebut fiduciary transfer of ownership, yang
artinya kepercayaan. Di dalam berbagai literatur fidusia lazim disebut
dengan istilah fiduciare eigendom overdrachttot zekerheid (FEO) yaitu
penyerahan hak milik berdasarkan atas kepercayaan. (Salim,2004 :55).
Jaminan adalah sesuatu yang diterima kreditur dan diserahkan kepada
debitur untuk menjamin suatu utang piutang dalam masyarakat. (M.
Bahsan,2005: 148).
Fidusia adalah pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar
kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya
dialihkan tersebut tetap dalam penguasaan pemilik benda.
Jaminan fidusia adalah hak jaminan atas benda bergerak baik yang
berwujud maupun yang tidak berwujud dan benda tidak bergerak
khususnya bangunan yang tidak dapat dibebani hak tanggungan
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996
tentang hak tanggungan yang tetap berada dalam penguasaan pemberi
fidusia, sebagai agunan bagi pelunasan utang tertentu, yang memberikan
kedudukan yang diutamakan kepada penerima fidusia terhadap kreditur
lainnya.(Pasal 1 dan 2 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999)
23
3. Asas-Asas Dalam Jaminan Fidusia
a. Jaminan Fidusia Bersifat Assesoir
J. Satrio menyebutkan bahwa perjanjian assesoir merupakan
suatu perjanjian yang lahir adanya perpindahan dan
berahir/hapusnya bergantung pada perjanjian pokoknya. Perumusan
tersebut memang benar jika tidak dimaknai bahwa kesepakatan
tentang jaminan fidusia itu lahir sebagai akibat dari lahirnya
kesepakatan utang-piutang karena sesungguhnya yang terjadi dalam
praktik adalah kesepakatan jaminan itu selalu mendahului sebelum
kemudian disepakati perjanjian utang-piutangnya.
Beberapa ketentuan Undang-Undang yang memberikan makna
bahwa perjanjian jaminan merupakan perjanjian assesoir, antara lain :
a) Pasal 1821 KUH Perdata : “Tiada penanggungan jika tiada
perikatan yang sah menurut Undang-Undang.”
b) Pasal 1822 KUH Perdata : “Seorang penanggung tidak dapat
mengikatkan diri dalam perjanjian atau dengan syarat-syarat
yang lebih berat dari perikatan yang dibuat oleh debitur ”
c) Pasal 1151 KUH Perdata tentang gadai :“perjanjian gadai
harus dibuktikan dengan alat yang diperkenankan untuk
membuktikan perjanjian pokoknya”
d) Pasal 1209 KUH Perdata tentang Hipotek :“Hipotek hapus
karena perikatan pokoknya”
24
e) Pasal 18 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996
:“ Hak tanggungan hapus karena hal-hal sebagai berikut : a.
Hapusnya utang yang dijaminkan dengan hak tanggungan.
f) Pasal 4 Undang-Undang Nomor 42 tahun 1999 Tentang fidusia
:“Jaminan fidusia merupakan perjanjian ikutan dari suatu
perjanjian pokoknya yang menimbulkan kewajiban bagi para
pihak untuk memenuhi suatu prestasi”.
Sifat assesoir pada perjanjian jaminan menimbulkan
konsekuensi bahwa jika perjanjian pokok yang pada umumnya
adalah perjanjian utang-piutang atau kredit dinyatakan batal
atau hapus, maka perjanjian jaminanya demi hukum juga
menjadi batal atau hapus.
b. Jamina fidusia bersifat absolut
Menurut Sri Soedewi Masjchoen Sofwan mengatakan bahwa
yang dimaksud hak kebendaan (zakelijkrecht) ialah hak mutlak atas
suatu benda dan dapat dipertahankan terhadap siapapun juga. Hak
kebendaan itu bersifat absolut karena selain bisa dipertahankan
kepada siapa saja pemegang hak tersebut dapat menuntut kepada
siapa saja yang menganggu haknya atau menghalang-halangi
sipemegang hak dalam menikmati dan memanfaatkan hak tersebut.
c. Asas Droit De Suite Dalam Jaminan fidusia
Setiap hak kebendaan memiliki sifat “Droit De Suite” yaitu
suatu hak yang selalu mengikuti bendanya ditangan siapapun benda
itu berada. Sifat “Droit De Suite” terkandung dalam Pasal 7
25
Undang-Undang Hak Tanggungan yang berbunyi :“Hak
tanggungan tetap mengikuti obyeknya ditangan siapapun obyek
tersebut berada”. Sedangkan dalam lemmbaga jaminan fidusia
sebagaimana diatur dalam Pasal 20 Undang-Undang fidusia
menyebutkan : “Jaminan fidusia tetap mengikuti obyek yang
menjadi jaminan fidudsia, dalam tangan siapapun obyek tersebut
berada kecuali pengalihan atas benda persediaan yang menjadi
obyek jaminan fidusia”.
d. Asas Droit De Preference dalam jaminan fidusia
Setiap kreditur pemegang jaminan kebendaan pada umumnya
selalu memiliki hak untuk mendahului, atau memiliki kedudukan
yang didahulukan dari kreditur-kreditur lainya.
Dalam Undang-Undang Fidusia pada Pasal 1 angka 2 mengatakan
:“ Jaminnan fidusia adalah jaminan hak atas benda bergerak baik
yang berwujud maupun yang tidak berwujud dan berda tidak
bergerak khususnya bangunan yang tidak dapat hak tanggungan”
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun
1996 tentang hak tanggungan yang tetap berada dalam penguasaan
pemberi fidusia, sebagai agunan bagi pelunasan utang tertentu, yang
memberikan kedudukan yang diutamakan kepada penerima fidusia
terhadap kreditur lainya. Pendapat serupa disampaikan oleh Tan
Kamello bahwa kreditur sebagai penerima jaminan fidusia memiliki
hak preferen. (Kamello,2014: 324)
26
e. Asas Spesialitas Dalam Obyek Jaminan Fidusia
Asas spesialitas pada obyek jaminan mengandung pengertian
bahwa obyek yang dibebankan menjadi jaminan ditentukan secara
spesifik, hal ini sebagaimana asas spesialitas yang diatur dalam Pasal
1174 KUH Perdata Tentang hipotek yang berbunyi :“Akta dalam
mana diletakkan hipotek harus memuat suatu penyebutan khusus
tentang benda yang dibebani, begitu pula tentang sifat dan letaknya,
penyebutan mana sedapat-dapatnya harus didasarkan pada
pengukuran-pengukuran resmi”.
f. Asas Publisitas
Asas publisitas artinya bahwa setiap pembebanan jaminan
dilakukan secara terbuka dan tegas, tidak dilakukan secara diam-
diam dan tersembunyi, menurut asas publisitas ini setiap
pembebanan jaminan wajib didaftarkan ditempat dimana Undang-
Undang telah menunjuk tempat pendaftaran tersebut. (Witanto,
2015 :105-117)
4. Obyek Jaminan Fidusia
Obyek jaminan fidusia adalah benda-benda apa saja yang dijadikan
jaminan utang dengan dibebani jaminan fidusia. Benda-benda yang dapat
dibebani jaminan fidusia yaitu :
a. Benda bergerak berwujud, contohnya;
a) kendaraan bermotor seperti mobil, truk, bus dan sepeda motor
b) mesin-mesin pabrik yang tidak melekat pada tanah atau
bangunan pabrik, alat-alat inventaris kantor
27
c) perhiasan
d) persediaan barang atau inventori, stock barang, stock barang
dagangan dengan daftar mutasi barang
e) kapal laut berukuran dibawah 20 m
f) perkakas rumah tangga seperti mebel, radio, televisi, almari es
dan mesin jahit
g) alat-alat perhiasan seperti traktor pembajak sawah dan mesin
penyedot air.
b. Benda bergerak tidak berwujud, contohnya:
a) wesel
b) sertifikat deposito
c) saham
d) obligasi
e) konosemen
f) piutang ynag diperoleh pada saat jaminan diberikan atau yang
diperoleh kemudian.
g) deposito berjangka.
5. Fungsi Yuridis Jaminan Fidusia Sebagai Pengaman Kredit Bank
Sebelum memberikan kredit bank harus memberikan penilaian
yang seksama terhadap watak, kemampuan, modal, agunan dan prospek
usaha dari nasabah (debitur ). Walaupun ada perbedaan istilah dan
substansi yang dipakai, tetapi dalam praktik Bank di Sumatra Utara
selalu digunakan penilaian dengan prinsip 5 C’s yakni : Charakter
28
(Watak, Kepribadian), Capital (modal), Collateral (Jaminan,agunan),
Capacity (Kemampuan), dan Condition of economic (Kondisi ekonomi).
Dari 5 faktor penilaian yang dilakukan bank, faktor terpenting yang
digunakan sebagai pengaman yuridis dari kredit yang disalurkan adalah
jaminan kredit. Fungsi yuridis ini berkaitan erat dengan tujuan jaminan
yakni sebagaimana dikatakan bahwa the purpose of a security interest is
to confer property rights upon someone to whom a depis due.
Fungsi yuridis pengikatan benda jaminan fidusia dalam akta jaminan
fidusia merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari perjanjian kredit.
Keterkaitan fungsi yurudis jaminan fidusia sebagai pengaman kredit
bank dapat dilihat dalam model akta jaminan fidusia sebelum dan
sesudah berlakunya Undang-Undang Jaminan Fidusia sebagai berikut :
“Bahwa untuk lebih menjamin terbayarnya dengan segala sesuatu yang
terutang dan harus dibayar oleh Debitur sebagaimana yang diatur
dalam Perjanjian Kredit Pemberi Fidusia diwajibkan untuk memberikan
jaminan fidusia atas stok barang-barang milik pemberi fidusia untuk
kepentingan penerima fidusia sebagimana yang akan diuraikan dibawah
ini”.
Bahwa untuk memenuhi ketentuan tentang pembrian jaminan yang
ditentukan dalam perjanjian kredit, Pemberi fidusia dan penerima fidusia
telah semufakat dan setuju, dengan ini mengadakan perjanjian
sebagaimana yang dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 42 Tahun
1999 (seribu sembilan ratus sembilan puluh sembialan), tentang Jaminan
29
Fidusia sebagaimana yang hendak dinyatakan dalam akta ini”. (Kamello,
2014: 184-188)
6. Perubahan Status Yuridis Atas kepemilikan Benda Jaminan Fidusia
Dalam salah satu model perjanjian jaminan fidusia yang dibuat
dibawah tangan dengan judul “Penyeraahan Hak Milik Secara
Kepercayaan (fidusia) Sebagai Jaminan” Dikatakan sebagai berikut :
“Peminjam mengatakan bahwa mobil tersebut akan dipegang oleh
peminjam sebagai trustee dari bank dan surat-suratnya bila diminta
dapat dialihkan sebagaimana mestinya kepada bank dan untuk maksud
tersebut akan disimpan oleh bank”.
Dalam norma perjanjian yang dibuat oleh pihak bank tersebut,
terlihat bahwa debitur pemberi jaminan fidusia bertindak sebagai trustee
dari kreditur penerima jaminan fidusia . Hal ini menunjukan adanya
perubahan pengertian dari kepemilikan benda jaminan fidusia. (Kamello,
2014: 192)
7. Pendaftaran Fidusia
Menurut Pasal 1 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 Tentang
Jaminan Fidusia, pengertian Fidusia adalah pengalihan hak kepemilikan
suatu benda atas dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang
hak kepemilikannya dialihkan tersebut tetap dalam penguasaan pemilik
benda. Semenjak diberlakukannya Peraturan Menteri Keuangan Nomor
130/PMK.010/2012 tentang Pendaftaran Jaminan Fidusia, maka
permohonan pendaftaran jaminan fidusia di Kantor Pendaftaran Jaminan
30
Fidusia (KPF) yang berada di seluruh Kantor Wilayah Kementerian
Hukum dan HAM di Indonesia mengalami peningkatan yang signifikan.
Menghadapi lonjakan permohonan pendaftaran jaminan fidusia
tersebut yang dalam seharinya dapat mencapai lebih dari 3000
permohonan, maka Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum
(Ditjen AHU) Kementerian Hukum dan HAM melakukan terobosan
dengan melakukan penerapan Teknologi Informasi (TI). Penerapan TI
tersebut diimplementasikan dalam bentuk pelayanan fidusia online.
Pelayanan Fidusia Online banyak memberikan manfaat, antara lain:
memberikan kemudahan pendaftaran, biaya yang murah, tidak ada
pembatasan jumlah pendaftaran tiap harinya, pelayanan yang dilakukan
selama 24 jam dan dilaksanakan dengan cepat dan akurat, bebas dari
praktik pungli, peningkatan jumlah pendaftaran yang signifikan,
peningkatan PNBP, dan Fidusia merupakan alternatif metode
penjaminan atas pembiayaan yang cukup menjanjikan. (Detil Inovasi
Ditjen AHU)
Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum Kemenkumham
sebagai institusi yang melaksanakan pendaftaran jaminan fidusia
menindaklanjuti sistem fidusia online dengan menerbitkan Surat Edaran
Dirjen AHU Nomor AHU- 06.OT.03.01 Tahun 2013 tentang
Pemberlakuan Sistem Administrasi Pendaftaran Jaminan Fidusia Secara
Elektronik (Online System). Kantor Pendaftaran Jaminan Fidusia
memperoleh hak penggunaan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP)
atas pelayanan jasa hukum yang dilaksanakannya sesuai dengan
31
peraturan yang berlaku. Sejak keluarnya surat menteri tersebut
ditegaskan bagi perusahaan pembiayaan dilarang melakukan penarikan
benda jaminan fidusia berupa kendaraan bermotor apabila Kantor
Pendaftaran Jaminan Fidusia belum menerbitkan sertifikat jaminan
fidusia dan menyerahkannya kepada perusahaan pembiayaan. Tan
Kamelo (2004: 10-11) Selanjutnya Pasal 11 ayat (1) Undang-Undang
Jaminan Fidusia (selanjutnya disebut UUJF) mengemukakan benda yang
dibebani dengan jaminan fidusia wajib didaftarkan, dalam penjelasannya
dikemukakan pendaftaran benda yang dibebani dengan jaminan fidusia
dilaksanakan ditempat kedudukan pemberi fidusia dan pendaftarannya
mencakup benda, baik yang berada di dalam maupun di luar wilayah
negara Republik Indonesia untuk memenuhi asas publisitas, sekaligus
merupakan jaminan kepastian terhadap kreditur lainnya mengenai benda
yang telah dibebani jaminan fidusia.
Dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 130/PMK.010/2012
Tentang Pendaftaran Jaminan Fidusia bagi perusahaan pembiayaan yang
melakukan pembiayaan konsumen untuk kendaraan bermotor dengan
pembebanan jaminan Fidusia, mewajibkan bagi perusahaan pembiayaan
untuk pendaftaran jaminan fidusia ke Kantor Pendaftaran Fidusia.
Selanjutnya mengenai tata cara pendaftaran fidusia dan biaya pembuatan
akta jaminan fidusia telah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 21
Tahun 2015 dan guna mempermudah dan mempercepaat proses
pendaftaran dalam Pasal 2 ayat 2 Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun
2015 ini menjelaskan bahwa proses pendaftaran fidusia bisa dilakukan
32
dengan sistem elektronik. Adapun dalam Pasal 13 ayat 2 Undang-
Undang Nomor 42 Tahun 1999 mengatur secara administratif
persyaratan pendaftaran fidusia diantaranya adalah :
a. identitas pihak Pemberi dan Penerima Fidusia;
b. tanggal,nomor akta jaminan Fidusia, nama, tempat kedudukan
notaris yang membuat akta Jaminan Fidusia;
c. data perjanjian pokok yang dijamin fidusia;
d. uraian mengenai Benda yang menjadi obyek Jaminan Fidusia;
e. nilai penjaminan; dan
f. nilai benda yang menjadi obyek Jaminan Fidusia.
8. Tekhnis Pendaftaran Jaminan Fidusia Menurut Peraturan
Pemerintah Nomor 21 Tahun 2015
Secara praktik berdasarkan tutorial pendaftaran fidusia online yang
dikeluarkan Direktorat Jenderal Administrasi Umum versi 1.0 yang
diunggah melalui media sosial you tube yang dapat dijadikan pedoman
pendaftaran fidusia adalah sebagai berikut :
33
Gambar 1 Tampilan halaman login
Pada menu login ini pengguna wajib mengisi username dan
password sesuai dengan username dan password yang telah diberikan
oleh Direktoral Jenderal Administrasi Umum. Setelah itu klik sumbit
Gambar 2 Menu permohonan
Dalam menu permohonan terdapat 3 menu diantaranya :
Nomor 1 adalaah menu pendaftaran yang digunakan untuk
melakukan pengisian formulir pendaftaran fidusia
34
Nomor 2 adalah menu perubahan yang digunakan untuk melakukan
perubahan terhadap sertifikat fidusia
Nomor 3 adalah menu daftar transaksi yang digunakan untuk melihat
daftar transaksi yang telah dilakukan.
Gambar 3 adalah tampilan halaman formulir pendaftaran
1. Klik pada menu pendaftaran maka akan muncul jendela
pendaftaran seperti pada gambar 3
2. Isi formulir secara bertahab
35
A. Isi formulir secara bertahab, pemohon mengisi identitas
pemberi dan penerima fidusia, pemberi dan penerima
fidusia bisa perseorangan atau badan usaha.
Gambar 4 adalah gambar tampilan identitas pemberi fidusia
Gambar 5 adalah gambar tampilan identitas penerima fidusia
B. Pemohon mengisikan akta notaris jaminan fidusia berupa
nomor akta jaminan fidusia, tanggal, nama dan tempat
kedudukan notaris yang membuat akta jaminan fidusia.
36
Gambar 6 merupaakan kolom akta Notaris jaminan fidusia
C. Pemoon mengisi data pokok perjanjian yang dijaminkan
fidusiaa
Gambar 7 Tampilan kolom perjanjian pokok
Pada gambar 7 diatas terdapat 3 keterangan fasilitas yang
tersedia
1) Pilihan untuk nilai hutang, apabila hanya
menggunakan satu obyek hutang
2) Pilihan nilai hutang apabila menggunakan lebih dari
satu obyek hutang
3) Isi dengan nominal total atau pelunasan hutang
37
D. Pemohon mengisi uraian benda yang menjadi obyek
jaminan fidusia.
Gambar 8 uraian pokok obyek jaminan fidusia
E. Pemohon mengisikan nilai penjaminan.
Gambar 9 tampilan kolom nilai penjaminan
F. Nilai benda yang menjadi obyek jaminan fidusia sudah
tertuang dalam akta Notaris jaminan fidusia.
Ganbar 10 tampilan kolom nilai obyek jaminan fidusia
3. Pemohon melanjutkan akses dengan menyetujui ketentuan
peringatan yang terdapat pada formulir isian dengan cara
menandai pernyataan.
38
4. Pemohon meng-klik proses untuk menyimpan ke dalam basis
data dan melanjutkan proses berikutnya atau menekan tombol
ulangi untuk kembali ke proses sebelumnya
5. Setelah melakukan submit maka akan muncul konfirmasi bahwa
data berhasil diproses, lalu klik Ok
Gambar 11 Tampilan kolom pengamanan dan peringatan
Gambar 12 Tampilan konfirmasi bahwa data berhasil diproses.
6. Pemohon mencetak bukti permohonan pendaftaran untuk
melakukan pembayaran ke bank persepsi.
Apabila tidak melakukan pembayaran selama 3 hari maka data
permohonan
pendaftaran akan dibatalkan / dihapus dari database.
39
Gambar 12 kolom tampilan bukti pembayaran fidusia
Gambar 13 Tampian siap cetak bukti pembayaran fidusia
7. Pemohon melakukan pembayaran pendaftaran jaminan fidusia
di bank persepsi dan memperoleh bukti register pendaftaran
jaminan fidusia dari bank persepsi.
8. Untuk melihat daftar pendaftaran jaminan fidusia yang telah
dimasukkan dapat menekan MENU DAFTAR TRANSAKSI.
40
Gambar 15 tampilan menu daftar transaksi
Penjelasan
1. Tanda pada nomor 1 untuk mencetak bukti pendaftaran
fidusia
2. Klik pernyataan untuk mencetak pernyataan pendaftaran
fidusia
3. Klik sertifikat untuk mencetak sertifikat fidusia, tombol
sertifikat akan muncul setelah pemohon melakukan
pembayaran pendaftaran fidusia.
41
Gambar 16 cotoh tampilan pernyataan pendaftaran fidusia
Proses pencetakan sertifikat
1. Pemoohon mengakses kembali situs fidusia online
2. Pemohon notaris memasukkan username dan password
laluklik sumbit
3. Masuk ke menu pemohon, daftar transaksi, akan muncul
daftar transaksi yang telah dilakukan, klik sertifikat untuk
melihat sertifikat, lalu klik gambar print untuk mencetak
sertifikat
43
Selanjutnya mengenai tujuan pendaftaran fidusia adalah :
a. Guna memberikan kepastian hukum kepada para pihak yang
berkepentingan.
b. Memberikan hak yang didahulukan (Preferen) kepada penerima
fidusia terhadap kreditur yang lain. Ini disebabkan jaminan fidusia
memberikan hak kepada penerima fidusia untuk tetap menguasai
bendanya yang menjadi obyek jaminan fidusia berdasarkan
kepercayaan.
9. Dasar Hukum Jaminan Fidusia Menurut Undang-Undang Dan
Fatwa DSN 25/DSN-MUI/III/2002 tentang Rahn.
Dalam hal melaksanakan operasional kerjanya perusahaan
pembiayaan yang menjaminkan obyek jaminan fidusia guna
mendapatkan keamanan terhadap obyek jaminan dan mendapatkan
kepastian hukum serta guna menghindari hal-hal yang dapat merugikan
perusahaan maka peraturan mengenai obyek jaminan fidusia telah diatur
dengan sebagaimana mestinya, diantaranya sebagai berikut:
a. Al-Qur’an
b. Fatwa DSN 25/DSN-MUI/III/2002 tentang Rahn
c. Undang-Undang Nomor. 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia
d. Peraturan Pemerintah Nomor.21 Tahun 2015 Tentang Tata Cara
Pendaftaran Fidusia dan Biaya Pembuatan Akta Jaminan Fidusia.
e. Peraturan Mentri Keuangan Nomor 130/PMK.010/2012 Tentang
Pendaftaran Jaminan Fidusia bagi perusahaan pembiayaan yang
44
melakukan pembiayaan konsumen untuk kendataan bermotor
dengan pembebanan fidusia.
B. Tinjauan Umum Tentang Eksekusi Obyek Jaminan Fidusia
Guna mendapatkan jaminan atas obyek pembiayaan melalui jaminan
fidusia tentunya perusahaan pembiayaan wajib mendaftarkan obyek jaminan
melalui jaminan fidusia, dan kewajiban pendaftaran atas obyek jaminan
fidusia juga telah ditegaskan dalam Pasal 1 Peraturan Menteri Keuangan
Nomor 130/PMK.010/2012 Tentang Pendaftaran Jaminan Fidusia bagi
perusahaan pembiayaan yang melakukan pembiayaan konsumen untuk
kendaraan bermotor dengan pembebanan jaminan Fidusia.
Jadi kewajiban pendaftaran obyek jaminan melalui jaminan fidusia
merupakan hal yang wajib dilakukan bagi perusahaan pembiayaan sepeda
motor. Selanjutnya merujuk pada Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Nomor 42
Tahun 1999 tentang jaminan fidusia yang menyatakan bahwa pembebanan
benda dengan jaminan fidusia dibuat dengan akta Notaris dalam bahasa
Indonesia dan merupakan akta jaminan fidusia. Dapat jelas dipahami dalam
hal pendaftaran obyek jaminan fidusia harus dibuat dengan akta Notaris
karena akta Notaris merupakan akta otentik dan mempunyai nilai pembuktian
sempurna, Agar supaya akta Notaris mempunyai kekuatan pembuktian yang
sempurna sebagai akta otentik maka seluruh aturan yang tertuang dalam
Undang-Undang tentang peraturan pembuatan akta Notaris atau seluruh
aturan dan prosedur serta tata cara pembuatan akta Notaris harus dipenuhi
sebagaimana telah diatur secara tegas dalam Undang-Undang Jabatan Notaris
(UUJN). Jika aturan tersebut tidak dipenuhi dan akta tersebut dapat
45
dibuktikan maka akta notaris tersebut mempunyai kekuatan sebagai akta
dibawah tangan, sehingga unsur akta Notaris sebagai akta otentik yang
mempunyai nilai pembuktian sempurna tidak terpenuhi sehingga amanat
dalam Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 Tentang
Jaminan Fidusia yang menyatakan bahwa pembebanan benda dengan jaminan
fidusia dibuat dengan akta notaris tidak dapat terpenuhi dan pendaftaran
obyek jaminan tidak bisa dilaksanakan.
Dengan ukuran atau batasan sebagaimana disebut dalam Pasal 1869
KUHPerdata, yang menerangkan bahwa “suatu akta yang karena tidak
berkuasa atau tidak cakapnya pegawai termaksud diatas, atau karena suatu
cacad dalam bentuknya, tidak dapat diberlakukan sebagai akta otentik,
namun demikian mempunyai kekuatan sebagai tulisan dibawah tangan jika
ia ditandatangani oleh penghadap” maka Pasal-Pasal tertentu dalam
Undang-Undang Jabatan Notaris yang menegaskan pelanggaran terhadap
ketentuan tersebut mengakibatkan akta Notaris mempunyai kekuatan
pembuktian sebagai akta dibawah tangan, dapat dianalisis sebagai berikut:
a. Pasal 16 ayat (1) huruf i dan Pasal 16 ayat (7) dan ayat (8) termasuk
kedalam cacat bentuk akta notaris, Karena pembacaan akta oleh Notaris
dihadapan para pihak dan saksi merupakan suatu kewajiban untuk
menjelaskan bahwa akta yang dibuat tersebut sesuai kehendak yang
bersangkutan, dan apabila telah dilakukan pembacaan akta oleh Notaris
wajib dicantumkan pada bagian ahir akta notaris, demikian pula jika akta
tidak dibacakan dan para pihak berkehendak untuk membacanya sendiri,
maka kehendak para pihak tersebut juga harus dicantumkan pada bagian
46
ahir dari akta Notaris tersebut, Jadi dibacakan akta notaris dihadapan para
pihak atau tidak dibacakan akta Notaris karena kehendak oleh para pihak
maka harus dicantumkan pada bagian ahir dari akta notaris tersebut. Jadi
jika hal tersebut tidak dicantumkan maka ada aspek formal yang tidak
terpenuhi yang mengakibatkan akta notaris tersebut cacat dari segi
bentuknya.
b. Pasal 41 yang menunjuk kepada Pasal 39 dan 40 berkaitan dengan aspek
subjektif sahnya akta notaris, yaitu cakap bertindak untuk melakukan
suatu perbuatan hukum. Pelanggaran terhadap Pasal ini termasuk
kedalam tidak mampunya pejabat umum yang bersangkutan untuk
memahami batasan umum dewasa untuk melakukan suatu perbuatan
hukum.
c. Pasal 41 yang menunjuk kepada Pasal 40, khususnya tidak ada hubungan
perkawinan dengan Notaris, atau hubungan darah dalam garis lurus ke
atas atau ke bawah tanpa pembaatasan derajat dan garis ke samping
sampai dengan derajat ke 3 (tiga) dengan Notaris.
1. Tinjauan Umum Tentang Eksekusi
Subekti memberikan definisi tentang eksekusi adalah upaya dari
pihak yang dimenangkan dalam putusan guna mendapatkan yang
menjadi haknya dengan bantuan kekuatan umum (polisi, militer) guna
memaksa pihak yang dikalahkan untuk melaksanakan bunyi putusan.
(Subekti, 1997: 128) Sedangkan Sudikno memberikan definisi eksekusi
atau pelaksanaan putusan hakim pada hakekatnya tidak lain adalah
47
realisasi dari kewajiban pihak yang bersangkutan untuk memenuhi
prestasi yang tercantum dalam putusan tersebut. (Sudikno, 1993: 209)
2. Ruang Ligkup Eksekusi Pada Umumnya
Pada umunya eksekusi bidang hukum perdata memang
dilaksanakan oleh lembaga Pengadilan, baik karena suatu putusan hakim
yang telah memiliki kekuatan hukum yang tetap, putusan arbitrase yang
telah di exequtor oleh Pengadilan Negeri atau dokumen-dokumen lain
yang memiliki kekuatan eksekutorial yang dapat dilakukan eksekusi
melalui fiat ketua Pengadilan Negeri seperti sertifikat hak tanggungan
dan sertifikat fidusia. Selain eksekusi dapat dilakukan oleh Pengadilan,
eksekusi juga dapat dilakukan oleh lembaga-lembaga lain yang diberikan
kewenangan untuk itu oleh Undang-Undang, yaitu PUPN dan BUPLN
berdasarkan Undang-Undang Nomor 49 Prp Tahun 1960 dapat
melakukan eksekusi terhadap piutang-piutang Negara yang macet dan
lembaga parate eksekusi.
Dalam hal terjadinya kredit macet pada lembaga perbankan milik
negara atau utang-utang milik negara yang tidak dibayarkan oleh debitur
nyan maka piutang tersebut dapat diserahkan penyelesaianya kepada
PUPN berdasarkan kewenanganya untuk menyelesaikan piutang negara.
Sebagai tindak lanjut dari pengurusan piutang tersebut akan dibuat surat
pernyataan bersama antara debitur dengan PUPN yang mana surat
pernyataan tersebut memiliki kekuatan seperti putusan yang telah
memiliki kekuatan hukum tetap karena diberi titel eksekutorial berupa
irah-irah “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”,
48
sehingga jika debitur tidak melaksanakan ketentuan-ketentuan dalam
surat pernyataan bersama tersebut PUPN dapat mengeluarkan surat paksa
dan melakukan penyitaan atas obyek eksekusi milik debitur kemudian
berlanjut pada pelaksanaan pelelangan dengan bntuan Badan Urusan
Piutang dan Lelang Negara (BUPLN). (D.Y. Witanto, 2015 : 223-226)
3. Tinjauan Umum Eksekusi Obyek Jaminan Fidusia Menurut
Undang-Undang nomor 42 Tahun 1999
Eksekusi obyek jaminan fidusia didalam Undang-Undang
Nomor.42 Tahun 1999 diatur adalam Pasal 29 sampai dengan Pasal 34,
Dalam Pasal 26 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 Tentang
Jaminan Fidusia telah disebutkan secara jelas mengenai hak-hak
eksekutorial secara langsung oleh perusahaan pembiayaan (Kreditur)
apabila pihak konsumen (Debitur ) cidera janji atau wanprestasi.
Eksekusi obyek jaminan fidusia adalah penyitaan dan penjualan
obyek jaminan fidusia oleh penerima fidusia apabila debitur sebagai
pemberi fidusia cidera janji. Eksekusi terhadap obyek jaminan fidusia
oleh perusahaan pembiayaan bukan merupakan suatu pelanggaran
hukum jika telah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku. Hal sejenis juga telah dijelaskan dalam kitab Undang-Undang
hukum perdata pada Pasal 1155 mengatakan bahwa :
“Apabila oleh para pihak tidak telah diperjanjikan lain, maka si
berpiutang adalah berhak jika si berutang atau si pemberi gadai
bercidera janji, setelah tenggang waktu yang diberikan lampau, atau
tidak telah ditentukan suatu tenggang waktu, setelah dilakukannya suatu
49
peringatan untuk membayar, menyuruh menjual barangnya gadai
dimuka umum menurut kebiasaan-kebiasaan setempat serta atas syarat-
syarat yang lazim berlaku, dengan maksud untuk mengambil pelunasan
jumlah piutangnya beserta bunga dan biaya dari pendapatan penjualan
tersebut.”
Sedangkan dalam Pasal 29 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999
Tentang Jaminan Fidusia mengenai eksekusi obyek jaminan fidusia telah
diatur dalam Pasal 29 yang memberikan batasan 3 (tiga) cara melakukan
eksekusi terhadap obyek jaminan fidusia, yaitu :
Pasal 29 ayat 1 Apabila debitur atau pemberi fidusia cidera janji,
eksekusi terhadap benda yang menjadi obyek jaminan fidusia dapat
dilakukan dengan cara:
1. Pelaksanaan titel eksekusi sebagaimana diatur dalam Pasal 15 ayat (2)
yang dilakukan oleh penerima fidusia dalam hal ini adalah pihak
kreditur.
Dalam sertifikat jaminan fidusia yang diterbitkan Kantor
Pendaftaran Jaminan Fidusia dicantumkan kata-kata “Demi Keadilan
Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa” sertifikat jaminan fidusia
ini memikiki kekuatan eksekutorial yang sama dengan putusan
pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap. Yang
dimaksud kekuatan eksekutorial adalah langsung dapat melakukan
penjualan tanpa harus melalui pengadilan.
50
Dengan demikian ini pelaksanaan titel eksekusi dapat
dilaksanakan apabila debitur telah cidera janji dan debitur memiliki
sertifikat jaminan fidusia yang mencantukan kata “Demi Keadilan
Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”.
2. Penjualan atas obyek jaminan fidusia atas kekuasaan penerima fidusia
sendiri melalui pelelangan umum.
Jadi apabila debitur telah cidera janji dan perusahaan
pembiayaan telah memiliki sertifikat jaminan fidusia maka
perusahaan dapat melakukan penjualan obyek jaminan fidusia
melalui pelelangan umum guna mendapatkan pelunasan atas
hutangnya.
3. Penjualan di bawah tangan yang dilakukan berdasarkan kesepakatan
pemberi dan penerima fidusia jika dengan cara demikian dapat
diperoleh harga tertinggi yang menguntungkan para pihak.
Adapun syarat penjualan atas obyek jaminan fidusia dengan
cara melakukan penjualan dibawah tangan ini terdapat 3 (tiga) syarat
yang harus dipenuhi yaitu :
a) Adanya kesepakatan pemberi dan penerima fidusia jika dengan
cara demikian dapat diperoleh harga tertinggi,
b) Setelah lewat waktu 1 (satu) bulan sejak diberitahukan secara
tertulis oleh pemberi dan atau penerima fidusia kepada pihak
pihak berkepentingan.
51
c) Diumumkan sedikitnya dalam 2 (dua) surat kabar yang beredar di
daerah yang bersangkutan.
Berikut ini adalah bunyi dari Pasal-Pasal 30 sampai dengan Pasal
34 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia,
yaitu :
Pasal 30 “Pemberi fidusia wajib menyerahkan benda yang obyek
jaminan fidusia dalam rangka pelaksanaan eksekusi jaminan fidusia”
Penjelasan : Dalam hal pemberi fidusia tidak menyerahkan benda
yang menjadi obyek jaminan fidusia pada waktu eksekusi dilaksanakan,
penerima fidusia berhak mengambil benda yang menjadi obyek jaminan
fidusia dan apabila perlu dapat meminta bantuan pihak yang berwenang.
Pasal 31 “Dalam hal benda yang obyek jaminan fidusia terdiri atas
benda perdagangan atau efek yang dapat dijual di pasar atau di bursa,
penjualannya dapat dilakukan di tempat-tempat tersebut sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku”.
Penjelasan : Dalam hal benda yang menjadi obyek jamiman fidusia
terdiri atas benda perdagangan atau efek yang dapat dijual di pasar atau
di bursa, penjualannya dapat dilakukan di tempat-tempat tersebut sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 32 “Setiap janji untuk melaksanakan eksekusi terhadap
benda yang menjadi obyek jaminan fidusia dengan cara yang
bertentangan dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam PASAL
29 dan Pasal 31, batal demi hukum.”
52
Pasal 33 “Setiap janji yang memberikan kewenangan kepada
penerima fidusia untuk memiliki benda yang menjadi obyek jaminan
fidusia apabila debitur cidera janji, batal demi hukum.”
Pasal 34 yaitu :
1. Dalam hal eksekusi melebihi nilai penjaminan, penerima fidusia
wajib mengembalikan kelebihan tersebut kepada pemberi fidusia.
2. Apabila hasil eksekusi tidak mencukupi untuk pelunasan utang,
debitur tetap bertanggung jawab atas utang yang belum terbayar.
4. Jenis-Jenis eksekusi
Menurut M. Yahya Harahab, ada dua bentuk eksekusi ditinjau dari
segi sasaran yang hendak dicapai dari hubungan hukum yang tercantum
dalam putusan penegadilan.
Dua jenis eksekusi tersebut ialah :
a. Eksekusi rill, yaitu eksekusi yang hanya mungkin terjadi
berdasarkan putusan pengadilan untuk melakukan suatu tindakan
nyata atau rill.
b. Eksekusi verkoop, yaitu eksekusi yang menyangkut pembayaran
sejumlah uang, dengan cara menjual barang milik debitur melalui
pelelangan umum, baik dengan perantaraan pengadilan, maupun
oleh kekuasaan kresitur sendiri berdasarkan kewenangan parate
eksekusi.
Eksekusi rill dalam pelaksanaanya bisa dilakukan dalam bentuk-
bentuk sebagai berikut :
a. Menyerahkan suatu barang
53
b. Mengosongkan sebidang tanah atau rumah
c. Melakukan suatu perbuatan tertentu
d. Menghentikan suatu perbuatan atau keadaan
Sedangkan eksekusi verkoop semata-mata merupakan suatu
pelaksanaan putusan atas pembayaran uang dengan cara melakukan
pelelangan (penjualan umum) atas barang-barang milik termohon
eksekusi baik karena telah dijaminkan secara jaminan kebendaan
maupun karena berdasarkan jaminan umum sebagaimana disebutkan
dalam Pasal 1131 KUH Perdata. (D.Y. Witanto, 2015 : 226-227)
5. Macam-macam jenis Lelang
Menurut Purnama Tiora Sianturi Sifat lelang ditinjau dari sudut
penjual dalam hubungannya dengan barang yang akan dilelang,
dibedakan antara lelang yang sifatnya wajib, yang menurut peraturan
perundang-undangan wajib melalui Kantor Lelang dan lelang yang
sifatnya sukarela atas permintaan masyarakat. Lelang non eksekusi wajib
adalah lelang untuk melaksanakan penjualan barang milik negara/daerah
dan kekayaan negara yang dipisahkan sesuai peraturan yang berlaku.
Lelang non eksekusi sukarela adalah lelang untuk melaksanakan
kehendak perorangan atau badan untuk menjual barang miliknya.
1. Lelang Yang Bersifat Eksekusi dan Wajib
a. Lelang Eksekusi Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN)
Adalah pelayanan lelang yang diberikan kepada Panitia
Pengurusan Piutang Negara/Badan Urusan Piutang dan Lelang
Negara dalam rangka proses penyelesaian pengurusan piutang
54
negara atas barang jaminan atau sitaan milik penanggung utang,
dimana debitur tidak membayar utangnya kepada negara. Dasar
hukumnya adalah Undang-Undang Nomor 49 Peraturan
Pemerintah Tahun 1960 tentang Panitia Pengurusan Piutang
Negara Lelang eksekusi PN.
b. Lelang Eksekusi Pengadilan Negeri (PN)/Pengadilan Agama
(PA)
Adalah lelang yang diminta oleh panitera PN/PA untuk
melaksanakan keputusan hakim pengadilan yang telah
berkekuatan pasti, khususnya dalam rangka perdata, termasuk
lelang hak tanggungan, yang oleh pemegang hak tanggungan
telah diminta fiat eksekusi kepada Ketua Pengadilan.
c. Lelang Barang Temuan dan Sitaan, Rampasan Kejaksaan atau
Penyidik
Adalah lelang yang dilaksanakan terhadap barang temuan
dan lelang dalam rangka acara pidana sebagaimana diatur dalam
Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana yang antara lain
meliputi lelang eksekusi barang yang telah diputus dirampas
untuk negara, termasuk dalam kaitan itu adalah lelang eksekusi
Pasal 45 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana yaitu
lelang barang bukti yang mudah rusak, busuk dan memerlukan
biaya penyimpanan tinggi.
d. Lelang Sita Pajak
55
Adalah lelang atas sitaan pajak sebagai tindak lanjut
penagihan piutang pajak kepada negara baik pajak pusat
maupun pajak daerah. Dasar hukum dari pelaksanaan lelang ini
adalah Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997
e. Lelang Eksekusi Barang Direktorat Jenderal Bea dan Cukai
(Barang tak Bertuan)
Lelang ini dapat diadakan terhadap barang yang
dinyatakan tidak dikuasai, barang yang dikuasi Negara dan
barang yang menjadi milik Negara. Direktorat Bea dan Cukai
telah mengelompokkan barang menjadi tiga, yaitu barang yang
dinyatakan tidak dikuasi, barang yang dikuasai Negara dan
barang yang menjadi milik Negara. Lelang barang tak bertuan
dimaksudkan untuk menyebut lelang yang dilakukan terhadap
barang yang dalam jangka waktu yang ditentukan tidak dibayar
bea masuknya.
f. Lelang Eksekusi Pasal 6 Undang-Undang Hak Tanggungan
(UUHT)
Lelang eksekusi yang dilakukan berdasarkan Pasal 6
Undang-Undang Hak Tanggungan, yang memberikan hak
kepada pemegang hak tanggungan pertama untuk menjual
sendiri secara lelang terhadap obyek hak tanggungan didasarkan
Pasal 6 Undang-Undang Hak Tanggungan.
g. Lelang Eksekusi Fidusia
56
Adalah lelang terhadap obyek fidusia karena debitur
cidera janji, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor
42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia. Parate eksekusi
fidusia, kreditur tidak perlu meminta fiat eksekusi dari Ketua
Pengadilan Negeri apabila akan menjual secara lelang barang
agunan kredit yang diikat fidusia, jika debitur cidera janji.
2. Lelang Non Eksekusi Wajib
Adalah lelang yang dilakukan dalam rangka penghapusan
barang milik/dikuasai negara adalah aset pemerintah pusat/daerah,
ABRI maupun sipil. Barang yang dimiliki negara adalah barang
yang pengadaannya bersumber dari dana yang berasal dari APBN,
APBD serta sumber-sumber lainnya atau barang yang nyatanyata
dimiliki negara berdasarkan peraturan perundang-undangan yang
berlaku tidak termasuk kekayaan negara yang dipisahkan.
3. Lelang Sukarela
a. Lelang Sukarela/Swasta
Adalah jenis pelayanan lelang atas permohonan
masyarakat secara sukarela. Jenis pelayanan lelang ini sedang
dikembangkan untuk dapat bersaing dengan berbagai bentuk
jual beli individual/jual beli biasa yang dikenal dimasyarakat.
Lelang sukarela yang saat ini sudah berjalan antara lain lelang
barang-barang milik kedutaan/korps diplomatik, lelang barang
seni seperti karpet dan lukisan, lelang sukarela yang diadakan
oleh Balai Lelang.
57
b. Lelang Sukarela BUMN
Pasal 37 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun
1998 tentang Perusahaan Perseroan (Persero) sebagaimana telah
diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2001
mengatur, bagi persero tidak berlaku Instruksi Presiden Nomor
9 Tahun 1970 tentang penjualan dan/atau pemindah tanganan
barang-barang yang dimiliki/dikuasai Negara, yang harus
melalui Kantor Lelang. (Sianturi, 2008 :57-58).
6. Prosedur Lelang
Prosedur lelang merupakan rangkaian perbuatan-perbuaatan yang
dilakukan sebelum lelang disebut prosedur persiapan lelang atau pra-
lelang, saat lelang dilaksanakan dan setelah lelang dilaksanakan.
prosedur pelaksanaan lelang dapat dibagi dalam 3 (tiga) tahap, yaitu :
a. Tahap pra-lelang atau tahap persiapan lelang
Persiapan lelang menyangkut mulai dari permohonan lelang,
penentuan tempat dan waktu lelang, penentuan syarat lelang,
pelaksanaan pengumuman, melakukan permintaan surat keterangan
tanah dan penyetoran uang jaminan pada tahap persiapan lelang.
b. Tahap pelaksanaan lelang
Tahap pelaksanaan lelang menyangkut penentuan peserta
lelang, penyerahan nilai limit, pelaksanaan penawaran lelang dan
penunjukan pembeli.
c. Tahap pasca lelang
58
Pasca lelang menyangkut pembayaran harga lelang, penyetoran
hasil lelang dan pemberian risalah lelang. (Sianturi, 2008 : 82-84)
7. Hapusnya Fidusia
Hapusnya fidusia sebagaimana diatur dalam bagian keempat
Undang-Undang tentang jaminan fidusia memberikan definisi sebagai
berikut :
Pasal 25 Undang-Undang Nomor 42 tahun 1999 Tentang Jaminan
Fidusia
1. Jaminan fidusia hapus karena hal-hal sebagai berikut:
a. Hapusnya utang yang dijamin dengan fidusia;
b. Pelepasan hak atas jaminan fidusia oleh penerima fidusia; atau
c. Musnahnya benda yang menjadi obyek jaminan fidusia.
2. Musnahnya Benda yang menjadi obyek jaminan fidusia tidak
menghapuskan klaim asuransi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10
huruf b
3. Penerima fidusia memberitahukan kepada Kantor Pendaftaran
Jaminan Fidusia mengenai hapusnya jaminan fidusia sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) dengan melampirkan pernyataan mengenai
hapusnya utang, pelepasan hak, atau musnahnya benda yang menjadi
obyek jaminan fidusia tersebut
Pasal 26 Undang-Undang Nomor 42 tahun 1999 Tentang Jaminan
Fidusia
59
1. Dengan hapusnya jaminan fidusia sebagaimana dimaksud dalam Pasal
25, Kantor Pendaftaran Jaminan Fidusia mencoret pencatatan jaminan
fidusia dari buku daftar fidusia.
2. Kantor Pendaftaran Jaminan Fidusia menerbitkan surat keterangan
yang menyatakan sertifikat jaminan fidusia yang bersangkutan tidak
berlaku lagi.
8. Ketentuan Pidana Dalam Undang-Undang Jaminan Fidusia
Pasal 35 Undang-Undang Jaminan Fidusia menerangkan bahwa :
“Setiap orang yang dengan sengaja memalsukan, mengubah,
menghilangkan atau dengan cara apapun memberikan keterangan
secara menyesatkan, yang jika hal tersebut diketahui oleh salah satu
pihak tidak melahirkan perjanjian jaminan fidusia, dipidana dengan
pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima)
tahun dan denda paling sedikit Rp. 10.000.000,- (sepuluh juta rupiah)
dan paling banyak Rp.100.000.000,- (seratus juta rupiah)”.
Pasal 36 Undang-Undang Jaminan Fidusia menerangkan bahwa :
Pemberi fidusia yang mengalihkan, menggadaikan, atau menyewakan
benda yang menjadi obyek jaminan fidusia sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 23 ayat (2) yang dilakukan tanpa persetujuan tertulis
terlebih dahulu dari penerima fidusia, dipidana dengan pidana penjara
paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak Rp.50.000.000,-
(lima puluh juta rupiah)
60
C. Tinjauan Umum Jaminan dalam Hukum Islam (Rahn atau Rungguhan)
1. Penerapan Jaminan Dalam Jual Beli Dalam Hukum Islam
Penerapan prinsip syari’ah dalam kegiatan perusahaan pembiayaan
berupa pembiayaan konsumen (Consumer Finance) berdasarkan
ketentuan Pasal 6 Peraturan Ketua Badan Pengawasan Pasar Modal dan
Lembaga Keuangan Nomor PER-03/BL/2007 tentang kegiatan
perusahaan berdasarkan prinsip syari’ah disebutkan bahwa pembiayaan
konsumen dilakukan berdasarkan Murabahah, Salam, dan Istishna’.
(Umam, 2010 : 45)
Jadi dalam melaksanakan kegiatanya perusahaana pembiayaan
yang mana menerapkan prinsip syari’ah menggunakan 3 (tiga) jenis akad
yaitu akan Murabahah, Sallam, dan Istishna’.
1. Kegiatan Perusahaan Pembiayaan berupa Pembiayaan Konsumen
Berdasarkan akad Murabahah.
Perusahaan pembiayaan yang memberikan pembiayaan
konsumen berdasarkan akad murabahah ini mempunyai hak antara
lain: Memperoleh pembayaran dari konsumen sesuai dengan
harganya secara angsuran sesuai yang diperjanjikan, mengambil
kembali obyek murabahah apabila konsumen sebagai pemmbeli
(musytari) tidak mampu membayar angsuran sebagaimana
diperjanjikan, dan menentukan penyedia barang (supplier) dalam
pembelian obyek murabahah. Perusahaan pembiayaan ini dimana ia
bertindak sebagai penjual (ba’i) mempunyai kewajiban antara lain:
Menyediakan obyek murabahah sebagaimana yang telah disepakati
61
dengan konsumen (musytari) dan menjaminkan obyek murabahah
tidak cacat dan dapat berfungsi dengan baik.
Dalam menyediakan obyek jaminan murabahah perusahaan
pembiayaan konsumen dapat mewakilkan pembelian barang
tersebut kepada konsumen berdasarkan prinsip wakalah, yaitu
perjaian (akad) dimana pihak yang memberi kuasa (muwakkil)
memberikan kuasa kepada pihak yang menerima kuasa (wakkil)
untuk melakukan tindakan atau perbuatan tertentu. Dalam hal
pembiayaan konsumen ini pihak yang diberi kuasa adalah konsumen
selaku pihak yang berkepentingan mendapatkan pembiayaan untuk
kepentingan konsumsi. Konsumen juga memiliki hak dan kewajiban
antara lain, yakni hak untuk memperoleh obyek murabahah dalam
keadaan baik dan siap untuk dioperasikan, kewajiban membayar
angsuran dan biaya-biaya lainya sesuai yang diperjanjikan dan
mengembalikan atau menitip jualkan obyek yang dibiayai. Obyek
murabahah harus memenuhi ketentuan paling kurang: dapat dinilai
dengan uang, dapat diterima oleh konsumen, tidak dilarang oleh
syariat Islam, dan spesifikasinya harus dinyatakan dengan jelas,
antara lain melalui identifikasi fisik, kelayakan, dan jangka waktu
pemanfaatannya. Secara konkret obyek Murabahah ini dapat berupa
kendaraan bermotor, rumah, barang-barang elektronik, alat-alat
rumah tangga bukan elektronik, dan barang konsumsi lainya.
Dalam hal pembiayaan konsumen menggunakan akad
murabahah diperbolehkan menghendaki adanya uang muka (‘urbun)
62
dari konsumen, maka ada beberapa syarat yang harus dipenuhi,
yaitu:
a. Perusahaan pembiayaan diperbolehkan meminta konsumen
untuk membayar uang muka (‘urbun) saat menandatangani
kesepakatan awal pemesanan.
b. Dalam hal konsumen menolak untuk membeli barang tersebut,
maka biaya riil perusahaan pembiayaan harus dibayar dari uang
muka (‘urbun) tersebut; dan
c. Dalam hal ini uang muka (‘urbun) lebih kecil dari kerugian yang
harus ditanggung oleh perusahaan pembiayaan, maka
perusahaan pembiayaan dapat meminta kembali sisa kerugianya
kepada konsumen.
d. Dalam akad murabahah pengakhiran transaksi juga dapat
dilakukan oleh konsumen sebelum jatuh tempo, asalkan
memenuhi ketentuan sebagai berikut: dalam hal konsumen
dalam akad murabahah melakukan pelunasan lebih cepat dari
waktu yang telah disepakati, perusahaan pembiayaan
diperbolehkan memberikan potongan dari kewajiban
pembayaran tersebut, asalkan tidak diperjanjikan dalam akad
murabahah dan besarnya potongan sebagaimana dimaksud
diserahkan kepada kebijakan dan pertimbangan perusahaan
pembiayaan yang memberikan pembiayaan konsumen.
63
Jadi secara singkat dapat dijelaskan bahwa murabahah
merupakan prinsip jual beli barang sebesar harga pokok barang
dengan ditambah margin keuntungan yang telah disepakati.
2. Kegiatan Perusahaan Pembiayaan berupa Pembiayaan Konsumen
Berdasarkan akad Salam.
Jadi dalam pelaksanaan kerja perusahaan pembiayaan
konsumen selain dapat melakukan akad murabahah perusahaan
pembiayaan konsumen juga dapat melakukan pembiayaan
konsumen dengan akad salam. Beberapa hal yang perlu diketahui
mengenai akad salam adalah dalam pelaksanaan transaksi salam,
wajib ditetapkan spesifikasi, waktu dan tempat baarang akan
diterima. Kemudian juga bahwa transaksi salam wajib didahului
dengan akad pembiayaan pengadaan barang pesanan antara
perusahaan pembiayaan dengan konsumen atas suatu produk yang
dikehendaki (pesanan). Adapun pemesanan barang pesanan tersebut
bersifat independent dan terepisah dengan akad salam yang
dilakukan perusahaan pembiayaan dan produsen.
Jadi akad salam merupakan jual beli barang dengan cara
pemesanan berdasarkan persyaratan dan kriteria tertentu sesuai
kesepakatan serta pembayaran tunai yang dilakukan dimuka.
3. Kegiatan Perusahaan Pembiayaan berupa Pembiayaan Konsumen
Berdasarkan akad Istishna’.
Perusahaan pembiayaan konsumen dapat melakukan
pembiayaan konsumen dengan akad murabahah, salam, dan
64
istishna’. Perusahaan pembiayaan dapat bertindak sebagai pembeli
untuk memesan kepada produsen sebagai pembuat (Shani’II) untuk
menyediakan obyek istishna’ dengan akad istishna’. Akad istishna’
dimaksud antara perusahaan pembiayaan dan produsen sebagai
pembuat (Shanni’II) bersifat independent dan terpisah dari akad
istishna’ antara perusaan pembiayaan dan konsumen. Akad istishna’
antara perusaan pembiayaan dan produsen sebagai pembuat
(shanni’II) harus dilakukan setelah akad istishna’ antara perusahaan
pembiayaan dan konsumen atau pemesan (mustashni’). Adapun hak
dan kewajiban yang melekat pada perusaan pembiayaan antara lain
adalah:
a. Memperooleh pembayaran dari konsumen atau pemesan
(mustashni’) sebesar harga jual barang secara angsuran sesuai
yang telah diperjanjikan.
b. Mengambil kembali obyek istishna’ apabila konsumen sebagai
pembeli atau pemesan (mustashni’) tidak mampu membayar
angsuran sebagaimana diperjanjikan.
c. Menentukan produsen sebagai pembuat (Shani’II) dalam
pemesanan obyek Istishna’.
d. Menyediakan obyek itishna’ sesuai dengan spesifikasi yang
telah disepakati bersama dengan konsumen sebagai pembeli
atau pemesan (Mustashni’).
e. Menjamin obyek istishna’ tidak cacat dan/atau tidak berfungsi.
65
Jadi akad istishna’ merupakan jual beli barang dalam bentuk
pemesanan pembuatan barang berdasarkan persyaratan tertentu,
kriteria dan pola pembayaran sesuai dengan kesepakatan. Melalui
akad ini kedua belah pihak bersepakat apakah pembayaaran akan
dilakukan dimuka, melalui angsuran, atau ditangguhkan sampai
waktu tertentu yang akan datang.
Dalam hal jual beli secara tidak tunai dengan menggunakan
jaminan sebagai peneguh kepercayaan sudah ada pada jaman
Rosululloh Saw. Sedangkan jaminan atau gadai dalam hukum Islam
dikenal dengan istilah Rahn.
Dan guna mendapatkan kepastian hukum dalam hal jual beli
secara tidak tunai juga harus dikuatkan dengan sebuah perjanjian
(akad). Akad (perjanjian) dijelaskan dalam ensiklopedi hukum Islam
dapat diartikan sebagai pertalian ijab (pernyataan melakukan ikatan)
dan kabul (pernyataan menerima ikatan) sesuai dengan kehendak
syariat (hukum) yang berpengaruh pada obyek perikatan. Semua
perikatan (akad) yang dilakukan oleh dua pihak atau lebih, tidak
boleh menyimpang dan harus sejalan dengan kehendak masing-
masing pihak dan sesuai dengan syariat. Hasan (2003 :101)
sedangkan para ahli Hukum Islam (jumhur ulama) memberikan
definisi akad sebagai “pertalian antara ijab dan qabul yang
dibenarkan oleh syara’ yang menimbulkan akibat hukum terhadap
obyeknya. (Dewi, 2005 :45).
66
2. Macam-Macam Aqad atau Perjanjian Dalam Hukum Islam
Macam-macam Perjanjian yaitu sebagai berikut :
a. Aqad munjiz yaitu akad yang dilaksanakan langsung pada waktu
selesainya akad. Pernyataan akad yang diikuti dengan pelaksanaan
akad ialah pernyataan yang tidak disertai dengan syarat-syarat dan
tidak pula ditentukan waktu pelaksanaan setelah adanya akad.
Misalnya: seseorang mengatakan “saya jual sepeda kepada kawan
saya ini”, lalu dikabulkan oleh seorang lagi, maka berwujud akad,
serta memperoleh hukumannya pada waktu itu juga. Si pembeli
memiliki sepeda dan si penjual memiliki uang.
b. Aqad mu’alaq ialah akad yang di dalam pelaksanaannya terdapat
syarat-syarat yang telah ditentukan dalam akad. Misalnya: Si A
berkata kepada si B “jika aku jadi keluar negara maka engkaulah
menjadi wakilku”.
c. Aqad mudhaf ialah akad yang dalam pelaksanaannya terdapat syarat-
syarat mengenai penanggulangan pelaksanaan akad, pernyataan
yang pelaksanaannya ditangguhkan hingga waktu yang ditentukan.
Perkataan ini sah dilakukan pada waktu akad, tetapi belum
mempunyai akibat hukum sebelum tibanya waktu yang telah
ditentukan. Misalnya: saya jual rumahku kepada anda dengan harga
sekian pada awal tahun depan. Kemudian pembeli mengatakan,
“saya terima”. (Suhendi, 2010 : 50)
67
3. Pengertian Gadai (al-rahn)
Menurut bahasa, gadai (al rahn) berarti al-tsubut dan alhabs yaitu
penetapan dan penahanan. Ada pula yang menjelaskan bahwa rahn
adalah terkurung atau terjerat. Menurut istilah syara’ ar-rahn terdapat
beberapa pengertian di antaranya:
1. Gadai adalah akad perjanjian pinjam meminjam dengan
menyerahkan barang sebagai tanggungan utang.
2. Gadai merupakan suatu barang yang dijadikan peneguh atau penguat
kepercayaan dalam hal utang-piutang
3. Akad yang obyeknya menahan harga terhadap sesuatu hak yang
mungkin diperoleh bayaran dengan sempurna darinya
4. Menjadikan suatu benda berharga dalam pandangan syara’ sebagai
jaminan atas hutang selama ada dua kemungkinan, untuk
mengembalikan uang itu atau mengambil sebagian benda itu.
5. Menjadikan harta sebagai jaminan hutang
6. Menjadikan zat suatu benda sebagai jaminan utang
7. Gadai ialah menjadikan harta benda sebagai jaminan atas hutang
8. Gadai adalah suatu barang yang dijadikan peneguh atau penguat
kepercayaan dalam utang piutang. (Suhendi, 2010: 105)
Jaminan atau rungguhan adalah suatu barang yang dijadikan
peneguh atau penguat kepercayaan dalam utang piutang. Barang itu
boleh dijual kalau hutang tidak dibayar, hanya penjualan itu hendaklah
dengan keadilan, dengan harga yang berlaku diwaktu itu. (Rasjid, 1994:
309). Jadi dalam hukum Islam sudah dikatakan dengan jelas bahwa
68
dalam hal debitur cidera janji atau tidak memenuhi prestasi maka obyek
jaminan bisa dijual dengan catatan prosess penjualanya harus berlaku
dengan adil.
4. Dasar Hukum Jaminan Dalam Hukum Islam
a. Al-Qur’an
فإن أمن بعضكم قبوضة ن م ۞وإن كنتم على سفر ولم تجدوا كاتبا فره
نته ٱؤتمن ٱلذيبعضا فليؤد وليتق ۥأم دة ول تكتموا ۥ ربه ٱلل من كتمها و ٱلشه
و لبهۥ ءاثم ق ۥ فإنه ٣٨٢بما تعملون عليم ٱلل
Jika kamu dalam perjalanan (dan bermu`amalah tidak secara tunai)
sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis, maka hendaklah ada
barang tanggungan yang dipegang (oleh yang berpiutang). Akan tetapi
jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, maka hendaklah
yang dipercayai itu menunaikan amanatnya (hutangnya) dan hendaklah
ia bertakwa kepada Allah Tuhannya; dan janganlah kamu (parasaksi)
menyembunyikan persaksian. Dan barang siapa yang
menyembunyikannya, maka sesungguhnya ia adalah orang yang berdosa
hatinya; dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. Qs. Al-
Baqarah : 283.
b. Fatwa DSN MUI
Ketentuan hukum dalam Fatwa DSN 25/DSN-MUI/III/2002 Tentang
Rahn adalah sebagai berikut:
Pertama: Bahwa pinjaman dengan menggadaikan barang sebagai
jaminan hutang dalam bentuk rahn dibolehkan dengan ketentuan sebagai
berikut;
Ketentuan Umum
1) Murtahin (penerima barang) mempunyai hak untuk menahan
marhun (barang) sampai semua hutang rahin (yang menyerahkan
barang) dilunasi.
69
2) Marhun dan manfaatnya tetap menjadi milik rahin. Pada prinsipnya,
marhun tidak boleh dimanfaatkan oleh murtahin kecuali seizin rahin
dengan tidak mengurangi nilai marhun dan pemanfaatannya itu
sekedar pengganti biaya pemeliharaan dan perawatannya.
3) Pemeliharaan dan penyimpanan marhun pada dasarnya menjadi
kewajiban rahin, namun dapat dilakukan juga oleh murtahin,
sedangkan biaya dan pemeliharaan penyimpanan tetap menjadi
kewajiban rahin.
4) Besar biaya pemeliharaan dan penyimpanan marhun tidak boleh
ditentukan berdasarkan jumlah pinjaman.
5) Penjualan marhun
a) Apabila jatuh tempo, murtahin harus memperingatkan Ranin
untuk segera melunasinya.
b) Apabila rahin tetap tidak dapat melunasi hutangnya, maka
marhun dijual paksa atau dieksekusi melalui lelang sesuai
Syari’ah.
c) Hasil penjualan marhun digunakan untuk melunasi hutang,
biaya pemeliharaan dan penyimpanan yang belum dibayar serta
biaya penjualan.
d) Kelebihan hasil penjualan menjadi milik rahin dan
kekurangannya menjadi kewajiban rahin.
70
BAB III
PROSEDUR EKSEKUSI OBYEK JAMINAN FIDUSIA
DI PT. FEDERAL INTERNASIONAL FINANCE KANTOR CABANG
KOTA SALATIGA
A. Pemberian Jaminan Secara Fidusia Oleh Debitur Kepada PT. Federal
Internasional Finance
Pemberian fasillitas kredit selalu membutuhkan adanya jaminan.
Dibutuhkannya jaminan dan agunan dalam pemberian fasilitas kredit adalah
semata-mata berorientasi untuk melindungi kepentingan kreditur agar biaya
yang telah diberikannya kepada debitur dapat dikembalikan sesuai dengan
jangka waktu yang telah ditentukan, dengan perkataan lain pihak kreditur atau
pemilik dana, terutama lembaga pembiayaan mensyaratkan adanya jaminan
bagi pemberian kredit demi keamanan dana dan kepastian hukum. (Salim dkk.
2005:14).
Jaminan fidusia adalah hak jaminan atas benda bergerak baik yang
berwujud maupun yang tidak berwujud dan benda tidak bergerak khususnya
bangunan yang tidak dapat dibebani hak tanggungan sebagaimana dimaksud
dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang hak tanggungan yang
tetap berada dalam penguasaan pemberi fidusia, sebagai agunan bagi pelunasan
utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada
penerima fidusia terhadap kreditur lainnya. (Pasal 1 dan 2 Undang-Undang
Nomor 42 Tahun 1999). Dalam hal pembiayaan konsumen melalui PT. Federal
Internasional Finance ini pihak debitur telah memberikan hak jaminan secara
fidusia kepada pihak kreditur dan sebagaimana selanjutnya pihak kreditur yaitu
71
PT. Federal Internasional Finance akan menjaminkan obyek jaminan melalui
fidusia guna mendapatkan kepastian atas keamanan obyek jaminan
pembiayaan.
B. Prosedur Eksekusi Obyek Jaminan Fidusia Di PT. Federal Internasional
Finance
Apabila didapati debitur tidak memenuhi prestasi yaitu debitur tidak
membayar angsuran sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati pada awal
perjanjian pembiayaan maka PT. Federal Internasional Finance akan
melakukan monitoring atau kunjungan kerumah atau tempat kediaman debitur
guna mendapatkan informasi atas keterlambatan angsuran dan tindakan
monitoring ini juga diharapkan bisa membatu debitur dalam hal melakukan
transaksi pembayaran angsuran apabila keterlambatan dikarenakan gangguan
pada stasiun-stasiun pembayaran dengan sistem elektronik. Kunjungan aktif
dilakukan oleh PT. Federal Internasional Finance melalui petugas lapangan
(Debtcollector) dari keterlambatan hari sampai dengan keterlambatan
bulan.{Wawancara dengan Bapak Wahyu Utomo selaku petugas lapangan
(Debtcollector)}.
Adapun bentuk umum wanprestasi yang terjadi pada PT Federal
International Finance (FIF) kota Salatiga adalah sebagi berikut :
1. Debitur telah lalai dan/atau gagal memenuhi satu atau lebih kewajibanya
sebagaimana ditentukan dalam perjanjian pembiayaan
2. Debitur mengalihkan obyek pembiayaan (unit) dengan berbagai cara
menggadaikan atau menyewakan barang jaminan kepada pihak lain tanpa
persetujuan tertulis dari pihak kreditur.
72
3. Debitur melakukan permohonan pembiayaan dengan atas nama pihak lain
guna mendapatkan fasilitas pembiayaan.
Berdasarkan dari hasil wawancara dengan Bapak Teta selaku legal office
dari PT. Federal Internasional Finance kantor cabang kota Salatiga secara
singkat prosedur atau langkah-langkah yang dilakukan sebelum pelaksanaan
eksekusi yang dilakukan oleh PT. Federal Internasional Finance terhadap
obyek jaminan yang berada dibawah kekuasaan debitur apabila debitur
wanprestasi dapat digambarkan sebagai berikut :
Adapun penjelasan dari masing-masing tahapan yang telah diuraikan di
atas dapat disampaikan sebagai berikut :
1. Monitoring melalui petugas lapangan (Debtcollector),
Adapun tujuan utama dalam hal monitoring yang dilakukan oleh
petugas lapangan (Debtcollector) dari PT. Federal Internasional Finance
sebagaimana telah disampaikan diatas yaitu guna mendapatkan informasi
atas keterlambatan angsuran dan tindakan monitoring ini juga diharapkan
Monitoring
Surat Pernyataan Kesanggupan dan Janji Bayar
Surat Peringatan (Somasi)
Suarat Panggilan Terahir (SPT)
Eksekusi Objek Jaminan Fidusia
73
bisa membatu debitur PT. Federal Internasional Finance dalam hal
melakukan transaksi pembayaran angsuran apabila keterlambatan
dikarenakan gangguan pada stasiun-stasiun pembayaran dengan sistem
elektronik selanjutnya monitoring juga difungsikan guna memantau
keberadaan obyek jaminan (unit).
2. Surat Pernyataan Kesanggupan dan Janji Bayar
Dalam hal ini surat pernyataan kesanggupan dan janji bayar akan
diberikan oleh petugas lapangan (Debtcollector) dari PT. Federal
Internasional Finance kepada debitur yang terlambat membayar angsuran
pada saat petugas lapangan melakukan kunjungan dan bertemu dengan
debitur secara langsung. Surat pernyataan kesanggupan dan janji bayar
diharapkan mendapatkan kepastian pembayaran atas keterlambatan
angsuran yang dilakukan oleh debitur .
Dalam surat pernyataan kesanggupan dan janji bayar dituliskan
secara jelas mengenai nama dari debitur , alamat debitur , nomor kontrak,
nomor polisi, serta type unit. Dengan format seperti ini diharapkan debitur
dari PT. Federal Internasional Finance bisa menepati janji atas Surat
Pernyataan kesanggupan dan Janji bayar yang telah dibuat bersama dengan
petugas dari PT. Federal Internasional finance. Dalam surat pernyataan
kesanggupan dan janji bayar juga dituliskan mengenai hari dan tanggal
kesanggupan bayar yang dijadikan pedoman waktu pembayaran oleh
debitur .
Dalam surat pernyataan kesanggupan dan janji bayar dituliskan
secara jelas mengenai nama dari debitur , alamat debitur , nomor kontrak,
74
nomor polisi, serta type unit. Dengan format seperti ini diharapkan debitur
bisa memenuhi janji atas surat pernyataan kesanggupan dan janji bayar
yang telah dibuat bersama dengan petugas dari PT. Federal Internasional
Finance. Dalam surat pernyataan kesanggupan dan janji bayar juga
dituliskan mengenai hari dan tanggal kesanggupan bayar yang dijadikan
pedoman waktu pembayaran oleh debitur .
Adapun contoh surat pernyataan kesanggupan dan janji bayar yang
digunakan PT. Federal Internasional Finance adalah sebagai berikut :
SURAT PENYATAAN KESANGGUPAN & JANJI BAYAR
FIFGROUP SALATIGA
Yang bertanda tangan dibawah ini :
Nama :
Alamat :
No. Kontrak :
No. Polisi :
Type Unit :
Dengan ini saya menyatakan dengan yang sebenarnya, bahwa saya
mempunyai tunggakan (wanprestasi) angsuran di FIFGROUP
sebanyak........... kali angsuran, untuk jatuh tempo
..............s/d............................................................. Adapun perincian
pembayaran yang harus diselesaikan yaitu :
Jumlah angsuran : Rp. ................. x .......................
Denda angsuraan : Rp. ..................
Total yang dibayarkan : Rp. ..................
75
Saya berjanji dan bersedia membayar kewajiban tersebut paling
lambat hari .............., Tanggal .............................. dan pembayaran
akan saya lakukan dikantor FIFGROUP Cabang Salatiga / POS FIF-
Ungaran / POS FIF-Boyolali / sesuai dengan perjanjian yang telah
disepakati sebelumnya.
Dan apabila pada tanggal tersebut tidak ada pembayaran sesuai yang
telah disebutkan diatas, maka dengan sukarela barang jaminan (Mobil
/ Sepeda motor / Elektronik / furniture) akan diserahkan / diambil oleh
pihak FIFGROUP.
Demikian surat ini saya buat dengan sadar dan tanpa ada paksaan dari
pihak manapun. Apabila saya ingkar janji, maka saya siap diproses
sesuai hukum yang berlaku di Indonesia (UU. Jaminan Fidusia) yang
telah saya tanda tangani dan sepakati pada saat awal perjanjian
kontrak pembiayaan ini.
Adapun isi dari Pasal-Pasal tersebut adalah :
Pasal 5 : Wanpreestasi
Penerima fasilitas atau pemberi jaminan setuju dan mengikatkan diri
kepada pemberi fasilitas dan atau kuasanya mengenai terjadinya /
keadaan wanprestasi dengan lewatnya waktu yang telah cukup
membuktikan dengan terjadinya salah satu / lebih keadaan sebagai
berikut :
1. Penerima fasilitas lalai dan / atau tidak dan / atau gagal memenuhi
satu atau lebih kewajiban sebagaimana ditentukan dalam perjanjian
ini dan / atau perjanjian pemberian jaminan fidusia.
76
2. Penerima fasilitas tidak / lalai melakukan pembayaran angsuran
hutang pembiayaan pada tanggal jatuh tempo angsuran.
Pasal 6 : Ketentuan Pidana
1. Penerima fasilitas dilarang mengalihkan dengan cara apapun,
menggadai / menyewakan barang jaminan kepada pihak lain
kecuali dengan persetujuan tertulis dari pemberi fasilitas.
2. Perbuatan pengalihan dengan cara apapun, menggadai/
menyewakan barang jaminan kepada pihak lain tanpa persetujuan
tertulis dari pemberi fasilitas merupakan perbuatan pidana dan
dapat dipidanakan.
...............................................
Yang menyatakan, Yang Menyaksikan,
(.............................) (..................................)
3. Surat Peringatan (Somasi)
Surat peringatan (Somasi) diberikan kepada debitur oleh PT.
Federal Internasional Finance apabila debitur tidak memenuhi prestasi
atau tidak memberikan angsuran pembayaran setelah jatuh tempo. Surat
peringatan (Somasi) yang diberikan oleh PT. Federal Internasional
Finance kepada debitur ini diberikan sebanyak tiga kali yang meliputi :
a. Surat peringatan pertama ( Somasi 1 )
b. Surat peringatan ke-dua (Somasi 2) dan
77
c. Surat peringatan ke-tiga (Somasi 3)
Surat Peringatan (somasi) ini pertama kali diberikan atas dasar
keterlambatan angsuran, keterlambatan angsuran yang dikenakan dengan
surat peringatan pertama (Somasi satu) ini tidak ditentukan lama waktu
keterlambatan angsuran melainkan persoalan terhadap itikad dari debitur
berdasarkan hasil dari monitoring yang dilakukan petugas lapangan dari
PT. Federal Internasional Finance kantor cabang kota salatiga yaitu
petugas (debdebtcollector) yang turun secara langsung melakukan
kunjungan ketempat kediaman debitur . Surat peringatan (Somasi) ini
diharapkan bisa menjadikan perhatian dan sekaligus peringatan kepada
debitur untuk melaksanakan pembayaran.
Dalam bagian awal surat peringatan (Somasi) ini telah disebutkan
secara jelas mengenai nomor kontak pembiayaan, serta tanggal
diberikanya surat peringatan (Somasi) kepada debitur . Nomor kontrak
ditulis guna memperjelas bahwa nomor kontrak tersebut benar-benar
nomor kontrak debitur yang diberikan surat peringatan (Somasi) Serta
tanggal dijadikan pedoman bahwasanya sampai dengan tanggal
dikirimkanya surat peringatan tersebut yang mana tanggal pengiriman
somasi tersebut merupakan tanggal setelah jatuh tempo atau batas ahir dari
pembayaran angsuran. Surat peringatan (Somasi dua) diberikat setelah
batas ahir dari somasi satu, begitu seterusnya sampai dengan Surat
peringatan (somasi tiga).
Adapun format surat peringatan (Somasi) yang digunakan PT. Federal
Internasional Finance sebagai berikut :
78
PT. FEDERAL INTERNASIONAL FINANCE
CABANG SALATIGA
Nomor : .................................................
Tanggal : .................................................
Perihal : Surat Panggilan Penyelesaian Tunggakan Angsuran
Kepada Yth,
Saudara/i : ...............................................
Alamat : ...............................................
No. Kontrak : ...............................................
Dengan hormat,
Menunjuk kepada nomor kontrak diatas, dengan ini kami tegaskan
kembali bahwa sampai dengan dibuatnya surat ini, kami belum
menerima pembayaran angsuran hutang dari saudara/i dengan data
sebagai berikut :
Angsuran ke : ...................................................
Jatuh tempo : ...................................................
Angsuran : ...................................................
Tunggakan angsuran : ...................................................
Hari terlambat (OD) : ...................................................
Denda tunggakan : Terhitung dari jatuh tempo keterlambatan (5
permil perhari keculi MPF)
79
Untuk itu kami mengharap kehadiran saudara/i guna menyelesaikan
tunggakan angsuran tersebut diatas selambat-lambatnya pada :
Hari / tanggal : ..................................................
Pukul : Senin s/d Jumat : 09.00 s/d 15.00 WIB
Sabtu : 09.00 s/d 11.30 WIB
Tempat : PT. FEDERAL INTERNASIONAL FINANCE
Menemui : Bagian Angsuran
Kami sangat berharap agar panggilan ini tidak diabaikan dan atau
segera melaksanakan pembayaran tunggakan.
Apabila saudara/i tidak mengindahkan Surat Peringatan ini, Maka
kami menganggap saudara/i sudah siap dengan konsekuensi yang
timbul berupa pengambilan barang jaminan/penyelesaian melalui
jalur hukum.
Apabila pada saat diterimanya surat ini, saudara/i telah melakukan
pembayaran angsuran sebagaimana tersebut diatas, mohon
mengkonfirmasikan kepada kami dan surat ini dianggap tidak pernah
ada.
Demikian surat ini kami sampaikan, dan terimakasih atas perhatian
dan kerjasamanya.
Hormat Kami,
PT. FIF GROUP
Bagian Angsuran
80
4. Surat Panggilan Terahir (SPT)
Surat panggilan terahir akan diberikan oleh PT. Federal
Internasional Finance kepada debitur yang telah mendapatkan surat
peringatan ke-tiga (Somasi 3) untuk menyelesaikan permasalahan
tunggakan angsuran, masih diharapkan itikad baik dari debitur dengan
dikirimkanya surat panggilan terahir ini untuk bisa menunaikan
kewajibanya membayar angsuran. Surat panggilan terahir (SPT) ini
diharapkan untuk memanggil debitur guna dilakukan musyawarah untuk
mencari mufakat antara ke-dua belah pihak dalam hal ini pihak PT. Federal
Internasional Finance dengan debitur guna mendapatkan penyelesaian
persoalan keterlambatan angsuran secara persuasif.
Dalam hal melakukan musyawarah antara PT. Feederal Internasional
Finance dengan debitur yang terlambat melakukan angsuran, pihak
perusahaan tetap memperhatikan alasan-alasan keterlambatan angsuran,
jika keterlambatan angsuran dikarenakan dari faktor musibah pihak
perusahaan akan memberikan toleransi dengan memberikan tenggang
waktu tambahan kepada debitur untuk melakukan kewajibanya membayar
angsuran dan obyek jaminan dalam hal ini tetap dibawah kekuasaan
debitur atau perusahaan tidak melakukan penahanan obyek jaminan (unit)
dalam pemberian tenggang waktu dari hasil kesepakatan dari musyawarah
antara perusahaan dengan debitur tersebut diatas.
81
5. Eksekusi Terhadap Obyek jaminan Fidusia oleh PT. Federal
Internasional Finance.
Apabila langkah-langkah persuasif yang dilakukan oleh PT. Federal
Internasional Finance tidak memdapatkan hasil yang lebih baik atau dalam
hal ini debitur tetap tidak menjalankan kewajibanya maka perusahaan
akan melakukan eksekusi terhadap obyek jaminan dan melakukan
penjualan obyek jaminan melalui pelelangan umum, karena jika debitur
telah cidera janji atau tidak memenuhi prestasi sebagaimana yang telah
ditentukan dalam perjanjian awal pembiayaan maka debitur telah
dinyatakan wanprestasi. Jika terjadi wanprestasi, maka harus ada suatu
langkah hukum yang dilakukan sehingga pihak yang dirugikan bisa
mendapatkan kembali haknya.
Dan dalam hal ini guna mendapatkan kembali haknya PT. Federal
Internasional Finance akan mengambil kekurangan angsuran dari hasil
penjualan obyek jaminan dari pelelangan umum dan mengembalikan sisa
penjualan setelah dipotong dengan kekurangan angsuran kepada debitur .
Dan adapun dokumen yang digunakan dalam hal melakukan penarikan
obyek jaminan dalam hal ini PT. Federal Internasional Finance
melampirkan sertifikat jaminan fidusia dan surat kuasa dari debitur yang
diberikan kepada PT. Federal Internasional Finance untuk melakukan
penjualan atas obyek jeminan melalui pelelangan umum.
82
BAB IV
PEMBAHASAN
A. Tinjauan Yuridis Eksekusi Obyek Jaminan Fidusia Di PT. Federal
Internasional Finance Menurut Undang-Undang Nomor 42 tahun 1999
Tentang Jaminan Fidusia.
Eksekusi obyek jaminan fidusia diatur dalam Pasal 29 sampai dengan
Pasal 34 Undang-Undang Jaminan Fidusia dan dalam Pasal 29 Undang-
Undang Nomor 42 Tahun 1999, diatur ada 3 (tiga) cara eksekusi benda
jaminan fidusia, yaitu :
1. Pelaksanaan titel eksekusi sebagaimana diatur dalam Pasal 15 ayat (2)
yang dilakukan oleh penerima fidusia dalam hal ini adalah pihak
kreditur. Dalam sertifikat jaminan fidusia yang diterbitkan Kantor
Pendaftaran Jaminan Fidusia dicantumkan kata-kata “Demi Keadilan
Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa” sertifikat jaminan fidusia ini
memikiki kekuatan eksekutorial yang sama dengan putusan pengadilan
yang telah memiliki kekuatan hukum tetap. Yang dimaksud kekuatan
eksekutorial adalah langsung dapat melakukan penjualan tanpa harus
melalui pengadilan. Dengan demikian ini pelaksanaan titel eksekusi
dapat dilaksanakan apabila debitur telah cidera janji dan debitur
memiliki sertifikat jaminan fidusia yang mencantukan kata “Demi
Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”.
2. Penjualan atas obyek jaminan fidusia atas kekuasaan penerima fidusia
sendiri melalui pelelangan umum.
83
Jadi apabila debitur telah cidera janji dan PT. Federal Internasional
Finance pembiayaan telah memiliki sertifikat jaminan fidusia maka PT.
Federal Internasional Finance dapat melakukan penjualan obyek
jaminan fidusia melalui pelelangan umum guna mendapatkan
pelunasan atas hutangnya.
3. Penjualan di bawah tangan yang dilakukan berdasarkan kesepakatan
pemberi dan penerima fidusia jika dengan cara demikian dapat
diperoleh harga tertinggi yang menguntungkan para pihak.
Adapun syarat penjualan atas obyek jaminan fidusia dengan cara
melakukan penjualan dibawah tangan ini terdapat 3 (tiga) syarat yang
harus dipenuhi yaitu :
a. Adanya kesepakatan pemberi dan penerima fidusia jika dengan
cara demikian dapat diperoleh harga tertinggi,
b. Setelah lewat waktu 1 (satu) bulan sejak diberitahukan secara
tertulis oleh pemberi dan atau penerima fidusia kepada pihakpihak
berkepentingan.
c. Diumumkan sedikitnya dalam 2 (dua) surat kabar yang beredar di
daerah yang bersangkutan.
Apabila upaya-upaya persuasif atau langkah musyawarah yang
ditempuh PT. Federal Internasional Finance dengan debitur tidak
mendapatkan mufakat maka PT. Federal Internasional Finance akan
melakukan penarikan terhadap obyek jaminan fidusia dengan berdasarkan
pada sertifikat jaminan fidusia dan surat kuasa dari debitur untuk
memberikan kuasa kepada pihak kreditur untuk melakukan penjualan
84
terhadap obyek jaminan melalui pelelangan umum dan dalam hal ini PT.
Federal Internasional Finance akan mengembalikan sisa dari hasil penjualan
obyek jaminan (unit) setelah dipotong sisa hutang atau jumlah angsuran
yang belum dibayarkan oleh debitur .
Jadi berdasarkan dari ketentuan Pasal 29 Undang-Undang Nomor 42
Tahun 1999 tersebut di atas dapat diketahui bahwa eksekusi obyek jaminan
fidusia yang dilakukan oleh PT. Federal Internasional Finance terhadap
obyek jaminan fidusia yang berada di bawah kekuasaan debitur apabila
debitur telah dinyatakan wanprestasi dengan cara melakukan penjualan atas
obyek jaminan fidusia melalui pelelangan umum telah sesuai dengan
amanat yang tertuang dalam Pasal 29 ayat 1 huruf b Undang-Undang Nomor
42 tahun 1999 tentang jaminan fidusia yang mengatakan bahwa “Penjualan
atas obyek jaminan fidusia atas kekuasaan penerima fidusia sendiri melalui
pelelangan umum”.
Pasal 30 “Pemberi fidusia wajib menyerahkan benda yang menjadi
obyek jaminan fidusia dalam rangka pelaksanaan eksekusi Jaminan
Fidusia”
Jadi dalam hal pemberi fidusia (debitur ) tidak menyerahkan benda
yang menjadi obyek jaminan fidusia pada waktu eksekusi dilaksanakan,
penerima fidusia dalam hal ini PT. Federal Internasional Finance berhak
mengambil benda yang menjadi obyek jaminan fidusia dan apabila perlu
dapat meminta bantuan pihak yang berwenang.
Pasal 31 “Dalam hal benda yang obyek jaminan fidusia terdiri atas
benda perdagangan atau efek yang dapat dijual di pasar atau di bursa,
85
penjualannya dapat dilakukan di tempat-tempat tersebut sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku”.
Jadi dalam hal benda yang menjadi obyek jamiman fidusia terdiri atas
benda perdagangan atau efek yang dapat dijual di pasar atau di bursa,
penjualannya dapat dilakukan di tempat-tempat tersebut sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 32 “Setiap janji untuk melaksanakan eksekusi terhadap benda
yang menjadi obyek jaminan fidusia dengan cara yang bertentangan
dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam PASAL 29 dan Pasal 31,
batal demi hukum.”
Pasal 33 “Setiap janji yang memberikan kewenangan kepada
penerima fidusia untuk memiliki benda yang menjadi obyek jaminan fidusia
apabila debitur cidera janji, batal demi hukum.”
Pasal 34 “Dalam hal eksekusi melebihi nilai penjaminan, penerima
fidusia wajib mengembalikan kelebihan tersebut kepada pemberi fidusia
dan apabila hasil eksekusi tidak mencukupi untuk pelunasan utang, debitur
tetap bertanggung jawab atas utang yang belum terbayar”.
Dalam hal ini PT. Federal Internasional Finance akan mengembalikan
sisa dari hasil penjualan obyek jaminan (unit) setelah dipotong sisa hutang
atau jumlah angsuran yang belum dibayarkan oleh debitur jika terdapat
kelebihan dari hasil penjualan dan tetap meminta kepada debitur untuk
memenuhi semua kekurangan hutang jika penjualan unit tidak mencukupi
untuk membayar sisa hutang dari debitur . Dan selanjutnya PT. Federal
Internasional Finance akan melaporkan telah hapusnya fidusia kepada pihak
86
Notaris guna selanjutnya notaris akan melaporkan ke Kantor Pendaftaran
Jaminan Fidusia bahwa jaminan atas obyek tersebut telah hapus karena
hapusnya utang-piutang. Adapun ketentuan Undang-Undang Nomor 42
tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia mengenai hapusnya fidusia diatur
dalam Pasal 25 dan Pasal 26 yang mengatakan bahwa :
Pasal 25 “Jaminan fidusia hapus karena hapusnya utang yang
dijamin dengan fidusia, pelepasan hak atas jaminan fidusia oleh penerima
fidusia atau musnahnya benda yang menjadi obyek jaminan fidusia,
musnahnya benda yang menjadi obyek jaminan fidusia tidak menghapuskan
klaim asuransi dan penerima fidusia memberitahukan kepada Kantor
Pendaftaran Jaminan Fidusia mengenai hapusnya jaminan fidusia
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dengan melampirkan pernyataan
mengenai hapusnya utang, pelepasan hak, atau musnahnya benda yang
menjadi obyek jaminan fidusia tersebut.
Jadi dalam hal hapusnya utang piutang dan selanjutnya PT. Federal
Internasional Finance melakukan pelaporan mengenai hapusnya fidusia ke
Kantor Pendaftaran Jaminan Fidusia melalui notaris merupakan ketentuan
dari Pasal 25 Undang-Undang Nomor 42 tahun 1999 Tentang Jaminan
Fidusia.
Pasal 26 “ Dengan hapusnya jaminan fidusia sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 25, Kantor Pendaftaran Jaminan Fidusia mencoret pencatatan
jaminan fidusia dari buku daftar fidusia dan Kantor Pendaftaran Jaminan
Fidusia menerbitkan surat keterangan yang menyatakan sertifikat jaminan
fidusia yang bersangkutan tidak berlaku lagi.
87
Jadi setelah dilaporkanya hapusnya fidusia oleh PT. Federal
Internasional Finance melalui notaris ke Kantor Pendaftaran Jaminan
Fidusia maka Kantor Pendaftaran Jaminan Fidusia akan menerbitkan surat
keterangan bahwan sertifikat jaminan fidusia yang bersangkutan sudah
tidak berlaku lagi dan sewaktu-waktu surat keterangan tersebut bisa diambil
oleh PT. Federal Internasional Finance kepada Notaris jika pembeli obyek
jaminan (Unit) melalui lelang menginginkan surat keterangan tersebut.
B. Tinjauan Yuridis Eksekusi Obyek Jaminan Fidusia Di PT. Federal
Intenasional Finance Menurut Fatwa DSN 25/DSN-MUI/III/2002
Tentang Rahn
Fidusia adalah pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar
kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya
dialihkan tersebut tetap dalam penguasaan pemilik benda.
Jaminan fidusia adalah hak jaminan atas benda bergerak baik yang
berwujud maupun yang tidak berwujud dan benda tidak bergerak khususnya
bangunan yang tidak dapat dibebani hak tanggungan sebagaimana
dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang hak
tanggungan. Sedangkan menurut hukum Islam jaminan atau rungguhan
adalah suatu barang yang dijadikan peneguh atau penguat kepercayaan
dalam utang piutang.
Dalam hukum Islam juga telah mengatur mengenai jual beli secara
tidak tunai dengan dibutuhkan peneguh atau penguat kepercayaan agar tidak
terjadi suatu hal yang tidak diinginkan atau dengan kata lain wanprestasi
dalam hal pelaksanaan jual beli, hal ini diharapkan bisa menjadikan jual beli
88
sebagai hal yang bermanfaat untuk kedua belah pihak (penjual dan
pembeli), pada masa Rosululloh Saw memang belum mengatur mengenai
fidusia, karena pada masa Rosululloh hukum yang dipakai adalah hukum
Islam sedangkan hukum fidusia lahir dan berlaku pada era modern seperti
pada saat ini.
Dalam hal menjaminkan obyek pembiayaan konsumen dengan
jaminan fidusia dalam pembiayaan konsumen menurut hukum Islam yang
dilakukan oleh PT. Federal Internsaional Finance guna mendapatkan
kepastian hukum atas obyek pembiayaan yang berada di bawah kekuasaan
debitur sebagaimana disampaikan dalam Qs Al-baqarah 283 yang berbunyi
فإن أمن بعضكم بعضا قبوضة ن م ۞وإن كنتم على سفر ولم تجدوا كاتبا فره
نتهۥ وليتق ٱلل دة ومن كتمها فإنهۥ ءاثم فليؤد ٱلذي ٱؤتمن أم ربهۥ ول تكتموا ٱلشه
بما تعملون عليم ٣٨٢قلبهۥ وٱلل
“Jika kamu dalam perjalanan (dan bermu’amalah tidak secara tunai)
sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis. Maka hendaklah ada
barang tanggungan yang dipegang (oleh yang berpiutang) akan tetapi
sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain. Maka hendaklah yang
dipercayai itu menunaikan amanatnya (hutangnya) dan hendaklah ia
bertakwa kepada Allah Tuhannya., dan janganlah kamu (para saksi)
menyembunyikan persaksian dan barang siapa yang menyembunyikannya,
maka sesungguhnya ia adalah orang yang berdosa hatinya, dan Allah
maha mengetahui apa yang kamu kerjakan’’ (Al-Baqarah:283)
Sejalan dengan amanat yang tertuang dalam Qs. Al-baqarah ayat 283
di atas yang mana telah mengatakan secara jelas bahwa dalam hal
melakukan transaksi jual beli secara tidak tunai maka diperbolehkan dengan
menggunakan jaminan sebagai peneguh atau penguat keparcayaan dengan
bunyi “Jika kamu dalam perjalanan (dan bermu’amalah tidak secara tunai)
sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis. Maka hendaklah ada
89
barang tanggungan yang dipegang (oleh yang berpiutang) akan tetapi
sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain”. Jadi dalam hal
menjaminan obyek pembiayaan dengan jaminan fidusia yang dilakukan
oleh PT. Federal Internasional Finance dalam transaksi pembiayaan
konsumen menurut hukum Islam berdasarkan dari amanat Qs. Al-baqarah
283 telah diperbolehkan.
Dalam amanat Qs. Al-baqarah 283 juga memberikan perintah kepada
pihak yang dipercayai untuk menunaikan kewajibanya, dalam hal ini adalah
pihak debitur sebagai penerima fasilitas pembiayaan untuk melakukan
kewajibanya dalam hal membayar angsuran (hutang). Selanjutnya dalam
Qs. Al-baqarah 283 juga memberikan larangan kepada para saksi untuk
menyembunyikan persaksianya. “Maka hendaklah yang dipercayai itu
menunaikan amanatnya (hutangnya) dan hendaklah ia bertakwa kepada
Allah Tuhannya., dan janganlah kamu (para saksi) menyembunyikan
persaksian dan barang siapa yang menyembunyikannya, maka
sesungguhnya ia adalah orang yang berdosa hatinya, dan Allah maha
mengetahui apa yang kamu kerjakan’’
Jadi dalam hal ini juga dibutuhkan saksi guna menyaksikan akad jual
beli secara tidak tunai dengan menggunakan jaminan sebagai peneguh
kepercayaan dan saksi harus tetap konsisten dengan apa yang dialihat atau
tidak boleh menyebunyikan persaksianya.
Eksekusi obyek jaminan fidusia adalah penyitaan dan penjualan
obyek jaminan fidusia oleh penerima fidusia apabila debitur sebagai
pemberi fidusia cidera janji. Dan dalam hal melaksanakan transaksi
90
pembiayaan konsumen yang dilakukan oleh PT. Federal Internasional
Finance apabila telah didapati debitur atau pemberi fidusia telah
wanpreatasi PT. Federal Internasional finance tetap akan melakukan
penarikan terhadap obyek jaminan fidusia. Eksekusi obyek jaminan fidusia
apabila debitur wanprestasi menurut hukum Islam diperbolehkan
sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 5 Fatwa DSN 25/DSN-MUI/III/2002
tentang Rahn.
Adapun langkah-langkah eksekusi obyek jaminan fidusia menurut
hukum Islam terhadap obyek jaminan yang berada dibawah kekuasaan
debitur apabila debitur wanprestasi secara tekhnis sama dengan langkah-
langkah yang dilakukan PT. Federal Internasional Finance dalam hal
melakukan eksekusi terhadap obyek jaminan fidusia yang berada dibawah
kekuasaan debitur , yaitu dengan cara melakukan upaya-upaya persuasif
terlebih dahulu, apabila upaya-upaya persuasif atau langkah musyawarah
yang ditempuh PT. Federal Internasional Finance dengan debitur tidak
mendapatkan mufakat maka PT. Federal Internasional Finance akan
melakukan penarikan terhadap obyek jaminan fidusia dengan berdasarkan
pada sertifikat jaminan fidusia dan surat kuasa dari debitur untuk
memberikan kuasa kepada pihak kreditur untuk melakukan penjualan
terhadap obyek jaminan melalui pelelangan umum dan dalam hal ini PT.
Federal Internasional Finance akan mengembalikan sisa dari hasil penjualan
obyek jaminan (unit) setelah dipotong sisa hutang atau jumlah angsuran
yang belum dibayarkan oleh debitur .
91
Eksekusi terhadap obyek jaminan fidusia yang dilakukan oleh PT.
Federal Internasional Finance terhadap obyek jaminan fidusia yang berada
dibawah kekauasaan debitur apabila debitur wanprestasi menurut hukum
Islam telah diatur dalam Fatwa DSN 25/DSN-MUI/III/2002 Tentang Rahn.
Adapun peraturan mengenai eksekusi obyek jaminan fidusia dalam
pembiayaan konsumen terhadap pembiayaan konsumen telah diatur di
dalam Pasal 5 Fatwa DSN 25/DSN-MUI/III/2002 Tentang Rahn yang
mengatakan bahwa :
a. Apabila jatuh tempo, murtahin harus memperingatkan Ranin untuk
segera melunasinya.
Dalam hal ini murtahin atau PT. Federal Internasional Finance
akan memperingatkan kepada Ranin (debitur ) dalam jatuh tempo
pembayaran melalui petugas lapangan (debtcollector) dengan cara
melakukan kunjungan-kunjungan langsung ke tempat kediaman Ranin
(debitur ). Dan dalam hal ini PT. Federal Internasional Finance malalui
petugas lapangan akan memberikan surat peringatan kepada Ranin
(debitur ) apabila Ranin (debitur ) tersebut tidak menunaikan
kewajibanya, Surat peringatan yang diberikan oleh murtahin (kreditur)
kepada Ranin (debitur ) meliputi surat peringatan pertama (Somasi 1),
surat peringatan ke-dua (Somasi 2) dan Surat peringatan ke-tiga
(Somasi 3). Apabila Ranin (debitur ) tetap tidak menghiraukan surat
peringatan yang ke-tiga maka murtahin (kreditur) akan memberikan
surat panggilan terahir (SPT) kepada Ranin (debitur ) guna dilakukan
musyawarah, dan apabila tidak didapatkan mufakat dari musyawarah
92
yang dilakukan oleh murtahin (kreditur) dalam hal ini adalah PT.
Federal Internasional Finance bersama Ranin (debitur ) maka murtahin
(kreditur) akan melakukan eksekusi obyek jaminan fidusia melalui
pelelangan umum.
b. Apabila rahin tetap tidak dapat melunasi hutangnya, maka marhun
dijual paksa atau dieksekusi melalui lelang sesuai Syari’ah.
Eksekusi obyek jaminan fidusia dengan melakukan penjualan
terhadap obyek jaminan fidusia melalui pelelangan umum yang
dilakukan oleh murtahin dalam hal ini PT. Federal Internasional
Finance terhadap obyek pembiayaan yang berada dibawah kekuasaan
Ranin (debitur ) apabila Ranin (debitur ) wanprestasi sebagaimana telah
diperbolehkan sesuai dengan Pasal 5 huruf b Fatwa DSN 25/DSN-
MUI/III/2002 tentang Rahn.
c. Hasil penjualan marhun digunakan untuk melunasi hutang, biaya
pemeliharaan dan penyimpanan yang belum dibayar serta biaya
penjualan.
Mengenai hasil penjualan terhadap obyek jaminan fidusia ini
murtahin atau dalam hal ini PT. Federal Internasional Finance akan
mengambil hasil penjualan dari obyek jaminan guna melunasi hutang
atau angsuran yang belum dibayarkan oleh Ranin (debitur ).
d. Kelebihan hasil penjualan menjadi milik rahin dan kekurangannya
menjadi kewajiban rahin.
Mengenai kelebihan dari hasil penjualan atas obyek jaminan
fidusia ini murtahin atau dalam hal ini PT. Federal Internasional
93
Finance tetap konsisten untuk mengembaikan sisa penjualan setelah
dipotong hutang yang belum dibayarkan oleh Ranin (debitur ) kepada
murtahin (kreditur).
Jadi dapat dipahami bahwa berdasarkan ketentuan dari Pasal 5 Fatwa
DSN 25/DSN-MUI/III/2002 Tentang Rahn eksekusi terhadap obyek
jaminan fidusia yang dilakukan oleh PT. Federal Internasional Finance
terhadap obyek jaminan fidusia yang berada dibawah kekuasaan debitur
menurut hukum Islam diperbolehkan. Pendapat yang sama dengan
penelitian ini dalam hal memperbolehkan melakukan eksekusi obyek
jaminan menurut hukum Islam telah disampaikan oleh Rasjid Sulaiman,
yang mengemukakan dahwa “menurut hukum Islam Jaminan atau
rungguhan adalah suatu barang yang dijadikan peneguh atau penguat
kepercayaan dalam utang piutang. Barang itu boleh dijual kalau hutang
tidak dibayar, hanya penjualan itu hendaklah dengan keadilan, dengan
harga yang berlaku diwaktu itu”. Rasjid (1994: 309).
BAB V
PENUTUP
94
A. Kesimpulan
1. Prosuder eksekusi obyek jaminan fidusia yang dilakukan PT. Federal
Internasional Finance apabila didapati debitur wanprestasi sebelum
melakukan penarikan terhadap obyek jaminan (Unit) PT. Federal
Internasional Finance melakukan langkah-langkah persuasif terlebih
dahulu. Adapun upaya-upaya persuasif yang dilakukan oleh PT. Federal
Internasional Finance adalah dengan melakukan monitoring, memberikan
surat peringatan (Somasi) diberikan berturut-turut selama tiga kali, dan
surat peringatan terahir (SPT). Selanjutnya jika upaya persuasif tidak
mendapatkan solusi maka PT. Federal Internasional Finance akan
melakukan penjualan atas obyek jaminan melalui pelelangan umum.
2. Eksekusi atas obyek jaminan fidusia oleh PT. Federal Internasional
Finance dengan cara melakukan penjualan obyek jaminan fidusia melalui
pelelangan umum telah sesuai dengan Pasal 29 ayat 1 huruf b Undang-
Undang Nomor 42 tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia.
3. Eksekusi obyek jaminan fidusia oleh PT. Federal Intenasional Finance
apabila debitur wanprestasi menurut menurut Fatwa Dewan Syari’ah
Nasional siperbolehkan ksesuai dengan Pasal 5 huruf b dan c Fatwa DSN
25/DSN-MUI/III/2002 Tentang Rahn.
B. Saran
95
1. Hendaknya PT. Federal Internasional Finance dalam hal melakukan
eksekusi obyek jaminan fidusia dengan cara melakukan penjualan
dibawah tangan agar debitur tidak dikenakan biaya pelelangan umum.
2. Hendaknya PT. Federal Internasional Finance melakukan sosialisasi
terhadap hukum jaminan fidusia agar masyarakat lebih memahami tentang
jaminan fidusia dengan segala resiko dalam hal menjaminkan obyek
pembiayaan melalui jaminan fidusia.
Daftar Pustaka
96
Sumber Buku
Depertemen Agama RI. 2008. Al Qur’an dan Terjemahannya. Bandung:
Diponegoro
Arikunto, Suharsimi. 2010. Prosedur penelitian suatu pendekatan praktik. Jakarta:
Rineka Cipta.
Ashshofa, Burhan. 2013. Metode Penelitian Hukum. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Moleong, j, Lexy. 2002. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya.
Ruslan, Rosady. 2010. Metode penelitian Public Relations dan Komunikasi.
Jakarta: PT. RAHAJA GRAFINDO Persada.
Soekanto, Soerjono. 1986. Pengantar Peneltian Hukum, Universitas Indonesia (UI)
Press : Jakarta.
Salim H.S. 2004. Perkembangan Hukum Jaminan Indonesia,Jakarta : Raja
Grafindo Persada.
Mariam Darus Badrulzaman, 1987. Kompilasi Hukum Perikatan. Bandung: Citra
Aditya Bakti.
M.Bahsan. 2005. Giro dan Bilyet Giro Perbankan Indonesia.Jakarta: PT.Raja
Grafindo.
Subekti. 1997. Hukum Acara Perdata.Bandung: PT.Bina Cipta.
Sudikno. 1993. Hukum Acara Perdata Indonesia. Yogyakarta: PT. Liberty.
Purnama Tiora Sianturi, 2008. Perlindungan Hukum Terhadap Pembeli Barang
Tidak Bergerak Melalui Lelang. Bandung : CV. Mandar Maju.
Hendi Suhendi. 2010. Fiqih Muamalat.Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Rasjid Sulaiman. 1994. Fiqh Islam. Bandung: PT. Sinar Baru Algosindo.
Ali Hasan, 2003. Berbagai macam Transaksi dalam Islam (fiqih Muamalat).
Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Gemala Dewi, 2005. Hukum Perikatan di Indonesia. Jakarta: PT. Pranata Media.
D.Y. Witanto, 2015. Hukum Jaminan Fidusia Dalam Pembuayaan Konsumen.
Bandung: Mandar Maju.
Tan Kamello, 2014. Hukum Jaminan Fidusia Suatu kebutuhan Yang Didambakan.
Bandung. PT. Alumni.
97
Sumber Iternet
http://hukum.unsrat.ac.id/uu/uu_42_99.htm.
http://kbbi.web.id/Rungguhan
https://www.youtube.com/watch?v=otjmkf3CX_o.Tutorial pendaftaran fidusia
https://www.google.com/search?q=PMK+nomr+fidusia&oq=PMK+nomr+fidusia
&gs_l=psy-
ab.3..33i160k1.3664.14665.0.16359.16.16.0.0.0.0.136.312.15j1.16.0....0...1.1.64.p
sy-ab..0.16.1296...0j0i131k1j0i67k1j0i13k133i21k1.SdHK1MG5MLU Tentang
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 130/PMK.010/2012
http://irmadevita.com/2016/pembahasan-pp-no-21-tahun-2015-tentang-tata-cara-
pendaftaran-jaminan-fidusia-dan-biaya-ajf-serta-dampaknya-bagi-notaris/Tentang
Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2015 Tentang tatacara dan biaya
pendaftaran fidusia.
http://www.bpn.go.id/Publikasi/Peraturan-Perundangan/Undang-Undang/undang-
undang-nomor-2-tahun-2014-4281Tentang Undang-Undang Jabatan Notaris.
https://mujahidinimeis.wordpress.com/2010/05/03/fatwa-dsn-rahn-gadai/Fatwa
DSN 25/DSN-MUI/III/2002 tentang Rahn.
https://www.youtube.com/watch?v=bS96Ypw6c7E.
http://sinovik.menpan.go.id/index.php/site/details/92. Detil Inovasi Ditjen AHU
Sumber Informan
Wawancara dengan Bapak Wahyu Utomo, petugas debtcollector : PT. Federal
Internasional Finance Kantor cabang Kota Salatiga
Wawancara dengan Bapak Teta, Petugas legal office : PT. Federal Internasional
Finance Kantor Cabang Kota Salatiga
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
98
NOMOR 42 TAHUN 1999
TENTANG
JAMINAN FIDUSIA
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
Menimbang:
a. Bahwa kebutuhan yang sangat besar dan terus meningkat bagi dunia usaha
atas tersedianya dana, perlu diimbangi dengan dadanya ketentuan hukum
yang jelas dan lengkap yang mengatur mengenai lembaga jaminan;
b. Bahwa jaminan Fidusia sebagai salah satu bentuk lembaga jaminan sampai
saat ini masih didasarkan pada yurisprudensi dan belum diatur dalam
peraturan perundang-undangan secara lengkap dan komprehensif;
c. Bahwa untuk memenuhi kebutuhan hukum yang dapat lebih memacu
pembangunan nasional dan untuk menjamin kepastian hukum serta mampu
memberikan perlindungan hukum bagi pihak yang berkepentingan, maka
perlu dibentuk ketentuan yang lengkap mengenai Jaminan fidusia dan
jaminan tersebut perlu didaftarkan pada Kantor Pendaftaran fidusia;
d. Bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, b,
dan c dipandang perlu membentuk Undang-undang tentang Jaminan fidusia.
Mengingat:
Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1). dan Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945.
Dengan Persetujuan:
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN:
Menetapkan:
UNDANG-UNDANG TENTANG JAMINAN FIDUSIA,
BAB I
99
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan:
1. Fidusia adalah pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar
kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya
dialihkan tersebut tetap dalam penguasaan pemilik benda.
2. Jaminan Fidusia adalah hak jaminan atas benda bergerak baik yang
berwujud maupun yang tidak berwujud dan benda tidak bergerak khususnya
bangunan yang tidak dapat dibebani hak tanggungan sebagaimana
dimaksud dalam Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak
Tanggungan yang tetap berada dalam penguasaan Pemberi Fidusia,sebagai
agunan bagi pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang
diutamakan kepada Penerima Fidusia terhadap kreditor lainnya.
3. Piutang adalah hak untuk menerima pembayaran
4. Benda adalah segala sesuatu yang dapat dimiliki dan dialihkan, baik yang
berwujud maupun yang tidak berwujud, yang terdaftar maupun yang tidak
terdaftar, yang bergerak maupun yang tak bergerak yang tidak dapat
dibebani hak tanggungan atau hipotek.
5. Pemberi Fidusia adalah orang perseorangan atau korporasi pemilik Benda
yang menjadi obyek Jaminan Fidusia.
6. Penerima Fidusia adalah orang perseorangan atau korporasi yang
mempunyai piutang yang pembayarannya dijamin dengan Jaminan Fidusia.
7. Utang adalah kewajiban yang dinyatakan atau dapat dinyatakan dalam
jumlah uang baik dalam mata uang Indonesia atau mata uang lainnya, baik
secara langsung maupun kontinjen.
8. Kreditor adalah pihak yang mempunyai piutang karena perjanjian atau
undang-undang.
9. Debitor adalah pihak yang mempunyai utang karena perjanjian atau undang-
undang.
10. Setiap orang adalah orang perseorangan atau korporasi.
BAB II
100
RUANG LINGKUP
Pasal 2
Undang-undang ini berlaku terhadap setiap perjanjian yang bertujuan untuk
membebani Benda dengan Jaminan Fidusia.
Pasal 3
Undang-undang ini tidak berlaku terhadap:
a. Hak tanggungan yang berkaitan dengan tanah dan bangunan, sepanjang
peraturan perundang-undangan yang berlaku menentukan jaminan atas
benda-benda tersebut wajib didaftarkan;
b. Hipotek atas kapal yang terdaftar dengan isi kotor berukuran 20 (dua puluh)
M3 atau lebih;
c. Hipotek atas pesawat terbang; dan
d. Gadai
BAB III
PEMBEBANAN, PENDAFTARAN,PENGALIHAN, DAN HAPUSNYA
JAMINAN FIDUSIA.
Bagian Pertama
Pembebanan Jaminan Fidusia
Pasal 4
Jaminan Fidusia merupakan perjanjian ikutan dari suatu perjanjian pokok yang
menimbulkan kewajiban bagi para pihak untuk memenuhi suatu prestasi.
Pasal 5
1. Pembebanan Benda dengan Jaminan Fidusia dibuat dengan akta notaris dalam
bahasa Indonesia dan merupakan akta Jaminan Fidusia.
2. Terhadap pembuatan akta Jaminan Fidusia sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1), dikenakan biaya yang besarnya diatur lebih lanjut dengan Peraturan
Pemerintah.
101
Pasal 6
Akta Jaminan Fidusia sebagaimana dimaksud dalam pasal 5 sekurang-kurangnya
memuat:
a. identitas pihak Pemberi dan Penerima fidusia;
b. data perjanjian pokok yang dijamin fidusia;
c. uraian mengenai Benda yang menjadi obyek Jaminan Fidusia;
d. nilai penjaminan; dan
e. nilai Benda yang menjadi obyek Jaminan Fidusia.
Pasal 7
Utang yang pelunasannya dijamin dengan fidusia dapat berupa:
a. utang yang telah ada;
b. utang yang akan timbul di kemudian hari yang telah diperjanjikan dalam
jumlah tertentu; atau
c. utang yang pada saat eksekusi dapat ditentukan jumlahnya berdasarkan
perjanjian pokok yang menimbulkan kewajiban memenuhi suatu prestasi.
Pasal 8
Jaminan Fidusia dapat diberikan kepada lebih dari satu Penerima Fidusia atau
kepada kuasa atau wakil dari Penerima Fidusia tersebut.
Pasal 9
1. Jaminan Fidusia dapat diberikan terhadap satu atau lebih satuan atau jenis
Benda,termasuk piutang, baik yang telah ada pada saat jaminan diberikan
maupun yang diperoleh kemudian.
2. Pembebanan jaminan atas Benda atau piutang yang diperoleh kemudian
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak perlu dilakukan dengan perjanjian
jaminan tersendiri.
Pasal 10
Kecuali diperjanjikan lain:
1. Kecuali diperjanjikan lain:
102
2. Jaminan Fidusia meliputi klaim asuransi, dalam hal benda yang menjadi obyek
Jaminan Fidusia diasuransikan.
Bagian Kedua
Pendaftaran Jaminan Fidusia
Pasal 11
1. Benda yang dibebani dengan Jaminan Fidusia wajib didaftarkan.
2. Dalam hal benda yang dibebani dengan Jaminan Fidusia berada di luar wilayah
negara Republik Indonesia, kewajiban sebagaimana dimaksud ayat (1) tetap
berlaku.
Pasal 12
1. Pendaftaran Jaminan fidusia sebagaimana dimaksud dalam pasal 11 ayat (1)
dilakukan pada Kantor Pendaftaran Fidusia
2. Untuk pertama kali, Kantor Pendaftaran Fidusia didirikan di Jakarta dengan
wilayah kerja mencakup seluruh wilayah negara Republik Indonesia.
3. Kantor Pendaftaran Fidusia sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) berada
dalam lingkup tugas Departemen Kehakiman.
4. Ketentuan mengenai pembentukan Kantor Pendaftaran Fidusia untuk daerah
lain dan penetapan wilayah kerjanya diatur dengan Keputusan Presiden.
Pasal 13
1. Permohonan pendaftaran Jaminan Fidusia dilakukan oleh Penerima Fidusia,
kuasa atau wakilnya dengan melampirkan pernyataan pendaftaran Jaminan
Fidusia.
2. Pernyataan pendaftaran sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) memuat:
a. identitas pihak Pemberi dan Penerima Fidusia;
b. tanggal,nomor akta jaminan Fidusia, nama, tempat kedudukan notaris
yang membuat akta Jaminan Fidusia;
c. data perjanjian pokok yang dijamin fidusia;
d. uraian mengenai Benda yang menjadi obyek Jaminan Fidusia;
e. nilai penjaminan; dan
f. nilai benda yang menjadi obyek Jaminan Fidusia.
3. Kantor Pendaftaran Fidusia mencatat Jaminan Fidusia dalam Buku Daftar
Fidusia pada tanggal yang sama dengan tanggal penerimaan permohonan
pendaftaran.
4. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pendaftaran Jaminan Fidusia dan
biaya pendaftaran diatur dengan Peraturan Pemerintah.
103
Pasal 14
1. Kantor Pendaftaran Fidusia menerbitkan dan menyerahkan kepada Penerima
Fidusia pada tanggal yang sama dengan tanggal penerimaan permohonan
pendaftaran.
2. Sertifikat Jaminan Fidusia yang merupakan salinan dari Buku Daftar Fidusia
memuat catatan tentang hal-hal sebagaimana dimaksud dalam pasal 13 ayat
(2).
3. Jaminan Fidusia lahir pada tanggal yang sama dengan tanggal dicatatnya
jaminan Fidusia dalam Buku Daftar Fidusia.
Pasal 15
1. Dalam sertifikat Jaminan fidusia sebagaimana dimaksud dalam pasal 14 ayat
(1) dicantumkan kata-kata " DEMI KEADILAN BERDASARKAN
KETUHANAN YANG MAHA ESA".
2. Sertifikat Jaminan fidusia sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) mempunyai
kekuatan eksekutorial yang sama dengan putusan pengadilan yang telah
memperoleh kekuatan hukum tetap.
3. Apabila debitor cidera janji, Penerima Fidusia mempunyai hak untuk menjual
Benda yang menjadi obyek Jaminan Fidusia atas kekuasaannya sendiri.
Pasal 16
1. Apabila terjadi perubahan mengenai hal-hal yang tercantum dalam Sertifikat
Jaminan Fidusia sebagaimana dimaksud dalam pasal 14 ayat (2), Penerima
Fidusia wajib mengajukan permohonan pendaftaran atas perubahan tersebut
kepada Kantor Pendaftaran Fidusia.
2. Kantor Pendaftaran Fidusia pada tanggal yang sama dengan tanggal
penerimaan permohonan perubahan, melakukan pencatatan perubahan tersebut
dalam Buku Daftar Fidusia dan menerbitkan Pernyataan Perubahan yang
merupakan bagian tak terpisahkan dari Sertifikat Jaminan Fidusia.
Pasal 17
Pemberi Fidusia dilarang melakukan fidusia ulang terhadap Benda yang menjadi
obyek Jaminan Fidusia yang sudah terdaftar.
Pasal 18
Segala keterangan mengenai Benda yang menjadi obyek Jaminan fidusia yang ada
pada Kantor Pendaftaran Fidusia terbuka untuk umum.
104
Bagian Ketiga
Pengalihan Jaminan Fidusia
Pasal 19
1. Pengalihan hak atas piutang yang dijamin dengan fidusia mengakibatkan
beralihnya demi hukum segala hak dan kewajiban Penerima Fidusia kepada
kreditor baru.
2. Beralihnya Jaminan Fidusia sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) didaftarkan
oleh kreditor baru kepada Kantor Pendaftaran Fidusia.
Pasal 20
Jaminan Fidusia tetap mengikuti Benda yang menjadi obyek Jaminan Fidusia dalam
tangan siapapun Benda tersebut berada., kecuali pengalihan atas benda persediaan
yang menjadi obyek Jaminan Fidusia.
Pasal 21
1. Pemberi Fidusia dapat mengalihkan benda persediaan yang menjadi obyek
Jaminan Fidusia dengan cara dan prosedur yang lazim dilakukan dalam usaha
perdagangan.
2. Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak berlaku, apabila telah
terjadi cidera janji oleh debitor dan atau Pemberi Fidusia pihak ketiga.
3. Benda yang menjadi obyek Jaminan Fidusia yang telah dialihkan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) wajib diganti oleh Pemberi Fidusia dengan obyek
yang setara.
4. Dalam hal Pemberi Fidusia cidera janji, maka hasil pengalihan dan atau tagihan
yang timbul karena pengalihan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), demi
hukum menjadi obyek Jaminan Fidusia pengganti dari obyek Jaminan fidusia
yang dialihkan.
Pasal 22
Pembeli benda yang menjadi obyek Jaminan Fidusia yang merupakan benda
persediaan bebas dari tuntutan meskipun pembeli tersebut mengetahui tentang
adanya Jaminan Fidusia itu, dengan ketentuan bahwa pembeli telah membayar
lunas harga penjualan Benda tersebut sesuai dengan harga pasar.
Pasal 23
1. Dengan tidak mengurangi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21,
apabila Penerima Fidusia setuju bahwa Pemberi Fidusia dapat menggunakan,
105
menggabungkan,mencampur, atau mengalihkan Benda atau hasil dari Benda
yang menjadi obyek Jaminan Fidusia, atau menyetujui melakukan penagihan
atau melakukan kompromi atas piutang, maka persetujuan tersebut tidak berarti
bahwa Penerima Fidusia melepaskan Jaminan fidusia.
2. Pemberi Fidusia dilarang mengalihkan, menggadaikan, atau menyewakan
kepada pihak lain Benda yang menjadi obyek Jaminan Fidusia yang tidak
merupakan benda persediaan, kecuali dengan persetujuan tertulis terlebih
dahulu dari Penerima Fidusia.
Pasal 24
Penerima Fidusia tidak menanggung kewajiban atas akibat tindakan atau kelalaian
Pemberi Fidusia baik yang timbul dari hubungan kontraktual atau yang timbul dari
perbuatan melanggar hukum sehubungan dengan penggunaan dan pengalihan
Benda yang menjadi obyek Jaminan Fidusia.
Bagian Keempat
Hapusnya Jaminan Fidusia
Pasal 25
1. Jaminan Fidusia hapus karena hal-hal sebagai berikut:
d. hapusnya utang yang dijamin dengan fidusia;
e. pelepasan hak atas Jaminan Fidusia oleh Penerima Fidusia; atau
f. musnahnya Benda yang menjadi obyek Jaminan Fidusia.
2. Musnahnya Benda yang menjadi obyek Jaminan Fidusia tidak menghapuskan
klaim asuransi sebagaimana dimaksud dalam pasal 10 huruf b.
3. Penerima Fidusia memberitahukan kepada Kantor Pendaftaran Fidusia
mengenai hapusnya Jaminan Fidusia sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
dengan melampirkan pernyataan mengenai hapusnya utang, pelepasan hak,
atau musnahnya Benda yang menjadi obyek Jaminan Fidusia tersebut.
Pasal 26
1. Dengan hapusnya Jaminan Fidusia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25,
Kantor Pendaftaran Fidusia mencoret pencatatan Jaminan Fidusia dari Buku
Daftar Fidusia.
2. Kantor Pendaftaran Fidusia menerbitkan surat keterangan yang menyatakan
Sertifikat Jaminan Fidusia yang bersangkutan tidak berlaku lagi.
106
BAB IV
HAK MENDAHULUI
Pasal 27
1. Penerima Fidusia memiliki hak yang didahulukan terhadap kreditor lainnya.
2. Hak yang didahulukan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah hak
Penerima Fidusia untuk mengambil pelunasan piutangnya atas hasil eksekusi
Benda yang menjadi obyek Jaminan Fidusia.
3. Hak yang didahulukan dari Penerima Fidusia tidak hapus karena adanya
kepailitan dan atau likuidasi Pemberi Fidusia.
Pasal 28
Apabila atas Benda yang sama menjadi obyek Jaminan Fidusia lebih dari 1 (satu)
perjanjian Jaminan Fidusia,maka hak yang didahulukan sebagaimana dimaksud
dalam pasal 27, diberikan kepada pihak yang lebih dahulu mendaftarkannya pada
Kantor Pendaftaran Fidusia.
Pasal 29
1. Apabila debitor atau Pemberi Fidusia cidera janji, eksekusi terhadap Benda
yang menjadi obyek Jaminan Fidusia dapat dilakukan dengan cara:
a) pelaksanaan titel eksekutorial sebagaimana dimaksud dalam pasal 15 ayat
(2) oleh Penerima Fidusia;
b) penjualan Benda yang menjadi obyek Jaminan Fidusia atas kekuasaan
Penerima Fidusia sendiri melalui pelelangan umum serta mengambil
pelunasan piutangnya dari hasil penjualan;
c) penjualan di bawah tangan yang dilakukan berdasarkan kesepakatan
Pemberi dan Penerima Fidusia jika dengan cara demikian dapat diperoleh
harga tertinggi yang menguntungkan para pihak.
2. Pelaksanaan penjualan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf c
dilakukan setelah lewat waktu 1 (satu) bulan sejak diberitahukan secara tertulis
oleh Pemberi dan atau Penerima Fidusia kepada pihak-pihak yang
berkepentingan dan diumumkan sedikitnya dalam 2 (dua) surat kabar yang
beredar di daerah yang bersangkutan.
Pasal 30
Pemberi Fidusia wajib menyerahkan Benda yang obyek Jaminan Fidusia dalam
rangka pelaksanaan eksekusi Jaminan Fidusia.
107
Pasal 31
Dalam hal Benda yang obyek Jaminan Fidusia terdiri atas benda perdagangan atau
efek yang dapat dijual di pasar atau di bursa, penjualannya dapat dilakukan di
tempat-tempat tersebut sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 32
Setiap janji untuk melaksanakan eksekusi terhadap Benda yang menjadi obyek
Jaminan Fidusia dengan cara yang bertentangan dengan ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam pasal 29 dan pasal 31, batal demi hukum.
Pasal 33
Setiap janji yang memberikan kewenangan kepada Penerima Fidusia untuk
memiliki Benda yang menjadi obyek Jaminan Fidusia apabila debitor cidera janji,
batal demi hukum.
Pasal 34
1. Dalam hal eksekusi melebihi nilai penjaminan, Penerima Fidusia wajib
mengembalikan kelebihan tersebut kepada Pemberi Fidusia.
2. Apabila hasil eksekusi tidak mencukupi untuk pelunasan utang, debitor tetap
bertanggung jawab atas utang yang belum terbayar.
BAB VI
KETENTUAN PIDANA
Pasal 35
Setiap orang yang dengan sengaja memalsukan, mengubah, menghilangkan atau
dengan cara apapun memberikan keterangan secara menyesatkan, yang jika hal
tersebut diketahui oleh salah satu pihak tidak melahirkan perjanjian Jaminan
Fidusia, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling
lama 5 (lima) tahun dan denda paling sedikit Rp. 10.000.000,- (sepuluh juta rupiah)
dan paling banyak Rp.100.000.000,- (seratus juta rupiah).
Pasal 36
Pemberi Fidusia yang mengalihkan, menggadaikan, atau menyewakan Benda yang
menjadi obyek jaminan Fidusia sebagaimana dimaksud dalam pasal 23 ayat (2)
yang dilakukan tanpa persetujuan tertulis terlebih dahulu dari Penerima Fidusia,
dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak
Rp.50.000.000,- (lima puluh juta rupiah).
108
BAB VII
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 37
1. Pembebanan Benda yang menjamin obyek Jaminan Fidusia yang telah ada
sebelum berlakunya Undang-undang ini, tetap berlaku sepanjang tidak
bertentangan dengan Undang-undang ini.
2. Dalam jangka waktu selambat-lambatnya 60 (enam puluh) hari terhitung sejak
berdirinya Kantor Pendaftaran Fidusia, semua perjanjian Jaminan Fidusia
harus sesuai dengan ketentuan dalam Undang-undang ini, kecuali ketentuan
mengenai kewajiban pembuatan akta Jaminan Fidusia sebagaimana dimaksud
dalam pasal 5 ayat (1).
3. Jika dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) tidak
dilakukan penyesuaian, maka perjanjian Jaminan Fidusia tersebut bukan
merupakan hak agunan atas kebendaan sebagaimana dimaksud dalam Undang-
undang ini.
Pasal 38
Sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan dalam Undang-undang ini, semua
peraturan perundang-undangan mengenai fidusia tetap berlaku sampai dengan
dicabut, diganti, atau diperbaharui.
BAB VIII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 39
Kantor Pendaftaran Fidusia sebagaimana dimaksud dalam pasal 12 ayat (2)
dibentuk dalam jangka waktu paling lambat 1 (satu) tahun setelah Undang-undang
ini diundangkan.
Pasal 40
Undang-undang ini disebut Undang-undang Fidusia.
109
Pasal 41
Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan Agar setiap orang
mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-undang ini dengan
penempatannya dalam lembaran Negara Republik Indonesia.
PENJELASAN
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 42 TAHUN 1999
TENTANG
JAMINAN FIDUSIA
I. UMUM
1. Pembangunan ekonomi, sebagai bagian dari pembangunan nasional,
merupakan salah satu upaya untuk mencapai masyarakat yang adil dan
makmur berdasarkan Pancasila dan UUD1945. dalam rangka memelihara
dan meneruskan pembangunan yang berkesinambungan,para pelaku
pembangunan baik pemerintah maupun masyarakat, baik perseorangan
maupun badan hukum, memerlukan dana yang besar. Seiring dengan
meningkatnya kegiatan pembangunan, meningkat pula kebutuhan terhadap
pendanaan, yang sebagian besar dana yang diperlukan untuk memenuhi
kebutuhan tersebut diperoleh melalui kegiatan pinjam-meminjam.
2. Selama ini, kegiatan pinjam meminjam dengan menggunakan hak
tanggungan atau hak jaminan telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 4
Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan yang merupakan pelaksanaan dari
pasal 51 Undang-undang Nomor 5 Tahun1960 tentang Undang-undang
Pokok Agraria, dan sekaligus sebagai pengganti dari lembaga Hipotek atas
tanah dan credietverband.
Di samping itu, hak jaminan lainnya yang banyak digunakan dewasa ini
adalah Gadai, Hipotek selain tanah, dan Jaminan Fidusia. Undang-undang
110
yang berkaitan dengan Jaminan Fidusia adalah pasal 15 Undang-undang
Nomor 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Pemukiman, yang
menentukan bahwa rumah-rumah yang dibangun di atas tanah yang dimiliki
oleh pihak lain dapat dibebani dengan Jaminan Fidusia. Selain itu, Undang-
undang Nomor 16 tahun 1985 tentang Rumah Susun mengatur mengenai
hak milik atas satuan rumah susun yang dapat dijadikan jaminan utang
dengan dibebani fidusia, jika tanahnya tanah hak pakai atas tanah negara.
Jaminan Fidusia telah digunakan di Indonesia sejak zaman penjajahan
Belanda sebagai suatu bentuk jaminan yang lahir dari yurisprudensi. Bentuk
jaminan ini digunakan secara luas dalam transaksi pinjam-meminjam karena
proses pembebanannya dianggap sederhana, mudah, dan cepat, tetapi tidak
menjamin adanya kepastian hukum.
Lembaga Jaminan Fidusia memungkinkan kepada para Pemberi Fidusia
untuk menguasai Benda yang dijaminkan,untuk melakukan kegiatan usaha
yang dibiayai dari pinjaman dengan menggunakan Jaminan Fidusia. Pada
awalnya, Benda yang menjadi obyek fidusia terbatas pada kekayaan benda
bergerak yang berwujud dalam bentuk peralatan. Akan tetapi dalam
perkembangan selanjutnya, benda yang menjadi obyek fidusia termasuk
juga kekayaan benda bergerak yang tak berwujud, maupun benda tak
bergerak.
3. Undang-undang ini, dimaksudkan untuk menampung kebutuhan
masyarakat mengenai pengaturan Jaminan Fidusia sebagai salah satu sarana
untuk membantu kegiatan usaha dan untuk memberikan kepastian hukum
kepada para pihak yang berkepentingan.
Seperti telah dijelaskan bahwa Jaminan Fidusia memberikan kemudahan
bagi para pihak yang menggunakannya, khususnya bagi Pemberi Fidusia.
Namun sebaliknya karena Jaminan Fidusia tidak didaftarkan, kurang
menjamin kepentingan pihak yang menerima fidusia, Pemberi Fidusia
mungkin saja menjaminkan benda yang telah dibebani dengan fidusia
kepada pihak lain tanpa sepengetahuan Penerima Fidusia.
Sebelum Undang-undang ini dibentuk, pada umumnya benda yang menjadi
obyek Jaminan Fidusia adalah benda bergerak yang terdiri dari benda dalam
111
persediaan (inventory), benda dagangan,piutang, peralatan mesin, dan
kendaraan bermotor. Oleh karena itu, guna memenuhi kebutuhan
masyarakat yang terus berkembang, maka menurut Undang-undang ini
obyek Jaminan Fidusia diberikan pengertian yang luas yaitu benda bergerak
yang berwujud maupun tak berwujud, dan benda tak bergerak yang tidak
dapat dibebani dengan hak tanggungan sebagaimana ditentukan dalam
Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang hak Tanggungan.
Dalam Undang-undang ini,diatur tentang pendaftaran Jaminan Fidusia guna
memberikan kepastian hukum kepada para pihak yang berkepentingan dan
pendaftaran Jaminan Fidusia memberikan hak yang didahulukan (preferen)
kepada Penerima Fidusia terhadap kreditor lain Karena Jaminan Fidusia
memberikan hak kepada pihak Pemberi Fidusia untuk tetap menguasai
Benda yang menjadi obyek Jaminan Fidusia berdasarkan kepercayaan,maka
diharapkan sistem pendaftaran yang diatur dalam Undang-undang ini dapat
memberikan jaminan kepada pihak Penerima Fidusia dan pihak-pihak yang
mempunyai kepentingan terhadap Benda tersebut.
PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup jelas
Pasal 2
Cukup jelas
Pasal 3
Huruf a
Berdasarkan ketentuan ini,bangunan di atas tanah milik orang lain yang tidak dapat
dibebani hak tanggungan berdasarkan Undang-undang Nomor 4 tahun 1996 tentang
Hak tanggungan, dapat dijadikan obyek Jaminan Fidusia.
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
112
Huruf d
Cukup jelas
Pasal 4
Yang dimaksud dengan "prestasi" dalam ketentuan ini adalah memberikan sesuatu,
berbuat sesuatu, atau tidak berbuat sesuatu, yang dapat dinilai dengan uang.
Pasal 5
Ayat (1)
Dalam akta jaminan fidusia selain dicantumkan hari dan tanggal, juga dicantumkan
mengenai waktu (jam) pembuatan akta tersebut.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 6
Huruf a
Yang dimaksud dengan"identitas" dalam Pasal ini adalah meliputi nama lengkap,
agama, tempat tinggal, atau tempat kedudukan, tempat dan tanggal lahir, jenis
kelamin, status perkawinan, dan pekerjaan.
Huruf b
Yang dimaksud dengan "data perjanjian pokok" adalah mengenai macam perjanjian
dan utang yang dijamin dengan fidusia.
Huruf c
Uraian mengenai Benda yang menjadi obyek Jaminan Fidusia cukup dilakukan
dengan mengidentifikasikan Benda tersebut, dan dijelaskan mengenai surat bukti
kepemilikannya. Dalam hal Benda yang menjadi obyek Jaminan Fidusia
merupakan benda dalam persediaan (inventory) yang selalu berubah-ubah dan atau
tidak tetap, seperti stok bahan baku, barang jadi, atau portfolio perusahaan efek,
maka dalam akta Jaminan Fidusia dicantumkan uraian mengenai jenis, merek,
kualitas dari Benda tersebut.
Huruf d
Cukup jelas
Huruf e
113
Cukup jelas
Pasal 7
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Utang yang akan timbul dikemudian hari yang dikenal dengan istilah "kontinjen",
misalnya utang yang timbul dari pembayaran yang dilakukan oleh kreditor untuk
kepentingan debitor dalam rangka pelaksanaan garansi bank.
Huruf c
Utang yang dimaksud dalam ketentuan ini adalah utang bunga atas pinjaman pokok
dan biaya lainnya yang jumlahnya dapat ditentukan kemudian.
Pasal 8
Ketentuan ini dimaksudkan sebagai pemberian fidusia kepada lebih dari satu
Penerima Fidusia dalam rangka pembiayaan kredit konsorsium.
Yang dimaksud dengan"kuasa" adalah orang yang mendapat kuasa khusus dari
Penerima Fidusia untuk mewakili kepentingannya dalam penerimaan jaminan
Fidusia dari Pemberi Fidusia.
Yang dianggap dimaksud dengan "wakil" adalah orang yang secara hukum
dianggap mewakili Penerima Fidusia dalam penerimaan Jaminan Fidusia,
misalnya, Wali amanat dalam mewakili kepentingan pemegang obligasi.
Pasal 9
Ketentuan dalam Pasal ini penting dipandang dari segi komersial. Ketentuan ini
secara tegas membolehkan Jaminan Fidusia mencakup Benda yang diperoleh di
kemudian hari. Hal ini menunjukkan Undang-undang ini menjamin fleksibilitas
yang berkenaan dengan hal ihwal Benda yang dapat dibebani Jaminan Fidusia bagi
pelunasan utang.
Pasal 10
Huruf a
Yang dimaksud dengan"hasil dari benda yang menjadi obyek Jaminan Fidusia"
adalah segala sesuatu yang diperoleh dari Benda yang dibebani Jaminan Fidusia.
Huruf b
114
Ketentuan dalam huruf b ini dimaksudkan untuk menegaskan apabila Benda itu
diasuransikan, maka klaim asuransi tersebut merupakan hak penerima Fidusia.
Pasal 11
Pendaftaran Benda yang dibebani dengan jaminan Fidusia dilaksanakan di tempat
kedudukan Pemberi Fidusia, dan pendaftarannya mencakup benda, baik yang
berada di dalam maupun di luar wilayah negara Republik Indonesia untuk
memenuhi asas publisitas sekaligus merupakan jaminan kepastian terhadap kreditor
lainnya mengenai Benda yang telah dibebani Jaminan Fidusia
Pasal 12
Kantor Pendaftaran Fidusia merupakan bagian dalam lingkungan Departemen
Kehakiman dan bukan institusi yang mandiri atau unit pelaksana teknis.
Kantor Pendaftaran Fidusia didirikan untuk pertama kali di Jakarta dan secara
bertahap, sesuai dengan keperluan, di ibukota propinsi di seluruh wilayah negara
Republik Indonesia.
Dalam hal Kantor Pendaftaran Fidusia belum didirikan di tiap daerah Tingkat II
maka wilayah kerja Kantor Pendaftaran Fidusia di ibukota propinsi meliputi seluruh
daerah Tingkat II yang berada di lingkungan wilayahnya.
Pendirian Kantor Pendaftaran Fidusia di daerah Tingkat II, dapat disesuaikan
dengan Undangundang Nomor 22Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah.
Pasal 13
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Ketentuan ini dimaksudkan agar Kantor Pendaftaran Fidusia tidak melakukan
penilaian terhadap kebenaran yang dicantumkan dalam pernyataan pendaftaran
Jaminan Fidusia, akan tetapi hanya melakukan pengecekan data sebagaimana
dimaksud dalam pasal 13 ayat (2).
Ayat (4)
115
Cukup jelas
Pasal 14
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Ketentuan ini tidak mengurangi berlakunya Pasal 613 Kitab Undang-undang
Hukum Perdata bagi pengalihan piutang atas nama dan kebendaan tidak berwujud
lainnya.
Pasal 15
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Dalam ketentuan ini, yang dimaksud dengan "kekuatan eksekutorial" adalah
langsung dapat dilaksanakan tanpa melalui pengadilan dan bersifat final serta
mengikat para pihak untuk melaksanakan putusan tersebut.
Ayat (3)
Salah satu ciri Jaminan Fidusia adalah kemudahan dalam pelaksanaan eksekusinya
yaitu apabila pihak Pemberi Fidusia cidera janji. Oleh karena itu, dalam Undang-
undang ini dipandang perlu diatur secara khusus tentang eksekusi Jaminan Fidusia
melalui lembaga parate eksekusi.
Pasal 16
Ayat (1)
Perubahan mengenai hal-hal yang tercantum dalam Sertifikat Jaminan Fidusia,
harus diberitahukan kepada para pihak. Perubahan ini tidak perlu dilakukan dengan
akta notaris dalam rangka efisiensi untuk memenuhi kebutuhan dunia usaha.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 17
116
Fidusia ulang oleh Pemberi Fidusia, baik debitor maupun penjaminan pihak ketiga,
tidak dimungkinkan atas benda yang menjadi obyek Jaminan Fidusia karena hak
kepemilikan atas Benda tersebut telah beralih kepada Penerima Fidusia.
Pasal 18
Cukup jelas
Pasal 19
"Pengalihan hak atas piutang" dalam ketentuan ini, dikenal dengan istilah "cessie"
yakni pengalihan piutang yang dilakukan dengan akta otentik atau akta di bawah
tangan. Dengan adanya cessie ini, maka segala hak dan kewajiban Penerima Fidusia
lama beraih kepada Penerima Fidusia baru dan pengalihan hak atas piutang tersebut
diberitahukan kepada Pemberi Fidusia.
Pasal 20
Ketentuan ini mengikuti prinsip "droit de suite" yang telah merupakan bagian dari
peraturan perundang-undangan Indonesia dalam kaitannya dengan hak mutlak atas
kebendaan (in rem).
Pasal 21
Ketentuan ini menegaskan kembali bahwa Pemberi Fidusia dapat mengalihkan
benda persediaan yang menjadi obyek Jaminan Fidusia. Namun demikian untuk
menjaga kepentingan Penerima
Fidusia, maka Benda yang dialihkan wajib diganti dengan obyek yang setara. Yang
dimaksudkan dengan"mengalihkan" antara lain termasuk menjual atau
menyewakan dalam rangka kegiatan usahanya.
Yang dimaksud dengan"setara" tidak hanya nilainya tetapi juga jenisnya. Yang
dimaksud dengan "cidera janji" adalah tidak memenuhi prestasi baik yang
berdasarkan perjanjian pokok, perjanjian Jaminan Fidusia, maupun perjanjian
jaminan lainnya.
Pasal 22
Yang dimaksud dengan"harga pasar" adalah harga yang wajar yang berlaku di pasar
pada saat penjualan Benda tersebut, sehingga tidak mengesankan adanya penipuan
dari pihak Pemberi Fidusia dalam melakukan penjualan Benda tersebut.
117
Pasal 23
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan"menggabungkan" adalah penyatuan bagian-bagian dari
Benda tersebut. Yang dimaksud dengan"mencampur" adalah penyatuan Benda
yang sepadan dengan benda yang menjadi obyek Jaminan Fidusia.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan"benda yang tidak merupakan benda persediaan", misalnya
mesin produksi, mobil pribadi, atau rumah pribadi yang menjadi obyek Jaminan
Fidusia.
Pasal 24
Cukup jelas
Pasal 25
Ayat (1)
Sesuai dengan sifat ikutan dari Jaminan Fidusia, maka adanya Jaminan Fidusia
tergantung pada adanya piutang yang dijamin pelunasannya. Apabila piutang
tersebut hapus karena hapusnya utang atau karena pelepasan, maka dengan
sendirinya Jaminan Fidusia yang bersangkutan menjadi hapus.
Yang dimaksud dengan"hapusnya utang" antara lain karena pelunasan dan bukti
hapusnya utang berupa keterangan yang dibuat kreditor.
Ayat (2)
Dalam hal Benda yang menjadi obyek Jaminan Fidusia musnah dan Benda tersebut
diasuransikan maka klaim asuransi akan menjadi pengganti obyek Jaminan Fidusia
tersebut.
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 26
Cukup jelas
Pasal 27
Ayat (1)
118
Hak yang didahulukan dihitung sejak tanggal pendaftaran Benda yang menjadi
obyek Jaminan Fidusia pada Kantor Pendaftaran Fidusia.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Ketentuan dalam ayat ini berhubungan dengan ketentuan bahwa Jaminan Fidusia
merupakan hak agunan atas kebendaan bagi pelunasan utang. Di samping itu,
ketentuan bahwa Undang-undang tentang Kepailitan menentukan bahwa Benda
yang menjadi obyek Jaminan Fidusia berada di luar kepailitan dan atau likuidasi.
Pasal 28
Cukup jelas
Pasal 29
Cukup jelas
Pasal 30
Dalam hal Pemberi Fidusia tidak menyerahkan Benda yang menjadi obyek Jaminan
Fidusia pada waktu eksekusi dilaksanakan, Penerima Fidusia berhak mengambil
Benda yang menjadi obyek Jaminan Fidusia dan apabila perlu dapat meminta
bantuan pihak yang berwenang.
Pasal 31
Cukup jelas
Pasal 32
Cukup jelas
Pasal 33
Cukup jelas
Pasal 34
Cukup jelas
Pasal 35
119
Cukup jelas
Pasal 36
Cukup jelas
Pasal 37
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Berdasarkan ketentuan ayat ini, maka perjanjian Jaminan Fidusia yang tidak
didaftar tidak mempunyai hak yang didahulukan (preferen) baik di dalam maupun
di luar kepailitan dan atau likuidasi.
Pasal 38
Cukup jelas
Pasal 39
Cukup jelas
Pasal 40
Cukup jelas
Pasal 41
Cukup jelas
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBIK INDONESIA NOMOR 3889
Recommended