Upload
independent
View
8
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Tujuan-tujuan dari kebijakan Moneter
Enam tujuan dasar yang secara terus menerus
disebutkan oleh pejabat di Federal Reserve dan Bank
sentral lain ketika mereka membahas tujuan kebijakan
moneter : (1) Penyediaan lapangan kerja yang tinggi (2)
Pertumbuhan ekonomi (3) Stabilitas harga (4) Stabilitas
suku bunga (5) Stabilitas pasar keuangan dan (6)
Stabilitas di pasar valuta asing.
2.1.1 Penyediaan lapangan kerja yang tinggi (high
employment)
Employment Act di tahun 1846 dan full
employment dan Balanced Growth Act di tahun 1978 (lebih
umum disebut sebagai Humphrey-Hawkins Act) menunjukkan
komitemen pemerintah AS untuk mempromosikan high
employment yang konsisten dengan sebuah tingkat harga
yang stabil.
Penyediaan lapangan kerja yang tinggi merupakan
tujuan bernilai karena dua alasan utama : (1) situasi
alternatifnya – pengangguran tinggi – menyebabkan
penderitaan manusia, dengan keluarga akan mengalami
stres finansial, hilangnya self-respect personal, dan
peningkatan dalam tingkat kejahatan (meski kesimpulan
yang terakhir ini masih kontroversia), dan (2) ketika
pengangguran tinggi, perekonomian mempunyai pekerja
menganggur maupun dan sumber daya menganggur (SDM tak
terpakai) melainkan juga memiliki (parbrik yang ditutup
dan peralatan yang tidak dipakai), menghasilkan
kerugian output (GDP yang lebih rendah).
Meski sudah jelas bahwa penyediaan lapangan
kerja yang tinggi sangat diinginkan. Bisa dikatakan
bahwa perekonomian berada pada tingkat penyediaan
lapangan kerja penuh (full employment), pertama, hal
tersebut mungkin tampak bahwa tingkat penyediaan
lapangan kerja penuh adalah suatu titik dimana tidak
ada pekerja yang keluar dari pekerjaan-yakni, ketika
pengangguran mencapai nilai nol. Tapi definisi ini
mengabaikan fakta bahwa pengangguran tertentu yang
disebut pengangguran friksional yang melibatkan
pencarian oleh para pekerja dan perusahaan untuk
menemukan kecocokan yang sesuai, sangatlah
menguntungkan bagi perekonomian. Misalnya, seorang
pekerja yang memutuskan untuk mencari pekerjaan yang
lebih baik bisa jadi akan menganggur untuk sementara
selama mencari pekerjaan baru. Para pekerja seringkali
memutuskan untuk meninggalkan pekerjaan mereka
sementara dalam rangka mengejar aktivitas lainnya
(memiliki keluarga, melakukan perjalanan, kembali ke
sekolah) dan ketika mereka memutuskan untuk kembali
masuk ke dalam pasar kerja, mungkin akan membutuhkan
beberapa waktu bagi mereka untuk menemukan pekerjaan
yang tepat. Keuntungak dari memiliki sejumlah
pengangguran serupa dengan keuntungan memiliki Vacancy
Rate Nonzero di dalam pasar untuk sewa apartemen.
Seperti yang diketahui oleh mereka yang mencari
apartemen, ketika Vacancy rate di bawah pasar sewa
terlalu rendah, maka akan memiliki kesulitan menemukan
apartemen yang bagus.
Alasan lain bahwa pengangguran tidaklah nol
ketika perekonomian sedang berada dalam tingkat
penyediaan lapangan pekerjaan penuh adalah pengangguran
struktural, yaitu ketidaksesuaian antara permintaan
pekerjaan dan keahlian atau ketersediaan pekerja lokal.
Jelasnya, jenis pengangguran ini tidaklah diinginkan.
Meskipun demikian, itu merupakan sesuatu yang sedikit
dapat dilakukan oleh kebijakan moneter.
Tujuan untuk penyediaan lapangan kerja yang
tinggi bukan merupakan tingkat pengangguran nol
melainkan di atas nol yang konsisten dengan penyediaan
lapangan kerja yang tinggi dimana permintaan untuk
tenaga kerja akan sama dengan penawarannya. Tingkat ini
disebut sebagai tingkat pengangguran alamiah.
Meski definisi ini tampak rapi dan otoritatif,
hal ini meninggalkan sejumlah pertanyaan sulit dan
tidak terjawab, yakni berapa tingkat pengangguran yang
konsisten dengan penyediaan lapangan kerja penuh? Di
satu sisi, dalam beberapa kasus, sudah jelas bahwa
tingkat pengangguran terlalu tinggi: tingkat
pengangguran mengalami kelebihan 20 % selama depresi
besar, misalnya, jelas terlalu tinggi. Di awal tahun
1960an, di sisi lain para pembuat kebijakan menganggap
bahwa sebuah tujuan yang wajar adalah sekitar 4 %,
sebuah tingkat yang mungkin terlalu rendah, karena hal
ini dapat mengarah pada mempercepat inflasi. Estimasi
saat ini terhadap tingkat pengangguran alamiah adalah
antara 4,5% dan 6%, tapi bahkan estimasi ini dibatasi
oleh ketidakpastian. Selain itu, akan mungkin bahwa
kebijakan pemerintah yang tepat, seperti penyediaan
informasi yang lebih baik mengenai job vacancy
(lowongan pekerjaan) atau program pelatihan (program
job training) dapat menurunkan tingkat pengangguran
alamiah.
2.1.2 Pertumbuhan ekonomi (economic growth)
Tujuan pertumbuhan ekonomi yang stabil
berkaitan erat dengan tujuan penyediaan lapangan kerja
yang tinggi karena dunia usaha lebih mungkin
menginvestasikan pada peralatan modal untuk
meningkatkan produktivitas dan pertumbuhan ekonomi
ketika pengangguran rendah. Sebaliknya, jika
pengangguran tinggi dan pabrik-pabrik tidak digunakan,
kondisi ini tidak mendanai suatu perusahaan untuk
berinvetasi dalam pabrik-pabrik dan peralatan tambahan.
Meskipun kedua tujuan ini berkaitan erat, kebijakan
dapat secara khusus ditujukan untuk mendorong
pertumbuhan ekonomi dengan secara langsung mendorong
perusahaan untuk berinvestasi atau dengan mendorong
orang-orang untuk menabung berhemat, yang akan
memberikan lebih banyak dana bagi perusahaan untuk
berinvestasi. Pada kenyataannya ini merupakan tujuan
yang dinyatakan dari kebijakan ekonomi sisi-penawaran
yang dimaksudkan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi
dengan menyediakan insentif pajak bagi dunia usaha
untuk berinvestasi dalam fasilitas dan perlengkapan dan
bagi para pembayar pajak untuk menabung lebih banyak.
Terdapat pula perdebatan yang aktif mengenai apa peran
kebijakan moneter dalam mendorong perekonomian.
2.1.3 Stabilitas harga
Selama beberapa dekade terakhir, para pembuat
kebijakan di Amerika Serikat telah semakin menyadari
biaya sosial dan ekonomi dari inflasi dan lebih peduli
dengan sebuah tingkat harga yang stabil sebagai sebuah
tujuan dari kebijakan ekonomi. Memang, stabilitas harga
semakin banyak dipandang sebagai tujuan yang paling
penting untuk kebijakan moneter. Stabilitas harga
sangat disukai karena sebuah tingkat harga yang
meningkat (inflasi) menciptakan ketidakpastian dalam
perekonomian, dan ketidakpastian ini dapat menghambat
pertumbuhan ekonomi. Misalnya, ketika tingkat harga
keseluruhan mengalami perubahan, informasi yang
disampaikan oleh harga barang dan jasa menjadi lebih
sluit untuk di interpretasikan, yang semakin
mempersulit pengambilan keputusan bagi konsumen, bisnis
dan dan pemerintah. Tidak hanya survei opini publik
yang mengindikasikan bahwa publik sangatla tidak ramah
terhadap inflasi tapi semakin banyak bukti yang
menyatakan bahwa inflasi mengarah pada pertumbuhan
ekonomi yang lebih rendah. Contoh yang paling ekstrim
dari harga-harga tidak stabil adalah ketika
hiperinflasi, seperti yang dialami Argentina, Brazil
dan Rusia di masa lalu. Banyak ahli ekonomi
menghubungkan pertumbuhan yang lebih lambat dalam
negara-negara ini dengan permasalahan hiperinflasi
mereka.
Inflasi juga mempersulit perencanaan untuk masa
depan. Sebagai contoh, akan lebih sulit untuk
memutuskan berapa banyak dana yang harus dikesampingkan
untuk biaya pendidikan anak dalam sebuah lingkungan
yang mengalami inflasi. Inflasi juga dapat menghambat
jaringan sosial sebuah negara : konflik dapat terjadi,
karena tiap kelompok dalam masyarakan bisa berkompetisi
dengan kelompok lain untuk memastikan bahwa
pendapatannya sebanding dengan kenaikan tingkat harga.
2.1.4 Stabilitas Suku Bunga
Stabilitas suku bunga diinginkan karena
fluktuasi dalam suku bunga dapat menciptakan
ketidakpastian di dalam perekonomian dan menyulitkan
untuk perencanaan di masa depan. Fluktuasi suku bunga
yang memengaruhi keinginan konsumen untuk membeli rumah
misalnya, membuatnya lebih sulit bagi konsumen untuk
memutuskan kapan membeli rumah dan bagi perusahaan
konstruksi merencanakan bagaimana rumah-rumah dibangun.
Bank sentral juga mungkin ingin mengurangi pergerakan
suku bunga ke atas.
2.1.5 Stabilitas pasar keuangan
Dengan semakin pentingnya perdagangan
internasional bagi perekonomian AS, nilai dolar relatif
terhadap mata uang lain telah menjadi pertimbangan
utama bagi the Fed. Sebuah kenaikan dalam nilai dolar
akan membuat industri Amerika menjadi kurang kompetitif
dengan perusahaan lain di luar negeri, dan penurunan
nilai dollar akan menstimulasi inflasi di Amerika
Serikat. Selain itu, mencegah perubahan yang besar
dalam nilai dolar akan membuatnya lebih mudah bagi
perusahaan dan individual yang membeli atau menjual
barang-barang ke luar negeri untuk merencanakan ini
sebelumnya. Menstabilkan gerakan ekstrim dalam nilai
dollar di pasar foreign exchange ini karenanya
dipandang sebagai sebuah tujuan kebijakan moneter yang
pantas. Di negara-negara lain, yang bahkan lebih
tergantung pada perdagangan asing, stabilitas dalam
pasar valutas asing menjadi hal yang lebi penting lagi.
2.1.6 Stabilitas di pasar valuta asing
Dengan semakin pentingnya perdagangan
internasional bagi perekonomian AS, nilai dolar relatif
terhadap mata uang lain telah menjadi pertimbangan
utama bagi the Fed. Kenaikan dalam nilai dolar akan
membuat industri – industri Amerika menjadi kurang
kompetitif dengan perusahaan lain di luar negeri, dan
penurunan nilai dolar akan menstimulasi inflasi di
Amerika Serikat. Selain itu, mencegah perubahan yang
besar dalam nilai dolar akan membuatnya lebih mudah
bagi perusahaan dan individual yang membeli atau
menjual barang-barang ke luar negeri untuk merencanakan
ini sebelumnya. Stabilisasi pergerakan- pergerakan yang
ekstrim dalam nilai dolar di pasar valuta asing ini
karenanya dipandang sebagai sebuah tujuan kebijakan
moneter yang pantas. Di negara-negara lain, yang bahkan
lebih bergantung pada perdagangan asing, stabilitas
dalam pasar valuta asing mempunyai tingkat kepentingan
yang lebih tinggi.
Konflik antar Tujuan
Meski kebanyakan tujuan yang disebutkan diatas
konsisten dengan satu sama lain – Penyediaan lapangan
kerja yang tinggi (high employment) dengan pertumbuhan
ekonomi, stabilitas suku bunga dengan stabilitas pasar
keuangan – hal ini tidak selalu terjadi. Tujuan
stabilitas harga seringkali berkonflik dengan tujuan
stabilitas suku bunga dan Penyediaan lapangan kerja
yang tinggi dalam jangka pendek (tapi mungkin tidak
dalam jangka panjang). Sebagai contoh, ketika
perekonomian semakin meluas dan pengangguran mengalami
penurunan, baik inflasi dan suku bunga bisa jadi akan
mulai mengalami kenaikan. Jika bank sentral berusaha
untuk mencegah sebuah kenaikan dalam suku bunga, hal
ini dapat menyebabkan perekonomian memanas dan
menstimulasi inflasi. Tapi jika bank sentral menaikkan
suku bunga untuk mencegah inflasi, dalam jangka pendek,
unemployment akan dapat meningkat. Konflik antar tujuan
dapat memberikan pilihan-pilihan sulit bagi bank
sentral seperti Federal Reserve. Kembali ke isu
mengenai bagaimana bank sentral harus memilih tujuan-
tujuan yang berkonflik di bab-bab selanjutnya ketika
memeriksa bagaimana kebijakan moneter dapat
mempengaruhi perekonomian.
2.2 Strategi Bank Sentral dalam Penggunaan Target dan
Memilih Target
2.2.1 Penggunaan Target
Permasalahan bank sentral adalah bahwa mereka
ingin mencapai tujuan-tujuan tertentu,seperti misalnya
stabilitas harga dengan Penyediaan lapangan kerja yang
tinggi (high employment), tapi mereka tidak ingin
secara langsung mempengaruhi tujuan tersebut. Mereka
memiliki set alat untuk digunakan (operasi pasar
terbuka, perubahan dalam suku bunga diskonto, dan
perubahan dalam kebijakan cadangan) yang bisa
mempengaruhi tujuan secara tidak langsung setelah
beberapa waktu (biasanya setelah lebih dari setahun).
Jika bank sentral menunggu untuk melihat berapa tingkat
harga dan tingkat pekerja satu tahun kemudian, maka
akan sudah terlambat untuk membuat koreksi apapun
terhadap kebijakannya – kesalahan tidak akan dapat
dibalikkan.
Semua bank sentral mengejar strategi yang
berbeda untuk melakukan kebijakan moneter dengan
menujukan pada variabel-variabel yang berada antara
alat-alat yang dimiliki dan pencapaian tujuan-
tujuannya. Strategi ini adalah sebagai berikut: Setelah
memutuskan tujuan-tujuannya untuk pekerja dan tingkat
harga, bank sentral memilih serangkaian variabel untuk
dituju, disebut target antara (intermediate targets),
seperti misalnya agregat moneter (M1, M2 atau M3) atau
suku bunga (berjangka pendek atau berjangka panjang),
yang memiliki pengaruh langsung terhadap tingkat
pekerja dan tingkat harga. Meski demikian, bahkan
target antara (intermediate targets) ini tidak secara
langsung mempengaruhi alat-alat kebijakan bank sentral.
Oleh karenanya, bank sentral memilih set variabel lain
untuk dituju, disebut target operasi (operating
targets), atau juga target instrumen (instrument
targets), seperti misalnya cadangan agregat (cadangan,
non-dipinjam cadangan, basis moneter atau nonborrowed
dasar) atau suku bunga (suku bunga federal funds atau
Treasury bill rate) yang lebih responsif terhadap alat
kebijakannya. (Ingatlah bahwa cadangan nonborrowed
adalah total cadangan dikurangi cadangan pinjaman, yang
merupakan jumlah pinjaman diskonto; nonborrowed base
adalah basis moneter dikurangi cadangan pinjaman; dan
suku bunga federal funds adalah suku bunga dalam dana
yang dipinjamkan overnight antar bank-bank).
Bank sentral menggunakan strategi ini karena
akan lebih mudah untuk mencapai tujuan dengan
mengarahkan pada target dibandingkan dengan mengarah
pada tujuan secara langsung. Secara spesifik, dengan
menggunakan intermediate dan operating targets, bank
sentral dapat lebih cepat dalam menilai apakah
kebijakan-kebijakan sudah berada di jalan yang benar,
dan bukannya hanya menunggu hingga bisa melihat hasil
akhir dari kebijakannya terhadap tingkat pekerja dan
level harga. Sebagai analogi, NASA menggunakan strategi
menggunakan target ketika mereka berusaha untuk
mengirimkan sebuah pesawat ulang alik ke bulan. Mereka
akan mengecek untuk melihat apakah pesawat ini
diposisikan dengan benar ketika pesawat meninggalkan
atmosfir ( hal ini sebagai “ target operasi” (operating
target)NASA). Jika pesawat ini berada diluar jalur pada
tahapan ini, para insinyur NASA akan menyesuaikan mesin
pendorongannya (sebuah alat kebijakan) untuk bisa
kembali ke targetnya. NASA dapat mengecek kembali
posisi pesawat ini ketika sudah setengah jalan menuju
bulan (“target antara (Intermediate target)” NASA) dan
dapat memberikan koreksi lain jika memang diperlukan.
Strategi bank sentral juga bekerja dalam cara
yang sama. Seandainya tujuan tingkat pekerja dan
tingkat harga bank sentral ini konsisten dengan sebuah
tingkat pertumbuhan GDP nominal 5%. Jika bank sentral
merasa bahwa tingkat pertumbuhan GDP nominal 5% akan
dapat dicapai oleh sebuah tingkat pertumbuhan 4% untuk
M2 (intermediate targetnya), yang kemudian akan
diacapai oleh sebuah tingkat pertumbuhan 3,5% untuk
basis moneter (operating targetnya), maka bank sentral
akan melaksanakan operasi pasar terbuka (alatnya) untuk
mencapai pertumbuhan 3,5% dalam basis moneter. Setelah
mengimplementasikan kebijakan ini, bank sentral dapat
menemukan bahwa basis moneter tumbuh terlalu lambat,
katakanlah pada tingkat 2%; kemudian, mereka dapat
mengoreksi pertumbuhan yang lambat ini dengan
meningkatkan jumlah pembelian pasar terbuka. Di suatu
waktu kemudian, bank sentra akanmulai melihat bagaimana
kebijakan ini mempengaruhi tingkat pertumbuhan uang
beredar. Jika M2 mengalami pertumbuhan terlalu cepat,
katakanlah pada tingkat 7%, maka bank sentral bisa
memutuskan untuk mengurangi pembelian pasar terbuka
atau membuat penjualan pasar terbuka untuk mengurangi
tingkat pertumbuhan M2.
Salah satu cara memikirkan strategi ini adalah
bahwa bank sentral menggunakan operating dan
intermediate targetnya untuk mengarahkan kebijakan
moneter (pesawat ulang alik) menuju pencapaian
tujuannya. Setelah pengaturan awal dari alat-alat
kebijakan (tinggal landas), sebuah operating target
seperti misalnya basis moneter, yang dapat dikontrol
oleh bank sentral secara langsung, digunakan untuk
melakukan riset pada alat-alat kebijakan sehingga
kebijakan moneter disalurkan untuk mencapai target
antara di tingkat pertumbuhan uang beredar tertentu.
Koreksi di pertengahan jalan dalam alat-alat kebijakan
ini dapat dibuat sekali lagi ketika bank sentral
melihat apa yang terjadi terhadap intermediate
targetnya, sehingga mengarahkan kebijakan moneter agar
bisa mencapai tujuannya dalam hal Penyediaan lapangan
kerja yang tinggi dan stabilitas harga (pesawat ulang
alik meluncurkan satelit di orbit yang sesuai).
2.2.2 Memilih Target
Terdapat dua tipe variabel target yang berbeda:
suku bunga dan agregat (agregat moneter dan agregat
reserve). Dalam contoh, bank sentral memilih tingkat
pertumbuhan 4% untuk M2 dalam mencapai tingkat
pertumbuhan 5% untuk GDP nominal. Mereka bisa saja
memilih untuk menurunkan suku bunga dalam Treasury
bills tiga-bulan menjadi, katakanlah 3% untuk mencapai
tujuan yang sama. Bank sentral tidak bisa memilih untuk
mengejar target-target pada waktu yang bersamaan.
Aplikasi analisa penawaran dan permintaan dalam pasar
uang seperti yang telah diketahui mengapa bank sentral
harus memilih yang satu dibanding yang lainnya.
Sarana dari bank
sentral
Operasi pasar terbuka
Kebijakan diskon
Operasi ( intrumen)
target
Cadangan
agregat(cadangan, non-
dipinjam cadangan,
basis moneter atau
nonborrowed dasar)
Tujuan
penyediaan
lapangan kerja
yang tinggi,
stabilitas
harga,stabilit
Intermediet
TargetAgregat moneter
( M1,M2,M3)
Suku bunga (jangka
Pertama-tama melihat mengapa sebuah target
agregat moneter melibatkan kehilangan kontrol atas suku
bunga. Sebuah diagram penawaran dan permintaan untuk
pasar uang. Meskipun bank sentral mengharapkan kurva
permintaan untuk uang berada di Md*, hal ini
berfluktuasi dantara Md’ dan Mdn karena adanya
peningkatan atau penurunan yang tidak diharapkan
(unexpected) dalam output atau perubahan dalam level
harga. Kurva permintaan uang juga dapat bergeser karena
preferensi publik mengenai menahan obligasi versus uang
dapat mengalami perubahan. Jika agregat moneter bank
sentral menarget pada sebuah tingkat pertumbuhan 4%
dalam M2 menghasilkan sebuah uang beredar M*, hal ini
mengekspektasikan suku bunga akan i*. Meski demikian,
seperti yang diindikasikan oleh angka, fluktuasi dalam
kurva permintaan uang antara Md’ dan Md” akan
menghasilkan sebuah suku bunga yang berfluktuasi antara
i’ dan i”. Mengejar sebuah target agregat moneter
mengimplikasikan bahwa suku bunga akan berfluktuasi.
Diagram penawaran dan permintaan menunjukkan
konsekuensi sebuah target yang ditentukan pada suku
bunga i*. Sekali lagi, bank sentral mengharapkan kurva
permintaan uang untuk berada pada Md*, tapi hal ini
berfluktuasi antara Md’ dan Md” karena adanya perubahan
yang tidak diharapkan dalam output,
Suku
bunga
Kuantitas
uang
tingkat harga atau preferensi publik terhadap menahan
uang (holding money). Jika kurva permintaan turun
drastis pada Md’, suku bunga akan mulai turun drastis
dibawah i*, dan harga obligasi akan naik. Dengan sebuah
target suku bunga, bank sentral akan mencegah suku
bunga untuk mengalami penurunan dengan jalan menjual
obligasi untuk menggerakkan harga mereka ke bawah dan
suku bunga kembali naik ke level sebelumnya. Bank
sentral akan membuat penjualan pasar terbuka (open
market sales) hingga uang beredar mengalami penurunan
ke Ms’, dimana suku bunga ekuilibrium sekali lagi
berada pada i*. Sebaliknya, jika kurva permintaan
Suku
bunga
Kuantitas
uang
Target Suku
bunga, i*
mengalami kenaikan ke Md” dan mengerek naik suku bunga,
bank sentral akan menjaga agar suku bunga tidak naik
lebih jauh dengan jalan membeli obligasi untuk menjaga
agar harganya tidak jatuh. Bank sentral akan membuat
pembelian pasar terbuka (open market purchases) hingga
money supply naik ke Ms” dan suku bunga ekuilibrium
adalah i*. Kelekatan bank sentral pada target suku
bunga mengarah pada penawaran uang berfluktuasi serta
fluktuasi dalam cadangan agregat seperti misalnya basis
moneter.
Kesimpulan dari analisa penawaran dan
permintaan adalah bawha target agregat moneter dan suku
bunga tidaklah kompatibel: Sebuah bank sentral bisa
menembak satu target atau yang lainnya, tapi tidak
keduanya. Karena sebuah pilihan antara kedua target ini
harus dibuat, kita perlu memeriksa kriteria apa yang
harus digunakan untuk memutuskan variabel target.
2.2.3 Kriteria untuk Memilih Target Menengah
Rasionalitas dibalik strategi bank sentral
dalam menggunakan target menyatakan tiga kriteria untuk
memilih sebuah target menengah: Hal ini harus dapat
diukur (measurable), harus pula dapat dikontrol
(controllable) oleh bank sentral, dan hal ini harus
bisa memberikan pengaruh yang dapat diprediksikan
terhadap tujuan.
Ukuran
Pengukuran yang cepat dan akurat terhadap variabel
target menengah sangatlah diperlukan, karena target
menengah akan sangat berguna hanya jika hal ini
memberikan sinyal dengan cepat ketika kebijakan sudah
menyimpang dari jalur. Manfaat yang diberikannya bagi
bank sentral yang berencana untuk menembak sebuah level
pertumbuhan 4% untuk M2 jika mereka tidak memiliki cara
yang cepat dan akurat dalam mengukur M2? Data dalam
agregat moneter diperoleh setelah sebuah penundaan dua
minggu, dan data suku bung sudah tersedia. Data dalam
sebuah variabel seperti GDP yang berfungsi sebagai
sebuah tujuan, sebaliknya, disusun secara kuartal dan
disediakan dengan penundaan satu bulan. Selain itu,
data GDP kurang akurat dibandingkan dengan data agregat
moneter atau suku bunga. Dalam basis ini saja,
memfokuskan pada suku bunga dan agergat moneter sebagai
intermediate target dan bukannya pada sebuah tujuan
seperti GDP dapat memberikan sinyal yang lebih jelas
mengenai status kebijakan bank sentral.
Pada pandangan pertama, suku bunga tampaknya dapat
lebih mudah diukur dibandingkan agregat moneter dan
karenanya lebih berguna sebagai intermediate target.
Tidak hanya data-data dalam suku bunga bisa tersedia
secara lebih cepat dibandingkan dengan agregat moneter,
tapi mereka juga dapat diukur dengan lebih akurat dan
lebih jarang direvisi, berkebalikan dengan agregat
moneter, yang merupakan subyek sejumlah besar revisi
(Meski demikian, seperti suku bunga yang dihitung
dengan cepat dan diukur, suku bunga nominal, biasanya
merupakan sebuah perhitungan buruk terhadap real cost
borrowing, yang mengindikasikan dengan lebih pasti
tentang apa yang akan terjadi pada GDP. Real cost
borrowing ini dihitung lebih akurat dengan suku bunga
riil – suku bunga disesuaikan untuk expected inflation
(ir=i-πe). Sayangnya, suku bunga riil ini sangat sulit
untuk dihitung, karena kita tidak memiliki cara yang
langsung untuk mengukur expected inflation. Karena suku
bunga dan agregat moneter memiliki permasalahan dalam
perhitungan/measurability, masih tidak jelas apakah
salah satu diantara keduanya harus dipilih sebagai
intermediate target jika dibandingkan dengan yang
lainnya.
Pengontrolan
Sebuah bank sentral harus dapat melaksanakan
kontrol yang efektif terhadap sebuah variabel jika
mereka ingin berfungsi sebagai sebuah target yang
berguna. Jika bank sentral tidak dapat mengontrol
sebuah intermediate target, mengetahui bahwa target
sudah menyimpang dari jalurnya tidak akan banyak
berguna, karena bank sentral tidak memiliki cara untuk
bisa mengembalikan target kembali ke jalurnya. Beberapa
ahli ekonomi telah menyatakan bahwa GDP nominal harus
digunakan sebagai sebuah intermediate target, tapi
karena bank sentral hanya memiliki sedikit kontrol
langsung terhadap GDP nominal, hal ini tidak akan dapat
memberikan lebih banyak panduan mengenai bagaimana the
Fed harus menentukan alat kebijakannya. Sebuah bank
sentral memiliki sejumlah besar kontrol terhadap
agregat moneter dan suku bunga.
Pembahasan kami mengenai proses uang beredar
dan alat kebijakan bank sentral mengindikasikan bahwa
sebuah bank sentral tidak memiliki kemampuan untuk
melaksanakan sebuah efek yang kuat terhadap uang
beredar, meski kontrolnya tidak sempurna. Kita juga
telah melihat bahwa operasi pasar terbuka (open market
operations) dapat digunakan untuk menentukan suku bunga
dengan jalan secara langsung mempengaruhi harga
obligasi. Karena sebuah bank sentral dapat menentukan
suku bunga secara langsung, dimana mereka tidak dapat
sepenuhnya mengontrol uang beredar, akan tampak bahwa
suku bunga mendominasi agregat moneter dalam hal
kriteria controllability. Meski demikian, sebuah bank
sentral tidak dapat menentukan suku bunga riil, karena
mereka tidak memiliki kontrol atas over expectation
inflasi. Jadi, sekali lagi, sebuah kasus yang jelas
tidak bisa dikatakan bahwa suku bunga lebih disukai
dibandingkan agregat moneter sebagai sebuah
intermediate target ataupun sebaliknya.
Pengaruh yang Dapat Diprediksikan terhadap Tujuan
Karakteristik yang paling penting dan harus
dimiliki oleh sebuah variabel untuk bisa menjadi sebuah
intermediate yang berguna adalah bahwa variabel ini
harus memiliki dampak yang dapat diprediksikan terhadap
sebuah tujuan. Jika sebuah bank sentral dapat secara
akurat dan cepat menghitung harga teh di Cina dan dapat
sepenuhnya mengontrol harganya, Bank sentral tidak
dapat menggunakan harga teh di Cina untuk mempengaruhi
pengangguran atau level harga di negaranya. Karena
kemampuan untuk mempengaruhi tujuan ini sangatlah
kritis bagi manfaat sebuah variabel intermediate-
target, keterkaitan uang beredar dan suku bunga dengan
tujuan – output, pekerja, dan level harga – adalah
masalah yang masih banyak diperdebatkan. Bukti mengenai
apakah tujuan-tujuan ini memiliki hubungan yang lebih
dekat (lebih dapat diprediksikan) dengan uang beredar
dibandingkan dengan suku bunga.
2.2.4 Kriteria untuk Memilih Target Operasi
Pilihan untuk mendapatkan sebuah target operasi
bisa didasarkan pada kriteria yang sama yang digunakan
untuk mengevaluasi intermediate targets. Baik suku
bunga federal funds dan agregat reserve dihitung secara
akurat dan tersedia setiap hari hampir tanpa penundaan.
Ketika kita melihat pada kriteria ketiga, kita bisa
memikirkan intermediate target sebagai tujuan untuk
target operasi. Sebuah target operasi yang memiliki
sebuah dampak yang lebih dapat diprediksi terhadap
target intermediate yang paling diinginkan akan lebih
disukai. Jika target intermediate yang diinginkan
adalah suku bunga, target operasi yang lebih disukai
adalah variabel suku bunga seperti misalnya suku bunga
federal funds karena suku bunga terikat erat terhadap
satu sama lain. Karena tampaknya tidak ada banyak
alasan untuk memilih sebuah suku bunga dibandingkan
agregat reserve dalam basis pengukuran atau
pengontrolan, pilihan mengenai target operasi mana
yang lebih baik akan terletak pada pemilihan tujuan
dari target operasi.
2.3 Prosedur Kebijakan Fed dalam Perspektif Historis
Kata bijak yang terkenal “Jalan menuju neraka
dilapisi dengan niat baik” berlaku juga bagi Federal
Reserve seperti halnya berlaku bagi manusia. Memahami
tujuan sebuah bank sentral dan strategi-strategi yang
dapat digunakannya untuk mencapai tujuan tersebut tidak
bisa menjelaskan bagaimana kebijakan moneter
sesungguhnya dilakukan. Untuk memahami hasil praktis
dari landasan teoretis, harus melihat pada bagaimana
bank sentral sesungguhnya melaksanakan kebijakan
moneter di masa lalu. Perspektif historik ini tidak
hanya menunjukkan bagaimana bank sentral melaksanakan
tugas dan kewajibannya tapi juga akan membantu
menginterpretasikan aktivitas the Fed dan melihat ke
mana kebijakan moneter AS akan mengarah di masa depan.
2.3.1 Tahun-Tahun Awal: Kebijakan Diskonto sebagai
Instrumen Utama
Ketika the Fed didirikan, mengubah suku bunga
diskonto merupakan instrumen utama dari kebijakan
moneter – the Fed masih belum menemukan bahwa open
market operation (operasi pasar terbuka) merupakan
instrumen yang lebih kuat untuk uang beredar, dan
Federal Reserve Act tidak membuat peraturan perubahan-
perubahan giro wajib. Prinsip yang perlu dipegang untuk
pelaksanaan keijakan moneter adalah selama pinjaman
diberikan untuk tujuan yang “produktif” – yakni, untuk
mendukung produksi barang dan jasa – menyediakan
cadangan pada sistem perbankan untuk menyalurkan
pinjaman tidak akan bersifat inflationary. Teori ini,
kini sepenuhnya diragukan, dikenal sebagai real bills
doctrine. Dalam prakteknya, hal ini berarti bahwa the
Fed akan memberikan pinjaman terhadap bank komersil
anggota ketika mereka menunjukkan eligible paper
(surat-surat yang memenuhi syarat) pada discount, yaitu
pinjaman untuk memfasilitasi produksi dan penjualan
barang dan jasa sejak 1920an, the Fed tidak melakukan
operasi diskonto dengan cara ini). Tindakan the Fed
dalam memberikan pinjaman kepada bank anggota pada
awalnya disebut rediscounting, karena pinjaman bank
yang asli kepada pengusaha dibuat dengan
mendiskonto(memberikan pinjaman kurang dari) nilai
pokok (facevalue), pinjaman tersebut, dan the Fed akan
mendiskontonya lagi. (lama kelamaan, ketika titik berat
the Fed pada eligible paper berkurang, pinjaman the Fed
kepada bank-bank dikenal sebagai discount, dan suku
bunga atas pinjaman ini dikenal sebagai suku bunga
diskonto, yang merupakan terminologi yang kita gunakan
hingga saat ini.
Di akhir Perang Dunia I, kebijakan the Fed dalam
me-rediscounting eligible paper dan mempertahankan suku
bunga rendah untuk me-rediscount eligible paper dan
mempertahankan suku bunga rendah untuk
membantu(Bendahara Negara) membiayai perang telah
membawa perekonomian pada inflasi meningkat pada tahun
1919 dan 1920, tingkat inflasi rata-rata 14%. The Fed
memutuskan bahwa hal ini tidak konsisten dengan tujuan
stabilitas harga, dan untuk yang pertama kali
kebijakan pasif yang disarankan oleh real bills
doctrine karena hal ini tidak konsisten dengan tujuan
stabilitas harga, dan untuk pertama kalinya the Fed
menerima tanggungjawab untuk memainkan memainkan
peranan aktif dalam mempengaruhi perekonomian. Di bulan
Januari 1920, the Fed menaikkan suku bunga dari 4¾%
menjadi 6%, lompatan terbesar dalam sejarah, dan pada
akhirnya menaikkannya menjadi 7% di bulan Juni 1920,
dimana secara perlahan terus bertahan selama hampir
setahun. Hasil dari kebijakan ini adalah penurunan yang
tajam dalam jumlah uang yang beredar dan sebuah resesi
tajam di tahun 1920-1921. Meski kesalahan untuk resesi
ini dapat secara jelas dapat diletakkan pada the Fed,
pada satu sisi, kebijakan the Fed sangatlah sukses:
Setelah awal penurunan tingkat harga,laju inflasi turun
menjadi nol, menghiasi jalan untuk Tahun Dua Puluhan
yang sejahtera.
2.3.2 Penemuan Operasi Pasar Terbuka
Di awal tahun 1920an, sebuah peristiwa yang
penting terjadi: The Fed secara tidak sengaja menemukan
operasi pasar terbuka (open market operation). Ketika
the Fed didirikan, revenue-nya berasal terutama dari
suku bunga yang diterimanya atas pinjaman diskonto yang
diberikannya kepada bank anggota. Setelah resesi tahun
1920-1921, volume pinjaman diskonto menurun drastis dan
the Fed menjadi tertekan penghasilannya. The Fed harus
mengatasi permasalahan ini dengan membeli sekuritas
yang memberikan penghasilan. Dalam melakukannya, the
Fed menyadari bahwa cadangan di dalam sistem perbankan
tumbuh semakin besardan terdapat ekspansi ganda dari
pinjaman bank dan deposito. Hasil ini tampak jelas saat
ini, tapi bagi the Fed saat itu, hal tersebut merupakan
kejutan. Instrumen kebijakan moneter yang baru
dilahirkan, dan pada akhir tahun 1920an, instrumen
tersebuti merupakan senjata yang paling penting dalam
persenjataan the Fed.
2.3.3 Depresi Besar
Ledakan pasar saham di tahun 1928 dan 1929
menciptakan sebuah dilema bagi the Fed. The fed ingin
meredakan ledakan ini dengan meningkatkan suju bunga
diskonto, tapi the fed enggan melakukannya, karena hal
ini berarti menaikkan suku bunga bagi bisnis dan
individu yang mempunyai keperluan untuk kredit.
Akhirnya, di bulan Agustus 1929, the Fed menaikkan suku
bunga diskonto, tapi ternyata sudah terlambat;
kelebihan spekulatif dari ledakan pasar telah terjadi
dan tindakan the Fed hanya memperparah runtuhnya pasar
modal dan mendorong perekonomian kedalam resesi.
Kelemahan perekonomian, khususnya dalam sektor
pertanian, menyebabkan apa yang disebutkan oleh Milton
Friedman dan Anna Schwartz sebagai sebuah “Kekhawatiran
yang menular” yang memicu penarikan uang yang
substansial dari bank-bank, membuat kepanikan yang
berkembang di bulan November dan Desember 1930. Selama
dua tahun berikutnya, the Fed duduk diam sementara
kepanikan satu bank dan yang lain terjadi, , dan puncak
kepanikan di bulan Maret 1933, pada presiden yang baru,
Franklin Delano Roosevelt, mendeklarasikan hari libur
bank. (Mengapa the Fed gagal dalam peranannya sebagai
lender-of-last-resort.
Gelombang kepanikan bank dari tahun 1930 hingga
1933 merupakan kepanikan paling buruk dalam sejarah AS,
dan Roosevelt secara pandai merangkum permasalahan ini
dalam pernyataannya, “Satu satunya hal yang kita
khawatirkan adalah rasa khawatir itu sendiri.” Pada
saat kepanikan berakhir di Maret 1933, lebih dari
sepertiga bank komersil di Amerika Serikat mengalami
kebangkrutan.
2.3.4 Giro Wajib sebagai Instrumen Kebijakan
Amandemen Thomas atas undang-undang penyesuaian
pertanian tahun 1933 memberikan kekuasaan darurat
kepada dewan gubernur The Fed untuk mengubah giro wajib
dengan persetujuan presiden Amerika Serikat. Undang
undang Perbankan tahun 1935, kekuasaan darurat ini
diperluas untuk mengizinkan the Fed mengubah giro wajib
tanpa persetujuan presiden.
Penggunaan pertama giro wajib sebagai sebuah
instrumen pengendalian moneter membuktikan bahwa
Federal Reserve dapat menambah kesalahan yang telah
dilakukan selama kepanikan bank di awal tahun 1930an.
Di akhir tahun 1935, bank-bank meningkatkan kelebihan
cadangan (excess reserve) yang mereka pegang hingga
suatu tingkat tertentu, sebuah strategi yang logis
dengan, mempertimbangkan temuan mereka selama periode
tahun 1930-1933 bahwa the Fed tidak akan selalu
melakukan peranannya sebagai lender of last resort
(pihak yang meminjamkan di saat tidak ada yang mau
meminjamkan). Para bankir sekarang mengerti bahwa
mereka seharusnya melindungi diri mereka sendiri
terhadap sebuah bank yang dijalankan dengan memegang
sejumlah besar kelebihan cadangan. The Fed memandang
kelebihan cadangan sebagai sebuah masalah yang
membuatnya semakin sulit untuk melaksanakan
pengendalian moneter.
Khususnya, the Fed mengkhawatirkan bahwa
kelebihan cadangan ini dapat dipinjamkan dan akan
menghasilkan “ekspansi kredit yang tidak dapat
dikendalikan di masa depan”. Untuk meningkatkan
pengendalian moneter, the Fed meningkatkan kelebihan
cadangan dalam tiga tahapan: Agustus 1936, Januari 1937
dan Mei 1937. Hasil dari tindakan ini adalah, seperti
yang kita harapkan dari model uang beredar, sebuah
perlambatan pertumbuhan uang di akhir tahun 1936 dan
sebuah penurunan aktual di tahun 1937. Resesi tahun
1937-1938, yang dimulai di bulan Mei 1937, adalah
resesi yang parah dan khususnya mengesalkan bagi para
masyarakat Amerika karena bahkan sejak awal,
pengangguran yang ada sangatlah tinggi. Jadi tidak
hanya kelihatannya the Fed bersalah atas keparahan
kontraksi Great Depression di tahun 1929-1933.
2.3.5 Pembiayaan Perang dan Pemancangan Suku Bunga:
1942-1951
Dengan masuknya Amerika Serikat ke dalam Perang
Dunia II di akhir tahun 1941, pengeluaran pemerintah
melambung tinggi, dan untuk membiayainya, Departemen
Keuangan AS mengeluarkan sejumlah besar obligasi. The
Fed setuju untuk membantu Treasury untuk membiayai
perang dengan murah dengan memancangkan suku bunga pada
tingkat rendah yang terjadi sebelum perang: 3/8% atas
Treasury bills dan 2½% dalam obligasi Treasury
berjangka panjang. Setiap suku bunga meningkat diatas
tingkat ini, dan harga obligasi mulai mengalami
penurunan, the Fed akan melakukan pembelian pasar
terbuka, dengan demikian hasilnya adalah pertumbuhan
yang cepat dalam uang primer dan uang. Hasilnya adalah
pertumbuhan pesat dalam basis moneter dan uang beredar.
The Fed kemudian melepaskan kendali kebijakan moneter
untuk memenuhi kebutuhan pembiayaan pemerintah.
Ketika perang berakhir, the Fed terus
memancangkan suku bunga, dan karena terdapat sedikit
tekanan terhadap suku bunga untuk naik, kebijakan ini
tidak menghasilkan pertumbuhan uang beredar yang
meledak. Ketika Perang Korea pecah di tahun 1950, suku
bunga mulai merangkak naik, dan the Fed mendapati bahwa
ia sekali lagi dipaksa untuk melakukan ekspansinuamg
primer pada tingkat yang cepat. Oleh karena inflasi
mulai memanas (indeks harga konsumen meningkat 8%
antara tahun 1950 dan 1951), the Fed memutuskan bahwa
itu adalah saat untuk melakukan kembali pengendalian
atas kebijakan moneter dengan melepas pancang suku
bunga. Debat yang seringkali pahit berkembang antara
the Fed dan Treasury, yang ingin mempertahankan biaya
bunga rendah antara the fed dan treasury yang ingin
mempertahankan biaya bunga rendah dan mendukung
keberlanjutan pagu suku bunga yang rendah. Di bulan
Maret 1951, the Fed dan Treasury mencapai kesepakatan
yang dikenal dengan the Accord, dimana pagu dilepas
tapi the Fed berjanji tidak akan mengizinkan suku bunga
meningkat secara cepat. Setelah pemilu Eisenhower
sebagai presiden di tahun 1952, the Fed diberikan
kebebasan penuh untuk melakukan tujuan kebijakan
moneternya.
2.3.6 Menargetkan Kondisi Pasar Uang: Tahun 1950an dan
1960an
Dengan kebebasannya yang diperoleh kembali,
Federal Reserve, dibawah kepemimpinan William McChesney
Martin Jr, memandangan bahwa kebijakan moneter harus
dilandaskan pada pertimbangan intuitif berdasarkan
perasaan bagi pasar uang. Prosedur kebijakan yang
dihasilkan dapat dijelaskan sebagai satu yang
ditargetkan the Fed pada kondisi pasar uang, dan
khususnya terhadap suku bunga.
Karakteristik penting dari prosedur kebijakan
ini adalah prosedur kebijakan ini menyebabkan
pertumbuhan uang beredar yang lebih cepat ketika
perekonomian mengalami resesi. Dengan adanya kenaikan
suku bunga, the Fed akan membeli obligasi untuk
mendorong tingkat harga meningkat dan menurunkan suku
bunga hingga tingkat yang mereka targetkan. Kenaikan
uang primer yang dihasilkan menyebabkan uang beredar
meningkat dan siklus usaha mengalami ekspansi disertai
dengan tingkat pertumbuhan uang yang lebih cepat.
Diringkas:
Y↑ i↑ MB↑ M↑
Dalam kondisi resesi, urut urutan kejadian yang
berlawanan akan terjadi, dan penurunan pendapatan akan
disertai oleh tingkat pertumbuhan uang beredar yang
lebih lambat (Y↓ M↓).
Masalah lebih lanjut lain berkaitan dengan
penggunaan suku bunga sebagai instrumen operasi utama
adalah bahwa instrumen ini dapat mendorong spiral yang
keluar dari kendali. Ketika inflasi dan selanjutnya
perkiraan inflasi meningkat, suku bunga nominal
meningkat melalui dampak Fisher. Jika the Fed mencoba
mencegah kenaikan ini dengan membeli obligasi, hal ini
juga akan mendorong peningkatan uang primer dan uang
beredar:
π↑ πe↑ i↑ MB↑ M↑
Tingkat inflasi yang lebih tinggi akan dapat
menyebabkan kenaikan uang beredar, yang selanjutnya
akan meningkatkan tekanan inflasi lebih jauh lagi.
Di akhir tahun 1960an, muncul kritik terhadap
kebijakan moneter yang prosiklik oleh ahli ekonomi
moneter terkemuka seperti Milton Friedman, Karl Brunner
dan Allan Meltzer dan perhatian terhadap inflasi pada
akhirnya mendorong the Fed melepas fokusnya pada
kondisi pasar uang.
2.3.7 Menargetkan Agregat Moneter: Tahun 1970an
Di tahun 1970, Arthur Burns ditunjuk sebagai
ketua Dewan Gubernur, dan the Fed berkomitmen untuk
menggunakan agregat moneter sebagai target antara.
Apakah kebijakan moneter berhenti menjadi prosiklus?
Jawaban dari pertanyaan-pertanyaan ini , yang
menyatakan bahwa komitmennya dalam menarget agregat
moneter tidaklah terlalu kuat.
Setiap enam minggu, Federal Open Market Commite
(FOMC) akan menentukan rentang target untuk tingkat
pertumbuhan beragam agregat moneter dan akan menentukan
berapa bunga federal funds (suku bunga atas dana yang
dipinjamkan antar bank) yang dianggap konsisten dengan
tujuan ini. Rentang target untuk pertumbuhan dalam
agregat moneter ini cukup luas – rentang khas untuk
pertumbuhan M1 bisa jadi 3% ke 6%; untuk M2, 4 hingga
7% - sementara rentang untuk suku bunga federal funds
termasuk bentang yang sempit, katakanlah dari 1 ½%
hingga 8 ¼%. Meja perdagangan di Federal Reserve Bank
of New York kemudian diinstruksikan untuk memenuhi
kedua set target ini, tapi seperti yang kita lihat
sebelumnya, target suku bunga dan target agregat
moneter mungkin tidak kompatibel terhadap satu sama
lain. Jika dua target ini tidak kompatibel –
katakanlah, suku bunga federal funds mulai merangkak
naik lebih tinggi diatas batas atas targetnya ketika M1
tumbuh terlalu cepat – meja perdagangan diperintahkan
untuk memberikan prioritas pada target suku bunga
federal funds. Di dalam situasi yang baru saja
dideskripsikan, hal ini berarti bahwa meski pertumbuhan
M1 terlalu tinggi, meja perdagangan akan melakukan
pembelian pasar terbuka untuk menjaga agar suku bunga
federal funds tetap berada di rentang targetnya.
The Fed sebenarnya menggunakan suku bunga
federal funds sebagai instrument operasinya. Selama
periode enam minggu antara pertemuan FOMC, sebuah
kenaikan yang tidak diharapkan (yang akan menyebabkan
suku bunga federal funds mengenai batas atas rentang
targetnya) kemudian akan mendorong pembelian pasar
terbuka dan pertumbuhan uang beredar terlalu cepat.
Ketika FOMC bertemu kembali, mereka akan berusaha untuk
membawa pertumbuhan uang beredar ini kembali ke
jalurnya dengan jalan menaikkan rentang target suku
bunga federal funds. Meski demikian, jika pendapatan
terus mengalami kenaikan yang tidak diharapkan ini,
pertumbuhan uang kembali akan melonjak lagi. Inilah
yang terjadi dari Juni 1972 hingga Juni 1973, dimana
perekonomian meledak diluar harapan: pertumbuhan M1
jauh melampaui targetnya, meningkat pada kurang lebih
laju 8%, sementara suku bunga federal funds merangkak
naik dari 4 ½% hingga 8 ½%. Perekonomian dengan cepat
menjadi terlalu panas, dan tekanan inflasi mulai
menumpuk.
Rantai peristiwa kebalikannya terjadi di
akhir tahun 1974, ketika kontraksi perekonomian menjadi
jauh lebih parah dibandingkan dengan yang pernah
diprediksikan. Suku bunga federal funds mengalami
penurunan dramatis, dari lebih dari 12% menjadi 5%, dan
secara persisten membentur batas bawah rentang
targetnya. Meja perdagangan melakukan open market sales
untuk menjaga agar suku bunga federal funds tidak lagi
menurun, dan pertumbuhan yang mengalami penurunan
cepat, secara aktual bernilai negatif di awal tahun
1975. Jelasnya, penurunan yang drastis dalam
pertumbuhan uang ketika Amerika Serikat mengalami salah
satu kontraksi ekonomi terburuk di era pasca perang
adalah sebuah kesalahan yang serius.
Menggunakan suku bunga federal funds sebagai
sebuah instrumen operasinya mempromosikan kebijakan
moneter prosiklik meski adanya kebohongan the Fed
terhadap target agregat moneter. Jika Federal Reserve
benar-benar bermaksud untuk mengejar target agregat
moneter, tampaknya akan ganjil jika mereka memilih
sebuah suku bunga untuk sebuah instrumen operasinya dan
bukannya sebuah agregat reserve. Penjelasan atas
pilihan the Fed ini untuk menggunakan suku bunga
sebagai instrumen operasinya masih berkenaan dengan
mencapai stabilitas suku bunga dan keengganan untuk
melepaskan kontrol atas gerakan suku bunga.
Inkompatibilitas prosedur kebijakan the Fed dengan
intensi menarget agregat moneter telah menjadi sangat
jelas di Oktober 1979, ketika prosedur kebijakan the
Fed menjalani revisi yang drastis.
2.3.8 Prosedur Operasi Baru The Fed: Oktober 1979-
Oktober 1982
Di bulan Oktober 1979, dua bulan setelah Paul
Volckner menjadi ketua Board of Governors, the Fed
akhirnya menekankan kembali suku bunga federal funds
sebagai sebuah instrumen operasinya dengan jalan
memperluas rentang targetnya lebih dari lima kali
lipatnya. Sebuah rentang yang khas bisa jadi dari 10%
hingga 15%. Instrumen operasinya primer menjadi
nonborrowed reserves, yang akan ditentukan oleh the Fed
setelah mengestimasi volume discount loans yang akan
dipinjam oleh bank. Tidak mengherankan, suku bunga
federal funds mengalami fluktuasi yang lebih besar
setelah mereka menekankan kembali federal fund rate ini
sebagai sebuah instrumen operasinya. Hal yang
mengejutkan, adalah bahwa penekanan terhadap federal
funds target ini tidak menghasilkan dalam peningkatan
kontrol moneter: Setelah Oktober 1979, fluktuasi dalam
tingkat pertumbuhan uang beredar ini mengalami
peningkatan dan bukannya menurun seperti yang
diharapkan. Selain itu, the Fed melewatkan rentang
target pertumbuhan M1-nya dalam tiga tahun sejak kurun
waktu 1979-1982.
Terdapat beberapa jawaban yang mungkin atas
peristiwa ini. Yang pertama adalah bahwa perekonomian
terpapar pada sejumlah gejolak selama periode ini yang
membuat kontrol moneter lebih sulit: akselerasi inofasi
dan deregulasi finansial, yang menambahkan kategori-
kategori deposit baru seperti NOW accounts terhadap
penghitungan agregat moneter; pembebanan kontrol kredit
oleh the Fed dari Maret hingga Juli 1980, yang
membatasi pertumbuhan loan/pinjaman konsumen dan
bisnis; dan resesi back-to-back di tahun 1980 dan 1981-
1982.
Sebuah penjelasan yang lebih persuasif untuk
kontrol moneter yang buruk, adalah bahwa mengontrol
uang beredar tidak pernah menjadi intensi pergeseran
kebijakan Volcker. Meski adanya pernyataan Volcker
tentang perlunya menarget agregat moneter, dia tidak
berkomitmen pada target-target ini. Namun, dia jauh
lebih peduli dalam menggunakan pergerakan suku bunga
untuk mengeluarkan inflasi dari perekonomian. Alasan
primer Volcker untuk mengubah prosedur operasi the Fed
adalah untuk membebaskan tangannya dalam memanipulasi
suku bunga dalam rangka memerangi inflasi. Akan perlu
untuk mengabaikan target suku bunga jika Volcker ingin
dapat menaikkan suku bunga dengan tajam ketika
perlambatan dalam perekonomian diperlukan untuk meredam
inflasi. Pandangan strategi Volcker ini menyatakan
bahwa kelekatan yang diumumkan oleh the Fed pada target
agregat moneter bisa jadi merupakan alasan semata untuk
menjaga agar the Fed tidak dipersalahkan atas tingginya
suku bunga yang terjadi sebagai akibat dari kebijakan
yang baru ini.
Gerakan suku bunga selama periode ini mendukung
interpretasi strategi the Fed ini. Setelah pengumuman
bulan Oktober 1979, suku bunga jangka pendek digerakkan
naik hingga hampir 5%, hingga di Maret 1980 suku bunga
ini melebihi 15%. Dengan pembebanan kontrol kredit di
bulan Maret 1980 dan penurunan pesat dalam GDP riil di
kuartal kedua tahun 1980, the Fed melonggarkan
kebijakannya dan memperbolehkan suku bunga untuk
menurun tajam. Ketika pemulihan dimulai di bulan Juli
1980, inflasi tetap persisten, masih melebihi 10%.
Karena perang melawan inflasi ini masih belum
dimenangkan, the Fed mengirimkan suku bunga jangka
pendek diatas level 15% untuk yang kedua kalinya.
Resesi tahun 1981-1982 dan penurunannya yang besar
dalam output dan meningkatnya pengangguran mulai
menurunkan inflasi. Dengan psikologi inflasi tampaknya
terpusat, suku bunga diijinkan untuk menurun.
Strategi anti-inflasi the Fed selama periode bulan
Oktober 1979 – Oktober 1982 tidaklah disengaja dan juga
cenderung tidak menghasilkan pertumbuhan yang mulus
dalam agregat moneter. Memang, fluktuasi yang besar
dalam suku bunga dan siklus bisnis, sama halnya dengan
inovasi finansial, membantu menghasilkan pertumbuhan
uang yang volatile (kerap berubah).
2.3.9 De-emphasis (Penekanan Kembali) pada Agregat
Moneter: Oktober 1982 – awal tahun 1990an
Di bulan Oktober 1982, dengan inflasi
terkendali, the Fed kembali pada sebuah kebijakan
memuluskan suku bunga. Mereka melakukan ini dengan
menempatkan lebih sedikit penekanan pada target agregat
moneter dan bergeser ke (discount loan borrowing)
sebagai sebuah instrumen operasinya. Untuk melihat
bagaimana sebuah target cadangan yang dipinjamkan
menghasilkan kestabilan suku bunga, mari kita lihat apa
yang terjadi ketika perekonomian meluas (Y↑) sehingga
suku bunga terkerek naik. Kenaikan dalam suku bunga
(i↑) meningkatkan insentif bagi bank untuk meminjam
lagi dari the Fed, sehingga cadangan yang dipinjamkan
mengalami kenaikan (DL↑). Untuk mencegah kenaikan dalam
cadangan yang dipinjamkan dari melebihi level target,
the Fed harus menurunkan suku bunga dengan menawarkan
harga obligasi melalui pembelian pasar terbuka. Hasil
dari margetkan cadangan yang dipinjamkan, adalah bahwa
the Fed dapat mencegah sebuah kenaikan dalam suku
bunga. Dengan melakukan ini, pembelian pasar terbuka
the Fed meningkatkan basis moneter (MB↑) dan mengarah
pada kenaikan dalam money supply (M↑), yang
menghasilkan sebuah asosiasi positif antara uang dan
income nasional (Y↑→ M↑). Secara skematis:
Y↑ i↑ DL↑ MB↑
M↑
Sebuah resesi menyebabkan terjadinya event yang
berkebalikan dengan ini: target cadangan yang
dipinjamkan mencegah suku bunga mengalami penurunan dan
menghasilkan penurunan tajam dalam basis moneter,
mengarah pada penurunan uang beredar (Y↓→M↓).
Penekanan kembali agregat moneter dan perubahan
ke target cadangan yang dipinjamkan mengarah pada
fluktuasi yang jauh lebih kecil dalam suku bunga
federal funds setelah Oktober 1982 tapi hal ini terus
memiliki fluktuasi yang besar dalam pertumbuhan uang
beredar. Terakhir, di bulan Februari 1987, the Fed
mengumumkan bahwa mereka tidak akan lagi menentukan
target M1. Pengabaian terhadap target M1 ini dilandasi
oleh dua hal. Yang pertama adalah ritme pesat inovasi
finansial dan deregulasi yang membuat definisi dan
penghitungan uang menjadi sangat sulit. Yang kedua
adalah karena terdapat gangguan dalam hubungan stabil
antara M1 dan aktivitas ekonomi. Dua argumen ini
menyatakan bahwa sebuah agregat moneter seperti
misalnya M1 mungkin tidak akan bisa menjadi sebuah
panduan yang reliable/dapat dipercaya untuk kebijakan
moneter. Sebagai akibatnya, the Fed mengalihkan
fokusnya pada agregat moneter M2 yang lebih luas, yang
dirasakannya memiliki sebuah hubungan yang lebih stabil
dengan aktivitas ekonomi. Meski demikian, di awal tahun
1990an, hubungan ini juga mengalami brokedown (putus),
dan di bulan Juli 1993, Ketua Board of Governors Alan
Greenspan bersaksi di hadapan Kongres bahwa the Fed
tidak akan lagi menggunakan target moneter, termasuk
M2, sebagai sebuah panduan untuk melaksanakan kebijakan
moneter. Terakhir, legislasi di tahun 2000
mengembangkan Federal Reserve Act yang menghilangkan
persyaratan agar the Fed melaporkan rentang target
untuk agregat moneter terhadap Kongres.
2.3.10 Penargetan Federal Funds Lagi: Awal tahun 1990an
dan Setelahnya
Mengabaikan agregat moneter sebagai panduan
untuk kebijakan moneter, Federal Reserve kembali
menggunakan sebuah federal funds target di awal tahun
1990an. Memang, dari akhir tahun 1992 hingga Februari
1994, sebuah periode satu tahun setengah, the Fed tetap
mempertahankan suku bunga federal funds ditargetkan
pada tingkat konstan 3%, sebuah level rendah yang
terakhir kali terilhat di tahun 1960an. Penjelasan atas
periode tak biasa yang memancang suku bunga federal
funds sangat rendah untuk kurun waktu yang panjang ini
adalah rasa takut dari sisi Federal Reserve bahwa
credit crunch memberikan tarikan terhadap perekonomian
(“headwinds” yang dirujuk oleh Greenspan) yang
menghasilkan sebuah pemulihan lamban dari resesi 1990-
1991. Dimulai di bulan Februari 1994, setelah
perekonomian kembali ke pertumbuhan yang pesat, the Fed
mulai melakukan antisipatif (langkah pembelian terlebih
dahulu) untuk memangkas tekanan inflasi masa depan
dengan jalan menaikkan suku bunga federal funds secara
bertahap hingga mencapai 6% di awal tahun 1995. The Fed
tidak hanya terlibat dalam tindakan preventif melawan
kemunculan inflasi, tapi mereka juga bertindak
antisipatif terhadap guncangan negatif permintaan.
Mereka menurunkan suku bunga federal funds di awal
tahun 1996 untuk berurusan dengan kemungkinan
perlambatan di dalam perekonomian dan mengambil langkah
dramatis mengurangi suku bunga federal funds hingga ¾
persen point ketika keruntuhan Pengelolaan Modal Jangka
Panjang (Long Term Capital Management) di musim gugur
tahun 1998 mengarah pada concern tentang kesehatan
sistem finansial. Dengan pertumbuhan perekonomian yang
kuat di tahun 1999, dan semakin meningkatnya fokus
mengenai inflasi, the Fed membalikkan jalur dan mulai
menaikkan suku bunga federal funds lagi. Tindakan tepat
waktu dari the Fed mempertahankan perekonomian tetap
berada di jalurnya, membantu menghasilkan ekspansi
siklus bisnis terpanjang selama sejarah AS. Dengan
pelemahan perekonomian, di bulan Januari 2001 (sebelum
awal resesi di bulan Maret 2001), the Fed kembali
membalikkan jalur dan mulai mengurangi suku bunga
federal funds dari ketinggian 6.5% hingga mendekati 1%.
Di bulan Februari 1994, dengan perubahan pertama
suku bunga federal funds dalam satu tahun setengah, the
Fed mengadopsi sebuah prosedur kebijakan baru. Bukannya
menjaga federal funds target sebagai rahasia, seperti
yang dilakukan sebelumnya, the Fed kini mengumumkan
perubahan suku bunga federal funds target-nya. Sekitar
2:15 p.m, setelah tiap pertemuan FOMC, the Fed kini
mengumumkan apakah suku bunga federal funds target ini
dinaikkan, diturunkan atau tetap sama. Pergerakan pada
transparansi yang lebih besar dari kebijakan the Fed
ini diikuti oleh gerakan lain, ketika di bulan Februari
1999 the Fed mengindikasikan bahwa di masa depan mereka
akan mengumumkan arah bias terkait kemana suku bunga
federal funds akan diarahkan di masa depan. Meski
demikian, ketidakpuasan dengan kebingungan yang
diciptakan oleh pengumuman bias ini untuk para
partisipan pasar mengakibatkan the Fed untuk merevisi
kebijakannya dan dimulai sejak bulan Februari 2002, the
Fed beralih ke sebuah pengumuman pernyataan yang
menguraikan “keseimbangan resiko” di masa mendatang,
baik menuju inflasi yang lebih tinggi atau sebuah
pelemahan perekonomian. Sebagai akibat dari pengumuman
ini, hasil dari pertemuan FOMC kini menjadi berita
besar, dan media mendedikasikan banyak perhatian pada
pertemuan FOMC, karena perubahan yang diumumkan dalam
suku bunga federal funds akan menjadi perubahan-
perubahan dalam suku bunga lain yang mempengaruhi
konsumen dan bisnis.
2.3.11 Pertimbangan Internasional
Semakin pentingnya perdagangan internasional
bagi perekonomian Amerika telah membawa pertimbangan
internasional ke hadapan pembuatan kebijakan Federal
Reserve di tahun-tahun belakangan ini. Di tahun 1985,
kekuatan dollar telah memberikan kontribusi pada sebuah
penurunan daya saing Amerika dengan bisnis-bisnis asing
lain. Dalam pernyataan publik, Ketua Volcker dan para
ofisial the Fed lainnya membuatnya jelas bahwa dollar
berada di nilai yang terlalu tinggi dan perlu untuk
diturunkan. Karena, kebijakan moneter ekspansi
(expansionary monetary policy) adalah salah satu cara
untuk menurunkan nilai dollar, maka tidaklah
mengherankan jika the Fed merekayasa sebuah akselerasi
dalam tingkat pertumbuhan agregat moneter di tahun 1985
dan 1986 dan bahwa nilai dollar kemudian menurun. Di
tahun 1987, para pembuat kebijakan di dalam the Fed
setuju bahwa dollar telah cukup mengalami penurunan,
dan jelasnya pertumbuhan moneter di Amerika Serikat
telah mengalami perlambatan. Tindakan kebijakan moneter
oleh the Fed ini didorong oleh proses koordinasi
kebijakan internasional (kesepakatan antara negara-
negara untuk memberlakukan kebijakan-kebijakan secara
kooperatif) yang mengarah pada Plaza Agreement di tahun
1985 dan Louvre Accord di tahun 1987 (lihat Box 3).
Pertimbangan internasional juga memainkan
sebuah peranan dalam keputusan the Fed untuk menurunkan
suku bunga federal funds sekitar ¾ persen point di
musim gugur tahun 1998. perhatian mengenai potensi
untuk sebuah krisis finansial dunia dalam kebangkitan
runtuhnya sistem finansial Rusia pada masa itu dan
kelemahan dalam perekonomian di luar neger, khususnya
di Asia, menstimulasi the Fed untuk mengambil langkah
dramatis dalam menenangkan pasar. Pertimbangan
internasional, meski bukan merupakan fokus primer
Federal Reserve, cenderung untuk menjadi sebuah faktor
utama dalam pelaksanaan kebijakan moneter Amerika di
masa depan.
2.3.12 Taylor rule, NAIRU dan Phillips Curve
Federal Reserve pada saat ini melakukan kebijakan
moneter dengan menentukan sebuah target untuk suku
bunga federal funds. Tapi bagaimana target ini dipilih?
John Taylor dari Stanford University telah muncul
dengan jawabannya, yang disebut sebagai Taylor rule
(Aturan Taylor). Taylor rule ini mengindikasikan bahwa
suku bunga federal funds harus diset sama dengan
tingkat inflasi ditambah sebuah fed funds rate riil
“ekuilibrium” (fed funds rate riil yang konsisten
dengan full employment dalam jangka panjang) ditambah
sebuah weighted average dari dua gap: (1) sebuah gap
inflasi, current inflation dikurangi sebuah target
rate, dan (2) sebuah gap output, deviasi persentase GDP
riil dari sebuah estimasi potensi level full
employment-nya. Aturan ini bisa ditulis sebagai
berikut:
Target suku bunga federal funds = tingkat inflasi +
fed funds rate riil ekuilibrium + ½ (gap inflasi) +
½ (gap output)
Taylor telah mengasumsikan bahwa tingkat fed funds
rate riil ekuilibrium adalah 2% dan bahwa target yang
tepat untuk inflasi juga akan menjadi 2%, dengan bobot
yang setara dari ½ dalam gap inflasi dan gap output.
Sebagai contoh tentang aturan Taylor dalam prakteknya
mengandikan bahwa tingkat inflasi adalah 3%, mengarah
pada gap inflasi positif 1% (=3%-2%) dan GDP riil
adalah 1% diatas potensinya, menghasilkan gap output
positif 1%. Kemudian aturan Taylor menyatakan bahwa
suku bunga federal funds haruslah ditentukan pada 6%
[=3% inflasi + 2% tingkat fed funds rate riil
ekuilibrium + ½ (1% gap inflasi) + ½ (1% gap output)].
Adanya gap inflasi dan gap output di dalam aturan
Taylor ini dapat mengindikasikan bahwa the Fed
seharusnya tidak hanya peduli mengenai mengontrol
inflasi, tapi juga meminimalkan fluktuasi siklus bisnis
dari output di sekeliling potesninya. perhatian
mengenai inflasi dan fluktuasi output ini konsisten
dengan banyak pernyataan oleh ofisial Federal Reserve
bahwa mengontrol inflasi dan menstabilkan output yang
riil adalah perhatian yang penting bagi the Fed.
Sebuah alternatif interpretasi adanya gap output
di dalam aturan Taylor adalah bahwa gap output ini
merupakan sebuah indikator inflasi masa depan seperti
yang ditetapkan dalam teori Phillips curve. Teori
Phillips curve mengindikasikan bahwa perubahan dalam
inflasi dipengaruhi oleh kondisi ekonomi relatif
terhadap kapasitas produktifnya, dan juga faktor-faktor
yang lain. Kapasitas produktif ini dapat diukur oleh
GDP potensial, yang merupakan sebuah fungsi tingkat
unemployment natural, tingkat pengangguran yang
konsisten dengan full employment.. Dengan kata lain,
teori ini menyatakan bahwa ketika tingkat unemployment
ini diatas NAIRU dengan output dibawah potensinya,
inflasi akan menurun, tapi jika tingkat unemployment
ini dibawah NAIRU dengan output diatas potensi, inflasi
akan naik. Sebelum tahun 1995, NAIRU dianggap berada di
sekitar angka 6%. Namun, dengan adanya penurunan dalam
unemployment sekitar 4% di akhir tahun 1990an, dengan
tanpa adanya kenaikan dalam inflasi dan bahkan sedikit
penurunan apapun, beberapa kritikus telah
mempertanyakan nilai teori Phillips curve. Entah mereka
mengklaim bahwa teori ini tidak bisa berfungsi lagi
atau percaya bahwa terdapt ketidakpastian yang besar
mengenai nilai NAIRU, yang bisa turun dibawah 5% untuk
alasan-alasan yang masih belum sepenuhnya jelas. Teori
Phillips curve ini kini sangatlah kontroversial, dan
kebanyakan ahli ekonomi percaya bahwa hal ini sebaiknya
tidak digunakan sebagai panduan untuk melaksanakan
kebijakan moneter.
Aturan Taylor melakukan pekerjaan yang bagus dalam
mendeskripsikan setting the Fed mengenai suku bunga
federal funds dibawah Ketua Greenspan. Memberikan
sebuah perspektif mengenai pelaksanaan the Fed dalam
kebijakan moneter dibawah Ketua Burns dan Volcker.
Selama periode Burns, dari 1970 hingga 1979, suku bunga
federal funds secara konsisten
lebih rendah dibandingkan dengan yang diindikasikan
oleh aturan Taylor. Fakta ini membantu menjelaskan
mengapa inflasi mengalami kenaikan dalam periode ini.
Selama periode Volcker, ketika the Fed berusaha untuk
menurunkan inflasi dengan cepat, funds rate ini secara
umum lebih besar dibandingkan dengan yang
direkomendasikan oleh aturan Taylor. Korespondensi yang
erat antara funds rate aktual dan rekomendasi aturan
Taylor selama era Greenspan mungkin membantu
menjelaskan mengapa performa the Feds sangatlah sukses
dalam tahun-tahun belakangan ini.