86
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA RISALAH RAPAT PANITIA KERJA RUU TENTANG PEMILIHAN UMUM ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH, DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH T ahun Sidang Masa Persidangan Jenis Rapat RapatKe Sifat Rapat Dengan Hari I Tanggal Pukul T em pat Rap at Ketua Rapat Sekretaris Rapat Acara Anggota yang hadir Nama Anggota Pimpinan Pansus Pemilu: 2007-2008 I Rapat Panitia Kerja XIII (Ketigabelas) Tertutup Dirjen Kesatuan Bangsa dan Politik Departemen Dalam Negeri; Rabu, 28 November 2007 09.00 WIB- selesai Ruang Rapat Eks Komisi I DPR Rl (KK.I/Gd. Nusantara) DRS. H. B. T AMAM ACHDA, M.SI/Ketua Panja Suroso, SH/Kabagset Pansus Pemilu Pembahasan RUU Tentang Pemilu DPR, DPD, dan DPRD 26 dari 28 orang anggota Pansus Pemilu 2 orang ljin 1. Drs. Ferry Mursyidan Baldan/F-PG/Ketua 2. Dr. Yasona H. Laoly, SH., MS/F·PDI P/Waket 3. Drs. H. B. Tamam Achda, M. Si/F·PPP/Waket 4. Ignatius Mulyono/F-PD/Waket 5. Dr. lr. Hj. Andi Yuliani Paris, M.Sc/F·PAN/Waket Fraksi Partai Golkar : Fraksi Kebangkitan Bangsa : 6. Drs. Agun Gunandjar Sudarsa 20. Dr. H. Ali Masykur Musa, M.Si 7. Dr. Mariani Akib Baramuli, MM 21. Drs. H. Saifullah Ma'shum, M.Si 8. Drs. Simon Patrice Morin 9. H. Hardisoesilo 10. H. Muhammad Sofhian Mile, SH, MH Fraksi PDI Perjuangan : Fraksi Partai Keadilan Sejahtera : 11. Pataniari Siahaan 22. Agus Purnomo, S.IP 12. Nursuhud 23. Drs. Almuzzamil Yusuf 13. lrmadi Lubis

dewan perwakilan rakyat

Embed Size (px)

Citation preview

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

RISALAH RAPAT PANITIA KERJA

RUU TENTANG PEMILIHAN UMUM ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH, DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH

T ahun Sidang Masa Persidangan Jenis Rapat RapatKe Sifat Rapat Dengan Hari I Tanggal Pukul T em pat Rap at Ketua Rapat Sekretaris Rapat Acara Anggota yang hadir

Nama Anggota

Pimpinan Pansus Pemilu:

2007-2008 I Rapat Panitia Kerja XIII (Ketigabelas) Tertutup Dirjen Kesatuan Bangsa dan Politik Departemen Dalam Negeri; Rabu, 28 November 2007 09.00 WIB- selesai Ruang Rapat Eks Komisi I DPR Rl (KK.I/Gd. Nusantara) DRS. H. B. T AMAM ACHDA, M.SI/Ketua Panja Suroso, SH/Kabagset Pansus Pemilu Pembahasan RUU Tentang Pemilu DPR, DPD, dan DPRD 26 dari 28 orang anggota Pansus Pemilu 2 orang ljin

1. Drs. Ferry Mursyidan Baldan/F-PG/Ketua 2. Dr. Yasona H. Laoly, SH., MS/F·PDI P/Waket 3. Drs. H. B. Tamam Achda, M. Si/F·PPP/Waket 4. Ignatius Mulyono/F-PD/Waket 5. Dr. lr. Hj. Andi Yuliani Paris, M.Sc/F·PAN/Waket

Fraksi Partai Golkar : Fraksi Kebangkitan Bangsa : 6. Drs. Agun Gunandjar Sudarsa 20. Dr. H. Ali Masykur Musa, M.Si 7. Dr. Mariani Akib Baramuli, MM 21. Drs. H. Saifullah Ma'shum, M.Si 8. Drs. Simon Patrice Morin 9. H. Hardisoesilo 10. H. Muhammad Sofhian Mile, SH, MH

Fraksi PDI Perjuangan : Fraksi Partai Keadilan Sejahtera : 11. Pataniari Siahaan 22. Agus Purnomo, S.IP 12. Nursuhud 23. Drs. Almuzzamil Yusuf 13. lrmadi Lubis

Fraksi Partai Persatuan Pembangunan : 14. Lukman Hakim Saifuddin 15. Ora. Lena Maryana Mukti

Fraksi Partai Demokrat : 16. DR. Benny K. Harman, SH 17. lr. Agus Hermanto, MM

Fraksi Partai Amanat Nasional : 18. H. Patrialis Akbar, SH 19. Abdillah Toha, SE

Anggota yang berhalangan hadir (ljin) : 1. Drs. T.M. Nurlif 2. Dr. Sutradara Gintings

Fraksi Bintang Pelopor Demokrasi : 24. Prof. Dr. M. Ryaas Rasyid, MA

Fraksi Partai Bintang Reformasi : 25. H. Bachrum R. Siregar, SE

Fraksi Partai Damai Sejahtera : 26. Pastor Saut M. Hasibuan

KETUA RAPAT (DRS. H. B. TAMAM ACHDA, M.SUF·PPP): Bapak dan lbu dan Saudara sekalian yang saya hormati, Tepat jam 09.30 WIB perkenankan saya mencabut skorsing Rapat tadi malam, dan kita

lanjutkan Rapat ini sampai pukul 12.00 WIB, dan kemudian Rapat kita nyatakan sebagai Rapat Tertutup.

Bapakllbu dan Saudara sekalin,

(SKORS DICABUT PUKUL 09.30 WIB)

Kalau melihat komposisi yang hadir, ini sudah, saya kira sudah lebih dari cukup dan sesuai dengan kesepakatan Panja, berapapun yang hadir, Rapat ini akan tetap kita laksanakan. Dengan demikian kita mulai Rapat hari ini dengan mengingatkan Rapat terakhir tadi malam kita sudah membahas DIM No. 852 dan kemudian pada saat ini masih ada beberapa DIM berkaitan dengan pemunggutan suara ini.

Pertama, DIM No. 872 dan DIM No. 873 yang disampaikan oleh F-PKS dan kemudian DIM No. 875 pada Pasal 167 yang diajukan oleh F-PAN, kemudian DIM No. 881 berkaitan dengan Pasal169 Ayat (1) yang diajukan oleh F-PAN juga, kemudian DIM No. 887 yang berkaitan dengan Pasal170 Ayat (1) yang diajukan oleh F-PAN dan kemudian DIM No. 888 Pasal170 Ayat (2) yang diajukan oleh PKS dan kemudian DIM No. 889 berkaitan Pasal 170 Ayat (3) yang juga diajukan oleh F-PAN. Kemudian terakhir DIM No. 893 berkaitan dengan Pasal 171 Ayat (3) yang juga diusulkan oleh F-PAN.

Bapak dan Saudara-saudara sekalian yang saya hormati, Saya kira langsung saja kita mulai membahas dengan DIM No. 872, DIM No. 873

berkaitan dengan Pasal 166 yang diusulkan oleh F-PKS. Berdasarkan catatan kami, DIM-DIM ini terkait dengan metode pemberian suara dengan cara menulis dan kemudian disepakati untuk masuk didalam sistem Pemilu yang akan di lobby-kan. Karena itu apakah kita setuju kalau ini kita langsung lobby kan.

(RAPAT:SETUJU)

Kemudian selanjutnya berkenaan dengan DIM No. 875 Pasal167 Ayat (1) yang diajukan oleh F-PAN, oleh karena F-PAN belum ada, apakah boleh saya bacakan usulannya itu?.

Pemilih yang telah memberikan suara diberikan tanda khusus oleh KPPS atau KPPSLN dan kemudian diusulkan dirubah. Pemilih yang telah memberikan suara diberikan tanda tinta khusus pad a jarinya oleh KPPS atau KPPSLN.

Saya persilahkan masing-masing Fraksi untuk memberikan respon, Barangkali Bapak Saifullah. Silahkan Bapak.

DRS. H. SAIFULLAH MA'SHUM/F·KB: Terima kasih Pimpinan, Bapak dan lbu yang kami hormati, Saya kira, saya tidak begitu persis mengikuti pada DIM sebelumnya menyangkut soal

tanda khusus bagi KPPS dan KPPSLN pada DIM-DIM berikutnya, tetapi menurut saya dengan draft Pemerintah itu, kita bisa memberikan keleluasaan bagi KPU nanti, mungkin menentukan metode atau teknis nanti khusus yang bisa saja tetap menggunakan tinta khusus dan ada di jari, atau juga ditemukan sebuah teknik-teknik lain yang lebih efektif dan lebih efisien.

Saya kira, saya lebih cenderung kembali kepada Pemerintah, tetapi ini tidak prinsip sekali, saya usul ini kembali ke timus saja.

Terima kasih.

KETUA RAPAT: Terima kasih, Kita terima usulnya, Kemudian Bapak Pastor.

PASTOR SAUT M. HASIBUAN/F·PDS: Setuju masuk ke timus.

KETUA RAPAT: Terima kasih Bapak Pastor, Bapak.

IRMADI LUBIS/F·PDIP: Saya rasa PDIP setuju dilangsungkan ke timus.

KETUA RAPAT: Terima kasih Bapak lrmadi, Silahkan Bapak Agus.

AGUS PURNOMO, SIP/F·PKS: Idem Bapak.

KETUA RAPAT: Terima kasih. Bapak Ferry.

KETUA PANSUS (DRS. FERRY MURSYIDAN BALDAN/F·PG): Saya kira, saya setujui di timus, tetapi catatan tambahan usul, untuk diberikan penjelasan

saja, mungkin semangatnya ternan-ternan PAN ini kalau saya coba baca supaya ada sebuah tanda yang tidak memungkinkan pemilih memberikan suara dua kali, sebetulnya itu semangatnya, penjelasan saja, tanda khusus itu yang tidak memungkinkan pemilih itu memberikan suara dua kali, bahwa bentuknya apa, biarkan seperti Bapak Saifullah sampaikan, supaya jangan hilang.

KETUA RAPAT: Bapak silahkan.

WAKIL KETUA (IGNATIUS MUL YONO/F-PD): Kami agaknya harus mengikuti apa yang disampaikan Bapak Ferry ini, Demokrat ini, kami

sependapat, jadi itu dimasukkan ke penjelasan saja, apa yang dimaksudkan tanda khusus itu, dan tanda khusus itu salah satunya bisa berwujud tinta, tetapi mungkin kalau suatu saat tinta tidak ada bisa diberikan bentuk tanda yang lain.

T erima kasih.

KETUA RAPAT: Silahkan Bapak Dirjen barangkali.

PEMERINTAH: Terima kasih Pimpinan, Jadi Ayat (1) ini terkait dengan Ayat (2), jadi menurut pendapat kami tetap seperti ini,

kemudian apa itu tinta, barangkali di KPU yang menentukan. Kemudian tadi yang dari Golkar tadi, kita berikan dalam penjelasan, kita bisa ditambah, dirumusannya tetap seperti Ayat (1) dan Ayat (2), tanda khusus PKS ini dari PAN tadi tinta khusus, kemudian kita atur dalam Ayat (2) bahwa tanda khusus itu diserahkan kepada KPU, itu nanti KPU yang menentukan, apakah tanda khusus itu tinta atau hal-hal yang lain. Untuk mengakomodir tadi bahwa ini seperti kata Golkar tadi, tidak dua kali, sehingga didalam penjelasan bisa kita berikan suatu penjelasan bahwa tanda khusus ini dalam pengertian untuk begini-begini, bentuknya bagaimana apakah tinta atau dsb, KPU bisa kita serahkan kepada KPU sesuai dengan Ayat ini.

KETUA RAPAT: Terima kasih, Jadi ada dua pendapat intinya, Pertama, kita masukkan ke timus, kami ini persoalan seperti redaksional saja, tetapi juga

ada keinginan untuk menambah penjelasan, jadi kita masukkan ke timus dengan berbagai penjelasan tadi.

(RAPAT:SETUJU)

Kemudian Pasal berikutnya, adalah berkenaan dengan DIM No. 881 dari Pasal 169, jadi saya bacakan RUU mengatakan Ayat (1) KPPS/KPPSLN bertanggungjawab atas pelaksanaan pemungutan suara secara tertib dan lancar, kemudian oleh F-PAN diusulkan penambahan kata secara jujur dan adil. Apakah ini disetujui begitu?, jadi F-PAN mengharapkan tambahan suara secara jujur dan adil, tertib dan lancar.

Saya persilahkan.

DRS. H. SAIFULLAH MA'SHUM/F-KB: Saya ingin kembali ke Pemerintah, karena begini ada konsekuensi kita sudah membahas

azas-azas Pemilu di depan, azas Pemilu itu sudah baku, azas LUBER dan JURDIL. Dalam konteks ini muncul nomenkelatur baru, Jujur, adil, tertib dan lancar. lni arus Pemilu atau bukan?, ini sebenarnya tambahan untuk mengingatkan bahwa dalam semua tahapan, seyogyanya mereka tidak melupakan azas itu, sehingga kalau hanya menambahkan kata jujur dan adil disini, maka LUBER menjadi terlupakan disini. Oleh karena itu, ini menjadi persoalan ketika ini sudah menjadi nomenkelatur yang sudah baku di azas. Disini muncul hanya soal jujur dan adilnya, tetapi yang lain tidak terikutkan.

Oleh karena itu, mahan dipertimbangkan untuk kembali ke konsep Pemerintah, karena soal itu, otomatis azas didepan itu sudah diuraikan begitu rupa tegasnya, kalau ini akan disampaikan, maka setiap tahapan kita musti menggunakan itu, jujur, adil atau apa itu. Oleh karena itu dengan satu kalimat yang ada pada redaksi yang ada dalam azas yang ada di depan sendiri.

KETUA RAPAT: Jadi, prinsipnya tetap. Silahkan PKS.

DRS. ALMUZZAMMIL YUSUF/F·PKS: Azas itu rohnya, jadi kalau rohnya itu ditaruh diluar itu tidak bagus juga, jadi kita kembali

ke rumusan Pemerintah, rohnya jangan dicabut.

KETUA RAPAT: Jadi rohnya tidak dicabut. PDIP barangkali Bapak.

IRMADI LUBIS/F-PDIP: Terima kasih Pimpinan, Saya kira untuk DIM kami tetap, karena yang diatur disini adalah pelaksanaan

pemunggutan, sedangkan azas-azas Pemilu itu sendiri sudah mencakup di yang kita telah kita bahas mengenai azas dan Pemilu itu sendiri, ini hanya soal pelaksanaan, soal pertanggungjawaban pelaksanaan.

Terima kasih.

KETUA RAPAT: Bapak Pastor.

PASTOR SAUT M. HASIBUAN/F·PDS: T etap Bapak.

KETUA RAPAT: Bapak Lukman, tetap juga?

LUKMAN HAKIM SAIFUDDIN/F-PPP: Ya, karena PKS berbicara tentang roh, sesuatu yang amat sedikit ilmu tentangnya, jadi

apa boleh buat, kita tetap saja.

KETUA RAPAT: Terima kasih, Baik, jadi semua berpendapat bahwa ini tetap. Pemerintah tetap juga?.

(RAPAT:SETUJU)

Kemudian berikutnya adalah DIM No. 887, usulan dari F-PAN yang meminta penghapusan, Anggota masyarakat yang tidak memiliki hak pilih atau yang tidak sedang melaksanakan pemberian suara dilarang berada didalam TPS/TPSLN.

Saya kita putar lagi, silahkan pendapat Bapak-bapak sekalian DIM No. 887 Bapak Ferry.

DRS. FERRY MURSYIDAN BALDAN/F-PG: Saya kira kita setuju tetap saja, Karena kita sudah jelas kemarin, memisahkan kemarin yang mana yang pemilih, kalau

pemilih tentu, kalau dia punya hak pilih tidak boleh masuk ini. Saya kira sudah clear dengan yang kemarin, jadi pemantau, kemudian masyarakat ini . bisa diluar dan didalam itu adalah sangsi peserta Pemilu, kemudian pengawas itu, saya kira sudah clear kemarin itu. Tetap saja Bapak.

KETUA RAPAT: Setuju semua tetap. Baik kita putuskan untuk ini tetap.

(RAPAT:SETUJU)

Berikutnya adalah DIM No. 888 berkenaan dengan Pasal 170, yang diajukan oleh F-PKS, namun demikian sesuai dengan catatan kita ini terkait dengan pembahasan di DIM No. 1209 Pasal 228 dalam mana F-PKS telah menarik usulannya. Apakah dengan demikian otomatis?

(RAPAT:SETUJU)

Baik kemudian DIM No. 889 berkenaan dengan Pasal170 Ayat (3) diajukan oleh F-PAN, saya persilahkan tetap.

(RAPAT:SETUJU)

lni yang punya tidak ada ini, Terakhir dari F-PAN dari cluster ini berkenaan dengan DIM No. 893 Pasal 171. F-PAN

mengusulkan pembahasan kata lapangan, penambahan kata lapangan setelah kata pengawas Pemilu. Jadi bunyi lengkapnya menjadi KPPS/KPPSLN menindaklanjuti saran perbaikan yang disampaikan oleh pengawas Pemilu lapangan sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) dan Ayat (2).

Barangkali Bapak Saifullah. Silahkan.

DRS. H. SAIFULLAH MAKSUM/F·KB: Saya kali ini agak bisa setuju dengan PAN, karena ini konstruksinya sama Undang-undang

No. 22 yaitu pada tingkat bawah itu ada pengawas lapangan, sehingga domainnya memang Panwaslu lapangan, saya setuju dengan PAN.

Terima kasih.

KETUA RAPAT: Setuju.

KETUA PANSUS (DRS. FERRY MURSYIDAN BALDAN/F-PG): Setuju Pimpinan, Timus singkonkan dengan Undang-undang No. 22, itu saja.

PASTOR SAUT M. HASIBUAN/F·PDS: Tetap.

KETUA RAPAT: PKS. DIM No. 893 Pasal 171 Ayat (3) yang menambah kata lapangan. Pengawas Pemilu

Lapangan.

DRS. ALMUZZAMMIL YUSUF/F-PKS: Kita tetap Ketua, tetap Pemerintah, sesuai dengan ini, karena sebetulnya tambahan

lapangan tidak merubah substansi.

KETUA RAPAT: Demokrat silahkan.

WAKIL KETUA (IGNATIUS MUL YONO/F·PD): Kalau Demokrat disini tetap dengan alasannya bahwa Pengawas Pemilu Lapangan itu

termasuk didalam pengawas Pemilu, jadi nanti tidak harus pengawas Pemilu saja yang bisa memberikan perbaikan, tetapi bisa pengawas Pemilu yang lain, jadi lebih bagus kita mencakup keseluruhan.

Terima kasih.

KETUA RAPAT: PPP sudah, Bapak Pastor sudah, semuanya sudah ya?

IRMADI LUBIS/F-PDIP: Terima kasih Pimpinan, Kami di DIM ini tetap, apakah memang kita bedakan pengawas lapangan, pengawas

dalam, pengawas luar, saya kira apa rumusan dari Pemerintah, F-PDIP tetap saja.

KETUA RAPAT: Jadi masih ada, pertama PKB menyatakan setuju dan yang lain menyatakan tetap, atau

kita usulkan di timus sesuai dengan usul dari F-PG dengan singkronisasi dengan Undang-undang No. 22, dapat disetujui?

(RAPAT:SETUJU)

Bapak/lbu dan Saudara sekalian, Kita sudah menyelesaikan cluster pemungutan suara, sebagai lanjutan pembahasan yang

tadi malam, dan kemudian sekarang kita mengijak cluster perhitungan suara dan penambahan hasil Pemilu.

Silahkan dibagi dulu.

Rapat akan dilanjutkan dipimpin oleh Bapak Mulyono. Silahkan.

KETUA RAPAT (IGNATIUS MULYONO/F-PD): Terima kasih, Bapak dan lbu sekalian, Saya ijin meneruskan, ini juga kalau pas lbu Andi hadir dihadapan saya, bisa lbu Andi,

karena kebetulan ada masalah hal yang harus kami selesaikan, urusan anak ini, karena sangat penting menu rut saya.

Kita masuk ke perhitungan suara, yaitu masuk ke Pasal 174 DIM No. 905, disini kalau kami bacakan, perhitungan suara di TPS dan TPSLN dilaksanakan setelah pemunggutan suara berakhir, perubahan diajukan oleh PAN.

Pertama, pemunggutan suara dilakukan ketika seluruh pemilih yang hadir pada daftar pemilih tetap telah melaksanakan hak pilihnya atau batas waktu pemilihan telah berakhir, terus tambahnya waktu sebagaimana Ayat (1) adalah waktu paling lambat yang ditetapkan oleh KPU secara nasional, ini adalah usulan dari pihak PAN, kami kira kami minta Pemerintah untuk menjelaskan dulu.

DIM No. 905, kami ulangi lagi Pasal174 DIM No. 905.

PEMERINTAH: Rumusan Pemerintah masih tetap, terhadap usulan PAN, justru kami ingin mendengarkan

dari Fraksi-fraksi lain.

KETUA RAPAT: Baik, lni kami tambahkan sedikit, Kalau dari F-PAN mengusulkan seluruh daftar itu sudah melakukan hak pilihnya, jadi

seluruh yang ada dalam Daftar Pemilih telah melaksanakan hak pilihnya, itu bisa langsung dihitung, tetapi kalau yang dipakai oleh Pemerintah adalah berdasarkan waktu yang sudah ditentukan, jadi tentunya atau memang ini mencakup waktu yang sudah ditentukan atau memang seluruhnya sudah melakukan pemunggutan, karena ini setelah pemunggutan suara berakhir, pemunggutan suara itu berakhir itu dirumuskan oleh dua unsur, yaitu apakah seluruh peserta pemilih itu sudah melakukan, atau waktu yang sudah dibatasi itu telah di tentukan.

Silahkan kalau ada tanggapan, PDIP.

IRMADI LUBIS/F·PDIP: Pimpinan, Walaupun DIM Fraksi kami tetap, tetapi setelah memperhatikan rumusan yang diinikan

oleh PAN, saya kira itu lebih lengkap, karena disitu sudah ada dua pilihan, data-data partai yang telah ada didala daftar telah melaksanakan hak pilihnya, atau batas waktu pemilihan telah berakhir, jadi jelas itu, Pemerintah itu akan perhitungan suara akan dilaksanakan pemunggutan suara, kapan berakhirnya itu tidak ini acuannya. Saya kira usulan dari PAN ini cukup lengkap.

KETUA RAPAT: P-KB silahkan.

DRS. H. SAIFULLAH MAKSUM/F-KB: Terima kasih Pimpinan, Memang dari PAN agak lengkap, tetapi justru ada sedikit problem, jadi kalau perhitungan

suara itu dilakukan ketika seluruh pemilih yang ada dalam daftar pemilih itu melaksanakan hak

pilihnya, ini kita simulasikan, karena sangat rasionalnya dan sangat giatnya itu, jam 10 sudah selesai semua hak pilihnya, maka dia bisa dilakukan penghitungan suara, ini saya kira bisa menganggu proses TPS yang lain, oleh karena itu saya ingin kembali kepada Pemerintah karena perhitungan suara sifatnya harus sama, serentak secara nasional dengan mungkin pengecualian batas waktu antara Barat, Timur dan Tengah, karena kalau ini implikasinya berat Bapak, kalau selesai pukul 10.00 WIB harus dihitung saat itu juga, bagaimana dengan TPS yang lain, sedangkan selesai pukul 13.00 WIB dst, punya implikasi yang tidak sederhana konsep PAN ini, walaupun lebih efektif dan efisien.

Terima kasih Pimpinan.

KETUA RAPAT: Silahkan Golkar.

KETUA PANSUS (DRS. FERRY MURSYIDAN BALDAN/F-PG): Saya setuju dengan F-KB kali ini, Yang saya kira menegaskan bahwa itu mungkin rumusannya perlu ditambah pada waktu

pemunggutan suara berakhir, karena begini, selain masalah yang disampaikan oleh Bapak Saifullah tadi, itu jangan-jangan itu ada anggapan belum semua, dianggap tidak ada dsb itu, mendahului ditutup dihitung dulu, itu juga saya kira memancing orang untuk mendorong melakukan hal yang saya kira melakukan sesuatu hal yang rawan dalam Pemilu, di TPS. Jadi lebih kepada waktu, kalau waktu jelas, ketika sudah tiba saatnya, walaupun dia terdaftar tetapi kalau sudah ini, tidak bisa lagi, kalaupun ini, tetapi kalau kita beri ruang, walaupun semua sudah tetapi tidak ini, nanti untuk disitu benar, tetapi nanti bisa dimanfaatkan oleh teman-teman lain untuk yang lainnya belum, kemudian dipercepat perhitungan suara, saya kira juga harus dihindari sebetulnya.

Jadi, tetap saja dengan batasan ada batas waktu saja. Terima kasih.

KETUA RAPAT: Oke pendekatan Golkar batas waktu, Saya tambahkan sedikit, supaya ada pertimbangan yang lain, Bagaimana kalau ada waktu, terbatas waktunya habis, tetapi antrian masih ada, apakah

dipotong atau apa, atau mungkin ada klausul. Silahkan PPP.

LUKMAN HAKIM SAIFUDDIN/F-PPP: Sebenarnya usulan PAN ini justru mengakomodasi fleksibilitas, jadi yang ingin saya dalami

lagi, yang saya ingin bertanya dalam forum ini adalah, apakah perhitungan suara itu harus lengkap secara bersamaan secara nasional. Saya masih belum melihat urgensinya, toh Indonesia Barat, Tengah, Timur berbeda-beda juga, secara rasional realitasnya tidak mungkin bersamaan.

Justru dengan tidak harus bersamaan, kemudian fleksibel, karena saya khawatir, kalau satu TPS misalnya karena tadi itu rajin semua, datang tepat waktu, jam 11.00 WIB sudah selesai semua, apakah harus menunggu pukul13.00 WIB, karena itu batas akhir waktu perhitungan, lalu biasanya setelah itu mereka banyak yang pulang , tinggal itu, keamanan kotak suara menjadi sangat kurang, intinya kalau memang sudah semuanya sudah memberikan hasilnya, lalu kemudian sudah selesai, bisa saja dilanjutkan dengan tahap berikutnya dengan penghitungan. Menurut saya fleksibelitas itu harus dibuka begitu. Oleh karenanya usulannya, apakah seluruh pemilih sudah melaksanakan haknya, atau memang batas waktu pemilihan sudah berakhir, jadi ini memang opsi yang fleksibel sebenarnya.

Begitu Ketua.

KETUA RAP AT: Silahkan dari PKS.

DRS. ALMUZZAMMIL YUSUF/F·PKS: PKS kita melihat apa yang disampaikan PAN ini memang cukup fleksibel untuk

mengakomodir, tetapi dia belum menjawab pertanyaan Pimpinan, satu dan lain hal, karena hujan lebat, ternyata orang pagi-pagi tidak ada yang datang, orang pada datang pukul 12.00 WIB,

DRS. H. SAIFULLAH MA'SHUM/F·KB: Terima kasih Pimpinan, Bapak dan lbu yang kami hormati, Saya kira, saya tidak begitu persis mengikuti pada DIM sebelumnya menyangkut soal

tanda khusus bagi KPPS dan KPPSLN pada DIM-DIM berikutnya, tetapi menurut saya dengan draft Pemerintah itu, kita bisa memberikan keleluasaan bagi KPU nanti, mungkin menentukan metode atau teknis nanti khusus yang bisa saja tetap menggunakan tinta khusus dan ada di jari, atau juga ditemukan sebuah teknik-teknik lain yang lebih efektif dan lebih efisien.

Saya kira, saya lebih cenderung kembali kepada Pemerintah, tetapi ini tidak prinsip sekali, saya usul ini kembali ke timus saja.

Terima kasih.

KETUA RAPAT: Terima kasih, Kita terima usulnya, Kemudian Bapak Pastor.

PASTOR SAUT M. HASIBUAN/F·PDS: Setuju masuk ke timus.

KETUA RAPAT: Terima kasih Bapak Pastor, Bapak.

IRMADI LUBIS/F·PDIP: Saya rasa PDIP setuju dilangsungkan ke timus.

KETUA RAPAT: Terima kasih Bapak lrmadi, Silahkan Bapak Agus.

AGUS PURNOMO, SIP/F·PKS: Idem Bapak.

KETUA RAPAT: Terima kasih. Bapak Ferry.

KETUA PANSUS (DRS. FERRY MURSYIDAN BALDAN/F·PG): Saya kira, saya setujui di timus, tetapi catatan tambahan usul, untuk diberikan penjelasan

saja, mungkin semangatnya ternan-ternan PAN ini kalau saya coba baca supaya ada sebuah tanda yang tidak memungkinkan pemilih memberikan suara dua kali, sebetulnya itu semangatnya, penjelasan saja, tanda khusus itu yang tidak memungkinkan pemilih itu memberikan suara dua kali, bahwa bentuknya apa, biarkan seperti Bapak Saifullah sampaikan, supaya jangan hilang.

KETUA RAPAT: Bapak silahkan.

WAKIL KETUA (IGNATIUS MUL YONO/F-PD): Kami agaknya harus mengikuti apa yang disampaikan Bapak Ferry ini, Demokrat ini, kami

sependapat, jadi itu dimasukkan ke penjelasan saja, apa yang dimaksudkan tanda khusus itu, dan tanda khusus itu salah satunya bisa berwujud tinta, tetapi mungkin kalau suatu saat tinta tidak ada bisa diberikan bentuk tanda yang lain.

T erima kasih.

KETUA RAPAT: Silahkan Bapak Dirjen barangkali.

PEMERINTAH: Terima kasih Pimpinan, Jadi Ayat (1) ini terkait dengan Ayat (2), jadi menurut pendapat kami tetap seperti ini,

kemudian apa itu tinta, barangkali di KPU yang menentukan. Kemudian tadi yang dari Golkar tadi, kita berikan dalam penjelasan, kita bisa ditambah, dirumusannya tetap seperti Ayat (1) dan Ayat (2), tanda khusus PKS ini dari PAN tadi tinta khusus, kemudian kita atur dalam Ayat (2) bahwa tanda khusus itu diserahkan kepada KPU, itu nanti KPU yang menentukan, apakah tanda khusus itu tinta atau hal-hal yang lain. Untuk mengakomodir tadi bahwa ini seperti kata Golkar tadi, tidak dua kali, sehingga didalam penjelasan bisa kita berikan suatu penjelasan bahwa tanda khusus ini dalam pengertian untuk begini-begini, bentuknya bagaimana apakah tinta atau dsb, KPU bisa kita serahkan kepada KPU sesuai dengan Ayat ini.

KETUA RAPAT: Terima kasih, Jadi ada dua pendapat intinya, Pertama, kita masukkan ke timus, kami ini persoalan seperti redaksional saja, tetapi juga

ada keinginan untuk menambah penjelasan, jadi kita masukkan ke timus dengan berbagai penjelasan tadi.

(RAPAT:SETUJU)

Kemudian Pasal berikutnya, adalah berkenaan dengan DIM No. 881 dari Pasal 169, jadi saya bacakan RUU mengatakan Ayat (1) KPPS/KPPSLN bertanggungjawab atas pelaksanaan pemungutan suara secara tertib dan lancar, kemudian oleh F-PAN diusulkan penambahan kata secara jujur dan adil. Apakah ini disetujui begitu?, jadi F-PAN mengharapkan tambahan suara secara jujur dan adil, tertib dan lancar.

Saya persilahkan.

DRS. H. SAIFULLAH MA'SHUM/F-KB: Saya ingin kembali ke Pemerintah, karena begini ada konsekuensi kita sudah membahas

azas-azas Pemilu di depan, azas Pemilu itu sudah baku, azas LUBER dan JURDIL. Dalam konteks ini muncul nomenkelatur baru, Jujur, adil, tertib dan lancar. lni arus Pemilu atau bukan?, ini sebenarnya tambahan untuk mengingatkan bahwa dalam semua tahapan, seyogyanya mereka tidak melupakan azas itu, sehingga kalau hanya menambahkan kata jujur dan adil disini, maka LUBER menjadi terlupakan disini. Oleh karena itu, ini menjadi persoalan ketika ini sudah menjadi nomenkelatur yang sudah baku di azas. Disini muncul hanya soal jujur dan adilnya, tetapi yang lain tidak terikutkan.

Oleh karena itu, mahan dipertimbangkan untuk kembali ke konsep Pemerintah, karena soal itu, otomatis azas didepan itu sudah diuraikan begitu rupa tegasnya, kalau ini akan disampaikan, maka setiap tahapan kita musti menggunakan itu, jujur, adil atau apa itu. Oleh karena itu dengan satu kalimat yang ada pada redaksi yang ada dalam azas yang ada di depan sendiri.

KETUA RAPAT: Jadi, prinsipnya tetap. Silahkan PKS.

DRS. ALMUZZAMMIL YUSUF/F·PKS: Azas itu rohnya, jadi kalau rohnya itu ditaruh diluar itu tidak bagus juga, jadi kita kembali

ke rumusan Pemerintah, rohnya jangan dicabut.

KETUA RAPAT: Jadi rohnya tidak dicabut. PDIP barangkali Bapak.

Bapak/lbu dan Saudara sekalian, Kita sudah menyelesaikan cluster pemungutan suara, sebagai lanjutan pembahasan yang

tadi malam, dan kemudian sekarang kita mengijak cluster perhitungan suara dan penambahan hasil Pemilu.

Silahkan dibagi dulu.

Rapat akan dilanjutkan dipimpin oleh Bapak Mulyono. Silahkan.

KETUA RAPAT (IGNATIUS MULYONO/F-PD): Terima kasih, Bapak dan lbu sekalian, Saya ijin meneruskan, ini juga kalau pas lbu Andi hadir dihadapan saya, bisa lbu Andi,

karena kebetulan ada masalah hal yang harus kami selesaikan, urusan anak ini, karena sangat penting menu rut saya.

Kita masuk ke perhitungan suara, yaitu masuk ke Pasal 174 DIM No. 905, disini kalau kami bacakan, perhitungan suara di TPS dan TPSLN dilaksanakan setelah pemunggutan suara berakhir, perubahan diajukan oleh PAN.

Pertama, pemunggutan suara dilakukan ketika seluruh pemilih yang hadir pada daftar pemilih tetap telah melaksanakan hak pilihnya atau batas waktu pemilihan telah berakhir, terus tambahnya waktu sebagaimana Ayat (1) adalah waktu paling lambat yang ditetapkan oleh KPU secara nasional, ini adalah usulan dari pihak PAN, kami kira kami minta Pemerintah untuk menjelaskan dulu.

DIM No. 905, kami ulangi lagi Pasal174 DIM No. 905.

PEMERINTAH: Rumusan Pemerintah masih tetap, terhadap usulan PAN, justru kami ingin mendengarkan

dari Fraksi-fraksi lain.

KETUA RAPAT: Baik, lni kami tambahkan sedikit, Kalau dari F-PAN mengusulkan seluruh daftar itu sudah melakukan hak pilihnya, jadi

seluruh yang ada dalam Daftar Pemilih telah melaksanakan hak pilihnya, itu bisa langsung dihitung, tetapi kalau yang dipakai oleh Pemerintah adalah berdasarkan waktu yang sudah ditentukan, jadi tentunya atau memang ini mencakup waktu yang sudah ditentukan atau memang seluruhnya sudah melakukan pemunggutan, karena ini setelah pemunggutan suara berakhir, pemunggutan suara itu berakhir itu dirumuskan oleh dua unsur, yaitu apakah seluruh peserta pemilih itu sudah melakukan, atau waktu yang sudah dibatasi itu telah di tentukan.

Silahkan kalau ada tanggapan, PDIP.

IRMADI LUBIS/F·PDIP: Pimpinan, Walaupun DIM Fraksi kami tetap, tetapi setelah memperhatikan rumusan yang diinikan

oleh PAN, saya kira itu lebih lengkap, karena disitu sudah ada dua pilihan, data-data partai yang telah ada didala daftar telah melaksanakan hak pilihnya, atau batas waktu pemilihan telah berakhir, jadi jelas itu, Pemerintah itu akan perhitungan suara akan dilaksanakan pemunggutan suara, kapan berakhirnya itu tidak ini acuannya. Saya kira usulan dari PAN ini cukup lengkap.

KETUA RAPAT: P-KB silahkan.

DRS. H. SAIFULLAH MAKSUM/F-KB: Terima kasih Pimpinan, Memang dari PAN agak lengkap, tetapi justru ada sedikit problem, jadi kalau perhitungan

suara itu dilakukan ketika seluruh pemilih yang ada dalam daftar pemilih itu melaksanakan hak

pilihnya, ini kita simulasikan, karena sangat rasionalnya dan sangat giatnya itu, jam 10 sudah selesai semua hak pilihnya, maka dia bisa dilakukan penghitungan suara, ini saya kira bisa menganggu proses TPS yang lain, oleh karena itu saya ingin kembali kepada Pemerintah karena perhitungan suara sifatnya harus sama, serentak secara nasional dengan mungkin pengecualian batas waktu antara Barat, Timur dan Tengah, karena kalau ini implikasinya berat Bapak, kalau selesai pukul 10.00 WIB harus dihitung saat itu juga, bagaimana dengan TPS yang lain, sedangkan selesai pukul 13.00 WIB dst, punya implikasi yang tidak sederhana konsep PAN ini, walaupun lebih efektif dan efisien.

Terima kasih Pimpinan.

KETUA RAPAT: Silahkan Golkar.

KETUA PANSUS (DRS. FERRY MURSYIDAN BALDAN/F-PG): Saya setuju dengan F-KB kali ini, Yang saya kira menegaskan bahwa itu mungkin rumusannya perlu ditambah pada waktu

pemunggutan suara berakhir, karena begini, selain masalah yang disampaikan oleh Bapak Saifullah tadi, itu jangan-jangan itu ada anggapan belum semua, dianggap tidak ada dsb itu, mendahului ditutup dihitung dulu, itu juga saya kira memancing orang untuk mendorong melakukan hal yang saya kira melakukan sesuatu hal yang rawan dalam Pemilu, di TPS. Jadi lebih kepada waktu, kalau waktu jelas, ketika sudah tiba saatnya, walaupun dia terdaftar tetapi kalau sudah ini, tidak bisa lagi, kalaupun ini, tetapi kalau kita beri ruang, walaupun semua sudah tetapi tidak ini, nanti untuk disitu benar, tetapi nanti bisa dimanfaatkan oleh teman-teman lain untuk yang lainnya belum, kemudian dipercepat perhitungan suara, saya kira juga harus dihindari sebetulnya.

Jadi, tetap saja dengan batasan ada batas waktu saja. Terima kasih.

KETUA RAPAT: Oke pendekatan Golkar batas waktu, Saya tambahkan sedikit, supaya ada pertimbangan yang lain, Bagaimana kalau ada waktu, terbatas waktunya habis, tetapi antrian masih ada, apakah

dipotong atau apa, atau mungkin ada klausul. Silahkan PPP.

LUKMAN HAKIM SAIFUDDIN/F-PPP: Sebenarnya usulan PAN ini justru mengakomodasi fleksibilitas, jadi yang ingin saya dalami

lagi, yang saya ingin bertanya dalam forum ini adalah, apakah perhitungan suara itu harus lengkap secara bersamaan secara nasional. Saya masih belum melihat urgensinya, toh Indonesia Barat, Tengah, Timur berbeda-beda juga, secara rasional realitasnya tidak mungkin bersamaan.

Justru dengan tidak harus bersamaan, kemudian fleksibel, karena saya khawatir, kalau satu TPS misalnya karena tadi itu rajin semua, datang tepat waktu, jam 11.00 WIB sudah selesai semua, apakah harus menunggu pukul13.00 WIB, karena itu batas akhir waktu perhitungan, lalu biasanya setelah itu mereka banyak yang pulang , tinggal itu, keamanan kotak suara menjadi sangat kurang, intinya kalau memang sudah semuanya sudah memberikan hasilnya, lalu kemudian sudah selesai, bisa saja dilanjutkan dengan tahap berikutnya dengan penghitungan. Menurut saya fleksibelitas itu harus dibuka begitu. Oleh karenanya usulannya, apakah seluruh pemilih sudah melaksanakan haknya, atau memang batas waktu pemilihan sudah berakhir, jadi ini memang opsi yang fleksibel sebenarnya.

Begitu Ketua.

KETUA RAP AT: Silahkan dari PKS.

DRS. ALMUZZAMMIL YUSUF/F·PKS: PKS kita melihat apa yang disampaikan PAN ini memang cukup fleksibel untuk

mengakomodir, tetapi dia belum menjawab pertanyaan Pimpinan, satu dan lain hal, karena hujan lebat, ternyata orang pagi-pagi tidak ada yang datang, orang pada datang pukul 12.00 WIB,

biasanya selesai jam berapa ini, pukul13.00 WIB biasanya, ternyata orang ngantri, lewat itu pukul 13.00 WIB, harus, ini saya kira akan mengundang keributan kalau terjadi seperti itu. Sehingga harus ada jalan keluar yang memungkinkan kondisinya, diluar dugaan semua pihak, karena ada hambatan cuaca misalnya, tetapi dua hal ini dalam keadaan normal, rumusan PAN ini sudah cukup akomodatif dalam keadaan normal, hujan lebat luar biasa, orang tidak ada yang mau keluar, keluar hanya 1 jam bareng-bareng, ngantri.

KETUA RAPAT: Oke PPP, sudah tadi, Kami persilahkan dari Golkar.

KETUA PANSUS (DRS. FERRY MURSYIDAN BALDAN/F-PG}: Saya kira tadi kalau begitu disampaikan, saya kira saya sebenarnya bisa setuju, tetapi ini,

begini, asal muasalnya ketika pada waktu yang lalu, itu untuk menjaga ada kekhawatiran kalau tiba-tiba pemunggutan suara sedang berjalan ada TPS yang sudah selesai, tentu dengan syarat pengetatan bahwa harus seluruhnya mendaftar, itu sudah menggunakan, itu yang saya kira. Jangan sampai kemudian ini ada dianggap ini masih ada, oh ini sakit, ini pindah, ini pergi dsb, itu akan terjadi, dan itu terjadi pada waktu Pilkada Cilegon, kita temukan, kita tanya ini kenapa diakhiri sebelum waktunya, yang ini pindah, yang ini sakit, yang ini keluar kota dsb, itu barangkali penegasannya. Saya kira kalau maksud fleksibelitas dengan ketentuan yang disampaikan Pimpinan tadi, saya kira saya setuju saja, yang penting jangan sampai ini mendorong ada orang melakukan percepatan, itu semuanya yang mau kita tegaskan, jangan sampai ini mendorong, kemudian menjadi Pasal yang membenarkan bisa dipercepat dengan alasan semua yang ada ini terdaftar tetapi dikatakan yang tiga ini kenapa belum, karena ini dan ini, pernah terjadi kasusnya.

Terima kasih.

KETUA RAPAT: Silahkan.

DRS. H. SAIFULLAH MASHUM/F-KB: Saya ingin menambahkan argumentasi, jadi masih ingin bertahan, mempertanyakan harus

dihilangkan diakibatkan oleh usul PAN itu, kita ingin konsisten. Waktu kita membahas quick qount, saya ingat persis bahwa ada kekhawatiran yang. Jadi kalau buru-buru ada pengumuman yang bisa menganggu atau konsentrasi pemilih misalnya perhitungan juga bisa mempengaruhi, jadi apapun celah itu, kita waspadai mencegah mencederai prinsip-prinsip Pemilu yang JURDIL. Saya melihat masih ada potensi, apa lagi kita menyepakai adanya range 300 sampai berapa, bisa kita bayangkan kalau yang 300 bisa selesai pada pagi hari, pagi hari sudah selesai terus diperkirakan untuk dihitung pada waktu itu dan jumlahnya begitu signifikan, saya khawatir, langsung ada quick qount disana, berjalan, apalagi ada informasi suatu TPS dimenangkan oleh partai X misalnya, sementara pencoblosan di TPS yang lain belum selesai, ini mohon dipertimbangkan efektivitas Oke, tetapi dalam implikasi hal politiknya masih biasa, kenapa kita tidak kembali pada pola lama, pola lama itu pukul 13.00 WIB, pukul 14.00 WIB itu sudah, itu adalah sebuah batas waktu yang cukup modern selama ini, itu tidak terlalu lama betul menunggunya dan juga sebuah batas waktu yang cukup teruji dalam tiga kali Pemilu.

Saya kira itu, Terima kasih Pimpinan.

KETUA RAPAT: Bapak dan lbu sekalian, Bagaimana kalau usulan PAN kata atau itu diganti kata dan saja. Sependapat atau tidak, sebentar kalau sudah agak bulat meminta pertimbangan. Silahkan PKS dulu.

DRS. ALMUZZAMMIL YUSUF/F-PKS: Memang ada suatu resiko politik yang bisa terjadi, kalau antara TPS yang berdekatan,

satu TPS selesai pukul 11.00 WIB, TPS lain selesai pukul 13.00 WIB, ketika pukul 12.00 WIB sudah selesai penghitungan, sementara di TPS lain orang-orang lain masih banyak, psiko politik

biasanya selesai jam berapa ini, pukul13.00 WIB biasanya, ternyata orang ngantri, lewat itu pukul 13.00 WIB, harus, ini saya kira akan mengundang keributan kalau terjadi seperti itu. Sehingga harus ada jalan keluar yang memungkinkan kondisinya, diluar dugaan semua pihak, karena ada hambatan cuaca misalnya, tetapi dua hal ini dalam keadaan normal, rumusan PAN ini sudah cukup akomodatif dalam keadaan normal, hujan lebat luar biasa, orang tidak ada yang mau keluar, keluar hanya 1 jam bareng-bareng, ngantri.

KETUA RAPAT: Oke PPP, sudah tadi, Kami persilahkan dari Golkar.

KETUA PANSUS (DRS. FERRY MURSYIDAN BALDAN/F-PG}: Saya kira tadi kalau begitu disampaikan, saya kira saya sebenarnya bisa setuju, tetapi ini,

begini, asal muasalnya ketika pada waktu yang lalu, itu untuk menjaga ada kekhawatiran kalau tiba-tiba pemunggutan suara sedang berjalan ada TPS yang sudah selesai, tentu dengan syarat pengetatan bahwa harus seluruhnya mendaftar, itu sudah menggunakan, itu yang saya kira. Jangan sampai kemudian ini ada dianggap ini masih ada, oh ini sakit, ini pindah, ini pergi dsb, itu akan terjadi, dan itu terjadi pada waktu Pilkada Cilegon, kita temukan, kita tanya ini kenapa diakhiri sebelum waktunya, yang ini pindah, yang ini sakit, yang ini keluar kota dsb, itu barangkali penegasannya. Saya kira kalau maksud fleksibelitas dengan ketentuan yang disampaikan Pimpinan tadi, saya kira saya setuju saja, yang penting jangan sampai ini mendorong ada orang melakukan percepatan, itu semuanya yang mau kita tegaskan, jangan sampai ini mendorong, kemudian menjadi Pasal yang membenarkan bisa dipercepat dengan alasan semua yang ada ini terdaftar tetapi dikatakan yang tiga ini kenapa belum, karena ini dan ini, pernah terjadi kasusnya.

Terima kasih.

KETUA RAPAT: Silahkan.

DRS. H. SAIFULLAH MASHUM/F-KB: Saya ingin menambahkan argumentasi, jadi masih ingin bertahan, mempertanyakan harus

dihilangkan diakibatkan oleh usul PAN itu, kita ingin konsisten. Waktu kita membahas quick qount, saya ingat persis bahwa ada kekhawatiran yang. Jadi kalau buru-buru ada pengumuman yang bisa menganggu atau konsentrasi pemilih misalnya perhitungan juga bisa mempengaruhi, jadi apapun celah itu, kita waspadai mencegah mencederai prinsip-prinsip Pemilu yang JURDIL. Saya melihat masih ada potensi, apa lagi kita menyepakai adanya range 300 sampai berapa, bisa kita bayangkan kalau yang 300 bisa selesai pada pagi hari, pagi hari sudah selesai terus diperkirakan untuk dihitung pada waktu itu dan jumlahnya begitu signifikan, saya khawatir, langsung ada quick qount disana, berjalan, apalagi ada informasi suatu TPS dimenangkan oleh partai X misalnya, sementara pencoblosan di TPS yang lain belum selesai, ini mohon dipertimbangkan efektivitas Oke, tetapi dalam implikasi hal politiknya masih biasa, kenapa kita tidak kembali pada pola lama, pola lama itu pukul 13.00 WIB, pukul 14.00 WIB itu sudah, itu adalah sebuah batas waktu yang cukup modern selama ini, itu tidak terlalu lama betul menunggunya dan juga sebuah batas waktu yang cukup teruji dalam tiga kali Pemilu.

Saya kira itu, Terima kasih Pimpinan.

KETUA RAPAT: Bapak dan lbu sekalian, Bagaimana kalau usulan PAN kata atau itu diganti kata dan saja. Sependapat atau tidak, sebentar kalau sudah agak bulat meminta pertimbangan. Silahkan PKS dulu.

DRS. ALMUZZAMMIL YUSUF/F-PKS: Memang ada suatu resiko politik yang bisa terjadi, kalau antara TPS yang berdekatan,

satu TPS selesai pukul 11.00 WIB, TPS lain selesai pukul 13.00 WIB, ketika pukul 12.00 WIB sudah selesai penghitungan, sementara di TPS lain orang-orang lain masih banyak, psiko politik

mempengaruhi, ternyata yang menang disana adalah partai X itu bisa menjadi move bagi yang menang maupun yang kalah. Tetapi kalau bareng-bareng itu ada kondisi secara situasional itu tidak ada provoking baik dari yang menang maupun yang kalah, kalau TPS-TPS itu berdekatan.

Jadi, saya kira memang kalau sudah diuji pukul 13.00 WIB ya sudah itu saja, walaupun berbeda Indonesia Timur, Barat, T engah berbeda, tetapi tetap kita masing-masing dengan jamnya. Adapun yang Pimpinan tanyakan tadi, perlu ada jalan keluar, ketika ada misalnya gangguan cuaca, bukan gempat, misalnya hujan lebat, ada pertimbangan misalnya apa, kita tambahkan didalam kondisi. Kita mungkinkan itu, hujan lebat, angin atau apa, kalau Gempa atau apa, itu sudah masuk ke post mayer.

Terima kasih Pimpinan.

KETUA RAPAT: Silahkan Pemerintah.

PEMERINTAH: Sebetulnya DIM ini menyatakan, mempertegas bahwa perhitungan suara itu semua sama

disetiap TPS, setelah berakhirnya pemunggutan suara, hanya penegasan seperti itu. Jadi Pemerintah tetap pada rumusan semula.

KETUA RAPAT: Fraksi-fraksi, ini Pemerintah agaknya tetap, walaupun tadi oleh Golkar sebetulnya perlu

ditambah sedikit setelah waktu pemunggutan suara berakhir, tadi usulan dari Golkar seperti itu, tadi sudah satu unsur, apakah yang dimaksud sesuai usulan Golkar atau bagaimana? Supaya agak lebih anu.

PEMERINTAH: Bisa.

KETUA RAPAT: Jadi Pemerintah, mengajukan perhitungan TPS, TPS lain setelah waktu pemunggutan

suara berakhir. lni PAN silahkan.

WAKIL KETUA (DR. IR. HJ. ANDI YULIANI PARIS, M.SC/F-PAN): Terima kasih, Jadi, maksudnya seperti itu, Tetapi artinya setelah batas waktu pemunggutan suara berakhir, tetapi Pemerintah tidak

punya waktu disini, hanya ditambahkan batas waktu pemungutan suara berakhir, tetapi rumusan yang baru saja disampaikan Pemerintah itu, tidak cukup sampai disitu, harus bahwa yang disampaikan dengan waktu itu adalah ditetapkan oleh siapa, jangan sampai nanti multiinterpretasi bahwa waktu itu adalah waktu oleh petugas KPPS. Jadi harus tetap ada penambahan Ayat, waktu pemunggutan suara ditetapkan oleh KPU secara nasional, jadi tidak diinterpretasikan waktunya, jadi jangan sampai kasus yang saya lihat dilapangan, dia merasa waktu pemunggutan, kalau rumusan Pemerintah setelah pemunggutan berakhir, loh pemunggutan suara telah berakhir, kita hitung saja. Tetapi yang diperlukan adalah keseregaman waktu, sehingga apa yang dikhawatirkan PKB tadi, kemudian soal PKS juga, ketika diumumkan disini sudah berakhir, kemudian dihitung, dihubungkan oleh quick qount itu akan mempengaruhi, tetapi batas waktunya itu harus sama dan yang menetapkan batas waktu itu harus kita serahkan kepada KPU. Tetapi harus disebut secara jelas sebagai tambahan Ayat didalam pengaturan tentang penghitungan suara ini.

KETUA RAPAT: lni agak perubahan dari pengusul, mahan dijadikan perhatian kita, agaknya pengusul

hanya memberikan aspek batas waktu saja, sedangkan untuk.

WAKIL KETUA (DR. IR. HJ. ANDI YULIANI PARIS, M.SC/F-PAN): Bukan begitu Bapak, Jadi artinya, saya kembali menegaskan bahwa Pemerintah tidak menuliskan kata waktu,

jadi Pemerintah kalau memang, karena apa yang ditulis dengan apa yang disampaikan Pemerintah

itu tidak sama, kalau yang diusulkan tidak ada kata waktu, yang kita pentingkan disini adalah waktu.

Kemudian kalau kita sebutkan waktu pemunggutan suara berakhir, itu juga harus ada tambahan Ayat, waktu itu siapa yang tetapkan, sehingga tidak diinterpretasikan, waktu pemunggutan suara menurut KPPS, kami hitung saja, buka saja, itu harus tambahan Ayat. Kami tidak berubah, tetapi usulan dari Pimpinan tadi, kalau misalnya ditambahkan kata dan, ini mengakomodasi kata pendapat dari PKS, bahwa ketika misalnya waktunya habis, hujan atau apa, walaupun kecil kemungkinan, kemudian belum pemilih yang datang, tentu dihitung dari pelaksanaan seluruh pemilih yang ada daftar pemilih melaksanakan. Tetapi itu juga rawan ketika misalnya semuanya baru datang dan waktunya sudah lewat dan ini juga dipertimbangkan. Kita carilah rumusan yang baik, tetapi dengan catatan tentang, kalau memang ditambahkan waktu, kita harus beri penambahan Ayat, bahwa penentuan waktu akhir, batas waktu akhir, mungkin kita rumuskan dengan kalimat yang baik, itu ditetapkan oleh KPU secara nasional.

Terima kasih.

ORA. HJ. LENA MARY ANA MUKTI/F·PPP: Saya mencoba mengingatkan Bapak Mul, soal waktu siapa yang menetapkan, tadi lbu

Andi tanyakan, di DIM No. 789 Pasal152 Ayat (2) kita sudah membuat, itu mengenai hari, tanggal, dan waktu pemunggutan suara itu sudah sesuai dengan usulan PAN, yaitu dengan keputusan KPU, jadi untuk penetapan waktu itu sudah diatur oleh KPU, yang diusulkan oleh PAN tadi. ltu berarti sudah tertampung.

Kemudian pertanyaan dari PKS soal kasus misalnya tiba-tiba ada angin ribut, atau banjir bandang dan yang lain. Seingat saya kita pernah membahas soal kondisi post mayor ini, dan itu bisa saja oleh KPU setempat ditetapkan sebagai kondisi pos mayor itu. Jadi usulan-usulan tersebut saya kira sudah tetampung, oleh karena itu, mungkin yang diusulkan oleh F-PG untuk menambahkan kata waktu, perhitungan suara di TPS dst dilaksanakan setelah waktu pemunggutan suara berakhir, secara prinsip sudah bisa kita terima dan rumusannya kita bawa ke timus.

Terima kasih Bapak Mul.

KETUA RAPAT: Silahkan PDIP.

IRMADI LUBIS/F·PDIP: Saya kira apa yang diajukan lbu Lena tadi cukup baik, Dengan usul Pimpinan tadi untuk menambah, merubah atau menjadi dan, saya kira itu

kurang tepat, karena itu merubah alternatif menjadi kumulatif. Jadi kedua-duanya harus dipenuhi baru bisa dilakukan penghitungan suara, kalau dirubah dengan dan.

KETUA RAPAT: lni tadi tawaran saja, maksud saya untuk menampung kedua-duanya, tetapi kalau itu juga

sebagai akumulatif itu lebih memberikan pemberatan, kami kira sudah, tadi sebagian besar sudah terima usulan tambahan dari Golkar, jadi hanya setelah waktu pemunggutan suara berakhir, Pemerintah juga setuju.

Kalau begitu kita timuskan?

WAKIL KETUA (DR. IR. HJ. ANDI YULIANI PARIS, M.SC/F-PAN): Jadi soal waktu, kita sepakat, tetapi kami tetap berpendapat bahwa perlu penegasan

siapa yang menentukan waktu itu, harus diatur, kalau yang disebutkan lbu Lena tadi lain, ini kita sedang membahas cluster perhitungan suara, kalau yang disebutkan tadi general waktu pemunggutan suara, ini waktu perhitungan suara, tidak ada diatur disitu. Jadi kapan kotak suara itu boleh dibuka, itukan, jadi kapan kotak suara itu boleh dibuka, ini harus diatur disini, jadi jangan tiba-tiba KPPS merasa semua sudah memilih, kemudian tadi yang dikhawatirkan PKS dan PKB soal quick qount itu kita antisipasi ketika ada pengaturan soal waktu. Kalau yang Pasal sebelumnya itu hanya secara general waktu pemunggutan suara, itu diatur oleh KPU.

Terima kasih Pimpinan.

KETUA RAPAT: Bapak dan lbu sekalian, lni agaknya dari PAN masih mengharapkan untuk penegasan masalah waktu, ditambah

satu Ayat. PKS.

DRS. ALMUZZAMMIL YUSUF/F·PKS: Saya kira untuk penegasan tidak masalah Pimpinan. Kalau toh ada yang menganggap kalau itu sudah diatur pada Pasal sebelumnya, tetapi

kalau toh ada lagi yang lebih spesifik lagi penekanannya, saya kira tidak masalah, itu bukan Pasal, secara esensi ini kita menerima Ayat kedua yang diusulkan oleh PAN. Yang saya tanyakan, saya juga setuju dengan lbu Lena bahwa kita pernah membahas post mayor, hanya yang saya tanyakan itu post mayor itu kadang-kadang hanya hal yang terlalu dianggap dibesarkan, kalau yang sekarang ini hujan lebat, apa itu masuk, kalau itu memang sudah masuk, selesai, tetapi kalau itu tidak masuk, itu nanti perdebatan nanti itu, orang ngantri kalau hujan lebat, dua jam, baru ngumpul di jam-jam terakhir, ini post mayor, ini bukan post mayor, ini perdebatan. ltu saja, kalau sudah diatur dalam post mayor, saya tidak ada masalah.

Terima kasih.

KETUA RAPAT: Karena ini penegasan, saya kira saran dari PAN bisa kita tampung, ini penegasan.

(RAPAT:SETUJU)

Masuk ke timus. lbu ini terpaksa lbu yang memimpin ini, karena saya mengurusi anak di Polda dulu.

KETUA RAPAT(DR.IR. HJ. ANDI YULIANI PARIS, M.SC/F-PAN): Jadi supirnya ganti lagi, tetapi tetap ke tujuan, tujuannya adalah menyelesaikan RUU ini

secepatnya atas kerjasama kita semua. Sekarang kita kembali ke DIM No. 907, didalam DIM ini ada usulan dari F-PAN bahwa

kata didalam itu dihapus, sehingga rumusannya menjadi KPPS melakukan perhitungan suara Anggota DPR, DPD, DPRD dst Kabupaten/Kota, di TPS.

Silahkan Bapak Patrialis.

H. PATRIALIS AKBAR, SH/F·PAN: Seperti yang sudah dijelaskan itu.

KETUA RAPAT: Kita masukkan ke tim us saja ya?

(RAPAT:SETUJU)

Kemudian DIM No. 908 dari Demokrat, sudah hadir dari Demokrat, ada penambahan mencatat, kemudian kembali lagi dari F-PAN kata dalam dihapus.

Kita ke timus saja ya?

(RAPAT:SETUJU)

Supaya agak cepat ini ketoknya.

Kemudian DIM No. 909 dari F-PAN itu kembali kata dalam dihapus, untuk DIM No. 909, timus ya?

(RAPAT:SETUJU)

Kemudian dari F-PAN dan F-PKS, DIM No. 910, diluar TPS dirubah menjadi TPS, kemudian dari PKS, diluar TPS dirubah menjadi dapat berada didalam TPS. Silahkan PKS.

DRS. ALMUZZAMMIL YUSUF/F-PKS: Sarna dengan sebelumnya itu, dicabut, dicabut semuanya itu, tetap saja lbu langsung

diketok.

IRMADI LUBIS/F-PDIP: Merujuk ke 175.

KETUA RAPAT: Diluar TPS dirubah menjadi di TPS, jadi pemantau, ada mungkin Bapak Patrialis mau

menerangkan, tetapi ini kongkordan dengan yang lain, mungkin bahwa pemantau itu di TPS, sudah clear ya.

H. PATRIALIS AKBAR, SH/F·PAN: Tadi malam sudah dibicarakan.

KETUA RAPAT: Ya tetap.

{RAPAT:SETUJU)

DIM No. 911, Demokrat menambahkan kata diperbolehkan, ini sudah ya kita ke timus dan PAN diluar TPS menjadi di TPS.

{RAPAT:SETUJU)

Kemudian dari DIM No. 916, ada tambahan dari huruf D yaitu jumlah surat suara yang diterima KPPS untuk TPS tersebut, jadi bukan hanya jumlah surat suara yang tidak terpakai, tetapi total jumlah surat suara yang diterima KPPS ini juga harus dihitung dan KPPS dilihat oleh saksi.

Bapak Patrialis, lni bagaimana usul penambahan butir D. Jadi sudah ya, jadi yang mana yang tetap, D, sudah setuju. Kenapa.

DRS. ALMUZZAMMIL YUSUF/F·PKS: Perhitungan surat suara itu sebelum melaksanakan pencoblosan, kalau pada perhitungan

sudah jelas.

KETUA RAPAT: lni kita tempatkan tempatnya pada waktu awal, pemunggutan, pra pemunggutan. Oke kita

carikan kamarnya disana.

{RAPAT:SETUJU)

Kemudian DIM No. 917, karena memang kita tidak punya kamar ini, jadi kita perlu kamar. DIM No. 917 dari.

IRMADI LUBIS/F-PDIP: Pimpinan, Saya kira DIM No. 917 ini kita pending, karena soal kesalahan kemarin kita masukkan ke

lobby.

KETUA RAPAT: Terima kasih Bapak lrmadi, lni pending karen a tekait dengan kekeliruan kemarin.

{RAPAT:SETUJU)

Kemudian, DIM No. 918 dihapus, sisa surat suara tambahan, ini dihapus. Mungkin perlu dijelaskan oleh Pemerintah, yang dimaksudkan perlu dihitung sisa surat suara tambahan ini, maksudnya apa.

NUR SUHUD/F·PDIP: Pimpinan, PAN dulu minta dijelaskan, ini usul alternatif PAN.

KETUA RAPAT: Begini, siapa tau Bapak Patrialis menarik kembali, setelah Pemerintah menjelaskan. Bapak Patrialis masih tetap mau dihapus atau masih mau mendengar.

IRMADI LUBIS/F·PDIP: Pimpinan, Mungkin kami kurang mengikuti atau kurang ini, Tetapi kami agak merasa janggal tiba-tiba ada surat tambahan, sebelumnya kita tidak ada

bicara soal surat tambahan, dari mana Pemerintah ini ada sisa surat tambahan ini, sebelumnya kita tidak ada bicara surat tambahan.

KETUA RAPAT: Makanya itu dihapus. Bapak Patrialis mau menjelaskan. Silahkan.

H. PATRIALIS AKBAR, SH/F·PAN: Sebenarnya kita kemarin itu sudah sepakat dengan angka 2%, jadi sudah cukup disitu

saja. Jadi ini sudah tidak ada lagi.

KETUA RAPAT: Tidak perlu ada lagi ya, sisa surat suara tambahan, tidak perlu dihitung lagi, berarti ada

tambahan dari luar. Silahkan Pemerintah.

PEMERINTAH: lni sebetulnya cadangan lbu, sisa surat suara cadangan itu.

KETUA RAPAT: Tetapi simulasinya begini, ketika surat itu, ada surat suara cadangan 2% itu sudah

tercampur didalam surat suara.

PATANIARI SIAHAAN/F-PDIP: Mungkin kami bantu sedikit, jadi di Pasal 154 kita sepakati perumusannya, mengabungkan

jumlah surat suara, itu ada ketentuan setiap TPS itu sesuai dengan jumlah pemilih 300, ada cadangan, Pemerintah usul 5%, tetapi kita belum setuju 5%, jadi kita 2%, itu maksudnya sebetulnya, dalam hal te~adi kesalahan pencoblosan atau terjadi kerusakan surat suara, itu cadangan maksudnya, bukan tambahan saya pikir, kalau tambahan itu lain maksudnya, mung kin di timus, diluruskan sesuai dengan Pasal diatasnya.

KETUA RAPAT: Jadi, tadi malam Bapak Pataniari kebetulan sedang terbang di RRI, lagi mengudara, jadi

tadi malam kita sudah sepakat ada tambahan surat suara itu 2%, cadangan, cadangan itu tambah dari yang ada, kalau dia 600 tambah 2% seperti itu. ltu sudah kita sepakati, berarti ini sudah tidak perlu lagi.

PAT ANIARI SIAHAAN/F-PDIP: Tambahkan sedikit lbu.

Kami memahami maksud tambahan dan cadangan ini, tetapi kalau istilahnya berbeda, itu berarti ada cadangan ada tambahan, karena di Pasal154 yang kita sepakati timus itu istilahnya surat cadangan, apakah cadangan itu ada, tambahan itu ada, mung kin itu maksudnya, ini harus di clearkan.

KETUA RAPAT: lni juga akan terkait dalam format berita acara, nanti harus ada kolom sisa suara

cadangan, ini terkait formatnya.

ORA. HJ. LENA MARY ANA MUKTIIF·PPP: lbu disesuaikan, istilahnya cadangan atau tambahan, dan ini.

PATANIARI SIAHAAN/F·PDIP: Pimpinan langsung rubah saja, nomenkelaturnya cadangan, tidak ada tambahan itu,

sudah saja kita rubah cadangan, kita ketok palu, itu saja.

KETUA RAPAT: Sebenarnya bukan soal Bahasa, Bapak Patrialis lupa ini membuat DIM-nya, ada prinsip

soal total kebawah itu atau memenuhi jumlah.

PATANIARI SIAHAAN/F·PDIP: ltu Pasal154 Ayat (2), sebagai cadangan itu ujungnya itu, Pasal154 Ayat (2).

KETUA RAPAT: Kita ke timus saja ya.

PATANIARI SIAHAAN/F·PDIP: Nanti ada timsin lbu, terkait dengan Pasal 154.

KETUA RAPAT: Sisa suara cadangan.

PATANIARI SIAHAAN/F·PDIP: lbu, Ada masalah, jadi supaya kita sama, ada Daftar misalnya, ada Daftar pemilih tambahan,

tetapi surat suaranya surat suara cadangan, memang di Pasal 154 ada istilah Daftar Pemilih tambahan, tetapi digunakan Surat suaranya cadangan, bukan tambahan.

KETUA RAPAT: Pemilih tambahannya belum tentu juga memakai surat suara cadangan, belum tentu,

ketika misalnya masih ada 15% sisa surat suara yang utuh diluar surat cadangan, tidak ada yang datang, pemilih tambahannya memakai surat suara yang ada, begitu juga ketika ada kekeliruaan, masih ada sisa surat suara bukan surat suara cadangan, dia memakai itu dulu.

lnilah yang dipikirkan bahwa sebenarnya ini yang terkait dengan perhitungan jumlah kebawah nanti, ini nanti bisa merubah secara matematika, total surat suara yang ada di KPPS itu.

Bagaimana? Oke kita rubah langsung di timsin.

(RAPAT:SETUJU)

Kemudian DIM No. 919. Tidak perlu di timsin, oke disetujui.

(RAPAT:SETUJU)

DIM No. 919.

Soal surat cadangan ada penambahan dari PAN, saksi peserta pemilu, sebenarnya sejalan dengan yang kemarin ketika ada disaksikan oleh dua orang Anggota KPPS dan dua saksi peserta pemilu. lni kongkordan, saksi peserta pemilu yang hadir.

Bagaimana Pemerintah, setuju ya? Langsung diganti cadangan dan saksi peserta pemilu yang hadir, sudah diganti, setuju ya?

(RAPAT:SETUJU)

Kemudian DIM No. 922, Bapak Patrialis, dari PAN menambahkan dua butir B dan C, DIM No. 922 yang lain tetap.

Ada penambahan apabila Ketua KPPS berhalangan atau tidak bersedia menandatangani, maka salah satu Anggota KPPS dapat menandatangani, penandatangani pada butir yang dilakukan setelah acara pembukaan dan sebelum dilaksanakan pemunggutan suara disaksikan oleh saksi peserta pemilu.

Silahkan Bapak Patrialis.

H. PATRIALIS AKBAR, SH/F·PAN: Tadi malam kita sudah sepakat, Ketua KPPS itu wajib, sudah ada tadi malam itu, jadi wajib

Ketua KPPS itu menandatangani. Sekarang apabila Ketua KPPS berhalangan ini memang artinya yang lebih kita tekankan kepada berhalangan, bukan tidak bersedianya, mungkin tidak bersedianya kita hapuskan, apabila dia berhalangan, pokoknya berhalangan, maka salah satu Anggota KPPS, dapat menandatangani, ini supaya lebih dapat dipertanggungjawabkan. Kemudian nanti didalam berita acara itu, kita akan disebutkan, kenapa Ketua KPPSnya tidak menandatangani, itu satu.

Kedua, dalam butir C itu, dilakukan acara pembukaan, sebelum dilaksanakan pemunggutan suara, jadi semua kejadian itu dicatat disana.

T erima kasih.

KETUA RAPAT: Bapak lrmadi.

IRMADI LUBIS/F·PDIP: Kami sebenarnya PDIP tetap, tetapi usul dari PAN cukup baik, tetapi menurut kami akan

lebih baik lagi kalau salah satu Anggota KPPS yang disepakati, jadi jangan nanti ada complaint­complaint jadi yang disepakati oleh Anggota KPPS lainnya. Jadi yang berhak menggantikan Ketua KPPS menandatangani.

Terima kasih Pimpinan.

KETUA RAPAT: Silahkan F-PKS. Saya putar satu kali. Golkar, PPP juga boleh.

HARDISOESILO/F·PG: PPP dulu, supaya 30% wanita terealisir.

KETUA RAP AT: PPP silahkan.

ORA. HJ. LENA MARY ANA MUKTI/F-PPP: Sejalan dengan penjelasan Bapak Patrialis tadi, karena wajib sudah disebutkan Ketua

KPPS, jadi usulan PAN ini bisa kita terima hanya saja, kata atau tidak bersedia menandatangani itu kita buang, kita drop, apalagi tadi PAN menyampaikan yang dititik tekankan adalah soal berhalangannya ya Bapak Patrialis. Jadi, apabila Ketua KPPS berhalangan maka salah seorang Anggota KPPS dapat menandatangani, dan selanjutnya bisa kita sepakati yang di butir C-nya.

Terima kasih.

KETUA RAPAT: Silahkan Golkar.

HARDISOESILO/F·PG: Terima kasih, Pada prinsipnya kami setuju dengan usul PAN ini. Pertama, karena Ketua KPPS ini sudah wajib, kalau dia tidak menandatangani, dihukum

mati, kemudian yang kita masukkan adalah tidak berhalangannya, kami setuju berhalangan. Kedua, butir C-nya, saya kira itu normatif, sebagaimana pelaksanaan yang sudah kita

lakukan selama ini. Yang menjadi persoalan adalah sebelum dilaksanakan pemunggutan suara disaksikan oleh saksi peserta pemilu. Saya kira ditambah kata-kata saksi yang hadir, sebab nanti kalau tidak ada kata yang hadir, seolah-olah seluruh saksi yang harus hadir.

Terima kasih.

KETUA RAPAT: Silahkan PKS.

DRS. ALMUZZAMMIL YUSUF/F·PKS: Saya kira dari PPP tadi, usulan PAN yang sudah diperbaiki oleh PPP dan ditambahkan

oleh Golkar, saya kira PKS yang bagus-bagus itu tadi. Setuju saya.

KETUA RAPAT: Oke kita setuju ya, kita masukkan langsung ke ini ya. Oh.

PATANIARI SIAHAAN/F·PDIP: Biasa KPPS anggotanya 7 orang kalau Ketua tidak hadir, tinggal 6, terus yang satu itu

siapa, ada atau tidak mereka sepakat itu, kalau dia berantem berebutan tanda tangan atau yang lain tidak setuju, musti ada forum juga kesepakatan mereka atas persetujuan sesama Anggota KPPS untuk menandatangani. Supaya tidak berkelahi

KETUA RAP AT: Bagaimana Pemerintah.

PEMERINTAH: Pemerintah dapat menerima, rumusan-rumusan yang tadi, bahwa pertama, karena Ketua

KPPS itu wajib, maka kalau berhalangan harus ada yang mengganti, tadi terakhir dari PDIP yang menganti ini karena ada tujuh orang, yang mana yang mengganti itu, harus ada kesepakatan, penggantinya itu dari mereka. Kemudian yang C tadi pendataan dalam berita acara.

KETUA RAPAT: Oke kita masukkan ke timus, dengan catatan, kata tidak bersedia itu dihilangkan,

kemudian cara menentukan salah satu anggota KPPS itu apakah melalui, apakah tadi usulan dari PDIP.

Ya.

HARDISOESILO/F-PG: lnterupsi, Saya sependapat, saya memahami usulan PDIP, tetapi kalau musyawarah itu dibawah

agak-agak, oleh karena itu saya mengusulkan diambil urutan, jadi Ketua, lalu dibawahnya siapa, dibawahnya siapa, kalau yang kedua itu tidak berarah, yang nomor tiga, itu sudah otomatis, tidak perlu musyawarah-musyawarah.

Terima kasih.

KETUA RAPAT: Mungkin saya mengingatkan Bapak Pata kemarin sedang on air di Radio, bahwa yang

menandatangani itu ada tiga Bapak, dua Anggota, satu Ketua, ini mengatur Pasal tentang

kewajiban Ketua, tetap tiga, jadi yang menggantikan Ketua salah satu dari, ada tujuh, kemudian masih ada empat, yang menggantikan Ketua itu salah satu dari empat itu, karena yang dua sudah pasti menandatangani.

Betul memang kata Bapak Hard[ dari Golkar, memang nanti kalau kita harus melalui Rapat ini, ini jangan sampai ada seseorang yang menyandera proses Pemilu di level yang paling bawah itu, itu rentetannya akan bisa panjang ke atas.

PATANIARI SIAHAAN/F-PDIP: Betul semua itu, tetapi jangan sampai nanti, saya tidak setuju dia, atau kita kasih lagi,

kalau memang ada urutannya boleh atau yang tertua, supaya jangan nanti yang menggatakan saya tidak setuju itu, hasilnya nanti jadi persoalan panjang nanti. Karen a Pemilu hanya menghitung jumlah, semuanya ini keluarnya hanya jumlah sebenarnya.

KETUA RAPAT: Silahkan PKS.

DRS. ALMUZZAMMIL YUSUF/F-PKS: Disebut saja, orang yang ditunjuk oleh Ketua, atau orang yang dipilih sisanya tadi, dipilih

oleh empat mereka, itu pilihan suro, jadi kalau kita mengandai-andai empat-empatnya berantem bisa juga, bisa tidak selesai, tetapi kita buka saja, biar Ketua yang menunjuk, saya tidak tanda tangan atau apa, dia yang menggantikan saya, atau pilihannya memang itu, yang enam dikurangi dua, tinggal empat, kalau ada nomor urut ya nomor urut, tapi apa memang ada nomor urut.

KETUA RAPAT: Atau abdjad Bapak.

HARDISOESILO/F-PG: SK-nya urut, setau saya waktu saya menjadi Anggota KPPS di Banyuwangi, sebelum

menjadi Anggota menjadi Anggota KPPS.

KETUA RAPAT: lni saja ya, musyawarah saja. Silahkan.

IRMADI LUBIS/F-PDIP: Ada masalah lbu Pimpinan, Disebelumnya kita untuk menandatangani berita acara perang, masih perang pemilihan

saja itu kita terima usul dari PAN kemarin, paling sedikitnya dua orang Anggota KPPS, kenapa ini permasalahannya lebih berat, sudah masuk di perhitungan kenapa hanya satu orang.

KETUA RAPAT: Benar bagus ini diingatkan, mungkin kita memang tetap harus memindahkan pada yang

pra itu, bukan dipindahkan, di copy, untuk diperhitungkan juga diatur, Ketua Wajib baru nanti yang, ini berarti rumusannya, ini surat suara ditanda tangani oleh Ketua KPPS. Jadi yang menandatangani surat suara itu hanya Ketua KPPS, kemudian B, apabila Ketua KPPS berhalangan hadir, berarti sakit tidak bisa tanda tangan, maka ditanda tangani oleh salah satu Anggota.

Kemudian nanti penandatanganan kertas suara itu disaksikan oleh saksi peserta pemilu yang hadir, jadi berarti satu. Karena kalau nomor urut, disusun oleh abjad, saya pikir ini cukup ya.

Silahkan Bapak Lukman.

LUKMAN HAKIM SAIFUDDIN/F-PPP: lni intinya supaya ada kepastian hukum dan cepat diselesaikan kalau Ketua ini

berhalangan, kalau harus musyawarah lagi, itu lama, belum lagi kalau ada sengketa diantara mereka kalau tidak bisa mencapai kata sepakat, jadi sudah berdasarkan urutan berikutnya, wakil atau siapa, dibawah Ketua, kalau itu tidak ada berhalangan, dibawahnya lagi, itu sudah menjadi kelaziman.

Jadi, Undang-undang yang menentukan itu, apakah di penjelasan Ayat itu atau di batang tubuh, mungkin di penjelasan, karena lebih bisa dijelaskan.

Begitu.

KETUA RAPAT: Bagaimana Pemerintah, ini menarik usulan yang terakhir, oh saya putar dulu, usulan dari

Bapak Lukman ini benar, kalau musyawarah bisa berantem tidak jadi pemunggutan suara ini.

HARDJSOESJLO/F-PG: lbu ini ada apa sih? Usulan dari Golkar yang didukung oleh PPP, dianggap PPP

usulannya, ada apa lbu dengan saya.

KETUA RAPAT: Tidak, usulan Golkar tidak mau musyawarah, nomor urut, oh iya usulan Golkar, aduh

usulan Golkar. Oke usulan Golkar yang dirumuskan oleh PPP dan disetujui oleh PKS, PDIP dan PAN. Pemerintah juga menyetujuinya?

PEMERINTAH: Setuju.

KETUA RAP AT: Oke bungkus ya? Langsung ke timus saja ya.

(RAPAT:SETUJU)

DIM No. 923, ini paling berat ini, tentang tanda coblos, apakah kita ingin bahas sekarang, apakah ini termasuk lobby. Lobby ya, oke lobby.

H. PATRIALIS AKBAR, SH/F·PAN: lni di lobby saja, tetapi PAN itu mencontreng, bukan coblos.

KETUA RAPAT: Untuk DIM No. 924, apakah kita lanjut? lni satu paket ya, DIM No. 924, DIM No. 925. Sekarang DIM, ada DIM No. 925 sama ya kongkordan, DIM No. 925 timus ya?

(RAPAT:SETUJU)

DIM No. 926 ini soal DPD, ini DPD juga kita lobby, silang juga, ini DPD ini DIM No. 926 bagian lobby ya? Paket ya.

Kemudian DIM No. 927 teknis pelaksanaan tentang ketentuan pencoblosan atau penyilangan atau pencontrengan itu diatur lebih lanjut oleh KPU. lni yang lain tetap, F-PAN dihapus.

Bapak Patrialis mau menjelaskan.

H. PATRIALIS AKBAR, SH/F·PAN: Kita bermaksud kalau memang masih bisa diatur disini, kenapa harus diserahkan oleh

KPU, kita atur saja disini, makanya itu tidak usah, dihapus saja itu, diatur saja disini, dirubah atas petunjuk PDIP.

KETUA RAPAT: Teknis pelaksanaan tentang Ayat (1) dan Ayat (2). Ayat (1) dan Ayat (2) ini apa? Yang mau di lobby, ini berarti pending saja, karena terkait dengan yang mau di lobby, yang

mau di lobbynya belum ada.

LUKMAN HAKIM SAIFUDDIN/F-PPP: Ketua, lni terlepas apakah lobby, hal-hal yang sifatnya teknis pelaksanaan, memang sudah

sewajarnya diserahkan kepada KPU tindak lanjutnya, ketentuan lanjutnya, karena Undang-undang tidak mungkin sampai bicara teknis pelaksanaan begitu detail, jadi ini sudah lazim saja sebenarnya.

KETUA RAPAT: Saya hanya mau mengingatkan, bahwa teknis yang diatur oleh KPU ini adalah teknis

tentang satu dan dua, duanya itu tentang sahnya.

LUKMAN HAKIM SAIFUDDIN/F-PPP: Jadi tidak ada kaitannya, apapun hasil lobby, pokoknya yang mengenai teknis

pelaksanaan yang merefer kepada Ayat (1) dan Ayat (2), kita belum tau isi Ayat (1) dan Ayat (2) karena masih di lobby-kan, apapun hasillobbynya, itu teknis pelaksanaannya diatur oleh KPU lebih lanjut. Jadi sebenarnya ini bisa putuskan tetap.

H. PATRIALIS AKBAR, SH/F-PAN: Saya kira begini saja, kalau itu dibawa ke lobby dulu semuanya, nanti bagaimana hasil

lobby itu kita lihat, apakah itu perlu kita atur didalam Undang-undang tergantung nanti hasil lobbynya, saya kira seperti itu.

HARDISOESILO/F-PG: Saya pikir apa yang disampaikan Bapak Lukman itu, itu sudah merupakan sesuatu yang

given dalam sebuah peraturan perundang-undangan, itu mungkin peraturan perundang-undangan itu memperinci, apalagi rincian itu nanti bukan dipegang oleh KPPS, rincian itu nanti yang akan dijadikan pedoman bagi KPPS dalam merencanakan tugasnya.

Saya pikir ini tetap saja sudah cukup. T erima kasih.

KETUA RAPAT: PDIP.

IRMADI LUBIS/F-PDIP: Dari PDIP, kita ikut saja, karena kalau Pasal 177 ini secara kesatuan mau kita lobbykan,

tidak apa-apa, oh yang Ayat (3) nya secara teknisnya tetap disini juga tidak masalah bagi PDIP, tetapi sebaiknya satu kesatuan Pasal177 itu kita masukkan ke materi lobby, semua tiga Ayat itu.

PAT ANIARI SIAHAAN/F-PDIP: Kalau toh kita menunda Pasal177 Ayat (3) sebagai pembahasan kesatuan, saya kira tidak

ada masalah itu, karena bahasa itu betul diperlukan untuk urusan teknis, tetapi kalau kita bicara bahasa itu bukan urusan teknis, banyak Pasal-pasal yang bisa dimasukkan kata-kata itu juga ditempat lain, nanti masuk begitu semua, menurut kami biar saja ditunda satu kesatuan saja, Pasal 177 ini toh itu bukan hal yang besar, perlu atau tidaknya nanti kita lihat, karena kami melihat juga dari Pasal-pasal yang lain juga kata-kata ini kata-kata yang sangat umum sekali. Semua Pasal dalam teknis pelaksanaannya ada terkait dengan keputusan KPU.

Terima kasih.

KETUA RAP AT: Pemerintah.

PEMERINTAH: Setuju berkaitan dengan lobby.

KETUA RAPAT: Kita pending saja ya, otomatis hasillobbynya itu bisa rumuskan ya, kita pending ya?

(RAPAT:SETUJU)

Sekarang, Bapak Patrialis untuk DIM No. 930 ada tambahan Ayat dari F-PAN dan tambahan Ayat

dari F-PBR, PBR tidak hadir, tetapi bisa dicermati Bapak Patrialis.

H. PATRIALIS AKBAR, SH/F·PAN: lni untuk, ini baru bicara masalah teknis, bagaimana cara penghitungannya itu, kita

serahkan kepada KPU yang mengatur, kali ini baru personelisasinya jelas tidak usah di pending ini, kita serahkan kepada KPU.

Terima kasih.

KETUA RAPAT: Tambahan Ayat supaya KPU mengatur secara detail tentang format penulisan pada papan

penghitungan suara. Siapa duluan.

PATANIARI SIAHAAN/F-PDIP: Sebelumnya lbu, Mau bertanya DIM No. 929 ini posisinya ada dimana, karena ada sedikit persoalan, ini

Ketua KPPS melakukan perhitungan suara dengan suara jelas terdengar. ltu maksudnya surat suara yang dihitung, ditunjukkan dulu, sebab kalau apakah ditaruh saja dibawah surat suaranya asal dia baca juga, apakah harus ditunjukkan juga.

KETUA RAPAT: Tetapi yang bisa jawab itu adalah Pemerintah, Silahkan Pemerintah, saya tidak ini, tadi saya loncati, karena semua ini tetap kecuali PPP

yang memberikan tanda kosong, banyak PPP memberikan tanda kosong ikut, situasi yang mana yang terbaik.

Silahkan Pemerintah menjelaskan, apa maksudnya yang ditanyakan oleh PDIP tadi.

PEMERINTAH: lni seperti yang pernah kita lakukan dari kotak suara dikeluarkan, kemudian di perlihatkan,

dihitung, ini disebut, kemudian di tulis, dia tunjukkan seperti ini, seperti biasa yang dilakukan, dengan suara yang jelas terdengar oleh semua yang hadir disitu.

PATANIARI SIAHAAN/F-PDIP: Kalau seperti itu, kami usul sebaiknya dilengkapi di timus, sebab nanti karena tidak ada

perintah, dia asal dilihat sendiri dia tunjukkan, saya rasa di timus saja itu dilengkapi saja, menunjukkan surat suara baru dihitung, jadi harus tunjukkan dulu surat suaranya, dimana bolong apa contrengnya, supaya tidak ada masalah nantinya, itu usul kami terhadap DIM No. 929.

KETUA RAPAT: Ada pendapat dari Fraksi-fraksi, sehubungan dengan jawaban Pemerintah tadi. Atau Bapak Pata, silahkan Bapak Pata terhadap jawaban tadi.

PATANIARI SIAHAAN/F·PDIP: Jadi Ketua KPPS, melakukan perhitungan surat suara, dengan menunjukkan surat suara,

perlihatkan surat suara baru dihitung, seperti diterangkan oleh Pemerintah tadi, tapi keterangan Pemerintah tadi tidak tertulis didalam Undang-undang, seyogyanya harus dituliskan itu. Sehingga usul kami rumusannya perlu dilengkapi.

KETUA RAPAT: Ada tambahan usulan dari PDIP, Dengan ditambahkan dengan kata, dengan memperlihatkan surat suara, jadi misalnya

tidak jelas, tetapi surat suaranya juga ya, jadi ada tam bah an, Fraksi mana ini. Jadi ada usulan dari PDIP untuk menambahkan untuk di DIM No. 929 bahwa selain suara

yang jelas dan terdengar, perlu ditambahkan, diperlihatkan kertas atau surat suaranya.

HARDISOESILO/F-PG: Golkar setuju, itu normatif itu.

KETUA RAPAT: Golkar setuju, PPP setuju atau tidak.

LUKMAN HAKIM SAIFUDDIN/F-PPP: Setuju.

KETUA RAPAT: PKS.

DRS. ALMUZZAMMIL YUSUF/F-PKS: Setuju, jadi terlihat bukan hanya terdengar, ini terdengar saja ini. Jadi bagaimana kita ini,

timus saja lbu masukkan, bahasanya di timus, tetapi esensinya bagaimana transparansi perhitungan itu sangat kuat, dilihat, kertasnya didengar, apa lagi, dll.

KETUA RAPAT: Pokoknya terdengar, tetapi tidak pakai tercium disini ya Bapak.

KETUA RAPAT: PAN.

H. PATRIALIS AKBAR, SH/F-PAN: Sangat sulit untuk tidak menyetujui.

KETUA RAPAT: Kita setuju dengan langsung masuk ke timus, dengan penambahan kata surat suara

diperlihatkan.

(RAPAT:SETUJU)

Kemudian DIM No. 930, ada usulan dari Fraksi PAN, tentang penambahan format penulisan pad a pap an perhitungan suara, diatur dalam peraturan KPU.

PKS.

DRS. ALMUZZAMMIL YUSUF/F-PKS: PKS setuju, karena ini memang masalah teknis, kalau kita atur di Undang-undang panjang

sekali ini, kita perlu gambar ini.

KETUA RAPAT: Jadi, papanya harus isinya apa, papannya wama putih, spidolnya warna apa, ini diatur

oleh KPU.

PATANIARI SIAHAAN/F-PDIP: Jadi maksudnya PAN ini begini lbu, angka itu sesuai dengan angka standar, jadi jangan

angkanya enamnya, angka empatnya tidak jelas, angka duanya jangan seperti bebek.

KETUA RAPAT: Nanti kalau sudah diatur oleh KPU, bisa disampaikan ke KPU, angka duanya jangan

seperti bebek. PDIP, ini masih belum, setuju ya PDIP?. Golkar setuju tadi itu, PPP oke ke timus saja dengan catatan penambahan tadi ini. Timsin

saja ini ya? Atau sudah disetujui saja ya? Setuju ya tidak usah ke timsin, mengurangi beban kerja.

(RAPAT:SETUJU)

Tidak ragu-ragu, siapa tau sudah diketok ada yang lain lagi, biasanya seperti itu, ketok ini Ketua terlalu cepat ketok katanya, tidak ragu-ragu, seperti tadi DIM No. 930 saya sudah mulai, sudah tetap disini, tidak tau-taunya kita kembali lagi ke DIM No. 229, jadi jangan sampai ada kembali-kembali lagi, karena ketokkan tidak bisa dicabut lagi, satu kali ketokkan harus sudah final.

DIM No. 933, ini ada penambahan dari F-PAN silahkan dan kemudian juga dari F-KB, F­KB ada atau tidak,

Silahkan PAN Bapak Patrialis DIM No. 933.

H. PATRIALIS AKBAR, SH/F·PAN: Jadi ada tambahan dari PAN, dua Ayat ya, yaitu peserta pemilu dan warga masyarakat,

menurut saksi peserta pemilu yang hadir, dapat mengajukan keberatan terhadap pengajuan perhitungan suara oleh KPPS/KPPSLN apabila ternyata terdapat hal-hal yang tidak sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan. Jadi ada penyaluran, jadi kalau masyarakat keberatan, dia salurkan, kemana, dia saksi, saksi itu sebagai lembaga perwakilan disitu.

Kemudian dalam hal keberatan yang diajukan oleh saksi peserta pemilu atau warga masyarakat diterima oleh KPPS seketika itu juga mengadakan pembetulan, supaya tidak ada masalah di kemudian hari atau setelah itu baru bunyi, jadi kalau memang ada dibetulkan pada saat itu, masyarakat itu tidak boleh langsung, harus melalui saluran dan saluran itu adalah saksi-saksi partai politik.

KETUA RAPAT: Sudah Bapak Patrialis, lni usulan dari PKB saya bacakan, jika KPPS/KPPSLN tidak menerima keberatan

sebagaimana dimaksud pada Ayat (2) peserta pemilu dapat mengajukan keberatannya kepada PPK, ini dua tingkat, PPK menyelesaikan keberatan yang diajukan pada Ayat (3) sebagaimana yang dimaksud pada Ayat (3) dengan memberikan kesempatan kepada kedua belah pihak untuk membuktikan pendapat masing-masing. lni ada berbeda, yang dari PAN dengan PKB.

Silahkan Golkar, PDIP, PPP, PKS, siapa yang mau duluan, cepat tanggapi. Silahkan DIM No. 933. Saya sudah membacakan punyanya PKB tadi, karena Pimpinan berhak membacakan

ketika tidak hadir, supaya mungkin ada rumusannya yang baik. Tadi tidak boleh ragu, sekarang cepat, ayo Bapak dari Golkar duluan, Golkar itu terdepan.

HARDISOESILO/F-PG: Menu rut saya itu lbu Pimpinan sepakat dengan Bapak Patrialis, itu yang pertama. Ayat (3) yang diusulkan PAN, menurut saya wajar dimasukkan dalam Ayat ini, apabila

belum ada ditempat lain, saya tadi cari-cari lama belum lihat. Prinsipnya adalah bahwa warga masyarakat boleh mengajukan keberatan, melalui saksi itu yang prinsip, sebab warga masyarakat ada diluar, untuk butir empatnya juga saya kira perlu disesuaikan, sebab disini kata-kata, sebagaimana dimaksud pada Ayat (8) padahal Ayatnya hanya ada tiga.

Saya pikir itu yang ingin saya sampaikan.

KETUA RAPAT: Terima kasih Bapak dari Golkar, jadi prinsipnya tambahan Ayat (3) dan Ayat (4) bukan

tambahan Ayat (8), disepakati oleh F-PG. Silahkan.

ORA. HJ. LENA MARY ANA MUKTI/F·PPP: lni salah ketik ini, tiga sama delapan itu mirip, jadi delapan ini.

KETUA RAPAT: lni waktu di komputer, dia langsung tidak berubah ini. Silahkan.

ORA. HJ. LENA MARY ANA MUKTI/F-PPP: lni kebetulan sudah dinyalakan, jadi sepakat bahwa yang tiga tadi, kata-kata dengan

rnelalui saksi peserta pernilu itu juga rnerupakan representasi sebagairnana yang karni sarnpaikan sernalarn, sebagai representasi dari peserta pernilu dan warga rnasyarakat.

Jadi, karni bisa rnenyetujui usulan PAN, asal di Ayat (4) itu tadi dirubah rnenjadi Ayat (3). Begitu lbu Andi. T erirna kasih.

KETUA RAPAT: T erirna kasih dari PPP, Ada tarnbahan dari Bapak Lukrnan, cukup. PDIP.

PATANIARI SIAHAAN/F-PDIP: PDIP yang tidak bisa rnenerirna adalah pada Ayat (8).

KETUA RAPAT: Sudah Bapak, Ada tarnbahan dari Bapak lrrnadi atau Bapak Nursuhud. Silahkan PKS.

DRS. ALMUZZAMMIL YUSUF/F-PKS: Karni rnenerirna usul dari PAN, tetapi untuk usul PKB ini rnernang hal yang berbeda ini,

belurn kita bahas rnernang, narnpaknya baru PAN dulu, karena PKB ini kalau tidak diterirna KPPS­KPPS tidak rnenerirna keberatan, maka peserta pernilu dan warga rnasyarakat dapat rnengajukan keberatan kepada PPK, bagairnana ini, terus ini.

Sepakat karni setuju, tetapi substansi PKB ini, apakah bisa kita dalarni lagi, karena ini hal yang berbeda ini.

Terirna kasih Pirnpinan.

KETUA RAPAT: lni yang punya barang, tidak hadir ini, bagairnana kita rnau dalarni. Jadi, bagairnana ini, Silahkan.

HARDISOESILO/F-PG: Kalau saya prinsipnya tidak hadir, rnaka kita tolak saja ini.

KETUA RAPAT: Dernokrat silahkan.

BENNY K. HARMAN, SH/F-PD: Saya rasa inti dari tidak ada, tetapi karena hanya dilupakan. Jadi, substansi yang disarnpaikan oleh ternan PKB ini adalah berkaitan dengan

kepengadaan itu kalau ditolak, kalau hanya sarnpaikan keberatan, artinya terserah kepada, apakah dikabulkan atau tidak, setelah itu untuk apa, rnungkin yang dibutuhkan itu adalah perlindungan hak yang bersangkutan apa, itu point disini yang bisa kita tangkap dari usulan ternan PKB ini. Kalau dapat diterirna, tetapi kalau tidak itu sarnpai kernana, apakah bisa digugat ke Pengadilan, dan bagairnana statusnya kalau digugat ke Pengadilan, kalau tidak kita tutup sarna sekali ruang itu, tidak perlu dikasih, kalau dikasih kesernpatan, kita harus rnenyiapkan juga aksesnya, ini point yang disarnpaikan disitu. Jadi tutup sarna sekali atau kita buka, kalau ini dibuka ada konsekuensinya, kapan keputusan itu rnenjadi kekuatan tetap dia, ini bisa berpuluh-puluh tahun. lni yang dirnaksudkan oleh PKB ini.

ini. Dernokrat disini tetap, tetapi bukan berarti kaku, dia tunduk kepada dinarnika pernbahasan

Begitu Pirnpinan, Terirna kasih.

KETUA RAPAT: Jadi yang diusulkan PAN itu sudah kita terima, itu pada level di KPPS atau KPPSLN, tetapi

ketika keberatan itu diterima, disambung ada usulan rumusan dari penambahan Ayat dari PKB. Kita perlu putar lagi? Jadi apakah hanya stop di KPPS, di KPPSLN, ketika keberatan itu

tidak di, atau diabaikan oleh KPPS atau KPPSLN biar saja begitu.

HARDISOESILO/F-PG: Hanya belum pendapat, tetapi ini gambaran saja, sepengetahuan saya dalam Undang­

undang No. 22 bahwa Partai Politik peserta Pemilu yang tidak memiliki saksi dia tidak boleh melakukan keberatan, sekarang ini saksi dan/atau warga masyarakat, saksi pasti punya hak untuk melakukan keberatan, jadi menurut saya, usul ini tidak masuk ini, karena itu sudah memang mekanisme Pemilu yang diatur oleh Undang-undang No. 22 tahun 2007.

Apakah perlu didalam Ayat ini atau didalam bagian ini, tetapi saya berpendapat bahwa tata cara penyampaian ada di Undang-undang tentang penyelenggara Pemilu.

Terima kasih.

KETUA RAPAT: Silahkan ada tanggapan, PDIP, PKS, PAN, Demokrat, PPP. Dari Golkar, silahkan Pemerintah mau ditambah dulu, tadi sudah disepakati bahwa ada

tambahan butir tiga dan empat, ini dulu disetujui, kemudian untuk usulan PKB.

PEMERINTAH: Pemerintah setuju tambahan Ayat (3) dan Ayat (4). Kita masukkan ke ini ya, ke timsin saja, kita masukkan ke timsin supaya cepat.

(RAPAT:SETUJU)

Sekarang ke DIM No. 934, tetapi ini sudah diinikan dari Golkar, masyarakat tidak dibenarkan prates langsung, harus melalui sangsi, itu dengan rumusan di DIM No. 933 baru harus melalui saksi, sudah ke ini. lni tetap berarti ya, semua tetap ya, tidak perlu lewat mana-mana, tidak perlu timus dan timsin.

(RAPAT:SETUJU)

Kemudian untuk DIM No. 936 berita acara ini ada usulan dari PAN, Bapak Patrialis silahkan DIM No. 936, berita acara pemunggutan dan perhitungan suara dan sertifikat dst ditanda tangani oleh seluruh Anggota KPPS, KPPSLN dan saksi peserta pemilu, ada penambahan saksi peserta pemilu.

Kemudian dari PKS kata seluruhnya dihapus, hanya ditanda tangani oleh Anggota KPPS atau KPPSLN.

Silahkan mulai dari PAN.

H. PATRIALIS AKBAR, SH/F-PAN: ltu kita menambahkan saksi peserta pemilu, kalau saksi itu tidak ditanda tang ani untuk apa

disana saksi itu, justru keberadaan saksi untuk lebih memperkokoh berita acara yang dibuat, kalau misalnya ada keberatan, saksinya menyampaikan keberatan, dicatat, kalau saksi itu tidak usah ikut tanda tangan, tidak usah ada saksinya.

T erima kasih.

KETUA RAPAT: Sepertinya Bapak Muzzamil. PDIP atau Golkar atau PPP. Saya sebut siapa yang menyala ini.

ORA. HJ. LENA MARY ANA MUKTI/F-PPP: Ya lbu karena memang ini didalam Undang-undang No. 22 tahun 2003 itu jelas disebut,

diserahkan kepada saksi, jadi penambahan saksi peserta pemilu tidak ada masalah ini, karena sesuai dengan UU No. 22 tahun 2007.

KETUA RAPAT:. PPP setuju, Golkar.

HARDISOESILO/F·PG: Pada prinsipnya setuju, tetapi ada catatan, jangan sampai seolah-olah ini semua saksi

wajib, kalau semua saksi tidak ada peserta Pemilu 12, jadi ditambah sebagaimana yang kami tambahkan diatas tadi, saksi peserta pemilu yang hadir, jadi dia tidak menjadi kewajiban bagi mereka yang tidak hadir.

Terima kasih.

KETUA RAPAT:. Demokrat.

BENNY K. HARMAN, SH/F·PD: Terima kasih Pimpinan. Saksi itu kepentingan adanya saksi itu supaya ada akuntabilitas, kalau kepentingannya

adalah akuntabilitas, maka kalau Partai Politik peserta Pemilu tidak punya saksi, maka adalah kewajiban KPU menyediakan atau menyiapkan saksi, jadi itu maksudnya, jadi bukan semata-mata kepentingan Partai. Disalah satu TPS misalnya tidak ada saksi dari Parpol, maka kewajiban KPU untuk mendapatkan saksi dan menandatangani berita acara, ini penting, jadi tidak boleh, karena esensi keperluan saksi dalam Pemilu. ltu pointnya, kalau tidak ada saksi peserta politik pemilu, tidak saksi karena satu dan lain hal, KPU menyediakan saksi itu dan menandatangani berita acara pemilihan, ini penting Pimpinan.

Jadi bukan hanya saksi sekedar saksi untuk melindungi kepentingan yang bersangkutan, tetapi kewajiban Negara untuk menjamin adanya Pemilu untuk memenuhi azas LUBER itu maksudnya. Oleh sebab itu kalau tidak saksi dari Partai yang bersangkutan atau partai politik peserta pemilu tidak menyediakan saksi dengan alasan-alasan lain, dan sebagainya, kewajiban KPU menyediakan saksi dari Parpol yang bersangkutan, itu pointnya. lni maksudnya saksi itu.

Begitu Pimpinan, Terima kasih.

KETUA RAPAT: Pendek kata, berarti setuju dengan penambahan saksi peserta Pemilu, itu tadi

argumentasinya.

ORA. HJ. LENA MARY ANA MUKTI/F-PPP: lni pembahasan soal ini bukan ini saja, sudah banyak itu dari awal, saksi peserta pemilu,

jadi kongkordan saja dengan sesuai usulan dari F-PG.

KETUA RAPAT: Tentu harus diputar, PDIP, PKS.

DRS. ALMUZZAMMIL YUSUF/F-PKS: Kami setuju ditanda tangani oleh, oleh sebab itulah kami menghapuskan kata seluruh,

kami tidak memasukkan kata seluruh. Jadi disitu yang hadir, dan tambahan PAN kami juga setuju dan saksi peserta pemilu.

Demikian Pimpinan.

KETUA RAPAT: Oke setuju ditambahkan dengan saksi peserta pemilu yang hadir, ini sekarang ada

masalah PKS tidak ingin ada kata seluruh, kemudian usulan Pemerintah ada tambahan kata seluruh, usulan Pemerintah ini ada kata seluruh, ditanda tangani oleh seluruh Anggota.

Silahkan Pemerintah, apakah tetap mau seluruhnya usulan tetap-tetap dari seluruh Fraksi. Kemudian usulan dari F-PKS ini dihapus kata seluruhnya.

DRS. ALMUZZAMMIL YUSUF/F-PKS: Pemerintah sebentar sebelum Pemerintah menjelaskan. PKS itu hanya mengabungkan Ayat (2) dan Ayat (3), kalau Ayat (2) pakai Pasal kata

seluruh, PKS mengantisipasi, bisa tidak seluruh, maka PKS syarat yang dua seluruh itu sudah tidak perlu, masukkan tiga, maka dua dan tiga itu digabungkan oleh PKS.

T erima kasih.

KETUA RAP AT: Mungkin kita melihat DIM No. 937 ya, Pemerintah DIM No. 937 kalau seluruhnya tetap

ada, harus ada way outnya dan itu diusulkan oleh PAN dalam DIM No. 937 dalam hal terdapat Anggota KPPS itu dihapuskan saja, supaya tidak perlu ada dalam hal terdapat Anggota KPPS atau KPPSLN yang tidak mau menandatangani.

Silahkan Pemerintah.

DRS. H. SAIFULLAH MAKSUM/F·KB: Sedikit Pimpinan, Kami bisa menerima, ini tidak prinsip, karena kami hanya menyingkat, tetapi kalau singkat

jelas seperti apa yang diusulkan oleh PAN, seperti Pemerintah juga, PAN hanya menambah saksi peserta Pemilu, kami bisa menerima itu, jadi tidak perlu dibahas mendalam, yang usulan KPPS.

Terima kasih.

KETUA RAPAT: Jadi kita setuju tetap ada dengan penambahan saksi peserta Pemilu yang hadir.

(RAPAT:SETUJU)

Masuk ke timsin saja, kita menambahkan itu. Kemudian DIM No. 937 sudah tadi, DIM No. 938 itu dihapus menurut PKS, tetapi sudah

sejalan, DIM No. 938 ini diusulkan dihapus.

DRS. ALMUZZAMMIL YUSUF/F-PKS: PKS seperti yang tadi, kita usulan kita untuk Pasal 180 ini bisa kita mengikuti usul dari

Pemerintah dan yang lain ini tetap Fraksi-fraksi tidak ada masalah.

KETUA RAP AT: Tetap ya langsung saja ya,

(RAPAT:SETUJU)

Kemudian Pasal 181 dari F-PAN DIM No. 940 ada penambahan masing-masing kepada saksi peserta pemilu, pengawas pemilu lapangan, TPS, dan PPK, melalui TPS pada hari yang sama, itu penambahan kata masing-masing.

Silahkan.

H. PATRIALIS AKBAR, SH/F·PAN: Masukkan ke timus saja.

KETUA RAPAT: Bagaimana setuju timus, Golkar setuju DIM No. 940 tim us

(RAPAT:SETUJU)

DIM No. 941 sama ya pada masing-masing.

(RAPAT:SETUJU)

lni ada penambahan kata dan disegel, kalau tersegel itu memang dari awal sudah tersegel, beda ini ya Pemerintah, ini Pemerintah juga tidak ganti-ganti juga supirnya, tadi binggung, yang penting Bapak Sudharsono ada dibelakang.

DIM No. 942 ini langsung masuk ke timsin saja ya, ini soal Bahasa. Bapak Patrialis mau.

H. PATRIALIS AKBAR, SH/F-PAN: ltu sebetulnya kalau hanya disegel itu macam-macam penafsiran, tetapi kalau dalam keadannya, kalau disini benar-benar.

KETUA RAPAT: Oke di timsin saja ya.

(RAPAT:SETUJU)

Langsung kita rubah saja, oke disepakati ya.

(RAPAT:SETUJU)

Dicabut lagi. Kemudian DIM No. 943 ini dari PAN ada tambahan dua Ayat, Silahkan Bapak Patrialis, wajib menyerahkan kotak surat suara tersegel pada hari yang

sama, ada tambahan kata disegel, kemudian ada rumusan baru yang kelima surat suara yang tersegel harus berisi surat suara yang terpakai, jadi yang didalam itu tidak boleh diisi yang lain-lain, diisinya hanya ini, itu maksudnya.

Silahkan Bapak Patrialis menjelaskan. lni menghemat ada apa Bapak Patrialis tadi malam ini.

PKB tenaga baru, prinsipnya kami setuju untuk didalami di timus, karena tambahan butir 5 itu kalau sudah fix betul bahwa kira-kira komponennya itu-itu saja, kita belum tau persis apakah ada tambahan atau tidak, kalau ada tambahan nanti tidak terakomodasi didalam klausul. Karena itu mohon nanti didalami lagi ketika sudah selesai pembahasan menyangkut soal itu peralatan yang lain selesai, baru ini disepakati, intinya setuju baru di dalami di timus.

KETUA RAPAT: Yang di timus yang lima, yang empat bisa dirubah saja ya? Oke yang empat sudah di, oke. Silahkan PPP, habis ini PKS.

ORA. HJ. LENA MARY ANA MUKTI/F-PPP: Sarna dengan PKB empat bisa kita terima, lima disesuaikan dimasukkan ke timus,

termasuk tadi ada surat suara cadangan, bukan surat suara tambahan, cadangan yang masing­masing dimasukkan didalam amp lop. Dari BPD sendiri ini sekaligus bisa di konden usulan nantinya di timus, sekaligus.

Terima kasih.

KETUA RAPAT: Oke jadi yang empat diterima, lima timus. PKS.

DRS. ALMUZZAMMIL YUSUF/F-PKS: lni saya mau nanya PAN, yang digaribawahi oleh PAN Ayat (4) kotak suara tersegel yang,

itu sama dengan usulan Pemerintah, yang beda hanya yang lima ini, jadi yang digarisbawahi itu

tidak ada perubahan, justru ada yang hilang, kotak suara tersegel yang berisi surat kepada PPK melalui PPS, yang substansi hilang itu melalui PPS, itu tidak ada di PAN.

Saya kira bukan yang digarisbawahi itu yang dirubah, adapun yang lima, itu yang tadi kita setujui, saya setuju dengan PPP dan PKB, tetapi yang PAN ini, perbedaan Pemerintah dengan PAN bukan yang digarisbawahi PAN itu bukan, kepada PPK melalui PPS, itu tidak ada PAN, itu yang saya kira perlu kita bicarakan.

KETUA RAPAT: Jadi artinya usulan PAN ini kalau tidak perlu melalui PPS, bisa langsung ke PPK, itu

maksudnya Bapak Patrialis ya.

DRS. H. SAIFULLAH MA'SHUM/F-KB: Saya kira, saya diingatkan betul oleh Bapak Muzzammil ini, kalau tidak salah konstruksi

Undang-undang No. 22 itu begitu, kita meniadakan verifikasi PPS langsung ke PPK, tetapi apakah langsung melalui PPS, problemnya adalah dilapangan itu mungkin atau tidak PPS itu mengangkat itu ke PPK, tanpa melalui PPS, sehingga saya kira itu share pekerjaan PPS itu saya kira tetap ada. Jadi kembali dalam konteks ini, kembali kepada Bapak Muzzammil kembali kepada konteks Pemerintah, jadi supaya ada ke~aan dan juga kembali pada TPS-TPS itu mengangkut itu ke PPP.

KETUA RAPAT: lni juga perlu simulasi, jadi artinya kalau ada kantor desanya disini, kemudian TPS disana,

apakah harus belok, karena dalam Undang-undang mengatakan, tidak boleh membuka PPS, tidak boleh membuka kotak suara, kemudian kapasitas Kantor Desa untuk mengumpulkan semua kotak waktu itu tidak dibuka, ini juga memang harus dikajian kita mendalam, apakah harus melalui PPS disebutkan disini secara eksplisit, atau tidak perlu, karena didalam Undang-undang No. 22 itu memang PPS tidak boleh, itu kewajibannya sangsi Pidana, ketika PPS membuka kotak suara, sehingga apa gunanya misalnya. lni hanya pertanyaan saja, ketika kita ingin mendalami, kita diserahkan kepada PPS, karena kalau disebutkan harus melalui PPS, semuanya tidak boleh langsung, harus melalui PPS, ini tadi soal jarak, kemudian soal kapasitas, dan ketiga Undang­undang sudah mengatakan PPS tidak punya hak lagi untuk, itu hukuman sangsi pidana Pemilu, ketika PPS membuka kotak suara.

HARDISOESILO/F-PG: Saya berpendapat ini melalui PPS, sebab tidak mungkin kalau tidak melalui PPS,

sehingga terjadi keteraturan, justru dengan ketentuan kalau dia membuka hukum pidana, itu membatasi atau menjaga untuk PPS itu untuk tidak melakukan hukuman lain, kalau te~adi, lbu usulkan saja hukuman tembak. Pertama itu.

Kedua, apabila terjadi seperti apa yang disampaikan lbu Pimpinan, bahwa TPS itu berada diseberangnya Kantor Kecamatan atau seberangnya PPK, mungkin kita bisa meminta nanti didalam penjelasan, untuk memberikan kewenangan kepada KPU membuat aturan-aturan ini. Atau kalau kita ingin mengakomodasi itu, bisa kita gunakan dengan kata dapat, tetapi kalau kami dari F­PG berpendapat itu perlu melalui PPS dalam rangka keteraturan.

Selanjutnya, karena tadi juga sudah disinggung-singgung usulan dari BPD, khususnya Ayat (6) kami mempertimbangkan untuk itu tidak perlu dimasukkan dalam Ayat tersebut, karena kalau dia tidak punya saksi, salahnya sendiri tidak punya saksi. Bahwa dia memperoleh kesempatan untuk memperoleh data itu, karena didalam UU No. 22 diwajibkan untuk ditempel di tempat-tempat tertentu.

Terima kasih.

AGUS PURNOMO, SIP/F-PKS: Ketua, Jadi di Undang-undang No. 22 itu di Pasal 47 huruf M, itu ada meneruskan kotak suara

dari PPS kepada PPK, pada hari yang sama seteleh terkumpulnya kotak suara dari setiap TPS, dan tidak memiliki kewenangan membuka Kotak suara yang sudah disegel oleh PPS. Jadi ini usulannya sudah benar ini, jadi kembali ke Undang-undang No. 22.

Jadi sudah fix ini sebenarnya.

ORA. HJ. LENA MARY ANA MUKTIIF-PPP: PPP juga mendukung apa yang disampaikan oleh maksudnya empat yang setuju itu

empat yang Pemerintah bukan empat dari PAN, yang lima baru dari PAN. Karena sebagaimana disebutkan oleh Guspur tadi, yang di Pasal147 huruf M sudah jelas itu.

KETUA RAPAT: PDIP. Tetap, Oke yang empat kita tetap, kemudian lima kita bawa ke timus ya? Ya timus.

{RAPAT:SETUJU)

Kemudian DIM No. 945, berarti meramu dengan BPD di timus. DIM No. 945 F-PAN menambahkan dua usulan baru, PPS wajib mengumpulkan hasil perhitungan suara, silahkan Bapak Patrialis.

H. PATRIALIS AKBAR, SH/F·PAN: Kalau Pimpinan belum menjelaskan, saya jelaskan. Biar lebih hemat waktunya. Jadi, ini memang ada tambahan, pertama, kalau tadi kita sepakat itu tadi melalui PPS,

maka PPS wajib mengumpulkan hasil perhitungan suara dan hasil rekapitulasi di PPK yang telah ditandatangani oleh PPK. Kemudian PPS mengumumkan dengan cara menempelkan di tempat umum, ini supaya tau, jadi hasilnya transparan.

Kedua, hasil pengawas pemilu dilapangan itu wajib, pertama hadir di perhitungan suara di PPK, ini pengawas Pemilu. B, Mengkonfirmasi kebenaran hasil perhitungan suara di tingkat TPS sesuai dengan berita acara pemunggutan dan perhitungan suara diperoleh di KPPS. Kalau ini dilakukan maka meminimalisasi adanya kecurangan-kecurangan, pengelembungan­pengelumbangan atau pengurangan suara, karena pengawas Pemilu juga punya data yang ada di TPS-TPS itu semua. Kalau ini dilakukan maka di tingkap PPK itu sudah bersih betul, jadi agak sulit, kecurangan itu terjadi dan ini menghindari adanya kesalahan perhitungan di tingkat KPU Pusat atau tingkat rekapitulasinya. lni juga sekaligus perkara yang masuk ke Mahkamah Konstitusi.

Saya kira demikian.

KETUA RAPAT: Silahkan dari PPP.

ORA. HJ. LENA MARY ANA MUKTI/F-PPP: Di PPP Undang-undang No. 22 tahun 2007 di Pasal 47 point K sudah jelas bahwa PPS

mempunyai tug as mengumumkan hasil perhitungan suara dari seluruh TPS diwilayah kerjanya dan memang tidak ada perintah atau tidak ada penjelasan apakah dimaksud dengan mengumumkan hasil perhitungan suara itu dengan cara ditempel, tetapi yang jelas seluruh TPS itu semua PPS punya kewajiban seperti itu.

Yang diusulkan oleh Pemerintah sesungguhnya ini hanya menekankan atau mengaribawahi perintah UU No. 22 tahun 2007 Bapak, bahwa PPS, PPLN wajib mengumumkan hasil perhitungan, termasuk juga soal pengawas Pemilu lapangan di Undang-undang No. 22 tahun 2007 juga banyak sekali kewajiban-kewajiban dari PPL dan bagian mana yang mau kita angkat disini. Saya kira prinsip yang diusulkan Pemerintah ini adalah soal transparansi hasil penghitungan suara, transaparansinya. Karena kalau kita bicara soal tugas dan kewajiban haknya PPS itu di Pasal47 dari point A sampai point 0 atau point P, jadi banyak sekali disitu. Oleh karena itu kalau mau kita buat secara rinci disini tidak perlu lagi.

Pada prinsipnya dalam Ayat ini adalah wajib mengumumkan itu soal transparansi dari soal perhitungan suara dari sehingga tidak terjadi upaya-upaya pengelembungan dari pihak-pihak tertentu.

ltu sikap PPP.

KETUA RAPAT: Silahkan PKB.

DRS. H. SAIFULLAH MAKSUM/F·KB: Terima kasih, Saya menangkap semangat yang cukup bagus dari rekan-rekan F-PAN supaya clear dan

tidak ada persoalan dari hasil Pemilu yang dilakukan oleh rakyat, oleh karena itu sudah ada distorsi dan manipulasi. Tetapi yang saya pahami disini, ini soalleveling saja. Jadi menambahkan tugas tambahan bagi PPS dan Pengawas Pemilu Lapangan. Pada PPS itu diwajibkan didalam Undang-undang ini, sesuai dengan usul PAN itu, setelah dari PPK ditarik lagi kebawah itu, jadi punya kewajiban tambahan PPS untuk menghimpun hasil perhitungan suara PPK di kecamatan, dibawah lagi Desa, itu kewajiban PPS.

Saya tidak tau persis apakah itu ada implikasi anggaran, ada implikasi macam-macam, saya kira itu yang jelas. Hal yang sama terjadi pada penambahan kewajiban pada pengatur lapangan, sebab ini adalah nanti, apakah nanti tidak berkontradiksi dengan pengawas Kecamatan. Jadi menurut saya ada prinsip didalam UU No. 22 setiap persoalan itu selesai ditingkat level yang sama, jadi asumsi kita kalau kertas suara, berita acara sudah di teken oleh masing-masing pihak di UU ini diberikan alamat untuk itu, terus hasil semua itu alat-alat masuk di kotak dan disegel itu selesai, kalau ada masalah pada tingkat bawah sudah ada ketentuan dari Panwas lapangan dst, itu dilakukan perbaikan-perbaikan dst, sehingga logika ini, mengisyaratkan bahwa ini sudah hampir sulit sekali Panitia itu main-main sehingga suara itu naik ke PPK kuncinya sudah betul-betul bersih. Oleh karena itu disini menjadi mungkin terlalu berlebihan kalau kita mengabaikan Panwas lapangan untuk terlibat di Kecamatan dalam rangka itu menyangsikan. Disitulah kalau terjadi persoalan exsistensi Panwascam itu menjadi muncul otoritasnya. Oleh karena itu mohon dipertimbangkan ini spiritnya bagus, tetapi ini memang ada implikasi anggaran.

Kedua, soal posisi Panwascam yang akan kontradiksi dengan Pengawas Lapangan itu sendiri. Saya kira itu lbu Pimpinan yang sangat enerjik, komentar kami.

KETUA RAPAT: Silahkan,

HARDISOESILO/F-PG: Terima kasih, Menurut kami UU tentang penyelenggara Pemilu telah mengatur ini dengan jelas,

sehingga kami khawatir ini menjadi terlalu berlebihan kalau ini kita tegaskan lagi disini. Sehingga mungkin dipertimbangkan, saya menyarankan untuk langsung ke timsin dengan catatan apabila UU No. 22 belum mengatur bagian-bagian yang diusulkan oleh PAN ini, maka itu perlu kita cantumkan, nanti dicantumkan oleh timus.

Yang ingin kami sekali lagi menegaskan adalah yang disampaikan oleh BPD, yaitu menyampaikan hasil perhitungan suara kepada Partai Politik Peserta Pemilu, dimuka tadi kami mengusulkan untuk tidak di masukkan, pada kesempatan ini juga kami mengusulkan juga untuk tidak dimasukkan.

Terima kasih.

KETUA RAPAT: Silahkan PKS.

AGUS PURNOMO, SIP/F·PKS: lni perlu disingkronkan supaya tidak redanden. Pertama, memang satu sisi sebenarnya sudah diatur, jadi PPS itu menyarahkan hari itu

juga kepada PPK, PPK menghitung, mungkin nanti kalau jumlahnya enam ratus atau tujuh ratus jam 13.00 sudah bisa diumumkan di masing-masing TPS. Tetapi kemudian tentang bagaimana teknis penyerahannya, masukan dari BPD itu menarik, jadi tambahan yang Ayat baru, jadi kepada partai politik peserta Pemilu, menyerahkan hasilnya.

Saya usul Ketua, jadi untuk Pasal-pasal yang menyangkut apa yang harus dilakukan oleh KPPS itu tidak diatur disini, tetapi kemudian kita mengatur saja hal yang memang atau

mempertegas hal yang (rekaman terputus) terbuka, jadi kalau di tempat umum ini kontrolnya juga susah karena orang itu ngumpulnya di TPS.

Jadi usulannya real begitu, yang mengatur tentang apa yang harus dilakukan oleh PPS itu biarlah diatur di Undang-undang No. 22, kita biarlah mengatur yang mungkin lebih spesifik, mungkin yang jatahnya Undang-undang Pemilihan Umum ini.

T erima kasih Ketua.

KETUA RAPAT: PDIP.

PATANIARI SIAHAAN/F-PDIP: Memang ini masalahnya sebetulnya karena dicabutnya Bab IV Undang-undang No. 12

tahun 2003, di Undang-undang No. 22, jadi kita terpaksa kita masukkan ke timus, timsin saja mensingkronkan dengan apa yang ada di Undang-undang No. 22 dan RUU ini saya pikir. Memang ada masalah, apakah receive local, otomatis apa yang ada di Undang-undang No. 22 akan berlaku disini, siapa yang mengatakan itu, jadi kami ini di timus timsin saja, sekaligus saya lihat kaitannya dengan yang lain, jadi sebetulnya kita tidak ada masalah, tidak bisa otomatis Undang-undang No. 22 berlaku disini sebetulnya, kalau diterangkan Undang-undang ini, tetapi sudahlah nanti kita selesaikan di timus timsin bagaimana menghubungkan itu, jadi yang sudah diatur disana tidak perlu diatur disini, yang belum kita tam bah.

Usul kami seperti itu.

KETUA RAPAT: Pemerintah silahkan.

PEMERINTAH: Terima kasih lbu Ketua, Pertama, prinsipnya tentu singkron dengan Undang-undang No. 22. kedua, semangat kita

efisiensi, kalau sejauh itu ternyata tidak lebih efeisien, mungkin lebih bagus kembali pada usulan RUU dan singkron dengan Undang-undang No. 22.

Demikian.

KETUA RAPAT: Kita masukkan ke timus saja, karena saya pikir menarik ada hal yang masih samar-samar

di Undang-undang No. 22, kita detailkan kembali jika diperlukan didalam Undang-undang, karena kita ingat bahwa dia waktu merumuskan Undang-undang Penyelenggara Pemilu itu, itu mengatur tugas KPU, tetapi tidak mengatur tentang penyelenggaraan Pemilihan Umumnya. Kita ingin detail mengatur tentang penyelenggaraan Pemilihan Umumnya, terkait dengan tugas dari KPPS, PPS, PPK, KPUD Kabupaten/Kota, PPLN, KPU Provinsi, KPU. Yang belum diatur dalam konteks penyelenggaraan Pemilu, itu nanti diatur disini, kita masukkan ke timus ya?

(RAPAT:SETUJU)

Kemudian DIM No. 948 ini dari PDIP ada penambahan kemudian dari PPP, dari PAN, dari DIM No. 948, kita mulai dari DIM No. 948, PPP tidak perlu lagi, PDIP silahkan dan PAN. Pasal183, silahkan PDIP.

PATANIARI SIAHAAN/F-PDIP: PDIP membuat wajib pada sangsi I bu. Kalau wajib, kalau dia tidak berbuat wajib sangsi pasti, supaya dia tidak main-main.

KETUA RAPAT: Silahkan dari PAN.

H. PATRIALIS AKBAR, SH/F·PAN: lni seperti tadi juga, kalau nanti kita sepakat, harus melalui PPS, berarti DIM Pemerintah

dipakai, tetapi kalau misalnya seperti tadi, kongkordan, tadi karena sudah bicara melalui PPS tadi,

berarti tetap melalui PPS, tetapi jelas PPS memang tidak boleh membuka, dia hanya merekapitulasi saja, artinya dia hanya membuat berita acara, darimana-mana dibuat berita acaranya, apa adanya serahkan ke PPK. Jadi tidak boleh membuka lagi hasil itu.

KETUA RAPAT: Saya serahkan kepada, minta kepada Fraksi-fraksi, ini memang harus hati-hati, disini bisa

membuat interpretasi yang lain, kalau misalnya kata-katanya berita acara penerimaan kotak suara itu bisa melalui PPS, disini berita acara penerimaan hasil perhitungan suara, dari TPS melalui PPS, jadi perhitungan suara itu, kita sepakat, nanti ini kongkordan dengan yang di pending, dari PKB, bahwa dalam satu usulan dari F-PAN perhitungan itu, itu dimasukkan didalam kotak suara, tidak diluar berita acara, apa itu namanya sertifikatnya itu masuk didalam kotak suara.

ORA. HJ. LENA MARY ANA MUKTIIF-PPP: Tadi lbu, PPS itu wajib mengumumkan hasil pemunggutan suara, setiap TPS, jadi tidak

problem, tadi berbeda, tadi PPK.

KETUA RAPAT: lni saya hanya mau mengingatkan, ini sebelum ini, kita hati-hati sekali dalam kalimat ini,

karena perlu ada kata wajib juga, dari usulan PDIP. Silahkan PKS.

AGUS PURNOMO, SIP/F·PKS: Ketua, Kita disitu usulannya tetap, jadi kalau usulan PAN itu agak menyulitkan, karena jumlah

Panwascam itu hanya tiga di Kecamatan, kalau kemudian itu dikabulkan, itu tidak singkron, karena jumlah TPS pasti lebih banyak dari jumlah Panwascam yang hanya tiga. lni mahan maaf Bapak masukkan supaya kita sinergi.

Kemudian terhadap PPK itu, yang wajib sebenarnya sudah ada sangsinya, dibawah itu ada sangsi kalau menyangkut tahapan, itu pasti ada sangsinya, jadi sangsinya itu menghambat tahapan Pemilu, jadi ini maksudnya kata wajib ini di Pasal Pidananya sudah ada yang, jadi itu singkron itu, jadi masukkan PDIP ditambah kata wajib itu oke, yang ada kaitannya dengan Panwascam itu tidak bisa dilaksanakan, karen a jumlah Panwascam hanya tiga.

Saya kira itu Ketua.

KETUA RAPAT: Demokrat silahkan.

BENNY K. HARMAN, SH/F-PD: Demokrat ini tetap, Sesuai dengan apa yang dirumuskan oleh Pemerintah, karena memang sebenarnya kalau

kita mendalami yang di DIM No. 2207 di Pasal 149 ini memang sudah agak lebih dijelaskan, sebetulnya sudah termuat disana, oleh sebab itu kami kira sudah tepat kalau F-PD tetap seperti apa yang disampaikan Pemerintah.

Terima kasih.

KETUA RAPAT: PDIP, ini ada penambahan kata wajib. Silahkan Golkar.

HARDISOESILO/F-PG: Terima kasih, lni saya lama berpikir kok Bapak Pata kejam benar ini dimasukkan kata wajib, padahal

sudah ada aturan dibelakang kalau dia salah atau dia melanggar, menghambat, tetapi memang karena seolah-olah sudah dibawahnya itu dia akan diberikan sangsi, diatasnya harus ada kata wajib, tetapi kalau itu ditambah kata wajib seolah-olah kok kejam benar, dalam hal ini kita pas apa yang diputuskan kami setuju saja.

Terima kasih.

KETUA RAPAT: PPP.

LUKMAN HAKIM SAIFUDDIN/F-PPP: lni saya belum jelas, nanti realisasinya bagaimana, karena dari informasi ini, ketika

membuat berita acara itu apakah menghitung ulang, jadi bisa tidak Pemerintah memberikan penjelasan, disimulasikan sejak dari TPS, itu lalu kata-kata melalui, itu apa maknanya melalui, itu hanya sekedar kurir saja lalu menghantarkan, atau jadi saya ingin mendapatkan penjelasan yang utuh, yang rinci, yang detail, skenario dari TPS sampai ke setidaknya sampai KPU Kabupaten/Kota, supaya jelas.

KETUA RAPAT: Kita skorsing saja ya, tidak ada yang mampu menjelaskan ini Bapak Darsono, mahan

maaf ya, karena ini semangatnya pada pembahasan Undang-undang No. 22.

HARDISOESILO/F·PG: lnterupsi lbu, Saya sependapat bahwa, tetapi ini kalau pad a waktu yang lalu Pemerintah ini memberikan

gambaran, ini kegiatan di TPS, ini kegiatan ini, jadi jelas kita, Bapak Lukman itu pura-pura tidak tau saja.

T erima kasih.

LUKMAN HAKIM SAIFUDDIN/F·PPP: Jadi begini, penjelasan dari beberapa teman-teman di Fraksi, saya menangkap kesan

kuat, adanya persepsi yang berbeda, antara Berita Acara, pembuatan berita acara, membuat rekapitulasi dan melalui tiga kosa kata ini, apakah juga termasuk melakukan penghitungan ulang. Dari teman-teman Fraksi ada yang mengatakan ya dan tidak, saya tangkap. Jadi saya ikut menjadi berpikir, sebenarnya persepsi yang mana yang benar, oleh karenanya saya ingin simulasi yang jelas, supaya kita satu persepsi, kalaupun ada yang berbeda, sekarang ini saatnya disamakan.

KETUA RAPAT: Silahkan Bapak Patrialis.

H. PATRIALIS AKBAR, SH/F·PAN: Dulu waktu Undang-undang No. 22 itu, ingin mempersingkat garis, ingin memperkecil

birokrasi, sehingga di PPS itu tidak lagi, dilakukan perhitungan suara, bahkan kalau dibuka disitu ada ancaman, karena ini persoalan ada dua saya kira, kalimat melalui ini, makanya kami disini kami mengusulkan, kalau itu melalui dalam artian hanya sebagai pas, dikumpulkan disana, terus ke PPK, itu memang hanya sekedar mengumpulkan, tetapi kalau disini mengatakan melakukan rekapitulasi hasil penghitungan suara, apapun artinya bahwa di PPS itu menghitung, padahal tidak boleh. lni memang saya kira, ini tidak sederhana, jadi perlu memang Bapak Darsono, memang saya melihat agak Ielah Bapak Darsono, jadi masih kuat ya. Pokoknya tetap disini saja Bapak.

T erima kasih.

KETUA RAP AT: Silahkan Pemerintah untuk menjelaskan kembali, ada simulasinya atau tidak, supaya bisa

ditayangkan.

PEMERINTAH: Sebetulnya kalau Ayat ini, Pemerintah mensingkronkan dengan huruf M-nya Undang­

undang No. 22, sederhana sekali, karena yang menghitung memang PPS, dan PPS sudah dilarang itu, sehingga hanya berita acara penerimaan hasil penghitungan, itu yang kita lakukan, apakah ini masih belum memberikan gambaran yang sama diantara kita. Mari kita.

KETUA RAPAT: Bapak menjelaskan, kita tidak memerlukan Bapak cerita disini.

HARDISOESILO/F-PG: lbu lnterupsi lbu, Tadi saya mengusulkan tadi saya sangat setuju dengan Bapak Lukman, tetapi kita minta

Pemerintah untuk mempersiapkan, dengan baik, dulu waktu Undang-undang Pemilu yang lalu, Pemerintah menyiapkan, di TPS melakukan apa, sekarang tidak melalui PPS lalu bagaimana, di PPK yang dihitung itu apanya, rekapitulasi, sehingga kita dapat gambaran apa yang diinikan oleh Bapak Lukman.

T erima kasih.

PEMERINTAH: Jadi asumsi Pemerintah, kita itu sudah sepakat dengan mekanisme yang diatur oleh

perilaku penyelenggara yaitu Undang-undang No. 22, namun demikian kalau memang kita perlukan untuk supaya kita juga pertegas, satu bahasa kita, kita akan buat, tetapi tentu tidak sekarang ini.

Terima kasih.

KETUA RAPAT: Pemerintah, jadi waktu Bapak Darsono keluar tadi, kita mengingatkan kembali waktu

membahas Undang-undang No. 22 itu mengatur penyelenggara, penyelenggara ini akan menyelenggarakan pemilihan umum, detail yang akan dilakukan oleh KPPS sampai ke atas itu akan diatur disini. Jadi tidak bisa kita mengatakan misalnya sudah diatur dalam Undang-undang No. 22, tidak perlu diatur disini, ini sudah dibuat lebih detail, ketika terkait dengan penyelenggaraan.

Kedua, mungkin memang harus hati-hati, ketika kita memulai kata PPK membuat subyeknya, kemudian ditutup dengan melalui, ini bisa interpretasi memang. Makanya Bapak Lukman wajar meminta simulasi, supaya dalam merumuskan kata, beda ketika menggunakan kata melalui, soal kotak suara, dengan melalui pada waktu soal berita acara dan sertifikat, itu sangat berbeda sekali.

Yang ingin kita timus, sambil Pemerintah kita tugaskan untuk menyusun simulasinya.

DR. MARIANI AKIB BARAMULI, MM/F·PG: Saya kira kita jangan dulu untuk ke timus, kita harus paham betul ini, supaya bisa itu

kedepannya lebih lancar, kalau ini kita tidak paham, nanti pertanyaannya itu-itu terus, jadi tolong ini digambarkan sebelum ini masuk ke timus, memang persoalannya sederhana, tetapi kalau sederhana itu bisa kita tidak disederhanakan susah juga pengertian kita kedepan. Saya minta Pemerintah pada forum juga nanti, hanya karena hilang sebentar ini, sebenarnya Bapak bisa langsung tune, karena sudah ada f/owchartnya itu, kalau bisa digambarkan ada suatu rumah TPS, apa saja, sehingga pembicaraan kita kedepan itu akan lebih lancar.

Terima kasih.

KETUA RAPAT: Jadi begini lbu, Pemerintah belum punya f/owchartnya itu ternyata, akan disiapkan dulu, tetapi kita

masukkan ini kita tidak pending, kita masukkan ke timus saja? Sepakat dapat disetujui.

LUKMAN HAKIM SAIFUDDIN/F-PPP: Saya pikir usulnya Golkar itu bagus juga, jangan dimasukkan ke timus, itu tidak ada

masalah, asalkan flowchart beres itu bisa langsung di Rapat Panja. Kita menghargai usul lbu Dokter.

KETUA RAPAT: Tetapi Pemerintah belum punya, kita kembali lagi.

AGUS PURNOMO, SIP/F-PKS: Lebih bag us kita pending dulu nanti kita buat baru kita tawarkan.

HARDISOESILO/F-PG: Sebenarnya kalau boleh saya memperkirakan,

Bapak dan lbu sekalian, Sudah paham semua ini, kita sudah sepakat kalau di PPS itu tidak ada penghitungan

ulang, penghitungan kembali di PPS itu tidak ada, di PPS itu mempunyai kewajiban mengumumkan hasil perhitungan dari TPS, itu diumumkan oleh PPS, selanjutnya hasil perhitungan dari PPS itu, PPS diteruskan ke PPK, di PPK diadakan Rekapitulasi, terus dilanjutkan dengan membuat berita acara penerimaan hasil perhitungan suara. lni sebetulnya menurut hemat kami rekapitulasi tingkat PPK, yang dilaporkan ke atas tingkat PPK, jadi bukan itu lagi. Menurut saya begitu, sehingga untuk di PPS tidak perlu dipermasalahkan, bahwa disitu hanya mengumpulkan hasil dari TPS, dilanjutkan ke PPK, tanpa penghitungan kembali, termasuk kotak­kotaknya itu diselamatkan untuk di teruskan.

Terima kasih.

H. PATRIALIS AKBAR, SH/F-PAN: Jadi Bapak Darsono, Yang menjadi masalah ini didalam DIM No. 498, ini kita-kita ingin tau, maksud dari

Pemerintah itu, disini mengatakan PPK membuat berita acara penerimaan hasil penghitungan suara, oke Anggota DPR, DPD, DPRD Kabupaten/Kota dari TPS melalui PPS, disini ditanyakan melalui ini maksudnya apa, apakah hasil penghitungan suara itu dikumpulkan di TPS, atau cukup amplopnya saja yang dikumpulkan di TPS, di PPS dari TPS itu. Melalui ini yang disini yang berbagai macam tafsir, itu makanya Bapak Lukman itu minta betul, bagaimana skenarionya itu.

KETUA RAPAT: Silahkan Bapak Abdillah.

ABDILLAH TOHA, SE/F-PAN: Pimpinan, Saya ada usul formulasinya dirubah kalau, jadi bunyinya begini, hasil penghitungan suara

Anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota dari TPS, diteruskan oleh PPS ke PPK untuk dibuat berita acaranya.

KETUA RAPAT: Silahkan. Bapak Lukman.

LUKMAN HAKIM SAIFUDDIN/F-PPP: Menu rut saya, Mungkin sekarang kita jangan masuk ke formulasi rumusan dulu, kita samakan idenya

dulu, idenya dulu seperti apa, tadi Bapak Mul sudah mulai mengasumsikan kita mengerti semua, lalu Bapak Mul menjelaskan pengertiannya itu, pertanyaannya adalah apakah yang dijelaskan Bapak Mul itulah pengertian kita semua, atau setidak-tidaknya Pemerintah mempunyai persepsi yang sama ketika menyusun ini, seperti pengertiannya Bapak Mul. Bagi saya sendiri ada bagian­bagian yang perlu di perjelas, jadi penghitungan itu mulai di TPS, oleh KPPS dihitung, lalu kemudian ini di kirim ke PPS, PPS tidak melakukan penghitungan, dia hanya membuat berita acara, apa benar ini, dia tidak membuat berita acara, dia tidak menghitung, dia hanya merekap. Lalu yang melakukan penghitungan itu lagi di PPK, dihitung ulang lagi, lalu direkap dan dibuatkan berita acara, oleh karenanya yang perlu menjadi clear, kata melalui PPS itu apa, kata melalui, hanya sekedar lewat saja, karena dia tidak menghitung, dia tidak merekap dan dia tidak membuat berita acara, kalau memang betul, apa makna melalui PPS itu, apa urgensinya kemudian. lni yang saya pribadi masih belum paham betul, mohon yang bisa ini, bisa menjelaskan.

KETUA RAPAT: Bapak Guspur.

AGUS PURNOMO, SIP/F·PKS: lni jadi Fraksi Pernerintah sebagian, jadi sebenarnya didalarn Pasal 47 di huruf Q di

Undang-undang No. 22 itu dijelaskan, pernbantu PPK dalarn rnenjelaskan Pernilu, kecuali dalarn penghitungan suara. Jadi PPS rnernang tidak rnelakukan rekap, tetapi TPS rnelakukan penghitungan yang dia dilewati, setelah itu sarnpai ke PPK, jadi kata rnelalui dia hanya sebagai jalur untuk kernudian control, management control . rnungkin berita acara itu ada, rnernang ini dia nurnpang lewat dan tidak rnelakukan penghitungan.

Jadi rnau di sinkronkan dengan huruf Q, rnernbantu PPK dalarn rnenyelenggarakan Pernilu kecuali dalarn penghitungan suara, jadi PPS rnernang tidak rnelakukan penghitungan, PPK yang rnelakukan penghitungan.

KETUA RAPAT: lni ketika subyeknya PPK rnernbuat berita acara, kernudian ditutup kata dengan rnelalui

PPS, jadi PPS rnernbuat berita acara lagi, kernudian PPK rnernbuat berita acara, ini pengkalirnatannya rnernang.

Silahkan Bapak Laoly.

WAKIL KETUA (DR. Y. H. LAOL Y, SH, MS/F-PDIP): Baik, Mernang Pasal 183 ini rancu, karena dia terus rnelornpat, seharusnya dibicarakan dulu

PPS, ini yang dibicarakan KPPS, langsung PPK, lornpatannya, sebetulnya Bapak Abdillah Toha tadi sudah rnenjelaskan. Seharusnya ada tahapan dulu di PPS itu, ada Ayat di PPS sesuai dengan Pasal47 butir F. tugas dan wewenang PPS rneneruskan kotak suara dari setiap TPS kepada PPK pada hari yang sarna, setelah terkurnpulnya kotak suara dari setiap TPS dan rnerniliki kewenangan rnernbuat suara yang sudah disegel dari KPPS. Dalarn bahasa kita waktu itu hanya kurir, supaya tidak TPS, tidak sernua langsung ke PPK karena jauh, rnaka dikurnpul dulu di PPS. PPS hanya rnengurnpul berapa kotak suara, berapa seluruh berita acara yang diterirna itu, kernudian diteruska ke PPS. Jadi saya kira, kalau ada satu Ayat yang sebelurn Pasal 183 itu soal bagairnana kedudukan PPS disini, baru rnasuk kernudian Ayat PPK, Pasal 183 Ayat (1) ini, ini rnenjadi selesai, narnun dernikian saya kira karena ternan-ternan tadi sudah rnerninta supaya jelas flowchartnya itu dari TPS, rnasuk flowchart ke TPS, rnasuk flowchart ke PPS, rnasuk flowchart ke PPK, itu nanti rnenjadi jelas kita rnerurnuskan itu. Hanya dengan rnenarnbah satu Ayat di Pasal 183 sebelurn pernbuatan berita acara PPK, ini rnenjadi jelas. Saya kira ini pendapat saya.

Terirna kasih.

KETUA RAPAT: Ya.

AGUS PURNOMO, SIP/F·PKS: Jadi kewenangan KPPS itu rnernbuat berita acara? Jadi Pasal 48 atau Pasal 49 huruf G,

berita acara pernunggutan dan perhitungan suara serta rnernbuat sertifikat penghitungan suara dan wajib rnenyerahkan kepada saksi.

KETUA RAPAT: Apa KPPS?

AGUS PURNOMO, SIP/F·PKS: Ya kewenangannya KPPS, kernudian disini juga ada kata rnelalui, jadi wajib

rnenyerahkannya kepada saksi peserta pernilu, pengawas pernilu lapangan dan PPK rnelalui PPS. Jadi rnungkin ini hanya nurnpang lewat saja rnungkin, jadi rnungkin bukan rnungkin tetapi berarti dia tidak rnernbuat ini.

KETUA RAPAT: Baru dibaca tadi Pasal berapa?

AGUS PURNOMO, SIP/F·PKS: Pasal49 huruf G.

KETUA RAPAT: Bapak, Kalau KPPS itu tingkatnya TPS Bapak.

AGUS PURNOMO, SIP/F-PKS: lni yang kata melalui tadi itu usulannya.

KETUA RAPAT: Silahkan.

PATANIARI SIAHAAN/F-PDIP: lnterupsi, Supaya kita tidak saling menjelaskan sama kita, toh Pemerintah sudah setuju akan

menyiapkan bahannya.

KETUA RAPAT: Jadi bagaimana, Tadi ada kita, Pemerintah siap atau tidak menjelaskan sekarang.

PEMERINTAH: Kalau yang dipahami Pemerintah memang sudah paham, tetapi kalau memang belum

paham, kita akan jelaskan, tetapi tidak sekarang, sebab begini lbu yang Pasal 181 sudah ada melalui PPS, kalau Pasal181 sudah jelas, mustinya Pasal183 tidak menjadi soal.

Usul Ketua, Jadi kita skors ini Rapat sampai Pukul14.00 WIB makan siang, sementara itu nanti ternan­

ternan menyiapkan flowchartnya itu, kan tidak susah itu sebentar saja.

KETUA RAPAT: Susah, gampang-gampang susah, kita skors ya, mungkin kalau pukul14.00 WIB itu terlalu

lama, mungkin supaya kita juga terlalu, pukul13.30 WIB. ya.

(RAPAT DISKORS12.00 WIB) (SKORS DICABUT 13.30 WIB)

KETUA RAPAT (IGNATIUS MULYONO/F-PD): Kalau memang sudah ada penjelasan dari Pemerintah, yang berkaitan dengan kata

melalui, kami persilahkan dari Pemerintah.

PEMERINTAH: Tadi ada usulan tambahan satu Ayat, siapa tadi itu ya?

KETUA RAPAT: Tambahan satu Ayat dari PAN, tetapi itu didepan bukan di sembilan tahapan.

PEMERINTAH: Yang merupakan problem dari Bapak Laoly tadi ya. Kalau ini standar Undang-undang No.

22, PPS itu mengumumkan hasil perhitungan suara dalam 10 TPS diwilayah kerjanya. Jadi ini sebetulnya standar Undang-undang No. 22, kalau kita pertegas lagi di Undang-undang Penyelenggaraan Pemilu, coba kita lihat, mungkin disini, penghitungan suara di TPS, itu pembuatan berita acara pemuatan dan perhitungan suara dan sertifikat penghitungan suara di TPS, itu oleh KPPS, kemudian pemberian berita acara, kepada antara PPS dan PPK melalui PPS, jadi ada dua lembar. Lembar pertama ke PPS, dan ke PPK, ini mung kin ya persoalan yang melalui tadi perlu kita terjemahkan disini. Jadi KPPS tidak mungkin pergi sendiri-sendiri ke PPK, dia hanya menyerahkan sertifikat dan berita acara itu PPS yang akan berhenti di PPS, diumumkan dan yang akan dikirim ke PPK.

Begitu Bapak.

KETUA RAPAT: Bagaimana, Bapak dan lbu sekalian, Ada tanggapan, Betul-betul sebagai Kantor Pos saja ini Bapak. Dikeluarkannya berita acara dan sertifikat dsb, diteruskan untuk ke PPS dan ke PPK untuk

ke PPK itu melalui PPS, apakah masih membutuhkan ada penjelasan kata melalui lagi, kira-kira. Silahkan Bapak. Atau kalau sudah diterima, bisa kita masukkan ke timus, lbu Lena silahkan sudah dibidik oleh Bapak Dirjen, Silahkan Mas.

ABDILLAH TOHA, SE/F-PAN: Kalau kita mau supaya tidak ragu-ragu lagi, itu kita tambah saja, melalui tetapi tanpa

perhitungan ulang di PPS, titik. Atau penjelasan, selesai.

KETUA RAPAT: Apa yang disampaikan dari PAN bisa diterima semua, ditambah saja di penjelasan.

PATANIARI SIAHAAN/F·PDIP: PDIP sedikit tambahan saja, jadi persoalan tadi itu adalah melalui, kedua itu apa yang

dilakukan itu, hanya berita acara, hanya hasil perhitungan suara, atau termasuk kotak suara, itu perlu kita jelaskan disitu itu, supaya jelas juga, supaya tidak te~adi kerancuan, apa yang dilewatkan, apa yang diteruskan, kalau begitu konsekuensi, kotak suara itu dikumpulkan dimana? Ada lanjutan-lanjutannya itu, supaya komplit itu supaya tidak ada pertanyaan-pertanyaan lagi.

KETUA RAPAT: ltu di penjelasan untuk mengkomplitkan, setuju?

(RAPAT:SETUJU)

Kita lanjut ke DIM No. 949, kami kira ini kongkordan, hanya masalah untuk kata wajib, ini hanya penekanan, di Undang-undang No. 22 tahun 2007 sudah ada berkewajiban, tetapi disini tidak ada salahnya kalau di pertegas dengan kata wajib, ini kongkordan dengan yang atas tadi. Apakah ini juga bisa dilanjutkan ke timus, meskipun kita ada usulan dari PAN, yang mengandung masalah kata pleno dan rapat yang dilaksanakan di PPK.

Silahkan PAN untuk menjelaskan dulu.

ABDILLAH TOHA, SE/F-PAN: Terima kasih, Usulan PAN ini supaya tidak terjadi multi tafsir, ini menegaskan saja, jadi PPK melakukan

rekapitulasi hasil perhitungan dari TPS, bukan dari PPS, dari PPS-nya ditekankan, yang dimaksud dari TPS itu supaya tadi juga sesuai dengan yang tadi. Sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) dalam Rapat Pleno yang dihadiri oleh saksi peserta pemilu, kemudian juga dihadiri oleh Panwas Pemilu Kecamatan dan tokoh masyarakat, saya kira perlu disebutkan itu.

Begitu saja Bapak.

KETUA RAPAT: Terima kasih, Jadi ada tiga unsur ini, yang pertama, masalah penegasan dari TPS yang kedua, masalah

penyebutan Rapat Pleno, dan yang ketiga, pelibatan pemantau dan masyarakat dalam rekapitulasi di PPK.

Kami minta pendapat dulu dari Pemerintah.

PEMERINTAH: Maksudnya Ayat (2) PPK melakukan rakapitulasi hasil perhitungan suara, PAN usulnya

adalah hasil perhitungan suara dari TPS sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) dalam Rapat Pleno

yang dihadiri saksi dari peserta Pemilu, Panwas Pemilu, Pemantau dan Kecamatan Pemantau dan masyarakat.

Pada dasarnya Pemerintah masih tetap pada usulan RUU, namun kami justru ingin mendengarkan dari Fraksi-fraksi lain.

Terima kasih.

KETUA RAPAT: Terima kasih, Fraksi-fraksi yang sudah siap PPP.

ORA. HJ. LENA MARY ANA MUKTI/F-PPP: Terima kasih Bapak Mul. Untuk usulan dari PDIP kita bisa mendukung, kangkardan dengan usulan-usulan

sebelumnya, kemudian dari PAN, ini penegasan saja, bahwa PPK melakukan rekapitulasi hasil perhitungan suara dari TPS, itu bisa diterima, hanya saja dalam Rapat Plenanya ini, apa perlu disebut dengan Rapat Plena, karena memang dalam Rapat-rapat perhitungan suara ini dikenal ada Rapat Harian, Rapat Plena, cukup dengan Rapat dan disana ditambahkan aleh kapan, masuk Panwas Pemilu Kecamatan, kemudian pemantau dan masyarakat, sementara RUU Pemerintah cukup dihadiri saksi peserta pemilu.

Kalau sikap PPP, kalau dari TPS bisa diterima, cukup dalam Rapat, tidak perlu penyebutan dalam Rapat Plena, karena pengertian Plena ini unsur apa saja, penjabaran, sementara kita tidak mengenal dan dihadiri peserta Pemilu ini, sebelumnya yang kita sepakati peserta pemilu itu juga dalam, apa cukup saksi atau diganti dengan peserta pemilu. Jadi mungkin kalau disini sudah disebutkan, saksi peserta Pemilu. Masalahnya masyarakat sejak awal kita membahas DIM sebelumnya, ini saksi Pemilu ini sudah representasi dari masyarakat dan partai palitik peserta pemilu dan ini sudah cukup. Munkin kalau Panwas Pemilu Kecamatan bisa ditambahkan. Pemantau ini, ada pemantau dalam Negeri dan Pemantau Luar Negeri, apa seluruh Pemantau juga bisa menyaksikan tersebut, dan masyarakat saya kira baleh-baleh saja, kalau ada yang ingn menghadiri Bapak Mul.

Tadi pertanyaan-pertanyaan tadi sekitar pemantau tadi mungkin perlu dijawab dulu Bapak dari PAN.

Jadi prinsipnya setuju dengan usulan PAN.

KETUA RAPAT: Mungkin yang lain, yang sudah siap PKS.

AGUS PURNOMO, SIP/F-PKS: T erima kasih Ketua, Mungkin kalau disebutkan masing-masing pihak itu, ada sangsi ada semua termasuk

masyarakat itu, mungkin kita perlu lihat juga hak-haknya diatur, apa haknya itu, jadi kalau masyarakat haknya apa, kalau saksi dsb itu sudah jelas. Kalau saksi atau peserta penyelenggara, sudah ada peserta saja, masyarakat sebenarnya tidak termasuk didalam pihak. Jadi apakah kemudian, kalau misalnya ini dimasukkan, catatannya adalah apa hak mereka?.

KETUA RAPAT: Silahkan PDIP ada tanggapan, belum? Silahkan Mas.

PATANIARI SIAHAAN/F-PDIP: Tambahan sedikit saja, Mungkin ini masalah rekapitulasi ini terkait dengan waktu juga, apakah misalnya PPK

harus menunggu semua saksi peserta, panwas, ataukah diatur itu sendiri bahwa setelah ditetapkan, dimulai Rapat-nya, ini mungkin perlu supaya nanti tidak menjadi masalah pada saat dimulai Rapat. Ada yang mengatakan kami belum datang kak sudah dimulai, mungkin perlu ditegaskan, entah dimana, kami pikir perlu diatur itu.

KETUA RAPAT: Oke Golkar. Silahkan.

AGUN GUNANDJAR SUDARSAIF·PG: F-PG setuju ini dibawa ke timus ataupun ke timsin nanti yang terpenting kita bisa mengerti

bahwa apa yang dimaksudkan oleh F-PAN, bahwa proses rekapitulasi suara di PPK, itu juga bisa dihadiri oleh seperti yang diusulkan oleh F-PAN. Namun ini bisa menjadi hal yang nanti menjadi multi tafsir kalau secara letter lek muatan itu ditumpangkan pada bagian-bagian yang nanti orang­orang menafsirkannya menjadi keliru. Yang terpenting kalau saya melihat bahwa secara umum kita sudah mengatur bahwa rekapitulasi suara mulai dari di TPS sekalipun itu prinsipnya yang namanya peserta pemilu, saksi, pemantau, warga masyarakat dsb, itu sudah ditegaskan dan berhak untuk ikut serta didalamnya. Tetapi ketika di rekapitulasi ini muncul kembali, ini bisa nanti timbul problem penafsiran, yang nanti setiap penafsiran Anggota PPK, itu belum tentu sama dengan PPK ditempat lain. Jadi dia bisa saja melihat ini letter lek ini bunyinya seperti itu, sehingga dia tidak berani membuka Rapat, karena unsur-unsur ini belum terpenuhi. Padahal secara umum dia boleh saja, tidak ada masalahnya, diatasnya secara umum ini sudah mengatur itu.

lni nanti kita lihat di timus, di timsin, kemungkinan potensi timbul penafsiran yang berlebihan itu tidak te~adi, oleh karena itu kalau dari Golkar, kami melihat ini secara umum kami melihat sudah ada kepastian hukum yang sudah mengikat. Sehingga rumusan Pasal183 Ayat (2) menurut hemat kami dengan tetap juga apa yang diharapkan oleh PAN, sebenarnya sudah bisa diimplementasikan.

KETUA RAPAT: Oke, PAN mau menambahkan.

ABDILLAH TOHA, SE/F-PAN: Saya bisa menangkap keberatan-keberatan yang disampaikan oleh kawan-kawan,

mengenai penafsiran dsb, oleh karenanya kalau boleh kami mengusulkan alternatifnya begini, karen a pad a dasarnya, rekapitulasi itu terbuka, tidak tertutup. Oleh karenanya kalau saya boleh usulkan, penambahannya tidak usah disebutkan satu per satu, tetapi ditambahkan disitu dan terbuka untuk masyarakat luas, dihadiri oleh saksi peserta pemilu, serta terbuka untuk masyarakat luas.

Kalau mau diganti seperti itu, kami tidak keberatan.

ORA. HJ. LENA MARY ANA MUKTI/F·PPP: Bapak Mul, Mungkin tanya dulu ke Pemerintah. lni PPK dalam melakukan rekapitulasi ini bentuknya

Rapat, bukan sekedar dia hanya melakukan rekapitulasi, tetapi disaksikan, jadi bukan dihadiri, kalau disaksikan lebih lost, kalau sifatnya rapat dihadiri itu, sifatnya dia bagian yang ikut nanti memproses pengambilan keputusan dalam rapat, biasanya seperti itu. Tetapi kalau melakukan rekapitulasi, disaksikan oleh siapa saja, karena pada dasarnya Bapak Abdillah mengatakan rekapitulasi itu terbuka sifatnya.

Terima kasih Bapak Mul.

KETUA RAPAT: Terima kasih lbu, Mungkin kalau dikatakan dihadiri saksi peserta pemilu ini, merupakan persyaratan, jadi

tidak kalau yang ditambahkan oleh Bapak Abdillah tadi, barangkali untuk pihak-pihak lain, apakah itu pemantau dan masyarakat, itu bisa untuk ikut menyaksikan, tetapi kalau untuk perhitungan sendiri itu harus dihadiri oleh saksi, itu barangkali.

Silahkan Pemerintah.

PEMERINTAH: Maksudnya kalau diusulkan dari yang dapat ini, dari PAN tadi, dapat terbuka untuk

masyarakat luas.

ABOILLAH TOHA, SE/F·PAN: Tidak usah pakai dapat, serta terbuka untuk masyarakat luas, sudah itu saja.

PEMERINTAH: Jangan sampai terjadi implikasi bahwa tadi dia ikut-ikut dalam proses itu, itu yang harus

kita perhatikan.

ABOILLAH TOHA, SE/F-PAN: Seperti yang dikatakan Bapak Mul, Kalau saksi ya harus ada, tetapi kalau masyarakat opttional, dia datang boleh, tidak boleh

jalan terus.

PEMERINTAH: Datang itu nanti secara fisik dimana dia nanti, ini yang perlu kita antisipasi, kalau dalam

keadaan normal mungkin tidak apa-apa. Seperti Maluku Utara itu, kalau diterjemahkan di Pilkada.

ABOILLAH TOHA, SE/F·PAN: ltu bisa diatur nanti, Masyarakatnya, artinya ini prinsipnya terbuka, bukan tertutup, setiap orang boleh

menyaksikan, prinsipnya begitu, soal pengaturan saja.

ORA. HJ. LENA MARY ANA MUKTIIF·PPP: Usulan perumusan bisa atau tidak Bapak Mul.

KETUA RAPAT: Silahkan.

ORA. HJ. LENA MARY ANA MUKTI/F·PPP: Kalau tadi pengertiannya bahwa ini Rapat yang dihadiri oleh saksi dan mungkin RUU di

Pemerintah bisa ditambahkan dan disaksikan oleh masyarakat, jadi beda menghadiri dan menyaksikan itu beda, menghadiri itu artinya dia punya kepentingan dalam pengambilan keputusan dalam, apalagi kalau hanya sekedar menyaksikan prosesnya dia saksikan pengambilan keputusan itu.

PEMERINTAH: Jangan berimplikasi bahwa ada saksi Pemilu, ada saksi masyarakat, mungkin lebih dekat

dari terbuka. Prinsipnya terbuka untuk masyarakat luas.

KETUA RAPAT: Silahkan Golkar.

AGUN GUNANOJAR SUOARSAIF·PG: Saya pikir apa yang disampaikan dari Bapak Abdillah T oha itu sudah menjadi jalan keluar,

bukan dari Lena ini, dari PPP itu juga sudah ketemu, jadi rumusannya disempurnakan saja, dalam Rapat bukan yang dihadiri, yang disaksikan, kalau disaksikan itu sudah pasti dihadiri, disaksikan oleh saksi peserta pemilu serta terbuka untuk masyarakat luas. Jadi seperti itu saja, kalau terbuka pengaturan secara teknis seperti juga Rapat Kerja, dibuka dan terbuka untuk umum, soal penempatan, kalau memang tidak ada tempat mau tidak mau, kita utamakan yang wajib-wajib dulu, kalau memang tempatnya memungkinkan bisa jalan.

Saya pikir dengan rumusan yang disampaikan Bapak Abdillah saya pikir sudah menjawab, yang terpenting disaksikan oleh saksi peserta Pemilu, jadi dia menjadi sebuah kewajiban masalah saksi itu, serta terbuka untuk masyarakat luas, siapapun orang mau mendengar, mau melihat itu tetap terbuka.

T erima kasih.

KETUA RAPAT: Kalau begitu, saya coba rumuskan, supaya tidak perlu ke timus.

PATANIARI SIAHAAN/F·PDIP: Sebelum dirumuskan, lngin menambahkan, karena ada kaitannya pada Pasal 184, artinya didalam forum

tersebut tetap ada waktu untuk menyampaikan keberatan dsb oleh PPK, ini kalau kita baca Pasal 184, sehingga disini ini harus dibuk, artinya merhang forumnya memang PPK, tetapi memang ada kelompok-kelompok yang diberi hak untuk bicara dalam hal nanti keputusan, supaya nyambung, jangan dikunci bahwa yang lain itu hanya menonton, unsur yang memang termasuk saksi bisa mengajukan keberatan terhadap hasil rekap, ini·ada di Pasal184, ini jangan ditutup disini, supaya nyambung ke Pasal berikutnya.

KETUA RAPAT: Silahkan.

ABDILLAH TOHA, SE/F·PAN: Bedanya saksi dengan masyarakat tadi sudah dijelaskan oleh Mas Gun tadi. Saksi itu

wajib, masyarakat opptiona/, saksi ikut menandatangani, masyarakat tidak, itu saja.

ORA. HJ. LENA MARY ANA MUKTI/F·PPP: Ada kaitannya dengan Pasal184, yang disampaikan oleh Bapak Pata, disitu disebut juga

ada panitia pengawas pemilu kecamatan, mungkin ketika merumuskan ini PAN juga melihat DIM yang sebelumnya, bahwa Panwas Pemilu ~ecamatan, bisa memberikan, bisa mengajukan keberatan, terhadap hasil rekapitulasi tersebut, bukan sebagai saksi, tetapi disebut mengajukan keberatan.

KETUARAPAT: I

DIM No. 952, kalau diijinkan saya rumuskan sebagai berikut. PPK wajib melakukan rekapitulasi hasil perhitungan suara Anggota DPR, DPD DPRD

Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) dalam Rapat yang dihadiri oleh saksi peserta pemilu dan Panwps Pemilu dan panwas Pemilu Kecamatan, serta bersifat untuk umum, terbuka untuk umum. ;

ltu apa ditimuskan saja, maksud saya mengurangi timus, kalau disetujui mengurangi timus.

Bagaimana kalau kita timus saja?

(RAPAJ:SETUJU)

Oke lanjut DIM No. 950 sebetulnya ini kongkordan juga, hanya beberapa masukan yang usulnya dari PDIP sama PPP sama dengan yang diatasnya juga, kami kira itu langsung timus saja ya?

(RAPAT:SETUJU) I I I

DIM No. 951, ini PPK mengumumkan !hasil rekapitulasi suara Anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota sebagaim,ana dimaksud pada Ayat (3) , intinya ada tambahan usulan dari PAN, itu ditempat-tempat umum, s~dangkan dari PDIP sama PPP itu kongkordan saja, apakah bisa diterima tambahan untuk ditempaf-tempat umum.

Pemerintah. ·

ABDILLAH TOHA, SE/F·PAN: Ada juga tambahan wajib itu Bapak.

KETUA RAPAT: ltu sudah diatas-atasnya wajib itu sudah kongkordan itu. Barangkali dari Pemerintah ini ada usulan dari PAN untuk ditempat-tempat umum. Mohon penjelasan PAN sebelum Pemerintah menjawab.

ABOILLAH TOHA, SE/F·PAN: Penjelasannya sederhana saja, artinya ditempat yang mudah di akses oleh masyarakat,

jangan di sembunyikan dibawah meja atau dimana.

KETUA RAPAT: Kami kira sudah legas itu penjelasan. Pemerintah.

PEMERINTAH: Pengumuman di tempat tidak umum. Jadi pengumuman hasil suara itu ditempat-tempat tidka umum.

KETUA RAPAT: lni untuk mempertegas, jadi sebagai penjelasan, PPK ini didalam mengumumkan di

tempat-tempat umum.

AGUN GUNANOJAR SUOARSAIF·PG: Pimpinan sedikit, Pemilu ini tidak hanya di Jakarta, jadi maksudnya di Daerah-daerah terpencil itu lain-lain,

bisa kita masukkan maksudnya itu, supaya bisa dilihat oleh masyarakat, jadi ditempat umum saja itu.

ORA. HJ. LENA MARY ANA MUKTI/F-PPP: PPP setuju Bapak Mul. Rumusannya mungkin ditempat-tempat umum, tetapi prinsip bisa disepakati dan bisa ke

timus Bapak Mul.

umum.

KETUA RAPAT: Kami kira ini Bapak Abdillah bisa menerima, tidak ditempat-tempat umum, tetapi ditempat

Pemerintah sementara ditimuskan saja? Setuju.

PEMERINTAH: Setuju.

KETUA RAPAT: Oke terima kasih.

(RAPAT:SETUJU)

DIM No. 952, kita lanjut DIM No. 952 Ayat (5) PPK menyerahkan berita acara rekapitulasi suara dan sertifikat rekapitulasi hasil perhitungan suara Anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota. Kepada saksi peserta pemilu, panwaslu kecamatan dan KPU Kabupaten/Kota. lni ada tam bah an yang menyolok· ada dari BPD, BPD bel urn ada ini, disini BPD menambahkan frasa wajib, sesudah frasa PPK, dan ditambahkan frasa atau peserta Pemilu yang tidak menghadirkan saksi.

ORA. HJ. LENA MARY ANA MUKTI/F·PPP: Tidak ada BPD-nya di drop Bapak.

KETUA RAPAT: Kalau anunya bagus lbu. Kalau masukkan bagus, ini ada Bapak kita, bisa dilanjutkan ya. Saya minta untuk apa yang dimaksudkan, apa yang ditambahkan oleh BPD ini, disini

intinya saksi peserta pemilu, karena ada juga peserta pemilu yang tidak mengirim saksi, maka ditambahkan dan ditambah atau peserta pemilu yang tidak menghadirkan saksi, walaupun tidak ada saksinya PPK harus menyerahkan berita acara tersebut kepada Parpol peserta pemilu yang tidak mengirim saksi.

Kamimohontanggapannya

Bapak dan lbu sekalian. Silahkan PAN.

ABDILLAH TOHA, SE/F-PAN: Kalau kata saksi hilang, selesai. Artinya menyerahkannya kepada peserta pemilu.

KETUA RAPAT: Silahkan Bapak.

AGUN GUNANDJAR SUDARSAIF·PG: lni sebenarnya persoalan teknis ini, jadi menu rut hemat saya, teknis itu berkenaan dengan

kehadiran, itu menghitung walaupun tidak ada bagi membagi itu tidak ada, itukan bersentuhan akses informasi, sehingga kalau menu rut saya berita acara pada saat itu selesai, pad a jam itu, itu pengertian wajib disini menyerahkan berita acara itu kepada peserta pemilu. Termasuk kepada para saksi itu Bapak.

Kalau menu rut hemat kami berita acara rekapitulasi suara ini, diserahkan kepada yang hadir saja, karen a kalau sampai pad a yang tidak hadir, ini soal teknis, saya lebih kepada soal teknis, lalu menyerahkannya itu kalau rumusan ini menjadi masalah. Apakah satu hari atau dua hari atau seperti apa kalau itu tidak saksi dari salah satu peserta pemilu yang tidak hadir di PPK itu. Sehingga saya lebih melihat ini masalah teknis, diserahkan kepada yang hadir, karena kalau tidak hadir, itu nyerahkannya bagaimana, apakah dikirim kurir biaya lagi. Waktunya apa setelah perhitungan suara nunggu sehari atau bagaimana, ini hanya masalah teknis saja.

Terima kasih. Saran saya rumusan yang Ayat (5) ini, sudah cukup, jadi usulan BPD ini menurut hemat

kami akan menyulitkan secara teknis, karena itu sudah teknis betul dilapangan. Terima kasih.

KETUA RAPAT: PPP silahkan.

ORA. HJ. LENA MARY ANA MUKTI/F·PPP: lni ada masalah teknis, kalau kalimat BPD ini yang kita terima, dan kalau untuk mengatasi

problem teknis itu memang dari Bapak Abdillah T oha itu tadi lebih lost bahwa menyerahkan be rita acara rekapitulasi itu pada peserta Pemilu, jadi tidak perlu lagi saksi, bahwa nanti peserta Pemilu itu hadir ditempat itu sebagai saksi diserahkan atau tidak itu urusan yang lain dan kedudukan sama dengan Panwaslu Kecamatan atau sebutan lain dan KPU Kabupaten/Kota. KPU Kabupaten/Kota ini saya ingin tanya terlebih dahulu, apakah mereka itu hadir di tempat, ketika rekapitulasi, kalau tidak, maka dikirim ke yang bersangkutan, kepada KPU.

Oleh karena itu usulan Bapak Abdillah untuk menyelesaikan masalah seperti ini tidak perlu saksi, tetapi kepada peserta pemilu saja Bapak Mul.

KETUA RAP AT: Silahkan.

AGUN GUNANDJAR SUDARSAIF·PG: Justru kalau ini yang diusulkan lbu PPP, itu justru akan timbul masalah lbu Lena, ternan

saya di KNPI, itu kalau menyebut, kita sudah menegaskan, yang namanya saksi itu sudah menunjuk orang, karena ada, setelah kita sepakati sebelumnya, saksi itu ditunjuk oleh partai

politik, siapa yang akan menjadi saksi TPS ini, di nomor sekian, ini sekian dan hanya dialah yang mempunyai hak untuk menandatangani berita acara. Justru itu yang wajib, tetapi kalau dilepaskan lagi ke peserta pemilu nanti rebutan minta tanda tangan, jadi sebenarnya siapa yang menjadi saksi, itu masalah teknis.

Justru menurut hemat saya tetap sertifikat itu diserahkan kepada yang hadir, saksi hadir harus dikasih, kalaupun toh diluar saksi itu ada peserta pemilu yang lain, diberi boleh-boleh saja, tetapi yang wajib itu, yang harus itu saksi dulu yang harus diprioritaskan.

KETUA RAPAT: Silahkan lanjut.

ORA. HJ. LENA MARY ANA MUKTI/F·PPP: Kakanda, kalimat menandatangani itu kalau tidak ada tadi maksudnya apa itu.

AGUN GUNANDJAR SUDARSAIF·PG: Saksi itu berkewajiban menandatangani berita acara, justru itu, karena masalahnya itu

menyerahkan berita acara itu, kalau kepada siapa, itu lebih prioritas, itu saksi menu rut saya, tetapi kalau kepada peserta Pemilu, tanpa menggunakan kata saksi itu menjadi masalah, kalau mau dua­dua silahkan, kalau menurut hemat saya, justru saksi itu yang menandatangani.

KETUA RAPAT: Kami kira sudah cukup jelas dan lalu lintasnya cukup panjang, kalau kurang dilanjutkan

secara adat saja. Mungkin yang lain, PDIP.

PATANIARI SIAHAAN/F·PDIP: Ya, saksi itu, karena saksi itu diberi kewenangan oleh Partai untuk menyaksikan, sebab

kalau nanti tidak saksi, nanti musti ada biaya pengiriman dokumen kepada Partainya, kalau tidak ada susah lagi.

KETUA RAPAT: lni tadi yang dimasalahkan kalau saksi itu ada partai yang, atau ada peserta pemilu yang

tidak mengirim saksi, dia perlu mendapatkan ini tadi.

ABDILLAH TOHA, SE/F·PAN: Saya kira usulan BPD ini, harus kita hargai dalam arti begini, pertimbangannya tidak

semua partai itu bisa menyebarkan saksi kemana-mana, jadi sampai ke pelosok-pelosok, jadi barangkali kalau mau jalan keluarnya seperti ini Bapak, PPK wajib menyerahkan dan/atau menyediakan berita acara rekapitulasi.

KETUA RAPAT: Silahkan.

WAKIL KETUA (DR. Y. H. LAOLY, SH, MS/F·PDIP): Saya kira didalam Undang-undang No. 22 sudah menjadi kewajiban dari PPK,

menyerahkan, membuat berita acara, jadi kalau diluar saksi yang hadir, barangkali nanti dia datang, jadi tidak perlu PPK-nya yang harus ngirim, jadi saya kira persoalannya disana, dia wajib menyerahkan, membuat berita acara itu, sejumlah peserta pemilu adalah hukumnya demikian, tetapi yang harus diserahkan itu adalah kepada peserta pemilu yang hadir, yang tidak hadir boleh nanti meminta, itu barangkali apa, belum diberikan lagi oleh PPK, itu barangkali merepotkan sendiri.

KETUA RAPAT: Silahkan Mas.

AGUS PURNOMO, SIP/F-PKS: Kalau misalnya ditambah Pasal baru bagaimaan Ketua? Jadi Partai-partai yang tidak dapat mendatangkan saksi dst, nanti bisa masukkan Bapak

Laoly, jadi mungkin Pasal 6 ditambah pada partai-partai atau terhadap partai-partai yang tidak mampu mendatangkan saksi, maka tinggal yang aktif siapa, apakah PPK-nya atau partainya, peserta semestinya, tinggal diatur saja itu, usulan kita begitu.

KETUA RAPAT: Apakah itu sang at substantif atau bisa dimasukkan di penjelasan saja.

AGUS PURNOMO, SIP/F-PKS: Kalau di penjelasan itu sudah ada, jadi baik diminta atau tidak, itu wajib menyerahkan,

didalam penjelasan, ini versi Pemerintah, wajib menyerahkan, kalau bukan menyediakan, ini menyerahkan.

KETUA RAPAT: Kalau begitu ini sudah selesai dong.

AGUS PURNOMO, SIP/F-PKS: Mohon maaf ini di huruf I penjelasan, pasalnya berapa saya lupa ini, PPK wajib

menyerahkan kepada saksi.

KETUA RAPAT: Oke coba Pemerintah silahkan.

ABDILLAH TOHA, SElF-PAN: Maaf Pemerintah, Karena kuncinya disitu Bapak Mul, kata kuncinya disitu, kalau wajibnya kepada saksi itu

yang dipertanyakan.

KETUA RAPAT: Kami kira sudah jelas tambahan dari Bapak Abdillah. Silahkan Pemerintah menanggapinya ini.

PEMERINTAH: Tanggapan Pemerintah itu sederhana, saksi yang hadir, kalau ini dilajutkan Bapak Laoly

tadi atau Guspur tadi, maka yang tidak tercatat sebagai saksi pada hari Pencoblosan itu seolah­olah bisa ngambil politik hukum kita.

ABDILLAH TOHA, SE/F·PAN: Tambahan Ketua, Sebenarnya kita berprasangka baik pada seluruh Partai-partai dengan perhitungan itu di

PPK, ini cover race lebih mudah dibandingkan pada saat dulu itu di PPS begitu. Mungkin ini bagaimana kita yang kuat itu mengakomodir yang lemah, tetapi yang lemah tidak merepotkan yang kuat.

KETUA RAPAT: Sedikit kami sampaikan di Undang-undang No. 22, Pasal44e, PPK mengumpulkan, PPK

bertugas, berwenang dan berkewajiban mengumpulkan hasil perhitungan suara dari seluruh TPS diwilayah kerjanya. F. melakukan rekapitulasi hasil perhitungan suara sebagaimana dimaksud, huruf E, dalam Rapat yang dihadiri oleh saksi peserta pemilu. Jadi saksi ini. Terus H-nya menyerahkan hasil rekapitulasi suara sebagaimana dimaksud pada huruf F, kepada seluruh peserta pemilu dan membuat berita acara perhitungan suara serta membuat sertifikat perhitungan suara dan wajib menyerahkan pada saksi peserta pemilu, Panwaslu Kecamatan dan KPU Kabupaten/Kota.

Jadi, disini sudah jelas, sebenarnya tidak ada kewajiban PPK itu menyediakan dokumen bagi mereka yang tidak mengirim saksi, ini kalau begitu sudah cukup ini, cukup ya? Undang­undang No. 22.

{RAPAT:SETUJU)

Terima kasih.

Kita lanjutkan ke berikutnya, Pasal184, saya ulangi Pasal184 DIM No. 954, disini Ayat (1) saksi dan Panwaslu Kecamatan atau sebutan lain, dapat menyampaikan laporan dugaan adanya pelanggaran, penyimpangan dan/atau kesalahan dalam pelaksanaan rekapitulasi suara, DPR, DPD, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota dan PPK. lni yang menyampaikan kalau PPP, ini sudah usulan yang sudah diatas-atas tadi kongkordan.

Kemudian PAN, ini perubahan redaksional yang satu dipecah menjadi dua Ayat. Kami persilahkan untuk PAN menyampaikan.

ABDILLAH TOHA, SE/F-PAN: ltu di bagian pertamanya kita menghilangkan kata-kata dapat, kalau ada laporan dugaan

pelanggaran, itu harusnya disampaikan, bukan dapat menyampaikan, dapat itu artinya bisa disampaikan bisa tidak, jadi kita menghilangkan kata-kata dapat itu, sangsi menyampaikan laporan dugaan adanya pelanggaran, kalau jelas ada dugaan pelanggaran, masak masih ada opsi lagi menyampaikan atau tidak. ltu saja.

Lalu yang dibawah itu, karena itu Panwaslu, maka kita perlu tambahkan kata wajib, kalau Panwaslu, wajib menyampaikan laporan atas dugaan pelanggaran.

KETUA RAPAT: Terima kasih. Jadi ini dipecah jadi dua, satu di tinjau dari saksi dan satu lagi dari Panwaslunya, maka

ada perubahan penghapusan kata dapat dan menambahkan kata wajib. Silahkan Pemerintah.

PEMERINTAH: Kami ingin mendengarkan fraksi lain, prinsipnya khusus mengenai dapat atau dihilangkan

tadi bisa dipahami, tetapi ingin mendengarkan dari Fraksi-fraksi.

KETUA RAPAT: Baik, Silahkan pandangan fraksi kalau ada. Lang sung ke timus. Bagaimana kalau langsung ke timus. Silahkan PKS.

DRS. ALMUZZAMMIL YUSUF/F-PKS: Didalam rumusan yang diajukan Pemerintah ini, itu adalah termasuk kesalahan dalam

pelaksanaan rekapitulasi, artinya bisa kesalahan itu dalam konteks hitung-hitungan, dia belum tentu menyaksikan, tetapi begitu Partai-partai peserta pemilu itu mendapatkan dokumen yang tadi dikatakan belum tentu diberikan kepada dia, dihitung-hitung ada salah jumlah, kalau dia bukan saksi, dia tidak boleh itu, padahal itu mung kin terjadi, partai tertentu yang tidak mempunyai saksi di tempat itu, dihitung-hitung merugikan dia ini jumlahnya, oleh karena itu Pimpinan yang diketok tadi menurut saya tetap, dalam keadaan aktif, partai yang tidak menghadirkan saksi itu dia yang aktif mengambil, tidak menyibukkan PPK, karena perhitungan, boleh jadi merugikan mereka dan kalau kita hanya membataskan kepada saksi saja yang bisa menyampaikan complaint, artinya partai yang tidak mengirimkan saksi tidak bisa mengkomplain, padahal bisa terjadi, partai yang tidak ada saksi, ternyata dia dirugikan.

Oleh karena itu yang bisa mengkomplain itu bukan hanya saksi, peserta pemilu yang tidak menghadirkan saksi juga, tetapi dirugikan, complaint. lni menurut saya yang bisa complaint itu

tidak hanya saksi, tetapi juga peserta pemilu yang lainnya. Oleh karena itu mereka itupun, ketika diketok tadi harus mendapatkan rekapitulasi suara itu.

Terima kasih Pimpinan.

KETUA RAPAT: Silahkan lbu.

DR. MARIANI AKIB BARAMULI, MM/F-PG: Terima kasih Bapak. Assalamu'alaikum Warahmatullhi Wabarakatuh. Jadi tadi, kita mendengar tadi yang diketok itu bahwa Pemerintah itu pada DIM-nya

mengatakan bahwa ini akan diberikan saksi, saksi berarti yang hadir di tempat itu, tidak diberikan kepada saksi atau peserta pemilu yang tidak mempunyai saksi, saya kira itu pointnya disini.

Kalau misalnya, sangat menghargai pendapat PKS. Kalau misalnya ini tidak bisa diberikan kepada, secara aktif partai pergi mencari, itu mungkin ada kesulitannya Bapak Agus pada belakangnya, jadi kita tidak berprinsip saksi saja yang bisa diberikan, saksi yang pada saat itu ada ditempat, saya kira ini sangat membantu ketegasan kita dalam suatu Undang-undang, kalau tidak Undang-undang menjadi multi interpretasi, sehingga semua orang bisa mengambil, bikin saksi dulu karena belum ada, sedangkan dalam saksi itu sudah ada penjelasan, apa tugas-tugas saksi sebenarnya, sehingga pada waktu complaint saksi yang tidak ada disitu tidak bisa complaint.

Saya kira ini prinsipnya, sehingga kami dari F-PG menghendaki dengan sangat menghargai pendapat dari PKS, masih menganggap bahwa untuk ketegasannya diberikan kepada saksi yang hadir pada saat itu.

Terima kasih.

KETUA RAPAT: Terima kasih dari Golkar, Dari PDIP, dari meja Pimpinan Bapak Laoly.

WAKIL KETUA (DR. Y. H. LAOL Y, SH, MS/F-PDIP): Terima kasih Bapak Ketua, Saya juga sependapat dengan apa yang disampaikan lbu Mariani, persoalannya begini,

secara yuridis saksi itu orang yang melihat, orang yang mengetahui, yang menandatangani berita acara, dia yang berhak complaint, kalau kita berikan kesempatan kepada orang lain, semua nanti yang tidak hadir itu akan membuat complaint padahal tidak ada groundnya, saya pikir harus ada batas, nanti bisa menimbulkan kekacauan juga kalau saksi-saksi yang tidak hadir, yang tidak melihat, dan secara hukum, nilai saksi yang seperti ini tidak bisa dihargai, tetapi kalau dia hadir disitu, dia lihat perhitungan, dia lihat ada manipulasi, dia lihat ada, dia berhak mengajukan complaint. Bahwa dia berhak mendapat berita acara, ya itu pandangan kami begitu, karena didalam Undang-undang No. 22 dikatakan bahwa harus diberikan berita acara, dia boleh mengambil berita acara, partai itu harus dengan surat kuasa Partai Politiknya, dia bisa meminta berita acara kepada PPK untuk cross cek nantinya, tetapi kalau untuk complaint adalah saksi-saksi yang ada disitu, karena dia yang melihat, saya kira prinsipnya disana.

Terima kasih.

KETUA RAPAT: Silahkan PPP.

ORA. HJ. LENA MARY ANA MUKTI/F-PPP: Bapak Mul, lni sepakat dengan F-PAN untuk memisahkan antara saksi dan Panwaslu Kecamatan,

karena di Undang-undang No. 22 tahun 2007 itu secara jelas Pasal 81 ada kewajiban-kewajiban dari Panwaslu, diantaranya adalah menyampaikan laporan atas adanya dugaan pelanggaran dan penyimpangan dst, jadi Panwaslu itu wajib melihat karena di Undang-undang No. 22 dikatakan seperti itu.

Mengenai saksi, saksi ini dapat menyampaikan laporan, jadi saksi, jadi bukan partai politik, bukan juga peserta pemilu, karena disini ini ada kalimat dalam pelaksanaan rekapitulasi, jadi kalau

dalam pelaksanaan rekapitulasi itu harusnya dia hadir disitu secara fisik, kecuali kalau tidak ada kata-kata pelaksanaan rekapitulasi ini, misalnya saksi melakukan adanya dugaan penyimpangan terhadap rekapitulasi, tetapi kalau dalam pelaksanaan rekapitulasi itu ada pengertian fisicly dia hadir di tempat itu. Jadi pilihannya adalah untuk PPP, fraksi dapat menyampaikan laporan dan saya kira dimanapun, ketika saksi peserta pemilu itu dirugikan, pasti dengan serta merta melakukan, akan menyampaikan laporan. Jadi sebagian besanya kami setuju dengan PAN, tetapi untuk saksi tidak diwajibkan untuk menyampaikan laporan, kecuali yang Panwaslu.

Terima kasih.

KETUA RAPAT: Terima kasih ada tanggapan lain lagi, Dari Demokrat, sudah siap untuk menanggapi. Silahkan.

BENNY K. HARMAN, SH/F-PD: Terima kasih Pimpinan, Ada dua soal sebenarnya disini, Pertama, yang berkaitan dengan formulasi tahapan dan budget itu. Kedua, adalah satu hal yang menurut kami sangat esensial, yaitu yang berkaitan dengan

partai-partai yang tidak mempunyai saksi di tempat itu dan itu yang menjadi soalnya dan saya dari tadi memang sudah pernah mempersoalkan ini, bagaimana partai-partai yang tidak mempunyai saksi, lalu ketika terjadi dugaan-dugaan adanya penyimpangan maka siapa yang harus menyampaikan laporan, begitu tadi, soal yang ini, kami tadi berpandangan bahwa harus ada dulu politik hukum yang mewajibkan adanya saksi bagi setiap partai politik di TPS yang bersangkutan. ltu dulu kita sepakati, lalu setelah itu nanti, baru kita ngomong kewajiban saksi untuk menyampaikan laporan apabila ada dugaan penyimpangan atau pelanggaran, seperti yang disampaikan yang terhormat ternan dari PAN tadi. ltu esensinya menurut kami, dan sekali lagi kami berpandangan itu yang paling penting, kalau tidak ada saksi lalu ini siapa yang harus menyampaikan laporan atau menyampaikan keberatan. Padahal tujuannya saksi ini, seperti tadi yang disampaikan Pimpinan, adalah untuk memberikan keterangan apa yang dia lihat, apa yang dia dengar dsb. Tetapi bagaimana kalau yang bersangkutan tidak ada di tempat, atau bukan tidak ada di tempat, partai politiknya tidak menyiapkan saksi, karena satu dan lain alasan, ini kita mohon tanggapan juga sebetulnya, dari tadi juga saya minta, kalau bisa Pemerintah menjelaskan itu dalam situasi jelek semacam itu, bagaimana kita mengatasinya. Partai-partai politik tidak mempunyai saksi, tadi saya mengusulkan penyelenggara wajib menyiapkan saksi.

ltu Pimpinan, Terima kasih.

KETUA RAPAT: Apa yang disampaikan Demokrat, kami kira perlu disiapkan tanggapannya dari

Pemerintah. Silahkan PKB.

DRS. H. All MASYKUR MUSA, M.SI/F·KB: Terima kasih Pimpinan, pertanyaan pertama, siapa yang boleh melakukan atau membuat complaint, tentu ini

menyangkut otoritas dan mengetahui sesuatu yang pasti, karena itu F-KB mengusulkan memang yang bisa melakukan pelaporan dan complaint itu ya saksi yang hadir, bagaimana mungkin seorang yang tidak hadir, kemudian melakukan pelaporan, ini mencari data second opinien, ini tidak pas.

Kedua, ini juga efeknya positif untuk partai itu, kalau memang serius harus menyiapkan saksi, konsekuensinya seperti itu.

Ketiga, saksi masing-masing partai agar berpikir agar tidak hanya melihat partainya saja yang dirugikan tetapi bagi partai-partai yang tidak ada saksinya, itu juga harus diawasi oleh saksi partai kita, karena sering kali ada teknis untuk memindahkan suara itu, tidak dari saksi yang ada, yang hadir, tetapi diambil dari saksi-saksi yang partainya tidak ada baru dipindahkan, karena tidak ada complaing. lni efek positinya dua, satu partainya harus mempersiapkan saksi yang benar,

yang dilihat bukan hanya apakah partainya yang dirugikan, tetapi juga partai lain yang tidak ada saksinya, kernudian di pindahkan.

Keempat, siapa yang paling bertanggungjawab rnensukseskan Pernilu, apakah itu penyelenggara apakah partai, tentu kedua-duanya, jadi pertanyaan Bapak Benny tadi. Dalarn konteks ini rnenurut pandangan karni harus ada peluang jika ada partai yang tidak ada saksi, harus dibuka peluang, pihak netral atau pihak ketiga, dirnungkinkan untuk rnenjadi voilentir, rnenjadi saksi. Jadi rnisalkan KPPS rnenawarkan Y dan Z tidak ada saksi, siapa yang rnau rnenjadi saksi dari partai yang tidak ada saksi itu, itu sangat rnenurut saya boleh, perlu dipikirkan seperti itu, tetapi andaikan tidak ada, tidak usah dipaksakan itu tidak rnernpengaruhi jalannya Pernilu, tetapi perlu ada, dibuka peluang seperti itu.

ltu pendapat F-KB, Terirna kasih.

KETUA RAPAT: Terirna kasih, Silahkan PDIP.

PATANIARI SIAHAAN/F·PDIP: Karni rnengenai saksi, biasakan saksi didaftarkan resrni dalarn rnandat partai, dan justru

kalau yang tidak diberikan rnandat berbahaya, pengalarnan karni dulu, hasilnya dibawa kabur, reputasi orang terganggu, justru repot itu, ini pengalarnan yang lalu seperti itu dan itu kejadian.

Terirna kasih.

KETUA RAPAT: Baik, Kita rninta penjelasan dari Pernerintah dulu.

PEMERINTAH: Mengenai saksi ini, dalarn Pasal 155, atau Pasal 154, Pasal 155 Ayat (3) yang sudah

diketok bahwa partai dalarn perhitungan suara itu rnenyiapkan saksi. Dalarn pernunggutan suara, partai itu rnenyiapkan saksi, dengan dernikian pada saat perhitungan itu jelas harus ada saksi dari partai politik yang bersangkutan, dan apabila ada sesuatu dugaan-dugaan penyirnpangan saksi yang bersangkutan itu yang hadir itu rnenyarnpaikan laporan atas dugaan adanya penyirnpangan.

Kernudian rnengenai bila tidak ada saksi bagairnana, itu tidak bisa siapa saja, karena tadi Pasal 155 Ayat (7) bahwa saksi yang dapat rnenjadi saksi tersebut, harus rnendapatkan rnandat dari partai politik yang bersangkutan.

KETUA RAPAT: Karni kira penjelasan dari Pernerintah sudah cukup. Masih ada tanggapan lagi barangkali, atau sudah cukup, bisa karni bawa ke tirnus, karena

substansinya sudah sarna-sarna sepaharn, tinggal kita rurnuskan saja ditirnus dan rnasalahnya usulan Dernokrat tadi, agaknya ada penjelasan-penjelasan yang disarnpaikan karni kira sudah dapat diterirna begitu, apa Dernokrat rnasih rnau rnencoba lagi penjelasan berikut.

Silahkan.

DR. BENNY K. HARMAN, SH/F-PD: Karni setuju untuk diserahkan ke tirnus, tetapi dengan catatan, pokok sifatnya, apa yang

karni sarnpaikan tadi itu bukan diperhatikan, tetapi dirnasukkan ke tirnus itu, karena ketika karni ngornong soal saksi rnaka terkait itu dengan complaint-complaint te~adinya penyirnpangan, persoalan pokoknya itu adalah bagairnana dengan partai politik peserta pernilu yang tidak rnernpunyai saksi, akibat ketidakrnarnpuannya untuk rnernenuhi ketentuan Undang-undang. Dalarn situasi sernacarn itu, kalau ini tidak di akornodir dalarn ketentuan rnengenai saksi, karni rninta supaya dirnungkinkan adanya pihak ketiga yang harus diregistrasi sehingga apa yang disarnpaikan ternan-ternan tadi bisa dicegah, rnisalnya ada saksi-saksi yang tidak bertanggungjawab.

Jadi, karni tetap rnenghendaki ini rnasuk ke tirnus dengan catatan, Pasal point tentang itu dirnasukkan dalarn rurnusan itu.

Sekian Pirnpinan, Terirna kasih.

KETUA RAPAT: Terima kasih Pimpinan, lni memang agak, masih agak sulit, karena substansinya masih agak beda, kalau

ditimuskan repot nanti, nanti akan ada Panja kedua nanti. Kami minta pendapatnya, apa yang disarankan Demokrat ini, kira-kira fraksi-fraksi kira-kira

bisa diakomodir dalam rumusan kita di timus nanti atau tidak, karena ini masalah yang sangat substansial, bahwa Demokrat mengusulkan untuk Partai-partai yang tidak memiliki saksi itu bisa disediakan oleh PPK untuk proses penghitungan ini, padahal kalau menurut Undang-undang sebelumnya, Pasal-pasal sebelumnya maksud saya, memang belum dirumuskan, saksi memang harus ada mandat dari Partai politiknya peserta pemilu, ini justru nanti tidak merugikan atau tidak ini.

Silahkan ini, silahkan kalau mau menanggapi Bapak Prof.

PROF. DR. M. RYAAS RASYID, MAIF·BPD: Saya hanya ingin mengingatkan, bahwa pada saat membahas dulu RUU tentang KPU, itu

ada ide yang berkembang, tetapi tidak diakomodasi pada waktu itu, karena kita bilang bahwa itu akan dibahas pada RUU Pemilu, yaitu ide mengenai kemungkinan adanya saksi yang dibiayai oleh Negara, satu orang disetiap TPS untuk mewakili semua partai yang tidak mempunyai saksi, tidak hanya satu, untuk semua partai yang tidak mempunyai saksi, ini diambil perumpamaan pada waktu itu, sama dengan kasus di Pengadilan, dimana terdakwa tidak mempunyai biaya untuk membayar Pengacara, dia menggunakan Pengacara Negara, ini berkembang dulu waktu kita bahas, tidak tau Bapak Mul masih ingat atau tidak, waktu kita membahas Undang-undang tentang penyelenggara Pemilu itu.

Apakah itu tidak bisa kita jadikan satu alternatif, karena saya sangat yakin, tidak semua partai dapat membayar saksi, banyak sekali TPS, dan tidak ada saksi yang gratis lagi, dulu saya menduga bahwa saksi PKS tidak dibayar, saya dengar-dengar juga itu tidak gratis juga, tidak tau kalau PKB, tidak dibayar pada waktu itu. ltu persoalan kemampuan Partai memfasilitasi saksi itu, apakah ini membebani Negara atau tidak, itu perlu simulasi saya rasa, jalan juga membebani Negara terlalu berat, tetapi kalau satu saksi untuk semua partai yang tidak ada saksinya, saya kira itu bisa dipertimbangkan.

Terima kasih.

KETUA RAPAT: Kalau masalah yang disampaikan Bapak Prof ini agaknya didalam rumusan-rumusan yang

sudah dibuat ini, belum ada, barangkali kalau itu, kita bawa saja, kalau mungkin dibawa ke lobby, karena itu konsekuensinya sangat berat itu untuk diwancanakan.

Silahkan dari PPP, Oh MasAgun, Silahkan Mas Agun.

AGUN GUNANDJAR SUDARSAIF·PG: lni memang bagian Pemerintah, kita juga headingnya ini rekapitulasi suara di PPK, jadi

rumusannya itu rumusan yang sangat teknis menurut saya, jadi menghitung, menandatangani, menyerahkan, itu yang sangat teknis, oleh karena itu bagaimana dengan kesalahan yang terjadi dalam pelaksanaan rekapitulasi suara, siapa yang bisa menyampaikan laporan, menurut saya yang pertama saksi, kedua, Panwas, itu Undang-undang No. 22 sudah mengatur itu, jelas di dalam Undang-undang No. 22.

Sehingga menurut kami rumusan yang ada ini sudah cukup teknis, adapun gagasan­gagasannya, pemikiran yang tadi disampaikan oleh Bapak Benny, Bapak Prof. Menurut hemat kami, kalau kita balik lagi kebelakang terhadap apa yang sudah kita putuskan, sesungguhnya prinsip LUBER, JURDIL itu, itu yang mau dikejar terlebih dahulu, bagaimana penyelenggaraan Pemilu ini, LUBER dan JURDIL dan bisa dirasakan oleh seluruh peserta Pemilu, itu saja yang penting. Sehingga secara teknis kalau menurut hemat kami, jangan kita te~ebak pada satu situasi yang saya mengkritik tadi, omongan Bapak Agus Purnomo, maksudnya apa itu yang kuat dan yang tidak kuat. Karena pada posisinya Pemilu, itu dimata rakyat tidak ada yang kuat dan tidak kuat itu, itu hak rakyatlah yang punya hak untuk menentukan segalanya, belum tentu partai kami menjadi pemenang Pemilu, melihat kondisi seperti ini, bisa saja kalah Bapak.

Jadi, Bapak Agus, Bapak Benny, Prof. Ryaas, rakyat ini sudah semakin paham, tetapi saya setuju dengan yang dibahas oleh PAN, selalu itu, mewaspadai itu, bagaimana agar seluruh proses itu LUBER, JURDIL itu bisa dicover oleh kita, sehingga tadi ada pemikiran oke saksi, tetapi prinsipnya, dia harus terbuka, siapapun orang, mau peserta pemilu, warga masyarakat, pemantau, bisa mengikuti, bisa menghadiri, soal teknis bisa kita atur, ruangnya tidak cukup, mau tidak mau ya yang wajib dulu, yang tidak wajib ya mohon maaf, tempatnya tidak cukup, mohon maaf, itu problem teknis, bisa kita tata, sehingga menurut hemat kami, saya yakin kalau masalah teknis seperti ini Bapak, tidak mungkin prinsip LUBER, JURDIL yang sudah kita ketok itu, yang kita kontrol sama­sama itu, tidak mungkin kalau ada partai lain yang dianiaya, lalu partai yang tidak teraniaya diam saja, saya yakin tidak akan bisa lagi, karena itu berkolerasi, antara partai peserta pemilu itu satu kepentingan bersama untuk kepentingan yang sama untuk terwujudnya penyelenggaraan dengan azas LUBER JURDIL tadi itu.

Saya yakin, jadi artinya, bahkan mungkin kalau perlu Golkar, mungkin mewakili yang tidak hadir, kalau memang ini dianiaya, kami yakin semua partai kalau melihat sesuatu yang tidak benar , itu dampaknya ke masing-masing, jadi saya melihat ini masalah teknis, yang sangat sulit untuk bisa diubah-ubah, tetapi saya setuju prinsip yang disampaikan Prof. Ryaas, itu adalah fakta, itu kenyataan, saya juga tidak mempungkiri ada partai yang memang perangkatnya sudah sampai 100%, tetapi ada juga perangkat partai yang masih 75%. Tetapi prinsip keterbukaan, prinsip LUBER JURDIL ini harus dikawal dibagian depan Bapak Ketua.

Jadi, ketika kita masuk ke timus, kita ada catatan terhadap ini. Mewaspadai itu semua. Terima kasih.

KETUA RAP AT: Kami kira apa tambahan dari Golkar sudah cukup ya, Demokrat masih atau belum. Kami silahkan Demokrat dulu, Karena ini kaitannya dengan nasib kita ini, bukan apa-apa. Silahkan Bapak.

DR. BENNY K. HARMAN, SH/F·PD: T erima kasih Bapak, Kalau yang terhormat Saudara saya tadi Bapak Agun, menganggap ini soal teknis, bagi

kami soal teknis itu penting sekali, seperti halnya Demokrasi, itu semata-mata bukan alat, sebuah prinsip, bukan caralah. Oleh sebab itu, kalau kita sepandangan dengan paham Pemilu yang LUBER semacam itu, maka mau tidak mau memang adanya saksi di setiap TPS itu adalah imperatif, oleh karena itu logikanya, siapapun yang menyaksikan itu, dia bisa menyampaikan itu, jangan dibatasi hanya saksi yang di SK-kan oleh Parpol, saya tidak mempersoalkan, yang didepan saya setuju sekali, kami setuju sekali, tetapi khusus mengenai adanya penyimpangan dalam pelaksanaan rekapitulasi, siapapun dapat menyampaikan laporan tentang pelanggaran itu kepada PPK, sebagaimaan azas yang disampaikan oleh yang terhormat Bapak Loaly tadi yang melihat, saya justru mengikuti Pimpinan, kalau sekarang Pimpinan lain lagi, say a binggung.

lni mohon maaf, saya sangat setuju dengan itu, tetapi kalau terjadi penyimpangan, saksi siapa saja, tidak saja terbatas saksi yang di SK-kan oleh Parpol yang menyampaikan tentang penyimpangan itu, siapapun bisa, itu prinsipnya. ltulah tadi sebabnya, dalam kesepahaman semacam itu saya setuju di timuskan dengan memasukkan point ini, kalau memang itu soalnya memang itu menjadi soal teknis semata, soal rumusan teknis, sangat gampang.

ltu Pimpinan. Terima kasih.

AGUN GUNANDJAR SUDARSAIF·PG: Saya klarifikasi saja, Saya menyambung dengan apa yang disampaikan Bapak Benny, tidak ada beda saya

dengan beliau, prinsipnya juga sama, masalahnya adalah masalah teknis tentang tata cara daripada implementasi daripada aturan ini, aspek legitimasi itu menjadi penting, oleh karena itu saksi tadi kita sudah perbincangkan, yang dimaksud saksi itu adalah memang sudah orang yang akan menandatangani berita acara, lalu terbuka, siapapun boleh, mengorganisasikannya boleh

siapapun boleh itu lewat siapa secara kelembagaan Undang-undang kita, di Undang-undang No. 22 sudah jelas, itu kewenangan Panwaslu, jadi ada Panwaslu yang memang, karena itu dari PG menyampaikan tetap, karena yang menyampaikan laporan pengaduan tidak sebatas saksi yang berasal dari partai politik, tetapi komunitas rakyat sudah dilembagakan dalam Undang-undang No. 22 yang namanya oleh Panwaslu. Jadi menurut hemat saya tidak ada beda Bapak Benny, itu adalah Panwaslu hadir dengan keberadaan yang sekarang Undang-undang No. 22 yang sekarang lebih bagus, itu dalam rangka mengawal Pemilu yang LUBER JURDIL itu.

Begitu Ketua.

KETUA RAPAT: Kami kira sudah cukup jelas, jawaban ataupun segala sesuatu yang disampaikan dengan

baik oleh Demokrat maupun Golkar, kita dengar terakhir dari Bapak Ali Masykur. Silahkan.

DR. H. All MASYKUR MUSA, M.SI/F-KB: Terima kasih, Sebetulnya saya ingin mencari jalan tengah itu, dengan terlebih dahulu mengajukan

sebuah pertanyaan, apakah semua Partai, meskipun tidak ada fraksi, maaf tidak ada saksi, akan mendapatkan rekapitulasi?, menurut pandangan kami ada atau tidak ada saksi, maka semua partai untuk PPK, bahkan di TPS itu harus ada laporan yang harus diserahkan ke Partai. Gunanya untuk apa, apabila memang ada partai yang kesulitan mencari saksi di tingkat TPS sampai ke PPK, tetapi begitu direkap di tingkat Kabupaten, paling tidak ada Pengurus itu untuk mengkroscek terhadap penjumlahan masing-masing suara yang diperoleh sejak dari TPS. Kalau di Undang-undang ini sudah menurut pandangan kami kalau sudah ada kewajiban PPK, melaporkan dan memberikan kepada masing-masing Pimpinan Partai setempat maka ini mungkin ada jalan keluar, tetapi apakah itu cukup menjadi jalan pikiran tengah untuk Bapak Benny, saya tidak tau persis ini. lni yang pertama.

Kedua, tetapi maaf yang kedua tidak usah disini, mungkin nanti di DIM lain yang akan menyebutkan rekapitulasi di Kecamatan harus tetap dipampangkan di PPK itu sampai penentuan, pengesahan hasil nasional. Untuk kalau kroscek itu tetap ada datanya yang terpampang di Desa, tidak seperti yang lalu, data-data PPK itu sudah tidak ada ketika ada kroscek di Mahkamah Konstitusi, karena itu, itu harus di segel, dipampang, siapa yang menghilangkan data itu, maka Pidana. lni akan memudahkan kalau ada proses hukum. Tetapi apakah ini langsung disini atau ketika nanti kewajiban untuk menempel kita lihat dibelakang.

Terima kasih Pimpinan.

KETUA RAPAT: Terima kasih, Terakhir Pemerintah.

PEMERINTAH: Partai politik yang tidak punya saksi, itu dapat mengambil hasil rekapitulasi tersebut.

KETUA RAPAT: Kalau begitu, agaknya masalah wacana yang disampaikan Demokrat tadi, ini masih akan

dijadikan wacana dulu, akan kita coba kalau disetujui kita bawa ke Lobby saja, karena ini menyinggung soal anggaran dan ini selama ini tidak diangkat disini, bahwa didalam kewajiban daripada unsur-unsur KPU itu harus menyediakan saksi apabila saksi yang mewakili partai politik yang tidak bisa mengirimkan saksinya, ini sampai saat ini belum pernah terwadahi disini, jadi kita wacanakan terdahulu, nanti akan termasuk menjadi salah satu bahan yang mau kita tanyakan, atau kita rumuskan didalam lobby berikutnya, nanti sore dan selanjutnya ini.

Sementara ini, kami kira usulan yang disampaikan oleh PAN dengan rumusan, dengan pemisahan dan Panwas, karena mempunyai kategori yang berbeda, yang satu wajib dan yang satu adalah merupakan satu tugas yang dapat dilaksanakan, maka karena kalau wajib ini ada kelanjutan dari sangsi dsb, oleh sebab itu, apa kita sependapat dengan membuat rumusan yang telah dibuat oleh PAN.

Setuju, sementara itu. Terima kasih.

ABDILLAH TOHA, SE/F·PAN: Tambahan Pimpinan, Mohon Pemerintah bisa memberikan Kecamatan terakhir ada berapa sekarang

Kecamatan, tolong diberikan nanti, sebagai pelengkap rumusannya.

KETUA RAPAT: Nanti saja, silahkan dicari lengkap, kalau kurang lebihnya ada 7.000, nanti kurang lebihnya

berapa, kira-kira sekian.

PEMERINTAH: 5959.

KETUA RAPAT: 5959. Baik kita lanjutkan ke 955, mudah-mudahan 955 ini tidak terlalu berat, karena disini

disampaikan PPK menindaklanjuti laporan sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) pada hari rekapitulasi suara Anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten/Kota. Sekali lagi PPK menindaklanjuti laporan sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) pada hari rekapitulasi suara Anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten/Kota. Kalau PPP dan kita lihat tambahan PAN kata wajib itu, sekarang dari PKB yang agak memberikan tanggapan yang cukup panjang.

Kami persilahkan PKB.

WAKIL KETUA (DR. Y. H. LAOL Y, SH, MS/F·PDIP): Mengingatkan Rapat Lobby nanti, di executive club Hotel Sultan Ruang Cempaka, mohon

dicatat. Terima kasih. Makan malam disediakan di Hotel Sultan, bagi yang ingin makan enak diluar, biaya sendiri

ditanggung sendiri.

KETUA RAPAT: Silahkan Bapak.

DRS. H. All MASYKUR MUSA, M.SI/F-KB: Terima kasih Pimpinan, Sebetulnya dari PKB itu mirip dengan PAN, PKB bisa menarik DIM-nya ini, asal ada kata

wajib, sebagaimana yang diusulkan oleh PAN itu. Substansinya sama, ini hanya untuk, andaikan dia tidak mau menindaklanjuti maka keatasnya, tetapi kalau sudah ada kata-kata wajib, berarti wajib diundaklanjuti, mirip dengan PAN dan PKB mengikuti PAN.

Terima kasih.

KETUA RAPAT: Baik, Pemerintah, usulan dari PAN dan. Setuju.

PEMERINTAH: Setuju-setuju.

KETUA RAPAT: Fraksi-fraksi bisa menerima. Oke terima kasih, kita tambahkan kata wajib, berarti PPK wajib menindaklanjuti dan

seterusnya. Oke?

(RAPAT:SETUJU)

Terima kasih.

Berikutnya kita melangkah ke DIM No. 957 Pasal185 Ayat (1). lni berkait masalah intinya adalah kata-kata didalam Peraturan KPU dan ada pihak-pihak dari PAN dan sebagainya, diuraikan dalam hal terlampir dalam Undang-undang, tetapi selanjutnya untuk percepatan kami persilahkan dari PAN dulu, karena PPP sama kongkordan dengan yang diatasnya.

Silahkan PAN.

ABDILLAH TOHA, SElF-PAN: Saya baca kembali sebentar Bapak, ini panjang ini, sebentar nanti saya.

KETUA RAPAT: Baik, Barangkali kalau Pemerintah sudah mendalami, silahkan Pemerintah untuk mendalami

masalah ini.

PEMERINTAH: Kami ingin mendengar dari fraksi-fraksi yang lain.

KETUA RAPAT: Baik, Kita tetap memberikan kesempatan kepada PAN untuk mendalami dulu. lni oleh PAN satu Ayat dikembangkan menjadi tiga Ayat.

ABDILLAH TOHA, SE/F·PAN: Pimpinan, Pada intinya kita ini memberikan satu penjelasan, supaya ada format baku, jangan ada

format yang berbeda-beda, sesuai dengan apa yang didalam Undang-undang dan lampirannya, itu saja ditegaskan, sehingga ada keseragaman, sehingga bentuk rekapitulasi itu modelnya macam­macam, kalau hanya rekapitulasi itu saja, nanti bentuknya macam-macam, karena sudah ditentukan dalam Undang-undang, itu perlu ditegaskan kembali saja, itu saja Bapak Mul.

KETUA RAPAT: lntinya adalah perubahan istilah format yang ditetapkan dalam peraturan KPU, itu

dikembangkan dengan format-format yang sudah diatur dalam Undang-undang ini. Apakah ada tanggapan, silahkan PPP.

ORA. HJ. LENA MARY ANA MUKTI/F-PPP: lni sudah ada lampirannya ini, waktu kita bikin bersama, jadi bag ian yang tidak terpisahkan

dalam Undang-undang ini ya Bapak Abdillah. Sarna penjelasan dengan pemahaman kami Bapak Mul.

KETUA RAPAT: Ada tanggapan, bagaimana soal ini.

DR. BENNY K. HARMAN, SH/F-PD: Kami memahami maksudnya PAN ini, supaya ada keseragaman dan mempunyai

kekuatan hukum jadi dilampirkan dalam Undang-undang ini, jadi tidak diserahkan cek kosong kepada KPU, itu maksudnya PAN. Kalau maksudnya seperti itu bisa kita terima.

KETUA RAPAT: Mungkin dari Golkar lbu.

DR. MARIANI AKIB BARAMULI, MM/F-PG: Kami juga sangat memahami apa yang dimaksud oleh PAN, oleh karena itu kalau

memang dari Pemerintah tidak ada menyiapkan format baku, itu harusnya dimuat yang jelas, saya mendukung PAN, makanya saya mencoba bertanya kepada Pemerintah, kalau ini tidak ada, karena ini perlu ada kejelasan, ini semuanya untuk mencegah hal-hal yang tidak diinginkan.

-- Kami kira itu.

KETUA RAPAT: Pendapat-pendapat masih ada lagi? Pendapat-pendapat sudah cukup jelas Bapak, bahwa keinginan kita tidak ingin

memberikan cek kosong kepada KPU. Silahkan Pemerintah.

PEMERINTAH: Pemerintah bisa memahami, kalau yang disampaikan tadi bahwa diharapkan tidak ada

format-format yang berbeda, namun demikian kami didalam Pasal ini menggunakan format, karena itu membuat format itu adalah hal yang teknis, jadi kami serahkan kepada KPU, tentu saja dengan KPU menetapkan format-format dalam hasil rekapitulasi perhitungan suara ini, itu format yang baku dan kalau didalam Pasal ini, dibuat secara langsung bagaimana perkembangan kalau nanti ada perubahan-perubahan yang akan menyulitkan, karena format ini tidak akan merubah hasil rekapitulasi perhitungan suara.

Saya kira demikian.

KETUA RAPAT: Begitu usulan Pemerintah, Dari PAN silahkan terhadap penjelasan Pemerintah.

ABDILLAH TOHA, SE/F·PAN: Saya kira kalau kita khawatir ada perubahan-perubahan, format itu tidak kita tentukan hari

ini, setelah selesai semua Pasal-pasal kita bahas, baru kita buat formatnya, tidak ada masalah itu, tidak harus hari ini atau besok.

KETUA RAPAT: Silahkan.

H. PATRIALIS AKBAR, SH/F·PAN: Jadi, Karena ini merupakan bagian dari kesepakatan kita, kemudian draft Undang-undang ini

dari Pemerintah, kemudian kita ingin menyempurnakan, Pemerintah punya /ega/ drafter, jadi tolong dipersiapkan saja, mau dikoordinasikan dengan KPU sebelumnya, itu terserah, tetapi yang jelas, hasil itu merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Undang-undang ini.

Begitu Bapak.

KETUA RAPAT: Kalau memang begitu, cukup dengan rumusan Pemerintah yang sementara kita setujui,

dengan catatan Pemerintah memberikan suatu rumusan format itu, bagaimana? Atau langsung disetujui?

Silahkan kalau ada pendapat, jadi kalau memang disetujui Pemerintah kita minta membuat format, entah nanti Pemerintah berkoordinasi dengan KPU dsb, akan kita pakai sebagai pendoman dan dilampirkan didalam Undang-undang ini.

Silahkan Pemerintah, apakah bisa diterima?

PEMERINTAH: Tidak ada masalah untuk Pemerintah untuk membuat rumusan seperti tadi, hanya saja itu

dilampirkan dalam Undang-undang, itu kira-kira lazim atau tidak dilampirkan dalam Undang­undang.

H. PATRIALIS AKBAR, SH/F·PAN: ltu lazim Bapak, APBN itu tidak pernah ada angka-angkanya, yang detail, semuanya lampiran, itu APBN,

besarannya ada, tetapi lampiran detailnya ada sebagai lampiran, jadi itu lazim saja Bapak.

KETUA RAPAT: Ada lagi pendapat, kalau tidak sudah kita rumuskan tadi, bahwa Pemerintah sudah bisa

menerima dari apa yang diusulkan dan nanti akan kita masukkan di timus? Sambi! Pemerintah menyiapkan, oke terima kasih kita bawa ke timus, sambil Pemerintah menyiapkan draft yang akan dipakai sebagai format yang kita inginkan.

(RAPAT:SETUJU)

Kita lanjutkan sekarang ke DIM No. 958, ini kami perhatikan kembali lagi yang paling aktif disini, itu adalah selalu legislatif, kongkordan dan seterusnya PAN yang mencoba menjadikan draft ini semakin dinamis.

Kami persilahkan PAN untuk menjelaskan usulannya.

H. PATRIALIS AKBAR, SH/F·PAN: Jadi ini kongkordan juga dengan yang sudah kita bicarakan dan kita tambahkan dengan

saksi peserta pemilu yang hadir, jadi Golkar tadi yang hadir, kalau PDIP itu yang ada, ya yang hadirlah, tadi sudah kita sepakati.

KETUA RAPAT: Jadi, Kita pertegas ditambahi saksi peserta pemilu yang hadir, untuk singkatnya silahkan

Pemerintah.

PEMERINTAH: Kongkordan saja Bapak setuju.

KETUA RAPAT: lni langsung setuju saja ya? Tidak usah timus, karena nanti tim us numpuk terlalu banyak. Oke ini kita sepakati tambah dan saksi peserta pemilu yang hadir. Terima kasih.

(RAPAT:SETUJU)

Kita melangkah ke DIM No. 959, ini juga kongkordan juga, hanya kepada F-PKS agaknya, ditambah kata atau berhalangan.

Silahkan PKS.

DRS. H. SAIFULLAH MAKSUM/F-KB: Sarna dengan yang diatas Ketua.

KETUA RAPAT: Sudah kita kongkordan saja, Setuju Pemerintah? Oke lanjut.

(RAPAT:SETUJU)

Kita melangkah berikutnya DIM No. 960, ini hanya PKS saja, maunya dihapus. PKS silahkan.

(RAPAT:SETUJU)

Ya, kita berikutnya ke DIM No. 962. ini kami kira juga tidak jauh berbeda ini, PPK menyerahkan kotak suara yang berisi dan selanjutkan kepada KPU Kabupaten/Kota ini hanya tambahan kata wajib dari PAN, kami kira ini sudah kongkordan dengan yang diatas ini.

Setuju? (RAPAT:SETUJU)

Kita lanjutkan ke DIM No. 964. ini PPL melakukan rekapitulasi hasil perhitungan suara berdasarkan berita acara hasil perhitungan suara dan sertifikat hasil perhitungan suara dari seluruh KPPSLN di wilayah kerjanya, serta melakukan perhitungan suara yang diterima melalui POS.

Penambahan dari Demokrat, dalam Rapat yang dapat dihadiri saksi peserta Pemilu. Perlu ada penjelasan untuk kita setuju, usul dari PD, ini penegasan saja, untuk mempertegas, bisa diterima?

Pemerintah.

PEMERINTAH: Kalau ditambah saksi, Berarti siap itu, mengirim saksi, partai maksudnya.

KETUA RAPAT: Bisa diterima?

PEMERINTAH: Bisa-bisa.

KETUA RAPAT: Oleh rekan-rekan fraksi dari Golkar, bisa diterima juga. Terima kasih, Usulan dari PD diterima dari Pasal187 Ayat (1) DIM No. 964, bisa diterima tambahan dari

Demokrat.

(RAPAT:SETUJU)

Kita melanjutkan DIM No. 965, ini juga sama, F-PAN hanya menambahkan kata wajib, ini saya kira sudah oke?

(RAPAT:SETUJU)

Kita lanjutkan lagi ke rekapitulasi suara di Kabupaten/Kota, saya lihat disini DIM No. 969, mohon dibuka DIM No. 969 ini yang agaknya tambahan adalah dari PAN, KPU Kabupaten/Kota melakukan rekapitulasi hasil penghitungan suara Anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) dalam Rapat yang dihadiri oleh saksi peserta pemilu.

Oleh PAN ditambahkan terhadap hasil rekapitulasi pada tingkat PPK dan ditambahkan lagi, disamping saksi peserta pemilu, Panwaslu Kecamatan, Pemantau dan masyarakat, ini kami kira Panwaslu bukan Kecamatan lagi ini, Panwaslu mustinya tingkat Kabupaten.

Apakah kira-kira maksudnya demikian oleh PAN. Silahkan.

H. PATRIALIS AKBAR, SH/F·PAN: ltu di hasilkan didalam Rapat Pleno, jadi resmi KPU itu, kemudian rujukannya juga tingkat

PPK, ini agak lebih dirinci, termasuk juga forumnya itu harus forum Pleno, karena beberapa kali kejadian terus saja, ketika kami dengan Bapak Pataniari jadi PPI, itu KPU itu menandatangani surat itu, ternya_ta tidak berdasarkan hasil Pleno, jadi dua atau tiga orang kumpul dia teken sendiri, ada kebijakan-kebijakan ya Bapak Pataniari, ini pengalaman kita, jadi kita harus tetapkan dalam Rapat Pleno resmi.

KETUA RAPAT: Kami minta tanggapan Pemerintah terhadap tiga Ayat yang disampaikan oleh PAN, kami

kira itu sangat jelas dan terkait dengan fakta lapangan yang sekarang terjadi di Maluku Utara, ini masalah ini.

Silahkan Pemerintah.

PEMERINTAH: Setuju lah.

DRS. H. SAIFULLAH MA'SHUM/F·KB: Sarna juga di Komisi VII ya setuju, sebetulnya begini ini tanpa dicantumkan di Undang­

undang No. 22 tahun 2007 sudah jelas sekali bahwa setiap penetapan rekapitulasi terus suara penetapan hasil itu, wajib melalui mekanisme Plena, Plena ada dua macam, Plena tertutup dan Plena terbuka, tentu ini terbuka sifatnya, ini di Undang-undang No. 22 begitu bunyinya. Oleh karena itu tanpa ini sebenamya sudah dikunci, tetapi ini redanden, kalau di eksplisitkan silahkan.

Terima kasih.

KETUA RAPAT: Kami kira kalau pendapat-pendapat dari rekan-rekan Fraksi lain itu tidak bertentangan dan

lebih penegasan saya kira lebih mempermudah, tidak semua punya Undang-undang itu nanti, tetapi silahkan pendapat Fraksi.

Kami persilahkan Fraksi-fraksi akan menanggapi. PPP.

LUKMAN HAKIM SAIFUDDIN/F-PPP: Prinsipnya ini kita setuju bahwa ini transparansi KPU, hanya persoalannya kalau kemudian

komponen peserta pemilu, termasuk juga Panwaslu, Pemantau Masyarakat, menjadi syarat sahnya kourum rekapitulasi, ini menjadi masalah. Ketika ada pemantau yang tidak hadir, itu menjadi cacat hukum, menjadi persoalan. Kami berpandangan sebenarnya prinsipnya saksi saja, itu sudah cukup sebenarnya, Plena oke setuju itu harus Plena, lalu saksi ini sudah memadai, saya khawatir pemantau dan seterusnya nanti itu menjadi syarat kourum, itu implikasi hukumnya panjang.

ORA. HJ. LENA MARY ANA MUKTI/F-PPP: Bapak Mul tambahan, Sebagaimana sikap F-PPP terdahulu, kalau dihadiri itu memang ada konsekuensi soal

kourumnya, tetapi kalau di saksikan seperti yang tadi kami sampaikan, disaksikan oleh masyarakat itu tidak masalah Bapak Mul. Asalkan ini tidak menjadi syarat kourum, seperti awal tadi pembahasan, kalau tadi memang tidak kita setujui mengapa menyantumkan kata Plena, tetapi untuk KPU khusus ini, kita setuju untuk dicantumkan Rapat Plena dan dihadiri saksi peserta Pemilu dan mungkin disaksikan oleh masyarakat tadi dan prinsipnya adalah terbuka, tadi sudah ada Pasal tadi, makanya kami sudah mempersoalkan tadi F-PPP, kalau dihadiri berarti itu ada konsekuensi dia ikut dalam proses, tetapi kalau menyaksikan dia ikut menyaksikan proses.

Terima kasih.

KETUA RAPAT: Oke, Tadi sudah kita bahas, kami kira dari PAN masih ingat tadi yang dirumuskan Mas Abdillah

terbuka tadi, kami kira kita pakai itu saja ya, kongkordan itu, Pemerintah setuju juga ya?

PEMERINTAH: Setuju.

KETUA RAPAT: Dari Golkar tadi juga sudah kita putuskan tadi, kita setuju kongkordan dengan yang diatas

tadi ya? Silahkan.

ABDILLAH TOHA, SE/F-PAN: Saya kira kita setuju kongkordan, tetapi ini kita sudah berbicara mengenai KPU, ini sangat

penting sekali, kalau tadi dikatakan dihadiri oleh saksi peserta pemilu, serta terbuka untuk umum, kali ini saya kira Panwaslu itu diwajibkan datang, Panwaslu itu penting, kalau masyarakat itu opptional boleh, peserta Pemilu, Panwaslu terbuka untuk masyarakat umum.

KETUA RAPAT: Pemerintah bagaimana, kalau Panwaslu Kabupaten diikutsertakan.

PEMERINTAH: Bisa.

KETUA RAPAT: Silahkan PKS.

DRS. ALMUZZAMMIL YUSUF/F-PKS: Tadi yang kita bahas itu Pasal 183 Ayat (5), saksi peserta pemilu dan Panwaslu

Kecamatan, saya kira kita samakan saja, saya kira tugas Panwaslu itu melihat itu, bagaimana dia tau ada kecurangan, dia tidak hadir, tidak apa, saya kira wajib itu, kalau untuk level saksi, yang kita perdebatkan adalah posisi masyarakat. Kalau saksi dan pemantau juga kita perdebatkan, tetapi kalau saksi dan Panwaslu (rekaman terputus) sudah digaji lagi.

KETUA RAPAT: Pemerintah silahkan, setuju.

PEMERINTAH: Setuju sudah diatas itu.

KETUA RAP AT: Oke jadi kita tambahkan untuk peserta Pemilu dan Panwaslu Kabupaten untuk pemantau

dan masyarakat itu kita rubah sebagai opption jadi kita rubah sebagai terbuka untuk umum dan selanjutnya kebawah itu untuk memberikan penegasan uraian dari yang di atas, apakah Ayat (3), Ayat (4) baru dapat diterima.

Kami serahkan ke timus saja ya.

AGUN GUNANDJAR SUDARSAIF·PG: Ketua, Mungkin ini sah atau tidak sah ini perlu penjelasan dari PAN yang Ayat (3) itu, dari hasil

rekapitulasi hasil di tingkat Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud huruf A, adalah hasil suara sah, jadi tentang masalah gugatan nanti kalau misalnya ada sengketa, yang dimaksud sah ini apa, kita minta penjelasan Ketua. Karena itu ada hubungannya dengan Ayat (4).

Jadi kalau Ayat (4) mengatakan bahwa sebagaimana dimaksud pada huruf P wajib diumumkan secara nasional, digunakan sebagai dasar untuk penetapan Pemilu, maka rekapnya itu adalah harus rekap suara sah, dasarnya itu, dihubungkan dengan Ayat berikutnya, kalau soal tidak sah itu tidak bisa dipakai sebagai dasar untuk penetapan Pemilu, hasil Pemilu.

KETUA RAPAT: Bagaimana kalau kita lihat saja nanti, coba kita kawinkan didalam, kita timuskan, kita

kawinkan dengan Pasal-pasal diatasnya begitu, Pemerintah setuju ini untuk nanti dirumuskan nanti didalam rumusnya itu, dikaitkan dengan Pasal-pasal diatasnya, setuju?

PEMERINTAH: Di timus, setuju. Disingkronkan.

KETUA RAPAT: Oke kecuali kalau mau sama mau silahkan. Kita timuskan dan disingkronkan, bukan dikawinkan.

(RAPAT:SETUJU)

kita lanjutkan ke Pasal188 Ayat (6) DIM No. 973. Kami persilahkan

Bapak dan lbu sekalian, Ke DIM No. 973.

lni intinya Ayat (6) ini, dari PPP dan dari PAN itu meminta dirubah, kami persilahkan dulu dari PPP. Kalau belum siap, kami persilahkan dari PAN dulu.

H. PATRIALIS AKBAR, SH/F·PAN: Biasa wajib-wajib.

KETUA RAPAT: PAN menambahkan kata wajib. lni belum ada kata wajibnya juga usulannya, bagaimana?

ABDILLAH TOHA, SE/F·PAN: Salah ketik saja itu, ditambah kata wajib.

KETUA RAPAT: Oke dari PPP. Lewat tidak ada yang dilewati lagi lbu, ini sudah kembali ke belakang. Kami bacakan untuk PPP ini perubahan penyebutan, kalau di konsep Pemerintah itu,

penghitungan suara Anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota kepada saksi peserta pemilu Panwaslu Kabupaten/Kota dan Provinsi, maka disini diurutkan sebagai berikut, KPU Kabupaten/Kota menyerahkan berita acara rekapitulasi hasil perhitungan suara, sertifikat hasil penghitungan suara, anggota DPR, DPRD Provinsi dan DPD kepada saksi peserta pemilu, Panwaslu Kabupaten/Kota dan KPU Provinsi.

Jadi urutannya sudah ditata oleh PPP ini. Dari Golkar silahkan Mas.

AGUN GUNANDJAR SUDARSAIF·PG: Tadi yang lain sudah menggunakan usulan-usulannya Bapak. Dari Golkar mencoba

mengebut sedikit, ternyata rekapitulasi dari mulai dari tingkat Kecamatan, masuk ke rekap Kabupaten, masuk ke rekap Provinsi, sampai kepada rekap Nasional. Di DIM-nya itu sama, jadi itu juga, jadi PPP begini-begini, kelanjutan begini, PKB begini-begini, kelanjutannya begini, setelah saya lihat semuanya sama, menambahkan wajib, menambahkan ini, jadi usul kami yal)g rekapitulasi itu semuanya prinsip bersama, jadi serahkan saja itu kepada timus, sehingga kita bisa masuk ke bagian lima tentang bagian pengawasan dan sangsi, jadi itu bisa lebih mempercepat, prinsip-prinsipnya tadi sudah diakomodir begitu banyak, saya lihat sama semuanya Bapak.

Kalau mungkin sekarang kita berikan kesempatan yang sama bagi Fraksi-fraksi untuk me­review dulu, kalau memang posisinya, saya lihat sama posisinya disitu semua, rekap-rekap berita acara segala macam dan itu sudah ditampung. Jadi, hanya beda tingkatan-tingkatannya saja, menurut kami itu bisa langsung di ketok masuk ke timus, kita masuk kebagian kelima pengawasan dan saksi saja dalam penghitungan dan rekap penghitungan suara itu.

Terima kasih.

KETUA RAPAT: Karena perhitungan tadi untuk di TPS, PPS dan Kecamatan tadi kita agak mendalam,

maka usulan yang disampaikan oleh Golkar saya kira sangat simpatik untuk rekapitulasi di tingkat Kabupaten/Kota,- Provinsi, Nasional dan kemudian yaitu itu dulu, kami berikan waktu, kalau disetujui rekan-rekan untuk mendalami dalam lima menit begitu. Kalau sependapat maka akan kami lanjutkan itu ke timuskan dan kita melangkan kedepan supaya lebih cepat.

Kita skors dulu lima menit.

(RAPAT DISKORS)

(SKORS DICABUT)

KETUA RAPAT {DR. Y. H. LAOLY, SH, MS/F·PDIP): Bapak dan lbu sekalian, Kita manfaatkan waktu tersisa, seberapa banyak kita selesaikan. Waktu kita di Novotel

Bogor mungkin Bapak dan lbu telah memperoleh matriks larangan pelanggaran acara dan sangsi dalam tahapan Pemilu Anggota DPR, DPD, dan DPRD. Dengan ini Pemerintah mencoba atas permintaan Anggota Panja, Pemerintah telah menyusun substansinya, rumusan Ayat-nya, rumusan sangsinya dan cara penyelesaiannya.

Oleh karenanya Bapak dan lbu sekalian, kalau kami berharap bahwa berkas-berkas kita sudah ada di tangan kita, ini memang penyakit di Panja kita memang demikianlah halnya, kadang­kadang ada dari teman-teman diletakkan di mobillah, penyakit kronis, bukan hanya apa, semua Anggota DPR pada umumnya demikian, ada di Mobil Pajero ada di Mobil apa.

H. BAHRUM R. SIREGARIF·PBR: Oleh karena Pimpinan memakai dua versi, ini yang mau dipakai versi tanggal 20

November atau versi yang mana?

KETUA RAPAT: Versi terakhir barangkali, tetapi kita mau serahkan dulu kepada Pemerintah. Silahkan.

Nanti barangkali kalau kita sepakati ini, menyesuaikan masuk di Pasal-pasal itu, jadi kita lebih gampang. Kita tau normanya seperti apa, kalau dilanggar bagaimana, sangsinya bagaimana, acaranya bagaimana, siapa yang melakukan pelanggaran, saya kira menjadi sangat jelas.

Kita skors sebentar dua atau tiga menit, supaya Pemerintah bisa menyiapkan teknologi berkaitan dengan itu.

lni sekarang mulai dari pemukhtahiran kita prinsipnya penyesuaian, artinya kita mau melihat supaya ada singkronisasi dan normanya itu bagaimana sangsinya, jadi kita tidak melompat-lompat. Kita coba masuk dulu ke pemukhtahiran. DIM No. 251, tolong

Baik, Kalau kita melihat dari matriks yang diserahkan Pemerintah, tahapan pada tahapan

penyelenggaraan pemilu pemukhtahiran dan fungsional daftar pemilih, kita melihat bahwa substansi yang diatur adalah pemukhtahiran daftar pemilih yaitu Pasal 42, Pasal 43, penyusunan daftar pemilih sementara, penyusunan daftar pemilih tetap, penyusunan daftar pemilih bagi pemilih luar negeri dan rekapitulasi pemilih, DIM No. 253, soal pemukhtahiran.

Kalau ini dari substansi ini Bapak dan lbu sekalian, kalau ini dilanggar, Pasal 58 Ayat (1) barangkali kalau kita melihat buku Pasal ya. Disitu dikatakan dalam hal Banwaslu, Panwaslu Provinsi, Panwaslu Kabupaten/Kota, Panwaslu Kecamatan atau sebutan lain, pengawas pemilu lapangan dan pengawas pemilu luar negeri, menemukan unsur kesengajaan atau kelalaian anggota KPU, KPU Provinsi, Kabupaten/Kota dalam melakukan pemukhtahiran daftar pemilih, penyusunan dan pengumuman daftar pemilih sementara, perbaikan dan pengumuman daftar pemilih sementara dan penetapan dan pengumuman daftar pemilih tetap dan rekapitulasi daftar pemilih tetap yang merugikan daftar pemilih tetap, yang merugikan warga negara Indonesia yang memiliki hak pilih, Bawaslu, Panwaslu Provinsi dan Panwaslu Kabupaten/Kota Kecamatan atau sebutan lain, Pengawas Pemilu Lapangan, menyampaikan temuan kepada KPU dst.

Jadi kalau ini tidak dilakukan bagaimana, ada sangsi disini, kalau Pasal 58 Ayat (1) itu tidak dipenuhi sesuai ketentuan, maka dalam Pasal 251 dikatakan setiap Anggota KPU, KPU Provinsi, KPU Kabupaten/Kota, PPK dan selanjutnya yang tidak melanjuti temuan Bawaslu dst, di Pidana dengan Pidana Penjara paling singkat tiga bulan dan paling lama enam bulan dan denda paling sedikit Rp. 15 juta. Artinya idenya, ini untuk kekhawatiran kita seperti yang kita perdebatkan dalam Daftar Pemukhtahiran Daftar Pemilih bahwa kalau misalnya KPU melakukan kecurangan­kecurangan dan kemudian Bawaslu menyampaikan laporan dan mereka tidak menindaklanjuti, ada sangsi pidana.

Bapak dan lbu sekalian, Kalau kita melihat DIM No. 251, ini masuk di DIM No. 1297 Fraksi yang memberikan

komentar disini adalah PBR, dia mengatakan ancaman sangsinya itu di Pidana, betul paling

singkat enam bulan, kalau ketentuan yang mengatakan paling singkat tiga bulan, PBR mengatakan paling singkat enam bulan.

Jadi, itu di DIM Pasal 251, sudah bisa ditemukan Bapak, kira-kira, saya ulangi dulu. lni dengan matriks ini kita atur tahapan-tahapan pemukhtahiran data, pemukhtahiran dan fungsional daftar pemilih, didalam pemukhtahiran ini diatur norma bahwa kalau misalnya Bawaslu, atau sebutan lain itu menemukan unsur kesengajaan atau kelalaian KPU dst sampai PPK, PPS, PPLN dalam melakukan pemukhtahiran itu, misalnya ada yang disengaja, karena ini pendukung PBR, maka dia tau, ini pendukung PBR, RUU ini, maka tidak di daftar, daftar Pemilih, Bawaslu atau Bawas Daerah atau pengawas lapangan menemukan bahwa ada kecurangan ini, karena pendukung PBR sengaja tidak dimasukkan dalam pemukhtahiran data, dalam hal ini Bawaslu harus memberikan peringatan kepada KPU, KPU Provinsi, KPU Kabupaten/Kota.

Kalau itu tidak diindahkan, itu yang dikatakan tadi, harus dikenakan sangsi, sangsinya itu berupa sangsi pidana, tiga bulan paling singkat tiga bulan dan paling lama lima bulan. Dalam DIM PBR dikatakan paling singkat enam bulan, sekarang kita tanya mengapa harus enam bulan, mengapa tidak sesuai dengan usul Pemerintah, tiga bulan dan paling lama enam bulan.

Silahkan Bapak.

H. BAHRUM R. SIREGARJF-PBR: Jadi, terhadap usul PBR dalam DIM yang belum saya temukan ini, justru kami ingin tau

apa keberatan ternan-ternan kalau enam bulan, saya ingin dengar dulu.

KETUA RAP AT: Dijelaskan dulu, mengapa enam bulan paling singkat begitu, kalau ada paling singkat

enam bulan, paling tinggi berapa bulan.

AGUN GUNANDJAR SUDARSAJF-PG: Golkar dulu Ketua, Jadi Golkar ini dalam rumusannya tetap sebetulnya dalam DIM ini, tetapi setelah

semangat dari rekan-rekan Fraksi-fraksi sebagai perpanjangan tangan dari partai-partai yang kelak akan menjadi peserta pemilu, itu ternyata semangat untuk penyelenggaraan pemilu yang betul­betul kwalitas itu menguat saya melihat semangat itu, sampai menggunakan kata wajib dsb, tetapi saya melihat semangatnya dalam rangka LUBER JURDIL itu. Salah satu esensi yang paling fundamen, yang salah satu te~adi itu di pintu masukkan, jadi pemukhtahiran data, penetapan daftar calon pemilih itu entry point, pintu gerbang masuknya Pemilu yang LUBER JURDIL itu disitu, sehingga jujur di titik awal itu kita harus secara konsisten mengawal, karena kalau disananya benar, insyaal/ah akan menjadi benar, soal perhitungan rekap dsb. Karena ini diawali oleh data, kalau datanya saja sudah salah, ini bahaya, sehingga dengan gagasan pemikiran seperti itu, karena itu awal dari segalanya, kami sependapat dengan gagasan pemikiran dari PBR, kalau sangsinya itu agak ditingkatkan, jangan tiga bulan, katakanlah minimal menjadi enam bulan, maksimal mari kita, prinsipnya kami setuju untuk ditingkatkan.

Terima kasih.

KETUA RAPAT: Terima kasih. Benar Bapak, saya mau flash back sebentar, waktu kita berbicara pemukhtahiran data, ini

persoalan serius yang sedang kita bicarakan, sampai mengundang Dirjen pada waktu itu, segala persoalan, segala kekhawatiran ada disini. Oleh karenanya barangkali apa yang dikatakan oleh Bapak Agun dari F-PG, memang kejadian ini sering terjadi. Saya pernah mengatakan peristiwa yang kami alami di Pilkada, dimana-mana terjadi, oleh karenanya barangkali mungkin tanggapan dari ternan-ternan, sepertinya dari PBR, walaupun dia PBR hanya meningkatkan ambang batas terendahnya, tetapi juga Bapak Jenderal juga harus kita tentukan ambang batas tertinggi, karena kita sudah sepakat, ini bag ian batas terendah, bag ian batas tertinggi. DIM No. 251, eh Pasal 251 DIM No. 1297.

Baik. Saya kira PKB dulu.

DRS. H. SAIFULLAH MAKSUM/F-KB: Saya ingin usul, matriks ini sangat membantu kita untuk mencoba mempercepat proses

pembahasan dan pilihan-pilihan opsi dan pilihan politik perundangan kita menyebut soal sangsi dan terhadap seluruh rangkaian dan seluruh tahapan Pemilu sendiri. Dimulai dari tadi PBR yang mengusulkan sedikit berubah dengan draft Pemerintah. Kita ingin mendengarkan dari Pemerintah dulu dengan cluster masalah dalam tahapan-tahapan yang masing-masing punya resiko, kenapa kok muncul misalnya posisi pendataan pemilih itu sangsi Pemerintah itu sangat ringan, dibanding kalau saya baca sepintas itu yang paling tinggi itu adalah pada pemukhtahiran suara, jadi pihak­pihak mengagalkan pemunggutan suara itu, ancaman minimalnya hanya satu tahun.

Kedua, juga pemalsuan calon itu agak berat juga, itu minimal enam bulan, sedangkan pada pendataan pemilih itu Pemerintah menganggap itu sesuatu yang tidak signifikan untuk diancam hukuman yang sangat berat. Oleh karena itu mungkin biar dijelaskan, cluster persoalan apa saja yang masuk dalam kategori berat, terus sedang atau ringan sehingga itulah mencerminkan filosofi dan pilihan hukum kita untuk menetapkan besaran sangsi baik itu Pidana atau denda atau hukuman kurangan dst, kalau itu sudah jelas, saya kira mudah sekali kami melihat sepintas itu, dugaan saya filosofinya ini Pemerintah agak kebalik, jadi menyangkut soal pendataan pemilih itu mendapatkan perlakuan yang agak tidak terlalu signifikan, sehingga sangsi, ancaman sangsinya begitu ringan dan saya setuju dengan PBR, dengan argumentasi itu adalah sesuatu yang harus kita perberat, menyangkut soal berbagai persoalan yang selama ini mengikuti kegagalan Pilkada maupun Pemilu itu sendiri.

Terima kasih Pimpinan.

KETUA RAPAT: Baik Bapak, Saya kira begini saja. Kita serahkan, baik usulnya over view, filosofi dari pemindaan yang disampaikan dari

Pemerintah dulu, baik itu dalam tahapan-tahapan dimana jenjang yang mengapa pada pemukhtahiran relatif begini, mengapa pada waktu rekap, pelanggaran rekap begini, mengapa pada waktu pemungutan suara begini, jadi dasar berpikirnya dulu, saya setuju bahwa memang merusak surat suara itu artinya, apalagi manipulasi, saya disini melihat merubah berita acara kami sendiri berpandangan memperberat. Kita dengan dulu pendapat Pemerintah.

Boleh kalau Pemerintah sudah siap.

PEMERINTAH: T erima kasih Bapak, Nanti kami dilengkap oleh ternan-ternan kami. Pertama, pola pikirnya ini pertama adalah sengketa Pemilu, ini apakah didalamnya Pidana

Pemilu, tentu tidak didalam kerangka berpikir pidana berat, seperti yang dipikirkan didalam KUHP, sehingga memang tidak terlalu tinggi, baik sangsi denda maupun sangsi kurungan, yang penting adalah ini dipakai sebagai bagian yang tidak terpisahkan dengan upaya kita untuk mewujudkan Pemilu yang sudah kita sepakati azasnya tadi.

Kemudian yang kedua, tolak ukurnya adalah banyak pemindanaan yang sudah ada di Undang-undang No. 12, sehingga mungkin ada yang sama dan mungkin ada yang ditambah sedikit.

Ketiga, ada yang baru karena kita sesuaikan dengan Undang-undang No. 22 tahun 2007. yang barupun itu subyektif adjustment kita, sehingga terpulang kepada Panja ini untuk menyisir satu per satu konstruksi yang tepat, karena seperti yang disampaikan dari Kepolisian kemarin kelemahan kita bukan hanya di Undang-undang Pemilu, dibandingkan dengan beberapa Negara yang sudah punya tabel, kelakuan seperti ini, pemindahannya seperti ini, ini sudah lengkap sekali dan kita memang belum punya, itu persoalannya.

Terima kasih.

KETUA RAPAT: Luas, latar belakang berpikirnya Bapak, Memang juga kami melihat disini Pasal 275, ada kekurang singkronan sangsi menurut

level beratnya tindak kecurangan yang dilakukan, namun demikian kita gilir dulu supaya ini tadi, kita mulai dari PKB, kita naik keatas saja, langsung saja ke BPD.

Silahkan. PAN-PAN, PKS, ini mung kin agak enggan-enggan soal sangsi ini, belum tune in.

LUKMAN HAKIM SAIFUDDIN/F-PPP: Kami di fraksi-fraksi, setidaknya ini yang kami rasakan kenapa tidak tune in, karena kita

belum mengetahui faktor pembeda yang utama, yang tegas, yang diusulkan Pemerintah, dibandingkan dengan Undang-undang No. 12 yang berlaku kemarin, karena Undang-undang No. 12 itu kami relatif sudah taulah kalau ini begini-begini, sekarang perubahan-perubahan apa, itu sebenarnya yang, sehingga dengan cepat kita bisa tau, kalau ini harus membaca matriks ini satu per satu, memang perlu waktu untuk membedakan, yang berubah yang mana, yang tetap yang mana, tetapi kalau Pemerintah bisa memberikan dengan cepat, memberikan high light bahwa yang tetap adalah ini dan ini, dan yang perubahan adalah yang ini-ini dengan reasoning ini. Maka dengan cepat masing-masing Fraksi bisa merespon.

Begitu Ketua.

KETUA RAPAT: Sebelum kita serahkan ke Pemerintah, salah satu memang terobosan barangkali, ini soal

pengalaman Pilkada yang menyebut bagaimana pemukhtahiran data pemilih itu sering dimainkan, makanya ada sangsi ini. Salah satunya. Namun demikian.

IRMADI LUBIS/F-PDIP: Pimpinan, Seperti mengambil contoh pemukhtahiran dan penyusunan daftar pemilih, karena disini

Pasalnya untuk sangsi ini, artinya tidak ada leveling daripada tindakan itu, ini jadi agak sulit kita menentukan sangsinya, umpamanya seperti apa penyusunan dan pengumuman daftar pemilih sementara, disitu kesalahannya, itu kesalahan itu masih bisa diperbaiki, sewaktu di cetak, tetapi di satukan juga dengan kesalahan atau kesengajaan pada waktu penetapan daftar pemilih tetap, jadi tingkatnya itu disatukan, jadi susah untuk menentukan hukumannya dan juga seperti disini, ada unsur kesengajaan ada kelalaian, terus kerugian, padahal kerugian itu bentuknya apa.

Kalau hubungannya kerugiannya itu baru ditempat pemilih sementara, itu masih bisa diperbaiki, apakah terus langsung di hukum, seperti disini langsung semuanya, itu artinya di Pasal 251 ini kita melihat artinya tindakan yang mengkibatkan mendapatkan sangsi itu, /eve/ingnya tidak kena, disatukan antara yang ringan, yang masih bisa diperbaiki dengan yang berat dengan yang tidak bisa diperbaiki, dan juga unsur kelalaian itu bagaimana dan kalau kerugian harus ada, kalau kerugiannya itu mengakibatkan hak pilih baru, kalau kerugiannya hanya kalau umpamanya di daftar DCS belum tercantum, sebenarnya tidak ada kerugiannya, apa kerugiannya, tetapi kalau di daftar pemilih tetap dia tidak tercantum, baru ada kerugian.

Terima kasih Pimpinan.

KETUA RAPAT: Silahkan.

KETUA PANSUS (DRS. FERRY MURSYIDAN BALDAN/F-PG): Saya kira permintaan Bapak dan lbu sekalian, ini saya ingin me-review saja ketika kita

menghasilkan pada Rapat Kerja yang lalu, sangsi dan apa ketentuan Pidana ini, kita prinsipnya adalah tetap pada sebagaimana diatur pada Undang-undang No. 12, kecuali kemudian dalam RUU itu ada yang diusulkan berubah, apakah di peringan, apakah diperberat dan adakah sesuatu ketentuan atau jenis hukuman atau sangsi baru yang dimunculkan karena adanya sebuah pengaturan baru di Undang-undang maupun berdasarkan Undang-undang No. 22, saya kira pengarisan itu yang akan membantu kita barangkali, termasuk tadi apa yang disampaikan Bapak lrmadi juga, yang pertama tadi soal yang menegaskan Bapak Lukman, yang Bapak lrmadi juga bisa kelihatan, artinya tingkat dan jenis pelanggarannya, gradasinya kelihatan, pelanggaran di level ini dan level ini barangkali akan kelihatan. Barangkali itu akan bisa membantu, memang matriks ini kalau kita pahami sebagai sesuatu yang sekedar baru, itu agak rumit, karena kita akan me-review satu per satu, tetapi kalau ini dijelaskan bahwa dari ketentuan sangsi pidana yang kemudian di Undang-undang No. 12 yang cukup banyak, apa yang kemudian diperberat, bagaimana memperingan, apa yang ditambahkan, beradasarkan apakah karena memang adanya satu jenis

pelanggaran baru yang diidentifikasi dalam di RUU atau dari Undang-undang No. 22. itu Bapak Darsono saya kira bisa, memang itu akan pusing kita bacanya, baca satu per satu, mung kin kalau ini bisa membantu, sehingga nanti dengan guidens itu kita bisa mendekatkan lagi, sehingga pada satu waktu atau satu kesempatan lain kita bisa membahas lebih detail, itu barangkali mengingatkan saja. ltu yang dikaitkan dengan apa yang dihasilkan di Pansus.

KETUA RAPAT: Baik, Memang kalau kita membaca berat (rekaman terputus) kita tidak ada yang dilakukan,

barangkali bisa di approuch barangkali bisa di arrange sangsi kalau kita mengatakan usul PBR enam bulan batas atasnya satu tahun, barangkali disitulah nanti range ringannya suatu tindak kejatahan Pemilu itu. Namun demikian ada dua pendekatan.

Silahkan.

H. BAHRUM R. SIREGARIF-PBR: Jadi, kalau tadi itu muncul usul dari PBR, jadi setelah saya lihat, jadi begini, kalau dilihat

rangkaian DIM PBR menyangkut pidana yang ada kaitannya dengan pidana penjara, frasa kata paling lama itu seluruhnya usulan akan dihapus, karena pemahaman kami, mungkin kami salah tangkap pada waktu itu dari Prof. Ramli, dari Badan Hukum Nasional mengatakan bahwa bentuk pidana itu paling hanya memuat paling sedikit atau paling banyak, tidak ada range, itu yang kami tangkap makanya kami ambil satu terus kami naikkan ke atas untuk kemudian apabila terjadi akumulasi pelanggaran, itulah sebenarnya, kalau yang terbelakang nanti seluruh DIM PBR yang menyangkut paling lama kata-kata paling lama seluruhnya kami usulkan untuk dihapus. Kalau pengertian kami disana dalam kaidah pengertian hukum ini nanti akan kami kros cek lagi Prof. Ramli.

KETUA RAPAT: ltu salah satu pandangan beliau, Bapak Ramli, jadi banyak didalam Undang-undang kita

Bapak Prof, kita mengintrodusir dalam tindak pidana korupsi, PSK dan banyak ketentuan, tidak ada yang paling singkat, ada paling lama, sehingga dalam soal saksi demikian. Ada dua pendekatan yang bisa kita lakukan dalam soal ini, kita langsung membuat DIM dalam referensi matriks dan referensi matriks sehingga lebih mudah, atau masuk ke matriks kemudian melihat DIM, ini terserah kita pendekatannya, kita masuk ke DIM dulu, ini berarti akhirnya matriks ini hanya referensi saja ya.

Baiklah kalau memang begitu, kalau memang kita sepakat.

Bapak dan lbu sekalian, Ada usul.

H. BAHRUM R. SIREGARIF-PBR: lni kita buat matriks ini biar kita tau kadar keselahannya itu bisa kita bandingkan dengan

yang lain, biar ukurannya nanti tidak menjomplang, kalau kita tidak membuat matriks membandingkan antara kesalahan nanti bisa saja kesalahan yang lebih berat, hukumannya menjadi lebih ringan, itu persoalan kalau kita bahas satu per satu itu. Maka bagus kalau menghayati berbagai kesalahannya yang, karena sangsi-sangsinya ini beredar pada dua bulan, enam bulan, delapan bulan, tiga, enam sampai delapan belas. Saya lebih menyarankan matriks.

KETUA RAPAT: Silahkan.

IRMADI LUBIS/F-PDIP: Kalau saya mungkin bisa usul, tetapi pendekatan matriksnya itu, kira-kira mengakibatkan

apabila warga negara kehilangan hak memilih, ini begini, ini menganggu tahapan pemilu begini, sehingga degradasinya itu bisa kita lihat.

KETUA RAPAT: Silahkan.

DR. MARIANI AKIB BARAMULI, MM/F·PG: Saya juga melihat matriks, karena kalau kita ke DIM kita sama kembali ke awal, mungkin

agak lama, kita ini dalam pembahasan sangsi-sangsi, sehingga saya lebih tertarik, kalau matriks ini kita bahas. Kalau dengan membahas matriks ini kita lebih tau mana sebenarnya Pemerintah itu yang lebih ringan, mungkin oleh kita tidak ringan, seperti yang disampaikan oleh PBR tadi, ini tidak ringan, ini lebih berat, kalau sejak awal pemukhtahiran data itu, kita merasa itu yang cukup, harusnya lebih berat, misalnya. Jadi lebih baik kita mulai dari sini dari matriks.

KETUA RAPAT: Sebenarnya dua pendekatan ini dapat, kalau kita mau, DIM kita sudah ada Ayat, kita

sudah ada, tinggal kita merefer ke Ayat, kita buka DIM kita, sesungguhnya bisa kita kroscek Bapak, gampang sebenarnya kalau kita ikut matriks seperti yang saya sampaikan tadi. Saya akan mengatakan, lihat Pasal 251, jadi kita langsung lihat DIM-nya. Dengan matriks ini, kita bisa melihat, dalam tahap pemukhtahiran dan penyesuaian pemilih ancamannya begini, dalam tarat misalnya pendataran peserta pemilu begini, sehingga kita bisa melihat gradasi itu tadi, nanti DIM-nya bisa menyesuaikan, kalau sudah sepakat semua ini, matriks ini tinggal disingkronisasi saja, tinggal masuk saja, bisa kita sepakati? Bisa ya, nanti akan kita bantu melalui staff, dimana barang itu berada, kira-kira seperti itu.

Baik.

Kembali ke pemukhtahiran PBR mengusulkan paling singkat enam bulan, barangkali karena kami juga minta pandangan Pemerintah soal, saya kira kita putar dulu sekali, supaya Pemerintah bersiap-siap, soal ini tadi, paling singkat batas akhir, ada Prof. Ramli yang memberikan pandangan itu, tetapi banyak memang Undang-undang kita sudah mengintrodusir batas awal, batas bawah sampai batas tertinggi.

Untuk ini kami putar kembali, dari samping bawah saja, dari Bapak Jenderal terus lbu Lena.

Silahkan, ini pandangannya sangsinya seperti apa?

ORA. HJ. LENA MARY ANA MUKTIIF-PPP: Jadi kita sepakat untuk merefer ke matriks, di Pasal 58 rumusan Pasalnya sebagai berikut

dan rumusan sangsinya, ada perubahan dari PBR, saya mau menyamakan dulu, apakah sama atau tidak bacaannya seperti itu Bapak, jadi PBR tadi menghapus paling sedikit tiga dan paling banyak enam, langsung saja, usulan PBR. Betul Bapak, paling singkat tiga paling lama enam, tetapi PBR mengganti, paling singkat. Tadi PBR paling singkat enam bulan, karena katanya alasannya range tiga atau enam bulan dan saya terus terang memang tidak begitu paham kalau soal sisi hukum, tetapi pengalaman selama ini menyusun Undang-undang range seperti itu tidak ada masalah, tetapi kalau ada penjelasan lain bahwa tidak boleh ada range seperti itu. Saya ikut saja dengan Ahlinya, ahli yang merumuskan soal hukum-hukum ini Bapak, ikut saja kepada keputusan mana yang disisi hukum, tetapi sekali lagi pengalaman selama ini, sebanyak-banyaknya enam bulan atau sebanyak-banyaknya sekian miliar, itu biasa dalam perumusan Undang-undang.

Sekali lagi sikap PPP seperti itu. Terima kasih.

KETUA RAPAT: Pandangan lbu, ditingkatkankah sangsinya ini, melihat gradasi, melihat tingkat

pelanggaran yang dilakukan, karena kelalaiannya atau kesengajaannya, tidak menindaklanjuti.

ORA. HJ. LENA MARY ANA MUKTI/F·PPP: lni sudah cukup berat, kalau melihat rumusan dari Pemerintah ini bukan atau, tetapi dia ini

disamping hukuman badan juga pidana uang, kumulatif, saya kira sudah cukup untuk usulan ini.

KETUA RAPAT: Silahkan PDIP.

IRMADI LUBIS/F·PDIP: Mungkin nanti disampaikan oleh Bapak ..... kita terlalu banyak tindakan yang di Pasal 521

ini, terlalu banyak tindakan yang dijadikan satu dan sangsinya. Jadi walaupun umpamanya sekarang ini kita mengatakan penjara paling singkat , tetapi apakah pantas kita untuk paling singkat baru dalam tingkat daftar pemilih sementara, ini terlalu banyak tahapan yang dijadikan satu.

Jadi, pemukhtahiran daftar pemilih, penyusunan, pengumuman daftar pemilih sementara, perbaikan pengumuman daftar pemilih sementara, terlalu banyak yang disatukan satu tindakan dan hukumannya itu kita satukan, walaupun ada range tadi, menurut kami tidaklah pantas, kalau umpamanya baru hanya tingkat pemukhtahiran data waktu pemilih sementara orang lalu dihukum satu hukuman penjara minimal sekian dengan jumlah apa sekian.

Jadi, itu yang kami inikan Pimpinan. Mungkin ada Bapak Nursuhud.

KETUA RAPAT: Bapak Nur Suhud, Silahkan. Ya Demokrat.

IR. AGUS HERMANTO, MM/F-PD: Terima kasih Pimpinan, Demokrat memang DIM juga tetap, tetapi kalau kita juga melihat daripada usulan PBR

yang ini dinaikkan bahwa dari paling singkat tiga bulan menjadi paling singkat enam bulan. Saya dulu pernah dari suatu ancaman yang saya tanyakan memang didalam Bahasa Hukum itu sudah baku, kalau misalnya pelanggaran yang seperti, setingkan seperti ini, tiga bulan, setingkat seperti ini enam bulan, bahkan ada yang lima tahun, bahkan ada bahasa hukum yang sudah tepat, itu tentunya kita kembalikan lagi kepada yang Ahli Hukumnya. Akan tetapi saya melihat dari bahwa di dalam apa yang disampaikan Pemerintah ini, menurut kami sudah pas, sehingga kami tetap bahwa apa yang disajikan Pemerintah ini sudah sesuai dengan apa yang pernah kita pernah dengar juga dan apa yang pernah kita pelajari bahwa memang tetap ada range disini paling singkat dan paling lama ada dan saya pernah juga melihat kata-kata itu. Saya pikir tidak ada masalah, sehingga kami tetap seperti usulan Pemerintah.

KETUA RAPAT: PKB sudah ya, mau tambahkan Bapak.

DRS. H. SAIFULLAH MA'SHUM/F·KB: Saya setuju begini, setelah kami buka-buka dari keseluruhan DIM Pemerintah ternyata

Pemerintah itu yang paling rendah itu menggunakan, menetapkan satu bulan ada, jadi kategori pelanggaran terhadap pemukhtahiran data pemilih itu termasuk tidak terlalu ini juga, tetapi sudah mempertimbangkan ada satu bulan, ada dua bulan, ada tiga bulan, sampai terakhir satu tahun minimal. Oleh karena itu kita bisa membayangkan bahwa posisi Pemerintah dalam kasus ini adalah kategori agak berat juga, tidak satu bulan, tidak dua bulan, tetapi tiga bulan.

Kedua, saya tidak terlalu compllecated untuk memahami posisi DIM ini, pemukhtahiran data itu, dalam konteks Bapak lrmadi. lni adalah satu rangkaian dari pemukhtahiran, dari pendaftaran sementara untuk menjadi DPP terus sampai itu fix menjadi data pemilih rangkaian itu kalau dikasihkan bahwa justru mengetahui adanya kelalaian atau kesengajaan melakukan tindak sengaja oleh KPU atau Panitia dibawah, maka baru berlaku sangsi ini. Jadi tidak berlaku pada masih berlaku pemukhtahiran data terus pendataan pemilih sementara, diketahui ada kesengajaan. Saya kira itu tidak masuk dalam pemahaman kami menyangkut soal sangsi ini. Jadi keseluruhan rangkaian mulai dari awal sampai pengumuman data pemilih, diketahui adanya kesengajaan baru itu berlaku sangsi yang tiga bulan minimal dan maksimal enam bulan itu. Sehingga saya kira tidak ada masalah dengan digabungkannya dari sementara tetap sampai pengumuman itu dalam klausula, sehingga tidak menjadi persoalan, sehingga kami sebenarnya saya setuju dengan draft Pemerintah, tiga bulan juga cukup berat, karena melihat juga ada baru satu bulan, baru tiga bulan dan yang terakhir ada yang sampai satu tahun minimalnya.

Terima kasih Pimpinan.

j

j

j

j

j

j

j

j

j

j

j

j

j

KETUA RAPAT {DR. Y. H. LAOLY, SH, MS/F·PDIP): Bapak dan lbu sekalian, Kita manfaatkan waktu tersisa, seberapa banyak kita selesaikan. Waktu kita di Novotel

Bogor mungkin Bapak dan lbu telah memperoleh matriks larangan pelanggaran acara dan sangsi dalam tahapan Pemilu Anggota DPR, DPD, dan DPRD. Dengan ini Pemerintah mencoba atas permintaan Anggota Panja, Pemerintah telah menyusun substansinya, rumusan Ayat-nya, rumusan sangsinya dan cara penyelesaiannya.

Oleh karenanya Bapak dan lbu sekalian, kalau kami berharap bahwa berkas-berkas kita sudah ada di tangan kita, ini memang penyakit di Panja kita memang demikianlah halnya, kadang­kadang ada dari teman-teman diletakkan di mobillah, penyakit kronis, bukan hanya apa, semua Anggota DPR pada umumnya demikian, ada di Mobil Pajero ada di Mobil apa.

H. BAHRUM R. SIREGARIF·PBR: Oleh karena Pimpinan memakai dua versi, ini yang mau dipakai versi tanggal 20

November atau versi yang mana?

KETUA RAPAT: Versi terakhir barangkali, tetapi kita mau serahkan dulu kepada Pemerintah. Silahkan.

Nanti barangkali kalau kita sepakati ini, menyesuaikan masuk di Pasal-pasal itu, jadi kita lebih gampang. Kita tau normanya seperti apa, kalau dilanggar bagaimana, sangsinya bagaimana, acaranya bagaimana, siapa yang melakukan pelanggaran, saya kira menjadi sangat jelas.

Kita skors sebentar dua atau tiga menit, supaya Pemerintah bisa menyiapkan teknologi berkaitan dengan itu.

lni sekarang mulai dari pemukhtahiran kita prinsipnya penyesuaian, artinya kita mau melihat supaya ada singkronisasi dan normanya itu bagaimana sangsinya, jadi kita tidak melompat-lompat. Kita coba masuk dulu ke pemukhtahiran. DIM No. 251, tolong

Baik, Kalau kita melihat dari matriks yang diserahkan Pemerintah, tahapan pada tahapan

penyelenggaraan pemilu pemukhtahiran dan fungsional daftar pemilih, kita melihat bahwa substansi yang diatur adalah pemukhtahiran daftar pemilih yaitu Pasal 42, Pasal 43, penyusunan daftar pemilih sementara, penyusunan daftar pemilih tetap, penyusunan daftar pemilih bagi pemilih luar negeri dan rekapitulasi pemilih, DIM No. 253, soal pemukhtahiran.

Kalau ini dari substansi ini Bapak dan lbu sekalian, kalau ini dilanggar, Pasal 58 Ayat (1) barangkali kalau kita melihat buku Pasal ya. Disitu dikatakan dalam hal Banwaslu, Panwaslu Provinsi, Panwaslu Kabupaten/Kota, Panwaslu Kecamatan atau sebutan lain, pengawas pemilu lapangan dan pengawas pemilu luar negeri, menemukan unsur kesengajaan atau kelalaian anggota KPU, KPU Provinsi, Kabupaten/Kota dalam melakukan pemukhtahiran daftar pemilih, penyusunan dan pengumuman daftar pemilih sementara, perbaikan dan pengumuman daftar pemilih sementara dan penetapan dan pengumuman daftar pemilih tetap dan rekapitulasi daftar pemilih tetap yang merugikan daftar pemilih tetap, yang merugikan warga negara Indonesia yang memiliki hak pilih, Bawaslu, Panwaslu Provinsi dan Panwaslu Kabupaten/Kota Kecamatan atau sebutan lain, Pengawas Pemilu Lapangan, menyampaikan temuan kepada KPU dst.

Jadi kalau ini tidak dilakukan bagaimana, ada sangsi disini, kalau Pasal 58 Ayat (1) itu tidak dipenuhi sesuai ketentuan, maka dalam Pasal 251 dikatakan setiap Anggota KPU, KPU Provinsi, KPU Kabupaten/Kota, PPK dan selanjutnya yang tidak melanjuti temuan Bawaslu dst, di Pidana dengan Pidana Penjara paling singkat tiga bulan dan paling lama enam bulan dan denda paling sedikit Rp. 15 juta. Artinya idenya, ini untuk kekhawatiran kita seperti yang kita perdebatkan dalam Daftar Pemukhtahiran Daftar Pemilih bahwa kalau misalnya KPU melakukan kecurangan­kecurangan dan kemudian Bawaslu menyampaikan laporan dan mereka tidak menindaklanjuti, ada sangsi pidana.

Bapak dan lbu sekalian, Kalau kita melihat DIM No. 251, ini masuk di DIM No. 1297 Fraksi yang memberikan

komentar disini adalah PBR, dia mengatakan ancaman sangsinya itu di Pidana, betul paling

singkat enam bulan, kalau ketentuan yang mengatakan paling singkat tiga bulan, PBR mengatakan paling singkat enam bulan.

Jadi, itu di DIM Pasal 251, sudah bisa ditemukan Bapak, kira-kira, saya ulangi dulu. lni dengan matriks ini kita atur tahapan-tahapan pemukhtahiran data, pemukhtahiran dan fungsional daftar pemilih, didalam pemukhtahiran ini diatur norma bahwa kalau misalnya Bawaslu, atau sebutan lain itu menemukan unsur kesengajaan atau kelalaian KPU dst sampai PPK, PPS, PPLN dalam melakukan pemukhtahiran itu, misalnya ada yang disengaja, karena ini pendukung PBR, maka dia tau, ini pendukung PBR, RUU ini, maka tidak di daftar, daftar Pemilih, Bawaslu atau Bawas Daerah atau pengawas lapangan menemukan bahwa ada kecurangan ini, karena pendukung PBR sengaja tidak dimasukkan dalam pemukhtahiran data, dalam hal ini Bawaslu harus memberikan peringatan kepada KPU, KPU Provinsi, KPU Kabupaten/Kota.

Kalau itu tidak diindahkan, itu yang dikatakan tadi, harus dikenakan sangsi, sangsinya itu berupa sangsi pidana, tiga bulan paling singkat tiga bulan dan paling lama lima bulan. Dalam DIM PBR dikatakan paling singkat enam bulan, sekarang kita tanya mengapa harus enam bulan, mengapa tidak sesuai dengan usul Pemerintah, tiga bulan dan paling lama enam bulan.

Silahkan Bapak.

H. BAHRUM R. SIREGARJF-PBR: Jadi, terhadap usul PBR dalam DIM yang belum saya temukan ini, justru kami ingin tau

apa keberatan ternan-ternan kalau enam bulan, saya ingin dengar dulu.

KETUA RAP AT: Dijelaskan dulu, mengapa enam bulan paling singkat begitu, kalau ada paling singkat

enam bulan, paling tinggi berapa bulan.

AGUN GUNANDJAR SUDARSAJF-PG: Golkar dulu Ketua, Jadi Golkar ini dalam rumusannya tetap sebetulnya dalam DIM ini, tetapi setelah

semangat dari rekan-rekan Fraksi-fraksi sebagai perpanjangan tangan dari partai-partai yang kelak akan menjadi peserta pemilu, itu ternyata semangat untuk penyelenggaraan pemilu yang betul­betul kwalitas itu menguat saya melihat semangat itu, sampai menggunakan kata wajib dsb, tetapi saya melihat semangatnya dalam rangka LUBER JURDIL itu. Salah satu esensi yang paling fundamen, yang salah satu te~adi itu di pintu masukkan, jadi pemukhtahiran data, penetapan daftar calon pemilih itu entry point, pintu gerbang masuknya Pemilu yang LUBER JURDIL itu disitu, sehingga jujur di titik awal itu kita harus secara konsisten mengawal, karena kalau disananya benar, insyaal/ah akan menjadi benar, soal perhitungan rekap dsb. Karena ini diawali oleh data, kalau datanya saja sudah salah, ini bahaya, sehingga dengan gagasan pemikiran seperti itu, karena itu awal dari segalanya, kami sependapat dengan gagasan pemikiran dari PBR, kalau sangsinya itu agak ditingkatkan, jangan tiga bulan, katakanlah minimal menjadi enam bulan, maksimal mari kita, prinsipnya kami setuju untuk ditingkatkan.

Terima kasih.

KETUA RAPAT: Terima kasih. Benar Bapak, saya mau flash back sebentar, waktu kita berbicara pemukhtahiran data, ini

persoalan serius yang sedang kita bicarakan, sampai mengundang Dirjen pada waktu itu, segala persoalan, segala kekhawatiran ada disini. Oleh karenanya barangkali apa yang dikatakan oleh Bapak Agun dari F-PG, memang kejadian ini sering terjadi. Saya pernah mengatakan peristiwa yang kami alami di Pilkada, dimana-mana terjadi, oleh karenanya barangkali mungkin tanggapan dari ternan-ternan, sepertinya dari PBR, walaupun dia PBR hanya meningkatkan ambang batas terendahnya, tetapi juga Bapak Jenderal juga harus kita tentukan ambang batas tertinggi, karena kita sudah sepakat, ini bag ian batas terendah, bag ian batas tertinggi. DIM No. 251, eh Pasal 251 DIM No. 1297.

Baik. Saya kira PKB dulu.

DRS. H. SAIFULLAH MAKSUM/F-KB: Saya ingin usul, matriks ini sangat membantu kita untuk mencoba mempercepat proses

pembahasan dan pilihan-pilihan opsi dan pilihan politik perundangan kita menyebut soal sangsi dan terhadap seluruh rangkaian dan seluruh tahapan Pemilu sendiri. Dimulai dari tadi PBR yang mengusulkan sedikit berubah dengan draft Pemerintah. Kita ingin mendengarkan dari Pemerintah dulu dengan cluster masalah dalam tahapan-tahapan yang masing-masing punya resiko, kenapa kok muncul misalnya posisi pendataan pemilih itu sangsi Pemerintah itu sangat ringan, dibanding kalau saya baca sepintas itu yang paling tinggi itu adalah pada pemukhtahiran suara, jadi pihak­pihak mengagalkan pemunggutan suara itu, ancaman minimalnya hanya satu tahun.

Kedua, juga pemalsuan calon itu agak berat juga, itu minimal enam bulan, sedangkan pada pendataan pemilih itu Pemerintah menganggap itu sesuatu yang tidak signifikan untuk diancam hukuman yang sangat berat. Oleh karena itu mungkin biar dijelaskan, cluster persoalan apa saja yang masuk dalam kategori berat, terus sedang atau ringan sehingga itulah mencerminkan filosofi dan pilihan hukum kita untuk menetapkan besaran sangsi baik itu Pidana atau denda atau hukuman kurangan dst, kalau itu sudah jelas, saya kira mudah sekali kami melihat sepintas itu, dugaan saya filosofinya ini Pemerintah agak kebalik, jadi menyangkut soal pendataan pemilih itu mendapatkan perlakuan yang agak tidak terlalu signifikan, sehingga sangsi, ancaman sangsinya begitu ringan dan saya setuju dengan PBR, dengan argumentasi itu adalah sesuatu yang harus kita perberat, menyangkut soal berbagai persoalan yang selama ini mengikuti kegagalan Pilkada maupun Pemilu itu sendiri.

Terima kasih Pimpinan.

KETUA RAPAT: Baik Bapak, Saya kira begini saja. Kita serahkan, baik usulnya over view, filosofi dari pemindaan yang disampaikan dari

Pemerintah dulu, baik itu dalam tahapan-tahapan dimana jenjang yang mengapa pada pemukhtahiran relatif begini, mengapa pada waktu rekap, pelanggaran rekap begini, mengapa pada waktu pemungutan suara begini, jadi dasar berpikirnya dulu, saya setuju bahwa memang merusak surat suara itu artinya, apalagi manipulasi, saya disini melihat merubah berita acara kami sendiri berpandangan memperberat. Kita dengan dulu pendapat Pemerintah.

Boleh kalau Pemerintah sudah siap.

PEMERINTAH: T erima kasih Bapak, Nanti kami dilengkap oleh ternan-ternan kami. Pertama, pola pikirnya ini pertama adalah sengketa Pemilu, ini apakah didalamnya Pidana

Pemilu, tentu tidak didalam kerangka berpikir pidana berat, seperti yang dipikirkan didalam KUHP, sehingga memang tidak terlalu tinggi, baik sangsi denda maupun sangsi kurungan, yang penting adalah ini dipakai sebagai bagian yang tidak terpisahkan dengan upaya kita untuk mewujudkan Pemilu yang sudah kita sepakati azasnya tadi.

Kemudian yang kedua, tolak ukurnya adalah banyak pemindanaan yang sudah ada di Undang-undang No. 12, sehingga mungkin ada yang sama dan mungkin ada yang ditambah sedikit.

Ketiga, ada yang baru karena kita sesuaikan dengan Undang-undang No. 22 tahun 2007. yang barupun itu subyektif adjustment kita, sehingga terpulang kepada Panja ini untuk menyisir satu per satu konstruksi yang tepat, karena seperti yang disampaikan dari Kepolisian kemarin kelemahan kita bukan hanya di Undang-undang Pemilu, dibandingkan dengan beberapa Negara yang sudah punya tabel, kelakuan seperti ini, pemindahannya seperti ini, ini sudah lengkap sekali dan kita memang belum punya, itu persoalannya.

Terima kasih.

KETUA RAPAT: Luas, latar belakang berpikirnya Bapak, Memang juga kami melihat disini Pasal 275, ada kekurang singkronan sangsi menurut

level beratnya tindak kecurangan yang dilakukan, namun demikian kita gilir dulu supaya ini tadi, kita mulai dari PKB, kita naik keatas saja, langsung saja ke BPD.

pelanggaran baru yang diidentifikasi dalam di RUU atau dari Undang-undang No. 22. itu Bapak Darsono saya kira bisa, memang itu akan pusing kita bacanya, baca satu per satu, mung kin kalau ini bisa membantu, sehingga nanti dengan guidens itu kita bisa mendekatkan lagi, sehingga pada satu waktu atau satu kesempatan lain kita bisa membahas lebih detail, itu barangkali mengingatkan saja. ltu yang dikaitkan dengan apa yang dihasilkan di Pansus.

KETUA RAPAT: Baik, Memang kalau kita membaca berat (rekaman terputus) kita tidak ada yang dilakukan,

barangkali bisa di approuch barangkali bisa di arrange sangsi kalau kita mengatakan usul PBR enam bulan batas atasnya satu tahun, barangkali disitulah nanti range ringannya suatu tindak kejatahan Pemilu itu. Namun demikian ada dua pendekatan.

Silahkan.

H. BAHRUM R. SIREGARIF-PBR: Jadi, kalau tadi itu muncul usul dari PBR, jadi setelah saya lihat, jadi begini, kalau dilihat

rangkaian DIM PBR menyangkut pidana yang ada kaitannya dengan pidana penjara, frasa kata paling lama itu seluruhnya usulan akan dihapus, karena pemahaman kami, mungkin kami salah tangkap pada waktu itu dari Prof. Ramli, dari Badan Hukum Nasional mengatakan bahwa bentuk pidana itu paling hanya memuat paling sedikit atau paling banyak, tidak ada range, itu yang kami tangkap makanya kami ambil satu terus kami naikkan ke atas untuk kemudian apabila terjadi akumulasi pelanggaran, itulah sebenarnya, kalau yang terbelakang nanti seluruh DIM PBR yang menyangkut paling lama kata-kata paling lama seluruhnya kami usulkan untuk dihapus. Kalau pengertian kami disana dalam kaidah pengertian hukum ini nanti akan kami kros cek lagi Prof. Ramli.

KETUA RAPAT: ltu salah satu pandangan beliau, Bapak Ramli, jadi banyak didalam Undang-undang kita

Bapak Prof, kita mengintrodusir dalam tindak pidana korupsi, PSK dan banyak ketentuan, tidak ada yang paling singkat, ada paling lama, sehingga dalam soal saksi demikian. Ada dua pendekatan yang bisa kita lakukan dalam soal ini, kita langsung membuat DIM dalam referensi matriks dan referensi matriks sehingga lebih mudah, atau masuk ke matriks kemudian melihat DIM, ini terserah kita pendekatannya, kita masuk ke DIM dulu, ini berarti akhirnya matriks ini hanya referensi saja ya.

Baiklah kalau memang begitu, kalau memang kita sepakat.

Bapak dan lbu sekalian, Ada usul.

H. BAHRUM R. SIREGARIF-PBR: lni kita buat matriks ini biar kita tau kadar keselahannya itu bisa kita bandingkan dengan

yang lain, biar ukurannya nanti tidak menjomplang, kalau kita tidak membuat matriks membandingkan antara kesalahan nanti bisa saja kesalahan yang lebih berat, hukumannya menjadi lebih ringan, itu persoalan kalau kita bahas satu per satu itu. Maka bagus kalau menghayati berbagai kesalahannya yang, karena sangsi-sangsinya ini beredar pada dua bulan, enam bulan, delapan bulan, tiga, enam sampai delapan belas. Saya lebih menyarankan matriks.

KETUA RAPAT: Silahkan.

IRMADI LUBIS/F-PDIP: Kalau saya mungkin bisa usul, tetapi pendekatan matriksnya itu, kira-kira mengakibatkan

apabila warga negara kehilangan hak memilih, ini begini, ini menganggu tahapan pemilu begini, sehingga degradasinya itu bisa kita lihat.

KETUA RAPAT: Silahkan.

IRMADI LUBIS/F·PDIP: Mungkin nanti disampaikan oleh Bapak ..... kita terlalu banyak tindakan yang di Pasal 521

ini, terlalu banyak tindakan yang dijadikan satu dan sangsinya. Jadi walaupun umpamanya sekarang ini kita mengatakan penjara paling singkat , tetapi apakah pantas kita untuk paling singkat baru dalam tingkat daftar pemilih sementara, ini terlalu banyak tahapan yang dijadikan satu.

Jadi, pemukhtahiran daftar pemilih, penyusunan, pengumuman daftar pemilih sementara, perbaikan pengumuman daftar pemilih sementara, terlalu banyak yang disatukan satu tindakan dan hukumannya itu kita satukan, walaupun ada range tadi, menurut kami tidaklah pantas, kalau umpamanya baru hanya tingkat pemukhtahiran data waktu pemilih sementara orang lalu dihukum satu hukuman penjara minimal sekian dengan jumlah apa sekian.

Jadi, itu yang kami inikan Pimpinan. Mungkin ada Bapak Nursuhud.

KETUA RAPAT: Bapak Nur Suhud, Silahkan. Ya Demokrat.

IR. AGUS HERMANTO, MM/F-PD: Terima kasih Pimpinan, Demokrat memang DIM juga tetap, tetapi kalau kita juga melihat daripada usulan PBR

yang ini dinaikkan bahwa dari paling singkat tiga bulan menjadi paling singkat enam bulan. Saya dulu pernah dari suatu ancaman yang saya tanyakan memang didalam Bahasa Hukum itu sudah baku, kalau misalnya pelanggaran yang seperti, setingkan seperti ini, tiga bulan, setingkat seperti ini enam bulan, bahkan ada yang lima tahun, bahkan ada bahasa hukum yang sudah tepat, itu tentunya kita kembalikan lagi kepada yang Ahli Hukumnya. Akan tetapi saya melihat dari bahwa di dalam apa yang disampaikan Pemerintah ini, menurut kami sudah pas, sehingga kami tetap bahwa apa yang disajikan Pemerintah ini sudah sesuai dengan apa yang pernah kita pernah dengar juga dan apa yang pernah kita pelajari bahwa memang tetap ada range disini paling singkat dan paling lama ada dan saya pernah juga melihat kata-kata itu. Saya pikir tidak ada masalah, sehingga kami tetap seperti usulan Pemerintah.

KETUA RAPAT: PKB sudah ya, mau tambahkan Bapak.

DRS. H. SAIFULLAH MA'SHUM/F·KB: Saya setuju begini, setelah kami buka-buka dari keseluruhan DIM Pemerintah ternyata

Pemerintah itu yang paling rendah itu menggunakan, menetapkan satu bulan ada, jadi kategori pelanggaran terhadap pemukhtahiran data pemilih itu termasuk tidak terlalu ini juga, tetapi sudah mempertimbangkan ada satu bulan, ada dua bulan, ada tiga bulan, sampai terakhir satu tahun minimal. Oleh karena itu kita bisa membayangkan bahwa posisi Pemerintah dalam kasus ini adalah kategori agak berat juga, tidak satu bulan, tidak dua bulan, tetapi tiga bulan.

Kedua, saya tidak terlalu compllecated untuk memahami posisi DIM ini, pemukhtahiran data itu, dalam konteks Bapak lrmadi. lni adalah satu rangkaian dari pemukhtahiran, dari pendaftaran sementara untuk menjadi DPP terus sampai itu fix menjadi data pemilih rangkaian itu kalau dikasihkan bahwa justru mengetahui adanya kelalaian atau kesengajaan melakukan tindak sengaja oleh KPU atau Panitia dibawah, maka baru berlaku sangsi ini. Jadi tidak berlaku pada masih berlaku pemukhtahiran data terus pendataan pemilih sementara, diketahui ada kesengajaan. Saya kira itu tidak masuk dalam pemahaman kami menyangkut soal sangsi ini. Jadi keseluruhan rangkaian mulai dari awal sampai pengumuman data pemilih, diketahui adanya kesengajaan baru itu berlaku sangsi yang tiga bulan minimal dan maksimal enam bulan itu. Sehingga saya kira tidak ada masalah dengan digabungkannya dari sementara tetap sampai pengumuman itu dalam klausula, sehingga tidak menjadi persoalan, sehingga kami sebenarnya saya setuju dengan draft Pemerintah, tiga bulan juga cukup berat, karena melihat juga ada baru satu bulan, baru tiga bulan dan yang terakhir ada yang sampai satu tahun minimalnya.

Terima kasih Pimpinan.

j

j

j

j

j

j

j

j

j

j

j

j

j

KETUA RAPAT: PAN.

H. PATRIALIS AKBAR, SH/F-PAN: Terima kasih Pimpinan, lni saya ingin bicara dulu tentang masalah format, tentang format penegakan hukum ini. Tentu tujuan penegakan hukum ini adalah keadilan dalam meneggakkan kebenaran. Disini

pada prinsipnya yang dinamakan keadilan itu, yaitu adanya kepastian hukum dan kesebandingan, pasti adalah bagi semua orang yang melakukan kesalahan, kesebandingannya itu adalah tergantung dari faktor dari sebab akibat maupun besar kecilnya kesalahan. lni yang akan mempengaruhi hukum itu.

Oleh karena itu didalam rumusan Undang-undang Hukum Pidana kita, itu selalu dirumuskan Barang siapa, itu adalah kepastian hukum. Selanjutnya kesalahannya dinyatakan dibelakang, baru dihukum setinggi-tingginya, kalau dihukum setinggi-tingginya berarti hakim boleh menjatuhi hukum lebih rendah dari itu. Tergantung dari kesalahan, kalau kesalahannya besar, dia bisa hukum tertinggi, kalau kesalahannya kecil, dia juga bisa hukuman serendah-rendahnya, artinya kalau dia terbukti bersalah, artinya disini saya melihat ada faktor yang musti harus kita pisahkan. Disini ada faktor kesengajaan disini saja contohnya, dan juga ada faktor unsur kelalaian. Secara hukum unsur kesengajaan dengan kelalaian itu berbeda, kita tidak bisa menyamakan, tetapi didalam format rumusan hukum ini disamakan. Dihukum paling sedikit sekian, paling banyak sekian, tidak dibedakan apakah dia kelalaian atau dia kesengajaan, format hukum seperti ini, ini bukan menjatuhkan keadilan, itulah namanya ada keadilan distributif dan ada keadilan komutatif, kalau kesalahannya berat ya distributifnya itu Bapak. Kalau begitu komutatif saja, samakan semua, berat atau keci.

Jadi, menurut saya format ini harus kita kaji kembali, kita tidak bisa menyamakan ini sama dengan tindak pidana narkoba, tidak sama, tidak bisa dengan tindak perilaku korupsi, ini kegiatan­kegiatan politik. Saya sebelum kita membahas satu per satu terhadap fungsi-fungsi atau posisi­posisi kesalahan itu karena sebaiknya format ini didudukkan dulu, kalau kelalaian itu tidak ada pakai dihukum penjara, itu lebih mengarah kepada hukum tambahan yang namanya hukum dendam. Kalau kesengajaan adalah hukuman pokok dan hukum tambahan. Disini kita menyama ratakan, saya kira sebelum disini terlalu jauh format ini harus kita sepakati dulu, sehingga ketika orang !alai, ketika orang salah sengaja, itu harus kita bedakan.

Apalagi disini Bapak lrmadi sudah mengatakan, saya juga tertarik itu, ini hati nurani kita, ketika ada daftar pemilihan sementara, padahal daftar pemilih sementara itu masih dimungkin untuk dilakukan perubahan, koreksinya masih ada, tetapi itu belum final. lni sudah ditakut-takuti mereka dengan ancaman hukuman, mereka tidak jadi kerja, karena mereka sudah diancam dulu, dihukum dulu, akhirnya bubar semuanya, pelaksanaan pemilu ini dan saya yakin dimanapun nanti pelaksana ini termasuk juga Panwaslu ada juga kesalahannya, padahal ini baru dalam tahap mulai, tetapi kalau baru dalam tahap mulai ada kesengajaan terus dikasih tau ada perbaikan, ketika perbaikan daftar pemilih tetap itu dicantumkan dan itu tetap disengaja, memang baru disitu kita main Bapak. Jadi saya ingin format posisi hukum ini yang penting, itulah yang namanya keadilan, makanya tidak pernah didalam KUHP kita dihukum serendah-rendah, dihukum setinggi­tingginya jadi ada faktor klausa disitu. Sebab akibat, kalau orang itu mencuri karena lapar itu belum tentu bisa dihukum, tetapi kalau dia mencuri karena hobby itu lain, padahal sama-sama mencuri.

Saya kira itu dulu, mendudukan format ini Bapak.

KETUA RAPAT: Kalau mencuri itu karena penyakit itu lain lagi. Baik, Masuk dulu ke PKS, oh ini silahkan.

PROF. DR. M. RYAAS RASYID, MAIF·BPD: PKS sangat berbaik hati, Terima kasih Pimpinan, saya kira sudah semakin jelas dari posisi PDIP dan PAN ini, jadi

PDIP itu saya ulangi lagi mempersoalkan, kalau sifatnya kumulatif begitu, padahal jenis pelanggarannya beda. Tidak seyogyanya Elipakai ukuran kumulatif itu, jadi saya sependapat bahwa

- sebaiknya mungkin, karena ini tidak lagi usah dirubah mengenai jenis-jenis pelanggaran berbeda

dijadikan satu, maka kita berpatokan saja pada kebiasaan memberkan ancaman hukuman itu maksimal, ini bisa berbagai kasus, beberapa jenis pelanggaran yang dipertanyakan tadi oleh PDIP itu.

Yang kedua, karena memang bukan saja dari segi ada kesengajaan atau kelalaian, tapi dari PDIP itu tadi jelas, akibatnya berbeda-beda, ada yang menghilangkan hak itu dan ada yang tidak. Saya kira lebih fair, kalau kita tidak usah memakai hukuman minimal, memang kalau memang ada hukuman minimal itu efeknya menakuti-nakuti lebih kencang dan bisa diharapkan mencegah, tetapi ini tidak termasuk dalam kategori yang tadi saya diajari oleh Bapak Patrialis ini yang ada hukuman minimal itu hanya ada pada hukum Narkoba dan Korupsi, ini bukan kejahatan yang setara dengan itu, kenapa musti ada hukuman minimal.

Saya kira ini layak dipertimbangkan Ketua. Terima kasih.

KETUA RAPAT: Baik, Dari sayap kiri PKS atau, tidak nanti PKS dulu.

DRS. ALMUZZAMMIL YUSUF/F·PKS: Saya mengomentari konsistensi bentuk hukuman, banyak Pasal disini yang sudah

menggunakan, kalau dia satu sampai tiga puluh rupiahnya itu satu sampai tiga juga. Tiga bulan sampai delapan belas bulan, tiga sampai delapan belas juta, ada juga yang tidak konsisten, sehingga kita perlu mencari penjelasan. Contoh tiga sampai enam bulan uangnya lima belas sampai dua puluh lima juta, ini kita harus dapat alasan ini, kenapa inkonsistensi disini, ini kenapa di beberapa kasus, tiga sampai enam bulan lima belas sampai dua puluh lima juta, ini Pasal berapa ini, ada tiga sampai enam bulan sepuluh sampai dua puluh lima juta, jadi ada yang konsisten dengan bilangan bulan dan rupiahnya tetapi ada yang tidak konsisten, saya belum dapat menangkap, perlu penjelasan dari Pemerintah.

Kalau kita mau ukurannya matematis, seharusnya semua konsisten, itu Pimpinan yang saya ingin mendapat penjelasan dari Pemerintah.

Terima kasih.

KETUA RAPAT: lni Bapak Agun nampaknya masih, baik sebelumnya ini beberapa, sebelum kami serahkan

ke Pemerintah, memang apa yang disampaikan Bapak Patrialis perlu kita pertimbangkan, karena di normanya rumusan Pasallarangannya disini ada kelalaian, didalam hukum Pidana memang ada kelalaian, tetapi kelalaian yang menyebabkan sesuatu perbuatan akibat yang berat, misalnya Pasal 365 karena kelalaiannya mengakibatkan matinya orang lain atau luka berat, itu biasanya kelalaian, pada umumnya dalam hukum pidana itu ada istilah atus reus, itu ada gealty main. Jadi kalau tanpa ada atus reus dan dilakukan kejahatan itu mungkin dilaksanakan. Contoh saya melihat Payung, saya sangka itu payung saya, saya bawa, karena tidak ada atus reus, tidak ada gealty main maka dia tidak dapat dihukum, itu prinsip-prinsip pemidanaan, prinsip-prinsip hukumnya, kalau istri orang itu lain, karena kalau istri orang, itu jelas tidak mungkin salah, kecuali terlalu banyak istrinya dia lupa mana, dia khilaf.

Barangkali Pemerintah perlu menjelaskan itu, mengapa keialaian ini, saya hanya ingin barangkali, mungkin semangat Pemerintah pada waktu kita membahas Undang-undang No. 22 barangkali Pemerintah masih mengingat itu, begitu banyaknya pemikiran-pemikiran teman, kecurang-curangan teman, su'uzonnya itu besar sekali ya praktek-praktek lama yang di flash back itu dan praktek-praktek Pilkada, yang sengaja, saya pernah mengatakan bahwa salah satu Kabupaten di Sumatera Utara sengaja dari pendukung dari salah satu calon tertentu itu tidak didaftar, dan besar sekali dan orang diluar Kabupaten itu orang yang bisa mendukung dia itu, itu yang didaftar, jadi ini juga kejahatan yang ini tadi, bisa berpotensi besar.

lni barangkali yang perlu kita pertimbangkan, saya pribadi setuju harus atus reus, harus gealty main, harus kesengajaan. Kelalian ini barangkali bisa dibuang Pemerintah, barangkali di Pasal 58 itu, tetapi kalau disengaja dia, ditegus tidak mau melakukan, memang harus ada sangsinya.

Baik Bapak Agun, ini gilirannya kita tunggu sebelumnya kami persilahkan.

Tadi sudah selesai, karena Bapak Agun kita sepakat yang memulai dan mengakhiri, kita serahkan kembali.

Silahkan.

AGUN GUNANDJAR SUDARSAIF-PG: Baik Ketua, Perumusan sangsi dalam konteks delik, itu tidak bisa rumusan itu mencantumkan aspek

!alai, jadi unsur kesengajaan harus terumuskan disana, artinya bahwa unsur kesengajaan itu akan dibuktikan, apakah karena memang betul, tetapi sebagai delik unsur kesengajaan itu harus dirumuskan, walaupun proses pembuktiannya nanti di Pengadilan, apakah dia !alai atau terpenuhi unsur kesengajaan. Tetapi dalam rumusannya tidak boleh, karena kealpaan dihukum, itu tidak boleh.

Kedua, saya setuju dengan apa yang disampaikan dari pembicaraan ini, saya setuju, prinsipnya saya setuju kalau Bapak Ketua apa yang kita rumuskan ini di matrikskan kembali secara keseluruhan, jadi keseluruhan sangsi tentang Undang-undang Pemilu ini dibikin matriks yang agak komprehensif dan ini Bapak Ketua, biar kita berikan kesempatan untuk kita pelajari lebih jauh, supaya ketika kita masuk pada pembahasan itu dua tiga putaran selesai semua itu, karena kongkordansi antara sangsi yang satu dengan yang lain, apakah ini ringan atau berat, itu bisa kita petakan, saya setuju untuk dikaji kembali, dirumuskan ulang dimana saya baca sendiri saya hanya melihat baca bayangan saja segala macam, baru hari ini kita baca, tidak mungkin kita langsung memahami secara keseluruhan filosofi pemidanaan, itu tidak bisa dengan serta merta, harus ada gradasi tadi yang disampaikan Bapak Patrialis, Bapak lrmadi Lubis.

Politik pemidanaan itu variatif, tergantung kebutuhan apa yang ingin kita pakai, ada yang menggunakan pidana maksimum, tetapi banyak juga yang menggunakan pidana minimum, karen a praktek yang terjadi hukumannya menggunakan yang minimum sampai tidak ada batas, sehingga orang itu dihukum sampai serendah-rendahnya, sehingga ada semangat menggunakan Pidana minimum. ltu latar belakangnya, tetapi ada juga orang yang menggunakan prinsip Pidana minimum, agar juga dibatasi hukuman supaya jangan terlalu berat. Tinggal kita mau menggunakan yang mana, sehingga di hukum positif kita yang menggunakan minimum itu ada yang menggunakan maksimum ada, yang hanya menggunakan salah satu ada, bahkan yang menggunakan minimum maksimumpun dihukum positif kita ada, kita itu banyak menggunakan pol a.

Untuk Undang-undang Pemilu, menurut hemat kami mana yang mau dirumuskan, tentunya sesuai dengan katakanlah perbuatan-perbuatan pelanggaran hukum dalam konteks kepemiluan kita. Seperti misalkan, tidak ada problem didalam rumusan hukum itu, karena hukum itu untuk menegakkan hukum dan keadilan, hukum itu dalam rangka kepastian hukum formil, tetapi keadilan itu yang sifatnya hukum materil, bagaimana bisa dibuktikan secara materil keadilan itu.

Oleh karena itu bisa saja, unsur-unsurnya itu bisa alternatif, bisa juga kumulatif, jadi kalau mau dirumuskan pendaftaran pemilih kama lalu sementara tetap dsb, kalau memang itu mau dibuat alternatif bisa-bisa saja. Mau dibikin kumulatif sekaligus dalam bentuk pembahasan yang berbeda, itupun bisa, yang terpenting terpenuhi unsur-unsur salah satu itu, itu bisa sudah dikenakan.

Apakah kita juga akan melakukan perumusan yang seperti itu, tetapi rumusan seperti itu hanya mungkin akan bisa masuk, kalau kita sudah melihat gradasi daripada perbuatan-perbuatan itu, mulai dari pendaftaran pemilih, kecurangan-kecurangan. Sudah ada orang yang melapor, jelas ada yang melapor, saya jadi saksinya, tanggal sekian, itu melapor, KPU tidak menindaklanjuti, itu terpenuhi Bapak, unsur itu terpenuhi, mau dia melapor, dibuktikan tanggal sekian, dia tidak menindaklanjuti. Kalau tidak ditindak lanjuti seperti itu walaupun itu pada daftar sementara bisa saja, atau pada daftar calon tetap, dimana saja itu terjadi dia sudah lapor, tidak ditindaklanjuti, itu pidana, tinggal berapa yang akan kita rumuskan.

Menurut hemat kami Bapak Ketua, kalau memang bagan matriks ini bisa kita lanjutkan pembahasannya, boleh-boleh saja, tetapi kita juga harus bisa mempersandingkan, perbandingkan, ini baru dalam tahapan penyelenggaraan pemilu, pemukhtahiran data dan penyusunan daftar pemilih. Tetapi pada sisi itu menurut hemat saya, perlu juga dipertimbangkan, karena itu entry point terhadap seluruh proses penyelenggaraan Pemilu yang LUBER JURDIL itu, menurut saya cukup beralasan, kalau pada posisi itu sangsinya juga katakanlah, jangan juga terlalu ringan, proporsinya pas. Pasnya ini tentunya akan bisa kita sampaikan, ketika ada perbandingan (rekaman

terputus) pemunggutan suara, rekapitulasi suara pada saat dsb, gradasi itu yang belum kita tau. Sehingga kita mengerti kalau disini kita cantumkan tiga bulan jangan ada nanti ada yang lebih besar dari sana sampai mengakibatkan satu tahun tidak cukup. lni juga menjadi masalah, apakah tindak pidana pemilu ini sampai harus hukumannya mencapai dua tahun, tiga tahun, ini juga perlu pemikiran kita bersama.

Menurut hemat saya, Pemerintah bisa ditugaskan untuk ini Bapak Ketua, kalau perlu dibawa, siapa pakar hukumnya begitu, biar kita juga punya bahan untuk kita sama-sama berpikir bersama. Apakah Romli atau mungkin Bapak Andi Hamzah atau siapapun.

Terima kasih.

KETUA RAPAT: T erima kasih.

PATANIARI SIAHAAN/F·PDIP: Pimpinan, Sebelum ke Pemerintah Bapak, Kami mohon diberi kesempatan, supaya kami nanti mengikuti alur berpikirnya. Sebetulnya

kalau kami memahami, seluruh sangsi-sangsi ini adalah agar Pemilu berlangsung LUBER dan JURDIL itu inti persoalannya. Ketentuan sangsi ini bukan sembarang di Penjara, sembarang di tangkap tidak ada hubungan keseluruhannya. Oleh karena itu kami melihat persoalan-persoalan pokok adalah pelanggaran yang mengakibatkan terganggunya tahapan Pemilu, kira-kira begitu klasifikasinya.

Kemudian nanti yang termasuk menghilangkan hak memilih, hak bayar. Kemudian yang berat lagi mungkin menghilangkan suara pemilih yang karena pemilu itu untuk mendapatkan wakil dari suara, karena Pemilu untuk mendapatkan wakil dengan jumlah suara, mungkin disini kita tracking untuk mendapatkan, baru disitu kita tentukan berat ringan daripada setiap pelanggaran seperti itu. Jadi mungkin kita bisa menjelaskan sehingga kita bisa langsung mengelompokkan matriks ini kedalam tempat yang pas.

Sekian, Terima kasih.

KETUA RAPAT: Baik, Bapak dan lbu sekalian, Barangkali ini perlu ada pengelompokkan, seperti kita katakan, bagaimana kalau kita mulai

yang kita selesaikan saja, nanti Pemerintah akan mencoba menjawab, membuat pengelompokan­pengelompokan tadi, mungkin ada soal juga kelalaian yang tadi saya katakan menjadi persoalan bagi kita.

Bapak Agun juga mengatakan tadi harus ada gealty main tadi dalam bahasa latin dikatakan ........ satu tindakan itu apa namanya tidak membuat seseorang salah, tetapi mainnya itu sudah jahat, sudah ada kesengajaan, oleh karena itu disini ada kesengajaan hal yang tidak sesuai dengan prinsip-prinsip itu.

Oleh karenanya barangkali kami minta Pemerintah menjelaskan prinsip-prinsip yang mengapa unsur kelalaian ini masuk didalamnya dan apa pertimbang-pertimbangannya. Kemudian barangkali gradasi kejahatannya perlu kita kelompokkan. Jadi ada satu gradasi tindak kejahatan itu, tidak pelanggaran itu, bisa kita kelompokkan ini level berat, level sedang, level ringan, sehingga nanti bisa kita petakan demikian.

Untuk itu persilahkan Pemerintah.

PEMERINTAH: Pimpinan Panja yang saya hormati dan, Para Anggota Panja yang saya hormati, Harus ada dasarnya seperti adanya ketentuan mengenai sangsi ini dalam rangka LUBER

dan JURDIL tadi, sehingga semua baik aparat pelaksana maupun masyarakat bisa melaksanakan pemilihan dan dengan mematuhi ketentuan-ketentuannya, untuk itu agar semua mentaati ketentuan-ketentuan yang ada, kita mengatur adanya Pasal-pasal mengenai sangsi tersebut.

Berikutnya memang pasal-pasal ini yang saya setuju adalah mengenai unsur kesengajaan, harus ada unsur kesengajaan seseorang baik itu masyarakat maupun pelaksana melakukan suatu kesengajaan, melakukan suatu pelanggaran.

Kemudian mengenai yang Pasal 251 mulai dari pemukhtahiran data sampai kemudian rekapitulasi daftar pemilih kita melihatnya bahwa akibat daripada rangkaian awal melakukan pelanggaran, atau tidak melakukan tindak pidana ini, temuan dalam hal pemukhtahiran data sampai kepada rekapitulasi data pemilih, melihatnya akibat daripada rangkaian awal melakukan pelanggaran atau menindaklanjuti temuan dalam hal pemukhtahiran data sampai pada itu menjadi merugikan warga Indonesia yang mempunyai hak pilih. Dari awal sampai akhir itu, hal pilih warga negara itu dirugikan. Oleh karena itu kami memberikan suatu hukuman yang minimal sekian dan maksimal sekian, akhirnya hak warga negara jadi hi lang, terganggu, karen a itu satu rangkaian.

Kemudian tadi mengapa tidak bisa kumulatif atau tidak paling lama sekian itu memang ada beberapa pilihan, bisa minimal sekian bulan, maksimal sekian bulan, dst. Kenapa kita tidak mengambil paling sedikit tiga bulan, paling lama lima bulan, semua pada dasarnya seperti itu, kita mengacu juga Undang-undang No. 12 tahun 2003, itu semuanya orang dengan sengaja melakukan ini dihukum paling sing kat sekian, paling lama sekian dst-dst.

Demikian. Kemudian yang tadi yang diinginkan oleh para fraksi-fraksi dihimpun lagi dibagi-bagi, kita

akan coba menyiapkan itu untuk mempermudah pembahasan. Sementara sekian.

KETUA RAPAT: Bapak dan lbu sekalian, Kita sudah pukul.

ORA. HJ. LENA MARY ANA MUKTI/F·PPP: Kalau memang Pemerintah sudah setuju melaksanakan apa yang diarahkan tadi oleh

Bapak Agun dan yang lain dan Pemerintah juga sepakat tadi untuk memilahkan kembali soal sangsi larangan. Tadi saya sudah lihat ini Bapak Ketua, sampai akhir sekali batasan disini, saya tidak melihat rumusan meskipun kita juga belum masuk pada soal kewajiban memuat atau mencantumkan 30% quota Perempuan, walaupun pada Pansus yang lalu Raker dengan Mendagri memang kita lebih cenderung untuk memuat bukan berupa sangsi tetapi berupa insentif. Tetapi kalau rumusan sebagaimana yang disampaikan Pemerintah itu ada implikasi juga, kalau tidak termuat sangsinya seperti apa, disini rumusannya belum ada saya lihat, karena itu penting untuk masyarakat, karena soal quota 30% soal fraksi-fraksi itu sudah final, quota 30% perempuan, walupun sekali lagi dari kami mungkin lagi sangsi tetapi insentif dan dalam Undang-undang itu biasa ada insentif ada dis-insentif ada juga sangsi. Begitu Bapak dan saya kira bisa saja dirumuskan sebagai dis insentif bagian dari yang tidak memasukkan 30% quota Perempuan, apakah di daftar caleg atau nanti di parlemen atau bagaimana, yang jelas 30% itu sudah final Bapak Ketua.

Terima kasih.

KETUA RAPAT: Soal quota perempuan, kemarin kita sudah bicarakan dan ini akan bicarakan di forum

lobby, di Panja, masih. Ya .

. ........ kemarin itu waktu kita bicara terakhir masih kita pending, memang belum, ya lobby, karena

kita tau lbu Lena sedang di Australia, tidak mungkin kita putuskan sesuatu kalau lbu Lena tidak hadir, itu saja yang tidak enak.

ORA. HJ. LENA MARY ANA MUKTI/F·PPP: Justru karena itu Bapak Ketua, mohon maaf justru itu karena ini belum masuk ke forum

lobby, justru disini harus disini harus dirumuskan Bapak, kecuali kalau masuk forum lobby, itu tidak kita bahas, karena tadi sudah saya jelaskan betapa kita punya pahlawan-pahlawan pendukung hak azasi perempuan, termasuk Bapak Ferry disini.

KETUA RAPAT: lni waktu kita ada pertemuan, jam lima kita akhiri, soal substansi pidana ini.

DR. MARIANI AKIB BARAMULI, MM/F-PG: Bapak Ketua, Kesempatan bicara satu menit saja, walaupun Bapak nanti masuk dalam forum lobby,

saya tau betul hati nurani Bapak-bapak Pimpinan ini, pasti juga berkeadilan gender, tolong juga dibicarakan di forum lobby agar juga didalam apakah sangsinya berupa apa dsb, tetapi itu adalah satu hal yang perlu mendapat perhatian demi keadilan bangsa dan negara ini.

Terima kasih.

KETUA RAPAT: Memang kalau kita tidak memberlakukan wan ita secara adil, agak berat, urusannya berat.

ORA. HJ. LENA MARY ANA MUKTI/F·PPP: Bapak Laoly ini penting sekali, karena saya melihat materi lobby, materi lobby ketika tidak

saya dapatkan saya minta penjelasan dari Bapak Ketua Pansus dan Bapak Ketua Pansus sudah menjelaskan bahwa ini masuk ke materi Panja dan kalau mudah-mudahan kita menganggap bahwa ini tidak perlu masuk ke forum lobby, di panja saja kita putuskan, karena rata-rata semua sudah setuju 30% itu perempuan.

Terima kasih Bapak.

KETUA PANSUS (DRS. FERRY MURSYIDAN BALDAN/F·PG): Saya kira lbu Lena yang terhormat ini penting di informasikan bahwa hasil putaran

pembicaraan sebenarnya, kita tinggal cari rumusan, sesungguhnya ada beberapa bagian memperhatikan, mempertimbangkan, namun ketika waktu itu atau ketika memuat didalam daftar calon itu yang belum adalah itu semua digabung saja setuju seperti itu.

Apa kemudian akibat yang akan diterima partai ketika itu tidak dipenuhi, itu yang saya kira belum, karena ini bicara tentang wanita yang sangat spesial, saya mengusulkan waktu khusus yang dimana pikiran kita sudah segar, karena baru saja kita bicara soal menghukum-hukum orang, tidak baik bagi Bapak Patrialis untuk kita bicara tentang wanita, karena hukuman dengan kasih sayang itu adalah sesuatu hal yang berbeda.

KETUA RAPAT: Memang sudah berpengalaman.

Bapak dan lbu sekalian, Saya kira kami minta Pemerintah, supaya kita dapat mengakiri pertemuan ini, untuk nanti

di forum lobby kita dapat waktu istirahat dalam waktu dua jam, agar Pemerintah menyiapkan kembali soal matriks sangsi ini, melihat gradasiny·a dan barangkali kita harus juga mempertimbangkan bahwa unsur kelalaian tidak kita cantumkan didalam, nanti setelah selesai kita akan bahas kembali mengenai sangsi ini, metodenya bagaimana akan kita masuk di DIM atau berdasarkan. Kalau boleh sekali berenang minum kopi, Pemerintah juga matriks itu kalau boleh sekaligus pasang DIM-nya, nomor DIM-nya, sehingga teman-teman Panja ini memang agak rewel sedikit, itu kami tidak punya staff Ahli yang cukup, lebih banyak Staff Ahli Pemerintah. Jadi kita minta Pemerintah untuk melelahkan teman-teman di Pemerintah, tetapi nanti ada balasannya dari Tuhan YME.

Oleh karenanya kami.

PATANIARI SIAHAAN/F·PDIP: Tambahan sedikit Bapak, Tolong sekalian dibuat tabelnya Bapak, tabel hukuman itu supaya kita mudah

memeriksanya, kalau tabel kita setuju, hanya tinggal merubah kedalam DIM. Jadi mudah kita diskusi tabel daripada diskusi kalimat. Jadi tabel Pemerintah, kalau sengaja sekian, sekian-sekian penetapan mana, ada tahapan pemilunya Bapak, ada tingkat kesalahannya dengan tabel itu kita membahas DIM saja langsung ke DIM kalau kita sepakat, jadi tidak kata-kata lebih mudah.

Terima kasih.

KETUA RAPAT: Silahkan.

ORA. HJ. LENA MARY ANA MUKTI/F·PPP: Saya ... saja kepada Pemerintah, lni KPP ada disini dan beliau pasti sudah mempunyai rumusan, oleh karena itu yang kami

minta itu KPP kita minta untuk memasukkan itu pada bagian dari Pemerintah Bapak Laoly.

KETUA RAPAT: Makanya lbu mau bicara soal ini.

PEMERINTAH (IBU): Terima kasih Pimpinan, Saya hanya ingin memberikan informasi bahwa nanti malam juga ada lobby pada Panja

Parpol, dimana disitu telah dibahas tentang reward, jadi kami ingin menanyakan apakah kita tidak akan membahas sekalian karena jangan sampai keputusan disana berbeda, kita juga beda, akhirnya bagaimana, apa yang harus kita sepakati.

Saya kira itu yang ingin kita sampaikan.

KETUA RAPAT: Kebetulan ada komitmen kita selalu bersama dengan Parpol, keputusannya pasti kita

singkronisasikan lbu. Percayalah bahwa kita itu mencintai wanita.

PEMERINTAH (IBU): Saya kira yang ingin kita bahas Pasal 33 yang masalah keuangan, disitu yang akan

dibahas masalah rewardnya itu, karena mereka akan membahas masalah keuangan, saya kira itu Bapak.

Terima kasih.

H. BAHRUM R. SIREGARIF·PBR: Sebentar, lni Pasal 251, walau tadi sudah dibicarakan, ini banyak parameter seperti kata pemilih,

penyusunan daftar pemilih sementara, perbaikan-perbaikan daftar pemilih sementara, penetapan daftar pemilih tetap, rekapitulasi, terus sebenarnya kata kuncinya dimana, kalau menu rut saya kata kuncinya, semua kegiatan yang merugikan warga negara yang hak pilihnya, jadi kalau itu tidak merugikan hak pilihnya yang tadi itu, biarkan saja, terlalu banyak parameter, artinya kalau nanti dia pada saat pemilihan suara dia tidak bisa, berarti dia rugi, disitulah dia kena pengertian saya, jadi tolong ini disempurnakan Bapak.

Terima kasih.

KETUA RAPAT: Dengan ini Rapat kita skors sampai besok pukul 09.00 WIB dan kami mengingatkan forum

lobby pukul 19.00 WIB di executive club Hotel Sultan ruang cempaka, oleh karena ini Rapat kita skors sampai besok pukul 09.00 WI B.

(RAPAT DISKORS PUKUL 16.52 WIB)

Jakarta, 28 November 2007 a.n. Ketua Rapat

Sekretaris,

S U ROSO, SH NIP.210000661