Upload
independent
View
2
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Setiap individu memiliki latar belakang yang
berbeda dalam proses kehidupannya, mulai dari lahir
hingga mencapai titik kedewasaannya. Sehingga di dalam
diri setiap individu terdapat berbagai macam cara
identifikasi serta perubahan melalui proses yang
berbeda pula dan diharapkan menuju arah yang lebih
baik. Di dalamnya terdapat hubungan timbal balik
antara satu individu dengan individu lainnya dan dari
identifikasi tersebut didapatkan pola tingkah laku
dari hasil pemikiran yang panjang.
Konsep diri memberikan kita kerangka acuan yang
mempengaruhi manajemen kita terhadap situasi dan
hubungan kita dengan orang lain. Kita mulai membentuk
konsep diri saat usia muda. Masa remaja adalah waktu
yang kritis ketika banyak hal secara kontinu
mempengaruhi konsep diri.
Konsep diri adalah citra subyektif dari diri dan
pencampuran yang kompleks dari perasaan, sikap dan
persepsi bawah sadar maupun sadar. Konsep diri
dikembangkan melalui proses yang sangat kompleks yang
1
melibatkan banyak variable. Keempat komponen konsep
diri adalah identitas, citra tubuh, harga diri dan
peran.
Konsep diri seseorang dinyatakan melalui sikap
dirinya yang merupakan aktualisasi orang tersebut.
Manusia sebagai organisme yang memiliki dorongan untuk
berkembang yang pada akhirnya menyebabkan ia sadar
akan keberadaan dirinya. Perkembangan yang berlangsung
tersebut kemudian membantu pembentukan konsep diri
individu yang bersangkutan.
Konsep diri dan persepsi tentang kesehatan sangat
berkaitan erat satu sama lain. Klien yang mempunyai
keyakinan tentang kesehatan yang baik akan dapat
meningkatka konsep diri. Tetapi sebaliknya, klien yang
memiliki persepsi diri yang negatif akan menimbulkan
keputusasaan.
Maka disini kami akan memaparkan tentang konsep
diri dalam keperawatan yang nantinya akan dibutuhkan
oleh kita selaku askep. Didalamnya terkandung
komponen-komponen konsep diri, faktor pengaruh konsep
diri, dan proses keperawatan dalam konsep diri.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, dapat
diperoleh rumusan masalah sebagai berikut:
2
1. Apa itu konsep diri?
2. Komponen apa saja yang terdapat dalam konsep diri?
3. Apa saja yang mempengaruhi konsep diri?
4. Apa itu kehilangan dan berduka?
5. Apa itu individu?
6. Apa itu keluarga?
C. Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah ini, yaitu:
1. Untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Dasar
2. Untuk memahami tentang konsep diri
3. Mengetahui komponen yang terdapat dalam konsep
diri
4. Mengetahui apa saja yamg mempengaruhi konsep diri
5. Untuk memahami arti kehilangan dan berduka
6. Untuk memahami arti individu
7. Untuk memahami arti keluarga
BAB II
PEMBAHASAN
3
A. Definisi Konsep Diri
Konsep diri berasal dari bahasa inggris yaitu
“self concept” merupakan suatu konsep mengenai diri
individu itu sendiri yang meliputi bagaimana seseorang
memandang, memikirkan dan menilai dirinya sehingga
tindakan-tindakannya sesuai dengan konsep tentang
dirinya tersebut.
Konsep diri (self-concept) merupakan bagian dari
masalah kebutuhan psikososial yang tidak di dapat
sejak lahir, akan tetapi dapat dipelajari sebagai
hasil dari pengalaman seseorang terhadap dirinya.
Kensep diri ini berkembang secara bertahap sesuai
dengan tahap perkembangan psikososial seseorang.
Sebagai sebuah konstruk psikologi , konsep diri
didefenisikan secara berbeda oleh para ahli. Seifert
dan Hoffnung (1994), misalnya, mendefiniskan konsep
diri sebagai “suatu pemahaman mengenai diri arau ide
tentang diri sendiri” . Santrock (1996) menggunakan
istilah konsep diri mengacu pada evaluasi bidang
tertentu dari diri sendiri. Sementara itu, Atwater
4
(1987) menyebutkan bahwa konsep diri adalah
keseluruhan gambaran diri, yang meliputi persepsi
seseorang tentang diri, perasaan, keyakinan, dan
nilai-nilai yang berhubungan dengan dirinya.
Selanjutnya, Atwater mengidentifikasi konsep diri atas
tiga bentuk. Pertama, body image, kesadaran tentang
tubuhnya, yaitu bagaimana seseorang melihat dirinya
sendiri. Kedua, ideal self, yaitu bagaimana cita-cita
dan harapan-harapan seseorang mengenai dirinya.
Ketiga, social self, yaitu bagaimana orang lain
melihat dirinya.
Menurut Burns (1982), konsep diri adalah hubungan
antara sikap dan keyakinan tentang diri kita sendiri.
Sedangkan Pemily (dalam Atwater; 1984), mendefisikan
konsep diri sebagai system yang dinamis dan kompleks
dari keyakinan yang dimiliki seseorang tentang
dirinya, termasuk sikap, perasaan, persepsi, nilai-
nilai dan tingkah laku yang unik dari individu
tersebut. Sementara itu, Cawagas (1983) menjelaskan
bahwa konsep diri mencakup keseluruhan pandangan
5
individu akan dimensi fisiknya, karakteristik pribadi
nya, motivasinya, kelemahannya, kelebihannya atau
kecakapannya, kegagalannya, dan sebagainya.
Secara umum konsep diri adalah semua tanda,
keyakinan dan pendirian yang merupakan pengetahuan
individu tentang dirinya yang dapat memengaruhi
hubungannya dengan orang lain, termasuk karakter,
kemampuan, nilai, ide dan tujuan.
Definisi konsep diri menurut beberapa ahli:
Wigfield dan Karpathian (1991)
Konsep diri adalah citra subjektif dari diri dan
pencampuran yang kompleks dari perasaan, sikap dan
persepsi bawah sadar. Konsep diri memberikan kita
kerangka acuan yang mempengaruhi manajemen kita
terhadap situasi dan hubungan kita dengan orang lain.
Stuart dan Sundeen (1991)
6
Konsep diri adalah semua ide, pikiran kepercayaan
yang di ketahui individu tentang dirinya dan
mempengaruhi individu dalam berhubungan dengan orang
lain.
Burns (1993)
Konsep diri merupakan suatu gambaran campuran
dari apa yang kita pikirkan.Orang lain pun
berpendapat mengenai diri kita dan seperti apa yang
diri kita inginkan.
Hurlock (1990)
Konsep diri adalah gambaran yang dimiliki orang
tentang dirinya.Konsep diri ini merupakan gabungan
dari keyakinan yang di miliki individu tentang mereka
sendiri meliputi karakteristik fisik, fisikologis,
sosial, emosional, aspirasi dan prestasi.
Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan
bahwa, konsep diri merupakan sikap yang unik pada
manusia yang dapat membedakan antara individu yang
satu dengan individu yang lainnya. Di dalamnya berupa
7
ide, pikiran, kepercayaan yang di ketahui oleh diri
masing-masing.
Manusia sebagai suatu organisme memiliki dorongan
untuk berkembang serta mampu menyesuaikan diri
terhadap keadaan yang dihadapinya, sehingga ia mampu
menjadi pribadi yang dapat membentuk sebuah konsep
diri.
B. Komponen Konsep Diri
Komponen Konsep diri terdiri dari :
1. Identitas: Identitas mencakup rasa internal tentang
individual, keutuhan dan konsistensi dari seseorang
sepanjang waktu dan dalam berbagai situasi.
Karenanya konsep tentang identitas mencangkup
kontansi dan kontinuitas. Identitas menunjukan
menjadi lain dan terpilih dari orang lain, namun
menjadi diri yang utuh dan unik. Anak belajar
tentang nilai, perilaku dan peran yang diterima
sesuai kultur. Anak mengidentifikasi pertama kali
dengan orang tua, kemudian dengan guru, teman seusia
8
dan pahlawan pujaan. Untuk membentuk identitas, anak
harus mampu untuk membawa semua perilaku yang
dipelajari ke dalam keutuhan yang kohoren, konsisten
dan unik.Rasa identitas ini secara kontinu timbul
dan dipengaruhi oleh situasi sepanjang hidup.
2. Citra tubuh: Membentuk persepsi seorang tentang
tubuh, baik secara internal maupun eksternal.
Persepsi ini mencakup perasaan dan sikap yang
ditunjukkan pada tubuh. Citra tubuh dipengaruhi oleh
pandangan pribadi tentang karakteristik dan
kemampuan fisik dan oleh persepsi dari pandangan
orang lain. Citra tubuh di pengaruhi oleh
pertumbuhan kognitif dan perkembangan fisik.
Perubahan perkembangan yang normal seperti
pertumbuhan dan penuaan mempunyai efek penampakan
yang lebih besar pada tubuh dibandingkan dengan
aspek lainnya dari konsep diri.5 Citra tubuh anak
usia sekolah berbeda dengan citra tubuh seorang
bayi. Salah satu perbedaan yang menyolok adalah
kemampuan untuk berjalan. Perubahan ini bergantung
pada kematangan fisik. Perubahan hormonal terjadi
9
selama masa remaja dan pada tahun akhir kehidupan
juga mempengaruhi citra tubuh (mis. Menopause selama
masa dewasa dengan penuaan mencakup penurunan
ketajaman penglihatan, pendengaran, dan mobilitas,
perubahan ini dapat mempengaruhi citra tubuh).
3. Ideal Diri: Adalah persepsi individu tentang
bagaimana ia seharusnya bertingkah laku berdasarkan
standar pribadi. Standar dapat berhubungan dengan
tipe orang yang diinginkan atau disukainya atau
sejumlah aspirasi, tujuan, nilai yang ingin diraih.
Ideal diri, akan mewujudkan cita-cita atau
penghargaan diri berdasarkan norma-norma sosial
dimasyarakat tempat individu tersebut melahirkan
penyesuaian diri. Pembentukan ideal diri dimulai
pada masa kanak-kanak dipengaruhi oleh orang yang
penting pada dirinya yang memberikan harapan atau
tuntutan tertentu.Seiring dengan berjalannya waktu
individu menginternalisasikan harapan tersebut dan
akan membentuk dasar dari ideal diri. Pada usaia
remaja ideal diri akan terbentuk melalui
identifikasi pada orang tua, guru dan teman. Pada
10
usia yang lebih tua dilakukan penyesuaian yang
merefleksikan berkurangnya kekuatan fisik dan
perubahan peran serta tanggung jawab.
4. Harga Diri: Harga diri adalah penilaian pribadi
terhadap hasil yang dicapai dengan menganalisi
seberapa banyak kesesuaian tingkah laku dengan ideal
dirinya. Harga diri diperoleh dari sendiri dan orang
lain yaitu dicintai, dihormati dan dihargai.Individu
akan merasa harga dirinya tinggi bila sering
mengalami keberhasilan, sebaliknya individu akan
merasa harga dirinya rendah bila sering mengalami
kegagalan, tidak dicintai atau tidak diterima di
lingkungan. Harga diri dibentuk sejak kecil dari
adanya penerimaan dan perhatian. Harga diri akan
meningkat sesuai meningkatnya usia. Untuk
meningkatkan harga diri anak diberi kesempatan untuk
sukses, tanamkan “ideal” atau harapan jangan terlalu
tinggi dan sesuaikan dengan budaya, berikan dorongan
untuk aspirasi atau cita-citanya dan bantu membentuk
pertahanan diri untuk hal-hal yang menggangu
persepsinya. Harga diri sangat mengancam pada masa
11
pubertas, karena pada saat ini harga diri mengalami
perubahan, karena banyak keputusan yang harus dibuat
menyangkut diri sendiri. Remaja dituntut untuk
menentukan pilihan, posisi peran dan memutuskan
apakah ia mampu meraih sukses dari suatu bidang
tertentu, apakah ia dapat berpartisipasi atau
diterima di berbagai macam aktivitas sosial.
5. Peran: Peran adalah serangkaian pola sikap,
perilaku, nilai dan tujuan yang diharapkan oleh
masyarakat dihubungkan dengan fungsi individu di
dalam kelompok sosialnya.Peran memberikan sarana
untuk berperan serta dalam kehidupan sosial dan
merupakan cara untuk menguji identitas dengan
memvalidasi pada orang yang berarti. Setiap orang
disibukkan oleh beberapa peran yang berhubungan
dengan posisi pada tiap waktu sepanjang daur
kehidupan. Harga diri yang tinggi merupakan hasil
dari peran yang memenuhi kebutuhan dan cocok dengan
ideal diri.
C. Stressor Mempengaruhi Konsep Diri
12
Stressor Konsep diri adalah segala perubahan
nyata yang dicerap yang mengancam identitas, citra
tubuh, harga diri, atau perilaku peran. Stressor yang
mempengaruhi konsep diri melalui setiap perubahan
dalam kesehatan misalnya Perubahan fisik dalam tubuh
(kecelakaan, bekas luka, penuaan) menyebabkan
perubahan Citra tubuh, dimana identitas dan harga diri
juga dapat dipengaruhi.
1. Stressor Identitas
Seorang dewasa biasanya mempunyai identitas yang
lebih stabil karena konsep diri berkembang lebih
kuat.
Stresor kultural dan sosial dibanding stresor
personal dapat mempunyai dampak lebih besar pada
identitas orang dewasa. Misalnya, seorang dewasa
harus memutuskan antara karier dan pernikahan, kerja
sama dan kompetisi, atau ketergantungan dan
kemandirian dalam suatu hubungan (stuart & sundeen,
1991).
2. Stressor Citra tubuh
13
Perubahan dalam penampilan, struktur atau fungsi
bagian tubuh akan membutuhkan perubahan dalam citra
tubuh. Perubahan dalam citra tubuh seperti;
amputasi atau perubahan penampilan wajah, adalah
stressor yang sangat jelas mempengaruhi citra
tubuh. Masektomi, Kolostomi, dan ileostomi mengubah
penampilan dan fungsi tubuh.
3. Sterssor Harga diri
• Sterssor mempengaruhi harga diri seorg bayi, usia
sekolah, prasekolah dan remaja adalah
ketidakmampuan untuk memenuhi harapan orang tua,
kritik yang tajam, hukum yang tidak konsisten,
persaingan antar-saudara sekandung dan kekalahan
berulang dapat menurunkan harga diri.
• Sterssor mempengaruhi harga diri pada orang
dewasa adalah ketidakberhasilan dalam pekerjaan
dan kegagalan dalam berhubungan.
4. Sterssor Peran
a.Konflik Peran adalah tidak adanya kesesuaian
harapan peran.
Ada 3 jenis dasar konflik peran yaitu
14
Konflik interpersonal
Ketika satu orang atau lebih mempunyai harapan
berlawanan atau tidak cocok secara individu
dalam peran tertentu. Misalnya teman dari
seorang wanita dan ibunya mungkin mempunyai
perbedaan yang besar bagaimana ia harus merawat
anak-anaknya.
Konflik antar-peran
Terjadi ketika tekanan atau harapan yang
berkaitan denang satu peran melawan tekanan atau
harapan yang saling berkaitan. Misalnya, seorg
pria bekerja 10 sampai 12 jam sehari mungkin
akan mempunyai masalah jk istrinya mengharapkan
dirinya untuk berada dirumah bersama keluarga.
Konflik peran personal
Terjadi ketika tuntutan peran melanggar nilai
personal individu. Misalnya, seorang perawat
yang menghargai penyelamatan hidup mengalami
konflik ketika dihadapkan pada merawat klien yg
memilih untuk menolak terapi pendukung hidup.
15
b.Ambiguitas Peran mencakup harapan peran yang tdk
jelas. Ketika terdapat ketidak jelasan harapan
maka orang menjadi tidak pasti apa yang harus
dilakukan, bagaimana harus melakukannya atau
keduanya.
c. Ketegangan peran perpaduan antara konflik peran
dan ambiguitas peran. Ketegangan peran dapat
diekspresikan sebagi perasaan frustasi ketika
seseorg merasakan tidak adekuat atau merasa tidak
sesuai dengan peran.
contohnya: seorang wanita mempunyai posisi dimana
lazimnya posisi tersebut dipegang oleh pria
mungkin dianggap oleh orang lain sebagai kurang
kompeten, kurang objektif atau kurang
berpengetahuan dibandingndg rekan kerja pria
mereka. Maka mereka berpikir bahwa mereka harus
bekerja keras dan lebih baik untuk dapat
berkompetensi
D. Pengaruh Perawat Pada Konsep Diri Klien
16
Penerimaan perawat terhadap klien dengan
perubahan konsep diri membantu menstimulasi
rehabilitasi yang positif. Klien yang penampilan
fisiknya telah mengalami perubahan dan yang harus
beradaptasi terhadap citra tubuh yang baru, hampir
pasti baik klien maupun keluarganya akan melihat pada
perawat dan mengamati respon dan reaksi mereka
terhadap situasi yang baru. Perawat mempunyai dampak
yang signifikan dalam hal ini. Rencana keperawatan
yang dirumuskan untuk membantu klien dengan perubahan
konsep diri dapat ditingkatkan atau digagalkan oleh
nilai dan perasaan bawah sadar perawat. Penting
artinya bagi perawat untuk mengkaji dan mengkarifikasi
hal-hal berikut mengenai diri mereka:
1. Perasaan perawat mengenai kesehatan dan penyakit.
2. Bagaimana perawat bereaksi terhadap stres.
3. Kekuatan komunikasi nonverbal dengan klien,
keluarganya dan bagaimana hal tersebut ditunjukan.
4. Nilai dan harapan pribadi apa yang ditunjukan
(mempengaruhi klien).
17
5. Bagaimana pendekatan tidak menghakimi dapat
bermanfaat bagi klien.
Perawat harus mengkaji diri mereka sendiri secara
jujur sebelum mereka dapat mulai memahami bagaimana
mereka baik dengan kata-kata atau tindakan. Perawat
harus memberikan perhatian pada ‘pencetus’ yang
memperkuat perasaan yang terjadi dalam berespons
terhadap situasi tertentu. Perawat tidak dapat
menyangkal bahwa mereka mempunyaiperasaan ide-ide,
nilai, dan pengharapan atau menyangkal bahwa mereka
membuat penilaian. Kesadaran diri sangat penting dalam
memahami dan menerima orang lain.Semua orang membuat
keputusan tentang diri mereka, lingkungan dan orang
lain dengan dasar kerangka acuan personal. Sebagai
tenaga profesional, perawat harus menyiapkan diri
bekerja dangan orang yang mempunyai kerangka acuan
berbeda dengan dirinya. Perawat yang merasa aman
dengan identitas dirinya sendiri akan lebih cepat
menerima dan dengan demikian menguatkan identitas
klien. Namun demikian, perawat yang tidak pasti dengan
18
identitasnya sendiri mungkin tidak mampu mererima
klien dan mungkin bereaksi seolah klien itu sesuatu
dan orang lain, dengan demikian menciptakan lingkungan
yang tidak menerima bagi klien.
Perawat juga mempunyai dampak signifikan pada
citra tubuh. Klien yang harus beradaptasi terhadap
perubahan citra tubuh yang disebakan oleh penyakit
atau pembedahan memerlukan dukungan,demikian juga
halnya kluarga klien. Misalnya jika perawat merasa
bahwa ostomi atau mastektomi sangat mengakibatkan
buruknya penampilan, maka mereka tidak boleh
mengekspresikan pendapat tersebut pada klien baik
secara verbal maupun nonverbal.perawat harus berbicara
dengan orang yang telah mempunyai pengalaman dalam
merawat dan rehabilitasi klien seperti ini. Bertemu
dengan orang yang telah mengalami pembedahan seperti
ini dan yang telah mengalami penyembuhan dapat
meningkatkan pengetahuan. Perawat yang merasa tidak
pasti tentang citra tubuh mereka sendiri mungkin akan
19
bereaksi lebih kuat terhadap perubahan dalam
penampilan dan fungsi fisik klien.
Untuk menciptakan hubungan antara perawat dan
pasien diperlukan komunikasi yang akan mempermudah
dalam mengenal kebutuhan pasien dan menentukan rencana
tindakan serta kerja sama dalam memenuhi kebutuhan
tersebut. Hubungan perawat dan klien yang terapeutik
akan memepermudah proses komunikasi tersebut.
Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang
direncanakan secara sadar, bertujuan dan kegiatannya
dipusatkan untuk untuk kesembuhan pasien.
Tujuan komunikasi terapeutik itu sendiri adalah :
1. Membantu pasien untuk memperjelas dan mengurangi
beban perasaan dan pikiran serta dapat mengambil
tindakan untuk mengubah situasi yang ada bila
pasien percaya pada hal yang diperlukan.
2. Mengurangi keraguan, membantu dalam hal mengambil
tindakan yang efektif dan mempertahankan kekuatan
egonya.
20
3. Mempengaruhi orang lain, lingkungan fisik dan
dirinya sendiri.
E. Konsep Diri dan Proses Keperawartan
1. Pengkajian
Dalam mengkaji konsep diri, perawat mengumpulkan
data objektif dan subjektif yang berfokus pada
stresor konsep diri baik yang aktual maupun
potensial dan pada perilaku yang berkaitan dengan
perubahan konsep diri. Data objektif selanjutnya
termasuk terhadap perubahan citra tubuh, keengganan
untuk mencoba hal-hal baru dan interaksi verbal dan
nonverbal antara klien dengan orang lain, data
subjektif dikumpulkan untuk menetukan pandangan
klien tentang diri dan lingkungan. Persepsi orang
terdekat adalah sumber data yang penting.
2. Diagnosa Keperawatan
Data pengkajian membutuhkan interpretasi yang
cermat oleh perawat. Klien dengan batasan
karakteristik untuk gangguan konsep diri mungkin
21
menunjukan diagnosa keperawatan yang berkaitan
dengan defisiensi identitas, citra tubuh harga diri
atau kinerja peran. Peristiwa yang mempunyai dampak
pada diri menimbulkan stressor cukup besar atau jika
stressor di timbulkan pada klien dalam periode yang
cukup lama, maka klien akan menjadi simptomatis.
Pengkajian harus menunjukan adanya batasan
karakteristik dan perilaku klien yang mengarah pada
diagnosa keperawatan. Perawat harus cermat untuk
membuat diagnosa yang akuraat berdasarkan data
pengkajian. Misalnya, pertimbangkan klien dengan
diagnosa penyakit paru kronis. Perawat mungkindengan
cepat berasumsi bahwa klien mempaunyai citra tubuh
yang buruk sebagai akibat kehilangan fungsi tubuh.
Namun demikian, informasi ini saja tidak akan
membantuk diagnosa keperawatan yang konklusif.
3. Perencanaan
Setelah menentukan diagnosa keperawatan, perawat,
klien, dan keluarganya harus merencanakan perawatan
yang diarahkan pada membantu kllien meraih kembali
atau mempertahankan konsep diri yang sehat. Rencana
22
perawatan didasarkan pada tujuan dan hasil yang
diperkirakan. Hasil akan memberikan ukuran untuk
menentukan apakah rencana perawatan pada akhirnya
berhasil. Perawat harus menentukan apakah hasil yang
ditetapkan realistis, sesuai dengan keadaan fisik
dan psikososial klien saat ini. Setelah menetapkan
tujuan perawat merencanakan strategi yang ditujukan
pada penyelesaian diagnosa keperawatan. Secara
spesifik, intervensi keperawatan diarahkan pada
faktor yang berhubungan dengan diagnosis. Misalnya
dalam gangguan citra tubuh yang berhubungan dengan
persepsi negatif terhadap diri setelah histerektomi,
maka intervensi perawat ditujukkan untuk membantu
klien mencapai kembali feminitasnya dan menerima
perubahan fisik yang berkaitan dengan insisi
abdomen. Rencana perawatan menyajikan tujuan, hasil
yang diharapkan, dan intervensi untuk klien dengan
gangguan konsep diri. Intervensi difokuskan pada
membantu klien mengaadaptasi stressor yang
menyebabkan gangguan konsep diri dan pada dukungan
dan dorongan perkembangan metoda koping.
23
4. Implementasi
Menciptakan lingkungan dan hubungan yang
terapeutik dan mendukung penggalian diri penting
untuk mengintervensi klien yang mempunyai masalah
konsep diri. Banyak variabel yang mempengaruhi
pandangan klien tentang diri bersifat pribaadi dan
personal. Perawat harus dengan jelas dan tulus
menunjukan perawatanya pada klien. Kemudian akan
berkembang rasa saling percaya untuk memberdayakan
perawat bermitra dengan klien dalam menetapkan
intervensi yang sangat berguna.
F. Definisi Kehilangan dan Berduka
Kehilangan dan berduka merupakan bagian integral
dari kehidupan. Kehilangan adalah suatu kondisi yang
terputus atau terpisah atau memulai sesuatu tanpa hal
yang berarti sejak kejadian tersebut. Kehilangan
mungkin terjadi secara bertahap atau mendadak, bisa
tanpa kekerasan atau traumatik, diantisispasi atau
24
tidak diharapkan/diduga, sebagian atau total dan bisa
kembali atau tidak dapat kembali.
Kehilangan adalah suatu keadaan individu yang
berpisah dengan sesuatu yang sebelumnya ada, kemudian
menjadi tidak ada, baik terjadi sebagian atau
keseluruhan (Lambert dan Lambert,1985,h.35).
Kehilangan merupakan pengalaman yang pernah dialami
oleh setiap individu dalam rentang kehidupannya. Sejak
lahir individu sudah mengalami kehilangan dan
cenderung akan mengalaminya kembali walaupun dalam
bentuk yang berbeda.
Kehilangan merupakan suatu kondisi dimana
seseorang mengalami suatu kekurangan atau tidak ada
dari sesuatu yang dulunya pernah ada atau pernah
dimiliki. Kehilangan merupakan suatu keadaan individu
berpisah dengan sesuatu yang sebelumnya ada menjadi
tidak ada, baik sebagian atau seluruhnya.
Berduka adalah respon emosi yang diekspresikan
terhadap kehilangan yang dimanifestasikan adanya
perasaan sedih, gelisah, cemas, sesak nafas, susah
tidur, dan lain-lain.
25
Berduka merupakan respon normal pada semua
kejadian kehilangan. NANDA merumuskan ada dua tipe
dari berduka yaitu berduka diantisipasi dan berduka
disfungsional.
Berduka diantisipasi adalah suatu status yang
merupakan pengalaman individu dalam merespon
kehilangan yang aktual ataupun yang dirasakan
seseorang, hubungan/kedekatan, objek atau
ketidakmampuan fungsional sebelum terjadinya
kehilangan. Tipe ini masih dalam batas normal.
Berduka disfungsional adalah suatu status yang
merupakan pengalaman individu yang responnya dibesar-
besarkan saat individu kehilangan secara aktual maupun
potensial, hubungan, objek dan ketidakmampuan
fungsional. Tipe ini kadang-kadang menjurus ke
tipikal, abnormal, atau kesalahan/kekacauan.
G. Jenis Kehilangan dan Berduka
Terdapat 5 katagori kehilangan, yaitu:
1. Kehilangan seseorang yang dicintai ( ACTUAL LOSS )
26
Kehilangan seseorang yang dicintai dan sangat
bermakna atau orang yang berarti adalah salah satu
yang paling membuat stress dan mengganggu dari
tipe-tioe kehilangan, yang mana harus ditanggung
oleh seseorang.
Kematian juga membawa dampak kehilangan bagi orang
yang dicintai. karena keintiman, intensitas dan
ketergantungan dari ikatan atau jalinan yang ada,
kematian pasangan suami/istri atau anak biasanya
membawa dampak emosional yang luar biasa dan tidak
dapat ditutupi.
Contoh : kehilangan anggota badan , kehilngan
suami/ istri , kehilangan pekerjaan.
2. Kehilangan yang ada pada diri sendiri ( LOSS OF
SELF )
Bentuk lain dari kehilangan adalah kehilangan diri
atau anggapan tentang mental seseorang. Anggapan
ini meliputi perasaan terhadap keatraktifan, diri
sendiri, kemampuan fisik dan mental, peran dalam
kehidupan, dan dampaknya. Kehilangan dari aspek
diri mungkin sementara atau menetap, sebagian atau
27
komplit. Beberapa aspek lain yang dapat hilang dari
seseorang.
Contoh : misalnya kehilangan pendengaran, ingatan,
usia muda, fungsi tubuh.
3. Kehilangan objek eksternal
Kehilangan objek eksternal misalnya kehilangan
milik sendiri atau bersama-sama, perhiasan, uang
atau pekerjaan. Kedalaman berduka yang dirasakan
seseorang terhadap benda yang hilang tergantung
pada arti dan kegunaan benda tersebut.
4. Kehilangan lingkungan yang dikenal
Kehilangan diartikan dengan terpisahnya dari
lingkungan yang sangat dikenal termasuk dari
kehidupan latar belakang keluarga dalam waktu satu
periode atau bergantian secara permanen.
Contoh : pindah kekota lain, maka akan memiliki
tetangga yang baru dan proses penyesuaian baru.
5. Kehilangan kehidupan/ meninggal
Seseorang dapat mengalami mati baik secara
perasaan, pikiran dan respon pada kegiatan dan
orang disekitarnya, sampai pada kematian yang
28
sesungguhnya. Sebagian orang berespon berbeda
tentang kematian
Jenis berduka ada 4, yaitu:
Berduka normal, terdiri atas perasaan, perilaku,
dan reaksi yang normal terhadap
kehilangan.Misalnya, kesedihan, kemarahan,
menangis, kesepian, dan menari diri dari aktivitas
untuk sementara.
Berduka antisipatif, yaitu proses’melepaskan diri’
yng muncul sebelum kehilangan atau kematian yang
sesungguhnya terjadi.Misalnya, ketika menerima
diagnosis terminal, seseorang akan memulai proses
perpisahan dan menyesuaikan beragai urusan didunia
sebelum ajalnya tiba
Berduka yang rumit, dialami oleh seseorang yang
sulit untuk maju ke tahap berikutnya,yaitu tahap
kedukaan normal.Masa berkabung seolah-olah tidak
29
kunjung berakhir dan dapat mengancam hubungan orang
yang bersangkutan dengan orang lain.
Berduka tertutup, yaitu kedudukan akibat kehilangan
yang tidak dapat diakui secara
terbuka.Contohnya:Kehilangan pasangan karena AIDS,
anak mengalami kematian orang tua tiri, atau ibu
yang kehilangan anaknya di kandungan atau ketika
bersalin
H. Respon Berduka
Respons berduka seseorang terhadap kehilangan
dapat melalui tahap-tahap berikut(Kubler-Ross, dalam
Potter dan Perry,1997) :
Tahap Pengingkaran. Reaksi pertama individu yang
mengalami kehilangan adalah syok, tidak percaya,
atau mengingkarikenyataan bahwa kehilangan benar-
benar terjadi.Reaksi fisik yang terjadi pada tahap
ini adalah letih, lemah, pucat, mual, diare,
gangguan pernafasan, detak jantung cepat, menangis,
gelisah, dan sering kali individu tidak tahu harus
30
berbuat apa. Reaksi ini dapat berlangsung selama
beberapa menit hingga beberapa tahun.
Tahap Marah. Pada tahap ini individu menolak
kehilangan. Kemarahan yang timbul sering
diproyeksikan kepada orang lain atau dirinya
sendiri.Orang yang mengalami kehilangan juga tidak
jarang menunjukkan perilaku agresif, berbicara
kasar, menyerang orang lain, menolak pengobatan,
bahkan menuduh dokter atau perawat tidak
berkompeten. Respon fisik yang sering terjadi
antara lain muka merah, denyut nadi cepat, gelisah,
susah tidur, tangan mengepal, dan seterusnya.
Tahap Tawar-menawar. Pada tahap ini terjadi
penundaan kesadaran atas kenyataan terjadinya
kehilangan dan dapat mencoba untuk membuat
kesepakatan secara halus atau terang-terangan
seolah kehilangan tersebut dapat dicegah.Individu
mungkin berupaya untuk melakukan tawar-menawar
dengan memohon kemurahan Tuhan.
Tahap depresi. Pada tahap ini pasien sering
menunjukkan sikap menarik diri, kadang-kadang
31
bersikap sangat menurut, tidak mau bicara,
menyatakan keputusan, rasa tidak berharga, bahkan
bisa muncul keinginan bunuh diri. Gejala fisik
ditunjukkan antara lain menolak makan, susah tidur,
letih, dan lain-lain.
Tahap Penerimaan. Tahap ini berkaitan dengan
reorganisasi perasaan kehilangan. Pikiran yang
selalu berpusat pada objek yg hilang akan mulai
berkurang atau bahkan hilang. Perhatiannya akan
beralih pada objek yg baru.Apabila individu dapat
memulai tahap tersebut dan menerima dengan perasaan
damai, maka dia dapat mengakhiri proses kehilangan
secara tuntas.Kegagalan untuk masuk ke proses ini
akan mempengaruhi kemampuannya dalam mengatasi
perasaan kehilangan selanjutnya.
I. Individu
Individu berasal dari kata latin, “individuum”
yang artinya tak terbagi. Kata individu merupakan
sebutan yang dapat untuk menyatakan suatu kesatuan
32
yang paling kecil dan terbatas. Kata individu bukan
berarti manusia sebagai keseluruhan yang tak dapat
dibagi melainkan sebagai kesatuan yang terbatas yaitu
sebagai manusia perseorangan, demikian pendapat Dr. A.
Lysen.
Individu menurut konsep Sosiologis berarti
manusia yang hidup berdiri sendiri. Individu sebagai
mahkluk ciptaan Tuhan di dalam dirinya selalu
dilengkapi oleh kelengkapan hidup yang meliputi raga,
rasa, rasio, dan rukun.
Raga, merupakan bentuk jasad manusia yang khas
yang dapat membedakan antara individu yang satu
dengan yang lain, sekalipun dengan hakikat yang
sama
Rasa, merupakan perasaan manusia yang dapat
menangkap objek gerakan dari benda-benda isi alam
semesta atau perasaan yang menyangkut dengan
keindahan
Rasio atau akal pikiran, merupakan kelengkapan
manusia untuk mengembangkan diri, mengatasi segala
33
sesuatu yang diperlukan dalam diri tiap manusia
dan merupakan alat untuk mencerna apa yang
diterima oleh panca indera.
Rukun atau pergaulan hidup, merupakan bentuk
sosialisasi dengan manusia dan hidup berdampingan
satu sama lain secara harmonis, damai dan saling
melengkapi. Rukun inilah yang dapat membantu
manusia untuk membentuk suatu kelompok social yang
sering disebut masyarakat
J. Keluarga
Ada beberapa pandangan atau anggapan mengenai
keluarga.
Menurut Sigmund Freud keluarga itu terbentuk
karena adanya perkawinan pria dan wanita. Lain halnya
Adler berpendapat bahwa mahligai keluarga itu dibangun
berdasarkan pda hasrat atau nafsu berkuasa.
Durkheim berpendapat bahwa keluarga adalah
lembaga sosial sebagai hasil faktor-faktor politik ,
ekonomi dan keluarga.
34
Ki Hajar Dewantara sebagai tokoh pendidikan
berpendapat bahwa keluarga adalah kumpulan beberapa
orang yang karena terikat oleh satu turunan lalu
mengerti dan merasa berdiri sebagai satu gabungan yang
hakiki, esensial, enak dan berkehendak bersama-sama
memperteguh gabungan itub untuk memuliakan masing-
masing anggotanya.
Secara Umum, Keluarga adalah unit terkecil dari
masyarakat yang terdiri atas kepala keluarga dan
beberapa orang yang terkumpul dan tinggal di suatu
tempat di bawah suatu atap dalam keadaan saling
ketergantungan.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Secara umum konsep diri adalah semua tanda,
keyakinan dan pendirian yang merupakan pengetahuan
35
individu tentang dirinya yang dapat memengaruhi
hubungannya dengan orang lain, termasuk karakter,
kemampuan, nilai, ide dan tujuan.
Komponen Konsep diri terdiri dari : identitas,
citra tubuh, ideal diri, harga diri dan peran.
Stressor yang mempengaruhi konsep diri, yaitu
Stressor Identitas, Stressor Citra tubuh, Sterssor
Harga diri dan Sterssor Peran.
Kehilangan dan berduka merupakan bagian integral
dari kehidupan. Kehilangan adalah suatu kondisi yang
terputus atau terpisah atau memulai sesuatu tanpa hal
yang berarti sejak kejadian tersebut. Sedangkan
berduka merupakan respon normal pada semua kejadian
kehilangan.
Individu berasal dari kata latin, “individuum”
yang artinya tak terbagi. Individu menurut konsep
Sosiologis berarti manusia yang hidup berdiri sendiri.
Individu sebagai mahkluk ciptaan Tuhan di dalam
dirinya selalu dilengkapi oleh kelengkapan hidup yang
meliputi raga, rasa, rasio, dan rukun.
36
Secara Umum, Keluarga adalah unit terkecil dari
masyarakat yang terdiri atas kepala keluarga dan
beberapa orang yang terkumpul dan tinggal di suatu
tempat di bawah suatu atap dalam keadaan saling
ketergantungan.
B. Saran
Perawat harus menjalin hubungan yang baik dengan
klien untuk terwujudnya asuhan keperawatan yang
dilakukan.
Perawat harus mendengarkan dan mendorong pasien
untuk mendiskusikan pikiran dan perasaan klien.
Perawat harus memberikan asuhan keperawatan yang
tepat pada pasien dengan gangguan konsep diri.
Perawat harus menggunakan komunikais teraupetik dan
respon empati.
37