14
Prosiding FNPKSI-V 139 KNV 15 FNPKSI - V KARAKTERISTIK BIOLOGI DAN DAMPAK INTRODUKSI IKAN KACA (Parambassis siamensis, Fowler 1937) DI DANAU TOBA Dimas Angga Hedianto 1) dan Endi Setiadi Kartamihardja 2) 1) Balai Penelitian Pemulihan dan Konservasi Sumberdaya Ikan 2) Pusat Penelitian Pengelolaan Perikanan dan Konservasi Sumber Daya Ikan e-mail: [email protected] ABSTRAK Ikan bilih (Mystacoleucus padangensis) merupakan jenis ikan endemik Danau Singkarak yang berhasil diintroduksi ke Danau Toba pada tahun 2003. Produksinya terus meningkat sepanjang tahun, hingga puncaknya pada tahun 2012. Pada pertengahan tahun 2013, terjadi fenomena menarik dimana populasi ikan bilih menurun tajam diikuti oleh peningkatan populasi ikan kaca ( Parambassis siamensis) yang tidak ekonomis dan berdampak negatif terhadap aktivitas nelayan sekitar. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji dampak kemunculan ikan kaca di Danau Toba melalui analisis beberapa aspek biologinya. Data diperoleh dari hasil tangkapan nelayan menggunakan alat tangkap sulangat ( lift-nets) pada bulan Agustus 2014. Ikan kaca yang dianalisis memiliki kisaran panjang total antara 3,4 - 5,9 cm dengan berat 0,47 - 3,36 gram sebanyak 595 ekor. Ikan kaca memiliki pola pertumbuhan alometrik positif (p < 0,05) yang tergolong omnivora cenderung karnivora (tingkat trofik 3,20 ± 0,29) dengan makanan utama berupa zooplankton (kelas Copepoda; jenis Cyclops sp.) (Ii = 86,41), makanan pelengkap berupa telur ikan (Ii = 13,01), dan makanan tambahan berupa Insecta (Ii = 0,55), larva Insecta (Ii = 0,01), detritus (Ii = 0,01), fitoplankton (Ii = 0,003) dan tumbuhan (Ii = 0,001). Ukuran ikan kaca jantan dan betina pada saat 50% populasi matang gonad (L50) adalah 4,4 cm, nisbah kelamin 1 : 0,9 dengan fekunditas berkisar antara 102 - 2.876 butir (diameter telur 0,15 - 1,23 mm) dengan tipe pemijahan bersifat total spawner. Kemunculan ikan kaca di Danau Toba menjadi salah satu penyebab terjadinya penurunan populasi ikan bilih melalui proses predasi telur ikan bilih yang telah dipijahkan ke perairan. Proses reproduksi yang berlangsung cepat menjadikan populasi ikan kaca meningkat dalam waktu relatif singkat. Introduksi ikan kaca di Danau Toba termasuk invasif karena bersifat negatif terhadap aspek ekologi dan ekonomi. Kata kunci: ikan kaca, Parambassis siamensis, introduksi, invasif, Danau Toba PENDAHULUAN Danau Toba merupakan danau terluas di Indonesia yang terletak di Propinsi Sumatera Utara, terbentuk akibat karena proses vulcanotektonis dengan luas permukaan 112.790 ha dan kedalaman maksimum 530 m (Kartamihardja & Sarnita, 2010). Danau Toba dimanfaatkan oleh banyak sektor, baik pariwisata, energi, perhubungan dan perikanan. Kegiatan perikanan yang berkembang adalah perikanan tangkap dan perikanan budidaya di keramba jaring apung. Upaya pengelolaan perikanan di Danau Toba telah banyak dilakukan, khususnya untuk mendukung perikanan tangkap dimana salah satunya adalah dengan cara introduksi jenis ikan tertentu (Krismono & Sarnita, 2003). Pada tahun 2003, ikan bilih (Mystacoleucus padangensis) yang merupakan jenis ikan endemik Danau Singkarak berhasil diintroduksi ke Danau Toba. Tujuan introduksi ikan bilih, selain sebagai salah satu upaya konservasi karena populasi ikan tersebut di habitat aslinya mulai menurun, juga sebagai upaya peningkatan produksi ikan di perairan umum daratan (Kartamihardja & Purnomo, 2006). Sejak diintroduksikan, kegiatan perikanan tangkap ikan bilih telah menyerap banyak tenaga kerja seperti nelayan, pengumpul,

KARAKTERISTIK BIOLOGI DAN DAMPAK INTRODUKSI IKAN KACA (Parambassis siamensis, Fowler 1937) DI DANAU TOBA

  • Upload
    dkp

  • View
    0

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Prosiding FNPKSI-V

139

KNV 15

FNPKSI - V

KARAKTERISTIK BIOLOGI DAN DAMPAK INTRODUKSI IKAN KACA

(Parambassis siamensis, Fowler 1937) DI DANAU TOBA

Dimas Angga Hedianto1) dan Endi Setiadi Kartamihardja2)

1)Balai Penelitian Pemulihan dan Konservasi Sumberdaya Ikan 2)Pusat Penelitian Pengelolaan Perikanan dan Konservasi Sumber Daya Ikan

e-mail: [email protected]

ABSTRAK

Ikan bilih (Mystacoleucus padangensis) merupakan jenis ikan endemik Danau Singkarak yang berhasil

diintroduksi ke Danau Toba pada tahun 2003. Produksinya terus meningkat sepanjang tahun, hingga

puncaknya pada tahun 2012. Pada pertengahan tahun 2013, terjadi fenomena menarik dimana populasi

ikan bilih menurun tajam diikuti oleh peningkatan populasi ikan kaca (Parambassis siamensis) yang tidak

ekonomis dan berdampak negatif terhadap aktivitas nelayan sekitar. Penelitian ini bertujuan untuk

mengkaji dampak kemunculan ikan kaca di Danau Toba melalui analisis beberapa aspek biologinya.

Data diperoleh dari hasil tangkapan nelayan menggunakan alat tangkap sulangat (lift-nets) pada bulan

Agustus 2014. Ikan kaca yang dianalisis memiliki kisaran panjang total antara 3,4 - 5,9 cm dengan berat

0,47 - 3,36 gram sebanyak 595 ekor. Ikan kaca memiliki pola pertumbuhan alometrik positif (p < 0,05)

yang tergolong omnivora cenderung karnivora (tingkat trofik 3,20 ± 0,29) dengan makanan utama berupa

zooplankton (kelas Copepoda; jenis Cyclops sp.) (Ii = 86,41), makanan pelengkap berupa telur ikan

(Ii = 13,01), dan makanan tambahan berupa Insecta (Ii = 0,55), larva Insecta (Ii = 0,01), detritus

(Ii = 0,01), fitoplankton (Ii = 0,003) dan tumbuhan (Ii = 0,001). Ukuran ikan kaca jantan dan betina pada

saat 50% populasi matang gonad (L50) adalah 4,4 cm, nisbah kelamin 1 : 0,9 dengan fekunditas berkisar

antara 102 - 2.876 butir (diameter telur 0,15 - 1,23 mm) dengan tipe pemijahan bersifat total spawner.

Kemunculan ikan kaca di Danau Toba menjadi salah satu penyebab terjadinya penurunan populasi ikan

bilih melalui proses predasi telur ikan bilih yang telah dipijahkan ke perairan. Proses reproduksi yang

berlangsung cepat menjadikan populasi ikan kaca meningkat dalam waktu relatif singkat. Introduksi ikan

kaca di Danau Toba termasuk invasif karena bersifat negatif terhadap aspek ekologi dan ekonomi.

Kata kunci: ikan kaca, Parambassis siamensis, introduksi, invasif, Danau Toba

PENDAHULUAN

Danau Toba merupakan danau terluas

di Indonesia yang terletak di Propinsi

Sumatera Utara, terbentuk akibat karena

proses vulcanotektonis dengan luas

permukaan 112.790 ha dan kedalaman

maksimum 530 m (Kartamihardja & Sarnita,

2010). Danau Toba dimanfaatkan oleh

banyak sektor, baik pariwisata, energi,

perhubungan dan perikanan. Kegiatan

perikanan yang berkembang adalah

perikanan tangkap dan perikanan budidaya

di keramba jaring apung. Upaya pengelolaan

perikanan di Danau Toba telah banyak

dilakukan, khususnya untuk mendukung

perikanan tangkap dimana salah satunya

adalah dengan cara introduksi jenis ikan

tertentu (Krismono & Sarnita, 2003).

Pada tahun 2003, ikan bilih

(Mystacoleucus padangensis) yang

merupakan jenis ikan endemik Danau

Singkarak berhasil diintroduksi ke Danau

Toba. Tujuan introduksi ikan bilih, selain

sebagai salah satu upaya konservasi

karena populasi ikan tersebut di habitat

aslinya mulai menurun, juga sebagai upaya

peningkatan produksi ikan di perairan umum

daratan (Kartamihardja & Purnomo, 2006).

Sejak diintroduksikan, kegiatan perikanan

tangkap ikan bilih telah menyerap banyak

tenaga kerja seperti nelayan, pengumpul,

Prosiding Forum Nasional Pemulihan dan Konservasi Sumberdaya Ikan - V

140 KNV 15

pedagang, pengolah dan pemasaran hasil

serta berdampak positif terhadap ekonomi

dan sosial masyarakat sekitar Danau Toba

(Koeshendrajana, 2011). Puncaknya pada

tahun 2012, produksi tangkapan ikan bilih

di Danau Toba mencapai 45.000 ton

(Kartamihardja et al., 2013).

Pada pertengahan tahun 2013, terjadi

fenomena menarik dimana populasi ikan bilih

menurun tajam diikuti oleh peningkatan

populasi ikan kaca (Parambassis siamensis;

famili Ambassidae). Masuknya ikan kaca di

Danau Toba tergolong introduksi yang

bersifat tidak disengaja (unintentional

introduction) dan belum diketahui asal serta

cara masuknya ke perairan Danau Toba.

Perbandingan hasil tangkapan ikan bilih

dan ikan kaca menggunakan alat tangkat

sulangat (lift-nets) berkisar antara 1 : 5 sampai

1 : 16. Jika total tangkapan sulangat/malam

sebesar 50 kg, maka terdiri dari 3 kg ikan bilih

dan 47 kg ikan kaca. Hal ini sangat merugikan

nelayan dikarenakan ikan kaca cenderung

bersifat tidak ekonomis. Hal ini disebabkan

karena ikan tersebut memiliki duri dorsal dan

anal yang cukup tajam sehingga kurang

disukai sebagai ikan dikonsumsi. Penelitian

ini bertujuan untuk mengkaji dampak

kemunculan ikan kaca di Danau Toba melalui

analisis beberapa aspek biologinya.

BAHAN DAN METODE

Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di Danau Toba,

Sumatera Utara pada bulan Agustus 2014

sebagai respon untuk mengetahui fenomena

kemunculan ikan kaca secara tiba-tiba

yang diikuti penurunan produksi ikan bilih

secara signifikan. Pengambilan ikan contoh

dilakukan di tiga lokasi yang merupakan

sentra produksi ikan bilih dimana saat ini

berganti menjadi ikan kaca yang meliputi:

(1)Ajibata (Kab. Simalungun), (2) Pangururan

(Kab. Samosir) dan (3) Tarabunga (Kab. Toba

Samosir) (Gambar 1).

Gambar 1. Peta lokasi penelitian di Danau Toba

Prosiding Forum Nasional Pemulihan dan Konservasi Sumberdaya Ikan - V

141 KNV 15

Pengumpulan Data

Ikan contoh didapatkan dari hasil

tangkapan nelayan menggunakan alat

tangkap sulangat (liftt-nets) yang

dioperasikan pada malam hari dengan

ukuran mata jaring < 1 inci. Identifikasi

jenis ikan didasarkan pada Kottelat et al.

(1993) dan situs Fishbase (Froese & Pauly,

2014). Ikan yang tertangkap diukur

panjang totalnya menggunakan papan

ukur dengan ketelitian 0,1 cm dan ditimbang

bobot tubuhnya menggunakan timbangan

digital dengan ketelitian 0,01 gram.

Ikan contoh kemudian dibedah

untuk diambil saluran pencernaan dan

gonadnya. Saluran pencernaan yang

diambil dimulai dari oesophagus hingga

anus. Sampel saluran pencernaan dan

gonad diawetkan menggunakan larutan

formalin 5%, kemudian dimasukkan

dalam plastik sampel dan diberi label.

Penentuan jenis kelamin berdasarkan ciri

reproduksi primer atau ditentukan melalui

organ reproduksinya dengan pembedahan.

Pengukuran diameter telur dilakukan

terhadap 300 butir telur dari masing-masing

bagian gonada (anterior, median dan

posterior) (Setyobudiandi et al., 2009).

Pengukuran diameter telur menggunakan

mikroskop binokuler pada perbesaran

10 x 4 yang dilengkapi mikrometer okuler.

Identifikasi jenis pakan alami diamati

menggunakan mikroskop binokuler

(makanan berukuran mikro) dan mikroskop

stereo (makanan berukuran makro) yang

mengacu pada Needham & Needham

(1963), Edmonson (1978) dan Quigley

(1977). Analisis jenis pakan alami dan

reproduksi ikan dilakukan di Laboratorium

Biologi Balai Penelitian Pemulihan dan

Konservasi Sumberdaya Ikan.

Analisis Data

Hubungan panjang dan berat ikan

dianalisis menggunakan persamaan sebagai

berikut:

W = aLb .......................(1)

Keterangan:

W = berat tubuh ikan (gram)

L = panjang total ikan (cm)

a dan b = konstanta

Nilai konstanta b yang diperoleh dari

persamaan di atas diuji menggunakan uji t

(Zar, 1999). Apabila hasil uji didapat nilai

b = 3, maka pola pertumbuhan bersifat

isometrik. Apabila nilai b ≠ 3, maka pola

pertumbuhan bersifat alometrik, jika b > 3

maka bersifat alometrik positif, sedangkan

jika b < 3 maka bersifat alometrik negatif

(Effendie, 1979).

Komposisi makanan dianalisis

menggunakan indeks bagian terbesar

(Indeks of Preponderance) (Natarajan &

Jhingran, 1961) dengan persamaan:

𝐼𝑖 = (𝑉𝑖. 𝑂𝑖)

(𝑉𝑖. 𝑂𝑖)𝑛𝑖

x 100 ................(2)

Keterangan:

Ii = Indeks bagian terbesar (index of

preponderance)

Vi = Persentase volume makanan ikan jenis ke-i

Oi = Persentase frekuensi kejadian makanan

jenis ke-i

n = Jumlah organisme makanan ikan (i =

1,2,3,...n)

Penentuan tingkat trofik ikan contoh

didasarkan pada komposisi makanan dan

tingkat trofik dari fraksi pakan alami (prey)

yang dimanfaatkan oleh ikan contoh.

Analisis penentuan nilai tingkat trofik

menggunakan perangkat lunak TrophLab2K

(Christensen & Pauly, 1992; Pauly et al.,

1998):

Prosiding Forum Nasional Pemulihan dan Konservasi Sumberdaya Ikan - V

142 KNV 15

Troph = 1 + 𝐷𝐶𝑖𝑗

𝐺

𝑗=1

∗ Troph𝑗

.........(3)

Keterangan:

Troph = Tingkat trofik jenis ikan

DCij = Fraksi mangsa (prey) ke-i yang

dimanfaatkan ikan ke-j

Trophj = Tingkat trofik mangsa ke-j

G = Jumlah kelompok mangsa yang

dimanfaatkan ikan ke-j

Pendugaan ukuran panjang ikan pada

saat 50% populasi matang gonad (L50)

digunakan metode kurva logistik (King,

2012) dengan persamaan berikut:

P = 1/(1+exp[-r (L-Lc)]) ......... (4)

Keterangan:

P = Probabilitas dari ukuran rata-rata ikan

tertangkap/matang gonad

r = slope

L = Panjang ikan

Lc = intercept atau (-slope)

Fekunditas total atau mutlak

didefinisikan sebagai jumlah telur yang

terdapat dalam ovari ikan betina yang sudah

matang (mature) (Nikolsky, 1963),

ditentukan menggunakan gabungan dari

metode gravimetrik dan metode sub contoh

(Bagenal & Braum, 1978; Efendie, 1979)

dengan persamaan:

F = ........................ (5)

Keterangan:

F = Fekunditas (butir)

X = Jumlah telur dalam sebagian kecil dari

sampel gonad (butir)

G = Berat seluruh sampel gonad (gram)

Q = Berat sebagian kecil dari sampel sampel

gonad (gram)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Sebaran Frekuensi dan Hubungan

Panjang-Berat

Ikan kaca yang dianalisis pada

penelitian ini berjumlah 595 ekor dengan

kisaran panjang total antara 3,4 - 5,9 cm

(rata-rata 4,6 cm) dengan berat tubuh

sebesar 0,47 - 3,36 gram (rata-rata 1,49

gram). Sebaran frekuensi panjang dari

ikan kaca di Danau Toba tersaji pada

Gambar 2.

0.0

2.0

4.0

6.0

8.0

10.0

12.0

14.0

16.0

18.0

3,4

-3,

6

3,6

-3,

8

3,8

-4,

0

4,0

-4,

2

4,2

-4,

4

4,4

-4,

6

4,6

-4,

8

4,8

-5,

0

5,0

-5,

2

5,2

-5,

4

5,4

-5,

6

5,6

-5,

8

5,8

-6,

0

Fre

ku

en

si (

%)

Panjang Total (cm)

Gambar 2. Frekuensi sebaran panjang ikan kaca di Danau Toba

Prosiding Forum Nasional Pemulihan dan Konservasi Sumberdaya Ikan - V

143 KNV 15

Sebaran frekuensi panjang ikan

kaca menunjukkan adanya satu modus

pada selang panjang total antara 4,4 - 4,6 cm

sebesar 15,80%. Ukuran rata-rata ikan

kaca yang tertangkap didapat pada

ukuran 4,6 cm dengan berat tubuh rata-

rata sebesar 1,49 gram). Menurut Froese

& Pauly (2014), ikan kaca memiliki

panjang maksimum 6 cmSL. Ukuran

maksimum ikan ini di Sungai Mekong

(Kamboja) juga mencapai 6,0 cmSL

(Termvidchakorn & Hortle, 2013), di

Perairan Nang Lang Sai (Thailand)

bahkan dapat mencapai 9,4 cm

(Soontornprasit, 2015), sedangkan di Laos

sebesar 5,0 cmSL (Morioka et al., 2011).

Ikan kaca di Waduk Cirata, Jawa Barat

memiliki panjang total dan berat tubuh

rata-rata sebesar 5,0 cm dan 1,5 gram

(Satria et al., 1994).

Analisis hubungan panjang-berat

ikan kaca dilakukan pada 590 ekor ikan.

Hubungan panjang-berat ikan kaca di

Danau Toba mengikuti persamaan

W = 0,01L3,09 (Gambar 3). Hasil uji-t

terhadap nilai b diperoleh thitung > ttabel

(P < 0,05) atau dengan kata lain pola

pertumbuhan ikan kaca bersifat alometrik.

Nilai b > 3 menunjukkan bahwa pola

pertumbuhan bersifat alometrik positif

yang berarti pertumbuhan bobot lebih

cepat daripada pertumbuhan panjangnya.

Hubungan panjang-berat dapat

memprediksi status nutrien yang

dimanfaatkan oleh ikan melalui tampilan

pertumbuhan, dengan asumsi bahwa ikan

yang memiliki berat lebih besar daripada

ukuran panjang tertentu berada pada

kondisi yang lebih baik. Kondisi tersebut

pada akhirnya dapat menggambarkan

kesehatan dan indikator keberlanjutan

populasi suatu jenis ikan di alam. (Jones

et al., 1999). Dengan kata lain, pola

pertumbuhan alometrik positif ikan kaca

di Danau Toba berada pada kondisi yang

baik dan sebagai indikator bahwa

populasinya berada pada kondisi stabil.

Menurut Effendie (1979), faktor

yang mempengaruhi pola pertumbuhan

ikan adalah ukuran, makanan, suhu dan

lingkungan. Lebih lanjut, makanan dan

suhu air adalah faktor yang paling

mempengaruhi pola pertumbuhan ikan

(Effendie, 1997). Ikan kaca di Perairan

Nong Lang Sai (Thailand) memiliki

pola pertumbuhan isometrik (b = 2,952)

(Soontornprasit, 2015). Jenis ikan kaca

Ambasidae (Asiatic glassfishes) lainnya,

yaitu Parambassis ranga di India

memiliki pola pertumbuhan alometrik

negatif (Mahapatra et al., 2014), sedangkan

Chanda nama di Sungai Brahmaputra,

Bangladesh memiliki pola pertumbuhan

alometrik positif (Aktar, 2012).

W= 0,01L3,09

R² = 0,90n = 590

0.0

0.5

1.0

1.5

2.0

2.5

3.0

3.5

4.0

0.0 1.0 2.0 3.0 4.0 5.0 6.0 7.0

Be

rat

Tu

bu

h (

gra

m)

Panjang Total (cm)

Gambar 3. Hubungan panjang-berat ikan kaca di Danau Toba

Prosiding Forum Nasional Pemulihan dan Konservasi Sumberdaya Ikan - V

144 KNV 15

Kebiasaan Makanan dan Tingkat Trofik

Analisis kebiasaan makanan ikan

dilakukan pada 200 ekor sampel, dimana

93,5% berada pada kondisi lambung berisi.

Hal ini mengindikasikan bahwa ikan

yang tertangkap berada dalam fase waktu

aktif makan, yaitu malam hari. Ikan kaca

di Danau Toba memanfaatkan tujuh

kelompok pakan alami, yaitu berupa

fitoplankton, zooplankton, tumbuhan

(makrofita), Insecta, larva Insecta, telur

ikan dan detritus (Tabel 1).

Ikan kaca memanfaatkan zooplankton

sebagai makanan utama, terutama dari

kelas Copepoda (spesies dominan adalah

Cyclops sp.) (Ii = 86,41), makanan

pelengkap berupa telur ikan (Ii = 13,01),

sedangkan makanan tambahan berupa

Insecta (Ii = 0,55), larva Insecta (Ii = 0,01),

detritus (Ii = 0,01), fitoplankton (Ii = 0,003)

dan tumbuhan (Ii = 0,001) (Tabel 1).

Berdasarkan komposisi pakan alaminya

secara keseluruhan, ikan kaca memiliki

tingkat trofik sebesar 3,20 ± 0,29 atau

masuk dalam kategori sebagai ikan

omnivora yang cenderung bersifat

karrnivora (Stergiou &. Karpouzi, 2002).

Menurut Froese & Pauly (2014),

tingkat trofik ikan kaca adalah sebesar

3,30 ± 0,5. Di Sungai Mekong (Kamboja)

yang merupakan salah satu lokasi

alaminya, ikan kaca memanfaatkan

zooplankton dan larva insekta sebagai

makanan utamanya (Okutsu et al., 2011).

Di Danau Sun Moon (Taiwan), ikan kaca

memanfaatkan ikan (prey) dan larva

serangga (Chironomidae) sebagai makanan

utama, sedangkan telur ikan dimanfaatkan

sebagai makanan pelengkap (Chen & Kuo,

2009). Di Waduk Cirata, ikan kaca

memanfaatkan plankton dan detritus

sebagai makanan utamanya (Satria et al.,

1994).

Tabel 1. Komposisi pakan alami yang

dimanfaatkan ikan kaca di Danau

Toba

No. Jenis Pakan Alami Indeks

Preponderance (Ii)

1. Fitoplankton 0,003

Chlorophyceae 0,0004

Ankisthrodesmus sp. 4,3E-05

Mougeotia sp. 0,0003

Spyrogira sp. 0,0001

Bacillariophyceae 0,0015

Cymbella sp. 0,0002

Frustulia sp. 9,5E-06

Mastogloia sp. 0,0010

Nitzschia sp. 0,0001

Pinnularia sp. 0,0002

Dinophyceae 0,0010

Peridinium sp. 0,0010

2. Zooplankton 86,41

Rotifera 0,01

Trichocerca sp. 0,01

Cladocera 0,12

Bosmina sp. 0,12

Ceriodaphnia sp. 0,002

Moina sp. 0,01

Copepoda 86,28

Cyclops sp. 86,28

3. Tumbuhan

(Makrofita) 0,001

4. Insecta (Serangga) 0,55

5. Larva Insecta 0,01

Chironomus sp. 0,01

6. Telur Ikan 13,01

7. Detritus 0,01

Analisis kebiasaan makanan ikan

kaca berdasarkan ukuran panjang tubuh

menunjukkan bahwa zooplankton (terutama

jenis Cyclops sp.) dan telur ikan adalah

jenis pakan alami yang dimanfaatkan

sebagai makanan utama dan atau

Prosiding Forum Nasional Pemulihan dan Konservasi Sumberdaya Ikan - V

145 KNV 15

pelengkap (Gambar 4). Tingkat trofik

cenderung menurun seiring peningkatan

panjang tubuh, berkisar antara 3,10 ± 0,30 –

3,87 ± 0,63 (Gambar 5). Seluruh nilai

tingkat trofik ikan kaca pada berbagai

ukuran tergolong omnivora cenderung

karnivora (Stergiou &. Karpouzi, 2002).

0

20

40

60

80

1003,

4-3,

6

3,6-

3,8

3,8-

4,0

4,0-

4,2

4,2-

4,4

4,4-

4,6

4,6-

4,8

4,8-

5,0

5,0-

5,2

5,2-

5,4

5,4-

5,6

5,6-

5,8

5,8-

6,0

Ind

ex

of

Pre

po

nd

era

nce

Panjang Total (cm)

Detritus

Telur Ikan

Larva Insecta

Insecta

Tumbuhan

Zooplankton

Fitoplankton

Gambar 4. Kebiasaan makanan ikan kaca berdasarkan ukuran panjang tubuh

2.0

2.5

3.0

3.5

4.0

4.5

5.0

3,4-

3,6

3,6-

3,8

3,8-

4,0

4,0-

4,2

4,2-

4,4

4,4-

4,6

4,6-

4,8

4,8-

5,0

5,0-

5,2

5,2-

5,4

5,4-

5,6

5,6-

5,8

5,8-

6,0

Tin

gk

at

Tro

fik

Selang Kelas (cm)

Gambar 5. Tingkat trofik ikan kaca berdasarkan ukuran panjang tubuh

Komposisi makanan yang

dimanfaatkan oleh ikan kaca menurut

jenis kelamin (Gambar 6) dan lokasi

penelitian (Gambar 7) menunjukkan pola

kemiripan yang sama, yaitu zooplankton

(Cyclops sp.) dan telur ikan yang

dimanfaatkan sebagai makanan utama dan

pelengkap. Hanya ikan kaca di lokasi

penelitian di Pangururan (Kab. Samosir)

saja yang memiliki komposisi makanan

utama berbeda, yaitu memanfaatkan

insecta dengan makanan pelengkap berupa

telur ikan. Kesamaan komposisi makanan

ikan kaca berdasarkan lokasi penelitian

yang berbeda adalah telur ikan yang

dimanfaatkan sebagai makanan pelengkap.

Prosiding Forum Nasional Pemulihan dan Konservasi Sumberdaya Ikan - V

146 KNV 15

0

20

40

60

80

100

Jantan Betina

Ind

ex

of P

rep

on

de

ran

ce

Detritus

Telur Ikan

Larva Insecta

Insecta

Tumbuhan

Zooplankton

Fitoplankton

Gambar 6. Kebiasaan makanan ikan kaca berdasarkan jenis kelamin

0

20

40

60

80

100

Pangururan Ajibata Tarabunga

Ind

ex

of P

rep

on

de

ran

ce

Detritus

Telur Ikan

Larva Insecta

Insecta

Tumbuhan

Zooplankton

Fitoplankton

Gambar 7. Kebiasaan makanan ikan kaca berdasarkan lokasi penelitian

Adanya perbedaan makanan utama

dari ikan kaca berdasarkan lokasi penelitian

menunjukkan adanya makanan pengganti

bagi ikan kaca. Hal ini menunjukkan

bahwa ikan kaca mampu beradaptasi

dengan baik apabila terjadi pada pakan

alami di alam. Komposisi pakan alami yang

dimanfaatkan oleh ikan kaca berdasarkan

jenis kelamin tidak menunjukkan perbedaan

yang nyata, terutama untuk pakan alami

dalam kategori sebagai makanan utama.

Hal ini mirip dengan ikan kaca di Danau

Sun Moon, Taiwan dimana jenis makanan

utama yang dimanfaatkan berdasarkan

jenis kelamin, perubahan ukuran bahkan

musim tidak terjadi perubahan signifikan

(Chen & Kuo, 2009).

Prosiding Forum Nasional Pemulihan dan Konservasi Sumberdaya Ikan - V

147 KNV 15

Menurut Termvidchakorn & Hortle

(2013), ikan kaca pada dasarnya termasuk

ikan mesopelagis yang bersifat karnivor

meskipun berukuran relatif kecil dengan

makanan utama berupa invertebrata air

dan zooplankton. Adanya telur ikan dalam

lambung ikan kaca menunjukkan bahwa

telur yang dimakan adalah jenis telur

melayang/terapung karena ikan kaca

termasuk ikan pelagis. Struktur komunitas

ikan di Danau Toba berdasarkan penelitian

dari Kartamihardja & Purnomo (2006) dan

Tarigan et al. (2013) menunjukkan bahwa

jenis ikan yang memiliki pola pemijahan

bukan pengasuh (non guarder), tipe telur

melayang dengan populasi tinggi adalah

ikan bilih.

Telur ikan bilih yang telah dibuahi

berwarna transparan dan tenggelam di dasar

sungai (di kerikil atau pasir), kemudian

hanyut terbawa arus air masuk ke danau

dengan puncak pemijahan dimulai tengah

malah hingga pagi hari (Kartamihardja &

Purnomo, 2006). Hal ini berbanding lurus

dimana ikan kaca aktif makan pada

malam hari (nokturnal) berdasarkan

kondisi lambung berisi yang didapatkan

pada penelitian ini. Oleh karena itu, besar

kemungkinan bahwa telur ikan yang

dimanfaatkan oleh ikan kaca adalah telur

ikan bilih yang bersifat melayang. Ukuran

telur yang ditemukan di lambung ikan

kaca memiliki ukuran diameter antara

0,2 - 0,8 mm berwarna transparan (Gambar 8).

Gambar 8. Contoh telur yang terdapat pada

lambung ikan kaca di Danau Toba

Fenomena penurunan populasi ikan

bilih disertai kemunculan ikan kaca ini

mirip dengan fenomena penurunan

populasi “killi fish” (Hemiculter leucisculus;

famili Cyprinidae dengan ukuran tubuh

hampir sama dengan ikan bilih) di Danau

Sun Moon, Taiwan pada tahun 2005 - 2006

(Lai, 2006). Penurunan populasi Hemiculter

leucisculus terjadi karena proses predasi

telur ikan tersebut yang telah dibuahi

dan dibuang ke perairan oleh ikan kaca.

Hal ini terjadi karena sifat telur ikan

Hemiculter leucisculus yang melayang di

perairan. Sifat ikan kaca yang suka

bergerombol akan memudahkan ikan ini

memakan telur ikan yang melayang

dalam waktu yang relatif singkat.

Persentase telur ikan yang dimanfaatkan

oleh ikan kaca meningkat pada saat

musim panas dan menurun saat musim

dingin (Chen & Kuo, 2009). Berdasarkan

aspek kebiasaan makanannya, ikan kaca

menjadi salah satu penyebab terjadinya

penurunan populasi ikan bilih melalui

proses predasi telur ikan bilih yang telah

dipijahkan ke perairan. Lebih lanjut,

proses predasi tersebut berdampak pada

terganggunya rekrutmen alami ikan bilih

di Danau Toba sehingga populasinya

menurun.

Prosiding Forum Nasional Pemulihan dan Konservasi Sumberdaya Ikan - V

148 KNV 15

Aspek Reproduksi

Ukuran ikan kaca jantan dan betina

pada saat 50% populasi matang gonad

(L50) adalah 4,4 cm (Gambar 9). Pada

ukuran tersebut didapatkan sekitar

35,3% berada di bawah nilai L50 dari

total tangkapan. Nilai L50 untuk ikan

kaca di Perairan Nong Lang Sai, Thailand

adalah sebesar 7,03 cm. Nilai L50 tersebut

lebih besar daripada di Danau Toba,

karena ukuran maksimal ikan kaca

yang tertangkap sebesar 9,4 cm

(Soontornprasit, 2015).

0.0

0.1

0.2

0.3

0.4

0.5

0.6

0.7

0.8

0.9

1.0

0.0 1.0 2.0 3.0 4.0 5.0 6.0 7.0

Pro

ba

bil

ita

s

Panjang Total (cm)

Jantan

Betina

Gambar 9. Ukuran ikan kaca jantan dan betina pada saat 50% populasi matang gonad (L50)

Nisbah kelamin ikan kaca di Danau

Toba berada pada keadaan seimbang,

yaitu 1 : 0,9. Fekunditas ikan kaca berkisar

antara 102 - 2.876 butir, diameter telur

0,15 - 1,23 mm (Gambar 10). Berdasarkan

sebaran diameter telurnya, ikan kaca

memiliki tipe pemijahan bersifat total

spawner atau pemijahan serempak dimana

ikan akan mengeluarkan telurnya sekaligus

bersamaan pada satu musim pemijahan.

Lebih lanjut, menurut Morioka et al. (2011),

ikan kaca termasuk single spawner,

yaitu jenis ikan yang hanya satu kali

melakukan pemijahan dalam seumur

hidupnya.

0

10

20

30

40

50

0,1

5-0

,20

0,2

0-0

,25

0,2

5-0

,30

0,3

0-0

,35

0,3

5-0

,40

0,4

0-0

,45

0,4

5-0

,50

0,5

0-0

,55

0,5

5-0

,60

0,6

0-0

,65

0,6

5-0

,70

0,7

0-0

,75

0,7

5-0

,80

0,8

0-0

,85

0,8

5-0

,90

0,9

0-0

,95

0,9

5-1

,00

1,0

0-1

,05

1,0

5-1

,10

1,1

0-1

,15

1,1

5-1

,20

Fre

ku

en

si (

%)

Diameter Telur (mm)

Gambar 10. Sebaran diameter telur ikan kaca di Danau Toba

Prosiding Forum Nasional Pemulihan dan Konservasi Sumberdaya Ikan - V

149 KNV 15

Life cycle ikan kaca tergolong

memiliki pertumbuhan yang sangat cepat,

dimana hanya dalam waktu 35 hari dapat

mencapai ukuran 3,5 cm dan telah mampu

memijah (Termvidchakorn & Hortle, 2013).

Di Danau Toba, ikan kaca pada ukuran

3,5 cm, baik ikan jantan maupun betina,

ditemukan pada kondisi awal matang

gonad (TKG III). Tingkat adaptasi ikan

kaca terhadap perairan sangat tinggi,

mampu hidup di perairan tropis dan

subtropis. Di Waduk Haebaru (Jepang),

ikan kaca invasif jenis Parambassis ranga

berkembang pesat dan dapat beradaptasi

di perairan subtropis dimana pada umur

satu tahun telah matang gonad dengan

panjang standar 2,7 cm (Ishikawa &

Tachihara, 2011). Ikan kaca mampu

tumbuh dengan cepat dan memiliki

umur yang pendek sehingga proses

reproduksi dan rekrutmen berlangsung

cepat (Morioka et al., 2011; Okutsu et al.,

2011). Pertambahan suhu air akan

meningkatkan kecepatan pertumbuhan

ikan kaca di alam (Okutsu et al., 2011).

Masuknya ikan kaca yang ke

Danau Sun Moon di Taiwan berasal dari

ikan hias yang sudah dimasukkan dalam

jenis ikan asing invasif (invasive alien

fishes). Hal tersebut bisa saja mirip dengan

cara introduksi ikan kaca di Danau

Toba. Di beberapa negara, ikan kaca

dikategorikan sebagai ikan asing invasif

yang memerlukan adanya perhatian

khusus untuk pengendalian populasinya

agar tidak merugikan komunitas ikan asli,

seperti di Singapura (Ng & Tan, 2013)

dan Taiwan (Lai, 2006; Chen & Kuo, 2009).

KESIMPULAN

Kemunculan ikan kaca di Danau

Toba menjadi salah satu penyebab

terjadinya penurunan populasi ikan

bilih melalui proses predasi telur ikan

bilih yang telah dipijahkan ke perairan.

Proses reproduksi yang berlangsung

cepat menjadikan populasi ikan kaca

meningkat dalam waktu relatif singkat.

Penurunan populasi ikan bilih yang

diikuti peningkatan populasi ikan kaca

berdampak terhadap turunnya aktivitas

dan pendapatan nelayan. Oleh karena itu,

introduksi ikan kaca di Danau Toba

termasuk invasif karena bersifat negatif

terhadap aspek ekologi dan ekonomi.

PERSANTUNAN

Tulisan ini merupakan kontribusi

dari penelitian “Kegiatan Crash Program

Kajian terhadap Turunnya Populasi Ikan

Bilih (Mystacoleucus padangensis) dan

Naiknya Populasi Ikan Kaca-Kaca di

Danau Toba, Sumatera Utara” T.A. 2014

di Balai Penelitian Pemulihan dan

Konservasi Sumber Daya Ikan.

DAFTAR PUSTAKA

Aktar, N. 2012. Length-length and length-

weight relationships of elongate glass

perchlet, Chanda nama (Hamilton,

1822) in the River Old Brahmaputra,

Bangladesh. Thesis. Department Of

Fisheries Management. Bangladesh

Agricultural University, Mymensingh.

70 p.

Bagenal, T. B. & E. Braum. 1978. Eggs and

early life history. In Bagenal, T. (ed.).

Methods for Assessment of Fish

Prosiding Forum Nasional Pemulihan dan Konservasi Sumberdaya Ikan - V

150 KNV 15

Production in Freshwaters. Blackwell,

Oxford, England. 165-201.

Chen, C. H. & Kuo, S. R. 2009. Feeding

ecology of the exotic glass fish

(Parambassis siamensis) in Sun Moon

Lake. Endemic Species Research 11(2):

31–46.

Christensen, V. & D. Pauly. 1992. The

ECOPATH II-a software for balancing

steady-state ecosystem models and

calculating network characteristics.

Ecological Modelling 61: 169-185.

Edmonson, W. T. 1978. Freshwater biology.

2nd Ed. John Wiley & Sonc, Inc. New

York. 1.248 p

Effendie, M. I. 1979. Metode biologi

perikanan. Yayasan Dewi Sri. Bogor.

112 p.

__________. 1997. Biologi perikanan.

Yayasan Pustaka Nusatama. Bogor.

157 p.

Froese, R. & D. Pauly. Eds. 2014. FishBase.

World Wide Web electronic

publication. www.fishbase.org, version

(06/2014).

Ishikawa, T. & K. Tachihara. 2011.

Reproductive biology, growth, and

age composition of non-native

Indian glassy fish Parambassis

ranga (Hamilton, 1822) in Haebaru

Reservoir, Okinawa-jima Island,

southern Japan. J. Appl. Ichthyol.

(2011): 1–7.

Jones, R. E., R. J. Petrell & D. Pauly. 1999.

Using modified length-weight

relationships to assess the condition

of fishes. Aquacultural Engineering

20: 261-276.

Kartamihardja, E. S. & A. Sarnita. 2010.

Populasi ikan bilih di danau toba-

keberhasilan introduksi ikan, implikasi

pengelolaaan dan prospek masa

depan. Cetakan edisi ke-2. Pusat

Penelitian Pengelolaan Perikanan

dan Konservasi Sumberdaya Ikan.

Badan Penelitian dan Pengembangan

Kelautan dan Perikanan Kementerian

Kelautan dan Perikanan. 50 p.

Kartamihardja, E. S., C. Umar, E. Prianto,

Y. Priatno, Z. Nasution & L. Sadiyah.

2013. Naskah akademik rancangan

peraturan daerah tentang pengelolaan

perikanan dan konservasi sumberdaya

ikan serta ekosistem Danau Toba

secara bersama. Puslit Pengelolaan

Perikanan & Konservasi Sumberdaya

Ikan, Badan Litbang Kelautan dan

Perikanan, Kementerian Kelautan &

Perikanan. Jakarta. 42 p.

Kartamihardja, E. S. & K. Purnomo. 2006.

Keberhasilan introduksi ikan bilih

(Mystacoleucus padangensis) ke

habitatnya yang baru di Danau

Toba, Sumatera Utara. Prosiding.

Seminar Nasional Ikan IV. Jatiluhur,

Purwakarta. 9 p.

King, M. 2012. Fisheries biology,

assessment and management, 2nd

edition. Blackwell Publishing. Oxford,

UK. 396 p.

Koeshendrajana, S. 2011. Kebijakan dan

strategi pengelolaan perikanan

tangkap di Danau Toba pasca

introduksi ikan bilih. J. Kebijak.

Perikan. Ind. 3(1): 1-12.

Kottelat, M., J. A. Whitten, S. N. Kartikasari

& S. Wirjoatmodjo. 1993. Freshwater

fishes of Western Indonesia and

Prosiding Forum Nasional Pemulihan dan Konservasi Sumberdaya Ikan - V

151 KNV 15

Sulawesi. Periplus Edition (HK) Ltd.

Hongkong. 377 p.

Krismono, A. S. N. & A. Sarnita. 2003.

Penilaian ulang lima lokasi suaka

perikanan di Danau Toba berdasarkan

kualitas air dan parameter perikanan

lainnya. Jurnal Penelitian Perikanan

Indonesia 9(3): 1-11.

Mahapatra, B. K., M. Pal, S. Bhattacharjee

& W. S. Lakra. 2014. Length-Weight

relationship and condition factor

of an indigenous ornamental fish,

Pseudambassis ranga (Hamilton, 1822)

from East Kolkata Wetland.

International Journal of Fisheries

and Aquatic Studies 2(2): 173-176.

Morioka, S., T. Okutsu, P. Phommachan

& P. Chanthasone. 2011. Case studies

on growth and reproduction of

progenetic small-sized fishes occurring

in Central Laos. Proceeding. Mekong

Workhop. Thailand. 21 p.

Natarajan, A. V. & A. G. Jhingran. 1961.

Index of preponderance-a method

of grading the food elements in the

stomach analysis of fishes. Indian

Journal of Fisheries 8(1): 54-59.

Needham, J. G. & P. R. Needham. 1963.

A guide to the study of freshwater

biology, 5th Ed. Revised and Enlarged.

Holden Day, Inc. San Fransisco. 180 p.

Ng, P. X & H. H. Tan. 2013. Fish diversity

before and after construction of the

Punggol and Serangoon Reservoirs,

Singapore. Nature In Singapore 6:

19-24.

Nikolsky, G. V. 1963. The ecology of fishes.

Transl. by L. Birkett. Academic Press.

New York. 352 p.

Okutsu, T., S. Morioka, J. Shinji &

P. Chanthasone. 2011. Growth

and reproduction of the glassperch

Parambassis siamensis (Teleostei:

Ambassidae) in Central Laos. Ichthyol.

Explor. Freshwaters 22(2): 97-106.

Pauly, D., A. Trites, E. Capuli, &

V. Christensen. 1998. Diet composition

and trophic levels of marine mammals.

ICES J. Mar. Sci. 55: 467–481.

Quigley, M. 1977. Invertebrates of stream

and rivers, a key to identification.

Edward Arnold. Northampton. 84 p.

Satria, H., A. S. Sarnita & E.S. Kartamihardja.

1994. Aspek biologi dan analisis

karakteristik bentuk ikan kaca

(Chanda punctulata) di Waduk Cirata.

Bull. Penel. Perikan. Darat 12(2):

12-22.

Setyobudiandi, I., Sulistiono, F. Yulianda,

C. Kusmana, S. Hariyadi, A. Damar,

A. Sembiring & Bahtiar. 2009.

Sampling dan analisis data perikanan

dan kelautan: terapan metode

pengambilan contoh di wilayah

pesisir dan laut. Cetakan 1. Fakultas

Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut

Pertanian Bogor. Bogor. 319 p.

Soontornprasit, K. 2015. Some Population

Dynamics Aspects of Parambassis

siamensis in the Nong Lang Sai

Wetland, Phayao Province. Khon Kaen

Agr. J. 43(1): 529-535.

Stergiou K.I. & V.S. Karpouzi. 2002.

Feeding habits and trophic levels of

Mediterranean fish. Fish Biology and

Fisheries 11: 217–254.

Tarigan, P. A., Yunasfi & A. Suryanti. 2013.

Struktur Komunitas Ikan di Sungai

Naborsahan, Danau Toba Sumatera

Prosiding Forum Nasional Pemulihan dan Konservasi Sumberdaya Ikan - V

152 KNV 15

Utara. Jurnal Aquacoastmarine 1(1):

13 p.

Termvidchakorn, A. & K. G. Hortle. 2013.

A guide to larvae and juveniles of

some common fish species from

the Mekong River Basin. MRC

Technical Paper No. 38. Mekong

River Commission, Phnom Penh.

234 p.

Zar J. H. 1999. Biostatistical analysis, 4th ed.

Prentice-Hall, Upper Saddle River, NJ,

USA. 663 p.