Upload
ung-id
View
3
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
BAB I
KONSEP MEDIS
TRAUMA KEPALA
A. Definisi
Cidera kepala (Trauma Kapitis) adalah kerusakan
neurologi yang terjadi akibat adanya trauma pada
jaringan otak yang terjadi secara langsung maupun
efek sekunder dari trauma yang terjadi (sylvia
anderson Price, 1985).
Resiko utama pasien yang mengalami cedera kepala
adalah kerusakan otak akibat perdarahan atau
pembengkakan otak sebagai respon terhadap cedera
dan menyebabkan peningkatan TIK.
B. Etiologi
Trauma Tumpul:
Terjatuh
Kecelakaan
Dipukul
Trauma persalinan
Penyalagunaan obat
Konsumsi alkohol
Trauma Tajam:
1
Benda tajam
Kena peluru
C. Manifestasi Klinis
1) Cedera kepala ringan
a) Kebingungan, sakit kepala, rasa mengantuk
yang abnormal dan sebagian besar pasien
mengalami penyembuhan total dalam beberapa
jam atau hari.
b) Pusing, kesulitan berkonsentrasi, pelupa,
depresi, emosi, atau perasaannya berkurang
dan cemas, kesulitan belajar dan kesulitan
bekerja.
2) Cedera kepala sedang
a) Kelemahan pada salah satu tubuh yang disertai
dengan kebingungan atau bahkan koma.
b) Gangguan kesadaran, abnormalitas pupil, awitan
tiba-tiba deficit neurologik, perubahan tanda-
tanda vital, gangguan penglihatan dan
pendengaran, disfungsi sensorik, kejang otot,
sakit kepala, vertigo dan gangguan pergerakan.
3) Cedera kepala berat
2
a) Amnesia dan tidak dapat mengingat peristiwa
sesaat sebelum dan sesudah terjadinya
penurunan kesehatan.
b) Pupil tak ekual, pemeriksaan motorik tidak
ekual, adanya cedera terbuka, fraktur
tengkorak dan penurunan neurologik.
D. Patofisiologi
Kerusakan otak yang dijumpai pada trauma kepala
dapat terjadi melalui dua cara: (1) efek segera
dari trauma pada fungsi otak dan (2) efek lanjutan
dari respons sel-sel otak terhadap trauma.
Kerusakan neurologik segera disebabkan oleh
suatu benda atau serpihan tulang yang menembus dan
merobek jaringan otak, oleh pengaruh kekuatan atau
energi yang diteruskan ke otak, dan oleh efek
akselerasi-deselerase pada otak, yang terbatas
dalam kompartemen yang kaku.
Derajat kerusakan yang disebabkan oleh hal-hal
ini bergantung pada kekuatan yang menimpa. Makin
besar kekuatan, makin parah kerusakan. Terdapat dua
macam kekuatan yang digunakan melalui dua cara yang
mengakibatkan dua efek berbeda. Pertama, cedera
setempat yang disebabkan oleh benda tajam
berkecepatan rendah dan sedikit tenaga. Kerusakan
fungsi neurologik terjadi pada tempat tertentu dan
3
disebabkan oleh benda atau fragmen-fragmen tulang
yang menembus dura pada tempat serangan. Kedua,
cedera menyeluruh, yang lebih lazim dijumpai pada
trauma tumpul kepala dan terjadi setelah kecelakaan
mobil. Kerusakan terjadi waktu energi atau kekuatan
diteruskan ke otak. Banyak energi yang diserap oleh
lapisan pelindung yaitu rambut, kulit kepala, dan
tengkorak; tetapi pada trauma hebat, penyerapan ini
tidak cukup untuk melindungi otak. Sisa energi
diteruskan ke otak, menyebabkan kerusakan dan
gangguan di sepanjang jalan yang dilewati karena
sasaran kekuatan itu adalah jaringan lunak. Bila
kepala bergerak dan berhenti secara mendadak dan
kasar (seperti pada kecelakaan mobil), kerusakan
tidak hanya terjadi akibat cedera setempat pada
jaringan saja tetapi juga akibat akselerasi dan
deselerasi. Kekuatan akselerasi dan deselerasi
menyebabkan bergeraknya isi dalam tengkorak yang
keras sehingga memaksa otak membentur permukaan
dalam tengkorak pada tempat yang berlawanan dengan
benturan. Ini juga disebut cedera contrecoup. Seperti
yang telah disebutkan sebelumnya, terdapat beberapa
bagian dalam rongga tengkorak yang kasar, dan bila
otak bergerak melewati daerah ini (misal, krista
sfenoidalis), bagian ini akan merobek dan mengoyak
jaringan. Kerusakan ini diperhebat bila trauma juga
4
menyebabkan rotasi tengkorak. Bagian otak yang
paling besar kemungkinannya menderita cedera
terhebat adalah bagian anterior lobus frontalis dan
temporalis, bagian posterior lobus oksipitalis, dan
bagian atas mesensefalon.
Kerusakan sekunder terhadap otak disebabkan oleh
siklus pembengkakan dan iskemia otak yang
menyebabkan timbulnya efek kaskade, yang efeknya
merusak otak. Cedera sekunder terjadi dari beberapa
menit hingga beberapa jam setelah cedera awal.
Setiap kali jaringan saraf mengalami cedera,
jaringan ini berespon dalam pola tertentu yang
dapat diperkirakan, menyebabkan berubahnya
kompartemen intrasel dan ekstrasel. Beberapa
perubahan ini dilepaskannya secara berlebihan
glutamin, kelainan aliran kalsium, produksi laktat,
efek kerusakan akibat radikal bebas, dan perubahan
pompa natrium pada dinding sel yang berperan dalam
terjadinya kerusakan tambahan dan pembengkakan
jaringan otak.
Neuron atau sel-sel fungsional dalam otak,
bergantung dari menit ke menit pada suplai nutrien
yang konstan dalam bentuk glukosa dan oksigen, dan
sangat rentan terhadap cedera metabolik apabila
suplai terhenti. Cedera mengakibatkan hilangnya
5
Pathway
7
Terajatuh Kecelakaan Dipukul Trauma Trauma
Bendatajam, danatau Kena
Benturankepala
Cederakepala
Trauma akibatakselerasi dan
Cedera
Hematoma
Perubahan pada cairan intradan ekstra sel (oedema)
Peningkatan suplai darah kedaerah trauma
Trauma pada jaringanlunak
Rusaknya jaringan
Luka
Resiko Tinggiterhadap Infeksi
Robekan dan
Jaringan sekitartertekan
Terputusnyakontinuitas
8
Nyeri
Tekanan IntraKranial
Aliran darah ke
Perubahan PerfusiJaringan Serebral
KerusakanHemisfer
Penurunankekuatan dan
GangguanMobilitas
MerangsangHipotalamus
Hipotalamusterfiksasi (pada
diensefalon)
produksi ADH
Retensi Na + H2O
Kurang VolumeCairan dan
Merangsanginferior
Mengeluarkanstreoid dan
Sekresi HCL
Mual, muntah
Asupan NutrisiKurang dari
Kebutuhan Tubuh
Hipoksiajaringan
Kerusakanpertukaran gas
Pernafasandangkal
Pola Nafas tdkEfektif
Penurunan
GangguanPersepsiSensori
KurangnyaPerawatan Diri
E. Klasifikasi
1. Simple Head Injury
Diagnosa simple head injury dapat ditegakkan
berdasarkan:
a. Ada riwayat trauma kapitis
b. Tidak pingsan
c. Gejala sakit kepala dan pusing
Umumnya tidak memerlukan perawatan khusus, cukup
diberi obat simptomatik dan cukup istirahat.
2. Commotio Cerebri
Commotio cerebri (geger otak) adalah keadaan
pingsan yang berlangsung tidak lebih dari 10
menit akibat trauma kepala, yang tidak disertai
kerusakan jaringan otak. Pasien mungkin
mengeluh nyeri kepala, vertigo, mungkin muntah
dan tampak pucat.
Vertigo dan muntah mungkin disebabkan gegar pada
labirin atau terangsangnya pusat-pusat dalam
batang otak. Pada commotio cerebri mungkin pula
terdapat amnesia retrograde, yaitu hilangnya
ingatan sepanjang masa yang terbatas sebelum
terjadinya kecelakaan. Amnesia ini timbul
akibat terhapusnya rekaman kejadian di lobus
temporalis. Pemeriksaan tambahan yang selalu
dibuat adalah foto tengkorak, EEG, pemeriksaan
9
memori. Terapi simptomatis, perawatan selama 3-5
hari untuk observasi kemungkinan terjadinya
komplikasi dan mobilisasi bertahap.
3. Contusio Cerebri
Pada contusio cerebri (memar otak) terjadi
perdarahan-perdarahan di dalam jaringan otak
tanpa adanya robekan jaringan yang kasat mata,
meskipun neuron-neuron mengalami kerusakan atau
terputus. Yang penting untuk terjadinya lesi
contusion ialah adanya akselerasi kepala yang
seketika itu juga menimbulkan pergeseran otak
serta pengembangan gaya kompresi yang
destruktif. Akselerasi yang kuat berarti pula
hiperekstensi kepala. Oleh karena itu, otak
membentang batang otak terlalu kuat, sehingga
menimbulkan blockade reversible terhadap
lintasan asendens retikularis difus. Akibat
blockade itu, otak tidak mendapat input aferen
dan karena itu, kesadaran hilang selama blockade
reversible berlangsung.
Timbulnya lesi contusio di daerah “coup” ,
“contrecoup”, dan “intermediate” menimbulkan
gejala deficit neurologik yang bisa berupa
refleks babinsky yang positif dan kelumpuhan
UMN. Setelah kesadaran puli kembali, si
10
penderita biasanya menunjukkan “organic brain
syndrome”.
Akibat gaya yang dikembangkan oleh mekanisme-
mekanisme yang beroperasi pada trauma kapitis
tersebut di atas, autoregulasi pembuluh darah
cerebral terganggu, sehingga terjadi
vasoparalitis. Tekanan darah menjadi rendah dan
nadi menjadi lambat, atau menjadi cepat dan
lemah. Juga karena pusat vegetatif terlibat,
maka rasa mual, muntah dan gangguan pernafasan
bisa timbul.
Pemeriksaan penunjang seperti CT-Scan berguna
untuk melihat letak lesi dan adanya kemungkinan
komplikasi jangka pendek. Terapi dengan
antiserebral edem, anti perdarahan, simptomatik,
neurotropik dan perawatan 7-10 hari.
4. Laceratio Cerebri
Dikatakan laceratio cerebri jika kerusakan tersebut
disertai dengan robekan piamater. Laceratio
biasanya berkaitan dengan adanya perdarahan
subaraknoid traumatika, subdural akut dan
intercerebral. Laceratio dapat dibedakan atas
laceratio langsung dan tidak langsung.
Laceratio langsung disebabkan oleh luka tembus
kepala yang disebabkan oleh benda asing atau
penetrasi fragmen fraktur terutama pada fraktur
11
depressed terbuka. Sedangkan laceratio tidak
langsung disebabkan oleh deformitas jaringan
yang hebat akibat kekuatan mekanis.
5. Fracture Basis Cranii
Fractur basis cranii bisa mengenai fossa anterior,
fossa media dan fossa posterior. Gejala yang
timbul tergantung pada letak atau fossa mana
yang terkena.
Fraktur pada fossa anterior menimbulkan gejala:
Hematom kacamata tanpa disertai
subkonjungtival bleeding
Epistaksis
Rhinorrhoe
Fraktur pada fossa media menimbulkan gejala:
Hematom retroaurikuler, Ottorhoe
Perdarahan dari telinga
Diagnosa ditegakkan berdasarkan gejala klinik
dan X-foto basis kranii. Komplikasi :
Gangguan pendengaran
Parese N.VII perifer
Meningitis purulenta akibat robeknya
duramater
12
Fraktur basis kranii bisa disertai commotio
ataupun contusio, jadi terapinya harus
disesuaikan. Pemberian antibiotik dosis tinggi
untuk mencegah infeksi. Tindakan operatif bila
adanya liquorrhoe yang berlangsung lebih dari 6
hari.
Adapun pembagian cedera kepala lainnya:
Cedera Kepala Ringan (CKR) → termasuk
didalamnya Laseratio dan Commotio Cerebri
Skor GCS 13-15
Tidak ada kehilangan kesadaran, atau
jika ada tidak lebih dari 10 menit
Pasien mengeluh pusing, sakit kepala
Ada muntah, ada amnesia retrogad dan
tidak ditemukan kelainan pada
pemeriksaan neurologist.
Cedera Kepala Sedang (CKS)
Skor GCS 9-12
Ada pingsan lebih dari 10 menit
Ada sakit kepala, muntah, kejang dan
amnesia retrogad
Pemeriksaan neurologis terdapat
lelumpuhan saraf dan anggota gerak.
Cedera Kepala Berat (CKB)
Skor GCS <8
13
Gejalnya serupa dengan CKS, hanya dalam
tingkat yang lebih berat
Terjadinya penurunan kesadaran secara
progesif
Adanya fraktur tulang tengkorak dan
jaringan otak yang terlepas.
F. Komplikasi
Menurut Mansjoer, (2000) komplikasi yang dapat
terjadi pada cedera kepala adalah :
a) Kebocoran cairan serebrospinal dapat disebabkan
oleh rusaknya leptomeningen dan terjadi pada 2 –
6% pasien dengan cedera kepala tertutup.
b) Fistel karotis-kavernosus ditandai oleh trias gejala :
eksolelamos, kemosis,dan bruit orbita, dapat timbul
segera atau beberapa hari setelah cedera.
c) Diabetes insipidus dapat disebabkan oleh
kerusakan traumatik pada tangkai hipofisis,
menyebabkan penghentian sekresi hormon
antidiuretik
14
d) Edema pulmonal, komplikasi paru-paru yang serius
pada pasien cedera kepala adalah edema paru. Ini
mungkin terutama berasal dari gangguan
neurologis atau akibat dari sindrom distres
pernapasan dewasa.
e) Kejang pasca trauma dapat terjadi segera (dalam
24 jam), dan (minggu pertama) atau lanjut
(setelah satu minggu).
G. Pemeriksaan Penunjang
1) CT Scan
2) Ventrikulografi udara
3) Angiogram
4) Diagnostik Peritoneal Lavage (DPL)
5) Ultrasonografi
H. Penatalaksanaan
1) Air dan Breathing
- Perhatian adanya apnoe
- Untuk cedera kepala berat lakukan intubasi
endotracheal. Penderita mendapat ventilasi
dengan oksigen 100% sampai diperoleh AGD
15
dan dapat dilakukan penyesuaian yang tepat
terhadap FiO2.
- Tindakan hiperventilasi dilakukan hati-hati
untuk mengoreksi asidosis dan menurunkan
secara cepat TIK pada penderita dengan
pupil yang telah berdilatasi. PCO2 harus
dipertahankan antara 25-35 mmhg.
2) Circulation
Hipotensi dan hipoksia adalah merupakan penyebab
utama terjadinya perburukan pada CKS. Hipotensi
merupakan petunjuk adanya kehilangan darah yang
cukup berat, walaupun tidak tampak. Jika terjadi
hipotensi maka tindakan yang dilakukan adalah
menormalkan tekanan darah. Lakukan pemberian
cairan untuk mengganti volume yang hilang
sementara penyebab hipotensi dicari.
3) Disability (pemeriksaan neurologis)
- Pada penderita hipotensi pemeriksaan
neurologis tidak dapat dipercaya
kebenarannya. Karena penderita hipotensi
yang tidak menunjukkan respon terhadap
stimulus apapun, ternyata menjadi normal
kembali segera tekanan darahnya normal
16
- Pemeriksaan neurologis meliputi pemeriksaan
GCS dan reflek cahaya pupil
I. Prognosis
Skor GCS penting untuk menilai tingkat kesadaran
dan berat ringannya trauma kapitis.
BAB II
KONSEP KEPERAWATAN
TRAUMA KEPALA
A. Pengkajian
17
1) PENGKAJIAN PRIMER
a. Airway
Kaji adanya obstruksi jalan antara lain
suara stridor, gelisah karena hipoksia,
penggunaan otot bantu pernafasan, sianosis
b. Breathing
Inspeksi frekuensi nafas, apakah terjadi
sianosis karena luka tembus dada, fail
chest, gerakan otot pernafasan tambahan.
Kaji adanya suara nafas tambahan seperti
ronchi, wheezing.
c. Sirkulasi
Kaji adanya tanda-tanda syok seperti:
hipotensi, takikardi, takipnea, hipotermi,
pucat, akral dingin, kapilari refill>2
detik, penurunan produksi urin.
d. Disability
Kaji tingkat kesadaran pasien serta
kondisi secara umum.
e. Eksposure
Buka semua pakaian klien untuk melihat
adanya luka.
2) PENGKAJIAN SEKUNDER
a. Kepala
18
Kelainan atau luka kulit kepala dan bola
mata, telinga bagian luar dan membran
timpani, cedera jaringan lunak periorbital
b. Leher
Adanya luka tembus leher, vena leher yang
mengembang
c. Neurologis
Penilaian fungsi otak dengan GCS
d. Dada
Pemeriksaan klavikula dan semua tulang
iga, suara nafas dan jantung, pemantauan
EKG
e. Abdomen
Kaji adanya luka tembus abdomen, pasang
NGT dengan trauma tumpul abdomen
f. Pelvis dan ekstremitas
Kaji adanya fraktur, denyut nadi perifer
pada daerah trauma, memar dan cedera yang
lain
B. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan Perfusi Jaringan Serebral
2. Pola Nafas tidak efektif
3. Kurang Volume Cairan dan Elektrolit
19
4. Nutrisi kurang dari Kebutuhan Tubuh
5. Gangguan Mobilitas Fisik
6. Gangguan Persepsi Sensori
7. Resiko Tinggi Infeksi
8. Nyeri
9. Kurangnya Perawatan Diri
20
C. Rencana Asuhan Keperawatan (ASKEP)
No Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi1. Gangguan Perfusi Jaringan
Serebral
Defenisi:
Suatu keadaaan dimana
seseorang individu
mengalami penurunan suplai
nutrisi dan oksigen pada
tingkat seluler oleh karena
penurunan suplai darah
arteri
Batasan Karakteristik:
Perubahan tingkat
kesadaran, kehilangan
NOC :
Circulation status
Tissue Prefusion :
cerebral
Kriteria Hasil :
1. Mendemonstrasikan
status sirkulasi yang
ditandai dengan :
Tekanan systole dan
diastole dalam
rentang yang
diharapkan
Tidak ada
NIC:
Intrakranial Pressure (ICP)
Monitoring (Monitor tekanan
intrakranial)
Berikan informasi
kepada keluarga
Set alarm
Monitor tekanan perfusi
serebral
Catat respon pasien
terhadap stimuli
Monitor tekanan
intrakranial pasien dan
respon neurology
21
memori, perubahan respon
motorik atau sensorik,
gelisah, perubahan tanda
vital.
Faktor yang Berhubungan:
Penghentian aliran darah
oleh (hemoragi, hematoma).
ortostatikhipertensi
Tidak ada tanda
tanda peningkatan
tekanan intrakranial
(tidak lebih dari 15
mmHg)
2. Mendemonstrasikan
kemampuan kognitif yang
ditandai dengan:
Berkomunikasi dengan
jelas dan sesuai
dengan kemampuan
Menunjukkan
perhatian,
konsentrasi dan
orientasi
terhadap aktivitas
Monitor jumlah drainage
cairan serebrospinal
Monitor intake dan
output cairan
Restrain pasien jika
perlu
Monitor suhu dan angka
WBC
Kolaborasi pemberian
antibiotik
Posisikan pasien pada
posisi semifowler
Minimalkan stimuli dari
lingkungan
22
Memproses informasi
Membuat keputusan
dengan benar
3. Menunjukkan fungsi
sensori motori cranial
yang utuh : tingkat
kesadaran mambaik,
tidak ada gerakan
gerakan involunter
Peripheral Sensation
Management (Manajemen
sensasi perifer)
Monitor adanya daerah
tertentu yang hanya
peka terhadap
panas/dingin/tajam/tump
ul
Monitor adanya paretese
Instruksikan keluarga
untuk mengobservasi
kulit jika ada lsi atau
laserasi
Gunakan sarun tangan
untuk proteksi
Batasi gerakan pada
23
kepala, leher dan
punggung
Monitor kemampuan BAB
Kolaborasi pemberian
analgetik
Monitor adanya
tromboplebitis
Diskusikan mengenai
penyebab perubahan
sensasi2. Pola Nafas tidak efektif
Definisi :
Pertukaran udara inspirasi
dan/atau
ekspirasi tidak adekuat
NOC :
Status Respirasi :
Ventilasi
Status Respirasi :
Airway patency
Vital sign Status
NIC:
Airway Management
Buka jalan nafas,
guanakan teknik chin
lift atau jaw thrust
bila perlu
24
Batasan karakteristik :
Penurunan tekanan
inspirasi/ekspirasi
Penurunan pertukaran
udara per menit
Menggunakan otot
pernafasan tambahan
Nasal flaring
Dyspnea
Orthopnea
Perubahan penyimpangan
dada
Nafas pendek
Assumption of 3-point
position
Pernafasan pursed-lip
Kriteria Hasil :
Mendemonstrasikan batuk
efektif dan suara nafas
yang bersih, tidak ada
sianosis dan dyspneu
(mampu mengeluarkan
sputum, mampu bernafas
dengan mudah, tidak ada
pursed lips)
Menunjukkan jalan nafas
yang paten (klien tidak
merasa tercekik, irama
nafas, frekuensi
pernafasan dalam
rentang normal, tidak
Posisikan pasien untuk
memaksimalkan ventilasi
Identifikasi pasien
perlunya pemasangan
alat jalan nafas buatan
Pasang mayo bila perlu
Lakukan fisioterapi
dada jika perlu
Keluarkan sekret dengan
batuk atau suction
Auskultasi suara nafas,
catat adanya suara
tambahan
Lakukan suction pada
mayo
Berikan bronkodilator
25
Tahap ekspirasi
berlangsung sangat
lama
Peningkatan diameter
anterior-posterior
Pernafasan
rata-rata/minimal
Bayi : < 25 atau > 60
Usia 1-4 : < 20 atau >
30
Usia 5-14 : < 14 atau
> 25
Usia > 14 : < 11 atau
> 24
Kedalaman pernafasan
Dewasa volume tidalnya
ada suara nafas
abnormal)
Tanda Tanda vital
dalam rentang normal
(tekanan darah, nadi,
pernafasan)
bila perlu
Berikan pelembab udara
Kassa basah NaCl Lembab
Atur intake untuk
cairan mengoptimalkan
keseimbangan.
Monitor respirasi dan
status O2
Terapi Oksigen
Bersihkan mulut, hidung
dan secret trakea
Pertahankan jalan nafas
yang paten
Atur peralatan
oksigenasi
26
500 ml saat istirahat
Bayi volume tidalnya
6-8 ml/Kg
Timing rasio
Penurunan kapasitas
vital
Faktor yang berhubungan :
Hiperventilasi
Deformitas tulang
Kelainan bentuk
dinding dada
Penurunan
energi/kelelahan
Perusakan/pelemahan
muskulo-skeletal
Monitor aliran oksigen
Pertahankan posisi
pasien
Onservasi adanya tanda
tanda hipoventilasi
Monitor adanya
kecemasan pasien
terhadap oksigenasi
27
Obesitas
Posisi tubuh
Kelelahan otot
pernafasan
Hipoventilasi sindrom
Nyeri
Kecemasan
Disfungsi
Neuromuskuler
Kerusakan
persepsi/kognitif
Perlukaan pada
jaringan syaraf tulang
belakang
Imaturitas Neurologis3 Defisit Volume Cairan NOC: NIC :
28
Definisi : Penurunan cairan
intravaskuler,
interstisial, dan/atau
intrasellular. Ini mengarah
kdehidrasi, kehilangan
cairan dengan pengeluaran
sodium
Batasan Karakteristik :
Kelemahan
Haus
Penurunan turgor
kulit/lidah
Membran mukosa/kulit
kering
Peningkatan denyut
Fluid balance
Hydration
Nutritional Status :
Food and Fluid
Intake
Kriteria Hasil :
Mempertahankan urine
output sesuai dengan
usia dan BB, BJ urine
normal, HT normal
Tekanan darah, nadi,
suhu tubuh
dalam batas normal
Tidak ada tanda tanda
dehidrasi, Elastisitas
Fluid management
Timbang popok/pembalut
jika diperlukan
Pertahankan catatan
intake dan output yang
akurat
Monitor status
hidrasi, kelembaban
membran mukosa, nadi
adekuat, tekanan darah
ortostatik, jika
diperlukan
Monitor hasil lAb yang
sesuai dengan retensi
cairan (BUN , Hmt,
osmolalitas urin)
29
nadi, penurunan
tekanandarah,
penurunan
volume/tekanan nadi
Pengisian vena menurun
Perubahan status
mental
Konsentrasi urine
meningkat
Temperatur tubuh
meningkat
Hematokrit meninggi
Kehilangan berat badan
seketika (kecuali
padathird spacing)
turgor kulit baik,
membran mukosa lembab,
tidak ada rasa haus
yang berlebihan
Monitor vital sign
Monitor masukan
makanan / cairan dan
hitung intake kalori
harian
Kolaborasi pemberian
cairan IV
Monitor status nutrisi
Berikan cairan
Berikan diuretik
sesuai interuksi
Berikan cairan IV pada
suhu ruangan
Dorong masukan oral
Berikan penggantian
nesogatrik sesuai
30
Faktor-faktor yang
berhubungan:
Kehilangan volume
cairan secara aktif
Kegagalan mekanisme
pengaturan
output
Dorong keluarga untuk
membantu pasien makan
Tawarkan snack ( jus
buah, buah segar)
Kolaborasi dokter jika
tanda cairan berlebih
muncul meburuk
Atur kemungkinan
tranfusi
Persiapan untuk
tranfusi 4. Ketidak Seimbangan Nutrisi
Kurang Dari KebutuhanTubuh
Definisi :
Intake nutrisi tidak cukup
NOC :
Nutritional Status :
food and Fluid Intake
Nutritional Status :
NIC :
Nutrition Management
- Kaji adanya alergi
makanan
31
untuk keperluan metabolisme
tubuh.
Batasankarakteristik :
- Dilaporkan atau fakta
adanya kekurangan
makanan
- Keengganan untuk makan
- Nyeri abdominal dengan
atau tanpa patologi
- Kurang berminat terhadap
makanan
Faktor yangberhubungan :
Ketidakmampuan pemasukan
atau mencerna makanan atau
nutrient Intake
Weight control
KriteriaHasil :
- Adanya peningkatan berat
badan sesuai dengan
tujuan
- Berat badan ideal sesuai
dengan tinggi badan
- Mampu mengidentifikasi
kebutuhan nutrisi
- Tidak ada tanda tanda
malnutrisi
- Menunjukkan peningkatan
fungsi pengecapan dari
menelan
- Kolaborasi dengan ahli
gizi untuk menentukan
jumlah kalori dan
nutrisi yang dibutuhkan
pasien.
- Anjurkan pasien untuk
meningkatkan intake Fe
- Anjurkan pasien untuk
meningkatkan protein dan
vitamin C
- Berikan substansi gula
- Yakinkan diet yang
dimakan mengandung
tinggi serat untuk
mencegah konstipasi
- Berikanmakanan yang
32
mengabsorpsi zat-zat gizi
berhubungan dengan factor
biologis, psikologi atau
ekonomi.
- Tidak terjadi penurunan
berat badan yang berarti
terpilih ( sudah
dikonsultasikan dengan
ahli gizi)
- Ajarkan pasien bagaimana
membuat catatan makanan
harian.
- Monitor jumlah nutrisi
dan kandungan kalori
- Berikan informasi
tentang kebutuhan
nutrisi
- Kajikemampuan pasien
untuk mendapatkan
nutrisi yang dibutuhkan
Nutrition Monitoring
33
- BB pasien dalam batas
normal
- Monitor adanya penurunan
berat badan
- Monitor tipe dan jumlah
aktivitas yang biasa
dilakukan
- Monitor interaksi anak
atau orang tua selama
makan
- Monitor lingkungan
selama makan
- Jadwalkan pengobatan dan
tindakan tidak selama
jam makan
- Monitor kulit kering dan
34
perubahan pigmentasi
- Monitor turgor kulit
- Monitor kekeringan,
rambut kusam, dan mudah
patah
- Monitor mual dan muntah
- Monitor kadar albumin,
total protein, Hb,
dankadarHt
- Monitor makanan kesukaan
- Monitor pertumbuhan dan
perkembangan
- Monitor pucat,
kemerahan, dan
kekeringan jaringan
konjungtiva
35
- Monitor kaloridan intake
nuntrisi
- Catatadanya edema,
hiperemik, hipertonik
papilla lidah dan
cavitas oral.
- Catat jika lidah
berwarna magenta,
scarlet5 Gangguan Mobilitas Fisik
Defenisi:
Keterbatasan dalam
kebebasan untuk pergerakan
fisik tertentu pada bagian
tubuh atau satu atau lebih
ekstremitas.
NOC:
Joint Movement : Active
Mobility Level
Self care : ADLs
Transfer performance
NIC:
Exercise therapy :
ambulation
Monitoring vital sign
sebelm/sesudah latihan
dan lihat respon pasien
saat latihan
36
Batasan Karakteristik:
Postur tubuh yang
tidak stabil selama
melakukan kegiatan
rutin harian
Keterbatasan kemampuan
untuk melakukan
keterampilan motorik
kasar
Keterbatasan kemampuan
untuk melakukan
keterampilan motorik
halus
Tidak ada koordinasi
Kriteria Hasil:
Klien meningkat dalam
aktivitas fisik
Mengerti tujuan dari
peningkatan mobilitas
Memverbalisasikan
perasaan dalam
meningkatkan kekuatan
dan kemampuan berpindah
Memperagakan penggunaan
alat Bantu untuk
mobilisasi (walker)
Konsultasikan dengan
terapi fisik tentang
rencana ambulasi sesuai
dengan kebutuhan
Bantu klien untuk
menggunakan tongkat
saat berjalan dan cegah
terhadap cedera
Ajarkan pasien atau
tenaga kesehatan lain
tentang teknik ambulasi
Kaji kemampuan pasien
dalam mobilisasi
Latih pasien dalam
pemenuhan kebutuhan
ADLs secara mandiri
37
atau pergerakan yang
tersentak-sentak
Keterbatasan ROM
Kesulitan berbalik
(belok)
Perubahan gaya
berjalan (Misal :
penurunan kecepatan
berjalan, kesulitan
memulai jalan, langkah
sempit, kaki diseret,
goyangan yang
berlebihan pada posisi
lateral)
Penurunan waktu reaksi
Bergerak menyebabkan
sesuai kemampuan
Dampingi dan Bantu
pasien saat mobilisasi
dan bantu penuhi
kebutuhan ADLs ps.
Berikan alat Bantu jika
klien memerlukan.
Ajarkan pasien
bagaimana merubah
posisi dan berikan
bantuan jika diperlukan
38
nafas menjadi pendek
Usaha yang kuat untuk
perubahan gerak
(peningkatan perhatian
untuk aktivitas lain,
mengontrol perilaku,
fokus dalam anggapan
ketidakmampuan
aktivitas)
Pergerakan yang lambat
Bergerak menyebabkan
tremor
Faktor yang Berhubungan:
Pengobatan
Terapi pembatasan
39
gerak
Kurang pengetahuan
tentang kegunaan
pergerakan fisik
Indeks massa tubuh
diatas 75 tahun
percentil sesuai
dengan usia
Kerusakan persepsi
sensori
Tidak nyaman, nyeri
Kerusakan
muskuloskeletal dan
neuromuskuler
Intoleransi
aktivitas/penurunan
40
kekuatan dan stamina
Depresi mood atau
cemas
Kerusakan kognitif
Penurunan kekuatan
otot, kontrol dan atau
masa
Keengganan untuk
memulai gerak
Gaya hidup yang
menetap, tidak
digunakan,
deconditioning
Malnutrisi selektif
atau umum 6 Gangguan Persepsi Sensori NOC: NIC:
41
Definisi:
Perubahan dalam jumlah pada
jumlah stimulus yang
diterima, yang disertai
respon terhadap stimulus
tersebut dihilangkan,
dilebihkan, disimpangkan
atau dirusakkan.
Batasan Karakteristik:
Distorsi sensori
Perubahan pola
perilaku
Perubahan kemampuan
penyelesaian masalah
Perubahan ketajaman
Kriteria Hasil:
Mempertahankan fungsi
optimal indera
Membangun lingkungan
yang aman
Berkomunikasi efektif
Mencapai perawatan diri
Mempertahankan fungsi
optimal indera:
a. Penglihatan
- Gunakan alat
bantu tambahan
- Tulis label
obat dengan
huruf besar
- Ajarkan klien
dengan pamflet
tulisan besar
dan kontras
b. Pendengaran
- Lakukan tes
pendengaran
42
sensori
Perubahan respon yang
biasanya terhadap
stimulus
Disorientasi
Halusinasi
Hambatan komunikasi
Iritabilitas
Konsentrasi buruk
Gelisah
Faktor yang berhubungan:
Perubahan resepsi,
transmisi dan atau
integrasi sensori
Ketidakseimbangan
elektrolit
- Irigasi telinga
c. Perasa
- Lakukan oral
hygine
- Makanan berasa
dan tekstur
berbeda-beda
d. Sentuhan
- Terapi
sentuhan:
menyisir
rambut,
backrup,
menyentuh
lengan atau
43
Stimulus lingkungan
yang berlebihan
Stres psikologis
bahu
- Tekanan lembut
bila sensasi
berkurang
e. Pembau
- Stimulasi bau
menyenangkan
- Membaui makanan
sebelum makan
- Lingkungan
bersih
Membangun lingkungan
yang aman
a. Kehilangan
penglihatan:
44
- Ambulasi
- Jangan
tinggalkan
klien sendiri
di tempat asing
- Sediakan bel
- Objek penting
letakkan dekat
klien
- Pindahkan
barang
berbahaya
b. Kehilangan
pendengaran
- Ajarkan klien
menggunakan
45
penglihatan
untuk menemukan
bahaya
- Kunjungi klien
secara teratur
c. Gangguan bicara
- Perlu
alternatif
komunikasi
- Sediakan bel
panggil
Berkomunikasi efektif
- Dengarkan klien
- Jangan
berteriak
- Gunakan
46
pertanyaan
pendek, mudah
dan bahasa
tubuh
- Beri klien
waktu untuk
memahami
- Jangan menekan
atau memaksa
- Gunakan alat
bantu untuk
memperjelas
- Berhadapan
dengan klien
Mencapai perawatan
47
diri:
- Jelaskan letak
susunan makanan
yang disajikan
- Bantu klien
dengan gangguan
penglihatan ke
kamar mandi
- Beri kesempatan
klien melakukan
ADL sendiri
7 Resiko Infeksi
Definisi:
Peningkatan resiko masuknya
organisme patogen.
NOC:
Immune Status
Knowledge : Infection
control
NIC:
Infection Control (Kontrol
infeksi)
Bersihkan lingkungan
setelah dipakai pasien
48
Faktor yang berhubungan:
Prosedur Infasif
Ketidakcukupan
pengetahuan untuk
menghindari paparan
patogen
Trauma
Kerusakan jaringan dan
peningkatan paparan
lingkungan
Ruptur membran amnion
Agen farmasi
(imunosupresan)
Malnutrisi
Peningkatan paparan
Risk Control
Kriteria Hasil:
Klien bebas dari tanda
dan gejala infeksi
Mendeskripsikan proses
penularan penyakit,
factor yang
mempengaruhi penularan
serta
penatalaksanaannya,
Menunjukkan kemampuan
untuk mencegah
timbulnya infeksi
Jumlah leukosit dalam
batas normal
lain
Pertahankan teknik
isolasi
Batasi pengunjung bila
perlu
Instruksikan pada
pengunjung untuk
mencuci tangan saat
berkunjung dan setelah
berkunjung meninggalkan
pasien
Gunakan sabun
antimikrobia untuk cuci
tangan
Cuci tangan setiap
sebelum dan sesudah
49
lingkungan patogen
Imonusupresi
Ketidakadekuatan imum
buatan
Tidak adekuat
pertahanan sekunder
(penurunan Hb,
Leukopenia, penekanan
respon inflamasi)
Tidak adekuat
pertahanan tubuh primer
(kulit tidak utuh,
trauma jaringan,
penurunan kerja silia,
cairan tubuh statis,
perubahan sekresi pH,
Menunjukkan perilaku
hidup sehat
tindakan keperawatan
Gunakan baju, sarung
tangan sebagai alat
pelindung
Pertahankan lingkungan
aseptik selama
pemasangan alat
Ganti letak IV perifer
dan line central dan
dressing sesuai dengan
petunjuk umum
Gunakan kateter
intermiten untuk
menurunkan infeksi
kandung kencing
Tingktkan intake
50
perubahan peristaltik)
Penyakit kronik
nutrisi
Berikan terapi
antibiotik bila perlu
Infection Protection
(proteksi terhadap infeksi)
Monitor tanda dan
gejala infeksi sistemik
dan lokal
Monitor hitung
granulosit, WBC
Monitor kerentanan
terhadap infeksi
Batasi pengunjung
Saring pengunjung
terhadap penyakit
51
menular
Pertahankan teknik
aspesis pada pasien
yang beresiko
Pertahankan teknik
isolasi k/p
Berikan perawatan
kuliat pada area
epidema
Inspeksi kulit dan
membran mukosa terhadap
kemerahan, panas,
drainase
Ispeksi kondisi luka /
insisi bedah
Dorong masukkan nutrisi
52
yang cukup
Dorong masukan cairan
Dorong istirahat
Instruksikan pasien
untuk minum antibiotik
sesuai resep
Ajarkan pasien dan
keluarga tanda dan
gejala infeksi
Ajarkan cara
menghindari infeksi
Laporkan kecurigaan
infeksi
Laporkan kultur positif8 Nyeri
Defenisi:
NOC:
Pain Level
NIC:
Pain Management
53
Sensori yang tidak
menyenangkan dan pengalaman
emosional yang muncul
secara aktual atau
potensial kerusakan
jaringan atau menggambarkan
adanya kerusakan (Asosiasi
Studi Nyeri Internasional):
serangan mendadak atau
pelan intensitasnya dari
ringan sampai berat yang
dapat diantisipasi dengan
akhir yang dapat diprediksi
dan dengan durasi kurang
dari 6 bulan.
Pain control
Comfort level
Kriteria Hasil:
Mampu mengontrol nyeri
(tahu penyebab nyeri,
mampu menggunakan
tehnik nonfarmakologi
untuk mengurangi nyeri,
mencari bantuan)
Melaporkan bahwa nyeri
berkurang dengan
menggunakan manajemen
nyeri
Mampu mengenali nyeri
(skala, intensitas,
Lakukan pengkajian
nyeri secara
komprehensif termasuk
lokasi, karakteristik,
durasi, frekuensi,
kualitas dan faktor
presipitasi
Observasi reaksi
nonverbal dari
ketidaknyamanan
Gunakan teknik
komunikasi terapeutik
untuk mengetahui
pengalaman nyeri pasien
Kaji kultur yang
mempengaruhi respon
54
Batasan karakteristik:
Laporan secara verbal
atau non verbal
Fakta dari observasi
Posisi antalgic untuk
menghindari nyeri
Gerakan melindungi
Tingkah laku berhati-
hati
Muka topeng
Gangguan tidur (mata
sayu, tampak capek,
sulit atau gerakan
kacau, menyeringai)
Terfokus pada diri
sendiri
frekuensi dan tanda
nyeri)
Menyatakan rasa nyaman
setelah nyeri berkurang
Tanda vital dalam
rentang normal
nyeri
Evaluasi pengalaman
nyeri masa lampau
Evaluasi bersama pasien
dan tim kesehatan lain
tentang
ketidakefektifan
kontrol nyeri masa
lampau
Bantu pasien dan
keluarga untuk mencari
dan menemukan dukungan
Kontrol lingkungan yang
dapat mempengaruhi
nyeri seperti suhu
ruangan, pencahayaan
55
Fokus menyempit
(penurunan persepsi
waktu, kerusakan proses
berpikir, penurunan
interaksi dengan orang
dan lingkungan)
Tingkah laku distraksi,
contoh : jalan-jalan,
menemui orang lain
dan/atau aktivitas,
aktivitas berulang-
ulang)
Respon autonom (seperti
diaphoresis, perubahan
tekanan darah,
perubahan nafas, nadi
dan kebisingan
Kurangi faktor
presipitasi nyeri
Pilih dan lakukan
penanganan nyeri
(farmakologi, non
farmakologi dan inter
personal)
Kaji tipe dan sumber
nyeri untuk menentukan
intervensi
Ajarkan tentang teknik
non farmakologi
Berikan analgetik untuk
mengurangi nyeri
Evaluasi keefektifan
56
dan dilatasi pupil)
Perubahan autonomic
dalam tonus otot
(mungkin dalam rentang
dari lemah ke kaku)
Tingkah laku ekspresif
(contoh : gelisah,
merintih, menangis,
waspada, iritabel,
nafas panjang/berkeluh
kesah)
Perubahan dalam nafsu
makan dan minum
Faktor yang berhubungan:
Agen injuri (biologi,
kontrol nyeri
Tingkatkan istirahat
Kolaborasikan dengan
dokter jika ada keluhan
dan tindakan nyeri
tidak berhasil
Monitor penerimaan
pasien tentang
manajemen nyeri
Analgesic Administration
Tentukan lokasi,
karakteristik,
kualitas, dan derajat
nyeri sebelum pemberian
obat
57
kimia, fisik, psikologis) Cek instruksi dokter
tentang jenis obat,
dosis, dan frekuensi
Cek riwayat alergi
Pilih analgesik yang
diperlukan atau
kombinasi dari
analgesik ketika
pemberian lebih dari
satu
Tentukan pilihan
analgesik tergantung
tipe dan beratnya nyeri
Tentukan analgesik
pilihan, rute
pemberian, dan dosis
58
optimal
Pilih rute pemberian
secara IV, IM untuk
pengobatan nyeri secara
teratur
Monitor vital sign
sebelum dan sesudah
pemberian analgesik
pertama kali
Berikan analgesik tepat
waktu terutama saat
nyeri hebat
Evaluasi efektivitas
analgesik, tanda dan
gejala (efek samping)9. Defesit Perawatan Diri NOC : NIC:
59
Definisi:
Gangguan kemampuan untuk
melakukan ADL pada
Diri.
Batasan Karakteristik:
Ketidakmampuan untuk
mandi,
Ketidakmampuan untuk
berpakaian,
Ketidakmampuan untuk
makan,
Ketidakmampuan untuk
toileting
Faktor yang berhubungan:
Self care : Activity of
Daily Living (ADLs)
Kriteria Hasil:
Klien terbebas dari bau
badan
Menyatakan kenyamanan
terhadap kemampuan
untuk melakukan ADLs
Dapat melakukan ADLS
dengan bantuan
Self Care assistane : ADLs
Monitor kemempuan klien
untuk perawatan diri
yang mandiri.
Monitor kebutuhan klien
untuk alat-alat bantu
untuk kebersihan diri,
berpakaian, berhias,
toileting dan makan.
Sediakan bantuan sampai
klien mampu secara utuh
untuk melakukan self-
care.
Dorong klien untuk
melakukan aktivitas
sehari-hari yang normal
60
Kelemahan,
Kerusakan kognitif
atau perceptual,
Kerusakan
neuromuskular/ otot-
otot saraf
sesuai kemampuan yang
dimiliki.
Dorong untuk melakukan
secara mandiri, tapi
beri bantuan ketika
klien tidak mampu
melakukannya.
Ajarkan klien/ keluarga
untuk mendorong
kemandirian, untuk
memberikan bantuan
hanya jika pasien tidak
mampu untuk
melakukannya.
Berikan aktivitas rutin
sehari- hari sesuai
61
DAFTAR PUSTAKA
Corwin, Elizabeth, J. 2000. Buku Saku Patofisiologi.
Jakarta: EGC.
Mansjoer, arif. dkk. 2001. Kapita Selekta kedokteran, Ed-3,
jilid I. Jakarta: FKUI Media Aesculapius
Price, Sylvia Anderson. 2005. Patofisiologi, Konsep Klinis
Proses – Proses Penyakit Edisi 6 Vol 1.Jakarta: EGC
Smeltzer, C Suzanne dan Bare, Brenda G. Buku ajar
Keperawatan Medikal Bedah, Ed-8, vol.2. Jakarta: EGC
Wilkinson, Judith M. & Ahern, Nancy R. 2011. Buku
Saku Diagnosis Keperawatan NANDA NIC NOC Edisi 9. Jakarta:
EGC
63