View
24
Download
6
Category
Preview:
DESCRIPTION
-
Citation preview
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Beton
Nama asing dari beton adalah concrete, diambil dari gabungan prefiks bahasa
Latin com, yang artinya bersama-sama, dan crescere (tumbuh), yang maksudnya
kekuatan yang tumbuh karena adanya campuran zat tertentu. Beton pada
umumnya merupakan campuran dari tiga komponen, yaitu bahan yang mengikat
seperti kapur atau semen, agregat, dan air. Jika diperlukan, bahan tambah
(admixture atau additive) dapat ditambahkan untuk mengubah sifat-sifat tertentu
dari beton. Dalam campuran beton, air dan semen membentuk perekat atau
matriks yang mana sebagai tambahan mengisi kekosongan agregat halus, melapisi
permukaan agregat halus dan kasar, dan mengikat mereka bersama-sama.
Menurut Tri Mulyono pada umumnya, beton mengandung rongga udara
sekitar 1% - 2%, pasta semen (semen dan air) sekitar 25% - 40%, dan agregat
(agregat halus dan agregat kasar) sekitar 60% - 75%. Untuk mendapatkan
kekuatan yang baik, sifat dan karakteristik dari masing-masing bahan penyusun
tersebut perlu dipelajari sehingga menghasilkan beton yang cukup mudah
dikerjakan, memenuhi kuat tekan rencana setelah mengeras, dan ekonomis.
Kekuatan beton terbentuk akibat terikatnya partikel-partikel agregat kasar dan
halus oleh pasta semen yang berjalan secara gradual dan berkelanjutan. Kekuatan
beton akan semakin bertambah seiring dengan bertambahnya umur. Berdasarkan
standar, karakteristik kuat tekan beton ditentukan ketika beton telah berumur 28
hari (Sumarno, 2010). Sifat beton yang meliputi : mudah diaduk, di salurkan, di
cor, di padatkan dan diselesaikan, tanpa menimbulkan pemisahan bahan susunan
adukan dan mutu beton yang disyaratkan oleh konstruksi tetap dipenuhi.
Beton normal diklasifikasikan menjadi dua golongan, yaitu beton normal dan
beton ringan. Beton normal tergolong beton yang memiliki densitas sekitar 2,2 –
2,4 gr/cm3 dan kekuatannya tergantung pada komposisi campuran beton (mix
design). Sedangkan untuk beton ringan memiliki densitas < 1,6 gr/cm3, begitu
7
juga dengan kekuatannya sangat bervariasi dan sesuai dengan penggunaan dan
pencampuran bahan bakunya.
2.2 Beton Ringan (Lightweight Concrete)
Beton ringan adalah salah satu jenis beton normal yang memiliki berat jenis
(density) lebih ringan daripada beton pada umumnya. Tujuan penggunaan beton
ringan adalah untuk mengurangi berat sendiri dari struktur sehingga komponen
struktur pendukungnya seperti pondasinya akan menjadi lebih hemat. Beton
ringan dapat dibuat dengan berbagai cara, antara lain dengan menggunakan
agregat ringan (fly ash, batu apung, kulit kerang dll), campuran antara semen,
silika, pozolan, atau semen dengan cairan kimia penghasil gelembung udara.
Agregat yang digunakan untuk memproduksi beton ringan merupakan agregat
ringan juga. Berat jenis beton dengan agregat ringan yang kering udara sangat
bervariasi, tergantung pada pemilihan agregatnya , apakah pasir alam atau agregat
pecah yang ringan halus yang dipergunakan. Terminolog ASTM C.125
mendefenisikan bahwa agregat ringan adalah agregat yang digunakan untuk
menghasilkan beton ringan, meliputi batu apung, scoria, vulkanik cinder, tuff,
expanded, atau hasil pembakaran lempung, shale, slte, shele, perlit, atau slag atau
hasil batubara dan hasil residu pembakarannya (Mulyono, 2004).
Table 2.1 Komposisi bahan pembentuk beton
Nama Bahan Jumlah (%)
Agregat kasar dan halus 60 - 80
Semen 7 - 15
Air 14 – 21
Udara 1 – 8
Sumber: Murdock L.J., Brook. K.M., 1999
Pada umumnya beton ringan berkisar antara 600 – 1600 kg/m³. Karena itu
keunggulan beton ringan utamanya ada pada berat, sehingga apabila digunakan
pada proyek bangunan tinggi (high rise building) akan dapat secara signifikan
mengurangi berat sendiri bangunan, yang selanjutnya berdampak kepada
perhitungan pondasi. Teknologi bahan bangunan berkembang terus, salah satunya
8
beton ringan aerasi (Aerated Lightweigt Concrete) atau sering disebut juga (Auto
Aerated Concrete).
Keuntungan dari beton ringan antara lain : memiliki nilai tahanan panas
(thermal insulator) yang baik, memiliki tahanan suara (peredam) yang baik, tahan
api (fire resistant). Sedangkan kelemahan beton ringan adalah nilai kuat tekannya
(compressive strength) lebih kecil dibanding dengan beton normal sehingga tidak
dianjurkan penggunaannya untuk structural (Sumarno, 2010). Dari berbagai
kelebihan maupun kelemahan dari beton ringan maka beton ringan dapat di
aplikasi/digunakan pada beberapa bagaian seperti : dinding, Cladding, ornamen
bangunan maupun material pengisi dan bentuk beton ringan juga banyak
diaplikasi dalam pelbagai proyek dalam bentuk: blok/bata, panel, bentuk khusus.
Gambar 2.1 Beton Ringan dalam bentuk blok/bata
Beton Ringan (Lightweight Concrete), ada beberapa metode yang dapat
digunakan untuk mengurangi berat jenis beton atau membuat beton lebih ringan
antara lain adalah sebagai berikut (Tjokrodimuljono, 1995):
1. Dengan membuat gelembung-gelembung gas/udara dalam adukan semen
sehingga terjadi banyak pori-pori udara di dalam betonnya. Salah satu cara
yang dapat dilakukan adalah dengan menambah bubuk alumunium
kedalam campuran adukan beton.
2. Dengan menggunakan agregat ringan, misalnya tanah liat bakar, batu
apung atau agregat buatan sehingga beton yang dihasilkan akan lebih
ringan dari pada beton biasa.
9
3. Dengan cara membuat beton tanpa menggunakan butir-butir agregat halus
atau pasir yang disebut beton non pasir.
Menurut Tjokrodimuljo secara garis besar pembagian penggunaan beton
ringan dapat dibagi tiga yaitu:
1. Untuk non struktur dengan nilai massa jenis antara 240 – 800 kg/m3dan
kuat tekan dengan nilai 0,35 – 7 MPa digunakan untuk dinding pemisah
atau dinding isolasi.
2. Untuk struktur ringan dengan nilai massa jenis antara 800 – 1400 kg/m3
dan kuat tekan dengan nilai 7 – 17 MPa digunakan untuk dinding memikul
beban.
3. Untuk struktur dengan nilai massa jenis antara 1400 – 1800 kg/m3dan kuat
tekan > 17 MPa digunakan sebagai beton normal.
Menurut Dobrowolski dikutip dari Nely Wahyuni pembagian beton
menurut penggunaan dan persyaratannya dibagi atas:
1. Beton dengan berat jenis rendah (Low-Density Concretes) dengan nilai
massa jenis 240 – 800 kg/m3 dan nilai kuat tekan 0,35 – 6,9 MPa.
2. Beton dengan kekuatan menengah (Moderate-Trength Lighweight
Concretes) dengan nilai densitas 800 – 1440 kg/m3 dan nilai kuat tekan 6,9
– 17,3 MPa.
3. Beton ringan struktur (Structural Lighweight Concrete) dengan nilai
densitas 1440 - 1900 kg/m3 dan nilai kuat tekan > 17,3 MPa.
Menurut Neville and Brooks dikutip dari Nely Wahyuni pembagian beton
menurut penggunaan dan persyaratannya dibagi atas:
1. Beton ringan struktur (Structural Lighweight Concretes) dengan nilai
densitas 1400 - 1800 kg/m3 dan nilai kuat tekan > 17 MPa.
2. Beton ringan untuk pasangan batu (Masonry Concretes) dengan nilai
densitas 500 - 800 kg/m3 dan nilai kuat tekan 7 – 14 MPa.
3. Beton ringan untuk penahan panas (Insulating Concretes) dengan nilai
densitas < 800 kg/m3 dan nilai kuat tekan 0,7 – 7 MPa.
Beberapa penelitian yang pernah dilakukan oleh beberapa peneliti tentang
pembuatan beton ringan dengan memanfaatkan limbah atau agregat – agregat
10
ringan yang telah diketahui komposisinya terlebih dahulu sebagai bahan penyusun
beton ringan tersebut adalah untuk mengetahui seberapa besar kekuatan yang
diperoleh dari agregat yang digunakan. Beberapa penelitian terdahulu mengenai
pemanfaatan fly ash, kulit kerang dan batu apung dapat dilihat pada tabel di
bawah ini .
Tabel 2.2 Penelitian tentang beton
Peneliti Zulfikar
Syaram
Sumarno D.Tripriyo, G.P.
Raka dan Tavio
S.
Subasi
Semen √ √ √ √
Pasir √ √ √ √
Fly ash - √ √ √
Kulit kerang - √ - -
Batu apung √
(dihaluskan)
- √ (bentuk
kerikil)
-
Limbah beton - √ - -
Tanah liat - - - √
Kompisisi
Terbaik
10 % batu
apung
2 % kulit
kerang dan fly
ash
16 % batu
apung
4 % fly ash
2 %
Kuat tekan (MPa) 11,70 23,20 35,69 23,72
Massa jenis
(kg/m3)
1780 1760 1850 1540
Daya serap air
(%)
9,30 8,74 - 12,50
2.3 Semen
Semen adalah suatu bahan yang memiliki sifat adhesive dan kohesif yang
memungkinkan melekatnya fragmen-fragmen mineral menjadi suatu massa yang
padat. Dalam pengertian umum, semen adalah suatu binder, suatu zat yang dapat
menetapkan dan mengeraskan dengan bebas, dan dapat mengikat material lain.
Walaupun komposisi semen dalam beton hanya sekitar 10%, namun karena
11
fungsinya sebagai bahan pengikat maka peranan semen menjadi penting
(Mulyono, 2004). Semen dapat dibedakan menjadi semen non hidrolik dan
hidrolik . Semen non hidrolik tidak dapat mengikat dan mengeras di dalam air,
akan tetapi dapat mengeras di udara. Contoh utama dari semen non hidrolik
adalah kapur. Sedangkan semen hidrolik mempunyai kemampuan untuk mengikat
dan mengeras di dalam air. Contoh semen hidrolik antara lain kapur hidrolik,
semen penzzolan, semen terak, semen alam, semen portland, semen Portland
ponzzoland, semen Portland terak tanur tinggi, semen alumina dan semen
expansif (Mulyono, 2004). Semen hidrolik terutama terdiri dari silikat (silicate)
dan lime yang terbuat dari kapur dan tanah liat (batu tulis) yang digerinda, di
campur, di bakar dalam pembakaran kapur (klin), dan kemudian dihancurkan
menjadi tepung. Semen semacam ini secara kimia dicampur dengan air
(hydration) untuk membentuk massa yang mengeras.
Fungsi utama semen sebagai bahan perekat untuk mengikat butir-butir agregat
sehingga membentuk suatu massa yang padat dan mengisi rongga udara di antara
butir-butir agregat sehingga banyak digunakan pada pembangunan di sektor
konstruksi sipil. Bahan dasar pembentuk semen adalah :
3CaO.SiO2 (tricalcium silikat) disingkat C3S (58%-69%)
2CaO.SiO2 (dicalcium silikat) disingkat C2S (8%-15%)
3CaO.Al2O3 (tricalcium aluminate) disingkat C3A (2%-15%)
4CaO.Al2O3.Fe2O3 (tetracalcium alummoferrit) disingkat C4AF (6%-14%)
C3S dan C2S merupakan senyawa yang membuat sifat-sifat perekat, C3A adalah
senyawa yang paling reaktif, sedangkan C4F berfungsi sebagai katalisator yang
menurunkan temperature pembakaran dalam pembentukan calcium silikat.
Jenis semen yang digunakan dalam pembuatan beton ringan ini adalah semen
Portland. Pengaruh dari semen pada kekuatan beton ringan untuk suatu
perbandingan bahan-bahan ditentukan oleh kehalusan butiran-butiran dan
komposisi kimianya melalui hydrasi untuk mengikat dan menyatukan agregat
menjadi padat.
Semen Portland (sering disebut sebagai OPC, singkatan dari Ordinary
Portland Cement) adalah jenis yang paling umum dari semen yang digunakan
12
secara umum di seluruh dunia karena merupakan bahan dasar beton , mortar ,
plester . Semen Portland adalah material yang mengandung paling tidak 75%
kalsium silikat (3CaO.SiO2 dan 2CaO.SiO2), sisanya tidak kurang dari 5% berupa
Al silikat, Al ferit silikat, dan MgO.Rasio CaO untuk SiO2 tidak boleh kurang dari
2,0.
Jenis semen yang beredar di pasaran meliputi semen Portland Putih, semen
Portland mengacu pada SNI 15-2049-2004, semen Portland Komposit mengacu
pada SNI 15-7064-2004 dan semen Portland Pozolan mengacu pada SNI 15-0302-
2004 (Mulyono, 2004). Standar Nasional Indonesia membagi semen Portland
menjadi 5 jenis (Hidayat, 2002) yaitu:
1. Jenis I, yaitu semen Portland untuk penggunaan umum yang tidak
memerlukan persyaratan-persyaratan khusus.
2. Jenis II, yaitu semen Portland yang penggunaannya memerlukan
ketahanan terhadap sulfat atau kalor hidrasi sedang.
3. Jenis III, semen porland yang dalam penggunaannya memerlukan
kekuatan tinggi pada tahap permulaan setelah pengikatan terjadi.
4. Jenis IV, semen porland yang dalam penggunaannya memerlukan kalor
hidrasi rendah.
5. Jenis V, Semen porland yang dalam penggunaannya memerlukan
ketahanan tinggi terhadap sulfat.
Berdasarkan prosentase kandungan penyusunnya, semen Portland terdiri dari 5
tipe yaitu :
1. Semen Portland tipe I
Adalah perekat hidrolis yang dihasilkan dengan cara menggiling klinker
yang kandungan utamanya kalsium silikat dan digiling bersama-sama
dengan bahan tambahan berupa satu atau lebih bentuk kristal senyawa
kalsium sulfat. Komposisi senyawa yang terdapat pada tipe ini adalah:
55% (C3S); 19% (C2S); 10% (C3A); 7% (C4AF); 2,8% MgO; 2,9% (SO3);
1,0% hilang dalam pembakaran, dan 1,0% bebas CaO.
13
2. Semen Portland tipe II
Dipakai untuk keperluan konstruksi umum yang tidak memerlukan
persyaratan khusus terhadap panas hidrasi dan kekuatan tekan awal, dan
dapat digunakan untuk bangunan rumah pemukiman, gedung-gedung
bertingkat dan lain-lain. Komposisi senyawa yang terdapat pada tipe ini
adalah:
51% (C3S); 24% (C2S); 6% (C3A); 11% (C4AF); 2,9% MgO; 2,5% (SO3);
0,8% hilang dalam pembakaran, dan 1,0% bebas CaO.
3. Semen Portland tipe III
Dipakai untuk konstruksi bangunan dari beton massa (tebal) yang
memerlukan ketahanan sulfat dan panas hidrasi sedang, misal bangunan
dipinggir laut, bangunan bekas tanah rawa, saluran irigasi , dam-dam.
Komposisi senyawa yang terdapat pada tipe ini adalah:
57% (C3S); 19% (C2S); 10% (C3A); 7% (C4AF); 3,0% MgO; 3,1% (SO3);
0,9% hilang dalam pembakaran, dan 1,3% bebas CaO.
4. Semen Portland tipe IV
Dipakai untuk konstruksi bangunan yang memerlukan kekuatan tekan
tinggi pada fase permulaan setelah pengikatan terjadi, misal untuk
pembuatan jalan beton, bangunan-bangunan bertingkat, bangunan-
bangunan dalam air. Komposisi senyawa yang terdapat pada tipe ini
adalah:
28% (C3S); 49% (C2S); 4% (C3A); 12% (C4AF); 1,8% MgO; 1,9% (SO3);
0,9% hilang dalam pembakaran, dan 0,8% bebas CaO.
5. Semen Portland tipe V
Dipakai untuk instalasi pengolahan limbah pabrik, konstruksi dalam air,
jembatan, terowongan, pelabuhan dan pembangkit tenaga nuklir.
Komposisi senyawa yang terdapat pada tipe ini adalah:
38% (C3S); 43% (C2S); 4% (C3A); 9% (C4AF); 1,9% MgO; 1,8% (SO3);
0,9% hilang dalam pembakaran, dan 0,8% bebas CaO.
14
2.4 Air
Air sebagai bahan pencampur semen berperan sebagai bahan perekat. Peranan
air sebagai bahan perekat terjadi melalui reaksi hidrasi, yaitu semen dan air akan
membentuk pasta semen dan mengikat fragmen-fragmen agregat.
Faktor air semen adalah perbandingan antara berat air dan berat semen dalam
campuran adukan. Kekuatan dan kemudahan pengerjaan (workability) campuran
adukan beton ringan sangat dipengaruhi oleh jumlah air campuran yang dipakai.
Untuk suatu perbandingan campuran beton ringan tertentu diperlukan jumlah air
yang tertentu pula.
Pada dasarnya semen memerlukan jumlah air sebesar 32% berat semen untuk
bereaksi secara sempurna, akan tetapi apabila kurang dari 40 % berat semen maka
reaksi kimia tidak selesai dengan sempurna. Apabila kondisi seperti ini
dipaksakan akan mengakibatkan kekuatan beton ringan berkurang. Jadi air yang
dibutuhkan untuk bereaksi dengan semen dan untuk memudahkan pembuatan
beton ringan maka nilai f.a.s. pada pembuatan dibuat pada batas kondisi adukan
lengas tanah, karena dalam kondisi ini adukan dapat dipadatkan secara optimal.
Nilai f.a.s. diasumsikan berkisar antara 0,3 sampai 0,6 atau disesuaikan dengan
kondisi adukan agar mudah dikerjakan
Kekuatan beton sangat dipengaruhi oleh perbandingan jumlah air terhadap
semen, factor air semen (FAS) atau (w/c – ratio). Secara teori, reaksi hidrasi yang
sempurna akan terjadi bila w/c = 0,4, artinya secara ideal semen akan habis
bereaksi dengan air pada perbandingan tersebut. Nilai FAS untuk campuran beton
secara umum antara 0,25 – 0,65 (Mulyono, 2004).
Kontaminan yang terkandung dalam air dalam jumlah yang melebihi batas
dapat menyebabkan reaksi hidrasi antara semen dan air tidak sempurna. Kadar
kontaminan ion Sulfat melebihi batas, dapat mengakibatkan deteriosasi beton
(kerusakan beton), sedangkan ion klorida akan mengakibatkan korosi pada beton
bertulang pada beton dalam kurun waktu tertentu. Air yang dapat diminum
memenuhi persyaratan teknis untuk digunakan sebagai air pencampur.
15
2.5 Agregat
Agregat adalah bahan pengisi yang berfungsi sebagai penguat. Agregrat
menempati 60% - 80 % volume beton, sehingga karakteristik agregat akan
menentukan kualitas beton. Ditinjau dari aspek ekonomis, agregat dalam satuan
berat yang sama jauh lebih murah dari pada semen. Agregat merupakan bahan
yang bersifat kaku dan memiliki stabilitas volume dan durabilitas yang baik
daripada semen (Sumarno, 2010)
2.5.1 Klasifikasi Agregat
a. Dari Segi Proses Pengolahannya
Agregat dapat diklasifikasikan ke dalam :
Agregat Alam
Agregat yang dapat dipergunakan sebagaimana bentuknya di alam atau
dengan sedikit proses pengolahan. Agregat ini terbentuk melalui proses erosi dan
degradasi. Bentuk partikel dari agregat alam ditentukan proses pembentukannya.
Agregat melalui proses pengolahan
Digunung-gunung atau dibukit-bukit, dan sungai-sungai sering ditemui
agregat yang masih berbentuk batu gunung, dan ukuran yang besar-besar sehingga
diperlukan proses pengolahan terlebih dahulu sebelum dapat digunakan sebagai
agregat konstruksi jalan.
Agregat Buatan
Agregat yang merupakan mineral filler/pengisi (partikel dengan ukuran <
0,075 mm), diperoleh dari hasil sampingan pabrik-pabrik semen atau mesin
pemecah batu.
b. Dari Segi Ukuran
Menurut ukuran agregat diklasifikasikan sebagai :
Agregat Kasar
Agregat tertahan ayakan 4,75 mm diidentifikasi sebagai kasar. Agregat ini
biasanya diperoleh dengan disintegrasi alami atau buatan dengan menghancurkan
16
batuan. Ukuran maksimum agregat bisa 80 mm. Ukuran diatur oleh ketebalan
bagian, jarak tulangan, pencampuran,metode penanganan dan penempatan.
Agregat Bergradasi
Agregat yang sebagian besar melewati ukuran tertentu dari saringan dikenal
sebagai agregat bergradasi. Misalnya, agregat bergradasi ukuran nominal 20 mm
berarti sebagian agregat yang lolos ayakan 20 mm.
Agregat Halus
Agregat melewati saringan 4,75 mm didefinisikan sebagai halus. Ukuran
terkecil agregat halus (pasir) adalah 0,06 mm. Tergantung pada ukuran partikel,
agregat halus digambarkan sebagai pasir halus, menengah dan kasar.
c. Dari Segi Bentuk
Agregat diklasifikasikan sebagai bulat, tidak teratur, sudut, dan keripik.
Agregat Bulat
Agregat ini terbentuk karena terjadinya pengikisan oleh air atau
keseluruhannya terbentuk karena penggeseran. Beton yang dihasilkan dari agregat
inikurang cocok untuk struktur yang menekankan pada kekuatan, karena ikatan
antar agregat kurang kuat.
Agregat Tidak Teratur
Rongga udara pada agregat ini lebih tinggi, sekitar 35%-38%, sehingga
membutuhakan banyak pasta semen agar mudah dikerjakan. Karena
ketidakteraturan bentuk mereka mengembangkan ikatan yang baik dan cocok
untuk membuat beton biasa.
Agregat Bersudut
Rongga udara pada agregat ini berkisar antara 35%-40% sehingga
membutuhkan lebih banyak lagi pasta semen agar mudah di kerjakan. Agregat
sudut memberikan ikatan yang sangat baik dibandingkan dengan dua agregat
sebelumnya, paling cocok digunakan untuk beton mutu tinggi dan trotoar, dengan
persyaratan pasta semen relatif lebih.
17
Agregat Panjang
Agregat jenis ini akan berpengaruh buruk pada mutu beton yang akan
dibuat. Agregat jenis ini cenderung berada di rata-rata air sehingga akan terdapat
rongga dibawahnya. Kekuatan tekan dari beton yang menggunakan agregat ini
buruk.
2.6 Batu Apung (Pumice)
Batu apung adalah salah satu jenis agregat yang berasal dari alam, biasanya
berasal dari muntahan lahar panas gunung berapi. Kemudian dilanjutkan proses
pendinginan secara alami dan terendapkan di dalam lapisan tanah selama
bertahun-tahun. Batu apung adalah batuan alam yang berwarna terang,
mengandung buih yang terbuat dari gelembung berdinding gelas, dan biasanya
disebut juga sebagai batuan gelas vulkanik silikat.
Gambar 2.2 Batu Apung Gambar 2.3 Permukaan Batu Apung
Batu apung memiliki densitas yang sangat kecil (< 1 g/cm3). Sifat-sifat yang
dimiliki oleh batu apung antara lain: densitas 9,8 g/cm3, daya serap air 21 %, dan
kuat tekan 30 MPa . Adapun kandungan komposisi kimia yang terdapat dalam
batu apung diperlihatkan pada Tabel 2.3. Batu apung dapat digunakan sebagai
bahan baku utama untuk pembuatan beton ringan, kerena mempunyai porositas
tinggi, densitas rendah, isothermal tinggi, dan tahan terhadap goncangan gempa
(Juwairiah, 2009).
18
Tabel 2.3 Komposisi kimia batu apung
Komposisi % Berat
SiO2 59,0
Al2O3 16,60
Fe2O3 4,80
CaO 1,80
Na2O 5,2
K2O 5,40
MgO 1,80
LOI 1,60
Sumber: Juwairiah, 2009
2.7 Pasir
Batu pasir (sandstone) adalah batuan endapan yang terutama terdiri dari
mineral berukuran pasir atau butiran batuan. Sebagian besar batu pasir terbentuk
oleh kuarsa atau feldspar karena mineral-mineral tersebut paling banyak terdapat
di kulit bumi. Komposisi pasir sangat bervariasi, tergantung pada sumber-sumber
batu dan kondisi setempat. Seperti halnya pasir, batu pasir dapat memiliki
berbagai jenis warna, dengan warna umum adalah coklat muda, coklat, kuning,
merah, abu-abu dan putih. Karena lapisan batu pasir sering kali membentuk
karang atau bentukan topografis tinggi lainnya, warna tertentu batu pasir dapat
dapat diidentikkan dengan daerah tertentu.
Batu pasir tahan terhadap cuaca tapi mudah untuk dibentuk. Hal ini membuat
jenis batuan ini merupakan bahan umum untuk bangunan dan jalan. Karena
kekerasan dan kesamaan ukuran butirannya, batu pasir menjadi bahan yang sangat
baik untuk dibuat menjadi batu asah (grindstone) yang digunakan untuk
menajamkan pisau dan berbagai kegunaan lainnya.
Butiran pasir yang halus ditambah semen akan mengisi rongga butiran yang
halus sehingga diperoleh hasil yang baik. Tetapi jika butiran pasir kasar, hasilnya
akan kurang memuaskan karena rongga antara butiran cukup lebar sehingga
tegangan tidak dapat menyebar secara merata (Syaram, 2010).
19
2.8 Fly Ash
Abu terbang (fly ash) batubara adalah bahan yang berbutir halus yang bersifat
Apozzolanic yang merupakan bahan alami atau buatan yang diperoleh dari sisa
pembakaran batubara dan pabrik pembangkit panas. Fly ash sendiri tidak
memiliki kemampuan mengikat seperti halnya semen. Tetapi dengan kehadiran air
dan ukuran partikelnya yang halus, oksida silika yang dikandung oleh fly ash akan
bereaksi secara kimia dengan kalsium hidroksida yang terbentuk dari proses
hidrasi semen dan menghasilkan zat yang memiliki kemampuan mengikat. Pada
proses hidrasi yang terjadi antara semen Portland dengan semen yang dicampur
dengan material pozzolan atau yang digunakan adalah Fly Ash (semen Pozzolan)
terdapat perbedaan reaksi, sebagai berikut (Nugraha, 2007):
Semen Portland
C3S + H C – S – H + CH
3CaO . SiO2 + H2O 3CaO . 2SiO2 . 3 H2O + 3 Ca(OH)2
Material Pozzolan (Semen Pozzolan)
Pozzolan + CH + H C – S – H
2SiO2 + 3Ca(OH)2 + H2O 3CaO . 2SiO2 . 3H2O
Gambar 2.4 Perbedaan reaksi hidrasi dan reaksi pozzolanik
Pada awalnya abu terbang ini digunakan sebagai bahan penambah semen
dengan kadar 5%-20% dengan maksud untuk menambah plastisitas adukan beton
dan menambah kekedapan beton (Surya, 2006). Karena kehalusan dan bentuk
bulat butirannya maka pemakaian abu terbang pada adukan beton dapat
menambah kelecakan pada adukan beton. Pemikiran ini sangat beralasan karena
secara mekanik abu terbang akan mengisi rongga antara butiran semen dan secara
kimiawi akan memberikan sifat hidrolik pada kapur mati yang dihasilkan dari
hidrasi.Pada intinya fly ash mengandung unsur kimia antara lain silika (SiO2),
alumina (Al2O3), fero oksida (Fe2O3) dan kalsium oksida (CaO), juga
mengandung unsur tambahan lain yaitu magnesium oksida (MgO), titanium
oksida (TiO2), alkalin (Na2O dan K2O), sulfur trioksida (SO3), pospor oksida
cepat
lambat
cepat
lambat
20
(P2O5) dan carbon. Faktor-faktor yang mempengaruhi sifat fisik, kimia dan teknis
dari fly ash adalah tipe batubara, kemurnian batubara, tingkat penghancuran, tipe
pemanasan dan operasi, metoda penyimpanan dan penimbunan.
Gambar 2.5 Limbah Fly Ash Gambar 2.6 Partikel Fly Ash pada
perbesaran 2.000 x
Menurut ASTM C.618 abu terbang (fly ash) didefinisikan sebagai bubuk
batubara. Fly ash dapat dibedakan menjadi dua, yaitu abu terbang yang normal
yang dihasilkan dari pembakaran batubara antrasit atau batubara bitomius dan abu
terbang kelas C yang dihasilkan dari batubara jenis lignite atau subbitumeus. Abu
terbang kelas C kemungkinan mengandung kapur (lime) lebih dari 10% beratnya
(Mulyono, 2004).
Fly ash kelas F merupakan fly ash yang diproduksi dari pembakaran batubara
anthracite atau bituminous, mempunyai sifat pozzolanic dan untuk mendapatkan
sifat cementitious harus diberipenambahan quick lime, hydrated lime, atau semen.
Fly ash kelas F ini kadar kapurnya rendah (CaO < 10%).
Kalsium hidroksida yang terdapat dalam beton selama ini ditengarai sebagai
sumber perusak beton sebelum waktunya. Karenanya, penambahan atau
penggantian sejumlah semen dengan abu terbang berpotensi menambah keawetan
beton tersebut. Beton yang dihasilkan dengan menggunakan abu terbang ternyata
menunjukkan tenaga tekan tinggi serta memiliki sifat keawetan (durability) lebih
baik dibanding beton biasa yang sepenuhnya menggunakan semen Portland
(Sumarno, 2010)
21
Tabel 2.4 Sifat – sifat fisik fly ash
Uraian Kelas C
Kehalusan
Jumlah yang diperoleh dengan ayakan basah
45 m (No. 325), % maks
34
Indeks Kekuatan :
Dengan semen Portland, pada waktu 7 hari, % min
Dengan semen Portland, pada waktu 28 hari, % min
75
75
Kebutuhan Air, % maksimum 105
Soundness
Pemuaian dalam autoclave, % maks 0,8
Keseragaman :
Densitas, variasi maks, rata-rata, %
Jumlah yang diperoleh 45 m (No. 325) variasi maks
5
5
Sumber: SNI 03-2460-1991
Tabel 2.5 Kandungan kimia fly ash
Senyawa Kimia Jenis N Jenis F Jenis C
Oksida Silika (SiO2) + Oksida Alumina
(Al2O3) + Oksida Besi (Fe2O3), minimum %
70,0 70,0 50,0
Trioksida Sulfur (SO3), maksimum % 4,0 5,0 5,0
Kadar Air, maksimum % 3,0 3,0 3,0
Kehilangan Panas, maksimum % 10,0 6,0 6,0
Sumber: Satish Candra, 1997
Sifat- sifat abu terbang batubara yang menguntungkan pada campuran beton
adalah (Duggal, 2008):
1. Memperbaiki sifat pengerjaan (workability).
2. Meningkatkan ketahanan beton (durability).
3. Meningkatkan kerapatan beton.
4. Menurunkan panas hidrasi. Reaksi dari abu batu bara dengan kapur
jauh lebih lambat dari proses hidrasi, sehingga akan menghasilkan
22
perubahan panas yang lambat sehingga mengurangi derajat panas
hidrasi.
5. Menurunkan kerusakan akibat sulfat.
6. Mengurangi penyusutan.
7. Menurunkan bleeding dan segregasi.
8. Meningkatkan kekuatan.
2.9 Kulit Kerang
Kerang merupakan nama sekumpulan moluska dwicangkerang daripada
family cardiidae yang merupakan salah satu komoditi perikanan yang telah lama
dibudidayakan sebagai salah satu usaha sampingan masyarakat pesisir. Teknik
budidayanya mudah dikerjakan, tidak memerlukan modal besar dan dapat dipanen
setelah berumur 6 – 7 bulan. Hasil panen kerang per hektar per tahun dapat
mencapai 200 – 300 ton kerang utuh atau sekitar 60 – 100 ton daging kerang. Ada
dua jenis kerang yang sangat dikenal yaitu kerang dagu dan kerang bulu.
Perbedaan nyata dari kedua jenis ini adalah dari lapisan kulitnya. Pada jenis
kerang bulu lapisan terluar kulitnya masih terdapat rambut, bentuk kulitnya licin.
Sedangkan pada kerang dagu kulitnya berjalur-jalur.
Gambar 2.6 Kulit Kerang
Kulit kerang berbentuk seperti hati, bersimetri dan mempunyai tetulang di
luar. Kekerasan kulit kerang tidak bergantung dari usia kerang tersebut, artinya
kerang yang masih muda maupun yang sudah tua mempunyai kekerasan yang
23
sama. Dari hasil pola difraksi sinar – X diketahui bahwa kulit kerang pada suhu di
bawah 500 0C tersusun atas kalsium karbonat (CaCO3) pada phase aragonite
dengan struktur kristal orthorombik. Sedang pada suhu di atas 500 0C berubah
menjadi phase calcite dengan struktur kristal hexagonal.
Serbuk kulit kerang merupakan serbuk yang dihasilkan dari pembakaran kulit
kerang yang dihaluskan, serbuk ini dapat digunakan sebagai bahan campuran atau
tambahan pada pembuatan beton. Penambahan serbuk kulit kerang yang
homogeni akan menjadikan campuran beton yang lebih reaktif . Serbuk kulit
kerang mengandung senyawa kimia yang bersifat pozzolan, yaitu mengandung zat
kapur (CaO), alumina dan senyawa silika sehingga berpotensi untuk digunakan
sebagai bahan baku beton alternatif (Siregar, 2009). Serbuk kulit kerang
mempunyai komposisi kimia sebagai berikut :
Tabel 2.6 Komposisi kimia kulit kerang
Komponen Kadar (% berat)
CaO 66,70
SiO2 7,88
Fe2O3 0,03
MgO 22,28
Al2O3 1,25
Sumber: Shinta Marito Siregar, 2009
2.10 Karakterisasi Beton
Untuk mengetahui sifat dan kemampuan suatu material maka perlu
dilakukan pengujian dan analisis. Beberapa jenis pengujian dan analisis yang
dibahas untuk keperluan penelitian ini antara lain: massa jenis, kuat tekan,
ketahanan api (fire resitance) dan daya serap air(water absorbtion).
2.10.1 Massa Jenis
Massa jenis adalah pengukuran massa setiap satuan volume benda.
Semakin tinggi massa jenis suatu benda, maka semakin besar pula massa setiap
volumenya. Massa jenis rata-rata setiap benda merupakan total massa dibagi
24
dengan total volumenya. Sebuah benda yang memiliki densitas lebih tinggi akan
memiliki volume yang lebih rendah dari pada benda yang bermassa sama yang
memiliki densitas yang lebih rendah. Densitas berfungsi untuk menentukan
perbandingan massa benda dengan volume benda. Setiap zat memiliki densitas
yang berbeda. Dan satu zat yang sama berapapun massanya dan volumenya, akan
memiliki densitas yang sama pula. Oleh sebab itu, dikatakan bahwa massa jenis
atau densitas merupakan ciri khas suatu zat.
Air memiliki massa jenis yang dipandang sebagai referensi nilai pada
kondisi standar suhu 4 oC tekanan 1 atmosfer dengan massa jenis air 1 gr/cm3.
Untuk pengukuran densitas beton ringan menggunakan metode Archimedes
mengacu pada standard ASTM C 134-95 dan dihitung dengan persamaan berikut:
1.2)(
airkgws
dss x
mmm
m
dimana :
ρs = massa jenis (gr/cm3)
mds = massa sample kering (gr)
mws = massa sample setelah di rendam (gr)
= massa sample digantung didalam air (gr)
= massa kawat penggantung (gr)
= massa jenis air = 1 gr/cm3
2.10.2 Tekanan
Kekuatan tekanan yang dimiliki suatu bahan merupakan perbandingan
besarnya beban maksimum yang dapat ditahan beban dengan luas penampang
bahan yang mengalami gaya tersebut.
Untuk pengukuran tekanan batako mengacu pada standard ASTM C -133-
97 dan dihitung dengan persamaan berikut (Surdia, 1995) :
25
dimana:
P = tekanan (N/m2)
F = gaya maksimum (N)
A = luas permukaan (m2)
Satuan dalam Sistem Internasional (SI) dari tekanan adalah Pascal yang
sering disingkat Pa, 1 Pa = 1 N/m2.
2.10.3 Ketahanan Api
Uji ketahanan api beton dilakukan dengan cara mengamati lamanya waktu
sampel beton tersebut setelah dikenai api, suhunya sekitar 700 – 800 oC secara
langsung dan kemudian diukur kekuatan mekanik atau kuat tekannya. Dari hasil
pengujian dapat ditunjukkan apakah sampel beton tersebut setelah dibakar masih
dalam kondisi baik atau terjadi degradasi. Suatu material beton akan dikatakan
tahan terhadap nyala api (firing test) bila nilai kuat tekan beton setelah terkena api
selama 4 jam tidak mengalami degradasi yang terlalu besar (Subasi, 2009).
Kebakaran adalah penyebab utama hancurnya struktur bangunan dan
hilangnya umur bangunan. Sifat beton adalah bahwa temperatur akibat kebakaran
tidak menyebabkan perubahan mendadak, seragam dan mungkin berbahaya pada
sifat keseluruhan bangunan. Beton pertama-tama mengembang, tetapi kehilangan
kelegasan yang progresif pada pasta semen menyebabkan pengembangan termal
dari agregat.
Kebakaran adalah sebuah proses kimia, yaitu oksidasi dari suatu material
organik. Material organik adalah material yang mengandung unsur karbon pada
susunan molekulnya. Oksidasi dari material organik ini akan menghasilkan unsur
karbon, hydrogen, belerang serta cahaya dan panas. Peningkatan temperatur pada
saat terjadi kebakaran menyebabkan perubahan pada sifat material dari sebuah
26
struktur. Perubahan sifat ini dapat digunakan untuk memperkirakan temperatur
yang terjadi pada saat terjadi kebakaran (Nugraha, 2007).
2.10.4. Daya Serap Air (Water Absorbtion)
Pada saat terbentuknya agregat kemungkinan ada terjadinya udara yang
terjebak dalam lapisan agregat atau terjadi karena dekomposisi mineral
pembentuk akibat perubahan cuaca, maka terbentuklah lubang atau rongga kecil
di dalam butiran agregat (pori). Pori dalam agregat mempunyai variasi yang
cukup besar dan menyebar di seluruh tubuh butiran. Persentase berat air yang
mampu diserap agregat di dalam air disebut serapan air, sedangkan banyaknya air
yang terkandung dalam agregat disebut kadar air.
Besar kecilnya penyerapan air sangat dipengaruhi pori atau rongga yang
terdapat pada beton. Semakin banyak pori yang terkandung dalam beton maka
akan semakin besar pula penyerapan sehingga ketahanannya akan berkurang.
Rongga (pori) yang terdapat pada beton terjadi karena kurang tepatnya kualitas
dan komposisi material penyusunnya. Pengaruh rasio yang terlalu besar dapat
menyebabkan rongga, karena terdapat air yang tidak bereaksi dan kemudian
menguap dan meninggalkan rongga.
Daya serap air adalah kemampuan beton ringan untuk menyerap air ketika
direndam dalam air hingga memiliki massa jenuh, artinya hingga beton ringan
tidak mampu menyerap lagi karena sudah penuh. Besarnya penyerapan air ini
dapat dihitung dengan rumus (Nugraha, 2007):
dimana:
WA = Daya serap air (water absobtion) (%)
mj = massa benda dalam kondisi jenuh ( kg)
mk = massa benda kering ( kg )
Recommended