Upload
uib
View
0
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
Seminar Nasional : Sains, Rekayasa & Teknologi UPH - 2015Rabu - Kamis, 6 -7 Mei 2015, Gedung D, Kampus UPH Karawaci, Tangerang
IMPLEMENTASI METODE LMS FILTER UNTUK MEREDAM 50-HZ/60-HZ LINE-FREQUENCY NOISE PADA HEART RATE MEASURING
Susan 1), Wahyu S. Pambudi 2) 1 )Jurusan Teknik Elektro, Universitas Internasional Batam, Batam 29442
Email : [email protected] )Jurusan Teknik Elektro, Universitas Internasional Batam, Batam 29442
Email : [email protected] ; [email protected]
ABSTRAK
Berdasarkan penelitian sebelumnya, proses pengukuran detak jantung, atau HRM (Heart Rate Measuring) biasanya membawa noise (gangguan) berupa sinyal tertentu yang tidak diinginkan. Oleh karena itu, dalam penelitian ini, digunakan metode LMS untuk meredam noise tersebut. Metode LMS (Least Mean Square) adalah metode yang digunakan pada filter FIR untuk meredam 50-Hz/60-Hz line-frequency noise pada proses HRM. Metode ini diimplementasikan pada filter FIR (Finite Impulse Response) dikarenakan kelebihannya dibandingkan dengan filter IIR (Infinite Impulse Response), seperti respon yang linier dan sifat yang selalu stabil. Fungsi metode ini adalah mendapatkan bobot akhir optimum dengan memberikan asumsi nilai bobot awal dari nilai random dan memasukkannya ke dalam algoritma. Cara kerja sistem dimulai dari pengambilan data detak jantung dengan menggunakan sensor fingertip yang membaca perubahan aliran darah pada jari tangan. Kemudian, data detak jantung mengalami proses normalisasi, dan dicampur dengan noise 50-Hz yang dibangkitkan. Setelah itu, data dimasukkan ke dalam persamaan FIR, dan dibandingkan dengan data detak jantung normalisasi sebelum dicampur noise. Selisih kedua data tersebut disebut error, dan digunakan untuk memperbaharui bobot dengan metode LMS. Parameter-parameter yang digunakan dalam filter FIR adaptif dengan metode LMS antara lain learning rate/miu nol (0), time constant (), filter order (orde), dan frekuensi sampling (fs) masing-masing sebesar 0.08, 1000, dan 8, sehingga didapatkan rata-rata RMSE akhir sebesar 0.118. Kesimpulannya, program telah berhasil meredam 50-Hz/60-Hz line-frequency noise yang dibuktikan dari hasil DFT, di mana hanya 1 frekuensi yang muncul, dengan presentase keberhasilan sebesar 77.78% dalam 27 kali pengujian.
Kata Kunci: LMS, noise, Heart Rate Measuring.
1. PENDAHULUANKondisi tubuh manusia dapat diidentifikasi dengan beberapa parameter, seperti detak jantung, tekanan darah,
kadar gula darah, dan kadar kolestrol. Detak jantung sebagai salah satu parameter kesehatan tubuh dapat diketahui langsung dengan meletakkan alat pengukuran di permukaan tubuh yang paling dekat dengan jantung. Selain itu, detak jantung juga dapat dideteksi dari frekuensi aliran darah pada jari tangan (Harahap & Perangin-angin, 2013).
Menurut Ramli, Youseffi, dan Widdop (2011), proses pengukuran detak jantung, atau HRM (Heart Rate Measuring) biasanya membawa noise (gangguan) berupa sinyal tertentu yang tidak diinginkan., salah satunya 50-Hz/60-Hz line-frequency noise (Kumar, n.d.). Sinyal 50-Hz/60-Hz line-frequency noise merupakan sinyal gangguan yang berasal dari interferensi akibat jala-jala listrik melalui trafo power supply, maupun radiasi dari kabel yang tidak terlindungi dan peralatan listrik. Interferensi ini menimbulkan masalah ketika digunakan untuk mengukur sinyal tingkat rendah dengan ADC yang beresolusi tinggi (Sherry, n.d.).
Ada dua jenis filter yang dapat digunakan untuk meredam 50-Hz/60-Hz line-frequency noise yaitu FIR (Finite Impulse Response) dan IIR (Infinite Impulse Response). Filter FIR memiliki respon yang linier dan sifat yang selalu stabil jika dibandingkan dengan IIR. Sistem adaptif yang diterapkan pada filter FIR akan membuat filter ini dapat menyesuaikan diri dengan kondisi sekitar yang selalu berubah setiap waktu, dengan cara memperbaharui koefisien filter melalui suatu algoritma adaptif (Sahar & Darjat, 2011).
Metode LMS (Least Mean Square) adalah salah satu metode yang dapat dijalankan pada filter FIR adaptif. Metode LMS membuat filter mendekati bobot yang optimum dengan cara memberikan asumsi-asumsi nilai bobot dan memasukkannya ke dalam algoritma. Nilai bobot dimulai dari nilai paling kecil atau nol, dan setelah didapatkan nilai keluaran yang dibandingkan dengan nilai referensi, nilai bobot terus diperbaharui di setiap langkahnya untuk mengurangi error atau selisih dari nilai keluaran dan referensi. Metode ini berfungsi dengan baik apabila terjadi korelasi yang baik antara nilai referensi dan error yang dimasukkan kembali ke input untuk memperbaharui bobot.
1
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut, merancang filter FIR untuk mengolah data sensor fingertip, menerapkan sistem adaptif pada filter FIR untuk proses perubahan nilai bobot dan mengimplementasikan metode LMS pada filter FIR adaptif untuk meredam noise pada HRM.
2. TINJAUAN PUSTAKA2.1. Jantung
Jantung adalah organ yang berfungsi untuk memompa darah dalam tubuh manusia. Proses pemompaan darah dapat disederhanakan menjadi dua periode, yaitu periode sistol (jantung berkontraksi sehingga darah keluar dari jantung) dan periode diastol (jantung berelaksasi sehingga darah masuk ke jantung). Mekanisme kerja jantung tersebut berulang-ulang secara terus menerus, dan disebut siklus/denyut/detak jantung (Maisyaroh, 2012).
Persamaan untuk menghitung detak jantung adalah sebagai berikut.
(1)Pengukuran detak jantung (HRM) dapat digunakan sebagai pertimbangan dalam melakukan latihan atau olahraga. Apabila detak jantung yang terukur kurang dari 60% detak jantung normal dinyatakan sebagai batas bawah normal, maka latihan yang dilakukan belum efektif dalam memberikan tekanan ke jantung. Namun, apabila detak jantung yang terukur melebihi 80% dinyatakan sebagai batas atas normal, dapat berakibat fatal seperti serangan jantung (“Cek Denyut Nadi”, 2012; Ilhamdi, 2015).Proses HRM dapat dilakukan dengan beberapa cara, diantaranya:2.1.1. Manual
Secara manual, perhitungan detak jantung, dilakukan dengan meletakkan jari telunjuk dan jari tengah ke bagian bawah pergelangan tangan yang berlawanan, tepatnya di bawah pangkal ibu jari, dan pada salah satu sisi jakun yang berongga, namun harus dalam keadaan duduk atau berbaring untuk menghindari terhambatnya aliran darah ke kepala yang menyebabkan pasien pingsan. Perhitungan dilakukan selama satu menit, atau menggandakan hasil perhitungan detak jantung selama 30 detik (Kumar, n.d.).2.1.2. Sensor Fingertip
LED infrared memancarkan cahaya infrared ke arah jari dan akan dipantulkan kembali oleh darah pada arteri jari. Sebagian cahaya yang dipantulkan kembali diterima oleh fotodioda. Intensitas cahaya yang diterima oleh fotodioda bergantung pada volum darah pada arteri jari yang berubah pada setiap detak jantung (Rajbex, n.d.). Perubahan ini kemudian dikonversi menjadi tegangan menggunakan resistor pembagi tegangan dan dikuatkan dengan rangkaian penguat (amplifier).
Gambar 1. Desain sensor fingertip
2.1.3. EKGDetak jantung dapat diukur dengan meletakkan dua elektrode atau lebih pada titik-titik tubuh, untuk
mendeteksi impuls listrik yang dihasilkan jantung. Impuls listrik kemudian akan ditangkap elektrokardiogram (EKG) sehingga ritme jantung secara keseluruhan dapat diamati. Sinyal EKG terdiri dari masing-masing 6 puncak dan lembah gelombang yang disebut P, Q, R, S, T, dan U. Pada gambar 2, rentang waktu antar puncak R (RR interval) pada sumbu x, diukur dan dirata-ratakan setiap 15, 30, atau 60 detik, dan kemudian diubah ke dalam skala bpm, untuk mengetahui detak jantung rata-rata. Sebelum detak jantung rata-rata dihitung, sinyal EKG yang dihasilkan harus terlebih dahulu diproses dalam domain analog dan digital. Hal ini dikarenakan amplitude tegangan yang dihasilkan sangat kecil sehingga perlu dilakukan penguatan (amplifikasi), dan terdapat noise yang perlu disaring menggunakan filter. Fungsi-fungsi tersebut sebagian besar dapat dilakukan oleh mikrokontroler pada saat itu juga (real time) (Kumar, n.d.).
Gambar 2. Sinyal EKG
2
2.2. Rangkaian Penguat (Amplifier)Penguat operasional merupakan blok penguat yang terdiri dari dua masukan dan satu keluaran. Kedua masukan
tersebut adalah masukan tak membalik (non-inverting) dan masukan membalik (inverting). Penguat operasional memiliki karakteristik apabila sinyal masukan diteruskan ke masukan tak membalik, maka sinyal keluarannya akan sefase dengan masukan. Sedangkan sinyal masukan yang terhubung dengan masukan membalik akan menghasilkan sinyal keluaran yang berbeda fase dengan masukan, atau memiliki tanda yang berlawanan dengan masukan.
Rangkaian penguat (amplifier) dalam penelitian ini menggunakan LM358 berfungsi untuk memperkuat sinyal input dari sensor fingertip. Amplifier yang telah diintegrasikan dengan sensor fingertip ditunjukkan oleh gambar 3 Hidayat (n.d.).
Gambar 3. Rangkaian integrasi sensor dan amplifier
Jenis amplifier yang digunakan dalam penelitian ini adalah integrator amplifier. Besar penguatan pada integrator amplifier dapat dihitung dengan menggunakan persamaan (2) berikut (Storr, n.d.).
(2)2.3. Sinyal 50-Hz/60-Hz Line-Frequency Noise
Sinyal 50-Hz/60-Hz line-frequency noise merupakan sinyal gangguan yang berasal dari interferensi akibat jala-jala listrik, baik melalui trafo power supply, maupun radiasi dari kabel yang tidak terlindungi dan peralatan listrik. Interferensi ini menimbulkan masalah ketika digunakan untuk mengukur sinyal tingkat rendah, namun dengan ADC yang beresolusi tinggi. Sinyal 50-Hz/60-Hz line-frequency noise mengganggu masukan pada sensor yang dipasang di permukaan tubuh. Oleh karena itu, diperlukan filter yang ditambahkan ke dalam sistem, untuk meredam sinyal gangguan tersebut (Sherry, n.d.).
2.4. FilterFilter merupakan perangkat untuk menghilangkan bagian yang tidak diinginkan atau mengambil bagian yang
berguna dari sebuah sinyal dalam proses pengolahannya. Berdasarkan empat frekuensi dasar, filter dapat dibedakan ke dalam beberapa tipe, yaitu filter low-pass, high-pass, band-pass, dan band-reject. Tujuan pembagian ini adalah agar dapat meloloskan beberapa frekuensi tertentu tanpa teredam, sekaligus meredam beberapa frekuensi lainnya tanpa tercampur ke sinyal keluaran. Frekuensi-frekuensi yang lolos disebut passband, sedangkan frekuensi-frekuensi yang teredam disebut stopband. Frekuensi diantara keduanya disebut transition band. Pemisahan antara passband dan transition band disebut frekuensi cutoff (Smith, 2013).
Gambar 4. Tipe-tipe filter
3
Selain pembagian berdasarkan frekuensi dasarnya, filter juga dapat dibedakan berdasarkan proses pengolahan sinyal menjadi filter analog dan digital. Filter analog menggunakan rangkaian elektronik yang terdiri dari komponen-komponen seperti resistor, kapasitor, opamp dan sebagainya untuk menghasilkan fungsi penyaringan. Berbeda dengan filter analog, filter digital menggunakan prosesor digital seperti komputer maupun chip DSP (Digital Signal Processing) khusus untuk melakukan operasi matematika agar terjadi proses penyaringan. Filter digital memiliki beberapa kelebihan dibandingkan dengan filter analog, seperti nilai ripple pada passband yang lebih kecil, atenuasi (penurunan amplitudo) dan roll-off (kecuraman) pada stopband yang lebih baik, serta respon step yang simetris.
Gambar 5. Perbandingan Filter Low-pass Analog dan Digital
Filter digital dapat dibedakan berdasarkan impuls respon yang digunakan menjadi dua jenis filter, yaitu FIR (Finite Impulse Response) dan IIR (Infinite Impulse Response). FIR merupakan filter digital yang mempunyai respon impuls terbatas, sedangkan IIR memiliki respon impuls yang tidak terbatas (Siana & Adrian, 2002). Kelebihan filter FIR memiliki respon yang linier dan sifat yang selalu stabil jika dibandingkan dengan IIR. Sistem adaptif yang diterapkan pada filter FIR akan membuat filter ini dapat menyesuaikan diri dengan kondisi sekitar yang selalu berubah setiap waktu, dengan cara memperbaharui koefisien filter melalui suatu algoritma adaptif (Sahar & Darjat, 2011). Secara matematis, persamaan umum filter FIR ditunjukkan pada persamaan (3) berikut.
(3)Dari berbagai jenis filter yang tersedia, filter yang digunakan pada penelitian ini adalah filter FIR low-pass
adapatif.
2.5. Metode Least Mean Square (LMS)Filter adaptif adalah filter yang berfungsi untuk menampilkan hubungan antara input dan output dari sebuah
filter secara berulang. Filter adaptif dapat mengubah koefisien filter secara otomatis berdasarkan algoritma adaptif. Penyesuaian koefisien filter dilakukan secara terus menerus agar didapatkan nilai error paling minimal. Salah satu algoritma adaptif yang dapat mengatur koefisien filter FIR secara berulang adalah algoritma LMS.
Gambar 6. Blok diagram filter adaptif
4
Metode LMS membuat filter mendekati bobot yang optimum dengan cara memberikan asumsi-asumsi nilai bobot dan memasukkannya ke dalam algoritma. Nilai bobot dimulai dari nilai paling kecil atau nol, dan setelah didapatkan nilai keluaran yang dibandingkan dengan nilai referensi, nilai bobot terus diperbaharui di setiap langkahnya untuk mengurangi error atau selisih dari nilai keluaran dan referensi (National Instruments Corporation, 2008).
2.6. Discrete Fourier Transform (DFT)Transformasi Fourier adalah persamaan yang digunakan untuk mengubah sinyal dari domain waktu t ke
domain frekuensi f. Secara matematis, transformasi Fourier X(f) dari waktu kontinyu x(t) ditunjukkan oleh persamaan (4) berikut.
(4)Transformasi Fourier yang dilakukan dengan mengambil sampel dalam jumlah tertentu disebut Transformasi Fourier Berhingga, atau Discrete Fourier Transform (DFT). Model DFT digunakan untuk mengolah sinyal dalam operasi digital. Sampel-sampel dari sinyal yang diambil merupakan representasi sinyal tersebut secara keseluruhan dalam domain waktu. Setelah itu, sampel-sampel tersebut akan diubah ke dalam domain frekuensi menggunakan DFT, dengan persamaan (5) sebagai berikut.
(5)dengan N adalah jumlah sampel.Hasil DFT merupakan bilangan komplek yang terdiri dari nilai real dan imajiner (Radiana, n.d.).
(6)Persamaan (6) dimasukkan ke dalam persamaan (5) menjadi,
(7)
dengan XR[k] adalah nilai real dan XI[k] adalah nilai imajinernya.Kemudian, hasil DFT dinyatakan dalam magnitude dan phase sebagai berikut.
(8)
(9)
3. Metode Penelitian3.1. Perancangan Penelitian
Pada penelitian ini, rancangan penelitian dibagi menjadi beberapa bagian utama, yaitu perancangan sistem perangkat keras (hardware), perancangan sistem perangkat lunak (software) dan perancangan pengujian. Metode yang digunakan untuk menunjang penelitian ini adalah LMS, dimana keluaran sensor digunakan sebagai input program dan akan melalui proses filtering untuk memisahkan sinyal asli dari sinyal noise.
3.2. Blok Diagram HardwarePada perancangan sistem hardware ini terdiri dari sensor fingertip yang memiliki transmitter berupa LED
infrared dan receiver berupa fotodioda, rangkaian amplifier, mikrokontroler arduino uno, dan PC.
5
Gambar 7. Blok diagram hardware
Dari gambar 6, dapat diketahui bahwa proses dimulai dengan pembacaan detak jantung oleh sensor fingertip dengan menggunakan prinsip light reflection dimana sensor diletakkan pada ujung jari. Sensor fingertip akan mendeteksi perubahan volum darah yang terjadi pada pembuluh darah arteri pada ujung jari saat jantung memompa darah, dan dikonversi ke dalam tegangan. Data hasil pembacaan sensor dikuatkan dengan menggunakan amplifier. Hal ini dilakukan agar mikrokontroller mampu membaca perubahan sinyal yang dihasilkan oleh sensor fingertip. Tegangan output dari sensor fingertip akan masuk ke port masukan mikrokontroler arduino uno dengan menggunakan port ADC. Mikrokontroller berfungsi untuk membaca sinyal input dengan menggunakan pin ADC dan kemudian data dikirimkan pada PC. Proses selanjutnya berada pada mikrokontroler yang telah diprogram untuk mengeluarkan output pada serial, dimana serial ini terhubung dengan PC. Data output mikrokontroler yang terbaca pada PC akan difilter dengan menggunakan LMS filter untuk memisahkan noise dari sinyal asli. Hasil filtering akan ditampilkan dalam bentuk chart dengan menggunakan Visual Studio.
3.2.1. Perancangan Sensor FingertipSensor fingertip dirancang menggunakan resistor 150 Ω, resistor 33 KΩ, LED infrared, dan fotodioda
5mm. Rangkaian sensor fingertip ditunjukkan pada gambar berikut.
(A) (B)Gambar 8. (A) Rangkaian sensor Fingertip
(B) Sensor fingertip
LED infrared berperan sebagai transmitter yang akan memancarkan cahaya infrared ke jari tangan, sedangkan fotodioda berfungsi sebagai receiver yang akan menangkap cahaya infrared yang dipantulkan oleh jari tersebut. Resistor 150 Ω bertugas untuk membatasi arus yang masuk ke LED infared untuk mencegah kerusakan LED, dan resistor 33 KΩ berguna sebagai resistor pembagi tegangan (voltage divider) agar perubahan intensitas cahaya yang ditangkap fotodioda dapat dikonversi menjadi tegangan dan sekaligus sebagai output sensor. Nilai resistor 150 Ω ditentukan melalui persamaan berikut.
(10)
Sedangkan nilai resistor 33 KΩ dipilih karena input fotodioda membutuhkan arus yang nilainya kecil.
Nilai arus
ditentukan melalui persamaan berikut.
(11)
Pada perancangannya, transmitter (LED infrared) dan receiver (fotodioda) dipisahkan oleh pembatas padat (penghapus), yang bertujuan agar cahaya yang diterima oleh fotodioda hanya berasal dari pantulan cahaya infrared dari jari, dan tidak terjadi interferensi cahaya dari luar maupun cahaya infrared langsung dari transmitter ke receiver.
6
3.2.2. Perancangan AmplifierAmplifier pada penelitian ini menggunakan IC LM 358, kapasitor 1 uF dan 100 nF, serta resistor dengan
nilai 6,8 kOhm, 68 kOhm, dan 680 kOhm. Susunan rangkaian amplifier yang telah diintegrasikan dengan sensor fingertip ditunjukkan oleh gambar 9.
Gambar 9. Rangkaian integrasi sensor dan amplifier
Komponen-komponen penyusun amplifier memiliki fungsi yang berbeda-beda. Sinyal output dari sensor fingertip akan diteruskan ke kapasitor 1 uF yang berguna untuk blocking sinyal DC sehingga hanya sinyal AC yang dapat melewati rangkaian. Kemudian, sinyal ini akan dikuatkan dengan besar penguatan yang ditentukan oleh persamaan (4) sebagai berikut.
3.3. Blok Diagram SoftwareRancangan blok diagram software yang ditunjukkan pada gambar 3.5 merupakan hasil modifikasi pada blok
diagram filter adaptif pada penelitian terdahulu (A. K. Gupta, P. C. Gupta & Mehra, 2013) yang disesuaikan dengan plant pada penelitian ini. Terdapat beberapa variable pada blok diagram ini, seperti x, noise, s, y, yd, dan error.
Gambar 10. Blok diagram software
Sinyal x didapatkan dari data hasil pembacaan mikrokontroller. Kemudian, sinyal ini akan dicampur dengan sinyal noise sebesar 50 Hz yang dibangkitkan dengan program, dan menghasilkan sinyal s. Sinyal s dimasukkan ke dalam persamaan filter FIR dengan menggunakan metode LMS, di mana sinyal ini dikalikan dengan bobot agar didapatkan sinyal y. Setelah itu, sinyal y akan dibandingkan dengan sinyal yd atau sinyal x dan memberikan nilai selisih berupa error. Nilai error akan digunakan sebagai feedback loop, dan memperbaharui nilai bobot pada iterasi kedua, sehingga didapatkan sinyal y yang baru. Sinyal ini dibandingkan dengan sinyal yd dan kembali menghasilkan nilai error. Proses ini terus berlangsung hingga tercapai kondisi stop, yaitu pada iterasi terakhir frekuensi sampling.
3.3.1. Flow chart LMS FilteringProses dimulai dari memasukkan sinyal asli detak jantung yang didapatkan dari pembacaan mikro sebagai
sinyal referensi yd(k), dan sinyal hasil pencampuran sinyal asli dengan noise sebagai sinyal yang akan difilter s(k).
7
Start
Training Sample:Input Signal Vector = s(k)Desired Response = yd(k)
User-selected parameter: μ0 = learning rateƬ = time constantOrde = Filter Orde
Initialization.Set w(k=0)
Computation 1.e(k)
Computation 3.μ(k)
w(k+1)
Comparation.k>Fs
Yes
No
Computation 2.RMSE
End
DFT.X[k]
Yes
No
Gambar 11. Flowchart LMS Filtering
Setelah itu, ditentukan beberapa parameter yang nilainya dapat diatur sesuai kebutuhan user, seperti µ0 (learning rate), Ʈ (time constant), Orde (filter order), dan Fs (frekuensi sampling). Nilai orde menentukan panjangnya delay pada persamaan filter untuk mendapatkan sinyal y, sedangkan nilai µ0 dan Ʈ digunakan pada persamaan mencari µ yang digunakan bersama-sama nilai error untuk memperbaharui bobot. Proses pembaharuan bobot diulang sebanyak iterasi pada Fs.
Tahap setelah penetuan keempat parameter di atas adalah inisialisasi bobot awal w(k=0) yang diambil dari nilai acak (random). Setelah itu nilai bobot dimasukkan ke dalam persamaan y, dan dibandingkan dengan yd menghasilkan nilai selisih e(k). Nilai e(k) dimasukkan lagi ke dalam persamaan RMSE (root mean square error). Apabila iterasi belum mencapai Fs, maka bobot akan diperbaharui dan nilai RMSE berubah. Proses pembaharuan akan berlangsung hingga nilai iterasi mencapai Fs. Setelah ditampilkan sinyal y akhir dalam domain waktu, dilakukan proses DFT pada sinyal tersebut sehingga didapatkan sinyal y dalam domain frekuensi.
3.4. Algoritma ProgramTahap-tahap proses kerja LMS filter sebagai berikut.1) Memasukkan sinyal asli (x), noise, dan sinyal campuran antara sinyal asli dan noise (s).2) Inisialisasi nilai learning rate/miu nol (0), time constant (), dan filter order (orde).3) Inisialisasi bobot awal (w)4) Menghitung nilai output y
(12)5) Perhitungan nilai error e dan RMSE.
(13)
(14)
(15)
6) Perbandingan nilai k dan Fs. Jika nilai k sama dengan atau lebih besar dari Fs, maka proses dilanjutkan ke tahap 7. Namun, apabila nilai nilai k lebih besar dari Fs, maka dilanjutkan ke tahap 10.
7) Perhitungan nilai learning rate berikutnya (k).
8
(16)8) Pembaharuan nilai bobot w(k+1)
(17)9) Tahap berikutnya dilakukan looping dengan memasukkan nilai bobot yang baru ke dalam persamaan pada tahap
2.10) Proses DFT pada sinyal y akhir
Sub tahap 1 proses DFT yaitu menghitung XR[k] dan XI[k] dari sinyal campuran dan sinyal akhir.Sub tahap 2 menghitung magnitude dari hasil DFT tersebut.
3.5. Perancangan PengujianPengujian penelitian dilakukan dalam dua tahap. Tahap pertama dilakukan dengan menghubungkan sensor
fingertip dan amplifier ke power supply dan osiloskop. Setelah itu, tahap kedua dilakukan dengan menghubungkan sensor fingertip, amplifier dan mikrokontroller ke komputer untuk menjalankan program LMS Filtering.
(a)
(b)
Gambar 12. a. Perangkat pengujian tahap pertama; b. Perangkat pengujian tahap kedua
4. Pengujian dan Analisa Data4.1. Pengujian Sensor Fingertip dan Amplifier
Terdapat dua sinyal pada data pengujian tegangan output sensor fingertip dan amplifier. Sinyal pertama yang berwarna kuning merupakan sinyal output dari sensor fingertip, sedangkan sinyal kedua yang berwarna biru adalah sinyal hasil penguatan oleh amplifier. Besaran tegangan yang terukur pada output sensor fingertip dan amplifier berturut-turut adalah 65,6 mV dan 3,84 V, sehingga didapatkan penguatan sebesar 59 kali. Sedangkan nilai penguatan hasil perhitungan adalah sebagai berikut.
Besar penguatan hasil perhitungan sebesar 61 kali mendekati besar penguatan hasil pengukuran sebesar 59 kali, sehingga dapat disimpulkan bahwa rangkaian sudah berfungsi dengan baik. Perbedaan tersebut dikarenakan nilai dari komponen-komponen yang digunakan dalam rangkaian tidak bersifat mutlak, melainkan memiliki nilai toleransi, sehingga terjadi perubahan namun tidak signifikan.
4.2. Pengujian Program LMS FilteringPengujian ini terdiri dari beberapa subtahap yang dimulai dengan pembacaan mikrokontroller terhadap output
sensor fingertip yang ditampilkan secara realtime. Berdasarkan fungsi program, proses pengujian LMS filtering pada data heart beat terdiri dari beberapa tahap, yaitu pembacaan data mikrokontroller, pencampuran sinyal heart beat dengan noise, perhitungan error, grafik sinyal filter akhir dalam domain waktu dan frekuensi, serta menentukan nilai bobot dan RMSE akhir.
Proses pengujian secara bertahap seperti yang telah dijelaskan di atas dilakukan pada tiga responden. Masing-masing responden melakukan sembilan kali pengujian, dan menghasilkan bentuk sinyal x, y dan status keberhasilan LMS filtering yang berbeda-beda, seperti yang ditunjukkan oleh Tabel 1.
9
Tabel 1 Pengujian Pembacaan Data Mikrokontroller secara RealtimePengujian ke- Responden 1 Responden 2 Responden 3
1 Berhasil Berhasil Berhasil2 Berhasil Berhasil Berhasil3 Berhasil Berhasil Gagal4 Gagal Gagal Gagal5 Berhasil Berhasil Berhasil6 Gagal Berhasil Berhasil7 Berhasil Berhasil Gagal8 Berhasil Berhasil Berhasil9 Berhasil Berhasil Berhasil
Penentuan status keberhasilan proses LMS Filtering di atas dilakukan dengan menganalisa kemiripan sinyal y terhadap sinyal yd atau x.
(a)
(b)
(c)
(d)
(e)
(f)
(g)
(h)
(i)
Gambar 12. Perbandingan sinyal y dan yd pada pengujian responden 1
Pada responden 1, terdapat tujuh kali percobaan LMS Filtering yang berhasil dan dua kali gagal. Hal ini dapat diketahui dari bentuk sinyal y pada percobaan d dan f pada gambar 13 yang tidak smooth dan masih mengandung noise, sedangkan sisanya sudah mendekati sinyal yang diinginkan.
Pengujian yang sama juga dilakukan pada responden 2 dan 3. Pada responden 2, terdapat delapan kali pengujian yang berhasil, dan hanya terjadi satu kali kegagalan pada pengujian d. Sedangkan pada responden 3 terjadi kegagalan proses LMS Filtering mencapai tiga kali pengujian, yaitu pada pengujian d, g, dan i.
Selain membandingkan kedua bentuk sinyal y dan sinyal yd dalam domain waktu, penentuan status keberhasilan proses LMS Filtering juga dilakukan dengan mengubah sinyal y ke dalam domain frekuensi menggunakan DFT (Discrete Fourier Transform). Tujuannya agar dapat diketahui apakah sinyal y masih mengandung noise 50-Hz atau tidak.
(a)
(b)
(c)
(d)
(e)
(f)
(g)
(h)
(i)
Gambar 13. Hasil DFT pada pengujian responden 1
Dari gambar 4.12, dapat diketahui bahwa sinyal y pada pengujian d dan f masih membawa frekuensi noise di samping sinyal asli hasil HRM. Proses DFT memberikan hasil pengujian berhasil dan gagal yang sama dengan proses pembandingan sinyal y dan yd baik pada responden 1, 2 maupun 3.
Dari serangkaian pengujian yang telah dilakukan, terdapat enam kali kegagalan proses. Hal ini dikarenakan pada proses inisialisasi bobot awal, nilai bobot awal diambil dari nilai random yang dibangkitkan oleh program. Pada setiap kali pengujian, didapatkan nilai random yang berbeda-beda. Penyebab kegagalan proses pengujian
10
sebanyak enam kali dari 27 kali pengujian tersebut dikarenakan kombinasi nilai random yang dibangkitkan pada keenam pengujian tersebut tidak tepat, sedangkan pada 21 pengujian yang berhasil karena kombinasi nilai random yang didapatkan sudah tepat. Oleh karena itu, didapatkan presentasi keberhasilan sebesar 77.78% dengan rata-rata RMSE sebesar 0.118.
5. Kesimpulan Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan baik pada proses perancangan, dan pengujian serta analisa,
terdapat beberapa kesimpulan sebagai berikut:1) Rancangan filter FIR adaptif menggunakan metode LMS dengan masing-masing nilai parameter learning
rate/miu nol (0), time constant (), dan filter order (orde) adalah 0.08, 1000, dan 8, serta nilai rata-rata RMSE akhir yang didapatkan adalah sekitar 0.118.
2) Presentase keberhasilan proses LMS filtering pada 27 kali pengujian data secara realtime sebesar 77.78%.3) Pada pengujian peredaman sinyal noise menggunakan metode LMS pada pengukuran detak jantung, program
telah berhasil menghilangkan 50-Hz/60-Hz line-frequency noise dibuktikan dari hasil DFT hanya 1 frekuensi yang muncul.
Daftar PustakaCasillas, C. (2010). Heart Rate Monitor and Electrocardiograph Fundamentals. Freescale Semiconductor.Cek denyut nadi sebelum olahraga biar tak kena serangan jantung. (2012, December 3). Liputan 6. Retrieved from
http://health.liputan6.com/read/462612/cek-denyut-nadi-sebelum-olahraga-biar-tak-kena-serangan-jantungCoates, E. (2013, September 4). Oscillator basics. Osicllators. Retrieved from http://www.learnabout-
electronics.org/Oscillators/osc10.phpGunawan, H. (2011). Alat untuk memperagakan irama denyut jantung sebagai bunyi dan pengukur kecepatan
denyut jantung melalui elektroda pada telapak tangan. Electrical Engineering Journal, 2(1).Gupta, A. K., Gupta, P. C., & Mehra, R. (2013). Design and analysis of adaptive fir filter for different step size .
International Journal of Latest Trends in Engineering and Technology (IJLTET), 3(1), 111-117.Harahap, A. N., & Perangin-angin, B. (2013). Sistem pengukuran detak jantung manusia menggunakan media
online dengan jaringan WI-FI berbasis PC. Jurnal Saintia Fisika, 4 (1). Hidayat, W. N. (n.d.). Alat Pengukur Detak Jantung Digital Berbasis Mikrokontroler ATMEGA8535. Retrieved
from http://digilib.ump.ac.id/download.php?id=3323Ilhamdi. (2015, January 27). Kenali Detak Jantung Anda, Berita Satu. Retrieved from
http://1.beritasatu.com/1health/id/article/detail/kenali-detak-jantung-anda-451.htmlIowegian International Corporation. (n.d.). FIR Filter Basics. Retrieved from
http://www.dspguru.com/dsp/faqs/fir/basicsKumar, S. (n.d.). Efficient heart rate monitoring. Cypress Semiconductor Corporation. Retrieved from
http://www.cypress.com/?docID=28767 Maheshwari, L. K., & Anand, M. M. S. (2006). Laboratory Manual for Introductory Electronics Experiments. New
Delhi: Prentice Hall of India Private Limited.Maisyaroh, S. (2012). Rancang bangun instrumentasi elektrokardiografi berbasis PC. Retrieved from
http://digilib.unimed.ac.id/public/UNIMED-Undergraduate-22376-BAB%20II.pdfNational Instruments Corporation. (2008, June). Least mean squares (LMS) algorithms (adaptive filter toolkit).
Retrieved from http://zone.ni.com/reference/en-XX/help/372357A-01/lvaftconcepts/aft_lms_algorithms/Penguat operasional (opamp). (2012, December 15). Retrieved from http://rangkaianelektronika.info/penguat-
operasional-opamp/Radiana, S. G. (n.d.). Discrete Fourier Transform Menjadi Fast Fourier Transform. Isyarat Sistem. Retrieved from
http://te.ugm.ac.id/~risanuri/isyaratsystem/paperDFTkeFFT.pdfRajbex. (n.d.). Microcontroller Measures Heart Rate Through Fingertip. Retrieved from
http://www.instructables.com/id/Microcontroller-measures-heart-rate-through-finger/?ALLSTEPSRamadijanti, N., & Basuki, A. (2010, February 18). Transformasi Fourier. Pengolahan Citra. Retrieved from
http://lecturer.eepis-its.edu/~nana/index_files/materi/Teori_Citra/Pertemuan_7.docRamli, N. I., Youseffi, M., & Widdop, P. (2011). Design and fabrication of a low cost heart monitor using
reflectance photoplethysmogram. World Academy of Science, Engineering and Technology, 5. Sahar, R. A., Hidayatno, A., & Darjat. (2011). Acoustic echo cancellation menggunakan algoritma NLMS.
Retrieved from http://eprints.undip.ac.id/25303/1 /M_L2F004507.pdf Sannuti, P. (n.d.). Frequency response of filters. Panayotatos, P (Ed.), Principles of electrical engineering
laboratory. New Brunswick, NJ: The State University of New Jersey. Retrieved from http://www.ece.rutgers.edu/~psannuti/ece224/PEEII-Expt-2-07.pdf
11
Sharma, Y., & Shrivastava, A. (2012). Periodic noise suppression from ecg signal using novel adaptive filtering techniques. International Journal of Electronics and Computer Science Engineering, 1(2), 681-685.
Sherry, A. (n.d.). 50 Hz/60 Hz rejection on ∑-∆ ADCs. Analog Devices, Inc. Retrieved from http://www.analog.com/static/imported-files/application_notes/AN-611.pdf
Siana, L., & Adrian, H. (2002). Noise reduction menggunakan filter adaptif. Retrieved from http://library.binus.ac.id/Collections/ethesis_detail.aspx?ethesisid=LBM2002-0215
Smith, S. W. (2013). Digital signal processing: A practical guide for engineers and scientists. Burlington, MA: Elsevier Science.
Storr, W. (n.d.). The integrator amplifier. Retrieved from http://www.electronics-tutorials.ws/opamp/opamp_6.htmlSusilawati, I. (2009). Filter digital. Teknik pengolahan isyarat digital. Jakarta: Universitas Mercu Buana. Texas Instruments. (2004). Finite impulse response (FIR) filters. Retrieved from
http://www.ti.com/ww/cn/uprogram/share/ppt/c6000/Chapter14.pptUniversity of Babylon. (n.d.). Analog and digital filter. Retrieved from
http://www.uobabylon.edu.iq/uobcoleges/ad_downloads/4_29783_35.doc Wickert, M. (2011, March 7). FIR filters. Introduction to signal and systems. Retrieved from
http://www.eas.uccs.edu/wickert/ece2610/lecture_notes/ece2610_chap5.pdf
12