View
237
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
UNIVERSITAS INDONESIA
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
DI DIREKTORAT PENGAWASAN NARKOTIKA,
PSIKOTROPIKA DAN ZAT ADIKTIF (NAPZA)
BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN
JL. PERCETAKAN NEGARA NO. 23 JAKARTA PUSAT
PERIODE 4 FEBRUARI – 26 FEBRUARI 2013
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
NAYLA KURROTA AKYUN, S. Farm.
1206313394
ANGKATAN LXXVI
FAKULTAS FARMASI
PROGRAM PROFESI APOTEKER
DEPOK
JUNI 2013
Laporan praktek..., Nayla Kurrota Akyun, FF, 2013
ii
UNIVERSITAS INDONESIA
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
DI DIREKTORAT PENGAWASAN NARKOTIKA,
PSIKOTROPIKA DAN ZAT ADIKTIF (NAPZA)
BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN
JL. PERCETAKAN NEGARA NO. 23 JAKARTA PUSAT
PERIODE 4 FEBRUARI – 26 FEBRUARI 2013
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Apoteker
NAYLA KURROTA AKYUN, S. Farm.
1206313394
ANGKATAN LXXVI
FAKULTAS FARMASI
PROGRAM PROFESI APOTEKER
DEPOK
JUNI 2013
Laporan praktek..., Nayla Kurrota Akyun, FF, 2013
iii
Laporan praktek..., Nayla Kurrota Akyun, FF, 2013
iv
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT karena atas berkat dan
rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan Praktek Kerja Profesi Apoteker
(PKPA) dan menyusun laporan ini tepat waktu. Laporan ini disusun dalam
rangka memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Apoteker di
Fakultas Farmasi Universitas Indonesia.
Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan, bimbingan dan dukungan dari
berbagai pihak, sangat sulit untuk menyelesaikan laporan ini. Oleh karena itu
dengan segala kerendahan hati, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:
1. Ibu Dra. Lucky Slamet, Apt., M.Sc., selaku Kepala BPOM RI yang telah
memberikan kesempatan kepada penulis untuk melakukan PKPA di BPOM.
2. Ibu Dra. Togi J. Hutajulu, Apt., M.HA., selaku Direktur Pengawasan Narkotika,
Psikotropika dan Zat Adiktif BPOM RI.
3. Ibu Dra. Lia Marliana, Apt., M.Kes., selaku pembimbing umum dan Kepala
Seksi Pengawasan Prekursor.
4. Ibu Prof. Dr. Yahdiana Harahap, MS., selaku Dekan Fakultas Farmasi
Universitas Indonesia.
5. Bapak Dr. Harmita, Apt., selaku Ketua Program Profesi Apoteker Fakultas
Farmasi UI.
6. Bapak Dr. Amarila Malik, Apt., M.Si., selaku pembimbing industri PKPA di
Fakultas Farmasi UI.
7. Seluruh Kepala Sub Direktorat, Kepala Seksi di Direktorat Penilaian
Keamanan Pangan yang telah memberikan pengarahan dalam pelaksanaan
PKPA.
8. Seluruh staf Direktorat Pengawasan Narkotika, PSikotropika dan Zat Adiktif
yang telah memberikan bantuan selama pelaksanaan PKPA.
9. Bapak dan Ibu staf pengajar Fakultas Farmasi UI atas ilmu pengetahuan dan
bantuan yang telah diberikan selama menempuh pendidikan di Fakultas
Farmasi Universitas Indonesia.
Laporan praktek..., Nayla Kurrota Akyun, FF, 2013
v
10. Orang tua dan keluarga tercinta atas doa, dukungan, semangat, dan perhatian
kepada Penulis sehingga pelaksanaan PKPA dan penyelesaian laporan dapat
tercapai.
11. Sahabat-sahabat, di dalam maupun di luar kampus, serta teman-teman
seperjuangan Apoteker angkatan LXXVI yang telah memberikan semangat
dan dukungan selama pelaksanaan PKPA ini
12. Semua pihak yang telah memberikan bantuan dan semangat kepada penulis
selama pelaksanaan PKPA ini.
Dengan segala kesadaran penulis mengakui bahwa laporan ini belum sempurna.
Akhir kata, penulis berharap semoga pengetahuan dan pengalaman yang penulis
peroleh selama melaksanakan Praktek Kerja Profesi Apoteker ini dapat bermanfaat
bagi pembaca dan bagi penulis khususnya.
Penulis
2013
Laporan praktek..., Nayla Kurrota Akyun, FF, 2013
vi
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI
TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Nayla Kurrota Akyun NPM : 1206313394 Program Studi : Apoteker Fakultas : Farmasi Jenis karya : Laporan Praktek Kerja Profesi
demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive Royalty Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul : Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Badan Pengawas Obat dan Makanan
Periode 4 - 26 Februari 2013
beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Noneksklusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan, mengalihmedia/format-kan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat, dan memublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di : Depok Pada tanggal : 28 Agustus 2013
Yang menyatakan
(Nayla Kurrota Akyun)
Laporan praktek..., Nayla Kurrota Akyun, FF, 2013
vii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ............................................................................................ ii
HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................. iii
KATA PENGANTAR………………………………………………............... iv
DAFTAR ISI …………………………………………………………………. vi
DAFTAR GAMBAR ………………………………………………………… viii
DAFTAR TABEL ………………………………………..…………………... ix
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ x
BAB 1PENDAHULUAN ..................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ..................................................................................... 1
1.2 Tujuan ................................................................................................. 2
BAB 2 TINJAUAN UMUM BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN
REPUBLIK INDONESIA ....................................................................... 3
2.1 Visi dan Misi Badan POM .................................................................. 3
2.1.1 Visi…………………………………………………………… 3
2.1.2 Misi ………………………………………………………… . 3
2.2 Kedudukan, Tugas, Fungsi dan Kewenangan Badan POM RI ........... 3
2.3 Budaya Organisasi ............................................................................... 5
2.4 Filosofi Logo Badan POM .................................................................. 5
2.5 Struktur Organisasi Badan POM ......................................................... 6
2.5.1 Kepala Badan POM ................................................................... 7
2.5.2 Sekretariat Utama ...................................................................... 7
2.5.3 Deputi I (Deputi Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan
Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif)…………………… 8
2.5.4 Deputi II (Deputi Bidang Pengawasan Obat Tradisional,
Kosmetik dan Produk Komplemen)…………………… ....... 9
2.5.5 Deputi III (Deputi Bidang Keamanan Pangan dan Bahan
Berbahaya)…………………… ............................................... 11
2.5.6 Inspektorat…………………… ................................................ 12
2.5.7 Pusat Pengujian Obat dan Makanan Nasional)…………… .. 13
2.5.8 Pusat Penyidikan Obat dan Makanan…………………… ..... 13
2.5.9 Pusat Riset Obat dan Makanan …………………… .............. 14
2.5.10 Pusat Informasi Obat dan Makanan …………………… ..... 14
2.5.11 Unit Pelaksana Teknis …………………… .......................... 14
2.5.12 Kelompok Jabatan Fungsional …………………… ............. 15
2.6 Kebijakan Strategis Badan POM ......................................................... 15
2.6.1 Pemantapan Infrastruktur Badan POM RI ................................ 15
2.6.2 Revitalisasi Program Badan POM RI ........................................ 16
2.7 Sistem Pengawasan Obat dan Makanan .............................................. 16
2.8 Target Kinerja Badan POM RI ............................................................ 17
Laporan praktek..., Nayla Kurrota Akyun, FF, 2013
viii
BAB 3. TINJAUAN KHUSUS DIREKTORAT PENGAWASAN
NARKOTIKA, PSIKOTROPIKA DAN ZAT ADIKTIF (NAPZA) 18
3.1 Visi, Misi dan Kebijakan ................................................................... 18
3.1.1 Visi Direktorat Pengawasan NAPZA……………………. 18
3.1.2 Misi Direktorat Pengawasan NAPZA .................................... 18
3.1.3 Kebijakan Direktorat Pengawasan NAPZA .......................... 18
3.2 Struktur Organisasi Direktorat Pengawasan Narkotika,
Psikotropika dan Zat Adiktif ........................................................... 19
3.2.1 Subdirektorat Pengawasan Narkotika .................................... 19
3.2.2 Subdirektorat Pengawasan Psikotropika ................................ 19
3.2.3 Subdirektorat Pengawasan Prekursor ..................................... 20
3.2.4 Subdirektorat Pengawasan Rokok .......................................... 20
3.3 Tugas Pokok dan Fungsi Direktorat Pengawasan Narkotika,
Psikotropika dan Zat Adiktif ........................................................... 21
3.3.1 Tugas Pokok ............................................................................. 21
3.3.2 Fungsi ....................................................................................... 21
BAB 4. PELAKSANAAN PKPA ........................................................................ 23
BAB 5. TEORI DAN PEMBAHASAN ............................................................... 26
BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................... 37
6.1 Kesimpulan …………………………………………………….. ... 37
6.2 Saran ………………………………………………………. .......... 38
DAFTAR ACUAN ................................................................................................ 39
Laporan praktek..., Nayla Kurrota Akyun, FF, 2013
ix
DAFTAR GAMBAR
Gambar 5.1 Perubahan Penggolongan Psikotropika menjadi Narkotika…...... 29
Laporan praktek..., Nayla Kurrota Akyun, FF, 2013
x
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Gambar dan Filosofi Logo Badan Pengawas Obat dan Makanan
Republik Indonesia ……………………………………………… 5
Laporan praktek..., Nayla Kurrota Akyun, FF, 2013
xi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Struktur organisasi Badan POM RI ………………………… 42
Lampiran 2. Struktur organisasi Direktorat Pengawasan Narkotika,
Psikotropika dan Zat Adiktif ……………………………….. 43
Lampiran 3. Penggolongan narkotika ……………………………….…… 44
Lampiran 4. Penggolongan prekursor ……………………………..………. 45
Lampiran 5. Skema pengawasan narkotika dan psikotropika oleh Badan
POM …………………………………………………………... 46
Lampiran 6. Skema pengadaan narkotika, psikotropika dan prekursor
farmasi ……………………………………………………........ 47
Lampiran 7. Persyaratan permohonan importir …………………………. 48
Lampiran 8. Skema Pengajuan Ekspor-Impor Narkotika, Psikotropika,
dan Prekursor oleh Importir atau Eksportir ……………….... 49
Lampiran 9. Konsep pengawasan Produk Rokok …………………….….. 50
Lampiran 10. Pengawasan iklan rokok …………………………….……… 51
Laporan praktek..., Nayla Kurrota Akyun, FF, 2013
1 Universitas Indonesia
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Perkembangan teknologi yang pesat telah membawa perubahan-perubahan
yang cepat dan signifikan pada dunia farmasi. Dengan memanfaatkan teknologi
tersebut maka sediaan farmasi dapat diproduksi dalam skala besar terlebih
ditunjang oleh kemajuan transportasi yang memungkinkan produk-produk
tersebut dapat terdistribusi dan menjangkau seluruh lapisan masyarakat dalam
waktu singkat sehingga produk-produk seperti produk terapetik, narkotika,
psikotropika, obat tradisional, kosmetika, produk komplemen, makanan serta
produk sejenis lainnya dalam waktu yang singkat dapat menyebar ke berbagai
daerah dan negara.
Di kalangan remaja, sangat banyak kasus tentang penyalahgunaan
narkoba. Berdasarkan hasil survei Badan Narkoba Nasional (BNN) Tahun 2005
terhadap 13.710 responden di kalangan pelajar dan mahasiswa menunjukkan
penyalahgunaan narkoba usia termuda 7 tahun dan rata-rata pada usia 10 tahun.
Survai dari BNN ini memperkuat hasil penelitian Prof. Dr. Dadang Hawari pada
tahun 1991 yang menyatakan bahwa 97% pemakai narkoba yang ada selama
tahun 2005, 28% pelakunya adalah remaja usia 17-24 tahun (Siahaan, 2009).
Dalam kurun waktu dua dasa warsa terakhir ini Indonesia telah menjadi
salah satu negara yang dijadikan pasar utama dari jaringan sindikat peredaran
narkotika yang berdimensi internasional untuk tujuan-tujuan komersial. Untuk
jaringan peredaran narkotika di negara-negara Asia, Indonesia diperhitungkan
sebagai pasar (market-state) yang paling prospektif secara komersial bagi sindikat
internasional yang beroperasi di negara-negara berkembang (Nurjana, 2010).
Selain sebagai tempat peredaran, Indonesia juga menjadi tempat transit
peredaran ke negara lain. Saat ini, yang lebih memprihatinkan Indonesia menjadi
negara produsen metamfetamin (sabu) yang sebagian bahan bakunya berasal dari
sarana legal.
Laporan praktek..., Nayla Kurrota Akyun, FF, 2013
2
Universitas Indonesia
Bahaya akibat merokok merupakan salah satu bentuk pengawasan yang
harus dilakukan agar masyarakat terlindung dari iklan dan promosi rokok yang
menyesatkan.
Untuk meningkatkan perlindungan masyarakat dari bahaya narkotika,
psikotropika, prekursor, dan zat adiktif lainnya (rokok) maka Badan POM RI
membentuk Direktorat Pengawasan NAPZA (Narkotik, Psikotropik, dan Zat
Adiktif) yang berfungsi melaksanakan kegiatan pengawasan Narkotika,
Psikotropika, Prekursor, dan Rokok.
Berdasar Surat Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan
No. 05018/SK/KBPOM tahun 2001 tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit
Pelaksana Teknis di Lingkungan Badan Pengawas Obat dan Makanan, Direktorat
Pengawasan NAPZA merupakan bagian dari Badan POM RI yang berada di
bawah Deputi I. Untuk menjalankan tugas tersebut dibutuhkan tenaga profesional
yang memahami tentang obat dan makanan, salah satunya adalah profesi
Apoteker. Peranan Apoteker dalam hal ini adalah untuk mendukung tugas dan
fungsi Badan POM RI dalam hal penyusunan kebijakan serta pengawasan
terhadap peredaran obat dan makanan. Oleh karena itu, agar para mahasiswa calon
Apoteker dapat mengetahui tugas, fungsi, serta ruang lingkup kegiatan dari Badan
POM RI, maka diselenggarakan Kerja Praktek Profesi Apoteker yang berlangsung
dari tanggal 4 hingga 26 Februari 2013.
1.2 Tujuan
Pelaksanaan dari Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Badan POM
ini bertujuan:
1. Meningkatkan pemahaman calon apoteker mengenai peran, fungsi, dan
tanggung jawab Badan POM.
2. Memahami peran apoteker khususnya di unit kerja Direktorat Pengawasan
NAPZA Badan POM.
Laporan praktek..., Nayla Kurrota Akyun, FF, 2013
3 Universitas Indonesia
BAB 2
TINJAUAN UMUM
BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK
INDONESIA
2.1 Visi dan Misi Badan POM
Berdasar Keputusan Kepala Badan Pengawasan Obat dan Makanan
Republik Indonesia (Badan POM RI) Nomor HK.04.01.21.11.10.10509 Tanggal 3
November 2010 Tentang Penetapan visi dan misi Badan POM, visi dan misi
Badan POM adalah (BPOM, 2010) :
2.1.1 Visi
Menjadi institusi pengawas obat dan makanan yang inovatif, kredibel dan
diakui secara internasional untuk melindungi masyarakat.
2.1.2 Misi
1. Melakukan pengawasan pre-market dan post-market berstandar
internasional.
2. Menerapkan system manajemen mutu secara konsisten.
3. Mengoptimalkan kemitraan dengan pemangku kepentingan di berbagai
lini.
4. Memberdayakan masyarakat agar mampu melindungi diri dari obat dan
makanan yang berisiko terhadap kesehatan.
5. Membangun organisasi pembelajar (Learning Organization).
2.2 Kedudukan, Tugas, Fungsi, dan Kewenangan Badan POM RI
(BPOM, 2001)
Berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 103 tahun 2001, Tentang
Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi, dan Tata Kerja
Lembaga Pemerintah Non Departemen, Badan Pengawas Obat dan Makanan
(BPOM) ditetapkan sebagai Lembaga Pemerintah Non Kementerian (LPNK) yang
bertanggung jawab kepada Presiden. Sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 64
Laporan praktek..., Nayla Kurrota Akyun, FF, 2013
4
Universitas Indonesia
Tahun 2005 Tentang Perubahan Keenam Atas Keputusan Presiden Nomor 103
Tahun 2001 tersebut, bahwa dalam melaksanakan tugasnya BPOM
dikoordinasikan oleh Menteri Kesehatan, khususnya dalam perumusan kebijakan
yang berkaitan dengan instansi pemerintah lainnya serta penyelesaian
permasalahan yang timbul dalam pelaksanaan kebijakan yang dimaksud.
Tugas Badan POM RI adalah melaksanakan tugas pemerintah di bidang
pengawasan obat dan makanan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan yang berlaku. Dalam melaksanakan tugasnya, Badan POM RI
menyelenggarakan fungsi sebagai berikut:
1. Pengaturan, regulasi, dan standardisasi.
2. Lisensi dan sertifikasi industri di bidang farmasi berdasarkan Cara-Cara
Produksi yang Baik.
3. Evaluasi produk sebelum diizinkan beredar.
4. Post marketing vigilans termasuk sampling dan pengujian laboratorium,
pemeriksaan sarana produksi dan distribusi, penyidikan dan penegakan
hukum.
5. Pre-audit dan pasca-audit iklan dan promosi produk.
6. Riset terhadap pelaksanaan kebijakan pengawasan obat dan makanan.
7. Komunikasi, informasi, dan edukasi publik termasuk peringatan publik.
Dalam menyelenggarakan fungsinya, Badan POM RI memiliki
kewenangan sebagai berikut :
1. Penyusunan rencana nasional secara makro di bidang pengawasan obat dan
makanan.
2. Perumusan kebijakan di bidang pengawasan obat dan makanan untuk
mendukung pengobatan secara makro.
3. Penetapan sistem informasi di bidang pengawasan obat dan makanan.
4. Penetapan persyaratan penggunaan bahan makanan tambahan (zat aditif)
tertentu untuk makanan dan penetapan pedoman pengemasan peredaran obat
dan makanan.
Laporan praktek..., Nayla Kurrota Akyun, FF, 2013
5
Universitas Indonesia
5. Pemberian izin dan pengawasan peredaran obat serta pengawasan industri
farmasi.
6. Penetapan pedoman penggunaan, konservasi dan pengembangan tanaman
obat.
2.3 Budaya Organisasi Badan POM (BPOM, 2001)
Untuk membangun organisasi yang efektif dan efisien, budaya organisasi
Badan POM RI dikembangkan dengan nilai-nilai dasar sebagai berikut :
1. Profesionalisme
Menegakkan profesionalisme dengan integritas, objektivitas, ketekunan dan
komitmen yang tinggi.
2. Kredibilitas
Memiliki kredibilitas yang diakui oleh masyarakat luas, nasional dan
internasional.
3. Kecepatan
Tanggap dan cepat dalam bertindak mengatasi masalah.
4. Kerjasama
Mengutamakan kerjasama tim.
2.4 Filosofi Logo Badan POM
Logo Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia (BPOM
RI) memiliki filosofi seperti berikut pada Tabel 1.
Tabel 2.1. Gambar dan Filosofi Logo Badan Pengawas Obat dan Makanan
Republik Indonesia.
Logo Filosofi
Tameng yang melambangkan perlindungan terhadap
masyarakat dari penggunaan obat dan makanan yang tidak
memenuhi persyaratan mutu.
Laporan praktek..., Nayla Kurrota Akyun, FF, 2013
6
Universitas Indonesia
Selain sebagai tameng unsur tersebut dapat juga dilihat
sebagai tanda checklist yang merepresentasikan trust atau
rasa kepercayaan.
Unsur kedua yaitu mata elang yang memiliki pandangan
tajam sesuai dengan fungsi BPOM yang bertanggung jawab
melindungi masyarakat dengan mengawasi penggunaan
obat dan makanan di Indonesia.
Garis yang bergerak dari tipis menjadi semakin tebal
melambangkan langkah ke depan yaitu DitJen POM yang
berubah menjadi BPOM. Selain itu dapat juga dilihat
sebagai representasi keadaan BPOM sebagai badan yang
memberikan perlindungan (dilambangkan dengan garis
hijau) terhadap masyarakat (garis biru tebal) dari pengusaha
obat dan makanan (garis biru tipis).
Logo secara keseluruhan memadukan unsur-unsur tersebut
dalam satu kesatuan yang padu dan serasi sehingga
peletakan tulisan BPOM RI secara tipografis menjadi lebih
bebas. Sedangkan pemilihan warna biru pekat (dark blue)
menggambarkan perlindungan dan warna hijau (green)
menggambarkan scientific base.
2.5 Struktur Organisasi Badan POM (BPOM, 2001)
Organisasi dan tata kerja Badan Pengawas Obat dan Makanan diatur
dalam Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan
No.02001/SK/KBPOM. Penyesuaian organisasi dan tata kerja BPOM dilakukan
berdasarkan Keputusan Kepala BPOM Nomor HK.00.05.21.4231 Tahun 2004
tentang Perubahan Atas Keputusan Kepala BPOM Nomor: 02001/SK/KBPOM
tentang Organisasi dan Tata Kerja Badan Pengawas Obat dan Makanan.
Penyesuaian juga terjadi dengan terbitnya Keputusan Kepala BPOM Nomor
HK.00.05.21.4232 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Keputusan Kepala Badan
Pengawas Obat dan Makanan Nomor 05018/SK/KBPOM Tahun 2001 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis di Lingkungan Badan Pengawas
Laporan praktek..., Nayla Kurrota Akyun, FF, 2013
7
Universitas Indonesia
Obat dan Makanan. Struktur organisasi Badan POM RI dapat dilihat pada
Lampiran 1.
2.5.1 Kepala Badan POM RI
Organisasi Badan POM RI dipimpin oleh seorang Kepala yang bertugas :
a. Memimpin Badan POM RI sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
b. Menyiapkan kebijakan nasional dan kebijakan umum sesuai dengan tugas
Badan POM RI.
c. Menetapkan kebijakan teknis pelaksanaan tugas Badan POM RI yang menjadi
tanggung jawabnya.
d. Membina dan melaksanakan kerja sama dengan instansi dan organisasi yang
lain.
2.5.2 Sekretariat Utama
Sekretariat Utama yang dipimpin oleh seorang Sekretaris Utama bertugas
mengkoordinasikan perencanaan, pengendalian terhadap program, administrasi
dan sumber daya lingkungan Badan POM RI.
Sekretariat utama terdiri atas :
a. Biro Perencanaan dan Keuangan
b. Biro Kerjasama Luar Negeri
c. Biro Hukum dan Hubungan Masyarakat
d. Biro Umum
e. Kelompok Jabatan Fungsional
Adapun fungsi dari sekretariat utama adalah :
a. Pengkoordinasian, sinkronisasi dan integrasi perencanaan, penganggaran,
penyusunan pelaporan, pengembangan pegawai termasuk pendidikan dan
pelatihan serta perumusan kebijakan teknis di lingkungan Badan POM RI.
b. Pengkoordinasian, sinkronisasi dan integrasi penyusunan peraturan
perundang-undangan, kerjasama luar negri, hubungan antar lembaga
kemasyarakatan dan bantuan hukum, terkait dengan tugas Badan POM RI.
Laporan praktek..., Nayla Kurrota Akyun, FF, 2013
8
Universitas Indonesia
c. Pembinaan dan pelayanan administrasi ketatausahaan, organisasi dan tata
laksana, kepegawaian, keuangan, kearsipan, perlengkapan dan rumah tangga.
d. Pembinaan dan pengendalian terhadap pelaksanaan kegiatan pusat-pusat dan
unit-unit pelaksana teknis di lingkungan Badan POM RI.
e. Pelaksana tugas lain yang ditetapkan oleh kepala, sesuai dengan bidang
tugasnya.
Sekretaris Utama Badan POM RI secara administrasi membina
pelaksanaan tugas sehari-hari dari Pusat Pengujian Obat dan Makanan Nasional,
Pusat Penyidikan Obat dan Makanan, Pusat Riset Obat dan Makanan, dan Pusat
Informasi Obat dan Makanan.
2.5.3 Deputi I (Deputi Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan
Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif)
Deputi Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan Narkotika, Psikotropika
dan Zat Adiktif yang dikepalai oleh seorang Deputi bertugas melaksanakan
perumusan kebijakan di bidang pengawasan terapetik, narkotika, psikotropika dan
zat adiktif.
Deputi Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan Narkotika, Psikotropika
dan Zat Adiktif terdiri dari lima Direktorat, yaitu :
1. Direktorat Penilaian Obat dan Produk Biologi
2. Direktorat Standardisasi Produk Terapetik dan PKRT
3. Direktorat Pengawasan Produksi Produk Terapetik dan PKRT
4. Direktorat Pengawasan Distribusi Produk Terapetik dan PKRT
5. Direktorat Pengawasan Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif
Deputi ini memiliki fungsi sebagai berikut :
a. Pengkajian dan penyusunan kebijakan nasional dan umum di bidang
pengawasan produk terapetik, narkotika, psikotropika dan zat adiktif.
b. Penyusunan rencana pengawasan produk terapetik, narkotika, psikotropika
dan zat adiktif.
c. Perumusan kebijakan teknis, penetapan pedoman, standar, kriteria dan
prosedur, pengendalian pelaksanaan kebijakan teknis, pemantauan, pemberian
bimbingan di bidang penilaian obat dan produk biologi.
Laporan praktek..., Nayla Kurrota Akyun, FF, 2013
9
Universitas Indonesia
d. Perumusan kebijakan teknis, penetapan pedoman, standar, kriteria dan
prosedur, pengendalian pelaksanaan kebijakan teknis, pemantauan, pemberian
bimbingan teknis di bidang standardisasi produk terapetik dan perbekalan
kesehatan rumah tangga.
e. Perumusan kebijakan teknis, penetapan pedoman, standar, kriteria dan
prosedur, pengendalian pelaksanan kebijakan teknis, pemantauan, pemberian
bimbingan teknis di bidang pengawasan produksi produk terapetik dan
perbekalan kesehatan rumah tangga.
f. Perumusan kebijakan teknis, penetapan pedoman, standar, kriteria dan
prosedur, pengendalian pelaksanaan kebijakan teknis, pemantauan, pemberian
bimbingan di bidang pengawasan distribusi produk terapetik dan perbekalan
kesehatan rumah tangga.
g. Perumusan kebijakan teknis, penetapan pedoman, standar, kriteria dan
prosedur, pengendalian pelaksanaan kebijakan teknis, pemantauan, pemberian
bimbingan di bidang pengawasan pengawasan narkotika, psikotropika dan zat
adiktif.
h. Koordinasi kegiatan fungsional pelaksanaan kebijakan di bidang pengawasan
produk terapetik, narkotika, psikotropika dan zat adiktif.
i. Evaluasi pelaksanaan kebijakan teknis pengawasan produk terapetik dan
narkotika, psikotropika dan zat adiktif.
j. Pelaksanaan tugas lain yang ditetapkan oleh Kepala, sesuai dengan bidang
tugasnya.
2.5.4 Deputi II (Deputi Bidang Pengawasan Obat Tradisional, Kosmetik
dan Produk Komplemen)
Deputi Bidang Pengawasan Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk
komplemen yang dikepalai oleh seorang Deputi bertugas melaksanakan penilaian
dan registrasi obat tradisional, kosmetik dan suplemen makanan sebelum beredar
di Indonesia, selanjutnya melakukan pengawasan peredaran obat tradisional,
kosmetik dan produk komplemen, termasuk penandaan dan periklanan.
Penegakan hukum dilakukan dengan inspeksi Cara Produksi Obat yang Baik
(CPOB), Cara Produksi Obat Tradisional yang Baik (CPOTB), Cara Produksi
Laporan praktek..., Nayla Kurrota Akyun, FF, 2013
10
Universitas Indonesia
Kosmetik yang Baik (CPKB), sampling, penarikan produk, public warning
sampai pro justisia, didukung antara lain oleh Tim Penilai Obat Tradisional dan
Tim Penilai Kosmetik.
Deputi Bidang Pengawasan Obat tradisional, Kosmetika dan Produk
komplemen terdiri dari empat Direktorat, yaitu :
a. Direktorat Penilaian Obat Ttradisional, Suplemen Makanan dan Kosmetik.
b. Direktorat Standarisasi Obat Tradisional, Kosmetika dan Produk Komplemen.
c. Direktorat Inspeksi dan Sertifikasi Obat Tradisional, Kosmetik, dan Produk
Komplemen.
d. Direktorat Obat Asli Indonesia.
Deputi ini memiliki fungsi sebagai berikut :
a. Pengkajian dan penyusunan kebijakan nasional dan umum di bidang
pengawasan obat tradisional, kosmetika dan produk komplemen.
b. Penyusunan rencana pengawasan obat tradisional, kosmetik dan produk
komplemen.
c. Perumusan kebijakan teknis, penetapan pedoman, standar, kriteria dan
prosedur, pengendalian pelaksanaan kebijakan teknis, pemantauan, pemberian
bimbingan di bidang penilaian obat tradisional, suplemen makanan dan
kosmetik.
d. Perumusan kebijakan teknis, penetapan pedoman, standar, kriteria dan
prosedur, pengendalian pelaksanaan kebijakan teknis, pemantauan, pemberian
bimbingan di bidang penilaian obat tradisional, suplemen makanan dan
kosmetik.
e. Perumusan kebijakan teknis, penetapan pedoman, standar, kriteria dan
prosedur, pengendalian pelaksanaan kebijakan teknis, pemantauan, pemberian
bimbingan di bidang pengaturan dan standardisasi obat tradisional, kosmetik
dan produk komplemen.
f. Perumusan kebijakan teknis, penetapan pedoman, standar, kriteria dan
prosedur, pengendalian pelaksanaan kebijakan teknis, pemantauan, pemberian
bimbingan di bidang obat asli Indonesia.
g. Pengawasan obat tradisional, kosmetik dan produk komplemen.
Laporan praktek..., Nayla Kurrota Akyun, FF, 2013
11
Universitas Indonesia
h. Koordinasi kegiatan fungsional pelaksanaan kebijakan di bidang pengawasan
obat tradisional, kosmetik dan produk komplemen.
i. Evaluasi pelaksanaan kebijakan teknis pengawasan obat tradisional, kosmetik
dan produk komplemen.
j. Pelaksanaan tugas lain yang ditetapkan oleh kepala, sesuai dengan bidang
tugasnya.
2.5.5 Deputi III (Deputi Bidang Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya)
Deputi bidang Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya yang dikepalai
oleh seorang Deputi bertugas melaksanakan penilaian dan evaluasi keamanan
pangan sebelum beredar di Indonesia dan selama peredaran seperti pengawasan
terhadap sarana produksi dan distribusi maupun komiditinya, termasuk penandaan
dan periklanan, dan pengamanan produk dan bahan berbahaya. Di samping itu,
deputi ini melakukan sertifikasi produk pangan. Produsen dan distributor dibina
untuk menerapkan sistem jaminan mutu, terutama penerapan Cara Pembuatan
Makanan yang Baik (CPMB), Hazard Analysis Critical Control Points (HACCP),
Cara Distribusi Makanan yang Baik (CDMB) serta Total Quality Management
(TQM). Di samping itu diselenggarakan Surveillance, penyuluhan informasi
keamanan pangan serta pengawasan produk dan bahan berbahaya, yang didukung
antara lain oleh Tim Penilai Keamanan Pangan.
Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya
terdiri dari lima Direktorat, yaitu :
a. Direktorat Penilaian Keamanan Pangan.
b. Direktorat Standardisasi Produk Pangan.
c. Direktorat Inspeksi dan Sertifikasi Pangan.
d. Direktorat Surveilan dan Penyuluhan Keamanan Pangan.
e. Direktorat Pengawasan Produk dan Bahan Berbahaya.
Deputi ini memiliki fungsi sebagai berikut :
a. Pengkajian dan penyusunan kebijakan nasional dan kebijakan umum di
bidang pengawasan pangan dan bahan berbahaya.
Laporan praktek..., Nayla Kurrota Akyun, FF, 2013
12
Universitas Indonesia
b. Penyusunan rencana pengawasan pangan dan bahan berbahaya.
c. Perumusan kebijakan teknis, penetapan pedoman, standar, kriteria dan
prosedur, pengendalian pelaksanaan kebijakan teknis, pemantauan, pemberian
bimbingan di bidang penilaian keamanan pangan.
d. Perumusan kebijakan teknis, penetapan pedoman, standar, kriteria dan
prosedur, pengendalian pelaksanaan kebijakan teknis, pemantauan, pemberian
bimbingan di bidang standardisasi keamanan pangan.
e. Perumusan kebijakan teknis, penetapan pedoman, standar, kriteria dan
prosedur, pengendalian pelaksanaan kebijakan teknis, pemantauan, pemberian
bimbingan di bidang inspeksi dan sertifikasi produk pangan.
f. Perumusan kebijakan teknis, penetapan pedoman, standar, kriteria dan
prosedur, pengendalian pelaksanaan kebijakan teknis, pemantauan, pemberian
bimbingan di bidang survailan dan penyuluhan keamanan pangan.
g. Perumusan kebijakan teknis, penetapan pedoman, standar, kriteria dan
prosedur, pengendalian pelaksanaan kebijakan teknis, pemantauan, pemberian
bimbingan di bidang pengawasan produk dan bahan berbahaya.
h. Pengawasan keamanan pangan dan bahan berbahaya.
i. Koordinasi kegiatan fungsional pelaksanaan kebijakan di bidang pengawasan
keamanan pangan dan bahan berbahaya.
j. Evaluasi pelaksanaan kebijakan teknis pengawasan keamanan pangan dan
bahan berbahaya.
k. Pelaksanaan tugas lain yang ditetapkan oleh kepala, sesuai dengan bidang
tugasnya.
2.5.6 Inspektorat
Inspektorat yang dikepalai oleh seorang Inspektur mempunyai tugas
melaksanakan pengawasan fungsional di lingkungan Badan POM RI. Inspektorat
memiliki fungsi :
a. Penyiapan perumusan kebijakan, rencana, dan program pengawasan
fungsional.
b. Pelaksanaan pengawasan fungsional sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Laporan praktek..., Nayla Kurrota Akyun, FF, 2013
13
Universitas Indonesia
c. Pengusutan mengenai kebenaran laporan dan pengaduan tentang hambatan,
penyimpangan atau penyalahgunaan dalam pelaksanaan tugas yang dilakukan
oleh unsur atau unit di lingkungan Badan POM RI.
d. Pelaksanaan urusan tata usaha Inspektorat.
2.5.7 Pusat Pengujian Obat dan Makanan Nasional
Pusat Pengujian Obat dan Makanan Nasional yang dikepalai oleh seorang
Kepala mempunyai tugas melaksanakan pemeriksaan secara laboratorium,
pengujian dan penilaian mutu produk terapetik, narkotika, psikotropika dan zat
adiktif lain, obat tradisional, kosmetik, produk komplemen, pangan dan bahan
berbahaya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, serta
melaksanakan pembinaan mutu laboratorium pengawasan obat dan makanan.
Dalam melaksanakan tugas, PPOMN menyelenggarakan fungsi :
a. Penyusunan rencana dan program pengujian obat dan makanan.
b. Pelaksanaan pemeriksaan secara laboratorium, pengujian dan penilaian mutu
produk terapetik, narkotika, psikotropika dan zat adiktif lain, alat kesehatan,
obat tradisional, kosmetik, produk komplemen, pangan dan bahan berbahaya.
c. Pembinaan mutu laboratorium PPOMN.
d. Pelaksanaan sistem rujukan pengawasan obat dan makanan.
e. Penyediaan baku pembanding dan pengembangan metoda analisa pengujian.
f. Pelatihan tenaga ahli di bidang pengujian obat dan makanan.
g. Evaluasi dan penyusunan laporan pengujian obat dan makanan.
h. Pelaksanaan urusan tata usaha dan kerumahtanggaan pusat.
2.5.8 Pusat Penyidikan Obat dan Makanan
Pusat Penyidikan Obat dan Makanan yang dikepalai oleh seorang Kepala
mempunyai tugas melaksanakan penyelidikan dan penyidikan terhadap perbuatan
melawan hukum di bidang produk terapetik, narkotika, psikotropika dan zat
adiktif lain, obat tradisonal, kosmetik, produk komplemen dan makanan, serta
produk jenis lainnya.
Laporan praktek..., Nayla Kurrota Akyun, FF, 2013
14
Universitas Indonesia
Dalam melaksanakan tugasnya, Pusat Penyidikan Obat dan Makanan
mempunyai fungsi :
a. Penyusunan fungsi rencana dan program penyelidikan dan penyidikan obat
dan makanan.
b. Pelaksanaan penyelidikan dan penyidikan obat dan makanan.
c. Evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan penyelidikan dan penyidikan
obat dan makanan.
2.5.9 Pusat Riset Obat dan Makanan
Pusat Riset Obat dan Makanan yang dikepalai oleh seorang Kepala
mempunyai tugas melaksanakan kegiatan di bidang riset toksikologi, keamanan
pangan, dan produk terapetik serta mempunyai fungsi sebagai berikut :
a. Penyusunan rencana dan program riset obat dan makanan.
b. Pelaksanaan riset obat dan makanan.
c. Evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan riset obat dan
makanan.
2.5.10 Pusat Informasi Obat dan Makanan
Pusat Informasi Obat dan Makanan mempunyai tugas melaksanakan
kegiatan di bidang pelayanan informasi obat, informasi keracunan dan teknologi
informasi, serta menyelenggarakan fungsi sebagai berikut :
a. Penyusunan rencana dan program kegiatan pelayanan informasi obat dan
makanan.
b. Pelaksanaan pelayanan informasi obat.
c. Pelaksanaan kegiatan informasi keracunan.
d. Pelaksanaan kegiatan di bidang teknologi informasi.
e. Evaluasi dan penyusunan laporan pelayanan informasi obat dan makanan.
f. Pelaksanaan urusan tata usaha dan kerumahtanggaan pusat.
2.5.11 Unit Pelaksana Teknis
Unit Pelaksana Teknis Badan POM RI merupakan unit organisasi yang
melaksanakan tugas dan fungsi pengawasan obat dan makanan di wilayah
Laporan praktek..., Nayla Kurrota Akyun, FF, 2013
15
Universitas Indonesia
kerjanya, diatur dengan keputusan Kepala Badan POM RI, setelah mendapat
persetujuan tertulis dari menteri yang bertanggung jawab di bidang
pendayagunaan aparatur negara. Fungsi pengawasan obat dan makanan di daerah
dilaksanakan oleh Balai Besar dan Balai POM yang merupakan perpanjangan
tangan dari Badan POM.
2.5.12 Kelompok Jabatan Fungsional
Kelompok Jabatan Fungsional mempunyai tugas melakukan kegiatan
sesuai dengan jabatan fungsional masing-masing berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
a. Kelompok Jabatan Fungsional terdiri dari berbagai jabatan fungsional
Pengawas Farmasi dan Makanan, Penyidik Pegawai Negeri Sipil, dan jabatan
fungsional lain sesuai dengan bidang keahliannya.
b. Masing-masing Kelompok Jabatan Fungsional dikoordinasikan oleh seorang
tenaga fungsional senior yang ditunjuk oleh Sekertaris Utama.
c. Jumlah tenaga fungsional sebagaimana dimaksud, ditentukan berdasarkan
kebutuhan dan beban kerja.
d. Jenis dan jenjang jabatan fungsional, diatur berdasarkan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
2.6 Kebijakan Strategis Badan POM RI
Perubahan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta
lingkungan strategis yang kompleks dan dinamis merupakan tantangan bagi
Badan POM RI untuk mempertegas keberadaannya. Badan POM RI mewujudkan
visi dan misinya melalui dua kebijakan strategis yaitu pemantapan infrastruktur
dan revitalisasi program pengawasan obat dan makanan.
2.6.1 Pemantapan Infrastruktur Badan POM RI
Agar mampu melaksanakan tugas dan fungsinya secara efisien serta
memiliki kemampuan beradaptasi dan berinovasi sesuai dengan kebutuhan
lingkungan yang berubah dengan cepat, perlu dilakukan transformasi mendasar,
mencakup antara lain:
Laporan praktek..., Nayla Kurrota Akyun, FF, 2013
16
Universitas Indonesia
a. Model mental dan sistem berfikir sumber daya manusia.
b. Sistem operasional yang terkendali.
c. Struktur pengambilan keputusan yang mampu menciptakan akuntabilitas
publik.
d. Peraturan perundang-undangan yang sesuai dengan tuntutan perkembangan
zaman.
2.6.2 Revitalisasi Program Badan POM RI
Kebijakan revitalisasi Badan POM RI diarahkan terutama pada kegiatan
prioritas yang memiliki efek sinergi dan daya pompa yang besar terhadap tujuan
perlindungan masyarakat luas, mencakup antara lain :
a. Evaluasi mutu dan khasiat produk beresiko oleh tenaga ahli berdasarkan
bukti-bukti ilmiah.
b. Standardisasi mutu produk untuk melindungi konsumen sekaligus
meningkatkan daya saing menghadapi era pasar bebas.
c. Pelaksanan cara-cara produksi dan distribusi yang baik secara built in control.
d. Operasi pemeriksaan dan penyidikan terhadap produksi, disribusi dan
peredaran narkotika, psikotropika serta produk-produk illegal.
e. Monitoring iklan dengan melibatkan peran aktif masyarakat dan organisasi
profesi.
f. Komunikasi, informasi dan edukasi kepada masyarakat untuk meningkatkan
kesadaran dan pengetahuan terhadap mutu, khasiat dan keamanan produk.
g. Bimbingan teknis terutama kepada industri kecil menengah yang berfokus
pada peningkatan kualitas produk.
2.7 Sistem Pengawas Obat dan Makanan (SISPOM) Badan POM RI
Pengawasan obat dan makanan memiliki aspek permasalahan berdimensi
luas dan kompleks. Oleh karena itu diperlukan sistem pengawasan yang
komprehensif, semenjak awal proses suatu produk hingga produk tersebut beredar
di tengah masyarakat. Untuk menekan sekecil mungkin resiko yang bisa terjadi,
dilakukan SISPOM tiga lapis yakni:
Laporan praktek..., Nayla Kurrota Akyun, FF, 2013
17
Universitas Indonesia
1. Sub-sistem pengawasan Produsen
2. Sub-sistem pengawasan Konsumen
3. Sub-sistem pengawasan Pemerintah / Badan POM RI
Prinsip dasar Sistem Pengawasan Obat dan Makanan :
1. Tindakan pengaman yang cepat, tepat, akurat dan profesional.
2. Tindakan dilakukan berdasarkan atas tingkat resiko dan berbasis bukti-bukti
ilmiah.
3. Lingkungan pengawasan bersifat menyeluruh, mencakup seluruh siklus
proses.
4. Berskala nasional atau lintas provinsi, dengan jaringan kerja internasional.
5. Otoritas yang menunjang penegakan supremasi hukum.
6. Memiliki jaringan laboratorium nasional yang kohesif dan kuat yang
berkolaborasi dengan jaringan global.
7. Memiliki jaringan sistem informasi keamanan dan mutu produk.
2.8 Target Kinerja Badan POM RI
Target kinerja dari Badan POM RI yaitu :
1. Terkendalinya penyaluran produk terapetik dan narkotika, psikotropika dan
zat adiktif (Napza);
2. Terkendalinya mutu, keamanan, dan khasiat/kemanfaatan produk obat dan
makanan termasuk klim pada label dan iklan di peredaran;
3. Tercegahnya resiko penggunaan bahan kimia berbahaya sebagai akibat
pengelolaan yang tidak memenuhi syarat;
4. Penurunan kasus pencemaran pangan;
5. Peningkatan kapasitas organisasi yang didukung dengan kompetensi dan
keterampilan personil yang memadai;
6. Terwujudnya komunikasi yang efektif dan saling menghargai antar sesama
dan pihak terkait.
Laporan praktek..., Nayla Kurrota Akyun, FF, 2013
18 Universitas Indonesia
BAB 3
TINJAUAN KHUSUS
DIREKTORAT PENGAWASAN NARKOTIKA,
PSIKOTROPIKA DAN ZAT ADIKTIF (NAPZA)
Direktorat Pengawasan Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif adalah
salah satu direktorat di Deputi I, yaitu Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan
NAPZA.
3.1 Visi, Misi dan Kebijakan (BPOM,2001)
3.1.1 Visi Direktorat Pengawasan NAPZA
Visi dari Direktorat Pengawasan NAPZA adalah menjadi unit kerja
pengawas narkotika, psikotropika, prekursor dan zat adiktif (rokok) yang inovatif,
kredibel dan diakui secara internasional untuk melindungi masyarakat.
3.1.2 Misi Direktorat Pengawasan NAPZA
Misi dari Direktorat Pengawasan NAPZA adalah sebagai berikut:
a. Melakukan pengawasan post market narkotika, psikotropika, prekursor dan
zat adiktif (rokok) berstandar internasional.
b. Menerapkan Sistem manajemen mutu secara konsisten dan perbaikan secara
terrus menerus.
c. Mewujudkan unit kerja yang berperan dalam jejaring nasional dan
internasional dalam rangka pengawasan narkotika, prekursor dan zat adiktif
(rokok).
3.1.3 Kebijakan Direktorat Pengawasan NAPZA
Kebijakan dari Direktorat Pengawasan Narkotika Psikotropika dan Zat
Adiktif yaitu menyelenggarakan sistem pengawasan secara transparan, tepat
waktu dan akuntabel serta meningkatkan kinerja secara terus menerus.
Laporan praktek..., Nayla Kurrota Akyun, FF, 2013
19
Universitas Indonesia
3.2 Struktur Organisasi Direktorat Pengawasan Narkotika, Psikotropika
dan Zat Adiktif (BPOM, 2001)
Pelaksanaan tugas pokok Direktorat Pengawasan Narkotika, Psikotropika
dan Zat Adiktif dilaksanakan oleh subdirektorat. Secara garis besar, Direktorat
Pengawasan Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif terdiri dari:
1. Subdirektorat Pengawasan Narkotika
2. Subdirektorat Pengawasan Psikotropika
3. Subdirektorat Pengawasan Prekursor
4. Subdirektorat Pengawasan Rokok
Struktur organisasi Direktorat Pengawasan Narkotika, Psikotropika dan
Zat Adiktif dapat dilihat pada Lampiran 2. Masing-masing subdirektorat dari
Direktorat Pengawasan Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif mempunyai tugas
dan fungsi sebagai berikut :
3.2.1 Subdirektorat Pengawasan Narkotika
Subdirektorat Pengawasan Narkotika mempunyai tugas melaksanakan
penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis dan menyusun pedoman, standar,
kriteria dan prosedur serta pelaksanaan pengawasan narkotika.
Subdirektorat Pengawasan Narkotika mempunyai fungsi:
a. Penyusunan rencana dan program pengawasan narkotika.
b. Pelaksanaan penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, penyusunan
pedoman, standar, kriteria dan prosedur serta pelaksanaan inspeksi narkotika.
c. Pelaksanaan penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, penyusunan
pedoman, standar, kriteria dan prosedur serta pelaksanaan pengaturan dan
sertifikasi narkotika.
d. Evaluasi dan penyusunan laporan pengawasan narkotika.
e. Pelaksanaan urusan tata operasional di lingkungan Direktorat.
3.2.2 Subdirektorat Pengawasan Psikotropika
Subdirektorat Pengawasan Psikotropika mempunyai tugas melaksanakan
penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis dan menyusun pedoman, standar,
kriteria dan prosedur serta pelaksanaan pengawasan psikotropika.
Laporan praktek..., Nayla Kurrota Akyun, FF, 2013
20
Universitas Indonesia
Pengawasan Psikotropika mempunyai fungsi:
a. Penyusunan rencana dan program pengawasan psikotropika.
b. Pelaksanaan penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, penyusunan
pedoman, standar, kriteria dan prosedur serta pelaksanaan inspeksi
psikotropika.
c. Pelaksanaan penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, penyusunan
pedoman, standar, kriteria dan prosedur serta pelaksanaan pengaturan dan
sertifikasi psikotropika.
d. Evaluasi dan penyusunan laporan pengawasan psikotropika.
3.2.3 Subdirektorat Pengawasan Prekursor
Subdirektorat Pengawasan Prekursor mempunyai tugas melaksanakan
penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis dan menyusun pedoman, standar,
kriteria dan prosedur serta pelaksanaan pengawasan prekursor.
Pengawasan Prekursor mempunyai fungsi:
a. Penyusunan rencana dan program pengawasan prekursor
b. Pelaksanaan penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, penyusunan
pedoman, standar, kriteria dan prosedur serta pelaksanaan inspeksi prekursor.
c. Pelaksanaan penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, penyusunan
pedoman, standar, kriteria dan prosedur serta pelaksanaan pengaturan dan
sertifikasi prekursor.
d. Evaluasi dan penyusunan laporan pengawasan prekursor.
3.2.4 Subdirektorat Pengawasan Rokok
Subdirektorat Pengawasan Rokok mempunyai tugas melaksanakan
penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis dan menyusun pedoman, standar,
kriteria dan prosedur serta pelaksanaan pengawasan rokok.
Pengawasan Rokok mempunyai fungsi:
a. Penyusunan rencana dan program pengawasan rokok.
b. Pelaksanaan penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, penyusunan
pedoman, standar, kriteria dan prosedur serta pelaksanaan pengawasan produk
rokok.
Laporan praktek..., Nayla Kurrota Akyun, FF, 2013
21
Universitas Indonesia
c. Pelaksanaan penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, penyusunan
pedoman, standar, kriteria dan prosedur serta pelaksanaan pengawasan iklan
dan promosi rokok.
d. Evaluasi dan penyusunan laporan pengawasan rokok.
3.3 Tugas Pokok dan Fungsi Direktorat Pengawasan Narkotika,
Psikotropika dan Zat Adiktif (BPOM, 2004)
3.3.1 Tugas Pokok
Berdasarkan Surat Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan
No. 02001/SK/KBPOM tentang Organisasi dan Tata Kerja Badan Pengawas Obat
dan Makanan dan telah disempurnakan dengan Keputusan Kepala Badan
Pengawas Obat dan Makanan Nomor HK.00.05.21.4231 Tahun 2004 Tentang
Perubahan atas Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor
02001/SK/KBPOM Tahun 2001 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Badan
Pengawas Obat dan Makanan, Direktorat Pengawasan Narkotika, Psikotropika
dan Zat Adiktif mempunyai tugas pokok: yaitu penyiapan perumusan kebijakan
teknis dan penyusunan pedoman, standar, kriteria dan prosedur, serta pelaksanaan
pengendalian, bimbingan teknis dan evaluasi di bidang pengawasan narkotika,
psikotropika dan zat adiktif.
3.3.2 Fungsi
Dalam melaksanakan tugas tersebut, Direktorat Pengawasan Narkotika,
Psikotropika dan zat adiktif menyelenggarakan fungsi:
a. Penyusunan rencana dan program pengawasan narkotika, psikotropika dan zat
adiktif.
b. Koordinasi kegiatan fungsional pelaksanaan kebijkan teknis dan penyusunan
pedoman, standar, kriteria dan prosedur, serta pelaksanaan di bidang
pengawasan narkotika.
c. Pelaksanaan penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis dan penyusunan
pedoman, standar, kriteria dan prosedur, serta pelaksanaan di bidang
pengawasan narkotika.
Laporan praktek..., Nayla Kurrota Akyun, FF, 2013
22
Universitas Indonesia
d. Pelaksanaan penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis dan penyusunan
pedoman, standar, kriteria dan prosedur, serta pelaksanaan di bidang
pengawasan psikotropika.
e. Pelaksanaan penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis dan penyusunan
pedoman, standar, kriteria dan prosedur, serta pelaksanaan di bidang
pengawasan prekursor.
f. Pelaksanaan penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis dan penyusunan
pedoman, standar, kriteria dan prosedur, serta pelaksanaan di bidang
pengawasan rokok.
g. Evaluasi dan penyusunan laporan di bidang pengawasan narkotika,
psikotropika dan zat adiktif.
Laporan praktek..., Nayla Kurrota Akyun, FF, 2013
23 Universitas Indonesia
BAB 4
PELAKSANAAN PKPA
Pelaksanaan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Badan Pengawas
Obat dan Makanan (Badan POM) dimulai sejak tanggal 4 Februari sampai dengan
26 Februari 2013. Program PKPA di Badan POM kali ini diikuti oleh 80
mahasiswa dari 5 Perguruan Tinggi Farmasi antara lain Universitas Indonesia
(UI), Institut Sains dan Teknologi Nasional (ISTN), Institut Teknologi Bandung
(ITB), Universitas Tujuh Belas Agustus 1945 (UNTAG), dan Universitas
Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka (UHAMKA). Mahasiswa dibagi dalam
kelompok-kelompok sesuai Direktorat tempat dilaksanakan orientasi kerja PKPA
nantinya. Kelompok 5 terdiri dari lima orang mahasiswa yang akan melaksanakan
orientasi kerja di Direktorat Pengawasan NAPZA. Sebelum memulai PKPA di
Badan POM ini, mahasiswa diberikan tugas untuk membuat esai mengenai Badan
POM yang dikumpulkan pada saat mulai PKPA.
Hari pertama di Badan POM dimulai dengan Pembukaan PKPA Badan
POM Februari 2013 yang dilakukan oleh Kepala Biro Umum, Ibu Ema Setyawati
Apt.,ME., di Aula Gedung C Badan POM. Setelah itu dilanjutkan dengan kuliah
umum yaitu persentasi dari masing-masing Direktorat di Badan POM selama tiga
hari sebelum melakukan orientasi ke unit kerja masing-masing. Persentasi
pertama dimulai dari Biro Umum, kemudian diadakan pre-test oleh panitia bagian
kepegawaian selanjutnya dilanjutkan presentasi oleh Direktorat Standardisasi
Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen; Direktorat Standardisasi
Produk Terapetik dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga; Direktorat Penilaian
Obat dan Produk Biologi; Direktorat Pengawasan Produksi Produk Terapetik dan
Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga; Direktorat Pengawasan Distribusi Produk
Terapetik dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga.
Pada hari kedua, persentasi dilanjutkan oleh Direktorat Pengawasan
Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif (NAPZA); Direktorat Penilaian Obat
Tradisonal, Suplemen Makanan dan Kosmetik; Direktorat Inspeksi dan Sertifikasi
Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen; Direktorat Obat Asli
Indonesia; Biro Hukum dan Humas (ULPK); Pusat Riset Obat dan Makanan
Laporan praktek..., Nayla Kurrota Akyun, FF, 2013
24
Universitas Indonesia
(PROM); Pusat Pengujan Obat dan Makanan Nasional (PPOMN); serta Pusat
Penyidikan Obat dan Makanan (PPOM).
Hari ketiga dimulai persentasi dari Direktorat Standarisasi Produk Pangan;
Direktorat Penilaian Keamanan Pangan; Direktorat Inspeksi dan Sertifikasi
Pangan; Direktorat Pengawasan Produk dan Bahan Berbahaya; Direktorat
Surveilan dan PKP; Pusat Informasi Obat dan Makanan (PIOM). Hari terakhir
dari kuliah umum diakhiri dengan pemberitahuan tata tertib PKPA selama di
Badan POM dan masing-masing kelompok PKPA diperkenalkan ke ruangan
dimana akan dilakukan orientasi ke unit kerja.
Kuliah umum yang disampaikan oleh masing-masing Direktorat di Badan
POM ini meliputi penjelasan tugas, pokok dan fungsi dari bidang-bidang tersebut
serta program-program yang sedang dijalankan. Di akhir persentasi dari
presentator, dilakukan sesi tanya jawab atau diskusi dimana mahasiswa
diperbolehkan untuk mengajukan pertanyaan kepada presentator.
Pengarahan dan penjelasan pelaksanaan PKPA kepada mahasiswa pada
hari pertama di unit kerja Direktorat Pengawasan NAPZA (Narkotik, Psikotropik
dan Zat Adiktif) diberikan oleh Ibu Sri Rahayu, S.IP., M.Si. (Kepala Seksi Tata
Operasional) mengenai masing-masing bagian subdirektorat yang berada di
Direktorat Pengawasan NAPZA, yaitu Subdirektorat Pengawasan Narkotik;
Subdirektorat Pengawasan Psikotropik; Subdirektorat Pengawasan Prekursor;
Subdirektorat Pengawasan Rokok.
Kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan unit kerja Direktorat Pengawasan
NAPZA antara lain sebagai berikut:
1. Subdirektorat Pengawasan Narkotika
a. Penjelasan dan diskusi mengenai Subdirektorat Pengawasan Narkotika
oleh Bapak Wardhono Tirtosudarmo, S.Si., Apt.
b. Input data penyaluran narkotik dari Kimia Farma Pusat kepada PBF
cabang Kimia Farma.
c. Input data penyaluran narkotika dari PBF Kimia Farma ke sarana
pelayanan kesehatan.
Laporan praktek..., Nayla Kurrota Akyun, FF, 2013
25
Universitas Indonesia
d. Input data penelusuran batch mutasi obat jadi narkotika dari Unit
Logistik Sentral Kimia Farma kepada sarana PBF KFTD cabang dari
berbagai kota di seluruh Indonesia.
2. Subdirektorat Pengawasan Psikotropika
a. Penjelasan dan diskusi mengenai Subdirektorat Pengawasan
Psikotropika oleh Bapak Drs. Sabar Hariandja, Apt.
b. Input data penyaluran psikotropika dari Antra Mitra Sembada ke sarana
pelayanan kesehatan.
c. Input data peyaluran data dari PBF Kimia Farma Pusat ke PBF cabang
Kimia Farma.
d. Input data penyaluran obat-obat jadi psikotropika dari data PBF PT
Tempo Pusat ke Tempo Cabang, dan dari Tempo Cabang di seluruh
Indonesia ke Sarana Pelayanan Kesehatan (SPK).
3. Subdirektorat Pengawasan Prekursor
a. Penjelasan dan diskusi mengenai Subdirektorat Pengawasan Prekursor
oleh Bapak Robby Nuzly, S.Si.
b. Kajian supply chain intergrity dan ketamin
c. Kajian kebijakan pengawasan Tramadol dan Triheksifenidil
4. Subdirektorat Pengawasan Rokok
a. Penjelasan dan diskusi mengenai Subdirektorat Pengawasan Rokok oleh
Ibu Drs. Lela Amalia, Apt., M.Epid.
b. Pengamatan iklan rokok yang disesuaikan dengan aturan yang ada.
Di akhir pelaksanaan PKPA, dilakukan persentasi oleh kelompok-
kelompok PKPA sebagai salah satu poin dalam penilaian PKPA, selain
pengumpulan laporan kelompok kepada Apoteker Pembimbing. Presentasi
dilakukan di depan semua mahasiswa PKPA mengenai segala hal yang telah di
lakukan saat orientasi pada unit kerja masing-masing yang disertai sesi tanya
jawab atau diskusi antar mahasiswa. Acara terakhir adalah penutupan PKPA
Badan POM RI pada tanggal 26 Februari 2013.
Laporan praktek..., Nayla Kurrota Akyun, FF, 2013
26 Universitas Indonesia
BAB 5
TEORI DAN PEMBAHASAN
Narkotika dan psikotropika merupakan zat yang dibutuhkan untuk tujuan
pengobatan dan pengembangan ilmu pengetahuan maka ketersediaannya harus
selalu dijaga. Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan
tanaman, baik sintetik maupun semi sintetik yang dapat menyebabkan penurunan
atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan
rasa nyeri dan dapat menimbulkan ketergantungan (UU Narkotika Nomor 35
Tahun 2009).
Narkotika terdiri dari 3 golongan, dari semua golongan narkotika tersebut,
yang paling sering disalahgunakan yaitu narkotika golongan 1 antara lain
metamfetamin atau dikenal dengan nama sabu-sabu MA, MDMA atau dikenal
dengan nama ekstasi, dan heroin yang dikenal dengan nama putaw.
Penyalahgunaan dari golongan ini sangat besar sehingga pengawasannya harus
semakin diperketat dari semua aspek. Penggolongan narkotika dapat dilihat pada
Lampiran 3.
Psikotropika adalah zat atau obat, baik alamiah maupun sintetis bukan
narkotika, yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf
pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku (UU
Psikotropika Nomor 5 Tahun 1997). Psikotropika terdiri dari 4 golongan, antara
lain :
1. Psikotropika Golongan I
Psikotropika golongan I adalah psikotropika yang hanya dapat digunakan
untuk tujuan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta
mempunyai potensi amat kuat mengakibatkan sindroma ketergantungan (UU No.5
Tahun 1997 Pasal 2 ayat 2). Psikotropika Golongan I ini memiliki risiko
penyalahgunaan tinggi dan merupakan ancaman serius terhadap kesehatan
masyarakat, serta memiliki nilai terapetik yang sangat kecil atau tidak ada sama
sekali. Psikotropika golongan ini memiliki pengawasan yang sangat ketat, hanya
dapat digunakan untuk tujuan ilmu pengetahuan dan teknologi dan untuk
reagensia diagnostik, serta reagensia laboratorium setelah mendapatkan
Laporan praktek..., Nayla Kurrota Akyun, FF, 2013
27
Universitas Indonesia
persetujuan Menteri atas rekomendasi Kepala Badan Pengawas Obat dan
Makanan dalam jumlah terbatas dan dilarang digunakan untuk kepentingan
pelayanan kesehatan (UU No.5 Tahun 1997 Pasal 4). Psikotropika golongan I ini
juga dilarang diproduksi dan/atau digunakan dalam proses produksi (UU No.5
Tahun 1997 Pasal 6). Psikotropika yang digunakan untuk kepentingan ilmu
pengetahuan hanya dapat disalurkan oleh pabrik obat dan pedagang besar farmasi
kepada lembaga penelitian dan/atau lembaga pendidikan atau diimpor secara
langsung oleh lembaga penelitian dan/atau lembaga pendidikan yang
bersangkutan (UU No.5 Tahun 1997 Pasal 13). Obat golongan ini terdiri dari 26
senyawa, antara lain brolamfetamin, etisiklidina, ettriptamin, katinon, (+)-
lisergida (MDMA), mekatinon, psilosibin, rolisiklidin, tenamfetamin, tenoksilidin.
2. Psikotropika Golongan II
Psikotropika golongan II adalah psikotropika yang berkhasiat pengobatan
dan dapat digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta
mempunyai potensi kuat mengakibatkan sindroma ketergantungan. Golongan ini
memiliki risiko penyalahgunaan, dapat menyebabkan ancaman serius terhadap
kesehatan masyarakat dan memiliki nilai terapetik kecil atau sedang. Berdasarkan
regulasi yang ada, jika suatu negara merasa perlu maka negara tersebut boleh
meningkatkan pengawasannya tetapi tidak boleh menurunkan pengawasan dari
yang telah ditentukan. Misalnya golongan obat keras dinaikkan pengawasannya
menjadi obat psikotropik atau obat narkotik berdasarkan risiko dan manfaatnya
serta melihan pandangan teknisi dalam penggunaan obat golongan tersebut. Obat
golongan ini terdiri dari 14 senyawa, antara lain amfetamin, deksampetamin,
fenetilin, fenmetrazin, fensiklidin, levamfetamin, meklokualon, metamfetamin,
metamfetamin rasemat, metakualon, metilfenidat, sekobarbital, zipepprol.
3. Psikotropika Golongan III
Psikotropika golongan III adalah psikotropika yang berkhasiat pengobatan
dan banyak digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta
mempunyai potensi sedang mengakibatkan sindroma ketergantungan. Golongan
ini memiliki risiko penyalahgunaan, dapat menyebabkan ancaman serius terhadap
Laporan praktek..., Nayla Kurrota Akyun, FF, 2013
28
Universitas Indonesia
kesehatan masyarakat.dan memiliki nilai terapetik sedang atau tinggi. Tersedia
untuk tujuan pengobatan. Obat golongan ini terdiri dari 9 senyawa, antara lain
amobarbital, buprenofrin, butalbital, flunitrazepam, glutetimid, katina, pentazosin,
pentobarbital, siklobarbital.
4. Psikotropika Golongan IV
Psikotropika golongan IV adalah psikotropika yang berkhasiat pengobatan
dan sangat luas digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan ilmu pengetahuan
serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan sindroma ketergantungan.
Golongan ini memiliki risiko penyalahgunaan, dapat menyebabkan ancaman kecil
terhadap kesehatan masyarakat.dan memiliki nilai terapetik tinggi. Tersedia untuk
tujuan pengobatan.Obat golongan ini terdiri dari 60 senyawa, antara lain
allobarbital, alprazolam, amfepramon, aminorex, barbital, benzfetamin,
bromazepam, brotizolam, delorazepam, diazepam, estazolam, etil amfetamin, etil
loflazepate, etinamat, etklorvinol, fencamfamin, fendimetrazin, fenobarbital,
fenproporeks, fentermin, fludiazepam, flurazepam, halazepam, haloksazolam,
kamazepam, ketazolam, klobazam, kloksazolam, klonazepam, klorazepat,
klordiazepoksid, klotiazepam, lefetamin, loprazolam, lorazepam, lormetazepam,
mazindol, medazepam, mefenoreks, meprobamat, mesokarb, metilfenobarbital,
metiprilon, midazolam, nimetazepam, nitrazepam, nordazepam, oksazepam,
oksazolam, pemolin, pinazepam, pipadrol, pirovaleron, prazepam, sekbutabarbital,
temazepam, tetrazepam, triazolam, vinibital.
Sekalipun pengaturan dalam undang-undang ini hanya meliputi
psikotropika golongan I, psikotropika golongan II, psikotropika golongan III, dan
psikotropika golongan IV, masih terdapat psikotropika lainnya yang tidak
mempunyai potensi mengakibatkan sindroma ketergantungan, tetapi digolongkan
sebagai obat keras. Oleh karena itu, pengaturan, pembinaan, dan pengawasannya
tunduk kepada peraturan perundang-undangan yang berlaku dibidang obat keras.
Berdasarkan Undang-undang No. 5 tahun 1997 tentang Psikotropika dan
Undang-undang No. 35 tahun 2009 tentang Narkotika, terjadi perubahan
penggolongan dari Psikotropika menjadi Narkotika. Perubahan tersebut dapat
dilihat pada gambar sebagai berikut.
Laporan praktek..., Nayla Kurrota Akyun, FF, 2013
29
Universitas Indonesia
Gambar 5.1. Perubahan Penggolongan Psikotropika menjadi Narkotika
Golongan Psikotropika yang diperbaharui yaitu :
1. Golongan II, antara lain ametamfetamin rasemat, metilfenidat, dan
sekobarbital.
2. Golongan III, antara lain amobarbital, butalbital, flunitrazepam, glutetimid,
katina, pentazosin, pentobarbital, siklobarbital.
Golongan IV tetap 60 senyawa, antara lain allobarbital, alprazolam,
amfepramon, aminorex, barbital, benzfetamin, bromazepam, brotizolam,
delorazepam, diazepam, estazolam, etil amfetamin, etil loflazepate, etinamat,
etklorvinol, fencamfamin, fendimetrazin, fenobarbital, fenproporeks, fentermin,
fludiazepam, flurazepam, halazepam, haloksazolam, kamazepam, ketazolam,
klobazam, kloksazolam, klonazepam, klorazepat, klordiazepoksid, klotiazepam,
lefetamin, loprazolam, lorazepam, lormetazepam, mazindol, medazepam,
mefenoreks, meprobamat, mesokarb, metilfenobarbital, metiprilon, midazolam,
nimetazepam, nitrazepam, nordazepam, oksazepam, oksazolam, pemolin,
pinazepam, pipadrol, pirovaleron, prazepam, sekbutabarbital, temazepam,
tetrazepam, triazolam, vinibital.
Dari golongan psikotropika tersebut, yang paling sering disalahgunakan
adalah alprazolam dan diazepam. Kedua obat tersebut termasuk golongan
benzodiazepin yang dimanfaatkan sebagai antiansietas. Ansietas didefinisikan
sebagai perasaan khawatir atau ketakutan. Penggunaan antiansietas dosis tinggi
Laporan praktek..., Nayla Kurrota Akyun, FF, 2013
30
Universitas Indonesia
dan jangka panjang dapat menimbulkan ketergantungan fisik dan psikis (Arozal
dan Gan, 2007).
Prekursor yang beredar di pasaran saat ini, beberapa diantaranya masuk
dalam golongan obat bebas maupun obat bebas terbatas yang biasanya terdapat
dalam produk obat flu dan obat batuk. Melihat kondisi ini, tentunya ada
kekhawatiran akan terjadinya penyalahgunaan penggunaan obat tersebut.
Sementara dari obat bebas maupun obat bebas terbatas bisa digunakan untuk
pembuatan metamfetamin (sabu) sehingga Direktorat Pengawasan NAPZA
memandang perlu dilakukan pengkajian obat bebas maupun obat bebas terbatas
agar dilakukan perketatan terhadap prekursor. Untuk penggolongan prekursor
dapat dilihat pada Lampiran 4.
Selain itu, banyak obat-obatan yang disalahgunakan dan dapat
menimbulkan ketergantungan, antara lain dekstrometorfan, karisoprodol, ketamin,
tramadol, dan triheksifenidil. Dengan demikian obat-obatan tersebut juga harus
dilakukan pengkajian untuk memperketat peraturan dan menghindari hal-hal yang
membahayakan kesehatan masyarakat.
Secara umum, sistem pengawasan narkotik, psikotropik, dan prekursor
dilakukan dari hulu ke hilir serta dari hilir ke hulu. Pengawasan dilakukan mulai
dari ekspor-impor, produksi, penyaluran, penyerahan hingga penggunaan narkotik
dan psikotropik. Skema pengawasan narkotika dan psikotropika dapat dilihat pada
Lampiran 5.
Pelaksanaan pengawasan narkotika, psikotropika, dan prekursor antara lain
berupa :
a. Pengawasan kegiatan importasi & eksportasi
b. Pengawasan pengemasan kembali pada transito narkotika
c. Pengawasan kegiatan produksi narkotika, psikotropika dan prekursor
d. Pengawasan kegiatan peredaran narkotika, psikotropika dan prekursor
e. Pvaluasi pelaporan narkotika, psikotropika dan prekursor
Skema pengadaan narkotika, psikotropika dan prekursor farmasi dapat
dilihat pada Lampiran 6. Untuk memenuhi kebutuhan narkotika, psikotropika dan
prekursor farmasi, diperlukan suatu perencanaan kebutuhan bahan baku demi
menjamin ketersediaannya untuk diproduksi menjadi obat jadi berdasarkan
Laporan praktek..., Nayla Kurrota Akyun, FF, 2013
31
Universitas Indonesia
pencatatan dan pelaporan rencana serta realisasi produksi dalam setahun yang
dievaluasi secara komprehensif. Hasil evaluasi dari seluruh industri farmasi
menjadi pedoman pengadaan, pengendalian, dan pengawasan narkotika,
psikotropika dan prekursor secara nasional. Pengawasan dilakukan untuk
mencegah terjadinya diversi atau terjadinya penyimpangan penggunaan obat atau
bahan baku yang tidak sesuai fungsinya.
Pelaksanaan pengawasan narkotika, psikotropika, dan prekursor farmasi
secara komprehensif oleh BPOM meliputi pengawasan terhadap kegiatan
pengadaan, penyimpanan, penyaluran, penyerahan, dokumentasi serta
pemusnahan. Pada proses pengadaan, pengawasan yang dilakukan oleh
Subdirektorat Pengawasan Narkotik yaitu pengawasan terhadap proses impor
narkotika yang saat ini hanya bisa dilakukan oleh PBF dengan izin khusus yaitu
Kimia Farma Trade and Distribution sedangkan untuk impor psikotropika dan
prekursor farmasi dapat dilakukan oleh Industri Farmasi atau PBF yang memiliki
izin khusus sebagai importir produsen psikotropika atau prekursor maupun
importir terdaftar psikotropika atau prekursor.
Industri farmasi harus membuat estimasi tahunan dan melakukan
pemesanan pada PBF (Importir Terdaftar) jika importasi dilakukan melalui PBF
atau industri farmasi (Importir Produsen) dapat langsung mengajukan ke
Kementerian Kesehatan.Persyaratan untuk importir dapat dilihat pada Lampiran 7.
Selanjutnya Kementerian Kesehatan mengajukan permintaan ke Badan POM
untuk mengevaluasi permohonan tersebut yang hasil evaluasinya diterbitkan
sebagai rekomendasi Analisa Hasil Pengawasan (AHP). Bila dalam evaluasi ada
kecurigaan kebenaran dokumen, maka akan diklarifikasi dahulu ke Industri
Farmasi bersangkutan. Importir (IP/IT) yang telah memiliki salinan SPI akan
mengirim salinan SPI ke negara pengekspor agar dapat mengurus izin ekspor ke
negara yang dituju. Skema Pengajuan Ekspor-Impor Narkotika, Psikotropika, dan
Prekursor oleh Importir atau Eksportir dapat dilihat pada Lampiran 8.
Ijin ekspor yang telah dikeluarkan akan dikirim ke negara pengimpor
sebagai dokumen tambahan perealisasian impor. Setelah bahan baku diterima,
Badan POM akan melakukan evaluasi kembali terhadap realisasi impor dengan
SPI yang ada.
Laporan praktek..., Nayla Kurrota Akyun, FF, 2013
32
Universitas Indonesia
Selanjutnya industri farmasi akan mengolah bahan baku menjadi obat jadi
dan tetap dilakukan pengawasan oleh Badan POM dengan mengevaluasi jumlah
bahan baku yang digunakan untuk membuat obat jadi. Pengawasan yang
dilakukan di industri farmasi dimulai dari pengadaan, penyimpanan, produksi,
pendistribusian, penyerahan, penggunaan, dan pemusnahan. Hal ini dimaksudkan
untuk mencegah terjadinya diversi berupa hilangnya bahan baku atau pemalsuan
bahan dengan mengganti bahan asli dengan bahan lain.
Produk jadi kemudian akan disalurkan ke PBF yang memiliki izin khusus
untuk mendistribusikan narkotika. Pengawasan yang dilakukan di PBF berupa
kesesuaian antara surat pesanan dengan faktur penjualan, surat pengiriman barang
(delivery order). Untuk faktur penjualan, harus dilengkapi nama dan alamat
sarana yang dituju, tanggal, nomor faktur, jenis, jumlah, dan nomor bets, terdapat
tanda tangan, nama, dan nomor SIPA (Surat Izin Praktek Apoteker) Apoteker
Penanggung Jawab, nama, dan alamat lengkap serta cap/stempel PBF penyalur,
serta tanda tangan, nama lengkap, dan nomor SIK (Surat Izin Kerja) penerima
serta stempel sarana penerima.
Untuk Surat Pengiriman Barang (Delivery Order) harus terdapat nama dan
alamat sarana yang dituju, tanggal, nomor SPB/DO, jenis & jumlah serta nomor
bets, tanda tangan, nama, nomor SIK penanggung jawab penyalur, nama, alamat
lengkap, dan cap/stempel PBF penyalur, tanda tangan, nama penerima serta
stempel sarana penerima. Pengiriman narkotika, psikotropika, dan prekursor harus
sesuai dengan alamat SP dan faktur.
Terdapat format khusus Surat Pesanan Narkotika dan Psikotropika, surat
pesanan harus asli, terdapat tanggal, nomor Surat Pesanan, nama, dan alamat
sarana yang dituju, nama dan jumlah yang jelas (angka disertai huruf) obat jadi
narkotika/psikotropika, tanda tangan, nama jelas, dan nomor SIPA (Surat Izin
Praktek Apoteker) Apoteker Penanggung Jawab pemesan serta cap/stempel sarana
pemesan. Sarana pengangkutan yang digunakan harus dapat menjamin keamanan
narkotik, psikotropika dan prekursor farmasi dari kemungkinan terjadinya
kerusakan, penyimpangan dan pencurian.
PBF wajib mencatat dan melaporkan narkotika, psikotropika, dan
prekursor farmasi untuk mencegah terjadinya penyimpangan atau kebocoran ke
Laporan praktek..., Nayla Kurrota Akyun, FF, 2013
33
Universitas Indonesia
jalur ilisit/ilegal. Laporan ini dikirimkan setiap bulan kepada Badan POM cq.
Direktur Pengawasan NAPZA dengan tembusan Dinas Kesehatan Propinsi dan
Balai Besar atau Balai POM setempat, selambat-lambatnya tanggal 15 bulan
berikutnya.
Apotek atau sarana pelayanan kesehatan harus membuat laporan narkotik
dan psikotropik setiap bulannya berdasarkan mutasi sesuai resep yang masuk dan
ditandatangani oleh Apoteker penanggung jawab.
Selain pengawasan terhadap impor, produksi, penyaluran dan penyerahan,
Badan POM juga bertugas untuk mengawasi pemusnahan dari narkotik,
psikotropika dan prekursor farmasi yang sudah kadaluarsa, rusak ataupun sudah
tidak memenuhi syarat untuk digunakan. Pemusnahan narkotik, psikotropika dan
prekursor harus disaksikan oleh perwakilan dari Balai Besar atau Balai POM, dan
Dinas Kesehatan setempat. Pemusnahan dapat dilakukan di Industri (pabrik), PBF
penyalur ataupun sarana pelayanan kesehatan.
Untuk meningkatkan pengawasan Direktorat Pengawasan NAPZA
melakukan kerjasama lintas sektor, antara lain Kementerian Kesehatan, BNN, dan
Bareskrim POLRI. Selain itu, dalam melaksanakan pengawasan Direktorat
Pengawasan NAPZA melakukan kerjasama internasional, yaitu dengan
melaporkan rencana estimasi kebutuhan tahunan dan pelaporan tahunan ke INCB
melalui Kementerian Kesehatan.
Selain melakukan pengawasan narkotika, psikotropika dan prekursor,
Badan POM juga mengawasi rokok. Rokok yang diawasi meliputi produk rokok,
label dan iklan produk rokok.
Rokok adalah salah satu Produk yang dimaksudkan untuk dibakar dan
dihisap dan/atau dihirup asapnya, termasuk rokok kretek, rokok putih, cerutu atau
bentuk lainnya atau sintetisnya yang asapnya mengandung nikotin dan tar dengan
atau tanpa bahan tambahan. Nikotin adalah zat atau bahan senyawa pirolidin yang
terdapat dalam Nicotiana tabacum, Nicotiana rustica dan spesies lainnya atau
sintetisnya yang bersifat adiktif dapat menyebabkan ketergantungan. Tar adalah
kondesat asap yang merupakan total residu dihasilkan saat rokok dibakar, setelah
dikurangi nikotin dan air, yang bersifat karsinogenik.
Laporan praktek..., Nayla Kurrota Akyun, FF, 2013
34
Universitas Indonesia
Konsep pengawasan produk rokok dapat dilihat pada Lampiran 9. Dalam
melakukan pengawasan produk rokok, Badan POM dan Balai-Balai POM
melakukan sampling produk rokok ke toko-toko atau pasar yang ada di seruruh
Indonesia. Setelah dilakukan sampling dilakukan pengawasan label meliputi kadar
nikotin dan tar dan dilakukan pengujian yang dilakukan di PPOMN. Setalah itu
Dit Was NAPZA melakukan pengamatan apakah produk rokok tersebut sudah
memenuhi syarat atau belum. Jika produk rokok tersebut tidak memenuhi syarat
maka memberikan usulan tingkat lanjut kepada Deputi, lalu memberikan teguran
kepada industri dengan tembusan kepada Kementerian Perindustrian,
Kementerian Perdagangan, Direktorat Jenderal Bea Cukai, dan GAPPRI.
Balai POM/Balai Besar POM melakukan pengawasan iklan rokok melalui
media cetak, media elektronik dan media luar ruang. Hasil laporan pengawasan
dilaporkan perbulan dalam bentuk laporan bulanan ke Dit. Was. NAPZA Badan
POM kemudian dilakukan unpan balik apakah pengawasan tersebut benar
adanya. Bila ternyata iklan-iklan tersebut tidak memenuhi syarat, maka Dit. Was.
NAPZA melakukan laporan dan tindak lanjut kepada Deputi untuk dilakukan
teguran ke industri tersebut dengan tembusan kepada Kementerian Perindustrian,
Direktorat Jenderal Bea Cukai,GAPRI, GAPRINDO, Kementerian Komunikasi
dan Informasi, dan Komisi Penyiaran. Pengawasan iklan rokok dapat dilihat pada
Lampiran 10.
Jenis Pelanggaran Iklan dan Promosi Rokok, antara lain :
1. Mencantumkan gambar bungkus rokok, baik sebagian ataupun utuh
(melanggar PP No.19 Pasal 17 c)
2. Mencantumkan gambar batang rokok atau yang menyerupai batang rokok
(melanggar PP No.19 Pasal 17 c)
3. Merangsang atau menyarankan orang untuk merokok, misal mencantumkan
kata nikmat, menggambarkan daun tembakau dan cengkeh (melanggar PP
No.19 Pasal 17 a)
4. Peringatan kesehatan tidak proporsional (melanggar PP No.19 Pasal 18 ayat 1)
5. Tidak mencantumkan peringatan kesehatan (melanggar PP No.19 Pasal 18
ayat 2)
Laporan praktek..., Nayla Kurrota Akyun, FF, 2013
35
Universitas Indonesia
Hal-hal yang belum diatur yang belum diamati pengawasan iklan rokok
antara lain sebagai berikut:
1. Tayangan iklan rokok pada acara berita olahraga diluar waktu tayang
2. Menampilkan diluar waktu tayang
3. Sponsor acara olahraga diluar waktu tayang
4. Lapangan olahraga dicat dengan brand coorporate
5. Kata low, light, dan mild
6. Tidak ada batasan iklan boleh dimana saja, misal rumah, warung, atau
panggung hiburan yang dicat dengan brand image
7. Bagaimana pencantuman produk peringatan kesehatan dalam panggung musik
8. Bagaimana pencantuman produk peringatan kesehatan pada display rokok
yang dilombakan
9. Bagaimana pencantuman produk peringatan kesehatan pada lapangan olahraga
10. Menggunakan gambar animasi
11. Jam tayang media elektronik luar ruang
Pola tindak lanjut pelanggaran iklan rokok dapat dilihat dari berbagai
aspek yaitu:
1. Materi iklan
2. Peringatan kesehatan
3. Jam tayang
4. Lokasi iklan
Kriteria pelanggaran dibagi menjadi 3, yaitu berat, sedang, dan ringan.
Sanksi yang diberikan untuk pelanggaran iklan rokok adalah:
1. Teguran lisan
2. Teguran tertulis serta penarikan TMS (Rokok yang tidak memenuhi syarat)
3. Rekomendasi pemberhentian kegiatan sementara
4. Rekomendasi PI industri
Laporan praktek..., Nayla Kurrota Akyun, FF, 2013
36
Universitas Indonesia
Pola tindak lanjut label rokok dilihat dari aspek kadar nikotin dan tar, kode
produksi dan peringatan kesehatan, sedangkan sangksi yang diberikan dibagi
menjadi 4 dilihat dari pelanggaran berat, sedang dan ringan :
1. Teguran lisan
2. Teguran tertulis serta penarikan TMS
3. Rekomendasi pemberhentian kegiatan sementara
4. Rekomendasi PI industri
Laporan praktek..., Nayla Kurrota Akyun, FF, 2013
37
Universitas Indonesia
BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Kesimpulan dari laporan pelaksanaan PKPA ini adalah sebagai berikut :
1. Badan POM RI merupakan lembaga pemerintahan non kementerian yang
melaksanakan fungsi pengawasan terhadap obat, narkotika, psikotropika,
produk biologi, obat tradisional, produk komplemen, kosmetika, produk
pangan, perbekalan kesehatan rumah tangga dan bahan berbahaya untuk
melindungi masyarakat.
2. Untuk melindungi masyarakat terhadap penyalahgunaan dan penggunaan
yang salah terhadap narkotika, psikotropika dan prekursor, maka Badan POM
membentuk Direktorat Pengawasan NAPZA yang melakukan pengawasan
narkotika, psikotropika dan prekursor farmasi untuk kepentingan pengobatan
dan ilmu pengetahuan.
6.2 Saran
Saran yang dapat diberikan dalam pelaksanaan PKPA ini adalah sebagai
berikut :
1. Diperlukan peningkatan sarana dan prasarana dalam menunjang tugas pokok
dan fungsi Direktorat Pengawasan Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif
melalui teknologi berbasis elektronik agar pengawasan lebih transparan.
2. Diperlukan pengembangan terhadap sumber daya manusia melalui
pendidikan dan pelatihan yang berkesinambungan untuk meningkatkan
kualitas kinerja karyawan.
3. Perlu diadakan sosialisasi terhadap masyarakat mengenai hal-hal yang
berhubungan dengan penyalahgunaan dan penggunaan yang salah narkotika,
psikotropika dan prekursor dan bahaya merokok.
Laporan praktek..., Nayla Kurrota Akyun, FF, 2013
38 Universitas Indonesia
DAFTAR ACUAN
Arozal, Wawalmuli dan Gan, Sulistia. (2007). Psikotropik. Dalam Farmakologi
dan Terapi. Jakarta : Gaya Baru, 161-162.
BPOM. (2001). Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor :
02001/SK/KBPOM tentang Organisasi dan Tata Kerja Badan Pengawas
Obat dan Makanan. Jakarta : Badan POM RI.
BPOM. (2001). Profil Badan Pengawas Obat dan Makanan.
http://www.pom.go.id. Diakses tanggal 4 Februari 2013.
BPOM. (2001). Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor
05018/SK/KBPOM Tahun 2001 tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit
Pelaksana Teknis di Lingkungan Badan Pengawas Obat dan Makanan.
Jakarta : Badan POM RI.
BPOM. (2004). Peraturan Direktorat Pengawasan NAPZA Deputi Bidang
Pengawasan Produk Terapeutik dan NAPZA Badan POM RI Tahun 2004
tentang Pengawasan Iklan Rokok. Badan POM RI: Jakarta.
BPOM. (2007). Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik
Indonesia No. HK.00.06.35.8766. Pedoman Pengawasan Produk Rokok
Tahun 2007. Jakarta : Badan POM RI.
BPOM. (2007). Peraturan Deputi Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan
Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif Nomor HK.00.06.345.3.3457.
Prosedur Tetap Pengawasan Label Produk Rokok Tahun 2007. Jakarta :
BPOM RI.
BPOM. (2010). Peraturan Kepala Badan Pengawasan Obat dan Makanan
Republik Indonesia (Badan POM RI) Nomor HK.04.01.21.11.10.10509
Tanggal 3 November 2010 Tentang Penetapan Visi dan Misi Badan POM.
Jakarta : Badan POM RI.
Direktorat Pengawasan NAPZA Deputi Bidang Pengawasan Produk Terapeutik
dan NAPZA Badan POM RI. (2007). Pedoman Pengawasan Label Produk
Rokok. Badan POM RI: Jakarta.
Nurjana, I Nyoman. (2010). Penanggulangan Kejahatan Narkotika : Eksekusi Hak
Perspektif Sosiologi Hukum. Scientific Journal UMM.
Laporan praktek..., Nayla Kurrota Akyun, FF, 2013
39
Universitas Indonesia
Pemerintah Republik Indonesia. (1997). Undang-Undang Republik Indonesia No.
5 Tahun 1997 tentang Psikotropika. Jakarta.
Pemerintah Republik Indonesia. (2001). Peraturan Presiden No. 103 Tahun 2001
tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi,
dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah Non Departemen. Jakarta.
Pemerintah Republik Indonesia. (2009). Undang-Undang Republik Indonesia No.
35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Jakarta.
Pemerintah Republik Indonesia. (2010). Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia Nomor 44 Tahun 2010 tentang Prekursor. Jakarta.
Pemerintah Republik Indonesia. (2012). Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia Nomor 109 Tahun 2012 Tentang Pengamanan Bahan Yang
Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan.
Jakarta.
Pemerintah Republik Indonesia. (2013). Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 10 Tahun 2013 tentang Impor dan Ekspor Narkotika,
Psikotropika dan Prekursor Farmasi. Jakarta.
Siahaan, Elizabeth. (2009). Peranan Penyidik Polri dalam Penanganan Tindak
Pidana Narkoba di Sumatera Utara. Tesis Pascasarjana Ilmu Hukum.
Medan : Universitas Sumatera Utara.
Laporan praktek..., Nayla Kurrota Akyun, FF, 2013
LAMPIRAN
Laporan praktek..., Nayla Kurrota Akyun, FF, 2013
41
Universitas Indonesia
Lampiran 1. Struktur Organisasi Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik
Indonesia
Unit Pelaksana Teknis
BPOM
Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan
Inspektorat
Sekretariat Utama
1. Biro Perencanaan dan
Keuangan
2. Biro Kerjasama Luar Negeri
3. Biro Hukum dan Humas
4. Biro Umum
Pusat Pengujian
Obat dan
Makanan
Nasional
Pusat
Penyidikan
Obat dan
Makanan
Pusat Riset
Obat dan
Makanan
Pusat
Informasi
Obat dan
Makanan
Deputi I
Bidang Pengawasan Produk
Terapetik dan NAPZA
1. Direktorat Penilaian Obat dan
Produk Biologi 2. Direktorat Standardisasi Produk
Terapetik dan PKRT
3. Direktorat Pengawasan Produksi Produk Terapetik dan
PKRT
4. Direktorat Pengawasan Distribusi Produk Terapetik dan
PKRT
5. Direktorat Pengawasan NAPZA
Deputi II
Bidang Pengawasan Obat
Tradisonal, Kosmetika dan
Produk Komplemen
1. Direktorat Penilaian OT,
Kosmetik dan Suplemen Makanan
2. Direktorat Standardisasi OT, Kosmetik dan Suplemen
Makanan
3. Direktorat Inspeksi dan Sertifikasi OT, Kosmetik dan
Suplemen Makanan
4. Direktorat Obat Asli Indonesia
Deputi III
Bidang Pengawasan
Keamanan Pangan dan Bahan
Berbahaya
1. Direktorat Penilaian
Keamanan Pangan
2. Direktorat Standardisasi Produk
Pangan 3. Direktorat Inspeksi dan
Sertifikasi Produk Pangan
4. Direktorat Pengawasan Produk
dan Bahan Berbahaya
Laporan praktek..., Nayla Kurrota Akyun, FF, 2013
42
Universitas Indonesia
Lampiran 2. Stuktur Organisasi Direktorat Pengawasan Narkotika, Psikotropika
dan Zat Adiktif Badan POM RI
Laporan praktek..., Nayla Kurrota Akyun, FF, 2013
43
Universitas Indonesia
Lampiran 3. Penggolongan Narkotika (sesuai dengan UU Narkotika No. 35
Tahun 2009)
Laporan praktek..., Nayla Kurrota Akyun, FF, 2013
44
Universitas Indonesia
Lampiran 4. Penggolongan Prekursor
Laporan praktek..., Nayla Kurrota Akyun, FF, 2013
45
Universitas Indonesia
Lam
pir
an
5.
Skem
a P
engaw
asan
Nar
koti
ka
dan
Psi
kotr
opik
a ole
h D
irek
tora
t P
engaw
asan
Nar
koti
ka,
Psi
kotr
opik
a dan
Zat
Adik
tif
Bad
an P
OM
RI
Laporan praktek..., Nayla Kurrota Akyun, FF, 2013
46
Universitas Indonesia
Lampiran 6. Skema Pengadaan, Produksi, dan Peredaran Narkotika,
Psikotropika, dan Prekursor Farmasi
Laporan praktek..., Nayla Kurrota Akyun, FF, 2013
47
Universitas Indonesia
Lampiran 7. Persyaratan Permohonan Importir
1. Surat permohonan mencantumkan
- Nomor & Tanggal surat
- Nama & Alamat Improtir
- Nama dan jumlah bahan baku/bulk produk yang akan diimpor
- Nomor HS dan kemasan dan bahan baku/bulk produk yang akan
diimpor.
- Tujuan penggunaan
- Nama dan alamat inustri pengguna
- Nama dan alamat ekspoter
- Negara asal (origin country)
2. Fotocopy SPI sebelumny (terakhir)
3. Laporan realisasi impor sebelumnya
4. Data sarana yang bersifat informasi umum
5. Rekapitulasi realisasi penggunaan bahan baku / bulk produk tahun
sebelumnya
6. Rekapitulasi realisasi penggunaan bahan baku/ bulk produk tahun berjalan
sampai bulan permohonan.
7. Laporan bulan penggunaan bahan baku/bulk produk dan penyaluran
produk jadi 3 bulan terakhir.
8. Rencana produksi /estimasi pemakaian bahan baku / bulk produk selama 1
tahun.
9. Surat pernyataan bahwa bahan baku/bulk produk yang diimpor tidak
disalahgunakan.
10. Surat pernyataan disertai data pendukung yang akurat apabila kenaikan
estimasi signifikan (> 50%).
11. Fotocopy surat pesanan/purchasing order ke eskportir.
12. Surat pesanan dari industri pengguna akhir (jika importer PBBBI)
13. Fotocopy Nomor izin Edar (NIE) dan formulasi (Form A) sediaan yang
akan diproduksi.*
14. Fotocopy sertifikat CPOB.
15. Fotocopy surat penunjukan sebagai Importir Produsen (IP) atau Importir
Terdaftar (IT).
Keterangan:
*Jika sediaan yang akan diproduksi belum memiliki NIF dapat melampirkan bukti
lain yang sah seperti praregistrasi atau surat keterangan dari Badan
POM
Laporan praktek..., Nayla Kurrota Akyun, FF, 2013
48
Universitas Indonesia
Lam
pir
an
8.
Skem
a P
engaj
uan
Eksp
or-
Imp
or
Nar
ko
tik
a, P
sik
otr
op
ika,
dan
Pre
ku
rso
r o
leh
Import
ir a
tau E
ksp
ort
ir
Laporan praktek..., Nayla Kurrota Akyun, FF, 2013
49
Universitas Indonesia
Lampiran 9. Pengawasan Produk Rokok oleh Direktorat Pengawasan
Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif Badan POM RI
Laporan praktek..., Nayla Kurrota Akyun, FF, 2013
50
Universitas Indonesia
Lampiran 10. Pengawasan Iklan Rokok oleh Direktorat Pengawasan Narkotika,
Psikotropika dan Zat Adiktif Badan POM RI
Laporan praktek..., Nayla Kurrota Akyun, FF, 2013
UNIVERSITAS INDONESIA
KAJIAN SUPPLY CHAIN INTEGRITY TERHADAP OBAT
MENGANDUNG NARKOTIKA, PSIKOTROPIKA DAN
PREKURSOR
TUGAS KHUSUS PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
NAYLA KURROTA AKYUN, S. Farm.
1206313394
ANGKATAN LXXVI
FAKULTAS FARMASI
PROGRAM PROFESI APOTEKER
DEPOK
JUNI 2013
Laporan praktek..., Nayla Kurrota Akyun, FF, 2013
ii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ............................................................................................. i
DAFTAR ISI …………………………………………………………………... ii
DAFTAR GAMBAR ………………………………………………………… iii
BAB 1PENDAHULUAN ..................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ..................................................................................... 1
1.2 Tujuan ................................................................................................. 2
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................... 3
2.1 Narkotika, Psikotropika dan Prekursor Farmasi ................................. 3
2.2 Pengawasan Obat Mengandung Narkotika, Psikotropika dan
Prekursor Farmasi ................................................................................ 4
BAB 3. TINJAUAN KHUSUS SUPPLY CHAIN INTEGRITY ....................... 6
3.1 Definisi ............................................................................................... 6
3.2 Ruang Lingkup ................................................................................... 7
3.3 Menjaga Supply Chain Integrity ........................................................ 8
BAB 4. PEMBAHASAN ....................................................................................... 9
4.1 Importasi............................................................................................. 9
4.2 Pemalsuan Obat dan Alat Kesehatan ................................................. 12
4.3 Praktek Memberantas Obat Palsu dan Alat Kesehatan ..................... 13
4.4 Diversi dan Pencurian ........................................................................ 13
4.5 Menjaga Supply Chain Integrity ........................................................ 14
BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................... 16
5.1 Kesimpulan …………………………………………………….. ... 16
5.2 Saran ………………………………………………………. .......... 16
DAFTAR ACUAN ................................................................................................ 17
Laporan praktek..., Nayla Kurrota Akyun, FF, 2013
iii
DAFTAR GAMBAR
Tabel 3.1. Skema pengawasan obat mengandung narkotika dan psikotropika
oleh Direktorat Pengawasan Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif
Badan POM RI……………………………………………............… 8
Tabel 4.1. Skema analisis risiko pada supply chain obat mengandung narkotika,
psikotropika dan prekursor farmasi …….…………………………… 11
Tabel 4.2. Skema pengawasan mutu supply chain secara sederhana …….…….. 12
Tabel 4.3. Contoh produk Serostim® yang (a) asli dan (b) palsu …….………… 13
Laporan praktek..., Nayla Kurrota Akyun, FF, 2013
1 Universitas Indonesia
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia termasuk negara dengan pertumbuhan industri farmasi yang
sangat tinggi di dunia yaitu 14-16 persen pertahun (CDMI, 2012). Industri-
industri tersebut bersaing dalam rangka memenuhi kebutuhan pasar sehingga
industri tersebut harus membuat estimasi jumlah penjualan dalam kurun waktu
tertentu. Estimasi ini digunakan untuk menghitung bahan awal yang harus dibeli,
penyimpanan dan waktu pengiriman bahan tersebut serta waktu yang dibutuhkan
untuk proses pembuatan produk jadi. Berkaitan hal tersebut, dibutuhkan perangkat
pendekatan yang terintegrasi secara efisien antara suplier, pabrik,gudang, dan
penjual sehingga produk tersebut diproduksi dan didistribusikan dalam jumlah,
lokasi, dan waktu yang tepat untuk meminimalisir biaya namun tetap memenuhi
persyaratan. Perangkat ini dikenal dengan istilah manajemen supply chain.
Manajemen supply chain mulai diperkenalkan pada tahun 1990-an sebagai
sebuah konsep baru yang dilatarbelakangi oleh suatu kesadaran akan pentingnya
peran semua pihak dalam menciptakan produk yang terjangkau, berkualitas, dan
cepat. Konsep ini mengalami perkembangan yang sangat cepat dalam dunia
industri, hal ini disebabkan supply chain memilii kerangka yang dapat mengatur
pergerakan material yang melalui proses produksi hingga didistribusikan ke
tangan pelanggan.
Konsep supply chain merupakan konsep baru dalam melihat persoalan
internal logistik. Dahulu, logistik dilihat sebagai persoalan internal masing-masing
perusahaan dan pemecahannya yang dititikberatkan pada pemecahan secara
internal di perusahaan masing-masing. Dalam konsep baru ini, masalah logistik
dilihat sebagai masalah yang lebih luas dari bahan awal yang digunakan hingga
produk jadi yang dipakai konsumen akhir yang merupakan mata rantai penyediaan
barang (Indrajit dan Djokopranoto, 2002). Saat ini, supply chain tidak hanya
digunakan oleh industri barang tetapi industri jasa pun telah menggunakan supply
chain dalam operasinya.
Laporan praktek..., Nayla Kurrota Akyun, FF, 2013
2
Universitas Indonesia
Meskipun demikian, penerapan konsep supply chain bukanlah hal yang
mudah untuk dilakukan. Supply chain integrity menunjukkan sebuah proses
kerjasama yang kompleks antara perusahaan dengan pemasok dan pembeli, jika
dikelola dengan baik akan meningkatkan efisiensi dalam operasi perusahaan dan
dapat meningkatkan keuntungan perusahaan serta memberikan kepuasan bagi
semua pihak (Cousineau, 2004).
Merujuk pada United States Pharmacopeia (USP), penerapan supply chain
integrity dapat meminimalkan sejumlah risiko dalam supply chain melalui kerja
sama yang efektif dan sistem operasional yang berkualitas.
1.2 Tujuan
Kajian ini bertujuan untuk mengetahui dan mempelajari tujuan adanya
supply chain integrity dan sistem pengawasannya.
Laporan praktek..., Nayla Kurrota Akyun, FF, 2013
3 Universitas Indonesia
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Narkotika, Psikotropika dan Prekursor Farmasi
Narkotika dan psikotropika merupakan zat yang dibutuhkan untuk tujuan
pengobatan dan pengembangan ilmu pengetahuan maka ketersediaannya harus
selalu dijaga. Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan
tanaman, baik sintetik maupun semi sintetik yang dapat menyebabkan penurunan
atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan
rasa nyeri dan dapat menimbulkan ketergantungan (UU Narkotika Nomor 35
Tahun 2009).
Narkotika terdiri dari tiga golongan, dari semua golongan narkotika
tersebut, yang paling sering disalahgunakan yaitu narkotika golongan I antara lain
metamfetamin atau dikenal dengan nama sabu-sabu MA, MDMA atau dikenal
dengan nama ekstasi, dan heroin yang dikenal dengan nama putaw.
Penyalahgunaan dari golongan ini sangat besar sehingga pengawasannya harus
semakin diperketat dari semua aspek.
Psikotropika adalah zat atau obat, baik alamiah maupun sintetis bukan
narkotika, yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf
pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku (UU
Psikotropika Nomor 5 Tahun 1997).
Dari golongan psikotropika, yang paling sering disalahgunakan adalah
alprazolam dan diazepam. Kedua obat tersebut termasuk golongan benzodiazepin
yang dimanfaatkan sebagai antiansietas. Ansietas didefinisikan sebagai perasaan
khawatir atau ketakutan. Penggunaan antiansietas dosis tinggi dan jangka panjang
dapat menimbulkan ketergantungan fisik dan psikis (Arozal dan Gan, 2007).
Prekursor yang beredar di pasaran saat ini, beberapa diantaranya masuk
dalam golongan obat bebas maupun obat bebas terbatas yang biasanya terdapat
dalam produk obat flu dan obat batuk. Melihat kondisi ini, tentunya ada
kekhawatiran akan terjadinya penyalahgunaan penggunaan obat tersebut.
Sementara dari obat bebas maupun obat bebas terbatas dapat digunakan untuk
pembuatan metamfetamin (sabu) sehingga diperlukan adanya sebuah sistem yang
Laporan praktek..., Nayla Kurrota Akyun, FF, 2013
4
Universitas Indonesia
secara komprehensif mengawasi peredaran obat-obatan yang mengandung
narkotika, psikotropika dan prekursor farmasi. Saat ini, sistem tersebut dikenal
dengan nama supply chain integrity yang dirancang untuk mengawasi peredaran
obat mengandung narkotika, psikotropika dan prekursor farmasi dari hulu ke hilir
atau dari importasi hingga ke konsumen.
2.2 Pengawasan Obat Mengandung Narkotika, Psikotropika dan
Prekursor Farmasi
Pengawasan obat mengandung narkotika, psikotropika dan prekursor
farmasi merupakan permasalahan yang kompleks. Pada satu sisi, pengawasan
yang terlalu ketat akan menghambat perkembangan industri dalam negeri
sedangkan pada sisi lain pengawasan yang longgar akan mendorong terjadinya
penyimpangan (diversi) oleh sindikat narkoba untuk memproduksi narkotika dan
psikotropika secara ilegal di Indonesia. Kecenderungan ini dapat dilihat dari
meningkatnya temuan prekursor baik dalam bentuk bahan obat maupun obat
mengandung prekursor (efedrin/pseudoefedrin) di laboratorium gelap (clandestine
laboratorium) pada beberapa tahun terakhir ini.
Kerja sama lintas sektor di lingkungan pemerintah dengan pengelola
prekursor merupakan bagian dari strategi pengawasan yang harus ditingkatkan.
Kerja sama ini bertujuan untuk meningkatkan koordinasi lintas sektor dan
meningkatkan pemahaman serta kepedulian pengelola prekursor dalam upaya
mencegah diversi dan kebocoran prekursor dari jalur legal ke jalur ilegal atau
sebaliknya.
Berdasarkan Konvensi PBB Tahun 1988 tentang Pemberantasan Peredaran
Gelap Narkotika dan Psikotropika yang telah diratifikasi dengan Undang-Undang
Nomor 7 Tahun 1997 tentang Pengesahan Konvensi PBB tentang Pemberantasan
Peredaran Gelap Narkotika dan Psikotropika, 1988 (UN Convention Against Illicit
Traffic in Narcotic Drugs and Psychotropics Substances, 1988), disebutkan
bahwa setiap negara pihak yang telah meratifikasi konvensi tersebut wajib
melakukan upaya pencegahan diversi dan kebocoran prekursor. Secara khusus,
artikel 12 paragraf (9) dalam konvensi tersebut memberi penekanan pada
Laporan praktek..., Nayla Kurrota Akyun, FF, 2013
5
Universitas Indonesia
pentingnya kerja sama dengan industri legal dalam hal ini industri farmasi untuk
mencegah diversi ke jalur ilegal.
Salah satu bentuk kerja sama lintas sektor di lingkungan pemerintah dan
pengelola prekursor untuk mencegah diversi dan kebocoran prekursor, misalnya,
dari jalur legal ke jalur ilegal atau sebaliknya adalah penyusunan code of conduct
for handling precursor. Saat ini konsep code of conduct telah dikembangkan di
banyak negara dan menjadi perhatian International Narcotics Control Board
(INCB). Namun sesuai dengan amanat dalam Peraturan Pemerintah Nomor 44
Tahun 2010 tentang Prekursor dimana Badan POM merupakan institusi pengawas
prekursor selain Badan Narkotika Nasional (BNN) memandang perlu untuk
dilakukan penyusunan Pedoman Pengelolaan Prekursor bagi pengelola prekursor
(BPOM, 2011).
Pedoman pengelolaan prekursor merupakan acuan bagi pengelola
prekursor untuk melakukan perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi
terhadap pengelolaan prekursor mulai dari pengadaan, penyimpanan, penggunaan
untuk produksi, penyaluran, penyerahan, pemusnahan serta identifikasi diversi
dalam upaya pencegahan diversi dan kebocoran.
Pedoman pengelolaan prekursor ini disusun dengan mengacu kepada
Pedoman Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) terkini dan Pedoman Cara
Distribusi Obat yang Baik (CDOB) serta peraturan perundang-undangan terkait
prekursor namun terfokus kepada pencegahan terjadinya diversi. Dengan
demikian, pedoman ini merupakan ketentuan yang bersifat mengikat bagi seluruh
pengelola prekursor. Hal yang serupa juga diterapkan bagi pengelola narkotika
dan psikotropika.
Pedoman pengelolaan tersebut berkaitan dengan sistem supply chain
integrity peredaran obat yang mengandung narkotik, psikotropik dan prekursor
farmasi, dimana peredaran obat yang mengandung narkotika, psikotropika dan
precursor farmasi dimonitor dari mulai pengadaan hingga pemusnahan dalam
upaya pencegahan diversi maupun kebocoran.
Laporan praktek..., Nayla Kurrota Akyun, FF, 2013
6 Universitas Indonesia
BAB 3
TINJAUAN KHUSUS
SUPPLY CHAIN INTEGRITY
3.1 Definisi
Beberapa ahli yang mendefinisikan pengertian dari supply chain seperti
dibawah ini :
1. Supply chain adalah serangkaian proses antara konsumen, industri atau
distributor dan supplier (Chopra dan Meindl, 2006).
2. Supply chain manajemen adalah kegiatan pengelolaan aktivitas-aktivitas
dalam rangka memperoleh bahan mentah, mengubah bahan tersebut menjadi
barang setengah jadi dan bahan jadi serta mengirimkan produk tersebut ke
konsumen melalui system distribusi (Soppera et al., 2007).
3. Manajemen supply chain merupakan integrasi dari proses bisnis mulai dari
pemakai akhir sampai dengan pemasok yang menyajikan produk, pelayanan
dan informasi yang dapat meningkatkan nilai bagi pelanggan. Aktivitas dari
manajemen supply chain menyangkut semua aktivitas yang berupa
penyampaian produk kepada pelanggan, mulai dari desain produk untuk
penerimaan pesanan, panambahan bahan baku, pemasaran, logistik, pelayanan
pelanggan, serta penerimaan pembayaran (Lambert, 1997).
Supply chain integrity meliputi perangkat pendekatan dan integrasi secara
efisien antara supplier, pabrik, gudang, dan penjual sehingga produk tersebut
diproduksi dan didistribusikan dalam jumlah, lokasi, dan waktu yang tepat untuk
meminimalisir biaya namun tetap memenuhi persyaratan. Supply chain
menitikberatkan pada koordinasi pergerakan dan penyimpanan fisik produk jadi.
Supply chain merupakan konsep atau mekanisme untuk meningkatkan
produktivitas total perusahaan dalam rantai suplai melalui optimalisasi waktu,
lokasi dan aliran kuantitas barang atau material. Supply chain integrity dapat
disimpulkan sebagai kesesuaian dan koordinasi aktivitas-aktivitas yang berkaitan
dengan aliran material atau produk, baik yang ada dalam satu organisasi maupun
antar organisasi, dengan instruksi kerja yang ada.
Laporan praktek..., Nayla Kurrota Akyun, FF, 2013
7
Universitas Indonesia
Badan POM sebagai Lembaga Pemerintah Non Kementerian (LPNK)
melakukan pengawasan terhadap peredaran obat mengandung narkotika,
psikotropika dan prekursor di Indonesia untuk mencegah terjadinya diversi
meliputi kegiatan pengadaan, penyimpanan, penyaluran, penyerahan, dokumentasi
serta pemusnahan. Diversi yang dimaksud disini adalah penggunaan obat atau
bahan baku yang tidak sesuai dengan fungsinya.
3.2 Ruang Lingkup
Supply chain integrity menyangkut meminimalisasi risiko yang muncul
pada supply chain, dari mulai sumber bahan baku sampai produk jadi,
pengemasan dan pendistribusian ke pasien. Pendistribusian harus mengacu pada
Good Distribution Practices (GDP) yang bertujuan untuk mendorong para pelaku
industri agar terhindar dari campur tangan pihak yang berbuat curang dan dapat
dengan mudah mendeteksi kecurangan dalam suppy chain (USP, 2011).
Secara umum, sistem pengawasan supply chain integrity dilakukan dari
hulu ke hilir serta dari hilir ke hulu. Pengawasan dilakukan mulai dari ekspor-
impor, produksi, penyaluran, penyerahan hingga penggunaan obat-obatan
tersebut.
Ada empat area utama yang diawasi dalam penerapan integritas supply
chain, yaitu (USP, 2011) :
1. Importasi
2. Pemalsuan Obat dan Alat Kesehatan
3. Praktek Memberantas Obat Palsu dan Alat Kesehatan
4. Diversi dan Pencurian
Laporan praktek..., Nayla Kurrota Akyun, FF, 2013
8
Universitas Indonesia
Gambar 3.1. Skema Pengawasan Obat mengandung Narkotika dan Psikotropika
oleh Direktorat Pengawasan Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif Badan POM
RI
3.3 Menjaga Supply Chain Integrity (Limoli, 2012)
Cara yang dapat ditempuh untuk menjaga integritas supply chain yaitu :
1. Pengadaan kesepakatan regulasi internasional mengenai :
a) Good Manufacturing Practices (GMP)
b) Good Distribution Practices (GDP)
c) Good Importer Practices (GIP)
d) Good Pharmacy Practices (GPP)
2. Berbagi ilmu pengetahuan antar anggota lembaga internasional
3. Program training terhadap sejumlah industri maupun pembuat regulasi
4. Meningkatkan pertahanan global serta memperketat regulasi, misalnya
dengan dengan membatasi ekspor-impor obat di tiap negara, terutama
untuk narkotik, psikotropik, dan prekursor.
5. Meningkatkan ilmu pengetahuan dan teknologi.
6. Edukasi kepada konsumen.
Laporan praktek..., Nayla Kurrota Akyun, FF, 2013
9 Universitas Indonesia
BAB 4
PEMBAHASAN
4.1 Importasi
Pengawasan importasi yang dilakukan oleh Subdirektorat Pengawasan
Narkotik Badan POM terhadap proses impor narkotika saat ini hanya bisa
dilakukan oleh PBF dengan izin khusus yaitu Kimia Farma Trade and
Distribution sedangkan untuk impor psikotropika dan prekursor farmasi dapat
dilakukan oleh Industri Farmasi atau PBF yang memiliki izin khusus sebagai
importir produsen psikotropika atau prekursor maupun importir terdaftar
psikotropika atau prekursor.
Industri farmasi harus membuat estimasi tahunan dan melakukan
pemesanan pada PBF (Importir Terdaftar) jika importasi dilakukan melalui PBF
atau industri farmasi (Importir Produsen) dapat langsung mengajukan ke
Kementerian Kesehatan. Persyaratan untuk importer mencakup :
1. Surat permohonan mencantumkan
- Nomor & Tanggal surat
- Nama & Alamat Improtir
- Nama dan jumlah bahan baku/bulk produk yang akan diimpor
- Nomor HS dan kemasan dan bahan baku/bulk produk yang akan diimpor
- Tujuan penggunaan
- Nama dan alamat inustri pengguna
- Nama dan alamat eksportir
- Negara asal (origin country)
2. Fotocopy SPI sebelumnya (terakhir)
3. Laporan realisasi impor sebelumnya
4. Data sarana yang bersifat informasi umum
5. Rekapitulasi realisasi penggunaan bahan baku / bulk produk tahun sebelumnya
6. Rekapitulasi realisasi penggunaan bahan baku/ bulk produk tahun berjalan
sampai bulan permohonan.
7. Laporan bulan penggunaan bahan baku/bulk produk dan penyaluran produk
jadi 3 bulan terakhir.
Laporan praktek..., Nayla Kurrota Akyun, FF, 2013
10
Universitas Indonesia
8. Rencana produksi /estimasi pemakaian bahan baku / bulk produk selama 1
tahun.
9. Surat pernyataan bahwa bahan baku/bulk produk yang diimpor tidak
disalahgunakan.
10. Surat pernyataan disertai data pendukung yang akurat apabila kenaikan
estimasi signifikan (> 50%).
11. Fotocopy surat pesanan/purchasing order ke eskportir.
12. Surat pesanan dari industri pengguna akhir (jika importir PBBBI)
13. Fotocopy Nomor izin Edar (NIE) dan formulasi (Form A) sediaan yang akan
diproduksi.*
14. Fotocopy sertifikat CPOB
15. Fotocopy surat penunjukan sebagai Importir Produsen (IP) atau (Importir
Terdaftar) IT
Keterangan:
*Jika sediaan yang akan diproduksi belum memiliki NIF dapat melampirkan
bukti lain yang sah seperti Pra registrasi atau surat keterangan dari Badan
POM.
Selanjutnya Kementerian Kesehatan mengajukan permintaan ke Badan
POM untuk mengevaluasi permohonan tersebut yang hasil evaluasinya diterbitkan
sebagai rekomendasi Analisa Hasil Pengawasan (AHP). Bila dalam evaluasi ada
kecurigaan kebenaran dokumen maka akan diklarifikasi dahulu ke Industri
Farmasi bersangkutan. Importir (IP/IT) yang telah memiliki salinan SPI akan
mengirim salinan SPI ke negara pengekspor agar dapat mengurus izin ekspor ke
negara yang dituju. Ijin ekspor yang telah dikeluarkan akan dikirim ke negara
pengimpor sebagai dokumen tambahan perealisasian impor. Setelah bahan baku
diterima, Badan POM akan melakukan evaluasi kembali terhadap realisasi impor
dengan SPI yang ada.
Tiga program utama importir sebagai pembawa untuk membantu
mencegah dan mendeteksi potensi risiko, diantaranya (USP, 2011) :
a. Manajemen risiko supply chain
Membuat proses berbasis risiko untuk menilai, mengidentifikasi dan
memahami titik kritis dan menetapkan tanggung jawab dengan jelas.
Laporan praktek..., Nayla Kurrota Akyun, FF, 2013
11
Universitas Indonesia
Membuat dokumentasi pemastian mutu pengoperasian supply chain serta
disosialisasikan kepada seluruh pekerja dalam industri tersebut.
Mengidentifikasi audit yang dibutuhkan dan diterapkan.
Manajemen risiko dimaksudkan untuk meminimalisir risiko yang akan
terjadi dengan memerhatikan titik kritis atau titik rawan terjaidnya risiko sejak
dini.
Gambar 4. 1. Skema analisis risiko pada supply chain obat mengandung
narkotika, psikotropika dan prekursor farmasi
b. Membangun kerjasama dengan suplier
Membangun kerjasama dengan suplier dengan memeriksa, menilai dan
memahami potensi suplier sebagai rekan kerja sehingga dapat menghindari
masalah yang mungkin terjadi di kemudian hari.
Strategic
Quality event
Internal
External
Product testing
Supply number
&management
Process
Control of
supplier
Relationship
Regulation Legislation
Risk process
Low cost
countries
Security
Transportation
Supply chain
mapping Risk
managemen
t
Laporan praktek..., Nayla Kurrota Akyun, FF, 2013
12
Universitas Indonesia
c. Membangun sistem mutu supply chain
Menggunakan standar pembanding (misal ICH Q10 dan ISO)
Membangun struktur manajemen yang berfokus pada keamanan produk
dan integritas supply chain
Memastikan bahwa pekerja memiliki pengetahuan, pengalaman,
kecakapan, kompeten dan bertanggung jawab dalam menjalankan
tugasnya.
Adanya fasilitas komunikasi, informasi dan prioritas sebagai implementasi
teknologi.
Standar mutu yang telah ditetapkan masing-masing industri tentunya demi
mencapai kepuasan konsumen sehingga menambah kredibilitas dan integritas
industri tersebut di mata konsumen. Agar mutu yang telah ditetapkan tetap terjaga
hingga ke tangan konsumen maka industri melakukan sistem pengawasan mutu.
Pengawasan mutu juga terkait akan regulasi yang telah ditetapkan Badan POM
sebagai regulator.
Gambar 4.2. Skema pengawasan mutu supply chain secara sederhana
4.2 Pemalsuan Obat dan Alat Kesehatan
Permintaan akan obat yang tinggi dan harganya yang mahal
memungkinkan banyak pihak memanfaatkan kondisi ini untuk memalsukan
sejumlah obat. Terjadinya pemalsuan merupakan hal yang harus dihindari agar
Laporan praktek..., Nayla Kurrota Akyun, FF, 2013
13
Universitas Indonesia
tidak merugikan konsumen. Untuk itu, supply chain integrity merupakan salah
satu solusi agar produk-produk palsu tidak marak beredar sehingga tidak ada yang
dirugikan.
[Sumber : Limoli, 2012]
Gambar 4.3. Contoh produk Serostim® yang (a) asli dan (b) palsu
4.3 Praktek Memberantas Obat Palsu dan Alat Kesehatan
Praktek tersebut meliputi teknologi kemasan (misalnya desain, teknologi
otentikasi dan serialisasi). Dalam hal ini dapat dilakukan sistem barcode dua
dimensi [2D] dan identifikasi frekuensi radio [ RFID].
4.4 Diversi dan Pencurian
Obat-obatan yang paling banyak dilakukan penyimpangan adalah narkotik,
depresan, dan stimulan. Untuk mencegah penyimpangan dari bahan baku,
beberapa negara telah menetapkan program pengawasan bahan baku yang
memfasilitasi bagian penerimaan, analisis, dan pelaporan. Penetapan pemantauan
rantai obat baik dari tingkat federal atau negara untuk membantu dalam
mendeteksi dan memerangi pengenalan kembali produk obat yang menyimpang
ke jalur distribusi tapi tidak mempengaruhi produk legalnya.
(a)
(b)
Laporan praktek..., Nayla Kurrota Akyun, FF, 2013
14
Universitas Indonesia
Pencurian komponen obat, produk obat, dan alat kesehatan dapat terjadi di
mana saja pada bagian supply chain. Ini termasuk pencurian dari produsen selama
transportasi melalui udara, kereta api, jalan, atau kapal, dari pusat distribusi dan
gudang, dan dari rumah sakit atau apotek. Pencurian dan penyimpangan produk
menimbulkan risiko signifikan bagi kesehatan masyarakat karena risiko
pemalsuan dan penyimpanan atau penanganan yang tidak tepat dalam kondisi
yang mempengaruhi kualitas produk sebelum produk illegal dikenalkan kembali
untuk masuk ke supply chain. Pencurian dari beberapa lot mengakibatkan
penarikan kembali dari seluruh rantai distribusi dan dari pasien.
Perusahaan yang menyimpan dan mengirimkan produk dalam jumlah
besar (produsen obat dan alat kesehatan serta distributor) harus meninjau prosedur
keamanan mereka untuk gudang dan pusat distribusi dan prosedur transportasi
mereka, terutama untuk transportasi dengan truk dan trailer traktor. Perusahaan
harus memberikan perhatian khusus terhadap produk obat yang bernilai tinggi
atau alat kesehatan dengan pengadaan langsung karena kebutuhan yang
mendesak.
Perencanaan untuk menginformasikan ke apotek, masyarakat, dan pihak
berwenang dengan memberikan petunjuk atau pedoman untuk menunjukkan
bagaimana cara seorang apoteker atau pasien mengidentifikasi lot yang dicuri dan
langkah-langkah yang harus pasien lakukan jika menerima produk curian.
4.5 Menjaga Supply Chain Integrity
Cara yang dapat ditempuh untuk menjaga integritas supply chain yaitu
pengadaan kesepakatan regulasi internasional mengenai Good Manufacturing
Practices (GMP), Good Distribution Practices (GDP), Good Importer Practices
(GIP) dan Good Pharmacy Practices (GPP); berbagi ilmu pengetahuan antar
anggota lembaga internasional; program training terhadap sejumlah industri
maupun pembuat regulasi; meningkatkan pertahanan global serta memperketat
regulasi, misalnya dengan dengan membatasi ekspor-impor obat di tiap negara,
terutama untuk narkotik, psikotropik, dan precursor farmasi; meningkatkan ilmu
pengetahuan dan teknologi; serta edukasi kepada konsumen.
Laporan praktek..., Nayla Kurrota Akyun, FF, 2013
15
Universitas Indonesia
Menjaga integritas supply chain dilakukan secara bersama-sama oleh
berbagai pihak untuk memerangi adanya peredaran gelap serta penyalahgunaan
obat-obatan yang mengandung narkotika, psikotropika dan prekursor farmasi.
Laporan praktek..., Nayla Kurrota Akyun, FF, 2013
16 Universitas Indonesia
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
1. Supply chain integrity diperlukan dalam rangka pengawasan mutu,
mencegah terjadinya pemalsuan produk, meminimalisir serta
menganalisis risiko.
2. Mengintegrasikan pengawasan produk yang beredar dari hulu sampai ke
hilir, mulai dari importasi hingga distribusi ke sarana pelayanan hingga ke
pasien (penggunaan).
5.2 Saran
1. Perlunya pemantapan regulasi tentang supply chain integrity sebagai
dasar hukum yang kuat untuk penerapan ke pelaku industri maupun para
distributor.
2. Perlunya pembinaan supply chain integrity terhadap para pelaku industri
agar peredaran suatu produk, khususnya obat, dapat dengan mudah
ditelusuri.
Laporan praktek..., Nayla Kurrota Akyun, FF, 2013
17 Universitas Indonesia
DAFTAR ACUAN
Arozal, Wawalmuli dan Gan, Sulistia. (2007). Psikotropik. Dalam Farmakologi
dan Terapi. Jakarta : Gaya Baru, 161-162.
BPOM. (2011). Pedoman Pengelolaan Prekursor. Jakarta : Direktorat Pengawasan
Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif Deputi I Badan Pengawas Obat
dan Makanan.
CDMI. (2012). Kinerja Group Perusahaan Farmasi di Indonesia. Jakarta : Central
Data Mediatama Indonesia.
Chopra, S. dan Meindl, P. (2006). Supply Chain Management 3rd
ed. New Jersey :
Prentice Hall.
Cousineau. (2004). Supplier Source Integration In A Large Manufacturing
Company. Dalam Supply Chain Management Journal, Vol. 9, No.1 : 110-
117.
Indrajit, R., dan Djokopranoto, R. (2002). Konsep Manajemen Supply Chain Edisi
Pertama. Jakarta : PT. Grasindo.
Lambert, D.M. (1997). Fundamentals of Logistics Management. New York :
McGraw Hill Text.
Limoli, Michelle. (2012). Global Medical Product Quality and Supply Chain
Integrity. Dalam Awareness Workshop. Singapore : Grand Copthrone
Waterfront Hotel.
Soppera, Andrea., Farr, Jeff., Kasten, Oliver., Illic, Alexander., Zanetti Davide.,
dan Harrison, Mark. (2007). Supply Chain Integrity. Dalam Building
Radio Frequency Identification for The Global Environment.
United States Pharmacopeia. (2011). Good Distribution Practices-Supply Chain
Integrity. Dalam Unites States Pharmacopeia.
Laporan praktek..., Nayla Kurrota Akyun, FF, 2013
Recommended