Upload
khangminh22
View
1
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
ETIKA KOMUNIKASI DALAM KONSELING
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Mencapai Gelar Sarjana
(SI) Pada Prodi Bimbingan dan Konseling Fakultas Tarbiyah dan Ilmu
Keguruan
Oleh:
Lidya Oktaviani
2615.058
PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
BUKITTINGGI
2020 M/ 1442 H
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
HALAMAN PENGESAHAN
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ................................................................................ 1
B. Fokus Masalah ............................................................................... 4
C. Batasan Masalah ............................................................................. 4
D. Rumusan Masalah .......................................................................... 5
E. Tujuan Penelitian ............................................................................. 5
F. Guna Penelitian ............................................................................... 5
G. Penjelasan Judul .............................................................................. 5
H. Sistematika Penulisan ...................................................................... 7
BAB II LANDASAN TEORITIS
A. Etika Komunikasi. ........................................................................... 9
1. Pengertian Etika ....................................................................... 9
2. Pengertian Komunikasi ............................................................ 10
3. Pengertian Etika Berkomunikasi .............................................. 13
4. Suasana Etika Komunikasi ....................................................... 13
5. Hal Yang Perlu di Perhatikan dalam Etika Berkomunikasi ..... 14
6. Manfaat Etika Komunikasi ...................................................... 16
B. Konseling ....................................................................................... 17
1. Pengertian Konseling ............................................................... 17
2. Ciri-ciri Pokok Konseling ........................................................ 19
3. Tujuan Konseling ..................................................................... 20
4. Tahap-Tahap Konseling ........................................................... 22
C. Komunikasi Yang Efektif Dalam Konseling ................................ 25
D. Keterampilan Komunikasi Dalam Konseling ............................... 27
E. Penelitian Relevan ......................................................................... 32
BAB III METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian .............................................................................. 35
B. Sumber Data .................................................................................. 35
C. Metode Analisis ............................................................................... 36
BAB IV HASIL PENELITIAN
ETIKA KOMUNIKASI DALAM KONSELING
A. Kualitas Hubungan Konselor Dan Konseli . ................................. 38
B. Pemahaman Terhadap Keyakinan Dan Sistem Nilai Konseli. ...... 38
C. Pertentangan Nilai Antara Konselor Dengan Konseli................... 41
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan. .................................................................................... 45
B. Saran. .............................................................................................. 46
DAFTAR KEPUSTAKAAN
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Komunikasi memainkan peranan penting dalam kehidupan
manusia. Hampir setiap manusia bertindak dan belajar melalui
komunikasi. Melalui interaksi dalam komunikasi, pihak-pihak yang
terlibat dalam komunikasi dapat saling memberi inspirasi, motivasi dan
menumbuhkan rasa semangat dan dorongan untuk merubah pemikiran,
perasaan dan sikap yang sesuai dengan topik yang dibahas bersama.
Konseling merupakan kegiatan yang sangat memungkinkan bahkan
menuntut terjadinya komunikasi antara konselor dan konseli. Sebagaimana
dalam definisi yang di ungkapkan oleh Tolbert, bahwa konseling adalah
hubungan pribadi yang dilakukan secara tatap muka antara dua orang,
dimana melalui hubungan itu, konselor memiliki kemampuan-kemampuan
khusus untuk mengkondisikan situasi belajar. Dalam hal ini, konseli di
bantu untuk memahami diri sendiri, keadaannya sekarang dan
kemungkinan keadaannya di masa depan yang dapat ia ciptakan dengan
menggunakan potensi yang dimilikinya demi kesejahteraan pribadi
maupun masyarakat. Lebih lanjut konseli dapat belajar bagaimana
memecahkan masalah-masalah dan menemukan kebutuhan-kebutuhan
yang akan datang.1
1 Prayitno dan Amti Emran, Dasar-dasar Bimbingan dan Konseling, Jakarta: Rineka
Cipta, 2004, hal 101
2
Konseling tidak dapat lepas dari komunikasi timbal-balik antara
konselor dan konseli. Komunikasi disini diartikan sebagai proses
penyampaian informasi dari satu pihak ke pihak lain agar saling
memengaruhi di antara keduanya. Komunikasi merupakan landasan bagi
berlangsungnya konseling. Di dalam relasi konselor-konseli terjadi
komunikasi verbal (bahasa lisan) yang di dalamnya terlibat prilaku non
verbal. Maka untuk terlaksananya komunikasi yang dialogis dan mengajak
konseli berpatisipasi secara aktif, selain dari memahami karakter konseli
perlu juga menguasai keterampilan komunikasi dalam konseling. Sesuai
surah Ali-Imran ayat 159:
☺⬧ ☺◆
⬧ ❑⬧◆ →⬧
⬧ ❑
❑
⬧ ⧫
⧫◆ ⚫
➔◆
⬧⬧ ⧫ ◆❑⧫⬧ ◼⧫
⧫
⧫◆❑⧫☺
Artinya: Maka, berkat rahmat Allah, engkau (Muhammad) berlaku
lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya engkau bersikap keras dan
berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekitarmu. Karena itu
maafkanlah mereka dan mohonkanlah ampunan untuk mereka dan
bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian, apabila
engkau telah membulatkan tekad, maka bertawakallah kepada Allah.
Sungguh, Allah mencintai orang yang bertawakal. 2
Sebagai suatu proses komunikasi, konseling melibatkan
keterampilan konselor dalam menangkap atau merespon pernyataan
2Mushaf Maryam. Al-quran dan Terjemahannya, Jakarta: PT Insan Media Pustaka cet ke-
1 hal 71
3
konseli dan mengkomunikasikannya kembali kepada konseli tersebut.
Walgito mendefinisikan konseling sebagai suatu bantuan yang diberikan
kepada individu untuk memecahkan masalah kehidupannya dengan cara
wawancara dan cara yang sesuai dengan keadaan yang dihadapi individu
untuk mencapai kesejahteraan hidupnya.3 Untuk itu, kegiatan konseling
tidak dapat berjalan apabila seorang konselor tidak mempunyai
keterampilan komunikasi yang baik, sebab hubungan personal antara
konselor dengan konseli merupakan inti yang perlu diciptakan dan
dikembangkan dalam proses konseling.
Komunikasi yang baik dalam konseling merupakan suatu hal
mutlak yang harus dikuasai dan dipahami oleh konselor yang nantinya
akan dilaksanakan selama proses konseling berlangsung. Seorang konselor
dapat dikatakan berhasil mencapai tujuan konseling apabila telah mampu
melaksanakan proses konseling ataupun merespon konseli dengan
menggunakan komunikasi yang benar sesuai dengan keadaan yang
dihadapi konseli, sehingga konseli memperoleh kesadaran secara penuh.
Keberhasilan konseling sangat ditentukan oleh keefektifan komunikasi
antara konselor dengan konseli. Dalam hal ini, konselor dituntut untuk
mampu berkomunikasi secara efektif untuk menunjang pelaksanaan proses
konseling.4
3 Bimo Walgito. Pengantar Psikologi Umum, Yogyakarta: Penerbit Andi. 2010 hal 8 4 Arif Ainur Rafiq. Keterampilan Komunikasi Konseling, Surabaya: IAIN Press. 2012 hal
1
4
Senada dengan itu, Cavanagh dalam sulistyarini mengungkapkan
bahwa konseling merupakan “a relationship between a trained helper and
a person seeking help in which both the skills of the helper and the
atmosphere that he or she creates help people learn to relate with
themselves and other in more growth-producing ways”, yang berarti
hubungan antara konselor terlatih terhadap konseli yang membutuhkan
pertolongan, dimana keterampilan si konselor dan situasi yang
diciptakannya menolong orang untuk belajar membangun relasi dengan
dirinya dan orang lain dengan cara yang berproduktif. 5 Keterampilan
dalam menciptakan dan membina hubungan konseling kepada konseli
(Helping Relationship). Dalam hubungan konseling, konselor mampu
menciptakan suasana yang hangat, simpatik, empati yang didukung sikap
dan perilaku konselor yang tulus dan ikhlas untuk membantu konseli jujur,
bertanggung jawab, terbuka, toleran serta setia.6
Berdasarkkan fenomena tersebut, penulis tertarik untuk melakukan
penelitian pustaka dengan judul “Etika Komunikasi Dalam Konseling”.
B. Fokus Masalah
Peneliti memfokuskan pada proses konseling antara konseli dan
konselor dalam berkomunikasi.
C. Batasan Masalah
5 Sulistyarni dan Muhammad Jauhar, Dasar-dasar Bimbingan dan Konseling, Jakarta:
Prestasi Pustaka, 2014 hal 29 6 Hartono dan Boy Soedarmadji, Psikologi Konseling, Jakarta: Kencana, 2003 hal 57.
5
Berdasarkan fokus penelitian diatas, peneliti membatasi masalah
yang dikaji dalam penelitian ini berkaitan dengan Etika Komunikasi
Dalam Konseling.
D. Rumusan Masalah
Berdasarkan pada batasan masalah diatas, maka rumusan masalah
dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: Bagaimana etika komunikasi
dalam konseling?
E. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan penelitian ini
adalah untuk mengetahui etika komunikasi dalam konseling.
F. Guna Penelitian
1. Guna Secara Teoritis
a. Mengembangkan ilmu pengetahuan tentang pengembangan etika
komunikasi dalam konseling
b. Hasil penelitian ini diharapkan menjadi bahan pemikiran dan bahan
masukan bagi pembaca.
2. Guna Secara Praktis
Dapat memenuhi tugas dalam rangka mencapai gelar kesarjanaan
S1 pada Jurusan Bimbingan dan Konseling di IAIN Bukittinggi.
G. Penjelasan Judul
6
untuk menghindari penafsiran yang berbeda serta untuk
memudahkan dalam memahami judul penelitian ini, maka penulis akan
menjelaskan beberapa kata penting dari judul di atas:
Etika : Secara etimologi kata “etika” berasal dari
bahasa yunani yang terdiri dari dua kata yaitu
Ethos dan Ethikos. Ethos berarti sifat, watak,
kebiasaan, tempat yang biasa. Etikhos berarti
susila, keadaban, kelakuan dan perbuatan yang
baik.7 Sedangkan dalam bahasa Arab kata etika
dikenal dengan istilah akhlak, artinya budi
pekerti. Sedangkan dalam bahasa Indonesia
disebut tata susila.8
Komunikasi : Istilah komunikasi dalam bahasa Inggris
communication mempunyai banyak arti.
Menurut asal katanya etimologi, istilah
komunikasi berasal dari bahasa latin yaitu
communis yang berarti sama atau common.
Dari kata communis berubah menjadi kata kerja
communicare, yang berarti menyebarkan atau
memberitahukan informasi kepada pihak lain
guna mendapatkan pengertian yang sama. 9
7 Lorens Bgus. Kamus Filsafat. Jakarta: PT Gramedia Pustaka, 2000 hal 217 8 Hasbullah Bakry. Sistematika Filsafat, Jakarta: Wijaya 1978 hal 9 9 Wursanto. Dasar-Dasar Ilmu Komunikasi, Yogyakarta: CV. Andi Offset. 2005 hal 153
7
Dalam kamus besar bahasa Indonesia (KBBI),
komunikasi adalah pengiriman dan penerimaan
pesan dan berita antara dua orang atau lebih
sehingga pesan yang dimaksud dapat
dipahami.10
Konseling : Hubungan pribadi yang dilakukan secara tatap
muka antara dua orang yang mana konselor
melalui hubungan itu dengan kemampuan-
kemampuan khusus yang dimilikinya,
menyediakan situasi belajar. Dalam hal ini
konseli dibantu untuk memhami diri sendiri,
keadaannya sekarang memungkinkan
keadaannya masa depan yang dapat ia ciptakan
dengan menggunakan potensi yang dimilikinya
untuk esejahteraan pribadi maupan masyarakat.
Lebih lanjut konseli dapat belajar bagaimana
memecahkan masalah-masalah dan
menemukan kebutuhan-kebutuhan yang akan
datang.11
H. Sistematika Penulisan
10 Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional. Kamus Besar Bahasa Indonseia,
Jakarta: Balai Pustaka, edisi III 2001 hal 79 11 Prayitno dan Amti Emran. Dasar-dasar dan Bimbingan Konseling. Jakarta: Rineka
Cipta, 2004 hal 101
8
Agar skripsi penelitian ini terlihat memiliki hubungan yang kuat
antara keseluruhan pembahasan, maka penulis perlu membuat sistematika
penulisan, yaitu:
BAB I merupakan pendahuluan yang terdiri dari latar belakang,
rumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, penjelasan judul
dan sistematika penulisan.
BAB II merupakan landasan teori tentang pengertian etika, etika
komunikasi dan konseling
BAB III merupakan metodologi penelitian yang mencangkup jenis
penelitian, sumber data dan metode analisis.
BAB IV merupakan hasil penelitian yang mencangkup temuan
yang didalamnya mencangkup hasil kajian pustaka tentang Etika
Komunikasi Dalam Konseling.
BAB V merupakan kesimpulan dan saran.
9
BAB II
LANDASAN TEORITIS
A. Etika Komunikasi
1. Pengertian Etika
Banyak kata-kata yang dapat menerangkan
kesopansantunan, seperti tatakrama, basa-basi, adat istiadat yang baik,
budi pekerti dan budi bahasa. Dalam bahasa asing ini disebut etiket.
Perkataan etiket berasal dari perancis yaitu negara yang terkenal
karena tinggi peradaban dan sopansantunnya. Etika berasal dari kata
ethikus dalam bahasa yunani disebut ethicos yang berarti kebiasan
norma-norma, nilai-nilai, kaidah-kaidah dan ukuran baik dan buruk
tingkah laku manusia. Etika adalah cabang dari aksiologi, yaitu ilmu
tentang nilai yang menitikberatkan pada pencarian salah dan benar
atau dalam pengertian lain tentang moral dan immoral. Menurut K.
Bertens etika adalah ilmu tentang apa yang biasa dilakukan atau ilmu
tentang adat kebiasaan.12
Menurut Rosadi Ruslan etika merupakan studi tentang
benar atau salah dalam tingkah laku atau perilaku manusia.13 Menurut
Ki Hajar Dewantoro dalam Rosadi Ruslan etika ialah ilmu yang
mempelajari segala soal kebaikan dan keburukan di dalam hidup
manusia semuanya, teristimewa yang mengenai gerak-gerik pikiran
dan rasa yang dapat merupakan pertimbangan dan perasaan, sampai
12 Keraf. A Sonny. Etika Lingkungan, Jakarta: Penerbit Buku Kompas, 2002 hal2 13 Ruslan Rosadi. Etika Kehumasan Konsepsi& Aplikasi. Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada 2008. hal 31-32
10
mengenai tujuan yang dapat merupakan perbuatan. 14 Menurut
Burhanuddin Salam etika adalah suatu ilmu yang membicarakan
masalah perbuatan atau tingkah laku manusia, mana yang dapat dinilai
baik dan mana yang jahat. 15 Sedangkan menurut Suprihadi
Sastrosupono etika adalah pemikiran yang relatif obyektif dan rasional
mengenai cara kita mengambil keputusan dalam situasi yang konkrit,
yaitu moralitas.16
Etika adalah ilmu tentang kesusilaan yang mengatur
bagaimana sepatutnya manuasia hidup di dalam masyarakat yang
melibatkan aturan atau prinsip yang menentukan tingkah laku yang
benar yaitu baik dan buruk atau kewajiban dan tanggung jawab.
Sehingga di dalam berkomunikasi individu atau kelompok harus
memiliki etika dalam melakukan komunikasi secara efektif .
2. Pengertian Komunikasi
Secara etimologis atau asal katanya, komunikasi berasal
dari bahasa latin communication dan perkataan ini bersumber pada
kata communis. Arti communis disini adalah sama makna, dalam arti
kata sama, yaitu sama makna mengenai suatu hal.17 Jadi komunikasi
14 Ruslan Rosadi. Etika Kehumasan Konsepsi& Aplikasi. Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada 2008. hal 31-32 15 Burhanuddin Salam. Etika Sosial (Asas Moral dalam Kehidupan Manusia), Jakarta: PT
Rineka Cipta. 2000, hal 3 16 Suprihadi Sastrosupono. Etika (Sebuah Pengantar), Bandung: Offset Alumni. 2001, hal
9 17 Burhanuddin Salam. Etika Sosial (Asas Moral dalam Kehidupan Manusia), Jakarta: PT
Rineka Cipta. 2000, hal 4
11
berlangsung apabila antara orang-orang yang terlibat terdapat
kesamaan makna mengenai sesuatu hal yang dikomunikasikan.
Komunikasi merupakan aktivitas dasar manusia. Dengan
berkomunikasi, manusia dapat saling berhubungan satu sama lain baik
dalam kehidupan sehari-hari di rumah tangga, tempat kerja, pasar,
dalam masyarakat atau dimana saja manusia berada. Tidak ada
manusia yang tidak akan terlibat dalam komunikasi.18
Menurut Hovland dalam Arni Muhammad komunikasi
adalah proses individu mengirim stimulus yang biasanya dalam
bentuk verbal untuk mengubah tingkah laku orang lain. Komunikasi
sebagai suatu proses, bukan sebagai suatu hal. Sedangkan menurut
Forsdale, komunikasi adalah suatu proses memberikan signal menurut
aturan tertentu, sehingga dengan cara ini suatu sistem dapat didirikan,
dipelihara dan diubah.19
Komunikasi merupakan aspek yang penting dalam
hubungan manusia. Manusia secara umum merupakan makhluk sosial,
artinya manusia tidak dapat hidup secara individual, dengan kata lain
komunikasi berfungsi sebagai arus informasi timbal balik dari seorang
individu ke individu lainnya dengan adanya komunikasi maka akan
memudahkan hubungan tersebut, manusia secara naluri membutuhkan
orang lain untuk memenuhi kebutuhannya namun dalam penyampaian
informasi, tidak semua manusia mampu menyampaikan informasi
tersebut dengan mudah, terkadang seorang individu mengalami
kendala, baik berupa pemilihan kata, penyampain yang tidak efektif,
pemborosan kata, faktor perasan ataupun maksud berbeda dari
18 Arni Muhammad. Komunikasi Organisasi, Bumi Aksara: Jakarta, 2009, hal 1 19 Arni Muhammad. Komunikasi Organisasi, Bumi Aksara: Jakarta, 2009, hal 2
12
pemikiran individu tersebut dengan informasi yang di paparkan.
Semua hal tersebut merupakan hambatan komunikasi seorang individu
yang perlu ditangani.20
Adapun komponen-komponen dasar dalam komunikasi
adalah sebagi berikut:
a. Pengertian pesan, pengiriman pesan adalah individu atau orang
yang mengirim pesan. Pesan atau informasi yang akan
dikirimkan berasal dari otak si pengirim pesan.
b. Pesan, pesan adalah informasi yang akan dikirimkan kepada si
penerima. Pesan ini dapat berupa verbal maupun nonverbal.
c. Saluran, saluran adalah jalan yang dilalui pesan dari si
pengirim dan si penerima. Saluran yang biasa dalam
komunikasi adalah gelombang cahaya dan suara yang dapat
kita lihat dan dengar.
d. Penerima pesan, penerima pesan adalah yang menganalisis dan
menginterprestasikan isi pesan yang diterimanya.
e. Balikan, balikan adalah respon terhadap pesan yang diterima
yang diirimkan kepada si pengirim pesan.21
Jadi, dapat disimpulkan komunikasi adalah proses melalui
mana individu dalam hubungannya, dalam kelompok, dalam
organisasi dan dalam masyarakat menciptakan, mengirimkan
20 Arni Muhammad. Komunikasi Organisasi, Bumi Aksara: Jakarta, 2009, hal 17 21 Arni Muhammad. Komunikasi Organisasi, Bumi Aksara: Jakarta, 2009, hal 18
13
dan menggunakan informasi untuk mengkoordinasi
lingkungnnya dengan orang lain.
3. Pengertian Etika Berkomunikasi
Etika komunikasi dikaitkan dengan watak atau kesusilaan
yang menentukan benar atau tidaknya cara penyampain pesan kepada
orang lain yang dapat mengubah sikap, pendapat atau perilaku baik
secara lisan ataupun tidak langsung. Etika komunikasi adalah norma,
nilai atau ukuran tingkah laku yang baik dalam kegiatan komunikasi
dengan guru di sekolah. Etika komuniasi perlu di perhatikan agar
tidak terjadi suatu prasangka buruk yang dapat mengakibatkan
dampak negatif terhadap orang lain. Contohnya, setiap siswa tidak
boleh mengeluarkan kata-kata yang kurang enak didengar yang bisa
membuat perasaan orang lain menjadi tersinggung. Dengan demikian
etika komunikasi memegang peranan penting dalam pendidikan.22
Oleh karena itu peran etika dalam komunikasi sangat di
perlukan mengingat manusia adalah makhluk yang beretika dan
berkomunikasi sebuah aturan yang mengatur manusia agar hidup
sesuai dengan norma-norma adat kebiasaan.
4. Suasana Etika Komunikasi
Jenis suasana yang ada dalam suatu kelompok
mempengaruhi pertentangan etika apa yang dipertimbangkan, proses
untuk menyelesaikan konflik dan karakteristik penyelesainnya.
22 Yusuf Rendy. Komunikasi Dalam Organisasi, Yogyakarta: Kanisius, 2009 hal 105
14
Sejumlah elemen dikemukakan dikemukakan bahwa secara bersama-
sama akan meningkatkan pengembangan suasana keetikaan yang
sehat dan bersemangat.23
5. Hal yang perlu di perhatikan dalam etika berkomunikasi
Ada beberapa hal pokok yang mana kita selaku
komunikator perlu lakukan dan perlu aplikasikan dalam kehidupan,
antara lain:
a. Fokus pada lawan bicara
Fokus dalam berkomunikasi merupakan kunci agar
informasi yang disampaikan komunikator kepada kita berjalan
lebih efektif, orang yang cendrung tidak memperhatikan lawan
bicara biasanya kehilangan beberapa potong informasi yang
disampaikan dan terjadi kesenjangan antara kedua belah pihak,
biasanya pihah yang menyampaikan informasi (komunikator)
secara perasaan akan tersinggung dengan kita dan secara otomatis
kesalahan fatal informasi (informasi yang salah) yang masuk
dapat berdampak langsung dengan pengaplikasian.
b. Fokus pada masalah
Dalam beberapa kasus komunikasi beberapa individu
melupakan pokok permasalahan yang ingin dibicarakan hal ini
terjadi karena informasi seharusnya disampaikan terlalu
melenceng dari yang dibicarakan (basa-basi). Perlu adanya
23 Muhammad Mufid. Etika dan Filsafat Komunikasi, Jakarta, 2009 hal 52
15
penyusunan konsep sebelum berbicara dengan orang lain,
komunikasi ini biasanya disebut dengan komunikasi yang tidak
efisien karena informasi yang dimiliki tidak sesuai dengan apa
yang dibicarakan komunikator. Maka dari itu perlu adanya fokus
masalah, yaitu tidak mencampur adukkan masalah lain yang tidak
memiliki kaitan dengan informasi tersebut.
c. Jangan menimpali pembicaraan
Komunikasi yang baik adalah komunikasi yang mau
mendengarkan dengan bijaksana perkataan dari komunikator,
menghargai apa yang dikatakannya dan tidak menimpali atau
menyela perkataannya sebelum selesai.
d. Saling menghargai
Biasanya dalam proses ini dua individu (komunikan dan
komunikator) perlu saling memahami satu sama lain dalam model
komunikasi dipaparkan dalam konsep kesamaan, dimana tingkat
efektifitas komunikasi akan terjalin lebih tinggi jika dua individu
memiliki kesamaan yang besar, kita harus tetap menjaga etika
dengan menghargai tiap ucapan orang tersebut dengan menyimak
dan mendengarkan apa yang dikatakannya. Dengan demikian rasa
penghargaan akan timbul pula pada orang yang kita hargai
tersebut.
16
e. Selingi dengan humor
Ada kalanya dalam berkomunikasi kita merasa bosan
dengan informasi yang disampaikan tentu ini bukan kesalahan
pendengar namun dalam proses penyampaian informasi tersebut
kurang bumbu yang menarik pendengar. Dalam hal ini kita perlu
menyelingi dengan candaan atau gurauan agar para pendengar
atau komunikan tidak merasa bosan dengan apa yang kita
sampaikan.
6. Manfaat Etika Komunikasi
Dalam pergaulan bermasyarakat, etika komunikasi
mempunyai manfaat yaitu:
a. Melancarkan komunikasi dengan orang lain, sehingga
hubungan yang sudah terjalin akan semakin erat.
b. Memahami apa yang dikomunikasikan oleh orang lain,
sehingga pesan yang disampaikan dapat diterima
dengan baik.
c. Dengan mengikuti dan mentaati etika yang berlaku, kita
akan diterima dengan baik dalam lingkungan sosial
masyarakat.
d. Menumbuhkan rasa saling menghargai diantara anggota
masyarakat.
17
e. Mencegah individu atau kelompok untuk tidak
bertindak atau berperilaku sembarangan atau
seenaknyasendiri dalam berkomunikasi.
f. Mempererat hubungan dengan orang lain.
B. Konseling
1. Pengertian Konseling
Konseling secara etimologi berasal dari bahasa latin
consilium (dengan atau bersama) yang dirangkai dengan menerima
atau memahami. Dalam bahasa Anglo saxon istilah konseling berasal
dari sellan yang berarti menyerahkan atau meyampaikan.
Selain itu konseling memiliki banyak definisi yang
dijumpai dalam berbagai literatur, antara lain:
a. Menurut Tolbert, konseling adalah hubungan pribadi
yang dilakukan secara tatap muka antara dua orang
yang mana konselor melalui hubungan itu dengan
kemampuan-kemampuan khusus yang dimilikinya,
menyediakan situasi belajar. Dalam hal ini konseli
dibantu untuk memahami diri sendiri, keadaannya
sekarang dan kemungkinan keadaannya masa depan
yang dapat ia ciptakan dengan menggunakan potensi
yang dimilikinya untuk kesejahteraan pribadi maupun
masyarakat. Lebih lanjut konseli dapat belajar
18
bagaimana memecahkan masalah-masalah dan
menemukan kebutuhan-kebutuhan yang akan datang.24
b. Menurut Edwin C. Lewis, Konseling adalah suatu
proses dimana orang yang bermasalah (konseli) dibantu
secara pribadi untuk merasa dan berprilaku yang lebih
memuaskan melalui interaksi dengan seseorang yang
tidak terlibat (konselor) yang menyediakan informasi
dan reaksi-reaksi yang merangsang konseli untuk
mengembangkan perilaku-perilaku yang
memungkinkannya berhubungan secara lebih efektif
dengan dirinya dan lingkungannya.
c. Palmer dan Mc Mahon, konseling bukan hanya proses
pembelajaran individu akan tetapi juga merupakan
aktifitas sosial yang memiliki makna sosial. Orang
sering kali menggunakan jasa konseling ketika berada
di titik transisi, seperti dari anak menjadi orang dewasa,
menikah ke perceraian, keinginan untuk berobat dan
lain-lain. Konseling juga merupakan persetjuan kultural
dalam artian cara untuk menumbuhkan kemampuan
beradaptasi dengan institusi sosial.
d. Pietrosa, Leonard dan Hoose, konseling merupakan
suatu proses dengan adanya seseorang yang
24 Prayitno dan Amti Emran. Dasar-dasar dan bimbingan konseling. Jakarta:Rineka
Cipta, 2004 Hal 101
19
dipersiapkan secara profesional untuk membantu orang
lain dalam pemahaman diri membuat keputusan dan
pemecahan masalah dari hati ke hati antar manusia dan
hasilnya tergantung pada kualitas hubungan.
Jadi, konseling adalah proses pemberian bantuan yang
dilakukan oleh seorang ahli (konselor) kepada individu yang
mengalami suatu masalah yang bermuara pada teratasinya masalah
yang di hadapi konseli.
2. Ciri-ciri Pokok Konseling
a. Konseling menuntut dilaksanakannya oleh seorang konselor yang
profesional , kompeten dalam menangani konflik, kecemasan atau
masalah yang berkaitan dengan keputusan-keputusan pribadi,
sosial, karir dan pendidikan serta ciri-ciri pribadi yang akan
memungkinkannya memehami proses-proses psikologi dan
dinamika perilaku pada diri konseli dan konselor, maupun
hubungan antar keduanya.
b. Konseling melibatkan dua orang atau lebih yang saling berinteraksi
dengan jalan mengadakan komunikasi langsung maupun tidak
langsung mengemukakan dan memperhatikandengan seksama isi
pembicaraan, gerakan –gerakan isyarat, pandangan mata dan
gerakan-gerakan lain dengan maksud meningatkan pemahaman
kedua belah pihak yang terlibat dalam interaksi itu.
20
c. Model interaksi dalam konseling tidak terbatas dalam dimensi
verbal saja tetapi juga telah dikembangkan dikembangkan model
interaksi konseling non verbal.
d. Interaksi antar konselor dan konseli berlangsung dalam waktu yang
relatif lama dan terarah pada pencapaian tujuan.
e. Tujuan darai proses konseling adalah terjadinya perubahan pada
tingkah laku konseli.
f. Konseling merupakan proses yang dinamis.
g. Konseling didasari atas penerimaan konselor secara wajar tentang
diri klien.
3. Tujuan Konseling
a. Wills, konseling upaya bantuan yang diberikan seorang konselor
terlatih dan berpengalaman terhadap individu-individu yang
membutuhkannya, agar berkembang potensinya secara optimal,
mampu mengatasi masalahnya dan mampu menyesuaikan diri
terhadap lingkungan yang selalu berubah. Menurutnya dalam era
global pembangunan saat ini, konseling bukan saja bersifat klinis-
psikologis, tapi harus lebih menekankan pada pengembangan
potensi individu yang terkandung didalam dirinya, baik intelektual,
efektif, sosial, emosional, religius dan menjadikannya sebagai
individu yang akan berkembang dengan nuansa yang lebih
bermakna, harmonis, sosial dan bermanfaat. Dengan demikian ada
perubahan konsepsional antara pengertian konseling lama dengan
21
konseling baru, dimana konseling bukan saja bersifat klinis tapi
juga bersifat preventif dan pengembangan individu.
b. Menurut Prof. Rosjidan, ada tiga kategori yang bisa dicatat dalam
hubungan dengan tujuan-tujuan sebuah konseling. Tujuan khusus
ini meliputi:
1) Merubah tingkah laku yanh terganggu
2) Mempelajari tingkah laku yang terganggu
3) Mencegah problem-problem
c. Corey mengelompokkan tujuan-tujuan konseling menjadi:
1) Reorganisasi kepribadian
2) Menemukan makna dalam hidup
3) Penyembuhan gangguan emosional
4) Penyesuaian terhadap masyarakat
5) Pencapaian aktualisasi (perwujudan) diri
6) Peredaan kecemasan
7) Penghapusan perilaku maladaptif (sulit untuk menyesuaikan
diri)
8) Belajar pola-pola perilaku adaptif
d. Shertzer dan stone membuat pengelompokkan yang lebih
sederhana mengenai tujuan konseling, me;iputi:
1) Perubahan perilaku
2) Kesehatan mental yang positif
3) Pemecahan masalah
22
4) Keefektifan pribadi
5) Pengambilan keputusan.
4. Tahap-tahap Konseling
Keberhasilan konseling banyak ditentukan oleh keefektifan
konselor dalam menggunakan berbagai teknik25. Dalam
pelaksanaannya, secara umum teknik konseling meliputi:
a. Tahap awal, tahap ini terjadi dimulai sejak konseli menemui
konselor hingga berjalan sampai konselor dan konseli
menemukan masalah pada konseli. Pada tahap ini ada beberapa
hal yang perlu dilakukan, diantaranya:
a) Membangun hubungan konseling yang melibatkan konseli
(rapport). Kunci keberhasilan membangun hubungan
terletak pada terpenuhinya asas-asas konseling. Terutama
asas kerahasian, kesukarelaan, keterbukaan dan kegiatan.
b) Memperjelas dan mendefinisikan masalah. Jika hubungan
konseling sudah terjalin dengan baik dan konseli telah
melibatkan diri, maka konselor harus dapat membantu
memperjelas masalah konseli.
c) Membuat penafsiran dan penjajagan. Konselor berusaha
menjajagi atau manafsirkan kemungkinan masalah dan
merancang bantuan yang mungkin dilakukan, yaitu dengan
membangkitkan semua potensi konseli dan menentukan
25 Akhmad Surajad. Pengertian Pendekatan, Strategi, Metode, Teknik dan Model
Pembelajaran, Bandung: Sinar Baru Algensindo 2008 hal 34-37
23
berbagai alternatif yang sesuai untuk mengantisipasi
masalah yang di hadapi konseli.
d) Menegosiasikan kontrak. Membangun perjanjian antara
konselor dengan konseli, berisi: (1) kontrak waktu yaitu
berapa lama waktu pertemuan yang diinginkan oleh konseli
dan konselor tidak keberatan, (2) kontrak tugas, yaitu
berbagi tugas antara konselor dengan konseli dan (3)
kontrak kerjasama dalam proses konseling, yaitu terbinanya
peran dan tanggung jawab bersama antara konselor dan
konseling dalam seluruh rangkaian kegiatan konseling.
b. Tahap inti atau tahap kerja
a) Menjelajahi dan mengeksplorasi masalah konseli lebih
dalam. Penjelajahan masalah dimaksudkan agar konseli
mempunyai perspektif dan alternatif baru terhadap masalah
yang sedang dialaminya.
b) Konselor melakukan reassesment (penilaian kembali),
bersama-sama konseli meninjau kembali permasalahan
yang dihadapi konseli.
c) Menjaga agar hubungan konseling tetap terpelihara.
Hal ini bisa terjadi jika:
(a) Konseli merasa senang terlibat dalam pembicaraan atau
wawancara konseling serta menampakkan kebutuhan
24
untuk mengembangkan diri dan memecahkan masalah
yang dihadapinya.
(b) Konselor berupaya kreatif mengembangkan teknik-
teknik konseling yang bervariasi dan dapat
menunjukkan pribadi yang jujur, ikhlas dan benar-benar
peduli terhadap konseli.
(c) Proses konseling agar berjalan sesuai kontrak.
Kesepakatan yang telah dibangun pada saat kontrak
tetap dijaga, baik oleh pihak konselor maupaun konseli.
c. Akhir atau tahap tindakan
a) Konselor bersama konseli membuat kesimpulan mengenai
hasil proses konseling.
b) Menyususn rencana tindakan yang akan dilakukan
berdasarkan kesepakatan yang telah terbangun dari proses
konseling sebelumnya.
c) Mengevaluasi jalannya proses dan hasil konseling atau
penilaian segera.
d) Membuat perjanjian untuk pertemuan berikutnya.
Pada tahap akhir ditandai beberapa hal, yaitu:
(a) menurunnya kecemasan konseli
(b) perubahan perilaku konseli ke arah yang lebih positif,
sehat dan dinamis
25
(c) pemahaman baru dari konseli tentang masalah yang
dihadapinya
(d) adanya rencana hidup masa yang akan datang dengan
program yang jelas.
C. Komunikasi Yang Efektif Dalam Konseling
Komunikasi disebut efektif apabila tercapai saling pemahaman
atau penerima menginterpensi pesan yang di terimanya sebagaimana
dimaksudkan oleh pengirim (komunikator) yaitu26:
1. Pemahaman
Komunikasi dianggap efektif apabila penerima (komunikan)
menerima pemahamanyang cermat atas pesan yang disampaikannya.
Misalnya seoarang konselor (komunikator) memberikan pesan pada
konseli (komunikan) bahwa konseli hendaknya menyusun program
kerja kesehariannya dan si konseli mengerjakan semua yang di
perintahkan oleh konselor, maka komukasi antara konselor dan
konseli sudah bisa di katakan efektif.
2. Kesenangan
Dalam omunikasi tercipta hubungan yang menyenangkan seperti
suasana yang kondusif, ngobrol bersama, saling tegur sapa dan lain
sebaginya. Contoh pada saat terjadi komunikasi antara seorang
konselor dengan konseli. Pada saat itu terjadi saling tegur sapa,
26 Moss dan Tubss. Human Communication: Prinsip-Prinsip Dasar, Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya. 2000 hal 25
26
mengobrol bersama dan ada feedback dari keduanya maka akan
terciptalah suasana yang menyenangkan.
3. Pengaruh pada sikap
Setalah berkomunikasi maka sikap komunikan menjadi berubah
dan tentunya ke arah yang positif. Contohnya, ada seorang konseli
datang ke konselor untuk menyelesaikan masalah-masalah yang ada
pada dirinya dan di konselor memberikan solusi tentang masalah yang
ada pada diri konseli dan setelahnya beberapa hari si konseli ternyata
sudah bisa mengatasi masalah yang ada pada dirinya serta bisa
merubah sikapnya menjadi lebih baik dari sebelumnya.
4. Hubungan yang semakin baik
Melalui komunikasi seseorang dapat memperbaiki hubungannya.
Contohnya, pada saat pembicaraan antara konselor dengan konseli
terjadi kesalahpahaman penafsiran terhadap pesan yang disampaikan
sehingga terjadi adu mulut, muka dengan komunikasi yang lebih
efektif dapat mengurangi kesalahpahaman di antara mereka, sehingga
mereka yang semula salah paham dapat menjadi baik.
5. Tindakan
Melalui komunikasi, komunikan tidak hanya memahami pesan
yang disampaikan tetapi juga melakukan tindakan sesuai yang
diharapkan komunikator atau ikut berpartisipasi. Sebagai contoh,
dalam proses konseling telah terjadi kesepakatan bersama bahwa
konseli akan melakukan tindakan tertentu, sesuai dengan isi dan
27
proses layanan yang diterimanya, namun konseli tidak melakukan apa
yang telah disepakati bersama, maka komunikasi tersebut dikatakan
tidak efektif.
D. Keterampilan Komunikasi Dalam Konseling
Untuk terlaksananya suatu komunikasi onseling yang diologis
dengan mengajak konseli berpartisipasi secara aktif, selain dari memahami
karakter konseli, penguasaan materi dan juga menguasai keterampilan
komunikasi sangat penting untuk jalannya komunikasi. Oleh karena itu , di
bawah ini akan dibahas lebih rinci keterampilan-ketrampilan dalam
konseling yang harus di kuasai oleh konselor sebagai modal awal dalam
komunikasi27
1. Penghampiran
Penghampiran (attending) merupakan keterampilan berkomunikasi
melalui perhatian kepada pembicara pada tahap awal. Oleh karena itu
penghampiran ini merupakan keterampilan dasar dalam setiap proses
komunikasi yang bersifat dialogis. Hal ini biasanya dilakukan dengan
sapaan dan nada yang baik, seperti: “assalammualaikum”, “selamat
siang” dan lain sebagainya. Hal seperti itu dilakukan dengan
menggunakan perkataan yang baik dan sopan serta bahasa tubuh yang
baik seperti kontak mata, gerak badan dan lain-lain. Diharapkan
nantinya konseli akan merasa diterima dan penting, serta merasa
27 Hanny. Komunikasi Dalam Konseling, [Online]. Tersedia:
http//henny21.blogspot.co.id/2011/04/komunikasi-dalam-konseling.html diakses pada tanggal 28
Agustus 2020
28
dihargai keberadaannya oleh konselor, keterampilan ini dapat
dikembangkan melalui berbagai cara, seperti:
a. Ungkapan salam dan sapaan secara sopan.
b. Penampilan diri dengan postur fisik yang meyakinkan
c. Gerakan fisik yang disertai dengan perhatian
d. Pengakuan
e. Memelihara kontak mata
f. Mengamati ddan menyimak dengan penuh perhatian.
2. Empati
Empati adalah kesediaan untuk memahami orang lain secara
keseluruhan, baik yang tampak maupun yang terdapat dalam aspek
perasaan, pikiran dan keinginan. Dengan berempati konselor dapat
merasakan apa yang dirasakan konseli dan bahkan dapat merasakan
berada dalam situasi yang sama seperti konseli. Keterampilan ini
dapat dilakukan dengan memberikan respon sebagai berikut:
a. Sikap menerima dan memahami ungkapan konseli, seperti gerak
mata dan anggukan
b. Memberikan perhatian yang mendalam terhadap ungkapan konseli
c. Pernyataan yang menggambarkan ungkapan suasana perasaan
3. Merangkumkan
Keterampilan merangkum merupakan keterampilan yang harus
dikuasai seorang konselor, sebab merangkum wujud dari penerimaan
konselor terhadap ungkapan konseli. Dalam berkomunikasi biasanya
29
konseli akan meyampaikannya secara panjang lebar. Oleh karena itu,
perlu kiranya seorang konselor terhadap konseli. Dengan demikian
konseli akan merasa diterima, dihargai dan diakui yang pada
gilirannya akan menunjang proses konseling. Hal ini dapat dilakukan
dengan cara sebagai berikut:
a. Memberikan kesempatan kepada konseli untuk meyampaikan
ungkapan secara lengkap
b. Menunjukkan sikap pemberian perhatian dan menyimaknya
dengan penuh perhatian
c. Membuat catatan-catatan seperlunya untuk merangkum
pembicaraan
d. Pada akhirnya konseli dapat meyampaikan ungkapan-ungkapan
konselor yang memberikan respon.
4. Bertanya
Ketrampilan bertanya merupakan ketrampilan yang penting dan
strategis dalam komunikasi konseling sebab dapat menentukan
kelancaran proses konseling. Jika bertanya dilakukan dengan cara
yang kurang tepat maka komunikasi tidak akan berjalan dengan
efektif. Begitu juga sebaliknya, pertanyaan yang baik dapat
merangsang orang lain untuk lebih terbuka, kreatif dan berkeinginan
untuk berbagi informasi dan pengalaman. Keterampilan bertanya
dapat dikembangkan dengan meperhatikan beberapa hal sebagai
berikut:
30
a. Perhatikan suasana konseling
b. Kuasai materi yang berkaitan dengan pertanyaan
c. Ajukan pertanyaan dengan cara yang jelas dan terarah
d. Segera berikan respon balikan terhadap jawaban konseli
5. Kejujuran
Konselor harus mampu menunjukkan kejujuran dari apa yang
diungkapkan sehingga data memberikan pesan secara objektif. Untuk
itu seorang konselor harus mampu memberikan penyampaian secara
terbuka tanpa manipulasi. Dengan keterampilan ini konselor dapat
menyatakan perasaannya mengenai perasaan konseli dengan cara
sedemikian rupa sehingga konseli dapat menerima tanpa ada rasa
tersinggung. Keterampilan ini juga membantu untuk berbagai
perasaan terhadap apa yang dikatakan atau dilakukan konseli dan tetap
menjaga hubungan dengan konseli. Respon yang di berikan oleh
seorang konselor dengan jujur adalah respon dengan cara yang ikhlas
secara emosional dan secara langsung dapat menyatakan perasaan
sendiri. Namun ada empat kondisi yang harus diperhatikan untuk
mengembangkan keterampilan kejujuran, seperti:
a. Ungkapan perasaan yang sebenarnya
b. Kejadian tertentu yang menyentuh perasaaan
c. Alasan mengapa berperasaan seperti itu
d. Pengaruh perasaan itu terhadap kegiatan selanjutnya
31
6. Asertif
Asertif adalah suatu tindakan memberikan respon terhadap
tindakan orang lain dalam bentuk mempertahankan hak asasi sendiri
yang mendasar tanpa melanggar hak asasi orang lain yang mendasar
pula. Dalam komunikasi konseling, keterampilan ini sangat diperlukan
untuk menerima respon konseli dengan cara sedemikian rupa, hingga
konseli merasa hak asasinya tidak terganggu.
7. Konfrontasi
Keterampilan ini digunakan untuk memberikan respon terhadap
pesan seseorang yang mengandung pesan ganda yang tidak sesuai atau
saling bertentangan satu dengan yang lainnya. Ketrampilan ini
merupakan cara konselor untuk membetulkan titik perbedaan atau
pertentangan dalam situasi sebagai berikut:
a. Perbedaan antara apa yang diucapkan dengan apa yang dilakukan
b. Perbedaan antara apa yang dikatakan oleh seseorang dengan apa
yang dilaporkan oleh orang lain
c. Perbedaan antara apa yang dikatakan dengan apa yang nampak
Untuk penerapan ketrampilan konfrontasi ini sebaiknya konselor
memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
1) Konselor memiliki pemahaman yang tepat dan bersikap empati
serta jujur
2) Harus diperhitungkan agar konseli mau menerima
3) Harus sesuai dengan situasi dan kondisi masalah konseli
32
4) Harus singkat dan tepat sasaran
8. Pemecahan masalah
Hal ini penting karena untuk membantu konseli memecahkan
masalah-masalah yang dihadapinya. Konselor harus mengembangkan
suatu mekanisme komunikasi yang memberikan kesempatan pada
konseli menyatakan pendapat dan sumbangan pemikiran,
menjabarkan, serta memilih alternatif pemecahan masalahnya sendiri.
Ada tujuh tahapan yang harus dilalui dalam pemecahan masalah,
seperti:
a. Menjajaki masalah
b. Memahami masalah
c. Mambatasi masalah
d. Menjabarkan alternatif
e. Memilih alternatif yang baik
f. Meenerapkan alternatif
E. Penelitian Relevan
Kajian hasil penelitian ini, mengambil dari skripsi sebelumnya
yang ada relevannya dengan judul penelitian yang diangkat, yaitu:
1. Penelitian yang dilakukan oleh Ulin Nihaya dengan judul “Komunikasi
Konseling Dalam Penyelesaian Tugas Akhir”. Teknik komunikasi
konseling dilakukan melalui komunikasi verbal, komunikasi vokal dan
komunikasi tubuh. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif
deskriptif. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara in-dept
33
interview, observasi dan dokumentasi. Hasil penelitian
mengungkapkan komunikasi konseling yang dilakukan dosen wali
tidak bisa maksil dilakukan pada komunikasi verbal karena kurangnya
informasi pada diri mahasiswa yang jarang melakukan interaksi
dengan dosen28.
2. Penelitian yang dilakukan oleh Suherman dengan judul “Dimensi
Komunikasi Bimbingan Dan Konseling Untuk Meningkatkan
Efektivitas Pemberian Bantuan” yaitu menumbuhkan komunikasi
efektifitas antara konseling dengan bimbingan guru dan siswa
merupakan prasyarat tercapainya tujuan bimbingan dan konseling di
sekolah. Disamping itu, komunikasi yang berkualitas, seacra
psikologis akan merangsang siswa untuk melibatkan diri secara
intensif dalam proses penyedian tersebut. Kondisi ini akan mendorong
siswa untuk membuka diri memahami karakteristik pribadi,
permasalahan yang diahadapi dan bersedia bekerjasama untuk
menggali berbagai alternatif pengembangan diri, membuat pilihan dan
pemecahan masalah. Kurangnya keterpaparan siswa terhadap guru
bimbingan dan konseling dilatarbelakangi oleh berbagai faktor,
diantaranya diduga karena rendahnya kemampuan profesional guru
BK dalam mengembangkan komunikasi yang memfasilitasi
penyediaan bantuan bagi siswa. Sehubungan dengan itu, guru perlu
memiliki kompetensi komunikasi BK untuk meningkatkan efektivitas
28Ulin Nihaya. Komunikasi Konseling Dalam Penelesaian Tugas Akhir, Fakultas Dakwah
dan Komunikasi UIN Walisongo Semarang Tahun 2019
34
Bimbingan dan Konseling Komunikasi dimensi meliputi: a) perilaku
empati, b) penerimaan dan penghormatan siswa, c) kehangatan dan
perhatian, d) keterbukaan dan ketulusan dan e) konkret dan
kekhususan ekspresi29.
29 Suherman. Dimensi Komunikasi Bimbingan Dan Konseling Untuk Meningkatkan
Efektivitas Pemberian Bantuan, Universitas Pendidikan Indonesia Tahun 2015
35
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Untuk menjelaskan semua permasalahan yang terdapat dalam
penelitian ini, maka penulis menggunakan jenis penelitian Library
research (studi kepustakaan), yaitu serangkaian kegiatan yang berkenaan
dengan metode pengumpulan data pustaka, membaca dan mencatat serta
mengelola bahan penelitian. Data dalam kajian kepustakaan diperoleh dari
bahan-bahan yang bersumber dari penulis tangan pertama dan buku-buku
yang berhubungan dengan permasalahan yang di bahas.30
B. Sumber Data
Sumber data adalah benda, hal atau orang tempat peneliti
mengamati, membaca dan bertanya tentang data. Dalam penelitian
kepustakaan ini, sumber data terdiri dua kategori yaitu data primer dan
data sekunder. Hal ini sebagaimana yang dikemukakan oleh suharsimi
Arikunto, bahwa penelitian kepustakaan mempunyai dua data yaitu
primery data yaitu dara primer dan secondary data yaitu data sekunder.
Data primer dan data sekunder yang menjadi pedoman penulis ialah
sebagai berikut:31
30 Mustika Zed, Metode Penelitian Kepustakaan. Jakarta: Yayasan Obor Nasional, 2004
hal 2-3 31 Iqbal Hasan, Analisis Data Penelitian Dengan Statistik. Jakarta: Bumi Aksara, 2004 hal
19
36
1. Data Primer
Data primer adalah sumber atau dokumen yang digunakan
sebagai bahan rujukan dalam pengumpulan data yang di tulis
oleh tangan pertama.
2. Data Sekunder
Data sekunder adalah sumber bahan kajian yang
digambarkan oleh bukan orang yang digambarkan oleh bukan
orang yang ikut mengalami atau hadir pada waktu kejadian
berlangsung. Data sekunder juga dapat diartikan, buku atau
data bukan ditulis oleh tangan pertama.
C. Metode Analisis
Analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara
sistematis data yang diperoleh dari dokumentasi. Setelah data terkumpul
penulis melakukan analisa terhadap data tersebut. Teknik analisis data
yang penulis gunakan adalah deskriptif kualitatif. Analisis ini dilakukan
dengan tujuan utama yaitu menggambarkan secara sistematis fakta-fakta
dan karakteristik objek atau subjek yang diteliti secara tepat yang
dilakukan terhadap data yang diperoleh melalui dokumentasi yang berupa
buku-buku. Proses ini dilakukan melalui editing, yaitu meneliti kembali
data atau catatan-catatan sebelum dituangkan ke dalam laporan penelitian
dengan bahasa yang baik.32
32 Suharsimi Arikunto. Prosedur Penlitian: Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka
Cipta, 2002 hal 83
37
Metode deskriptif analisis ini penulis lakukan dengan
menggambarkan atau melukiskan secara sistematis data-data yang akurat
mengenai fakta-fakta tentang pokok-pokok permasalahan yang dibahas.
Setelah data terkumpul, maka penulis melakukan proses penganalisaan
data dengan menggunakan metode sebagai berikut:
1. Metode Induktif
Metode induktif adalah suatu bentuk pendekatan yang
berasal dari hal-hal yang bersifat spesifik dan realitas sebagai
langkah awal kemudian mencapai bentuk kesimpulan. Proses
penganalisaan data dengan metode induktif yang penulis
lakukan dalam penelitian ini yaitu berangkat dari fakta yang
bersifat khusus untuk mengambil kesimpulan yang umum.33
2. Metode Deduktif
Metode deduktif adalah suatu bentuk pendekataan
pemikiran yang mengutamakanlangkah awal dari pengetahuan
umum yang telah diverifikasi. Kemudian akan memperoleh
bentuk kesimpulan yang bersifat spesifik. Proses
penganalisaan data dengan metode deduktif yang penulis
lakukan dalam penelitian ini yaitu berangkat dari pengetahuan
yang bersifat umum untuk mengambil kesimpulan yang
bersifat khusus.34
33 Winarno Surachman. Pengantar Penelitian Ilmiah: Dasar, Metode, Teknik. Bandung:
Tarsita, 1990 hal 193 34 Sutrisno Hadi. Metode Research I hal 42
38
BAB IV
HASIL PENELITIAN
ETIKA KOMUNIKASI DALAM KONSELING
A. Kualitas Hubungan Konselor Dan Konseli
Geldard & geldard menyatakan bahwa konseling yang efektif
adalah bergantung pada kualitas hubungan antara konseli dengan konselor.
Pentingnya kualitas hubungan konselor dengan konseli ditunjukkan
melalui kemampuan konselor dalam kongruensi, empati, perhatian secara
positif tanpa syarat dan menghargai kepada konseli. Hal ini mengakui
bahwa akan ada perbedaan model dalam praktek konseling dan secara
alami dipengaruhi pada pemilihan model yang dilakukan oleh sebagian
konselor35.
B. Pemahaman Terhadap Keyakinan Dan Sistem Nilai Konseli
Dalam proses konseling, konselor berhak untuk mengintervensi
perilaku untuk membantu memfasilitasi konseli menuju ke arah bagaimana
seharusnya. Bahwa masalah dan sistem nilai sebagai kondisi obyektif dari
konseli, konselor tidak dapat membiarkan konseli dalam situasi itu, namun
demikian tindakan yang dapat diterima oleh konseli harus menunjukkan
perilaku standar yang seharusnya ditampilkan oleh seseorang konselor.
Dalam suatu hubungan konseli akan selalu terlibat unsur-unsur tentang: 1)
masalah dan sistem nilai konseli, 2) filsafat dan sistem nilai konselor dan
3) tindakan konselor. Interaksi konseling tidak akan terlepas dari kondisi
35 Gerald & Gerald. Basic Personal Counseling: Training Manual For Counsellor,
Australia: Peardon Education, Inc 2001 hal 12
39
obyektif konseli yang dapat direfleksikan sebagai masalah keyakinan dan
sistem nilai yang dimiliki. Kondisi ini akan memberikan ruang bagi klien
untuk menyampaikan masalahnya dalam kerangka sistem nilai yang
dianut.
Bagi konselor untuk membangun sistem nilai dilandasi oleh
kaidah-kaidah filosofis dengan memahami kode etik secara profesional.
Transferensi konselor yang menjadi penyebab pada perbedaan sistem nilai,
dasar fisafat dan tindakan konselor adalah: 1) pandangan bahwa konselor
sebagai figur yang memiliki idealisme tinggi, 2) konselor dianggap
memiliki keahlian yang sempurna di segala bidang, 3) konselor
menganggap bahwa konseli merupakan individu yang memiliki regresi
dan 4) konselor membuat konseli tidak frustasi.
Pengambilan keputusan etis oleh konselor dilandasi pertimbangan
intuitif serta evaluasi kritis terhadap situasi nyata dan prinsip etis.
Implikasi terhadap sistem nilai konselor dan terhadap pemecahan konflik
moral yang mungkin dihadapi oleh konselor dalam proses konseling
adalah dengan memhami bahwa prose konseling ditandai dengan
kemampuan konseli untuk menemukan keputusan dan bertanggung jawab
atas keputusan yang ditetapkan, proses ini berimplikasi pada keterlibatan
konselor dalam proses pengambilan keputusan. Keterlibatan konselor akan
membawa mekkanisme dan tanggung jawab pengambilan keputusan yang
dilakukan oleh konseli. Dalam memberikan pemahaman kepada konseli
konselor dituntut untuk dapat bertindak intuitif, memberikan evaluasi
40
secara kritis dan tidak meninggalkan prinsip-prinsip etis. Tindakan-
tindakan yang dilandasi prinsip-prinsip akan membawa persoalan-
persoalan yang cukup krusial, seperti digambarkan dalam: 1) sejauh mana
konselor diperbolehkan untuk mengetahui kepribadian konseli?, 2) aspek-
aspek kultural dan multikultural yang mempengaruhi konsep nilai, filosofi
dan tindakan dari konseli-konselor dan 3) apakah figur konselor
merupakan implikasi dari profesianalisasi konselor?. Persoalan pertama
cukup jelas memberikan warning pada konselor untuk berpikir dan
bertindak secara etis tentang kedalaman pemahaman aspek-aspek yang
menyangkut hal-hal pribadi dari konseli. Jika kondisi ini tidak
dikendalikan maka konselor mempunyai tendensi pada intervensi yang
mendalam tetapi tidak menangkap substansi dari proses awal yang
berjalan. Sedangkan pada persoalan kedua tindakan yang berkaitan dengan
konflik moral adalah perlu tidaknya body contact yang dilakukan oleh
konselor kepada konseli. Misalnya dalam upaya attending dan warmth. Di
sebagian besar negara barat isu tersebut cukup intensif dilakukan oleh
konselor sehingga persoalan etis yang menyangkut sexual contact
memberikan batasan pada hal-hal yang mengarah pada sexual intimacy.
Namun jika persoalan itu diangkat ke dalam budaya timur maka kondisi
tersebut cukup meresahkan dan menimbulkan konflik dengan konseli.
Standar moralitas budaya timur tidak cukup untuk merekomendasikan
hingga pada sexual contact. Persoalan ketiga adalah, apakah cukup
memadai seorang konselor melakukan konseling, artinya bagaimana figur
41
konselor yang sebenarnya mampu dikuasai oleh konselor. Konselor
profesional memilii cara pandang dan mekanisme konseling yang dapat
dipertanggung jawabkan secara etis dan akademik. Segala tindakan yang
dilakukan konselor dilandasi kaidah dan batasan etis yang akan
memberikan jarak-jarak persoalan etis dalam memfasilitasi pengambilan
keputusan yang akan dilakukan konseli.
Corey menjelaskan bahwa bagian terpenting dalam konseling
adalah menjadi konselor yang efektif. Konselor yang efektif dapat dicapai
dengan mempelajarai bagaimana memperhatikan perbedaan-perbedaan isu
dan mampu mempraktekkan konseling secara tepat dari sudut pandang
konseli36. Peranan konselor adalah membantu membuat keputusan sesuai
dengan sudut pandang konseli. Konselor yang memilii perspektif
multikultural akan secara efektif memahami kondisi budaya dan soaial
politik konseli. Pemahaman ini dimulai dengan membangun kesadaran
nilai-nilai budaya, bias dan sikap yang ditunjukkan konseli.
C. Pertentangan Nilai Antara Konselor Dengan Klien
Dalam proses konseling hal penting yang tidak dapat dipungkiri
adalah, antara konselor dengan konseli memiliki latar belakang perbedaan
keyakinan dan nilai. Mengacu pada deskripsi tersebut maka salah satu
kemampuan dasar konselor adalah tidak memberikan niali/cap tertentu
(non-judgmental) karena konseli memliki keyakinan dan nilai yang tidak
36Corey. Theory And Practice Of Group Counseling. 9th Edition 2006 hal 23
42
sama dengan konselor. David Gerald memberikan batasan tentang
pengaruh keyakinan dan nilai konselor kepada konseli adalah:
a. Mengubah individu adalah dengan memahami mereka secara baik.
Proses konseling merupkan mekanisme pengubahan perilaku yang
didasarkan pada sistem nilai dan keyakinan yang dimiliki konseli.
Konselor membantu konseli untuk menentukan pilihan-pilihan dan
membuat keputusan dengan dilandasi komitmen serta pehamahaman
sepenuhnya akan kemampuan (potensi) dirinya. Dengan memahami
konseli sesuai dengan kebutuhan mereka (konseli), konseli merasa
terfasilitasi, dihargai dan tumbuh kepercayaan diri.
b. Bersikap untuk non-judgmental.
Reaksi konselor muncul ketika terlibat sharing dengan konseli, reaksi
positif merupakan reaksi yang seharusnya dilakukan namun seringkali
reaksi negatif muncul ketika proses konseling berlangsung. Hal ini
dapat disebabkan karena konselor belum sepenuhnya menerima
konseli tanpa syarat atau bahwa bahkan perbedaan nilai diantara
meraka. Respon negatif adalah wajar tetapi yang lebih penting adalah
tidak menampakkan respon negatif tersebut sehingga konseli merasa
tidak diterima atau ditolak.
c. Membangun sisten nilai konselor
Konselor yang efektif adalah konselor yang yang mampu memahami
sudut pandang konseli dengan tidak mengorbankan sistem nilai yang
telah diyakini. Membangun sistem nilai konselor merupakan usaha
43
untuk lebih memahami konteks pola beroikir dan budaya konseli yang
menjadi panduan sistem nilai.
d. Kebutuhan untuk supervisi oleh teman sejawat.
Ketika memilii perbedaan sistem nilai dan keyakinan, konselor dapat
mendiskusikannya dengan teman sejawat atau konselor senior untuk
memberikan masukan terhadap langkah-langkah yang telah dilakukan
bersama konselinya.
Catatan penting yang dikaji oleh konselor adalah, pertentangan
nilai yang terjadi antara konselor dengan konseli memang tidak dapat
dihindari tetapi ketika menyangkut nilai-nilai fundamental yang bersifat
permanen maka konselor memiliki tanggung jawab untuk memasukkan
sistem nilai tersebut kepada konseli. Nilai dasar yang tidak ada tawar
menawar adalah masalah keimanan akan ke-Tuhanan, tatapi penanaman
nilai tetap memperhatikan prinsip-prinsip konseling. Dimensi spiritual
selalu terkait dengan agama. Tetapi ada satu pendapat yang mengajukan
analisis bahwa yang dimaksud dengan spiritual merupakan hubungan
pribadi dengan alam semesta, sedangkan agama mempunyai dogma-
dogma yang harus dianut oleh pengikutnya. Miller mendefinisikan
spiritual ke dalam tiga wilayah yaitu, area yang terkait dengan masalah
praktek (berdoa, sholat serta meditasi) area yang terkait dengan
kepercayaan yaitu moral, sistem nilai dan transendensi (perasaan menyatu
dengan alam), sedangkan area yang ketiga adalah berhubungan
44
pengalaman-pengalaman pada individu37. Konsep dasar tesebut sejak awal
harus disadari dan dipahami agar tidak terjebak dalam dimensi yang
sempit dan spesifik. Pendekatan spiritualitas merupakan model yang
berusaha memadukan nilai-nilai spiritualitas dalam proses konseling.
37Miller. Incoporating spirituality in counseling and psychotherapy, New Jersey. John
Wiley Sons, Inc 2003 hal 43
45
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Hasil penelitian menunjukkan etika komunikasi dalam konseling
dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Komunikasi dalam konseling merupakan suatu proses pemindahan
atau penyampaian informasi, pikiran dan sikap antara konselor dan
konseli, terjadi dalam konteks tertentu, mempunyai pengaruh tertentu
dan ada kesempatan untuk melakukan umpan balik sehingga dapat
meningkatkan pemahaman informasi diantara kedua belah pihak.
2. Unsur-unsur yang harus ada dalam komunikasi khususnya dalam
kegiatan konseling yaitu adanya komunikator atau konselor,
komunikan atau konseli, pesan yang disampaikan, media sebagai
penunjangdalam berkomunikasi dan umpan balik berupa respon.
3. Komunikasi yang efektif dalam konseling memiliki lima kriteria, yaitu
pemahaman yang cermat aats pesan yang disampaikan, terciptanya
hubungan yang menyenangkan, sikap komunikan melakukan tindakan
sesuai dengan apa yang diharapkan.
4. Keterampilan dalam konseling yang harus dikuasai oleh konselor
sebagai modal awal dalam komunikasi yaitu keterampilan
penghampiran (attending), empati, merangkum penyampaian konseli
yang panjang, bertanya, kejujuran, asertif, konfrontasi dan pemecahan
masalah.
46
B. Saran
Setelah melalui proses penelitian dan kajian cukup panjang tentang
etika komunikasi dalam konseling, ada beberapa saran yang ingin penulis
sampaikan:
1. Sebagai seorang pendidik atau konselor nantinya hendaknya dapat
melaksanakan proses konseling sesuai dengan aturan layanan
konseling dengan menerapkan kaidah-kaidah konseling.
2. Sebagai konselor dan pendidik hendaknya kita dapat memberikan
contoh yang baik terhadap konseli dalam bersikap, bertindak dan
menyampaikan permasalahannya dengan baik sesuai dengan etika
komunikasi yang baik.