21
HUKUM DAN MASYARAKAT DOKTRIN ASAS-ASAS HUKUM MODERN SILVIA KUMALASARI 8111412028 FAKULTAS HUKUM

doktrin asas asas hukum modern

  • Upload
    unnes

  • View
    3

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

HUKUM DAN MASYARAKAT

DOKTRIN ASAS-ASAS HUKUM MODERN

SILVIA KUMALASARI8111412028

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

2015

1. ASAS LEX SPECIALIS DEROGAT LEGI GENERALIS

a. Makna : Peraturan perundang-undangan yang bersifat khusus menyampingkan peraturan perundang-undangan yang bersifat umum.

b. Asal atauproses terbentuknya

: Aturan hukum yang memuat asas lex specialis derogate legi generalis dilihat menurut teori sistem hukum dari Hart, termasuk kategori rule of recognition. Mengingat asas ini mengatur aturan hukum mana yang diakui sebagai suatu aturan yang berlaku.Dengan demikian, asas ini merupakan salah satu secondary rules, yang sifatnya bukan mengaturperilaku sebagaimana primary rules, tetapi mengatur (pembatasan) penggunaan kewenangan (aparat) negara dalam mengadakan suatu represiterhadap pelanggaran atas aturan tentang perilaku tersebut.

c. Alasan terbentuknya

: Asas lex specialis derogat legi generali merupakan asas hukum yang menentukan dalam tahap aplikasi (application policy). Artinya, persoalannya bukan berkenaan dengan perumusan suatu kebijakan tentang hukum (formulation policy), tetapi berkenaan dengan game-rules dalam penerapan hukum. Dalam hal ini, asas ini menjadi pentingbagi aparat penegak hukum apakah suatu peristiwa akan diterapkan aturan yang “ini” atau yang “itu”. Sementara, yang “ini” atau “itu” tersebut ditentukan oleh manakah aturan diantara aturan-aturan tersebut yang bersifat umum, sedangkan manakah aturan-aturan yang lain yang bersifat khusus.

d. Maksud/ tujuan pembentuk

: aturan yang bersifat umum itu tidak lagi memiliki “validity” sebagai hukum ketika telah ada aturan yang bersifat khusus, aturan yang

kan khusus tersebut sebagai hukum yang valid, yang mempunyai kekuatan mengikat untuk diterapkan terhadap peristiwa-peristiwa konkrit.

e. Implementasi

: Pasal 63 ayat (2) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana:“Jika suatu perbuatan masuk dalam suatu aturanpidana yang umum, diatur pula dalam aturan pidana yang khusus, maka hanya yang khusus itulah yang diterapkan.”

Pasal 1 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang:“Selama dalam Kitab Undang-undang ini terhadapKitab Undang-undang Hukum Perdata tidak diadakan penyimpangan khusus, maka Kitab Undang-undang Hukum Perdata berlaku juga terhadap hal-hal yang dibicarakan dalam Kitab Undang-undang ini.”

Antara Undang-Undang Pokok Agraria dengan Undang-Undang Penanaman Modal. Dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (UUPM) salah satu pasalnya bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA), yakni pada pasal yang mengatur tentangpemberian hak atas tanah dengan jangka waktu yang lebih lama (dalam UUPM) dibandingkan dengan jangka waktu yang diatur oleh UUPA. Padahal sudah jelas, bahwa Undang-Undang PokokAgraria, konsepsi awalnya adalah Undang-UndangPayung (umbrella act) atau Undang-undang pokok. Undang-undang ini juga bersifat sektoral, dimana terdapat dua sektor yang saling bertentangan, yakni sektor pertanahan (Badan

Pertanahan Nasional) dan sektor Investasi (Badan Koordinasi Penanaman Modal

2. Asas Fictie Hukum

a. Makna :  Setiap orang dianggap telah mengetahui adanyasuatu Undang-Undang yang telah diundangkan.

b. Asal atauproses terbentuknya

: Dalam Sejarah Hukum di Eropa asas fictie hukumitu lahir dari kontrak sosial, kontrak sosial adalah metamorfosa dari kontrak-kontrak ekonomi masyarakat merkantilis. Jadi asas fictie hukum lahir dari ranahnya hukum privat.Setelah abad 18 dengan gejala industrialisasi munculah Negara Modern. Negara modern mensyaratkan adanya generalitas dalam sistem hukum yang bersifat publik. Untuk memenuhi generalitas itulah semua orang yang berada dalam satu wilayah negara harus tunduk pada suatu hukum yang dibuat oleh badan publik dan semua orang harus mengetahuinya.1

c. Alasan terbentuknya

: Dalam menerapkan suatu peraturan perundang-undangan oleh para penegak hukum, setiap orangyang dikenakan suatu peraturan hukum tidak bisa membebaskan diri dari Undang-Undang dengan pernyataan tidak mengetahui adanya Undang-Undang tersebut.

d. Maksud/ tujuan pembentukkan

: Tujuan pembentukan asas ini adalah untuk meningkatkan kesadran hukum masyarakat. Dengankesadaran hukum yang tinggi maka akan memahamihukum sebagai sebuah kebutuhan, bukan sebagai sebuah paksaan. Sehingga ketaatan akan muncul

1 A. Siti Soetami, Pengantar Tata Hukum Indonesia, Refika Aditama, Bandung, 2005. hal 34

dengan sendirinya.e. Implement

asi: UU No. 4 Tahun 2004 telah tegas dinyatakan, sebuah produk hukum selain berlakunya setelah ditetapkan oleh pejabat yang berwenang, kemudian diundangkan dalam Lembaran Negara danPenjelasannya sudah dimuat dalam Tambahan lembaran negara, maka semua orang dianggap sudah mengetahuinya dan isi peraturan itu sudah mengikat umum.

Pasal 3 KUH Perdata yang berbunyi “Anak yang berasal dari seorang perempuan yang hamil, dinyatakan sebagai telah lahir, sekadar kepentingannya menghendakinya. Jika ia dilahirkan mati, ia dianggap sebagai tidak pernah ada”

3.  Asas Lex Posterior Derogat Legi Priori

a. Makna : Pada peraturan yang sederajat, peraturan yang paling baru melumpuhkan peraturan yang lama. Jadi peraturan yang telah diganti dengan peraturan yang baru, secara otomatis dengan asas ini peraturan yang lama tidak berlaku lagi.Biasanya dalam peraturan perundangan-undangan ditegaskan secara ekspilist yang mencerminkan asas ini.

b. Asal atauproses terbentuknya

: Dalam identifikasi suatu aturan hukum seringkali dijumpai keadaan aturan hukum, yaitu kekosongan hukum (leemten in het recht),konflik antar norma hukum (antinomi hukum), dan norma yang kabur (vage normen) atau norma tidak jelas. Dalam menghadapi konflik antar norma hukum (antinomi hukum), maka berlakulah

asas-asas penyelesaian konflik (asas preverensi).2

c. Alasan terbentuknya

: UU yang baru mengabaikan atau mengesampingkan UU yang lama dalam hal yang sama. Dengan kata lain UU yang baru ini dibuat untuk melengkapi dan menyempurnakan serta mengoreksi UU yang lama. Sehingga UU yang lama sudah tidak berlaku lagi.

d. Maksud/ tujuan pembentukkan

: Asas ini antara lain bermaksud mencegah dualisme yang dapat menimbulkan ketidak pastian hukum. Dengan adanya Asas Lex posterior derogat legi priori, ketentuan yang mengatur pencabutan suatu peraturan perundang-undangan sebenarnya tidak begitu penting. Secara hukum, ketentuan lama yang serupa tidakakan berlaku lagi pada saat aturan hukum baru mulai berlaku.3

e. Implementasi

: Pasal 76 UU No.20 Tahun 2003 tentang Sisidiknas dalam Ketentuan penutup disebutkan bahwaPada saat mulai berlakunya Undang-undang ini, Undang-undang Nomor48/Prp./1960 tentang Pengawasan Pendidikan dan Pengajaran Asing (Lembaran Negara Tahun 1960 Nomor 155, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2103) dan Undang-undang Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Lembaran Negara

2 Ahmad, Rifai, 2011, Penemuan Hukum oleh Hakim dalam Perspektif Hukum Progresif, Cet. II, Jakarta: Sinar Grafika, hal .90.3 Bagir Manan, 2004, Hukum Positif Indonesia, Yogyakarta, hal.59. Periksa juga penjelasan Pasal 7 ayat (5) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan sebagai berikut; "dalam ketentuan iniyang dimaksut dengan " hierarki" adalah penjenjangan setiap jenis peraturan perundang-undangan yang didasarkan pada asas bahwa peraturan perundang-undangan yang lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi".

Tahun 1989 Nomor 6, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3390) dinyatakan tidak berlaku.

4. Asas Lex Superior Derogat Legi Inferior

a. Makna : Peraturan perundang-undangan bertingkat lebih tinggi mengesampingkan peraturan perundang-undangan tingkat lebih rendah, kecuali apabilasubstansi peraturan perundang-undangan lebih tinggi mengatur hal-hal yang oleh undang-undang ditetapkan menjadi wewenang peraturan perundang-undangan tingkat lebih rendah.4

b. Asal atauproses terbentuknya

: Pembuat undang-undang berhadapan dengan konflik perundang-undangan yang sifatnya konkret dan tertentu (akan) dapat menerbitkan aturan-aturan pedoman. Pada lain pihak pembuatundang-undang tidak mungkin menyediakan dan memakskan solusi pada para pelaksana undang-undang untuk setiap masalah yang mungkin muncul. Berhadapan dengan situasi yang demikian pelaksana undang- undang wajib mencari jawaban dengan mendayagunakan semua aturan yang berlaku dengan tetap mengacu kepada aturan aturan dasar diatasnya. Dikatakan wajib karena dua atau lebih aturan tidak mungkin dipersatukan atau diberlakukan pada waktu yang sama.5

c. Alasan terbentuknya

: Apabila ada pertentangan, maka peraturan yang di atas mengesampingkan peraturan yang di bawahnya.

d. Maksud/ : Dalam hal menghadapi kekosongan hukum (rechts

4 Ibid, hal 56.5 Jan Remmelink, 2003, Hukum Pidana Komentar atas Pasal-Pasal Terpenting dari Kitab Undang Undang Hukum Pidana Indonesia, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, hal. 576-577.

tujuan pembentukkan

vacuum) atau kekosongan undang-undang (wet vacuum), pejabat yang berwenang menerapkan suatu peraturan kebijakan, misalnya seorang hakim berpegang pada asas ius curia novit, dimana hakim dianggap tahu akan hukumnya.6 Hakim tidakboleh menolak suatu perkara dengan alasan tidak ada atau tidak jelas hukumnya. Ia dilarang menolak menjatuhkan putusan dengan dalih undang-undangnya tidak lengkap atau tidak jelas.7 Ia wajib memahami, mengikuti, danmenggali nilai-nilai hukum yang hidup dalam masyarakat. Oleh karena itu ia harus melakukanpenemuan hukum (rechtvinding).

e. Implementasi

: Mukhtar Pakpahan yang diputus bebas oleh hakimAgung Andoyo, kemudian diberikan peluang kembali oleh MA kepada pihak kejaksaan untuk mengajukan PK ini (sangat bertentangan), sebabdalam Kitab Undang undang Hukum Acara Pidana (KUHP) sangat bertentangan dengan pasal 263 yang mengatur bahwa yang hanya dapat mengajukan permohonan PK adalah pihak terpidana atau ahli warisnya.8

5. Asas Lex Dura Sed Tamen Scripta

a. Makna : Undang-undang bersifat memaksa, sehingga tidakdapat diganggu gugat.

6 Ahmad Rifai, , 2011, Penemuan Hukum Oleh Hakim Dalam Perspektif Hukum Progresif, Cetakan Kedua, Jakarta, Sinar Grafika, hal. 74.7  Sudikno Mertokusumo, 2002, Mengenal Hukum (Suatu Pengantar), Cetakan Ketiga, Yogyakarta :Liberty, hal.161.8 Mukhtar lutfi, 2010, Penerapan Asas Hukum dan Kepentingan Politik, http://www.uin-alauddin.ac.id/download-7.%20KEPENTINGAN%20POLITIK_Mukhtar%20-.pdf, diakses pada 28 Maret 2015. Hal 270

b. Asal atauproses terbentuknya

: Keharusan untuk tidak memihak dan tidak mempertimbangkan siapapun pihak yang akan terkena penegakan hukum menjadikan hukum berwajah kejam. Dalam ketidakberpihakan tersebut terkandung asas equality before the law, dengan harapan ketika asas tersebut diterapkan keadilan dapat terwujud.

c. Alasan terbentuknya

: Wajah hukum yang kaku. Hukum tidak boleh dilipat atau fleksibel menyesuaikan diri dengan keadaan dimana hukum harus ditegakan. Konsekuensinya hukum akan menjadi sangat tidakramah dan tidak akan berkompromi dengan siapapun ketika hukum menjangkau pelanggaran atau kesalahan yang dilakukan oleh subyek hukum. Kekakuan hukum untuk menjaga kewibawaanagar tidak mudah diremehkan. Saat ini kekakuanhukum menghasilkan pelecehan terhadap hukum, dengan kemungkinan untuk melakukan pelanggaranyang sudah tertulis.9

d. Maksud/ tujuan pembentukkan

: Asas lex dura sed tamen scripta, berkaitan dengan bunyi teks hukum yang tidak boleh dikompromikan. Diterapkan dengan mengacu kepada apa yang tertulis, dan penerapan hukum yang demikian menjadikan hukum kejam. Keadilanmerupakan tujuan utana hukum, meski ketika keadilan diwujudnyatakan sama kejamnya ketika diterapkan tanpa keadilan. Namun keadilan meredam kekejaman yang dirasakan karena hukum diterapkan tanpa terkecuali sebagai pengejawantahan dari asas equality before the

9 Yakub Adi Krisanto, 2012, Keadilan, Meski Kejam Namun Selalu Didamba, http://hukum.kompasiana.com/2012/02/24/keadilan-meski-kejam-namun-selalu-didamba-437960.html diakses pada 28 Maret 2015.

law.

Pada dasarnya hukum memang harus mempunyai daya mengikat dan daya paksa yang kuat agar masyarakat akan mematuhinya. Perintah undang-undang yang mengharuskan kita berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuatu harus dilaksanakan demi kedamaian bersama, ada sifat memaksa (keras) karena menghindari “sifat acuh” terhadap hukum untuk kebaikan bersama.10

e. Implementasi

: Ketika suatu peraturan perundang-undangan telah disah dan diundangkan dalam Lembaran Negara dan Penjelasannya sudah dimuat dalam Tambahan lembaran Negara maka peraturan tersebut mengikat seluruh masyarakat sehingga semua orang harus mematuhi jika melanggar akanmendapatkan sanksi.

6. Asas Legalitas (Nullum Delictum Nulla Poena Sine Praevia Lege Poenali )

a. Makna : Tiada suatu perbuatan dapat dipidana, kecuali berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan pidana yang telah ada.

b. Asal atauproses terbentuknya

: Bavarian Code di Jerman Tahun 1813. Asas ini ditulis dan dimasukkan ke dalam Bavarian Code oleh Paul Johann Anselm Ritter von Feuerbach. Asas ini menggaris bawahi bahwa tiada seorang pun yang dapat dipidana tanpa ada hukum yang terlebih dahulu mengatur demikian. Asas yang merupakan ciri dari Eropa

10 Richo Handoko P, 2011, Lex Dura Sed Tamen Scripta, https://richohandoko.wordpress.com/2011/02/15/lex-dura-sed-tamen-scripta/ diakses pada 28 Maret 2015.

Kontinental ini merupakan lawan dari asas retroactive, yang artinya bahwa pemidanaan berlaku surut terhadap kejahatan yang belum diatur secara hukum pada saat dilakukan.

c. Alasan terbentuknya

: Asas legalitas yang dikenal muncul dari lingkup sosiologis Abad Pencerahan yang mengagungkan doktrin perlindungan rakyat dari perlakuan sewenang-wenang kekuasaan. Sebelum datang Abad Pencerahan, kekuasaan dapat menghukum orang meski tanpa ada peraturan terlebih dulu. Saat itu, selera kekuasaanlah yang paling berhak menentukan apakah perbuatandapat dihukum atau tidak. Untuk melindungi hakindividu, hadirlah asas legalitas yang merupakan instrumen penting perlindungan kemerdekaan individu saat berhadapan dengan negara. Dengan demikian, apa yang disebut dengan perbuatan yang dapat dihukum menjadi otoritas peraturan, bukan kekuasaan.

d. Maksud/ tujuan pembentukkan

: 1. Perlindungan individu untuk memperoleh kepastian dan persamaan hukum terhadap penguasa agar tidak sewenang-wenang.

2. Dasar dan tujuan pemidanaan agar dengan sanksi pidana itu, hukum pidana bermanfaat bagi masyarakat serta tidak ada pelanggaranhukum yang dilakukan oleh anggota masyarakat, karena itu masyarakat harus mengetahui lebih dahulu rumusan peraturan yang memuat tentang perbuatan pidana dan ancaman pidananya.

3. Dua unsur yang sama pentingnya, yaitu bahwayang diatur oleh hukum pidana tidak hanya memuat ketentuan tentang perbuatan pidana

saja agar orang mau menghindari perbuatan itu, tetapi juga harus diatur mengenai ancaman pidananya agar penguasa tidak sewenang-wenang dalam menjatuhkan pidana.

4. Perlindungan hukum lebih utama kepada negara dan masyarakat daripada kepentingan individu.11

e. Implementasi

: Pasal 1 ayat 1 KUHP “Tidak dapat dipidana seseorang kecuali atas perbuatan yang dirumuskan dalam suatu aturan perundang-undangan yang telah ada terlebih dahulu”

7. Asas Geen Straft Zonder Schuld 

a. Makna : Tiada pidana tanpa kesalahanb. Asal atau

proses terbentuknya

: Kesalahan adalah dasar untuk pertanggungjawaban. Kesalahan merupakan keadaan jiwa dari si pembuat dan hubungan batin antara si pembuat dan perbuatannya.Adanya kesalahan pada seseorang, maka orang tersebut dapat dicela.

c. Alasan terbentuknya

: Kesalahan merupakan salah satu unsur yang fundamental disamping sifat melawan hukum dariperbuatan, dan harus dipenuhi agar suatu subjek hukum dapat dijatuhi pidana.

d. Maksud/ tujuan pembentukkan

: Untuk dapat menjatuhkan pidana kepada seseorang, maka hakim wajib memiliki keyakinan bahwa terdakwa telah terbukti berbuat kesalahan, sebab seseorang tidak dijatuhi pidana tanpa kesalahan.

e. Implementasi

: Pasal 6 ayat 2 Undang-undang Kekuasaan Kehakiman (UU No. 4 Tahun 2004) berbunyi :

11 Bambang Poernomo, 1994, Asas-asas Hukum Pidana, Jakarta , Ghalia Indonesia, hal. 72-74.

“ Tiada seorang juapun dapat dijatuhi pidana, kecuali apabila pengadilan, karena alat pembuktian yang sah menurut undang-undang, mendapat keyakinan, bahwa seorang yang dianggap dapat bertanggung jawab, telah bersalah atas perbuatan yang dituduhkan atas dirinya “

8. Asas Equality Before the Law

a. Makna : Asas persamaan dihadapan hukum merupakan asas dimana terdapatnya suatu kesetaraan dalam hukum pada setiap individu tanpa ada suatu pengecualian.

b. Asal atauproses terbentuknya

: Asas equality before the law ini merupakan salah satu manifestasi dari Negara hukum (rechtstaat) sehingga harus adanya perlakuan sama bagi setiap orang di depan hukum ( gelijkheid van ieder voor de wet).12 Dengan demikian, elemen yang melekat mengandung maknaperlindungan sama di depan hukum (equal justice under the law) dan mendapatkan keadilan yang sama di depan hukum.

c. Alasan terbentuknya

: Asas persamaan dihadapan hukum itu bisa dijadikan sebagai standar untuk mengafirmasi kelompok-kelompok marjinal atau kelompok minoritas. Namun disisi lain, karena ketimpangan sumberdaya (kekuasaan, modal dan informasi) asas tersebut sering didominasi oleh penguasa dan pemodal sebagai tameng untukmelindungi aset dan kekuasaannya. Asas equality before the law bergerak dalam payung hukum yang berlaku umum (general) dan tunggal.

12 Lilik Mulyadi, 2007, Hukum Acara Pidana, Jakarta , Citra Aditya Bakti, hal. 20.

Ketunggalan hukum itu menjadi satu wajah utuh di antara dimensi sosial lain, misalnya terhadap ekonomi dan sosial. Persamaan “hanya”di hadapan hukum seakan memberikan sinyal di dalamnya, bahwa secara sosial dan ekonomi orang boleh tidak mendapatkan persamaan. Perbedaan perlakuan “persamaan” antara di dalam wilayah hukum, wilayah sosial dan wilayah ekonomi itulah yang menjadikan asas equality before the law tergerus di tengah dinamika sosial dan ekonomi.

d. Maksud/ tujuan pembentukkan

: Menegakkan keadilan dimana persamaan kedudukanberarti hukum sebagai satu entitas tidak membedakan siapapun yang meminta keadilan kepadanya. Diharapkan dengan adanya asas ini tidak terjadi suatu diskriminasi dalam supremasi hukum di Indonesia dimana ada suatu pembeda antara penguasa dengan rakyatnya.

e. Implementasi

: UUD 1945 secara tegas telah memberikan jaminanbahwa “segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya Pasal 27 ayat (1). Pasal ini memberikan makna bahwa setiap warga negara tanpa harus melihat apakah dia penduduk asli atau bukan, berasal dari golongan terdidik atau rakyat jelata yang butahuruf, golongan menengah ke atas atau kaumyang bergumul dengan kemiskinan harus dilayanisama di depan hukum.

9. Asas Pact Sunt Servanda 

a. Makna : Setiap perjanjian menjadi hukum yang mengikat

bagi para pihak yang melakukan perjanjian.b. Asal atau

proses terbentuknya

: Pacta sunt Servanda pertama kali diperkenalkan oleh Grotius yang kemudian mencari dasar pada sebuah hukum perikatan dengan mengambil pronsip-prinsip hukum alam, khususnya kodrat. Bahwa seseorang yang mengikatkan diri pada sebuah janji mutlak untuk memenuhi janji tersebut (promissorum implendorum obligati).13

c. Alasan terbentuknya

: 1. Sifat kesederhanaan bahwa seseorang harus berkejasama dan berinteraksi dengan orang lain, yang berarti orang ini harus saling mempercayai yang pada gilirannya memberikankejujuran dan kesetiaan

2. Bahwa setiap individu memiliki hak, dimana yang paling mendasar adalah hak milik yang bisa dialihkan. Apabila seseorang individu memilik hak untuk melepaskan hak miliknya, maka tidak ada alasan untuk mencegah dia melepaskan haknya yang kurang penting khususnya melalui kontrak.

d. Maksud/ tujuan pembentukkan

: 1. Perjanjian merupakan undang-undang bagi para pihak yang membuatnya.

2. Mengisaratkan bahwa pengingkaran  terhadap kewajiban yang ada pada perjanjian merupakan tindakan melanggar janji atau wanprestasi.14

e. Implementasi

: Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata, yang menyatakan bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi

13 Grotius, H., the Law of War and Peace : De Jure Bell et Paris, 1646 ed, Kesley, FW. trans., Oxford 1916-25 and Punderof,S., The Law of Nature and Nations: De Jure Naturae et Gentium, 1688 ed. Oxford, 1934.14 Harry Purwanto, Keberadaan Asas Pacta Sunt Servanda Dalam Perjanjian Internasional, MimbarHukum, Jurnal berkala FH UGM, Volume 21, Nomor 1 Februari 2009, Hal.162

mereka yang membuatnya. Artinya bahwa kedua belah pihak wajib mentaati dan melaksanakan perjanjian yang telah disepakati sebagaimana mentaati undang-undang. Oleh karena itu, akibat dari asas pacta sunt servanda adalah perjanjian itu tidak dapat ditarik kembali tanpa persetujuan dari pihak lain. Hal ini disebutkan dalam Pasal 1338 ayat (2) KUHPerdata yaitu suatu perjanjian tidak dapat ditarik kembali selain dengan sepakat kedua belah pihak, atau karena alasan-alasan yang oleh undang-undang dinyatakan cukup untuk itu.

10. Asas Presumption of Innocence

a. Makna : Asas praduga tak bersalah adalah asas di mana seseorang dinyatakan tidak bersalah hingga pengadilan menyatakannya bersalah.

b. Asal atauproses terbentuknya

: Dalam penerapan hukum dikenal "Rule of Law" bukan"Law of the Ruler". Salah satu unsur dari "Rule of Law" adalah asas "Praduga tak bersalah" (Presumption of innocence) seperti terdapat didalam : Kitab Hukum Acara Pidana (KUHAP) pasal 66:"Tersangka atau terdakwa tidak dibebani kewajiban pembuktian". Dan didalam Penjelasan dari pasal 66 dikatakan pula bahwa ketentuan ini adalah penjelmaan dari asas praduga tak bersalah. Hal initambah diperkuat oleh Pasal 158 KUHAP yang berbunyi, " Hakim dilarang menunjukkan sikap atau mengeluarkan pernyataan di sidang tentangkeyakinan mengenai salah atau tidaknya terdakwa".

c. Alasan terbentuk

: Karena selalu ada kemungkinan proses penegakkan hukum mengalami kekeliruan baik

nya mengenai orang maupun perbuatannya, karena penegak hukum juga seorang manusia yang tidak luput dari sifat khilaf dan keterbatasan dalammelakukan sesuatu. Selalu ada kemungkinan seseorang dihukum tidak adil atau seharusnya dihukum karena ada proses hukum yang tidak benar atau karena si tuduh tidak punya daya upaya untuk membuktikan bahwa ia tidak bersalah yang bias disebabkan oleh berbagai macam faktor.

d. Maksud/ tujuan pembentukkan

: pengarahan bagi para aparat penegak hukum tentang bagaimana mereka harus bertindak lebih lanjut dan mengesampingkan asas praduga bersalah dalam tingkah laku mereka terhadap tersangka. Intinya, praduga tidak bersalah bersifatnormative dan tidak berorientasi pada hasil akhir.Asas praduga bersalah bersifat deskriptif faktual. Artinya, berdasar fakta-faktayang ada si tersangka akhirnya akan dinyatakan bersalah. Karena itu, terhadapnyaharus dilakukan proses hukum mulai dari tahap penyelidikan, penyidikan, penuntutan, sampai tahap peradilan. Tidak boleh berhenti di tengah jalan.

e. Implementasi

: Penjelasan Umum KUHAP butir ke 3 huruf c yaitu:

“Setiap orang yang disangka, ditangkap, ditahan, dituntut danatau dihadapkan di muka sidang pengadilan, wajib dianggap tidak bersalah sampai adanya putusan pengadilan yang menyatakan kesalahannya dan memperoleh kekuatan hukum tetap.”

Sedangkan dalam UU Kehakiman, asas praduga takbersalah diatur dalam Pasal 8 ayat (1), yang berbunyi:

“Setiap orang yang disangka, ditangkap, ditahan, dituntut, atau dihadapkan di depan pengadilan wajib dianggap tidak

bersalah sebelum ada putusan pengadilan yang menyatakan kesalahannya dan telah memperoleh kekuatan hukum tetap.”

DAFTAR PUSTAKA

Rifai, Ahmad. 2011. Penemuan Hukum oleh Hakim dalam Perspektif Hukum

Progresif, Cet. II, Jakarta: Sinar Grafika.

Remmelink, Jan. 2000. Hukum Pidana Komentar atas Pasal-Pasal Terpenting

dari Kitab Undang Undang Hukum Pidana Indonesia, Jakarta: PT

Gramedia Pustaka Utama.

Mertokusumo, Sudikno. 2002. Mengenal Hukum (Suatu Pengantar), Cetakan

Ketiga, Yogyakarta : Liberty.

Poernomo,Bambang.1994. Asas-asas Hukum Pidana. Jakarta : Ghalia

Indonesia.

Sudharto. 1983. Hukum dan Perkembangan Masyarakat. Bandung: Sinar

Baru.

Prodjodikoro, Wirjono. 1986. Asas-asas Hukum Pidana di Indonesia.

Bandung: Eresco.

Lilik Mulyadi. 2007. Hukum Acara Pidana, Jakarta: Citra Aditya

Bakti.

Harry, Purwanto. Keberadaan Asas Pacta Sunt Servanda dalam Perjanjian

Internasional, Mimbar Hukum, Jurnal berkala FH UGM, Volume 21,

Nomor 1 Februari 2009.

Oka, Mahendra. Harmonisasi Peraturan Perundang-undangan

(online), diakses di w ww.djpp.depkumham.go.id 28 Maret

2015

.

Lutfi, Mukhtar. 2010. Penerapan Asas Hukum dan Kepentingan

Politik, http://www.uin-alauddin.ac.id/download-7.%20KEPENTINGAN

%20POLITIK_Mukhtar%20-.pdf, diakses pada 28 Maret 2015.

Yakub Adi Krisanto, 2012, Keadilan, Meski Kejam Namun Selalu

Didamba, http://hukum.kompasiana.com/2012/02/24/keadilan-

meski-kejam-namun-selalu-didamba-437960.html diakses pada 28

Maret 2015.

Richo Handoko P, 2011, Lex Dura Sed Tamen Scripta,

https://richohandoko.wordpress.com/2011/02/15/lex-dura-sed-

tamen-scripta/ diakses pada 28 Maret 2015.