27
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Sulfonamida adalah senyawa yang biasa digunakan dalam sediaan bentuk tablet, suspensi, injeksi, tetes mata, dan salep. Metode analisis untuk sulfonamida berdasarkan pada gugus amin aromatis primer atau hydrogen asam dalam molekulnya. Gugus amin aromatis primer dapat dilakukan secara diazotasi, adanya inti benzene pada sulfonamida dapat dilakukan dengan cara brominasi atau iodasi. Hidrogen asam sulfonamida dapat membentuk asam perak yang tidak larut sedangkan dasar metode kolorimetri atau spektrofotometri sinar tampak senayawa sulfonamida berdasarkan pada gugus fungsi amin aromatis primer, yang dapat diazotasi dan dikopling dengan naftil diamin sehingga menghasilkan senyawa berwarna.

ANALISIS SENYAWA SULFONAMIDA

  • Upload
    undip

  • View
    2

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

BAB I

PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang

Sulfonamida adalah senyawa yang biasa digunakan

dalam sediaan bentuk tablet, suspensi, injeksi,

tetes mata, dan salep. Metode analisis untuk

sulfonamida berdasarkan pada gugus amin aromatis

primer atau hydrogen asam dalam molekulnya. Gugus

amin aromatis primer dapat dilakukan secara

diazotasi, adanya inti benzene pada sulfonamida

dapat dilakukan dengan cara brominasi atau iodasi.

Hidrogen asam sulfonamida dapat membentuk asam

perak yang tidak larut sedangkan dasar metode

kolorimetri atau spektrofotometri sinar tampak

senayawa sulfonamida berdasarkan pada gugus fungsi

amin aromatis primer, yang dapat diazotasi dan

dikopling dengan naftil diamin sehingga

menghasilkan senyawa berwarna.

Adapun yang melatarbelakangi praktikum ini adalah

agar mahasiswa farmasi dapat mengetahui berapa

banyak kandungan zat sulfonamida dalam suatu obat.

Dan mahasiswa juga dapat mengetahui berapa kadar

zat sulfonamida dalam obat yang sesuai dengan

standar yang ada dalam farmakope indonesia.

Dengan adanya praktikum ini pula mahasiswa dapat

mengetahui perbedaan antara uji kualitatif dengan

uji kuantitatif. Dimana, uji kualitatif untuk

mengetahui suatu bahan apakah bahan tersebut

mengandung zat sulfonamida. Sedangkan uji

kuantitatif untuk mengetahui berapa banyak

kandungan sulfonamida dalam sediaan obat.

I.2. Maksud dan Tujuan

I.2.1. Maksud Percobaan

Agar kami dapat menganalisis senyawa

sulfonamida dengan menggunakan uji kuantitaif

I.2.2. Tujuan Percobaan

a. Dapat menganalisa secara kuantitatif

sulfonamida yang terdapat dalam sediaan

tablet

b. Dapat menentukan kadar sulfa yang terkandung

dalam sediaan tablet.

Prinsip Percobaan

Dengan menggunakan metode argentometri yang

hasilnya akan menunjukkan adanya endapan putih.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Teori Umum

Sulfonamida adalah kemoterapik yang pertama

digunakan secara sisitemik untuk penghambat dan

pencegahan penyakit infeksi pada manusia.

Penggunaanya kemidian terdesak oleh antimikroba.

Pertengahan tahub 1970 penemuan sediaan kombinasi

trimetoprin dan sulfametoksazol meningkatkan

kembali penggunaan sulfonamida untuk pengobatan

penyakit infeksi tertentu. Adapun jenis-jenis

sulfonamida adalah :

1. Berdasarkan masa kerjanya sulfonamida sistemik

dibagi menjadi 3 kelompok yaitu sulfonamida

dengan masa kerja pendek, sulfonamida dengan

masa kerja sedang, sulfonamida dengan masa

kerja panjang.

a. Sulfonamida dengan masa kerja pendek; Waktu

paruh lebih kecil dari 10 jam. Contoh:

sulfetidol, sulfamerazin, sulfametazin,

sulfatiazol, sulfasomidin dan sulfaksasol.

b. Sulfonamida dengan masa kerja sedang; waktu

paroh 10 – 24 jam

Contoh: sulfadiazin, sulfametoksasol dan

sulfafenazo

c. Sulfonamida dengan masa kerja panjang; waktu

paroh lebih besar 24 jam. Contoh:

sulfadoksin, sulfalen, sulfametoksipiridazin

dan sulfametoksidiazin.

2.    Berdasarkan kecepatan absorpsi dan

ekskresinya, sulfonamid dibagi dalam empat

golongan besar:

a. sulfonamida dengan ekskresi cepat, antara

lain sulfadiazin dan sulfisoksazol

b. Sulfonamid yang hanya diabsorpsi sedikit bila

diberikan per oral dan karena itu kerjanya

dalam lumen usus, antara lain sulfasalazin.

c. Sulfonamida yang terutama digunakan untuk

pemberian topical, antara lain sulfasetamid,

mafenid, dan Ag-sulfadiazin

d.  Sulfonamid dengan masa kerja panjang,seperti

sulfadoksin, absorpsinya cepat dan

ekskresinya lambat. (Utamiderlauw, 2010).

Salah satu cara untuk menentukan kadar asam-

basa dalam suatu larutan adalah dengan volumetri

(titrasi). Volumetri (titrasi) merupakan cara

penentuan kadar suatu zat dalam larutannya

didasarkan pada pengukuran volumenya. Berdasarkan

pada jenis reaksinya, volumetri dibedakan atas :

2. Asidimetri dan alkalimetri

Volumetri jenis ini berdasar atas reaksi

netralisasi asam-basa.

3. Oksidimetri

Volumetri jenis ini berdasar atas reaksi

oksidasi-reduksi.

4. Argentometri

Volumetri jenis ini berdasar atas reaksi

kresipilasi (pengendapan dari ion Ag+).

Istilah Argentometri diturunkan dari bahasa latin

Argentum, yang berarti perak. Jadi, Argentometri

merupakan salah satu cara untuk menentukan kadar

zat dalam suatu larutan yang dilakukan dengan

titrasi berdasar pembentukan endapan dengan ion

Ag+. Pada titrasi argentometri, zat pemeriksaan

yang telah dibubuhi indikator dicampur dengan

larutan standar garam perak nitrat (AgNO3). Dengan

mengukur volume larutan standar yang digunakan

sehingga seluruh ion Ag+ dapat tepat diendapkan,

kadar garam dalam larutan pemeriksaan dapat

ditentukan. (Al. Underwood, 1992)

Ada tiga tipe titik akhir yang digunakan untuk

titrasi dengan AgNO3 yaitu:

1. Indikator

2. Amperometri

3. Indikator kimia

Titik akhir potensiometri didasarkan pada

potensial elektrode perak yang dicelupkan kedalam

larutan analit. Titik akhir amperometri melibatkan

penentuan arus yang diteruskan antara sepasang

mikroelektrode perak dalam larutan analit.

Sedangkan titik akhir yang dihasilkan indikator

kimia, biasanya terdiri dari perubahan

warna/muncul tidaknya kekeruhan dalam larutan yang

dititrasi. Syarat indikator untuk titrasi

pengendapan analog dengan indikator titrasi

netralisasi, yaitu :

1. Perubahan warna harus terjadi terbatas dalam

range pada p-function dari

reagen /analit.

2. Perubahan Warna harus terjadi dalam bagian dari

kurva titrasi untuk analit.

(Skogg, 1965)

Berdasarkan pada indikator yang digunakan,

argentometri dapat dibedakan atas :

1. Metode Mohr (pembentukan endapan berwarna)

Metode Mohr dapat digunakan untuk menetapkan

kadar klorida dan bromida dalam suasana netral

dengan larutan standar AgNO3 dan penambahan

K2CHO4 sebagai indikator. Titrasi dengan cara

ini harus dilakukan dalam suasana netral atau

dengan sedikit alkalis, pH 6,5 – 9,0. Dalam

suasana asam, perak kromat larut karena

terbentuk dikromat dan dalam suasana basa akan

terbentuk endapan perak hidroksida. Reaksi yang

terjadi adalah :

Asam : 2CrO42- + 2H- ↔ CrO7 2- + H2O

Basa : 2 Ag+ + 2 OH- ↔ 2 AgOH

2AgOH ↔ Ag2O + H2O

Sesama larutan dapat diukur dengan natrium

bikorbonat atau kalsium karbonat. Larutan

alkalis diasamkan dulu dengan asam asetat atau

asam borat sebelum dinetralkan dengan kalsium

karbonat. Meskipun menurut hasil kali kelarutan

iodida dan tiosianat mungkin untuk ditetapkan

kadarnya dengan cara ini. Namun oleh karena

perak lodida maupun tiosanat sangat kuat

menyerang kromat, maka hasilnya tidak

memuaskan. Perak juga tidak dapat ditetapkan

dengan titrasi menggunakan NaCl sebagai titran

karena endapan perak kromat yang mula-mula

terbentuk sukar bereaksi pada titik akhir.

Larutan klorida atau bromida dalam suasana

netral atau agak katalis dititrasi dengan

larutan titer perak nitrat menggunakan

indikator kromat.

Apabila ion klorida atau bromida telah habis

diendapkan oleh ion perak, maka ion kromat akan

bereaksi membentuk endapan perak kromat yang

berwarna coklat/merah bata sebagai titik akhir

titrasi. Sebagai indikator digunakan larutan

kromat K2CrO4 0,003M atau 0,005M yang dengan

ion perak akan membentuk endapan coklat merah

dalam suasana netral atau agak alkalis.

Kelebihan indikator yang berwarna kuning akan

menganggu warna, ini dapat diatasi dengan

melarutkan blanko indikator suatu titrasi tanpa

zat uji dengan penambaan kalsium karbonat

sebagai pengganti endapan AgCl.

2. Model Valhard (Penentu zat warna yang mudah

larut).

Metode ini digunakan dalam penentuan ion Cl+,

Br -, dan I- dengan penambahan larutan standar

AgNO3. Indikator yang dipakai adalah Fe3+

dengan titran NH4CNS, untuk menentralkan kadar

garam perak dengan titrasi kembali setelah

ditambah larutan standar berlebih. Kelebihan

AgNO3 dititrasi dengan larutan standar KCNS,

sedangkan indikator yang digunakan adalah ion

Fe3+ dimana kelebihan larutan KCNS akan diikat

oleh ion Fe3+ membentuk warna merah darah dari

FeSCN.

3. Motode Fajans (Indikator Absorbsi)

Titrasi argenometri dengan cara fajans adalah

sama seperti pada cara Mohr, hanya terdapat

perbedaan pada jenis indikator yang digunakan.

Indikator yang digunakan dalam cara ini adalah

indikator absorbsi seperti cosine atau

fluonescein menurut macam anion yang diendapkan

oleh Ag+. Titrannya adalah AgNO3 hingga

suspensi violet menjadi merah. pH tergantung

pada macam anion dan indikator yang dipakai.

Indikator absorbsi adalah zat yang dapat

diserap oleh permukaan endapan dan menyebabkan

timbulnya warna. Pengendapan ini dapat diatur

agar terjadi pada titik ekuivalen antara lain

dengan memilih macam indikator yang

dipakai dan pH. Sebelum titik ekuivalen

tercapai, ion Cl- berada dalam lapisan primer

dan setelah tercapai ekuivalen maka kelebihan

sedikit AgNO3 menyebabkan ion Cl- akan

digantikan oleh Ag+ sehingga ion Cl- akan

berada pada lapisan sekunder. (Khopkar, 1990)

Seperti sistem asam, basa dapat digunakan

sebagai suatu indicator untuk titrasi asam-

basa. Pembentukan suatu endapan lain dapat

digunakan untuk menyatakan lengkapnya suatu

titrasi pengendapan. Dalam hal ini terjadi pula

pada titrasi Mohr, dari klorida dengan ion

perak dalam mana digunakan ion kromat sebagai

indikator. Pemunculan yang permanen dan dini

dari endapan perak kromat yang kemerahan itu

diambil sebagai titik akhir (TE).

Titrasi Mohr terbatas untuk larutan dengan

perak dengan pH antara 6,0 – 10,0. Dalam

larutan asam konsentrasi ion kromat akan sangat

dikurangi karena HCrO4 hanya terionisasi

sedikit sekali. Lagi pula dengan hidrogen

kromat berada dalam kesetimbangan dengan

dikromat terjadi reaksi :

2H+ + 2CrO4

- ↔ 2HCrO4 ↔ Cr2O7

2- + 2H2O

Mengecilnya konsentrasi ion kromat akan

menyebabkan perlunya menambah ion perak dengan

sangat berlebih untuk mengendapkan ion kromat

dan karenanya menimbulkan galat yang besar.

Pada umumnya garam dikromat cukup dapat larut.

Proses argentometri termasuk dalam titrasi

yang menghasilkan endapan dan pembentukan ion

kompleks. Proses argentometri menggunakan AgNO3

sebagai larutan standar. Proses ini biasanya

digunakan untuk menentukan garam-garam dari

halogen dan sianida. Karena kedua jenis garam

ini dapat membentuk endapan atau senyawa

kompleks dengan ion Ag+ sesuai dengan persamaan

reaksi sebagai berikut :

NaCL + Ag+ → AgCl ↓ + Na+

KCN + Ag+ → AgCl ↓ + K+

KCN + AgCN ↓ → K [Ag(CN)2 ]

Karena AgNO3 mempunyai kemurnian yang tinggi

maka garam tersebut dapat digunakan sebagai

larutan standar primer. Dalam titrasi

argentometri terhadap ion CN- tercapai untuk

garam kompleks K [Ag(CN)2 ] karena proper

tersebut dikemukakan pertama kali oleh Lieberg,

cara ini tidak dapat dilakukan dalam suasana

amoniatial karena garam kompleks dalam larutan

akan larut menjadi ion komplek diamilum.

(Harizul, Rivai, 1995)

Uraian Bahan

a. Aquadest (Dirjen POM, 1979)

Nama resmi : AQUA DESTILLATA

Nama lain : Air suling, aquadest

Pemerian : Cairan jernih,tidak

berwarna,tidak berbau

tidak mempunyai rasa

RM / BM : H2O / 18,02

Kegunaan : sebagai pelarut

b. HCl (Dirjen POM, 1979)

Nama Resmi : ACIDUM HYDROCLORIDUM

Nama Lain : Asam klorida

RM / BM : HCl / 36,46

Pemerian

:Cairan tidak berwarna, berasap, bau

merangsang, jika diencerkan

dengan dua

bagian air asap dan bau

hilang

Penyimpanan : Dalam wadah

tertutup rapat.

Kegunaan :Untuk terbentuknya dengan

bantuan AgNO3

c. NaOH(Dirjen POM, 1979)

Nama resmi : NATRII HYDROXYDUM

Nama lain : Natrium hidroksida

Pemerian : Bentuk batang, butir,

massa hablur atau

keping, kering, keras, rapuh

dan menunjukkan susunan

hablur, putih, mudah meleleh

Kelarutan : Sangat mudah larut

dalam air dan etanol

95%

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup

rapat

Kegunaan : Sebagai pelarut

d. HNO3 (Dirjen POM, 1979)

Nama resmi : ACIDUM NITRAT

Nama lain : Asam nitrat

Pemerian : Cairan jernih

berasap, hampir tidak

berwarna sampai berwarna kuning

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup

rapat

Kegunaan : merubah suasana sampel

menjadi asam

e. Fe NH4 (SO4)2 (Dirjen POM, 1979)

Nama resmi : BESI(II) AMONIUM SULFAT

Pemerian : Hablur, atau serbuk

hablur, biru

Kehijauan pucat

Kelarutan : Larut dalam air bebas

karbondioksida P.

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup

baik

Kegunaan : Sebagai indikator

f. KSCN(Dirjen POM, 1979)

Nama resmi : KALIUM SIANIDA

Nama Lain : KSCN

Pemerian : Serbuk hablur, warna

putih.

Kelarutan : Mudah larut dalam air

membentuk

larutan jernih tidak

berwarna

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup

baik

Kegunaan : Sebagai penitrat

BAB III

METODE KERJA

Alat dan Bahan

III.1.1. Alat

Adapun alat yang digunakan adalah : buret,

erlenmeyer, gelas kimia, sendok tanduk,

statif dan klem, dan timbangan analitik.

III.1.2. Bahan

Adapun bahan yang digunakan adalah :

aqudest, AgNO3, Fe(NH4)2, H2SO4, NaOH, dan

triosulfa.

Cara Kerja

1. Ditimbang sampel sebanyak 200 mg yang sudah

digerus

2. Triosulfa di masukkan kedalam erlenmeyer, lalu

ditambahkan dengan NaOH 5 mL

3. Setelah itu, tambahkan H2SO4 5 mL

4. Tambahkan lagi AgNO3 yang konsentrasinya 0,1 N

sebanyak 5 mL

5. Kemudian tambahkan HNO3 1 mL

6. Dan yang terakhir tambahkan besi amonium

sulfat 3 tetes

7. Perhatikan endapan yang terjadi.

BAB IV

HASIL PENGAMATAN

Data Pengamatan

Sebelum dititrasi Sesudah ditirasi

Putih keruh dan Putih susu dan terentuk

terbentuk endapan endapan putih

Perhitungan

IV.2.1. Perhitungan Kadar

BE = BM / Valensi

Diketahui = BM sulfadiazin = 250,27

BE = 250,27 / 1 = 250,27

% Kadar = v. N. BE x 100% BS

= 8. 0,1. 250,27 x 100 % 200 mg

= 100 %

Reaksi

HCl + AgNO3 AgCl + HNO3

Ag+(aq) + SCN-(aq) ---> AgSCN (s)

BAB V

PEMBAHASAN

Analisa kualitatif adalah suatu pengujian yang

dilakukan untuk menentukan suatu senyawa apa yang

terkandung dalam suatu obat. Sedangkan analisa

kuantitatif adalah suatu pengujian yang dilakukan untuk

mengetahui berapa kadar suatu zat obat yang terkandung

di dalamnya. Pada percobaan kali ini yang digunakan

adalah uji kuantitatif dengan metode yang berbeda.

Ada metode diazotasi yang akan membentuk garam

diazonium, metode bromometri yang mensubtitusi gugus

benzen, sedangkan metode argentometri yaitu berdasarkan

pengendapan. Untuk yang dilakukan pada percobaan ini

dengan menggunakan metode argentometri.

Seperti yang telah diketahui, bahwa argentometri

merupakan suatu cara titrasi yang berdasarkan adanya

pengendapan. Ada tiga tipe titik akhir yang digunakan

untuk titrasi dengan AgNO3 yaitu :

1. Titik akhir Potensiometri.

Titik akhir potensiometri didasarkan pada potensial

elektrode perak yang dicelupkan kedalam larutan

analit.

2. Titik akhir Amperometri.

Titik akhir amperometri melibatkan penentuan arus

yang diteruskan antara sepasang mikroelektrode perak

dalam larutan analit.

3.   Titik akhir dengan Indikator Kimia

Sedangkan titik akhir yang dihasilkan indikator

kimia, biasanya terdiri dari perubahan warna/muncul

tidaknya kekeruhan dalam larutan yang dititrasi.

Sampel yang digunakan adalah obat triosulfa yang

mengandung sulfadiazin 166,6 mg, sulfamerazin 166,6

mg, dan sulfametoksasol 166,6 mg. Namun, yang akan

di uji kuantitatifnya adalah zat sulfadiazin.

Setelah menimbang sampel yang telah diserbukkan,

lalu dimasukkan kedalam erlenmeyer. Setelah itu di

tambahkan NaOH sebanyak 5 mL. digunakan NaOH karena

Sulfadiazin tidak dapat larut dengan air. Sehingga

untuk melarutkannya kita menggunakan larutan alkali

hidroksida.

Kemudian tambahkan HCl dan AgNO3 0,1 N masing-

masing sebanyak 5 mL. HCl dan AgNO3 ini akan bereaksi

dan membentuk AgCl + HNO3, dimana AgCl adalah endapan

putih. Selanjutnya ditambahkan HNO3 yang berfungsi

sebagai merubah suasana menjadi asam yang tadinya

bersifat basa. Setelah suasana sampel telah asam,

maka ditambahkanlah indikator FeNH4(SO4)2 yang

kemudian dititrasi dengan KSCN membentuk endapan

putih susu karena adanya reaksi antara Ag+ + SCN – .

Sehingga pada praktikum kali ini dapat dilakukan

dengan berhasil membentuk endapan putih susu.

Setelah itu, dihitung kadar sulfadiazin adalah 100%.

Dimana kadar sulfadiazin dalam farmakope adalah

mengandung tidak kurang dari 99%

BAB VI

PENUTUP

Kesimpulan

Dari hasil praktikum yang didapat adalah kadar

sulfadiazin dalam tablet trisulfa sesuai aturan

yang ada di dalam farmakope. Dimana kadar

sulfadizain adalah 100% yang ketetapannya adalah

tidak kurang dari 99%. Hasil titrasi pun terbentuk

endapan putih susu.

Saran

Sebaiknya asisten lebih memperhatikan

praktikannya dalam laboratorium agar praktikan

tidak asal kerja dalam praktikum dan hasil yang

diinginkan dapat tercapai.

DAFTAR PUSTAKA

A. L. Underwood. 1989. Analisa Kuantitatif Edisi

Keempat. Jakarta : Erlangga

Dijen POM, 1997. Farmakope Indonesia Ed. III. DEPKES RI

Harizul, Rivai. 1995. Asas Pemeriksaan Kimia. Jakarta :

UI Press

Khopkar, S.M. 1990. Konsep Dasar Ilmu Kimia Analitik.Jakarta: Universitas

Indonesia

Skogg. 1965. Analytical Chemistry. Edisi keenam.

Florida : Sounders College

Utamiderlauw. 2010. Farmakologi Dan Terapi. Balai

penerbit FKUI : Jakarta.