Upload
independent
View
2
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
IDENTIFIKASI SESAR LOKAL SEGMEN MUSI KABUPATEN
KEPAHIANG - BENGKULU MENGGUNAKAN METODE SECOND
VERTICAL DERIVATIVE (SVD) DATA ANOMALI GAYABERAT
Sabar Ardiansyah1, Yoki Gustiawan
2
1,2Stasiun Geofisika Kepahiang-Bengkulu
e-mail : [email protected]
ABSTRAK
Metode gayaberat dapat diaplikasikan untuk memetakan daerah yang mengalami deformasi
struktural berupa sesar. Metode ini juga dapat digunakan untuk melihat daerah kemungkinan
terjadinya mineralisasi berdasarkan keberadaan struktur tersebut. Tujuan dari penelitian ini adalah
untuk mengidentifikasi keberadaan Sesar Segmen Musi di Kabupaten Kepahiang-Bengkulu. Data
yang digunakan pada penelitian ini adalah data anomali gayaberat hasil pengukuran Geodetic
Satellite (GeoSat). Metode yang digunakan adalah metode second vertical derivative (SVD)
dengan menganalisis grafik SVD. Berdasarkan hasil analisis menunjukkan bahwa Sesar Segmen
Musi merupakan jenis sesar geser (strike slip) dan beberapa lokasi menunjukkan mekanisme
oblique. Panjang sesar ini berkisar 70 km dengan potensi gempabumi di wilayah ini mencapai 7,2
Mw.
Kata Kunci : Anomali gravity, SVD, Sesar Segmen Musi.
ABSTRACT
Gravity method can be applied to map the areas experiencing structural deformation in the form of
fault. This method can also be used to look at the possibility of a mineralized area based on the
existence of such structures. The purpose of this study was to identify the presence of Musi
Segment Fault in Kepahiang-Bengkulu District. The data used in this study is the measurement of
the gravity anomaly data Geodetic Satellite (Geosat). The method used is the method of second
vertical derivative (SVD) to analyze charts SVD. Based on the results of the analysis indicate that
the Fault Segments Musi is the type of fault shear (strike-slip) and some locations showed oblique
mechanism. The length of this fault about 70 km with a potential earthquake in the region of 7.2
Mw.
Key Word : Gravity anomaly, SVD, Musi Segment Fault.
1. PENDAHULUAN
Indonesia merupakan daerah rawan
gempabumi karena dilalui oleh jalur 4
(empat) lempeng tektonik yaitu : Lempeng
Indo-Australia, Lempeng Eurasia, Lempeng
Pasifik, dan Lempeng Laut Filipina.
Lempeng Indo-Australia bergerak relatif ke
arah utara dan menyusup ke dalam Lempeng
Eurasia, sementara Lempeng Pasifik
bergerak relatif ke arah barat. Pertemuan
antar dua lempeng dapat bergerak saling
menjauhi (spreading), saling mendekat
(collision), dan saling geser (transform).
Umumnya pergerakan tersebut berlangsung
lambat dan tidak dapat dirasakan, tapi
kadang-kadang gerakan lempeng ini macet
dan saling menyunci sehingga terjadi
pengumpulan energi yang berlangsung terus
menerus sampai pada suatu saat batuan pada
lempeng tektonik tidak lagi kuat menahan
gerakan tersebut sehingga terjadi pelepasan
energi mendadak yang kita kenal sebagai
gempabumi (Permana, 2012) [7].
Kondisi geografis Indonesia yang
demikian menyebabkan Indonesia menjadi
negara yang harus terus waspada terhadap
ancaman bencana tektonik yang bisa terjadi
kapan saja disepanjang jalur konvergensi
maupun transform. Salah satu ancaman
tektonik ini adalah masyarakat yang tinggal
di pulau Sumatera yang dekat dengan jalur
Sesar Sumatera. Tidak terkecuali untuk
kawasan di Provinsi Bengkulu khususnya
Kabupaten Kepahiang yang dilalui oleh
sesar Sumatera segmen Musi. Untuk
keperluan mitigasi kebencanaan gempabumi,
maka perlu dilakukan penelitian untuk
mengetahui posisi dan struktur Sesar
Segmen Musi ini. Melalui tulisan ini, penulis
akan menganalisis posisi dan struktur Sesar
Segmen Musi berdasarkan data anomali
gayaberat.
2. DATA DAN METODE
2.1. Data
Data yang digunakan pada penelitian
ini adalah data anomali gayaberat hasil
pengukuran Geodetic Satelite (GeoSat) yang
diambil melalui website
http://topex.ucsd.edu/cgibin/getdata.cgi [1].
Wilayah penelitian berada pada wilayah
Kabupaten Kepahiang – Bengkulu dengan
rentang wilayah penelitian meliputi -2.5 LS,
-3.5 LS dan 102.5 BT, 104 BT seperti yang
ditampilkan pada Gambar 1 di bawah ini.
Gambar 1. Peta wilayah penelitian (kotak merah) serta plot fokal mekanisme historis gempabumi
signifikan yang pernah terjadi di wilayah penelitian.
2.2. Metode
2.2.1. Gayaberat
Metode gayaberat didasarkan pada
hukum Newton tentang gravitasi yaitu tarik
menarik antara benda yang satu dengan
benda lainnya yang diakibatkan oleh
pengaruh massa benda serta jarak antara
keduanya. Besarnya nilai gaya gravitasi (F)
antara dua benda bermassa (m1,m2)
sebanding dengan massa kedua benda dan
berbanding terbalik dengan kuadrat jaraknya
(r) (Lillie, 1999) [4].
F = (1)
Dengan G adalah konstanta
gayaberat (6.6 x10-11
Nm2/kg
2). Metode
gayaberat merupakan salah satu metode
geofisika yang memiliki tingkat ambiguitas
tinggi. Hal ini dikarenakan nilai yang
didapatkan ketika pengukuran dipengaruhi
oleh beberapa faktor, sehingga perlu
dilakukan koreksi untuk menghilangkan
faktor-faktor tersebut. Koreksi tersebut
antara lain: koreksi tidal, koreksi drift,
koreksi lintang, koreksi udara bebas, koreksi
bouger, dan koreksi terrain. Pada
pengukuran menggunakan satelite, anomali
gayaberat yang kita dapatkan adalah anomali
free air. Sehingga untuk mendapatkan
anomali bouger, cukup melakukan koreksi
bouger.
2.2.2. Anomali Bouger
Anomali Baouger adalah perbedaan
nilai gayaberat terukur dengan nilai
gayaberat acuan, yaitu nilai gayaberat
teoritis untuk suatu model teoritis bumi.
Perbedaan tersebut merefleksikan variasi
rapat massa yang terdapat pada suatu daerah
dengan daerah sekelilingnya ke arah lateral
maupun ke arah vertikal. Setelah dilakukan
koreksi terhadap data percepatan gayaberat
hasil pengukuran, maka akan diperoleh
persamaan anomali Bouger yaitu (Lestari
dan Sarkowi, 2013) [3] :
Anomali Bouger sederhana ( gbgs)
∆gobs = gob – gn + 0.3086h – 0.04193 h (2)
Anomali Bouger Lengkap (∆gbg)
∆gbg=gob–gn+0.3086h–0.04193 h+TC (3)
2.2.3. Second Vertical Derivative (SVD)
Second vertical derivative (SVD)
merupakan salah satu teknik filtering yang
dapat memunculkan anomali residual (efek
dangkal). Dengan metode ini, keberadaan
struktur patahan di suatu daerah akan dapat
diketahui dengan baik. Medan potensial U
dengan sumber tidak berada didalamnya
akan memenuhi persamaan Laplace sesuai
dengan persamaan berikut (Lestari dan
Sarkowi, 2013) [3] :
(4)
Untuk metode gayaberat,
persamaannya sesuai dengan persamaan :
(5)
+ + (6)
Untuk SVD, persamaanya sesuai
dengan persamaan berikut :
(7)
Berdasarkan persamaan di atas,
tampak bahwa untuk suatu penampang satu
dimensi (1D), anomali SVD dapat
dihitung dari turunan satu kali terhadap data
first horizontal derivative atau FHD-
. Sedangkan kriteria untuk
menentukan jenis struktur sesar adalah :
sesar turun (8)
sesar naik. (9)
Terdapat beberapa operator filter SVD
antara lain yang dihitung oleh Handerson
dan Zeits (1944), Elkins (1951), dan
Rosenbach (1952). Dalam penelitian ini
penulis menggunakan operator filter SVD
hasil perhitungan Elkins.
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
Dari data elevasi daerah penelitian,
dibuat peta elevasi untuk melihat posisi
Sesar Segmen Musi secara umum. Peta
kontur elevasi dua dimensi (2D) dan tiga
dimensi (3D) ini diperlihatkan seperti pada
Gambar 2 di bawah ini.
Gambar 2. Peta kontur topografi dua dimensi (2D) peta sebelah kiri, dan topografi tiga dimensi
(3D) peta sebelah kanan.
Pada peta kontur tiga dimensi (3D) di
atas dapat dilihat perkiraan posisi Sesar
Segmen Musi ditandai dengan garis merah
yang memanjang pada arah barat laut-
tenggara. Dengan identifikasi langsung
terhadap citra permukaan wilayah
Kepahiang dalam peta topografi, ditemukan
bahwa medan penelitian terdiri dari bukit-
bukit yang terbagi dua secara rapi oleh suatu
daerah dataran rendah yang memanjang.
Dataran rendah ini bisa menjadi perkiraan
awal lokasi sesar karena sifat sesar itu
sendiri yang memanjang, dinamis,
membelah batuan, dan senantiasa
berkembang. Kontur topografi ini dapat
digunakan untuk membantu deskripsi data
dan validasi terhadap koreksi-koreksi yang
berhubungan dengan elevasi atau topografi
(Julius, 2014) [2].
Dari reduksi data gayaberat yang telah
diproses, diperoleh densitas rata-rata
permukaan (ρ) untuk wilayah penelitian
sebesar 2,6 g/cc dengan menggunakan
metode Parannis. Untuk mendapatkan nilai
anomaly Bouger, anomali free air yang kita
dapakan dari hasil pengukuran satellite
terlebih dahulu harus kita koreksi dengan
koreksi Bouger. Setelah nilai anomali
Bouger kita dapatkan, kemudian dibuat peta
anomali Bouger wilayah penelitian seperti
yang ditunjukkan pada Gambar 3 di bawah
ini.
Gambar 3. Peta kontur anomali Bouger wilayah penelitian.
Pada Gambar 3 di atas dapat dilihat
bahwa kisaran anomali Bouger wilayah
penelitian adalah berkisar antara 50 mGal
hingga 240 mGal. Anomali Bouger rendah
dengan nilai sebesar 50 mGal hingga 90
mGal terletak di utara perkiraan posisi Sesar
Segmen Musi. Pada peta geologi, daerah ini
berasosiasi dengan formasi batuan kuarsa,
batu pasir, konglomeratan, dan selang-seling
batu lanau dengan batu lempung.
Anomali Bouger pada metode
gayaberat ini disebabkan oleh benda
anomali, baik yang berada dekat dengan
permukaan (residual) maupun yang jauh dari
permukaan (regional). Oleh karena itu perlu
dilakukan pemisahan efek dua anomali
tersebut untuk mendapatkan peta anomali
regional dan anomali residual. Pada
penelitian ini pemisahan anomali regional
dan residual menggunakan metode second
vertical derivative (SVD) dengan operator
matrik Elkins. Setelah dilakukan pemisahan
antara anomali regional dan anomali
residual, kemudian masing-masing anomali
ini dibuat peta konturnya. Peta kontur
anomali regional dan residual berturut-turut
diperlihatkan pada Gambar 4 dan Gambar 5
di bawah ini.
Gambar 4. Peta kontur anomali regional daerah penelitian.
Gambar 5. Peta kontur anomali residual 2D (kiri) dan anomali residual 3D yang diputar 45 derajat
(kanan).
Anomali residual merupakan nilai
percepatan gravitasi bumi yang disebabkan
oleh batuan yang dekat dengan permukaan.
Dikarenakan densitas batuan yang
mempengaruhi nilai percepatan gravitasi ini
dekat dengan permukaan, maka perbedaan
nilainya merefleksikan perbedaan densitas
batuan (Sidik, 2014) [8]. Pada kontur
anomali residual Gambar 5 di atas
menunjukkan adanya perbedaan nilai
anomali yang dipisahkan oleh struktur
kelurusan rapat massa yang berarah barat
daya-tenggara yang ditunjukkan garis hitam
dan merah putus-putus pada Gambar 5 kiri,
dan garis putus-putus merah gambar kanan.
Hal ini sesuai dengan sifat anomali
gayabaerat yang disebebkan oleh patahan
yaitu sesar berada di antara anomali
gayaberat maksimum dan anomali minimum
(Nurwidyanto dan Setiawan, 2011) [6]. Pada
peta kontur anomali residual ini dapat
dijadikan peta kontur terbaik untuk
penentuan posisi sesar.
Untuk menentukan jenis sesar, maka
dilakukan analisis grafik second vertical
derivative (SVD). Nilai dari garifk SVD ini
didapat dengan cara membuat potongan
melintang (slice) pada peta kontur anomali
Bouger. Data slice yang digunakan hanya
nilai anomali Bouger dan X (sampling data)
yang diambil untuk perhitungan selanjutnya
pada metode SVD ini. Nilai SVD didapat
dari perkalian antara turunan ketiga anomali
Bouger dengan nilai komponen vertikal
yang dipindahruaskan menjadi -1 (Julius,
2014) [2]. Garifk SVD hasil pengolahan data
diperlihatkan pada Gambar 6 di bawah ini.
Gambar 6. Grafik second vertical derivative (SVD) wilayah penelitian.
Pada Gambar 6 di atas
memperlihatkan bahwa anomali yang
disebabkan oleh struktur Sesar Segmen Musi
mempunyai nilai harga mutlak minimum
SVD selalu lebih kecil daripada harga
maksimumnya. Nilai minimum grafik SVD
di atas berkisar -0.0002 sedangkan nilai
maksimumnya berkisar 0.00023. Untuk
anomali yang disebabkan oleh struktur
intrusi berlaku sebaliknya, dimana harga
mutlak minimum SVD selalu lebih besar
daripada harga maksimumnya. Dengan
demikian dapat diinterpretasikan dugaan
sementara bahwa sesar segmen Musi ini
merupakan jenis sesar turun. Namun,
kecilnya selisih harga minimum dan
maksimum belum dapat menjadikan
interpretasi ini mutlak benar. Nilai grafik
SVD pada Gambar 6 di atas lebih cenderung
memungkinkan patahan yang sebenarnya
adalah strike slip atau oblique.
Hasil ini diperkuat dengan data
historis gempabumi signifikan yang pernah
terjadi di wilayah Sesar Segmen Musi ini.
Berikut ini ditampilkan mekanisme fokus
gempabumi signifikan yang pernah terjadi di
wilayah ini seperti ditampilkan pada Gambar
7.
Gambar 7. Mekanisme fokus historis gempabumi signifikan yang pernah terjadi di kawasan Sesar
Segmen Musi.
Data historis gempabumi yang dipakai
pada penelitian ini adalah data hasil analisa
pada Stasiun Geofisika Kepahiang yang
belum dilakukan relokasi. Terlihat pada
Gambar 7 di atas ada dua gempabumi yang
berada cukup jauh dari jalur sesar Sumatera.
Untuk memperoleh lokasi episenter yang
lebih akurat, sebaiknya dilakukan relokasi
terlebih dahulu.
Berdasarkan data mekanisme fokus
historis gempabumi yang pernah terjadi di
segmen Musi ini, dapat dilihat bahwa secara
umum gempabumi yang pernah terjadi
adalah dengan mekanisme sesar mendatar
(strike slip) dan beberapa berjenis oblique.
Kedalaman gempabumi rata-rata berkisar 10
km hingga 25 km.
Patahan segmen Musi ini sangat dekat
dengan pemukiman dan pusat kota
Kabupaten Kepahiang. Bahkan hanya
berjarak beberapa kilo meter, komplek
perkantoran dan taman kota Kabupaten
Kepahiang berada di sekitar patahan ini.
Sehingga, potensi bencana geofisika cukup
besar jika terjadi gempabumi di massa yang
akan datang di sekitar segmen ini.
Gempabumi terbesar di wilayah ini
yang pernah tercatat di stasiun seismik
(Stasiun Geofisika Kepahiang) adalah
gempabumi pada tanggal 15 Desember 1979
dengan kekuatan 6.0 SR terletak pada
koordinat 03.5 LS, 102.4 BT dengan
kedalaman 25 km. Gempabumi ini memiliki
intensitas VII-IX MMI sehingga
mengakibatkan kerusakan 3600 bangunan
rusak berat dan ringan serta korban jiwa
sebanyak 4 orang. Gempabumi merusak
lainnya yang pernah terjadi di Sesar Segmen
Musi ini adalah gempabumi pada tanggal 15
Mei 1997 dengan kekuatan 5.0 SR yang
mengakibatkan setidaknya 65 bangunan
rusak berat dan ringan.
Menurut Natawidjaja, (2007) [5] yang
pernah melakukan penelitian sesar
Sumatera, Sesar Segmen Musi yang ada di
wilayah Kabupaten Kepahiang ini memiliki
panjang 70 km. Segmen ini memiliki slip
rate rata-rata 1 cm pertahun. Dengan
demikian dalam 100 tahun slip mencapai 10
cm serta 20 cm dalam 200 tahun. Secara
teoritis momen seismik (Mo) adalah 6.67 x
1025
untuk periode ulang 100 tahun. Artinya
dalam satu dekade segmen ini menyimpan
potensi gempabumi sebesar 7.2 Mw.
Sebagai masyarakat yang hidup dan
“menumpang” tinggal di kawasan seismik
aktif, kita harus selalu memiliki sikap
waspada terhadap ancaman bencana
gempabumi. Patahan segmen Musi ini
tergolong patahan aktif. Hal ini terbukti
dengan data gempabumi histori yang pernah
terjadi di kawasan patahan ini. Akhir-akhir
ini, patahan segmen ini menunjukkan
aktivitasnya dengan beberapa kejadian
gempabumi terasa antara lain gempabumi
pada tanggal 14 Juni 2013 yang terletak
pada koordinat 3.52 LS, 102.41 BT pada
kedalaman 10 km dengan kekuatan 4.6 SR
dengan intensitas berkisar II-III MMI. Pada
tanggal 25 Maret 2014, patahan ini juga
menunjukkan aktivitasnya dengan terjadinya
gempabumi berkekuatan 3.0 SR pada
koordinat 3.63 LS,102.5 BT pada kedalaman
17 km.
4. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil analisis second
vertical derivative (SVD) di atas, dapat
disimpulkan bahwa Sesar Segmen Musi
merupakan jenis sesar geser (strike slip) dan
beberapa lokasi menunjukkan mekanisme
oblique. Sesar segmen musi ini berorientasi
berarah baratdaya-tenggara dengan perkiraan
panjang sesar berkisar 70 km. Melihat slip
rate rata-rata 1 cm pertahun, maka dalam
satu dekade Sesar Segmen Musi ini memiliki
potensi gempabumi sebesar 7,2 Mw.
DAFTAR PUSTAKA
[1] Free Air Anomaly and Thopography
Data.
http://topex.ucsd.edu/cgibin/getdata.cgi.
Diakses tanggal 30 Maret 2014 pukul :
22.30 WIB.
[2]Julius, Admiral Musa. 2014.
Perbandingan Metode Turunan Kedua
Vertikal Dengan Data Gempabumi
Historis Untuk Identifikasi Langsung
Posisi dan Struktur Sesar Metano.
Seminar Sehari Hari Meteorologi Dunia
Ke-64 Balai Besar Meteorologi dan
Geofisika Wilayah 2, Ciputat. 27 Maret
2014.
[3] Lestari, Intan., dan Muh. Sarkowi. 2013.
Analisis Struktur Patahan Daerah
Panasbumi Lahendong-Tompaso
Sulawesi Utara Verdasarkan Data
Second Vertical Derivative (SVD)
Anomali Gayaberat. Seminar Nasional
Sains dan Teknologi V Lembaga
Penelitian Universitas Lampung, 19-20
November 2013.
[4]Lillie, R. J. 1999. Whole Earth
Geophysics. Prentice-hall, Inc. USA.
[5] Natawidjaja, Danny Hilman. 2007.
Gempabumibumi dan Tsunami di
Sumatra dan Upaya Untuk
Mengembangkan Lingkungan Hidup
Yang Aman Dari Bencana. Laporan
Survey.
[6]Nurwidyanto, M.Irfan., dan Ari Setiawan.
2011. Pemodelan Anomali Gravitasi
Sesar Dengan Pendekatan Model Sheet
(Modelling Gravity Anomalies Of Fault
By Sheet Model Approach). Berkala
Fisika. Vol. 14, No. 3, Juli 2011, hal
129-134.
[7] Permana, Ikhwan., Irwan Meilano., dan
Dina Anggraini Sarsito. 2012. Analisa
Deformasi Gempa Padang Tahun 2009
Berdasarkan Data Pengamatan GPS
Kontinu Tahun 2009-2010. J. Geofisika
Vol. 13 No. 2/2012.
[8] Sidik, Ibnu Fajar., Adi Susilo., dan Ganjar
Sulastomo. 2014. Identifikasi Sesar Di
Daerah Pongkor Bogor Jawa Barat
Dengan Menggunakan Metode
Gayaberat. Phisycs Students Journal.
Vol.2 No.1 2014.