37
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap individu memiliki latar belakang yang berbeda dalam proses kehidupannya, mulai dari lahir hingga mencapai titik kedewasaannya. Sehingga di dalam diri setiap individu terdapat berbagai macam cara identifikasi serta perubahan melalui proses yang berbeda pula dan diharapkan menuju arah yang lebih baik. Di dalamnya terdapat hubungan timbal balik antara satu individu dengan individu lainnya dan dari identifikasi tersebut didapatkan pola tingkah laku dari hasil pemikiran yang panjang. Konsep diri memberikan kita kerangka acuan yang mempengaruhi manajemen kita terhadap situasi dan hubungan kita dengan orang lain. Kita mulai membentuk konsep diri saat usia muda. Masa remaja adalah waktu yang kritis ketika banyak hal secara kontinu mempengaruhi konsep diri. Konsep diri adalah citra subyektif dari diri dan pencampuran yang kompleks dari perasaan, sikap dan persepsi bawah sadar maupun sadar. Konsep diri dikembangkan melalui proses yang sangat kompleks yang 1

Kebutuhan psikososial

Embed Size (px)

Citation preview

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Setiap individu memiliki latar belakang yang

berbeda dalam proses kehidupannya, mulai dari lahir

hingga mencapai titik kedewasaannya. Sehingga di dalam

diri setiap individu terdapat berbagai macam cara

identifikasi serta perubahan melalui proses yang

berbeda pula dan diharapkan menuju arah yang lebih

baik. Di dalamnya terdapat hubungan timbal balik

antara satu individu dengan individu lainnya dan dari

identifikasi tersebut didapatkan pola tingkah laku

dari hasil pemikiran yang panjang.

Konsep diri memberikan kita kerangka acuan yang

mempengaruhi manajemen kita terhadap situasi dan

hubungan kita dengan orang lain. Kita mulai membentuk

konsep diri saat usia muda. Masa remaja adalah waktu

yang kritis ketika banyak hal secara kontinu

mempengaruhi konsep diri.

Konsep diri adalah citra subyektif dari diri dan

pencampuran yang kompleks dari perasaan, sikap dan

persepsi bawah sadar maupun sadar. Konsep diri

dikembangkan melalui proses yang sangat kompleks yang

1

melibatkan banyak variable. Keempat komponen konsep

diri adalah identitas, citra tubuh, harga diri dan

peran.

Konsep diri seseorang dinyatakan melalui sikap

dirinya yang merupakan aktualisasi orang tersebut.

Manusia sebagai organisme yang memiliki dorongan untuk

berkembang yang pada akhirnya menyebabkan ia sadar

akan keberadaan dirinya. Perkembangan yang berlangsung

tersebut kemudian membantu pembentukan konsep diri

individu yang bersangkutan.

Konsep diri dan persepsi tentang kesehatan sangat

berkaitan erat satu sama lain. Klien yang mempunyai

keyakinan tentang kesehatan yang baik akan dapat

meningkatka konsep diri. Tetapi sebaliknya, klien yang

memiliki persepsi diri yang negatif akan menimbulkan

keputusasaan.

Maka disini kami akan memaparkan tentang konsep

diri dalam keperawatan yang nantinya akan dibutuhkan

oleh kita selaku askep. Didalamnya terkandung 

komponen-komponen konsep diri, faktor pengaruh konsep

diri, dan proses keperawatan dalam konsep diri.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, dapat

diperoleh rumusan masalah sebagai berikut:

2

1. Apa itu konsep diri?

2. Komponen apa saja yang terdapat dalam konsep diri?

3. Apa saja yang mempengaruhi konsep diri?

4. Apa itu kehilangan dan berduka?

5. Apa itu individu?

6. Apa itu keluarga?

C. Tujuan

Tujuan dari pembuatan makalah ini, yaitu:

1. Untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Dasar

2. Untuk memahami tentang konsep diri

3. Mengetahui komponen yang terdapat dalam konsep

diri

4. Mengetahui apa saja yamg mempengaruhi konsep diri

5. Untuk memahami arti kehilangan dan berduka

6. Untuk memahami arti individu

7. Untuk memahami arti keluarga

BAB II

PEMBAHASAN

3

A. Definisi Konsep Diri

Konsep diri berasal dari bahasa inggris yaitu

“self concept” merupakan suatu konsep mengenai diri

individu itu sendiri yang meliputi bagaimana seseorang

memandang, memikirkan dan menilai dirinya sehingga

tindakan-tindakannya sesuai dengan konsep tentang

dirinya tersebut.

Konsep diri (self-concept) merupakan bagian dari

masalah kebutuhan psikososial yang tidak di dapat

sejak lahir, akan tetapi dapat dipelajari sebagai

hasil dari pengalaman seseorang terhadap dirinya.

Kensep diri ini berkembang secara bertahap sesuai

dengan tahap perkembangan psikososial seseorang.

Sebagai sebuah konstruk psikologi , konsep diri

didefenisikan secara berbeda oleh para ahli. Seifert

dan Hoffnung (1994), misalnya, mendefiniskan konsep

diri sebagai “suatu pemahaman mengenai diri arau ide

tentang diri sendiri” . Santrock (1996) menggunakan

istilah konsep diri mengacu pada evaluasi bidang

tertentu dari diri sendiri. Sementara itu, Atwater

4

(1987) menyebutkan bahwa konsep diri adalah

keseluruhan gambaran diri, yang meliputi persepsi

seseorang tentang diri, perasaan, keyakinan, dan

nilai-nilai yang berhubungan dengan dirinya.

Selanjutnya, Atwater mengidentifikasi konsep diri atas

tiga bentuk. Pertama, body image, kesadaran tentang

tubuhnya, yaitu bagaimana seseorang melihat dirinya

sendiri. Kedua, ideal self, yaitu bagaimana cita-cita

dan harapan-harapan seseorang mengenai dirinya.

Ketiga, social self, yaitu bagaimana orang lain

melihat dirinya.

Menurut Burns (1982), konsep diri adalah hubungan

antara sikap dan keyakinan tentang diri kita sendiri.

Sedangkan Pemily (dalam Atwater; 1984), mendefisikan

konsep diri sebagai system yang dinamis dan kompleks

dari keyakinan yang dimiliki seseorang tentang

dirinya, termasuk sikap, perasaan, persepsi, nilai-

nilai dan tingkah laku yang unik dari individu

tersebut. Sementara itu, Cawagas (1983) menjelaskan

bahwa konsep diri mencakup keseluruhan pandangan

5

individu akan dimensi fisiknya, karakteristik pribadi

nya, motivasinya, kelemahannya, kelebihannya atau

kecakapannya, kegagalannya, dan sebagainya.

Secara umum konsep diri adalah semua tanda,

keyakinan dan pendirian yang merupakan pengetahuan

individu tentang dirinya yang dapat memengaruhi

hubungannya dengan orang lain, termasuk karakter,

kemampuan, nilai, ide dan tujuan.

Definisi konsep diri menurut beberapa ahli:

Wigfield dan Karpathian (1991)

Konsep diri adalah citra subjektif dari diri dan

pencampuran yang kompleks dari perasaan, sikap dan

persepsi bawah sadar. Konsep diri memberikan kita

kerangka acuan yang mempengaruhi manajemen kita

terhadap situasi dan hubungan kita dengan orang lain.

Stuart dan Sundeen (1991)

6

Konsep diri adalah semua ide, pikiran kepercayaan

yang di ketahui individu tentang dirinya dan

mempengaruhi individu dalam berhubungan dengan orang

lain.

Burns (1993)

Konsep diri merupakan suatu gambaran campuran

dari apa yang kita pikirkan.Orang lain pun

berpendapat mengenai diri kita dan seperti apa yang

diri kita inginkan.

Hurlock (1990)

Konsep diri adalah gambaran yang dimiliki orang

tentang dirinya.Konsep diri ini merupakan gabungan

dari keyakinan yang di miliki individu tentang mereka

sendiri meliputi karakteristik fisik, fisikologis,

sosial, emosional, aspirasi dan prestasi.

Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan

bahwa, konsep diri merupakan sikap yang unik pada

manusia yang dapat membedakan antara individu yang

satu dengan individu yang lainnya. Di dalamnya berupa

7

ide, pikiran, kepercayaan yang di ketahui oleh diri

masing-masing.

Manusia sebagai suatu organisme memiliki dorongan

untuk berkembang serta mampu menyesuaikan diri

terhadap keadaan yang dihadapinya, sehingga ia mampu

menjadi pribadi yang dapat membentuk sebuah konsep

diri.

B. Komponen Konsep Diri

Komponen Konsep diri terdiri dari :

1. Identitas: Identitas mencakup rasa internal tentang

individual, keutuhan dan konsistensi dari seseorang

sepanjang waktu dan dalam berbagai situasi.

Karenanya konsep tentang identitas mencangkup

kontansi dan kontinuitas. Identitas menunjukan

menjadi lain dan terpilih dari orang lain, namun

menjadi diri yang utuh dan unik. Anak belajar

tentang nilai, perilaku dan peran yang diterima

sesuai kultur. Anak mengidentifikasi pertama kali

dengan orang tua, kemudian dengan guru, teman seusia

8

dan pahlawan pujaan. Untuk membentuk identitas, anak

harus mampu untuk membawa semua perilaku yang

dipelajari ke dalam keutuhan yang kohoren, konsisten

dan unik.Rasa identitas ini secara kontinu timbul

dan dipengaruhi oleh situasi sepanjang hidup.

2. Citra tubuh: Membentuk persepsi seorang tentang

tubuh, baik secara internal maupun eksternal.

Persepsi ini mencakup perasaan dan sikap yang

ditunjukkan pada tubuh. Citra tubuh dipengaruhi oleh

pandangan pribadi tentang karakteristik dan

kemampuan fisik dan oleh persepsi dari pandangan

orang lain. Citra tubuh di pengaruhi oleh

pertumbuhan kognitif dan perkembangan fisik.

Perubahan perkembangan yang normal seperti

pertumbuhan dan penuaan mempunyai efek penampakan

yang lebih besar pada tubuh dibandingkan dengan

aspek lainnya dari konsep diri.5 Citra tubuh anak

usia sekolah berbeda dengan citra tubuh seorang

bayi. Salah satu perbedaan yang menyolok adalah

kemampuan untuk berjalan. Perubahan ini bergantung

pada kematangan fisik. Perubahan hormonal terjadi

9

selama masa remaja dan pada tahun akhir kehidupan

juga mempengaruhi citra tubuh (mis. Menopause selama

masa dewasa dengan penuaan mencakup penurunan

ketajaman penglihatan, pendengaran, dan mobilitas,

perubahan ini dapat mempengaruhi citra tubuh).

3. Ideal Diri: Adalah persepsi individu tentang

bagaimana ia seharusnya bertingkah laku berdasarkan

standar pribadi. Standar dapat berhubungan dengan

tipe orang yang diinginkan atau disukainya atau

sejumlah aspirasi, tujuan, nilai yang ingin diraih.

Ideal diri, akan mewujudkan cita-cita atau

penghargaan diri berdasarkan norma-norma sosial

dimasyarakat tempat individu tersebut melahirkan

penyesuaian diri. Pembentukan ideal diri dimulai

pada masa kanak-kanak dipengaruhi oleh orang yang

penting pada dirinya yang memberikan harapan atau

tuntutan tertentu.Seiring dengan berjalannya waktu

individu menginternalisasikan harapan tersebut dan

akan membentuk dasar dari ideal diri. Pada usaia

remaja ideal diri akan terbentuk melalui

identifikasi pada orang tua, guru dan teman. Pada

10

usia yang lebih tua dilakukan penyesuaian yang

merefleksikan berkurangnya kekuatan fisik dan

perubahan peran serta tanggung jawab.

4. Harga Diri: Harga diri adalah penilaian pribadi

terhadap hasil yang dicapai dengan menganalisi

seberapa banyak kesesuaian tingkah laku dengan ideal

dirinya. Harga diri diperoleh dari sendiri dan orang

lain yaitu dicintai, dihormati dan dihargai.Individu

akan merasa harga dirinya tinggi bila sering

mengalami keberhasilan, sebaliknya individu akan

merasa harga dirinya rendah bila sering mengalami

kegagalan, tidak dicintai atau tidak diterima di

lingkungan. Harga diri dibentuk sejak kecil dari

adanya penerimaan dan perhatian. Harga diri akan

meningkat sesuai meningkatnya usia. Untuk

meningkatkan harga diri anak diberi kesempatan untuk

sukses, tanamkan “ideal” atau harapan jangan terlalu

tinggi dan sesuaikan dengan budaya, berikan dorongan

untuk aspirasi atau cita-citanya dan bantu membentuk

pertahanan diri untuk hal-hal yang menggangu

persepsinya. Harga diri sangat mengancam pada masa

11

pubertas, karena pada saat ini harga diri mengalami

perubahan, karena banyak keputusan yang harus dibuat

menyangkut diri sendiri. Remaja dituntut untuk

menentukan pilihan, posisi peran dan memutuskan

apakah ia mampu meraih sukses dari suatu bidang

tertentu, apakah ia dapat berpartisipasi atau

diterima di berbagai macam aktivitas sosial.

5. Peran: Peran adalah serangkaian pola sikap,

perilaku, nilai dan tujuan yang diharapkan oleh

masyarakat dihubungkan dengan fungsi individu di

dalam kelompok sosialnya.Peran memberikan sarana

untuk berperan serta dalam kehidupan sosial dan

merupakan cara untuk menguji identitas dengan

memvalidasi pada orang yang berarti. Setiap orang

disibukkan oleh beberapa peran yang berhubungan

dengan posisi pada tiap waktu sepanjang daur

kehidupan. Harga diri yang tinggi merupakan hasil

dari peran yang memenuhi kebutuhan dan cocok dengan

ideal diri.

C. Stressor Mempengaruhi Konsep Diri

12

Stressor Konsep diri adalah segala perubahan

nyata yang dicerap yang mengancam identitas, citra

tubuh, harga diri, atau perilaku peran. Stressor yang

mempengaruhi konsep diri melalui setiap perubahan

dalam kesehatan misalnya Perubahan fisik dalam tubuh

(kecelakaan, bekas luka, penuaan) menyebabkan

perubahan Citra tubuh, dimana identitas dan harga diri

juga dapat dipengaruhi.

1. Stressor Identitas

Seorang dewasa biasanya mempunyai identitas yang

lebih stabil karena konsep diri berkembang lebih

kuat.

Stresor kultural dan sosial dibanding stresor

personal dapat mempunyai dampak lebih besar pada

identitas orang dewasa. Misalnya, seorang dewasa

harus memutuskan antara karier dan pernikahan, kerja

sama dan kompetisi, atau ketergantungan dan

kemandirian dalam suatu hubungan (stuart & sundeen,

1991).

2. Stressor Citra tubuh

13

Perubahan dalam penampilan, struktur atau fungsi

bagian tubuh akan membutuhkan perubahan dalam citra

tubuh. Perubahan dalam citra tubuh seperti;

amputasi atau perubahan penampilan wajah, adalah

stressor yang sangat jelas mempengaruhi citra

tubuh. Masektomi, Kolostomi, dan ileostomi mengubah

penampilan dan fungsi tubuh.

3. Sterssor Harga diri

• Sterssor mempengaruhi harga diri seorg bayi, usia

sekolah, prasekolah dan remaja adalah

ketidakmampuan untuk memenuhi harapan orang tua,

kritik yang tajam, hukum yang tidak konsisten,

persaingan antar-saudara sekandung dan kekalahan

berulang dapat menurunkan harga diri.

• Sterssor mempengaruhi harga diri pada orang

dewasa adalah ketidakberhasilan dalam pekerjaan

dan kegagalan dalam berhubungan.

4. Sterssor Peran

a.Konflik Peran adalah tidak adanya kesesuaian

harapan peran.

Ada 3 jenis dasar konflik peran yaitu

14

Konflik interpersonal

Ketika satu orang atau lebih mempunyai harapan

berlawanan atau tidak cocok secara individu

dalam peran tertentu. Misalnya teman dari

seorang wanita dan ibunya mungkin mempunyai

perbedaan yang besar bagaimana ia harus merawat

anak-anaknya.

Konflik antar-peran

Terjadi ketika tekanan atau harapan yang

berkaitan denang satu peran melawan tekanan atau

harapan yang saling berkaitan. Misalnya, seorg

pria bekerja 10 sampai 12 jam sehari mungkin

akan mempunyai masalah jk istrinya mengharapkan

dirinya untuk berada dirumah bersama keluarga.

Konflik peran personal

Terjadi ketika tuntutan peran melanggar nilai

personal individu. Misalnya, seorang perawat

yang menghargai penyelamatan hidup mengalami

konflik ketika dihadapkan pada merawat klien yg

memilih untuk menolak terapi pendukung hidup.

15

b.Ambiguitas Peran mencakup harapan peran yang tdk

jelas. Ketika terdapat ketidak jelasan harapan

maka orang menjadi tidak pasti apa yang harus

dilakukan, bagaimana harus melakukannya atau

keduanya.

c. Ketegangan peran perpaduan antara konflik peran

dan ambiguitas peran. Ketegangan peran dapat

diekspresikan sebagi perasaan frustasi ketika

seseorg merasakan tidak adekuat atau merasa tidak

sesuai dengan peran.

contohnya: seorang wanita mempunyai posisi dimana

lazimnya posisi tersebut dipegang oleh pria

mungkin dianggap oleh orang lain sebagai kurang

kompeten, kurang objektif atau kurang

berpengetahuan dibandingndg rekan kerja pria

mereka. Maka mereka berpikir bahwa mereka harus

bekerja keras dan lebih baik untuk dapat

berkompetensi

D. Pengaruh Perawat Pada Konsep Diri Klien

16

Penerimaan perawat terhadap klien dengan

perubahan konsep diri membantu menstimulasi

rehabilitasi yang positif. Klien yang penampilan

fisiknya telah mengalami perubahan dan yang harus

beradaptasi terhadap citra tubuh yang baru, hampir

pasti baik klien maupun keluarganya akan melihat pada

perawat dan mengamati respon dan reaksi mereka

terhadap situasi yang baru. Perawat mempunyai dampak

yang signifikan dalam hal ini. Rencana keperawatan

yang dirumuskan untuk membantu klien dengan perubahan

konsep diri dapat ditingkatkan atau digagalkan oleh

nilai dan perasaan bawah sadar perawat. Penting

artinya bagi perawat untuk mengkaji dan mengkarifikasi

hal-hal berikut mengenai diri mereka:

1. Perasaan perawat mengenai kesehatan dan penyakit.

2. Bagaimana perawat bereaksi terhadap stres.

3. Kekuatan komunikasi nonverbal dengan klien,

keluarganya dan bagaimana hal tersebut ditunjukan.

4. Nilai dan harapan pribadi apa yang ditunjukan

(mempengaruhi klien).

17

5. Bagaimana pendekatan tidak menghakimi dapat

bermanfaat bagi klien.

Perawat harus mengkaji diri mereka sendiri secara

jujur sebelum mereka dapat mulai memahami bagaimana

mereka baik dengan kata-kata atau tindakan. Perawat

harus memberikan perhatian pada ‘pencetus’ yang

memperkuat perasaan yang terjadi dalam berespons

terhadap situasi tertentu. Perawat tidak dapat

menyangkal bahwa mereka mempunyaiperasaan ide-ide,

nilai, dan pengharapan atau menyangkal bahwa mereka

membuat penilaian. Kesadaran diri sangat penting dalam

memahami dan menerima orang lain.Semua orang membuat

keputusan tentang diri mereka, lingkungan dan orang

lain dengan dasar kerangka acuan personal. Sebagai

tenaga profesional, perawat harus menyiapkan diri

bekerja dangan orang yang mempunyai kerangka acuan

berbeda dengan dirinya. Perawat yang merasa aman

dengan identitas dirinya sendiri akan lebih cepat

menerima dan dengan demikian menguatkan identitas

klien. Namun demikian, perawat yang tidak pasti dengan

18

identitasnya sendiri mungkin tidak mampu mererima

klien dan mungkin bereaksi seolah klien itu sesuatu

dan orang lain, dengan demikian menciptakan lingkungan

yang tidak menerima bagi klien.

Perawat juga mempunyai dampak signifikan pada

citra tubuh. Klien yang harus beradaptasi terhadap

perubahan citra tubuh yang disebakan oleh penyakit

atau pembedahan memerlukan dukungan,demikian juga

halnya kluarga klien. Misalnya jika perawat merasa

bahwa ostomi atau mastektomi sangat mengakibatkan

buruknya penampilan, maka mereka tidak boleh

mengekspresikan pendapat tersebut pada klien baik

secara verbal maupun nonverbal.perawat harus berbicara

dengan orang yang telah mempunyai pengalaman dalam

merawat dan rehabilitasi klien seperti ini. Bertemu

dengan orang yang telah mengalami pembedahan seperti

ini dan yang telah mengalami penyembuhan dapat

meningkatkan pengetahuan. Perawat yang merasa tidak

pasti tentang citra tubuh mereka sendiri mungkin akan

19

bereaksi lebih kuat terhadap perubahan dalam

penampilan dan fungsi fisik klien.

Untuk menciptakan hubungan antara perawat dan

pasien diperlukan komunikasi yang akan mempermudah

dalam mengenal kebutuhan pasien dan menentukan rencana

tindakan serta kerja sama dalam memenuhi kebutuhan

tersebut. Hubungan perawat dan klien yang terapeutik

akan memepermudah proses komunikasi tersebut.

Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang

direncanakan secara sadar, bertujuan dan kegiatannya

dipusatkan untuk untuk kesembuhan pasien.

Tujuan komunikasi terapeutik itu sendiri adalah :

1. Membantu pasien untuk memperjelas dan mengurangi

beban perasaan dan pikiran serta dapat mengambil

tindakan untuk mengubah situasi yang ada bila

pasien percaya pada hal yang diperlukan.

2. Mengurangi keraguan, membantu dalam hal mengambil

tindakan yang efektif dan mempertahankan kekuatan

egonya.

20

3. Mempengaruhi orang lain, lingkungan fisik dan

dirinya sendiri.

E. Konsep Diri dan Proses Keperawartan

1. Pengkajian

Dalam mengkaji konsep diri, perawat mengumpulkan

data objektif dan subjektif yang berfokus pada

stresor konsep diri baik yang aktual maupun

potensial dan pada perilaku yang berkaitan dengan

perubahan konsep diri. Data objektif selanjutnya

termasuk terhadap perubahan citra tubuh, keengganan

untuk mencoba hal-hal baru dan interaksi verbal dan 

nonverbal antara klien dengan orang lain, data

subjektif dikumpulkan untuk menetukan pandangan

klien tentang diri dan lingkungan. Persepsi orang

terdekat adalah sumber data yang penting.

2. Diagnosa Keperawatan

Data pengkajian membutuhkan interpretasi yang

cermat oleh perawat. Klien dengan batasan

karakteristik untuk gangguan konsep diri mungkin

21

menunjukan diagnosa keperawatan yang berkaitan

dengan defisiensi identitas, citra tubuh harga diri

atau kinerja peran. Peristiwa yang mempunyai dampak

pada diri menimbulkan stressor cukup besar atau jika

stressor di timbulkan pada klien dalam periode yang

cukup lama, maka klien akan menjadi simptomatis.

Pengkajian harus menunjukan adanya batasan

karakteristik dan perilaku klien yang mengarah pada

diagnosa keperawatan. Perawat harus cermat untuk

membuat diagnosa yang akuraat berdasarkan data

pengkajian. Misalnya, pertimbangkan klien dengan

diagnosa penyakit paru kronis. Perawat mungkindengan

cepat berasumsi bahwa klien mempaunyai citra tubuh

yang buruk sebagai akibat kehilangan fungsi tubuh.

Namun demikian, informasi ini saja tidak akan

membantuk diagnosa keperawatan yang konklusif.

3. Perencanaan

Setelah menentukan diagnosa keperawatan, perawat,

klien, dan keluarganya harus merencanakan perawatan

yang diarahkan pada membantu kllien meraih kembali

atau mempertahankan konsep diri yang sehat. Rencana

22

perawatan didasarkan pada tujuan dan hasil yang

diperkirakan. Hasil akan memberikan ukuran untuk

menentukan apakah rencana perawatan pada akhirnya

berhasil. Perawat harus menentukan apakah hasil yang

ditetapkan realistis, sesuai dengan keadaan fisik

dan psikososial klien saat ini. Setelah menetapkan

tujuan perawat merencanakan strategi yang ditujukan

pada penyelesaian diagnosa keperawatan. Secara

spesifik, intervensi keperawatan diarahkan pada

faktor yang berhubungan dengan diagnosis. Misalnya

dalam gangguan citra tubuh yang berhubungan dengan

persepsi negatif terhadap diri setelah histerektomi,

maka intervensi perawat ditujukkan untuk membantu

klien mencapai kembali feminitasnya dan menerima

perubahan fisik yang berkaitan dengan insisi

abdomen. Rencana perawatan menyajikan tujuan, hasil

yang diharapkan, dan intervensi untuk klien dengan

gangguan konsep diri. Intervensi difokuskan pada

membantu klien mengaadaptasi stressor yang

menyebabkan gangguan konsep diri  dan pada dukungan

dan dorongan perkembangan metoda koping.

23

4. Implementasi

Menciptakan lingkungan dan hubungan yang

terapeutik dan mendukung penggalian diri penting

untuk mengintervensi klien yang mempunyai masalah

konsep diri. Banyak variabel yang mempengaruhi

pandangan klien tentang diri bersifat pribaadi dan

personal. Perawat harus dengan jelas dan tulus

menunjukan perawatanya pada klien. Kemudian akan

berkembang rasa saling percaya untuk memberdayakan

perawat bermitra dengan klien dalam menetapkan

intervensi yang sangat berguna.

F. Definisi Kehilangan dan Berduka

Kehilangan dan berduka merupakan bagian integral

dari kehidupan. Kehilangan adalah suatu kondisi yang

terputus atau terpisah atau memulai sesuatu tanpa hal

yang berarti sejak kejadian tersebut. Kehilangan

mungkin terjadi secara bertahap atau mendadak, bisa

tanpa kekerasan atau traumatik, diantisispasi atau

24

tidak diharapkan/diduga, sebagian atau total dan bisa

kembali atau tidak dapat kembali.

Kehilangan adalah suatu keadaan individu yang

berpisah dengan sesuatu yang sebelumnya ada, kemudian

menjadi tidak ada, baik terjadi sebagian atau

keseluruhan (Lambert dan Lambert,1985,h.35).

Kehilangan merupakan pengalaman yang pernah dialami

oleh setiap individu dalam rentang kehidupannya. Sejak

lahir individu sudah mengalami kehilangan dan

cenderung akan mengalaminya kembali walaupun dalam

bentuk yang berbeda.

Kehilangan merupakan suatu kondisi dimana

seseorang mengalami suatu kekurangan atau tidak ada

dari sesuatu yang dulunya pernah ada atau pernah

dimiliki. Kehilangan merupakan suatu keadaan individu

berpisah dengan sesuatu yang sebelumnya ada menjadi

tidak ada, baik sebagian atau seluruhnya.

Berduka adalah respon emosi yang diekspresikan

terhadap kehilangan yang dimanifestasikan adanya

perasaan sedih, gelisah, cemas, sesak nafas, susah

tidur, dan lain-lain.

25

Berduka merupakan respon normal pada semua

kejadian kehilangan. NANDA merumuskan ada dua tipe

dari berduka yaitu berduka diantisipasi dan berduka

disfungsional.

Berduka diantisipasi adalah suatu status yang

merupakan pengalaman individu dalam merespon

kehilangan yang aktual ataupun yang dirasakan

seseorang, hubungan/kedekatan, objek atau

ketidakmampuan fungsional sebelum terjadinya

kehilangan. Tipe ini masih dalam batas normal.

Berduka disfungsional adalah suatu status yang

merupakan pengalaman individu yang responnya dibesar-

besarkan saat individu kehilangan secara aktual maupun

potensial, hubungan, objek dan ketidakmampuan

fungsional. Tipe ini kadang-kadang menjurus ke

tipikal, abnormal, atau kesalahan/kekacauan.

G. Jenis Kehilangan dan Berduka

Terdapat 5 katagori kehilangan, yaitu:

1. Kehilangan seseorang yang dicintai ( ACTUAL LOSS )

26

Kehilangan seseorang yang dicintai dan sangat

bermakna atau orang yang berarti adalah salah satu

yang paling membuat stress dan mengganggu dari

tipe-tioe kehilangan, yang mana harus ditanggung

oleh seseorang.

Kematian juga membawa dampak kehilangan bagi orang

yang dicintai. karena keintiman, intensitas dan

ketergantungan dari ikatan atau jalinan yang ada,

kematian pasangan suami/istri atau anak biasanya

membawa dampak emosional yang luar biasa dan tidak

dapat ditutupi.

Contoh : kehilangan anggota badan , kehilngan

suami/ istri , kehilangan pekerjaan.

2. Kehilangan yang ada pada diri sendiri ( LOSS OF

SELF )

Bentuk lain dari kehilangan adalah kehilangan diri

atau anggapan tentang mental seseorang. Anggapan

ini meliputi perasaan terhadap keatraktifan, diri

sendiri, kemampuan fisik dan mental, peran dalam

kehidupan, dan dampaknya. Kehilangan dari aspek

diri mungkin sementara atau menetap, sebagian atau

27

komplit. Beberapa aspek lain yang dapat hilang dari

seseorang.

Contoh : misalnya kehilangan pendengaran, ingatan,

usia muda, fungsi tubuh.

3. Kehilangan objek eksternal

Kehilangan objek eksternal misalnya kehilangan

milik sendiri atau bersama-sama, perhiasan, uang

atau pekerjaan. Kedalaman berduka yang dirasakan

seseorang terhadap benda yang hilang tergantung

pada arti dan kegunaan benda tersebut.

4. Kehilangan lingkungan yang dikenal

Kehilangan diartikan dengan terpisahnya dari

lingkungan yang sangat dikenal termasuk dari

kehidupan latar belakang keluarga dalam waktu satu

periode atau bergantian secara permanen.

Contoh : pindah kekota lain, maka akan memiliki

tetangga yang baru dan proses penyesuaian baru.

5. Kehilangan kehidupan/ meninggal

Seseorang dapat mengalami mati baik secara

perasaan, pikiran dan respon pada kegiatan dan

orang disekitarnya, sampai pada kematian yang

28

sesungguhnya. Sebagian orang berespon berbeda

tentang kematian

Jenis berduka ada 4, yaitu:

Berduka normal, terdiri atas perasaan, perilaku,

dan reaksi yang normal terhadap

kehilangan.Misalnya, kesedihan, kemarahan,

menangis, kesepian, dan menari diri dari aktivitas

untuk sementara.

Berduka antisipatif, yaitu proses’melepaskan diri’

yng muncul sebelum kehilangan atau kematian yang

sesungguhnya terjadi.Misalnya, ketika menerima

diagnosis terminal, seseorang akan memulai proses

perpisahan dan menyesuaikan beragai urusan didunia

sebelum ajalnya tiba

Berduka yang rumit, dialami oleh seseorang yang

sulit untuk maju ke tahap berikutnya,yaitu tahap

kedukaan normal.Masa berkabung seolah-olah tidak

29

kunjung berakhir dan dapat mengancam hubungan orang

yang bersangkutan dengan orang lain.

Berduka tertutup, yaitu kedudukan akibat kehilangan

yang tidak dapat diakui secara

terbuka.Contohnya:Kehilangan pasangan karena AIDS,

anak mengalami kematian orang tua tiri, atau ibu

yang kehilangan anaknya di kandungan atau ketika

bersalin

H. Respon Berduka

Respons berduka seseorang terhadap kehilangan

dapat melalui tahap-tahap berikut(Kubler-Ross, dalam

Potter dan Perry,1997) :

Tahap Pengingkaran. Reaksi pertama individu yang

mengalami kehilangan adalah syok, tidak percaya,

atau mengingkarikenyataan bahwa kehilangan benar-

benar terjadi.Reaksi fisik yang terjadi pada tahap

ini adalah letih, lemah, pucat, mual, diare,

gangguan pernafasan, detak jantung cepat, menangis,

gelisah, dan sering kali individu tidak tahu harus

30

berbuat apa. Reaksi ini dapat berlangsung selama

beberapa menit hingga beberapa tahun.

Tahap Marah. Pada tahap ini individu menolak

kehilangan. Kemarahan yang timbul sering

diproyeksikan kepada orang lain atau dirinya

sendiri.Orang yang mengalami kehilangan juga tidak

jarang menunjukkan perilaku agresif, berbicara

kasar, menyerang orang lain, menolak pengobatan,

bahkan menuduh dokter atau perawat tidak

berkompeten. Respon fisik yang sering terjadi

antara lain muka merah, denyut nadi cepat, gelisah,

susah tidur, tangan mengepal, dan seterusnya.

Tahap Tawar-menawar. Pada tahap ini terjadi

penundaan kesadaran atas kenyataan terjadinya

kehilangan dan dapat mencoba untuk membuat

kesepakatan secara halus atau terang-terangan

seolah kehilangan tersebut dapat dicegah.Individu

mungkin berupaya untuk melakukan tawar-menawar

dengan memohon kemurahan Tuhan.

Tahap depresi. Pada tahap ini pasien sering

menunjukkan sikap menarik diri, kadang-kadang

31

bersikap sangat menurut, tidak mau bicara,

menyatakan keputusan, rasa tidak berharga, bahkan

bisa muncul keinginan bunuh diri. Gejala fisik

ditunjukkan antara lain menolak makan, susah tidur,

letih, dan lain-lain.

Tahap Penerimaan. Tahap ini berkaitan dengan

reorganisasi perasaan kehilangan. Pikiran yang

selalu berpusat pada objek yg hilang akan mulai

berkurang atau bahkan hilang. Perhatiannya akan

beralih pada objek yg baru.Apabila individu dapat

memulai tahap tersebut dan menerima dengan perasaan

damai, maka dia dapat mengakhiri proses kehilangan

secara tuntas.Kegagalan untuk masuk ke proses ini

akan mempengaruhi kemampuannya dalam mengatasi

perasaan kehilangan selanjutnya.

I. Individu

Individu berasal dari kata latin, “individuum”

yang artinya tak terbagi. Kata individu merupakan

sebutan yang dapat untuk menyatakan suatu kesatuan

32

yang paling kecil dan terbatas. Kata individu bukan

berarti manusia sebagai keseluruhan yang tak dapat

dibagi melainkan sebagai kesatuan yang terbatas yaitu

sebagai manusia perseorangan, demikian pendapat Dr. A.

Lysen.

Individu menurut konsep Sosiologis berarti

manusia yang hidup berdiri sendiri. Individu sebagai

mahkluk ciptaan Tuhan di dalam dirinya selalu

dilengkapi oleh kelengkapan hidup yang meliputi raga,

rasa, rasio, dan rukun.

Raga, merupakan bentuk jasad manusia yang khas

yang dapat membedakan antara individu yang satu

dengan yang lain, sekalipun dengan hakikat yang

sama

Rasa, merupakan perasaan manusia yang dapat

menangkap objek gerakan dari benda-benda isi alam

semesta atau perasaan yang menyangkut dengan

keindahan

Rasio atau akal pikiran, merupakan kelengkapan

manusia untuk mengembangkan diri, mengatasi segala

33

sesuatu yang diperlukan dalam diri tiap manusia

dan merupakan alat untuk mencerna apa yang

diterima oleh panca indera.

Rukun atau pergaulan hidup, merupakan bentuk

sosialisasi dengan manusia dan hidup berdampingan

satu sama lain secara harmonis, damai dan saling

melengkapi. Rukun inilah yang dapat membantu

manusia untuk membentuk suatu kelompok social yang

sering disebut masyarakat

J. Keluarga

Ada beberapa pandangan atau anggapan mengenai

keluarga. 

Menurut Sigmund Freud keluarga itu terbentuk

karena adanya perkawinan pria dan wanita. Lain halnya

Adler berpendapat bahwa mahligai keluarga itu dibangun

berdasarkan pda hasrat atau nafsu berkuasa. 

Durkheim berpendapat bahwa keluarga adalah

lembaga sosial sebagai hasil faktor-faktor politik ,

ekonomi dan keluarga.

34

Ki Hajar Dewantara sebagai tokoh pendidikan

berpendapat bahwa keluarga adalah kumpulan beberapa

orang yang karena terikat oleh satu turunan lalu

mengerti dan merasa berdiri sebagai satu gabungan yang

hakiki, esensial, enak dan berkehendak bersama-sama

memperteguh gabungan itub untuk memuliakan masing-

masing anggotanya.

Secara Umum, Keluarga adalah unit terkecil dari

masyarakat yang terdiri atas kepala keluarga dan

beberapa orang yang terkumpul dan tinggal di suatu

tempat di bawah suatu atap dalam keadaan saling

ketergantungan.

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Secara umum konsep diri adalah semua tanda,

keyakinan dan pendirian yang merupakan pengetahuan

35

individu tentang dirinya yang dapat memengaruhi

hubungannya dengan orang lain, termasuk karakter,

kemampuan, nilai, ide dan tujuan.

Komponen Konsep diri terdiri dari : identitas,

citra tubuh, ideal diri, harga diri dan peran.

Stressor yang mempengaruhi konsep diri, yaitu

Stressor Identitas, Stressor Citra tubuh, Sterssor

Harga diri dan Sterssor Peran.

Kehilangan dan berduka merupakan bagian integral

dari kehidupan. Kehilangan adalah suatu kondisi yang

terputus atau terpisah atau memulai sesuatu tanpa hal

yang berarti sejak kejadian tersebut. Sedangkan

berduka merupakan respon normal pada semua kejadian

kehilangan.

Individu berasal dari kata latin, “individuum”

yang artinya tak terbagi. Individu menurut konsep

Sosiologis berarti manusia yang hidup berdiri sendiri.

Individu sebagai mahkluk ciptaan Tuhan di dalam

dirinya selalu dilengkapi oleh kelengkapan hidup yang

meliputi raga, rasa, rasio, dan rukun.

36

Secara Umum, Keluarga adalah unit terkecil dari

masyarakat yang terdiri atas kepala keluarga dan

beberapa orang yang terkumpul dan tinggal di suatu

tempat di bawah suatu atap dalam keadaan saling

ketergantungan.

B. Saran

Perawat harus menjalin hubungan yang baik dengan

klien untuk terwujudnya asuhan keperawatan yang

dilakukan.

Perawat harus mendengarkan dan mendorong pasien

untuk mendiskusikan pikiran dan perasaan klien.

Perawat harus memberikan asuhan keperawatan yang

tepat pada pasien dengan gangguan konsep diri.

Perawat harus menggunakan komunikais teraupetik dan

respon empati.

37