Upload
unajni
View
0
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
REFERATLEUKEMIA MIELOSITIK KRONIK
DISUSUN OLEH:KELOMPOK 8
Euis Eva M. 4111121042
Devita S. Amelia 4111121043
Rahmi Nurul H. 4111121063
Moch. Irham F. 4111121065
Rafli Ilman M. 4111121093
Faradina Wahyu 4111121094
Auliandi Pratama 4111121095
Indah Kusuma 4111121097
Wulan Febriarty 4111121098
Wildan Furqon 4111121099
Ahmad Faris P. 4111121105
Ainuzzahrah 4111121114
PROGRAM STUDI KEDOKTERANFAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS JENDERAL ACHMAD YANICIMAHI
DESEMBER 2015
SKENARIO
Seorang wanita, 30 tahun, datang ke klinik perusahaan dengan keluhan sering
demam ringan, mudah lelah, sering mimisan disertai berat badan menurun. Pasien
bekerja di pabrik sepatu di bagian pengeleman alas karet sepatu. Bahan lem yang
digunakan mengandung pelarut organik.
DAFTAR ANAMNESIS KLINIS DAN OKUPASI
No. Pertanyaan Alasan Jawaban
Anamnesis Klinis1. Sejak kapan keluhan tersebut
dirasakan oleh pasien?Untuk mengetahui onset penyakit akut atau kronik
1 minggu yang lalu
2. Apakah demam ringan terus menerus/ hilang timbul?
Untuk mengetahui tipe demam
Hilang timbul
3. Sejak kapan terjadi penurunan berat badan pada pasien? Berapa kg berat badan pasien yang berkurang?
Untuk mengetahui onset dan progresivitas penyakit
Sejak 3 bulan terakhir turun berat badan > 5 kg
4. Sejak kapan mimisan terjadi pada pasien?
Untuk mengetahui onset penyakit
3 hari terakhir
5. Apakah terdapat keluhan lain seperti:- Pusing, Mata berkunang- Mudah lelah- Sering berkeringat- Nyeri tulang- Cepat kenyang- Perut membesar- Nyeri ulu hati- Perdarahan gusi- Benjolan di leher / tempat lain
- Sindroma anemia
- Peningkatan hematopoiesis
- Hematopoiesis extrameduler
- Perdarahan lain- DD/
YaYaYaYaYaYaYaTidak adaTidak ada
6. Apakah terdapat riwayat trauma pada hidung pasien?
Untuk mengetahui etiologi epistaksis pada pasien
Tidak ada
7. Apakah terdapat riwayat penyakit lain?
Untuk mengetahui faktor individu yang dapat berpengaruh terhadap penyakit
Tidak ada
8. Apakah terdapat riwayat keluhan yang sama di keluarga?
Untuk mengtahui faktor risiko genetika
Pasien tidak tahu
9. Apakah pasien sudah pernah mengobati keluhannya tersebut?
Untuk mengtahui riwayat pengobatan pasien
Tidak ada data
10. Apakah pasien memiliki kebiasaan merokok, mengkonsumsi alkohol, dan makanan ber-MSG?
Untuk mengtahui faktor risiko
Tidak ada data
2
Anamnesis Okupasi1. Sejak kapan pasien bekerja di bagian
pengeleman sepatu?Untuk mengetahui berapa lama pajanan yang sudah dialami oleh pasien
15 tahun
2. Berapa jam dalam sehari pasien bekerja? Berapa hari dalam seminggu? Apakah terus menerus?
Untuk mengetahui apakah pajanan mencukupi jumlahnya untuk menimbulkan penyakit
8 jam/hari, selang istirahat 1 jam, 6 hari dalam seminggu
3. Bagaimana cara kerja pasien? Apakah ada target dalam pekerjaannya?
Untuk mngetahui pajanan yang dapat menyebabkan penyakit
Bekerja di bagian pengeleman sepatu dengan posisi duduk. Dalam sehari mengelem 4-5 kodi dan pasien digaji sesuai dengan target pengeleman yang dikerjakan
4. Apakah pasien menggunakan alat pelindung diri saat bekerja?
Untuk mengetahui apakah pajanan mencukupi jumlahnya untuk menimbulkan penyakit
Tidak
5. Pajanan apa saja yang mungkin didapat oleh pasien dari tempat kerja?
Untuk mengetahui jenis pajanan yang dapat menimbulkan penyakit
Fisika: suhu panas, kelembabanKimia: uap benzenaBiologi : jamur Ergonomi : duduk lama sambil membungkukPsikososial: beban target pengeleman perhari
6. Berapa nilai ambang batas dari uap benzena?
Untuk mengetahui jumlah pajanan sehingga dapat menyebabkan penyakit
NIOSH RELCa TWA 0,1 ppmST 1 ppm
OSHA PELTWA 1 ppmST 5 ppm
7. Apakah pasien memiliki hobi atau pekerjaan lain?
Untuk mengetahui faktor risiko lain di luar pekerjaan yang dapat menyebabkan penyakit
Tidak ada
8. Apakah pasien pernah menjalani pemeriksaan kesehatan sebelumnya?
Untuk mengetahui riwayat kesehatan
Pasien menjalani pemeriksaan awal
3
Bagaimana hasilnya? pasien sebelum bekerja dan hasilnya baik
9. Apakah dilakukan pemeriksaan kesehatan berkala? Jika ya, bagaimana hasilnya?
Untuk mengetahui riwayat kesehatan pasien
Pemeriksaan berkala setiap 3 tahun sekali dan hasilnya baik
10. Bagaimana layout tempat kerja pasien?
Untuk mengetahui posisi pekerja dalam melakukan pekerjaannya
Bekerja di ruangan 4x6 m, semi permanen. Atap dari seng dan dinding dari bata. Sirkulasi dan ventilasi terbatas pada 2 pintu untuk keluar masuk pekerja. Pencahayaan cukup
Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum : CM, sakit berat, tampak kurus
Tanda Vital Tek. Darah : 95/70 mmHg
Nadi : 110 x/menit
Respirasi : 28 x/menit
Suhu : 37,5oC
Kepala Konjungtiva anemis : + / +
Sklera iktrik : – / –
Epistaksis : – / –
Perdarahan gusi : –
Papil lidah atrofi : –
Leher JVP : tidak meningkat
KGB : tidak teraba
Thoraks Cor dan pulmo dalam batas normal
Abdomen Tampak datar, asites –
Hepar : tidak teraba
Lien : teraba S4
Ekstremitas Edema : –
Spoon nail : –
Clubing finger : –
4
DD/ Leukemia mielositik kronik Leukemia limfositik kronik Trombositosis primer Multiple Mieloma
Pemeriksaan Laboratorium
1. Lab Darah
Hb : 7 gr/dl
Ht : 24%
Leukosit : 70.000/mm3
Trombosit : 700.000/mm3
As. Urat : 10 gr/dl
2. SADT
Eritrosit : Normokrom, normositer, normoblas +
Leukosit : Terdapat semua stadium pertumbuhan granulosit,
terbanyak metamielosit (gambaran seperti pasar malam).
Mieloblas < 5%
Metamielosit dan mielosit ± 40%
Sisanya batang, segmen, dan promielosit
Eosinofil dan basofil meningkat
Trombosit : Trombositosis
3. Apus Sumsum Tulang : Hiperseluler
4. Pemeriksaan Kromosom : Kromosom Philadelphia +
DK/ Leukemia mielositik kronik / Leukemia granulositik kronik
5
CASE OVERVIEW
SKENARIO KETERANGAN
ANAMNESIS
Seorang wanita, 30 tahun Insidensi kasus
KU: sering demam ringan, mudah lelah, sering
mimisan disertai berat badan menurun > 5 kg sejak
3 bulan terakhir
DD/ Leukemia
Anemia
3 bulan onset: kronik
Pasien bekerja di pabrik sepatu di bagian
pengeleman alas karet sepatu selama 15 tahun.
Bahan lem yang digunakan mengandung pelarut
organik
Faktor risiko pekerjaan (pajanan bahan
kimia)
Keluhan Penyerta:- Pusing, mata berkunang, mudah lelah- Sering berkeringat, nyeri tulang- Cepat kenyang, perut membesar, nyeri ulu
hati
Sindroma anemiaPeningkatan hematopoiesisHematopoiesis extrameduler
PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum: CM, sakit berat, tampak kurus Tingkat keparahan prognosis
Tanda Vital Tek. Darah : 95/70 mmHg
Nadi : 110 x/menit
Respirasi : 28 x/menit
Suhu : 37,5oC
Hipotensi
Takikardia
Takipnea
Febris
Kepala Konjungtiva anemis : + / +
Sklera iktrik, Epistaksis,
Perdarahan gusi, Papil lidah atrofi
tidak ada
Tanda anemia
t.a.k
Leher JVP : tidak meningkat t.a.k
6
KGB : tidak teraba
Thoraks Cor dan pulmo dalam batas normal t.a.k
Abdomen Tampak datar, asites –
Hepar : tidak teraba
Lien : teraba S4
t.a.k
gangguan hematopoiesis extrameduler
Ekstremitas DBN t.a.k
DD/ Leukemia mielositik kronikLeukemia limfositik kronik
Trombositosis primerMultiple Mieloma
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Lab Darah
Hb : 7 gr/dl
Ht : 24%
Leukosit : 70.000/mm3
Trombosit : 700.000/mm3
As. Urat : 10 gr/dl
Tanda anemia
Tanda anemia
Leukositosis ( DD/ Leukemia)
Trombositosis
Meningkat
SADT
Eritrosit
Normokrom, normositer, normoblas +
Leukosit
Terdapat semua stadium pertumbuhan
granulosit, terbanyak metamielosit (gambaran
seperti pasar malam).
Mieloblas < 5%
Metamielosit dan mielosit ± 40%
Gangguan hematopoiesis
Kesimpulan: Leukemia mielositik
kronik / Leukemia granulositik
kronik
7
Sisanya batang, segmen, dan promielosit
Eosinofil dan basofil meningkat
Trombosit : Trombositosis
Apus Sumsum Tulang : Hiperseluler ME ratio meningkat
Pemeriksaan Kromosom
Kromosom Philadelphia +
Leukemia granulositik kronik
DK/ Leukemia mielositik kronik/ Leukemia granulositik kronik
7 LANGKAH DIAGNOSIS OKUPASI
1. Diagnosis klinis
DK/ Leukemia mielositik kronik / Leukemia granulositik kronik
2. Identifikasi pajanan di tempat kerja
Fisika : suhu panas, kelembaban
Kimia : uap benzena
Biologi : jamur
Ergonomi : duduk lama sambil membungkuk
Psikososial : beban target pengeleman perhari
3. Hubungan antara pajanan dengan penyakit
Pajanan kimia dari bahan lem yang mengandung pelarut organik (uap benzena)
mempunyai hubungan dengan penyakit “Leukemia mielositik kronik” yang
diderita pasien.
4. Jumlah pajanan
Jumlah pajanan mencukupi dengan jam kerja pasien > 40 jam (pada kasus: 48
jam), selama 15 tahun, dan tidak menggunakan alat pelindung diri saat bekerja.
5. Faktor risiko individu yang berpengaruh
Tidak ada
6. Kemungkinan lain diluar pekerjaan
Tidak ada
7. Diagnosis okupasi
8
LEUKEMIA MIELOSITIK KRONIK
A. Definisi
Leukemia mielositik kronik adalah penyakit mielopoliferatif dengan
karakteristik adanya peningkatan proliferasi sel induk hematopoietik mieloid
pada berbagai stadium difensial.1
B. Epidemiologi
Angka kejadian kasus Leukemia 20% terjadi pada usia dewasa. Selain itu,
Leukemia Mielositik Kronik merupakan kasus terbanyak ke 2 setelah
Leukemia Limfositik Akut. Di indonesia, Insidensi Leukemia sebanyak
1,5/100.000 penduduk/tahun. Lebih banyak terjadi pada laki-laki
dibandingkan perempuan (2 : 1,2) dan umumnya terjadi pada usia 40-50
tahun.2
C. Etiologi dan Faktor Risiko
1. Etiologi
- Belum diketahui secara pasti
- Paparan radiasi
2. Faktor Risiko
- Usia lanjut lebih dari 50 tahun
- Paparan zat kimia tertentu (Benzene, Toluene, Xylen)
- Sindrom Down
- Radiasi Dosis Tinggi (tetapi jarang terjadi)
D. Pelarut Organik (Benzena/ C6H6)
Nilai ambang batas adalah standar faktor tempat kerja dapat diterima
tenaga kerja tanpa mengakibatkan penyakit atau gangguan kesehatan. (KEP–
51/MEN/1999)
10
Benzene adalah salah satu zat kimia berbahaya yang terdapat pada lem
sepatu. Berikut ini NAB dari senyawa benzene.
Benzene (NIOSH)
Exposure
Limits
NIOSH REL: Ca TWA 0.1 ppm ST 1 ppm
OSHA PEL: TWA 1 ppm ST 5 ppm
Exposure
Routes
Inhalation, Skin absorption, Ingestion, Skin or/and eye contact
Target
Organs
Eyes, Skin, Resiratory system, Blood, Central, Nervous system,
Bone Marrow
Cancer Site Leukemia
Benzene yang terhirup atau masuk ke dalam tubuh secara terus menerus
dan dalam jumlah besar akan menyebabkan penghambatan maturitas sel
darah dan terjadi translokasi kromosom, yang dimana hal tersebut dapat
membuat sel darah berubah menjadi sel kanker. Menurut International Agent
Research of Cancer (IARC) Benzena termasuk dalam klasifikasi group 1
yang berarti bahwa benzena terbukti sebagai zat karsinogenik bagi manusia.
Sedangkan menurut ACGIH, benzena termasuk dalam klasifikasi A1 yang
berarti benzena sudah dikonfirmasi merupakan zat yang bersifat karsinogenik
untuk manusia.3
E. Patogenesis dan Patofisiologi
LMK merupakan penyakit keganasan pertama yang dijumpai berhubungan
dengan kelainan genetic spesifik yaitu pada krosomom nomor 22 (Ph’
kromosom. Pada lebih dari 90 % pasien terdapat pergantian sumsum tulang
normal oleh sel dengan kromosom golongan G abnormal (nomor 22)-
kromosom Philadelphia atau Ph. Abnormalitas terjadi karena adanya
translokasi bagian lengan panjang (q) kromosom 22 ke kromosom lain,
biasanya kromosom 9 pada golongan “C”. Ini adalah abnormalitas akuisita
yang ada dalam semua sel granulositik, eritroid dan megakariositik yang
sedang membelah dalam sumsum tulang dan juga dalam sel limposit B.
11
Peningkatan besar dalam massa graulosit total tubuh bertanggung jawab
untuk kebanyakan gambaran klinisnya.2,4,5
Akibat kromosom lain (sering kromosom 9) menerima translokasi lengan
panjang (q) kromosom 22 maka akan terbentuk gen hybrid, yang dapat
memproduksi fosfoprotein-P210, yang memiliki aktivitas tirosin kinase yang
berbeda dari normal. Perubahan aktivitas tirosin kinase inilah yang
menyebabkan terjadinya transformasi selular yang mendasari timbulnya
LMK. Terjadinya krisis blastik pada LMK dihubungkan dengan munculnya
gen yang memproduksi cyklin-dependent kinase-2 inhibitor (CDKN-2) atau
dikenal dengan Ph’-2 kromosom pada kromosom nomor 9, dimana gen
tersebut memiliki sifat mengaktifkan pertumbuhan sel ganas. Di samping itu
ada penelitian mendapatkan adanya T-sel resptor abnormal denan teknik
polimerase pada darah tepi penderita LMK, khususnya fase akselerasi dan
blas.4,5
12
13
Proto-onkogen ABL Gen BCR kromosom 22
Membutuhkan banyak ATPProliferasi sel abnormal
Terjadi pelepasan kontrol proliferasi sel dan menghambat apoptosis sel
Terbentuk protein BCR-ABL (BM= 210.000 Da) Philadelphia
Mengalami translokasi
Trombopoiesis
Ganguuan sistem hematopoiesis di sumsum tulang
Leukositosis
Eritropoiesis
Penurunan berat badan
Nyeri tulangOrgan extrameduler
Hb menurun tanda anemia
Fungsi eritrosit terganggu
Normoblas meningkat
Pusing, mata berkunang, cepat
lelah
Fungsi trombosit terganggu
Trombositosis
Manifestasi perdarahan
seperti epistaksis
Lien
Spleenomegali ( S4)
Perut membesar perut terasa penuh dan
cepat kenyang
F. Gambaran Klinis
Perjalanan penyakit leukemia mielositik kronik terdiri atas 3 fase yaitu :
1) Fase kronik
Fase ini ditandai dengan ekspansi yang tinggi dari hemopoietik pool
dengan peningkatan sel darah matur dengan sedikit gangguan fungsional.
Pada sumsum tulang, hepar, lien, dan darah perifer dijumpai sel neoplasma
yang sedikit. Lama fase kronik 3 tahun. Gejala klinis akibat hipermetabolik
seperti panas, keringat malam, lemah, perut kembung, gangguan penglihatan,
penurunan berat badan, gangguan penglihatan, dan anorexia. Pemeriksaan
laboratorium dapat ditemukan anemia normokromik normositer, dengan
kadar leukosit meningkat antara 80.000-800.000/mmk. Pada pemeriksaan
apusan darah dapat dilihat seluruh stadium diferensiasi sel. Kadar eosinofil
dan basofil juga meningkat.4,5
2) Fase Akselerasi
Setelah kurang lebih 3 tahun, leukemia mielositik kronik akan masuk ke
fase akselerasi yang lebih sulit dikendalikan daripada fase kronik dan fase ini
dapat berlangsung selama beberapa bulan (Hoffbrand et al, 2005).4,5
Gejala fase akselerasi :
Panas tanpa penyebab yang jelas.
Spleenomegali progresif.
Trombositosis.
Basofilia (>20%), Eosinofilia, Myeloblast (>5%).
Gambaran myelodisplasia seperti hipogranulasi neutrofil, mikro megakariosit
atau mononuclear yang besar.
Fibrosis kolagen pada sumsum tulang.
Terdapat kromosom baru yang abnormal seperti kromosom Philadelphia.
3) Fase Krisis Blast
Fase ini ditandai dengan ditemukannya lebih dari 30% sel blas pada
sumsum tulang. Sel blas kebanyakan adalah myeloid, tetapi dapat juga
dijumpai eritroid, megakariositik, dan limfoblas. Jika sel blas mencapai
14
>100.000/mmk, maka penderita memiliki resiko terkena sindrom
hiperleukositosis.4,5
G. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang dapat dilakukan dengan pemeriksaan darah tepi,
pemeriksaan sumsum tulang, dan pemeriksaan kromosom.6
1. Pemeriksaan darah tepi Pada penderita leukemia jenis LLA ditemukan
leukositosis (60%) dan kadang-kadang leukopenia (25%).48 Pada
penderita LMA ditemukan penurunan eritrosit dan trombosit. Pada
penderita LLK ditemukan limfositosis lebih dari 50.000/mm3, 48
sedangkan pada penderita LGK/LMK ditemukan leukositosis lebih dari
50.000/ mm3.
2. Pemeriksaan sumsum tulang
Hasil pemeriksaan sumsum tulang pada penderita leukemia akut
ditemukan keadaan hiperselular. Hampir semua sel sumsum tulang
diganti sel leukemia (blast), terdapat perubahan tiba-tiba dari sel muda
(blast) ke sel yang matang tanpa sel antara (leukemic gap). Jumlah blast
minimal 30% dari sel berinti dalam sumsum tulang.20 Pada penderita
LLK ditemukan adanya infiltrasi merata oleh limfosit kecil yaitu lebih
dari 40% dari total sel yang berinti. Kurang lebih 95% pasien LLK
disebabkan oleh peningkatan limfosit B. Sedangkan pada penderita
LGK/LMK ditemukan keadaan hiperselular dengan peningkatan jumlah
megakariosit dan aktivitas granulopoeisis. Jumlah granulosit lebih dari
30.000/mm3.
3. Pemeriksaan kromosom
H. Penatalaksanaan dan Pencegahan
1) Penatalaksanaan Klinis
Penatalaksanaan klinis pada penyakit Leukemia Mielositik Kronik atau
nama lainnya Leukemia Granulositik Kronik terdiri dari 3 fase. Fase-fase
tersebut yaitu fase kronis, fase akselerasi, dan fase krisis blast. Obat-obatan
15
yang digunakan terdiri dari hydroxyurea, busulfan, imatinib mesylate, dan
interferon alfa. 5
Hydroxyrea (Hydrea) merupakan terapi terpilih untuk induksi remisi
hematologik pada LGK yang lebih efektif dibanding busulfan, melfalan, dan
klorambusil. Efek mielosupresif bertahan beberapa hari sampai 1 minggu
setelah pengobatan dihentikan. Dosis 30mg/kgBB/hari diberikan
tunggal/dibagi 2-3dosis. Hentikan penggunaan bila leukosit
<8000/trombosit<100.000. Lakukan pemantauan hb, leukosit, trombosit,
fungsi ginjal, dan fungsi hati selama pemakaian obat. Hydroxyrea ini tidak
menyebabkan anemia aplastik dan fibrosis paru seperti efek pada busulfan.
Busulfan (Myleran) merupakan golongan alkil yang sangat kuat. Obat ini
tidak boleh diberikan pada wanita hamil. Dosis 4-12mg/hari per oral.
Hentikan jika leukosit antara 10.000-20.000/mm3 dan mulai kembali saat
leukosit >50.000. Bila leukosit masih tetap tinggi dapat disertai dengan
alopurinol dan hidrasi yang baik.4,5
Imatinib mesylate merupakan antibodi yang menghambat aktivitas tirosin
kinase. Untuk fase kronik dosis 400mg/hari, dan dapat ditingkatkan sampai
600mg/hari bila setelah 3 bulan pemberian tidak ada respon yang baik tetapi
memburuk. Turunkan dosis jika terjadi netropenia <500/mm3 atau
trombositopenia <50.000/mm3 atau peningkatan SGOT, SGPT, dan bilirubin.
Untuk fase akselerasi atau krisis blas berikan langsung 800mg/hari. Tidak
boleh diberikan pada ibu hamil.4,5
Interferon alfa diberikan dengan dosis 5juta IU/m2/hari, biasanya
diberikan sesudah 12 bulan terapi. Penyuntikannya seminggu sekali secara
subkutan. Sebelumnya diperlukan premedikasi dengan analgetik dan
antipiretik sebelum pemberian interferon untuk mencegah/mengurangi efek
samping interferon berupa flu like syndrome.4,5
Selain obat obatan juga dapat diberikan terapi definitif seperti cangkok
sumsum tulang. Cangkok sumsum tulang ini dapat memperpanjang remisi
hingga lebih dari 9 tahun. Indikasi cangkok sumsum tulang yaitu usia tidak
16
lebih dari 60 tahun, ada donor yang cocok, dan termasuk golongan resiko
rendah menurut perhitungan sokal.4
LGK merupakan penyakit yang memiliki kompetensi 2, sehingga dokter
umum harus mampu menegakkan diagnosis klinik dan menentukan rujukan
yang paling tepat bagi penanganan selanjutnya dan juga mampu
menindaklanjuti sesudah kembali dari rujukan.
2) Penalaksanaan Okupasi
Penatalaksanaan okupasi dibagi menjadi 3 yaitu secara teknis,
administratif, dan medis. Secara teknis berikan keadaan lingkungan yang baik
seperti adanya ventilasi untuk sirkulasi O2, mengganti lem yang berbahan
karsinogenik (benzena) dengan bahan lain yang tidak menyebabkan
karsinogenik seperti toluena. Secara administratif pasien dapat diberikan
rekomendasi untuk pindah ke bagian yang tidak terpajan benzena atau bahan
yang bersifat karsinogenik. Secara medis berikan cuti sementara (Temporary
Un Fit), lakukan pemeriksaan berkala minimal 1 tahun sekali dan melalukan
biomonitoring pada pegawai yang terpajan benzena, sediakan dan buat aturan
penggunaan APD secara wajib saat bekerja untuk mengurangi pajanan,
monitoring pegawai yang sudah terpapar benzena, edukasi rute masuknya
bahan kimia, dan ukur berapa kadar benzena di lingkungan kerja.
3) Pencegahan
Pencegahan yang dapat dilakukan di lingkungan kerja, yaitu:
- Melakukan pemeriksaan kesehatan pekerja sebelum bekerja dan
pemeriksaan berkala sesuai hazard dan risiko yang diterima oleh pekerja.
- Memberikan health and safety induction pada seluruh pekerja.
- Edukasi mengenai kebersihan di tempat kerja.
Pajanaan benzena biasanya terjadi di lingkungan kerja sehingga
pencegahan pajanan benzenba dapat dilakukan dengan berbagai upaya antara
lain dengan mengurangi atau mengganti benzena dengan pelarut lainnya yang
lebih aman. Mengurangi pajanan benzena dengan menggunakan alat
pelindung diri (APD). APD yang yang digunakan untuk pajanan inhalasi
benzena dengan konsentrasi kurang atau sama dengan 10 ppm, 50 ppm, dan
17
100 ppm tipe masker pelindung pernapasan yang digunakan berturut-turut
adalah half mask respirator with organic vapor cartridge, full faceplase with
organic vapor cartridge, dan full faceplase powered organic vapor
carttridge. Selain masker, APD yang digunakan adalah sarung tangan. Cara
lain untuk meminimalisasi atau menghindari pajanan uap dari benzena adalah
meletakkan bahan tersebut pada ruangan yang memiliki ventilasi yang cukup
besar.
Pemeriksaan berkala pada pekerja yang berkontak langsung dengan
benzena dalam waktu yang lama adalah dilakukan pemeriksaan metabolit
benzena dalam darah secara berkala.
I. Prognosis
Quo ad Vitam : dubia ad malam
Quo ad Funtionam : dubia ad malam
Karena harapan hidup rata-rata penderita LMK adalah 3-4 tahun
30% penderita bertahan hidup sampai 5 tahun
J. BHP (Bioetik Humaniora Principle)
1. Beneficence. Dokter mendiagnosis Leukemia mielositik kronik
berdasarkan hasil dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
penunjang yaitu adanya penurunan berat badan, sering demam ringan,
mudah lelah, sering mimisan, adanya nyeri tulang, perut yang semakin
membesar, lien S4, serta gambaran SADT seperti pasar malam. Selain itu
dokter dapat menentukan bahwa penyakit tersebut merupakan akibat kerja.
Dalam hal ini dokter menerapkan Golden Rule Principle.
2. Nonmaleficence. Dokter mampu mengobati secara proposional dan dapat
mendiagnosis dini sehingga dapet mencegah komplikasi lanjut.
3. Autonomy. Menjelaskan tentang penyakit Leukemia pada pasien dan
keluarga mengenai penyebab, tanda gejala, pengobatan yang akan
diberikan.
18
4. Justice. Melindungi kelompok yang rentan dengan memberikan edukasi
kepada para karyawan yang mempunya risiko pajanan benzena dan
pemeriksaan kesehatan berkala satu tahun sekali.
K. Aspek Medikolegal
Terdapat pada Peraturan Kementrian Ketenagakerjaan dan Transmigrasi
No. Per. 08/MEN/VII/2010
Tentang Alat Pelindung Diri
Pasal 2: pengusaha wajib menyediakan alat pelindung diri bagi pekerjanya
Pasal 3: alat pelindung diri barupa pelindung kepala, mata, muka, telinga,
tangan, pernafasan, kaki
Pasal4: perusahaan wajib pakai alat pelindung diri
No. Per. 13/MEN/X/2011
Tentang Pengendalian Pejanan Fisika dan Kimia
Pasal 2: pengurus dan/atau pengusaha wajib melakukan pengendalian faktor
fisika dan faktor kimia di tempat kerja hingga dibawah NAB
Pasal 15: pengurus dan/atau pengusaha berkewajiban melakukan pengukuran
faktor fisika dan kimia
Pasal 17: pengukuran haris dievaluasi setiap 3 tahun sekali
19
DAFTAR PUSTAKA
1. Simon S, Neoplasma Sistem Hematopoietik: Leukemia. Jakarta: Fakultas Kedokteran Unika Atma Jaya. Jakarta; 2009.
2. Robbins SL, Cotran RS, Kumar V. Intisari patologi. Tanggerang: Binaputra aksara publishing; 2009. Hal: 235-236.
3. NIOSH Pocket Guide to Chemical Hazard4. Sudoyono AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata S. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam Jilid II. Edisi V. Jakarta: Interna Publishing; 2009. Hal 1209 – 1213.
5. Mansjoer, Arif, dkk. Leukemia Granulositik Kronik. In: Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapius; 2008. Hal 662-663.
6. Iswandi F. Leukemia. Universitas Diponegoro. http://eprints.undip.ac.id/43856/3/BAB_2_KTI_Faisal_iswandi.pdf. Semarang; 2013. [Diunggah tanggal 08 Desember 2015]
20