Upload
independent
View
13
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
Jan8
Skripsi PAI : PENGARUH LATAR BELAKANG PENDIDIKAN FORMAL ORANGTUA TERHADAP PRESTASI BELAJAR PENDIDIKAN AGAMA ISLAM SISWA KELAS II SMP NEGERI 2 MANDIRAJA BANJARNEGARA TAHUN PELAJARAN 2012/2013
PENGARUHLATAR BELAKANG PENDIDIKAN FORMAL ORANG TUA
TERHADAP PRESTASI BELAJAR PENDIDIKAN AGAMA ISLAMSISWA KELAS II SMP NEGERI 2 MANDIRAJA BANJARNEGARA
TAHUN PELAJARAN 2012/2013
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan menurut Undang-undang Nomor 2/1989 tentang
Sistem Pendidikan Nasional pasal 1 merupakan usaha sadar dan
terencana untuk mewujudkaan suasana belajar dan proses
pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan
potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,
pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
ketrampilan yang diperlukan dirinya.1[1]
Untuk memenuhi kebutuhan akan pendidikan tersebut manusia
memasuki dunia pendidikan melalui proses belajar, dalam proses
tersebut muncul pengaruh yang dapat membawa perubahan sikapatas
manusia yang dipengaruhinya. Seiring dengan pengembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi menurut setiap orang untuk membekali
dirinya lebih baik sehingga mampu membekali diri dengan
perkembangan yang ada. Salah satu untuk membekali diri adalah
pendidikan, baik formal maupun non formal.
Komponen yang bertanggung jawab dalam pelaksanaan
pendidikan ada tiga unsur yaitu orang tua, masyarakat, dan
pemerintah.2[2] Dalam dunia pendidikan formal, fenomena belajar
mengajar lebih menekankan pada tercapainya kegiatan pada diri
siswa (murid), karena memang pendidikan formal merupakan jalur
pendidikan yang terstruktur.
Melalui pendidikan yang terstruktur seseorang akan memiliki
daya pemikiran yang berbeda, dari sejak pendidikan dasar,
menengah sampai pereguruan tinggi. Begitupun pengaruhnya pada
siswa yang memiliki orang tua yang latar belakang pendidikan
formal orang tua yang berbeda mereka pasti memiliki sikap, moral
dan perilaku yang berbeda dalam kehidupan kesehariannya.
1
2[2] Zaiyah Darajat, Ilmu Pendidikan Islam, Bumi Aksara, Jakarta 1996, hal.34
Menjadi orang tua tidak hanya penting bagi keberadaan kita
sekarang, tetapi juga bagi masa depan anak-anak kita, terutama
membekalinya dengan Pendidikan Agama Islam bagi anak, karena
kelak orang tua yang Memiliki anak yang sukses dan berprestasi
dalam belajarnya merupakan sebuah petualangan, penuh dengan
kejutan-kejutan dan perubahan-perubahan.
Pada masyarakat modern tugas dan tanggung jawab pendidikan
pada anak diserahkan kepada suatu lembaga, yaitu sekolah. Sekolah
disini merupakan tempat melakukan kegiatan belajar dalam usaha
untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Dalam mewujudkan
lembaga pendidikan diatas orang tua siswa selalu dilibatkan dalam
kualitas pendidikan anaknya, oleh karena itu begitu pentingnya
latar belakang pendidikan orang tua bagi anak, sebagai motivator
yang aktif.
Dalam dunia pendidikan, proses belajar mengajar lebih
menekankan terciptanya kegiatan belajar siswa. Kegiatan yang
dilaksanakan pada akhir tahunnya atau akhir semester dilakukan
penilaian (evaluasi). Penilaian sebagai alat akhir untuk
mengetahui keberhasilan kegiatan belajar siswa yang dapat disebut
pula dengan sebagai prestasi belajar siswa. Prestasi belajar ini
secara nyata akan dapat diketahui oleh siswa setiap akhir
semester dinyatakan dalam bentuk angka-angka nilai raport.
Berdasarkan fenomena tersebut, peneliti ingin mengadakan
penelitian di lembaga pendidikan. Apakah latar belakang
pendidikan formal orang tua yang tinggi berpengaruh terhadap
prestasi belajar PAI anaknya. Untuk mencapai suatu tujuan
diperlukan adanya sarana belajar yang memadai. Pemenuhan belajar
yang sangat penting bagi siswa untuk mengejar prestasi.
Lingkungan tempat tinggal dan adanya dorongan internal yang
muncul dari dalam diri anak sehingga timbul suatu kebiasaan pada
diri anak, hal itu merupakan pengaruh dasar dari orang tua
apalagi pengaruh Religi pada diri anak yang sangat mendarah daging.
Begitupun pengaruh eksternal yang sangat berpengaruh terhadap
prestasi belajar PAI anak tersebut. Namun jika tidak mempunyai
minat yang tinggi dalam dirinya, akan mendapat hambatan dalam
mencapai hasil belajarnya, sehingga prestasi yang dicapai dibawah
yang semestinya.
Ada juga persepsi yang menyatakan bahwa orang tua yang
tingkat latar belakangnya tinggi, belum tentu ia mampu memberi
perhatian yang penuh terhadap pendidikan anaknya, begitu
sebaliknya ada orang tua yang latar belakang pendidikannya rendah
tetapi sangat besar perhatiannya terhadap pendidikan anaknya.
Namun hakikatnya sangat berbeda sekali orang tua yang
berpendidikan tinggi dengan orang tua yang berpendidikan rendah
yang pasti kelihatan dalam pengaplikasiannya seorang anak dalam
kehidupan perilaku sehari-haru, orang tua yang berpendidikan
tinggi mereka pasti lebih tahu dan mengerti cara mendidik dan
mengarahkan anaknya, mereka mampu memberikan respon yang tepat
dan pengasuhan yang efektif dan mengasyikkan terhadap anaknya.
Orang tua yang berpendidikan mereka sangat mengerti dan
paham bahwa mereka tidak akan meninggalkan generasi mereka atau
anak-anak mereka dalam keadaan lemah, lemah disini lebih
ditekankan dalam artian lemah dari segi intelektualnya untuk
berprestasi. Dalam Al-Qur’an disebutkan Qs. An-Nisa’: 9
Artinya: “Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan
dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap(kesejahteraan) mereka. oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah danhendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar”.
Melalui tercapainya sarana belajar yang memadai, lingkungan
tempat tinggal terutama keluarga, minat belajar siswa dan latar
belakang pendidikan formal orang tua yang berbeda. Semua akan
berpengaruh terhadap pencapaian hasil belajarnya. Prestasi
belajar PAI siswa yang sangat diharapkan orang tua siswa tersebut
dipengaruhi oleh banyak faktor, diantaranya faktor internal yang
timbul dari anak itu sendiri dan faktor eksternal yang timbul
diluar pribadinya terutama orang tua sangat berpengaruh dalam
pencapaian prestasi anak-anaknya.
Dari beberapa uraian tersebut, peneliti tertarik untuk
melakukan penelitian dengan judul “ Pengaruh Latar Belakang
Pendidikan Formal Orang Tua Terhadap Prestasi Belajar PAI Siswa
Kelas II SMP Negeri 2 Mandiraja Banjarnegara Tahun Pelajaran
2012/2013”.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan pada latar belakang masalah di atas maka penulismengidentifikasi masalah yaitu pada hakikatnya sangat berbeda
sekali orang tua yang berpendidikan tinggi dengan orang tua yangberpendidikan rendah yang pasti kelihatan dalam pengaplikasiannyaseorang anak dalam kehidupan perilaku sehari-hari. Orang tua yangberpendidikan tinggi mereka pasti lebih tahu dan mengerti caramendidik dan mengarahkan anaknya, mereka mampu memberikan responyang tepat dan pengasuhan yang efektif dan mengasyikkan terhadapanaknya.
C. Penegasan Istilah
1. Pengaruh
Adalah daya yang menyebabkan sesuatu terjadi, atau suatu
yang dapat membentuk atau mengubah sesuatu yang lain, atau
tunduk mengikuti karena kuasa orang lain.3[3] Pengaruh yang
penulis maksud adalah daya upaya orang tua dalam memperhatikan
anak-anaknya dalam proses pembelajarannya sehingga mereka
memiliki kedisiplinan yang tinggi dalam belajar.
2. Pendidikan Formal
Pendidikan Formal adalah jalur pendidikan yang tersruktur
dan berjenjang yang terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan
menengah, dan pendidikan tinggi.
3. Orang Tua
Orang tua adalah ayah ibu kandung yang telah melahirkan,
mengasuh, merawat dan bertanggung jawab atas pendidikan dan
3
[3] J.S Badudu, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta, Pustaka SinarHarapan, 1996, hal. 1031.
memenuhi kebutuhan anaknya.4[4] Orang tua yang penulis maksud
adalah wali murid siswa-siswi di SMPN 2 Mandiraja, Banjarnegara.
4. Prestasi Belajar PAI
Yang dimaksud dengan prestasi belajar PAI adalah hasil yang
diperoleh berupa kesan-kesan yang mengakibatkan perubahan dalam
diri individu sebagai hasil dari aktivitas dalam belajar PAI.
Menurut Poerwadarminta dalam Kumus Besar Bahasa Indonesia memberi
batasan prestasi sebagai berikut. Prestasi adalah hasil yang
dicapai dari apa yang telah dikerjakan atau yang sudah
diusahakan.5[5]
Berdasarkan definisi tersebut maka dapat penulis jelaskanbahwa prestasi adalah ketercapaian hasil dari proses kegiatanbelajar mengajar yang dilakukan oleh guru di kelas denganmenggunakan alat ukur yang dapar dipertanggung jawabkan.
The Liang Gie menyatakan bahwa belajar adalah segenaprangkaian kegiatan atau aktivitas yang dilakukan secara sadaroleh seseorang dan mengakibatkan perubahan dalam dirinya berupapenambahan pengetahuan yang sifatnya permanen.6[6]
Dari pendapat para ahli tentang belajar yang dikemukakan,dapat dipahami bahwa belajar adalah suatu kegiatan yang dilakukandengan melibatkan dua unsur yaitu jiwa dan raga. Gerak raga yang
4[4] Zakiah Darojat, Kesehatan Mental, Gunung Agung. Jakarta, 2000,hal.49.
5[5] W.J.S Poerwadarminta, Kamus Besar Bahasa Indonesaia, Balai Pustaka,Jakarta, 1998, hal. 788.
6[6] The Liang Gie, Cara Belajar Yang Efisien, Pusat Kemajuan Studi,Yogyakarta, 2004, hal. 6.
ditunjukkan harus sejalan dengan proses jiwa untuk mendapatkanperubahan.
Prestasi belajar adalah menunjukkan perubahan, ataupenyesuaian ke hal yang lebih sempurna dari suatu tujuan ataumaksud. Sedang perubahan karena belajar itu sendiri menyangkutberbagai aspek kepribadian, baik fisik maupun psikhis sepertiperubahan dalam pengertian, pemecahan suatu masalah, ketrampilan,kecakapan, kebiasaan atau sikap.7[7]
Berdasarkan pengertian di atas penulis dapat merumuskan bahwa
pengertian prestasi belajar yaitu suatu hasil yang telah dicapai
setelah melalui kegiatan atau perbuatan belajar, sehingga
mendapatkan kecakapan baru menuju ke arah kemajuan.
D. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, rumusan masalah dapat
peneliti rumuskan sebagai berikut:
1. Bagaimana latar belakang pendidikan formal orang tua siswa kelas
II SMPN 2 Mandiraja?
2. Bagaimana prestasi belajar PAI siswa kelas II SMPN 2 Mandiraja?
3. Bagaimana pengaruh latar belakang pendidikan formal orang tua
terhadap prestasi belajar PAI siswa kelas II SMPN 2 Mandiraja?
Diposkan 8th January 2013 oleh Yeti Rokhaniyah 0
7[7] Abu Ahmadi, Psikologi Umum, Rineka Cipta, Yogyakarta, 2001, hal. 62.
Add a comment
skripsi dan PTK
Beranda Daftar Judul Paket Trans
1.
Jan
4
Skripsi Pendidikan Agama Islam: Hubungan Keaktifan Shalat dengan Pengendalian Diri pada Peserta Didik Kelas VII SMP Negeri 2 Mandiraja Kabupaten
Banjarnegara Tahun Pelajaran 2012/2013
Hubungan Keaktifan Shalat dengan Pengendalian Diri padaPeserta Didik Kelas VII SMP Negeri 2 Mandiraja Kabupaten
Banjarnegara Tahun Pelajaran 2012/2013
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Dalam kehidupan era modern seperti sekarang ini
sedikit banyak manusia telah berbaur dengan kehidupan
yang ada, semua pikiran terus berkembang dan selalu
dikembangkan menuju teknologi yang canggih dan mutakhir,
semua jerih upaya selalu disandarkan kepada kepuasan
hidup tak peduli walau saling tumpang tindih.
Perkembangan ilmu pengetahuan dan tekhnologi telah
membawa jauh peradaban manusia, akibat yang sangat fatal
ialah tidak jarang manusia selalu menerima segala sesuatu
secara mentah, tidak ditelusuri terlebih dahulu baik atau
jelek, sehingga ilmu yang diperolehnya selalu
menginginkan serba instant. Hal semacam ini memberikan
pengaruh negatif terhadap semua kalangan baik orang
dewasa, remaja dan anak-anak yang masih berusia dibawah
umur. Ini membawa dampak negatif dari pengendalian diri
atau perlakuan tidak bermoral seperti pembunuhan massal,
perampokan, penganiayaan, bahkan pemerkosaan yang kerap
terjadi.
Di sisi lain, para siswa Sekolah Menengah Pertama
sedang berada pada tingkat perkembangan yang disebut
“masa remaja” atau pubertas. mereka berada dalam masa di
mana terjadi perubahan-perubahan psikologis. dalam masa
perubahan itu, siswa umumnya mengalami berbagai kesulitan
dan masalah di dalam melakukan penyesuaian atau peraturan
dalam sekolah. oleh karena itu, gambaran perilaku guru
yang diharapkan sangat mempengaruhi dalam melaksanakan
kegiatan keagamaan. karena fungsi guru itu sendiri adalah
membina, mengawasi dan memberikan ilmu pada anak
didiknya.
Menurut pendapat Peaget, masa usia sekolah yaitu
dari kira-kira umur 12;00 sampai kira-kira umur 19;00.[1]
Pada masa usia sekolah juga terdapat masa pra-remaja yang
berlangsung secara singkat. Masa ini ditandai oleh sifat-
sifat negatif pada si remaja, sehingga seringkali masa
ini juga disebut masa negatif. Berbagai gejala yang bisa
dianggap gejala negatif pada mereka ialah bergerak, lekas
lemah, kebutuhan untuk tidur besar. Sifat-sifat negatif
itu dapat diringkas sebagai berikut; 1) Negatif dalam
prestasi, baik prestasi jasmani maupun prestasi mental,
2) Negatif dalam sikap sosial, baik dalam bentuk menarik
diri dari masyarakat (negatif pasif), maupun dalam bentuk
agresif terhadap masyarakat (negatif aktif).[2]
Jika melihat realita sekarang di kalangan remaja,
pengendalian diri sudah semakin berkurang dan banyaknya
terjadi perilaku yang menyimpang dari ajaran agama
Islam, contohnya tawuran antar pelajar, dan sex bebas,
perselingkuhan, dan korupsi yang seolah telah membudaya
dalam sebagian masyarakat bahkan di kalangan pejabat.
Peristiwa dan kejadian tersebut menunjukkan betapa
rendahnya dan rapuhnya fondasi moral dan spiritual
kehiduapan bangsa yang menandakan lemahnya pengendalian
diri manusia sehingga telah melemparkan moralitas bangsa
kita pada titik rendah yang mengesankan bahwa manusia
Indonesia hidup dengan hukum rimba di tengah hutan
belantara.
Lemahnya pengendalian diri seseorang secara tidak
langsung mengarah pada rendahnya pendidikan agama di
sekolah. Pendidikan agama di sekolah selama ini lebih
terkosentrasi pada persolan-persoalan teoritis keagamaan
yang bersifat kognitif, dan kurang concern terhadap
persoalan bagaimana mengubah pengetahuan agama yang
kognitig menjadi makna dan nilai yang perlu
diinternalisasikan dalam diri peserta didik melalui
berbagai cara, media, maupun forum.
Rasdijanah mengemukakan beberapa kelamahan dari
pendidikan agama Islam di Sekolah dianataranya adalah
dalam bidang akhlak yang berorientasi pada urusan sopan
santun dan belum dipahami sebagai keseluruhan pribadi
manusia beragama, dalam bidang ibadah diajarkan sebagai
kegiatan rutin agama dan kurang ditekankan sebagai proses
pembentukan kepribadian. Selain itu dalam bidang hukum
(fiqih) cenderung dipelajari sebagai tata aturan yang tidak
akan berubah sepanjang masa, dan kurang memahami dinamika
dan jiwa hukum islam.
Shalat merupakan mediator hubungan antara manusia
dengan penciptanya. Allah SWT telah menjadikan shalat
sebagai bekal bagi seorang muslim yang bisa dijadikan
sebagai tempat melepas lelah dan untuk mendapatkan
motifasi baru dalam menempuh perjalanannya sehingga bisa
menyampaikannya pada Tuhannya. Selain itu apabila shalat
dilaksanakan secara aktif akan mempunyai makna tersendiri
yang bisa mengakrabkan antar sesama muslim.
Dalam konteks kehidupan duniawi, shalat adalah media
komunikasi antara makhluk dan sang kholiq, sarana untuk
menggapai kemajuan spiritual. Shalat menjadi penyeimbang
bagi sisi atau dimensi keduniawian setiap hamba, karena
seseorang bisa mencapai hadirat Tuhan hanya melalui
shalat. karena shalat adalah pemisah antara keimanan dan
kekafiran serta pencegah dari perbuatan keji dan munkar.
Seperti dijelaskan dalam Al Qur’an surat Al-Ankabuut
ayat 45 adalah sebagi berikut :
Artinya : Bacalah apa yang Telah diwahyukan kepadamu, yaitu Al Kitab(Al Quran) dan Dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itumencegah dari (perbuatan- perbuatan) keji dan mungkar. danSesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar(keutamaannya dari ibadat-ibadat yang lain). dan Allahmengetahui apa yang kamu kerjakan.
Inti perintah untuk menjalankan ibadah bagi umat
islam adalah pengendalian diri atau self control. Mengapa
aspek pengendalian ini penting ? Karena pengendalian diri
merupakan salah satu komponen utama bagi upaya perwujutan
kehidupan jiwa yang sehat. Dalam perspektif ilmu
psikologi dan kesehatan mental, kemampuan mengendalikan
diri adalah merupakan indikasi utama sehat tidaknya
kehidupan rohaniah seseorang.. Orang yang sehat secara
kejiwaan akan memiliki tingkat kemampuan pengendalian
diri yang baik, sehingga terhindar dari berbagai gangguan
jiwa ringan apalagi yang berat. Manakala pengendalian
diri seseorang terganggu, maka akan timbul berbagai-
reaksi-reaksi pathologis dalam kehidupan alam pikir
(cognition), alam perasaan (affection) dan perilaku
(psikomotorik). Bila hal ini terjadi maka akan terjadi
hubungan yang tidak harmonis antara diri individu dengan
dirinya sendiri (conflik internal) dan juga dengan orang
lain yang ada di sekitarnya. Dengan demikian maka orang
yang jiwanya tidak sehat keberadaannya akan sangat
mengganggu dirinya sendiri, juga menggangu lingkungan
sekitarnya.
Sekolah SMP Negeri 2 Mandiraja berada pada daerah
pedesaan, hal ini secara tidak langsung lingkungannya
dapat mempengaruhi pengendalian diri siswa. Oleh karena
itu sekolah perlu mengadakan kegiatan yang bisa
berpengaruh pada pengendalian diri siswa yang positif
yaitu dengan mengaktifkan shalat di sekolah maupun di
luar sekolah.
Berangkat dari fenomena di atas maka peneliti
mengambil judul yang ingin diteliti adalah Hubungan
Keaktifan Shalat dengan Pengendalian Diri pada Peserta
Didik Kelas VII SMP Negeri 2 Mandiraja Kabupaten
Banjarnegara Tahun Pelajaran 2012/2013.
B. Identifikasi Masalah
Bertitik tolak pada latar belakang masalah di atas,
maka peneliti mengidentifikasi masalah sebagai berikut:
1. Pendidikan agama di sekolah selama ini lebih
terkosentrasi pada persolan-persoalan teoritis
keagamaan yang bersifat kognitif, dan kurang perhatian
terhadap persoalan bagaimana mengubah pengetahuan agama
yang kognitig menjadi makna dan nilai yang perlu
diinternalisasikan dalam diri peserta didik melalui
berbagai cara, media, maupun forum.
2. Rapuhnya fondasi moral dan spiritual kehiduapan
bangsa yang menandakan lemahnya pengendalian diri
manusia sehingga telah melemparkan moralitas bangsa
kita pada titik rendah yang mengesankan bahwa manusia
Indonesia hidup dengan hukum rimba di tengah hutan
belantara.
3. Dalam pemahaman materi dan pelaksanaan pendidikan
agama Islam, dalam bidang ibadah diajarkan sebagai
kegiatan rutin agama dan kurang ditekankan sebagai
proses pembentukan kepribadian, dalam bidang hukum
(fiqih) cenderung dipelajari sebagai tata aturan yang
tidak akan berubah sepanjang masa, dan kurang memahami
dinamika dan jiwa hukum islam.
C. Penegasan Istilah
Untuk menghindari kesalahpahaman dan
menginterprestasikan judul skripsi ini, peneliti perlu
mengemukakan agar dapat dipahami secara kongkrit dan
lebih kooperasional. Adapun batasan istilah tersebut
adalah :
1. Hubungan
J.S. Badudu dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia
menjelaskan bahwa hubungan artinya sambungan, pertalian
atau cara bagaimana yang satu dengan yang lain
berhubungan.[3] Hubungan yang peneliti maksud adalah
pertalian antara keaktifan shalat dengan pengendalian
diri siswa di SMP Negeri 2 Mandiraja
2. Keaktifan Shalat
Aktif berarti mampu beraksi dn bereaksi. Dalam hal
ini aktif diartikan bahwa para siswa aktif secara
mental (berpikir dan melajar untuk dirinya sendiri),
secara fisik (dengan menggunakan tangan, indera, sertamaterial belajar lainnya). Aktif artinya giat bekerja
dan berusaha. Keaktifan adalah usaha yang sangat giat,
Purwodarminto.
Shalat menrut arti bahasa adalah berdoa. Adapun
menurut istilah syara’ adalah ibadah yang tersusun dari
beberpa ucapan dan perbuatan yang dimulai dengan
takbiratul ihram dan diakhiri dengan salam.[4] Menurut bahasa
arab, shalat berarti do’a. Kemudian secara istilah
yaitu ibadah yang tersusun dari beberapa perkataan dan
beberapa perbuatan yang dimulai dengan takbir disudahi
dengan salam dan memenuhi beberapa syarat yang
ditentukanan.
3. Pengendalian diri
Pengendalian diri adalah merupakan suatu keinginan
dan kemampuan dalam menggapai kehidupan yang selaras,
serasi dan seimbang pada hak dan kewajibannya sebagai
individu dalam kehidupan keluarga, masyarakat, bangsa
dan negara.[5]
D. Rumusan Masalah
Berangkat dari latar belakang masalah tersebut
diatas, maka permasalahannya dapat dirumuskan sebagai
berikut:
1. Bagaimanakah keaktifan shalat siswa di SMPN 2
Mandiraja Kabupaten Banjarnegara Tahun Pelajaran
2012/2013?
2. Bagaimanakah pengendalian diri siswa di SMPN 2
Mandiraja Kabupaten Banjarnegara Tahun Pelajaran
2012/2013?
3. Bagaimanakah hubungan keatifan shalat terhadap
pengendalian diri siswa di SMPN 2 Mandiraja Kabupaten
Banjarnegara Tahun Pelajaran 2012/2013?
E. Tujuan Penelitian
Dari beberapa pokok permasalahan yang telah
dirumuskan di atas maka tujuan yang hendak dicapai di
dalan penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui keaktifan shalat siswa di SMPN 2
Mandiraja Kabupaten Banjarnegara Tahun Pelajaran
2012/2013?
2. Untuk mengetahui pengendalian diri siswa di SMPN 2
Mandiraja Kabupaten Banjarnegara Tahun Pelajaran
2012/2013?
3. Untuk mengetahui hubungan keatifan shalat terhadap
pengendalian diri siswa di SMPN 2 Mandiraja Kabupaten
Banjarnegara Tahun Pelajaran 2012/2013?
F. Manfaat Penelitian
Melalui penelitian ini diharapkan dapat memberikan
manfaat bagi pihak-pihak terkait.
1. Bagi Siswa
a. Meningkatkan keaktifan siswa dalam melaksanakan
shalat.
b. Dapat mengendalikan diri dalam kehidupan sehari-
hari.
c. Memberi motifasi kepada siswa-siswi SMPN 2
Mandiraja Kabupaten Banjarnegara khususnya, untuk
tetap tekun mengikuti proses pembelajaran Pendidikan
Agama Islam guna membangun generasi muslim yang
beriman dan bertakwa kepada Allah SWT, dan
berkepribadian, beradab, berilmu dan berakhlakul
karimah.
2. Bagi Guru
a. Dengan penelitian ini diharapkan dapat dijadikan
bahan masukan terhadap guru agar senantiasa
memotivasi peserta didik untuk dapat melaksanakan
shalat
b. Sebagai pemahaman dan pengetahuan guru dalam
kaitannya keaktifan shalat dan pengendalian diri.
3. Bagi penulis
a. Dengan adanya penelitian ini diharapkan peneliti
dapat memperoleh pengetahuan dan informasi yang
akurat tentang sejauhmana hubungan keaktifan shalat
pengendalian diri siswa di SMP Negeri 2 Mandiraja
Banjarnegara.
b. Dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan/masukan
pada penelitian-penelitian selanjutnya.
4. Bagi Lembaga SMP Negeri 2 Mandiraja Banjarnegara
a. Sebagai bahan masukan terhadap pendidik dalam
meningkatkan perhatian terhadap peserta didik
sehingga dapat mengendalikan diri yang sesuai dengan
apa yang diharapkan.
b. diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan evaluasi
bagi kepala sekolah dan guru mata pelajaran aqidah
akhlak dalam membuat kebijakan strategis dalam
proses kegiatan belajar mengajar.
5. Bagi Lembaga UNSIQ Wonosobo.
a. Untuk memberikan masukan kepada Fakultas Ilmu
Tarbiyah Dan Keguruan Jurusan PAI UNSIQ Wonosobo
sebagai bahan pustaka.
b. Untuk menambah perbendaharaan penelitian di
bidang pendidikan.
G. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Berdasarkan pendekatan, penelitian ini menggunakan
pendekatan kuantitatif. Penelitian kuantitatif
didasarkan atas konsep positivisme yang betolak dari
asumsi bahwa realita bersifat tunggal, fixed, stabil,
lepas dari kepercayaan dan perasaan-perasaan
individual. Realita terdiri atas bagiandan unsur yang
terpisah satu sama lain dan dapat diukur dengan
menggunakan instrumen. Penelitian kuantitatif bertujuan
mencari hubungan dan menjelaskan sebab-sebab perubahan
dalam fakta-fakta sosial yang terukur.[6]
Menurut sifat permasalahannya, sesuai dengan tugas
penelitian itu untuk memberikan, menerangkan,
meramalkan dan mengatasi permasalahan atau persoalan-
persoalan, maka penelitian dapat pula digolongkan dari
sudut pandanagan ini. Sehingga penggolongan ini bisa
mencakup penggolongan yang dsebut terdahulu.
Berdasarkan penggolongan ini dapat dipilih rancangan
penelitian yang sesuai.[7] Adapun jenis penelitian ini
termasuk penelitian kwantitatif korelasional.
Penelitian kwantitatif korelasional bertujuan melihat
hubungan antara dua gejala atau lebih.
Sesuai dengan jenis penelitian tersebut maka
penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif
tentang korelasi antara keaktifan shalat dengan
pengendalian diri Siswa di SMP Negeri 2 Mandiraja
Banjarnegara. Tahun Pelajaran 2012/2013.
2. Variabel dan Indikator Penelitian
Variabel penelitian pada dasarnya adalah segala
sesuatu yang berbentuk apa saja yang ditetapkan oleh
peneliti untuk dipelajari sehingga diperolh informasi
tentang hal tersebut, kemudian ditarik kesimpulan.
Secara teoritis variable dapat didefinisikan
sebagai atribut seseorang, atau obyek, yang mempunyai
“variasi” antar satu orang dengan yang lain atau satu
obyek dengan obyek yang lain. Hatch dan Farhady, dalam
Sugiono.[8]
Dalam penelitian ini terdapat variable sebagai
berikut :
a. Variabel Keaktifan Shalat
Variabel ini bertindak sebagai variable Bebas
(variable X), dengan indikatornya adalah:
1) Siswa merasa senang untuk melaksanakan praktek
shalat.
2) Siswa aktif malaksanakan shalat di sekolah
maupun di rumah tanpa ada paksaan dari guru
3) Siswa dapat menyegerakan untuk melaksanakan
shalat apabila sudah masuk waktu shalat.
4) Siswa bisa mengajak teman untuk dapat
melaksanakan shalat secara bersama-sama.
5) Siswa mempuyai rasa tanggung jawab terhadap
dirinya sendiri untuk aktif melaksanakan shalat.
6) Siswa mempunyai kesadaran sendiri untuk selalu
aktif melaksanakan shalat kapanpun dan
dimanapun.
b. Variabel Pengendalian Diri
Variable ini bertindak sebagai variable terikat
(variable Y) dengan indikatornya adalah bolos
sekolah, terlambat, berpamitan, memberi salam.
1) Siswa memiliki sopan santun yang baik terhadap
guru maupun orang tua.
2) Siswa menghargai dan menghormati kepada orang
yang dianggap lebih tua.
3) Siswa bersikap dan bertingkah laku sesuai
dengan akhlak yang Islami dalam kehidupan sehari-
hari.
4) Siswa memahami dan menjunjung tinggi norma-
morma yang berlaku baik di sekolah maupun dirumah.
5) Siswa memiliki nilai-nilai luhur dalam bergaul.
6) Siswa memiliki etika dalam berbicara, bergaul
dan berpakaian sesuai dengan etika Islam.
3. Populasi dan Sampel Penelitian
a. Populasi dan Sampel
Hadari Nawawi, menyebutkan bahwa populasi adalah
keseluruhan objek penelitian yang terdiri dari
manusia, benda-benda, hewan, tumbuh-tumbuhan,
gejala-gejala, nilai tes, atau peristiwa-peristiwa
sebahai suber data yang memiliki karakteristik
tertentu di dala suatu penelitian.[9] Kaitannya
dengan batasan tersebut, populasi dapat dibeakan
menjadi:[10]
1) Populasi terbatas atau populasi terhingga,
yakni populasi yang memiliki batas kuantitatif
secara jelas karena memiliki karakteristik yang
terbatas.
2) Populasi tak terbatas atau populasi tak
terhingga, yakni populasi yang tidak dapat
ditemukan batas-batasnya, sehingga tidak dapat
dinyatakan dalam bentuk jumlah secara kuantitatif.
Menurut Sugiyono, populasi adalah wilayah
generalisai yang terdiri atas: obyk/subyek yang
mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang
ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan
kemudian ditarik kesimpulannya.[11] Sampel adalah
bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki
oleh populasi tersebut.[12]
Suharsimi Arikunto juga menjelaskan dalam
bukunya prosedur penelitian sebagai berikut: jika
populasi (subyek) nya kurang dari 100, lebih baik
diambil semua sehingga penelitiannya merupakan
penelitian populasi. Selanjutnya jika jumlahnya
besar (lebih dari 100), maka diambil antara 10-15%
atau 25-30% tergantung kepada:
1) Kemampuan peneliti dilihat dari segi waktu,
tenaga dan dana.
2) Sempit atau luasnya wilayah peneliti dilihat
dari setiap subyek karena hal ini tergantung
banyak sedikitnya data.
3) Besar kecilnya resiko yang ditanggung oleh
peneliti.[13]
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh
siswa SMP Negeri 2 Mandiraja Banjarnegara tahun
pelajaran 2012/2013 yang terdiri dari kelas VII
delapan kelas sebanyak 255 siswa.
Karena jumlah populasinya adalah 255 siswa,
dalam hal ini peneliti mengambil 12%. Peneliti
mempertimbangkan kemampuan dari segi tenaga, waktu
dan dana, untuk itu peneliti akan mengambil sampel
dari salah satu kelas VII yaitu kelas VII.A dengan
jumlah 31 siswa.
b. Teknik Sampling
Pengambilan sampel merupakan suatu proses
pemilihan dan penentuan jenis sampek dan perhitungan
besarnya sampel yang akan menjadi subjek atau objek
penelitian. Sampel yang secara nyata akan diteliti
harus representatif dalam arti mewakili populasi
baik dalam karakteristik maupun jumlahnya.[14]
Pengambilan sampel dalam penelitian ini dengan
teknik proportional random sampling. Yaitu mengambil
sampel dari masing masing kelas di SMP Negeri 2
Mandiraja Banjarnegara yang ada dengan jumlah
perbandingan yang sama masing-masing kelas mendapat
kesempatan untuk sebagai sampel. Sedangkan penentuan
subjeknya dengan cara acak atau random sampling.
4. Instrumen Penelitian
Pada umumnya penelitian akan berhasil apabila
banyak menggunakan instrumen, sebab data yang
diperlukan untuk menjawab pertanyaan penelitian
(masalah) dan menguji hipotesis diperoleh melalui
instrumen. Instrumen sebagai alat pengumpul data harus
betul-betul dirancang dan dibuat sedemikian rupa
sehingga menghasilkan data empiris sebagaimana adanya.
[15]
Instrument penelitian digunakan untuk mengukur
nilai variable yang diteliti. Dengan demikian jumlah
instrmen yang akan digunakan untuk peneltitian akan
tergantung pada jumlah variable yang diteliti. Pada
prinsipnya meneliti adalah melakukan pengukuran
terhadap fenomena sosial maupun alam. Meneliti dengan
data yang sudah ada lebih tepat kalAu dinamakan membuat
laporan dari pada melakukan penelitian. Namun demikian
dalam skala yang paling rendah laporan juga dapat
dinyatakan sebagai bentuk penelitian, Emory (1985).[16]
Prinsip penelitian adalah melakukan pengukuran,
oleh karena itu harus ada alat ukur yang digunakan.
Alat ukut itu sering disebut sebagai instrumen
penelitian. Adapun instrumen penelitian yang peneliti
gunakan dalam metode penelitian ini adalah Instrumen
skala bertingkat atau skala pengukuran. Dari beberapa
jenis skala pengukuran yang ada, peneliti menggunakan
skala pengukuran skala likert. Skala likert adalah
skala yang digunakan untuk mengukur variabel
penelitian.[17]
Dalam instrumen penelitian peneliti membuat judul
yang terdiri dari dua variabel, yaitu :
a. Keaktifan Shalat
Adapun indikator yang digunakan untuk menentukan
tingkat keaktifan Shalat di SMP Negeri 2 Mandiraja
Kabupaten Banjarnegara Tahun Pelajaran 2012/2013
adalah :
1) Selalu (A)
2) Sering (B)
3) Kadang-kadang (C)
4) Tidak pernah (D)
Untuk keperluan analisis secara kuantitatif,
maka jawaban-jawaban tersebut diberi skor :
1) Selalu dengan skor (4)
2) Sering dengan skor (3)
3) Kadang-kadang dengan skor (2)
4) Tidak pernah dengan skor (1)
b. Pengendalian Diri
Selanjutnya untuk kriteria yang peneliti gunakan
dalam mengukur indikator-indikator dari variabel Y
yaitu pengendalian diri di SMP Negeri 2 Mandiraja
Kabupaten Banjarnegara adalah sebagai berikut :
1) Sangat setuju (A)
2) Setuju (B)
3) Kurang setuju (C)
4) Tidak setuju (D)
Untuk keperluan analisis secara kuantitatif
tentang perilaku siswa SMP Negeri 2 Mandiraja
Kabupaten Banjarnegara, maka jawaban-jawaban
tersebut di beri skor :
1) Sangat setuju dengan skor (4)
2) Setuju dengan skor (3)
3) Kurang setuju dengan skor (2)
4) Tidak setuju dengan skor (1)
Dengan skala pengukuran ini, maka nilai variabel
yang diukur tersebut dengan instrumen skala likert
dapat dinyatakan dalam bentuk angka, sehingga lebih
akurat, efisien dan komunikatif. Karena angka
merupakan ilmu pasti yang tidak dapat dirubah
menjasi sebuah kebijakan.
5. Metode Pengumpulan Data
Pengumpulan data ada beberapa macam, yaitu:
angket, wawancara, pengamatan, ujian atau berupa
angket, dan juga dokumentasi. Dengan adanya berbagai
macam metode dan tekhnik pengumpulan data yang relevan,
sehingga nantinya akan diperoleh data penelitian yang
valid dan reliabel. Dalam penelitian ini, metode
pengumpulan data yang digunakan adalah :
a. Metode observasi
Observasi sebagai tekhnik pengumpulan data
mempunyai ciri yang spesifik bila dibandingkan
dengan tekhnik yang lain, yaitu wawancara dan
quesioner kalau wawancara dan kuesioner selalu
berkomunikasi dengan orang, maka observasi tidak
terbatas pada orang tetapi juga pada objek-objek
yang lain.
Sutrisno Hadi (1986) sebagaimana dikutip oleh
Sugiyono mengemukakan bahwa observasi merupakan
suatu proses yang komplek, suatu proses yang
tersusun dari berbagai proses biologis dan
psikologis. Dua diantara yang terpenting adalah
proses pengamatan dan ingatan.[18]
Dalam metode observasi peneliti menggunakan
metode observasi non partisipasi, artinya peneliti
tidak terlibat dan hanya sebagai pengamat
independen. Dengan metode ini peneliti dapat
memperoleh data gambaran umum tentang keadaan
sekolah seperti keadaan gedung, letak geografis dan
keadaan sarana dan prasarana. Hal ini dilakukan
sebagai penjajagan awal dan seterusnya terhadap
lapangan penelitian agar peneliti lebih memahami
kondisi sebenarnya sehingga memperoleh data yang
valid.
b. Metode interview
Interview alat pengumpul informasi dengan cara
mengajukan sejumlah pertanyaan secara lisan untuk
dijawab secara lisan pula. Ciri utama dari interview
adalah kontak langsung dengan tatap muka antara
pencari informasi (interviewer) dan sumber informasi
(interviewee).[19]
Wawancara yang peneliti terapkan adalah
wawancara tidak terstruktur. Wawancara tidak
terstruktur adalah wawancara yang bebas dimana
peneliti tidak menggunakan pedoman wawancara yang
telah tersusun secara sistematis dan lengkap untuk
mengumpulkan datannya. Pedoman yang digunakan hannya
berupa garis-garis besar permasalahan yang akan
ditanyakan.[20]
Wawancara tidak terstruktur lebih bersifat
informal, pertanyaan-pertanyaan tentang pandangan,
sikap, keyakinan, subjek, atau tentang keterangan
lainnya dapat ditanyakan secara bebas kepada subjek.
Wawancara jenis ini memang tampak luas dan biasanya
direncanakan agar sesuai dengan subjek dan suasana
pada waktu wawancara dilaksanakan. Dan subjek diberi
kebebasan menguraikan jawabannya serta mengungkapkan
pandangannya sesuka hati.
Dengan metode ini peneliti lebih mudah untuk
mengajukan pertanyaan-pertanyaan. Jadi pertanyaan
yang peneliti ajukan tidak hanya terfokus kepada apa
yang telah direncanakan sebelumnya, tetapi juga
pertanyaan yang tidak terencana. Hal ini karena di
dalam wawancara jawaban-jawaban yang dikeluarkan
oleh informan kadang menumbuhkan pertanyaan baru.
Keuntungan yang peneliti peroleh adalah informasi
yang peneliti dapat lebih banak dari apa yang
diharapkan sebelumnya, disamping itu komunikasi
dengan informan akan lebih leluasa. Metode ini
peneliti gunakan untuk mendapatkan informasi tentang
sejarah berdirinya, dan hal-hal lain yang relevan
dengan judul penelitian.
c. Metode angket
Kuesioner suatu alat pengumpul informasi dengan
cara menyampaikan sejumlah pertanyaan tertulis untuk
menjawab secara tertulis pula oleh responden.
Kuesioner seperti hanya interviu, dimaksudkan untuk
memperoleh informsai tentang diri responden atau
informasi tentang orang lain.[21]
Uma Sekaran (1992) mengemukakan beberapa prinsip
dalam penulisan angket sebagai teknik pengumpulan
data yaitu: prinsip penulisan, pengukuran dan
penampilan fisik. Prinsip penulisan meyangkut
beberapa faktor yuitu: isi dan tujuan pertanyaan,
bahasa yang digunakan mudah, pertanyaan tertutup
terbuka-negatif positif, pertanyaan tidak mendua,
tidak menanyakan hal-hal yang sudah lupa, pertanyaan
tidak mengarahkan, panjang pertanyaan, dan urutan
pertanyaan.[22]
6. Teknik Analisis Data
Dalam penelitian kuantitatif, teknik analiisi data
yang digunakan sudah jelas, yaitu diarahakan untuk
menjawab rumusan masalah atau menguji hipotesis yang
telah dirumuskan dalam dalm proposal. Karena datanya
kuantitatif, maka teknik anallis data menggunakan
metode statistika yang sudah tersedia.[23]
Guna mencapai tujuan yang telah dirumuskan dalam
penelitian ini, peneliti menggunakan tehnik analisis
data sebagai berikut :
a. Analisis Pendahuluan
Untuk mengetahui tujuan pertama dan kedua yaitu
keaktifan shalat dan pengendalian diri data yang
terkumpul dianalisa berdasarkan skor atau nilai
dengan rumus :
Keterangan :
P : Jumlah prosentase
F : Frekuensi yang sedang dicari
prosentasinya.
N : Number of Cases (jumlah frekuensi atau
banyaknya individu)
100% : bilangan konstan.[24]
b. Analisis Uji Hipotesis
Untuk mengetahui tujuan akhir yakni untuk
mengetahui seberapa jauh hubungan keaktifan shalat
terhadap pengendalian diri siswa di SMP Negeri 2
Mandiraja Banjarnegara. Hipotesis assosiatif diuji
dengan teknik korelasi. Karena data yang akan
dikorelasikan berbentuk interval, dan sumber data
yang sama, maka data yang terkumpul akan dianalisis
dengan menggunakan rumus prodauct moment yaitu
sebagai berikut :
Keterangan:
r = Koefisien korelasi antara X dan Y
XY = Jumlah hasil kali skor X dengan skorY
X = Nilai variabel pertama
Y = Nilai variabel kedua
N = Banyaknya subyek pemilik nilai.[25]
c. Analisis Lanjut
Untuk mengadakan interpretasi mengenai besamya
koefisien korelasi adalah :
- Antara 0,800 sampai dengan 1,000 = sanga tinggi
- Antara 0,600 sampai dengan 0,800 = tinggi
- Antara 0,400 sampai dengan 0,600 = sedang
- Anara 0,200 sampai dengan 0,400= rendah
- Antara 0,000 sampai dengan 0,200= sangat rendah
Penafsiran harga koefisien korelasi ada dua cara
yaitu :
1) Dengan melihat harga r dan diinterpretasikan
misalnya korelasi tinggi, cukup, dan sebagainya.
2) Dengan berkonsultasi ke tabel harga kritik r
product moment dengan taraf kesalahan 1% atau 5%,
sehingga dapat diketahui signifikan tidaknya
korelasi tersebut. Jika harga rxy > rtabel, maka
korelasi tersebut signifikan.[26]
H. Sistematika Penulisan Skripsi
Dalam penulisan skripsi ini, peneliti membagi dengan
sistematika sebagai berikut :
1. Bagian Muka
Bagian muka meliputi : halaman judul, halaman
pengesahan, halaman nota pembimbing, halaman motto, halaman
persembahan, kata pengantar dan daftar isi.
2. Bagian Tengah
BAB Pertama : Berisi pendahuluan, yang meliputi :
latar belakang, masalah, penegasan masalah,
rumusan permasalahan, tujuan penelitian,
kajian teori, hipotesis penelitian metode
pengumpulan data dan sistematika penulisan
skripsi
BAB Kedua : Tinjauan Tentang Shalat yang meliputi;
Pengertian Shalat, Tujuan dan Manfaat
Shalat, Hikmah dan Keutamaan, Shalat Hukum
Shalat, Waktu-waktu Shalat, Syarat dan
Rukun Shalat, Shalat Jama’ah. Pengendalian
Diri yang meliputi; Pengertian Pengendalian
diri, Macam Pengendalina diri, Contoh Sikap
dan Perilaku Pengendalian Diri, Bentuk
Pengendalian Diri. Hubungan Keaktifan
Shalat terhadap Pengendalian Diri, Kerangka
Berfikir, Hipotesis Penelitian.
BAB Ketiga : Berisi gambaran umum SMP Negeri 2
Mandiraja Banjarnegara meliputi letak
geografis, sejarah singkat berdirinya, visi
dan misi, keadaan guru, keadaan siswa,
keadaan ketenagaan, keadaan sarana dan
prasarana, dan kurikulum, gambaran khusus
Keaktifan Shalat dan Pengendalian Diri
Peserta Didik Kelas VII SMP Negeri 2
Mandiraja.
BAB Keempat : Merupakan hasil penelitian dan
pembahasan meliputi data tentang Keaktifan
Shalat dan Pengendalian Diri Siswa kelas
VII SMPN 2 Mandiraja, analisis terhadap
Keaktifan Shalat, analisis data tentang
Pengendalian Diri, uji validitas dan
pembehasan.
BAB Kelima : Berisi tentang penutup, yang meliputi:
kesimpulan, saran-saran dan kata penutup.
3. Bagian Akhir
Bagian akhir meliputi daftar pustaka, lampiran-
lampiran, dan daftar riwayat hidup.
BAB II
KEAKTIFAN SHALAT DAN PENGENDALIAN DIRI
A. Keaktifan Shalat
1. Pengertian Shalat
Shalat mempunyai kedudukan yang tinggi didalam
Al Qur’an. Perintah shalat didalam Al Qur’an
diungkapkan dengan berbagai lafadz, bentuk dan cara.
Kadang-kadang diungkapkan secara jelas dalam kalimat
perintah, kalimat berita, bentuk janji atau ancaman.
Hal ini menunjukkan bahwa Al Qur’an mempunyai
perhatian yang cukup besar terhadap shalat
Skrip selengkapnya bisa hub 085291501979 / 087737623895
[1] H. Abu Ahmadi, Psikologi Perkembangan, Rineka Cipta,Jakarta, 2005, hal. 34
[2] Ibid, hal. 42-43
[3] J.S. Badudu, Kamus Umum Bahasa Indonesia, PustakaSinar Harapan, Jakarta, 1996, hal. 517.
[4] Tim Kajian KeIslaman Nurul Ilmu, Buku IndukTerlengkap Agama Islam, Citra Risalah, Yogyakarta, 2012, hal.170
[5] Godam, (22 Agustus 2008), Arti Definisi/PengertianPengendalian Diri, Selaras, Serasi & Seimbang-Pendidikan Kewarganegaraan.Diambil tanggal 29/1/2013, http://organisasi.org/arti-definisi-pengertian-pengendalian-diri-selaras-serasi-seimbang-pendidikan-kewarganegaraan
[6] Prof. Dr. Nana Syaodih, Sukmadinata, Metode Penelitian Pendidikan, PT. Remaja Rosdakarya, Bandung, 2009, hal. 12
[7] Drs. S. Margono, Metodologi Penelitian Pendidikan, RinekaCipta, Jakarta, 2009, hal. 6
[8] Sugiono, Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif,Kualitatif dan R &D, Alfbeta, Bandung, 2010. Hal 60
[9] S. Margono, Op Cit, hal. 118
[10] Ibid, hal.118-119
[11] Sugiyono, Op Cot, hal. 117
[12] Ibid, hal. 118
[13] Winarno Surahmad, Dasar-dasar dan Tekhnik Research,Tarsito, Bandung 1978, hal. 84
[14] Nana Syaodih Sukmadinata, Metode Penelitian Pendidikan,Remaja Rosdakarya, Bandung, 2009, hal. 252
[15] S. Margono, Op Cit, hal.155
[16] Sugiono, Op Cit, hal. 102
[17] Iqbal Hasan, Pokok-Pokok Materi Metodologi Penelitian danAplikasinya, Ghalia Indonesia, Jakarta, 2005, hal. 50.
[18] Sugiyono, Op Cit, 2010, hal. 203.
[19] S. Margono, Op Cit, hal. 165
[20] Sugiyono, Op Cit, 2010, hal. 197.
[21] S. Margono, Op. Cit, hal. 167.
[22] Sugiyono, Op Cit, 2010, hal. 200
[23] Ibid, hal. 243
[24] Sugiyono, Op Cit, 2010, hal. 183.
[25] Sumadi Suryabrata, Metodologi Penelitian, GrafindoPersada, Jakarta, 1995, hal. 124.
[26] Ibid, hal. 72.
Diposkan 1 week ago oleh Yeti Rokhaniyah
0
Add a comment
2.
Jan
8
PENERAPAN PENDEKATAN CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING DALAM PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM KELASVII DI SMP NEGERI 1 MANDIRAJA BANJARNEGARA TAHUNPELAJARAN 2012/2013
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan agama mempunyai peran besar terhadap
tercapainya tujuan pendidikan nasional serta watak
bangsa, utamanya menciptakan manusia yang beriman,
bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Jadi dapat
dikatakan bahwa berhasil tidaknya pendidikan agama
sangat menentukan berhasil tidaknya pelaksanaan
pendidikan di negara ini.
Selama ini telah terealisasi kebijakan-kebijakan
yang diambil oleh pemerintah yakni masuknya pendidikan
agama Islam pada tiap jenjang pendidikan mulai dari
taman kanak-kanak sampai pada perguruan tinggi. Namun
melihat realitas saat ini, masih banyak kalangan
menganggap pendidikan agama khususnya Islam, belum
memadai dan kurang relevan terhadap tuntutan zaman.
Dalam suasana belajar mengajar di lapangan dalam
lingkungan sekolah sering di jumpai beberapa masalah.
Para siswa meskipun mendapat nilai-nilai yang tinggi
dalam sejumlah mata pelajaran, namun mereka tampak
kurang mampu menerapkan perolehannya, baik berupa
pengetahuan, keterampilan, maupun sikap ke dalam
situasi lain.
Pendidikan agama yang berjalan selama ini masih
dianggap kurang berhasil dan belum memenuhi logika
zamanya. Pendidikan Agama yang diberikan lebih banyak
menyentuh pada aspek kognitif, belum sampai pada aspek
afektif dan psikomotorik, akibatnya peserta didik hanya
dapat mengerti agama, tetapi belum sampai pada tingkat
aksi atau implementasi.[1]
Beberapa kritik yang berkembang mengenai
pelaksanaan pendidikan Agama yang berlangsung di
sekolah mengalami banyak kelemahan. Thowaf (1996)
mengamati adanya kelemahan dari pembelajaran Pendidikan
Agama,yaitu: (1) Pendekatan masih cenderung normatif,
dalam arti pendidikan agama menyajikan norma-norma yang
sering kali tanpa illustrasi konteks sosial budaya,
sehingga peserta didik kurang menghayati nilai nilai
agama sebagai nilai yang hidup dalam keseharian; (2)
Kurikulum pendidikan gama Islam yang dirancang di
sekolah sebenarnya lebih menawarkan minimum kompetensi
atau minimum informasi, tetapi guru Pendidikan Agama
Islam sering kali terpaku padanya, sehingga semangat
untuk memperkaya kurikulum dengan pengalaman belajar
yang berfariasi kurang tumbuh; (3) Sebagai dampak yang
menyertai situasi tersebut diatas, maka guru Pendidikan
Agama Islam kurang berupaya menggali metode yang
mungkin bisa dipakai untuk pendidikan agama, sehingga
pelaksanaan pembelajaran cenderung monoton; (4)
Keterbatasan sarana/prasarana, sehingga pengelolaan
cenderung seadanya. Pendidikan yang diklaim sebagai
aspek yang penting sering kali kurang diberi prioritas
dalam urusan fasilitas.[2]
Dalam konteks sistem pembelajaran, agaknya titik
lemah pendidikan agama lebih terletak pada komponen
metodologinya. Kelemahan tersebut dapat diidentifikasi
sebagai berikut: (1) Kurang bisa mengubah pengetahuan
agama yang kognitif menjadi “makna” dan “nilai” atau
kurang mendorong penjiwaan terhadap nilai-nilai
keagamaan yang perlu diinternalisasikan dalam diri
peserta didik; (2) Kurang dapat berjalan bersama dan
bekerja sama dengan program-program pendidikan non-
agama; (3) Kurang mempunyai relevansi terhadap
perubahan sosial yang terjadi di masyarakat atau kurang
ilustrasi konteks sosial budaya, dan/atau bersifat
statis kontekstual dan lepas dari sejarah, sehingga
peserta didik kurang menghayati nilai-nilai agama
sebagai nilai yang hidup dalam keseharian.[3]
Persoalannya sekarang adalah bagaimana menemukan
cara yang terbaik untuk menyampaikan berbagai konsep
yang diajarkan dalam mata pelajaran ini sehingga dapat
di pahami sebagai bagian yang saling berhubungan dan
membentuk satu pemahaman yang utuh. Selain itu
bagaimana seorang guru dapat berkomunikasi secara
efektif dengan siswanya yang selalu bertanya-tanya
alasan dari sesuatu, arti dari sesuatu dan hubungan
dari apa yang mereka pelajari. Selanjutnya apa yang
harus dilakukan guru agar dapat membuka wawasan
berpikir yang beragam dari dari seluruh siswa, sehingga
mereka dapat mempelajari berbagai konsep dan cara
mengaitkannya dengan kehidupan nyata, Sehingga dapat
membuka berbagai pintu kesempatan selama hidupnya.
Persoalan-persoalan tersebut dicoba diatasi dengan
penerapan suatu paradigma baru dalam pembelajaran di
kelas, yaitu Pembelajaran kontekstual atau yang disebut
CTL (Contextual Teaching and Learning).
Pembelajaran dan pengajaran kontekstual melibatkan
para siswa dalam aktivitas penting yang membantu
merekan mengaitkan pelajaran akademis dengan konteks
kehidupan nyata yang mereka hadapi. Dengan mengaitkan
keduanya, para siswa melihat makna di dalam tugas
sekolah. Penemuan makna adalah cirri utama dari CTL
(Contextual Teaching and Learning).[4]
Berdasarkan uraian diatas, maka penulis menganggap
betapa pentingnya penerapan pendekatan CTL dalam
pembelajaran Pendidikan Agama Islam. Maka penulis
mengangkat judul dalam penelitian “Penerapan Pendekatan
Contextual Teaching and Learning dalam Meningkatkan
Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Kelas VII di SMP
Negeri 1 Mandiraja Banjarnegara Tahun Pelajaran
2012/2013”
B. Identifikasi Masalah
Bertitik tolak dari latar belakang tersebut, maka
dapat diidentifikasi masalah sebagai berikut:
1. Pendidikan Agama yang diberikan lebih banyak
menyentuh pada aspek kognitif, belum sampai pada
aspek afektif dan psikomotorik, akibatnya peserta
didik hanya dapat mengerti agama, tetapi belum
sampai pada tingkat aksi atau implementasi.
2. Guru Pendidikan Agama Islam kurang berupaya
menggali metode yang mungkin bisa dipakai untuk
pendidikan agama, sehingga pelaksanaan pembelajaran
cenderung monoton.
3. Keterbatasan sarana/prasarana, sehingga
pengelolaan cenderung seadanya. Pendidikan yang
diklaim sebagai aspek yang penting sering kali
kurang diberi prioritas dalam urusan fasilitas
C. Penegasan Istilah
Untuk mendapatkan gambaran yang jelas dalam
penulisan penelitian ini, berikut dijelaskan terelebih
dahulu kata kunci yang terdapat dalam dalam pembahasan.
Kata kunci tersebut antara lain: Pendekatan CTL
(Contextual Teaching and Learning) dan pembelajaran
Pendidikan Agama Islam.
[1]Muhaimin. Arah Baru Pengembangan Pendidikan Islam , Nuansa,Bandung, 2003, hal.137.
[2]Ibid, hal.137.
[3]Muhaimin. Pengembangan kurikulum, RajaGrafindoPersada, Jakarta 2005, hal. 27
[4]Elaine B Johnson, CTL Menjadikan Kegiatan Belajar-MengajarMengasyikkan dan Bermakna, Kaifa, Bandung, 2011, hal. 35
Masih banyak Skripsi Lainnya085291501979 / 087737623895
Skripsipailengkap.blogspot.com
Diposkan 8th January 2013 oleh Yeti Rokhaniyah
0
Add a comment
3.
Jan
8
Skripsi PAI : PENGARUH LATARBELAKANG PENDIDIKAN FORMAL ORANG TUA TERHADAP PRESTASI
BELAJAR PENDIDIKAN AGAMA ISLAM SISWA KELAS II SMP NEGERI 2 MANDIRAJA BANJARNEGARA TAHUN PELAJARAN2012/2013
PENGARUH
LATAR BELAKANG PENDIDIKAN FORMAL ORANG TUA
TERHADAP PRESTASI BELAJAR PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
SISWA KELAS II SMP NEGERI 2 MANDIRAJA BANJARNEGARA
TAHUN PELAJARAN 2012/2013
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan menurut Undang-undang Nomor 2/1989
tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 1 merupakan
usaha sadar dan terencana untuk mewujudkaan suasana
belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik
secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk
memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian
diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
ketrampilan yang diperlukan dirinya.8[1]
8[1] Muhaimin, Paradigma Pendidikan Islam PT. Remaja Rosda Karya,Bandung, 2004, hal. 37
Untuk memenuhi kebutuhan akan pendidikan tersebut
manusia memasuki dunia pendidikan melalui proses
belajar, dalam proses tersebut muncul pengaruh yang
dapat membawa perubahan sikapatas manusia yang
dipengaruhinya. Seiring dengan pengembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi menurut setiap orang untuk
membekali dirinya lebih baik sehingga mampu membekali
diri dengan perkembangan yang ada. Salah satu untuk
membekali diri adalah pendidikan, baik formal maupun
non formal.
Komponen yang bertanggung jawab dalam pelaksanaan
pendidikan ada tiga unsur yaitu orang tua, masyarakat,
dan pemerintah.9[2] Dalam dunia pendidikan formal,
fenomena belajar mengajar lebih menekankan pada
tercapainya kegiatan pada diri siswa (murid), karena
memang pendidikan formal merupakan jalur pendidikan
yang terstruktur.
Melalui pendidikan yang terstruktur seseorang
akan memiliki daya pemikiran yang berbeda, dari sejak
pendidikan dasar, menengah sampai pereguruan tinggi.
Begitupun pengaruhnya pada siswa yang memiliki orang
tua yang latar belakang pendidikan formal orang tua
yang berbeda mereka pasti memiliki sikap, moral dan
perilaku yang berbeda dalam kehidupan kesehariannya.
Menjadi orang tua tidak hanya penting bagi
keberadaan kita sekarang, tetapi juga bagi masa depan
9[2] Zaiyah Darajat, Ilmu Pendidikan Islam, Bumi Aksara, Jakarta1996, hal. 34
anak-anak kita, terutama membekalinya dengan Pendidikan
Agama Islam bagi anak, karena kelak orang tua yang
Memiliki anak yang sukses dan berprestasi dalam
belajarnya merupakan sebuah petualangan, penuh dengan
kejutan-kejutan dan perubahan-perubahan.
Pada masyarakat modern tugas dan tanggung jawab
pendidikan pada anak diserahkan kepada suatu lembaga,
yaitu sekolah. Sekolah disini merupakan tempat
melakukan kegiatan belajar dalam usaha untuk
meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Dalam
mewujudkan lembaga pendidikan diatas orang tua siswa
selalu dilibatkan dalam kualitas pendidikan anaknya,
oleh karena itu begitu pentingnya latar belakang
pendidikan orang tua bagi anak, sebagai motivator yang
aktif.
Dalam dunia pendidikan, proses belajar mengajar
lebih menekankan terciptanya kegiatan belajar siswa.
Kegiatan yang dilaksanakan pada akhir tahunnya atau
akhir semester dilakukan penilaian (evaluasi).
Penilaian sebagai alat akhir untuk mengetahui
keberhasilan kegiatan belajar siswa yang dapat disebut
pula dengan sebagai prestasi belajar siswa. Prestasi
belajar ini secara nyata akan dapat diketahui oleh
siswa setiap akhir semester dinyatakan dalam bentuk
angka-angka nilai raport.
Berdasarkan fenomena tersebut, peneliti ingin
mengadakan penelitian di lembaga pendidikan. Apakah
latar belakang pendidikan formal orang tua yang tinggi
berpengaruh terhadap prestasi belajar PAI anaknya.
Untuk mencapai suatu tujuan diperlukan adanya sarana
belajar yang memadai. Pemenuhan belajar yang sangat
penting bagi siswa untuk mengejar prestasi. Lingkungan
tempat tinggal dan adanya dorongan internal yang muncul
dari dalam diri anak sehingga timbul suatu kebiasaan
pada diri anak, hal itu merupakan pengaruh dasar dari
orang tua apalagi pengaruh Religi pada diri anak yang
sangat mendarah daging. Begitupun pengaruh eksternal
yang sangat berpengaruh terhadap prestasi belajar PAI
anak tersebut. Namun jika tidak mempunyai minat yang
tinggi dalam dirinya, akan mendapat hambatan dalam
mencapai hasil belajarnya, sehingga prestasi yang
dicapai dibawah yang semestinya.
Ada juga persepsi yang menyatakan bahwa orang tua
yang tingkat latar belakangnya tinggi, belum tentu ia
mampu memberi perhatian yang penuh terhadap pendidikan
anaknya, begitu sebaliknya ada orang tua yang latar
belakang pendidikannya rendah tetapi sangat besar
perhatiannya terhadap pendidikan anaknya.
Namun hakikatnya sangat berbeda sekali orang tua
yang berpendidikan tinggi dengan orang tua yang
berpendidikan rendah yang pasti kelihatan dalam
pengaplikasiannya seorang anak dalam kehidupan perilaku
sehari-haru, orang tua yang berpendidikan tinggi mereka
pasti lebih tahu dan mengerti cara mendidik dan
mengarahkan anaknya, mereka mampu memberikan respon
yang tepat dan pengasuhan yang efektif dan mengasyikkan
terhadap anaknya.
Orang tua yang berpendidikan mereka sangat
mengerti dan paham bahwa mereka tidak akan meninggalkan
generasi mereka atau anak-anak mereka dalam keadaan
lemah, lemah disini lebih ditekankan dalam artian lemah
dari segi intelektualnya untuk berprestasi. Dalam Al-
Qur’an disebutkan Qs. An-Nisa’: 9
Artinya: “Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang
seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anakyang lemah, yang mereka khawatir terhadap(kesejahteraan) mereka. oleh sebab itu hendaklahmereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah merekamengucapkan perkataan yang benar”.
Melalui tercapainya sarana belajar yang memadai,
lingkungan tempat tinggal terutama keluarga, minat
belajar siswa dan latar belakang pendidikan formal
orang tua yang berbeda. Semua akan berpengaruh terhadap
pencapaian hasil belajarnya. Prestasi belajar PAI siswa
yang sangat diharapkan orang tua siswa tersebut
dipengaruhi oleh banyak faktor, diantaranya faktor
internal yang timbul dari anak itu sendiri dan faktor
eksternal yang timbul diluar pribadinya terutama orang
tua sangat berpengaruh dalam pencapaian prestasi anak-
anaknya.
Dari beberapa uraian tersebut, peneliti tertarik
untuk melakukan penelitian dengan judul “ Pengaruh
Latar Belakang Pendidikan Formal Orang Tua Terhadap
Prestasi Belajar PAI Siswa Kelas II SMP Negeri 2
Mandiraja Banjarnegara Tahun Pelajaran 2012/2013”.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan pada latar belakang masalah di atasmaka penulis mengidentifikasi masalah yaitu padahakikatnya sangat berbeda sekali orang tua yangberpendidikan tinggi dengan orang tua yangberpendidikan rendah yang pasti kelihatan dalampengaplikasiannya seorang anak dalam kehidupan perilakusehari-hari. Orang tua yang berpendidikan tinggi merekapasti lebih tahu dan mengerti cara mendidik danmengarahkan anaknya, mereka mampu memberikan responyang tepat dan pengasuhan yang efektif dan mengasyikkanterhadap anaknya.
C. Penegasan Istilah
1. Pengaruh
Adalah daya yang menyebabkan sesuatu terjadi,
atau suatu yang dapat membentuk atau mengubah
sesuatu yang lain, atau tunduk mengikuti karena
kuasa orang lain.10[3] Pengaruh yang penulis maksud
adalah daya upaya orang tua dalam memperhatikan
10
[3] J.S Badudu, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta, PustakaSinar Harapan, 1996, hal. 1031.
anak-anaknya dalam proses pembelajarannya sehingga
mereka memiliki kedisiplinan yang tinggi dalam
belajar.
2. Pendidikan Formal
Pendidikan Formal adalah jalur pendidikan yang
tersruktur dan berjenjang yang terdiri atas
pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan
pendidikan tinggi.
3. Orang Tua
Orang tua adalah ayah ibu kandung yang telah
melahirkan, mengasuh, merawat dan bertanggung jawab
atas pendidikan dan memenuhi kebutuhan anaknya.11[4]
Orang tua yang penulis maksud adalah wali murid
siswa-siswi di SMPN 2 Mandiraja, Banjarnegara.
4. Prestasi Belajar PAI
Yang dimaksud dengan prestasi belajar PAI adalah
hasil yang diperoleh berupa kesan-kesan yang
mengakibatkan perubahan dalam diri individu sebagai
hasil dari aktivitas dalam belajar PAI. Menurut
Poerwadarminta dalam Kumus Besar Bahasa Indonesia memberi
batasan prestasi sebagai berikut. Prestasi adalah
hasil yang dicapai dari apa yang telah dikerjakan
atau yang sudah diusahakan.12[5]
11[4] Zakiah Darojat, Kesehatan Mental, Gunung Agung. Jakarta,2000, hal.49.
12[5] W.J.S Poerwadarminta, Kamus Besar Bahasa Indonesaia, BalaiPustaka, Jakarta, 1998, hal. 788.
Berdasarkan definisi tersebut maka dapat penulisjelaskan bahwa prestasi adalah ketercapaian hasildari proses kegiatan belajar mengajar yang dilakukanoleh guru di kelas dengan menggunakan alat ukur yangdapar dipertanggung jawabkan.
The Liang Gie menyatakan bahwa belajar adalahsegenap rangkaian kegiatan atau aktivitas yangdilakukan secara sadar oleh seseorang danmengakibatkan perubahan dalam dirinya berupapenambahan pengetahuan yang sifatnya permanen.13[6]
Dari pendapat para ahli tentang belajar yangdikemukakan, dapat dipahami bahwa belajar adalahsuatu kegiatan yang dilakukan dengan melibatkan duaunsur yaitu jiwa dan raga. Gerak raga yangditunjukkan harus sejalan dengan proses jiwa untukmendapatkan perubahan.
Prestasi belajar adalah menunjukkan perubahan,atau penyesuaian ke hal yang lebih sempurna darisuatu tujuan atau maksud. Sedang perubahan karenabelajar itu sendiri menyangkut berbagai aspekkepribadian, baik fisik maupun psikhis sepertiperubahan dalam pengertian, pemecahan suatu masalah,ketrampilan, kecakapan, kebiasaan atau sikap.14[7]
Berdasarkan pengertian di atas penulis dapat
merumuskan bahwa pengertian prestasi belajar yaitu
13[6] The Liang Gie, Cara Belajar Yang Efisien, Pusat Kemajuan Studi,Yogyakarta, 2004, hal. 6.
14[7] Abu Ahmadi, Psikologi Umum, Rineka Cipta, Yogyakarta, 2001,hal. 62.
suatu hasil yang telah dicapai setelah melalui
kegiatan atau perbuatan belajar, sehingga
mendapatkan kecakapan baru menuju ke arah kemajuan.
D. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, rumusan
masalah dapat peneliti rumuskan sebagai berikut:
1. Bagaimana latar belakang pendidikan formal orang tua
siswa kelas II SMPN 2 Mandiraja?
2. Bagaimana prestasi belajar PAI siswa kelas II SMPN 2
Mandiraja?
3. Bagaimana pengaruh latar belakang pendidikan
formal orang tua terhadap prestasi belajar PAI siswa
kelas II SMPN 2 Mandiraja?
Diposkan 8th January 2013 oleh Yeti Rokhaniyah
0
Add a comment