76
BAGIAN PERTAMA P S I K O L O G I U M U M PENDAHULUAN Tidak mudah kita dapat mendefinisikan psikologi karena begitu luas bidang psikologi dan demikian pula banyak aliran dalam psikologi tersebut. Bila kita bertanya kepada seorang pakar psikologi tentang definisi psikologi, kiranya ia akan memberikan jawaban sebagai berikut : Psikologi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari tingkah laku manusia dan binatang serta penerapannya ke dalam problem-problem manusia. Dalam definisi tersebut terdapat tiga kata pokok, yaitu 1) ilmu Pengetahuan, 2) tingkah laku, 3) manusia dan binatang. Timbul berbagai pertanyaan, “Benarkah Psikologi adalah ilmu pengetahuan?”, “Mengapa yang dipelajarinya adalah tingkah laku?”, “Apakah tingkah laku itu?” “Apakah Psikologi hanya merupakan ilmu yang mempelajari tingkah laku manusia dan binatang?” Untuk jelasnya marilah kita meiihat satu per satu dari ketiga kata pokok tersebut. 1. Suatu pengetahuan adalah ilmiah, kalau pengetahuan tersebut disusun secara sistematik, dikumpulkan lewat penelitian secara akurat dan kadang- kadang diukurnya peristiwa-peristiwa tersebut dalam suatu ekperimen yang dilakukan oleh para ahli untuk membangun dan menghasilkan sesuatu yang baru dan bernilai dari peristiwa yang dipelajari tersebut. Penelitian peristiwa tersebut dilakukan secara sistimatik dalam berbagai cara, tetapi sebagian besar dengan menggolongkan mereka ke dalam kategori-kategori dan membanguri hukum-hukum yang bersifat universal dan prinsip-prinsip untuk menjelaskan dan meramalkan peristiwa baru secara akurat. Karena psikologi memiiiki unsur-unsur yang dituntut oleh ilmu pengetahuan, maka dapat dikatakan bahwa psikologi termasuk ilmu pengetahuan. Tetapi dari lain pihak dalam definisi di atas dikatakan pula bahwa psikologi mengandung unsur p I enerapan. Karena itu psikologi juga bersifat seni, karena penerapannya ke dalam problem praktis manusiawi merupakan wuatu ketrampilan. Ketrampilan penerapan psikologi sulit dipelajari dalam hirku-buku. Dibutuhkan pengalaman khusus dalam bidang ini. Memang kita iapat mtz~mpelajari prinsip-prinsip ilmiah yang mendasari penerapan praktisari buku-buku.

Diktat Psikologi Umum 2010 (2000).docx

  • Upload
    stftws

  • View
    0

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

BAGIAN PERTAMA

P S I K O L O G I U M U M

PENDAHULUAN

Tidak mudah kita dapat mendefinisikan psikologi karena begitu luas bidang psikologi dan demikian pula banyak aliran dalam psikologi tersebut. Bila kita bertanya kepada seorang pakar psikologi tentang definisi psikologi, kiranya ia akan memberikan jawaban sebagai berikut : Psikologi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari tingkah laku manusia dan binatang serta penerapannya ke dalam problem-problem manusia. Dalam definisi tersebut terdapat tiga kata pokok, yaitu 1) ilmu Pengetahuan, 2) tingkah laku, 3) manusia dan binatang. Timbul berbagai pertanyaan, “Benarkah Psikologi adalah ilmu pengetahuan?”, “Mengapa yang dipelajarinya adalah tingkah laku?”, “Apakah tingkah laku itu?” “Apakah Psikologi hanya merupakan ilmu yang mempelajari tingkah laku manusia dan binatang?” Untuk jelasnya marilah kita meiihat satu per satu dari ketiga kata pokok tersebut.

1. Suatu pengetahuan adalah ilmiah, kalau pengetahuan tersebut disusun secara sistematik, dikumpulkan lewat penelitian secara akurat dan kadang-kadang diukurnya peristiwa-peristiwa tersebut dalam suatu ekperimen yang dilakukan oleh para ahli untuk membangun dan menghasilkan sesuatu yang baru dan bernilai dari peristiwa yang dipelajari tersebut. Penelitian peristiwa tersebut dilakukan secara sistimatik dalam berbagai cara, tetapi sebagian besar dengan menggolongkan mereka ke dalam kategori-kategori dan membanguri hukum-hukum yang bersifat universal dan prinsip-prinsip untuk menjelaskan dan meramalkan peristiwa baru secara akurat. Karena psikologi memiiiki unsur-unsur yang dituntut oleh ilmu pengetahuan, maka dapat dikatakan bahwa psikologi termasuk ilmu pengetahuan.

Tetapi dari lain pihak dalam definisi di atas dikatakan pula bahwa psikologi mengandung unsur p I enerapan. Karena itu psikologi juga bersifat seni, karena penerapannya ke dalam problem praktis manusiawi merupakan wuatu ketrampilan. Ketrampilan penerapan psikologi sulit dipelajari dalam hirku-buku. Dibutuhkan pengalaman khusus dalam bidang ini. Memang kita iapat mtz~mpelajari prinsip-prinsip ilmiah yang mendasari penerapan praktisari buku-buku.

2. iingkah laku meliputi semua yang dilakukan manusia dan binatang serta dapat diteliti dengan berbagai cara. Bagi para pakar psikologi tingkah laku/ > ; Lpk,-rnemiliki arti lebih dari pada hanya gerakan badaniah, tetapi juga meliputi perasaan (feelinq), sikap (attitude), pikiran (thought) dan proses-proses mental lainnya - semua kejadian internal yang tidak dapat diselidiki secara langsung, tetapi secara tidak langsunq lewat apa yang dikatakan dan reaksi subyek terhadap berbagai masalah dan situasi.

Memang tingkah laku manusia tidak dapat diteliti dan diukur secara aku seperti penelitian lainnya yang bersifat kimiawi atau fisika, tetapi pada prinsipnya, penelitian-penelitian psikologis dan kimiawi adalah sama dalam kaitannya dengan hukum-hukum ilmiah yang dapat diterapkan kepada kedua disiplin ilmu tersebut di atas. Bila ilmu kimia memakai prinsip-prinsip ilmiah Lrntuk memahami dan meramalkan kejadian-kejadian yang bersifat fisikal, dernikian pula psikologi memakai prinsip-prinsip yang sama untuk memahami dan meramalkan tingkah laku. Karena itu kita dapat mengatakan bahwa ~sikologi adalah ilmu nenqetahuan vang .berusaha untuk memahami dan mer3malkan tinakah laku manusia dan binatanq.

3. rnanusia dan binatanq. Meskipun tekanan psikologi itu kepada tingkah laku manusia, tetapi para pakar juga mempelajari tingkah laku binatang, karena secara intrinsik menarik dan pula dengan mempelajari tingkah laku binatang kita juga dapat memahami tingkah laku manusia, misalnya mempelajari dan membandingkan tingkah laku agresip dari berbagai binatanri dapat menjelaskan pula secara sama tingkah laku manusia. h;euntungan lain adalah bahwa kondisi eksperimental dapat lebih tepat dikontrcl dalam penelitian tingkah laku binatang daripada dalam penelitian !ingkah laku manusia. Prinsip-prinsip umum dari tingkah laku yang dihasilkar, oleh penelitian eksperimental yang ketat terhadap binatang :.-•eringkafi dapat juga berlaku bagi manusia. Misalnya, kita mengetahui banyak sekali tentang proses-proses dasar terbentuknya suatu kebiasaan tinakah laku manusia dari penelitian eksperimental binatang. Akhirnya, keuntungan lainnya adalah bahwa binatang lebih tepat dipakai dalam renelitian eksperimental, karena bila penelitian itu dilakukan langsung terhadap manusia, ada kemungkinan membawa resiko dan kerugian yang besar bagi kesehatan, keselamatan, bahkan moral. Misalnya, seorang ilmuwan ingin melihat apakah jenis obat yang mengandung drugs dapat rnembantr.a pengobatan terhadap problem tingkah laku seseorang yang kecanciUan alcohol. Maka obat tersebut dapat diujicobakan kepada binatang yang aikohoiik sebelum penelitian klinis dilakukan terhadap manusia karena abat tersebut memiliki bahaya sampingan.

Psikofogi bukan merupakan satu-satunya ilmu pengetahuan yang mempelajari ting kah laku manusia dan binatang, melainkan ada pula berbagai bidang studi yang

mempela;ari tingkah laku manusia, misalnya Psikiatri, Anthropologi, Sosiologi, Ekonomi, Ilmu poiitik, Geografi dan Sejarah. Bersama dengan Psikologi, bidang-bidang studi tersebut membentuk satu kelomaok disialin yang kita kenal dengan sebutan Ilmu-ilmu Tingkah laku. Apakah yang membedakan psikologi dengan Ilmu-ilmu Tingkah laku lainnya ? Psikologi mempelajari secara khusus tingkah laku dan berbaaai macam tinqkah laku manusia dan binatang, Psikiatri mempelajari secara khusus kelainan tingkah laku manusia (behavior disorder), Anthropologi mempelajari secara khusus perbandinqan tinakah laku manusia dari berbaqai macarr, kebuday aan, Sosiologi mempelajari tingkah laku suatu kelompok manusia, Ekonomi menyangkut soal tingkah laku manusia yang mengadakan transaksi dan pelayar~an. Banyak ilmu tingkah laku memiliki sub bidang studi yang tidak langsung berkaitan dengan studi tingkah laku, misalnya Phvsical Anthropoloav mempelajari evolusi struktur fisik dari manusia.BAB PERTAMABIDANG PENELITIAN PSIKOLOGI'..uasnya bidang penelitian psikologi modern dapat lebih dipahami bila kita meninjau terlsbih dahulu seiarah oerkembanqan osikolo i modern, terutama sekitar lebih dari seratus tahun yang lalu.

!.'! . Sejarah Perkembangan Psikologi M ' odern

5ejarah psikologi, seperti pula sejarah dari semua ilmu pengetahuan, memiliki tokoh-tokoh besar dan kejadian-kejadian yang terus berkembang. Pada mulanya psikologi merupakan bactian dari filsafat, kemudian lambat laun memisahkan diri dari filsafat dan berdiri sendiri sebagai ilmu oenaetahuan otonom.

Psikologi berasai dari bahasa Yunani, yaitu psyche dan logos. Psyche berarti jiwa dan logos berarti ilmu. Jadi psikologi adalah ilmu r,enaetahuan vano mem ep lajari iiwa. Psikologi modern berbeda dengan filsafat, karena psikologi modern tidak mempelajari hakekat, dari mana dan ke mana iiwa, melainkan mempelajari keaiatan-kegiatan iiwa, yaitu peristiwa-peristiwa jiwa, fungsi-fungsi dan gejala-gejala jiwa dengan alasan-alasannya. Psikologi merupakan ilmu pengetahuan yang terus menerus mengalami roses perkembanaan dengan perubahan-perubahan yang agak mendadak. Hampir semua penemuan besar dalam ilmu pengetahuan itu selalu diantisipasi oleh ilmu pengetahuan lainnya.

Telah dikatakan bahwa dahulu psikologi adalah bagian dari filsafat. Karena itu dalam psikologi kita juga menemukan tokoh-tokoh filsafat kuno Yunani, seperti Socrates, Plato. Aristoteles, dsbnya.'ahs{'rakdi v,unM.ciaPlato me ajarkan "TRICNOTOMI" yaitu bahwa manusia memiliki tioa kekQatan rohaniah, yaitu bergikir yang terletak di kepala, kemauan yang terletak di dada, dan kein inan yang terletak di perut. Pikirantibe~r~da~ d~; alam ide, sedangkan keingman dan kemauan terikat oleh kehidupari jasmaniah yang bersifat tidak abadi. Plato berpendapat bahwa suatu kebenaran yang hakiki tidak dapat dicapai

dengan sesuatu yang nampak oleh 'indera`manusia, karena segala sesuatu yang nampak oleh indera adalah bayangan-dari hakekat. Adapun yang hakiki adalah ide atau cita-cita dari segala yang nyata ini. Ide tak lain adalah pengertian yang mencakup kenyataan dari--s4agala sesuatu, dan dapat dicapai hanya dengan pikiran,. Ide tertinggi adalah Tuha`n,,dan segala sesuatu yang nyata ini berasal dari alam ide-7ttt-dan segalan.ya akan kembali ke alam ide juga.~ lvls4ti+ kwF&qor:aAristoteles adalah murid Piato, berpendapat bahwa makhluk berjiwa di alam ini adalah tumbuh-tumbuhan, hewan dan manusia. Masing-masing memiliki jiwa yang berurutan rendah-tingginya. Tumbuh-tumbuhan mengandung jiwa terendah yang disebut Anima Veaetativa, fungsinya terbatas pada hanya makan dan berkembang biak. Hewan mempunyai jiwa yang agak tinggi yang disebut Anima ~. Sensitiva, fungsinya mengindera, menggunakan napsunya untuk bergerak dan berbuat. Manusia memiliki jiwa tertinggi yang disebut Anima Intelektiva, fungsinya sangat penting yaitu antara lain yang sangat pokok adalah beroikir dan berkehendak,~.

>"-

Aristoteles membagi fungsi jiwa ma atas dua tu berpikir dan berkehendak. Oleh karena itu pandangannya disebyt•°Dic otsffifi darY berbeda dengan pandanganPlato yang disebut Trichotomi 'to era~G,,,,~.Setelah meninggalkan tahap Filsafa~' Yunani ~ no, ki memasuki tahap berikutr,ya, yaitu Tahap Baru Psiko~t ai Modern, yang pat dibagi dalam tiga tahap, yaitu 1) Tahao Filosofis Des~artes (1650) sam i kepada Fechner (1860),2) Tahap Institusional dari Wilhelm Wundt (187 sampai kepada McDougall l.,h:r,% p";" .(1923), 3) Tahaa Soesifik dan Faktual dari Tolman, (1923) seterusnya. a6-t't-~3erda :arkan pembagian tahap tersebut, maka dapat dikatakan bahwa setelah tahap fflosofis, maka psikologi berdiri sendiri sebagai ilmu aenaetahuan otonom sejak lahirnya Laboratorium Psikoloai di Leioziq oleh Wilheim Wundt pada tahun ; 879.

Di bawah ini kami akan memperlihatkan perkembanaan ilmu-ilmu aenaetahuan modern ya"nq secara lanasuna memqengaruhi lahirnya psikologi modern tersebut..pe+i9dW+vttttl 11IdCrdw11. Rertam,aztama psikologi dalam perkembangannya dipengaruhi oleh aliran Em prnsme Ingaris dari abad ke 17-19 dengan tokoh-tokohnya J.Locke,. D.Hume, James Miil, John Stuart Mill,.dll. Aliran ini memberikan sumbangan besar kepada . psikologi dalam bidang metodoloai dan materi.• Sumbangannya dalam - bidang metodologi yaitu menolak prinsip-prinsip metafi'sis dan metode deduktip yang biasa dlpakai dalam filsafat dan diganti dengan metoden, eksoerimental yang berdasarkan data-data penelitian.

Sumbangannya dalam materi, yaitu mulai menggunakan penelitian-penelitian berdasarkan hukum asosiasi dan hukum oersenyawaan, (pengaruh ilmu kimia).>abL2. nalam satu setengah abad terakhir ini tidak hanya berkembang pesat f'siologi, tetapi juga banyak penemuan baru, terutama berkaitan dengan ~usunan svaraf dan keleniar-keleniar yang ada di dalam proses tubuh manusia, yang disebut sekresi internal, yaitu suatu proses di mana sel atau kelenjar menghasifkan zat yang berfungsi dalam tubuh organisme manusia. i'enemuan ini memiliki pengaruh yang cukup besar pada penelitian psikologis, dan memberikan metode dan kontrol qositip dan pasti bagi panelitian-penelitian psikis, dan pula memungkinkan suatu interoretasi yang ,ebih tepat tentang proses psikis tersebut.

3. Dalam abad 19-20 telah diteliti sifat khas psikologis dari beberapa penyakit, yang disebut penyakit syaraf. Tokoh-tokohnya dalam hal ini adalah Pinel Charcot, Freud. Dinyatakan bahwa subyek dengan susunan syaraf yang secara anatomis dan fisiologis sehat dapat memiliki aa~ ngguan mental (mental disorder), seperti obsessif, yaitu suatu ide atau pandangan yang agaknya sama sekali tidak berdasar dan secara terus menerus merasuki pemikiran seseorang, atau beban emosi yang tidak dapat dikontrol. Hal ini menunjukkan keaslian aeiala psikis yang tidak disebabkan oleh unsur-unsurfisiologis. Ad.. ,d,45,.,-~r.4. Dalarn pertengahan kedua abad 19 lahiriah psikometria, yaitu suatu cabang duri psikologi yang meneliti dan mengembangkan penggunaan test-testpsii<ologi serta membuat penilaian yang tepat dari hasil-hasil yang diperoleh. Penemu teknik ini yang terkenal adalah A.Quetelet (Belgia, 1796- P~~r1874), F.Galton (Inggris, 1822-1911), A.Binet (Perancis, 1857-1911 ), J.McKeen Cattell (USA, 1860-1944). Masing-masing telah membuat dan rnenggunakan instrumen-instrumen yang akurat untuk mengukur karakteristik psikis. Dewasa ini psikodiaanusa, telah berkembang sangat pesat dan menentukan metode-metode dan instrumen yang sangat penting untuk penelitian dan diagnosa klinis.

5. Pada akhir abad ke 19 telah mulai berkembang pesat penggunaan statistik pada psikologi. Kita mengetahui bahwa statistik dapat memberikan sumbangan berupa metode-metode yang tepat untuk mempelajari proses-proses psikis, yaitu diperlihatkan data-data dari kompleksitas faktor-faktor yang mempengaruhinya. Memang data-data tersebut dapat meramalkan proses-proses psikis tanpa suatu kepastian mutlak, tetapi hanya pada tingkat probabilitas (kemungkinan). ;, . ;. :,6. Bagian yang terpenting dari psikologi modern adalah applikasinya dan terutama intervensi untuk mendiagnosa dan menyembuhkan penyakit psikis. Karena , itu dsikoloai klinis memberikan sumbangan kepada pembentukan teknik-teknik diagnosa yang berkaitan dengan motivasi, susunan dan fungsi dari kepribadian manusia.

1.2. 3idang-bidang Psikologi ModernBeberapa tahun lalu dengan tepat dan realistik kita dapat membagi bidang studi psikclogi modern dalam beberapa sektor besar dengan obyek studi berbeda-beda. Bukan maksud kami untuk membahas masing-masing sektor secara mendetail, tetapi cukuplah kami menunjukkan suatu daftar yang sangat singkat dari kelompok teori dan penelitian selama ini :1. Dewasa ini orang berminat terus akan psikometria dan statistik, yang seringkali muncul dalam diskusi-diskusi ilmiah mengenai arti psikologis dan sosial dari test-test yang diadakan dan pula mengenai sah dan pentingnya teori, penelitian, dan metode yang dipakainya.2. Persepsi dan keaiatan motorik menduduki bagian penting dalam penelitian-penelitian, tetapi kita seringkali cenderung menempatkan proses-proses ini dalam konteks kepribadian.3. Proses-nroses koanitip, dalam proses belajar, ingatan, pemikiran, dan perhatian memperoleh tempat yang niakin penting dalam mempelajari psikologi.. Motivasi tidak lagi dipelajari secara terpisah, tetapi dalam kaitannya dengan problem-problem sosial dan kesehatan mental.5. Suatu pandangan makin* luas mengenai problem-problem neurofisiologis (yang berkenaan dengan urat syaraf dan fisiologis) dan biochimika (yang berkenaan dengan analisa bioelektrika dari otak dan konsekwensi dari kecanduan ganja)6. Pengaruh cukup luas dari psikoloai binatanq, yang berminat akan proses belajar dan tingkah laku sosial dari binatang-binatang.

7. Makin berkembang psikoloai aerkembanqan, yang berminat akan perkembangan psikologis manusia dan faktor-faktor yang menandainya. Jadi psikologi perkembangan berminat akan kejiwaan kanak-kanak, remaja, dewasa, dan orang tua.

8. Tinakah laku sosial mendapat perhatian yang cukup besar dalam dinamika kelompok, yaitu proses-proses pertemuan antar pribadi, persepsi dari kelompok-kelompok lain dan sikap-sikap dalam kelompok.

9. Problematik nenaaruh kebudavaan memiliki pengaruh yang cukup besar, terutama berkaitan dengan perkembangan kepekaan sosial.

10. Problem-problem yang berkaitan dengan komunikasi dan bahasa memperlihatkan keanekaragaman pendekatan yang menyulitkan suatu sintesa yang sempurna.

11. Studi tentang keqribadian berkembang terus, meskipun penekanan studi ini bergeser dari sintesa-sintesa besar (teori kepribadian) kepada test-test masing-masing sifat (trait) individu atau kelompok dari sifat-sifat (trait).

12. Makin diperdalam studi mengenai berbagai jenis panaguan osikis, ikp iran, emosi, dan pula mengenai berbagai konsekwensi spesifik pada tinakah laku (misalnya kesukaran untuk belajar, kecanduan ganja dsb).

13. Parallel dengan ini makin meluasnya studi kritis dari berbagai teori dan praktek dari treatment (perawatan) dan pencegahan (prevention), sesuai dengan berbagai aliran dari psikoterapi dan konsultasi psiko-sosial.

14I. Bidang psikoloqi oendidikan, yang pada mulanya meliputi berbagai pokok bahasan yang umum, sekarang ditentukan sebagai test dari faktor-faktor yang berguna atau merugikan dalam bidang pendidikan di dalam situasi normal dan pathologi.

15. Suatu bidang studi yang cukup berbeda, yaitu psikolooi profesi dan pekeriaan, yang berminat akan arah pekerjaan, kepuasan dalam bekerja, iklim manusiawi dan cara kerja dalam perusahaan, hubungan antara manusia dan mesin, dsbnya.

16n i,Aakin luasnya studi tentang jabatan osikologis, funasi sosialnya, tuntutan-tuntutan dan metode-metode oersiaoan untuk jabatan tersebut dan pula tentang oraanisasi dan keqentinaan orofesional.

Luasnya panorama studi ini, yang meliputi momentum teoritis dan praktis, baik dalam penelitian maupun penerapannya menuntut suatu studi yang cukup panjang untuk memiliki gambaran kompleks dari problem-problem, dan pula menuntut suatu soesialisasi tertentu Untuk dapat bekerja dalam salah satu sektor dari teori, penelitian atau intervensi.BAB KEDUAPSIKOLOGI DAN ILMU PENGETAHUAN MANUSIA LAINNYAPsikologi di dalam mempelajari manusia memiliki suatu kompetensi khusus, yang ditentukan oleh proses-oroses yang dipelajari psikologi dan metode yang dipakai untuk mempelajari proses-proses tersebut. Karena itu psikologi berbeda dengan ilmu pengetahuan lainnya yang juga mempelajari manusia, tetapi sekaligus dapat berdialoq dengan ilmu pengetahuan tersebut. Ilmu pengetahuan yang secara langsung dapat berdialog dengan psikologi adalah bioloai dan sosioloai, sebagai ilmu pengetahuan deskriptif, filsafat dan ilmu rohani, sebagai ilmu pengetahuan yang mempelajari kodrat dan tujuan manusia, dan ilmu oendidikan, sebagai ilmu pengetahuan praktis tentang perkembangan manusia.

Di bawah ini kami akan menjelaskan hubungan psikologi dan filsafat dan ilmu pendidikan.

11.1. Psikologi dan Filsafat

Filsafat mempelajari manusia sebagai ADA dan enerapkan kategori-kategori universal yang khas pada setiap sistem filsafat, yaitu actus dan potensia, eks'Istensia, individu dan massa, rohani, dsbnya. Karena itu di dalam filsafat dibahas masalah-masalah yang berkaitan dengan kodrat manusia, writualitas, eksistensi dan tuiuannya.

Psikologi modern mempelajari secara khusus keaiatan-keciatan manusia, tanpa memperhatikan secara langsung masalah kodrat manusia. Problematik yang dibahas dalam psikologi berkenaan dengan proses-oroses osikis, hubunaan-hubunaannya dan kondisi-kondisinya.

Demikian pula metode studi dari kedua disiplin tersebut berbeda: filsafat bertitik tolak pada prinsio-orinsip universal untuk menjelaskan dan menafsirkan setiap

fakta yang ada, sedangkan psikologi bertitik tolak pada da+a-data obs4rvaoi yang aas:i, walaupun prinsip-prinsip untuk menjelaskan data-data tersebut tetap bersifat hiputesa, yang dapat diganti dengan hipotesa-hipotesa lainnya yang dianggap lebih tepat.Meskipun ada perbedaan dalam materi dan metode, namun kedua ilmu pengetahuan ini salina intearasi dan melenakapi satu dengan lain. Tugas filsafat adalah menjelaskan gejala-gejala kehidupan manusia dengan bersumber pada prinsiq-prinsia umum dari apa yang ada secara riil; suatu deskripsi yang lebih akurat dari gejala-gejala mengarah kepada aeneralisasi van lebih akurat dalam filsafat, dan kepada suatu peganganyang lebih efisien pada realitas.Di pihak lain, di dalam merumuskan hipotesa, psikologi seringkali memakai konseo tentana manusia, yang bersumber pada berbagai aliran filsafat, misalnya rasionalisme dari Leibniz, teori asso--iasi, minisme materialistis, eksistensialisme, dsbnya.Melalui psikologi kita mengetahui bahwa korsep manusia yang telah masuk ke dalam kebudayaan barat, kurang memperhatikan komplesitas kodrat manusia, tetapi cenderung ke arah bioloaisme, atau ke arah usaha memahami keseluruhan diri manusia dengan kategori neurolo isme atau biochimika; atau juga cenderung ke arah instintivisme, yaitu mere: u~sir semua dinamisme manusiawi kepada doronaan imoulsive di bawah sadar, dan akhirnya mereka menganggap kurangrelevan perbedaan antara psikisme manusiawi dan osikisme binatanq. Atau jelasnya bahwa mereka kurang membedakan antara akal budi manusia dan keria elektrika dari data-data.Pakar psikologi adalah seseorang yang mengetahui secara bijaksana diri manusia. Karena itu la memperluas minat untuk menaenal dirinya mulai dari deskripsi sederhana dan penjelasan tentang gejala-gejala sampai kepada problem-problem.

yang berkaitan dengan nilai dan arti eksistensi manusia. Masalah ini dapat merupakan perkembangan normal dari berbaaai sector osikologi, misalnya psikologi dinamik dan klinis, dan berbagai teori kepribadian.

Di dalam kasus ini seorang pakar psikologi harus sadar bahwa ia sedang menghadapi berbagai problem yang menuntut prinsip-prinsip teoritis dan metode yang berbeda dengan prinsip-prinsip dan metode yang dipakai dalam ilmu pengetahuan lainnya. Di samping itu ia perlu memperhatikan bahwa dalam fase deskriptif orang memakai prinsip-prinsip dan metode yang sempit batasan-bafiasannya dan ketat oenilaiannya, sedangkan dalam fase interoretasi filosofis orang memakai intuisi implicit, umum dan tidak perlu dikontrol,.

Pandangan ini secara analogi juga berlaku bagi hubungan studi psikologi dengan pengertian religius dari manusia dan nasibnya.

11.2. Psikologi dan Ilmu PendidikanIlmu pendidikan memiliki sebagai obyek langsung adalah memoelajari suatu - metode intervensi, yaitu suatu metode yang dipakai untuk membimbino anak didik, ;. agar ia berkembang menuju kepada k4,iewasaan atau kematanqan pribadi. ` Karena itu ilmu pendidikan menuntut dari satu pihak penoetah an deontolog (pengetahuan tentang kebutuhan dan tugas manusia) yang memberikan kriteria a t•,-tentana kematanoan manusia. tuiuan oendidikan. dan oembenaran akan intervensi {."` °' oendidikan. Dari pihak lain, ilmu pendidikan juga menuntut pengetahuan deksriptif yang memberikan aambaran riil dari situasi pendidikan dan kemungkinan-kemungkinan yang dimiliki oleh anak didik.Dari keterangan di atas jelaslah bahwa psikologi sendiri tidak daoat membangun suatu intervensi aendidikan, karena tidak termasuk komoetensinya. Demikian pula di dalam pendidikan kita membutuhkan bantuan psikoloai, karena kita tidak dapat menyimpulkan dekskripsi psikologis dari situasi pendidikan berdasarkan intuisi subyektip atau prinsip-prinsip apriori.Psikologi secara khusus memberikan bantuan kepada ilmu pendidikan sebagai berikut :. Pengetahuan yang tepat tentang proses-proses dan disposi:ai asikis yang berminat di dalam proses pendidikan.'?. Pengetahuan tentang ritme dan proses perkembangan. Pengetahuan ini cukup berguna supaya para pendidik dapat membimbing dan membantu secara normal proses perkembangan anak didiknya.:3. Suatu pengetahuan obyektip dan ilmiah tentang cirri-ciri psikis dari setiap anak didik. ~Karana itu psikologi sangat berguna di dalam menentukan tujuan "dekat" pendidikan. Dan karena psikologi mempelajari kerjanya fungsi psikis dalam diri anak didik, maka psikologi merupakan sarana-sarana yang sangat penting, agar subyek siap menuju ke tuiuan akhir pendidikan. Di samping itu psikologi juga dapat

mengusulkan hiootesa metodoloqis yang tepat, dan membantu menyempurnakan metode-metode oendidikan.6Akhirnya perlu diketahui bahwa she dari pihak psikologi sendiri, tuntutan pendidikan tidak sedikit memberikan sumbangan kepada psikologi eksperimental, dengan memberikan saran berupa tema-tema studi tertentu dan mendorongnya ke arah studi penelitian yang tepat.

BAB KETIGAMETODE PENELITIAN PSIKOLOGI

Sesuatu disebut ilmu pengetahuan kalau ia memakai metode yang menjamin hasil penelitian, meskipun untuk itu ia menggunakan teknik-teknik yang berbeda dengan ilmu pengetahuan lainnya. Secara singkat kita akan melihat tuntutan-tuntutan esensial dari metode ilmiah. Kemudian kita melihat beberapa teknik pokok dari penelitian nsikologis.

111.1. Tuntutan esensial metode ilmiah

Metode ilmiah adalah suatu keseluruhan proses yang memiliki tujuan menjamin obyektivitas dan ketepatan suatu pengamatan (observasi) dan deskriosi dari geiala-geiala, yaitu menjelaskan gejala-gejala tersebut, bersumber pada prinsin (hiootesa) lebih umum, dan akhirnya memprediksi dan meneraokannya.

111.1.1. untuk mencaaai suatu deskriosi yang tepat, perlu :

1. mendefinisikan secara tepat dan operasional, kategori-kategori yang menggolongkan gejala-gejala dan kondisi-kondisi di dalamnya.

2. mengontrol, yaitu mengakui, meneliti, mengukur kondisi-kondisi atau variabel yang tampak karena gejala-gejala tersebut.

3. mengontrol sarana untuk mengukur, dan mengulangi evaluasi dengan memakai sarana-sarana lain (dalam psikologi, misalnya orang menghadapi deskripsi-deskripsi dari beberapa pengamat yang independen).

4. Menaumumkan aroses-aroses dan hasil oenelitian tersebut sedemikian sehingga memungkinkan bagi peneliti lainnya untuk memverifikasikan.

111.1.2. Suatu hipotesa ilmiah tidak boleh kabur, yaitu istilah-istilah harus jelas sehingga hipotesa ini dapat diverifikasikan dan memiliki hasil pasti dan dapat diteliti. Setelah dijelaskan hipotesanya, kemudian kita melangkah ke tahap

pembuktian dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan terhadap realitas dan mengumumkan hiaotesa tersebut, prosedur yang digunakan untuk membuktikannya, dan hasil pembuktian tersebut.

Sambil mengingat fungsi hipotesa dalam ilmu pengetahuan, para peneliti harus selalu disponibel untuk setiap hipotesa lainnya yang menjelaskan secara sama gejala-gejala, tetapi mungkin lebih ekonomis (menuntut jumlah lebih sedikit dari prinsip-prinsip) dan lebih universal.

111.1.3. Prediksi dan aenerapan dicapainya dengan menahiqotesakan suatu hubungan tertentu antara situasi sekarang dan situasi akan datang yang diingininya. Dalam hal ini kita harus menghindari kekaburan dalam mendefinisikan dua macam situasi (yaitu situasi sekarang dan situasi akan datang diharapkannya) dan hubungan antara mereka sendiri.l7 -

111.2. Teknik-teknik yang digunakan dalam Psikologi

Pertama-tama orang, harus menguji metode atau teknik yang dipakai oleh psikologi. Karena itu kita tidak boleh memiliki praduga bahwa metode yang digunakan ilmu fisika dan ilmu kimia adalah satu-satunya metode ilmiah. Setiap ilmu pengetahuan harus menggunakan teknik yang lebih sesuai untuk memahami secara tepat obyeknya.Teknik yang digunakan dalam metode ilmiah membedakan ilmu pengetahuan yang satu dengan lainnya, misalnya perbedaan tampak antara ilmu fisika dan ilmu tumbuh-tumbuhan, atau ilmu sejarah. Jelas sekali bahwa orang tidak dapat menggunakan di mana saja metode kwantitatip, dan menggunakan esoerimen yang memanipulasikan realitas yang telah dipelajari. Di samping itu tinc~kat keDastian dan ketepatan pun berbeda-beda, tergantung pada obyek yang dipelajari itu ( sederhana atau kompleks) dan kemajuan ilmu pengetahuan itu sendiri. Di dalam psikologi kita berjumpa dengan gejala-gejala yang cukup kompleks sifatnya, karena yang menjadi pusat perhatian psikologi adalah pemahaman dan orediksi dari tinakah laku manusia. Sebagian besar psikologi ini diarahkan kepada peneraoan oraktis.

Di sini kita akan menguraikan tioa macam teknik yang digunakan dalam psikologi, yaitu :

1 Teknik kwantitatip 2. Teknik introspektip '3 . Teknik proyektip 4. Metode klinis

111.2.1. Teknik Kwantitatip

Tekriik ini pertama kali dipakai dalam penelitian psikologi oleh Weber, Fechner dan W.Wundt, untuk menampakkan aspek-aspek fisiologis dari suatu ranosangan dan

waktu-waktu reaksinya. Metode ini masih dipakai dalam penelitian yang bersifat psikofisiologis.

Salah satu aliran psikologi, yaitu Behavi risme, menggunakan metode esqerimental sebagai metode satu-satunya dalam psikologi. Metode esperimental

juga memakai teknik kwantitatip dalam penelitiannya. Metode esperimental ini dapat memberikan penjelasan yang tepat dan menolak semua sifat internal dari psikisme.Metode esperimental ini diperlihatkan dengan metode statistik. Dalam metode ini diperlihatkan faktor-faktor yang telah hadir pada momentum Aejala dan intensitasnya, sambil memperoleh hasil baru lewat metode tersebut, yaitu mengetahui suatu kemungkinan lebih pasti dari faktor-faktor tersebut di atas. Metode esperimental dalarn psikologi dipakai untuk mempelajari tinakah laku yang secara lahiriah dapat diamati dan memberikan kemungkinan kepada kemajuan pesat dan benar dalam deskripsi tersebut.111.2.2. Teknik Introspektip 'Ini merupakan metode yang sanqat klasik, karena telah dipakai oleh psikologi Yunani, Arab, abad Pertengahan dan Skolastik. Berpusat pada psikologi (filosofia) modern dari aliran Cartese, maka teknik ini juga merupakan sarana psikolog dari Leibniz, Kant dan Idealisme (berpusat kepada Kesadaran diri).Dalam psikologi esperimental metode ini telah dikenal, meskipun dalam bentuk sederhana, oleh psikofisiologi (Weber, Fechner, W.Wundt). Aliran di Wurzburg (1900-1908) menggunakan metode ini dalam bentuk yang lebih baik. para tokoh aliran ini memberikan cirri-ciri khas tertentu kepada metode ini.

1. Introspeksi orovokatipDalam hal ini subyek ditempatkan dalam suatu situasi tertentu, kemudiandibutuhkan seorang ahli untuk dapat menimbulkan semua dari masa lampau ke dalam kesadarannya.

2. Introspeksi sistematik :Hal ini tidak dilakukan kadang-kadang, tetapi setiap langkah dari penelitiandan setiap unsur pembuktian, agar kita memiliki gambaran lengkap tentang kejadian-kejadian internal subyek. Introspeksi ini merupakan bagian yang esensial dari metode ini.Ada beberapa persyaratan yang harus diperhatikan, sebagai berikut :

1. Kesetiaan keDada inaatan (memori)De fakto, setiap introspeksi merupakan suatu retrospeksi, maka nilainya tergantung kepada keteoatan inaatan (memorij.

-2. Kemungkinan dan ketepatan pada persepsi dalam internal)Dalam hal ini isi tertentu dari kesadaran harus dengan mudah dicapainya (misalnya khayalan, bayangan) dan isi-isi lainnya dengan sendirinya juga harus dapat disadari (ideal, saran-saran, dsbnya) -- r= :-3. Kevakinan akan komunikasi verbalPenting bahwa kata-kata dapat mengungkapkan fakta dalam. Tetapi tidak dapat dibuktikan apakah kata yang dipakai subyek dan kata yang dipakai para peneliti untuk menjelaskan suatu realitas adalah sama. Pada umumnya, semua data yang diperoleh dengan metode introspeksi saja, kiranya sulit untuk dibuktikan. 111.2.3. Teknik Proyektip `Ini merupakan suatu teknik psikologis dan cara yang dapat dipakai untuk mengungkapkan struktur dasar kepribadian manusia yang tersembunyi dan motivasi individu.Me(alui Teknik Proyektip ini kita dapat mengetahui bahwa motif, keinginan, dan ketakutan seseorang dapat mempengaruhi cara orang itu melihat pihak-pihak lain dan hal-hal di luar dirinya. Kita memproveksikan keadaan internal kita kepada orang lain dan dunia sekitarnya.Dalam situasi tertentu, seperti situasi esperimental, kita dapat menempatkan subyek ke dalam situasi, di mana ia menghadapi suatu keadaan yang sedikit atau sama sekali kurang teratur ( artinya keadaan yang ambiguous (kabur) dan memiliki banyak arti atau keadaan yang dapat dibangun dalam berbagai cara). Orang dapat mengandaikan bahwa dalam menafsirkan atau menyusun keadaan tersebut, subyek juga mengungkapkan, atau sekurang-kurangnya ada kaitannya, keadaan internal subyek sendiri, yaitu kecemasan, ketakutan, dan kecenderungan.Metode ini memberikan beberapa keuntungan, yaitu bahwa subyek berbicara tentang dirinya tanpa ia sendiri menyadarinya. Dengan metode ini subyek menceriterakan segala-galanya tentang dirinya sendiri tanpa usaha menutupinya.Di bawah ini kami akan memperlihatkan emoat kelomook test nrovektip :1. Test Konstitutip : disebut demikian karena stimulus yang diberikan agak bersifat umum dan sedikit tersusun, dan subyek diminta untuk menginter-pretasikan dan menggambarkan apa yang dilihatnya.F +

,r2 Test Konstruktip : disebut demikian karena dalam test tersebut subyek diminta untuk menyusun beberapa gambaran atau pandangan dari bahan yang diberikannya, yaitu unsur-unsur yang terpisah-pisah atau suatu permulaan dari konstruksi tersebut.

3. Test Interqretatio : dalam test ini gambaran atau pandangan telah diberikan, meskipun bersifat "ambiguus" (kabur). Subyek harus menunjukkan perasaan atau aspirasinya yang timbul dari pandangan tersebut.4. Test katarsis : subyek menggunakan perbuatan simbolik untuk melepaskan ketegangan internal.111.2.4. Metode Klinis -Metode ini dapat didefinisikan sebagai berikut : a. Tuiuannya : metode ini bukan bertujuan mencapai suatu hukum universal, suatu generalisasi, tetapi bertujuan mencapai suatu diadnosa dari masing-masing situasi psikologis, yang berguna bagi subyek yang bersangkutan. Metode ini tidak hanya dipakai untuk merawat orang-orang yang mendapat aanaguan mental, tetapi juga untuk memberikan nasehat kepada orang-orang normal,

b. Obveknya : psikologi klinis memiliki sebagai obyek adalah masina-masinq individu tersendiri seperti apa adanya, terutama yang diperhatikan ialah kekhususan dan keunikan setiap individu.

Psikologi menurut metode esperimentai klasik mempelajari hukum masing-masing fungsi, unsur-unsur, dan secara abstrak. Sedangkan psikologi klinis memandang manusia secara konkrit dalam keseluruhan pribadinya, yaitu mempelajari bagaimana masing-masing fungsi berkaitan satu dengan yang lain, dan saling berpengaruh dalam setiap individu.

c. Cara penelitiannya (metodel : metode klinis tidak dapat mencapai suatu kep astian ilmiah mutlak, 'tetapi cukup sering keaastian moril belaka. Karena itu di samping metode-m tode tepat (akurat) dari diagnosa, seperti berbagai test lainnya, psikologi klinis memakai sarana yang kurana akurat (khusLtisnya test-test pro ktip dan introspektip), tetapi lebih komprehensip.;

Ciri khas dari metode klinis adalah studi kasus masing-masing individu. Semua informasi yang terkumpulkan berguna untuk membangun suatu gambaran yang lebih lengkap dan akurat dari psikisme subyek tersebut, berguna untuk memahami situasi internal masing-masing individu, yaitu bagaimana tingkah laku dan motivasi serta kebiasaan masing-masing individu saling berpengaruh. Dan sebagai konsekwensinya, kemungkinan-kemungkinan manakah yang ada untuk memperbaiki tingkah laku.

Penilaian :Metode klinis menangkap keseluruhan pribadi subyek dan struktur funasionalnya. Bertitik tolak dari hasil yang diperoleh dari metode ini, maka tujuan utama bukan membangun suatu aenaetahuan ilmiah, tetapi ingin mengetahui lebih dalam

secara intuitip keorubadian manusia sebagai totalitas funasional dari psikis manusia.BAGIAN KEDUAPSIKOLOGI - DINAMIKASebelum kita dapat dengan tepat menentukan bidang psikologi dinamik, terlebih dahulu kita harus mengetahui dengan tepat apa yang dimaksud dengan tingkah laku (behavior). Dari sudut psikologi tingkah laku adalah suatu interaksi antara oraanisme osiko-fisik dan linakunaannya; suatu keseluruhan keaiatan operasional dari oraanisme tersebut untuk memoertahankan dan memnerkembangkan diri di dalam linakunaan hiduanya.Karena itu tingkah laku memiliki tiaa komaonen atau tiaa tahao esensial, yaitu :1. Tahaa tendensial (kecenderungan) : suatu desakan dari organisme psiko-fisik yang dirasakan oleh individu dalam bentuk kebutuhan, kecenderungandan asqirasi. L-.ce: n, -Psil<o-fisio ta '3ts

2. Tahao informatip : pengetahuan akan lingkungan hidupnya, sebagai sesua-tu yang menguntungkan atau menghalangi di dalam memenuhi tuntutan atau desakan tersebut.

3. Tahao ooerasional : posisi dari kegiatan-kegiatan yang penting untuk menyesuaikan tuntutan subyek dengan keuntungan atau kerugian yang diterima di dalam lingkungan hidupnya.Karena itu psikologi dinamik berminat terutama kepada tahap tendensial (kecenderungan) sehingga di dalam psikologi ini kita akan mempelajari secara khusus :1. Kodrat dari motivasi2. Afektivitas dan emosi3. Kodrat dan asal dari konflik4. Cara penyelesaian konflik yang disadari5. Cara penyelesaian konflik yang tidak disadariBAB PERTAMA MOTIVASI k6.~~a,drire ~~asncheorieKata motivasi berasal dari bahasa latin "movere", berarti bera,-trah atau menggerakkan. Jadi motivasi menunjukkan sesuatu yang mampu menggerakkanindivid mendesak individu untuk bertindak. Motivasi adalah u seaala sesr~af yang~~mendesak individu untuk menca•ai tu'uan dan arah tertentu den•an rnembanqkitkan dalam diri individu tinakah laku yang sesuai denoan asoirasi tertentu. Karena itu motivasi adalah unakaaan dari desakan oraanisme osiko-fisik vanu dirasakan dan hidup di dalam subvek. ..-

Motivasi merupakan istilah kolektio dan menunjukkan faktor-faktor intern pada subyek yang menentukan arah dan intensitas dari tingkah laku subyek dalam waktu tertentu. , . ~ w,.Di samping itu kita juga mengenal istilah kebutuhan (need) dan tujuan (aim). Kebutuhan menunjukkan suatu kekuranaan yang ada pada individu, yang setelah dipenuhi kekurangan tersebut, akan mengurangi keteaanaan internal (drive): Perbuatan yang memberikan kepuasan akan kebutuhan disebut consumatory resaonse. Sedangkan tujuan merupakan hasil yang diharapkan dan dimaksud oleh suatu perbuatan. Hal ini mengandaikan pengetahuan akan tujuan tersebut. Kita

11mengenal pula istilah incentive yang menunjukkan perangsang atau obyek yang menimbulkan tingkah laku yang dimotivasi, misalnya makanan, obyek seks atau uang.Setiap tingkah laku manusia memiliki motif entah yang berasal dari dalam maupun dari luar diri manusia. Penting sekali kita mengungkapkan motivasi seorang individu agar kita dapat memahami tingkah fakunya. Penelitian ini tidak mudah, karena kita menyadari bahwa ada motivasi-motivasi tertentu yang tetap tersembunvi dan tidak diketahui oleh individu-individu sendiri dan oleh orang-orang yang ada di sekitar individu tersebut.

Di samping itu motivasi ini memiliki hirarki dan kita selalu berusaha untuk melihat motivasi yang palina akhir, yaitu motivasi yang paling langsuna mendesak individu untuk bertindak dan dapat dicapainya. Banyak motivasi, internal dan eksternal, akhirnya bertemu dalam satu motivasi sDesifik yang menentukan secara langsungsuatu perbuatan. utk mc„uturl bZaKs r,d--:.t3-Vk terkudt-Mahrzul- ote.hk41Pr~~~++~~ ~ Adler dan pengikutnya Diel mengakui ad nyu persoalan tentang motivasi nalsu SeeKto.. s-Motivasi ini hanya merupakan alasan-alas n rasional yang diberikan oleh individu yang tidak benar atau tidak sesuai dengan kecenderunaan atau keinainan subvek itu sendiri. Dengan kata lain, bahwa tingkah laku subyek itu dibentuk oleh motivasi yang benar, tetapi subyek tidak memiliki keberanian untuk mengakui motivasi yang benar itu, mungkin karena subyek menyadari bahwa motivasi yang benar itu adalah tidak baik atau tidak dapat ditolerir oleh masyarakat, sehingga untuk mencapai tujuan, subyek mengubah motivasi yang benar itu dengan motivasi lain yang dapat diterima oleh masyarakat.

Oleh karena itu penting sekali diperhatikan bahwa semua motif, yang diberikan oleh individu kepada tingkah lakunya tidak selalu menggambarkan kenyataan, atau merupakan motivasi yang otentik. Individu dapat menvembunyikan motivasi vang benar, baik dengan disadari atau disenaaja maupun dengan tidak disadarinya. Kini masalahnya adalah "baaaimana kita daDat menaetahuinya dan menganalisis motivasi seorana individu ?" Memang ada berbagai metode untuk melaksanakan hal ini, misalnya dengan metode introsoeksi dan metode auto-observasi.

Di bawah ini kami akan memberikan skema vano sangat umum tentang r~ oses motivasi. Ada tiga tahap besar dalam proses tersebut, sebagai berikut :

1. Tahqpqertama, : adanya sesuatu yang mendesak individu untuk bertindak, yaitu suatu kebutuhan atau desakan yang diikuti oleh keteaangan. Faktor-faktor internal yang mendesak individu untuk bertindak dapat bersifat fisioloaik, nsikis, sadar atau tidak sadar.

2. TahaD kedua : hadirnya motivasi dan tinakah laku soesifik, yang menjawab kebutuhan dan berusaha untuk memuaskan kebutuhan tersebut. Perlu diketahui bahwa suatu kebutuhan yang sama dapat membentuk tingkah laku yang bermacam-macam dan berbeda-beda, karena individu tidak hanya memperhatikan bagaimana ia ha; us memenuhi kebutuhannya, tetapi ia juga harus mernperhatikan tekanan internal dan eksternal yang mempengaruhi pembentukan sikap atau tingkah laku individu tersebut.

3. Tahaq ketiaa : hadirnya tujuan yang niengarahkan tingkah laku individu. Tujuan ini menggambarkan kebutuhan. Bila tujuan ini telah tercapai, maka kebutuhan ini dipuaskan dan status ketegangan akan lenyap.

1.1. Kodrat Motivasi

Motif adalah faktor internal yang memberikan enersi~dan arah kepada tingkah laku ~ manusia. karena itu motif dapat dilihat dari dua aspek :me^6--jun f 1) motif sebagai enersi '712) motif sebagai pemberi arah 1.1.1. Motif sebagai enersi

Motif adalah faktor internal vano memberikan enersi keoada tinakah laku manusia. Subyek yang memiliki motivasi mulai bertingkah laku sebagai sarana yang rnembawanya kepada keDuasan (satisfaction). Subyek yang bermoltivasi memilih dari beberapa tingkah laku, yang dapat menunjukkan diri sebagai tingkah laku yang efisien di dalam mencapai tujuan yang diingininya dan memoertahankannya terus sampai motif tersebut dipenuhi dan dipuaskan sama sekali.

Enersi yang ada di dalam motivasi ini akan tampak keluar di dalam situasi konflik atau di dalam aeiala dari keaekaan selektia pada beberapa aspek situasi yang relevan bagi motivasi tersebut.Sejauh motivasi dilihat dari sudut kesinambunaan dari ketegangan sampai kepada keprrasan dari suatu kebutuhan, maka dapat dibagi teori motivasi dalam dua aliran besL,r berdasarkan perbedaan konsep tentang manusia dan organisme psiko-fisikpada umumnya. © ba;,,w,e,,. d~,. ~©Aliran oertama berpendapat bahwa se a motif ituStidak be anasuna lama dan urgansi mereka dirasakannya secara sirkulasi, tidak konstan, misalnya kebutuhan akan oksigen, air, garam, gula, protein, dsbnya. jadi motivasi ini berkaitan erat sekali dengan kebutuhan untuk mempertahankan diri, kebutuhan akan perkem- -Fai banaan orqanisme dan ienisnya. Menurut aliran ini, setiap motif adalah suatu perjalanan sirklus ng terdiri dari tahao kesulitan fisiologik, yang tampak dalamFtiD u'Pp .,

,,, KeP"d,aanketegangan psikis, diikuti oleh tahap keouasan akan kebutuhan, yang membangun kembali status fisik-kimiawi dari subyek sampai pada tingkat optimal dari homeostasis, yaitu keadaan fisiologik yang seimbang, sehingga mengurangi sementara waktu keteaanaan psikis yang timbul karena kebutuhan tersebut.~~..gQhaviaricvh C.y k¢~,a~~n ~,Yic~~c ® ~ > kebuhxhavi IMPULSIF ,

`VDi antaraLtokoh yang berpendapat demikian adalah Fre~d. la berpendapat bahwa iMSfp`motivasi adalah suatu enersi dalam (interior) yang berkembang sampai menjadi d~ tidak tertahan lagi, dan kemudian cenderung untuk membebaskan diri dari beban p~`~%~ tersebut. Pembebasan diri dari beban itu merupakan reaksi yang bersifat motorik. Jadi motivasi adalah doronaan kuat, terutama dari dalam, yang menimbulkan keadaan yang tidak menyenangkan dan sejauh mungkin dorongan tersebut diaenuhi atau dihindarinya. Pengertian ini hampir sama dengan pengertian dariYiQQ- behaviorisme yang menciptakan rumusan klasik need reduction.Dengan menganalisis dasar-dasar biologik dari motivasi, maka H.Pieron dalam bukunya "t-es bases physiologique de la motivation". 1959, mengatakan bahwa ada sekitar dua puluh kebutuhan dasar dalam diri manusia, yaitu mulai dari

kebutuhan bernapas, makanan, tidur, sampai kepada kebutuhan yang lebih tinggi, (kebutuhan komunikasi, kerja sama, berteman, dsbnya), motivasi-motivasi fisio;ogik primer dan esensial, yang tidak tergantung kepada setiap proses sosialisasi, adalah lapar, letih, sakit, bernapas, istirahat, seks, dsbnya.Aliran kedua tidak meletakkan motif pada bidang fisiologik, tetapi aliran ini berpendapat bahwa di dalam kehidupan manusia dijumpai berbagai macam motif ~` vano tidak bersifat fisioloaik belaka, misalnya motif inain tahu (curiosity), motif ` enequhan diri, motif memberikan makna keDada kehiduoannya, dan lainnya sejenis ini. Motif-motif tersebut hadir dalam tingkah laku manusia dan tidak mu,igkin akan dipuaskan secara sempurna. Jadi dalam hal ini kita tidak dapatbei bicara tentang keauasan berkala dari suatu motif dan tentang timbulnya kernbali motif-motif secara berkala,. Bahkan dalam beberapa kasus, suatukepuasan sebagian dari motif-motif tertentu, dapat menimbulkan dan menaembanokan keteqanaan yang menqa; ah keoada tuiuan tertentu. Organisme psiko-fisik, pada dasarnya tidak cenderung lagi untuk mempertahankan status fisik atau psikis, tPtapi untuk memperkembangkan diri dan mencatasi diri sedemikian sehingga seperti pendapat J.Nuttin, seorang psikolog Belgia, bahwa suatu kehidupan menunjukkan diri sebagai suatu tuaas terbuka (yaitu tugas yang selalu terbuka akan perkembangan diri).Pendukung teori ini adalah Harlow H.P, dalam bukunya yang bertema : Motivation as a ractor in the ac uisition of new responses, in M.R.Jones (ED), current theory and research in motivation: a symposium (Nebraska Symposium on Motivation), 1953, p.24-49.

~ Aliran k~;~ . A~«j~i Atim.h T ~~.D' samping itu G.W.Allport dan A.H.Maslow, membandingkan dan membedakan antara motif karena kekurangan (Deficiency Motivation) dan motif untuk perkembanaan (Growth Motivation).Deficiency Motivation

1. Motivasi ini timbul karena keadaan yang tidak menyenangkan atau merugikan. Jadi motivasi ini timbul karena menghindari sesuatu yang dianggap sebagai "penyakit" atau kekurangan. > -..2. Bila subyek itu telah dipenuhi motivasinya, maka ia merasa puas, sehingga ia tidak berminat lagi akan motivasi tersebut. Dan kemudian ia menjadi disponibel untuk memenuhi motif lain yang lebih tinggi. ~: vs,=3. Kepuasan yang timbul karena terpenuhinya motivasi itu tidak berlangsung lama, karena akan segera hilang kepuasan.

4. Demikian pula dengan inventive sekali tercapai, maka hilang nilainya, dan segera ia ingin memperolehnya kembali sesudahnya. (perjalanan siklus)Growth Motivation1. Motivasi ini timbul bukan karena keadaan tidak menvenanakan, tetapi karena kecenderungan untuk mengetahui dan memiliki lebih banyak. Kecenderungan ini adalah menyenangkan.2. Apa yang dipuaskan bertambah dan terus berkembanq. Perkembangan menuju kepada sesuatu yang lebih tinggi merupakan aanjaran. Subyek tidak pernah diouaskan secara penuh, karena ketegangan tetap ada.3. Kepuasan yang timbul karena terpenuhi motivasi itu akan terus berlanasunq dan tidak lenyao.4. Tujuan tidak pernah secara lengkap tercapai, karena kemajuan tetap berlangsung tenang dan terus maju.Kedua konsepsi ini tidak bersifat esklusio : konsep deficiency motivation terutama memperhatikan kebutuhan fisiologik, sedangkan konsep growth motivation memperhatikan kebutuhan osiko-sosial. Tetapi kita harus mengakui bahwa konsep yang pertama secara spontan mereduksir semua motif kepada kebutuhan fisiologik.

1.1.2. Motivasi sebagai pemberi arah (~j~-~~ ~Maksud~

Motif ini tidak hanya memberikan enersi tetapi sekaligus memberikan arah demi tercapainya tujuan yang ingin dicapainya. Kita tidak boleh berpendapat bahwa hanya ada satu obvek tunaaal konkrit yang dapat berguna dan dipakai untuk memuaskan motivasi, tetapi ada satu ke!omqok oerbuatan atau hal-hal vang secara funasional equivalen (memiliki nilai samal. Sebenarnya obyek motivasi berada dan bersatu dengan kodrat motivasi itu sendiri.,1.2. PENGGOLONGAN MOTIF

Jelaslah bahwa di dalam pembicaraan tentang kodrat motivasi ada beraneka raaam motif baik dalam dinamikanya, maupun dalam obveknya. Sebenarnya ada berbagai kesulitan untuk menggolongkan motif-motif tersebut. Untuk itu terlebih dahulu akan kami bahas beberapa kesulitan tersebut, agar selanjutnya kami dapat menemukan unsur-unsur esensial dari penggolongan motif tersebut.

Berdasarkan pengalaman subyek tidak hanya memiliki satu motif tertentu, tetapi ia memiliki satu jalinan motif. Dan pula motif-motif itu dapat bertindak sebagai sarana. Karena itu dapat dikatakan bahwa kemungkinan besar motif yang tampak keluar dapat merupakan motif semu, karena tingkah laku subyek menerima enersi dan arahnya dari motif lain yang lebih sentral bagi subyek tertentu.

Di bawah ini kami akan memperlihatkan beberapa aliran yang memiliki pandangan yang berbeda-beda tentang motivasi.

1.2.1. Reduksionisme motif-motif

Usaha untuk menggolongkan motif-motif ditentukan oleh beberaoa aliran besar psikologi aktual. Aliran non-behaviorisme berpendapat bahwa asal dan dasar motif-motif bersifat fsioloaik, sedangkan Freud dan aliran psikoanalisa berpendapat bahwa asal dan dasar motif-motif bersifat imoulsif. Pada umumnya kedua aliran ini memiliki pandangan yang sama, yaitu mereduksi semua motif lainnya sebagai SHRANA yang daDat dipelajari melalui oenaalaman hidup setiaa manusia. Jadi motif-motif tersebut disebut motif sekunder yang dipakai untuk memuaskan secara lebih baik motif-motif dasar. Karena ituenersi yang mendesak subyek untukbertingkah laku berasal dari motif dasar. 8ukan " ~, ~is0. avta~tr i, SAI2A NABerdasarkan teori behaviorisme, motif-motif sekunder dapat dipelajari. Menurut teori ini tidak ada faktor bawahan lahir dari tingkah laku manusia, kecuali refleksi-reffeksi yang elementer dan kebutuhan-kebutuhan. Nuttin, dalam pandangannya tentang obyek motif, berpendapat bahwa orang tidak boleh berkata bahwa ia memoeroleh obyek baru yang merupakan motif baru, tetapi sebenarnya hanya ada motif primitip, yaitu motif-motif yang berfungsi untuk menghindari semua desakan

yang tidak menyenangkan. Motif ini memperluas diri untuk memahami juga situasi-situasi khusus.

Dalam cara lebih umum, McClelland berpendapat bahwa semua motif dapat dipelajari. Motif-motif tersebut tidak lain daripada assosiasi afektic vano kuat yang mEnerima beban afeksi itu dan yang dapat mengantisipasi rasa puas atau rasa sakit, karena berulang kali dikaitkan dengan rasa senang atau rasa sakit.

Jacii menurut pendapat ini, hanya ada satu kekuatan yang mengendalikan tingkah laku, yaitu kekuatan mencari kesenanaan dari lari dari rasa sakit. Berbagai motif lainnya hanya merupakan sarana, yang dapat dipelajari melalui pengalaman untuk memuaskan motif dasar tersebut.

Boberapa kesukaran pokok yang dijumpai dalam pengertian motif di atas, sebagai berikut :

1. bagaimana mungkin kita mempelajari motif-motif yang sangat kuat dan berlangsung lama.

2. mengapa kita tidak memadamkan motif-motif yang kurang menyenangkan, bahkan motif-motif tersebut makin menekannya dan kuat.

3. bagaimana kita menjelaskan berbagai macam motif, khususnya bagaimana kita dapat menjelaskan asalnya motif-motif psikis berdasarkan prinsip McClelland.

4. bagaimana kita dapat menjelaskan asalnya dari motif-motif yang tidak menarik, yaitu yang bersifat teoritis (mempelajari secara obyektip realitas, walaupun tidak ada manfaat bagi dirinya maupun bersifat praktis (cinta kepada sesama).

F.H.Harlow berpendapat bahwa tidak mungk:n mereduksir semua motif manusiawi kepada motif-motif fisiologik dan impulsive, yaitu bersifat homeostasis, dengan penjelasan sebagai berikut :

1. Motivasi manusiawi dapat tidak ter antun (independen) atau ber'arak dengan kebutuhan-kebutuhan yang bersifat homeostasis.

2. Motivasi manusiawi adalah kuat dan berlanasuna lama.n

4. Sebagian besar dari keseluruhan cara belajar manusiawi dimotivasikan oleh stimulus yang tidak bersifat emosional atau melulu mencari kesenangan dan pula seringkali diganggu atau dihalangi oleh kondisi afeksi yang kuat sekali.1.2.2. Otonomi Fungsional dari motif-motifTecri ini memandang motif-rnotif orana dewasa (motif superior psikis) sebagai suatusistem vang auto-sufficient dan kontemporer yang berasal dari sistem-sistem opv,antecedent (yang mendahului), tetapi secara fungsional bersifat indeoenden, ar~r~ya tidak tergantung kenada sistem-sistem antecedent tersebut."Functional autonomy, then, refers to any acquired system of motivation in which the tensions involved are not of the same kind as the antecedent tensions from which the acquired system developed" (Allpori, 1961). Jadi di dalam teori ini, yang sebagian besar, diperkembangkan oleh G.W.Allport, iaberpendapat bahwa sejak lahir manusia hariya memiliki motif-motif dasar, yaitu motif untuk memQertahankan diri dan jenisnya. Untuk mencapai hasilnya manusia melaksanakan banyak perbuatan. Dan dengan mengulangi perbuatan tersebut, maka sedikit demi sedikit manusia merasa senanq, kemudian ia mengulanginya dengan senang hati dan akan mengulangi lagi juga kalau tidak lagi memiliki kepentingan untuk melaksanakan tugas itu untuk memuaskan kebutuhan-kebutuhan fisiologik. Jadi subyek tersebut memiliki kecakapan untuk menyenangi perbuatan-perbuatan tersebut. Akhirnya sarana meniadi tuiuan. Pada saat ini kegiatan merupakan sesuatu yang secara fungsional independen, yaitu tidak perlu dilakukan lagi untuk melayani kebutuhan dasar. Aliran ini memberikan beberapa contoh, yaitu semua kegiatan intelektual, kesenian, dsbnya, kegiatan operasional yang lebih tinggi ini sekarang dilakukan untuk dirinya sendiri. Karena itu semua itu merupakan motif-rrrotif yang secara fungsional independen.

"In al/ cases the activity that later become motivated was at first instrumental to some other end (1.e., to some earlier motive). What was once extrinsic and instrumental become intrinsic and impelling. The activity once served a drive or some simple need; it now served itself, or in larger sense, served the self-image (self-ideal) of the person. Childhood is no longer in the sadd/e; maturiiy is': (Allport, 1981).1.2.3. Kriteria penggolongan ''.Penggolongan motif-motif dapat dilihat dari berbagai sudut. Di sini kita akan menekankan dua sudut saja:Pertama, penggolongan motif berdasarkan pada perbedaan stimulus dan obvek, yang mengarahkan motif-motif tersebut, dan berdasarkan pada e,n,aalaman tarasuna dan araktek klinis. Kriteria ini memungkinkan pengelompokan motif-motif yang bersifat manusiawi dan berdasarkan kebutuhan-kebutuhan manusia.

Kedua, penggolongan berdasarkan hasil analisis factorial yang diperoleh secara khusus dari jawaban-jawaban kuestioner pribadi. Para psikolog yang terkenal dalam hal ini adalah R.B.Cattell dan H.J.Evsenck.

Kami memilih kriteria penggolongan pertama, karena metode analisis factorial, walaupun dalam banyak hal sangat berharga, tetapi metode ini tidak dapat membuktikan faktor-faktor yanp tidak diketahui oleh para peneliti dalam data-data orisinal yang datang dari subyek. Di samping itu interpretasi dari data-data observasi ini tidak selalu sangat jelas.

Selain itu juga ada kriteria lain yang disebut intuisi-klinis, walaupun kurang akurat, tampaknya lebih menguntungkan, sekurang-kujrangnya pada ti,gkat sintesa, untuk memberikan suatu panorama lebih lenakap dan lebih realistik dari motif manusia.

1.2.4. Kebutuhan (need) dan desakan dalam (drive),~, pemenu6VA r pa 'm kwro"Di sini kami akan membedakan antara kebutuhan (need) dan desakan dalam (drive). Yang dimaksudkan dengan desakan dalam (drive) adalah desakan untuk bertindak atau ber-d~kq,a berasal dari sesuatu di bawah sadar. buta perasaan dan tidak teroantuna oada aambaran aktual dari pikiran subvek.

Karakter-karakter dari drive sebagai berikut :,

1. bergerak sebagai desakan, karena efisiensinya dan bukan karena tuiuan vanc6~aain dicaoainya. Subyek menanggung pengaruhnya, walaupun ia sendiri tidak tahu ke arah mana desakan tersebut menuju.

2. memiliki dasar fisiologik, yaitu didorong oleh suatu kebutuhan fisiologik, karena ia mengalami ketidakseimbanaan fisioloqik, misalnya rasa lapar, haus, desakan seksual, dsbnya. - .

3. cenderung untuk membanqun kembali keseimbanoan yang telah mengalami gangguan. Ini merupakan hukum dari homeostasis, di mana organisme cenderung untuk mempertahankan status normalnya.

Motif-motif ini oleh Maslow disebut Deficiencv Motivation. Bentuk-bentuk khas dari motif-motif ini, yang dipelajari oleh psikologi eksperimental adalah lapar, haus, rasa takut dan desakan seksual (dilihat secara khas dalam aspeknya yang bersifatimplalsif dan tidaK merupakan bagian integral dari pribadi manusia). Psikologi klinismenyatakan bahwa drive untuk bertindak hadir dalam cara-cara tertentu, misalnya secrang neurotik tidak memiliki kontrol diri, kadang-kadang ia memiliki tingkah laku kompulsif, yang membuat dirinya tidak dapat bebas, walaupun ia menyadari bahwa hal itu tidak masuk akal. Desakan-desakan ini memiliki sifat-sifat yang sama dengan kebutuhan-kebutuhan fisiologik.

Beberapa hal perlu diperhatikan berkaitan dengan kebutuhan fisiologik dan drive, yaitu :

1. kebutuhan-kebutuhan itu, dengan cara mereka sendiri, meletakkan subvek dalam hubunaannya dengan lingkunaan hidup dan menyebabkan mereka salina tukar menukar oenaaruh. Pertukaran pengaruh itu tidak direncanakan tetapi bersifat spontan.

2. kebutuhan tersebut dapat tunduk di bawah kebutuhan psikis dan pula dapat menjadi sarana mereka. Misalnya, rasa lapar dapat berlawanan dengan kebutuhan mencari keamanan diri; kepuasan rasa lapar dapat memiliki arti eksistensial (tidak hanya fisiologik belaka); rasa takut, seperti lari dari bahaya dapat dikalahkan oleh keberanian yang dipaksakan oleh motif-motif lainnya, dsbnya.

3. kepuasan dari kebutuhan-kebutuhan fisiologik, biasanya merupakan kondisi penting untuk memaerkembanakan minat akan kebutuhan yang lebih tinqgi. Kekuatiran yang disebabkan oleh kekurangan akan kebutuhan dasar dapat menghalangi kebebasannya untuk mengabdikan diri kepada orang lain. Datam hal ini Maslow berbicara tentang timbulnya motif-motif yang lebih ting2i.

in the course of childhood development, it is important first of all that basic drives (deficit motives) be gratified so that the child may later be freed to adopt less self-centered (growth) motives. Thus a child who has a sufficiency of food, care, safety, and love need not as he grows older be obsessed by these basic needs. -He will feel secure, and can ther+efore reach out of expanded goals. If he has

known basic drive-grabfication and security he can later in life tolerate a frustration of these same drives more readily than a person whose whole personality is permanently pivoted on needs that were never adequately gratified" (A.H.Maslow, Motivation and Personality, 1954, chapter 5).

1.2.5. Penggolongan kebutuhan dan motif-motif

1.2.5.1. Kebutuhan akan informasi

1. Pentingnya dorongan inderawi dan motif explora,,saf

Kebutuhan manusia akan informasi ini telah dibuktikan oleh Prof. Hebb dan kawan-kawannya. Mereka menyatakan bahwa manusia membutuhkan dorongan untuk menahindari sesuatu yana tidak menvenanakan.

Di dalam observasinya, H.F.Harlow menyimpulkan bahwa baik pada binatang, maupun pada manusia, ada suatu kebutuhan untuk memperoleh informasi

sebanyak-banyaknya menaenai IincLkunaan hidug mereka. Alasan ini menjadi jelas, kalau kita memahami kodrat motif itu sendiri, yaitu menghubungkan manusia dengan lingkungan hidupnya. Berkat informasi yang terus menerus mengenai lingkungan hidupnya, mar.usia mampu memuaskan motif-motif dan kebutuhan-kebutuhannya secara tepat.

2. Kebutuhan akan gambaran arah perbuatannya

Di dalam diri manusia ada suatu kebutuhan untuk memiliki aambaran teoat tentang arah keaiatannya, yaitu gambaran umum yarg didalamnya terkandung informasi-informasi yang datang setiap saat.

Kebutuhan ini mulai tampak dalam tahao pemahaman,, yang menempatkan manusia ke dalam situasi siao untuk bertindak dan berusaha mengarahkan keoada pemenuhan kebutuhan itu. Hal ini dapat dicapai karena kemantapan pemahaman, yang menyebabkan subyek memperoleh beberapa obyek, yang merupakan hasil penvesuaian diri subyek denaan linakunaannya.

Gambaran manusia akan arah kegiatannya dapat mengharmonisasikan segenap tingkah lakunya. Hal ini dapat kita bandingkan secara analogi dengan rasionalisasi, yaitu subyek berusaha membenarkan bagi dirinya tingkah laku yang pada awalnya tidak diakuinya, tetapi akhirnya ia yakin akan pembenaran tingkah laku tersebut.

Pembentukan gambaran ini mempengaruhi pula pembentukan atau kanalisasi dari motif-motif lainnya : membuka seluruhnya sebagai satu dunia yang harus dan ingin

dicapai oleh subyek. Hanya sistem ini membuat subyek mengakui nilai-nilai universal dan karena itu ia ingin mencapainya.

Gambaran ini memungkinkan pula subyek memiliki an~ danaan luas dan iauh ke depan dan menyebabkan motif-motifnya, yang bersifat fisiologik, berlangsung lama dan mengatasi desakan imoulsive yang dirasakan saat sekarang. Manusia selalu merasa lapar. Karena itu ia bekerja terus menerus untuk mencari nafkah, tidak hanya untuk waktu sekarang ini, tetapi juga untuk waktu yang akan datang, untuk menjamin kepuasan akan kebutuhan ini, seperti kebutuhan-kebutuhan lainnya.

Mo+if-motif yang timbul karena subyek memiliki gambaran luas tentang arah hidupnya, adalah kebutuhan untuk menaintegrasikan tinakah lakun a ke dalam arah kehiduoan yang ia ingin mencapainya, sehingga ia berusaha menghindari kebutuhan yang mencari kepuasan langsung, yang tidak sesuai dengan pemahaman tcntang dirinya sendiri dan tujuan hidupnya.

1.2.5.2. Kebutuhan akan kepastian/keamananFakta mengatakan bahwa setiap makhluk hidup memiliki kebutuhan untuk memelihara dan memoertahankan sifat-sifat khas dirinya. yang bersifat fisik dan psikis di dalam linakunaan hiduanya. Kebutuhan ini hidup di dalam makhluk-makhluk yang memiliki kemampuan untuk mengetahui. Setiap manusia memiliki kebutuhan untuk memiliki keyakinan bahwa dirinya mampu menyesuaikan diri dan berkontak dengan lingkungannya. Manusia yang mampu melihat jauh ke depan, membutuhkan keoastian akan kemamouannya untuk menohadaoi kesulitan-kesulitan vano munakin teriadi di dalam waktu yang akan datartg. Jika demikian obyek kebutuhan ini adalah pen,oertian dan kevakinan akan kemamouannya untuk merighadapi lingkungan hidupnya.Kebutuhan akan keamanan ini memiliki beberapa komponen dasar :1. kebutuhan untuk memahami dengan jelas situasi hidup dan artinya (yaitu konsekwensi dari reaksi-reaksi terhadap situasi tersebut).2. kebutuhan untuk memiliki sarana-sarana, yang penting untuk mengontrol situasi dan untuk memuaskan kebutuhan-kebutuhan dasar.3. kebutuhan untuk memiliki konseo oositip dari kemamouannya, dengan konsekwensi mengingat kembali dan selektip keberhasilan yang pernah diperoleh atau sebaliknya. Kebutuhan akan keamanan/kepastian, seperti juga kebutuhan-kebutuhan lainnya, menyatakan diri terutama di dalam situasi kekurangan, misalnya1. kebutuhan untuk memahami situasi dapat dikecewakan oleh kekaburan yang timbul dari situasi sekitarnya. Terutama situasi baru dapat dipandang sebagai situasi yang kabur (ambiguus). Ketidakjelasan dalam situasi baru disebabkan seringkali oleh keanekaragaman tingkah laku manusia di sekitarnya.2. kebutuhan untuk memiliki sarana yang penting dikecewakan oleh situasi yang tampak baginya sebagai ancaman akan kehidupan pribadinya.

3. kebutuhan untuk memiliki konsep positip tentang dirinya dikecewakan oleh pengalaman dan konsekwensi-konsekwensi sosial dari keoaoalannya.

Konsekwensi-konsekwensi dari kegiatan kebutuhan akan kepastian/keamanan adalah :1. bersifat sementara : ketenteraman atau ketakutan berhadapan dengan situasi sekarang ini

2. bersifat permanen : perasaan dasar dari kepastian atau ketidakpastian.

Yang terakhir ini dapat memburuk di dalam rasa cemas yang mendalam dan neurotik.Kecemasan dan ketakutan merupakan reakpi normal,, kalau obyek dari kecemasan itu adalah kesulitan atau bahaya yang riil dan relatig berat. Perasaan tidak pasti atau mencemaskan akan menjadi patholog kalau tidak memiliki dasar atau alasan yang memadai di dalam kesulitan riil, dan kalau merintangi kemampuan riil dari subyek.1.2.5.3. Kebutuhan akan Perkembangan diri 'AdIPr dan alirannya (psikologi individual) menekankan, khususnya dalam situasi klinis, timbul dan qenaaruhnya dari motif peneguhan diri, yaitu dalam artian mengatasi kekurangan-kekurangannya sampai kepada suatu perkembangan harmonis dan memuaskan. Goldstein menyatakan bahwa motif dasar manusia adalah aktualisasi diri.Kebutuhan akan perkembangan diri secara khusus telah dipelajari oleh para peneliti sampai pada ti~kat asqirasi, yaitu tingkat kesempurnaan, yang subyek ingin mencapainya dalam suatu tugas tertentu, sambil mempertimbangkan kesulitan-kesulitan obyektip dan subyektip dari perbuatan dan pengalaman masa lampau tentang hal itu.Dalam prakteknya, pengalaman berkembang secara periodik diulangi enam langkah, sebagai berikut :1. peneliti, setelah mengusulkan suatu tugas, minta kepada subyek untuk menqatakan tinakat kesemnurnaan manakah yang ia ingin mencapainya.

2. subyek rnenielaskan keinginannya 3. subyek molaksanakan tu ag snya4. peneliti minta kepada subyek baaaimana kesannya menaenai hasil tugas tersebut.5. subyek menjawab dengan menyatakan kesannya 6. pihak peneliti memberitahukan hasilnya yana riil.Prcses ini terus diulangi dari permulaan. Tetapi untuk kali kedua dan seterusnya bagi subyek bukan merupakan sesuatu yang asing seperti awalnya, tetapi

pengalaman yang dibuat pertama kali sangat berguna. Survey ini dapat kita lihat pada E.Cattonaro, 11 Livello di aspirazione : aspetti e problemi, Riv.Psicol., 50,

1956, 245-258; Fr.Guerin, Aparcu general sur les testes et les experiences de niveau d'aspiration, Rev.Psychol.Appl., 8, 1958, 37-38 et 221-251.

Dalam penelitian mengenai tingkat aspirasi, yang sekarang ini sangat banyak, selalu timbul kembali, kurang lebih kuat, sesuai dengan karakter pribadi, motif untuk menguasai diri sendiri, prestasi aktual, untuk mencaoai suatu tinakat yang lebih tinqAi.

Tingkat aspirasi secara prinsipial dapat dinilai berdasarkan dua dimensi. Di sini perlu ditanyakan apakah dalam merumuskan aspirasi-aspirasinya subyek :

1. memperhitunqkan kemampuannya, kesukaran-kesukaran obyektip dalam tugasnya, artinya suatu sikap yang membuat subyek memandang kenyataan secara riil, dan tidak dengan perasaan sentimental.

2. lebih didorong ke arah memoertahankan diri, sambil mengarah kepada tu,LLian-tujuan rendah dan pasti tercapai, atau lebih didorong ke arah perkembanaan diri, sambil mengarah kepada tuiuan-tuiuan lebih tinqgi dan hasil-hasilnya aktual (menerima atau lari dari resiko).

Kedua dimensi ini berkaitan dengan cirri-ciri lain dari kepribadian manusia. sebagai contoh, P.Rand, Distortion and Selectivity, Oslo, Universitetverlaget, 1963, monemukan suatu korelasi yang si•nifikan antara kekura n qan rasa cemas dan realisme dalam anak lelaki, tetapi tidak dalam diri anak perempuan. Di samping itu berdasarkan penelitian, anak-anak lelaki yang tidak merasa cemas, lebih mampu menahadapi resiko daripada anak-anak perempuan yang tidak merasa cemas. Sebaliknya untuk kelompok subyek yang merasa cemas, anak-anak perempuan cenderunq iatuh ke dalam resiko, sedangkan anak-anak lelaki mengambil sikao bertahan atau defensip.

1.2.5.4. Motif-motif sosial

Obyek dari motif-motif sosial adalah menaintearasikan kehiduoan osikis seoranq individu ke dalam kehiduoan asikis oran.•-orang lain. Motif-motif sosial ini dimiliki baik oleh subyek sebagai perorangan, maupun dalam struktur sosial yang diciptakan oleh individu tersebut.

Karena itu obvek studi dari psikologi sosial adalah setiap motif sosial, caranya men atakan diri dan salin• mem•en•aruhi. Di bawah ini kami membahas dasar-dasar psiko{oqik dari motif-motif sosial dan beberaoa motif pokok dari kategori tersebut.

1. Dasar-dasar motif sosial

Dasar motif sosial tampaknya harus dicari di dalam kenyataan bahwa individu dan lingkungan, tempat individu hidup, membentuk satu kesatuan fungsional, baik dalam sektor koanitip maupun dalam sektor tendensial, yaitu bahwa subyek memiliki kecenderungan untuk meminta bantuan dari orang-orang lain di dalam menghadapi tugas-tugas tersebut.

Pertama, dalam sektor kognitip subyek mengakui bahwa kontak dengan orang-orang lain memoerkaya bagi dirinya oambaran arah hiduonya. Berkat kontak kebudayaan setiap individu memanfaatkan pengalaman dan kepandaian dari ribuan orang. Kontak kebudayaan membantu subyek memperjelas dan memperkaya garnbaran diri dan arah hidupnya, dan kemudian meneruskan keoada keturuanannya.

Kedua, berkomunikasi dengan orang lain dalam tingkat kognitip memungkinkan individu memqerkuat struktur dirinya bersama denaan struktur orana-orana lain dalam lin•kungan tertentu. Yang dimaksud dengan struktur diri adalah aambaran individu tentana dunia, qenaertiannya tentana suatu keiadian. dsbnya. karena itu hasil dari proses koonitip individu dapat diperkuat oleh hasil dari proses kognitlp oran•-orana lain,, tetapi sebaliknya juga dapat berlawanan atau ketidaksesuaian antara mereka. Ketidaksesuaian tersebut memberitahukan kepada individu kemungkinan kekeliruan individu dan mengajaknya untuk melihat kembali pandangan dan posisinya. Dengan kata lain, komunikasi tersebut memiliki fungsi mengontrol proses koanitip.

Kontrol kognitip yang dilakukan oleh suatu kelompok tertentu terhadap individu dan diterima oleh individu tersebut, diterangkan lebih lanjut oleh para peneliti dengan pengertian tentang pressure aroup. Di dalam penelitian diperlihatkan bahwa subyek diperkenalkan dalam suatu kelompok, yang dengan berbagai cara, menunjukkan ketidaksesuaian pendapat dengan subyek tersebut.

Hasil yang diperoleh oleh penelitian tersebut di atas yang dilakukan oleh Asch, 1950, dan oleh Hardy, 1957, menyatakan bahwa umumnya subyek, bukan hanya tidak menielaskan seluruh pikirannya, melainkan iuoa ia cenderuna untuk mengubah Dikirannya denaan memberikan alasan-alasan atau oandanaan-pandanaan vang dimiliki oleh kelomook tersebut.

Dalam kontak sosial subyek . memiliki kesan bahwa obyek yang dilihat dan diamatinya memiliki sifat umum (publik), dalam artian bahwa obyek-obyek tersebut juga dimiliki oleh orang-orang lain. Subyek sadar bahwa ia merupakan satu di antara mereka. Dan subyek sadar bahwa untuk mengetahui suatu realitas dengan lebih baik dan benar, ia harus juga memaerhatikan data-data yang telah diteliti oleh orana-orang lain.

Segala sesuatu yang dipelajari anak kecil melalui kontak dengan orang tua, guru-guru dan lingkungan hidupnya, adalah lebih luas, lebih manusiawi daripada sesuatu yang dicapainya sendiri. Demikian pula sarana-sarana yang diberikan oleh masyarakat adalah sanaat luas. Sebagai contoh, kita dapat melihat perkembangan bahasa, struktur sosial, teknik, dan khususnya dukungan afeksi yang diperoleh dalam keluarga. Di pihak lain, benar juga bahwa suatu keoribadian yang matanq dan kava secara rohaniah akan memoerkava linakunaan sosial dan menambah kekavaan nilai-nilai manusiawi.

2. Beberapa bentuk motif sosial

Bentuk-bentuk pokok rriotif sosial yang telah dipelajarfi adalah sebagai berikut :

1. kebutuhan akan persahabatan :di dalam kehidupan bermasyarakat subyek membutuhkan dan memiliki kemungkinan untuk salina menukar afeksi, salino memahami, dan merasakan dirinya sebagai individu di dalam pandangan orang lain dan pula memandang orang lain sebagai pribadi yang Datut dicintai.

2. kebutuhan akan penaharqaan sosial, :di dalam masyarakat subyek membutuhkan status sosial, yaitu kebutuhan menjadi anggota dari suatu kelompok. la membutuhkan diharaai dan merasa dirinya diterima oleh kelompok tersebut (need affiliation).

3. kebutuhan untuk menauasai orana lain :di dalam kehidupan bersama dengan orang lain subyek memiliki kebutuhan atau kecenderun an untuk mengontrol tingkah laku orang lain, dan pula untuk meneauhkan ide atau oikirannya sendiri, hanya karena ide atau pikiran itu berasal dari dirinya (need power).

Menurut penelitian Nuttin, di dalam motif-motif sosial terdapat suatu polarisasi dari dua aihak, yaitu satu pihak, kebutuhan untuk memelihara dan memoertahankan cirri-ciri khas dari individu di dalam lingkungan hidupnya, dan pihak lain, kecenderungan untuk masuk ke dalam linakungan hiduonya untuk memberikan kepada lingkungan itu suatu bentuk baru, yang lebih manusiawi, dan untuk memperkayanya, gerakan ganda ini terungkap dalam bidang kebutuhan-kebutuhan, sosial di bawah bentuk kecenderungan egosentris dan sosiosentris.

1.2.5.5. Motif-motif Eksistensiai

Yang dimaksudkan dengan motif-motif eksistensial adalah kebutuhan-kebutuhan yang kurang lebih dirasakan oleh subyek dan bersifat eksplisit, untuk memberikan

arti baai seluruh eksistensinya, untuk menyatukan berbaaai tuiuan tingkah laku manusia agar ia dibimbing ke suatu tujuan yang kepentingannya lebih sentral dan

universal bagi subyek sendiri. Motif-motif eksistensial mempunyai hubungan dengan pengetahuan manusia akan nilai-nilai esensial dari kehidupannya sebagai manusia dan dari setiap kehidupannya yang konkrit. Di samping itu motif-motif eksistential mempunyai hubungan dengan tuaas aangailan untuk hidup sesuai dengan nilai-nilai tersebut.Moti:f-motif eksistensial ini tamgak dalam bentuknya yang lebih eksplisit kalau si subyek, sering di bawah desakan dari suatu situasi istimewa, berftanya kepada dir;nya sendiri, apakah arti kehidupan ini? Bagaimana mungkin terjadi kasus percobaan untuk bunuh diri? Atau juga pertanyaan-pertanyaan akan timbul dalam saat krisis agama, krisis iman atau krisis panggilan.Dan pihak lain kita dapat berkata bahwa motif-motif eksistensial menjadi ur en kalau orang rnengerti bahwa kequasan dari motif-motif akan keamanan dan akan perkembangan diri itu berhubungan dengan nilai-nilai yang memberikan arti definitip pada eksistensi.BAB KEDUAPROSES-PROSES PERASAANKita terlebih dahulu harus mengetahui apakah yang dimaksud dengan perasaan,-' dan apakah perbedaan antara afeksi dan emosi. Afeksi adalah suasana psikis seseorano, entah menvenanakan atau tidak yang menvertai dan mengirinai suatu pikiran dan keaiatan dan biasanya berlanasuna lama dan kuran disertai oleh kom•onen fisikolooik. Hal ini berarti bahwa sebelum subyek berpikir dan melaksanakan suatu kegiatan tertentu terdapat perasaan yang mendorong kemauannya, mungkin itu rasa gembira, senang, atau rasa sedih dan takut. Dalam proses kegiatannya seseorang disertai oleh adanya perasaan, setuju, senang, relax; atau mungkin juga tidak setuju, penekanan atau ketegangan. Setelah kegiatan, sescoarng akan mendapat kesan puas, relaks; mungkin juga kecewa dan frustrasi.Sedangkan ENiOSI adalah manifestasi aerasaan keluar dan disertai banyak komoonen fisiologik, misalnya ketakutan, kecemasan, depresi dan kegembiraan. Seringkali sukar kiranya kita membedakan afeksi dan emosi. Istilah ini kadang-kadang dipakai secara bergantian.

Afeksi dan emosi merupakan baaian intearal dari keseluruhan aspek psikis individu. Sebagai fungsi psikis, afeksi dan emosi sangat kuat mempengaruhi fungsi psikis lainnya; pengamatan dan tanggapan, pemikiran, demikian pula terhadap kemauan. Indwidu akan mengalami pengalaman pengamatan dan tanggapan positip jika disertai oleh afeksi dan emosi positip terhadap suatu obyek pengamatan, demikian pula sebaliknya. Individu akan mengalami proses berpikir yang efektip jika mengalami afeksi dan emosi yang positip, demikian pula

sebaliknya. Suatu kegiatan akan dilakukan dengan baik dan mungkin menghasilkan sesuatu yang lebih baik jika disertai afeksi dan emosi yang positip.

Dalam kehidupan sehari-hari individu penuh dengan afeksi dan emosi baik yang positip maupun yang negat:p. Dalam suasana rekreasi seseorang merasa senang dan gembira meiihat keindahan alam yang diamatinya. Seseorang merasa puas terhadap hasil pekerjaan yang dapat diselesaikannya. Demikian pula seseorang dapat memecahkan masalah-masalah yang dihadapinya jika terhadapnya diberikan suasana perasaan yang menyenangkan, aman, tidak mengancam.

Sebaliknya, seseorang juga akan mengingat kejadian-kejadian yang pernah mengecewakannya, kecelakaan yang pernah mengejutkannya. Subyek juga mengalami frustrasi karena hasil kerja yang dikecam dan tak diterima orang lain. Kemungkin pula akan timbul dalam diri subyek perasaan takut untuk berbuat.

Afeksi dan emosi yang melekat pada eksister.si manusia adalah normal dan dapat merupakan dorongan baginya, misalnya kebanggaan, kegembiraan, ketakutan dalam batas-batas tertentu. Tetapi bilamana afeksi dan emosi itu sudah begitu keras, sehingga funasi individu itu teraanagu, maka dikatakan telah terjadi• anaauan afeksi atau emosi.

Afeksi dan emosi yang tidak wajar : tidak patut atau tidak wajar dalam situasi tertentu (terganggu secara kualitatip), misalnya tertawa berlebih-lebihan dalam waktu diwawancarai. Bila ekstrim akan menjadi tidak seimbang, yaitu afeksi dan emosi yang bertentangan dengan keadaan atau isi pikiran dan dengan isi bicara.

Kepuasan atau ketidakpuasan motif-motif dan kebutuhan-kebutuhan akan membangkitkan keadaan rasa senang atau tidak senang. Perasaan ini dinyatakan keluar. Karena itu kita dapat merumuskan proses-proses afeksi sebagai risonansi yang berdasarkan qenoalaman afeksi senana-sedih terus menerus- memiliki keouasan dan kekecewaan dari kebutuhan-kebutuhan tersebut.

11.1. PROSES-PROSES AFEKSI PADA UMUMNYA 11.1.1. Berbagai macam proses afeksi --

Proses-proses afeksi meliputi tingkatan luas dari gejala-gejala, berbagai macam timbulnya, lamanya berlangsung, dan intensitasnya dari afeksi, yaitu sebagai berikut :

1. keadaan afeksi yang berhubungan dengan kegiatan inderawi (sensorial), atau rasa senang dan rasa tidak senang, yang berasal dari sensasi yang dipauskan atau tidak. -2. keadaan sehat atau sakit jasmaniah (fisiologik) 3. keadaan afeksi yang akut (emosi) 4. keadaan afeksi yang kronis (suasana hati)

6. keadaan afeksi yang diarahkan kepada subyek tertentu (rasa tertarik atau sebaliknya)

7. temperamen, atau dasar fisiologik dari kecenderungan-kecenderungan afeksi yang dibawa sejak lahir dari individu. : ' ,5. perasaan, status afeksi yang berkaitan dengan pikiran atau intelektual

11.1.2. Kemampuan afeksi dan proses=proses lainnya

Kemampuan afeksi merupakan salah satu aspek dari perilaku manusia yang memiliki berbagai tahap, yaitu baaaimana kemampuan afeksi dibedakan denaan prases-aroses lainnya- dan dimanakah hubunaan antara kemampuan afeksi der,aan qroses-oroses lainnya.

11.1.2.1. Kemampuan afeksi dan tahap informasi

Pada umumnya kemampuan afeksi memiliki obvek yang teoat. Obyek ini, dalam berbagai cara, harus hadir pada subyek karena memberikan reaksi afeksi. Karena itu sebagai kondisi penting dari status afeksi, dituntut dari subyek persepsi dan gambaran tertentu.

Proses afeksi tidak direduksir pada aspek pikiran yang merupakan kondisinya. M.Arnold, Emotion and Personality, New York, 1960, menyatakan bahwa pada garis besarnya ada perbedaan antara sensasi dan feeling. Pada umumnya orang harus berkata bahwa tahap mengetahui adalah hanya suatu konstatasi, meskipun secara khusus ju&diarahkan kepada obyek yang menarik bagi subyek, sedangkan

kemampuan afeksi merupakan reaksi subyek untuk mempertimbang-kan keuntungan atau bahaya yang ditunjukkan oleh situasi atau obyek yang telah diketahuinya.

11.1.2.2. Kemampuan afeksi dan motivasi

Kemampuan perasaan dipandang sebagai sesuatu yang berbeda dan tera" antunq atau konsekwensi dari motivasi. Di dalam bab pertama kita telah melihat pengertian hedonisme, yaitu paham yang dianut orang yang mencari kesenangan semata-mata. Aliran ini didukung oleh McClelland.

Berdasarkan pengertian ini tampaknya kemampuan afeksi (rasa senang-sedih) merupakan satu-satunya motivasi vang benar. Karena itu kiranya semua motif kt-,usus tidak lain adalah usaha yang berasal dari motif dasar, yaitu usaha mencari kezenangan. Pengalaman mengajarkan bahwa kita dapat mengantisipasikan rasa senanq atau rasa tidak senanq yang akan membimbingnya sampai kepada

kepuasan atau kekecewaan dari suatu kebutuhan, tetapi antisipasi ini tidak membangun motivasi. Namun kenyataannyz, kepuasan yang diantisipasikan tidak pernah dibul;tikan. Bila apa yang kita harapkan atau nantikan tidak terpenuhi atau terpuaskan, toh kita tetap merasa senang atau bahagia. Seringkali pula kita tidak taat kepada kebutuhan-kebutuhan yang menjanjikan rasa senang yang intens, tetapi kita tetap taat kepada motif-motif yang kekuatan emosinya lebih rendah (cf. Copper C.M. and Appley, Motivation : Theory and research, New York, Wiley, 1965).

Tetapi benar bahwa kemampuan afeksi merupakan sumber kekuatan yang mempermudah tercapainya kepuasan akan motif-motif. Tidak selalu ganjaran merupakan tujuan dari perbuatan-perbuatan manusia, tetapi ganjaran itu hanya menarik bagi manusia.

Berdasarkan motif-motif dan kebutuhan-kebutuhan yang harus dipenuhi, kita dapat melihat berbagai bentuk dari kemampuan afeksi, sebagai berikut :

1. Rasa senanq dalam tingkat sensorial-fisiologik. Dalam hal ini Young P.T., Motivation and Emotion, New York, Wiley, 1981, menunjukkan bahwa rasa senang berbeda dengan sensasi. Sebenarnya kedua unsur ini bertindak sebagai dua hal yang variabel dan berbeda. Jika intensitasnya berkembang terus menerus, maka kelangsungan perasaan hedonis berkembang sampai batas intensitas tertentu, dan kemudian menurun setelah mencapai titik puncak.

2. Kebutuhan akan informasi akan menimbulkan perasaan qembira, karena menemukan sesuatu dan perasaan in i~ n tahu (the curiosity of the search), atau sebaliknya perasaan neaa#+a, yaitu raau-ragu (the negative condition of doubt).

3. Kebutuhan untuk integrasi akan menimbulkan perasaan damai dari suara hati, kalau berhasil, perasaan bersalah, perasaan tidaJc mamcu intearasi, karena kesalahannya. Perasaan-perasaan ini berada di bawah sadar (unconscious) dan membawa subyek merasa dirinya bersalah tentang hal-hal lainnya. Perasaan bersalah ini mempenaaruhi seluruh kehidupannya dan membawa subyek kepada penilaian rendah terhadap dirinya. Kadangkala perasaan bersalah ini terjadi karena kekurangan akan gambaran arah hiduo vang benar secara obvektin.

4. Kebutuhan akan keamanan akan menimbulkan perasaan mamDu menvesuaikan diri, aman atau sebaliknya, yaitu perasaan bimbana dan bertentanaan. Kebimbangan ini telah dipelajari para psikolog klinis, sebagai• anQquan emosi yang sebagian besar berakar pada gangguan psikis, yaitu perasaan tidak pasti akan masa depan dirinya; ia tidak dapat merencanakan program hidup yang akan datang. la mengalami ketakutan sebagai sesuatu yang tidak dapat dikontrol secara istimewa dalam pribadinya; mengalami kehancuran

seluruh hidupnya. Kebimbangan ini dapat merusakkan kemampuan perasaan seseorang.

5. Kebutuhan akan persahabatan akan menimbulkan perasaan cinta kasih dan persahabatan, atau sebaliknya menimbulkan perasaan bermusuhan. antioati, dan agresio. Perasaan simoati timbul karena melihat temannya sebagai individu vang lain dengan dirinya, tetapi mereka salino memahami dan membaai rasa, sedangkan perasaan aaresio bersumber pada kebutuhan untuk mempertahankan diri terhadap ancaman luar, bahaya bagi subyek. Demikian pula perasaan iri hati atau cemburu (terarah kepada kebutuhan sosial), dipandang sebagai ketakutan akan kehilangan oerhatian/oerasaan dari orang yang dicintainya. Hal ini tampak jelas sekali dalam psikologi kanak-kanak, yaitu bahwa perasaan iri hati timbul dalam diri seoarang anak kecil bila lahir kemudian adiknya yang kecil.

11.1.3. Teori umum mengenai kodrat dari proses-proses afeksi

Di bawah ini kami akan menjelaskan beberapa aliran yang mencoba menjelaskan bagaimanakah pandangan mereka tentang proses-proses afeksi.

11.1.3.1. Aliran Behaviorisme

Aliran ini berusaha menqhilanakan faktor-faktor internal. Karena itu aliran ini tidak mengenal kemampuan afeksi dan mereduksikan faktor-faktor internal kepada tirqkah laku lahiriah. Dalam hal ini Garr menjelaskan pendapatnya sebagai berikut: "tiami diatur sedemikian rupa, sehingga kami senantiasa mencari desakan-desakan tertentu, memperkembangkan, mempertahankan dan mengulanginya

Tingkah laku ini merupakan reaksi nositiA terhadav desakan-desakan tersebut Setiap

situasi yang membangkitkan jawaban tersebut, dipandang sebagai sesuatu yang menyenangkan. Dengan kata lain, rasa senanq direduksikan kepada erilaku mendekati, dan rasa tidak senang direduksikan kepada perilaku menjauhkan diri.

James, psikolog Behavior Amerika, dan Lange, psikolog Denmark, berpendapat bahwa perasaan ditimbulkan oleh adanya peristiwa-peristiwa dalam tubuh karena adanya kekuatan dari luar yang disebut stressful situation,. Menurut mereka, seseorang bukan karena takut hingga lari, melainkan karena lari menyebabkan seseorang menjadi takut. Demikian pula seseorang menjadi marah karena ia berkelahi, bukan sebaliknya. Penjelasannya sebagai berikut : seseorang yang takut disebabkan karena adanya ketegangan otot akibat lari. Demikian pula seseorang menjadi marah karena otot-ototnya tegang oleh adanya respon berkelahi yang ada dalam sistem syaraf. Pada situasi yang sebaliknya, adanya suasana santai (relaks) atau wajah cerah disebabkan karena orang itu merasa

gembira. Sebagai kesimpulan dapat dikatakan bahwa perasaan sadar diabaikan oleh mereka. Oraanisme lfisik) nampak dianggap sangat berperan dalam menimbulkan perasaan.Young menentang pandangan ini dengan memberikan alasan bahwa1. Teori ini tidak membedakan antara manifestasi dari kondisi perasaan dan perasaan itu sendiri.2. Seringkali rasa sedih atau rasa senanq tidak menuntut sesuatupun daya gerak. Karena itu dalam beberapa kasus tidak ada gunanya berbicara tentang meniauhkan diri dalam pengertian behaviorisme.11.1.3.2. EvolusionismeTeori ini berpendapat bahwa di dalam kemampuan perasaan terdapat sarana an pentina untuk memoertahankan diri dan ienisnya. Seandainya subyek tidak memiliki kepekaan akan kepuasan atau kekecewaan dari kebutuhan-kebutuhannya, maka subyek tidak dapat melangsungkan kehidupannya lebih lama lagi. Karena itu tokoh-tokoh aliran ini berbicara bahwa dalam diri subyek terdapat "suatu sarana" yang memberikan informasi bahwa situasi ini secara khusus menguntungkan bagi subyek dan jenisnya atau sebaliknya.kepekac~h11.1.3.3. Kemampuan perasaan sebagai risonansi dari kepuasan atau ketidak puasan dari motif-motif merupakan teori yang dapat diterima. Hal ini didukung oleh kenyataan penaalaman internal (berlawanan dengan behaviorisme) dan olehperbedaan antara motivasi dan kemampuan perasaan (sebagai koreksi terhadap evolusionisme).

11.2. EMOSI

Emosi adalah perasaan yang kuat dan sangat mendalam di dalam menjawab desakan-desakan yang kadangkala luar biasa sifatnya. Emosi ini memiliki tiga unsur ookok, yaitu : 1) kesadaran akan desakan afeksi yang kuat dan perasaan tak menentu. 2) perubahan fisioloqik disebabkan oleh sistem syaraf otonom, 3) tiDAkah laku lahiriah.

Berdasarkan ciri-ciri khas emosi kita dapat menyimpulkan bahwa emosi merupakan kesadaran oroanisme terhada• ranasanaan vang komaleks dan ef®ktip dan menaeksqresikan diri dalam tinakah laku lahiriah. Biasanya dikatakan bahwa emosi merupakan reaksi spontan yang "tidak teratur". Tetapi Leeper berpendapat bahwa semua aspek dari reaksi emosi adalah sesuai untuk menghadapi situasi darurat.

Perbedaan antara emosi dan afeksi sebagai berikut :

1. Emosi memaengaruhi individu secara total, artinya bukan hanya jasmaniah, melainkan kes=luruhan jasmani dan rohani. Sedangkan afeksi lebih menyangkut rohani (psikis).

2. Emosi menauasai individu dalam "kontrol"nya, sedangkan afeksi tidak menguasai individu.

3. Emosi selalu berhubungan dengan kejadian yang mempunyai arti pribadi (personal meaning), sedangkan afeksi tidak.

4. Emosi berlangsung relatip singkat tetapi kuat, sedangkan afeksi dapat berlangsung lama dan relatip kurang kuat.

11.2.1. Beberapa Emosi dasar

1. Reaksi karena terkeiut dan heranReaksi ini hadir dalam seluruh emosi; suatu dorongan yang memadai adalah kabar baru, ketidakberesan, terkejut melihat kejahatan besar. Disposisi obyektip yang membuat subyek mudah bereaksi adalah sesuatu tidak terduoa-duaa sebelumnya dan tidak direncanakan.

2. Reaksi emosi khusus •Semua kebutuhan dan motif-motif besar, khususnya kebutuhan akan rasa aman dan akan persahabatan, dapat menimbulkan beberapa emosi kuat. Semua ini secara khusus dipelajari, terutama dalam komponen psikologik, ketakutan dan kemarahan.

11.2.2. Komponen fisiologik dari emosi

Di sini kami akan menunjukkan beberapa perubahan fisiologik yang terjadi di dalam reaksi emosional, sebagai berikut :

1. berkurananya resistensi lapisan kulit bagian bawah (Galvanic Skin Reflex) : suatu dorongan emosi yang menyebabkan kerinoat bercucuran di tubuhnya, sehingga daya konduksi elektrik dari tubuh bertambah.

2. tekanan dan volume darah dalam organ-organ tertentu : situasi emosi menimbulkan tekanan darah, karena darah tidak didistribusikan secara norrr~al kedalam berbagai organ tubuh.

3. perubahan aada keaiatan iantung : frekwensi pulsa dan ritme kerja jantung berubah dan tidak teratur.

4. pernapasan : ritme pernapasan tidak teratur, berubah-ubah dari kelambatan tiba-tiba 'sampai kepada kecepatan tiba-tiba, sesuai dengan gerakan emosi.

5. luasnya perakan biii mata.

6. gerakan dari aastrointestinal (yang berkenaan dengan perut dan usus) berbeda dengan keadaan normal, sesuai dengan sifat emosi. Akibatnya adalah • anaauan aencernaan vang hebat, terutama dalam perasaan cemas (gelisah) dan perasaan takut yang timbul berulangkali.

7. ritme dari metabolisme menjadi lebih hebat.

8. sifat otot menjadi teaanq.

11.2.3. Komponen tingkah laku dari Emosi : Ungkapan Emosi

Eniosi juga menyatakan diri secara lahiriah di dalam tingkah laku atau perbuatan, yaitu roman muka, bahasa (kata-kata yang diucapkan), sikao tubuh, gerak tangan, dsonya. Hal ini merupakan suatu komponen yang langsung dapat diamati atau diteliti, dan dilihat sebagai tingkah laku seseorang.

Pengenalan emosi yang tampak keluar teraantunq pada banyak faktor atau tidak dapat direduksikan kepada suatu skema yang tepat, misalnya ketecanaan dari otot-otot wajah. Landis G., Studies of emotional remotions II,. General behavior and fac?al exoression, 1924, meletakkan beberapa subyek dalam situasi yang secara otentik menimbulkan emosi. Dengan menganalisis masing-masing gerakan otot wajah yang ditimbulkan situasi tersebut, beliau berpendapat bahwa ia tidak menemukan suatu skema yang khusus yang jelas dari masing-masing emosi.

Sebaliknya, menurut para peneliti, daerah mulut kiranya memberikan sumbangan lebih besar daripada daerah mata dalam menunjukkan reaksi emosi.

Ungkapan emosi tergantung pula pada temoeramen dari setiap individu. Di samping itu sebagian besar tergantung pada kebudayaan, tempat orang itu hidup, tempat ia telah mempelajari bagaimana dan sampai tingkat mana orang dapat menyatakan emosinya. Dalam membicarakan ungkapan emosi, Asch (1958) menyatakan bahwa :

1. Beberapa ungkapan dapat dibuktikan secara umum dalam menjawab pengalaman-pengalaman khusus dari emosi, yaitu sebagai contoh ketakutan, menimbulkan hampir selalu rasa aemetar dan muka pucat, sedangkan tertawa dan tersenvum merupakan ungkapan umum dari rasa oembira dan baha ia.

2. Terdapat daerah luas dari cara mengunokankan emosi yang ditentukan oleh kebudayaan, tetapi kita tidak dapat berkata bahwa ungkapan emosi ini sama sekali bersifat sewenang-wenang. Perlu diketahui pula bahwa untuk memahami suatu

emosi, sekalipun antara subyek-subyek dari kebudayaan yang sama, kita harus mempertimbangkan suasana di sekitar keadaan itu dan pribadi tertentu.

Dalam kebudayaan arti sempit (misalnya keluarga, lingkungan sosiai tertentu), seorang individu mempelajari banyak kesempatan yang dapat menimbulkan emosi. Ind;vidu belajar bahwa desakan-desakan tertentu atau informasi-informasi tertentu menunjukkan suatu keuntungan atau suatu bahaya. Pelajaran ini dapat terjadi pula tanpa subyek menyadarinya.

11.2.4. Kontrol Emosi

\SEbenarnya kita tidak dapat mengontrol timbulnya emosi, kecuali secara tidak Idnqsung, yaitu dengan menahalanai doronaan-doronaan yana tidak teratur dan m6~nperkuat kontrol umum dari kenribadian manusia. Orang dapat lebih mudah mengontrol ungkapan-ungkapan emosi.

Berdasarkan data-data penelitian positip, terutama penelitian klinis, kami mengetahui bahwa

1. kontrol ini tidak boleh menekan emosi itu sendiri. Kontrol itu harus dikehendaki oleh yang bersangkutan, tetapi pula kesehatan jiwa menuntut pula sifat spontan dari pernyataan emosi.

2. penekanan emosi tidak boleh menyebabkan subyek merasa tertekan. Dan fakta bahwa untuk ciapat dikontrol perasaan-perasaan itu sebelumnya harus

disadari dan fakta pula mengajarkan kita bahwa lebih sehat bila orang menerima secara sadar perasaan-perasaan sendiri dan berusaha mengintegrasikan perasaan tersebut secara teratur dalam struktur pribadinya, dengan mengatasi dan menyalurkannya kepada hal-hal yang positip.

3. perasaan-perasaan tidak mampu dan represip dapat mengungkapkan diri dengan cara bertopeng dan dalam bentuk gejala-gejala, yang tidak dapat diatasi kecuali kalau perasaan atau emosi diakuinya dan diletakkan di bawah kontrol yang disadarinya.

Karena itu dapat disimpulkan bahwa psikologi menasehatkan perlunya kontrol emcsi, supaya emosi itu tidak merusak kehidupan pribadi seseorang, tetapi kontrol ini tidak boleh bersifat keras. Di sini kita berbicara tentang reaksi-reaksi kodrati, yang taat kepada hukum-hukumnya dan kontrol ini dapat dicapai terutama dengan jalan tidak langsung.

11.3. Suasana hati (mood, stimungen)

Ini merupakan perasaan-pErasaan tersebar, berlanasung lama, sedikit disadari, tanpae obvek dan desakan yang teqat. Faktor-faktor yang menyertai pembentukan suasana hati ini bermacam-macam :

1. Fisioloqik : gangguan pada keseimbangan fisioloaik, baik dalam bidang yang berkenaan dengan hormon, maupun yang berkenaan dengan urat syaraf dan perubahan-perubahan kimiawi dalam tubuh manusia.

2. Temperamen : sesuai dengan arah umum dari gerakan emosi itu, yaitu pessimis atau optimis dsbnya.

3. Fisika (alam) : komposisi udara, tekanan-tekanan udara, suara gaduh terus menerus, dsbnya.

4. sosial : integrasi sosial pada berbagai tingkat, yaitu rasa diterima dari pihak orang lain dan sikap menerima orang lain.

5. rip badi : keutuhan pribadi pada berbagai tingkat, yaitu merasa pada tempatnya atau tidak; perasaan harga diri pribadi.

Efek dari suasana hati ini sangat penting, terutama karena subyek, dengan tidak memiliki obyek yang tepat, maka ia mempertahankan diri dengan keberhasilan yang paling kecil.

BAB KETIGAKONFLIK DAN PENYESUAIAN DIRISituasi baru menempatkan manusia pada persoalan penyesuaian diri, yang se.-ingkali menimbulkan berbagai kesulitan. Kesulitan-kesulitan yang harus diselesaikan tidak selalu berada dalam bidana intelektual. Seringkali manusia menghadapi kesulitan yang mendalam berkenaan dengan kebutuhan-kebutuhan dan keamanan diri oribadi. Kesulitan atau konflik itu timbul kalau manusia tidak dapat menyesuaikan diri dengan situasi yang dihadapinya. Penyesuaian diri pribadi terdiri dari mengatasi persoalan-persoalan tersebut pada tinokat kecenderunqan dan perasaan.Di bawah ini kami akan menguraikan beberapa hal penting yang berkenaan dengan konflik dan penyesuaian diri, sebagai berikut :

111.1. Situasi persoalan kecenderungan-kecenderungan perasaanSituasi dapat menimbulkan dalam diri pribadi konflik antara berbagai kecende-rungan, dapat menuntut prestasi-prestasi luar biasa dan pula dapat menyebabkan motif-motif tertentu yang timbul tidak dapat dipuaskan.

111.1.1. Situasi konflikSeseorang dapat mengalami konflik, kalau ia tidak daoat memilih antara dua atau lebih macam kebutuhan atau tuiuan, atau kalau ia memiliki dua kecenderunaan yang menaAanoau tinakah lakunya, yaitu yang satu cenderung untuk memberikan kepada perilaku manusia suatu arah yang bertentangan dengan yang lain. Memilih yang satu berarti mengecewakan yang lain. Ibarat kita berada di persimpangan jalan dan tidak dapat memilih apakah akan ke kiri atau ke kanan.Dengan mempertimbangkan tingkat reaksi seseorang terhadap kecenderungan-kecenderungan ini, maka Lewin K., 1935, merumuskan tiQa skema dari konflik, sebagai berikut :1. Konflik Dendekatan qanda : s,y~b ,v~,,k d,ihadan,ka„^ad~ i„ h,;,nr; n, r,g1 1 ~sdua obvek yang menarik (menvenanakan). Tetapi pilihan yari,ig satumen vebabkan aen •. s i . .'i a, '1"~~' ,'10'1 u-1'kedua-keduan~,r,,.a,, tet id& molcspac Iran calah,satu atau harus pen a w„ ,~inya ® terh~d,aa sal~h ~. atu,/ misalnyaseseorang harus memilih antara sekolah terus atau menikah; mengurus rumah tangga atau terus aktip dalam suatu organisasi; antara tugas dan ambisi, dsbnya.

2. Konflik penolakan vanda, :-Urbv , inj&"W6 l33,emilia dua obyek yana sama-sama tidak menarlk hinda~lnya dg~r harr~a memiiih saiah satui ' Misalnya, pekerjaan yang tidak menarik ' atau menganggur; menikah dengan orang yang tidak disukai atau kemungkinan tidak menikah sama sekali; berbuat sesuatu yang berbahaya atau dicap sebagai pengecut, dsbnya.3. Konflik pendekatan-penolakan : subyek dihadapkan pada satu obyek atau situasi vang memiliki dua asoek bertentangan, yaitu yang satu menarik dan y.Wq lain tidak menari~pi~pilihan obyek itu menyebabkan sub ek menerima dua aspek tersebut. Dalam hal ini individ~u dihadaakan pada suatu,~3d~ ~ana„~ngharusk~n lsan tatani ia tidak ~ -maiu terus tidak berani. mundur iuaa tidak menyenan,gkan ia mau-tidak

+ .. . - ~.- - - . - .~ mempunya' ' yang. in~ in a, maka timbul konflik yang cukup serius. Misalnya, seorang pemuda ingin menjadi dokter, tetapi sekaligus takut akan tanggung jawab kelak bila ia menjadi dokter, dsbnya.

.. .Pei ilaku yang ambiv alen r*iemiliki karakter-karakter sebagai berikut :1. Kecenderungan untuk mendekatkan diri kepada dorongan oositio bertambah kuat, bila subyek lebih mendekatkan dirinya kepada dorongan positiptersebut.2. Kecenderungan untuk menjauhkan diri dari doronaan neaatio bertambah kuat, bila subyek lebih mendekatkan dirinya kepada dorongan negatip

tersebut.3. Kecenderungan untuk meniauhkan diri dari dorondaripada kecenderungan untuk mendekatkan dirinya kepada dorongan positia, sekurang-kurangnya kalau dorongan itu dekat.anneatilebih kuat Isi konflik manusiawi dapat dibagi sebagai berikut :1. Konflik antara dua hal vang indifferent : subyek harus memilih antara dua kemungkinan yang tidak membawa konsekwensi berat. Dalam hal ini konflik tersebut bersifat dangkal (superficial), kurang penting, dan situasi apapun dapat mengarah atau mengubah keputusannya. Misalnya, seseorang ingin ber-rekreasi dengan temannya, apakah mereka pergi ke Sengkaleng atau ke Selecta tidak begitu penting.

2. Konflik antara kebutuhan parsial dan kebutuhan intearal : seringkali manusia mengikuti suatu kecenderunaan kodrati yang mengarah kepada keputusan lanasunq, tanpa mempertimbangkan kedudukan perilaku itu dalam keseluruhan struktur kehidupannya. Di dalam persoalan di atas ini motif-motif

lain yang bersifat menyeluruh (integral) dapat menimbulkan konflik, karena bertentangan dengan kebutuhan impulsif yang menuntut kepuasan langsung, dan pula memberikan tanda bahaya akan perpecahan dalam pribadinya. Kebutuhan yang bersifat integral selal u m engarah dan mempertimbangkan masa. -depan,dan pada umumnya memperhatikan kehidupan dalam seluruh asqeknya. Dalam hal ini konflik ditimbulkan oleh kepentingan untuk mengatasi kemalasan dan oleh kepentingan untuk menolak mencari kepuasan langsung. Konflik dapat menjadi berat, bila kecenderungan-kecenderungan yang tidak dipuaskan itu kuat sekali.

3. Konflik dari ketidakpastian : subyek melihat bahwa penting baginya mencapai tujuan tertentu, tetapi setiap perilakunya memberikan resiko untuk tidak sampai pada tujuan tersebut. Contoh : subyek memiliki kebutuhan untuk meneguhkan diri. la didesak untuk menghasilkan, menciptakan sesuatu, tetapi dari lain pihak, ia takut gagal, karena itu ia takut kehilangan kepercayaan akan dirinya sendiri dan dari orang lain.

Kasus khusus dari ketidakpastian ialah ketidakpastian eksistensial. Banyak peneliti, terutama dalam bidang klinis, menyatakan bahwa manusia di dalam mengambil keputusan dasar vanE •entin? baai kehidunannya, berhadapan dengan pilihan antara keputusan untuk menerima secara realistic diri sendiri dan dunia,

atau keputusan untuk menutuo dirinya dan tidak mau mengetahui hal-hal di atas. Keputusan dasar ini menentukan sikap umum manusia untuk menyesuaikan diri dengan keputusan tersebut.

Be; bagai konflik juga bersifat sosial : masyarakat dapat memerintah subyek untuk memainkan beberapa peranan yang tidak sesuai dengan karakter pribadinya. Misalnya, seorang putra dari keluarga intelektual dapat memiliki suatu kepandaian yang sedang-sedang saja, tetapi dituntut untuk mengikuti jejak ayahnya yang pandai. Kadangkala masyarakat mengajukan beberapa gambaran tentang nilai-nilai yang tidak cocok dengan gambaran lainnya yang telah diterima dalam lingkungan sebelumnya; persoalan transisi kebudayaan.

Di samping itu masyarakat juga mengajukan beberapa peranan yang bertentangan: sexang anak remaja harus menjadi kepala dari teman-teman sebaya. Seorang doctor merasakan kesulitan hebat dalam menyesuaikan diri dengan pekerjaan-peti:erjaan tertentu yang tidak cocok. -

111.1.2. Tuntutan Perkembangan diri

Situasi dapat menimbulkan persoalan bagi manusia karena kehidupan manusia menuntut agar subyek mencapai tujuan hidupnya selalu lebih tinag dan menghadapkan individu kepada tugas-tuaas untuk memaerkembanokan dirinya. Di sini konflik timbul kalau terjadi peraolakan antara tekanan untuk berkembano dan

menvesuaikan diri dengan situasi baru, dan kemalasan manusia untuk tidak mau meninaoalka n situasi yang telah memberikan kepada subvek kepuasan.

Orang memiliki beberapa tekanan batiniah karena proses perkembangan diri, yaitu tekanan yang dirasakan seseorang dalam bidang fisiologik dan pula dalam bidang cita-cita pribadi yang makin lama menjadi lebih jelas dan lebih menuntut sesuai dengan perkembangan usianya. Tekanan batiniah ini disebabkan oleh cita-cita atau norma-norma kita yang kita gantungkan terlalu tinggi dan kita menaeiarnya tanaa ampun, sehingga kita terus menerus berada di bawah tekanan. Misalnya kita mau rajin, berani, bertanggung jawab, tetapi semua ini kita lakukan secara berlebihan.

Di samping itu orang juga mengalami tekanan berasal dari lingkungan hidup, yang mendesak seseorang untuk mencapai tujuan tertentu. Kehidupan dalam masya-rakat menuntut subyek untuk melaksanakan tugas dan kewajiban demi perkembangan diri. Unsur-unsur masyarakat yang mendesak subyek melaksa-na~an tugas tersebut adalah :

1. Kompetensi sekolah dan pendidikan -

Hal ini menuntut suatu usaha yang minta perhatian khusus, terutama kalau subyek belum merasakan secara langsung keuntungannya. Hal ini terjadi pada tahun-tahun pertama pendidikan.

2. Kom4etensi Dekeriaan atau iabatan Kepentingan akan persiapan jabatan tersebut.

3. Penvesuaian diri antar pribadiSuatu kemampuan untuk bekerja sama dan saling memahami dan menyesuaikan diri dengan perasaan orang lain dan kelompok tertentu. Misalnya, perkawinan, dsb.

. 4. Kompetensi eksistensialKemampuan memberikan makan kepada kehidupannya.

111.1.3. Kekecewaan (Frustrasi)

Sumber lain dari kesukaran, mungkin lebih mendasar dan sangat umum sifatnya, yaitu fakta bahwa manusia tidak danat memuaskan kebutuhan-kebutuhannya, bila kebutuhan-kebutuhan itu mendesak subyek agar dipenuhi. Situasi demikian dapat menimbulkan dalam diri subyek kekecewaan. Jadi situasi kekecewaan adalah situasi di mana kepuasan motif-motif atau kebutuhan dirintangi oleh suatu haiangan. Sebenarnya daya tahan atau nilai ambang frustrasi pada setiap orang berbeda-beda. Hal ini tergantung pada keadaan somato-osiko-sosial orang itu. Ada orang yang peka terhadap stres tertentu, yaitu stres khusus, karena penqalaman dahulu yang menyakitkan dan terasa pahit. Bagaimanapun kekecewaan ringan

dapat memiliki sedikit atau bahkan tidak memiliki akibat-akibatnya, sedangkan kekecewaan motif-motif atau kebutuhan pokok dapat memberikan ancaman berat bagi hidupnya.

Beberapa contoh kekecewaan, sebagai berikut :

1. Penundaan : subyek dipaksa unttik menunda kepuasan dari suatu kebutuhan atau motifnya. Misalnya, kepentingan untuk menunda perkawinan karena secara sosial-ekonomi belum siap, meskipun orang tersebut telah memiliki kematangan fisik dan mungkin pula kematangan psikis.

2. Kekuranpan : subyek tidak dapat memiliki suatu obyek atau kedudukan yang akan memuaskan motif-motifnya. Kekurangan akan tanggung jawab dapat dikecewakan untuk setiap anak muda normal. Kekurangan untuk menerima dirinya

sendiri seperti,apa adaa, kekurangan aJcaAjwlpe-rczA,CaaNa kepada dirinya dsbnya.

3. Kehilangan : subyek tidak dapat mPmelihara suatu situasi yang telah memberikan kepuasan atau telah menjadi sumber kepuasan. Sebagai contoh: kehilangan akan kesehatannya, akan persahabatan, akan posisi keuangannya. Kehilangan ini terutama dikecewakan karena sWap kita yang

4. Kegaaalan : ini merupakan kekuranaan atau kehilangan dari suatu keberhasilan yang berhubungan dengan nilai pribadi, sehingga kegagalan inidan atas diri orang lain.Kasus istimewa dari kegagalan- ini ditunjukkan oleh perasaan bersalah, perasaan untuk menghukum diri sendiri.

111.1.4. Faktor-faktor yang mempengaruhi beratnya persoalan

Situasi menentukan kemampuan subyek untuk menyesuaikan diri. Faktor-faktor yang mempengaruhi beratnya persoalan yang dihadapi subyek dalam situasi tertentu ditentukan oleh tuntutan situasi itu sendiri dan disoosisi subyek.

111.1.4.1. Faktor-faktor situasional

1. Lamanya berlanpsunn --entinqnya dan komoleksitas dari tuntutan-tuntutan situasi. Orang masih dapat menanggung kekecewaan atau konflik yang singkat waktunya, artinya tidak berlangsung lama. Tetapi bila konflik itu berlangsung lama akan menjadi bahaya. Beratnya suatu persoalan tergantung pada kualitas dan pentinanya kebutuhan atau motif yang terhalang pemenuhannya.

2. Intensitas dan eauivalent dari kecenderunaan-kecenderunaan dalam konflik: makin berat persoalan yang diletakkan oleh situasi, makin kuat kecende-rungan yang ditimbulkannya. Di sini kita diingatkan kembali akan berbagai kasus konflik, yaitu mulai dari konflik-konflik biasa (yaitu persoalan-persoalan ringan) sampai kepada konflik-konflik berat (kesulitan untuk mengambil keputusan). Tetapi konflik itu tidak berat, bila satu dari kecenderungan-kecenderungan ini saja yang sangat berat, sedangkan yang lain relatip sangat lemah. Di dalam persoalan mengenai konflik antara kebutuhan sebagian (parsial) dan kebutuhan integral, intensitas konflik tergantung pada kekuatan relatip dari kecenderungan-kecenderungan tersebut.

3. Sifat baru dan tiba-tiba dari persoalan : kesukaran-kesukaran ini makin besar apabila orang harus menghadapi persoalan baru dan timbulnya tiba-tiba dan tidak diharapkan dan kurang persiapan, karena subyek tidak tahu bagaimana

--iaharus mulai memecahkannya.111.1.4.2. Disposisi dari subyek1. Penaertian subyek akan situasi : beratnya situasi tergantung pada Kemampuan subvek untuk melihat dan memahami situasi itu sendiri. Makin besar pengalaman dan keterlibatan subyek dalam berbagai situasi, dari satu pihak subyek makin mampu memahami setiap situasi yang dihadapinya, tetapi dari lain pihak subyek makin melihat berbaqai asnek yang memberatkan dari situasi tersebut.

2. Ukuran keterlibatan subyek : kalau subyek merasa terlibat dan kebutuhan-kebutuhan pokoknya terancam bahaya, maka kesukaran yang dihadapinya dirasakan lebih berat. Di sini pula dapat dikatakan bahwa beratnya, suatu persoalan tergantung lebih pada pengertian subyek terhadap persoalan itu dari pada beratnya persoalan itu secara obyektip. Beberapa subyek, yang kurang matang dan gelisah, melihat dalam setiap perkara atau kejadian suatu bahaya bagi keutuhan oribadinya, dan karena itu mereka seringkali berada dalam kesukaran emosi.

3. Tingkat komoetensi : kesukaran yang dihadapinya makin berkurang beratnya, apabila subyek merasa lebih memiliki bakat-bakat atau kemampuan-kemamnuan yang perlu untuk mengatasinya dengan berhasil setiap situasi yang dihadapinya atau juga semua kesulitan yang secara teratur dapat terjadi.

Sebagai kesimpulan dapat dikatakan bahwa setiap persoalan penyesuaian diri bersifat individual dan unik, karena di sini dalam ukuran yang berbeda-beda perlu melihat berbagai faktor waktu atau temoeramen dari subyek. Kebutuhan-kebutuhan dan motif-motif yang timbul dalam situasi tidak dapat dianalisis dengan mudah dan

membentuk suatu jalinan, dengan saling mendukung atau saling bertentangan. Bentuk konkrit dari kebutuhan dan motif itu tergantung pada pengalaman-pen aalaman sebelumnya, pada situasi sekaranq, pada jenis kelamin, dan penerimaan sosial dsbnya.

Tetapi benar pula bahwa seringkali oanaauan psikis tergantung pada persoalan-persoalan kunci, dan kalau persoalan-persoalan tersebut dapat dipecahkan, maka subyek menjadi mampu kembali mengatasi kesukaran-kesukaran dengan berhasil.

Banyak motif dan banyak cara untuk memecahkan persoalan berada di bawah sadar. Kehadiran konflik tak sadar ini dapat membenarkan adanya tingkah laku yang tampaknya berlawanan tetapi kita tidak memahami sebabnya, dan pula menerangi penilaian yang harus diberikan, darl sudut pertanggungan jawab pribadi, dari sudul lproses-proses ini.

111.2. Keput4an yang dikehendaki

Pada umum~ya satu-satunya cara subyek menjawab situasi problematik, seperti kita lihat, ad lah mekanisme Dembelaan, yaitu suatu reaksi otomatis dan pada dasarnya tidak disadari. Cara untuk mendekati persoalan ini dapat dilakukan melalui dua pengandaian teori di bawah ini :

1. Teori behaviorisme : di sini dikatakan bahwa dalam menghadapi persoalan, subyek bersikaa pasip, dan tunduk pada inisiatio keadaan, yaitu sebelum setiap R(=reaction) harus ada terlebih dahulu S(stimulus) yang memadai. Karena itu reaksi subyek ini merupakan suatu oembelaan diri dan bersifat reaktip.• A&r; tuar2. Teori psikoanalisi : di sini orang melihat dalam desakan impulsive, kekuatan-kekuatan dasar untuk bertindak. Akibatnya reaksi terhadap situasi problematik dan konflik pada dasarnya merupakan hasil dari doronaan impulsif dan dibentuk oleh mekanisme aembelaan yang bersifat di bawahsadar dan im ulsif. 4¢.j~- ' ut~„ F~:~.p kp, ~~uk bz~o.,a~ ( >Kami berpendapat bahwa kedua teori ini hanya dapat menjelaskan sebagian dari reaksi manusia yang normal dan dewasa, yang diletakkan dalam situasi yang kurang jelas. Dalam teori ini bila subyek menghadapi situasi sulit atau tidak jelas, maka subyek menjawab dengan suatu sikao reaktip, yaitu meletakkan inisiatin pada situasi dan mereduksir diri pada peneraoan otomatis dan buta dari teknik yang kita sebut mekanisme pembelaan.Tetapi subyek juga dapat bereaksi dengan meletakan suatu aaris sikap, yang berkaitan dengan arah kehiduqannya. Dengan kata lain, dalam menghadapi situasi suliL atau konflik subyek dapat mengambil sikap yang sesuai dengan pandanqan dar, tujuan kehiduDan subvek sendiri. Sikap yang diambil subyek secara sadar ini

merupakan keputusan yang dikehendaki. Dalam hal ini subyek tidak meletakkan diri dalam posisi pembelaan diri, tetapi dalam posisi pencac)aian tujuan positip kehidupan yang telah ditentukan sebelumnya, meskipun sulit.Karena itu kami memiliki dua macam reaksi terhadap situasi konflik, yaitu yang satu dikendalikan oleh tuiuan masa deaan, artinya tujuan yang harus dicapai, dan akan merupakan suatu keoutusan, sedangkan yang lain dikendalikan oleh keoentingan masa kini dan masa lampau, artinya dikendalikan oleh ancaman dari situasi dan teknik pembelaan diri, dan akan merupakan srratu mekanisme pembelaan.

111.2.1. Hakekat dari keputusanKeputusan yang dikehendaki, seperti telah kita lihat, merupakan baik suatu keauatan tertinaai dari kehendak subyek, maupun suatu hasil alamiah dari peraolakan antara motif-motif yang sama kuatnya.

rdasarkan penelitian, kita mengetahui bahwa subyek yang harus mengambil kep usan, pada hakekatnya tunduk aada penQaruh berbaaai kecenderungan konflik dan berbaaai informasi yang hadir dalam subveki itu sendiri. Kenyataannya, subyek yang harus mengambil keputusan, tidak sama sekali memiliki kebebasan batiniah, tetapi menderita di bawah beban konflik antara berbagai ide dan kecenderungan.Tampak juga bahwa keputusan adalah hasil dari suatu eraolakan antara motif-motif, yang paling kuat menang. Sebenarnya, hal ini mengandaikan bahwa masing-masing motif memelihara suatu intensitas tertentu dan tetao untuk seluruhkehidupan, atau sekurang-kurangnya untuk suatu periode Danianq dari kehidupan, juga kalau secara aktual tidak dibangkitkan karena situasi. Data-data penelitian positip menunjukkan bahwa intensitas aktual dari suatu motif atau kebutuhan teroantung pada situasi, yang mengancamnya atau memaksakan beberapa pilihan,dan sebagian lain pada pilihan-oilihan atau arah-arah dasar van,q khas dari masing-masing pribadi yang memberikan arti bagi setiap kepuasan dan mengaturnya.

Jadi keputusan ini timbul dari pertemuan suatu program umum, yaitu suatu tujuan '1anqka aaniana, denaan kesulitan atau kebimbanaan dari situasi sekarang. Dan pula keputusan ini dapat digambarkan sebagai suatu oenelitian yang dilaksanakan olet, qribadi tertentu untuk menielaskan baai dirin a baaaimana ia merealisasi diri dalam situasi di mana realisasi ini meriimbulkan konflik atau tamoaknya tidak mungkin. ,Karena itu keputusan adalah :1. suatu reaksi terdalam, yang melibatkan minat dan kecenderungan pokok dari subyek; karena itu reaksi ini dibedakan dari reaksi-reaksi yang bersifat kepermukaan (dangkal), yang tergantung lebih pada faktor-faktor dangkal dari situasi.

2. suatu reaksi yang terarah kepada masa denan. Reaksi ini dibedakan dari reaksi-reaksi impulsif , yang membawa subyek kepada suatu kepuasan langsung dan sebagian (parsial).

3. suatu reaksi untuk memberikan Denielasan tentanqsituasi. Reaksi ini dibedakan dari suatu penerapansederhana dari suatu norma atau suatu penjelasan yang telah ditentukan sebelumnya.

Di sini kami berbicara tentang suatu reaksi di mana subyek membangun diri, dengan melaksanakan dan menyusun kembali tujuan atau program umum yang telah ada.

111.2,~. Gejala-gejala timbulnya keputusan

BerdOsarkan penelitian, proses terjadinya keputusan dapat dibedakan dalam tiga talia,ol, sebagai berikut :

1. ~;Penaertian seseorana akan situasi, bersifat men iq kat, yaitu bahwa subyek melibatkan seluruh eksistensinya, dan pula bersifat confused, yaitu bahwa subyek menyadari adanya eksistensiai disorientation dari situasi.

2. Proses aenaarahan kembali, dengan unsur-unsur sebagai berikut :

a. Kemampuan informasi dan reaksi. Subyek mengingat semua informasi yang relevan - untuk situasi, dan seluruh kemampuan bertindak, untuk menguji apakah dan bagaimanakah subyek mampu untuk menjelaskan situasi.

b. Pemusatan. Semua informasi dan reaksi-reaksinya secara terus menerus diterima dan diarahkan kepada satu kelompok persoalan : bagaimana kita dapat merealisasi diri dengan kemungkinan-kemungkinan yang ada dalam diri kita, dalam situasi ini.

c. Pen ambilan *arak. Subyek merasakan dari waktu ke waktu suatu ke butuhan untuk mengambil jarak dari situasi yang mengikat, untuk dapat menilai lebih realistic masl:ng-masing faktor dalam prospek yang benar. •

3. Penvelesaian/oemecahannya (solution). Dalam tahap ini, dengan meperhatikan situasi dan kemungkinan-kemungkinan yang dimilikinya, kita merumuskan kembali arah atau program dasar yang telah ada sebelumnya.

Setiap keputusan dalam dirinya sendiri memiliki sesuatu yang definitip. Subyek cenderung untuk mempertahankan keputusannya dan menjauhkan kritik yang datang dari luar atau dari dalam.Ada tiaa dinamisme dari faktor-faktor situasional yang mempengaruhi proses pengambilan keputusan, yaitu :1. mencari arti eksistensial dari situasi, yang menjadi jelas dalam pengarahannya ke program umum eksistensinya.

2. tekanan dari norma-norma, dalam berbagai ukuran dimengerti dan diterima sebagai bagian dari gaya hidupnya, atau dilaksanakan sebagai paksaan dari luar.3. beban dari kemalasan. Hal ini terjacii dalam diri mar.usia dan membuat \manusia malas untuk memikirkan kenibali keputusan-keputusan yang telah ~diambilnya.Keputu an memiliki berbagai bentuk, yang tergantung pada situasi, ob~iek, dalamn minat seseorang dan temqeramen seseorang. Di bawah ini akan kami tunjukkaj beberana bentuk keputusan, yaitu :

1. keoutusan yang diambil secara soontan. berani dan denaan resiko : keputusan ini berhadapan dengan bahaya yang langsung dihadapi. Di sini tidak dibutuhkan banyak informasi, tetapi memiliki suatu fungsi yang fundamental, tuntutan untuk tetap setia pada diri sendiri. Keputusan ini lebih mudah ditemukan dalam subyek yang merasa cemas.2. keoutusan yang terlambat : bila berhadapan dengan situasi yang konstan. Keputusan diambilnya lebih digunakan untuk lari dari gangguan (rasa kurang enak), dari keadaan tidak pasti, dan ciri-cirinya adalah suatu oenelitian terus menerus dari data-data yang diterima, untuk melihat apakah kiranya dapat lari dari suatu keputusan khusus untuk orana-orana yang memilikikebimbangan, kadang-kadang mereka dapat mendekatkan diri kepada mekanisme pembelaan.3. keputusan yang dioerhitunakan : keputusan yang relatip mengikat, yang membiarkan kemungkinan untuk memperhitungkan secara lebih teliti pro dan kontra. .4. keoutusan vang berkembang (increasing decision) : keputusan ini memiliki ciri-ciri sebagai berikut : suatu proses terus menerus untuk menjadikan lebih terang program umum maupun situasi dan beberapa kemungkinannya. Biasanya memiliki sebagai obyek adalah program-program lebih umum dari

eksistensinya, dan karena itu dapat diketemukan dalam konflik agama dan dalam keputusan-keputusan suara hati.

111.3. MEKANISME PEMBELAANMenurut Sigmund Freud, mekanisme pembelaan adalah semua teknik yang dipakai Ego untuk memoertahankan diri di dalam pergolakan melawan semua desakanbuta yang timbul dalam dirinya. Timbulnya desakan buta itu tidak tergantung kepada waktu dan realitas, dan menuntut selalu dari subyek pemenuhannya, karena desakan buta ini tunduk kepada prinsio kenikmatan. Bila salah satu desakan tersebut tidak dapat dipuaskan maka hal ini membahavakan keseimbanaan psikis individu. Karena itu dalam hal ini Ego bertugas mencari dan menemukan jalan keluar (solution) untuk men uq ran°i, bahkan melenyaokan konflik-konflik tersebut. Ego berusaha menakanalisasikan atau menekan desakan buta yang membaha akan keamanan fisik dan psikis individu. Ego berusaha mengarahkannya I jurusan baru, mendamaikan tekanan-tekanan dan kecemasan-kecemasan yang beYasal dari situasi konflik tersebut.,Blum mengatakan bah~yra Ego adalah penengah antara dunia Id dan dunia luar. Egu bertugas mengarahkan enersi-enersi yang berasal dari Id ke arah penyesuaian diri dengan tuntutan-tuntutan realitas. Dalam pergolakan melawan desakan burta Ego menggerakan enersi-enersi yang memanifestasikan diri ke

dalam bentuk mekanisme pembelaan. Jadi ego mempertahankan intearitas di dalarn pergolakan melawan desakan-desakan buta.

Mekanisme pembelaan memiliki tujuan utama, ialah membela atau mempertahankan Ego, yaitu memelihara intearitas, tuntutan sentral, yang membangun identitas pribadi dan pusat oenilaian, dan yang merupakan sumber pertanaaunaan iawab.

Oleh karena itu di dalam menghadapi masiah konflik, psikologi tidak melihat segera kernungkinan subyek mengambil inisiatip, soperti kalau subyek mengambil suatu keputusan pribadi, tetapi psikologi terutama melihat jawaban-jawaban dan tanggapan-tanggapan yang dikendalikan secara buta oleh suatu desakan buta dan oleh mekanisme di bawah sadar. Mekanisme pembelaan ini merupakan penemuan baru yang dipelopori oleh Sigmund Freud. Beliau terutama mempelajari prinsip-prinsip mekanisme, yaitu %wessi. Lambat laun penemuan ini dilanjutkan dan disempurnakan oleh putrinya yang bernama Anna Freud. Beliau menemukan kembali berbagai macam mekanisme pembelaan ini.

Menurut Anna Freud, mekanisme pembelaan selalu merupakan proses mekanisme yang bersifat nafuri. Di dalam hal ini yang berubah adalah motif-motif yang tampak bahaya atau desakan naluriah.

Motif-motif ini dapat digolongkan dalam empat kategori :1. Ego berada di bawah tekanan desakan buta yang kuat sekali. la merasa takut tenggelam dalam desakan buta tersebut dan melihat bahayanya bagi keseimbanaan psikis karena ia harus menghadapi begitu banyak kesulitan.

2. Ego berada dibawah tekanan Su ep r Eao yang keras dan banyak tuntutan. Ego tunduk kepada tekanan itu, dan melakukan tuntutan-tuntutan yang telah diseleksi oleh Super Ego, sehingga Ego mengalami konflik karena berhadapan dengan desakan buta dan beban emosi yang menyertainya. Jadi mekanisme pembelaan si melayani reaksi-reaksi tersebut.

3. Pembelaan terhadap ketakutan obyektip, yaitu Ego berhadapan dengan reaiitas dan larangannya secaraq langsung mengikat, yaitu merupakan bentuk-bentuk larangan dan tekanan dari orang tua dan masyarakat. Ego mempertahankan diri karena takut yang real dan obyektip.

4. Adanya tuntutan keseimbanqan, memperkembangkan usaha untuk menyesuaikan desakan-desakan yang salinq berlawanan dan pula antara desakan dan tuntutan-tuntutan tersebut yang seringkali berlawanan dengan realitas.Mekanisme pembelaan bekerja di bawah sadar, otomatis, dan berbeda-beda bagi setiap pribadi, ditentukan pula oleh jenis sjks, qendidikan, teladan orang tua, temperamen dsbnya.

Di sini kami akan memperlihatkan beberapa golongan mekanisme pembelaan, sebagai beriKUt :

1. Agresivitas (intensitas usaha dan kegiatan)2. Pelarian (evasion) dari situasi Frustrasi3. Reinterpretasi situasi4. Penggantian (replacement) tujuan dengan tujuan lainnya yang lebih dapat dijalankan.

ill.3.'! . Agresivitas

Menurut Symond (1949) agresivitas, yang pada umumnya disebut teknik pembelaan, berasal dari kekuatan dan kemampuan pribadi di dalam usaha meneguhkan atau mempertahankan diri. Ini merupakan karakter kepribadian, yang kurang lebih bersifat turun-temurun (hereditary). Agresivitas menyatakan diri di dalam usaha mencari suatu kepuasan yang sulit diperoleh dan usaha menyisihkan dan merusak rintangan yang menghalangi tercapainya tujuan.

Rosenzweig (1944) berpendapat bahwa ada dua manifestasi aaresivitas, yaitu manifestasi yana diarahkan keluar (extranunitive) dan manifestasi vang diarahkan ke dalam (introquntive),. Kedua kategori ini dipakai oleh Rosenzweig untuk menggolongkan reaksi-reaksi frustrasi di dalam suatu "test-frustration".

Intropuntive atau kebutuhan untuk menghukum diri sendiri, seringkali berasal dari suatu kepentingan subyek untuk memoeroleh kembali qenvharaaan terhadao dirin ya (se!f-estimate). Dengan penyesalan mendalam, dan dengan melenyapkan kesalahan-kesalahan melalui hukuman terhadap dirinya, maka ia memperoleh kembali self-estimate. Biasanya kebutuhan ini bersifat bawah sadar. Intropunitive dapat juga bersifat, patholoqis, yaitu kehilanyan definitio oengharvaan diri dan kecenderun qan kuat untuk bunuh diri.Agresivitas yang disebabkan oleh ke n untuk penyesuaian diri dapat bersifat :

1. Lanasuna ldirectl; -bila agresivitas dialamatkan langsung kepada halangan-halangan yang merintangi subyek mencapai kepuasan.2. Dialihkan atau dioindahkan (transferred), bila agresivitas dialamatkan kepada obyek-obyek lainnya. Perpindahan ini menjadi penting, bila dengan menggunakan agresivitas langsung orang takut akan konsekwensi-konsekwensi yang lebih buruk. , v-,.3. Tersebar luas (widesaread), dengan manifestasi iritasi (perasaan jengkel dan perasaan tidak senang). Agresivitas ini tidak memiliki obyek tertentu yang merintangi subyek mencapai kepuasan, yaitu agresivitas ini terjadi bila subyek merasa kekurangan atau kehilangan sesuatu tanna sesuatupun alasan yang teqat.

Demikian pula agresivitas ini terjadi di dalam diri subyek yang mengalami bermacam-macam kekecewaan di dalam kehidupannya.

A.yresivitas dan manifestasinya tergantung kepada linc kunaan sosialnya. Para peneliti (interkultural) menunjukkan bahwa permusuhan itu berkembang sejalan dOngan tuntutan-tuntutan dan batasan-batasan yang dipaksakan oleh masyarakat.Kami menjumpai berbagai pendapat tentang asal dan timbulnya agresivitas, yaituPendapat I: berpendapat bahwa agresivitas merupakan desakan imoulsif vang orisinal dan fundamental, sama seperti libido (napsu), yaitu suatu desakan impulsif yang memiliki kecenaerungan untuk merusak diri (self-destruction) dan merusak hal-hal lain (pandangan Freud).Pendaoat 11 : berpendapat bahwa agresivitas secara esensial adalah suatu reaksi terhadap kekecewaan atau frustrasi. Karena itu bila tidak ada kekecewaan atau frustrasi, maka juga tidak ada agresivitas (cf Dollar dan kawan-kawan, 1967).

Pendaoat II! : melihat dalam agresivitas suatu kebutuhan sekunder yang dapat dipelajari. Jadi agresivitas merupakan perilaku instrumental, yang dapat dipelajari dari pengalaman.

Hal ini berguna untuk mereduksir ketegangan-ketegangan yang ditimbulkan oleh kemarahan atau untuk memperoleh apa yang diingininya.

Para ahli yang mempelajari tingkah laku binatang berpendapat bahwa agresivitas merupakan teknik untuk survival yang dapat dipelajari melalui pengalaman turun temurun. Mereka tidak memandang hal ini sebagai suatu instink yang tidak dapat dikuasai, tetapi mereka menyelidiki secara tepat mekanisme-mekanisme ini, agar dapat memanfaatkannya dan inenguasainya dalam konteks kehidupan sosial manusiawi.

111.3.2. Evasion (pelarian)

Bila subyek mengalami situasi yang sangat sulit, maka ia senantiasa berusaha me;nbebaskan diri dari kepentingan untuk mengambil suatu keputusan atau ia bewsaha meninggalkan atau menghindari situasi itu sejauh mungkin.

Bentuk-bentuk dasar dari evasion ini adalah reqresi, oroveksi dan fantasia. 111.3.2.1. Represi

Pertama kali Freud memperkenalkan kepada kita suatu teknik untuk menguasai kesukaran-kesukaran yang ditimbulkan- oleh situasi konflik. Tetapi kekurangan dari konsep ini terletak pada sistemasi definitipnya. Dan konsep ini merupakan titik ~usat dari teorinya tentang neurotik.

Konflik yang dipikirkan Freud adalah konflik antara desakan impulsif dan norma, rasionalitas manusia. Konflik ini dapat dikuasai dengan cara menekan ke dalam ba\-vah sadar (unconscious) desakan impulsif yang menaancam keutuhan Eao. Represi dan kesadaran tidak identik dengan ret,resi vang dikehendaki dan disadari. Tetapi represi merupakan suatu proses di bawah sadar dan karena itu untuk diketahiri dan dikuasainya.

Represi menekan desakan impulsif atau situasi konflik dan semua ingatan (memori) yang berkaitan dengan situasi tersebut ke alam bawah sadar dan mempertahankannya status itu, sambil mengadakan seleksi terhadap semua hal yang dapat dibawa kepada kesadaran dan pula mengadakan suatu resistensi terhadap usaha-usaha para peneliti untuk membawa semua masalah itu kepada kesadaran (ingatan).

Pengertian Freudiana ini sebagian dikoreksi tetapi sebagian telah dibuktikan oleh para peneliti selanjutnya secara klinis dan eksperimental. Ada suatu koreksi dasar tentang kodrat dari obyek-obyek represi, yaitu bahwa obyek represi tidak hanya meliputi desakan impulsif yang tidak dapat diterima (impuls inadmissible), tetapi yang meliputi setiap keiadian yana dirasakdn sanaat berat oleh subyek. Ingatan akan hal itu akan sangat mengganggu perjalanan psikisme individu (manusia).

Di dalam diri m nusia hadir suatu pergolakan antara kekuatan-kekuatan di bawah sadar yang me ampakkan diri dalam bentuk kebutuhan-kebutuhan dan ide-ide, dengan kekuata -kekuatan SuDer Ego, yang memperlihatkan tuntutan sosial. Sejak lahir, Super Eg merintangi ide, dan menghalanginya agar tidak sampai pada tingkat kesadar n dan tidak terungkap dalam perbuatan. Di sini perlu digarisbawahi bahwa pergola an ini terjadi pada tingkat bawah sadar dan bahwa subyek sama sekaii tidak men etahuinya. Perbuatan atau kegiatan untuk menekan ide yang tidak dapat dikehendakinya disebut regrasi. Jadi represi merupakan mekanisme dibawah sadar.Kecenderungan agresip, yang terdapat di dalam individu, dapat menimbulkan dalam dirinya ide di bawah sadar antisocial, yaitu intensi untuk menindas lawannya dengan kekerasan. Tetapi Super Ego menghaiang-halangi dan mengubahnya.Di samping itu perlu diketahui bahwa represi adalah suatu proses normal dan perlu untuk mencapai keseimbangan dan pertahanan diri individu. Tetapi kita harus mengetahui batasan-batasannya, sejauh mana represi merupakan proses normal, dalam diri seseorang, sebagai berikut :1. Bila represi berfungsi kurang sempurna dan membiarkan ide-ide asosial dan antisocial. Individu tidak lagi dikontrol dalam perbuatan dan menyatakan secara terbuka kecenderungan-kecenderungan antisocial. Hal ini dapat disebabkan karena semasa kecil, ia tidak memiliki kesempatan untuk mengassimilasikan (mencernakan) secara progresip dan normal, peraturan-peraturan dan norma-norma sosial.

2. Bila seorang anak kecil diperlakukan terlalu lunak dan ia tidak dapat mengikuti kelakuan yang lebih ia sukai. Di sini ada kesukaran untuk assimilasi.3. Bila represi berfungsi secara tegas, bersifat perintah, terlalu banyak larangan, maka ia tenggelam dalam peraturan-peraturan dan tidak berhasil menemukan jalan-jalan normal untuk memuaskan desakan-desakan yang lebih baik dan positip.Represi dapat dipandang sebagai proses normal kalau ia menjamin kemampuan individun untuk menyesuaikan diri dalam kehidupannya, dan tidak menekannya dengan perasaan bersalah atau rendah diri, tetapi memberikan kepada individu

kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan kebutuhan-kebutuhan esensial dan kepentingan sosial.

111.3.2.2. Proyeksi ~/Proyeksi merupakan salah satu bent pelarian. Individu menyalahkan orano lain mengenai kesulitannya sendiri ata elemaarkan kepada orang lain keinainannya sendiri yang tidak baik. Misal a, seorang murid tidak lulus, karena pak guru membencinya; seorang pem n bulutangkis tidak baik pukulannya kemudian ia melihat raketnya yang tidak baik itu.

Proyeksi paling tampak dalam kecenderungan subyek untuk menyalahkan orang lain atau ' sesuatu di luar dirinya mengenai kesalahan dan kekurangan subyek sendiri. nasib dan ketidak beruntunaan juga sering merupakan obyek dari proyeksi.

Dalam hal ini subyek menghubungkan keinainan dan pikiran subyek sendiri yang tidak dapat diterima oleh orang lain. Hal ini berdasarkan pula kepada keoenderungan subyek untuk menganggap orang lain seperti diri sendiri. Bila subyek jujur, maka subyek menganggap orang lainpun demikian; bila subyek sering menipu, maka subyek purr curiga bahwa orang lainpun penipu seperti dirinya.

Proyeksi itu mungkin berkembang dari pengalaman individu, bahwa menyalahkan oreng lain tentang kegagalannya sendiri, tentang pikirannya yang tercela dan tentang keburukan subyek sendiri akan membantunya dalam menghindari celaan dar, hukuman masyarakat. Dan bila kita menganut nilai-nilai masyarakat, maka proyeksi itu akan melindungi kita terhadap menurunnya rasa haroa diri. Kita melihat bahwa mekanisme pembelaan ini tidak realistic.

Strategi untuk mengatasi problem-problem kecenderungan dan emosional dengan berbagai cara menghindari situasi konflik, telah dipikirkan Freud sejak tahun 1895. Pada tahun-tahun berikutnya konsep ini dijelaskan lebih lanjut oleh Freud. Konsep ini mengandung berbagai unsur sebagai berikut :

dengan melawan desakan-desakan (stimulus) yang sangat kuat dari luar, subyek dapat mempertahankan diri dengan lebih mudah, karena subyek tida4c memiliki kemungkinan untuk membela diri dari desakan-desakan internal. Subyek cenderung untuk menanggapi desakan-desakan internal sebagai seolah-olah desakan vang berasal dari luar, agar subyek dapat melawaqn serangan desakan tersebut yang sangat kuat. Kecenderungan ini merupakan asal dari oroyeksi, yang sangat berguna menentukan proses-proses patologik (Freud, 1920, p.20). Jadi aspek pertama ini memandang desakan-desakan atau impuls yang rimbul dari dalam sebagai sesuatu desakan berasal dari luar.

2. dalam tahun '1898, Freud mengungkapkan adanya suatu mekanisme proyeksi, sebagai pelarian (evasion), yang terdiri dari kasus paranoia, yaitu usaha menggantikan dengan obyek lainnya obyek yang berasal dari perasaan curiga, yang pada mulanya diarahkan kepada subyek sendiri; subyek yang tidak percaya bahwa dirinya didesak oleh obyek lain, memiliki kecurigaan terhadap obyek tersebut. Kemudian pada tahun 1911, menurut Freud proyeksi berarti menghubungkan perasaan-perasaannya sendiri dengan hal-hal lain, mungkin dengan mengubahnya.

Van Lennaq membedakan emoat bentuk arcveksi dengan kriteria sebagai berikut : pertama, obyek proyeksi dapat bersifat manusia atau tidak; kedua, obyek proyeksi dapat merupakan ~rluasan dari perasaan individu atau bertentangan. Berdasarkan kedua kriteria di atas, maka proyeksi dapat dibagi dalam berbagai bentuk, yaitu :

Proveksi A Obyeknya bukan manusia tetapi sesuai dengan perasaan-perasaan subyek. Misainya individu merasa depresi (tertekan), dan karena itu berjalan jalan di tepi danau. la berkata bahwa "Hari tidak begitu cerah, berawan, maka saya rasa pemandangan alam membuat hatiku sedih"

r?ra y ei;si QObyeknya bukan manusia (barang-barang, hal-hal, pemandangan alam), tetapi bertentanaan dengan subyek. Perbuatan mereka melengkapi perbuatan individu, dan dikaitkan yang menahukum meja "jahat" yang membuat dirinya celaka.

Proyeksi CObyeknya manusia (qribadi), dan perasaar-perasaan individu dikaitkan dengan pribadi-pribadi tersebut. Misalnya, saya merasa cemas, maka saya berpikir bahwa orang lain juga merasa cemas.

Proyeksi DObyeknya manusia (oribadi) dan mereka dilihat sebagai pihak yang bertentangan dengan perasaannya dan kebutuhannya. Misalnya, saya merasa bersalah, dan

saya berpikir bahwa orang lain menghukum saya. Saya merasa bermusuhan dengan seseorang, dan saya berpikir bahwa orang itu membalasnya (bayangan batasan ini menguasai dirinya dan makin memperkuat kebenciannya). Bentuk proyeksi ini secara langsung berkaitan dengan mekanisme pembelaan psikoanalisa.

Svmonds (1949) mengajukan berbagai aspek individual yang dapat diproyeksikan : 1. Keinainan Eao yan 'ahat

Hal ini merupakaqn bentuk umum dari proyeksi dan mengandung perbuatan-perbuatan yang menghubungkan sifat-sifat bermusuhan dan keinginan yang berlawanan dengan norma moral, dengan obyek-obyek lain.

2. Super EgoDi sini subyek mengharapkan orang-orang lain bertindak sesuai dengan pera: aannya tentang kewajiban-kewajiban yang mengikatnya, agar mereka menghukumnya seperti suara hatinya menghukum, agar mereka menuntut banyak terhadapnya. Misalnya, seorang anak yang memiliki Super Ego kuat sekali, mengalami kesukaran dengan seorang guru yang memiliki sifat demokratis, yang memaklumi berbagai intensi, dan tidak memandang serius hal-hal tersebut.

3. CintU diriSubyek memperlihatkan perhatiannya kepada orang lain, tetapi orang lain, kekayaan atau keberhasilan, hanya merupakan alat (sarana) untuk meni:apai kepuasan cinta diri. Misalnya, orang tua dapat mencintai putra-putranya hanya sebagai pemenuhan pemuasan rasa bangganya dan kebutuhan-kebutuhan fundamental. (Richter, Ausubel).

111.3.2.3. Fantasia dan Mimpi

Fantasi rnerupakan bentuk lain dari pelarian, bila keinginan-keinginan yang tidak dikabulkan diouaskan dalam bentuk khayalan. Seseorang yang tidak dapat diterima dalarn kesebelasan sepak bola karena badannya terlalu kecil, secara melamun ia berhasil rrrencetak gol beberapa buah, dsbnya.

Fantasi ini mungkin produktip atau tidak oroduktio. Fantasi produktip dapat dipakai secara konstruktip untuk mempertahankan motivasi dan untuk menyelesaikan masalah-masalah segera, seperti dalam imajinasi yang kreatip. Fantasi non produktip hanya merupakan suatu keaiatan pemuasan khavalan untuk mengganti kekurangan prestasi atau pemenuhan kebutuhan, tetapi tidak merangsang dan menaikan prestasi.

Jadi Fantasi adalah seranakaian kejadian atau gambaran mental yang dikhayalkan individu, dipakai untuk menyatakan konflik tak sadar, untuk memenuhi keinginan tak sadar atau untuk memaersiaakan diri menahadaai ke'adian-kejadian yang akan datang yang diantisipasikan.

h1elalui fantasi dan mimpi (sering juga dengan mata terbuka), kita mencapai secara tic+ak riil kepuasan-kepuasan, yang ditolak dalam kehidupan real. Teknik ini merupakan suatu pelarian dari situasi real.

Freud melihat fantasi sebagai suatu kemungkinan untuk memuaskan desakan-desakan impulsif tanpa memperhitungkan pembatasannya, yang nyata.

Penggunaan mekanisme ini tergantung pada jenis motif yang secara aktual mendesaknya. Luckert (1957) memberikan contoh beberapa fantasi di dalam penjara waktu perang yang mencemaskan karena kelaparan, karena itu timbul keinginan untuk kembali melihat tempat-tempat dan pribadi-pribadi yang merawatnya.

Perbedaan tingkat dan isi fantasi ditentukan oleh usia, ienis kelamin- kondisi-kondisi khusus lainn,ya. Menurut penelitian Tumlirz (1927), 90 % remaja putri dan 70% `remaja putra mengakui seringkali melamun. Adapun isi lamunannya sebagai berikut

REMAJA PUTRA REMAJA PUTRI

1.torkenal, kekuatan, keberhasilan ..28% 1.keluarga, perkawinan, bayi 25%2.cita-cita professional 21 % 2.mengatur keluarga untuk masadepan 21 %3.,qeksual (rangsangan) 18% 3.cita-cita professional 12%4.keluarga dan perkawinan 12% 4.fantasi murni, masa depan5%5.fantasi murni, masa depan 9°r6 5.kekuatan 4 %

Fantasi dapat berupa bayangan-bayangan yang bersifat kesenian dan ilmu pengetahUan (lari dari dunia real ke alam pikiran); dan pula seringkali diikuti dengan sikap pasio.

Tidak selalu fantasi dan mimpi mengandung hal-hal yang menvenangkan, atau memenuhi keinainan-kein • inan yang terhalang; kadang-kadang obyek fantasi adalah situasi v ang mencemaskan individu; atau individu menghidupkan kembali suasana dan kejadian yang tidak menyenangkan, berlawanan, dan permusuhan, kadang-pkadang mimpi buruk (nightmare).

Di dalarn kegiatan-kegiatan fantasi dan mimpi keinginan-keinginan dan ketakutan-ketakutan subyek tidak selalu hadir dengan ielas. Dalam proses ini represi dan mekanisme-mekanisme lainnya dapat berfungsi pula. Karena itu penting orang dapat menafsitkan mimpi-;nimpi tersebut yang mampu memahami arti dan isi mimqi tersebut, Freud dan beberapa tokoh aliran psikologi dalam, yakin bahwa orang dapat membuka, mengetahui seluruh simbol, hal-hal dan kegiatan-kegiatan yang dalam dirinya sendiri bersifat netral, tetapi mengungkapkan secara tidak lanasung dan ielas obyek dan kegiatan-kegiatan yang timbul dari kecemasan individu. Karena itu subyek berusaha menjauhi obyek tersebut dengan menekannya ke alam bawah sadar.

111.3.3. Reinterpretasi : Rasionalisasi

Reinterpretasi merupakan sarana koanitip yang digunakan untuk menyembunyikan keinainan-keinainan dan desakan-desakan impulsif. Reinterpretasi mengandung suatu kegiatan menvusun kembali Dikiran-Dikirann &mmoenai situasi sendiri, atau sekurang-kurangnya mengurangi aspek traumatic dari situasi. Reinterpretasi serupa dengan mekanisme rasionalisasi.

Rasionalisasi adalah suatu mekanisme pembelaan Ego, yang bekerja secara tidak sadar. Individu berusaha membuat perasaan perilaku atau motifnya yang tidak dapat diterima seakan-akan masuk akal (bukan pura-pura yang dilakukan secara sengaja). Dengan kata lain rasionalisasi berusaha membuktikan bahwa perbuatannya (yang sebenarnya tidak baik) masuk akal (rasional), dapat dibenarkan. Misalnya, orang itu tidak dapat bermain bulu tangkis, kali ini karena '1:~ac+an kurang enak", keesokan harinya karena "ada ulangan", pada hal ia takut kal Seseorang mengatakan "bukan korupsi", tetapi "hanya menerima uang jasa", atau " saya tidak minta", atau lagi "bagaimana dapat hidup dengan gaji yang sekarang",'Istri dan anak sedang sakiY", dsbnya.

Pada umumnya konsep rasionalisasi bersumber kepada mencari alasan yang baik untuk merhindari konflik antara pemuasan dorongan impulsif, yang ingin ditolaknya, dan koreksi-koreksi dari suara hati dan masyarakat. Rasionalisasi tidak hanya merupakan kebutuhan sosial, tetapi juga kebutuhan pribadi, sejauh menjamin keutuhan qambaran hidua subyek.

Rasionalisasi memiliki dua sedi pembelaan, yaitu :

1. membantu subyek membenarkan yang dilakukan dan yang dipercayai.2. menolong subyek melunakkan kekecewaan yang berhubungan dengan cita-cita yang tidak tercapai.

Rasionalisasi seringkali merupakan penipuan terhadao diri sendiri (membohongi diri sendiri). Svmonds (1949( berkata bahwa rasionalisasi adalah kegiatan

memberikan alasan-alasan berbelit-belit, sejauh dapat memberikan kesimpulan yang ingin dicapai bagaimanapun juga, dan alasan-alasan logis yang dibuat-buat agar tercapai hasil yang diinginkannya.Seringkali sukar menentukan bilamanakah kita mulai meninggalkan fakta dan masalah, Ialu memasuki rasiorralisasi. Tanda-tanda bahwa ada rasionalisasi, ialah sebagai berikut :

1. mencari-cari alasan untuk membenarkan perbuatan atau kepercayaan. 2. tidak sanaaup mengenai hal-hal yang tidak tetap atau bertentangan. 3. menjadi binaung atau marah bila alasannya diragukan orang.

Rasionalisasi akan memperkembangkan kekakuannya di dalam memberikan argumentasi, kalau subyek tidak mencari kebenaran, tetapi hanya mencari pembelaan diri. Subyek secara psikologik tidak mampu melihat alasan-alasan yang berlawanan, karena dapat merusak kesimpulan (pandangan) yang tidak dapat diubah.

Rasionalisasi menunjukkan kontradiksi dan inkonsistensi di dalam pikiran subyek, dan memberikan pemikiran yang terpisah-pisah dan tidak salinq berhubungan setu sama lain.

Tetapi subyek merasa kontradiksi tersebut dan ia menjadi sanoat peka dab marah terhadap setiap teguran yang mengingatkan kepada subyek --ifat-sifat kontradiksi yang terdapat di dalam rasionalisasi tersebiA, karena teguran tersebut membuat ,mekanisme pembelaan di dalam subyek goncang atau lemah.

111.3.4.`Penggantian tujuan (substitution of aim)

Penggantian tujuan merupakan golongan keempat dari teknik mengatasi kesulitan di dalam kehidupan individu. Di sini subyek berusaha menaaanti tujuan yang secara aktual tidak dapat dicapainya dengan suatu tujuan lain yang mungkin dicapai dan relatip cocok. Mekanisme pembelaan yang termasuk kategori ini ialah sublimasi komoensasi, introveksi dan identifikasi. reaction formation.

111.3.4.1. Sublimasi

Sublimasi adalah penggunaan perilaku atau perasaan yang sekaligus sesuai dengan desakan-desakan impulsif atau keinginan-keinginan orisinal, dan dengan tuntutan-tuntutan sosial dan suara hati. Dengan kata lain sublimasi merupakan penggunaan suatu kegiatan pengganti yang secara tidak langsung dapat memuaskan motif-motif yang tidak tersalurkan dengan cara yang dapat diterima banyak orang. Karena itu sublimasi, di satu pihak, tergantung pada represi dari desakan impulsif yang manifestasinya dikecam banyak orang. Dan di lain pihak,

tergantung pada norma-norma kebudayaan yang menghukum manifestasi-manifestasi tertentu dan mengijinkan manifestasi-manifestasi lainnya. Misalnya, napsu yang tidak terpenuhi (terutama seksual) disalurkan kepada kegiatan-kegiatan lainnya yang secara sosial dapat diterima. Seorang yang tidak kawin dan tidak dapat mengatasi desakan seksualnya dengan cara yang lain, mungkin mendapat rasa kepuasan dalam bidang perawatan, pendidikan, oleh raga, dan kesenian.

Freud sebenarnya mengenal dua konsep dari sublimasi, yaitu :

kebutuhan seksual (agresip), mulai suatu kegiatan, yang lebih tinggi, dan ielah ada lebih dahulu sebelumnya, yang bersifat independent. Sebagai contoh : perasaan estetis dan inderawi : kegiatan-kegiatan ini tidak berkodrat

seksual. Freud menjelaskan bahwa pengamatan sehari-hari dari kehidupan manusia menunjukkan bahwa sebagian besar manusia berhasil membelokkan enersi impulsif seksual kepada kegiatan-kegiatan professional. Desakan-desakan seksual secara khusus sesuai untuk memberikan sumbangan-sumbangan tersebut, yaitu memiliki kemampuan sublimasi, yaitu daoat menukar tujuan langsung kepada tujuan-tujuan lainnya, yang kadang-kadang lebih diharaai dan tidak bersifat seksual.

2. pengertian kedua, yaitu bentuk-bentuk superior dari perilaku merupakan hasil ciotaan libido, manifestasi libido, dan merupakan libldo sendirl, meskipun di transfer (dipindahkan) ke dalam bentuk-bentuk yang secara sosial dapat diterima. Menurut Freud, manusia tidak memiliki sedemikian besar enersi psikis, karena itu untuk melaksanakan tugas-tugas kulturnya dibutuhkan enersi libido. Jadi enersi libido dipakai untuk melaksanakan tujuan kuitural.

Periu dibe an antara fakta dan interpretasinya. Apakah yang dimaksud Freud sobagai subli asi adalah fakta bahwa subyekj sekuranq-kurangnya dapat d;nuaskan sebaaian denoan menolak untuk menaikuti desakan-desakan tersebut. Freud menginterpretasikan demikian, yaitu bahwa desakan itu berkuranq uraensinya, karena motif-motif yang tampaknya lebih tinoai. Sedangkan Qara psikolo humanisme sebaliknya menjelaskan bahwa mereka melihat pertama-tama adalah manusia, sebagai pribadi, dan tidak masing-masing motif atau desakan-desakan impulsif yang dipuaskan. Kemudian manusia dapat meAidentikkan hasil baik kehiduoannya, "apa yang baik" dengan pelaksanaan nilai-nilai lebih tinggi, dan jika ia meiaksanakan hal itu, maka ia menemukan dalam hal ini keouasan desakan-desakan impulsif itu bersifat danqkal dan tidak Dentinq.

Bahkan dapat terjadi bahwa kepuasan desakan impulsif tersebut dipahami sebagai kegaqalan bagi kehidupannya, dan karena itu tidak hanya menghilangkan enersinya yang positip, tetapi memperoieh enersi yang negatip bagi kehidupannya.

Freud berulang kali mengatakan bahwa sublimasi tidak membawa kepada manusia seluruh kepuasannya, karana sublimasi selalu mewakili hanya sebaaian desakan tersebut, sehingga tidak dapat memberikan kebahagiaan yang penuh (Freud, 1930). Sedangkan pandanqan para humanis berbeda dengan pandangan Freud. Mereka berpendapat bahwa manusia menemukan kepuasannya yang lengkap justru kalau seluruh desakan impulsive danat diintegrasikan ke dalam struktur pribadinya, artinya bahwa kepuasan tercapai bila manusia mampu menaontrol kepuasan desakan-desakan tersebut.Karena itu pengertian Freud mengenai sublimasi berbeda dengan pengertian humanis. Bagi Freud sublimasi merupakan sarana, melalui sarana itu manusia dapat mencapai tujuan yang ditentukan oleh kebudayaan, tetapi tetap tidak dapat dipuaskan secara mendalam, sedangkan menurut Nuttin, sublimasi merupakan pembinaan kepribadian manusia.

111.3.4.2. Kompensasi

Menurut Schneiders (1969) kompensasi adalah suatu kegiatan psikis, umumnya tidak sadar, untuk mengimbangi kelemahan dan keterbatasan subYek. Fungi kompensasi adalah untuk menyelamatkan nilai-nilai oribadi subyek baik di hadapannya sendiri maupun di hadapan orang lain.

Kompensasi ber'aoa dalam hubungan langsung dengan keterbatasan pribadi yang dimengerti subyek bagai demikian; keterbatasan ini secara prinsipiil merupakan kekiaranaan fisik atau ental, keterbatasan dalam bidang sosial-ekonomi, dsbnya. Faktor lain yang menentuRan adalah karakter subvek sendiri.

Kadang-kadang kompensasi terjadi dalam suatu kegiatan langsung untuk menaalihkan keterbatasan ini. Kompensasi menutupi kelemahan dengan menonjolkan sifat vang baik, atau karena frustrasi dalam suatu bidang, orang mencari kepuasan secara berlebih-lebihan dalam bidang yang lain (kompensasi berlebihan). Kompensasi dilaksanakan untuk menghadapi perasaan kurang mampu (interior). Seringkali kompensasi itu dilakukan secara tidak lanasunq, misalnya orang tidak pandai di sekolah, tidak dapat ikut pertandingan antar sekolah karena lemah, tidak dapat diterima dalam suatu pekerjaan, kemudian yang bersangkutan menjadi pengebut ulung, anggota suatu Gang yang berani atau menjadi anak yang jagoan dan yang ditakuti oleh para temannya. Ada kalanya, karena frustrasi dalam percintaan, seseorang akan makan berlebihan ; karena tidak senang dilampaui atau dilebihi orang lain, kemudian ia melemparkan kritik yang merusak. Dalam masyarakat kita ini dengan persaingannya makin keras, kompensasi itu dapat saja merupakan cara penyesuaian diri yang berguna dalam mencapai sesuatu yang lebih baik lagi.

Penyesuaian diri dengan cara kompensasi sangat dirangsang oleh masvarakat yang aenuh aersaingan. Kita sering membandingkan diri kita dengan orang lain. Kita mengukur harga diri kita dan harga diri orang lain sebagian besar dengan kedudukan, prestasi atau kekayaan. Nilai-nilai sosial seperti ini membawa kita kepada perkembangan motivasi yang kuat, agar sekurang-kurangnya berprestasi sama dan bila mungkin, lebih dari pada ini. Untuk menghadapi keadaan seperti itu cara kompensasi itu sanaat ber una. Tetapi bila akibatnya menimbulkan kecemasan yang hebat atau menjadi keterlaluan atau mengambil bentuk anti sosial, maka kompensasi itu akari lebih banyak menghalang-halangi kita daripada membantunya.111.3.4.3. ldentifikasi - lntroyeksi

Identifikasi adalah menoambil tem ap t pribadi lain untuk melaksanakan keiriginannya yang tidak dapat dipenuhiya sendiri. Dengan kata lain, subyek mer.yamakan dirinya dengan pribadi lain atau dengan sesuatu yang dikaguminya

111.3.4.3. Identifikasi - Introyeksi

Identifikasi adalah menaambil tempat qribadi lain untuk melaksanakan keinginannya yang tidak dapat dipenuhiya sendiri. Dengan kata lain, subyek menyamakan dirinya dengan pribadi lain atau dengan sesuatu yang dikaguminya untuk menambah rasa haraa dirinya. Misalnya, seorang anak kecil membaca surat kabar, menghisap rokok seperti ayahnya, bersolek seperti ibunya; bila perkumpulannya menang, mengatakan "kami menang": seorang buruh pada perusahaan besar mengatakan "produksi kami kian hari kian banyak", dsbnya.

Identifikasi dijumpai dalam usaha men•atasi oerasaan rendah diri; untuk itu subyek mengambil bagian dalam kepuasan pribadi lain.

ldentifikasi bersifat orisinal dan reakti :

1. bersifat orisinal : bayi merasa lemah dan tidak mampu. la melihat bahwa ayahnya kuat dan mampu, maka ia menyamakan dirinya dengan ayahnya dan mengambil bakat-bakat positip dari ayahnya.

2. bersifat reaktip : bayi merasa berlawanan atau bermusuhan dengan ayahnya, tetapi ia memahami bahwa ayahnya dapat menghukumnya bila ia melawannya; untuk menghindari hukuman bayi tersebut tunduk kepada ayahnya dengan menerima apa yang dianggap berharga dari ayahnya.

Dalam sifat orisinalnya anak itu melihat dalam diri ayahnya bentuk ideal yang ingin dicapainya. Identifikasi dapat terjadi melalui setiap hubunaan simoati denqan pribadi lain yang akan dijadikan modelnjra. Identifikasi ini dapat memiliki tujuan penaakuan dan kepuasan diri.

Ider.tifikasi reaktip dilaksanakan untuk mengatasi komoleks edipus. Identifikasi orisinal dengan ayah dapat bersifat ambivalen (mengagumi dan membenci). Di satu pihak, bayi menyadari bahwa ayah memiliki tempat khusus dalam afeksi ibu, yang merupakan obyek pertama dari libidonya (tahap oral). Tetapi di lain pihak, ia merasa tidak berdaya untuk mengungkapkan secara terbuka persaingannya, karena kekuatan dan kekuasaan ayahnya. Karena ia merasa tidak mampu bersaing dengan ayahnya, maka ia menyamakan dirinya dengan kekuatan, karakter, dan perintah-perintah ayah tersebut. Identifikasi tersebut terjadi melalui suatu INTROYEKSI dari semua nilai paternal yang dipahami. Sistem mereka membentuk nilai-nilai subyektip: Proses ini terjadi secara tidak sadar. Sistem ini disebut Freud Super Ego. Dari sistem tersebut berasal semua norma tingkah laku, penye3alan mendalam dan perasaan bersalah. Jadi yang dimaksudkan dengan introyeksi adalah menyatukan nilai dan ncrma luar denaan struktur eaonya, sehinaga individu itu tidak te.•aantuna aada belas kasihan. atau tidak tertekan oleh sesuatu vano menaancamnya dari luar.

Identifikasi itu dapat bersifat sederhana atau penuh. Identifikasi sederhana berarti orang meniru dan mengulangi beberapa kali sifat (model) dari orang tertentu, dan men.yanggap pribadi modelnya (tokoh ideal) sebagai seseorang yang dekat, bersatu dengannya. Dasar psikologis dari identifikasi itu sangat banyak : ada dua dasar asikoloais yang oentinq, yaitu kebutuhan akan dukunQan afeksi dan kebutuhan akan berbaaai kemamruan. Kebutuhan akan dukungan afeksi telah mulai sejak fahir, ia merasa lemah dan membutuhkan pertolongan dari pihak luar, yang memandang pribadi lain sebagai perpanjangan diri pribadi yang secara afeksi mer;iberikan perhatian kepadanya.

Sejak usia tertentu, subyek dapat mengagumi kekuatan, kemampuan dari pribadi yang rnenjadi modelnya. Kemudian ia memperluas " AKU " nya ke pribadi yang dikagumi ini dan ia belajar meniru apa yang dhakukan oleh orang tersebut sebagai miliknya.

Faktor-faktor identifikasi, dari pihak subyek, adalah kebutuhan afeksi, keamanan, kemamouan, dan penaertian akan sifat-sifat dan afeksi kemamouan dari pribadi yang menjadi modelnya. Sedangkan dari pihak yang dijadikan model, akan dituntut kemamquan untuk mencintai dan memanifestasikan afeksi dan kemamouan yang dapat dipahami oleh subyek.

Hasil dari identifikasi itu adalah pembentukan pribadi laki-laki atau wanita, pembentukan sikaa dan pembentukan nilai. Karena itu proses identifikasi sangat penting dalarn pembinaan kepribadian seseorang.

ili.3.4.4. Penyusunan reaksi (reaction format;on)

Mekanisme pembelaan ini dipakai oleh subyek untuk melawan desakan imoulsif yana tidak daoat diterimanya. Supaya subyek tidak menurut keinginan yang buruk (desakan impulsif), maka ia mengambil sikap dan tingkah laku yang sebaliknya secara berlebihan. Ciri khas tingkah laku ini adalah reaktio, yaitu menqambil bentuk yang berlebihan dan mutlak. Biasanya hal ini dapat dilihat dari sikap yang sana at tidak toleran. Kerasnya sikap ini sama sekali tidak proposional. Misalnya, ada orang yang fanatik dalam mengutuk perjudian, dan dalam menindas kejahatan yang lain, hanya agar ia dapat menahan kecenderunaan dirinya sendiri ke arah itu. Kita mungkin bersikap hormat secara berlebihan terhadap orang yang justru tidak kita sukai.

Kasus klinik yang sering dijumpai adalah kasus seorang ibu yang tidak ingin memiliki seorang bayi, kemudian ia merasa menyesal karena penolakan itu, sehingga ia mengambil sikap melindungi berlebihan (hiper-proteksi) dan sangat sabar (untuk melindungi bayi dan terutama diri sendiri, agar ia dapat disebut ibu yang baik.

Hilgard (1957) menunjukkan kasus yang sama bahwa seorang ibu, yang ingin berbuat segalanya yang mungkin untuk anak putrinya, tidak dapat memahami mengapa anak putrinya tidak menghargai perhatiannya. Dengan pengurbanan yang besar ibu memaksakan dan membiayai anak putrinya untuk les piano, dan ia membantunya setiap hari. lbu yakin bahwa ia telah berbuat sangat baik untuk anak putrinya. Kenyataannya ia tidak menyukainya, tetapi ia tidak sadar bahwa ia tidak menyukainya. Kemudian berdasarkan interogasi dari pihak psikiater, ia mengakui bahwa, pada waktu mudanya, ia membenci les piano tersebut, ia secara tidak sadar bersikap kejam terhadap anak putrinya. (ia merasa senang kalau anak putrinya menderita karena tidak senang main piano).Sikap-sikap yang berlebihan untuk menghindari kebiasaan-kebiasaan jeleknya atau mengkoreksi kekurangan-kekurangannya, dapat mengungkapkan kecemasan dan kebutrrhan untuk keselamatan terhadap bahaya-bahaya daripada cinta kasih akan kebaikan dan nilai-nilai.

Penyusunan reaksi, seperti represi, membantu kita dalam menyesuaikan diri dan dalam mempertahankan perilaku kita yang disetujui oleh masyarakat serta dalam menghindari konfrontasi dengan berbagai keinginan kita yang tidak dapat diterima, karena bila diterima, akan terjadi pengurangan rasa harga diri sebagai akibatnya. Akan tetapi, karena inipun suatu cara penipuan diri sendiri, maka tidak jarang terjadi kom plikasi ketakutan sebagai akibat atau keoercavaan yang kaku dalam penyesuaian diri, sehingga hal ini membangkitkan kekerasan dan kekasaran yang berlebihan dalam menghadapi kesalahan orang lain.Penggunaan salah satu teknik mekanisme pembelaan ini tergantung selain kepada '~:ar~'<ter dan struktur temperamen individu, juga tergantung kepada problematik rnoti,;asi dan emosi.

~,oie{-nnn (1 %0) mcmberikan skema sebagai berikut :Pra;?!^matik Motivasi Mekanisme oembelaan yang dipakai1.keyagalan : rasionalisasi, proyeksi, dan kompensasi2.ra;a bersalah : rasionalisasi, proyeksi, pembatalan3.kobencian : fantasi, displacement, represi, penyusunan reaksi4.ra ,a rendah diri : identifikasi, kompensasi, fantasi, penolakan,penyangkalan.. ,S a`-3ksi seksciaf : rasionalisasi, represi, penyusunan reaksi, isolasi,-fantasi.

Catatan :Beberapa bentuk Mekanisme Pembelaan1. displacement (salah oindah)emosi, dalam arti simbolik atau fantasi terhadap seseorang atau suatu benda, dicurahkan kepada seseorang atau benda lain, yang biasanya lebih kurang berbahaya daripada semula. Misalnya, seorang anak yang dimarahi ibunya memukul adiknya dan menyepak kucingnya.

7. peleaasan (undoino) atau oenebusanmeniadakan atau membatalkan suatu pikiran, kecenderungan atau tindakan yang tidak disetujui. Meminta maaf, menyesali, memberikan silih atau melakukan penitensi dan menjalankan hukuman merupakan berbagai bentuk pelepasan atau penebusan (menebus dan dengan demikian meniadakan keinginan atau tindakan yang tidak bermoral).

Emotional insulation (oenvekatan emosional)Individu mengurangi tingkat keterlibatan emosionalnya dalam keadaan yang dapat menimbulkan kekecewaan atau yang menyakitkan. Kita semua pernah mengalami banyak kekecewaan dalam hidup, dan kita belajar menempatkan harapan dan antisipasi kita dalam batas-batas tertentu sampai tiba suatu keadaan yang sungguh dapat diharapkan. Biasanya kita berhati-hati dan tidak merasakan sesuatu sebelumnya atau tidak menaruh harapan terlalu tinggi. (mengurangi keterlibatan Aku dan menarik diri menjadi pasip untuk melindungi diri dari kesakitan).

Isol:+s; (intelektualisasi, disosiasi)Merupakan suatu be,ituk penyekatan emosional, beban emosi dalam suatu i<eadaan yang menyakitkan, d:;~!+tuskan a1 ai+ diubah. Rasa sedih karena kematian seoranr t;el:as;ii oikurangi dei,gan mengatakan, misalnya : sudahMengurang •-aiah dengan menunjukkan relativitas sebuah ide ;~nn~ ~;~~~. Dala+r~ ~:aadaan sakit, orar.g dengan tersenyum mengatakan 'tidak apa-apa". Perbedaannya dengan rasionalisasi, yaitu yang menyoloki.-o;asi adalah pemutusan beban emosional yang normal dengan cara inttceKruaiisme. Jadi memutuskan pelepasan afeksi karena keadaan yang

mer;yakitkan atau memisahkan sikap-sika( yang bertentangan, dengan tembok-tembok yang tahan logika.

Actinq out (oemeranan)Mengurangi kecemasan yang dibangkitkan oleh keinginan yang terlarang dengan membiarkan ekspresinya.

BAB KEEMPATHASIL PROSES PENYESUAIAN DIRIBila penyesuaian diri fisik dan psikologik terhadap stress pada seorang individu barjalan Iancar, sesuai, baik, dan efektip, maka tingkah laku ini dinamakan sehat atao normal, Jika penyesuaian diri tidak berhasil, maka individu akan didesak agar be, usaha lebih keras mempertahankan keutuhannya.

Pa(au umumnya kita dapat mengatakan bahwa ujsaha mengatasi kesulitan dalam proses penyesuaian diri memberikan keuntungan besar kepada subyek. Kesukaran-kesukaran tersebut melemparkan tantangan bagi kemampuan individu, dan mendesak individu untuk mengerahkan seluruh enersinya. Karena itu, sampai batas-batas iertentu, kesukaran penyesuaian diri menumbuhkan kegiatan-kegiatan dan merangsang motif untuk mencapai keberhasilan. Di samping itu dalam mengatasi l:esulitan kehidupan ini, subyek belajar menggunakan cara-cara atau teknik yang efektip, dan teknik-teknik ini membantu subyek untuk masa depan. Demikian pula dengar. kesukaran-kesukaran tersebut subyek dapat memperkembangkan dirinya dan siap menghadapi kesukaran-kesukaran yang akan dafang.

Pengalaman klinis menunjukkan bahwa bayi yang hiqer-qroteksi yang tidak pernah monghadapi kesulitan-kesulitan, maka pada kesulitan pertama kali dalam hidupnya, bay) tersebut tidak memiliki keberanian dan jatuh pada seyiap tekanan, atau ia rnerniliki silcap penakut dan cenderung untuk menghindari setiap kegagalan. Memang kemampuan subyek untuk menghadapi kesulitan hidup tergantung banyak fa4.tcr, bair: kepada karakter maupun pengalaman sebelumnya.

IV.1. Efek Konstruktip dan destruktip dari Mekanisme Pembelaan

Mekanisrne pembelaan bersifat konstruktip, sejauh dipakai untuk mengatasi kesulitan-kesulitan situasional. Tetapi kenyataannya, mekanisme pembelaan ini bersifat ambivalen, karena kadangkala penyesuaian diri ini terjadi dengan merugikan tuntutan-tuntutan yang lebih tinggi dan perkembangan subyek.

Aaresi memiliki efek positip kalau perbuatan itu menumbuhkan kekuatan dan memperhebat kegiatan-kegiatan subyek yang secara langsung mengarah kepada

tujuan. Tetapi agresi juga dapat menyebabkan subyek tidak mampu bertindak tepat. Pada umurnnya agresi dapat bersifat konstruktip dan destruktip, masing-masing memiliki bentuk yang berbeda-beda, yaitu bentuk penyesuaian diri atau tidak.

Evasion (pciarian) memiliki bentuk yang beraneka ragam. Ini merupakan mekanisme yang sehat, sejauh ia mengajarkan kita bagaimana menghindari situasi

cbyekzip berbahaya. Tetapi Freud mengajarkan bahwa represi tidak m-Crupaka^ r-.ekanisme yang efisien, karena tidak dapat melenyapkan persoalan aNn r;Gsi:-; ;.,: us menerus mengganggunya dan kurang dapat dikontrol oleh akal bi.di. Uemikian pula prpveksi, seringkali merupakan suatu mekanisme pembelaan raersifat aggresip dan hampir selalu tidak realistis. Fantasia, walaupun dapat bersifat kreaiin, namun seringkali memiliki unsur ekstrim menolak realitas.

Re-interprqtavi secara normal harus membawa perbaikan-perbaikan dan penyempu,naan pandangan. Tetapi reinterpretasi ini dapat jatuh kepada mekanisme rasionalisasi yang membawa nranusia kepada dunia pikiran saja karena subyektivisme yang buta. Jadi manusia tidak dapat berpandangan realistik.

Penaqantian tujuan harus dapat meninggalkan tujuan-tujuan yang secara obyektip jahat agar mengarahkan kegiatan-kegiatan kepada tujuan lain yang lebih baik. Hal ini terjadi pula pada sublimasi. Demikian pula kompensasi, identifikasi, dan introveksi dapat merupakan mekanisme positip. Proses penggantian tujuan dapat merupakan proses pembinaan kepribadian, kalau diarahkan kepada tujuan altruistic dan inteqral, seperti halnya identifikasi dan sublimasi.

Mekanisme-mekanisme lainnya, seperti penvusunan reaksi yang tampaknya memiliki efek positip, tetapi tidak selalu konstruktip. Demikian pula introyeksi dapat berhenti pada identifikasi buta dengan tokoh ideal atau tergila-gila dengan tokoh ideal yang ticiak menunjukkan nilai dalam.

IV.2. Fiksasi dan Regresi

Aspek-aspef: negatip dari kesulitan-kesulitan yang tidak dapat diatasi menqungkapkan diri terutama dalam gejala-gejala fiksasi dan regresi.

Kac±ua gejala ini telah dikenal Freud, tetapi ia melihatnya sebagai sesuatu yang berasal dan berpengaruh pada perkembanaan seksual.

Fihsa si adalah terhentinya perkembangan pada tingkat terdahulu atau tahap belum dewasa. Faktor-faktor penolakan untuk berkembanq pada umumnya

bersifat tak s ad ar, terutama disebabkan oleh kekurangan rasa aman, sehingga ia tidak sanggup menghadapi suatu organisasi psikis baru, suatu penyesuaian baru. Indwidu berhenti menjawab secara kreatip tuntutan-tuntutan situasi dan jatuh di barvah kekuasaan buta dari kebiasaan-kebiasaan.

Faktor-faktor lain yang lebih bersifat situasional adalah penoalaman traumatik, yaitu ketidakberfra silan dirasakan seseorang sebagai sesuatu yang memberatkan, bila pertama knli ia harus menghadapi kesulitan-kesulitan tersebut, seperti sering terjadi ejekan-ej.-k:;,; dari pihak lain memukul prestasi sejak hari pertama sekolah. Mungkin jupa banyak kasus ketidakmampuan untuk belajar, karena fiksasi dari

stadium "belurn memahami" berasal dari faktor belum waktunya anak itu menerima materi pelajaran tertentu atau karena cara pengajaran yang tidak tepat.

Sebab-sebab lain dari fiksasi adalah kekuranaan doronaan (stimulasi) dari lingkungan. Misalnya, seorang anak yang hidup dalam suatu kebudayaan kelas yang rendah, tidak memiliki stimulasi yang cukup untuk berkembang. Seorang anak yanr hiper-proteksi, tidak mendapat dorongan untuk berkembang karena sejak kecil semua keperluannya diatur oleh orang tuanya.

Regresi adalah kembali kepada bentuk pemikiran, tindakan, perasaan yang bersifat prim;tip (pada tahap terdahulu), yaitu dengan mengulangi tindakan-tindakan yang sesuai dengan usia tahap sebelumnya, yaitu tahap belum matang. Pada umumnya di dalam mencari kasus-kasus yang tepat dari regresi dalam pengertian tersebut, maka kita membutuhkan kriteria yang relatip tepat tentang kematangan psikis dalam berbagai tingkah faku individu.

Mer'urut Freud perversi seksual merupakan salah satu gejala fiksasi atau regresi padu stadium primitip perkembangan psiko-seksual. Tetapi regresi tersebut tampak dalam beberapa tingkah laku. Contoh : seorang anak yang tidak ngompol mulai berbuat demikian lagi atau mulai menghisap jari atau berbicara seperti bayi, karena setelah ia mendapat adik, ia merasa bahwa perhatian orang tua terhadap dirinya berkurang. Atnu seorang dewasa, bila mengingini sesuatu harus segera dipenuhi, bifa tidak maka ia akan marah-marah seperti anak kecil. Pengantin baru bila ada kesulitan sedikit saja dalam rumah tangganya, terus lari pulang kepada ibunya. Seorang devvasa yang menderita sesuatu penyakit badaniah meminta segala macam barang dan perilakunya seperti anak kecil. Di dalam regresi secara tidak disadari individu mencoba kembali perilaku atau cara yang dipakainya dahulu, yaitu wewaktu ia masih kanak-kanak dan bel.gantung pada orang lain serta dilindungi dan tidak herpikiran sedih. Tetapi dalam regresi individu itu juga mundur dari kenyataan ke suatu keadaan yang agak kurang tuntutan-tuntutannya yang lebih rendah cita-citanya dan yang kepuasannya lebih mudah tercapai.

Kasus-kasus yang lebih umum dari regresi dapat dilihat dari gejala mimoi dengan mata terbuk-a pengalaman-pengalaman lampau yang menyenangkan. Di sini orang juga dapat mengatakan bahwa dalam berbagai kasus masturbasi anak remaja, atau juga orang dewasa merupakan regresi kepada kepuasan infantile; regresi ini dapat merupakan reaksi terhadap kesulitan-kesulitari yang dihadapi para remaja dalam tugas memperkembangkan kepribadiannya. Jadi pada umumnya regresi ini berakar pada fiksasi yang telah dibangunnya, karena trauma psikis atau kesulitan-kesulitan berat yang dialami sIabyek dalam perkembangan pribadinya.

Demikian pula kita mengenal rearesi situasional, yang terdiri dari kekurangan kontrol, yaitr.r membiarkan berlalu, dengan perilaku yang kurang dewasa, kalau situasi menuntut subyek tugas atau kewajiban rutin belaka.

Regresi bersifat patologik kalau bersifat nermanen, pada tingkat atau tahap terdahulu (kurang matang), sehingga subyek tidak memiliki perilaku dengan perkembangan usia sebenarnya.

Regresi dapat bersifat libidinal, yaitu berkenaan dengan desakan impulsif : obyek dar? desakan tersebut sama, tetapi perilaku untuk menghadapi obyek desakan itu berubah. Regresi ini memiliki obyek "cinta kasih", yaitu pribadi atau benda yang rnenjadi tujuan keinginannya. Contoh : orang dewasa menaruh minat pada binatang-binatang atau pel-mainan kanak-kanak karena ia merasa tidak dipuaskan oieh obyek cintanya.

Regresi dapat bersifat parsial atau totaf, yaitu :ndividu dapat kembali pada sifat-sifat tertentu dari tahap sebelumnya, atau ia sama sekali terikat pada tahap sebelumnya. D-alar-n haf yang pertama, yaitu parsial, kita berbicara tentang mekanisme pembelaa nbiasa. Sedangkan yang kedua, yaitu total, kita berbicara tentang patoloqi. Regresi parsial ini seringkali kita jumpai dalam perilaku orang dewasa yang pada saat tertentu bertindak seperti kanak-kanak. Tetapi regresi total ini sangat mempengaruhi perkembangan pribadi seseorang. Individu kehilangan sifat-sifat khas orang dewasa yang bertanggung jawab dan dewasa dalam bidang sosial dan seksual dan independen. Dalam hal ini orang dewasa tidak dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitarnya.

Sebab-serab pokok regresi sebagai berikut :

1. sebagai reaksi terhadap frustrasi yang sangat hebat dan kuat, terutama frustra: ,i yang disebabkan karena tuntutan Super Eao yang sanaat berat. indi~~id~a yang tidak dipuaskan dari tidak mampu untuk menghindari tuntutan tersebut yang diminta Super Ego, menenggelamkan diri ke dalam masa lampau yang indah dan menyenangkan. Individu tidak menemukan lagi jawaban-jawaban yang sesuai dengan situasinya, sehingga ia berusaha bersandar kepada orang lain

seperti anak kecil kepada ibunya, atau ia mengurung diri dengan sikap menarik diri secara total dan pasip.

2. sebagai reaksi terhadap rasa tidak aman emosional yang mendalam. Rasa tidak aman emosional ini menimbulkan dalam diri subyek keadaan tegang dan cemas yang menghalangi subyek bertindak dengan kebebasan penuh dan pula menghalangi subyek menganalisis secara obyektip situasi hidupnya sebelum bertindak. Karena itu bila subyek menjumpai situasi yang membahayakan keamarian psikisnya, maka ia tidak menemukan jalan lain kecuali kembali kepada tingkah laku "tahap terdahulu" yang lebih menjamin keamanannya, meskipun tingkah laku tersebut tidak sesuai dengan situasi sekitarnya.

lampau, sehingga subyek tidak mampu menanggapi persoalan aktual di hadapannya.

Kesimpulan

Terdapat perbedaan dasar antara reaksi efisien dan nositip dan reaksi nes~atip dan tidak cocok terhadap kesulitan-kesulitan yang dihadapi subyek. Reaksi efisien dan positip selalu terarah kepada apa yang menyenangkan individu secara subyektip. Reaksi positip terhadap kesulitan adalah usaha yang diarahkan kepada kebaikan yang dimaksud dan diharapkan oleh motif manusiawi. Sedangkan reaksi negatip terutama adalah reaksi terhadap perasaan negatip subyek sendiri, yaitu reaksi terhadap perasaan kecewa yang berasal dari kesulitan yang tidak dapat diatasinya.

Maier (1949) membedakan perilaku motivasional dan perilaku reaktin sebagai berif:ut :

. perilaku motivasional bersifat variabel, plastis, dan membawa kepada penyesuaian diri, sedangkan perilaku reakti bersifat kaku, keras, dan tidak mudah diubah walaupun diancam hukuman maupun ganjaran.

. dalam perilaku motivasional, setiap perbuatan tampak sebagai sarana untuk mencapai tujuan tertentu, sedangkan dalam perilaku reaktig tersebut merupakan tujuannya. Jadi bagaimanapun juga perilaku reaktip tersebut harus terlaksana. Karena itu perilaku reaktip bersifat kompulsif, dan tidak membuat subyek bebas memilikinya.

3. dalam perilaku motivasional kepuasan berasal dari tercapainya tujuan yang dimaksud, sedangkan perilaku reaktip mengurangi kejahatan intern karena dirinya sendiri, atau karena perasaan-parasaannya yang buruk.

4. perifaku motivasional bersifat konstruktip, sedangkan perilaku reaktip bersifat destruktip, emosional.

5. perilaku motivasionaln ditandai dengan sikap gembira dan bersemangat sedangkan perilaku reakti seringkali ditandai oleh sikap pasrah, pengunduran diri.

BAB KELIMAKESEHATAN DAN KEMATANGAN PSIKISSeorang pribadi secara psikologis dapat dikatakan sehat dan dewasa, bila ia mairipu secara efisien menaatasi konflik-konflik dan frustrasi, bila ia mampu merighadapi dengan berhasil tuaas dan kewaiibannya demi perkembangan prihadinya, bila ia mampu mengambil keputusan dasar dan melaksanakan keputusan tersebut dalam situasi konkrit serta menggunakan secara tepat mel<anisme pembelaan.

Tetapi problem kematangan manusia sangat rumit dan tidak cukup dijelaskan dengan keterangan di atas tersebut.

V.i. Persoalan teoritis

Perlu dikEtahui bahwa persoalan kematangan dan kesehatan psikis pada prinsipnya merupakan persoalan epistemologis. Fakta bahwa kesehatan psikis berkaitan dengan nilai-nilai, sedangkan nilai-nilai tidak jatuh di bawah kekuasaan satu ilmu pengetahuan deskriptif saja.

Dewasa ini ada kecenderungan untuk memhedakan antara sesuatu itu bernilai karena isinya dan karena bertungsi baik, yaitu jika kriteria kesehatan psikis ditentukan oleh nilai-nilai "isinya", misalnya religius atau sosial, maka penting juga memiliki kriteria-kriteria lainnya untuk menjamin validitas nilai tersebut. Sebaliknya jika kriteria kesehatan psikis adalah "berfungsi baik" organisme psikis individu, maka kriteria ini termasuk bidang psikologis deskriptif dan karena itu kurang !engkap. Psikologi tidak mampu membangun organisme psikis yang harus berfungsi demi tercapainya tujuan-tujuan tertentu, tetapi psikologi hanya dapat menunjukkan secara positip efisiensi fungsi-fungsi tersebut.

V.2. Indikasi kematangan

Untuk dapat melihat apakah organisme psikis berfungsi baik atau tidak maka orang ;aerlu mengetahui dan mengukur indikasi-indikasi reliable darfi kerjanya fungsi tFrse'aut.

Indikasi-indikasi yang telah dianalisis dapat digolongkan menurut dua kriteria ini :

V.2.1. Kriteria aertama memungkinkan perbedaan antara indikasi superficial, yaitu Gejala-gejala atau tanda-tanda tertentu, dan indikasi asalnya, yaitu faktor-faktor atau sebab-sebab mengenai tipe/sifat tingkah laku yang dinilai, dan

membedakan antara indikasi subyektip, yang menyelidiki keadaan dalam (internal) subyek tersebut, dan indikasi obvektlp, yang bertltlk tolak pada tingkah laku eksternal yang menonjol (hasil prestasi sekolah dan pekerjaan, kriminalitas, kebutuhan-kebutuhan tertentu, keadaan perkawinannya, dshnya)

lncikasi subyektip dapat berdasarkan pada auto-valutasi, yaitu berdasarkan pada penilaian yang diberikan subyek sendiri tentang dirinya, tentang kep;uasannya dan harga dirinya, atau berdasarkan hetero-valutasi, yaitu berdasarkan pada penilaian yang diberikan orang lain tentang subyek tertentu.

Terda,oat berbagai teknik yang telah digunakan untuk melihat indikasi kematangan dan kesehatan psikis; di sini secara singkat kita dapat melihat eksperimen yang dilakukan oleh Scott (1968).

i'enilaian positip atau negatip tentang diri sendiri (keamanan diri) dapat diterima dengan reliable melalui instrumen baik auto-valutasi maupun hetero-valutasi. Penilaian ini lebih reliable dan berguna bila yang diselidiki tidak hanya penilaian global tentang dirinya, tetapi juga setiap aspek atau bidang penilaian tersebut.

V.7.1. Kriteria empiris-kultural dari kesehatan dan kematangan psikis.

Dari pembicaraan di atas dapat kami simpulkan bahwa suatu daftar kriteria kesehatan dan kematangan psikis dapat memahami nilai "isinya" dan nilai "berfungsi baik", sambil memperhatikan perbedaan epistemologisnya.

Di bawah ini kami akan melihat s,uatu sintese dari kriteria-kriteria kesehatan dan kernatangan mental yang seringkali dijump;ai sebagai berikut :

1. Siaaakah saya ini?Ini merupakan faktor dari konsep tentang dirinya dalam hal ini masing-masing tokoh memiliki pandangan berbeda tentang kepribadian. Konsep tentang dirinya ini adalah sesuai kalau tidak hanya bersifat fuar, tidak diidentikkan dengan peranan sosialnya atau dengan peranan orana lain terhadap dirinya, tetapi berdasarkan pada pandangan nilai pribadi.

2. Kemana sava harus perqi?

Hal ini mengenai nilai-nilai, tujuan-tujuan yang harus dilaksanakan. Di sini dituntut bahwa nilai-nilai tersebut harus merupakan kesatuan, dan diorganisasikan dalam satu sistem.

3. Apakah yang baaiku munakin '?Hai ini mengenai kevakinan akan kebebasan dan penoharanan, yang memungkinkan subyek untuk merencanakan masa deoannya. Subyek yang sehat harus memiliki ker,astian untuk dapat menciptakan perilaku baru, untuk dapat menanggapi secara fleksibel lingkungan dan tidak kaku. la harus memiliki pengharapan akan perkembangannya, pengharapan memiliki sarana yang penting untuk memuaskan motif-motifnya yang mendesak, dsbnya.V.d.2.2. Kernatangan emosional

K.ei,rlatangan emosional ini memiliki unsur-unsur sebagai berikut :

1. Keseimbanaan reaksi emosionalReaksi harus diukur oleh beratnya stimulus. Reaksi dinain atau terlalu sensitip tidak termasuk kategori pribadi yang secara psikologik sehat.

2. Differensiasi dari emosiDapat menanggapi dengan lebih tepat situasi yang dihadapinya.

3. Kontrol eksoresi emosionalSubyek sanggup mengontrol emosinya sedemikian tanpa sampai pada represi total dari setiap manifestasi emosional.

4. Memoerkembanakan aerasaan optimisPerasaan aman, dan melawan perasaan kuatir yang tidak perlu/berlebihan dalam setiap manifestasi emosional.

5. Memoerkembanakan perasaan dan sikaa qositipKehendak baik, cinta kasih, sirnpatik, dan pengabdian, dsbnya.

Kematangan emosional berkaitan erat sekali dengan perasaan terdalam dari keamanan, kemampuan untuk mengatasi kecemasan dan memiliki sikap disponibel terhadap pengalaman dan kontak sosial.

V.2.2.3. Kematangan sosial•

Berdasarkan fakta bahwa situasi dan struktur psikis seseorang secara esensial bersifat sosial, maka subyek yang sehat harus mampu secara penuh dan konstruktip masuk ke dalam masyarakat di mana ia berada. Karena itu sikap-sikap yang dituntutnya ialah :

Pengetahuan dan hormat terhadap hak-hak, kebutuhan orang lain dan tanggung jawab pribadi.

2. Pengertian dan toleransi terhadap nilai-nilai dan kebudayaan berbagai macant.

3. Kemampuan mempertahankan posisinya, otonomi, sambil menghargai pendapat-pendapat orang lain. Bertahan terhadap tekanan kelompok dan setia terhadap prinsip hidupnya.

4. Kemampuan untuk bekerja sama dan berkomunikasi dengan orang lain; tahu bekerja sama, tahu mendengarkan, berusaha memahami pikiran orang lain.V.2.2.4. Kematangan inteletual dan operasional

Orang tidak boleh memisahkan penyelesaian problem-problem kecenderungan dari kemampuan untuk memecahkan problem-prcblem pada tingkat kognitip, karena seringkali penyelesaian problem tingkah laku dan konflik emosional menuntut suatu penyelesaian problem-problem intelektual. Berkenaan dengan hal ini dibutuhkan pula kematangan intelektual, yang mengandung unsur-unsur sebagai berikut :

1. Dasar pengalaman kognitip yang cukup, dasar informasi yang dibayangkan dan diorganisasikan. Keluasan dari dasar ini bermacam=macam sesuai dengan profesi dan posisi sosialnya.

2. Keluasan dan kedalaman minatlinteresse kebudayaan.

3. t=leksibilitas daiam mendekati masalah-masalah baru dan dalam Memecahhkan secara kreatip problem-problem tertentu.

Unsur-unsur kematangan dan kepuasan professional, seperti kesesuaian antara profesi dan minat seseorang dan kemampuan harus ditambahkan kepada kematangan intelektual.

DAFTAR KEPUSTAKAAN1. Albert Collette, La nsikologia dinamica, dalle teorie psicoanalitiche alla psicologia moderna, Editrice La Scuola.2. Allport G.W., Personalitv. A psychological interpretation. New York, Holt, 1937.3. Allport G.W., Psicoloaia della personalita, Zurich, PAS-Verlag, 1969 (Roma, Libreria Ateneo Salesiano)4. Ancona L., La Psicoanalisi. Brescia, La Scuola, 19635. Bindra D., Stewart J. (Eds), La motivazione, 2 voll., Torino, Boringhieri, 1970.

6. Cattell, R.B., The dvnamic calculus. In : M.R.Jones (Ed.), Nebraska Symposium on Motivation. VII, Lincoln, Nebraska Univ.Press, 1959.7. Clifford T., Morgan, Richard A.King, Nancy M. Robinson, Introduction to Psvcholoqy, McGraw-Hill, Inc., 1984.8. Coleman J.C., Personalitv dvnamics and effective behavior, Chicago, Scott. Foresman, 1960.9. Colette A., La psicolodia dinamica, Brescia, La Scuola, 1073.10. Dollar J. e altri, Frustrazione e aqoressivita, Firenze, Giunti, 1967.11. Harlow H.F., Motivation as a factor in the acauisition of the new resoonses. In M.R.Jones (Ed), Current theorv and research in Motivation : a Svmaosium ("Nebraska Symposium on Motivation" I) Lincoln, Nebraska Univ.Press, 1953.12. Hifgard E.R., Introduction to psvcholoay, New York, Harcourt-Brace, 195713.Irtiwarito Drs., cs., Psikologi umum, Buku Panduan Mahasiswa, PT Gramedia, Jakarta, 1989.14. Jung C.G., Studies in word association, Londra, Routledge & Kegan, 1969 15. Lewin K., A dvnamic theorv of oersonalitv. New York, McGraw-Hill, 1935

16. Maslow A.H., Deficiencv and Growth Motivation. In: M.R.Jones (Ed), Nebrasca Symposium on Motivation. 111. Lincoln, Nebrasca Univ. Press, 1955.

'17. Maslow A.H., Sslf-actualizing geoole : A study of psychological health. Personalitv Symposium, 1950.

1 E3. McCielland D.C., Personality, New York, Sloane, 1951

19. Melvin H.Marx, introduction to Pscycholoqy, Macmillan Publishing Co., Inc., 1976.

2(1. Murray E.J., Psicologia dinamica. Milano, Martello, 1971.

? 1. Nuttin J., Human motivation and Freud's theorv of eneray discharae. Canad. Psychol. 10, 1956.22. Nuttin J. Comportamento e Parsonalitr. Zurich, PAS-Verlag, 1964 (Roma, Libreria Ateneo Salesiano)

23. Nuttin J., La struttura della Dersonalita. Roma, Ed. Paoline, 1967.24. Patty, F., MA., Prof., cs., Pengantar Psikoloai Umum, Surabaya, 1982.

25.Sanapiah Faisal, Drs., Andi Mappiare, Drs., Dimensi-dimensi Psikoloai, Surabaya.