57
Jan 8 Skripsi PAI : PENGARUH LATAR BELAKANG PENDIDIKAN FORMAL ORANG TUA TERHADAP PRESTASI BELAJAR PENDIDIKAN AGAMA ISLAM SISWA KELAS II SMP NEGERI 2 MANDIRAJA BANJARNEGARA TAHUN PELAJARAN 2012/2013 PENGARUH LATAR BELAKANG PENDIDIKAN FORMAL ORANG TUA TERHADAP PRESTASI BELAJAR PENDIDIKAN AGAMA ISLAM SISWA KELAS II SMP NEGERI 2 MANDIRAJA BANJARNEGARA TAHUN PELAJARAN 2012/2013 A. Latar Belakang Masalah Pendidikan menurut Undang-undang Nomor 2/1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 1 merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkaan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,

Contoh skripsi

Embed Size (px)

Citation preview

Jan8

Skripsi PAI : PENGARUH LATAR BELAKANG PENDIDIKAN FORMAL ORANGTUA TERHADAP PRESTASI BELAJAR PENDIDIKAN AGAMA ISLAM SISWA KELAS II SMP NEGERI 2 MANDIRAJA BANJARNEGARA TAHUN PELAJARAN 2012/2013

PENGARUHLATAR BELAKANG PENDIDIKAN FORMAL ORANG TUA

TERHADAP PRESTASI BELAJAR PENDIDIKAN AGAMA ISLAMSISWA KELAS II SMP NEGERI 2 MANDIRAJA BANJARNEGARA

TAHUN PELAJARAN 2012/2013

A.    Latar Belakang Masalah

Pendidikan menurut Undang-undang Nomor 2/1989 tentang

Sistem Pendidikan Nasional pasal 1 merupakan usaha sadar dan

terencana untuk mewujudkaan suasana belajar dan proses

pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan

potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,

pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta

ketrampilan yang diperlukan dirinya.1[1]

Untuk memenuhi kebutuhan akan pendidikan tersebut manusia

memasuki dunia pendidikan melalui proses belajar, dalam proses

tersebut muncul pengaruh yang dapat membawa perubahan sikapatas

manusia yang dipengaruhinya. Seiring dengan pengembangan ilmu

pengetahuan dan teknologi menurut setiap orang untuk membekali

dirinya lebih baik sehingga mampu membekali diri dengan

perkembangan yang ada. Salah satu untuk membekali diri adalah

pendidikan, baik formal maupun non formal.

Komponen yang bertanggung jawab dalam pelaksanaan

pendidikan ada tiga unsur yaitu orang tua, masyarakat, dan

pemerintah.2[2] Dalam dunia pendidikan formal, fenomena belajar

mengajar lebih menekankan pada tercapainya kegiatan pada diri

siswa (murid), karena memang pendidikan formal merupakan jalur

pendidikan yang terstruktur.

Melalui pendidikan yang terstruktur seseorang akan memiliki

daya pemikiran yang berbeda, dari sejak pendidikan dasar,

menengah sampai pereguruan tinggi. Begitupun pengaruhnya pada

siswa yang memiliki orang tua yang latar belakang pendidikan

formal orang tua yang berbeda mereka pasti memiliki sikap, moral

dan perilaku yang berbeda dalam kehidupan kesehariannya.

1

2[2] Zaiyah Darajat, Ilmu Pendidikan Islam, Bumi Aksara, Jakarta 1996, hal.34

Menjadi orang tua tidak hanya penting bagi keberadaan kita

sekarang, tetapi juga bagi masa depan anak-anak kita, terutama

membekalinya dengan Pendidikan Agama Islam bagi anak, karena

kelak orang tua yang Memiliki anak yang sukses dan berprestasi

dalam belajarnya merupakan sebuah petualangan, penuh dengan

kejutan-kejutan dan perubahan-perubahan.

Pada masyarakat modern tugas dan tanggung jawab pendidikan

pada anak diserahkan kepada suatu lembaga, yaitu sekolah. Sekolah

disini merupakan tempat melakukan kegiatan belajar dalam usaha

untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Dalam mewujudkan

lembaga pendidikan diatas orang tua siswa selalu dilibatkan dalam

kualitas pendidikan anaknya, oleh karena itu begitu pentingnya

latar belakang pendidikan orang tua bagi anak, sebagai motivator

yang aktif.

Dalam dunia pendidikan, proses belajar mengajar lebih

menekankan terciptanya kegiatan belajar siswa. Kegiatan yang

dilaksanakan pada akhir tahunnya atau akhir semester dilakukan

penilaian (evaluasi). Penilaian sebagai alat akhir untuk

mengetahui keberhasilan kegiatan belajar siswa yang dapat disebut

pula dengan sebagai prestasi belajar siswa. Prestasi belajar ini

secara nyata akan dapat diketahui oleh siswa setiap akhir

semester dinyatakan dalam bentuk angka-angka nilai raport.

Berdasarkan fenomena tersebut, peneliti ingin mengadakan

penelitian di lembaga pendidikan. Apakah latar belakang

pendidikan formal orang tua yang tinggi berpengaruh terhadap

prestasi belajar PAI anaknya. Untuk mencapai suatu tujuan

diperlukan adanya sarana belajar yang memadai. Pemenuhan belajar

yang sangat penting bagi siswa untuk mengejar prestasi.

Lingkungan tempat tinggal dan adanya dorongan internal yang

muncul dari dalam diri anak sehingga timbul suatu kebiasaan pada

diri anak, hal itu merupakan pengaruh dasar dari orang tua

apalagi pengaruh Religi pada diri anak yang sangat mendarah daging.

Begitupun pengaruh eksternal yang sangat berpengaruh terhadap

prestasi belajar PAI anak tersebut. Namun jika tidak mempunyai

minat yang tinggi dalam dirinya, akan mendapat hambatan dalam

mencapai hasil belajarnya, sehingga prestasi yang dicapai dibawah

yang semestinya.

Ada juga persepsi yang menyatakan bahwa orang tua yang

tingkat latar belakangnya tinggi, belum tentu ia mampu memberi

perhatian yang penuh terhadap pendidikan anaknya, begitu

sebaliknya ada orang tua yang latar belakang pendidikannya rendah

tetapi sangat besar perhatiannya terhadap pendidikan anaknya.

Namun hakikatnya sangat berbeda sekali orang tua yang

berpendidikan tinggi dengan orang tua yang berpendidikan rendah

yang pasti kelihatan dalam pengaplikasiannya seorang anak dalam

kehidupan perilaku sehari-haru, orang tua yang berpendidikan

tinggi mereka pasti lebih tahu dan mengerti cara mendidik dan

mengarahkan anaknya, mereka mampu memberikan respon yang tepat

dan pengasuhan yang efektif dan mengasyikkan terhadap anaknya.

Orang tua yang berpendidikan mereka sangat mengerti dan

paham bahwa mereka tidak akan meninggalkan generasi mereka atau

anak-anak mereka dalam keadaan lemah, lemah disini lebih

ditekankan dalam artian lemah dari segi intelektualnya untuk

berprestasi. Dalam Al-Qur’an disebutkan Qs. An-Nisa’: 9

Artinya: “Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan

dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap(kesejahteraan) mereka. oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah danhendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar”.

Melalui tercapainya sarana belajar yang memadai, lingkungan

tempat tinggal terutama keluarga, minat belajar siswa dan latar

belakang pendidikan formal orang tua yang berbeda. Semua akan

berpengaruh terhadap pencapaian hasil belajarnya. Prestasi

belajar PAI siswa yang sangat diharapkan orang tua siswa tersebut

dipengaruhi oleh banyak faktor, diantaranya faktor internal yang

timbul dari anak itu sendiri dan faktor eksternal yang timbul

diluar pribadinya terutama orang tua sangat berpengaruh dalam

pencapaian prestasi anak-anaknya.

Dari beberapa uraian tersebut, peneliti tertarik untuk

melakukan penelitian dengan judul “ Pengaruh Latar Belakang

Pendidikan Formal Orang Tua Terhadap Prestasi Belajar PAI Siswa

Kelas II SMP Negeri 2 Mandiraja Banjarnegara Tahun Pelajaran

2012/2013”.

B.    Identifikasi Masalah

Berdasarkan pada latar belakang masalah di atas maka penulismengidentifikasi masalah yaitu pada hakikatnya sangat berbeda

sekali orang tua yang berpendidikan tinggi dengan orang tua yangberpendidikan rendah yang pasti kelihatan dalam pengaplikasiannyaseorang anak dalam kehidupan perilaku sehari-hari. Orang tua yangberpendidikan tinggi mereka pasti lebih tahu dan mengerti caramendidik dan mengarahkan anaknya, mereka mampu memberikan responyang tepat dan pengasuhan yang efektif dan mengasyikkan terhadapanaknya.

C.    Penegasan Istilah

1.      Pengaruh

Adalah daya yang menyebabkan sesuatu terjadi, atau suatu

yang dapat membentuk atau mengubah sesuatu yang lain, atau

tunduk mengikuti karena kuasa orang lain.3[3] Pengaruh yang

penulis maksud adalah daya upaya orang tua dalam memperhatikan

anak-anaknya dalam proses pembelajarannya sehingga mereka

memiliki kedisiplinan yang tinggi dalam belajar.

2.      Pendidikan Formal

Pendidikan Formal adalah jalur pendidikan yang tersruktur

dan berjenjang yang terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan

menengah, dan pendidikan tinggi.

3.      Orang Tua

Orang tua adalah ayah ibu kandung yang telah melahirkan,

mengasuh, merawat dan bertanggung jawab atas pendidikan dan

3

[3] J.S Badudu, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta, Pustaka SinarHarapan, 1996, hal. 1031.

memenuhi kebutuhan anaknya.4[4] Orang tua yang penulis maksud

adalah wali murid siswa-siswi di SMPN 2 Mandiraja, Banjarnegara.

4.      Prestasi Belajar PAI

Yang dimaksud dengan prestasi belajar PAI adalah hasil yang

diperoleh berupa kesan-kesan yang mengakibatkan perubahan dalam

diri individu sebagai hasil dari aktivitas dalam belajar PAI.

Menurut Poerwadarminta dalam Kumus Besar Bahasa Indonesia memberi

batasan prestasi sebagai berikut. Prestasi adalah hasil yang

dicapai dari apa yang telah dikerjakan atau yang sudah

diusahakan.5[5]

Berdasarkan definisi tersebut maka dapat penulis jelaskanbahwa prestasi adalah ketercapaian hasil dari proses kegiatanbelajar mengajar yang dilakukan oleh guru di kelas denganmenggunakan alat ukur yang dapar dipertanggung jawabkan.

The Liang Gie menyatakan bahwa belajar adalah segenaprangkaian kegiatan atau aktivitas yang dilakukan secara sadaroleh seseorang dan mengakibatkan perubahan dalam dirinya berupapenambahan pengetahuan yang sifatnya permanen.6[6]

Dari pendapat para ahli tentang belajar yang dikemukakan,dapat dipahami bahwa belajar adalah suatu kegiatan yang dilakukandengan melibatkan dua unsur yaitu jiwa dan raga. Gerak raga yang

4[4] Zakiah Darojat, Kesehatan Mental, Gunung Agung. Jakarta, 2000,hal.49.

5[5] W.J.S Poerwadarminta, Kamus Besar Bahasa Indonesaia, Balai Pustaka,Jakarta, 1998, hal. 788.

6[6] The Liang Gie, Cara Belajar Yang Efisien, Pusat Kemajuan Studi,Yogyakarta, 2004, hal. 6.

ditunjukkan harus sejalan dengan proses jiwa untuk mendapatkanperubahan.

Prestasi belajar adalah menunjukkan perubahan, ataupenyesuaian ke hal yang lebih sempurna dari suatu tujuan ataumaksud. Sedang perubahan karena belajar itu sendiri menyangkutberbagai aspek kepribadian, baik fisik maupun psikhis sepertiperubahan dalam pengertian, pemecahan suatu masalah, ketrampilan,kecakapan, kebiasaan atau sikap.7[7]

Berdasarkan pengertian di atas penulis dapat merumuskan bahwa

pengertian prestasi belajar yaitu suatu hasil yang telah dicapai

setelah melalui kegiatan atau perbuatan belajar, sehingga

mendapatkan kecakapan baru menuju ke arah kemajuan.

D.    Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut, rumusan masalah dapat

peneliti rumuskan sebagai berikut:

1. Bagaimana latar belakang pendidikan formal orang tua siswa kelas

II SMPN 2 Mandiraja?

2. Bagaimana prestasi belajar PAI siswa kelas II SMPN 2 Mandiraja?

3. Bagaimana pengaruh latar belakang pendidikan formal orang tua

terhadap prestasi belajar PAI siswa kelas II SMPN 2 Mandiraja?

Diposkan 8th January 2013 oleh Yeti Rokhaniyah 0

7[7] Abu Ahmadi, Psikologi Umum, Rineka Cipta, Yogyakarta, 2001, hal. 62.

Add a comment

skripsi dan PTK

Beranda Daftar Judul Paket Trans

1.

Jan

4

Skripsi Pendidikan Agama Islam: Hubungan Keaktifan Shalat dengan Pengendalian Diri pada Peserta Didik Kelas VII SMP Negeri 2 Mandiraja Kabupaten

Banjarnegara Tahun Pelajaran 2012/2013

Hubungan Keaktifan Shalat dengan Pengendalian Diri padaPeserta Didik Kelas VII SMP Negeri 2 Mandiraja Kabupaten

Banjarnegara Tahun Pelajaran 2012/2013

BAB I

PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah

Dalam kehidupan era modern seperti sekarang ini

sedikit banyak manusia telah berbaur dengan kehidupan

yang ada, semua pikiran terus berkembang dan selalu

dikembangkan menuju teknologi yang canggih dan mutakhir,

semua jerih upaya selalu disandarkan kepada kepuasan

hidup tak peduli walau saling tumpang tindih.

  Perkembangan ilmu pengetahuan dan tekhnologi telah

membawa jauh peradaban manusia, akibat yang sangat fatal

ialah tidak jarang manusia selalu menerima segala sesuatu

secara mentah, tidak ditelusuri terlebih dahulu baik atau

jelek, sehingga ilmu yang diperolehnya selalu

menginginkan serba instant. Hal semacam ini memberikan

pengaruh negatif terhadap semua kalangan baik orang

dewasa, remaja dan anak-anak yang masih berusia dibawah

umur. Ini membawa dampak negatif dari pengendalian diri

atau perlakuan tidak bermoral seperti pembunuhan massal,

perampokan, penganiayaan, bahkan pemerkosaan yang kerap

terjadi.

Di sisi lain, para siswa Sekolah Menengah Pertama

sedang berada pada tingkat perkembangan yang disebut

“masa remaja” atau pubertas. mereka berada dalam masa di

mana terjadi perubahan-perubahan psikologis.  dalam masa

perubahan itu, siswa umumnya mengalami berbagai kesulitan

dan masalah di dalam melakukan penyesuaian atau peraturan

dalam sekolah. oleh karena itu, gambaran perilaku guru

yang diharapkan sangat mempengaruhi dalam melaksanakan

kegiatan keagamaan. karena fungsi guru itu sendiri adalah

membina, mengawasi dan memberikan ilmu pada anak

didiknya.

Menurut pendapat Peaget, masa usia sekolah yaitu

dari kira-kira umur 12;00 sampai kira-kira umur 19;00.[1]

Pada masa usia sekolah juga terdapat masa pra-remaja yang

berlangsung secara singkat. Masa ini ditandai oleh sifat-

sifat negatif pada si remaja, sehingga seringkali masa

ini juga disebut masa negatif. Berbagai gejala yang bisa

dianggap gejala negatif pada mereka ialah bergerak, lekas

lemah, kebutuhan untuk tidur besar. Sifat-sifat negatif

itu dapat diringkas sebagai berikut; 1) Negatif dalam

prestasi, baik prestasi jasmani maupun prestasi mental,

2) Negatif dalam sikap sosial, baik dalam bentuk menarik

diri dari masyarakat (negatif pasif), maupun dalam bentuk

agresif terhadap masyarakat (negatif aktif).[2]

Jika melihat realita sekarang di kalangan remaja,

pengendalian diri sudah semakin berkurang dan banyaknya

terjadi  perilaku yang menyimpang dari ajaran agama

Islam, contohnya tawuran antar pelajar, dan sex bebas,

perselingkuhan, dan korupsi yang seolah telah membudaya

dalam sebagian masyarakat bahkan di kalangan pejabat.

Peristiwa dan kejadian tersebut menunjukkan betapa

rendahnya dan rapuhnya fondasi moral dan spiritual

kehiduapan bangsa yang menandakan lemahnya pengendalian

diri manusia sehingga telah melemparkan moralitas bangsa

kita pada titik rendah yang mengesankan bahwa manusia

Indonesia hidup dengan hukum rimba di tengah hutan

belantara.

Lemahnya pengendalian diri seseorang secara tidak

langsung mengarah pada rendahnya pendidikan agama di

sekolah. Pendidikan agama di sekolah selama ini lebih

terkosentrasi pada persolan-persoalan teoritis keagamaan

yang bersifat kognitif, dan kurang concern terhadap

persoalan bagaimana mengubah pengetahuan agama yang

kognitig menjadi makna dan nilai yang perlu

diinternalisasikan dalam diri peserta didik melalui

berbagai cara, media, maupun forum.

Rasdijanah mengemukakan beberapa kelamahan dari

pendidikan agama Islam di Sekolah dianataranya adalah

dalam bidang akhlak yang berorientasi pada urusan sopan

santun dan belum dipahami sebagai keseluruhan pribadi

manusia beragama, dalam bidang ibadah diajarkan sebagai

kegiatan rutin agama dan kurang ditekankan sebagai proses

pembentukan kepribadian. Selain itu dalam bidang hukum

(fiqih) cenderung dipelajari sebagai tata aturan yang tidak

akan berubah sepanjang masa, dan kurang memahami dinamika

dan jiwa hukum islam.

Shalat merupakan mediator hubungan antara manusia

dengan penciptanya. Allah SWT telah menjadikan shalat

sebagai bekal bagi seorang muslim yang bisa dijadikan

sebagai tempat melepas lelah dan untuk mendapatkan

motifasi baru dalam menempuh perjalanannya sehingga bisa

menyampaikannya pada Tuhannya. Selain itu apabila shalat

dilaksanakan secara aktif akan mempunyai makna tersendiri

yang bisa mengakrabkan antar sesama muslim.

Dalam konteks kehidupan duniawi, shalat adalah media

komunikasi antara makhluk dan sang kholiq, sarana untuk

menggapai kemajuan spiritual. Shalat menjadi penyeimbang

bagi sisi atau dimensi keduniawian setiap hamba, karena

seseorang bisa mencapai hadirat Tuhan hanya melalui

shalat.  karena shalat adalah pemisah antara keimanan dan

kekafiran serta pencegah dari perbuatan keji dan munkar.

Seperti dijelaskan dalam Al Qur’an surat Al-Ankabuut

ayat 45 adalah sebagi berikut :

 

Artinya :   Bacalah apa yang Telah diwahyukan kepadamu, yaitu Al Kitab(Al Quran) dan Dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itumencegah dari (perbuatan- perbuatan) keji dan mungkar. danSesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar(keutamaannya dari ibadat-ibadat yang lain). dan Allahmengetahui apa yang kamu kerjakan.

Inti perintah untuk menjalankan ibadah bagi umat

islam adalah pengendalian diri atau self control. Mengapa

aspek pengendalian ini penting ? Karena pengendalian diri

merupakan salah satu komponen utama bagi upaya perwujutan

kehidupan jiwa yang sehat. Dalam perspektif ilmu

psikologi dan kesehatan mental, kemampuan mengendalikan

diri adalah merupakan indikasi utama sehat tidaknya

kehidupan rohaniah seseorang.. Orang yang sehat secara

kejiwaan akan memiliki tingkat kemampuan pengendalian

diri yang baik, sehingga terhindar dari berbagai gangguan

jiwa ringan apalagi yang berat. Manakala pengendalian

diri seseorang terganggu, maka akan timbul berbagai-

reaksi-reaksi pathologis dalam kehidupan alam pikir

(cognition), alam perasaan (affection) dan perilaku

(psikomotorik). Bila hal ini terjadi maka akan terjadi

hubungan yang tidak harmonis antara diri individu dengan

dirinya sendiri (conflik internal) dan juga dengan orang

lain yang ada di sekitarnya. Dengan demikian maka orang

yang jiwanya tidak sehat keberadaannya akan sangat

mengganggu dirinya sendiri, juga menggangu lingkungan

sekitarnya.

Sekolah SMP Negeri 2 Mandiraja berada pada daerah

pedesaan, hal ini secara tidak langsung lingkungannya

dapat mempengaruhi pengendalian diri siswa. Oleh karena

itu sekolah perlu mengadakan kegiatan yang bisa

berpengaruh pada pengendalian diri siswa yang positif

yaitu dengan mengaktifkan shalat di sekolah maupun di

luar sekolah.

Berangkat dari fenomena di atas maka peneliti

mengambil judul yang ingin diteliti adalah  Hubungan

Keaktifan Shalat dengan Pengendalian Diri pada Peserta

Didik Kelas VII SMP Negeri 2 Mandiraja Kabupaten

Banjarnegara Tahun Pelajaran 2012/2013.

B.    Identifikasi Masalah

Bertitik tolak pada latar belakang masalah di atas,

maka peneliti mengidentifikasi masalah sebagai berikut:

1.     Pendidikan agama di sekolah selama ini lebih

terkosentrasi pada persolan-persoalan teoritis

keagamaan yang bersifat kognitif, dan kurang perhatian

terhadap persoalan bagaimana mengubah pengetahuan agama

yang kognitig menjadi makna dan nilai yang perlu

diinternalisasikan dalam diri peserta didik melalui

berbagai cara, media, maupun forum.

2.     Rapuhnya fondasi moral dan spiritual kehiduapan

bangsa yang menandakan lemahnya pengendalian diri

manusia sehingga telah melemparkan moralitas bangsa

kita pada titik rendah yang mengesankan bahwa manusia

Indonesia hidup dengan hukum rimba di tengah hutan

belantara.

3.     Dalam pemahaman materi dan pelaksanaan pendidikan

agama Islam, dalam bidang ibadah diajarkan sebagai

kegiatan rutin agama dan kurang ditekankan sebagai

proses pembentukan kepribadian, dalam bidang hukum

(fiqih) cenderung dipelajari sebagai tata aturan yang

tidak akan berubah sepanjang masa, dan kurang memahami

dinamika dan jiwa hukum islam.

C.    Penegasan Istilah

Untuk menghindari kesalahpahaman  dan

menginterprestasikan judul skripsi ini, peneliti perlu

mengemukakan agar dapat dipahami secara kongkrit dan

lebih kooperasional. Adapun batasan istilah tersebut

adalah :

1.     Hubungan

J.S. Badudu dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia

menjelaskan bahwa hubungan artinya sambungan, pertalian

atau cara bagaimana yang satu dengan yang lain

berhubungan.[3] Hubungan yang peneliti maksud adalah

pertalian antara keaktifan shalat dengan pengendalian

diri siswa di SMP Negeri 2 Mandiraja

2.     Keaktifan Shalat

Aktif berarti mampu beraksi dn bereaksi. Dalam hal

ini aktif diartikan bahwa para siswa aktif secara

mental (berpikir dan melajar untuk dirinya sendiri),

secara fisik (dengan menggunakan tangan, indera, sertamaterial belajar lainnya). Aktif artinya giat bekerja

dan berusaha. Keaktifan adalah usaha yang sangat giat,

Purwodarminto.

Shalat menrut arti bahasa adalah berdoa. Adapun

menurut istilah syara’ adalah ibadah yang tersusun dari

beberpa ucapan dan perbuatan yang dimulai dengan

takbiratul ihram dan diakhiri dengan salam.[4] Menurut bahasa

arab, shalat berarti do’a. Kemudian secara istilah

yaitu ibadah yang tersusun dari beberapa perkataan dan

beberapa perbuatan yang dimulai dengan takbir disudahi

dengan salam dan memenuhi beberapa syarat yang

ditentukanan.

3.     Pengendalian diri

Pengendalian diri adalah merupakan suatu keinginan

dan kemampuan dalam menggapai kehidupan yang selaras,

serasi dan seimbang pada hak dan kewajibannya sebagai

individu dalam kehidupan keluarga, masyarakat, bangsa

dan negara.[5]

D.    Rumusan Masalah

Berangkat dari latar belakang masalah tersebut

diatas, maka permasalahannya dapat dirumuskan sebagai

berikut:

1.     Bagaimanakah keaktifan shalat siswa di SMPN 2

Mandiraja Kabupaten Banjarnegara Tahun Pelajaran

2012/2013?

2.     Bagaimanakah pengendalian diri siswa di SMPN 2

Mandiraja Kabupaten Banjarnegara Tahun Pelajaran

2012/2013?

3.     Bagaimanakah hubungan keatifan shalat terhadap

pengendalian diri siswa di SMPN 2 Mandiraja Kabupaten

Banjarnegara Tahun Pelajaran 2012/2013?

E.    Tujuan Penelitian

Dari beberapa pokok permasalahan yang telah

dirumuskan di atas maka tujuan yang hendak dicapai di

dalan penelitian ini adalah:

1.     Untuk mengetahui keaktifan shalat siswa di SMPN 2

Mandiraja Kabupaten Banjarnegara Tahun Pelajaran

2012/2013?

2.     Untuk mengetahui pengendalian diri siswa di SMPN 2

Mandiraja Kabupaten Banjarnegara Tahun Pelajaran

2012/2013?

3.     Untuk mengetahui hubungan keatifan shalat terhadap

pengendalian diri siswa di SMPN 2 Mandiraja Kabupaten

Banjarnegara Tahun Pelajaran 2012/2013?

F.     Manfaat Penelitian

Melalui penelitian ini diharapkan dapat memberikan

manfaat bagi pihak-pihak terkait.

1.     Bagi Siswa

a.      Meningkatkan keaktifan siswa dalam melaksanakan

shalat.

b.      Dapat mengendalikan diri dalam kehidupan sehari-

hari.

c.      Memberi motifasi kepada siswa-siswi SMPN 2

Mandiraja Kabupaten Banjarnegara khususnya, untuk

tetap tekun mengikuti proses pembelajaran Pendidikan

Agama Islam  guna membangun generasi muslim yang

beriman dan bertakwa kepada Allah SWT, dan

berkepribadian, beradab, berilmu dan berakhlakul

karimah.

2.     Bagi Guru

a.      Dengan penelitian ini diharapkan dapat dijadikan

bahan masukan terhadap guru agar senantiasa

memotivasi peserta didik untuk dapat melaksanakan

shalat

b.      Sebagai pemahaman dan pengetahuan guru dalam

kaitannya keaktifan shalat dan pengendalian diri.

3.     Bagi penulis

a.     Dengan adanya penelitian ini diharapkan peneliti

dapat memperoleh pengetahuan dan informasi yang

akurat tentang sejauhmana hubungan keaktifan shalat

pengendalian diri siswa di SMP Negeri 2 Mandiraja

Banjarnegara.

b.     Dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan/masukan

pada penelitian-penelitian selanjutnya.

4.     Bagi Lembaga SMP Negeri 2 Mandiraja Banjarnegara

a.      Sebagai bahan masukan terhadap pendidik dalam

meningkatkan perhatian terhadap peserta didik

sehingga dapat mengendalikan diri yang sesuai dengan

apa yang diharapkan.

b.      diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan evaluasi

bagi kepala sekolah dan guru mata pelajaran aqidah

akhlak dalam membuat kebijakan strategis dalam

proses kegiatan belajar mengajar.

5.     Bagi Lembaga UNSIQ Wonosobo.

a.      Untuk memberikan masukan kepada Fakultas Ilmu

Tarbiyah Dan Keguruan Jurusan PAI UNSIQ Wonosobo

sebagai bahan pustaka.

b.      Untuk menambah perbendaharaan penelitian di

bidang pendidikan.

G.   Metode Penelitian

1.     Jenis Penelitian

Berdasarkan pendekatan, penelitian ini menggunakan

pendekatan kuantitatif. Penelitian kuantitatif

didasarkan atas konsep positivisme yang betolak dari

asumsi bahwa realita bersifat tunggal, fixed, stabil,

lepas dari kepercayaan dan perasaan-perasaan

individual. Realita terdiri atas bagiandan unsur yang

terpisah satu sama lain dan dapat diukur dengan

menggunakan instrumen. Penelitian kuantitatif bertujuan

mencari hubungan dan menjelaskan sebab-sebab perubahan

dalam fakta-fakta sosial yang terukur.[6]

Menurut sifat permasalahannya, sesuai dengan tugas

penelitian itu untuk memberikan, menerangkan,

meramalkan dan mengatasi permasalahan atau persoalan-

persoalan, maka penelitian dapat pula digolongkan dari

sudut pandanagan ini. Sehingga penggolongan ini bisa

mencakup penggolongan yang dsebut terdahulu.

Berdasarkan penggolongan ini dapat dipilih rancangan

penelitian yang sesuai.[7] Adapun jenis penelitian ini

termasuk penelitian kwantitatif korelasional.

Penelitian kwantitatif korelasional bertujuan melihat

hubungan antara dua gejala atau lebih.

Sesuai dengan jenis penelitian tersebut maka

penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif

tentang korelasi antara keaktifan shalat dengan

pengendalian diri Siswa di SMP Negeri 2 Mandiraja

Banjarnegara. Tahun Pelajaran 2012/2013.

2.     Variabel dan Indikator Penelitian

Variabel penelitian pada dasarnya adalah segala

sesuatu yang berbentuk apa saja yang ditetapkan oleh

peneliti untuk dipelajari sehingga diperolh informasi

tentang hal tersebut, kemudian ditarik kesimpulan.

Secara teoritis variable dapat didefinisikan

sebagai atribut seseorang, atau obyek, yang mempunyai

“variasi” antar satu orang dengan yang lain atau satu

obyek dengan obyek yang lain. Hatch dan Farhady, dalam

Sugiono.[8]

Dalam penelitian ini terdapat variable sebagai

berikut :

a.      Variabel Keaktifan Shalat

Variabel ini bertindak sebagai variable Bebas

(variable X), dengan indikatornya adalah:

1)     Siswa merasa senang untuk melaksanakan praktek

shalat.

2)     Siswa aktif malaksanakan shalat di sekolah

maupun di rumah tanpa ada paksaan dari guru

3)     Siswa dapat menyegerakan untuk melaksanakan

shalat apabila sudah masuk waktu shalat.

4)     Siswa bisa mengajak teman untuk dapat

melaksanakan shalat secara bersama-sama.

5)     Siswa mempuyai rasa tanggung jawab terhadap

dirinya sendiri untuk aktif melaksanakan shalat.

6)     Siswa mempunyai kesadaran sendiri untuk selalu

aktif melaksanakan shalat kapanpun dan

dimanapun.

b.      Variabel Pengendalian Diri

Variable ini bertindak sebagai variable terikat

(variable Y) dengan indikatornya adalah bolos

sekolah, terlambat, berpamitan, memberi salam.

1)     Siswa memiliki sopan santun yang baik terhadap

guru maupun orang tua.

2)     Siswa menghargai dan menghormati kepada orang

yang dianggap lebih tua.

3)     Siswa bersikap dan bertingkah laku sesuai

dengan akhlak yang Islami dalam kehidupan sehari-

hari.

4)     Siswa memahami dan menjunjung tinggi norma-

morma yang berlaku baik di sekolah maupun dirumah.

5)     Siswa memiliki nilai-nilai luhur dalam bergaul.

6)     Siswa memiliki etika dalam berbicara, bergaul

dan berpakaian sesuai dengan etika Islam.

3.     Populasi dan Sampel Penelitian

a.      Populasi dan Sampel

Hadari Nawawi, menyebutkan bahwa populasi adalah

keseluruhan objek penelitian yang terdiri dari

manusia, benda-benda, hewan, tumbuh-tumbuhan,

gejala-gejala, nilai tes, atau peristiwa-peristiwa

sebahai suber data yang memiliki karakteristik

tertentu di dala suatu penelitian.[9] Kaitannya

dengan batasan tersebut, populasi dapat dibeakan

menjadi:[10]

1)     Populasi terbatas atau populasi terhingga,

yakni populasi yang memiliki batas kuantitatif

secara jelas karena memiliki karakteristik yang

terbatas.

2)     Populasi tak terbatas atau populasi tak

terhingga, yakni populasi yang tidak dapat

ditemukan batas-batasnya, sehingga tidak dapat

dinyatakan dalam bentuk jumlah secara kuantitatif.

Menurut Sugiyono, populasi adalah wilayah

generalisai yang terdiri atas: obyk/subyek yang

mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang

ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan

kemudian ditarik kesimpulannya.[11] Sampel adalah

bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki

oleh populasi tersebut.[12]

Suharsimi Arikunto juga menjelaskan dalam

bukunya prosedur penelitian sebagai berikut: jika

populasi (subyek) nya kurang dari 100, lebih baik

diambil semua sehingga penelitiannya merupakan

penelitian populasi. Selanjutnya jika jumlahnya

besar (lebih dari 100), maka diambil antara 10-15%

atau 25-30% tergantung kepada:

1)     Kemampuan peneliti dilihat dari segi waktu,

tenaga dan dana.

2)     Sempit atau luasnya wilayah peneliti dilihat

dari setiap subyek karena hal ini tergantung

banyak sedikitnya data.

3)     Besar kecilnya resiko yang ditanggung oleh

peneliti.[13]

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh

siswa SMP Negeri 2 Mandiraja Banjarnegara tahun

pelajaran 2012/2013 yang terdiri dari kelas VII

delapan kelas sebanyak 255 siswa.

Karena jumlah populasinya adalah 255 siswa,

dalam hal ini peneliti mengambil 12%. Peneliti

mempertimbangkan kemampuan dari segi tenaga, waktu

dan dana, untuk itu peneliti akan mengambil sampel

dari salah satu kelas VII yaitu kelas VII.A dengan

jumlah 31 siswa.

b.      Teknik Sampling

Pengambilan sampel merupakan suatu proses

pemilihan dan penentuan jenis sampek dan perhitungan

besarnya sampel yang akan menjadi subjek atau objek

penelitian. Sampel yang secara nyata akan diteliti

harus representatif dalam arti mewakili populasi

baik dalam karakteristik maupun jumlahnya.[14]

Pengambilan sampel dalam penelitian ini dengan

teknik proportional random sampling. Yaitu mengambil

sampel dari masing masing kelas di SMP Negeri 2

Mandiraja Banjarnegara yang ada dengan jumlah

perbandingan yang sama masing-masing kelas mendapat

kesempatan untuk sebagai sampel. Sedangkan penentuan

subjeknya dengan cara acak atau random sampling.

4.     Instrumen Penelitian

Pada umumnya penelitian akan berhasil apabila

banyak menggunakan instrumen, sebab data yang

diperlukan untuk menjawab pertanyaan penelitian

(masalah) dan menguji hipotesis diperoleh melalui

instrumen. Instrumen sebagai alat pengumpul data harus

betul-betul dirancang dan dibuat sedemikian rupa

sehingga menghasilkan data empiris sebagaimana adanya.

[15]

Instrument penelitian digunakan untuk mengukur

nilai variable yang diteliti. Dengan demikian jumlah

instrmen yang akan digunakan untuk peneltitian akan

tergantung pada jumlah variable yang diteliti. Pada

prinsipnya meneliti adalah melakukan pengukuran

terhadap fenomena sosial maupun alam. Meneliti dengan

data yang sudah ada lebih tepat kalAu dinamakan membuat

laporan dari pada melakukan penelitian. Namun demikian

dalam skala yang paling rendah laporan juga dapat

dinyatakan sebagai bentuk penelitian, Emory (1985).[16]

Prinsip penelitian adalah melakukan pengukuran,

oleh karena itu harus ada alat ukur yang digunakan.

Alat ukut itu sering disebut sebagai instrumen

penelitian. Adapun instrumen penelitian yang peneliti

gunakan dalam metode penelitian ini adalah Instrumen

skala bertingkat atau skala pengukuran. Dari beberapa

jenis skala pengukuran yang ada, peneliti menggunakan

skala pengukuran skala likert. Skala likert adalah

skala yang digunakan untuk mengukur variabel

penelitian.[17]   

Dalam instrumen penelitian peneliti membuat judul

yang terdiri dari dua variabel, yaitu :

a.      Keaktifan Shalat

Adapun indikator yang digunakan untuk menentukan

tingkat keaktifan Shalat di SMP Negeri 2 Mandiraja

Kabupaten Banjarnegara Tahun Pelajaran 2012/2013

adalah :

1)    Selalu                                    (A)

2)    Sering                                    (B)

3)    Kadang-kadang                    (C)

4)    Tidak pernah                         (D)

Untuk keperluan analisis secara kuantitatif,

maka jawaban-jawaban tersebut diberi skor :

1)    Selalu dengan skor                (4)

2)    Sering dengan skor               (3)

3)    Kadang-kadang dengan skor    (2)

4)    Tidak pernah dengan skor     (1)

b.      Pengendalian Diri

Selanjutnya untuk kriteria yang peneliti gunakan

dalam mengukur indikator-indikator dari variabel Y

yaitu pengendalian diri di SMP Negeri 2 Mandiraja

Kabupaten Banjarnegara adalah sebagai berikut :

1)    Sangat setuju                         (A)

2)    Setuju                                    (B)

3)    Kurang setuju                        (C)

4)    Tidak setuju                          (D)

Untuk keperluan analisis secara kuantitatif

tentang perilaku siswa SMP Negeri 2 Mandiraja

Kabupaten Banjarnegara, maka jawaban-jawaban

tersebut di beri skor :

1)    Sangat setuju dengan skor    (4)

2)    Setuju dengan skor               (3)

3)    Kurang setuju dengan skor   (2)

4)    Tidak setuju dengan skor      (1)

Dengan skala pengukuran ini, maka nilai variabel

yang diukur tersebut dengan instrumen skala likert

dapat dinyatakan dalam bentuk angka, sehingga lebih

akurat, efisien dan komunikatif. Karena angka

merupakan ilmu pasti yang tidak dapat dirubah

menjasi sebuah kebijakan.

5.     Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data ada beberapa macam, yaitu:

angket, wawancara, pengamatan, ujian atau berupa

angket, dan juga dokumentasi. Dengan adanya berbagai

macam metode dan tekhnik pengumpulan data yang relevan,

sehingga nantinya akan diperoleh data penelitian yang

valid dan reliabel. Dalam penelitian ini, metode

pengumpulan data yang digunakan adalah :

a.      Metode observasi

Observasi sebagai tekhnik pengumpulan data

mempunyai ciri yang spesifik bila dibandingkan

dengan tekhnik yang lain, yaitu wawancara dan

quesioner kalau wawancara dan kuesioner selalu

berkomunikasi dengan orang, maka observasi tidak

terbatas pada orang tetapi juga pada objek-objek

yang lain.

Sutrisno Hadi (1986) sebagaimana dikutip oleh

Sugiyono mengemukakan bahwa observasi merupakan

suatu proses yang komplek, suatu proses yang

tersusun dari berbagai proses biologis dan

psikologis. Dua diantara yang terpenting adalah

proses pengamatan dan ingatan.[18]

Dalam metode observasi peneliti menggunakan

metode observasi non partisipasi, artinya peneliti

tidak terlibat dan hanya sebagai pengamat

independen. Dengan metode ini peneliti dapat

memperoleh data gambaran umum tentang keadaan

sekolah seperti keadaan gedung, letak geografis dan

keadaan sarana dan prasarana. Hal ini dilakukan

sebagai penjajagan awal dan seterusnya terhadap

lapangan penelitian agar peneliti lebih memahami

kondisi sebenarnya sehingga memperoleh data yang

valid.

b.      Metode interview

Interview alat pengumpul informasi dengan cara

mengajukan sejumlah pertanyaan secara lisan untuk

dijawab secara lisan pula. Ciri utama dari interview

adalah kontak langsung dengan tatap muka antara

pencari informasi (interviewer) dan sumber informasi

(interviewee).[19]

Wawancara yang peneliti terapkan adalah

wawancara tidak terstruktur. Wawancara tidak

terstruktur adalah wawancara yang bebas dimana

peneliti tidak menggunakan pedoman wawancara yang

telah tersusun secara sistematis dan lengkap untuk

mengumpulkan datannya. Pedoman yang digunakan hannya

berupa garis-garis besar permasalahan yang akan

ditanyakan.[20]

Wawancara tidak terstruktur lebih bersifat

informal, pertanyaan-pertanyaan tentang pandangan,

sikap, keyakinan, subjek, atau tentang keterangan

lainnya dapat ditanyakan secara bebas kepada subjek.

Wawancara jenis ini memang tampak luas dan biasanya

direncanakan agar sesuai dengan subjek dan suasana

pada waktu wawancara dilaksanakan. Dan subjek diberi

kebebasan menguraikan jawabannya serta mengungkapkan

pandangannya sesuka hati.

Dengan metode ini peneliti lebih mudah untuk

mengajukan pertanyaan-pertanyaan. Jadi pertanyaan

yang peneliti ajukan tidak hanya terfokus kepada apa

yang telah direncanakan sebelumnya, tetapi juga

pertanyaan yang tidak terencana. Hal ini karena di

dalam wawancara jawaban-jawaban yang dikeluarkan

oleh informan kadang menumbuhkan pertanyaan baru.

Keuntungan yang peneliti peroleh adalah informasi

yang peneliti dapat lebih banak dari apa yang

diharapkan sebelumnya, disamping itu komunikasi

dengan informan akan lebih leluasa. Metode ini

peneliti gunakan untuk mendapatkan informasi tentang

sejarah berdirinya, dan hal-hal lain yang relevan

dengan judul penelitian.

c.      Metode angket

Kuesioner suatu alat pengumpul informasi dengan

cara menyampaikan sejumlah pertanyaan tertulis untuk

menjawab secara tertulis pula oleh responden.

Kuesioner seperti hanya interviu, dimaksudkan untuk

memperoleh informsai tentang diri responden atau

informasi tentang orang lain.[21]

Uma Sekaran (1992) mengemukakan beberapa prinsip

dalam penulisan angket sebagai teknik pengumpulan

data yaitu: prinsip penulisan, pengukuran dan

penampilan fisik. Prinsip penulisan meyangkut

beberapa faktor yuitu: isi dan tujuan pertanyaan,

bahasa yang digunakan mudah, pertanyaan tertutup

terbuka-negatif positif, pertanyaan tidak mendua,

tidak menanyakan hal-hal yang sudah lupa, pertanyaan

tidak mengarahkan, panjang pertanyaan, dan urutan

pertanyaan.[22]

6.     Teknik Analisis Data

Dalam penelitian kuantitatif, teknik analiisi data

yang digunakan sudah jelas, yaitu diarahakan untuk

menjawab rumusan masalah atau menguji hipotesis yang

telah dirumuskan dalam dalm proposal. Karena datanya

kuantitatif, maka teknik anallis data menggunakan

metode statistika yang sudah tersedia.[23]

Guna mencapai tujuan yang telah dirumuskan dalam

penelitian ini, peneliti menggunakan tehnik analisis

data sebagai berikut :

a.      Analisis Pendahuluan

Untuk mengetahui tujuan pertama dan kedua yaitu

keaktifan shalat dan pengendalian diri data yang

terkumpul dianalisa berdasarkan skor atau nilai

dengan rumus :

Keterangan :

P           :  Jumlah prosentase

F           :  Frekuensi yang sedang dicari

prosentasinya.

N          : Number of Cases (jumlah frekuensi atau

banyaknya individu)

100%    : bilangan konstan.[24]

b.      Analisis Uji Hipotesis

Untuk mengetahui tujuan akhir yakni untuk

mengetahui seberapa jauh hubungan keaktifan shalat

terhadap pengendalian diri siswa di SMP Negeri 2

Mandiraja Banjarnegara. Hipotesis assosiatif diuji

dengan teknik korelasi. Karena data yang akan

dikorelasikan berbentuk interval, dan sumber data

yang sama, maka data yang terkumpul akan dianalisis

dengan menggunakan rumus prodauct moment yaitu

sebagai berikut :

Keterangan:

r              = Koefisien korelasi antara X dan Y

XY    = Jumlah hasil kali skor X dengan skorY

X         = Nilai variabel pertama

Y         = Nilai variabel kedua

N         = Banyaknya subyek pemilik nilai.[25]

c.      Analisis Lanjut

Untuk mengadakan interpretasi mengenai besamya

koefisien korelasi adalah :

- Antara 0,800 sampai dengan 1,000 = sanga tinggi

- Antara 0,600 sampai dengan 0,800 = tinggi

- Antara 0,400 sampai dengan 0,600 = sedang

- Anara 0,200 sampai dengan 0,400=  rendah

- Antara 0,000 sampai dengan 0,200= sangat rendah

Penafsiran harga koefisien korelasi ada dua cara

yaitu :

1)      Dengan melihat harga r dan diinterpretasikan

misalnya korelasi tinggi, cukup, dan sebagainya.

2)      Dengan berkonsultasi ke tabel harga kritik r

product moment dengan taraf kesalahan 1% atau 5%,

sehingga dapat diketahui signifikan tidaknya

korelasi tersebut. Jika harga rxy > rtabel, maka

korelasi tersebut signifikan.[26]

H.    Sistematika Penulisan Skripsi

Dalam penulisan skripsi ini, peneliti membagi dengan

sistematika sebagai berikut :

1.      Bagian Muka

Bagian muka meliputi : halaman judul, halaman

pengesahan, halaman nota pembimbing, halaman motto, halaman

persembahan, kata pengantar dan daftar isi.

2.      Bagian Tengah

BAB Pertama :   Berisi pendahuluan, yang meliputi :

latar belakang, masalah, penegasan masalah,

rumusan permasalahan, tujuan penelitian,

kajian teori, hipotesis penelitian metode

pengumpulan data dan sistematika penulisan

skripsi

BAB Kedua    :  Tinjauan Tentang Shalat yang meliputi;

Pengertian Shalat, Tujuan dan Manfaat

Shalat, Hikmah dan Keutamaan, Shalat Hukum

Shalat, Waktu-waktu Shalat, Syarat dan

Rukun Shalat, Shalat Jama’ah. Pengendalian

Diri yang meliputi; Pengertian Pengendalian

diri, Macam Pengendalina diri, Contoh Sikap

dan Perilaku Pengendalian Diri, Bentuk

Pengendalian Diri. Hubungan Keaktifan

Shalat terhadap Pengendalian Diri, Kerangka

Berfikir, Hipotesis Penelitian.

BAB Ketiga    :  Berisi gambaran umum SMP Negeri 2

Mandiraja Banjarnegara meliputi letak

geografis, sejarah singkat berdirinya, visi

dan misi, keadaan guru, keadaan siswa,

keadaan ketenagaan, keadaan sarana dan

prasarana, dan kurikulum, gambaran khusus

Keaktifan Shalat dan Pengendalian Diri

Peserta Didik Kelas VII SMP Negeri 2

Mandiraja.

BAB Keempat   :        Merupakan hasil penelitian dan

pembahasan meliputi data tentang Keaktifan

Shalat dan Pengendalian Diri Siswa kelas

VII SMPN 2 Mandiraja, analisis terhadap

Keaktifan Shalat, analisis data tentang

Pengendalian Diri, uji validitas dan

pembehasan.

BAB Kelima   :  Berisi tentang penutup, yang meliputi:

kesimpulan, saran-saran dan kata penutup.

3.      Bagian Akhir

Bagian akhir meliputi daftar pustaka, lampiran-

lampiran, dan daftar riwayat hidup.

BAB II

KEAKTIFAN SHALAT DAN PENGENDALIAN DIRI

A.    Keaktifan Shalat

1.      Pengertian Shalat

Shalat mempunyai kedudukan yang  tinggi didalam

Al Qur’an. Perintah shalat didalam Al Qur’an

diungkapkan dengan berbagai lafadz, bentuk dan cara.

Kadang-kadang diungkapkan secara jelas dalam kalimat

perintah, kalimat berita, bentuk janji atau ancaman.

Hal ini menunjukkan bahwa Al Qur’an mempunyai

perhatian yang cukup besar terhadap shalat

Skrip selengkapnya bisa hub 085291501979 / 087737623895

[1] H. Abu Ahmadi, Psikologi Perkembangan, Rineka Cipta,Jakarta, 2005, hal. 34

[2]  Ibid, hal. 42-43

[3] J.S. Badudu, Kamus Umum Bahasa Indonesia, PustakaSinar Harapan, Jakarta, 1996,      hal. 517.

[4] Tim Kajian KeIslaman Nurul Ilmu, Buku IndukTerlengkap Agama Islam, Citra Risalah, Yogyakarta, 2012, hal.170

[5] Godam, (22 Agustus 2008), Arti Definisi/PengertianPengendalian Diri, Selaras, Serasi & Seimbang-Pendidikan Kewarganegaraan.Diambil tanggal 29/1/2013, http://organisasi.org/arti-definisi-pengertian-pengendalian-diri-selaras-serasi-seimbang-pendidikan-kewarganegaraan

[6] Prof. Dr. Nana Syaodih, Sukmadinata, Metode Penelitian Pendidikan, PT. Remaja Rosdakarya, Bandung, 2009, hal. 12

[7] Drs. S. Margono, Metodologi Penelitian Pendidikan, RinekaCipta, Jakarta, 2009, hal. 6

[8] Sugiono, Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif,Kualitatif dan R &D, Alfbeta, Bandung, 2010. Hal 60

[9] S. Margono, Op Cit, hal. 118

[10] Ibid, hal.118-119

[11] Sugiyono, Op Cot, hal. 117

[12] Ibid, hal. 118

[13] Winarno Surahmad, Dasar-dasar dan Tekhnik Research,Tarsito, Bandung 1978, hal. 84

[14] Nana Syaodih Sukmadinata, Metode Penelitian Pendidikan,Remaja Rosdakarya, Bandung, 2009, hal. 252

[15] S. Margono, Op Cit, hal.155

[16] Sugiono, Op Cit, hal. 102

[17] Iqbal Hasan, Pokok-Pokok Materi Metodologi Penelitian danAplikasinya, Ghalia Indonesia, Jakarta, 2005, hal. 50.

[18] Sugiyono, Op Cit, 2010, hal. 203.

[19] S. Margono, Op Cit, hal. 165

[20] Sugiyono, Op Cit, 2010, hal. 197.

[21] S. Margono, Op. Cit, hal. 167.

[22] Sugiyono, Op Cit, 2010, hal. 200

[23] Ibid, hal. 243

[24] Sugiyono, Op Cit, 2010, hal. 183.

[25] Sumadi Suryabrata, Metodologi Penelitian, GrafindoPersada, Jakarta, 1995, hal. 124.

[26] Ibid, hal. 72.

Diposkan 1 week ago oleh Yeti Rokhaniyah

0

Add a comment

2.

Jan

8

PENERAPAN PENDEKATAN CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING DALAM PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM KELASVII DI SMP NEGERI 1 MANDIRAJA BANJARNEGARA TAHUNPELAJARAN 2012/2013

BAB I

PENDAHULUAN

A.     Latar Belakang Masalah

Pendidikan agama mempunyai peran besar terhadap

tercapainya tujuan pendidikan nasional serta watak

bangsa, utamanya menciptakan manusia yang beriman,

bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Jadi dapat

dikatakan bahwa berhasil tidaknya pendidikan agama

sangat menentukan berhasil tidaknya pelaksanaan

pendidikan di negara ini.

Selama ini telah terealisasi kebijakan-kebijakan

yang diambil oleh pemerintah yakni masuknya pendidikan

agama Islam pada tiap jenjang pendidikan mulai dari

taman kanak-kanak sampai pada perguruan tinggi. Namun

melihat realitas saat ini, masih banyak kalangan

menganggap pendidikan agama khususnya Islam, belum

memadai dan kurang relevan terhadap tuntutan zaman.

Dalam suasana belajar mengajar di lapangan dalam

lingkungan sekolah sering di jumpai beberapa masalah.

Para siswa meskipun mendapat nilai-nilai yang tinggi

dalam sejumlah mata pelajaran, namun mereka tampak

kurang mampu menerapkan perolehannya, baik berupa

pengetahuan, keterampilan, maupun sikap ke dalam

situasi lain.

Pendidikan agama yang berjalan selama ini masih

dianggap kurang berhasil dan belum memenuhi logika

zamanya. Pendidikan Agama yang diberikan lebih banyak

menyentuh pada aspek kognitif, belum sampai pada aspek

afektif dan psikomotorik, akibatnya peserta didik hanya

dapat mengerti agama, tetapi belum sampai pada tingkat

aksi atau implementasi.[1]

Beberapa kritik yang berkembang mengenai

pelaksanaan pendidikan Agama yang berlangsung di

sekolah mengalami banyak kelemahan. Thowaf (1996)

mengamati adanya kelemahan dari pembelajaran Pendidikan

Agama,yaitu: (1) Pendekatan masih cenderung normatif,

dalam arti pendidikan agama menyajikan norma-norma yang

sering kali tanpa illustrasi konteks sosial budaya,

sehingga peserta didik kurang menghayati nilai nilai

agama sebagai nilai yang hidup dalam keseharian; (2)

Kurikulum pendidikan gama Islam yang dirancang di

sekolah sebenarnya lebih menawarkan minimum kompetensi

atau minimum informasi, tetapi guru Pendidikan Agama

Islam sering kali terpaku padanya, sehingga semangat

untuk memperkaya kurikulum dengan pengalaman belajar

yang berfariasi kurang tumbuh; (3) Sebagai dampak yang

menyertai situasi tersebut diatas, maka guru Pendidikan

Agama Islam kurang berupaya menggali metode yang

mungkin bisa dipakai untuk pendidikan agama, sehingga

pelaksanaan pembelajaran cenderung monoton; (4)

Keterbatasan sarana/prasarana, sehingga pengelolaan

cenderung seadanya. Pendidikan yang diklaim sebagai

aspek yang penting sering kali kurang diberi prioritas

dalam urusan fasilitas.[2]

Dalam konteks sistem pembelajaran, agaknya titik

lemah pendidikan agama lebih terletak pada komponen

metodologinya. Kelemahan tersebut dapat diidentifikasi

sebagai berikut: (1) Kurang bisa mengubah pengetahuan

agama yang kognitif menjadi “makna” dan “nilai” atau

kurang mendorong penjiwaan terhadap nilai-nilai

keagamaan yang perlu diinternalisasikan dalam diri

peserta didik; (2) Kurang dapat berjalan bersama dan

bekerja sama dengan program-program pendidikan non-

agama; (3) Kurang mempunyai relevansi terhadap

perubahan sosial yang terjadi di masyarakat atau kurang

ilustrasi konteks sosial budaya, dan/atau bersifat

statis kontekstual dan lepas dari sejarah, sehingga

peserta didik kurang menghayati nilai-nilai agama

sebagai nilai yang hidup dalam keseharian.[3]

Persoalannya sekarang adalah bagaimana menemukan

cara yang terbaik untuk menyampaikan berbagai konsep

yang diajarkan dalam mata pelajaran ini sehingga dapat

di pahami sebagai bagian yang saling berhubungan dan

membentuk satu pemahaman yang utuh. Selain itu

bagaimana seorang guru dapat berkomunikasi secara

efektif dengan siswanya yang selalu bertanya-tanya

alasan dari sesuatu, arti dari sesuatu dan hubungan

dari apa yang mereka pelajari. Selanjutnya apa yang

harus dilakukan guru agar dapat membuka wawasan

berpikir yang beragam dari dari seluruh siswa, sehingga

mereka dapat mempelajari berbagai konsep dan cara

mengaitkannya dengan kehidupan nyata, Sehingga dapat

membuka berbagai pintu kesempatan selama hidupnya.

Persoalan-persoalan tersebut dicoba diatasi dengan

penerapan suatu paradigma baru dalam pembelajaran di

kelas, yaitu Pembelajaran kontekstual atau yang disebut

CTL (Contextual Teaching and Learning).

Pembelajaran dan pengajaran kontekstual melibatkan

para siswa dalam aktivitas penting yang membantu

merekan mengaitkan pelajaran akademis dengan konteks

kehidupan nyata yang mereka hadapi. Dengan mengaitkan

keduanya, para siswa melihat makna di dalam tugas

sekolah. Penemuan makna adalah cirri utama dari CTL

(Contextual Teaching and Learning).[4]

Berdasarkan uraian diatas, maka penulis menganggap

betapa pentingnya penerapan pendekatan CTL dalam

pembelajaran Pendidikan Agama Islam. Maka penulis

mengangkat judul dalam penelitian “Penerapan Pendekatan

Contextual Teaching and  Learning dalam Meningkatkan

Pembelajaran  Pendidikan Agama Islam Kelas VII di SMP

Negeri 1 Mandiraja Banjarnegara Tahun Pelajaran

2012/2013”

B.     Identifikasi Masalah

Bertitik tolak dari latar belakang tersebut, maka

dapat diidentifikasi masalah sebagai berikut:

1.     Pendidikan Agama yang diberikan lebih banyak

menyentuh pada aspek kognitif, belum sampai pada

aspek afektif dan psikomotorik, akibatnya peserta

didik hanya dapat mengerti agama, tetapi belum

sampai pada tingkat aksi atau implementasi.

2.     Guru Pendidikan Agama Islam kurang berupaya

menggali metode yang mungkin bisa dipakai untuk

pendidikan agama, sehingga pelaksanaan pembelajaran

cenderung monoton.

3.     Keterbatasan sarana/prasarana, sehingga

pengelolaan cenderung seadanya. Pendidikan yang

diklaim sebagai aspek yang penting sering kali

kurang diberi prioritas dalam urusan fasilitas

C.     Penegasan Istilah

Untuk mendapatkan gambaran yang jelas dalam

penulisan penelitian ini, berikut dijelaskan terelebih

dahulu kata kunci yang terdapat dalam dalam pembahasan.

Kata kunci tersebut antara lain: Pendekatan CTL

(Contextual Teaching and Learning) dan pembelajaran

Pendidikan Agama Islam.

[1]Muhaimin.  Arah Baru Pengembangan Pendidikan Islam , Nuansa,Bandung, 2003, hal.137.

[2]Ibid, hal.137.

[3]Muhaimin. Pengembangan kurikulum, RajaGrafindoPersada, Jakarta 2005, hal. 27

[4]Elaine B Johnson, CTL Menjadikan Kegiatan Belajar-MengajarMengasyikkan dan Bermakna, Kaifa, Bandung, 2011, hal. 35

Masih banyak Skripsi Lainnya085291501979 / 087737623895

Skripsipailengkap.blogspot.com 

Diposkan 8th January 2013 oleh Yeti Rokhaniyah

0

Add a comment

3.

Jan

8

Skripsi PAI : PENGARUH LATARBELAKANG PENDIDIKAN FORMAL ORANG TUA TERHADAP PRESTASI

BELAJAR PENDIDIKAN AGAMA ISLAM SISWA KELAS II SMP NEGERI 2 MANDIRAJA BANJARNEGARA TAHUN PELAJARAN2012/2013

PENGARUH

LATAR BELAKANG PENDIDIKAN FORMAL ORANG TUA

TERHADAP PRESTASI BELAJAR PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

SISWA KELAS II SMP NEGERI 2 MANDIRAJA BANJARNEGARA

TAHUN PELAJARAN 2012/2013

A.    Latar Belakang Masalah

Pendidikan menurut Undang-undang Nomor 2/1989

tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 1 merupakan

usaha sadar dan terencana untuk mewujudkaan suasana

belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik

secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk

memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian

diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta

ketrampilan yang diperlukan dirinya.8[1]

8[1] Muhaimin, Paradigma Pendidikan Islam PT. Remaja Rosda Karya,Bandung, 2004, hal. 37

Untuk memenuhi kebutuhan akan pendidikan tersebut

manusia memasuki dunia pendidikan melalui proses

belajar, dalam proses tersebut muncul pengaruh yang

dapat membawa perubahan sikapatas manusia yang

dipengaruhinya. Seiring dengan pengembangan ilmu

pengetahuan dan teknologi menurut setiap orang untuk

membekali dirinya lebih baik sehingga mampu membekali

diri dengan perkembangan yang ada. Salah satu untuk

membekali diri adalah pendidikan, baik formal maupun

non formal.

Komponen yang bertanggung jawab dalam pelaksanaan

pendidikan ada tiga unsur yaitu orang tua, masyarakat,

dan pemerintah.9[2] Dalam dunia pendidikan formal,

fenomena belajar mengajar lebih menekankan pada

tercapainya kegiatan pada diri siswa (murid), karena

memang pendidikan formal merupakan jalur pendidikan

yang terstruktur.

Melalui pendidikan yang terstruktur seseorang

akan memiliki daya pemikiran yang berbeda, dari sejak

pendidikan dasar, menengah sampai pereguruan tinggi.

Begitupun pengaruhnya pada siswa yang memiliki orang

tua yang latar belakang pendidikan formal orang tua

yang berbeda mereka pasti memiliki sikap, moral dan

perilaku yang berbeda dalam kehidupan kesehariannya.

Menjadi orang tua tidak hanya penting bagi

keberadaan kita sekarang, tetapi juga bagi masa depan

9[2] Zaiyah Darajat, Ilmu Pendidikan Islam, Bumi Aksara, Jakarta1996, hal. 34

anak-anak kita, terutama membekalinya dengan Pendidikan

Agama Islam bagi anak, karena kelak orang tua yang

Memiliki anak yang sukses dan berprestasi dalam

belajarnya merupakan sebuah petualangan, penuh dengan

kejutan-kejutan dan perubahan-perubahan.

Pada masyarakat modern tugas dan tanggung jawab

pendidikan pada anak diserahkan kepada suatu lembaga,

yaitu sekolah. Sekolah disini merupakan tempat

melakukan kegiatan belajar dalam usaha untuk

meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Dalam

mewujudkan lembaga pendidikan diatas orang tua siswa

selalu dilibatkan dalam kualitas pendidikan anaknya,

oleh karena itu begitu pentingnya latar belakang

pendidikan orang tua bagi anak, sebagai motivator yang

aktif.

Dalam dunia pendidikan, proses belajar mengajar

lebih menekankan terciptanya kegiatan belajar siswa.

Kegiatan yang dilaksanakan pada akhir tahunnya atau

akhir semester dilakukan penilaian (evaluasi).

Penilaian sebagai alat akhir untuk mengetahui

keberhasilan kegiatan belajar siswa yang dapat disebut

pula dengan sebagai prestasi belajar siswa. Prestasi

belajar ini secara nyata akan dapat diketahui oleh

siswa setiap akhir semester dinyatakan dalam bentuk

angka-angka nilai raport.

Berdasarkan fenomena tersebut, peneliti ingin

mengadakan penelitian di lembaga pendidikan. Apakah

latar belakang pendidikan formal orang tua yang tinggi

berpengaruh terhadap prestasi belajar PAI anaknya.

Untuk mencapai suatu tujuan diperlukan adanya sarana

belajar yang memadai. Pemenuhan belajar yang sangat

penting bagi siswa untuk mengejar prestasi. Lingkungan

tempat tinggal dan adanya dorongan internal yang muncul

dari dalam diri anak sehingga timbul suatu kebiasaan

pada diri anak, hal itu merupakan pengaruh dasar dari

orang tua apalagi pengaruh Religi pada diri anak yang

sangat mendarah daging. Begitupun pengaruh eksternal

yang sangat berpengaruh terhadap prestasi belajar PAI

anak tersebut. Namun jika tidak mempunyai minat yang

tinggi dalam dirinya, akan mendapat hambatan dalam

mencapai hasil belajarnya, sehingga prestasi yang

dicapai dibawah yang semestinya.

Ada juga persepsi yang menyatakan bahwa orang tua

yang tingkat latar belakangnya tinggi, belum tentu ia

mampu memberi perhatian yang penuh terhadap pendidikan

anaknya, begitu sebaliknya ada orang tua yang latar

belakang pendidikannya rendah tetapi sangat besar

perhatiannya terhadap pendidikan anaknya.

Namun hakikatnya sangat berbeda sekali orang tua

yang berpendidikan tinggi dengan orang tua yang

berpendidikan rendah yang pasti kelihatan dalam

pengaplikasiannya seorang anak dalam kehidupan perilaku

sehari-haru, orang tua yang berpendidikan tinggi mereka

pasti lebih tahu dan mengerti cara mendidik dan

mengarahkan anaknya, mereka mampu memberikan respon

yang tepat dan pengasuhan yang efektif dan mengasyikkan

terhadap anaknya.

Orang tua yang berpendidikan mereka sangat

mengerti dan paham bahwa mereka tidak akan meninggalkan

generasi mereka atau anak-anak mereka dalam keadaan

lemah, lemah disini lebih ditekankan dalam artian lemah

dari segi intelektualnya untuk berprestasi. Dalam Al-

Qur’an disebutkan Qs. An-Nisa’: 9

Artinya: “Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang

seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anakyang lemah, yang mereka khawatir terhadap(kesejahteraan) mereka. oleh sebab itu hendaklahmereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah merekamengucapkan perkataan yang benar”.

Melalui tercapainya sarana belajar yang memadai,

lingkungan tempat tinggal terutama keluarga, minat

belajar siswa dan latar belakang pendidikan formal

orang tua yang berbeda. Semua akan berpengaruh terhadap

pencapaian hasil belajarnya. Prestasi belajar PAI siswa

yang sangat diharapkan orang tua siswa tersebut

dipengaruhi oleh banyak faktor, diantaranya faktor

internal yang timbul dari anak itu sendiri dan faktor

eksternal yang timbul diluar pribadinya terutama orang

tua sangat berpengaruh dalam pencapaian prestasi anak-

anaknya.

Dari beberapa uraian tersebut, peneliti tertarik

untuk melakukan penelitian dengan judul “ Pengaruh

Latar Belakang Pendidikan Formal Orang Tua Terhadap

Prestasi Belajar PAI Siswa Kelas II SMP Negeri 2

Mandiraja Banjarnegara Tahun Pelajaran 2012/2013”.

B.    Identifikasi Masalah

Berdasarkan pada latar belakang masalah di atasmaka penulis mengidentifikasi masalah yaitu padahakikatnya sangat berbeda sekali orang tua yangberpendidikan tinggi dengan orang tua yangberpendidikan rendah yang pasti kelihatan dalampengaplikasiannya seorang anak dalam kehidupan perilakusehari-hari. Orang tua yang berpendidikan tinggi merekapasti lebih tahu dan mengerti cara mendidik danmengarahkan anaknya, mereka mampu memberikan responyang tepat dan pengasuhan yang efektif dan mengasyikkanterhadap anaknya.

C.    Penegasan Istilah

1.      Pengaruh

Adalah daya yang menyebabkan sesuatu terjadi,

atau suatu yang dapat membentuk atau mengubah

sesuatu yang lain, atau tunduk mengikuti karena

kuasa orang lain.10[3] Pengaruh yang penulis maksud

adalah daya upaya orang tua dalam memperhatikan

10

[3] J.S Badudu, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta, PustakaSinar Harapan, 1996, hal. 1031.

anak-anaknya dalam proses pembelajarannya sehingga

mereka memiliki kedisiplinan yang tinggi dalam

belajar.

2.      Pendidikan Formal

Pendidikan Formal adalah jalur pendidikan yang

tersruktur dan berjenjang yang terdiri atas

pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan

pendidikan tinggi.

3.      Orang Tua

Orang tua adalah ayah ibu kandung yang telah

melahirkan, mengasuh, merawat dan bertanggung jawab

atas pendidikan dan memenuhi kebutuhan anaknya.11[4]

Orang tua yang penulis maksud adalah wali murid

siswa-siswi di SMPN 2 Mandiraja, Banjarnegara.

4.      Prestasi Belajar PAI

Yang dimaksud dengan prestasi belajar PAI adalah

hasil yang diperoleh berupa kesan-kesan yang

mengakibatkan perubahan dalam diri individu sebagai

hasil dari aktivitas dalam belajar PAI. Menurut

Poerwadarminta dalam Kumus Besar Bahasa Indonesia memberi

batasan prestasi sebagai berikut. Prestasi adalah

hasil yang dicapai dari apa yang telah dikerjakan

atau yang sudah diusahakan.12[5]

11[4] Zakiah Darojat, Kesehatan Mental, Gunung Agung. Jakarta,2000, hal.49.

12[5] W.J.S Poerwadarminta, Kamus Besar Bahasa Indonesaia, BalaiPustaka, Jakarta, 1998, hal. 788.

Berdasarkan definisi tersebut maka dapat penulisjelaskan bahwa prestasi adalah ketercapaian hasildari proses kegiatan belajar mengajar yang dilakukanoleh guru di kelas dengan menggunakan alat ukur yangdapar dipertanggung jawabkan.

The Liang Gie menyatakan bahwa belajar adalahsegenap rangkaian kegiatan atau aktivitas yangdilakukan secara sadar oleh seseorang danmengakibatkan perubahan dalam dirinya berupapenambahan pengetahuan yang sifatnya permanen.13[6]

Dari pendapat para ahli tentang belajar yangdikemukakan, dapat dipahami bahwa belajar adalahsuatu kegiatan yang dilakukan dengan melibatkan duaunsur yaitu jiwa dan raga. Gerak raga yangditunjukkan harus sejalan dengan proses jiwa untukmendapatkan perubahan.

Prestasi belajar adalah menunjukkan perubahan,atau penyesuaian ke hal yang lebih sempurna darisuatu tujuan atau maksud. Sedang perubahan karenabelajar itu sendiri menyangkut berbagai aspekkepribadian, baik fisik maupun psikhis sepertiperubahan dalam pengertian, pemecahan suatu masalah,ketrampilan, kecakapan, kebiasaan atau sikap.14[7]

Berdasarkan pengertian di atas penulis dapat

merumuskan bahwa pengertian prestasi belajar yaitu

13[6] The Liang Gie, Cara Belajar Yang Efisien, Pusat Kemajuan Studi,Yogyakarta, 2004, hal. 6.

14[7] Abu Ahmadi, Psikologi Umum, Rineka Cipta, Yogyakarta, 2001,hal. 62.

suatu hasil yang telah dicapai setelah melalui

kegiatan atau perbuatan belajar, sehingga

mendapatkan kecakapan baru menuju ke arah kemajuan.

D.    Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut, rumusan

masalah dapat peneliti rumuskan sebagai berikut:

1. Bagaimana latar belakang pendidikan formal orang tua

siswa kelas II SMPN 2 Mandiraja?

2. Bagaimana prestasi belajar PAI siswa kelas II SMPN 2

Mandiraja?

3. Bagaimana pengaruh latar belakang pendidikan

formal orang tua terhadap prestasi belajar PAI siswa

kelas II SMPN 2 Mandiraja?

Diposkan 8th January 2013 oleh Yeti Rokhaniyah

0

Add a comment

Memuat Kirim masukan Template Dynamic Views. Diberdayakan oleh Blogger.