Upload
khangminh22
View
1
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
ISSN 1907-767X
JURNAL KELAUTAN NASIONAL
Vol. 8, No. 1, April 2013
Kementerian Kelautan dan Perikanan
Badan Penelitian dan Pengembangan Kelautan dan Perikanan
Pusat Pengkajian dan Perekayasaan Teknologi Kelautan dan
Perikanan
J. Kelautan. Nas Vol.8 No. 1 Hal. 001-047 April 2013 ISSN 1907-767X
KATA PENGANTAR
Jurnal Kelautan Nasional (JKN) adalah jurnal yang diterbitkan oleh Pusat Pengkajian dan
Perekayasaan Teknologi Kelautan dan Perikanan, Badan Penelitian dan Pengembangan Kelautan
dan Perikanan, Kementerian Kelautan dan Perikanan. Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa,
atas terbitnya JKN Volume 8, No. 1 dengan baik.
Artikel yang diterbitkan dalam Jurnal edisi kali ini sebanyak 5 (lima) artikel yang meliputi: Bilah
Lengkung Seret Lepas untuk Peningkatan Efisiensi pada Turbin Arus Laut Sumbu Vertikal; Potensi
CNG (Compressed Natural Gas) sebagai Alternatif Bahan Bakar Kapal Penangkap Ikan Berukuran
Panjang 11 M; Hubungan Variabilitas Parameter Keamanan dan Kenyamanan Kerja ABK dan Hasil
Tangkapan Ikan pada Pukat Cincin yang Beroperasi di Selat Bali; Potensi Energi Arus Laut untuk
Pembangkit Tenaga Listrik di Pulau-pulau Kecil (Studi: Pulau Mantang di Bintan, Pulau Abang di
Batam, dan Pulau Sugi di Karimun, Propinsi Kepulauan Riau); dan Faktor Lingkungan yang
Mempengaruhi Produktivitas Menggunakan Aplikasi Analisis Jalur di Tambak Bandeng Kabupaten
Indramayu, Provinsi Jawa Barat.
Artikel yang terdapat dalam JKN pada edisi ini diharapkan mampu menambah khasanah informasi
di bidang teknologi kelautan dan perikanan Indonesia. Kami sangat mengharapkan saran dan kritik
untuk perbaikan penyusunan jurnal ini ke depan. Semoga jurnal ini bermanfaat bagi pengembangan
dan kemajuan teknologi kelautan dan perikanan di Indonesia.
Redaksi
JURNAL KELAUTAN NASIONAL
Vol. 8, No. 1, April 2013
DAFTAR ISI
Bilah Lengkung Seret Lepas untuk Peningkatan Efisiensi pada Turbin Arus
Laut Sumbu Vertikal
(Drag Release Arc Blade to Increase Efficiency in Vertical Axis Marine Current
Turbine)
Dwi Yoga Nugroho, Ahmad Mukhlis Firdaus, Krisnaldi Idris, Sofiyan Muji
Permana, Daniel Fitzgerald dan Abdul Qohar Hadzami .......................................
001
Potensi CNG (Compressed Natural Gas) sebagai Alternatif Bahan Bakar Kapal
Penangkap Ikan Berukuran Panjang 11 M
(CNG(Compressed Natural Gas) Potention as an Fuel Alternative for 11 M Long
Fishing Ship)
Iman Anugerah Bintoro, Budhi Hascaryo Iskandar, Yopi Novita dan
Mohammad Imron......................................................................................................
009
Hubungan Variabilitas Parameter Keamanan dan Kenyamanan Kerja ABK
dan Hasil Tangkapan Ikan pada Pukat Cincin yang beroperasi di Selat Bali
(The Relationship between The Variability of Work Safety and Comfort Parameters
of Purse Seine Crews Operating on Bali Strait and Its Catch)
Suryanto, Ignatius Tri Hargiyatno dan Wingking Era Rintaka Siwi……………
017
Potensi Energi Arus Laut untuk Pembangkit Tenaga Listrik di Pulau-Pulau
Kecil (Studi: Pulau Mantang di Bintan, Pulau Abang di Batam, dan Pulau Sugi
di Karimun, Propinsi Kepulauan Riau)
(Potential Energy of Ocean Current for Electric Power Generator in Small Island
(Studi: Mantang Island- Bintan, Abang Island-Batam and Sugi Island-Karimun Riau
Islands Province))
Yulhendri Suryansyah………………………….…………………...……...............
027
Faktor Lingkungan yang Mempengaruhi Produktivitas Menggunakan Aplikasi
Analisis Jalur di Tambak Bandeng Kabupaten Indramayu, Provinsi Jawa
Barat
(Environmental Factors Affecting Productivity Using Path Analysis Applications in
Ponds Milkfish Indramayu District, West Java Province)
Admi Athirah, Ruzkiah Asaf dan Erna Ratnawati..................................................
035
No ABSTRAK ABSTRACT
1. BILAH LENGKUNG SERET LEPAS UNTUK PENINGKATAN EFISIENSI
PADA TURBIN ARUS LAUT SUMBU VERTIKAL
DRAG RELEASE ARC BLADE TO INCREASE EFFICIENCY IN VERTICAL AXIS
MARINE CURRENT TURBINE
Dwi Yoga Nugroho, Ahmad Mukhlis Firdaus, Krisnaldi Idris, Sofiyan Muji Permana,
Daniel Fitzgerald dan Abdul Qohar Hadzami Kepulauan Indonesia memiliki tunggang pasang
surut dan arus laut yang tidak besar jika
dibandingkan dengan belahan bumi bagian utara atau
selatan. Untuk dapat memanfaatkan potensi energi
arus yang ada, dibutuhkan turbin dengan efisiensi
tinggi, torsi besar serta memiliki kecepatan awal
berputar yang kecil. Turbin arus laut, adalah
perangkat untuk mengubah pergerakan kinetik arus
laut menjadi energi listrik di dalam sistem
pembangkit. Untuk dapat bekerja optimal, turbin
membutuhkan kecepatan arus laut yang cukup untuk
menggerakkan bilah-bilah dengan bentuk yang
paling efisien menangkap aliran dari segala arah.
Tujuan penelitian ini adalah mendapatkan
keunggulan parameter kinerja turbin seperti efisiensi
daya, torsi, kecepatan putar awal dan rasio kecepatan
ujung bilah. Pada penelitian ini dilakukan uji coba
laboratorium terhadap turbin sumbu vertikal dengan
2 tipe lengkung bilah seret lepas. Turbin ini
diharapkan memiliki efisiensi tinggi dengan
kecepatan putar yang kecil dibandingkan turbin
sumbu vertikal lainnya. Hasil percobaan
laboratorium menunjukkan bahwa efisiensi turbin
mencapai 0,53 dan merupakan efisiensi tertinggi
yang pernah dicapai dalam pengembangan tipe
turbin vertikal serupa yang pernah ada dan memiliki
kecepatan putar awal hanya 10 cm/s.
Kata kunci: Arus laut, turbin sumbu vertikal, bilah
seret lepas, efisiensi turbin
Indonesia archipelago has smaller tidal range
compare to area in southern or northern
hemisphere. To utilize ocean current energy potency,
it takes the turbine with high efficiency, large torque
and has a small initial speed spinning. Marine
current turbine is a devices to converse kinetic
movement from oceant current to generate electricity
in power plant system. For work optimalization,
turbine need enough current velocity to move the
blades with very efficient shape to catch flow from
any direction. The purpose of this research is to get
excellence performance parameters such as turbine
power efficiency, torque, speed dial start and tip
speed ratio. This research conducted laboratory
testing for vertical axis turbine with 2 arc shape
drag release. This type of turbine will propose to
have higher efficiency with smaller starting speed
compare to other vertical axis turbine. The results of
laboratory experiments that have been performed on
two specimens curved blade turbine models shows
that turbine efficiency can reach up to 0,53 which is
the highest efficiency achieved by similar vertical
axis type turbine and this turbine only have 10 cm/s
for starting speed.
Keywords: Marine current, vertical axis turbine,
drag release blade, turbine, efficiency.
2. POTENSI CNG (COMPRESSED NATURAL GAS) SEBAGAI ALTERNATIF
BAHAN BAKAR KAPAL PENANGKAP IKAN BERUKURAN PANJANG 11 M
CNG (COMPRESSED NATURAL GAS) POTENTION AS AN FUEL ALTERNATIVE FOR
11 M LONG FISHING SHIP
Iman Anugerah Bintoro, Budhi Hascaryo Iskandar, Yopi Novita dan Mohammad Imron
Nelayan dalam melaksanakan operasi penangkapan
ikan mengalami tantangan dari berbagai faktor,
terutama dalam hal pemenuhan kebutuhan ekonomi.
Faktor eksternal yang menghambat adalah ikan
impor yang menguasai pasar tradisional di sentra
kelautan, cuaca buruk serta gelombang tinggi. Faktor
internal yang menghambat adalah tingginya biaya
operasional, terutama biaya bahan bakar yang
merupakan variabel dominan dalam biaya
Fuel costs spend 60% of operational cost. It is
necessary to reduce dependency to international oil
price. One of the efforts that can be done is use dual
fuel (Compressed Natural Gas (CNG) + High Speed
diesel (HSD)). This research purposes are to see if
use of dual fuel technically superior than single fuel
and the installation doesn’t affect drastically to ship
stability and economically could reduce fuel cost.
Methods that used in this research are experimental
operasional.Permasalahan harga bahan bakar bagi
nelayan adalah masalah laten. Berdasarkan paparan
diatas, perlu adanya upaya untuk mengurangi
mengurangi ketergantungan terhadap ketersediaan
bahan bakar minyak, dalam hal ini solar. Salah satu
upaya yang dapat dilakukan adalah dengan
menerapkan dual fuel dalam penggunaan bahan
bakar kapal, yaitu mengkombinasikan penggunaan
bahan bakar solar dengan Compressed Natural Gas
(CNG). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
melihat secara teknis apakah pemakaian bahan bakar
tersebut menghasilkan keunggulan dan instalasinya
tidak secara drastis mengurangi stabilitas kapal serta
apakah secara ekonomis pemakaian bahan bakar
tersebut dapat mengurangi biaya operasional.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah
eksperimental dalam menganalisa potensi
operasional mesin serta simulasi numerik dalam
menganalisa pengaruh instalasi sistem bahan bakar
terhadap stabilitas kapal. Data akan dianalisa dengan
menggunakan metode multi criteria analysis. Dari
hasil penelitian diketahui bahwa pada potensi
operasional mesin, bahan bakar dual fuel memiliki
keunggulan baik secara teknis dan ekonomis,
sedangkan pada potensi stabilitas kapal, secara teknis
desain 2 memiliki stabilitas yang sama baik dengan
desain 3. Pada potensi kombinasi, komposisi yang
terbaik adalah penggunaan bahan bakar dual fuel
dengan desain 3.
Kata kunci: CNG, stabilitas, kapal, dual fuel, multi
criteria analysis
in analyze potential of engine operation and
numerical simulation with three CNG kit installation
position (design) in analyze ship stability when using
dual fuel. Data will be analyzed with multi criteria
analysis method. From research result founded that
from engine operational potential dual fuel superior
and gave benefit. From stability potential, design
2and design 3have equal superiority. From potential
combination, dual fuel with design 3 are the best
option.
Keywords: CNG, stability, ship, dual fuel, multi
criteria analysis
3. HUBUNGAN VARIABILITAS PARAMETER KEAMANAN DAN KENYAMANAN
KERJA ABK DAN HASIL TANGKAPAN IKAN PADA PUKAT CINCIN YANG
BEROPERASI DI SELAT BALI
THE RELATIONSHIP BETWEEN THE VARIABILITY OF WORK SAFETY AND
COMFORT PARAMETERS OF PURSE SEINE CREWS OPERATING ON BALI STRAIT
AND ITS CATCH
Suryanto, Ignatius Tri Hargiyatno dan Wingking Era Rintaka Siwi
Studi untuk melihat variabilitas tingkat keamanan
dan kenyamanan awak kapal pukat cincin dalam
usaha untuk mendapatkan tangkapan lemuru di Selat
Bali dilakukan dengan mengkaji hubungan
variabilitas indek operabilitas anak buah kapal
terhadap hasil tangkapan ikan telah dilakukan. Studi
menggunakan parameter motion sickness incidence
(MSI) dengan kriteria ISO 2631-1, data gelombang
rata-rata bulanan Selat Bali Tahun 2008-2009, Indek
Musim Ikan, hasil tangkapan lemuru dan jumlah
kapal berlabuh di Pelabuhan Muncar Tahun 2008-
2009. Hasil menunjukan bahwa nelayan bekerja
dalam kondisi keamanan dan kenyamanan kerja
sesuai dengan kriteria ISO 2631-1 dan keamanan
kerja penarik jaring diindikasikan menjadi
A study to assesses the variability of work safety and
comfort levels of fishermen on board of purseiner
operating on Bali Strait, in related to the catch, has
been accomplished. To do so, the study assessed the
correlation among operability indices based on
motion sickness incidence (MSI) with ISO 2631-1
criteria, fishing season indices and catch per unit
effort (CPUE) has been done. The result shows that
working safety and comfort levels of fishermen on
board are conform to ISO 2631-1; further the study
also shows that working safety and comfort of
fishermen hauling the nets could be an indicator for
the boats to take any voyages.
Keywords: Purseiner, Motion Sickness, Waves,
Catches
pertimbangan utama didalam memutuskan kapal
berangkat melaut.
Kata Kunci: Pukat-Cincin, Motion Sickness,
Gelombang, Hasil-Tangkapan
4. POTENSI ENERGI ARUS LAUT UNTUK PEMBANGKIT TENAGA LISTRIK
DI PULAU-PULAU KECIL (Studi :Pulau Mantang di Bintan, Pulau Abang di
Batam, dan Pulau Sugi di Karimun, Propinsi Kepulauan Riau)
POTENTIAL ENERGY OF OCEAN CURRENT FOR ELECTRIC POWER GENERATOR
IN SMALL ISLAND (STUDI: MANTANG ISLAND- BINTAN, ABANG ISLAND-BATAM
AND SUGI ISLAND-KARIMUN RIAU ISLANDS PROVINCE)
Yulhendri Suryansyah Energi arus laut merupakan sumber yang konsisten
dari energi kinetik dapat diprediksi akan sangat
menarik untuk diatur sebagai manajemen jaringan
pembangkit listrik. Permasalahan yang dihadapi
kepulauan Riau sebagai pulau-pulau kecil adalah
keterbatasan energi listrik yang tidak terjangkau oleh
listrik PLN. Berdasarkan Analisis dan pengukuran
arus dan potensi daya listrik di tiga buah Pulau yaitu
Pulau Sugi, Pulau Abang dan Pulau Mantang, dapat
disimpulkan bahwa Pulau Sugi memiliki potensi
yang lebih besar daripada ke dua pulau lainnya untuk
dapat dikembangkan dan dibuat pembangkit listrik
tenaga arus dengan potensi daya rata-rata sebesar
15567,19 watt/h
Kata Kunci: Energi Arus, Kepulauan Riau,
Keterbatasan, Pulau Sugi
Ocean current energy as a reliable kinetic energy
can be predicted to be very interesting to set up a
power generator network management. Over a
years, Riau archipelago that consist of several small
islands are faced electricity susceptibility due to the
archipelago was not covered by the Indonesia
National Electric Company (PLN). Base on
measurement and potential power analysis on three
islands namely Sugi Island, Abang Island and
Mantang Island, It can be concluded that Sugi Island
has more viable in order to develop and build
ocean current electric generator with potential
power of 15567,19 watt/h.
Keywords: Ocean current, Riau Islands, limitation,
Sugi Island .
5. FAKTOR LINGKUNGAN YANG MEMPENGARUHI PRODUKTIVITAS
MENGGUNAKAN APLIKASI ANALISIS JALUR DI TAMBAK BANDENG
KABUPATEN INDRAMAYU, PROVINSI JAWA BARAT
ENVIRONMENTAL FACTORS AFFECTING PRODUCTIVITY USING PATH ANALYSIS
APPLICATIONS INPONDS MILKFISH INDRAMAYU DISTRICT, WEST JAVA
PROVINCE
Admi Athirah, Ruzkiah Asaf dan Erna Ratnawati
Faktor lingkungan berupa kualitas tanah dan air
tambak adalah faktor yang sangat menentukan
produktivitas tambak di Kabupaten Indramayu,
Provinsi Jawa Barat.Namun demikian, belum ada
informasi mengenai pengaruh faktor lingkungan
terhadap produksi tambak bandeng di tambak
Kabupaten Indramayu. Oleh karena itu dilakukan
penelitian yang bertujuan untuk mengetahui
pengaruh langsung atau tidak langsung kualitas
tanah dan air terhadap produksi total di tambak
Kabupaten Indramayu. Penelitian dilaksanakan di
kawasan tambak Kecamatan Pasekan, Lohbener,
Arahan, Cantigi, Losarang, Kandanghaur,
Indramayu, Balongan dan Krangkeng. Data kualitas
Environmental factors such as soil and water quality
of ponds determine ponds productivity Indramayu
district, West Java Province. However, there is no
information on the effects of environmental factors
on the production of milkfish in milkfish ponds in
Indramayu regency. This research was aimed to
determine the direct or indirect effects of pond soil
and water quality on total pond production of
Indramayu district. The experiment was conducted in
Pasekan, Lohbener, Arahan, Cantigi, Losarang,
Kandanghaur, Indramayu, Balongan and Krangkeng
districts. Data were analysed using path analysis
deploying mediation, recursive and two-equation
models in which soil quality variables were threated
tanah dan air tambak dianalisis menggunakan
aplikasi analisis jalur denganmenerapkan model
mediasi, model rekursif dan model persamaan dua
jalur di mana peubah kualitas tanah sebagai peubah
bebas dan peubah kualitas air dan produksi tambak
bandeng sebagai peubah tidak bebas. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa hasil analisis jalur kualitas
tanah ada 2 peubah yang mempengaruhi produksi
monokultur ikan bandeng yaitu: redoks (Eh) tanah
dan pHF, sedangkan peubah kualitas air ada 3
peubah yang mempengaruhi produksi tambak ikan
bandeng di Kabupaten Indramayu yaitu TSS
(Padatan Tersuspensi) air, Bahan Organik Total
(BOT) dan kandungan besi air. Redoks tanah
mempunyai nilai pengaruh langsung sebesar -0,451
sedangkan pHF tanah senilai -0,305 terhadap
produksi ikan bandeng di tambak. TSS air memiliki
nilai pengaruh langsung sebesar 0,346, BOT air
dengan nilai pengaruh langsung -0,291 dan
kandungan besi (Fe) air sebesar -0,416 yang
menunjukkan bahwa dari kelima peubah tanah dan
air yang mempunyai nilai pengaruh langsung
tersebut, nilai pHF < 0,3 sedangkan peubah lainnya
yaitu Eh tanah, TSS air, BOT air dan Fe air < 0,2.
Kata Kunci : analisis jalur, bandeng, lingkungan,
tambak, Indramayu
as independent variables; whereas water quality
variables and milkfish production were threated as
dependent variables. The results of path analysis
showed that two variables affected on soil quality
were redox potential (Eh) and pHF and three
variables affected on water quality were TSS, TOM
and iron. The value of direct affected of soil redox
potential was -0.45, while pHF was -0.305 against
the production of milkfish in ponds. The value of
direct effect of TSS, TOM and Fe were 0.346, -0.291
and -0.416 respectively. Of these five variables, the
value of pHF was below than 0.3 while other
variables: the values of redox potential, TSS, TOM
and Fe were below to 0.2.
Keywords: environmental, Indramayu, milk fish,
path analysis, pond
JURNAL KELAUTAN NASIONAL Vol. 8 No. 1 April 2013
Bilah Lengkung Seret Lepas untuk Peningkatan Efisiensi pada Turbin Arus Laut Sumbu Vertikal 1
BILAH LENGKUNG SERET LEPAS UNTUK PENINGKATAN EFISIENSI
PADA TURBIN ARUS LAUT SUMBU VERTIKAL
DRAG RELEASE ARC BLADE TO INCREASE EFFICIENCY IN VERTICAL AXIS
MARINE CURRENT TURBINE
Dwi Yoga Nugroho1, Ahmad Mukhlis Firdaus
2, Krisnaldi Idris
2, Sofiyan Muji Permana
1,
Daniel Fitzgerald2, Abdul Qohar Hadzami
2
1Pusat Pengkajian dan Perekayasaan Teknologi Kelautan dan Perikanan
Jl. Pasir Putih I Ancol Timur Jakarta 14430 2Program Studi Teknik Kelautan, Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan, Institut Teknologi Bandung.
Diterima tanggal: 2 Oktober 2012, diterima setelah perbaikan: 14 Februari 2013, disetujui tanggal: 22 April 2013
ABSTRAK
Kepulauan Indonesia memiliki tunggang pasang surut dan arus laut yang tidak besar jika dibandingkan dengan belahan
bumi bagian utara atau selatan. Untuk dapat memanfaatkan potensi energi arus yang ada, dibutuhkan turbin dengan
efisiensi tinggi, torsi besar serta memiliki kecepatan awal berputar yang kecil. Turbin arus laut, adalah perangkat untuk
mengubah pergerakan kinetik arus laut menjadi energi listrik di dalam sistem pembangkit. Untuk dapat bekerja optimal,
turbin membutuhkan kecepatan arus laut yang cukup untuk menggerakkan bilah-bilah dengan bentuk yang paling
efisien menangkap aliran dari segala arah. Tujuan penelitian ini adalah mendapatkan keunggulan parameter kinerja
turbin seperti efisiensi daya, torsi, kecepatan putar awal dan rasio kecepatan ujung bilah. Pada penelitian ini dilakukan
uji coba laboratorium terhadap turbin sumbu vertikal dengan 2 tipe lengkung bilah seret lepas. Turbin ini diharapkan
memiliki efisiensi tinggi dengan kecepatan putar yang kecil dibandingkan turbin sumbu vertikal lainnya. Hasil
percobaan laboratorium menunjukkan bahwa efisiensi turbin mencapai 0,53 dan merupakan efisiensi tertinggi yang
pernah dicapai dalam pengembangan tipe turbin vertikal serupa yang pernah ada dan memiliki kecepatan putar awal
hanya 10 cm/s.
Kata kunci: Arus laut, turbin sumbu vertikal, bilah seret lepas,efisiensi turbin
ABSTRACT
Indonesia archipelago has smaller tidal range compare to area in southern or northern hemisphere. To utilize ocean
current energy potency, it takes the turbine with high efficiency, large torque and has a small initial speed spinning.
Marine current turbine is a devices to converse kinetic movement from oceant current to generate electricity in power
plant system. For work optimalization, turbine need enough current velocity to move the blades with very efficient
shape to catch flow from any direction. The purpose of this research is to get excellence performance parameters such
as turbine power efficiency, torque, speed dial start and tip speed ratio. This research conducted laboratory testing for
vertical axis turbine with 2 arc shape drag release. This type of turbine will propose to have higher efficiency with
smaller starting speed compare to other vertical axis turbine. The results of laboratory experiments that have been
performed on two specimens curved blade turbine models shows that turbine efficiency can reach up to 0,53 which is
the highest efficiency achieved by similar vertical axis type turbine and this turbine only have 10 cm/s for starting
speed.
Keywords: Marine current,vertical axis turbine, drag release blade,turbine, efficiency.
JURNAL KELAUTAN NASIONAL Vol. 8 No. 1 April 2013
Bilah Lengkung Seret Lepas untuk Peningkatan Efisiensi pada Turbin Arus Laut Sumbu Vertikal 2
PENDAHULUAN
Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di
dunia, terletak di antara Samudera Hindia dan
samudera pasifik, dan memiliki lebih dari 17.000
pulau. Di beberapa daerah terdapat beberapa selat
yang berpotensi mempercepat arus laut karena
adanya efek penyempitan celah. Besaran kecepatan
arus pada beberapa selat merupakan potensi energi
kinetik yang dapat dikembangkan menjadi energi
listrik.
Secara umum air laut memiliki potensi energi yang
besar jika dibandingkan dengan energi yang
dihasilkan oleh angin. Air laut memiliki massa
jenis sebesar 1025 kg/m3 yang jauh lebih besar
dibandingkan dengan massa jenis udara sebesar
1,223 kg/m3. Jika pergerakan air laut diekstraksi
menjadi energi listrik pada suatu turbin, maka
dibutuhkan kecepatan arus yang jauh lebih kecil
dibandingkan kecepatan gerak aliran udara yang
dibutuhkan untuk menghasilkan daya listrik yang
sama.
Turbin arus laut, berfungsi untuk menangkap
pergerakan kinetik arus laut dan diubah menjadi
energi listrik di dalam sistem pembangkit. Untuk
dapat bekerja optimal, turbin membutuhkan arus
laut yang cukup untuk menggerakkan bilah-bilah
turbin sehingga menghasilkan gaya torsi untuk
memutar generator.
Dari letak geografis yang berada di garis
khatulistiwa menyebabkan nilai Coriolis Force
kecil sehingga Indonesia memiliki tunggang
pasang surut dan arus laut yang tidak besar jika
dibandingkan dengan belahan bumi bagian utara
atau selatan. Teknologi turbin arus laut komersial
yang berkembang saat ini mengakomodasi
kecepatan arus sampai dengan 500 cm/s dan
kecepatan awal putar di atas 100 cm/s sehingga
tidak cocok diterapkan di perairan selat Indonesia
dimana sebagian besar selatnya memiliki
kecepatan arus di bawah 300 cm/s sekitar
rata-rata 1.5 m/s (Hadi,S. 2006). Untuk dapat
memanfaatkan potensi energi arus yang ada,
dibutuhkan turbin dengan efisiensi tinggi, torsi
besar serta memiliki kecepatan awal berputar yang
kecil.
Perkembangan turbin arus laut telah mengerucut ke
turbin sumbu horizontal dan turbin sumbu vertikal.
Kedua jenis turbin ini memiliki beberapa kelebihan
dan kekurangan. Turbin arus sumbu vertikal tipe
aliran melintang memiliki kelebihan diantaranya
rancangan sederhana sehingga mudah dibuat dan
lebih murah, generator dapat ditempatkan di ujung
sumbu putar yang memungkinkan penempatan di
atas air, bentuk seperti silinder untuk memudahkan
pemasangan penyearah arus (ducting) dan dapat
bekerja dengan baik walaupun profil vertikal arus
tidak merata terutama dengan pemanfaatan bilah
miring atau melengkung.
Turbin tipe sumbu vertikal yang telah memasuki
tahapan uji coba dan komersialisasi tidak semua
mengeluarkan publikasi hasil uji cobanya.
Perkembangan teknologi pembangkit listrik tenaga
arus laut pada skala uji coba dan komersil tipe
sumbu vertikal terbagi pada jenis turbin yang
berputar akibat reaksi gaya angkat aliran (lift force)
yang merupakan pengembangan dari turbin tipe
darrieus di antaranya turbin KOBOLD, GORLOV
dan turbin yang berputar akibat gaya seret aliran
(drag force).
Turbin tipe gaya angkat aliran (lift drag) dapat
beroperasi dengan baik pada daerah yang memiliki
kecepatan arus yang besar. Nilai perbandingan
antara kecepatan aliran yang melewati bilah
dengan kecepatan ujung bilah berputar (tip
speed ratio) dapat mencapai lebih dari 3
(Winchester.S.D, et al, 2009) dan hasil ujicoba
turbin tipe gaya angkat aliran didapatkan nilai
efisiensi daya mencapai angka 0.30113 pada turbin
GORLOV (Gorlov.A, et al, 2001), 0.23 pada
turbin KOBOLD (Calcagno. G, et al. 2006), 0.38
pada turbin LHI (Erwandi, 2009).
Turbin tipe gaya seret aliran (drag force) dapat
beroperasi dengan baik pada kecepatan arus laut
rendah karena memiliki luas bilah yang lebih besar
daripada turbin gaya angkat aliran (lift force) dan
dapat beroperasi pada kecepatan arus laut antara
100 cm/s – 200 cm/s (Hughes,A.S. 1993).
Untuk meningkatkan nilai torsi putar maka luas
tangkapan aliran pada bilah diperluas. Salah satu
ide untuk memperluas tangkapan aliran pada bilah
ialah membuat bentuk bilah melengkung
mengikuti profil dari sayap pesawat terbang. Luas
tangkapan aliran yang besar pada bilah turbin
diharapkan akan menambah nilai efisiensi daya
turbin karena akan efektif menangkap sebagian
besar aliran yang masuk ke dalam turbin.
Penggunaan bilah lengkung diharapkan akan
JURNAL KELAUTAN NASIONAL Vol. 8 No. 1 April 2013
Bilah Lengkung Seret Lepas untuk Peningkatan Efisiensi pada Turbin Arus Laut Sumbu Vertikal 3
mempercepat putaran turbin dengan rasio
kecepatan putar turbin dan kecepatan arus yang
lebih besar.
Tujuan penelitian ini adalah mendapatkan
keunggulan parameter kinerja turbin tipe seret
lepas (drag release type) seperti efisiensi daya,
torsi, kecepatan putar awal (start up speed) dan
rasio kecepatan ujung bilah (tip speed ratio) pada
benda uji bilah lengkung dengan melakukan tes
hidrodinamika di laboratorium
BAHAN DAN METODE
Model Uji
Dalam pembuatan benda uji perlu mendapatkan
keserupaan yang tepat. Karena gaya gravitasi
dominan dalam suatu fenomena fisik maka
keserupaan yang digunakan pada penelitian ini
adalah keserupaan Froude. Adapun hubungan
antara rasio kecepatan arus dan dimensi panjang
dari model dari ialah:
LV NN (1)
Hubungan antara rasio skala waktu dan dimensi
panjang antara model dan prototipe ialah:
LT NN (2)
dimana NV adalah rasio kecepatan, NL adalah rasio
dimensi panjang dan NT adalah rasio skala waktu.
Pada percobaan ini dibuat model turbin 4 lengan
tipe seret lepas (Gambar 1). Dimensi benda uji
ialah tinggi 50 cm, diameter 40 cm dipasang pada
sebuah kerangka baja (Gambar 2) yang
dimasukkan pada kolam arus dengan ukuran
panjang 70 cm, lebar 70 cm, tinggi 80 cm. Bilah
turbin terbuat dari bahan alumunium dengan
ketebalan 0,2 cm.
Gambar 1.Turbin tipe seret lepas 4 lengan
(Turbine type 4 sleeve loose drag)
Gambar 2. Kerangka Baja untuk peletakan turbin
(Steel framework for laying of turbine)
Pada pengujian ini digunakan dua model bentuk
lengkung. Bentuk lengkung bilah mengikuti
lengkung atas profil National Advisory Commitee
for Aeronautics (NACA) seri 0028 (bilah A) dan
bentuk lengkung bilah kedua (bilah B) merupakan
modifikasi dari bilah lengkung pertama dengan
kelengkungan yang dibuat lebih lebar untuk
menghasilkan gaya seret lebih besar seperti terlihat
pada Gambar 3.
Skala geometri model uji yang digunakan ialah
1: 0,4. Pemilihan nilai skala ini mengikuti kondisi
geometri prototipe turbin arus laut yang akan
diujikan skala penuh di lapangan dengan dimensi
dari saluran arus yang tersedia. Nilai skala yang
digunakan pada penelitian mengikuti Tabel 1.
20 cm
50 cm
bilah turbin
bilah turbin
80 cm
70 cm
70 cm
JURNAL KELAUTAN NASIONAL Vol. 8 No. 1 April 2013
Bilah Lengkung Seret Lepas untuk Peningkatan Efisiensi pada Turbin Arus Laut Sumbu Vertikal 4
Gambar 3. Bentuk lengkung model uji bilah A
(atas) dan bilah B (bawah)
(The curvature blades A test model (top)
and bar B (bottom))
Tabel 1. Ukuran penskalaan model uji
(Size scaling test model)
No Ukuran Prototipe Model
1 Skala 1 0.4
2 Tinggi (cm) 125 50
3 Diameter (cm) 100 40
4 Waktu (detik) 1 0.447
5 Berat γ 0.008 γ
6 Kecepatan Arus
(cm/s)
100 63.2
80 50.6
60 37.9
40 25.3
20 12.6
0 0
Percobaan
Penelitian menggunakan fasilitas kolam arus
melingkar di laboratorium teknik kelautan Institut
Teknologi Bandung (Gambar 4). Kolam arus
merupakan struktur beton berbentuk melingkar
dengan dimensi panjang 975 cm, lebar 100 cm dan
tinggi air maksimum 65 cm. Aliran pada kolam
arus digerakkan oleh pompa dengan kapasitas
motor 15 Kw yang diatur oleh inverter 50 Hz.
Sebelum dilakukan percobaan, diuji kemampuan
motor pompa untuk menghasilkan kecepatan arus
pada kolam seperti terlihat pada Tabel 2. Instrumen
pengambilan data yang digunakan ialah current
meter,data logger,kamera high definition (30 fps),
load cell.
Pengukuran rotasi dilakukan dengan menempatkan
kamera tegak lurus di atas model uji turbin yang
merekam pergerakan turbin pada setiap posisi
dalam 3600
ketika terkena aliran air (Gambar 5).
Hasil dari perekaman kamera kemudian diurai tiap
frame untuk mendapatkan kecepatan rotasinya.
Pengukuran torsi dilakukan dengan mengaitkan
pengukur beban/gaya (load cell) pada ujung luar
bilah turbin bagian atas untuk mengetahui torsi
yang dibangkitkan turbin pada berbagai posisi
terhadap sudut datang arus.
Variasi pengukuran rotasi dilakukan pada kondisi
turbin terendam air dengan frekuensi inverter
10 Hz, 20 Hz, 30 Hz, 40 Hz, 50 Hz dengan
menggunakan titik +4D (160 cm dari posisi turbin)
sebagai posisi penempatan currentmeter untuk
mendapatkan kecepatan aliran air sebelum
mengenai bilah turbin.
Gambar 4. Sketsa kolam pengujian
(Sketch of a swimming test)
Tabel 2. Kecepatan maksimum arus yang
dibangkitkan dari inverter di titik
+4D
The maximum speed of the inverter
currents generated at point +4D)
Frekuensi Inverter
(Hz)
Kecepatan Arus
(cm/s)
10 10.58
20 23.03
30 36.43
40 52.24
50 67.06
00 450 900 1350 1800 2150 2700 3150
+4D -4D -8D
Posisi Currentmeter
Posisi Turbin
Arah Aliran 70 cm
70 cm
975 cm
JURNAL KELAUTAN NASIONAL Vol. 8 No. 1 April 2013
Bilah Lengkung Seret Lepas untuk Peningkatan Efisiensi pada Turbin Arus Laut Sumbu Vertikal 5
Gambar 5. Posisi acuan pergerakan turbin dalam
pengambilan data
(The position of the reference turbine
movement in data collection)
Kinerja Turbin
Pada percobaan ini, parameter yang digunakan
merupakan parameter yang biasa digunakan dalam
menguji kinerja suatu turbin angin baik sumbu
horizontal maupun sumbu vertikal. Parameter yang
diukur diantaranya rasio kecepatan ujung bilah (tip
speed ratio), kecepatan sudut putar, gaya torsi,
daya listrik dan efisiensi. Formulasi yang
digunakan merupakan formulasi umum yang
digunakan untuk menghitung gaya aliran fluida
yang mengenai turbin angin (Johnson,G. L. 1985)
diantaranya :
Rasio kecepatan ujung bilah (Tip Speed Ratio)
Merupakan rasio kecepatan tepi dengan kecepatan
arus, Tip Speed Ratio (TSR) didefinisikan:
R
u
(3)
Dimana: = Tip Speed Ratio (TSR)
R = radius turbin
= kecepatan sudut turbin
u = kecepatan arus air
Torsi
Torsi diukur dengan mencatat besar gaya yang
terjadi pada posisi turbin tertentu, dikalikan dengan
lengan momen yang yang diukur. Besarnya torsi
akan berbeda untuk berbagai kecepatan arus,
kedalaman air, dan lebar sirip turbin. Karena turbin
ini bergerak karena gaya drag, maka torsi yang
diukur dinormalisasi terhadap momen drag.
Dengan rumusan sebagai berikut:
(4)
Dimana: Ŧ = torsi normalisasi
T = torsi hasil pengukuran
= densitas air (1000 kg/m3)
A = luas bidang proyeksi turbin
u = kecepatan arus air
l = panjang lengan momen dari
titik centroid sirip ke pusat
turbin
Daya
Daya yang tersedia pada air dapat ditulis:
(5)
Dimana: PW = power / Daya
= densitas air (1000 kg/m3)
A = luas bidang proyeksi turbin
u = kecepatan arus air
Daya yang keluar pada sumbu turbin adalah
(6)
Dimana: PT = daya pada sumbu
T = torsi turbin
= kecepatan sudut turbin
Maka Koefisien Kinerja Turbin (Cp) adalah
perbandingan Daya yang dihasilkan oleh turbin PT
dan daya yang tersedia dari arus air PW adalah
(7)
JURNAL KELAUTAN NASIONAL Vol. 8 No. 1 April 2013
Bilah Lengkung Seret Lepas untuk Peningkatan Efisiensi pada Turbin Arus Laut Sumbu Vertikal 6
HASIL DAN PEMBAHASAN
Turbin tipe seret lepas menghasilkan kecepatan
putar yang tidak konstan. Hal ini dikarenakan
turbin hanya berputar ketika aliran memberikan
gaya seret ke bilah. Kecepatan putar turbin
meningkat dengan kenaikan kecepatan arus. Pada
turbin tipe A didapatkan kecepatan putar yang
lebih tinggi (Gambar 6) dibandingkan dengan
turbin tipe B (Gambar 7).
Gambar 6. Variasi kecepatan putar turbin tipe bilah
A
(Variable speed rotary blade turbine type A)
Gambar 7. Variasi kecepatan putar turbin tipe bilah
B
(Variable speed rotary blade turbine type B)
Tingginya kecepatan putar ini dikarenakan turbin
tipe A (Gambar 8) memiliki luas lengkung yang
lebih kecil dari turbin tipe B sehingga gaya seret
berlawanan arah aliran yang dihasilkan juga lebih
kecil dan dapat membuat turbin lebih cepat
berputar.
Gambar 8. Ilustrasi titik tangkap gaya terhadap
model turbin tipe A
(Illustrations capture point force to
the model turbine type A)
Keunggulan turbin tipe seret (drag) ialah dapat
berputar dikecepatan awal yang sangat rendah.
Pada kecepatan arus 10.58 m/s, turbin sudah mulai
berputar dengan kecepatan putaran 0.06 putaran
per detik dan kecepatan putar ini relatif konstan
karena gaya gesek positif arah aliran yang
dihasilkan belum terlalu besar.
Jika dibandingkan torsi yang dihasilkan dari kedua
jenis turbin ini didapatkan variasi rentang torsi
yang dihasilkan pada kedua jenis turbin ini tidak
terlalu besar (Gambar 9 dan Gambar 10). Torsi
maksimum yang dicapai oleh kedua jenis turbin
juga tidak jauh berbeda. Kenaikan kecepatan arus
mempengaruhi kenaikan torsi pada putaran turbin.
Perbedaan yang terlihat dari turbin tipe A dan
turbin tipe B adalah variasi besaran torsi yang
dihasilkan. Pada turbin tipe B variasi torsi berbeda
ketika arus mencapai 67.06 cm/s.
Gambar 9. Variasi torsi normalisasi turbin tipe bilah
A
(Variations of normalized torque turbine
blades type A)
Jarak titik tangkap
gaya seret terhadap
sumbu putar
JURNAL KELAUTAN NASIONAL Vol. 8 No. 1 April 2013
Bilah Lengkung Seret Lepas untuk Peningkatan Efisiensi pada Turbin Arus Laut Sumbu Vertikal 7
Gambar 10. Variasi torsi normalisasi turbin tipe
bilah B
(Variations of normalized torque turbine
blades type B)
Bentuk lengkung pada turbin tipe B mempengaruhi
variasi torsi ini. Hasil torsi yang dihasilkan pada
turbin B terjadi penurunan torsi pada kecepatan
arus 67.06 cm/s dimana seharusnya nilai torsi yang
dihasilkan pada kecepatan 52.24 cm/s akan
meningkat pada kecepatan arus 67.06 cm/s dan
menghasilkan bentuk grafik serupa. Selain
meningkatkan nilai putaran turbin dan torsi,
kenaikan kecepatan arus juga bisa membuat
kenaikan torsi negatif pada turbin tipe B yang
memiliki lengkung lebih besar.
Terjadi fenomena penurunan torsi turbin jika arus
yang diberikan semakin besar. Penurunan torsi
turbin disebabkan gaya seret positif (searah aliran)
mengalami pengurangan gaya dorong akibat gaya
seret negatif (berlawanan arah aliran) semakin
besar (Gambar 11). Hal yang terpenting yang ingin
dilihat pada pengujian turbin ialah nilai tip speed
ratio (TSR) dan efisiensi daya yang dihasilkan.
Hasil perhitungan untuk nilai TSR dan efisiensi
turbin seperti terlihat pada Tabel 3.
Gambar 11. Ilustrasi titik tangkap gaya terhadap
model turbin tipe B
(Illustrations capture point force to
the model turbine type B)
Pada turbin tipe B didapatkan nilai TSR mencapai
1.01. Hal ini menunjukkan turbin tipe B dapat
memiliki kecepatan ujung bilah sama dari pada
kecepatan arus yang mengenainya. Karakteristik
umum turbin tipe seret (drag type) nilai TSR
adalah di bawah 1. Jika nilai TSR bisa mencapai 1
maka turbin ini bisa berputar dengan efektif. Torsi
putar lebih besar dihasilkan pada turbin tipe B
yang memiliki luas tangkapan gaya seret lebih
besar daripada tipe A.
Tabel 3. Hasil perhitungan TSR dan efisiensi
(TSR calculation results and efficiency)
Bilah A
Posisi
Inverter
(Hz)
Kece
patan
Putar
(rps)
Kecepa
tan
Arus
(cm/s)
Torsi
(N.m) TSR Cp CT Re
10 0.07 9.93 0.00 0.83 0.00 0.00 49626
20 0.14 20.31 0.42 0.86 0.45 0.10 101537
30 0.22 31.83 0.86 0.86 0.37 0.14 159158
40 0.31 44.14 2.11 0.87 0.48 0.24 220688
50 0.37 57.89 3.87 0.81 0.48 0.34 289467
Bilah B
Posisi
Inverter
(Hz)
Kece
patan
Putar
(rps)
Kecepa
tan
Arus
(cm/s)
Torsi
(N.m) TSR Cp CT Re
10 0.09 10.90 0.08 1.01 0.34 0.04 54475
20 0.14 21.27 0.42 0.82 0.38 0.10 106335
30 0.19 32.15 1.22 0.75 0.42 0.18 160759
40 0.25 41.67 2.70 0.75 0.53 0.30 208367
50 0.31 56.92 4.61 0.68 0.48 0.39 284603
Nilai tertinggi efisiensi daya turbin ialah 0.53 pada
turbin tipe B dengan nlai efisiensi terendah ialah
0,37 pada turbin tipe A. Nilai efisiensi terendah
yang dihasilkan pada turbin tipe A maupun turbin
tipe B merupakan nilai efisiensi yang dihasilkan
oleh turbin serupa yang telah ada dipasaran. Nilai
efisiensi yang besar menunjukkan bahwa turbin
tipe bilah lengkung seret lepas bisa menghasilkan
daya listrik yang efisien pada kecepatan arus yang
rendah.
Jarak titik tangkap
gaya seret terhadap
sumbu putar
JURNAL KELAUTAN NASIONAL Vol. 8 No. 1 April 2013
Bilah Lengkung Seret Lepas untuk Peningkatan Efisiensi pada Turbin Arus Laut Sumbu Vertikal 8
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Dari hasil pengujian laboratorium yang dilakukan,
didapatkan nilai efisiensi daya turbin melebihi 50
% pada turbin tipe B. Torsi yang dihasilkan pada
turbin tipe B juga lebih besar dibandingkan dengan
tipe A dan faktor bilah lengkung berpengaruh pada
hasil torsi yang besar. Turbin tipe B menghasilkan
nilai TSR yang lebih besar dari 1 yang merupakan
nilai sangat baik bisa diperoleh oleh turbin tipe
seret (drag). Kecepatan putar awal yang
didapatkan sangat rendah dimulai pada kecepatan
arus 10 cm/s.
Saran
Turbin berputar cepat dan menghasilkan torsi yang
besar disaat aliran mengenai salah satu dari empat
bilah turbin pada posisi tegak lurus. Hal ini bisa
dijadikan hipotesis awal untuk pengembangan
saluran penyearah arus dengan mengarahkan arus
kepada satu bilah turbin saja. Konsep ini
diharapkan akan lebih meningkat efisiensi turbin
dan meningkatkan putaran turbin.
DAFTAR PUSTAKA
Calcagno. G, et al. 2006. Experimental and
Numerical investigation of an Innovative
Technology for Marine Current
Exploitation: the Kobold Turbine.
Proceedings of the Sixteenth International
Offshore and Polar Engineering
Conference San Francisco, California,
USA
Darrieus, G.J.M. Wind turbine of cross flow type.
USPatent No.4329116
Erwandi. 2009. An Experimental Study on Vertical
Axis Marine Current Turbine inIndonesian
Hydrodynamic Laboratory, Prosiding
World Ocean Conference Symposium,
Manado.
Gorlov.A, et al, 2001. Limits of the Turbine
Efficiencyfor Free Fluid Flow. Journal Of
Energy Resources Technology, American
Society For Mechanical Engineer
Hadi,S. 2006. Studi dan Pemetaan Potensi Energi
Bayu dan Arus Laut untuk Pembangkit
Listrik Ramah Lingkungan di Indonesia,
Laporan Akhir Riset Unggulan. Lembaga
Penelitian dan Pengabdian Pada
Masyarakat, Institut Teknologi Bandung.
Hales, P. Swinging flap turbine with savonius
turbine for stall prevention. UK Patent
Application No.0717131.7
Hamner,W.B. Hinged blade cross axis turbine for
hydro electric power generation, US
Patent No.12/729,523
Hughes,A.S. 1993. Physical Model And
Laboratory Techniques in Coastal
Engineering. Singapore: World Scientific
Publishing Co, Pte, Ltd
Johnson,G. L. 1985. Wind Energy System.
Manhattan: Prentice hall
Winchester.S.D, et al, 2009.Torque ripple and
variable blade force: A comparison of
Darrieus and Gorlov-type turbines for tidal
stream energy conversion. Proceedings of
the 8th European Wave and Tidal Energy
Conference, Uppsala, Sweden
JURNAL KELAUTAN NASIONAL Vol. 8 No. 1 April 2013
Potensi CNG (Compressed Natural Gas) Sebagai Alternatif Bahan Bakar Kapal Penangkap Ikan Berukuran Panjang 11 M
9
POTENSI CNG (COMPRESSED NATURAL GAS) SEBAGAI ALTERNATIF
BAHAN BAKAR KAPAL PENANGKAP IKAN BERUKURAN PANJANG 11 M
CNG (COMPRESSED NATURAL GAS) POTENTION AS AN FUEL ALTERNATIVE FOR
11 M LONG FISHING SHIP
Iman Anugerah Bintoro1)
, Budhi Hascaryo Iskandar1)
, Yopi Novita1)
, Mohammad Imron1)
Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor,
Kampus IPB Darmaga, Bogor, 16680, Indonesia
E-mail: [email protected]
Diterima tanggal: 5 Januari 2013, diterima setelah perbaikan: 14 Maret 2013., disetujui tanggal: 22 April 2013
ABSTRAK
Nelayan dalam melaksanakan operasi penangkapan ikan mengalami tantangan dari berbagai faktor, terutama dalam hal
pemenuhan kebutuhan ekonomi. Faktor eksternal yang menghambat adalah ikan impor yang menguasai pasar
tradisional di sentra kelautan, cuaca buruk serta gelombang tinggi. Faktor internal yang menghambat adalah tingginya
biaya operasional, terutama biaya bahan bakar yang merupakan variabel dominan dalam biaya
operasional.Permasalahan harga bahan bakar bagi nelayan adalah masalah laten. Berdasarkan paparan diatas, perlu
adanya upaya untuk mengurangi mengurangi ketergantungan terhadap ketersediaan bahan bakar minyak, dalam hal ini solar. Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah dengan menerapkan dual fuel dalam penggunaan bahan bakar
kapal, yaitu mengkombinasikan penggunaan bahan bakar solar dengan Compressed Natural Gas (CNG). Tujuan dari
penelitian ini adalah untuk melihat secara teknis apakah pemakaian bahan bakar tersebut menghasilkan keunggulan dan
instalasinya tidak secara drastis mengurangi stabilitas kapal serta apakah secara ekonomis pemakaian bahan bakar
tersebut dapat mengurangi biaya operasional. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah eksperimental dalam
menganalisa potensi operasional mesin serta simulasi numerik dalam menganalisa pengaruh instalasi sistem bahan
bakar terhadap stabilitas kapal. Data akan dianalisa dengan menggunakan metode multi criteria analysis. Dari hasil
penelitian diketahui bahwa pada potensi operasional mesin, bahan bakar dual fuel memiliki keunggulan baik secara
teknis dan ekonomis, sedangkan pada potensi stabilitas kapal, secara teknis desain 2 memiliki stabilitas yang sama baik
dengan desain 3. Pada potensi kombinasi, komposisi yang terbaik adalah penggunaan bahan bakar dual fuel dengan
desain 3.
Kata kunci : CNG, stabilitas, kapal, dual fuel, multi criteria analysis
ABSTRACT
Fuel costs spend 60% of operational cost. It is necessary to reduce dependency to international oil price. One of the
efforts that can be done is use dual fuel (Compressed Natural Gas (CNG) + High Speed diesel (HSD)). This research
purposes are to see if use of dual fuel technically superior than single fuel and the installation doesn’t affect drastically
to ship stability and economically could reduce fuel cost. Methods that used in this research are experimental in analyze potential of engine operation and numerical simulation with three CNG kit installation position (design) in
analyze ship stability when using dual fuel. Data will be analyzed with multi criteria analysis method. From research
result founded that from engine operational potential dual fuel superior and gave benefit. From stability potential,
design 2and design 3have equal superiority. From potential combination, dual fuel with design 3 are the best option.
Key words : CNG, stability, ship, dual fuel, multi criteria analysis
JURNAL KELAUTAN NASIONAL Vol. 8 No. 1 April 2013
Potensi CNG (Compressed Natural Gas) Sebagai Alternatif Bahan Bakar Kapal Penangkap Ikan Berukuran Panjang 11 M
10
PENDAHULUAN
Permasalahan harga bahan bakar bagi nelayan adalah masalah laten. Hal ini disebabkan karena
komponen terbesar dari biaya operasional
penangkapan ikan bagi nelayan adalah biaya bahan bakar. Kebijakan subsidi dari Pemerintah pun tidak
dirasakan merata di seluruh Indonesia
Berdasarkan paparan diatas, perlu adanya upaya untuk mengurangi mengurangi ketergantungan
terhadap ketersediaan bahan bakar minyak, dalam
hal ini solar. Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah dengan menerapkan dual fuel
dalam penggunaan bahan bakar kapal. Dual fuel
yang dimaksud adalah mengkombinasikan
penggunaan bahan bakar solar dengan Compressed Natural Gas (CNG)
CNG kit memiliki dimensi yang cukup besar sehingga hanya cocok dipergunakan pada kapal
dengan ukuran lebar diatas 2 m. Penggunaan CNG
kit mengakibatkan adanya penambahan muatan di atas kapal sebesar 80 kg dengan dimensi 109 cm
x17 cm x 17 cm (P x L x T). Penambahan muatan
di atas kapal akan mengakibatkan perubahan posisi
titik berat yang pada akhirnya akan merubah posisi titik berat dan mempengaruhi kualitas stabilitas
kapal.
Stabilitas adalah salah satu faktor utama
kelaiklautan suatu kapal ikan saat beroperasi di
laut. Hind (1967) menyatakan keselamatan pelayaran suatu kapal lebih banyak ditentukan oleh
stabilitas. Stabilitas kapal adalah kemampuan kapal
tersebut untuk kembali ke posisi semula setelah
mengalami gaya-gaya tarik dari luar maupun dari dalam kapal yang menyebabkan kapal itu miring.
Berdasarkan pemaparan diatas, perlu dilakukan studi teknis pada potensi operasional mesin dan
stabilitas kapal untuk melihat apakah pemakaian
bahan bakar dual fuel tersebut menghasilkan
keunggulan pada besarnya daya dan konsumsi solar pada mesin kapal serta apakah instalasinya
tidak secara drastis mengurangi stabilitas kapal dan
tetap memenuhi standar stabilitas yang ditentukan oleh International Maritime Organization.
Studi ekonomis pada potensi operasional perlu dilakukan untuk membandingkan biaya total
konsumsi bahan bakar saat menggunakan dual fuel
dan single fuel.
Pada penelitian ini, terdapat beberapa batasan yang digunakan, yaitu :
1) Mesin yang digunakan untuk pengujian adalah
mesin Dong Feng ZS1100 2) Kajianteknis dibatasi pada operasional mesin
dan stabilitas
3) kajian ekonomi terbatas pada harga total konsumsi bahan bakar.
Tujuan dari dilakukannya penelitian ini adalah :
1. membandingkan potensi operasional mesin secara teknis dan ekonomis saat
menggunakan dual fuel dibandingkan
dengan penggunaan single fuel. 2. Menentukan posisi penempatanCNG kit
yang menghasilkan stabilitas terbaik pada
kapal
3. Menentukan pilihan terbaik pada kombinasi potensi operasional mesin dan
stabilitas.
Penelitian-penelitian mengenai CNG dan stabilitas kapal telah banyak dilakukan dalam 10 tahun
terakhir. Penelitian – penelitian tersebut pada
umumnya mengkaji pada umumnya mengkaji
aspek teknis dari penggunaan CNG dan secara terpisah mengkaji stabilitas pada kapal yang
berbeda. Berdasarkan hal tersebut, penelitian aspek
teknis penggunaan dual fuel yang meliputi daya, konsumsi solar, dan stabilitas serta aspek ekonomis
pada satu kapal yang sama perlu dilakukan.
Penelitian ini pada akhirnya melengkapi
penelitian-penelitian terdahulu yang belum banyak
mengkaji aspek teknis dan ekonomis terhadap
potensi penggunaan dual fuel pada kapal penangkap ikan berukuran panjang 11 meter
METODE PENELITIAN
Penelitian dilakukan di laboratorium Balai Besar
Pengembangan Penangkapan Ikan Kementrian
Kelautan dan Perikanan yang bertempat di Semarang. Waktu penelitian adalah Bulan Oktober
- Desember 2012.
Data pada penelitian ini diambil dengan
menggunakan metode eksperimental pada potensi
JURNAL KELAUTAN NASIONAL Vol. 8 No. 1 April 2013
Potensi CNG (Compressed Natural Gas) Sebagai Alternatif Bahan Bakar Kapal Penangkap Ikan Berukuran Panjang 11 M
11
operasional mesin dan metode simulasi pada
potensi stabilitas. Data yang dikumpulkan terdiri
atas data utama dan data pendukung. Data utama terdiri dari output daya dan torsi, konsumsi solar,
dimensi kapal ikan, perhitungan berat alat tangkap,
perhitungan volume palka, berat dan dimensi
instalasi CNG (termasuk tangki dalam keadaan penuh), dan kebutuhan es. Output daya, torsi, dan
konsumsi bahan bakar didapatkan dari hasil
penelitian Raharjo pada tahun 2009.
Data dimensi kapal ikan dan lines plan diambil
dari penelitian Nugraha (2004) dan digambar ulang
lalu dilengkapi oleh penulis hingga menghasilkan 3 desain general arrangement. Berat alat tangkap
(gillnet) didapatkan dari simulasi perhitungan yang
dikemukakan oleh Haudring (BBPPI), volume ruang palka dan kebutuhan es didapatkan
berdasarkan rumus dari Shawyer dan Pizzali
(2003), yaitu FHV = L x B x D x 0,14 ± 10% dan Mi = (Mf x Tfi) /100.
Mi adalah massa dari es, Mf adalah massa ikan
yang akan didinginkan, Tfi adalah temperatur tubuh ikan, L adalah panjang kapal, B adalah lebar
kapal, dan D adalah tinggi dek. Merujuk pada
Clarke dan Johnston (2002) dan Johnston et al. (1991), suhu tubuh ikan di perairan tropis adalah
sebesar 30° C.
Berat alat tangkap, volume ruang palka, kebutuhan
es, dimensi CNG kit, jumlah nelayan, dan lines
plan akan menjadi rujukan dalam merencanakan
tiga desain general arrangement. Setiap desain general arrangement akan diberi simulasi untuk
mengetahui kualitas stabilitas statis dari setiap
desain. Hasil dari eksperimen pada potensi operasional mesin dan simulasi pada potensi
stabilitas akan menjadi dasar dalam menilai aspek
teknis dan ekonomis.
Terdapat beberapa perlakuan yang diberikan dalam
penelitian ini. Pada potensi operasional mesin,
perlakuan yang diberikan adalah dengan menggunakan sistem bahan bakar tunggal (single
fuel) dan bahan bakar ganda (dual fuel). Adapun
perlakuan yang diberikan pada potensi stabilitas adalah dengan membuat 3 desain penempatan
sistem bahan bakar.
Parameter yang digunakan dalam menilai perlakuan yang diberikan adalah output daya,
konsumsi solar, harga total konsumsi bahan bakar,
area 0 to 30, area 0 to 40, area 30 to 40, initial
GM, max GZ, angle at max GZ. Tabel 1
menggambarkan perlakuan yang diberikan pada penelitian ini.
Tabel 1 Perlakuan pada tiap potensi
(Research step for each potention)
Potensi Perlakuan Parameter keterangan
Operasion
al mesin
Single fuel
Dual fuel
-Output
daya
-Konsumsi
solar -Harga total
konsumsi
bahan bakar
Stabilitas Desain 1
Desain 2
Desain 3
- Area 0 to
30
- area 0 to
40
- area 30 to 40
- initial
GM
- max GZ
- angle at
max GZ
CNG kit
diletakkan
dibawah
geladak
Mengguna
kan single
fuel
CNG kit
diletakkan
diatas
geladak
Pada pengukuran output daya dan konsumsi solar,
dilakukan pada putaran 1100 rpm, 1400 rpm, 1500
rpm, dan 1800 rpm. Adapun nilai yang dibandingkan adalah pada putaran 1500 rpm,
karena putaran tersebut merupakan service
continous rating yang digunakan oleh nelayan saat
operasi penangkapan ikan berlangsung.
Asumsi yang digunakan adalah nelayan berjumlah
empat orang, palka dalam keadaan penuh, dan berat solar disamakan dengan berat CNG. Data
pendukung yang akan diambil adalah Process
Flow Diagram instalasi bahan bakar CNG, dan
specification sheet dari mesin diesel
Pada penelitian ini, data yang telah dikumpulkan
melalui eksperimen dan simulasi akan dianalisa dengan menggunakan metode multi criteria
analysis. Metode multi criteria analysis adalah
metode analisa yang menggunakan sistem
skoring dan standarisasi (bobot) untuk
menemukan kombinasi perlakuan yang terbaik
dari semua perlakuan yang ada.
JURNAL KELAUTAN NASIONAL Vol. 8 No. 1 April 2013
Potensi CNG (Compressed Natural Gas) Sebagai Alternatif Bahan Bakar Kapal Penangkap Ikan Berukuran Panjang 11 M
12
Pada penelitian ini, perlakuan yang digunakan
adalahsingle fuel, yaitu mesin kapal hanya
menggunakan satu jenis bahan bakar, yaitu
solar dan dual fuel, yaitu mesin kapal
menggunakan dua jenis bahan bakar,
yaitusolar–CNG. Tabel 2menggambarkan
interval skor pada berbagai variabel.
Tabel 2 Interval skor untuk berbagai variabel
(Score interval for each variables)
Variabel Interval
skor
Satuan
Daya 1 – 7 Horse power
Konsumsi bahan bakar 1 – 7 cm3/h
Harga total konsumsi
bahan bakar
1 – 7 Rupiah
Luas area 0°- 30° 1 – 7 m.deg
Luas area 0°- 40° 1 – 7 m.deg
Luas area 30°-40° 1 – 7 m.deg
Max GZ 1 – 7 Meter
Angle at max GZ 1 – 7 Derajat
Initial GM 1 – 6 Meter
Langkah selanjutnya adalah melakukan
standarisasi (pembobotan) pada setiap variabel
dalam kriteria/aspek teknis dan ekonomis. Skoring dan standarisasi akan menghasilkan nilai kualitas
yang akan menjadi dasar penentuan penggunaan
jenis bahan bakar apa yang memberikan keunggulan teknis dan keuntungan ekonomis
terbaik, desain sistem instalasi bahan bakar seperti
apa yang akan memberikan stabilitas terbaik, serta kombinasi pemakaian bahan bakar dan desain
sistem instalasi bahan bakar apakah yang terbaik.
HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1. Potensi operasional mesin
3.1.1. Aspek teknis
Terdapat perbedaan output daya yang didapatkan pada mesin diesel Dong Feng ZS1100 saat
menggunakan single fuel dan dual fuel. Hasil
pengambilan data menunjukkan bahwa terdapat
perbedaan output daya mesin saat menggunakan bahan bakar single fuel dan dual fuel. Pada putaran
1500 rpm, daya yang didapatkan sebesar 7,51 Hp
saat menggunakan single fuel dan sebesar 5,5 Hp
saat menggunakan dual fuel. Hal ini sesuai dengan
penelitian yang dilakukan oleh Setiyobudi et al. (2009) bahwa didapatkan perbedaan output daya
saat mesin kapal nelayan di Pasuruan
menggunakan bahan bakar yang berbeda,
dimanaoutput daya yang didapatkan lebih besar saat mesin menggunakan single fuel.
Terdapat suatu hal yang cukup unik, CNG dikenal sebagai bahan bakar dengan octane number yang
tinggi sehingga seharusnya cocok pada mesin
dengan kompresi tinggi dan dapat meningkatkan
performa. Berdasarkan hasil percobaan, terdapat kenaikan putaran mesin di putaran stasioner saat
menggunakan dual fuel.
Berdasarkan rumus perhitungan daya (7 x area of
piston x equivalent piston speed/33000)
(Wikipedia.org/horsepower), seharusnya daya akan bertambah bila putaran mesin bertambah. Fakta
yang ada menunjukkan bahwa hasil pengujian
memperlihatkan terjadinya penurunan daya saat
menggunakan dual fuel.
Merujuk pada Ganesan (1999), dijelaskan bahwa
CNG memiliki octane number yang besar sehingga dapat digunakan pada mesin dengan kompresi
tinggi. Kekurangan yang ada pada CNG adalah
massa jenis yang rendah sehingga menghasilkan performa mesin yang kurang baik. Merujuk pada
laman www.eere.energy.gov/afdc/altfuel/
natural_gas.html, dijelaskan bahwa pemakaian
CNG akan menyebabkan mesin mengalami gejala ngelitik (knocking) saat mendapat beban yang
tinggi.
Hal ini menjelaskan mengapa saat menggunakan
dual fuel,pada putaran diatas 1600 Rpm daya
mesin akan berkurang, dan pada saat menggunakan
single fuel daya akan terus meningkat dan mencapai puncaknya pada putaran 2096 rpm.
Merujuk pada Semin et al. (2012), dinyatakan bahwa perubahan rasio kompresi akan berpengaruh
pada performa mesin diesel. Mesin diesel
umumnya memiliki rasio kompresi 20:1 hingga 26:1, sedangkan CNG dengan RON 130 cocok
dengan mesin dengan rasio kompresi 16:1.
Simulasi yang dilakukan dengan menggunakan
perangkat lunak GT Power menghasilkan bahwa diperlukan penurunan kompresi hingga 19:1 untuk
menghasilkan daya maksimal karena jika rasio
JURNAL KELAUTAN NASIONAL Vol. 8 No. 1 April 2013
Potensi CNG (Compressed Natural Gas) Sebagai Alternatif Bahan Bakar Kapal Penangkap Ikan Berukuran Panjang 11 M
13
kompresi diatas 19:1 akan terjadi knocking
(ngelitik) sehingga daya mesin akan berkurang.
Perbedaan yang signifikan terjadi pada konsumsi
solar di mesin diesel Dong Feng ZS1100 saat
menggunakan single fuel dan dual fuel selama satu
jam, yaitu 1030 cm3/h saat menggunakan dual fuel
dan 2038,5 cm3/h saat menggunakan single fuel.
Merujuk pada Prasetio et al. (2013), dinyatakan bahwa dengan adanya campuran CNG pada sistem
bahan bakar, konsumsi solar akan terkurangi
secara signifikan hingga diatas 50%. Hasil ini tidak
berbeda jauh dengan data yang didapatkan peneliti, yaitu konsumsi solar terkurangi sebesar 50,52%
3.1.2 Aspek ekonomis
Pada putaran 1500 rpm, biaya total saat
menggunakan dual fuel akan lebih rendah dibandingkan saat menggunakan single fuel. Pada
putaran 1100 rpm, biaya total yang dikeluarkan
untuk konsumsi bahan bakar lebih tinggi saat menggunakan dual fuel, namun ketika putaran
mesin mencapai 1500 rpm maka biaya total saat
menggunakan dual fuel akan lebih rendah. Terdapat penghematan sebesar Rp. 1370 untuk
setiap jam pemakaian mesin pada putaran 1500
rpm.
Merujuk pada Prasetio et al. (2013), dinyatakan
bahwa pemakaian dual fuel yang setara dengan 10
liter solar akan memberikan penghematan hingga Rp. 16.500. Pemakaian bahan bakar dual fuel
terbukti dapat mengurangi pengeluaran biaya
bahan bakar sehingga akan mengurangi biaya
operasional.
Berdasarkan hasil kajian peneliti, perbedaan harga
CNG dan solar hanya terpaut Rp. 1,700 per liter, bahkan terdapat kabar bahwa harga CNG akan
dinaikkan sehingga selisih harganya hanya sebesar
Rp. 1,500 per liter. Perbedaan harga yang tidak terlalu jauh menyebabkan penghematan yang
didapat tidak terlalu besar.
Penghematan yang signifikan akan didapatkan bila selisih harga solar dan CNG sebesar Rp. 3.200.
Tabel 3 menggambarkan penghematan yang akan
didapatkan pada selisih harga Rp. 700 dan Rp. 3,200, sedangkan Tabel 4 dan Tabel 5
menggambarkan hasil perhitungan multi criteria
analysis pada penggunaan single fuel dan dual
fuel.
Tabel 3Penghematan biaya bahan bakar
(Fuel cost reduce)
Selisih
harga
(Rp)
Harga
single fuel
(Rp)
Harga
dual fuel
(Rp)
Penghematan
(Rp)
700 9172,5 7802 1370,5
3200 14268,33 9077 5191,33
Tabel 4Multi criteria analysis potensi operasional mesin
pada penggunaansingle fuel
( engine operational potention’s multi criteria
analysis at single fuel usage)
Kriteria teknis dan ekonomis
Solar Skor Bobot Jumlah
Daya saat
menggunakan
solar (HP) 7,512 0,06 0,12
Konsumsi
Solar(cm3/h) 2038,32 0,22 0,43
Harga
konsumsi
solar (Rp) 9172,5 2 0,72 1,45
Jumlah 2
Tabel 5Multi criteria analysispotensi operasional
mesin pada penggunaan dual fuel
(engine operational potention’s multi criteria
analysis at dual fuel usage)
Kriteria teknis dan ekonomis
Dual fuel
skor Bobot Jumlah
Daya saat
menggunakan
solar+CNG (HP) 5,5 1 0,06 0,06
Konsumsi
solar (cm3/h) 1030 5 0,22 1,08
Harga
konsumsi
solar+CNG (Rp) 7802 3 0,72 2,17
Jumlah 3,31
Tabel 3 – 5 memperlihatkan bahwa pemakaian dual fuel yang setara dengan 10 liter solar akan
memberikan penghematan hingga Rp. 19,800 bila
selisih harga antara solar dan CNG sebesar Rp
3,200, sedangkanselisih harga antara solar dan CNG sebesar Rp 700 akan menghasilkan
penghematan sebesar Rp 7,300.
JURNAL KELAUTAN NASIONAL Vol. 8 No. 1 April 2013
Potensi CNG (Compressed Natural Gas) Sebagai Alternatif Bahan Bakar Kapal Penangkap Ikan Berukuran Panjang 11 M
14
Tabel 4 dan 5 memperlihatkan bahwa saat
menggunakan dual fuel konsumsi solar dan harga
total konsumsi bahan bakar lebih unggul dibandingkan saat menggunakan single fuel.
Keunggulan penggunaan single fuel ada pada
variabel daya yang dihasilkan, yaitu 23%lebih
besar jika dibandingkan dengan penggunaan dual fuel. Keunggulan dual fuel pada konsumsi solar
dan harga total konsumsi bahan bakar lebih besar
masing–masing 50,52% dan 15% jika dibandingkan dengan penggunaan single fuel.
Berdasarkan analisa diatas dapat disimpulkan
bahwa secara teknis dan ekonomis penggunaan dual fuel pada mesin Dongfeng ZS1100 lebih
unggul dengan perbandingan skoring 3,31 dan 2.
3.2. Potensi Stabilitas kapal Dua prinsip pokok dalam perhitungan stabilitas
adalah prinsip kenyamanan dan prinsip
keselamatan. Kenyamanan kapal sangat tergantung
pada nilai GM, jika terlalu rendah maka sudut olengan kapal akan besar sehingga periode olengan
pun akan relatif besar dan mengurangi
kenyamanan. Nilai GM akan kecil bahkan negatif bila peletakan muatan terkonsentrasi diatas
permukaan dek. Bila nilai GM terlalu besar maka
sudut olengan kapal akan terlalu kecil sehingga periode olengan kapal kecil yang mengakibatkan
gerakan rolling kapal menyentak–nyentak
(Hardjanto, 2010).
Kapal gillnet yang diteliti memiliki nilai GM
sebesar 0,414. Nilai ini cukup ideal karena berada
diatas batas minimal (0,35 menurut IMO) namun tidak terlalu besar nilainya. Keselamatan kapal
sangat dipengaruhi oleh nilai GZ. Besar kecilnya
nilai GZ menentukan keselamatan kapal, karena momen penegak atau momen static stability
memiliki rumus W x GZ. W adalah volume
displacement dan GZ adalah lengan penegak. GZ
merupakan ukuran kemampuan kapal untuk kembali tegak setelah kapal mengalami kemiringan
akibat pengaruh dari gaya – gaya eksternal. IMO
(International Maritime Organization) memberikan kriteria standar stabilitas kapal yang
digambarkan dalam Tabel 6.
Tabel 6 Standar Stabilitas kapal oleh IMO
(Stability standart by IMO)
Sumber :Muckle, 1978.
Ukuran utama kapal yang akan diuji stabilitasnya
memiliki panjang (L) = 11,8842 m; lebar (B) = 2,5 m; tinggi geladak (H) = 1,0 m; tinggi sarat (T) =
0,75 m; koefisien blok (Cb) = 0,51. Alat tangkap
yang digunakan oleh kapal ini adalah gillnet. Berdasarkan perangkat lunak yang dibuat oleh
Haudring, didapatkan berat gillnet sebesar 155 kg.
Nelayan yang berada di kapal selama proses
penangkapan ikan adalah sebanyak empat orang
dengan berat masing – masing diasumsikan seberat
75 Kg. Berdasarkan perhitungan dari Sawyer dan Pizzali(2003) didapatkan berat es sebesar 600 kg,
sedangkan kapasitas palka direncanakan sebesar
1880 Kg dan berat CNG kit sebesar 80 Kg.
Pengujian yang dilakukan pada kapal pembanding
gillnet berukuran panjang (L) 10,50 m, Lebar (B)
2,19 m, dan tinggi geladak (H) 0,85 cm dengan mesin outboard instalasi menyamping dan panjang
poros diatas 2,5 m kapal dapat dijalankan dengan
kecepatan 7 knot (Setiyobudi et al. 2009), sedangkan bila dilakukan simulasi dengan piranti
lunakdesain kapal, maka kapal dapat dijalankan
hingga kecepatan 7,25 knot saat beban maksimal (maximum load).
Terdapat tiga desain instalasi sistem bahan bakar
(Tabel 7). Desain satu (loadcase 1) adalah menggunakan bahan bakar dual fuel dengan
penempatan CNG dibawah geladak dan dalam
tempat tertutup (confined area). Desain dua (loadcase 2) adalah menggunakan bahan bakar
single fuel dengan penambahan bahan bakar
cadangan sebanyak 50 kg, sedangkan desain tiga (loadcase 3) menggunakan bahan bakar dual fuel
dengan penempatan CNG kit diatas geladak.
Kriteria Standar minimal
Area 0° - 30° 3,151 m.deg
Area 0° - 40° 5,157 m.deg
Area 30° - 40° 1,719 m.deg
Maximum GZ 0,2 m
Angle at maximum GZ 25°
GMT for fishing vessel 0,35 m
JURNAL KELAUTAN NASIONAL Vol. 8 No. 1 April 2013
Potensi CNG (Compressed Natural Gas) Sebagai Alternatif Bahan Bakar Kapal Penangkap Ikan Berukuran Panjang 11 M
15
Tabel 7 Multi criteria analysis potensi stabilitas kapal
Desain 1 sangat tidak dianjurkan pada kapal kecil,
karena merujuk pada Guidelines for the Use of Gas
as Fuel for Ships yang dikeluarkan oleh GL(2010), dinyatakan bahwa tangki gas dengan tekanan
diatas 10 bar tidak boleh diletakkan di ruang
tertutup tanpa ventilasi yang memadai.
Perhitungan software memperlihatkan pula bahwa
semua desain memenuhi kriteria teknis. Dengan
panjang kapal (L) 11,8 m, lebar kapal (B) 2,5 m, dan tinggi geladak (H) 1 m didapatkan nilai
maksimum GZ sebesar 0,301 m;0,294 m;0,293 m,
sudut saat GZ maksimal sebesar 56,5°;54,5°;54,5°, dan nilai GM sebesar 0,396 m;0,414 m;0,414 m.
Tabel 7pada lampiran menggambarkan hasil multi
criteria analysis pada kriteria teknis dalam potensi
stabilitas.
Desaindua (single fuel) memiliki keunggulan
pada luas area 0°-30°, luas area 0°-40°, luas
area 30°-40°, dan initial GM. Desainsatu (dual
fuel, CNG kit diletakkan di bawah) memiliki
keunggulan pada maximum GZ dan angle at
maximum GZ. Desaintigalebih unggul pada
luas area 30°-40°, dan initial GM.
Analisa diatas memperlihatkan bahwa secara
keseluruhan desain dua dan desain tiga lebih
unggul dalam potensi stabilitas dengan
perbandingan skoring 3,94 dan 3,89.
Kombinasi dua potensi (operasional mesin dan
stabilitas kapal) menunjukkan bahwa
keunggulan tertinggi dimiliki oleh kapal saat
menggunakan dual fuel dengan CNG kit
diletakkan di atas dek yang mendapatkan skor
sebesar 7,25. Kapal saat menggunakan dual
fuel dengan CNG kit diletakkan di bawah
memiliki skor sebesar 7,2 dan kapal
menggunakansingle fuel memiliki skor sebesar
5,94.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Pada potensi operasional mesin, penggunaan
dual fuel pada mesin Dongfeng ZS1100 lebih
unggul jika dibandingkan dengan penggunaan
single fuel.
Pada potensi stabilitas, penggunaan single
fueldan penempatan CNG kit diatas dek lebih
unggul.
Pada potensi kombinasi, yang paling unggul
adalah kapal menggunakan dual fuel dengan
CNG kit diletakkan di atas dek
Saran
1. Perlu ditambahkan kriteria emisi dan
reliabilitas pada kriteria tekno ekonomi
2. Pada kriteria stabilitas dapat
dikembangkan hingga meneliti seakeeping
pada tiap skema instalasi
Kriteria stabilitas Desain 1
Desain 2
Desain 3
Std Skor
1
Skor 2
Skor 3
bobot Jml 1 Jml 2 Jml 3
Area 0 to 30 3,183 3,297 3,292 3,151 2 2 2 0,04 0,08 0,08 0,08
Area 0 to 40 5,643 5,793 5,782 5,157 2 3 3 0,052 0,1 0,15 0,15
Area 30 to 40 2,46 2,495 2,49 1,719 4 4 4 0,04 0,16 0,16 0,16
Max GZ at 30 0,301 0,294 0,293 0,2 4 4 4 0,456 1,82 1,82 1,82
Angle at max GZ 56,5 54,5 54,5 25 5 5 5 0,241 1,2 1,2 1,2
Initial GM for
fishing vessel
0,396 0,414 0,414 0,35 3 3 3 0,172 0,51 0,51 0,51
Jumlah 3,89 3,94 3,94
JURNAL KELAUTAN NASIONAL Vol. 8 No. 1 April 2013
Potensi CNG (Compressed Natural Gas) Sebagai Alternatif Bahan Bakar Kapal Penangkap Ikan Berukuran Panjang 11 M
16
3. Penelitian pengembangan yang dapat
dilakukan adalah analisis ekonomi operasi
penangkapan ikan dengan skema instalasi
dual fuel dan CNG kit diletakkan di atas
dek.
UCAPAN TERIMA KASIH
Pada kesempatan ini saya ingin berterima kasih
kepada Balai Besar Pengembangan Penangkapan Ikan, Kementrian Kelautan dan Perikanan sehingga
penelitian ini dapat terselesaikan
DAFTAR PUSTAKA
Clarke A, Johnston NM. 2002. Scaling of
metabolic rate with body mass and temperature in teleost fish. Journal of
animal ecology. 68:893-905.
[GL] Germanischer Llyodd (DE). 2010. Rules for
Classification and Construction Chapter VI Part 3 Guidelines for The Use Of Gas as
Fuel for Ships. Germany (DE):[penerbit
tidak diketahui] Hardjanto A, 2010. Pengaruh kelebihan dan
pergeseran muatan di atas kapal terhadap
stabilitas kapal. Jurnal aplikasi pelayaran dan kepelabuhanan. 1(1):1-17
Hind JA, 1967. Stability and Trim of Fishing
Vessel. London (GB): Fishing new books
ltd. Johnston IA, Clarke A, Ward P. 1991.
Temperature and metabolic rate in sedentary
fish from the antarctic, north sea, and indo west pacific ocean. Marine biology.
109:191–195
Muckle W. 1978. Naval Architecture of Marine
Engineers. [tempat tidak diketahui]. New butterword and co.
Nugraha Y. 2004. Bentuk Geometris Kapal Payang
Dan Gillnet Yang Beroperasi Di Teluk Pelabuhan Ratu, Sukabumi, Jawa Barat
(repository IPB). Bogor (ID): Institut
Pertanian Bogor Raharjo O, Asikin Z. 2009. Penggunaan Bahan
Bakar Gas Pada Motor Penggerak Kapal
Perikanan. Semarang (ID): [penerbit tidak
diketahui]
Shawyer M, Pizzali AFM. 2003. The Use of Ice On
Small Fishing Vessels. Rome (IT): FAO
fisheries technical paper. Semin S, Bakar RA, Ismail AR. 2008. Application
review of compressed natural gas as a
sustainable alternative fuel in the internal
combustion engines. 1st
international conference of the institution of engineering
and technology; 2008 May 26-28; Brunei
Darussalam. Brunei Darussalam: Brunei Darussalam Network.
Semin S, Dayang, Amiadji, Zuhdi A, Ariana IM.
2012. Pengaruh perubahan compression
ratio motor diesel menggunakan bahan bakar gas dan efeknya terhadap power dan
daya. Seminar nasional teori dan aplikasi
teknologi kelautan; 2012 Des 5; Indonesia (ID): hlm X1-X5
Setiyobudi N, Asikin Z, Rahardjo O, Budihardjo.
2011. Bahan Bakar Gas (CNG) Alternatif Pengganti BBM Kapal Perikanan. [penerbit
tidak diketahui].
[penulis tidak diketahui]. Natural gas [Internet].
[Diunduh pada 2013 Apr 20]. Tersedia pada www.eere.energy.gov/afdc/altfuel/natural_g
as.html
[penulis tidak diketahui]. Horse power [Internet]. [Diunduh 2013 Apr 20]. Tersedia pada
www.Wikipedia.org/horsepower.
JURNAL KELAUTAN NASIONAL VOL. 8 NO. 1 APRIL 2013
Hubungan Variabilitas Parameter Keamanan dan Kenyamanan Kerja ABK dan Hasil Tangkapan Ikan pada Pukat Cincin yang
Beroperasi di Selat Bali
17
HUBUNGAN VARIABILITAS PARAMETER KEAMANAN DAN KENYAMANAN KERJA
ABK DAN HASIL TANGKAPAN IKAN PADA PUKAT CINCIN YANG BEROPERASI DI
SELAT BALI
THE RELATIONSHIP BETWEEN THE VARIABILITY OF WORK SAFETY AND COMFORT
PARAMETERS OF PURSE SEINE CREWS OPERATING ON BALI STRAIT AND ITS CATCH
Suryanto1)
, Ignatius Tri Hargiyatno1)
dan Wingking Era Rintaka Siwi2)
1) Pusat Penelitian Pengelolaan Perikanan dan Konservasi Sumberdaya Ikan
Gedung Badan Penelitian dan Pengembangan Kelautan dan Perikananan II, Jl. Pasir Putih 2, Ancol Timur, Jakarta.
Telepon : 021.64700928,. Fax. 021 64700929
2) Balai Penelitian dan Observasi Laut, Perancak, Bali Email : [email protected]
Diterima tanggal: 24 Desember 2012, diterima setelah perbaikan: 29 Maret 2013, disetujui tanggal : 22 April 2013
ABSTRAK
Studi untuk melihat variabilitas tingkat keamanan dan kenyamanan awak kapal pukat cincin dalam usaha untuk
mendapatkan tangkapan lemuru di Selat Bali dilakukan dengan mengkaji hubungan variabilitas indek operabilitas anak
buah kapal terhadap hasil tangkapan ikan telah dilakukan. Studi menggunakan parameter motion sickness incidence
(MSI) dengan kriteria ISO 2631-1, data gelombang rata-rata bulanan Selat Bali Tahun 2008-2009, Indek Musim Ikan,
hasil tangkapan lemuru dan jumlah kapal berlabuh di Pelabuhan Muncar Tahun 2008-2009. Hasil menunjukan bahwa
nelayan bekerja dalam kondisi keamanan dan kenyamanan kerja sesuai dengan kriteria ISO 2631-1 dan keamanan kerja
penarik jaring diindikasikan menjadi pertimbangan utama didalam memutuskan kapal berangkat melaut.
Kata kunci : Pukat-Cincin, Motion Sickness, Gelombang, Hasil-Tangkapan
ABSTRACT
A study to assesses the variability of work safety and comfort levels of fishermen on board of purseiner operating on
Bali Strait, in retated to the catch, has been accomplished. To do so, the study assessed the correlation among
operability indices based on motion sickness incidence (MSI) with ISO 2631-1 criteria, fishing season indices and catch
per unit effort (CPUE) has been done. The result shows that working safety and comfort levels of fishermen on board
are conform to ISO 2631-1; further the study also shows that working safety and comfort of fishermen hauling the nets
could be an indicator for the boats to take any voyages.
Keywords : Purseiner, Motion Sickness, Waves, Catches
PENDAHULUAN
Selat Bali merupakan pusat perikanan spesies
tunggal yaitu lemuru (Sardinella lemuru Bleeker, 1853) dengan area yang relatif sempit (Merta et al.
2000; Prasetyo dan Natsir. 2011). Sardinella
lemuru Bleeker merupakan (80 – 98)% hasil tangkapan dari perikanan pelagis kecil di Selat Bali
(Wudianto. 2011). Terlihat pada Gambar 1,
wilayah penangkapan sardinella lemuru berada
hampir diseluruh Selat Bali. Penangkapan ikan dilakukan oleh nelayan yang berasal dari Propinsi
Jawa Timur dan Bali. Sejak tahun 1992, pengelolaan sardinella lemuru di Selat Bali
didasarkan pada Surat Keputusan Bersama (SKB)
antara Gubernur Jawa Timur dan Bali No.
238/1992-647/1992; dimana SKB tersebut mengatur pembatasan jumlah armada pukat cincin
dari masing-masing Propinsi (Wiyono. 2011).
Eksploitasi sumberdaya perikanan lemuru di Selat Bali secara intensif dimulai sejak dekade 70-an
dengan telah berkembangnya alat tangkap purse
seine yang mempunyai produktivitas lebih tinggi dibandingkan dengan alat tangkap yang sudah ada
JURNAL KELAUTAN NASIONAL VOL. 8 NO. 1 APRIL 2013
Hubungan Variabilitas Parameter Keamanan dan Kenyamanan Kerja ABK dan Hasil Tangkapan Ikan pada Pukat Cincin yang
Beroperasi di Selat Bali
18
sebelumnya (Dinas KP Jawa Timur. 2000).
Menurut Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan KEP No. 45/MEN/2011 kondisi
sumberdaya lemuru sudah mengalami over
exploited. Namun, pengelolaan lemuru harus tetap
dilanjutkan karena melibatkan sebagian besar nelayan di Selat Bali terutama di Kab Muncar
(Jawa Timur) dan Kab. Jimbaran (Bali) (Merta et
al., 2000).
Gambar 1. Daerah Penangkapan Ikan di Selat Bali
(Wiyono. 2011). Fishing Ground of Bali Starit (Wiyono.
2011)
Jumlah nelayan di dunia diperkirakan 30 juta orang
yang bekerja diatas 4 juta kapal, dimana 1,3 juta kapal diantaranya memiliki geladak dan 2,7 juta
kapal tidak memiliki geladak. 98% dari kapal-
kapal tersebut memiliki panjang kurang 24 meter (FAO. 2010). ILO dalam FAO (2010)
memperkirakan jumlah kematian pada sektor
perikanan tangkap secara global pada tahun 1999
adalah 24.000 orang. Angka tersebut dipercaya lebih besar karena di negara-negara sedang
berkembang pencatatan kecelakaan tersebut tidak
sempurna (Wang et al. 2005), mendapatkan sebagian besar kecelakaan kapal ikan dilaut terjadi
pada kapal dengan panjang seluruh lebih kecil dari
24 meter. Kecelakaan tersebut terutama
diakibatkan oleh kerusakan mesin, tenggelam, bocor dan kandas; masing-masing dengan
prosentase kejadian sebesar 65.97%, 15.41%, dan
8.38% (Lincoln dan Lucas. 2009) dalam studinya terhadap industri penangkapan ikan di Amerika
menyatakan bahwa 52% kecelakaan laut berupa
kerusakan kapal, 31% berupa anak buah kapal (ABK) yang terjatuh kelaut dan sisanya berupa
kecelakaan diatas kapal. Penyebab utama ABK
terjatuh kelaut diantaranya adalah karena terpeleset
(28%) dan kehilangan keseimbangan badan (22%).
Jenis kecelakaan tersebut disebabkan oleh
gerakan kapal, kondisi cuaca, geladak yang licin dan kelelahan ABK.
Wiyono (2011) menyebutkan 57% kapal pukat
cincin yang beroperasi di Selat Bali memilili tonase antara (10-30) GT dengan jumlah total
nelayan 59.276 orang pada Tahun 2007 dan naik
menjadi 64.518 orang pada Tahun 2009. Studi yang lain menunjukan bahwa kapal pukat cincin
yang berlabuh di Pengambengan dengan tonase
(10-30) GT memiliki panjang (14-21) meter (Suryanto. 2012).
Berdasarkan hasil studi stabilitas kapal pukat
cincin Selat Bali pada perairan tenang, didapatkan bahwa, berdasarkan kriteria stabilitas yang
ditetapkan oleh FAO/ILO/IMO. (FAO. 2005),
kapal memiliki stabilitas statis yang layak pada berbagai kondisi pemuatan kapal. Namun
berdasarkan kriteria yang sama, kapal tidak
memenuhi satu pun kriteria stabilitas dinamis (Suryanto et al. 2005).
Tupper (1985) dalam studinya di New England
Groundfish Industry, mendapatkan adanya hubungan yang erat antara kondisi laut, jumlah trip
dan hasil tangkapan sepanjang tahun. Dalam
studinya didapatkan 3 parameter utama yang sangat mempengaruhi variasi jumlah tangkapan
adalah (1) Efektifitas alat tangkap, (2) Olah gerak
kapal terhadap alat tangkap, (3) Pengaruh gerak kapal terhadap kinerja ABK. Sementara Yaakob
dan Chau (2005) dalam studinya menunjukan
adanya hubungan antara variasi tinggi gelombang
dan hasil tangkapan ikan di Semenanjung Barat dan Timur Malaysia.
Berdasarkan informasi tersebut diatas; terlihat bahwa armada pukat cincin Selat Bali termasuk
dalam katagori kapal yang memiliki resiko tinggi
mengalami kecelakaan dan melibatkan 64.500 nelayan. Sementara sumberdaya lemuru dalam
kondisi over exploited, industri pengolahan ikan
mengharapkan hasil tangkapan lemuru selalu
berkesinambungan. Maka studi untuk melihat tingkat keamanan dan kenyamanan ABK dalam
penangkapan ikan dengan menggunakan kapal
pukat cincin perlu dilakukan. Keamanan dan kenyamanan kerja diatas kapal terkait secara
langsung dengan gerak kapal, maka pendekatan
yang dilakukan adalah mengkaji hubungan
variabilitas parameter keamanan dan kenyamanan yang dialami oleh ABK dengan hasil tangkapan.
JURNAL KELAUTAN NASIONAL VOL. 8 NO. 1 APRIL 2013
Hubungan Variabilitas Parameter Keamanan dan Kenyamanan Kerja ABK dan Hasil Tangkapan Ikan pada Pukat Cincin yang
Beroperasi di Selat Bali
19
BAHAN DAN METODE
Dalam studi ini, obyek yang digunakan adalah
kapal pukat cincin pemburu yang beroperasi di
Selat Bali yang memiliki ukuran panjang seluruh
21,71 meter, panjang garis air 18,67 meter, lebar 4,75 meter, tinggi geladak 2 meter dan sarat air
1,37 meter dengan rencana garis dan rencana
umum disajikan pada Gambar 2 dan 3 dibawah ini.
Gambar 2. Rencana Garis Kapal Pukat Cincin Selat Bali
(Lines Plan of Bali Strait Purseiner)
Gambar 3. Rencana Umum dan Konstruksi Pukat
Cincin Selat Bali (General Arrangement and Hull
Construction of Bali Strait Purseiner)
Sedangkan sebagai gaya luar yang menyebabkan
kapal bergerak adalah gelombang laut Selat Bali tahun 2008-2009 yang dihasilkan oleh Balai
Penelitian Observasi Laut (BPOL) Perancak, Bali
seperti terlihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Tinggi Siknifikan dan Periode Zero Crossing
Gelombang Bulanan Selat Bali Tahun 2008-
2009.
(Monthly Significant Heights and Zero
Crossing Periods of Bali Strait Wave of 2008-
2009)
NO BULAN Tz
(detik)
Hsig
(meter)
1 Januari 3,41 0,52
2 Pebuari 4,35 1,08
3 Maret 6,64 2,04
4 April 5,21 1,06
5 Mei 5,63 1,34
6 Juni 5,36 1,15
7 Juli 6,09 1,69
8 Agustus 3,35 0,41
9 September 3,61 0,47
10 Oktober 3,15 0,36
11 Nopember 5,39 1,09
12 Desember 3,80 0,72 Sumber: Balai Penelitian Perikanan Laut (BPOL)
Hasil tangkapan yang digunakan adalah Indek
Musim Ikan (MI) yang merupakan rata-rata tangkapan bulanan dari data tangkapan Tahun
1993-2002. Dimana MI kurang dari 1 didefinisikan
bukan musim ikan (Merta dan Nurhakim. 2004).
Untuk mendapatkan data gelombang dan hasil tangkapan dalam kurun waktu yang sama, studi
juga menggunakan data catch per unit effort
(CPUE) lemuru rata-rata Tahun 2008 dan 2009 dari Pelabuhan Muncar (Prasetyo dan Natsir.
2011). Dalam analisa, data CPUE yang diperoleh
distandarisasikan untuk mendapatkan besaran yang
mendekati indek musim ikan dan indek operabilitas ABK.
Dalam studi ini, indek operabilitas ABK diadopsi dari indek operabilitas kapal. Indek operabilitas
anak buah kapal adalah persentase waktu dimana
berdasarkan kriteria yang digunakan, anak buah dinyatakan aman/ nyaman beroperasi pada suatu
kondisi laut tertentu (Grigoropoulosa. 2010).
Indek musim ikan dan standard CPUE lemuru
bulanan dimaksud disajikan pada Gambar 4.
JURNAL KELAUTAN NASIONAL VOL. 8 NO. 1 APRIL 2013
Hubungan Variabilitas Parameter Keamanan dan Kenyamanan Kerja ABK dan Hasil Tangkapan Ikan pada Pukat Cincin yang
Beroperasi di Selat Bali
20
Gambar 4. Musim Ikan Lemuru (MI) di Selat Bali
(Fishing Season of Lemuru on Bali Strait)
Simulasi gerak kapal dilaksanakan dengan
menggunaka perangkat lunak Seakeeper.
Hubungan antara gaya luar yang diakibatkan oleh gelombang dan gerak kapal dicerminkan didalam
persamaan defensial linier sebagai;
1,...,6=jk,
e ei6
1
t
k
j
jkjjkjjkjkj FCBAM
(1)
Dimana :
- F k : Amplituda Gaya gelombang
komponen ke k
- j : Komponen simpangan gerak
kapal ke j (1..6)
- : Komponen kecepatan gerak
kapal ke j
- : Komponen percepatan gerak
kapal ke j
- kjM : Matrik massa kapal
- kjA : Matrik koefisien added mass
- kjB : Matrik koefisien damping
- kjC : Matrik koefisien hydrostatic
restoring
- jk, : Komponen gaya gelombang dan
gerak kapal
Sedangkan nilai koefisien added mass, damping
dan hydrostatic restoring diperoleh dengan metode
Lewis. Selanjutnya gerak kapal sebagai respon dari gelombang irregular dianalisa dengan
menggunakan analisa spekturm linier seperti
disarankan oleh Dennis dan Pierson (1953).
Berdasarkan data gelombang bulanan yang
diperoleh, gelombang acak disimulasikan dengan
menggunakan spektrum gelombang ITTC 2 parameters sebagai;
exp
(2)
Dimana :
-
-
- .
Berdasarkan formula tersebut maka spektrum gelombang bulanan Selat Bali terlihat seperti pada
Gambar. 5.
Gambar 5. Spektrum Gelombang Bulanan Selat Bali
(Monthly Wave Spectra of Bali Strait)
Variasi arah gelombang relatif terhadap kapal
diasumsikan mempunyai probabilitas kejadian
yang sama. Karena bentuk kapal simetri, maka
arah gelombang relatif terhadap kapal yang digunakan dalam studi ini adalah Buritan (0
0),
Kwartal Buritan (450), Lambung (90
0), Kwartal
Haluan (1350) dan Haluan (180
0). Sedangkan
kecepatan kapal pukat cincin yang disimulasikan
adalah (1-8) knot. Kondisi pemuatan kapal dipilih
dimana kapal memiliki stabilitas terburuk yaitu
ruang muat ikan dalam keadaan kosong/ berangkat menuju fishing ground (Suryanto et al. 2005).
JURNAL KELAUTAN NASIONAL VOL. 8 NO. 1 APRIL 2013
Hubungan Variabilitas Parameter Keamanan dan Kenyamanan Kerja ABK dan Hasil Tangkapan Ikan pada Pukat Cincin yang
Beroperasi di Selat Bali
21
Posisi diatas kapal yang ditinjau adalah posisi juru
mesin, juru mudi, juragan panggung, tempat ABK beristirahat dan tempat penarik jaring. Posisi
tersebut dapat dilihat pada Gambar 6.
Gambar 6. Posisi ABK diatas kapal yang ditinjau.
(Crew On Board Locations under study)
Untuk menghitung parameter yang berhubungan dengan kenyamanan/ keamanan kerja ABK,
parameter yang dipakai dalam studi ini adalah
Motion Sickness Incidence (MSI) yang dihitung
sebagai
(3)
Dimana
- dan adalah batasan frekwensi atas dan
bawah dengan sebagai pusat 1/3
oktaf
- adalah spektrum percepatan vertikal
absolut dari posisi yang ditinjau.
Nilai kriteria MSI yang dipakai didasarkan pada
ISO 2631-1 dengan 10% ABK mengalami muntah
setelah 8 jam pelayaran. Nilai MSI yang ditinjau
adalah pada frekwensi 0,169 Hz
dimana pada frekwensi tersebut kondisi motion sickness adalah
maksimum terjadi (Griffin. 1990).
Daerah operasional ABK dapat digambarkan
dengan menggunakan diagram radar kecepatan
(speed polar plot) dengan jari-jari sebesar 1 hingga 8 knot dengan interval 1 knot dan arah gelombang
dari 00 hingga 360
0 dengan interval sebesar 45
0.
Pada setiap variasi kecepatan kapal dan arah
gelombang serta spektrum gelombang bulanan yang terjadi, dihitung parameter MSI dari setiap
posisi ABK yang ditinjau. Daerah operasional
bulanan ABK yang diijinkan adalah luasan diagram radar kecepatan dimana pada variasi
kecepatan kapal dan arah gelombang, parameter
MSI untuk setiap posisi ABK yang terjadi tidak
melebihi batasan kriteria ISO 2631-1. Selanjutnya
dihitung indek operabilitas bulanan ABK sebagai perbandingan antara luas daerah operasional
bulanan ABK yang diijinkan terhadap luasan
seluruh diagram radar kecepatan (Grigoropoulosa.
2010). Contoh diagram radar kecepatan yang dihasilkan disajikan pada Gambar 7.
Gambar 7. Diagram Radar Kecepatan Bulan Oktober -
Desember
(Speed Polar Plot for October to
December)
Untuk mengetahui hubungan tingkat keamanan/
kenyamanan ABK terhadap hasil tangkapan,
dilakukan analisa korelasi antara indek operabilitas bulanan ABK pada setiap posisi diatas kapal yang
ditinjau terhadap indek musim ikan maupun
standar CPUE 2008-2009.
JURNAL KELAUTAN NASIONAL VOL. 8 NO. 1 APRIL 2013
Hubungan Variabilitas Parameter Keamanan dan Kenyamanan Kerja ABK dan Hasil Tangkapan Ikan pada Pukat Cincin yang
Beroperasi di Selat Bali
22
HASIL DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan diagram radar kecepatan bulanan
untuk setiap lokasi diatas kapal yang ditinjau, didapatkan indek operabilitas bulanan dari lokasi-
lokasi tersebut seperti terlihat pada gambar 8.
Gambar 8. Indek Operasi Bulanan Juru Mesin, Juragan
Panggung, ABK, Juru Mudi dan Penarik Jaring
(Monthly Operational Indices of Engine
Master. Juragan Panggung, Crew, Quarter
Master and Net Haulers)
Berdasarkan hasil analisa korelasi antara indek
operabilitas sepanjang tahun dari setiap lokasi diatas kapal yang ditinjau terhadap indek musim
ikan dan standar CPUE 2008-2009, diperoleh
koefisien korelasi seperti terlihat pada Tabel 2. Tabel 2. Korelasi indek operabilitas terhadap CPUE
2008-2009 dan Indek Musim Ikan.
(The Corellation among Operability Indices,
CPUE 2008-2009 and Fishing Season Index)
NO LOKASI
KOEF. KORELASI
CPUE
2008-9
MI
(1993-2002)
1 J. Mesin 0,8349 0,4621
2 J. Panggung 0,8569 0,7728
3 P. Jaring 0,8971 0,6406
4 T. ABK 0,9239 0,6855 5 J. Mudi 0,7598 0,4186
Secara umum dapat dikatakan terdapat hubungan
yang lebih baik antara indek operabilitas dengan
CPUE 2008-2009 dari pada dengan indek musim ikan. Hal ini dicerminkan dengan besaran koefisien
korelasi antara indek operabilitas dengan CPUE
2008-2009 sebesar 0,76 – 0,92. Sedangkan variasi koefisien korelasi sebesar 0,41 – 0,77 didapatkan
untuk hubungan antara indek operabilitas dengan
indek musim ikan.
Variasi koefisien korelasi yang rendah (0,41 –
0,77) antara indek operabilitas dan indek musim ikan dapat disebabkan karena adanya ketidak
kesesuaian kurun waktu antara data gelombang
(2008-2009) yang digunakan dalam simulasi gerak
kapal dan data yang digunakan dalam analisa indek musim ikan (1993-2002). Selain itu, indek musim
ikan yang menggunakan data hasil tangkapan
dalam kurun waktu 1993-2002 tersebut mendapatkan bahwa musim ikan 1995, 1996,
1998, 1999, dan 2000 tidak mengikuti pola musim
ikan yang diperoleh (Merta dan Nurhakim. 2004). Hal lain, musim ikan yang diperoleh didasarkan
pada total hasil tangkapan bulanan tanpa
memperhatikan jumlah kapal yang menangkap
(Wudianto. 2001) menyebutkan bahwa musim ikan lebih tepat digambarkan dengan fluktuasi bulanan
CPUE.
Sebaliknya, koefisien korelasi yang tinggi (0,76 –
0,92) hampir untuk semua lokasi yang ditinjau
antara indek operabilitas dan CPUE 2008-2009 dapat terjadi karena adanya kesesuaian kurun
waktu antara data gelombang, hasil tangkapan dan
jumlah kapal yang melakukan penangkapan.
Membandingkan spektrum gelombang bulanan
(Gambar 5) dan indek operability bulanan (Gambar 8), terlihat tidak selalu memiliki hubungan. Secara
umum luas spektrum gelombang menggambarkan
besar energi gelombang. Berdasarkan hukum kekekalan energi, energi gelombang tersebut akan
berubah menjadi energi gerak kapal pada 6 derajat
kebebasan yang dapat digambarkan dalam bentuk
spektrum gerak kapal. Secara mathematis hubungan tersebut adalah :
(4)
dimana adalah spektrum gerak
vertikal kapal dan spektrum gelombang; adalah Response Amplitude Operator gerak
vertikal kapal dan adalah frekwensi gerak atau
gelombang (Tello Ruiz et.al). dikenal
sebagai karakteristik spesifik gerak yang dicirikan dengan adanya frekwensi alamiah (natural).
Frekwensi alamiah adalah frekwensi dimana jika
terjadi gangguan dengan frekwensi tersebut; maka kapal akan bergerak dengan besaran tidak terbatas.
Berdasarkan alasan tersebut, maka besaran
percepatan gerak vertikal, sebagai dasar
perhitungan MSI, tidak hanya tergantung dengan
JURNAL KELAUTAN NASIONAL VOL. 8 NO. 1 APRIL 2013
Hubungan Variabilitas Parameter Keamanan dan Kenyamanan Kerja ABK dan Hasil Tangkapan Ikan pada Pukat Cincin yang
Beroperasi di Selat Bali
23
luas spektrum gelombang; tetapi juga tergantung
dengan frekwensi puncak spektrum gelombang (wave peak frequency) dan frekwensi alamiah
gerak vertikal kapal. Dimana frekwensi alamiah
gerak kapal dipengaruhi oleh distribusi berat
konstruksi, logistik dan muatan kapal.
Indek operabilitas untuk semua lokasi bekerja yang
ditinjau pada bulan Nopember tertinggi dibandingkan pada bulan-bulan yang lain; hal ini
berarti bahwa pada bulan tersebut keamanan dan
kenyaman bekerja diatas kapal adalah maksimum. Sedangkan kondisi keamanan dan kenyaman
terburuk terjadi ketika indek operabilitas minimum
yang terjadi pada bulan September. Hal tersebut
disebabkan frekuensi puncak gelombang bulan September (0,19 Hz) lebih mendekati frekuensi
alamiah gerak vertikal kapal yang terjadi pada
kisaran 0,65-0,72 Hz. Sedangkan frekuensi puncak gelombang bulan November (0,14 Hz) jaraknya
lebih jauh dari frekuensi alamiah gerak vertikal
kapal. Seperti terlihat pada Gambar 4 bahwa hal tersebut sesuai pula dengan puncak tertinggi dan
terendah CPUE. Hal ini berarti ketika keamanan
dan kenyamanan bekerja diatas kapal sangat
kondusif maka hasil tangkapan akan maksimal; demikian juga sebaliknya.
Studi tentang pengaruh posisi diatas kapal terhadap body balance pada posisi berdiri dengan
menggunakan parameter Motion Induced
Interruptions (MII) mendapatkan bahwa posisi sebagai juragan panggung adalah pekerjaan yang
paling berbahaya disusul penarik jaring dan juru
mudi (Suryanto. 2012). Namun pada kenyataan
dilapangan, juragan panggung pada saat bekerja selalu dalam posisi duduk; sehingga kondisi
bekerja yang paling berbahaya adalah penarik
jaring. Pada Tabel 2 terlihat bahwa koefisien korelasi tempat ABK terhadap CPUE adalah
terbesar yang diikuti dengan koefisien korelasi
penarik jaring. Namun pada kondisi riil, pada saat kapal menuju fishing ground, ABK yang tidak
bertugas mengoperasikan kapal berkumpul
ditempat ABK untuk beristirahat di bagian depan
geladak utama. Pada saat sampai di fishing ground, ABK tersebut akan bertugas menebar dan menarik
jaring ditempat yang telah ditentukan. Sehingga
terdapat hubungan yang erat antara tingkat bahaya (MII), keamanan/ kenyamanan kerja (MSI) dan
hasil tangkapan (CPUE).
Seperti disebutkan dalam bagian metode diatas
bahwa indek operabilitas yang dihitung dalam
studi ini hanya menggunakan parameter motion
sickness incidences (MSI). Parameter yang dikembangkan oleh O'Hanlon dan Mc Cauley
(1973) mencerminkan hubungan antara jumlah
orang yang muntah terhadap frekwensi dan
percepatan gerak vertikal. Selanjutnya teori ini dikembangkan dengan penggabungan variabel
gerak anggukan, oleng dan lama terhadap
gangguan gerakan (Mc Cauley et al. 1976) dimana selanjutnya oleh International Standartization
Organization (ISO) dikembangkan petunjuk
pengukuran MSI yang dikenal dengan ISO 2631-1. (ISO. 1997). Parameter lain hasil pengembangan
MSI adalah Vomiting Incidence (VI); dimana
perbedaan keduanya adalah pada teknik
perhitungan (Lawther dan Griffin. 1987).
Riola dan Arboleya (2006) menyatakan bahwa
terdapat 5 parameter untuk mengetahui pengaruh gerak kapal terhadap kinerja ABK. Parameter
tersebut adalah; (1) Motion Indiced Interruptions
(MII), (2) Motion Induced Fatique, (3) Cognitive Performance, (4) Motion Sickness Incidence
(MSI), dan (5) Kebiasaan (Habituation). Namun
dia juga menyebutkan bahwa parameter yang
sangat berguna untuk keperluan tersebut adalah MII dan MSI
Sementara Colwell (1989) menyarankan penggunaan empat parameter untuk mengukur
kinerja seseorang yang bekerja ditempat yang
bergerak. Aspek tersebut adalah motion sickness incidence (MSI); motion-induced interruptions
(MII); motion-induced fatigue (MIF); dan whole
body vibration. Dimana keempat aspek tersebut
juga harus memperhatikan lama gangguan gerak yang dialami dan jenis pekerjaan yang harus
dilakukan.
Baitis (1995) memperkuat 2 pendapat diatas
dengan menyatakan bahwa kinerja seseorang
dipengaruhi oleh sistem biomekaniknya. Dimana sistem tersebut dapat diukur dengan menggunakan
parameter kehilangan keseimbangan yang disebut
Motion Induced Interruptions (MII). Parameter
tersebut dapat memperkirakan kapan kondisi gerak kapal dapat mulai mengganggu seseorang untuk
melakukan tugas tertentu pada posisi berdiri.
Stevens dan Parsons (2002) dalam studinya
menunjukan pentingnya penggunaan parameter
Motion Induced Fatigue (MIF) dalam mengkaji kinerja orang yang bekerja ditempat yang
bergerak. Ia menemukan bahwa seseorang yang
JURNAL KELAUTAN NASIONAL VOL. 8 NO. 1 APRIL 2013
Hubungan Variabilitas Parameter Keamanan dan Kenyamanan Kerja ABK dan Hasil Tangkapan Ikan pada Pukat Cincin yang
Beroperasi di Selat Bali
24
bekerja pada tempat yang bergerak mengalami
sedikit pertambahan konsumsi oksigen; namun kapasitas maksimum organ tubuhnya untuk
mengkonsumsi oksigen akan menurun sehingga
dapat menyebabkan kelelahan Motion Induced
Fatigue (MIF) dan akan berdampak pada menurunnya kinerja kognitifnya.
Sementara itu, Sarioz. K dan Narli. E. (2005) dalam studinya menunjukan bahwa pemilihan
parameter seakeeping dan batasannya yang dipilih
mempengaruhi indek operabilitas kapal. Berdasarkan penjelasan diatas dapat dikatakan
bahwa studi kinerja ABK diatas kapal hendaknya
meliputi MII, MSI dan MIF. Penggunaan
parameter-parameter tersebut dan pemilihan kriteria yang dipakai dapat menghasilkan indek
operabilitas kapal yang lain dari yang diperoleh
studi ini. (Sarioz. K dan Narli. E. 2005) menambahkan bahwa indek operabilitas kapal
sangat tergantung pula dengan pemilihan kriteria/
batasan yang dipakai.
Untuk meningkatkan keamanan dan kenyamanan
kerja nelayan diatas kapal, perbaikan dapat
dilakukan melalui 3 tahap. (1) Tahap perencanaan, melalui pemilihan perbandingan panjang kapal
terhadap displacement, panjang terhadap lebar
kapal, panjang terhadap sarat kapal dan panjang terhadap kecepatan kapal (Froud Number) yang
sesuai. Dimana hal ini dapat memperkecil
percepatan gerak vertikal kapal (Sayli et al. 2007). (2) Tahap operasional, melalui pengaturan
kecepatan kapal dan mengarahkan kapal relatif
terhadap gelombang secara tetap (Akinturk. 1997).
(3) Tahap modifikasi, melalui pemasangan sayap bilga. Dimana hal juga dapat meningkatkan
efisiensi pemakaian bahan bakar (Platonov VG dan
Trub MS. 2010).
KESIMPULAN DAN SARAN
Secara umum dapat disimpulkan bahwa (1)
Terdapat hubungan yang erat antara indek
operabilitas ABK terhadap catch per unit effort (CPUE). Hal ini ditunjukan dengan koefisien
korelasi sebesar (0,76 – 0,92). (2) ABK kapal
pukat cincin yang beroperasi di Selat Bali bekerja dalam kondisi keamanan dan kenyamanan kerja
sesuai dengan kriteria ISO 2631-1. (3) Diantara
posisi ABK yang ditinjau, kenyamanan dan
keamanan kerja penarik jaring memiliki korelasi
tertinggi (0,897) terhadap hasil tangkapan.
Disarankan dilakukan studi serupa dengan
menggunakan parameter MSI, MII dan MIF seperti
disarankan oleh Colwell (1989), Baitis (1995) dan Riola (2006).
DAFTAR PUSTAKA
Akinturk, A. 1997. Inclusion of A Crew Safety Node Into The Preleminary Design of Fishing
Vessels. Thesis in Partial Fulfiliment of the
Requirement for the Degree of Doctor of Philosophy. Department of Mechanical
Engineering. University of British Columbia.
Akinturk, A, Bass, D.W, Mac Kinnon, S, Vera, J dan Cumming, D. 2007. Habitability
Considerations Onboard Fishing Vessels of
the Newfoundland Fleet. National Research
Council Canada. Publications Archive (NPArC). Canada: 1-7
Baitis, A.E, Holcombe, F.D, Conwell, S.L,
Crossland, P, Colwell, J dan Pattison, J.H. 1995. Motion Induced Interruptions (MII) and
Motion Induced Fatigue (MIF) experiments at
the Naval Biodynamics Laboratory. Technical Report CRDKNSWC-HD-1423-01. Bethesda,
MD. Naval Surface Warfare Center.
Carderock Division.
Cauley, Mc.M.E, Jackson, W.R, Wylie, C.D, O’Hanlon, J.F dan Mackie R.R. 1976. Motion
Sickness Incidence: Explolatory Studies of
Habituation, Pitch and Roll and The Refinement of A Mathematical Model.
Technical Report 1733-2. Human Factor
Research Incoporated. Santa Barbara
Research Park. Goleta. California. Colwell, J.L. 1989. Human Factors in The Naval
Environment : A Review of Motion Sickness
and Biodynamic Problems. DREA Technical Memorandum 89/220. Dartmouth. Nova
Scotia.
Dennis, St.M and Pierson, W.J. 1953. On the Motion Ships in Confused Seas. Transactions
of the Society Naval Architects Marine
Engineers (SNAME). Vol. 61. 280-354.
Dinas Kelautan dan Perikanan Prov. Jawa Timur. 2000. Fish Code Management. Papers
Presented at The Workshop on The Fishery
and Management of Bali Sardinella
JURNAL KELAUTAN NASIONAL VOL. 8 NO. 1 APRIL 2013
Hubungan Variabilitas Parameter Keamanan dan Kenyamanan Kerja ABK dan Hasil Tangkapan Ikan pada Pukat Cincin yang
Beroperasi di Selat Bali
25
(Sardinella lemuru) in Bali Strait. FAO
Rome. FAO/ILO/IMO. 2005. Voluntary Guidelines.
Design, Construction and Equipment for
Small Fishing Vessels.
FAO. 2010. Safety at Sea for Small Scale Fisheries in Developing Countries. Safety for
Fishermen : The Way Forward.
GCP/GLO/200/MUL. September. Griffin, M. J. 1990. Motion sickness. Handbook of
Human Vibration. Academic Press. New
York. Grigoropoulosa, G.J. 2010. On Seakeeping
Operability of Naval Ships. Nausivios Chora.
Paper ID: NCH-2010-C8. Hellenic Naval
Academy. ISO 2631-1. 1997. Mechanical vibration and shock
- Evaluation of human exposure to whole-
body vibration - Part 1. General Requirements. International Organization for
Standardization.
Lawther, A. and M.J, Griffin. 1987. Prediction of the incidence of motion sickness from the
magnitude, frequency and duration of vertical
oscillation. Journal of the acoustical society
of America. 82 (3): 957-966 Lincoln, J.M dan Lucas, D.L. Commercial Fishing
Fatalities, 2000-2009 : High-Risk Fisheries
and Regional Trends. Pape presented at 4th International Fishing Industry Safety and
Health Conference. Reykjavik, Iceland. 2009.
Merta, I. G.S dan Subhat, N. 2004. Musim
Penangkapan Ikan Lemuru, Sardinella lemuru, Blekker 1853 di Perairan Selat Bali. Jurnal
Penelitian Perikanan Indonesia. Edisi Sumber
Daya dan Penangkapan Vol.10 No.6 Tahun 2004: 75-83
Merta, I.G.S.; Widana, K; Yunizal dan Basuki, R.
2000. Fish Code Management. Papers Presented at The Workshop on The Fishery
and Management of Bali Sardinella
(Sardinella lemuru) in Bali Strait. Status of
The Lemuru Fishery in Bali Strait Its Development and Prospect. FAO Rome.
O'Hanlon, J.F dan Mc. Cauley, M.E. 1973. Motion
Sickness Incidence as A Function of The Frequency and Acceleration of Vertical
Sinusoidal Motion. National Technical
Information Service. U. S. Department of Commerce. Springfield.
Platonov, V.G dan Trub, M.S (2010).
Improvement of Seakeeping Qualities of
Small Fishing Vessels as One of The Ways to
Increase Their Efficiency Energy. First
International Symposium on Fishing Vessel Energy Efficiency E-Fishing. Vigo. Spain.
May. 1-7
Prasetyo, A.P dan M, Natsir. 2011. Prosiding
Seminar Hasil Penelitian Terbaik. 2010. Pengaruh Variabilitas Iklim Ekstrim Terhadap
Perikanan Lemuru di Selat Bali. Jakarta.
Balitbang Kelautan dan Perikanan – KKP: 21-38
Riola, J.M dan Garcia, M. Arboleya. 2006.
Habitability and Personal Space in Seakeeping Behaviour. Journal of Maritime
Research. Vol. III. No.1. 41-54.
Sarioz, K dan Narli, E. 2005. Effect of Criteria on
Seakeeping Performance Assessment. Ocean Engineering. No. 32: 1161-1171
Sayli, A, Alkan, A.D, Nabergoj, R dan Uysal, A.O.
2007. Seakeeping Assessment of Fishing Vessels in Conceptual Design Stage. Ocean
Engineering. Vol 34. 724-738.
Stevens, S.C. dan Parsons, M.G. 2002. Effects of motion at sea on crew performance: A Survey.
Marine Technology and SNAME News. Vol.
39. No.1: 29-47.
Suryanto; Manurung, D dan Candra, H. 2005. Laporan Teknis. Pengembangan Desain Kapal
Tradisional Pantai Selatan Jawa Bali. Badan
Riset Kelautan dan Perikanan. Pusat Riset Teknologi Kelautan.
Suryanto. 2012. Pengaruh Tinggi Geladak
Terhadap Keselamatan Anak Buah kapal
Pukat Cincin Yang beroperasi di Selat Bali. Jurnal Kelautan Nasional. Vol. 7. No.2. 109-
119.
Suryanto. 2012. Kajian Standarisasi Pengukuran Tonase Kapal Pukat Cincin di selat Bali dan
Dampaknya Pada Pungutan Hasil Perikanan.
Prosiding Seminar Nasional Perikanan Indonesia. Pusat Penelitian dan Pengebdian
Masyarakat. Sekolah Tinggi Perikanan.
Jakarta. Badan Pengembangan Sumber Daya
Manusia Kelautan dan Perikanan. Kementerian Kelautan dan Perikanan. Jilid. 1:
153-162.
Stevens, S.C dan Parsons, M.G. 2002. Effects of Motion at Sea on Crew Performance : A
Survey. Marine Technology. Vol. 39. No.1.
29-47. Tello Ruiz, M, Ribeiro e Silva, S, Guedes Soares,
C. Fishing Vessels Responses in Waves under
Operational Conditions. Centre for Marine
Technology and Engineering (CENTEC).
JURNAL KELAUTAN NASIONAL VOL. 8 NO. 1 APRIL 2013
Hubungan Variabilitas Parameter Keamanan dan Kenyamanan Kerja ABK dan Hasil Tangkapan Ikan pada Pukat Cincin yang
Beroperasi di Selat Bali
26
Technical University of Lisbon, Instituto
Superior Técnico. Portugal. http://www.ipen.org.br/downloads/XXI/186_
Tello_Ruiz_Manases.pdf. Diakses pada
tanggal 22 Januari 2013.
Tupper, C.N. 1985. Fishing and Ship Motion – Design Considerations Based on Observations
of Operations. Proceeding of International
Conference on Design, Construction and Operations of Commercial Fishing Vessel.
Florida.
Wang, J, Pillar, A, Kwon, Y.S, Wall, A.D dan Loughran Rodríguez, C.G. 2005. An Analysis
of Fishing Vessel Accidents. Accident
Analysis and Prevention. No. 37. 1019-1024.
Wiyono, B. 2011. Model Dinamis Perikanan Lemuru (Sardinella Lemuru) di Selat Bali.
Thesis. Sekolah Pasca Sarjana. Institut
Pertanian Bogor. Wudianto. 2001. Analisis Sebaran dan
Kelimpahan Ikan Lemuru (Sardinella lemuru
Bleeker 1853) di Perairan Selat Bali:
Kaitannya dengan Optimasi Penangkapan. Desertasi. Program Pasca Sarjana, IPB,
Bogor.
Wudianto. 2011. Dinamika Perikanan Lemuru di Perairan Selat Bali. Paper presented at
Seminar Perikanan Pelagis Kecil di Indonesia.
Agustus. Jakarta Yaakob, O dan Chau, Q.P. 2005. Weather
Downtime and Its Effect on Fishing Operation
in Peninsular Malaysia. Jurnal Teknologi,
42(A) Jun. Universiti Teknologi Malaysia. 13–26.
JURNAL KELAUTAN NASIONAL VOL. 8 NO. 1 APRIL 2013
Potensi Energi Arus Laut untuk Pembangkit Tenaga Listrik di Pulau-pulau Kecil
27
POTENSI ENERGI ARUS LAUT UNTUK PEMBANGKIT TENAGA LISTRIK
DI PULAU-PULAU KECIL (Studi :Pulau Mantang di Bintan, Pulau Abang di Batam, dan
Pulau Sugi di Karimun, Propinsi Kepulauan Riau)
POTENTIAL ENERGY OF OCEAN CURRENT FOR ELECTRIC POWER GENERATOR IN
SMALL ISLAND (Study: Mantang Island- Bintan, Abang Island-Batam and Sugi Island-Karimun
Riau Islands Province)
Yulhendri Suryansyah
Pusat Pengkajian dan Perekayasaan Teknologi Kelautan dan Perikanan
Diterima tanggal: 6 Februari 2013, diterima setelah perbaikan: 12 April 2013, disetujui tanggal: 22 April 2013
ABSTRAK
Energi arus laut merupakan sumber yang konsisten dari energi kinetik dapat diprediksi akan sangat menarik untuk
diatur sebagai manajemen jaringan pembangkit listrik. Permasalahan yang dihadapi kepulauan Riau sebagai pulau-
pulau kecil adalah keterbatasan energi listrik yang tidak terjangkau oleh listrik PLN. Berdasarkan Analisis dan
pengukuran arus dan potensi daya listrik di tiga buah Pulau yaitu Pulau Sugi, Pulau Abang dan Pulau Mantang, dapat disimpulkan bahwa Pulau Sugi memiliki potensi yang lebih besar daripada ke dua pulau lainnya untuk dapat
dikembangkan dan dibuat pembangkit listrik tenaga arus dengan potensi daya rata-rata sebesar 15567,19 watt/h.
Kata Kunci: Energi Arus, Kepulauan Riau, Keterbatasan, Pulau Sugi
ABSTRACT Ocean current energy as a reliable kinetic energy can be predicted to be very interesting to set up a power generator
network management. Over a years, Riau archipelago that consist of several small islands are faced electricity
susceptibility due to the archipelago was not covered by the Indonesia National Electric Company (PLN). Base on
measurement and potential power analysis on three islands namely Sugi Island, Abang Island and Mantang Island, It can be concluded that Sugi Island has more viable in order to develop and build ocean current electric generator with
potential power of 15567,19 watt/h.
Keywords: Ocean current, Riau Islands, limitation, Sugi Island.
PENDAHULUAN
Perkembangan teknologi pemanfaatan energi laut
khususnya arus laut sebagai energi baru terbarukan
di dunia saat ini berkembang dengan pesat, seiring dengan meningkatnya tuntutan akan kebutuhan
energi listrik masyarakat kawasan pesisir serta
semakin maraknya isu pemanasan global yang
mendorong untuk membatasi penggunaan bahan bakar hidrokarbon.
Prinsip yang dikembangkan pada aplikasi teknologi pemanfaatan energi dari laut adalah
melalui konversi tenaga kinetik masa air laut
menjadi tenaga listrik. Pada dasarnya, arus laut
merupakan gerakan horizontal massa air laut,
sehingga arus laut memiliki energi kinetik yang dapat digunakan sebagai tenaga penggerak rotor
atau turbin pembangkit listrik. Selain itu, arus laut
ini juga menarik untuk dikembangkan sebagai pembangkit listrik karena sifatnya yang relatif
stabil dan dapat diprediksi karakteristiknya.
Pengembangan teknologi ekstraksi energi arus laut ini dilakukan dengan mengadopsi prinsip teknologi
energi angin yang telah lebih dulu berkembang,
yaitu dengan mengubah energi kinetik arus laut menjadi energi rotasi dan energi listrik.
Energi arus pasang surut menyajikan salah satu
bentuk yang muncul paling menarik dari energi
JURNAL KELAUTAN NASIONAL VOL. 8 NO. 1 APRIL 2013
Potensi Energi Arus Laut untuk Pembangkit Tenaga Listrik di Pulau-pulau Kecil
28
terbarukan. Arus pasang surut, tidak seperti energi
terbarukan bentuk lain, merupakan sumber energi
yang konsisten disebabkan oleh siklus pasang surut yang dipengaruhi oleh fase bulan. Dibandingkan
dengan energi angin dan tenaga surya adalah
matahari tidak selalu bersinar dan angin tidak
selalu bertiup. Sumber-sumber energi terbarukan sering membutuhkan cadangan dari bentuk-bentuk
tradisional pembangkit listrik, tapi pasang surut
yang dapat diprediksi akan sangat menarik untuk diatur sebagai manajemen jaringan pembangkit
listrik. Turbin pasang surut dipasang di dasar laut
di lokasi dengan kecepatan tinggi saat pasang
surut, atau kuat arus laut terus menerus dan merubah energi dari air yang mengalir.
Menurut Suryansyah (2005) teknologi ideal yang akan diterapkan di pulau-pulau kecil memiliki
kriteria sebagai berikut: (1) ketersediaan tenaga
terampil untuk mengoperasikan teknologi, (2) dapat diterima oleh masyarakat setempat dan tidak
bertentangan dengan adat atau peraturaran desa,
(3) hemat energi, (4) ketersediaan bahan baku
(material) teknologi di pulau atau setidaknya lebih mudah bila diimpor dari luar pulau, (5) ramah
lingkungan, (7) pemberian teknologi berbasis pada
kebutuhan rnasyarakat, (8) pengelotaan manajemen teknologi, (9) pemeliharaan perawatan
teknologi dapat dilakukan secara lokal, (10) ada
kebijakan peraturan lokal dalam penggunaan teknologi.
Kawasan Minapolitan merupakan kawasan
pembangunan ekonomi kelautan dan perikanan berbasis kawasan dengan prinsip terintegrasi,
efisiensi, kualitas dan percepatan. Kawasan
Minapolitan di Provinsi Kepulauan Riau terutama dikembangkan untuk budidaya rumput laut,
meliputi : Pulau Mantang di Bintan, Pulau Abang
di Batam, dan Pulau Sugi di Karimun.
Berdasarkan rencana pengembangan perikanan budidaya di Provinsi Kepulauan Riau, ketiga
daerah tersebut memiliki potensi utnuk
pengembangan kegiatan budidaya perikanan.
Luas wilayah Provinsi Kepulauan Riau adalah
251.810,71 Km2. Namun sebagai daerah
kepulauan, luas lautan yang dimiliki Provinsi
Kepulauan Riau sekitar 95,79 persen atau seluas
241.215,30 Km2. Sedangkan sisanya sebesar 4,21
persen atau seluas 10.595,41 Km2 adalah daratan.
Kabupaten Karimun memiliki daratan terbesar
dengan persentase sebesar 27,12 persen dari luas
daratan Provinsi Kepulauan Riau atau seluas 2.873,20 Km2, diikuti Lingga 19,99 persen
(2.117,72 Km2) dan Bintan sebesar 18,36 persen
(1.946,13 Km2). (BPS Kepri 2012).
Menurut Suryansyah (2005) permasalahan umum
yang dihadapi kepulauan Riau adalah
keterbatasannya sebagai pulau-pulau kecil terutama masalah air bersih dan energi listrik yang
tidak terjangkau oleh jaringan listrik PLN. Kondisi
yang ada sekarang adalah pembangkit listrik
menggunakan genset berbahan bakar solar yang biaya operasionalnya tinggi dan mesin genset yang
sering rusak, sehingga sering terjadi pemadaman
pemadaman listrik. Adanya Pembangkit listrik tenaga arus laut diharapkan dapat menjadi solusi
dari masalah diatas.
Tulisan ini dibuat dengan tujuan untuk
menginformasikan potensi daya listik yang
dimiliki di pulau-pulau kecil di propinsi Kepulauan
Riau yang memiliki potensi untuk pengembangan pembangkit listrik tenaga arus laut.
BAHAN DAN METODE
Pemilihan Propinsi Kep. Riau sebagai lokasi kegiatan didasari oleh roadmap Penelitian Energi
Arus Laut Indonesia yang diarahkan ke Propinsi
Kepulauan Riau (Sumber: PPGL, 2010).
Data primer diperoleh dari citra satelit dan survei
lapangan (ground truthing) sedangkan data
sekunder dilakukan melalui penelusuran terhadap data/dokumen penunjang yang berasal dari hasil
kajian atau penelitian sebelumnya atau data dari
instansi yang terkait, seperti Dinas Hidro-
Oseanografi, Dinas Kelautan dan Perikanan, dan Bappeprop Kepulauan Riau.
Pengumpulan data dilaksanakan pada bulan Maret hingga November 2012 di Kota Tanjung Pinang
Propinsi Kepulauan Riau. Data pengukuran
diperoleh dari pengukuran dengan metode ADCP dan dianalisis dengan model MEC.
JURNAL KELAUTAN NASIONAL VOL. 8 NO. 1 APRIL 2013
Potensi Energi Arus Laut untuk Pembangkit Tenaga Listrik di Pulau-pulau Kecil
29
Gambar 1. Peta Lokasi Studi (Sumber: Bappeda Kep. Riau, 2011))
(Studies Location Map)
Data arus diperoleh dari pengamatan selama 6 hari
dengan menggunakan ADCP (Acoustic Doppler Current Profiler), Selain itu, data arus didukung
dengan data time series selama 4 tahun mulai dari
bulan Januari sampai dengan Desember dari Badan
Meteorologi Klimatologi dan Geofisika. Data Batimetri (kedalaman) diamati dengan
Echosounder dan didukung data sekunder yang
diperoleh dari Dihidros.
Pengukuran arus laut dilakukan di 3 wilayah
perairan potensial dengan current meter jenis
ADCP Argonaut XR Sontex. Selain arus laut, ADCP jenis ini juga dipakai untuk menentukan
temperatur dan tinggi gelombang. Pengukuran
kedalaman dengan menggunakan alat echosounder Garmin GPS MAP 470 Yang yang dilakukan
terutama pada saat pemasangan ADCP. Pemetaan
batimetri didukung dengan data dari HGT-SRTM
(Shuttle Radar Topography Mission) pada Tahun
2004.
Menurut Azis (2006) untuk meghitung potensi
energi arus di lokasi pengukuran dapat
menggunakan analisis potensi daya dengan persamaan Kobalt sebagai berikut:
P = 0,5 ρ x S x H x V3
Dimana: P = Energi listrik yang dihasilkan (kW)
ρ = Berat jenis air laut (1.025)
V = Kecepatan arus (m/s) S = Tinggi Blade = 40 m2
Η = Koefisien untuk turbin Kobold = 50 %
JURNAL KELAUTAN NASIONAL VOL. 8 NO. 1 APRIL 2013
Potensi Energi Arus Laut untuk Pembangkit Tenaga Listrik di Pulau-pulau Kecil
30
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pasut di perairan Pulau Batam dan sekitarnya dapat dikategorikan berjenis campuran (mixed pattern)
cenderung ganda (semidiurnal pattern). Rekaman
bulanan pasut selama September 2011 seperti
dipelihatkan pada (Gambar 2). menunjukkan fluktuasi jenis pasut campuran (mixed tidal) yang
khas.
Gambar 2. Fluktuasi pasut
(tidal fluctuations)
Gambar 3. contoh pola semidiurnal
(example of semidiurnal pattern)
Gambar 4. contoh pola campuran
(example of a mixed pattern)
Dalam pilah harian yang diambil pada tanggal 1
September (Gambar 3), pasut memiliki pola
semidiurnal dengan dua kali pasang dan dua kali surut. Pasang pertama terjadi pada 01.00 saat
tinggi pasut tercatat setinggi 3,1 m, lima jam
kemudian pasut mencapai surut senilai 0,6 m; pada
pukul 13.00 pasut kembali pasang setinggi 3,1 m, dan kemudian mencapai ketinggian 0,6 m yang
menandai terjadinya surut ke-2 pada pukul 19.00.
Gambar 4 menunjukan pola campuran (mixed
pattern) selama September yang dicontohkan oleh
rekaman pasut pada tanggal 5 September. Pada
tanggal tersebut juga terjadi dua kali pasang dan dua kali surut, namun dengan capaian tinggi yang
berbeda. Pasang pertama tanggal tersebut tercatat
setinggi 2,5 m yang terjadi pada pukul 03.00, sedangkan pasang kedua berlangsung pada pukul
15.00 saat capaian tinggi muka laut menyentuh 2,8
m; sementara itu surut pertama terjadi pada pukul 09.00 dengan senilai 1,5 m, dan surut kedua senilai
0,8 m terjadi pada pukul 22.00. Kedua pola
tersebut merentang di sepanjang september dengan
perselingan yang didominasi oleh semidiurnal.
Pada September pasang tertinggi tercatat sebesar
3,2 m, surut terendah 0,3 m dengan rataan tinggi pasut 1,8 m. Dengan demikian tunggang pasut di
perairan Pulau Batam, bila merujuk pada rekaman
September, adalah sebesar 2,9 m .
Karakteristik Arus Regional Kepulauan Riau
Gambar 5. Pola Arus Regional Kepulauan di Riau
pada Musim Barat
Gambar. 5 menunjukkan bahwa pada musim barat
(Desember-Maret) Arus memasuki perairan Pulau
JURNAL KELAUTAN NASIONAL VOL. 8 NO. 1 APRIL 2013
Potensi Energi Arus Laut untuk Pembangkit Tenaga Listrik di Pulau-pulau Kecil
31
Batam dengan kecepatan yang bervariasi antara 9,4
hingga 12,7 mil/hari. Arus yang meningggalkan
area perairan Pulau Batam menuju ke Selat Malaka bergerak dengan keepatan 7 mil/hari (Januari)
hingga 19 mil/hari (Desember); Sementara arus
yang menuju ke sisi timur Riau-Jambi bergerak
dengan kecepatan hingga 20,3 mil/jam pada Januari, sedangkan pada Desember hanya 12,5
mil/jam.
Gambar 6. Pola Arus Regional Kepulauan di Riau pada
Musim Pancaroba Awal (Sumber : Peta Arus
Dinas Hidro Oseanografi, Jakarta)
Gambar. 6 menunjukkan bahwa selama musim
pancaroba awal (April-Maret) pola arus mulai mengalami perubahan. Bila pada April arus
perairan Pulau Batam masih menunjukkan pola
arah arus musim barat dengan gerakan aliran dari perairan sisi timur Malaysia (kecepatan 5,3
mil/hari) memasuki Selat Malaka (kecepatan 13
mil/hari), maka sebulan berikutnya arah arus
mengalami perubahan arah. Pada bulan Mei Arus bergerak dari tenggara-selatan area Selat Karimata
dengan kecepatan 6-8,6 mil/hari.
Gambar 7. Pola Arus Regional Kepulauan di Riau
pada Musim Timur
Gambar 7 menunjukkan bahwa selama musim
timur, seretan arus dari Laut Jawa yang bergerak
ke barat terdorong ke utara saat memasuki Selat Karimata dan menjadi sumber aliran arus di
perairan Pulau Batam. Arus yang memasuki
perairan Pulau Batam dengan kecepatan 10,3
mil/hari (Agustus) hingga 33,1 mil/hari (September). Pola balikan arus secara umum juga
terlihat di Selat Malaka. Pada periode ini aliran
arus relatif bergerak dari Selat Malaka menuju perairan Pulau Batam dengan kecepatan 2,4
mil/hari pada Juni hingga 8,2 mil/hari pada
September.
Gambar 8. Pola Arus Regional Kepulauan di Riau pada
Musim Pancaroba Akhir
Gambar 8 menunjukkan bahwa pada bulan November arus sisi timur Malaysia memasuki
perairan Pulau Batam dengan kecepatan 8 mil/hari,
kemudian bergerak menuju Selat Malaka melalui Selat Singapura dengan kecepatan 7 mil/hari.
Pada Oktober, yang lebih dekat dengan musim
timur dibandingkan dengan November, pola arus perairan Pulau Batam dan sekitarnya belum
berubah sepenuhnya seperti pada November yang
lebih mendekati musim barat. Arus datang dari Selat Karimata, dengan kecepatan 8,9 mil/hari.
Aliran arus selanjutnya terpecah menuju ke
perairan Laut Cina Selatan dan Selat Malaka masing-masing dengan kecepatan 11,5 mil/hari dan
5,8 mil/hari.
Analisis Karakteristik Arus Pulau Mantang Arus di perairan Mantang bergerak (43%) menuju
ke timur laut dengan kecepatan yang relatif rendah.
Sekitar 40% arus timur laut mengalir dengan kecepatan ≤ 2,5 cm, sisanya bergerak dengan
kecepatan 2,5-5 cm/s.). Arus dominan berikutnya
mengalir ke barat laut (37%) dengan kecepatan yang sama. Aliran arus juga bergerak ke utara,
JURNAL KELAUTAN NASIONAL VOL. 8 NO. 1 APRIL 2013
Potensi Energi Arus Laut untuk Pembangkit Tenaga Listrik di Pulau-pulau Kecil
32
selatan dan barat daya dengan frekuensi < 10%
engan kecepatan ≤2,5 cm.
Secara keseluruhan arus 90,5% mengalir dengan
kecepatan ≤2,5 cm, dan hanya 9,5% yang
bergerak dengan kecepatan 2,5-5 cm/s (Gambar 9).
Dibandingkan dengan dua perairan studi lain, arus
di perairan Mantang tergolong yang paling lemah.
Arus maksimum hanya mencapai 8,75 cm/s, dengan rataan kecepatan arus 1,50 cm/s dan arus
minimumnya 0,08 cm/s.
Gambar 9. Pola arus permukaan di perairan Mantang
(Current patterns in the surface waters of MantangIsland)
Analisis Karakteristik Arus Pulau Abang
Pola arus di perairan Pulau Abang menegaskan
kuatnya arus barat daya yang mencapai sekitar
50% dari frekuensi perekaman (Gambar 10). Arus tersebut tergolong sebagai arus lemah dari
keseluruhan arus yang tercatat, yakni hanya
berkecepatan kurang dari 2,5 cm/s. Arus dominan berikutnya adalah arus timur yang mengalir dengan
kecepatan yang sama. Arus ini terekam sebesar
sekitar 15% dari seluruh frekuensi perekaman. Sebanyak 83,3% arus yang mengalir di perairan
Pulau Abang melaju dengan kecepatan ≤2,5 cm/s.
Pola arah arus yang lain ditemukan bergerak ke
barat, barat daya, selatan dan tenggara dengan
frekuensi masing-masing di bawah 10%. Arus
barat daya tercatat memiliki kecepatan yang lebih besar, yakni 7,5-10 cm/s, sedangkan arus tenggara
(8,3%) arus yang mengalir paling kuat di perairan
ini mencapai kecepatan 12,5-15 cm/s. Rataan kecepatan arus di perairan pulau Abang mencapai
1,45 cm/s dengan kecepatan maksimum 12,97 cm/s
dan kecepatan minimum 0,02 cm/s.
Gambar 10. Pola arus permukaan di perairan Pulau Abang
(Current patterns in the surface waters of Abang Island)
Perairan
Mantang
Perairan Abang
JURNAL KELAUTAN NASIONAL VOL. 8 NO. 1 APRIL 2013
Potensi Energi Arus Laut untuk Pembangkit Tenaga Listrik di Pulau-pulau Kecil
33
Analisis Karakteristik Arus Pulau Sugi (Moro)
Di perairan Pulau Sugi secara umum arusnya lebih
kuat dibandingkan dengan arus di perairan Pulau Abang (Gambar 10), meskipun capaian terbesarnya
hanya 5-7,5 cm/s. Arus di perairan Pulau Sigi,
seperti ditampilkan pada (Gambar 11), didominasi
oleh arus berkecepatan 2,5-5 cm/s (63,6%).
Arus terekam mengalir secara dominan ke utara
(sekitar 45%) dan timur laut (sekitar 25%). Arus
terkuat sebesar 5-7,5 cm/s ditemukan mengalir ke timur laut dengan frekuensi 9,1%. Rataan
kecepatan arus perairan ini mencapat 2,93 cm/s
dengan capaian maksimum 5,74 cm/s dan capaian
minimum 0,21 cm/s.
Gambar 11. Pola arus permukaan di perairan Pulau Sugi (Moro)
(Current patterns in the surface waters of Sigi Island)
Tabel 1. Perhitungan Potensi Daya Listrik di Lokasi Studi
No Pulau Kecepatan Arus (m/s) V ρ S H Watt/Hour
1 SUGI
Maksimum 0.075 1.025 40 0.5 15567.19
Rata-rata 0.0293 1.025 40 0.5 928.17
Minimum 0.0021 1.025 40 0.5 0.34
2 ABANG
Maksimum 0.1297 1.025 40 0.5 80509.35
Rata-rata 0.0145 1.025 40 0.5 112.49
Minimum 0.0002 1.025 40 0.5 0.00
3 MANTANG
Maksimum 0.0875 1.025 40 0.5 24720.12
Rata-rata 0.015 1.025 40 0.5 124.54
Minimum 0.0008 1.025 40 0.5 0.02
Berdasarkan Tabel 1 terlihat bahwa potensi daya
maksimum terdapat di pulau Abang dengan potensi
daya 80509.35 w/h akan tetapi secara rata-rata hanya memiliki potensi daya 112.49 w/h. Pulau
Sugi secara rata-rata memiliki potensi daya sebesar
928.17 w/h walaupun potensi daya maksimumnya
lebih kecil dari daya maksimum di pulau Abang
yaitu sebesar 15567.19 w/h.
Pulau Sugi lebih potensial pengembangan
pembangkit listrik tenaga arus laut, dengan potensi
daya rata-rata sebesar 15567.19 w/h.
JURNAL KELAUTAN NASIONAL VOL. 8 NO. 1 APRIL 2013
Potensi Energi Arus Laut untuk Pembangkit Tenaga Listrik di Pulau-pulau Kecil
34
Salah satu tipe turbin arus laut yang
direkomendasikan di kawasan pulau-pulau kecil
adalah Sabella, karena ukuran turbinnya bisa disesuaikan dengan kondisi perairan sekitar
(P3TKP, 2012).
Gambar 12. Turbin Sabella (Sumber: www.Sabella.fr)
Pembangkit listrik yang akan dipasang
menggunakan teknik marine current farm yaitu
istilah untuk menggambarkan suatu area dengan susunan beberapa buah turbin sebagai upaya untuk
mengubah energi arus ke energi kinetik secara
optimum. Turbin dapat dipasang pada dasar laut
atau mengapung. Jarak horizontal setiap turbin pada tiap baris dan jarak antar baris tergantung
pada keperluan pemeliharaan, sesuai prosedur
pemasangan dan juga pengaruh aliran air (P3TKP, 2012).
Gambar 13. Turbin Sabella (Sumber: www.Sabella.fr)
KESIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan hasil data diatas maka dapat disimpulkan bahwa Pulau Sugi merupakan
kawasan yang paling layak untuk implementasi
pembangkit listrik tenaga arus laut. Hal ini
dikarenakan rataan kecepatan arus perairan ini
yang mencapai 2,93 cm/s dengan capaian
maksimum 5,74 cm/s dan capaian minimum 0,21 cm/s dengan potensi daya listrik rata-rata mencapai
15567.19 w/h.
Jenis turbin sabella direkomendasikan untuk dibangun pada kawasan pulau kecil karena dapat
menyesuaikan dengan kondisi lingkungan dan
daya listrik yang dihasilkan dioptimalkan dengan teknik marine current farm.
DAFTAR PUSTAKA
Azis. A. 2006. Studi Pemanfaatan Energi Listrik
Tenaga Arus Laut di Selat Alas Kabupaten Lombok, NTB. Jurusan Teknik Elektro-FTI,
Institut Teknologi Sepuluh September.
Bappeda Prov. Kepri 2011. Laporan Pemetaan Potensi energi arus laut untuk pembangkit
listrik di daerah Batam, Bintan dan
Karimun.
BPS Prov. Kepri. 2012. Kepulauan Riau Dalam Angka.
Dishidros, 2007. Peta Arus Kawasan Indonesia
Barat. Jakarta. Lubis, 2013. Road Map Penelitian Dan
Pengembangan Energi Arus Laut. PPPGL,
Kementerian ESDM. http://www.mgi.esdm.go.id/content/road-
map-penelitian-dan-pengembangan-energi-
arus-laut diakses 1 April 2013
P3TKP. 2012. Naskah Akademik Potensi dan Teknologi Energi Laut Indonesia. Pusat
Pengkajian dan Perekayasaan Teknologi
Kelautan dan Perikanan. Sabella.2012. http://www.Sabella.fr diakses 1
April 2013
Suryansyah, Y. 2005. Kriteria teknologi Perikanan
dan Kelautan untuk pengembangan pulau kecil di perbatasan (kasus: Pulau Laut, Kab.
Natuna, Prov. Riau). Tesis, Sekolah
Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Yuningsih, A dan Masduki, A. 2011. Potensi
Energi arus laut untuk pembangkit tenaga listrik di Kawasan Pesisir Flores Timur,
NTT. Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan
Tropis, Vol. 3, No. 1, Hal. 13-25, Juni 2011.
IPB. Bogor.
JURNAL KELAUTAN NASIONAL VOL. 8 NO. 1 APRIL 2013
Faktor Lingkungan yang Mempengaruhi Produktivitas Menggunakan Aplikasi Analisis Jalur di Tambak Bandeng Kabupaten
Indramayu, Provinsi Jawa Barat 35
FAKTOR LINGKUNGAN YANG MEMPENGARUHI PRODUKTIVITAS
MENGGUNAKAN APLIKASI ANALISIS JALUR DI TAMBAK BANDENG KABUPATEN
INDRAMAYU, PROVINSI JAWA BARAT
ENVIRONMENTAL FACTORS AFFECTING PRODUCTIVITY USING PATH ANALYSIS
APPLICATIONS IN PONDS MILKFISH INDRAMAYU DISTRICT, WEST JAVA PROVINCE
Admi Athirah, Ruzkiah Asaf dan Erna Ratnawati Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Air Payau
Jalan Makmur Daeng Sitakka 129 Maros 90512, Sulawesi Selatan
Email: [email protected] dan [email protected]
Diterima tanggal: 7 Januari 2013, diterima setelah perbaikan: 15 April 2013, disetujui tanggal: 22 April 2013
ABSTRAK
Faktor lingkungan berupa kualitas tanah dan air tambak adalah faktor yang sangat menentukan produktivitas tambak di
Kabupaten Indramayu, Provinsi Jawa Barat.Namun demikian, belum ada informasi mengenai pengaruh faktor lingkungan terhadap produksi tambak bandeng di tambak Kabupaten Indramayu. Oleh karena itu dilakukan penelitian
yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh langsung atau tidak langsung kualitas tanah dan air terhadap produksi total
di tambak Kabupaten Indramayu. Penelitian dilaksanakan di kawasan tambak Kecamatan Pasekan, Lohbener, Arahan,
Cantigi, Losarang, Kandanghaur, Indramayu, Balongan dan Krangkeng. Data kualitas tanah dan air tambak dianalisis
menggunakan aplikasi analisis jalur denganmenerapkan model mediasi, model rekursif dan model persamaan dua jalur
di mana peubah kualitas tanah sebagai peubah bebas dan peubah kualitas air dan produksi tambak bandeng sebagai
peubah tidak bebas. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hasil analisis jalur kualitas tanah ada 2 peubah yang
mempengaruhi produksi monokultur ikan bandeng yaitu: redoks (Eh) tanah dan pHF, sedangkan peubah kualitas air ada
3 peubah yang mempengaruhi produksi tambak ikan bandeng di Kabupaten Indramayu yaitu TSS (Padatan Tersuspensi)
air, Bahan Organik Total (BOT) dan kandungan besi air. Redoks tanah mempunyai nilai pengaruh langsung sebesar -
0,451 sedangkan pHF tanah senilai -0,305 terhadap produksi ikan bandeng di tambak. TSS air memiliki nilai pengaruh
langsung sebesar 0,346, BOT air dengan nilai pengaruh langsung -0,291 dan kandungan besi (Fe) air sebesar -0,416 yang menunjukkan bahwa dari kelima peubah tanah dan air yang mempunyai nilai pengaruh langsung tersebut, nilai
pHF < 0,3 sedangkan peubah lainnya yaitu Eh tanah, TSS air, BOT air dan Fe air < 0,2.
Kata kunci: analisis jalur, bandeng, lingkungan, tambak, Indramayu
ABSTRACT
Environmental factors such as soil and water quality of ponds determine ponds productivity Indramayu district, West
Java Province. However, there is no information on the effects of environmental factors on the production of milkfish in
milkfish ponds in Indramayu regency. This research was aimed to determine the direct or indirect effects of pond soil
and water quality on total pond production of Indramayu district. The experiment was conducted in Pasekan, Lohbener, Arahan, Cantigi, Losarang, Kandanghaur, Indramayu, Balongan and Krangkeng districts. Data were analysed using
path analysis deploying mediation, recursive and two-equation models in which soil quality variables were threated as
independent variables; whereas water quality variables and milkfish production were threated as dependent variables.
The results of path analysis showed that two variables affected on soil quality were redox potential (Eh) and pHF and
three variables affected on water quality were TSS, TOM and iron. The value of direct affected of soil redox potential
was -0.45, while pHF was -0.305 against the production of milkfish in ponds. The value of direct effect of TSS, TOM
and Fe were 0.346, -0.291 and -0.416 respectively. Of these five variables, the value of pHF was below than 0.3 while
other variables: the values of redox potential, TSS, TOM and Fe were below to 0.2.
Keywords: environmental, Indramayu,milk fish,path analysis,pond
JURNAL KELAUTAN NASIONAL VOL. 8 NO. 1 APRIL 2013
Faktor Lingkungan yang Mempengaruhi Produktivitas Menggunakan Aplikasi Analisis Jalur di Tambak Bandeng Kabupaten
Indramayu, Provinsi Jawa Barat 36
PENDAHULUAN
Kabupaten Indramayu yang secara geografis terletak di bagian selatan khatulistiwa merupakan
salah satu Kabupaten di Propinsi Jawa
Barat.Kondisi ekologis dan geografis dari Kabupaten Indramayu yang berada di pesisir atau
berbatasan dengan laut Jawa sangat mendukung
untuk pengembangan usaha kelautan dan
perikanan, hal tersebut dibuktikan dengan total tambak yang dimiliki oleh Kabupaten Indramayu
seluas 22.514,07 ha dengan komoditas unggulan
meliputi udang, bandeng, dan rumput laut, menghasilkan jumlah produksi tambak pada tahun
2011 sebanyak 101.454 ton, dimana produksi ini
meningkat cukup signifikan bila dibandingkan dengan tahun 2010 dan 2009 yang hanya
berproduksi sebanyak 82.149 dan 42.658 ton
(Anonim, 2011).
Secara umum, faktor lingkungan tambak (kualitas
tanah dan air) adalah faktor penentu dominan
dalam budidaya tambak sehingga dipertimbangkan sebagai kriteria dalam kesesuaian
lahan untuk budidaya tambak (Boyd, 1995; Treece,
2000; Salam et al., 2003; Karthik et al., 2005; Mustafa et al., 2007).Beberapa hasil penelitian
menunjukkan bahwa pemupukan, pengapuran,
ketersediaan air dan adanya saluran merupakan
pengaruh yang nyata yang berpengaruh terhadap produktivitas tambak di Kabupaten Maros, Takalar
dan Bulukumba, Provinsi Sulawesi Selatan
(Mustafa et al., 2007), dari hal tersebut diperlukan
informasi yang lebih rinci mengenai hubungan sebab akibat dari kualitas tanah dan atau kualitas
air kualitas tanah dan atau kualitas air
dalammempengaruhi produksi. Faktor lingkungan tambak adalah faktor penting yang mempengaruhi
produksi di tambak (Mustafa dan Ratnawati, 2005;
Mustafa dan Sammut, 2007),sehingga informasi
mengenai hubungan kualitas tanah dengan kualitas air yang mempengaruhi produksi tambak di
Kabupaten Indramayu.
Analisis jalur (path analysis) adalah suatu teknik
untuk menganalisis hubungan sebab akibat yang
terjadi pada regresi berganda apabila peubah bebasnya mempengaruhi peubah tergantung, tidak
hanya secara langsung, tetapi juga secara tidak
langsung(Rutherford dan Choe, 1993; Everitt dan
Dunn, 2001). Dalam perkembangannya, analisis jalur diperluas dan diperdalam ke dalam bentuk
analisis Model Persamaan Struktural (Structural
Equation Modeling = SEM) (Sarwono,
2007).Karakteristik dasar penggunaan SEM harus
melibatkan dua jenis variable, yaitu variable observasi dan laten. Variabel observasi mempunyai
data seperti data angka atau skala penilaian yang
diambil dari kuesioner.Disamping data tersebut
didepan, Variabel observasi dalam SEM mencakup pula data kontinus. Sedang variable laten adalah
variabel yang secara tidak langsung teramati
namun ingin diketahui. Untuk melakukan observasi variable laten, harus membuat model-
model yang mengekspresikan variable-variabel
laten sebagai variabel observasi. Oleh karena itu pada penelitian ini digunakan SEM. Sesuai dengan
hakikatnya, analisis jalur bukan difungsikan untuk
mencari faktor penyebab, tetapi hanya membuat
model kausal yang dapat digunakan untuk membuat penjelasan teoritis(Amir, 2006).Sehingga
penelitian ini bertujuan untuk mengkarakteristik
lingkungan tambak dan menganalisis hubungan kausal antarpeubah kualitas tanah dan kualitas air
dan produksi tambak dengan tujuan untuk
mengetahui pengaruh langsung atau tidak langsung kualitas tanah dan air terhadap produksi tambak di
Kabupaten Indramayu menggunakan aplikasi
analisis jalur. Dalam bidang perikanan SEM
digunakan untuk memperkirakan perilaku secara akurat dengan menggunakan perspektif theory
plannedbehavior dari nelayan artisanal di
Indonesia di tengah kehidupan dengan kondisi degradasi sumberdaya laut yangsemakin menurun
adanya, kemiskinan absolut yang dihadapi oleh
nelayan artisanal, semakin kompleksnya
persoalanpemanfaatan sumberdaya pesisir di Indonesia serta semakin beragamnya stakeholder
pemanfaat sumberdaya tersebut(Prihandoko et al.,
2011)
BAHAN DAN METODE
Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian berupa pengambilan contoh tanah dan
air serta wawancara dilaksanakan pada bulan September 2012 di Kecamatan Pasekan, Lohbener,
Arahan, Cantigi, Losarang, Kandanghaur,
Indramayu, Balongan dan Krangkeng. Analisis kualitas tanah dan air masing-masing dilaksanakan
di Laboratorium Tanah dan Laboratorium Air,
Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Air Payau, Maros, Provinsi Sulawesi Selatan.
JURNAL KELAUTAN NASIONAL VOL. 8 NO. 1 APRIL 2013
Faktor Lingkungan yang Mempengaruhi Produktivitas Menggunakan Aplikasi Analisis Jalur di Tambak Bandeng Kabupaten
Indramayu, Provinsi Jawa Barat 37
Produksi tambak merupakan produksi bandeng
(Chanos chanos).
Pengumpulan Data
Metode yang diterapkan dalam penelitian adalah
metode survei. Data yang dikumpulkan meliputi
kualitas tanah dan kualitas air serta produksibandeng. Sampel yang diperoleh sebanyak
148 sampel tanah dan 83 sampel air dari sembilan
kecamatan dengan 34 titik pengambilan sampel.Pengukuran dan pengambilan contoh
tanah dilakukan pada kedalaman 0-0,25 m.
Kualitas tanah yang diukur secara in situ adalah
pHF(pH yang diukur langsung di lapangan) dengan menggunakan pH meter, pHFOX(pH tanah yang
diukur di lapangan setelah dioksidasi dengan
hydrogen peroksida 30%) dengan menggunakan pH meter dan potensial redoks diukur dengan
redox-meter(Ahern et al., 2004). Contoh tanah
yang diambil di lapangan dimasukkan dalam
kantong plastik kemudian dimasukkan dalam cool box yang berisi es sesuai dengan metode Kjedhal,
PO4 dan P2O5 dengan metode Bray 1 (Eviati dan
Sulaeman, 2009), Fe dan Al dengan
spektrofotometer, Al dengan spektrofotometer menurut (Menon, 1973) dan tekstur meliputi pasir,
liat dan debu dengan metode hidrometer (Agus et
al., 2006). Pengukuran dan pengambilan contoh air
di tambak mengikuti titik pengambilan contoh tanah. Peubah kualitas air yang diukur langsung di
lapangan adalah suhu, salinitas, oksigen terlarut
dan pH dengan menggunakan Hydrolab®
Minisonde. Contoh air untuk analisis di
laboratorium diambil dengan menggunakan
Kmerer Water Sampler dan dipreservasi mengikuti
petunjuk APHA (2005).Peubah kualitas air yang dianalisis di laboratorium yaitu NH3,NO3,NO2, PO4,
Fe, SiO2, SO4 dan bahan organik totalmengikuti
petunjuk Menon.Menon (1973), Aguset a(2006) danAPHA (2005). Peta yang menunjukkan titik-
titik sampling penelitian tersaji pada gambar 1
berikut.
Seluruh titik-titik pengukuran dan pengambilan
contoh ditentukan titik koordinatnya dengan
menggunakan Global Positioning System (GPS).
Data produksi tambak diperoleh melalui
wawancara dengan mengajukan kuesioner secara terstruktur terhadap responden. Responden terpilih
adalah pengelola dari tambak yang diukur dan
diambil contoh tanah dan contoh airnya., contoh
tanah dan air diambil berdasarkan luas wilayah per
kecamatan dan titik-titik yang dipandang perlu
sebagai perwakilan daerah yang memungkinkan adanya pengaruh lingkungan dimana tambak
tersebut berada, dari sembilan kecamatan, titik
pengambilan sampel sebanyak 34 titik pengamatan yang dianggap penting.
Gambar 1. Lokasi penelitian titik sampling di tambak Kabupaten Indramayu, Provinsi Jawa
Barat (Locationof sampling pointsinthe studypondsIndramayuregency, West
Java Province)
JURNAL KELAUTAN NASIONAL VOL. 8 NO. 1 APRIL 2013
Faktor Lingkungan yang Mempengaruhi Produktivitas Menggunakan Aplikasi Analisis Jalur di Tambak Bandeng Kabupaten
Indramayu, Provinsi Jawa Barat 38
Analisis Data
Statistik deskriptif dan koefisien korelasi
ditentukan untuk mendeteksi adanya gejala multikolinearitas yaitu gejala korelasi antar peubah
kualitas tanah maupun kualitas air tambak. Untuk
menghitung persamaan regresinya digunakan
metode langkah mundur (backward) (Draper dan Smith, 1981). Uji R2, Uji F dan Uji t digunakan
untuk mengetahui besarnya pengaruh peubah
eksogenous terhadap peubah perantara secara parsial. Taraf signifikansi ditetapkan sebesar 0,20.
Analisis jalur ini menggunakan bantuan program
IBM SPSS Statistics 20, yang merupakan program
SPSS versi ke 20 buatan IBM. Besarnya pengaruh peubah lain di luar model ditentukan dengan
menghitung koefisien analisis jalur yang
menunjukkan error dengan menggunakan persamaan (Widarjono, 2010; Suliyanto, 2011):
Pe = √ 1 – R2 di mana:
Pe : koefisien analisis jalur
R2 : koefisien determinasi.
Penentuan besarnya pengaruh, baik pengaruh
langsung, pengaruh tidak langsung dan pengaruh
total peubah eksogenous terhadap peubah endogenous dihitungberdasarkan petunjuk, Everitt
dan Dunn (2001), Supranto (2004), dan Sarwono
(2007)dengan metode analisis data multivariat dependensi yang digunakan untuk menguji
hipotesis hubungan asimetris yang dibangun atas
dasar kajian teori tertentu, dengan tujuan untuk
mengetahui pengaruh langsung dan tidak langsung seperangkat variabel penyebab terhadap variabel
akibat. Diagram hasil analisis jalur dibuat dengan
bantuan program AMOS 16.0.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik Lingkungan dan Produksi
Tambak
Nilai rata-rata produktivitas tambak di Kabupaten
Indramayu adalah 751,471 kg/ha/siklus (Tabel 1).
Jumlah produksi yang dihasilkan merupakan produksi dari ikan bandeng. Hasil yang didapatkan
merupakan produktivitas pada satu siklus yaitu
pada musim kemarau yaitu pada bulan Mei sampai dengan bulan Oktober. Pada siklus berikutnya
yaitu pada musim penghujan yaitu pada bulan
November sampai dengan bulan April, rata-rata
pembudidaya tambak di Kabupaten Indramayu menerapkan sistem budidaya monokultur semi
intensif dan intensif dengan harapan memperoleh
produksi yang lebih besar dan menggunakan sistem budidaya tambak dengan pola polikultur
dengan pertimbangan efisiensi pemanfaatan lahan
yang digunakan. Pemilihan lokasi untuk usaha budidaya tambak merpakan salah satu faktor yang
menentukan keberhasilan budidaya. Faktor yang
perlu dipertimbangkan adalah faktor pemanfaatan
sumberdaya alam secara maksimal, untuk mendapatkan biaya produksi yang minimal.
Beberapa faktor yang penting untuk diperhatikan
adalah posisi lahan tambak untuk memenuhi kebutuhan air dalam budidaya, sumber air agar
tambak mudah mendapatkan air langsung maupun
melalui saluran air dalam hal ini berhubungan dengan kualitas air untuk pemeliharaan harus
terjaga, kemudian kondisi tanah yang baik yang
mampu mempertahankan air selama di butuhkan.
Tabel 1. Statistik deskriptif produksi bandengdi tambak Kabupaten Indramayu, Provinsi Jawa Barat
(Descriptivestatisticson theproduction ofmilkfishpondsIndramayu district, provinceWest Java)
Faktor/Peubah Minimum Maksimum Rata-Rata Standar Deviasi
Produksi :
Padat Penebaran (ekor/ha) Berat Ikan Panen Rata-Rata
(gram/ekor)
Produktivitas (kg/ha/siklus)Lama
Pemeliharaan (hari)
2000,0 100,00
44,444
90,0
30000,0 1000,00
1500,000
420,0
8198,2 297,26
751,471
211,6
7022,71 197,888
417,4129
89,71
JURNAL KELAUTAN NASIONAL VOL. 8 NO. 1 APRIL 2013
Faktor Lingkungan yang Mempengaruhi Produktivitas Menggunakan Aplikasi Analisis Jalur di Tambak Bandeng Kabupaten
Indramayu, Provinsi Jawa Barat 39
Rendahnya produktivitas tambak disebabkan
olehrendahnya keberhasilan hidup (survival rate)
danpertumbuhan (growth rate) serta ketidakstabilan produksi,yang diduga disebabkan
karena penurunan kualitaslingkungan,dalam hal ini
dikarenakan kondisi air dan tanah yang dapat
menimbulkan adanya penyakit, kesalahan manajemen lingkungan perairan dan penerapan
teknologi budidaya.
Tingkat produktivitas bandeng dalam Tambak
ditentukan oleh faktor laju pertumbuhan, sintasan,
kuantitas, dan kualitas pakan serta pengelolaan
budi daya.Padat penebaran dan lama pemeliharaan berpengaruh terhadap produktivitas yang
dihasilkan, padat penebaran pada petak
pembesaran yang dianjurkan sebanyak 5000-7000 ekor/ha.Padat penebaran dapat berfluktuatif
tergantung dari kondisi pertambakan yang tersedia,
baik tingkat kesuburan tambaknya maupun kondisi perairannya (Sudradjat et al., 2011) Berat bandeng
yang dapat dipanen setelah mencapai ukuran
konsumsi (300-500 g/ekor) dengan lama
pemeliharaan 3-6 bulan dari gelondongan. Sementara itu, bandeng super dapat dipanen
setelah berukuran 800 g/ekor dengan masa
pemeliharaannya selama 120 dari gelondongan ukuran 100-150 g/ekor (Anonim, 2010).Dari hal
tersebut dapat menjelaskan bahwa produktivitas
bandeng di kabupaten indramayu termasuk rendah, hal ini dapat dilihat dari rata-rata padat tebar yaitu
8198 ekor/ha dan berat rata-rata hasil panen yaitu
297 gram/ekor dengan lama pemeliharaan rata-rata
211 hari.
Rata-rata potensial redoks (Eh) tanah tambak di
Kabupaten Indramayu bernilai negatif yaitu -140,7 mV yang menunjukkan bahwa tanah dalam kondisi
tereduksi,hal ini ditunjukkan juga oleh nilai pHf,
nilai pH yang diukur langsung di lapangan bernilai
rata-rata bernilai 6,975. Penggenangan akan meningkatkan pH pada tanah masam dan
menurunkan pH pada tanah alkalin. Pada awal
penggenangan pH akan menurun drastis selama beberapa hari pertama, kemudian mencapai titik
minimum dan dalam beberapa hari kemudian pH
meningkat secara asimtot hingga mencapai nilai pH yang stabil yaitu 6,7-7,2. Pada pH ini terjadi
perubahan keseimbangan ion-ion hidroksida,
karbonat, sulfida dan silikat (Ponnamperuma,
1972).Hal ini disebabkan karena pengambilan contoh tanah dilakukan pada tambak yang
sementara dalam proses budidaya, sehingga
tambak dalam keadaan tergenang air,
mengakibatkan tambak dalam kondisi tereduksi seperti yang dijelaskan sebelumnya.
Sedangkan pHFox adalah pH tanah yang diukur di lapangan setelah dioksidasi sempurna dengan H2O2
(hidrogen peroksida) 30% (Ahern et al.,1998).
Nilai dari pHFox merupakan indikator untuk
mengetahui kecepatan oksidasi yang terjadi pada tanah, hal ini erat kaitannya dengan proses oksidasi
dalam tanah, karena Pirit yang semula stabil dan
tidak berbahaya pada kondisi anaerob atau tergenang, akan teroksidasi bila kondisi berubah
menjadi aerob. Hal ini berkaitan dengan
kemasaman tanah dan kecepatan oksidasi pirit oleh Fe
3+ yang sangat dipengaruhi oleh pH, karena Fe
3+
hanya larut pada nilai pH di bawah 4 dan
Thiobacillus ferrooxidans yang dapat
mengoksidasi ion besi tidak tumbuh pada pH yang tinggi. Besi oksida dan pirit di dalam tanah
mungkin secara fisik berada pada tempat yang
berdekatan, namun ada tidaknya reaksi diantara mereka sangat dipengaruhi oleh kelarutan
Fe3+
.Kecepatan oksidasi pirit cenderung bertambah
dengan menurunnya pH tanah. Dari hal tersebut dapat diketahui bahwa daerah-daerah yang
memiliki konsentarsi pHFOX rendah akan dapat
mengakibatkan terjadinya proses oksidasi dengan
kecepatan oksidasi berdasarkan nilai pH di bawah 4 dan yang memiliki nilai pHFOX tinggi, disebabkan
oleh lahan tambak merupakan lahan hutan
mangrove yang baru dibuka, sehingga memiliki keadaan tanah yang asam. pHF dan pHFOX tanah
tambak di Kabupaten Indramayu pada Tabel 2
menunjukkan nilai pHF-pHFOX yang rendah
sehingga tanah tambak di Kabupaten Indramayu tidak memiliki potensi kemasaman yang tinggi.
Kandungan bahan organik tanah di tambak
Kabupaten Indramayu bervariasi pada Tabel 2,
tergolong rata-rata yang menunjukkan bahwa tanah
tambak di Kabupaten Indramayu tidak tergolong sebagai tanah organosol atau tanah gambut. Tanah
gambut adalah tanah yang dicirikan dengan
kandungan bahan organik yang melebihi 20% (Boyd et al., 2002).Konsentrasi PO4 di tanah
tambak Kabupaten Indramayu tergolong baik
dengan nilai rata-rata 52,34 ppm. Ketersediaan fosfat (PO4) > 60 ppm dalam tanah tambak dapat
digolongkan sebagai slight atau tergolong baik
JURNAL KELAUTAN NASIONAL VOL. 8 NO. 1 APRIL 2013
Faktor Lingkungan yang Mempengaruhi Produktivitas Menggunakan Aplikasi Analisis Jalur di Tambak Bandeng Kabupaten
Indramayu, Provinsi Jawa Barat 40
dengan faktor pembatas yang sangat mudah diatasi
(Karthiket al., 2005).
Tabel 2. Statistik deskriptif kualitas tanah di tambak mono bandeng Kabupaten Indramayu, Provinsi Jawa
Barat
(Descriptive statisticsof soil qualityinmonomilkfishpondsIndramayuregency, West Java Province)
Faktor/Peubah Minimum Maksimum Rata-Rata Standar Deviasi
Kualitas Tanah :
pHF
pHFOX
pHF-pHFOX
Potensial redoks (mV)
C. Organik (%)
B. Organik (%)
N.Total (%) PO4 (ppm)
P2O5 (ppm)
SKCl (%)
Fe (ppm)
Al (ppm)
Pasir (%)
Liat (%)
Debu (%)
5,770
2,550
-1,290
-366,0
0,152
0,262
0,042 15,33
11,45
0,008
199,00
29,00
40,0
0,0
8,0
7,430
8,080
4,770
166,0
18,355
31,644
1,291 146,59
109,56
0,120
1892,75
134,25
72,0
48,0
44,0
6,975
5,668
1,307
-140,7
2,415
4,163
0,168 52,34
39,12
0,034
1084,85
86,62
53,8
18,0
28,2
0,4877
1,4863
1,5210
121,52
4,0603
7,0000
0,2847 35,585
26,595
0,0272
725,364
31,610
9,21
15,29
11,09
Tabel 3. Statistik deskriptif kualitas air di tambak mono bandeng Kabupaten Indramayu, Provinsi Jawa Barat
(Descriptive statisticsof waterqualityinmonomilkfishpondsIndramayuregency, West Java Province)
Faktor/Peubah Minimum Maksimum Rata-Rata Standar Deviasi
Kualitas Air :
Suhu (0C)
TDS
Salinitas (ppt) DO (mg/L)
pH
pHmV
ORP
NO3-N (mg/L)
NO2-N (mg/L)
NH3-N (mg/L)
PO4-P (mg/L)
Fe (mg/L)
SiO2(mg/L)
SO4 (mg/L) TSS (mg/L)
BOT (mg/L)
29,340
13,630
12,380 3,754
7,920
-98,00
-137,50
0,02910
0,00010
0,00320
0,03720
0,00010
0,00130
1635,70 44,0
17,570
34,850
97,230
118,670 6,783
8,710
-52,50
18,70
2,56250
0,09260
0,48750
8,07380
0,04950
0,03410
2812,75 368,0
30,582
32,369
49,956
55,779 5,526
8,322
-75,79
-13,69
0,64610
0,03324
0,15039
0,68535
0,01134
0,01742
2306,65 128,3
26,355
1,6473
29,8131
37,3516 1,0285
0,2228
12,620
41,484
0,709679
0,027064
0,107313
1,876650
0,015564
0,007458
338,163 79,37
3,3389
Rata-rata kandungan pasir umumnya tinggi dengan rata-rata 53,8% dan kandungan liat tergolong
rendah dengan nilai rata-rata 18,0% karenatanah
tambak sering dijumpai bertekstur halus dengan kandungan liat minimal 20-30% untuk menahan
peresapan ke samping(Boyd, 1995). Secara kimia,
tekstur tanah demikian juga tidak mampu
menyimpan unsur hara dan memiliki daya sanggah tanah yang rendah sehingga fluktuasi pH dapat
lebih besar.
Suhu air di pertambakan Kabupaten Indramayu
pada Tabel 3 menunjukkan bahwa suhu air di
pertambakan masih dapat digolongkan layak untuk
JURNAL KELAUTAN NASIONAL VOL. 8 NO. 1 APRIL 2013
Faktor Lingkungan yang Mempengaruhi Produktivitas Menggunakan Aplikasi Analisis Jalur di Tambak Bandeng Kabupaten
Indramayu, Provinsi Jawa Barat 41
tambak bandeng karena suhu air yang baik untuk
ikan bandeng adalah 27-31°C(Ismail et al., 1993).
Sedangkan untuk nilai salinitas, ikan bandeng dapat tumbuh optimal pada salinitas air 15-30 ppt
(Ismail et al., 1993). Nilai salinitas yang
didapatkan berdasarkan hasil penelitian berkisar
antara 12,38 sampai 118,67 ppt dengan rata-rata 55,779 ppt. Nilai salinitas 118,67 didapatkan pada
tambak yang telah produksi ikan dan akan
digunakan untuk tambak garam, dimana pada tambak disekitarnya sudah digunakan untuk
tambak garam, nilai tersebut menunjukkan adanya
pengaruh dari tambak garam sekitarnya. Di
kabupaten Indramayu beberapa tambak garam dimanfaatkan oleh para pembudidaya untuk
digunakan sebagai usaha tambak garam sambil
menunggu tambak digunakan lagi untuk budidaya ikan atau udang, utamanya pada musim
kemarau.Hal tersebut juga dapat dilihat dari rata-
rata nilai salinitas yang tinggi karena pengukuran dilaksanakan pada saat musim kemarau yang
menyebabkan terjadinya penguapan pada air
tambak.
Batas toleransi organisme akuatik terhadap pH
bervariasi dan dipengaruhi oleh banyak faktor,
antara lain: suhu oksigen terlarut, alkalinitas dan adanya anion dan kation serta jenis dan stadium
organisme. Pada umumnya pH air yang baik bagi
organisme akuatik adalah 6,5-9,0; pada pH 9,5-11,0 dan 4,0-6,0 mengakibatkan produksi rendah
dan jika lebih rendah dari 4,0 atau lebih tinggi 11,0
akan meracuni ikan (Poernomo, 1988). Dari Tabel
3 menunjukkan bahwa ada tambak di Kabupaten Indramayu yang pH air tergolong netral sampai
basa. Telah dilaporkan sebelumnya, bahwa tambak
di Kabupaten Indramayu tergolong tanah aluvial nonsulfat masam, sehingga pH airnya tergolong
netral sampai basa (Tabel 2).
Oksigen terlarut sangat esensial bagi pernapasan dan merupakan salah satu komponen utama dalam
metabolisme akuatik. Kebutuhan organisme akan
oksigen terlarut sangat bervariasi bergantung kepada jenis, stadium, dan aktivitasnya. Oksigen
terlarut air tambak di Kabupaten Indramayu
tergolong sesuai untuk budidaya tambak. Oleh karena budidaya yang diaplikasikan oleh
pembudidaya tambak di Kabupaten Indramayu
tergolong teknologi tradisional, sehingga masalah
kandungan oksigen terlarut belum menjadi masalah. Batas oksigen terlarut untuk ikan
bandeng tumbuh dengan baik pada kisaran oksigen
terlarut 3-8 mg/L (Ismail et al, 1993).
Nitrat (NO3) adalah bentuk utama nitrogen di
perairan alami dan merupakan nutrien utama bagi
pertumbuhan tanaman dan alga. Nitrat tidak
bersifat toksik terhadap organisme akuatik. Dari Tabel 1 terlihat bahwa kandungan nitrat air tambak
di Kabupaten Indramayu juga tergolong tinggi.
Konsentrasi NO3 pada perairan alami hampir tidak pernah lebih dari 0,1 mg/L. Konsentrasi NO3 lebih
dari 5 mg/L menggambarkan terjadinya
pencemaran antropogenik yang berasal dari
aktivitas manusia dan tinja hewan. Konsentrasi NO3 yang lebih dari 0,2 mg/L dapat
mengakibatkan terjadinya eutrofikasi perairan yang
selanjutnya menstimulir pertumbuhan alga dan tumbuhan air secara pesat.
Nitrit (NO2) merupakan bentuk peralihan antara amonia dan nitrat (nitrifikasi) dan antara nitrat dan
gas nitrogen (denitrifikasi). Seperti halnya NH3,
maka NO2 juga beracun terhadap ikan, karena
mengoksidasikan besi (Fe) di dalam hemoglobin. Dalam bentuk ini kemampuan darah untuk
mengikat oksigen terlarut sangat merosot
(Poernomo, 1988). Pada udang yang darahnya mengandung tembaga (Cu) (hemocyanin) mungkin
terjadi oksidasi Cu oleh NO2 dan memberikan
akibat yang sama seperti pada ikan (Poernomo, 1988). Kandungan nitrit air tambak Kabupaten
Indramayu tergolong tidak tinggi. Konsentrasi NO2
pada perairan relatif kecil karena segera dioksidasi
menjadi nitrat. Perairan alami mengandung NO2 sekitar 0,001 mg/L dan sebaliknya tidak melebihi
0,06 mg/L (Sawyer, 1978). Di perairan,
konsentrasi NO2 jarang melebihi 1 mg/L (Sawyer, 1978). Konsentrasi NO2 yang lebih dari 0,05 mg/L
dapat bersifat toksik bagi organisme akuatik sang
sangat sensitif (Moore, 1991).
Amonia dapat berada dalam bentuk molekul (NH3)
atau bentuk ion NH4, dimana NH3 lebih beracun
daripada NH4(Poernomo, 1988). NH3 dapat menembus bagian membran sel lebih cepat
daripada NH4 (Coltet al., 1981). Konsentrasi
amonia air tambak Kabupaten Indramayu tergolong cukup tinggi di perairan. Konsentrasi
NH3 0,05-0,20 mg/L sudah menghambat
pertumbuhan organisme akuatik pada umumnya.
Apabila konsentrasi NH3 lebih dari 0,2 mg/L, perairan bersifat toksik bagi beberapa jenis ikan
JURNAL KELAUTAN NASIONAL VOL. 8 NO. 1 APRIL 2013
Faktor Lingkungan yang Mempengaruhi Produktivitas Menggunakan Aplikasi Analisis Jalur di Tambak Bandeng Kabupaten
Indramayu, Provinsi Jawa Barat 42
(Sawyer, 1978). Ikan tidak dapat bertoleransi
terhadap konsentrasi NH3 yang terlalu tinggi,
karena dapat mengganggu proses pengikatan oksigen oleh darah dan pada akhirnya dapat
mengakibatkan sufokasi.
Silika (Si) telah sebagai unsur konservatif dari mineral di mana air tawar di sungai di seluruh
dunia mengandung rata-rata Si setara 6,1 mg/L
(Boyd, 1994). Konsentrasi SiO2 air tambak berkisar dari 0,0013 sampai 0,0341 mg/L dengan
rata-rata 0,01742 mg/L. Silika dibutuhkan untuk
pertumbuhan diatom. Telah dibuktikan bahwa
dalam beberapa konsentrasi silika perairan dapat mengatur kelimpahan diatom .
Air tambak tidak berbeda dengan air kolam lainnya, yang membedakannya adalah air tambak terasa
asin karena mengandung garam sedangkan air
kolam berasa tawar.Sejak terjadinya laut di permukaan bumi ini, laut menjadi tempat
penampungan garam-garam dan batuan yang
diangkut dari darat, letusan gunung berapi dan
meteorolet yang datang dari angkasa luar.Akibatnya laut menjadi penuh dengan
berbagai jenis senyawa yang kita kenal kemudian
masuk ke tambak-tambak yang ada di pinggiran pantai.Berbicara tentang air tambak pasti berbicara
tentang air laut.Sehingga pembahasan air tambak
pun tidak terlepas dari air laut. Unsur-unsur kimia yang terdapat di dalam air laut atau tambak yaitu
berupa garam-garam, gas-gas, suspensi dan
senyawa organik. Garam-garam tersebut berasal
dari hasil erosi batu-batuan yang diangkut oleh sungai dan telah berlangsung dalam kurun waktu
yang sangat lama. Beberapa senyawa lain terutama
yang berupa gas berasal dari makhluk hidup yang ada didalamnya termasuk unsur oksigen dan
nitrogen. Karena senyawa kimia yang ada di dalam
laut / tambak sangat kompleks, agak sulit untuk
menentukan jumlah zat-zat yang terlarut didalamnya, karena diperlukan perangkat peralatan
yang lengkap. Perbandingan elemen-elemen
tersebut dapat dikatakan tetap. Dengan kata lain konsentrasi zat-zat terlarut dalam air dapat
ditentukan apabila salah satu elemennya dapat
diketahui. Konsentrasi sulfat pada tambak yaitu 2,712 g/kg atau 2712 mg/L pada salinitas 35 ppt
(Anonim, 2007), konsentrasi sulfat hasil
pengukuran pada tambak di kabupaten Indramayu
yaitu rata-rata 2306,65 mg/L, dengan salinitas rata-rata 55,8 ppt dimana rata-rata salinitas tersebut
terdapat hasil pengukuran salinitas yang tinggi
pada tambak yang habis panen dan dipersiapkan
untuk tambak garam. Sehingga kandungan sulfat masih dibawah nilai komposisi kimia dalam hal
konsentrasi sulfat pada tambak.
Bahan organik total air menggambarkan kandungan bahan organik total suatu perairan yang
terdiri dari bahan organik terlarut, tersuspensi dan
koloid. Bahan organik di perairan terdapat sebagai plankton, partikel-partikel tersuspensi dari bahan
organik yang mengalami perombakan (detritus)
dan bahan-bahan organik total yang berasal dari
daratan dan terbawa oleh aliran sungai. Kandungan bahan organik total air di tambak
Kabupaten Indramayu berkisar 17,57 – 30,58 mg/L
dengan rata-rata 26,355 mg/L (Tabel 3). Kandungan bahan organik total dalam air laut
biasanya rendah dan tidak melebihi 3 mg/L.
Perairan dengan kandungan bahan organik total di atas 26 mg/L adalah tergolong perairan yang subur
(Reid, 1961).
Di perairan, unsur fosfor tidak ditemukan dalam bentuk bebas sebagai elemen, melainkan dalam
bentuk senyawa anorganik yang terlarut (ortofosfat
dan polifosfat) dan senyawa organik yang berupa partikulat. Fosfat merupakan bentuk fosfor yang
dapat dimanfaatkan oleh tumbuhan (Dugan, 1972).
Konsentrasi fosfat pada perairan alami berkisar antara 0,005-0,020 mg/L, sedangkan pada air tanah
bisanya berkisar 0,02 mg/L
(UNESCO/WHO/UNEP, 1992). Konsentrasi PO4
jarang melebihi 0,1 mg/L, meskipun pada perairan eutotrof. Konsentrasi PO4 pada perairan alami
jarang melebihi 1 mg/L (Boyd, 1988). Berdasarkan
konsentrasi fosfat, perairan diklasifikasikan menjadi tiga yaitu: perairan dengan kesuburan
rendah, yang memiliki konsentrasi fosfat berkisar
antara 0-0,02 mg/L; perairan dengan tingkat
kesuburan sedang, yang memiliki konsentrasi fosfat 0,021-0,05 mg/L; dan perairan dengan
tingkat kesuburan tinggi, yang memiliki
konsentrasi fosfat 0,051-0,10 mg/L (Liaw, 1969). Berdasarkan kriteria tersebut menunjukkan bahwa
kualitas air tambak di Kabupaten Indramayu
tergolong tingkat kesuburan rendah, sedang, dan tinggi.
Padatan tersuspensi total (total suspended solid)
menggambarkan bahan baik organik maupun nonorganik yang terkandung dalam larutan dalam
JURNAL KELAUTAN NASIONAL VOL. 8 NO. 1 APRIL 2013
Faktor Lingkungan yang Mempengaruhi Produktivitas Menggunakan Aplikasi Analisis Jalur di Tambak Bandeng Kabupaten
Indramayu, Provinsi Jawa Barat 43
bentuk tersuspensi. Padatan tersuspensi total yaitu
bahan-bahan tersuspensi berukuran diameter > 1
µm, tertahan pada saringan millipore berdiameter pori 0,45µm (Effendi, 2003). Padatan tersuspensi
total berupa lumpur, pasir halus dan jasad renik
yang melayang-layang di perairan. Berdasarkan hal
tersebut, padatan tersuspensi total air tambak di Kabupaten Indramayu tergolong baik.
Hubungan Lingkungan dan Produksi Tambak
Telah dijelaskan sebelumnya bahwa peubah
kualitas tanah merupakan peubah bebas dan peubah eksogenous dalam penelitian ini. Dari 15
peubah kualitas tanah (Tabel 1) yang dianalisis
ternyata hanya 2 peubah yang mempengaruhi
produksi bandeng di tambak Kabupaten Indramayu yaitu: potensial redoks tanah (EhT) dan pHF tanah
(pHFT) (Gambar 2).
EhT : Redokstanah PTTA : Padatan Tersuspensi air
pHFT : pHF tanah BOTA : Bahan Organik Total air FeA : Besi air
** = <0,2 sangat nyata * = <0,3 nyata
Gambar 2. Diagram hasil analisis jalur kualitas tanah terhadap kualitas air dan produksi total di tambak
Kabupaten Indramayu,Provinsi Jawa Barat(Pathdiagram
(analysisof soil qualityon water qualityandproductionTotal inpondsIndramayuregency, West Java
Province)
EhT dan pHFT berpengaruh sangat nyata dengan pengaruh langsung (direct effect) sebesar -0,451
dan -0,305 (P<0,2) terhadap produksi bandeng.
Peningkatan potensial redoks tanah menciptakan
kondisi tanah dasar tambak yang lebih baik yang dapat berdampak pada penumbuhan makanan
alami yang lebih baik sehingga produksi ikan
bandeng dapat meningkat. Perubahan sifat-sifat kimia yaitu perubahan potensial redoks (Eh) dan
kemasaman tanah (pH) tanah yang merupakan dua
faktor utama yang saling berkaitan dalam mempengaruhi kelarutan dan ketersediaan hara dan
transformsinya di dalam tanah serta bepengaruh terhadap pertumbuhan dan produksi tambak.
Hal ini berkaitan dengan unsur N dalam tanah,
Nitrogen (N) sebagai salah satu unsur hara makro yang sangat penting dan terdapat dalam tanah
dalam bentukorganik, yaitu sekitar 90%
(Stevenson, 1982).Mineralisasi N-organik di dalam tanah sangat menentukan ketersediaan N dan
kesuburan tanah (Nadelhoffer, 1990).Bentuk kimia
N termasuk interaksi sederhana dengan sistem biologi di dalam tanah terkait erat dengan nilai
potensial redoks (Eh) dan pH yang berkembang
PTTA
pHFT
EhT
FeA
Produksi
BOTA
PKPTe
1
PKBTe
1
PKFee
1
PKPre
1
-0,546*
-0,269
0,292
0,036
-0,133
0,113
-0,060
-0,451**
-0,305*
0,346**
-0,291**
-0,416**
0,974
0,969
0,996
0,721
JURNAL KELAUTAN NASIONAL VOL. 8 NO. 1 APRIL 2013
Faktor Lingkungan yang Mempengaruhi Produktivitas Menggunakan Aplikasi Analisis Jalur di Tambak Bandeng Kabupaten
Indramayu, Provinsi Jawa Barat 44
pada tanah tersebut. Proses mineralisasi N-organik
di dalam tanah merupakan proses redoks yang
melibatkan donor dan akseptor electron (Bohn et al., 1985). Penentuan senyawa yang bertindak
sebagai akseptor elektron terkait erat dengan
perkembangan nilai Eh di dalam tanah (Bohn et
al., 1985). Pada tanah-tanah yang kondisinya aerob (nilai Eh berkisar antara 0,3 hingga 0,8 V), oksigen
bertindak sebagai akseptor elektron, sedangkan
pada tanah - tanah yang kondisinya anaerob (nilai Eh umumnya berkisar antara 0,2 hingga –0,4 V).
Hal tersebut dapat menjelaskan bahwa kondisi
tanah pada tambak di kabupaten Indramayu berada
dalam kondisi anaerob, kondisi ini sangat mempengaruhi ketersediaan unsure hara pada
tanah, yang akan berpengaruh terhadap produksi
bandeng. Selain itu, tanah sulfat masam dapat menyebabkan rendahnya produktivitas tambak.
sebagai akibat asam sulfurik yang terbentuk karena
teroksidasinya pirit akan mempengaruhi mineral-mineral tanah. Pada tanah sulfat masam, tanah
dasar atau tanah pematang yang terekspos dengan
udara dapat menyebabkan terlarutnya pirit yang
melarutkan asam sulfat, besi, dan alauminium yang dapat menyebabkan penurunan pH air. Tanah-
tanah pada sistem persawahan dan penggenangan
akan mendorong perubahan elektrokimia yang
mempengaruhi penyediaan dan pengambilan hara (Ponnamperuma, 1984).
Dari 16 peubah kualitas air yang merupakan peubah perantara, tergantung dan endogenous
dalam penelitian ini, ternyata hanya 3 peubah
yang mempengaruhi produksi bandeng di
Kabupaten Indramayu yaitu: padatan tersuspensi total air (PTTA), Bahan Organik Total air (BOTA)
dan kandungan besi air (FeA) seperti terlihat pada
Gambar 1. Sedangkan nilai pengaruh langsung, tidak langsung, dan total antarpeubah secara
lengkap tersaji pada Tabel 4.
Tabel 4. Nilai pengaruh langsung, tidak langsung, dan total setiap korelasi dalam analisis jalur untuk faktor
lingkungan dan produksi bandeng di tambak KabupatenIndramayu, Provinsi Jawa Barat
(Influencethe value ofdirect, indirect, andtotalevery correlationin the analysispathwaysforenvironmental
factorsandproduction of milkfishin pondsIndramayu district,West Java Province)
Korelasi dalam
Analisis Jalur
Pengaruh Langsung Pengaruh Tidak Langsung Pengaruh Total
EhT pHFT -0,546 -0,5460 -1,092
EhT PTTA -0,269 -0,1964 -0,4654
pHFT PTTA -0,133 0,0139 -0,1191
EhT BOTA 0,292 0,2303 0,223
pHFT BOTA 0,113 -0,0464 0,0666
EhT FeA 0,036 0,0688 0,1048
pHFT FeA -0,060 -0,0797 -0,1397
EhT Produksi -0,451 -0,4480 -0,899
PTTA Produksi 0,346 0,4368 0,7828
BOTA Produksi -0,291 -0,4366 -0,7276
FeA Produksi -0,416 -0,4254 -0.8414
pHFT Produksi -0,305 -0,0073 -0,3123
Keterangan: EhT : potensial redoks tanah PTTA : padatan tersuspensi air
pHFT : pHF tanah BOTA : bahan organik total air FeA : besi air
Padatan tersuspensi total air (PTTA) hanya
berpengaruh nyata (P<0,3) terhadap produksi bandeng, sedangkan BOTA dan FeA berpengaruh
sangat nyata (P<0,2) terhadap produksi dengan
pengaruh langsung masing-masing 0,346, -0,291 dan -0,416 terhadap produksi bandeng. PTTA
memberikan pengaruh nyata (P<0,2) terhadap
produksi ikan bandeng di tambak Kabupaten
Indramayu dengan pengaruh langsung 0,346. Hal ini menunjukkan bahwa makin tinggi PTTA maka
produksi ikan bandeng akan mengalami penurunan.
Padatan tersuspensi total berupa lumpur, pasir halus dan jasad renik yang melayang-layang di
perairan tidak bersifat toksik dan jika berlebihan
JURNAL KELAUTAN NASIONAL VOL. 8 NO. 1 APRIL 2013
Faktor Lingkungan yang Mempengaruhi Produktivitas Menggunakan Aplikasi Analisis Jalur di Tambak Bandeng Kabupaten
Indramayu, Provinsi Jawa Barat 45
dapat meningkatkan nilai kekeruhan yang
berpengaruh terhadap proses fotosintesis.Hal inilah
yang menyebabkan peningkatan kandungan PTTA di tambak yang menyebabkan penurunan produksi
ikan bandeng di tambak Kabupaten Indramayu.
Padatan tersuspensi mengakibatkan penetrasi sinar
matahari ke dalam air berkurang yang akan berpengaruh terhadap regenerasi oksigen serta
fotosintesis (Misnani, 2010).Dengan adanya
padatan tersuspensi akan memberikan efek yang kurang baik terhadap kualitas badan air karena
dapat menyebabkan menurunkan kejernihan air
dan dapat mempengaruhi kemampuan ikan untuk
melihat dan mengambil makanan. Endapan tersuspensi dapat juga menyumbat insang ikan dan
mencegah telur berkembang.
KESIMPULAN DAN SARAN Hasil analisis jalur variabel kualitas tanah
menunjukkan ada 2 variabel yang mempengaruhi
produksi bandeng yaitu potensial redoks tanah dan pHFT, EhT dan pHFT berpengaruh sangat nyata
dengan pengaruh langsung (direct effect) sebesar -
0,451 dan -0,305 terhadap produksi bandeng. Sedangkan variabel kualitas air menunjukkan ada 3
variabel yang mempengaruhi produksi tambak
bandeng yaitu padatan tersuspensi total air (PTTA)
hanya berpengaruh nyata terhadap produksi bandeng, sedangkan BOTA dan FeA berpengaruh
sangat nyata dengan pengaruh langsung masing-
masing 0,346, -0,291 dan -0,416 terhadap produksi bandeng di Kabupaten Indramayu.
UCAPAN TERIMA KASIH
Diucapkan banyak terima kasih kepada Haking Madeng atas bantuannya di lapangan;Rosiana
Sabang dan Rahmiyah atas bantuannya dalam
analisis kualitas tanah; serta Sutrisyani, Andi
Sahrijanna dan Kurnia atas bantuannya dalam analisis air.
DAFTAR PUSTAKA
Agus, Yusrial, F. dan Sutono. 2006. Penetapan
tekstur tanah. Dalam: Kurnia, U., Agus, F.,
Adimihardja, A. dan Dariah, A. (eds.), Sifat Fisik Tanah dan Metode Analisisnya. Balai
Besar Penelitian dan Pengembangan
Sumberdaya Lahan Pertanian, Bogor.hlm.
43-62. Ahern, C.R. and Rayment, G.E. 1998. Codes for
acid sulfate soils analytical methods. In:
Ahern, C.R., Blunden , B. and Stone, Y.
(eds.), Acid Sulfate Soils Laboratory Methods Guidelines. Acid Sulfate Soil
Management Advisory Committee,
Wollongbar, NSW. pp. 3.1-3.5. Ahern, C.R., Blunden, B., Sullivan, L.A.,
McElnea, A.E., 2004. Soil sampling,
handling, preparation and storage for
analisys of dried samples. In:Acid Sulfate Soils Laboratory Methods Guidelines.
Queensland Department of Natural
Resources, Mines and Energy, Indooroopilly, Queensland, Australia, pp.
B1-1-B1-5.
Amir, M.F. 2006. Mengolah dan Membuat Interpretasi Hasil Olahan SPSS untuk
Penelitian Ilmiah. EDSA Mahkota, Jakarta.
201 hlm.
Anonim, 2007.Komposisi Kimia Air Tambak. http://aquablok2b.wordpress.com/2007/10/2
7/komposisi-kimia-air-tambak/ [Diakses
13/01/2014] Anonim 2010.Budidaya Ikan Bandeng dan Udang.
http://space4mm.blogspot.com/2010_04_01
_archive.html. [Diakses 13/01/2014] Anonim, 2011. Budidaya Air Payau. http://
/www.humasindramayu.com. [Diakses
03/12/2012].
APHA (American Public Health Association). 2005. Standard Methods for Examination
of Water and Wastewater. Twentieth
edition APHA-AWWA-WEF, Washington, 1185 pp.
Bohn, H.L., B.L. McNeal., and G.A.
O’Connor.1985.Soil Chemistry (second
edition).John Wiley & Sons Inc. New York, Chichester,Brisbane, Toronto, Singapore.
pp. 135 -141, 248-249.
Boyd, C.E. 1988. Water Quality of Warmwater Fish Ponds.Fourth printing.Alabama
Agricultural Experiment Station, Auburn
University, Alabama. Boyd, C.E. 1994. Chemical characteristic of
bottom soil from freshwater and
brackishwater aquaculture ponds. Journal
of World Aquaculture Society 25: 517-534.
JURNAL KELAUTAN NASIONAL VOL. 8 NO. 1 APRIL 2013
Faktor Lingkungan yang Mempengaruhi Produktivitas Menggunakan Aplikasi Analisis Jalur di Tambak Bandeng Kabupaten
Indramayu, Provinsi Jawa Barat 46
Boyd, C.E. 1995. Bottom Soils, Sediment, and
Pond Aquaculture. Chapman and Hall,
New York, 348 pp. Boyd, C.E., Wood, C.W., Thunjai, T., 2002.
Aquaculture Pond Bottom Soil Quality
Management. Pond Dynamics/Aquaculture
Collaborative Research Support Program Oregon State University, Corvallis, Oregon,
41 pp.
Colt, J.E. and Armstrong, D.A. 1981. Nitrogen toxicity to crustaceans, fish, and
molluscs. In: L.J. Allen and E.C. Kinney
(eds.), Proceedings of the bio-engineering
symposium for fish culture. American Fisheries Society, Bethesda, MD. pp. 34-37
Draper, N.R. and H. Smith. 1981. Applied
Regression Analysis.2nd
edition. John Wiley & Sons, New York. 709 pp.
Dugan, P. R. 1972. Biochemical Ecology of
Water Pollution. Plenum Press, New York. 159 pp.
Effendi, H.2003. Telaah Kualitas Air bagi
Pengelolaan Sumber Daya dan Lingkungan
Perairan.Penerbit Kanisius, Yogyakarta, 258 hlm.
Everitt, B.S. and Dunn, G. 2001. Applied
Multivariate Data Analysis. Second edition. Arnold, London. 342 pp.
Hardjowigeno, S., Soekardi, M. Djaenuddin, D,
Suharta, N. dan Jordens, E. R. 1996. Kesesuaian Lahan untuk Tambak. Pusat
Penelitian Tanah dan Agroklimat, Bogor.17
hlm.
Ismail, A., Poernomo, A., Sunyoto, P., Wedjatmiko, Dharmadi, Budiman, R.A.I.
1993. Pedoman Teknis Usaha Pembesaran
Ikan Bandeng di Indonesia. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan,
Jakarta, 93 hlm
Karthik, M., J. Suri, N. Saharan and Biradar, R. S.
2005. Brackish Water Aquaculture Site Selection in Palghar Taluk, Thane district
of Maharashtra, India, Using the
Techniques of Remote Sensing and Geographical Information System.
Aquacultural Engineering 32: 285-302
Liaw, W. K. 1969. Chemical and biological studies of fishponds and reservoirs in
Taiwan. Rep. Fish Culture Res., Fish.
Series, Chin. Am. Joint Commission on
Rural Reconstruction 7, 1-43.
Menon, R.G. 1973. Soil and Water Analysis: A
Laboratory Manual for the Analysis of Soil
and Water. Proyek Survey O.K.T. Sumatera Selatan, Palembang.
Misnani. 2010. Praktikum Teknik Lingkungan
Total Padatan Terlarut.Online
http://misnanidulhadi.blogspot.com/. Diakses pada tanggal 20 Januari 2014.
Moore, J.W. 1991. Inorganic Contaminants of
Surface Water. Springer-Verlag, New York. 334 pp.
Muir, J. F. and Kapetsky, J. M. 1988. Site
selection decisions and project cost: the
case of brackish water pond systems. In: Aquaculture Engineering Technologies for
the Future. Hemisphere Publishing
Corporation, New York. pp. 45-63. Mustafa, A. dan Ratnawati, E. 2005. Faktor
pengelolaan yang berpengaruh terhadap
produksi rumput laut (Gracilaria verrucosa) di tambak tanah sulfat masam
(studi kasus di Kabupaten Luwu, Provinsi
Sulawesi Selatan). Jurnal Penelitian
Perikanan Indonesia 11(7), 67-77. Mustafa, A. and J. Sammut. 2007. Effect of
different remediation techniques and
dosages of phosphorus fertilizer on soil quality and klekap production in acid
sulfate soil-affected aquaculture ponds.
Indonesian AquacultureJournal2(2): 141-157.
Nadelhoffer, K. J. 1990. Microlysimeter for
measuring nitrogen mineralisation and
microbial respiration in aerobic soil incubation.Soil.Sci.Soc.Am.J. 54:411-415.
Poernomo, A. 1988. Pembuatan Tambak Udang
di Indonesia. Seri Pengembangan No. 7. Balai Penelitian Perikanan Budidaya Pantai,
Maros, 40 hlm.
Ponnamperuma, F. N. 1972. In "Soil Chemistry"
(J. Bremner and G. Chesters, eds.), Dekker, Ne ,Yark (in press).
Ponnamperuma, F.N. 1984. Effects of flooding on
soils.In:Koslowski, T.T. (ed,). Flooding and Plant Growth. Academic Press Inc., New
York. pp. 10-45.
Prihandoko., et al.,(2011). Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku nelayan artisanal
dalam pemanfaatan sumberdaya perikanan
di Pantai Utara Provinsi Jawa
Barat.Makara, Sosial Humaniora, Vol. 15, No. 2, Desember 2011: 117-126.
JURNAL KELAUTAN NASIONAL VOL. 8 NO. 1 APRIL 2013
Faktor Lingkungan yang Mempengaruhi Produktivitas Menggunakan Aplikasi Analisis Jalur di Tambak Bandeng Kabupaten
Indramayu, Provinsi Jawa Barat 47
Reid, G.K. 1961. Ecology of inland water
estuaries. Reinhald Published Co. New
York. 375 pp. Rutherford, R.D. and Choe, M.K. 1993.
Statistical Model for Causal Analysis. John
Wiley & Sons, Inc., New York.
Salam, M. A., Ross, L. G. and Beveridge, C. M. M. 2003. A comparison of development
opportunities for crab and shrimp
aquaculture in southwestern Bangladesh, using GIS modeling. Aquaculture 220:
477-494.
Sarwono, J. 2007. Analisis Jalur untuk Riset
Bisnis dengan SPSS. Penerbit Andi, Yogyakarta. 321 hlm.
Sawyer, C.N. and McCarty, P.L. 1978. Chemistry
for Environmental Engineering. Third edition. McGraw-Hill Book Company,
New York, 532 pp
Sudradjat, A., Wedjatmiko, Setiadharma, T. 2011. Teknologi Budidaya Ikan Bandeng. Pusat
Penelitian dan Pengembangan Perikanan
Budidaya, Jakarta.
Sulaeman, Suparto dan Eviati. 2005. Petunjuk Teknis Analisis Kimia Tanah, Tanaman,
Air, dan Pupuk. Diedit oleh: Prasetyo,
B.H., Santoso, D. dan Widowati, L.R.
Balai Penelitian Tanah, Bogor. 136 hlm.
Suliyanto. 2011. Ekonometrika Terapan: Teori & Aplikasi dengan SPSS. Penerbit Andi,
Yogyakarta. 311 hlm.
Supranto, J. 2004. Analisis Multivariat: Arti &
Interpretasi. Cetakan pertama. Rineka Cipta, Jakarta. 359 hlm.
Stevenson, F. J. 1982. Nitrogen in Agricultural
Soil. Madison Wisconsin. USA. pp. 229-230.
Swingle, H.S, 1968. Standardization of Chemical
Analysis of Water and Pond Muds.In
Proceedings of the World Sympson on Warm Water Pond Fish Culture F.A.O.
Fisheries Report No.44, Vol 4: 397-421
UNESCO/WHO/UNEP. 1992. Water Quality Assessments. In: Chapman, D. (ed.).
Chapman and Hall Ltd., London.
Treece, G. D. 2000. Site selection. In: Stickney, R. R. (ed.), Encyclopedia of Aquaculture.
John Wiley & Sons, Inc., New York. pp.
869-879.
Widarjono, A. 2010. Analisis Statistika Multivariat Terapan. Edisi pertama. UPP
STIM YKPN, Yogyakarta. 358 hlm.