57

JURNAL KELAUTAN NASIONAL Vol. 8, No. 1, April 2013

Embed Size (px)

Citation preview

ISSN 1907-767X

JURNAL KELAUTAN NASIONAL

Vol. 8, No. 1, April 2013

Kementerian Kelautan dan Perikanan

Badan Penelitian dan Pengembangan Kelautan dan Perikanan

Pusat Pengkajian dan Perekayasaan Teknologi Kelautan dan

Perikanan

J. Kelautan. Nas Vol.8 No. 1 Hal. 001-047 April 2013 ISSN 1907-767X

KATA PENGANTAR

Jurnal Kelautan Nasional (JKN) adalah jurnal yang diterbitkan oleh Pusat Pengkajian dan

Perekayasaan Teknologi Kelautan dan Perikanan, Badan Penelitian dan Pengembangan Kelautan

dan Perikanan, Kementerian Kelautan dan Perikanan. Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa,

atas terbitnya JKN Volume 8, No. 1 dengan baik.

Artikel yang diterbitkan dalam Jurnal edisi kali ini sebanyak 5 (lima) artikel yang meliputi: Bilah

Lengkung Seret Lepas untuk Peningkatan Efisiensi pada Turbin Arus Laut Sumbu Vertikal; Potensi

CNG (Compressed Natural Gas) sebagai Alternatif Bahan Bakar Kapal Penangkap Ikan Berukuran

Panjang 11 M; Hubungan Variabilitas Parameter Keamanan dan Kenyamanan Kerja ABK dan Hasil

Tangkapan Ikan pada Pukat Cincin yang Beroperasi di Selat Bali; Potensi Energi Arus Laut untuk

Pembangkit Tenaga Listrik di Pulau-pulau Kecil (Studi: Pulau Mantang di Bintan, Pulau Abang di

Batam, dan Pulau Sugi di Karimun, Propinsi Kepulauan Riau); dan Faktor Lingkungan yang

Mempengaruhi Produktivitas Menggunakan Aplikasi Analisis Jalur di Tambak Bandeng Kabupaten

Indramayu, Provinsi Jawa Barat.

Artikel yang terdapat dalam JKN pada edisi ini diharapkan mampu menambah khasanah informasi

di bidang teknologi kelautan dan perikanan Indonesia. Kami sangat mengharapkan saran dan kritik

untuk perbaikan penyusunan jurnal ini ke depan. Semoga jurnal ini bermanfaat bagi pengembangan

dan kemajuan teknologi kelautan dan perikanan di Indonesia.

Redaksi

JURNAL KELAUTAN NASIONAL

Vol. 8, No. 1, April 2013

DAFTAR ISI

Bilah Lengkung Seret Lepas untuk Peningkatan Efisiensi pada Turbin Arus

Laut Sumbu Vertikal

(Drag Release Arc Blade to Increase Efficiency in Vertical Axis Marine Current

Turbine)

Dwi Yoga Nugroho, Ahmad Mukhlis Firdaus, Krisnaldi Idris, Sofiyan Muji

Permana, Daniel Fitzgerald dan Abdul Qohar Hadzami .......................................

001

Potensi CNG (Compressed Natural Gas) sebagai Alternatif Bahan Bakar Kapal

Penangkap Ikan Berukuran Panjang 11 M

(CNG(Compressed Natural Gas) Potention as an Fuel Alternative for 11 M Long

Fishing Ship)

Iman Anugerah Bintoro, Budhi Hascaryo Iskandar, Yopi Novita dan

Mohammad Imron......................................................................................................

009

Hubungan Variabilitas Parameter Keamanan dan Kenyamanan Kerja ABK

dan Hasil Tangkapan Ikan pada Pukat Cincin yang beroperasi di Selat Bali

(The Relationship between The Variability of Work Safety and Comfort Parameters

of Purse Seine Crews Operating on Bali Strait and Its Catch)

Suryanto, Ignatius Tri Hargiyatno dan Wingking Era Rintaka Siwi……………

017

Potensi Energi Arus Laut untuk Pembangkit Tenaga Listrik di Pulau-Pulau

Kecil (Studi: Pulau Mantang di Bintan, Pulau Abang di Batam, dan Pulau Sugi

di Karimun, Propinsi Kepulauan Riau)

(Potential Energy of Ocean Current for Electric Power Generator in Small Island

(Studi: Mantang Island- Bintan, Abang Island-Batam and Sugi Island-Karimun Riau

Islands Province))

Yulhendri Suryansyah………………………….…………………...……...............

027

Faktor Lingkungan yang Mempengaruhi Produktivitas Menggunakan Aplikasi

Analisis Jalur di Tambak Bandeng Kabupaten Indramayu, Provinsi Jawa

Barat

(Environmental Factors Affecting Productivity Using Path Analysis Applications in

Ponds Milkfish Indramayu District, West Java Province)

Admi Athirah, Ruzkiah Asaf dan Erna Ratnawati..................................................

035

No ABSTRAK ABSTRACT

1. BILAH LENGKUNG SERET LEPAS UNTUK PENINGKATAN EFISIENSI

PADA TURBIN ARUS LAUT SUMBU VERTIKAL

DRAG RELEASE ARC BLADE TO INCREASE EFFICIENCY IN VERTICAL AXIS

MARINE CURRENT TURBINE

Dwi Yoga Nugroho, Ahmad Mukhlis Firdaus, Krisnaldi Idris, Sofiyan Muji Permana,

Daniel Fitzgerald dan Abdul Qohar Hadzami Kepulauan Indonesia memiliki tunggang pasang

surut dan arus laut yang tidak besar jika

dibandingkan dengan belahan bumi bagian utara atau

selatan. Untuk dapat memanfaatkan potensi energi

arus yang ada, dibutuhkan turbin dengan efisiensi

tinggi, torsi besar serta memiliki kecepatan awal

berputar yang kecil. Turbin arus laut, adalah

perangkat untuk mengubah pergerakan kinetik arus

laut menjadi energi listrik di dalam sistem

pembangkit. Untuk dapat bekerja optimal, turbin

membutuhkan kecepatan arus laut yang cukup untuk

menggerakkan bilah-bilah dengan bentuk yang

paling efisien menangkap aliran dari segala arah.

Tujuan penelitian ini adalah mendapatkan

keunggulan parameter kinerja turbin seperti efisiensi

daya, torsi, kecepatan putar awal dan rasio kecepatan

ujung bilah. Pada penelitian ini dilakukan uji coba

laboratorium terhadap turbin sumbu vertikal dengan

2 tipe lengkung bilah seret lepas. Turbin ini

diharapkan memiliki efisiensi tinggi dengan

kecepatan putar yang kecil dibandingkan turbin

sumbu vertikal lainnya. Hasil percobaan

laboratorium menunjukkan bahwa efisiensi turbin

mencapai 0,53 dan merupakan efisiensi tertinggi

yang pernah dicapai dalam pengembangan tipe

turbin vertikal serupa yang pernah ada dan memiliki

kecepatan putar awal hanya 10 cm/s.

Kata kunci: Arus laut, turbin sumbu vertikal, bilah

seret lepas, efisiensi turbin

Indonesia archipelago has smaller tidal range

compare to area in southern or northern

hemisphere. To utilize ocean current energy potency,

it takes the turbine with high efficiency, large torque

and has a small initial speed spinning. Marine

current turbine is a devices to converse kinetic

movement from oceant current to generate electricity

in power plant system. For work optimalization,

turbine need enough current velocity to move the

blades with very efficient shape to catch flow from

any direction. The purpose of this research is to get

excellence performance parameters such as turbine

power efficiency, torque, speed dial start and tip

speed ratio. This research conducted laboratory

testing for vertical axis turbine with 2 arc shape

drag release. This type of turbine will propose to

have higher efficiency with smaller starting speed

compare to other vertical axis turbine. The results of

laboratory experiments that have been performed on

two specimens curved blade turbine models shows

that turbine efficiency can reach up to 0,53 which is

the highest efficiency achieved by similar vertical

axis type turbine and this turbine only have 10 cm/s

for starting speed.

Keywords: Marine current, vertical axis turbine,

drag release blade, turbine, efficiency.

2. POTENSI CNG (COMPRESSED NATURAL GAS) SEBAGAI ALTERNATIF

BAHAN BAKAR KAPAL PENANGKAP IKAN BERUKURAN PANJANG 11 M

CNG (COMPRESSED NATURAL GAS) POTENTION AS AN FUEL ALTERNATIVE FOR

11 M LONG FISHING SHIP

Iman Anugerah Bintoro, Budhi Hascaryo Iskandar, Yopi Novita dan Mohammad Imron

Nelayan dalam melaksanakan operasi penangkapan

ikan mengalami tantangan dari berbagai faktor,

terutama dalam hal pemenuhan kebutuhan ekonomi.

Faktor eksternal yang menghambat adalah ikan

impor yang menguasai pasar tradisional di sentra

kelautan, cuaca buruk serta gelombang tinggi. Faktor

internal yang menghambat adalah tingginya biaya

operasional, terutama biaya bahan bakar yang

merupakan variabel dominan dalam biaya

Fuel costs spend 60% of operational cost. It is

necessary to reduce dependency to international oil

price. One of the efforts that can be done is use dual

fuel (Compressed Natural Gas (CNG) + High Speed

diesel (HSD)). This research purposes are to see if

use of dual fuel technically superior than single fuel

and the installation doesn’t affect drastically to ship

stability and economically could reduce fuel cost.

Methods that used in this research are experimental

operasional.Permasalahan harga bahan bakar bagi

nelayan adalah masalah laten. Berdasarkan paparan

diatas, perlu adanya upaya untuk mengurangi

mengurangi ketergantungan terhadap ketersediaan

bahan bakar minyak, dalam hal ini solar. Salah satu

upaya yang dapat dilakukan adalah dengan

menerapkan dual fuel dalam penggunaan bahan

bakar kapal, yaitu mengkombinasikan penggunaan

bahan bakar solar dengan Compressed Natural Gas

(CNG). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk

melihat secara teknis apakah pemakaian bahan bakar

tersebut menghasilkan keunggulan dan instalasinya

tidak secara drastis mengurangi stabilitas kapal serta

apakah secara ekonomis pemakaian bahan bakar

tersebut dapat mengurangi biaya operasional.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah

eksperimental dalam menganalisa potensi

operasional mesin serta simulasi numerik dalam

menganalisa pengaruh instalasi sistem bahan bakar

terhadap stabilitas kapal. Data akan dianalisa dengan

menggunakan metode multi criteria analysis. Dari

hasil penelitian diketahui bahwa pada potensi

operasional mesin, bahan bakar dual fuel memiliki

keunggulan baik secara teknis dan ekonomis,

sedangkan pada potensi stabilitas kapal, secara teknis

desain 2 memiliki stabilitas yang sama baik dengan

desain 3. Pada potensi kombinasi, komposisi yang

terbaik adalah penggunaan bahan bakar dual fuel

dengan desain 3.

Kata kunci: CNG, stabilitas, kapal, dual fuel, multi

criteria analysis

in analyze potential of engine operation and

numerical simulation with three CNG kit installation

position (design) in analyze ship stability when using

dual fuel. Data will be analyzed with multi criteria

analysis method. From research result founded that

from engine operational potential dual fuel superior

and gave benefit. From stability potential, design

2and design 3have equal superiority. From potential

combination, dual fuel with design 3 are the best

option.

Keywords: CNG, stability, ship, dual fuel, multi

criteria analysis

3. HUBUNGAN VARIABILITAS PARAMETER KEAMANAN DAN KENYAMANAN

KERJA ABK DAN HASIL TANGKAPAN IKAN PADA PUKAT CINCIN YANG

BEROPERASI DI SELAT BALI

THE RELATIONSHIP BETWEEN THE VARIABILITY OF WORK SAFETY AND

COMFORT PARAMETERS OF PURSE SEINE CREWS OPERATING ON BALI STRAIT

AND ITS CATCH

Suryanto, Ignatius Tri Hargiyatno dan Wingking Era Rintaka Siwi

Studi untuk melihat variabilitas tingkat keamanan

dan kenyamanan awak kapal pukat cincin dalam

usaha untuk mendapatkan tangkapan lemuru di Selat

Bali dilakukan dengan mengkaji hubungan

variabilitas indek operabilitas anak buah kapal

terhadap hasil tangkapan ikan telah dilakukan. Studi

menggunakan parameter motion sickness incidence

(MSI) dengan kriteria ISO 2631-1, data gelombang

rata-rata bulanan Selat Bali Tahun 2008-2009, Indek

Musim Ikan, hasil tangkapan lemuru dan jumlah

kapal berlabuh di Pelabuhan Muncar Tahun 2008-

2009. Hasil menunjukan bahwa nelayan bekerja

dalam kondisi keamanan dan kenyamanan kerja

sesuai dengan kriteria ISO 2631-1 dan keamanan

kerja penarik jaring diindikasikan menjadi

A study to assesses the variability of work safety and

comfort levels of fishermen on board of purseiner

operating on Bali Strait, in related to the catch, has

been accomplished. To do so, the study assessed the

correlation among operability indices based on

motion sickness incidence (MSI) with ISO 2631-1

criteria, fishing season indices and catch per unit

effort (CPUE) has been done. The result shows that

working safety and comfort levels of fishermen on

board are conform to ISO 2631-1; further the study

also shows that working safety and comfort of

fishermen hauling the nets could be an indicator for

the boats to take any voyages.

Keywords: Purseiner, Motion Sickness, Waves,

Catches

pertimbangan utama didalam memutuskan kapal

berangkat melaut.

Kata Kunci: Pukat-Cincin, Motion Sickness,

Gelombang, Hasil-Tangkapan

4. POTENSI ENERGI ARUS LAUT UNTUK PEMBANGKIT TENAGA LISTRIK

DI PULAU-PULAU KECIL (Studi :Pulau Mantang di Bintan, Pulau Abang di

Batam, dan Pulau Sugi di Karimun, Propinsi Kepulauan Riau)

POTENTIAL ENERGY OF OCEAN CURRENT FOR ELECTRIC POWER GENERATOR

IN SMALL ISLAND (STUDI: MANTANG ISLAND- BINTAN, ABANG ISLAND-BATAM

AND SUGI ISLAND-KARIMUN RIAU ISLANDS PROVINCE)

Yulhendri Suryansyah Energi arus laut merupakan sumber yang konsisten

dari energi kinetik dapat diprediksi akan sangat

menarik untuk diatur sebagai manajemen jaringan

pembangkit listrik. Permasalahan yang dihadapi

kepulauan Riau sebagai pulau-pulau kecil adalah

keterbatasan energi listrik yang tidak terjangkau oleh

listrik PLN. Berdasarkan Analisis dan pengukuran

arus dan potensi daya listrik di tiga buah Pulau yaitu

Pulau Sugi, Pulau Abang dan Pulau Mantang, dapat

disimpulkan bahwa Pulau Sugi memiliki potensi

yang lebih besar daripada ke dua pulau lainnya untuk

dapat dikembangkan dan dibuat pembangkit listrik

tenaga arus dengan potensi daya rata-rata sebesar

15567,19 watt/h

Kata Kunci: Energi Arus, Kepulauan Riau,

Keterbatasan, Pulau Sugi

Ocean current energy as a reliable kinetic energy

can be predicted to be very interesting to set up a

power generator network management. Over a

years, Riau archipelago that consist of several small

islands are faced electricity susceptibility due to the

archipelago was not covered by the Indonesia

National Electric Company (PLN). Base on

measurement and potential power analysis on three

islands namely Sugi Island, Abang Island and

Mantang Island, It can be concluded that Sugi Island

has more viable in order to develop and build

ocean current electric generator with potential

power of 15567,19 watt/h.

Keywords: Ocean current, Riau Islands, limitation,

Sugi Island .

5. FAKTOR LINGKUNGAN YANG MEMPENGARUHI PRODUKTIVITAS

MENGGUNAKAN APLIKASI ANALISIS JALUR DI TAMBAK BANDENG

KABUPATEN INDRAMAYU, PROVINSI JAWA BARAT

ENVIRONMENTAL FACTORS AFFECTING PRODUCTIVITY USING PATH ANALYSIS

APPLICATIONS INPONDS MILKFISH INDRAMAYU DISTRICT, WEST JAVA

PROVINCE

Admi Athirah, Ruzkiah Asaf dan Erna Ratnawati

Faktor lingkungan berupa kualitas tanah dan air

tambak adalah faktor yang sangat menentukan

produktivitas tambak di Kabupaten Indramayu,

Provinsi Jawa Barat.Namun demikian, belum ada

informasi mengenai pengaruh faktor lingkungan

terhadap produksi tambak bandeng di tambak

Kabupaten Indramayu. Oleh karena itu dilakukan

penelitian yang bertujuan untuk mengetahui

pengaruh langsung atau tidak langsung kualitas

tanah dan air terhadap produksi total di tambak

Kabupaten Indramayu. Penelitian dilaksanakan di

kawasan tambak Kecamatan Pasekan, Lohbener,

Arahan, Cantigi, Losarang, Kandanghaur,

Indramayu, Balongan dan Krangkeng. Data kualitas

Environmental factors such as soil and water quality

of ponds determine ponds productivity Indramayu

district, West Java Province. However, there is no

information on the effects of environmental factors

on the production of milkfish in milkfish ponds in

Indramayu regency. This research was aimed to

determine the direct or indirect effects of pond soil

and water quality on total pond production of

Indramayu district. The experiment was conducted in

Pasekan, Lohbener, Arahan, Cantigi, Losarang,

Kandanghaur, Indramayu, Balongan and Krangkeng

districts. Data were analysed using path analysis

deploying mediation, recursive and two-equation

models in which soil quality variables were threated

tanah dan air tambak dianalisis menggunakan

aplikasi analisis jalur denganmenerapkan model

mediasi, model rekursif dan model persamaan dua

jalur di mana peubah kualitas tanah sebagai peubah

bebas dan peubah kualitas air dan produksi tambak

bandeng sebagai peubah tidak bebas. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa hasil analisis jalur kualitas

tanah ada 2 peubah yang mempengaruhi produksi

monokultur ikan bandeng yaitu: redoks (Eh) tanah

dan pHF, sedangkan peubah kualitas air ada 3

peubah yang mempengaruhi produksi tambak ikan

bandeng di Kabupaten Indramayu yaitu TSS

(Padatan Tersuspensi) air, Bahan Organik Total

(BOT) dan kandungan besi air. Redoks tanah

mempunyai nilai pengaruh langsung sebesar -0,451

sedangkan pHF tanah senilai -0,305 terhadap

produksi ikan bandeng di tambak. TSS air memiliki

nilai pengaruh langsung sebesar 0,346, BOT air

dengan nilai pengaruh langsung -0,291 dan

kandungan besi (Fe) air sebesar -0,416 yang

menunjukkan bahwa dari kelima peubah tanah dan

air yang mempunyai nilai pengaruh langsung

tersebut, nilai pHF < 0,3 sedangkan peubah lainnya

yaitu Eh tanah, TSS air, BOT air dan Fe air < 0,2.

Kata Kunci : analisis jalur, bandeng, lingkungan,

tambak, Indramayu

as independent variables; whereas water quality

variables and milkfish production were threated as

dependent variables. The results of path analysis

showed that two variables affected on soil quality

were redox potential (Eh) and pHF and three

variables affected on water quality were TSS, TOM

and iron. The value of direct affected of soil redox

potential was -0.45, while pHF was -0.305 against

the production of milkfish in ponds. The value of

direct effect of TSS, TOM and Fe were 0.346, -0.291

and -0.416 respectively. Of these five variables, the

value of pHF was below than 0.3 while other

variables: the values of redox potential, TSS, TOM

and Fe were below to 0.2.

Keywords: environmental, Indramayu, milk fish,

path analysis, pond

JURNAL KELAUTAN NASIONAL Vol. 8 No. 1 April 2013

Bilah Lengkung Seret Lepas untuk Peningkatan Efisiensi pada Turbin Arus Laut Sumbu Vertikal 1

BILAH LENGKUNG SERET LEPAS UNTUK PENINGKATAN EFISIENSI

PADA TURBIN ARUS LAUT SUMBU VERTIKAL

DRAG RELEASE ARC BLADE TO INCREASE EFFICIENCY IN VERTICAL AXIS

MARINE CURRENT TURBINE

Dwi Yoga Nugroho1, Ahmad Mukhlis Firdaus

2, Krisnaldi Idris

2, Sofiyan Muji Permana

1,

Daniel Fitzgerald2, Abdul Qohar Hadzami

2

1Pusat Pengkajian dan Perekayasaan Teknologi Kelautan dan Perikanan

Jl. Pasir Putih I Ancol Timur Jakarta 14430 2Program Studi Teknik Kelautan, Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan, Institut Teknologi Bandung.

Diterima tanggal: 2 Oktober 2012, diterima setelah perbaikan: 14 Februari 2013, disetujui tanggal: 22 April 2013

ABSTRAK

Kepulauan Indonesia memiliki tunggang pasang surut dan arus laut yang tidak besar jika dibandingkan dengan belahan

bumi bagian utara atau selatan. Untuk dapat memanfaatkan potensi energi arus yang ada, dibutuhkan turbin dengan

efisiensi tinggi, torsi besar serta memiliki kecepatan awal berputar yang kecil. Turbin arus laut, adalah perangkat untuk

mengubah pergerakan kinetik arus laut menjadi energi listrik di dalam sistem pembangkit. Untuk dapat bekerja optimal,

turbin membutuhkan kecepatan arus laut yang cukup untuk menggerakkan bilah-bilah dengan bentuk yang paling

efisien menangkap aliran dari segala arah. Tujuan penelitian ini adalah mendapatkan keunggulan parameter kinerja

turbin seperti efisiensi daya, torsi, kecepatan putar awal dan rasio kecepatan ujung bilah. Pada penelitian ini dilakukan

uji coba laboratorium terhadap turbin sumbu vertikal dengan 2 tipe lengkung bilah seret lepas. Turbin ini diharapkan

memiliki efisiensi tinggi dengan kecepatan putar yang kecil dibandingkan turbin sumbu vertikal lainnya. Hasil

percobaan laboratorium menunjukkan bahwa efisiensi turbin mencapai 0,53 dan merupakan efisiensi tertinggi yang

pernah dicapai dalam pengembangan tipe turbin vertikal serupa yang pernah ada dan memiliki kecepatan putar awal

hanya 10 cm/s.

Kata kunci: Arus laut, turbin sumbu vertikal, bilah seret lepas,efisiensi turbin

ABSTRACT

Indonesia archipelago has smaller tidal range compare to area in southern or northern hemisphere. To utilize ocean

current energy potency, it takes the turbine with high efficiency, large torque and has a small initial speed spinning.

Marine current turbine is a devices to converse kinetic movement from oceant current to generate electricity in power

plant system. For work optimalization, turbine need enough current velocity to move the blades with very efficient

shape to catch flow from any direction. The purpose of this research is to get excellence performance parameters such

as turbine power efficiency, torque, speed dial start and tip speed ratio. This research conducted laboratory testing for

vertical axis turbine with 2 arc shape drag release. This type of turbine will propose to have higher efficiency with

smaller starting speed compare to other vertical axis turbine. The results of laboratory experiments that have been

performed on two specimens curved blade turbine models shows that turbine efficiency can reach up to 0,53 which is

the highest efficiency achieved by similar vertical axis type turbine and this turbine only have 10 cm/s for starting

speed.

Keywords: Marine current,vertical axis turbine, drag release blade,turbine, efficiency.

JURNAL KELAUTAN NASIONAL Vol. 8 No. 1 April 2013

Bilah Lengkung Seret Lepas untuk Peningkatan Efisiensi pada Turbin Arus Laut Sumbu Vertikal 2

PENDAHULUAN

Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di

dunia, terletak di antara Samudera Hindia dan

samudera pasifik, dan memiliki lebih dari 17.000

pulau. Di beberapa daerah terdapat beberapa selat

yang berpotensi mempercepat arus laut karena

adanya efek penyempitan celah. Besaran kecepatan

arus pada beberapa selat merupakan potensi energi

kinetik yang dapat dikembangkan menjadi energi

listrik.

Secara umum air laut memiliki potensi energi yang

besar jika dibandingkan dengan energi yang

dihasilkan oleh angin. Air laut memiliki massa

jenis sebesar 1025 kg/m3 yang jauh lebih besar

dibandingkan dengan massa jenis udara sebesar

1,223 kg/m3. Jika pergerakan air laut diekstraksi

menjadi energi listrik pada suatu turbin, maka

dibutuhkan kecepatan arus yang jauh lebih kecil

dibandingkan kecepatan gerak aliran udara yang

dibutuhkan untuk menghasilkan daya listrik yang

sama.

Turbin arus laut, berfungsi untuk menangkap

pergerakan kinetik arus laut dan diubah menjadi

energi listrik di dalam sistem pembangkit. Untuk

dapat bekerja optimal, turbin membutuhkan arus

laut yang cukup untuk menggerakkan bilah-bilah

turbin sehingga menghasilkan gaya torsi untuk

memutar generator.

Dari letak geografis yang berada di garis

khatulistiwa menyebabkan nilai Coriolis Force

kecil sehingga Indonesia memiliki tunggang

pasang surut dan arus laut yang tidak besar jika

dibandingkan dengan belahan bumi bagian utara

atau selatan. Teknologi turbin arus laut komersial

yang berkembang saat ini mengakomodasi

kecepatan arus sampai dengan 500 cm/s dan

kecepatan awal putar di atas 100 cm/s sehingga

tidak cocok diterapkan di perairan selat Indonesia

dimana sebagian besar selatnya memiliki

kecepatan arus di bawah 300 cm/s sekitar

rata-rata 1.5 m/s (Hadi,S. 2006). Untuk dapat

memanfaatkan potensi energi arus yang ada,

dibutuhkan turbin dengan efisiensi tinggi, torsi

besar serta memiliki kecepatan awal berputar yang

kecil.

Perkembangan turbin arus laut telah mengerucut ke

turbin sumbu horizontal dan turbin sumbu vertikal.

Kedua jenis turbin ini memiliki beberapa kelebihan

dan kekurangan. Turbin arus sumbu vertikal tipe

aliran melintang memiliki kelebihan diantaranya

rancangan sederhana sehingga mudah dibuat dan

lebih murah, generator dapat ditempatkan di ujung

sumbu putar yang memungkinkan penempatan di

atas air, bentuk seperti silinder untuk memudahkan

pemasangan penyearah arus (ducting) dan dapat

bekerja dengan baik walaupun profil vertikal arus

tidak merata terutama dengan pemanfaatan bilah

miring atau melengkung.

Turbin tipe sumbu vertikal yang telah memasuki

tahapan uji coba dan komersialisasi tidak semua

mengeluarkan publikasi hasil uji cobanya.

Perkembangan teknologi pembangkit listrik tenaga

arus laut pada skala uji coba dan komersil tipe

sumbu vertikal terbagi pada jenis turbin yang

berputar akibat reaksi gaya angkat aliran (lift force)

yang merupakan pengembangan dari turbin tipe

darrieus di antaranya turbin KOBOLD, GORLOV

dan turbin yang berputar akibat gaya seret aliran

(drag force).

Turbin tipe gaya angkat aliran (lift drag) dapat

beroperasi dengan baik pada daerah yang memiliki

kecepatan arus yang besar. Nilai perbandingan

antara kecepatan aliran yang melewati bilah

dengan kecepatan ujung bilah berputar (tip

speed ratio) dapat mencapai lebih dari 3

(Winchester.S.D, et al, 2009) dan hasil ujicoba

turbin tipe gaya angkat aliran didapatkan nilai

efisiensi daya mencapai angka 0.30113 pada turbin

GORLOV (Gorlov.A, et al, 2001), 0.23 pada

turbin KOBOLD (Calcagno. G, et al. 2006), 0.38

pada turbin LHI (Erwandi, 2009).

Turbin tipe gaya seret aliran (drag force) dapat

beroperasi dengan baik pada kecepatan arus laut

rendah karena memiliki luas bilah yang lebih besar

daripada turbin gaya angkat aliran (lift force) dan

dapat beroperasi pada kecepatan arus laut antara

100 cm/s – 200 cm/s (Hughes,A.S. 1993).

Untuk meningkatkan nilai torsi putar maka luas

tangkapan aliran pada bilah diperluas. Salah satu

ide untuk memperluas tangkapan aliran pada bilah

ialah membuat bentuk bilah melengkung

mengikuti profil dari sayap pesawat terbang. Luas

tangkapan aliran yang besar pada bilah turbin

diharapkan akan menambah nilai efisiensi daya

turbin karena akan efektif menangkap sebagian

besar aliran yang masuk ke dalam turbin.

Penggunaan bilah lengkung diharapkan akan

JURNAL KELAUTAN NASIONAL Vol. 8 No. 1 April 2013

Bilah Lengkung Seret Lepas untuk Peningkatan Efisiensi pada Turbin Arus Laut Sumbu Vertikal 3

mempercepat putaran turbin dengan rasio

kecepatan putar turbin dan kecepatan arus yang

lebih besar.

Tujuan penelitian ini adalah mendapatkan

keunggulan parameter kinerja turbin tipe seret

lepas (drag release type) seperti efisiensi daya,

torsi, kecepatan putar awal (start up speed) dan

rasio kecepatan ujung bilah (tip speed ratio) pada

benda uji bilah lengkung dengan melakukan tes

hidrodinamika di laboratorium

BAHAN DAN METODE

Model Uji

Dalam pembuatan benda uji perlu mendapatkan

keserupaan yang tepat. Karena gaya gravitasi

dominan dalam suatu fenomena fisik maka

keserupaan yang digunakan pada penelitian ini

adalah keserupaan Froude. Adapun hubungan

antara rasio kecepatan arus dan dimensi panjang

dari model dari ialah:

LV NN (1)

Hubungan antara rasio skala waktu dan dimensi

panjang antara model dan prototipe ialah:

LT NN (2)

dimana NV adalah rasio kecepatan, NL adalah rasio

dimensi panjang dan NT adalah rasio skala waktu.

Pada percobaan ini dibuat model turbin 4 lengan

tipe seret lepas (Gambar 1). Dimensi benda uji

ialah tinggi 50 cm, diameter 40 cm dipasang pada

sebuah kerangka baja (Gambar 2) yang

dimasukkan pada kolam arus dengan ukuran

panjang 70 cm, lebar 70 cm, tinggi 80 cm. Bilah

turbin terbuat dari bahan alumunium dengan

ketebalan 0,2 cm.

Gambar 1.Turbin tipe seret lepas 4 lengan

(Turbine type 4 sleeve loose drag)

Gambar 2. Kerangka Baja untuk peletakan turbin

(Steel framework for laying of turbine)

Pada pengujian ini digunakan dua model bentuk

lengkung. Bentuk lengkung bilah mengikuti

lengkung atas profil National Advisory Commitee

for Aeronautics (NACA) seri 0028 (bilah A) dan

bentuk lengkung bilah kedua (bilah B) merupakan

modifikasi dari bilah lengkung pertama dengan

kelengkungan yang dibuat lebih lebar untuk

menghasilkan gaya seret lebih besar seperti terlihat

pada Gambar 3.

Skala geometri model uji yang digunakan ialah

1: 0,4. Pemilihan nilai skala ini mengikuti kondisi

geometri prototipe turbin arus laut yang akan

diujikan skala penuh di lapangan dengan dimensi

dari saluran arus yang tersedia. Nilai skala yang

digunakan pada penelitian mengikuti Tabel 1.

20 cm

50 cm

bilah turbin

bilah turbin

80 cm

70 cm

70 cm

JURNAL KELAUTAN NASIONAL Vol. 8 No. 1 April 2013

Bilah Lengkung Seret Lepas untuk Peningkatan Efisiensi pada Turbin Arus Laut Sumbu Vertikal 4

Gambar 3. Bentuk lengkung model uji bilah A

(atas) dan bilah B (bawah)

(The curvature blades A test model (top)

and bar B (bottom))

Tabel 1. Ukuran penskalaan model uji

(Size scaling test model)

No Ukuran Prototipe Model

1 Skala 1 0.4

2 Tinggi (cm) 125 50

3 Diameter (cm) 100 40

4 Waktu (detik) 1 0.447

5 Berat γ 0.008 γ

6 Kecepatan Arus

(cm/s)

100 63.2

80 50.6

60 37.9

40 25.3

20 12.6

0 0

Percobaan

Penelitian menggunakan fasilitas kolam arus

melingkar di laboratorium teknik kelautan Institut

Teknologi Bandung (Gambar 4). Kolam arus

merupakan struktur beton berbentuk melingkar

dengan dimensi panjang 975 cm, lebar 100 cm dan

tinggi air maksimum 65 cm. Aliran pada kolam

arus digerakkan oleh pompa dengan kapasitas

motor 15 Kw yang diatur oleh inverter 50 Hz.

Sebelum dilakukan percobaan, diuji kemampuan

motor pompa untuk menghasilkan kecepatan arus

pada kolam seperti terlihat pada Tabel 2. Instrumen

pengambilan data yang digunakan ialah current

meter,data logger,kamera high definition (30 fps),

load cell.

Pengukuran rotasi dilakukan dengan menempatkan

kamera tegak lurus di atas model uji turbin yang

merekam pergerakan turbin pada setiap posisi

dalam 3600

ketika terkena aliran air (Gambar 5).

Hasil dari perekaman kamera kemudian diurai tiap

frame untuk mendapatkan kecepatan rotasinya.

Pengukuran torsi dilakukan dengan mengaitkan

pengukur beban/gaya (load cell) pada ujung luar

bilah turbin bagian atas untuk mengetahui torsi

yang dibangkitkan turbin pada berbagai posisi

terhadap sudut datang arus.

Variasi pengukuran rotasi dilakukan pada kondisi

turbin terendam air dengan frekuensi inverter

10 Hz, 20 Hz, 30 Hz, 40 Hz, 50 Hz dengan

menggunakan titik +4D (160 cm dari posisi turbin)

sebagai posisi penempatan currentmeter untuk

mendapatkan kecepatan aliran air sebelum

mengenai bilah turbin.

Gambar 4. Sketsa kolam pengujian

(Sketch of a swimming test)

Tabel 2. Kecepatan maksimum arus yang

dibangkitkan dari inverter di titik

+4D

The maximum speed of the inverter

currents generated at point +4D)

Frekuensi Inverter

(Hz)

Kecepatan Arus

(cm/s)

10 10.58

20 23.03

30 36.43

40 52.24

50 67.06

00 450 900 1350 1800 2150 2700 3150

+4D -4D -8D

Posisi Currentmeter

Posisi Turbin

Arah Aliran 70 cm

70 cm

975 cm

JURNAL KELAUTAN NASIONAL Vol. 8 No. 1 April 2013

Bilah Lengkung Seret Lepas untuk Peningkatan Efisiensi pada Turbin Arus Laut Sumbu Vertikal 5

Gambar 5. Posisi acuan pergerakan turbin dalam

pengambilan data

(The position of the reference turbine

movement in data collection)

Kinerja Turbin

Pada percobaan ini, parameter yang digunakan

merupakan parameter yang biasa digunakan dalam

menguji kinerja suatu turbin angin baik sumbu

horizontal maupun sumbu vertikal. Parameter yang

diukur diantaranya rasio kecepatan ujung bilah (tip

speed ratio), kecepatan sudut putar, gaya torsi,

daya listrik dan efisiensi. Formulasi yang

digunakan merupakan formulasi umum yang

digunakan untuk menghitung gaya aliran fluida

yang mengenai turbin angin (Johnson,G. L. 1985)

diantaranya :

Rasio kecepatan ujung bilah (Tip Speed Ratio)

Merupakan rasio kecepatan tepi dengan kecepatan

arus, Tip Speed Ratio (TSR) didefinisikan:

R

u

(3)

Dimana: = Tip Speed Ratio (TSR)

R = radius turbin

= kecepatan sudut turbin

u = kecepatan arus air

Torsi

Torsi diukur dengan mencatat besar gaya yang

terjadi pada posisi turbin tertentu, dikalikan dengan

lengan momen yang yang diukur. Besarnya torsi

akan berbeda untuk berbagai kecepatan arus,

kedalaman air, dan lebar sirip turbin. Karena turbin

ini bergerak karena gaya drag, maka torsi yang

diukur dinormalisasi terhadap momen drag.

Dengan rumusan sebagai berikut:

(4)

Dimana: Ŧ = torsi normalisasi

T = torsi hasil pengukuran

= densitas air (1000 kg/m3)

A = luas bidang proyeksi turbin

u = kecepatan arus air

l = panjang lengan momen dari

titik centroid sirip ke pusat

turbin

Daya

Daya yang tersedia pada air dapat ditulis:

(5)

Dimana: PW = power / Daya

= densitas air (1000 kg/m3)

A = luas bidang proyeksi turbin

u = kecepatan arus air

Daya yang keluar pada sumbu turbin adalah

(6)

Dimana: PT = daya pada sumbu

T = torsi turbin

= kecepatan sudut turbin

Maka Koefisien Kinerja Turbin (Cp) adalah

perbandingan Daya yang dihasilkan oleh turbin PT

dan daya yang tersedia dari arus air PW adalah

(7)

JURNAL KELAUTAN NASIONAL Vol. 8 No. 1 April 2013

Bilah Lengkung Seret Lepas untuk Peningkatan Efisiensi pada Turbin Arus Laut Sumbu Vertikal 6

HASIL DAN PEMBAHASAN

Turbin tipe seret lepas menghasilkan kecepatan

putar yang tidak konstan. Hal ini dikarenakan

turbin hanya berputar ketika aliran memberikan

gaya seret ke bilah. Kecepatan putar turbin

meningkat dengan kenaikan kecepatan arus. Pada

turbin tipe A didapatkan kecepatan putar yang

lebih tinggi (Gambar 6) dibandingkan dengan

turbin tipe B (Gambar 7).

Gambar 6. Variasi kecepatan putar turbin tipe bilah

A

(Variable speed rotary blade turbine type A)

Gambar 7. Variasi kecepatan putar turbin tipe bilah

B

(Variable speed rotary blade turbine type B)

Tingginya kecepatan putar ini dikarenakan turbin

tipe A (Gambar 8) memiliki luas lengkung yang

lebih kecil dari turbin tipe B sehingga gaya seret

berlawanan arah aliran yang dihasilkan juga lebih

kecil dan dapat membuat turbin lebih cepat

berputar.

Gambar 8. Ilustrasi titik tangkap gaya terhadap

model turbin tipe A

(Illustrations capture point force to

the model turbine type A)

Keunggulan turbin tipe seret (drag) ialah dapat

berputar dikecepatan awal yang sangat rendah.

Pada kecepatan arus 10.58 m/s, turbin sudah mulai

berputar dengan kecepatan putaran 0.06 putaran

per detik dan kecepatan putar ini relatif konstan

karena gaya gesek positif arah aliran yang

dihasilkan belum terlalu besar.

Jika dibandingkan torsi yang dihasilkan dari kedua

jenis turbin ini didapatkan variasi rentang torsi

yang dihasilkan pada kedua jenis turbin ini tidak

terlalu besar (Gambar 9 dan Gambar 10). Torsi

maksimum yang dicapai oleh kedua jenis turbin

juga tidak jauh berbeda. Kenaikan kecepatan arus

mempengaruhi kenaikan torsi pada putaran turbin.

Perbedaan yang terlihat dari turbin tipe A dan

turbin tipe B adalah variasi besaran torsi yang

dihasilkan. Pada turbin tipe B variasi torsi berbeda

ketika arus mencapai 67.06 cm/s.

Gambar 9. Variasi torsi normalisasi turbin tipe bilah

A

(Variations of normalized torque turbine

blades type A)

Jarak titik tangkap

gaya seret terhadap

sumbu putar

JURNAL KELAUTAN NASIONAL Vol. 8 No. 1 April 2013

Bilah Lengkung Seret Lepas untuk Peningkatan Efisiensi pada Turbin Arus Laut Sumbu Vertikal 7

Gambar 10. Variasi torsi normalisasi turbin tipe

bilah B

(Variations of normalized torque turbine

blades type B)

Bentuk lengkung pada turbin tipe B mempengaruhi

variasi torsi ini. Hasil torsi yang dihasilkan pada

turbin B terjadi penurunan torsi pada kecepatan

arus 67.06 cm/s dimana seharusnya nilai torsi yang

dihasilkan pada kecepatan 52.24 cm/s akan

meningkat pada kecepatan arus 67.06 cm/s dan

menghasilkan bentuk grafik serupa. Selain

meningkatkan nilai putaran turbin dan torsi,

kenaikan kecepatan arus juga bisa membuat

kenaikan torsi negatif pada turbin tipe B yang

memiliki lengkung lebih besar.

Terjadi fenomena penurunan torsi turbin jika arus

yang diberikan semakin besar. Penurunan torsi

turbin disebabkan gaya seret positif (searah aliran)

mengalami pengurangan gaya dorong akibat gaya

seret negatif (berlawanan arah aliran) semakin

besar (Gambar 11). Hal yang terpenting yang ingin

dilihat pada pengujian turbin ialah nilai tip speed

ratio (TSR) dan efisiensi daya yang dihasilkan.

Hasil perhitungan untuk nilai TSR dan efisiensi

turbin seperti terlihat pada Tabel 3.

Gambar 11. Ilustrasi titik tangkap gaya terhadap

model turbin tipe B

(Illustrations capture point force to

the model turbine type B)

Pada turbin tipe B didapatkan nilai TSR mencapai

1.01. Hal ini menunjukkan turbin tipe B dapat

memiliki kecepatan ujung bilah sama dari pada

kecepatan arus yang mengenainya. Karakteristik

umum turbin tipe seret (drag type) nilai TSR

adalah di bawah 1. Jika nilai TSR bisa mencapai 1

maka turbin ini bisa berputar dengan efektif. Torsi

putar lebih besar dihasilkan pada turbin tipe B

yang memiliki luas tangkapan gaya seret lebih

besar daripada tipe A.

Tabel 3. Hasil perhitungan TSR dan efisiensi

(TSR calculation results and efficiency)

Bilah A

Posisi

Inverter

(Hz)

Kece

patan

Putar

(rps)

Kecepa

tan

Arus

(cm/s)

Torsi

(N.m) TSR Cp CT Re

10 0.07 9.93 0.00 0.83 0.00 0.00 49626

20 0.14 20.31 0.42 0.86 0.45 0.10 101537

30 0.22 31.83 0.86 0.86 0.37 0.14 159158

40 0.31 44.14 2.11 0.87 0.48 0.24 220688

50 0.37 57.89 3.87 0.81 0.48 0.34 289467

Bilah B

Posisi

Inverter

(Hz)

Kece

patan

Putar

(rps)

Kecepa

tan

Arus

(cm/s)

Torsi

(N.m) TSR Cp CT Re

10 0.09 10.90 0.08 1.01 0.34 0.04 54475

20 0.14 21.27 0.42 0.82 0.38 0.10 106335

30 0.19 32.15 1.22 0.75 0.42 0.18 160759

40 0.25 41.67 2.70 0.75 0.53 0.30 208367

50 0.31 56.92 4.61 0.68 0.48 0.39 284603

Nilai tertinggi efisiensi daya turbin ialah 0.53 pada

turbin tipe B dengan nlai efisiensi terendah ialah

0,37 pada turbin tipe A. Nilai efisiensi terendah

yang dihasilkan pada turbin tipe A maupun turbin

tipe B merupakan nilai efisiensi yang dihasilkan

oleh turbin serupa yang telah ada dipasaran. Nilai

efisiensi yang besar menunjukkan bahwa turbin

tipe bilah lengkung seret lepas bisa menghasilkan

daya listrik yang efisien pada kecepatan arus yang

rendah.

Jarak titik tangkap

gaya seret terhadap

sumbu putar

JURNAL KELAUTAN NASIONAL Vol. 8 No. 1 April 2013

Bilah Lengkung Seret Lepas untuk Peningkatan Efisiensi pada Turbin Arus Laut Sumbu Vertikal 8

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Dari hasil pengujian laboratorium yang dilakukan,

didapatkan nilai efisiensi daya turbin melebihi 50

% pada turbin tipe B. Torsi yang dihasilkan pada

turbin tipe B juga lebih besar dibandingkan dengan

tipe A dan faktor bilah lengkung berpengaruh pada

hasil torsi yang besar. Turbin tipe B menghasilkan

nilai TSR yang lebih besar dari 1 yang merupakan

nilai sangat baik bisa diperoleh oleh turbin tipe

seret (drag). Kecepatan putar awal yang

didapatkan sangat rendah dimulai pada kecepatan

arus 10 cm/s.

Saran

Turbin berputar cepat dan menghasilkan torsi yang

besar disaat aliran mengenai salah satu dari empat

bilah turbin pada posisi tegak lurus. Hal ini bisa

dijadikan hipotesis awal untuk pengembangan

saluran penyearah arus dengan mengarahkan arus

kepada satu bilah turbin saja. Konsep ini

diharapkan akan lebih meningkat efisiensi turbin

dan meningkatkan putaran turbin.

DAFTAR PUSTAKA

Calcagno. G, et al. 2006. Experimental and

Numerical investigation of an Innovative

Technology for Marine Current

Exploitation: the Kobold Turbine.

Proceedings of the Sixteenth International

Offshore and Polar Engineering

Conference San Francisco, California,

USA

Darrieus, G.J.M. Wind turbine of cross flow type.

USPatent No.4329116

Erwandi. 2009. An Experimental Study on Vertical

Axis Marine Current Turbine inIndonesian

Hydrodynamic Laboratory, Prosiding

World Ocean Conference Symposium,

Manado.

Gorlov.A, et al, 2001. Limits of the Turbine

Efficiencyfor Free Fluid Flow. Journal Of

Energy Resources Technology, American

Society For Mechanical Engineer

Hadi,S. 2006. Studi dan Pemetaan Potensi Energi

Bayu dan Arus Laut untuk Pembangkit

Listrik Ramah Lingkungan di Indonesia,

Laporan Akhir Riset Unggulan. Lembaga

Penelitian dan Pengabdian Pada

Masyarakat, Institut Teknologi Bandung.

Hales, P. Swinging flap turbine with savonius

turbine for stall prevention. UK Patent

Application No.0717131.7

Hamner,W.B. Hinged blade cross axis turbine for

hydro electric power generation, US

Patent No.12/729,523

Hughes,A.S. 1993. Physical Model And

Laboratory Techniques in Coastal

Engineering. Singapore: World Scientific

Publishing Co, Pte, Ltd

Johnson,G. L. 1985. Wind Energy System.

Manhattan: Prentice hall

Winchester.S.D, et al, 2009.Torque ripple and

variable blade force: A comparison of

Darrieus and Gorlov-type turbines for tidal

stream energy conversion. Proceedings of

the 8th European Wave and Tidal Energy

Conference, Uppsala, Sweden

JURNAL KELAUTAN NASIONAL Vol. 8 No. 1 April 2013

Potensi CNG (Compressed Natural Gas) Sebagai Alternatif Bahan Bakar Kapal Penangkap Ikan Berukuran Panjang 11 M

9

POTENSI CNG (COMPRESSED NATURAL GAS) SEBAGAI ALTERNATIF

BAHAN BAKAR KAPAL PENANGKAP IKAN BERUKURAN PANJANG 11 M

CNG (COMPRESSED NATURAL GAS) POTENTION AS AN FUEL ALTERNATIVE FOR

11 M LONG FISHING SHIP

Iman Anugerah Bintoro1)

, Budhi Hascaryo Iskandar1)

, Yopi Novita1)

, Mohammad Imron1)

Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor,

Kampus IPB Darmaga, Bogor, 16680, Indonesia

E-mail: [email protected]

Diterima tanggal: 5 Januari 2013, diterima setelah perbaikan: 14 Maret 2013., disetujui tanggal: 22 April 2013

ABSTRAK

Nelayan dalam melaksanakan operasi penangkapan ikan mengalami tantangan dari berbagai faktor, terutama dalam hal

pemenuhan kebutuhan ekonomi. Faktor eksternal yang menghambat adalah ikan impor yang menguasai pasar

tradisional di sentra kelautan, cuaca buruk serta gelombang tinggi. Faktor internal yang menghambat adalah tingginya

biaya operasional, terutama biaya bahan bakar yang merupakan variabel dominan dalam biaya

operasional.Permasalahan harga bahan bakar bagi nelayan adalah masalah laten. Berdasarkan paparan diatas, perlu

adanya upaya untuk mengurangi mengurangi ketergantungan terhadap ketersediaan bahan bakar minyak, dalam hal ini solar. Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah dengan menerapkan dual fuel dalam penggunaan bahan bakar

kapal, yaitu mengkombinasikan penggunaan bahan bakar solar dengan Compressed Natural Gas (CNG). Tujuan dari

penelitian ini adalah untuk melihat secara teknis apakah pemakaian bahan bakar tersebut menghasilkan keunggulan dan

instalasinya tidak secara drastis mengurangi stabilitas kapal serta apakah secara ekonomis pemakaian bahan bakar

tersebut dapat mengurangi biaya operasional. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah eksperimental dalam

menganalisa potensi operasional mesin serta simulasi numerik dalam menganalisa pengaruh instalasi sistem bahan

bakar terhadap stabilitas kapal. Data akan dianalisa dengan menggunakan metode multi criteria analysis. Dari hasil

penelitian diketahui bahwa pada potensi operasional mesin, bahan bakar dual fuel memiliki keunggulan baik secara

teknis dan ekonomis, sedangkan pada potensi stabilitas kapal, secara teknis desain 2 memiliki stabilitas yang sama baik

dengan desain 3. Pada potensi kombinasi, komposisi yang terbaik adalah penggunaan bahan bakar dual fuel dengan

desain 3.

Kata kunci : CNG, stabilitas, kapal, dual fuel, multi criteria analysis

ABSTRACT

Fuel costs spend 60% of operational cost. It is necessary to reduce dependency to international oil price. One of the

efforts that can be done is use dual fuel (Compressed Natural Gas (CNG) + High Speed diesel (HSD)). This research

purposes are to see if use of dual fuel technically superior than single fuel and the installation doesn’t affect drastically

to ship stability and economically could reduce fuel cost. Methods that used in this research are experimental in analyze potential of engine operation and numerical simulation with three CNG kit installation position (design) in

analyze ship stability when using dual fuel. Data will be analyzed with multi criteria analysis method. From research

result founded that from engine operational potential dual fuel superior and gave benefit. From stability potential,

design 2and design 3have equal superiority. From potential combination, dual fuel with design 3 are the best option.

Key words : CNG, stability, ship, dual fuel, multi criteria analysis

JURNAL KELAUTAN NASIONAL Vol. 8 No. 1 April 2013

Potensi CNG (Compressed Natural Gas) Sebagai Alternatif Bahan Bakar Kapal Penangkap Ikan Berukuran Panjang 11 M

10

PENDAHULUAN

Permasalahan harga bahan bakar bagi nelayan adalah masalah laten. Hal ini disebabkan karena

komponen terbesar dari biaya operasional

penangkapan ikan bagi nelayan adalah biaya bahan bakar. Kebijakan subsidi dari Pemerintah pun tidak

dirasakan merata di seluruh Indonesia

Berdasarkan paparan diatas, perlu adanya upaya untuk mengurangi mengurangi ketergantungan

terhadap ketersediaan bahan bakar minyak, dalam

hal ini solar. Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah dengan menerapkan dual fuel

dalam penggunaan bahan bakar kapal. Dual fuel

yang dimaksud adalah mengkombinasikan

penggunaan bahan bakar solar dengan Compressed Natural Gas (CNG)

CNG kit memiliki dimensi yang cukup besar sehingga hanya cocok dipergunakan pada kapal

dengan ukuran lebar diatas 2 m. Penggunaan CNG

kit mengakibatkan adanya penambahan muatan di atas kapal sebesar 80 kg dengan dimensi 109 cm

x17 cm x 17 cm (P x L x T). Penambahan muatan

di atas kapal akan mengakibatkan perubahan posisi

titik berat yang pada akhirnya akan merubah posisi titik berat dan mempengaruhi kualitas stabilitas

kapal.

Stabilitas adalah salah satu faktor utama

kelaiklautan suatu kapal ikan saat beroperasi di

laut. Hind (1967) menyatakan keselamatan pelayaran suatu kapal lebih banyak ditentukan oleh

stabilitas. Stabilitas kapal adalah kemampuan kapal

tersebut untuk kembali ke posisi semula setelah

mengalami gaya-gaya tarik dari luar maupun dari dalam kapal yang menyebabkan kapal itu miring.

Berdasarkan pemaparan diatas, perlu dilakukan studi teknis pada potensi operasional mesin dan

stabilitas kapal untuk melihat apakah pemakaian

bahan bakar dual fuel tersebut menghasilkan

keunggulan pada besarnya daya dan konsumsi solar pada mesin kapal serta apakah instalasinya

tidak secara drastis mengurangi stabilitas kapal dan

tetap memenuhi standar stabilitas yang ditentukan oleh International Maritime Organization.

Studi ekonomis pada potensi operasional perlu dilakukan untuk membandingkan biaya total

konsumsi bahan bakar saat menggunakan dual fuel

dan single fuel.

Pada penelitian ini, terdapat beberapa batasan yang digunakan, yaitu :

1) Mesin yang digunakan untuk pengujian adalah

mesin Dong Feng ZS1100 2) Kajianteknis dibatasi pada operasional mesin

dan stabilitas

3) kajian ekonomi terbatas pada harga total konsumsi bahan bakar.

Tujuan dari dilakukannya penelitian ini adalah :

1. membandingkan potensi operasional mesin secara teknis dan ekonomis saat

menggunakan dual fuel dibandingkan

dengan penggunaan single fuel. 2. Menentukan posisi penempatanCNG kit

yang menghasilkan stabilitas terbaik pada

kapal

3. Menentukan pilihan terbaik pada kombinasi potensi operasional mesin dan

stabilitas.

Penelitian-penelitian mengenai CNG dan stabilitas kapal telah banyak dilakukan dalam 10 tahun

terakhir. Penelitian – penelitian tersebut pada

umumnya mengkaji pada umumnya mengkaji

aspek teknis dari penggunaan CNG dan secara terpisah mengkaji stabilitas pada kapal yang

berbeda. Berdasarkan hal tersebut, penelitian aspek

teknis penggunaan dual fuel yang meliputi daya, konsumsi solar, dan stabilitas serta aspek ekonomis

pada satu kapal yang sama perlu dilakukan.

Penelitian ini pada akhirnya melengkapi

penelitian-penelitian terdahulu yang belum banyak

mengkaji aspek teknis dan ekonomis terhadap

potensi penggunaan dual fuel pada kapal penangkap ikan berukuran panjang 11 meter

METODE PENELITIAN

Penelitian dilakukan di laboratorium Balai Besar

Pengembangan Penangkapan Ikan Kementrian

Kelautan dan Perikanan yang bertempat di Semarang. Waktu penelitian adalah Bulan Oktober

- Desember 2012.

Data pada penelitian ini diambil dengan

menggunakan metode eksperimental pada potensi

JURNAL KELAUTAN NASIONAL Vol. 8 No. 1 April 2013

Potensi CNG (Compressed Natural Gas) Sebagai Alternatif Bahan Bakar Kapal Penangkap Ikan Berukuran Panjang 11 M

11

operasional mesin dan metode simulasi pada

potensi stabilitas. Data yang dikumpulkan terdiri

atas data utama dan data pendukung. Data utama terdiri dari output daya dan torsi, konsumsi solar,

dimensi kapal ikan, perhitungan berat alat tangkap,

perhitungan volume palka, berat dan dimensi

instalasi CNG (termasuk tangki dalam keadaan penuh), dan kebutuhan es. Output daya, torsi, dan

konsumsi bahan bakar didapatkan dari hasil

penelitian Raharjo pada tahun 2009.

Data dimensi kapal ikan dan lines plan diambil

dari penelitian Nugraha (2004) dan digambar ulang

lalu dilengkapi oleh penulis hingga menghasilkan 3 desain general arrangement. Berat alat tangkap

(gillnet) didapatkan dari simulasi perhitungan yang

dikemukakan oleh Haudring (BBPPI), volume ruang palka dan kebutuhan es didapatkan

berdasarkan rumus dari Shawyer dan Pizzali

(2003), yaitu FHV = L x B x D x 0,14 ± 10% dan Mi = (Mf x Tfi) /100.

Mi adalah massa dari es, Mf adalah massa ikan

yang akan didinginkan, Tfi adalah temperatur tubuh ikan, L adalah panjang kapal, B adalah lebar

kapal, dan D adalah tinggi dek. Merujuk pada

Clarke dan Johnston (2002) dan Johnston et al. (1991), suhu tubuh ikan di perairan tropis adalah

sebesar 30° C.

Berat alat tangkap, volume ruang palka, kebutuhan

es, dimensi CNG kit, jumlah nelayan, dan lines

plan akan menjadi rujukan dalam merencanakan

tiga desain general arrangement. Setiap desain general arrangement akan diberi simulasi untuk

mengetahui kualitas stabilitas statis dari setiap

desain. Hasil dari eksperimen pada potensi operasional mesin dan simulasi pada potensi

stabilitas akan menjadi dasar dalam menilai aspek

teknis dan ekonomis.

Terdapat beberapa perlakuan yang diberikan dalam

penelitian ini. Pada potensi operasional mesin,

perlakuan yang diberikan adalah dengan menggunakan sistem bahan bakar tunggal (single

fuel) dan bahan bakar ganda (dual fuel). Adapun

perlakuan yang diberikan pada potensi stabilitas adalah dengan membuat 3 desain penempatan

sistem bahan bakar.

Parameter yang digunakan dalam menilai perlakuan yang diberikan adalah output daya,

konsumsi solar, harga total konsumsi bahan bakar,

area 0 to 30, area 0 to 40, area 30 to 40, initial

GM, max GZ, angle at max GZ. Tabel 1

menggambarkan perlakuan yang diberikan pada penelitian ini.

Tabel 1 Perlakuan pada tiap potensi

(Research step for each potention)

Potensi Perlakuan Parameter keterangan

Operasion

al mesin

Single fuel

Dual fuel

-Output

daya

-Konsumsi

solar -Harga total

konsumsi

bahan bakar

Stabilitas Desain 1

Desain 2

Desain 3

- Area 0 to

30

- area 0 to

40

- area 30 to 40

- initial

GM

- max GZ

- angle at

max GZ

CNG kit

diletakkan

dibawah

geladak

Mengguna

kan single

fuel

CNG kit

diletakkan

diatas

geladak

Pada pengukuran output daya dan konsumsi solar,

dilakukan pada putaran 1100 rpm, 1400 rpm, 1500

rpm, dan 1800 rpm. Adapun nilai yang dibandingkan adalah pada putaran 1500 rpm,

karena putaran tersebut merupakan service

continous rating yang digunakan oleh nelayan saat

operasi penangkapan ikan berlangsung.

Asumsi yang digunakan adalah nelayan berjumlah

empat orang, palka dalam keadaan penuh, dan berat solar disamakan dengan berat CNG. Data

pendukung yang akan diambil adalah Process

Flow Diagram instalasi bahan bakar CNG, dan

specification sheet dari mesin diesel

Pada penelitian ini, data yang telah dikumpulkan

melalui eksperimen dan simulasi akan dianalisa dengan menggunakan metode multi criteria

analysis. Metode multi criteria analysis adalah

metode analisa yang menggunakan sistem

skoring dan standarisasi (bobot) untuk

menemukan kombinasi perlakuan yang terbaik

dari semua perlakuan yang ada.

JURNAL KELAUTAN NASIONAL Vol. 8 No. 1 April 2013

Potensi CNG (Compressed Natural Gas) Sebagai Alternatif Bahan Bakar Kapal Penangkap Ikan Berukuran Panjang 11 M

12

Pada penelitian ini, perlakuan yang digunakan

adalahsingle fuel, yaitu mesin kapal hanya

menggunakan satu jenis bahan bakar, yaitu

solar dan dual fuel, yaitu mesin kapal

menggunakan dua jenis bahan bakar,

yaitusolar–CNG. Tabel 2menggambarkan

interval skor pada berbagai variabel.

Tabel 2 Interval skor untuk berbagai variabel

(Score interval for each variables)

Variabel Interval

skor

Satuan

Daya 1 – 7 Horse power

Konsumsi bahan bakar 1 – 7 cm3/h

Harga total konsumsi

bahan bakar

1 – 7 Rupiah

Luas area 0°- 30° 1 – 7 m.deg

Luas area 0°- 40° 1 – 7 m.deg

Luas area 30°-40° 1 – 7 m.deg

Max GZ 1 – 7 Meter

Angle at max GZ 1 – 7 Derajat

Initial GM 1 – 6 Meter

Langkah selanjutnya adalah melakukan

standarisasi (pembobotan) pada setiap variabel

dalam kriteria/aspek teknis dan ekonomis. Skoring dan standarisasi akan menghasilkan nilai kualitas

yang akan menjadi dasar penentuan penggunaan

jenis bahan bakar apa yang memberikan keunggulan teknis dan keuntungan ekonomis

terbaik, desain sistem instalasi bahan bakar seperti

apa yang akan memberikan stabilitas terbaik, serta kombinasi pemakaian bahan bakar dan desain

sistem instalasi bahan bakar apakah yang terbaik.

HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1. Potensi operasional mesin

3.1.1. Aspek teknis

Terdapat perbedaan output daya yang didapatkan pada mesin diesel Dong Feng ZS1100 saat

menggunakan single fuel dan dual fuel. Hasil

pengambilan data menunjukkan bahwa terdapat

perbedaan output daya mesin saat menggunakan bahan bakar single fuel dan dual fuel. Pada putaran

1500 rpm, daya yang didapatkan sebesar 7,51 Hp

saat menggunakan single fuel dan sebesar 5,5 Hp

saat menggunakan dual fuel. Hal ini sesuai dengan

penelitian yang dilakukan oleh Setiyobudi et al. (2009) bahwa didapatkan perbedaan output daya

saat mesin kapal nelayan di Pasuruan

menggunakan bahan bakar yang berbeda,

dimanaoutput daya yang didapatkan lebih besar saat mesin menggunakan single fuel.

Terdapat suatu hal yang cukup unik, CNG dikenal sebagai bahan bakar dengan octane number yang

tinggi sehingga seharusnya cocok pada mesin

dengan kompresi tinggi dan dapat meningkatkan

performa. Berdasarkan hasil percobaan, terdapat kenaikan putaran mesin di putaran stasioner saat

menggunakan dual fuel.

Berdasarkan rumus perhitungan daya (7 x area of

piston x equivalent piston speed/33000)

(Wikipedia.org/horsepower), seharusnya daya akan bertambah bila putaran mesin bertambah. Fakta

yang ada menunjukkan bahwa hasil pengujian

memperlihatkan terjadinya penurunan daya saat

menggunakan dual fuel.

Merujuk pada Ganesan (1999), dijelaskan bahwa

CNG memiliki octane number yang besar sehingga dapat digunakan pada mesin dengan kompresi

tinggi. Kekurangan yang ada pada CNG adalah

massa jenis yang rendah sehingga menghasilkan performa mesin yang kurang baik. Merujuk pada

laman www.eere.energy.gov/afdc/altfuel/

natural_gas.html, dijelaskan bahwa pemakaian

CNG akan menyebabkan mesin mengalami gejala ngelitik (knocking) saat mendapat beban yang

tinggi.

Hal ini menjelaskan mengapa saat menggunakan

dual fuel,pada putaran diatas 1600 Rpm daya

mesin akan berkurang, dan pada saat menggunakan

single fuel daya akan terus meningkat dan mencapai puncaknya pada putaran 2096 rpm.

Merujuk pada Semin et al. (2012), dinyatakan bahwa perubahan rasio kompresi akan berpengaruh

pada performa mesin diesel. Mesin diesel

umumnya memiliki rasio kompresi 20:1 hingga 26:1, sedangkan CNG dengan RON 130 cocok

dengan mesin dengan rasio kompresi 16:1.

Simulasi yang dilakukan dengan menggunakan

perangkat lunak GT Power menghasilkan bahwa diperlukan penurunan kompresi hingga 19:1 untuk

menghasilkan daya maksimal karena jika rasio

JURNAL KELAUTAN NASIONAL Vol. 8 No. 1 April 2013

Potensi CNG (Compressed Natural Gas) Sebagai Alternatif Bahan Bakar Kapal Penangkap Ikan Berukuran Panjang 11 M

13

kompresi diatas 19:1 akan terjadi knocking

(ngelitik) sehingga daya mesin akan berkurang.

Perbedaan yang signifikan terjadi pada konsumsi

solar di mesin diesel Dong Feng ZS1100 saat

menggunakan single fuel dan dual fuel selama satu

jam, yaitu 1030 cm3/h saat menggunakan dual fuel

dan 2038,5 cm3/h saat menggunakan single fuel.

Merujuk pada Prasetio et al. (2013), dinyatakan bahwa dengan adanya campuran CNG pada sistem

bahan bakar, konsumsi solar akan terkurangi

secara signifikan hingga diatas 50%. Hasil ini tidak

berbeda jauh dengan data yang didapatkan peneliti, yaitu konsumsi solar terkurangi sebesar 50,52%

3.1.2 Aspek ekonomis

Pada putaran 1500 rpm, biaya total saat

menggunakan dual fuel akan lebih rendah dibandingkan saat menggunakan single fuel. Pada

putaran 1100 rpm, biaya total yang dikeluarkan

untuk konsumsi bahan bakar lebih tinggi saat menggunakan dual fuel, namun ketika putaran

mesin mencapai 1500 rpm maka biaya total saat

menggunakan dual fuel akan lebih rendah. Terdapat penghematan sebesar Rp. 1370 untuk

setiap jam pemakaian mesin pada putaran 1500

rpm.

Merujuk pada Prasetio et al. (2013), dinyatakan

bahwa pemakaian dual fuel yang setara dengan 10

liter solar akan memberikan penghematan hingga Rp. 16.500. Pemakaian bahan bakar dual fuel

terbukti dapat mengurangi pengeluaran biaya

bahan bakar sehingga akan mengurangi biaya

operasional.

Berdasarkan hasil kajian peneliti, perbedaan harga

CNG dan solar hanya terpaut Rp. 1,700 per liter, bahkan terdapat kabar bahwa harga CNG akan

dinaikkan sehingga selisih harganya hanya sebesar

Rp. 1,500 per liter. Perbedaan harga yang tidak terlalu jauh menyebabkan penghematan yang

didapat tidak terlalu besar.

Penghematan yang signifikan akan didapatkan bila selisih harga solar dan CNG sebesar Rp. 3.200.

Tabel 3 menggambarkan penghematan yang akan

didapatkan pada selisih harga Rp. 700 dan Rp. 3,200, sedangkan Tabel 4 dan Tabel 5

menggambarkan hasil perhitungan multi criteria

analysis pada penggunaan single fuel dan dual

fuel.

Tabel 3Penghematan biaya bahan bakar

(Fuel cost reduce)

Selisih

harga

(Rp)

Harga

single fuel

(Rp)

Harga

dual fuel

(Rp)

Penghematan

(Rp)

700 9172,5 7802 1370,5

3200 14268,33 9077 5191,33

Tabel 4Multi criteria analysis potensi operasional mesin

pada penggunaansingle fuel

( engine operational potention’s multi criteria

analysis at single fuel usage)

Kriteria teknis dan ekonomis

Solar Skor Bobot Jumlah

Daya saat

menggunakan

solar (HP) 7,512 0,06 0,12

Konsumsi

Solar(cm3/h) 2038,32 0,22 0,43

Harga

konsumsi

solar (Rp) 9172,5 2 0,72 1,45

Jumlah 2

Tabel 5Multi criteria analysispotensi operasional

mesin pada penggunaan dual fuel

(engine operational potention’s multi criteria

analysis at dual fuel usage)

Kriteria teknis dan ekonomis

Dual fuel

skor Bobot Jumlah

Daya saat

menggunakan

solar+CNG (HP) 5,5 1 0,06 0,06

Konsumsi

solar (cm3/h) 1030 5 0,22 1,08

Harga

konsumsi

solar+CNG (Rp) 7802 3 0,72 2,17

Jumlah 3,31

Tabel 3 – 5 memperlihatkan bahwa pemakaian dual fuel yang setara dengan 10 liter solar akan

memberikan penghematan hingga Rp. 19,800 bila

selisih harga antara solar dan CNG sebesar Rp

3,200, sedangkanselisih harga antara solar dan CNG sebesar Rp 700 akan menghasilkan

penghematan sebesar Rp 7,300.

JURNAL KELAUTAN NASIONAL Vol. 8 No. 1 April 2013

Potensi CNG (Compressed Natural Gas) Sebagai Alternatif Bahan Bakar Kapal Penangkap Ikan Berukuran Panjang 11 M

14

Tabel 4 dan 5 memperlihatkan bahwa saat

menggunakan dual fuel konsumsi solar dan harga

total konsumsi bahan bakar lebih unggul dibandingkan saat menggunakan single fuel.

Keunggulan penggunaan single fuel ada pada

variabel daya yang dihasilkan, yaitu 23%lebih

besar jika dibandingkan dengan penggunaan dual fuel. Keunggulan dual fuel pada konsumsi solar

dan harga total konsumsi bahan bakar lebih besar

masing–masing 50,52% dan 15% jika dibandingkan dengan penggunaan single fuel.

Berdasarkan analisa diatas dapat disimpulkan

bahwa secara teknis dan ekonomis penggunaan dual fuel pada mesin Dongfeng ZS1100 lebih

unggul dengan perbandingan skoring 3,31 dan 2.

3.2. Potensi Stabilitas kapal Dua prinsip pokok dalam perhitungan stabilitas

adalah prinsip kenyamanan dan prinsip

keselamatan. Kenyamanan kapal sangat tergantung

pada nilai GM, jika terlalu rendah maka sudut olengan kapal akan besar sehingga periode olengan

pun akan relatif besar dan mengurangi

kenyamanan. Nilai GM akan kecil bahkan negatif bila peletakan muatan terkonsentrasi diatas

permukaan dek. Bila nilai GM terlalu besar maka

sudut olengan kapal akan terlalu kecil sehingga periode olengan kapal kecil yang mengakibatkan

gerakan rolling kapal menyentak–nyentak

(Hardjanto, 2010).

Kapal gillnet yang diteliti memiliki nilai GM

sebesar 0,414. Nilai ini cukup ideal karena berada

diatas batas minimal (0,35 menurut IMO) namun tidak terlalu besar nilainya. Keselamatan kapal

sangat dipengaruhi oleh nilai GZ. Besar kecilnya

nilai GZ menentukan keselamatan kapal, karena momen penegak atau momen static stability

memiliki rumus W x GZ. W adalah volume

displacement dan GZ adalah lengan penegak. GZ

merupakan ukuran kemampuan kapal untuk kembali tegak setelah kapal mengalami kemiringan

akibat pengaruh dari gaya – gaya eksternal. IMO

(International Maritime Organization) memberikan kriteria standar stabilitas kapal yang

digambarkan dalam Tabel 6.

Tabel 6 Standar Stabilitas kapal oleh IMO

(Stability standart by IMO)

Sumber :Muckle, 1978.

Ukuran utama kapal yang akan diuji stabilitasnya

memiliki panjang (L) = 11,8842 m; lebar (B) = 2,5 m; tinggi geladak (H) = 1,0 m; tinggi sarat (T) =

0,75 m; koefisien blok (Cb) = 0,51. Alat tangkap

yang digunakan oleh kapal ini adalah gillnet. Berdasarkan perangkat lunak yang dibuat oleh

Haudring, didapatkan berat gillnet sebesar 155 kg.

Nelayan yang berada di kapal selama proses

penangkapan ikan adalah sebanyak empat orang

dengan berat masing – masing diasumsikan seberat

75 Kg. Berdasarkan perhitungan dari Sawyer dan Pizzali(2003) didapatkan berat es sebesar 600 kg,

sedangkan kapasitas palka direncanakan sebesar

1880 Kg dan berat CNG kit sebesar 80 Kg.

Pengujian yang dilakukan pada kapal pembanding

gillnet berukuran panjang (L) 10,50 m, Lebar (B)

2,19 m, dan tinggi geladak (H) 0,85 cm dengan mesin outboard instalasi menyamping dan panjang

poros diatas 2,5 m kapal dapat dijalankan dengan

kecepatan 7 knot (Setiyobudi et al. 2009), sedangkan bila dilakukan simulasi dengan piranti

lunakdesain kapal, maka kapal dapat dijalankan

hingga kecepatan 7,25 knot saat beban maksimal (maximum load).

Terdapat tiga desain instalasi sistem bahan bakar

(Tabel 7). Desain satu (loadcase 1) adalah menggunakan bahan bakar dual fuel dengan

penempatan CNG dibawah geladak dan dalam

tempat tertutup (confined area). Desain dua (loadcase 2) adalah menggunakan bahan bakar

single fuel dengan penambahan bahan bakar

cadangan sebanyak 50 kg, sedangkan desain tiga (loadcase 3) menggunakan bahan bakar dual fuel

dengan penempatan CNG kit diatas geladak.

Kriteria Standar minimal

Area 0° - 30° 3,151 m.deg

Area 0° - 40° 5,157 m.deg

Area 30° - 40° 1,719 m.deg

Maximum GZ 0,2 m

Angle at maximum GZ 25°

GMT for fishing vessel 0,35 m

JURNAL KELAUTAN NASIONAL Vol. 8 No. 1 April 2013

Potensi CNG (Compressed Natural Gas) Sebagai Alternatif Bahan Bakar Kapal Penangkap Ikan Berukuran Panjang 11 M

15

Tabel 7 Multi criteria analysis potensi stabilitas kapal

Desain 1 sangat tidak dianjurkan pada kapal kecil,

karena merujuk pada Guidelines for the Use of Gas

as Fuel for Ships yang dikeluarkan oleh GL(2010), dinyatakan bahwa tangki gas dengan tekanan

diatas 10 bar tidak boleh diletakkan di ruang

tertutup tanpa ventilasi yang memadai.

Perhitungan software memperlihatkan pula bahwa

semua desain memenuhi kriteria teknis. Dengan

panjang kapal (L) 11,8 m, lebar kapal (B) 2,5 m, dan tinggi geladak (H) 1 m didapatkan nilai

maksimum GZ sebesar 0,301 m;0,294 m;0,293 m,

sudut saat GZ maksimal sebesar 56,5°;54,5°;54,5°, dan nilai GM sebesar 0,396 m;0,414 m;0,414 m.

Tabel 7pada lampiran menggambarkan hasil multi

criteria analysis pada kriteria teknis dalam potensi

stabilitas.

Desaindua (single fuel) memiliki keunggulan

pada luas area 0°-30°, luas area 0°-40°, luas

area 30°-40°, dan initial GM. Desainsatu (dual

fuel, CNG kit diletakkan di bawah) memiliki

keunggulan pada maximum GZ dan angle at

maximum GZ. Desaintigalebih unggul pada

luas area 30°-40°, dan initial GM.

Analisa diatas memperlihatkan bahwa secara

keseluruhan desain dua dan desain tiga lebih

unggul dalam potensi stabilitas dengan

perbandingan skoring 3,94 dan 3,89.

Kombinasi dua potensi (operasional mesin dan

stabilitas kapal) menunjukkan bahwa

keunggulan tertinggi dimiliki oleh kapal saat

menggunakan dual fuel dengan CNG kit

diletakkan di atas dek yang mendapatkan skor

sebesar 7,25. Kapal saat menggunakan dual

fuel dengan CNG kit diletakkan di bawah

memiliki skor sebesar 7,2 dan kapal

menggunakansingle fuel memiliki skor sebesar

5,94.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Pada potensi operasional mesin, penggunaan

dual fuel pada mesin Dongfeng ZS1100 lebih

unggul jika dibandingkan dengan penggunaan

single fuel.

Pada potensi stabilitas, penggunaan single

fueldan penempatan CNG kit diatas dek lebih

unggul.

Pada potensi kombinasi, yang paling unggul

adalah kapal menggunakan dual fuel dengan

CNG kit diletakkan di atas dek

Saran

1. Perlu ditambahkan kriteria emisi dan

reliabilitas pada kriteria tekno ekonomi

2. Pada kriteria stabilitas dapat

dikembangkan hingga meneliti seakeeping

pada tiap skema instalasi

Kriteria stabilitas Desain 1

Desain 2

Desain 3

Std Skor

1

Skor 2

Skor 3

bobot Jml 1 Jml 2 Jml 3

Area 0 to 30 3,183 3,297 3,292 3,151 2 2 2 0,04 0,08 0,08 0,08

Area 0 to 40 5,643 5,793 5,782 5,157 2 3 3 0,052 0,1 0,15 0,15

Area 30 to 40 2,46 2,495 2,49 1,719 4 4 4 0,04 0,16 0,16 0,16

Max GZ at 30 0,301 0,294 0,293 0,2 4 4 4 0,456 1,82 1,82 1,82

Angle at max GZ 56,5 54,5 54,5 25 5 5 5 0,241 1,2 1,2 1,2

Initial GM for

fishing vessel

0,396 0,414 0,414 0,35 3 3 3 0,172 0,51 0,51 0,51

Jumlah 3,89 3,94 3,94

JURNAL KELAUTAN NASIONAL Vol. 8 No. 1 April 2013

Potensi CNG (Compressed Natural Gas) Sebagai Alternatif Bahan Bakar Kapal Penangkap Ikan Berukuran Panjang 11 M

16

3. Penelitian pengembangan yang dapat

dilakukan adalah analisis ekonomi operasi

penangkapan ikan dengan skema instalasi

dual fuel dan CNG kit diletakkan di atas

dek.

UCAPAN TERIMA KASIH

Pada kesempatan ini saya ingin berterima kasih

kepada Balai Besar Pengembangan Penangkapan Ikan, Kementrian Kelautan dan Perikanan sehingga

penelitian ini dapat terselesaikan

DAFTAR PUSTAKA

Clarke A, Johnston NM. 2002. Scaling of

metabolic rate with body mass and temperature in teleost fish. Journal of

animal ecology. 68:893-905.

[GL] Germanischer Llyodd (DE). 2010. Rules for

Classification and Construction Chapter VI Part 3 Guidelines for The Use Of Gas as

Fuel for Ships. Germany (DE):[penerbit

tidak diketahui] Hardjanto A, 2010. Pengaruh kelebihan dan

pergeseran muatan di atas kapal terhadap

stabilitas kapal. Jurnal aplikasi pelayaran dan kepelabuhanan. 1(1):1-17

Hind JA, 1967. Stability and Trim of Fishing

Vessel. London (GB): Fishing new books

ltd. Johnston IA, Clarke A, Ward P. 1991.

Temperature and metabolic rate in sedentary

fish from the antarctic, north sea, and indo west pacific ocean. Marine biology.

109:191–195

Muckle W. 1978. Naval Architecture of Marine

Engineers. [tempat tidak diketahui]. New butterword and co.

Nugraha Y. 2004. Bentuk Geometris Kapal Payang

Dan Gillnet Yang Beroperasi Di Teluk Pelabuhan Ratu, Sukabumi, Jawa Barat

(repository IPB). Bogor (ID): Institut

Pertanian Bogor Raharjo O, Asikin Z. 2009. Penggunaan Bahan

Bakar Gas Pada Motor Penggerak Kapal

Perikanan. Semarang (ID): [penerbit tidak

diketahui]

Shawyer M, Pizzali AFM. 2003. The Use of Ice On

Small Fishing Vessels. Rome (IT): FAO

fisheries technical paper. Semin S, Bakar RA, Ismail AR. 2008. Application

review of compressed natural gas as a

sustainable alternative fuel in the internal

combustion engines. 1st

international conference of the institution of engineering

and technology; 2008 May 26-28; Brunei

Darussalam. Brunei Darussalam: Brunei Darussalam Network.

Semin S, Dayang, Amiadji, Zuhdi A, Ariana IM.

2012. Pengaruh perubahan compression

ratio motor diesel menggunakan bahan bakar gas dan efeknya terhadap power dan

daya. Seminar nasional teori dan aplikasi

teknologi kelautan; 2012 Des 5; Indonesia (ID): hlm X1-X5

Setiyobudi N, Asikin Z, Rahardjo O, Budihardjo.

2011. Bahan Bakar Gas (CNG) Alternatif Pengganti BBM Kapal Perikanan. [penerbit

tidak diketahui].

[penulis tidak diketahui]. Natural gas [Internet].

[Diunduh pada 2013 Apr 20]. Tersedia pada www.eere.energy.gov/afdc/altfuel/natural_g

as.html

[penulis tidak diketahui]. Horse power [Internet]. [Diunduh 2013 Apr 20]. Tersedia pada

www.Wikipedia.org/horsepower.

JURNAL KELAUTAN NASIONAL VOL. 8 NO. 1 APRIL 2013

Hubungan Variabilitas Parameter Keamanan dan Kenyamanan Kerja ABK dan Hasil Tangkapan Ikan pada Pukat Cincin yang

Beroperasi di Selat Bali

17

HUBUNGAN VARIABILITAS PARAMETER KEAMANAN DAN KENYAMANAN KERJA

ABK DAN HASIL TANGKAPAN IKAN PADA PUKAT CINCIN YANG BEROPERASI DI

SELAT BALI

THE RELATIONSHIP BETWEEN THE VARIABILITY OF WORK SAFETY AND COMFORT

PARAMETERS OF PURSE SEINE CREWS OPERATING ON BALI STRAIT AND ITS CATCH

Suryanto1)

, Ignatius Tri Hargiyatno1)

dan Wingking Era Rintaka Siwi2)

1) Pusat Penelitian Pengelolaan Perikanan dan Konservasi Sumberdaya Ikan

Gedung Badan Penelitian dan Pengembangan Kelautan dan Perikananan II, Jl. Pasir Putih 2, Ancol Timur, Jakarta.

Telepon : 021.64700928,. Fax. 021 64700929

2) Balai Penelitian dan Observasi Laut, Perancak, Bali Email : [email protected]

Diterima tanggal: 24 Desember 2012, diterima setelah perbaikan: 29 Maret 2013, disetujui tanggal : 22 April 2013

ABSTRAK

Studi untuk melihat variabilitas tingkat keamanan dan kenyamanan awak kapal pukat cincin dalam usaha untuk

mendapatkan tangkapan lemuru di Selat Bali dilakukan dengan mengkaji hubungan variabilitas indek operabilitas anak

buah kapal terhadap hasil tangkapan ikan telah dilakukan. Studi menggunakan parameter motion sickness incidence

(MSI) dengan kriteria ISO 2631-1, data gelombang rata-rata bulanan Selat Bali Tahun 2008-2009, Indek Musim Ikan,

hasil tangkapan lemuru dan jumlah kapal berlabuh di Pelabuhan Muncar Tahun 2008-2009. Hasil menunjukan bahwa

nelayan bekerja dalam kondisi keamanan dan kenyamanan kerja sesuai dengan kriteria ISO 2631-1 dan keamanan kerja

penarik jaring diindikasikan menjadi pertimbangan utama didalam memutuskan kapal berangkat melaut.

Kata kunci : Pukat-Cincin, Motion Sickness, Gelombang, Hasil-Tangkapan

ABSTRACT

A study to assesses the variability of work safety and comfort levels of fishermen on board of purseiner operating on

Bali Strait, in retated to the catch, has been accomplished. To do so, the study assessed the correlation among

operability indices based on motion sickness incidence (MSI) with ISO 2631-1 criteria, fishing season indices and catch

per unit effort (CPUE) has been done. The result shows that working safety and comfort levels of fishermen on board

are conform to ISO 2631-1; further the study also shows that working safety and comfort of fishermen hauling the nets

could be an indicator for the boats to take any voyages.

Keywords : Purseiner, Motion Sickness, Waves, Catches

PENDAHULUAN

Selat Bali merupakan pusat perikanan spesies

tunggal yaitu lemuru (Sardinella lemuru Bleeker, 1853) dengan area yang relatif sempit (Merta et al.

2000; Prasetyo dan Natsir. 2011). Sardinella

lemuru Bleeker merupakan (80 – 98)% hasil tangkapan dari perikanan pelagis kecil di Selat Bali

(Wudianto. 2011). Terlihat pada Gambar 1,

wilayah penangkapan sardinella lemuru berada

hampir diseluruh Selat Bali. Penangkapan ikan dilakukan oleh nelayan yang berasal dari Propinsi

Jawa Timur dan Bali. Sejak tahun 1992, pengelolaan sardinella lemuru di Selat Bali

didasarkan pada Surat Keputusan Bersama (SKB)

antara Gubernur Jawa Timur dan Bali No.

238/1992-647/1992; dimana SKB tersebut mengatur pembatasan jumlah armada pukat cincin

dari masing-masing Propinsi (Wiyono. 2011).

Eksploitasi sumberdaya perikanan lemuru di Selat Bali secara intensif dimulai sejak dekade 70-an

dengan telah berkembangnya alat tangkap purse

seine yang mempunyai produktivitas lebih tinggi dibandingkan dengan alat tangkap yang sudah ada

JURNAL KELAUTAN NASIONAL VOL. 8 NO. 1 APRIL 2013

Hubungan Variabilitas Parameter Keamanan dan Kenyamanan Kerja ABK dan Hasil Tangkapan Ikan pada Pukat Cincin yang

Beroperasi di Selat Bali

18

sebelumnya (Dinas KP Jawa Timur. 2000).

Menurut Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan KEP No. 45/MEN/2011 kondisi

sumberdaya lemuru sudah mengalami over

exploited. Namun, pengelolaan lemuru harus tetap

dilanjutkan karena melibatkan sebagian besar nelayan di Selat Bali terutama di Kab Muncar

(Jawa Timur) dan Kab. Jimbaran (Bali) (Merta et

al., 2000).

Gambar 1. Daerah Penangkapan Ikan di Selat Bali

(Wiyono. 2011). Fishing Ground of Bali Starit (Wiyono.

2011)

Jumlah nelayan di dunia diperkirakan 30 juta orang

yang bekerja diatas 4 juta kapal, dimana 1,3 juta kapal diantaranya memiliki geladak dan 2,7 juta

kapal tidak memiliki geladak. 98% dari kapal-

kapal tersebut memiliki panjang kurang 24 meter (FAO. 2010). ILO dalam FAO (2010)

memperkirakan jumlah kematian pada sektor

perikanan tangkap secara global pada tahun 1999

adalah 24.000 orang. Angka tersebut dipercaya lebih besar karena di negara-negara sedang

berkembang pencatatan kecelakaan tersebut tidak

sempurna (Wang et al. 2005), mendapatkan sebagian besar kecelakaan kapal ikan dilaut terjadi

pada kapal dengan panjang seluruh lebih kecil dari

24 meter. Kecelakaan tersebut terutama

diakibatkan oleh kerusakan mesin, tenggelam, bocor dan kandas; masing-masing dengan

prosentase kejadian sebesar 65.97%, 15.41%, dan

8.38% (Lincoln dan Lucas. 2009) dalam studinya terhadap industri penangkapan ikan di Amerika

menyatakan bahwa 52% kecelakaan laut berupa

kerusakan kapal, 31% berupa anak buah kapal (ABK) yang terjatuh kelaut dan sisanya berupa

kecelakaan diatas kapal. Penyebab utama ABK

terjatuh kelaut diantaranya adalah karena terpeleset

(28%) dan kehilangan keseimbangan badan (22%).

Jenis kecelakaan tersebut disebabkan oleh

gerakan kapal, kondisi cuaca, geladak yang licin dan kelelahan ABK.

Wiyono (2011) menyebutkan 57% kapal pukat

cincin yang beroperasi di Selat Bali memilili tonase antara (10-30) GT dengan jumlah total

nelayan 59.276 orang pada Tahun 2007 dan naik

menjadi 64.518 orang pada Tahun 2009. Studi yang lain menunjukan bahwa kapal pukat cincin

yang berlabuh di Pengambengan dengan tonase

(10-30) GT memiliki panjang (14-21) meter (Suryanto. 2012).

Berdasarkan hasil studi stabilitas kapal pukat

cincin Selat Bali pada perairan tenang, didapatkan bahwa, berdasarkan kriteria stabilitas yang

ditetapkan oleh FAO/ILO/IMO. (FAO. 2005),

kapal memiliki stabilitas statis yang layak pada berbagai kondisi pemuatan kapal. Namun

berdasarkan kriteria yang sama, kapal tidak

memenuhi satu pun kriteria stabilitas dinamis (Suryanto et al. 2005).

Tupper (1985) dalam studinya di New England

Groundfish Industry, mendapatkan adanya hubungan yang erat antara kondisi laut, jumlah trip

dan hasil tangkapan sepanjang tahun. Dalam

studinya didapatkan 3 parameter utama yang sangat mempengaruhi variasi jumlah tangkapan

adalah (1) Efektifitas alat tangkap, (2) Olah gerak

kapal terhadap alat tangkap, (3) Pengaruh gerak kapal terhadap kinerja ABK. Sementara Yaakob

dan Chau (2005) dalam studinya menunjukan

adanya hubungan antara variasi tinggi gelombang

dan hasil tangkapan ikan di Semenanjung Barat dan Timur Malaysia.

Berdasarkan informasi tersebut diatas; terlihat bahwa armada pukat cincin Selat Bali termasuk

dalam katagori kapal yang memiliki resiko tinggi

mengalami kecelakaan dan melibatkan 64.500 nelayan. Sementara sumberdaya lemuru dalam

kondisi over exploited, industri pengolahan ikan

mengharapkan hasil tangkapan lemuru selalu

berkesinambungan. Maka studi untuk melihat tingkat keamanan dan kenyamanan ABK dalam

penangkapan ikan dengan menggunakan kapal

pukat cincin perlu dilakukan. Keamanan dan kenyamanan kerja diatas kapal terkait secara

langsung dengan gerak kapal, maka pendekatan

yang dilakukan adalah mengkaji hubungan

variabilitas parameter keamanan dan kenyamanan yang dialami oleh ABK dengan hasil tangkapan.

JURNAL KELAUTAN NASIONAL VOL. 8 NO. 1 APRIL 2013

Hubungan Variabilitas Parameter Keamanan dan Kenyamanan Kerja ABK dan Hasil Tangkapan Ikan pada Pukat Cincin yang

Beroperasi di Selat Bali

19

BAHAN DAN METODE

Dalam studi ini, obyek yang digunakan adalah

kapal pukat cincin pemburu yang beroperasi di

Selat Bali yang memiliki ukuran panjang seluruh

21,71 meter, panjang garis air 18,67 meter, lebar 4,75 meter, tinggi geladak 2 meter dan sarat air

1,37 meter dengan rencana garis dan rencana

umum disajikan pada Gambar 2 dan 3 dibawah ini.

Gambar 2. Rencana Garis Kapal Pukat Cincin Selat Bali

(Lines Plan of Bali Strait Purseiner)

Gambar 3. Rencana Umum dan Konstruksi Pukat

Cincin Selat Bali (General Arrangement and Hull

Construction of Bali Strait Purseiner)

Sedangkan sebagai gaya luar yang menyebabkan

kapal bergerak adalah gelombang laut Selat Bali tahun 2008-2009 yang dihasilkan oleh Balai

Penelitian Observasi Laut (BPOL) Perancak, Bali

seperti terlihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Tinggi Siknifikan dan Periode Zero Crossing

Gelombang Bulanan Selat Bali Tahun 2008-

2009.

(Monthly Significant Heights and Zero

Crossing Periods of Bali Strait Wave of 2008-

2009)

NO BULAN Tz

(detik)

Hsig

(meter)

1 Januari 3,41 0,52

2 Pebuari 4,35 1,08

3 Maret 6,64 2,04

4 April 5,21 1,06

5 Mei 5,63 1,34

6 Juni 5,36 1,15

7 Juli 6,09 1,69

8 Agustus 3,35 0,41

9 September 3,61 0,47

10 Oktober 3,15 0,36

11 Nopember 5,39 1,09

12 Desember 3,80 0,72 Sumber: Balai Penelitian Perikanan Laut (BPOL)

Hasil tangkapan yang digunakan adalah Indek

Musim Ikan (MI) yang merupakan rata-rata tangkapan bulanan dari data tangkapan Tahun

1993-2002. Dimana MI kurang dari 1 didefinisikan

bukan musim ikan (Merta dan Nurhakim. 2004).

Untuk mendapatkan data gelombang dan hasil tangkapan dalam kurun waktu yang sama, studi

juga menggunakan data catch per unit effort

(CPUE) lemuru rata-rata Tahun 2008 dan 2009 dari Pelabuhan Muncar (Prasetyo dan Natsir.

2011). Dalam analisa, data CPUE yang diperoleh

distandarisasikan untuk mendapatkan besaran yang

mendekati indek musim ikan dan indek operabilitas ABK.

Dalam studi ini, indek operabilitas ABK diadopsi dari indek operabilitas kapal. Indek operabilitas

anak buah kapal adalah persentase waktu dimana

berdasarkan kriteria yang digunakan, anak buah dinyatakan aman/ nyaman beroperasi pada suatu

kondisi laut tertentu (Grigoropoulosa. 2010).

Indek musim ikan dan standard CPUE lemuru

bulanan dimaksud disajikan pada Gambar 4.

JURNAL KELAUTAN NASIONAL VOL. 8 NO. 1 APRIL 2013

Hubungan Variabilitas Parameter Keamanan dan Kenyamanan Kerja ABK dan Hasil Tangkapan Ikan pada Pukat Cincin yang

Beroperasi di Selat Bali

20

Gambar 4. Musim Ikan Lemuru (MI) di Selat Bali

(Fishing Season of Lemuru on Bali Strait)

Simulasi gerak kapal dilaksanakan dengan

menggunaka perangkat lunak Seakeeper.

Hubungan antara gaya luar yang diakibatkan oleh gelombang dan gerak kapal dicerminkan didalam

persamaan defensial linier sebagai;

1,...,6=jk,

e ei6

1

t

k

j

jkjjkjjkjkj FCBAM

(1)

Dimana :

- F k : Amplituda Gaya gelombang

komponen ke k

- j : Komponen simpangan gerak

kapal ke j (1..6)

- : Komponen kecepatan gerak

kapal ke j

- : Komponen percepatan gerak

kapal ke j

- kjM : Matrik massa kapal

- kjA : Matrik koefisien added mass

- kjB : Matrik koefisien damping

- kjC : Matrik koefisien hydrostatic

restoring

- jk, : Komponen gaya gelombang dan

gerak kapal

Sedangkan nilai koefisien added mass, damping

dan hydrostatic restoring diperoleh dengan metode

Lewis. Selanjutnya gerak kapal sebagai respon dari gelombang irregular dianalisa dengan

menggunakan analisa spekturm linier seperti

disarankan oleh Dennis dan Pierson (1953).

Berdasarkan data gelombang bulanan yang

diperoleh, gelombang acak disimulasikan dengan

menggunakan spektrum gelombang ITTC 2 parameters sebagai;

exp

(2)

Dimana :

-

-

- .

Berdasarkan formula tersebut maka spektrum gelombang bulanan Selat Bali terlihat seperti pada

Gambar. 5.

Gambar 5. Spektrum Gelombang Bulanan Selat Bali

(Monthly Wave Spectra of Bali Strait)

Variasi arah gelombang relatif terhadap kapal

diasumsikan mempunyai probabilitas kejadian

yang sama. Karena bentuk kapal simetri, maka

arah gelombang relatif terhadap kapal yang digunakan dalam studi ini adalah Buritan (0

0),

Kwartal Buritan (450), Lambung (90

0), Kwartal

Haluan (1350) dan Haluan (180

0). Sedangkan

kecepatan kapal pukat cincin yang disimulasikan

adalah (1-8) knot. Kondisi pemuatan kapal dipilih

dimana kapal memiliki stabilitas terburuk yaitu

ruang muat ikan dalam keadaan kosong/ berangkat menuju fishing ground (Suryanto et al. 2005).

JURNAL KELAUTAN NASIONAL VOL. 8 NO. 1 APRIL 2013

Hubungan Variabilitas Parameter Keamanan dan Kenyamanan Kerja ABK dan Hasil Tangkapan Ikan pada Pukat Cincin yang

Beroperasi di Selat Bali

21

Posisi diatas kapal yang ditinjau adalah posisi juru

mesin, juru mudi, juragan panggung, tempat ABK beristirahat dan tempat penarik jaring. Posisi

tersebut dapat dilihat pada Gambar 6.

Gambar 6. Posisi ABK diatas kapal yang ditinjau.

(Crew On Board Locations under study)

Untuk menghitung parameter yang berhubungan dengan kenyamanan/ keamanan kerja ABK,

parameter yang dipakai dalam studi ini adalah

Motion Sickness Incidence (MSI) yang dihitung

sebagai

(3)

Dimana

- dan adalah batasan frekwensi atas dan

bawah dengan sebagai pusat 1/3

oktaf

- adalah spektrum percepatan vertikal

absolut dari posisi yang ditinjau.

Nilai kriteria MSI yang dipakai didasarkan pada

ISO 2631-1 dengan 10% ABK mengalami muntah

setelah 8 jam pelayaran. Nilai MSI yang ditinjau

adalah pada frekwensi 0,169 Hz

dimana pada frekwensi tersebut kondisi motion sickness adalah

maksimum terjadi (Griffin. 1990).

Daerah operasional ABK dapat digambarkan

dengan menggunakan diagram radar kecepatan

(speed polar plot) dengan jari-jari sebesar 1 hingga 8 knot dengan interval 1 knot dan arah gelombang

dari 00 hingga 360

0 dengan interval sebesar 45

0.

Pada setiap variasi kecepatan kapal dan arah

gelombang serta spektrum gelombang bulanan yang terjadi, dihitung parameter MSI dari setiap

posisi ABK yang ditinjau. Daerah operasional

bulanan ABK yang diijinkan adalah luasan diagram radar kecepatan dimana pada variasi

kecepatan kapal dan arah gelombang, parameter

MSI untuk setiap posisi ABK yang terjadi tidak

melebihi batasan kriteria ISO 2631-1. Selanjutnya

dihitung indek operabilitas bulanan ABK sebagai perbandingan antara luas daerah operasional

bulanan ABK yang diijinkan terhadap luasan

seluruh diagram radar kecepatan (Grigoropoulosa.

2010). Contoh diagram radar kecepatan yang dihasilkan disajikan pada Gambar 7.

Gambar 7. Diagram Radar Kecepatan Bulan Oktober -

Desember

(Speed Polar Plot for October to

December)

Untuk mengetahui hubungan tingkat keamanan/

kenyamanan ABK terhadap hasil tangkapan,

dilakukan analisa korelasi antara indek operabilitas bulanan ABK pada setiap posisi diatas kapal yang

ditinjau terhadap indek musim ikan maupun

standar CPUE 2008-2009.

JURNAL KELAUTAN NASIONAL VOL. 8 NO. 1 APRIL 2013

Hubungan Variabilitas Parameter Keamanan dan Kenyamanan Kerja ABK dan Hasil Tangkapan Ikan pada Pukat Cincin yang

Beroperasi di Selat Bali

22

HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan diagram radar kecepatan bulanan

untuk setiap lokasi diatas kapal yang ditinjau, didapatkan indek operabilitas bulanan dari lokasi-

lokasi tersebut seperti terlihat pada gambar 8.

Gambar 8. Indek Operasi Bulanan Juru Mesin, Juragan

Panggung, ABK, Juru Mudi dan Penarik Jaring

(Monthly Operational Indices of Engine

Master. Juragan Panggung, Crew, Quarter

Master and Net Haulers)

Berdasarkan hasil analisa korelasi antara indek

operabilitas sepanjang tahun dari setiap lokasi diatas kapal yang ditinjau terhadap indek musim

ikan dan standar CPUE 2008-2009, diperoleh

koefisien korelasi seperti terlihat pada Tabel 2. Tabel 2. Korelasi indek operabilitas terhadap CPUE

2008-2009 dan Indek Musim Ikan.

(The Corellation among Operability Indices,

CPUE 2008-2009 and Fishing Season Index)

NO LOKASI

KOEF. KORELASI

CPUE

2008-9

MI

(1993-2002)

1 J. Mesin 0,8349 0,4621

2 J. Panggung 0,8569 0,7728

3 P. Jaring 0,8971 0,6406

4 T. ABK 0,9239 0,6855 5 J. Mudi 0,7598 0,4186

Secara umum dapat dikatakan terdapat hubungan

yang lebih baik antara indek operabilitas dengan

CPUE 2008-2009 dari pada dengan indek musim ikan. Hal ini dicerminkan dengan besaran koefisien

korelasi antara indek operabilitas dengan CPUE

2008-2009 sebesar 0,76 – 0,92. Sedangkan variasi koefisien korelasi sebesar 0,41 – 0,77 didapatkan

untuk hubungan antara indek operabilitas dengan

indek musim ikan.

Variasi koefisien korelasi yang rendah (0,41 –

0,77) antara indek operabilitas dan indek musim ikan dapat disebabkan karena adanya ketidak

kesesuaian kurun waktu antara data gelombang

(2008-2009) yang digunakan dalam simulasi gerak

kapal dan data yang digunakan dalam analisa indek musim ikan (1993-2002). Selain itu, indek musim

ikan yang menggunakan data hasil tangkapan

dalam kurun waktu 1993-2002 tersebut mendapatkan bahwa musim ikan 1995, 1996,

1998, 1999, dan 2000 tidak mengikuti pola musim

ikan yang diperoleh (Merta dan Nurhakim. 2004). Hal lain, musim ikan yang diperoleh didasarkan

pada total hasil tangkapan bulanan tanpa

memperhatikan jumlah kapal yang menangkap

(Wudianto. 2001) menyebutkan bahwa musim ikan lebih tepat digambarkan dengan fluktuasi bulanan

CPUE.

Sebaliknya, koefisien korelasi yang tinggi (0,76 –

0,92) hampir untuk semua lokasi yang ditinjau

antara indek operabilitas dan CPUE 2008-2009 dapat terjadi karena adanya kesesuaian kurun

waktu antara data gelombang, hasil tangkapan dan

jumlah kapal yang melakukan penangkapan.

Membandingkan spektrum gelombang bulanan

(Gambar 5) dan indek operability bulanan (Gambar 8), terlihat tidak selalu memiliki hubungan. Secara

umum luas spektrum gelombang menggambarkan

besar energi gelombang. Berdasarkan hukum kekekalan energi, energi gelombang tersebut akan

berubah menjadi energi gerak kapal pada 6 derajat

kebebasan yang dapat digambarkan dalam bentuk

spektrum gerak kapal. Secara mathematis hubungan tersebut adalah :

(4)

dimana adalah spektrum gerak

vertikal kapal dan spektrum gelombang; adalah Response Amplitude Operator gerak

vertikal kapal dan adalah frekwensi gerak atau

gelombang (Tello Ruiz et.al). dikenal

sebagai karakteristik spesifik gerak yang dicirikan dengan adanya frekwensi alamiah (natural).

Frekwensi alamiah adalah frekwensi dimana jika

terjadi gangguan dengan frekwensi tersebut; maka kapal akan bergerak dengan besaran tidak terbatas.

Berdasarkan alasan tersebut, maka besaran

percepatan gerak vertikal, sebagai dasar

perhitungan MSI, tidak hanya tergantung dengan

JURNAL KELAUTAN NASIONAL VOL. 8 NO. 1 APRIL 2013

Hubungan Variabilitas Parameter Keamanan dan Kenyamanan Kerja ABK dan Hasil Tangkapan Ikan pada Pukat Cincin yang

Beroperasi di Selat Bali

23

luas spektrum gelombang; tetapi juga tergantung

dengan frekwensi puncak spektrum gelombang (wave peak frequency) dan frekwensi alamiah

gerak vertikal kapal. Dimana frekwensi alamiah

gerak kapal dipengaruhi oleh distribusi berat

konstruksi, logistik dan muatan kapal.

Indek operabilitas untuk semua lokasi bekerja yang

ditinjau pada bulan Nopember tertinggi dibandingkan pada bulan-bulan yang lain; hal ini

berarti bahwa pada bulan tersebut keamanan dan

kenyaman bekerja diatas kapal adalah maksimum. Sedangkan kondisi keamanan dan kenyaman

terburuk terjadi ketika indek operabilitas minimum

yang terjadi pada bulan September. Hal tersebut

disebabkan frekuensi puncak gelombang bulan September (0,19 Hz) lebih mendekati frekuensi

alamiah gerak vertikal kapal yang terjadi pada

kisaran 0,65-0,72 Hz. Sedangkan frekuensi puncak gelombang bulan November (0,14 Hz) jaraknya

lebih jauh dari frekuensi alamiah gerak vertikal

kapal. Seperti terlihat pada Gambar 4 bahwa hal tersebut sesuai pula dengan puncak tertinggi dan

terendah CPUE. Hal ini berarti ketika keamanan

dan kenyamanan bekerja diatas kapal sangat

kondusif maka hasil tangkapan akan maksimal; demikian juga sebaliknya.

Studi tentang pengaruh posisi diatas kapal terhadap body balance pada posisi berdiri dengan

menggunakan parameter Motion Induced

Interruptions (MII) mendapatkan bahwa posisi sebagai juragan panggung adalah pekerjaan yang

paling berbahaya disusul penarik jaring dan juru

mudi (Suryanto. 2012). Namun pada kenyataan

dilapangan, juragan panggung pada saat bekerja selalu dalam posisi duduk; sehingga kondisi

bekerja yang paling berbahaya adalah penarik

jaring. Pada Tabel 2 terlihat bahwa koefisien korelasi tempat ABK terhadap CPUE adalah

terbesar yang diikuti dengan koefisien korelasi

penarik jaring. Namun pada kondisi riil, pada saat kapal menuju fishing ground, ABK yang tidak

bertugas mengoperasikan kapal berkumpul

ditempat ABK untuk beristirahat di bagian depan

geladak utama. Pada saat sampai di fishing ground, ABK tersebut akan bertugas menebar dan menarik

jaring ditempat yang telah ditentukan. Sehingga

terdapat hubungan yang erat antara tingkat bahaya (MII), keamanan/ kenyamanan kerja (MSI) dan

hasil tangkapan (CPUE).

Seperti disebutkan dalam bagian metode diatas

bahwa indek operabilitas yang dihitung dalam

studi ini hanya menggunakan parameter motion

sickness incidences (MSI). Parameter yang dikembangkan oleh O'Hanlon dan Mc Cauley

(1973) mencerminkan hubungan antara jumlah

orang yang muntah terhadap frekwensi dan

percepatan gerak vertikal. Selanjutnya teori ini dikembangkan dengan penggabungan variabel

gerak anggukan, oleng dan lama terhadap

gangguan gerakan (Mc Cauley et al. 1976) dimana selanjutnya oleh International Standartization

Organization (ISO) dikembangkan petunjuk

pengukuran MSI yang dikenal dengan ISO 2631-1. (ISO. 1997). Parameter lain hasil pengembangan

MSI adalah Vomiting Incidence (VI); dimana

perbedaan keduanya adalah pada teknik

perhitungan (Lawther dan Griffin. 1987).

Riola dan Arboleya (2006) menyatakan bahwa

terdapat 5 parameter untuk mengetahui pengaruh gerak kapal terhadap kinerja ABK. Parameter

tersebut adalah; (1) Motion Indiced Interruptions

(MII), (2) Motion Induced Fatique, (3) Cognitive Performance, (4) Motion Sickness Incidence

(MSI), dan (5) Kebiasaan (Habituation). Namun

dia juga menyebutkan bahwa parameter yang

sangat berguna untuk keperluan tersebut adalah MII dan MSI

Sementara Colwell (1989) menyarankan penggunaan empat parameter untuk mengukur

kinerja seseorang yang bekerja ditempat yang

bergerak. Aspek tersebut adalah motion sickness incidence (MSI); motion-induced interruptions

(MII); motion-induced fatigue (MIF); dan whole

body vibration. Dimana keempat aspek tersebut

juga harus memperhatikan lama gangguan gerak yang dialami dan jenis pekerjaan yang harus

dilakukan.

Baitis (1995) memperkuat 2 pendapat diatas

dengan menyatakan bahwa kinerja seseorang

dipengaruhi oleh sistem biomekaniknya. Dimana sistem tersebut dapat diukur dengan menggunakan

parameter kehilangan keseimbangan yang disebut

Motion Induced Interruptions (MII). Parameter

tersebut dapat memperkirakan kapan kondisi gerak kapal dapat mulai mengganggu seseorang untuk

melakukan tugas tertentu pada posisi berdiri.

Stevens dan Parsons (2002) dalam studinya

menunjukan pentingnya penggunaan parameter

Motion Induced Fatigue (MIF) dalam mengkaji kinerja orang yang bekerja ditempat yang

bergerak. Ia menemukan bahwa seseorang yang

JURNAL KELAUTAN NASIONAL VOL. 8 NO. 1 APRIL 2013

Hubungan Variabilitas Parameter Keamanan dan Kenyamanan Kerja ABK dan Hasil Tangkapan Ikan pada Pukat Cincin yang

Beroperasi di Selat Bali

24

bekerja pada tempat yang bergerak mengalami

sedikit pertambahan konsumsi oksigen; namun kapasitas maksimum organ tubuhnya untuk

mengkonsumsi oksigen akan menurun sehingga

dapat menyebabkan kelelahan Motion Induced

Fatigue (MIF) dan akan berdampak pada menurunnya kinerja kognitifnya.

Sementara itu, Sarioz. K dan Narli. E. (2005) dalam studinya menunjukan bahwa pemilihan

parameter seakeeping dan batasannya yang dipilih

mempengaruhi indek operabilitas kapal. Berdasarkan penjelasan diatas dapat dikatakan

bahwa studi kinerja ABK diatas kapal hendaknya

meliputi MII, MSI dan MIF. Penggunaan

parameter-parameter tersebut dan pemilihan kriteria yang dipakai dapat menghasilkan indek

operabilitas kapal yang lain dari yang diperoleh

studi ini. (Sarioz. K dan Narli. E. 2005) menambahkan bahwa indek operabilitas kapal

sangat tergantung pula dengan pemilihan kriteria/

batasan yang dipakai.

Untuk meningkatkan keamanan dan kenyamanan

kerja nelayan diatas kapal, perbaikan dapat

dilakukan melalui 3 tahap. (1) Tahap perencanaan, melalui pemilihan perbandingan panjang kapal

terhadap displacement, panjang terhadap lebar

kapal, panjang terhadap sarat kapal dan panjang terhadap kecepatan kapal (Froud Number) yang

sesuai. Dimana hal ini dapat memperkecil

percepatan gerak vertikal kapal (Sayli et al. 2007). (2) Tahap operasional, melalui pengaturan

kecepatan kapal dan mengarahkan kapal relatif

terhadap gelombang secara tetap (Akinturk. 1997).

(3) Tahap modifikasi, melalui pemasangan sayap bilga. Dimana hal juga dapat meningkatkan

efisiensi pemakaian bahan bakar (Platonov VG dan

Trub MS. 2010).

KESIMPULAN DAN SARAN

Secara umum dapat disimpulkan bahwa (1)

Terdapat hubungan yang erat antara indek

operabilitas ABK terhadap catch per unit effort (CPUE). Hal ini ditunjukan dengan koefisien

korelasi sebesar (0,76 – 0,92). (2) ABK kapal

pukat cincin yang beroperasi di Selat Bali bekerja dalam kondisi keamanan dan kenyamanan kerja

sesuai dengan kriteria ISO 2631-1. (3) Diantara

posisi ABK yang ditinjau, kenyamanan dan

keamanan kerja penarik jaring memiliki korelasi

tertinggi (0,897) terhadap hasil tangkapan.

Disarankan dilakukan studi serupa dengan

menggunakan parameter MSI, MII dan MIF seperti

disarankan oleh Colwell (1989), Baitis (1995) dan Riola (2006).

DAFTAR PUSTAKA

Akinturk, A. 1997. Inclusion of A Crew Safety Node Into The Preleminary Design of Fishing

Vessels. Thesis in Partial Fulfiliment of the

Requirement for the Degree of Doctor of Philosophy. Department of Mechanical

Engineering. University of British Columbia.

Akinturk, A, Bass, D.W, Mac Kinnon, S, Vera, J dan Cumming, D. 2007. Habitability

Considerations Onboard Fishing Vessels of

the Newfoundland Fleet. National Research

Council Canada. Publications Archive (NPArC). Canada: 1-7

Baitis, A.E, Holcombe, F.D, Conwell, S.L,

Crossland, P, Colwell, J dan Pattison, J.H. 1995. Motion Induced Interruptions (MII) and

Motion Induced Fatigue (MIF) experiments at

the Naval Biodynamics Laboratory. Technical Report CRDKNSWC-HD-1423-01. Bethesda,

MD. Naval Surface Warfare Center.

Carderock Division.

Cauley, Mc.M.E, Jackson, W.R, Wylie, C.D, O’Hanlon, J.F dan Mackie R.R. 1976. Motion

Sickness Incidence: Explolatory Studies of

Habituation, Pitch and Roll and The Refinement of A Mathematical Model.

Technical Report 1733-2. Human Factor

Research Incoporated. Santa Barbara

Research Park. Goleta. California. Colwell, J.L. 1989. Human Factors in The Naval

Environment : A Review of Motion Sickness

and Biodynamic Problems. DREA Technical Memorandum 89/220. Dartmouth. Nova

Scotia.

Dennis, St.M and Pierson, W.J. 1953. On the Motion Ships in Confused Seas. Transactions

of the Society Naval Architects Marine

Engineers (SNAME). Vol. 61. 280-354.

Dinas Kelautan dan Perikanan Prov. Jawa Timur. 2000. Fish Code Management. Papers

Presented at The Workshop on The Fishery

and Management of Bali Sardinella

JURNAL KELAUTAN NASIONAL VOL. 8 NO. 1 APRIL 2013

Hubungan Variabilitas Parameter Keamanan dan Kenyamanan Kerja ABK dan Hasil Tangkapan Ikan pada Pukat Cincin yang

Beroperasi di Selat Bali

25

(Sardinella lemuru) in Bali Strait. FAO

Rome. FAO/ILO/IMO. 2005. Voluntary Guidelines.

Design, Construction and Equipment for

Small Fishing Vessels.

FAO. 2010. Safety at Sea for Small Scale Fisheries in Developing Countries. Safety for

Fishermen : The Way Forward.

GCP/GLO/200/MUL. September. Griffin, M. J. 1990. Motion sickness. Handbook of

Human Vibration. Academic Press. New

York. Grigoropoulosa, G.J. 2010. On Seakeeping

Operability of Naval Ships. Nausivios Chora.

Paper ID: NCH-2010-C8. Hellenic Naval

Academy. ISO 2631-1. 1997. Mechanical vibration and shock

- Evaluation of human exposure to whole-

body vibration - Part 1. General Requirements. International Organization for

Standardization.

Lawther, A. and M.J, Griffin. 1987. Prediction of the incidence of motion sickness from the

magnitude, frequency and duration of vertical

oscillation. Journal of the acoustical society

of America. 82 (3): 957-966 Lincoln, J.M dan Lucas, D.L. Commercial Fishing

Fatalities, 2000-2009 : High-Risk Fisheries

and Regional Trends. Pape presented at 4th International Fishing Industry Safety and

Health Conference. Reykjavik, Iceland. 2009.

Merta, I. G.S dan Subhat, N. 2004. Musim

Penangkapan Ikan Lemuru, Sardinella lemuru, Blekker 1853 di Perairan Selat Bali. Jurnal

Penelitian Perikanan Indonesia. Edisi Sumber

Daya dan Penangkapan Vol.10 No.6 Tahun 2004: 75-83

Merta, I.G.S.; Widana, K; Yunizal dan Basuki, R.

2000. Fish Code Management. Papers Presented at The Workshop on The Fishery

and Management of Bali Sardinella

(Sardinella lemuru) in Bali Strait. Status of

The Lemuru Fishery in Bali Strait Its Development and Prospect. FAO Rome.

O'Hanlon, J.F dan Mc. Cauley, M.E. 1973. Motion

Sickness Incidence as A Function of The Frequency and Acceleration of Vertical

Sinusoidal Motion. National Technical

Information Service. U. S. Department of Commerce. Springfield.

Platonov, V.G dan Trub, M.S (2010).

Improvement of Seakeeping Qualities of

Small Fishing Vessels as One of The Ways to

Increase Their Efficiency Energy. First

International Symposium on Fishing Vessel Energy Efficiency E-Fishing. Vigo. Spain.

May. 1-7

Prasetyo, A.P dan M, Natsir. 2011. Prosiding

Seminar Hasil Penelitian Terbaik. 2010. Pengaruh Variabilitas Iklim Ekstrim Terhadap

Perikanan Lemuru di Selat Bali. Jakarta.

Balitbang Kelautan dan Perikanan – KKP: 21-38

Riola, J.M dan Garcia, M. Arboleya. 2006.

Habitability and Personal Space in Seakeeping Behaviour. Journal of Maritime

Research. Vol. III. No.1. 41-54.

Sarioz, K dan Narli, E. 2005. Effect of Criteria on

Seakeeping Performance Assessment. Ocean Engineering. No. 32: 1161-1171

Sayli, A, Alkan, A.D, Nabergoj, R dan Uysal, A.O.

2007. Seakeeping Assessment of Fishing Vessels in Conceptual Design Stage. Ocean

Engineering. Vol 34. 724-738.

Stevens, S.C. dan Parsons, M.G. 2002. Effects of motion at sea on crew performance: A Survey.

Marine Technology and SNAME News. Vol.

39. No.1: 29-47.

Suryanto; Manurung, D dan Candra, H. 2005. Laporan Teknis. Pengembangan Desain Kapal

Tradisional Pantai Selatan Jawa Bali. Badan

Riset Kelautan dan Perikanan. Pusat Riset Teknologi Kelautan.

Suryanto. 2012. Pengaruh Tinggi Geladak

Terhadap Keselamatan Anak Buah kapal

Pukat Cincin Yang beroperasi di Selat Bali. Jurnal Kelautan Nasional. Vol. 7. No.2. 109-

119.

Suryanto. 2012. Kajian Standarisasi Pengukuran Tonase Kapal Pukat Cincin di selat Bali dan

Dampaknya Pada Pungutan Hasil Perikanan.

Prosiding Seminar Nasional Perikanan Indonesia. Pusat Penelitian dan Pengebdian

Masyarakat. Sekolah Tinggi Perikanan.

Jakarta. Badan Pengembangan Sumber Daya

Manusia Kelautan dan Perikanan. Kementerian Kelautan dan Perikanan. Jilid. 1:

153-162.

Stevens, S.C dan Parsons, M.G. 2002. Effects of Motion at Sea on Crew Performance : A

Survey. Marine Technology. Vol. 39. No.1.

29-47. Tello Ruiz, M, Ribeiro e Silva, S, Guedes Soares,

C. Fishing Vessels Responses in Waves under

Operational Conditions. Centre for Marine

Technology and Engineering (CENTEC).

JURNAL KELAUTAN NASIONAL VOL. 8 NO. 1 APRIL 2013

Hubungan Variabilitas Parameter Keamanan dan Kenyamanan Kerja ABK dan Hasil Tangkapan Ikan pada Pukat Cincin yang

Beroperasi di Selat Bali

26

Technical University of Lisbon, Instituto

Superior Técnico. Portugal. http://www.ipen.org.br/downloads/XXI/186_

Tello_Ruiz_Manases.pdf. Diakses pada

tanggal 22 Januari 2013.

Tupper, C.N. 1985. Fishing and Ship Motion – Design Considerations Based on Observations

of Operations. Proceeding of International

Conference on Design, Construction and Operations of Commercial Fishing Vessel.

Florida.

Wang, J, Pillar, A, Kwon, Y.S, Wall, A.D dan Loughran Rodríguez, C.G. 2005. An Analysis

of Fishing Vessel Accidents. Accident

Analysis and Prevention. No. 37. 1019-1024.

Wiyono, B. 2011. Model Dinamis Perikanan Lemuru (Sardinella Lemuru) di Selat Bali.

Thesis. Sekolah Pasca Sarjana. Institut

Pertanian Bogor. Wudianto. 2001. Analisis Sebaran dan

Kelimpahan Ikan Lemuru (Sardinella lemuru

Bleeker 1853) di Perairan Selat Bali:

Kaitannya dengan Optimasi Penangkapan. Desertasi. Program Pasca Sarjana, IPB,

Bogor.

Wudianto. 2011. Dinamika Perikanan Lemuru di Perairan Selat Bali. Paper presented at

Seminar Perikanan Pelagis Kecil di Indonesia.

Agustus. Jakarta Yaakob, O dan Chau, Q.P. 2005. Weather

Downtime and Its Effect on Fishing Operation

in Peninsular Malaysia. Jurnal Teknologi,

42(A) Jun. Universiti Teknologi Malaysia. 13–26.

JURNAL KELAUTAN NASIONAL VOL. 8 NO. 1 APRIL 2013

Potensi Energi Arus Laut untuk Pembangkit Tenaga Listrik di Pulau-pulau Kecil

27

POTENSI ENERGI ARUS LAUT UNTUK PEMBANGKIT TENAGA LISTRIK

DI PULAU-PULAU KECIL (Studi :Pulau Mantang di Bintan, Pulau Abang di Batam, dan

Pulau Sugi di Karimun, Propinsi Kepulauan Riau)

POTENTIAL ENERGY OF OCEAN CURRENT FOR ELECTRIC POWER GENERATOR IN

SMALL ISLAND (Study: Mantang Island- Bintan, Abang Island-Batam and Sugi Island-Karimun

Riau Islands Province)

Yulhendri Suryansyah

Pusat Pengkajian dan Perekayasaan Teknologi Kelautan dan Perikanan

[email protected]

Diterima tanggal: 6 Februari 2013, diterima setelah perbaikan: 12 April 2013, disetujui tanggal: 22 April 2013

ABSTRAK

Energi arus laut merupakan sumber yang konsisten dari energi kinetik dapat diprediksi akan sangat menarik untuk

diatur sebagai manajemen jaringan pembangkit listrik. Permasalahan yang dihadapi kepulauan Riau sebagai pulau-

pulau kecil adalah keterbatasan energi listrik yang tidak terjangkau oleh listrik PLN. Berdasarkan Analisis dan

pengukuran arus dan potensi daya listrik di tiga buah Pulau yaitu Pulau Sugi, Pulau Abang dan Pulau Mantang, dapat disimpulkan bahwa Pulau Sugi memiliki potensi yang lebih besar daripada ke dua pulau lainnya untuk dapat

dikembangkan dan dibuat pembangkit listrik tenaga arus dengan potensi daya rata-rata sebesar 15567,19 watt/h.

Kata Kunci: Energi Arus, Kepulauan Riau, Keterbatasan, Pulau Sugi

ABSTRACT Ocean current energy as a reliable kinetic energy can be predicted to be very interesting to set up a power generator

network management. Over a years, Riau archipelago that consist of several small islands are faced electricity

susceptibility due to the archipelago was not covered by the Indonesia National Electric Company (PLN). Base on

measurement and potential power analysis on three islands namely Sugi Island, Abang Island and Mantang Island, It can be concluded that Sugi Island has more viable in order to develop and build ocean current electric generator with

potential power of 15567,19 watt/h.

Keywords: Ocean current, Riau Islands, limitation, Sugi Island.

PENDAHULUAN

Perkembangan teknologi pemanfaatan energi laut

khususnya arus laut sebagai energi baru terbarukan

di dunia saat ini berkembang dengan pesat, seiring dengan meningkatnya tuntutan akan kebutuhan

energi listrik masyarakat kawasan pesisir serta

semakin maraknya isu pemanasan global yang

mendorong untuk membatasi penggunaan bahan bakar hidrokarbon.

Prinsip yang dikembangkan pada aplikasi teknologi pemanfaatan energi dari laut adalah

melalui konversi tenaga kinetik masa air laut

menjadi tenaga listrik. Pada dasarnya, arus laut

merupakan gerakan horizontal massa air laut,

sehingga arus laut memiliki energi kinetik yang dapat digunakan sebagai tenaga penggerak rotor

atau turbin pembangkit listrik. Selain itu, arus laut

ini juga menarik untuk dikembangkan sebagai pembangkit listrik karena sifatnya yang relatif

stabil dan dapat diprediksi karakteristiknya.

Pengembangan teknologi ekstraksi energi arus laut ini dilakukan dengan mengadopsi prinsip teknologi

energi angin yang telah lebih dulu berkembang,

yaitu dengan mengubah energi kinetik arus laut menjadi energi rotasi dan energi listrik.

Energi arus pasang surut menyajikan salah satu

bentuk yang muncul paling menarik dari energi

JURNAL KELAUTAN NASIONAL VOL. 8 NO. 1 APRIL 2013

Potensi Energi Arus Laut untuk Pembangkit Tenaga Listrik di Pulau-pulau Kecil

28

terbarukan. Arus pasang surut, tidak seperti energi

terbarukan bentuk lain, merupakan sumber energi

yang konsisten disebabkan oleh siklus pasang surut yang dipengaruhi oleh fase bulan. Dibandingkan

dengan energi angin dan tenaga surya adalah

matahari tidak selalu bersinar dan angin tidak

selalu bertiup. Sumber-sumber energi terbarukan sering membutuhkan cadangan dari bentuk-bentuk

tradisional pembangkit listrik, tapi pasang surut

yang dapat diprediksi akan sangat menarik untuk diatur sebagai manajemen jaringan pembangkit

listrik. Turbin pasang surut dipasang di dasar laut

di lokasi dengan kecepatan tinggi saat pasang

surut, atau kuat arus laut terus menerus dan merubah energi dari air yang mengalir.

Menurut Suryansyah (2005) teknologi ideal yang akan diterapkan di pulau-pulau kecil memiliki

kriteria sebagai berikut: (1) ketersediaan tenaga

terampil untuk mengoperasikan teknologi, (2) dapat diterima oleh masyarakat setempat dan tidak

bertentangan dengan adat atau peraturaran desa,

(3) hemat energi, (4) ketersediaan bahan baku

(material) teknologi di pulau atau setidaknya lebih mudah bila diimpor dari luar pulau, (5) ramah

lingkungan, (7) pemberian teknologi berbasis pada

kebutuhan rnasyarakat, (8) pengelotaan manajemen teknologi, (9) pemeliharaan perawatan

teknologi dapat dilakukan secara lokal, (10) ada

kebijakan peraturan lokal dalam penggunaan teknologi.

Kawasan Minapolitan merupakan kawasan

pembangunan ekonomi kelautan dan perikanan berbasis kawasan dengan prinsip terintegrasi,

efisiensi, kualitas dan percepatan. Kawasan

Minapolitan di Provinsi Kepulauan Riau terutama dikembangkan untuk budidaya rumput laut,

meliputi : Pulau Mantang di Bintan, Pulau Abang

di Batam, dan Pulau Sugi di Karimun.

Berdasarkan rencana pengembangan perikanan budidaya di Provinsi Kepulauan Riau, ketiga

daerah tersebut memiliki potensi utnuk

pengembangan kegiatan budidaya perikanan.

Luas wilayah Provinsi Kepulauan Riau adalah

251.810,71 Km2. Namun sebagai daerah

kepulauan, luas lautan yang dimiliki Provinsi

Kepulauan Riau sekitar 95,79 persen atau seluas

241.215,30 Km2. Sedangkan sisanya sebesar 4,21

persen atau seluas 10.595,41 Km2 adalah daratan.

Kabupaten Karimun memiliki daratan terbesar

dengan persentase sebesar 27,12 persen dari luas

daratan Provinsi Kepulauan Riau atau seluas 2.873,20 Km2, diikuti Lingga 19,99 persen

(2.117,72 Km2) dan Bintan sebesar 18,36 persen

(1.946,13 Km2). (BPS Kepri 2012).

Menurut Suryansyah (2005) permasalahan umum

yang dihadapi kepulauan Riau adalah

keterbatasannya sebagai pulau-pulau kecil terutama masalah air bersih dan energi listrik yang

tidak terjangkau oleh jaringan listrik PLN. Kondisi

yang ada sekarang adalah pembangkit listrik

menggunakan genset berbahan bakar solar yang biaya operasionalnya tinggi dan mesin genset yang

sering rusak, sehingga sering terjadi pemadaman

pemadaman listrik. Adanya Pembangkit listrik tenaga arus laut diharapkan dapat menjadi solusi

dari masalah diatas.

Tulisan ini dibuat dengan tujuan untuk

menginformasikan potensi daya listik yang

dimiliki di pulau-pulau kecil di propinsi Kepulauan

Riau yang memiliki potensi untuk pengembangan pembangkit listrik tenaga arus laut.

BAHAN DAN METODE

Pemilihan Propinsi Kep. Riau sebagai lokasi kegiatan didasari oleh roadmap Penelitian Energi

Arus Laut Indonesia yang diarahkan ke Propinsi

Kepulauan Riau (Sumber: PPGL, 2010).

Data primer diperoleh dari citra satelit dan survei

lapangan (ground truthing) sedangkan data

sekunder dilakukan melalui penelusuran terhadap data/dokumen penunjang yang berasal dari hasil

kajian atau penelitian sebelumnya atau data dari

instansi yang terkait, seperti Dinas Hidro-

Oseanografi, Dinas Kelautan dan Perikanan, dan Bappeprop Kepulauan Riau.

Pengumpulan data dilaksanakan pada bulan Maret hingga November 2012 di Kota Tanjung Pinang

Propinsi Kepulauan Riau. Data pengukuran

diperoleh dari pengukuran dengan metode ADCP dan dianalisis dengan model MEC.

JURNAL KELAUTAN NASIONAL VOL. 8 NO. 1 APRIL 2013

Potensi Energi Arus Laut untuk Pembangkit Tenaga Listrik di Pulau-pulau Kecil

29

Gambar 1. Peta Lokasi Studi (Sumber: Bappeda Kep. Riau, 2011))

(Studies Location Map)

Data arus diperoleh dari pengamatan selama 6 hari

dengan menggunakan ADCP (Acoustic Doppler Current Profiler), Selain itu, data arus didukung

dengan data time series selama 4 tahun mulai dari

bulan Januari sampai dengan Desember dari Badan

Meteorologi Klimatologi dan Geofisika. Data Batimetri (kedalaman) diamati dengan

Echosounder dan didukung data sekunder yang

diperoleh dari Dihidros.

Pengukuran arus laut dilakukan di 3 wilayah

perairan potensial dengan current meter jenis

ADCP Argonaut XR Sontex. Selain arus laut, ADCP jenis ini juga dipakai untuk menentukan

temperatur dan tinggi gelombang. Pengukuran

kedalaman dengan menggunakan alat echosounder Garmin GPS MAP 470 Yang yang dilakukan

terutama pada saat pemasangan ADCP. Pemetaan

batimetri didukung dengan data dari HGT-SRTM

(Shuttle Radar Topography Mission) pada Tahun

2004.

Menurut Azis (2006) untuk meghitung potensi

energi arus di lokasi pengukuran dapat

menggunakan analisis potensi daya dengan persamaan Kobalt sebagai berikut:

P = 0,5 ρ x S x H x V3

Dimana: P = Energi listrik yang dihasilkan (kW)

ρ = Berat jenis air laut (1.025)

V = Kecepatan arus (m/s) S = Tinggi Blade = 40 m2

Η = Koefisien untuk turbin Kobold = 50 %

JURNAL KELAUTAN NASIONAL VOL. 8 NO. 1 APRIL 2013

Potensi Energi Arus Laut untuk Pembangkit Tenaga Listrik di Pulau-pulau Kecil

30

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pasut di perairan Pulau Batam dan sekitarnya dapat dikategorikan berjenis campuran (mixed pattern)

cenderung ganda (semidiurnal pattern). Rekaman

bulanan pasut selama September 2011 seperti

dipelihatkan pada (Gambar 2). menunjukkan fluktuasi jenis pasut campuran (mixed tidal) yang

khas.

Gambar 2. Fluktuasi pasut

(tidal fluctuations)

Gambar 3. contoh pola semidiurnal

(example of semidiurnal pattern)

Gambar 4. contoh pola campuran

(example of a mixed pattern)

Dalam pilah harian yang diambil pada tanggal 1

September (Gambar 3), pasut memiliki pola

semidiurnal dengan dua kali pasang dan dua kali surut. Pasang pertama terjadi pada 01.00 saat

tinggi pasut tercatat setinggi 3,1 m, lima jam

kemudian pasut mencapai surut senilai 0,6 m; pada

pukul 13.00 pasut kembali pasang setinggi 3,1 m, dan kemudian mencapai ketinggian 0,6 m yang

menandai terjadinya surut ke-2 pada pukul 19.00.

Gambar 4 menunjukan pola campuran (mixed

pattern) selama September yang dicontohkan oleh

rekaman pasut pada tanggal 5 September. Pada

tanggal tersebut juga terjadi dua kali pasang dan dua kali surut, namun dengan capaian tinggi yang

berbeda. Pasang pertama tanggal tersebut tercatat

setinggi 2,5 m yang terjadi pada pukul 03.00, sedangkan pasang kedua berlangsung pada pukul

15.00 saat capaian tinggi muka laut menyentuh 2,8

m; sementara itu surut pertama terjadi pada pukul 09.00 dengan senilai 1,5 m, dan surut kedua senilai

0,8 m terjadi pada pukul 22.00. Kedua pola

tersebut merentang di sepanjang september dengan

perselingan yang didominasi oleh semidiurnal.

Pada September pasang tertinggi tercatat sebesar

3,2 m, surut terendah 0,3 m dengan rataan tinggi pasut 1,8 m. Dengan demikian tunggang pasut di

perairan Pulau Batam, bila merujuk pada rekaman

September, adalah sebesar 2,9 m .

Karakteristik Arus Regional Kepulauan Riau

Gambar 5. Pola Arus Regional Kepulauan di Riau

pada Musim Barat

Gambar. 5 menunjukkan bahwa pada musim barat

(Desember-Maret) Arus memasuki perairan Pulau

JURNAL KELAUTAN NASIONAL VOL. 8 NO. 1 APRIL 2013

Potensi Energi Arus Laut untuk Pembangkit Tenaga Listrik di Pulau-pulau Kecil

31

Batam dengan kecepatan yang bervariasi antara 9,4

hingga 12,7 mil/hari. Arus yang meningggalkan

area perairan Pulau Batam menuju ke Selat Malaka bergerak dengan keepatan 7 mil/hari (Januari)

hingga 19 mil/hari (Desember); Sementara arus

yang menuju ke sisi timur Riau-Jambi bergerak

dengan kecepatan hingga 20,3 mil/jam pada Januari, sedangkan pada Desember hanya 12,5

mil/jam.

Gambar 6. Pola Arus Regional Kepulauan di Riau pada

Musim Pancaroba Awal (Sumber : Peta Arus

Dinas Hidro Oseanografi, Jakarta)

Gambar. 6 menunjukkan bahwa selama musim

pancaroba awal (April-Maret) pola arus mulai mengalami perubahan. Bila pada April arus

perairan Pulau Batam masih menunjukkan pola

arah arus musim barat dengan gerakan aliran dari perairan sisi timur Malaysia (kecepatan 5,3

mil/hari) memasuki Selat Malaka (kecepatan 13

mil/hari), maka sebulan berikutnya arah arus

mengalami perubahan arah. Pada bulan Mei Arus bergerak dari tenggara-selatan area Selat Karimata

dengan kecepatan 6-8,6 mil/hari.

Gambar 7. Pola Arus Regional Kepulauan di Riau

pada Musim Timur

Gambar 7 menunjukkan bahwa selama musim

timur, seretan arus dari Laut Jawa yang bergerak

ke barat terdorong ke utara saat memasuki Selat Karimata dan menjadi sumber aliran arus di

perairan Pulau Batam. Arus yang memasuki

perairan Pulau Batam dengan kecepatan 10,3

mil/hari (Agustus) hingga 33,1 mil/hari (September). Pola balikan arus secara umum juga

terlihat di Selat Malaka. Pada periode ini aliran

arus relatif bergerak dari Selat Malaka menuju perairan Pulau Batam dengan kecepatan 2,4

mil/hari pada Juni hingga 8,2 mil/hari pada

September.

Gambar 8. Pola Arus Regional Kepulauan di Riau pada

Musim Pancaroba Akhir

Gambar 8 menunjukkan bahwa pada bulan November arus sisi timur Malaysia memasuki

perairan Pulau Batam dengan kecepatan 8 mil/hari,

kemudian bergerak menuju Selat Malaka melalui Selat Singapura dengan kecepatan 7 mil/hari.

Pada Oktober, yang lebih dekat dengan musim

timur dibandingkan dengan November, pola arus perairan Pulau Batam dan sekitarnya belum

berubah sepenuhnya seperti pada November yang

lebih mendekati musim barat. Arus datang dari Selat Karimata, dengan kecepatan 8,9 mil/hari.

Aliran arus selanjutnya terpecah menuju ke

perairan Laut Cina Selatan dan Selat Malaka masing-masing dengan kecepatan 11,5 mil/hari dan

5,8 mil/hari.

Analisis Karakteristik Arus Pulau Mantang Arus di perairan Mantang bergerak (43%) menuju

ke timur laut dengan kecepatan yang relatif rendah.

Sekitar 40% arus timur laut mengalir dengan kecepatan ≤ 2,5 cm, sisanya bergerak dengan

kecepatan 2,5-5 cm/s.). Arus dominan berikutnya

mengalir ke barat laut (37%) dengan kecepatan yang sama. Aliran arus juga bergerak ke utara,

JURNAL KELAUTAN NASIONAL VOL. 8 NO. 1 APRIL 2013

Potensi Energi Arus Laut untuk Pembangkit Tenaga Listrik di Pulau-pulau Kecil

32

selatan dan barat daya dengan frekuensi < 10%

engan kecepatan ≤2,5 cm.

Secara keseluruhan arus 90,5% mengalir dengan

kecepatan ≤2,5 cm, dan hanya 9,5% yang

bergerak dengan kecepatan 2,5-5 cm/s (Gambar 9).

Dibandingkan dengan dua perairan studi lain, arus

di perairan Mantang tergolong yang paling lemah.

Arus maksimum hanya mencapai 8,75 cm/s, dengan rataan kecepatan arus 1,50 cm/s dan arus

minimumnya 0,08 cm/s.

Gambar 9. Pola arus permukaan di perairan Mantang

(Current patterns in the surface waters of MantangIsland)

Analisis Karakteristik Arus Pulau Abang

Pola arus di perairan Pulau Abang menegaskan

kuatnya arus barat daya yang mencapai sekitar

50% dari frekuensi perekaman (Gambar 10). Arus tersebut tergolong sebagai arus lemah dari

keseluruhan arus yang tercatat, yakni hanya

berkecepatan kurang dari 2,5 cm/s. Arus dominan berikutnya adalah arus timur yang mengalir dengan

kecepatan yang sama. Arus ini terekam sebesar

sekitar 15% dari seluruh frekuensi perekaman. Sebanyak 83,3% arus yang mengalir di perairan

Pulau Abang melaju dengan kecepatan ≤2,5 cm/s.

Pola arah arus yang lain ditemukan bergerak ke

barat, barat daya, selatan dan tenggara dengan

frekuensi masing-masing di bawah 10%. Arus

barat daya tercatat memiliki kecepatan yang lebih besar, yakni 7,5-10 cm/s, sedangkan arus tenggara

(8,3%) arus yang mengalir paling kuat di perairan

ini mencapai kecepatan 12,5-15 cm/s. Rataan kecepatan arus di perairan pulau Abang mencapai

1,45 cm/s dengan kecepatan maksimum 12,97 cm/s

dan kecepatan minimum 0,02 cm/s.

Gambar 10. Pola arus permukaan di perairan Pulau Abang

(Current patterns in the surface waters of Abang Island)

Perairan

Mantang

Perairan Abang

JURNAL KELAUTAN NASIONAL VOL. 8 NO. 1 APRIL 2013

Potensi Energi Arus Laut untuk Pembangkit Tenaga Listrik di Pulau-pulau Kecil

33

Analisis Karakteristik Arus Pulau Sugi (Moro)

Di perairan Pulau Sugi secara umum arusnya lebih

kuat dibandingkan dengan arus di perairan Pulau Abang (Gambar 10), meskipun capaian terbesarnya

hanya 5-7,5 cm/s. Arus di perairan Pulau Sigi,

seperti ditampilkan pada (Gambar 11), didominasi

oleh arus berkecepatan 2,5-5 cm/s (63,6%).

Arus terekam mengalir secara dominan ke utara

(sekitar 45%) dan timur laut (sekitar 25%). Arus

terkuat sebesar 5-7,5 cm/s ditemukan mengalir ke timur laut dengan frekuensi 9,1%. Rataan

kecepatan arus perairan ini mencapat 2,93 cm/s

dengan capaian maksimum 5,74 cm/s dan capaian

minimum 0,21 cm/s.

Gambar 11. Pola arus permukaan di perairan Pulau Sugi (Moro)

(Current patterns in the surface waters of Sigi Island)

Tabel 1. Perhitungan Potensi Daya Listrik di Lokasi Studi

No Pulau Kecepatan Arus (m/s) V ρ S H Watt/Hour

1 SUGI

Maksimum 0.075 1.025 40 0.5 15567.19

Rata-rata 0.0293 1.025 40 0.5 928.17

Minimum 0.0021 1.025 40 0.5 0.34

2 ABANG

Maksimum 0.1297 1.025 40 0.5 80509.35

Rata-rata 0.0145 1.025 40 0.5 112.49

Minimum 0.0002 1.025 40 0.5 0.00

3 MANTANG

Maksimum 0.0875 1.025 40 0.5 24720.12

Rata-rata 0.015 1.025 40 0.5 124.54

Minimum 0.0008 1.025 40 0.5 0.02

Berdasarkan Tabel 1 terlihat bahwa potensi daya

maksimum terdapat di pulau Abang dengan potensi

daya 80509.35 w/h akan tetapi secara rata-rata hanya memiliki potensi daya 112.49 w/h. Pulau

Sugi secara rata-rata memiliki potensi daya sebesar

928.17 w/h walaupun potensi daya maksimumnya

lebih kecil dari daya maksimum di pulau Abang

yaitu sebesar 15567.19 w/h.

Pulau Sugi lebih potensial pengembangan

pembangkit listrik tenaga arus laut, dengan potensi

daya rata-rata sebesar 15567.19 w/h.

JURNAL KELAUTAN NASIONAL VOL. 8 NO. 1 APRIL 2013

Potensi Energi Arus Laut untuk Pembangkit Tenaga Listrik di Pulau-pulau Kecil

34

Salah satu tipe turbin arus laut yang

direkomendasikan di kawasan pulau-pulau kecil

adalah Sabella, karena ukuran turbinnya bisa disesuaikan dengan kondisi perairan sekitar

(P3TKP, 2012).

Gambar 12. Turbin Sabella (Sumber: www.Sabella.fr)

Pembangkit listrik yang akan dipasang

menggunakan teknik marine current farm yaitu

istilah untuk menggambarkan suatu area dengan susunan beberapa buah turbin sebagai upaya untuk

mengubah energi arus ke energi kinetik secara

optimum. Turbin dapat dipasang pada dasar laut

atau mengapung. Jarak horizontal setiap turbin pada tiap baris dan jarak antar baris tergantung

pada keperluan pemeliharaan, sesuai prosedur

pemasangan dan juga pengaruh aliran air (P3TKP, 2012).

Gambar 13. Turbin Sabella (Sumber: www.Sabella.fr)

KESIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan hasil data diatas maka dapat disimpulkan bahwa Pulau Sugi merupakan

kawasan yang paling layak untuk implementasi

pembangkit listrik tenaga arus laut. Hal ini

dikarenakan rataan kecepatan arus perairan ini

yang mencapai 2,93 cm/s dengan capaian

maksimum 5,74 cm/s dan capaian minimum 0,21 cm/s dengan potensi daya listrik rata-rata mencapai

15567.19 w/h.

Jenis turbin sabella direkomendasikan untuk dibangun pada kawasan pulau kecil karena dapat

menyesuaikan dengan kondisi lingkungan dan

daya listrik yang dihasilkan dioptimalkan dengan teknik marine current farm.

DAFTAR PUSTAKA

Azis. A. 2006. Studi Pemanfaatan Energi Listrik

Tenaga Arus Laut di Selat Alas Kabupaten Lombok, NTB. Jurusan Teknik Elektro-FTI,

Institut Teknologi Sepuluh September.

Bappeda Prov. Kepri 2011. Laporan Pemetaan Potensi energi arus laut untuk pembangkit

listrik di daerah Batam, Bintan dan

Karimun.

BPS Prov. Kepri. 2012. Kepulauan Riau Dalam Angka.

Dishidros, 2007. Peta Arus Kawasan Indonesia

Barat. Jakarta. Lubis, 2013. Road Map Penelitian Dan

Pengembangan Energi Arus Laut. PPPGL,

Kementerian ESDM. http://www.mgi.esdm.go.id/content/road-

map-penelitian-dan-pengembangan-energi-

arus-laut diakses 1 April 2013

P3TKP. 2012. Naskah Akademik Potensi dan Teknologi Energi Laut Indonesia. Pusat

Pengkajian dan Perekayasaan Teknologi

Kelautan dan Perikanan. Sabella.2012. http://www.Sabella.fr diakses 1

April 2013

Suryansyah, Y. 2005. Kriteria teknologi Perikanan

dan Kelautan untuk pengembangan pulau kecil di perbatasan (kasus: Pulau Laut, Kab.

Natuna, Prov. Riau). Tesis, Sekolah

Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Yuningsih, A dan Masduki, A. 2011. Potensi

Energi arus laut untuk pembangkit tenaga listrik di Kawasan Pesisir Flores Timur,

NTT. Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan

Tropis, Vol. 3, No. 1, Hal. 13-25, Juni 2011.

IPB. Bogor.

JURNAL KELAUTAN NASIONAL VOL. 8 NO. 1 APRIL 2013

Faktor Lingkungan yang Mempengaruhi Produktivitas Menggunakan Aplikasi Analisis Jalur di Tambak Bandeng Kabupaten

Indramayu, Provinsi Jawa Barat 35

FAKTOR LINGKUNGAN YANG MEMPENGARUHI PRODUKTIVITAS

MENGGUNAKAN APLIKASI ANALISIS JALUR DI TAMBAK BANDENG KABUPATEN

INDRAMAYU, PROVINSI JAWA BARAT

ENVIRONMENTAL FACTORS AFFECTING PRODUCTIVITY USING PATH ANALYSIS

APPLICATIONS IN PONDS MILKFISH INDRAMAYU DISTRICT, WEST JAVA PROVINCE

Admi Athirah, Ruzkiah Asaf dan Erna Ratnawati Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Air Payau

Jalan Makmur Daeng Sitakka 129 Maros 90512, Sulawesi Selatan

Email: [email protected] dan [email protected]

Diterima tanggal: 7 Januari 2013, diterima setelah perbaikan: 15 April 2013, disetujui tanggal: 22 April 2013

ABSTRAK

Faktor lingkungan berupa kualitas tanah dan air tambak adalah faktor yang sangat menentukan produktivitas tambak di

Kabupaten Indramayu, Provinsi Jawa Barat.Namun demikian, belum ada informasi mengenai pengaruh faktor lingkungan terhadap produksi tambak bandeng di tambak Kabupaten Indramayu. Oleh karena itu dilakukan penelitian

yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh langsung atau tidak langsung kualitas tanah dan air terhadap produksi total

di tambak Kabupaten Indramayu. Penelitian dilaksanakan di kawasan tambak Kecamatan Pasekan, Lohbener, Arahan,

Cantigi, Losarang, Kandanghaur, Indramayu, Balongan dan Krangkeng. Data kualitas tanah dan air tambak dianalisis

menggunakan aplikasi analisis jalur denganmenerapkan model mediasi, model rekursif dan model persamaan dua jalur

di mana peubah kualitas tanah sebagai peubah bebas dan peubah kualitas air dan produksi tambak bandeng sebagai

peubah tidak bebas. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hasil analisis jalur kualitas tanah ada 2 peubah yang

mempengaruhi produksi monokultur ikan bandeng yaitu: redoks (Eh) tanah dan pHF, sedangkan peubah kualitas air ada

3 peubah yang mempengaruhi produksi tambak ikan bandeng di Kabupaten Indramayu yaitu TSS (Padatan Tersuspensi)

air, Bahan Organik Total (BOT) dan kandungan besi air. Redoks tanah mempunyai nilai pengaruh langsung sebesar -

0,451 sedangkan pHF tanah senilai -0,305 terhadap produksi ikan bandeng di tambak. TSS air memiliki nilai pengaruh

langsung sebesar 0,346, BOT air dengan nilai pengaruh langsung -0,291 dan kandungan besi (Fe) air sebesar -0,416 yang menunjukkan bahwa dari kelima peubah tanah dan air yang mempunyai nilai pengaruh langsung tersebut, nilai

pHF < 0,3 sedangkan peubah lainnya yaitu Eh tanah, TSS air, BOT air dan Fe air < 0,2.

Kata kunci: analisis jalur, bandeng, lingkungan, tambak, Indramayu

ABSTRACT

Environmental factors such as soil and water quality of ponds determine ponds productivity Indramayu district, West

Java Province. However, there is no information on the effects of environmental factors on the production of milkfish in

milkfish ponds in Indramayu regency. This research was aimed to determine the direct or indirect effects of pond soil

and water quality on total pond production of Indramayu district. The experiment was conducted in Pasekan, Lohbener, Arahan, Cantigi, Losarang, Kandanghaur, Indramayu, Balongan and Krangkeng districts. Data were analysed using

path analysis deploying mediation, recursive and two-equation models in which soil quality variables were threated as

independent variables; whereas water quality variables and milkfish production were threated as dependent variables.

The results of path analysis showed that two variables affected on soil quality were redox potential (Eh) and pHF and

three variables affected on water quality were TSS, TOM and iron. The value of direct affected of soil redox potential

was -0.45, while pHF was -0.305 against the production of milkfish in ponds. The value of direct effect of TSS, TOM

and Fe were 0.346, -0.291 and -0.416 respectively. Of these five variables, the value of pHF was below than 0.3 while

other variables: the values of redox potential, TSS, TOM and Fe were below to 0.2.

Keywords: environmental, Indramayu,milk fish,path analysis,pond

JURNAL KELAUTAN NASIONAL VOL. 8 NO. 1 APRIL 2013

Faktor Lingkungan yang Mempengaruhi Produktivitas Menggunakan Aplikasi Analisis Jalur di Tambak Bandeng Kabupaten

Indramayu, Provinsi Jawa Barat 36

PENDAHULUAN

Kabupaten Indramayu yang secara geografis terletak di bagian selatan khatulistiwa merupakan

salah satu Kabupaten di Propinsi Jawa

Barat.Kondisi ekologis dan geografis dari Kabupaten Indramayu yang berada di pesisir atau

berbatasan dengan laut Jawa sangat mendukung

untuk pengembangan usaha kelautan dan

perikanan, hal tersebut dibuktikan dengan total tambak yang dimiliki oleh Kabupaten Indramayu

seluas 22.514,07 ha dengan komoditas unggulan

meliputi udang, bandeng, dan rumput laut, menghasilkan jumlah produksi tambak pada tahun

2011 sebanyak 101.454 ton, dimana produksi ini

meningkat cukup signifikan bila dibandingkan dengan tahun 2010 dan 2009 yang hanya

berproduksi sebanyak 82.149 dan 42.658 ton

(Anonim, 2011).

Secara umum, faktor lingkungan tambak (kualitas

tanah dan air) adalah faktor penentu dominan

dalam budidaya tambak sehingga dipertimbangkan sebagai kriteria dalam kesesuaian

lahan untuk budidaya tambak (Boyd, 1995; Treece,

2000; Salam et al., 2003; Karthik et al., 2005; Mustafa et al., 2007).Beberapa hasil penelitian

menunjukkan bahwa pemupukan, pengapuran,

ketersediaan air dan adanya saluran merupakan

pengaruh yang nyata yang berpengaruh terhadap produktivitas tambak di Kabupaten Maros, Takalar

dan Bulukumba, Provinsi Sulawesi Selatan

(Mustafa et al., 2007), dari hal tersebut diperlukan

informasi yang lebih rinci mengenai hubungan sebab akibat dari kualitas tanah dan atau kualitas

air kualitas tanah dan atau kualitas air

dalammempengaruhi produksi. Faktor lingkungan tambak adalah faktor penting yang mempengaruhi

produksi di tambak (Mustafa dan Ratnawati, 2005;

Mustafa dan Sammut, 2007),sehingga informasi

mengenai hubungan kualitas tanah dengan kualitas air yang mempengaruhi produksi tambak di

Kabupaten Indramayu.

Analisis jalur (path analysis) adalah suatu teknik

untuk menganalisis hubungan sebab akibat yang

terjadi pada regresi berganda apabila peubah bebasnya mempengaruhi peubah tergantung, tidak

hanya secara langsung, tetapi juga secara tidak

langsung(Rutherford dan Choe, 1993; Everitt dan

Dunn, 2001). Dalam perkembangannya, analisis jalur diperluas dan diperdalam ke dalam bentuk

analisis Model Persamaan Struktural (Structural

Equation Modeling = SEM) (Sarwono,

2007).Karakteristik dasar penggunaan SEM harus

melibatkan dua jenis variable, yaitu variable observasi dan laten. Variabel observasi mempunyai

data seperti data angka atau skala penilaian yang

diambil dari kuesioner.Disamping data tersebut

didepan, Variabel observasi dalam SEM mencakup pula data kontinus. Sedang variable laten adalah

variabel yang secara tidak langsung teramati

namun ingin diketahui. Untuk melakukan observasi variable laten, harus membuat model-

model yang mengekspresikan variable-variabel

laten sebagai variabel observasi. Oleh karena itu pada penelitian ini digunakan SEM. Sesuai dengan

hakikatnya, analisis jalur bukan difungsikan untuk

mencari faktor penyebab, tetapi hanya membuat

model kausal yang dapat digunakan untuk membuat penjelasan teoritis(Amir, 2006).Sehingga

penelitian ini bertujuan untuk mengkarakteristik

lingkungan tambak dan menganalisis hubungan kausal antarpeubah kualitas tanah dan kualitas air

dan produksi tambak dengan tujuan untuk

mengetahui pengaruh langsung atau tidak langsung kualitas tanah dan air terhadap produksi tambak di

Kabupaten Indramayu menggunakan aplikasi

analisis jalur. Dalam bidang perikanan SEM

digunakan untuk memperkirakan perilaku secara akurat dengan menggunakan perspektif theory

plannedbehavior dari nelayan artisanal di

Indonesia di tengah kehidupan dengan kondisi degradasi sumberdaya laut yangsemakin menurun

adanya, kemiskinan absolut yang dihadapi oleh

nelayan artisanal, semakin kompleksnya

persoalanpemanfaatan sumberdaya pesisir di Indonesia serta semakin beragamnya stakeholder

pemanfaat sumberdaya tersebut(Prihandoko et al.,

2011)

BAHAN DAN METODE

Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian berupa pengambilan contoh tanah dan

air serta wawancara dilaksanakan pada bulan September 2012 di Kecamatan Pasekan, Lohbener,

Arahan, Cantigi, Losarang, Kandanghaur,

Indramayu, Balongan dan Krangkeng. Analisis kualitas tanah dan air masing-masing dilaksanakan

di Laboratorium Tanah dan Laboratorium Air,

Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Air Payau, Maros, Provinsi Sulawesi Selatan.

JURNAL KELAUTAN NASIONAL VOL. 8 NO. 1 APRIL 2013

Faktor Lingkungan yang Mempengaruhi Produktivitas Menggunakan Aplikasi Analisis Jalur di Tambak Bandeng Kabupaten

Indramayu, Provinsi Jawa Barat 37

Produksi tambak merupakan produksi bandeng

(Chanos chanos).

Pengumpulan Data

Metode yang diterapkan dalam penelitian adalah

metode survei. Data yang dikumpulkan meliputi

kualitas tanah dan kualitas air serta produksibandeng. Sampel yang diperoleh sebanyak

148 sampel tanah dan 83 sampel air dari sembilan

kecamatan dengan 34 titik pengambilan sampel.Pengukuran dan pengambilan contoh

tanah dilakukan pada kedalaman 0-0,25 m.

Kualitas tanah yang diukur secara in situ adalah

pHF(pH yang diukur langsung di lapangan) dengan menggunakan pH meter, pHFOX(pH tanah yang

diukur di lapangan setelah dioksidasi dengan

hydrogen peroksida 30%) dengan menggunakan pH meter dan potensial redoks diukur dengan

redox-meter(Ahern et al., 2004). Contoh tanah

yang diambil di lapangan dimasukkan dalam

kantong plastik kemudian dimasukkan dalam cool box yang berisi es sesuai dengan metode Kjedhal,

PO4 dan P2O5 dengan metode Bray 1 (Eviati dan

Sulaeman, 2009), Fe dan Al dengan

spektrofotometer, Al dengan spektrofotometer menurut (Menon, 1973) dan tekstur meliputi pasir,

liat dan debu dengan metode hidrometer (Agus et

al., 2006). Pengukuran dan pengambilan contoh air

di tambak mengikuti titik pengambilan contoh tanah. Peubah kualitas air yang diukur langsung di

lapangan adalah suhu, salinitas, oksigen terlarut

dan pH dengan menggunakan Hydrolab®

Minisonde. Contoh air untuk analisis di

laboratorium diambil dengan menggunakan

Kmerer Water Sampler dan dipreservasi mengikuti

petunjuk APHA (2005).Peubah kualitas air yang dianalisis di laboratorium yaitu NH3,NO3,NO2, PO4,

Fe, SiO2, SO4 dan bahan organik totalmengikuti

petunjuk Menon.Menon (1973), Aguset a(2006) danAPHA (2005). Peta yang menunjukkan titik-

titik sampling penelitian tersaji pada gambar 1

berikut.

Seluruh titik-titik pengukuran dan pengambilan

contoh ditentukan titik koordinatnya dengan

menggunakan Global Positioning System (GPS).

Data produksi tambak diperoleh melalui

wawancara dengan mengajukan kuesioner secara terstruktur terhadap responden. Responden terpilih

adalah pengelola dari tambak yang diukur dan

diambil contoh tanah dan contoh airnya., contoh

tanah dan air diambil berdasarkan luas wilayah per

kecamatan dan titik-titik yang dipandang perlu

sebagai perwakilan daerah yang memungkinkan adanya pengaruh lingkungan dimana tambak

tersebut berada, dari sembilan kecamatan, titik

pengambilan sampel sebanyak 34 titik pengamatan yang dianggap penting.

Gambar 1. Lokasi penelitian titik sampling di tambak Kabupaten Indramayu, Provinsi Jawa

Barat (Locationof sampling pointsinthe studypondsIndramayuregency, West

Java Province)

JURNAL KELAUTAN NASIONAL VOL. 8 NO. 1 APRIL 2013

Faktor Lingkungan yang Mempengaruhi Produktivitas Menggunakan Aplikasi Analisis Jalur di Tambak Bandeng Kabupaten

Indramayu, Provinsi Jawa Barat 38

Analisis Data

Statistik deskriptif dan koefisien korelasi

ditentukan untuk mendeteksi adanya gejala multikolinearitas yaitu gejala korelasi antar peubah

kualitas tanah maupun kualitas air tambak. Untuk

menghitung persamaan regresinya digunakan

metode langkah mundur (backward) (Draper dan Smith, 1981). Uji R2, Uji F dan Uji t digunakan

untuk mengetahui besarnya pengaruh peubah

eksogenous terhadap peubah perantara secara parsial. Taraf signifikansi ditetapkan sebesar 0,20.

Analisis jalur ini menggunakan bantuan program

IBM SPSS Statistics 20, yang merupakan program

SPSS versi ke 20 buatan IBM. Besarnya pengaruh peubah lain di luar model ditentukan dengan

menghitung koefisien analisis jalur yang

menunjukkan error dengan menggunakan persamaan (Widarjono, 2010; Suliyanto, 2011):

Pe = √ 1 – R2 di mana:

Pe : koefisien analisis jalur

R2 : koefisien determinasi.

Penentuan besarnya pengaruh, baik pengaruh

langsung, pengaruh tidak langsung dan pengaruh

total peubah eksogenous terhadap peubah endogenous dihitungberdasarkan petunjuk, Everitt

dan Dunn (2001), Supranto (2004), dan Sarwono

(2007)dengan metode analisis data multivariat dependensi yang digunakan untuk menguji

hipotesis hubungan asimetris yang dibangun atas

dasar kajian teori tertentu, dengan tujuan untuk

mengetahui pengaruh langsung dan tidak langsung seperangkat variabel penyebab terhadap variabel

akibat. Diagram hasil analisis jalur dibuat dengan

bantuan program AMOS 16.0.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Lingkungan dan Produksi

Tambak

Nilai rata-rata produktivitas tambak di Kabupaten

Indramayu adalah 751,471 kg/ha/siklus (Tabel 1).

Jumlah produksi yang dihasilkan merupakan produksi dari ikan bandeng. Hasil yang didapatkan

merupakan produktivitas pada satu siklus yaitu

pada musim kemarau yaitu pada bulan Mei sampai dengan bulan Oktober. Pada siklus berikutnya

yaitu pada musim penghujan yaitu pada bulan

November sampai dengan bulan April, rata-rata

pembudidaya tambak di Kabupaten Indramayu menerapkan sistem budidaya monokultur semi

intensif dan intensif dengan harapan memperoleh

produksi yang lebih besar dan menggunakan sistem budidaya tambak dengan pola polikultur

dengan pertimbangan efisiensi pemanfaatan lahan

yang digunakan. Pemilihan lokasi untuk usaha budidaya tambak merpakan salah satu faktor yang

menentukan keberhasilan budidaya. Faktor yang

perlu dipertimbangkan adalah faktor pemanfaatan

sumberdaya alam secara maksimal, untuk mendapatkan biaya produksi yang minimal.

Beberapa faktor yang penting untuk diperhatikan

adalah posisi lahan tambak untuk memenuhi kebutuhan air dalam budidaya, sumber air agar

tambak mudah mendapatkan air langsung maupun

melalui saluran air dalam hal ini berhubungan dengan kualitas air untuk pemeliharaan harus

terjaga, kemudian kondisi tanah yang baik yang

mampu mempertahankan air selama di butuhkan.

Tabel 1. Statistik deskriptif produksi bandengdi tambak Kabupaten Indramayu, Provinsi Jawa Barat

(Descriptivestatisticson theproduction ofmilkfishpondsIndramayu district, provinceWest Java)

Faktor/Peubah Minimum Maksimum Rata-Rata Standar Deviasi

Produksi :

Padat Penebaran (ekor/ha) Berat Ikan Panen Rata-Rata

(gram/ekor)

Produktivitas (kg/ha/siklus)Lama

Pemeliharaan (hari)

2000,0 100,00

44,444

90,0

30000,0 1000,00

1500,000

420,0

8198,2 297,26

751,471

211,6

7022,71 197,888

417,4129

89,71

JURNAL KELAUTAN NASIONAL VOL. 8 NO. 1 APRIL 2013

Faktor Lingkungan yang Mempengaruhi Produktivitas Menggunakan Aplikasi Analisis Jalur di Tambak Bandeng Kabupaten

Indramayu, Provinsi Jawa Barat 39

Rendahnya produktivitas tambak disebabkan

olehrendahnya keberhasilan hidup (survival rate)

danpertumbuhan (growth rate) serta ketidakstabilan produksi,yang diduga disebabkan

karena penurunan kualitaslingkungan,dalam hal ini

dikarenakan kondisi air dan tanah yang dapat

menimbulkan adanya penyakit, kesalahan manajemen lingkungan perairan dan penerapan

teknologi budidaya.

Tingkat produktivitas bandeng dalam Tambak

ditentukan oleh faktor laju pertumbuhan, sintasan,

kuantitas, dan kualitas pakan serta pengelolaan

budi daya.Padat penebaran dan lama pemeliharaan berpengaruh terhadap produktivitas yang

dihasilkan, padat penebaran pada petak

pembesaran yang dianjurkan sebanyak 5000-7000 ekor/ha.Padat penebaran dapat berfluktuatif

tergantung dari kondisi pertambakan yang tersedia,

baik tingkat kesuburan tambaknya maupun kondisi perairannya (Sudradjat et al., 2011) Berat bandeng

yang dapat dipanen setelah mencapai ukuran

konsumsi (300-500 g/ekor) dengan lama

pemeliharaan 3-6 bulan dari gelondongan. Sementara itu, bandeng super dapat dipanen

setelah berukuran 800 g/ekor dengan masa

pemeliharaannya selama 120 dari gelondongan ukuran 100-150 g/ekor (Anonim, 2010).Dari hal

tersebut dapat menjelaskan bahwa produktivitas

bandeng di kabupaten indramayu termasuk rendah, hal ini dapat dilihat dari rata-rata padat tebar yaitu

8198 ekor/ha dan berat rata-rata hasil panen yaitu

297 gram/ekor dengan lama pemeliharaan rata-rata

211 hari.

Rata-rata potensial redoks (Eh) tanah tambak di

Kabupaten Indramayu bernilai negatif yaitu -140,7 mV yang menunjukkan bahwa tanah dalam kondisi

tereduksi,hal ini ditunjukkan juga oleh nilai pHf,

nilai pH yang diukur langsung di lapangan bernilai

rata-rata bernilai 6,975. Penggenangan akan meningkatkan pH pada tanah masam dan

menurunkan pH pada tanah alkalin. Pada awal

penggenangan pH akan menurun drastis selama beberapa hari pertama, kemudian mencapai titik

minimum dan dalam beberapa hari kemudian pH

meningkat secara asimtot hingga mencapai nilai pH yang stabil yaitu 6,7-7,2. Pada pH ini terjadi

perubahan keseimbangan ion-ion hidroksida,

karbonat, sulfida dan silikat (Ponnamperuma,

1972).Hal ini disebabkan karena pengambilan contoh tanah dilakukan pada tambak yang

sementara dalam proses budidaya, sehingga

tambak dalam keadaan tergenang air,

mengakibatkan tambak dalam kondisi tereduksi seperti yang dijelaskan sebelumnya.

Sedangkan pHFox adalah pH tanah yang diukur di lapangan setelah dioksidasi sempurna dengan H2O2

(hidrogen peroksida) 30% (Ahern et al.,1998).

Nilai dari pHFox merupakan indikator untuk

mengetahui kecepatan oksidasi yang terjadi pada tanah, hal ini erat kaitannya dengan proses oksidasi

dalam tanah, karena Pirit yang semula stabil dan

tidak berbahaya pada kondisi anaerob atau tergenang, akan teroksidasi bila kondisi berubah

menjadi aerob. Hal ini berkaitan dengan

kemasaman tanah dan kecepatan oksidasi pirit oleh Fe

3+ yang sangat dipengaruhi oleh pH, karena Fe

3+

hanya larut pada nilai pH di bawah 4 dan

Thiobacillus ferrooxidans yang dapat

mengoksidasi ion besi tidak tumbuh pada pH yang tinggi. Besi oksida dan pirit di dalam tanah

mungkin secara fisik berada pada tempat yang

berdekatan, namun ada tidaknya reaksi diantara mereka sangat dipengaruhi oleh kelarutan

Fe3+

.Kecepatan oksidasi pirit cenderung bertambah

dengan menurunnya pH tanah. Dari hal tersebut dapat diketahui bahwa daerah-daerah yang

memiliki konsentarsi pHFOX rendah akan dapat

mengakibatkan terjadinya proses oksidasi dengan

kecepatan oksidasi berdasarkan nilai pH di bawah 4 dan yang memiliki nilai pHFOX tinggi, disebabkan

oleh lahan tambak merupakan lahan hutan

mangrove yang baru dibuka, sehingga memiliki keadaan tanah yang asam. pHF dan pHFOX tanah

tambak di Kabupaten Indramayu pada Tabel 2

menunjukkan nilai pHF-pHFOX yang rendah

sehingga tanah tambak di Kabupaten Indramayu tidak memiliki potensi kemasaman yang tinggi.

Kandungan bahan organik tanah di tambak

Kabupaten Indramayu bervariasi pada Tabel 2,

tergolong rata-rata yang menunjukkan bahwa tanah

tambak di Kabupaten Indramayu tidak tergolong sebagai tanah organosol atau tanah gambut. Tanah

gambut adalah tanah yang dicirikan dengan

kandungan bahan organik yang melebihi 20% (Boyd et al., 2002).Konsentrasi PO4 di tanah

tambak Kabupaten Indramayu tergolong baik

dengan nilai rata-rata 52,34 ppm. Ketersediaan fosfat (PO4) > 60 ppm dalam tanah tambak dapat

digolongkan sebagai slight atau tergolong baik

JURNAL KELAUTAN NASIONAL VOL. 8 NO. 1 APRIL 2013

Faktor Lingkungan yang Mempengaruhi Produktivitas Menggunakan Aplikasi Analisis Jalur di Tambak Bandeng Kabupaten

Indramayu, Provinsi Jawa Barat 40

dengan faktor pembatas yang sangat mudah diatasi

(Karthiket al., 2005).

Tabel 2. Statistik deskriptif kualitas tanah di tambak mono bandeng Kabupaten Indramayu, Provinsi Jawa

Barat

(Descriptive statisticsof soil qualityinmonomilkfishpondsIndramayuregency, West Java Province)

Faktor/Peubah Minimum Maksimum Rata-Rata Standar Deviasi

Kualitas Tanah :

pHF

pHFOX

pHF-pHFOX

Potensial redoks (mV)

C. Organik (%)

B. Organik (%)

N.Total (%) PO4 (ppm)

P2O5 (ppm)

SKCl (%)

Fe (ppm)

Al (ppm)

Pasir (%)

Liat (%)

Debu (%)

5,770

2,550

-1,290

-366,0

0,152

0,262

0,042 15,33

11,45

0,008

199,00

29,00

40,0

0,0

8,0

7,430

8,080

4,770

166,0

18,355

31,644

1,291 146,59

109,56

0,120

1892,75

134,25

72,0

48,0

44,0

6,975

5,668

1,307

-140,7

2,415

4,163

0,168 52,34

39,12

0,034

1084,85

86,62

53,8

18,0

28,2

0,4877

1,4863

1,5210

121,52

4,0603

7,0000

0,2847 35,585

26,595

0,0272

725,364

31,610

9,21

15,29

11,09

Tabel 3. Statistik deskriptif kualitas air di tambak mono bandeng Kabupaten Indramayu, Provinsi Jawa Barat

(Descriptive statisticsof waterqualityinmonomilkfishpondsIndramayuregency, West Java Province)

Faktor/Peubah Minimum Maksimum Rata-Rata Standar Deviasi

Kualitas Air :

Suhu (0C)

TDS

Salinitas (ppt) DO (mg/L)

pH

pHmV

ORP

NO3-N (mg/L)

NO2-N (mg/L)

NH3-N (mg/L)

PO4-P (mg/L)

Fe (mg/L)

SiO2(mg/L)

SO4 (mg/L) TSS (mg/L)

BOT (mg/L)

29,340

13,630

12,380 3,754

7,920

-98,00

-137,50

0,02910

0,00010

0,00320

0,03720

0,00010

0,00130

1635,70 44,0

17,570

34,850

97,230

118,670 6,783

8,710

-52,50

18,70

2,56250

0,09260

0,48750

8,07380

0,04950

0,03410

2812,75 368,0

30,582

32,369

49,956

55,779 5,526

8,322

-75,79

-13,69

0,64610

0,03324

0,15039

0,68535

0,01134

0,01742

2306,65 128,3

26,355

1,6473

29,8131

37,3516 1,0285

0,2228

12,620

41,484

0,709679

0,027064

0,107313

1,876650

0,015564

0,007458

338,163 79,37

3,3389

Rata-rata kandungan pasir umumnya tinggi dengan rata-rata 53,8% dan kandungan liat tergolong

rendah dengan nilai rata-rata 18,0% karenatanah

tambak sering dijumpai bertekstur halus dengan kandungan liat minimal 20-30% untuk menahan

peresapan ke samping(Boyd, 1995). Secara kimia,

tekstur tanah demikian juga tidak mampu

menyimpan unsur hara dan memiliki daya sanggah tanah yang rendah sehingga fluktuasi pH dapat

lebih besar.

Suhu air di pertambakan Kabupaten Indramayu

pada Tabel 3 menunjukkan bahwa suhu air di

pertambakan masih dapat digolongkan layak untuk

JURNAL KELAUTAN NASIONAL VOL. 8 NO. 1 APRIL 2013

Faktor Lingkungan yang Mempengaruhi Produktivitas Menggunakan Aplikasi Analisis Jalur di Tambak Bandeng Kabupaten

Indramayu, Provinsi Jawa Barat 41

tambak bandeng karena suhu air yang baik untuk

ikan bandeng adalah 27-31°C(Ismail et al., 1993).

Sedangkan untuk nilai salinitas, ikan bandeng dapat tumbuh optimal pada salinitas air 15-30 ppt

(Ismail et al., 1993). Nilai salinitas yang

didapatkan berdasarkan hasil penelitian berkisar

antara 12,38 sampai 118,67 ppt dengan rata-rata 55,779 ppt. Nilai salinitas 118,67 didapatkan pada

tambak yang telah produksi ikan dan akan

digunakan untuk tambak garam, dimana pada tambak disekitarnya sudah digunakan untuk

tambak garam, nilai tersebut menunjukkan adanya

pengaruh dari tambak garam sekitarnya. Di

kabupaten Indramayu beberapa tambak garam dimanfaatkan oleh para pembudidaya untuk

digunakan sebagai usaha tambak garam sambil

menunggu tambak digunakan lagi untuk budidaya ikan atau udang, utamanya pada musim

kemarau.Hal tersebut juga dapat dilihat dari rata-

rata nilai salinitas yang tinggi karena pengukuran dilaksanakan pada saat musim kemarau yang

menyebabkan terjadinya penguapan pada air

tambak.

Batas toleransi organisme akuatik terhadap pH

bervariasi dan dipengaruhi oleh banyak faktor,

antara lain: suhu oksigen terlarut, alkalinitas dan adanya anion dan kation serta jenis dan stadium

organisme. Pada umumnya pH air yang baik bagi

organisme akuatik adalah 6,5-9,0; pada pH 9,5-11,0 dan 4,0-6,0 mengakibatkan produksi rendah

dan jika lebih rendah dari 4,0 atau lebih tinggi 11,0

akan meracuni ikan (Poernomo, 1988). Dari Tabel

3 menunjukkan bahwa ada tambak di Kabupaten Indramayu yang pH air tergolong netral sampai

basa. Telah dilaporkan sebelumnya, bahwa tambak

di Kabupaten Indramayu tergolong tanah aluvial nonsulfat masam, sehingga pH airnya tergolong

netral sampai basa (Tabel 2).

Oksigen terlarut sangat esensial bagi pernapasan dan merupakan salah satu komponen utama dalam

metabolisme akuatik. Kebutuhan organisme akan

oksigen terlarut sangat bervariasi bergantung kepada jenis, stadium, dan aktivitasnya. Oksigen

terlarut air tambak di Kabupaten Indramayu

tergolong sesuai untuk budidaya tambak. Oleh karena budidaya yang diaplikasikan oleh

pembudidaya tambak di Kabupaten Indramayu

tergolong teknologi tradisional, sehingga masalah

kandungan oksigen terlarut belum menjadi masalah. Batas oksigen terlarut untuk ikan

bandeng tumbuh dengan baik pada kisaran oksigen

terlarut 3-8 mg/L (Ismail et al, 1993).

Nitrat (NO3) adalah bentuk utama nitrogen di

perairan alami dan merupakan nutrien utama bagi

pertumbuhan tanaman dan alga. Nitrat tidak

bersifat toksik terhadap organisme akuatik. Dari Tabel 1 terlihat bahwa kandungan nitrat air tambak

di Kabupaten Indramayu juga tergolong tinggi.

Konsentrasi NO3 pada perairan alami hampir tidak pernah lebih dari 0,1 mg/L. Konsentrasi NO3 lebih

dari 5 mg/L menggambarkan terjadinya

pencemaran antropogenik yang berasal dari

aktivitas manusia dan tinja hewan. Konsentrasi NO3 yang lebih dari 0,2 mg/L dapat

mengakibatkan terjadinya eutrofikasi perairan yang

selanjutnya menstimulir pertumbuhan alga dan tumbuhan air secara pesat.

Nitrit (NO2) merupakan bentuk peralihan antara amonia dan nitrat (nitrifikasi) dan antara nitrat dan

gas nitrogen (denitrifikasi). Seperti halnya NH3,

maka NO2 juga beracun terhadap ikan, karena

mengoksidasikan besi (Fe) di dalam hemoglobin. Dalam bentuk ini kemampuan darah untuk

mengikat oksigen terlarut sangat merosot

(Poernomo, 1988). Pada udang yang darahnya mengandung tembaga (Cu) (hemocyanin) mungkin

terjadi oksidasi Cu oleh NO2 dan memberikan

akibat yang sama seperti pada ikan (Poernomo, 1988). Kandungan nitrit air tambak Kabupaten

Indramayu tergolong tidak tinggi. Konsentrasi NO2

pada perairan relatif kecil karena segera dioksidasi

menjadi nitrat. Perairan alami mengandung NO2 sekitar 0,001 mg/L dan sebaliknya tidak melebihi

0,06 mg/L (Sawyer, 1978). Di perairan,

konsentrasi NO2 jarang melebihi 1 mg/L (Sawyer, 1978). Konsentrasi NO2 yang lebih dari 0,05 mg/L

dapat bersifat toksik bagi organisme akuatik sang

sangat sensitif (Moore, 1991).

Amonia dapat berada dalam bentuk molekul (NH3)

atau bentuk ion NH4, dimana NH3 lebih beracun

daripada NH4(Poernomo, 1988). NH3 dapat menembus bagian membran sel lebih cepat

daripada NH4 (Coltet al., 1981). Konsentrasi

amonia air tambak Kabupaten Indramayu tergolong cukup tinggi di perairan. Konsentrasi

NH3 0,05-0,20 mg/L sudah menghambat

pertumbuhan organisme akuatik pada umumnya.

Apabila konsentrasi NH3 lebih dari 0,2 mg/L, perairan bersifat toksik bagi beberapa jenis ikan

JURNAL KELAUTAN NASIONAL VOL. 8 NO. 1 APRIL 2013

Faktor Lingkungan yang Mempengaruhi Produktivitas Menggunakan Aplikasi Analisis Jalur di Tambak Bandeng Kabupaten

Indramayu, Provinsi Jawa Barat 42

(Sawyer, 1978). Ikan tidak dapat bertoleransi

terhadap konsentrasi NH3 yang terlalu tinggi,

karena dapat mengganggu proses pengikatan oksigen oleh darah dan pada akhirnya dapat

mengakibatkan sufokasi.

Silika (Si) telah sebagai unsur konservatif dari mineral di mana air tawar di sungai di seluruh

dunia mengandung rata-rata Si setara 6,1 mg/L

(Boyd, 1994). Konsentrasi SiO2 air tambak berkisar dari 0,0013 sampai 0,0341 mg/L dengan

rata-rata 0,01742 mg/L. Silika dibutuhkan untuk

pertumbuhan diatom. Telah dibuktikan bahwa

dalam beberapa konsentrasi silika perairan dapat mengatur kelimpahan diatom .

Air tambak tidak berbeda dengan air kolam lainnya, yang membedakannya adalah air tambak terasa

asin karena mengandung garam sedangkan air

kolam berasa tawar.Sejak terjadinya laut di permukaan bumi ini, laut menjadi tempat

penampungan garam-garam dan batuan yang

diangkut dari darat, letusan gunung berapi dan

meteorolet yang datang dari angkasa luar.Akibatnya laut menjadi penuh dengan

berbagai jenis senyawa yang kita kenal kemudian

masuk ke tambak-tambak yang ada di pinggiran pantai.Berbicara tentang air tambak pasti berbicara

tentang air laut.Sehingga pembahasan air tambak

pun tidak terlepas dari air laut. Unsur-unsur kimia yang terdapat di dalam air laut atau tambak yaitu

berupa garam-garam, gas-gas, suspensi dan

senyawa organik. Garam-garam tersebut berasal

dari hasil erosi batu-batuan yang diangkut oleh sungai dan telah berlangsung dalam kurun waktu

yang sangat lama. Beberapa senyawa lain terutama

yang berupa gas berasal dari makhluk hidup yang ada didalamnya termasuk unsur oksigen dan

nitrogen. Karena senyawa kimia yang ada di dalam

laut / tambak sangat kompleks, agak sulit untuk

menentukan jumlah zat-zat yang terlarut didalamnya, karena diperlukan perangkat peralatan

yang lengkap. Perbandingan elemen-elemen

tersebut dapat dikatakan tetap. Dengan kata lain konsentrasi zat-zat terlarut dalam air dapat

ditentukan apabila salah satu elemennya dapat

diketahui. Konsentrasi sulfat pada tambak yaitu 2,712 g/kg atau 2712 mg/L pada salinitas 35 ppt

(Anonim, 2007), konsentrasi sulfat hasil

pengukuran pada tambak di kabupaten Indramayu

yaitu rata-rata 2306,65 mg/L, dengan salinitas rata-rata 55,8 ppt dimana rata-rata salinitas tersebut

terdapat hasil pengukuran salinitas yang tinggi

pada tambak yang habis panen dan dipersiapkan

untuk tambak garam. Sehingga kandungan sulfat masih dibawah nilai komposisi kimia dalam hal

konsentrasi sulfat pada tambak.

Bahan organik total air menggambarkan kandungan bahan organik total suatu perairan yang

terdiri dari bahan organik terlarut, tersuspensi dan

koloid. Bahan organik di perairan terdapat sebagai plankton, partikel-partikel tersuspensi dari bahan

organik yang mengalami perombakan (detritus)

dan bahan-bahan organik total yang berasal dari

daratan dan terbawa oleh aliran sungai. Kandungan bahan organik total air di tambak

Kabupaten Indramayu berkisar 17,57 – 30,58 mg/L

dengan rata-rata 26,355 mg/L (Tabel 3). Kandungan bahan organik total dalam air laut

biasanya rendah dan tidak melebihi 3 mg/L.

Perairan dengan kandungan bahan organik total di atas 26 mg/L adalah tergolong perairan yang subur

(Reid, 1961).

Di perairan, unsur fosfor tidak ditemukan dalam bentuk bebas sebagai elemen, melainkan dalam

bentuk senyawa anorganik yang terlarut (ortofosfat

dan polifosfat) dan senyawa organik yang berupa partikulat. Fosfat merupakan bentuk fosfor yang

dapat dimanfaatkan oleh tumbuhan (Dugan, 1972).

Konsentrasi fosfat pada perairan alami berkisar antara 0,005-0,020 mg/L, sedangkan pada air tanah

bisanya berkisar 0,02 mg/L

(UNESCO/WHO/UNEP, 1992). Konsentrasi PO4

jarang melebihi 0,1 mg/L, meskipun pada perairan eutotrof. Konsentrasi PO4 pada perairan alami

jarang melebihi 1 mg/L (Boyd, 1988). Berdasarkan

konsentrasi fosfat, perairan diklasifikasikan menjadi tiga yaitu: perairan dengan kesuburan

rendah, yang memiliki konsentrasi fosfat berkisar

antara 0-0,02 mg/L; perairan dengan tingkat

kesuburan sedang, yang memiliki konsentrasi fosfat 0,021-0,05 mg/L; dan perairan dengan

tingkat kesuburan tinggi, yang memiliki

konsentrasi fosfat 0,051-0,10 mg/L (Liaw, 1969). Berdasarkan kriteria tersebut menunjukkan bahwa

kualitas air tambak di Kabupaten Indramayu

tergolong tingkat kesuburan rendah, sedang, dan tinggi.

Padatan tersuspensi total (total suspended solid)

menggambarkan bahan baik organik maupun nonorganik yang terkandung dalam larutan dalam

JURNAL KELAUTAN NASIONAL VOL. 8 NO. 1 APRIL 2013

Faktor Lingkungan yang Mempengaruhi Produktivitas Menggunakan Aplikasi Analisis Jalur di Tambak Bandeng Kabupaten

Indramayu, Provinsi Jawa Barat 43

bentuk tersuspensi. Padatan tersuspensi total yaitu

bahan-bahan tersuspensi berukuran diameter > 1

µm, tertahan pada saringan millipore berdiameter pori 0,45µm (Effendi, 2003). Padatan tersuspensi

total berupa lumpur, pasir halus dan jasad renik

yang melayang-layang di perairan. Berdasarkan hal

tersebut, padatan tersuspensi total air tambak di Kabupaten Indramayu tergolong baik.

Hubungan Lingkungan dan Produksi Tambak

Telah dijelaskan sebelumnya bahwa peubah

kualitas tanah merupakan peubah bebas dan peubah eksogenous dalam penelitian ini. Dari 15

peubah kualitas tanah (Tabel 1) yang dianalisis

ternyata hanya 2 peubah yang mempengaruhi

produksi bandeng di tambak Kabupaten Indramayu yaitu: potensial redoks tanah (EhT) dan pHF tanah

(pHFT) (Gambar 2).

EhT : Redokstanah PTTA : Padatan Tersuspensi air

pHFT : pHF tanah BOTA : Bahan Organik Total air FeA : Besi air

** = <0,2 sangat nyata * = <0,3 nyata

Gambar 2. Diagram hasil analisis jalur kualitas tanah terhadap kualitas air dan produksi total di tambak

Kabupaten Indramayu,Provinsi Jawa Barat(Pathdiagram

(analysisof soil qualityon water qualityandproductionTotal inpondsIndramayuregency, West Java

Province)

EhT dan pHFT berpengaruh sangat nyata dengan pengaruh langsung (direct effect) sebesar -0,451

dan -0,305 (P<0,2) terhadap produksi bandeng.

Peningkatan potensial redoks tanah menciptakan

kondisi tanah dasar tambak yang lebih baik yang dapat berdampak pada penumbuhan makanan

alami yang lebih baik sehingga produksi ikan

bandeng dapat meningkat. Perubahan sifat-sifat kimia yaitu perubahan potensial redoks (Eh) dan

kemasaman tanah (pH) tanah yang merupakan dua

faktor utama yang saling berkaitan dalam mempengaruhi kelarutan dan ketersediaan hara dan

transformsinya di dalam tanah serta bepengaruh terhadap pertumbuhan dan produksi tambak.

Hal ini berkaitan dengan unsur N dalam tanah,

Nitrogen (N) sebagai salah satu unsur hara makro yang sangat penting dan terdapat dalam tanah

dalam bentukorganik, yaitu sekitar 90%

(Stevenson, 1982).Mineralisasi N-organik di dalam tanah sangat menentukan ketersediaan N dan

kesuburan tanah (Nadelhoffer, 1990).Bentuk kimia

N termasuk interaksi sederhana dengan sistem biologi di dalam tanah terkait erat dengan nilai

potensial redoks (Eh) dan pH yang berkembang

PTTA

pHFT

EhT

FeA

Produksi

BOTA

PKPTe

1

PKBTe

1

PKFee

1

PKPre

1

-0,546*

-0,269

0,292

0,036

-0,133

0,113

-0,060

-0,451**

-0,305*

0,346**

-0,291**

-0,416**

0,974

0,969

0,996

0,721

JURNAL KELAUTAN NASIONAL VOL. 8 NO. 1 APRIL 2013

Faktor Lingkungan yang Mempengaruhi Produktivitas Menggunakan Aplikasi Analisis Jalur di Tambak Bandeng Kabupaten

Indramayu, Provinsi Jawa Barat 44

pada tanah tersebut. Proses mineralisasi N-organik

di dalam tanah merupakan proses redoks yang

melibatkan donor dan akseptor electron (Bohn et al., 1985). Penentuan senyawa yang bertindak

sebagai akseptor elektron terkait erat dengan

perkembangan nilai Eh di dalam tanah (Bohn et

al., 1985). Pada tanah-tanah yang kondisinya aerob (nilai Eh berkisar antara 0,3 hingga 0,8 V), oksigen

bertindak sebagai akseptor elektron, sedangkan

pada tanah - tanah yang kondisinya anaerob (nilai Eh umumnya berkisar antara 0,2 hingga –0,4 V).

Hal tersebut dapat menjelaskan bahwa kondisi

tanah pada tambak di kabupaten Indramayu berada

dalam kondisi anaerob, kondisi ini sangat mempengaruhi ketersediaan unsure hara pada

tanah, yang akan berpengaruh terhadap produksi

bandeng. Selain itu, tanah sulfat masam dapat menyebabkan rendahnya produktivitas tambak.

sebagai akibat asam sulfurik yang terbentuk karena

teroksidasinya pirit akan mempengaruhi mineral-mineral tanah. Pada tanah sulfat masam, tanah

dasar atau tanah pematang yang terekspos dengan

udara dapat menyebabkan terlarutnya pirit yang

melarutkan asam sulfat, besi, dan alauminium yang dapat menyebabkan penurunan pH air. Tanah-

tanah pada sistem persawahan dan penggenangan

akan mendorong perubahan elektrokimia yang

mempengaruhi penyediaan dan pengambilan hara (Ponnamperuma, 1984).

Dari 16 peubah kualitas air yang merupakan peubah perantara, tergantung dan endogenous

dalam penelitian ini, ternyata hanya 3 peubah

yang mempengaruhi produksi bandeng di

Kabupaten Indramayu yaitu: padatan tersuspensi total air (PTTA), Bahan Organik Total air (BOTA)

dan kandungan besi air (FeA) seperti terlihat pada

Gambar 1. Sedangkan nilai pengaruh langsung, tidak langsung, dan total antarpeubah secara

lengkap tersaji pada Tabel 4.

Tabel 4. Nilai pengaruh langsung, tidak langsung, dan total setiap korelasi dalam analisis jalur untuk faktor

lingkungan dan produksi bandeng di tambak KabupatenIndramayu, Provinsi Jawa Barat

(Influencethe value ofdirect, indirect, andtotalevery correlationin the analysispathwaysforenvironmental

factorsandproduction of milkfishin pondsIndramayu district,West Java Province)

Korelasi dalam

Analisis Jalur

Pengaruh Langsung Pengaruh Tidak Langsung Pengaruh Total

EhT pHFT -0,546 -0,5460 -1,092

EhT PTTA -0,269 -0,1964 -0,4654

pHFT PTTA -0,133 0,0139 -0,1191

EhT BOTA 0,292 0,2303 0,223

pHFT BOTA 0,113 -0,0464 0,0666

EhT FeA 0,036 0,0688 0,1048

pHFT FeA -0,060 -0,0797 -0,1397

EhT Produksi -0,451 -0,4480 -0,899

PTTA Produksi 0,346 0,4368 0,7828

BOTA Produksi -0,291 -0,4366 -0,7276

FeA Produksi -0,416 -0,4254 -0.8414

pHFT Produksi -0,305 -0,0073 -0,3123

Keterangan: EhT : potensial redoks tanah PTTA : padatan tersuspensi air

pHFT : pHF tanah BOTA : bahan organik total air FeA : besi air

Padatan tersuspensi total air (PTTA) hanya

berpengaruh nyata (P<0,3) terhadap produksi bandeng, sedangkan BOTA dan FeA berpengaruh

sangat nyata (P<0,2) terhadap produksi dengan

pengaruh langsung masing-masing 0,346, -0,291 dan -0,416 terhadap produksi bandeng. PTTA

memberikan pengaruh nyata (P<0,2) terhadap

produksi ikan bandeng di tambak Kabupaten

Indramayu dengan pengaruh langsung 0,346. Hal ini menunjukkan bahwa makin tinggi PTTA maka

produksi ikan bandeng akan mengalami penurunan.

Padatan tersuspensi total berupa lumpur, pasir halus dan jasad renik yang melayang-layang di

perairan tidak bersifat toksik dan jika berlebihan

JURNAL KELAUTAN NASIONAL VOL. 8 NO. 1 APRIL 2013

Faktor Lingkungan yang Mempengaruhi Produktivitas Menggunakan Aplikasi Analisis Jalur di Tambak Bandeng Kabupaten

Indramayu, Provinsi Jawa Barat 45

dapat meningkatkan nilai kekeruhan yang

berpengaruh terhadap proses fotosintesis.Hal inilah

yang menyebabkan peningkatan kandungan PTTA di tambak yang menyebabkan penurunan produksi

ikan bandeng di tambak Kabupaten Indramayu.

Padatan tersuspensi mengakibatkan penetrasi sinar

matahari ke dalam air berkurang yang akan berpengaruh terhadap regenerasi oksigen serta

fotosintesis (Misnani, 2010).Dengan adanya

padatan tersuspensi akan memberikan efek yang kurang baik terhadap kualitas badan air karena

dapat menyebabkan menurunkan kejernihan air

dan dapat mempengaruhi kemampuan ikan untuk

melihat dan mengambil makanan. Endapan tersuspensi dapat juga menyumbat insang ikan dan

mencegah telur berkembang.

KESIMPULAN DAN SARAN Hasil analisis jalur variabel kualitas tanah

menunjukkan ada 2 variabel yang mempengaruhi

produksi bandeng yaitu potensial redoks tanah dan pHFT, EhT dan pHFT berpengaruh sangat nyata

dengan pengaruh langsung (direct effect) sebesar -

0,451 dan -0,305 terhadap produksi bandeng. Sedangkan variabel kualitas air menunjukkan ada 3

variabel yang mempengaruhi produksi tambak

bandeng yaitu padatan tersuspensi total air (PTTA)

hanya berpengaruh nyata terhadap produksi bandeng, sedangkan BOTA dan FeA berpengaruh

sangat nyata dengan pengaruh langsung masing-

masing 0,346, -0,291 dan -0,416 terhadap produksi bandeng di Kabupaten Indramayu.

UCAPAN TERIMA KASIH

Diucapkan banyak terima kasih kepada Haking Madeng atas bantuannya di lapangan;Rosiana

Sabang dan Rahmiyah atas bantuannya dalam

analisis kualitas tanah; serta Sutrisyani, Andi

Sahrijanna dan Kurnia atas bantuannya dalam analisis air.

DAFTAR PUSTAKA

Agus, Yusrial, F. dan Sutono. 2006. Penetapan

tekstur tanah. Dalam: Kurnia, U., Agus, F.,

Adimihardja, A. dan Dariah, A. (eds.), Sifat Fisik Tanah dan Metode Analisisnya. Balai

Besar Penelitian dan Pengembangan

Sumberdaya Lahan Pertanian, Bogor.hlm.

43-62. Ahern, C.R. and Rayment, G.E. 1998. Codes for

acid sulfate soils analytical methods. In:

Ahern, C.R., Blunden , B. and Stone, Y.

(eds.), Acid Sulfate Soils Laboratory Methods Guidelines. Acid Sulfate Soil

Management Advisory Committee,

Wollongbar, NSW. pp. 3.1-3.5. Ahern, C.R., Blunden, B., Sullivan, L.A.,

McElnea, A.E., 2004. Soil sampling,

handling, preparation and storage for

analisys of dried samples. In:Acid Sulfate Soils Laboratory Methods Guidelines.

Queensland Department of Natural

Resources, Mines and Energy, Indooroopilly, Queensland, Australia, pp.

B1-1-B1-5.

Amir, M.F. 2006. Mengolah dan Membuat Interpretasi Hasil Olahan SPSS untuk

Penelitian Ilmiah. EDSA Mahkota, Jakarta.

201 hlm.

Anonim, 2007.Komposisi Kimia Air Tambak. http://aquablok2b.wordpress.com/2007/10/2

7/komposisi-kimia-air-tambak/ [Diakses

13/01/2014] Anonim 2010.Budidaya Ikan Bandeng dan Udang.

http://space4mm.blogspot.com/2010_04_01

_archive.html. [Diakses 13/01/2014] Anonim, 2011. Budidaya Air Payau. http://

/www.humasindramayu.com. [Diakses

03/12/2012].

APHA (American Public Health Association). 2005. Standard Methods for Examination

of Water and Wastewater. Twentieth

edition APHA-AWWA-WEF, Washington, 1185 pp.

Bohn, H.L., B.L. McNeal., and G.A.

O’Connor.1985.Soil Chemistry (second

edition).John Wiley & Sons Inc. New York, Chichester,Brisbane, Toronto, Singapore.

pp. 135 -141, 248-249.

Boyd, C.E. 1988. Water Quality of Warmwater Fish Ponds.Fourth printing.Alabama

Agricultural Experiment Station, Auburn

University, Alabama. Boyd, C.E. 1994. Chemical characteristic of

bottom soil from freshwater and

brackishwater aquaculture ponds. Journal

of World Aquaculture Society 25: 517-534.

JURNAL KELAUTAN NASIONAL VOL. 8 NO. 1 APRIL 2013

Faktor Lingkungan yang Mempengaruhi Produktivitas Menggunakan Aplikasi Analisis Jalur di Tambak Bandeng Kabupaten

Indramayu, Provinsi Jawa Barat 46

Boyd, C.E. 1995. Bottom Soils, Sediment, and

Pond Aquaculture. Chapman and Hall,

New York, 348 pp. Boyd, C.E., Wood, C.W., Thunjai, T., 2002.

Aquaculture Pond Bottom Soil Quality

Management. Pond Dynamics/Aquaculture

Collaborative Research Support Program Oregon State University, Corvallis, Oregon,

41 pp.

Colt, J.E. and Armstrong, D.A. 1981. Nitrogen toxicity to crustaceans, fish, and

molluscs. In: L.J. Allen and E.C. Kinney

(eds.), Proceedings of the bio-engineering

symposium for fish culture. American Fisheries Society, Bethesda, MD. pp. 34-37

Draper, N.R. and H. Smith. 1981. Applied

Regression Analysis.2nd

edition. John Wiley & Sons, New York. 709 pp.

Dugan, P. R. 1972. Biochemical Ecology of

Water Pollution. Plenum Press, New York. 159 pp.

Effendi, H.2003. Telaah Kualitas Air bagi

Pengelolaan Sumber Daya dan Lingkungan

Perairan.Penerbit Kanisius, Yogyakarta, 258 hlm.

Everitt, B.S. and Dunn, G. 2001. Applied

Multivariate Data Analysis. Second edition. Arnold, London. 342 pp.

Hardjowigeno, S., Soekardi, M. Djaenuddin, D,

Suharta, N. dan Jordens, E. R. 1996. Kesesuaian Lahan untuk Tambak. Pusat

Penelitian Tanah dan Agroklimat, Bogor.17

hlm.

Ismail, A., Poernomo, A., Sunyoto, P., Wedjatmiko, Dharmadi, Budiman, R.A.I.

1993. Pedoman Teknis Usaha Pembesaran

Ikan Bandeng di Indonesia. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan,

Jakarta, 93 hlm

Karthik, M., J. Suri, N. Saharan and Biradar, R. S.

2005. Brackish Water Aquaculture Site Selection in Palghar Taluk, Thane district

of Maharashtra, India, Using the

Techniques of Remote Sensing and Geographical Information System.

Aquacultural Engineering 32: 285-302

Liaw, W. K. 1969. Chemical and biological studies of fishponds and reservoirs in

Taiwan. Rep. Fish Culture Res., Fish.

Series, Chin. Am. Joint Commission on

Rural Reconstruction 7, 1-43.

Menon, R.G. 1973. Soil and Water Analysis: A

Laboratory Manual for the Analysis of Soil

and Water. Proyek Survey O.K.T. Sumatera Selatan, Palembang.

Misnani. 2010. Praktikum Teknik Lingkungan

Total Padatan Terlarut.Online

http://misnanidulhadi.blogspot.com/. Diakses pada tanggal 20 Januari 2014.

Moore, J.W. 1991. Inorganic Contaminants of

Surface Water. Springer-Verlag, New York. 334 pp.

Muir, J. F. and Kapetsky, J. M. 1988. Site

selection decisions and project cost: the

case of brackish water pond systems. In: Aquaculture Engineering Technologies for

the Future. Hemisphere Publishing

Corporation, New York. pp. 45-63. Mustafa, A. dan Ratnawati, E. 2005. Faktor

pengelolaan yang berpengaruh terhadap

produksi rumput laut (Gracilaria verrucosa) di tambak tanah sulfat masam

(studi kasus di Kabupaten Luwu, Provinsi

Sulawesi Selatan). Jurnal Penelitian

Perikanan Indonesia 11(7), 67-77. Mustafa, A. and J. Sammut. 2007. Effect of

different remediation techniques and

dosages of phosphorus fertilizer on soil quality and klekap production in acid

sulfate soil-affected aquaculture ponds.

Indonesian AquacultureJournal2(2): 141-157.

Nadelhoffer, K. J. 1990. Microlysimeter for

measuring nitrogen mineralisation and

microbial respiration in aerobic soil incubation.Soil.Sci.Soc.Am.J. 54:411-415.

Poernomo, A. 1988. Pembuatan Tambak Udang

di Indonesia. Seri Pengembangan No. 7. Balai Penelitian Perikanan Budidaya Pantai,

Maros, 40 hlm.

Ponnamperuma, F. N. 1972. In "Soil Chemistry"

(J. Bremner and G. Chesters, eds.), Dekker, Ne ,Yark (in press).

Ponnamperuma, F.N. 1984. Effects of flooding on

soils.In:Koslowski, T.T. (ed,). Flooding and Plant Growth. Academic Press Inc., New

York. pp. 10-45.

Prihandoko., et al.,(2011). Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku nelayan artisanal

dalam pemanfaatan sumberdaya perikanan

di Pantai Utara Provinsi Jawa

Barat.Makara, Sosial Humaniora, Vol. 15, No. 2, Desember 2011: 117-126.

JURNAL KELAUTAN NASIONAL VOL. 8 NO. 1 APRIL 2013

Faktor Lingkungan yang Mempengaruhi Produktivitas Menggunakan Aplikasi Analisis Jalur di Tambak Bandeng Kabupaten

Indramayu, Provinsi Jawa Barat 47

Reid, G.K. 1961. Ecology of inland water

estuaries. Reinhald Published Co. New

York. 375 pp. Rutherford, R.D. and Choe, M.K. 1993.

Statistical Model for Causal Analysis. John

Wiley & Sons, Inc., New York.

Salam, M. A., Ross, L. G. and Beveridge, C. M. M. 2003. A comparison of development

opportunities for crab and shrimp

aquaculture in southwestern Bangladesh, using GIS modeling. Aquaculture 220:

477-494.

Sarwono, J. 2007. Analisis Jalur untuk Riset

Bisnis dengan SPSS. Penerbit Andi, Yogyakarta. 321 hlm.

Sawyer, C.N. and McCarty, P.L. 1978. Chemistry

for Environmental Engineering. Third edition. McGraw-Hill Book Company,

New York, 532 pp

Sudradjat, A., Wedjatmiko, Setiadharma, T. 2011. Teknologi Budidaya Ikan Bandeng. Pusat

Penelitian dan Pengembangan Perikanan

Budidaya, Jakarta.

Sulaeman, Suparto dan Eviati. 2005. Petunjuk Teknis Analisis Kimia Tanah, Tanaman,

Air, dan Pupuk. Diedit oleh: Prasetyo,

B.H., Santoso, D. dan Widowati, L.R.

Balai Penelitian Tanah, Bogor. 136 hlm.

Suliyanto. 2011. Ekonometrika Terapan: Teori & Aplikasi dengan SPSS. Penerbit Andi,

Yogyakarta. 311 hlm.

Supranto, J. 2004. Analisis Multivariat: Arti &

Interpretasi. Cetakan pertama. Rineka Cipta, Jakarta. 359 hlm.

Stevenson, F. J. 1982. Nitrogen in Agricultural

Soil. Madison Wisconsin. USA. pp. 229-230.

Swingle, H.S, 1968. Standardization of Chemical

Analysis of Water and Pond Muds.In

Proceedings of the World Sympson on Warm Water Pond Fish Culture F.A.O.

Fisheries Report No.44, Vol 4: 397-421

UNESCO/WHO/UNEP. 1992. Water Quality Assessments. In: Chapman, D. (ed.).

Chapman and Hall Ltd., London.

Treece, G. D. 2000. Site selection. In: Stickney, R. R. (ed.), Encyclopedia of Aquaculture.

John Wiley & Sons, Inc., New York. pp.

869-879.

Widarjono, A. 2010. Analisis Statistika Multivariat Terapan. Edisi pertama. UPP

STIM YKPN, Yogyakarta. 358 hlm.