Upload
brawijaya
View
1
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Air
2.1.1 Umum
Secara kimia, air terdiri atas dua atom hidrogen
dan satu atom oksigen dengan rumus kimia Air adalah
H2O. Air bisa berwujud cair, padat, gas dan uap air.
Bila dilihat secara terpisah, Hidrogen dan oksigen
adalah dua unsur yang unik. Hidrogen dan oksigen bila
secara terpisah dapat bereaksi dan menghasilkan energi
panas yang besar, sedangkan setelah bergabung dan
membentuk molekul air, justru bersifat sebaliknya yakni
bersifat mendinginkan.
Lebih dari 70% permukaan bumi kita ini ditutupi
oleh air, yang berwujud samudera, danau, sungai dan
sebagainya. Sisanya merupakan wilayah daratan.
Keberadaan air di alam ini sangat dinamis, bergerak
dari satu tempat ke tempat lain, berubah wujud dari
cair ke gas atau padat dan sebaliknya. Pergerakan air
di alam ini sering disebut dengan istilah “siklus
hidrologi”.
Dengan adanya siklus hidrologi dari air ini, maka
air dapat memperbaharui dirinya sendiri dan terus-
menerus ada, akan tetapi dari masa ke masa jumlah
penggunaan air mengalami peningkatan yang tajam, hal
ini dikarenakan pesatnya jumlah penduduk di bumi setiap
tahunnya. Peningkatan jumlah penduduk ini akan
8
mempengarui aktivitas manusia dalam memanfaatkan air di
muka bumi, fakta yang ada saat ini, manusia tidak lagi
memperhatikan lingkungan yang mereka huni, akibatnya
karakter dari air yang dapat memperbaharui diri menjadi
berbanding terbalik dan tidak sejalan dengan aktivitas
manusia yang tidak mementingkan lingkungan dan sumber
daya alam yang tersedia. Perilaku ini mengakibatkan
kuantitas air semakin menurun dan begiu pula sama
halnya dengan mutu atau kualitas air yang mengalami
penurunan pula.
Terdapat beberapa klasifikasi mengenai kualitas
air yang dimanfaatkan untuk peruntukan tertentu dalam
kehidupan, diantaranya air tercemar dan air tidak
tercemar. Air dinyatakan tercemar apabila terdapat
ganguan terhadap kualitas air sehingga air tersebut
tidak dapat di gunakan untuk tujuan penggunaannya.Yang
dimaksud dengan air tercemar air adalah air yang telah
di masuki makhluk hidup (mikro organisme), zat atau
energi akibat kegiatan manusia sehingga kualitas air
turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebababkan air
tidak berfungsi sesuai dengan peruntukannya.
Pencemaran terjadi bila dalam lingkungan terdapat
bahan yang menyebabkan timbulnya perubahan yang tidak
diharapkan, baik yang bersifat fisika, kimiawi maupun
biologis sehingga mengganggu kesehatan eksistensi
manusia, dan aktivitas manusia serta organisme lainnya.
9
Bahan penyebab pencemaran disebut bahan pencemar atau
polutan.
Faktor-faktor yang mempengaruhi pencemaran adalah :
1. Jumlah penduduk;
2. Jumlah sumberdaya alam yang digunakan oleh setiap
individu;
3. Jumlah polutan yang dikeluarkan oleh setiap jenis
sumberdaya alam;
4. Teknologi yang digunakan.
2.1.2 Sumber-Sumber Air
Untuk daerah tropis dan sub tropis sumber air yang
pokok adalah dari hujan, sedangkan untuk daerah yang
sedang adalah dari salju. Tetapi hujan bukan merupakan
satu-satunya sumber air bagi kehidupan. Terdapat 4
macam sumber air minum di Bumi ini, diantaranya :
1. Air Laut
Air yang dijumpai di dalam alam berupa air laut
sebanyak 80%, sedangkan sisanya berupa air
tanah/daratan, es, salju, dan hujan. Air laut
mempunyai sifat asin, karena mengandung garam NaCl.
Kadar NaCl dalam air laut 3%. Dengan keadaan ini,
maka air laut tak memenuhi syarat untuk air minum.
2. Air Hujan
Dalam keadaan murni, sangat bersih, karena dengan
adanya pengotoran udara yang disebabkan oleh
kotoran-kotoran industri/debu dan lain sebagainya.
Maka untuk menjadikan air hujan sebagai sumber air
10
minum hendaknya pada waktu menampung air hujan
jangan dimulai pada saat hujan mulai turun, karena
masih mengandung banyak kotoran.
3. Air Permukaan
Air permukaan adalah air hujan yang mengalir di
permukaan bumi. Pada umumnya air permukaan ini akan
mendapat pengotoran selama pengalirannya, misalnya
oleh lumpur, batang-batang kayu, daun-daun, kotoran
industri kota dan sebagainya.
Setelah mengalami suatu pengotoran, pada suatu
saat air permukaan itu akan mengalami suatu proses
pembersihan sendiri. Udara yang mengandung oksigen
atau gas O2 akan membantu mengalami proses pembusukan
yang terjadi pada air permukaan yang telah mengalami
pengotoran, karena selama dalam perjalanan, O2 akan
meresap ke dalam air permukaan.
Air permukaan ada 3 macam yaitu:
a. Air Sungai
Dalam penggunaannya sebagai air minum,
haruslah mengalami suatu pengolahan yang sempurna,
mengingat bahwa air sungai ini pada umumnya
mempunyai derajat pengotoran yang tinggi sekali.
Debit yang tersedia untuk memenuhi kebutuhan akan
air minum pada umumnya dapat mencukupi.
b. Air Rawa
Kebanyakan air rawa ini berwarna yang
disebabkan oleh adanya zat-zat organik yang telah
11
membusuk, misalnya asam humus yang larut dalam air
yang menyebabkan warna kuning coklat.
c. Air Danau dan / atau Waduk
Danau merupakan bagian permukaan bumi yang
berupa cekungan/ledok atau lembah (basin) yang
luas dan digenangi air serta terletak ditengah-
tengah daratan. Air yang menggenangi danau bisa
berasal dari mata air, air tanah, air sungai yang
berpelepasan atau bermuara di danau tersebut dan
bisa juga berasal dari air hujan. Di Indonesia
danau juga sering disebut setu, tasik, ranu , atau tao.
Sumber air danau berasal dari air hujan , aliran
sungai dan air tanah. Air yang mengisi danau
biasanya air tawar, contohnya di Indonesia antara
lain , Danau Toba di Sumatera Utara dan Danau Poso
di Sulawesi Tengah.
Waduk adalah kolam besar tempat menyimpan air
untuk berbagai kebutuhan. Waduk dapat terjadi
secara alami maupun dibuat manusia. Waduk buatan
dibangun dengan cara membuat bendungan lalu
dialiri air sampai waduk tersebut penuh dan sering
juga disebut danau buatan yang besar. Sistem tata
air waduk berbeda dengan danau alami, komponen
tata air waduk umumnya telah direncanakan
sedemikian rupa sehingga volume, kedalaman, luas,
presepitasi, debit inflow/outflow waktu tinggal
air diketahui dengan pasti. Sebagian besar waduk
12
di Indonesia mendapatkan aliran air dari sungai,
mata air, maupun air hujan namun akan menimbulkan
bahaya ketika debit air yang ada melebihi dari
kapasitas yang seharusnya.
4. Air Tanah
Air tanah adalah air yang berasal dari permukaan
yang merembes ke dalam tanah, yang terdapat di dalam
ruang-ruang butir antara butir-butir tanah di dalam
lapisan bumi. Suatu saat air ini akan memenuhi
lapisan tanah yang keras dan kuat, maka air ini akan
keluar permukaan sebagai mata air.
Air tanah terbagi antara:
a. Air Tanah Dangkal
Air tanah dangkal terjadi karena daya proses
peresapan air dari permukaan tanah. Lumpur akan
bertahan, demikian pula dengan sebagian bakteri,
sehingga air tanah akan jernih tetapi lebih banyak
mengandung zat kimia (garam-garam yang larut)
karena melalui lapisan tanah yang mempunyai unsur-
unsur kimia tertentu untuk masing-masing lapisan
tanah. Lapisan tanah ini berfungsi sebagai
saringan. Disamping penyaringan, pengotoran juga
masih terus berlangsung, terutama pada muka air
yang dekat dengan muka tanah, setelah lapisan
rapat air, air yang terkumpul merupakan air tanah
dangkal dimana air tanah ini dimanfaatkan sebagai
air minum melalui sumur-sumur dangkal.
13
b. Air tanah dalam
Terdapat setelah lapis rapat air yang pertama.
Pengambilan air tanah dalam, tidak semudah pada
air tanah dangkal. Dalam hal ini harus digunakan
bor dan memasukkan pipa ke dalamnya sehingga dalam
suatu kedalaman (biasanya antara 100-300 m) akan
didapatkan suatu lapis air. Kualitas air tanah
dalam pada umumnya lebih baik dari air dangkal,
karena penyaringanya lebih sempurna dan bebas dari
bakteri. Susunan dari unsur-unsur kimia tergantung
pada lapis-lapis tanah yang dilalui. Jika melalui
tanah kapur, maka air itu akan menjadi sadah,
karena mengandung Ca(HCO3)2 dan Mg(HCO3)2.
c. Mata air
Mata Air adalah air tanah yang keluar dengan
sendirinya ke permukaan tanah. Mata air yang
berasal dari tanah dalam, hampir tidak terpengaruh
oleh musim dan kualitasnya sama dengan keadaan air
tanah dalam.
Pencemaran Air
Definisi pencemaran air adalah masuk atau
dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan atau
komponen lain ke dalam air oleh kegiatan manusia,
sehingga mutu air menurun sampai tingkat tertentu yang
menyebabkan air tidak dapat berfungsi sesuai
peruntukannya (Permenneg LH No.01 Pasal 1, 2010)
14
Pencemaran air yang disebabkan oleh manusia dapat
timbul dari bermacam-macam kegiatan, baik sengaja
maupun tidak, dan pada umumnya berpengaruh besar bagi
lingkungan akibat dari pencemaran oleh makhluk hidup.
Pencemaran apabila tidak dicegah atau dikurangi pada
dasarnya akan membahayakan dan merugikan bagi manusia
dari segi kesehatan maupun segi kehidupan sosial atau
kelangsungan makhluk hidup.
Definisi lain dari pencemaran air adalah suatu
perubahan keadaan di suatu tempat penampungan air
seperti danau/waduk, sungai, lautan dan air tanah
akibat aktivitas manusia maupun fenomena alam seperti
gunung berapi, badai, gempa bumi juga mengakibatkan
perubahan yang besar terhadap kualitas air. Pencemaran
air dapat disebabkan oleh berbagai hal dan memiliki
karakteristik yang berbeda-beda. Meningkatnya kandungan
nutrien dapat mengarah pada eutrofikasi.
Pencemaran air berdampak bagi organisme dan
tanaman di dalam badan air. Dalam banyak kasus efek ini
merusak tidak hanya populasi dan spesies individu namun
juga komunitas biologi alami. Pencemaran air merupakan
masalah global yang memerlukan evaluasi segera dan
kebijakan sumber air pada semua level. Hal ini dianggap
juga sebagai penyebab utama penyakit dan kematian.
Bahan yang menyebabkan pencemaran air adalah
bahan-bahan kimia, pathogen, dan perubahan fisik
seperti kenaikan suhu, dan perubahan warna, serta bahan
15
pencemar lainnya. Bahan pencemar kimia ini terbagi
menjadi 2 macam, yaitu :
a. Bahan pencemar air organik, contohnya :
Deterjen
Desinfektan produk yang digunakan untuk
pembersihan air minum secara kimia,
seperti chloroform.
Sampah pembuangan makanan termasuk lemak,
dan minyak.
Insektisida dan Herbisida
Petroleum hydrocarbon, termasuk bahan
bakar minyak (bensin, solar, dll.)
Sampah semak-semak dan pepohonan yang
berasal dari penebangan hutan.
Senyawa organik volatile (VOCs), seperti
dalam industri pelarut.
Pelarut Chlorinated.
Perchlorate.
Berbagai senyawa kimia yang digunakan pada
kosmetik dan kebersihan pribadi.
Dll.
b. Bahan pencemar anorganik, contohnya :
Asam yang disebabkan oleh bahan industri
terutama sulfurdioksida
Amonia dari sampah pengolahan makanan.
Sampah kimia akibat produk industri.
16
Pupuk yang mengandung penyubur seperti,
nitrat dan pospat yang sering digunakan di
dalam aliran pengairan di persawahan.
Logam berat dari kendaraan bermotor.
Dll.
Pencemaran yang disebabkan oleh limbah pertanian
seperti pupuk organic dengan kandungan nitrogen dan
fosfat yang larut dalam air dapat menyuburkan
lingkungan air (eutrofikasi). Karena air kaya nutrisi,
ganggang dan tumbuhan air tumbuh subur (blooming). Hal
yang demikian akan mengancam kelestarian waduk, waduk
akan cepat dangkal dan biota air akan mati karenanya.
Sama halnya seperti kandungan abu vulkanik yang
dihasilkan oleh letusan gunung berapi akan menyisakan
endapan-endapan debu yang mengandung beberapa unsur
hara tanaman, baik mengendap pada sungai-sungai yang
terdistribusi masuk ke dalam waduk maupun abu vulkanik
yang langsung masuk ke dalam waduk.
Kandungan lumpur dari endapan abu vulkanik yang
meningkat di dalam air mengurangi jumlah cahaya yang
masuk yang diperlukan untuk berfotosintesis. Unsur hara
yang masuk berlebihan ke ekosistem perairan dapat
menyebabkan pertumbuhan yang sangat cepat dari algae
atau tanaman air, sehingga menyebabkan berkurangnya
bentuk kehidupan lainnya seperti ikan dan kerang-
kerangan.
17
Indikator atau tanda bahwa air lingkungan telah
tercemar adalah adanya perubahan atau tanda yang dapat
diamati melalui :
1. Adanya perubahan suhu Air.
Adanya perubahan suhu ini pada umumnya
terjadi akibat adanya limbah industri dalam hal
proses pendinginan air untuk menghilangkan panas
dari mesin – mesin yang dipakai. Air yang menjadi
panas tersebut kemudian dibuang ke lingkungan.
Apabila air yang panas tersebut di buang ke
sungai, maka air sungai akan menjadi panas, air
sungai yang suhunya naik akan mengganggu kehidupan
hewan air dan organisme air lainnya karena kadar
oksigen yang terlarut dalam air akan turun
bersamaan dengan kenaikan suhu. Padahal setiap
kehidupan memerlukan oksigen untuk bernafas.
Oksigen yang terlarut dalam air berasal dari udara
yang secara lambat terdifusi ke dalam air. Makin
tinggi kenaikan suhu air makin sedikit oksigen
yang terlarut di dalamnya.
2. Perubahan pH atau konsentrasi Ion Hidrogen.
Air normal yang memenuhi syarat untuk suatu
kehidupan mempunyai pH berkisar antara 6,5 – 7,5.
Air dapat bersifat asam atau basa, tergantung pada
besar kecilnya pH air atau besarnya konsentrasi
ion Hidrogen di dalam air. Air yang mempunyai pH
lebih kecil dari pH normal akan bersifat asam,
18
sedangkan air yang mempunyai pH lebih besar dari
pH normal.
3. Perubahan Warna, Bau dan Rasa Air.
Bahan buangan atau limbah yang berupa bahan
organic dan anorganik seringkali dapat larut di
dalam air. Apabila bahan buangan dan air limbah
dapat larut dalam air maka akan terjadi perubahan
warna air. Air dalam keadaan normal dan bersih
tidak akan berwarna, sehingga tampak bening dan
jernih.
Pencemaran air tidak mutlak harus bergantung
pada warna air. Karena bahan buangan yang
memberikan warna belum tentu berbahaya dari
buangan yang tidak berwarna, seringkali zat-zat
beracun justru terdapat pada bahan buangan yang
tidak berwarna sehingga air tetap tampak jernih.
Bau yang keluar dari dalam air dapat berasal
dari bahan buangan atau limbah industri atau dapat
pula berasal dari degradasi bahan buangan oleh
mikroba yang hidup di dalam air. Mikroba di dalam
air akan mengubah bahan buangan organic, terutama
gugus protein, secara degradasi menjadi bahan yang
mudah menguap dan berbau.
Air normal yang dapat digunakan untuk suatu
kehidupan pada umumnya tidak berwarna, tidak
berbau dan tidak berasa. Air yang berasa pada
umumnya berasal dari garam-garam yang terlarut.
19
Bila hal ini terjadi maka berarti telah terjadi
pelarutan ion-ion logam yang dapat mengubah
konsentrasi Hidrogen dalam air. Adanya rasa pada
air umumnya diikuti oleh perubahan pH air.
4. Timbulnya Endapan, Koloidal, dan Bahan Terlarut.
Endapan dan koloidal serta bahan terlarut
berasal dari adanya bahan buangan yang bebentuk
padat. Bahan buangan yang berbentuk padat kalau
tidak dapat larut sempurna akan mengendap di dasar
sungai dan yang dapat larut sebagaian akan menjadi
koloidal. Endapan sebelum sampai ke dasar sungai
akan melayang di dalam air bersama-sama dengan
koloidal. Endapan dan koloidal yang melayang di
dalam air akan menghalangi masuknya sinar matahari
ke dalam lapisan air. Sedangkan sinar matahari
dibutuhkan mikroorganisme untuk proses
fotosintesis. Karena tidak ada sinar matahari,
mikroorganisme tidak dapat berfotosintesis dan
kehidupannya akan terganggu.
Apabila endapan dan koloidal yang terjadi
berasal dari bahan buangan organik, maka
mikroorganisme dengan bantuan oksigen yang
terlarut dalam air akan melakukan degradasi bahan
organik tersebut sehingga menjadi bahan yang lebih
sederhana. Dalam hal ini kandungan oksigen yang
terlarut di dalam air akan berkurang sehingga
organisme lain yang memerlukan oksigen akan
20
terganggu pula. Jika bahan buangan berupa bahan
anorganik yang dapat larut maka air akan mendapat
tambahan ion-ion logam yang berasal dari bahan
anorganik tersebut banyak bahan anorganik yang
memberikan ion-ion logam berat yang pada umumnya
bersifat racun, seperti Cd,Cr,Pb.
5. Mikroorganisme
Mikroorganisme sangat berperan dalam proses
degradasi bahan buangan dari kegiatan industri
atau lainnya yang dibuang ke air lingkungan, baik
sungai, danau maupun laut. Kalau bahan buangan
yang harus didegradasi cukup banyak, berarti
mikroorganisme akan ikut berkembang biak. Pada
perkembang biakan mikroorganisme ini tidak menutup
kemungkinan bahwa mikroba pathogen ikut berkembang
pula. Mikroba pathogen adalah penyebab timbulnya
berbagai penyakit.
2.2.1 Akibat Terjadinya Pencemaran Air
Pengaruh pencemaran air dapat berdampak sangat
luas, misalnya dapat meracuni air minum, meracuni
makanan hewan, menjadi penyebab ketidakseimbangan
ekosistem sungai dan danau atau waduk, pengrusakan
hutan akibat hujan asam,dsb. Manahan ( 2005 ) dalam
Asus Maizar (2011) menyebutkan bahwa pengaruh
pencemaran perairan terhadap parameter fisika, kimia,
dan biologis perairan adalah :
1. Parameter Fisika
21
- Mengganggu transmisi sinar matahari ke dalam
sungai
- Pengaruh psikologi dan estetika
- Membutuhkan proses pengolahan untuk
menghilangkannya
2. Parameter Kimia
- Mengurangi kandungan oksigen dalam air dan
dapat menyebabkan kondisi septik
- Bersifat racun/karsinogen pada manusia dan
hewan
- Menyebabkan terjadinya proses eutrofikasi
- Menurunkan kandungan oksigen dan menyebabkan
bau
- Merusak estetika lingkungan
3. Parameter Biologis
- Menimbulkan bau dan merusak estetika
- Dapat menimbulkan penyakit
2.3Analisis Kualitas Air
Kualitas air didefinisikan sebagai kadar parameter
air yang dianalisis secara teliti sehingga menunjukkan
mutu dan karakteristik air. Mutu dan karakteristik air
ditentukan oleh jenis dan sifat-sifat bahan yang
terkandung didalamnya. Bahan-bahan tersebut, baik
padat, cair, maupun gas, terlarut maupun tidak
terlarut, secara alamiah mungkin sudah terdapat di
dalam air dan diperoleh selama air mengalami siklus
hidrologi. Dengan demikian mutu dan karakteristik air
22
ditentukan oleh kondisi lingkungan dimana air itu
berada. Aktivitas manusia dalam memanfaatkan sumber
daya alam dan lingkungan sering menimbulkan bahan sisa
atau buangan yang mempunyai kecenderungan pada
peningkatan jumlah dan kandungan bahan-bahan di dalam
air. Bahan – bahan ini apabila tidak ditangani secara
baik dapat menimbulkan permasalahan pencemaran, lebih-
lebih apabila lingkungan tidak mempunyai daya dukung
yang cukup untuk menetralisir dan mengurangi beban
pencemar.
2.3.1 Parameter Fisika Pada Status Trofik
Salah satu derajat kekotoran air dipengaruhi oleh
sifat fisik air, yang dapat dilihat dengan mata dan
dirasakan secara langsung. Dalam standar persyaratan
status trofik perairan terdapat parameter fisika
berupa cahaya atau kecerahan yang dijelaskan berikut
ini :
1. Cahaya / Kecerahan
Kecerahan air tergantung pada warna dan
kekeruhan. Kecerahan merupakan ukuran transparansi
perairan yang ditentukan secara visual dengan
menggunakan secchi disk. secchi disk dikembangkan oleh
Profesor Secchi pada sekitar abad 19, yang berusaha
menghitung tingkat kekeruhan air secara
kuantitatif. Tingkat kekeruhan air tersebut
dinyatakan dengan suatu nilai yang dikenal dengan
23
kecerahan secchi disk. Nilai kecerahan dinyatakan
dalam satuan meter. Nilai ini sangat dipengaruhi
oleh keadaan cuaca, waktu pengukuran, kekeruhan
dan padatan tersuspensi serta ketelitian orang
yang melakukan pengukuran. Pengukuran kecerahan
sebaiknya dilakukan pada saat cuaca cerah.
kekeruhan menggambarkan sifat optik air yang
ditentukan oleh banyaknya cahaya yang diserap dan
dipancarkan oleh bahan yang terdapat di dalam air.
Kekeruhan disebabkan oleh adanya bahan organik dan
anorganik yang terlarut ( misalnya lumpur dan
pasir halus ) maupun bahan anorganik dan organik
yang berupa plankton dan mikroorganisme.
Cahaya merupakan sumber energi utama dalam
ekosistem perairan. Di perairan, cahaya memiliki
dua fungsi utama yaitu :
a. Memanasi air sehingga terjadi perubahan suhu
dan berat jenis (densitas) dan selanjutnya
menyebabkan terjadinya percampuran massa dan
kimia air. Perubahan suhu juga mempengaruhi
tingkat kesesuaian perairan sebagai habitat
bagi suatu organism akuatik, karena setiap
organisme akuatik memiliki kisaran suhu minimum
dan maksimum bagi kehidupannya.
b. Merupakan sumber energi bagi proses
fotosintesis algae dan tumbuhan air.
24
Cahaya sangat mempengaruhi tingkah laku
organisme akuatik. Algae planktonik menunjukkan
respon yang berbeda terhadap perubahan intensitas
cahaya. Perubahan intensitas cahaya menyebabkan
ceratium hirudinella (Dinoflagellata) melakukan
pergerakan vertikal pada kolom air dan blue green
algae (Cyanopyta) mengatur volume vakuola gas
untuk melakukan pergerakan secara vertikal pada
kolom air, sedangkan zooplankton melakukan migrasi
vertical harian. (Jeffries dan Mills, 1996 dalam
Effendi, 2003 ).
Pigmen klorofil menyerap cahaya biru dan
merah, karoten menyerap cahaya biru dan hijau,
fikoeritrin menyerap warna hijau, dan fikosianin
menyerap cahaya kuning. ( Cole, 1988 dan Moss,
1993 dalam Effendi, 2003 ).
2.3.2 Parameter Kimia Pada Status Trofik
Kandungan bahan kimia yang terdapat di dalam air
menentukan tingkat bahaya keracunan yang ditimbulkan.
Semakin besar jumlah zat kimia yang terkandung maka
semakin terbatas pula penggunaan air tersebut, serta
parameter kimia ini dapat menentukan tingkat status
trofik dari perairan, bahan kimia yang mempangaruhi
status trofik tersebut diantaranya adalah sebagai
berikut :
A. Nitrogen
25
Nitrogen dan senyawanya tersebar secara luas dalam
biosfer. Lapisan atmosfer bumi mengandung sekitar 78 %
gas nitrogen. Bebatuan juga mengandung nitrogen. Pada
tumbuhan dan hewan, senyawa nitrogen ditemukan sebagai
penyusun protein dan klorofil.
Sumber utama nitrogen antropogenik di perairan
berasal dari wilayah pertanian yang menggunakan pupuk
secara intensif maupun dari kegiatan domestik.
1. Amonia
Amonia (NH3) dan garam-garamnya bersifat mudah
larut dalam air. Ion amonium adalah bentuk
transisi dari amonia. Amonia banyak digunakan
dalam proses produksi urea, industry bahan kimia
(asam nitrat, amonium, fosfat, amonium nitrat, dan
amonium sulfat ), serta industri bubur kertas dan
kertas (pulp dan paper ). Sumber amonia di perairan
adalah pemecahan nitrogen organik (protein dan
urea) dan nitrogen anorganik yang terdapat di
dalam tanah dan air, yang berasal dari dekomposisi
bahan organik (tumbuhan dan biota akuatik yang
telah mati) oleh mikroba dan jamur. proses ini
dikenal dengan istilah amonifikasi. Reduksi nitrat
(denitrifikasi) oleh aktivitas mikroba pada
kondisi anaerob, yang merupakan proses yang biasa
terjadi pada pengolahan limbah, juga menghasilkan
gas amonia dan gas-gas lainnya, misalnya N2O,
26
NO2,NO, dan N2 ( Novotny dan Olem, 1994 dalam
Effendi 2003).
Tinja dari biota akuatik yang merupakan limbah
aktivitas metabolisme juga banyak mengeluarkan
amonia. Sumber amonia yang lain adalah reduksi gas
nitrogen yang berasal dari proses difusi udara
atmosfer, limbah industri, dan domestik. Amonia
yang terdapat dalam mineral masuk ke badan air
melalui erosi tanah. Di perairan alami, pada suhu
dan tekanan normal amonia berada dalam bentuk gas
dan membentuk kesetimbangan dengan gas amonium.
Selain terdapat dalam bentuk gas, amonia membentuk
kompleks dengan beberapa ion logam. Amonia juga
dapat terserap ke dalam bahan-bahan tersuspensi
dan koloid sehingga mengendap di dasar perairan.
Amonia di perairan dapat menghilang melalui proses
volatilisasi karena tekanan parsial amonia dalam
larutan meningkat dengan semakin meningkatnya pH.
Hilangnya amonia ke atmosfir juga dapat meningkat
dengan meningkatnya kecepatan angin dan suhu.
Amonia yang terukur di perairan berupa amonia
total (NH3 dan NH4+).
Amonia bebas tidak dapat terionisasi, sedangkan
amonium (NH4+) dapat terionisasi. hubungan antara
kadar amonia total dan amonia bebas pada berbagai
pH dan suhu ditunjukkan dalam tabel 2.1 sebagai
berikut :
27
Tabel 2.1 Persentase (%) Amonia Bebas (NH3)
terhadap Amonia Total
pH Suhu (0C)26 28 30 32
7,0 0,6 0,7 0,81 0,957,2 0,95 1,10 1,27 1,507,4 1,50 1,73 2,00 2,367,6 2,35 2,72 3,13 3,697,8 3,68 4,24 4,88 5,728,0 5,71 6,55 7,52 8,778,2 8,75 10,00 11,41 13,228,4 13,20 14,98 16,96 19,468,6 19,42 21,83 24,45 27,68pH Suhu (0C)
26 28 30 328,8 27,64 30,68 33,90 37,769,0 37,71 41,23 44,84 49,029,2 48,96 52,65 56,30 60,389,4 60,33 63,79 67,12 70,729,6 70,67 73,63 76,39 79,299,8 79,25 81,57 83,68 85,8510,
0
85,82 87,52 89,05 90,58
10,
2
90,56 91,75 92,80 93,84
Sumber : Boyd, 1988 dalam Effendi, 2003
Kadar amonia pada perairan alami biasanya
kurang dari 0,1 mg/liter (McNeely et al.,1979
Tabel 2.1 Lanjutan
28
dalam Effendi, 2003 ). Kadar amonia bebas yang
tidak terionisasi (NH3) pada perairan tawar
sebaliknya tidak lebih dari 0,02 mg/liter. Jika
kadar amonia bebas lebih dari 0,02 mg/liter,
perairan bersifat toksik bagi beberapa jenis ikan
(Sawyer dan McCarty, 1978 dalam
Effendi,2003).Kadar amonia yang tinggi dapat
merupakan indikasi adanya pencemaran bahan organik
yang berasal dari limbah domestik, industri, dan
limpasan (run-off) pupuk pertanian. kadar amonia
yang tinggi juga dapat ditemukan pada dasar danau
atau waduk yang mengalami kondisi tanpa oksigen
(anoxic).
2. Nitrat
Nitrat (NO3) adalah bentuk utama nitrogen di
perairan alami dan merupakan nutrient utama bagi
pertumbuhan tanaman dan algae. Nitrat nitrogen
sangat mudah larut dalam air dan bersifat stabil.
senyawa ini dihasilkan dari proses oksidasi
sempurna senyawa nitrogen di perairan. Nitrifikasi
yang merupakan proses oksidasi amonia menjadi
nitrit dan nitrat adalah proses yang penting dalam
siklus nitrogen dan berlangsung pada kondisi
aerob. Oksidasi amonia menjadi nitrit dilakukan
oleh bakteri Nitrosomonas, sedangkan oksidasi
nitrit menjadi nitrat dilakukan oleh bakteri
Nitrobacter.
29
Nitrat dan amonium adalah sumber utama nitrogen
di perairan. Namun amonium lebih disukai oleh
tumbuhan. Kadar nitrat di perairan yang tidak
tercemar biasanya lebih tinggi daripada kadar
amonium. Kadar nitrat-nitrogen pada perairan alami
hampir tidak pernah lebih dari 0,1 mg/liter. Kadar
nitrat lebih dari 5 mg/liter menggambarkan
terjadinya pencemaran antropogenik yang berasal
dari aktivitas manusia dan tinja hewan. Kadar
nitrat-nitrogen yang lebih dari 0,2 mg/liter dapat
mengakibatkan terjadinya eutrofikasi (pengayaan)
perairan, yang selanjutnya menstimulir pertumbuhan
algae dan tumbuhan air secara pesat (blooming).
Kadar nitrat dalam air tanah dapat mencapai 100
mg/liter. Air hujan memiliki kadar nitrat sekitar
0,2 mg/liter. Pada perairan yang menerima limpasan
air dari daerah pertanian yang banyak mengandung
pupuk, kadar nitrat dapat mencapai 1000 mg/liter.
Kadar nitrat untuk keperluan air minum sebaiknya
tidak melebihi 10 mg/liter (Davis dan Cornwell,
1991 dalam Effendi, 2003).
Nitrat dapat digunakan untuk mengelompokkan
tingkat kesuburan perairan. Perairan oligotrofik
memiliki kadar nitrat antara 0 – 1 mg/liter,
perairan mesotrofik memiliki kadar nitrat antara 1
-5 mg/liter, dan perairan eutrofik memiliki kadar
nitrat yang berkisar antara 5 – 50 mg/liter
30
(Volenweider, 1969 dalam Wetzel, 1975 dalam
Effendi, 2003).
B. Fosfor
Di perairan, unsur fosfor tidak ditemukan dalam
bentuk bebas sebagai elemen, melainkan dalam bentuk
senyawa anorganik yang terlarut (ortofosfat dan
polifosfat ) dan senyawa organik yang berupa
partikulat. Senyawa fosfor anorganik yang biasa
terdapat di perairan ditunjukkan dalam tabel 2.2.
Fosfor membentuk kompleks dengan ion besi dan kalsium
pada kondisi aerob, bersifat tidak larut, dan mengendap
pada sedimen sehingga tidak dapat dimanfaatkan oleh
algae akuatik (Jeffries dan Mills, 1996 dalam Effendi,
2003).
Tabel 2.2 Senyawa Fosfor Anorganik yang Biasa
Terdapat di Perairan
Nama Senyawa Fosfor Rumus KimiaOrtofosfat :
1. Trinatrium fosfat Na3PO4
Tabel 2.2 LanjutanNama Senyawa Fosfor Rumus Kimia
2. Dinatrium fosfat
3. Mononatrium
fosfat
4. Diamonium fosfat
Polifosfat :
Na2HPO4
NaH2PO4
(NH3)2HPO4
Na3(PO3)6
31
1. Natrium
heksametafosfat
2. Natrium
tripolifosfat
3. Tetranatrium
pirofosfat
Na5P3O10
Na4P2O7
Sumber : Sawyer dan McCarty, 1978 dalam Effendi,2003
Fosfat merupakan bentuk fosfor yang dapat
dimanfaatkan oleh tumbuhan (Dugan, 1972 dalam
Effendi,2003). Karakteristik fosfor sangat berbeda
dengan unsur-unsur utama lain yang merupakan penyusun
biosfer karena unsur ini tidak terdapat di atmosfer.
Pada kerak bumi keberadaan fosfor relatif sedikit dan
mudah mengendap. Fosfor juga merupakan unsur esensial
bagi tumbuhan tingkat tinggi dan algae, sehingga unsur
ini menjadi faktor pembatas nagi tumbuhan dan algae
akuatik serta sangat mempengaruhi tingkat produktivitas
perairan. Jones dan Bachmann(1976) dalam Davis dan
Cornwell (1991) dalam Effendi,2003 mengemukakan
korelasi positif antara kadar fosfor total dengan
klorofil a. Hubungan antara kadar fosfor total dan
klorofil a tersebut ditunjukkan dalam persamaan (2-2)
sebagai berikut :
Log (Klorofil a) = - 1,09 + 1,46 Log Pt ………………………………………
(2-2)
dengan : Klorofil a = Konsentrasi klorofil a (mg/m3).
Pt = Fosfor total (mg/m3).
32
Ortofosfat yang merupakan produk ionisasi dari
asam ortofosfat adalah bentuk fosfor yang paling
sederhana di perairan (Boyd, 1988). Ortofosfat
merupakan bentuk fosfor yang dapat dimanfaatkan secara
langsung oleh tumbuhan akuatik, sedangkan polifosfat
harus mengalami hidrolisis membentuk ortofosfat
terlebih dahulu, sebelum dapat dimanfaatkan sebagai
sumber fosfor. Setelah masuk ke dalam tumbuhan,
misalnya fitoplankton, fosfat anorganik mengalami
perubahan menjadi organofosfat. Fosfat yang berikatan
dengan ferri (Fe2(PO4)3) bersifat tidak larut dan
mengendap di dasar perairan. pada saat terjadi kondisi
anaerob, ion besi valensi tiga (ferri) ini mengalami
reduksi menjadi ion besi valensi dua (ferro) yang
bersifat larut dan melepaskan fosfat ke perairan,
sehingga meningkatkan keberadaan fosfat di perairan
(Brown, 1987 dalam Effendi, 2003).
Fosfor total menggambarkan jumlah total fosfor,
baik berupa partikulat maupun terlarut, anorganik
maupun organik. Fosfor anorganik biasa disebut soluble
reactive phosphorus, misalnya ortofosfat. Fosfor organik
banyak terdapat pada perairan yang banyak mengandung
bahan organik. Oleh karena itu, pada perairan yang
memiliki kadar bahan organik tinggi sebaiknya
ditentukan juga kadar fosfor total, di samping
ortofosfat (Mackereth et al.,1989 dalam Effendi,2003).
33
Di perairan, bentuk unsur fosfor berubah terus –
menerus, akibat proses dekomposisi dan sintesis antara
bentuk organik dan bentuk anorganik yang dilakukan oleh
mikroba. Keberadaan fosfor di perairan alami biasanya
relatif kecil, dengan kadar yang lebih sedikit daripada
kadar nitrogen; karena sumber fosfor lebih sedikit
dibandingkan dengan sumber nitrogen di perairan. Sumber
alami fosfor di perairan adalah pelapukan batuan
mineral, misalnya fluorapatite [Fe(PO4)3F], hydroxylapatite
[Ca5(PO4)3OH], strengite [Fe(PO4)2H2O], whitlockite
[Ca3(PO4)2], dan berlinite (AlPO4). Selain itu, fosfor juga
berasal dari dekomposisi bahan organik. Sumber
antropogenik fosfor adalah limbah industri dan
domestik, yakni fosfor yang berasal dari detergen.
Limpasan dari daerah pertanian yang menggunakan pupuk
juga memberikan konstribusi yang cukup besar bagi
keberadaan fosfor. Zat-zat organik terutama protein
mengandung gugus Fosfor yang terdapat dalam sel makhluk
hidup dan berperan penting dalam penyediaan energi.
Dalam suatu ekosistem, Fosfor akan membentuk suatu
rangkaian interaksi yang kompleks seperti terlihat pada
Gambar 1. Dalam perairan Danau, keberadaan Fosfor dalam
badan air ditentukan oleh 3(tiga) faktor yaitu : (1)
faktor eksternal yaitu yang berasal dari luar dimana
masuknya Fosfor melalui aliran air (water inflow), (2)
faktor internal yaitu yang berasal dari sedimen, (3)
34
faktor siklus nutrien yaitu Fosfor dilepas oleh biota
danau (Sigee, 2004 dalam http://repository.usu.ac.id ).
Gambar 2.1 Siklus Fosfor dalam Perairan Danau atauWaduk Sumber : http://repository.usu.ac.id/bitstream/
Kadar fosfor yang diperkenankan bagi kepentingan
air minum adalah 0,2 mg/liter dalam bentuk fosfat
(PO4). Kadar fosfor pada perairan alami berkisar antara
0,005 – 0,02 mg/liter P-PO4, sedangkan pada air tanah
biasanya sekitar 0,02 mg/liter P-PO4
(UNESCO/WHO/UNEP,1992 dalam Effendi, 2003). Kadar
fosfor dalam ortofosfat (P-PO4) jarang melebihi 0,1
mg/liter, meskipun pada perairan eutrof. Kadar fosfor
total pada perairan alami jarang melebihi 1 mg/liter
(Boyd, 1988 dalam Effendi,2003).
Keberadaan fosfor secara berlebihan yang disertai
dengan keberadaan nitrogen dapat menstimulir ledakan
pertumbuhan algae di perairan (algae bloom). Algae yang
35
berlimpah ini dapat membentuk lapisan pada permukaan
air, yang selanjutnya dapat menghambat penetrasi
oksigen dan cahaya matahari sehingga kurang
menguntungkan bagi ekosistem perairan. Pada saat
perairan cukup mengandung fosfor, algae mengakumulasi
fosfor di dalam sel melebihi kebutuhannya. Fenomena
yang demikian dikenal dengan istilah konsumsi lebih
(luxury consumption). Kelebihan fosfor yang diserap akan
dimanfaatkan pada saat perairan mengalami defisiensi
fosfor, sehingga algae masih dapat tumbuh selama
beberapa waktu selama periode kekurangan pasokan
fosfor. Selama defisiensi fosfor algae juga dapat
memanfaatkan fosfor organik dengan bantuan enzim
alkalin fosfat yang berfungsi memecah senyawa
organofosfor. Keberadaan enzim alkalin fosfat akan
meningkat jika terjadi defisiensi fosfor di perairan
(Boney,1989 dalam Effendi,2003).
Berdasarkan kadar ortofosfat, perairan
diklasifikasikan menjadi tiga, (Vollenweider dalam
Wetzel,1975 dalam Effendi,2003), yaitu:
1. perairan oligotrofik yang memiliki kadar ortofosfat
0,003 – 0,01 mg/liter
2. perairan mesotrofik yang memiliki kadar ortofosfat
0,011 – 0,03 mg/liter
3. perairan eutrofik yang memiliki kadar ortofosfat
0,031 – 0,1 mg/liter
36
Sedangkan berdasarkan kadar fosfor total, perairan
diklasifikasikan menjadi tiga, (Yoshimura dalam Liaw,
1969 dalam Effendi, 2003), yaitu :
1. Perairan dengan tingkat kesuburan rendah, memiliki
kadar fosfat total berkisar antara 0 – 0,02
mg/liter.
2. Perairan dengan tingkat kesuburan sedang, memiliki
kadar fosfat total berkisar antara 0,02 – 0,05
mg/liter.
3. Perairan dengan tingkat kesuburan tinggi, memiliki
kadar fosfat total 0,051 – 0,1 mg/liter.
2.3.3 Parameter Klorofil Pada Status Trofik
a. Klorofil
Klorofil (dari bahasa Inggris, chlorophyll) atau zat
hijau daun (terjemah langsung dari bahasa Belanda,
bladgroen) adalah pigmen yang dimiliki oleh berbagai
organisme dan menjadi salah satu molekul berperan
utama dalam fotosintesis. Klorofil memberi warna hijau
pada daun tumbuhan hijau dan alga hijau, tetapi juga
dimiliki oleh berbagai alga lain, dan beberapa
kelompok bakteri fotosintetik. Molekul klorofil
menyerap cahaya merah, biru, dan ungu, serta
memantulkan cahaya hijau dan sedikit kuning,
sehingga mata manusia menerima warna ini. Pada
tumbuhan darat dan alga hijau, klorofil dihasilkan dan
terisolasi pada plastida yang disebut kloroplas.
37
Klorofil memiliki beberapa bentuk. Klorofil-a terdapat
pada semua organisme autotrof. Klorofil-b dimiliki alga
hijau dan tumbuhan darat. Klorofil-c dimiliki alga
pirang, alga keemasan, serta diatom
(Bacillariophyta). Klorofil-d dimiliki oleh alga merah
(Rhodophyta). Selain berbeda rumus kimia, jenis-
jenis klorofil ini juga berbeda pada panjang gelombang
cahaya yang diserapnya.
Meskipun bervariasi, semua klorofil memiliki
struktur kimia yang bermiripan, yaitu terdiri dari
porfirin tertutup (siklik), suatu tetrapirol, dengan
ion magnesium di pusatnya dan "ekor" terpena. Kedua
gugus ini adalah kromofor ("pembawa warna") dan
berkemampuan mengeksitasi elektron apabila terkena
cahaya pada panjang gelombang tertentu.
Klorofil-a adalah salah satu parameter indikator
tingkat kesuburan dari suatu perairan. Tinggi
rendahnya klorofil-a di perairan sangat dipengaruhi
oleh faktor hidrologi perairan (suhu, salinitas,
nitrat dan fosfat). Kandungan klorofil-a di suatu
perairan dapat digunakan sebagai ukuran standing stock
fitoplankton yang dapat dijadikan petunjuk
produktivitas primer suatu perairan. Semakin tinggi
kandungan klorofil-a fitoplankton dalam suatu perairan,
berarti semakin tinggi pula produktivitas perairan
tersebut, sehingga daya dukung terhadap komunitas
penghuninya semakin tinggi. Sebaran dan tinggi
38
rendahnya kandungan klorofil-a sangat terkait dengan
kondisi hidrologis perairan. Beberapa parameter
fisika-kimia yang mengontrol dan mempengaruhi
sebaran klorofil-a adalah intensitas cahaya, suhu, dan
nutrien terutama nitrat dan fosfat.
2.4 Penggolongan Air Sesuai Peruntukannya
Klasifikasi mutu air berdasarkan PP RI No. 82
Tahun 2001 pasal 8 ayat 1 ditetapkan menjadi 4
(empat) kelas, yaitu :
1. Air Kelas Satu.
Yaitu air yang peruntukannya dapat digunakan untuk
air baku air minum, dan atau peruntukan lain yang
mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan
tersebut.
2. Air Kelas Dua.
Yaitu air yang peruntukannya dapat digunakan untuk
prasarana/sarana rekreasi air, pembudidayaan ikan
air tawar, peternakan, air untuk mengairi
pertanaman, dan atau peruntukan lain yang
mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan
tersebut.
3. Air Kelas Tiga.
Yaitu air yang peruntukannya dapat digunakan untuk
pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air
untuk mengairi pertanaman, dan atau peruntukan
39
lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama
dengan kegunaan tersebut.
4. Air Kelas Empat.
Yaitu air yang peruntukannya dapat digunakan untuk
mengairi pertanaman dan atau peruntukan lain yang
mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan
tersebut.
2.5 Metode Status Trofik Perairan Waduk/Danau
Eutrofikasi merupakan problem lingkungan perairan
yang diakibatkan oleh limbah fosfat (PO3-). Deinisi
dasarnya adalah pencemaran air yang disebabkan oleh
munculnya nutrien yang berlebihan ke dalam ekosistem
perairan. Air dikatakan eutrofik jika konsentrasi total
phosphorus (TP) dalam air berada dalam rentang 35- 100
μg/l. Sejatinya, eutrofikasi merupakan suatu proses
alamiah, waduk mengalami penuaan secara bertahap dan
menjadi lebih produktif bagi tumbuhnya biomassa.
Diperlukan proses ribuan tahun untuk sampai pada
kondisi eutrofik. Proses alamiah ini, oleh manusia
dengan segala aktivitas modernnya, secara tidak
disadari dipercepat menjadi dalam hitungan beberapa
dekade atau bahkan beberapa tahun saja. Maka tidaklah
mengherankan jika eutrofikasi menjadi masalah di
sebagian besar waduk atau danau di muka bumi,
sebagaimana dikenal lewat fenomena algae bloom.
Definisi lain mengenai Eutrofikasi merupakan
pengkayaan (enrichment) air dengan nutrient/unsur hara
40
berupa bahan anorganik yang dibutuhkan oleh tumbuhan
dan mengakibatkan terjadinya peningkatan produktivitas
primer perairan. Nutrien yang dimaksud adalah nitrogen
dan fosfor. Eutrofikasi diklasifikasikan menjadi dua,
yaitu artificial atau cultural eutrophication dan natural
eutrophication. Eutrofikasi diklasifikasikan sebagai
artificial (cultural) eutrophication apabila peningkatan
unsur hara di perairan disebabkan oleh aktivitas
manusia; dan diklasifikasikan sebagai natural eutrophication
jika peningkatan unsur hara di perairan bukan
disebabkan oleh aktivitas manusia, aktivitas alam.
( Effendi,2003)
Kondisi kualitas air danau dan/atau waduk
diklasifikasikan berdasarkan eutrofikasi yang
disebabkan adanya peningkatan kadar unsur hara dalam
air. Faktor pembatas sebagai penentu eutrofikasi adalah
unsur Fosfor (P) dan Nitrogen (N). Sedangkan beberapa
elemen (misalnya silikon, mangan, dan vitamin)
merupakan faktor pembatas bagi pertumbuhan algae. Akan
tetapi, elemen-elemen tersebut tidak dapat menyebabkan
terjadinya eutrofikasi meskipun memasuki badan air
dalam jumlah yang cukup banyak. Eutrofikasi
diklasifikasikan menjadi empat kategori status trofik
(PerMNLH Nomor 28 tahun 2009), yaitu:
a. Oligotrof; adalah status trofik air danau dan/atau
waduk yang mengandung unsur hara dengan kadar
rendah, status ini menunjukkan kualitas air masih
41
bersifat alamiah belum tercemar dari sumber unsur
hara N dan P.
b. Mesotrof; adalah status trofik air danau dan/atau
waduk yang mengandung unsur hara dengan kadar
sedang, status ini menunjukkan adanya peningkatan
kadar N dan P, namun masih dalam batas toleransi
karena belum menunjukkan adanya indikasi pencemaran
air.
c. Eutrofik; adalah status trofik air danau dan/atau
waduk yang mengandung unsur hara dengan kadar
tinggi, status ini menunjukkan air telah tercemar
oleh peningkatan kadar N dan P.
d. Hipereutrofik; adalah status trofik air danau dan/atau
waduk yang mengandung unsur hara dengan kadar sangat
tinggi, status ini menunjukkan air telah tercemar
berat oleh peningkatan kadar N dan P.
Pada umumnya rata-rata tumbuhan air mengandung
nitrogen dan fosfor masing-masing 0,7% dan 0,09% dari
berat basah. Fosfor membatasi proses eutrofikasi jika
kadar nitrogen lebih dari delapan kali kadar fosfor,
nitogen membatasi proses eutrofikasi jika kadarnya
kurang dari delapan kali kadar fosfor (UNEP-IETC/
ILEC : 2001). Klorofil-a adalah pigmen tumbuhan hijau yang
diperlukan untuk fotosintesis. Parameter klorofil-a
mengindikasikan kadar biomassa algae, dengan perkiraan
rata-rata beratnya adalah 1% dari biomassa.
42
Berikutnya mengenai kriteria status trofik danau
menurut PerMNLH Nomor 28 tahun 2009 terdapat pada tabel
berikut ini :
Tabel 2.3 Kriteria Status Trofik Danau/Waduk
Status
Trofik
Kadar
Rata-rata
Total –N
(µg/l)
Kadar Rata-
rata Total
– P
(µg/l)
Kadar Rata-
rata
Khlorofil a
(µg/l)
Kecerah
an
Rata-
rata
(m)Oligotro
f
≤650 <10 <2.0 ≥10
Mesotrof ≤750 <30 <5.0 ≥4Eutrof ≤1900 <100 <15 ≥2,5Hipereut
rof
>1900 ≥100 ≥200 <2,5
Sumber : KLH 2009, Modifikasi OECD 1982, MAB 1989 ; UNEP –
ILEC, 2001
Sedangkan penjelasan mengenai klasifikasi status trofik
perairan disebutkan dalam penjelasan berikut ini :
(http://denclik.blogspot.com/2009/05/suksesi-danau-dan-
struktur-komunitas.html ).
a. Perairan waduk atau danau Oligotrofik
Oligotrofik, menurut etimologinya berasal
dari bahasa Yunani yaitu “oligo” yang berarti
sedikit atau buruk, dan trofik yang berarti
makanan, jadi perairan oligotrofik merupakan
43
perairan yang memiliki kandungan makanan (nutrien)
sedikit. Secara geologis perairan oligotrofik
termasuk golongan perairan yang masih muda, sebab
perairan yang berada pada tahap awal suksesinya
ini adalah perairan waduk atau danau yang baru
terbentuk baik secara tektonis, glasier, vulkanis
dan lain-lain.
Secara fisik dan biologis, karakteristik perairan
waduk atau danau oligotrofik antara lain :
kondisi perairannya dalam dengan zona hipolimnion
yang lebih besar daripada zona epilimnion. Hal ini
disebabkan karena kondisi perairan pada danau atau
waduk oligotrofik ini yang sangat jernih dengan
kandungan oksigen yang terlarut dalam air tinggi
akibat dari sedikitnya materi organik yang
terlarut. Karena jernihnya perairan danau ini maka
sinar matahari dapat menembus ke dalam air dan
dipantulkan kembali sehingga airnya menjadi
dingin.
Rendahnya kandungan nutrien pada suatu
perairan danau akan dapat mengakibatkan rendahnya
produktivitas danau tersebut, seperti sangat
jarangnya keberhasilan tanaman literal, dan
rendahnya densitas plankton meskipin jumlah jenis
yang ditemukannya besar. Rendahnya kandungan
nutrien seperti nitrogen, fosfor, fosfat dan
kalsium pada danau oligotrofik disebabkan karena
44
masih mudanya danau tersebut sehingga jumlah
nutrien yang terakumulasi dari masukan air sungai
dan lingkungannya masih sangat sedikit, dan
umumnya organisme-organisme yang toleran terhadap
kandungan nutrien yang rendah dan oksigen yang
tinggi.
Organisme akuatik yang paling khas ditemukan
pada danau oligotrofik adalah organisme bentos
dari marga Tanytarsus yang ditemukan dalam jumlah
(kelimpahan) yang sangat besar yaitu berkisar
antara 300 – 1000 individu/m2. Namun menurutnya
bila organisme ini dihitung berat keringnya hanya
didapatkan nilai sebesar 2-4 gram/m2. Melimpahnya
marga Tarnytarsus pada perairan danau atau waduk ini
dapat dikatakan bahwa danau atau waduk ini sebagai
danau Tanytarsus, sebab meskipun pada danau ini
dapat pula ditemukan organisme bentos lainnya
seperti Coregonus sp & Bathohylus sp tetapi hewan ini
hanya ditemukan dalam jumlah yang sangat sedikit
dan bahkan tidak ditemukan organisme bentos dari
jenis Chironomus sp dan Chooborus sp.
b. Perairan waduk atau danau Mesotrofik
Beberapa ahli Limnologi menyatakan bahwa
suatu danau atau waduk oligotrofik sebelum
memasuki tahapan eutrofik. Pada fase ini danau
atau waduk baru mengalami tahap awal pengkayaan
nutrien. Dengan meningkatnya kandungan nutrisi
45
seperti nitrogen, fosfor dan kalsium dalam
perairan tersebut, maka akan terjadi juga
peningkatan aktifitas biologi. Organisme seperti
ganggang, fitoplankton, zooplankton dan sampah
organik makin tertimbun di permukaan air sehingga
kecerahan air semakin menurun dan semakin keruh.
Laju penumpukan bahan organik ini kemudian relatif
semakin cepat.
Semakin keruhnya air danau atau waduk ini
mengakibatkan sinar matahari tidak dapat menembus
ke dalam air seperti sebelumnya, sehingga proses
fotosintesis dalam perairan itu makin lama semakin
terbatas pada permukaan air. Dengan meningkatnya
total kegiatan biologi dalam danau atau waduk maka
jumlah sampah organik meningkat. Pada awalnya
sampah ini mengapung di danau tetapi kemudian
tenggelam ke dasar danau sehingga danau tersebut
akan semakin dangkal oleh pengendapan. Proses
pendangkalan ini biasanya terjadi pada bagian tepi
danau sehingga danau oligotrofik berubah menjadi
danau mesotrofik. Daya pengendapan pada perairan
mesotrofik sangat bervariasi. Ada perairan danau
atau waduk mesotrofik yang sangat lama dari
tingkat satu ke tingkat berikutnya yaitu danau
atau waduk eutrofik tetapi ada juga yang sangat
cepat.
c. Perairan waduk atau danau Eutrofik
46
Perairan danau atau waduk eutrofik merupakan
tipe danau oligotrofik yang telah mengalami proses
pengkayaan bahan organik (nutrien). Eu dalam
bahasa Yunani berarti lebar, luas atau banyak,
sehingga danau eutrofik berarti danau atau waduk
yang kandungan makanannya banyak. Danau eutrofik
(kadar hara tinggi) merupakan danau yang memiliki
perairan yang dangkal, tumbuhan litoral melimpah,
kepadatan plankton lebih tinggi, sering terjadi
blooming alga dengan tingkat penetrasi cahaya
matahari umumnya rendah.. Mikroorganisme di
perairan danau atau waduk eutrofik berdasarkan
sifat trofiknya meliputi :
Alga: Chlorophyta
Alga ini merupakan kelompok alga yang paling
beragam karena ada yang bersel tunggal, berkoloni,
ataupun bersel banyak. Pigmen yang dimilikinya
adalah klorofil yang mengandung karoten. Banyak
terdapat di air tawar, tetapi sebagian ada juga
yang hidup di laut. Chlorophyta bersel tunggal
tidak bergerak Chlorella. Banyak ditemukan sebagai
plankton air tawar. Ukuran tubuhnya mikroskopis,
bentuk bulat, serta berkembangbiak dengan
pembelahan sel. Chlorella sebagai makanan suplemen.
47
Gambar 2.2 Sel Alga : ChloropytaSumber : http://dayuardiyuda.blogspot.com
Terdapat beberapa pengaruh eutrofikasi terhadap
perairan ditunjukkan pada tabel 2.4 sebagai berikut :
Tabel 2.4 Pengaruh dan Permasalahan yang ditimbulkan
oleh Eutrofikasi pada Perairan
Pengaruh1. Keanekaragaman dan dominasi organisme akuatik
berubah.
2. Biomassa tumbuhan dan hewan akuatik meningkat.
3. Kekeruhan meningkat.
4. Kecepatan sedimentasi meningkat.
5. Terbentuk kondisi anoksik.Permasalahan
1. Pengolahan air untuk kepentingan domestik
mengalami kesulitan.
2. Air mungkin kurang baik bagi kesehatan.
3. Keindahan air berkurang, terutama perairan yang
diperuntukkan bagi kepentingan rekreasi.
4. Peningkatan kepadatan vegetasi akuatik menghambat
aliran air dan kegiatan navigasi.
5. Ikan-ikan ekonomis penting menghilang.Sumber : Marson, 1993 dalam Effendi,2003.
2.6 Prinsip Pengelolaan Pengambilan Sampel
48
2.6.1 Persiapan Peralatan Pengambilan Sampel
Secara umum, peralatan pengambilan sampel
lingkungan harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :
1. Terbuat dari bahan yang tidak mempengaruhi sifat
sampel sehingga bahan tersebut tidak menyerap zat-
zat kimia dari sampel, tidak melarutkan zat-zat
kimia ke dalam sampel, dan tidak bereaksi dengan
sampel.
2. Mudah dicuci.
3. Kapasitas atau volumenya sesuai dengan tujuan
pengambilan sampel.
4. Tidak mudah pecah atau bocor.
5. Mudah dan aman dibawa.
Untuk menghindari kontaminasi, peralatan tersebut
harus dicuci di laboratorium sebelum sampel diambil.
Apabila peralatan itu digunakan lebih dari sekali di
lokasi berbeda, pencucian di lapangan dilakukan pada
jeda pengambilan untuk menghindari kontaminasi silang.
Jika pengambilan sampel telah selesai, peralatan
tersebut harus dicuci dan diberi label bertuliskan
“Peralatan telah dicuci, siap digunakan” atau kalimat
lain yang serupa. Label juga harus dilengkapi dengan
tanggal dan tanda tangan personel yang mencuci.
Pencucian tersebut sedapat ,ungkin dilakukan segera
setelah peralatan itu digunakan. Hal itu untuk
menghindari korosi atau kontaminan yang melekat secara
permanen sehingga sulit untuk dibersihkan.
49
Untuk media cair, peralatan pengambilan dan wadah
sampel harus dibilas dengan media tersebut sesaat
sebelum sampel sesungguhnya diambil. Akan tetapi, hal
itu tidak berlaku untuk sampel yang mengandung senyawa
organik mudah menguap, minyak dan lemak,
mikroorganisme, arau parameter yang harus diambil
secara sesaat (grab). Berikut ini adalah tahapan
pencucian tersebut, baik yang dilakukan di laboratorium
maupun di lapangan (Csuros, 1994 dalam Anwar hadi,
2005).
2.6.1.1 Pencucian di laboratorium
1) Cuci dengan air keran hangat yang mengandung sabun
dan gosok dengan sikat.
2) Bilas secara merata dengan air keran hangat.
3) Bilas dengan 10-15 % asam nitrat (HNO3). Jika
peralatan digunakan untuk parameter nutrien, bilas
ulang dengan 10-15 % asam klorida (HCl). Dalam hal
ini, agar lebih praktis, pencucian dapat dilakukan
dengan HCl saja. tetapi, asam tidak boleh
digunakan untuk mencuci peralatan dari stainless
steel atau logam lainnya karena dapat menimbulkan
korosi.
4) Bilas secara merata dengan air bebas ion (deionized
water).
5) Bilas secara merata dengan pesticide grade isopropanol.
6) Bilas secara merata dengan air bebas analit
(analyte free water).
50
7) Keringkan di udara secara optimal.
8) Bungkus dengan aluminium foil atau tempatkan pada
fasilitas penyimpan sedemikian rupa sehingga
terhindar dari kontaminan.
2.6.1.2 Pencucian di lapangan
1) Gunakan prosedur yang sama seperti pencucian di
laboratorium, namun kali ini tanpa air hangat.
2) Bersihkan partikel yang menempel dengan larutan
sabun yang sesuai, bilas dengan air keran,
kemudian air bebas ion, dan keringkan di udara.
3) Untuk peralatan yang terkontaminasi cukup
berat, gunakan aseton atau aseton-heksan-
aseton.
4) Bila perlu, bilas dengan air bebas analit.
5) Jika peralatan tersebut hanya untuk parameter
anorganik, bilas dengan air bebas ion dan air
sampel yang akan diambil.
2.6.2 Persiapan Peralatan Pendukung
Pengambil sampel juga harus menyiapkan semua
peralatan pendukung, misalnya kotak pendingin (ice box)
yang biasa digunakan untuk mengangkut wadah sampel.
Berdasarkan pengalaman, pendinginan sampel secara
sederhana dapat dilakukan dengan menggunakan pecahan es
batu atau dry ice. Di atas semua itu, hal yang perlu
51
diperhatikan adalah bahwa proses pendinginan jangan
sampai terhenti selama perjalanan.
Dengan demikian, kotak pendingin plastik harus
memadai untuk menyimpan wadah sampel, termasuk pecahan
es, sehingga suhu tetap berkisar 40 C ± 20C ( = 20C –
60C ). Untuk itu, petugas harus dapat menghitung jumlah
total volume sampel, termasuk untuk pengendalian mutu
di lapangan ( duplicate, split, blank), sehingga dapat
ditentukan volume kotak pendingin yang harus di bawa.
Hal lain yang perlu diperhatikan adalah kotak pendingin
harus dirancang khusus sehingga sampel tidak mudah
tumpah selama pengangkutan yang dilakukan secepat-
cepatnya agar sampel itu dapat segera dianalisis.
2.6.3 Persiapan Wadah Sampel
Pengambil sampel harus menetapkan tipe dan volume
wadah beserta cara pencuciannya. Wadah sampel harus
dipilih berdasarkan parameter yang akan dianalisis.
Jika pengambil sampel salah pilih, akan terjadi
kontaminasi terhadap sampel tersebut. Berikut adalah
cara pencucian wadah sampel berdasarkan parameter uji
(Csuros, 1994 dalam Anwar Hadi, 2005) :
1) Nutrien
Jenis wadah : plastik atau gelas.
Sabun : liquinox atau yang ekuivalen.
Prosedur : 1. Cuci wadah dan tutupnya dengan air
keran hangat dan
52
sabun.
2. Bilas secara merata dengan air
keran sampai busanya
habis.
3. Bilas dengan 1 + 1 HCl.
4. Bilas dengan air suling 3-5 kali .
5. Keringkan dan simpan dalam keadaan
tertutup rapat
hingga digunakan.
Selanjutnya, yang perlu diperhatikan untuk
menghindari kontaminasi adalah :
1. Wadah baru atau bekas pemakaian sebelumnya harus
dicuci terlebih dahulu sesuai dengan syarat
pencucian untuk masing-masing parameter.
2. Wadah yang dicuci dengan bahan kimia tertentu tidak
boleh digunakan untuk uji parameter yang sama dengan
bahan tersebut, misalnya wadah yang dicuci dengan
asam kromat tidak boleh digunakan sebagai wadah
untuk analisis krom.
3. Wadah dengan pengawet tertentu tidak boleh digunakan
sebagai wadah untuk analisis parameter yang sama
dengan pengawet tersebut, misalnya wadah untuk
analisis logam berat dengan pengawet asam nitrat
maka wadah tersebut tidak boleh dipakai sebagai
wadah analisis nitrat.
4. Wadah yang digunakan hanya untuk parameter tertentu
tidak boleh dipakai untuk parameter lain yang dapat
53
menyebabkan kontaminasi silang. Oleh sebab itu,
wadah sebaiknya diberi label yang menunjukkan
peruntukan parameter tertentu.
5. Wadah tidak boleh digunakan untuk menyimpan zat
pereaksi atau reagen kimia.
6. Wadah pengujian bakteri harus steril dan dibungkus
dengan aluminium foil. Bila aluminium foil atau top seal-nya
rusak, wadah tersebut tidak boleh digunakan.
2.6.4 Persiapan Pengawetan
Sesaat setelah sampel diambil, penting untuk tetap
memelihara keutuhannya dan memastikannya tidak
terkontaminasi, atau mencegah terjadinya perubahan.
Memelihara keutuhan dan menghindari kontaminasi sampel
dapat dilakukan dengan menambahkan bahan pengawet ke
dalam sampel sesuai dengan parameter uji. Pengawet
tersebut dapat menghambat perubahan parameter uji
secara mikrobiologi, kimia, atau fisika sehingga
keadaannya stabil dalam waktu tertentu.
Meskipun demikian, sampel harus dianalisis
sesegera mungkin agar hasilnya mencerminkan keadaan
sampel pada waktu diambil.
Pengawetan sampel lingkungan, khususnya yang
bersifat cair, tidak dapat dilakukan sekaligus sebab
parameter yang satu memerlukan pengawet yang berbeda
dengan yang lainnya. Oleh sebab itu, pengawetan harus
dilakukan secara khusus sesuai dengan masing-masing
parameter uji.
54
Pengawetan dapat dilakukan secara fisika, kimia,
atau gabungan keduanya. Cara fisika adalah dengan
mendinginkan sampel pada suhu 40 C ± 20 C dan menutup
rapat wadah sampel sehingga tidak ada pengaruh udara
luar. Sementara itu, cara kimia dilakukan dengan
menambahkan bahan kimia tertentu yang dapat menghambat
aktivitas mikroorganisme atau mencegah terjadinya
reaksi kimia. Hal yang perlu diperhatikan disini adalah
bagaimana bahan pengawet yang ditambahkan tidak
mengganggu analisis. Secara umum, berikut hal-hal yang
harus diperhatikan dalam mengawetkan sampel
lingkungan :
1. Sampel lingkungan harus diawetkan di lapangan sesaat
setelah pengambilan.
2. Setelah ditambahi bahan pengawet, sampel lingkungan
harus diaduk secara merata dan harus dicek pH-nya.
Apabila pH belum memenuhi persyaratan, penambahan
pengawet dilakukan hingga tercapai pH yang diminta.
Pengecekan pH dan penambahan pengawet harus
didokumentasikan.
3. Jumlah penambahan bahan pengawet ke dalam sampel
harus sama dengan jumlah penambahan ke dalam sampel
blanko (blank sample) yang digunakan sebagai
pengendalian mutu lapangan.
4. Penambahan asam kuat sebagai pengawet harus
dilakukan di area terbuka. Apabila terjadi reaksi
55
tidak bias, hal itu harus direkam dalam catatan
lapangan.
5. Hindari percikan atau tumpahan asam. Jika mengenai
anggota badan, segera mungkin bilas dengan air,
siram dengan larutan soda kue (NaHCO3 5%), dan
netralkan dengan larutan amonia (NH4OH 5%).
6. Bahan pengawet harus ditambahkan dengan menggunakan
pipet atau botol tetes ke tiap wadah sampel.
7. Pengawet harus merupakan bahan kimia yang mempunyai
kemurnian tinggi (reagent grade atau higher grade
chemical).
8. Semua bahan pengawet harus disimpan di laboratorium
dan dipisahkan menurut karakteristik kimianya. Asam
harus disimpan dalam lemari asam (acid-storage cabinet),
sedangkan pelarut harus disimpan dalam lemari
pelarut (solvent-storage cabinet)
9. Semua bahan pengawet yang dibawa ke lokasi
pengambilan sampel harus disimpan dalam wadah
plastik atau teflon yang bersih. Hindarilah
kebocoran atau tumpahan dan pisahkan semua itu dari
wadah sampel untuk menghindari kontaminasi.
Tabel 2.5 Persyaratan Penanganan Sampel Lingkungan
Parameter WadahVolume
minimum(mL)
Tipe
sampelPengawetan
Batas
penyimpana
nKlorofil P,G 500 g a. Tidak disaring,
gelapkan pada 40 C
± 20 C
28 hari.
56
b. Disaring,
gelapkan
pada -200C. Sumber : Standard Methods edisi ke-20 dan 40 CFR part 136 dalam Anwar Hadi,
2005.
Keterangan : P = Plastik (polietilen atau
sejenisnya).
G = Gelas.
g = Grab (sesaat).
c = Composite (gabungan).
Analisis segera = Analisis biasanya
dilakukan 15 menit setelah
setelah sampel dikumpulk
Saring = Gunakan ukuran 0,45 µm.
Gelapkan = Hindari sinar
matahari/lampu.
2.6.5 Lokasi dan Titik Pengambilan Sampel Air
Danau/Waduk
2.6.5.1 Penentuan Lokasi Pengambilan Sampel.
Homogenitas air danau atau air waduk dipengaruhi
oleh beberapa faktor, anatara lain bentuk danau dan
arah angin. Ketika air sungai masuk ke danau terjadi
pencampuran di daerah tersebut. Cekungan danau yang
terisolasi akan mempunyai kualitas air yang berbeda
dengan bagian lainnya. Sebagai contoh, jika angin
berembus hanya mengarah pada salah satu sudut
danau/waduk, ada kemungkinan terjadi konsentrasi alga
57
pada sudut tersebut yang akan mengakibatkan kualitas
air di tempat tersebut berbeda dengan bagian lainnya.
Pengambilan sampel air danau/waduk diutamakan pada :
a. Daerah masuknya air sungai ke danau/waduk. Hal itu
untuk mengetahui kualitas air danau/waduk setelah
masuknya air sungai ke badan air danau/waduk.
b. Bagian tengah danau/waduk. Tujuannya adalah
mengetahui kualitas air danau/waduk secara umum.
c. Daerah di mana air danau/waduk dimanfaatkan untuk
bahan baku air minum, perikanan, pertanian,
pembangkit listrik tenaga air, dan sebagainya.
Lokasi itu dipilih untuk mengetahui kualitas air
danau/waduk yang akan dimanfaatkan.
d. Daerah keluarnya air danau/waduk. Penentuan lokasi
itu untuk mengetahui kualitas air danau/waduk
secara keseluruhan bila dibandingkan dengan
kualitas air di daerah masuknya air sungai ke
danau/waduk.
Air
Daerah pertanian
Daerah rekreasi
Daerah
Air
Danau
Gambar 2.3 Lokasi Pengambilan Sampel Air Danau/Waduk. Sumber : Anwar Hadi, 2005
58
2.6.5.2 Penentuan Titik Pengambilan Sampel
Apabila kualitas air danau/waduk ditentukan
berdasarkan kedalamannya, perbedaan temperatur pada
satu meter di bawah permukaan dan satu meter di atas
dasar danau/waduk harus diketahui terlebih dahulu. Jika
perbedaan temperaturnya lebih dari 30 C, penentuan
titik pengambilan sampel didasarkan pada stratifikasi
temperatur.
Pada umumnya, danau/waduk dengan kedalaman rata-
rata kurang dari sepuluh meter tidak mempunyai
perbedaan temperatur yang nyata. Sebaliknya,
danau/waduk dengan kedalaman lebih dari sepuluh meter
mempunyai stratifikasi temperatur sebagai berikut (SNI
06-2421-1991) :
a. Epilimnion, yaitu lapisan air danau/waduk yang
berada di bawah permukaan dengan suhu relatif sama.
b. Metalimnion/termoklin, yaitu lapisan air danau/waduk
yang mengalami penurunan suhu cukup besar (lebih
dari 10C/m) yang mengarah ke dasar danau/waduk.
Lapisan tersebut dapat ditentukan dengan cara
mengukur temperatur pada interval kedalaman
tertentu.
c. Hipolimnion, yaitu lapisan bawah air danau/waduk
yang mempunyai temperatur relatif sama dan lebih
dingin daripada lapisan di atasnya. Biasanya lapisan
itu mengandung kadar oksigen yang rendah dan relatif
stabil.
59
Sebagai ilustrasi, Gambar 2.4 di bawah ini
menunjukkan stratifikasi temperatur air danau/waduk
berdasarkan kedalamannya.
Gambar 2.4 Stratifikasi Temperatur AirDanau/Waduk Berdasarkan
Kedalamannya.Sumber : Anwar Hadi, 2005.
Jika stratifikasi temperaturnya telah diketahui,
penentuan titik pengambilannya adalah sebagai
berikut :
a. Pada danau/waduk yang mempunyai kedalaman rerata
kurang dari sepuluh meter, sampel diambil di dua
titik, yaitu 0,2X dan 0,8X kedalaman air.
b. Pada danau/waduk dengan kedalaman 10-30 meter,
sampel diambil di permukaan, di lapisan
metalimnion, dan di dasar danau/waduk.
c. Pada danau/waduk dengan kedalaman 30-100 meter,
sampel diambil di permukaan, di lapisan
metalimnion, di lapisan hipolimnion, dan di dasar
danau/waduk.
Lapisan
Lapisan
Lapisan hipolimnion
0 Suhu ( 0
Kedalaman
60
d. Pada danau/waduk yang kedalamannya > 100 meter,
titik pengambilan sampel dapat ditambah sesuai
tujuannya.
Secara umum, perlu diperhatikan bahwa sampel
diambil minimal 1 meter di bawah permukaan
danau/waduk. Sementara itu, untuk pengambilan sampel
di dasar danau/waduk, jangan sampai endapan atau
sedimen danau/waduk ikut terambil.
Gambar 2.5 Penentuan Titik Pengambilan SampelAir Danau/Waduk dengan Kedalaman <10 m.Sumber : Anwar Hadi, 2005
0,2
0,8
Epilimni
61
Gambar 2.6 Penentuan Titik Pengambilan SampelAir Danau/Waduk dengan Kedalaman 10 - 30 m.Sumber : Anwar Hadi, 2005
Gambar 2.7 Penentuan Titik Pengambilan SampelAir Danau/Waduk dengan Kedalaman 30 - 100 m.
Sumber : Anwar Hadi, 2005.
2.7 Metode Analisa Di Labaroratorium
A. Analisa Kadar Klorofil a
Metode ini mengikuti metode Parsons et al (1984)
yang merupakan modifikasi dari metode yang ditentukan
oleh Richard and Thopsons 1952, Strickland and Parsons
1968, Jeffrey and Humphrey 1975 dalam Hutagalung,dkk
Metalimni
Hipolimni
omn
Epilimn
Metalimni
Hipolimni
62
(1997). Metode ini didasarkan pada penyerapan tiga
panjang gelombang (trichromatic) yang masing-masing
merupakan penyerapan maksimum untuk klorofil a,b,c
dalam pelarut aceton.
Alat dan bahan :
1. Water sampler(Van Dorn) dari PVC untuk mengambil
contoh air.
2. Es box berisi es batu untuk menyimpan sampel air
dari lapangan.
3. Botol atau jerigen dari polietilen yang berwarna
gelap untuk menampung sampel air.
4. Kertas saring dari bahan organik (bukan fiber glass)
berukuran 0,45 µm.
5. Alat saring (filter holder) warna gelap, dilengkapi
pompa vakum (hisap) dengan tekanan 30 cm Hg.
6. Aluminium foil.
7. Tabung reaksi 15 ml.
8. Tissue grinder.
9. Centrifuge.
10. Freezer untuk menyimpan sampel air yang tidak
langsung dianalisis.
11. Larutan magnesium karbonat (10 ml) untuk membilas
dinding gelas penyaring, dimaksudkan membersihkan
klorofil yang menempel pada gelas, juga untuk
mencegah terjadinya pengasaman.
Pembuatan zat pereaksi
63
1. Aceton 90%.
masukkan 900 aceton (pekat/p.a) ke dalam labu ukur.
Tambahkan 100 ml air suling, kocok hati-hati sampai
homogeny. Simpan dalam botol gelap dan tutup rapat,
karena mudah menguap.
2. Magnesium karbonat
Timbang 1 g bubuk magnesium karbonat, masukkan ke
dalam labu ukur 100 ml, encerkan dengan air suling,
tepatkan sampai tanda tera.
Prosedur analisis :
Pasang atau letakkan filter pada alat saring (filter
holder)
Sampel air (0,5 – 2 liter untuk perairan pantai,2-4
liter untuk perairan lepas pantai) disaring.
Bilas dengan 10 ml larutan magnesium karbonat, hisap
kembali sampai filter tampak kering.
Filter diambil dan bungkus dengan aluminium foil
(beri label) dan simpan dalam desikator aluminium
yang berisi silika gel (simpan dalam freezer jika
proses analisis berikutnya tidak dilakukan.
Filter hasil saringan masukkan ke dalam tabung
reaksi 15 ml, tambahkan 10 ml aceton 90 %.
Sampel dalam tabung reaksi digerus sampai halus
dengan tissue grinder.
Sampel di-centrifuge dengan putaran 4000 rpm selama
30 -60 menit.
64
Cairan yang bening masukkan dalam kuvet 1 cm (10
atau 15 cm).
Periksa absorbsinya dengan spektrofotometer pada
panjang gelombang 750,664,647 dan 630.
Perhitungan :
Untuk menghitung kandungan klorofil, absorban dari
panjang gelombang 664,647 dan 630 nm dikurangi absorban
pada panjang gelombang 750 nm. Pada panjang gelombang
664,647 dan 630 nm terdapat penyerapan yang dilakukan
oleh klorofil, sedangkan pada panjang gelombang 750 nm
penyerapan hanya diakibatkan oleh faktor kekeruhan
sampel.
Kandungan klorofil dihitung dengan rumus :
Chl-a (mg/m3) = {(11,48xE664 )−(1,54xE647)– (0,08xE630)}xVeVsxd
E664 = absorban 664 nm – absorban 750 nm
E647 = absorban 647 nm – absorban 750 nm
E630 = absorban 630 nm – absorban 750 nm
Ve = volume ekstrak aceton (ml)
Vs = volume sampel air yang disaring (liter)
d = lebar diameter kuvet (1,10 atau 15 cm)
B. Pengukuran parameter fisika ( Kecerahan)
Alat : Secchi disc
Cara Kerja :
Secchi disc diturunkan ke dalam perairan hingga
batas tidak terlihat dan dicatat tinggi permukaan
air pada tambang secchi disc ( A cm ).
65
Kemudian secchi disc diangkat perlahan hingga
kelihatan dan dicatat kembali tinggi permukaan air
pada tambang secchi disc ( B cm ).
Perhitungan :
A+B2 = ...................................cm.
2.8 Daya Tampung Beban Pencemaran Air Waduk
Daya tampung beban pencemaran air adalah batas
kemampuan sumber daya air untuk menerima masukan beban
pencemaran yang tidak melebihi batas syarat kualitas
air untuk berbagai peruntukannya. Daya tampung danau
dan/atau waduk yaitu kemampuan perairan danau dan/atau
waduk menampung beban pencemaran air sehingga memenuhi
baku mutu air dan status trofik.
Baku mutu air danau dan/atau waduk terdiri dari
parameter fisika, kimia dan mikrobiologi. Sedangkan
persyaratan status trofik danau dan/atau waduk meliputi
parameter kecerahan air, nitrogen, phosphor serta
klorofil. Kadar P-total merupakan faktor penentuan
status trofik.
Metode penentuan daya tampung beban pencemaran air
danau dan/atau waduk terdiri dari rumus umum
perhitungan daya tampung beban pencemaran air dan rumus
perhitungan daya tampung beban pencemaran untuk
budidaya perikanan. Rumus umum perhitungan beban
pencemaran air tersebut digunakan untuk menghitung
beban pencemaran dari berbagai sumber, sedangkan
perhitungan daya tampung untuk budidaya perikanan
66
ditentukan berdasarkan jumlah limbah budidaya dan
status trofik.
2.8.1 Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Daya Tampung
Beban Pencemaran Air Danau dan/atau Waduk
Daya tampung beban pencemaran air danau dan/atau
waduk tergantung kepada karakteristik dan kondisi
lingkungan di sekitarnya, yaitu :
a. Morfologi dan Hidrologi Danau dan/atau Waduk
Morfologi danau dan/atau waduk terdiri dari
parameter karakteristik fisik, yaitu :
1. Luas perairan danau dan/atau waduk.
2. Volume air danau dan/atau waduk.
3. Kedalaman rata-rata danau dan/atau waduk.
Sedangkan hidrologi danau dan/atau waduk terdiri
dari parameter karakteristik aliran air, yaitu :
1. Debit air keluar danau dan/atau waduk.
2. Laju penggantian air danau dan/atau waduk.
b. Kualitas Air dan Status Trofik Danau dan/atau
Waduk
Parameter kualitas air yang diperlukan untuk
perhitungan daya tampung beban pencemaran air danau
dan/atau waduk ialah berdasarkan :
1. Penentuan daya tampung beban pencemaran air
agar kualitas air memenuhi baku mutu air, maka
parameter kualitas air yang dipilih sesuai
dengan peruntukannya.
67
2. Penentuan daya tampung beban pencemaran air
agar kualitas air memenuhi status trofik yang
ditetapkan, maka parameter kualitas air yang
dipilih adalah unsur hara terutama kadas
phosphor sebagai P total.
c. Pemanfaatan Sumber Daya Air Danau dan/atau Waduk
Sesuai dengan Baku Mutu Peruntukannya.
Air danau dan/atau waduk pada umumnya bersifat
multiguna antara lain sebagai air baku minum,
perikanan, pertanian dan sebagai sumber daya tenaga
listrik. Sumber daya air danau dan/atau waduk
tersebut perlu dipelihara agar kualitasnya memenuhi
baku mutu sesuai dengan peruntukannya. Baku mutu air
danau dan/atau waduk tersebut juga digunakan sebagai
bahan acuan perhitungan daya tampugn beban
pencemaran airnya.
d. Alokasi Beban Pencemaran Air
Danau dan/atau waduk juga berfungsi sebagai
penampung air dari daerah tangkapan air (DTA) dan
daerah aliran sungai (DAS). Oleh karena itu berbagai
sumber pencemaran air dari DTA dan DAS serta
bantaran danau dan/atau waduk terbawa masuk ke dalam
perairannya. Sumber pencemaran tersebut berasal dari
kegiatan antara lain limbah penduduk, pertanian,
peternakan, serta industri dan pertambangan Erosi
DAS juga merupakan sumber pencemaran air dan
pendangkalan danau dan/atau waduk.
68
e. Persyaratan atau Baku Mutu Air untuk Pemanfaatan
Sumber Daya Air Danau dan/atau Waduk
Air danau dan/atau waduk pada umumnya bersifat
multiguna antara lain sebagai air baku minum,
perikanan, pertanian, dan sebagai sumber daya tenaga
listrik. Sumber daya air danau dan/atau waduk
tersebut perlu dipelihara agar kualitasnya memenuhi
baku mutu sesuai dengan peruntukannya. Baku mutu air
danau dan/atau waduk tersebut juga digunakan sebagai
bahan acuan perhitungan daya tampung beban
pencemaran airnya.
f. Alokasi Beban Pencemaran Air dari Berbagai Sumber
dan Jenis Air Limbah yang Masuk Danau dan/atau
Waduk
Danau dan/atau waduk juga berfungsi sebagai
penampung air dari daerah aliran sungai (DAS). Oleh
karena itu berbagai sumber pencemaran air dan DAS
serta bantaran danau dan/atau waduk terbawa masuk ke
dalam perairannya. Sumber pencemaran tersebut
berasal dari kegiatan antara lain limbah penduduk,
pertanian, peternakan, serta industry dan
pertambangan. Erosi DAS juga merupakan sumber
pencemaran air dan pendangkalan danau dan/atau
waduk.
Beban pencemaran air dari berbagai sumber akan
meningkat seiring dengan pertumbuhan jumlah penduduk
dan kegiatan lainnya. Oleh karena itu jumlah beban
69
pencemaran yang masuk perairan danau dan/atau waduk
termasuk limbah pakan ikan dari budidaya ikan (KJA)
perlu ditentukan alokasinya dengan memperhatikan
kondisi social ekonomi serta konservasi sumber daya
air jangka panjang.
Penentuan alokasi beban pencemaran air danau
dan/atau waduk memerlukan kajian dengan
memperhatikan pemanfaatan dan kelestarian air danau
dan/atau waduk, sumber dan beban pencemaran air
serta tingkat pengendaliannya pada berbagai sumber
pencemar pada kegiatan di DAS.
2.8.2 Perhitungan Daya Tampung Beban Pencemaran Air
Danau dan/atau Waduk.
Perhitungan daya tampung beban pencemaran air
danau dan/atau waduk tersedia pada rumus umum daya
tampung beban pencemaran air danau dan/atau waduk
(lampiran 1 peraturan menteri negara lingkungan hidup,
2009) yang dinyatakan dalam satuan luas danau/waduk
(m2) atau perairan danau/waduk per satuan waktu
(tahun). Rumus perhitungannya adalah sebagai berikut :
1. Morfologi dan Hidrologi Danau dan/atau Waduk
Rumus morfologi dan hidrologi danau dan/atau waduk
adalah sebagai berikut :
a. Morfologi danau dan/atau waduk, yaitu luas
perairan (A) dan volumenya (V), diperoleh dari
hasil pengukuran dan kedalaman rata-rata (Z) yang
diperoleh dari hasil perhitungan rumus (2.1).
70
b. Hidrologi danau dan/atau waduk, yaitu debit air
keluar dari waduk (Q0), yang diperoleh dari hasil
pengukuran.
c. Laju penggantian air danau dan/atau waduk (p),
yang diperoleh dari hasil perhitungan rumus (2.2)
2. Alokasi Beban Pencemaran Air yang Masuk Danau
dan/atau Waduk
Alokasi beban pencemaran air yang dinyatakan dengan
kadar parameter Pa adalah sebagai berikut :
a. Syarat kadar parameter Pa maksimal sesuai
ketentuan dalam baku mutu air atau kelas air yaitu
[Pa]STD.
b. Kadar parameter Pa hasil pemantauan danau dan/atau
waduk yaitu [Pa]i.
c. Jumlah alokasi beban kadar parameter Pa dari DAS
atau DTA yaitu [Pa]DAS yang diperoleh dari hasil
penentuan atau kajian dan perhitungan rumus (2.3).
d. Alokasi beban kadar parameter Pa yang berasal dari
limbah yang langsung masuk danau dan/atau waduk
berasal dari kegiatan yang berada pada perairan
danau dan/atau waduk yaitu [Pa]d, yang diperoleh
dari hasil perhitungan rumus (2.3) atau rumus
(2.4).
3. Daya Tampung Beban Pencemaran Air Danau dan/atau
Waduk
Perhitungan daya tampung beban pencemaran air
danau/waduk adalah sebagai berikut :
71
a. Daya tampung parameter Pa per satuan luas danau
dan/atau waduk yaitu, L, merupakan fungsi dari
kedalaman rata-rata danau Z, laju penggantian air
danau/waduk yaitu p dan kadar parameter yang
terbawa lumpur dan mengendap ke dasar danau/waduk.
L dihitung dengan rumus (2.5) dan rumus (2.6).
b. Jumlah daya tampung parameter Pa pada perairan
danau dan/atau waduk yaitu, La yang merupakan
fungsi L dan luas perairan danau atau A. La
dihitung berdasarkan Rumus (2.7).
2.8.2.1Rumus Umum Daya Tampung Beban Pencemaran Air
Danau dan/atau Waduk
Morfologi dan Hidrologi danau dan/atau Waduk
Ž = 100 x V/A …………………………………………………(2.1)
Dengan :
Ž : Kdalaman rata-rata danau dan/atau waduk (m)
V : Volume air danau dan/atau waduk (Juta m3)
A : Luas perairan danau dan/atau waduk (Ha)
ρ : Qo/V………………………………………………………..(2.2)
Dengan :
ρ : Laju penggantian air danau dan/atau waduk (
l/tahun )
Qo : Jumlah debit air keluar danau ( juta
m3/tahun ) pada tahun kering.
Alokasi beban pencemaran parameter Pa
[Pa]STD = [Pa]i + [Pa]d ………………………………………(2.3)
[Pa]d = [Pa]STD - [Pa]i …………………………………….(2.4)
72
[Pa]STD : Syarat kadar parameter Pa maksimal
sesuai baku mutu air atau kelas air
(mg/m3)
[Pa]i : Kadar parameter Pa hasil pemantauan
danau dan/atau waduk ( mg/m3)
[Pa]d : Alokasi beban Pa limbah kegiatan pada
perairan danau dan/atau waduk (mg/m3)
Daya tampung beban pencemaran air parameter Pa
pada air danau dan/atau waduk
L = ∆ [Pa]d Ž ρ / (1- R ) ………………………………
(2.5)
R = 1 / ( 1 + 0,7470,507 ) ………………………………(2.6)
La = L x A / 100 = ∆ [Pa]d A Ž ρ / 100 (1-
R) …………(2.7)
Dengan :
L : Daya Tampung limbah Pa per satuan luas
danau dan/atau waduk (mg/Pa/m2.tahun)
La : Jumlah daya tampung limbah Pa pada
perairan danau dan/atau waduk (kg Pa /
tahun )
R : Total Pa yang tinggal bersama sedimen
Persamaan pada rumus-rumus (2.5), (2.6), dan
(2.7) berkaitan dengan
alokasi beban pencemaran dari DAS atau DTA dan
kegiatan lain pada
perairan danau dan/atau waduk pada rumus (2.3)
2.9 Uji Homogenitas Data ( Analisa Variansi )
73
Pada uji Z dan uji T dibandingkan antara dua
sampel. Apabila pembandingan itu lebih dari dua sampel,
digunakan analisa variansi (Analysis of Variance atau
disingkat ANOVA). Apabila terhadap sejumlah sampel
(lebih dari dua sampel) diterapkan uji t, dengan cara
melakukan uji t terhadap setiap pasangan sampel yang
mungkin, probabilitas melakukan kesalahan (error) Tipe I
bertambah setiap kalinya. Kesalahan Tipe I adalah
dimana H0 ditolak pada saat hipotesa benar. Pada
analisa Variansi, uji dilakukan sekaligus sehingga
probabilitas kesalahan Tipe I dibatasi seminimum
mungkin.
Analisa Variansi dikenalkan oleh salah satu
seorang statistikawan yaitu Sir Ronald A. Fisher (1890-
1962). Analisa variansi merupakan salah satu metode
analisis statistik yang bertujuan untuk menganalisis
variansi data yang terjadi karena berbagai variasi
sumber (sources) atau sebab (causes). Pada mulanya
dikembangkan terutama dalam bidang penelitian di
bidang pertanian, misal untuk mengetahui pengaruh dosis
pemupukan terhadap produksi padi. Namun sekarang metode
ini telah dikembangkan untuk berbagai ilmu pengetahuan
termasuk hidrologi (Soewarno, 1995 : 57).
Hal yang perlu diingat pada analisa variansi bahwa
analisa ini tidak dimaksudkan untuk menguji perbedaan
nilai varian setiap populasi akan tetapi untuk menguji
nilai rata-ratanya dengan menggunakan Uji F. Umumnya
74
analisa variansi dapat dibedakan menjadi dua model,
yaitu :
1. Klasifikasi satu arah (one way classification) merupakan
model klasifikasi satu arah yang digunakan untuk
menguji apakah ada perbedaan atau tidak dari
beberapa kelompok sampel.
2. Klasifikasi dua arah (two way classification) merupakan
model klasifikasi dua arah yang digunakan untuk
menguji apakah ada perbedaan atau tidak setiap
kelompok sampel.
Pada dasarnya uji analisa variansi adalah
menghitung nilai F. Kemudian nilai F ini dibandingkan
dengan nilai F kritis (Fcr) dari tabel. Adapun yang
diuji adalah ketidaktergantungan(independence) dan
keseragaman (homogenitas). Besaran F berupa nisbah
(ratio). Karena itu ada dua parameter derajat bebas
yaitu v1 (derajat bebas pembilang) dan v2 (derajat
bebas penyebut). Nilai Fcr dapat diperoleh dari tabel F
untuk berbagai nilai level of significance (α), dengan
menggunakan kedua parameter derajat bebas v1 dan v2
tersebut. Untuk menguji hipotesa ini dihitung nilai F
dengan rumus berikut :
F=(n−k ).∑
i=1
k¿(xi−x)2
(k−1 ).∑j=1
¿
(xij−xi)2…………………………………….(2-8)
Dengan :
xi = harga rerata untuk kelas i
75
x = harga rerata keseluruhan data
xij = pengamatan untuk kelas i pada tahun j
ni = banyaknya pengamatan untuk kelas i
n = banyaknya pengamatan keseluruhan
k = banyaknya kelas
Analisa variansi dengan menggunakan uji F
dilakukan dengan langkah sebagai berikut :
1. Melakukan pengumpulan data mutu air secara
periodik sehingga membentuk data dari waktu ke
waktu ( time series data ).
2. Menjumlahkan dan mencari rerata tiap kelas dari
data mutu air tersebut.
3. Menghitung nilai F dengan menggunakan rumus (2-8)
4. Mencari nilai kritis Fcr dari tabel F dimana v1 =
(n – k ) dan v2 = (k – 1).
5. Membandingkan nilai F dengan nilai Fcr yang
didapat dari tabel F.
6. Jika nilai F<Fcr, maka data mutu air diterima atau
homogen dan jika nilai F > Fcr, maka data mutu air
tidak diterima atau tidak homogen.