14
Diterbitkan oleh Balai Besar Industri Hasil Perkebunan 9 KARAKTERISTIK KIMIA, MIKROBIOLOGI, DAN SIFAT ORGANOLEPTIK MILK CHOCOLATE ANALOG DARI BIJI KAKAO TANPA FERMENTASI (UNFERMENTED) DENGAN PENAMBAHAN CRUDE STEARIN DAN POLIFENOL Characteristics of Chemical, Microbiological, and Organoleptic Properties of Analog Milk Chocolate from Unfermented Cocoa Beans with The Additionof Crude Stearin and Polyphenol Rosniati, Kalsum, Jamilah, dan Khaerunnisa Balai Besar Industri Hasil Perkebunan Jl. Prof. Dr. Abdurahman Basalamah No. 28, Makassar 90231 e-mail : [email protected] Abstract : This study aims to determine the chemical, microbiological, and organoleptic characteristics of milk chocolate made from unfermented cocoa beans with the addition of crude stearin and polyphenols.The study consisted of 8 treatments which were CA0T (25% CBS), CA0P (25% CBS and 0.2% polyphenol), CA1T (2.5% crude stearin and 22.5% CBS), CA1P (2.5% crude stearin, 22.5% CBS, and 0.2% polyphenol), CA2T (5% crude stearin and 20% CBS), CA2P (5% crude stearin, 20% CBS, and 0.2% polyphenol), CA3T (10% crude stearin and 15% CBS), and CA3P (10% crude stearin, 15% CBS, and 0.2% polyphenol). This study uses the experimental method and descriptive data analysis. The results showed that the treatment (CA2P) produces the best milk chocolate among all treatments with the characteristics of 6.8% moisture content, 0.305% polyphenols, 1.26% free fatty acids, and 0.31 x 10 2 colonies/g total plate count. The results of the organoleptic test show that the average of panelists liked the flavor, taste, texture, and appearance with numerical values of 3.45; 3.56; 3.65; and 3.70, respectively. The addition of 5% crude stearin, 20% CBS, and 0.2% polyphenols produced analog milk chocolate with the best chemical, microbiological, and organoleptic characteristics among all treatments. Key words : milk chocolate analog, crude stearin, CBS, and polyphenols. Abstrak : Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik kimia, mikrobiologi, dan sifat organoleptik milk chocolate yang dibuat dari biji kakao tanpa fermentasi dengan penambahan crude stearin dan polifenol. Penelitian ini terdiri dari 8 perlakuan yaitu CA0T (CBS 25%), CA0P (CBS 25% dan polifenol 0,2%), CA1T (crude stearin 2,5% dan CBS 22,5%), CA1P (crude stearin 2,5%, CBS 22,5%, dan polifenol 0,2%), CA2T (crude stearin 5% dan CBS 20%), CA2P (crude stearin 5%, CBS 20%, dan polifenol 0,2%), CA3T (crude stearin 10% dan CBS 15%), dan CA3P (crude stearin 10%, CBS 15%, dan polifenol 0,2%). Penelitian ini menggunakan metode eksperimen dan analisis data secara deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan CA2P menghasilkan produk milk chocolate yang terbaik di antara semua perlakuan lainnya dengan karakteristik kadar air 6,8%, polifenol 0,305%, asam lemak bebas, 1,26%, angka lempeng total 0,31x10 2 koloni/g, sedangkan hasil uji organoleptik panelis rata-rata menyukai aroma, rasa, tekstur, dan penampakan dengan nilai numerik masing-masing 3,45; 3,56; 3,65; dan 3,70. Penambahan crude stearin 5%, CBS 20%, dan polifenol 0,2% menghasilkan milk chocolate analog dengan karakteristik kimia, mikrobiologi, dan sifat organoleptik yang terbaik diantara semua perlakuan. Kata Kunci : milk chocolate analog, crude stearin, CBS, dan polifenol. PENDAHULUAN Produk cokelat diformulasi dari kakao bubuk atau kakao massa, lemak kakao (cocoa butter), gula dan lesitin sebagai emulsifier (Torres et al., 2015). Produk cokelat yang beredar di pasaran umumnya terdiri dari 2 macam yaitu cokelat Couverture (kovertur) dan cokelat compound. Bahan dasar dari cokelat kovertur adalah kakao massa (liquor) dan lemak kakao, sedangkan cokelat compound adalah kakao bubuk dan lemak substitusi. Lemak substitusi yang umum digunakan pada cokelat compound adalah CBS (Cocoa Butter Substitute), karena harganya lebih murah

karakteristik kimia, mikrobiologi, dan sifat organoleptik milk

Embed Size (px)

Citation preview

Diterbitkan oleh Balai Besar Industri Hasil Perkebunan 9

KARAKTERISTIK KIMIA, MIKROBIOLOGI, DAN SIFAT ORGANOLEPTIK MILK CHOCOLATE ANALOG DARI BIJI KAKAO TANPA FERMENTASI

(UNFERMENTED) DENGAN PENAMBAHAN CRUDE STEARIN DAN POLIFENOL Characteristics of Chemical, Microbiological, and Organoleptic Properties

of Analog Milk Chocolate from Unfermented Cocoa Beans with The Additionof Crude Stearin and Polyphenol

Rosniati, Kalsum, Jamilah, dan Khaerunnisa

Balai Besar Industri Hasil Perkebunan Jl. Prof. Dr. Abdurahman Basalamah No. 28, Makassar 90231

e-mail : [email protected]

Abstract : This study aims to determine the chemical, microbiological, and organoleptic characteristics of milk chocolate made from unfermented cocoa beans with the addition of crude stearin and polyphenols.The study consisted of 8 treatments which were CA0T (25% CBS), CA0P (25% CBS and 0.2% polyphenol), CA1T (2.5% crude stearin and 22.5% CBS), CA1P (2.5% crude stearin, 22.5% CBS, and 0.2% polyphenol), CA2T (5% crude stearin and 20% CBS), CA2P (5% crude stearin, 20% CBS, and 0.2% polyphenol), CA3T (10% crude stearin and 15% CBS), and CA3P (10% crude stearin, 15% CBS, and 0.2% polyphenol). This study uses the experimental method and descriptive data analysis. The results showed that the treatment (CA2P) produces the best milk chocolate among all treatments with the characteristics of 6.8% moisture content, 0.305% polyphenols, 1.26% free fatty acids, and 0.31 x 102 colonies/g total plate count. The results of the organoleptic test show that the average of panelists liked the flavor, taste, texture, and appearance with numerical values of 3.45; 3.56; 3.65; and 3.70, respectively. The addition of 5% crude stearin, 20% CBS, and 0.2% polyphenols produced analog milk chocolate with the best chemical, microbiological, and organoleptic characteristics among all treatments. Key words : milk chocolate analog, crude stearin, CBS, and polyphenols. Abstrak : Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik kimia, mikrobiologi, dan sifat organoleptik milk chocolate yang dibuat dari biji kakao tanpa fermentasi dengan penambahan crude stearin dan polifenol. Penelitian ini terdiri dari 8 perlakuan yaitu CA0T (CBS 25%), CA0P (CBS 25% dan polifenol 0,2%), CA1T (crude stearin 2,5% dan CBS 22,5%), CA1P (crude stearin 2,5%, CBS 22,5%, dan polifenol 0,2%), CA2T (crude stearin 5% dan CBS 20%), CA2P (crude stearin 5%, CBS 20%, dan polifenol 0,2%), CA3T (crude stearin 10% dan CBS 15%), dan CA3P (crude stearin 10%, CBS 15%, dan polifenol 0,2%). Penelitian ini menggunakan metode eksperimen dan analisis data secara deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan CA2P menghasilkan produk milk chocolate yang terbaik di antara semua perlakuan lainnya dengan karakteristik kadar air 6,8%, polifenol 0,305%, asam lemak bebas, 1,26%, angka lempeng total 0,31x102 koloni/g, sedangkan hasil uji organoleptik panelis rata-rata menyukai aroma, rasa, tekstur, dan penampakan dengan nilai numerik masing-masing 3,45; 3,56; 3,65; dan 3,70. Penambahan crude stearin 5%, CBS 20%, dan polifenol 0,2% menghasilkan milk chocolate analog dengan karakteristik kimia, mikrobiologi, dan sifat organoleptik yang terbaik diantara semua perlakuan. Kata Kunci : milk chocolate analog, crude stearin, CBS, dan polifenol.

PENDAHULUAN

Produk cokelat diformulasi dari kakao bubuk atau kakao massa, lemak kakao (cocoa butter), gula dan lesitin sebagai emulsifier (Torres et al., 2015). Produk cokelat yang beredar di pasaran umumnya terdiri dari 2 macam yaitu cokelat Couverture (kovertur) dan cokelat compound. Bahan dasar dari

cokelat kovertur adalah kakao massa (liquor) dan lemak kakao, sedangkan cokelat compound adalah kakao bubuk dan lemak substitusi.

Lemak substitusi yang umum digunakan pada cokelat compound adalah CBS (Cocoa Butter Substitute), karena harganya lebih murah

Jurnal Industri Hasil Perkebunan Vol. 16 No. 2, Desember 2021: 9-22

10 Diterbitkan oleh Balai Besar Industri Hasil Perkebunan

dibandingkan dengan lemak kakao dan lemak substitusi lainnya. CBS memiliki karakteristik sifat fisika menyerupai lemak kakao (Wang et al., 2010). Namun, salah satu permasalahan dari produk cokelat berbahan CBS adalah kurang dapat bercampur dengan lemak kakao (Wang et al., 2010; Naik dan Kumar, 2014; Hussain et al., 2018). Penggunaan CBS dalam formulasi cokelat biasanya lebih terbatas, karena kompatibilitasnya lebih rendah. Jumlah CBS yang digunakan sangat tergantung pada derajat kompatibilitasnya dengan lemak kakao dan campuran lemak nabati (Naik dan Kumar, 2014).

Cocoa Butter Substitute sebagai bahan baku cokelat compound dapat digunakan sekitar 28-35% (Hasibuan dan Siahaan, 2010). Jenis cokelat yang telah dibuat secara komersial adalah cokelat susu (milk chocolate), cokelat dark (dark chocolate) dan cokelat white (white chocolate) dengan formula tergantung pada kandungan dari kakao bubuk, susu dan lemak untuk setiap jenis (Torres et al., 2015).

Bahan dasar cokelat analog hampir sama dengan cokelat compound, hanya cokelat analog menggunakan kakao massa (liquor), sedangkan cokelat compound menggunakan kakao bubuk. Pencampuran lemak kakao dengan CBS untuk mendapatkan produk cokelat yang lebih keras, adakalanya justru menghasilkan produk akhir yang lebih lunak. Keadaan tersebut terjadi karena sifat ketidaksesuaian antar lemak yang dicampur. Menurut Bigalli (1988) apabila dua substansi lemak berbeda dicampur maka campuran tersebut akan memadat dan mencair pada suhu yang lebih rendah dari kedua bahan pencampurnya. Sifat ini dikenal dengan sifat eutectic (dari Bahasa Yunani Eutektos, mudah mencair). Oleh karena itu penggunaan bahan surfaktan dan pengemulsi menjadi sangat penting di dalam pencampuran dua atau lebih jenis lemak untuk mengurangi tegangan

permukaan dan memperbaiki pencampuran lemak.

Salah satu bahan surfaktan yang dapat digunakan dalam pencampuran cokelat agar produk cokelat tidak cepat meleleh adalah crude stearin. Crude stearin mempunyai titik leleh sebesar 55-56 oC (Essentiellea, 2009). Muchtar dan Helmi (2011) menyebutkan bahwa penambahan stearin sebanyak 34% terhadap dark chocolate memperlihatkan kestabilan yang lebih baik dan mempunyai titik leleh 48-55 oC, namun dari segi organoleptik, penambahan stearin hanya dapat diterima oleh panelis sampai 10%. Adapun bahan pengemulsi yang biasa digunakan pada pembuatan cokelat adalah lesitin sebesar 0,3%. Crude stearin merupakan fraksi dari minyak kelapa sawit yang banyak mengandung lemak dan triasilgliserol jenuh, sehingga cenderung berbentuk padat pada suhu kamar (Essentiellea, 2009).

Biji kakao kering tanpa fermentasi (unfermented) adalah biji kakao yang langsung dikeringkan tanpa melalui proses fermentasi terlebih dahulu (Misnawi et al., 2003). Penggunaan biji kakao tanpa fermentasi pada penelitian ini dimaksudkan untuk mendapatkan senyawa polifenol yang lebih tinggi pada produk, karena diketahui bahwa polifenol sangat bermanfaat untuk kesehatan. Biji kakao tanpa fermentasi tidak diperoleh aroma spesifik kakao saat penyangraian serta dihasilkannya rasa sepat dan pahit pada produk cokelat (Rohan, 1964); (Hashim et al., 1998). Senyawa polifenol yang terkandung dalam biji kakao sangat berkontribusi dalam memberikan rasa sepat dan pahit pada kakao (Misnawi et al., 2004) dan (Redovnikovic et al., 2009) karena pada proses fermentasi kandungan polifenol banyak berkurang melalui proses oksidasi, polimerisasi, dan pengikatan oleh protein (Nazaruddin et al., 2006; Prayoga et al., 2013). Selama proses fermentasi, senyawa polifenol menyebar keluar dari sel penyimpanannya dan kemudian

Karakteristik Kimia, Mikrobiologi… (Rosniati)

Diterbitkan oleh Balai Besar Industri Hasil Perkebunan 11

mengalami oksidasi membentuk senyawa bermolekul tinggi (Bernaert et al., 2012). Selama fermentasi terjadi penurunan total polifenol yang akan berpengaruh terhadap penurunan rasa pahit dan rasa sepat, karena terjadinya difusi senyawa polifenol keluar dari keping biji.

Kandungan senyawa polifenol pada produk cokelat sangat berkontribusi untuk menyehatkan tubuh karena mempunyai peran sebagai antioksidan, antikanker, antidiabetes, antihipertensi, antiinflamansi, menghilangkan stres, mencegah karies gigi, meningkatkan kemampuan kognitif, meningkatkan resistensi terhadap hemolisis, menyehatkan jantung, dan sebagai aprodisiak (Watson et al., 2012; Ackar et al., 2013).

Mengingat berbagai manfaat penting senyawa polifenol yang terkandung pada biji kakao maupun produk turunannya bagi kesehatan tubuh manusia, maka penggunaan bahan baku dari biji kakao tanpa fermentasi dan penambahan polifenol kakao serta penggunaan crude stearin diharapkan dapat menghasilkan produk milk chocolate yang yang kaya polifenol dan stabil pada suhu ruang.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui karakteristik kimia, mikrobiologi, dan sifat organoleptik milk chocolate analog yang menggunakan bahan dasar kakao massa (liquor) dari biji kakao tanpa fermentasi (unfermented) dan cocoa butter substitute (CBS) dengan penambahan crude stearin dan polifenol. METODOLOGI

Bahan dan Alat Bahan baku yang digunakan pada penelitian ini adalah biji kakao kering tanpa fermentasi (unfermented) yang berasal dari Kab. Polman Provinsi Sulawesi Barat, dan bahan bantu adalah Cocoa Butter Substitute (CBS) jenis FHPKSt (Fully Hydrogenated Palm Kernel Stearin) dari salah satu IKM di Jakarta, crude stearin dari perusahaan CPO di Palopo, Propinsi

Sulawesi Selatan, lemak kakao dari P.T. Mars Symbioscience, flavor cokelat dari P.T. Pachira Jakarta, lesitin dari Puslit koka Jember, susu full cream dan garam dari pasar swalayan Makassar. Alat pengolahan yang digunakan adalah alat roasting kakao type TC 20 kapasitas 25 kg, alat winnowing kapasitas 25 kg/jam, motor listrik = 0,5 Hp, 220 Volt, alat pemasta kakao kapasitas 25 kg/jam, motor listrik = 1 Hp, 220 Volt, universal counching machine merek Macintyre kapasitas 25 kg, dan alat cetak cokelat. Metode Penelitian

Penelitian ini dilakukan dalam 2 tahap yaitu tahap pertama adalah penyiapan bubuk polifenol dan tahap kedua adalah pembuatan milk chocolate analog. Tahap pertama : Penyiapan Bubuk Polifenol

Biji kakao tanpa fermentasi yang telah dikeringkan sampai kadar air sekitar 7% disangrai pada suhu 120 oC selama 40 menit, lalu dipisahkan kulit biji dan nib. Selanjutnya nib kakao dihancurkan/dipastakan kemudian diconching pada suhu 50 oC selama ± 5 jam. Kemudian pasta kakao dipisahkan lemak kakao (cocoa butter) dan bungkil (raw cake) menggunakan alat press lemak kakao. Selanjutnya bungkil kakao dihaluskan sampai kehalusan 20 mesh.

Ekstraksi polifenol dari bungkil kakao dilakukan dengan metode maserasi (Sanbongi et al. (1998) dan Kim et al. (2004) yang dimodifikasi. Bungkil kakao ditimbang sebanyak 100 g lalu ditambahkan n-hexan sebanyak 200 ml dihilangkan lemaknya dengan maserasi, dipanaskan di atas hot plate dengan kecepatan putaran magnetic stirrer 540 rpm pada suhu 22-28 ºC selama 30 menit. Selanjutnya larutan dipisahkan dengan sentrifugasi pada kecepatan 350 rpm selama 20 menit. Residu diambil, dicampur lagi dengan n-heksan dan proses diulangi sebanyak tiga kali. Residu dikeringkan dengan

Jurnal Industri Hasil Perkebunan Vol. 16 No. 2, Desember 2021: 9-22

12 Diterbitkan oleh Balai Besar Industri Hasil Perkebunan

cara dianginkan-anginkan satu malam. Residu diekstrak menggunakan pelarut etanol (70% v/v) sebanyak 2 liter dipanaskan di atas hot plate dengan kecepatan magnetic stirrer 540 rpm pada suhu 22–28 oC selama 4 jam. Larutan kemudian dipisahkan dengan sentrifugasi dengan kecepatan putaran 360 rpm selama 30 menit. Supernatan pelarut dipindahkan pada gelas beker dan ditimbang terlebih dahulu. Residu dicampur lagi dengan pelarut dan proses diulangi sebanyak tiga kali. Supernatan dipisahkan seperti cara sebelumnya dan digabungkan dengan supernatan sebelumnya. Pelarut pada supernatan diuapkan menggunakan rotary evaporator pada suhu 40 oC sehingga diperoleh ekstrak kental. Ekstrak kental (ekstrak polifenol) dikeringkan menggunakan spray dryer dengan menggunakan maltodekstrin (1:1) sebagai penyalut. Ekstrak polifenol yang diperoleh akan digunakan sebagai bahan tambahan dalam pembuatan milk chocolate analog. Tahap kedua : Pembuatan Milk Chocolate Analog Biji kakao kering tanpa fermentasi (unfermented) disangrai

pada suhu 120–140 oC, selama 35–40 menit, kemudian dipisahkan kulit ari dan nibnya menggunakan alat winnowing. Nib kakao yang diperoleh dipastakan menggunakan alat pemasta (merk Macintyre) dengan penambahan bahan alkali. Selanjutnya pasta kakao yang diperoleh mempunyai kadar air 2% ditambahkan susu full cream berkadar lemak 3,25%, garam, lesitin, dan flavor cokelat, lalu dimasukkan ke dalam alat universal counching kemudian ditambahkan dengan lemak sawit (CBS dan crude stearin) sesuai formula yang tertera pada Tabel 1. Selanjutnya proses counching dilakukan selama 5-7 jam pada suhu 50 ºC. Adonan milk chocolate hasil counching dibagi menjadi 2 (dua) bagian. Bagian yang satu ditambahkan bubuk polifenol yang diperoleh dari hasil ekstraksi biji kakao tanpa fermentasi (unfermented) menggunakan mixer dan bagian yang lain tanpa penambahan bubuk polifenol. Selanjutnya masing-masing adonan dilakukan proses pencetakan tanpa melalui proses thempering, kemudian dikemas dengan aluminium foil. Formula pembuatan milk chocolate analog dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Formula milk chocolate analog dengan penambahan crude stearin dan polifenol

Komposisi

Kode Perlakuan (%)

CA0T CA0P CA1T CA1P CA2T CA2P CA3T CA3P

CBS 25 25 22,5 22,5 20,0 20,0 15,0 15,0 Crude Stearin - - 2,5 2,5 5,0 5,0 10,0 10,0

Sukrosa 30,4 30,4 30,4 30,4 30,4 30,4 30,4 30,4 Pasta Kakao 25 25 25 25 25 25 25 25 Full Cream 19 19 19 19 19 19 19 19

Lesitin 0,3 0,3 0,3 0,3 0,3 0,3 0,3 0,3 Garam 0,1 0,1 0,1 0,1 0,1 0,1 0,1 0,1 Flavor 0,2 - 0,2 - 0,2 - 0,2 -

Polifenol - 0,2 - 0,2 - 0,2 - 0,2

Metode Analisis

Analisis data hasil uji laboratorium dilakukan terhadap karakteristik milk chocolate analog antara lain: kadar air dengan metode oven (Hasibuan et al., 2020). polifenol dengan metode HPLC, asam lemak bebas (ALB) dengan metode titrasi asam basa dan angka lempeng total (ALT) dengan metode plate count.

Uji organoleptik menggunakan skala hedonik dengan metode skoring dimana panelis memberikan angka nilai atau menempatkan nilai mutu sensorik terhadap bahan yang diuji pada jenjang mutu atau tingkat skala hedonik. Uji organoleptik dilakukan menggunakan panelis agak terlatih sebanyak 25 orang yang sebelumnya telah dikenalkan kepada citarasa dan mutu dasar

Karakteristik Kimia, Mikrobiologi… (Rosniati)

Diterbitkan oleh Balai Besar Industri Hasil Perkebunan 13

cokelat. Karakteristik organoleptik yang diuji terhadap milk chocolate analog meliputi warna, bau/aroma, rasa, dan tekstur. Berdasarkan tingkat penerimaan panelis dinilai dengan skala hedonik sebagai berikut : 5 (sangat suka), 4 (suka), 3 (agak suka/biasa), 2 (kurang suka) dan 1 (tidak suka) (Misnawi et al., 2002).

Data hasil uji laboratorium diolah secara deskriptif. Pengertian analisis data secara deskriptif adalah teknik analisis yang digunakan dalam menganalisis data dengan membuat gambaran data-data yang terkumpul tanpa membuat generalisasi dari hasil penelitian tersebut. Pada penelitian ini digunakan teknik analisis data secara deskriptif dengan menyajikan data ke dalam bentuk diagram. HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Kimia Kadar Air

Kadar air merupakan salah satu karakteristik yang sangat penting pada bahan pangan karena air dapat mempengaruhi penampakan, tekstur, dan cita rasa pada bahan pangan.

Kadar air dalam bahan pangan ikut menentukan kesegaran dan daya awet bahan pangan tersebut. Kadar air yang tinggi mengakibatkan mudahnya bakteri, kapang, khamir untuk berkembang biak sehingga akan terjadi perubahan pada bahan pangan. Makin rendah kadar air bahan pangan, makin lambat pertumbuhan mikroorganisme berkembang biak, sehingga proses pembusukan akan berlangsung lebih lambat (Winarno, 2002). Hasil analisis kadar air milk chocolate analog dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1 menunjukkan bahwa kadar air milk chocolate analog tanpa penambahan crude stearin lebih rendah dibanding dengan milk chocolate analog dengan penambahan crude stearin yaitu rata-rata 1,52%. Milk chocolate analog dengan penambahan crude stearin berkisar antara 1,67–1,72%, terjadi peningkatan kadar air sejalan dengan meningkatnya konsentrasi crude stearin yang ditambahkan. Hal ini disebabkan karena crude stearin mempunyai kadar air yang sedikit lebih tinggi dibanding Cocoa Butter Substitute (CBS).

Gambar 1. Histogram kadar air milk chocolate analog dengan perlakuan berbagai konsentrasi

crude stearin dengan penambahan polifenol dan tanpa polifenol

Rendahnya kadar air pada milk

chocolate yang hanya menggunakan CBS (tanpa crude stearin) disebabkan karena CBS diproduksi melalui proses hidrogenasi kemudian di-bleaching dan di-deodorisasi untuk menghilangkan warna, bau/aroma pada suhu relatif tinggi sehingga air menguap. Kadar air CBS umumnya sebesar < 0,1% (Hasibuan dan Siahaan, 2010;

Hasibuan dan Siahaan, 2012). Stearin merupakan hasil samping dalam proses pembuatan minyak kelapa sawit melalui proses fraksinasi untuk memisahkan fraksi cairan (olein) dan fraksi padatan (stearin).

Gambar 1 terlihat bahwa kadar air milk chocolate analog tanpa penambahan polifenol berkisar antara 1,52-1,72%, sedangkan dengan

1.4

1.6

1.8

CA0T CA0P CA1T CA1P CA2T CA2P CA3T CA3P

1.52 1.52

1.67 1.661.69 1.68

1.72 1.7

Kad

ar A

ir (

%)

Milk Chocolate Analog

Jurnal Industri Hasil Perkebunan Vol. 16 No. 2, Desember 2021: 9-22

14 Diterbitkan oleh Balai Besar Industri Hasil Perkebunan

penambahan polifenol berkisar antara 1,52-1,70%. Kadar air produk milk chocolate tidak dipersyaratkan dalam SNI cokelat dan produk-produk cokelat (SNI 7934:2014). Tingginya kadar air milk chocolate yang dihasilkan pada penelitian ini disebabkan karena bahan baku yang digunakan adalah kakao massa (liquor) yang mempunyai kadar air 2%. Hasil peneltian yang serupa dilakukan oleh Hasibuan et al. (2020) memperoleh kadar air milk chocolate 1,33% dengan menggunakan bahan baku cokelat bubuk dan CBS jenis FHPKSt (Fully Hidrogenated Palm Kernel Stearin).

Polifenol Polifenol merupakan senyawa fitokimia yang secara alami terkandung dalam tanaman, yang dapat memberikan berbagai warna pada makanan dan berfungsi untuk melindungi tanaman dari bahaya. Polifenol bukan hanya mampu melindungi tanaman, tetapi juga berfungsi sebagai antioksidan dalam tubuh yang mampu melindungi sel-sel tubuh dari kerusakan akibat radikal bebas.

Gambar 2 menunjukkan bahwa secara keseluruhan nilai kadar polifenol milk chocolate, tanpa penambahan polifenol berkisar antara 0,253%-0,292%. Tingginya nilai polifenol milk chocolate tanpa penambahan polifenol disebabkan karena bahan baku kakao massa (liquor) yang digunakan adalah kakao massa dari biji kakao tanpa fermentasi (unfermented). Diketahui bahwa biji kakao tanpa fermentasi mengandung polifenol yang cukup tinggi. Nazaruddin et al. (2006) melaporkan kandungan senyawa polifenol dalam biji kakao yang tidak difermentasi, lebih banyak dibandingkan dengan biji kakao fermentasi, karena pada proses fermentasi senyawa polifenol terdegradasi melalui proses oksidasi, polimerisasi, dan pengikatan oleh protein. Menurut Rosniati dan Kalsum (2018), bahwa kadar total polifenol biji kakao tanpa fermentasi (unfermented) yaitu 15,09% dan biji kakao fermentasi 13,95%. Hasil analisis polifenol produk milk chocolate analog dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Histogram kadar polifenol milk chocolate analog dengan perlakuan berbagai

konsentrasi crude stearin dengan penambahan polifenol dan tanpa polifenol

Gambar 2 juga menunjukkan bahwa milk chocolate yang ditambahkan polifenol mengandung polifenol 0,304%-0,322%. Pengukuran polifenol dalam penelitian ini menggunakan metode HPLC dengan menggunakan asam galat sebagai standar. Nampaknya bahwa dengan penambahan polifenol 0,2% pada masing-masing perlakuan dapat

meningkatkan kadar polifenol produk sekitar 0,02%-0,05%. Rendahnya peningkatan kadar polifenol pada produk disebabkan karena pada proses pengolahan masih terjadi penurunan nilai polifenol karena adanya proses pemanasan yaitu pada saat proses counching pada suhu 50 oC selama kurang lebih 5 jam. Pada saat pemanasan dengan suhu tinggi dan

0

0.2

0.4

CA0P CAIT CAIP CA2T CA2P CA3T CA3P

0.322 0.292 0.3180.253

0.3050.253

0.304

Po

lifen

ol (

%)

Milk Chocolate Analog

Karakteristik Kimia, Mikrobiologi… (Rosniati)

Diterbitkan oleh Balai Besar Industri Hasil Perkebunan 15

waktu lama dapat menurunkan kandungan polifenol pada produk cokelat. Natsume et al. (2000), Kowalska dan Sidorczuk (2007) dan Meng et al. (2009) memperoleh polifenol pada milk chocolate 0,56%

(Catechin Equivalent) dan menyatakan bahwa kandungan polifenol pada berbagai produk turunan kakao semakin ke hilir proses produksi kandungan senyawa polifenol semakin menurun yang diakibatkan oleh adanya pengurangan pada setiap proses produksi.

Adanya kandungan senyawa polifenol dalam produk cokelat akan memberikan keuntungan bagi peningkatan kualitas produk tersebut, dikarenakan senyawa polifenol mempunyai kemampuan antioksidan yang dapat mencegah terjadinya kerusakan makanan akibat peristiwa oksidasi terhadap lemak kakao yang dapat menyebabkan ketengikan (Harrington, 2011). Dengan demikian akan meningkatkan keawetan maupun daya simpan dari produk makanan cokelat tersebut. Asam Lemak Bebas (ALB)

Asam lemak bebas (ALB) atau free fatty acid (FFA) adalah asam lemak yang berada sebagai asam bebas tidak terikat sebagai trigliserida

yang dihasilkan oleh proses hidrolisis dan aksidasi. Kerusakan produk pangan disebabkan oleh ketengikan akibat terjadinya oksidasi atau hidrolisis komponen bahan pangan. Tingkat kerusakan tersebut dapat diketahui melalui analisis Asam lemak bebas (ALB) (Winarno, 1997). Kadar ALB yang tinggi mencerminkan kualitas produk yang rendah.

Kadar asam lemak bebas milk chocolate pada Gambar 3, terlihat bahwa perlakuan penggunaan cocoa butter substitute saja (CA0T) mempunyai nilai kadar asam lemak bebas lebih kecil dibanding dengan milk chocolate yang ditambahkan crude stearin. Nilai kadar asam lemak bebas milk chocolate dengan penambahan crude stearin seamkin tinggi sejalan dengan meningkatnya konsentrasi crude stearin yang ditambahkan pada adonan milk chocolate. Hal ini disebabkan karena crude stearin sendiri mengandung asam lemak bebas yang lebih tinggi dibanding cocoa butter substitute. Berdasarkan hasil analisis diperoleh kadar asam lemak bebas crude stearin sebesar 0,31%, sedangkan cocoa butter substitute (CBS) sebesar 0,20%. Hasil analisis asam lemak bebas (ALB) milk chocolate analog dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Histogram kadar asam lemak bebas milk chocolate analog dengan perlakuan

berbagai konsentrasi crude stearin dengan penambahan polifenol dan tanpa polifenol

Gambar 3 juga memperlihatkan bahwa milk chocolate dengan penambahan polifenol baik pada

perlakuan tanpa penambahan crude stearin maupun dengan penambahan crude stearin secara keseluruhan

CA0T CA0P CA1T CA1P CA2T CA2P CA3T CA3P

0.84 0.73

1.22 1.141.31 1.26

1.551.36

ALB

(%

)

Milk Chocolate Analog

Jurnal Industri Hasil Perkebunan Vol. 16 No. 2, Desember 2021: 9-22

16 Diterbitkan oleh Balai Besar Industri Hasil Perkebunan

mengandung kadar asam lemak bebas yang lebih rendah dibanding perlakuan tanpa penambahan polifenol. Hal ini disebabkan karena polifenol juga berfungsi sebagai antioksidan yang dapat mencegah kerusakan lemak yang terkandung dalam milk chocolate. Polifenol merupakan komponen utama biji kakao yang berperan terhadap aktivitas antioksidan (Steinberg, 2002). Antioksidan dalam sistem pangan berperan untuk menghambat atau mencegah proses oksidasi lemak sehingga berfungsi sebagai pengawet. Antioksidan dalam sistem pangan didefinisikan sebagai substansi yang mampu menunda, memperlambat atau mencegah terbentuknya ketengikan atau flavor yang tidak dikehendaki karena oksidasi (Pokorny et al., 2001).

Semua perlakuan dalam penelitian ini menghasilkan asam lemak bebas milk chocolate 0,73% sampai 1,55%. Parameter asam lemak bebas tidak dipersyaratkan dalam SNI cokelat dan produk-produk cokelat. Bila merujuk pada standar mutu lemak cokelat, yaitu SNI 1-3748-1995 tentang lemak kakao, kandungan ALB maksimal pada lemak kakao adalah 1,75%. Dengan demikian hasil analisa ALB dari beberapa perlakuan dalam penelitian masih berada dalam batas aman. Secara alami asam lemak bebas

akan terbentuk seiring dengan berjalannya waktu, baik karena aktifitas mikroba maupun karena hidrolisa dengan bantuan katalis enzim lipase (Mastegar, 2010). Angka Lempeng Total (ALT) Angka lempeng total merupakan indikator umum yang menggambarkan derajat kontaminasi makanan. ALT didefinisikan sebagai jumlah colony forming unit (cfu) bakteri pada setiap gram atau setiap milliliter makanan. Hasil analisis angka lempeng total (ALT) milk chocolate analog dapat dilihat pada Gambar 4.

Angka lempeng total milk chocolate analog pada Gambar 4, nampak bahwa semua perlakuan penambahan polifenol mempunyai nilai ALT yang lebih rendah dibanding tanpa penambahan polifenol, baik produk milk chocolate tanpa penambahan crude stearin maupun dengan penambahan crude stearin. Angka lempeng total milk chocolate tanpa penambahan crude stearin secara keseluruhan lebih rendah dari pada yang ditambahkan crude stearin. Semakin tinggi konsentrasi crude stearin yang ditambahkan pada adonan milk chocolate, semakin tinggi pula nilai ALTnya.

Gambar 4. Histogram kadar angka lempeng total milk chocolate analog dengan perlakuan berbagai

konsentrasi crude stearin dengan penambahan polifenol dan tanpa polifenol

Nilai ALT milk chocolate tanpa crude stearin dan polifenol (CA0T) yaitu rata-rata 2,6x102 koloni/g, sedangkan milk chocolate tanpa crude stearin dengan penambahan polifenol (CA0P) yaitu rata-rata 2,4x102 koloni/g. Penambahan polifenol dapat menekan

laju pertumbuhan mikroba pada produk milk chocolate analog. Hal ini disebabkan karena polifenol selain berfungsi sebagai antioksidan juga sebagai anti bakteri. Menurut Wollgast dan Anklam (2000), senyawa polifenol di dalam kakao berperan sebagai anti

0

200

400

CA0T CA0P CA1T CA1P CA2T CA2P CA3T CA3P

260 240290 270

330 310 340 320

ALT

(ko

lon

i/g)

Milk Chocolate Analog

Karakteristik Kimia, Mikrobiologi… (Rosniati)

Diterbitkan oleh Balai Besar Industri Hasil Perkebunan 17

mikrobial dan modulator sistem imun tubuh. Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa senyawa fenolik pada kakao mempunyai sifat antimikroba yang dapat berfungsi selain untuk melawan beberapa jenis bakteri pathogen yang terdapat pada bahan pangan, juga mampu melawan beberapa jenis bakteri karsinogenik (Ranneh et al., 2013). Aktivitas anti mikroba ini secara langsung berkaitan erat dengan sifat kemampuan senyawa bioaktif untuk menembus dinding sel bakteri. Sifat anti bakteri biji kakao berasal dari zat aktif utamanya yaitu katekin, prosianidin dan antosianin. Katekin bersifat bakterisidal dengan cara mendenaturasi protein bakteri, prosianidin menginaktivasi atau mendestruksi materi genetik pada bakteri, sedangkan antosianin berfungsi

sebagai antibakteri (Wulandari et al., 2012; Hafidah et al., 2017).

Secara keseluruhan nilai angka lempeng total (ALT) milk chocolate analog berkisar antara 2,4x102 koloni/g–3,4x102 koloni/g. Nilai tersebut masih memenuhi persyaratan SNI cokelat dan produk-produk cokelat yaitu SNI 7934:2014, angka lempeng total maksimum 1x104 koloni/g. Uji Organoleptik

Hasil uji organoleptik (aroma, rasa, tekstur, dan penampakan) milk chocolate analog dapat dilihat pada Gambar 5. Pengujian organoleptik cokelat dilakukan pada skala 1–5. Skala 1 mewakili tingkat paling rendah, sedangkan skala 5 mencerminkan kesukaan paling tinggi.

Gambar 5. Histogram nilai organoleptik milk chocolate analog dengan perlakuan berbagai

konsentrasi crude stearin dengan penambahan polifenol dan tanpa polifenol

Aroma

Aroma dapat didefinisikan sebagai sifat-sifat bahan pangan yang memberikan kesan pada sistem pernafasan dan dirasakan oleh indera penciuman. Aroma tertentu yang dihasilkan oleh produk pangan dapat menjadi penentu kelezatan produk tersebut (Winarno, 2004). Gambar 5, memperlihatkan bahwa aroma milk chocolate pada perlakuan CA0T, CA0P, CA1T, CA1P, dan CA2T umumnya panelis memberikan penilaian pada skala numerik 3,00 sampai 3,25 dengan skala hedonik rata-rata pada taraf “agak suka”,

sedangkan perlakuan dengan penambahan crude stearin 5%, CBS 20%, dan polifenol 0,2% (CA2P) rata-rata panelis menyukai aroma milk chocolate. Adapun perlakuan penambahan crude stearin 10%, CBS 15%, dan polifenol 0,2% (CA3P) panelis memberikan penilaian dengan skala numerik 2,45 atau dengan skala hedonik “agak suka”, sedangkan perlakuan penambahan crude stearin 10% dan CBS 15% (CA3T) rata-rata panelis kurang menyukai aroma produk tersebut dengan skala numerik 2,39. Rendahnya penilaian panelis terhadap perlakuan (CA3T) berhubungan dengan

0

1

2

3

4

CA0T CA0P CA1T CA1P CA2T CA2P CA3T CA3P

3 3.15 3.15 3.2 3.25 3.45

2.39 2.453.05 3.23 3.07 3.13 3.25 3.56

2.33 2.42

3.05 3.13 3.07 3.093.35 3.65

2.43 2.523.03 3.05 3.07 3.15

3.5 3.7

2.56 2.63

Nila

i Org

ano

lep

tik

Milk Chocolate Analog

Aroma Rasa Tekstur Penampkn

Jurnal Industri Hasil Perkebunan Vol. 16 No. 2, Desember 2021: 9-22

18 Diterbitkan oleh Balai Besar Industri Hasil Perkebunan

tingginya kandungan asam lemak bebas pada produk (Gambar 3).

Kadar asam lemak bebas yang tinggi mencerminkan kualitas produk yang rendah. Jumlah asam lemak bebas yang semakin meningkat merupakan tanda adanya proses ketengikan dalam bahan pangan. Kerusakan lemak yang utama adalah timbulnya bau dan rasa tengik. Hal ini disebabkan karena lemak bersifat mudah menyerap bau. Ketengikan dapat disebabkan oleh reaksi hidrolisis atau oksidasi. Hidrolisis sangat mudah terjadi dalam lemak dengan asam lemak rendah, dengan adanya air lemak dapat terhidrolisis menjadi asam lemak dan gliserol (Winarno, 1997).

Secara keseluruhan aroma produk milk chocolate yang dihasilkan pada penelitian ini pada umumnya panelis memberikan penilaian antara agak suka sampai suka, meskipun bahan baku yang digunakan dari biji kakao tanpa fermentasi. Hal ini disebabkan karena adanya penambahan flavor khas cokelat.

Rasa

Rasa adalah parameter yang paling penting dalam menentukan kualitas sensori suatu produk (Voltz dan Beckett, 1997). Rasa merupakan salah satu penilaian yang menggunakan alat indera pencecap yaitu lidah. Di permukaan lidah terdapat papilla yang berfungsi sebagai deteksi stimulus dari produk yang akan dilarutkan dalam air liur ludah (Clark et al., 2009). Gambar 5 memperlihatkan bahwa rasa milk chocolate pada perlakuan CA0T, CA0P, CA1T, CA1P, dan CA2T umumnya panelis memberikan penilaian pada skala numerik 3,05 sampai 3,25 dengan skala hedonik rata-rata pada taraf “agak suka”, sedangkan perlakuan dengan penambahan crude stearin 5%, CBS 20%, dan polifenol 0,2% (CA2P) rata-rata panelis memberikan penilaian dengan skala hedonik pada taraf “suka” dengan skala numerik rata-rata 3,56. Adapun perlakuan CA3T (crude stearin

10% dan CBS 15%) dan perlakuan CA3P (crude stearin 10%, CBS 15%, dan polifenol 0,2%) pada umumnya panelis kurang menyukai rasa produk milk chocolate dengan skala numerik masing-masing 2,33 dan 2,42. Hal ini disebabkan karena pada konsentrasi crude stearin yang berlebihan dapat menimbulkan rasa lilin (waxy) pada cokelat. Tekstur

Sebelum dilakukan pengujian organoleptik terhadap atribut tekstur produk milk chocolate, panelis diberikan instruksi terlebih dahulu bahwa tekstur yang baik bila cokelat dipatahkan tidak meninggalkan serpihan, memberikan sensai halus, lembut, dan cepat meleleh di mulut. Prasetya (2009), cokelat yang baik harus memiliki tekstur yang halus (smooth and buttery) yang bisa meleleh dengan lembut secara perlahan di dalam mulut dengan cita rasa yang kompleks dan menyenangkan. Tekstur (kekerasan) cokelat merupakan salah satu faktor kunci yang menentukan mutu dan kesempurnaan produk ketika produk berada dalam suhu ruang selama transportasi, pemasaran dan konsumsi. Kerusakan cokelat secara langsung berhubungan dengan kekerasan atau titik cair dari lemaknya (Kattenberg, 2001). Gambar 5, memperlihatkan bahwa tekstur milk chocolate pada perlakuan CA0T, CA0P, CA1T, dan CA1P, dan CA2T panelis memberikan penilaian pada skala numerik rata-rata 3,05 sampai 3,35 atau dengan skala hedonik pada taraf “agak suka”, sedangkan perlakuan CA2P (crude stearin 5%, CBS 20%, dan polifenol 0,2%) dengan skala numerik 3,65 atau dengan skala hedonik pada taraf “suka”. Tingginya penilaian panelis disebabkan karena tekstur produk kompak (tidak meninggalkan serpihan cokelat saat dipatahkan, halus, lembut, dan cepat meleleh di mulut), namun tidak cepat meleleh dan tetap stabil saat disimpan pada suhu ruang. Hal ini menunjukkan bahwa penambahan

Karakteristik Kimia, Mikrobiologi… (Rosniati)

Diterbitkan oleh Balai Besar Industri Hasil Perkebunan 19

crude stearin 5% bersifat kompatibel dengan lemak lain yang terkandung dalam cokelat. Dalam upaya meningkatkan heat resistant (tahan pada suhu tinggi), tidak dapat mengandalkan hanya dengan penggunaan lemak kakao saja, karena lemak ini walaupun dapat menghasilkan mouth feel (sensasi lembut, halus, dan cepat meleleh di mulut) yang sangat baik, tetapi produknya relatif tidak tahan panas dan kurang cocok untuk produk daerah tropis (Misnawi, 2008). Oleh karena itu penggunaan crude stearin sangat dibutuhkan karena stearin mempunyai titik leleh yang tinggi yaitu sekitar 45 oC (Rosniati et al., 2020). Gambar 5, juga memperlihatkan bahwa perlakuan penambahan crude stearin 10% dan CBS 15% tanpa penambahan polifenol (CA3T) rata-rata panelis kurang menyukai tekstur milk chocolate dengan nilai numerik 2,43, sedangkan perlakuan penambahan crude stearin 10%, CBS 15%, dan polifenol 0,2% tekstur milk chocolate rata-rata panelis memberikan penilaian dengan skala numerik 2,52 dengan skala hedonik pada taraf “agak suka”. Rendahnya penilaian panelis ini disebabkan karena pada penambahan crude stearin 10%, tekstur milk chocolate memiliki mouth feel yang kurang baik karena saat dipatahkan meninggalkan serpihan cokelat, memberikan sensasi kasar, liat, dan tidak cepat meleleh di mulut. Hal ini disebabkan karena adanya inkompatibilitas lemak kakao yang terkandung dalam pasta kakao dan lemak susu dengan crude stearin. Hal ini menunjukkan bahwa penambahan crude stearin sebagai lemak pengeras tidak sepenuhnya kompatibel dengan fraksi lemak lain yang ada dalam cokelat. William et al. (1991) dan Sabariah et al. (1998) dalam Misnawi dan Wahyudi (2008) Inkompatibilitas lemak secara langsung menurunkan kekerasan produk cokelat dan mendorong terjadinya pergerakan lemak (fat migration).

Penampakan Sebelum panelis melakukan uji

organoleptik terhadap atribut penampakan produk milk chocolate, panelis diberikan instruksi terlebih dahulu bahwa penampakan yang dinilai berupa mengkilap atau buram, kasar atau halus, ada bintik putih atau bintik kuning pada permukaan cokelat. Nilai gizi makanan merupakan faktor yang amat penting, tetapi dalam kenyataannya daya tarik suatu jenis makanan lebih dipengaruhi oleh penampakan, aroma, dan rasanya (Koswara, 2006).

Gambar 5 memperlihatkan bahwa penampakan milk chocolate pada perlakuan CA0T, CA0P, CA1T, dan CA1P pada umumnya panelis agak suka dengan nilai numerik antara 3,03 sampai 3,15. Penampakan milk chocolate tersebut agak mengkilap pada permukaan produk, tetapi sedikit meleleh pada saat disentuh. Adapun perlakuan CA2T (penambahan crude stearin 5% dan CBS 20%) dan CA2P (penambahan crude stearin 5%, CBS 20%, dan polifenol 0,2%) panelis rata-rata menyukai penampakan milk chocolate dengan nilai numerik masing-masing 3,5 dan 3,7. Penampakan milk chocolate ini halus dan mengkilap (shiny) pada permukaannya, warnanya cokelat terang, tidak terdapat bintik putih atau kuning, dan tidak mudah meleleh pada suhu ruang. Hal ini disebabkan karena penambahan crude stearin 5% bersifat kompatibel dengan lemak lain dalam cokelat. Gambar 5 juga menunjukkan bahwa pada perlakuan CA3T (penambahan crude stearin 10% dan CBS 15%) dan CA3P (penambahan crude stearin 10%, CBS 15%, dan polifenol 0,2%) panelis rata-rata agak menyukai penampakan milk chocolate ini dengan nilai numerik masing-masing 2,56 dan 2,63. Penampakan milk chocolate tersebut agak kasar, kurang mengkilap, warnanya cokelat gelap, dan tidak rata pada permukaannya, namun tidak mudah meleleh pada suhu ruang. Hal ini disebabkan karena konsentrasi crude stearin 10% bersifat

Jurnal Industri Hasil Perkebunan Vol. 16 No. 2, Desember 2021: 9-22

20 Diterbitkan oleh Balai Besar Industri Hasil Perkebunan

Inkompatibel dengan lemak lain dalam cokelat. Inkompatibilitas terjadi melalui pembentukan kisi-kisi kristal yang tidak sempurna yang dapat meningkatkan mobilitas pergerakan molekul, perubahan di dalam struktur polimorfis serta perubahan di dalam kecepatan kristalisasi (Lanning, 1981; Hogenbirk, 1984 dalam Misnawi dan Wahyudi, 2008). SIMPULAN Berdasarkan hasil dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa perlakuan CA2P menghasilkan produk milk chocolate yang terbaik diantara semua perlakuan lainnya dengan karakteristik kadar air 6,8%, polifenol 0,305%, asam lemak bebas 1,26%, angka lempeng total 0,31x102 koloni/g, sedangkan hasil uji organoleptik panelis rata-rata menyukai aroma, rasa, tekstur, dan penampakan dengan nilai numerik masing-masing 3,45; 3,56; 3,65; dan 3,70. Penambahan crude stearin 5%, CBS 20%, dan polifenol 0,2% (CA2P) menghasilkan milk chocolate analog dengan karakteristik kimia, mikrobiologi, dan sifat organoleptik yang terbaik diantara semua perlakuan. DAFTAR PUSTAKA 1. Ackar, D., K.V. Landic., M. Valek., D.

Subaric., B. Milicevic., J. Babic and H. Nedic. 2013. Cocoa polyphenols : can we consider cocoa and chocolate as potential functional food. Journal of Chemistry, 13, 289-296.

2. Badan Standardisasi Nasional. 2009. SNI 3748:2009. Lemak Kakao. Jakarta: Badan Standardisasi Nasional.

3. Badan Standardisasi Nasional. 2014. SNI 7934:2014. Cokelat dan Produk-Produk Cokelat. Jakarta: Badan Standardisasi Nasional.

4. Bernaert, H., Blondeel, I., Allegaert, L dan Lohmueller, T. 2012. Industrial treatment of cocoa in chocolate production: health implications. Dalam: Paoletti, R., Poli, A., Conti, A. dan Visioli, F. (eds.) Chocolate and Health,. Italia: Springer-Verlag.

5. Bigalli, G. 1988. Practical aspects of the eutectic effect on confectionery

fats and their mixtures (Vol. 68). The Manufacture and Confectionery.

6. Clark, S., Castello, M., Drake, M.A., & Bodyfelt, F. 2009. The Sensory Evaluation of Dairy Products (Vol. 2nd ed.). USA: Springer.

7. Essentiellea, H. 2009. Komposisi minyak kelapa sawit. Retrieved Oktober 15, 2011, from http://lemak minyak .blogspot.com/2009/08/palm-stearin .html, Teknologi Minyak dan lemak.

8. Hafidhah N, Hakim RF, Fakhrurrazi. 2017. Pengaruh ekstrak biji kakao (Theobroma cacao L.) terhadap pertumbuhan enterokokus faecalis pada berbagai konsentrasi. Jurnal Canius Dent, 2(2).

9. Harrington, W.L. 2011. The Effects of Roasting Time and Temperature on The Antioxidant Capacity of Cocoa from Dominican Republic, Equador, Haiti, Indonesia and Ivory Coast. Thesis of Master of Science The University of Tennessee, Knoxville USA. 66p.

10. Hashim P., Selamat J., Syed Muhammad S. K. and Ali A. 1998. Effect of mass and turning time on free amino acid, peptide-N, sugar and pyrazine concentration during cocoa fermentation. Journal of the Science of Food and Agriculture, 78(4), 543-550.

11. Hasibuan, A.H., dan Siahaan, D. 2010. Pros es Rafinasi Minyak Inti Sawit Mentah Terhidrogenasi dalam Produksi Cocoa Butter Substitute. Jurnal Penelitian Kelapa Sawit, 18 (2), 55-64.

12. Hasibuan, H.A dan Siahaan, D. 2012. Pengaruh Waktu Conching terhadap Mutu Produk Cokelat Berbahan Cocoa Butter Substitute. Jurnal Penelitian Kelapa Sawit, 20(1), 33-41.

13. Hasibuan, H.A; Lestari, N; Lubis, N.N. 2020. Pembuatan Cokelat Dark dan Cokelat White Berbahan Cocoa Butter Substitute. Warta JIHP, 37 (1), 48 - 57.

14. Hussain, N., Agus, B.A.P., Rahim, S.N.F.A., Halim, H.S.A. 2018. Comparison of Quality Characteristics between Compound and Pure Milk Chocolate. MOJ Food Processing & Technology, 6 (3), 292-296.

15. Kattenberg, H. 2001. Performance of Cocoa Butter in Chocolate (Vol. 2). The Manufacture and Confectionery.

16. Kim, K.H., Lee, K.W., Kim, D.Y., Park, H.H., Kwon, I.B. dan Lee, H.J. (2004).

Karakteristik Kimia, Mikrobiologi… (Rosniati)

Diterbitkan oleh Balai Besar Industri Hasil Perkebunan 21

Extraction and fractionation of glucosyltransferase inhibitors from cacao bean husk. Process Biochemistry 39: 2043-2046.

17. Koswara, S. 2006. Pewarna Pangan . Ebookpangan.com.

18. Kowalska, J. and A. Sidorczuk. 2007. Analysis of the Effect of Technological Processing on Changes Antioxidant Properties of Cocoa Processed Products. 57(2A), 95-99.

19. Mastegar. 2010. Asam Lemak Bebas. Retrieved Oktober 15, 2011, from wordpress.com.

20. Meng, C.C., A.M.M. Jalil and A. Ismail. 2009. Phenolic and Theobromine Contents of Commercial Dark, Milk and White Chocolates on the Malaysian Market. Molecules, 14, 200-209.

21. Misnawi. 2008. Karakteristik Campuran Lemak Kakao dan Stearin dalam Sistem Cokelat Susu. Pelita Perkebunan, 24(3), 241-255.

22. Misnawi, B. Jamilah and S. Nazamid. 2004. Effect of Polyphenol Concentration on Pyrazine Formation during Coco Liquor Roasting. Food Chemistry, 85(1), 73-80.

23. Misnawi, Jinap S., Jamilah B., and Nazamid S. 2003. Effects of Incubation and Polyphenol Oxidase Enrichment on Colour, Fermentation Index, Procyanidins and Astringency of Unfermented and Partly Fermented Cocoa Beans. International Journal of Food Science and Technology, 38, 285-295.

24. Misnawi; S. Jinap; B. Jamilah & S. Nazamid, 2002. Oxidation of polyphenols in unfermented and partly fermented Cocoa beans by cocoa polyphenol oxidase and tyrosinase. Journal of the Science of Food and Agriculture, 82, 559–566.

25. Misnawi dan T. Wahyudi,. 2008. Pengaruh Konsentrasi Stearin dan Lesiti Terhadap Sifat Fisik Permen Cokelat. Pelita Perkebunan, 24 (1), 50 – 62.

26. Muchtar, H dan Y. Helmi Diza. 2011. Pengaruh Penambahan acrude Stearin Minyak Kelapa Sawit Terhadap Kestabilan Dark Chocolate. Jurnal Litbang Industri, 1 (1), 1–7.

27. Naik, B., and Kumar, V. 2014. Cocoa Butter and Its Alternatives: a review. Journal of Biroesources Engineering and Technology, 2(1), 1-11.

28. Natsume, M., N. Osakabe, M. Yamagishi, T. Takizawa, T. Nakamura, H. Miyatake, T. Hatano and T. Yoshida. 2000. Analysis of Polyphenols in Cacao Liquor, Cocoa and Chocolate by Normal Phase and Reversed Phase HPLC. Bioscience Biotechnology and Biochemistry, 64(12), 2581-2587.

29. Nazaruddin, R., Seng, L. K., Hassan, O., and Said, M. 2006. Effect of Pulp Preconditioning on the Content of Polyphenols in Cocoa Beans (Theobroma cacao L.) during Fermentation. Indust. Crops Prod., 24, 87-94.

30. Prasetya A. 2009. KomponenPembentuk Rasa Asampadacokelat. http://4armita.wordpress.com. Diakses : 21 Juli 2016.

31. Pokorný, J., N. Yanishlieva, and M. Gordon. 2001. Antioxidants in Food: Practical Applications. London: Woodhead Publishing.

32. Prayoga, R, D, Murwani, R, Anwar, S. 2013. Polyphenol Extracts from Low Quality Cocoa Beans: Antioxidant, Antibacterial and Food Colouring Properties. IFRJ, 20(6), 3275-3281.

33. Ranneh, Y., F. Ali and N.M. Esa. 2013. The Protective Effect of Cocoa (Theobroma cacao L.) in Colon Cancer. Jof Nutrition and Food Science, 3(2), 190-193.

34. Redovnikovic, I.R., K. Delonga, S. Mazor, V. Dragovic-Uzelac, M. Caric and J. Vorkapic-Furac. 2009. Polyphenolic Content and Composition and Antioxidative Activity of Different Cocoa Liquors. Czech Journal of Food Sciences, 27(5), 330-337.

35. Rohan, T. 1964. The Precursors of Chocolate Aroma: A Comparative Study of Fermented and Unfermented Cocoa Beans. J Food Sci, 456-459.

36. Rosniati dan Kalsum, 2018. Pengolahan kakao bubuk dari biji kakao fermentasi dan tanpa fermentasi sebagai sediaan bahan pangan fungsional, JIHP, Vol 13 (2), hal :107 – 116

37. Rosniati, Kalsum, A. H. R Efendi, dan Jamilah. (2020). Karakteristik Milk Chocolate Couverture dan Milk Chocolate Analog Menggunakan Cocoa Butter Substitute (CBS) dan Crude Stearin dari Minyak Kelapa

Jurnal Industri Hasil Perkebunan Vol. 16 No. 2, Desember 2021: 9-22

22 Diterbitkan oleh Balai Besar Industri Hasil Perkebunan

Sawit. Jurnal Industri Hasil Perkebunan, 15(2), 53-62.

38. Sanbongi C., Osakabe N., Natsume M., Takizawa T., Gomi S., and Osawa T. (1998): Antioxidative Polyphenols Isolated from Theobroma cacao. Journal of Agricultural and Food Chemistry 46, pp. 454-457.

39. Steinberg, M. 2002. The Globalization of a Ceremonial Tree: The Case of Cacao (Theobroma Cacao) among the Mopan Maya. Economic Botany, 56(1), 58–65.

40. Torres-Moreno, M., E. Torrescasana, J. Salas-Salvado, and C. Blanch. (2015). Nutritional Compotition and Fatty Acids Profile in Cacao Band Chocolate with Different Geographical Origin and Processing Conditions. Journal of Food Chemistry, 166, 125-132.

41. Voltz, M., and Beckett, S.T. 1997. Sensory of Chocolate. Presented at the ZDS Chocolate Technology Conference at Anuga Food Technology, (p. 49).

42. Wang, F., Liu, Y., Shan, L., Jin, Q., Wang, X., Li, L. 2010. Blooming in Cocoa Butter Substitute based Compound Chocolate: Investigations on Composition, Morphology and Melting Behavior. Journal of American Oil Chemyst Society, https://doi.org/10.1007/s.

43. Watson, R.R., V.R. Preedy and S. Zibadi. 2012. Chocolate in Health and Nutrition. New York Heidelberg Dordrecht London: Humana Press brand of Springer.

44. Winarno, F.G. 2004. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.

45. Winarno, F.G. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.

46. Winarno, F.G. 2002. Pengantar Teknologi Pangan. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka.

47. Wollgast, J and E. Anklam . 2000. Polyphenols in chocolate: is there a contribution to human health? Food Research International, 33(6), 449–459.

48. Wulandari, Suswati E, Misnawati . 2012. Efek Antibakteri Ekstrak Etanol Biji Kakao (Theobroma cocoa L.) terhadap Pertumbuhan Shigella dysentria secara in Vitro. Jurnal Medika Planta, 1(5), 69-73.