22
KAJIAN EFEKTIVITAS BERBAGAI PROGRAM KB DALAM RANGKA PENINGKATAN CAKUPAN PENGGUNAAN KONTRASEPSI (POS KB) Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas pada Mata kuliah Pengembangan Asuhan Pelayanan KB Disusun Oleh : Enong Mardiana PROGRAM STUDI MAGISTER KEBIDANAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PADJADJARAN BANDUNG

KAJIAN EFEKTIVITAS BERBAGAI PROGRAM KB DALAM RANGKA PENINGKATAN CAKUPAN PENGGUNAAN KONTRASEPSI (POS KB

Embed Size (px)

Citation preview

KAJIAN EFEKTIVITAS BERBAGAIPROGRAM KB

DALAM RANGKA PENINGKATAN CAKUPANPENGGUNAAN KONTRASEPSI

(POS KB)

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas padaMata kuliah Pengembangan Asuhan Pelayanan KB

Disusun Oleh :

Enong Mardiana

PROGRAM STUDI MAGISTER KEBIDANANFAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS

PADJADJARAN BANDUNG

2014

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pembangunan di bidang kependudukan lebih diarahkan

pada upaya pengembangan sumber daya manusia agar penduduk

makin menjadi kekuatan yang efektif dan produktif bagi

pembangunan. Dalam upaya ini diusahakan ditingkatkan

keterpaduan dan koordinasi upaya pengendalian kelahiran

dengan berbagai kegiatan pembangunan lainnya, khususnya

upaya pembangunan dibidang kesehatan, transmigrasi,

pengendalian urbanisasi, pendidikan, pembangunan daerah

dan penciptaan lapangan kerja. Usaha penurunan tingkat

pertumbuhan penduduk dilaksanakan melalui pengendalian

tingkat kelahiran dan penurunan tingkat kematian,

terutama kematian bayi dan anak.

Upaya pengendalian kelahiran dilaksanakan melalui

program keluarga berencana (KB). Sebagaimana telah

diketahui oleh masyarakat luas KB bertujuan mengatur

kelahiran anak dan meningkatkan kesejahteraan ibu.

Selanjutnya upaya penurunan tingkat kematian dilaksanakan

dengan memperluas dan meningkatkan jangkauan serta mutu

pelayanan kesehatan dan gizi masyarakat. Dari pengalaman

selama hampir lima Repelita ini nyata sekali bahwa dalam

melaksanakan upaya pembangunan kependudukan peran serta

masyarakat merupakan faktor yang sangat menentukan.

Pelaksanaan program Keluarga Berencana (KB) pada

era reformasi dipengaruhi oleh berbagai perubahan

lingkungan strategis. Paradigma baru dalam sistem

pemerintahan Indonesia yang tertuang pada UU Nomor 22

Tahun 1999 yang kemudian diubah menjadi UU Nomor 32 Tahun

2004 dan terakhir diubah dengan UU Nomor 12 Tahun 2008

tentang Pemerintahan Daerah telah mengubah posisi Program

KB. Sebelumnya menjadi kewenangan pemerintah pusat, kini

eksistensinya sepenuhnya menjadi keputusan pemerintah

kabupaten/kota termasuk perubahan pengelolaan program

lini di lapangan.

Perubahan paradigma ini otomatis berimplikasi pada

perubahan sistem dan manajemen program pelayanan KB, yang

tentunya disesuaikan dengan kebutuhan dan kemampuan

daerah. Kondisi ini mengharuskan daerah memiliki kesiapan

yang matang dalam melayani masyarakat termasuk dalam

program pelayanan KB. Dengan diterbitkannya Peraturan

Pemerintah Nomor 38 tahun 2007 tentang Pembagian Urusan

Pemerintahan Antara Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah

Provinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota, dan

Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang

Organisasi Perangkat Daerah khususnya yang berkaitan

dengan program KB Nasional/BKKBN, maka Keluarga Berencana

dan Keluarga Sejahtera merupakan salah satu rusan wajib

pemerintah. Dengan demikian Peraturan Pemerintah RI

tersebut menegaskan bahwa Keluarga Berencana dan Keluarga

Sejahtera merupakan salah satu kebutuhan masyarakat

sehingga pemerintah daerah baik Provinsi, Kabupaten/Kota

wajib menyelenggarakan program KB dan program KS tersebut

di daerahnya masing-masing.

Tantangan yang dihadapi yaitu adanya

desentralisasi membuat kebijakan nasional tidak serta

merta dapat diterima di masing-masing daerah, anggaran

yang terbatas membuat sosialisasi KB harus dapat dicari

strategi dengan memanfaatkan elemen masyarakat lain dan

anggaran yang efektif, dan image masyarakat harus diubah

tidak lagi membatasi kelahiran namun meningkatkan

kualitas manusia, dan mensinergikan program KB dengan

pandangan agama yang masih bertentangan.

Mengacu lima hal pokok yang menjadi tolok ukur

keberhasilan pelimpahan wewenang kepada pemerintah daerah

oleh pemerintah pusat melalui asas desentralisasi maka

sudah seharusnya bahwa pembentukan wadah pelaksanaan

Program KB sebagaimana telah dipaparkan di atas merupakan

cerminan dari menyangkut komitmen pemerintah daerah

terhadap program KB, yang ditunjukkan dengan

pendayagunaan pelaksana program secara optimal,

peningkatan sistem manajemen program KB Nasional yang

tetap dilanjutkan di daerah dengan penyesuaian

seperlunya, dan pemberian dukungan sumber pembiayaan yang

dibutuhkan untuk kelancaran pelaksanaan program yang

dicanangkan oleh pemerintah daerah.

B. Tujuan

Melalui pembuatan makalah ini, tim penulis dan

para pembaca dapat mengetahui perkembangan program KB di

Indonesia dan efektivitas program pemerintah yang sudah

ada, seperti Pos KB.

BAB II

KAJIAN EFEKTIVITAS PROGRAM POS KB

A.PROGRAM KB DI INDONESIA

1. Pengertian Program KB

Menurut WHO (World Health Organization), keluarga

berencana adalah tindakan yang membantu individu atau

pasangan suami isteri untuk :

Mendapatkan objektif-objektif tertentu

Menghindari kelahiran yang tidak diinginkan dan

menentukan jumlah anak

Mendapatkan kelahiran yang memang diinginkan

Mengatur interval diantara kehamilan

Mengontrol waktu saat kelahiran dengan umur suami

dan isteri

Program KB adalah suatu langkah-langkah/suatu usaha

kegiatan yang disusun oleh organisasi-organisasi KB

dan merupakan program pemerintah untuk mencapai

rakyat yang sejahtera berdasarkan peraturan dan

perundang-undangan kesehatan.

Program KB sesungguhnya bukan bertujuan untuk

mengurangi jumlah penduduk tetapi mengendalikan

pertumbuhan penduduk serta meningkatkan keluarga

kecil berkualitas sehingga bermanfaat bagi kesehatan

ibu dan anak.Program KB bermanfaat bagi peningkatan

kualitas generasi mendatang.

Program KB saat ini diarahkan untuk :

a. Mengendalikan tingkat kelahiran penduduk melalui

upaya memaksimalkan akses dan kualitas pelayanan KB

terutama bagi keluarga miskin dan rentan serta

daerah terpencil.

b. Peningkatan komunikasi informasi dan edukasi

( KIE ) bagi pasangan usia subur tentang kesehatan

reproduksi

c. Melindungi peserta KB dari dampak negative

penggunaan alat dan obat kontrasepsi

d. Peningkatan kualitas penyediaan dan pemanfaatan

alat dan obat kotrasepsi

e. Peningkatan pemakaian kontrasepsi yang lebih

efektif serta efisien untuk jangka panjang.

2. Tujuan KB

Mewujudkan keluarga kecil yang bahagia dan sejahtera

(NKKBS) yang menjadi dasar terwujudnya masyarakat yang

sejahtera melalui pengendalian kelahiran dan

pertumbuhan penduduk Indonesia.

3. Sasaran Program KB

Untuk mencapai tujuan tersebut di atas, penggarapan

program Nasional KB diarahkan pada dua bentuk

sasaran :

a. Sasaran langsung

Yaitu pasangan usia subur (PUS) (20 – 35 tahun)

dengan jalan mereka secara bertahap menjadi peserta

KB yang aktif sehingga memberi efek langsung

penurunan fertilitas.

b. Sasaran tidak langsung

Yaitu organisasi-organisasi, lembaga-lembaga

kemasyarakatan, instansi-instansi pemerintah maupun

swasta, tokoh-tokoh masyarakat (alim ulama, wanita

dan pemuda) yang diharapkan dapat memberikan

dukungannya dalam pelembagaan NKKBS.

4. Ruang Lingkup KB

a. Untuk Ibu

Yaitu dengan jalan mengatur jumlah dan jarak

kelahiran. Adapun manfaat yang diperoleh oleh ibu

adalah :

Tercegahnya kehamilan yang berulang kali dalam

jangka waktu yang terlalu pendek, sehingga

kesehatan ibu dapat terpelihara terutama

kesehatan organ reproduksinya.

Meningkatkan kesehatan mental dan sosial yang

dimungkinkan oleh adanya waktu yang cukup untuk

mengasuh anak-anak untuk beristirahat yang cukup

karena kehadiran akan tersebut memang diinginkan.

b. Untuk Suami

Yaitu dengan memberikan kesempatan kepadanya agar

dapat :

Memperbaiki kesehatan fisik

Mengurangi beban ekonomi keluarga yang

ditanggungnya

c. Untuk Seluruh Keluarga

Dengan dilaksanakannya program KB maka dapat

meningkatkan kesehatan fisik, mental dan sosial

setiap anggota keluarga.Dan bagi si anak sendiri

dapat memperoleh kesempatan yang lebih besar dalam

hal pendidikan serta kasih sayang dar orang tuanya.

5. Ruang Lingkup Dalam Pelayanan

Beberapa komponen dalam pelayanan kependudukan/KB yang

dapat diberikan sebagai berikut :

a. Komunikasi, informasi dan edukasi (KIE)

Tujuan :

Meningkatkan pengetahuan, sikap dan praktek KB

sehingga tercapai penambahan peserta baru

Membina kelestarian peserta KB

Meletakkan dasar bagi mekanisme sosio-kultural

yang dapat menjamin berlangsungnya proses

penerimaan

b. Konseling

Merupakan tindak lanjut dari KIE.Jenis dan bobot

konseling yang diberikan tergantung pada

tingkatan KIE yang telah diterimanya. Tujuan

konseling :

Memahami diri secara lebih baik

Mengarahkan perkembangan diri sesuai dengan

potensinya

Lebih realisasi dalam melihat diri dan masalah

yang dihadapi Informasi yang diberikan

meliputi :

- Arti keluarga berencana

- Manfaat keluarga berencana

- Cara ber KB atau metode kontrasepsi

- Desas-desus tentang kontrasepsi dan

penjelasannya

- Pola perencanaan keluarga dan penggunaan

kontrasepsi yang rasional

c. Pelayanan kontrasepsi

Mempunyai 2 tujuan :

1. Tujuan umum

Pemberian dukungan dan pemantapan penerimaan

gagasan KB yaitu dihayatinya NKBBS.

2. Tujuan pokok

Penurunan angka kelahiran,Guna mencapai tujuan

tersebut maka ditempuh kebijaksanaan

mengkategorikan 3 fase untuk mencapai sasaran

yaitu :

Fase menunda perkawinan/kesuburan

Fase menjarangkan kehamilan

Fase menghentikan/mengakhiri

kehamilan/kesuburan

Maksud kebijaksanaan tersebut yaitu untuk

menyelematkan ibu dan anak akibat melahirkan

pada usia muda, jarak kelahiran yang terlalu

dekat dan melahirkan pada usia tua.

6. Strategi Pendekatan Dan Cara Operasional Program

Pelayanan KB

Dalam hal pelayanan kontrasepsi, diambil kebijaksanaan

sebagai berikut :

Perluasan jangkauan pelayanan kontrasepsi dengan

cara menyediakan sarana yang bermutu, dalam jumlah

yang mencukupi dan merata

Pembinaan mutu pelayanan kontrasepsi dan pengayoman

medis

Perlembagaan pelayanan kontrasepsi mandiri oleh

masyarakat dan pelembagaan keluarga kecil

sejahtera.

Dalam hal strategi pelayanan kontrasepsi terdapat

pokok-pokok sebagai berikut :

Menggunakan pola pelayanan kontrasepsi rasional

sebagai pola pelayanan kontrasepsi kepada

masyarakat, berdasarkan kurun reproduksi sehat.

Pada usia di bawah 20 tahun dianjurkan menunda

kehamilan dengan menggunakan pil KB, AKDR,

kontrasepsi suntikan, susuk, kondom atau intravag.

Pada usia 20 – 30 tahun dianjurkan untuk

menjarangkan kehamilan. Cara kontrasepsi yang

dianjurkan adalah AKDR, susuk, kontrasepsi

suntikan, pil mini, pil KB, kondom atau intravag.

Sesudah usia 30 tahun atau pada fase mengakhiri

kesuburan, dianjurkan memakai kontrasepsi mantap,

AKDR, susuk, kontrasepsi suntikan, pil KB, kondom

atau intravag.

Penyediaan sarana dan alat kontrasepsi yang bermutu

dalam jumlah yang cukup dan merata

Meningkatkan mutu pelayanan kontrasepsi

Menumbuhkan kemandirian masyarakat dalam

mendapatkan pelayanan kontrasepsi maupun dalam

mengelola pelayanan kontrasepsi.

Untuk mencapai sukses yang diinginkan maka ditempuh

strategi 3 dimensi, yaitu :

1. Perluasan Jangkauan

Semua jajaran pembangunan diajak serta untuk

ikut menangani program KB. Juga sekaligus mengajak

semua PUS yang potensial untuk menjadi akseptor

KB.Istri pegawai negeri, ABRI dan pemimpin

masyarakat diajak menjadi pelopor yang dapat

diandalkan agar masyarakat mengikutinya dengan

senang hati dan penuh kebanggaan.

2. Pembinaan

Organisasi yang sudah mulai ikut serta

menangani program diajak serta mendalami lebih

terperinci apa yang terjadi, dan kepada mereka

makin diberi kepercayaan untuk ikut menangani

program KB dalam lingkungannya sendiri, menjadi

petugas sukarela dan mulai dikenalkan program-

program pos KB, posyandu, pembinaan anak-anak dan

sebagainya.

3. Pelembagaan dan pembudayaan

Tahapan awal KB – Mandiri yaitu masyarakat akan

mencapai suatu tingkat kesadaran dimana ber KB bukan

hanya karena ajakan melainkan atas kesadaran dan

keyakinan sendiri.

Strategi ini dilengkapi dengan pendekatan Panca

Karya yang mempertajam sasaran dan memperjelas

target, yaitu pasangan usia muda dengan paritas

rendah, PUS dengan jumlah anak yang cukup, generasi

muda.

Dengan penajaman pendekatan yang bersifat

kemasyarakatan dan wilayah tersebut.Maka program KB

tidak menunggu sasarannya lagi, tetapi bersikap

aktif.

7. Dampak Program KB Terhadap Pencegahan Kehamilan

Alasan menunda/mencegah kehamilan

Umur di bawah 20 tahun adalah usia yang sebaiknya

tidak mempunyai anak dulu karena berbagai alasan

Prioritas penggunaan kontrasepsi pil oral karena

peserta masih muda

Penggunaan kondom kurang menguntungkan karena

pasangan muda masih tinggi frekuensi bersenggamanya

sehingga kegagalan tinggi

Penggunaan IUD bagi yang belum mempunyai anak pada

masa ini dapat dianjurkan, terlebih bagi calon

peserta dengan kontra indikasi terhadap pil oral

8. Ciri-ciri kontrasepsi yang diperlukan

Reversibilitas yang tinggi, artinya kembalinya

kesuburan dapat terjamin hampir 100 % karena pada masa

ini peserta belum punya anak dan efektivitas yang

tinggi karena kegagalan akan menyebabkan terjadinya

kehamilan dengan resiko tinggi dan kegagalan ini

merupakan kegagalan program.

Dampaknya :

Dapat mengurangi angka kelahiran

Dapat mengurangi jumlah kematian

Dapat mengurangi angka kesakitan pada ibu dan anak

Dapat mengurangi kepadatan penduduk

Dapat meningkatkan kehidupan yang bahagia dan

sejahtera pada keluarga

Akan mendapatkan pendidikan yang lebih baik bagi

anak

Kehidupan sosial ekonomi akan menjadi lebih baik

Meningkatkan sumber daya manusia yang berkualitas

9. Aspek yang menunjang keberhasilan program KB adalah :

a. Pos KB

b. PLKB ( Petugas Lapangan Keluarga Berencana )

c. PKBRS ( Pelayanan Keluarga Berencana Rumah

Sakit )

B.POS KB

Dalam upaya peningkatan kualitas pelayanan KB

dilapangan, maka perlu digerakkan institusi-institusi

masyarakat yang ada ditingkat desa sampai tingkat RT.

Institusi masyarakat pedesaan/perkotaan yang telah

dibentuk untuk membantu pelayanan KB Salah satu adalah

Posyandu KB/ Pos KB Desa.Pos KB Desa ini ada yang

ditingkat desa, dan Ada yang ada ditingkat Dusun dan RT.

Dimasa lalu Posyandu dikembangkan oleh masyarakat

sebagai dua jenis Pos Pelayanan, yaitu Pos Pelayanan KB

dan Pos Pelayanan Kesehatan.Pos Pelayanan KB dibantu oleh

jajaran BKKBN, sedangkan Pos Kesehatan Desa dibantu

jajaran Departemen dan Dinas Kesehatan. Karena sasaran

dan dukungan tehnis yang diperlukan oleh dua jenis pos

pelayanan itu hampir sama, sehingga akhirnya, dalam

praktek, waktu dan kegiatan kedua jenis Pos itu oleh

masyarakat dipadukan. Pemerintah, pada tanggal 29 Juni

1983, melalui Keputusan Bersama antara Kepala BKKBN

Pusat, Dr. Haryono Suyono, dan Menteri Kesehatan RI, dr.

Suwardjono Suryaningrat, mengukuhkan keterpaduan itu.

Keputusan pengukuhan itu tertuang dalam bentuk Instruksi

BersamaNo. 296/HK-OH/E3/1983 danNo 264/Menkes/VI/1983

tentang Intensifikasi Pelaksanaan Program Kependudukan

dan Keluarga Berencana.

Sejak saat itu jumlah dan kegiatan Posyandu makin

marak. Tim Penggerak PKK, utamanya kelompok kerja ke-IV,

atau Pokja IV, menjadi penggerak utama pengembangan

Posyandu di pedesaan. Sejak saat itu Posyandu diarahkan

sebagai wadah petugas dan sukarelawan dari kalangan

masyarakat dalam memberikan pemberdayaan dan pelayanan

kepada keluarga secara paripurna.Dengan bantuan tenaga

profesional maupun pelatihan, tenaga-tenaga yang

melaksanakan kegiatan di Posyandu makin dikembangkan

menjadi tenaga profesional.

Di Jawa Barat tahun 2012 terdapat 7.000-an Pos

KB, melibatkan kader PKK. Sedangkan PLKB-nya akan terus

ditambah, saat ini baru sekitar 3.500 orang, dalam

setahun ke depan diharapkan menjadi 5.000 orang.

Di Kota Bandung menurut Hj. Nani Harun, Wakil

Ketua DPD Forum Pos KB Kota Bandung mengatakan, pos KB

telah ada dari tahun 1972 namun baru terbentuk menjadi

wadah forum pos KB tahun 2004, telah terbentuk di 30

kecamatan Kota Bandung yang jumlahnya 1.500 pos KB dengan

11.000 kader.

Fungsi Pos KB Desa

Ada beberapa fungsi Pos KB Desa yang telah dilaksanakan

antara lain ;

1. Melakukan penyuluhan KB-Kesehatan

2. Melakukan Pendataan Keluarga

3. Membantu melaksanakan Pelayanan KB

4. Melakukan Kegiatan Posyandu

5. melakukan pencatatan dan Pelaporan

Salah satu peran bantu Pos KB desa yang sangat strategis

adalah melaksanakan pendataan keluarga. untuk tahun 2006,

pendataan ini dilaksanakan dari satu rumah kerumah guna

mendapatkan data mikro keluarga, baik data demografi,

peserta KB maupun data tahapan KS.

C.KAJIAN JURNAL

Kajian Jurnal “ Potensi Akses Yang dimiliki Rumah Tangga

Terhadap Pemanfaatan Aktual Pelayanan Kontrasepsi

Penelitian ini merupakan penelitian observasional dengan

pendekatan cross sectionalyaitu melakukan pengukuran

variabel bebas danvariabel tergantung pada waktu yang

bersamaan.Penelitian ini menggunakan sumber data

sekunderdari Survei Aspek Kehidupan Rumah Tinggal Indonesia.

Jumlah sampel tahun 2000 total dari 13 provinsi di

Indonesia adalah 10.435 Rumah tangga dan dari Provinsi Jawa

Tengah tersebut jumlah sampel yang digunakan dalam

penelitian ini adalah 1.200 rumah tangga.

Hasil Penelitian nya adalah :

variabel adaatau tidaknya jaminan pemeliharaan kesehatan

danjumlah anggota keluarga yang mempunyai hubungansignifikan

terhadap pemanfaatan aktual pelayanankontrasepsi dengan

nilai p masing-masing variabeladalah p<0,01. Variabel ada

atau tidaknya jaminanpemeliharaan kesehatan memiliki nilai

OR 1,5 halini menunjukkan rumahtangga yang mempunyaijaminan

pemeliharaan kesehatan memilikikecenderungan 1,5 kali untuk

lebih memanfaatkanpelayanan kontrasepsi dibandingkan

denganrumahtangga yang tidak memiliki jaminanpemeliharaan

kesehatan. Variabel jumlah anggotakeluarga dengan nilai OR

1,7, hal ini dapatmenggambarkan bahwa rumahtangga dengan

jumlahanggota lebih atau sama dengan lima orang

memilikikecendrungan 1,7 kali untuk lebih

memanfaatkanpelayanan kontrasepsi dibandingkan

denganrumahtangga yang hanya memiliki anggota kurangdari

lima orang, sedangkan variabel lain sepertiwilayah tempat

tinggal, waktu tempuh dankepemilikan kendaraan tidak

mempunyai hubungan signifikan terhadap pemanfaatan

pelayanankontrasepsi.

Struktur sosial dalam rumahtangga yang dalampenelitian ini

dinyatakan sebagai variabel pengganggu dalam pemanfaatan

aktual pelayanan kontrasepsi, terdapat tiga variabel antara

lain: status sosial-ekonomi rumahtangga, pekerjaan

rumahtangga dan pendidikan kepala rumahtangga. Ketiga

variabel ini berdasarkan analisa statistic dengan uji Chi-

Square menunjukkan tidak ada hubungan dengan pemanfaatan

aktual pelayanan kontrasepsi.

Setelahdilakukan analisa multivariabel dengan regresi

logistik maka hanya terdapat dua faktor saja yangberhubungan

secara bermakna terhadappemanfaatan pelayanan kontrasepsi

yaitu jumlahanggota keluarga dengan nilai p<0,01 dan ada

atautidaknya jaminan pemeliharaan kesehatan dalamrumahtangga

dengan nilai p<0,05.

Berdasarkan hasil penelitian ini didapatkanbahwa dari

sembilan variabel termasuk usiaresponden yang mungkin

berhubungan dengan pemanfaatan aktual pelayanan kontrasepsi

hanya terdapat dua variabel yang mempunyai berhubungan

bermakna. Variabel itu adalah jumlah anggota rumahtangga dan

kepemilikan jaminan pemeliharaan kesehatan dengan nilai p

masing masing adalah p<0.00 dan p<0,05.

Pada Hasil penelitian ini juga jumlah anggota

keluargamempunyai koefisien regresi logistik yang paling

tinggi dibandingkan dengan potensi akses yang laindalam

rumahtangga terhadap pemanfaatan actual pelayanan

kontrasepsi. Hal ini menunjukkan bahwa jumlah anggota

keluarga mempunyai hubungan yang paling besar dalam akses

riil rumahtangga untuk memanfaatkan pelayanan kontrasepsi.

Nilai OR jumlah anggota rumahtangga adalah sebesar 1,7. Hal

ini menunjukkan bahwa rumahtangga yang memiliki anggota

rumahtangga lebih dan sama dengan lima orang mempunyai

kecendrungan 1,7kali lebih memanfaatkan pelayanan

kontrasepsi dibandingkan dengan rumah tangga yang mempunyai

anggota rumahtangga kurang dari lima orang.

Berdasarkan hasil penelitian ini penelitimenyatakan bahwa

jumlah anggota keluargamerupakan faktor yang paling penting

yangberpengaruh rumahtangga akan memanfaatkanpelayanan

kontrasepsi atau tidak. Hasil penelitian ini juga

menunjukkan keberhasilan dari program KB yang menanamkan

dengan dua anak saja sudah cukup demi kesejahteraan

rumahtangga itu juga.

Kajian Jurnal : Analisis Faktor-faktor yang mempengaruhi

keberhasilan program Keluarga Berencana (KB) Di Kecamatan

Taktakan Kota Serang, oleh Pepy Novia Hidayah, tahun 2012

Hasil Penelitian : penelitian ini dilakukan dengan

fokus penelitian analisis faktor-faktor yang mempengaruhi

keberhasilan program KB di kecamatan Taktakan kota serang.

Tujuan penelitian yaitu untuk mengetahui faktor-faktor apa

yang mempengaruhi keberhasilan program KB di Kecamatan

Taktakan Kota Serang. Metode penelitian Kualitatif.

Teori yang digunakan untuk menganalisis yaitu

implementasi kebijakan publik menurut Model George C. Edward

III. Model implementasi kebijakan yang dikembangkan oleh

Edward III disebut dengan Direct ang indirect impact in

implementation. Menurut model yang dikembangkan oleh Edward

III ada empat faktor yang mempengaruhi terhadap keberhasilan

atau kegagalan pelaksanaan suatu kebijakan yaitu faktor

sumber daya, komunikasi, disposisi dan struktur birokrasi.

Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara,

observasi dan studi dokumentasi. Teknik analisis data

menggunakan teknik analisis data menurut Miles dan Huberman.

Penelitian ini menyimpulkan bahwa faktor-faktor yang

mempengaruhi keberhasilan program keluarga berencana (KB) di

Kecamatan Taktakan yaitu faktor sumber daya yang terdiri

dari pegawai yang memiliki dedikasi yang tinggi terhadap

keberhasilan pelaksanaan kebijakan program. Kemudian sarana

dan prasarana yang didukung dengan fasilitas lapangan dan

fasilitas kesehatan. Selain itu faktor komunikasi yaitu cara

komunikasi dilakukan terhadap masyarakat melalui pendekatan

dari berbagai pihak seperti pemerintah, tokoh masyarakat,

serta tokoh agama. Kemudian perubahan persepsi dari

masyarakat yang sudah mulai timbul kesadaran untuk ber-KB.

DAFTAR PUSTAKA

1. Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen

Kesehatan RI. Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS)

2007. Jakarta: Depkes RI. 2008

2. Draft Kajian HTA: KB Periode Menyusui, Januari 2010

3. Hulman, L, Kaunitz, A. Postpartum contraception.

Glob.Libr.Woman’s med. (ISSN: 1756-2228) 2008; DOI

10.3843/GLOWM. 10383

4. Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI)

tahun 2007

5. Direktorat Jenderal Bina Pelayanan Medik. Pedoman

Pelayanan Keluarga Berencana di Rumah

Sakit.Jakarta: DEPKES dan BKKBN 2010.

6. Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional. Buku

Panduan Praktis Pelayanan Kontrasepsi, Jakarta.

2003

7. Rangkuti S, Implementasi Program Keluarga

Berencana Nasinal Era Desentrilisasi Di Provinsi

Sumatera Utara.2007

8. Novia P, Analisis Faktor-faktor yang mempengaruhi

keberhasilan program Keluarga Berencana (KB) Di

Kecamatan Taktakan Kota Serang, 2012