View
229
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
i
UNIVERSITAS INDONESIA
KEDUDUKAN WAKIL MENTERI DALAM SUSUNAN ORGANISASI KEMENTERIAN NEGARA
TESIS
SAIFUL ANAM 1006829214
FAKULTAS HUKUM PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM
JAKARTA JANUARI 2013
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
ii
UNIVERSITAS INDONESIA
KEDUDUKAN WAKIL MENTERI DALAM SUSUNAN ORGANISASI KEMENTERIAN NEGARA
TESIS
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Magister Hukum
SAIFUL ANAM 1006829214
UNIVERSITAS INDONESIA FAKULTAS HUKUM
PROGRAM STUDI MGISTER ILMU HUKUM KEKHUSUSAN HUKUM DAN KEHIDUPAN KENEGARAAN
JAKARTA JANUARI 2013
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
iii
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS
Tesis ini adalah hasil karya sendiri, dan semua sumber baik yang dikutip maupun yang dirujuk
telah Saya nyatakan dengan benar.
Nama : Saiful Anam NPM : 1006829214 Tanda Tangan : Tanggal : 21 Januari 2013
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
iv
HALAMAN PENGESAHAN Tesis ini diajukan oleh Nama : Saiful Anam NPM : 1006829214 Program Studi : Ilmu Hukum Judul Tesis : Kedudukan Wakil Menteri Dalam Susunan Organisasi Kementerian Negara Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Magister Hukum pada Program Studi Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Indonesia.
DEWAN PENGUJI
Pembimbing : Dr. Andhika Danesjvara, SH. M.Si. Penguji : Dr. Tri Hayati, SH., MH. Penguji : Dr. Dian Puji N. Simatupang, SH., MH. (……………………….) Ditetapkan di : Jakarta Tanggal : 21 Januari 2013
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
v
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT, karena atas berkat dan rahmatNya saya dapat menyelesaikan tesis ini sampai dengan selesai. Penulisan Tesis ini dilakukan dalam rangka mencapai gelar Magister Hukum Kenegaraan Universitas Indonesia. Saya sadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, dari masa perkuliahan sampai dengan selesainya tesis ini, sangatlah sulit untuk menyelesaikan tesis ini. Oleh karena itu, saya mengucapkan terima kasih kepada :
1. Prof. Dr. Ir. Djoko Santoso, M.Sc, selaku Pejabat Sementara Rektor Universitas Indonesia, juga kepada Prof. Dr. der Soz. Gumilar Rusliwa Somantri Rektor Universitas Indonesia 2007 – 2012.
2. Dr. Siti Hajati Hoesin S.H., M.H., C.N. Pj. Dekan Fakultas Hukum Universitas Indonesia, juga kepada (Alm) Prof. Safri Nugraha, SH., L.LM., P.hD mantan Dekan Fakultas Hukum Universitas Indonesia, saya ingat betul Bapak memberikan semangat kepada kami baik pada saat pertemuan di Kampus Depok maupun Kampus Salemba pada saat awal Penerimaan Mahasiswa Magister Hukum Universitas Indonesia.
3. Dr. Andhika Danesjvara, SH. M.Si. selaku Pembimbing yang telah memberikan masukan dan saran kepada Penulis, sangat membantu dan mempermudah Penulis dalam proses melalui penulisan tesis ini. Terima kasih sekali lagi Pak Andhika.
4. Dr. Tri Hayati, SH., MH. dan Dian Puji N. Simatupang, SH., MH. selaku Penguji yang telah memberikan pertanyaan-pertanyaan dan masukan yang konstruktif kepada Penulis, Bu Tri baik sekali, memberikan kemudahan-kemudahan kepada Penulis, tak lupa juga Pak Dian yang telah memberikan inspirasi serta melakukan koreksi terhadap proposal tesis saya pada saat kuliah Metode Penelitian Hukum, terima kasih Pak Dian.
5. Tak lupa Saya ucapkan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada seluruh Staf Pengajar Program Pascasarjana Magister Hukum Univeristas Indonesia yang pernah mengajar dikelas diantaranya Prof. Dr. Hasun Alrasyid, SH. Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, SH. Prof. Dr. Benyamin Hoessein, SH. Prof. Dr. Arifin P. Soeriaatmadja S.H. Prof. Dr. Maria Farida Indrati S.H., M.H. Prof. Dr. Satya Arinanto, SH., MH. (Alm) Prof. Dr. Ramli Hutabarat, SH., MH. Prof. Abdul Bari Azed S.H., M.Hum. Prof. Dr. Dra. Sulistyowati Suwarno M.A. Dr. Supandi S.H., M.Hum. Dr. Andhika Danesjvara S.H., M.Si. Dr. Jufrina Rizal S.H., M.A. Dr. Tri Hayati S.H., M.H. Dr. Fatmawati S.H., M.H. Dian Puji Simatupang S.H., M.H. Dr. Harsanto Nursadi S.H., M.Si. Muhamad Ramdan Andri Gunawan Wibisana S.H., LL.M., Ph.D. Dr. R. Bambang Prabowo Soedarso S.H., MES. Mustafa Fakhri S.H., M.H., LL.M. Heru Susetyo S.H., LL.M., M.Si. Fitriani Ahlan Sjarif S.H., M.H. Terima kasih atas segala niat baik para ahli dibidangnya masing-masing, Saya doakan semoga Allah memberikan balasan yang lebih baik.
6. Kepada seluruh staf sekretariat Magister Hukum Universitas Indonesia, Watijan, Hari, Tono dan yang lain-lain, terima kasih atas informasi-informasi kuliah dan tugas yang diberikan.
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
vi
7. Seluruh teman-teman seperjuangan angkatan Hukum Kenegaraan seperti Birham, Samudra, Amir, Irawan, Mardani, Rusdi, Amet, Armyn, Minan, Tony, Zenwen, Wiwit, Rasti, Bertha, Hany, Lina, Indah serta angkatan kakak kelas dan adik kelas semuanya, semoga sukses kalian semua.
8. Serta semua orang yang telah mensupport dan membantu dalam proses perkuliahan baik langsung maupun tidak langsung, seperti Dr. Ir. Farid Alfauzi, Agus Alfianto, Wuryan Hidayat, Zulfikar Reza, Rahmad Fauziy, Syafi’, SH., MH dan lain-lain yang tidak dapat disebutkan satu persatu, terima kasih bantuannya, akhirnya dapat menyelesaikan MHUI.
9. Terakhir terima kasih kepada kedua orang tua, kakak dan adik serta seluruh keluarga di Madura yang telah mendoakan siang dan malam, akhirnya saya dapat menyelesaikan MHUI. Juga kepada calon istriku tersayang Resti, cepet selesai kuliahnya dan sehat selalu, serta terima kasih juga kepada calon mertua, terima kasih supportnya.
Akhir kata kami berharap Allah SWT berkenan membalas segala kebaikan semua pihak yang telah membantu terlesainya tesis ini. Semoga tesis ini berguna bagi pengembangan ilmu Pengetahuan Hukum di Indonesia.
Jakarta, 21 Januari 2012
Penulis
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
vii
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai civitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan dibawah ini : Nama : Saiful Anam NPM : 1006829214 Program Studi : Ilmu Hukum Departemen : Hukum dan Kehidupan Kenegaraan Fakultas : Hukum Jenis Karya : Tesis Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive Royalty-Free Right) atas karya ilmiah yang berjudul :
KEDUDUKAN WAKIL MENTERI DALAM SUSUNAN ORGANISASI KEMENTERIAN NEGARA
Beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan hak bebas Royalti Noneksklusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan, megalihmedia/formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat dan mempublikasikan tugas akhir saya tanpa meminta izin dari saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di : Jakarta Pada Tanggal : 21 Februari 2013
Yang Menyatakan
(SAIFUL ANAM)
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
viii
ABSTRAK Nama : Saiful Anam Program Studi : Ilmu Hukum Judul : Kedudukan Wakil Menteri dalam Susunan Organisasi
Kementerian Negara Tesis ini membahas tentang makna pengangkatan Wakil Menteri oleh Presiden dalam hal terdapat beban kerja yang membutuhkan penanganan secara khusus dalam Kementerian tertentu, selain itu juga membahas Kedudukan Wakil Menteri dalam susunan organisasi Kementerian Negara serta perbandingannya dengan Amerika Serikat, Rusia, Malaysia, Kanada dan Korea Selatan. Tesis ini menggunakan metode penulisan hukum normatif, dengan terdiri dari 3 (tiga) pendekatan yakni pendekatan perundang-undangan (statute approach), pendekatan konseptual (conceptual approach), dan pendekatan perbandingan (comparative approach). Hasil tesis ini menyarankan adanya restrukturisasi kedudukan Wakil Menteri dalam susunan organisasi Kementerian Negara, sehingga kedudukan Wakil Menteri dalam Susunan Organisasi Kementerian Negara secara tegas posisi dan kedudukannya berada dimana. Kata kunci : Kedudukan Wakil Menteri, Susunan Organisasi, Kementerian Negara
Universitas Indonesia
Kedudukan Wakil…, Saiful Anam, FH UI, 2013.
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
ix
ABSTRACT Name : Saiful Anam Study Program : Legal Studies Title : Deputy Minister position within the organizational structure Ministry of State This thesis discusses the meaning of the appointment of the Deputy Minister by the President in the event of a workload that requires special handling in a particular ministry, but it also discusses the status Deputy Minister in the Ministry of the organizational structure and its comparison with the United States, Russia, Malaysia, Canada and South Korea . This thesis uses the method of normative legal writing, to consist of three (3) approaches the approach to legislation (statute approach), conceptual approaches (conceptual approach), and the comparative approach (comparative approach). The results of this thesis suggest a restructuring of the position of Deputy Minister in the Ministry of organizational structure, so that the position of Deputy Minister in the Ministry of organizational structures and firmly position where the position is located. Keywords: Position of Deputy Minister, Organization, Ministry of State
Universitas Indonesia
Kedudukan Wakil…, Saiful Anam, FH UI, 2013.
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
x
DAFTAR ISI HALAMAN SAMPUL …………………………………………………..………. i
HALAMAN JUDUL ……………………………………………………………. ii
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ………………………………. iii
HALAMAN PENGESAHAN …………………………..………………………. iv
KATA PENGANTAR …………………………………...……………………… v
LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ……………..….. vii
ABSTRAK (Bahasa Indonesia) ……………………………………………….. viii
ABSTRACT (Bahasa Inggris) …………………………………….……………. ix
DAFTAR ISI …………………………………………………………………….. x
DAFTAR TABEL ……………………………………………………………... xiv
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang dan Permasalahan.…..………….…………..……………….. 1
1.2 Perumusan Masalah.……………..………...………………………………… 8
1.3 Tujuan Penulisan dan Manfaat Penelitian
1.3.1 Tujuan....………………………….………………………………... 9
1.3.2 Manfaat....……………………………………………..…………… 9
1.4 Kerangka Teoritis
1.4.1 Teori Kekuasaan dan Kewenangan...................................................10
1.4.2 Teori Tentang Lembaga Ekskutif......………………….………….. 14
1.5 Metode Penelitian.………………...………………...………………………. 18
1.6 Sistematika Penelitian..…………………………………….....……………...21
BAB 2 PENGANGKATAN WAKIL MENTERI
2.1 Dasar Hukum Pengangkatan Wakil Menteri.………………………..….……24
2.1.1 Pengangkatan Wakil Menteri Hak Perogratif Presiden..…….…….57
2.1.2 Pengangkatan Wakil Menteri dalam Kondisi Tertentu.………....…60
2.1.3 Pengangkatan Wakil Menteri Tidak Semua Kementerian.…..…….68
2.1.3 Pengangkatan Wakil Menteri Beraspek Politik dan Hukum.………72
2.2 Masa Jabatan Wakil Menteri.…………………..……………………….……82
2.2.1 Sebelum Putusan Mahkamah Konstitusi……….…………...……...85
2.2.1 Setelah Putusan Mahkamah Konstitusi…….………………...…….88
Universitas Indonesia
Kedudukan Wakil…, Saiful Anam, FH UI, 2013.
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
xi
2.3 Pertanggungjawaban Wakil Menteri…………………………………...…….91
2.3.1 Sifat Pertanggungjawaban Wakil Menteri…………………………94
2.3.2 Pertanggungjawaban Wakil Menteri di bidang Politik…….……....95
2.3.3 Pertanggungjawaban Wakil Menteri dibidang Hukum…………….96
2.3.4 Pertanggungjawaban Wakil Menteri dibidang Moral…………...…97
2.4 Pemberhentian Wakil Menteri.………………..……………………………..91
2.4.1 Masa Jabatan Berakhir….………………..……………………….100
2.4.1 Sebelum Masa Jabatan Berakhir….……………………..………..101
BAB 3 KEDUDUKAN WAKIL MENTERI
3.1 Tugas dan Wewenang Wakil Menteri………..………...…………..….……106
3.1.1 Jenis Kewenangan Wakil Menteri……….………………..……...111
3.1.2 Sumber Kewenangan Wakil Menteri…………..………..………..118
3.1.3 Bentuk Kewenangan Wakil Menteri………….……………...…...122
3.1.2 Problematika Kewenangan Wakil Menteri……………...………..127
3.2 Struktur Organisasi Kementerian Negara….………………..……………...131
3.2.1 Struktur Organisasi Kementerian Negara menurut
Peraturan Perundang-Undangan……….………...………………..135
3.2.2 Struktur Organisasi Kementerian Negara
berdasarkan di Lapangan………….………………………...…….140
3.2.3 Problematika Posisi Wakil Menteri
dalam Struktur Organisasi Kementerian Negara………………….148
3.3 Jenjang Kepangkatan dan Golongan Wakil Menteri…….……..…………..153
3.3.1 Jabatan Wakil Menteri adalah Karir dan Non Karir…….…..……157
3.3.2 Pangkat dan Golongan Wakil Menteri…….………………...……160
3.3.3 Wakil Menteri membentuk Kepangkatan dan Golongan baru……163
3.3.4 Hak Keuangan dan Fasilitas Wakil Menteri…….……………..…166
3.4 Kedudukan Wakil Menteri…….……...…………………………………….170
3.4.1 Kedudukan Wakil Menteri terhadap Presiden…….….……..……173
3.4.2 Hubungan Wakil Menteri dengan Presiden….…….…………..…174
3.4.3 Kedudukan Wakil Menteri terhadap Menteri……..………..…….176
3.4.4 Hubungan Wakil Menteri dengan Menteri…….…………..……..177
Universitas Indonesia
Kedudukan Wakil…, Saiful Anam, FH UI, 2013.
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
xii
3.4.5 Kedudukan Wakil Menteri
terhadap Sekretariat Jenderal/Kementerian…..……………...……179
3.4.6 Hubungan Wakil Menteri
dengan Sekretariat Jenderal/Kementerian….……………...……...181
BAB 4 PERBANDINGAN KEDUDUKAN WAKIL MENTERI DI
BERBAGAI NEGARA
4.1 Amerika Serikat (Undersecretary)……………………………………...…..191
4.2 Rusia (Deputy Minister)……….……………………………………...…….204
4.3 Malaysia (Deputy Minister/TimbalanMenteri)………...…………..……….213
4.4 Kanada (Deputy Minister)……….…………………………………...……..220
4.5 Korea Selatan (Vice Minister)………….…………………………...………227
BAB 5 PENUTUP
5.1 Simpulan……………….………………………………………..………….237
5.2 Saran …………………………………………………………...…………...238
DAFTAR PUSTAKA
A. Buku………………………….…………………………..……………..240
B. Makalah dan Jurnal….……………………………………..…………...253
C. Media Cetak………………………….……………………..…………..254
D. Internet.……………………………………………………..…………..255
E. Peraturan Perundang-Undangan……….……………………..…….…...259
LAMPIRAN A. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara
B. Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan Organisasi Kementerian Negara
C. Peraturan Presiden Nomor 76 Tahun 2011 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan Organisasi Kementerian Negara
Universitas Indonesia
Kedudukan Wakil…, Saiful Anam, FH UI, 2013.
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
xiii
D. Peraturan Presiden Nomor 77 Tahun 2011tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan Organisasi Kementerian Negara
E. Peraturan Presiden Nomor 91 Tahun 2011 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan Organisasi Kementerian Negara
F. Peraturan Presiden Nomor 60 Tahun 2012 tentang Wakil Menteri. Peraturan Presiden
G. Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan Tugas dan Fungsi Kementerian Negara serta Susunan Organisasi tugas dan fungsi Eselon 1 Kementerian Negara
H. Peraturan Presiden Nomor 67 Tahun 2010 tentang Perubahan Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan Tugas dan Fungsi Kementerian Negara serta Susunan Organisasi tugas dan fungsi Eselon 1 Kementerian Negara.
I. Peraturan Presiden Nomor 92 Tahun 2011 tentang Perubahan Kedua Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan Tugas dan Fungsi Kementerian Negara serta Susunan Organisasi tugas dan fungsi Eselon 1 Kementerian Negara
J. Peraturan Pemerintah Nomor 100 Tahun 2000 tentang Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil dalam Jabatan Struktural. Peraturan Pemerintah
K. Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2002 tentang Perubahan Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil dalam Jabatan Struktural
L. Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2000 tentang Kenaikan Pangkat Pegawai Negeri
M. Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2002 tentang Perubahan Kenaikan Pangkat Pegawai Negeri
N. Keputusan Presiden Nomor 111/M Tahun 2009
O. Keputusan Presiden Nomor 159/M Tahun 2011
P. Keputusan Presiden Nomor 65/M Tahun 2012
Q. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 164/PMK.02/2012 tentang Hak Keuangan dan Fasilitas lainnya Bagi Wakil Menteri
Universitas Indonesia
Kedudukan Wakil…, Saiful Anam, FH UI, 2013.
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
xiv
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Konfigurasi Politik Terhadap Karakter Produk Hukum……………….……….. 73 Tabel 3.1 Struktur Organisasi Kementerian Negara Berdasar Pada UU 39 Tahun 200…. 139 Tabel 3.2 Struktur Organisasi Model Pertama…………..……………………………….. 141 Tabel 3.3 Struktur Organisasi Model Kedua…………………...………………………… 142 Tabel 3.4 Struktur Organisasi Model Ketiga……………………..……………………… 143 Tabel 3.5 Struktur Organisasi Model Keempat…………………………...……………… 143 Tabel 3.6 Struktur Organisasi Model Kelima……………………………………..……... 144 Tabel 3.7 Struktur Organisasi Model Keenam………………………………...…………. 145 Tabel 3.8 Struktur Organisasi Model Ketujuh……………………….………..…………. 146 Tabel 3.9 Struktur Organisasi Model Kedelapan…………….………………………...….146 Tabel 3.10 Struktur Organisasi Model Kesembilan……………………..………………… 147 Tabel 3.11 Jenjang, Pangkatdan Golongan PNS……….…………………...……………... 154 Tabel 4.1 Struktur Organisasi Wakil Menteri US…………………..……………………. 199 Tabel 4.2 Struktur Organisasi Wakil Menteri Rusia……………………..………………. 213 Tabel 4.3 Struktur Organisasi Wakil Menteri Malaysia (dua)…………...………………. 219
Universitas Indonesia
Kedudukan Wakil…, Saiful Anam, FH UI, 2013.
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
xv
Tabel 4.4 Struktur Organisasi Wakil Menteri Malaysia (satu)…………..………………. 219 Tabel 4.5 Struktur Organisasi Wakil Menteri Kanada………………………………...…..227 Tabel 4.6 Struktur Organisasi Wakil Menteri Korea Selatan 2 (dua)……………..……... 234 Tabel 4.7 Struktur Organisasi Wakil Menteri Korea Selatan 1 (satu)………..………….. 235 Tabel 4.8 Perbandingan Kedudukan Wakil Menteri Indonesia, Amerika, Rusia, Malaysia, Kanada dan Korea Selatan…………….……………………...…... 236
Universitas Indonesia
Kedudukan Wakil…, Saiful Anam, FH UI, 2013. Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
1
Universitas Indonesia
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang dan Permasalahan
Kedudukan Wakil Menteri1 di Indonesia menimbulkan ketidak jelasan, hal
ini apabila ditinjau dari kewenangan2 antara Wakil Menteri dengan Sekretariat
Kementerian atau Sekretariat Jenderal3 sebagai pembantu Menteri4 yang memiliki
1 Pengangkatan jabatan Wakil Menteri adalah hal yang baru dalam era pemerintahan
pasca reformasi, pengaturan mengenai jabatan Wakil Menteri diatur dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara juncto Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara juncto Peraturan Presiden nomor 91 Tahun 2011 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Presiden Nomor 47 tahun 2009 Tentang Pembentukan dan Organisasi kementerian Negara juncto Peraturan Presiden nomor 76 Tahun 2011 Tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 47 tahun 2009 tentang Pembentukan dan Organisasi kementerian Negara
2 Setiap Pejabat Administrasi Negara dalam bertindak (menjalankan tugas-tugasnya)
harus dilandasi wewenang yang sah, yang diberikan peraturan perundang-undangan. Penyelenggaraan pemerintahan harus didasarkan oleh Hukum (wet matigheid van bestuur = asas legalitas = leprinciple de la l’egalite de’l administration). Oleh karena itu, setiap Pejabat administrasi Negara sebelum menjalankan tugasnya harus terlebih dahulu dilekatkan dengan suatu kewenanganyang sah berdasarkan peraturan perundang-undangan untuk menghindari adanya abuse of power. Baca Safri Nugraha, dkk, Hukum Administrasi Negara (edisi revisi), (Depok : Center For Law and Good Governance Studies (CLGS) Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2007), Hal. 29. Bandingkan Prajudi Admosudirdjo, Hukum Administrasi Negara, (Jakarta : Ghalia Indonesia, 1988), hal. 76
3 Sekretariat Kementerian atau Sekretariat Jenderal sebenarnya hanya istilah dalam
struktur organisasi Kementerian Negara, yang pada dasarnya sama, hanya saja berbeda pada urusan pemerintahan yang menjadi beban dan tanggung jawab tugas dan kedudukannya. Apabila urusan Pemerintahan yang nomenklatur kementeriannya dinyatakan tegas dalam Undang-Udang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 maka disebut Sekretariat Jenderal, ruang lingkup kerjanya adalah meliputi urusan luar negeri, dalam negeri, dan pertahanan. Apabila urusan pemerintahan yang ruang lingkupnya disebutkan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 maka juga disebut Sekretariat Jenderal, ruang lingkup kerjanya adalah urusan agama, hukum, keuangan, keamanan, hak asasi manusia, pendidikan, kebudayaan, kesehatan, sosial, ketenagakerjaan, industri, perdagangan, pertambangan, energi, pekerjaan umum, transmigrasi, transportasi, informasi, komunikasi, pertanian, perkebunan, kehutanan, peternakan, kelautan, dan perikanan. Sedangkan apabila urusan pemerintahan dalam rangka penajaman, koordinasi, dan sinkronisasi program pemerintah maka disebut Sekretariat Kementerian, yang ruang lingkup kerjanya adalah meliputi urusan perencanaan pembangunan nasional, aparatur negara, kesekretariatan negara, badan usaha milik negara, pertanahan, kependudukan, lingkungan hidup, ilmu pengetahuan, teknologi, investasi, koperasi, usaha kecil dan menengah, pariwisata, pemberdayaan perempuan, pemuda, olahraga, perumahan, dan pembangunan kawasan atau daerah tertinggal.
4 Mengenai penegasan bahwa Sekretariat Jenderal atau Sekretariat Kementerian sebagai
pembantu Menteri dapat dibaca dalam Bab Ketiga Susunan Organisasi Pasal 9 ayat (1), ayat (2), ayat (3) dan ayat (4) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara. Sedangkan mengenai tugas Wakil Menteri sebagai pembantu Menteri dapat dilihat dalam Pasal
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
2
Universitas Indonesia
tugasmembantu Kementerian Negara dalam melaksanakan koordinasi
perencanaan, pembinaan, dan pengendalian terhadap program, kegiatan,
administrasi, dan sumber daya di lingkungan kementeriannya5. Tidak hanya itu,
kedudukan Wakil Menteri terhadap Presiden6 dan Menteri7 masih perlu
dipertanyakan.Presiden yang melakukan pengangkatan Wakil Menteri, pola
pertanggung jawabannya tidak diatur dengan jelas, begitu pula pertanggung
jawaban Wakil Menteri terhadap Menteri. Kondisi demikian terjadi dikarenakan
belum adanya peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang tugas, fungsi
dan kewenangan Wakil Menteri di Indonesia secara rinci8. Hal itu berarti
kedudukan, tugas dan kewenangan Wakil Menteri masih dipertanyakan9. Dengan
demikian kedudukan, tugas dan kewenangan Wakil Menteri kurang begitu
signifikan dalam upaya ikut andil dalam pelaksanaan tugas Kementerian Negara.
Jabatan Wakil Menteri lahir atas perintah Pasal 10 Undang-Undang
Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara, (UU Nomor 10 Tahun
2008), yang menyatakan:10
69A Peraturan Presiden Nomor 91 Tahun 2011 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Presiden Nomor 47 tahun 2009 Tentang Pembentukan dan Organisasi kementerian Negara.
5 Tugas Sekretariat Jenderal atau Sekretariat Kementerian dapat dibaca dalam Pasal 4,
Pasal 5, Pasal 6, Pasal 7 dan Pasal 8 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara.
6 Presiden merupakan lembaga yang melakukan pengangkatan Wakil Menteri, sesuai
dengan Pasal 10 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara 7 Wakil Menteri berada dibawah dan bertanggung jawab kepada Menteri, berdasarkan
Pasal 1 Peraturan Presiden Nomor 60 Tahun 2012 tentang Wakil Menteri 8 Mengenai tugas secara rinci tugas Wakil Menteri dapat dilihat salam Pasal 69B dan
Pasal 69C Peraturan Presiden Nomor 91 Tahun 2011 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Presiden Nomor 47 tahun 2009 Tentang Pembentukan dan Organisasi kementerian Negara, yang sebenarnya kalau dikaji secara seksama, tugas-tugas itu sebenarnya juga menjadi tugas dari Sekretariat Kabinet atau Sekretariat Jenderal sebagaimana diatur dalam Pasal 8 ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara.
9 Yang dimaksud kedudukan disini adalah kedudukan Wakil Menteri terhadap Menteri
dan terhadap Sekretariat Jenderal atau Sekretariat Kementerian tentunya berhubungan dengan tugas, fungsi, wewenang dan tanggung jawabnya apakah sejajar dengan Menteri atau Sekretariat Jenderal, mengingat Wakil Menteri diangkat dan diberhentkan oleh Presiden, meskipun Wakil Menteri dan Sekretarian Jenderal atau secretariat Kementerian sama-sama sebagai pembantu Presiden.
10 Apabila kita kaji secara umum, maka pengertian Pasal 10 Undang-Undang Nomor 39
Tahun 2008 tentang Kementerian Negara dapat didefinisikan dalam hal-hal tertentu, hal ini berlaku alasan objektif dan subjektif Presiden dalam menentukan apakah memang dibutuhkan
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
3
Universitas Indonesia
Pasal 10
Dalam hal terdapat beban kerja yang membutuhkan penanganan secara khusus, Presiden dapat mengangkat Wakil Menteri pada kementerian tertentu. Secara yuridis Pasal 10 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 terdapat
konflik norma (conflic of norm)11 dan inkonsesti dengan Peraturan Presiden
Nomor 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan dan Organisasi Kementerian
Negara, dimana jabatan Wakil Menteri dan Sekretariat Jenderal sama-sama
sebagai pembantu Menteri. Mengenai susunan organisasi kementerian di pertegas
dengan Pasal 9 Ayat (1), Ayat (2) dan ayat (3) Undang-Undang Nomor 39 Tahun
2008 tentang Kementerian Negara, yang menyatakan :12
Pasal 9
(1). Susunan organisasi Kementerian yang menangani urusan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat terdiri atas unsur: a. pemimpin, yaitu Menteri; b. pembantu pemimpin, yaitu sekretariat jenderal; c. pelaksana tugas pokok, yaitu direktorat jenderal; d. pengawas, yaitu inspektorat jenderal; e. pendukung, yaitu badan dan/atau pusat; dan f. pelaksana tugas pokok di daerah dan/atau perwakilan luar negeri
sesuai dengan peraturan perundang-undangan. (2). Susunan organisasi Kementerian yang melaksanakan urusan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) terdiri atas unsur: a. pemimpin, yaitu Menteri; b. pembantu pemimpin, yaitu sekretariat jenderal; c. pelaksana, yaitu direktorat jenderal; d. pengawas, yaitu inspektorat jenderal; dan e. pendukung, yaitu badan dan/atau pusat.
Wakil Menteri atau tidak. Mengenai alasan objektif dan subjektif Presiden ini dapat dibaca dalam Herman Sihombing, Hukum Tata Negara Darurat di Indonesia, (Bandung, Alumni 1999), hal. 13.
11 Konflik norma (conflic of norm) adalah dimana terjadi ketidak sesuaian baik antara
norma yang lebih rendah dengan norma yang lebih tinggi, yang sejajar dan norma-norma yang sejenis. Istilah ini dipopulerkan pertama kali oleh Hans Kelsen yang kemudian melahirkan konsep Yudicial Review terhadap norma-norma yang saling terjadi konflik dengan norma-norma yang lainnya.Baca Hans Kelsen, General Theory Law and States, (New Russel, Cambridge, Australia, 1983), hal. 54.
12 Melalui Pasal 9 Ayat (1), Ayat (2) dan ayat (3) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008
tentang Kementerian Negara jelas bahwa pembantu pimpinan (dalam hal ini Pimpinan adalah Menteri) adalah Sekretariat Kementerian atau Sekretariat Jenderal. Sehingga dapat disimpulkan bahwa Sekretariat Kementerian atau Sekretariat Jenderal adalah pembantu Menteri.
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
4
Universitas Indonesia
(3). Kementerian yang menangani urusan agama, hukum, keuangan, dan keamanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) juga memiliki unsur pelaksana tugas pokok di daerah.
(4). Susunan organisasi Kementerian yang melaksanakan urusan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (3) terdiri atas unsur: a. pemimpin, yaitu Menteri; b. pembantu pemimpin, yaitu sekretariat Kementerian; c. pelaksana, yaitu deputi; dan d. pengawas, yaitu inspektorat.
Sedangkan tugas Wakil menteri dipertegas dalam Pasal 68 dan pasal 69
Peraturan Presiden nomor 47 tahun 2009 menyatakan :13
Pasal 68 Dalam hal terdapat beban kerja yang membutuhkan penanganan secara khusus, Presiden dapat mengangkat Wakil Menteri pada kementerian tertentu.
Pasal 69 Wakil Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 68 mempunyai tugas membantu Menteri dalam memimpin tugas pelaksanaan Kementerian Kemudian ruang lingkup tugas Wakil Menteri dipertegas lagi melalui
Pasal 69APeraturan Presiden nomor 91 Tahun 2011 tentang Perubahan Ketiga
atas Peraturan Presiden Nomor 47 tahun 2009 Tentang Pembentukan dan
Organisasi kementerian Negara, yang menyatakan :14
Pasal 69A Ruang lingkup tugas Wakil Menteri sebagaimana dimaksud Pasal 69, yaitu:
a. membantu Menteri dalam dan/atau pelaksanaan kebijakan kementerian; dan
13 Berhubungan dengan penjelasan sebelumnya, bahwa apabila dilihat dengan seksama,
maka Wakil Menteri hampir memiliki ruang lingkup tugas yang sama dengan Sekretariat Jenderal atau Sekretariat Kementerian. Untuk itu menimbulkan tafsir ganda, apakah tugas, fungsi dan kewenangan Wakil Menteri dengan Sekretariat Jenderal atau Sekretariat Kementerian sama atau tidak, hal ini berhubungan dengan kedudukan dan perannya dalam mengambil keputusan.
14 Pasal 69A Peraturan Presiden nomor 91 Tahun 2011 tentang Perubahan Ketiga atas
Peraturan Presiden Nomor 47 tahun 2009 Tentang Pembentukan dan Organisasi kementerian Negara mengandung makna yang hampir sama dengan Pasal 4, Pasal 5, Pasal 6, Pasal 7 dan Pasal 8 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara. Namun apabila dicermati, maka posisi atau kedudukan Wakil Menteri ini lebih tinggi dari kedudukan Sekretariat Jenderal atau Sekretariat kementerian.
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
5
Universitas Indonesia
b. membantu Menteri dalam mengoordinasikan pencapaian kebijakan strategis lintas unit organisasi eslon I dilingkungan Kementerian
Berdasarkan analisis peraturan perundang-undangan yang mengatur
tentang susunan organisasi Kementerian dan tugas Wakil menteri, maka jelas
bahwa kedudukan Wakil Menteri dan Sekretariat Kementerian atau Sekretariat
Jenderal sama-sama sebagai pembantu menteri dalam menjalan tugas pelaksanaan
kementerian. Untuk itu kemudian timbul adanya tumpang tindihnya kewenangan
antara Wakil Menteri dengan Sekretariat Kementerian atau Sekretariat Jenderal
dalam menjalan tugas pelaksanaan kementerian.
Konstitusionalitas15 pengangkatan Wakil Menteri dapat dipersoalkan,
dikarenakan Pasal 17 ayat Undang-Undang Dasar 1945 tidak mengatur tentang
jabatan Wakil Menteri. Hal ini dapat dilihat dalam Pasal 17 ayat Undang-Undang
Dasar 1945 yang menyatakan :16
Pasal 17 (1). Presiden dibantu oleh menteri-menteri Negara (2). Menteri-menteri itu diangkat dan diberhentikan oleh Presiden (3). Setiap menteri membidangi urusan tertentu dalam pemerintahan (4). Pembentukan, pengubahan, dan pembubaran kementerian Negara
diatur dalam undang-undang Berdasarkan ketentuan pasal 17 Undang-Undang Dasar 1945 diatas, maka
tidak disebutkan pembentukan Wakil Menteri, Konstitusi hanya memerintahkan
kepada pembentuk Undang-Undang untuk membuat Undang-Undang yang
mengatur tentang pembentukan, pengubahan, dan pembubaran kementerian
negara, bukan tentang pengorganisasian kementerian Negara, apalagi membentuk
15 Mengenai yang berhak menyatakan konstitusional atau inkonstitusional dari suatu
Undang-Undang terhadap Undang-Undang Dasar 1945, itu dilakukan oleh suatu lembaga yang disebut Mahkamah Konstitusi.Baca Jimly Asshiddiqie, Format Kelembagaan Negara Pasca Perubahan UUD 1945, (UII Press, Yogyakarta, 2004), hal. 57.
16 Melalui Pasal 17 Undang-Undang Dasar 1945 ini, dapat dikaji bahwa tidak terdapat
atau mencantumkan jabatan Wakil Menteri, untuk itu oleh sebagian masyarakat diragukan tentang konstitusionalitas Pasal 10 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara.
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
6
Universitas Indonesia
Wakil menteri yang secara formil17 tidak sejalan dan bertentangan dengan
Undang-Undang dasar 1945. Jabatan Wakil Menteri tidak dikenal dalam
konstitusi, satu-satunya wakil yang tercantum adalah wakil presiden. Karena itu,
norma pada Pasal 10 UU Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara
tidak memenuhi syarat formil penyusunan peraturan perundangan karena
menambah sebuah norma baru yang sama sekali tidak diperintahkan oleh
konstitusi. Meskipun pada akhirnya melalui hasil Judicial Review18 di Mahkamah
Konstitusi, Mahkamah menyatakan bahwa Penjelasan Pasal 10 Undang-Undang
Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik
Indonesia tahun 2008 Nomor 166, tambahan lembaran Negara Republik Indonesia
nomor 4916) tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.19
Selain itu jabatan Wakil Menteri dapat dipersoalkan dari segi pertanggung
jawabannya. Berdasarkan Pasal 70 Peraturan Presiden nomor 76 Tahun 2011
Tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 47 tahun 2009 tentang
Pembentukan dan Organisasi kementerian Negara, yang menyatakan :20
Pasal 70 (1). Wakil menteri berada dibawah dan bertanggungjawab kepada Menteri (2). Wakil menteri merupakan pejabat karir dan bukan merupakan
anggota kabinet
17 Dalam pembentukan peraturan perundang-undangan, harus dipenuhi syarat-syarat
formil dan syarat materiil. Secara formil adalah berdasarkan kelembagaan untuk mengatur dan menetapkan tentang ayat, pasal yang demikian, sehingga apa yang diatur dan ditetapkan dapat dikatakan sah secara hukum. Lihat Jimly Asshiddiqie, Perihal Undang-Undang, Konpress, Jakarta, 2008, Hal. 23
18 Untuk mengatahui lebih mendalam mengenai istilah Judicial Review dapat dibaca
dalam buku Leord W. Levy, Judicial Review and Supreme Court, (Harper Torchbooks The Academy Library, Harper & Row, Publishers New York, Evanston, and London, 1967), Hal. 1-3.
19 Putusan ini diambil melalui Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 79/PUU-IX/2011
pada tanggal 19 April 2012 20 Apabila melihat Pasal 70 Peraturan Presiden nomor 76 Tahun 2011 Tentang Perubahan
Atas Peraturan Presiden Nomor 47 tahun 2009 tentang Pembentukan dan Organisasi kementerian Negara, maka dapat disimpulkan bahwa kedudukan Wakil Menteri berada dibawah Menteri, mengingat dengan jelas dikatakan dalam pasal tersebut bahwa Wakil Menteri berada dibawah dan bertanggung jawab kepada Menteri. Namun apabila juga dikaji secara seksama terhadap Pasal 70 ayat (2), maka jabatan Wakil menteri merupakan pejabat karir dan bukan merupakan anggota cabinet, hal ini berarti sama seperti halnya Sekretariat Jenderal atau Sekretariat Kementerian. Sehingga dapat dibenarkan apabila dikatakan bahwa pengangkatan Wakil Menteri merusak jenjang karir birokrasi.
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
7
Universitas Indonesia
Disisi yang lain Pasal 70A dan 70B Peraturan Presiden nomor 91 Tahun
2011 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Presiden Nomor 47 tahun 2009
Tentang Pembentukan dan Organisasi kementerian Negara, yang menyatakan :21
Pasal 70A Wakil menteri diangkat dan diberhentikan oleh Presiden
Pasal 70B Penetapan kelas jabatan (grading) bagi wakil menteri adalah satu tingkat diatas kelas jabatan tertinggi bagi pejabat eselon I.a Dengan demikian jabatan wakil menteri dapat dipersoalkan dari segi
jabatannya, apakah sebagai jabatan karir atau jabatan politik, mengingat jabatan
Wakil menteri itu jabatan struktural atau fungsional juga tidak jelas.Kalau
termasuk jabatan struktural maka sistemnya seharusnya berjenjang.Selain itu
persoalan pertanggungjawaban wakil menteri menjadi rancu, hal itu dikarenakan
yang melakukan pengangkatan adalah Presiden, akan tetapi Wakil menteri berada
dibawah dan bertanggungjawab kepada Menteri, bagaimana apabila wakil menteri
tidak tunduk atau berbeda pandangan terkait program yang akan diselenggarakan?
Apakah menteri memiliki kewenangan memecat atau memberhentikan Wakil
menteri?
Dari sisi keuangan Negara dengan adanya jabatan wakil menteri justeru
inefisiensi anggaran Negara22. Jabatan yang seharusnya dapat dilakukan oleh
Sekretariat Kementerian atau Sekretariat Jenderal, akan tetapi dilakukan oleh
lembaga wakil menteri. Dalam catatan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Wakil
menteri telah menghabiskan anggaran sebesar 1,2 triliyun. Dengan demikian
21 Pasal 70A Peraturan Presiden nomor 76 Tahun 2011 Tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 47 tahun 2009 tentang Pembentukan dan Organisasi kementerian Negara, bermakna bahwa Wakil Menteri sama-sama diangkat dan diberhentikan oleh Presiden seperti halnya Menteri. Hal itu yang menimbulkan pertanyaan mengapa kemudian Wakil Menteri harus bertanggung jawab kepada Menteri. Sedangkan Pasal 70B Peraturan Presiden nomor 76 Tahun 2011 Tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 47 tahun 2009 tentang Pembentukan dan Organisasi kementerian Negara menimbulkan pertanyaan apakah yang dimaksud dengan satu tingkat diatas kelas jabatan tertinggi bagi pejabat eselon I.a, bukankah jabatan eselon I.a adalah jabatan tertinggi dalam struktur kepegawaian.
22 Hal ini pernah dikemukakan Jimly Asshiddiqie bahwa kedepan dalam agenda reformasi
perlu dikaji ulang tentang kedudukan dan posisi lembaga-lembaga adhoc, komisi-komisi, lembaga-lembaga yang dilahirkan atas dasar kebutuhan sesaat.Hal itu berkaitan dengan pengeluaran anggaran Negara menuju efisiensi anggaran.Baca Jimly Asshiddiqie, Konstitusi dan Konstistusionalisme Indonesia, (Jakarta, Konpress, 2006), hal. 112.
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
8
Universitas Indonesia
tujuan efesiensi dan efektifitas dalam pembentukan kementerian tidak dapat
tercapai, sebagaimana dari Pasal 13 ayat (2) Undang-Undang Nomor 39 Tahun
2008 tentang Kementerian Negara, yang menyatakan :23
Pasal 13 (2). Pembentukan Kementerian sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dengan mempertimbangkan: a. efisiensi dan efektivitas; b. cakupan tugas dan proporsionalitas beban tugas; c. kesinambungan, keserasian, dan keterpaduan pelaksanaan tugas;
dan/atau d. perkembangan lingkungan global.
Berdasarkan dari uraian aspek hukum diatas, maka dalam penelitian ini
akan difokuskan24 pada kedudukan lembaga Wakil Menteri dalam susunan
organisasi Kementerian Negara ditinjau dari kedudukannya, yang secara yuridis
baik dari kewenangan, tugas, fungsi, pertanggungjawaban dan pembebanan
keuangan Negara masih menjadi perdebatan. Sehingga pada akhirnya dapat
memberikan pandangan dan pendapat hukum tentang urgenitas pembentukan
lembaga Wakil Menteri dalam susunan organisasi Kementerian Negara ini.
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan penjelasan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka
masalah yang akan dirumuskan berkaitan dengan Kedudukan Wakil Menteri
dalam susunan organisasi Kementerian Negara diantaranya :
23 Hal itu berarti terjadi inkonsistensi terhadap tujuan awal pembentukan organisasi
Kementerian Negara yang salah satu point utamanya adalah efisiensi dan efektivitas.Dengan kedudukan Wakil Menteri yang sekarang dapat dikatakan kurang efisien, dikaitkan dengan anggaran yang dibutuhkan dan dikeluarkan untuk kebutuhan jabatan Wakil Menteri. Sedangkan dikatakan tidak efektif dikarenakan kedudukan jabatan Wakil Menteri akan menimbulkan tumpang tindih terhadap kedudukan Sekretariat Jenderal atau Sekretariat Kementerian.
24 Melalui latar belakang masalah, maka kemudian diambil beberapa fokus penelitian
yang akan dijadikan bahasan dalam bab-bab berikutnya. Untuk mendalami mengenai masalah ini dapat di baca Sudarmayanti dan Syarifudin Hidayat, Metodologi Penelitian, (CV. Mandar Maju, Bandung, Cetakan ke II, 2011), Hal.36. Bandingkan Sukandarrumidi, Metodologi Penelitian, Petunjuk Praktis Untuk Peneliti Pemula, (Gajahmada University Press, Yogyakarta, Cetakan ke-3, 2006) Hal.116
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
9
Universitas Indonesia
a. Apa makna “Presiden dapat mengangkat Wakil Menteri pada
Kementerian tertentu dalam hal terdapat beban kerja yang membutuhkan
penanganan secara khusus”, sebagaimana Pasal 10 Undang-Undang
Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara ?
b. Bagaimana kedudukan Wakil Menteri dalam struktur organisasi
Kementerian Negara ?
c. Bagaimana perbandingan kedudukan Wakil Menteri di Indonesia dengan
beberapa Negara yang ada di dunia ?
1.3 Tujuan Penulisan dan Manfaat Penelitian
1.3.1 Tujuan
Berdasarkan perumusan masalah dari Penelitian Kedudukan Wakil
Menteri dalam susunan organisasi Kementerian Negara akan dibagi menjadi 2
bagian, diantaranya :
a. Menjelaskan makna Presiden dapat mengangkat Wakil Menteri pada
Kementerian tertentu dalam hal terdapat beban kerja yang membutuhkan
penanganan secara khusus, sebagaimana Pasal 10 Undang-Undang Nomor
39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara.
b. Mengetahui Kedudukan Wakil Menteri dalam struktur organisasi
Kementerian Negara.
c. Menguraikan perbandingan kedudukan Wakil Menteri di Indonesia dengan
beberapa Negara yang ada di dunia.
1.3.2 Manfaat
Adapun manfaat yang dapat diperoleh dalam penulisan tesis ini,
diantaranya adalah :
a. Secara teoritis dapat menambah dan memperdalam keilmuan dalam bidang
Hukum Tata Negara dan Administrasi Negara yang berkaitan dengan
Lembaga Negara terutama tentang Wakil menteri
b. Manafat praktis adalah untuk membangun kesadaran dan pemahaman
kepada publik akan Kedudukan jabatan Wakil menteri dalam struktur
ketatanegaraan Indonesia
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
10
Universitas Indonesia
1.4 Kerangka Teoritis
1.4.1 Teori Kekuasaan dan Kewenangan
Diskusi permasalahan hukum tentunya akan berkaitan erat dengan masalah
kekuasaan dan wewenang. Hubungan hukum dengan kekuasaan dapat di
rumuskan dengan slogan ”hukum tanpa kekuasaan adalah angan-angan,
kekuasaan tanpa hukum adalah kelaliman”.25 Dalam artian bahwa dalam
penerapan hukum, maka di perlukan kekuasaan sebagai pendukung, salah satu
sebabnya adalah di karenakan hukum bersifat memaksa, karena tanpa adanya
paksaan, maka pelaksanaan hukum akan mengalami hambatan. Namun semakin
tertib masyarakatnya, maka semakin berkurang kekuasaan sebagai pendukungnya.
Karena begitu eratnya kaitan antara hukum dan kekuasaan, maka seakan
tidak dapat memisahkan antara keduanya. Bahkan ada yang menyebutkan bahwa
hukum sendiri sebenarnya adalah kekuasaan.26 Hukum merupakan salah satu
sumber dari kekuasaan, namun juga merupakan pembatas bagi kekuasaan. Oleh
karena itu tidak dapat dibenarkan apabila kekuasaan di gunakan sebagai alat untuk
bertindak sewenang-wenang. Karena dalam tataran praktis dilapangan orang akan
cenderung ingin memiliki kekuasaan yang melebihi dari apa yang telah di
gariskan. Padahal hukum memang membutuhkan kekuasaan, tetapi ia juga tidak
bisa membiarkan kekuasaan itu untuk menunggangi hukum.27
Miriam Budiardjo memberikan arti kekuasaan sebagai kemampuan
seseorang atau sekelompok manusia untuk mempengaruhi tingkah-lakunya
seseorang atau kelompok lain sedemikian rupa sehingga tingkah-laku itu menjadi
sesuai dengan keinginan dan tujuan dari orang yang mempunyai kekuasaan itu.28
Kekuasaan ini yang kemudian oleh sebagian besar di cari atau bahkan menjadi
rebutan dalam setiap kehidupan masyarakat modern seperti sekarang ini. Hal itu
25 Adegium hukum ini yang selalu dijadikan argumentasi dalam setiap kita mempelajari
ilmu hukum, untuk itu istilah ini menjadi populer di kalangan mahasiswa, dosen dan setiap orang yang secara langsung maupun tidak langsung mempelajari ilmu hukum. Baca Mochtar Kusumaatmadja, Fungsi dan Perkembangan Hukum Dalam Pembangunan Nasional (Bandung: Alumni, 1994), Hal. 75
26 Van Apeldoorn, Pengantar Ilmu Hukum, (Pradnya Paramita, Jakarta, 1976), hal. 68. 27 Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, (PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2000), hal. 146. 28 Miriam Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, (PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta,
2002), hal.35.
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
11
Universitas Indonesia
di pengaruhi oleh adanya hasrat dan keinginan manusia yang bermacam-macam
sehingga dirasa perlu untuk memaksakan kemauan dirinya atas orang lain.
Hal yang sama juga di katakan Mac Iver yang merumuskan kekuasaan
sebagai berikut :
The capacity to control the behavior of other either directly by fiat or
indirectly by the manipulation of available means, yang artinya
kemampuan untuk mengendalikan tingkah laku orang lain baik
secara langsung dengan memberi perintah, maupun secara tidak
langsung dengan mempergunakan segala alat dan cara yang
tersedia. 29
Lebih lanjut Miriam Budiardjo bahwa kekuasaan dalam
masyarakat selalu berbentuk piramida yang bersumber pada kekerasan fisik,
kedudukan dan kepercayaan.30 Agar kekuasaan dapat di jalankan maka di
butuhkan penguasa atau organ sehingga negara itu di konsepkan sebagai
himpunan jabatan-jabatan itu diisi oleh sejumlah pejabat yang mendukung hak
dan kewajiban tertentu berdasarkan subjek-kewajiban.31 Dengan demikian,
lahirlah teori yang menyatakan bahwa negara merupakan subjek hukum buatan
atau tidak asli atau yang di sebut teori organ atau organis.32
Asal atau sumber kekuasaan dalam suatu negara secara umum dapat di
golongkan menjadi 2 (dua) bagian. Pertama, erat kaitannya dengan teori teokrasi,
yang mana menyatakan bahwa asal mula kekuasaan berasal dari Tuhan. Teori ini
berkembang pada zaman abad pertengahan yakni abad ke V sampai abad ke XV.33
Sedang Kedua berhubungan dengan teori hukum alam yang secara umum
memberikan pemahaman bahwa kekuasaan berasal dari rakyat. Kekuasaan dari
29 Mac Iver, The Web of Government, dalam Moh.Kusnardi dan Bintan Siragih, Ilmu
Negara, (Gaya Media Pratama, Jakarta, 2000), hal 116. 30 Op Cit, hal. 36 31 Rudasi Kantaprawira, Hukum dan Kekuasaan, (Makalah Pada Fakultas Hukum
Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta), hal. 37-38. 32 F. Isjwara, Pengantar Ilmu Politik, (Dwiwantara, Bandung), 1964, hal. 127-129 33 Soetomo, Ilmu Negara, (Usaha Nasional, Surabaya, 1993), hal. 51-69
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
12
Universitas Indonesia
rakyat tersebut yang kemudian di serahkan kepada seseorang (raja) untuk
menyelenggarakan kebutuhan masyarakat.
Bila di hadapkan pada persoalan kekuasaan, maka orang berpendapat
bahwa kekuasaan itu sering diartikan hanya dalam bidang politik saja.34 Padahal
kekuasaan dapat beraspek dua keilmuan, yakni berkaitan dengan hukum dan
politik. Dalam hukum tata negara, wewenang (bevoegdheid) di deskripsikan
sebagai kekuasaan hukum (rechtsmacht), dalam hukum publik, wewenang
berkaitan dengan kekuasaan.35 Kekuasaan mempunyai makna yang sama dengan
wewenang karena kekuasaan yang dimiliki oleh legislatif, ekskutif dan yudikatif
adalah kekuasaan formal.
Kekuasaan dapat berasal dari dua bagian, pertama berasal dari peraturan
perundang-undangan dan yang kedua berasal dari bukan peraturan perundang-
undangan atau karena jabatan yang dimilikinya. Sedangkan kewenangan hanya
berasal dari peraturan perundang-undangan yang sah dan diakui oleh suatu negara.
Berdasarkan uraian diatas, maka kekuasaan memiliki dua aspek, yakni
aspek politik dan aspek hukum. Sedangkan kewenangan hanya beraspek hukum
saja. Dapat diartikan bahwa kekuasaan bersumber pada peraturan perundang-
undangan dan di luar peraturan perundang-undangan, sedangkan kewenangan
harus harus berdasarkan peraturan perundang-undangan. Dengan demikian dapat
dikatakan bahwa kewenangan merupakan kekuasaan yang sah, yang bersumber
pada peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sehingga dapat disimpulkan
bahwa kekuasaan belum tentu kewenangan, akan tetapi kewenangan sudah tentu
merupakan kekuasaan.
Kewenangan dan wewenang tentunya memiliki perbedaan yang mendasar.
Dalam bahasa Belanda wewenang di sebut juga ”bevoegheid”. Menurut Philipus
M. Hadjon, ada perbedaan antara kewenangan dengan wewenang, perbedaannya
terletak pada karakter hukumnya. Istilah ”bevoegheid” digunakan baik dalam
konsep hukum publik maupun dalam konsep hukum hukum privat. Dalam hukum
34 Moh. Kusnardi dan Bintan Siragih, Ilmu Negara, (Gaya Media Pratama, Jakarta, 2000),
hal. 116. 35 Philipus M. Hadjon, Tentang Wewenang, (Makalah Univ. Airlangga, Tanpa Tahun),
hal. 1
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
13
Universitas Indonesia
kita istilah kewenangan atau wewenang seharusnya di gunakan dalam konsep
hukum publik.36
Dalam konsep hukum tata negara, “bevoegheid” (wewenang) di
deskripsikan sebagai “rechtmacht” (kekuasaan hukum). Jadi dalam hukum publik
wewenang berkaitan dengan kekuasaan.37 Sedangkan dalam konsep hukum
administrasi Belanda, soal wewenang selalu menjadi bagian penting dan bagian
awal dari hukum administrasi karena objek hukum administrasi adalah
“bestuursbevoegdheid” (wewenang pemerintahan).38
Jadi perbedaan antara kewenangan dan wewenang adalah pertama kali
harus membedakan antara (authority, gezag) dan wewenang (competence,
bevoegdheid). Gezag adalah ciptaan orang-orang yang sebenarnya paling
berkuasa.39 Kewenangan yang disebut juga “kekuasaan formal” yang berasal
kekuasaan yang di berikan oleh Undang-Undang atau legislatif dari kekuasaan
ekskutif atau administratif yang bersifat utuh atau bulat. Sedangkan wewenang
hanya mengenai suatu bagian tertentu saja dari kewenangan. Di dalam
kewenangan terdapat wewenang-wewenang (rechtsbe voegdheben).40 Wewenang
juga merupakan dalam ruang lingkup tindakan hukum publik, lingkup wewenang
pemerintahan, tidak hanya meliputi wewenang membuat keputusan pemerintahan
(besluit), akan tetapi meliputi wewenang dalam rangka pelaksanaan tugas serta
distribusi wewenang utamanya di tetapkan dalam Undang-Undang Dasar.
Sedangkan kewenangan dapat diperoleh dari konstitusi secara atribusi,
delegasi maupun mandat.41 Atribusi adalah wewenang yang melekat pada suatu
jabatan, sedang delegasi adalah pemindahan/pengalihan suatu kewenangan yang
36 Ibid, hal. 1 37 Ibid, hal. 1 38 Ibid, hal. 1 39 Kranenburg dan Tk. B. Sabaroedin, Ilmu Negara Umum, (PT. Pradnya Paramita,
Jakarta, 1986), Hal. 20 40 Abdul Rasyid Thalib, Wewenang Mahkamah Konstitusi dan Implikasinya Dalam
Sistem Ketatanegaraan Republik Indonesia, (PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2006), hal. 211. 41 Mustamin DG. Matutu.dkk, Mandat, Delegasi, Atribusi dan Implementasinya di
Indonesia, (UII Press, Yogyakarta, 2004), hal. 109-159.
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
14
Universitas Indonesia
ada.42 Secara sederhana dapat diartikan atribusi merupakan kewenangan yang asli
atas dasar konstitusi (Undang-Undang Dasar), sedang kewenangan delegasi
pelimpahan wewenang kepada organ pemerintahan yang lain dan mandat
pemberian wewenang untuk bertindak untuk dan atas nama pemberi mandat.
Ada perbedaan khusus antara delegasi dan mandat. Delegasi merupakan
pemberian, pelimpahan atau pengalihan kewenangan oleh suatu organ
pemerintahan kepada pihak lainuntuk menganmbil keputusan atas tanggung jawab
sendiri, sedangkan mandat bertanggung jawab atas nama atau tanggung jawabnya
sendiri mengmbil kepuusan.43 Akan tetapi sebenarnya dalam teori pendelegasian,
apabila suatu kewenangan sudah di delegasikan, maka tidak dapat lagi di tarik
kembali oleh lembaga pemberi delegasi.
1.4.2 Teori Tentang Lembaga Ekskutif
Gagasan tentang lembaga ekskutif muncul berdasarkan teori pemisahan
kekuasaan (saparation of power) yang sempat dipopulerkan John Lock pada tahun
1690 yang kemudian dikembangkan oleh Montesquieu pada pertengahan abad
XVIII.Latar belakang munculnya teori ini dikarenakan kekuasaan penguasa yang
tidak terbatas dan cendrung bersifat sewenang-wenang, untuk itu perlu diadakan
pemisahan kekuasaan (saparation of power) ke dalam berbagai organ agar tidak
terpusat pada satu tangan atau sering disebut seorang monarkhi (raja
absolut).Teori mengenai pemisahan kekuasaan Negara menjadi sangat penting
artinya untuk melihat bagaimana posisi atau keberadaan kekuasaan dalam struktur
kekuasaan Negara.44
John Lock dalam karyanya yang berjudul ”Two Treaties of Government”
mengusulkan agar kekuasaan dalam suatu Negara di bagi-bagi kepada organ yang
berbeda. Salah satu tujuannya agar kekuasaan tidak menumpuk pada seorang raja
42 Philipus M. Hadjon. dkk, Pengantar Hukum Administrasi Negara Indonesia, (Gajah
Mada University Press, 2002), hal. 130. 43 Jimly Ashiddiqie, Perihal Undang-Undang, (Jakarta, Konstitusi Press, 2006), hal. 378. 44 Bambang Sutiyoso dan Sri Hastuti Puspitasari, Aspek-Aspek Perkembangan Kekuasaan
Kehakiman di Indonesia, (UII Press, Yogyakarta, 2005), hal. 17
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
15
Universitas Indonesia
sehingga akan terjadi kekuasaan yang absolute pada raja. Dalam hal itu John Lock
mengusulkan agar kekuasaan dibagi menjadi 3 (tiga) bagian, diantaranya :45
a. Legislatif (membuat Undang-Undang)
b. Ekskutif (melaksanakan Undang-Undang)
c. Federatif (melakukan hubungan diplomatik dengan Negara-negara lain)
Berbeda dengan pendapat yang pernah dikemukakan oleh Montesquieu
dalam bukunya “L’esprit des Lois” yang mengatakan bahwa untuk tegaknya
Negara demokrasi perlu diadakan pemisahan kekuasaan kedalam 3 (tiga) poros
kekuasaan, diantaranya :46
a. Legislatif (pembuat Undang-Undang)
b. Ekskutif (pelaksana Undang-Undang)
c. Yudikatif (peradilan/kehakiman, untuk menegakkan perundang-undangan)
Menurut Montesquieu ketiga poros tersebut masing-masing harus terpisah
satu sama lain, baik mengenai pemegang kekuasaannya maupun fungsi yang
menjadi tugas dan kewajibannya. Ajaran pemisahan kekuasaan kedalam tiga pusat
kekuasaan dari Montesquieu kemudian oleh Immanuel Kant diberi nama Trias
Politica (Tri = tiga, AS = poros/pusat, dan Politica = kekuasaan)47
Perbandingan antara kedua pendapat di atas menurut Locke adalah
kekuasaan ekskutif merupakan kekuasaan yang mencakup yudikatif, karena
mengadili itu berarti melaksanakan undang-undang dan kekuasaan federatif
(hubungan luar negeri) merupakan kekuasaan yang berdiri sendiri. Sedangkan
menurut Montesquieu, kekuasaan ekskutif mencakup kekuasaan federatif karena
melakukan hubungan luar negeri termasuk kekuasaan ekskutif dan kekuasaan
yudikatif harus berdiri sendiri.
Dalam kedua teori yang pernah dikemukakan 2 (dua) ilmuan diatas,
kekuasaan ekskutif pada dasarnya merupakan kekuasaan melaksanakan Undang-
Undang. Sedangkan kekuasaan legislatif adalah kekuasaan membuat Undang-
Undang. Jadi inti dari teori diatas adalah kekuasaan membentuk Undang-Undang
45 Sumali, Reduksi Kekuasaan Ekskutif di Bidang Peraturan Pengganti Undang-Undang (Perpu), (UMM Press, Malang, 2003), Hal. 9
46 Op Cit, hal. 152 47 Moh.Mahfud, Demokrasi dan Konstitusi di Indonesia (Studi Tentang Interaksi Politik
dan Kehidupan Ketatanegaraan), (PT. Rineka Cipta, Jakarta, 2003), hal. 82-83.
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
16
Universitas Indonesia
harus diserahkan pada lembaga tersendiri yakni lembaga legislatif, begitu juga
dengan pelaksanaan Undang-Undang harus diserahkan pada lembaga tersendiri
yakni ekskutif, diperlengkap lagi dengan lembaga peradilan/kehakiman atau untuk
menegakkan perundang-undangan yakni diserahkan kepada lembaga yudikatif.
Selain itu sarjana Belanda, C. van Vollenhoven sedikit berbeda dengan
pandangan kedua sarjana diatas. Fungsi-fungsi kekuasaan Negara menurutnya
terdiri dari 4 (empat) cabang, yakni:48
a. Fungsi regeling (pengaturan) b. Fungsi bestuur (penyelenggaraan pemerintahan) c. Fungsi rechtsspraak (peradilan) d. Fungsi politie (ketertiban dan keamanan)
Sedangkan Goodnow mengembangkan ajaran yang biasa diistilahkan
dengan praja, yaitu :49
a. Policy making function (fungsi pembuatan kebijaksanaan)
b. Policy executing function (fungsi pelaksanaan kebijaksanaan)
Namun pandangan yang paling banyak berpengaruh yang ada di dunia,
dan banyak dijadikan rujukan adalah teori yang yang dikembangkan Montesquieu,
yakni 3 (tiga) cabang kekuasaan adalah legislatif, ekskutif dan yudisial. Namun
dalam pembahasan ini akan dibahas tentang lembaga ekskutif.
Lembaga ekskutif merupakan bagian dari Trias Politika.Lembaga ekskutif
atau lembaga pemerintah (dalam arti sempit) adalah lembaga yang melaksanakan
fungsi pemerintahan berdasarkan Undang-Undang.Istilah ekskutif seringkali
digunakan secara sedikit lebih luas.50Terkadang istilah ini hanya digunakan untuk
menyebut kepala menteri (misalnya Presiden Amerika Serikat), terkadang
mencakup seluruh lembaga pejabat Negara, pemerintahan dan militer.
Penggunaan kata ekskutif berarti kepala pemerintahan berikut menteri-
menterinya, atau dengan kata lain badan Negara yang diberi wewenang oleh
48 Jimly Asshiddiqie, Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga Negara Pasca Reformasi,
(Konpress, Jakarta, 2006), hal.34 49 Op Cit, Hal.223 50 C.F. Strong, Modern Political Constitutions : An Introduction to the Comparative Study
and Existing Form, (Terjemahan SPA Teamwork, Nusamedia, Bandung, 2004), hal. 12
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
17
Universitas Indonesia
konstitusi untuk melaksanakan undang-undangyang telah disetujui lembaga
legislatif.51
Dalam pengertian ekskutif dapat diartikan secara luas dan sempit. Dalam
artian yang lebih sempit adalah Presiden dan para menterinya. Sedangkan dalam
arti luas meliputi ekskutif dalam artian sempit dan seluruh lembaga yang berada
dibawah presiden dan menteri termasuk ekskutif disetiap daerah-daerah otonom
dalam hal ini Gubernur, Walikota, Bupati beserta satuan organisasi yang ada di
bawahnya.
Menurut Harold J. Laski lembaga ekskutif adalah adalah lembaga yang
melaksanakan peraturan-peraturan yang telah ditetapkan oleh badan pembuat
Undang-Undang dan bekerja di bawah pengawasan badan pembuat Undang-
Undang.52 Apabila diteliti, maka pendapat Harold J. Laski lebih tertuju pada
Negara yang menganut sistem parlementer, yakni segala kegiatan ekskutif harus
diawasi dan harus bertanggungjawab pada legislatif.
Berbeda dengan pendapat Hans Kelsen53 bahwa fungi ekskutif dan
yudikatif saling berkaitan erat, yakni sama-sama sebagai pelaksana dari norma-
norma umum, konstitusi dan hukum-hukum yang dibuat oleh legislatif. Dalam hal
ini fungsi keduanya adalah sama, yakni melaksanakan norma-norma hukum yang
bersifat umum. Bedanya hanyalah bahwa fungsi yang satu dilaksanakan di
pengadilan sedangkan yang lain dilaksanakan di tataran ekskutif atau
administaratif.
Slanjutnya Hans Kelsen membedakan fungsi ekskutif menjadi 2 (dua)
bagian, yakni fungsi politik dan fungsi administratif.54 Fungsi politik biasanya
menunjuk kepada tindakan-tindakan tertentu yang bertujuan memberi arahan bagi
pelaksanaan dengan demikian bermakna politik. Tindakan itu dilaksanakan oleh
organ administratif tertinggi. Tindakan ini melekat karena diatasdasarkan pada
kedudukan dan jabatannya sebagai organ Negara tertinggi.
51 Ibid, Hal. 12 52 Hendarmin Ranadireksa, Arsitektur Konstitusi Demokratik, (Fokusmedia, Bandung,
2007), hal. 215. 53 Hans Kelsen, General Theory Of Law And State, Terjemahan Somardi, (Bee Media
Indonesia, Jakarta, 2007), hal. 312-313 54 Ibid, hal. 313
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
18
Universitas Indonesia
Dalam Negara modern kekuasaan dan wewenang kekuasaan ekskutif dapat
mencakup beberapa bidang kekuasaan yakni ekskutif, legislatif dan yudikatif,
diantaranya :55
a. Diplomatik adalah menyelenggarakan hubungan diplomatik dengan
Negara-negara lain;
b. Administratif adalah melaksanakan undang-undang serta peraturan-
peraturan lain yang menyelenggarakan administrasi Negara;
c. Militer adalah mengatur angkatan bersenjata, menyelenggarakan perang
serta keamanan dan keamanan Negara;
d. Yudikatif adalah memberi grasi, amnesti dan sebaginya;
e. Legislatif adalah merencanakan rancangan undang-undang dan
membimbingnya dalam badan perwakilan rakyat sampai menjadi undang-
undang.
Dari berbagai pemaparan diatas, maka sebenarnya kekuasaan ekskutif adalah
sebagai pelaksana undang-undang yang telah diproduksi oleh legislatif, kekuasaan
yang bersifat legislatif dan yudikatif sebenarnya tidak perlu mendominasi,
sehingga tidak ada penumpukan kekuasaan di tangan seseorang, untuk itu harus
terdapat pengaturan yang jelas tentang kekuasaan ekskutif yang masuk dalam
ruang lingkup kekuasaan legislatif dan ekskutif.
1.5 Metode Penelitian
Fokus penelitian56 pada tesis ini adalah akan mengkaji mengenai
Kedudukan, peran, fungsi Wakil Menteri di Indonesia. Sedangkan Metode yang
55 C.F. Strong, Op Cit, Hal.233-234 bandingkan Miriam Budiardjo, Op Cit, Hal. 209 56 Fokus penelitian merupakan bagian yang sangat penting dalam upaya penulisan karya
tulis ilmiah, mengingat fokus penelitian erat kaitannya dengan tujuan yang ingin dicapai dari suatu karya tulis. Untuk memahami mengenai ini, baca John W. Creswell, Reserch Design, Qualitative & Quantitative Approaches, (SAGE Publications, International Educational and Professional Peblisher, Thousand Oaks, London New Delhi, 1994) Hal. 2. Bandingkan S. Nasution, Metode Research (Penelitian Ilmiah) usulan Tesis, Desain Penelitian, Hipotesis, Validitas, Sampling, Populasi, Observasi, Wawancara, Angket, (PT. Bumi Aksara, Jakarta, Cetakan ke-4, 2011), Hal. 16
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
19
Universitas Indonesia
digunakan dalam penulisan tesis ini adalah metode penulisan hukum normatif57,
yaitu cara penulisan yang didasarkan pada analisis terhadap beberapa asas hukum
dan teori hukum serta peraturan perundang-undangan yang sesuai dan berkaitan
dengan permasalahan dalam tesis ini. Penelitian hukum normatif ini adalah suatu
prosedur dan cara penelitian ilmiah untuk menemukan kebenaran berdasarkan
logika keilmuan hukum dari segi normatifnya.58
Sedangkan pendekatan masalah yang digunakan dalam penulisan tesis ini
adalah terdiri dari 3 (tiga) pendekatan yakni pendekatan perundang-undangan
(statute approach), pendekatan konseptual59 (conceptual approach), dan
pendekatan perbandingan (comparative approach).60 Pendekatan perundang-
undangan (statute approach) di gunakan untuk meneliti dan mengkritisi61
peraturan perundang-undangan yang dalam penormaannya masih terdapat
kekurangan dalam kedudukan wakil menteri di Indonesia. Pendekatan konseptual
(conceptual approach) dipakai untuk memahami konsep-konsep dan teori62 yang
57 Penelitian hukum normatif ini merupakan kegiatan sehari-hari seorang sarjana hukum,
bahkan penelitian hukum yang bersifat normatif hanya mampu dilakukan oleh seorang sarjana Hukum, sebagai seorang yang sengaja dididik untuk memahami dan menguasai disiplin Hukum. Sebagaimana pendapat C.F.G Sunaryati Hartono, Penelitian Hukum di Indonesia pada Akhir Abad ke-20, (Bandung : Penerbit Alumni, cetakan ke-2, 2006) 139
58 Johnny Ibrahim, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, (Bayu Media
Publishing, Malang, 2006), Hal.57 59 Unsur pertama dari bahasa keilmuan merupakan konsep. Kegiatan membangun sebuah
teori atau model, mirip dengan membangun rumah atau tembok, sebelum membangun seorang pengembang (developer) tentu harus mengetahui struktur tanah, luas lahan, dan alokasi penggunaannya arah dan kekuatan tiupan angin dan lain sebagainya. Untuk itu konsep dapat diartikan sebagai symbol yang digunakan untuk memaknai fenomenon. Baca John J.O.I Ihalalauw, Bangunan Teori, (Salatiga : Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Kristen Satya Wacana, Edisi Millenium, 2000), hal20-22
60 Untuk lebih lebih jelasnya tentang macam-macam pendekatan dalam penelitian hukum
normatif bandingkan Soerjono Soekanto dan Sri Mamuji, Penelitian Hukum Normatif (Suatu Tinjauan Singkat), (Rajawali Pers, Jakarta, 2001), hal. 14. dengan Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, (Prenada media, Jakarta, 2006), hal. 93-137 dan Johnny Ibrahim, Op Cit, Hal. 299-321
61 Dalam studi ini berupaya memberikan masukan kritik dan saran terhadap peraturan
prundang-undangan yang kurang tepat dan baik baik dari segi penormaan maupun dalam realitas penyelenggaraannya, untuk itu kemudian dinamakan sebagai teori hukum kritis. Untuk mengetahui hal teori ini silakan baca Roberto M Unger, Law and Modern Society : Toward a Criticism of Social Theory, (The Free Press), hal235. Bandingkan Munir Fuady, Filsafat dan Teori Hukum Postmodern, (Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, cetakan ke-1, 2005), hal.103
62 Teori hukum berbeda dengan hukum posotif, teori hukum menjadi landasan dalam
pembentukan dan cara pandang terhadap hukum positif. Untuk itu kemudian terdapat hubungan
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
20
Universitas Indonesia
berkaitan dengan kedudukan wakil menteri di Indonesia, serta pendekatan
perbandingan (comparative approach) di pakai untuk meneliti perbandingan
kedudukan wakil menteri yang pernah ada di Indoenesi dengan kedudukan Wakil
Menteri di beberapa negara di dunia.
Bahan hukum merupakan bahan dasar yang akan dijadikan acuan atau pijakan
dalam penulisan tesis ini. Adapun yang menjadi bahan hukum dalam penulisan
tesis ini terdiri dari 3 (tiga) bagian, yakni bahan hukum primer, skunder dan
tersier. Bahan hukum primer merupakan bahan hukum yang bersifat autoritatif
artinya mempunyai otoritas.63 Bahan-bahan hukum primer terdiri dari peraturan
perundang-undangan, catatan-catatan resmi atau risalah dalam pembuatan
perundang-undangan dan putusan-putusan hakim.
Bahan hukum skunder adalah bahan hukum yang memberikan penjelasan
mengenai bahan hukum primer.64 Adapun bahan hukum skunder yang digunakan
untuk memberikan penjelasan mengenai materi yang terdapat dalam bahan hukum
primer berasal dari beberapa literatur, buku tesk, jurnal hukum, karangan ilmiah
dan buku-buku lain yang berkaitan langsung dengan tema penulisan tesis
ini.Bahan hukum tersier adalah bahan hukum yang memberikan petunjuk maupun
penjelasan terhadap bahan hukum primer dan skunder.65 Bahan hukum ini sebagai
alat bantu dalam penulisan tesis ini. Adapun bahan hukum tersier ini dapat berupa
kamus-kamus hukum yang berkaitan langsung dengan tesis ini.
Dalam tesis ini di gunakan metode analisis induktif kualitatitif,66 yaitu
metode analisa dengan melakukan analisis terhadap peraturan perundang-
antara kegiatan berfikir, bahasa hukum dan teori hukum. Baca J.J.H. Bruggink, Rechts Reflecties, Grondbegrippen uit de Rechtstheori, (England : Kawuler, 1995) hal. 1-2. Bandingkan H.R. Otje Salman dan Anton F. Susanto, Teori Hukum, Mengingat, Mengumpulkan dan Membuka Kembali, (Bandung : Penerbit Refika Aditama, cetakan ke-2, 2005), hal. 45
63 Peter Mahmud Marzuki, Op Cit, Hal. 141 64 Op Cit, Hal.13 65 Op Cit, Hal. 52 66 Metode induktif adalah metode yang merupakan kesimpulan-kesimpulan umum yang
diperoleh berdasarkan proses pemikiran setelah mempelajari peristiwa-peristiwa khusus atau peristiwa-peristiwa yang konkret. Untuk lebih jelasnya baca : Sjachran Basah, Ilmu Negara, Pengantar, Metode dan Sejarah Perkembangan, (PT. Citra Aditya Bakti, Bandung), Hal. 60. Bandingkan Erliana Hasan, Filsafat Ilmu dan Metodologi Penelitian Ilmu Pemerintahan, (Ghalia Indonesia, Jakarta, Cetakan ke 1, 2011), Hal. 174
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
21
Universitas Indonesia
undangan yang berkaitan dengan permasalahan (rumusan masalah) yang terdapat
dalam tesis ini untuk kemudian di korelasikan dengan beberapa asas dan teori
yang menjadi landasan atau pisau analisa dalam penulisan tesis ini sebagai
langkah untuk menemukan konklusi, jalan keluar maupun konsepsi ideal tentang
hal-hal yang menjadi pembahasan.
1.6 Sistematika Penelitian
Dalam tesis ini di susun dengan sistematika yang terbagi dalam 4 (empat)
Bab. Masing-masing Bab terdiri dari atas beberapa subbab guna lebih
memperjelas ruang lingkup dan cakupan permasalahan yang diteliti. Adapun
urutan dan tata letak masing-masing Bab serta pokok bahasannya adalah sebagai
berikut :
BAB 1 : PENDAHULUAN
Bab ini berisi uraian latar belakang permasalahan munculnya
Wakil menteri di indonesia, dari proses pengangkatannya,
peran, jenis, fungsi, wewenang dan kedudukannya dalam
susunan organisasi Kementerian Negara.Selanjutnya di
tetapkan rumusan masalahyang menentukan arah penelitian dan
ruang lingkup pembahasan, sehingga akan secara komprehensif
memberikan gambaran pembahasan yang menjadi titik tekan
pembahasan. Dilanjutkan dengan tujuan dan manfaat penulisan
yang memberikan gambaran mengenai tujuan dan manfaat dari
penulisan sesuai tema yang diambil, dan yang terakhir di
jelaskan tentang metode penelitian, dalam metode penelitian
diuraikan tipe penelitian bagaimana sebuah pendekatan masalah
dilakukan sekaligus sumber bahan hukum, prosedur
pengumpulan bahan hukum dan dasar analisis yang dipakai
guna mendukung pembahasan. Dalam bab ini diakhiri dengan
pertanggung jawaban sistematika, yakni gambaran dari masing-
masing bab atau pembahasan.
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
22
Universitas Indonesia
BAB 2: PENGANGKATAN WAKIL MENTERI
Pada Bab II ini akan di uraikan tentang dasar hukum
pengangkatan Wakil Menteri, beserta pertimbangan-
pertimbangan yang dugunakan dalam melakukan pengangkatan
Wakil Menteri di Kementerian tertentu oleh Presiden. Disitu
akan disebutkan mengenai hal-hal yang berhubungan dengan
pengangkatan Wakil Wakil Menteri, mulai hak Presiden dan
sifat khususnya Pengangkatan Wakil Menteri sampai kepada
dimensi Politik dan Hukum Pengangkatan Wakil Menteri. Pada
sub bab berikutnya akan disinggung mengenai masa jabatan
Wakil Menteri, disitu akan dikaji mengenai bagaimana Wakil
Menteri melaksanakan kewajiban jabatannya sesuai dengan
jangka waktu yang telah ditentukan. Sub bab berikutnya
mengenai pertanggung jawaban Wakil Menteri juga akan
menjadi bahasan pada sub bab 2 ini. Sedangkan sub bab yang
terakhir mengenai produr dan tata cara pemberhentian Wakil
Menteri yang merupakan persoalan yang multi tafsir sesuai
dengan pengangkatan dan pertanggung jawaban Wakil Menteri.
BAB 3: KEDUDUKAN WAKIL MENTERI
Dalam bab 3 ini akan diurai menjadi 4 subbab yang saling
keterkaitan antar yang satu dengan yang lainnya. Subbab
pertama adalah tentangtugas dan wewenang Wakil Menteri,
mulai dari tugas yang bersifat pokok maupun tugas-tugas yang
bersifat pelimpahan dari menteri. Sedangkan subbab selanjutnya
juga akan dijelaskan mengenai struktur organisasi pada
Kementerian negara yang mengalami pergeseran organisasi
pasca diangkatnya beberapa Wakil Menteri pada Kementerian
tertentu. Subbab berikutnya adalah tentang jenjang Kepangkatan
Wakil Menteri yang menuai perdebatan antar pakar hukum dan
pemerintahan, disini akan dianalisis secara tuntas mengenai
kepangkatan Wakil Menteri. Sedangkan yang terakhir adalah
kedudukan Wakil Menteri terhadap Presiden, Menteri dan
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
23
Universitas Indonesia
Sekretariat Jenderal, disini akan dibahas secara mendalam
mengenai kedudukan dan hubungan antara lembaga yang
bersangkutan.
BAB IV : PERBANDINGAN WAKIL MENTERI
DI BEBERAPA NEGARA
Dalam Bab ini pembahasan akan di fokuskan pada jawaban atas
perumusan masalah mengenai perbandingan Wakil Menteri di
Indonesia dengan beberapa negara yang ada di beberapa negara.
Pada bab ini akan dijelaskan mengenai mekanisme
pengangkatan, tugas, fungsi, wewenang, pertanggung jawaban
dan pemberhentian Wakil Menteri yang ada di dunia. Pada bab
ini akan dipilih beberapa negara yang memiliki karakter
pengangkatantugas, fungsi, wewenang, pertanggung jawaban
dan pemberhentian Wakil Menteri untuk kemudian
diperbandingkan dengan Indonesia, sehingga dapat mengetahui
pola dan type yang dipakai oleh negara-negara yang ada di
dunia, pada akhirnya adalah konteks ke Indonesiaan negara
manakah yang lebih baik dan sesuai dengan karakter
Pemerintahan yang ada di Indonesia.
BAB V : PENUTUP
Pada Bab ini akan di bagi menjadi dua bagian. Pertama, berisi
kesimpulan yang merupakan jawaban dari pertanyaan pada
rumusan masalah pada Bab I, jawaban akan di tulis berdasarkan
rangkuman analisa pada Bab III dan Bab IV dalam tesis ini.
Sedangkan yang kedua, saran yang berisi gagasan dan ide-ide
konstruktif yang dapat di jadikan masukan tentunya untuk
mengatasi permaslahan-permasalahan yang berkaitan dengan
pembahasan.
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
24
Universitas Indonesia
BAB 2
PENGANGKATAN WAKIL MENTERI
2.1 Dasar Hukum Pengangkatan Wakil Menteri
Lembaga-lembaga Negara di Indonesia tidak hanya dibentuk oleh
Undang-Undang Dasar 1945, melainkan banyak lembaga-lembaga Negara yang
pembentukannya berdasarkan pada Undang-Undang atau peraturan yang lebih
rendah, seperti Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden atau Keputusan
Presiden.67Meskipun demikian lembaga Negara yang diatur oleh peraturan-
perundang-undangan yang lebih tinggi tidak secara otomatis kedudukannya lebih
tinggi daripada lembaga Negara yang diatur dengan peraturan perundang-
undangan yang lebih rendah.Tidak terkecuali pengangkatan Wakil Menteri yang
merupakan amanat dari Undang-Undang nomor 39 Tahun 2008 tentang
Kementerian Negara.
Lembaga negara bisa disebut dengan lembaga pemerintahan, lembaga
pemerintahan non-departemen, atau lembaga negara. Ada yang dibentuk
berdasarkan atau karena diberi kekuasaan oleh UUD, dan ada juga yang dibentuk
dan mendapatkan kekuasaannya dari UU, dan bahkan ada pula yang hanya
dibentuk berdasarkan Keputusan Presiden. Kedududkan lembaga tersebut
tergantung pada pengaturan yang diberikan menurut peraturan UU yang berlaku.
jika lembaga negara itu tercantum dalam naskah UUD 1945 yang didalamnya ada
lembaga – lembaga yang secara eksplisit namanya dan ada yang secara eksplisit
disebutkan funsinya. Ada pula lembaga disebut bahwa baik namanya maupun
fungsi atau kewenangannya akan diatur dengan peraturan yang lebih rendah.
Pengangkatan Wakil Menteri merupakan amanat Pasal 10 Undang-Undang
nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara, yang menyatakan “dalam hal
terdapat beban kerja yang membutuhkan penanganan secara khusus, Presiden
dapat mengangkat Wakil Menteri pada Kementerian tertentu”. Kondisi demikian
dapat diartikan bahwa Wakil Menteri dapat diangkat dalam kondisi tertentu dan
67 Mengenai persoalan ini dapat dibahas secara komprehensif lembaga-lembaga Negara yang pembentukan tidak diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945, akan tetapi keberadaannya diatur berdasarkan peraturan perundang-undangan dibawahnya. Baca Jimly Asshiddiqie, Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga Negara Pasca Reformasi, (Jakarta : Konstitusi Press, cetakan ke-2, 2006), hal. 255
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
25
Universitas Indonesia
merupakan hak Presiden untuk menentukan urgenitas pengangkatan Wakil
Menteri untuk kementerian tertentu. Dalam hal ini membutuhkan interpretasi68
terhadap Pasal 10 Undang-Undang nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian
Negara tersebut, apakah diartikan secara sempit atau diartikan secara luas.69
Dalam arti sempit Wakil Menteri pengangkatannya hanya berdasarkan hak
perogratif Presiden, akan tetapi dalam pengertian yang luas Presiden harus
mengadakan inventarisasi dan komunikasi dengan Kementerian Negara,
Kementerian manakah yang membutuhkan penanganan secara khusus sehingga
membutuhkan pengangkatan Wakil Menteri dalam menunjang tugas-tugas
kementerian Negara tertentu.
Pengangkatan Wakil Menteri melalui beberapa Keputusan Presiden,
beberapa Keputusan Presiden tersebut diantaranya :
a. Keputusan Presiden Nomor 111/M tahun 2009
b. Keputusan Presiden Nomor 3/P tahun 2010
c. Keputusan Presiden Nomor 57/P tahun 2010
d. Keputusan Presiden Nomor 159/M tahun 2011
e. Keputusan Presiden Nomor 65/M tahun 2012
Dari beberapa Keputusan Presiden yang dikeluarkan tidak dicantumkan mengenai
dasar, alasan dan urgenitas Presiden melakukan Pengangkatan Wakil Menteri,
sehingga sampai hari ini terdapat 18 (delapan belas) Wakil Menteri yang
menduduki jabatan di Kementerian tertentu.
Sedangkan dasar hukum yang dijadikan rujukan baik yang pernah dan
sedang digunakan dalam pengangkatan Wakil Menteri diantaranya adalah :
a. Undang-Undang nomor 39 tahun 2008 tentang Kementerian Negara
68 Interpretasi merupakan cara menemukan makna terhadap pengertian dari pasal-pasal
peraturan perundang-undangan, yang mana pasal-pasal dalam perundang-undangan yang bersangkutan dapat ditafsirkan dalam kaca mata dan makna yang berbeda. Dalam melakukan interpretasi terdapat berbagai macam cara, yakni penafsiran gramatikal, penafsiran historis, penafsiran sistematik, penafsiran sosiologis, penafsiran otentik, penafsiran interdisipliner dan penafsiran interdisipliner. Untuk mengetahui mengenai metode-metode dan macam interpretasi silakan baca Yudha Bhakti Ardhiwisastra, Penafsiran dan Kontruksi Hukum, (Bandung : Penerbit Alumni, cetakan ke-1, 2000), hal. 9-12
69 Pembedaan aspek ini dapat membedakan cara berfikir untuk menemukan makna yang
sebenarnya dan menghindari sesat dalam berfikir atau kegagalan dalam memberikan argumen. Untuk lebih lanjut dapat dibaca E. Sumaryono, Dasar-Dasar Logika, (Yogyakarta, Penerbit Kanisius, cetakan ke-11, 2010), Hal. 9
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
26
Universitas Indonesia
b. Peraturan Presiden nomor 47 tahun 2009 tentang Pembentukan dan
Organisasi Kementerian Negara
c. Peraturan Presiden nomor 76 tahun 2011 tentang Perubahan atas Peraturan
Presiden Nomor 47 tahun 2009 tentang Pembentukan dan Organisasi
kementerian Negara
d. Peraturan Presiden nomor 91 tahun 2011 tentang Perubahan Ketiga atas
Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tentang pembentukan dan
Organisasi Kementerian Negara
e. Peraturan Presiden nomor 60 tahun 2012 tentang Wakil Menteri
Dalam beberapa peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai
Wakil Menteri diatas, tidak diatur secara jelas mengenai kedudukan Wakil
Menteri dalam struktur organisasi Kementerian Negara, untuk itu kemudian
lembaga Wakil Menteri menimbulkan kerancuan dan dilakukan gugatan oleh
sekelompok organisasi yang mengatasnamakan Gerakan Nasional Pemberantasan
Korupsi Republik Indonesia untuk melakukan gugatan Uji Materiil ke Mahkamah
Konstitusi terkait konstitusionalitas Wakil Menteri.
Uji materiil yang dilakukan Gerakan Nasional Pemberantasan Korupsi
Republik Indonesia70 paling tidak ringkasan pokok permohonannya adalah
sebagai berikut :71
a. Bahwa menurut Pemohon Pasal 10 Undang-Undang nomor 39 Tahun 2008
tentang Kementerian Negara bertentangan dengan Pasal 17 Undang-
Undang Dasar 1945, yang tidak menyebut posisi Wakil Menteri
b. Bahwa menurut Pemohon ketentuan Pasal 10 UU Kementerian Negara
beserta penjelasannya yang mengatur tentang pengangkatan Wakil Menteri
70 Gerakan Nasional Pemberantasan Korupsi Republik Indonesia (GNPK-RI) pada waktu
itu diwakili oleh Adi Warman, S.H., M.H., M.BA (Ketua Umum Gerakan Nasional Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Pusat) dan H. TB. Imamudin, S.Pd., M.M (Sekretaris Jenderal Gerakan Nasional Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Pusat) Berdasarkan Surat kuasa khusus tertanggal 24 Oktober 2011 memberikan kuasa kepada: 1). M. Arifsyah Matondang, S,H; 2). Syariful Alam, S.H; 3). Rizky Nugraha, S.H; 4). Nur Aliem Halvaima, S.H, kesemuanya advokat dan advokat magang pada kantor Law Office “ADI WARMAN, S.H., M.H., MBA & Partners yang beralamat Gedung Istana Pasar Baru (Office Building) lantai 2-01A Jalan Pintu Air Raya Nomor 58-64, Jakarta, bertindak atas nama pemberi kuasa. Diambil dari petikan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 79/PUU-IX/2011 pada tanggal 19 April 2012
71 Diambil dari petikan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 79/PUU-IX/2011 pada
tanggal 19 April 2012
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
27
Universitas Indonesia
yang dibatasi hanya diisi oleh pejabat karier tertentu dan harus berasal dari
Pegawai Negeri Sipil (PNS), dianggap telah menutup hak-hak
konstitusional dari anggota/kader Pemohon untuk memperoleh kesempatan
yang sama dalam penyelenggaraan negara, khususnya untuk menjadi
Wakil Menteri. Pemohon mendalilkan hal tersebut bertentangan dengan
ketentua n Pasal 28D ayat (3) dan Pasal 27 ayat (1) UUD 1945.
c. Bahwa menurut Pemohon dengan adanya posisi Wakil Menteri, maka akan
berpotensi terhadap terjadinya pemborosan keuangan negara, karena Wakil
Menteri pasti akan mendapatkan fasilitas khusus dari negara yang dananya
bersumber dari APBN.
d. Bahwa pengangkatan Wakil Menteri akan menimbulkan konflik
kepentingan, karena antara Menteri dan Wakil Menteri sama-sama
diangkat oleh Presiden.
e. Jabatan Wakil Menteri dapat diindikasikaan sebagai Politisasi Jabatan
Pegawai Negeri Sipil (PNS)
Selain itu, Gerakan Nasional Pemberantasan Korupsi Republik
Indonesiaselaku Pemohon mengajukan 2 (dua) orang ahli yang telah didengar
keterangannya pada persidangan Mahkamah Konstitusi pada tanggal 19 Januari
2012 dan 24 Januari 2012 yang pada pokoknya sebagai berikut:
a. Yusril Izha Mahendra72
- Pasal 17 ayat (1) UUD 1945 menyatakan, Presiden dibantu oleh
menteri¬menteri negara, tidak ada norma yang menyebutkan keberadaan
wakil menteri bahkan pada saat rancangan Undang-Undang yang
diserahkan kepada Presiden pada tahun 2007 keberadaan jabatan wakil
menteri tidak ada dalam draf.
- Keberadaan wakil menteri baru muncul pada Pasal 10 Undang-Undang
Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara. Hal ini sama
keadaannya dengan Pasal 18 ayat (4) UUD 1945 yang normanya
72 Merupakan Pakar Hukum Hutum Tata Negara, Advokat, mantan Menteri Sekretaris Negara Indonesia pada periode 20 Oktober 2004-8 Mei 2007, Yusril telah tiga kali menempati jabatan sebagai seorang menteri dalam kabinet pemerintahan Indonesia, yaitu Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia (26 Agustus 2000-7 Februari 2001), Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia Kabinet Gotong Royong (Agustus 2001-2004) dan terakhir Menteri Sekretaris Negara Kabinet Indonesia Bersatu (20 Oktober 2004-2007). Di bidang politik menjabat sebagai Ketua Majelis Syuro PBB dan akan mencalonkan menjadi presiden di pemilu 2014 mendatang.
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
28
Universitas Indonesia
menyebutkan, “Gubernur, bupati, dan walikota masing-masing sebagai
kepala pemerintahan daerah, kabupaten, dan kota dipilih secara
demokratis”. Norma ini tidak menyebutkan adanya jabatan wakil
gubernur, wakil bupati, dan wakil walikota, namun pada Undang-Undang
Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah menyebutkan
keberadaan para wakil kepala daerah tersebut.
- Pertanyaannya kemudian apakah hal ini dibenarkan jika norma dalam
UUD 1945 tidak menyebutkan adanya wakil kepala daerah sementara
dalam Undang-Undang kemudian menambahkannya dengan keberadaan
wakil menteri, wakil gubernur, wakil bupati, dan wakil walikota.
- Latar belakang munculnya norma Pasal 17 ayat (4) UUD 1945 adalah
situasional, yakni dengan terjadinya pembubaran, pengubahan, serta
pembentukan Kementerian negara yang begitu sering dilakukan pada masa
Pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid. Untuk mencegah hal itu
terulang lagi maka lahirlah norma Pasal 17 ayat (4) agar Presiden tidak
dapat seenaknya membentuk, mengubah, dan membubarkan Kementerian
Negara yang ada.
- Bahwa Pembentukan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang
Kementerian Negara oleh Dewan Perwakilan Rakyat tidak sesuai dengan
perintah Pasal 17 ayat (4) UUD 1945.
- Pasal 10 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian
Negara, tidak memenuhi pula syarat formil. Karena menambahkan sebuah
norma baru yang sama sekali tidak diperintahkan oleh norma Undang-
Undang Dasar. Hal yang sama juga berlaku pada Undang-Undang Nomor
32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang menambahkan norma
yang tidak diperintahkan oleh Undang-Undang Dasar yakni munculnya
keberadaan para wakil kepala daerah.
- Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara yang
tidak memenuhi syarat formil adalah penjelasan Pasal 10 Undang-Undang
Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara bukan lagi sebagai
tafsiran resmi dari sebuah Undang-Undang melainkan penjelasan tersebut
telah membentuk norma tersendiri hal ini tidak sesuai dengan Undang-
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
29
Universitas Indonesia
Undang Nomor 12 Tahun 2011 yang tegas mengatakan bahwa penjelasan
itu tidak boleh demikian. Apalagi dikaitkan dengan angka 177 lampiran
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 itu yang tegas mengatakan
penjelasan tidak dapat dijadikan dasar hukum untuk membuat peraturan
lebih lanjut dan tidak boleh mencantumkan rumusan yang berisi norma.
- Bahwa penjelasan Pasal 10 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008
tentang Kementerian Negara berisi norma, bukan lagi berisi penjelasan.
Sementara Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tentang
Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara sebagaimana telah
diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 76 Tahun 2011 justru
menjadikan penjelasan Pasal 10 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008
tentang Kementerian Negara itu sebagai landasan bagi pengaturan jabatan
wakil menteri, hal ini tidak boleh dilakukan dan Mahkamah jika menguji
secara formil adalah mengujinya dengan Undang-Undang Nomor 12
Tahun 2011 itu sesuai dengan perubahan Undang-Undang Mahkamah
Konstitusi;
- Bahwa norma Pasal 10 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang
Kementerian Negara secara materiil dan formil tidak sejalan dengan Pasal
17 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) UUD 1945 yang hanya menyebutkan
adanya menteri-menteri negara dan bukan wakil menteri.
- Bahwa norma Pasal 10 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang
Kementerian Negara bertentangan dengan norma Pasal 17 ayat (1), ayat
(2), dan ayat (3) UUD 1945;
- Bahwa Pasal 10 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang
Kementerian Negara bertentangan dengan Pasal 28D ayat (3) UUD 1945
yang menyatakan, “Setiap warga negara berhak memperoleh kesempatan
yang sama dalam pemerintahan”;
- Pada masa Pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Ahli
menilai bahwa wakil menteri tidak mempunyai tugas yang jelas sehingga
ahli berpendapat bahwa adanya jabatan wakil menteri adalah tindakan
yang mubazir dan berlebihan dari Pemerintah.
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
30
Universitas Indonesia
b. Margarito Kamis73
- Bahwa secara substansial, jabatan-jabatan yang diciptakan oleh Bung
Karno dengan jawaban wakil menteri pada saat ini memiliki kemiripan
dalam substansial yang dipersoalkan kontitusionalitasnya tidak diatur
dalam UUD 1945;
- Bahwa Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie anggota tim ahli bidang hukum, orang
yang pertama kali mengusulkan ayat ini dengan dasar dan harapan yang
jelas yaitu mencegah siapapun yang menjadi Presiden nantinya tidak akan
membentuk, menggabungkan, dan membubarkan kementerian seenaknya.
- Untuk menghindari kesan setiap kali membentuk kementerian, setiap kali
pula itu diperlukan undang-undang, maka Affandi dari TNI Polri secara
tegas menyarankan perubahan frasa ditetapkan dengan undang-undang,
diganti dengan frasa diatur dalam Undang-Undang. Nalarnya, nilai
instriksinya dan makna normatif Pasal 17 ayat (4) UUD 1945 adalah
perintah kepada DPR dan Presiden membentuk undang-undang yang
mengatur syarat-syarat pembentukan, pengubahan, dan pembubaran
kementerian. Bukan mengatur organisasi kementerian, apalagi
menciptakan jabatan menteri bahkan wakil menteri.
- Rumusan Pasal 10 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang
Kementerian Negara kabur dan tidak berkepastian karena sekalipun beban
kerja satu kementerian berat. Tetapi bila tidak dipandang perlu oleh
Presiden, maka tentu tidak perlu diangkat wakil menteri. Dalam arti, perlu
atau tidak mengangkat wakil menteri pada kementerian tergantung
kehendak atau terserah Presiden padahal hal inilah yang dicegah MPR
dengan merumuskan ketentuan pasal ini.
- Bahwa ruang presiden semakin kokoh tidak adanya ketentuan pasal yang
mengatur mengenai syarat-syarat seseorang dapat diangkat menjadi wakil
menteri, tidak ada kualifikasi jabatan apakah wakil menteri merupakan
jabatan struktural atau jabatan fungsional, serta tidak ada norma yang
mengatur mengenai cara pemberhentian wakil menteri.
73 Doktor Hukum Tata Negara Universitas Indonesia, selain itu sebagai staf pengajar pada
Universitas Khadirun Ternate
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
31
Universitas Indonesia
- Bahwa Pasal 10 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang
Kementerian Negara bertentangan dengan Pasal 17 UUD 1945.
Kemudian untuk membantah semua yang menjadi permohonan Pemohon,
Pemerintah pada persidangan tanggal 4 Januari 2012, 24 Januari2012, dan 29
Februari 2012 telah didengar keterangan lisan Pemerintah dan Pemerintah juga
mengajukan keterangan tertulis tanggal 31 Januari 2012 melalui Kepaniteraan
Mahkamah yang pada pokoknya sebagai berikut:
a. Pemerintah memberikan satu kesimpulan bahwa Pemohon tidak dapat
b. menjelaskan secara rinci, jelas dan tegas apakah telah timbul kerugian hak
dan/atau kewenangan konstitusional yang dirugikan atas berlakunya
ketentuan yang dimohonkan untuk diuji;
c. Pengaturan mengenai wakil menteri adalah merupakan hak yang melekat
kepada Presiden dalam hal ini/atau dalam hal Presiden merasa terdapat
beban kerja yang memang membutuhkan penanganan secara khusus dalam
satu kementerian tertentu, maka Presiden dapat mengangkat wakil menteri;
d. Kedudukan dan pertanggungjawabannya, Menteri berada di bawah dan
bertanggung jawab kepada Presiden, sedangkan wakil menteri berada dan
bertanggung jawab kepada menteri yang membidangi bidang tertentu;
e. Keanggotaan kabinet menteri merupakan anggota kabinet sedangkan wakil
menteri bukan merupakan anggota kabinet;
f. Hak keuangan dan fasilitas menteri adalah sebagai pejabat negara,
sedangkan wakil menteri fasilitasnya adalah setingkat dengan jabatan
struktural eselon 1A;
g. Wakil menteri adalah membantu menteri sedangkan dirjen tetap
bertanggung jawab melaporkan seluruh kegiatannya kepada menteri;
h. Pemohon tidak konsisten dalam membangun argumentasi bertentangan
dengan UUD 1945. Disatu sisi, Pemohon menyatakan bahwa jabatan
wakil menteri bertentangan dengan UUD 1945 karena tidak diatur dalam
Pasal 17 UUD 1945. Tetapi di sisi lain menyatakan bahwa jabatan wakil
menteri yang diperuntukkan hanya kepada pejabat karir dengan status PNS
telah menghilangkan hak konstitusional kader atau anggota Pemohon
untuk dijadikan sebagai wakil menteri dan dengan demikian menurut
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
32
Universitas Indonesia
Pemohon hal ini bertentangan dengan prinsip kesetaraan dalam hukum dan
pemnerintahan sebagaimana diatur di dalam Pasal 27 ayat (1) dan Pasal
28D ayat (3) UUD 1945;
i. Timbul pertanyaan dari Pemerintah, apakah yang menjadi kehendak
sesungguhnya Pemohon? Apakah menghapuskan jabatan wakil menteri,
apakah menginginkan jabatan tertsebut terbuka bagi siapa saja, termasuk
mereka yang bukan PNS. Bila yang terakhir maksud dari Pemohon, yang
harus dilakukan adalah memohonkan agar penjelasan Pasal 10 Undang-
Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara dihapuskan,
sehingga semua warga negara memiliki kesempatan menjadi wakil
menteri, tidak ekslusif bagi pejabat karier yang berstatus PNS;
j. Pemerintah berpendapat bahwa pembatasan jabatan wakil menteri hanya
dari pejabat karier, sesungguhnya telah membatasi kewenangan Presiden
untuk menunjuk wakil menteri yang diinginkan;
k. Pemerintah sama sekali tidak berkeberatan bila norma yang tercantum
dalam penjelasan Pasal 10 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang
Kementerian Negara dibatalkan, terlebih norma tersebut tidak jelas, tidak
dalam;
l. Dalil jabatan wakil menteri memboroskan keuangan negara hanyalah
asumsi semata dan bukan argumen konstitusional. Terhadap anggapan
Pemohon bahwa pengangkatan menteri akan menyebabkan pemborosan
keuangan negara, menurut Pemerintah anggapan tersebut tidak tepat dan
hanya berdasarkan asumsi semata karena presiden sebagai kepala negara
dan kepala pemerintahan yang paling memahami kementerian-
kementerian mana saja yang membutuhkan penanganan khusus, dan
membutuhkan wakil menteri untuk membantu kementerian tertentu;
m. Keberadaan Wakil Menteri Hukum dan HAM amat sangat memberikan
dukungan yang sangat besar di dalam upaya meningkatkan kinerja
daripada yang bersangkutan pimpin;
n. Kedudukan wakil menteri berada di bawah dan bertangggung jawab
kepada menteri, sedangkan ruang lingkup tugas Wakil Menteri Hukum
dan HAM yang terasa sangat dibutuhkan berkaitan dengan luasnya rentang
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
33
Universitas Indonesia
kendali tugas Kementerian Hukum dan HAM. Ada 5 hal yang sangat
dibutuhkan Menteri Hukum dan HAM adalah dalam membantu Menteri
Hukum dan HAM dalam perumusan dan/atau pelaksanaan kebijakan
Kementerian Hukum dan HAM terkait beberapa hal sebagai berikut:
- Monitoring dan pengendalian pelaksanaan program reformasi
birokrasi, yang kebetulan telah mendapatkan ranking yang cukup
bagus dari Kementerian PAN di mana terjadi peningkatan dari C
menjadi B;
- Koordinasi pelaksanaan, pengadaan barang dan jasa. Ini juga
adalah hal yang penting dan juga mengenai pembenahan sistim
pemasyarakatan;
- Melakukan penilaian dan penetapan pengisian jabatan di
lingkungan kementerian;
- Mewakili Menteri Hukum dan HAM dalam acara tertentu
Berdasarkan penjelasan dan argumentasi tersebut di atas, Pemerintah
memohon kepada Ketua/Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi yang memeriksa,
memutus, dan mengadili permohonan pengujian Undang-Undang Nomor 39
Tahun 2008 tentang Kementerian Negara terhadap Undang-Undang Dasar 1945,
dapat memberikan putusan sebagai berikut:
1. Menerima keterangan Pemerintah secara keseluruhan;
2. Menyatakan Pemohon tidak memiliki kedudukan hukum (legal
standing);
3. Menolak permohonan Pemohon seluruhnya atau setidak-tidaknya
menyatakan permohonan Pemohon tidak dapat diterima (niet
ontvankelijk verklaard);
4. Menyatakan ketentuan Pasal 10 Undang-Undang Nomor 39 Tahun
2008 tentang Kementerian Negara tidak bertentangan dengan
ketentuan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945.
Selain itu, Pemerintah mengajukan 10 (sepuluh) orang ahli pada
persidangan tanggal 7 Februari 2012, 16 Februari 2012, dan 29 Februari 2012
yang pada pokoknya sebagai berikut:
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
34
Universitas Indonesia
a. Maruarar Siahaan74
- Pasal 17 UUD 1945 cantelannya merupakan wewenang presiden
dengan suatu diskresi yang luas. Kita mau keberatan terhadap
diskresinya karena presiden sebagai seorang pemimpin yang diberi
mandat untuk mengangkat menteri, presiden menafsirkan lebih lanjut;
- Pasal 17 UUD 1945 harus dilihat sebagai bagian daripada pembagian
dan pemisahan kekuasaan UUD 1945, bidang kekuasaan pemerintahan
negara eksekutif yang tentu tidak dapat dilepaskan dari Pasal 4 UUD
1945.
- Di Penjelasan dikatakan bahwa konstitusi bukan hanya yang tertulis.
Konvensi dari sejarah negara Indonesia ada nomenklaturnya menteri
muda, menteri koordinator yang sampai sekarang diterima;
- Bahwa keberatan Pemohon yang menyebutkan pemborosan dengan
adanya wakil menteri, tidak harmonis dalam koordinasi menteri dan
wakil, kebutuhan birokrasi dan kabinet yang kurus, atau tidak rapihnya
peraturan presiden dalam mengatur kementerian dan pengangkatan
wakil menteri, yang dapat dilihat dari banyak peraturan perundang-
undangan lain. Ini semuanya menurut ahli di luar masalah
konstitusionalitas norma;
- Bahwa Pasal 10 UU Kementerian adalah konstitusional.
b. Miftah Thoha75
- Jabatan wakil menteri yang sekarang mulai dipakai lagi oleh
Undang¬Undang Nomor 39 Tahun 2008 bukanlah merupakan hal baru
bagi susunan kabinet di bawah UUD 1945. Keberadaan jabatan wakil
menteri dalam kabinet berdasarkan pertimbangan-pertimbangan
presiden perlu adanya jabatan wakil menteri. Pengisian atau
penunjukkan jabatan wakil menteri sangat tergantung presidennnya,
74 Merupakan mantan Hakim Mahkamah Konstitusi perwakilan dari Mahkamah Agung
Republik Indonesia 75 Guru Besar di Fisipol UGM dan di Pasca Sarjana UGM.Sejak tahun 1989 hingga
sekarang menjadi dosen S2 (pascasarjana) di program Studi Administrasi Negara dan Magister Administrasi Publik UGM.Sejak tahun 1998 hingga sekarang menjadi dosen S3 pada program doktor Administrasi Negara UGM. Pada program S2 Magister Administrasi Publik UGM mengampu dua mata kuliah yakni Teori Organisasi dan Manajemen Publik
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
35
Universitas Indonesia
apakah mau diisi oleh orang politik atau dari PNS, pengusaha, dan
mantan Jenderal tentara. Semua itu karena diskresi dan kewenangan
presiden dan kabinet presidensil.;
- Jika kewenangan dan diskresi ini dipergunakan oleh presiden dalam
membuat kebijakan dalam pandangan ilmu administrasi negara sudah
sepantasnya dilakukannya. Maka presiden tidak dapat disalahkan atau
dibenturkan dengan konstitusi karena hakekatnya presiden juga
menjalankan perintah Undang-Undang. Dengan demikian
mempersoalkan kewenangan dan diskresi presiden dalam menyusun
dan menunjuk anggota kabinet presindensil, dalam rangka
menjalankan pemerintah yang sesuai dengan Undang-Undang;
- Bahwa wakil menteri adalah political appointees yang dapat berasal
dari kekuatan politik, sosial, atau kekuatan lainnya. Dengan demikian
political appointees, presiden mempunyai diskresi untuk memilihnya
secara demokratis memberikan kesempatan apakah pegawai negeri
sipil maupun kekuatan politik lainnya, termasuk calon pengusaha.
c. Philipus M. Hardjon76
- Bahwa perlu mencermati secara cermat apakah isu ini adalah isu
konstitusionalitas ataukah isu legalitas;
- Menurut ahli apabila isu konstitusionalitas rangkaian konsep di dalam
Pasal 10 tidak ada satupun konsep yang inkonstitusional. Sehingga ahli
katakan pasal ini konstitusional. Kalau mempermasalahkan legalitas
maka permasalahan legalitas bukan wewenang Mahkamah Konstitusi.
d. HM. Laica Marzuki77
- Pasal 10 UU 39/2008 selain memuat hal kewenangan (de
bevoegheden) guna mengangkat dan menempatkan wakil menteri, juga
terutama memberikan kekuasaan diskresi (discretionnary power,
pouvoir discretionnaire), baginya, kapan dan dalam hal apa wakil
menteri diangkat dan ditempatkan pada suatu kementerian tertentu;
76 Adalah Pakar Hukum Administrasi Negara, selain itu merupakan Guru Besar Hukum
Administrasi Negara Universitas Airlangga 77 Merupakan Mantan Hakim Mahkamah Konstitusi dan Guru Besar Fakultas Hukum
Universitas Hasanudin Makasar
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
36
Universitas Indonesia
- Frasa “Dalam hal terdapat beban kerja yang membutuhkan penanganan
secara khusus...” pada Pasal 10 UU 39/2008, menunjukkan pemberian
kekuasaan diskresi kepada presiden guna dapat mengangkat dan
menempatkan wakil menteri pada suatu kementerian tertentu. Hanya
dalam hal terdapat beban kerja yang membutuhkan penanganan secara
khusus, presiden secara diskresi mengangkat dan menempatkan wakil
menteri pada suatu kementerian tertentu.
- Pasal 10 UU 39/2008 berpaut dengan hal diskresi presiden berarti
menyangkut doelmatigheid, bukan constitutionele rechmatigheid,
maka tidak tepat kiranya manakala pasal a quo dimohonkan pengujian
konstitusionalitas, walaupun jabatan wakil mentei itu sendiri tidak
inkonstitusional. Jabatan wakil menteri tetap konstitusional walaupun
tidak disebut secara expressis verbis dalam UUD 1945. Tidak semua
jabatan publik disebut dalam konstitusi;
- Wakil Menteri adalah pejabat karier dan bukan merupakan anggota
kabinet. Kekuasaannya ditentukan dan dibatasi oleh kewenangan (de
bevoegheden) yang melekat pada jabatan (het ambt) wakil menteri,
wakil menteri bertanggung jawab langsung kepada menteri. Hak
keuangan dan fasilitas wakil menteri setara dengan jabatan struktural
eselon 1A.
e. Prof. Dr. Arief Hidayat, S.H., M.S78
- Dalam menjalankan roda pemerintahan presiden mempunyai tanggung
jawab yang amat besar. Hal ini nampak pada banyaknya kewenangan
yang melekat pada jabatan presiden yang diberikan oleh konstitusi
meskipun setelah amandemen kewenangan itu telah dikurangi agar
tidak terjadi konsentrasi kekuasaan di tangan presiden. Tetapi dalam
kenyataan rakyat selalu membebankan kegagalan atau keberhasilan
pemerintahan itu terutama ada pada presiden, tridak pada lembaga-
lembaga negara lainnya;
- Dalam menafsirkan dan menjabarkan Pasal 17 UUD 1945 tidaklah
hanya semata-mata melihatnya secara eksplisit, tetapi perlu juga
78 Merupakan Pakar Hukum dan Guru Besar Tata Negara Universitas Diponegoro Semarang
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
37
Universitas Indonesia
melalui perspektif yang lain yaitu lebih luas dari itu. Dalam hal tidak
diatur secara eksplisit tentunya presiden dalam rangka upaya untuk
menjalankan roda pemerintahan yang berdaya guna dan berhasil guna
harus pula diberi keleluasaan untuk membentuk jabatan-jabatan lain
(jabatan wakil menteri) asal tidak bertentangan dengan Pasal 17 itu
sendiri;
- Pada waktu membaca teks (norma) yang terkandung di dalam Pasal 17
UUD 1945, tidak dapat hanya membaca bunyi kata-kata pasal tersebut,
melainkan membacanya secara filosofis, atau yang disebut oleh Ronald
Dworkin sebagai moral reading. Konstitusi lebih dari hanya sekedar
hukum tertulis, UUD adalah perjanjian luhur dari bangsa ini, sehingga
UUD lebih metrupakan dokumen moral luhur suatu bangsa. UUD
tidak bersifat semata¬mata kuantitatif tetapi kualitatif, tidak begitu
konkrit dan riil tetapi lebih bersifat umum (general-pokok-pokok saja)
dan pengaturan lebih lanjut diserahkan produk hukum di bawahnya
yang harus mendapat persetujuan rakyat;
f. Prijono Tjitoherijanto79
- Berdasarkan UU 43/1999, kebijakan manajemen PNS berada pada
presiden selaku kepala pemerintahan. Kebijakan manajemen PNS
mencakup penetapan norma, standar, prosedur, formasi, pengangkatan,
pengembangan kualitas sumber daya PNS, pemindahan, gaji
tunjangan, kesejahteraan pemberhentian, hak, kewajiban dan
kedudukan hukum, baik PNS Pusat maupun PNS Daerah;
- Untuk memperlancar pelaksanaan pengangkatan, pemindahan, dan
pemberhentian PNS, presiden yang berwenang dalam hal itu dapat
mendelegasikan sebagian wewenangnya kepada pejabat pembinaan
kepegawaian pusat, dan dapat menyerahkan sebagian wewenangnya
kepada pejabat pembina kepegawaian daerah yang diatur lebih lanjut
dengan Peraturan Pemerintah;
- “Perpindahan Pegawai Negeri Sipil antar jabatan fungsional atau antar
fungsional dengan jabatan struktural dimungkinkan sepanjang
79 Merupakan pakar ekonomi demografi dan kependudukan serta merupakan Guru Besar Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
38
Universitas Indonesia
memenuhi persyaratan yanmg ditetapkan untuk masing-masing jabatan
tertsebut;
g. Eko Sutrisno80
- Pasal 10 dan Penjelasan UU 39/2008 tentang Kementerian Negara
disebutkan bahwa dalam hal terdapat beban kerja yang membutuhkan
penanganan secara khusus, Presiden dapat mengangkat wakil menteri
pada kementerian tertentu. Dalam penjelasannya disebutkan bahwa
yang dimaksud dengan “Wakil Menteri” adalah pejabat karir dan
bukan merupakan anggota kabinet;
- Jabatan karir dalam Pasal 1angka 6 UU 43/1999 tentang Perubahan
Atas UU 8/1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian bahwa jabatan
karir adalah jabatan struktural dan fungsional yang hanya dapat
diduduki PNS setelah memenuhi syarat yang ditentukan;
- Jabatan struktural menurut PP 100/2000 tentang Pengangkatan PNS
dalam jabatan stuktural juncto PP 13/2002 adealah sebagai berikut:
a. pengertian jabatan struktural adalah kedudukan yang
menunjukkan tugas, tanggung jawab, wewenang, dan hak
seseorang PNS dalam rangka memimpin suatu organisasi
negara;
b. eselon atau tingkat jabatan struktural eselon tertinggi
sampai dengan eselon terendah adalah eselon 1A sampai
dengan VA;
c. persyaratan untuk dapat diangkat dalam jabatan struktural,
seorang PNS
d. harus memenuhi syarat sebagai berikut: berstatus PNS
serendah¬rendahnya menduduki pangkat satu tingkat di
bawah jenjang yang pangkatnya ditentukan, memiliki
kualifikasi dan tingkat pendidikan yang ditentukan, semua
unsur penilai prestasi kerja sekurang-kurangnyabernilai
baik dalam 2 tahun terakhir, dan memiliki kompetensi
jabatan yang diperlukan, dan sehat jasmani dan rohani.
80 Merupakan Wakil Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN) Republik Indonesia
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
39
Universitas Indonesia
h. Prof. Dr. Zudan Arif Fakrulloh81
- Sebuah teks peraturan perundang-undangan harus diinterprestasi tidak
hanya secara yuridis, sosiologis, bahkan antropologis. Karena sebuah
teks dalam peraturan perundang-undangan sangat terkait dengan
konteks yang dinamis dan multiinterpretic;
- Sejalan dengan pendekatan hermeneutic phenomenology tersebut,
membaca UUD tidak dapat hanya dilakukan dengan membaca kata-
kata atau teks UUD saja, tetapi harus disertai dengan pendalaman
maknanya dan membacanya secara filosofis atau meminjam istilah
Ronald Dworekin dengan sebutan the moral reading of constitution.
- Sebagai pemegang kekuasaan eksekutif dengan beratnya tanggung
jawab, kewajiban, maupun untuk melaksanakan hak-haknya di dalam
penyelenggaraan pemerintahan, presiden berhak membentuk organ-
organ pemerintahan lain yang berada dalam tubuh birokrasi;
- Adanya wakil presiden yang tidak disebut dalam UUD 1945 yang
dimaksudkan untuk membantu dan memperkuat menteri dalam
menjalankan kewajiban dan tanggung jawabannya, sesungguhnya
analog dengan organ-organ lain di dalam birokrasi yang tidak
disebutkan dalam konstitusi, misalnya posisi sekretaris jenderal pada
lembaga-lembaga negara seperti KPU, dan Komisi Yudisial, maupun
Mahkamah Konstitusi. Yang mana hal ini membantu pelaksanaan
kewajiban dan tanggung jawab Presiden yang sudah diamanatkan
dalam UUD 1945. Meskipun lembaga¬lembaga negara tadi bersifat
independent, namun presiden berhak membantunya dengan
menyediakan sekjen karena sekjen merupakan perangkat eksekutif
yang diberikan kepada Presiden untuk membantu melaksanakan tugas-
tugas pemerintahan agar dapat terlaksana dengan efektif;
- Apabila dipersoalkan norma tentang wakil menteri adalah pejabat
karier, menurut ahli dimaknai dari pendekatan hermeneutic dan
phenomenologysecara bersama-sama. Maka pemaknaannya harus
dilakukan sebagaibagian dari operasional dan pilihan kebijakan dari
81 Merupakan Pakar hukum administrasi dan desentralisasi dari Universitas Diponegoro (Undip) Semarang
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
40
Universitas Indonesia
presiden untuk melaksanakan norma primer yang ada dalam Pasal 10
UU 39/2008;
- Presiden sebagai pemegang kekuasaan eksekutif dengan kewenangan
yang dimiliki untuk mengoperasionalkan pelaksanaan kewajiban,
tanggung jawab, dan hak-hak yang dijamin dalam konstitusi
memberikan makna, dalam hal ini memberikan makna pejabat karier
adalah orang yang menduduki jabatan karier. Dalam ketentuan umum,
UU 8/1974 sebagaimana diubah dengan UU 43/1999, “Jabatan karier
adalah jabatan struktural dan fungsional yang hanya dapat diduduki
PNS setelah memenuhi syarat yang ditentukan;
i. Anhar Gonggong82
- Bahwa membaca UUD 1945 tidak membaca persoalan norma, tetapi
ahli membaca Undang-Undang berdasarkan bunyi teks dengan
ketentuan¬ketentuan apa yang diharuskan;
- Sebagai seorang yang belajar sejarah, tidak ada sesuatu yang perlu
dipertentangkan diantara semua Undang-Undang yang ahli baca.
Undang-Undang Dasar menentukan istilah menteri dan kemudian
Undang-Undang di bawahnya memberikan ketentuan wakil menteri;
- Kata menteri selalu mempunyai konotasi yang bagaimanapun ada nilai
politisnya dan hak presiden adalah mengangkat menteri itu dengan
kenyataan politis tertentu dan dengan kewenangan yang dimiliki. Ahli
tidak sependapat dengan orang yang mengatakan bahwa ada Undang-
Undang yang dipertentangkan;
j. Adnan Buyung Nasution83
- Ahli tidak melihat kerugian konstitusional Pemohon.
- Adanya kontradiksi pada Pasal 10 UU 39/2008 karena menurut
Pemohon disatu sisi Pemohon dilanggar hak konstitusionalnya karena
tidak dapat ikut serta di dalam pemerintahan dan disisi lain Pemohon
meminta Pasal 10 UU 39/2008 dihapuskan;
82 Merupakan sejarawan Fakultas Sastra Universitas Indonesia 83 Merupakan Advokat senior dan Pendiri sekaligus dewan penyantun YLBHI
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
41
Universitas Indonesia
- Bahwa janganlah berpikir secara sempit seolah-olah di dalam
Undang¬Undang Dasar tidak ada di sebut ada wakil menteri bahwa hal
yang menjadi dipertentangkan atau suatu penyimpangan. Bahwa
pelaksanaan yang justru diperkokoh dalam Undang-Undang
Kementerian Negara.
Bahwa Mahkamah Konstitusi telah mengundang ahli dan saksi yang telah
didengar keterangannya pada persidangan tanggal 19 Januari 2012, 24 Januari
2012, dan 7 Februari 2012 yang pada pokoknya sebagai berikut:
a. Agun Gunandjar Sudarsa84
- Bahwa Rancangan Undang-Undang Kementerian Negara adalah
Rancangan Undang-Undang yang paling lengkap filling-nya mulai dari
siapa pengusulnya, lengkap dengan tanda tangannya, naskah
akademiknya, sampai dengan sambutan Pemerintah ketika
pengambilan keputusan di Paripurna.
- Pembentukan Undang-Undang Kementerian Negara telah melalui
proses yang panjang, mengalami dua periode pembentukan dan telah
melewati uji publik di berbagai daerah di seluruh Indonesia.
- Bahwa pada waktu ahli melihat kembali risalah rapat kerja saat
pengambilan keputusan pada tingkat pertama bersama Menteri
Sekretariat Negara yang pada waktu itu dijabat oleh Hatta Rajasa pada
tanggal 16 Oktober 2008, pada waktu itu salah satu anggota pansus
dengan nama Abdul Gafur mengajukan pertanyaan mengenai jabatan
Wakil Menteri, Abdul Gafur menyatakan Menteri Luar Negeri telah
mempunyai wakil menteri yang dilantik sendiri oleh Menteri Luar
Negeri kemudian hal yang menjadi pertanyaan adalah status wakil
menteri ini apakah sebagai cabinet minister atau bukan.
- Pihak Pemerintah yang diwakili Hatta Rajasa menjelaskan bahwa
wakil menteri bukanlah cabinet minister oleh kerena itu wakil menteri
dilantik sendiri oleh Menteri yang bersangkutan dan dipilih dari jajaran
pejabat Eselon I. Wakil Menteri dipilih oleh Menteri yang memang
84 Politisi Partai Golongan Karya, Mantan Ketua Pansus DPR-RI tentang RUU
Kementrian Negara
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
42
Universitas Indonesia
merasa memerlukan jabatan Wakil Menteri yang lebih bersifat ke
dalam.
- Bahwa Pasal 10 Rancangan Undang-Undang Kementrian Negara salah
satu anggota Pansus yaitu Drs. H. A. Husein Humaidi memberikan
pernyataan bahwa ia sependapat dengan Abdul Gafur yang
menanyakan perihal status wakil menteri untuk itu agar tidak
menimbulkan kerancuan maka pernyataan dari Hatta Rajasa yang pada
intinya menyatakan bahwaWakil Menteri bukan anggota kabinet harus
dimasukan dalam penjelasan Pasal 10 Rancangan Undang-Undang
Kementrian Negara.
- Peserta rapat menyetujui bahwa pernyataan yang menyatakan wakil
menteri bukan anggota kabinet dimasukan ke dalam penjelasan Pasal
10 Rancangan Undang-Undang Kementerian Negara dengan demikian
berarti jabatan wakil menteri adalah jabatan karier. Hal ini diperkuat
juga pada saat lobi karena dalam draf, naskah akademik, dan
Rancangan Undang-Undang tidak ada jabatan wakil menteri.
- Jabatan wakil menteri ada diawali dari draf yang diusulkan Dewan
Perwakilan Rakyat mengenai staf khusus Menteri yang berjumlah lima
orang, usulan staf khusus ini mendapatkan protes keras dari
Pemerintah karena membuka peluang bagi orang-orang yang bukan
Pegawai Negeri Sipil untuk menjadi staf khusus.
- Pada tanggal 17 Juli 2008 diadakan lobi antara Pemerintah dan Dewan
Perwakilan Rakyat pada saat itu disepakati bahwa substansi mengenai
susunan organisasi secara umum diatur dalam Undang-Undang ini,
sedangkan ketentuan lebih lanjut diatur oleh Presiden. Terdapat usulan
mengenai wakil menteri, membutuhkan pembahasan yang mendalam
terhadap kedudukan atau posisinya dalam pelaksanaan urusan
Pemerintahan. Apakah wakil menteri merupakan jabatan politik atau
jabatan karir dari birokrasi, Apakah wakil menteri termasuk anggota
kabinet, apakah kedudukannya dapat mewakili Menteri dalam
membahas Rancangan Undang-Undang dalam rapat kerja di Dewan
Perwakilan Rakyat.
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
43
Universitas Indonesia
- Adanya usulan wakil menteri akan memunculkan kembali usulan staf
khusus yang pernah diusulkan oleh DPR, atau alternatif lain apabila
wakil menteri akan dirumuskan dalam Undang-Undang ini dapat saja
diberikan hanya untuk tiga menteri yang secara tegas diatur dalam
Undang-Undang Dasar 1945.
- Pada pembahasan berikutnya Taufik Effendi yang merupakan Menteri
Pemberdayaan Aparatur Negara pada saat itu mengusulkan mengenai
persyaratan kriteria Wakil Menteri. Taufik Effendi menyampaikan
jabatan wakil menteri harus ditegaskan untuk diberikan kepada jabatan
karier di lingkungan birokrat (Pegawai Negeri Sipil) hal ini penting
dilakukan karenaberkaca kepada jabatan Duta Besar yang pada
awalnya diberikan kepada jabatan karier tetapi akhirnya duduki oleh
orang-orang dari kalangan politisi.
- Akhirnya pada saat rapat kerja Pansus tanggal 16 Oktober 2008 seperti
yang telah disampaikan di awal Abdul Gafur menanyakan perihal
status jabatan wakil menteri apakah sebagai anggota kabinet atau
bukan yang kemudian dijawab Pemerintah yang diwakili Hatta Rajasa
selaku Menteri Sekretariat Negara bahwa wakil menteri bukan
termasuk anggota kabinet melainkan adalah jabatan karier yang
diduduki oleh Pejabat Eselon I.
- Bahwa perdebatan Pasal 10 dirancang bangun atas tujuan penguatan
sistem pemerintahan presidensial, di mana jumlah kementerian
dibatasi, jumlahnya maksimal 34;
- Yang dimaksud dengan wakil menteri adalah pejabat karier, dan bukan
merupakan anggota kabinet. Jadi, pejabat karier bukan jabatan karier
artinya wakil menteri adalah unsur pimpinan, namun sumber
rekrutmennya adalah dari pejabat karier;
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
44
Universitas Indonesia
b. Ahli Sofian Effendi85
- Sistem kepegawaian yang disusun di dalam Undang-Undang Nomor
43 Tahun 1999 bahwa interfensi-interfensi politik dalam bidang
kepegawaian akan semakin besar oleh karena itulah di dalam Undang-
Undang tersebut diciptakan di bawah jabatan pimpinan departemen
atau di dalam sistem kepegawaian ada 2 jabatan yaitu jabatan karir dan
jabatan negara;
- Jabatan karier adalah jabatan untuk pegawai-pegawai yang menduduki
jabatan adminitrasi, jabatan struktural, dan jabatan-jabatan fungsional.
Jabatan negara adalah jabatan yang penetapannya berdasarkan
pemilihan dan jabatan-jabatan negara atas penunjukkan dari presiden
sebagai kepala pemerintahan maupun sebagai kepala negara;
- Ahli pada waktu Kepala BKN mengangkat saudara Setianto sebagai
Sesjen Departemen Infokom. Bapak Setianto langsung diangkat non
PNS atas usul BKN, diangkat pegawai dengan golongan;
- Apabila wakil menteri mau ditetapkan sebagai jabatan karier maka
dalam rangka memenuhi persyaratan-persyaratan jabatan karier,
seseorang yang belum memenuhi persyaratan untuk jabatan karaier
yang setingkat dengan eselon 1 atau eselon 1 plus, dapat diangkat
diberikan jabatan pangkat yangsetingkat atau lebih tinggi dari sesjen,
dirjen ataupun diberi pangkat lokal. Tetapi apabila mau
mengembangkan suatu sistem administrasi pemerintahan yang benar,
dan yang ditempatkan di dalam kotak menteri sebagai pemimpin
kementerian itu adalah menteri dan wakil menteri yang sebagai
pemimpin dari kementerian, lebih baik sebenarnya kalau jabatan wakil
menteri mengikuti kebiasaan di negara-negara lain yang ditetapkan
sebagai jabatan negara sebagai political appointees. Di dalam (political
85 Diangkat menjadi Guru Besar Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (ISIPOL) UGM pada tahun 1996.Menjabat sebagai Rektor UGM pada tahun 2002 hingga tahun 2007.Sejak tahun 1998 hingga sekarang menjadi asisten Wakil Presiden Republik Indonesia.Sejak tahun 2008 hingga sekarang menjadi senior consultant di UNDP Jakarta. Sejak tahun 1981 hingga sekarang menjadi dosen pada program S3 Jurusan Administrasi Negara, Pasca Sarjana Administrasi Negara dan Magister Administrasi Publik (MAP) UGM. Sejak tahun 2007 hingga sekarang menjadi Ketua Badan Pelaksana Harian Program Pascasarjana Administrasi dan Kebijakan Publik, Universitas Gadjah Mada. Pada program S2 Magister Administrasi Publik mengampu mata kuliah Analisis Kebijakan Publik.
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
45
Universitas Indonesia
appointees) tidak ada keharusan mengenai persyaratan-persyaratan
yang diberlakukan untuk pejabat karier.
- Untuk jabatan-jabatan eselon 1 dan di dalam UU ASN, ahli sedang
menciptakan satu lagi level di atas dari pejabat eselon 1 yaitu yang
namanya jabatan eksekutif senior. Jabatan eksekutif senior adalah
mereka-mereka yang sekarang menduduki eselon 2, eselon 1, dan
eselon di atas eselon 1, yang bekerja di seluruh Indonesia.
c. Saksi Anggito Abimanyu86
- Saksi diusulkan Ibu Sri Mulyani (Menteri Keuangan) menjadi wakil
menteri kepada Presiden.
- Pada tanggal 2 Januari, Bapak Sudi Silalahi mengatakan bahwa beliau
telah diajukan menjadi Wakil Menteri Keuangan;
- Saksi disuruh menghadap Presiden dan Presiden menyampaikan
nasihat-nasihatnya dan di dalam proses tersebut saksi diminta tanda
tangani pakta integritas. Bapak Sudi mengatakan bahwa pelantikan
akan dilakukan 2 hari lagi. Tetapi saksi ditelepon kembali oleh Bapak
Sudi Silalahi bahwa saksi tidak jadi dilantik karena belum memenuhi
eselon 1A sedangkan saksi eselon 1B;
- Saksi setelah menjadi eselon 1A selalu diupdate oleh Sekab ataupun
Sekneg belum dapat dilantik karena akan menunggu waktu, dan itu
berlangsung terus hingga akhirnya dilantik menteri baru dan wakil
menteri baru, tanpa ada pemberitahuan.
- Saksi sudah memenuhi eselon 1A dan telah memenuhi ketentuan
dalam Peraturan Presiden Nomor 47 tetapi tidak ada pemberitahuan
tentang kapan saksi untuk diangkat sehingga saksi menyatakan
mundur;
Dewan Perwakilan Rakyat telah memberikanketerangan lisan pada
persidangan tanggal 24 Januari 2012 dan telah mengajukan keterangan tertulisnya
86 Saat ini merupakan Direktur Jenderal Haji dan Umroh Kementerian Agama Republik
Indonesia, Sebelumnya ia pernah menjabat sebagai Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Republik Indonesia. Ia pernah dinyatakan sebagai Wakil Menteri Keuangan, namun kemudian batal dilantik
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
46
Universitas Indonesia
tanggal 31 Januari 2012 melalui Kepaniteraan Mahkamah yang pada pokoknya
sebagai berikut:
- Dalam menjalankan kekuasaan pemerintahan, Presiden dibantu oleh
menteri-menteri negara yang diangkat dan diberhentikan oleh Presiden.
Menteri-menteri tersebut membidangi urusan tertentu dalam pemerintahan
yang pembentukan, pengubahan, dan pembubaran kementerian diatur
dalam Undang-Undang, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 UUD
1945. Pasal 17 UUD 1945 menegaskan bahwa kekuasaan Presiden tidak
tak terbatas karena hanya dikehendaki setiap pembentukan perubahan dan
pembubaran kementerian negara harus berdasarkan Undang-Undang;
- Pengaturan pengangkatan wakil menteri dalam Undang-Undang
Kementerian Negara adalah dalam rangka untuk membantu tugas pokok
dan fungsi Kementerian Negara dalam menjalankan urusan pemeritahan
yang salah satunya adalah urusan pemerintahan dalam rangka penajaman,
koordinasi, dan sinkronisasi program pemerintah;
- DPR tidak sependapat dengan dalil Pemohon yang beranggapan bahwa
penjelasan Pasal 10 a quo telah menutup hak konstitusional setiap warga
negara, termasuk Pemohon. Terhadap dalil Pemohon DPR berpandangan
bahwa pengaturan persyaratan untuk jabatan tertentu adalah merupakan
hal yang sangat diperlukan, afgar pemegang jabatan tersebut benar-benar
memenuhi spekulasi;
Berdasarkan pandangan tersebut di atas, DPR memohon kepada
Ketua/Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi yang mengadili permohonan
pengujian Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara
Terhadap UUD 1945, dapat memberikan putusan sebagai berikut:
1. Menyatakan Pemohon tidak memiliki kedudukan hukum (legal standing)
dalam permohonan pengujian Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008
tentang Kementerian Negara;
2. Menyatakan permohonan pengujian Undang-Undang Nomor 39 Tahun
2008 tentang Kementerian Negara ditolak;
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
47
Universitas Indonesia
3. Menyatakan Pasal 10 dan Penjelasannya Undang-Undang Nomor 39
Tahun 2008 tentang Kementerian Negara tidak bertentangan dengan Pasal
17, Pasal 27 ayat (1), dan Pasal 28D ayat (3) UUD 1945;
4. Menyatakan Pasal 10 dan Penjelasannya Undang-Undang Nomor 39
Tahun 2008 tentang Kementerian Negara tetap memiliki kekuatan hukum
mengikat.
Kemudian berdasarkan fakta, keterangan ahli serta pendapat dan
keyakinan hakim Konstitusi, maka terdapat beberapa pendapat Mahkamah
Konstitusi yang menarik untuk dipelajari, diantaranya :
a. Menimbang, bahwa karena ketentuan Pasal 17 UUD 1945 hanya
menyebutkan menteri-menteri negara, tanpa menyebutkan wakil menteri,
maka menurut Mahkamah kalau menteri dapat diangkat oleh Presiden,
logikanya bahwa Presiden pun tentu dapat mengangkat wakil menteri.
b. Menimbang, bahwa menurut Mahkamah, UUD 1945 hanya mengatur
hal-hal yang pokok sehingga untuk pelaksanaan lebih lanjut diatur dengan
Undang-Undang. Berdasarkan ketentuan konstitusi pengangkatan wakil
menteri itu adalah bagian dari kewenangan Presiden untuk melaksanakan
tugas-tugasnya. Tidak adanya perintah maupun larangan di dalam UUD
1945 memberi arti berlakunya asas umum di dalam hukum bahwa “sesuatu
yang tidak diperintahkan dan tidak dilarang itu boleh dilakukan” dan
dimasukkan di dalam Undang-Undang sepanjang tidak berpotensi
melanggar hak-hak konstitusional atau ketentuanketentuan lain di dalam
UUD 1945. Menurut Mahkamah, baik diatur maupun tidak diatur di dalam
Undang-Undang, pengangkatan wakil menteri sebenarnya merupakan
bagian dari kewenangan Presiden sehingga, dari sudut substansi, tidak
terdapat persoalan konstitusionalitas dalam konteks ini. Hal tersebut
berarti bahwa bisa saja sesuatu yang tidak disebut secara tegas di dalam
UUD 1945kemudian diatur dalam Undang-Undang, sepanjang hal yang
diatur dalam Undang-Undang tersebut tidak bertentangan dengan UUD
1945;
c. UUD 1945 juga tidak menentukan adanya Komisi Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi yang lebih dikenal dengan sebutan Komisi
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
48
Universitas Indonesia
Pemberantasan Korupsi (KPK), namun dengan TAP MPR Nomor
VIII/MPR/2001 tentang Rekomendasi Arah Kebijakan Pemberantasan
dan Pencegahan Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme, yang kemudian
ditindaklanjuti dengan pembentukan UndangUndang Nomor 30 Tahun
2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 137, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4250) dibentuklah Komisi
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, untuk menyidik dan menuntut
tindak pidana korupsi tertentu. Padahal di dalam tata pemerintahan kita
sudah ada kepolisian sebagai penyidik dan kejaksaan sebagai penuntut
umum perkara pidana;
d. Dalam rangka melaksanakan tujuan negara untuk melindungi segenap
bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan
kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut
melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan,
perdamaian abadi dan keadilan sosial, meskipun suatu lembaga negara
tidak secara tegas dicantumkan dalam UUD 1945, hal tersebut dapat
dibenarkan sepanjang tidak bertentangan dengan UUD 1945. Adapun
mengenai biaya yang dikeluarkan untuk suatu jabatan atau suatu lembaga
yang oleh Pemohon dianggap sebagai pemborosan keuangan negara, tidak
boleh dinilai sebagai kerugian semata, sebab selain kerugian finansial ada
juga keuntungan dan manfaatnya untuk bangsa dan negara. Sebagai salah
satu contoh, biaya yang dikeluarkan untuk pegawai lembaga
pemasyarakatan atau rumah tahanan negara, biaya pembuatan gedung,
biaya untuk para narapidana atau tahanan, semua itu tidak boleh dinilai
dari pengeluaran yang dianggap kerugian negara sebab hal tersebut
dilakukan dalam rangka penegakan salah satu aspek negara hukum, dalam
hal ini penjatuhan pidana terhadap mereka yang melakukan tindak pidana.
Apalagi bukan tidak mungkin adanya wakil menteri itu bisa turut
mengawasi penggunaan anggaran agar tidak terjadi pemborosan dan
berbagai korupsi;
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
49
Universitas Indonesia
e. Menimbang, oleh karena pengangkatan wakil menteri itu boleh
dilakukanoleh Presiden, terlepas dari soal diatur atau tidak diatur dalam
Undang-Undang, maka mengenai orang yang dapat diangkat sebagai wakil
menteri menurut Mahkamah, dapat berasal dari pegawai negeri sipil,
anggota Tentara Nasional Indonesia, anggota Kepolisian Republik
Indonesia, bahkan warga negara biasa, sebab Presiden yang mengangkat
wakil menteri adalah pemegang kekuasaan pemerintahan menurut
Undang-Undang Dasar [vide Pasal 4 ayat (1) dan Pasal 17 ayat (2) UUD
1945];
f. Bahwa Pasal 10 UU 39/2008 yang menyatakan, “Dalam hal terdapat
beban kerja yang membutuhkan penanganan secara khusus, Presiden
dapat mengangkat wakil Menteri pada Kementerian tertentu”, merupakan
ketentuan khusus dari Pasal 9 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang a quo
yang tidak mencantumkan wakil menteri dalam susunan organisasi
Kementerian. Oleh karena Undang-Undang tidak menjelaskan mengenai
apa yang dimaksud “beban kerja yang membutuhkan penanganan khusus”
maka menurut Mahkamah hal tersebut menjadi wewenang Presiden untuk
menentukannya sebelum mengangkat wakil menteri. Presiden-lah yang
menilai seberapa berat beban kerja sehingga memerlukan pengangkatan
wakil menteri. Begitu pula jika beban kerja dianggap sudah tidak
memerlukan wakil menteri, Presiden berwenang juga memberhentikan
wakil menteri tersebut. Berkembangnya masyarakat baik dari sudut
pertambahan penduduk, ekonomi, pendidikan, kesehatan di satu pihak dan
kemampuan Negara untuk memenuhi harapan masyarakat terutama di
bidang ekonomi serta keamanan di lain pihak akan menimbulkan ledakan
harapan masyarakat dan kebutuhan masyarakat sendiri. Misalnya di bidang
ekonomi semakin meningkatnya daya beli rakyat untuk membeli mobil
semakin diperlukan infrastruktur jalan yang memadai untuk berkendaraan
secara nyaman. Jika harapan tersebut tidak terpenuhi maka hal ini akan
menimbulkan frustrasi masyarakat dan akan menjadi beban negara yang
akan membahayakan posisi politis pemerintah. Padahal kecepatan
memenuhi harapan masyarakat oleh negara seringkali tidak sebanding
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
50
Universitas Indonesia
dengan pertumbuhan harapan masyarakat untuk dipenuhi kebutuhannya.
Keadaaan ekonomi dunia menunjukkan bahwa negara-negara maju
(seperti Eropa dan Amerika Serikat) saat ini menghadapi resesi ekonomi
yang sangat mungkin mempengaruhi pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Krisis minyak yang dialamiIndonesia dapat menambah beban hutang
negara untuk menutup defisit anggaran belanja negara. Oleh sebab itu,
kewenangan Presiden mengangkat wakil menteri dalam rangka menangani
beban kerja yang semakin berat tidak bertentangan dengan konstitusi jika
dipandang dari sudut pengutamaan tujuan yang hendak dicapai
(doelmatigheid) atau nilai kemanfaatan dalam rangka memenuhi harapan
dan kebutuhan masyarakat yang terus meningkat. Dengan demikian, Pasal
10 UU 39/2008 tidak bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak
mengandung persoalan konstitusionalitas;
g. Menimbang bahwa meskipun Pasal 10 UU 39/2008 dari
sudutkewenangan Presiden mengangkat wakil menteri tidak merupakan
persoalan konstitusionalitas, akan tetapi pengaturan yang terkandung
dalam Penjelasan Pasal 10 Undang-Undang a quo dalam praktiknya telah
menimbulkan persoalan legalitas yakni ketidakpastian hukum karena tidak
sesuainya implementasi ketentuan tersebut dengan hukum kepegawaian
atau peraturan perundangundangan di bidang pemerintahan dan birokrasi.
Terlebih lagi Penjelasan Pasal 10 ternyata berisi norma baru padahal
menurut Putusan Mahkamah Nomor 011/PUUIII/2005, tanggal 19 Oktober
2005 yang kemudian dimuat pula di dalam Lampiran II angka 177
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011
Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5234)
dinyatakan, “Penjelasan ... tidak boleh mencantumkan rumusan yang
berisi norma”. Hal ini memang menjadi masalah di dalam ketatanegaraan
kita karena meskipun Presiden mempunyai hak prerogatif dalam hal-hal
tertentu tetapi Presiden juga mempunyai kewajiban hukum untuk mentaati
peraturan perundangundangan sesuai dengan sumpah Presiden/Wakil
Presiden yang menyatakan, “...memegang teguh Undang-Undang Dasar
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
51
Universitas Indonesia
dan menjalankan segala undangundang dan peraturannya dengan
selurus-lurusnya ...” [vide Pasal 9 ayat (1) UUD 1945] sehingga tidak
boleh melakukan hal-hal yang bertentangan dengan tuntutan legalitas yang
menimbulkan ketidakpastian hukum. Menurut Mahkamah persoalan
legalitas yang muncul dalam pengangkatan wakil menteri, antara lain,
adalah:
Pertama, terjadi eksesifitas dalam pengangkatan wakil menteri
sehingga tampak tidak sejalan dengan dengan latar belakang dan
filosofi pembentukan UndangUndang tentang Kementerian
Negara.Dalam bahasa teknis judicial revieweksesifitas yang seperti
itu sering disebut tidak sejalan dengan maksud semula
pembentukan Undang-Undang dimaksud (original intent). Salah
satu latar belakang terpenting dari keharusan konstitusional untuk
membentuk Undang-Undang Kementerian Negara sebagaimana
diatur di dalam Pasal 17 ayat (4) UUD 1945 dimaksudkan untuk
membatasi agar dalam membentuk kementerian negara guna
melaksanakan tugas-tugas pemerintahan, Presiden melakukannya
secara efektif dan efisien. Jabatan menteri dan kementerian tidak
boleh diobral sebagai hadiah politik terhadap seseorang atau satu
golongan, sekaligus tidak dapat sembarangan dibubarkan tanpa
analisis yang mendalam bagi kepentingan negara dan bangsa
seperti yang pernah terjadi di masa lalu.Dengan pembentukan
wakil menteri yang terjadi berdasar fakta hukum sekarang, yakni
pembentukan yang tanpa job analysis dan job specification yang
jelas telah memberi kesan kuat bahwa jabatan wakil menteri
hanya dibentuk sebagai kamuflase politik dan membagi-bagi
hadiah politik. Hal ini nyata-nyata tidak sesuai dengan filosofi
dan latar belakang pembentukan UU 39/2008 yang dalam
implementasinya menimbulkan persoalan legalitas sebagaimana
akan diuraikan pula pada uraian selanjutnya.
Kedua, saat mengangkat wakil menteri Presiden tidak menentukan
beban kerja secara spesifik bagi setiap wakil menteri sehingga tak
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
52
Universitas Indonesia
terhindarkan memberi kesan kuat sebagai langkah yang lebih
politis daripada mengangkat pegawai negeri sipil (PNS) secara
profesional dalam jabatan negeri. Apalagi seleksi jabatan wakil
menteri dilakukan secara sama dengan pengangkatan menteri yakni
didahului dengan fit and proper test di tempat dan dengan cara
yang sama dengan seleksi dan pengangkatan menteri. Hal tersebut
menjadi sangat politis dan tidak sesuai dengan hukum kepegawaian
yang sudah lama berlaku terutama jika dikaitkan dengan ketentuan
dalam Penjelasan Pasal 10 Undang-Undang a quo.
Ketiga, menurut Penjelasan Pasal 10 Undang-Undang a quo
jabatan wakil menteri adalah jabatan karier dari PNS tetapi dalam
pengangkatannya tidaklah jelas apakah jabatan tersebut merupakan
jabatan struktural ataukah jabatan fungsional. Seperti dinyatakan
oleh pimpinan BKN di persidangan tanggal 7 Februari 2012
jabatan karier bagi PNS itu ada dua yakni jabatan struktural dan
jabatan fungsional. Persoalannya, jika dianggap sebagai jabatan
struktural maka yang bersangkutan haruslah menduduki jabatan
Eselon IA yang berarti, sesuai dengan hukum kepegawaian,
pembinaan kepegawaiannya di bawah pembinaan Sekretaris
Jenderal.Akan tetapi jika jabatan wakil menteri tersebut
diperlakukan sebagai jabatan fungsional masalahnya menjadi aneh,
sebab jabatan fungsional itu bersifat tertentu terhadap satu bidang
dan bukan jenis profesi dan keahlian yang berbedabeda yang
kemudian dijadikan satu paket sebagai jabatan fungsional.Adalah
tidak masuk akal kalau jabatan wakil menteri yang sangat beragam
bidang tugas, keahlian, dan unit kerjanya dianggap sebagai satu
kelompok jabatan fungsional.Lagipula jabatan fungsional harus
ditentukan lebih dahulu di dalam peraturan perundang-undangan
dengan mengklasifikasi masing-masing jabatan fungsional ke
dalam jenis tertentu.Para wakil menteri yang berasal dari perguruan
tinggi misalnya, semuanya sudah mempunyai jabatan fungsional
akademik.Pertanyaannya, kalau jabatan wakil menteri dianggap
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
53
Universitas Indonesia
sebagai jabatan karier fungsional maka bisakah seorang PNS
memiliki dua jabatan fungsional sekaligus berdasar peraturan
perundang-undangan?
Keempat, masih terkait dengan jabatan karier, jika seorang wakil
menteri akan diangkat dalam jabatan karier dengan jabatan
struktural (Eselon IA) maka pengangkatannya haruslah melalui
seleksi, dan penilaian oleh Tim Penilai Akhir (TPA) yang diketuai
oleh Wakil Presiden atas usulan masing-masing instansi yang
bersangkutan. Tim Penilai Akhir tersebut kemudian mengusulkan
pengangkatannya kepada Presiden dalam bentuk penerbitan
Keputusan Presiden (Keppres) untuk kemudian dilantik oleh
Menteri/Jaksa Agung/Kapolri dan pejabat yang setingkat sesuai
dengan penempatan yang bersangkutan.Menurut fakta di
persidangan, para wakil menteri diangkat tanpa melalui prosedur
tersebut dan pelantikannya dilakukan oleh Presiden sendiri di istana
negara sehingga prosedurnya menggunakan prosedur yang berlaku
bagi menteri, bukan prosedur yang berlaku bagi PNS yang
menduduki jabatan karier.
Kelima, nuansa politisasi dalam pengangkatan jabatan wakil
menteri tampak juga dari terjadinya perubahan Peraturan Presiden
Nomor 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan dan Organisasi
Kementerian Negara sampai dua kali menjelang (Peraturan
Presiden Nomor 76 Tahun 2011, tanggal 13 Oktober 2011) dan
sesudah (Peraturan Presiden Nomor 77 Tahun 2011, tanggal 18
Oktober 2011) pengangkatan wakil menteri bulan Oktober 2011
yang oleh sebagian masyarakat dipandang sebagai upaya
menjustifikasi orang yang tidak memenuhi syarat untuk diangkat
menjadi wakil menteri supaya memenuhi syarat tersebut.
Perubahanperubahan Perpres tersebut tampak dibuat secara kurang
cermat sehingga mengacaukan sistem pembinaan pegawai
sebagaimana telah diatur dengan peraturan perundang-undangan
yang ada lebih dulu.
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
54
Universitas Indonesia
Keenam, komplikasi legalitas dalam pengangkatan wakil menteri
seperti yang berlaku sekarang ini, muncul juga terkait dengan
berakhirnya masa jabatan.Jika wakil menteri diangkat sebagai
pejabat politik yang membantu menteri maka masa jabatannya
berakhir bersama dengan periode jabatan Presiden yang
mengangkatnya.Akan tetapi, jika wakil menteri diangkat sebagai
pejabat birokrasi dalam jabatan karier maka jabatan itu melekat
terus sampai dengan tiba masa pensiunnya atau berakhir masa
tugasnya berdasarkan ketentuan yang berlaku untuk jabatan karier
sehingga tidak serta merta berakhir bersama dengan jabatan
Presiden yang mengangkatnya.Pertanyaannya, kapan berakhirnya
masa jabatan wakil menteri berdasarkan fakta hukum yang ada
sekarang ini?Apakah bersamaan dengan berakhirnya masa jabatan
menteri yang dibantunya dan dalam periode Presiden yang
mengangkatnya ataukah dapat berakhir sebelum atau sesudah
itu?Di sinilah letak komplikasi legalitas tersebut.
h. Menimbang pula bahwa Penjelasan Pasal 10 Undang-Undang Nomor
39Tahun 2008 yang menentukan bahwa wakil menteri adalah pejabat karir
dan bukan merupakan anggota kabinet adalah tidak sinkron dengan
ketentuan Pasal 9 ayat (1) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008, sebab
menurut pasal tersebut susunan organisasi kementerian terdiri dari atas
unsur: pemimpin yaitu Menteri; pembantu pemimpin yaitu sekretariat
jenderal; pelaksana tugas pokok, yaitu direktorat jenderal; pengawas yaitu
inspektorat jenderal; pendukung, yaitu badan atau pusat; dan pelaksana
tugas pokok di daerah dan/atau perwakilan luar negeri sesuai dengan
peraturan perundang-undangan. Apabila wakil menteri ditetapkan sebagai
pejabat karir, sudah tidak ada posisinya dalam susunan organisasi
kementerian, sehingga hal tersebut menimbulkan ketidakpastian hukum
yang adil, yang berarti bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) UUD
1945;
i. Menimbang bahwa timbulnya kekacauan implementasi atau masalah
legalitas di dalam hukum kepegawaian dan birokrasi pemerintahan itu
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
55
Universitas Indonesia
terjadi karena bersumber dari ketentuan Penjelasan Pasal 10 Undang-
Undang a quo maka menurut Mahkamah keberadaan Penjelasan tersebut
justru menimbulkan ketidakpastian hukum yang adil dalam pelaksanaan
hukum dan telah membatasi atau membelenggu kewenangan eksklusif
Presiden dalam hal mengangkat dan memberhentikan menteri/wakil
menteri berdasarkan UUD 1945 sehingga Penjelasan tersebut harus
dinyatakan inkonstitusional. Oleh karena keberadaan wakil menteri yang
ada sekarang ini diangkat antara lain berdasar Pasal 10 dan Penjelasannya
dalam Undang-Undang a quo, menurut Mahkamah posisi wakil menteri
perlu segera disesuaikan kembali sebagai kewenangan eksklusif Presiden
menurut putusan Mahkamah ini. Oleh sebab itu, semua Keppres
pengangkatan masing-masing wakil menteri perlu diperbarui agar menjadi
produk yang sesuai dengan kewenangan eksklusif Presiden dan agar tidak
lagi mengandung ketidakpastian hukum;
j. Menimbang bahwa berdasarkan seluruh pertimbangan hukum di atas,
menurut Mahkamah, permohonan Pemohon beralasan untuk sebagian;
Berdasarkan pada pertimbangan dan pendapat Mahkamah Konstitusi
diatas, maka kemudian amar putusan Mahkamah Konstitusi menyatakan :
1. Mengabulkan permohonan Pemohon untuk sebagian;
2. Penjelasan Pasal 10 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang
Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2008 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4916) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945;
3. Penjelasan Pasal 10 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang
Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2008 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4916) tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat;
4. Memerintahkan pemuatan putusan ini dalam Berita Negara Republik
Indonesia sebagaimana mestinya;
5. Menolak permohonan Pemohon untuk selain dan selebihnya.
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
56
Universitas Indonesia
Untuk menindaklanjuti Putusan Mahkamah Konstitusi serta untuk
melaksanakan ketentuan Pasal 10 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008
tentang Kementerian Negara, sebagaimana telah diuji materi dan diputuskan oleh
Mahkamah Konstitusi denganPutusan Nomor 79/PUU-IX/2011 perlumenetapkan
Peraturan Presiden tentang Wakil Menteri, untuk itu kemudian Pemerintah
mengeluarkan Peraturan Presiden Nomor 60 Tahun 2012 tentang Wakil Menteri,
disitu berisi mengenai tanggung jawab, ruang lingkup tugas, pengangkatan dan
pemberhentian, masa jabatan, keuangan dan fasilitas lainnya. Dengan berlakunya
Peraturan Presiden Nomor 60 Tahun 2012 tentang Wakil Menteri, maka ketentuan
ketentuan mengenai Wakil Menteri yang lain87 dicabut dan dinyatakan tidak
berlaku.
Selain itu untuk menindaklanjuti Putusan Mahkamah Konstitusi
denganPutusan Nomor 79/PUU-IX/2011, yang menegaskan bahwa pengangkatan
dan pemberhentian Wakil Menteri adalah bagian kewenangan Presiden, maka
Presiden mengeluarkan Keputusan Presiden Nomor 65/M Tahun 2012 tentang
Perubahan Keputusan Presiden Nomor 111/M Tahun 2009, Keputusan Presiden
Nomor 3/P tahun 2010, Keputusan Presiden nomor 57/P tahun 2010 dan
Keputusan Presiden nomor 159/M tahun 2011. Dalam Keputusan Presiden Nomor
65/M Tahun 2012 itu juga disebutkan mengenai masa jabatan Wakil Menteri
yakni masa jabatannya paling lama sama dengan masa jabatan atau berakhir
bersamaan dengan berakhirnya masa jabatan Presiden periode 2009 - 2014.
Sedangkan mengenai Hak keuangan dan fasilitas lainnya yang diberikan
kepada Wakil Menteri, akan diatur dengan peraturan perundang-undangan
tersendiri.
Tidak berhenti sampai disitu, atas dikeluarkannya Peraturan Presiden
Nomor 60 Tahun 2012 tentang Wakil Menteri, Gerakan Nasional Pemberantasan
Korupsi Republik Indonesia memohon uji materiil terhadap Peraturan Presiden
Nomor 60 Tahun 2012 tentang Wakil Menteri, karena dianggap bertentangan
87 Yang dimaksud ketentuan mengenai Wakil Menteri yang lain adalah Peraturan
Presiden nomor 47 tahun 2009 tentang Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara, Peraturan Presiden nomor 76 Tahun 2011 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden nomor 47 tahun 2009 tentang Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara dan Peraturan Presiden nomor 91 tahun 2011 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Presiden nomor 47 tahun 2009 tentang Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara.
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
57
Universitas Indonesia
dengan Undang-Undang Nomor 39 tahun 2008 tentang Kementerian Negara
kepada Mahkamah Agung. Sampai hari ini Mahkamah Agung belum memutus
permohonan uji materiil Peraturan Presiden Nomor 60 Tahun 2012 tentang Wakil
Menteri.
2.1.1 Pengangkatan Wakil Menteri Hak Perogratif Presiden
Prerogatif berasal dari bahasa latin praerogativa (dipilih sebagai yang
paling dahulu memberi suara), praerogativus (diminta sebagai yangpertama
memberi suara), praerogare (diminta sebelum meminta yang lain).88 Di masa
“kegelapan Eropa (the dark ages)” dahulu, kekuasaan seorang raja begitu absolut,
bahkan seorang raja bisa mengatakan “negara adalah saya”, inilah yang
memunculkan istilah hak prerogatif. Sejarah mencatat, hak prerogatif menjadi hak
istimewa seorang raja, yang pertama kali diterapkan dalam konteks
ketatanegaraan di kerajaan Inggris. Hak ini memberikan keistimewaan bagi
penguasa politik untuk memutuskan sesuatu berdasarkan pertimbangan sendiri,
uniknya putusan itu bisa dilakukan tanpa alasan apapun, kecuali kehendak pribadi
dari sang pemimpin itu sendiri.89 Pada perjalanannya, hak ini diadopsi banyak
negara. Namun sejak digunakan di Indonesia, hak eksekutif tersebut, tidak diatur
secara memadai oleh Peraturan Perundang-Undangan. Akibatnya presiden
memiliki kekuasaan yang luas dan bagai tak bertepi. Padahal, Lord Acton
mengatakan, Power tends to corrupt, and absolute power corrupts absolutely
(kekuasaan cenderung korup, dan kekuasaan yang bersifat absolut tentunya akan
menimbulkan korupsi yang absolut pula).90 Oleh karena itu, jika hak prerogatif
dibiarkan tanpa batasan, membuat pemerintah menjadi tidak sehat, dan cenderung
bertindak korup.
88 Bagir Manan, UUD 1945 Tak Mengenal Hak Perogratif, Republika, Sabtu, 27 Mei
2000, Hal. 8 89 Dalam era Pemerintahan Orde Baru hal semacam itu pernah terjadi di Indonesia,
dimana dijelaskan bahwa dalam menjalankan kebijaksanaan pemerintah, Presiden tidak dapat dipertanggungjawabkan, tidak dapat diganggu gugat (The King can do no wrong). C.S.T. Kansil dan Christine S.T. Kansil, Sistem Pemerintahan Indonesia, (Jakarta : Bumi Aksara, Edisi Revisi, 2008), hal 70-71
90 Satya Arinanto, Hukum dan Demokrasi, (Jakarta : Penerbit Ind-Hill-Co, Cetakan-1,
1991) hal. 12
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
58
Universitas Indonesia
Dalam prakteknya kekuasaan Presiden RI sebagai kepala negara sering
disebut dengan istilah “hak prerogatif Presiden” dan diartikan sebagai kekuasaan
mutlak Presiden yang tidak dapat diganggu oleh pihak lain. Secara teoritis, hak
prerogatif diterjemahkan sebagai hak istimewa yang dimiliki oleh lembaga-
lembaga tertentu yang bersifat mandiri dan mutlak dalam arti tidak dapat digugat
oleh lembaga negara yang lain. Dalam sistem pemerintahan negara-negara
modern, hak ini dimiliki oleh kepala negara baik raja ataupun presiden dan kepala
pemerintahan dalam bidang-bidang tertentu yang dinyatakan dalam konstitusi.
Hak ini juga dipadankan dengan kewenangan penuh yang diberikan oleh
konstitusi kepada lembaga eksekutif dalam ruang lingkup kekuasaan
pemerintahannya (terutama bagi sistem yang menganut pemisahan kekuasaan
secara tegas, seperti Amerika Serikat), seperti membuat kebijakan-kebijakan
politik dan ekonomi.
Sistem pemerintahan negara-negara modern berusaha menempatkan segala
model kekuasaan dalam kerangka pertanggungjawaban publik. Dengan demikian,
kekuasaan yang tidak dapat dikontrol, digugat dan dipertanggungjawabkan, dalam
prakteknya sulit mendapat tempat.Sehingga, dalam praktek ketatanegaraan
negara-negara modern, hak prerogatif ini tidak lagi bersifat mutlak dan mandiri,
kecuali dalam hal pengambilan kebijakan dalam rangka penyelenggaraan
pemerintahan.91
Undang-Undang Dasar 1945 maupun peraturan perundang-undangan di
Indonesia yang mengatur tentang ketatanegaraan tidak pernah menyatakan istilah
hak prerogatif Presiden. Namun dalam prakteknya, selama orde baru, hak ini
dilakukan secara nyata, misalnya dalam hal pengangkatan menteri-menteri
departemen.Hak ini juga dipadankan terutama dalam istilah Presiden sebagai
kepala negara yang sering dinyatakan dalam pengangkatan pejabat negara. Dalam
91 Namun dalam menjalankan hak perogratif jangan sampai menimbulkan kesewenang-
wenangan yang bersumber dari absolutisme, yaitu penyatuan kekuasaan di satu tangan atau sekelompok kecil orang.Kesewenang-wenangan ini mematikan kebebasan, untuk itu kekuasaan tidak boleh menumpuk di satu tangan atau sejumlah kecil orang. Sebagaimana ditulis oleh Bagir Manan dan Kuntana Magnar, Beberapa Masalah Hukum Tata Negara, (Bandung : Penerbit Alumni, cetakan ke-1, 2007), hal. 209
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
59
Universitas Indonesia
hal ini Padmo Wahjono92 menyatakan pendapatnyayang akhirnyamemberikan
kesimpulan bahwa hak prerogatif yang selama ini disalahpahami adalah hak
administratif Presiden yang merupakan pelaksanaan peraturan perundang-
undangan dan tidak berarti lepas dari kontrol lembaga negara lain.93
Bentuk kekuasaan Presiden di Indonesia dapat dikelompokkan sebagai
berikut :
a. Kekuasaan Kepala Negara.
Kekuasaan Presiden sebagai kepala negara hanyalah kekuasaan
administratif, simbolis dan terbatas yang merupakan suatu kekuasaan disamping
kekuasaan utamanya sebagai kepala pemerintahan. Di Indonesia, kekuasaan
Presiden sebagai kepala negara diatur dalam UUD 1945 Pasal 10 sampai 15.
Kekuasaan Presiden sebagai kepala negara di masa mendatang selayaknya
diartikan sebagai kekuasaan yang tidak lepas dari kontrol lembaga lain.94
b. Kekuasaan Kepala Pemerintahan.
Kekuasaan Presiden sebagai kepala pemerintahan di Indonesia diatur
dalam UUD 1945 Pasal 4 ayat (1). Kekuasaan pemerintahan sama dengan
kekuasaan eksekutif dalam konsep pemisahan kekuasaan yang membatasi
kekuasaan pemerintahan secara sempit pada pelaksanaan peraturan hukum yang
ditetapkan lembaga legislatif.95 Kekuasaan eksekutif diartikan sebagai kekuasaan
pelaksanaan pemerintahan sehari-hari berdasarkan pada konstitusi dan peraturan
92 Padmo Wahjono, Masalah Ketatanegaraan Indonesia Dewasa Ini, (Jakarta : Penerbit
Ghalia Indonesia, cetakan ke-2, 1985), hal. 275 93 Hal itu menjadi konsekwensi dari perubahan Undang-Undang Dasar 1945, dimana
yang menjadi alasan dilakukan perubahan terhadap Undang-Undang Dasar adalah besarnya kekuasaan Presiden (executive heavy) hal itu dapat dilihat dari kekuasaan Presiden dalam menjalankan Pemerintahan (chief executive) dengan berbagai hak konstitusional yang lazim disebut hak perogratif (memberikan grasi, amnesty, abolisi dan rehabilitasi) dan kekuasaan legislatif. Baca Dasril Radjab, Hukum Tata Negara Indonesia, (Jakarta, Penerbit Rineka Cipta, Cetakan ke-2, 2005), hal. 105
94 Hal itu merupakan conditio sine qua non bagi penataan ulang kehidupan
ketatanegaraan Indonesia dalam rangka mendesain demokrasi atau kedaulatan rakyat yang beorientasi pada tegaknya Rule of Law, pengendalian kekuasaan, civil society dan check and balances. Dahlan Thaib, Ketatanegaraan Indonesia Perspektif Konstitusional, (Yogyakarta : Total Media, Cetakan ke-1. 2009), hal.227
95 Agar kekuasaan tidak disalahgunakan maka harus diatur batas-batasnya.Caranya
dengan membagi kekuasaan tersebut ke dalam tiga cabang kekuasaan secara seimbang. Ni’matul Huda, Hukum Tata Negara Indonesia, (Jakarta : Rajawali Pers, 2006), hal. 196
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
60
Universitas Indonesia
perundang-undangan. Kekuasaan ini terbatas pada penetapan dan pelaksanaan
kebijakan-kebijakan politik yang berada dalam ruang lingkup fungsi administrasi,
keamanan dan pengaturan yang tidak bertentangan dengan konstitusi dan
peraturan perundang-undangan. Dalam pelaksanaannya, kekuasaan ini tetap besar
dan mendapat pengawasan dari badan legislatif atau badan lain yang ditunjuk oleh
konstitusi untuk menjalankan fungsi pengawasan.96 Dalam UUD 1945, fungsi
pengawasan pemerintahan sehari-hari dilaksanakan oleh DPR.
Kaitannya dengan pengangkatan Wakil Menteri sesuai dengan Pasal 10
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara, maka
terdapat hak perogratif Presiden untuk menentukan Kementerian mana yang
membutuhkan pengangkatan Wakil Menteri, meskipun kebijakan itu haruslah
sesuai dengan kebutuhan dan tingkat urgenitas dari masing-masing Kementerian.
Untuk itu diperlukan objektivitas Presiden dalam mempergunakan hak
perogratifnya dalam upaya menanggulangi beban kerja yang membutuhkan
penanganan secara khusus. Bukan bersifat subjektif dalam menentukan
kementerian mana yang membutuhkan pengangkatan Wakil Menteri.
2.1.2 Pengangkatan Wakil Menteri dalam Kondisi Tertentu
Pengangkatan Wakil Menteri harus mengacu pada Pasal 10 Undang-
Undang nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara, yang menyatakan
“dalam hal terdapat beban kerja yang membutuhkan penanganan secara
khusus, Presiden dapat mengangkat Wakil Menteri pada Kementerian tertentu”.
Dengan demikian harus mampu memberikan penjelasan makna yang terkandung
dalam “membutuhkan penanganan secara khusus”.97 Khusus disini harus
diartikan tidak dalam keadaan biasa, akan tetapi terdapat sesuatu yang
memungkinkan untuk dilakukan pekerjaan yang ekstra dan tidak dapat dikerjaan
oleh seorang Menteri dan struktur organisasi di bawahnya.
96 Pengawasan tersebut bertujuan bukanlah saling menjatuhkan, akan tetapi harus adanya kooperasi dan koordinasi diantara lembaga-lembaga yang menghindari arogansi kewenangan sehingga tujuan akhirnya “doelgerichte” dari hubungan lembaga tersebut. Oemar Seno Adji dan Indriyanto Seno Adji, Peradilan Bebas dan Contempt of Court, (Jakarta : Penerbit Diadit Media, cetakan ke-1, 2007), hal. 22
97 Penjelasan tersebut akan menjadi penting guna memberikan pengertian mengenai
urgenitas dan makna yang menjadi perhatian Presiden, sehingga masyarakat dalam paham yang dimaksud oleh Pemerintah dalam melakukan tindakannya.
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
61
Universitas Indonesia
Akan tetapi diperlukan batasan-batasan yang bersifat objektif guna
menentukan sifat “penanganan khusus” sebagaimana tertuang dalam Pasal 10
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Wakil Menteri. Penting juga
untuk diinventarisasi mengenai unsur-unsur Kementerian apa saja yang
membutuhkan penanganan secara khusus, sehingga pemaknaan dan pengertian
dari “penanganan khusus” tidak menjadi bias dan ditafsirkan dengan kurang
tepat oleh Presiden sebagai pemegang kuasa untuk melakukan pengangkatan
terhadap Wakil Menteri. Sehingga pengangkatan Wakil Menteri benar-benar
sesuai dengan amanta yang tertuang dalam Pasal 10 Undang-Undang Nomor 39
Tahun 2008 tentang Wakil Menteri, meskipun Presiden meiliki hak perogratif
untuk menentukan Kementerian mana saja yang layak dan tepat guna diangkat
Wakil Menteri untuk membantu Menteri dalam aktivitas kerjanya setiap hari.
Sebagai contoh adalah keadaan bahaya dan darurat suatu Negara, sehingga
kemudian Presiden dapat menentukan keadaan dan langkah-langkah untuk
mengatasi yang demikian.Keadaan bahaya di suatu negara (state of emergency)
diberlakukan karena adanya keadaan yang luar biasa (extraordinary) dan khusus
yang mengancam keadaan bangsa dan negara, sehingga penanggulangannya pun
tidak dapat diatasi dengan tindakan-tindakan berdasarkan hukum yang normal
atau biasa.98 Karena keadaan tidak biasa, maka diperlukan landasan hukum yang
luar biasa tapi komprehensif. Meskipun komprehensif dan luar biasa tapi harus
dapat dipertanggungjawabkan, seperti menghormati hak-hak asasi manusia
(HAM).
Untuk mengatasi keadaan bahaya tersebut, oleh hukum diserahkan
kewenangan kepada pemerintahan negara, sebagai pihak yang dominan, untuk
menormalkan keadaan agar kembali aman, tertib dan damai. Dengan pemahaman
98 Untuk mengetahui keadaan yang tidak biasa atau darurat, dapat diartikan sebagai
(a).adanya bahaya Negara yang patut dihadapi dengan upaya luar biasa. (b). upaya biasa, pranata yang umum dan lazim tidak memadai untuk digunakan menanggapi dan menanggulangi bahaya yang ada. (c). kewenangan luar biasa yang diberikan dengan hukum kepada Pemerintah Negara untuk secepatnya mengakhiri bahaya darurat tersebut, kembali ke dalam kehidupan normal. (d). wewenang luar biasa itu dan HTN darurat itu adalah untuk sementara waktu saja, samapai keadaan darurat itu dipandang tidak membahayakan lagi. Herman Sihombing, Hukum Tata Negara Darurat di Indonesia, (Jakarta : Penerbit Djambatan, 1996), hal. 1
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
62
Universitas Indonesia
ini maka pihak yang terlibat bukan hanya Presiden.99 Penggunaan istilah
“pemerintahan negara” sebagai aktor dominan dalam menanggulangi keadaan
bahaya memperluas peran serta lebih banyak pihak, dan dengan demikian
demokratik, sehingga dapat meningkatkan efektifitas dan transparansi
penanggulangan keadaan bahaya.
Landasan hukum state of emergency100 ini untuk menentukan ukuran dan
tata-cara, serta menjadi legitimasi, bagi tindakan-tindakan yang dibutuhkan.
Tindakan-tindakan itu tidak semata-mata militeristik. Kewenangan tersebut hanya
bersifat sementara, sampai keadaan kembali normal. Jadi, tujuan yang ingin
dicapai melalui perangkat hukum, mekanisme dan upaya luar biasa itu adalah
penanggulangan keadaan bahaya dan pemulihan keadaan sesegera mungkin.
Konsideran RUU-KD tidak cukup menegaskan hal ini. Jadi bukan sekedar
menanggulangi keadaan “yang tidak dapat diatasi oleh alat negara secara normal”.
Pencantuman prinsip negara hukum sebagai dasar untuk menyelesaikan
keadaan bahaya harus diartikan sebagai prinsip yang diberlakukan dalam keadaan
luar biasa, yaitu emergency law, sehingga terdapat unsur-unsur extraordinary
dalam hukum tersebut. Landasan hukum itu mengandung filosofi bernegara, yaitu:
menjaga kedaulatan dan keselamatan rakyat (bangsa), melindungi kesejahteraan
masyarakat, menjaga ketertiban umum, menjaga eksistensi negara dan fungsi
pemerintahan secara luas, mempertahankan keutuhan wilayah.101
Dalam mengkategorikan keadaan bahaya tidak cukup memasukkan
perkembangan pemisahan fungsi pertahanan dan keamanan, sehingga tidak
tampak peran bantuan militer dalam keadaan bahaya karena bencana alam atau
99 Untuk itu pembagian menurut corak, bentuk dan sumbernya maka HTN darurat dapat
digolongkan menjadi 4 (empat) bagian : (1) HTN darurat objektif (objectieve staatsnoodrecht), (2) HTN darurat subjektif (subejctieve staatsnoodrecht), (3) HTN darurat tertulis (geschreven staatsnoodrecht), (4) HTN darurat tidak tertulis (ongeschreven staatsnoodrecht). Ibid, hal. 25
100 Istilah-istilah dalam keadaan bahaya dalam berbagai Negara berbeda-beda. Ada yang
menggunakan istilah state emergency, state of civil emergency, state of siege, state of war, state of internal war, state of exception, estado de alerta, estado de excepcion dan lain sebagainya. Untuk mengetahui peristilahan yang dipakai dalam beberapa Negara, silakan baca Jimly Asshiddiqie, Hukum Tata Negara Darurat, (Jakarta : Rajawali Pers, 2008), hal 7-8
101 Sama halnya dengan pengangkatan Wakil Menteri harus dijelaskan nilai urgensinya,
sehingga terdapat ukuran yang jelas untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang muncul di masyarakat.
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
63
Universitas Indonesia
bahaya sipil. Begitu pun tentang bantuan kepolisian dalam kondisi bahaya militer
dan perang.
Berbagai undang-undang mengenai keadaan bahaya menunjukkan
kesamaan pengertian keadaan bahaya. Dalam Undang-undang No. 6/1946: karena
ada serangan, bahaya serangan, pemberontakan atau kerusuhan, dan bencana
alam. Undang-undang No. 74/1957: terancam pemberontakan, kerusuhan atau
akibat bencana alam, timbul perang atau bahaya perang atau dikhawatirkan
perkosaan wilayah Negara Republik Indonesia. Undang-undang No. 23/1959:
terancam oleh pemberontakan, kerusuhan, atau akibat bencana alam, timbul
perang atau bahaya perang atau dikhawatirkan perkosaan atas wilayah negara RI,
hidup negara dalam keadaan bahaya atau dari keadaan khusus ternyata ada atau
dikhawatirkan ada gejala yang dapat membahayakan negara. Undang-undang
PKB 1999: adanya kerusuhan yang disertai kekerasan, pemberontakan bersenjata
atau keinginan memisahkan diri dengan kekerasan, ancaman perang atau terjadi
perang. RUU-KD 2001: karena terjadinya kerusuhan dengan kekerasan,
pemberontakan bersenjata, usaha nyata dengan kekerasan untuk memisahakan diri
dari RI, adanya ancaman perang, terjadi perang atau terjadi bencana alam.102
Kenyataan tersebut mengharuskan perumusan yang jelas serta mendasar
tentang keadaan bahaya. Hal ini diperlukan, sebab selama ini telah terjadi
inkonsistensi penggunaan (dan pemahaman) istilah sejak perumusannya dalam
UU No. 6/1946 hingga RUU-KD 2001. Pengertian keadaan bahaya dapat digali
dari istilah emergency dan istilah-istilah senada seperti strife, siege, noodtoestand.
Pengertian emergency dapat diartikan “bahaya” atau “darurat.”103
Penggunaan istilah ini sejalan dengan istilah yang terdapat dalam UUD
1945. Keadaan bahaya dapat dinyatakan oleh presiden dengan dasar hukum Pasal
12 UUD 1945. Syarat-syarat dan akibat keadaan bahaya ditentukan dalam UU
102 Berbagai kasus dalam periode berlakunya keadaan darurat di Indonesia dapat diurai sebagai berikut, (1) Krisis politik 1956-1966, (2) Krisis politik 1997-1998, (3) Tsunami Aceh, (4) Kasus Luapan Panas Lapindo Sidoarjo. Baca Jimly Asshiddiqie, Ibid, Hal 27-29
103 Selain itu dapat diartikan (Pertama) unsur krisis (crisis), dianggap suatu keadaan krisis
apabila terdapat suatu gangguan yang menimbulkan kegentingan dan bersifat mendadak a grave and suddendisturbunse.(Kedua) unsur kemendesakan (emergency), apabila terjadi berbagai keadaan yang tidak perhitungkan sebelumnya dan menuntut suatu tindakan segera tanpa menunggu permusyawaratan terlebih dahulu. Sumali, Reduksi Kekuasaan Ekskutif di Bidang Peraturan Pengganti Undang-Undang (PERPU), (Malang : UMM Press, cetakan ke-2, 2003) 91-92
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
64
Universitas Indonesia
Keadaan Bahaya. Jika keadaan bahaya juga mencakup perang, maka berlaku
ketentuan Pasal 11 (“Presiden menyatakan perang ….. dengan negara lain”). Jadi,
ada kaitan antara Undang-undang Keadaan Bahaya dengan Undang-undang
(hukum) Perang. Dalam hal ini harus diperhatikan ketentuan hukum perang
internasional.
Sedangkan kewenangan yang terdapat pada Pasal 22 UUD 1945
merupakan kewenangan dalam keadaan mendesak atau urgent (“hal-ihwal
kegentingan yang memaksa”)104 untuk memproses legislasi dan menerbitkan
produk hukum. Ketentuan ini harus diperhatikan dalam menentukan “bentuk
hukum” pernyataan keadaan bahaya pada umumnya dan keadaan perang
khususnya. Bentuk hukum lain juga dapat ditentukan dalam UU Keadaan Bahaya
yang baru, misalnya untuk menyatakan keadaan bahaya karena bencana alam.
Menggunakan istilah “keadaan darurat,” RUU-KD mendefinisikan
keadaan bahaya sebagai“terjadinya kerusuhan dengan kekerasan, pemberontakan
bersenjata, usaha nyata dengan kekerasan untuk memisahkan diri dari Negara
Kesatuan Republik Indonesia, adanya ancaman perang, terjadi perang, atau
terjadi bencana alam, yang tidak dapat diatasi oleh alat dan kekuatan negara
secara normal di sebagian atau seluruh wilayah negara Republik Indonesia”
(Pasal 1 angka 2).
Pengertian keadaan bahaya dalam RUU-KD ini tidak cukup menegaskan
kesementaraan penanggulangan keadaan secara luar biasa. Pengertian itu juga
terlalu umum, dilihat dari beberapa sudut. Pertama, karena bencana alam
dimasukkan dalam kategori Darurat Sipil (Pasal 9). Dilanjutkan dengan kategori
darurat yang berat ke watak militeristik (Darurat Militer dan Darurat Perang).
Kategori Darurat Perang pun tidak merinci atau membedakan antara invasi negara
lain dengan pernyataan perang oleh Indonesia kepada negara lain.
State of emergency untuk Indonesia harus disesuaikan dengan keadaan
geografis negara, yaitu sebagai negara kepulauan yang memiliki wilayah terisolir
(misalnya kabupaten kepulauan). Perlu ditambahkan pula faktor eksternal (seperti
104 Bagir Manan, Lembaga Kepresidenan, (Yogyakarta : Pusat Studi Hukum Tata Negara
UII dan Gama Media, 1999), hal. 158. Konsep crisis dan emergency dapat pulu dilihat pada Black’s Law Dictionary
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
65
Universitas Indonesia
polusi lintas-negara, ancaman perang di negara tetangga, perang di negara
tetangga) sebagai penentu keadaan bahaya.105
Keadaan bahaya secara umum dapat dibedakan dalam keadaan bahaya
yang disebabkan oleh bencana alam, atau yang tidak disengaja atau di luar
kendali manusia (tidak disebabkan oleh tindakan manusia), dan keadaan bahaya
karena hubungan dan tindakan sosial-politik manusia.106 Spektrum dari
emergency itu dimulai dari keadaan yang disebabkan oleh bencana alam sampai
ancaman perang dan kondisi perang, dari bencana tsunami hingga perang dengan
negara lain. Di antara spektrum ini terletak kerusuhan-kerusuhan etnik dan
religius, tuntutan pemisahan diri dari Indonesia tak bersenjata dan secara damai,
sampai pada gerakan-gerakan bersenjata. Pengertian keadaan bahaya ini harus
tercermin dan dibedakan dalam berbagai kategori keadaan bahaya. Diperlukan
pula kejelasan mengenai definisi ancaman dan akibat ancaman yang akan
ditanggulangi melalui cara-cara luar-biasa ini menurut UU Keadaan Bahaya dan
diselaraskan (sinkron) dengan UU Pertahanan Nasional.
Keadaan yang dapat dikategorikan sebagai keadaan bahaya dalam RUU-
KD menunjukkan kerancuan, sebab keadaan bahaya yang disebabkan oleh
bencana alam juga dimasukkan dalam kategori Darurat Sipil. Dengan demikian
sangatlah mudah untuk menempatkan setiap kategori keadaan bahaya dalam
kendali kekuasaan militer, sejak melalui keterlibatan militer untuk mendukung
(membantu) kepolisian dalam menanggulangi keadaan Darurat Sipil hingga
keterlibatan langsung dalam Darurat Perang. Selain itu, memasukkan kerusuhan
dengan kekerasan dalam kategori Darurat Sipil harus dikaitkan dengan
penaggulangannya menurut KUHP (tanpa dikategorikan sebagai keadaan bahaya).
Jika tidak maka holiganism (seperti kerusuhan penonton sepak bola) dan
kerusuhan massa ketika kampanye politik, misalnya, dapat dikategorikan ke
dalam keadaan bahaya.
105 Dalam praktik, disamping kondisi Negara dalam keadaan biasa (ordinary condition)
atau normal (normal condition), kadang timbul atau terjadi keadaan yang tidak normal. Jimly Asshiddiqie, Opcit, hal. 1.
106 Dalam keadaan yang demikian dapat pula pemerintah mengeluar produk hukum
berupa Peraturan Pengganti Undang-Undang (PERPU).Sumali, Opcit, hal. 122
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
66
Universitas Indonesia
Adanya pernyataan untuk memisahkan diri dari RI tanpa kekerasan, atau
secara damai, merupakan urusan keamanan, pertahanan, atau persoalan
demokrasi (yaitu kebebasan berpendapat, yang diatur dalam UU No. 9/1998)? Ini
harus dijelaskan.107 Penanganan atas hal ini juga terkait dengan reposisi TNI dan
POLRI. Cara-cara apa yang akan digunakan untuk mengatasi hal tersebut, oleh
TNI atau POLRI? Karena itu perlu juga dirumuskan aturan yang jelas tentang
grey areas bila TNI dilibatkan untuk membantu tugas kepolisian dalam mengatasi
kerusuhan, yang berlangsung dalam keadaan Darurat Sipil. Hal ini harus dikaitkan
dengan UU Pertahanan Nasional, UU TNI dan UU POLRI.
Meskipun tidak eksplisit, Undang-undang No. 6/1946 menyatakan
penyebab keadaan bahaya secara bertingkat. Perumusannya menampakkan
pertingkatan (gradasi, hirarki) penyebab keadaan bahaya, dari perang sampai
bencana alam (Pasal 1 angka 2 yo. Pasal 8). Undang-undang No. 74/1957 dan
Undang-undang No. 23/1959 juga sangat jelas menunjukkan adanya pertingkatan
keadaan dari rumusan pasalnya (Pasal 1 ayat 1). UU-PKB 1999 membedakan
keadaan bahaya menjadi: Khusus (Terjadi keadaan yang tidak dapat diatasi
dengan perangkat hukum biasa), Darurat (Terjadi upaya pemisahan diri dengan
kekerasan) dan Perang (Perang dengan atau ancaman perang dari negara lain).
Kategorisasi dalam UU PKB tanpa pertingkatan.
Secara umum keadaan bahaya dapat dikategorikan ke dalam 4 (empat)
kategori: keadaan bahaya bencana alam, keadaan bahaya sipil, keadaan bahaya
militer, dan keadaan bahaya perang.108Yang dapat diurai sebagai berikut :109
a. Keadaan Bahaya karena bencana alam harus dibedakan dari keadaan
bahaya lainnya. Sedangkan keadaan bahaya karena bencana alam dan
keadaan bahaya sipil, di satu sisi, juga harus dibedakan dari keadaan
bahaya militer dan keadaan bahaya perang.
107 Hal itu menjadi penting dikarenakan termasuk dalam kategori darurat apabila terjadi
sesuatu yang tidak diinginkan terjadi, misal kekerasan, perang dan lain sebagainya. 108 Pengertian yang demikian juga mengingat adanya keadaan genting yang tafsirannya
menjurus kepada keadaan bahaya. Baca Soehino, Hukum Tata Negara Teknik Perundang-Undangan, (Yogyakarta : Penerbit Liberty, cetakaan keempat, 2005), hal.21
109 Dari sudut pandang formal isinya Herman Sihombing dan Jimly Asshiddiqie
menjelaskan dengan gambling. Herman Sihombing, Opcit, hal. 25-26. Bandingkan Jimly Asshiddiqie, Opcit, hal. 68-70
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
67
Universitas Indonesia
b. Berhubung Keadaan Bahaya Perang mencakup ancaman perang (dari
negara lain) dan terjadinya perang karena serangan negara lain maupun
pernyataan perang oleh Indonesia, maka dilakukan gradasi
pengelompokannya dalam kategori keadaan bahaya milter hingga keadaan
bahaya perang. Selain itu, kategori perang seharusnya juga dibedakan
antara ancaman perang dari negara lain dan keadaan perang karena
serangan negara lain, dengan keadaan perang karena Indonesia
menyatakan perang kepada negara lain. Ketika Indonesia menyatakan
perang kepada negara lain (Pasal 11 UUD 1945), juga dibedakan jika
secara geo-politik tidak langsung mengakibatkan keadaan bahaya di dalam
negeri. Pembedaan ini tetap memperhatikan watak sistem pertahanan
nasional seperti dirumuskan dalam UU Pertahanan Nasional/Negara (non-
provocative and comprehensive defense).
c. Bencana alam dimasukkan keadaan bahaya jika melumpuhkan
perekonomian masyarakat dan fungsi pemerintahan (darat: gunung
meletus, banjir sungai, limbah beracun, gempa bumi; laut: badai,
gelombang pasang, gempa bumi; udara: kebakaran hutan, hujan asam,
limbah udara beracun).
d. Kategori Darurat Sipil: kerusuhan dengan kekerasan yang mengancam
keamanan dan ketertiban umum atau mengganggu fungsi pemerintahan.
Harus dijelaskan tentang kerusuhan seperti holiganism.
e. Kategori Darurat Militer: pemberontakan bersenjata dan/atau terjadi
usaha-usaha nyata dengan kekerasan untuk memisahkan diri dari RI.
Bagaimana dengan “separatisme damai” (termasuk freedom of
expression)? Ancaman perang dari negara lain (Pasal 29) dapat termasuk
kategori ini.
Berdasarkan perumpamaan110 Negara dalam keadaan darurat diatas (state
of emergency), maka diberlakukan keadaan yang luar biasa (extraordinary) dan
khusus yang mengancam keadaan bangsa dan negara, sehingga
penanggulangannya pun tidak dapat diatasi dengan tindakan-tindakan berdasarkan
110 Perumpamaan ini dibuat dalam rangka memberikan gambaran mengenai situasi dan
kondisi yang tidak normal atau tidak biasanya, dengan demikian membutuhkan penanganan yang tidak biasa pula, sehingga hal yang tidak normal dapat dipulihkan dengan segera.
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
68
Universitas Indonesia
hukum yang normal atau biasa. Dengan demikian sama halnya dengan
pengangkatan Wakil Menteri di Kementerian tertentu yang membutuhkan
“penanganan khusus” harus memenuhi nilai filosofis111 menjaga kedaulatan dan
keselamatan rakyat (bangsa), melindungi kesejahteraan masyarakat, menjaga
ketertiban umum, menjaga eksistensi negara dan fungsi pemerintahan secara
luas, mempertahankan keutuhan wilayah. Selain itu harus dipertegas mengenai
unsur-unsur, alasan, penyebab dan kategori “penanganan khusus” yang dimaksud
dalam Pasal 10 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Wakil Menteri
baik dalam penjelasannya, maupun dalam peraturan perundang-undangan terkait.
Sehingga secara objketif dapat diterima oleh semua kalangan mengenai unsur-
unsur, alasan, penyebab dan kategori “penanganan khusus” sehingga diangkatlah
Wakil Menteri.
2.1.3 Pengangkatan Wakil Menteri tidak semua Kementerian
Apabila makna dari Pasal 10 Undang-Undang nomor 39 Tahun 2008
tentang Kementerian Negara, yang menyatakan “dalam hal terdapat beban kerja
yang membutuhkan penanganan secara khusus, Presiden dapat mengangkat
Wakil Menteri pada Kementerian tertentu”. Yakni kata “penanganan khusus”
yang dimaksud apabila telah dijelaskan baik melalui penjelasannya, maupun
dalam peraturan perundang-undangan terkait, maka hemat penulis tidak semua
Kementerian dapat dilakukan pengangkatan Wakil Menteri, mengingat batasan-
batasan dan syarat-syaratnya harus jelas dan terpenuhi terlebih dahulu sehingga
dapat dilakukan pengangkatan terhadap Wakil Menteri. Dengan demikian akan
timbul kepastian hukum terhadap pengangkatan Wakil Menteri.
Dengan adanya pengangkatan Wakil Menteri oleh Presiden dalam hal
“membutuhkan penanganan secara khusus”. Dengan demikian berarti Presiden
harus dan wajib menjelaskan kepada publik112 penanganan secara khusus apa
111 Didalam nilai-nilai filosofis didalamnya harus terdapat kebenaran, keadilan, kesusilaan
dan berbagai nilai lainnya yang dianggap baik. Baca Rosjidi Ranggawidjaja, Pengantar Ilmu Perundang-Undangan Indonesia, (Bandung : CV Mandar Maju, cetakan ke-1, 1998), hal. 43
112 Bahwa harus melihat asas yang terkandung dalam melaksanakan pelayanan kepada
publik, yakni transparan, akuntabilitas, kondisional, partisipatif, kesamaan hak dan keseimbangan hak dan kewajiban. W Riawan Tjandra dkk, Peningkatan Kapasitas Pemerintahan Daerah dalam Pelayanan Publik, (Yogyakarta : Pembaharuan, edisi revisi, 2005), hal. 11
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
69
Universitas Indonesia
yang membutuhkan pengangkatan Wakil Menteri, di samping hal tersebut di atas
dalam Pasal 10 ini ada penekanan pada kata "secara khusus", yang artinya tidak
umum dan atau selektif.113 Seperti mengutip pertimbangan dalam putusan
Mahkamah Konstitusi Nomor 79/PUU-IX/2011 mengenai apa yang dimaksud
“beban kerja yang membutuhkan penanganan khusus” maka menurut Mahkamah
Konstitusi hal tersebut menjadi wewenang Presiden untuk menentukannya
sebelum mengangkat wakil menteri. Presiden-lah yang menilai seberapa berat
beban kerja sehingga memerlukan pengangkatan wakil menteri. Begitu pula jika
beban kerja dianggap sudah tidak memerlukan wakil menteri, Presiden berwenang
juga memberhentikan wakil menteri tersebut.
Berkembangnya masyarakat baik dari sudut pertambahan penduduk,
ekonomi, pendidikan, kesehatan di satu pihak dan kemampuan Negara untuk
memenuhi harapan masyarakat terutama di bidang ekonomi serta keamanan di
lain pihak akan menimbulkan ledakan harapan masyarakat dan kebutuhan
masyarakat sendiri.114 Misalnya di bidang ekonomi semakin meningkatnya daya
beli rakyat untuk membeli mobil semakin diperlukan infrastruktur jalan yang
memadai untuk berkendaraan secara nyaman. Jika harapan tersebut tidak
terpenuhi maka hal ini akan menimbulkan frustrasi masyarakat dan akan menjadi
beban negara yang akan membahayakan posisi politis pemerintah. Padahal
kecepatan memenuhi harapan masyarakat oleh negara seringkali tidak sebanding
dengan pertumbuhan harapan masyarakat untuk dipenuhi kebutuhannya.115
Keadaaan ekonomi dunia menunjukkan bahwa negara-negara maju (seperti Eropa
dan Amerika Serikat) saat ini menghadapi resesi ekonomi yang sangat mungkin
113 Selektif memiliki makna terdapat analisis-analisis yang kuat dan menguatkan untuk melakukan dan mengeluarkan kebijakan. Untuk itu kemudian terdapat beberapa model dalam menentukan kebijakan, yang oleh William N. Dunn dibagi menjadi 6 bagian model kebijakan, diantaranya model deskriptif, model normatif, model verbal, model simbolis, model procedural dan model sebagai pengganti dan perspektif. Baca William N. Dunn, Public Policy Analysis, An Introduction, (New Jersen, University of Pittsburgh, 1994), hal. 234
114 Salah satu indikator kehidupan masyarakat modern ialah semakin tingginya kesadaran para warga masyarakat akan pentingnya keseimbangan antara hak dan kewajiban masing-masing. Semakin meningkatnya kesadaran demikian biasanya dipandang sebagai salah satu akibat positif dari tingkat pendidikannya para warga masyarakat. Sondang P Siagian, Manajemen Sumber Daya Manusia, (Jakarta : Bumi Aksara, cetakan ke-18, 2010), hal. 13
115 Untuk itu sering dikatakan bahwa kuantitas sumber daya manusia tanpa disertai
dengan kualitas yang baik akan menjadi beban pembangunan suatu bangsa. Soekidjo Notoatmodjo, Pengembangan Sumber Daya Manusia, (Jakarta : Penerbit Refika Cipta, 2009), hal. 1
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
70
Universitas Indonesia
mempengaruhi pertumbuhan ekonomi Indonesia. Krisis minyak yang dialami
Indonesia dapat menambah beban hutang negara untuk menutup defisit anggaran
belanja negara. Oleh sebab itu, kewenangan Presiden mengangkat wakil menteri
dalam rangka menangani beban kerja yang semakin berat tidak bertentangan
dengan konstitusi jika dipandang dari sudut pengutamaan tujuan yang hendak
dicapai (doelmatigheid) atau nilai kemanfaatan dalam rangka memenuhi harapan
dan kebutuhan masyarakat yang terus meningkat.
Dengan demikian Presiden harus memberikan penjelasan kepada publik
mengenai pengangkatan Wakil Menteri di sejumlah kementerian Negara116, nilai
urgensi dan kekhususan pengangkatan Wakil Menteri tersebut. Apakah
pengangkatan Wakil Menteri dalam hal “membutuhkan penanganan secara
khusus” tersebut dapat diartikan hanya terdapat pada kementerian koordinator117
yang melakukan sinkronisasi dan koordinasi urusan kementerian, sehingga
dianggap memiliki tugas dan wewenang yang besar, sehingga dianggap
“membutuhkan penanganan secara khusus” untuk itu dibutuhkan pengangkatan
wakil Menteri. Atau dapat dijelaskan mengenai “membutuhkan penanganan
secara khusus” tersebut diartikan sebagai Kementerian yang menangani urusan
pemerintahan yang nomenklatur118 kementeriannya secara tegas dalam Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 dan ruang lingkupnya
disebutkan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun
1945.119Atau yang terakhir adalah yang dimaksud Kementerian yang
116 Dalam Setiap Kementerian membidangi urusan tertentu dalam Pemerintahan terdiri
atas (a.) urusan pemerintahan yang nomenklaturkementeriannya secara tegas dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 dan (b.) ruang lingkupnya disebutkan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945, (c.) Urusan Pemerintahan dalam Rangka Penajaman, Koordinasi dan Sinkronisasi Program Pemerintah
117 Kementerian Koordinator menurut Pasal 4 Peraturan Presiden nomor 49 Tahun 2009
tentang pembentukan dan organisasi Kementerian Negara adalah terdiri dari Kementerian Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan, kementerian koordinator bidang Perekonomian dan Kementerian Koordinator Kesejahteraan Rakyat.
118 Nomenklatur atau Tata Nama adalah sebutan atau penamaan bagi suatu unit organisasi
yang lazim digunakan instansi pemerintah.Nomenklatur mempunyai arti sangat penting dalam penataan atau penyempurnaan organisasi, karena nomenklatur dapat penggambarkan secara singkat dan tepat mengenai kedudukan, tugas pokok dan fungsi unit atau jabatan dalam suatu unit organisasi.
119 Sedangkan mengenai Kementerian yang menangani urusan pemerintahan yang nomenklatur kementeriannya secara tegas dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 dan ruang lingkupnya disebutkan dalam Undang-Undang Dasar Negara
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
71
Universitas Indonesia
“membutuhkan penanganan secara khusus” tersebut diartikan sebagai
Kementerian yang Menangani Urusan Pemerintahan dalam Rangka Penajaman,
Koordinasi dan Sinkronisasi Program Pemerintah.120
Selain itu Presiden dapat menjelaskan nilai urgensi Pengangkatan Wakil
Menteri melalui Kementerian-Kementerian tertentu yang memiliki instansi
vertikal121 di daerah, sehingga membutuhkan koordinasi dan kerja yang ekstra,
dengan demikian dapat dikategorikan dan termasuk Kementerian yang
“membutuhkan penanganan secara khusus”, diakarenakan instansi vertikal122
yang dimaksud tersebar dibeberapa daerah di seluruh Provinsi, Kabupaten dan
Kota seluruh Indonesia. Dalam Pasal 9 ayat (3) Undang-Undang Nomor 39 tahun
2008 tentang wakil Menteri juga disebutkan bahwa Kementerian yang menangani
urusan agama, hukum, keuangan dan keamanan memiliki unsur pelaksana tugas
pokok di daerah. Sehingga Wakil Menteri dapat memiliki tugas dan wewenang
untuk membantu Menteri dalam hal koordinasi dan pemantauan kerja-kerja
instansi vertikal yang ada didaerah.Dengan demikian optimalisasi peran dan
fungsi Wakil Menteri dapat optimal dalam usaha memberikan sumbangsih kerja
dan pemikiran guna memberikan pelayanan kepada masyarakat.
Republik Indonesia tahun 1945 diatur dalam Pasal 23 Peraturan Presiden nomor 49 Tahun 2009 tentang pembentukan dan organisasi Kementerian Negara adalah terdiri dari Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Luar Negeri, Kementerian Pertahanan, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, Kementerian Keuangan, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Kementerian Perindustrian, Kementerian Perdagangan, Kementerian Pertanian, Kementerian Kehutanan, Kementerian Perhubungan, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Kementerian Pekerjaan Umum, Kementerian Kesehatan, Kementerian Pendidikan Nasional, Kementerian Sosial, Kementerian Agama, Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata dan kementerian Komunikasi dan Informatika.
120 Sedangkan Kementerian yang Menangani Urusan Pemerintahan dalam Rangka
Penajaman, Koordinasi dan Sinkronisasi Program Pemerintah adalah terdiri dari Kementerian Sekretariat Negara, Kementerian Riset dan Teknologi, kementerian koperasi dan Usaha Kecil Menengah, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Kementerian Pendayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal, Kementerian Perencanaan Pembangunan nasional, Kementerian Badan Usaha Milik Negara, kementerian Perumahan Rakyat, Kementerian Pemuda dan Olahraga.
121 Instansi Vertikal adalah perangkat dari Kementerian Negara/Lembaga yang
mempunyai lingkungan kerja di wilayah yang bersangkutan.Instansi vertikal merupakan pelaksana tugas pokok dan fungsi Kementerian Negara/Lembaga di daerah.
122 Instansi Vertikal juga diatur dalam Pasal 66 ayat (1) Peraturan Presiden nomor 49
Tahun 2009 tentang pembentukan dan organisasi Kementerian Negara
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
72
Universitas Indonesia
Dengan adanya penjelasan, dasar pertimbangan dan alasan-alasan yang
rasional dari Pemerintah dalam hal Presiden selaku lembaga yang memiliki
wewenang untuk melakukan pengangkatan terhadap Wakil Menteri dalam hal
khusus “membutuhkan penanganan secara khusus”, maka akan terjawab segala
pertanyaan-pertanyaan yang selama ini menjadi isu baik di tingkatan masyarakat,
para terpelajar, media komunikasi dan informasi serta organisasi social
kemasyarakatan yang merasa kurang mengerti atau berfikir negative terhadap
pengangkatan Wakil Menteri yang dilakukan oleh Presiden. Dalam hal ini
Presiden dapat memberikan penjelasan, dasar pertimbangan dan alasan-alasan
yang rasional tersebut dalam bentuk peraturan perundang-undangan, apakah
dengan mengubah, menambah atau membentuk peraturan perundang-undangan
yang sama sekali baru yang mengatur secara komprehensif mengenai fungsi,
kedudukan dan tanggung jawab Wakil Menteri.
2.1.3 Pengangkatan Wakil Menteri Beraspek Politik dan Hukum
Intervensi aspek politik dalam hukum merupakan hal yang banyak di
temukan dalam perkembangan pembangunan hukum di Indonesia baik dalam era
Proklamasi, Orde Lama, Orde Baru dan era Reformasi.123 Tidak dapat dihelak lagi
bahwa hukum merupakan produk politik, dimana politik merupakan mengemban
tugas tujuan tertentu yang berupa kepentingan.124 Kepentingan inilah yang
kemudian disalah artikan oleh sebagian besar pemegang kekuasaan, baik untuk
melancarkan kepentingan pribadi atau golongan tertentu yang dijewantahkan
dalam bentuk hukum dan peraturan perundang-undangan.Untuk mengetahui
123 Dalam khazanah politik Indonesia, pengertian era reformasi merujuk pada masa pasca
berhentinya Jenderal (Purn.)Soeharto sebagai Presiden Republik Indonesia (RI) pada tanggal 21 Mei 1998. Satya Arinanto, Politik Pembangunan Hukum Nasional dalam Era Pasca Reformasi, Teks Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap Fakultas Hukum Universitas Indonesia di Aula Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Salemba, 18 Maret 2006, hal. 6
124 Sebagai produk politik bias saja hukum itu membuat isi yang lebih sarat dengan
kepentingan politik kelompok dan jangka pendek yang secara substansial bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi hierarkinya. Moh. Mahfud MD, Membangun Politik Hukum, Menegakkan Konstitusi, (Jakarta : Rajawali Pers, cetakan ke-2, 2011), hal. 37
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
73
Universitas Indonesia
hubungan antara politik dan hukum dapat diurai melalui 3 aspek dasar dibawah
ini:125
a. Pertama (sebagai tujuan), politik dapat menentukan nilai-nilai dominan
hukum tertentu atau lembaga sebagai tujuannya. Dalam hal ini
pemahaman politik dari nilai-nilai atau lembaga menjadi hampir identik
dengan pemahaman hukum otentik dari nilai yang sama atau lembaga.
b. Kedua (sebagai sarana), politik dapat memahami hukum sekadar sebagai
alat untuk pemenuhan kepentingan politik tertentu. Dalam hal ini politik
netral dalam sikapnya terhadap hukum.
c. Ketiga (sebagai kendala), politik dapat menafsirkan hukum sebagai
hambatan dalam perjalanan menuju realisasi tujuan-tujuan politik tertentu.
Dalam situasi ini, politik dapat saja menang atas hukum, atau sebaliknya.
Dalam politik kasus pertama, mengorbankan aturan hukum adalah salah satu
solusi. Sedangkan dalam kasus kedua otonomi hukum yang diawetkan melalui
keputusan pengadilan tertinggi atau dengan tindakan lain yang diambil oleh
negara (eksekutif, legislatif, yudisial), pengacara, intelektual, asosiasi, organisasi,
dan masyarakat untuk menghentikan tindakan ilegal aktor politik. Hukum dan
politik membuat gambar sendiri khusus dari realitas.
Intervensi politik atas hukum ini akan menimbulkan 3 (tiga) karakter
produk hukum yang dihasilkan, hal itu dapat diurai melalui gambar berikut :126 Variabel bebas Variabel terpengaruh
Tabel 2.1 Konfigurasi Politik Terhadap Karakter Produk Hukum
125 Ringkasan mengenai hubungan politik dengan hukum dapat dibaca pula dalam Bintan
Regen Saragih, Politik Hukum, (Bandung : CV. Utomo, cetakan pertama, 2006), hal. 13-16 126 Mengenai gambaran konfigurasi politik terhadap produk hukum dapat dilihat pada
hasil penelitian Moh. Mahfud MD, Politik Hukum di Indonesia, (Jakarta : Pustaka LP3ES, cetakan ketiga, 2006), hal. 15
Karakter Produk Hukum
Konfigurasi Politik
Responsif/ Populistik
Konservatif/ Ortodoks/ Elitis
Otoriter
Demokratis
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
74
Universitas Indonesia
Sesuai gambar bagan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa Politik
merupakan variable bebas dan berpengaruh, sedangkan hukum merupakan
variable terpengaruh oleh politik.127 Dengan demikian apabila konfigurasi
politiknya demokratis maka akan menghasilkan karakter produk hukum yang
responsive atau populis, sedangkan apabila variable politiknya otoriter, maka akan
menghasilkan produk hukum yang konservatif, ortodoks dan elitis.128 Berdasarkan
hasil penelitiannya, Mahfud MD berkesimpulan bahwa suatu proses dan
konfigurasi politik rezim tertentu akan sangat signifikan pengaruhnya terhadap
suatu produk hukum yang kemudian dilahirkan.129
Apabila dihubungkan dengan pengangkatan Wakil Menteri oleh Presiden
maka dapat diurai nuansa politik pengangkatan Wakil Menteri sangat kental sekali
karakter kepentingan politik yang muncul dalam mekanisme dan tata cara
pengangkatan Wakil Menteri yang kemudian dibungkus rapi melalui Peraturan
Perundang-Undangan yang berkaitan dengan Wakil Menteri. Aspek itulah yang
oleh penulis simpulkan bahwa dalam pengangkatan Wakil Menteri terdapat 2
(dua) aspek sekaligus, yakni aspek politik dan hukum.130 Aspek hukum
merupakan aspek yang memberikan legalitas terhadap pengaturan mengenai
pengangkatan Wakil Menteri, sedangkan aspek politik merupakan kepentingan-
kepentingan dan pesan-pesan tertentu yang tersirat dalam peraturan perundang-
undangan berkaitan dengan pengangkatanWakil Menteri.
Aspek politisasi terhadap pengangkatan Wakil Menteri dapat diurai
melalui berbagai fakta dan pengaturan mengenai pengangkatan Wakil Menteri
127 Mengenai konfigurasi politik dan karakter produk hukum juga dijelaskan dalam buku Abdul Latif dan Hasbi Ali, Politik Hukum, (Jakarta, Penerbit Sinar Grafika, cetakan pertama, 2010), hal. 31-32
128 Menurut ajaran hukum responsive hukum yang baik seharusnya menawarkan sesuatu
yang lebih daripada sekedar keadilan prosedural, hukum yang yang baik harus berkompeten dan juga adil, serta mengenali keinginan publik dan punya komitmen bagi tercapainya keadilan substantif. Philippe Nonet and Philip Selznick, Law and Society in Transition : Toward Responsive Law, (Happer & Row, 1978), hal. 84
129 Imam Syaukani dan A. Ahsin Thohari, Dasar-Dasar Politik Hukum, (Jakarta :
Rajawali Pers, cetakan pertama, 2004), hal. 5-6 130 Baik politik dan hukum terdapat hubungan yang erat, hukum dipandang sebagai cara
yang paling fundamental dalam mana Negara berusaha mencapai tujuan-tujuannya, dengan demikian makan kaitan antara politik dan hukum sudah tidak dapat dibendung lagi. Lihat Shadia B. Drury, Law and Politics, Reading in Legal and Political Thought, (Alberta : Detselig Enterprises Ltd Calgary, 1980), hal. 1-3
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
75
Universitas Indonesia
oleh Presiden. Pertama, motif politiknya adalah sebagai salah satu bentuk
politisasi pegawai negeri sipil, dengan modus operandi membagi-bagi jabatan
wakil menteri dalam kalangan dan lingkungan presiden (kroni-kroni Presiden) hal
ini adalah dapat dibuktikan dengan diterbitkannya revisi Peraturan Presiden
Nomor 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara
pada tanggal 13 Oktober 2011 menjadi Peraturan Presiden Nomor 76 Tahun 2011,
dengan tujuan agar orang dekat dengan Presiden yang tidak memenuhi
persyaratan dapat diangkat menjadi wakil menteri. Nuansa politisasi dalam
pengangkatan jabatan wakil menteri tampak dari terjadinya perubahan Peraturan
Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan dan Organisasi
Kementerian Negara sampai dua kali menjelang (Peraturan Presiden Nomor 76
Tahun 2011, tanggal 13 Oktober 2011) dan sesudah (Peraturan Presiden Nomor
77 Tahun 2011, tanggal 18 Oktober 2011) pengangkatan wakil menteri bulan
Oktober 2011 yang oleh sebagian masyarakat dipandang sebagai upaya
menjustifikasi orang yang tidak memenuhi syarat untuk diangkat menjadi wakil
menteri supaya memenuhi syarat tersebut. Perubahan-perubahan Perpres tersebut
tampak dibuat secara kurang cermat sehingga mengacaukan sistem pembinaan
pegawai sebagaimana telah diatur dengan peraturan perundang-undangan yang
ada lebih dulu.Selain itu saat mengangkat wakil menteri Presiden tidak
menentukan beban kerja secara spesifik bagi setiap wakil menteri sehingga tak
terhindarkan memberi kesan kuat sebagai langkah yang lebih politis daripada
mengangkat pegawai negeri sipil (PNS) secara profesional dalam jabatan negeri.
Apalagi seleksi jabatan wakil menteri dilakukan secara sama dengan
pengangkatan menteri yakni didahului dengan fit and proper test131 di tempat dan
dengan cara yang sama dengan seleksi dan pengangkatan menteri. Hal tersebut
menjadi sangat politis dan spekulatif132 serta tidak sesuai dengan hukum
131 Memilih tenaga kerja bukanlah pekerjaan yang mudah, sekedar mengetahui keadaan
pisik si pelamar masih merupakan pekerjaan yang mudah, tetapi untuk mengetahui kemampuan psikologisnya sangat sukar mengukurnya, untuk itu harus ada fit and proper test. Fit and proper test dilakukan untuk mengatahui sejauh mana tingkat SDM yang akan diseleksi dan direkrut sebagai karyawan, mengenai cara dan prosedurnya dapat dibaca dalam buku Heidjrachman dan Suad Husnan, Manajemen Personalia, Edisi 4, (Yogyakarta, BPFE-Yogyakarya, cetakan kesebelas, 2008), hal. 45
132 Spekulatif dapat dimaknakan coba-coba, tanpa didasari oleh keinginan yang kuat
untuk memberikan mutu dan kualitas yang baik. Dalam hal ini dapat dibaca Fernita Darwis,
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
76
Universitas Indonesia
kepegawaian yang sudah lama berlaku terutama jika dikaitkan dengan ketentuan
dalam Penjelasan Pasal 10 Undang-Undang Nomor 39 tahun 2008 tentang Wakil
Menteri.
Kedua, PengangkatanWakil Menteri ini juga akanberpotensi melahirkan
konflik kepentingan di struktur organisasi kementerian, yakni antara menteri
dengan wakil menteri dan Wakil Menteri dengan Sekretariat
Jenderal.Penyebabnya karena wakil menteri dengan menteri mempunyai
kekuasaan yang sama dan juga sama-sama diangkat oleh Presiden. Apalagi yang
merasa memiliki kedekatan khusus dengan Presiden, sehingga hal ini akan
mengakibatkan pelayanan publik akan semakin lambat karena terjadinya konflik
kepentingan antara wakil menteri dan menteri. Dalam Pasal 1 Peraturan Presiden
Nomor 60 Tahun 2012 tentang Wakil Menteri yang menyebutkan Wakil Menteri
bertanggung jawab kepada Menteri juga menimbulkan polemik, bagaimana
apabila Wakil Menteri tidak melakukan sebagaimana amanat Pasal Pasal 1
Peraturan Presiden Nomor 60 Tahun 2012 tentang Wakil Menteri tersebut,
konsekwensi hukumnya juga tidak jelas, mengingat dari segi pengangkatan Wakil
Menteri prosesnya adalah sama seperti halnya Menteri. Tidak hanya itu, terhadap
Sekretariat Jenderal juga berpotensi menimbulkan konflik kewenangan,133
mengingat dalam struktur organisasi antara Sekretariat jenderal dengan wakil
Menteri sama-sama sebagai pembantu Menteri.
Ketiga, bahwa sebelum adanya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor
79/PUU-IX/2011 yang dalam amar putusannya menyatakan Penjelasan Pasal 10
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara dinyatakan
tidak memiliki kekuatan hukum yang mengikat. Bahwa sebelum itu keberlakuan
Pasal 10 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementrian Negara
beserta Penjelasannya yaitu yang dapat diangkat menjadi wakil menteri adalah
Pemilihan Spekulatif, Mengungkap Fakta Seputar Pemilu 2009, (Bandung : Penerbit Alfabeta, 2011), hal. 271-273
133 Konflik kewenangan diakibatkan oleh adanya kewenangan yang sama yang diatur
dalam suatu lembaga tertentu, sehingga satu tugas dapat dilaksanakan oleh lembaga yang berbeda, sehingga pada akhirnya menimbulkan konflik kewenangan antar lembaga yang satu dengan lembaga yang lain, sehingga tidak lagi berdasarkan kepentingan umum, akan tetapi merupakan ego sektoral sesuai kepentingan dirinya sendiri. Solly Lubis, Kebijakan Publik, (Bandung : CV. Mandar Maju, cetakan ke-1, 2007), 38
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
77
Universitas Indonesia
hanya pejabat karier, sehingga hal ini menutup hak-hak konstitusional dari
anggota-anggota masyarakat swasta atau non pegawai negeri sipil untuk
memperoleh kesempatan yang sama dalam penyelenggaraan negara khususnya
untuk menjadi Wakil Menteri, di mana hak Konstitusional mereka juga dijamin
dalam Konstitusi yaitu dalam Pasal 28D ayat (3) UUD 1945 juncto Pasal 27 ayat
(1) UUD 1945. Untuk itu orang yang dapat diangkat sebagai wakil menteri, dapat
berasal dari pegawai negeri sipil, anggota Tentara Nasional Indonesia, anggota
Kepolisian Republik Indonesia, bahkan warga negara biasa,134 sebab Presiden
yang mengangkat wakil menteri adalah pemegang kekuasaan pemerintahan
menurut Undang-Undang Dasar Pasal 4 ayat (1) dan Pasal 17 ayat (2) UUD 1945.
Keempat, bahwa Pasal 10 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang
Kementerian Negara, tidak memenuhi pula syarat formil. Karena menambahkan
sebuah norma baru yang sama sekali tidak diperintahkan oleh norma Undang-
Undang Dasar. Hal yang sama juga berlaku pada Undang-Undang Nomor 32
Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang menambahkan norma yang tidak
diperintahkan oleh Undang-Undang Dasar yakni munculnya keberadaan para
wakil kepala daerah. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang
Kementerian Negara yang tidak memenuhi syarat formil adalah penjelasan Pasal
10 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara bukan
lagi sebagai tafsiran resmi dari sebuah Undang-Undang melainkan penjelasan
tersebut telah membentuk norma tersendiri135 hal ini tidak sesuai dengan Undang-
Undang Nomor 12 Tahun 2011 yang tegas mengatakan bahwa penjelasan itu tidak
boleh demikian. Apalagi dikaitkan dengan angka 177 lampiran Undang-Undang
134 Pasal 26 ayat (1) mengatur siapa saja yang termasuk warga negara Republik Indonesia, Pasal itu dengan tegas menyatakan yang menjadi warga Negara adalah orang-orang bangsa Indonesia asli dan orang-orang bangsa lain, misalkan peranakan Belanda, peranakan Tionghoa, peranakan Arab yang bertempat tinggal di Indonesia. S. Sumarsono dkk, Pendidikan Kewarganegaraan, (Jakarta : Gramedia Pustaka Utama, cetakan ketiga, 2004), hal. 14
135 Guna penjelasan ialah menjelaskan segala sesuatu yang dianggap masih memerlukan
penjelasan, sehingga ketentuan-ketentuan yang kiranya sudah jelas dengan demikian tidak perlu dijelaskan lagi. Jangan sampai terdapat pertentangan antara penjelasan dengan apa yang dijelaskan, walaupun pendapat umum mengatakan bahwa yang utama ialah apa yang tercantum dalam pasal-pasal yang dijelaskan itu. Pembuat peraturan hendaknya jangan sekali-kali menyandarkan diri pada penjelasan, akan tetapi harus berusaha agar teks peraturan yang dibuatnyasedemikian lengkap dan dengan keakhlian sehingga dapat menghindarkan keragu-raguan. Solly Lubis, Landasan dan Teknik Perundang-Undangan, (Bandung : CV. Mandar Maju, cetakan keempat, 1995), hal. 112-113
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
78
Universitas Indonesia
Nomor 12 Tahun 2011 itu yang tegas mengatakan penjelasan tidak dapat
dijadikan dasar hukum untuk membuat peraturan lebih lanjut dan tidak boleh
mencantumkan rumusan yang berisi norma.136 Sementara Peraturan Presiden
Nomor 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 76 Tahun 2011
justru menjadikan penjelasan Pasal 10 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008
tentang Kementerian Negara itu sebagai landasan bagi pengaturan jabatan wakil
menteri, hal ini tidak boleh dilakukan. Pengaturan yang terkandung dalam
Penjelasan Pasal 10 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Wakil
menteri dalam praktiknya telah menimbulkan persoalan legalitas yakni
ketidakpastian hukum karena tidak sesuainya implementasi ketentuan tersebut
dengan hukum kepegawaian atau peraturan perundang-undangan di bidang
pemerintahan dan birokrasi. Terlebih lagi Penjelasan Pasal 10 ternyata berisi
norma baru padahal menurut Putusan Mahkamah Nomor 011/PUU-III/2005,
tanggal 19 Oktober 2005 yang kemudian dimuat pula di dalam Lampiran II angka
177 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor
82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5234) dinyatakan,
“Penjelasan ... tidak boleh mencantumkan rumusan yang berisi norma”. Hal ini
memang menjadi masalah di dalam ketatanegaraan kita karena meskipun
Presiden mempunyai hak prerogatif dalam hal-hal tertentu tetapi Presiden juga
mempunyai kewajiban hukum untuk mentaati peraturan perundang-undangan
sesuai dengan sumpah Presiden/Wakil Presiden yang menyatakan, “...memegang
teguh Undang-Undang Dasar dan menjalankan segala undang-undang dan
peraturannya dengan selurus-lurusnya ...” Pasal 9 ayat (1) UUD
1945.137Sehingga tidak boleh melakukan hal-hal yang bertentangan dengan
tuntutan legalitas yang menimbulkan ketidakpastian hukum.
136 Penjelasan yang diberikan tidak boleh menyebabkan timbulnya ketidakjelasan atau
malah kebingungan, selain itu penjelasan juga tidak boleh berisi norma hukum baru ataupun yang berisi ketentuan lebih lanjut dari apa yang sudah diatur dalam batang tubuh. Jimly Asshiddiqy, Perihal Undang-Undang, (Jakarta : Konstitusi Press, cetakan pertama, 2006), hal. 195-196
137 Kedudukan Undang-Undang Dasar bagi suatu Negara analog dengan kedudukan
anggaran dasar bagi suatu partai politik atau organisasi lainnya, yaitu merupakan pegangan pokokbagi tindakan operasional dari organisasi yang bersangkutan. Harun Alrasid, Naskah UUD
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
79
Universitas Indonesia
Kelima, dengan tidak adanya ketentuan pasal yang mengatur mengenai
syarat-syarat seseorang dapat diangkat menjadi wakil menteri, tidak ada
kualifikasi jabatan138 apakah wakil menteri merupakan jabatan struktural atau
jabatan fungsional, serta tidak ada norma yang mengatur mengenai cara
pemberhentian wakil menteri. Serta menurut Penjelasan Pasal 10 Undang-Undang
jabatan wakil menteri adalah jabatan karier dari PNS tetapi dalam
pengangkatannya tidaklah jelas apakah jabatan tersebut merupakan jabatan
struktural ataukah jabatan fungsional. Seperti dinyatakan oleh pimpinan BKN di
persidangan Mahkamah Konstitusi tanggal 7 Februari 2012 jabatan karier bagi
PNS itu ada dua yakni jabatan struktural dan jabatan fungsional. Persoalannya,
jika dianggap sebagai jabatan struktural maka yang bersangkutan haruslah
menduduki jabatan Eselon IA yang berarti, sesuai dengan hukum kepegawaian,
pembinaan kepegawaiannya di bawah pembinaan Sekretaris Jenderal.Akan tetapi
jika jabatan wakil menteri tersebut diperlakukan sebagai jabatan fungsional
masalahnya menjadi aneh, sebab jabatan fungsional itu bersifat tertentu terhadap
satu bidang dan bukan jenis profesi dan keahlian yang berbeda-beda yang
kemudian dijadikan satu paket sebagai jabatan fungsional.Adalah tidak masuk
akal kalau jabatan wakil menteri yang sangat beragam bidang tugas, keahlian, dan
unit kerjanya dianggap sebagai satu kelompok jabatan fungsional.Lagipula jabatan
fungsional harus ditentukan lebih dahulu di dalam peraturan perundang-undangan
dengan mengklasifikasi masing-masing jabatan fungsional ke dalam jenis
tertentu.Para wakil menteri yang berasal dari perguruan tinggi misalnya,
semuanya sudah mempunyai jabatan fungsional akademik.139Pertanyaannya,
kalau jabatan wakil menteri dianggap sebagai jabatan karier fungsional maka
bisakah seorang PNS memiliki dua jabatan fungsional sekaligus berdasar
peraturan perundang-undangan?
1945 Sesudah Empat Kali diubah oleh MPR, (Jakarta : Penerbit Universitas Indonesia Press. 2007), hal. 150
138 Kualisifikasi jabatan juga menentukan hak dan kewajiban seorang pegawai negeri,
untuk itu harus jelas dan tegas disebutkan kualisifikasi jabatannya.C.S.T Kancil dan Christine S.T Kansil, Lockcit, hal.163
139 Fungsional akademik merupakan keahlian yang dimiliki oleh seorang pengajar dalam suatu Perguruan Tinggi, sesuai dengan bidang dan keahlian yang menjadi konsen dari dosen yang bersangkutan, untuk itu untuk dosen peguruan tinggi juga terdapat tunjangan fungsional.
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
80
Universitas Indonesia
Keenam, unsur politisasi terlihat dalam eksesifitas pengangkatan wakil
menteri sehingga tampak tidak sejalan dengan dengan latar belakang dan
filosofi140 pembentukan Undang-Undang tentang Kementerian Negara.Eksesifitas
yang seperti itu sering disebut tidak sejalan dengan maksud semula pembentukan
Undang-Undang dimaksud (original intent).141 Salah satu latar belakang
terpenting dari keharusan konstitusional untuk membentuk Undang-Undang
Kementerian Negara sebagaimana diatur di dalam Pasal 17 ayat (4) UUD 1945
dimaksudkan untuk membatasi agar dalam membentuk kementerian negara guna
melaksanakan tugas-tugas pemerintahan, Presiden melakukannya secara efektif
dan efisien.142Jabatan menteri dan kementerian tidak boleh diobral sebagai hadiah
politik terhadap seseorang atau satu golongan, sekaligus tidak dapat sembarangan
dibubarkan tanpa analisis yang mendalam bagi kepentingan negara dan bangsa
seperti yang pernah terjadi di masa lalu.Dengan pembentukan wakil menteri yang
terjadi berdasar fakta hukum143 sekarang, yakni pembentukan yang tanpa job
analysis dan job specification yang jelas telah memberi kesan kuat bahwa jabatan
wakil menteri hanya dibentuk sebagai kamuflase politik dan membagi-bagi hadiah
politik.Hal ini nyata-nyata tidak sesuai dengan filosofi dan latar belakang
pembentukan UU 39/2008 yang dalam implementasinya menimbulkan persoalan
legalitas.
140 Suatu rumusan peraturan perundang-undangan harus mendapatkan pembenaran
(rechtvaardiging) yang dapat diterima jika dikaji secara filosofis.Pembenaran itu harus sesuai dengan cita-cita dan pandangan hidup masyarakat, yaitu cita-cita kebenaran (idée der waarheid), cita-cita keadilan (idée der gerechtigheid) dan cita-cita kesusilaan (idée der zedelijkheid). Budiman N.P.D Sinaga, Ilmu Pengetahuan Perundang-Undangan, (Yogyakarta : UII Press, cetakan kedua, 2005), hal. 33
141 Original intent erat kaitannya dengan asas formal pembentukan peraturan perundang-
undangan, yakni asas tujuan yang jelas (beginsel van duelijke doelsteeling), dengan demikian tujuan pembentukannya harus jelas dijelaskan baik dalam preambul maupun dalam penjelasannya.Ibid, hal. 28
142 Perspektif efektif dan efisien dalam konteks hukum modern harus sejalan dengan
perkembangan kekuatan-kekuatan dalam masyarakat yang menjadi pendukung dari system yang dipakai, untuk berlaku postulat “Hukum berkembang sesuai tersedianya sumber-sumber dalam masyarakat”. Satjipto Rahardjo, Sosiologi Hukum Perkembangan Metode dan Pilihan Masalah, (Yogyakarta : Genta Publishing, cetakan kedua, 2010), hal. 49
143 Fakta hukum dapat dikatakan pula das sein, sedangkan apa yang seyogyanya
merupakan das sollen. Untuk memperjelas masalah ini silakan baca Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum Suatu Pengantar, (Yogyakarta : Penerbit Liberty, cetakan kedua, 2005), hal. 16
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
81
Universitas Indonesia
Ketujuh, terkait dengan jabatan karier, jika seorang wakil menteri akan
diangkat dalam jabatan karier dengan jabatan struktural (Eselon IA) maka
pengangkatannya haruslah melalui seleksi, dan penilaian oleh Tim Penilai Akhir
(TPA) yang diketuai oleh Wakil Presiden atas usulan masing-masing instansi
yang bersangkutan. Tim Penilai Akhir tersebut kemudian mengusulkan
pengangkatannya kepada Presiden dalam bentuk penerbitan Keputusan Presiden
(Keppres) untuk kemudian dilantik oleh Menteri/Jaksa Agung/Kapolri dan pejabat
yang setingkat sesuai dengan penempatan yang bersangkutan.Menurut fakta di
persidangan, para wakil menteri diangkat tanpa melalui prosedur tersebut dan
pelantikannya dilakukan oleh Presiden sendiri di istana negara sehingga
prosedurnya menggunakan prosedur yang berlaku bagi menteri, bukan prosedur
yang berlaku bagi PNS yang menduduki jabatan karier. Dengan demikian unsur
politisasinya sangat kental sekali, apalagi setelah Putusan Mahkamah Konstitusi
Nomor 79/PUU-IX/2011 yang dalam amar putusannya menyatakan Penjelasan
Pasal 10 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara
dinyatakan tidak memiliki kekuatan hukum yang mengikat, sehingga Presiden
membentuk Peraturan Presiden Nomor 60 Tahun 2012 yang dalam Pasal 6
disebutkan bahwa Wakil Menteri dapat berasal dari pegawai negeri atau bukan
pegawai negeri. Dengan telah diangkatnya beberapa Wakil menteri yang sebagian
besar berasal dari Pegawai negeri Sipil dapat dinyatakan betapa kuatnya unsur
politis144 dalam pengangkatan wakil Menteri.
Kedelapan, komplikasi legalitas dalam pengangkatan wakil menteri seperti
yang berlaku sebelum pembentukan Peraturan Presiden Nomor 60 Tahun 2012,
muncul juga terkait dengan berakhirnya masa jabatan.Jika wakil menteri diangkat
sebagai pejabat politik yang membantu menteri maka masa jabatannya berakhir
bersama dengan periode jabatan Presiden yang mengangkatnya.Akan tetapi, jika
wakil menteri diangkat sebagai pejabat birokrasi dalam jabatan karier maka
jabatan itu melekat terus sampai dengan tiba masa pensiunnya atau berakhir masa
tugasnya berdasarkan ketentuan yang berlaku untuk jabatan karier sehingga tidak
144 Hasil kebijakan politik kemudian dibentuklah kebijakan hukum dengan pembentukan
hukum, penemuan hukum dan penerapan hukum untuk dirumuskan menjadi politik hukum, maka perlu memahami kebijakan umum (politik publik). Baca R. Abdussalam, Politik Hukum, (Jakarta : Penerbit PTIK, 2011), hal. 67
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
82
Universitas Indonesia
serta merta berakhir bersama dengan jabatan Presiden yang
mengangkatnya.Pertanyaannya, kapan berakhirnya masa jabatan wakil menteri
berdasarkan fakta hukum yang ada sekarang ini?Apakah bersamaan dengan
berakhirnya masa jabatan menteri yang dibantunya dan dalam periode Presiden
yang mengangkatnya ataukah dapat berakhir sebelum atau sesudah itu?Di sinilah
letak komplikasi legalitas tersebut.145
Kesembilan, dengan adanya penjelasan Pasal 10 Undang-Undang Nomor
39 Tahun 2008 yang menentukan bahwa wakil menteri adalah pejabat karir dan
bukan merupakan anggota kabinet adalah tidak sinkron dengan ketentuan Pasal 9
ayat (1) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008, sebab menurut pasal tersebut
susunan organisasi kementerian terdiri dari atas unsur: pemimpin yaitu Menteri;
pembantu pemimpin yaitu sekretariat jenderal; pelaksana tugas pokok, yaitu
direktorat jenderal; pengawas yaitu inspektorat jenderal; pendukung, yaitu badan
atau pusat; dan pelaksana tugas pokok di daerah dan/atau perwakilan luar negeri
sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Apabila wakil menteri ditetapkan
sebagai pejabat karir, sudah tidak ada posisinya dalam susunan organisasi
kementerian, sehingga hal tersebut menimbulkan ketidakpastian hukum yang adil,
yang berarti bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945, sebagai
konsekwensi Negara hukum demokratis, dimana demokrasi diatur dan dibatasi
oleh aturan hukum, sedangkan hukum ditentukan melalui cara-cara yang
seharusnya demokratis berdasarkan konstitusi.146
2.2 Masa Jabatan Wakil Menteri
Salah satu ciri negara hukum, yang disebut the rule of law147 atau dalam
bahasa Belanda dan Jerman disebut rechtsstaat, adalah adanya ciri pembatasan
145 Legalitas sangat erat kaitannya dengan ilmu hukum dogmatic yang merupakan ilmu
yang bersifat sui generis yakni tidak dapat dibandingkan (diukur dan dinilia) dengan bentuk ilmu lain yang manapun. L.J Van Apeldoorn, Inleiding Tot De Studie Van Het Nederlandse Recht, Terjemahan Arief Sidharta, (Bandung : Refika Aditama, cetakan ketiga, 2009), hal. 55
146 Moh. Mahfud MD, Mengembalikan Daulat Rakyat Demokrasi Kita, Pidato
Kebudayaan 2012, Yang diselenggarakan oleh Dewan Kesenian Jakarta dan Badan Pengelola Pusat Kesenian Jakarta, Sabtu 10 November 2012, bertempat di Graha Bhakti Budaya Taman Ismail Marzuki Jakarta, hal. 16
147 Konsep ini dipelopori oleh Albert Venn Dicey yang berkembang di Negara-negara
Anglo Saxon yang memiliki cirri supremasi hukum, persamaan di depan hukum, dan konstitusi
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
83
Universitas Indonesia
kekuasaan dalam penyelenggaraan kekuasaan negara.Pembatasan itu dilakukan
dengan hukum yang kemudian menjadi ide dasar paham konstitusionalisme
modern. Oleh karena itu, konsep negara hukum modern148 juga disebut sebagai
negara konstitusional atau constitutional state, yaitu negara yang dibatasi oleh
konstitusi. Dalam gagasan yang sama, gagasan negara demokrasi atau kedaulatan
rakyat disebut pula dengan istilah constitutional democracy yang dihubungkan
dengan pengertian negara demokrasi yang berdasarkan atas hukum.
Upaya untuk mengadakan pembatasan terhadap kekuasaan dilakukan
dengan pola-pola pembatasan di dalam pengelolaan internal kekuasaan negara itu
sendiri, yaitu dengan mengadakan pembedaan dan pemisahan kekuasaan negara
kedalam fungsi-fungsi yang berbeda-beda. Dalam hubungan ini, yang dapat
dianggap paling berpengaruh pemikirannya dalam mengadakan pembedaan
fungsi-fungsi kekuasaan itu adalah Montesquieu dengan teori trias politica-nya.
Yaitu cabang kekuasaan legislatif, cabang kekuasaan eksekutif atau administratif,
dan cabang kekuasaan yudisial.149
Menurut Maurice Duvenger, ada tiga macam usaha untuk dapat
melaksanakan pembatasan kekuasaan penguasa itu, yang masing-masing bergerak
dalam lapangan yang tersendiri. Tiga macam usaha tersebut ialah :150
1. Usaha yang pertama ditunjukan untuk melemahkan atau membatasi
kekuasaan penguasa dengan secara langsung. Di dalam usaha ini ada tiga
macam cara umum dipergunakan, yaitu :
a. Pemilihan para penguasa (Pembatasan masa jabatan)
yang berdasarkan hak-hak perseorangan. Bambang Sutiyoso dan Sri Hastuti Puspitasari, Aspek-aspek Perkembangan Kekuasaan Kehakiman di Indonesia, (Yogyakarta : UII Press, cetakan pertama, 2005), hal. 8
148 Menurut keyakinan politik Mac Iver, jalan paling baik untuk mencapai kesempurnaan
manusia ialah demokrasi yang merupakan The Modern State. Djokosoetono, Kuliah Ilmu Negara, (Jakarta : In-Hill-Co, Edisi Revisi, 2006), hal. 41
149 Dalam konsep Negara hukum Stahl salah satunya Negara harus didasarkan pada ajaran
trias politika, selain itu juga pengakuan dan perlindungan terhadap hak-hak asasi, pemerintahan berdasarkan undang-undang dan peradilan administrasi.Untuk itu kemudian gagasan Stahl ini dikatakan sebagai gagasan Negara hukum formil, karena menekankan pada pemerintahan berdasarkan Undang-Undang. Zairin Harahap, Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara, (Jakarta : Rajawali Pers, 2007), hal. 7
150 Maurice Duverger, Teori dan Praktek Hukum Tata Negara Indonesia, (Surabaya :
Pustaka Tinta Mas, 1993), hal. 53-55
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
84
Universitas Indonesia
b. Pembagian kekuasaan (ekskutif, legislatif dan yudisial)
c. Kontrol yurisdikasionil (check and balance)
2. Usaha yang kedua untuk membatasi kekuasaan penguasa ialah :
menambah atau memperkuat kekuasaan pihak yang di perintah. Jadi daya
kesanggupan rakyat untuk menolak pengaruh-pengaruh dari penguasa itu
ditambah atau diperkuat. Tentu saja pengaruh-pengaruh dari penguasa sini
dalam arti pengaruh-pengaruh yang bersifat melemahkan rakyat.
3. Usaha yang ketiga di dalam melaksanakan pembatasan kekuasaan
penguasa, dapat juga dipertimbangkan suatu usaha untuk mengendalikan,
kelaliman-kelaliman pihak penguasa dari masyarakat atau Negara yang
satu, terhadap masyarakat atau Negara yang lain, dengan mengusahakan
adanya semacam intervensi ini harus di laksanakan secara timbal-balik.
Jika tegasnya diadakan pengawasan secara timbal-balik. Usaha ini disebut
: pengendalian atau pembatasan secara federalisme. Ini pada azasnya
terjadi pada pembatasan penguasa, oleh penguasa-penguasa lain di dalam
menjalankan kekuasaan atas bangsa yang dikuasainya. Usaha ini dapat
dibedakan dalam dua cara.
a. Pembatasan kekuasaan penguasa secara federalism yang bersifat
intern, atau dalam Negara
b. Pembatasan kekuasaan penguasa yang diselenggarakan oleh
pengawasan internasional.
Seringkali mendengar pandangan bahwa masa jabatan yang terlalu lama
akan cenderung melahirkan sikap otoriter, hegemonic, dan korup.151 Oleh karena
itu, masa jabatan harus dibatasi. Siapapun tidak boleh menjabat terlalu lama, agar
tidak merugikan bagi siapapun. Sesungguhnya apapun saja yang disebut
keterlaluan menjadi tidak baik, termasuk juga terlalu lama dalam memegang
jabatan tertentu. Jika jabatan itu dipegang terlalu lama, maka akibatnya, baik yang
menjabat maupun yang menjadi bawahan akan mengalami kebosanan. Pandangan
151 Dengan terjadinya berbagai kasus penyalahgunaan wewenang dan korupsi di Indonesia kemudian Tubagus R. Nitibaskara menyatakan perilaku aparat penegak hukum yang sewenang-wenang, koruptif dan melanggar hukum (a wide range of crime and illegal activities) secara ekstrem mengatakan hukum sebagai alat kejahatan (as a tool of crime). Amir Syamsuddin, Integritas Penegak Hukum, Hakim, Jaksa, Polisi dan Pengacara, (Jakarta : Penerbit Buku Kompas, 2008), hal. 122
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
85
Universitas Indonesia
tersebut tentu ada benarnya. Artinya, memang ada orang-orang yang menjabat
terlalu lama menjadikan otoriter, hegemonic dan korup. Tetapi, hal itu juga tidak
selalu demikian. Banyak juga orang yang menjabat terlalu lama, tetapi juga tidak
melahirkan sifat-sifat seperti itu. Sebaliknya, banyak orang yang baru saja
menjabat, tetapi sudah mulai bersikap otoriter dan bahkan juga korup.152
Kaitannya dengan masa jabatan Wakil Menteri, maka disini perlu melihat
beberapa pengaturan mengenai masa jabatan Wakil Menteri yang pernah dan
sedang berlaku di Indonesia. Dalam hal ini dapat dilihat sebelum dan sesudah
adanya putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 79/PUU-IX/2011, mengingat
setelah adanya putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 79/PUU-IX/2011 maka
secara langsung dan tidak langsung mengubah tatanan dan struktur Wakil
Menteri, selain diakibatkan oleh isi putusan Mahkamah Konstitusi, juga
diakibatkan oleh adanya beberapa peraturan perundang-undangan yang dibentuk
sebagai konsekwensi dan pemenuhan dari Putusan Mahkamah Konstitusi terkait
Wakil Menteri. Untuk itu dalam pembahasan ini akan dibahas menjadi 2 (dua)
bagian, yakni sebelum dan setelah Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor
79/PUU-IX/2011, diantaranya :
2.2.1 Sebelum Putusan Mahkamah Konstitusi
Sebelum adanya Putusan Mahkamah Konstitusi dengan demikian masih
berlaku peraturan perundang-undangan mengenai Wakil Menteri diantaranya
Pasal 10 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian negara
beserta penjelasannya, Peraturan Presiden nomor 47 tahun 2009 tentang
Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara, Peraturan Presiden nomor 76
tahun 2011 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 47 tahun 2009
tentang Pembentukan dan Organisasi kementerian Negara dan Peraturan Presiden
nomor 91 tahun 2011 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Presiden Nomor
47 Tahun 2009 tentang pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara.
152 Untuk mengatasi Korupsi ini pernah diutarakan oleh Denny Indrayana mengenai
langkah-langkah memberantas Korupsi, yang terangkum dalam 10 langkah memberantas Korupsi. Denny Indrayana, Negeri Para Mafioso, Hukum di Sarang Koruptor, (Jakarta : Penerbit Buku Kompas, 2008), hal. 197-199. Untuk membahas secara komprehensif mengenai cara memberantas korupsi ini juga dapat dijadikan rujukan bukunya Jeremy Pope, Strategi Membasmi Korupsi, (Jakarta : Transparency International (TI) Indonesia, cetakan pertama, 2003)
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
86
Universitas Indonesia
Sedangkan Keputusan Pengangkatan Wakil Menteri terdapat dalamKeputusan
Presiden Nomor 111/M tahun 2009, Keputusan Presiden Nomor 3/P tahun 2010,
Keputusan Presiden Nomor 57/P tahun 2010 dan Keputusan Presiden Nomor
159/M tahun 2011.
Dalam beberapa berlakunya peraturan perundang-undangan dan keputusan
mengenai Wakil Menteri sebagaimana tersebut diatas, tidak terdapat satupun pasal
dan pengaturan mengenai masa jabatan Wakil menteri, untuk itu menimbulkan
pertanyaan dan komplikasi legalitas153 dalam pengangkatan wakil menteriterkait
juga dengan berakhirnya masa jabatan. Jika wakil menteri diangkat sebagai
pejabat politik154 yang membantu menteri maka masa jabatannya berakhir
bersama dengan periode jabatan Presiden yang mengangkatnya. Akan tetapi, jika
wakil menteri diangkat sebagai pejabat birokrasi dalam jabatan karier155 maka
jabatan itu melekat terus sampai dengan tiba masa pensiunnya atau berakhir masa
tugasnya berdasarkan ketentuan yang berlaku untuk jabatan karier sehingga tidak
serta merta berakhir bersama dengan jabatan Presiden yang mengangkatnya.
Pertanyaannya, kapan berakhirnya masa jabatan wakil menteri berdasarkan fakta
hukum yang ada sekarang ini? Apakah bersamaan dengan berakhirnya masa
jabatan menteri yang dibantunya dan dalam periode Presiden yang
mengangkatnya ataukah dapat berakhir sebelum atau sesudah itu?Di sinilah letak
komplikasi legalitas tersebut.
Dalam penjelasan Pasal 10 Undang-Undang nomor 39 Tahun 2008 tentang
Kementerian negara menyatakan bahwa Wakil Menteri merupakan Pejabat Karir
153 Komplikasi legalitas yang dimaksud tidak terdapat peraturan perundang-undangan
yang mengatur mengenai masa jabatan Wakil Menteri, sehingga menimbulkan beberapa pertanyaan-pertanyaan terhadap masa berakhirnya jabatan Wakil Menteri.
154 Untuk membedakan Pejabat politik atau bukan, dapat dibedakan dari cara rekrutment,
pengangkatan dan pemberhentiannya. Pejabat politik biasanya rekrutmentnya melalui pemilihan atau penunjukan secara langsung, sedangkan pengangkatannya tidak melalui prosedur sebagaimana pegawai negeri sipil yang terdapat seleksi fit and proper test, dan dari segi masa jabatan pejabat politik terdapat batas-batasnya yang sangat singkat.
155 Jabatan karir adalah Jabatan struktural dan fungsional yang hanya dapat diduduki
Pegawai Negeri Sipil setelah memenuhi syarat yang ditentukan.Jabatan fungsional adalah kedudukan yang menunjukkan tugas, tanggung jawab, wewenang dan hak seorang Pegawai Negeri Sipil dalam suatu satuan organisasi yang dalam pelaksanaan tugasnya didasarkan pada keahlian/dan atau keterampilan tertentu serta bersifat mandiri.Sumber UU No. 43 Tahun 1999 tentang Perubahan atas UU No. 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian.
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
87
Universitas Indonesia
dan bukan merupakan anggota kabinet. Dengan demikian jelas bahwa Wakil
Menteri sebelum adanya putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 79/PUU-IX/2011
merupakan Pejabat Karir, akan tetapi bukan merupakan anggota kabinet.156 Hal
itu yang kemudian dinilai sebagai bentuk politisasi pegawai negeri sipil, dengan
modus operandi membagi-bagi jabatan wakil menteri dalam kalangan dan
lingkungan presiden (kroni-kroni Presiden) hal ini adalah dapat dibuktikan
dengan diterbitkannya revisi Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tentang
Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara pada tanggal 13 Oktober 2011
menjadi Peraturan Presiden Nomor 76 Tahun 2011.
Selain itu dengan tidak adanya ketentuan pasal yang mengatur mengenai
syarat-syarat seseorang dapat diangkat menjadi wakil menteri, tidak ada
kualifikasi jabatan apakah wakil menteri merupakan jabatan struktural atau
jabatan fungsional, serta tidak ada norma yang mengatur mengenai cara
pemberhentian wakil menteri. Serta menurut Penjelasan Pasal 10 Undang-Undang
jabatan wakil menteri adalah jabatan karier dari PNS tetapi dalam
pengangkatannya tidaklah jelas apakah jabatan tersebut merupakan jabatan
struktural ataukah jabatan fungsional.157 Seperti dinyatakan oleh pimpinan BKN
di persidangan Mahkamah Konstitusi tanggal 7 Februari 2012 jabatan karier bagi
PNS itu ada dua yakni jabatan struktural dan jabatan fungsional. Persoalannya,
jika dianggap sebagai jabatan struktural158 maka yang bersangkutan haruslah
menduduki jabatan Eselon IA yang berarti, sesuai dengan hukum kepegawaian,
pembinaan kepegawaiannya di bawah pembinaan Sekretaris Jenderal. Akan tetapi
156 Angota kabinet merupakan istilah yang digunakan untuk setiap pembantu Presiden
yang ditunjuk langsung oleh Presiden. Baca Jimly Asshiddiqie, Perkembangan dan Konsolidasi… Lock cit, Hal. 175
157 Jabatan fungsional pada hakekatnya adalah jabatan teknis yang tidak tercantum dalam
struktur organisasi, namun sangat diperlukan dalam tugas-tugas pokok dalam organisasi Pemerintah.Jabatan fungsional Pegawai Negeri Sipil terdiri atas jabatan fungsional keahlian dan jabatan fungsional keterampilan.Jabatan fungsional keahlian adalah kedudukan yang menunjukkan tugas yang dilandasi oleh pengetahuan, metodologi dan teknis analisis yang didasarkan atas disiplin ilmu yang bersangkutan dan/atau berdasarkan sertifikasi yang setara dengan keahlian dan ditetapkan berdasarkan akreditasi tertentu.Sedangkan jabatan fungsional ketrampilan adalah kedudukan yang mengunjukkan tugas yang mempergunakan prosedur dan teknik kerja tertentu serta dilandasi kewenangan penanganan berdasarkan sertifikasi yang ditentukan.
158 Jabatan struktural adalah suatu kedudukan yang menunjukkan tugas, tanggung jawab,
wewenang, dan hak seorang pegawai negeri sipil dalam rangka memimpin suatu satuan organisasi Negara
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
88
Universitas Indonesia
jika jabatan wakil menteri tersebut diperlakukan sebagai jabatan fungsional
masalahnya menjadi aneh, sebab jabatan fungsional itu bersifat tertentu terhadap
satu bidang dan bukan jenis profesi dan keahlian yang berbeda-beda yang
kemudian dijadikan satu paket sebagai jabatan fungsional. Adalah tidak masuk
akal kalau jabatan wakil menteri yang sangat beragam bidang tugas, keahlian, dan
unit kerjanya dianggap sebagai satu kelompok jabatan fungsional. Lagipula
jabatan fungsional harus ditentukan lebih dahulu di dalam peraturan perundang-
undangan dengan mengklasifikasi masing-masing jabatan fungsional ke dalam
jenis tertentu.Para wakil menteri yang berasal dari perguruan tinggi misalnya,
semuanya sudah mempunyai jabatan fungsional akademik. Pertanyaannya, kalau
jabatan wakil menteri dianggap sebagai jabatan karier fungsional maka bisakah
seorang PNS memiliki dua jabatan fungsional sekaligus berdasar peraturan
perundang-undangan?
Dengan demikian berakhirnya jabatan Wakil Menteri sebelum adanya
Putusan Mahkamah konstitusi Nomor 79/PUU-IX/2011 menjadi tidak
jelas,dikarenakan menurut penjelasan Pasal 10 Undang-Undang Nomor 39 tahun
2008 tentang Kementerian Negara, wakil menteri diangkat sebagai pejabat
birokrasi dalam jabatan karier maka jabatan itu melekat terus sampai dengan tiba
masa pensiunnya atau berakhir masa tugasnya berdasarkan ketentuan yang
berlaku untuk jabatan karier, sehingga tidak serta merta berakhir bersama dengan
jabatan Presiden yang mengangkatnya. Akan tetapi penjelasan Pasal 10 Undang-
Undang Nomor 39 tahun 2008 tentang Kementerian Negara kemudian dinyatakan
tidak berlaku dan tidak berkekuatan hukum tetap melalui Putusan Mahkamah
konstitusi Nomor 79/PUU-IX/2011.
2.2.2 Setelah Putusan Mahkamah Konstitusi
Setelah Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 79/PUU-IX/2011 terjadi
perubahan besar-besaran mengenai tatanan dan struktur Wakil Menteri, selain
diakibatkan oleh isi putusan Mahkamah Konstitusi, juga diakibatkan oleh adanya
beberapa peraturan perundang-undangan yang dibentuk sebagai konsekwensi dan
pemenuhan dari Putusan Mahkamah Konstitusi terkait Wakil Menteri. Mengenai
peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai Wakil Menteri adalah
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
89
Universitas Indonesia
yakni tidak berlaku dan tidak berkekuatan hukumnya penjelasan Pasal 10
Undang-Undang Nomor 39 tahun 2008 tentang Kementerian Negara. Hal itu
dikarenakan tidak memenuhi pula syarat formil.159 Karena menambahkan sebuah
norma baru yang sama sekali tidak diperintahkan oleh norma Dasar.160
Penjelasan Pasal 10 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang
Kementerian Negara juga merupakan bukan lagi sebagai tafsiran resmi dari
sebuah Undang-Undang melainkan penjelasan tersebut telah membentuk norma
tersendiri hal ini tidak sesuai dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011
yang tegas mengatakan bahwa penjelasan itu tidak boleh demikian. Selain itu
pengaturan yang terkandung dalam Penjelasan Pasal 10 Undang-Undang Nomor
39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara dalam praktiknya telah menimbulkan
persoalan legalitas yakni ketidakpastian hukum karena tidak sesuainya
implementasi ketentuan tersebut dengan hukum kepegawaian atau peraturan
perundang-undangan di bidang pemerintahan dan birokrasi.
Dengan tidak diberlakukan dan tidak berkekuatan hukumnya161 penjelasan
Pasal 10 Undang-Undang Nomor 39 tahun 2008 tentang Kementerian Negara,
maka secara langsung merubah tatanan dan struktur Wakil menteri melalui
dikeluarkannya Peraturan Presiden nomor 60 tahun 2012 tentang Wakil Menteri
yang mengatur secara khusus mengenai hal-hal yang menjadi perhatian dalam
Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 79/PUU-IX/2011, termasuk didalamnya
mengatur mengenai masa jabatan Wakil menteri. Selain itu Presiden juga
memperbaiki Keputusan Presiden sebelumnya, yakni melalui Keputusan Presiden
159 Dalam arti formil adalah dari segi prosedural sebagaimana telah ditentukan syarat-syarat pembentukan suatu peraturan perundang-undangan. Baca Ahmad Syahrizal, Peradilan Konstitusi, suatu studi tentang Adjudikasi Konstitusional sebagai Mekanisme Penyelesaian Sengketa Normatif, (Jakarta : Pradnya Paramita, cetakan pertama, 2006), hal. 280
160 Terdapat 2 (dua) hal penting sebelum peraturan perundang-undangan diberlakukan,
yang (pertama) adalah penyusunannya (costruction) dan penafsirannya (interpretation). Hal itu sangat tergantung pada bahasa tulisan didalamnya, penggunaan penafsiran medium bahasa menjadi sangat penting, bahkan sangat menentukan apakah suatu peraturan perundang-undangan akan mencapai maksud dan tujuannya atau tidak. Maria Farida Indrati, Ilmu Perundang-Undangan, Proses dan Teknik Pembentukannya, (Yogyakarta : Penerbit Kanisius, cetakan ke-10, 2012), hal. 202
161 Pelaksanaan dan akibat hukum dari putusan Mahkamah Konstitusi terutama dalam
pengujian Undang-Undang adalah bersifat declaratoir constitutief, artinya putusan MK tersebut menciptakan atau meniadakan suatu keadaan hukum baru atau membentuk hukum baru sebagai negatife legislatore. Maruar Siahaan, Hukum Acara Mahkamah Konstitusi, (Jakarta : Konstitusi Press, 2005), hal. 206
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
90
Universitas Indonesia
nomor 65/M tahun 2012 tentang Perubahan Keputusan Presiden Nomor 111/M
tahun 2009, Keputusan Presiden Nomor 3/P tahun 2010, KeputusanPresiden
Nomor 57/P tahun 2010 dan Keputusan Presiden Nomor 159/M tahun 2011 yang
didalamnya juga menyebutkan mengenai masa jabatan Wakil Menteri.
Dalam Pasal 4 ayat (2) Peraturan Presiden nomor 60 tahun 2012 tentang
Wakil Menteri disebutkan bahwa “masa jabatan Wakil menteri paling lama sama
dengan masa jabatan atau berakhir bersamaan dengan berakhirnya masa jabatan
Presiden yang bersangkutan”. Selain itu dipertegas dalam Keputusan Presiden
nomor 65/M tahun 2012 tentang Perubahan Keputusan Presiden Nomor 111/M
tahun 2009, Keputusan Presiden Nomor 3/P tahun 2010, Keputusan Presiden
Nomor 57/P tahun 2010 dan Keputusan Presiden Nomor 159/M tahun 2011 yang
didalamnya juga menyebutkan mengenai masa jabatan Wakil Menteri adalah
“masa jabatan paling lama sama dengan masa jabatan atau berakhir bersamaan
dengan berakhirnya masa jabatan Presiden periode 2009 - 2014”. Dengan
demikian jelas bahwa maja jabatan Wakil Menteri sama dengan masa jabatan
Presiden dan Menteri.
Dengan demikian terdapat perbedaan yang sangat signifikan antara
sebelum adanya putusan Mahkamah Konstitusi nomor 79/PUU-IX/2011 yang
kemudian dikeluarkannya beberapa peraturan perundang-undangan untuk
mengakomodir isi putusan Mahkamah konstitusi tersebut. Terlebih lagi dalam
Pasal 6 Peraturan Presiden nomor 60 tahun 2012 tentang Wakil Menteri
disebutkan bahwa “Wakil Menteri dapat berasal dari pegawai negeri atau bukan
pegawai negeri”, dengan demikian maka dari segi jabatannya sangat jelas tegas
sekali merupakan jabatan politik, yang hampir sama dengan jabatan Kementerian
Negara. Namun dalam hal terdapat ketimpangan mengingat Wakil Menteri
awalnya harus berasal dari Pegawai Negeri Sipil dan pada saat ini Wakil Menteri
diperbolehkan berasal dari bukan Pegawai Negeri Sipil.Apalagi orang-orang yang
diangkat sebagai Wakil Menteri rata-rata berstatus sebagai pegawai negeri
sipil.Dengan demikian telah terjadi politisasi terhadap pengangkatan Wakil
Menteri.
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
91
Universitas Indonesia
2.3 Pertanggungjawaban Wakil Menteri
Dalam beberapa literature ada dua istilah yang menunjuk pada
pertanggungjawaban162 begitu juga dalam kamus hukum, yaitu liability dan
responsibility. Liability merupakan istilah hukum yang luas yang menunjuk
hampir semua karakter risiko atau tanggung jawab, yang pasti, yang bergantung
atau yang mungkin meliputi semua karakter hak dan kewajiban secara aktual atau
potensial seperti kerugian, ancaman, kejahatan, biaya atau kondisi yang
menciptakan tugas untuk melaksanakan undang-undang. Responsibility berarti
hal yang dapat dipertanggungjawabkan atas suatu kewajiban, dan termasuk
putusan, ketrampilan, kemampuan dan kecakapan meliputi juga kewajiban
bertanggung jawab atas undang-undang yang dilaksanakan.Dalam pengertian dan
penggunaan praktis, istilah liability menunjuk pada pertanggungjawaban hukum,
yaitu tanggung gugat akibat kesalahan yang dilakukan oleh subyek hukum,
sedangkan istilah responsibility menunjuk pada pertanggungjawaban politik.163
Pertanggung jawaban berasal dari kata tanggung jawab, yang berarti
keadaan wajib menanggung segala sesuatunya (kalau ada sesuatu hal, boleh
dituntut, dipersalahkan, diperkarakan dan sebagainya). Dalam kamus hukum ada
dua istilah menunjuk pada pertanggungjawaban, yakni liability (the state of being
liable) dan responsibility (the state or fact being responsible). Liability
merupakan istilah hukum yang luas (a broad legal term) yang di dalamnya
mengandung makna bahwa menunjuk pada makna yang paling komprehensif,
meliputi hampir setiap karakter risiko atau tanggung jawab, yang pasti, yang
bergantung, atau yang mungkin. Liability didefinisikan untuk menunjuk semua
karakter hak dan kewajiban. Sementara itu responsibility berarti hal yang dapat
dipertanggungjawabkan atas suatu kewajiban, dan termasuk putusan,
keterampilan, kemampuan, dan kecakapan. Responsibility juga berarti kewajiban
162 Menurut Logemann bahwa Negara merupakan organisasi jabatan “de staat is
ambtenorganisatie” dan dalam suatu Negara itu ada jabatan pemerintahan yakni lingkungan pekerjaan tetap yang dilekati dengan wewenang untuk menyelenggarakan urusan pemerintahan. Seperti yang diutarakan oleh Julista Mustamu, Diskresi dan Tanggungjawab Pemerintahan, Dalam Jurnal SASI, Vol. 17, Bulan April-Juni 2011, hal.6
163 Untuk memahami secara luas mengenai konsep-konsep pertanggungjawaban yang
salah satunya mengulas mengenai pertanggung jawaban secara politis, sialakan baca Ridwan H.R., Hukum Administrasi Negara, (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2006), hal. 335-337
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
92
Universitas Indonesia
bertanggung jawab atas undang-undang yang dilaksanakan dan memperbaiki atau
sebaliknya memberi ganti rugi atas kerusakan apa pun yang telah ditimbulkannya.
Suatu konsep yang terkait dengan konsep kewajiban hukum adalah konsep
tanggungjawab hukum (liability).164 Seseorang yang bertanggungjawab secara
hukum atas perbuatan tertentu bahwa dia dapat dikenakan suatu sanksi dalam
kasus perbuatannya bertentangan/berlawanan hukum.165 Sanksi dikenakan
deliquet, karena perbuatannya sendiri yang membuat orang tersebut
bertanggungjawab. Subyek responsibility dan subyek kewajiban hukum adalah
sama. Dalam teori tradisional, ada dua jenis tanggung jawab: pertanggungjawaban
berdasarkan kesalahan (based on fault) dan pertanggungjawab mutlak (absolut
responsibility).166 Tanggungjawab mutlak yaitu suatu perbuatan menimbulkan
akibat yang dianggap merugikan oleh pembuat undang-undang dan ada suatu
hubungan antara perbuatan dengan akibatnya.167 Tiada hubungan antara keadaan
jiwa si pelaku dengan akibat dari perbuatannya. Pada dasarnya, ada dua macam
teori pertanggungjawaban, yaitu :
a. Teori Risiko (Risk Theory) yang kemudian melahirkan prinsip tanggung
jawab mutlak (absolute liability atau strict liability) atau tanggung jawab
objektif (objective responsibility), yaitu bahwa suatu negara mutlak
bertanggung jawab atas setiap kegiatan yang menimbulkan akibat yang
sangat membahayakan (harmful effects of untra-hazardous activities)
walaupun kegiatan itu sendiri adalah kegiatan yang sah menurut hukum.
164 Tanggung jawab seorang administrator juga pernah dikemukakan oleh Yunus diantaranya (1) tanggung jawab disiplin, (2) tanggung jawab hukum, baik pidana maupun perdata, (3) tanggung jawab keuangan, dan (4) tanggung jawab politis. Benny M. Yunus, Intisari Hukum Administrasi Negara, (Bandung : Penerbit Alumni, 1980), hal.33
165 Namun suatu kebijakan tidak mungkin diajukan ke Pengadilan apalagi dikenakan
hukum pidana karena dasar hukum kebijakan yang akan menjadi dasar hukum penuntutannya tidak ada. Hal ini disebabkan suatu kebijakan pada umumnya berjalan tidak seiring atau belum diatur dalam peraturan perundang-undangan. Arifin Soeria Atmadja, Keuangan Publik dalam Perspektif Hukum, Teori, Kritik dan Praktik, (Jakarta : Rajawali Pers, 2008), hal. 198
166 Jimly Asshiddiqie, Ali Safa’at, Teori Hans Kelsen tentang Hukum, Jakarta, Konstitusi
Press, 2006. Hlm 61 167 Namun pengecualian dari itu adalah kebijakan penguasa dalam kategori
beleidsvrijheid, yaitu tugas-tugas militer, politonil, hubungan luar negeri, pekerjaan untuk kepentingan umum, keadaan yang tidak dapat diduga terlebih dahulu atau dalam mengambil tindakan darurat. Philipus M. Hadjon, Perlindungan Hukum Bagi Rakyat, (Surabaya : Peradaban, Edisi Revisi, 2007), hal.119
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
93
Universitas Indonesia
b. Teori Kesalahan (Fault Theory) yang melahirkan prinsip tanggung jawab
subjektif (subjective responsibility) atau tanggung jawab atas dasar
kesalahan (liability based on fault), yaitu bahwa tanggung jawab negara
atas perbuatannya baru dikatakan ada jika dapat dibuktikan adanya unsur
kesalahan pada perbuatan itu.
Telah disebutkan bahwa salah satu prinsip negara hukum adalah asas
legalitas, yang mengandung makna bahwa setiap tindakan hukum pemerintah
harus berdasarkan pada peraturan perundang-undangan yang berlaku.Berdasarkan
yurisprudensi Conseil d’Etat, pemerintah atau negara dibebani membayar ganti
rugi kepada seseorang rakyat atau warga negara yang menjadi korban pelaksanaan
tugas administratif. Dalam perspektif hukum publik, tindakan hukum
pemerintahan itu selanjutnya dituangkan dalam dan dipergunakan beberapa
instrumen hukum dan kebijakan seperti peraturan, keputusan, peraturan
kebijaksanaan, dan ketetapan.168 Bothlingk memberikan tiga contoh onbevoegd
(pejabat tidak berwenang) yaitu:169
a. Ia menggunakan cara yang tidak sejalan dengan kewenangan yang
diberikan kepadanya.
b. Ia melakukan tindakan dengan cara kewenangan yang diberikan
kepadanya, tetapi diluar pelaksanaan tugas.
c. Ia melakukan tindakan dengan cara kewenangan yang diberikan
kepadanya di dalam pelaksanaan tugasnya, tetapi tidak sesuai dengan
keadaan yang diwajibkan untuk pelaksanaan selanjutnya.
Apabila dihubungkan dengan pertanggung jawaban wakil Menteri, maka
baik sebelum dan sesudah adanya Putusan Mahkamah Konstitusi nomor 79/PUU-
IX/2011 tidaklah jauh berbeda, mengingat dalam peraturan perundang-undangan
yang dipakai dalam waktu sebelum dan sesudah Putusan Mahkamah Konstitusi
168 Namun yang harus diingat adalah harus dibedakan antara pertanggungjawaban atas
nama jabatan dan pertanggung jawaban secara pribadi. Pertanggungjawaban atas nama jabatan adalah pertanggung jawaban atas nama fungsi dan wewenang secara hukum, sedangkan pertanggungjawaban pribadi berkaitan erat dengan Maladministrasi dalam penggunaan wewenang maupun Public Services.Julista Mustamu, Opcit, Hal. 6-8
169 Untuk mengatahui mengetai beberapa teori mengenai contoh onbevoegd (pejabat tidak
berwenang), dapat dibaca di buku F.R. Bothlingk, Het Leerstuk der vertegenwoordigingen zijn Toepassing op ambtsdragers in Nederland en in Indonesia, (Juridishe Boekhaldel en Uitgeverrij A. Jongbloed & Zoon’s-Gravenhage, 1954), hal 32
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
94
Universitas Indonesia
nomor 79/PUU-IX/2011 sama-sama menyatakan “Wakil Menteri berada dibawah
dan bertanggungjawab kepada Menteri”. Dengan demikian tidak terlalu banyak
perubahan yang cukup mendasar mengenai pertanggungjawaban Wakil Menteri
tersebut. Sedangkan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai
pertanggungjawaban Wakil Menteri adalah diantaranya Pasal 70 ayat (1)
Peraturan Presiden Nomor 47 tahun 2009 jo Pasal 70 ayat (1) Peraturan Presiden
nomor 76 tahun 2011 jo Peraturan Presiden nomor 60 Tahun 2012.
Namun yang harus digarisbawahi adalah bahwa baik Menteri maupun
Wakil Menteri sama-sama diangkat dan diberhentikan oleh Presiden, untuk itu
menimbulkan pertanyaan bagaimana apabila seorang Wakil Menteri tidak
melakukan sebagaimana amanat peraturan perundang-undangan yang telah ada
yakni tidak melakukan pertanggungjawaban kepada Menteri, karena dianggap
bahwa antara Menteri dan Wakil Menteri dari segi proses dan tata cara
pengangkatannya adalah hampir sama, sehingga dianggap Wakil Menteri tidak
harus melakukan pertanggungjawaban kepada Menteri sebagaimana amanat
peraturan perundang-undangan. Maka akibat hukum170 apa yang dapat diterima
oleh seorang Wakil Menteri yang melakukan hal yang demikian? Itulah letak
persoalannya selama ini yang menjadi pertanyaan, mengingat Menteri dan Wakil
Menteri sama-sama diangkat oleh Presiden, akan tetapi pertanggungjawaban
Wakil Menteri kepada Menteri. Apa yang melatarbelakangi hal yang demikian?
Peristiwa hukum171 itulah yang harus dijawab oleh pembentuk peraturan
perundang-undangan.
2.3.1 Sifat Pertanggungjawaban Wakil Menteri
Berdasarkan uraian mengenai pertanggungjawaban Wakil Menteri
sebelumnya, maka pertanggungjawaban Wakil Menteri dapat dibedakan menjadi
170 Akibat hukum merupakan implikasi yang ditimbulkan dengan adanya perubahan,
pembatalan, penggantian suatu peraturan perundang-undangan. Ikhsan Rosyana Parluhutan Daulay, Mahkamah Konstitusi, Memahami Keberadaannya dalam Sistem Ketatanegaraan Republik Indonesia, (Jakarta : Penerbit Rineka Cipta, cetakan pertama, 2006), hal. 31
171 Peristiwa hukum adalah merupakan peristiwa yang diatur oleh hukum, untuk itu dari
segi isinya peristiwa hukum dibedakan menjadi keadaan tertentu, kejadian alam, kejadian fisik yang menyangkut kehidupan manusia. Peter Mahmud Marzuki, Pengantar Ilmu Hukum, (Jakarta : Prenada Media Group, cetakan ketiga, 2009), hal. 245-246
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
95
Universitas Indonesia
2 macam, yaitu pertanggungjawaban wajib dan pertanggungjawaban yang tidak
bersifat wajib. Pertanggungjawaban wajib erat kaitannya dengan
pertanggungjawaban intern172 yang merupakan perintah peraturan perundang-
undangan, yakni Wakil Menteri berada dibawah dan bertanggungjawab kepada
Menteri, sehingga Wakil Menteri wajib melakukan pertanggungjawaban kepada
Menteri, begitu juga Menteri wajib meminta pertanggungjawaban dari seorang
Wakil Menteri yang telah membantu Menteri dalam menjalankan tugas dan
wewenang di Kementerian.
Sedangkan pertanggungjawaban yang tidak wajib erat kaitannya dengan
pertanggungjawaban ekstern173, yakni Wakil Menteri tidak wajib
bertanggungjawab kepada Presiden selaku lembaga yang melakukan
pengangkatan Wakil Menteri dalam hal terdapat beban kerja yang membutuhkan
penanganan secara khusus. Wakil Menteri cukup memberikan
pertanggungjawabannya kepada Menteri, untuk kemudian Menteri yang
menyampaikan mengenai tugas dan tanggungjawab yang telah dilaksanakan
bersama-sama Wakil Menteri dalam rapat kabinet. Hal itu merupakan representasi
dari Wakil Menteri merupakan pembantu Menteri. Akan tetapi meskipun Wakil
Menteri tidak wajib melakukan pertanggungjawaban secara langsung kepada
Presiden, Wakil Menteri secara moral wajib mempertanggungjawabkan segala
tugas dan tanggungjawabnya kepada Presiden, karena Presiden yang telah
melakukan pengangkatan terhadap Wakil Menteri, pertanggungjawaban moral
tidak akan bersanksi hukum, akan tetapi pertanggungjawaban wajib, bersanksi
politis.174
2.3.2 Pertanggungjawaban Wakil Menteri di bidang Politik
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa pertanggungjawaban
politik erat kaitannya dengan Responsibility, yang berarti hal yang dapat
172 Intern dalam artian internal atau didalam kementerian tertentu, misal di internal Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia
173 Ekstern merupakan lembaga diluar lembaga kementerian tertentu yang tidak memiliki
hubungan kelembagaan 174 Teori-teori mengenai tanggung jawab Presiden dapat dibaca dan dipelajari dalam
disertasi Suwoto, Kekuasaan dan Tanggung Jawab Presiden RI, Disertasi, Fakultas Pascasarjana Universitas Airlangga, Surabaya, 1990, hal.153
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
96
Universitas Indonesia
dipertanggungjawabkan atas suatu kewajiban, dan termasuk putusan, ketrampilan,
kemampuan dan kecakapan meliputi juga kewajiban bertanggung jawab atas
peraturan perundang-undangan yang dilaksanakan. Pada praktek ketatanegaraan
di Indonesia menunjukkan bahwa pertanggungjawaban dibidang politik dapat
dibedakan menjadi 2 (dua) macam, yaitu pertanggungjawaban wajib dan
pertanggungjawaban sukarela. Pertanggungjawaban wajib yakni apabila Menteri
menetukan jadwal dan kapan waktu Wakil Menteri dalam melaporkan segala
kegiatan, tugas dan tanggung jawabnya kepada Menteri. Sedangkan
pertanggungjawaban sukarela merupakan pertanggungjawaban dalam waktu-
waktu tertentu yang tidak terjadwal dan Menteri membutuhkan informasi terkait
dengan perkembangan tugas dan tanggungjawab yang telah dilaksanakan oleh
Wakil Menteri.
Pertanggungjawaban Wakil Menteri dibidang politik juga mencakup
terhadap pertanggungjawaban terhadap kebijaksanaan penggunaan keuangan
Wakil Menteri. Penggunaan keuangan dalam rangka melaksanakan tugas dan
tanggung jawab Wakil Menteri juga merupakan tanggung jawab Wakil Menteri
dalam bidang politik, karena yang dipertanggungjawabkan adalah pemanfaatan
keuangan Negara.175 Meskipun dalam tugas dan wewenang Wakil Menteri dalam
beberapa peraturan perundang-undangan tidak disinggung mengenai hal ini,
namun dalam praktek biasanya sangat tidak mungkin berkaitan dengan
penggunaan anggaran Negara. Untuk itu yang demikian itu juga termasuk dalam
kategori pertanggungjawaban secara politik Wakil Menteri.
2.3.3 Pertanggungjawaban Wakil Menteri dibidang Hukum
Pertanggungjawaban dibidang hukum sangat berkaitan dengan
pembahasan sebelumnya yakni Liability, yang merupakan istilah hukum yang luas
yang menunjuk hampir semua karakter risiko atau tanggung jawab, yang pasti,
yang bergantung atau yang mungkin meliputi semua karakter hak dan kewajiban
secara aktual atau potensial seperti kerugian, ancaman, kejahatan, biaya atau
175 Pengertian keuangan Negara secara gramatikal berarti segala sesuatu yang dinilai
dengan uang Negara atau tentang uang yang dimiliki Negara dalam menggunakan uangnya, sehingga dianggap sebagai hak dan kewajiban. Dian Puji N. Simatupang, Paradoks Rasionalitas Perluasan Ruang Lingkup Keuangan Negara dan Implikasinya terhadap Kinerja Keuangan Pemerintah, (Jakarta : Badan Penerbit FHUI, 2011), hal. 110
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
97
Universitas Indonesia
kondisi yang menciptakan tugas untuk melaksanakan peraturan perundang-
undangan. Untuk itu cakupannya sangat luas sekali, sehingga segala yang
berkaitan dengan kewenangan yang diberikan oleh peraturan perundang-undangan
dapat dimasukkan dalam pertanggungjawan di bidang hukum ini.
Pertanggungjawaban dibidang hukum dapat dibedakan menjadi 2 (dua),
yaitu, pertanggungjawaban pelaksanaan hukum dan pertanggungjawaban terhadap
pelanggaran hukum. Pertanggungjawaban terhadap pelaksanaan hukum
merupakan pertanggungjawaban Wakil Menteri sesuai dengan yang diberikan
oleh Peraturan Perundang-Undangan, baik secara atribusi, delegasi maupun
mandate. Untuk itu sifatnya merupakan representasi dari kewenangan yang
diberikan oleh peraturan perundang-undangan. Sedangkan pertanggungjawaban
terhadap pelanggaran hukum merupakan tanggungjawab Wakil Menteri terhadap
segala perbuatan yang menjadi tugas dan tanggungjawabnya yang kemudian
terjadi pelanggaran maupun akibat hukum baik perdata, pidana maupun
administrasi, dalam hal ini Wakil Menteri wajib mempertanggungjawabkannya
sesuai dengan kewenangan yang dimilikinya.
2.3.4 Pertanggungjawaban Wakil Menteri dibidang Moral
Pertanggungjawaban Wakil Menteri dibidang moral176 didasarkan atas 2
(dua) aspek pemikiran, yaitu :177
1. Setiap orang memiliki naluri untuk membedakan mana yang baik
dan mana yang buruk
2. Indonesia adalah Negara Demokratis yang berdasarkan Pancasila
dan Undang-Undang Dasar 1945
Sebenarnya 2 (dua) aspek pemikiran diatas saling berkait erat, dalam artian nilai-
nilai yang terkandung dalam Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 berfungsi
sebagai criteria untuk membedakan sesuatu yang baik dan sesuatu yang tidak
baik. Dengan demikian Wakil Menteri dalam melaksanakan tugas dan
176 Moralitas (dari kata Latin moralis) mempunyai arti yang pada dasarnya sama dengan moral, hanya ada nada lebih abstrak. Kita berbicara tentang “moralitas suatu perbuatan”, artinya, segi moral suatu perbuatan atau baik buruknya. K. Bertens, Etika, (Jakarta, Gramedia, 2011), hal 7
177 Susilo Suharto, Kekuasaan Presiden Republik Indonesia dalam Periode Berlakunya
Undang-Undang Dasar 1945, (Yogyakarta : Graha Ilmu, cetakan pertama, 2006), hal. 67
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
98
Universitas Indonesia
tanggungjawabnya harus selalu berpegang teguh pada kedua aspek pemikiran
diatas, sehingga segala bentuk perbuatannya mencerminkan tujuan dasar
bernegara yang tercantum dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945. Negara
berdasarkan pada pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 menuntut setiap
keputusan harus mencerminkan nilai-nilai moral178 yang sesuai dengan moral
yang terkandung dalam Pancasila. Wakil Menteri selaku aparat administrasi
mempunyai tugas pokok melaksanakan hukum positif, dan tidak dibenarkan
mengabaikan prinsip-prinsip moral.
2.4 Pemberhentian Wakil Menteri
Seperti yang telah dibahas pada subbab sebelumnya bahwa untuk
mengetahui masa jabatan Wakil Menteri, maka disini perlu melihat beberapa
pengaturan mengenai masa jabatan Wakil Menteri yang pernah dan sedang
berlaku di Indonesia. Dalam hal ini dapat dilihat sebelum dan sesudah adanya
putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 79/PUU-IX/2011, mengingat setelah
adanya putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 79/PUU-IX/2011 maka secara
langsung dan tidak langsung mengubah tatanan dan struktur Wakil Menteri, selain
diakibatkan oleh isi putusan Mahkamah Konstitusi, juga diakibatkan oleh adanya
beberapa peraturan perundang-undangan yang dibentuk sebagai konsekwensi dan
pemenuhan dari Putusan Mahkamah Konstitusi terkait Wakil Menteri.
Sebelum adanya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 79/PUU-IX/2011
atau dalam waktu berlakunya Pasal 10 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008
tentang Kementerian negara beserta penjelasannya, jo Peraturan Presiden nomor
47 tahun 2009 tentang Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara, jo
Peraturan Presiden nomor 76 tahun 2011 tentang Perubahan atas Peraturan
Presiden Nomor 47 tahun 2009 tentang Pembentukan dan Organisasi kementerian
Negara jo Peraturan Presiden nomor 91 tahun 2011 tentang Perubahan Ketiga atas
Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tentang pembentukan dan Organisasi
178 Nilai moral tidak merupakan suatu kategori nilai tersendiri di samping kategori-
kategori nilai yang lain. Nilai moral tidak terpisah dari nilai-nilai jenis lainnya.Setiap nilai dapat diperoleh suatu bobot moral, bila diikutsertakan dalam tingkah laku moral. Walaupun nilai-nilai moral biasanya menumpang pada nilai-nilai lain, namun ia tampak sebagai suatu nilai baru, bahkan sebagai nilai yang paling tinggi. Hal itu bisa menjadi lebih jelas jika kita mempelajari cirri-ciri khusus dari moral.Opcit, hal. 153
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
99
Universitas Indonesia
Kementerian Negarajo Keputusan Presiden Nomor 111/M tahun 2009, jo
Keputusan Presiden Nomor 3/P tahun 2010, jo Keputusan Presiden Nomor 57/P
tahun 2010 dan Keputusan Presiden Nomor 159/M tahun 2011tidak mengatur
sedikitpun mengenai berakhirnya jabatan Wakil Menteri. Sehingga berlaku
analogi dikarenakan Wakil Menteri pada saat itu diangkat dari pejabat karir atau
pegawai negeri sipil, maka berakhirnya masa jabatannya tidak terhingga dan
berlaku peraturan perundang-undangan bidang kepegawaian.
Setelah adanya putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 79/PUU-IX/2011,
maka dikeluarkanlah Peraturan Presiden nomor 60 tahun 2012 tentang Wakil
Menteri yang mengatur secara khusus mengenai hal-hal yang menjadi perhatian
dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 79/PUU-IX/2011, termasuk
didalamnya mengatur mengenai masa jabatan Wakil menteri. Selain itu Presiden
juga memperbaiki Keputusan Presiden sebelumnya, yakni melalui Keputusan
Presiden nomor 65/M tahun 2012 tentang Perubahan Keputusan Presiden Nomor
111/M tahun 2009, Keputusan Presiden Nomor 3/P tahun 2010,Keputusan
Presiden Nomor 57/P tahun 2010 dan Keputusan Presiden Nomor 159/M tahun
2011 yang didalamnya juga menyebutkan mengenai masa jabatan Wakil Menteri
yakni “masa jabatan Wakil menteri paling lama sama dengan masa jabatan atau
berakhir bersamaan dengan berakhirnya masa jabatan Presiden yang
bersangkutan” sehingga dengan demikian masa jabatan paling lama sama dengan
masa jabatan atau berakhir bersamaan dengan berakhirnya masa jabatan Presiden
periode 2009 – 2014.
Dengan demikian terdapat perbedaan yang sangat signifikan antara
sebelum adanya putusan Mahkamah Konstitusi nomor 79/PUU-IX/2011 yang
kemudian dikeluarkannya beberapa peraturan perundang-undangan untuk
mengakomodir isi putusan Mahkamah konstitusi tersebut. Terlebih lagi dalam
Pasal 6 Peraturan Presiden nomor 60 tahun 2012 tentang Wakil Menteri
disebutkan bahwa “Wakil Menteri dapat berasal dari pegawai negeri atau bukan
pegawai negeri”, dengan demikian maka dari segi jabatannya sangat jelas tegas
sekali merupakan jabatan politik, yang hampir sama dengan jabatan Kementerian
Negara. Namun dalam hal terdapat ketimpangan mengingat Wakil Menteri
awalnya harus berasal dari Pegawai Negeri Sipil dan pada saat ini Wakil Menteri
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
100
Universitas Indonesia
diperbolehkan berasal dari bukan Pegawai Negeri Sipil.Apalagi orang-orang yang
diangkat sebagai Wakil Menteri rata-rata berstatus sebagai pegawai negeri sipil.
2.4.1 Masa Jabatan Berakhir
Dalam kriteria yang pertama ini merupakan kriteria yang bersifat normatif,
yakni sesuai masa jabatan yang telah ditentukan dalam peraturan perundang-
undangan yang mengatur mengenai lembaga yang bersangkutan. Selain itu dapat
ditentukan melalui Surat Keputusan Pengangkatan yang bersangkutan dalam
menjabat jabatan tertentu dalam suatu lembaga Negara. Dalam hal ini sama saja
sebagai pembatasan masa jabatan, pembatasan masa jabatan itu terdapat beberapa
ragam dan macamnya, ada yang dibatasi melalui umur, ada yang berdasarkan
periode jabatan, ada yang berdasarkan kompetensi, ada yang berdasarkan periode
tertentu yang ditentukan dengan alasan-alasan tertentu pula, dan lain sebagainya.
Terkait masa jabatan Wakil Menteri maka harus melihat kepada aturan
normatif yakni Pasal 4 ayat (2) Peraturan Presiden nomor 60 tahun 2012 tentang
Wakil Menteri yang menyatakan “Masa jabatan Wakil menteri paling lama sama
dengan masa jabatan atau berakhir bersamaan dengan berakhirnya masa jabatan
Presiden yang bersangkutan”. Selain itu dipertegas melalui Keputusan Presiden
nomor 65/M tahun 2012 tentang Perubahan Keputusan Presiden Nomor 111/M
tahun 2009, Keputusan Presiden Nomor 3/P tahun 2010, Keputusan Presiden
Nomor 57/P tahun 2010 dan Keputusan Presiden Nomor 159/M tahun 2011 yang
didalamnya juga menyebutkan mengenai masa jabatan Wakil Menteri yakni
“masa jabatan paling lama sama dengan masa jabatan atau berakhir bersamaan
dengan berakhirnya masa jabatan Presiden periode 2009 – 2014. Dengan
demikian berakhirnya jabatan Wakil Menteri sesuai dengan yang telah ditentukan
oleh Peraturan perundang-undangan yakni sama dengan berakhirnya masa jabatan
Presiden periode 2009 sampai dengan 2014. Sehingga selesai pula hak dan
tanggung jawab jabatan, fungsi, wewenang beserta tunjangan-tunjangan yang
melekat pada Wakil Menteri sebelumnya.
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
101
Universitas Indonesia
2.4.1 Sebelum Masa Jabatan Berakhir
Pada bab sebelumnya telah dibahas mengenai pemberhentian Wakil
Menteri dari sisi normatifnya, yakni dikarenakan masa jabatannya berakhir, maka
dengan demikian selesai juga segala bentuk hak dan tanggung jawab jabatan,
tugas, wewenang serta tunjangan yang didapatnya. Berbeda dengan
pemberhentian jabatan Negara sebelum masa jabatannya berakhir, yakni dalam
kebiasaan terdapat beberapa pola, pola pertama biasanya berakhirnya jabatan
tertentu dalam suatu Negara diatur melalui peraturan perundang-undangan.
Namun terdapat pula yang berlaku sesuai dengan kebiasaan yang terjadi dan terus-
menerus dijadikan pijakan hukum dalam menjalankan kenegaraan dalam suatu
Negara, sehingga berlaku seperti halnya norma yang mengikat yang dipatuhi oleh
semua kalangan dalam suatu Negara.
Dalam konteks Wakil Menteri memang secara normatif tidak diatur
mengenai pemberhentian diluar masa jabatannya telah berakhir seperti yang telah
dijelaskan sebelumnya.Akan tetapi tidak menutup kemungkinan terjadi
pemberhentian Wakil Menteri sebelum masa jabatannya habis, meskipun secara
normatif tidak diatur dalam beberapa peraturan perundang-undangan mengenai
Wakil Menteri. Hal itu tentu juga dimungkinkan akan menimbulkan persoalan
yang serius, meskipun Presiden memiliki otoritas penuh (hak perogratif) untuk
mengangkat dan memberhentikan Wakil Menteri. Tentunya untuk menghindari
adanya tindakan yang sewenang-wenang dan tidak sesuai dengan hukum dalam
melakukan pengangkatan dan pemberhentian Wakil Menteri oleh Presiden, maka
perlu diatur dan dipertegas mengenai mekanisme dan tata cara pengangkatan dan
pemberhentian Wakil Menteri. Dalam kebiasan yang terjadi baik secara normatif
yang telah diatur maupun yang tidak diatur secara normatif dalam peraturan
perundang-undangan, terdapat beberapa motif dan cara terhadap pemberhentian
jabatan publik sebelum masa jabatannya berakhir, yakni sebagai berikut :
a. Atas permintaan sendiri
Pemberhentian masa jabatan sebelum masa jabatannya berakhir
dalam kategori ini merupakan secara sukarela dan tidak
dipaksanakan.Permintaan sendiri mengandung arti dan makna terdapat
keadaan dimana Pejabat yang bersangkutan memiliki alasan-alasan yang
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
102
Universitas Indonesia
secara khusus dapat dipertanggungjawabkan, meskipun alasan tersebut
kadang bukan merupakan alasan yang sebenarnya menjadi
alasan.Pengunduran diri seseorang atau yang dikenal dengan istilah
resignations pada beberapa negara bukan merupakan alasan
pemberhentian yang dikarenakan adanya suatu pendakwaan
(pemakzulan/impeachment).
Pengunduran diri hanyalah salah satu alasan terjadi lowongnya
jabatan yang merupakan penggantian terhadap jabatan yang lowong
tersenut.Pengertian berhenti mengandung konotasi atas kemauan sendiri
bukan dipaksakan.Jika dilihat pendapat Jimly Asshidiqqie pengertian
berhenti jika dikaitkan dengan berhentinya Presiden Soeharto dapat
diartikan sebagai tindakan atau pernyataan mengundurkan diri sepihak
karena alasan-alasan yang dapat dipertanggug jawabkan.179 Pemberhentian
suka rela sangat berbeda dengan pemberhentian melalui jalur pendakwaan
(pemakzulan/impeachment). Secara suka rela berarti atas permintaan
sendiri tanpa adanya tekanan apalagi dakwaan dari pihak manapun.
Dengan demi fakta hukumnya berbeda sama sekali dengan pemberhentian
atas permintaan sendiri.180
Mekanisme permintaan sendiri ini tentunya juga terdapat
persoalan, bagaimana kemudian apabila permintaan tersebut tidak
diindahkan,tidak mendapat persetujuan oleh Pejabat yang lebih tinggi atau
pejabat yang melakukan pengangkatan atau oleh pejabat yang memilki
otoritas untuk memberikan rekomendasi atau ijin terhadap permintaan
yang dimintakan. Dengan demikian permintaan pengunduran diri tidak
mutlak dapat dilakukan, hal itu sangat berhubungan dengan pejabat yang
berwenang memberikan ijin untuk mengijinkan atau tidak. Karena
179 Jimly Asshiddiqie, “Pemberhentian dan Penggantian Presiden” dalam 70 Tahun Prof. Dr. Harun Alrasid (Intregitas, Konsistensi Seorang Sarjana Hukum), Editor oleh A. Muhammad Asrun dan Hendra Nurjahjo, (Jakarta: Pusat Studi HTN, 2000), hal. 130.
180 Harun Alrasid, Pengisian Jabatan Presiden, (Jakarta: Pustaka Utama Grafiti, 1999), hal. 97. Pengertian berhenti dibedakan dengan pengertian diberhentikan. Sebagai dijelaskan Harun Alrasid Istilah berhenti sebagaimana digunakan oleh pembuat UUD Amerika Serikat ialah resignation. Sedangkan kata diberhentikan mengandung pengertian atas kemauan orang lain, yang oleh pembuat UUD Amerika Serikat disebut removal from office.
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
103
Universitas Indonesia
tentunya akan terdapat konsekwensi hukum apabila tidak mengindahkan
rekomendasi yang diberikan oleh pejabat yang berwenang.
b. Berhalangan tetap
Yang dikatakan berhalangan tetap adalah tidak dapat melaksanakan
tugas dan kewajiban secara terus menerus, sehingga dapat mengganggu
terhadap tugas pokok yang menjadi tugas dan tanggung jawab pejabat
publik yang bersangkutan.Dalam beberapa literature menyebutkan bahwa
berhalangan tetap terdapat berbagai macam motif dan praktek
dilapangannya. Berhalangan tetap ada yang berarti sakit yang akut,
sehingga mengganggu kesehatan dari pejabat yang bersangkutan dan tidak
dapat lagi melaksanakan tugas yang menjadi beban dan tanggung
jawabnya. Ada kalanya berhalangan tetap dikarenakan gangguan kejiwaan
atau tidak lagi dapat melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya sehingga
mengganggu proses pekerjaannya. Berhahalangan tetap juga berarti
meninggal dunia, dengan demikian secara otomatis tidak dapat
melaksanakan kewajibannya sebagai pejabat publik.
Adapun yang membedakan antara berhenti karena permintaan
dengan pemberhentian karena berhalangan tetap adalah terletak pada tata
cara pemberhentiannya. Kalau berhenti karena adanya permohonan maka
seperti yang telah dijelaskan sebelumnya pejabat tersebut dapat
diperkenankan sesuai dengan atasan yang bersangkutan, dapat juga
diperkenankan akan tetapi dengan syarat-syarat tertentu misalnya harus
menyelesaikan seluruh tugas yang berkaitan dengan penanganan yang
telah terlanjur ditangani sampai dengan selesai. Akan tetapi berbeda
dengan dengan pemberhentian dikarenakan berhalangan tetap, pada
pemberhentian ini secara otomatis berdasarkan pertimbangan yang tidak
terlalu rumit pejabat yang berwenang dapat menentukan untuk segera
untuk memberhentikan pejabat yang berhalangan tersebut sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pemberhentian yang
demikian secara tidak sukarela diinginkan oleh yang bersangkutan, akan
tetapi dikarenakan sebab-sebab tertentu sehingga harus diberhentikan.
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
104
Universitas Indonesia
c. Sungguh-sungguh melanggar Hukum
Pada model pemberhentian terakhir merupakan pemberhentian
dikarenakan melanggar peraturan perundang-undangan yang berlaku.181
Perundang Undangan yang dimaksud dapat berupa peraturan perundang-
undangan yang berlaku di internal maupun yang berlaku secara umum bagi
seluruh lapisan masyarakat. Dapat pula dikarenakan melanggar sumpah
dan janji jabatan yakni tidak lagi bekerja sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang wajib dipatuhi dalam instansi tertentu, sehingga
pejabat yang bersangkutan dapat diberhentikan dari jabatannya. Pada
model yang terakhir ini merupakan pola pemberhentian dengan paksaan
dengan mekanisme yang tidak diinginkan apalagi dimohonkan oleh
pejabat yang sedang menjabat jabatan tertentu dalam suatu Negara.
Adapun mengenai pola dan mekanisme pemberhentiannya
berbeda-beda sesuai dengan yang diambil dalam instansi yang
bersangkutan, ada yang melalui beberapa peringatan terlebih dahulu, ada
pula yang langsung dikenakan sanksi dengan memberhentikan pejabat
yang bersangkutan. Melanggar hukum yang dimaksud adalah melakukan
perbuatan yang dilarang atau bertentangan dengan peraturan perundang-
undangan dan nilai-nilai yang terkandung dalam masyarakat, sehingga
dapat dijadikan dasar dalam melakukan pemberhentian terhadap pejabat
publik yang bersangkutan, tentunya dengan mekanisme dan tata cara yang
berlaku dalam instansi yang bersangkutan.
Apabila dibandingkan antara pemberhentian model permintaan,
model berhalangan tetap dan model sungguh-sungguh melanggar hukum
maka yang paling tidak diinginkan oleh pejabat adalah mekanisme atau
tata cara yang ketiga ini, mengingat kategori ketiga ini terdapat unsur
paksaan agar tidak lagi menjabat jabatan yang dijabat sebelumnya. Untuk
itu yang demikian sangat dihindarkan oleh siapapun yang sedang
menduduki jabatan tertentu dalam suatu Negara. Untuk itu kemudian
terdapat beberapa orang yang menjabat melakukan berbagai macam cara
181 Pemberhentian model seperti ini yang merupakan model pendakwaan yang terdapat
pelanggaran terhadap ketentuan hukum dan perundang-undangan serta norma-norma yang terkandung dalam suatu instansi atau lembaga yang bersangkutan.
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
105
Universitas Indonesia
untuk mempertahankan jabatannya, baik cara-cara yang benar dan
konstitusional maupun cara-cara yang tidak baik dan inkonstitusional.
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
106
Universitas Indonesia
BAB 3
KEDUDUKAN WAKIL MENTERI
3.1 Tugas dan Wewenang Wakil Menteri
Wewenang menurut kamus Besar bahasa Indonesia182 didefinisikan
sebagai kekuasaan membuat keputusan, memerintah, dan melimpahkan tanggung
jawab kepada orang lain; fungsi yang boleh tidak dilaksanakan. Kewenangan
dalam literature bahasa inggris disebut authority atau competence, sedang dalam
bahasa Belanda disebut gezag atau bevoegdheid.183 Adapun istilah kewenangan
sering disejajarkan begitu saja dengan istilah wewenang.Istilah wewenang
digunakan dalam bentuk kata benda sering disejajarkan dengan istilah
"bevoegheid" dalam istilah hukum Belanda. Menurut Philipus M. Hadjon, jika
dicermati istilah kewenangan ada sedikit perbedaan dengan istilah "bevoegheid".
Perbedaan tersebut terletak pada karakter hukumnya. Istilah "bevoegheid"
digunakan, dalam konsep hukum publik maupun dalam konsep hukum
privat.Dalam hukum kita istilah kewenangan atau wewenang seharusnya
digunakan dalam konsep hukum publik.184
Ada perbedaan antara pengertian kewenangan dan wewenang. Penulis
dapat membedakan antara kewenangan (authority, gezag) dan wewenang
(competence, bevoegdheid). "Kewenangan" adalah apa yang disebut "kekuasaan
formal", kekuasaan yang berasal kekuasaan yang diberikan oleh Undang-undang
atau legislatif dari kekuasaan eksekutif atau administratif. Karenanya, merupakan
kekuasaan dari segolongan orang tertentu atau kekuasaan terhadap suatu bidang
pemerintahan atau urusan pemerintahan tertentu yang bulat. Sedangkan
"wewenang" hanya mengenai suatu "onderdeel" (bagian) tertentu saja dari 182 Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Kedua, Jakarta, 1995.Hal. 523 183 Komponen kewenangan badan atau pejabat Tata Usaha Negara yang membuat peraturan kebijakan (‘bleidsregel’) tidak memiliki kewenangan perundang-undangan (‘geen bevoegdheid tot wetgeving’), namun secara tidak langsung mengikat para warga, sebagaimana halnya dengan kaidah-kaidah juridische regels. Baca Laica Marzuki, Peraturan Kebijakan (‘Bleidregel’) : Hakikat serta fungsinya selaku sarana Hukum Pemerintahan, dalam Philipus M. Hadjon dkk, Hukum Administrasi Negara dan Good Governance, (Jakarta : Penerbit Universitas Trisakti, 2012), hal 58
184 Philipus M. Hadjon, Op.Cit, hal. 1
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
107
Universitas Indonesia
kewenangan. Kewenangan bidang kekuasaan kehakiman atau kekuasaan
mengadili sebaiknya sebut kompetensi atau yurisdiksi walalupun dalam praktik
perbedaannya tidak selalu dirasakan perlu.185
Di dalam kewenangan terdapat wewenang-wewenang (rechtsbe
voegdheden). Wewenang merupakan lingkup tindakan hukum publik, lingkup
wewenang pemerintahan, tidak hanya meliputi wewenang membuat keputusan
pemerintahan (besluit), tetapi meliputi wewenang dalam rangka pelaksanaan
tugas, dan pembentukan wewenang serta distribusi wewenang utamanya
ditetapkan dalam undang-undang dasar. Menurut Harjono, membicarakan masalah
wewenang, terlebih dahulu harus mengetahui apa beda antara fungsi dan tugas,
baru kemudian membicarakan masalah apa yang dimaksud dengan wewenang
serta kapan kata kewajiban lebih tepat untuk dipergunakan.186 Penggunaan kata-
kata tersebut tidaklah hanya didasarkan atas makna kata secara harfiah, tetapi juga
perlu untuk dipertimbangkan kaitannya secara utuh antara yang satu dan yang
lain.
Berdasarkan beberapa peraturan perundang-undangan yang mengatur
mengenai Wakil Menteri, terdapat beberapa peraturan perundang-undangan yang
mengatur mengenai tugas dan wewenang Wakil Menteri, diantanya adalah
sebelum dan setelah adanya Putusan Mahkamah Konstitusi nomor 79/PUU-
IX/2011. Sebelum adanya Putusan Mahkamah Konstitusi nomor 79/PUU-
IX/2011, tugas dan wewenang Wakil Menteri diatur secara umum melalui Pasal
69 Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan dan
Organisasi Kementerian Negara yang menyatakan :
Pasal 69 “Wakil Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 68 mempunyai
tugas membantu Menteri dalam memimpin pelaksanaan tugas Kementerian”
185Ibid, hal. 2
186 Untuk mengetahui mengenai hal itu dapat dibaca dalam Harjono, Beberapa Catatan tantang Undang-Undang, Disampaikan dalam seminar sehari, kerjasama Fakultas Hukum Universitas Surabaya dengan Asosiasi Pengajar Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi, 9 Juli 1993
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
108
Universitas Indonesia
Sedangkan secara khusus mengenai tugas dan wewenang Wakil Menteri sebelum
adanya Putusan Mahkamah Konstitusi nomor 79/PUU-IX/2011 diatur dalam Pasal
69A, Pasal 69B dan Pasal 69C Peraturan Presiden Nomor 91 tahun 2011 tentang
Perubahan Ketiga atas Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tentang
Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara diantaranya adalah :
Pasal 69A “Ruang lingkup bidang tugas Wakil Menteri sebagaimana dimaksud
Pasal 69, yaitu : a. Membantu Menteri dalam perumusan dan/atau
pelaksanaan kebijakan kementerian; dan b. Membantu Menteri dalam mengordinasikan pencapaian
kebijakan strategis lintas unit organisasi eselon I dilingkungan Kementerian.
Pasal 69B
Rincian tugas sebagaimana dimaksud Pasal 69A meliputi : a. Membantu Menteri dalam proses pengambilan Keputusan
Kementerian; b. Membantu Menteri dalam menjalankan program kerja
dan kontrak kinerja; c. Memberikan rekomendasi dan pertimbangan kepada
Menteri berkaitan dengan pelaksanaan tugas dan fungsi Kementeriaan;
d. Melaksanakan pengendalian dan pemantauan pelaksanaan tugas dan fungsi Kementerian;
e. Membantu Menteri dalam penilaian dan penetapan pengisian jabatan dilingkungan Kementerian;
f. Melaksanakan pengendalian dan reformasi birokrasi dilingkungan Kementerian;
g. Mewakili Menteri dalam acara tertentu dan/atau memimpin rapat sesuai dengan Penugasan Menteri;
h. Melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh Menteri; dan
i. Dalam hal tertentu, Wakil Menteri melaksanakan tugas khusus yang diberikan langsung oleh Presiden atau melalui Menteri.
Pasal 69C
Bidang rincian tugas Wakil Menteri yang belum diatur dalam Pasal 69A dan Pasal 69B, diatur lebih lanjut oleh masing-masing Menteri yang bersangkutan.”
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
109
Universitas Indonesia
Dengan demikian tugas dan wewenang Wakil Menteri sebelum adanya
putusan Mahkamah Konstitusi nomor 79/PUU-IX/2011mempunyai tugas
membantu187 Menteri dalam memimpin pelaksanaan tugas Kementerian, selain itu
dalam hal tertentu Presiden atau melalui Menteri dapat memberikan tugas khusus
kepada Wakil Menteri. Untuk itu dapat dikatakan Wakil Menteri tidak hanya
membantu Menteri dalam memimpin pelaksanaan tugas Kementerian, akan tetapi
juga membantu Presiden sebagai kepala Pemerintahan,188 namun yang perlu
dipertanyakan adalah hal tertentu yang bagaimana sehingga Presiden dapat
memberikan tugas khusus kepada Wakil Menteri, hal itu yang harus dijelaskan
oleh Presiden kepada publik, agar tidak terjadi kerancuan antara tugas-tugas yang
dilaksanakan oleh Menteri dan Wakil Menteri. Selain itu juga diatur mengenai
bidang rincian tugas Wakil Menteri yang belum diatur dalam Pasal 69A, Pasal
69B dan Pasal 69C Peraturan Presiden Nomor 91 tahun 2011 tentang Perubahan
Ketiga atas Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan dan
Organisasi Kementerian Negara dapat diatur lebih lanjut oleh masing-masing
Menteri yang bersangkutan.
Selanjutnya mengenai tugas dan wewenang Wakil Menteri setelah adanya
Putusan Mahkamah Konstitusi nomor 79/PUU-IX/2011 tidak jauh berbeda
dengan sebelum adanya Putusan Mahkamah Konstitusi nomor 79/PUU-IX/2011,
yang diatur dalam Pasal 2 ayat (1), Pasal 2 ayat (2) dan Pasal 3 Peraturan Presiden
nomor 60 tahun 2012 tentang Wakil Menteri diantaranya :
Pasal 2
“(1) Wakil Menteri mempunyai tugas membantu Menteri dalam memimpin pelaksanaan tugas Kementerian”
(2) Ruang lingkup bidang tugas Wakil Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi :
187 Membantu tersebut bukan merupakan pembagian tugas, akan tetapi lebih kepada pengertian pelimpahan tugas oleh pejabat atasannya, dalam hal ini yakni Menteri dalam Kementerian tertentu. Mengenai Kata Wakil ini pernah dibahas oleh Solly Lubis, Beberapa Catatan Mengenai Wakil Presiden, yang dihimpun Padmo Wahjono, Masalah Ketatanegaraan Indonesia Dewasa ini, (Jakarta : Ghalia Indonesia, 1985), Hal. 216-217 188 Presiden seagai kepala Negara dan kepala Pemerintahan merupakan salah satu cirri system Pemerintahan Presidensial. Jimly Asshiddiqy memberikan cirri-ciri penting Pemerintaha Presidensial, diantaranya dapat dibaca lebih lanjut pada Jimly Asshiddiqy, Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia, (Jakarta : Konstitusi Press, 2006), Hal.204-206
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
110
Universitas Indonesia
a. Membantu Menteri dalam perumusan dan/atau pelaksanaan kebijakan kementerian; dan
b. Membantu Menteri dalam mengordinasikan pencapaian kebijakan strategis lintas unit organisasi eselon I dilingkungan Kementerian.
Pasal 3
Rincian tugas sebagaimana dimaksud Pasal 2 meliputi : a. Membantu Menteri dalam proses pengambilan
Keputusan Kementerian; b. Membantu Menteri dalam menjalankan program kerja
dan kontrak kinerja; c. Memberikan rekomendasi dan pertimbangan kepada
Menteri berkaitan dengan pelaksanaan tugas dan fungsi Kementeriaan;
d. Melaksanakan pengendalian dan pemantauan pelaksanaan tugas dan fungsi Kementerian;
e. Membantu Menteri dalam penilaian dan penetapan pengisian jabatan dilingkungan Kementerian;
f. Melaksanakan pengendalian dan reformasi birokrasi dilingkungan Kementerian;
g. Mewakili Menteri dalam acara tertentu dan/atau memimpin rapat sesuai dengan Penugasan Menteri;
h. Melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh Menteri; dan
i. Dalam hal tertentu, Wakil Menteri melaksanakan tugas khusus yang diberikan langsung oleh Presiden atau melalui Menteri.”
Apabila dikaji secara seksama, maka sebenarnya tidak terdapat perubahan
yang signifikan antara tugas dan wewenang Wakil Menteri sebelum dan sesudah
adanya Putusan Mahkamah Konstitusi nomor 79/PUU-IX/2011. Hanya saja dalam
Peraturan Presiden Nomor 91 tahun 2011 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan
Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan dan Organisasi
Kementerian Negara rincian tugas Wakil Menteri yang belum diatur dalam
Peraturan Presiden Nomor 91 tahun 2011 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan
Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan dan Organisasi
Kementerian Negara tersebut, dapat diatur lebih lanjut oleh masing-masing
Menteri yang bersangkutan. 189
189 Sebagaimana contoh dalam Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia menuangkan beberapa mengenai tugas pokok Wakil Menteri dalam Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia mengenai tugas Wakil Menteri, didalamnya memuat mengenai tugas dan wewenang lebih
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
111
Universitas Indonesia
3.1.1 Jenis Kewenangan Wakil Menteri
Menurut Prajudi Atmosudirdjo, membedakan antara wewenang
(competence, bevoegdheid) dan kewenangan (author, gezag).Walaupun dalam
prakteknya perbedaan tidak selalu perlu. Kewenangan apa yang disebut kekuasaan
formal, kekuasaan yang berasal dari kekuasaan legislatif (diberi oleh undang-
undang) atau dari kekuasaan eksekutif administratif. Untuk itu tipe kewenangan
menurut Prajudi Atmosudirdjo berdasarkan jenisnya, yaitu :190
a. Kewenangan Prosedural, yaitu berasal dari Peraturan Perundang-
undangan
b. Kewenangan Substansial, yaitu bersal dari tradisi, kekuatan sacral,
kualitas pribadi dan instrumental.
Sedangkan jenis-jenis wewenangberdasarkan sumbernya wewenang dibedakan
menjadi dua yaitu wewenang personal dan wewenang ofisial.191
a. Wewenang Personal
Bersumber pada intelegensi, pengalaman, nilai atau normal, dan
kesanggupan untuk memimpin.
b. Wewenang Ofisial
Merupakan wewenang resmi yang di terima dari wewenang yang berada di
atasnya.
Berdasarkan uraian diatas mengenai jenis-jenis kewenangan, apabila
dihubungkan dengan beberapa kewenangan Wakil Menteri baik sebelum dan
sesudah Putusan Mahkamah Konstitusi nomor 79/PUU-IX/2011 sebagaimana
diatur dalam Pasal 69 Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tentang
Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara dan Pasal 69A, Pasal 69B dan
Pasal 69C Peraturan Presiden Nomor 91 tahun 2011 tentang Perubahan Ketiga
atas Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan dan
Organisasi Kementerian Negara, untuk sebelum adanya putusan Mahkamah
lanjut mengenai tugas dan wewenang Wakil Menteri yang belum diatur dalam Undang-Undang dan Peraturan Presiden. 190 Lebih lanjut Prajudi Atmosudirdjo menjelaskan dalam bukunya Prajudi Atmosudirdjo, Hukum Administrasi Negara, (Jakarta : Ghalia Indonesia, 1966), Hal. 78 191 Benny M Yunus, Intisari Hukum Administrasi Negara, (Bandung : Alumni, 1980), Hal. 35
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
112
Universitas Indonesia
Konstitusi nomor 79/PUU-IX/2011. Sedangkan setelah adanya Putusan
Mahkamah Konstitusi nomor 79/PUU-IX/2011 pengaturan mengenai wewenang
Wakil Menteri diatur dalam Pasal 2 ayat (1), Pasal 2 ayat (2) dan Pasal 3
Peraturan Presiden nomor 60 tahun 2012 tentang Wakil Menteri. Pada intinya
tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara pengaturan wewenang Wakil
Menteri sebelum dan sesudah adanya Putusan Mahkamah Konstitusi nomor
79/PUU-IX/2011. Hanya saja dalam Peraturan Presiden Nomor 91 tahun 2011
tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tentang
Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara rincian tugas Wakil Menteri
yang belum diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 91 tahun 2011 tentang
Perubahan Ketiga atas Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tentang
Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara tersebut, dapat diatur lebih
lanjut oleh masing-masing Menteri yang bersangkutan. Dengan demikian Menteri
dapat secara leluasa memberikan tugas dan wewenang kepada Wakil Menteri
untuk membantu tugas-tugas kementerian Negara.
Apabila dihubungkan dengan jenis kewenangan Wakil Menteri baik dari
segi jenisnya maupun dari sumbernya maka kriteria kewenangan Wakil Menteri
sebagaimana telah diurai melalui subbab sebelumnya maka dari segi jenis
kewenangan Wakil Menteri dapat diurai sebagai berikut :
a. Kewenangan Prosedural
Kewenangan ini merupakan kewenangan yang berasal dari
Peraturan Perundang-undangan, jadi dalam tindakan pejabat tata usaha
Negara harus berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku,
tanpa adanya dasar hukum yang berlaku tidak dapat dikatakan sebagai
kewenangan ini. Dalam kewenangan ini berlaku asas-asas Hukum
Administrasi Negara yakni Asas legalitas (wetmatingheid),192 yaitu
bahwah setiap tindakan pejabat administrasi negara harus ada dasar
192 Asas legalitas yang dimaksud hampir sama dengan asas legalitas pada Hukum Pidana sebagaimana diungkapkan (Principle of legality) yakni asas yang menentukan bahwa tidak ada perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana, jika tidak ditentukan terlebih dahulu dalam perundang-undangan. Namun dalam hukum administrasi masih dikenal dengan adanya freis ermeissen, yakni kebebasan beritindak Pemerintah dalam rangka kepentingan yang lebih besar untuk kemakmurah rakyat yang tidak melanggar peraturan perundang-undangan dab asas-asas umum Pemerintahan yang baik. Baca Moeljatno, Asas-asas Hukum Pidana, (Jakarta : Rineka Cipta, 2000), hal. 23
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
113
Universitas Indonesia
hukumnya (ada peraturan dasar yang melandasinya).Apalagi Indonesia
adalah negara hukum, maka asas legalitas adalah hal yang paling utama
dalam setiap tindakan pemerintah. Asas ini sesuai dengan asas negara kita
yang berdasarkan asas negara hukum yang tercantum pada pasal 1 ayat 3
UUD 1945. Namun untuk mencapai negara hukum belum cukup dengan
dianutnya asas legalitas yang merupakan salah satu identitas dari suatu
negara hukum, tapi harus disertai “kenyataan hukum”, harus didukung
oleh “kesadaran etis” dari para pejabat administrasi negara,193 yaitu
kesadaran bahwa perbuatan/tindakannya harus didukung oleh perasaan
kesusilaan, yaitu bahwa dimana hak negara ada batasnya yang tentunya
dibatasi oleh hak-hak asasi manusia.
Kaitannya kewenangan Prosedural Wakil Menteri, sebenarnya
secara umum semua kewenangan yang diatur dalam Pasal 2 ayat (1), Pasal
2 ayat (2) dan Pasal 3 Peraturan Presiden nomor 60 tahun 2012 tentang
Wakil Menteri dapat dikatakan sebagai kewenangan Prosedural, akan
tetapi secara khusus terdapat kewenangan yang mengharuskan melalui
prosedur-prosedur yang berlaku dalam Kementerian tertentu, dalam
kaitannya beberapa wewenang Wakil Menteri yang termasuk dalam
kategori kewenangan Prosedural diantara :
i. Memberikan rekomendasi dan pertimbangan kepada Menteri
berkaitan dengan pelaksanaan tugas dan fungsi Kementeriaan;
ii. Melaksanakan pengendalian dan pemantauan pelaksanaan
tugas dan fungsi Kementerian;
iii. Melaksanakan pengendalian dan reformasi birokrasi
dilingkungan Kementerian;
b. Kewenangan Substansial
Kewenangan yang satu ini adalah berdasarkan pada tradisi,
kekuatan sacral, kualitas pribadi dan instrumental. Kewenangan ini berlaku
193 Kesadaran etis merupakan syarat yang tidak boleh tidak ada (condition sine qua non), yakni adalah suasana dimana pejabat harus sadar, patuh dan taat pada perintah hukum, makala ada pejabat yang secara terang-terangan membangkang (tidak melaksanakan) perintah, maka sesungguhnya pejabat tersebut tidak layak lagi sebagai pengemban pejabat publik. Supandi, Hukum Peradilan Tata Usaha Negara (Kepatuhan Hukum Pejabat dalam Menaati Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara), (Medan : Pustaka Bangsa Press, 2011), hal. 220-221
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
114
Universitas Indonesia
secara berkesinambungan antara tradisi, kekuatan sacral, kualitas pribadi
dan instrumental. Keempatnya adalah sebuah sistem yang tidak dapat
dipisahkan antar yang satu dengan yang lainnya, sehingga menghasilkan
suatu tugas dan tanggung jawab secara bersama-sama. Tradisi merupakan
kebiasaan baik yang dilakukan secara terus-menerus sehingga dijadikan
pedoman oleh semua kalangan dalam lingkungan tertentu, sehingga
berlaku seperti hukum yang harus dipatuhi dalam lingkungan tertentu.194
Kekuatan sacral merupakan kekuatan yang memiliki kekuatan dan ciri-ciri
tertentu serta dipatuhi oleh sebagian kalangan karena dianggap meiliki
kekuatan untuk ditaati. Kualitas Pribadi adalah karakter yang dimiliki
seseorang dalam melakukan tindakan dalam suatu organisasi atau
kelompok.195 Sedangkan instrumental merupakan alat atau hal-hal yang
biasa digunakan dalam menetukan setiap kebijakan yang akan diambil
dalam sebuah organisasi atau kelompok.
Apabila dihubungkan dengan wewenang yang dimiliki oleh Wakil
Menteri sebagaimana diatur dalam dalamPasal 2 ayat (1), Pasal 2 ayat (2)
dan Pasal 3 Peraturan Presiden nomor 60 tahun 2012 tentang Wakil
Menteri, maka terdapat wewenang yang dapat digolongkan dalam kategori
ini, mengingat dalam pelaksanaannya harus berdasarkan pada tradisi,
kekuatan sacral, kualitas pribadi dan instrumental secara bersama-sama,
tidak dapat secara sepotong-potong antar keempatnya. Kewenangan yang
dimaksud adalah “Membantu Menteri dalam menjalankan program kerja
dan kontrak kinerja;”. Dalam menjalankan fungsi ini secara langsung
maupun tidak langsung Wakil Menteri harus menggunakan kewenangan
Substansial, yang didalamnya terdiri dari tradisi, kekuatan sacral, kualitas
pribadi dan instrumental.
194 Yakni merupakan hukum kebiasaan yang dipertahankan dalam pergaulan hidup, baik di desa-desa maupun di kota-kota (customary law). Soerojo Wignjodipoero, Pengantar dan Asas-asas Hukum Adat, (Jakarta : Toko Gunung Agung, cetakan keempat belas, 1995), hal. 14 195 Kualitas sangat berkaitan erat dengan bagaimana tata cara seseorang melakukan management suatu kelompok atau organisasi, dalam bahasa populernya sering dikatakan sebagai leadership. Untuk memperdalam leadership dalam kepemimpinan politik pemerintahan dapat dibaca dalam M. Alfan Alfian, Menjadi Pemimpin Politik, Perbincangan Kepemimpinan dan Kekuasaan, (Jakarta : Gramedia Pustaka Utama, 2009), Hal. 65-67
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
115
Universitas Indonesia
c. Kewenangan Personal
Kewenangan ini tergantung pada kwalitas dari seorang yang
memiliki jabatan atau yang memimpin dalam suatu organisasi atau
kelompok, hal itu dikarenakan kewenangan inibersumber pada intelegensi,
pengalaman, nilai atau normal, dan kesanggupan untuk memimpin.
Apabila dikaji secara seksama kewenangan yang berkaitan dengan
kewenangan ini merupakan pola dan cara seorang pemimpin
memanegement segala aktivitas dan perannya dalam suatu organisasi,
sehingga dapat melaksanakan tugas dan fungsinya dengan baik. Dalam
bahasa management sering dikatakan sebagai leadership196 seorang
pemimpin. Kepemimpinan atau leadership adalah kemampuan seseorang
untuk mempengaruhi orang-orang lain agar bekerjasama sesuai dengan
rencana demi tercapainya tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya.197
Dengan demikian kepemimpinan memegang peranan yang sangat penting
dalam manajemen, bahkan dapat dinyatakan, kepemimpinan adalah inti
dari managemen. Dalam aktivitas kepemimpinan dan hukum yang efektif
juga dibutuhkan leadership yang populis yang dapat menyokong
keberlangsungan pemerintahan dan orang yang dipimpinnya.
Kewenangan Personal ini juga terdapat dalam Pasal 2 ayat (1),
Pasal 2 ayat (2) dan Pasal 3 Peraturan Presiden nomor 60 tahun 2012
tentang Wakil Menteri. Dalam menjalankan tugas dan fungsinya Wakil
Menteri juga menjalankan Personal secara khusus tergantung pada pola
dan tata cara yang dipakai oleh masing-masing yang digunakan oleh Wakil
Menteri yang bersangkutan. Hasil yang diperoleh oleh Wakil Menteri
dalam menjalankan kewenangan Personal ini tergantung dari gaya
leadership yang digunakan.Leadership ini sangat sulit dimiliki oleh
196 Menguasai leadership merupakan proses seumur hidup, kita semua dapat belajar untuk memimpin lebih baik, tak ada diantara kita yang sungguh-sungguh menguasai kepemimpinan, kalau berkaitan dengan kepemimpinan kita adalah WIP-work in progress, begitulah sebagaimana dikutip dalam bukunya Mark Sanborn, Semua Orang Bisa jadi Pemimpin, (Jakarta : Gramedia Pustaka Utama, 2007), hal. 121 197 Untuk memimpin juga diperlukan mengenai pengawasan yang baik. Dalam hal ini pengawasan ada yang bersifat langsung ada yang bersifat langsung. Untuk mengetahui mengenai bab-bab pengawasan dapat dibaca buku George D. Halsey, Bagaimana Memimpin dan Mengawasi Pegawai Anda, (Jakarta : Penerbit Rineka Cipta, 2010), Hal. 9
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
116
Universitas Indonesia
seseorang, ada yang menyatakan bahwa leadership didapat dari kebiasaan
seseorang dalam suatu organisasi atau kelompok, sehingga tidak semua
orang memiliki leadership yang baik, mengingat tidak semua orang aktif
dalam organisasi atau kelompok tertentu. Selain itu terdapat sebagian yang
menyatakan bahwa pada dasarnya setiap orang memiliki leadership sejak
ia dilahirkan. Sedangkan pendapat yang ketiga bahwa leadership dapat
diasah dan dipelajari oleh siapapun yang berniat untuk mendalami
leadership dan gaya kepemimpinan menurut selera dan rujukan tokoh yang
dipilihnya.Dalam Pasal 2 ayat (1), Pasal 2 ayat (2) dan Pasal 3 Peraturan
Presiden nomor 60 tahun 2012 tentang Wakil Menteri, terdapat 2 (dua)
pasal yang termasuk kategori kewenangan personal, diantaranya :
i. Membantu Menteri dalam proses pengambilan Keputusan
Kementerian;
ii. Membantu Menteri dalam penilaian dan penetapan
pengisian jabatan dilingkungan Kementerian;
d. Kewenangan Ofisial
Kewenangan Ofisial ini adalah kewenangan pemberian oleh
lembaga yang berada diatasnya, baik secara secara langsung maupun tidak
langsung. Selain itu kewenangan ini merupakan wewenang resmi yang di
terima dari wewenang yang berada di atasnya.198 Kewenangan ofisial ini
didalamnya erat kaitannya dengan sumber kewenangan, hal itu
dikarenakan dalam kewenangan ofisial ini dapat berbentuk atribusi,
delegasi dan mandate. Dengan demikian kewenangan Ofisial ini juga
merupakan bagian dari sumber kewenangan, yang akan dilakukan pada
subbab berikutnya. Namun daripada itu terdapat perbedaan antara
kewenangan Ofisial dengan Sumber kewenangan yang akan menjadi
pembahasan pada subbab berikutnya, perbedaannya terletak pada
Kewenangan Ofisial bersifat umum, tidak tertuju pada kewenangan 198 Dengan demikian kewenangan official ini dapat berupa atribusi, delegasi dan mandate, tergantung dari atasan memberikan kewenangan apa terhadap bawahannya. Untuk itu kewenangan ini merupakan cikal-bakal lahirnya sumber kewenangan yang akan menjadi pembahasan berikutnya. Dalam menentukan kelayakan dan tidaknya suatu kewenangan dapat dilakukan oleh bawahannya harus dilakukan analisis mendalam, tentunya agar tujuan dari yang ingin dicapai oleh organisasi Pemerintahan. Untuk memperdalam menganai kewenangan Oficial ini dapat membaca Benny M Yunus, Op cit, Hal 61
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
117
Universitas Indonesia
delegasi, atribusi dan mandat. Kewenangan Ofisial hanya terbatas
membahas mengenai kewenangan yang diberikan oleh atasan kepada
bawahannya. Sedangkan sumber kewenangan berbicara pembagian
kewenangan apakah atribusi, delegasi atau mandate.199 Dengan demikian
tidak terdapat persamaan yang secara khusus mengenai pembahasan
mengenai kewenangan Ofisial dengan sumber kewenangan sebagaimana
akan dibahas pada subbab berikutnya.
Kewenangan ofisial ini juga terdapat dalam Pasal 2 ayat (1), Pasal
2 ayat (2) dan Pasal 3 Peraturan Presiden nomor 60 tahun 2012 tentang
Wakil Menteri. Yakni merupakan kewenangan yang diberikan oleh
lembaga yang lebih tinggi kepada lembaga yang lebih rendah. Dalam hal
ini adalah oleh Menteri dan atau Presiden memberikan kewenangannya
kepada Wakil Menteri, sehingga Wakil Menteri wajib menjalankan tugas
dan fungsi yang diberikan oleh Menteri dan atau Presiden dengan sebaik-
baiknya. Pejabat yang dipercaya atau diberikan kewenangan oleh lembaga
diatasnya harus dapat dipertanggung jawabkan secara baik kepada pejabat
yang lebih tinggi, dan tentunya kepada masyarakat sebagai pengguna dan
sasaran langsung berkaitan dengan pelayanan. Adapun kewenangan ofisial
yang terdapat dalam Pasal 2 ayat (1), Pasal 2 ayat (2) dan Pasal 3
Peraturan Presiden nomor 60 tahun 2012 tentang Wakil Menteri
diantaranya :
i. Mewakili Menteri dalam acara tertentu dan/atau memimpin
rapat sesuai dengan Penugasan Menteri;
ii. Melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh Menteri; dan
199 Dengan diperjelas mengenai kewenangan apa yang diberikan kepada Penguasa, maka akan meminimalisisr perbutan sewenang-wenang yang dilakukan oleh Penguasan. Apabila perbuatan yang dilakukan sesuai dengan kewenangan yang dimiliki, apakah atribusi, delegasi atau mandate, maka kemungkinan sangat kecil pejabat yang berkuasa menjalankan kewenangannya tidak akan keluar dari rambu-rambu yang telah ditentukan sebelumnya. Namun apabila terdapat perbuatan Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang melakukan perbuatan melawan hukum atau tidak sesuai dengan asas-asas umum pemerintahan yang baik, maka dapat melakukan gugatan ke PTUN. Terdapat beberapa buku yang mengulas masalah ini, diantaranya Andriaan W. Bedner, Peradilan Tata Usaha Negara di Indonesia, Seri Sosiolegal Indonesia, (Jakarta : HUMA, Van Vollenhoven Institute, KITLV-Jakarta, 2010), Hal. 26, bandingkan Zairin Harahap, Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara, (Jakarta : Rajawali Pers, edisi revisi 2007), hal. 21-23
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
118
Universitas Indonesia
iii. Dalam hal tertentu, Wakil Menteri melaksanakan tugas
khusus yang diberikan langsung oleh Presiden atau melalui
Menteri.
3.1.2 Sumber Kewenangan Wakil Menteri
Sumber kewenanganseiring dengan pilar utama negara hukum,200 yaitu
asas legalitas (legaliteitbeginsel atau het beginsel van wetmatigheid van bestuur),
berdasarkan prinsip ini tersirat bahwa wewenang pemerintah berasal dari
peraturan perundang-undangan, artinya sumber wewenang dari pemerintah
berdasarkan perundang-undangan. Secara teoritis kewenangan yang bersumber
dari peraturan perundang-undangan tersebut diperoleh melalui tiga cara yaitu,
atribusi, delegasi, dan mandat. Berkenaan dengan atribusi, delegasi, dan mandat
ini, H.D. van Wijk/Willem Konijnenbelt mendefinisikan sebagai berikut:201
a. Attributie: toekenning van een besturrsbevoegheid door een wetgever aan
een bestuursorgaan (atribusi adalah pemberian wewenang pemerintahan
oleh pembuat Undang-undang kepada organ pemerintahan); wewenang
pemerintahan oleh pembuat undang-undang kepada organ pemerintahan).
b. Delegatie: overdracht van een bevoegheid van het ene bestuursorgaan
aan een ander (delegasi adalah pelimpahan wewenang pemerintahan dari
satu organ pemerintahan kepada organ pemerintahan Iainnya).
200 Beberapa pilar Negara Hukum dibahas secara berbeda oleh beberapa Pakar hukum Indonesia, baik dari segi sejarah hukum maupun dari berbagai unsur-unsur Negara hukum yang dijadikan acuan atau patokan dalam menentukan kadar dan batas Negara hukum yang dimaksud. Untuk mengetahui mengenai unsur-unsur Negara hukum yang dimaksud, dapat membaca Jimly Asshiddiqie, Op Cit, Hal. Hal. 151-161. Bandingkan Abdul Aziz Hakim, Negara Hukum dan Demokrasi di Indonesia, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2011), hal. 10. Bandingkan AV. Dicey, Introduction to the study of the law of the constitution, (London : Mc Millanand CO, 1952), hal. 31. Bandingkan Miriam Budiardjo, Dasar-dasar Ilmu Politik, (Jakarta : Gramedia, edisi revisi, 2010), Hal. 116. Bandingkan Henry B. Mayo, An Introduction to Democratic Theory, (New York : Oxford University press, 1960), Hal. 70. bandingkan Muhammad Tahir Azhary, Negara Hukum suatu study tentang prinsip-prinsipnya dilihat dari segi hukum Islam, Implementasi pada periode Negara Madinah, (Jakarta : Kencana, 2004), hal.85-86. Bandingkan Azhary, Negara Hukum Indonesia, analisis yuridis normatif tentang unsur-unsurnya, (Jakarta : UI Press, 1995), hal. 153. Dan yang terakhir bandingkan Hendra Nurtjahjo, Filsafat Demokrasi, (Jakarta : Bumi Aksara, 2006), Hal.71.
201 H.D. van Wijk/Willem Konijnenbelt, Hoofdstukken van Administratief Recht, Utrecht Uitgeverij Lemma BV,1995, hal.129 sebagaimna dikutip oleh Ridwan HR, Hukum Administrasi Negara, Raja Grafindo Persada, 2006, hal. 105
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
119
Universitas Indonesia
c. Mandaat: een bestuursorgaan laat zijn bevoegheid namens Item uitoe
fenen door een ander (mandat terjadi ketika organ pemerintahan
mengizinkan kewenangannya dijalankan oleh organ lain atas namanya)
Apabila dihubungan dengan beberapa teori kewenangan sebagaimana telah
diurai diatas, maka kewenangan Wakil Menteri berdasarkan sumber
kewenangannya dapat diurai sebagai berikut :
a. Kewenangan Attributie
Kewenangan atribusi ini merupakan (wewenang) atau kewenangan
yang langsung berdasarkan perintah undang-undang.Perolehan
kewenangan secara atributif, menyebabkan terjadinyapembentukan
kekuasaan, karena berasal dari keadaan yang belum ada menjadiada.
Kewenangan yang timbul karena pembentukan secara atributif bersifat asli
dan menyebabkan adanya kewenangan yang baru. Dengan demikian
kewenangan attributie ini bersifat mutlak berdasarkan peraturan
perundang-undangan. Dalam menjalankan kewenangan ini dapat
menjalankan kewenangan diskresi202 asalkan tidak melanggar peraturan
perundang-undangan dan asas-asas umum pemerintahan yang baik. Secara
mandiri dan penuh kewenangan atributie ini dapat menjalankan
kewenangannya. Tanggung jawab dalam menjalankan kewenangan ini
merupakan tanggung jawab mutlak dari pejabat yang menjalankannya.
Sedangkan apabila terdapat pembatalan terhadap kewenangan yang akan
dilaksanakan maka dapat dilakukan melalui pembatalan langsung oleh
pejabat yang membuat kebijakan.
Dengan demikian apabila dikaitkan dengan sumber kewenangan
yang dimiliki oleh Wakil Menteri yang diatur Pasal 2 ayat (1), Pasal 2 ayat
(2) dan Pasal 3 Peraturan Presiden nomor 60 tahun 2012 tentang Wakil
202 Asas diskresi (freis ermessen), yaitu kebebasan dari seorang pejabat administrasi Negara untuk mengambil keputusan berdasarkan pendapatnya sendiri, asalkan tidak melanggar asas yuridikitas dan asas legalitas tersebut diatas. Jadi penggunaannya tidak terlepas sendiri dari asas-asas yang lainnya. Sehingga, pejabat administrasi Negara tidak dapat menolak untuk mengambil keputusan, bila seseorang warga masyarakat mengajukan permohonan kepada pejabat administrasi Negara. Brian Thompson, Constitutional and Administrative law, 3th ed., (London : Black Stone Press Limited, 1997), Hal. 355 dalam Safri Nughara dkk, Lock cit, Hal. 39. bandingkan Hotma P. Sibuea, Asas Negara Hukum, Peraturan Kebijakan dan Asas-asas Umum Pemerintahan yang baik, (Jakarta : Penerbit Erlangga, 2010), hal. 55
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
120
Universitas Indonesia
Menteri, maka yang termasuk dalam kategori kewenangan atribusi adalah
diantaranya :
i. Memberikan rekomendasi dan pertimbangan kepada
Menteri berkaitan dengan pelaksanaan tugas dan fungsi
Kementeriaan;
ii. Melaksanakan pengendalian dan pemantauan pelaksanaan
tugas dan fungsi Kementerian;
iii. Melaksanakan pengendalian dan reformasi birokrasi
dilingkungan Kementerian;
b. Kewenangan Delegatie
Kewenangan delegasi adalah wewenang atau kewenangan yang
diperoleh atas dasar penyerahan dari badan/organ yang lain, dimana sifat
delegasi yaitu penyerahan bersumber dari wewenang atribusi. Akibat
hukum dari delegasi adalah kewenangan menjadi tanggung jawab penuh
penerima delegasi (delegataris). Kewenangan delegasi ini eksistensinya
sudah ada sebelumnya, hanya saja didelegasikan kepada orang lain yang
dianggap mampu untuk menjalankan kewenangannya. Sedangkan sumber
dari kewenangan ini berasal dari kewenangan atribusi. Kewenangan ini
juga dapat melaksanakan kewenangan diskresi, namun tetap harus
dikomunikasikan dengan yang memberi delagasi. Yang bertanggung jawab
dalam pelaksanaan kewenangan ini adalah murni penerima delegasi.
Sedangkan mengenai penarikan terhadap kebijakan yang diambil, adalah
pejabat yang memberi delegasi.Namun yang harus diingat dalam
wewenang ini adalah harus sesuai dengan peraturan perundang-undangan
yang lebih tinggi dan tentunya asas-asas umum pemerintahan yang baik,203
sehingga kebijakan yang diambil tidak dapat merugikan semuanya, baik
dirinya sendiri maupun masyarakat yang mendapat imbas dari kebijakan
yang akan dilaksanakan. 203 Asas-asas umum pemerintahan yang baik atau layak lahir dari praktik penyelenggaraan Negara dan pemerintahan, sehingga bukan produk formal suatu lembaga Negara seperti Undang-Undang. Hotma P. Sibuea, Op cit, Hal. 151. Sedangkan mengenai asas dijelaskan oleh Supandi bahwa asas adalah dasar, alas, pondamen, sesuatu kebenaranyang menjadi pokok, dasar atau tumpuan dalam berfikir dan cita-cita yang menjadi dasar. Baca Supandi, Keberadaan Pengadilan Pajak dalam Sistem Peradilan Nasional Indonesia, (Medan, Pustaka Bangsa Press, 2011), Hal. 24-25
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
121
Universitas Indonesia
Berdasarkan uraian singkat diatas, maka dapat dihubungkan
dengan kewenangan yang terdapat dalam Wakil Menteri sebagaimana
diatur dalam Pasal 2 ayat (1), Pasal 2 ayat (2) dan Pasal 3 Peraturan
Presiden nomor 60 tahun 2012 tentang Wakil Menteri, maka yang
termasuk dalam kategori kewenangan delegasi adalah :
i. Membantu Menteri dalam proses pengambilan Keputusan
Kementerian;
ii. Membantu Menteri dalam menjalankan program kerja dan
kontrak kinerja;
iii. Membantu Menteri dalam penilaian dan penetapan
pengisian jabatan dilingkungan Kementerian;
iv. Mewakili Menteri dalam acara tertentu dan/atau memimpin
rapat sesuai dengan Penugasan Menteri;
c. Kewenangan Mandat
Kewenangan mandat ialah pelimpahan wewenang yang pada
umumnya dalam hubungan rutin antara bawahan dengan atasan, kecuali
dilarang secara tegas oleh peraturan perundang-undangan.Adapun
tanggung jawab hukum dan tanggung gugat tetap berada pada pemberi
mandat (mandataris).204 Intinya dalam kewenangan ini adalah apabila
pemberi kewenangan administrasi yang berkompeten berhalangan, atau
tidak dapat melaksanakan, dengan alasan yang rasional dan dapat
dipertanggung jawabkan. Dalam melaksanakan kewenangan ini berangkat
dari adanya perintah dari atasan atas suatu tugas tertentu, sehingga tidak
dapat melaksanakan kewenangan diskresi, dengan demikian segala apapun
yang dilakukan harus segera dilaporkan kepada pejabat yang memberikan
kewenangan, sehingga kemandirian juga terbatas kepada perintah yang
diberikan. Berkaitan dengan tanggung jawab juga yang diberi kewenangan
204 Kata-kata mandataris sebenarnya sudah familiar sejak Indonesia merdeka melalui naskah proklamasi, pada naskah proklamasi disebutkan mengenai Soekarno dan Hatta sebagai mandataris rakyat Indonesia menandatangani naskah proklmasi. Hal ini disampaikan oleh Mustamin DG. Matutu dkk, Mandat, Delegasi, Atribusi dan implementasinya di Indonesia, (Yogyakarta : UII Press, 1999), Hal. 109. Sedangkan untuk mengetahui mengenai posisi dan kedudukan naskah proklamasi dalam system ketatanegaraan Indonesia dapat dibaca Jazim Hamidi, Revolusi Hukum Indonesia, Makna, Kedudukan dan Implikasi Hukum Naskah Proklamasi 17 Agustus 1945 dalam system ketatanegaraan RI, (Jakarta : Konstitusi Press, 2006), Hal. 165
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
122
Universitas Indonesia
tidak dapat dimintakan pertanggung jawaban secara mutlak, karena
sebenarnya wewenang masih berada pada pejabat yang memberi
wewenang, sehingga tidak secara leluasa dalam menjalankan perintah
mandat menurut keinginannya sendiri. Dalam hal terjadi kesalahan dalam
menjalankan kewenangan, dan apabila ingin dilakukan penarikan terhadap
kebijakan yang akan dilaksanakan, maka yang berhak melakukan
penarikan terhadap kebijakan itu hanyalah pemberi mandat, untuk itu
dapat dikatakan kewenangan ini hanya kewenangan yang bersifat
pembantuan.205
Tentunya berdasarkan penjelasan diatas terdapat beberapa
kesimpulan yang dapat diambil apabila dikaitkan dengan kewenangan
Wakil Menteri sebegaimana tertuang dalam Pasal 2 ayat (1), Pasal 2 ayat
(2) dan Pasal 3 Peraturan Presiden nomor 60 tahun 2012 tentang Wakil
Menteri, sehingga penulis simpulkan beberapa kewenangan Wakil Menteri
yang termasuk dalam kategori kewenangan Mandat, diantaranya :
i. Melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh Menteri; dan
ii. Dalam hal tertentu, Wakil Menteri melaksanakan tugas
khusus yang diberikan langsung oleh Presiden atau melalui
Menteri
3.1.3 Bentuk Kewenangan Wakil Menteri
Pelimpahan wewenang adalah penyerahan sebagian dari wewenang
pejabat atasan kepada bawahan tersebut membantu dalam melaksanakan tugas-
tugas kewajibannya untuk bertindak sendiri. Pelimpahan wewenang ini
dimaksudkan untuk menunjang kelancaran tugas dan ketertiban alur komunikasi
yang bertanggung jawab, dan sepanjang tidak ditentukan secara khusus oleh
peraturan perundang-undangan yang berlaku.206 Untuk itu Delegatie dan Mandaat
205 Mengenai wewenang yang diperbantukan sebenarnya terdapat kewenangan formal yang diberikan oleh peraturan perundang-undangan, yang kemudian diberikan kepada instansi atau bawahannya untuk melakukan tindakan hukum publik. Baca Juanda, Hukum Pemerintahan Daerah, Pasang Surut Hubungan Kewenangan antara DPRD dan Kepala Daerah, (Bandung : Alumni, 2004), Hal. 265 206 Maksudnya apabila memang dalam peraturan perundang undangan tidak ditentukan secara normatif bagaimana tatacara menjalankan dan pertanggungjawabannya. Sehingga atasan
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
123
Universitas Indonesia
termasuk kategori pelimpahan wewenang.Pelimpahan wewenang yang dapat
dilimpahkan kepada pejabat bawahannya adalah wewenang penandatanganan.
Bentuk pelimpahan penandatanganan adalah :207
a. Pelimpahan wewenang dengan menggunakan istilah atas nama (a.n)
Merupakan jenis pelimpahan wewenang secara mandat, atas nama
digunakan jika yang menandatangani surat telah diberi wewenang oleh
pejabat yang bertanggung jawab berdasarkan bidang tugas, wewenang dan
tanggung jawab pejabat yang bersangkutan. Pejabat yang bertanggung
jawab melimpahkan wewenang kepada pejabat di bawahnya, paling
banyak hanya 2 (dua) rentang jabatan struktural di bawahnya. Persyaratan
pelimpahan wewenang ini adalah :
i. Pelimpahan wewenang harus dituangkan dalam bentuk tertulis
yaitu dalam bentuk Instruksi Dinas atau Surat Kuasa;
ii. Materi yang dilimpahkan harus merupakan tugas dan tanggung
jawab pejabat yang melimpahkan;
iii. Pada dasarnya wewenang penandatanganan meliputi surat-surat
untuk kepentingan ke luar maupun di dalam lingkungan lembaga
Negara tersebut;
iv. Penggunaan wewenang hanya sebatas kewenangan yang
dilimpahkan kepadanya dan materi kewenangan tersebut harus
dipertanggungjawabkan oleh yang dilimpahkan kepada yang
melimpahkan.
v. Tanggung jawab sebagai akibat penandatanganan surat berada pada
pejabat yang diatasnamakan.
b. Pelimpahan wewenang dengan menggunakan istilah untuk beliau (u.b)
Merupakan jenis pelimpahan wewenang secara delegasi, untuk beliau
digunakan jika yang diberikan kuasa memberi kuasa lagi kepada pejabat
satu tingkat di bawahnya, sehingga untuk beliau (u.b) digunakan setelah dapat memberikan kewenangannya kepada bawahannya, begitu juga bawahan tanpa ragu dapat melaksanakan kewenangan yang diberikan oleh atasannya. 207 Mengenai bentuk pelimpahan penandatanganan ini terdapat tiga macam, yakni menggunakan istilah atas nama (a.n), menggunakan istilah untuk beliau (u.b) dan atas perintah beliau (apb.) dan atasperintah (ap.). Kesemuanya dihimpun melalui buku dari CST. Kansil, Hukum Tata Pemerintahan Indonesia, (Jakarta : Ghalia Indonesia, 1983), Hal 132-35
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
124
Universitas Indonesia
atas nama (a.n). Pelimpahan wewenang ini mengikuti urutan sampai 2
(dua) tingkat structural di bawahnya, dan pelimpahan ini bersifat
fungsional. Persyaratan yang harus dipenuhi:
i. materi yang ditangani merupakan tugas dan tanggung jawab
pejabat yang melimpahkan;
ii. dapat digunakan oleh pejabat yang ditunjuk sebagai pemangku
jabatan sementara atau yang mewakili;
iii. pada dasarnya wewenang penandatanganan meliputi surat-surat
untuk kepentingan internal dalam lingkungan lembaga Negara
yang melampaui batas lingkup jabatan pejabat yang
menandatangani surat;
iv. tanggung jawab berada pada pejabat yang dilimpahkan wewenang.
c. Pelimpahan wewenang dengan menggunakan istilah atas perintah beliau
(apb.) dan atasperintah (ap.)
Merupakan pelimpahan wewenang secara mandat, dimana pejabat yang
seharusnya menandatangani memberi perintah kepada pejabat di
bawahnya untuk menandatangani sesuai dengan tugas dan tanggung
jawabnya. Persyaratan pelimpahan wewenang ini yang membedakannya
dengan kedua jenis pelimpahan wewenang lainnya, yaitu hanya dapat
dilakukan jika dalam keadaan mendesak dan tidak menyangkut materi
yang bersifat kebijakan. Baik wewenang yang diperoleh berdasarkan
atribusi maupun berdasarkan pelimpahan sama-sama harus terlebih dahulu
dipastikan bahwa yang melimpahkan benar memiliki wewenang tersebut
dan wewenang itu benar ada berdasarkan konstitusi (Undang-Undang
Dasar) atau peraturan perundang-undangan.
Apabila dihubungkan dengan beberapa kewenangan Wakil Menteri
sebagaimana diatur dalam Pasal 2 ayat (1), Pasal 2 ayat (2) dan Pasal 3 Peraturan
Presiden nomor 60 tahun 2012 tentang Wakil Menteri, maka terdapat beberapa
kewenangan yang dapat digolongkan berdasarkan bentuknya, seperti yang
diuraikan dibawah ini diantaranya :
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
125
Universitas Indonesia
a. Pelimpahan wewenang dengan menggunakan istilah atas nama (a.n)
Wewenang ini merupakan jenis pelimpahan wewenang secara
mandat.208 Pejabat yang bertanggung jawab melimpahkan wewenang
kepada pejabat di bawahnya, paling banyak hanya 2 (dua) rentang jabatan
struktural di bawahnya. Pelimpahan wewenang dalam kewenangan ini
harus dituangkan dalam bentuk tertulis yaitu dalam bentuk Instruksi Dinas
atau Surat Kuasa. Sedangkan materi yang dilimpahkan harus merupakan
tugas dan tanggung jawab pejabat yang melimpahkan. Pada dasarnya
wewenang penandatanganan meliputi surat-surat untuk kepentingan ke
luar maupun di dalam lingkungan lembaga Negara tersebut. Penggunaan
wewenang hanya sebatas kewenangan yang dilimpahkan kepadanya dan
materi kewenangan tersebut harus dipertanggungjawabkan oleh yang
dilimpahkan kepada yang melimpahkan. Sedangkan tanggung jawab
sebagai akibat penandatanganan surat berada pada pejabat yang
diatasnamakan.
Berdasarkan pemaparan diatas maka kewenangan Wakil Menteri
sebagaimana diatur dalam Pasal 2 ayat (1), Pasal 2 ayat (2) dan Pasal 3
Peraturan Presiden nomor 60 tahun 2012 tentang Wakil Menteri, yang
termasuk dalam kewenangan istilah atas nama (a.n) diantaranya :
i. Membantu Menteri dalam proses pengambilan Keputusan
Kementerian;
ii. Membantu Menteri dalam menjalankan program kerja dan
kontrak kinerja;
iii. Membantu Menteri dalam penilaian dan penetapan pengisian
jabatan dilingkungan Kementerian;
iv. Mewakili Menteri dalam acara tertentu dan/atau memimpin
rapat sesuai dengan Penugasan Menteri
208 Dikatakan Mandat dikarenakan segala tanggung jawab masih tetap melekat pada pejabat yang memberikan Mandat, serta penerima kewenangan tidak secara leluasa menentukan kewenangannya sendiri, segala sesuatunya harus diminta persetujuan pejabat yang memberikan wewenangnya. Mustamin DG. Matutu dkk, Op cit, Hal 37
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
126
Universitas Indonesia
b. Pelimpahan wewenang dengan menggunakan istilah untuk beliau (u.b)
Pada wewenang ini merupakan jenis pelimpahan wewenang secara
delegasi, untuk beliau digunakan jika yang diberikan kuasa memberi kuasa
lagi kepada pejabat satu tingkat di bawahnya, sehingga untuk beliau (u.b)
digunakan setelah atas nama (a.n). Pelimpahan wewenang ini mengikuti
urutan sampai 2 (dua) tingkat structural di bawahnya, dan pelimpahan ini
bersifat fungsional.209 Materi yang ditangani merupakan tugas dan
tanggung jawab pejabat yang melimpahkan dan dapat digunakan oleh
pejabat yang ditunjuk sebagai pemangku jabatan sementara atau yang
mewakili. Dan pada dasarnya wewenang penandatanganan meliputi surat-
surat untuk kepentingan internal dalam lingkungan lembaga Negara yang
melampaui batas lingkup jabatan pejabat yang menandatangani surat.
Sedangkan tanggung jawab berada pada pejabat yang dilimpahkan
wewenang.
Dalam Pasal 2 ayat (1), Pasal 2 ayat (2) dan Pasal 3 Peraturan
Presiden nomor 60 tahun 2012 tentang Wakil Menteri juga terdapat
wewenang yang merupakan kategori ini, diantaranya :
i. Memberikan rekomendasi dan pertimbangan kepada Menteri
berkaitan dengan pelaksanaan tugas dan fungsi Kementeriaan;
ii. Melaksanakan pengendalian dan pemantauan pelaksanaan
tugas dan fungsi Kementerian;
iii. Melaksanakan pengendalian dan reformasi birokrasi
dilingkungan Kementerian;
209 Organisasi fungsional adalah suatu organisasi dimana wewenang dari pimpinan tertinggi dilimpahkan kepada kepala bagian yang mempunyai jabatan fungsional untuk dikerjakan kepada para pelaksana yang mempunyai keahlian khusus. Contoh dalam berbagai praktek yang ada dilapangan adalah Guru, Dosen, Dokter dan lain sebagainya.
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
127
Universitas Indonesia
c. Pelimpahan wewenang dengan menggunakan istilah atas perintah
beliau (apb.) dan atas perintah (ap.)
Sedangkan yang ketiga merupakan pelimpahan wewenang secara
mandat,210 dimana pejabat yang seharusnya menandatangani memberi
perintah kepada pejabat di bawahnya untuk menandatangani sesuai dengan
tugas dan tanggung jawabnya. Persyaratan pelimpahan wewenang ini yang
membedakannya dengan kedua jenis pelimpahan wewenang lainnya, yaitu
hanya dapat dilakukan jika dalam keadaan mendesak dan tidak
menyangkut materi yang bersifat kebijakan.211 Baik wewenang yang
diperoleh berdasarkan atribusi maupun berdasarkan pelimpahan sama-
sama harus terlebih dahulu dipastikan bahwa yang melimpahkan benar
memiliki wewenang tersebut dan wewenang itu benar ada berdasarkan
konstitusi (Undang-Undang Dasar) atau peraturan perundang-undangan.
Adapun kewenangan ini dalam Pasal 2 ayat (1), Pasal 2 ayat (2)
dan Pasal 3 Peraturan Presiden nomor 60 tahun 2012 tentang Wakil
Menteri, diantaranya :
i. Melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh Menteri; dan
ii. Dalam hal tertentu, Wakil Menteri melaksanakan tugas khusus
yang diberikan langsung oleh Presiden atau melalui Menteri.
3.1.2 Problematika Kewenangan Wakil Menteri
Dalam menjalankan kewenangannya, Wakil Menteri tentunya terdapat
beberapa problematika kewenangan yang akan dihadapi, baik menurut tataran
normatif peraturan-perundang undangan yang mengatur mengenai kewenangan
Wakil Menteri yang tidak secara khusus diberikan oleh peraturan perundang-
undangan, maupun secara teknis yang berlaku dilapangan berkenaan dengan
pelaksanaan tugas Wakil Menteri sehari-hari. Dalam tataran normatif tentu
terdapat beberapa kewenangan yang diberikan kepada Wakil Menteri juga
210 Wewenang ini tetap merupakan mandate, dikarenakan tanggung jawab tetap berada pada pejabat yang memberikan kewenangan. Mustamin DG. Matutu dkk, Op cit, Hal. 39 211 Kebijakan dari rumusan Van Kreveld sebagaimana dijelaskan dalam bukunya Abdul Latif, bukan merupakan peraturan perundag-undangan. Abdul Latif, Lock cit, Hal. 87
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
128
Universitas Indonesia
menjadi kewenangan yang diberikan Sekretariat Jenderal atau Sekretariat
Kementerian, untuk itu menimbulkan konflik kewenangan212 yang dapat merusak
sinergitas antar struktur kelembagaan yang ada di Kemneterian Negara. Selain itu
dalam tataran implementatif juga dapat menimbulkan kecemburuan, mengingat
tugas dan fungsi yang diberikan hampir bersinggungan, hanya saja cara
pertanggung jawabannya terdapat perbedaan.
Untuk dapat melihat beberapa kewenangan Wakil Menteri yang juga
diberikan kepada Sekretariat Jenderal atau Sekretariat Kementerian, kiranya perlu
melihat secara yuridis melihat beberapa kewenangan yang diberikan oleh
peraturan perundang-undangan kepada Sekretariat Jenderal atau Sekretariat
Kementerian, yakni yang diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009
tentang Pembentukan Organisasi Kementerian Negara, yaitu :
a. Kewenangan Sekretariat Jenderal
“Pasal 30 Sekretariat Jenderal mempunyai tugas melaksanakan koordinasi pelaksanaan tugas, pembinaan dan pemberian dukungan administrasi kepada seluruh unit organisasi di lingkungan Kementerian.
Pasal 31 Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30, Sekretariat Jenderal menyelenggarakan fungsi:
a. koordinasi kegiatan Kementerian; b. koordinasi dan penyusunan rencana dan program Kementerian; c. pembinaan dan pemberian dukungan administrasi yang
meliputi ketatausahaan, kepegawaian, keuangan, kerumahtanggaan, arsip dan dokumentasi Kementerian;
d. pembinaan dan penyelenggaraan organisasi dan tata laksana, kerja sama, dan hubungan masyarakat;
e. koordinasi dan penyusunan peraturan perundang-undangan danbantuan hukum;
f. penyelenggaraan pengelolaan barang milik/kekayaan negara; dan g. pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Menteri.”
212 Sengketa atau konflik kewenangan dapat terjadi antar lembaga atau aparatur Negara yang memiliki kewenangan yang hampir sama yang tidak terdapat batas-batas yang jelas mengenai kewenangan yang dimilikinya. Konflik kewenangan juga dapat terjadi apabila terdapat lembaga atau pejabat yang bersikeras mendapatkan kewenangan dari lembaga atau pejabat lainnya. Untuk mengenai sengketa kewenangan inidapat dibaca Taufiqurrahman Syahuri, Tafsir Konstitusi berbagai Aspek Hukum, (Jakarta : Prenada Media Group, 2011), Hal. 113-114
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
129
Universitas Indonesia
b. Kewenangan Sekretariat Kementerian
“Pasal 54 Sekretariat Kementerian mempunyai tugas melaksanakan koordinasi pelaksanaan tugas, pembinaan dan pemberian dukungan administrasi kepada seluruh unit organisasi di lingkungan Kementerian.
Pasal 55 Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54, Sekretariat Kementerian menyelenggarakan fungsi:
a. koordinasi kegiatan Kementerian; b. koordinasi dan penyusunan rencana dan program Kementerian; c. pembinaan dan pemberian dukungan administrasi yang meliputi
ketatausahaan, kepegawaian, keuangan, kerumahtanggaan, arsip dan dokumentasi Kementerian;
d. pembinaan dan penyelenggaraan organisasi dan tata laksana, kerja sama, dan hubungan masyarakat;
e. koordinasi dan penyusunan peraturan perundang-undangan dan bantuan hukum;
f. penyelenggaraan pengelolaan barang milik/kekayaan negara; dan g. pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Menteri.”
Selanjutnya mengenai tugas dan wewenang Wakil Menteri setelah adanya
Putusan Mahkamah Konstitusi nomor 79/PUU-IX/2011, yang diatur dalam Pasal
2 ayat (1), Pasal 2 ayat (2) dan Pasal 3 Peraturan Presiden nomor 60 tahun 2012
tentang Wakil Menteri diantaranya :
Pasal 2
“(1) Wakil Menteri mempunyai tugas membantu Menteri dalam memimpin pelaksanaan tugas Kementerian”
(2) Ruang lingkup bidang tugas Wakil Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi :
a. Membantu Menteri dalam perumusan dan/atau pelaksanaan kebijakan kementerian; dan
b. Membantu Menteri dalam mengordinasikan pencapaian kebijakan strategis lintas unit organisasi eselon I dilingkungan Kementerian.
Pasal 3
Rincian tugas sebagaimana dimaksud Pasal 2 meliputi : a. Membantu Menteri dalam proses pengambilan
Keputusan Kementerian; b. Membantu Menteri dalam menjalankan program kerja
dan kontrak kinerja; c. Memberikan rekomendasi dan pertimbangan kepada
Menteri berkaitan dengan pelaksanaan tugas dan fungsi Kementeriaan;
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
130
Universitas Indonesia
d. Melaksanakan pengendalian dan pemantauan pelaksanaan tugas dan fungsi Kementerian;
e. Membantu Menteri dalam penilaian dan penetapan pengisian jabatan dilingkungan Kementerian;
f. Melaksanakan pengendalian dan reformasi birokrasi dilingkungan Kementerian;
g. Mewakili Menteri dalam acara tertentu dan/atau memimpin rapat sesuai dengan Penugasan Menteri;
h. Melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh Menteri; dan
i. Dalam hal tertentu, Wakil Menteri melaksanakan tugas khusus yang diberikan langsung oleh Presiden atau melalui Menteri.”
Apabila dikaji secara seksama, maka terdapat beberapa kewenangan yang
terdapat pada Wakil Menteri yang juga menjadi kewenangan Sekretariat Jenderal
atau Sekretariat Kementerian, untuk itu kiranya dimungkinkan terjadinya konflik
kewenangan antara Wakil Menteri dengan Sekretariat Jenderal atau Sekretariat
Kementerian. Selain itu dalam tataran praktis menimbulkan kecembuaruan,
mengingat Wakil Menteri merupakan lembaga yang bersifat baru yang dibentuk
langsung oleh Presiden, akan tetapi memiliki kewenangan yang sama atau lebih
besar dari Sekretariat Jenderal atau Sekretariat Kementerian. Untuk itu hal ini
yang akan menimbulkan persoalan dikemudian hari, mengingat peran dan fungsi
Wakil Menteri sebelumnya memang telah dilaksanakan oleh Sekretariat Jenderal
atau Sekretariat Kementerian, akan tetapi dengan adanya lembaga baru yang
dibentuk oleh Presiden kewenangan itu diberikan kepada Wakil Menteri.213
Dengan demikian apabila terjadi konflik kewenangan atau sengketa
kewenangan antara Wakil Menteri dengan Sekretariat Jenderal atau Sekretariat
Kementerian, maka terdapat beberapa cara yang dapat ditempuh untuk
meminimalisir kemungkinan sengketa kewenangan antar Wakil Menteri dengan
213 Meskipun demikian sampai saat ini belum penulis temukan dalam tataran praktek mengenai wewenang Wakil Menteri untuk mengeluarkan produk hukum, akan tetapi apabila secretariat Jenderal/Kementerian banyak bertebaran produk-produk hukum yang bertebaran. Hal ini tentunya menimbulkan persoalan tersendiri mengenai kedudukan Wakil Menteri apabila dalam tugasnya mengeluarkan produk hukum. Kalau Menteri jelas kedudukannya adalah dapat mengatur, dan baik dalam UU nomor 10 tahun 2004 maupun UU nomor 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan posisi Peraturan Menteri termasuk dalam hierarki norma hukum. Jimly Asshiddiqie, Hukum Tata Negara dan Pilar-Pilar Demokrasi, Serpihan Pemikiran Hukum, Media dan HAM, (Jakarta : Konpress, 2006), hal.119-121
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
131
Universitas Indonesia
Sekretariat Jenderal atau Sekretariat Kementerian. Untuk menyiasatinya adalah
dengan mengadakan rapat dan koordinasi pembagian kewenangan antar Wakil
Menteri dan Sekretariat Jenderal atau Sekretariat Kementerian, dengan demikian
terjadi kesinambungan kewenangan secara sinergis akan mampu mengatasi hal-
hal yang tidak diinginkan sebagaimana diungkapkan sebelumnya. Sedangkan cara
lain dapat ditempuh melalui meminta saran dan petunjuk dari Menteri mengenai
pembagian ruang lingkup tugas, fungsi dan wewenang, sehingga tercipta
harmonisasi214 kewenangan dalam struktur organisasi Kementerian Negara.
3.2 Struktur Organisasi Kementerian Negara
Struktur organisasi memiliki posisi dan peranan yang sangat penting
dalam organisasi maupun jabatan publik manapun. Untuk itu struktur organisasi
harusnya dibentuk dengan sedemikian rupa sehingga sesuai dengan kewenangan
dan tingkat jabatan yang dimiliki oleh setiap organisasi jabatan struktural
organisasi.215 Secara umum strukturorganisasi mendefinisikan cara tugas
pekerjaan dibagi, dikelompokkan, dandikoordinasikan secara formal. Dengan
demikian maka cirri-ciri dalam organisasi adalah :216
a. Adanya suatu kelompok orang yang dapat dikenal dan saling mengenal.
b. Adanya kegiatan yang berbeda-beda, tetapi satu sama lain saling berkaitan
yang merupakan kesatuan kegiatan.
c. Tiap-tiap orang memberikan sumbangan atau kontribusinya berupa
pemikiran, tenaga, dan lain-lain.
d. Adanya kewenangan, koordinasi dan pengawasan.
e. Adanya tujuan yang ingin dicapai.
214 Harmonisasi adalah adanya keseimbangan, keselarasan dan keserasian antar hukum yang satu dengan yang lainnya. Sunaryati Hartono, Politik Hukum Menuju Sistem Hukum Nasional, (Bandung : Alumni, 1991), Hal. 30 215 Hendrawan dkk, Anvanced Strategic Management Back to Basic Approach, (Jakarta : Gramedia Pustaka Utama, 2005), Hal. 69 216 Direktorat Tenaga Kependidikan Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik Dan Tenaga Kependidikan Departemen Pendidikan Nasional, Pengorganisasian Sekolah. Materi Diklat Calon Kepala Sekolah/Kepala Sekolah. Jakarta Tahun 2008.
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
132
Universitas Indonesia
Sebagai bentuk organisasi akan mempunyai unsur-unsur tertentu, yang antara lain
sebagai berikut :217
a. Sebagai wadah atau tempat untuk bekerja sama.
b. Proses kerja sama sedikitnya antara dua orang.
c. Jelas tugas dan kedudukannya masing-masing.
d. Ada tujuan tertentu.
Struktur organisasi juga dapat di definisikansuatu keputusan yang diambil
oleh organisasi itu sendiri berdasakansituasi, kondisi dan kebutuhan organisasi.
Struktur suatu organisasimenggambarkan bagaimana organisasi itu mengatur
dirinya sendiri, bagaimanamengatur hubungan antar orang dan antar kelompok.
Struktur suatu organisasi adakaitannya dengan tujuan, sebab struktur organisasi
itu adalah cara organisasiitu mengatur dirinya untuk bisa mencapai tujuan yang
ingin dicapainya. Sedangkan secara khusus struktur organisasi adalah susunan
komponen-komponen (unit-unit kerja) dalam organisasi. Struktur organisasi
menunjukkan adanya pembagian kerja dan meninjukkan bagaimana fungsi-fungsi
atau kegiatan-kegiatan yang berbeda-beda tersebut diintegrasikan (koordinasi).
Selain daripada itu struktur organisasi juga menunjukkan spesialisasi-spesialisasi
pekerjaan, saluran perintah dan penyampaian laporan. Ada enam elemen yang
perlu diperhatikan oleh para manajer ketika akan mendesain struktur organisasi.
Ke-enam elemen tersebut meliputi :218
a. Spesialisasi Pekerjaan adalah sejauh mana tugas-tugas dalam organisasi
dibagi-bagi ke dalam beberapa pekerjaan tersendiri.
b. Departementalisasi adalah dasar yang dipakai untuk mengelompokkan
pekerjaan secara bersama-sama
c. Rantai komando adalah garis wewenang yang tanpa putus yang
membentang dari puncak organisasi ke unit terbawah dan menjelaskan
siapa yang bertanggung jawab kepada siapa. Wewenang sendiri
merupakan hak yang melekat dalam sebuah posisi manajerial untuk
217Ibid 218 Penjelasan lebih lanjut dan cukup menarik mengenai elemen-elemen organisasi dalam buku Robbins dan Judge, Perilaku Organisasi, (Jakarta : Salemba Empat, 2007), Hal 61
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
133
Universitas Indonesia
memberikan perintah dan untuk berharap bahwa perintahnya tersebut
dipatuhi
d. Rentang Kendali adalah jumlah bawahan yang dapat diarahkan oleh
seorang manajer secara efisien dan efektif
e. Sentralisasi - Desentralisasi. Sentralisasi adalah sejauh mana tingkat
pengambilan keputusan terkonsentrasi pada satu titik di dalam organisasi
f. Formalisasi adalah sejauh mana pekerjaan pekerjaan di dalam organisasi
dilakukan.
Sementara Ivancevich mengungkapkan 4 komponen sebagai pembentuk
struktur organisasi meliputi :219
a. Pembagian kerja, menyangkut kadar dari spesialisasi pekerjaan. Para
manager membagi seluruh tugas organisasi menjadi pekerjaan-pekerjaan
khusus yang tersusun dari aktivitas-aktivitas khusus. Contoh : Seorang
Account Representative pada Kantor Pajak yang memiliki pekerjaan
khusus seperti pengawasan kepatuhan kewajiban perpajakan,
melaksanakan bimbingan dan melaksanakan himbauan kepada Wajib
Pajak (WP).Pendelegasian Kewenangan. Proses pembagian kewenangan
dari atas ke bawah dalam organisasi.
b. Pendelegasian kewenangan (delegation of authority) mengacu secara
khusus pada kewenangan pengambilan keputusan, bukan melakukan
pekerjaan. Pendelegasian kewenangan memiliki efek positif pada
pengembangan manager professional, dan membawa iklim persaingan
dalam organisasi.
c. Pembagian Departemen. Cara organisasi dibagi secara structural.
Pembagian departemen ini dapat dikelompokkan menjadi pembagian
departemen berdasarkan fungsinya (functional departementalization),
berdasarkan wilayah (geographic departementalization), berdasarkan
produk (product departementalization), berdasarkan pelanggan (customer
departementalization).
219 Sedikit berbeda dengan Robbin, lebih menekankan pada praktek yang terjadi secara sosiologis di lapangan. Baca Ivancevich, dkk, Perilaku dan Manajemen Organisasi, (Jakarta : Erlangga, 2008), Hal 21
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
134
Universitas Indonesia
d. Rentang Kendali adalah jumlah bawahan yang melapor kepada atasan.
rentang ini merupakan satu faktor yang mempengaruhi bentuk dan tinggi
suatu struktur organisasi.
Dengan adanya organisasi diharapkan mampu memberikan mekanisme
kerja yang efektif antar organisasi dalam suatu lembaga. Untuk itu pertimbangan
untuk membuat struktur organisasi yang baik merupakan pilihan awal untuk
membentuk organisasi yang akan bekerja secara maksimal guna mencapai tujuan
organisasi.220 Terdapat berbagai macam ciri-ciri organisasi secara umum,
diantanya:221
a. Lembaga social yang terdiri atas kumpulan orang dengan berbagai
pola interaksi yang ditetapkan.
b. Dikembangkan untuk mencapai tujuan
c. Secara sadar dikoordinasi dan dengan sengaja disusun
d. Instrumen social yang mempunyai batasan yang secara relatif dapat
diidentifikasi.
Apabila dikaitkan dengan struktur organisasi Kementerian Negara terdapat
pergeseran struktur organisasi Kementerian Negara, terutama pasca disahkannya
Undang-Undang nomor 39 tahun 2008 tentang Kementerian Negara yang
diundangkan pada tanggal 6 November 2008. Pergeseran itu adalah dengan
dibentuknya lembaga Wakil Menteri yang merupakan lembaga yang dibentuk
oleh Presiden dalam hal terdapat beban kerja yang membutuhkan penanganan
secara khusus, Presiden dapat mengangkat Wakil Menteri pada Kementerian
tertentu. Tujuan dari pengangkatan Wakil Menteri adalah untuk membantu tugas
Menteri dan tentunya reformasi birokrasi222 ditingkatan kementerian. Dengan
220 A. Qodri Azizy, Change Management dalam Reformasi Birokrasi, (Jakarta : Gramedia Pustaka Utama, 2007), Hal. 113 221 Mengenai hal-hal lain mengenai macam-macam organisasi, unsur organisasi dan proses terjadinya organisasi secara mendetail diceritakan dalam buku Mangunhardjana, Pendampingan Kamum Muda, Sebuah Pengantar, (Yogyakarta : Kanisius, 1986), Hal. 62-65 222 Reformasi birokrasi sangat erat kaitannya dengan debirokratisasi, dalam reformasi birokrasi diperlukan kepercayaan publik terhadap pemerintah, sehingga pemerintah harus mampu menjaankan tugasnya dengan sebaik-baiknya. Jangkauan mengenai Debirokratisasi dalam proses reformasi administrasi menjangkau beberapa unsur yang dijelaskan oleh L. Misbah Hidayat, Reformasi Administrasi, Kajian Komparatif Pemerintahan Tiga Presiden, Bacharuddin Jusuf Habibie, Abdurahman Wahid, Megawati Soekarnoputri, (Jakarta : Gramedia Pustaka Utama, 2007), Hal. 8-9
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
135
Universitas Indonesia
adanya pengangkatan Wakil Menteri oleh Presiden, maka secara langsung
berpengaruh terhadap struktur dan tatanan organisasi pada Kementerian Negara,
yang semula tidak terdapat jabatan Wakil Menteri, dengan Undang-Undang
nomor 39 tahun 2008 tentang Kementerian Negara struktur organisasi pada
Kemneterian Negara secara otomatis bertambah dengan hadirnya Wakil Menteri.
3.2.1 Struktur Organisasi Kementerian Negara menurut Peraturan
Perundang-Undangan
Latar belakang adanya struktur oragnisasi Kementerian Negara adalah
melalui Pasal 4 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945 menegaskan bahwa Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan
pemerintahan menurut Undang-Undang Dasar.223 Dalam menjalankan
kekuasaan pemerintahan, Presiden dibantu oleh menteri-menteri negara yang
diangkat dan diberhentikan oleh Presiden. Menteri-menteri negara tersebut
membidangi urusan tertentu dalam pemerintahan yang pembentukan,
pengubahan, dan pembubaran kementeriannya diatur dalam undang-undang
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945. Pasal 17 ini menegaskan bahwa kekuasaan
Presiden tidak tak terbatas karenanya dikehendaki setiap pembentukan,
pengubahan, dan pembubaran kementerian negara haruslah berdasarkan
undang-undang. Sebagaimana Pasal 17 ayat (1), ayat (2), ayat (3) dan ayat (4)
Undang-Undang Negara Republik Indonesia Tahun Dasar 1945, yang berbunyi :
Pasal 17
(5). Presiden dibantu oleh menteri-menteri Negara (6). Menteri-menteri itu diangkat dan diberhentikan oleh Presiden (7). Setiap menteri membidangi urusan tertentu dalam pemerintahan (8). Pembentukan, pengubahan, dan pembubaran kementerian Negara
diatur dalam undang-undang
223 Hal ini sesuai dengan konsep pemerintahan Presidensial yang dianut oleh Indonesia pasca amandemen Undang-Undang Dasar 1945, sehingga Presiden memegang kekuasaan Pemerintahan menurut Undang-Undang Dasar. Saldi Isra, Pergeseran Fungsi Legislasi, menguatnya model legislasi Parlementer dalam system Presidential Indonesia, (Jakarta : Rajawali Pers, 2010), hal. 31-32
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
136
Universitas Indonesia
Sedangkan untuk mengetahui susunan organisasi pada Kemneterian
Negara diatur dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian
Negara.Mengenai susunan organisasi kementerian di pertegas dengan Pasal 9
Ayat (1), Ayat (2) dan ayat (3) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang
Kementerian Negara, yang menyatakan :224
Pasal 9
(5). Susunan organisasi Kementerian yang menangani urusan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat terdiri atas unsur: g. pemimpin, yaitu Menteri; h. pembantu pemimpin, yaitu sekretariat jenderal; i. pelaksana tugas pokok, yaitu direktorat jenderal; j. pengawas, yaitu inspektorat jenderal; k. pendukung, yaitu badan dan/atau pusat; dan l. pelaksana tugas pokok di daerah dan/atau perwakilan luar negeri
sesuai dengan peraturan perundang-undangan. (6). Susunan organisasi Kementerian yang melaksanakan urusan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) terdiri atas unsur: f. pemimpin, yaitu Menteri; g. pembantu pemimpin, yaitu sekretariat jenderal; h. pelaksana, yaitu direktorat jenderal; i. pengawas, yaitu inspektorat jenderal; dan j. pendukung, yaitu badan dan/atau pusat.
(7). Kementerian yang menangani urusan agama, hukum, keuangan, dan keamanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) juga memiliki unsur pelaksana tugas pokok di daerah.
(8). Susunan organisasi Kementerian yang melaksanakan urusan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (3) terdiri atas unsur: e. pemimpin, yaitu Menteri; f. pembantu pemimpin, yaitu sekretariat Kementerian; g. pelaksana, yaitu deputi; dan h. pengawas, yaitu inspektorat.
Selain Pasal 9 Ayat (1), Ayat (2) dan ayat (3) Undang-Undang Nomor 39
Tahun 2008 tentang Kementerian Negara yang mengatur mengenai susunan
organisasi Kementerian Negara, terdapat pula Peraturan Presiden nomor 47 Tahun
2009 tentang Pembentukan Organisasi Kementerian Negara yang juga mengatur
dan mempertegas mengenai susunan organisasi pada Kementerian Negara secara
rinci sesuai dengan tugas dan kewenangan masing-masing. Adapun pasal-pasal
224 Melalui Pasal 9 Ayat (1), Ayat (2) dan ayat (3) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara jelas bahwa pembantu pimpinan (dalam hal ini Pimpinan adalah Menteri) adalah Sekretariat Kementerian atau Sekretariat Jenderal. Sehingga dapat disimpulkan bahwa Sekretariat Kementerian atau Sekretariat Jenderal adalah pembantu Menteri.
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
137
Universitas Indonesia
yang mengatur mengenai struktur organisasi pada Kementerian Negara adalah
Pasal 8, Pasal 27 ayat (1), ayat (2), ayat (3) dan ayat (4) serta Pasal 51 Peraturan
Presiden nomor 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan Organisasi Kementerian
Negara, yang berbunyi :
Pasal 8
Susunan organisasi Kementerian Koordinator yang menyelenggarakan fungsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 terdiri atas unsur :
a. pemimpin, yaitu Menteri Koordinator; b. pembantu pemimpin, yaitu sekretariat kementerian
koordinator; c. pelaksana, yaitu deputi kementerian koordinator; dan d. pengawas, yaitu inspektorat.
Pasal 27 (1). Susunan organisasi Kementerian yang menyelenggarakan
fungsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1) terdiri atas unsur : a. pemimpin, yaitu Menteri; b. pembantu pemimpin, yaitu sekretariat jenderal; c. pelaksana, yaitu direktorat jenderal; d. pengawas, yaitu inspektorat jenderal; e. pendukung, yaitu badan dan/atau pusat; dan f. pelaksana tugas pokok di daerah dan/atau perwakilan luar
negeri sesuai dengan peraturan perundang-undangan. (2). Susunan organisasi Kementerian yang menyelenggarakan
fungsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (2) terdiri atas unsur : a. pemimpin, yaitu Menteri; b. pembantu pemimpin, yaitu sekretariat jenderal; c. pelaksana, yaitu direktorat jenderal; d. pengawas, yaitu inspektorat jenderal; dan e. pendukung, yaitu badan dan/atau pusat.
(3). Kementerian Agama, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, dan Kementerian Keuangan, selain memiliki unsur sebagaimana dimaksud pada ayat (2), juga memiliki unsur pelaksana tugas pokok di daerah.
Pasal 51
Susunan organisasi Kementerian yang menyelenggarakan fungsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 terdiri atas unsur:
a. pemimpin, yaitu Menteri;
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
138
Universitas Indonesia
b. pembantu pemimpin, yaitu sekretariat kementerian; c. pelaksana, yaitu deputi kementerian; dan d. pengawas, yaitu inspektorat kementerian.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa dalam struktur organisasi
Kementerian Negara sebagaimana diatur dalam Pasal 9 Ayat (1), Ayat (2) dan
ayat (3) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara
juncto Pasal 8, Pasal 27 ayat (1), ayat (2), ayat (3) dan ayat (4) serta Pasal 51
Peraturan Presiden nomor 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan Organisasi
Kementerian Negara, terdapat beberapa struktur yang mencerminkan fungsi dan
kewenangan dari masing-masing Kementerian, untuk itu kemudian
dikelompokkan dalam struktur organisasi yang berupa Pemimpin, Pembantu
Pemimpin, Pelaksana, Pengawas, dan bahkan juga terdapat Pendukung serta juga
terdapat pelaksana tugas pokok di daerah dan/atau perwakilan luar negeri
sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Struktur organisasi Kemneterian
Negara juga selain terdapat beberapa organ seperti Pemimpin, Pembantu
Pemimpin, Pelaksana, Pengawas, dan bahkan juga terdapat Pendukung serta juga
terdapat pelaksana tugas pokok di daerah dan/atau perwakilan luar negeri
sesuai dengan peraturan perundang-undangan, sebagaimana tersebut diatas.
Menteri dalam menjalankan tugasnya juga dapat mengangkat staff ahli
yang sesuai dengan bidang dan spesialisasi sesuai dengan masalah dan
penanganan pada Kementerian tertentu, sehingga dapat membantu tugas dan
fungsi Menteri dalam menjalankan tugas dan fungsinya sebagai Menteri.Staf ahli
memiliki tugas dan fungsi memberikan masukan dan pertimbangan kepada
Menteri dalam menjalankan tugasnya sesuai dengan bidang yang ditangani. Staf
ahli berada dan bertanggung jawab kepada Menteri dalam menjalankan tugas dan
fungsinya. Untuk itu penulis dapat menggambarkan struktur organisasi pada
Kementerian sesuai dengan bunyi dan penjelasan Pasal 9 Ayat (1), Ayat (2) dan
ayat (3) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara
juncto Pasal 8, Pasal 27 ayat (1), ayat (2), ayat (3) dan ayat (4) serta Pasal 51
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
139
Universitas Indonesia
Peraturan Presiden nomor 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan Organisasi
Kementerian Negara sebagai berikut :225
Tabel 3.1 Struktur Organisasi Kementerian Negara Berdasar Pada UU 39 Tahun 2008
Berdasarkan Pasal 22, Pasal 46 dan Pasal 65 Peraturan Presiden nomor 47
Tahun 2009 tentang Pembentukan Organisasi Kementerian Negara, jabatan staf
ahli merupakan satu kesatuan dalam susunan organisasi kementerian Negara,
dengan demikian staf ahli masuk kedalam struktur organisasi pada Kementerian
Negara. selain itu juga Staf Ahli berada dan bertanggung jawab kepada Menteri,
hal ini yang menyebabkan posisi staf ahli langsung berada dibawah jabatan
Menteri, karena hubungan kerjanya hanya kepada Menteri. Staf ahli memiliki
tugas memberikan telaahan kepada Menteri dalam lingkungan Kementerian yang
bersangkutan mengenai hal tertentu sesuai dengan keahlian dan bidangnya, baik
diminta maupun tidak diminta oleh Menteri.
225 Bagan ini diformulasikan dari berbagai macam peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai struktu organisasi Kementerian Negara, utamanya dalam Pasal 9 Ayat (1), Ayat (2) dan ayat (3) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara juncto Pasal 8, Pasal 27 ayat (1), ayat (2), ayat (3) dan ayat (4) serta Pasal 51 Peraturan Presiden nomor 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan Organisasi Kementerian Negara
PEMIMPIN
PEMBANTU PEMIMPIN PENGAWAS
STAF AHLI
PELAKSANA PELAKSANA PELAKSANA PELAKSANA
PENDUKUNG PENDUKUNG
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
140
Universitas Indonesia
3.2.2 Struktur Organisasi Kementerian Negara berdasarkan di Lapangan
Pada subbab sebelumnya, sebagaimana telah diurai diatas yang mencoba
memberikan gambaran mengenai struktur organisasi yang ada dalam kementerian
Negara. Pada subbab ini penulis akan mencoba melihat beberapa Kementerian
Negara tentang struktur organisasinya, apakah terdapat kesamaan dengan struktur
organisasi sebagaimana diatur dalam Pasal 9 Ayat (1), Ayat (2) dan ayat (3)
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara juncto Pasal
8, Pasal 27 ayat (1), ayat (2), ayat (3) dan ayat (4) serta Pasal 51 Peraturan
Presiden nomor 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan Organisasi Kementerian
Negara, atau justeru terdapat perbedaan dengan struktur yang telah penulis
gambarkan pada subbab sebelumnya.
Pada tataran praktek dilapangan terdapat berbagai macam model dan tipe
mengenai struktur organisasi pada Kementerian Negara, untuk dapat mengulas
lebih lanjut, kita dapat melihat model-model struktur organisasi yang ada pada
Kementerian Negara, diantaranya :226
1. Model Pertama
Pada model pertama ini, terdapat perbedaan yang sangat mencolok
dengan bagan yang sebagaimana telah diuraikan sebelumnya, dimana
pada model dan bentuk struktur organisasi Kementerian yang pertama
ini terdapat jabatan Wakil Menteri dibawah Menteri sebagai Pemimpin
pada Kementerian tertentu. Setelah itu baru terdapat Pembantu
Pemimpin yakni secretariat Kementerian yang membawahi beberapa
biro, setelah itu baru Staf Ahli, berikutnya Pengawas dan dilanjutkan
dengan adanya unsur Pelaksana. Pada model yang pertama ini dapat
dilihat melalui gambar struktur organisasi berikut :227
226 Model-model yang dijadikan contoh dalam memberikan perbandingan mengenai struktur organisasi yang diperagakan, diambil dari berbagai macam sumber, ada yang melalui internet, secretariat Kementerian yang bersangktan, ada pula yang diambil melalui buku-buku yang berkaitan dengan struktur organisasai Kementerian. 227 Struktur organisasi diatas diambil dari website Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Republik Indonesia, http://www.menpan.go.id/, pada tanggal 15 Desember 2012
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
141
Universitas Indonesia
Tabel 3.2 Struktur Organisasi Model Pertama
2. Model Kedua
Pada model yang kedua ini, hampir sama dengan model sebelumnya,
yakni struktur teratas yakni Pemimpin yakni adalah Menteri, pada
tingkatan berikutnya terdapat 2 (dua) Wakil Menteri228 sedangkan
posisi berikutnya disejajarkan adalah unsur Pembantu Menteri oleh
Sekretariat Jenderal, Pengawas oleh Inspektorat Jenderal dan Staf
Khusus. Sedangkan unsur berikutnya adalah unsur pelaksana dan
pendukung. Untuk lebih lengkapnya dapat dilihat struktur berikut :229
228 Sebagaimana berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 65
M/Tahun 2012 tentang Perubahan atas Keputusan Presiden nomor 111/M Tahun 2009, Keputusan Presiden nomor 3/P Tahun 2010, Keputusan Presiden nomor 57/P tahun 2010, dan Keputusan Presiden nomor 159/M tahun 2011.
229 Struktur organisasi model kedua ini diambil dari website http://www.depkeu.go.id/, pada tanggal 15 Desember 2012
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
142
Universitas Indonesia
Tabel 3.3 Struktur Organisasi Model Kedua
3. Model Ketiga
Pada model yang ketiga ini sebenarnya hampir sama dengan model
pertama dan kedua, hanya saja pada model ini Menteri sebagai
pemimpin, selanjutnya terdapat staf ahli langsung berhubungan kepada
Menteri, sedangkan dibawah Menteri terdapat Wakil Menteri seperti
pada model pertama dan kedua, berikutnya adalah unsur Pembantu
Pemimpin yakni secretariat Jenderal, unsur Pengawas yakni
inspektorat dan yang terakhir adalah unsur Pelaksana dan pendukung
teknis Kementerian, seperti gambar berikut :230
230 Model struktur organisasi model ketiga, diambil dari website dan melihat langsung Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, http://www.budpar.go.id/, pada tanggal 15 Desember 2012
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
143
Universitas Indonesia
Tabel 3.4 Struktur Organisasi Model Ketiga
4. Model Keempat
Pada model ini hampir sama dengan model ketiga, perbedaannya
hanya terletak di posisi Wakil Menteri yang tidak langsung berada
dibawah Menteri. Dengan demikian terdapat perbedaan yang sangat
signifikan terhadap model-model sebelumnya, yakni model 1, model 2
dan model 3. Tampak seperti gambar berikut :231
Tabel 3.5
Struktur Organisasi Model Keempat
231 Model keempat diambil dari website http://www.dephub.go.id/, Pada tanggal 15 Desember 2012
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
144
Universitas Indonesia
5. Model Kelima
Sedangkan pada model ini sedikit berbeda dengan model-model
sebelumnya, dimana dalam struktur organisasi ini terdapat secretariat
Jenderal Dewan Energi Nasional, yang posisinya diatas Wakil Menteri.
Seperti gambar berikut :232
Tabel 3.6 Struktur Organisasi Model Kelima
6. Model Keenam
Pada model ini hampir sama dengan model 1, model 2 dan model 3,
hanya saja dalam model ini unsur pengawas yakni inspektorat Jenderal
terdapat sekretariatnya dan terdiri dari 4 (empat) inspektur, yakni
inspektur wilayah I, wilayah II, wilayah III, wilayah IV dan inspektur
khusus, serta terdapat secretariat yang terdapat biro-biro yang
membidangi masalah tertentu. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dalam
struktur pada gambar berikut ini :233
232 Model kelima diambil dari website dan laporan tahunan Kementerian esdm, http://www.esdm.go.id/, diakses pada tanggal 15 Desember 2012 233 Pada model ketujuh ini, yakni Kementerian Pekerjaan Umum diakses melalui website http://www.pu.go.id/, pada tanggal 15 Desember 2012
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
145
Universitas Indonesia
Tabel 3.7
Struktur Organisasi Model Keenam
7. Model Ketujuh
Sedangkan model ini juga tergolong unik, hal itu dikarenakan Wakil
Menteri membawahi Lembaga Sensor Film dan Staf ahli dilingkungan
Kementerian. Selain itu staf ahli pada Menteri juga merupakan bagian
dari Menteri. Pada perbagai macam pelaksana, pembantu, pengawas,
juga terdapat struktur yang tidak ada pada struktur organisasi sebelum-
sebelumnya. Hal ini diakibatkan oleh banyaknya cabang-cabang
Kementerian ini dan juga banyaknya daerah jangkauan serta jenjang
pendidikan yang menjadi kewenangan Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan ini. Tidak hanya itu, kebudayaan juga menjadi urusan dan
kewenangan yang diserahkan kepada Kementerian ini. Untuk itu
uniknya disitu, yakni berbeda dengan model-model yang diuraikan
sebelumnya. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dalam gambar pada
struktur organisasi berikut ini :234
234 Pada model Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan diakses melalui website http://www.kemdiknas.go.id/, pada tanggal 15 Desember 2012
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
146
Universitas Indonesia
Tabel 3.8
Struktur Organisasi Model Ketujuh
8. Model Kedelapan
Model berikutnya adalah model yang sangat-sangat jauh dari model-
model sebelumnya, dimana struktur organisasi pada kementerian ini
sangat terkomando oleh seorang Menteri, dan dalam struktur ini tidak
mencantumkan kedudukan Wakil Menteri sebagaimana struktur
organisasi sebelumnya.Uniknya dalam struktur organisasi Kementerian
ini memasukkan Staf khusus Menteri dalam struktur organisasi. Seperti
gambar berikut :235
Tabel 3.9
Struktur Organisasi Model Kedelapan
235 Model inimerupakan model Kementerian Agama, diakses melalui website http://www.kemenag.go.id/, Pada tanggal 15 Desember 2012
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
147
Universitas Indonesia
9. Model Kesembilan
Model ini merupakan model yang terakhir, perbedaan model ini
dengan model-model yang sebelumnya adalah tidak dicantumkan dan
diikutkannya jabatan Wakil Menteri dalam struktur organisasi
Kementerian Negara. Namun sebelumnya sepengetahuan penulis
dalam website kementerian yang bersangkutan pernah dicantumkan
jabatan Wakil Menteri dalam struktur organisasi, namun pada saat
terakhir ini pada saat penulis akses sudah tidak lagi mencantumkan
jabatan Wakil Menteri dalam struktur organisasi Kementerian Negara.
Untuk memahami lebih lanjut, dapat melihat struktur organisasi
berikut:236
Tabel 3.10
Struktur Organisasi Model Kesembilan
Demikianlah model-model struktur organisasi pada Kementerian Negara
seperti diuraikan diatas, tentunya terdapat perbedaan diantara struktur organisasi
yang ada, namun yang menarik adalah posisi Wakil Menteri yang dalam struktur
organisasi tidak diatur mengenai Kedudukan Wakil Menteri, sebagaimana diatur
dalam Pasal 9 Ayat (1), Ayat (2) dan ayat (3) Undang-Undang Nomor 39 Tahun
2008 tentang Kementerian Negara juncto Pasal 8, Pasal 27 ayat (1), ayat (2), ayat
(3) dan ayat (4) serta Pasal 51 Peraturan Presiden nomor 47 Tahun 2009 tentang
236 Struktur organisasi ini diambil dari website http://www.depkumham.go.id/pada tanggal 15 Desember 2012, dan melakukan survey langsung ke Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia pada tanggal 11 Desember 2012
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
148
Universitas Indonesia
Pembentukan Organisasi Kementerian Negara tidak disebutkan mengenai posisi
dan kedudukan Wakil Menteri, akan tetapi dalam tataran praktek dalam struktur
organisasi Kementerian Negara juga dimasukkan dalam struktur organisasi
Kementerian.
3.2.3 Problematika Posisi Wakil Menteri dalam Struktur Organisasi
Kementerian Negara
Apabila diperhatikan baik struktur organisasi sebagaimana diatur dalam
Pasal 9 Ayat (1), Ayat (2) dan ayat (3) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008
tentang Kementerian Negara juncto Pasal 8, Pasal 27 ayat (1), ayat (2), ayat (3)
dan ayat (4) serta Pasal 51 Peraturan Presiden nomor 47 Tahun 2009 tentang
Pembentukan Organisasi Kementerian Negara, dengan struktur organisasi yang
digunakan dalam sebagian besar Kementerian Negara, maka dapat dilihat
mengenai posisi dan kedudukan237 Wakil Menteri yang menimbulkan problem.
Disatu sisi kedudukan dalam Pasal 9 Ayat (1), Ayat (2) dan ayat (3) Undang-
Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara juncto Pasal 8, Pasal
27 ayat (1), ayat (2), ayat (3) dan ayat (4) serta Pasal 51 Peraturan Presiden nomor
47 Tahun 2009 tentang Pembentukan Organisasi Kementerian Negara tidak diatur
secara tegas, namun disisi yang lain dalam praktek yang digunakan dalam
sebagian Kementerian Negara posisi Wakil Menteri juga dimasukkan dalam
struktur organisasi pada kementerian Negara tertentu.
Pengangkatan Wakil Menteri merupakan amanat Pasal 10 Undang-Undang
nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara, yang menyatakan “dalam hal
terdapat beban kerja yang membutuhkan penanganan secara khusus, Presiden
dapat mengangkat Wakil Menteri pada Kementerian tertentu”. Berdasarkan Pasal
10 Undang-Undang nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara itulah
Wakil Menteri dibentuk. Sedangkan pertanggung jawaban Wakil Menteri
berdasarkan Pasal 1 Peraturan Presiden nomor 60 Tahun 2012 “Wakil Menteri
berada dibawah dan bertanggung jawab kepada Menteri”. Apabila dilihat dari
237 Menurut Hasan Zaini untuk menentukan kedudukan suatu lembaga Negara harus mengetahui fungsinya sebagai apa, sedangkan fungsi diartikan sebagai suatu lingkungan kerja untuk mencapai tujuan tertentu. Baca Hasan Zaini, Pengantar Hukum Tata Negara Indonesia, (Bandung : Alumni, 1985), Hal. 261
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
149
Universitas Indonesia
pengangkatan dan pertanggung jawaban Wakil Menteri, tidak terdapat pengaturan
mengenai struktur organisasi Wakil Menteri. Untuk itu apabila posisi dan
kedudukan Wakil Menteri dalam struktur organisasi kementerian dalam praktek
dimasukkan dalam struktur organisasi Kementerian, hal itu yang menimbulkan
persoalan tersendiri. Mengingat posisi dan kedudukan Wakil Menteri merupakan
posisi yang dilematis, mengingat seleksi jabatan wakil menteri dilakukan secara
sama dengan pengangkatan menteri yakni didahului dengan fit and proper test di
tempat dan dengan cara yang sama dengan seleksi dan pengangkatan menteri.238
Hal tersebut menjadi sangat politis dan tidak sesuai dengan hukum kepegawaian
yang sudah lama berlaku terutama jika dikaitkan dengan ketentuan dalam
Penjelasan Pasal 10 Undang-Undang Nomor nomor 39 Tahun 2008 tentang
Kementerian Negara.
Apabila dilihat dari kewenangan Wakil Menteri yang diatur dalam Pasal 2
ayat (1), Pasal 2 ayat (2) dan Pasal 3 Peraturan Presiden nomor 60 tahun 2012
tentang Wakil Menteri diantaranya :
Pasal 2
“(1) Wakil Menteri mempunyai tugas membantu Menteri dalam memimpin pelaksanaan tugas Kementerian”
(2) Ruang lingkup bidang tugas Wakil Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi :
a. Membantu Menteri dalam perumusan dan/atau pelaksanaan kebijakan kementerian; dan
b. Membantu Menteri dalam mengordinasikan pencapaian kebijakan strategis lintas unit organisasi eselon I dilingkungan Kementerian.
Pasal 3
Rincian tugas sebagaimana dimaksud Pasal 2 meliputi : a. Membantu Menteri dalam proses pengambilan
Keputusan Kementerian; b. Membantu Menteri dalam menjalankan program kerja
dan kontrak kinerja; c. Memberikan rekomendasi dan pertimbangan kepada
Menteri berkaitan dengan pelaksanaan tugas dan fungsi Kementeriaan;
238 Seperti yang kita ketahui dalam resufle Kabinet Indonesia Bersatu II yang dilakukan oleh Presiden Soesilo Bambang Yodoyono, selain melakukan reshuffle Kabinet (Menteri), juga melakukan pengangkatan terhadap Para Wakil Menteri pada Kementerian tertentu.
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
150
Universitas Indonesia
d. Melaksanakan pengendalian dan pemantauan pelaksanaan tugas dan fungsi Kementerian;
e. Membantu Menteri dalam penilaian dan penetapan pengisian jabatan dilingkungan Kementerian;
f. Melaksanakan pengendalian dan reformasi birokrasi dilingkungan Kementerian;
g. Mewakili Menteri dalam acara tertentu dan/atau memimpin rapat sesuai dengan Penugasan Menteri;
h. Melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh Menteri; dan
i. Dalam hal tertentu, Wakil Menteri melaksanakan tugas khusus yang diberikan langsung oleh Presiden atau melalui Menteri.”
Dalam beberapa Pasal diatas yang mengatur mengenai kewenangan Wakil
Menteri tidak tampak menyebutkan mengenai posisi Wakil Menteri dalam
struktur organisasi Kementerian Negara. Dengan demikian menimbulkan
pertanyaan tersendiri dimanakah sebenarnya posisi dan kedudukan Wakil Menteri
dalam Peraturan Perundang-Undangan yang mengatur Wakil Menteri sehingga
kedudukan Wakil Menteri dalam beberapa struktur organisasi Kementerian
Negara dimasukkan dalam struktur organisasi kementerian Negara tertentu.
Namun apabila dilihat dalam Pasal 2 ayat (2), maka posisi Wakil Menteri memang
berada diatas Pembantu Menteri, unsur pelaksana dan pendukung lainnya. Hal ini
mengingat sesuai dengan Proses recruitment239 Wakil Menteri yang sama dengan
Menteri, selain itu pengangkatannya juga sama dengan Menteri, yakni melalui
Presiden.
Apabila dilihat dalam struktur organisasi Kementerian Negara yang diatur
dalam Pasal 9 Ayat (1), Ayat (2) dan ayat (3) Undang-Undang Nomor 39 Tahun
2008 tentang Kementerian Negara, yang menyatakan :
Pasal 9
(1). Susunan organisasi Kementerian yang menangani urusan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat terdiri atas unsur: a. pemimpin, yaitu Menteri; b. pembantu pemimpin, yaitu sekretariat jenderal; c. pelaksana tugas pokok, yaitu direktorat jenderal;
239Recruitment diartikan oleh Sondang sebagai proses mencari, menemukan dan menarik para pelamar yang kapabel untuk dipekerjakan oleh dalam dan oleh suatu organisasi. Sondang P. Siagian, Manajemen Sumber Daya Manusia, (Jakarta : Bumi Aksara, cetakan kedelapan belas 2010), Hal. 102
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
151
Universitas Indonesia
d. pengawas, yaitu inspektorat jenderal; e. pendukung, yaitu badan dan/atau pusat; dan f. pelaksana tugas pokok di daerah dan/atau perwakilan luar negeri
sesuai dengan peraturan perundang-undangan. (2). Susunan organisasi Kementerian yang melaksanakan urusan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) terdiri atas unsur: a. pemimpin, yaitu Menteri; b. pembantu pemimpin, yaitu sekretariat jenderal; c. pelaksana, yaitu direktorat jenderal; d. pengawas, yaitu inspektorat jenderal; dan e. pendukung, yaitu badan dan/atau pusat.
(3). Kementerian yang menangani urusan agama, hukum, keuangan, dan keamanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) juga memiliki unsur pelaksana tugas pokok di daerah.
(4). Susunan organisasi Kementerian yang melaksanakan urusan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (3) terdiri atas unsur: i. pemimpin, yaitu Menteri; j. pembantu pemimpin, yaitu sekretariat Kementerian; k. pelaksana, yaitu deputi; dan l. pengawas, yaitu inspektorat.
Hal sama yang menegaskan mengenai struktur organisasi Kementerian Negara
diatur dalam Pasal 8, Pasal 27 ayat (1), ayat (2), ayat (3) dan ayat (4) serta Pasal
51 Peraturan Presiden nomor 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan Organisasi
Kementerian Negara, yang berbunyi :
Pasal 8
Susunan organisasi Kementerian Koordinator yang menyelenggarakan fungsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 terdiri atas unsur :
a. pemimpin, yaitu Menteri Koordinator; b. pembantu pemimpin, yaitu sekretariat kementerian
koordinator; c. pelaksana, yaitu deputi kementerian koordinator; dan d. pengawas, yaitu inspektorat.
Pasal 27
(1). Susunan organisasi Kementerian yang menyelenggarakan fungsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1) terdiri atas unsur : a. pemimpin, yaitu Menteri; b. pembantu pemimpin, yaitu sekretariat jenderal; c. pelaksana, yaitu direktorat jenderal; d. pengawas, yaitu inspektorat jenderal; e. pendukung, yaitu badan dan/atau pusat; dan
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
152
Universitas Indonesia
f. pelaksana tugas pokok di daerah dan/atau perwakilan luar negeri sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(2). Susunan organisasi Kementerian yang menyelenggarakan fungsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (2) terdiri atas unsur : a. pemimpin, yaitu Menteri; b. pembantu pemimpin, yaitu sekretariat jenderal; c. pelaksana, yaitu direktorat jenderal; d. pengawas, yaitu inspektorat jenderal; dan e. pendukung, yaitu badan dan/atau pusat.
(3). Kementerian Agama, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, dan Kementerian Keuangan, selain memiliki unsur sebagaimana dimaksud pada ayat (2), juga memiliki unsur pelaksana tugas pokok di daerah.
Pasal 51
Susunan organisasi Kementerian yang menyelenggarakan fungsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 terdiri atas unsur:
a. pemimpin, yaitu Menteri; b. pembantu pemimpin, yaitu sekretariat kementerian; c. pelaksana, yaitu deputi kementerian; dan d. pengawas, yaitu inspektorat kementerian.
Dengan demikian tampak terlihat melalui susunan organisasi Kementerian
Negara yang diatur dalam Pasal 9 Ayat (1), Ayat (2) dan ayat (3) Undang-Undang
Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara juncto Pasal 8, Pasal 27 ayat
(1), ayat (2), ayat (3) dan ayat (4) serta Pasal 51 Peraturan Presiden nomor 47
Tahun 2009 tentang Pembentukan Organisasi Kementerian Negara, tidak
mengatur mengenai posisi dan kedudukan Wakil Menteri. Untuk melihat lebih
jauh mengenai kedudukan Wakil Menteri dapat dikatakan diatas lembaga
Pelaksana, Pengawas dan Pelaksana dalam Kementerian Negara, hal itu
dikarenakan ditegaskan dalam Pasal 5 ayat (1) dan ayat (2) Peraturan Presiden
nomor 60 tahun 2012 tentang Wakil Menteri, yak berbunyi :
Pasal 5 (1) Hak keuangan dan fasilitas lainnya bagi Wakil Menteri diberikan
dibawah hak keuangan dan fasilitas lainnya bagi Menteri dan diatas jabatan structural eselon 1.a
(2) Ketentuan mengenai besaran hak keuangan dan failitas lainnya, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatus lebih lanjut oleh Menteri Keuangan
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
153
Universitas Indonesia
Apabila dilihat dari segi hak dan fasilitas keuangan memang Wakil
Menteri lebih tinggi dari Pembantu Menteri, Pengawas dan Unsur pelaksana pada
Kementerian tertentu. Wakil Menteri mendapat hak keuangan dan fasilitas lainnya
bagi Wakil Menteri diberikan dibawah hak keuangan dan fasilitas lainnya bagi
Menteri dan diatas jabatan structural eselon 1.a,240 dengan demikian lebih tinggi
dari pejabat dibawah Menteri semuanya, meskipun dalam penerapannya
cenderung menimbulkan persoalan tersendiri. Akan tetapi meskipun dalam hak
keuangan dan fasilitas lainnya lebih tinggi dari jabatan lain dibawah Menteri,
namun Wakil Menteri tidak dimasukkan dalam struktur organisasi Kementerian
Negara, sehingga menimbulkan kerancuan dalam tataran penerapan struktur
organisasi Wakil Menteri, apakah masuk dalam struktur organisasi ataukah tidak.
Hal itu tentunya sangat berkaitan dengan koordinasi dan komunikasi antar pejabat
structural pada kementerian tertentu. Untuk itu kedepan perlu harmonisasi
pengaturan mengenai posisi dan kedudukan wakil Menteri dalam susunan
organisasi kementerian Negara.
3.3 Jenjang Kepangkatan dan Golongan Wakil Menteri
Pangkat adalah hal yang sangat diidam-idamkan oleh setiap orang.
Pangkat adalah kedudukan yang menunjukkan tingkatan seseorang Pegawai
Negeri Sipil berdasarkan jabatannya dalam rangkaian susunan kepegawaian dan
digunakan sebagai dasar penggajian. Kenaikan pangkat adalah penghargaan yang
diberikan atas prestasi kerja dan pengabdian Pegawai Negeri Sipil terhadap
Negara, serta sebagai dorongan kepada Pegawai Negeri Sipil untuk lebih
meningkatkan prestasi kerja dan pengabdiannya. Agar kenaikan pangkat dapat
dirasakan sebagai penghargaan, maka kenaikan pangkat harus diberikan tepat
pada waktunya dan tepat kepada orangnya. Susunan Pangkat dan Golongan Ruang
240 Mengenai hak keuangan dan fasilitas yang didapat oleh Wakil Menteri diatur melalui Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 164/PMK.02/2012 tentang hak keuangan dan fasilitas lainnya bagi Wakil Menteri, sedangkan pembahasannya akan dilakukan melalui pembahasan tersendiri melalui subbab berikutnya.
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
154
Universitas Indonesia
Pegawai Negeri Sipil Susunan pangkat serta golongan ruang Pegawai Negeri Sipil
sebagai berikut :241
Tabel 3.11
Jenjang, Pangkat dan Golongan PNS
Seperti yang kita ketahui bersama dalam pengelolaan PNS, hirarki jabatan
struktural dikenal dengan istilah Eselon yang seluruhnya terdiri dari 9 jenjang
Eselon yang dapat dibagi menjadi: 242
1. Jabatan “Eselon I”,
2. Jabatan “Eselon II”,
3. Jabatan “Eselon III”, 241 Susunan dan pangkat serta golongan ruang Pegawai Negeri Sipil ini diolah dan dibagankan melalui Peraturan Pemerintah nomor 100 tahun 2000 tentang pengangkatan pegawai negeri sipil dalam jabatan structural juncto Peraturan Pemerintah nomor 13 tahun 2002 tentang perubahan atas peraturan pemerintah nomor 100 tahun 2000 tentang pengangkatan pegawai negeri sipil dalam jabatan structural 242 Mengenai jenjang Eselon seperti dijelaskan diatas diakses melalui situs http://www.lptui.com, diakses tanggal 22 Desember 2012
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
155
Universitas Indonesia
4. Jabatan “Eselon IV”, dan
5. Jabatan “Eselon V”. (Catatan: Jabatan Eselon V sudah tidak banyak
lagi).
Guna memantapkan makna eselonisasi, hendaknya setiap tingkatan eselon
dikaitkan juga dengan makna kepangkatan PNS. Berikut pemikiran LPTUI
tentang makna eselonisasi PNS(Eselon I hingga IV), khususnya di tingkat
Provinsi:243
1. Eselon I
Eselon I merupakan hirarki jabatan struktural yang tertinggi, terdiri dari 2
jenjang: Eselon IA dan Eselon IB. Jenjang pangkat bagi Eselon I adalah
terendah Golongan IV/c dan tertinggi Golongan IV/e. Ini berarti secara
kepangkatan, personelnya sudah berpangkat Pembina yang makna
kepangkatannya adalah membina dan mengembangkan.
2. Eselon II
Eselon II merupakan hirarki jabatan struktural lapis kedua, terdiri dari 2
jenjang: Eselon IIA dan Eselon IIB. Jenjang pangkat bagi Eselon II adalah
terendah Golongan IV/c dan tertinggi Golongan IV/d. Ini berarti secara
kepangkatan, personelnya juga sudah berpangkat Pembina yang makna
kepangkatannya adalah membina dan mengembangkan.
3. Eselon III
Eselon III merupakan hirarki jabatan struktural lapis ketiga, terdiri dari 2
jenjang: eselon IIIA dan eselon IIIB. Jenjang pangkat bagi Eselon III
adalah terendah Golongan III/d dan tertinggi Golongan IV/d. Ini berarti
secara kepangkatan, personelnya juga berpangkat pembina atau penata
yang sudah mumpuni (Penata Tingkat I) sehingga tanggungjawabnya
adalah membina dan mengembangkan.
4. Eselon IV
Eselon IV merupakan hirarki jabatan struktural lapis keempat, terdiri dari
2 jenjang: eselon IVA dan eselon IVB. Jenjang pangkat bagi Eselon IV
adalah terendah Golongan III/b dan tertinggi Golongan III/d. Ini berarti
243 Ibid
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
156
Universitas Indonesia
secara kepangkatan, personelnya berpangkat penata yang sudah cukup
berpengalaman.Makna kepangkatannya adalah menjamin mutu.
Dalam birokrasi pemerintah dikenal jabatan karier, yakni jabatan dalam
lingkungan birokrasi yang hanya dapat diduduki oleh PNS. Jabatan karier dapat
dibedakan menjadi 2, yaitu:244
1. Jabatan Struktural, yaitu jabatan yang secara tegas ada dalam struktur
organisasi. Kedudukan jabatan struktural bertingkat-tingkat dari tingkat
yang terendah (eselon IV/b) hingga yang tertinggi (eselon I/a). Contoh
jabatan struktural di PNS Pusat adalah: Sekretaris Jenderal, Direktur
Jenderal, Kepala Biro, dan Staf Ahli. Sedangkan contoh jabatan struktural
di PNS Daerah adalah: sekretaris daerah, kepala dinas/badan/kantor,
kepala bagian, kepala bidang, kepala seksi, camat, sekretaris camat, lurah,
dan sekretaris lurah.
2. Jabatan Fungsional, yaitu jabatan teknis yang tidak tercantum dalam
struktur organisasi, tetapi dari sudut pandang fungsinya sangat diperlukan
dalam pelaksansaan tugas-tugas pokok organisasi, misalnya: auditor
(Jabatan Fungsional Auditor atau JFA), guru, dosen, dokter, perawat,
bidan, apoteker, peneliti, perencana, pranata komputer, statistisi, pranata
laboratorium pendidikan, dan penguji kendaraan bermotor.
Jabatan struktural hanya dapat diduduki oleh mereka yang berstatus
sebagai Pegawai Negeri Sipil.245 Calon Pegawai Negeri Sipil tidak dapat diangkat
dalam jabatan struktural. Anggota Tentara Nasional Indonesia dan Anggota
Kepolisian Negara hanya dapat diangkat dalam jabatan struktural apabila telah
beralih status menjadi Pegawai Negeri Sipil, kecuali ditentukan lain dalam
peraturan perundang-undangan. Eselon dan jenjang pangkat jabatan struktural
sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2002. Jabatan fungsional adalah
kedudukan yang menunjukkan tugas, tanggung jawab, wewenang dan hak seorang
244 Mengenai jabatan karier dalam lingkungan birokrasi, yakni structural dan fungsional, secara mendetail dan mendalam dijelaskan dalam situs Badan Kepegawaian Negara, yakni http://www.bkn.go.id/, diakses tangal 22 desember 2012 245 Apabila dilihat yang demikian, maka nilai filosofis yang diambil dalam pengangkatan pejabat structural adalah untuk mengetahui tingkat keahlian dan bidangnya, sehingga akan sesuai dengan tugas pokok yang akan dikerjakan.
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
157
Universitas Indonesia
Pegawai Negeri Sipil dalam suatu satuan organisasi yang dalam pelaksanaan
tugasnya didasarkan pada keahlian/dan atau keterampilan tertentu serta bersifat
mandiri.246 Sedangkan Jabatan fungsional pada hakekatnya adalah jabatan teknis
yang tidak tercantum dalam struktur organisasi, namun sangat diperlukan dalam
tugas-tugas pokok dalam organisasi Pemerintah. Jabatan fungsional Pegawai
Negeri Sipil terdiri atas jabatan fungsional keahlian dan jabatan fungsional
keterampilan.Produk hukum yang mengatur pengangkatan dalam Jabatan
Fungsional adalah Peraturan Pemerintah Nomor 16 tahun 1994 dan Keputusan
PresidenNomor 87 tahun 1999.
3.3.1 Jabatan Wakil Menteri adalah Karir dan Non Karir
Pertanyaan yang cukup menarik adalah tentang Jabatan Wakil Menteri
sebenarnya karir atau non karir.247 Untuk membahas tentang permasalahan ini
tentunya harus melihat dasar hukum yang menjadi pijakan dalam pengangkatan
Wakil menteri. Hal ini menjadi penting untuk dibahas, dikarenakan berhubungan
dengan tata cara seleksi dan rekrutment Wakil Menteri. Apabila berasal dari
pejabat karir, maka seharusnya sesuai dengan yang berlaku dalam hukum
kepegawaian, yakni pengangkatannya haruslah melalui seleksi, dan penilaian oleh
Tim Penilai Akhir (TPA) yang diketuai oleh Wakil Presiden atas usulan masing-
masing instansi yang bersangkutan. Tim Penilai Akhir tersebut kemudian
mengusulkan pengangkatannya kepada Presiden dalam bentuk penerbitan
Keputusan Presiden (Keppres) untuk kemudian dilantik oleh Menteri/Jaksa
Agung/Kapolri dan pejabat yang setingkat sesuai dengan penempatan yang
bersangkutan. Apabila non karir tentunya harus melalui tata cara yang sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
246 Mandiri dalam artian, yang bersangkutan sendiri memiliki keahlian dibidang apa, baik secara keilmuan maupun penempatannya sebelumnya sering pada bidang pekerjaan apa, apakah teknis atau non teknis. 247Jabatan non karir dalam artian jabatan yang dalam rekruitmentnya dibuka secara terbuka, dan siapapun dapat melakukan pendaftaran, pendaftar yang diterima yang bukan merupakan dari instansi atau pegawai negeri sipil, maka dikatakan sebagai jabatan non karir. Dalam perkembangannya jabatan non karir hanya banyak ditemukan pada recruitment Hakim Agung, padahal tidak demikian, banyak jabatan-jabatan publik juga yang menempatkan dari kalangan non karir.
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
158
Universitas Indonesia
Pada periode sebelum adanya Putusan Mahkamah Konstirusi Nomor
79/PUU-IX/2011, Jabatan Wakil Menteri merupakan Jabatan Karir. Hal itu
dijelaskan pada penjelasan Pasal 10 Undang-Undang nomor 39 tahun 2008
tentang Kementerian Negara menyebutkan bahwa “Yang dimaksud dengan
“Wakil Menteri” adalah pejabat karir dan bukan merupakan anggota kabinet”.
Dengan demikian jelas menurut penjelasan Pasal 10 Undang-Undang nomor 39
tahun 2008 tentang Kementerian Negara merupakan pejabat karir sebagaimana
tersebut diatas. Namun berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor
79/PUU-IX/2011 yang dalam amar putusannya menyatakan Penjelasan Pasal 10
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara dinyatakan
tidak memiliki kekuatan hukum yang mengikat.
Kemudian dalam Pasal 70 ayat (2) dan ayat (3) Peraturan Presiden nomor
47 tahun 2009 tentang Pembentukan Organisasi Kementerian Negara dinyatakan
sebagai berikut :
(1) Wakil Menteri berada dibawah dan bertanggung jawab kepada Menteri
(2) Wakil Menteri merupakan pejabat karir dan bukan merupakan anggota Kabinet
(3) Pejabat Karir sebagaimana dimaksud ayat (2) adalah pegawai negeri yang telah menduduki jabatan structural eselon 1.a
Dengan demikian berdasarkan Pasal 70 ayat (2) dan ayat (3) Peraturan Presiden
nomor 47 tahun 2009 tentang Pembentukan Organisasi Kementerian Negara,
wakil Menteri posisinya berasal dari pejabat karir yang telah menduduki jabatan
structural eselon 1.a. Kemudian pasal 70 ayat (3) dihapus berdasarkan Pasal 70
ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) Peraturan Presiden nomor 76 Tahun 2011 tentang
Perubahan atas Peraturan Presiden nomor 47 tahun 2009 tentang Pembentukan
Organisasi Kementerian Negara menyatakan sebagai berikut :
(1) Wakil Menteri berada dibawah dan bertanggung jawab kepada Menteri
(2) Wakil Menteri merupakan pejabat karir dan bukan merupakan anggota Kabinet
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
159
Universitas Indonesia
(3) Dihapus248
Berdasarkan Pasal 70 ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) Peraturan Presiden nomor 76
Tahun 2011 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden nomor 47 tahun 2009
tentang Pembentukan Organisasi Kementerian Negara, maka Wakil Menteri tetap
merupakan pejabat karir, hanya saja pembatasan syarat untuk dapat menduduki
posisi jabatan Wakil Menteri pegawai negeri harus telah menduduki jabatan
structural eselon 1.a dihapus, dengan demikian sudah tidak berlaku dan tidak
berkekuatan hukum tetap lagi.
Baru dengan dikeluarkannya Pasal 6 Peraturan Presiden nomor 60 Tahun
2012 tentang Wakil Menteri dinyatakan bahwa “Wakil Menteri dapat berasal dari
pegawai negeri atau bukan pegawai negeri”. Berdasarkan pada Pasal 6 Peraturan
Presiden nomor 60 Tahun 2012 tentang Wakil Menteri ini, yang merupakan
pelaksanaan dati Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 79/PUU-IX/2011, yang
menyatakan Penjelasan Pasal 10 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang
Kementerian Negara dinyatakan tidak memiliki kekuatan hukum yang mengikat.
Untuk itu posisi Wakil Menteri sebagai pejabat karir dalam Pasal 6 Peraturan
Presiden nomor 60 Tahun 2012 tentang Wakil Menteri tidak dinyatakan lagi.
Sehingga dengan adanya Pasal 6 Peraturan Presiden nomor 60 Tahun 2012
tentang Wakil Menteri maka jabatan Wakil Menteri dapat berasal dari karir dan
non karir. Namun problematikanya adalah berdasarkan Keputusan Presiden nomor
65/M tahun 2012 para Wakil Menteri249 yang diangkat oleh Presiden sebagian
besar adalah Wakil Menteri yang telah diangkat sebelumnya, yang mana sebagian
besar berasal dari jalur karir.
Dengan demikian jelas sudah setelah adanya Putusan Mahkamah
Konstitusi Nomor 79/PUU-IX/2011, kemudian dipertegas dengan dikeluarkannya
Peraturan Presiden nomor 60 Tahun 2012 tentang Wakil Menteri maka jabatan
248 Kursif oleh Penulis, untuk menunjukkan perbedaan dengan Pasal 70 ayat (2) dan ayat (3) Peraturan Presiden nomor 47 tahun 2009 tentang Pembentukan Organisasi Kementerian Negara
249 Keputusan Presiden nomor 65/M tahun 2012 dibentuk berdasarkan pada Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 79/PUU-IX/2011, selain itu dalam putusan Mahkamah Konstitusi dipertegas bahwa pengangkatan dan pemberhentian Wakil Menteri merupakan kewenangan Presiden, selain itu untuk melaksanakan Peraturan Presiden nomor 60 tahun 2012 tentang Wakil Menteri
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
160
Universitas Indonesia
Wakil Menteri dapat berasal dari karir dan non karir. Untuk itu kiranya dipertegas
lagi mengenai tata cara recruitment dan seleksi Wakil Menteri, untuk menghindari
ketidak jelasan mengenai pola dan tata cara rekruitmentnya sebagaimana menjadi
pertanyaan masyarakat luas. Dengan ditetapkannya bahwa jabatan Wakil Menteri
dapat berasal dari karir dan non karir, maka selesai sudah perdebatan mengenai
apakah Jabatan Wakil Menteri structural atau fungsional, yang tentunya berbeda
fungsi, tugas dan penempatannya. Untuk itu kdepan diperlukan pemikiran yang
lebih matang lagi, dalam hal pengangkatan dan pengadaan lembaga baru, agar
tidak menimbulkan kerancuan jabatan, seperti yang terjadi pada Wakil Menteri.
3.3.2 Pangkat dan Golongan Wakil Menteri
Apabila kita teliti dan melihat dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun
2008 tentang Kementerian Negara yang mengatur secara umum mengenai jabatan
Wakil Menteri, tampak tidak terdapat pengaturan mengenai jenjang kepangkatan
Wakil Menteri. Pada Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang
Kementerian Negara hanya diatur mengenai pengangkatan Wakil Menteri oleh
Presiden pada kementerian tertentu apabila terdapat beban kerja yang
membutuhkan penanganan secara khusus. Dengan demikian tampak terlihat
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara hanya
mengatur hal-hal yang bersifat umum, untuk selanjutnya diatur lebih lanjut oleh
peraturan perundang-undangan yang berada dibawahnya.
Kemudian ketika melihat dalam Peraturan Presiden nomor 47 tahun 2009
tentang Pembentukan Organisasi Kementerian Negara yakni Pasal 91 ayat (1)
yang berbunyi “Wakil Menteri, Sekretaris Kementerian Koordinator, Sekretaris
Jenderal, Sekretaris Kementerian, Deputi, Direktur Jenderal, Inspektur Jenderal,
dan Kepala Badan adalah jabatan structural eselon I.a.” Dengan demikian jelas
bahwa jabatan Wakil Menteri menurut Peraturan Presiden nomor 47 tahun 2009
tentang Pembentukan Organisasi Kementerian Negara, jenjang kepangkatannya
adalah sama dengan posisi Sekretaris Kementerian Koordinator, Sekretaris
Jenderal, Sekretaris Kementerian, Deputi, Direktur Jenderal, Inspektur Jenderal,
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
161
Universitas Indonesia
dan Kepala Badan yakni adalah jabatan struktural eselon I.a.250 Apabila
diperhatikan nampak melalui Pasal 91 ayat (1) Peraturan Presiden nomor 47 tahun
2009 tentang Pembentukan Organisasi Kementerian Negara ini bahwa tidak jauh
berbeda dari segi kepangkatannya, meskipun dari tata cara recruitment, proses
seleksi dan pelantikannya berbeda.
Selanjutnya apabila melihat dalam Pasal 70A Peraturan Presiden nomor 76
Tahun 2011 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden nomor 47 tahun 2009
tentang Pembentukan Organisasi Kementerian Negara yang menyatakan “Hak
keuangan dan fasilitas lainnya bagi Wakil Menteri diberikan setingkat dengan
jabatan struktural eselon I.a.”. Dengan demikian tidak terdapat perbedaan dengan
Pasal 91 ayat (1) Peraturan Presiden nomor 47 tahun 2009 tentang Pembentukan
Organisasi Kementerian Negara yakni jenjang kepangkatan dan golongan Wakil
Menteri setingkat dengan jabatan struktural eselon I.a. Untuk itu dalam hal ini
Wakil Menteri untuk persoalan jenjang dan golongan kepangkatannya hampir
sama dengan Sekretaris Kementerian Koordinator, Sekretaris Jenderal, Sekretaris
Kementerian, Deputi, Direktur Jenderal, Inspektur Jenderal, dan Kepala
Badan yakni adalah jabatan struktural eselon I.a.
Baru dalam Pasal 70B Peraturan Presiden nomor 91 tentang perubahan
ketiga atas Peraturan Presiden nomor 47 tahun 2009 tentang pembentukan dan
Organisasi Kementerian Negara, menyatakan “Penetapan kelas jabatan (grading)
bagi Wakil Menteri adalah satu tingkat di atas kelas jabatan tertinggi bagi
pejabat eselon I.a.” Dengan demikian terdapat perbedaan dengan Pasal 70A
Peraturan Presiden nomor 76 Tahun 2011 tentang Perubahan atas Peraturan
Presiden nomor 47 tahun 2009 tentang Pembentukan Organisasi Kementerian
Negara yakni jenjang kepangkatan dan golongan Wakil Menteri setingkat dengan
jabatan struktural eselon I.a. Namun menurut Pasal 70B Peraturan Presiden nomor
91 tentang perubahan ketiga atas Peraturan Presiden nomor 47 tahun 2009
tentang pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara jenjang kepangkatan
dan golongan Wakil Menteri adalah satu tingkat di atas kelas jabatan tertinggi
250 Dengan demikian berdasarkan pada Pasal 91 ayat (1)Peraturan Presiden nomor 47 tahun 2009 tentang Pembentukan Organisasi Kementerian Negara juncto Pasal 70A Peraturan Presiden nomor 76 Tahun 2011 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden nomor 47 tahun 2009 tentang Pembentukan Organisasi Kementerian Negara, wakil Menteri sama dengan jabatan-jabatan dalam tingkatan dibawah Menteri, yakni setingkat eselon 1.a
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
162
Universitas Indonesia
bagi pejabat eselon I.a.251 Hal ini yang menimbulkan kebingungan, karena Pasal
70B Peraturan Presiden nomor 91 tentang perubahan ketiga atas Peraturan
Presiden nomor 47 tahun 2009 tentang pembentukan dan Organisasi Kementerian
Negara merupakan sisipan terhadap Pasal 70A Peraturan Presiden nomor 76
Tahun 2011 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden nomor 47 tahun 2009
tentang Pembentukan Organisasi Kementerian Negara. Dalam hal ini terjadi
inkonsistensi dan disharmonisasi antara Pasal 70A dengan Pasal Pasal 70B, yang
mana bahwa dalam Pasal 70A menyatakan “Hak keuangan dan fasilitas lainnya
bagi Wakil Menteri diberikan setingkat dengan jabatan struktural eselon I.a.”
sedangkan dalam Pasal 70B menyatakan bahwa “Penetapan kelas jabatan
(grading) bagi Wakil Menteri adalah satu tingkat di atas kelas jabatan
tertinggi bagi pejabat eselon I.a.”. Tentunya menjadi catatan tersendiri mengenai
jenjang kepangkatan dan golongan Wakil Menteri melalui Pasal 70B Peraturan
Presiden nomor 91 tentang perubahan ketiga atas Peraturan Presiden nomor 47
tahun 2009 tentang pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara, yakni
kelas jabatan (grading)252 bagi Wakil Menteri adalah satu tingkat di atas kelas
jabatan tertinggi bagi pejabat eselon I.a.
Terakhir apabila melihat Pasal 5 ayat (1) dan ayat (2) Peraturan Presiden
nomor 60 Tahun 2012 tentang Wakil Menteri yang merupakan pelaksanaan
perubahan untuk melaksanakan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 79/PUU-
IX/2011, yang berbunyi sebagai berikut :
Pasal 5 (1). Hak keuangan dan fasilitas lainnya bagi Wakil
Menteridiberikan di bawah hak keuangan dan fasilitas lainnya bagi Menteri dan di atas jabatan struktural eselon I.a.
251 Apabila dibandingkan antara Pasal 70A Peraturan Presiden nomor 76 Tahun 2011 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden nomor 47 tahun 2009 tentang Pembentukan Organisasi Kementerian Negara dengan dalam Pasal 70B Peraturan Presiden nomor 91 tentang perubahan ketiga atas Peraturan Presiden nomor 47 tahun 2009 tentang pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara, maka terdapat conflik of norm (konflik norma) antar tingkatan peraturan perundang-undangan yang sama. 252 Grading adalah proses pengelmpokan tingkat mutu yang diberikan pada sekelompok produk yang memiliki keseragaman tertentu. Dalam hukum kepegawaian dikenal sebagai JOB GRADING (Peringkat Jabatan)
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
163
Universitas Indonesia
(2). Ketentuan mengenai besaran hak keuangan dan fasilitas lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut oleh Menteri Keuangan.
Dengan memperhatikan Pasal 5 ayat (1) dan ayat (2) Peraturan Presiden
nomor 60 Tahun 2012 tentang Wakil Menteri, maka semakin jelas bahwa jenjang
kepangkatan dan golongan Wakil Menteri di atas jabatan struktural eselon I.a.
Untuk itu bahwa jenjang kepangkatan dan golongan Wakil Menteri tidak sejajar
dengan Sekretaris Kementerian Koordinator, Sekretaris Jenderal, Sekretaris
Kementerian, Deputi, Direktur Jenderal, Inspektur Jenderal, dan Kepala
Badanyakni adalah jabatan struktural eselon I.a. sebagaimana diatur dalam
Peraturan Presiden nomor 47 tahun 2009 tentang Pembentukan Organisasi
Kementerian Negara yakni Pasal 91 ayat (1) juncto Pasal 70A Peraturan Presiden
nomor 76 Tahun 2011 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden nomor 47 tahun
2009 tentang Pembentukan Organisasi Kementerian Negara.
Melalui beberapa ulasan diatas, dapat dipahami bahwa jenjang
kepangkatan dan golongan Wakil Menteri yang berpengaruh terhadap Hak
keuangan dan fasilitas lainnya bagi Wakil Menteri diberikan di bawah hak
keuangan dan fasilitas lainnya bagi Menteri dan di atas jabatan struktural eselon
I.a. Untuk itu posisi Wakil Menteri dari segi kepangkatan, golongan, Hak
keuangan dan fasilitas lainnya diatas lebih tinggi daripada Sekretaris
Kementerian Koordinator, Sekretaris Jenderal, Sekretaris Kementerian, Deputi,
Direktur Jenderal, Inspektur Jenderal, dan Kepala Badan yakni hanya struktural
eselon I.a. Sedangkan mengenai besaran hak keuangan dan fasilitas lain Wakil
Menteri diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 164/PMK.02/2012
tentang hak keuangan dan fasilitas lainnya bagi Wakil Menteri, yang akan dibahas
pada subbab berikutnya.
3.3.3 Wakil Menteri membentuk Kepangkatan dan Golongan baru
Seperti yang telah dibahas pada subbab sebelumnya, bahwa dalam
Undang-Undang nomor 39 tahun 2008 tentang Kementerian Negara tidak diatur
menganai golongan dan kepangkatan Wakil Menteri. Selanjutnya dalam Peraturan
Presiden nomor 47 tahun 2009 tentang Pembentukan Organisasi Kementerian
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
164
Universitas Indonesia
Negara yakni Pasal 91 ayat (1) juncto Pasal 70A Peraturan Presiden nomor 76
Tahun 2011 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden nomor 47 tahun 2009
tentang Pembentukan Organisasi Kementerian Negara dinyatakan bahwa
golongan dan Kepangkatan Wakil Menteri adalah setara dengan jabatan struktural
eselon I.a. Baru kemudian berdasarkan Pasal 70B Peraturan Presiden nomor 91
tentang perubahan ketiga atas Peraturan Presiden nomor 47 tahun 2009 tentang
pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara juncto Pasal 5 ayat (1) dan ayat
(2) Peraturan Presiden nomor 60 Tahun 2012 tentang Wakil Menteri, golongan
dan kepangkatan Wakil Menteri adalah di atas jabatan struktural eselon I.a.253
Tentunya hal ini menimbulkan persoalan tersendiri, mengingat golongan
dan kepangkatan diatas jabatan structural eselon 1.a sebagaimana diamanatkan
Pasal 70B Peraturan Presiden nomor 91 tentang perubahan ketiga atas Peraturan
Presiden nomor 47 tahun 2009 tentang pembentukan dan Organisasi Kementerian
Negara juncto Pasal 5 ayat (1) dan ayat (2) Peraturan Presiden nomor 60 Tahun
2012 tentang Wakil Menteri, merupakan kepangkatan dan golongan yang sama
sekali baru dan tidak ada dalam hukum kepegawaian. Seperti yang kita ketahui
bersama dalam pembahasan sebelumnya bahwa berdasarkan Peraturan Pemerintah
Nomor 100 Tahun 2000 tentang pengangkatan Pegawai Negeri Sipil dalam
jabatan Struktural juncto Peraturan Pemerintah nomor 13 Tahun 2002 tentang
perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 100 Tahun 2000 tentang
pengangkatan Pegawai Negeri Sipil dalam jabatan Struktural, menyatakan bahwa
eselon tertinggi merupakan eselon 1.a dengan pangkat terendah Pembina Utama
Madya Golongan IVD dan tertinggi pangkat Pembina Utama dengan golongan
IVE.
Dengan demikian apabila dalam Pasal 70B Peraturan Presiden nomor 91
tentang perubahan ketiga atas Peraturan Presiden nomor 47 tahun 2009 tentang
pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara juncto Pasal 5 ayat (1) dan ayat
(2) Peraturan Presiden nomor 60 Tahun 2012 tentang Wakil Menteri, golongan
253 Hal itu yang dimaksud membentuk Kepangkatan dan Golongan baru, karena seperti yang diketahui sebelumnya dalam Pemerintah nomor 100 tahun 2000 tentang pengangkatan pegawai negeri sipil dalam jabatan structural juncto Peraturan Pemerintah nomor 13 tahun 2002 tentang perubahan atas peraturan pemerintah nomor 100 tahun 2000 tentang pengangkatan pegawai negeri sipil dalam jabatan structural, tidak terdapat seperti golongan dan kepangkatan seperti yang diberikan kepada Wakil Menteri, yakni diatas eselon 1.a.
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
165
Universitas Indonesia
dan kepangkatan Wakil Menteri adalah di atas jabatan struktural eselon I.a, maka
menimbulkan kerancuan terhadap jenjang kepangkatan dan golongan dalam
jabatan yang berlaku di Indonesia, mengingat jenjang kepangkatan dan golongan
tertinggi dalam Pegawai Negeri Sipil adalah eselon 1.a dengan pangkat terendah
Pembina Utama Madya Golongan IVD dan tertinggi pangkat Pembina Utama
dengan golongan IVE. Dalam hal ini dapat dikatakan jabatan Wakil Menteri
sangat unik dari segi kepangkatan dan golongannya, sehingga dapat dikatakan
jabatan Wakil Menteri membentuk kepangkatan dan golongan baru dalam hukum
kepegawaian di Indonesia.
Tidak berhenti disitu, apabila ditinjau dari kepangkatan dan golongannya
tentu sangat tidak rasional dan dapat dipersoalkan mengenai Wakil Menteri ini,
mengingat dalam peraturan perundang-undangan, literature Hukum Kepegawaian,
dan kebiasaan menganai Kepangkatan dan golongan yang terdapat dalam jabatan
pegawai negeri sipil belum pernah menemukan jabatan diatas eselon 1.a. Karena
ini hal yang baru maka kiranya menarik untuk dikaji dan dianalisa secara
gamblang perbedaan-perbedaannya dari segi fasilitas dan hak-hak lainnya yang
diterima oleh Wakil Menteri, tentunya hal ini akan menjadi kajian subbab
berikutnya.
Kejadian yang seperti ini tentunya jangan sampai tujuannya hanya ingin
memberikan legitimasi bahwa kedudukan254 Wakil Menteri berada diatas
Pembantu Menteri, Pelaksana, Pengawas dan unsur pendukung lainnya dalam
Kementerian. Semangat golongan dan kepangkatan Wakil Menteri yang seperti
ini tentunya dapat diharapkan memberikan kinerja yang lebih baik, bukan karena
rendah dan tingginya jabatan, pengangkatan dan pemberhentian, pertanggung
jawaban dan lain sebagainya. Akan tetapi dapat dijadikan dasar untuk bekerja
sebaik-baiknya sesuai dengan bidang dan keahliannya, sehingga akhirnya tujuan
dan fungsi Kementerian dapat tercapai secara baik dan tujuan Negara dapat
dicapai secara maksimal, dirasakan oleh seluruh kalangan masyarakat di
Indonesia.
254 Seperti yang pernah dibahas pada subbab sebelumnya, penetuan mengenai kedudukan jabatan publik, tidak hanya dapat diukur melalui hak dan fasilitas yang didapat, akan tetapi dari wewenang yang diberikan kepada yang bersangkutan.
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
166
Universitas Indonesia
3.3.4 Hak Keuangan dan Fasilitas Wakil Menteri
Hak keuangan dan fasilitas dalam organisasi apapun menjadi sangat
penting, hal itu dikarenakan berhubungan erat dengan pendapatan dan fasilitas
kenyamanan dalam upaya menjalankan tugas dan fungsinya sesuai dengan yang
digariskan dalam peraturan perundang-undangan yang mengaturnya.255
Sebenarnya hak keuangan dan fasilitas Wakil Menteri berangkat dari Pasal 5 ayat
(1) dan ayat (2) Peraturan Presiden nomor 60 Tahun 2012 tentang Wakil Menteri
yang merupakan pelaksanaan perubahan untuk melaksanakan Putusan Mahkamah
Konstitusi Nomor 79/PUU-IX/2011, yang berbunyi sebagai berikut :
Pasal 5 (1). Hak keuangan dan fasilitas lainnya bagi Wakil Menteridiberikan
di bawah hak keuangan dan fasilitas lainnya bagi Menteri dan di atas jabatan struktural eselon I.a.
(2). Ketentuan mengenai besaran hak keuangan dan fasilitas lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut oleh Menteri Keuangan.
Apabila dilihat secara seksama Pasal 5 ayat (2) Peraturan Presiden nomor
60 Tahun 2012 tentang Wakil Menteri mengamanatkan besaran hak keuangan
dan fasilitas yang diterima dan didapat oleh Wakil Menteri akan diatur lebih
lanjut oleh Menteri Keuangan. Untuk melaksanakan amanat Pasal 5 ayat (2)
Peraturan Presiden nomor 60 Tahun 2012 tentang Wakil Menteri tersebut, maka
Menteri Keuangan menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor
164/PMK.02/2012 tentang hak keuangan dan fasilitas lainnya bagi Wakil Menteri.
Dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 164/PMK.02/2012 tentang hak
keuangan dan fasilitas lainnya bagi Wakil Menteri diatur secara gamblang
mengenai hak-hak, tunjangan dan fasilitas yang diberikan kepada Wakil Menteri.
Dalam Pasal 1 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 164/PMK.02/2012
tentang hak keuangan dan fasilitas lainnya bagi Wakil Menteri disebutkan bahwa
Wakil Menteri diberikan Hak Keuangan dan Fasilitas Lainnya. Dengan demikian
Wakil Menteri selain mendapat gaji juga mendapat fasilitas-fasilitas lain dan
255 Namun tentunya semakin besar tingkat wewenang yang diberikan terhadap jabatan dalam organisasi, maka juga akan berbanding lurus dengan pendapatan serta beban kerja yang dilakukan oleh pejabat yang berangkutan. A. Qodri Azizy, Lock cit, hal. 123
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
167
Universitas Indonesia
tunjangan yang akan dibahas dalam subbab ini juga. Kemudian Pasal 2 ayat (1)
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 164/PMK.02/2012 tentang hak keuangan dan
fasilitas lainnya bagi Wakil Menteri memberikan batasan terhadap hak keuangan
Wakil Menteri yakni terhadap Wakil Menteri yang bertugas pada Kementerian
yang belum mendapatkan Tunjangan Kinerja diberikan Hak Keuangan sebesar
85% (delapan puluh lima persen) dari hak keuangan Menteri, sedangkan bagi
Wakil Menteri yang bertugas pada Kementerian yang sudah mendapatkan
Tunjangan Kinerja diberikan Hak Keuangan sebesar 135% (seratus tiga puluh
lima persen) dari tunjangan kinerja Pejabat Eselon I dengan peringkat jabatan
tertinggi.256
Kemudian Pasal 1 ayat (2) Peraturan Menteri Keuangan Nomor
164/PMK.02/2012 tentang hak keuangan dan fasilitas lainnya bagi Wakil Menteri,
mengatur tentang wakil Menteri yang berasal dari Pegawai negeri Sipil (PNS)
bahwa Hak Keuangan bagi Wakil Menteri yang berasal dari Pegawai Negeri
dibayarkan sebesar selisih penerimaan Hak Keuangan sebagai Wakil Menteri
dengan penghasilan yang diterima sebagai Pegawai Negeri. Sedangkan Pasal 1
ayat (3) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 164/PMK.02/2012 tentang hak
keuangan dan fasilitas lainnya bagi Wakil Menteri, bahwa besaran Hak Keuangan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan besaran Hak Keuangan setelah
dipotong pajak penghasilan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan. Berikutnya Pasal 1 ayat (3) Peraturan Menteri Keuangan Nomor
164/PMK.02/2012 tentang hak keuangan dan fasilitas lainnya bagi Wakil Menteri,
apabila Hak Keuangan yang diterima oleh Wakil Menteri seperti yang diatur
dalam ayat (1) menyebabkan penurunan penghasilan terhadap Wakil Menteri yang
bersangkutan, maka kepada Wakil Menteri diberikan tunjangan selisih
penghasilan sebesar selisih dari Hak Keuangan yang selama ini diterima dengan
Hak Keuangan sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri ini.
256 Pembatasan-pembatasan seperti disebutkan diatas tentunya dilakukan terhadap Wakil Menteri dikarenakan dalam setiap Wakil Menteri terdapat perbedaan lama dan waktu pengangkatannya dalam Kementerian tertentu, mengingat dalam Keppres 65/M tahun 2012 terdapat beberapa Wakil Menteri yang baru diangkat, baik untuk menggantikan yang lama, maupun sama sekali baru diangkat.
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
168
Universitas Indonesia
Mengenai fasilitas yang diberikan kepada Wakil Menteri dapat dilihat
dalam Pasal 3 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 164/PMK.02/2012 tentang hak
keuangan dan fasilitas lainnya bagi Wakil Menteri, yakni fasilitas yang didapat
Wakil Menteri diantaranya :257
1. Kendaraan Dinas
2. Rumah Jabatan
3. Jaminan Kesehatan
Pasal 4 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 164/PMK.02/2012 tentang hak
keuangan dan fasilitas lainnya bagi Wakil Menteri, berupa Kendaraan Dinas
diberikan berdasarkan standar harga perolehan paling tinggi sebesar
Rp800.000.000 (delapan ratus juta rupiah). Selanjutnya Pasal 5 ayat (1)
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 164/PMK.02/2012 tentang hak keuangan dan
fasilitas lainnya bagi Wakil Menteri, mengenai Rumah Jabatan adalah Rumah
Negara Golongan I sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
dengan standar di bawah Menteri dan di atas Pejabat Eselon I.258 Namun
berdasarkan Pasal 5 ayat (2) Peraturan Menteri Keuangan Nomor
164/PMK.02/2012 tentang hak keuangan dan fasilitas lainnya bagi Wakil Menteri,
apabila Kementerian bersangkutan belum dapat menyediakan Rumah Jabatan bagi
Wakil Menteri, kepada Wakil Menteri dapat diberikan kompensasi berupa
tunjangan perumahan sebesar Rp15.000.000 (lima belas juta rupiah) setiap bulan.
Kemudian mengenai Jaminan Kesehatan Wakil Menteri diberikan
berdasarkan peraturan perundang-undangan mengenai jaminan pemeliharaan
kesehatan Menteri dan Pejabat Tertentu, sebagaimana diatur dalam Pasal 6
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 164/PMK.02/2012 tentang hak keuangan dan
fasilitas lainnya bagi Wakil Menteri. Peraturan perundang-undangan yang
dimaksud adalah diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor
36/PMK.02/2011 tentang Pelaksanaan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Menteri
257 Apabila dilihat mengenai fasilitas yang diberikan kepada Wakil Menteri, sebenarnya hampir sama dengan Jabatan Menteri, meskipun dalam pasal-pasal berikutnya dibatasi dari segi harga dan spesifikasinya. 258 Pasal ini sebagai konsekwensi dari jabatan Wakil Menteri diatas eselon 1.a, sehingga dalam pasal ini menggunakan batasan diatas eselon 1.a dan dibawah Menteri, hal ini yang menimbulkan jenjang kepangkatan baru dalam hukum kepegawaian di Indonesia.
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
169
Universitas Indonesia
dan Pejabat Tertentu. Berikutnya dalam Pasal 7 Peraturan Menteri Keuangan
Nomor 164/PMK.02/2012 tentang hak keuangan dan fasilitas lainnya bagi Wakil
Menteri, bahwa Hak Keuangan dan Fasilitas Lainnya bagi Wakil Menteri
diberikan sejak tanggal 7 Juni 2012. Terakhir Pasal 8 Peraturan Menteri Keuangan
Nomor 164/PMK.02/2012 tentang hak keuangan dan fasilitas lainnya bagi Wakil
Menteri, Segala biaya yang diperlukan dalam rangka pemenuhan Hak Keuangan
dan Fasilitas Lainnya bagi Wakil Menteri dibebankan pada anggaran masing-
masing Kementerian.259
Apabila melihat dengan seksama uraian mengenai hak keuangan dan
fasilitas Wakil Menteri diatas, maka dapat disimpulkan betapa banyaknya
pengeluaran Negara untuk membiayai lembaga baru yang bernama Wakil
Menteri. Sejatinya pengangkatan Wakil Menteri apabila dilihat dari segi
kewenangannya, urgensi dan signifikansinya, maka dapat dipersoalkan, hal itu
dikarenakan tidak sesuai dengan semangat untuk mengurangi pengeluaran
Keuangan Negara, seperti yang diupayakan dalam pengetatan dan pembatasan
rekrutmen Pegawai Negeri Sipil yang salah satu alasannya adalah mengurangi
beban anggaran Negara (efisiensi)260 untuk membayar Pegawai. Tidak hanya itu,
semangat efesiensi dan efektifitas dalam pembentukan kementerian tidak dapat
tercapai, sebagaimana dari Pasal 13 ayat (2) Undang-Undang Nomor 39 Tahun
2008 tentang Kementerian Negara, yang menyatakan :
Pasal 13 (3). Pembentukan Kementerian sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dengan mempertimbangkan: e. efisiensi dan efektivitas;
259 Pasal ini juga mengandung makna masih terdapat hak-hak keuangan lainnya yang didapat oleh Wakil Menteri dalam rangka menjalankan tugas dan wewenangnya, yang dibebankan pada anggaran masing-masing Kementerian. Untuk itu pada kementerian hal ini harus dijelaskan mengenai anggaran-anggaran apa saja yang dibebankan kepada Kementerian dalam rangka mendukung tugas dan wewenang Wakil Menteri. 260 Efisiensi merupakan suatu ukuran keberhasilan yang dinilai dari segi besarnya sumber/biaya untuk mencapai hasil dari kegiatan yang dijalankan. Meskipun hal ini merupakan dalam bahasan yang berbeda dan tidak dilakukan oleh penulis, namun kiranya tidak ada salahnya apabila sedikit disinggung dalam subbab ini, karena apabila berbicara anggaran, maka erat kaitannya dengan efesiensi anggaran, untuk tidak dikatakan inefesiensi anggaran Negara, sehingga tidak terjadi defisit anggaran Negara. Mengenai defisit keuangan Negara dibahas secara komprehensif oleh Andrian, Baca Andrian Sutedi, Hukum Keuangan Negara, (Jakarta : Sinar Grafika, 2010), hal. 277
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
170
Universitas Indonesia
f. cakupan tugas dan proporsionalitas beban tugas; g. kesinambungan, keserasian, dan keterpaduan pelaksanaan tugas;
dan/atau h. perkembangan lingkungan global.
Hal itu berarti terjadi inkonsistensi terhadap tujuan awal pembentukan
organisasi Kementerian Negara yang salah satu point utamanya adalah efisiensi
dan efektivitas. Dengan kedudukan Wakil Menteri yang sekarang dapat dikatakan
kurang efisien, dikaitkan dengan anggaran yang dibutuhkan dan dikeluarkan
untuk kebutuhan jabatan Wakil Menteri. Sedangkan dikatakan tidak efektif
dikarenakan kedudukan jabatan Wakil Menteri akan menimbulkan tumpang tindih
terhadap kedudukan Sekretariat Jenderal atau Sekretariat Kementerian. Meskipun
itu bukan wilayah kajian penulis, namun tidak salah sedikit penulis singgung
untuk pengayaan materi dalam tulisan ini.
3.4 Kedudukan Wakil Menteri
Undang-Undang Dasar 1945 amandemen menyatakan bahwa Presiden
sebagai pemegang kekuasaan pemerintahan menurut Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dalam menjalankan tugasnya dibantu
oleh menteri-menteri negara yang membidangi urusan tertentu di bidang
pemerintahan.261 Kemudian setiap menteri memimpin kementerian negara
untuk menyelenggarakan urusan tertentu dalam pemerintahan guna mencapai
tujuan negara sebagaimana diamanatkan dalam Pembukaan Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Dengan disahkannya Undang-
Undang nomor 39 tahun 2008 tentang Wakil Menteri, maka telah merubah
struktur kelembagaan Kementerian Negara, meskipun posisi dan kedudukan
Wakil Menteri tidak begitu dijelaskan dengan baik posisinya dalam struktur
organisasi Kemeneterian Negara. Seperti yang telah diurai sebelumnya bahwa
Wakil Menteri dibentuk berdasarkan Pasal 10 Undang-Undang nomor 39 tahun
2008 tentang Wakil Menteri, yang menyatakan bahwa “Dalam hal terdapat 261 Mengenai organisasi Kemneterian Negara baik pengangkatan dan pemberhentiannya dibahas secara baik oleh Jimly, Jimly dalam bukunya memberikan gambaran mengenai cita dan harapan serta perdebatan terhadap bab mengenai Kementerian Negara dalam proses amandemen Undang-Undang Dasar 1945. Baca Jimly Asshiddiqie, Perkembangan dan Konsolidasi…., Lock Cit, Hal. 177-179
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
171
Universitas Indonesia
beban kerja yang membutuhkan penanganan secara khusus, Presiden dapat
mengangkat wakil Menteri pada Kementerian tertentu.” Pasal Pasal 10 Undang-
Undang nomor 39 tahun 2008 tentang Wakil Menteri ini yang menjadi ruh dan
semangat pembentukan Wakil Menteri, yakni untuk mengerjakan hal-hal yang
bersifat khusus dan tidak umum sehingga dibutuhkan penganagkatan Wakil
Menteri. Dengan demikian dapat dikatakan Wakil Menteri juga berada dibawah
Presiden sebagai lembaga yang melakukan pengangkatan.
Dengan berdasarkan pada tugas dan fungsi Presiden menjalankan
Pemerintahan sebagaimana Pasal 4 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Dasar
1945 amandemen membutuhkan bantuan beberapa Menteri untuk menjalankan
segala program yang telah ditetapkan bersama Dewan Perwakilan Rakyat, untuk
itu Presiden dalam menjalankan tugasnya dibantu oleh menteri-menteri negara
yang membidangi urusan tertentu di bidang pemerintahan.262 Kemudian untuk
menjalankan Pemerintahan para Menteri dibantu oleh Pembantu Menteri,
Pengawas, Pelaksana, Pendukung dan unsur-unsur lainnya yang diberikan
kewenangan untuk menyelenggarakan Pemerintahan. Termasuk diantaranya
Wakil Menteri yang menunjang tugas dan fungsi pada Kementerian tertentu.
Apabila dilihat secara seksama dalam Pasal 1 Peraturan Presiden nomor 60
Tahun 2012 tentang Wakil Menteri yang mana menyatakan bahwa Wakil Menteri
berada dibawah dan bertanggung jawab Kepada Menteri. Berdasarkan Pasal 1
Peraturan Presiden nomor 60 Tahun 2012 tentang Wakil Menteri inilah
kedudukan Wakil Menteri selain berdasarkan Pengangkatannya oleh Presiden
sebagaimana telah disinggung pada paragraph sebelumnya, juga Wakil Menteri
kedudukannya berada dibawah Menteri, meskipun dapat disanksikan diantara
keduanya, mengingat pola recruitment dan proses seleksinya sama-sama
dilakukan oleh Presiden dengan tata cara yang sama, hanya saja dengan
kewenangan dan pola pertanggung jawaban yang tidak sama. Namun harus diakui
dari segi penamaan dan pertanggung jawaban Wakil Menteri tetap kedudukannya
262 Pergeseran mengenai kekuasaan Presiden dalam menjalankan Pemerintahan tidak hanya terjadi pada mekanisme pemilihan dan pemberhentian Presiden, yang dijelaskan oleh Mahfud MD, Perdebatan Hukum Tata Negara pasca Amandemen Konstitusi, (Jakarta : LP3ES, 2007), Hal. 133
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
172
Universitas Indonesia
berada di bawah Menteri. Meskipun pada akhirnya menimbulkan Persoalan dalam
struktur organisasinya.
Kemudian kedudukan Wakil Menteri dapat dilihat dari segi
kewenangannya sebegaimana telah disinggung pada bab-bab sebelumnya yang
mana Wakil Menteri memiliki tugas membantu Menteri dalam memimpin
pelaksanaan tugas Kementerian. Berdasarkan pernyataan yang demikian semakin
jelas kedudukan Wakil Menteri berada dibawah Menteri, yakni sifatnya
membantu, kata-kata membantu merupakan hal yang sifatnya tidak primer, akan
tetapi skunder,263 maksudnya ialah dapat dibutuhkan dapat juga tidak papabila
diyakini oleh seorang Menteri dapat melaksanakan sendiri tugas dan
wewenangnya yang diberikan oleh Peraturan Perundang-Undangan. Selain yang
disebutkan sebelumnya Wakil Menteri juga melaksanakan koordinasi dengan
Menteri guna menjalankan program-program yang telah digariskan sebelumnya.
Selanjutnya mengenai kedudukan Wakil Menteri dengan unsur pelaksana
atau Sekretariat Jenderal dan Sekretariat kementerian adalah dapat dilihat dari segi
tugas dan fungsi Wakil Menteri yakni salah satunya adalah membantu Menteri
dalam penilaian dan penetapan pengisian jabatan dilingkungan Kementerian
Kementerian. Dengan demikian jelas sudah bahwa Wakil Menteri dapat
melakukan penilain dan penetapan terhadap jabatan yang ada dilingkungan
Kemnetrian, tidak terkecuali adalah Unsur Pembatu, Pengawas, Pelaksana dan
unsur-unsur lainnya sebagai bagian dari pendukung dalam proses pelaksanaan
beban dan tugas pada Kementerian. Berdasarkan itulah posisi wakil Menteri
kedudukannya berada diatas unsur Pembantu Menteri, Pelaksana, Pengawas serta
unsur pendukung lainnya dalam Kemneterian. Selanjutnya berdasarkan hak
keuangan dan fasilitas lainnya yang diterima oleh Menteri jauh lebih besar dari
unsur Pembantu Menteri, Pelaksana, Pengawas serta unsur pendukung lainnya
dalam Kemneterian. Dengan demikian jelas kedudukan Wakil Menteri berada
diatas unsur Pembantu Menteri, Pelaksana, Pengawas serta unsur pendukung
lainnya dalam Kemneterian.
263 Kata-kata primer dan skunder ini digunakan untuk membedakan kewenangan yang sesungguhnya, dengan kewenangan yang merupakan hasil atribusi, mandat dan delegasi. Baca CST. Kansil, Lock Cit, Hal. 195
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
173
Universitas Indonesia
Untuk lebih jelasnya mengenai kedudukan dan hubungan Wakil Menteri
terhadap Presiden, kedudukan dan hubungan Wakil Menteri terhadap menteri,
kedudukan dan hubungan Wakil Menteri terhadap Unsur Pelaksana lainnya dalam
struktur organisasi Kementerian, akan diurai secara mendetail melalui subbab
berikutnya, yang akan diulas pada bahasan dibawah ini.264
3.4.1 Kedudukan Wakil Menteri terhadap Presiden
Untuk melihat kedudukan diantara 2 (dua) institusi ini, kiranya wajib
untuk menelaah beberapa Pasal yang saling berkaitan265 antara Presiden dan
Wakil Menteri. Undang-Undang nomor 39 tahun 2008 tentang Kementerian
Negara Pasal 10 telah menyatakan bahwa “Dalam hal terdapat beban kerja
yang membutuhkan penanganan secara khusus, Presiden dapat mengangkat
wakil Menteri pada Kementerian tertentu.” Dengan demikian secara tegas bahwa
Presiden yang melakukan pengangkatan terhadap Wakil Menteri dalam hal yang
khusus, tentunya pengangkatan itu berdasakan analisis yang matang sehingga
kemudian dilakukan pengangkatan terhadap Wakil Menteri. Untuk itu dapat
dikatakan bahwa Kedudukan Wakil Menteri terhadap Presiden adalah Wakil
Menteri merupakan dibawah lembaga Kepresidenan, mengingat Presidenlah yang
melakukan pengangkatan terhadap Wakil Menteri.
Apabila dilihat dari segi proses seleksi dan pengangkatannya, Presiden
dipilih langsung oleh rakyat berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945,266
sedangkan Wakil Menteri diangkat oleh Presiden, dengan demikian kedudukan
Wakil Menteri sangat berbeda dan sangat jauh berada dibawah Presiden. Selain
itu apabila ditinjau dari kewenangannya, kewenangan Presiden sebagai kepala dan
kepala pemerintahan sangatlah luas, dapat meliputi kewenangan yang bersifat
264 Pada subbab berikutnya akan dikaji mengenai kedudukan Wakil Menteri terhadap Presiden, Menteri dan Sekretariat Jenderal/Kementerian, selain itu juga dibahas mengenai hubungan Wakil Menteri dengan Presiden, Menteri dan Sekretariat Jenderal/Kementerian. 265 Abdul Rasyid Thalib, Wewenang Mahkamah Konstitusi dan Implikasi dalam Sistem Ketatanegaraan Republik Indonesia, (Bandung : Citra Aditya Bhakti, 2006), Hal. 311 266 Beberapa pandangan dan perdebatan mengenai pemilihan Presiden secara langsung dapat ditelaah dalam buku Valina Singka Subekti Menyusun Konstitusi Transisi, Pergulatan Kepentingan dan Pemikiran dalam Proses Perubahan UUD 1945, (Jakarta : Rajawali Pers, 2008), Hal. 265
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
174
Universitas Indonesia
ekskutif, legislative dan yudisial.Sedangkan Wakil Menteri hanya bersifat ekskutif
dan membantu Menteri dalam menjalankan tugas dan tanggung jawab di
Kementerian tertentu. Dengan demikian dari segi tanggung jawab kedudukan
Wakil Menteri jauh sangat dibawah dari Presiden.
Berikutnya mengenai pertanggung jawaban Presiden karna dipilih
langsung oleh rakyat, maka pertanggung jawabannya kepada rakyat langsung,
meskipun juga terdapat pertanggung jawaban secara politik dan hukum apabila
terjadi pemakzulan Presiden sebelum masa jabatannya berakhir.267 Sedangkan
Wakil Menteri bertanggung jawab kepada Menteri dan secara tidak langsung juga
kepada lembaga yang mengangkatnya, yakni Presiden. Dengan demikian
kedudukan wakil Menteri jauh dibawah Presiden. Apalagi apabila dilihat dari
jabatan Wakil Menteri hanya setara diatas jabatan eselon 1.a, dengan demikian
jabatan wakil menteri merupakan jabatan seperti Pegawai negeri Sipil, bukan
merupakan Pejabat Negara268 yang tidak mengenal jabatan eselon. Dan kiranya
masih banyak lagi kedudukan-kedudukan Presiden yang lain yang menentukan
dan membuktikan bahwa Presiden kedudukannya diatas Wakil Menteri. Untuk itu
Wakil Menteri sebgai lembaga yang diangkat oleh Presiden mampu memberikan
kerja-kerja terbaiknya untuk menunjang program-program yang dijalankan oleh
Pemerintah. Selain itu diharapkan Wakil Menteri juga menjaga nama baik instusi
Kepresiden dan Kementerian tentunya.
3.4.2 Hubungan Wakil Menteri dengan Presiden
Dalam mencoba memahami mengenai hubungan wakil menteri dengan
Presiden, maka pertama-pertama yang harus dilihat mengenai pola dan tata cara
pengangkatan wakil Menteri oleh Presiden. Pasal 10 Undang-Undang nomor 39
tahun 2008 tentang Kementerian Negara telah menyatakan bahwa “Dalam hal
267 Untuk menganalisis mengenai pola pertanggung jawaban Presiden pada era reformasi amandemen UUD 1945, dapat dibaca Hamdan Zoelva, Pemakzulan Presiden di Indonesia, (Jakarta : Sinar Grafika, 2011), Hal. 124. 268 Pejabat Negara adalah lembaga pemerintahan “civilizated organization”. dimana lembaga tersebut dibuat oleh Negara, dari Negara, dan untuk Negara dimana bertujuan untuk membangun Negara itu sendiri. Trubus Rahardiansah, Sistem Pemerintahan Indonesia, teori dan praktek dalam perspektif politik dan hukum, (Jakarta : Penerbit Universitas Trisakti, 2010), Hal. 311
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
175
Universitas Indonesia
terdapat beban kerja yang membutuhkan penanganan secara khusus, Presiden
dapat mengangkat wakil Menteri pada Kementerian tertentu.” Dengan demikian
dapat disadari bahwa terdapat hubungan pengangkatan yang dilakukan oleh
Presiden terhadap wakil Menteri, sehingga tidak dapat dipungkiri bahwa antara
Wakil Menteri dengan Presiden merupakan hubungan kewenangan primer Wakil
menteri terhadap kewenangan-kewenangan yang akan didapat oleh Wakil Menteri
dari lembaga yang mengangkatnya. Tentunya berdasarkan hal-hal yang bersifat
khusus atau tidak umum seperti yang diatur dalam Pasal 10 Undang-Undang
nomor 39 tahun 2008 tentang Kementerian Negara.
Dalam melakukan pengangkatan wakil Menteri, Presiden tentunya
memiliki alasan-alasan mengenai urgensinya, karena dengan dilakukan
pengangkatan, maka akan menimbulkan kewenangan baru yang diberikan seorang
Presiden kepada Menteri.269 Dalam beberapa Pasal dalam peraturan perundang-
undangan yang berkaitan dengan wakil Menteri disebutkan bahwa wakil Menteri
dalam tugasnya membantu Menteri dalam menjalankan tugas-tugas Kementerian,
serta melakukan koordinasi terhadap aparatur organisasi Kementerian Negara,
meskipun dalam struktur organisasi Kementerian posisi wakil Menteri tidak
disebutkan secara konkrit berada dimana.270 Namun hubungan antara lembaga
yang mengangkat dan lembaga yang diangkat menimbulkan hubungan
kewenangan serta hubungan pertanggung jawaban antara pejabat yang
mengangkat dengan pejabat yang diangkat. Dalam hal ini meskipun wakil Menteri
dinyatakan bahwa bertanggung jawab kepada Menteri, akan tetapi secara politik
dan kebiasaan tidak menghilangkan pertanggung jawaban wakil Menteri terhadap
lembaga yang mengangkatnya, dalam hal ini adalah Presiden.
Selain hubungan sebagaimana telah disebutkan diatas, juga terdapat
hubungan sebagaimana tertuang dalam Pasal 3 huruf i Peraturan Presiden nomor
60 tahun 2012 tentang wakil Menteri yang berbunyi “dalam hal tertentu, wakil 269 Kewenangan baru tersebut sebagai konsekwensi dari system Presidensial, meskipun pada tataran praktek dilapangan seringkali praktek tersebut tidak berlaku, sehingga seolah-olah Indonesia memakai system Parlementer. Irman Putra Sidin, Presidensial, Buruk Rupa Cermin dibelah, dalam Satya Arinanto (ed), Memahami Hukum dari Konstruksi sampai Implementasi, (Jakarta : Rajawali Pers, 2009), Hal. 244-246 270 Sebagaimana telah disinggung pada subbab sebelumnya bahwa posisi dan kedudukan Wakil Menteri tidak terdapat dalam struktur organisasi, dalam tataran normatif, akan tetapi dalam tataran praktek justeru posisi Wakil Menteri diposisikan sebagai jabatan dibawah Menteri.
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
176
Universitas Indonesia
menteri melaksanakan tugas khusus yang diberikan langsung oleh Presiden atau
melalui Menteri”. Dengan demikian semakin diperjelas mengenai hubungan
antara wakil menteri dengan Presiden, yakni merupakan konsekwensi
pengangkatan yang dilakukan oleh Presiden terhadap wakil menteri, sehingga
wakil Menteri dapat menerima tugas langsung dari Presiden atau melalui Menteri
apabila dibutuhkan. Semakin tampak jelas bahwa hubungan pengangkatan juga
berdampak terhadap hubungan kewenangan sebagaimana telah disebutkan
sebelumnya. Hal yang khusus yang dimaksud Pasal 3 huruf i Peraturan Presiden
nomor 60 tahun 2012 tentang wakil Menteri tersbut diatas menjadi tergantung dan
hak Presiden memberikan kewenangan kepada wakil menteri.
Selain itu hubungan juga terdapat dalam Pasal 4 ayat (2) Peraturan
Presiden nomor 60 tahun 2012 tentang wakil Menteri yang berbunyi “masa
jabatan wakil menteri paling lama sama dengan masa jabatan atau berakhir
bersamaan dengan berakhirnya masa jabatan Presiden yang bersangkutan”.
Berdasarkan Pasal 4 ayat (2) Peraturan Presiden nomor 60 tahun 2012 tentang
wakil Menteri ini maka antara wakil Menteri dan Presiden juga memiliki
hubungan mengenai berakhirnya masa jabatan antara Wakil Menteri dengan
Presiden. Masa jabatan Wakil Menteri paling lama dengan masa jabatan Preiden
Republik Indonesia.271 Untuk itu batasan mengenai masa jabatan merupakan
bagian dari hubungan antara Wakil Menteri dengan Presiden.
3.4.3 Kedudukan Wakil Menteri terhadap Menteri
Untuk dapat melihat kedudukan Wakil Menteri terhadap Menteri, kiranya
kita dapat melihat Pertanggung jawaban Wakil Menteri terhadap Menteri, yakni
yang terdapat dalam Pasal 1 Peraturan Presiden nomor 60 Tahun 2012 tentang
Wakil Menteri yang menyatakan “Wakil Menteri berada dibawah dan
bertanggung jawab kepada Menteri”. Dengan demikian kedudukan Wakil
Menteri berada dibawah Menteri. Kedudukan yang lain adalah dapat dilihat dari
segi Kewenangan yang dimiliki oleh Menteri dan wakil Menteri. Wakil Menteri
hanya sebatas membantu Menteri dalam hal menjalankan tugas dan fungsi
271 Sebagaimana jabatan seorang Presiden adalah 5 (lima) tahun sejak dilakukan pengangkatan dan dapat dipilih kembali dalam 1 (satu) periode jabatan lagi. Dahlan Thaib, Ketatanegaraan Indonesia, Perspektif Konstitusional, (Yogyakarta : Total Media, 2009), Hal. 122
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
177
Universitas Indonesia
Kementerian, sedangkan Menteri menjalankan penuh segala tugas dan tanggung
jawab Kementerian, meskipun pada akhirnya pasti terdapat pelimpahan
wewenang kepada yang berkompeten untuk menjalankannya.
Selain itu kedudukan wakil Menteri terhadap Menteri dapat dilihat dari
hak keuangan dan fasilitas yang didapat oleh Wakil Menteri, wakil Menteri
mendapatkan fasilitas dan hak keuangan diatas jabatan eselon 1.a, sedangkan
Menteri jauh daripada eselon 1.a, mengingat Menteri adalah pejabat Negara, jadi
tidak mengenal eselon seperti yang terjadi pada wakil menteri. Untuk itu semakin
jelas bahwa Jabatan Wakil Menteri keudukannya berada dibawah Menteri. Namun
masih dapat disanksikan apabila ditinjau dari proses seleksi, rekruitmen dan
penganagkatan Wakil Menteri, proses dan tata caranya sama sekali persis seperti
seleksi, rekruitmen dan penganagkatan terhadap Menteri. Untuk itu hal ini yang
menimbulkan kerancuan terhadap jabatan Wakil Menteri. Harusnya tidak dapat
disamakan pola dan tata cara perekrutannya, dengan demikian seakan-akan bahwa
antara Wakil Menteri dan Menteri adalah sejajar kedudukannya apabila ditinjau
dari segi seleksi, rekruitmen dan penganagkatannya.
Dengan demikian jelaslah sudah mengenai kedudukan Wakil Menteri
terhadap Menteri ini, yakni dari segi pertangungjawabannya wakil Menteri
bertanggung jawab kepada Menteri. Sedangkan dari segi kewenangannya Wakil
Menteri wewenangnya membantu Menteri dalam menyelenggarakan tugas-tugas
kementerian, dengan demikian jelas berada dibawah Menteri. Sedangkan ditinjau
dari pengangkatannya adalah Wakil Menteri hampir sama dengan Menteri, untuk
itu menimbulkan multi tafsir apabila dilihat dari segi seleksi, rekruitmen dan
penganagkatan Wakil Menteri dan Menteri, bahkan terdapat yang menyamakan
antara wakil Menteri dan Menteri apabila ditinjau dari tata cara seleksi,
rekruitmen dan penganagkatannya.
3.4.4 Hubungan Wakil Menteri dengan Menteri
Hubungan antara Wakil Menteri dengan Menteri dapat dilihat dalam Pasal
1 Peraturan Presiden nomor 60 Tahun 2012 tentang Wakil Menteri yang berbunyi
“Wakil Menteri berada dibawah dan bertanggung jawab kepada Menteri”.
Dalam melihat Pasal 1 Peraturan Presiden nomor 60 Tahun 2012 tentang Wakil
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
178
Universitas Indonesia
Menteri tersebut berarti dapat disimak bahwa terdapat hubungan pertanggung
jawaban antara Wakil menteri terhadap Menteri. Pertanggung jawaban Wakil
Menteri terhadap Menteri sebagaimana tersebut diatas merupakan hubungan yang
didelegasikan oleh Presiden kepada Menteri untuk membantu Presiden menerima
pertanggungjawaban dari wakil menteri, karena sebenarnya yang berhak
menerima pertanggung jawaban dari wakil menteri adalah Presiden sebagai
lembaga yang melakukan pengangkatan terhadap wakil menteri. Selain itu
melaporkan segala bentuk transparansi kinerja272 yang telah dilakukan oleh Wakil
Menteri.
Selain hubungan pertanggungjawaban273 sebagaimana tersebut diatas, juga
terdapat hubungan tugas antara wakil Menteri terhadap Menteri, sebagaimana
tersebut dalam Pasal 2 dan Pasal 3 Peraturan Presiden nomor 60 Tahun 2012
tentang Wakil Menteri. Dimana dalam pasal 2 dan Pasal 3 Peraturan Presiden
nomor 60 Tahun 2012 tentang Wakil Menteri tersebut disebutkan mengenai beban
tugas dan tanggung jawab seorang wakil menteri, mulai dari pelaksanaan tugas
kementerian, perumusan kebijakan, pelaksanaan dan pengkoordinasian
pencapaian kebijakan strategis lintas eselon 1 di Kemneterian. Untuk itu dapat
dikatakan beban tugas wakil menteri merupakan tergantung dari pemberian tugas
dari menteri yang bersangkutan, sehingga banyak dan tidaknya peran dan fungsi
Wakil menteri tergantung pada banyak dan sedikitnya peran yang diberikan
Menteri kepada Wakil menteri.
Mengenai hubungan dan rincian tugas serta kewenangan antara Wakil
Menteri dengan Menteri terdapat beberapa hal yang menjadi kewenangan dari 272 Untuk itu salah satu point transparansi, yakni adanya peranserta masyarakat dalam menjalankan tugas-tugas yang dilakukan oleh Pemerintah baik pusat maupun local yang akuntabel dan transparan untuk pembangunan sosial dan ekonomi yang berkeadilan dan berkesinambungan. Bhenyamin Hoessein, Perubahan Model, Pola dan Bentuk Pemerintahan Daerah, Dari era orde baru ke era Reformasi, (Jakarta : Departemen Ilmu Administrasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2011), Hal. 107 273 Suatu konsep yang terkait dengan konsep kewajiban hukum adalah konsep tanggungjawab hukum (liability). Seseorang yang bertanggungjawab secara hukum atas perbuatan tertentu bahwa dia dapat dikenakan suatu sanksi dalam kasus perbuatannya bertentangan/berlawanan hukum. Sanksi dikenakan deliquet, karena perbuatannya sendiri yang membuat orang tersebut bertanggungjawab. Subyek responsibility dan subyek kewajiban hukum adalah sama. Dalam teori tradisional, ada dua jenis tanggung jawab: pertanggungjawaban berdasarkan kesalahan (based on fault) dan pertanggungjawab mutlak (absolut responsibility). Jimly Asshiddiqie, Ali Safa’at, Teori Hans Kelsen tentang Hukum, (Jakarta, Konstitusi Press, 2006), Hlm 61
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
179
Universitas Indonesia
wakil Menteri, diantaranya membantu Menteri dalam proses pengambilan
Keputusan Kementerian, membantu Menteri dalam menjalankan program kerja
dan kontrak kinerja, memberikan rekomendasi dan pertimbangan kepada Menteri
berkaitan dengan pelaksanaan tugas dan fungsi Kementeriaan, melaksanakan
pengendalian dan pemantauan pelaksanaan tugas dan fungsi Kementerian,
membantu Menteri dalam penilaian dan penetapan pengisian jabatan dilingkungan
Kementerian, melaksanakan pengendalian dan reformasi birokrasi dilingkungan
Kementerian, mewakili Menteri dalam acara tertentu dan/atau memimpin rapat
sesuai dengan Penugasan Menteri, melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh
Menteri dan dalam hal tertentu, Wakil Menteri melaksanakan tugas khusus yang
diberikan langsung oleh Presiden atau melalui Menteri.
3.4.5 Kedudukan Wakil Menteri terhadap Sekretariat Jenderal/Kementerian
Apabila melihat mengenai kedudukan wakil Menteri terhadap secretariat
Jenderal/Kementerian, maka yang harus dilihat adalah mengenai kewenangan
yang diberikan kepada Wakil Menteri, kewenangan yang diberikan kepada Wakil
menteri adalah membantu Menteri mengkoordinasikan pencapaian kebijakan
strategis274 lintas unit organisasi eselon 1 dilingkungan Kementerian. Dalam hal
ini dapat diambil dari makna pengkoordinasian lintas organisasi eselon 1 yang
dimaksud merupakan kepangkatan dibawah Wakil Menteri yang diatas mereka,
untuk itu dapat dikatakan kedudukan wakil menteri ditinjau dari sebagaimana
disebutkan tadi berada diatas secretariat Jenderal/Kementerian. Sedangkan
kewenangan yang lain adalah membantu menteri dalam penilaian dan penetapan
pengisian jabatan dilingkungan Kementerian. Apabila dicermati melalui
kewenangan ini Wakil Menteri dapat memberikan masukan dan rekomendasi
mengenai secretariat Jenderal/Kementerian yang akan diangkat maupun yang
diberhentikan atau diganti oleh Menteri, dengan demikian jelas bahwa Kedudukan
Wakil Menteri berada diatas secretariat Jenderal/Kementerian. Meskipun baik
Wakil Menteri maupun secretariat Jenderal/Kementerian merupakan sama-sama
274Dalam berbagai literatur ilmu administrasi, kebijakan disebut sebagai bagian dari dimensi strategis admintstrasi publik. Kebijakan merupakan proses pembuatan keputusan untuk menentukan tujuan dan cara atau alternatif terbaik dala mencapai tujuan tersebut. T. Keban Yerimias, Enam Dimensi Strategis Administrasi Publik, Konsep, Teori, Isu. (Yogyakarta: Gava Media, 2004), Hal. 10
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
180
Universitas Indonesia
sebagai Pembantu Menteri, hal itulah yang sama-sama menimbulkan pertanyaan
besar, dikarenakan Wakil Menteri juga tidak terdapat dalam struktur organisasi
Kementerian Negara.
Selain itu Wakil Menteri dapat menerima tugas secara langsung dari
Presiden apabila diperlukan oleh Presiden, dengan demikian kewenangan inilah
yang juga menentukan kadar kedudukan Wakil Menteri berada diatas secretariat
Jenderal/Kementerian, dikarenakan secretariat Jenderal/Kementerian tidak
memiliki kewenangan sebagaimana kewenangan wakil Menteri, yakni
menjalankan tugas langsung dari Presiden. Kemudian apabila dilihat dari hak
keuangan dan fasilitas lainnya yang diberikan kepada Wakil menteri adalah diatas
eselon 1.a, sedangkan secretariat Jenderal/Kementerian paling tinggi adalah
eselon 1.Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa hak keuangan dan fasilitas
Wakil menteri lebih besar daripada secretariat Jenderal/Kementerian.
Dengan demikian menjadi jelas bahwa Wakil Menteri sebenarnya dari segi
kewenangan secara khusus, berdasarkan kepangkatan serta berdasarkan hak
keuangan dan fasilitas yang diberikan kepada wakil Menteri lebih tinggi daripada
yang diberikan kepada secretariat Jenderal/Kementerian.275 Kedudukan yang
demikian tentunya juga memunculkan beberapa problematika terhadap kedudukan
wakil Menteri terhadap secretariat Jenderal/Kementerian, mengingat secara umum
baik kewenangan Wakil Menteri dan kewenangan secretariat
Jenderal/Kementerian merupakan sama-sama Pembantu Presiden, dengan
demikian kedepan agar dipertegas mengenai makna dari membantu Presiden, agar
dalam tataran realitas tidak terjadi tumpang tindih kewenangan baik wakil Menteri
dengan secretariat Jenderal/Kementerian. Sehingga tercipta pola harmonisasi dan
sinergitas kelembagaan276 berkaitan dengan kewenangan yang akhirnya mampu
memberikan pelayanan yang optimal kepada masyarakat.
275 Hal ini seperti yang telah dibahas pada subbab sebelumnya, mengenai kedudukan dan pengangkatan Wakil Menteri. 276 Mengenai sinergitas kelembagaan disini adalah salah satu bentuk koordinasi antar lembaga Negara, tidak berdiri sendiri diatas ego kewenangan yang telah diberikan, baik secara langsung maupun tidak langsung. Baca Oemar Seno Adji dan Indriyanto Seno Adji, Peradilan Bebas dan Conterm of Court, (Jakarta : Diadit Media, 2007), Hal. 19
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
181
Universitas Indonesia
3.4.6 Hubungan Wakil Menteri dengan Sekretariat Jenderal/Kementerian
Untukmelihat hubungan Wakil menteri dengan sekretariat
jenderal/kementerian, maka dapat dilihat dari kewenangan wakil menteri yakni
membantu menteri mengoordinasikan pencapaian kebijakan strategis lintas unit
organisasi eselon 1 dilingkungan kementerian. Berdasarkan bunyi ayat inilah
dapat disimpulkan bahwa terjadi hubungan kewenangan berupa koordinasi antara
wakil menteri dengan pejabat eselon 1 dilingkungan kementerian, dengan
demikian nampak terjadinya pola hubungan kerja antara wakil menteri dengan
pejabat eselon 1 yang ada pada kementerian tertentu, yakni tugas wakil menteri
melakukan koordinasi dalam hal tugas dan kewenangan yang diberikan sesuai
dengan peraturan perundang-undangan.
Kemudian selain itu juga dapat dilihat dari pola hubungan Penilaian
terhadap kinerja yang dilakukan pejabat di bawah Menteri, tidak hanya itu juga
dalam rangka pengisian jabatan dilingkungan kementerian dibawah menteri.Untuk
itu wakil menteri dalam hal ini dapat dikatakan berada dibawah pejabat yang
posisinya dibawah Menteri, meskipun dalam struktur organisasi tidak dijelaskan
dengan gambling mengenai kedudukan wakil menteri. Kemudian dalam rangka
menjalankan tugas dan wewenangnya dalam Peraturan Presiden nomor 60 tahun
2012 tentang wakil menteri dinyatakan bahwa dalam melaksanakan tugasnya
Wakil menteri secara administrative didukung oleh secretariat jenderal/secretariat
kementerian. Dengan demikian terdapat pola dukungan secretariat
jenderal/secretariat kementerian secara administrative dalam menjalankan tugas
dan wewenang wakil menteri yang diamanatkan oleh Peraturan Perundang-
Undangan.
Kemudian selain itu dalam menjalankan tugasnya wakil menteri didukung
oleh Direktorat Jenderal, Deputi, Inspektorat, badan dan pusat dilingkungan
kementerian. Apabila dikaji secara holistic telah terjadi hubungan kerjasama
dalam hal pelaksanaan kewenangan masing-masing lembaga dalam Kementerian
Negara. Kemudian pola hubungan kerjasama tersebut diperkuat dengan beberapa
pasal yang menyatakan bahwa wakil Menteri dalam menjalankan tugasnya
dibantu oleh staff tata usaha paling tinggi setingkat eselon III.a. Untuk itu
memang wakil menteri sesuai dengan kewenangannya merupakan menjalanakan
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
182
Universitas Indonesia
pola koordinasi terhadap pejabat dibawah Menteri, sampai kepada pejabat eselon
III yang ada di Kementerian Negara. Tidak hanya itu wakil menteri juga dibantu
oleh tenaga fungsional yang ditugaskan secara khusus sesuai kebutuhan. Tenaga
fungsional sebagaimana dimaksud merupakan tenaga fungsional dibawah unit
pelaksana atau unit pendukung Kemneterian.
Selain itu pola hubungan dengan secretariat jenderal/secretariat
kementerian terlihat dalam Pasal 12 Peraturan Presiden nomor 60 tahun 2012
tentang Wakil Menteri yang menyebutkan bahwa wakil menteri dalam
menjalankan tugasnya menerapkan prinsip koordinasi, integrasi dan
sinkronisasi277 dengan para pejabat eselon 1 dilingkungan Kemneterian. Dengan
demikian semakin jelas bahwa Wakil menteri memiliki hubungan koordinasi,
integrasi dan sinkronisasi dengan secretariat jenderal/secretariat kementerian.
Kemudian Hubungan tersebut terselenggara melalui forum-forum rapat yang
diadakan secara bersama-sama antara secretariat jenderal/secretariat kementerian
dengan wakil menteri. Dengan demikian Nampak jelas mengenai pola dan
hubungan wakil menteri dengan secretariat jenderal/secretariat kementerian.
277 Koordinasi (coordination) sebagai proses pengintegrasian tujuan-tujuan dan kegiatan-kegiatan pada satuan-satuan yang terpisah (departemen atau bidang-bidang fungsional) suatu organisasi untuk mencapai tujuan organisasi secara efisien. Integrasi menurut Kamus Inggris Indonesia adalah pembauran atau penggabungan hingga menjadi kesatuan yang utuh atau bulat atau pembentukkan suatu identitas baru yang serasi, bisa vertikal dan horizontal. Integrasi berasal dari bahasa Inggris “Integration” yang berarti kesempurnaan atau keseluruhan. Sinkronisasi adalah proses pengaturan jalannya beberapa proses pada saat yang bersamaan. Tujuan utama sinkronisasi adalah menghindari terjadinya inkonsistensi data karena pengaksesan oleh beberapa proses yang berbeda (mutual exclusion) serta untuk mengatur urutan jalannya proses-proses sehingga dapat berjalan dengan lancar dan terhindar dari deadlock atau starvation. Baca Widodo, Kamus ilmiah populer dilengkapi ejaan yang disempurnakan dan pembentukan istilah, (Yogyakarta : Absolut, 2001)
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
183
Universitas Indonesia
BAB 4
PERBANDINGAN WAKIL MENTERI
DI BEBERAPA NEGARA
Perbandingan hukum adalah lmu pengetahuan yang usianya masih relatif
muda di Indonesia.278 Dari sejarah diketahui bahwa perbandingan hukum sejak
dahulu sudah dipergunakan orang tetapi baru secara insidental. Perbandingan
hukum baru berkembang secara nyata pada akhir abad ke-19 atau permulaan abad
ke-20. lebih-lebih pada saat sekarang di mana negara-negara di dunia saling
berinteraksi denganNegara yang lain dan saling membutuhkan hubungan yang
erat. Perbandingan hukum mempunyai peranan penting di bidang hukum secara
nasional maupun internasional. Oleh karena itu semakin perlu diketahui atau
dipelajari karena mempunyai berbagai manfaat antara lain, dapat membantu
dalam rangka pembentukan hukum nasional disamping mempunyai peranan
penting dalam rangka hubungan antar bangsa dan sebagainya. Pendeknya
perbandingan hukum mempunyai peranan penting di segala bidang kajian hukum.
Sejarah dan latar belakang terbentuknya Perbandingan Hukum dalam Ilmu
Hukum yaitu sejak studi perbandingan hukum telah dimulai ketika Aristoteles
(384-322 SM) melakukan penelitian terhadap 153 konstitusi Yunani279 dan
beberapa kota lainnya yang dimuat dalam bukunya yang berjudul Politics.280
Solon juga melakukan melakukan penelitian atau studi perbandingan hukum
ketika menyusun hukum Athena (650-558 SM). Studi perbandingan hukum
berlanjut pada abad pertengahan dimana dilakukan studi perbandingan antara
hukum Kanonik dan hukum Romawi, dan pada abad 16 di Inggris telah
278 Sebuah buku yang mengulas mengenai perkembangan perbandingan system hukum baik di luar negeri maupun didalam negeri. Baca Ade Maman Suherman, Pengantar Perbandingan Sistem Hukum, civil law, common law dan hukum Islam, (Jakarta : PT. Grafindo Persada, 2004), Hal. 1 279 Mengenai beberapa hal yang menjadi konsen dari penelitian 153 konstitusi yang ada pada saat itu, diungkap secara khusus oleh CF. Strong, Konstitusi-konstitusi Politik Modern, Kajian tentang Sejarah dan bentuk-bentuk KOnstitusi Dunia, (Bandung : Nuansa Media, Bandung, 2004), Hal. 23 280 Hal itu dijelaskan dengan rinci Wermer Menski mengenai perkembangan perbandingan terhadap 153 Konstitusi yang ada didunia. Baca Werner Menski, Perbandingan Hukum dalam Konsteks Global, Sistem Eropa, Asia dan Afrika, (Bandung : Nuansa Media, 2012), Hal. 180-183
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
184
Universitas Indonesia
memperdebatkan kegunaan hukum Kanonik dan hukum Kebiasaan. Studi
perbandingan tentang hukum kebiasaan di Eropa pada waktu itu telah dijadikan
dasar penyusunan asas-asas hukum perdata (ius civile) di Jerman.281 Montesquieu
telah melakukan studi perbandingan untuk menyusun suatu asas-asas umum dari
suatu pemerintahan yang baik. Perkembangan perbandingan hukum sebagai ilmu,
relatif baru dimana istilah comparatif law atau droit compare baru dikenal dan
diakui penggunaannya yang dimulai di daerah Eropa.282 Perkembangan pesat
perbandingan hukum menjadi cabang khusus dalam studi ilmu hukum adalah
bagian kedua pertengahan abad ke-18 yaitu yang dikenal sebagai era kodifikasi.
Perkembangan pengakuan perbandingan hukum sebagai cabang ilmu hukum baru
menghadapi kendala-kendala, antara lain disebabkan telah berabad lamanya, ilmu
hukum yang sesuai dengan perintah Tuhan dan bersumber pada hukum alam
(natural law) serta mencapai cita kelayakan, dan sangat kurang memperhatikan
hukum dalam kenyataan atau penerapan hukum. Studi tentang hukum positif
ketika itu diabaikan di perguruan tinggi, yang hanya mengajarkan hukum Romawi
dan hukum Kanonik. Pada bagian terakhir dari abad ke-19 perbandingan hukum
mulai disukai sebagai cara untuk membandingkan hukum-hukum di Eropa
daratan, sejalan dengan memudarnya perhatian terhadap ius commune yang
mengajarkan eksistensi hukum yang bersifat universal, serta lahirnya nasionalisme
dalam bidang hukum yang ditandai oleh berperannya kodifikasi.283 Kodifikasi
hukum pertama setelah munculnya nation state, terjadi di Perancis, dikenal
dengan Code de Napoleon. Nasionalisasi hukum tersebut dipengaruhi oleh Von
Savigny, seorang tokoh aliran sejarah hukum. Sekalipun pengakuan terhadap
perbandingan hukum sebagai disiplin hukum terjadi pada abad ke 19, akan tetapi
281 Munir Fuady, Sejarah Hukum, (Jakarta : Ghalia Indonesia, 2009), Hal. 33 282 Hal ini sebagaimana terjadi di Eropa pada saat itu dengan berkembangnya pengetahuan mengenai perbandingan dengan Negara lain , untuk mengetahui sejarah dan system yang dipakai oleh Negara-negara lain pada saat itu. John Gilissen dan Frits Gorle, Sejarah Hukum, suatu pengantar, (Bandung : Refika Adhitama, cetakan kelima - 2001), Hal. 104 283 Yang dimaksud dengan kodifikasi hukum adalah pembukuan secara lengkap dan sistematis tentang hukum tertentu. Yang menyebabkan timbulnya kodifikasi hukum ialah tidak adanya kesatuan dan kepastian hukum (di Perancis).
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
185
Universitas Indonesia
perkembangan yang sangat pesat terjadi pada abd ke-20. Pertanyaan mendasar
yang dikembangkan pada abad ke-19 adalah sebagai berikut:284
a. Tujuan dan sifat perbandingan hukum;
b. Kedudukan perbandingan hukum dalam kerangka ilmu hukum;
c. Karakteristik dan metode perbandingan hukum;
d. Kemungkinan penerapannya dan kegunaan yang bersifat umum ; dan
Banyak istilah asing yang menyatakan mengenai Perbandingan Hukum
ini, diantaranya adalah Comparative Law, Comparative Jurisprudence, Foreign
Law (istilah Inggris), Droit Compare (istilah Perancis), Rechtsvergelijking (istilah
Belanda) dan Rechtsvergleichung atau Vergleichende Rechlehre (istilah
Jerman).285 Di dalam Black’s Law Dictionary dikemukakan bahwa Comparative
Jurisprudence adalah suatu studi mengenai prinsip-prinsip ilmu hukum dengan
melakukan perbandingan berbagai macam sistem hukum.286
Kontroversi tentang perbandingan hukum yang berdiri sendiri dan
perbandingan hukum sebagai metode. Maka didalam konteks kerangka ilmu
hukum, kedudukan perbandingan hukum sebagai disiplin hukum merupakan salah
satu ilmu kenyataan hukum, disamping sejarah hukum, sosiologi hukum,
antropologi hukum, dan psikologi hukum. Kita membutuhkan ilmu perbandingan
hukum dikarenakan (menurut Van Apeldorn) beberapa tujuannya sebagai
berikut:287
a. Tujuan yang bersifat teoritis yaitu untuk menjelaskan hukum sebagai
gejala dunia (universal) dan oleh karena itu ilmu pengetahuan hukum
harus dapat memahami gejala dunia tersebut. Dan untuk itu harus
dipahami hukum di masa lampau dan hukum di masa sekarang
b. Tujuan yang bersifat praktis yaitu merupakan alat pertolongan untuk
tertib masyarakat dan pembaharuan hukum nasional serta memberikan
284 Michael Bogdan, Pengantar Perbandingan Sistem Hukum (Inggris, Jerman, Perancis, Amerika, Cina, Sosialis dan Islam), (Bandung : Nuansa Media, 2010), Hal. 64 285 Definisi dan derivasi dijelaskan oleh Peter de Cruz, Perbandingan Sistem Hukum Common Law, Civil Law dan Sosialis Law, (Bandung : Nuansa Media, 2010), Hal.4-5 286 Henry Champbel Black, Black’s Law Dictionary, Seven Edition, Bryan A. Garner (Editor, St. Paul. Minn, Wes Publishing, 1999), hal. 81 287 L.J Van Apeldoorn, Lock Cit, Hal. 442
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
186
Universitas Indonesia
pengetahuan berbagai peraturan dan pikiran hukum kepada pembentuk
undang-undang, juga hakim.
c. Tujuan yang bersifat politis yaitu mempelajari perbandingan hukum
untuk mempertahankan “status quo” dimana tidak ada maksud sama
sekali mengadakan perubahan mendasar di Negara yang berkembang.
d. Tujuan yang bersifat pedagogis yaitu untuk memperluas wawasan
mahasiswa sehingga mereka dapat berpikir inter dan multi disiplin,
serta mempertajam penalaran dalam mempelajari hukum asing.
Menurut Soedarto bahwa kegunaan studi perbandingan hukum yaitu:288
a. Unifikasi hukum yaitu, adanya kesatuan hukum sebagiamana telah
diwujudkan dalam konvensi hak cipta 1886 dan General Postal
Convention, 1894 dan konvensi internasional lainnya.
b. Harmonisasi hukum yaitu, hukum tetap dapat berdiri sendiri
namun berjalan beriringan.
c. Mencegah chauvinisme hukum nasional yaitu kita dapat
memperoleh gambaran yang jelas tentang hukum nasional yang
berlaku sehingga kita mawas diri akan kelemahan-kelemahan yang
terdapat pada hukum pidana positif sehingga kita tidak melebih-
lebihkan hukum nasional dan mengesampingkan hukum asing.
d. Memahami hukum asing
Misalnya : apabila Negara Kesatuan Republik Indonesia hendak
mengadakan perjanjian internasional dengan Negara lain, lalu
timbul kemudian masalah, maka untuk bisa menyelesaikan
masalah tersebut pihak NKRI mau tidak mau harus paham akan
system hukum Negara yang menjadi lawannya (dalam sengketa).
Perdebatan antara kedudukan hukum sebagai metode dan ilmu masih
berlangsung sampai sekarang. Beberapa pendapat pakar yang menyebutkan
hukum sebagai metode ialah sebagai berikut :289
288 Dalam Barda Nawawi Arif, Perbandingan Hukum Pidana, (Jakarta : Rajawali Press, 2002), Hal. 17 289Ibid
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
187
Universitas Indonesia
a. Winerton, mengemukakan bahwa perbandingan hukum adalah suatu
metode yang membandingkan system-sistem hukum dan perbandingan
tersebut menghasilkan data system hukum yang dibandingkan;
b. Rudolf B. Schlesinger, mengatakan bahwa perbandingan hukum
merupakan metode penyelidikan dengan tujuan untuk memperoleh
pengetahuan yang lebih dalam tentang hukum tertentu;
c. Gutterdige, menyatakan bahwa perbandingan hukum tidak lain
merupakan suatu metode perbandingan yang dapat digunakan dalam
semua cabang ilmu hukum;
Beberapa pendapat pakar yang menyebutkan perbandingan hukum sebagai
ilmu ialah sebagai berikut :290
a. Soedarto, berpendapat bahwa perbandingan hukum merupkan cabang
dari ilmu hukum dan karena itu lebih tepat menggunakan istilah
perbandingan hukum dari istilah hukum perbandingan.
b. Lemaire, mengemukakan perbandingan hukum sebagai cabang ilmu
pengetahuan mempunyai lingkup kaidah-kaidah hukum, persamaan
dan perbedaannya, sebab-sebabnya dan dasar-dasar
kemasyarakatannya;
c. Ole Lando, mengemukakan antara lain bahwa perbandingan hukum
mencakup analysis dan comparison of laws;
d. Hessel Yutema, mengemukakan definisi perbandingan hukum hanya
suatu nama lain untuk ilmu hukum dan merupakan bagian yang
menyatu dari ilmu sosial atau seperti cabang ilmu lainnya yang bersifat
universal;
Kesimpulannya, kedudukan perbandingan hukum tersebut muncul sebagai
metode dan ilmu berdasarkan masanya sehingga ada juga kebenaran dari para
pendapat tersebut. Namun perbandingan hukum sebagai ilmu lebih tepat
dikarenakan lebih relevan dengan perkembangan masyarakat masa kini karena
perbandingan hukum tidak hanya semata-mata sebagai alat untuk mengetahui
persamaan dan perbedaan dua system hukum yang berbeda satu sama lain,
melainkan sudah merupakan studi tersendiri yang mempergunakan metode dan
290Ibid
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
188
Universitas Indonesia
pendekatan khas yaitu metode perbandingan, sejarah dan sosiologis serta objek
pembahasan tersendiri yaitu system hukum asing tertentu.
Apakah yang dimaksudkan dengan perbandingan hukum
(rechtsvegelijking, Rechtsvergeleichung)? Dari istilah “perbandingan
hukum”(bukan “hukum perbandingan”) itu sendiri telah jelas kiranya bahwa
perbandingan hukum bukanlah hukum seperti hukum perdata, hukum pidana,
hukum tata negara dan sebagainya, melainkan merupakan kegiatan
memperbaindingkan sistem hukum yang satu dengan sistem hukum yang lain.291
Yang dimaksudkan dengan memperbandingkan di sini ialah mencari dan
mensinyalir perbedaan-perbedaan serta persamaan-persamaan dengan memberi
penjelasannya dan meneliti bagaimana berfungsinya hukum dan bagaimana
pemecahan yuridisnya di dalam praktek serta faktor-faktor non-hukum yang mana
saja yang mempengaruhinya. Penjelasannya hanya dapat diketahui dalam sejarah
hukumnya, sehingga perbandingan hukum yang ilmiah memerlukan perbandingan
sejarah hukum.292
Jadi memperbandingkan hukum bukanlah sekedar mengumpulkan
peraturan perundang-undangan dan mencari perbedaan serta persamaannya saja.
Peranan dan fungsi dari mempelajari perbandingan hukum antara negara satu
dengan negara lainnya sangatlah banyak, salah satunya menurut Munir Fuady293
diantaranya :
a. faedah bidang kultural,
b. faedah bidang professional,
c. faedah bidang keilmuan,
d. faedah bidang internasional, dan
e. faedah bidang transnasional.
291 Sudikno Mertokusumo, Perbandingan hukum, Makalah pada kuliah perdana Program Doktor Ilmu Hukum UGM, tanggal 13 September 2001 292 L.J Van Apeldoorn, Op Cit, Hal. 330 293 Munir Fuady memberikan makna terhadap tujuan-tujuan perbandingan hukum tidak hanya ditingkatan local, akan tetapi juga berkaitan dengan tujuan internasional dan transnasional. MunirFuady, Perbandingan Ilmu Hukum, (Bandung : Rineka Cipta, 2007), h. 19
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
189
Universitas Indonesia
Selain faedah atau fungsi dari mempelajari perbandingan hukum diatas, menurut
Soerjono Soekanto294 terdapat berbagai macam fungsi diantaranya adalah:
a. memberikan pemahaman tentang persamaan dan perbedaan diantara
pengertian dasar dari berbagai bidang hukum
b. mempermudah untuk mengadakan unifikasi, kepastian hukum dan
kesederhanaan hukum
c. memberikan pegangan atau pedoman tentang keanekawarnaan hukum
yang harus diterapkan
d. memberikan bahan-bahan tentang faktor-faktor hukum apakah yang
perlu dikembangkan atau dihapuskan serangsur-angsur demi integrasi
masyarakat
e. memberikan bahan tentang hal-hal apa yang diperlukan untuk
mengembangkan hukum antar tata hukum pada bidang-bidang dimana
kodifikasi dan unifikasi terlalu sulit untuk diwujudkan
f. untuk memecahkan masalah-masalah hukum secara adil dan tepat, jadi
bukan hanya sekedar menemukan persamaan atau dan/atau
perbedaannya saja
g. memberikan kemungkinan untuk mengadakan pendekatan funfsional,
yakni pendekatan dari sudut masalah hukum yang dihadapi terlebih
dahulu menemukan hakikatnya
h. mendapatkan bahan untuk dianalisis tentang motif-motif politis,
ekonomis, sosial dan psikologis yang menjadi latar belakangsuatu
aturan
i. berguna bagi pembaharuan hukum
j. untuk menpertajam dan mengarahkan proses penelitian hukum, dan
k. Memperluas kemampuan untuk memahami sistem hukum yang ada
serta penegakan hukum yang adil dan tepat.295
294 Sedangkan Soerjono lebih bersifat kepada tujuan aplikatif dilapangan, yang mengedepankan aspek realitas tujuan-tujuan dari perbandingan hukum. Baca SoerjonoSoekanto, Perbandingan Hukum, (Bandung : Alumni, 1979), h. 61 295 Untuk memperkaya pengetahuan mengenai perbandingan dapat membandingkan dengan Ade Maman Suherman, Op cit, Hal. 19. Baca juga Barda Nawawi Arief, Op cit, Hal. 17. Baca juga Sri Soemantri M, Perngantar Perbandingan Hukum Tata Negara, (Jakarta : Rajawali Pers, 1998), Hal. 27
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
190
Universitas Indonesia
Mengenai yang akan diperbandingkan dalam tesis ini adalah mengenai
kedudukan Wakil Menteri yang berada dalam beberapa Negara yang ada di dunia.
Hanya saja penulis memilih beberapa Negara yang memiliki Wakil Menteri dalam
struktur Kemnetriannya. Untuk itu sangat dapat dijadikan bahan pertimbangan
dalam pembentukan wakil Menteri di Indonesia, mengingat dalam beberapa
Negara memang cukup banyak sekali yang dalam menjalan Pemerintahannya
menggunakan bantuan Wakil Menteri dalam struktur organisasi kementerin,
dengan demikian layak dan tidak salah apabila Indonesia melihat beberap acorak,
pola dan model Wakil menteri dibeberapa Negara di dunia.
Dalam beberapa Negara yang ada dunia, sejauh yang penulis teliti,
terdapat beberapa Negara yang menggunakan system wakil menteri dalam
menjalankan pemerintahan atau dalam membantu Menteri dalam menjalankan
tugas dan wewenangnya. Beberapa Negara yang menggunakan Wakil Menteri
tentunya posisi dan kedudukannya juga bermacam-macam. Adapun mengenai
beberapa Negara yang terdapat Wakil Menteri sejauh yang penulis amati yang
didapat dari berbagai macam referensi diantanya :296
1. AmerikaSerikat (Undersecretary)
2. India (Undersecretary)
3. Scotland (Undersecretary)
4. Ireland (Undersecretary)
5. Italy (Undersecretary)
6. Hongkong(Undersecretary)
7. Spain (Undersecretary)
8. Afrika Selatan (Deputy Minister)
9. Republic of Maldives (Deputy Minister)
10. Kanada (Deputy Minister)
11. Malaysia (Deputy Minister)
12. Hellenic Republic (Vice Minister)
13. Korea (Vice Minister)
14. Republik Ghana (Vice Minister)
296 Dikumpulkan berdasarkan pencaharian dari berbagai macam situs yang memberikan informasi mengenai kedudukan dan system yang ada pada Kementerian Negara pada masing-masing Negara yang ada di dunia.
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
191
Universitas Indonesia
15. Columbia (Deputy Minister)
16. Rusia(Deputy Minister)
17. Czech Republik(Deputy Minister)
18. Ukraine (Deputy Minister)
19. Turkey (Deputy Minister)
Dalam penelitian yang dilakukan oleh penulis, tentunya tidak akan
mengkaji dari semua Wakil Menteri yang berada dalam semua Negara yang
terdapat Wakil Menteri dalam Kemneterian yang ada di berbagai Negara di dunia,
namun penulis akan mengambil dari beberapa contoh Wakil Menteri yang
memiliki keunikan dan berlainan dengan yang ada di Indonesia. Selain itu juga
diambil dari Negara-negara yang memiliki system Pemerintahan yang berbeda-
beda pula. Adapun yang menjadi tujuan dalam pengambilan contoh dari berbagai
Negara ini tentunya untuk memperkaya pengetahuan dibidang Hukum Tata
Negara dan Hukum Administrasi Negara, untuk itu kiranya menjadi semakin
menarik apabila dilihat menurut studi perbandingan hukum mengenai Wakil
Menteri yang berlaku di berbagai Negara.
4.1 AmerikaSerikat(Undersecretary)
Amerika serikat (disingkat A.S.) atau United States of America (U.S.A.)
dalam bahasa Inggris, adalah sebuah republik federal yang terdiri dari 50 negara
bagian yang sebagian besar terletak di Amerika Utara.297 Amerika Serikat
berbatasan dengan Meksiko di sebelah selatan, dan dengan Kanada di sebelah
utara dan barat laut (eksklave Alaska). Di sebelah barat negara ini berbatasan
dengan Samudra Pasifik dan di sebelah timur dengan Samudra Atlantik. Selain itu
masih ada banyak daerah dan koloni di banyak belahan dunia, seperti Hawaii,
yang merupakan sebuah negara bagian, dan daerah-daerah lainnyaseperti Puerto
Riko, Guam dan lain sebagainya yang termasuk dalam persemakmuran. Amerika
terbentuk dari 13 bekas koloni Britania Raya yang memerdekakan diri pada
tanggal 4 Juli 1776.298 Setelah itu Amerika berekspansi secara besar-besaran,
297 Jonathan R Dull, A Companion to the American Revolution, ed. (Jack P. Greene and J. R. Pole. Maiden, Mass.: Blackwell, 1999), Hal. 352–361 298 Ibid
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
192
Universitas Indonesia
membeli daerah Louisiana dari Perancis serta Alaska dari Rusia serta
menganeksasi daerah-daerah milik Meksiko yaitu New Mexico, Texas, dan
California seusai Perang Meksiko-Amerika.299
Amerika ditilik dari wilayahnya adalah negara terbesar keempat di dunia,
setelah Rusia, Kanada, dan Tiongkok.Dari jumlah penduduk, menempati urutan
ketiga setelah Tiongkok dan India. Tetapi dilihat dari segi ekonomi, Amerika
adalah nomor satu di dunia yang meliputi kira-kira seperempat hingga sepertiga
total keluaran ekonomi dunia. Dewan Perwakilan bersama Senat Amerika Serikat,
merupakan bagian lembaga konstitusional pada Kongres Amerika Serikat.Sistem
politik Amerika menganut Sistem Bikameral (dua Kamar), yaitu DPR dan Senat.
DPR mewakili suatu wilayah yang ditetapkan (distrik). Sistim distrik kalau sistim
Pemilu Indonesia saat ini Daeral Pemilihan (Dapil). Sementara Senat (kalau di
Indonesia DPD), berasal dari tiap negara bagian masing-masing diwakili 2 orang,
kalau jumlah negara bagian USA ada 50 maka jumlah Senatnya 100. DPR
Amerika jumlah lebih banyak dari Senat.300
Senat setara kedudukannya dengan Dewan Perwakilan Rakyat. Tugas
Senat beri rekomendasi kepada pemerintah terkait suatu hal, persetujuan
pengangkatan pejabat eksekutif/yudikatif tingkat tinggi oleh presiden serta
mengesahkan perjanjian.Sementara DPR mengajukan persetujuan RUU Keungan
(termasuk bail-out). Kedudukan Kongres (di Indonesia MPR), di dalam Konstitusi
Amerika Serikat (UUD 1945 mereka) memberikan kekuasaan legislatif dari
pemerintah federal (negara bagian), namun tetap terbatas. Kekuasaan Kongres
misalnya otoritas mengatur perdagangan luar negeri dan antar negara bagian,
memungut pajak, mendirikan pengadilan federal di bawah Mahkamah Agung,
mengatur angkatan bersenjata, menyatakan perang termasuk kekuasaan untuk
"membuat seluruh hukum yang diperlukan dan layak dijalankan dalam kekuasaan
sekarang. Diluar itu diberikan kepada negara bagian dan masyarakat.Dalam
kaitannya Bail-Out, Pemerintah mengajukan rancangan ke Senat dan dilanjutkan
ke DPR.Sepakat berlanjut ke Kongres lalu Ketok Palu.Setuju deh pembenahan.
299 Elmer Plischke, U.S. Department of State: A Reference History.(Westport, Conn.: Greenwood Press, 1999), Hal. 45. 300 Robert Tinkler, James Hamilton of South Carolina. Baton Rouge, (La: Louisiana State University Press, 2004), Hal. 52.
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
193
Universitas Indonesia
Amerika Serikat adalah sebuah yang termasuk disegani oleh negara-negara
yang lain di muka bumi ini. Negara ini terbentuk dari 13 bekas koloni Inggris
setelah Revolusi Amerika yang pada 4 Juli 1776 mengadakan deklarasi
kemerdekaan. Untuk sistem pemerintahannya, Amerika Serikat sangat
dipengaruhi oleh teori Trias Politica dari Montesquieu. Trias Politica atau yang
juga terkenal dengan teori pemisahan kekuasaan ini menciptakan sistem
pemisahaan kekuasaan legeslatif, kekuasaan eksekutif, dan kekuasaan
yudikatif.Sistem pemerintahan presidensiil AS yang selama ini dijalankan di
negara tersebut adalah Presiden memegang masa jabatan selama 4 tahun dengan
masa jabatan maksimal hanya 2 kali periode jabatan. Presiden dipilih secara
langsung oleh rakyat AS yang tinggalnya tersebar di seluruh negara bagian
AS.Dalam sistem ketatanegaraan AS, Presiden As tidak bisa menjatuhkan
konggres sebagai pemegang kekuasaan legislatif.Dimana konggres dengan sistem
bikameral yang anggotanya terdiri dari parlemen dan senat sebagai wakil dari
negara-negara bagian.301
Bila Presiden tidak bisa menjatuhkan konggres, begitu juga sebaliknya,
konggres juga tidak bisa menjatuhkan presiden walaupun secara konstitusi yang
berlaku di AS konggres dapat memanggil presiden bila presiden dianggap
melanggar konstitusi dan konggres bia melakukan impeachment. Dalam sistem
pemerintahaan presidensiil As juga terdapat sistem checks and balances, yaitu
sistem saling melakukan pengawasan. Adapun maksud dari sistem checks and
balances ini adalah agar supaya ketiga sistem kekuasaan di AS yang terdiri dari
Presiden, Konggres, dan MA selalu dalam keadaan seimbang, terutama dalam
keadaan tertentu yang bersifat kasuistik serta tidak terus menerus.
Amerika Serikat mendapatkan kemerdekaannya melalui revolusi tahun
1776, dan setelah melalui proses yang cukup panjang maka tahun 1787, Sidang
Majelis Konstituante sampai pada satu titik yaitu menerima dasar demokrasi
Amerika, yang tetap tegak sampai sekarang yakni Konstitusi (UUD) Amerika
Serikat. Sistem pemerintahan Amerika Serikat berdasarkan yang konstitusi ini
bermaksud menegakkan demokrasi dan kebebasan warga negara.
301Lee H Burke and Patterson, Richard Sharpe.Homes of the Department of State, 1774-1976: The Buildings Occupied by the Department of State and Its Predecessors. (Washington, D.C.: US. Government Printing Office, 1977), Hal. 27.
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
194
Universitas Indonesia
Ciri-ciri penting pemerintahan Amerika Serikat antara lain:302
1. Amerika Serikat adalah suatu negara Republik Federasi yang demokratis
2. sebagai negara Federasi maka terdapat pembagian kekuasaan
konstitusional antara Pemerintah Federal (Serikat) dan Pemerintah Negara-
negara Bagian atau State
3. pemerintahan oleh rakyat (Government by the people) mengakui bahwa
kedaulatan ada di tangan rakyat yang terlihat dalam proses pemilihan
umum
4. terdapat pemisahan kekuasaan yang tegas antara Legislatif, Eksekutif, dan
Yudikatif baik mengenai organ pelaksana maupun fungsi kekuasaan-
kekuasaan badan-badan tersebut yang saling membatasi satu sama lain
dengan asas checks and balances
5. negara-negara Bagian mempunyai hak yang sama
6. keadilan ditegakkan melalui Badan Yudikatif yaitu Mahkamah Agung
(Supreme Court) yang bebas dari pengaruh kedua badan lainnya
(Legislatif dan Eksekutif) dan menjamin hak-hak kebebasan dan
kemerdekaan individu serta menjamin tegaknya hukum (rule of law)
7. suprastruktur politik ditopang oleh infrastruktur politik yang menganut
sistem bipartisan.
Sistem pemerintahan Amerika Serikat didasarkan atas konstitusi (UUD)
tahun 1787.303 Namun, konstitusi tersebut telah mengalami beberapa kali
amandemen. Amerika Serikat memiliki tradisi demokrasi yang kuat dan berakar
dalam kehidupan masyarakat sehingga dianggap sebagai benteng demokrasi dan
kebebasan. Sistem pemerintahan Amerika Serikat yang telah berjalan sampai
sekarang diusahakan tetap menjadi sistem pemerintahan demokratis. Sistem
pemerintahan yang dianut ialah demokrasi dengan sistem presidensial. Sistem
presidensial inilah yang selanjutnya dijadikan contoh bagi sistem pemerintahan
negara-negara lain, meskipun telah mengalami pembaharuan sesuai dengan latar
302 Mengenai hal itu merupakan ringkasan dari buku Richard C. Schoreder, Garis Besar Pemerintahan Amerika Serikat, (Jakarta : Kantor Program informasi Internsional Departemen Luar Negeri Amerika Serikat, 2000). 303 Ibid
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
195
Universitas Indonesia
belakang negara yang bersangkutan. Pokok-pokok sistem pemerintahan Amerika
Serikat adalah:304
1. Amerika Serikat adalah negara republik dengan bentuk federasi (federal)
yang terdiri atas 50 negara bagian. Pusat pemerintahan (federal) berada di
Washington dan pemerintah negara bagian (state). Adanya pembagian
kekuasaan untuk pemerintah federal yang memiliki kekuasaan yang
didelegasikan konstitusi. Pemerintah negara bagian memiliki semua
kekuasaan yang tidak didelegasikan kepada pemerintah federal.
2. Adanya pemisahan kekuasaan yang tegas antara eksekutif, legislatif dan
yudikatif. Antara ketiga badan tersebut terjadi cheks and balances
sehingga tak ada yang terlalu menonjol dan diusahakan seimbang.
3. Kekuasaan eksekutif dipegang oleh presiden. Presiden berkedudukan
sebagai kepala negara sekaligus kepala pemerintahan. Presiden dan wakil
presiden dipilih dalam satu paket (ticket) oleh rakyat secara langsung.
Dengan demikian, presiden tak bertanggung jawab kepada kongres
(parlemennya Amerika Serikat) tetapi pada rakyat. Presiden membentuk
kabinet dan mengepalai badan eksekutif yang mencakup departemen
ataupun lembaga non departemen.
4. Kekuasaan legislatif berada pada parlemen yang disebut kongres. Kongres
terdiri atas 2 bagian (bikameral), yaitu Senat dan Badan Perwakilan (The
House of Representative). Anggota Senat adalah perwakilan dari tiap
negara bagian yang dipilih melalui pemilu oleh rakyat di negara bagian
yang bersangkutan. Tiap negara bagian punya 2 orang wakil. Jadi terdapat
100 senator yang terhimpun dalam The Senate of United State. Masa
jabatan Senat adalah enam tahun. Akan tetapi dua pertiga anggotanya
diperbaharui tiap 2 tahun. Badan perwakilan merupakan perwakilan dari
rakyat Amerika Serikat yang dipih langsung untuk masa jabatan 2 tahun.
5. Kekuasaan yudikatif berada pada Mahkamah Agung (Supreme Court)
yang bebas dari pengaruh dua badan lainnya. Mahkamah Agung menjamin
tegaknya kebebasan dan kemerdekaan individu, serta tegaknya hukum.
304 Merupakan saduran dari buku ke-2 (edisi revisi) Richard C. Schoreder, Garis Besar Pemerintahan Amerika Serikat, (Jakarta : Kantor Program informasi Internsional Departemen Luar Negeri Amerika Serikat, 2008).
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
196
Universitas Indonesia
6. Sistem kepartaian menganut sistem dwipartai (bipartai). Ada dua partai
yang menentukan sistem politik dan pemerintahan Amerika Serikat, yaitu
Partai Demokrat dan Partai Republik. Dalam setiap pemilu, kedua partai
ini saling memperebutkan jabatan-jabatan politik.
7. Sistem pemilu menganut sistem distrik. Pemilu sering dilakukan di
Amerika Serikat. Pemilu di tingkat federal, misalnya pemilu untuk
memilih presiden dan wakil presiden, pemilu untuk pemilihan anggota
senat, pemilu untuk pemilihan anggota badan perwakilan. Di tingkat
negara bagian terdapat pemilu untuk pemilihan gubernur dan wakil
gubernur, serta pemilu untuk anggota senat dan badan perwakilan negara
bagian. Di samping itu, terdapat pemilu untuk memilih walikota/dewan
kota, serta jabatan publik lainnya.
8. Sistem pemerintahan negara bagian menganut prinsip yang sama dengan
pemerintahan federal. Tiap negara bagian dipimpin oleh gunernur dan
wakil gubernur sebagai eksekutif. Ada parlemen yang terdiri atas 2 badan,
yaitu Senat mewakili daerah yang lebih rendah setingkat kabupaten dan
badan perwakilan sebagai perwakilan rakyat negara bagian
Kabinet Amerika Serikat sepenuhnya tergantung kepada Presiden AS
terpilih.Sepanjang sejarah AS bisa dikatakan, pembentukan kabinet AS
sepenuhnya tergantung kepada presiden.305 Dalam arti, seorang Presiden AS
terpilih memiliki kebebasan penuh dalam menentukan, memilih, dan membentuk
kabinetnya. Dalam pandangan AS, pembentukan kabinet ibarat presiden
membangun satu "keluarga baru" yang seluruhnya terdiri atas pegawai dan
pembantu presiden. Walau begitu, biasanya, seorang presiden tetap memberi
kriteria pada calon anggota keluarga yang akan dibentuk. Misalnya, si calon
anggota kabinet harus memiliki kompetensi di bidang administrasi,
berpengalaman cukup, loyal, dan yang terpenting adalah cocok. Seiring
berlalunya waktu, belakangan, banyak presiden yang memasukkan masalah
kedaerahan (regional), etnis, jender, dan geografis ke dalam persyaratan
penyusunan kabinet.Karena itu, sudah menjadi hal yang biasa di AS belakangan
ini jika satu kabinet setidaknya mencakup satu Afro-Amerika, satu hispanik, satu 305 Diakses melalui bbc internasional pada tanggal 16 desember 2012, yang memuat profil dari pemerintahan amerika. http://news.bbc.co.uk/2/hi/americas/country_profiles/1217752.stm
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
197
Universitas Indonesia
barat, satu dari selatan, dan beberapa wanita. Presiden Richard Nixon, misalnya,
dalam salah satu tulisan mengatakan, pembentukan kabinet yang multikultural itu
lebih untuk menarik perhatian dari kalangan mayoritas maupun minoritas. Secara
teori, seorang presiden bisa memilih siapa saja untuk bergabung di dalam
kabinetnya.Namun, kenyataannya, hal itu tidak sepenuhnya bisa dipraktikkan.306
Seorang calon anggota kabinet harus mendapat dukungan mayoritas dari
senat. Bahkan, belakangan ini, penyusunan kabinet semakin sulit karena setiap
anggota kabinet harus melalui semacam uji kelayakan yang cukup ketat oleh
senat, media massa, dan kelompok lain yang berwenang. Dengan pendekatan
seperti itu, tidak terlalu salah jika mengatakan, pada akhirnya wajah satu kabinet
sangat ditentukan oleh karakter seorang presiden. Karena itu, bisa jadi, satu
kabinet lebih mencerminkan popularitas daripada orientasi tujuan maupun
orientasi presiden. Kondisi ini membuat kabinet AS pun tidak lepas dari anggapan
dibentuk berdasarkan semacam lotre demi kepentingan bisnis, sejauh tetap logis
dan rasional. Setidaknya hal itu dilansir oleh salah satu analis dalam buku "The
President’s Cabinet" (1959).307 Dan tak terlalu salah jika mengatakan, pendekatan
itu membuat kabinet AS pun tak jauh dari politik "dagang sapi".
Walau begitu, seorang presiden harus tetap memilih calon tertentu untuk pos-pos
khusus.Misalnya, pos Menteri Pertahanan. Biasanya, seorang Presiden AS akan
menunjuk calon yang sudah berpengalaman di bidang pertahanan. Juga Menteri
Keuangan. Biasanya dipilih calon yang memiliki latar belakang bidang
moneter.308
Namun, lebih dari itu, untuk jabatan ini, seorang presiden biasanya
mencari calon yang mampu menjadi menteri sekaligus juru bicara dalam masalah
ekonomi. Calon anggota dengan latar belakang umum yang biasa disebut
generalis, biasanya dipercaya untuk jabatan domestik, seperti Menteri
Perdagangan dan Transportasi.Adapun kalangan politisi biasanya diarahkan ke 306United States Department of State, Bureau of Diplomatic Security (July 2011). "Diplomatic and Consular Immunity: Guidance for Law Enforcement and Judicial Authorities".United States Department of State.p. 15.Retrieved 11 May 2012. 307Michael, William Henry. History of the Department of State of the United States: Its Formation and Duties, Together With Biographies of Its Present Officers and Secretaries From the Beginning.(Washington, D.C.: U.S. Government Printing Office, 1901), Hal. 12. 308Burke and Patterson, Lock Cit, Hal. 37.
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
198
Universitas Indonesia
masalah pertanian atau dalam negeri. Presiden Bush, misalnya, "memberi hadiah"
kepada mantan anggota kongres untuk menangani masalah pertanian, dalam
negeri, dan veteran. Sedangkan Presiden Clinton menunjuk mantan gubernur
untuk menangani masalah dalam negeri dan pendidikan. Kabinet di amerika
serikat terdiri dari 16 Menteri, diantaranya :309
1. Menteri Dalam Negeri
2. Menteri Luar Negeri
3. Menteri Pertahanan
4. Menteria Kehakiman/Jaksa Agung
5. Menteri Keuangan
6. Menteri Transportasi
7. Menteri Pertanian
8. Menteri Perdagangan
9. Menteri Energi
10. Menteri Pendidikan
11. Menteri Kesehatan
12. Menteri Tenaga Kerja
13. Menteri Perumahan
14. Menteri Veteran
Sejarah Wakil Menteri Amerika Serikat dimulai sejak tahun1919-1972,
adalah merupakan pejabat peringkat keduadiAmerika Serikatsetelah Menteri
(langsung di bawah Sekretaris Negara Amerika Serikat), menjabat sebagai wakil
Sekretaris, asisten kepala, dan bertindak dalam acara ketidak hadiran Sekretaris.
Sebelumnya peringkat kedua posisi tersebut diisi oleh Panitera Kepala, para
Asisten Menteri Luar Negeri, dan Pembantu. Sebelum tahun 1944, sejumlah
kantordi Departemen terdapat Wakil Menteri dan bertanggung jawab kepada
Menteri. Kemudian padaJuli 1972, posisi Wakil Sekretaris digantikan dengan
Wakil Menteri.310 Di zaman modern, Wakil Menteri berada pada peringkat diatas
309 Diakses pada website http://www.glin.gov/ (Global Legal Information Network), diakses pada tanggal 15 Desember 2012 310 Diakses pada website pada tanggal 15 Desember 2012, http://rs6.loc.gov/cgi-bin/ampage?collId=llsl&fileName=001/llsl001.db&recNum=151, A Century of Lawmaking for a New Nation: U.S. Congressional Documents and Debates, 1774 – 1875
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
199
Universitas Indonesia
Sekretaris AsistenNegara dan di bawah Sekretaris Deputi Negara. Dan Menjadi
Penasihat dari Menteri, serta memberi saran kepada Sekretaris Negara, serta
kepangkatannya setara dibawah jabatan Sekretaris. Berikut inia dalah daftar Wakil
Menteri di Amerika Serikat, diantaranya :311
1. Wakil Menteri Luar Negeri untuk UrusanPolitik
2. Wakil Menteri Luar Negeri untuk Manajemen
3. Wakil Menteri Urusan Sekretaris Negara untuk Ekonomi, Bisnis, dan
Pertanian
4. Wakil Menteri Luar Negeri untuk Diplomasi Publik dan Urusan Publik
5. Wakil Menteri Luar Negeriuntuk Pengawasan Senjata dan Keamanan
Internasional
6. Wakil Menteri Luar Negeri untuk Demokrasi dan Urusan Global
Sedangkan untuk menggambarkan mengenai struktur organisasi Wakil
Menteri Amerika Serikat, dapat digambarkan seperti gambar berikut :312
Tabel 4.1 Struktur Organisasi Wakil Menteri US
311Bureau of Public Affairs."1784-1800: New Republic". United States Department of State.Retrieved 11 May 2012. 312 Diakses pada situs resmi pemerintahan Amerika Serikat http://www.state.gov/, pada tanggal 16 desember 2012
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
200
Universitas Indonesia
Sedangkan tugas dan wewenang masing-masing Wakil Menteri Amerika
Serikat, akan urai melaui pembahasan dibawah ini.313 Wakil Menteri Luar Negeri
untuk Urusan Politik, ketiga peringkat pejabat Departemen Luar Negeri. Menjadi
Sekretaris Bertindak tanpa adanya Sekretaris Negara dan Deputi Menteri Luar
Negeri. Posisi ini bertanggung jawab untuk biro, dipimpin oleh Sekretaris Asisten,
mengkoordinasikan diplomasi Amerika di seluruh dunia:314
1. Biro Urusan Afrika
2. Biro Asia Timur dan Pasifik
3. Biro Urusan Eropa dan Eurasia
4. Biro Hubungan Internasional Organisasi
5. Biro Urusan Timur Dekat
6. Biro Selatan dan Asia Tengah Urusan
7. Biro Urusan Belahan Bumi Barat
Wakil Menteri Luar Negeri untuk Manajemen sebagai penasihat utama
kepada Sekretaris dan Wakil Sekretaris pada hal-hal yang berkaitan dengan
alokasi dan penggunaan anggaran Departemen, properti fisik, dan personil. Posisi
ini bertanggung jawab untuk biro, dipimpin oleh Sekretaris Asisten, perencanaan
administrasi sehari-hari Departemen dan mengusulkan reformasi kelembagaan
dan modernisasi:
1. Biro Administrasi
- Kantor Tunjangan
- Kantor Otentikasi
- Layanan Bahasa
- Kantor Manajemen Logistik
- Kantor Sekolah Luar Negeri
- Kantor Pemanfaatan Usaha Kecil dan Tertinggal
- Kantor Multi-Media Services
- Kantor Direktif Manajemen
- Kantor Komisaris dan Rekreasi Urusan
313 Diakses pada situs resmi Amerika Serikat, pada tanggal 16 Agustus 2012
http://www.state.gov/documents/organization/150505.pdf
314Ibid
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
201
Universitas Indonesia
- Kantor Eksekutif Pengadaan
2. Biro Urusan Konsuler
- Kantor Masalah Anak
3. Biro Keamanan Diplomatik (DS)
- AS Layanan Keamanan Diplomatik (DSS)
- Kantor Misi Asing
4. Biro Sumber Daya Manusia
5. Biro Informasi Manajemen Sumber Daya
6. Biro Operasi Bangunan Luar Negeri
7. Direktur Reception Rooms
8. Diplomatik Asing Layanan Institute
9. Kantor Kebijakan Manajemen, rightsizing, dan Inovasi
10. Kantor Pelayanan Medis
11. Kantor Gedung Putih Liaison
Wakil Menteri Luar Negeri untuk Pertumbuhan Ekonomi, Energi, dan
Lingkungan dia adalah penasihat ekonomi senior untuk Sekretaris dan Wakil
Sekretaris pada kebijakan ekonomi internasional. Posisi ini bertanggung jawab
untuk biro, dipimpin oleh Sekretaris Asisten, yang berhubungan dengan
perdagangan, pertanian, penerbangan, dan hubungan perdagangan bilateral
dengan mitra ekonomi Amerika:
1. Biro Ekonomi dan Bisnis Urusan
2. Biro Energi Sumber Daya
3. Biro Urusan Kelautan dan Lingkungan dan Ilmiah Internasional
4. Kantor Penasihat Sains dan Teknologi
5. Kantor Kepala Ekonom
Wakil Menteri Luar Negeri untuk Diplomasi Publik dan Urusan Publik:
Wakil ini menyebabkan fungsi yang sebelumnya ditugaskan kepada Badan
Informasi Amerika Serikat, tetapi diintegrasikan ke dalam Departemen Luar
Negeri oleh reorganisasi 1999. Posisi ini mengelola unit yang menangani
komunikasi publik departemen dan berusaha untuk memoles citra Amerika
Serikat di seluruh dunia:
1. Biro Pendidikan dan Kebudayaan
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
202
Universitas Indonesia
- Akses Internet dan Program Pelatihan
2. Biro Umum
- Kantor Sejarah
3. Biro Program Informasi Internasional
4. Kantor Kebijakan, Perencanaan, dan Sumber untuk Diplomasi Publik dan
Urusan Publik
Wakil Menteri Luar Negeri untuk Pengawasan Senjata dan Keamanan
Internasional Urusan: Wakil koordinat ini peran Departemen dalam bantuan
militer AS. Sejak reorganisasi 1996, Wakil ini juga mengawasi fungsi Arms
Control sebelumnya independen dan Badan Perlucutan.
1. Biro Keamanan Internasional dan Nonproliferasi
2. Biro Politik-Militer Urusan
3. Biro Verifikasi, Kepatuhan Implementasi, dan
Wakil Menteri Luar Negeri untuk Keamanan Sipil, Demokrasi, dan Hak
Asasi Manusia:
1. Biro Operasi Konflik dan Stabilisasi
- Kantor Koordinator untuk Rekonstruksi dan Stabilisasi
2. Biro Terorisme
3. Biro Demokrasi, HAM, dan Perburuhan
4. Biro Narkotika Internasional dan Urusan Penegakan Hukum
5. Biro Kependudukan, Pengungsi, dan Migrasi
6. Kantor Criminal Justice global
7. Kantor Isu Global Youth
8. Kantor Pengawasan dan Pemberantasan Perdagangan Manusia
Ada Wakil Menteri Pertahanan315 untuk Akuisisi, Teknologi, dan Logistik,
diangkatdari kehidupan sipil oleh Presiden, oleh dan dengan nasihat dan
persetujuan dari Senat. Para Wakil Menteri diangkat dari antara orang-orang yang
memiliki latar belakang manajemen yang luas. Tunduk, arah kontrol otoritas, dan
Menteri Pertahanan, Sekretaris bawah Pertahanan untuk Akuisisi, Teknologi, dan
Logistik akan melakukan tugas tersebut dan menggunakan kekuasaan tersebut 315 Diakses pada website http://www.law.cornell.edu/uscode/text/10/133, Legal Information Institute (LII), open acces to law since 1992, Cornell University Law School
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
203
Universitas Indonesia
berkaitan dengan akuisisi sebagaiMenteri Pertahanan dapat meresepkan,
termasuk:316
1. mengawasi Departemen Pertahanan akuisisi;
2. menetapkan kebijakan untuk akuisisi (termasuk pengadaan barang dan
jasa, penelitian dan pengembangan, pengujian perkembangan, dan
administrasi kontrak) untuk semua elemen dari Departemen Pertahanan;
3. menetapkan kebijakan untuk logistik, perawatan, dan dukungan
sustainment untuk semua elemen dari Departemen Pertahanan;
4. menetapkan kebijakan Departemen Pertahanan untuk pemeliharaan basis
industri pertahanan dari Amerika Serikat, dan
5. wewenang untuk mengarahkan Sekretaris departemen militer dan kepala
dari semua elemen lain dari Departemen Pertahanan berkaitan dengan hal-
hal yang Under Secretary memiliki tanggung jawab.
Selain itu Wakil Menterimerupakan:317
1. adalah eksekutif pengadaan senior untuk Departemen Pertahanan untuk
keperluan
2. adalah Akuisisi Pertahanan Eksekutif untuk tujuan peraturan dan prosedur
dari Departemen menyediakan untuk Eksekutif Akuisisi Pertahanan, dan
3. sejauh diarahkan oleh Sekretaris, latihan pengawasan secara keseluruhan
dari semua personil (sipil dan militer) di Kantor Menteri Pertahanan
berkaitan dengan hal-hal yang Under Secretary memiliki tanggung jawab,
kecuali ditentukan lain oleh undang-undang
Wakil Menteri harus menentukan kebijakan untuk memastikan bahwa
audit dan pengawasan kegiatan kontraktor dikoordinasikan dan dilaksanakan
dengan cara untuk mencegah duplikasi oleh unsur-unsur yang berbeda dari
Departemen. Kebijakan tersebut harus menyediakan koordinasi rencana tahunan
yang dikembangkan oleh masing-masing elemen tersebut untuk melakukan audit
dan fungsi pengawasan dalam setiap kegiatan kontraktor.Dalam melaksanakan 316 Diakses pada website pada tanggal 15 Desember 2012, hal ini yang merupakan informasipenting mengenai posisi Wakil Menteri di Amerika Serikat. Berikut linknya : http://www.imf.org/external/pubs/ft/weo/2009/02/weodata/weorept.aspx?sy=2006&ey=2009&scsm=1&ssd=1&sort=country&ds=.&br=1&c=111&s=NGDPD%2CNGDPDPC%2CPPPGDP%2CPPPPC%2CLP&grp=0&a=&pr.x=64&pr.y=8 317 Ibid
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
204
Universitas Indonesia
ayat ini, Wakil Menteri harus berkonsultasi dengan Inspektur Jenderal
Departemen Pertahanan. Tidak ada dalam ayat ini tidak akan mempengaruhi
kewenangan Inspektur Jenderal Departemen Pertahanan untuk menetapkan
kebijakan audit untuk Departemen Pertahanan di bawah Inspektur Jenderal Act of
1978 dan sebaliknya untuk melaksanakan fungsi Inspektur Jenderal bawah
Undang-Undang yang dapat diurai sebagai berikut :318
1. Sehubungan dengan semua hal yang ia memiliki tanggung jawab oleh
hukum atau oleh arah Menteri Pertahanan, Sekretaris bawah Pertahanan
untuk Akuisisi, Teknologi, dan Logistik diutamakan di Departemen
Pertahanan setelah Menteri Pertahanan dan Wakil Menteri Pertahanan.
2. Sehubungan dengan semua hal-hal lain selain hal-hal yang ia memiliki
tanggung jawab oleh hukum atau oleh arah Sekretaris Pertahanan, Wakil
Menteri diutamakan di Departemen Pertahanan setelah Menteri
Pertahanan, Sekretaris Deputi Pertahanan, dan Sekretaris departemen
militer.
Dengan demikian Wakil Menteri di Amerika hanya ada pada kementerian
Luar Negeri, dan jumlahnya 6 (enam) orang yang terdiri dari Wakil Menteri Luar
Negeriuntuk Urusan Politik, Wakil Menteri Luar Negeri untuk Manajemen, Wakil
Menteri Urusan Sekretaris Negara untuk Ekonomi, Bisnis, danPertanian, Wakil
Menteri Luar Negeriuntuk Diplomasi Publik dan Urusan Publik, Wakil Menteri
Luar Negeriuntuk Pengawasan SenjatadanKeamanan Internasional dan Wakil
Menteri Luar Negeri untuk Demokrasi danUrusan Global. Mereka diangkat oleh
Presiden dari pegawai-pegawai senior yang berpengalaman, namun kedudukan
dan pertanggung jawabannya kepada Sekretaris Negara. Sedangkan ruang lingkup
pekerjaannya adalah membantu Menteri luar negeri dan tidak menutup
kemungkinan membantu sekretaris pemerintah untuk menjalankan tugas dan
fungsinya.
4.2 Rusia (Deputy Minister)
Rusia adalah sebuah negara yang membentang dengan luas di sebelah
timur Eropa dan utara Asia. Dahulu Rusia pernah menjadi negara terbesar di Uni
318Ibid
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
205
Universitas Indonesia
Soviet. Pada mulanya pemerintahan negara Rusia berbentuk kerajaan/kekaisaran
dengan seorang Tsar atau kaisar sebagai kepala negara.319 Sebagian besar kaisar
memerintah dengan bersifat otoriter dan bertindak sewenang-wenang terhadap
rakyatnya. Hal ini menyebabkan industrialisasinya berkembang pesat. Kemajuan
industri menyebabkan berkembangnya gerakan sosialisme di Rusia. Akibatnya
Tsar Nicholas II menjadi korban dari gerakan sosialisme. Pada tahun 1917, Tsar
Nicholas II diturunkan dari tahta kerajaannya dan dibuang ke Serbia. Pada saat
Revolusi Rusia tahun 1905 memunculkan beberapa akibat yaitu adanya perubahan
agraria dari Menteri Stolypin dan dibentuknya Dewan Perwakilan Rakyat
(Duma).320 Rusia merupakan negara federal yang memiliki berbagai macam etnis,
setelah keruntuhan Uni Soviet, Rusia mengalami masalah separatisme. Ada
beberapa kelompok etnis yang ingin memisahkan diri dan mengakibatkan krisis
berlarut-larut.
Sistem pemerintahan Rusia dipegang oleh presiden yang berpusat di
Kremlin serta perdana menteri yang bertanggung jawab terhadap parlemen namun
dengan peranan yang terbatas dibandingkan dengan Presiden. Presiden yang
pernah memimpin Rusia adalah Boris Yeltsin (1991-2000), Vladimir Putin (2000-
2008) dan Dmitry Medvedev (2008-sekarang).321 Saat ini masalah dan tantangan
terberat utama pemerintah adalah serangan terorisme. Kawasan Kaukasus dikenal
sebagai markas pemberontak Chechen yang sering melakukan serangan teror.
Kabar yang menyebutkan beredarnya video pemimpin pemberontak yang
bersumpah akan menjadikan Rusia penuh air mata dan darah pada membuat
rakyat merasa tidak nyaman. Pemerintah Rusia menanggapi ancaman ini dengan
serius menyusul ledakan di bandara Domodedovo, 24 Januari 2011, yang
menewaskan 36 orang.
Sampai tahun 1917 Rusia merupakan kerajaan/kekaisaran dengan seorang
tsar sebagai kepala negara. Selama masih kerupakan kekaisaran, terutama pada
masa Dinasti Romanov, Rusia mengalami persinggungan politik dengan negara-
319 Nikita Chakirov ed, Illustrated History of the Russian Empire: The Coronation Book. (Astoria, NY: The Russian Orthodox Youth Committee. 1971).Hal. 488
320 Ibid 321 Boris N Mironov, The Standard of Living and Revolutions in Imperial Russia, 1700-
1917 (2012)
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
206
Universitas Indonesia
negara Eropa, di antaranya konflik dengan pemerintahan Perancis pimpinan
Napoleon Bonaparte, Krisis Balkan karena menginginkan pelabuhan yang bebas
dari es di Eropa yang dinamakan Politik Air Hangat, Penyatuan Pan Slavia serta
sering mengalami pertempuran dengan Turki Usmani (Ottoman) Turki dalam
memperebutkan wilayah Kaukasus dan Austria-Hungaria dalam Perang Dunia
I.322 Akibat politik ini pula terjadi pertempuran dengan Jepang dan intervensi
terhadap Tiongkok. Masa selanjutnya, politik Rusia dilebur dengan kepentingan
Uni Soviet yang mengambil sikap independen bahkan menentang ketika terjadi
penggulingan kekuasaan Mikhail Gorbachev oleh Gennady Yanayev menjelang
keruntuhan Uni Soviet yang diprakarsai Presiden Boris Yeltsin. Pemerintahan
dipegang oleh presiden yang berpusat di Kremlin serta perdana menteri yang
bertanggung jawab terhaadap parlemen namun dengan peranan yang terbatas
dibandingkan dengan Presiden. Sejak pembangkangan Wakil Presiden Aleksander
Ruskoi dan ketua parlemen asal Chechnya, Ruslan Khasbulatov, lembaga wakil
presiden dihapus.
Parlemen memiliki dua kamar, yakni Majelis Federal (Federalnoye
Sobraniye) yang merupakan majelis tinggi dan majelis rendah yang dikenal
dengan Duma. Karena Rusia merupakan negara federal yang memiliki berbagai
macam etnis, setelah keruntuhan Uni Soviet, Rusia mengalami masalah
separatisme. Ada beberapa kelompok etnis yang ingin memisahkan diri dan
mengakibatkan krisis berlarut-larut, seperti di Chechnya dan Ingushetia.Rusia
juga terancam atas perluasan NATO ke wilayah Eropa Timur. Kekhawatiran atas
pemilihan di Ukraina, kerjasamanya dengan Belarus, ditambah degan tradisi di
Rusia yang dianggap cocok dengan budaya sentralisasi, demokratisasi malah
membuat harga diri Rusia merosot di mata dunia dan menimbulkan berbagai
macam gejolak dan krisis berkepanjangan. Pemerintahan Rusia dapat dibagi
menjadi:323
1. Masa Tsar atau Kekaisaran
2. Masa Uni Soviet
322 Nikita Chakirov ed, Lock Cit, Hal. 48 323 George Freeze, Russia: A History (2nd ed.), (Oxford: Oxford University Press, 2002),
Hal. 556.
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
207
Universitas Indonesia
3. Masa Kepresidenan Rusia
Revolusi yang terjadi diakhir dekade abad ke 20 telah membawa
kehancuran Uni Soviet yang telah di bangun selama lebih kurang tujuh dasawarsa.
Masa transisi yang di hadapi pasca Uni Soviet hingga saat ini merupakan proses
menuju kelahiran kembali Rusia sebagai kejayaan masa Imperium Rusia.324
Dalam masa transisi ini banyak hambatan yang di lalui oleh bangsa Rusia dalam
tujuannya merealisasikan demokrasi di negarannya. Hambatan tersebut terlihat
dari segi historis, geografis, politik, hingga hambatan krisis dan partisipatif dari
dalam intern Rusia terutama dalam benturan antara budaya dengan nilai-nilai
tradisi Rusia. Transisi demokrasi di Rusia yang lambat juga di kaitkan karena
ketidaksiapan masyarakatnnya dalam merealisasikan demokrasi di Rusia secara
utuh.
Pembaharuan dan perubahan yang pada mulannya di maksudkan untuk
memajukan Uni Soviet justru menyebabkan runtuhnya Uni soviet. Perubahan dari
Uni Soviet menjasi Federasi Rusia tidaklah semudah yang di bayangkan banyak
orang. Terdapat banyak perombakan yang di lakukan, di mulai dari system
pemerintahan dan perundang-undangannya, konflik antara masyarakat Rusia
dikarenakan terdapat sebagian masyarakat yang masih belum siap dengan
perubahan system. Pemerintahan Rusia secara total yang dulunya Komunis
menjadi Republik. Keruntuhan Uni Soviet membawa dampak yang besar bagi
bangsa Rusia. Setelah memproklamirkan diri sebagai Federasi Rusia, bangsa
Rusia mengalami banyak transisi dalam masyarakat maupun kenegaraannya.
Perbedaan ideologi yang di gunakan pada masa Uni Soviet yang tertutup dan
dalam masa transisinya menuju Negara demokrasi memaksa Rusia dalam
hubungan Internasional untuk beradaptasi pada dunia yang lebih modern dan
terbuka.
Awal mula bangsa Rusia yang memiliki ciri pemerintahan yang otoritarian
sejak zaman Tsar pada masa Imperium Rusia masih berlanjut hingga masa Uni
Soviet. Pada zaman Imperium Rusia, Tsar di anggap sebagai pelindung Gereja
maka pada masa Uni Soviet partai yang menjadi penentu yang memerintah
rakyatnya dan dalam hal ini di pegang oleh sekjen partai itu sendiri. Perwujudan
324 A. Fahrurodji, Rusia Baru menuju Demokrasi : Pengantar Sejarah Dan Latar Belakang Budayanya, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2005), Hal. 25
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
208
Universitas Indonesia
dari otoritarian yang berlangsung secara berabad-abad di Rusia memiliki dampak
yaitu membiasakan budaya mereka pada ketidakterbukaan dan kebijakan-
kebijakan represif. Namun, setelah runtuhnya Uni Soviet dapat di simpulkan
merupakan kegagalan dalam pemerintahan otoritarian tersebut.325
Dilatarbelakangi oleh faktor historis, politis, dan geografis seperti wilayah
Rusia yang luas dan berada pada posisi marginal Eropa, adanya keberagaman
sosial budaya, keterbelakangan masyarakatnya, serta peran tanggung jawab
politisnya, telah menjadi alasan bagi pemerintah Rusia untuk menggunakan
system pemerintahan yang otoritarian, sistim pemerintahan Tsar Rusia juga
dipengaruhi oleh gagasan budaya Rusia, yaitu yang pertama Norad bogonesti
yakni individu mempunyai dari para bangsawan, elite agama, dan kaum borjuis di
dewan perwakilan, kedua Sabornost yakni kebersamaan setiap anggota
masyarakat untuk membantu Negara, dan yang ketiga Zemsky Sabor yakni adanya
hak khusus keempat Zemstvos yakni model atau bentuk pemerintahan lokal.
Model pemerintahan Rusia itu kemudian diambil alih oleh pemerintahan Komunis
Uni soviet dengan struktur birokratisnya.326
Model pemerintahan Rusia itu kemudian diambil alih oleh pemerintahan
Komunis Uni soviet dengan struktur birokratisnya. Transisi demokrasi Rusia
menjadi krusial sebab munculnya keberagaman antara elite. Pada masa itu
bermunculan kelompok elite politis, seperti garis keras-konservatif,
ultranasionalis, reformis, radikal, dan golongan moderat. Idealnya golongan
moderat dapat berperan mengatur dan menjadi kelompok negosiator bagi
kelompok garis keras untuk dapat memasuki dan memahami kedudukan mereka
pada masa transisi. Dengan tidak adanya tanda-tanda kompromi dari tiap-tiap
kelompok, menyebabkan transisi demokrasi menjadi terhambat.
Dalam sejarah Rusia abad ke-20, Gerakan pro demokrasi sudah muncul
pada awal tahun 1970-an tetapi di larang pada tahun 1980-an. Pada akhir 1980-an,
gerakan tersebut kembali muncul pada masa pemerintahan Gorbachev bersamaan
dengan program Perestroika (restruturisasi), Glasnost (keterbukaan) dan
325Ibid 326 George Freeze, Op Cit
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
209
Universitas Indonesia
Demokratiya yang sedang di sosialisasikan.327 Dalam hal ini keterbukaan fokus
utamanya dibidang politik, dan restrukturisasi di bidang ekonomi.Selain
Perestroika (restruturisasi), Glasnost (keterbukaan) terdapat pula kebijakan
mengenai demokratisasi politik dan “new thinking” (pemikiran baru) terhadap
kebijakan luar negeri.Gorbachev menolak ide dasar Leninisme, sehingga muncul
ide dasar Reformasi adalah perfection of socialism atau penyempurnaan kembali
sosialisme melalui interpretasi baru sesuai dengan keadaan. Reformasi yang di
lakukan oleh Gorbachev membawa reaksi yang berbeda-beda yaitu Gorbachev
dianggap menjadi pahlawan bahkan penyelamat dunia bagi Amerika Serikat dan
sekutunya, sedangkan secara domestik reformasi tersebut mendapat reaksi yang
betlawanan. Di satu sisi Gorbachev mendapat dukungan dari kalangan
intelegentsia dan kekuatan rakyat, kaum intelegentsia menyambut upaya
membebaskan penjara sensor dan liberalism pemikiran. Sementara bagi rakyat,
mereka mendapatkan harapan baru setelah represi panjang rezim komunisme yang
berakhir dengan stagnasi ekonomi.
Proklamasi Rusia ini adalah suatu kejutan yang tidak terduga, Rusia
menjadi sebuah Negara yang luasnya sepertiga Uni Soviet, setengah jumlah
penduduknya menguasai Uni Soviet yang beribukota di Moskow. Pada tahun
1990 hampir semua Negara bagian Uni Soviet menyatakan kemerdekaannya
bahkan banyak pemerintah lokal dan republik di 15 negara bagian itu yang
menyetujui hukum privatisasi yang lebih liberal daripada yang berlaku secara
nasional (Uni Soviet).328 Lebih jauh dapat di lihat adanya kerenggangan hubungan
antara Moskow dan beberapa republik yang berkaitan dengan perusahaan-
perusahan milik Negara. Peristiwa disintegasi Uni Soviet menjadi tonggak
runtuhnya ideology Komunisme. Proses ke arah disintegrasi ini melibatkan
banyak faktor diantarannya stagnasi ekonomi yang di coba di atasi dengan
perestroika, dan juga stagnasi politik yang di atasi dengan glasnost. Dan hasilnya
Perestroika gagal dan glasnost berhasil.Sehingga dampaknnya adalah terjadi
kebebasan dan keterbukaan yang luas, sementara kondisi ekonomi tetap
327 Jeffry Alkatiri, Transisi Demokrasi di Negara Rusia : Analisis Perlindungan HAM
1991-2000, (Jakarta : Rineka Cipta, 2007), Hal 52 328 J. N. Westwood, Endurance and Endeavour: Russian History 1812–2001 (5th ed.),
(Oxford: Oxford University Press, 2002), Hal. 656.
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
210
Universitas Indonesia
memburuk.Situasi ini membangkitkan faktor etnonasionalisme yang tidak
diperhitungkan oleh Gorbachev di masa awal reformasinnya hingga
kemundurannya pada tahun1991. Faktor ini semakin mencuat ke permukaan
seiring dengan gelombang kebebasan dan lemahnya control pusat yang selama
rezim komunis selalu sentralistik.
Pada 12 Desember 1993 masyarakat Rusia membentuk konstitusi baru
yang memperlihatkan adanya perbedaaan dengan konstitusi model Uni Soviet
(otoritarian-totalitarian).329 Perbedaan konstitusi baru ini terlihat dari adanya
konsepsi yang bersifat demokratis yaitu yang sebagian isinya mengangkat nilai
hak-hak individu dalam masyarakat ketingkat yang lebih proporsional di
bandingkan dengan konstitusi yang lama. Hal ini terlihat dari konstitusi Uni
Soviet tahun 1977 yang hanya menjelaskan tiga pasal mengenai hak individu,
sedangkan dalam konstitusi Federasi Rusia yang menjelaskan sebanyak 30 pasal.
Banyak perubahan yang terjadi pada masa transisi dari masa pasca Uni Soviet
menuju Federasi Rusia dalam aspek kehidupan sosial. Beberapa isu yang di
ajukan dalam konsepsi baru dalam tatanan masyarakat Rusia seperti Liberalisme,
HAM, Demokrasi, Kapitalisme, Pasar Bebas, Masyarakat Terbuka, Pluralisme,
dan Negara Hukum. Dalam hal politik dan pemerintahan, pihak-pihak yang
pernah berkuasa seperti anggota Politbiro dan para aparatchik-birokrat dari partai
komunis masih dapat memiliki kekuasaan yaitu dengan menyesuaikan status quo
dengan situasi transisi yang sedang berjalan. Pada masa transisi tersebut Negara
masih mengontrol aktivitas media massa, organisasi politik dan lembaga
keagamaan.
Di Rusia Menteri terdapat 17 (tujuh belas) Kementerian, yang terdiri
dari:330
1. Menteri Pertanian
2. Menteri Komunikasi dan Mass Media
3. Menteri kebudayaan
4. Menteri Pertahanan
329 Ibid 330 Diakses pada situs pemerintahan Rusia pada tanggal 15 Desember 2012,
http://government.ru/
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
211
Universitas Indonesia
5. Menteri Pembangunan Ekonomi
6. Menteri Pendidikan dan Sains
7. Menteri Energi
8. Menteri Keuangan
9. Menteri Kesehatan
10. Kementerian Luar negeri
11. Kementerian Dalam Negeri
12. Menteri Kehakiman
13. Menteri Tenaga Kerja dan Sosial
14. Menteri Perindustrian dan Perdaganga
15. Menteri Olahraga
16. Menteri Pembangunan Daerah
17. Menteri Transportasi
Namun apabila dilihat dari beberapa yang terdapat wakil Menteri dalam
Kementerian di Rusia, hanya terdapat 2 (dua) Kementerian, yakni Kementerian
Pertahanan dan Kementerian Pendidikan. Dalam hal ini kita akan mengambil
contoh Kementerian Pertahanan, kementerian Pertahanan dikelola oleh collegium
diketuai oleh Menteri Pertahanan dan Menteri Pertahanan termasuk wakil, kepala
Departemen Pertahanan Utama dan Direktorat Staf Umum, dan komandan
Komando Strategis Bersama / Distrik Militer, tiga Jasa, dan tiga cabang , yang
bersama-sama membentuk staf utama dan dewan penasehat Menteri Pertahanan.
Badan eksekutif Departemen Pertahanan adalah Staf Umum Angkatan Bersenjata
Federasi Rusia. Hal ini diperintahkan oleh Kepala Staf Umum. AS pakar William
Odom mengatakan pada tahun 1998 bahwa "Staf Umum Soviet tanpa MoD
dibayangkan, tetapi MoD tanpa Staf Umum tidak.331 Rusia Staf petugas latihan
otoritas komando Jenderal di kanan mereka sendiri. Pada tahun 1996 Staf Umum
termasuk lima belas direktorat utama dan jumlah yang belum ditentukan lembaga
operasi. Staf ini diselenggarakan oleh fungsi, dengan masing-masing direktorat
dan perwakilan untuk operasi mengawasi area fungsional, umumnya ditunjukkan
oleh judul organisasi.
331 William Eldridge Odom, 'The Collapse of the Soviet Military,' (Yale University Press,
1998), Hal.27
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
212
Universitas Indonesia
Struktur organisasi pada Kementerian Pertahanan Rusia meliputi:332
1. Menteri Pertahanan
2. Kepala Deputi Menteri Pertahanan Jenderal Sekretaris Negara
3. Wakil Menteri Pertahanan
4. Wakil Menteri Pertahanan
5. Wakil Menteri Pertahanan
6. Wakil Menteri Pertahanan
Wakil menteri diangkat dan diberhentikan oleh Menteri dan bertanggung
jawab kepada Menteri, begitu juga tugas dan wewenangnya ditentukan oleh
Menteri.333 Dengan demikian segala yang berhubungan dengan tugas dan
kewenangannya menjadi tanggung jawab kepada Menteri. Wakil Menteri disini
strukturnya berada dibawah Kepala Deputi Menteri Pertahanan Jenderal
Sekretaris Negara, dengan demikian maka wakil Menteri yang berada pada Rusia
segala macam yang berkaitan dengan administrative kelembagaan menjadi
tanggung jawab Kepala Deputi Menteri Pertahanan Jenderal Sekretaris Negara,
untuk juga terdapat hubungan kerja antara Kepala Deputi Menteri Pertahanan
Jenderal Sekretaris Negara dengan wakil Menteri di Rusia. Mengenai wakil
Menteri di lingkungan Kementerian Pendidikan dan Sains tidak jauh berbeda
dengan Wakil Menteri yang berada pada Kementerian Pertahanan Rusia. Untuk
mengetahui struktur organisasi dan kelembagaan dalam Kementerian Pertahanan
di Rusia, dapat digambarkan seperti struktur berikut :334
332 Diambil dari website RF MOD website www.mil.ru accessed, pada tanggal 9 Aug
2012 333 F. Scott & William F. Scott, Russian Military Directory 2004, Hal.61-82, 97-116 334 Kementerian Pertahanan Rusia http://eng.mil.ru/en/management/deputy.htm, dapat
dilihat juga pada kementerian Pendidikan Rusia http://eng.mon.gov.ru/ruk/zam/, diakses pada tanggal 15 Desember 2012
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
213
Universitas Indonesia
Tabel 4.2
Struktur Organisasi Wakil Menteri Rusia
4.3 Malaysia (Deputy Minister/Timbalan Menteri)
Malaysia merupakan Negara yang berbentuk federasi.335 Dimana Malaysia
terdiri dari tiga belas negara bagian dan tiga wilayah persekutuan yaitu
persekutuan Kuala Lumpur, Labuan Island dan Putrajaya sebagai wilayah
administratif federal. Setiap Negara bagian memiliki majelis, dan pemerintah
negara bagian dipimpin oleh kepala menteri (chief minister) dimana kepala
335 Federation of International Trade Associations. Diakses pada tanggal 18 desember
2012, http://www.fita.org/countries/malaysia.html?ma_rubrique=cadre.
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
214
Universitas Indonesia
menteri di tiap negara bagian diangkat oleh majelis negara bagian. Dalam Negara
federal seperti Malaysia maka ada kekuasaan federal dan ada kekuasaan Negara
bagian.336 Soal yang menyangkut negara dalam keseluruhannya diserahkan
kepada kekuasaan federal. Dalam hal tertentu misalnya mengadakan perjanjian
internasional atau mencetak uang, pemerintah federal bebas dari Negara bagian
dan dalam bidang itu pemerintah federal mempunyai kekusaan yang tertinggi.
Tetapi, untuk soal yang menyangkut Negara bagian belaka dan tidak termasuk
kepentingan nasional, diserahkan kepada kekuasaan Negara-negara bagian. Jadi,
dalam soal-soal semacam itu pemerintah Negara bagian bebas dari pemerintah
federal misalnya, soal kebudayaan, kesehatan pendidikan .
Bentuk pemerintahan Malaysia adalah monarki konstitusional,337 yaitu
berupa Negara kerajaan yang diatur oleh konstitusional. Dimana kepala negaranya
merupakan seorang raja yang disebut dengan Yang di-Pertuan Agong (Raja
Malaysia). Yang di-Pertuan Agong dipilih dari dan oleh sembilan Sultan Negeri-
Negeri Malaya, untuk menjabat selama lima tahun secara bergiliran; empat
pemimpin negeri lainnya, yang bergelar Gubernur, tidak turut serta di dalam
pemilihan. Sistem pemerintahan yang dianut oleh Malaysia adalah system
parlementer. Sistem parlementer yang dipakai oleh Malaysia bermodelkan sistem
parlementer Westminster, yang merupakan warisan Penguasa Kolonial Britania.
Tetapi apabila melihat prakteknya , kekuasaan lebih terpusat di eksekutif daripada
di legislatif, dan judikatif diperlemah oleh tekanan berkelanjutan dari pemerintah
selama zaman Mahathir, kekuasaan judikatif itu dibagikan antara pemerintah
persekutuan dan pemerintah negara bagian. Dalam system pemerintahan Malaysia
yang menjadi kepala pemerintahan adalah seorang perdana menteri.
Sistem politik Malaysia dapat dikatakan demokrasi, hal ini dapat dilihat
dari adanya pembagian kekuasaan dan adanya pelaksanaan pemilu meskipun
kalau dilihat lebih dalam tidak begitu demokratis karena tidak jurdil. Di Malaysia,
seperti kebanyakan Negara lainnya kekuasaan Negara terdiri dari badan eksekutif,
legislatif dan yudikatif. Kekuasaan eksekutif dilaksanakan oleh kabinet yang
dipimpin oleh perdana menteri, konstitusi Malaysia menetapkan bahwa perdana
336 Pasal 44. Konstitusi Malaysia. 337 Pasal 32. Konstitusi Malaysia.
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
215
Universitas Indonesia
menteri haruslah anggota dewan rendah (Dewan Rakyat),338 yang direstui Yang di-
Pertuan Agong dan mendapat dukungan majoritas di dalam parlemen. Kabinet
dipilih dari para anggota Dewan Rakyat dan Dewan Negara dan bertanggung
jawab kepada badan itu. Sedangkan kabinet merupakan anggota parlemen yang
dipilih dari Dewan Rakyat atau Dewan Negara.Dalam kekuasaan legislative
Malaysia memiliki sistem bikameral yang terdiri dari Senat (Dewan Negara) dan
House of Representatives (Dewan Rakyat). Senat menguasai 70 kursi di parlemen
sementara HoR menguasai 219 kursi. 44 anggota Senat ditunjuk oleh pemimpin
tertinggi sementara 26 lainnya ditunjuk oleh badan pembuat UU di negara bagian.
Anggota HoR dipilih melalui popular vote untuk masa jabatan selama 5 tahun.
Dalam hal kekuasaan Yudikatif, sistem hukum di Malaysia berdasar pada
hukum Inggris dan kebanyakan Undang-Undang serta konstitusi diadaptasi dari
hukum India. Di Malaysia terdapat Federal Court, Court of Appeals, High Courts,
Session's Courts, Magistrate's courts dan Juvenile Courts.339 Hakim Pengadilan
Federal ditunjuk oleh pemimpin tertinggi dengan nasehat PM. Pemerintah federal
memiliki kekuasaan atas hubungan luar negeri, pertahanan, keamanan dalam
negeri, keadilan, kewarganegaraan federal, urusan keuangan, urusan perdagangan,
industri, komunikasi serta transportasi dan beberapa urusan lain. Pemilihan umum
parlemen Malaysia dilakukan paling sedikit lima tahun sekali. Pemilih terdaftar
berusia 21 tahun ke atas dapat memberikan suaranya kepada calon anggota Dewan
Rakyat dan calon anggota dewan legislatif negara bagian juga, di beberapa negara
bagian.Voting tidak diwajibkan.Malaysia menganut sistem multipartai. Seperti
Indonesia, banyak sekali partai politik di Malaysia, sekitar 33 parpol. Namun,
berbeda dengan Indonesia, pemilu hanya diikuti dua kontestan, yaitu parpol yang
tergabung dalam Barisan Nasional (BN) dan parpol yang tergabung dalam
Barisan Alternatif (BA). BN adalah koalisi partai penguasa yang
ditulangpunggungi UMNO (United Malays National Organization), MCA
(Malaysian Chinese Association), dan MIC (Malaysian India Congress), serta
338 Diakses pada website http://www.ipu.org/parline/reports/2197.htm (Dewan Rakyat)
House of Representative Malaysia, pada tanggal 15 Desember 2012 339 Diakses pada website pada tangal 15 desember 2012,
http://www.state.gov/r/pa/ei/bgn/2777.htm U.S. Relations With Malaysia, Bureau Of East Asian and Pacific Affair
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
216
Universitas Indonesia
sebelas partai pendukung lainnya. Ada pun BA adalah kumpulan partai oposisi
yang dipimpin PAS (Partai Islam se-Malaysia), PKR (Partai Keadilan Rakyat),
DAP (Democratic Action Party), dan 16 partai pendukung lainnya.340
Di Malaysia, yang menganut sistem parlementer, pelaksanaan pemilu bisa
disederhanakan sedemikian rupa sehingga memudahkan pemilih dalam
menentukan pilihan. Partai-partai dengan latar belakang ras dan ideologi yang
beragam itu bertarung dalam dua bendera koalisi, yang dijalin sebelum dan
sesudah pemilu, serta dilakukan secara permanen.Kerangka konstitusional sistem
politik Malaysia memang bersifat demokratis. Namun, kerangka demokratis itu
disertai kontrol otoritarian yang luas untuk menyumbat oposisi yang efektif.
Karena itu, sulit dibayangkan partai pemerintah bisa kalah. Sejak awal, sistem
politik Malaysia merupakan campuran dari karakteristik responsif dan represif.
Sistem pemilu Malaysia juga tidak jurdil. Sistem dirancang untuk cenderung
menguntungkan partai pemerintah sehingga hampir mustahil ia dapat dikalahkan.
Dalam setiap pemilu, BN selalu memenangkan sekitar 3/5 suara dan menguasai
mayoritas kursi di parlemen. Bahkan, dalam Pemilu 1990 dan 1999, ketika
UMNO dilanda perpecahan serius dan BN dalam tekanan politis yang kuat oleh
gerakan reformasi, oposisi tetap kalah.341 Dengan demikian, pemilu pada
praktiknya tidak bisa mengganti pemerintahan, tetapi hanya memaksa pemerintah
untuk lebih responsif. Pemilu Malaysia hanyalah casting suara dari ritual rutin
empat atau lima tahun sekali untuk memperbarui sampul legitimasi pemerintahan
otoritarian. Cara-cara UMNO memenangkan pemilu masih sama dengan cara
hegemonik Golkar pada era Orde Baru di Indonesia.
Sistem kekuasaan legislatif di Malaysia dibagi antara legislatur
persekutuan dan legislatur negeri.Parlemen Bikameral sendiri terdiri dari Dewan
Rendah, Dewan rakyat-DPR dalam sistem di Indonesia, Dewan Tinggi, Senat dan
Dewan Negara. Sebanyak 222 anggota Dean Rakyat dipilih oleh rakyat dari
daerah pemilihan beranggota tunggal yang akan menjabat selama 5 tahun.
340 General Report of the Population and Housing Census 2000, (Putrajaya: Department
of Statistics), Malaysia, 28 Desember 2005. Hal. 60–64 341 Divisi Penelitian Federal, Perpustakaan Kongres. Seri Buku Pegangan
Wilayah/Pengkajian Negara. Departemen Angkatan Darat Amerika Serikat. Diakses pada 9 Desember 2012.
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
217
Universitas Indonesia
Sementara 70 senator akan memegang masa jabatan selama 3 tahun, dimana 26
orang diantaranya dipilih oleh 13 majelis negara bagian.342 Sementara kekuasaan
eksekutifnya dilaksanakan oleh kabinet yang dipimpin oleh seorang perdana
menteri. Dalam Konstitusi Malaysia ditetapkan bahwa perdana menteri Malaysia
haruslah anggora Dewan rakyat yang kepemimpinannya diresti oleh Yang di-
Pertuan Agung dan mendapatkan dukungan mayoritas di parlemen.343 Sedangkan
kabinet dipilih dari para anggota Dewan Rakyat dan Dewan Negara yang
kemudian bertanggungjawab kepada badan tersebut. Sedangkan Pemerintahan
negara bagian dipimpin oleh menteri besar di negeri-negeri Malaya, atau Ketua
Menteri di negara bagian yang tidak memiliki monarki lokal. Kemudian di tiap-
tiap negara bagian yang memiliki monarki lokal maka menteri besar haruslah
seorang Suku Melayu Muslim. Kekuasaan politik di Malaysia amat penting untuk
memperjuangkan suatu isu dan hak. Oleh karena itu kekuasaan memainkan
peranan yang amat penting dalam melakukan perubahan.
Di Malaysia juga terdapat beberapa Kementerian Negara, Kementerian
Negara di Malaysia terdiri dari :344
1. Kementerian Belia dan Sukan
2. Kementerian Penerangan Komunikasi Dan Kebudayaan
3. Kementerian Kemajuan Luar Bandar dan Wilayah
4. Kementerian Kerja Raya
5. Kementerian Dalam Negeri
6. Kementerian Kesihatan
7. Kementerian Kewangan
8. Kementerian Luar
9. Kementerian Pelajaran
10. Kementerian Pelancongan
11. Kementerian Pembangunan Wanita, Keluarga dan Masyarakat
12. Kementerian Pengajian Tinggi
342 Ibid 343 Ibid 344 Diakses pada situs http://www.pmo.gov.my/?menu=cabinet&page=1797, pada tanggal
16 Desember 2012
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
218
Universitas Indonesia
13. Kementerian Pengangkutan
14. Kementerian Perdagangan Antarabangsa dan Industri
15. Kementerian Perdagangan Dalam Negeri dan Hal Ehwal Pengguna
16. Kementerian Pertahanan
17. Kementerian Pertanian dan Industri Asas Tani
18. Kementerian Perumahan dan Kerajaan Tempatan
19. Kementerian Perusahaan Perladangan dan Komoditi
20. Kementerian Sains, Teknologi dan Inovasi
21. Kementerian Sumber Asli dan Alam Sekitar
22. Kementerian Sumber Manusia
23. Kementerian Wilayah Persekutuan
Dalam semua struktur organisasi Kementerian di Malaysia terdapat Wakil
Menteri, jadi dalam 23 (dua puluh tiga) Kementerian di Malaysia terdapat wakil
Menteri pada tiap-tiap kementerian. Namun ada yang terdapat 1 orang wakil
menteri, ada yang terdapat 2 orang Wakil Menteri. Wakil menteri di Malaysia
diangkat oleh menteri, atas sepengetahuan Perdana menteri, begitu juga
pertanggung jawabannya juga kepada Menteri. Sedangkan beberapa tugas dan
wewenang Wakil menteri diantaranya :345
1. Membantu tugas menteri pada Negara bagian dan persekutuan
2. Memberikan nasihat kepada Menteri
3. Membawahi setiausaha dan pejabat dibawahnya
4. Membantu tugas lain menteri apabila diperintahkan
Dengan demikian wakil Menteri di Malaysia diangkat berdasarkan
perogratif Menteri yang bersangkutan, namun selain itu atas persetujuan Perdana
menteri. Yang menarik dalam wakil menteri di Malaysia, terdapat pada seluruh
Kementerian, hal ini sebagai konsekwensi sistem federasi yang dipakai oleh
Malaysia, mengenai tugas dan wewenang dari Wakil Menteri adalah mensupport
tugas dan wewenang Menteri pada Kementerian tertentu.
Beberapa contoh Struktur Organisasi Kementerian di Malaysia, diambil dari
struktur organisasi beberapa Kementerian di Malaysia, diantaranya :
345Ibid
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
219
Universitas Indonesia
Sistem 2 (dua) Timbalan Menteri346
Tabel 4.3
Struktur Organisasi Wakil Menteri Malaysia (dua)
Sistem 1 (satu) Timbalan Menteri347
Tabel 4.4
Struktur Organisasi Wakil Menteri Malaysia (satu) 346 Diakses pada tanggal 15 desember 2012, pada website Pemerintah Negara Malaysia http://www.pmo.gov.my/?menu=cabinet&page=1797 347 Diakses pada tanggal 15 desember 2012, pada website Pemerintah Negara Malaysia http://www.pmo.gov.my/?menu=cabinet&page=1797
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
220
Universitas Indonesia
4.4 Kanada (Deputy Minister)
Secara historis kanada dikenal sebagai Dominion of Canada, yang mana
negara ini terletak dibagian paling utara benua Amerika.Kanada juga merupakan
negara terluas di bagian Amerika Utara.348 Selain itu negara ini juga tergolong
negara yang maju.Yang mana perekonomian Kanada sekarang mendekati
Amerika Serikat dengan sistem ekonomi pasar, pola produksi, dan standar hidup
yang tinggi. Negara ini juga merupakan bekas jajahan Perancis dan Britania Raya.
Ibu kota Kanada adalah Ottawa, tempat parlemen nasional dan juga tempat tinggal
Gubernur Jenderal dan Perdana Menteri. Merupakan bekas jajahan Perancis dan
Britania Raya, Kanada adalah anggota La Francophonie349 dan Negara
Persemakmuran.Kanada merupakan negara terluas di Amerika Utara. Luas
Negara Kanada 9.970.610 km persegi Kanada digolongkan negara maju dan
ekonominya tergantung terutama pada ketersediaan hasil alam yang melimpah.
Penggunaan daun mapel sebagai simbol Kanada dapat diurut balik pada
abad ke-18, dan digambarkan pada bendera terkini dan sebelumnya, sen dolar, dan
pada lambang. Kanada dikenal karena hutan luas dan jajaran pegunungannya
(termasuk Pegunungan Rocky di Alberta dan British Columbia) dan hewan liar
yang bertempat tinggal dengannya, seperti rusa besar, karibou, berang-berang,
beruang kutub, dan beruang grizzly.350 Kanada banyak dikenal untuk angkatan
Royal Canadian Mounted Police, dan produk yang dibuat dari SDA negeri,
seperti sirup mapel.Tentang hoki, olahraga musim dingin resmi Kanada, juga
sering digunakan sebagai simbol nasional persatuan dan kebanggaan.Bersalju,
musim dingin, dan iklim utara negeri itu juga telah menciptakan pandangan
orang-orang Kanada.
348 Diakses pada Government of Canada, Indonesia.gc.ca, pada tanggal 17 Desember
2012 http://www.canadainternational.gc.ca/indonesia-indonesie/about-a_propos/government-gouvernement.aspx?lang=ind&view=d
349 Diakses pada situs pemerintahan Kanada pada tanggal 17 Desember 2012, http://www.canada.gc.ca/
350 Accountbale Government, A Guid for minister and Ministers of States, Canada
Desember 2011, Hal. 41
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
221
Universitas Indonesia
Sistem pemerintahan Kanada yakni demokrasi parlementer, federasi, dan
monarki konstitusional.351 Sistem legal yang dipakai adalah hukum inggris,
hukum sipil dari hukum Perancis, dan menerima keputusan yurisdiksi dari ICJ
(international court of justice). Kepala negara adalah Queen Elizabeth II (since 6
februari 1952). Sedangkan yag memegang kepala pemerintahan adalah perdana
menteri, yakni, David Johnston. Selain itu terdapat hak istimewa sebagai kepala
negara oleh gubernur jenderal yang diangkat oleh ratu atau nasihat dari perdana
menteri Kanada. Partai di Kanada ada banyak, terdiri dari 3 partai besar dan
beberapa partai kecil lainnya. Partai besar itu antara lain, Partai Demokrat Baru,
Partai Liberal Kanada, Partai Konservatif Kanada. Sedangkan metode pemilihan
umum disini adalah memakai sistem monarki untuk kepala negaranya. Gubernur
jenderal ditetapkan dengan nasihat dari perdana menteri secara monarki.
Sedangkan perdana menterinya diangkat oleh gubernur jenderal yang biasanya
pemimpin partai politik yang memegang kursi terbanyak dalam majelis
perwakilan rendah. Cabang pemerintahan legislative yaitu parlemen yang
memiliki dua kursi yaitu, Majelis Perwakilan Rendah dan Senat.352 Beberapa
kelompok penekan dan pemimpinnya dalam perpolitikan Kanada antara lain
berasal dari sektor pertanian, industry automobile, grup bisnis, industry kimia,
bank komersial, sektor komunikasi, industry energy, kelompok lingkungan,
kelompok administrasi publik, industri baja, dan persatuan perdagangan.
Peradilan Kanada memainkan peran penting dalam mewujudkan hukum
dan peraturan federal, provinsi, dan kota. Selanjutnya juga memiliki kekuasaan
untuk menjatuhkan hukum yang melanggar konstitusi. Seluruh hakim pada tingkat
superior, berwenang dalam hal naik banding dan mahkamah agung Kanada dipilih
dan ditunjuk oleh pemerintah federal, setelah konsultasi dengan badan resmi non-
pemerintah. Kedudukan pengadilan pada tingkat rendah dengan yurisdiksi terbatas
pada suatu provinsi atau teritori, bertempat dimasing-masing pemerintahan
351 Diakses pada situs http://www.gc.ca/home.html, pada tanggal 17 Desember 2012 352 Mengenai system pemerintahan Kanada dijelaskan secara rinci melalui website :
http://englishland.or.id/TOEFL/10-sistem_pemerintahan_canada.htm, Pada tanggal 17 desember 2012
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
222
Universitas Indonesia
provinsi atau teritori. Mahkamah Agung Kanada merupakan pemutus hukum yang
terakhir.353
Sistem parlementer dan monarki yang dianut oleh negara Kanada ini
adalah merupakan pengaruh dari colonial Perancis yang menjajah bangsa ini dulu
nya. Sistem pemerintahan negara-negara parlementer yang biasanya mempunyai
kepala negara seorang raja atau ratu merupakan hasil kebudayaan dari negara
Eropa terutama negara Inggris, yang kemudian diambil oleh beberapa negara
didunia untuk dipakai dalam sistem pemerintahan mereka. Hak istimewa sebagai
kepala negara Kanada dipegang oleh seorang Gubernur Jenderal, yang umumnya
merupakan politikus senior atau orang Kanada lainnya yang menonjol, yang
diangkat oleh Ratu atas nasihat Perdana Menteri Kanada.354 Gubernur Jenderal
merupakan tokoh non-partisan yang memenuhi berbagai peran seremonial, antara
lain menyediakan Persetujuan Kerajaan atas RUU yang disahkan oleh Majelis
Perwakilan Rendah dan Senat, membacakan Pidato dari Tahta, menandatangani
dokumen negara, membuka dan mengakhiri sidang parlemen secara resmi, dan
membubarkan parlemen selama masa pemilihan.
Ratu dan khususnya Gubernur Jenderal, memimpin hanya atas nama saja
serta sedikit sekali memiliki kekuasaan yang sesungguhnya, karena mereka
hampir selalu bertindak sesuai nasihat dari Kepala Pemerintahan Kanada, yaitu
Perdana Menteri. Mereka menjabat secara simbolis sebagai pemerintahan yang
berkelanjutan, yaitu ketika sedang terjadi perubahan pemerintahan. Konstitusi
Kanada mengatur kerangka resmi negara, namun perwujudannya wajib dipandang
pula dari sudut banyaknya tradisi dan konvensi yang tidak tertulis (lihat Sistem
Westminster). Patriasi konstitusi, dengan prosedur untuk amandemennya, talah
disetujui pada suatu malam di bulan November tahun 1981. Kaum nasionalis
Quebec menamakan malam itu sebagai ‘Malam Pisau Panjang’
Gubernur Jenderal mengangkat Perdana Menteri Kanada (PM), yang
biasanya merupakan pemimpin partai politik yang memegang kursi terbanyak
dalam Majelis Perwakilan Rendah. PM dalam penunjukan Kabinet
353 Mengenai kabibet di Kanada diakses dalam situs pada tanggal 18 Desember 2012
http://www.thecanadianencyclopedia.com/articles/cabinet 354Deputy Minister of Public Works and Government Services Canada, http://www.tpsgc-
pwgsc.gc.ca/apropos-about/ssmnstr-dptmnstr-eng.html, pada tanggal 18 Desember 2012
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
223
Universitas Indonesia
mempertimbangkan usulan dari konvensi anggota partai PM dalam Majelis
Perwakilan Rendah dan Senat. Kekuasaan eksekutif dijalankan oleh PM dan
kabinet, yang seluruh anggotanya disumpah dalam Dewan Kaukus Umum
Kanada.
Cabang pemerintahan legislatif, yaitu Parlemen, memiliki 2 kursi: Majelis
Perwakilan Rendah yang diangkat dan Senat yang diangkat. Pemilihan untuk
Majelis Perwakilan Rendah dilakukan oleh Gubernur Jenderal berdasarkan
rekomendasi PM, dan harus terjadi tak kurang dari 5 tahun setelah pemilihan
sebelumnya. Kanada memiliki tiga partai nasional utama: Partai Demokrat Baru
(NDP), yang merupakan partai lanjutan yang condong ke arah “kiri”, Partai
Liberal Kanada, dan Partai Konservatif Kanada, yang merupakan partai yang
condong ke arah “kanan”. Klasifikasi kiri-kanan tersebut bagaimanapun bisa
menyesatkan, karena adanya sejumlah anggota dalam ketiga partai utama tersebut
yang merupakan “golongan kiri” pada persoalan sosial, dan “golongan kanan”
pada persoalan ekonomi. Akibatnya, ketiga partai itu dapat memiliki jumlah kursi
yang kompleks dalam spektrum keputusan politik kanan-kiri.Partai berbasis
kedaerahan, Bloc Québécois, memperoleh banyak kursi di Provinsi Quebec dan
mempromosikan kemerdekaan Quebec dari Kanada.Juga terdapat banyak partai
yang lebih kecil dan ada pula yang tidak memiliki perwakilan di Parlemen pada
pemilihan federal 2004.355 Kandidat independen jarang terpilih (Chuck Cadman
merupakan perkecualian dalam pemilihan 2004).
Partai Liberal telah membentuk pemerintahan Kanada selama 32 tahun.
Para pemimpinnya yang pernah menjadi Perdana Menteri Kanada antara lain ialah
Paul Martin dan Jean Chrétien.356 Pada Desember 2003, terbentuklah Partai
Konservatif Kanada. Partai ini merupakan gabungan dari Aliansi Kanada dan
Partai Konservatif Progresif Kanada. Partai Konservatif kemudian memenangkan
pemilu parlemen 23 Januari 2006, dan Partai Liberal pun menjadi oposisi dalam
parlemen.Stephen Harper yang memimpin Partai Konservatif, saat ini adalah
Perdana Menteri Kanada.
355 T.A. Hockin, Government in Canada (1976), Not Published
356 Guidance for Deputy Ministers, National Library of Canada cataloguing in publication data, http://www.pco.gc.ca/, Pada tanggal 18 Desember 2012
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
224
Universitas Indonesia
Gubernur-Jeneral adalah perwakilan pribadi ratu di Canada dan kepala
parlemen Canada yang resmi, meskipun dengan kekuasaan-kekuasaan yang sangat
terbatas.357 Parlemen federal di Canada terdiri dari House of Commons dan Senat.
Kepala pemerintahan yang sebenarnya adalah perdana menteri, yang bertanggung
jawab memilih sebuah kabinet.Sistem ini disebut sebagai pemerintahan yang
bertanggung jawab yang artinya anggota-anggota kabinet duduk di pemerintahan
dan bertanggung jawab secara langsung padanya, memegang kekuasaan hanya
selama mayoritas House of Commons menunjukkan kepercayaan dengan memilih
mereka.
Senat Kanada memiliki 102 anggota, yang ditunjuk oleh Gubernur-Jeneral
berdasarkan nasihat perdana mentri.Fungsi aktual mereka adalah penasehat,
meskipun boleh membuat perubahan-perubahan kecil pada rancangan undang-
undang.Kekuasaan yang sebenarnya ada di tangan House of Commons, yang
anggota-anggotanya dipilih secara langsung oleh para pemilih. Pemilihan umum
harus diselenggarakan setiap periode lima tahunan selesai tetapi bisa
diselenggarakan jika ada isu-isu yang meminta hal itu, dan kebanyakan anggota
parlemen bubar sebelum masa lima tahun berakhir. Ketika sebuah pemerintah
kalah dukungan mayoritasnya pada sebuah pemilihan umum, pergantian
pemerintahan terjadi.358
Kanada mempunyai tiga tingkat pemerintahan federal, propinsi dan
teritori, dan kotamadya (lokal atau regional).359 Dalam struktur federal, para
pejabat yang terpilih - Kabinet para menteri di bawah kepemimpinan Perdana
Menteri - merupakan badan pengambil keputusan utama. Pemerintah federal
memimpin sistem pemerintahan demokratis negara melalui berkonsultasi dengan
para pejabat terpilih lain, para wakil propinsi dan kotamadya, dan masyarakat
Kanada. Peran utama pemerintah Kanada adalah memastikan dan mendukung
kinerja perekonomian negara.Tanggung-jawab lainnya termasuk pertahanan
357 Diakses pada website http://www.canada.gc.ca/, pada tanggal 18 desember 2012,
dijelaskan menganai pemilu dan system keterwakilan di Kanada.
358Ibid
359 Diakses pada tanggal 18 desember 2012, yang menjelaskan pemerintahan local http://www.parl.gc.ca/MembersOfParliament/MainCabinetCompleteList.aspx?TimePeriod=Current
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
225
Universitas Indonesia
nasional, perdagangan dan niaga antar propinsi dan antar negara, imigrasi, sistem
perbankan dan moneter, hukum pidana dan perikanan. Pemerintah federal juga
mengawasi industri-industri seperti kedirgantaraan, perkapalan, perkereta-apian,
telekomunikasi dan tenaga atom.360
Pemerintah propinsi dan teritori mempunyai struktur yang sama seperti
struktur federal dan bertanggung jawab atas masalah-masalah seperti pendidikan,
hak-hak sipil dan kepemilikan, peradilan, sistem rumah sakit, sumber daya alam
di dalam batas propinsi dan teritori mereka, jaminan sosial, kesehatan dan
lembaga-lembaga kotamadya. Baru-baru ini pemerintah federal telah mulai
menyerahkan tanggung-jawab yang lebih besar atas sejumlah program dan
pelayanan kepada pemerintah propinsi. Contohnya adalah pelatihan pasar tenaga
kerja, dan pengembangan pertambangan dan kehutanan. Pemerintah lokal dan
regional memainkan peran penting dalam beberapa bidang termasuk penyediaan
pendidikan, pengembangan tanah, peraturan-peraturan usaha setempat, dan
kegiatan-kegiatan kemasyarakatan dan budaya. Struktur pemerintah lokal dan
regional tidak selalu sama di seluruh negara.
Di Kanada, wakil menteri adalah pegawai negeri sipil senior di sebuah
departemen pemerintah.361 Dia mengambil arah politik dari menteri terpilih.
Tanggung jawab untuk sehari-hari departemen operasi, anggaran dan program
pembangunan Pemerintah dengan wakil menteri. Wakil menteri adalah kepala
fungsional dari departemen yang bersangkutan, sementara Menteri adalah
pimpinan politik departemen.362 Wakil menteri melayani di kewenangan
pemerintah, dan kadang-kadang bisa kehilangan posisi mereka sebagai akibat dari
perubahan dalam partai yang berkuasa, terutama jika mereka dipandang sebagai
terlalu dekat diidentifikasi dengan kebijakan pemerintah sebelumnya. Hal itu
360 Diakses pada tanggal 18 desember 2012 http://www.gc.ca/depts/major/depind-
eng.html
361 Peter Aucoin, The Staffing and Evaluation of Canadian of Deputy Ministers in Comparative Westmindster Perspective : a Proposal for reform, Volume 1 : Parliament, Minister and Deputy Minister, Hal. 299
362Jackquest Bourgault, The Deputy Minister’s Role in the Government of Canada : His Responsibility and His Accountability, Volume 1, Hal. 155
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
226
Universitas Indonesia
merupakan perbedaan dengan posisi Wakil Perdana Menteri Kanada yang bukan
wakil menteri sama sekali tetapi seorang politisi dan anggota senior kabinet363
Posisi wakil menteri Kanada setara dengan posisi British sekretaris
permanen (dibuat terkenal di televisi satir Yes Minister) dan posisi Australia
sekretaris departemen.364 Wakil menteri asosiasi adalah wakil menteri dalam
menunggu, sering ditugaskan untuk suatu proyek tertentu atau inisiatif menunggu
janji untuk memimpin departemen. Asisten wakil menteri adalah posisi
operasional, biasanya membawa tanggung jawab untuk fungsi-fungsi tertentu atau
anggaran dengan Departemen A. Wakil menteri paling senior di pemerintah
federal adalah Panitera Ratu Privy Council untuk Kanada yang juga wakil
menteri kepada Perdana Menteri Kanada. Di provinsi-provinsi dan teritori posisi
memenuhi fungsi yang sama sebagai pelayan publik yang paling senior dan
disebut sekretaris kabinet atau petugas dari Dewan Eksekutif.365 Setara Australia
adalah sekretaris Departemen Perdana Menteri dan Kabinet, dan setara Inggris
adalah Sekretaris Kabinet. Orang ini, bersama dengan staf mereka, biasanya
mengembangkan agenda untuk pertemuan Kabinet reguler, menyatukan
perbedaan antar departemen, panduan inisiatif kebijakan utama dan
mengkoordinasikan pengangkatan kepala departemen. Posisi melapor langsung
kepada Perdana Menteri atau Premier dan biasanya di antara profil yang paling
berpengalaman, berpengaruh, dan rendah dari pegawai negeri.
Ada beberapa individu yang memiliki peringkat wakil menteri dan dikenal
oleh judul lain seperti presiden lembaga atau mahkota korporasi, sekretaris atau
komisaris. Pemerintah provinsi juga memiliki wakil menteri yang melayani fungsi
yang sama seperti rekan-rekan federal yang mereka. Dengan demikian dapat
dipertegas, bahwa dalam sistem Pemerintahan di Kanada Wakil menteri sifatnya
adalah permanen, karena berasal dari pejabat structural yang ada dalam pegawai
negrri sipil, dengan demikian pengangkatannya berdasarkan seleksi berdasarkan
363 Jackson, Robert J. and Doreen Jackson. Politics in Canada: Culture, Institutions,
Behavior and Public Policy. 6th ed. (Toronto: Prentice Hall, 2006). Hal. 355. 364 James Ross Hurley, Responsibility, Accountability, and the Role of deputy Minister in
the Government of Canada, Volume 3 : Linkages : Responsibility and Accountability, Hal. 117 365 Diakses pada Library and Archive Canada, pada tanggal 15 desember 2012,
http://www.collectionscanada.gc.ca/index-e.html
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
227
Universitas Indonesia
hukum kepegawaian yang ada di Kanada. Wakil menteri di Kanada juga terdiri
dari 2 (dua) bagian dalam setiap kementerian, yakni terdapat pada nasional level
dan province level,366 dengan demikian dalam setiap kementerian terdapat 2 Wakil
Menteri yang bertugas dipusat dan di daerah.
Tabel 4.5 Struktur Organisasi Wakil Menteri Kanada
4.5 Korea Selatan (Vice Minister)
Pemerintah Korea Selatan dibagi menjadi tiga cabang: eksekutif, yudikatif,
dan legislatif.367 Cabang eksekutif dan yudisial beroperasi terutama di tingkat
nasional, meskipun berbagai kementerian dalam cabang eksekutif juga melakukan
366 Jackquest Bourgault, Opcit, 253
367 Sung Chul Yang, The North and South Korean political systems: A comparative analysis (rev. ed.). (Seoul: Hollym, 1999), Hal. 12
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
228
Universitas Indonesia
fungsi lokal. Pemerintah daerah adalah semi-otonom, dan mengandung badan
eksekutif dan legislatif mereka sendiri. Cabang yudisial beroperasi baik pada
distrik nasional dan lokal.368The South Korean government's structure is
determined by the Constitution of the Republic of Korea.369 Struktur Pemerintah
Korea Selatan ditentukan oleh Konstitusi Republik Korea.370 Dokumen ini telah
direvisi beberapa kali sejak ditetapkan pertama tahun 1948. Namun, tetap
memiliki karakteristik yang luas banyak, dengan pengecualian dari singkat
Republik Kedua Korea Selatan, negara selalu memiliki sistem presidensial dengan
seorang kepala eksekutif relatif independen.
Konstitusi dari Republik Korea (Korea Selatan) adalah hukum dasarnya. Hal
inidiundangkan pada tanggal 17 Juli 1948, dan terakhir direvisi pada tahun
1987.371Struktur konstitusi Terdiri dari pembukaan, 130 artikel, dan ketentuan
tambahan, Konstitusi melengkapi cabang eksekutif yang dipimpin oleh seorang
presiden dan menunjuk perdana menteri, yang satukamar legislatif disebut Majelis
Nasional, dan peradilan yang terdiri dari MahkamahKonstitusi, Mahkamah Agung
dan bawah pengadilan. Presiden dipilih melalui pemilu langsung, dan terbatas
untuk masa jabatan lima tahuntunggal. Perdana Menteri ditunjuk oleh Presiden
dengan persetujuan Majelis Nasional. Meskipun tidak dibutuhkan oleh konstitusi,
Presiden juga menunjuk anggota kabinet. Presiden Kim Dae-jung berubah
menjadi sistem kabinet. Majelis Nasional terdiri dari sekurang-kurangnya 200
(sekarang 299) anggota yang dipilihuntuk masa jabatan empat tahun. Ketua
Peradilan Mahkamah Agung diangkat oleh presidendan sampai 13 hakim lain
yang ditunjuk oleh presiden atas rekomendasi dari kepala keadilandengan
persetujuan Majelis Nasional. Setiap peradilan melayani jangka enam
tahun.Konstitusi menyatakan Korea Selatan sebuah republik demokratis, yang
wilayah terdiri dari "Semenanjung Korea dan pulau-pulau yang berdekatan, "dan
bahwa" Republik Korea harusmencari unifikasi dan harus merumuskan dan 368Ibid 369The Constitution of the Republic of Korea, article 1 370 Susunan sebagaimana dimaksud diatas diatur dalam the Constitution of the Republic of Korea, article 3,4 dan 5 371 Diakses pada website sejarah pemerintahan korea, pada tanggal 15 desember 2012. http://www.koreanhistoryproject.org/Jta/Kr/KrGOV0.htm
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
229
Universitas Indonesia
melaksanakan kebijakan unifikasi damai berdasarkan prinsip-prinsip kebebasan
dan demokrasi. Ada perselisihan atas apa "kebebasandan demokrasi" berarti di
Korea, tetapi terjemahan langsung dari kata Korea yang digunakan dalam
konstitusi berartidemokrasi liberal.
Cabang eksekutif dipimpin oleh presiden. Presiden yang dipilih langsung
oleh rakyat, danmerupakan terpilih satunya anggota eksekutif nasional. Presiden
menjabat selama satu periode lima tahun, syarat tambahan tidak diizinkan.
Presiden adalah kepala pemerintahan, kepala negara, dan komandan kepala dari
angkatan bersenjata Korea Selatan.372 Presiden dipegangi dengan kekuatan untuk
menyatakan perang, dan juga dapat mengusulkan undang-undang kepada Majelis
Nasional. Dia juga bisa menyatakan keadaan hukumdarurat atau militer, dengan
persetujuan Majelis berikutnya. Namun, presiden tidak memiliki kekuatan untuk
membubarkan Majelis Nasional. Perlindungan ini mencerminkan pengalaman
pemerintah totaliter di bawah Republik Pertama, Ketiga , dan Keempat.373 Saat
mereka didakwa atas kesalahan serius, presiden dan pejabat-tingkat kabinet
dikenakan tuduhan oleh Majelis Nasional. Kasus-kasus seperti itu diputuskan oleh
Mahkamah Konstitusi. Kepala negara adalah presiden, yang dipilih melalui
pemilu langsung untuk masa jabatanlima tahun tunggal. Presiden adalah Panglima
Tertinggi dari angkatan bersenjata Korea Selatan dan cukup menikmati kekuasaan
eksekutif. Presiden menunjuk perdana menteridengan persetujuan dari Majelis
Nasional, serta menunjuk dan memimpin Dewan Negaramenteri utama sebagai
kepala pemerintahan. Pada tanggal 12 Maret 2004 kekuasaan eksekutif maka
presiden Roh Moo-hyun dihentikan saat Majelis memilih untuk mendakwa dia dan
Perdana Menteri Goh Kun menjadi Presiden Bertindak. Pada tanggal 14 Mei
2004,Mahkamah Konstitusi membatalkan keputusan impeachment yang dibuat
oleh Majelis danRoh diangkat kembali.374 Presiden dibantu dalam tugasnya oleh
372 Diakses pada perpustakaan CIA yang menjelaskan mengenai beberapa pemerintahan Korea selatan, pada tanggal 18 desember 2012 https://www.cia.gov/library/publications/the-world-factbook/fields/2077.html?countryName=Korea,%20South&countryCode=ks®ionCode=eas&#ks 373Ibid 374 Mengenai system pemerintahan yang dipakai oleh Korea Selatan dijelaskan dengan rinci dalam website : http://countrystudies.us/south-korea/10.htm, diakses pada tanggal 19 Desember 2012
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
230
Universitas Indonesia
Perdana Menteri Korea Selatan. Perdana Menteriditunjuk oleh presiden dan
disetujui oleh Majelis Nasional. Saat presiden tidak dapatmemenuhi tugasnya,
Perdana Menteri mengambil kontrol negara. Tidak ada batasan yang bisa mengisi
posisi tersebut. Perdana Menteri mempunyai hak untuk
merekomendasikan penunjukan atau pemberhentian menteri kabinet.375
Dewan Negara terdiri dari presiden, Perdana Menteri, dan menteri kabinet
tingkat. Menteri ini mewakili 15 kementerian pemerintah Korea Selatan. Dewan
dibebankan dengan berunding pada keputusan kebijakan utama, rapat dipimpin
oleh presiden dan diresmikan oleh Perdana Menteri. Meskipun Dewan tidak
memiliki kekuatan untuk membuat keputusan akhir, Konstitusi mensyaratkan
bahwa hal-hal tertentu dibawa untuk itu sebelum keputusan akhir dibuat. Ini
termasuk anugerah dari pejabat negara, rancangan amandemen konstitusi,
deklarasi perang, proposal anggaran, restrukturisasi pemerintah. Departemen
Kepala masing-masing kementerian ditunjuk oleh presiden. Para menteri
melaporkan kepada Perdana Menteri. Adapun Kementerian di Korea Selatan,
diantaranya :376
1. Kementerian Kebudayaan, Olahraga dan Pariwisata
2. Departemen Pendidikan, Sains dan Teknologi
3. Kementerian Lingkungan Hidup
4. Kementerian Pangan, Pertanian, Kehutanan dan Perikanan
5. Departemen Luar Negeri dan Perdagangan
6. Departemen Kesetaraan Gender
7. Departemen Perundang-undangan Pemerintah
8. Kementerian Kesehatan, Kesejahteraan dan Urusan Keluarga
9. Departemen Kehakiman
10. Kementerian Ekonomi Pengetahuan
11. Departemen Tenaga Kerja
12. Departemen, Transportasi dan Kelautan Tanah
375 Diakses pada website http://countrystudies.us/south-korea/10.htm, pada tanggal 18 desember 2012 376According to Oral TraditionSavada, Andrea Matles. South Korea: A Country Study. Area handbook series. Federal Research Division, Library of Congress. Washington, D.C.:1992. Hal. 109
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
231
Universitas Indonesia
13. Departemen Pertahanan Nasional
14. Departemen Patriots dan Urusan Veteran
15. Departemen Administrasi Umum dan Keamanan
16. Departemen Strategi dan Keuangan
17. Menteri Unifikasi
Sedangkan Lembaga Independen Banyak dari badan-badan ini dikelola
oleh lembaga perantara yang lain melaporkan langsung kepada Perdana Menteri
atau Presiden. Badan-badan berikut laporan langsung kepada Presiden:377
1. Dewan Keamanan Nasional
2. Dewan Penasehat dan Aman Unifikasi Demokrasi
3. Dewan Presiden di Sains dan Teknologi
4. Komisi Presiden dan Usaha Kecil Menengah
5. Komisi Kebenaran Kematian Mencurigakan
6. Dewan Audit dan Inspeksi
Badan Intelijen Nasional Beberapa kantor melaporkan langsung kepada
Perdana Menteri, Fair Trade Commissiondan Anti-Korupsi dan Komisi Hak-hak
Sipil. Selain itu, lembaga berikut laporan bersama-sama ke Perdana Menteri dan
kepala pelayanan mereka terkait:378
1. Pelayanan Pajak Nasional
2. Kantor Statistik Nasional
3. Jaksa Penuntut Umum Agung
4. Tenaga Kerja Administrasi Militer
5. Badan Kepolisian Nasional
6. Meteorologi Administrasi Korea
7. Administrasi Properti Budaya
8. Administrasi Pembangunan Pedesaan
9. Dinas Kehutanan Korea
10. Administrasi Usaha Kecil dan Menengah
11. Kantor Kekayaan Intelektual Korea
12. Administrasi Makanan dan Obat Korea
377 Ibid 378 Ibid
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
232
Universitas Indonesia
13. Badan Polisi Maritim Nasional
Di tingkat nasional, cabang legislatif terdiri dari Majelis Nasional Korea
Selatan. Ini adalah legislatif satu kamar, tetapi terdiri dari sebuah perakitan
tunggal yang besar. Sebagian besar dari 299 anggotanya dipilih dari konstituen
anggota tunggal, namun, 56dipilih melalui perwakilan proporsional.379 Anggota
Majelis Nasional menjabat selama empattahun, dalam hal anggota tidak dapat
menyelesaikan atau dia masa jabatannya, suatu pemilihan-oleh diselenggarakan.
Majelis Nasional dibebankan dengan menimbang dan pembuatan legislasi, audit
prosedur anggaran dan administrasi, meratifikasi perjanjian, danmenyetujui janji
negara. Selain itu, memiliki kekuatan untuk mendakwa atau merekomendasikan
penghapusan pejabat tinggi. Majelis membentuk 17 komite tetap
untuk membicarakan masalah kebijakan yang rinci. Untuk sebagian besar, ini
bertepatan dengankementerian dari cabang eksekutif. Tagihan melalui komite ini
sebelum merekamencapai lantai. Namun, sebelum merekamencapai komite,
mereka sudah harus telahmendapatkan dukungan dari minimal 20 anggota,
kecuali mereka telah diperkenalkan oleh presiden.380 Untuk mengamankan bagian
akhir, tagihan harus menerima mayoritas yang hadir, sebuah suara dasi tidak
cukup. Setelah bagian, tagihan dikirim ke presiden untuk mendapatkan
persetujuan, mereka harusdisetujui dalam 15 hari. Setiap tahun, tagihan anggaran
disampaikan kepada Majelis Nasional oleh eksekutif. Secara hukum, itu harus
disampaikan sekurang-kurangnya 90 hari sebelum dimulainyatahun fiskal, dan
versi terakhir harus disetujui sekurang-kurangnya 30 hari sebelum awaltahun
fiskal. Majelis juga bertanggung jawab untuk rekening pengeluaran audit masa
lalu,yang harus disampaikan sekurang-kurangnya 120 hari sebelum awal tahun
fiskal. Sesi Majelis mungkin baik teratur (setahun sekali, tidak lebih dari 100
hari) atau luar biasa(atas permintaan presiden atau kaukus, tidak lebih dari 30
hari).381 Sesi ini adalah pintuterbuka secara default, tetapi dapat tertutup untuk
umum dengan suara mayoritas atau oleh Keputusan Speaker. Agar undang-
379Hawley, Samuel: The Imjin War. Japan's Sixteenth-Century Invasion of Korea and Attempt to Conquer China, (The Royal Asiatic Society, Korea Branch, Seoul 2005), Hal.195f. 380Ibid 381Ibid
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
233
Universitas Indonesia
undang yang akan dilalui dalam setiap sesi, sebuah kuorum setengah anggota
harus hadir. Saat ini, lima partai politik Korea Selatan terwakili dalam Majelis
Nasional.
Pemerintah daerah Otonomi daerah didirikan sebagai prinsip
konstitusional Korea Selatan yang dimulai dengan Republik Pertama. Namun,
untuk sebagian besar abad ke-20 prinsip ini tidak dihormati. Dari tahun 1965
sampai 1995, pemerintah daerah dijalankan langsung oleh pemerintah provinsi,
yang dijalankan langsung oleh pemerintah nasional.382 Namun, sejak pemilu
tahun 1995, tingkat otonomi daerah telah dipulihkan. Hakim lokal dan majelis
dipilih di masing-masing primer dan sekunder pembagian administratif Korea
Selatan, yaitu, di setiap provinsi, atau khusus kota metropolitan, dan kabupaten.
Pejabat di tingkat bawah, seperti cangkir dan dong, ditunjuk oleh pemerintah kota
atau kabupaten. Seperti disebutkan di atas, otonomi daerah tidak meluas ke
cabang yudisial. Ini juga belum meluas ke daerah lain, termasuk proteksi
kebakaran dan pendidikan, yang dikelola oleh lembaga nasional yang independen.
Pemerintah daerah juga memiliki sangatterbatas pembuatan kebijakan otoritas,
umumnya, yang paling bahwa mereka dapat lakukan adalah memutuskan
bagaimana kebijakan nasional akan diimplementasikan. Namun, ada beberapa
tekanan politik untuk lingkup otonomi daerah akan diperpanjang. Meskipun
kepala eksekutif masing-masing kabupaten dipilih secara lokal, eksekutif wakil
masih diangkat oleh pemerintah pusat. Ini adalah para pejabat ini wakil yang
mempunyai otoritas atas yang paling rinci urusan administrasi.
Dalam Kementerian di Korea Selatan terdapat pula Wakil Menteri (Vice
Ministry) dalam setiap Kementerian, mengenai jumlahnya diserahkan sepenuhnya
Kepada Menteri, namun dibatasi paling banyak terdapat 2 Wakil Menteri (Vice
Ministry).383 Wakil Menteri diangkat dan diberhentikan oleh Menteri dan
bertanggung jawab kepada Menteri. Kedudukan Wakil Menteri (Vice Ministry)
adalah sebagai pembantu Menteri yang diangkat oleh Menteri setelah Menteri
diangkat oleh Presiden, untuk itu otoritas Wakil Menteri (Vice Ministry) di Korea
382 Andrew C Nahm, Korea: A history of the Korean people (2nd ed.), (Seoul: Hollym, 1996), Hal. 41 383 Sung ChulYang, Op Cit. Hal 42
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
234
Universitas Indonesia
Selatan menjadi sepenuhnya oleh Menteri.384 Namun dalam praktek dilapangan
Wakil Menteri (Vice Ministry) posisinya berada pada sekretarian Jenderal dan
inspektorat selaku pengawas, dengan demikian dapat dikatakan bahwa Wakil
Menteri (Vice Ministry) di Korea Selatan hanya sebatas staf ahli Menteri dalam
menjalankan tugas dan wewenangnya.385 Mengenai tugas dan wewenangnya tidak
dijelaskan dengan rinci, hanya saja membantu Menteri apabila dibutuhkan.386
Untuk mengetahui mengenai struktur organisasi Wakil Menteri (Vice Ministry) di
Korea Selatan dapat melihat struktur organisasi berikut :
Sitem 2 (dua) Wakil Menteri (Vice Ministry)387
Tabel 4.6 Struktur Organisasi Wakil Menteri Korea Selatan 2 (dua)
384 Ibid 385 Diakses pada website yang menjelaskan mengenai kedudukan Wakil Menteri http://a330.g.akamai.net/7/330/25828/20081021185552/graphics.eiu.com/PDF/Democracy%20Index%202008.pdf, pada tanggal 19 Desember 2012 386 Ibid 387 Diakses pada situs Kementerian di Korea Selatan pada tanggal 19 Desember 2012 http://www.mopas.go.kr/gpms/view/english/about/about06.jsp
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
235
Universitas Indonesia
Sitem 1 (satu) Wakil Menteri (Vice Ministry)388
Tabel 4.7 Struktur Organisasi Wakil Menteri Korea Selatan 1 (satu)
Berdasarkan pada penjelasan rinci beberapa negara yang memiliki Wakil
Menteri, sebagaimana telah dikaji dalam pembahasan sebelumnya, yakni
mengenai Wakil Menteri yang ada di Indonesia dan beberapa negara yang ada
dunia, antara lain yang ada di Amerika Serikat, Rusia, Malaysia, Kanada dan
Korea Selatan sebagaimana telah dibahas dan diulas satu persatu diatas, maka
kemudian dapat disimpulkan melalui bagan perbandingan kedudukan Wakil
Menteri di Indonesia dengan kelima negara yang menjadi pembahasan diatas,
388 Diakses pada situs Kementerian di Korea Selatan pada tanggal 19 Desember 2012 https://www.moj.go.kr/HP/ENG/eng_02/eng_2020.jsp
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
236
Universitas Indonesia
diantaranya adalah negara Amerika Serikat, Rusia, Malaysia, Kanada dan Korea
Selatan, sebagai berikut :
No NEGARA PENGANG
KATAN
MASA
JABATAN
PEMBERHEN
TIAN KEWENANGAN KEDUDUKAN
PERTANGUNGJ
AWABAN
JUMLAH
WAKIL
MENTERI
1. INDONESIA Oleh
Presiden
Sama dengan
masa jabatan
Presiden 2009 -
2014
Oleh Presiden
Membantu Menteri
dan tugas langsung
dari Presiden apabila
dibutuhkan
Dibawah Menteri,
diatas Pembantu
Menteri, Pengawas,
Pelaksana dan Unsur
Pendukung lainnya.
Kepada Menteri
20 (dua puluh)
orang, dari 34
(tiga puluh
empat)
Kementerian
2. AMERIKA Oleh
Presiden
Sama dengan
masa jabatan
Menteri
Oleh Presiden Membantu Menteri,
Sekretaris Negara
Dibawah Menteri dan
Sekretaris Negara
Kepada Sekretaris
Negara
6 (enam)
orang pada
Kementerian
Luar Negeri
3. RUSIA Oleh
Menteri
Sama dengan
Jabatan Menteri Oleh Menteri
Membantu Menteri
dan Sekretariat
Jenderal
Dibawah Menteri dan
Sekretariat Jenderal Kepada Menteri
Masing-
masing 4
(empat)
orang, pada
Kementerian
Pertahanan
dan
Pendidikan
4. MALAYSIA
Oleh
Menteri
sepengetahu
an Perdana
Menteri
Sama dengan
Menteri
Oleh Menteri
sepengetahuan
Perdana
Menteri
Membantu Menteri
Dibawah menteri dan
membawahi
setiausaha
(sekretariat Jenderal)
Kepada Menteri
Seluruh
Kementerian,
diserahkan
sepenuhnya
kepada
Menteri
(namun
dibatasai 2
orang)
5. KANADA
Oleh
Perdana
Menteri
Tetap (diangkat
dari Pegawai
Senior)
Tergantung
pada kekuasaan
Perdana
Menteri
Mengambil arah
politik Menteri
terpilih
Dibawah Menteri dan
sebagai Kepala
fungsional
departemen
Kepada Perdana
Menteri
Terdapat 2
pada Seluruh
Kementerian,
1 (satu)
orang
membantu
menteri
ditingkatan
Nasional,
sedangkan 1
(satu) orang
membantu
menteri di
Provinsi
6. KOREA
SELATAN
Oleh
Menteri
Sama dengan
Menteri Oleh Menteri Membantu Menteri
Dibawah Menteri,
namun dalam praktek
struktur Kementerian
posisinya dibawah
sekjen dan
inspektorat
Kepada Menteri
Seluruh
Kementerian,
namun
dibatasai
paling
banyak 2
(dua) orang
Tabel 4.8
Perbandingan Kedudukan Wakil Menteri Indonesia, Amerika, Rusia, Malaysia, Kanada dan Korea Selatan
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
237
Universitas Indonesia
BAB 5
PENUTUP
5.1 Simpulan
5.1.1 Makna “Presiden dapat mengangkat Wakil Menteri pada Kementerian
tertentu dalam hal terdapat beban kerja yang membutuhkan penanganan
secara khusus”, sebagaimana Pasal 10 Undang-Undang Nomor 39 Tahun
2008 tentang Kementerian Negara adalah Pengangkatan Wakil Menteri
merupakan hak perogratif Presiden untuk menentukan secara objektif
berdasarkan analisa dan alasan yang jelas. Selain itu yang dimaksud
dengan penanganan secara khusus (dalam kondisi tidak umum) disini harus
diartikan tidak dalam keadaan biasa, yakni terdapat sesuatu yang
memungkinkan untuk dilakukan pekerjaan yang ekstra dan tidak dapat
dikerjaan oleh seorang Menteri dan struktur organisasi yang berada di
bawah Menteri. Untuk itulah kebutuhan untuk pengangkatan Wakil
Menteri tidak pada semua Kementerian yang ada, selain itu Presiden wajib
memberikan penjelasan kepada publik mengenai urgensi pengangkatan
Wakil Menteri pada Kementerian tertentu, agar anasir-anasir politis dan
persepsi publik mengenai pengangkatan Wakil Menteri pada Kementerian
tertentu tidak ditafsirkan secara negatif.
5.1.2 Kedudukan Wakil Menteri dapat dilihat dari perpsektif kewenangannya,
pengangkatannya, struktur organisasinya, jenjang kepangkatannya, dan
hubungan Wakil Menteri dengan lembaga lainnya dalam Kementerian.
Apabila dilihat dari kewenangannya, kedudukan Wakil Menteri berada
dibawah Presiden, selain itu juga dibawah Menteri, karena Wakil Menteri
selain bertanggung jawab kepada Menteri, juga sebagai pembantu Menteri,
sedangkan Wakil Menteri dan Sekretariat Jenderal/Kementerian
kedudukannya dapat dikatakan sama, hal itu dikarenakan keduanya adalah
sama-sama sebagai pembantu Menteri. Dalam perspektif pengangkatannya
kedudukan Wakil Menteri berada dibawah Presiden, sedangkan Menteri
dan Wakil Menteri kedudukannya adalah sama, yakni sama-sama diangkat
dan diberhentikan oleh Presiden melalui tata cara dan prosedur yang sama
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
238
Universitas Indonesia
pula, sedangkan terhadap Sekretariat Jenderal/Kementerian kedudukan
Wakil Menteri diatas Sekretariat Jenderal/Kementerian. Perspektif struktur
organisasi Wakil Menteri tidak dijelaskan secara normatif dalam peraturan
perundang-undangan mengenai Wakil Menteri, meskipun dalam praktek
diposisikan berada dibawah Menteri dan dibawah atau diatas Sekretariat
Jenderal/Kementerian. Perspektif jenjang kepangkatan Wakil Menteri
berada dibawah Presiden dan Menteri, dan berada diatas Sekretariat
Jenderal/Kementerian. Sedangkan dalam hubungan Wakil Menteri dengan
Presiden, Menteri dan Sekretariat Jenderal/Kementerian, Wakil Menteri
berada dibawah dibawah Presiden dan Menteri serta berada diatas
Sekretariat Jenderal/Kementerian.
5.1.3 Perbandingan Wakil Menteri di Indonesia dengan Amerika Serikat, Rusia,
Malaysia, Canada dan Korea Selatan menunjukkan terdapat perbedaan
baik pada tingkatan pengangkatan, masa jabatan, pemberhentian,
kewenangan, pertanggung jawaban bahkan jumlah dan kedudukan Wakil
Menteri dalam struktur organisasi Kementerian Negara di Amerika
Serikat, Rusia, Malaysia, Canada dan Korea Selatan.
5.2 Saran
5.2.1 Diharapkan Presiden dalam menjalankan hak perogratifnya yakni
melakukan pengangkatan Wakil Menteri pada Kementerian tertentu dalam
hal terdapat beban kerja yang membutuhkan penanganan secara khusus,
dapat memberikan alasan dan penjelasan yang objektif kepada publik
mengenai urgensinya pengangkatan Wakil Menteri pada Kementerian
tertentu. Selain itu dalam pengangkatan Wakil menteri harus berdasarkan
analisa job description yang jelas, sehingga tidak menimbulkan persepsi
negative publik terhadap recruitment wakil Menteri. Penegasan menganai
tugas dan tanggung jawab, pengaturan mengenai tata cara penyeleksian
dan mekanisme pertanggung jawaban Wakil Menteri menjadi mutlak
diatur secara rigid, agar tercipta suatu institusi yang benar-benar dapat
diharapkan mampu bekerja dengan baik sesuai dengan tugas dan
wewenang yang diberikan oleh peraturan perundang-undangan.
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
239
Universitas Indonesia
5.2.2 Berkaitan dengan Kedudukan Wakil Menteri dalam struktur organisasi
Kementerian Negara, sebaiknya ditegaskan mengenai struktur organisasi,
tugas, fungsi dan kedudukan Wakil Menteri berada dimana, hal ini sangat
penting mengingat kedudukan suatu lembaga sangat berkaitan erat dengan
wewenang yang diberikan dan pelaksanaan kewenangan yang akan
dilaksanakan oleh Wakil menteri tersebut. Kesamaan mengenai
kewenangan akan berpotensi terhadap timbulnya konflik kewenangan,
untuk itu perlu pembidangan dan pemfokusan ruang lingkup kewenangan
baik oleh wakil Menteri maupun secretariat jenderal atau Kementerian.
Selain itu juga harus ditegaskan mengenai kepangkatan Wakil Menteri,
ditegaskan bukan berarti membentuk kepangkatan yang baru seperti yang
sekarang ini, hal itu diakibatkan oleh Undang-Undang Nomor 39 tahun
2008 tentang Wakil Menteri tidak mengatur secara tepat dan tegas
mengenai kedudukan Wakil Menteri dalam struktur organisasi
Kementerian Negara, sehingga kendala mengenai kepangkatannya hingga
saat ini dapat dipersoalkan.
5.2.3 Melalui studi perbandingan dengan 5 (lima) Negara yang juga
menggunakan Wakil Menteri dalam struktur organisasi Kementerian
negaranya, yakni Amerika Serikat, Rusia, Malaysia, Canada dan Korea
Selatan, diharapkan dapat memberikan sumbangsih sekaligus sebagai
bahan kajian untuk dijadikan reverensi guna perbaikan struktur organisasi
Kementerian Negara yang hingga saat saat menuai kritik dan persoalan
dalam tingkatan normatif sampai pelaksanaannya.
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
240
Universitas Indonesia
DAFTAR PUSTAKA
A. Buku
Abdussalam, R., Politik Hukum, Jakarta : Penerbit PTIK, 2011 Adji, Oemar Seno dan Indriyanto Seno Adji, Peradilan Bebas dan Contempt
of Court, Jakarta : Penerbit Diadit Media, cetakan ke-1, 2007 Alfian, M. Alfan, Menjadi Pemimpin Politik, Perbincangan Kepemimpinan
dan Kekuasaan, Jakarta : Gramedia Pustaka Utama, 2009 Atmadja, Soeria, Keuangan Publik dalam Perspektif Hukum, Teori, Kritik dan
Praktik, (Jakarta : Rajawali Pers, 2008 Admosudirdjo, Prajudi, Hukum Administrasi Negara, Jakarta : Ghalia
Indonesia, 1988 __________, Prajudi, Hukum Administrasi Negara, Jakarta : Ghalia Indonesia,
1966 Alkatiri, Jeffry, Transisi Demokrasi di Negara Rusia : Analisis Perlindungan
HAM 1991-2000, Jakarta : Rineka Cipta, 2007 Apeldoorn, Van, Pengantar Ilmu Hukum, Pradnya Paramita, Jakarta, 1976 __________,Inleiding Tot De Studie Van Het Nederlandse Recht, Terjemahan
Arief Sidharta, Bandung : Refika Aditama, cetakan ketiga, 2009 Ali, Abdul Latif dan Hasbi, Politik Hukum, (Jakarta, Penerbit Sinar Grafika,
cetakan pertama, 2010 Alrasid, Harun, Naskah UUD 1945 Sesudah Empat Kali diubah oleh MPR,
Jakarta : Penerbit Universitas Indonesia Press. 2007 __________, Pengisian Jabatan Presiden, Jakarta: Pustaka Utama Grafiti,
1999 Ardhiwisastra, Yudha Bhakti, Penafsiran dan Kontruksi Hukum, Bandung :
Penerbit Alumni, cetakan ke-1, 2000 Arinanto, Satya, Hukum dan Demokrasi, Jakarta : Penerbit Ind-Hill-Co,
Cetakan-1, 1991
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
241
Universitas Indonesia
__________, Hak Asasi Manusia Dalam Transisi Politik di Indonesia, Jakarta : Pusat Studi Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2008.
__________, Politik Hukum 1, 2 dan 3, Program Pascasarjana Fakultas
Hukum Universitas Indonesia Jakarta, Edisi Pertama __________, Constitutional Law and Democratization in Indonesia,
Publishing House Faculty of Law University of Indonesia, 2000 __________, Kumpulan Materi Presentasi Politik Hukum (dikumpulkan dari
berbagai referensi), Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Indonesia Jakarta, 2010
Arinanto, Satya (ed), Memahami Hukum dari Konstruksi sampai
Implementasi, Jakarta : Rajawali Pers, 2009 Asshiddiqie, Jimly, Format Kelembagaan Negara Pasca Perubahan UUD
1945, Yogyakarta : UII Press, 2004 __________, Jimly, Perihal Undang-Undang, Jakarta : Konpress, 2008 __________,Konstitusi dan Konstistusionalisme Indonesia, Jakarta, Konpress,
2006 __________, Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga Negara Pasca
Reformasi, Jakarta : Konstitusi Press, cetakan ke-2, 2006 __________, Hukum Tata Negara Darurat, Jakarta : Rajawali Pers, 2008 __________, Hukum Tata Negara dan Pilar-Pilar Demokrasi, Serpihan
Pemikiran Hukum, Media dan HAM, Jakarta : Konpress, 2006 __________, “Pemberhentian dan Penggantian Presiden” dalam 70 Tahun
Prof. Dr. Harun Alrasid (Intregitas, Konsistensi Seorang Sarjana Hukum), Editor oleh A. Muhammad Asrun dan Hendra Nurjahjo, Jakarta: Pusat Studi HTN, 2000
__________, Pokok-pokok Hukum Tata Negara Indonesia Pasca Raformasi,
Jakarta : PT. Buana Ilmu Populer, cetakan kedua 2008. __________, Model-model Pengujian Konstitusional di Berbagai Negara,
Jakarta : Konstitusi Press, 2006 Asshiddiqie, Jimly, Ali Safa’at, Teori Hans Kelsen tentang Hukum, Jakarta,
Konstitusi Press, 2006
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
242
Universitas Indonesia
Asshiddiqie, Jimly, Ahmad Syahrizal, Peradilan Konstitusi di Sepuluh Negara, Jakarta : Konstitusi Press, 2006.
Azhary, Negara Hukum Indonesia, analisis yuridis normatif tentang unsur-
unsurnya, Jakarta : UI Press, 1995 Azhary, Muhammad Tahir, Negara Hukum suatu study tentang prinsip-
prinsipnya dilihat dari segi hukum Islam, Implementasi pada periode Negara Madinah, Jakarta : Kencana, 2004
Azizy, A. Qodri, Change Management dalam Reformasi Birokrasi, Jakarta :
Gramedia Pustaka Utama, 2007 Basah, Sjachran, Ilmu Negara, Pengantar, Metode dan Sejarah
Perkembangan, (PT. Citra Aditya Bakti, Bandung Bertens, K., Etika, Jakarta, Gramedia Pustaka Utama, 2011 Bogdan, Michael, Pengantar Perbandingan Sistem Hukum (Inggris, Jerman,
Perancis, Amerika, Cina, Sosialis dan Islam), Bandung : Nuansa Media, 2010
Budiardjo, Miriam, Dasar-Dasar Ilmu Politik, PT. Gramedia Pustaka Utama,
Jakarta, 2002 Buyung Nasution, Adnan, Aspirasi Pemerintahan Konstitusional di Indonesia,
study Sosio Legal atas Konstituante 1956-1959, Jakarta : Grafitti, 2009
__________, Dasar-dasar Ilmu Politik, Jakarta : Gramedia, edisi revisi, 2010 Bruggink, J.J.H., Rechts Reflecties, Grondbegrippen uit de Rechtstheori,
England : Kawuler, 1952. Burke, Lee H and Patterson, Richard Sharpe, Homes of the Department of
State, 1774-1976: The Buildings Occupied by the Department of State and Its Predecessors. Washington, D.C.: US. Government Printing Office, 1977
Chakirov, Nikita (ed), Illustrated History of the Russian Empire: The
Coronation Book. (Astoria, NY: The Russian Orthodox Youth Committee. 1971), Hal. 488
Champbel Black, Henry, Black’s Law Dictionary, Seven Edition, Bryan A.
Garner Editor, St. Paul. Minn, Wes Publishing, 1999
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
243
Universitas Indonesia
Creswell, John W., Reserch Design, Qualitative & Quantitative Approaches, SAGE Publications, International Educational and Professional Peblisher, Thousand Oaks, London New Delhi, 1994
Chul Yang, Sung, The North and South Korean political systems: A
comparative analysis (rev. ed.). Seoul: Hollym, 1999 Darwis, Fernita, Pemilihan Spekulatif, Mengungkap Fakta Seputar Pemilu
2009, Bandung : Penerbit Alfabeta, 2011 Daulay, Ikhsan Rosyana Parluhutan, Mahkamah Konstitusi, Memahami
Keberadaannya dalam Sistem Ketatanegaraan Republik Indonesia, Jakarta : Penerbit Rineka Cipta, cetakan pertama, 2006
de Cruz, Peter, Perbandingan Sistem Hukum Common Law, Civil Law dan
Sosialis Law, Bandung : Nuansa Media, 2010 Dicey AV., Introduction to the study of the law of the constitution, London :
Mc Millanand CO, 1952 Dimyati, Khudzaifah, Teorisasi Hukum Studi tentang Perkembangan Hukum
di Indonesia 1945-1990, Yogyakarta : Genta Publishing, 2010 Djokosoetono, Kuliah Ilmu Negara, (Dihimpun oleh Harun Alrasyid) Jakarta :
In-Hill-Co, Edisi Revisi, 2006 Drury, Shadia B., Law and Politics, Reading in Legal and Political Thought,
Alberta : Detselig Enterprises Ltd Calgary, 1980 Dunn, William N., Public Policy Analysis, An Introduction, New Jersen,
University of Pittsburgh, 1994 Duverger, Maurice, Teori dan Praktek Hukum Tata Negara Indonesia,
Surabaya : Pustaka Tinta Mas, 1993 Fahrurodji, A., Rusia Baru menuju Demokrasi : Pengantar Sejarah Dan
Latar Belakang Budayanya, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2005 Fuady, Munir, Filsafat dan Teori Hukum Postmodern, Bandung : PT. Citra
Aditya Bakti, cetakan ke-1, 2005 __________, Sejarah Hukum, Jakarta : Ghalia Indonesia, 2009 __________, Perbandingan Ilmu Hukum, Bandung : Rineka Cipta, 2007 Freeze, George, Russia: A History (2nd ed.), Oxford: Oxford University Press,
2002
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
244
Universitas Indonesia
Friedman, Lawrence, The Legal System: A Sosial Science Perspektive, New York : Russel Sage Foundation, 1975
Gilissen, John dan Frits Gorle, Sejarah Hukum, suatu pengantar, Bandung :
Refika Adhitama, cetakan kelima – 2001 Hadjon, Philipus M., Perlindungan Hukum Bagi Rakyat, Surabaya :
Peradaban, Edisi Revisi, 2007 Hadjon, Philipus M. dkk, Pengantar Hukum Administrasi Negara Indonesia,
Gajah Mada University Press, 2002 Hakim, Abdul Aziz, Negara Hukum dan Demokrasi di Indonesia, Yogyakarta
: Pustaka Pelajar, 2011 Halsey, George D., Bagaimana Memimpin dan Mengawasi Pegawai Anda,
Jakarta : Penerbit Rineka Cipta, 2010 Hamidi, Jazim, Revolusi Hukum Indonesia, Makna, Kedudukan dan Implikasi
Hukum Naskah Proklamasi 17 Agustus 1945 dalam system ketatanegaraan RI, Jakarta : Konstitusi Press, 2006
Harahap, Zairin, Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara, Jakarta :
Rajawali Pers, 2007 Hartono, C.F.G Sunaryati, Penelitian Hukum di Indonesia pada Akhir Abad
ke-20, Bandung : Penerbit Alumni, cetakan ke-2, 2006 __________, Politik Hukum Menuju Sistem Hukum Nasional, Bandung :
Alumni, 1991 Hasan, Erliana, Filsafat Ilmu dan Metodologi Penelitian Ilmu Pemerintahan,
Ghalia Indonesia, Jakarta, Cetakan ke 1, 2011 Hawley, Samuel: The Imjin War. Japan's Sixteenth-Century Invasion of Korea
and Attempt to Conquer China, The Royal Asiatic Society, Korea Branch, Seoul 2005
Heidjrachman dan Suad Husnan, Manajemen Personalia, Edisi 4, Yogyakarta,
BPFE-Yogyakarya, cetakan kesebelas, 2008 Hendrawan dkk, Anvanced Strategic Management Back to Basic Approach,
Jakarta : Gramedia Pustaka Utama, 2005 Henry, Michael, William. History of the Department of State of the United
States: Its Formation and Duties, Together With Biographies of Its Present Officers and Secretaries From the Beginning.Washington, D.C.: U.S. Government Printing Office, 1901
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
245
Universitas Indonesia
Hidayat, L. Misbah, Reformasi Administrasi, Kajian Komparatif
Pemerintahan Tiga Presiden, Bacharuddin Jusuf Habibie, Abdurahman Wahid, Megawati Soekarnoputri, Jakarta : Gramedia Pustaka Utama, 2007
Hoessein, Bhenyamin, Perubahan Model, Pola dan Bentuk Pemerintahan
Daerah, Dari era orde baru ke era Reformasi, Jakarta : Departemen Ilmu Administrasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2011
Huda, Ni’matul, Hukum Tata Negara Indonesia, Jakarta : Rajawali Pers, 2006 H.R., Ridwan, Hukum Administrasi Negara, Jakarta : Raja Grafindo Persada,
2006 Ibrahim, Johnny, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, Bayu
Media Publishing, Malang, 2006 Ihalalauw, John J.O.I, Bangunan Teori, Salatiga : Penerbit Fakultas Ekonomi
Universitas Kristen Satya Wacana, Edisi Millenium, 2000 Indrati, Maria Farida, Ilmu Perundang-Undangan, Proses dan Teknik
Pembentukannya, Yogyakarta : Penerbit Kanisius, cetakan ke-10, 2012
Indrayana, Denny, Negeri Para Mafioso, Hukum di Sarang Koruptor, Jakarta :
Penerbit Buku Kompas, 2008 Isjwara, F., Pengantar Ilmu Politik, Dwiwantara, Bandung, 1964 Isra, Saldi, Pergeseran Fungsi Legislasi, menguatnya model legislasi
Parlementer dalam system Presidential Indonesia, Jakarta : Rajawali Pers, 2010
Ivancevich, dkk, Perilaku dan Manajemen Organisasi, Jakarta : Erlangga,
2008 Iver, Mac, The Web of Government, dalam Moh.Kusnardi dan Bintan Siragih,
Ilmu Negara, Gaya Media Pratama, Jakarta, 2000 Joeniarto, Sejarah Ketatanegaraan Republik Indonesia, Jakarta : Bumi
Aksara, cetakan kelima, 2001 Juanda, Hukum Pemerintahan Daerah, Pasang Surut Hubungan Kewenangan
antara DPRD dan Kepala Daerah, Bandung : Alumni, 2004
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
246
Universitas Indonesia
Kansil, CST., Hukum Tata Pemerintahan Indonesia, Jakarta : Ghalia Indonesia, 1983
Kansil, C.S.T. dan Christine S.T. Kansil, Sistem Pemerintahan Indonesia,
(Jakarta : Bumi Aksara, Edisi Revisi, 2008 Kelsen, Hans, General Theory Law and States, Australia : New Russel,
Cambridge, 1983 __________, General Theory Of Law And State, Terjemahan Somardi, Bee
Media Indonesia, Jakarta, 2007 __________,Pure Theory of Law, Berkely : University California Press, 1978 Kranenburg dan Tk. B. Sabaroedin, Ilmu Negara Umum, PT. Pradnya
Paramita, Jakarta, 1986 Kusnardi, Moh. dan Bintan Siragih, Ilmu Negara, Gaya Media Pratama,
Jakarta, 2000 Kusuma, AB, Lahirnya Undang-Undang Dasar 1945, Memuat Salinan
Dokumen Otentik Badan Oentoek Menyelidiki Oesaha2 Persiapan Kemerdekaan, Jakarta : Badan Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2009
__________,Sistem Pemerintahan “Pendiri Negara” versus Sistem
Presidensiel “orde reformasi”, Jakarta : Badan Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2011
Kusumaatmadja, Mochtar, Fungsi dan Perkembangan Hukum Dalam
Pembangunan Nasional, Bandung: Alumni, 1994 Levy, Leord W., Judicial Review and Supreme Court, Harper Torchbooks The
Academy Library, Harper & Row, Publishers New York, Evanston, and London, 1967
Lubis, Solly, Kebijakan Publik, Bandung : CV. Mandar Maju, cetakan ke-1,
2007 __________, Landasan dan Teknik Perundang-Undangan, Bandung : CV.
Mandar Maju, cetakan keempat, 1995 __________, Beberapa Catatan Mengenai Wakil Presiden, yang dihimpun
Padmo Wahjono, Masalah Ketatanegaraan Indonesia Dewasa ini, Jakarta : Ghalia Indonesia, 1985
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
247
Universitas Indonesia
Mahfud MD, Moh., Demokrasi dan Konstitusi di Indonesia (Studi Tentang Interaksi Politik dan Kehidupan Ketatanegaraan), PT. Rineka Cipta, Jakarta, 2003
__________, Membangun Politik Hukum, Menegakkan Konstitusi, Jakarta :
Rajawali Pers, cetakan ke-2, 2011 __________, Politik Hukum di Indonesia, Jakarta : Pustaka LP3ES, cetakan
ketiga, 2006 __________, Perdebatan Hukum Tata Negara pasca Amandemen Konstitusi,
Jakarta : LP3ES, 2007 Paulus E. Lotulung, Sistem Hukum Indonesia, Mahkamah Agung dan Fakultas
Hukum Universitas Indonesia, 2005 Manan, Bagir dan Kuntana Magnar, Beberapa Masalah Hukum Tata Negara,
Bandung : Penerbit Alumni, cetakan ke-1, 2007 __________,Lembaga Kepresidenan, Yogyakarta : Pusat Studi Hukum Tata
Negara UII dan Gama Media, 1999 Mangunhardjana, Pendampingan Kamum Muda, Sebuah Pengantar,
Yogyakarta : Kanisius, 1986 Marzuki, Peter Mahmud, Penelitian Hukum, Prenada media, Jakarta, 2006 __________, Pengantar Ilmu Hukum, Jakarta : Prenada Media Group, cetakan
ketiga, 2009 Marzuki, Laica, Peraturan Kebijakan (‘Bleidregel’) : Hakikat serta fungsinya
selaku sarana Hukum Pemerintahan, dalam Philipus M. Hadjon dkk, Hukum Administrasi Negara dan Good Governance, Jakarta : Penerbit Universitas Trisakti, 2012
Mas’oed, Mochtar dan Colin Mac Andrews, Perbandingan Sistem Politik,
Yogyakarta : Gajah Mada University Press, cetakan kedelapan belas, 2008
Matutu, Mustamin DG..dkk, Mandat, Delegasi, Atribusi dan Implementasinya
di Indonesia, UII Press, Yogyakarta, 2004 Mayo, Henry B., An Introduction to Democratic Theory, New York : Oxford
University press, 1960 Menski, Werner, Perbandingan Hukum dalam Konsteks Global, Sistem
Eropa, Asia dan Afrika, Bandung : Nuansa Media, 2012
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
248
Universitas Indonesia
Mertokusumo, Sudikno, Mengenal Hukum Suatu Pengantar, Yogyakarta : Penerbit Liberty, cetakan kedua, 2005
Moeljatno, Asas-asas Hukum Pidana, Jakarta : Rineka Cipta, 2000 Montesquieu, The Spirit of Law, Dasar-dasar Ilmu Hukum dan Ilmu Politik,
Bandung : Nusamedia, 2007 Nahm, Andrew C, Korea: A history of the Korean people (2nd ed.), Seoul:
Hollym, 1996 Nasution, S., Metode Research (Penelitian Ilmiah) usulan Tesis, Desain
Penelitian, Hipotesis, Validitas, Sampling, Populasi, Observasi, Wawancara, Angket, PT. Bumi Aksara, Jakarta, Cetakan ke-4, 2011
Nawawi Arif, Barda, Perbandingan Hukum Pidana, Jakarta : Rajawali Press,
2002 Nonet, Philippe and Philip Selznick, Law and Society in Transition : Toward
Responsive Law, Happer & Row, 1978 Notoatmodjo, Soekidjo, Pengembangan Sumber Daya Manusia, Jakarta :
Penerbit Refika Cipta, 2009 N.P.D Sinaga, Budiman, Ilmu Pengetahuan Perundang-Undangan,
Yogyakarta : UII Press, cetakan kedua, 2005 Nugraha, Safri, dkk, Hukum Administrasi Negara (edisi revisi), Depok :
Center For Law and Good Governance Studies (CLGS) Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2007
Nugraha, Safri,Birokrasi & Good Governance (Reading Material), Program
Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Indonesia Nurtjahjo, Hendra, Filsafat Demokrasi, Jakarta : Bumi Aksara, 2006 Nurtjahjo, Hendra (editor),Politik Hukum Tata Negara Indonesia, Jakarta :
Pusat Studi Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2004
Odom, William Eldridge, 'The Collapse of the Soviet Military,' Yale
University Press, 1998 Plischke, Elmer, U.S. Department of State: A Reference History.Westport,
Conn.: Greenwood Press, 1999 Pope, Jeremy, Strategi Membasmi Korupsi, Jakarta : Transparency
International (TI) Indonesia, cetakan pertama, 2003
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
249
Universitas Indonesia
Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Kedua, Jakarta, 1995
Radjab, Dasril, Hukum Tata Negara Indonesia, Jakarta, Penerbit Rineka
Cipta, Cetakan ke-2, 2005 Rahardiansah, Trubus, Sistem Pemerintahan Indonesia, teori dan praktek
dalam perspektif politik dan hukum, Jakarta : Penerbit Universitas Trisakti, 2010
Rahardjo, Satjipto, Sosiologi Hukum Perkembangan Metode dan Pilihan
Masalah, Yogyakarta : Genta Publishing, cetakan kedua, 2010 __________,Ilmu Hukum, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2000 Ranadireksa, Hendarmin, Arsitektur Konstitusi Demokratik, Fokusmedia,
Bandung, 2007 Ranggawidjaja, Rosjidi, Pengantar Ilmu Perundang-Undangan Indonesia,
Bandung : CV Mandar Maju, cetakan ke-1, 1998 Rizal, Jufrina dan Agus Brotosusilo, Bahan Bacaan Filsafat Hukum ke-1,
Program Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Agustus 2001
Robbins dan Judge, Perilaku Organisasi, Jakarta : Salemba Empat, 2007 Robert J, Jackson,. and Doreen Jackson. Politics in Canada: Culture,
Institutions, Behavior and Public Policy. 6th ed. Toronto: Prentice Hall, 2006
R Dull, Jonathan, A Companion to the American Revolution, ed. Jack P.
Greene and J. R. Pole. Maiden, Mass.: Blackwell, 1999 Soehino, Hukum Tata Negara Teknik Perundang-Undangan, (ogyakarta :
Penerbit Liberty, cetakaan keempat, 2005 Salman, H.R. Otje dan Anton F. Susanto, Teori Hukum, Mengingat,
Mengumpulkan dan Membuka Kembali, Bandung : Penerbit Refika Aditama, cetakan ke-2, 2005
Schoreder, Richard C., Garis Besar Pemerintahan Amerika Serikat, (Jakarta :
Kantor Program informasi Internsional Departemen Luar Negeri Amerika Serikat, (edisi revisi) 2008
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
250
Universitas Indonesia
Soekanto, Soerjono dan Sri Mamuji, Penelitian Hukum Normatif (Suatu Tinjauan Singkat), Rajawali Pers, Jakarta, 2001
Wignjodipoero, Soerojo, Pengantar dan Asas-asas Hukum Adat, Jakarta :
Toko Gunung Agung, cetakan keempat belas, 1995 Safa’at, Muchamad Ali, Pembubaran Partai Politik, Pengaturan dan Praktik
Pembubaran Partai Politik dalam Pergulatan Republik, Jakarta : Rajawali Pers, 2011
Sanborn, Mark, Semua Orang Bisa jadi Pemimpin, Jakarta : Gramedia
Pustaka Utama, 2007 Saragih, Bintan Regen, Politik Hukum, (Bandung : CV. Utomo, cetakan
pertama, 2006 Soemantri M, Sri, Perngantar Perbandingan Hukum Tata Negara, Jakarta :
Rajawali Pers, 1998 Soetomo, Ilmu Negara, Usaha Nasional, Surabaya, 1993 Soekanto, Soerjono, Perbandingan Hukum, Bandung : Alumni, 1979 Siagian, Sondang P, Manajemen Sumber Daya Manusia, Jakarta : Bumi
Aksara, cetakan ke-18, 2010 Siahaan, Maruar, Hukum Acara Mahkamah Konstitusi, Jakarta : Konstitusi
Press, 2005 Sibuea, Hotma P., Asas Negara Hukum, Peraturan Kebijakan dan Asas-asas
Umum Pemerintahan yang baik, Jakarta : Penerbit Erlangga, 2010 Sihombing, Herman, Hukum Tata Negara Darurat di Indonesia, Bandung :
Alumni 1999 Simanjuntak, Marsilam, Pandangan Negara Integralistik, Sumber, Unsur dan
Riwayatnya dalam Persiapan UUD 1945, Jakarta :Grafitti, 1994 Simatupang, Dian Puji N., Paradoks Rasionalitas Perluasan Ruang Lingkup
Keuangan Negara dan Implikasinya terhadap Kinerja Keuangan Pemerintah, Jakarta : Badan Penerbit FHUI, 2011
Subekti, Valina Singka, Menyusun Konstitusi Transisi, Pergulatan
Kepentingan dan Pemikiran dalam Proses Perubahan UUD 1945, Jakarta : Rajawali Pers, 2008
Sudarmayanti dan Syarifudin Hidayat, Metodologi Penelitian, CV. Mandar
Maju, Bandung, Cetakan ke II, 2011
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
251
Universitas Indonesia
Suharto, Susilo, Kekuasaan Presiden Republik Indonesia dalam Periode
Berlakunya Undang-Undang Dasar 1945, Yogyakarta : Graha Ilmu, cetakan pertama, 2006
Suherman, Ade Maman, Pengantar Perbandingan Sistem Hukum, civil law,
common law dan hukum Islam, Jakarta : PT. Grafindo Persada, 2004 Sukandarrumidi, Metodologi Penelitian, Petunjuk Praktis Untuk Peneliti
Pemula, Gajahmada University Press, Yogyakarta, Cetakan ke-3, 2006
Sumali, Reduksi Kekuasaan Ekskutif di Bidang Peraturan Pengganti Undang-
Undang (Perpu), (UMM Press, Malang, 2003 Sumarsono, S. dkk, Pendidikan Kewarganegaraan, Jakarta : Gramedia
Pustaka Utama, cetakan ketiga, 2004 Sumaryono, E., Dasar-Dasar Logika, Yogyakarta, Penerbit Kanisius, cetakan
ke-11, 2010 Supandi, Hukum Peradilan Tata Usaha Negara (Kepatuhan Hukum Pejabat
dalam Menaati Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara), Medan : Pustaka Bangsa Press, 2011
__________, Keberadaan Pengadilan Pajak dalam Sistem Peradilan
Nasional Indonesia, Medan, Pustaka Bangsa Press, 2011 Sutedi, Andrian, Hukum Keuangan Negara, Jakarta : Sinar Grafika, 2010 Sutiyoso, Bambang dan Sri Hastuti Puspitasari, Aspek-Aspek Perkembangan
Kekuasaan Kehakiman di Indonesia, UII Press, Yogyakarta, 2005 Strong, C.F., Modern Political Constitutions : An Introduction to the
Comparative Study and Existing Form, Terjemahan SPA Teamwork, Nusamedia, Bandung, 2004
__________, Konstitusi-konstitusi Politik Modern, Kajian tentang Sejarah
dan bentuk-bentuk Konstitusi Dunia, Bandung : Nuansa Media, Bandung, 2009
Syahuri, Taufiqurrahman, Tafsir Konstitusi berbagai Aspek Hukum, Jakarta :
Prenada Media Group, 2011 Syahrizal, Ahmad, Peradilan Konstitusi, suatu studi tentang Adjudikasi
Konstitusional sebagai Mekanisme Penyelesaian Sengketa Normatif, Jakarta : Pradnya Paramita, cetakan pertama, 2006
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
252
Universitas Indonesia
Syamsuddin, Amir, Integritas Penegak Hukum, Hakim, Jaksa, Polisi dan Pengacara, Jakarta : Penerbit Buku Kompas, 2008
Syaukani, Imam dan A. Ahsin Thohari, Dasar-Dasar Politik Hukum, Jakarta :
Rajawali Pers, cetakan pertama, 2004 Thaib, Dahlan, Ketatanegaraan Indonesia Perspektif Konstitusional,
Yogyakarta : Total Media, Cetakan ke-1. 2009 Thalib, Abdul Rasyid, Wewenang Mahkamah Konstitusi dan Implikasinya
Dalam Sistem Ketatanegaraan Republik Indonesia, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2006
Thompson, Brian, Constitutional and Administrative law, 3th ed., London :
Black Stone Press Limited, 1997 Tinkler, Robert, James Hamilton of South Carolina. Baton Rouge, La:
Louisiana State University Press, 2004 Tjandra, W Riawan dkk, Peningkatan Kapasitas Pemerintahan Daerah dalam
Pelayanan Publik, Yogyakarta : Pembaharuan, edisi revisi, 2005 Unger, Roberto M, Law and Modern Society : Toward a Criticism of Social
Theory, The Free Press Van Wijk H.D. /Willem Konijnenbelt, Hoofdstukken van Administratief Recht,
Utrecht Uitgeverij Lemma BV,1995 Wahjono, Padmo, Masalah Ketatanegaraan Indonesia Dewasa Ini, Jakarta :
Penerbit Ghalia Indonesia, cetakan ke-2, 1985 Westwood, J. N., Endurance and Endeavour: Russian History 1812–2001 (5th
ed.), Oxford: Oxford University Press, 2002 Widodo, Kamus ilmiah populer dilengkapi ejaan yang disempurnakan dan
pembentukan istilah, Yogyakarta : Absolut, 2001 Wigjosoebroto, Soetandyo, Dari Hukum Kolonial ke Hukum Nasional,
dinamika sosial-politik perkembangan Hukum di Indonesia, Jakarta : Rajawali Pers, 1994
W. Bedner, Andriaan, Peradilan Tata Usaha Negara di Indonesia, Seri
Sosiolegal Indonesia, Jakarta : HUMA, Van Vollenhoven Institute, KITLV-Jakarta, 2010
Yerimias, T. Keban, Enam Dimensi Strategis Administrasi Publik, Konsep,
Teori, Isu. Yogyakarta: Gava Media, 2004
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
253
Universitas Indonesia
Yunus, Benny M., Intisari Hukum Administrasi Negara, Bandung : Penerbit Alumni, 1980
Zaini, Hasan, Pengantar Hukum Tata Negara Indonesia, Bandung : Alumni,
1985 Zoelva, Hamdan, Pemakzulan Presiden di Indonesia, Jakarta : Sinar Grafika,
2011
B. Makalah dan Jurnal
According to Oral TraditionSavada, Andrea Matles. South Korea: A Country Study. Area handbook series. Federal Research Division, Library of Congress. Washington, D.C.:1992
Accountbale Government, A Guid for minister and Ministers of States, Canada Desember 2011
Arinanto, Satya, Politik Pembangunan Hukum Nasional dalam Era Pasca Reformasi, Teks Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap Fakultas Hukum Universitas Indonesia di Aula Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Salemba, 18 Maret 2006
Aucoin, Peter, The Staffing and Evaluation of Canadian of Deputy Ministers in Comparative Westmindster Perspective : a Proposal for reform, Volume 1 : Parliament, Minister and Deputy Minister
Bothlingk, F.R., Het Leerstuk der vertegenwoordigingen zijn Toepassing op ambtsdragers in Nederland en in Indonesia, Juridishe Boekhaldel en Uitgeverrij A. Jongbloed & Zoon’s-Gravenhage, 1954
Bourgault, Jackquest, The Deputy Minister’s Role in the Government of Canada : His Responsibility and His Accountability, Volume 1
Direktorat Tenaga Kependidikan Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik Dan Tenaga Kependidikan Departemen Pendidikan Nasional, Pengorganisasian Sekolah. Materi Diklat Calon Kepala Sekolah/Kepala Sekolah. Jakarta Tahun 2008.
Divisi Penelitian Federal, Perpustakaan Kongres. Seri Buku Pegangan Wilayah/Pengkajian Negara. Departemen Angkatan Darat Amerika Serikat. Diakses pada 9 Desember 2012.
General Report of the Population and Housing Census 2000, (Putrajaya: Department of Statistics), Malaysia, 28 Desember 2005
Hadjon, Philipus M., Tentang Wewenang, Makalah Univ. Airlangga, Tanpa Tahun
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
254
Universitas Indonesia
Harjono, Beberapa Catatan tantang Undang-Undang, Disampaikan dalam seminar sehari, kerjasama Fakultas Hukum Universitas Surabaya dengan Asosiasi Pengajar Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi, 9 Juli 1993
Hockin, T.A., Government in Canada (1976), Not Published
Hurley, James Ross, Responsibility, Accountability, and the Role of deputy Minister in the Government of Canada, Volume 3 : Linkages : Responsibility and Accountability
Jurnal Knstitusi, Konstitusi dan Hak Asasi Manusia, Volume 8, Nomor 5, Oktober 2011
Kantaprawira, Rudasi, Hukum dan Kekuasaan, Makalah Pada Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta
Mahfud MD, Moh., Mengembalikan Daulat Rakyat Demokrasi Kita, Pidato Kebudayaan 2012, Yang diselenggarakan oleh Dewan Kesenian Jakarta dan Badan Pengelola Pusat Kesenian Jakarta, Sabtu 10 November 2012, bertempat di Graha Bhakti Budaya Taman Ismail Marzuki Jakarta
Mamudji, Sri dan Hang Rahardjo, Teknik Menyusun Karya Tulis Ilmiah, Bahan Kuliah Metode Penelitian dan Penulisan Hukum
Manan, Bagir, UUD 1945 Tak Mengenal Hak Perogratif, Jurnal Republika, Sabtu, 27 Mei 2000
Mertokusumo, Sudikno, Perbandingan hukum, Makalah pada kuliah perdana Program Doktor Ilmu Hukum UGM, tanggal 13 September 2001
Mironov, Boris N, The Standard of Living and Revolutions in Imperial Russia, 1700-1917 (2012)
Mustamu, Julista, Diskresi dan Tanggungjawab Pemerintahan, Dalam Jurnal SASI, Vol. 17, Bulan April-Juni 2011
Schoreder, Richard C., Garis Besar Pemerintahan Amerika Serikat, Jakarta : Kantor Program informasi Internsional Departemen Luar Negeri Amerika Serikat, 2000
Scott, F. & William F. Scott, Russian Military Directory 2004
Suwoto, Kekuasaan dan Tanggung Jawab Presiden RI, Disertasi, Fakultas Pascasarjana Universitas Airlangga, Surabaya, 1990
C. Media Cetak
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
255
Universitas Indonesia
DilemaJabatan Wakil Menteri,Majalah Konstitusi (Wakil Menteri (In)konstitusional), Majalah Konstitusi No. 62 – Maret 2012
Wakil Menteri (In)konstitusional ? Majalah Konstitusi (Wakil Menteri (In)konstitusional), Majalah Konstitusi No. 62 – Maret 2012
Pemohon : Jabatan Wakil Menteri Tidak Dikenal, Majalah Konstitusi (Berkas Pencalonan Harus diterima KPU), Majalah Konstitusi No. 59 – Desember 2012
Wah, 20 Wakil Menteri Kabinet SBY Inkonstitusional?, Kompas Kamis, 19 Januari 2012
Yusril Mengakui Keberadaan Wakil Menteri Sah, Pos Kota, Kamis, 14 Juni 2012
Denny: Putusan MK Memperjelas Kedudukan Wamen, Tribunnews, Selasa, 5 Juni 2012
Memperjelas Fungsi Wakil Menteri, Suara merdeka, 21 Januari 2012
Kedudukan wakil menteri jelas dan tak membingungkan, Antara, Selasa, 12 Juni 2012
MK: Jabatan Wakil Menteri Konstitusional, Kompas, Selasa, 5 Juni 2012
Jabatan Wakil Menteri Tetap Konstitusional, Tempo, Selasa, 05 Juni 2012
D. Internet
Struktur organisasi diatas diambil dari website Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Republik Indonesia, http://www.menpan.go.id/, pada tanggal 15 Desember 2012
Struktur organisasi model kedua ini diambil dari website
http://www.depkeu.go.id/, pada tanggal 15 Desember 2012 Model struktur organisasi model ketiga, diambil dari website dan melihat
langsung Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, http://www.budpar.go.id/, pada tanggal 15 Desember 2012
Model keempat diambil dari website http://www.dephub.go.id/, Pada tanggal
15 Desember 2012 Model kelima diambil dari website dan laporan tahunan Kementerian esdm,
http://www.esdm.go.id/, diakses pada tanggal 15 Desember 2012
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
256
Universitas Indonesia
Pada model ketujuh ini, yakni Kementerian Pekerjaan Umum diakses melalui website http://www.pu.go.id/, pada tanggal 15 Desember 2012
Pada model Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan diakses melalui
website http://www.kemdiknas.go.id/, pada tanggal 15 Desember 2012 Model ini merupakan model Kementerian Agama, diakses melalui website
http://www.kemenag.go.id/, Pada tanggal 15 Desember 2012 Struktur organisasi ini diambil dari website
http://www.depkumham.go.id/pada tanggal 15 Desember 2012, dan melakukan survey langsung ke Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia pada tanggal 11 Desember 2012
Mengenai jenjang Eselon seperti dijelaskan diatas diakses melalui situs
http://www.lptui.com, diakses tanggal 22 Desember 2012 Mengenai jabatan karier dalam lingkungan birokrasi, yakni structural dan
fungsional, secara mendetail dan mendalam dijelaskan dalam situs Badan Kepegawaian Negara, yakni http://www.bkn.go.id/, diakses tangal 22 desember 2012
Diakses melalui bbc internasional pada tanggal 16 desember 2012, yang
memuat profil dari pemerintahan amerika. http://news.bbc.co.uk/2/hi/americas/country_profiles/1217752.stm
United States Department of State, Bureau of Diplomatic Security (July
2011). "Diplomatic and Consular Immunity: Guidance for Law Enforcement and Judicial Authorities".United States Department of State.p. 15.Retrieved 11 May 2012.
Diakses pada website http://www.glin.gov/ (Global Legal Information
Network), diakses pada tanggal 15 Desember 2012 Diakses pada website pada tanggal 15 Desember 2012, http://rs6.loc.gov/cgi-
bin/ampage?collId=llsl&fileName=001/llsl001.db&recNum=151, A Century of Law making for a New Nation: U.S. Congressional Documents and Debates, 1774 – 1875
Bureau of Public Affairs."1784-1800: New Republic". United States
Department of State.Retrieved 11 May 2012. Diakses pada situs resmi pemerintahan Amerika Serikat
http://www.state.gov/, pada tanggal 16 desember 2012 Diakses pada situs resmi Amerika Serikat, pada tanggal 16 Agustus 2012
http://www.state.gov/documents/organization/150505.pdf
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
257
Universitas Indonesia
Diakses pada website http://www.law.cornell.edu/uscode/text/10/133, Legal Information Institute (LII), open acces to law since 1992, Cornell University Law School
Diakses pada website pada tanggal 15 Desember 2012, hal ini yang
merupakan informasipenting mengenai posisi Wakil Menteri di Amerika Serikat. Berikut linknya : http://www.imf.org/external/pubs/ft/weo/2009/02/weodata/weorept.aspx?sy=2006&ey=2009&scsm=1&ssd=1&sort=country&ds=.&br=1&c=111&s=NGDPD%2CNGDPDPC%2CPPPGDP%2CPPPPC%2CLP&grp=0&a=&pr.x=64&pr.y=8
Diakses pada situs pemerintahan Rusia pada tanggal 15 Desember 2012,
http://government.ru/ Diambil dari website RF MOD website www.mil.ru accessed, pada tanggal 9
Aug 2012 Kementerian Pertahanan Rusia http://eng.mil.ru/en/management/deputy.htm,
dapat dilihat juga pada kementerian Pendidikan Rusia http://eng.mon.gov.ru/ruk/zam/, diakses pada tanggal 15 Desember 2012
Federation of International Trade Associations. Diakses pada tanggal 18
desember 2012,http://www.fita.org/countries/malaysia.html?ma_rubrique=cadre.
Diakses pada website http://www.ipu.org/parline/reports/2197.htm (Dewan
Rakyat) House of Representative Malaysia, pada tanggal 15 Desember 2012
Diakses pada website pada tangal 15 desember 2012,
http://www.state.gov/r/pa/ei/bgn/2777.htm U.S. Relations With Malaysia, Bureau Of East Asian and Pacific Affair
Diakses pada situs http://www.pmo.gov.my/?menu=cabinet&page=1797,
pada tanggal 16 Desember 2012 Diakses pada tanggal 15 desember 2012, pada website Pemerintah Negara
Malaysia http://www.pmo.gov.my/?menu=cabinet&page=1797 Diakses pada tanggal 15 desember 2012, pada website Pemerintah Negara
Malaysia http://www.pmo.gov.my/?menu=cabinet&page=1797 Diakses pada Government of Canada, Indonesia.gc.ca, pada tanggal 17
Desember 2012http://www.canadainternational.gc.ca/indonesia-
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
258
Universitas Indonesia
indonesie/about-a_propos/government-gouvernement.aspx?lang=ind&view=d
Diakses pada situs pemerintahan Kanada pada tanggal 17 Desember 2012,
http://www.canada.gc.ca/ Diakses pada situs http://www.gc.ca/home.html, pada tanggal 17 Desember
2012 Mengenai system pemerintahan Kanada dijelaskan secara rinci melalui
website : http://englishland.or.id/TOEFL/10-sistem_pemerintahan_canada.htm, Pada tanggal 17 desember 2012
Mengenai kabibet di Kanada diakses dalam situs pada tanggal 18 Desember
2012 http://www.thecanadianencyclopedia.com/articles/cabinet Deputy Minister of Public Works and Government Services Canada,
http://www.tpsgc-pwgsc.gc.ca/apropos-about/ssmnstr-dptmnstr-eng.html, pada tanggal 18 Desember 2012
Guidance for Deputy Ministers, National Library of Canada cataloguing in
publication data, http://www.pco.gc.ca/, Pada tanggal 18 Desember 2012
Diakses pada website http://www.canada.gc.ca/, pada tanggal 18 desember
2012, dijelaskan menganai pemilu dan system keterwakilan di Kanada.
Diakses pada tanggal 18 desember 2012, yang menjelaskan pemerintahan
local http://www.parl.gc.ca/MembersOfParliament/MainCabinetCompleteList.aspx?TimePeriod=Current
Diakses pada tanggal 18 desember 2012
http://www.gc.ca/depts/major/depind-eng.html Diakses pada Library and Archive Canada, pada tanggal 15 desember 2012,
http://www.collectionscanada.gc.ca/index-e.html Diakses pada website sejarah pemerintahan korea, pada tanggal 15 desember
2012. http://www.koreanhistoryproject.org/Jta/Kr/KrGOV0.htm Diakses pada perpustakaan CIA yang menjelaskan mengenai beberapa
pemerintahan Korea selatan, pada tanggal 18 desember 2012 https://www.cia.gov/library/publications/the-world-factbook/fields/2077.html?countryName=Korea,%20South&countryCode=ks®ionCode=eas&#ks
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
259
Universitas Indonesia
Mengenai system pemerintahan yang dipakai oleh Korea Selatan dijelaskan dengan rinci dalam website : http://countrystudies.us/south-korea/10.htm, diakses pada tanggal 19 Desember 2012
Diakses pada website http://countrystudies.us/south-korea/10.htm, pada
tanggal 18 desember 2012 Diakses pada website yang menjelaskan mengenai kedudukan Wakil Menteri
http://a330.g.akamai.net/7/330/25828/20081021185552/graphics.eiu.com/PDF/Democracy%20Index%202008.pdf, pada tanggal 19 Desember 2012
Diakses pada situs Kementerian di Korea Selatan pada tanggal 19 Desember
2012 http://www.mopas.go.kr/gpms/view/english/about/about06.jsp Diakses pada situs Kementerian di Korea Selatan pada tanggal 19 Desember
2012 https://www.moj.go.kr/HP/ENG/eng_02/eng_2020.jsp
E. Peraturan Perundang-Undangan
Republik Indonesia. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 amandemen
Republik Indonesia. Undang-Undang tentang Kementerian Negara. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008. Lembaran Negara RI Tahun 2008 Nomor 166. Tambahan Lembaran Negara Nomor 4916
Republik Indonesia. Peraturan Presiden tentang Pembentukan Organisasi Kementerian Negara. Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009.
Republik Indonesia. Peraturan Presiden tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan Organisasi Kementerian Negara. Peraturan Presiden Nomor 76 Tahun 2011.Lembaran Negara Tahun 2011 Nomor 100A
Republik Indonesia. Peraturan Presiden tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan Organisasi Kementerian Negara. Peraturan Presiden Nomor 77 Tahun 2011. Lembaran Negara Tahun 2011 Nomor 101A
Republik Indonesia. Peraturan Presiden tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan Organisasi Kementerian Negara. Peraturan Presiden Nomor 91 Tahun 2011. Lembaran Negara Tahun 2011 Nomor 142
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
260
Universitas Indonesia
Republik Indonesia. Peraturan Presiden tentang Wakil Menteri. Peraturan Presiden Nomor 60 Tahun 2012. Lembaran Negara Tahun 2012 Nomor 129
Republik Indonesia. Peraturan Presiden tentangKedudukan Tugas dan Fungsi Kementerian Negara serta Susunan Organisasi tugas dan fungsi Eselon 1 Kementerian Negara. Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010.
Republik Indonesia. Peraturan Presiden tentang Perubahan Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan Tugas dan Fungsi Kementerian Negara serta Susunan Organisasi tugas dan fungsi Eselon 1 Kementerian Negara. Peraturan Presiden Nomor 67 Tahun 2010.
Republik Indonesia. Peraturan Presiden tentang Perubahan Kedua Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan Tugas dan Fungsi Kementerian Negara serta Susunan Organisasi tugas dan fungsi Eselon 1 Kementerian Negara. Peraturan Presiden Nomor 92 Tahun 2011.
Republik Indonesia. Peraturan Pemerintah tentang Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil dalam Jabatan Struktural. Peraturan Pemerintah Nomor 100 Tahun 2000
Republik Indonesia. Peraturan Pemerintah tentang Perubahan Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil dalam Jabatan Struktural. Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2002
Republik Indonesia. Peraturan Pemerintah tentang Kenaikan Pangkat Pegawai Negeri. Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2000
Republik Indonesia. Peraturan Pemerintah tentang Perubahan Kenaikan Pangkat Pegawai Negeri. Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2002
Republik Indonesia. Keputusan Presiden Nomor 111/M Tahun 2009
Republik Indonesia.Keputusan Presiden Nomor 159/M Tahun 2011.
Republik Indonesia.Keputusan Presiden Nomor 65/M Tahun 2012
Republik Indonesia. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 164/PMK.02/2012 tentang Hak Keuangan dan Fasilitas lainnya Bagi Wakil Menteri
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
261
Universitas Indonesia
Republik Indonesia. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 79 /PUU-IX/2011 tanggal 5 Juni 2012
Konstitusi Amerika Serikat
Konstitusi Rusia
Konstitusi Malaysia
Konstitusi Kanada
Konstitusi Korea Selatan
Kedudukan wakil..., Saiful Anam, FH UI, 2013
Recommended