View
253
Download
30
Category
Preview:
DESCRIPTION
Laporan Praktikum Titrasi Pengendapan
Citation preview
Minanda Fachladelcada Primara240210130056
V. HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN
Titrasi pengendapan merupakan metode titrasi yang didasarkan pada
pembentukan endapan. Menurut Underwood (2002), tirasi-titrasi yang melibatkan
reaksi pengendapan tidak berjumlah banyak dalam analisis titrimetrik seperti pada
titrasi-titrasi yang merlibatkan reaksi redoks atau asam-basa. Contoh-contoh dari
titrasi pengendapan biasanya dibatasi pada pengendapan dari ion perak dengan
anion-anoin seperti halogen atau tiosianat. Salah satu alasan terbatasnya
penggunaan titrasi pengendapan adalah kurangnya indikator yang cocok. Dalam
beberapa kasus, terutama dalam titrasi dari larutan encer (konsentrasi rendah),
kecepatan reaksinya terlalu lambat. Ketika mendekati titik ekivalen dan titran
ditambahkan secara perlahan, penjenuhan dan tingkat pengendapan terjadi sangat
lambat.
Titik akhir titrasi ditandai dengan terbentuknya endapan dari garam
tersebut (misalnya AgCl). Ada tiga tipe titik akhir yang digunakan untuk titrasi
dengan AgNO3 yaitu :
1. Indikator, syarat indikator untuk titrasi pengendapan analog dengan indikator
titrasi netralisasi, yaitu:
a. Perubahan warna harus terjadi terbatas dalam range pada p-function dari
reagen /analit.
b. Perubahan warna harus terjadi dalam bagian dari kurva titrasi untuk analit.
2. Amperometri, adalah metode analisis kimia dengan menggunakan alat
pengukur arus listrik
3. Indikator kimia. Indikator kimia yang biasa dipakai adalah Phenolftalein,
metal orange, dan kertas lakmus.
Titrasi pengendapan merupakan metode volumetri yang didasarkan atas
pembentukan endapan yang sukar larut, karena pada cara ini digunakan laruan
standar AgNO3, maka disebut titrasi Argentometri (Sukarti, 2008). Argentometri
itu sendiri merupakan analisis volumetri berdasarkan atas reaksi pengendapan
dengan menggunakan larutan standar argentum atau dapat juga diartikan sebagai
cara pengendapan atau pengendapan kadar ion halida atau kadar Ag+ itu sendiri
dari reaksi terbentuknya endapan dan zat uji dengan titran AgNO3. Metode ini
Minanda Fachladelcada Primara240210130056
digunakan untuk penentuan : Halida (Cl-, Br-, I-), tiosianat (CNS-) dan sianida
(CN-).
Istilah Argentometri diturunkan dari bahasa latin Argentum, yang berarti
perak, jadi Argentometri merupakan salah satu cara untuk menentukan kadar zat
dalam suatu larutan yang dilakukan dengan titrasi berdasarkan pembentukan
endapan dengan ion Ag+, pada titrasi argentometri, zat pemeriksaan yang telah
dibubuhi indikator dicampur dengan larutan standar garam perak nitrat (AgNO3),
dengan mengukur volume larutan standar yangdigunakan sehingga seluruh ion
Ag+ dapat tepat diendapkan, kadar garam dalam larutan pemeriksaan dapat
ditentukan (Al. Underwood, 1998).
Ada tiga metode yang dikenal dalam titrasi argentometri yakni metode
Mohr, Volhard dan metode Fajans (Harjadi, 1993).
1. Metode Mohr
Metode Mohr ini digunakan untuk penentuan kadar klorida. Adapun
prinsip dari metoda ini adalah Ion klorida dititrasi dengan larutan AgNO3
dengan menggunakan K2CrO4 sebagai indikator.
2. Metode Volhard
Metode ini merupakan penentu zat warna yang mudah larut. Adapun biasa
digunakan dalam penentuan ion Cl+, Br-, dan I- dengan penambahan
larutan standar AgNO3. Indikator yang dipakai adalah Fe3+ dengan titran
NH4CNS, untuk menentralkan kadar garam perak dengan titrasi kembali
setelah ditambah larutan standar berlebih.
3. Metode Fajhans
Cara ini menggunakan indikator adsorpsi. Indikator adsorpsi adalah zat
yang dapat diserap oleh permukaan endapan dan menyebabkan timbulnya
warna.
Praktikum kali ini hanya dilakukan titrasi pengendapan (Argentometri)
dengan metode Mohr dan metode Volhard.
5.1 Metode Mohr
Titrasi pengendapan metode Mohr ini merupakan titrasi langsung dengan
menggunakan larutan standar sekunder AgNO3. Titrasi ini dilakukan dalam
Minanda Fachladelcada Primara240210130056
suasana netral. AgNO3 sebelum digunakan sebagai larutan baku sekunder harus
distandarisasi dulu terhadap zat baku primer KCl. Indikator yang digunakan
adalah K2CrO4. Menurut Underwood (2002), pada titrasi ini kemunculan awal
endapan perak kromat berwarna kemerah-merahan diambil sebagai titik akhir
titrasi. Perak kromat lebih mudah larut (sekitar 8,4 x 10-5 mol/liter) dari pada
perak klorida (sekitar 1 x 10-5 mol/liter), jika ion-ion perak ditambahkan kedalam
suatu larutan yang mengandung ion klorida dengan konsentrasi besar dan ion
kromat dengan konsentrasi kecil, maka perak klorida akan mengendap terlebih
dahulu sedangkan perak kromat tidak terbentuk sebelum konsentrasi ion perak
meningkat sampai konsentrasi yang cukup besar untuk melebihi Ksp dari perak
kromat.
Ag+ akan bereaksi dengan Cl- pada awal titrasi membentuk endapan putih
AgCl, setelah Cl- habis bereaksi dengan Ag+ maka kelebihan Ag+ akan bereaksi
dengan CrO42- membentuk endapan merah Ag2CrO4 yang dijadikan sebagai
indikasi selesainya titrasi (titik akhir). Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut:
AgNO3 (aq) + KCl(aq) → AgCl(s) + KNO3 (aq)
2 AgNO3 (aq) + K2CrO4 (aq) → Ag2CrO4 (s) + 2 KNO3 (aq)
Hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan titrasi metode Mohr adalah
titrasi dilakukan dengan kondisi larutan netral atau sedikit basa. Ion kromat adalah
basa konjugasi dari asam kromat, oleh sebab itu jika titrasi dilakukan dalam
suasana pH asam maka ion kromat akan berubah menjadi ion dikromat sehingga
TA akan sulit di amati. Bila konsentrasi ion CrO42- < 0,01 M maka titik akhir
titrasi akan terlambat (melampaui titik ekivalensi).
2CrO42- + 2 H+ ↔ 2HCrO4
-↔ Cr2O72- + H2O
Endapan peroksida yang berwarna kecoklatan akan terbentuk pada pH
basa, hal ini akan menghalangi pengamatan titik akhir titrasi. Analit yang bersifat
asam dapat dinetralkan dengan penambahan MgO agar pH nya berada pada
kisaran pH netral. Dalam suasana basa akan terbentuk endapan peroksida.
2Ag+ + OH- 2AgOH AgO2coklat + H2O
A. Standarisasi AgNO3 dengan KCl (Cara Mohr)
Metode yang digunakan pada standarisasi AgNO3 dengan KCl adalah
Minanda Fachladelcada Primara240210130056
metode Mohr dengan indikator K2CrO4. Penambahan indikator ini akan
menjadikan warna larutan menjadi merah. Titrasi dilakukan hingga mencapai titik
ekuivalen. Titik ekuivalen ditandai dengan berubahnya warna larutan menjadi
merah bata dan munculnya endapan putih secara permanen, pada percobaan ini
AgNO3 akan ditentukan berapa konsentrasinya. Dipilih indikator K2CrO4 karena
suasana sistem pada percobaan Mohr itu cenderung netral, sedangkan dalam
suasana basa, ion Ag+ akan bereaksi dengan OH- dari basa dan membentuk
endapan Ag(OH) dan selanjutnya teroksidasi menjadi H2O. Hasil reaksi ini berupa
endapan AgCl, Ag+ dan AgNO3 dengan Cl- dari KCl akan bereaksi membentuk
endapan AgCl yang berwarna putih. Setelah ion Cl- dalam KCl telah bereaksi
semua, maka ion Ag+ akan bereaksi dengan ion CrO42- dari K2CrO4 (indikator)
yang ditandai dengan perubahan warna, dari kuning menjadi merah bata, saat
itulah adalah saat AgNO3 tepat habis bereaksi dengan NaCl. Keadaan tersebut
dinamakan titik ekuivalen dimana jumlah mol grek AgNO3 sama dengan jumlah
mol grek KCl. Pemilihan indikator dilihat juga dari kelarutan. Ion Cl- lebih dulu
bereaksi pada ion CrO42-, kemungkinan karena perbedaan keelektronegatifan Ag+
dan Cl- lebih besar dibandingkan Ag+ dan CrO42-, jika membandingkan hasil kali
kelarutan AgCl dan Ag2CrO4, maka AgCl akan mengendap terlabih dulu karena
kelarutan AgCl lebih besar dibandingkan dengan Ag2CrO4.
Ksp AgCl = 1,8 x 10-10
Ksp Ag2CrO4 = 1,9 x 10-12
Hasil pengamatan dari standarisasi AgNO3 terhadap KCl dapat dilihat
pada Tabel 1.
Tabel 1. Hasil Pengamatan Standarisasi AgNO3 terhadap KCl
V KCl N KCl V AgNO3 N AgNO3
10 mL 0,1003 N 10 mL 0,1003 N
10 mL 0,1003 N 9,9 mL 0,1013 N
Rata-rata 0,1008 N
Sumber : Dokumentasi pribadi (2014)
Berdasarkan hasil pengamatan pada Tabel 1, volume yang diperoleh
adalah 10 mL dan 9,9 mL, sehingga dengan menggunakan rumus:
V1 x N1 = V2 x N 2
Minanda Fachladelcada Primara240210130056
Hasil rata-rata normalitas dari standarisasi AgNO3 dengan KCl yaitu
0,1008 N.
B. Penentuan Kadar NaCl Dalam Sampel (Cara Mohr)
Konsentrasi NaCl pada sampel ini akan ditentukan dengan metode Mohr.
Pertama-tama sampel padat digerus hingga halus dengan menggunakan mortar.
Penghalusan ini bertujuan untuk memudahkan pelarutan sampel. Sampel yang
telah halus lalu ditimbang sebanyak 2,5 gram dan dilarutkan dengan aquadest
kedalam labu ukur 100 ml. Labu ukur digunakan karena ketelitiannya yang tinggi
(± 0,10 ml) sehingga hasil analisis akan lebih akurat. Larutan sampel kemudian
disaring menggunakan kertas saring untuk mendapatkan filtratnya. Penyaringan
bertujuan untuk mendapatkan supernatan (filtrat) yang jernih, karena apabila
larutan sampel tidak disaring maka titik akhir titrasi sulit untuk diamati karena
larutan sampel sangat keruh. Filtrat yang didapat dipipet dan dimasukkan ke
erlenmeyer sebanyak 10 ml sedangkan untuk sampel pocari sweat dipipet
langsung 25 ml sampel dan dimasukkan ke dalan Erlenmeyer, lalu ketiga sampel
ditambahkan 0,5 ml indikator K2CrO4 5% kemudian dititrasi dengan AgNO3 0,1 N
sampai TA yaitu terbentuk endapan merah,
Percobaan ini adalah untuk menentukan kadar NaCl dari berat sampel 2,5
gram telur asin dan ikan asin dengan rumus :
% NaCl = N AgNO 3 xV AgNO 3 x V labu
V pipetx BE NaCl
Berat sampelx100 %
sedangkan untuk menentukan kadar Cl dari volume sampel 25 ml pocari sweat
dengan rumus :
% Cl = N AgNO 3 xV AgNO 3 x BE Cl
V sampelx100 %
Hasil pengamatan penentuan kadar NaCl menggunakan metode Mohr dapat
dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Hasil Pengamatan Penentuan Kadar NaCl
Kel. Sampel V AgNO3 N AgNO3 Berat Sampel % Kadar NaCl
10 Telur Asin 1,2 ml 0,1008 N 2,5392 g 2,784 %
6 Telur Asin 1 ml 0,1008 N 2,5392 g 2,319 %
Minanda Fachladelcada Primara240210130056
8 Ikan Asin 10,2 ml 0,1008 N 2,5192 g 23,85 %
9 Ikan Asin 9,3 ml 0,1008 N 2,5192 g 21,74 %
7 Pocari sweat 13,1 ml 0,1008 N 25 ml 0,18724 %
Sumber : Dokumentasi pribadi (2014)
Berdasarkan hasil pengamatan pada Tabel 2, dapat diperoleh rata-rata dari
kadar NaCl dalam 2,5 gram telur asin adalah 2,5515%.
Rata-rata dari kadar NaCl dalam 2,5 gram ikan asin adalah 22,795%,
jumlah ini melebihi Standar Nasional Indonesia yaitu 10-20%. Rata-rata kadar
garam untuk sampel udang rebon adalah 19,86%, kadar ini melewati batas kadar
garam yang diperbolehkan oleh SNI yaitu maksimal 20%.
Kadar Cl dalam 25 ml pocari sweat adalah 0,18724%, jumlah ini melebihi
kadar Cl yang tertera pada kemasan yaitu 0,0567%.
5.2 Metode Volhard
Titrasi pengendapan metode volhard ini merupakan jenis titrasi kembali,
karena zat yang akan ditentukan konsentrasinya direaksikan dengan AgNO3
berlebih dan sisa AgNO3 yang tidak bereaksi dititrasi oleh larutan baku sekunder.
Larutan baku sekunder yang digunakan adalah amonium tiosianat (NH4CNS).
Amonium tiosianat sebelum digunakan harus distandarisasi terlebih dahulu
terhadap AgNO3 standar. Indikator yang digunakan adalah Fe3+ (dari Ferro
Amonium Sulfat), jadi pada awal titrasi Ag+ akan berakasi dengan SCN-
membentuk endapan putih AgSCN, setelah Cl- habis bereaksi dengan Ag+ maka
kelebihan Ag+ akan bereaksi dengan Fe3+ membentuk larutan berwarna merah
Fe(SCN)3 yang dijadikan sebagai indikasi selesainya titrasi (titik akhir). Reaksi
yang terjadi adalah sebagai berikut:
AgNO3 (aq) + NH4CNS (aq) → AgSCN(s) (endapan putih) + NH4NO3 (aq)
3 NH4CNS (aq) + Fe3+ (aq) → Fe(SCN)3 (aq) (larutan merah) + 3 NH4+
(aq)
Hal yang harus diperhatikan dalam titrasi metode volhard yaitu titrasi
dilakukan pada suasan asam, karena pada suasana basa ion Fe3+ akan mengendap
menjadi Fe(OH)3 yang berwarna coklat. Endapan coklat tersebut akan
mengganggu pengamatan saat titik akhir titrasi. Menurut Indigomorie (2009),
keadaan larutan yang harus asam sebagai syarat titrasi Volhard merupakan
Minanda Fachladelcada Primara240210130056
keuntungan dibandingkan dengan cara-cara lain penentuan ion halogenida karena
ion-ion karbonat, oksalat, dan arsenat tidak mengganggu sebab garamnya larut
dalam keadaan asam.
A. Standarisasi AgNO3 Terhadap NH4CNS 0,1 N (CaraVolhard)
Langkah-langkah yang dilakukan dalam praktikum standarisasi AgNO3
terhadap NH4CNS 0,1 N diantaranya memasukkan sebanyak 10 ml AgNO3 ke
dalam labu erlenmeyer kemudian 15 ml aquadest, 1 ml FAS, dan 5 ml HNO3 6N
ditambahkan ke dalam labu erlenmeyer tersebut, lalu dititrasi dengan NH4CNS 0,1
N sampai terbentuk endapan merah coklat dan dicatat volume yang digunakan lalu
dilakukan perhitungan normalitas AgNO3. Aquadest berfungsi sebagai pelarut
agar konsentrasi tidak terlalu besar, karena konsentrasi yang besar akan
menyebabkan laju reaksi yang terlalu cepat. Penambahan FAS berfungsi sebagai
indikator Fe3+ karena FAS memiliki rumus kimia (Fe(NH4)2(SO4)2), sedangkan
penambahan HNO3 6N adalah untuk membuat suasana asam, karena titrasi
pengendapan dengan cara Volhard ini harus dilakukan dalam suasana asam
apabila titrasi ini dilakukan pada suasana basa maka Fe3+ akan terhidrolisis. Hasil
pengamatan dari praktikum ini dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Hasil Pengamatan Standarisasi NH4CNS
V AgNO3 N AgNO3 V NH4CNS N NH4CNS
10 mL 0,1013 N 10,2 mL 0,0993 N
10 mL 0,1013 N 10 Ml 0,1013 N
Rata-rata 0,1003 N
Sumber : Dokumentasi pribadi (2014)
Warna larutan AgNO3 adalah bening. Penambahan aquades, indikator FAS
dan HNO3 6 N menyebabkan larutan berubah warna menjadi kuning bening,
setelah mencapai titik akhir titrasi larutan menjadi keruh dan berwarna merah
cokelat, dengan diketahuinya volume NH4CNS dan AgNO3 maka normalitas
NH4CNS pun dapat diketahui melalui persamaan V1N1=V2N2. Pada saat titrasi,
volume NH4CNS yang digunakan adalah 10,2 ml dan 10 ml, sehingga rata-rata
normalitas NH4CNS yang dihitung adalah sebesar 0,1003 N.
Minanda Fachladelcada Primara240210130056
Titrasi ini dilakukan secara tidak langsung, dimana ion halogenida (Cl-)
diendapkan oleh Ag+ berlebih dan kelebihan ion perak dititrasi oleh larutan
NH4CNS. Perak klorida lebih mudah larut dari pada perak tiosianat, dan klorida
itu cenderung melarut kembali menurut reaksi :
AgCl(S) + CNS- AgCNS(s) + Cl-
Tiosianat dapat dihabiskan oleh ion perak berlebih dan endapan perak
klorida itu sendiri, jika ini terjadi akan diperoleh hasil yang terlalu rendah, untuk
mengecilkan galat ini digunakan ion besi (III) yang konsentrasinya cukup tinggi
sehingga warna titik akhir titrasi dicapai pada konsentrasi tiosianat yang lebih
rendah, maka perak klorida yang melarut kembali lebih sedikit dan masih tedapat
konsentrasi yang cukup tinggi dari kompleks FeCNS2+ ( merah)
Campuran larutan dititrasi dengan NH4CNS. Selama titrasi, Ag(CNS)
terbentuk sedangkan titik akhir titasi tercapai bila NH4CNS yang berlebih bereaksi
dengan Fe (III) membentuk warna merah gelap (FeCNS2++). Perubahan warna
merah ini disebabkan adsorbsi pada permukaan. reaksi yang terjadi ialah:
Ag+ + CNS- AgCNS
(endapan putih)
Fe3+ + CNS- FeCNS2+
(endapan merah)
B. Penentuan Kadar NaCl Dalam Sampel (Cara Volhard)
Berdasarkan praktikum, larutan baku sekunder yang digunakan adalah
amonium tiosianat (NH4CNS), dengan indikator yang digunakan adalah Fe3+ (dari
Ferri Amonium Sulfat). Titrasi yang terjadi diawali dengan Ag+ yang akan
berakasi dengan SCN- membentuk endapan putih AgSCN, setelah Cl- habis
bereaksi dengan Ag+ maka kelebihan Ag+ akan bereaksi dengan Fe3+ membentuk
larutan berwarna merah Fe(SCN)3 yang merupakan tanda titik akhir titrasi.
Keadaan larutan harus asam sebagai syarat titrasi Volhard yang merupakan
keuntungan dibandingkan dengan cara-cara lain penentuan ion halogenida karena
ion-ion karbonat, oksalat, dan arsenat tidak mengganggu sebab garamnya larut
dalam keadaan asam (Indigomorie, 2009).
Minanda Fachladelcada Primara240210130056
Berdasarkan praktikum, dilakukan penentukan kadar NaCl pada sampel
telur asin, ikan asin, dan pocari sweat menggunakan metode Volhard. Langkah
pertama sampel padat digerus hingga halus dengan menggunakan mortar.
Penghalusan ini bertujuan untuk memudahkan pelarutan sampel. Sampel yang
telah halus lalu ditimbang sebanyak 1 gram untuk ikan asin dan 5 gram untuk
telur asin dan dilarutkan dengan aquadest kedalam labu ukur 100 ml. Labu ukur
digunakan karena ketelitiannya yang tinggi (± 0,10 ml) sehingga hasil analisis
akan lebih akurat. Larutan sampel kemudian disaring menggunakan kertas saring
untuk mendapatkan filtratnya. Penyaringan bertujuan untuk mendapatkan
supernatan (filtrat) yang jernih, karena apabila larutan sampel tidak disaring maka
titik akhir titrasi sulit untuk diamati karena larutan sampel sangat keruh. Filtrat
yang didapat dipipet dan dimasukkan ke erlenmeyer sebanyak 10 ml sedangkan
untuk sampel pocari sweat dipipet langsung 5 ml sampel dan dimasukkan ke dalan
Erlenmeyer lalu ditambahkan 10 ml AgNO3, 5 ml HNO3 untuk suasana asam, dan
20 tetes indikator Fe3+ lalu dititrasi dengan NH4CNS hingga terbentuk larutan
berwarna merah coklat. Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut:
AgNO3 (aq) + Cl- (aq) → AgCl(s) (putih) + NO3
- (aq)
AgNO3 sisa (aq) + NH4CNS (aq) → AgSCN(s) (putih) + NH4NO3 (aq)
3 NH4CNS (aq) + Fe3+ (aq) → Fe(SCN)3 (aq) (merah) + 3 NH4+
(aq)
Berdasarkan praktikum, dilakukan juga perhitungan blanko dilakukan
untuk mengetahui jumlah AgNO3 berlebih yang ditambahkan kedalam sampel
agar kadar ion Cl- dapat ditentukan, blanko dihitung tanpa adanya penambahan
sampel. Percobaan ini adalah untuk menentukan kadar NaCl dari berat sampel 2,5
gram telur asin dan ikan asin dengan rumus :
% NaCl = (V blanko−V titrasi ) x N NH 4 CNS x BE NaCl x V labu
V pipetBerat sampel
x 100 %
sedangkan untuk menentukan kadar Cl dari volume sampel 25 ml pocari sweat
dengan rumus :
% Cl = (V blanko−V titrasi ) x N NH 4CNS x BECl
V sampelx 100 %
Hasil pengamatan penentuan kadar NaCl menggunakan metode volhard dapat
dilihat pada Tabel 4.
Minanda Fachladelcada Primara240210130056
Tabel 4. Hasil Pengamatan Penentuan Kadar NaCl
Kel. Sampel V NH4CNS N NH4CNSBerat
Sampel
% Kadar
NaCl
6 Telur Asin 9,6 ml 0,1003 N 5,0290 g 0,85 %
7 Telur Asin 9,8 ml 0,1003 N 5,0290 g 0,583 %
9 Ikan Asin 8,1 ml 0,1003 N 1,0061 g 12,81 %
10 Ikan Asin 6,1 ml 0,1003 N 1,0061 g 24,5 %
8 Pocari
sweat
9,9 ml 0,1003 N 5 ml 0,0284 %
Sumber : Dokumentasi pribadi (2014)
Berdasarkan hasil pengamatan pada Tabel 4, dapat diperoleh rata-rata dari
kadar NaCl dalam 5 gram telur asin adalah 0,7165%.
Rata-rata dari kadar NaCl dalam 1 gram ikan asin adalah 18,655%, jumlah
ini masih sesuai dengan Standar Nasional Indonesia yaitu 10-20%. Rata-rata
kadar garam untuk sampel ikan asin adalah 19,86%.
Kadar Cl dalam 5 ml pocari sweat adalah 0,0284%, jumlah ini lebih
rendag dibandingkan dengan kadar Cl yang tertera pada kemasan yaitu 0,0567%.
Dalam percobaan ini masih terdapat hasil yang tidak sesuai dengan
literatur. Hal tersebut mungkin disebabkan oleh beberapa faktor antara lain:
1. Adanya perbedaan persepsi tentang perubahan warna antara teori dengan
praktikan.
2. Kekurangtelitian dalam pembuatan larutan standar ataupun larutan
ujinya.
3. Adanya kesalahan-kesalahan teknis dalam titrasi seperti volume
penetesan larutan standar terlalu berlebih.
Minanda Fachladelcada Primara240210130056
VI. KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Indikator K2CrO4 pada standarisasi AgNO3 terhadap KCl bertujuan
memberikan suasana netral.
Volume AgNO3 rata-rata yang digunakan adalah 10 ml, sehingga
normalitas AgNO3 sebesar 0,1008 N.
Titik akhir titrasi dalam penentuan kadar NaCl cara Mohr dinyatakan
dengan indikator larutan K2CrO4 yang dengan lautan Ag+ berlebih
menghasilkan endapan merah dari Ag2CrO4.
Rata-rata kadar NaCl yang terdapat dalam telur asin metode Mohr
2,5515%.
Rata-rata kadar NaCl yang terdapat dalam ikan asin metode Mohr
22,795%.
Kadar Cl yang terdapat dalam pocari sweat metode Mohr yaitu 0,18724%
melebihi kadar Cl yang tertera pada kemasan yaitu 0,0567%.
Rata-rata kadar NaCl yang terdapat dalam telur asin metode volhard
0,7165%
Rata-rata kadar NaCl yang terdapat dalam ikan asin metode volhard
18,655%.
Kadar Cl yang terdapat dalam pocari sweat metode volhar yaitu 0,0284%
lebih rendah dari kadar Cl yang tertera pada kemasan yaitu 0,0567%.
Kadar NaCl pada sampel ikan asin metode mohr melebihi batas maksimal
yang ditentukan oleh SNI sedangkan pada metode volhard masih dibawah
batas yang ditentukan oleh SNI.
Fungsi FAS pada standarisasi AgNO3 terhadap NH4CNS 0,1 N adalah
sebagai indikator.
Penambahan HNO3 pada standardisasi AgNO3 terhadap NH4CNS 0,1 N
berfungsi untuk menciptakan suasana asam agar Fe3+ tidak terhidrolisis.
Minanda Fachladelcada Primara240210130056
6.2 Saran
Praktikum berikutnya diharapkan praktikan memahami prosedur
praktikum agar praktikum berjalan lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA
Harjadi, W. 1993. Ilmu Kimia Analitik Dasar. PT. Gramedia Pustaka. Jakarta.
Indigomorie. 2009. Argentometri Metode Mohr. Available online at http://kimiaanalisa.web.id. (diakses tanggal 6 Oktober 2014)
JR, R.A. Day & A.L. Underwood. 1998. Analisis Kimia Kuantitatif Edisi keenam, Penerjemah : Dr. Ir. Iis Sopyan, M.Eng. Penerbit Erlangga, Jakarta.
Sukarti, Tati. 2008. Pengantar Lengkap Analisa Kimia Bahan Kimia Analitik. Widya Padjadjaran: Bandung.
Recommended