101

Geschiephoria Magazine 4th

  • Upload
    uns-id

  • View
    1

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Membaca Solo sebagai sebuah kota budaya tidak lepas dari unsur bekas wilayah Vorstenlanden yang menjiwainya.

Penyebutan Solo awalnya merupakan penamaan wilayah desa yang dipilih oleh Paku Buwono II untuk membangun istana

baru di tempat yang baru. Ia menghendaki, istana yang baru itu berada di sebelah timur istana lama, dekat dengan sungai

Bengawan Sala. Singkat cerita, para abdi dalem Paku Buwono II mendapatkan tiga tempat yang dianggap cocok untuk

dibangun istana, yaitu Desa Kadipala, Desa Sala, dan Desa Sana Sewu. Karena lokasinya yang strategis ditunjang dengan

unsur-unsur mistis, maka desa Sala dipilih sebagai lokasi pembangunan istana yang baru. Berawal dari desa kecil inilah

perkembangan Kasunanan Surakarta sebagai kerajaan baru dimulai hingga saat ini. Seiring dengan masa kemerdekaan maka

nama Surakarta secara resmi administratif disematkan untuk kota ini.

Memasuki abad ke XX dan XXI Solo secara infrastruktur ikut mengalami pergeseran. Modernisasi menjadi sebuah

keniscayaan yang tidak dapat dihindari oleh sebuah kota, termasuk solo sebagai pecahan Vorstenlanden dengan aura

kemegahan istana yang melingkupinya. Menyongsong 271 tahun kota Surakarta, sangat menarik untuk menyimak bagaimana

sisi historis simbol-simbol budaya di tengah gegap gempita pembangunan ikon-ikon modern di kota ini. Lihatlah bagaimana

gapura tidak hanya sebagai batas penanda wilayah semata, namun juga sebagai alat unjuk kekuasaan oleh Paku Buwono X

serta alat perekat hubungan dengan pihak kolonial juga gendhing Kalunta Prawira Kusuma yang seolah-olah menggambarkan

kondisi terlunta-luntanya Paku Buwono II pasca geger Pacinan. Betapa mempesonanya kota Mangkunegaran sebagai sebuah

entitas kecil namun punya pengaruh modernisasi yang cukup besar dengan tempat-tempat hiburan yang dibangun di

sekitarnya. Serta unsur mistis yang sangat kuat dan abadi di Pesanggrahan Langenharjo hingga saat ini. Tak lupa juga

menyinggung alat transportasi trem yang unik dan menariknya pacuan kuda yang dilakukan dahulu di Manahan. Idiom Solo

kota plesiran dan lezatnya kuliner yang memiliki unsur akulturasi dengan budaya asing tentunya sungguh menarik untuk

dibaca. Demikian pula sederet artikel lain yang salah satunya memperkenalkan dua tokoh etnis Tionghoa yang berjasa untuk

Solo, tentunya menarik untuk disimak. Terbitan kali ini tidak hanya untuk melihat Solo sebagai situs sejarah untuk dipelajari

secara ilmiah, lebih dari itu untuk “membujuk” masyarakat awam mengenal tentang Solo dan tertarik berkunjung ke kota ini

menelusuri jejak sejarah dan keindahannya.

Selamat membaca.

Editorial

4 |Geschiephoria Magazine #4 Edisi Februari - Juni 2016

SURAKARTA DI MATA AUSTRALIA

Topik Utama

oleh Iskandar P Nugraha

sebuah koloni Inggris dan tetangga Hindia Belanda di sebelah tenggara pulau Jawa. Seperti halnya pandangan Eropa, berita paling menarik perhatian mereka adalah mengenai kehidupan dan tradisi unik di Jawa yang amat berbeda dengan peradaban dunia Barat. Sampai akhir abad ke-19, di keraton Surakarta masih berlangsung suatu tradisi adu harimau untuk menghibur tamu sebagai pertunjukkan istimewa yang melibatkan volunter dan dilangsungkan di arena alun-alun atau medan sekitar keraton. Dikenal d e n g a n n a m a ' r a m p o k k e n ' , pertunjukkan adu harimau Jawa d e n g a n b a n t e n g d a n j u g a penyerangan harimau oleh penonton dan disaksikan oleh tamu kraton,

Ketika meneliti kisah perjalanan turis Australia lewat media-media utama yang terbit pada awal abad ke-20 hingga permulaan kemerdekaan, ada temuan menarik yang kiranya dapat mengayakan pengetahuan akan sejarah kota-kota di Jawa masa kolonial termasuk kota Surakarta. Selain kaya akan kisah perjalanan di Jawa dalam konteks turisme kolonial, banyak detail subyek-subyek lainnya yang masih dan bisa digali. Artikel ini ingin memperlihatkan bagaimana Hindia dipahami oleh negara tetangga di Selatan itu pada era kolonial dan awal republik. Sejak akhir tahun 1900, kota Surakarta sudah disinggung dalam pemberitaan di media Australia, 6 |Geschiephoria Magazine #4 Edisi Februari - Juni 2016

Dari pertunjukan adu Harimau hingga Kunjungan Soekarno di Kraton

turisme kolonial diperkenalkan awal abad 20, berita mengenai Hindia termasuk mengenai kota Surakarta berkisar pada pengalaman dari pengelana dan turis Australia dikota-kota di Jawa. Berita lain mengenai hubungan dagang impor ekspor, bir atau daging dan laporan mengenai potens i dan rencana Aust ra l ia menjadikan Hindia sebagai destinasi turis orang Eropa. Sejak permulaan abad ke-20, Jawa mulai banyak dikunjungi orang Australia dari berbagai tempat, diantaranya Darwin, Perth, Brisbane dan Sydney. Mereka melakukan perjalanan ke kota-kota di Hindia yang menarik dan bergaya Eropa termasuk kunjungan ke Yogyakarta serta Surakarta. Pernah suatu ketika muncul berita besar tentang terbunuhnya istri konsul Spanyol Australia yang sedang berlibur di Hindia. Ia ditemukan tewas di sebuah hotel turis di Garut Jawa Barat. Berita ini menyita perhatian khalayak Australia dan memberi gambaran cara kerja aparat kolonial seperti polisi, detektif yang jarang kita ketahui dari media lokal di Hindia. Sejak awal abad ke-20 hingga tahun 1937, pemberitaan mengenai kota Surakarta disinggung beberapa k a l i , m i s a l n y a m e n g e n a i s e g i kehidupan aristokrat, upacara-upacara aneh yang 'pagan' dan seterusnya. Sebuah artikel mengenai pernik upacara kenaikan tahta di Kasunanan Surakarta menyita perhatian publik Australia. Tertulis dalam artikel bahwa di Nusa Kambangan di selatan Jawa terdapat semacam bunga sakral yang

merupakan ekspresi kebanggaan dan kesenangan dalam menjamu tamu kolonial. Dalam beberapa literatur sepert i karya Peter Boomgard, Frontiers of Fear: Tigers and People in the Malay World, 1600-1950 (2008) mengenai pertunjukkan ini, sering dikaitkan dengan efek magis dan kosmis tentang hidup dan mati pada masyarakat Jawa. Di dunia Barat pertunjukkan seperti ini hal yang dianggap paling menarik mengenai Jawa dan tradisi di keraton Jawa. Pertunjukkan ini disamakan dengan pertunjukkan di tempat lain seperti India dan Vietnam atau adu banteng matador Spanyol yang memiliki sejarah panjang sejak tahun 1700-an. Literatur mengenai 'rampokken' di kraton Yogyakarta dan Surakarta dalam konteks historiografi sudah ditulis akhir-akhir ini. Namun pandangan Australia menjadi sesuatu hal yang b a r u . B e b e r a p a p e n e l u s u r a n memperlihatkan bahwa seorang seniman kenamaan Australia Percy F Spence, pernah membuat ilustrasi pertunjukkan di Surakarta dan gambarnya diterbitkan dalam koran Sydney Morning Herald dan Daily Telegraph. Tahun 1904, Bahan ini mungkin saksi terakhir pertunjukkan yang mulai meredup dan ditinggalkan sejak akhir abad ke-19. Populasi harimau Jawa yang makin langka menjadi penyebab kandang harimau di keraton Yogyakarta dan Surakarta kosong. Sesudah tradisi ini menghilang, fokus pemberitaan Australia beralih pada kesenian, adat dan tata cara di dalam kraton. Lebih jauh lagi, sesudah praktek turisme modern dalam konteks

7 |Geschiephoria Magazine #4 Edisi Februari - Juni 2016

k r a t o n S u r a k a r t a y a n g a k a n menghukum mati seorang perempuan bila kedapatan memperl ihatkan kakinya. Ketika Gubernur Jenderal Lord Gowrie bersama istrinya Lady Gowrie berkunjung ke Hindia atas undangan Gubernur Jenderal AWL Tjarda van Starkenborgh Stachouwer tahun 1938, pemahaman Austral ia terhadap Surakarta memasuki tahap baru.

hanya boleh digunakan bagi acara pentasbisan raja Surakarta. Selain tidak boleh ditanam, dipetik atau disimpan masyarakatnya, hukuman berat juga diterapkan bagi yang melanggar. Bunga langka itu adalah kelengkapan aksesoris yang dikenakan dengan upacara proses unik dimata publik Australia. Pada tahun 1934 koran Rockhampton d i Queens lands , memuat artikel mengenai adat di

8 |Geschiephoria Magazine #4 Edisi Februari - Juni 2016

menga jukan permintaan suatu undangan resmi pemerintah kolonial dengan tujuan mempererat kerjasama politik dan pertahanan kedua negeri. Permintaan itu direspon berat hati dan dianggap sensitif karena menyangkut soal strategi politik dan pertahanan. Keinginan Perdana Menteri Australia Lyons mendapatkan undangan resmi lewat saluran diplomatik intinya tidak disukai Pemerintah Kolonial.

S e b u a h a c a r a p e n t i n g y a i t u kedatangan untuk pertama kalinya seorang petinggi Australia ke keraton Susuhunan Surakarta. Pilihannya pun tidak ke negeri Eropa atau Asia lainnya, tapi jatuh pada Hindia. Lord Gowrie menandai sejarah awal mula hubungan Australia dan Indonesia yang turun naik hingga saat ini. Namun, proses protokoler untuk kedatangannya tidaklah semulus yang dibayangkan. Mulanya Australia

Laporan Sydney Morning Herald 14 April 1938 menyatakan, telah menempuh 30 mill perjalanan dari Surakarta ke Yogyakarta. Sultan mengendarai kereta kencana yang ditarik enam ekor kuda dengan Gubernur Yogyakarta Mr Bijleveld dan Gubernur Jenderal Australia. Lady Gowrie naik kereta yang berbeda dan didampingi Pangeran Hadipati Hario Praboe Soerjodilogo. Di belakang tampak antrian panjang mobil yang berjalan pelan melewati kota dengan diiringi 1000 tentara dan pasukan penjaga yang berseragam mirip serdadu Eropa abad ke 18. Sebagian pasukan berseragam mirip tentara infrantri Marlborough Inggris. Sejumlah laki-laki berseragam merah dan panjang dilengkapi dengan perisai dan ikut menuju istana. Gong kraton dipukul dengan irama monoton. Sultan menerima para tamu di gerbang istana sesudah melewati prosesi panjang di arkade berkapet merah dengan taburan bunga mawar. Sultan dan anak perempuannya duduk bersebelahan dengan Gubernur Jendral Gowrie, istrinya, dan Ny Bijveld. Tamu-tamu berpangkat lebih rendah duduk di tempat lebih rendah melingkari pilar-pilar kraton yang didekorasi. S e l u s i n p e m b a n t u b e r k a k i telanjang berjalan perlahan di atas lantai marmer. Mereka membawa minuman anggur dan hadirin pun kemudian dipersilahkan bersulang bagi kesehatan Raja George, Ratu Wilhemina dan Gubernur Jenderal Hindia Belanda. Sultan Yogyakarta meneguk anggurnya dan bersulang diiringi lagu kebangsaan Belanda dan

Perdana Menteri Australia di depan parlemen tanggal 27 April 1938 menyatakan sebaiknya kunjungan tidak bermotif politik dan militer. Van Limburg Stirum melaporkan kepada Menteri Luar Negeri 11 Mei 1938, bahwa meski tidak jadi membicarakan hal itu, usaha pembinaan kerjasama kedua pihak secara diam-diam dilakukan. Lord Gowrie dan Menteri Belanda membicarakan di London 11 Mei 1938 rencana-rencana untuk mempersenjatai kembali Australia. Berangkat dari Australia tanggal 2 April 1938, mereka masuk Hindia mereka lewat Bali dengan didampingi oleh Lt. Col. F. Milius KNIL dan Dr. K.F.J. Verboeket dar i kantor kabinet Gubernur Jenderal Hindia Belanda. Koran Sydney Morning Herald 5 April 1938 melaporkan bahwa Lord Gowrie dan istrinya kemudian berkereta api dari Surabaya menuju Surakarta menjadi tamu khusus Sultan Surakarta. Wartawan Australia melaporkan bahwa sesampainya di Surakarta sudah ada 1000 orang prajurit kraton berdiri berjejer rapi mulai dari taman hingga ke singgasana Raja. Gubernur Jenderal Australia duduk bersebelahan dengan Sultan dan menerima hadiah serta menyaksikan tari-tarian. Terdapat 200 pejabat dan birokrat administratur kolonial yang hadir dalam acara. Pangeran dan putri kraton Surakarta juga tampak, dan membuat suasana agung dan meriah. Sesudah menginap semalam di Surakarta esoknya mereka meneruskan perjalanan ke Kraton Yogyakarta menjadi tamu Sultan Yogyakarta.

10 |Geschiephoria Magazine #4 Edisi Februari - Juni 2016

A Javanesse Pastime The Tiger Fight of Surakarta oleh Percy F S Spence

menunjukkan kekhasan Australia s e p e r t i d e re t a n g a d i s s u r f i e , pertunjukan tari can can, pertunjukan balet dan juga pemberian hadiah cinderamata khas Australia berupa batu opal, mutiara, mentega dan udang. Perjalanan tamu penting Australia di dua kraton tersebut bermakna dalam. Ini adalah tur abad ke-20 yang t e r b a i k k a t a m e re k a . M e re k a melaporkan pada publik bahwa 100 tahun sesudah Belanda datang mengambil alih kekuasaan mereka, raja-raja Jawa kini mengambil alih daya magis penakluk kulit putih si pencuri k e k u a t a n m e r e k a i t u d e n g a n mengenakan pakaian Eropa terutama sehabis kekuasaan mereka dicuri. Dilaporkan juga bahwa pengaruh Barat tampak kental di kedua keraton Jawa tersebut. Banyak patung-patung marmer dan lampu-lampu kristal buatan Eropa. Keberadannya menurut mereka amat kontras dengan elemen kekunoan kedua kraton Jawa tersebut. Sehari sesudah kunjungan ke kraton Susuhunan Surakarta dan Yogyakarta, pada hari Selasa pagi mobil meluncur ke jalan raya di Jawa. Jalan-jalan di Jawa dipuji-puji karena mutunya yang sehalus meja biliar. Sambil melihat keindahan sawah-sawah berteras yang menanjak ke arah perbukitan, di setiap kampung yang dilewati, kepala desa mengenakan pita di dada tampak berdiri penuh hormat dengan posisi berjajar di sepanjang j a l a n y a n g d i l a l u i . D i s e t i a p persimpangan jalan, polisi Hindia bers lempang senapan d i bahu b e r t u g a s m e n e r t i b k a n d a n mengosongkan jalan dari kepadatan

Inggris. Para tamu duduk kurang lebih selama dua jam menikmati hiburan. Selama jamuan resmi, tamu disuguhi aneka ragam makanan Eropa, minuman dan cigar, sama seperti p e n e r i m a a n h a n g a t d i k r a t o n Surakarta. Sultan dan Gubernur Jenderal dilayani secara khusus oleh seorang pangeran berpangkat tinggi dengan kostum sarung batik dan jas hitam berpinggiran emas. Sang pangeran t idak d iperbo lehkan menatap langsung kepada para tamu dan harus tetap menunjukkan sifat penuh hormat. Empat penari kemudian beriringan masuk ke suatu ruangan terbuka dan tarian tradisional dengan teknik bak seorang atlet olahraga. Mereka menari selama satu jam. Mereka adalah anak dan keponakan Sultan. Diiringi gamelan dan lagu Jawa d e n g a n g e r a k a n e k s o t i s i t u dipersembahkan kepada set iap hadirin. Gamelan dan gendang Jawa mengiringi tarian serimpi,sebuah tarian anggun berdasarkan cerita legenda Hindu. Para penari tidak berani menatap hadirin. Sesudah itu barulah ditampilkan pertunjukkan wayang wong oleh dua anak muda. Ceritanya t e n t a n g p e r t a r u n g a n s e o r a n g pahlawan Hindu dengan seekor monyet yang dibawakan oleh anak dan keponakan Sultan Yogyakarta. Selama pertunjukkan, para pembantu terus-menerus mengantarkan makanan dan menawarkan cigar kepada para tamu. Koran The Newcastle Sun 6 April 1938 menulis bahwa seharusnya A u s t r a l i a m e n g h a r g a i keramahtamahan Raja Jawa dengan

12 | Geschiephoria Magazine #4 Edisi Februari - Juni 2016

untuk digunakan sebagai perkebunan. Dengan jumlah peker ja antara 100—300 ribu orang ini merupakan perkebunan terbesar kedua di dunia. Mereka menuju Batavia ditemani 6 pesawat pembom dikawal oleh pasukan kavaleri menuju Koningsplein Palace (sekarang Istana Negara) memenuhi undangan Gubernur Jendral dan istri untuk resepsi resmi kenegaraan. Gubernur Jenderal Australia menyatakan bahwa kemajuan lalu lintas udara telah mengurangi jarak antara Hindia dan Australia. “Kita negara yang makin dekat, dan hubungan harus di jal in dengan semangat bertetangga yang baik” kata Gubernur Jenderal Gowrie dalam jamuan itu. Atas undangan tersebut, mereka menyatakan kekagumannya pada pesona dan keindahan Hindia serta kerapihan sistem administrasi Hindia. Ia menekankan Australia dan Hindia memiliki kesamaan dalam ikatan sejarah dan ekonomi. Selama dua abad Australia pernah disebut sebagai New Holland karena kehadiran Belanda. Sir S tamford Ra ff les yang pernah memerintah Hindia memberikan pengaruh penting di Hindia. Layanan udara yang diperluas sampai Australia juga disambut hangat. The Advertiser, 9 April 1938 melaporkan bahwa di Hindia mereka juga sempat bertemu d e n g a n K e t u a Vo l k s r a a d v a n Helsdingen, ketua Raad van Indie JHB Kuneman, F Visman, HJ Spit, Prof Hoesein Djajadiningrat, H. Ferwerda dan M. Boerstra. Pada 9 April mereka terbang ke Singapura dan singgah di Belanda sebelum tiba di Inggris. The Canberra Times tanggal 4 Maret 1938,

lalu lintas. Sesampainya di candi M e n d u t d a n B o r o b o d u r merekamenyaksikan reruntuhan peninggalan masa lalu Jawa. Mobil kemudian menuju Kopeng, daerah pegunungan berhawa sejuk dan bergaya Swiss. Di sepanjang jalan tampak taman indah dengan bunga mawar liar. Di Kopeng mereka melihat orang sedang mandi di kolam renang berair jernih dan berwarna kebiru-biruan. Perjalanan selanjutnya ke aerodrome di kota Semarang. Di sini, sebuah pesawat Fokker milik KNILM s u d a h m e n u n g g u u n t u k menerbangkan mereka ke Bandung. Ketika mendarat mereka mendengar sambutan 6 tembakan penghormatan. Sebelumnya, pesawat berputar-putar terlebih dahulu di jarak 8000 kaki dari permukaan laut, terbang di atas k a m p u n g , k u b u r a n C i n a d a n pegunungan. Tanah Hindia tampak berwarna dan begitu indah dari atas. Selain sungai-sungai yang berwarna kuning dan berlumpur, angkasa dan lautan Jawa juga tampak membiru. Kunjungan ke pusat militer Hindia Belanda di Bandung didahului dengan penerimaan Mr Tydeman, Residen Priangan. Esok harinya dilakukan pertemuan di aerodorm Andir sambil menyaksikan atraksi ormasi akrobatik udara. Setelah setengah jam berada di Hotel Bandung yang modern, mereka mengunjungi Gunung Tangkuban Perahu. Pada 15 April 1938 perjalanan berlanjut ke Subang, memasuki areal perkebunan teh, karet, chincona dan kopi yang dimiliki atas kerjasama Belanda-Inggris. Tempat itu diberikan oleh Sir Stamford Raffles, Gubernur Jenderal Inggris di Jawa (1811-1818)

13 |Geschiephoria Magazine #4 Edisi Februari - Juni 2016

Iskandar P Nugraha

Penulis, peneliti dan konsultan sejarah dan budaya yang bermukim di Australia. Bekerja sebagai akademisi pada Dept of Indonesian Studies Univ of New South Wales dan University of Sydney Australia sebelum memfokuskan bidangmultimedia dan riset sejarah/humaniora di Australia dan Indonesia.Selain bukunya Essential Indonesian Phrasebook (2002) danTeosofi, nasionalisme & Elite Modern Indonesia (2011), publikasi lain terdapat pada: A Ahsan, M Fauzi (ed) Kembara Bahari, esei kehormatan 80 tahun Adrian B. Lapian (2009); I Gede Mudana, Jelajah Kajian Budaya: Exploring Cultural Studies (2011) danNgurah Suryawan Tanah Papua di Garis Batas(2011). Sebagian lagiterbitdalamJournal of Cultural Studies, Jurnal Ilmu kepolisian, Merdeka, Gatra, Kompas, Tempo, Inside Indonesia dan Sydney University World.

Tulisan di majalah ini adalah temuan awal mengenai sejarah-sejarah sosial/budaya antara Indonesia dan Australia dalam konteks kolonial Jawa dan Hindia Belanda yang menjadi minat riset kesejarahan terbarunya.

menganggap kunjungan itu akan berpengaruh pada cara berfikir Australia khusunya terhadap Hindia Belanda. Pasca kemerdekaan, terdapat sebuah berita seorang wartawan Australia Graham Jenkins sempat diundang mendampingi kunjungan Presiden Soekarno ke Kasunanan Surakarta pada tahun 1946 dan dilaporkan dalam media Australia. Yang menarik adalah kunjungan itu mengingatkan kita mengenai tatacara menjamu tamu pada kunjungan terdahulu di Keratn Kasunanan Surakarta. Soekarno sebagai Presiden Republik Indonesia dijamu dengan model resepsi yang sama seperti Gubernur Jenderal. Ia disuguhi pertunjukan tari serimpi dan tatacara perjamuan yang sama seperti tahun 1930-an. Raja Surakarta menyuguhkan anggur yang diimpor khusus dari Australia. Kemashuran masa silam Surakarta ketika didatangi tamu-tamu penting a tau tokoh kenegaraan mas ih merupakan subyek dan atraksi menarik di mata orang Australia sesudahnya. Turis Australia ke Surakarta akan mengunjungi kembali pesona budaya, tradisi dan peninggalan sejarah Surakarta seperti di Kasunanan maupun Pura Mangkunegaran, sama seperti seabad sebelumnya. Detail-detail menarik mengenai bagaimana Australia melihat Surakarta kiranya memberikan suatu pemahaman akan internasionalisme kota Surakarta yang dapat dimasukkan dalam perjalanan sejarah kota ini dari masa ke masa.

14 | Geschiephoria Magazine #4 Edisi Februari - Juni 2016

menjadi 2, yaitu Kota Surakarta ( R i j k S o e r a k a r t a ) d a n K o t a M a n g k u n e g a r a n ( R i j k Mangkoenegaran).

Kota Mangkunegaran dibagi m e n j a d i 9 k e l u r a h a n , y a i t u Keprabon, Timuran, Punggawan, Ketelan, Kestalan, Setabelan, Gil ingan, Mangkubumen, dan M a n a h a n . N a m a K e l u r a h a n Keprabon diambi l dar i nama K a n j e n g P a n g e r a n H a r y a Prabuwijaya, putra Mangkunegara I yang menjadi menantu Susuhunan Pakubuwana III. Beliau bertempat t i n g g a l d i d e p a n P u r a Mangkunegara sebelah timur.

Setelah Perjanjian Salatiga, wilayah Kasunanan Surakarta dibagi menjadi dua bagian. Wilayah Ka ranganya r, Wonog i r i , dan Ngawen (Gunung Kidul) menjadi wilayah kekuasaan Raden Mas Said, anak Pangeran Riya yang bergelar Pangeran Mangkunegara, anak Sunan Amangkurat IV. Raden Mas Said kemudian bergelar Kanjeng Gust i Pangeran Arya Adipat i (KGPAA) Mangkunegara I (1757 – 1796) dan wilayah kekuasaannya disebut Kadipaten Mangkunegaran. Mangkunegara I mendirikan istana di utara keraton Kasunanan yang bernama Pura Mangkunegaran.

MANGKUNEGARANKOTA�ELIT�MODERN�DI�BHUMI�RAJA

15 | Geschiephoria Magazine #4 Edisi Februari - Juni 2016

Ega Azaria

Kelurahan Kestalan, yang namanya diambil dari Bahasa Belanda “Staal” yang berart i kandang kuda. Awalnya, wilayah ini digunakan sebagai kandang kuda atau gedhogan, selain itu juga sebagai tempat merawat kuda yang sakit dan tempat mengubur kuda yang mati. Di sisi timur merupakan wilayah Kelurahan Setabelan, yang namanya diambil dari kata setabel atau prajurit meriam. Awalnya wilayah ini merupakan tempat tinggal para prajurit meriam.

Di antara Kelurahan Kestalan dan Setabelan terdapat alun-alun yang luas bernama alun-alun Balapan, karena sering digunakan untuk pacuan kuda. Selain itu alun-alun ini juga digunakan untuk latihan baris berbaris serta berkuda prajurit Legiun Mangkunegaran. Di selatan

Kelurahan Timuran diambil dari nama Kanjeng Pangeran Harya Mangkudiningrat atau Pangeran Timur. Beliau bertempat tinggal di depan Mangkunegaran sebelah barat. Dalam perkembangannya, rumah beliau menjadi sekolah putri Van Deventer (sekarang SMP 3 dan SMP 10). Timuran dan Keprabon dipisahkan oleh Poeraweg (sekarang Jalan Diponegoro) dan kawasan disekitarnya disebut Ngarsapura, yang berarti “Depan Pura”.

Kelurahan Punggawan pada a w a l n y a m e r u p a k a n t e m p a t peristirahatan para abdi dalem atau punggawa Mangkunegaran yang rumahnya jauh, yang datang pada s a a t P u r a M a n g k u n e g a r a n mengadakan acara. Di sebelah timur Kelurahan Punggawan terdapat Kelurahan Ketelan yang berada di sisi selatan Kali Pepe. Di sisi utara Kali Pepe merupakan wilayah

Foto udara Pura Mangkunegaran

16|Geschiephoria Magazine #4 Edisi Februari - Juni 2016

Beliau mendirikan perkebunan dan pabrik gula di Colomadu dan Tasikmadu. Dengan kekayaannya, Mangkunegara IV mengawal i m o d e r n i s a s i d i w i l a y a h Mangkunegaran. Tahun 1873, stasiun kerata api berdiri di Kota Mangkunegaran, yang berada di bawah naungan Nederlandsch Indische Spoorweg Maatschapij atau NIS. Stasiun ini berdiri di utara a lun-a lun Ba lapan, seh ingga bernama Stasiun Balapan, yang menghubungkan Solo dengan Semarang. Tahun 1875, jalur kereta diperluas ke barat dan didirikan Stasiun Purwosari. Wilayah Kota Surakarta tidak mau ketinggalan d e n g a n k e m a j u a n K o t a Mangkunegaran, dengan kerja sama dengan Staats Sporwegen atau SS, yang menghubungkan Yogyakarta

a w a l n y a m e r u p a k a n t e m p a t penggilingan padi. Di batas barat Kota Mangkunegaran terdapat dua kelurahan yaitu Kelurahan Manahan danKelurahan Mangkubumen. Kelurahan Manahan pada awalnya merupakan tempat latihan dan kegiatan memanah. Kelurahan Mangkubumen diambil dari nama seorang pangeran yang bertempat tinggal di daerah ini, yang bernama Kanjeng Gusti Pangeran Harya Mangkubumi.

Pelopor Kota dan Pemukiman Modern

P e r k e m b a n g a n K o t a Mangkunegaran menjadi sebuah kota besar mulai terlihat sejak pemerintahan Mangkunegara IV. Pada masa ini Mangkunegaran mencapai puncak kejayaannya.

Stasiun Balapan Surakarta

yang bagus dan “Park” yang berarti taman.

Yang disebut kawasan Villa Park, terletak di timur Stasiun Balapan dan di utara Pasar Legi. Di sebelah utara, Villa Park berbatasan langsung dengan Kartisonoweg (sekarang Jalan Wolter Monginsidi), dan Kestalanweg (sekarang Jalan Letjend S. Parman) di sebelah barat. Sementara di sebelah selatan Villa Park adalah kawasan Pasar Legi dan Tambak Segaran. Juga terdapat Margojoedanweg (sekarang Jalan Abdul Muis) di sebelah timur.

dengan Madiun, didirikan Stasiun Jebres. Dengan dibangunnya rel kereta api ke Kota Mangkunegaran, perekonomian semakin maju dan mengawal i modern isas i Kota Mangkunegaran.

P e m b a n g u n a n d a n modernisasi Kota Mangkunegaran t e r l i h a t j e l a s p a d a m a s a pemerintahan Mangkunegara VI dan Mangkunegara VII. Mangkunegara VI juga mengubah alun-alun Balapan menjadi kompleks perumahan elite, yang terdiri dari loji-loji berarsitektur Eropa, yang disewakan kepada orang-orang Belanda. Kawasan ini dinamakan Villa Park, yang diambil dari kata “Villa” yang berarti rumah

Stasiun Poerwosari Surakarta sekitar 1921-1940 Sumber : Tropen Museum

18 |Geschiephoria Magazine #4 Edisi Februari - Juni 2016

taman dan ruang pub l i k dengan pepohonan yang rindang. Di keempat sudut Villa Park terdapat taman berbentuk segitiga. Saat ini yang masih bertahan sebagai taman adalah taman di sudut tenggara, sedangkan di sudut barat laut menjadi Pasar Elpabes Balapan, di sudut timur laut menjadi Monumen Mayor Achmadi, dan di sudut barat daya menjadi Terminal angkot Pasar Legi.

Di kawasan Villaparkweg Nord, terdapat 32 villa, 2 villa dimiliki oleh NIS. Selain itu di sisi utara terdapat Kantor Sindoepradja. Di kawasan Villaparkweg West, terdapat 17 villa,

yaitu Villaparkweg Nord (sekarang Ja lan Abdu l Rahman Sa leh ) , Villaparkweg West (sekarang Jalan S a b a n g ) , V i l l a p a r k w e g Z u i d (sekarang Jalan Enggano), dan Villaparkweg Oost (sekarang Jalan D.I. Pandjaitan). Kawasan Villa Park terdapat jalan yang membelah dan membujur dar i barat laut ke tenggara bernama Van Wijklaan; jalan yang membujur dari barat daya ke timur laut bernama Van de Marellaan laan berarti jalan yang di sisi kanan dan kirinya ditanami pohon. Jalan-jalan di Villa Park dilengkapi dengan trotoar atau tempat pejalan kaki. Di bagian tengah kompleks Villa Park terdapat

Pabrik Gula Colomadu sekitar tahun 1867

Schake l s choo l . Saa t i n i , mayoritas kawasan timur Villa Park sudah menjadi sekolah. Kawasan timur Villa Park dikelola oleh pihak Zending atau gereja Kristen.Saat ini gereja tersebut bernama Gereja Kristen Jawa (GKJ) Margoyudan. Kawasan Villa Park merupakan salah satu contoh kawasan hunian modern di Kota Mangkunegaran.

2 buah lapangan olahraga, dan 1 sekolah. Di kawasan Villaparkweg Zuid, terdapat 20 villa, 2 buah sekolah yaitu Neutraalschool dan Frohelschool, dan lapangan bermain (Speelplaats). Selain itu di sisi selatan terdapat Kaloerahan Setabelan. Di kawasan Villaparkweg Oost terdapat 23 villa, 2 buah lapangan tenis, dan 1 sekolah yaitu Zending

Suasana Villapark sekitar tahun 1920-1930

Villapark 1932

Hutan Part inah. Rakyat biasa menyebut kompleks taman ini dengan nama Taman Balekambang. Di sisi barat Taman Balekambang terdapat kolam pemandian atau Zwembasin yang berasal dari sisa Umbul Manahan, yang diberi nama Tirtayasa. Taman ini selesai dibangun p a d a t a h u n 1 9 2 1 . Ta m a n Balekambang dibuat dengan desain perpaduan taman Eropa dan Jawa. Selain sebagai tempat rekreasi, taman ini juga berfungsi sebagai hutan paru-paru kota. Di taman ini sering diadakan pertunjukan hiburan wayang orang atau ketoprak.

Sekitar 1,5 km barat Pura Mangkunegaran terdapat sumber mata air yang dinamakan Umbul M a n a h a n . Te m p a t i n i r a m a i dikunjungi masyarakat untuk mandi, bermeditasi, atau hanya rekreasi. Pada masa Mangkunegara I I I dibangun Pesanggrahan atau rumah p e r i s t i r a h a t a n . P a d a m a s a Mangkunegara IV, Umbul Manahan t idak digunakan lagi , karena tempatnya sudah rusak dimakan usia. Pada masa Mangkunegara VII, beliau membangun sebuah taman di lokasi ini bagi kedua putrinya, yaitu Gusti Raden Ayu Partini dan Gusti Raden Ayu Partinah. Taman tersebut diberi nama Partini Tuin atau Taman

21| Geschiephoria Magazine #4 Edisi Februari - Juni 2016

Villapark 1920-1930

M a n g k u n e g a r a V I I j u g a membangun sebuah arena olahraga. B e l i a u m e n g u b a h l a p a n g a n Manahan menjadi sebuah arena pacuan kuda atau Raceterrain. Tempat ini dilengkapi jalur pacuan kuda atau Balapanweg melingkar, serta dilengkapi tribun penonton. Di sisi timur terdapat jalan yang kanan

T a m a n B a l e k a m b a n g d i h u b u n g k a n d e n g a n P u r a M a n g k u n e g a r a n m e l a l u i Tirtojosoweg (sekarang Jalan R.M. Said). Dari kolam pemandian atau Zwembasin Tirtayasa dibangun sebuah kanal kecil menuju Pura Mangkunegaran yang berfungsi sebagai pemasok air. Kanal kecil ini terteletak di tepi Tirtojosoweg. Selain membangun taman kota,

22 |Geschiephoria Magazine #4 Edisi Februari - Juni 2016

Ngarsopuro 1936

untuk memperingati 24 tahun a t a u 3 w i n d u b e r k u a s a n y a M a n g k u n e g a r a V I I . S e l a i n membangun pasar, Mangkunegara VII juga merenovasi Pasar Legi menjadi pasar modern pada tahun 1936.

Di Desa Tumenggungan, era pemerintahan Mangkunegara VII d i b a n g u n s e b u a h g e d u n g p e r t e m u a n m i l i k k e l u a r g a Mangkunegaran yang bernama “Soos Mangkunegaran”. kata “Soos” merupakan singkatan dari Societeit yang berarti gedung pertemuan. Di tempat ini, keluarga Mangkunegaran mengadakan pesta p e r t e m u a n . G e d u n g S o o s Mangkunegaran dirancang oleh Atmodirono, seorang arsitek Jawa asal Semarang pada tahun 1920. Di

Pusat Hiburan Modern masa Kolonial

T e p a t d i d e p a n P u r a Mangkunegaran terdapat pasar yang bernama Pasar Pon. Letaknya b e r a d a d i p e r t e m u a n a n t a r a Poeraweg, Poerwasariweg, dan Singasarenweg (sekarang Jalan Gatot Subroto), sehingga disebut perempatan Pasar Pon. Pasar ini menjual barang yang terbuat dari emas. Tahun 1923, Pasar Pon sebelah timur dibangun gedung wayang orang, yang kemudian menjadi gedung bioskop. Pada 18 Agustus 1933, Pasar Pon sebelah barat dibangun gedung wayang o r a n g “ S a n a H a r s a n a ” d a n diresmikan oleh Mangkunegara VII. Di sisi timur Poeraweg pada tahun 1939 dibangun Pasar Triwindu,

Bioskop Pasar Pon 1936

sebutan Kota Modern layak d i s e m a t k a n u n t u k P r a j a Mangkunegaran.

dibangun Soos Mi l i ter, yang merupakan gedung militer khusus untuk kelompok militer. Kedua gedung tersebut te r le tak d i p e r s i m p a n g a n Toemenggoengannaard (sekarang J a l a n G a j a h M a d a ) d a n Mangkoeboemenweg (sekarang Jalan Yosodipuro) dan disebut perempatan Ngesus, karena dekat gedung Soos Mangkunegaran.

Keberadaan beberapa fasilitas yang bernuansa barat menandakan Mangkunegaran terbuka dengan dunia luar. Modernisasi telah terjadi d i k o t a S u r a k a r t a l e w a t Mangkunegaran. Maka dari itu,

Soos Mangkunegaran

Pergulatan Sosial Dalam Sejarah IndonesiaPriyayiOleh Vicky Verry

kerajaan), dan kawula dalem (wong c i l i k ) . Te r b e n t u k n y a p r i y a y i Mangkunegaran berbarengan dengan beridiri Kadipaten Mangkunegaran. Priyayai di Mangkunegaran tidak bisa dipisahkan dari priyayi Kasunanan. Sedangkan susunan priyayi yang berada di Mangkunegaran terdiri dari sentana dan punggawa.

Pr iyay i d i Mangkunegaran memiliki beberapa simbol kepriyayian berupa pakaian, songsong, dan per lengkapan upacara . S imbol kepriyayian ini sebagai alat pembeda dengan rakyat biasa yang ada di Mangkunegaran. Pakaian kepriyayian terdiri dari pakaian resmi (pakaian upacara) yang digunakan pada peristiwa-peristiwa resmi tertentu. Songsong (payung) dengan berbagai w a r n a m e n u n j u k k a n d e r a j a t kepriyayian dan pangkatnya. Payung ini tidak dipakai namun hanya sebagai tanda derajat dan pangkat dalam l ingkungan kepr iyay ian . Tanda kepriyayian selain ditunjukkan dengan pakaian dan payung, juga ditunjukkan dengan benda-benda perlengkapan upacara. Perlengkapan upacara tersebut dibawa oleh para pengiring ketika seorang priyayi keluar untuk menghadir i upacara atau pada pertemuan resmi lainnya.

Sistem penggelaran juga diatur berdasar gelar kebangsawanan yang berdasar keturunan dan ge la r kepangkatan yang berdasarkan jenjang jabatan dalam birokrasi pemerintahan. Gelar kepriyayian tidak semata-mata ditentukan oleh asal keturunan, namun juga oleh jabatan

Priyayi Jawa sudah ada sejak masa Jawa Kuno dengan nama Rakyan. Priyayi merupakan golongan yang cukup dihormati masyarakat. Kaum priyayi pernah mengalami masa keemasan pada abad ke-19 hingga berakhirnya kolonialisme Belanda. Namun mengalami kemunduran ketika zaman Jepang h ingga sete lah kemerdekaan Indonesia. Pembahasan mengenai priyayi memiliki keunikan sendiri, terutama mengenai konsep priyayi maupun hubungan serta fungsi dari priyayi itu sendiri. Maka dari itu penulis tertarik mengulas mengenai status priyayi Mangkunegaran dalam hubungannya dengan struktur sosial, s imbol kepriyayian, dan s istem penggelaran. Serta pembahasan m e n g e n a i u s a h a p r i y a y i M a n g k u n e g a r a n d a l a m mempertahankan nilai-nilai tradisional dan mengembangkan ni la i-ni la i modern.

Mangkunegaran merupakan pecahan Kasunanan Surakarta, yang didirikan oleh Raden Mas Said. Wilayah M a n g k u n e g a r a n t e r d i r i d a r i Karanganyar, Wonogiri, dan wilayah u t a r a S u r a k a r t a . D a l a m perkembangannya pernah ada b e r b a g a i p e r u b a h a n d i Mangkunegaran termasuk pembagian birokrasi yang berubah mengikuti perkembangan politik. Pembagian birokrasi di Mangkunegaran terdiri dari birokrasi berdasar pangkat dan birokrasi berdasarkan jabatan. Sedangkan dalam terminologi tradisional, kelas sosial di Solo dibagi menjadi sentan dalem (keluarga raja/penguasa), abdi dalem (pegawai

26 |Geschiephoria Magazine #4 Edisi Februari - Juni 2016

kehilangan kekuasaannya.

Priyayi Mangkunegaran juga mengalami kesulitan yang sama seperti yang disebutkan tadi diatas. Dalam kemerdekaan priyayi Mangkunegaran memiliki tugas dan peranan yang berbeda dengan masa sebelumnya. Pura Mangkunegaran tidak lagi menjadi pusat kekuasaan seperti masa dulu, namun hanya sebagai istana tanpa pemerintahan yang resmi dan hanya sebagai peninggalan budaya saja. Oleh karena itu keberadaan istana hanya sebagai pelestarian budaya leluhur yang disesuaikan dengan perkembangan yang terjadi dalam masyarakat.

P r i y a y i M a n g k u n e g a r a n merupakan suatu lapisan sosial yang berbasis pada nilai-nilai budaya leluhur Mangkunegaran, da lam proses p e r j a l a n a n s e j a r a h n y a t e l a h menunjukkan perkembangan dan mobilitas yang dinamis seiring dengan perkembangan nilai-nilai modern. Nilai modern tersebut ia lah berupa dinamika politik, ekonomi, sosial, dan budaya. Hal inilah yang mengakibatkan menurunnya status dan eksistensi golongan priyayi. Kondisi ini kemudian menciptakan sosio kultural yang tidak lagi didominasi oleh pola feodal masa lampau. Namun mulai digantikan yang sesuai dengan lingkungan yang baru.

K e a d a a n d e m i k i a n t e l a h menjadikan priyayi Mangkunegaran m e n g e m b a n g k a n u s a h a d e m o k r a t i s a s i n y a . U s a h a demokra t i sa s i i n i t idak hanya menyangkut pada satu aspek saja, namun telah meliputi segala aspek

s e s e o r a n g d a l a m b i r o k r a s i pemerintahan. Gelar yang diberikan pada hakekatnya merupakan tradisi budaya dari Praja Mangkunegaran tanpa ada tendensi politik. Sedangkan gelar atau sebutan merupakan kebiasaan yang turun-temurun dan mempunyai ketentuan tersendiri dalam penggunaannya.

Priyayi Jawa sebagai kerabat dekat atau orang dekat raja merupakan kaum golongan el i t Jawa yang dihormati selalu dihubungkan dengan pakaian, gelar, rumah, dan jabatan. Mereka selalu berbeda dengan rakyat biasa dan memiliki keistimewaan tersendiri.

Pernah mengalami kejayaan masa abad-19 hingga runtuhnya ko lon i a l i sme Be landa . Namun mengalami kemunduran pada masa-masa berikutnya. Hingga muncul budaya modern yang semak in menenggelamkan hegemoni priyayi. Muncul golongan baru dengan p e n d i d i k a n s e b a g a i c i r i n y a . Menggeser kedudukan priyayi menjadi lebih bawah lagi.

Posisi yang tidak menguntungkan bagi priyayi ini membuat para priyayi harus menyesuaikan diri dengan kondisi yang ada. Posisi politik juga mulai tidak dapat mereka raih dengan mudah. Bisa dikatakan runtuhnya kolonialisme membuat posisi priyayi dalam kedudukan sosial pol it ik menurun drastis. Apalagi setelah kemerdekaan terjadi perubahan s u s u n a n s o s i a l m a s y a r a k a t d i Indonesia, sehingga Priyayi Jawa

27 | Geschiephoria Magazine #4 Edisi Februari - Juni 2016

perkembangan yang ada. Di samping itu priyayi Mangkunegaran telah mengembangkan nilai-nilai baru s e p e r t i d i w u j u d k a n d a l a m pembentukan organisasi, badan, dan yayasan yang ada dalam lingkungan kerabat Mangkunegaran.

Dari kenyataan ini menimbulkan suatu dimensi yang paradoksal. Di satu segi golongan priyayi menempatkan diri sebagai kelompok keluarga yang konservatif, eksklusif, dan berfungsi sebagi wadah untuk melestarikan nilai-nilai budaya leluhur. Sedangkan pada segi lain telah memperlihatkan corak yang modern dan demokrat i s . Aktivitasnya dalam melestarikan budaya leluhur nampak adanya usaha-usaha un tuk memper tahankan kegiatan tradisi seperti Khol, Halal

kehidupan. Oleh karena itu usaha demokratisasi priyayi Mangkunegaran meliputi bidang sosial, budaya, politik, dan ekonomi. Demokratisasi di bidang sosial dari kegiatan dan peranannya di b idang sos ia l kemasyarakatan. D e m o k r a s i d i b i d a n g b u d a y a d i w u j u d k a n d e n g a n u s a h a menghidupakan budaya tradisi yang dipadukan dengan unsur modern. Demokrasi di bidang politik ditujukan a t a s d u k u n g a n d a n d e r a j a t k e t e r k a i t a n n y a d e n g a n u s a h a pemerintah. Demokratisasi di bidang ekonomi ter l ihat dar i semak in banyaknya priyayi Mangkunegaran yang terjun dan menekuni bidang swasta. Hal ini menunjukkan priyayi M a n g k u n e g a r a n t e l a h m e n g e m b a n g k a n u s a h a demokrat isas inya dan bers ikap l o n g g a r d a l a m m e n g h a d a p i

28 |Geschiephoria Magazine #4 Edisi Februari - Juni 2016

Raden Adipati Sosrodiningrat bersama para Nayaka tahun 1900sumber : KITLV

mengubah sistem pemerintahan. Kekuasaan kerajaan tradis ional dibubarkan, digantikan dengan pemerintah daerah. Hal itu diikuti dengan pengambi l a l ihan aset ekonomi menjadi milik negara. Berarti s e c a r a t i d a k l a n g s u n g j u g a mempengaruhi kehidupan ekonomi dari para priyayi Mangkunegaran yang m e n g g a n t u n g k a n h i d u p d a r i M a n g k u n e g a r a n . R e s i s t e n s i M a n g k u n e g a r a V I I I t e r h a d a p pemer intah Indones ia semakin berkurang dengan ketiadaan sumber d a y a p e n d u k u n g . W i l a y a h Mangkunegaran seperti Karanganyar dan Wonogiri memisahkan diri dan menjadi daerah Kabupaten. Hal ini juga ter jadi d i kawasan Kasunanan. K e k u a s a a n r a j a J a w a p e r i o d e pertengahan abad-XX semakin habis dengan dominasi pemerintah pusat. Kemerosotan kekuatan yang ada di Mangkunegaran dan kekuasaan Mangkunegara VIII tentu saja berimbas p a d a e k s i s t e n s i p a r a p r i y a y i Mangkunegaran. Lambat laun tapi pasti posisi Priyayi Mangkunegaran semakin di lupakan masyarakat. Penyesuaian dengan kondisi yang ada harus segera dilakukan oleh priyayi Mangkunegaran. Mereka sekarang bertugas mengembangkan dan m e p e r t a h a n k a n b u d a y a d a r i Mangkunegaran. Bukan lagi menjadi tuan-tuan dari rakyat biasa.

P r i y a y i M a n g k u n e g a r a n s e b e n a r n y a s e j a k a w a l t e l a h diidentikkan dengan kedekatannya dengan pemerintah kolonial Belanda. Mereka juga yang secara perlahan membawa pemerintah kolonial masuk dalam birokrasi Mangkunegaran. Para

Bihalal, Ruwatan, Tedhak Sinten, Kirab Pusaka, dan kegiatan tradisi lainnya. Adapun corak modern yang nampak dari usahnya dalam mengembangkan demokratisasi di berbagai bidang, serta usahanya nilai-nilai baru lainnya yang sesuai dengan kondisi bangsa. Periodisasi yang dapat diambil dari tulisan ini merupakan periodisasi panjang dari Mangkunegara I sampai Mangkunegara VIII. Namun yang cukup banyak menjadi sorotan ialah masa dimana setelah kemerdekaan, yang merupakan masa kekuasaan Mangkunegara VIII. Raja ke delapan dari Pura Mangkunegara ini memang berbeda dengan para pendahulunya. Jika pendahulunya penuh dengan kekuasaan, harta melimpah, dan w i l ayah kekuasaan luas , maka Mangkunegara VIII hanya menjadi raja simbolis dari Pura Mangkunegaran. Begitu pula nasib dari para priyayi di Mangkunegran yang nasibnya tidak terlampau jauh dari rajanya. Priyayi Mangkunegaran sebelum masa kemerdekaan memang mendapat posisi terpandang dan berlimpah harta menjadi orang biasa ketika Indonesia merdeka. Setelah masa kemerdekaan status sosial para priyayi menurun drastis. Posisi sosial dan politik mereka menurun. Dengan usaha keras para priyayi Mangkunegaran berusaha menyesuaikan diri dengan kondisi yang ada.

Periode kemerdekaan dinyatakan sebaga i mundurnya kekuasaan Mangkunegaran terhadap wilayah dan aset-aset ekonomi karena pemerintah Indonesia yang baru saja resmi berdiri

29 | Geschiephoria Magazine #4 Edisi Februari - Juni 2016

mengabdi kepada Ratu Belanda menjadi kehormatan tertinggi. Priyayi memang dirangkul Belanda agar mereka terkonfrontasi dengan Barat seperti yang diungkapkan Denys Lombard dalam Nusa Jawa: Silang Budaya (2005). Secara lebih lanjut m e m a n g p r i y a y i t e r u t a m a d i Mangkunegaran d iproyeks ikan s e b a g a i p e n g h u b u n g a n t a r a pemerintah kolonial Belanda dengan raja di Mangkunegaran. Sehingga pemerintah kolonial Belanda lebih m u d a h d a n c e p a t m e n d i k t e Mangkunegaran karena bantuan dari Priyayi Mangkunegaran.

S e m e n t a r a i t u , B e l a n d a memusatkan kekuasaan politiknya di kota-kota sehingga berinteraksi dengan priyayi yang bermukim di kota. Mangkunegaran merupakan kerajaan yang berpusat disebuah kota cukup besar. Sehingga banyak tinggal disana p a r a p r i y a y i , t e r m a s u k p r i y a i Mangkunegaran. Priyayi yang telah didekati Belanda akan menjadi wakil k e p e n t i n g a n B e l a n d a d i

Priyayi Mangkunegaran sangat loyal mengabdi pada pemerintah kolonial Belanda. Sehingga hidup mereka makmur dan se la lu d i l i ndung i pemerintah kolonial . Hal in i lah mengapa mereka merasa terkejut k e t i k a I n d o n e s i a m e n g a l a m i kemerdekaan.

Ketika kekuasaan Belanda masuk ke Indonesia, priyayi pangreh praja digunakan sebagai alat birokrasi pemerintahan kolonial sehingga memiliki pengaruh akulturasi yang paling langsung, dan puncaknya melahirkan suatu elite politik Republik Indonesia yang paling sekuler dan terpengaruh Barat seperti yang diungkapkan Clifford Geertz. Maka dari itu pengaruh kolonialisme awal hingga seterusnya berawal dari kedekatan pemerintah kolonial kepada para priyayi. Dengan priyayi inilah pemerintah Belanda dapat dengan mudah masuk dalam pemerintahan di MangunegaraPriyayi pangreh praja merupakan semacam perantara, penghubung antara raja dengan rakyatnya. Bagi para priyayi ini,

30 |Geschiephoria Magazine #4 Edisi Februari - Juni 2016

Foto Priyayi Soloawal abad XX

sumber : web

Tapal Kuda Di Kota Bengawan

Kota Surakarta terkenal sebagai kota pionir olahraga di Indonesia, dimulai ketika menjadi tempat penyelenggara PON I tahun 1948 dan Kongres PSSI I tahun 1930. Bahkan sejak kedatangan bangsa kolonial, kegiatan olahraga semakin berkembang di Surakarta. Mulai dari sepakbola, tenis, atletik, hingga pacuan kuda.

oleh Apriliandi Damar

melahirkan kuda-kuda pacu lokal, yang dikenal dengan kuda Batak, kuda Padang Mangatas, kuda Priangan, kuda Sumba, kuda Minahasa dan kuda Sandel.

Pada zaman Belanda, olahraga berkuda semak in d ikena l o leh kalangan pribumi bukan hanya karena fungsinya sebagai alat peperangan melainkan sebagai olahraga atau s e b a g a i t o n t o n a n . S e m a k i n berkembangnya olahraga berkuda di Indonesia ternyata juga berkontribusi p a d a m u n c u l n y a p a r a pengembangbiak kuda-kuda. Menurut Encyclopaedie van Nederlandsch-Indie (1918), kuda pacu yang sering digunakan di Indonesia adalah kuda dari spesies Persia atau Australia,

Cikal bakal olahraga ketangkasan berkuda di Indonesia berawal dari menunggang kuda sambil berburu di hutan-hutan. Kesenangan berburu dengan menunggang kuda ini masih banyak ditemukan di daerah Nusa Tenggara Barat dan Timur. Di pulau Jawa, kuda di abad 16 sebelumnya menjadi simbol kemegahan para Raja dan dipergunakan untuk peperangan, yang pada gilirannya dijadikan untuk olahraga sebagai tontonan.

Pada zaman Belanda, olahraga berkuda dikenal rakyat melalui pacuan kuda, yang dilakukan pada hari-hari pasar atau ulang tahun Ratu Belanda. Hampir setiap daerah memiliki pusat kegiatan pacuan kuda, dan dari situlah tumbuh peternakan tradisional, yang

Olahraga Berkuda di Manahan tahun 1941 | sumber : Reksa Pustaka

pekerjaan beragam.

Kuntowijoyo dalam Harmony as Ideology: Politic Among the Dutch Community in So lo 1900-1915 menyebutkan bahwa pada saat itu juga terdapat dua organisas i yang membawahi olahraga berkuda, yaitu Wedloop Societeit der Vorstenlanden (Perkumpulan Pacuan Kuda d i Vorstenlanden) didirikan pada 1906 d a n S o l o s c h e H i p p i s c h e Sportvereeniging (Persatuan Olahraga Berkuda Surakarta) didirikan pada 1903. Kedua organisasi mempunyai spesialisasi masing-masing seperti, Wedloop Societeit untuk olahraga pacuan kuda dan Solosche Hippische khusus untuk kompetisi berkuda.

Olahraga berkuda terbagi atas dua spesialisasi utama yaitu dari kecepatan dan keindahan. Olahraga b e r k u d a y a n g m e n g a n d a l k a n keindahan adalah Hippische dan olahraga berkuda yang mengandalkan k e c e p a t a n d i s e b u t d e n g a n Paardenrace. Dalam Hippische sangat mengutamakan keindahan, baik keindahan tubuh kuda, keindahan dalam berjalan, serta kelihaian dalam melewati halang rintang. Organisasi yang membawahi olahraga ini adalah Solosche Hippische Sportvereeniging yang didirikan tahun 1903.

Paardenrace atau pacuan kuda merupakan olahraga favorit sebagai tontonan pada saat itu, terutama kalangan priyayi Jawa dan orang asing. D a l a m o l a h r a g a i n i h a n y a m e n g a n d a l k a n k e k u a t a n d a n kecepatan kuda yang saling berpacu untuk menjadi yang tercepat. Dalam

bahkan kuda lokal yaitu spesies P reanger s j uga mas ih mampu bersaing.

Prestise dan Olahraga Elite B e r k e m b a n g n y a o l a h r a g a berkuda di Surakarta ternyata juga tidak lepas dari peran para elit Eropa s e r t a P a k u b u w o n o X d a n Mangkunegara VII. Olahraga berkuda cepat populer di kalangan pribumi t e r u t a m a p a r a p r i y a y i j a w a . Mangkunegara VII (1916-1944) sangat gemar seka l i dengan o lahraga berkuda, bahkan tanpa segan ia terkadang turun langsung di arena untuk melakukan olahraga berkuda. Mangkunegara VII juga mempunyai kuda kesayangan yang diberi nama Basuki (putih) dan sering berkeliling wilayah sekitar Pura Mangkunegaran untuk melihat kebersihan parit dan sungai serta mel ihat kemajuan wilayahnya, sehingga beliau mendapat julukan “Mangkunegara Kalen”.

Keberadaan Pakubuwono X dan Mangkunegara VII di tribun penonton sering kali membuat animo penonton pribumi semakin meningkat. Setiap kali diadakan pacuan, Pakubuwono X dan Mangkunegara VII selalu berpartisipasi dengan menyediakan beberapa hadiah berupa piala dan piagam.

Keberadaan olahraga berkuda di Surakarta juga tidak lepas dari keberadaan komunitas asing yang tinggal di Surakarta pada masa k o l o n i a l . K o m u n i t a s a s i n g i n i merupakan orang-orang Eropa yang tinggal di Surakarta dan mempunyai

33 | Geschiephoria Magazine #4 Edisi Februari - Juni 2016

Balapan awalnya merupakan lahan kosong bekas persawahan yang kemudian disulap menjadi arena pacuan kuda.

Sete lah Ba lapan d i jad ikan sebagai stasiun kereta api, maka arena olahraga berkuda berpindah ke daerah Manahan merupakan tempat yang memenuhi syarat. Kepindahan ke Manahan juga didukung oleh Sunan, Mangkunegara, Th.Hj. Schuit, F. Hilling, Th. Mourmann, dan Koremans. M a n a h a n a w a l n y a m e r u p a k a n lapangan milik Mangkunegaran yang difungsikan sebagai tempat latihan m e m a n a h b a g i p r a j u r i t Mangkunegaran sebelum dial ih fungsikan sebagai tempat olahraga berkuda.

paardenrace ini kuda banyak dijoki oleh orang-orang Belanda sendiri karena ada unsur prestige, tapi ada juga yang orang pribumi. Jarak yang diperlombakan bervariasi antara 1000 m hingga 1600 m dan arena yang digunakan berbentuk lingkaran serta dengan permukaan yang rata dari tanah.

Dari Balapan ke Manahan

Guna mendukung ja lannya olahraga berkuda maka tempat yang digunakan sebagai arena pacuan kuda adalah di daerah Balapan yang berada d i s e b e l a h u t a r a d a r i P u r a Mangkunegaran dan dekat dengan Pasar Legi. Tempat ini merupakan pemberian dari Mangkunegara.

Pacuan Kuda di Manahan tahun 1941sumber : Reksa Pustaka

Manahan dibangun sebagai lapangan berkuda yang luas pada tahun 1921. Jalur atau track sepanjang 1600 meter dan dibangun sesuai dengan tuntutan saat itu. Arena pacuan kuda di Manahan dilengkapi dengan fasilitas tribun yang terbuat dari kayu jati dan dikelilingi dengan pohon-pohon cemara yang menjulang t inggi sehingga sangat terl ihat kemegahannya. Tribun dibagi menjadi dua kelas, kelas VIP biasanya ditempati oleh para bangsawan atau pegawai p e m e r i n t a h a n s e p e r t i S u n a n , Mangkunegara, Resident, petinggi militer dan para pengusaha. Tribun VIP ini dilengkapi dengan sajian makanan dan terkadang terdapat iringan musik dari band yang diundang. Kelas yang

kedua adalah untuk kalangan umum yang hanya mendapat kursi tanpa tenda peneduh dan jika kursi telah penuh maka penonton hanya dapat berdiri untuk menyaksikan jalannya pacuan.

Keberadaan olahraga berkuda juga berperan dalam berkembangnya gaya hidup Indis masyarakat perkotaan di Surakarta. Komunitas asing yang gemar dengan olahraga berkuda menjadi salah satu bukti bahwa keberadaan hiburan dan olahraga menjadi salah satu elemen penting da lam modern isas i masyarakat tradisional di Surakarta.

L a l u m u n c u l l a h b e b e r a p a societeit (soos) di kota Surakarta guna mendukung terciptanya gaya hidup modern masyarakat perkotaan di

35 | Geschiephoria Magazine #4 Edisi Februari - Juni 2016

Tribun penonton di Manahansumber : KITLV

te rhadap pedagang-pedagang tersebut, sampai-sampai pedagang-pedagang Cina tersebut tidak mau untuk mediskon barang dagangannya. Hal ini menunjukkan betapa ramainya pengunjung. Jumlah pengunjung dari kalangan rakyat biasa yang jumlahnya banyak ini juga merupakan indikasi bahwa berkembangnya gaya hidup terutama h iburan yang ada d i Surakarta, awalnya hiburan yang ada di Surakarta bersifat mistik dan simbolik seperti Sekaten, Grebeg, Wayang, dan Tari-tarian mulai bergeser kehiburan masyarakat perkotaan yang lebih modern seperti olahraga berkuda, toneel, bioskop, dan musik-musik barat.

Kehadiran olahraga berkuda, khususnya pacuan kuda di Surakarta membawa sebuah kebiasaan baru di dalamnya yaitu taruhan. Sebenarnya taruhan atau dapat disebut juga dengan pe r j ud i an j uga sudah berkembang terlebih dahulu di masyarakat tradisional di Surakarta dengan dikenalnya judi sabung ayam maupun judi dadu. Taruhan yang ada dalam pacuan kuda ini memberi bentuk baru atau variasi dalam perjudian yang telah mengakar dalam masyarakat. Walaupun sudah ada peraturan pelarangan perjudian, tetap saja taruhan dalam pacuan kuda ini ramai karena kebanyakan peminatnya adalah orang elite. Taruhan dalam pacuan kuda ini dilakukan secara gamblang, bahkan dimuat dalam koran-koran skala nasional seperti S o e r a b a i a s c h H a n d e l s b l a d , Bataviaaasch Nieuwsblad, dan De Locomotief.

Surakarta, antara lain: Societeit Harmonie, Societeit Abipraya, dan Societeit Sasana Soeka. Fungsi dari soos selain untuk tempat berkumpul adalah untuk pesta dansa dan juga untuk menikmati makanan karena terdapat restoran yang menyajikan makanan secara rijstafel di dalam soos. Societeit juga dilengkapi dengan tempat bilyar atau sering disebut dengan kamer balen.Untuk semakin memanjakan orang yang datang, soos juga menyediakan minuman-minuman keras seperti wine, jenewer, dan gin.

Terdapat kebiasaan bagi orang-orang elite dalam olahraga berkuda, yaitu sebelum dan setelah races (pacuan) berlangsung sering diadakan pesta di Societeit Harmonie. Kebiasaan untuk pesta ke soos ini kemudian menimbulkan suatu kebiasaan baru bagi para orang-orang elite yaitu bermain judi. Kegemaran bermain judi ini diindikasikan dengan disediakannya roulette dan meja bermain kartu baccarat.

Pada malam sebelum pacuan biasanya diadakan pengundian tempat dalam kompetisi kemudian dilanjutkan dengan pesta-pesta dan malam setelah pacuan juga diadakan pesta di soos untuk merayakan keberhasilan atau kemenangan dalam pacuan kuda di Manahan.

Olahraga berkuda yang dilakukan baik di Balapan maupun di Manahan juga menarik minat bagi pedagang-pedagang Cina untuk berjualan di sekitar lokasi pacuan. De Locomotief mengungkapkan keberadaan pacuan kuda ini sangat berpengaruh positif

36 |Geschiephoria Magazine #4 Edisi Februari - Juni 2016

transportasi, pengangkut, bahkan juga sebagai daging konsumsi.

Kegiatan olahraga berkuda-pun berhenti karena sebagian besar orang yang sering berpartisipasi adalah Orang Eropa, yang pada masa pendudukan Jepang banyak yang ditangkapi dan banyak juga yang bersembunyi. Sehingga tidak lagi ada orang yang mengurusi kegiatan olahraga berkuda. Kuda-kuda pacu juga dirampas oleh tentara Jepang. Manahan yang selama ini digunakan u n t u k o l a h r a g a b e r k u d a b a i k Hippische maupun Paardenrace juga digunakan oleh Jepang untuk latihan perang prajuritnya. Seiring dengan pendudukan Jepang di Surakarta, maka berakhir pula era keemasan olahraga berkuda yang ada di Surakarta pada tahun 1942. Pribumi yang masih bergelut dengan olahraga berkuda pun tak mampu berbuat apa-apa untuk mengembalikan olahraga berkuda untuk kembali eksis seperti

Akhir dari kejayaan olahraga berkuda di Surakarta saat kedatangan pasukan Jepang ke Indonesia pada tahun 1942 yang kemudian berhasil menduduki Surakarta pada 5 Maret 1 9 4 2 . P a s u k a n J e p a n g y a n g menduduki Surakarta dipimpin oleh Komandan Funabiki. Setelah berhasil menguasai Surakarta, pasukan Jepang mulai melakukan penangkapan-penangkapan terhadap orang Belanda yang ada di Surakarta. Keadaan tersebut semakin meluas hingga pasukan Jepang berhasil menguasai daerah-daerah lain di Hindia Belanda, hingga akhirnya membuat Gubernur Jendral Tjarda van Starkenborgh Stachouver menyerah tanpa syarat terhadap mi l i ter Jepang yang dipimpin oleh Letnan Jendral Hitoshi Imamura di Kalijati pada 8 Maret 1942.

K e b i j a k s a n a a n J e p a n g d i Surakarta dilakukan dengan cara mengumpulkan sumber-sumber makanan pokok dan penanaman t a n a m a n - t a n a m a n y a n g menguntungkan untuk perang, contohnya adalah beras, jagung, gaplek, kacang, dan jarak. Kegiatan-kegiatan olahraga berkuda-pun tidak lagi dapat dilakukan. Kuda-kuda dirampas oleh tentara Jepang. Menurut Ully Hermono dalam buku Gusti Noeroel: Streven naar geluk (Mengejar Kebahagiaan) (2013), kuda-kuda yang masih bisa dipakai antara lain adalah kuda-kuda milik penguasa, c o n t o h n y a a d a l a h k u d a m i l i k Mangkunegara VII dan Gusti Noeroel masih bisa dipelihara. Kuda-kuda tersebut difungsikan sebagai alat

37 | Geschiephoria Magazine #4 Edisi Februari - Juni 2016

Kuda-kuda yang digunakan | sumber : Soerabaisach Handelsblad

berkembang, setiap kota harus berlomba menunjukkan agar tidak dicap sebagai kota tertinggal.

Lantas, bagaimana bentuk batas kota tempo doeloe hingga berubah sedemikian rupa? Adakah penanda k h u s u s d a l a m t a t a k o t a ? ` Hal ini mengingatkan pada saat kota

Keadaan seperti ini sudah jamak dijumpai di beberapa kota. Batas-batas kota terwakili lewat kata. Lewat lebar dan panjangnya; luas; desain billboard. Bahkan, demi mengikuti tren elektronik masa kini, tak jarang sambutan dilakukan lewat layar video berukuran besar. Tulisan digital bergerak dengan kata sambutan juga d ip rak tekkan . Jaman memang

GAPURA DAN KUASA KOTAMuhammad Aprianto

Selamat datang di Kota Solo, Spirit of Java; Selamat datang di Daerah Istimewa Yogyakarta. Tulisan itulah yang terpampang dalam sebuah billboard berukuran raksasa yang sering kita jumpai bila memasuki suatu daerah. Kota Solo dan D.I. Yogyakarta contohnya. Penyambutan terhadap pendatang di perbatasan kota dilakukan lewat bahasa dan tagline yang menunjukkan kekhasan suatu kota. Bila telah melewati tulisan Selamat Datang, mereka telah sah memasuki suatu kota. Begitu pula dengan perjalanan meninggalkan kota, kata Selamat Jalan Semoga Selamat Sampai Tujuan dihadirkan dari arah sebaliknya.

38 |Geschiephoria Magazine #4 Edisi Februari - Juni 2016

pemerintahan yang terpenting, masjid agung,dan alun-alun terletak di dalam wilayah negara. Istilah negara sering kali juga dikaitkan dengan istilah kuta atau kitha, sehingga muncul istilah kuta gara atau kuta negara.

M e l e n g k a p i p e n j e l a s a n Punawan, Wiryomartono (1995) memaparkan bahwa kuta secara harfiah berarti daerah permukiman yang dilindungi oleh dinding yang dibangun mengeliling menurut bentuk pesagi (persegi). Dinding tersebut menurutnya merupakan batas dalem untuk memberikan perlindungan wilayah sekaligus memberi definisi luar dan dalamnya kehalusan dalam berkrama.

Jika pendapat tersebut dijadikan acuan, maka yang disebut kuta pada hakikatnya sama dengan negara, yaitu kawasan inti tempat bermukim raja karena tidak ada satupun kawasan kota di Jawa yang dikelilingi oleh

dibawah kekuasaan Mataram Islam. Masa dimana Kasunanan Surakarta dan Kasultanan Yogyakarta menjadi titik penting kekuasaan di Jawa.

Purnawan Basundoro dalam karyanya berjudul Pengantar Sejarah Kota (2012), menulis, penerapan konsep awal tentang kota di Jawa tercermin dalam konsep negara dan konsep kuta atau kitha. Konsep negara pada zaman Mataram mengacu pada pusat kekuasaan dimana raja tinggal. Keraton sebagai tempat tinggal raja beserta kerabatnya berada dalam titik lingkaran inti yang disebut dengan negara.

Di dalam l ingkaran negara b e r t e m p a t t i n g g a l p u l a p a r a bangsawan dan abdi dalem kraton, atau dalam konteks negara modern adalah kawasan aparatur birokrasi n e g a r a . G e d u n g - g e d u n g

39 | Geschiephoria Magazine #4 Edisi Februari - Juni 2016

Gapura Keraton dari Alun-alunsumber : web

kraton semasa Paku Buwana X berkuasa.

Simbol

Ernst Cassirer seperti yang dikutip dalam buku garapan Budiono Herusatoto berjudul Simbolisme D a l a m B u d a y a J a w a ( 2 0 0 3 ) , mengatakan bahwa manusia adalah hewan yang bersimbol. Manusia tidak pernah melihat, menemukan, dan mengenal dunia secara langsung kecuali melalui berbagai simbol. Manus ia berfik i r, bers ikap dan berperasaan dengan ungkapan-ungkapan simbol. Pembangunan gapura baik dalam lingkungan kraton maupun batas kota menyiratkan bahwa Raja ingin berkomunikasi dengan siapapun yang hendak memasuki wilayahnya. Terbukti, tertera tulisan “PB X” dalam salah satu bagian

tembok (benteng) kecuali kota dimana raja bermukim. Maka, dari apa yang sering diucapkan oleh orang Jawa tentang kuta gara atau kuta negara adalah tepat,yaitu sebuah sebutan yang merujuk kepada lingkaran inti kota di mana kota berada. Konsep kuta gara (yang kemudian hanya disebut sebagai kuta atau kota) inilah yang kemudian berkembang sampai saat ini dan menjadi istilah resmi dari sebuah wilayah yang bercirikan kota yang sejajar dengan istilah city.

Seiring berjalannya waktu, pada tampuk pemerintahan Paku Buwana X (1893-1939), salah satu raja di Solo, batas kraton beserta kota ditandai dengan gapura. Bangunan yang simetris serta berdiri kokoh dibangun di setiap sudut batas kota maupun kraton. Fungsi lain gapura dibangun s e b a g a i t e t e n g e r, p u n i n g i n menunjukkan simbol kemegahan 40 |Februari - Juni 2016

Gapura Jurug | Dok. Putri

Geschiephoria Magazine #4 Edisi

gapura.

Paku Buwana X masyhur dikenal dengan bapak pembangunan kala itu. Banyak sekali bangunan-bangunan y a n g d i d i r i k a n p a d a m a s a pemerintahannya. Seperti bangunan bangunan gapura gapura yang masih utuh, meger-meger. Berdasarkan pengamatan Suharyanta B Pulunggana dalam Djoko Lodang (1989) edisi 900, gapura yang didirikan semasa PB X ada sembilan. Sebagai perincian, gapura yang menuju atau masuk kota berjumlah empat buah (barat, timur, selatan dan utara).

Sedangkan untuk yang berada di dalam kompleks kraton, gapura yang berada di sebelah selatan bernama Gapurendra yang juga dikenal Gapura Gadhing, menghadap ke selatan dan lurus jurusan Wonogiri. Gapura ini mewujudkan jalan keluar dari Alun-alun Pengkeran dan rampung digarap pada tahun 1938.

Gapura lain adalah Gapura Masjid Agung Surakarta. Dijelaskan oleh Basit Adnan dalam karyanya yang berjudul Sejarah Masjid Agung dan Gamelan Sekaten di Surakarta (1996), bahwa kata gapura tersebut berasal dari kata dalam bahasa Arab “ghafura” yang berarti dimaafkan kesalahannya. Jadi, lewat kata ini, dimaksudkan untuk menandai sebuah monumen pelintasan atau pintu gerbang dimana masyarakat yang telah berjalan melaluinya insyaallah dimaafkan kesalahannya. Fakta tersebut tidak mengherankan, karena dibangun didepan kompleks masjid dan orang

hendak ke masjid untuk beribadah.

M e r u n u t p a d a t u l i s a n R . Soemantri Hardjodibroto, Perubahan Adat dan Kebiasaan di Keraton Surakarta (1997), gapura dijaga ketat oleh para pegawai yang bertugas dari kraton. Barangsiapa yang hendak berkunjung ke kraton harus diperiksa terlebih dahulu oleh para penjaga. Penjagaan dilakukan secara bergantian oleh petugas yang mengenakan pakaian Jawa. Keamanan tersebut diperkuat dengan tambahan penjaga prajurit berpakaian Eropa. Mereka bersenjata lengkap dan dalam tempo dua jam penjagaan digilir (ganti orang). Sekali lagi, secara tegas, gapura adalah simbol kuasa raja atas wilayahnya.

Namun keberadaan gapura kini tersaingi. Cukup dengan baliho atau papan penunjuk sudah mewakili batas wilayah tertentu. Meskipun masih ada beberapa w i l ayah yang mas ih menggunakan gapura untuk jadi patokan, hal ini dianggap ketinggalan jaman. Belum lagi, penampilan gapura peninggalan penguasa tradisional yang dulu sebagai batas kota terkesan kusut dan mangkrak. Tak jarang ditumbuhi lumut di sekujur tubuh bangunan. Keadaan makin parah ketika vandalism merusak keindahan bangunan dengan coretan di sana-sini. Merawat bangunan bersejarah di kota, termasuk gapura, merupakan kerja merawat ingatan. Selain sebagai pengetahuan geografis kota, juga agar kita tidak amnesia terhadap sejarah kota kita sendiri.

41 | Geschiephoria Magazine #4 Edisi Februari - Juni 2016

Susuhunan (SISKS) Paku Buwono (PB) X antara tahun 1893-1939, adalah masa-m a s a p u n c a k d a r i m a r a k n y a pembangunan fis ik d i Keraton Surakarta Hadiningrat. Sebut saja Gapura Gladhag, Gapura Klewer, Gapurendra (Pasar Gading), Gapura Masjid Agung, Kori Brajanala Lor, Kori Brajanala Kidul (keduanya sering disebut sebagai lawang gapit), dan masih banyak lagi gapura-gapura yang lainnya. Sedikit-banyak berbicara tentang pesatnya pembangunan fisik yang pernah terjadi pada saat keraton dipimpin Sinuhun PB X, dalam Babad Solo, RM Sayid mengungkapkan Gapura Gladhag dibangun pada tahun 1860 atau tahun 1930 M sebagai persembahan bangsa Eropa yang tinggal di Surakarta. Dipersembahkan kepada Susuhunan Pakubuwana X, yang bertepatan dengan peringatan

Keraton Surakarta dibangun pada tahun 1745 oleh Pakubuwana II. Keseluruhan desain bangunan keraton mengikuti pola bangunan dan tata le tak keraton-keraton d i Jawa sebelumnya, yaitu membujur dari utara ke selatan. Sebagai pusat kekuasaan yang menjalankan roda pemerintahan, k o m p l e k s K e r a t o n S u r a k a r t a merupakan kesatuan utuh dari puluhan bangunan di sekelil ingnya. Tiap bangunan itu mempunyai nama-nama khusus sesuai dengan fungsinya masing-masing. Salah satunya adalah Gapura yang merupakan gerbang awal memasuki wilayah Keraton. Di sebelah selatan jalan Slamet Riyadi terdapat Gapura yang disebut Gladhag. Gapura Gladhag adalah pintu masuk wilayah Keraton Surakarta dari arah utara.

Masa pemerintahan Sampeyan Dalem Ingkang Sinuhun Kangjeng

GLADAGGAPURA PEREKAT KASUNANAN DAN KOLONIAL

42 |Februari - Juni 2016Geschiephoria Magazine #4 Edisi

oleh Vicki Verry

hari ulang tahun Sinuhun yang ke-64 tahun, yaitu pada hari Kamis Legi, tanggal 21 Rajab, tahun Alip 1859 atau tanggal 3 Januari 1929.

“Dene pambikaipun gapura ing peken Gading nama Gapurendra, ing dinten Rebo kaping 22 juni 1938.

(Adapun pembukaan gapura Gading bernama Gapurendra pada hari Rabu 22 Juni 1938)."

Pada awalnya gapura ini didesain dengan bentuk melengkung dan dibuat dari besi yang dihiasi berbagai gambar hewan buruan. Namun, pada akhirnya gapura ini berbentuk Candi Bentar dan dihiasi dengan hiasan dan jeruji tembok yang berjumlah 48.

Nama Gladhag dipakai karena dahulu di sebelah barat laut Gladhag terdapat kampung bernama Krapyak, kampung tersebut merupakan tempat untuk memelihara hewan-hewan yang diperoleh dari hasil berburu di hutan. Hewan-hewan tersebut sebagai persediaan sewaktu-waktu apabila Istana mengadakan Hajad. Cara menangkap hewan-hewan dilakukan dengan d i i ka t t a l i besa r a tau dhadhung, kemudian ditarik-tarik ke Gladhag. Masyarakat menyebutnya “kewane padha digladhag” (hewannya di tarik begitu saja). Karena itu gapura atau pintu tersebut dinamakan pintu Gladhag.

Gladhag artinya giring atau halau, sedangkan digladhag artinya digiring atau dihalau, yaitu tempat berlalunya binatang hasil buruan yang

43 | Geschiephoria Magazine #4 Edisi Februari - Juni 2016

Gapura Gladhag tempo doeloe | sumber : web

“digladhag” ke Pamurakan untuk disembelih seperti yang diungkapkan Radjiman dalam Sejarah Mataram K a r t a s u r a S a m p a i S u r a k a r t a Hadiningrat (1984). Pamurakan berarti tempat memotong-motong daging. Pamurakan (pangurakan) juga berarti tempat menyerahkan urak (surat atau tanda melaksanakan suatu kewajiban).

H e w a n - h e w a n y a n g a k a n disembelih dikumpulkan di pintu Gladhag, seperti Kijang, Sapi, Rusa, dan Banteng. Setelah itu dagingnya dipotong-potong yang bertempat di Kori Pamurakan, dengan landasan batu yang telah tersedia, satu di sebelah timur dan satu di sebelah barat. Dagingnya kemudian dibagi-bagikan kepada abdi dalem dan masyarakat fakir miskin, sebagai sedekah.

Pada sebelah kanan dan kiri pintu gerbang Gladhag dibangun Arca Gupala kembar, berbentuk Pandita raksasa, yang diambil dari desa Pandansimpung, Klaten. Sosok raksasa yang berada di kanan dan kiri gapura ini bernama Gupala Pandhitayaksa. Sebuah perlambang akan datangnya bermacam godaan dan rintangan, pada setiap niatan kebaikan yang hendak kita lakukan.Termasuk niatan untuk mendekatkan diri pada Tuhan. Di sisi jalan Gladhag tadinya berupa pasar, kemudian dijadikan taman. Dengan alasan kebers ihan dan keindahan, pasar in i kemudian direlokasi oleh pihak keraton hal ini disebabkan Gladhag merupakan pintu masuk utama Keraton Surakarta.

44 |Februari - Juni 2016Geschiephoria Magazine #4 Edisi

Kokoh, Gapura Gladhag kini & nanti | dok. Nino

T e r d a p a t p u l a G a p u r a Pamukaran/Pancuran yang merupakan bagian dari bangunan paseban yang diperuntukkan bagi abdi dalem pada saat menunggu pembagian daging hasil pemotongan hewan buruan. Ada dua buah bangsal pamukaran ini yaitu masing-masing berada disebelah timur jalan gladhag dan disebelah barat jalan gladhag.

Gapura Gladhag merupakan bangunan peninggalan Paku Buwono III, raja kedua yang menempati keraton Solo. Sebuah pintu gerbang yang dibangun kembali dengan megah oleh Paku Buwono X pada tahun 1913. Hingga kalau diteliti, ada penanda berupa 48 pilar pagar dengan hiasan 48 plenthon pada bangunan ini. Sebuah penanda peringatan 48 tahun usia Paku Buwono X pada saat membangun gapura itu.

Memasuki abad ke-20 situasi di Surakarta menjadi t idak past i . Kepemimpinan PB X di Kasunanan Surakarta menjadi perhatian serius dari pemer in tah ko lon i a l Be l anda . Dikarenakan PB X memiliki sifat yang susah dipahami. Belanda mengira bahwa PB X merupakan raja yang bodoh dan hanya percaya pada hal klenik saja. Hingga Belanda tidak begitu memperhatikan gerak gerik PB X . L a p o r a n d a r i re s i d e n j u g a mengatakan bahwa PB X cukup patuh pada pemerintah kolonial Belanda.

Namun PB X tidak disangka menunjukkan sikap berbeda. PB X mulai berani melawan pemerintah

kolonial Belanda dan membelot mendekat dengan kaum pergerakan Indonesia. Hal ini disebabkan oleh sikap pemerintah kolonial Belanda yang ingin mengurangi kekuasaan keraton da lam ha l hukum dan pertanahan. Selain itu situasi krisis ekonomi di awal abad 20 yang tidak dapat diatasi oleh pemerintah Belanda menuai kritikan tajam dari pihak Kasunanan Surakarta. PB X mulai meragukan Belanda yang selama ini dikatakan sebagai pemerintahan yang modern.

P e n g u r a n g a n k e k u a s a a n Kasunanan kembali ditinjau ulang dan pemerintah kolonial Belanda kembali berkolaborasi dengan Kasunanan. Mengingat bahwa demi menjaga kekuasaan pemerintah kolonial Belanda di Hindia Belanda maka k e d e k a t a n d e n g a n k e k u a s a a n Kasunanan harus dipertahankan. Dengan itu pemerintah kolonial B e l a n d a m e m b u a t s a y e m b a r a pemugaran gapura Gladhag dimana desain bangunan dipilih langsung oleh PB X. Pembuatan gapura itu juga dijalankan dengan panitia khusus. desain yang menang dalam sayembara ini adalah desain gapura yang dibuat oleh orang Eropa namun pada saat pembangunannnya gapura, desain yang digunakan adalah desain yang dibuat oleh Sunan Paku Buwono X yang leb ih t rad i s iona l . Da lam pembangunannya, gapura Gladhag ini dibantu oleh pemeritahan Inggris untuk kebutuhan bahan bangunannya.

Dampak dari pemugaran gapura Gladhag, Belanda kembali menguasai

45 | Geschiephoria Magazine #4 Edisi Februari - Juni 2016

dan dapat mengontrol Kasunanan. Hingga pihak kolonial Belanda mendapat ijin membangun rel kereta api di depan gapura Gladhag. Secara s imbol is in i merupakan bentuk p e l e c e h a n d a n p e n g u r a n g a n penghormatan pada Kasunanan. B e l a n d a s e c a r a n y a t a i n g i n menunjukkan seberapa besar mereka d a p a t m e n g a t u r d a n m e n j a d i p e n g u a s a d i S u r a k a r t a . P a d a h a k e k a t n y a g a p u r a G l a d h a g mengandung arti simbolis ajaran langkah per tama da lam usaha seseorang untuk mencapai tujuan ke arah Manunggaling Kawulo Gusti. Arti simbolistis dari wujud fisik Gapura & Kawasan Gladhag ini adalah dua arca Pandita Yaksa, mengandung s i m b o l b a h w a s i a p a p u n y a n g bermaksud melaksanakan laku Manunggaling Kawulo Gusti, pasti akan menghadapi banyak rintangan yang menakutkan, sehingga si pelaku harus benar-benar sadar, siap dengan semangat baja dan penuh percaya diri. Gapura Gladhag merupakan

wujud kreatifitas dari Candi Bentar, yang pada zaman dahulu dikenal sebagai ciri khas pintu masuk kawasan suci pusat budaya batin yang banyak dijumpai di daerah pegunungan. Kawasan Gapura Gladhag secara m e n y e l u r u h m e n g a n d u n g a r t i simbolistis ajaran Kebatinan Jawa dan ke-Islam-an bahwa seseorang yang akan melaksanakan keutamaan lahir batin, harus dapat menguasai hawa nafsu pribadinya yang bagaikan nafsu hewani, yang dalam ajaran Islam dikenal dengan istilah nafsu luamah, dimana makna simbolis itu telah dilunturkan oleh pihak Belanda dengan membangun rel kereta api didepan gapura Gladhag.

Kesimpulan yang dapat diambil bahwa Gapura Gladak sebagai salah satu simbol Kota Solo yang sangat menarik untuk diulas dikarenakan gapura tersebut didesain untuk menunjukkan Keraton Kasunanan Surakarta dan Pemerintah Kolonial Belanda dalam membentuk suatu simbol rekonsiliasi untuk mempererat

Pengayuh becak sekitar Gladhag | dok. Nino

GA L E R I W I S ATA

Kota Solo Tempo Dulu

oleh Ai Santineu

Perkembangan ekonomi di Hindia Belanda pada periode tahun 1870 mendorong peningkatan masuknya orang Eropa dan Timur Asing. Jaringan moda l a s i ng yang tu ru t d ibawa , memberikan tempat dalam peranan ekonomi di Hindia Belanda. Hal ini menimbulkan keinginan bagi para imigran Eropa untuk sekedar singgah di Hindia Belanda (trekker) atau bahkan menetap hingga akhir hayatnya (blijver). Menurut Ahmad Sunjayadi da lam Vereeniging Toertistenverker Batavia (1908-1942) - Awal Turisme Modern di H i n d i a B e l a n d a ( 2 0 0 7 ) b a h w a k e b e r a d a a n m e r e k a m e m b a w a p e n g a r u h y a n g d i n a m i s d a l a m kehidupan di Hindia Belanda. Tidak hanya pada bidang ekonomi namun meluas hingga gaya hidup.

Solo yang dikenal sebagai wilayah Vo r s t e n l a n d e n b e r s a m a d e n g a n Yogyakarta memiliki populasi penduduk Eropa yang cukup t inggi . Jumlah populasi penduduk Eropa semakin tinggi seiring dengan peningkataan p e n y e w a a n t a n a h b a g i u s a h a perkebunan milik Eropa. Bahkan pada tahun 1860 jumlah tanah yang disewa di Vorstenlanden merangkak naik menjadi 160.000 bau setelah sebelumnya pada tahun 1855 hanya berkisar 33.000 bau. Aktivitas ekonomi dan kehidupan yang h e t e r o g e n d i k o t a S o l o i n i mempengaruhi munculnya sektor-s e k t o r w i s a t a d a n h i b u r a n b a g i

masyarakatnya.

Geliat wisata dan hiburan di kota Solo umumnya merupakan obyek turis buatan yang berupa kesenian tari-tarian, produk kerajinan tangan , upacara adat maupun bangunan kuno. Berbeda dengan wilayah lain di pulau Jawa seperti misalnya Bandung yang memiliki obyek wisata alam yang indah. Bahkan turis-turis asing yaitu salah satunya Kinloch yang menyebut Bandung sebagai Montpellier of Java karena tipologi alam yang terdiri dari pegunungan dengan udara yang sejuk. Vereeniging Toeristenverker (VTV) yang dibentuk pada sekitar tahun 1908 memiliki andil besar dalam mempromosikan obyek wisata di Hindia Belanda. VTV cabang Semarang misalnya memberikan informasi mengenai wisata yang ada d i J a w a Te n g a h k h u s u s n y a V o r s t e n l a n d e n ( S o l o d a n Yogyakarta). Hal ini menunjukkan bahwa Solo juga memiliki daya tarik di sektor wisata yang patut dikaji lebih dalam.

Galeri Hiburaan Kota

Perkembangan wisata di Solo mulai menggeliat seiring dengan pengaruh gaya hidup penduduk Eropa. Budaya barat turut terbawa ke tanah Hindia s e p e r t i d a n s a - d a n s i a t a u p u n

48 |Februari - Juni 2016Geschiephoria Magazine #4 Edisi

menonton bisokop. Pemenuhan k e b u t u h a n d e m i k e s e n a n g a n tersebut berakibat pada lahirnya fas i l i tas h iburan d i kota So lo . Penduduk Eropa dan Timur Asing tinggal di kawasan kota Solo. Orang Belanda tinggal di loji-loji tepatnya sebelah timur benteng Vastenburg yang sering disebut Loji Wetan. Sedangkan untuk wi layah kota Mangkunegaran orang Belanda menempati daerah yang disebut Villaprak.

Keberadaan bangsa Eropa terutama k a u m e l i t E r o p a b a n y a mempengaruhi perkembangan dan s e l e r a s h i b u r a n e l i t p r i b u m i khususnya di Solo. Bermunculan hiburan modern yang dikemas secara komersil. Berbagai fasilitas, sarana d a n p r a s a r a n a m u n c u l u n t u k memenuhi kebutuhan penduduk

Eropa. Beberapa gedung societeit dibangun di kota Solo antarai lain Societeit Harmoni di Loji Wetan, Societeit Militer di sebelah selatan Benteng Vastenburg, dan Societeit Theosophie yang terletak di sebelah Societeit Mangkunegaran. Gedung Societeit biasanya digunakan untuk tempat menggelar pesta dansa maupun pertunjukkan musik barat. Di Societeit Harmonie para pengunjung dapat menyaksikan berbagai macam pertunjukkan salah satunya adalah pertunjukkain Utile Dulci seperti yang diungkapkan Susanto dalam Solo Kota Plesiran 1870 – 1942 (2011).

Dalam Iklan Surat Kabar dan Perubahan Masyarakat di Jawa Masa Kolonial (1870-1915) karya Bedjo Riyanto menyatakan pertunjukkan film bioskop turut meramaikan galeri

49 | Geschiephoria Magazine #4 Edisi Februari - Juni 2016

Hotel Slier, tempat istirahat para turis | sumber : Tropen Museum

hiburan di kota Solo tempo dulu. P e r u s a h a a n p e r t u n j u k k a n fi l m bioskop Nederlandsch Indie Electro Bisocoop yang berada di gedung Soloche Schowburg memutar film-film impor dari Eropa. Harga tiket un tuk menonton fi lm memi l i k i perbedaaan. Harga tiket untuk tipe Loge (balkon) f. 2, klas I f.150, klas II f. 0, 75, klas III f. 0,50, anak-anak f. 0.40 dan klas IV yang dikhususkan bagi pribumi sebesar f.0,10.

Keraton Surakarta serta Praja Mangkunegaran menyuguhkan hiburan yang khas. Upacara istana dan kegiatan yang dilakukan oleh istana memberikan aroma berbeda bag i khasanah wisata d i So lo . Upacara garebeg menjadi salah satu kegiatan besar di Keraton Kasunanan yang banyak mengundang perhatian. Dalam Kehidupan Dunia Keraton Surakarta, 1830-1939 karya Darsiti Soeratman menyatakan bahwa dalam satu tahun terdapat tiga kali upacara garebeg ya i tu garebeg mulud, garebeg puasa dan garebeg Besar. Deretan abdi dalem yang berbaris dengan kostum beraneka ragam menjadi tontonan yang menarik. Keberadaan canthabalung dengan jas merah serta kuluk putih yang sangat tinggi sangat menghibur karena dibumbui lelucon. Bagi rakyat (pribumi) upacara garebeg tidak

hanya sebagai sebuah acara hiburan s e m a t a , n a m u n j u g a s e b a g a i kegiatan untuk ngalap berkah. Selain upacara garebeg yang sangat meriah, beberapa upacara lainnya juga menarik perhatian seperti tedhak loji, ulang tahun penobatan ra ja , t radis i rampoan dan la in sebagainya. Ruang terbuka di Solo juga banyak dimanfaatkan oleh pihak keraton untuk wahana rekreasi pribadi bagi keluarga. PakuBuwana X misalnya membangun Kebon Rojo (Taman Sriwedari) sebagai tempat wisata yang sangat strategis di jantung kota. Di pihak lain, Praja Mangkunegaran memiliki ruang serupa yaitu Partini Tuin dan Partinah Bosch (Taman Balekambang) yang memiliki fungsi tidak jauh berbeda dengan Kebon Rojo.

Di sisi lain muncul pula hiburan bagi golongan menengah kebawah yaitu berupa pentas wayang wong. Pertunjukkan wayang wong biasanya digelar di area taman Sriwedari sehingga dikenal dengan nama wayang wong sriwedari. Memasuki abad ke-XX Sriwedari menjelma menjadi salah satu ikon wisata di Kota Solo. Keadaan ini didukung dengan letaknya yang strategis dan dilalui oleh jalur trem. Intensitas mobilisasi di Solo menjadi semakin setelah dibukanya jalur kereta api.

50 |Februari - Juni 2016Geschiephoria Magazine #4 Edisi

Wisata hiburan di kota Solo semakin meriah dengan adanya kemudahan a k s e s m e n u j u k o t a S o l o . Bermunculan fasilitas-fasilitas lain berupa hotel atau penginapan sebagai penunjang wisata di Solo. Hotel S l ier menjadi sa lah satu penginapan populer kelas atas di S o l o . D a r i d a f t a r h o t e l y a n g d i ke lua rkan o leh Ve reen ig ing Touristenveerker (VTV) tentang daftar hotel di Hindia Belanda beser ta tar i f f pada aun 1938, terdapat hotel Slier yang memiliki tariff cukup tinggi. Tarif permalam hotel Slier berkisar 7-26 gulden

J a l u r a n t a r a S e m a r a n g -Vorstenlanden digunakan sebagai penunjang untuk arus lalulintas d i s t r i b u s i p e r k e b u n a n . Pembangunan stasiun pun dilakukan menyusul pembukaan jalur kereta api. Stasiun Balapan dan Purwasari milik N.V Nederlandsche Indische Spoorweg Maatschappij (NISM) m e n u n j a n g a r u s l a l u l i n t a s S e m a r a n g - V o r s t e n l a n d e n . B e r k e m b a n g k e m u d i a n pembangunan beberapa stasiun l a i n n y a s e p e r t i J e b r e s m i l i k Staatspoorwegen (SS) dan stasiun k o t a o l e h S o l o s c h e Tr a m w e g Maatschappij (STM).

51 | Geschiephoria Magazine #4 Edisi Februari - Juni 2016

Taman Sriwedari sekitar tahun 1900 | sumber : Tropen Museum

penting pada hiburan populer di Solo saat itu. Kekhasan acara-acara yang menghibur milik istana menjadi daya tarik. Galeri hiburan semakin heterogen ketika terjadi pembauran dengan budaya asing. Seni-seni pertunjukkan modern ditunjang fasi l itas-fasi l itas yang mumpuni menjadikan Solo layak sebagai destinasi wisata.

dengan fasilitas kolam renang dan tenis. Beberapa penginapan lain juga terdapat di Solo seperti misalya Motel Het Vorstenlanden, Villa Sans Souci di Purwosari dan juga terdapat jasa perhote lan Russche yang mengiklankan beberapa fasilitas hotel.

Wisata dan Hiburan di Solo telah menggeliat pada masa Kolonial Hindia Belanda. Kekuasaan pribumi serta keberaadaan penduduk asing memberikan pengaruh yang sangat

52 |Februari - Juni 2016Geschiephoria Magazine #4 Edisi

Societeit di Soerakarta 1900 | sumber : KITLV

nafas TREM di Kota Solo

oleh Zulyani Evi

(STM) dengan jalur trayek dari Stasiun Solo Kota sampai Boyolali dan berhenti di daerah pasar Sungingan.

Trem ini berhenti di setiap pos atau halte untuk menaik-turunkan penumpang. Trem kemudian berjalan ke selatan terus belok ke barat sampai Purwosari. Trem berhenti sejenak di kampung Kauman, kemudian ke kampung Derpoyudan sebelah barat Nonongan, melintasi Wilhelminastraat terus ke barat menuju halte Purwosari. Disini trem biasanya berpapasan dengan trem dari arah barat lalu berhenti lagi di Bendha depan Sriwedari.

Trem adalah salah satu moda transportasi massa modern di Hindia Belanda. Pada masa itu, Solo telah memiliki jalur akses rel termasuk untuk kereta dalam kota atau trem. Sampai saat ini kita masih bisa melihat rel yang terbentang sepanjang jalan utama Solo, Jalan Slamet Riyadi dan Jalan Mayor Sunaryo.

Dalam Buku karangan R.M. Sajid yang berjudul Babad Sala (1984) dijelaskan kemunculan pertama kali kereta trem di Kota Solo yaitu berupa kereta yang ditarik kuda pada tahun 1892. Maskapai trem kuda itu bernama Solosche Tramweg Maatschappij

54 |Februari - Juni 2016Geschiephoria Magazine #4 Edisi

Trem kuda di Surakarta | sumber : KITLV

Kemudian ketika trem sudah

mengunakan mesin, ada upaya lagi untuk meningkatkan pelayanan. Pemerintah telah memberikan ijin untuk membangun dan mengelola layanan trem bertenaga uap. Awal a b a d 2 0 a d a l a h m a s a - m a s a kemunduran bagi trem kuda. Hal d ikarenakan kemunculan t rem bertenaga uap yang d ike lo la Nederlands-Indische Spoorweg Maatschappij (NISM) maupun Staasts Spoorwegen (SS) yang semakin melebarkan sayapnya di Kota Solo.

F a k t o r l a i n n y a y a n g menyebabkan tersingkirnya trem kuda dikarenakan trem uap memiliki waktu tempuh yang lebih cepat. Kecepatan Trem uap 35 km/jam sedangkan trem kuda tidak bisa diperkirakan secara detail berapa kecepatanya, hanya saja tiap berjalan sejauh 4 km kuda-kuda itu harus diganti.

Tepatnya tahun 1905, Trem kuda tadi mulai digantikan lokomotif yang memakai tenaga uap. Gerbongnya juga ditambahi sampai 10, sebagian gerbong untuk penumpang dan sebagian lagi untuk tempat barang atau lebih dikenal dengan gebong barang.

Kereta api yang sebelumnya hanya sampai benteng di tengah kota dan dilanjutkan sampai stasiun Jebres jalannya lewat Pasar Gede ke utara terus ke pasar Ledoksari lalu

Trem tersebut mempunyai satu gerbong yang mampu memuat 20 sampai 25 orang penumpang dan ditarik oleh empat ekor kuda dimana setiap empat kilometer dilakukan pergantian kuda. Keberadaan trem kuda ini bagi STM maupun masyarakat Solo sangat menguntungkan karena trayek pengangkutan penumpang ini mampu menghubungkan daerah perkotaan menuju daerah perkebunan tebu, tembakau maupun transportasi b e r p e rg i a n m e n u j u k e S o l o . K e b e r a d a a n t r e m t e r s e b u t menciptakan mobilitas yang tinggi di Kota Solo.

Mayoritas penumpang trem adalah orang Belanda dan Cina, adapun pribumi yang menaikinya hanyalah para pejabat atau pedagang kaya, sedangkan rakyat kecil sungkan. Di samping harga tiket yang mahal, banyak orang saat itu lebih senang berjalan kaki atau naik andong, dokar dan gerobak. Hal ini dikarenakan perjalanan terasa nyaman karena keberadaan pohon-pohon besar di sepanjang jalan. Dahulu orang yang mempunyai rumah dipinggir jalan besar akan menyediakan kendhi atau tempayan yang berisi air, sebagai pelepas dahaga bagi orang yang melakukan perjalanan jauh.

Kembali kepada trem, STM mulai merencanakan pergantian kuda dengan mesin pada tahun 1895, karena p a d a t a h u n i n i i j i n u n t u k mengkombinasikan kuda dengan mesin sudah dikeluarkan.

55 | Geschiephoria Magazine #4 Edisi Februari - Juni 2016

Istilahnya kini adalah railbus atau bus rel. Bus rel kepunyaan Solo bernama Bathara Kresna, merupakan bus rel kedua di Indonesia setelah bus rel Kertalaya di Sumatera Selatan. Bus rel Bathara Kresna adalah bus rel milik PT Kereta Api Indonesia, yang beroperasi di rute Solo Purwosari-Wonogiri dan merupakan proyek kerja sama Pemerintah Kota Surakarta dengan PT KA I . Bus re l i n i diperkenalkan kepada publik pada tanggal 26 Juli 2011 dan mulai beroperasi pada tanggal 5 Agustus 2012.

Nama Bathara Kresna sendiri berasal dari tokoh Mahabharata, Krishna atau Kresna yang bertugas m e n y e l a m a t k a n d u n i a d a n menegakkan kebenaran setelah perang di Kurukshetra. Karakteristik tokoh tersebut kemudian dilekatkan p a d a b u s r e l i n i s e h i n g g a menumbuhkan kebanggaan bagi setiap penumpangnya.

belok ke timur sampai Stasiun Jebres. Pada saat itu, kota Solo memiliki jalur rel melingkar di dalam kota seperti yang ada di Jakarta. Namun, jalur tersebut kini telah hilang tertutup jalan, sehingga saat ini tinggal jalur Purwosari-Solo Kota saja yang masih tersisa.

Trem yang Hidup Kembali

Masyarakat yang tinggal atau pernah ke Kota Solo pasti sudah tidak asing dengan rel yang terbentang sepanjang jalan utama kota ini. Kita dapat melihat Kereta yang melewati rel tersebut setiap pagi dan siang hari. Hal ini menjadi keunikan tersendiri, karena tidak semua kota di Indonesia dewasa ini mengoperasikan kembali moda transportasi trem yang sudah dikenal di Kota Solo sejak abad 19.

Kereta Bathara Kresna | dok. Nino

Jadwal operasi KA Perintis Bathara Kresna, berangkat dari Stasiun Purwosari pukul 06.00 WIB, tiba Wonogiri pukul 07.45 WIB dan pemberangkatan kedua berangkat pukul 10.00 WIB tiba di Wonogiri pukul 11.45 WIB. Sebaliknya dari Wonogiri pukul 08.00 WIB - tiba Solo pukul 09.45 WIB, dan kedua pukul 11.45 WIB- tiba Solo pukul 12.15 WIB. Harga tiketnya sangat terjangkau, hanya Rp. 4000. Bathara Kresna juga melewati jalur tengah kota, sehingga menjadi incaran para wisatawan yang ingin bernostalgia dengan trem di Kota Solo.

57 | Geschiephoria Magazine #4 Edisi Februari - Juni 2016

Dari Dapur Hingga Akulturasi BudayaKuliner Solo

oleh Muhammad Pamungkas

Keraton, upacara-upacara Keraton, kegiatan upacara yang dilakukan masyarakat, serta penyajian makanan dan minuman tradisional untuk masyarakat sehari-hari.

Modernisasi mulai masuk ke Solo atau Surakarta pada awal abad 20, ditandai dengan tumbuhnya pusat-pusat hiburan maupun pusat gaya hidup baru kaum modern. Pengaruh gaya hidup Eropa ini dibawa oleh orang-orang Belanda yang mulai tinggal di kota Solo sejak abad 18. Dengan tumbuhnya tempat-tempat hiburan berskala modern, membawa konsekuensi terhadap perkembangan k u l i n e r d i S u r a k a r t a y a n g menyesuaikan dengan perubahan dan kebutuhan jaman.

Percampuran budaya yang berkembang dalam kul iner di Surakarta banyak di pengaruhi budaya Eropa dan Asia. Banyak pria-pria Belanda yang tinggal bersama dengan perempuan Jawa atau biasa disebut Nyai. Diantara Nyai tersebut ada yang secara resmi dinikahi oleh orang Belanda, ada juga yang hanya dipekerjakan sebagai pelayan atau pembantu. Kehidupan bersama Nyai membuat orang Belanda terbiasa dengan makanan dan masakan Jawa, tentunya membutuhkan waktu yang panjang untuk menyesuaikan lidah mereka.

Hal unik terjadi dalam proses pengenalan makanan pribumi oleh Nya i kepada tuan E ropanya . Pengenalan ini disesuaikan dalam bentuk kebiasaan makan bangsa Eropa, yaitu terdapat makanan

Kota Solo menjadi salah satu daerah wisata yang potensial di Pulau Jawa. Salah satu daya tarik dari Kota Solo ialah pesona historis. Hal ini dibuktikan dengan keberadaan Keraton Kasunanan Surakarta yang masih berdiri kokoh hingga saat ini. Selain itu, Solo sebagai sentra industri batik juga mampu menarik banyak wisatawan dari berbagai daerah di Indonesia.

Tak hanya itu, banyak pecinta kuliner yang datang ke kota ini untuk memanjakan lidah. Mereka dimanjakan dengan suguhan kuliner khas lokal seperti tengkleng, timlo, selat, sup matahari, serabi, dan masih banyak lagi. Beberapa kuliner di kota Solo memiliki sisi historis yang unik, seperti misalnya nasi liwet. Nasi liwet terdiri dari nasi putih gurih, irisan daging ayam, sambal goreng labu siam, kumut (santal kental) dan telur kukus. Pada awalnya nasi liwet hanya disediakan untuk raja. Seiring berjalannya waktu, nasi liwet yang resepnya telah diturunkan turun-temurun selama ratusan tahun kini bisa dinikmati oleh berbagai kalangan masyarakat.

Kehidupan masyarakat di Kota Solo terkait erat dengan keberadaan Keraton Kasunanan Surakarta. Walaupun kota Solo bisa digolongkan sebagai kota besar, namun kehidupan tradisional masih tetap dipertahankan o l e h m a s y a r a k a t n y a d e n g a n menempatkan keberadaan Keraton sebagai poros kebudayaan Jawa. Tata cara kehidupan tradisional seperti tradisi menyajikan makanan dan minuman untuk raja sebagai pemimpin

59 | Geschiephoria Magazine #4 Edisi Februari - Juni 2016

pembuka, makanan inti, dan makanan penutup. Kebiasaan ini tidak terdapat dalam masyarakat pribumi. Penyajian dengan gaya Eropa ini diisi dengan berbagai masakan khas pribumi.

Perkawinan campuran membawa dampak yang signifikan terhadap anak keturunan mereka yang semakin terbiasa dengan makanan pribumi. Anik Susanti dalam buah pikirnya berjudul Akulturasi Budaya Belanda Dan Jawa (2013), mengungkapkan bahwa kebiasaan makan nasi dari generasi ke generasi pada akhirnya menjadi budaya tersendiri dalam ruang lingkup kehidupan orang-orang Belanda, yang kemudian memunculkan istilah khusus “rijsttafel”. Fadly Rahman, dalam karyanya Rijjstafel: Budaya Kuliner Indonesia Masa K o l o n i a l 1 8 7 0 - 1 9 4 2 ( 2 0 1 1 ) , memberikan penjelasan lebih lanjut yaitu Rijst sendiri berarti nasi atau beras yang sudah dimasak, sementara tafel selain berarti meja juga bermakna kias untuk hidangan.

Dalam perkembangannya, kuliner di Surakarta banyak dipengaruhi oleh keberadaan Kasunanan Surakarta. Awal dari perkembangan kuliner di Surakar ta d imula i pada masa Pakubuwana II. Hal ini terlihat ketika terjadi perpindahan Keraton dari Kartasura ke Desa Sala. Disebutkan ketika keraton berpindah, terdapat beberapa peralatan dapur yang ikut dibawa oleh rombongan kerajaan. Ini membuktikan bahwa pada masa pemerintahan Paku Buwana II telah berkembang teknologi dan cara masak-memasak untuk hidangan keluarga Raja beserta abdi dalem-nya.

Terdapat gudang penyimpanan bahan-bahan kuliner pada masa Pakubuwana X. Gudang ini terletak di dalam Keputren, kemudian bahan-bahan makanan yang berada di dalam gudang didistribusikan ke dapur-dapur kerajaan oleh abdi dalam yang bertugas. Bahan-bahan makanan yang diperlukan oleh Keraton diperoleh melalui aktifitas pembelian yang dilakukan oleh pihak Keraton di berbagai pasar di kota Solo.

Keraton Surakarta sendir i memiliki berbagai acara makan bagi Raja dan Penyambutan tamu-tamu Raja. Acara makan Raja disebut dhahar, merupakan jadwal makan Raja sehari-hari dengan berbagai hidangan lengkap kesukaan Raja. Kebiasaan dhahar Raja ini terlihat jelas dan tertata rapi ketika Paku Buwana X berkuasa. Karena pada masa pemerintahannya, Paku Buwana X adalah Raja yang paling lengkap melaksanakan tata cara dhahar.

Jadwal makan Raja dimulai pagi hari pukul delapan pagi di ruang Madusuka, santapan yang biasa dimakan Raja seorang diri ialah roti. Lalu makan siang dilakukan pada pukul satu siang diselenggarakan di ruang Penepen. Pada makan siang ini, Raja ditemani dua orang permaisuri dan sepuluh orang putri-putri yang belum menikah. Ketika makan siang ini terlihat jelas tata cara makan, menu yang dihidangkan, serta cara melayani keluarga Raja dan Raja sendiri, hingga tempat duduk sesuai kedudukan m a s i n g - m a s i n g , y a n g s a n g a t

60 |Februari - Juni 2016Geschiephoria Magazine #4 Edisi

diperhatikan. Ketika makan siang, Paku Buwana X lebih suka menyantap sayur loncom, sate penthul, dendeng age, blenyik, gembrot, cabuk, balur ikan jambal yang digoreng dengan telor.

The Kitchens

Berbicara tentang makanan kesukaan raja, dalam hal ini Keraton pasti memiliki dapur kerajaan. Dapur kerajaan tidak hanya terdiri dari satu tempat saja. Dapur-dapur ini pula sering bertambah atau berkurang sesuai dengan kebutuhan raja. Dapur Gondorasan ialah dapur yang hingga saat ini masih difungsikan sejak Paku Buwana II berkuasa. Fungsi dari dapur Gondorasan adalah mengolah sesaji dan wilujengan. Sega tumpeng merupakan salah satu hidangan yang dibuat di dapur ini dan menjadi h idangan utama untuk acara wilujengan.

Selain dapur Gondorasan, terdapat Dapur Sekul Langgen yang saat ini sudah tidak lagi berfungsi sebagaimana mestinya. Dapur Sekul Langgen digunakan sejak masa Paku Buwana II hingga Paku Buwana XI. Tugas dari dapur ini adalah mengolah hidangan kuliner bagi prajurit Keraton (cadhong). Namun karena saat ini Keraton tidak lagi memiliki prajurit dalam jumlah besar seperti masa lampau, maka dapur Sekul Langgen tidak lagi digunakan. Hidangan yang sering dibuat di dapur ini adalah sayur-sayuran seperti sayur bayam, sayur terong, dan sambal. Sementara lauk-pauknya sendiri harus menunggu hidangan Raja yang tidak habis.

Hidangan Raja yang tidak habis ini biasanya dibagikan kepada para abdi dalem dan prajurit.

Di dalam Keraton juga terdapat dapur yang khusus mengolah hidangan bagi Raja dan tamu agung Keraton. Dapur ini disebut Koken atau dapur utama yang terletak di kompleks Keputren berdampingan dengan dapur Pawon Ageng. Dapur ini terakhir difungsikan pada masa pemerintahan Paku Buwana X. Sementara Pawon Ageng diperuntukkan memasak kuliner Raja yang terdiri dari kuliner pokok Raja. Dapur in i hanya difungsikan pada masa kekuasaan Paku Buwana X saja.

Dapur lainnya yang juga hanya difungsikan pada masa Paku Buwana X, yaitu Dapur Nyirosuman, Pawon Drowesono, dan Pawon Kridoyono. Ketiga dapur ini memiliki fungsi yang berbeda-beda. Fungsi dapur Pawon Nyirosuman ialah membuat makanan ringan (keleman) bagi raja, seperti wajik klethik, meniran, nagasari, caranggesing, dan lain-lain. Sementara Dapur Pawon Drowesono ditugaskan untuk mengolah dan menyiapkan berbagai minuman untuk raja seperti: limun, whiskey, air soda (Banyu Londho), anggur, bir, dan sebagainya. Dapur Pawon Kridoyono menjadi tempat pengolahan susu.

Pada masa pemerintahan Paku Buwana XI dan XII, hidangan utama untuk raja diolah di Dapur Pawon Pakubuwanan. Namun pada saat Paku Buwana XII berkuasa, terdapat sebuah dapur lainnya yang terletak di kediaman raja yang bertugas untuk

61 | Geschiephoria Magazine #4 Edisi Februari - Juni 2016

menghidangkan kuliner bagi raja. Bagaimanapun, dapur ini bukan dapur utama yang dikenal Pawon Sasana Hadi. Sama halnya dengan saat ini, dimana yang berkuasa di Keraton Surakarta adalah Paku Buwana XIII. Paku Buwana XIII rupanya memiliki dapur sendiri yang terletak di Sasana Nalendra atau kediaman raja, yang tugasnya tidak jauh berbeda dengan Pawon Sasana Hadi yaitu membuat hidangan untuk raja. Dapur ini disebut Pawon Sasana Nalendra.

Akulturasi juga terlihat di lingkungan Keraton Surakarta. Ardi Baskoro dalam tesisnya berjudul Kuliner Di Keraton Surakarta (2012) , menguraikan bahwa aneka olahan makanan Eropa menjadi menu kesukaan Raja dan kerabat istana, seperti soup macaroni, steak daging sapi, stup macaroni, berbagai minuman beralkohol seperti bir, wine dan juga minuman yang dicampur dengan es, serta minuman sirup, dan juga air soda yang biasa disebut dengan Banyu Londho. Makanan tersebut biasanya juga disajikan saat jamuan makan ketika Keraton mendapat kunjungan tamu-tamu agung Keraton.

Acculturation In Taste

Bistik berasal dari kata Belanda yakni “Biefstuk”, atau juga dapat dikatakan dengan istilah bahasa Inggris dengan kata “Steak”, merupakan jenis olahan daging yang biasa dimakan orang–orang Belanda bersama kentang, kacang polong, dan wortel. Di Indonesia makanan ini dikenal dengan nama “Bistik”.

Perubahan nama dari “Biefstuk” menjadi “Bistik” dikarenakan faktor genealogis lidah orang–orang Jawa yang susah untuk menyebut nama “Bistik” dengan sebutan “biestuk”.

Orang Jawa (pribumi) pada umumnya mengenal bistik sebagai makanan khas orang Belanda, orang Jawa tidak biasa dengan tampilan bentuk makanan bistik yang beda dengan bentuk sajian menu hidangan kesehariannya. Bistik dicirikan dengan tata cara makan yang menggunakan berbagai peralatan makan yang tidak lazim digunakan oleh orang Jawa . Bist ik menjadi makanan yang bergengsi pada masa kolonial. Orang – orang Jawa mengadopsi bistik dalam berbagai bentuk masakan.

Resep bistik diadopsi dan dimodifikasi oleh orang Jawa yang bekerja sebagai pelayan di rumah orang-orang Belanda. Pengolahan dan penyajian disesuaikan dengan kebiasaan orang Jawa mengolah daging dengan cara digiling terlebih dahulu dan kemudian dihaluskan. Saat penyajian bistik Jawa, daging beserta kentang, wortel dan sayuran ditata di atas piring dan kemudian disiram dengan kuah semur manis sebagai saus.

Kuliner bistik merupakan kuliner bangsawan yang memiliki kedekatan dengan pejabat kolonial Belanda, proses percampuran budaya terlihat d i m a n a a w a l n y a b i e f s t u k menggunakan Madeira Sauce dan oleh orang pribumi (Jawa) diubah menggunakan irisan bawang yang

62 |Februari - Juni 2016Geschiephoria Magazine #4 Edisi

bercampur kuah semur manis. Di kalangan Istana Mangkunegaran dan Kraton Kasunanan Surakarta istilah “Steak” diubah menjadi “Selat Solo”, berupa irisan daging dengan kuah yang encer dan dengan rasa manis dilengkapi dengan rebusan buncis dan wortel, kentang goreng, acar ketimun dan mayones dengan bahan dasar kuning telur rebus yang berbeda dengan mayonnaise yang digunakan dalam masakan Belanda.

Walaupun tergolong sebagai kuliner bangsawan, baik bistik maupun hidangan-hidangan pokok raja dalam Keraton, kini dapat dinikmati oleh khalayak luas. Seiring berkembangnya zaman, peralihan kekuasaan, dan kebutuhan ekonomi yang berbeda dengan masa lampau, ser ta semak in memburamnya kekuasaan raja, akhirnya banyak penjual-penjual makanan yang menjajakan kuliner priyayi atau bangsawan sehingga masyarakat luas yang dahulu hanya bisa mendengar nama kini dapat mencicipi kelezatan makanan-makanan tersebut. Tak hanya itu, makanan-makanan tersebut kini menjadi makanan khas dan daya tarik wisata.

63 | Geschiephoria Magazine #4 Edisi Februari - Juni 2016

Lakon

Sebagai keturunan Tionghoa yang ambil bagian dalam Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI), anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), seorang yang gigih m e n g u p a y a k a n p e m b a u r a n keturunan asing, dan apoteker handal, nama Yap Tjwan Bing menjadi nafas tersendiri di kota Solo. Pria yang gemar bermain sepak bola ini berhasil menorehkan namanya sebagai nama jalan di kawasan Jagalan, Jebres, S u r a k a r t a k a r e n a j a s a d a n perjuangannya untuk Indonesia.

Yap Tjwan Bing lahir pada tanggal 31 Oktober 1910 di Slompretan, Surakarta, Jawa Tengah. Dari Solo, ia selalu berpindah tempat tinggal karena mengikuti ayahnya.

Sekitar tahun 1932, Yap meneruskan pendidikan sebagai apoteker (sarjana farmasi) di Amsterdam, Belanda. Semasa di Belanda, ia banyak belajar dan membaca tumbuhnya ruh pergerakan para pelajar Indonesia d a l a m h a l m e w a c a n a k a n kemerdekaan. Selepas tamat belajar di Amsterdam, Yap pulang dan menetap di Bandung bersama istrinya serta membuka usaha apotek. Apotek tempat Yap Tjwan Bing berpraktek di antaranya Apotek Suniaradja dan Apotek Cikakak. Di Bandung pula, Yap mendirikan Pabrik Pastilles Sehat dan Lokomotif. Pabrik ini membuat permen kesehatan/obat pastilles untuk sakit kepala dan flu. Ada kisah yang menceritakan, salah satu koresponden surat kabar lokal di Bandung pernah mengalami migren

65 | Geschiephoria Magazine #4 Edisi Februari - Juni 2016

Oleh Yulita Fonda

persaingan perdagangan antara pedagang Tionghoa dan pribumi, serta memperjuangkan hak-hak berpolitik kaum minoritas.

Sebagai seorang apoteker, Yap banyak membantu dalam bidang farmasi. Pada masa agresi militer Belanda I, warga peranakan Tionghoa terbagi menjadi dua kubu, mereka yang berpihak pada Belanda dan mereka yang mendukung Indonesia. Karenanya banyak terjadi pengusiran warga Tionghoa di berbagai kota. Pada 1947 Sultan menyatakan Jogjakarta sebagai zona aman bagi penduduk asing sehingga banyak pengungsi yang ke sana. Untuk menanggapi kebijakan ini Sultan menunjuk tiga orang tokoh Tionghoa termasuk Yap untuk merawat pengungsi yang ada di Jogja.

Sebelum mengundurkan diri dari keanggotaan DPR di tahun 1954, Yap sebagai apoteker sempat menyumbangkan idenya mengenai apotek nasional. Menurutnya, k e p e n g u r u s a n a p o t e k h a r u s dipegang oleh ahlinya yakni apoteker dan kebutuhan obat dalam negeri harus didukung oleh pabrik obat nasional agar tak bergantung pada pihak luar.

Selama di Bandung, Yap banyak ikut serta dalam kegiatan sosial baik di gereja maupun masyarakat. Salah satunya lewat organisasi Bandung Permai. Organisasi yang fokus pada pengembangan budaya dan wisata di Bandung. Yap juga dipercaya sebagai perwakilan dari SSKA (Serikat

kronis. Dia kemudian minum obat tersebut dan beberapa pastiles untuk seraknya dan langsung sembuh. Hal inilah yang menjadi salah satu iklan promosi keampuhan obat buatan Yap Tjwan Bing di surat kabar.

Pada masa Jepang berkuasa, pergerakan politik Yap mulai terlihat. Karena sering malang melintang di kegiatan sosial, Yap dipercaya untuk memegang organisasi buatan Jepang khusus untuk warga keturunan Tionghoa hingga pada Agustus 1945. Ia ikut andil dalam PPKI sebagai satu-satunya anggota yang beretnis Tionghoa. Saat santer terdengar kaba r akan d ip rok l amas i kan kemerdekaan Indonesia, Yap yang pada 16 Agustus 1945 berada di Bandung banyak didatangi orang sebagai tempat bertanya dan dimintai penjelasan. Ia pun menjelaskan kebenaran berita tersebut dan memaparkan langkah yang diambil PPKI selanjutnya.

Setelah kemerdekaan, Yap giat mengupayakan pembauran warga negara Indonesia keturunan asing baik itu Tionghoa, Barat, maupun Arab. Ide-ide mengenai pembauran masalah peranakan tertanam pada d i r i n y a . B a g i n y a m a s a l a h kerenggangan antara pribumi dan p e r a n a k a n T i o n g h o a l e b i h dikarenakan kesalahpahaman antar kedua pihak, sehingga peranakan Tionghoa baiknya mencari dan m e m b e r i p e n e r a n g a n a g a r memahami is i “api revolus i” Indonesia. Sebagai kepala seksi ekonomi Dewan Pimpinan PNI, Yap memberikan solusinya akan masalah

66 |Februari - Juni 2016Geschiephoria Magazine #4 Edisi

muncul akibat sentimen mahasiswa antar etnis di kampus ITB yang kemudian merambat ke masyarakat. Letupan kerusuhan makin menjadi k a r e n a a d a n y a k e k e c e w a a n masyarakat secara vertikal kepada pemerintah yang tak mampu menghindarkan rakyat dari siksaan ekonomi dan kecemburuan horizontal kepada mereka yang lebih nyaman kehidupan ekonominya. Meskipun selamat dari kerusuhan, musibah yang menimpa keluarga Yap Tjwan Bing yaitu dibakarnya sebuah mobil baru dan perusakan bungalow keluarga Yap yang terletak di Jalan Lembang, Bandung.

P e m b a k a r a n m o b i l d a n perusakan bungalow meninggalkan rasa tidak mengenakkan bagi istri Yap sebagai seorang wanita. Trauma akan kerusuhan yang mungkin terulang, serta kesehatan Yap Siong Hoei yang kian menurun, Yap dan keluarga pun menuju Amerika Serikat. Yap sempat bersitegang dengan sang istri karena keengganannya meninggalkan Indonesia. Namun ia pun mengikuti nasihat isntrinya sebagai bentuk dari pertanggungjawaban seorang orang tua kepada anak dan kepala keluarga.

Semenjak tinggal di Amerika Serikat, Yap berulang kali berniat kembali ke Indonesia, namun selalu gagal. Faktor utamanya tidak lain adalah demi keluarga. Putra-putri Yap Tjwan Bing (Yap Siong Hoei dan Dewi Tan) juga berada di Amerika Serikat. Di usianya yang semakin tua, Yap Tjwan Bing sempat terkena serangan stroke dan dirawat oleh istrinya. Adam Malik pernah memberikan perhatian

Sekerdja Kereta Api), yang kemudian b e r n a u n g d i b a w a h B a d a n Penghubung Serikat-Serikat Sekerdja (BPSS). SSKA sendiri kemudian berfusi dengan Persatuan Beamte Spoor dan Tram (PBST) menjadi Persatuan Buruh Kereta Api (PBKA).

Karir Yap dalam perpolitikan berhenti ketika ia memilih untuk lepas jabatan alias mengndurkan diri. Persis pada Juli 1994, Yap mengundurkan diri dari DPR karena anak laki-lakinya, Yap Siong Hoei terserang polio myelit is dan harus mendapat perhatian lebih. Sebagai orangtua yang sayang terhadap anak, kewajiban merawat buah hati melebihi apapun.

Meninggalkan Indonesia

Semenjak lengser dari kegiatan berpolitik, Yap dan keluarga pindah ke Solo guna memberi pengobatan pada Siong Hoei. Yap membawanya ke rehabilitasi center Solo di bawah pimpinan Dokter Suharso. Selama Siong Hoei dilatih di rehabilitasi center Solo di Jalan Slamet Riyadi 136 Solo, Yap Tjwan Bing mendapat pinjaman rumah untuk tinggal sementara. Selama dua tahun, Siong Hoei dirawat oleh Dokter Suharso di rehabilitasi itu, namun beliau tidak berhasil menyembuhkannya sehingga beliau menganjurkan agar Siong Hoei dibawa ke Amerika Serikat. Kecintaan Yap akan Indonesia sebagai tanah air harus dibayar mahal. Keluarga Yap menjadi salah satu korban dari peristiwa 10 Mei 1963 di Bandung. Kerusuhan rasial tersebut

67 | Geschiephoria Magazine #4 Edisi Februari - Juni 2016

khusus kepada Yap selama mengalami sakit stroke.

Yap Tjwan Bing selama berada di luar negeri selalu mendambakan untuk kembali dan tinggal lagi di Indonesia, namun garis takdir akhirnya berbicara lain, Yap Tjwan Bing menutup usia 78 tahun pada 1988 di Amerika Serikat. Demi mengenang jasa dan perjuangannya, namanya kini diabadikan menjadi nama sa l ah sa tu rua s j a l an (menggantikan Jalan Jagalan) di kawasan Jagalan Jebres Surakarta: Jalan Drs. Yap Tjwan Bing.

68 |Februari - Juni 2016Geschiephoria Magazine #4 Edisi

Opini

ADVIEZEN

ambil alih oleh Paku Buwono II dan aliansinya. Namun tak lama setelahnya, k e d u d u k a n b e r b a l i k d e n g a n kemenangan di pihak Belanda. Akhi rnya, Paku Buwono I I pun mengakhiri pergolakannya melawan Belanda dengan meminta maaf kepada Kompeni.

Pergolakan yang terjadi tidak berhenti sampai disini, namun tetap berlanjut setelah pernyataan damai dengan Kompeni. Orang-orang Cina d a n p e n g i k u t P a k u B u w o n o memberontak dan menghancurkan Keratonnya kemudian mengangkat Mas Garendi naik tahta. Karena kehilangan Keratonnya, Paku Buwono II melarikan diri hingga ke daerah Ponorogo. Peristiwa Geger Pecinan ini menjadi pembuka atau cikal-bakal lahirnya sebuah tembang yang nantinya juga akan menjadi tembang kesayangan dari Pakubuwono II serta menjadi salah satu kisah perjalanan seorang raja yang tertuang dalam sebuah tembang.

Asal-usul Gendhing Kalunta – Prawira Kusuma

Ben Anderson mengemukakan bahwa gamelan, tari, teater dan seni lainnya merupakan bagian penting dari

Cikal bakal berdirinya Keraton S u r a k a r t a d i a w a l i t e r j a d i n y a pemberontakan oleh orang-orang Cina pada tahun 1742 yang dikenal dengan sebutan “geger pecinan” di Keraton Kartasura. Menurut buku S e j a r a h K e r a t o n S u r a k a r t a , pemberontakan tersebut dipimpin o leh Raden Mas Garendi yang merupakan putra Pangeran Teposono yang juga merupakan putra dari Amangkurat II. Pemberontakan yang dipimpin oleh Raden Mas Garendi bersama dengan orang-orang Cina telah berhasil menduduki Keraton Kartasura dengan gelar Sunan Kuning atau Amangkurat V. Sementara, Paku Buwono II mengungsi ke Ponorogo.

Menurut Ricklef, kekacauan yang t e r j a d i d i K e r a t o n K a r t a s u r a m e r u p a k a n k o n fl i k p e re b u t a n kekuasaan antar keluarga ningrat yang menyebabkan kekacauan politik yang tanpa henti. Vlekke menambahkan bahwa, Paku Buwono II tidak dapat menghindari kekacauan politik yang terjadi, bahkan Paku Buwono II memutuskan untuk membantu para pemberontak orang Cina dalam pertentangannya dengan VOC. Paku Buwono memerintahkan rakyatnya untuk berperang sabil melawan para Kompeni. Sebagaian besar wilayah yang diduduki Belanda pun bisa di

Sri Susuhunan Paku Buwono II

GENDHING KALUNTA - PRAWIRA KUSUMABerdirinya Kraton Surakarta Hadiningrat

70 |Februari - Juni 2016Geschiephoria Magazine #4 Edisi

oleh Rahmad Basuni

t i d a k d i t e m u k a n l i r i k d a l a m g e n d h i n g n y a . O k e j u g a mempertanyakan tentang syair yang digunakan dalam setiap iringan gendhing. Karena banyak sekali gendhing-gendhing menggunakan syair yang sama yang diambil dari suatu serat atau babad.

Peristiwa Geger Pecinan sendiri menyisakan sebuah cerita yang tertuang dalam sebuah gendhing yang disebut Gendhing Kalunta. Gendhing Kalunta yang merupakan gendhing kesayangan dari Paku Buwono II memiliki asal-usul yang menarik. Nama dari gendhing Kalunta atau “terlunta-lunta” jika di bahasa Indonesiakan mempunyai arti yaitu kepedihan, kesedihan, ataupun keterpurukan. Artinya gendhing ini merupakan p e n g g a m b a r a n k e j a d i a n y a n g menyedihkan yang dialami sang Raja pada masa kekuasaannya.

M a r t o p a n g r a w i t d a l a m Sumarsam, Gendhing Kalunta: A Historical Metaphor? (2002) juga menegaskan mengenai gendhing Kalunta yang di tengah-tengahnya terdapat bagian yang disebut dengan Bango Mate atau “Bangau yang Mati”. Bagian itu digambarkan bahwa sang Raja sedang mengingat-ingat ke-Agungan bekas kekuasaannya dengan menun jukkan s i kap d iam a tau memfokuskan diri sendiri dengan kenikmatan. Sikap tersebut juga menggambarkan bahwa sang Raja seperti seekor burung bangau yang berdiri tanpa gerak, tenang menunggu mangsa yang berada di air. Hal itu juga mengatakan bahwa Paku Buwana sendiri sudah tidak memiliki harapan

kehidupan Keraton Jawa. Selo Sumard jan menambahkan pu la mengenai konteks legitimasi sang Raja adalah dengan mempertontonkan kesenian baik itu gamelan, tari atau upacara-upacara kerajaan guna mempertunjukan bahwa Raja adalah “segalanya”.

Mengenai konteks lagu atau g e n d h i n g j a w a d a l a m r u a n g lingkupnya untuk membuka cerita sejarah baik mengenai gendhing tersebut ataupun masa kejayaan suatu kerajaan adalah hal yang sangat sulit untuk dijelaskan baik melalui notasi-notasi ataupun lirikal. Menurut Oke Atikana seorang mahasiswa jurusan Karawitan Institut Seni Indonesia (ISI) Surakarta, dia mengenal dua macam penjabaran mengenai lirik dan lagu dalam konteks karawitan berdasar materi perkuliahan. Menurutnya, ada yang dinamakan lagu winengku sastra i tu ada lah lagu yang menurut penggalan teks. Artinya adalah pembacaan macapat itu sendiri dengan intonasi yang dilagukan. Kemudian ada yang dinamakan sastra winengku lagu artinya sastra atau macapa t yang d i amb i l un tuk melengkapi gendhing-gendhing gamelan dan terikat dalam suatu iringan gendhing.

Banyak syair-syair yang dapat dikaji untuk menemukan keterangan tentang konteks mana suatu gendhing tercipta. Selain itu juga nama dari g e n d h i n g p u n m e m p e n g a r u h i bagaimana gendhing itu diciptakan. Namun tidak mudah untuk menafsirkan mengenai Gendhing Kalunta yang

71 | Geschiephoria Magazine #4 Edisi Februari - Juni 2016

menunjuk pada gendhing yang sama. Sumarsaid Moertono menyebut dongeng itu sebagai “the cult of glory in the legitimation of kingship” yang berarti benar, bahwa dongeng itu diciptakan sebagai alat legitimasi kekuasaan sang Raja.

Lahirnya Era Baru Mataram Islam di Desa Sala

Entah atas dasar apa, fakta yang dimi l ik i Gendhing Kalunta bisa dikatakan dapat menyibak tabir sejarah mengenai perpindahan kerajaan. Secara konteks sejarah sama sekali tidak dapat digunakan sebagai sumber yang akurat, namun jika menarik sejarah berdasarkan ilmu karawitan itu sudah bisa dikatakan sebagai sumber yang akurat. Oke menegaskan hal itu dengan mengatakan bahwa, dalam ilmu karawitan hal itu biasa terjadi, karena memang adanya sumber hanya sebatas itu, kita tidak bisa berkata-kata apalagi selain menggunakan data yang ada walaupun sangat tidak masuk akal.Sejarah yang terpaku antara ruang dan waktu serta fakta-fakta yang digunakan harus riil akan hanya menganggap cerita tentang dongeng Gendhing Kalunta ini hanya sebatas cerita rakyat atau cerita kerajaan. Sumarsam telah berhasil menganalogikan Gendhing Kalunta dengan fakta-fakta mengenai P a k u B u w o n o I I . D i r i n y a menghubungkan secara diakronik melalui cerita-cerita tentang Gendhing Kalunta yang memiliki keberagaman versi tapi merujuk pada urutan waktu yang sama. Jadi secara tidak langsung bisa dikatakan bahwa gendhing Kalunta adalah “cikal bakal” berdirinya

lagi.

Setelah naik tahtanya Mas Garendi dengan bantuan dari orang-orang Cina dan mantan abdi dalem Paku Buwono II, kemudian Paku Buwono II melarikan diri sampai ke dae rah Ponorogo . Pada masa pelariannya sang Raja mendengar salah satu musisinya memainkan gender dan lagu gendhingnya adalah kegemaran sang Raja yaitu Kalunta.Berdasarkan fakta-fakta sejarah yang banyak menceritakan mengenai Paku Buwono II memang menitik beratkan bahwa sang Raja memang merupakan Raja yang “lemah”. Sebabnya menurut sejarawan adalah seringkali raja mudah untuk diarahkan atau dihasut oleh pihak lain. Sejarah juga mencatat bahwa Raja mendapat bantuan dari Belanda untuk kembali naik tahta di keraton Kartosuro. Tetapi, dongeng kerajaan mempunyai cerita yang b e r b e d a . D o n g e n g i t u s e l a l u mengagungkan sang Raja dimana sang Raja yang telah berhasil merebut kembali tahtanya dari tangan para pemberontak setelah mendengarkan Gendhing Kalunta. Warsadiningrat yang merupakan musisi senior Keraton mendapatkan pen je la san ten tang nama l a in Gendhing Kalunta dari Paku Buwono X yaitu Gendhing Prawira Kusuma. Prawira Kusuma sendir i berart i “ B a n g s a w a n P e r w i r a ” . N a m a tersebutlah yang menegaskan bahwa dongeng tersebut sengaja diciptakan untuk mengagung-agungkan sang Raja. Tidaklah mungkin seorang keturunan Raja akan menjelek-jelekkan nama nenek moyangnya, maka gendhing Kalunta – Prawira Kusuma itu

72 |Februari - Juni 2016Geschiephoria Magazine #4 Edisi

Prawira Kusuma sebagai sumber sejarah dari Keraton Kasunanan sangatlah penting. Mengingat para raja memiliki para pujangga dan abdi dalem kerajaan yang bertugas untuk m e n u l i s k a n d a n m e n g i s a h k a n kebesaran dari masa kepemimpinan mereka, meski di dalamnya hanya terdapat tentang kebesaran dan kemegahan dari masa tersebut namun dapat pula menjadi pertimbangan dalam menuliskan suatu sejarah. Menurut Radjiman, sangatlah penting dalam meninjau kembali karya-karya sast ra lama maupun tembang-tembang lama yang lahir dari lingkup keraton, karena sumbersumber tersebut sangatlah membantu dalam menceritakan sejarah lokal (dalam hal ini sejarah lokal daerah Surakarta). Kesulitan masih tetap ada karena sebagian besar masih berupa naskah (handschrijften) namun masih tetap dapat dijadikan sumber pokok dalam mengkaji sejarah Keraton dan Kota Surakarta.

era baru Mataram Islam di Surakarta.

Paku Buwono II adalah trah keturunan Mataram Is lam yang merupakan Raja terakhir dalam periode Mataram Islam di Keraton Kartasura. Setelah hancurnya Keraton K a r t a s u r a , P a k u B u w o n o I I memindahkan keratonnya dan menjadi Raja pertama Mataram Islam di desa Sala dengan nama Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat pada tanggal 17 Februari 1745. Adanya perpindahan Keraton Kartasura ke desa Sala juga termuat dalam arsip Keraton Surakarta dengan sekar Dandhanggula yang berbunyi :

Sigra jengkar saking kartawangi,Ngalih kadaton mring dusun Sala,Busekan sapraja balane,Kebut sawadya balaneBusekan sapraja gung,Pinengetan hangkate uni,Hanuju hari Buda enjing wancinipun,Wimbaning lek ping Sapta Wlas,Sura Je Kombuling Pudya Kapyarsi,Hing Nata kang sangkala.Nata lenggah ing bangsal Pangrawit,Para opsir kalawan Kumendan,Samya ngadeg neng kirine,Bangsal lenggahan Prabu,Pra prajurit bahjeng habaris,Kumpeni miwa jawa haneng halun-halun,Sri Narendra lon ngandika,Dusun Sala hingelih nama Nagari,Surakarta Diningrat.

Sama halnya dengan karya-karya sastra yang diciptakan oleh para abdi dalem maupun para pujangga Keraton Kasunanan, posisi Gendhing Kalunta-

73 | Geschiephoria Magazine #4 Edisi Februari - Juni 2016

TANDUMakna Dalam Sebuah

oleh Retno Galih

manusia untuk membawa barang-barang baik yang hidup maupun yang mati. Penggunaan tandu bahkan telah digunakan dari zaman kuno. Dalam Fir'aun Mesir dan China, penguasa dan dewa-dewa (dalam bentuk berhala) sering diangkut dengan tandu di depan umum seperti pada festival upacara negara atau agama.

D i I n d o n e s i a d a l a m perkembangannya tandu bahkan telah digunakan sejak zaman Hindu-Buddha. Hal ini terlihat dari relief-relief yang terdapat dalam Candi Borobudur, relief-relief tersebut menceritakan kisah-kisah Karmawibangga, Jataka Awadana dan Gandawyuha yang merupakan pelajaran agama Buddha. N. J Krom da lam Barabudur, Archseological Description Jilid 3 dan 4 (1986) menyatakan di dalam relief itu semuanya menggambarkan adegan perjalanan, terlihat bahwa pengguna tandu tidak hanya manusia, tetapi juga barang.

Pada masa selanjutnya, yaitu pada masa Islam, tepatnya di daerah Cirebon, tandu digunakan untuk berbagai kegiatan. Beberapa kegiatan diantaranya, mengarak Putra Sultan yang akan dikhitan; untuk mengarak permaisuri; putra mahkota pada acara kirab keliling keraton. Dalam buku karya Aryadikusuma, E Nurmas, berjudul Baluarti Keraton Kasepuhan Cirebon (t.t), tandu yang digunakan untuk mengiring putra Sultan yang akan dikhitan diberi nama tandu Garudamina, sedangkan tandu yang digunakan untuk acara kirab keliling k e r a t o n y a n g d i g u n a k a n o l e h permaisuri dan putra mahkota diberi

Objective mind adalah sebuah pemikiran manusia yang telah terwujud dalam sebuah bentuk yang konkret, s e t i d a k n y a i t u l a h y a n g c o b a diterangkan Dilthey. Menurut Charles R . B a m b a c h d a l a m b u k u n y a Heidegger, Dilthey and The Crisis Of Historicism (1995), Pikiran berawal dari sebuah emosi kemudian bertindak dan muncul suatu dorongan, keinginan dan ekspresi. Dilthey berpendapat, dalam bentuk ekspresi manusia---gerakan sehari-hari, gerakan wajah, berbicara, intonasi, dan sebagainya---dunia psikologi manusia membuka dirinya kepada kita untuk dapat ditafsirkan. Dan proses memahami tanda-tanda seperti, ekspresi dan objektivikasi k e h i d u p a n l a i n n y a D i l t h e y menyebutnya dengan verstehen.

Berbicara tentang objective mind, manusia memiliki banyak sekali pemikiran-pemikiran yang dapat dikatakan menjadi sebuah karya yang memiliki manfaat luas bahkan di kehidupan sekalipun. Menarik bila kita membicarakan mengenai hasil cipta karya manusia terlebih mengenai tandu. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, tandu sendiri adalah usungan berupa kursi atau rumah-rumahan kecil, terbuat dari terpal dan sebagainya, untuk tempat duduk dan s e b a g a i n y a , d i s a n g g a a t a u digantungkan pada pikulan. Jika dalam Palang Merah Indonesia tandu diartikan pula sebagai sebuah alat yang dibuat untuk mengevakuasi korban dari tempat kejadian ketempat yang lebih aman atau rujukan. Fungsi tandu yang utama sebenarnya adalah alat yang diciptakan untuk memudahkan

75 | Geschiephoria Magazine #4 Edisi Februari - Juni 2016

Hayuningrat. Menurut Prita Wikan Tyasting dalam skripsinya mengenai Tandu-tandu Keraton Surakarta dan Yogyakarta: Suatu Kajian tentang Bentuk Hiasan dan Kegunaan (2001), tandu sebagai alat kelengkapan upacara kedua keraton tersebut yang pada dasarnya memiliki upacara adat yang hampir sama maka penggunaan tandu dapat dikatakan cukup sering. Dari tandu-tandu yang ada di kedua keraton tersebut secara umum bisa membagi dua bagian utama dari tandu

1. Bangunan tandu, bangunan tandu dibagi menjadi 3 macam yakni bentuk kotak wadah tanpa tutup, bentuk kursi dan bentuk rumah yang dibagi dalam 3 bagian: (a) bagian dasar, (b) bagian tubuh dan (c) bagian puncak.

2. Pikulan.Tandu di Kraton Kasunanan Surakarta

Menarik membahas mengenai peran tandu dan makna apa yang terdapat di dalam alat tersebut. Pembahasan kian menarik jika mempelajari makna dan peran tandu-tandu yang terdapat di K r a t o n K a s u n a n a n S u r a k a r t a , mengingat Kraton tersebut merupakan cikal-bakal dari munculnya pecahan Kerajaan Mataram Islam di Pulau Jawa. Tandu-tandu di Kraton Kasunanan Suarakarta menurut Prita memiliki jumlah keseluruhan 96 buah, dengan 3 jenis bentuk yakni bentuk kursi, bentuk rumah dan bentuk kotak wadah. Dalam tandu-tandu tersebut berhiaskan gambar atau ukiran baik itu berupa

nama Jempana. Tandu-tandu dari daerah Cirebon ini semuanya berwujud seperti kursi . Hal berbeda pun diungkapkan oleh Tashadi, dkk, Upacara Saparan di Daerah Ganping dan Wonolelo (1993), bahwa di Yogyakarta, tepatnya di daerah Gamping tandu digunakan sebagai alat untuk menggotong sesaji yang dibentuk menyerupai sepasang pengantin sebagai pengganti tumbal manusia bagi dhanyang Gunung Gamping. Ada suatu kepercayaan yang dianut oleh masyarakat sekitar dan tandu sebagai alat dari ritual tersebut.

Cara membawa tandu yang dipikul di atas tubuh manusia (bahu) menyatakan bahwa benda apapun ataupun sesuatu yang diangkut merupakan sesuatu yang penting ataupun sesuatu yang ditinggikan. Kehadiran tandu hampir ada di setiap upacara tradisional Jawa terlebih dalam lingkup keraton. Tandu-tandu tersebut berfungsi untuk mengangkut benda-benda pusaka, benda-benda upacara, sesajian bahkan ada juga yang difungsikan sebagai alat transportasi bagi raja dan keluarganya ketika berpergian, kirab keliling keraton, uparaca khitanan, dan upacara-upacara adat lainnya dalam lingkup keraton.

Bagi masyarakat keraton tandu adalah salah satu alat kelengkapan upacara adat (tradisional) yang masih dipakai sampai sekarang dalam lingkup keraton. Di Jawa sendiri terdapat dua keraton besar pecahan Kerajaan Mataram Islam yang terbagi menjadi Keraton Surakarta Hadiningrat dan Keraton Kasultanan Yogyakarta

76 |Februari - Juni 2016Geschiephoria Magazine #4 Edisi

dan kemuliaan, pencapaian tertinggi, dedikasi dan kesempurnaan; mahkota bentuk mustoko punya makna yang sama dengan mahkota gaya Eropa, namun juga punya arti bahwa raja s e b a g a i w a k i l Tu h a n d a p a t memberkahi seisi rumah agar selamat, t e n t r a m d a n s e l a l u d a l a m perl indungannya. Mustoko juga dianggap sebagai perwujudan dari mahkota wayang tokoh raja dan perwujudan dari bentuk mahkota lokal dan mustoko-mustoko mas j id . Penggunaan simbol PB X juga dapat ditemukan dalam tandu-tandu yang digunakan di Kraton Kasunanan. Hal ini juga disebabkan PB X menggunakan politik simbol untuk melegitimasi kekuasaannya.

Tandu-tandu di Kasunanan yang memiliki makna dari bentuk dan simbolnya, juga memiliki fungsi dalam sebuah ritus dari Kraton Kasunanan. Beda ritual, beda pula jenis dan nama tandu yang digunakan. Upacara Garebeg, merupakan upacara yang diadakan Kraton Kasunanan sebanyak 3 kali dalam setahun, yakni Bulan Mulud, Bulan Pasa dan Bulan Besar, dan jenis tandu yang digunakan adala ancak parendem, ancak canthoko dan jodhang. Kemudian upacara Sadran, upacara ini dilakukan pada bulan ruwah dengan melakukan ziarah ke makam leluhur kerajaan, jenis tandu yang digunakan adalah kuthomoro. Pada upacara pernikahan tandu juga d igunakan un tuk mengangku t pengantin wanita apabila pengantin wanita tersebut adalah anak raja, dan jenis tandu yang digunakan adalah jempana. Upacara Hanggoro Kasih Ageng, yakni upacara yang dilakukan

hewan, tumbuhan maupun benda-benda yang dianggap punya makna. Seperti bentuk hewan ular naga biasa dan naga bersayap dan berbelalai yang punya makna berbeda, ular naga dalam mitologi Jawa adalah simbol dunia bawah, simbol perempuan dan juga simbol angka 8 untuk sengkalan memet; sedangkan naga bersayap dan berbelalai memiliki makna yang hampir sama dengan naga biasa, hanya hewan ini dianggap istimewa karena memiliki kekuatan dan penggabungan dari hewan-hewan lain seperti ular naga, gajah dan burung. Kemudian ada pula hiasan tandu yang berupa burung kecil yang punya makna status atau kedudukan, dan juga kupu-kupu.

S e l a i n h e w a n ( f a u n a ) , penggunaan simbol tumbuhan (flora) juga memiliki makna. Seperti bunga kapas dan padi yang sering digunakan sebagai hiasan dalam tandu di Kraton Kasunanan yang merupakan simbol kemakmuran, dan beberapa simbol lain seperti penggunaan simbol bunga dan daun-daun kecil yang punya makna cant ik serta keindahan. Kemudian penggunaan simbol benda seperti matahari, bulan dan bintang juga kerap digunakan dalam tandu di Kraton Kasunanan. Benda-benda ini sudah menjadi satu dengan lambang Radya Laksana milik Kraton Kasunanan. Prita menjelaskan lebih jauh selain penggunaan simbol benda-benda buatan alam tadi, penggunaan simbol benda buatan seperti mahkota pun juga terdapat dalam tandu-tandu tersebut. Seperti mahkota gaya Eropa yang melambangkan kedaulatan, kemenangan, kehormatan, kebesaran

77 | Geschiephoria Magazine #4 Edisi Februari - Juni 2016

jika berbicara tentang adat suatu kerajaan, setidaknya itu pula yang coba dijelaskan oleh Charles Bambach, bahwa buah pikiran manusia selalu berkembang dan menghasilkan karya-karya yang sesuai dengan kebutuhan zamannya.

Apa yang terjadi dengan tandu sebagai alat angkut adalah buah pikiran dari masyarakat terdahulu yang menginginkan adanya sebuah alat pembantu dalam menjalankan aktivitas mereka. Tandu juga merupakan sebuah hasil kebudayaan yang sebenarnya mempunyai nilai lebih apalagi jika kita mengaitkannya dengan kepercayaan dan nilai-nilai keyakinan yang terdapat di dalam suatu masyarakat tentu akan sangat menarik untuk dibahas. Secara historis, membaca tandu membawa kita memahami konteks kehidupan masyarakat masa lampau yang selalu aktual dengan segala pemikirannya.

setelah 3 kali hari Selasa Kliwon untuk m e n g h o r m a t i l e l u h u r d e n g a n memberikan sesajen, upacara ini meggunakan tandu jenis jodhang. Malem Selikuran, upacara selamatan untuk menyambut malam Lailatul Qadr, tandu yang digunakan berjenis ancak canthoko. Dan yang terakhir Zakat Fitrah, kegiatan in i juga m e m e r l u k a n t a n d u d a l a m pelaksanaannya, dilakukan sebelum Hari Raya Idul Fitri dan tandu yang digunakan adalah jenis joli.

Berdasarkan ciri di atas telah dideskripsikan bagaimana tandu-tandu yang digunakan untuk upacara-upacara tradisional yang berlaku di masyarakat Jawa khususnya di Kraton Kasunanan Surakarta. Fungsi tandu pun kerap berubah tidak hanya di jadikan lagi sebagai alat-alat kelengkapan upacara bahkan kini dapat dikatakan sebagai suatu perlengkapan wajib dalam dunia m e d i s . P e r u b a h a n f u n g s i i t u mengakibatkan pula perubahan bentuk dari tandu. Jika tempo doeloe dalam dunia kerajaan tandu berbentuk seperti kursi, bahkan menyerupai w a d a h y a n g b e r a t a p k a n k i n i perubahan pun terjadi bahkan lebih minimalis sesuai dengan kebutuhan yang ada. Dalam dunia medis atau alat-alat yang digunakan oleh regu penolong dalam suatu bencana alam itu sendiri tandu terlihat lebih fleksibel dan mudah dibawa. Meski dalam konteks ini jelas berbeda jika kita bandingkan dengan budaya kerajaan dalam hal ini keraton, dengan budaya yang ada di luar keraton. Nilai-nilai kepercayaan dan keyakinan kerap pula terdapat dalam makna sebuah tandu

78 |Februari - Juni 2016Geschiephoria Magazine #4 Edisi

NDALEM HARDJONEGARANADA JAWA “KECIL” DI

Rumah ini dulunya milik Imam dan Ulama Pejabat Suronoto Keraton Surakarta pada masa Pakubuwana II, yaitu Kiai Kliwon Suroloyo dengan nama Ndalem Surolayan. Rumah tersebut kemudian pada tahun 1930 dibeli oleh kakek Hardjonagoro, Tjan Kay Shing. Bangunan yang sudah tidak terawat tersebut akhirnya dibongkar dan dibagi menjadi beberapa bagian dan dijadikan sebagai tempat untuk membatik. Sepeninggal Tjan Kay Shing, rumah tersebut diwariskan ke seorang anaknya yaitu Tjan Ging Nio dan kemudian diwariskan ke putranya Go Tik Swan Hardjanagoro yang merupakan pencipta Batik Indonesia. Hal yang menarik dan membanggakan dari sang maestro Batik ini, selain pencipta “Batik Indonesia”, beliau juga penari dan kolektor patung serta

Siapa yang ketika bepergian ke kota Solo dan melewati Jl. Yos Sudarso melihat rumah bergaya arsitektur kota (art deco) era 60-an? Yak, tak salah lagi itu merupakan rumah keluarga Go Tik Swan Hardjonagoro atau orang sering menyebutnya dengan nama Ndalem Hardjonegaran. Rumah tersebut kini ditinggali oleh pewaris Go Tik Swan, K a n d j e n g R a d e n A r y a ( K R A ) Hardjosoewarno dan istrinya Ibu Supiyah Anggriani. Sang Maestro Batik terkenal akan motif batiknya yang khas Indonesia ini merupakan seorang keturunan Tiong Hoa yang sangat m e n g a g u m i d a n m e n d a l a m i kebudayaan Jawa.

Museologi

79 | Geschiephoria Magazine #4 Edisi Februari - Juni 2016

oleh Bryan Arifianto

Begitu masuk kedalam, kami disambut oleh KRA. Hardjosoewarno dan dipersilahkan duduk diteras belakang rumah yang sejuk dan asri berbentuk setengah lingkaran bergaya arsitektur tahun 1960an. Dengan luas bangunan kurang lebih 2200 m2 didalamnya terdapat kurang lebih 9 u n i t b a n g u n a n . D i a n t a r a n y a , perpustakaan, tempat menyimpan gamelan, pendapa Pugeran, ndalem Surolayan, bangunan bangsal, tempat d isplay bat ik , bangunan untuk membatik, tempat besalen keris, dan gudang penyimpanan benda antik.

Berkeliling dikomplek Ndalem Hardjonegaran, memasuki sebelah utara terdapat komplek bangunan yang berbentuk joglo. Bangunan yang diberi nama Pendapa Pugeran memiliki

benda bernilai sejarah. Tak heran dirumahnya banyak terdapat benda seni yang tak ternilai harganya.Rumah yang dikelilingi oleh ruko dan pertokoan modern ini ternyata banyak sekali memiliki benda bersejarah yang syarat akan kebudayaan Jawa dan Cina. Setelah memasuki kedalam Ndalem Hardjonegaran barulah kami mengetahui betapa luasnya komplek bangunan bersejarah tersebut.

Suasana teras yang asli | dok. Setya Adi

nya dibuat sama. Mengapa demikian? Menurut KRA Hardjosoewarno para Adipati pesisir pada masa itu sangat menjunjung tinggi beliau sebagai Pakubuwana I , o leh karena i tu Pangeran Puger ingin menganggap para Adipati Pesisir tersebut sama derajat dengannya atau, somo ito. S e h i n g g a d i j a d i k a n fi l o s o fi dibangunnya pendapa tersebut. Hal yang menarik lagi dari Pendapa Pugeran ini, dulu menjadi saksi bisu dilantiknya Pangeran Puger sebagai Pakubuwana I. Pendapa ini sempat direnovasi secara pribadi oleh KRA. Hardjosoewarno karena banyak kerusakan terutama dibagian atap. Padahal bangunan ini merupakan cagar budaya yang d i l i ndung i pemerintah.

Sebelah barat Pendapa Pugeran

c e r i t a t e r s e n d i r i s e b e l u m Hardjonagoro memilikinya. Pendapa Pugeran ini sempat berpindah pindah tempat, pendapa ini awalnya berada di Kampung Pendrikan, Semarang. Namun, setelah 150 tahun pendapa ini d i t i n g g a l k a n , k e m u d i a n Mangkunegara IV membeli pendapa ini dan memboyongnya kembali ke Surakarta. Pada masa Mangkunegaran VII pendapa ini diletakkan di Taman Balekambang kemudian dibongkar kembali demi pembangunan kolam renang, maka rangka bangunan tersebut ditumpuk di Mangkunegaran sepert i barang t idak terpaka i . Kemudian atas izin Mangkunegaran VIII, Hardjonagoro membelinya dan memindahkannya di kompleks sekitar rumahnya. Salah satu keunikan dari pendapa ini, yaitu tinggi dari “ompak”

81 | Geschiephoria Magazine #4 Edisi Februari - Juni 2016

Koleksi Arca | dok. Setya Adi

Sedangkan bagian rumah yang berbentuk joglo digunakan sebagai penyimpanan benda benda antik. Bagian belakang dari bekas Ndalem Surolayan dibuat menjadi dua lantai yang digunakan sebagai ngerok, ngemplong, mewarnai, serta lantai dua digunakan menjemur kain hasi l celupan agar tidak terpapar sinar matahari langsung.

Beranjak ke bagian belakang rumah, terdapat bangunan yang dulunya difungsikan sebagai tempat penyimpanan buku serta ruang perpustakaan. Waktu itu Ada 675 judul, dengan 1950-an buah buku namun, buku tersebut kini dihibahkan ke ISI Surakarta agar terbaca dan bermanfaat. Kini bangunan tersebut dijadikan tempat menyimpan piagam piagam penghargaan Hardjonegoro.

terdapat sebuah bangunan yang disebut Ndalem Surolayan yaitu rumah bekas peninggalan Imam Masjid Suronatan, Kliwon Suroloyo. Rumah yang sempat dibongkar dan dibangun kembali menjadi beberapa bagian kini difungsikan untuk proses pembatikan. Pada 12 September 2004, Ndalem Surolayan kembali dipugar dan dijadikan tempat penyimpanan benda benda antik. Bangunan dibuat kembali dengan bentuk setengah membuka yang cukup digunakan sekitar 200 pembatik untuk membatik.

Pada salah satu sudut, tepatnya seberang pendopo Surolayan terdapat bangunan tempat Bestalen keris. KRA Hardjosoewarno juga memiki hobi mengoleksi keris yang juga merupakan empu di bestalen keris miliknya. Keris yang dibuat beliau adalah keris Adiluhung yang merupakan keris pesanan.

Para Pembatik yang tekun di ndalem Hardjonegara | dok. Setya Adi

menyelamatkan serta melestarikannya.

Rumah yang kini menjadi situs cagar budaya sangat dirawat oleh pewaris Go Tik Swan Hardjonegoro, KRA Hard josoewarno . Nda lem Hardjonegaran kini dibuka untuk umum agar kedepannya generasi generasi muda saat ini bisa mengenal kebudayaan.

Salah satu yang menarik adalah sepanjang komplek bangunan banyak tertata rapi arca-arca yang bernilai milyaran rupiah. Sebagai bentuk kepedulian dan kecintaannya akan budaya Jawa, Hardjonegoro gemar mengumpulkan arca-arca dan sering berkeliling untuk berburu arca. Tujuan beliau pun sangat mulia yaitu ingin

Tempat penempaan keris | dok. Setya Adi

Tempat untuk proses Nglorot | dok. Setya Adi

Laku Lampah dengan slogan terbarunya “Walking Through the S t o r y ” , m e n c o b a m e n g a j a k masyarakat yang tinggal di daerah Surakarta dan sekitarnya tanpa kecuali luar daerah bahkan provinsi, untuk mempelajari kembali sejarah kota Surakarta dan sekitarnya dengan cara y a n g b e r b e d a , d a n t e n t u n y a menggunakan sumber-sumber yang dapat dipercaya hingga menghadirkan saksi hidup demi untuk mengetahui lebih jauh tentang sejarah. Kegiatan ini dipelopori oleh Fendy Fawzi Alfiansyah dengan bantuan dari teman-teman yang pedu l i akan se ja rah dan kebudayaan masa lalu, mencoba

Surakarta atau lebih dikenal dengan Kota So lo , t idak b i sa dilepaskan dengan beberapa tempat yang mengandung nilai sejarah dan berhubungan dengan berdirinya Kota S o l o d a n K e r a t o n S u r a k a r t a Hadiningrat. Dari berbagai tempat bersejarah tersebut, salah satu desa yang menjadi cikal bakal berdirinya K e r a t o n K a s u n a n a n S u r a k a r t a Hadiningrat pada tahun 1745 yakni Desa Sala dan daerah Kedung Lumbu yang saat ini menjadi lokasi Keraton Surakarta Hadiningrat.

Jelajah

walking trough the story of

KEDUNG LUMBU

84 | Geschiephoria Magazine #4 Edisi Februari - Juni 2016

Ibnu Rustamaji

Walking Trough The Story

menghidupkan kembali sejarah kota Surakarta yang sudah semakin meredup seiring berjalannya waktu.

Kegiatan “Laku Lampah” ini pertama kali berdiri dengan nama “Blusukan Solo” dan berslogan “Ber- Cerita Surakarta”, yang berart i menggali sejarah kota Surakarta lebih dalam dengan cara terjun langsung ke masyarakat dan mendengarkan kisah hidup para pelaku sejarah. Hingga saat ini, komunitas Laku Lampah yang dahulu hanya menjelajahi seputaran Surakarta kini mulai memperluas khasanah ilmu mereka dengan cara “blusukan” ke luar kabupaten. Bahkan, masyarakat di kabupaten sekitar Surakarta merasa sangat senang ketika daerah atau wilayahnya kedatangan komunitas Laku Lampah beserta para peserta. Acara Laku Lampah ini tidak dibatasi ruang geraknya, tidak hanya mendengar kesaksian para pelaku sejarah saja akan tetapi dari acara ini diharapkan dapat mengerti lebih jauh tentang pelaku sejarah maupun tempat- tempat yang d ianggap memiliki nilai sejarah.

Dengan adanya kegiatan Laku Lampah ini, peserta diajak untuk dapat memasuki bangunan maupun tempat yang memiliki nilai sejarah tinggi, seperti halnya akses menuju eks K a n t o o r B o n d o L o e m a k s o dipermudah. Dikarenakan tidak semua masyarakat mendapat akses keluar masuk gedung tersebut.Salah satu kegiatan Laku Lampah yang difokuskan terhadap legenda dan sejarah Keraton Surakarta Hadiningrat pada tanggal 14 Desember 2015,menceritakan daerah Kedung Lumbu dan sekitarnya tentang

bagaimana asal usul Kedung Lumbu hingga dijadikan sebagai pusat Keraton Surakarta Hadiningrat.

Kedung Lumbu Selayang Pandang

Kedung Lumbu merupakan dua suku kata yang apabila dipisahkan menjadi, “Kedung” yang memiliki arti sebuah cekungan yang berisi air tawar, dan “Lumbu” yang memiliki arti daun yang memiliki karakteristik seperti daun talas. Sehingga, apabila diartikan akan menjadi “Genangan Air Tawar yang ditumbuhi dengan Tanaman Talas”. Daerah sekitar Kedung Lumbu banyak menyimpan sejarah masa lalu yang erat hubungannya dengan Keraton dan Kompeni belanda daerah tersebut yakni alun-alun utara Keraton, Baluwarti yang berada di luar tembok K e r a t o n K a s u n a n a n S u r a k a r t a Hadiningrat dan daerah Bathangan.

Rampogan Macan

Alun-alun utara erat kaitanya dengan tradisi “Rampogan Macan”, tradisi ini diselenggarakan untuk menerima tamu agung terutama pejabat Belanda atau Gubernur Jenderal. Acara “Rampogan Macan” ini diselenggarakan atas perintah SISKS Pakubuwana X, hewan-hewan yang dipergunakan dalam acara ini biasanya hasil buruan yang kemudian dipelihara hingga pertunjukan tiba. Salah satu hewan yang wajib dipergunakan, yakni macan atau harimau dan diadu dengan banteng. Hingga saat ini, lokasi kandang macan yang dipelihara berada di sudut alun-alun utara tepatnya di rumah penjaga SD N

85 |Februari - Juni 2016Geschiephoria Magazine #4 Edisi

Kauman, timur polsek pasar Kliwon. Didukung dengan adanya bekas cakaran harimau diatas sebuah batu menunjukan bahwa, harimau tersebut memang sengaja dipelihara sebelum diadu. Acara ini dilaksanakan pagi hari, dan puncak dari pertarungan antara harimau dan banteng pada siang hari. P a r a p e m b e s a r m e n y a k s i k a n pertunjukan dari sebuah panggung yang dinamakan pagelaran, dan Sunan d u d u k b e rd a m p i n g a n d e n g a n Gubernur Jenderal . Sedangkan masyarakat pribumi, dengan rela berdesakan d i lua r a rena demi menonton pertunjukan tersebut.

Harimau dan banteng yang terlibat dalam tradisi ini biasanya mengalami nasib yang sama, yakni menemui ajal. Banteng yang dapat dikalahkan harimau ataupun sebaliknya harimau yang dikalahkan oleh banteng, hingga terdapat salah satu hewan yang menang nantinya akan dibunuh ramai-ramai oleh para abdi dalem Kasunanan, sehingga tidak terdapat hewan yang masih hidup setelah pertempuran. Tradis i “Rampogan Macan” in i sebenarnya memiliki makna dan simbol yang cukup besar, yakni gambaran y a n g j e l a s t e n t a n g h e g e m o n i kekuasaan raja Mataram, macan yang mati dengan luka parah, merupakan penggambaran tokoh pewayangan Abimanyu saat menjadi Senapati saat perang Baratayuda. Sela in i tu , pagelaran ini juga sebuah simbol keagungan dari kekuasaan Sultan yang memiliki batasan dengan rakyat. Disisi la in , macan merupakan s imbol kekuasaan kolonial dan banteng adalah pribumi, atas tunduknya kekuasaan

pribumi terhadap penjajah sehingga rampogan macan ini merupakan simbol pertempuran antara penduduk pribumi melawan penajah. Daerah lain yang dikunjungi oleh Laku Lampah dan peserta selanjutnya, yakni berada di luar tembok Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat tepatnya di kampung Baluwarti. Kegiatan disini difokuskan terhadap sebuah bangunan kolonialisme yang masih memiliki hubungan dengan Kasunanan. Bangunan tersebut yakni Kantoor Bondo Loemakso yang didirikan pada tahun 1901, ditujukan u n t u k b a n k s e k a l i g u s t e m p a t m e n g g a d a i k a n b a r a n g b a g i masyarakat Baluwarti dan masyarakat umum. Faktor utama didirikannya bangunan Kantoor Bondo Loemakso ini untuk mencegah terjadinya proses rentenir yang dilakukan oleh etnis Tionghoa saat itu, mengingat kekuatan ekonomi etnis Tionghoa di Surakarta sangat besar dan kuat. Pada mulanya, gedung Kantoor Bondo Loemakso menggunakan salah satu ruangan yang ada di gedung Societeit Habiprojo yang berada di Jalan Singosaren dan berada di wilayah Kelurahan Kemlayan Serengan Surakarta. Hingga tahun 1917 Kantoor ini dipindahkan di daerah Baluwarti hingga saat ini. Ciri khas dari bangunan Kantor Bondo Loemakso ini tidak bisa dilepaskan dari arsitektur Kolonial dan Keraton itu sendiri, terlihat dari ornamen bagian a t a s d a r i t e r a s r u m a h y a n g melambangkan Keraton Kasunanan Surakarta dan harimau sebagai simbol Kolonial.

86 | Geschiephoria Magazine #4 Edisi Februari - Juni 2016

K y a i B a t a n g d a n S u r a k a r t a Hadiningrat

Kasunanan Surakarta Hadiningrat tidak bisa dilepaskan dari peran Kyai Bathang dan Ki Gede Sala. Pada masa kerajaan Pajang di Kartasura, Putera Tumenggung Mayang yang sekaligus abdi dalem kerajaan Pajang bernama R a d e n P a b e l a n d i b u n u h o l e h Amangkurat II setelah ketahuan bermain asmara dengan Puteri Sekar Kedaton atau lebih dikenal dengan Ratu Hemas yang merupakan puteri Sultan Hadiwijaya, Raja Pajang. Peristiwa pembunuhan terhadap Raden Pablean ini berlangsung di dalam Keraton Pajang. Setelah pembunuhan terjadi, mayat Raden Pabelan dihanyutkan atau dilarung menuju sungai Lawiyan atau Sungai Braja. Seiring berjalannya waktu dan arus sungai hingga akhirnya mayat tersebut menepi atau Nyangkut di pinggir sungai dekat dengan Desa Sala, karena terhalang ranting-ranting pohon.

Peristiwa mayat berada di Sungai Braja ini pertama kali diketahui oleh Bekel Desa Sala yakni Kyai Sala waktu dini hari. Pada saat itu Kyai Sala pergi menuju sungai, beliau melihat mayat manusia berada di pinggir sungai lantas beliau mendorong mayat tersebut supaya hayut kembali. Akan tetapi, pagi hari berikutnya mayat tersebut sudah kembali ke posisi sebelumnya. Setelah melihat keadaan dimana mayat tersebut kembali ke lokasi awal hingga 3 kali, diputuskanlah Kyai Sala untuk maneges atau bertapa untuk meminta petunjuk Tuhan Yang

Maha Esa atas peristiwa tersebut. Setelah melakukan pertapaan selama tiga hari t iga malam, Kyai Sala mendapat petunjuk dari seseorang yang disinyalir sebagai Raden Pabelan untuk memakamkan dengan layak mayat tersebut berada. Dengan kebesaran hati Kyai Sala menuruti keinginannya yakni memakamkan di dekat desa Sa la . Akan tetap i , dikarenakan namanya tidak diketahui maka mayat tersebut diberi nama Kyai Bathang, yang berarti mayat. Lokasi dimana Kyai Bathang berada diberi nama Bathangan, akan tetapi hanya tubuhnya yang dimakamkan disini, sedangkan kepalanya berada di wilayah Kleco.

Dengan adanya Kyai Bathang, desa Sala semakin raharja dikarenakan nama Sala sama halnya dengan “Raharja” atau aman, tenteram dan serba kecukupan bagi masyarakat desa S a l a . K o n d i s i i n i l a h y a n g mengakibatkan Sunan Paku Buwana II k e t i k a b e r t a h t a d i K a r t a s u r a , memerintahkan kepada Kyai Tohjaya, Kyai Yasadipura I dan RT. Padmanegara untuk mengupayakan desa Sala dapat dipergunakan sebagai kerajaan baru. Sehingga, ketiga Kyai tersebut beranjak menuju desa Sala untuk melihat kondisi saat itu. Setibanya di desa Sala, ketiga utusan tersebut mengelilingi rawa-rawa yang berada di sekitar desa Sala. Tidak berselang lama, mereka mendapatkan sumber mata air yang dinamakan Tirta Amerta Kamandanu yang bermakna “Air Kehidupan”. Setelah penemuan sumber mata air tersebut dilaporkan k e p a d a S u n a n , m a k a b e l i a u

87 |Februari - Juni 2016Geschiephoria Magazine #4 Edisi

memutuskan bahwa desa Sala resmi dijadikan sebagai pusat kerajaan baru. Sehingga, Sunan segera memerinthkan agar pembangunan Kerajaan segera dimulai kepada para abdi dalem dan sentana dalem. Tugas para abdi dan sentana dalem yakni meminta batu b a t a s e j u m l a h l u a s w i l a y a h mancanegara wetan dan kulon, yang kemudian digunakan untuk menutup rawa di desa Sala. Akan tetapi, volume mata air tawar yang keluar tersebut tidak kunjung berhenti meskipun sudah ditutup menggunakan ribuan batu bata dari berbagai daerah di mancanegara.

Mengetahu i ha l t e r sebu t , Panembahan Wijil dan Kyai Yasadipura melakukan bertapa selama tujuh hari tujuh malam. Hingga pada malam hari Anggara Kasih atau Selasa Kliwon tanggal 28 Sapar, Jinawal 1669 (1473 Masehi), Kyai Yasadipura mendapat wahyu yang berarti:

“Hai, kalian yang bertapa, ketahuilah bahwa pusat rawa tersebut tidak

dapat ditutup karena menjadi tembusan menuju ke Laut Selatan.

Akan tetapi apabila ingin kalian sumbat gunakanlah Gong Kyai Sekar Delima, Daun Lumbu atau Talas dan

Kepala Ronggeng disitulah pasti berhenti keluarnya mata air. Akan

tetapi besuk kedhung itu tidak akan mengalir, tetapi juga tidak berhenti mengeluarkan air, kekal tidak dapat

disumbat selama-lamanya”.

M e n d e n g a r k a b a r y a n g disampaikan oleh abdi dalem, Sunan merasa senang dan bersabda bahwa Tledhek berarti sepuluh ribu ringgit.

Gong Sekar Delima berarti gangsa, bibir atau ujar (perkataan). Sehingga hal ini merupakan perumpamaan, Gong Sekar Delima menjadi buah bibir yang menggambarkan asal mula atau cikal bakal desa yakni Kyai Gede Sala. Alasan desa Sala terpilih menjadi Kerajaan baru didasarkan pada dua hal y a k n i , k o n d i s i g e o g r a fi s d a n religiusitas. Selain itu, desa Sala memiliki tenaga kerja yang banyak, seh ingga VOC dengan mudah mendirikan Benteng untuk mengawasi gerak-gerik Keraton dan Benteng t e r s e b u t b e r n a m a B e n t e n g Vastenburg.

Pembangunan Keraton mulai dilakukan setelah rawa tersebut berhasil dikeringkan dan dibersihkan, tanah yang dipakai untuk membangun Keraton diambil dari desa Talawangi atau sekarang lebih dikenal dengan Kadipolo. Kata Surakarta diambil dari kata Karta dan Kerta. Kartasura pada m a s a A m a n g k u r a t I I b e r n a m a Wanakerta yang memiliki arti berani berperang. Kerta atau Karta yang berart i Tenteram seperti jaman k e j a y a a n M a t a r a m . S e h i n g g a , keturunan Mataram mengharapkan kejayaan dan ketenteraman kembali Mataram seperti ketika berada di i b u k o t a K a r t a . P e r m u l a a n pembangunan ditandai dengan sengkalan atau peribahasa “Jalma Sapta Amayang Bawana” atau 1670 Jawa atau tahun 1744 M.

Kedung Lumbu Kulon

Daerah Kedung Lumbu kulon, juga terdapat beberapa lokasi yang masih berhubungan dengan Sunan

88 | Geschiephoria Magazine #4 Edisi Februari - Juni 2016

Paku Buwana Raja Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat dan pemerintah kolonial. Salah satu lokasi tersebut yakni Ndalemhada yang masih memiliki hubungan darah dengan SISKS Paku Buwana , dan rumah milik etnis Arab dimana terdapat pintu keluar darurat yang terhubung hingga t i g a r u m a h d e n g a n t u j u a n mengamankan diri apabila Belanda menyerang. Disisi lain, letak desa Sala yang berada dekat dengan Bengawan Sala yang sejak dahulu memiliki arti dan sejarah pentih dalam hubungan antara Kerajaan Jawa Tengah dan Jawa Timur di bidang sosial, ekonomi dan militer.

Dengan adanya sejarah tentang hubungan Kedung Lumbu dan Keraton K a s u n a n a n S u r a k a r t a Hadiningratmembuat, membuat kalangan anak muda yang mendirikan komunitas Laku Lampah memberikan

kepedulian terhadap sesama untuk belajar bersama mengenai sejarah kota Solo dan sekitarnya. Kegiatan ini tidak terfokus kepada materi yang diberikan kepada peserta yang terlibat dalam kegiatan. Disisi lain, adanya semangat untuk mengajak jalan-jalan menyusuri kampung-kampung dan berbaur langsung dengan masyarakat disekitar lokasi yang dituju membuat kegiatan

Pabrik tenun di Kedunglumbudok. Setya Adi

Peserta Lakulampah Kedunglumbu | dok. Setya Adi

For Your Information

Pada masa lalu radio merupakan alat informasi yang paling populer untuk menyampaikan berita secara cepat. Di Hindia belanda pertama kali radio mengudara pada tahun 1925 di Batavia oleh BRV (Batavia Radio Vereniging). Namun radio swasta pertama yang di sokong oleh Belanda yaitu NIROM (Nederlandsch Indische Radio Omroep Maatschapij) tahun 1934 di beberapa kota besar seperti Batavia, Bandung, Medan. Segala acara yang NIROM siarkan harus melalui proses penyaringan agar tidak siaran penyulut semangat untuk merdeka. Sebenarnya sebelum NIROM berdiri, telah dibangun pemancar radio swasta yang tidak di sokong oleh Belanda pertama kali di kota Solo. Misi guna menyiarkan siaran kesenian Jawa diawali oleh pemimpin Praja Mangkunegaran saat itu, KGPAA Mangkunegoro VII ( selanjutnya disingkat MN VII ) yang memerintah mulai tahun 1916 hingga 1944 memiliki ketertarikan terhadap kemajuan teknologi. Semula pemancar radio dibangun di area kepatihan untuk sekedar menyiarkan klenengan, wayang orang serta kethoprak yang dibawakan oleh perkumpulan kesenian Mangkunegaran.

Pada tanggal 1 April 1933 resmi berdiri radio pribumi pertama kali di Hindia Belanda yang diberi nama SRV atau Solosche Radio Vereniging. Klenengan, kethoprak, wayang orang masih menjadi acara rutin di SRV meski sesekali terdapat muatan politik yang menyulut tentang kemerdekaan. Untuk memaksimalkan kinerja SRV, MN VII membangun sebuah bangunan permanen sebagai kantor resmi yang didirikan di atas tanah seluas 5.000 meter persegi di wilayah Kestalan yang pada saat ini menjadi RRI (Radio Republik Indonesia).

(sumber; http://jejak-bocahilang.com/2014/05/26/solosche-radio-vereeniging-srv/)

RADIO PERTAMA

91 |Februari - Juni 2016Geschiephoria Magazine #4 Edisi

Museum merupakan suatu lembaga yang memelihara dan memamerkan kumpulan benda-benda koleksi yang bernilai budaya dan ilmiah untuk tujuan penelitian, pendidikan dan hiburan. Museum tertua di Indonesia berada di kota Solo, yaitu museum radya pustaka. Radya Pustaka adalah museum tertua di Indonesia. Dibangun pada 28 Oktober 1890 oleh Kanjeng Adipati Sosroningrat IV, pepatih dalem pada masa pemerintahan Pakoe Boewono IX dan Pakoe Boewono X. Tepatnya di salah satu ruang di dalem Kepatihan pada tanggal 28 Oktober 1890. Kemudian pada tanggal 1 Januari 1913 dipindahkan ke lokasi yang sekarang ini, di Jalan Slamet Riyadi. Sebelumnya, gedung museum tesebut merupakan kediaman Johannes Busselaar, seorang warga Belanda, yang kemudian dibeli oleh Sri Susuhunan Paku Buwono dan dijadikan sebagai lokasi museum yang baru. Museum Radya Pustaka juga memiliki perpustakaan yang menyimpan buku-buku budaya dan pengetahuan sejarah, seni dan tradisi serta kesusastraan baik dalam bahasa Jawa Kuno maupun Bahasa Belanda. Museum yang terletak di Jalan Slamet Riyadi, bertempat didalam kompleks Taman Wisata Budaya Sriwedari ini banyak menyimpan koleksi benda-benda kuno yang mempunyai nilai seni dan sejarah tinggi, antara lain : Beberapa arca batu dan perungggu dari zaman Hindu dan Budha. Koleksi keris kuno dan berbagai senjata tradisional, seperangkat gamelan, wayang kulit & wayang beber,koleksi keramik dan berbagai barang seni lainnya.

(http://www.disolo.com/museum-radya-pustaka/

MUSEUM PERTAMA

92 | Geschiephoria Magazine #4 Edisi Februari - Juni 2016

PORI merupakan badan resmi Persatuan Olahraga yang mengurus semua kegiatan olahraga di Indonesia. walaupun ada badan-badan lain yang mengurus olah raga di Indonesia seperti ISI (Ikatan Sport Indonesia) pada tahun 1938 dan GELORA ( Gerakan Latihan Olahraga) pada masa kependudukan Jepang, pada Januari 1946 bertempat di Habiprojo di Kota Solo diadakan kongres Olahraga yang pertama masa kemerdekaan. Kongres ini membentuk PORI yang merupakan coordinator semua cabang olahraga dan khusus mengurus kegiatan-kegiatan olahraga dalam negeri. Pada 1 mei 1948 diadakannya konferensi darurat yang dikarenakan gagal dikirimnya wakil Indonesia untuk mengikuti Internasional Olympic Committee (IOC) di London. hasil konferensi ini sepaat untuk mengadakan Pekan Olahraga, yang direncanakan berlangsung pada bulan Agustus/September 1948 di Kota Solo. Ditilik dari penyediaan sarana olahraga, Solo dapat memenuhi persyaratan pokok, dengan adanya stadion Sriwedari serta kolam renang, dengan catatan Stadion Sriwedari pada masa itu termasuk yang terbaik di Indonesia. Tambahan pula pengurus besar PORI berkedudukan di Solo dan hal-hal demikianlah menjadi bahan-bahan pertimbangan bagi konferensi untuk menetapkan Kota Solo sebagai kota penyelenggara Pekan Olahraga Nasional pertama (PON I) pada tanggal 8 s/d 12 September 1948. Dengan ini Skota Solo menulis suatu riwayat di bidang Olahraga dan menjadi sejarah bangsa Indonesia.

(https://tunas63.wordpress.com/2010/01/23/sejarah-pon-pekan-olahraga-nasional/)

PON PERTAMA

93 |Februari - Juni 2016Geschiephoria Magazine #4 Edisi

Lokananta adalah nama sebuah perusahaan rekaman (label) milik pemerintah yang pernah jaya di era 70-80-an yang didirikan di Kota Solo. Pada 29 Oktober 1956, secara resmi berdirilah Lokananta. Nama resminya sendiri adalah Pabrik Piringan Hitam Lokananta, Djawatan Radio Kementrian Penerangan RI. Diresmikan secara langsung oleh Mentri Penerangan kala itu, Soedibyo. Nama Lokananta sendiri digagas oleh musisi legendaris R. Maladi, pencipta lagu Di Bawah Sinar Bulan Purnama. Lokananta di awal pendiriannya Lokananta mengemban dua tugas, yaitu merekam dan memproduksi (menggandakan) piringan hitam untuk bahan siaran 27 studio RRI di seluruh Indonesia. Dua tahun kemudian, Lokananta diperbolehkan menjual piringan hitam produksinya untuk umum melalui Pusat Koperasi Angkasawan RRI (Pusat) Jakarta. Semua piringan hitam itu berlabel Lokananta. Sejak tahun 1971, Lokananta berhenti memproduksi piringan hitam dan mulai beralih pada rekaman pita suara magnetik atau dalam bentuk audio cassete. Pada tahun 1983, status Lokananta kembali berubah. Yang awalnya perusahaan negara menjadi BUMN di lingkungan Departemen Penerangan. Lokananta kala itu semakin berkembang dengan mengadakan unit penggandaan film dalam format video cassete (Betamax dan VHS). Namun memasuki dekade 90-an, Lokananta berangsur-angsur turun pamor.

(https://sejarawanmuda.wordpress.com/2011/05/17/lokananta-perusahaan-label-pertama-di-indonesia/)

INDUSTRI REKAMAN PERTAMA

94 | Geschiephoria Magazine #4 Edisi Februari - Juni 2016

Jika kita coba menyusuri kali pepe, sungai yang membelah kota Solo. Kita akan menemui bangunan bercat putih yang cukup megah dan penuh dengan sejarah. masyarakat biasa menyebutnya Ponten. Ponten tersebut terletak di Kampung Ngebrusan RT.02 RW.03 Kelurahan Kesatalan, Kecamatan Banjarsari, Kota Solo. Bangunan yang di bangun pada masa pemerintahan Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Ario (KGPAA) Mangkunegara VII ini didirikan tahun 1936. Bangunan ini berfungsi sebagai tempat MCK (Mandi, Cuci dan Kakus) bagi warga sekitar. Memang masa itu sangat dikhendaki masyarakatnya untuk hidup sehat. Penguasa Mangkunegaran itu memang menghendaki rakyatnya hidup sehat dengan menyediakan fasilitas sanitasi umum tersebut. Terlebih, kawasan di mana bangunan ponten itu berdiri, berdekatan dengan Stabelan, yang dulunya merupakan kandang kuda milik pasukan Legiun Mangkunegaran. Sebutan ponten yang diberikan pada bangunan dengan ukuran 8 x 12 meter ini berasal dari pelafalan kata fountain yang dalam bahasa Belanda berarti air mancur. Thomas Karsten memang melengkapi dengan air mancur bangunan yang memiliki pintu masuk di sisi kanan atau timur dan kiri atau barat. Ponten menjadikan sebuah penanda bahwa kemajuan budaya masyarakat perkotaan di bawah pimpinan Mangkunegara VII dan budaya hidup bersih serta sehat sudah diterapkan sedari dulu.

(http://kekunaan.blogspot.co.id/2014/08/ponten-mangkunegaran.html)

PONTEN PERTAMA

95 |Februari - Juni 2016Geschiephoria Magazine #4 Edisi

ask HISTORIAN

Ask Historian adalah rubrik terbaru dari Geschiephoria Magazine, dimana setiap orang dapat menanyakan hal-hal yang berhubungan dengan sejarah. Dan kami, berusaha menghubungkan mereka dengan orang-orang yang ahli dalam bidang sejarah untuk menemukan jawaban atas pertanyaan mereka. Pada edisi kali ini, kami menghadirkan sosok Guru Besar Program Studi Ilmu Sejarah FIB UNS yaitu Prof. Dr. Warto M.Hum untuk menjawab pertanyaan dari pembaca yang telah diseleksi oleh tim redaksi.

Kenapa orang Jawa, khususnya Solo dan Jogjakarta sangat menyukai makanan manis?

Sebenarnya ada dua faktor yang mempengaruhi, yaitu pertama adalah faktor dimana lingkungan seseorang berada, karena lingkungan penyedia sumberdaya. Solo dan sekitarnya memang dikelilingi oleh industri perkebunan tebu, seperti di Colomadu dan Tasikmadu jadi faktor inilah yang mampu mengakibatkan kenapa orang Solo suka dengan makanan manis. Tapi ini masih bersifat spekulatif

Dugaan selanjutnya adalah faktor citarasa atau kebiasaan yang telah terbentuk proses internalisasi dari kecil, bahkan menjadi sebuah warisan dari nenek moyang. Kebiasaan untuk mengonsumsi makanan manis juga ada kaitannya dengan mudah ditemukannya bahan baku untuk membuat makanan manis, misalnya gula pasir atau juga gula jawa yang banyak ditemui di sekitar Solo.

Apa bedanya antara Keraton Solo dan Jogjakarta ?

Sebenarnya, pola keraton Jogjakarta dan Solo itu sama karena dibuat oleh arsitek yang sama yaitu Pangeran Mangkubumi (Hamengkubuwono I), baik tata letak dan struktur. Hal yang membedakan adalah penamaan atau sebutan tempatnya. Yang berarti kita bisa membaca bahwa masing-masing keraton memiliki identitas sendiri-sendiri, ini juga menggambarkan karakteristik dari dua keraton tersebut. Kemudian, perbedaan itu juga terlihat dari perjalanan sejarahnya antara Jogjakarta dan Solo.

96 | Geschiephoria Magazine #4 Edisi Februari - Juni 2016

Review Film

The Price Of Sugarpenduduk daerah koloni Belanda untuk dijadikan pekerja di perkebunan-perkebunan di Suriname, diantaranya orang orang dari Afrika dan Hindia Belanda (Jawa).

Film Hoe Duur Was De Suiker atau The Price of Sugar besutan s u t r a d a r a J e a n v a n d e Ve l d e menceritakan tentang drama yang t e r j a d i d a l a m s e b u a h t a n a h perkebunan tebu di Suriname. Film y a n g b e rd u r a s i 1 2 0 m e n i t i n i mengambil latar waktu abad 18 ketika Belanda menguasai tanah tersebut. Menceritakan tentang seorang budak keturunan Afrika bernama Mini-Mini, yang menjadi narator dalam film tersebut. Mini-Mini diceritakan sebagai anak dari seorang budak yang menjadi korban pemerkosaan tuannya. Ia berteman akrab dengan gadis yang

Tebu dan gula menjadi salah satu komoditi penting dalam rentang waktu yang panjang. Sejak abad ke 16, Indonesia menjadi salah satu dari sekian banyak daerah di dunia, yang d i kuasa i bangsa E ropa ak iba t p e r s a i n g a n p e rd a g a n g a n d a n kekuasaan yang dihadapi oleh benua tua tersebut. Selain tebu, banyak tanaman-tanaman rempah juga kopi yang memancing bangsa Eropa untuk tetap bertahan di negara tropis demi pemasukan yang besar bagi negeri mereka. Bangsa Belanda hingga pertengahan abad 20 masih bertahan di Hindia Belanda atau Hindia Timur. Selain Indonesia dan beberapa negara di Benua Afrika, Belanda menguasai beberapa daerah lainnya di dunia, Suriname salah satunya. Negara yang mayoritas penduduknya berasal dari tanah Jawa ini, dahulu telah dijadikan tempat pembuangan bagi para

97 |Februari - Juni 2016Geschiephoria Magazine #4 Edisi

Yasmin Artyas

dalam tatanan sosial masyarakat dunia y a n g b a r u m e r e k a t e m u k a n . Penguasaan daerah koloni oleh pemerintah Belanda pun agaknya serupa dengan apa yang terjadi di Hindia Belanda (sekarang Indonesia), bahwa dahulu pekerja pekerja pribumi atau budak yang di jadikan kul i perkebunan dibayar dengan murah dan hidup dengan fasilitas seadanya seperti yang digambarkan oleh John Ingleson dalam buku Tangan dan Kaki Terikat: Dinamika Buruh, Sarekat Kerja dan Perkotaan Masa Kolonial dan Jan Breman dengan Penguasaan tanah dan Tenaga Kerja Jawa di Masa Kolonial.

m e n j a d i m a j i k a n n y a . N a m u n hubungan mereka lebih seperti hubungan antara budak dan nyonya seiring berjalannya waktu. Film ini lebih menekankan pada kehidupan Mini-Mini, perkebunan gula, beserta seluruh b u d a k y a n g b e k e r j a b a i k d i perkebunan maupun yang mengabdi kepada orang-orang kulit putih. Penggambaran tentang rendahnya nilai budak pada zaman tersebut, serta tuan-tuan mereka yang dapat berbuat apapun kepada budak-budak tersebut termasuk menghukum mereka dengan cara yang keji sangat jelas terlihat di dalamnya.

Hoe Duur Was De Suiker atau The Price of Sugar diangkat dari sebuah novel berjudul sama yang ditulis oleh Cynthia McLeod, seorang penulis berkebangsaan Suriname. Secara historis, peristiwa dalam film dan novel Hoe Duur Was De Suiker adalah peristiwa nyata yang terjadi hampir di seluruh tanah jajahan yang ada pada waktu itu. Dimana bangsa kulit putih menganggap diri mereka bangsa yang kaya dan paling tinggi kedudukannya

98 | Geschiephoria Magazine #4 Edisi Februari - Juni 2016

book REVIEW

Budiono Herusatoto, Simbolisme Jawa. Jogjakarta: Ombak,

2010, 134 lbr. ISBN 9789793472904. Harga: Rp 50.000

Retno Galih

Sebelas Maret University

[email protected]

Kebudayaan Jawa kental dengan nuansa filosofis. Semua tercermin dalam ritual, khasanah literatur

dan ajaran prinsip kehidupan. Dalam dunia akademis, kebudayaan Jawa ibarat lahan yang tak pernah habis

untuk dikaji. Sayang, kini kekayaan itu tak sepenuhnya kita miliki lagi. Dalam khasanah literatur misalnya,

manuskrip-manuskrip ringan maupun karya yang menembus magnum opus, banyak yang telah hilang.

Meski keraton Surakarta dan Yogyakarta masih menyimpannya, namun sebagian besar telah tertimbun di

berbagai museum dan universitas di Belanda.

Tak ayal, kesempatan ini dimanfaatkan oleh para sarjana asing. Mereka mengadakan studi tentang

Jawa karena kepincut dengan keunikan dan kompleksitas kebudayaannya. Beberapa diantaranya

Zoetmulder, C. C. Berg, Benedict Anderson, dan Clifford Geertz. Ironi ini tentu menjadi tamparan keras bagi

sarjana dan akademisi domestik. Pada titik ini, Budiono Herusatoto merupakan satu dari orang Indonesia

yang mengkaji tentang Jawa. Dengan karya bertajuk Simbolisme Jawa ini, ia berupaya mengingatkan dan

meneguhkan kembali akar tradisi ideal Jawa, lengkap dengan kajian analitis atas filosofi Jawa. Buku ini kian

penting dan mendesak ditengah zaman yang tergerus badai globalisasi. Badai yang berambisi

menyeragamkan pola budaya dunia. Misalnya, pituduh tradisi mulai ditinggalkan orang-orang Jawa. Dalam

bahasa Jawa, Wong Jowo wus ora njawani. Orang-orang kebingungan dan dihantui oleh dua arus besar,

yakni budaya lokal dan arus global. Inilah yang dikhawatirkan oleh Budiono. Kondisi ini telah jauh

diprediksikan oleh Raden Ngabehi Ranggawarsita dalam Serat Kalatida yang berbunyi Mangkya darajating

praja, Kawuryan wus sunyaturi, Rurah pangrehing ukara, Karana tanpa palupi, Atilar silastuti, Sujana

sarjana kelu, Kalulun kala tida, Tidhem tandhaning dumadi, Ardayengrat dene karoban rubeda. Situasi

sekarang, sudah semakin merosot. Tatanan sosial telah rusak, karena tak ada yang dapat diikuti lagi.

Banyak yang meninggalkan petuah-petuah lama. Orang cerdik cendekiawan terbawa arus Kala Tidha

(jaman yang penuh keragu-raguan). Suasananya mencekam. Karena dunia penuh dengan kerepotan.

Maksud dari mengkaji Jawa bukan untuk menyemai bibit primordialisme, melainkan mengkukuhkan

karakter, kepribadian dan nilai-nilai. Jika menurut Ki Hajar Dewantara budaya nasional merupakan puncak

dari budaya daerah, maka Jawa memiliki modal besar ke arah itu. Budiono mengajak pembaca menjelajahi

belukar alam pikir dan tradisi Jawa. Tanpa

99 |Februari - Juni 2016Geschiephoria Magazine #4 Edisi

dalamnya, kita akan berkecimpung dengan berbagai aspek kebudayaan. Tema-tema besar seputar seni, politik, agama, tradisi, dan pandangan hidup, disampaikan secara jelas dan mendasar.

Kesemuanya, ketat dengan nuansa filosofis.

Lepas dari itu semua, banyak begawan jawa kuno yang menganggit (menyusun) karyanya dengan

bahasa yang metaforis atau kiasan. Hal ini dilakukan karena kekayaan maknanya melampaui kekayaan

bahasa yang ada. Misalnya bumi saya suwe saya mengkeret (bumi kian mengecil). Kalimat tersebut

sebetulnya menyampaikan globalisasi, istilah yang tidak ada dalam bahasa Jawa.

Dalam praktik religi juga demikian. Mengucap rasa syukur pada Tuhan tidak cukup dengan ucapan.

Maka untuk disampaikan dengan cara bersujud. Materi, kata-kata kiasan, dan tindakan itulah yang

dimaksud dengan simbol. Dengan bergumul simbol, ruang interpretasi akan terbuka. Dengan demikian,

kepekaan nalar dan batin orang jawa akan terasah. Simbol-simbol dalam tradisi hidup dan karya-karya

Jawa, sebagai kesatuan sistem filsafat Jawa, bisa merepresentasikan corak filsafat dunia timur. Demikian

yang ditulis oleh Zoetmulder dimajalah Jawa tahun 1940. Ya, dengan filsafatnya, Jawa mencapai derajat

kesempurnaan.

Jawa mengajarkan sikap hidup yang selaras dengan dunia, Tuhan dan kedekatan dengan

kesadaran. Itu semua diwujudkan dalam sikap batin yang selalu eling lan waspodo (sadar dan waspada)

akan segala tindakan tindakannya. Sikap hidup diataslah membekali Jawa dalam menghadapi kebudayaan

luar.

R E V I E W E R

100 | Geschiephoria Magazine #4 Edisi Februari - Juni 2016