Upload
independent
View
1
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Sistem Transportasi
II.1.1 Pengertian
Sistem adalah gabungan beberapa komponen atau objek yang
saling berkaitan. Transportasi diartikan sebagai usaha
memindahkan, menggerakkan, mengangkut, atau mengalihkan suatu
objek dari suatu tempat ke tempat lain, dimana di tempat
lain ini objek tersebut lebih bermanfaat atau dapat berguna untuk
tujuan-tujuan tertentu (Miro, 2004). Transportasi juga
merupakan sebuah proses, yakni proses gerak, proses memindah,
dan proses mengangkut.
Maka dapat disimpulkan bahwa sistem transportasi adalah
beberapa komponen atau objek yang saling berkaitan dalam suatu
usaha memindahkan, menggerakkan, mengangkut, atau mengalihkan
suatu objek dari suatu tempat ke tempat lain, dimana di
tempat lain ini objek tersebut lebih bermanfaat atau dapat
berguna untuk tujuan-tujuan tertentu.
9
Proses transportasi merupakan gerakan dari tempat asal
menuju tempat tujuan. Pergerakan terjadi karena adanya proses
pemenuhan kebutuhan. Pemenuhan kebutuhan merupakan kegiatan yang
dilakukan setiap hari, misalnya pemenuhan kebutuhan akan
pekerjaan, pendidikan, kesehatan dan olahraga. Dalam melakukan
pergerakan dalam memenuhi kebutuhan tersebut, manusia mempunyai
dua pilihan yaitu bergerak dengan moda transportasi atau tanpa
moda transportasi (berjalan kaki). Pergerakan tanpa moda
transportasi (misal berjalan kaki) biasanya berjarak pendek (1-2
km), sedangkan pergerakan dengan moda transportasi berjarak
sedang atau jauh.
Jenis moda transportasi yang digunakan dalam melakukan
pergerakan sangatlah beragam, seperti mobil pribadi, taksi, bus,
kereta api, sepeda motor, pesawat terbang dan kapal laut. Semua
moda transportasi tersebut memerlukan tempat bergerak sepert
jalan raya, jalan rel, bandar udara dan pelabuhan yang disebut
sistem prasarana transportasi.
II.1.2 Konsep Perencanaan Transportasi
10
Beberapa konsep perencanaan transportasi yang telah
berkembang sampai saat ini dan yang paling populer adalah “Model
Perencanaan Transportasi Empat Tahap (Four Step Models).” Model
perencanaan ini merupakan gabungan dari beberapa seri submodel
yang masing-masing dilakukan terpisah dan berurutan. Submodel
tersebut adalah:
- aksesibilitas
- bangkitan dan tarikan pergerakan
- sebaran pergerakan
- pemilihan moda
- pemilihan rute
- arus lalulintas dinamis
Sedangkan Model Perencanaan Transportasi Empat Tahap (Four
Step Models) tersebut adalah (Tamin,2000):
1. Model Bangkitan Pergerakan (Trip Generation Models),
yaitu pemodelan transportasi yang berfungsi untuk
memperkirakan dan meramalkan jumlah (banyaknya)
perjalanan yang berasal (meninggalkan) dari suatu
zona/kawasan/petak lahan dan jumlah (banyaknya)
11
perjalanan yang datang/tertarik (menuju) ke suatu
zona/kawasan/petak lahan pada masa yang akan datang
(tahun rencana) per satuan waktu.
2. Model Sebaran Pergerakan (Trip Distribution Models),
yaitu pemodelan yang memperlihatkan jumlah (banyaknya)
perjalanan/yang bemula dari suatu zona asal yang
menyebar ke banyak zona tujuan atau sebaliknya jumlah
(banyaknya) perjalanan/yang datang mengumpul ke suatu
zona tujuan yang tadinya berasal dari sejumlah zona asal.
3. Model Pemilihan Moda Transportasi (Mode Choice Models),
yaitu pemodelan atau tahapan proses perencanaan angkutan
yang berfungsi untuk menentukan pembebanan perjalanan
atau mengetahui jumlah (dalam arti proporsi) orang dan
barang yang akan menggunakan atau memilih berbagai moda
transportasi yang tersedia untuk melayani suatu titik
asal-tujuan tertentu, demi beberapa maksud perjalanan
tertentu pula.
4. Model Pemilihan Rute (Trip Assignment Models), yaitu
pemodelan yang memperlihatkan dan memprediksi pelaku
12
perjalanan yang memilih berbagai rute dan lalu lintas
yang menghubungkan jaringan transportasi tersebut.
Dalam penelitian ini hanya akan dibahas mengenai model
pemilihan moda transportasi (mode choice model).
II.2 Model Pemilihan Moda Transportasi (Mode Choice Models)
II.2.1 Pengertian
Model adalah sesuatu yang dapat menggambarkan keadaan yang
sebenarnya yang ada di lapangan atau merupakan suatu alat bantu
atau media yang dapat digunakan untuk mencerminkan dan
menyederhanakan suatu realita (dunia sebenarnya) secara terukur.
Beberapa macam model:
1. Model verbal, yakni model yang menggambarkan keadaan
yang ada dalam bentuk kalimat. Misalnya: suatu kota yang
dipenuhi dengan pepohonan yang rindang dengan sungai yang
indah.
2. Model fisik, yakni model yang menggambarkan keadaan yang
ada dengan ukuran yang lebih kecil. Misalnya: model
13
bangunan, model saluran, model jembatan dan maket
bangunan.
3. Model matematis, yakni model yang menggambarkan keadaan
yang ada dalam bentuk persamaan-persamaan matematis.
Model inilah yang dipakai pada perencanaan transportasi.
Misalnya: jumlah lalu lintas yang sebanding dengan jumlah
penduduk.
Model matematis transportasi dapat dijabarkan dalam bentuk-bentuk
berikut ini:
1. Deskriptif, yang menjelaskan keadaan yang ada atau
keadaan jika dilakukan suatu perubahan terhadap keadaan
yang ada.
2. Prediktif, yang meramalkan keadaan yang akan datang.
3. Planning, yang meramalkan keadaan yang akan datang
disertai dengan
rencana-rencana perubahannya.
Pemilihan moda merupakan model terpenting dalam
perencanaan transportasi. Hal ini dikarenakan peran kunci dari
angkutan umum dalam meningkatkan efisiensi dan efektifitas sistem
14
pergerakan dalam suatu sistem transportasi (Tamin, 2000). Hasil
analisis pemilihan moda ini sangat bermanfaat sebagai masukan dan
bahan pertimbangan penyedia jasa transportasi dan para pengambil
kebijakan di dalam mengambil pertimbangan dan keputusan ke
depannya. Beberapa kelompok pengguna jasa dan moda transportasi
(Miro, 2005):
A. Pengguna jasa transportasi/pelaku perjalanan (trip
maker)
Pengguna jasa transportasi atau konsumen jasa
transportasi dapat dibagi menjadi dua kelompok:
1) Golongan paksawan (captive) merupakan jumlah
terbesar di negara berkembang, yaitu golongan
masyarakat yang terpaksa menggunakan angkutan umum
karena ketiadaan mobil pribadi. Mereka secara
ekonomi adalah golongan masyarakat lapisan menengah
ke bawah (miskin atau ekonomi lemah).
2) Golongan masyarakat yang mempunyai kemudahan
(akses) ke kendaraan pribadi dan dapat memilih untuk
menggunakan angkutan umum atau angkutan pribadi.15
Mereka secara ekonomi adalah golongan pilihan
(choice), merupakan jumlah terbanyak di negara-
negara maju, yaitu golongan masyarakat lapisan
menengah ke atas (kaya atau ekonomi kuat).
B. Bentuk Alat (Moda) Transportasi/Jenis Pelayanan
Transportasi
Moda adalah jenis-jenis sarana yang tersedia untuk
melakukan perjalanan atau pergerakan seseorang dari
suatu tempat ke tempat lainnya baik yang menggunakan
kendaraan bermotor maupun tidak serta para pejalan
kaki yang sedang menggunakan jalan.
Ada dua kelompok besar moda transportasi, yaitu:
1) Kendaraan pribadi (private transportation)
Moda transportasi yang dikhususkan untuk pribadi
seseorang dan seseorang itu bebas menggunakannya
kemana aja, kapan saja, dan dimana saja yang
diinginkan atau tidak menggunakannya sama sekali
(mobilnya disimpan di garasi). Keuntungan yang
didapat adalah perjalanan menjadi lebih cepat, bebas
16
tidak tergantung waktu, dapat membawa barang dan
anak-anak dengan lebih aman, bebas memilih rute
sesuai keinginan pengemudi (Warpani, 1990)
b) Kendaraaan umum (public transportation)
Moda transportasi yang diperuntukkan buat bersama
(orang banyak), kepentingan bersama, menerima
pelayanan bersama, mempunyai arah dan titik tujuan
yang sama, serta terikat dengan peraturan trayek
yang sudah ditentukan dan jadwal yang sudah
ditetapkan dan para pelaku perjalanan harus wajib
menyesuaikan diri dengan ketentuan-ketentuan
tersebut apabila angkutan umum ini sudah mereka
pilih. Moda angkutan umum menggunakan ruang jalan
jauh lebih efisien daripada moda angkutan pribadi
(Tamin, 2000).
Dalam penelitian ini akan membahas salah satu angkutan umum
massa yaitu monorel sehingga perlu dibicarakan secara tersendiri
dan jelas.
17
Monorel adalah sebuah metro atau kendaraan lainnya dengan
jalur yang terdiri dari rel tunggal, berlainan dengan rel
tradisional yang memiliki dua rel paralel dan dengan sendirinya
kereta lebih besar daripada relnya. Ada dua tipe monorel, yaitu :
1. Tipe straddle-beam dimana kereta berjalan di atas rel.
2. Tipe suspended dimana kereta bergantung dan melaju di
bawah rel
18
Gambar 2.1 Ilustrasi monorel tipe straddle-beam Sumber : www.id.wikipedia.org
Gambar 2.2 Ilustrasi monorel tipe suspended Sumber : www.monorailaustralia.com
Monorel yang merupakan moda angkutan umum yang pertama
sekali dibuat pada tahun 1820 oleh Ivan Emanov, sampai saat ini
telah dioperasikan di 20 negara, dan yang telah melayani 40 kota
besar di dunia. Monorel sebagai suatu sistem juga memiliki
kelebihan dan kekurangan (Adiputra dan Ardiansah, 2012).
Kelebihan dari sistem monorel adalah:
1. Membutuhkan ruang yang kecil baik ruang vertikal maupun
horizontal. Lebar yang diperlukan adalah selebar kereta
19
dan karena dibuat di atas jalan hanya membutuhkan ruang
untuk tiang penyangga.
2. Terlihat lebih “ringan” daripada kereta konvensional
dengan rel terelevasi dan hanya menutup sebagian kecil
langit.
3. Tidak bising karena menggunakan roda karet yang berjalan
di beton.
4. Bisa menanjak, menurun, dan berbelok lebih cepat
dibanding kereta biasa.
5. Lebih aman karena dengan kereta memegang rel, resiko
terguling jauh lebih kecil. Resiko menabrak pejalan kaki
pun sangat minim.
6. Lebih murah untuk dibangun dan dirawat dibanding kereta
bawah tanah.
Sedangkan kekurangan dari sistem monorel adalah:
1. Dibanding dengan kereta bawah tanah, monorel terasa lebih
memakan tempat.
20
2. Dalam keadaan darurat, penumpang tidak bisa langsung
dievakuasi karena tidak ada jalan keluar kecuali di
stasiun.
3. Kapasitasnya masih dipertanyakan.
4. Biaya dan energi yang cukup tinggi (untuk monorel yang
menggunakan ban karet) dan dan pergantian yang lebih
lambat jika dibandingkan dengan sistem rel biasa.
Menurut Amsori Muhhamad DAS (2013), teknologi monorel dapat
diklasifikasikan ke dalam People Rapid Transit (PRT) yang mana
fungsinya sama dengan LRT dan digunakan dalam perjalanan di pusat
kota.
Diagram struktur detail monorel seperti dikutip dari jurnal
“Consumers Satisfaction of Public Transport Monorail User in Kuala Lumpur”
oleh Amsori Muhhamad Das, Mohd. Azizul Ladin, Amirruddin Ismail,
Rizattiq O. K. Rahmat, 2013
21
Gambar 2.3 Diagram struktur detail monorel Sumber : Amsori Muhhamad
DAS,2013.
II.2.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pemilihan Moda
Model pemilihan modad bertujuan untuk emngetahui proporsi
orang yang akan menggunakan setiap moda. Proses ini dilakukan
dengan maksud untuk mengkalibrasi model pemilihan moda pada tahun
dasar. Pemilihan moda sangat sulit untuk dimodel karena banyak
faktor yang sulit dikuantifikasi misal kenyamanan, keamanan,
keandalan, atau ketersediaan moda saat diperlukan. Faktor yang
22
dapat mempengaruhi pemilihan moda ini dapat dikelompokkan menjadi
4 (empat) kelompok (Fidel Miro, 2005), yaitu:
1. Kelompok faktor karekteristik si pelaku perjalanan
(traveler characteristics factor). Beberapa variabel
berikut ini diyakini sangat mempegaruhi pemilihan moda:
• Ketersediaan atau pemilikan kendaraan pribadi (car
ownership).
• Pendapatan (income), berupa daya beli sang pelaku
perjalanan untuk membiayai perjalananya.
• Kondisi kendaraan pribadi (tua, jelek, baru dll).
• Kepadatan pemukiman (density of residential
development).
• Sosial ekonomi lainnya, seperti struktur dan
ukuran keluarga (pasangan muda, punya anak, pensiun
atau bujangan), usia, jenis kelamin, jenis pekerjaan,
lokasi pekerjaan, punya lesensi mengemudi (SIM) atau
tidak.
2. Kelompok faktor karakteristik perjalanan (travel
charecteristics factor). Terdapat beberapa variable yang
23
dianggap kuat pengaruhnya terhadap perilaku pengguna jasa
moda transportasi dalam memilih moda:
• Tujuan perjalanan (trip purpose) seperti bekerja,
sekolah, sosial dan lain-lain.
• Waktu perjalanan (time of trip made) seperti pagi
hari, siang, tengah malam, hari libur dan seterusnya.
• Panjang perjalanan (trip length), merupakan jarak
fisik (km) antara asal dengan tujuan, termasuk panjang
rute, waktu pembanding kalau menggunakan moda-
moda lain, disini berlaku bahwa semakin jauh
perjalanan, semakin orang cenderung memilih untuk naik
angkutan umum.
3. Kelompok faktor karakteristik sistem transportasi
(transportation system characteristics factor) . Hal ini dapat
dikelompokkan menjadi dua kategori.
Pertama, faktor kuantitatif seperti:
24
• Waktu relatif perjalanan (relative travel time): mulai
dari lamanya waktu menunggu kendaraan, dan waktu
diatas kendaraan.
• Biaya relative perjalanan (relative travel cost),
merupakan seluruh biaya yang timbul akibat melakukan
perjalanan dari asal ke tujuan untuk semua moda yang
berkompetisi seperti tarif, bahan bakar dan lain-lain.
• Tingkat kehandalan angkutan umum dari segi waktu
(tepat waktu), ketersediaan ruang parkir dan tarif.
Kedua, faktor kualitatif
• Tingkat pelayanan relative (relative level of
service). Merupakan variable yang cukup bervariasi dan
sulit diukur, contohnya adalah variabel kenyamanan dan
kesenangan.
• Tingkat akses/indeks daya hubung/kemudahan
pencapaian tempat tujuan.
4. Kelompok faktor karakteristik kota dan zona, yaitu:
• Jarak kediaman dengan tempat kegiatan.
• Kepadatan penduduk (population density).
25
II.2.3 Pemilihan Moda Transportasi
Beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dalam model
pemilihan moda (Tamin,2000):
1. Biaya
Dalam pemodelan pemilihan moda sangat penting dibedakan
antara biaya perkiraan dengan biaya aktual. Biaya
perkiraan adalah biaya yang dipikirkan oleh pemakai jalan
dan dasar pengambil keputusan, sedangkan biaya aktual
adalah biaya sebenarnya yang dikeluarkan setelah proses
pemilihan moda dilakukan.
2. Angkutan umum captive
Dalam pemodelan pemilihan moda, tahap berikutnya adalah
mengidentifikasi pemakai angkutan umum captive. Orang
seperti ini didefenisikan sebagai orang yang berangkat
dari rumah dan tidak atau mempunyai atau menggunakan
26
kendaraan pribadi (tidak ada pilihan lain kecuali
angkutan umum). Diasumsikan bahwa orang tersebut pasti
menggunakan angkutan umum.
3. Lebih dari dua moda
Beberapa prosedur pemilihan moda memodel pergerakan
dengan hanya dua buah moda transportasi: angkutan umum
dan angkutan pribadi. Di beberapa negara Barat terdapat
beberapa pilihan lebih dari dua moda; misalnya, London
mempunyai kereta api bawah tanah, kereta api, bus dan
mobil. Di Indonesia terdapat bebrapa jenis moda kendaraan
bermotor (termasuk ojeg) ditambah becak dan berjalan kaki
termasuk penting di Indonesia. Jones (1997) dalam Tamin
(2000) menekankan dua pendekatan umum tentang analisis
sistem dengan dua buah moda.
27
Total
Pergerakan
II.2.2
Faktor-
faktor
yang
Mempengar
uhi
Pemilihan
Moda
Bergerak Tidak
bergerak
Mobil Angkutan
umumAngkutan umum 1
Angkutan umum 2
Total
Pergerakan
II.2.2
Faktor-
faktor
yang
Mempengar
uhi
Pemilihan
Moda
Bergera
k
Tidak
bergerak
Mobil Angkutan umum
2Angkutan umum 1
Gambar 2.4 Pemilihan dua moda (angkutan umum dan mobil)Sumber : Tamin, 2000.
Dari gambar di atas dapat diambil asumsi bahwa gambar
sebelah kiri mengasumsikan pelaku perjalanan mengambil pilihan
antara bergerak dan tidak bergerak. Apabila pelaku perjalanan
melakukan pergerakan, maka pertanyaan yang timbul adalah apakah
menggunakan angkutan pribadi atau umum? Sedangkan gambar sebelah
kanan mengasumsikan bahwa begitu memilih untuk bergerak maka
pelaku perjalanan memilih moda yang tersedia.
Pendekatan yang lebih cocok khusus untuk Indonesia adalah
seperti Gambar 2.5 di bawah ini:
28
Total
Pergerakan
II.2.2
Faktor-
faktor
yang
Mempengar
uhi
Pemilihan
Moda
Total
Pergerakan
II.2.2
Faktor-
faktor
yang
Mempengar
uhi
Pemilihan
Moda
Gambar 2.5 Proses pilihan lebih dari dua moda yang dipilih Sumber: Fidel Miro, 2005
Gambar 2.5 di atas mengilustrasikan betapa rumitnya
memodelkan seluruh moda transportasi yang ada dalam suatu sistem.
Masalah lain dalam hal angkutan peribadi adalah pengendara dan
penumpang. Keduanya mempunyai atribut yang berbeda yang sangat
berpengaruh dalam proses pemilihan moda.
II.2.4 Pendekatan Model Pemilihan Moda29
Dalam pemilihan moda biasanya pelaku perjalanan memilih moda
yang tercepat, termurah dan ternyaman. Tujuan daripada pemodelan
pemilihan moda sebenarnya adalah untuk mengetahui proporsi orang
akan menggunakan salah satu moda. Dalam penelitian ini pemodelan
pemilihan moda bertujuan untuk mengetahui potensi atau
probabilitas perpindahan pengguna moda eksisting (yaitu sepeda
motor, mobil pribadi, dan penumpang angkutan umum) ke moda
monorel. Untuk memodelkan pemilihan moda ini (Watson, 1974
seperti dikutip Tamin, 2000) merekomendasikan asumsi-asumsi
sebagai berikut:
1. Pelaku perjalanan yang waras (rasional) selalu
memaksimumkan kepuasan diperolehnya.
2. Dalam pemanfaatan sumber kepuasan tersebut, pelaku
perjalanan mempunyai batasan-batasan seperti pendataan dan
sebagainya.
3. Pelaku perjalanan mempunyai pengetahuan yang cukup
tentang karakteristik masing-masing alternatif moda yang
akan dipilihnya.
30
4. Jatuhnya pilihan pada salah satu modan menunjukkan
bahwa dia mempertimbangkan karakteristik moda tersebut
sesuai dengan karakteristik perjalanannya.
5. Pelaku perjalanan konsisten sepanjang waktu terhadap
pilihannya selama tidak terdapat peubah pada karakteristik
pribadinya.
Untuk memperhitungkan perobabilitas perpindahan pengguna
moda eksisting (sepeda motor, mobil pribadi dan penumpang
angkutan umum) ke monorel dalam penelitian ini model pendekatan
yang dilakukan menggunakan model pemilihan diskret. Model
pemilihan diskret adalah salah satu model statis dan matematik
yang mana menggunakan persamaan atau fungsi matematika sebagai
media dalam menggambarkan kondisi di lapangan. Secara umum, model
pemilihan diskret dinyatakan sebagai probabilitas setiap individu
dalam memilih suatu pilihan yang merupakan fungsi ciri
sosioekonomi dan daya tarik pilihan tersebut. Untuk menyatakan
daya tarik suatu alternatif, digunakan konsep utilitas. Utilitas
dapat didefenisikan sebagai ukuran istimewa seseorang (individu)
dalam menentukan pilihan alternatif terbaiknya atau sebagai suatu
31
pilihan dimaksimumkan oleh setiap individu. (Lancaster, 1996
seperti dikutip Tamin, 1997). Utilitas dapat dipresentasikan
sebagai fungsi dari atribut-atribut seperti waktu tempuh, waktu
tunggu, kemanan, kenyamanan dan pelayanan lainnya dan dianggap
memiliki hubungan yang kuat dengan perilaku pelaku perjalanan.
Persamaan fungsi utilitas dapa dinyatakan sebagai berikut:
U = f (V1, V2, V3,….., Vn) ……………………………………………………(2.1)
dimana :
U = Nilai kepuasan pelaku perjalanan menggunakan
moda transportasi
V1 - Vn = Variabel-variabel yang dianggap berpengaruh
terhadap nilai kepuasan menggunakan moda
transportasi tertentu.
f = Hubungan fungsional
Dalam pendekatan model pemilihan moda transportasi digunakan
beberapa cara pendekatan. Pendekatan yang digunakan
sangatmenentukan model pilihan probabilita yang digunakan. Adapun
kedua pendekatan tersebut adalah:
1. Pendekatan Agregat
32
Pendekatan agregat adalah pendekatan dengan
menganalisis perilaku daripada pelaku perjalan secara
menyeluruh atau secara kelompok. Menurut Manhein (1979)
seperti dikutip Miro (2005), pendekatan agregat dapat
dilakukan dengan dua cara, yaitu:
a. Membagi objek atas beberapa kelompok/segmen/zona
yang mempunyai elemen-elemen yang relatif homogen.
b. Melakukan agragasi dari data agregat, dimana fungsi
agregat untuk suatu kelompok tertentu dapat
diturunkan dari fungsi utilitas individu sebagai
anggota tersebut.
2. Pendekatan Disagregat
Pendekatan disagregat adalah pendekatan yang
menganalisis perilaku perjalanan secara individu atau
perorangan. Pendekatan ini merumuskan tingkah laku
individu ke dalam model kebutuhan transportasi.
Pendekatan disagregat dibagi lagi dalam dua macam
pendekatan, yaitu:
33
a. Pendekatan Disagregat Deterministik
Pendekatan ini didasarkan pada asumsi bahwa
pemilihan terhadap suatu pilihan tidak berubah
bila pelaku perjalanan diahadapkan pada sekumpulan
alternatif secara berulang-ulang secara sama
persis. Pendekatan ini dilakukan apabila pelaku
perjalanan mampu untuk mengidentifikasi semua
alternatif pilihan dan menggunakan semua informasi
untuk mengambil keputusan. Adapun syarat-syarat
untuk pendekatan diasagregat deterministik ini
adalah :
- Pemakai mampu mengidentifikasikan semua
atribut yang ada pada setiap alternatif.
- Pemakai mampu merumuskan persepsi dan
preferensi tentang atribut secara eksplisit.
- Pemakai mampu menggunakan semua informasi di
dalam mengambil keputusan.
34
Adapun model dari pendekatan ini adalah berupa
model persamaan linear berganada tanpa adanya unsur
kesalahan. Bentuk persamaan tersebut adalah:
Ui = a + b1T + b2X +
b3C ................................................
....... (2.2)
dimana:
Ui = Nilai kepuasan menggunakan moda i
a = Konstanta
T = Variabel waktu di atas kendaraan
X = Variabel waktu di luar kendaraan
C = Variabel ongkos transportasi
b1 - b3 = Parameter fungsi kepuasan untuk
masing-masing variabel tersebut (koefisien
regresi)
b. Pendekatan Disagregat Stokastik
35
Pendekatan ini lebih realistis dikarenakan
nilai kepuasan dan pertimbangan unsur-unsur yang
tidak teramati yang dirasakan para pelaku
perjalanan. Pendekatan ini juga memiliki unsur
error (kesalahan) yang bersifat acak (random)
sehingga disebut bersifat stokastik yang disebabkan
kurangnya informasi konsumen di dalam mendapatkan
informasi secara lengkap termasuk alternatif moda
dan atribut yang ditawarkam serta pemilihan moda
dapat berubah tergantung pengaruh yang diberikan
terhadap pilihan.
Beberapa alasan mengapa model stokastik
digunakan adalah (Kanafani, 1983 seperti dikutip
Tamin, 2000) :
- Perilaku individu-individu tidak selalu
dapat mengikuti aturan pemilihan rasional
dan perilaku yang khas dari pelaku
perjalanan tidak dapat diantisipasi dalam
suatu model deterninistik.36
- Biasanya tidak memungkinkan untuk
memasukkan semua variabel yang dapat
mempengaruhi pemilihan ke dalam suatu
rumus/model pemilihan. (Kalaupun bisa, akan
diperoleh rumus yang rumit dan tidak
praktis).
- Tidak tersedianya informasi yang lengkap
sehingga mengakibatkan pelaku perjalanan
yang dapat kurang mengerti tentang sistem
transportasi dan alternatif-alternatif yang
diberikan.
Adapun model dari pendekatan disagregat
stokastik adalah:
Um = β0 + β1tm + β2um + β3vm +
en ..........................................
(2.3)
dimana:
Um = Nilai fungsi kepuasan menggunakan moda m37
tm – vm = idem diatas
β1 - β3 = idem diatas
en = Faktor kesalahan atau unsur
stokastik, yaitu variabel random yang
mengikuti bentuk distribusi tertentu
β0 = Konstanta karakteristik nilai
kepuasan alternatif, apabila seluruh
variablel tm s/d vm bernilai 0
Peramalan dapat dikatakan tepat apabila
nilai dari ‘en’ seminimal mungkin mendekati ‘0’
atau en =0.
II.3 Model Pemilihan Diskret
Menurut Tamin (2000) pemilihan diskret dinyatakan sebagai
“the probability of individuals choosing a given option is a function of their
socioeconomics characteristics and the relative attractiveness of the option” atau
38
peluang setiap individu memilih suatu pilihan merupakan fungsi
ciri sosioekonomi dan daya tarik pilihan tersebut.
Dalam memilih suatu alternatif atau pilihan, digunakan
konsep utilitas atau sebagai sesuatu yang dimaksimumkan oleh
setiap individu. Alternatif tidak menghasilkan utilitas, tetapi
didapatkan dari karakteristiknya dan dari setiap individu
(Lancaster, 1996 seperti dikutip Tamin,2000). Konsumen akan
memutuskan memilih moda transportasi yang memberikan nilai
kepuasan tertinggi (highest quality). Utilitas dapat dipresentasikan
sebagai fungsi dari atribut-atribut seperti waktu tempuh, waktu
tunggu, keamanan, kenyamanan dan pelayanan lainnya untuk moda
transportasi yang ditawarkan sementara atribut-atribut yang
membuat keputusan antara lain pendapatan, umur, pekerjaan.
Penentuan nilai-nilai parameter (koefisien regresi) dari
sebuah fungsi kepuasan yang terpengaruh oleh variabel bebas
lainnya merupakan awal dari pemodelan pemilihan diskret. Model
ini juga disebut dengan model pilihan biner (binary choice model)
(Warner, 1962). Fungsi kepuasan dari model ini banyak memakai
39
analisi statistik dan ekonometrik. Fungsi umum dari kepuasan
adalah:
Vin = f (Xin)
atau
Vjn = f (Xjn)
dimana:
Vin dan Vjn = Nilai kepuasan konsumen yang mencerminkan
perilaku konsumen (consumen behavior).
Xin dan Xjn = Variabel yang berpengaruh terhadap
perilakunya untuk memaksimalkan kepuasannya.
f = fungsi matematis
Sehingga persamaan regresi fungsi kepuasan dapat dibentuk
menjadi:
Vin/U = β1 Xin1 + β2 Xin2 + . . .+ βk
Xink ...................................................... (2.4)
dimana:
Vin/U = Nilai kepuasan konsumen
memakai moda i (maksimum kepuasan).
40
Xin1 s/d Xink = Sekelompok variabel bebas yang
mempengaruhi kepuasan maksimum.
β1 s/d βk = Koefisien regresi/parameter
variabel bebas.
Setelah nilai Vin/U dan nilai Vjn/U, kedua nilai tersebut
dimasukkan ke dalam beberapa model pilihan diskret dimana model
ini dapat lagi dikelompokkan dalam 3 macam (Miro, 2005), yaitu:
a. Model Logit Biner
Model logit biner digunakan untuk dua pilihan moda
transportasi alternatif yaitu moda i dan moda j. Peluang
salah satu moda untuk dipiliha tergantung nilai kepuasan
menggunakan moda i dan j serta nilai eksponensial.
b. Model Probit (Binary Probit)
Model probit juga digunakan untuk dua pilihan moda,
moda i dan moda j, tetapi model ini menekankan untuk
menyamakan peluang (kemungkinan) pengguna moda untuk
memilih moda i, bukan moda j dan berusaha untuk
41
menghubungkan antara jumlah perjalanan dengan variabel
bebas yang mempengaruhi, misalnya biaya (cost) dan variabel
ini harus terdistribusi normal.
c. Model Multi Nominal (MNL)
Model ini adalah salah satu model persamaan diskret
yang terkenal dan popular. Konsumen dalam dalam model ini
dihadapkan pada banyak pilihan (lebih dari dua pilihan)
dimulai dari 3 pilihan, 4 pilihan dan seterusnya, sebagai
contoh
konsumen diberikan pilihan untuk memilih moda kendaraan
pribadi, angkutan kota, sepeda motor, kereta api, monorel,
sepeda, becak, atau berjalan kaki. Model multi nominal
mempunyai keuntungan model karena dapat mengontrol masalah
baru dengan cukup baik, akan tetapi perilaku ini dianggap
sebagai kekurangan membuat model menjadi tidak baik dengan
adanya alternatif yang saling berkolerasi.
II.3.1 Model Logit Biner/Binomial42
Pada dasarnya perilaku agregat individu dalam memilih jasa
trasnsportasi sepenuhnya merupakan hasil keputusan setiap
individu. Pelaku Perjalanan dihadapkan pada berbagai alternatif
baik berupa alternatif tujuan perjalanan, moda angkutan, maupun
rute perjalanan. Dalam model pemilihan diskret, model logit biner
adalah model yang paling mudah dan paling sering digunakan oleh
karena itu dalam penelitian ini digunakan model logit
biner/binomial.
Pada model logit binomial ini, konsumen dihadapkan pada dua
pilihan moda, dimana moda yang akan dipilih adalah berupa moda
yang mempunyai nilai utilitas yang paling tinggi dan utilitas
dianggap sebagai variabel acak dengan residu Gumbel yang tersebar
bebas dan identik.
Model logit biner/binomial dapat ditulis sebagai berikut:
= exp ..………………………………………………………………………………………..…………..
(2.5)
dimana :
Pj = probabilitas (%) peluang moda j untuk dipilih
43
Pi = probabilitas (%) peluang moda i untuk dipilij
exp = eksponensial
Uj = nilai kepuasan konsumen (utilitas) menggunakan moda j
Ui = nilai kepuasan konsumen (utilitas) menggunakan moda i
Dalam penelitian ini, pengambil keputusan dapat memilih moda
eksisting yang dipergunakan (salah satu dari moda sepeda
motor/mobil pribadi/angkutan kota) atau memilih moda monorel.
Selanjutnya probabilitas memilih monorel disebut dengan PMR,
sehingga probabilitas menggunakan moda eksisting adalah PEKS = 1-
PMR. Jika PMR dinyatakan sebagai kombinasi linier antara peubah
bebas (atribut pemilihan moda) (Ardiansah dan Adiputra, 2012),
maka persamaannya dapat dinyatakan sebagai berikut:
PMR = b0 + b1 (∆X1) + b2 (∆X2) … + bn(∆Xn) …………………………………………(2.6)
dimana:
b0 = konstanta
b1,b2…bn = koefisen parameter model
∆X1, ∆X2,… ∆Xn = perbedaan atribut antara monorel dengan
esksiting
44
Apabila harga peubahnya terlalu besar kemungkinan untuk
menghasilkan nilai probabilitas prediksi yang tidak terbatas
dapat terjadi. Pertimbangan rasio logaritma natural antar PMR
dengan 1-PMR. Apabila PMR meningkat dari no ke satu maka ln
meningkat dari negatif ke arah positif tak hingga. Karena PMR dan
ln tersebut merupakan kombinasu tak linier dari
peubah bebas, maka selanjutnya dapat ditulis sebagai persamaan
utilitas moda (Ardiansah dan Adiputra, 2012) :
ln = (UMR – UEKS) .…………………………………………………………..(2.7)
dimana:
(UMR – UEKS) = perbedaan utilitas monorel dengan angkutan kota
Sehingga persamaan (2.7) dapat ditulis sebagai berikut:
(UMR – UEKS) = b0 + b1 (∆X1) + b2 (∆X2) … + bn(∆Xn) ………………………….……
(2.8)
ln = b0 + b1 (∆X1) + b2 (∆X2) … + bn(∆Xn)
………………………….……(2.9)
45
sehingga persamaan (2.8) dan (2.9) dapat dinyatakan:
PMR =
………………..................................(2.10)
PMR = 1 - PMR =…………………………………………...…(2.11)
dimana:
PMR = probabilitas pemilihan moda monorel
PEKS = probabilitas pemilihan moda eksisting
UMR = fungsi utilitas moda monorel
UEKS = fungsi utilitas moda eskisting
II.4 Teknik Revealed Preference
Revealed Preference dalam penelitian digunakan dalam mengamati
karakteristik pelaku perjalanan seperti ciri-ciri, perilaku-
perilaku, dan keputusan-keputusan yang dilakukan dengan
pengamatan langsung di lapangan. Survei Revealed Preference adalah
suatu bentuk kuisioner survey yang menyatakan kepada para
responden mengenai hal-hal yang sudah nyata tentang sesuatu yang
46
menjadi obyek penelitian dan para responden diminta untuk
memberikan tanggapannya terhadap setiap pertanyaan yang terdapat
pada kuesioner. Jawaban yang diberikan oleh para responden itu
berkaitan dengan pengalaman para responden itu sendiri terhadap
segala permasalahan yang terdapat pada lembar kuesioner
(Nasution, 2006 dalam Ardiansah dan Adiputra, 2012).
Jawaban responden dalam kuesioner dengan teknik Revealed
Preference merupakan ciri dan perilaku serta pengalaman dari
responden sehingga pertanyaan dalam kuesioner harus disusun
dengan cermat, mudah untuk dimengerti. Untuk mempermudah
pelaksanaan survey, dalam penyusunan kuesioner Revealed Preference,
jawaban dari responden harus telah dikelompokkan terlebih dahulu
ke dalam beberapa kelompok jawaban sehingga para responden cukup
memilih dengan memberi tanda silang pada pilihan (option).
II.5 Teknik Stated Preference
Stated preference adalah sebuah pendekatan dengan menyampaikan
pernyataan pilihan (option) berupa sebuah hipotesa untuk dinilai
47
oleh responden. Teknik Stated Preference pertama kali dikembangkan
pada akhir tahun 1970-an. Hasil dari Stated Preference berupa respon
atau jawaban dari responden untuk situasi yang berbeda.
Kebanyakan Stated Preference menggunakan perancangan eksperimen
untuk menyusun alternatif-alternatif yang disajikan kepada
responde. Rancangan ini biasanya dibuat “orthogonal”
artinya kombinasi antara atribut yang disajikan bervariasi secara
bebas satu sama lain. Salah satu keuntungannya adalah bahwa efek
dari masing-masing atribut yang direspon lebih mudah
diidentifikasi (C. Sitindaon dalam Khairunisah 2010).
Sifat-sifat utama dari stated prefernce survey (C. Sitindaon dalam
Khairunisah 2010) adalah sebagai berikut:
1. Stated preference didasarkan pada pernyataan pendapat
responden mengenai bagaimana respon mereka terhadap
beberapa alternatif hipotesa.
2. Setiap pilihan dipresentasikan sebagai “paket” dari
atribut yang berbeda seperti waktu, ongkos, headway,
reability dan lain-lain. 48
3. Peneliti membuat alternatif hipotesa sedemikian rupa
sehingga pengaruh individu pada setiap atribut dapat
diestimasi; ini diperoleh dengan teknik desain eksperimen
(eksperimental design).
4. Alat interview (questionnaire) harus memberikan
alternatif hipotesa yang dapat di mengerti oleh responden,
tersusun rapi dan masuk akal.
5. Responden menyatakan pendapatnya pada setiap pilihan
(option) dengan melakukan ranking, rating dan choice
pendapat terbaiknya dari sepasang atau sekelompok
pernyataan.
6. Respon sebagai jawaban yang diberikan oleh individu
dianalisa untuk mendapatkan ukuran kuantitatif mengenai
hal yang penting (reality) pada setiap atribut.
Tiga cara utama untuk mengetahui dan mengumpulkan informasi
mengenai preferensi responden terhadap alternatif pilihan yang
ditawarkan kepadanya, (C. Sitindaon dalam Khairunisah 2010),
adalah sebagai berikut:
49
1. Ranking responses
Pendekatan ini dilakukan dengan cara menyampaikan
seluruh pilihan pendapat kepada responden. Lalu responden
diminta untuk merankingnya kedalam pilihan lain yang
secara tidak langsung merupakan nilai hiraraki dari
utilitas. Dalam pendekatan ini seluruh pilihan
dipresentasikan tetapi jumlah alternatif pilihan harus
dibatasi agar tidak melelahkan responden.
2. Rating techniques
Dalam kasus ini responden ditanya, untuk
mengekspresikan derajat pilihan terbaiknya, menggunakan
aturan skala, sering berada diantara 1 dan 10, dengan
disertakan label spesifik sebagai angka kunci, untuk
contoh 1 = ’sangat tidak suka’, 5 = ’tidak suka’, 10 =
’sangat disukai’. Disini diperlihatkan bahwa respon tidak
lepas dari skala yang digunakan dan label yang disertakan,
untuk itu pilihan terbaik didapatkan dan diteremahkan
kedalam skala cardinal.
50
3. Choice Experiment
Individu hanya ditanya untuk memilih pilihan
preferencenya dari beberapa alternatif (dua atau lebih)
dalam sekumpulan pilihan. Selanjutnya memperkenankan
responden untuk mengekspresikan derajat keyakinannya
kedalam pernyataan pilihan. Diakhir responden ditawarkan
skala semantik (makna). Beberapa tipe antara lain:
1)Pasti pilih pilihan pertama, 2)Mungkin menyukai pilihan
pertama, 3)Tidak dapat memilih (berimbang), 4) Mungkin
menyukai pilihan kedua, 5) Pasti pilih pilihan kedua. Cara
inilah nantinya yang akan penulis gunakan dalam
mengidentifikasikan pilihan dalam penulisan ini.
Dalam penelitian ini digunakan teknik choice experiment dimana
jawaban dari responden dinyatakan dalam skala numerik yaitu skala
pilihan antara 1-5. Skala pilihan tersebut sudah mewakili
pernyataan-pernyataan seperti pada tabel 2.1. berikut.
Tabel 2.1 Skala Pilihan dan Pernyataan
Skala Pernyataan1 Pasti memilih monorel
51
2 Mungkin memilih monorel3 Pilihan berimbang4 Mungkin memilih moda eksisting
(angkutan kota, sepeda motor danmobil pribadi)
5 Pasti memilih moda eksisting(angkutan kota, sepeda motor danmobil pribadi)
Sumber : Ardiansah dan Adiputra, 2012.
Selanjutnya jawaban dari responden nantinya akan
ditransformasikan ke dalam bentuk probabilitas dengan menggunakan
persamaan (2.7), skala probabilitas tersebut ditransformasikan ke
dalam skala simetrik yaitu nilai utilitas yang sesuai dengan
probabilitas tersebut.
Bentuk Transformasi tersebut dapat dilihat pada tabel 2.1
berikut (Ardiansah dan Adiputra, 2012):
Tabel 2.2 Transformasi Skala Kualitatif Menjadi Skala
Kuantitatif
52
Skal
a
Pernyataan Skala
Probabilitas
(P)
Utilitas
Ln
1 Pasti memilih monorel 0.9 2.19722 Mungkin memilih monorel 0.7 0.84733 Pilihan berimbang 0.5 0.00004 Mungkin memilih moda
eksisting (angkutan kota,
sepeda motor dan mobil
pribadi)
0.3 -0.8473
5 Pasti memilih moda eksisting
(angkutan kota, sepeda motor
dan mobil pribadi)
0.1 -2.1972
Sumber : Ardiansah dan Adiputra, 2012.
II.6 Studi Terdahulu yang Berhubungan dengan Pemilihan Moda
1. Kajian Pemilihan Moda Antara Moda Eksisting dengan Monorel Koridor Barat-
Timur di Surabaya Barat, (Ramadhana Kusuma Adiputra dan Rifki
Indra Ardiansah, 2012).
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik
perjalanan eksistin dari daerah Surabaya bagian Barat dan
mengetahui model probabilitas perpindahan dari moda
53
eksisting ke moda monorel. Pengumpulan data primer berupa
preferensi dari pengguna moda eksisting dilakukan dengan
cara menyebarkan kuesioner di ruas jalan yang direncanakan
akan dilewati oleh jalur monorel di Surabaya bagian barat.
Kuesioner disusun dengan metode sstated preference dengan
analisa data statistik deskriptif untuk karakteristik
perjalanan eksisting dan persamaan logit binomial untuk
probabilitas perpindahan moda. Moda eskisting yang diteliti
adalah angkutan kota, mobil pribadi, dan sepeda motor. Pada
masing-masing moda digunakan atribut biaya perjalanan (∆X1),
atribut waktu tunggu (∆X2) dan atribut waktu tempuh (∆X3).
Dari hasil penelitian model probabilitas perpindahan
unruk atribut yang signifikan adalah sebagai berikut:
1. Atribut biaya perjalanan pada angkutan kota: PMR=
54
2. Atribut waktu tunggu pada angkutan kota: PMR=
3. Atribut waktu tempuh pada angkutan kota: PMR =
4. Atribut waktu tunggu pada mobil pribadi: PMR =
5. Atribut waktu tempuh pada mobil pribadi: PMR =
6. Atribut waktu tunggu pada sepeda motor: PMR =
55
2. Analisis Perpindahan Moda dari Taksi dan Mobil Pribadi ke Bus Damri di Bandar
Udara Juanda Surabaya, (Deni Octavianti dan Ir. Hera Widyastuti,
MT., Ph.D., Tahun 2012).
Dalam jurnal ini membahas kemungkinan pengguna moda
taksi dan mobil pribadi akan berpindah menggunakan Bus Damri
di Bandar Udara Juanda Surabaya. Dimana penggunaan mobil
pribadi dan taksi diprediksi akan meningkat seiring
meningkatnya jumlah penerbangan di Bandar Udara Juanda
Surabaya yang akan mengakibatkan kepadatan lalu lintas dari
dan ke Bandar Udara Juanda Surabaya sehingga diperlukan
pengoptimalan penggunaan bus Damri.
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini
adalah metode stated preference dimana dilakukan survey
wawancara kepada 100 pengguna mobil pribadi dan 100 pengguna
taksi. Dari hasil analisis data didapat 35% untuk
penumpang taksi dan 37% untuk penumpang mobil pribadi
yang tidak bersedia berpindah moda dari taksi dan
56
mobil pribadi ke bus Damri. Sehingga hanya terdapat
65% untuk penumpang taksi dan 63% untuk penumpang
mobil pribadi yang bersedia untuk berpindah moda. Dari
hasil analisa, terlihat bahwa penumpang dengan
penghasilan Rp. 2 juta – Rp. 5 juta dan berasal tujuan dari
kota luar Surabaya lebih dominan menggunakan mobil
pribadi daripada taksi. Probabilitas perpindahan moda dari
taksi ke bus Damri adalah 22% untuk bus dengan tarif
Rp. 20.000 dan waktu tempuh 35 menit. Sedangkan
probabilitas perpindahan moda dari mobil pribadi ke bus
Damri adalah 66% untuk bus dengan tarif Rp. 15.000 dan waktu
tempuh 35 menit.
3. Kemungkinan Peralihan Pengguna Moda Angkutan Pribadi ke Moda Angkutan
Umum Perjalanan Depok-Jakarta (Ronando Ferdiansyah, 2009).
Tingginya pergerakan penduduk dari kota Jakarta-Depok
dengan menggunakan mobil pribadi dan sepeda motor telah
menyebabkan kemacetan terutama pada saat jam sibuk. Untuk
57
itu pengurangan volume kendaraan yang haruslah dikurangi
dengan cara pengoptimalan angkutan umum.
Dalam penelitian ini perlu diketahui bagaimana persepsi
pelaku perjalanan Jakarta-Depok yang menggunakan kendaraan
pribadi tentang kemungkinan berpindahnya ke penggunaan
angkutan umum. Metode yang digunakan dalam pengambilan data
adalah metode stated preference dimana didapat pada umumnya
minat pengguna kendaraan pribadi untuk berpindah ke angkutan
umum adalah cukup besar apabila dilakukan perbaikan
pelayanan angkutan umum mulai dari keamanan dan
kenyamanannya, keandalan pelayanannya dan penguatan sistem
integrasi antar moda angkutan Depok-Jakarta.
4. Analisa Pemilihan Moda Transportasi Medan-Rantau Prapat dengan
Menggunakan Metode Stated Preference, (Rizyak Wale Simanjuntak,
Medis S. Surbakti, 2012).
Untuk rute Medan-Parapat ada tiga moda transportasi
yang umum digunakan yaitu bus, kereta api dan taxi. Untuk
58
mengetahui faktor-faktor apa saja yang mmepengaruhi
seseorang untuk memilih moda transportasinya maka dilakukan
penelitian dengan metode stated preference terhadap 50 responden
pengguna bus, 80 orang untuk kereta api dan 40 orang untuk
pengguna taxi. Kemudian dilakukan pemodelan pemilihan moda
dengan menggunakan model logit binomial.
Dari hasil penelitian diketahui bahwa diperoleh bahwa
ketika sekelompok orang ingin melakukan perjalanan dari
Medan ke Rantau Prapat maka sebanyak 71,4% akan memilih moda
transportasi kereta api, sebanyak 16% akan memilih moda
transportasi bus, dan sisanya sebanyak 12,6% akan memilih
moda transportasi taxi.
5. Consumers Satisfaction of Public Transport Monorail User in Kuala Lumpur,
(Amsori Muhhamad Das, Mohd. Azizul Ladin, Amirruddin Ismail,
Rizattiq O. K. Rahmat, 2013).
Monorel di Kuala Lumpur dibangun tahun 1997 dan mulai
dioperasikan 31 Agustus 2013. Monorel ini dianggap sangat
59
membantu pemecahan masalah di Kuala Lumpur. Karena monorel
pertama di ASEAN dibangun di Kuala Lumpur dan Singapura maka
sangat penting untuk dipelajari bagaimana perkembangan
monorel di Kuala Lumpur dan bagaimana tanggapan pengguna
monorel tersebut.
Metode penelitian yang digunakan adalah Importance
Performance Analysis (IPA) yang dapat memberikan informasi
tentang faktor pelayanan dan permintaan konsumen. Penelitian
ini dilakukan dengan teknik wawancara terhadap 400 responden
pengguna monorel dan dari hasil analisa data didapatkan
bahwa pengguna sudah cukup puas dengan layanan monorel
tetapi untuk meningkatkan daya tarik dan penambahan
pemasukan dari monorel maka harus dilakukan perbaikan
terhadap pelayanan area halte monorel seperti penambahan
eskalator turun, perbaikan kualitas dan kuantitas tempat
duduk pada kereta, pengembangan rute ke tempat lain,
perbaikan kenyamanan saat menunggu kereta monorel pada waktu
jam sibuk.
60
6. Preference of Travellers for Sustainable Transportation Planning Objective in
Klang Valley, Malaysia (Lee Vien Leong, Jen Sim HO dan Ahmad
Farhan Mohd Sadullah, 2009)
Penelitian ini mengenai pemilihan moda transportasi di
Klang Valley, Malaysia antara mobil pribadi, bus dan
kendaraan berbasis rel. Pendekatan dilakukan dengan survey
stated preference terhadap 635 responden. Pemilihan moda
transportasi dilakukan dengan metode logit multinomial.
Dari hasil penelitian dengan membandingkan atribut
rute, jarak perjalanan ke halte angkutan umum, biaya bahan
bakar, biaya parkir dan tol, aksesibilitas, keramahan
lingkungan, keamanan dan kenyamanan didapatkan bahwa
aksesibilitas dan jarak berjalan ke halte angkutan umum
adalah atribut yang paling penting. Oleh karena itu sangat
diharapkan desain perencanaan integrasi antar moda, dan
rencana tata guna lahan yang lebih baiik.
61