10
K Language Games : Membidani Makna dari Rahim Permainan Serpihan Pemikiran Analitis Ludwig Wittgenstein *) --------------------------------------------------------------------------------------------------- Oleh : Firdaus Achmad **) Die grenzen meiner sprache bedeuten Die grenzen meiner welt” (Wittgenstein in Tractatus Logico Philosophicus) Wittgenstein dalam Lintasan Sejarah, Sebuah Pengantar etika sebuah tema diwacanakan, sebuah teori didefinisikan, maka bahasa menjadi sesuatu yang niscaya untuk dikaji dan dipahami, karena bahasa merupakan alat utama untuk dapat mengungkapkan sebuah tema yang diwacanakan dan seluruh bentuk teori yang didefinisikan. Berbicara tentang bahasa khususnya dalam kajian filsafat, sudah pasti akan menghadirkan pemikiran seorang filsuf abad 20 yang oleh sejarah telah dinobatkan sebagai bapak filsafat analitik. Ludwig Wittgenstein, demikian nama filsuf yang pada awal abad 20 berhasil menarik perhatian dunia filsafat dengan gaung pemikiran filsafat analitiknya. Wittgenstein lahir di Wina, Austria pada tahun 1889, dan hanya belajar di rumah hingga usianya mencapai 14 tahun. Sejak kecil ia sangat senang dengan pelajaran Matematika dan fisika. Ketika usianya beranjak dewasa, ia mulai berminat mempelajari teknik mesin di Berlin selama dua tahun dengan tetap mendalami matematika dan fisika. *) Karya tulis merupakan hasil refleksi penulis terhadap realitas komunikasi analitis di kalangan dosen dan mahasiswa STAIN Pontianak. **) Penulis adalah Dosen Filsafat Ilmu pada Jurusan Syari’ah Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Pontianak.

Language Games : Membidani Makna dari Rahim Permainan

Embed Size (px)

Citation preview

K

Language Games : Membidani Makna dari Rahim Permainan

Serpihan Pemikiran Analitis Ludwig Wittgenstein *)

--------------------------------------------------------------------------------------------------- Oleh : Firdaus Achmad **)

“Die grenzen meiner sprache bedeuten

Die grenzen meiner welt” (Wittgenstein in Tractatus Logico Philosophicus)

Wittgenstein dalam Lintasan Sejarah, Sebuah Pengantar

etika sebuah tema diwacanakan, sebuah teori didefinisikan, maka

bahasa menjadi sesuatu yang niscaya untuk dikaji dan dipahami, karena bahasa

merupakan alat utama untuk dapat mengungkapkan sebuah tema yang

diwacanakan dan seluruh bentuk teori yang didefinisikan. Berbicara tentang

bahasa khususnya dalam kajian filsafat, sudah pasti akan menghadirkan

pemikiran seorang filsuf abad 20 yang oleh sejarah telah dinobatkan sebagai

bapak filsafat analitik.

Ludwig Wittgenstein, demikian nama filsuf yang pada awal abad 20

berhasil menarik perhatian dunia filsafat dengan gaung pemikiran filsafat

analitiknya. Wittgenstein lahir di Wina, Austria pada tahun 1889, dan hanya

belajar di rumah hingga usianya mencapai 14 tahun. Sejak kecil ia sangat senang

dengan pelajaran Matematika dan fisika. Ketika usianya beranjak dewasa, ia

mulai berminat mempelajari teknik mesin di Berlin selama dua tahun dengan

tetap mendalami matematika dan fisika.

*)

Karya tulis merupakan hasil refleksi penulis terhadap realitas komunikasi analitis di

kalangan dosen dan mahasiswa STAIN Pontianak.

**) Penulis adalah Dosen Filsafat Ilmu pada Jurusan Syari’ah Sekolah Tinggi Agama

Islam Negeri (STAIN) Pontianak.

Language Games : Membidani Makna dari Rahim Permainan

Serpihan Pemikiran Analitis Ludwig Wittgenstein

2

Perhatian Wittgenstein yang begitu besar terhadap matematika sebagian

dipicu oleh ketertarikannya terhadap sebuah buku yang ditulis oleh Bertrand

Russell (1872-1970) yang berjudul ‘Principles of Mathematics’. Bahkan kehadiran

buku ini pulah lah yang telah mendorongnya untuk melakukan studi secara

serius dengan belajar langsung kepada si penulis buku di Cambridge, setelah

sebelumnya ia melakukan penelitian tentang ‘aeronautikal’ (dasar-dasar

penerbangan). Dari Russell, Wittgenstein mendalami matematika dan logika

hingga menjadi mahir di kedua bidang ilmu tersebut. Pelajaran yang didapatnya

dari Russell di kemudian hari dirasakan telah mempengaruhi karya besar

pertamanya yang ‘Tractatus Logico Philosophicus’, terutama dalam pendekatannya

pada logika atomisme dan bahasa ideal (Lavine, 1984 : 390).

Setelah perang dunia I, Wittgenstein melanjutkan pengembaraan

keilmuannya dengan belajar kepada seorang filsuf terkemuka di Cambridge

University saat itu, yakni George Edward Moore (1873-1958). Apa yang

diperolehnya dari filsuf ini selanjutnya mempengaruhi karya besarnya yang

kedua dengan judul Philosophical Investigations, terutama pada bagian

penegasannya tentang pendapat umum dan analisis bahasa biasa (Lavine, 1984 :

393).

Setelah kematiannya di tahun 1951, barulah disadari betapa Wittgenstein

merupakan filsuf langka, karena ia telah berhasil menyadarkan banyak pemikir

setelahnya tentang bahasa yang memiliki segudang keunikan dalam segala

bidang kajian. Tulisannya pada banyak kajian senantiasa dijadikan rujukan,

bahkan pemikirannya sering dihadirkan sebagai sebuah paradigma khusus

dalam membedah tema-tema tertentu di bidang sains, sastra dan seni.

Language Games : Membidani Makna dari Rahim Permainan

Serpihan Pemikiran Analitis Ludwig Wittgenstein

3

Permainan, sebuah Analogi Bahasa

Language games (permainan bahasa) merupakan pemikiran paling populer

dari Wittgenstein dalam karya keduanya Philosophical Investigations, yang biasa

ditafsirkan dan dipahami sebagai sebuah penjelasan tentang keunikan bahasa.

Ide awal pemikiran dari language games bersumber dari hasil pengamatannya

terhadap permainan catur, dimana dari permainan ini ia menemukan keunikan

peran dan fungsi masing-masing bidak catur. Selanjutnya, dari hasil

pengamatannya itu ia berkesimpulan bahwa setiap bidak catur diperankan dan

difungsikan sesuai dengan kebutuhan atau kepentingan si pemain dalam

mengekspresikan maksud-maksud tertentu (Danto, 1965 : 76).

Kehadiran language games yang merupakan buah pemikiran Wittgenstein

pada periode II, telah menjadi bukti betapa kekukuhannya dalam memahamkan

bahwa sebuah ‘kata’ sangat tergantung pada relasi antara ‘makna’ yang

terkandung di dalamnya dengan realitas konkret, telah runtuh (Titus, 1979 : 371).

Pada awalnya, Wittgenstein melalui Tractatus Logico Philosophicus meyakinkan

bahwa semua ‘kata’ yang tidak didukung oleh bukti empiris sama sekali menjadi

tidak berguna dan tidak dapat digunakan dalam sebuah metode filsafat yang

benar (1963, 111). Dengan pemahaman dan keyakinannya tentang relasi antara

makna kata dengan realitas konkret, Wittgenstein secara tegas menyatakan,

bahwa di saat seseorang tidak dapat berbicara karena keterbatasan kata yang

bermakna empiris, maka di saat itu lah ia harus diam (1963 : 112).

Setelah mengamati dan berhasil menyibak filosofi dari permainan catur,

Wittgenstein kemudian merubah keyakinan dan kepahamannya tentang esensi

Language Games : Membidani Makna dari Rahim Permainan

Serpihan Pemikiran Analitis Ludwig Wittgenstein

4

(hakikat). Jika pada awalnya ia berpaham bahwa ‘kata’ tergantung pada ‘makna’

yang terkandung di dalamnya, maka kemudian ia berpaham bahwa ‘kata’

tergantung pada bagaimana dan untuk apa digunakan (Patterson, 1971 : 168).

Pemikiran baru ini merupakan hasil analoginya dari permainan catur, dimana

bidak-bidak catur digunakan sesuai dengan kegunaan dan fungsi dari masing-

masing bidak. Menurutnya, analogi seperti ini tidak hanya bisa diamati dari

permainan catur, akan tetapi dari semua permainan yang menggunakan kartu

dan bola (Wittgenstein, 1983 : 127).

Pada bagian lain, Wittgenstein juga menjadikan pemaknaan terhadap

angka-angka dan hitungan atau ukuran sebagai kelanjutan dari pemikiran

analogis nya. Baginya, angka dan hitungan atau ukuran yang digunakan dalam

permainan dapat dijadikan analogi bagi pemahaman khusus dan spesial

manusia dalam menangkap makna aktivitas keseharian. Ia juga

mengikutsertakan istilah-istilah yang digunakan dalam beberapa permainan

sebagai salah satu cara untuk menjelaskan pemikirannya tentang karakteristik

bahasa biasa atau umum. Menurutnya, istilah-istilah dimaksud diambil dari

bahasa biasa atau umum, akan tetapi istilah yang digunakan dalam bahasa

permainan itu mengacu pada maksud dan makna tertentu.

Dalam kehidupan sehari-hari dimana bahasa menjadi sarana komunikasi

utama manusia, penggunaan istilah juga sangat tergantung pada maksud dan

tujuan dari si pengguna istilah. Seseorang bisa saja menggunakan suatu istilah

dengan maksud dan tujuan tertentu, walaupun istilah yang digunakannya itu

merupakan istilah yang umum digunakan dalam komunikasi keseharian

(Wittgenstein, 1983 : 119).

Language Games : Membidani Makna dari Rahim Permainan

Serpihan Pemikiran Analitis Ludwig Wittgenstein

5

Lebih lanjut Wittgenstein memahamkan betapa penggunaan angka,

hitungan atau ukuran serta istilah-istilah tertentu dalam permainan melahirkan

suatu pola yang unik untuk diamati, bahkan indah untuk dinikmati. Perhatikan

saja keunikan sekaligus keindahan permainan catur, dari papan tempat

bermainnya saja telah menunjukkan pola khusus yang unik, indah dan menarik.

Demikian pula dengan arah gerak dari bidak-bidaknya yang membentuk pola

serta mengandung maksud dan tujuan tertentu. Pola dimaksud terbentuk

dengan sendirinya tatkala para pemain yang terlibat melakonkan peran

permainannya masing-masing dengan berpegang pada aturan yang telah

ditetapkan. Menurut Wittgenstein, aturan-aturan yang diterapkan dalam

permainan memiliki kemiripan dengan aturan-aturan dalam bahasa. Dengan

demikian, language games merupakan analogi total dari hampir semua bentuk

permainan (Rader, 1973 : 174).

Pola-pola yang terbentuk dari sebuah permainan mengandung makna

dan maksud tertentu yang hanya bisa dipahami oleh mereka yang memahami

permainan dimaksud, atau oleh mereka yang memiliki ketertarikan terhadap

permainan tersebut. Pemahaman akan pola dari sebuah permainan

memungkinkan seseorang menikmati permainan itu, baik terlibat secara

langsung sebagai pemain, atau hanya sekedar menyaksikan sebagai pengamat.

Bagi mereka, dari pola-pola itu muncul dan tertangkap nilai-nilai tertentu,

seperti keserasian dan keindahan. Sudah barang tentu, kenikmatan dan nilai

keindahan yang terlahir dari sebuah permainan akan berbeda dengan

kenikmatan dan nilai keindahan dari permainan lainnya. Hal ini disebabkan

karena pola yang berbeda-beda dari masing-masing permainan melahirkan

Language Games : Membidani Makna dari Rahim Permainan

Serpihan Pemikiran Analitis Ludwig Wittgenstein

6

makna dan kandungan nilai yang berbeda pula bagi setiap tangkapan orang

yang memainkan atau mengamatinya.

Perbedaan rasa dan makna juga ditemukan ketika seseorang

mempergunakan dan memahami simbol-simbol tertentu, apakah itu benda

tertentu atau warna tertentu. Bunga mawar merah bagi seorang pemuda menjadi

alat untuk mengungkapkan perasaan cintanya kepada seorang perempuan.

Berbeda dengan seorang ibu rumah tangga yang menjadikan bunga mawar

merah hanya sebagai hiasan meja tamu di rumah nya. Demikian pula dengan

warna yang oleh kelompok tertentumungkin dijadikan sebagai lambang

kebesaran kelompoknya, namun bagi kelompok lain warna itu dianggap hal

yang biasa saja. Seperti warna kuning yang sedemikian dibanggakan oleh partai

GOLKAR, namun warna itu tidak berarti apa-apa bagi partai lain, atau bagi

masyarakat luas.

Batasan Ekspresi Makna, Sebuah Filosofi Permainan

Makna yang tersembunyi di balik penggunaan angka-angka, hitungan

atau ukuran, juga istilah dan simbol dalam permainan, dijelaskan dalam

seperangkat aturan yang berfungsi sebagai batasan bagi sebuah permainan.

Sama halnya dengan aturan dalam bahasa yang menjadikan ‘definisi’ sebagai

batasan dari makna yang coba dijelaskan dalam untaian kalimat.

Demikianlah Wittgenstein memahamkan bagaimana bahasa aturan

dalam permainan bisa dijadikan sebagai analogi dalam memahami sebuah

definisi, sekaligus membantu merumuskannya (Rader, 1973 : 181). Perumusan

Language Games : Membidani Makna dari Rahim Permainan

Serpihan Pemikiran Analitis Ludwig Wittgenstein

7

definisi dengan menjadikan language games sebagai analogi, diyakini dapat

membantu mempermudah proses perumusan sekaligus memahami batasan

makna yang terkandung dalam sebuah definisi. Kemudahan dimaksud

diperoleh manakala makna dari sesuatu yang hendak didefinisikan

diekspresikan secara bebas dengan berlandas pada maksud yang dikehendaki,

sebagaimana kebebasan seorang pemain catur dalam menjalankan bidak

caturnya sesuai dengan maksud dan tujuan yang diinginkannya.

Definisi haruslah merupakan batasan makna yang diinginkan oleh

seseorang yang merumuskan sebuah definisi. Dari batasan itu dapatlah

diketahui tentang makna khusus yang berbeda dengan makna umum dari

sebuah istilah atau simbol kata yang digunakan. Makna khusus dimaksud

merupakan makna yang dikehendaki oleh si pembuat definisi. Dengan kata lain,

sebuah definisi dapat saja merupakan ekspresi dari batas pemahaman seseorang

terhadap makna yang ditangkap dari sesuatu hal atau objek. Dalam proses

mengekspresikan pemahaman, seseorang dipengaruhi oleh banyak faktor,

seperti : suasana hati, batas pemahaman tentang sesuatu yang hendak

didefinisikan, situasi dan kondisi di saat sesuatu yang hendak didefinisikan itu

dipahami, serta maksud dan tujuan dalam merumuskan sebuah definisi. Dari

beberapa faktor tersebut, yang paling dominan pengaruhnya adalah batasan

pemahaman tentang sesuatu dan tujuan dari perumusan definisi. Hal ini lah

yang kemudian mendorong Wittgenstein untuk berujar bahwa “batas bahasaku

adalah batas duniaku”.

Pemahaman seseorang tentang sesuatu, hal atau objek tertentu, sudah

pasti berbeda dengan orang lain. Oleh karenanya, sebuah definisi sangatlah

Language Games : Membidani Makna dari Rahim Permainan

Serpihan Pemikiran Analitis Ludwig Wittgenstein

8

bersifat subjektif, karena ia sangat dipengaruhi oleh kualitas dan kuantitas

keterlibatan si pendefinisi dengan sesuatu yang ia definisikan. Perbedaan

dimaksud yang kemudian memungkinkan munculnya keberagaman definisi

tentang sesuatu, hal atau objek yang sama. Keberagaman ini dapat dipahami

sebagai sebuah bentuk keunikan bahasa, sebagaimana keunikan yang tampak

pada keberagaman pola dari sebuah permainan (Rader, 1973 : 189).

Sebuah definisi bisa saja bersifat objektif, yakni ketika sesuatu yang

didefinisikan, atau istilah yang digunakan dalam definisi itu bersifat umum

dengan menggunakan bahasa biasa dan berdasar pada common sense

(pengetahuan umum). Namun definisi yang menggunakan istilah umum dari

bahasa biasa cederung tidak memiliki kejelasan batasan, karena definisi itu

sendiri mengandung kelemahan di saat dilakukan karakterisasi atas materi yang

terkandung di dalamnya.

Bagaimanapun subjektifnya sebuah definisi tetap saja ia merupakan

batasan bagi pengertian yang dibangun atas pemahaman sesuatu hal atau objek

tertentu. Batasan itu sekaligus menjadi ekspresi kuantitas dan kualitas

pemahaman seseorang terhadap sesuatu hal atau objek. Demikian pelajaran yang

telah berhasil digali oleh Wittgenstein dari hasil pengamatannya terhadap pola

dan aturan permainan.

Batasan pemahaman dan pemaknaan seseorang tentang sesuatu hal atau

objek akan sekaligus menjadi gambaran bagi batasan pengetahuan yang

dimilikinya. Akan tetapi batasan pengetahuan ini bukanlah merupakan tembok

pembatas bagi seseorang dalam hidup selama masih ada bahasa, karena bahasa

adalah energi pendobrak keterbatasan komunikasi.

Language Games : Membidani Makna dari Rahim Permainan

Serpihan Pemikiran Analitis Ludwig Wittgenstein

9

Jangan Main-main dengan Permainan, Sebuah Penutup

Bermain dengan sebuah permainan merupakan aktivitas yang mampu

menyegarkan suasana hidup manusia. Tidak hanya itu, permainan juga terbukti

mampu memberikan pelajaran dan nilai-nilai bagi penapakan dan perambahan

rimba pengetahuan demi kesejahteraan hidup manusia. Kebaikan dari sebuah

permainan hanya akan diperoleh manakala kesadaran (consciousness) akan

makna yang terkandung dalam sebuah permainan mampu dibahasakan oleh si

pemain.

Bahasa lah yang telah menjadi belati analisis dalam membidani nilai-nilai

yang terkandung di semesta jagad raya. Bahasa memiliki kekuatan untuk

membuka atau menutup gerbang komunikasi. Dari bahasa, manusia bisa

menangkap makna, dan dengan bahasa manusia leluasa mengekspresikan

makna. Demikian permainan bahasa mendidik manusia untuk senantiasa

menangkap makna dari setiap permainan dalam kehidupan, namun jangan

pernah main-main dengan permainan, karena permainan bisa berbalik akan

menjadikan manusia sebagai permainannya.

Melalui bahasa manusia mampu menangkap sejuta kebijaksanaan

semesta. Dengan bahasa pula manusia bisa menjadi bijaksana, semoga!

Language Games : Membidani Makna dari Rahim Permainan

Serpihan Pemikiran Analitis Ludwig Wittgenstein

10

DAFTAR PUSTAKA

DANTO, Arthur C., 1965, Analytical Philosophy and History, London : Cambridge

University Press. LAVINE, T.Z., 1984, From Socrates to Sartre : The Philosophic Quest, New York :

Bantam Books, Inc.. PATTERSON, Charles H., 1971, Western Philosophy, Volume II : Since 1600, USA :

Cliff’s Notes, Inc.. RADER, Melvin, ed., 1973, A Modern Book of Esthetics, an Anthology, Fourth

Edition, USA : Holt, Rinehart and Winston, Inc.. TITUS, Harold H., etc., 1979, Living Issues in Philosophy, California : Wadsworth

Publishing Company. WITTGENSTEIN, Ludwig, 1963, Tractatus Logico Philosophicus, London :

Routledge & Kegan Paul Ltd.. ----------------------, 1983, Philosophical Investigation, Oxford : Basil Blackwell.