Upload
usahid
View
1
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Lengkeng (juga disebut kelengkeng, matakucing, atau
longan, Dimocarpus longan, suku lerak-lerakan atau
Sapindaceae) adalah tanaman buah-buahan yang berasal dari
daratan Asia Tenggara dan dibudidayakan di seluruh daerah
tropis dan Subtropis, terutama di
Thailand, Cina, Taiwan, Vietnam,
Australia, dan di Amerika Serikat,
Florida dan Hawaii. Buah ini
banyak mengandung sukrosa,
glukosa, protein, lemak, asam
tartaric, vitamin A dan B. sebagai
salah satu sumber energi, buah
yang sangat manis ini berguna
untuk meningkatkan stamina sehabis sakit. Kelengkeng sangat
baik untuk memenuhi kebutuhan energi bagi wanita hamil yang
lemah atau setelah melahirkan. Memakan buah ini secukupnya
secara teratur dapat menambah nafsu makan, mencegah anemia
dan pemutihan rambut dini. Selain itu akan mempercepat
kesembuhan luka luar.
Tabel 1. Klasifikasi Ilmiah
Kerajaan: Plantae
(tidak termasuk) Eudicots
(tidak termasuk) Rosids
Ordo: Sapindales
Famili: Sapindaceae
Genus: Dimocarpus
Spesies: D. longan
Nama binomial: Dimocarpus longan
Karena manfaat buah kelengkeng sangat banyak, namun buah
ini cepat membusuk, agar nutrisi di dalam buah ini tetap
terjaga maka makanan harus diolah, yaitu dengan cara
pengalengan. Tujuan utama pengolahan makanan adalah untuk
mengawetkan makanan yang mudah rusak dalam bentuk stabil
yang dapat disimpan dan dikirim ke pasar yang jauh selama
berbulan-bulan. Pengolahan juga dapat merubah makanan
menjadi bentuk yang baru atau yang lebih bermanfaat dan
membuat makanan tersebut lebih mudah untuk disiapkan
(Anonim, 2007a).
Salah satu metode dasar untuk pengolahan buah dan
sayuran adalah pengalengan. Pengalengan merupakan metode
utama pengawetan makanan dan menjadi dasar destruksi
mikroorganisme oleh panas dan pencegahan rekontaminasi.
Kualitas makanan yang dikalengkan tidak hanya dipengaruhi
oleh proses panas tetapi juga metode-metode preparasi,
misalnya preparasi yang melibatkan pencucian, trimming,
sortasi, blanching, pengisian dalam kontainer, dan penjagaan
head space di dalam kaleng dengan penutupan vakum (Luh,
1975).
2
Proses pengalengan sebagai suatu bagian ilmu rekayasa
pangan mulai berkembang sejak termokopel digunakan untuk
mengukur suhu. Dengan termokopei ini, suhu makanan atau
minuman dalam botol atau kaleng dapat diukur secara tepat
dan akurat, sehingga perancangan proses panas yang tepat
dan dapat menjamin inaktivasi mikroba pembusuk dan patogen
dapat dilakukan.
B. Tujuan
Tujuan dari proses pengalengan adalah untuk membunuh
mikroorganisme dalam makanan dan mencegah rekontaminasi.
Panas merupakan agensia umum yang digunakan untuk membunuh
mikroorganisme. Penghilangan oksigen digunakan bersama
dengan metode lain untuk mencegah pertumbuhan mikroorganisme
yang memerlukan oksigen. Dalam pengalengan konvensional buah
dan sayur, ada tahapan proses dasar yang sama untuk kedua
tipe produk. Perbedaannya mencakup operasi khusus untuk
beberapa buah atau sayuran, urutan tahapan proses yang
digunakan dalam operasi dan tahapan pemasakan atau blanching
(Anonim, 2007a).
3
BAB II
PENGALENGAN
A. Sejarah
Penggunaan panas dalam pengolahan pangan telah dilakukan
manusia sejak zaman purbakala. Pada waktu itu, energi panas
yang digunakan adalah api untuk membakar binatang hasil
buman agar lebih enak dan lebih mudah dikunyah. Namun
penggunaan panas baru sebatas untuk pengolahan makanan,
bukan untuk tujuan pengawetan. Dalam hal pengawetan makanan,
proses pengeringan, pengasinan dan fermentasi telah lebih
dahulu dikenal manusia, dimana teknologi ini dipraktekkan
untuk mengawetkan makanan yang berlebih dan dikonsumsi pada
saat makanan segar tidaktersedia.
Penggunaan panas untuk tujuan pengawetan baru diawali pada
tahun 1800- an, yaitu ketika Napoleon Bonaparte menghadapi
masalah untuk mensuplai makanan bagi tentaranya di medan
perang. Nicolas Appert-lah yang berhasil menciptakan metode
pengawetan makanan tersebut, yaitu dengan cara memanaskan
makanan di dalam wadah botol gelas. Cara yang dilakukannya
sangat sedei+iana, yaitu ke daiam wadah gelas dimasukkan
makanan, kemudian ditutup rapat. Setelah itu, wadah gelas
berisi makanan tersebut direbus dalam air mendidih beberapa
saat, lalu didinginkan. Dengan proses pemasakan seperti ini,
4
temyata makanan dalam wadah gelas tersebut tidak membusuk
dan dapat awet beberapa bulan, Proses pemanasan makanan
dalam gelas atau kaleng ini kemudian sering disebut sebagai
proses Appertisasi (Apperti- zation), sebagai penghargaan kepada
Nicolas Appert sebagai penemunya.
Setelah penemuan Nicolas Appert ini, teknologi
pengalengan terus berkem- bang. Sepuluh tahun kemudian,
Peter Ourand berhasil mengawetkan makanan dalam wadah
kaleng. Pada tahun 1813, pabrik pengalengan makanan pertama
berdiri di Inggris. Selanjutnya, dengan banyaknya permintaan
terhadap makanan kaleng, industri pengalengan terus
berkembang.
Meskipun Nicolas Appert dapat mengaitkan makanan dengan
proses pemanasan, tetapi pada saat itu dia belum mampu
menjelaskan bagaimana mekanisme pengawetan yang terjadi yang
menyebabkan makanan dalam gelas tersebut dapat menjadi awet
dalam jangka waktu lama. Baru lima puiuh tahun kemudian,
Louis Pasteur -seorang ahli mikrobiologi- yang dapat
memberikan jawaban tentang meka- nisme pembusukan dalam
makanan kaleng. Ia menunjukkan bahwa mikroorga- nismelah
yang bertanggung jawab terhadap kebusukan makanan dan proses
pema- nasan dapat membunuh atau memusnahkan mikroba pembusuk
yang ada di dalam makanan tersebut Penelitian yang dilakukan
di Massachusets Institute of Technology yang dimulai tahun 1895
menyimpulkan bahwa kebusukan makanan kaleng disebab- kan
oleh kurangnya pemanasan untuk membunuh mikroorganisme.
5
Teknologi pengalengan makanan terus berkembang dan
menjadi salah satu teknologi pengawetan pangan yang penting.
Hal ini karena teknologi pengalengan mampu memperpanjang
masa simpan produk pangan hingga beberapa bulan sampai
beberapa tahun. Teknologi pengalengan telah diterapkan untuk
pengawetan aneka ragam produk pangan, seperti daging olahan,
buah-buahan, sayuran, susu, dsb. Demikian juga, jenis
kemasan yang digunakan pun berva- riasi, baik dari jenis
(seperti kaleng, gelas, dan kantung rebus), ukuran maupun
bentuk. Proses pemanasan pun bukan hanya menerapkan sistem
batch dalam retort, tetapi juga sudah berkembang menjadi
sistem sinambung (continue).
Industri pengalengan pangan saat ini berkembang sangat
pesat dan memberikan kontribusi yang nyata dalam
perekonomian dunia. Saat ini sekitar 200 milyar makanan
kaleng diproduksi di seluruh dunia setiap tahunnya. Setelah
diketahui bahwa dalam makanan kaleng terdapat resiko
terjadinya pertumbuhan mikroba anaerobik yang sangat
berbahaya bagi manusia, yaitu Clostridium botu- linum, perhatian
terhadap keamanan pangan makanan kaleng pun semakin tinggi.
Banyak negara saat ini menerapkan peraturan keamanan pangan
untuk makanan kaleng yang disterilisasi untuk mendapatkan
jaminan kecukupan proses panas. Hal ini menuntut industri
pengalengan untuk mendesain proses pengalengan yang dapat
menjamin kecukupan proses panas tercapai.
Proses pengalengan sebagai suatu bagian ilmu rekayasa
pangan mulai berkembang sejak termokopel digunakan untuk
6
mengukur suhu. Dengan termokopei ini, suhu makanan atau
minuman dalam botol atau kaleng dapat diukur secara tepat
dan akurat, sehingga perancangan proses panas yang tepat dan
dapat menjamin inaktivasi mikroba pembusuk dan patogen dapat
dilakukan.
Proses termal telah diaplikasikan dalam makanan kaleng
dan dapat mem- pertahankan daya awet produk pangan hingga 6
bulan atau lebih. Proses termal melibatkan proses pemanasan
pada suhu tinggi pada berbagai variasi suhu dan waktu.
Prosesnya sendiri dapat dilakukan dalam sistem batch fin-
container canning) atau dengan sistem kontinyu (aseptic processing).
Berdasarkan pada kriteria suhu, waktu dan tujuan pemanasan,
proses termal dibagi menjadi proses pasteurisasi dan
sterilisasi komersial.
B. Sterilisasi
Pengertian steril menunjukkan suatu kondisi yang suci
hama, yaitu kondisi yang bebas dari mikroorganisme. Pada
proses sterilisasi produk pangan, kondisi steril absolut
sulit dicapai, karena itulah ada istilah sterilisasi
komersial atau sterilisasi praktikal. Sterilisasi komersial
yaitu suatu kondisi yang diperoleh dari pengolahan pangan
dengan menggunakan suhu tinggi dalam periode waktu yang
cukup lama sehingga tidak ada lagi terdapat mikroorganisme
hidup.
Pengertian sterilisasi komersial ini menunjukkan bahwa
bahan pangan yang telah mengalami proses sterilisasi
7
mungkin saja masih mengandung spora bakteri (terutama bak-
teri non-patogen), namun setelah proses pemanasan tersebut
spora bakteri non- patogen tersebut bersifat dorman (tidak
dalam kondisi aktif bereproduksi), sehingga keberadaannya
tidak membahayakan kalau produk tersebut disimpan dengan
kondisi normal. Dengan demikian, produk pangan yang telah
mengalami sterilisasi akan mempunyai daya awet yang tinggi,
yaitu beberapa bulan sampai beberapa tahun.
Pada produk steril komersial yang berasam rendah,
terdapat resiko keamanan pangan yang cukup tinggi. Pada
kondisi penyimpanan normal tanpa pendinginan, pangan
berasam rendah yang belum mencapai kecukupan. proses steril
komersial akan beresiko ditumbuhi mikroba. Selain itu spora
yang tertinggal di dalam makanan tersebut dapat
bergerminasi kembali dan menyebabkan kebusukan atau
kerusakan makanan. Di lain pihak penggunaan suhu yang
tinggi pada proses sterilisasi produk pangan secara
berlebihan, memungkinkan terjadinya kerusakan nilai gizi
maupun aspek organoleptik bahan pangan tersebut. Oleh
karena itu, proses sterilisasi komersial perlu dikontrol
dengan baik.
Produksi bahan pangan steril komersial mencakup dua
operasi yang esen- sial; yaitu:
(1) Produk pangan harus dipanaskan secara cukup (pada suhu
yang cukup tinggi dan waktu yang cukup lama) untuk
memastikan bahwa kondisi steril komersial telah
tercapai.
8
(2) Produk pangan harus dikemas dan ditutup dengan
menggunakan wadah yang hermetik atau kedap udara
(seperti kaleng, gelas, alumni urn foil, retort pouch, dll),
sehingga mampu mencegah timbulnya rekontaminasi setelah
produk tersebut disterilkan.
Spora bakteri umumnya mempunyai ketahanan panas yang
lebih tinggi daripada sel vegetatifnya. Karena itulah,
proses pemanasan pada sterilisasi komersial bertujuan untuk
menginaktifkan spora bakteri, terutama spora bakteri patogen
yang lahan panas. Kondisi proses sterilisasi komersial
tersebut sangat tergantung pada berbagai faktor, antara
lain kondisi produk pangan yang diste- rilisasikan (nilai
pH, jumlah mikroorganisme awal, dll), jenis dan ketahanan
panas mikroorganisme yang ada dalam bahan pangan,
karakteristik pindah panas pada bahan pangan dan wadah
(kaleng), medium pemanas, dan kondisi penyimpanan setelah
sterilisasi.
Produk pangan yang telah mengalami sterilisasi
seharusnya dikemas dengan kemasan yang kedap udara untuk
mencegah terjadinya rekontaminasi. Kondisi pengemasan kedap
udara ini menyebabkan terbatasnya jumlah udara (oksigen)
yang rendah, sehingga mikroorganisme yang bersifat obligat
aerob tidak akan mampu tumbuh pada produk pangan tersebut.
Namun yang perlu diperhatikan adalah mikroorganisme
(terutama spora) yang bersifat fakultatif atau obligat
anaerob yang jika tidak diperhatikan dengan seksama akan
mampu menyebabkan terjadinya kebusukan.
9
Umumnya, proses pengemasan bagi bahan pangan yang telah
diproses dengan sterilisasi komersial akan menyebabkan
kondisi anaerobik. Kondisi ini memberikan beberapa
keuntungan, antara lain (i) spora bakteri pembusuk umumnya
tidak tahan panas sehingga lebih mudah dimusnahkan pada
proses pemanasan; dan (ii) dapat mengurangi reaksi oksidasi
yang mungkin terjadi baik selama pemanasan maupun selama
penyimpanan setelah diproses. Untuk mem- pertahankan
kondisi anaerobik ini, bahan pangan perlu dikemas dalam
kemasan kedap udara (hermetis) seperti kaleng, gelas,
kantong plastik atau alumunium foil.
Berdasarkan prosesnya, sterilisasi dapat dilakukan
dengan dua metode,
yaitu:
(1) Proses pengalengan konvensional, dimana produk
dimasukkan dalam kaleng, lalu ditutup secara hermetis,
dan setelah itu produk dalam kaleng
dipanaskan/disterilisasikan dengan menggunakan retort,
Setelah kecukupan panas yang diperlukan tercapai, produk
dalam kaleng tersebut didinginkan.
(2) Proses aseptis, yaitu suatu proses dimana produk dan
kemasan disterilisasi secara terpisah, kemudian produk
steril tersebut diisikan ke dalam wadah steril pada
suatu ruangan yang steril.
Berdasarkan penjelasan di atas, maka produk pangan
steril komersial dapat didefinisikan sebagai produk pangan
10
berasam rendah (low acid foods) yang telah mengalami proses
pemanasan, sehingga bisa dipastikan bahwa produk tersebut
telah bebas dari mikroba yang dapat berkembang biak dalam
makanan pada kondisi penyimpanan atau distribusi yang
normal tanpa bantuan pendingin. Istilah pangan steril
komersial selama ini sering pula dikenal sebagai makanan
dalam kaleng.
11
C. Tahapan Pengalengan
Proses termal dalam kemasan (sistem batch) banyak
dilakukan di industri pangan. Contoh yang paling populer
adalah proses pengalengan, dimana produk dalam kaleng akan
disterilisasi dengan menggunakan ketel uap (retort). Masing-
masing tahap proses tersebut dapat dijabarkan sebagai
berikut:
1. Pemilihan bahan baku dan bahan tambahan
Semua bahan pangan yang digunakan dalam proses produksi
harus bersih, aman, dan memenuhi standar mikrobiologi,
fisik, kimia dan organoleptik yang berlaku. Untuk menjamin
bahwa semua bahan dan ingredien memenuhi syarat- syarat
tersebut harus dilakukan langkah-langkah untuk menjaminnya,
seperti pencucian dengan air bersih, penanganan, pewadahan,
pemotongan, penyimpanan, dan transportasi dengan alat-alat
yang menjamin kebersihan dan kea- manannya. Lebih lanjut,
semua bahan-bahan yang digunakan juga harus bebas dari hama
dan serangga. Khusus untuk bahan baku dan ingredien beku harus
disimpan dalam kondisi beku sampai waktu digunakan. Proses
thawing (pele- lehan) harus dilakukan pada kondisi lingkungan
produksi yang bersih dan higienis untuk menghindari
kontaminasi dan pertumbuhan mikroba seiama proses thawing
tersebut. Bahan-bahan tambahan yang digunakan untuk mem
bantu proses dan meningkatkan produk harus merupakan bahan
12
yang aman dan khusus untuk pangan serta dalam konsentrasi
dan kondisi yang tepat.
2. Pemilihan kemasan dan penanganan bahan kemasan
Kemasan yang digunakan untuk mengemas pangan yang
dikalengkan harus mampu melindungi makanan dari mulai proses
produksi sampai ke tangan kon- sumen. Kemasan harus mampu
melindungi produk dari mikroba, udara luar, air, dan
kontaminan lain. Kemasan tersebut juga harus mampu
mempertahankan produk dari kerusakan fisik, kimia, dan
mikrobiologis sampai makanan tersebut dikonsumsi. Kemasan
yang dipilih untuk suatu produk harus disesuaikan dengan
karakteristik produk untuk mengoptimalkan fungsi dari
kemasan dan menghin- dari migrasi komponen-komponen kemasan
yang dapat membahayakan kese- hatan dan keselamatan
konsumen. Ukuran kemasan yang digunakan dapat disesuaikan
dengan kebutuhan tetapi harus dijamin bahwa fungsi utama
kemasan tetap terpenuhi dan produk tersterilisasi dengan
cukup. Kemasan dan proses pengemasan harus dikontrol dan
dievaluasi secara rutin untuk menjamin integ- ritas kemasan.
Khusus untuk kemasan kaleng bagian-bagian yang harus diper-
hatikan secara khusus adalah bagian sambungan di badan
kaleng dan bagian penutupan. Bagian-bagian ini harus
dilindungi secara khusus untuk menghidari terjadinya
kontaminasi ulang. Perlakuan khusus tersebut di antaranya
adalah menghindari kontak jangsung bagian penutupan dengan
sumber kontaminasi.
13
3. Proses sortasi dan pencucian
Dalam tahap proses tersebut, dilakukan perlakuan
sortasi, yaitu melakukan pemilihan buah yang akan
dikalengkan yang bermutu baik, tidak busuk, cukup tua akan
tetapi tidak terlatu matang. Buah yang kelewat matang tidak
cocok untuk dikalengkan karena tekstur buahnya akan semakin
lunak, sehingga menyebabkan tekstur yang hancur setelah
pemanasan dalam retort. Setelah sortasi dilakukan pencucian
dengan tujuan untuk membersihkan buah dari kotoran- kotoran.
4. Proses pengupasan kuiit, pembuangan biji dan pemotongan
Bagian yang akan dikalengkan adalah bagian buah yang
iazim dimakan/ dikonsumsi, yang biasanya berupa daging buah.
Oleh karena itu, bagian-bagian yang tidak berguna, seperti
kulit, biji, bongkol, dsb dilakukan pembuangan.
Bagian daging buah yang akan dimakan kemudian dilakukan
proses pemo- tongan, sesuai dengan ukuran yang dikehendaki
dan ukuran kaleng.
5. Blansir
Blansir adalah perlakuan panas pendahuluan yang sering
dilakukan dalam proses pengalengan makanan buah dan sayuran
dengan tujuan untuk memper- baiki mutunya sebelum dikenai
proses lanjutan. Proses blansir ini berguna untuk (a)
membersihkan jaringan dan mengurangi jumlah mikroba awal;
(b) mening- katkan suhu produksi produk/jarinan; (c)
14
membuang udara yang masih ada di dalam jaringan; (d)
menginaktivasi enzim; (e) menghilangkan rasa mentah; (f)
mempermudah proses pemotongan {cutting, slicing, dll); (g)
mempermudah pengupasan; (h) membertkan warna yang
dikehendaki; dan (i) mempermudah pengaturan produk dalam
kaleng.
Proses blansir dapat dilakukan dengan cara rnencelup
potongan-potongan buah dalam air mendidih selama 5-10
menit. Lama pencelupan tergantung jenis dan banyak
sedikitnya buah yang akan diolah. Secara umum, proses
blansir periu memperhatikan hal-hal berikut: (a) Proses
blansir harus dilakukan sesuai dengan suhu dan waktu
blansir yang telah ditetapkan; (b) Air yang digunakan untuk
proses blansir harus diganti secara rutin; (c) Suhu akhir
produk setelah blansir harus sudah mencapai suhu yang telah
ditetapkan; dan (d) Produk yang telah diblansir tidak boleh
dibiarkan melebihi waktu maksimum yang diijinkan.
Blansir sering dilakukan dengan melewatkan bahan pangan
pada suatu ruangan yang berisi uap panas atau koiam air
panas. Peralatan demikian umum- nya sangat sederhana dan
cukup murah. Berdasarkan pada medium pemanas- nya, maka
peralatan blansir (blancher) dibagi menjadi dua, yaitu steam
blancher dan hot-water blancher.
Pengoperasian peralatan blansir perlu memperhatikan
faktor yeng mempe- ngaruhi kerusakan mutu pangan, khususnya
kerusakan komponen-komponen mineral, vitamin dan komponen
larut air lainnya. Kehilangan vitamin terutama disebabkan
15
karena terjadinya pelepasan (leaching), kerusakan karena panas
(thermal destruction) dan oksidasi.
Besarnya kerusakan dipengaruhi oieh beberapa faktor
antara lain: (1) Vari- etas; (2) Trngkat
kemasakan/kematangan; (3) Metode penanganan (terutama
tingkat pemotongan, pengirisan, dll, yang mempengaruhi
rasio luas permukaan/ volume bahan); (4) Penggunaan medium
pemanas dan pendingin; (5) Lama dan suhu pemanasan; dan (6)
Perbandingan air/bahan yang diblansir (terutama jika
digunakan airsebagai medium pemanas atau pun pendingin).
6. Proses memasukkan potongan buah ke dalam kaleng
Potongan buah yang telah diblansir kemudian dimasukkan
ke dalam kaleng. Penyusunan buah dalam wadah diatur serapi
mungkin dan tidak terlalu penuh. Pada saat pengisian perlu
disisakan suatu ruangan yang disebut dengan head space.
7. Proses pengisian sirop
Kemudian dituangkan larutan sirop. Sama halnya dengan
pada saat pengisian buah, pengisian sirop juga tidak
dilakukan sampai penuh, melainkan hanya diisikan hingga
setinggi sekitar 1-2 cm dari permukaan kaleng. Perlu
diusahakan bahwa pada saat pengisian larutan tersebut,
semua buah dalam kondisi terendam.
16
8. Proses exhausting
Kaleng yang telah diisi dengan buah (dan sirop)
kemudian dilakukan proses exhausting. Tujuan exhausting adalah
untuk menghilangkan sebagian besar udara dan gas-gas lain
dari dalam kaleng sesaat sebelum dilakukan penutupan kaleng.
Exhausting penting dilakukan untuk memberikan kondisi vakum
pada kaleng setelah penutupan, sehingga (i) mengurangi
kemungkinan terjadinya kebocoran kaleng karena tekanan dalam
kaleng yang terlalu tinggi (terutama pada saat pemanasan
dalam retort), sebagai akibat pengembangan produk, dan (ii)
mengurangi kemungkinan terjadinya proses pengkaratan kaleng
dan reaksi- reaksi oksidasi lainnya yang akan menurunkan
mutu. Tingkat kevakuman kaleng setelah ditutup juga
dipengaruhi oleh perlakuan blansir, karena blansir membantu
mengeluarkan udara/gas dari dalam jaringan. Exhausting dapat
dilakukan dengan berbagai cara, antara Jain dengan cara (i)
melakukan pengisian produk ke dalam kaleng pada saat produk
masih dalam kondisi panas, (ii) memanaskan kaleng beserta
isinya sampai pada suhu 80-95°C dengan tutup kaleng masih
terbuka, atau (iii) secara mekanik dilakukan penyedotan
udara dengan sistem vakum.
9. Proses penutupan kaleng
17
Setelah proses exhausting kaleng segera ditutup dengan
rapat dan her- metis pada suhu yang relatif masih tinggi.
Semakin tinggi suhu penutupan kaleng, maka semakin tinggi
pula tingkat kevakumannya (semakin rendah tekanan- nya).
Proses penutupan kaleng juga merupakan hal yang sangat
penting karena daya awet produk dalam kaleng sangat
tergantung pada kemampuan kaleng (terutama bagian-bagian
sambungan dan penutupan) untuk mengisolasikan produk di
dalamnya dengan udara luar. Penutupan yang baik akan
mencegah teoadinya kebocoran yang dapat mengakibatkan
kebusukan.
10. Proses sterilisasi
Proses sterilisasi merupakan tahap yang paling penting
dan kritis dalam proses pengalengan yang menentukan sukses
tidaknya proses sterilisasi secara keseluruhan. Proses
sterilisasi dilakukan setelah kaleng ditutup dan dimasukkan
ke dalam ketel uap atau retort. Suhu sterilisasi standar
yang digunakan adalah 121.1®C (250°F).
Proses sterilisasi dalam sistem batch umumnya dilakukan
dengan menggu- nakan retort statis. Retort statis atau still
retort adalah sebuah tabung berte- kanan tanpa pengaduk yang
digunakan untuk pengolahan produk pangan dalam wadah
tertutup. Pada umumnya, industri pengolahan pangan steril
komersial menggunakan tipe vertikal atau horizontal retort.
Secara umum, wadah diletakkan dalam rak, peti,
kendaraan/gerbong, keranjang atau baki untuk pemuatan dan
pembongkaran dalam retort.
18
Karena retort adalah tabung bertekanan, maka retort terbuat
dari plat setebal Y* inci (= 0.63 cm) atau lebih dengan
bentuk tertentu dengan penge- lasan. Pintu atau atau penutup
dibuat dari besi tuang atau plat tebal. Berbagai macam kunci
digunakan untuk keamanan pintu dan harus selalu dalam
kondisi yang prima untuk mencegah peledakan selama operasi.
Hal ini penting bagi keselamatan pekerja mengingat tekanan
di dalam retort sangat kuat. Pada suhu 250°F (121°C) besar
tekanan di dalam retort mencapai 15 psia, atau sekitar 10 ton
beban menekan penutup atau pintu.
11. Proses pendinginan
Setelah proses sterilisasi, kaleng kemudian didinginkan
dengan air dingin. Pendinginan pasca sterilisasi menjadi
penting karena timbul perbedaan tekanan yang cukup besar
yang dapat menyebabkan rekontaminasi dari air pendingin ke
dalam produk. Untuk itu perlu dipastikan bahwa air pendingin
yang digunakan memenuhi persyaratan mikrobiologis. Untuk
industri besar, proses pendinginan biasanya dilakukan secara
otomatis di dalam retort, yaitu sesaat setelah katup uap
dimatikan maka segera dibuka katup air dingin. Untuk ukuran
kaleng yang besar, maka tekanan udara dalam retort perlu
dikendalikan sehingga tidak menyebabkan terjadinya kaleng-
kaleng yang menggelembung dan rusak.
19
BAB III
PENGALENGAN KELENGKENG
A. Pembudidayaan Kelengkeng
Ada banyak pembudidayaan kelengkeng yang tersebar di
seluruh dunia. Alasan kelengkeng dibudidayakan oleh banyak
negara di dunia selain karena buahnya yang manis dan segar
kelenkeng juga memiliki khasiat dan manfaat yang tak kalah
menariknya untuk diambil keuntungannya. Berikut beberapa
pembudidayaan kelengkeng yang tersebar diseluruh dunia :
1. Kelengkeng kultivar di Asia Tenggara, budidaya
keragaman lebih rendah di daerah lain. Kultivar berikut
adalah yang paling umum dibudidayakan di Puerto Rico,
Florida dan Hawaii.
2. Kelengkeng ‘Biew Kiew’ – Dari Thailand, dengan produksi
lebih konsisten di Hawaii daripada ‘Kohala’, tapi masih
memerlukan musim dingin yang sejuk untuk bunga dengan
baik. Berkualitas baik buah, kemudian daripada
‘Kohala’.
3. Kelengkeng ‘Diamond River’ ( ‘Phetsakon’) – Klengkeng
tropis dari Thailand yang memiliki produksi lebih
handal di daerah tropis. Buahnya berukuran sedang,
kualitas baik dan panen lebih awal.
20
4. Kelengkeng ‘Kohala’ – Berasal dari Hawaii, budidaya
paling penting di Florida, namun mempunyai produksi
yang tidak menentu di daerah tropis. Berbuah awal,
besar, kualitas baik, dan dengan biji kecil.
5. Kelengkeng ‘Sri Chompoo’ – Dari Thailand, akan lebih
konsisten berbuah di Hawaii daripada ‘Kohala’, tapi
masih memerlukan musim dingin yang sejuk untuk berbunga
dengan baik. Buah besar dan berkualitas baik.
B. Manfaat Kelengkeng
Daging lengkeng enak dimakan segar dan dap at dibuat
minuman dalam kaleng (canning). Bijinya mengandung saponin
yang baik untuk sampo pencuci rambut. Daunnya biasa
digunakan untuk obat tradisional terhadap penyalat dalam
karena mengandung quercetin. Pohonnya dapat digunakan untuk
kayu bakar seperti halnya pohon rambutan. Selain itu,
tanaman lengkeng bermanfaat untuk taman, pelindung jalan,
dan konservasi lahan yang curam.Buah-buahan segar dikonsumsi
untuk mengurangi demam, dan buah-buahan kering sebagai obat
untuk insomnia. Daun mengandung quercetin, dengan sifat
antioksidan dan antivirus, dan digunakan dalam pengobatan
alergi, kanker, diabetes dan penyakit kardiovaskular.
Menghasilkan biji digerus busa, yang digunakan sebagai
21
sampo. Kayu yang digunakan dalam konstruksi perabot dan
barang lainnya. Pohon ini juga ditanam sebagai hiasan.
C. Cara Pembudidayaan KelengkengUntuk membudidayakan tanaman kelengkeng kita perlu
mengetahui hal-hal penting dibawah ini, diantaranya :
1. Syarat Tumbuh
a. IklimLengkeng lebih cocok ditanam di dataran dengan
ketinggian antara 200-600 m dpl yang bertipe iklim
basah dengan musim kering tidak lebih dari empat
bulan. Air tanah antara 50-200 cm. Curah hujan 1.500-
3.000 mm per tahun dengan 9-12 bulan basah dan 2-4
bulan kering. Suhu malam yang dingin (15-20o C) selama
musim kemarau mendorong tanaman berbunga (Sunarjono,
2007)
b. Media TumbuhBudidaya lengkeng sebaiknya dilakukan secara
intensif pada tanah yang terkena sinar matahari
langsung dengan membuat lubang tanam. Tanah untuk
menanam harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
1) Memiliki pH 5-6,5.
2) Subur dan gembur, banyak mengandung zat organik.
3) Tidak mengandung hama dan penyakit yang dapat
menular melalui tanah.
4) Memiliki drainase yang baik, air tidak menggenang
tetapi cukup air terutama di musim kemarau (Saputra,
2008).
22
2. Morfologi Tanaman Lengkeng
Morfologi tanaman adalah ilmu yang mengkaji berbagai
organ tanaman, baik bagian-bagian, bentuk maupun fungsinya.
Secara klasik, tumbuhan terdiri dari tiga organ dasar yaitu
akar, batang, dan daun.
a. Daun dan batangLengkeng memiliki habitus yang sangat menarik,
bentuk kanopi seperti payung. Berdaun rimbun, mirip
daun rambutan kapulasan yaitu berukuran kecil, panjang
(dengan daun meruncing), dan berwarna hijau gelap.
Batangnya bercabang banyak, arah cabang mendatar dan
rapat (Sunarjono, 2007).
b. BungaBunga lengkeng berumah dua, tetapi ada pula yang
berumah satu (hermaprodit). Tanaman jantan hanya
mempunyai benang sari (staminate) saja tanpa
menunjukkan adanya putik (pistil) (Sunarjono, 2007).
c. BuahBentuk buah umumnya bulat hingga lonjong dan
berwarna hijau. Setelah matang (tua), buah berwarna
kecokelatan. Bijinya satu, bulat, dan berwarna
kehitaman. Biji tidak dapat disimpan lama karena cepat
berkecambah setelah dilepas dari dagingnya. Daging
buah terasa manis sekali dan harum (Sunarjono, 2007).
23
d. AkarTanaman lengkeng berakar tunggang dan akar
samping berjumlah banyak, panjang, dan kuat
(Sunarjono, 2007).
3. Karakteristik Fisik dan Kimia Lengkeng
Selain memiliki rasa yang lezat, lengkeng juga kaya akan
nutrisi . Secara umum dalam 100 gram daging buah lengkeng
mengandung nilai gizi yang cukup bagus sebagai mana yang
tertera dalam tabel 1 berikut ini:
4. Taksonomi Lengkeng
Secara taksonomi, tanaman lengkeng dapat diklasifikasikan
sebagai berikut:
24
a. Lengkeng jantan, yang hanya mempunyai bunga jantan
saja. Jenis lengkeng ini hanya memiliki benang sari
saja. Benang sari merupakan alat kelamin jantan yang
menghasilkan serbuk sari yang berfungsi sebagai inti
sperma bagi berlangsungnya penyerbukan.
b. Lengkeng betina, yang hanya mempunyai bunga betina
saja. Jenis ini hanya mempunyai bakal buah yang berisi
bakal biji (ovulum) yang mengandung sel telur.
c. Lengkeng yang mempunyai dua jenis bunga, baik bunga
jantan maupun betina, sehingga dapat berbunga dan
berbuah. Proses penyerbukan dilakukan oleh satu pohon
sehingga pohon itu mampu menghasilkan buah.
d. Lengkeng hermaprodit, yaitu lengkeng yang mempunyai
bunga yang mengandung benang sari dan putik secara
bersama-sama (Saputra, 2008).
5. Lengkeng Varietas Unggul Nasional
Varietas unggul tanaman diperoleh melalui serangkaian
penelitian yang bertujuan untuk mendapatkan varietas dengan
sifat-sifat yang diinginkan, seperti potensi hasil tinggi,
tahan terhadap tekanan biotik dan abiotik tertentu, sesuai
dengan selera konsumen, dan lain-lain. Di Indonesia cukup
banyak ditemukan varietas lengkeng yang berbeda satu dengan
yang lain. Dari sekian banyak varietas lengkeng tersebut,
ada yang telah ditetapkan dan dilepas sebagai varietas
unggul nasional antara lain :
25
1. Lengkeng Itoh, adalah lengkeng introduksi dari
Thailand, merupakan lengkeng dataran tinggi, dapat
berbunga di dataran rendah dengan perlakuan tertentu.
Kelebihan dari lengkeng ini adalah buah berukuran
sedang, daging buah tebal, biji kecil, rasa manis dan
kering.
2. Lengkeng Selarong, merupakan keturunan dari lengkeng
Bandungan (dataran tinggi) yang telah beradaptasi cukup
lama di daerah dataran rendah. Berkembang baik di
daerah Selarong (ketinggian tempat ± 20 m dpl). Berbuah
setahun sekali pada bulan Juni-Juli, berukran kecil
sampai sedang dan mempunyai rasa manis.
3. Lengkeng Diamond River, merupakan lengkeng introduksi
dari Thailand. Daya adaptasi cukup luas, dapat tumbuh
di dataran rendah sampai dataran tinggi, tetapi lebih
banyak berkembang di dataran rendah. Berbuah genjah,
bibit dari perbanyakan vegetative dapat menghasilkan
buah saat umur 1 tahun sedangkan bibit dari biji dapat
berbuah saat umur 2-3 tahun. Rasa buah manis dan daging
buah basah. Berbuah 2-3 kali setahun. Saat ini, daerah
Demak, Semarang, dan Pontianak merupakan sentra
populasi lengkeng Diamond River di Indonesia. Buah
lengkeng ini banyak dijumpai mulai dari pasar
tradisional sampai supermarket, dan biasa disebut
dengan lengkeng “Bangkok” (Sugiyatno, 2007).
4. Lengkeng Pringsurat, merupakan lengkeng yang pertama-
tama dikembangjan di Indonesia. Lengkeng Pringsurat
telah dilepas dengan nama varietas Batu pada tahun
26
1997. Lengkeng jenis ini banyak ditemukan di daerah
Temanggung dan Ambarawa. Biji agak kecil, rasa buah
manis, mudah mengelupas (nglontok), dan beraroma harum
(Sugiyatno, 2007).
D. Pedoman Budidaya
Perbanyakan tanaman dilakukan dengan cangkok dan okulasi.
Perbanyakan dengan biji tidak dianjurkan karena umur
berbuahnya cukup lama (lebih dari tujuh tahun). Selain itu,
bibit dari biji sering tumbuh menjadi lengkeng jantan yang
tidak mampu berbuah. Bibit okulasi/cangkokan mulai berbuah
pada umur empat tahun.
Budi daya tanaman Lengkeng ditanam pada jarak tanam 8 m x
10 m atau 10 m x 10 m dalam lubang tanam berukuran 60 cm x
60 cm x 50 cm. Setiap lubang diberi pupuk kandang yang telah
matang sebanyak 20 kg. Pupuk buatan yang diberikan sebanyak
l00-300 g urea, 300-800 g TSP (400- 1000 kg SP-36), dan l00-
300 g KCl untuk setiap tanaman. Pupuk diberikan tiga kali
dalam selang tiga bulan. Setelah panen buah, pemberian pupuk
cukup sekali sebanyak 300 g urea, 800 g TSP, dan 300 g KCl
per pohon.
Pemeliharaan
Pemeliharaan penting adalah pemangkasan cabang yang tidak
produktif dan ranting-ranting yang menutup kanopi. Dengan
demikian, sinar matahari dapat masuk merata ke seluruh
bagian cabang. Tumbuhan parasit (benalu) harus cepat
27
dibuang. Tanaman lengkeng termasuk mudah tumbuh, tetapi
sukar berbunga. Oleh karena itu, diperlukan stimulasi
pembungaan dengan jalan mengikat kencang batang yang berada
satu meter di atas permukaan tanah. Batang dililit melingkar
sebanyak 2-3 kali dengan kawat baja. Tanaman mulai berbunga
pada umur 4-6 tahun. Biasanya,tanaman ini berbunga pada
bulan Juli-oktober. Buah matang lima bulan setelah bunga
mekar.
1. Penanaman Bibit dan Pemeliharaannya
Berikut tahapan penanaman bibit dan pemeliharaanya yang baik dan benar :
a. Cara Penanaman
Sebagian besar petani klengkeng sebelum
penanaman bibit terlebih dahulu membuat lubang
tanam. Jarak antara lubang satu dengan lainnya
minimum 10 x 10 meter. Ukuran lubang tanam
adalah 60 x 60 cm dan kedalamannya lebih kurang
60 cm. Kemudian lubang tanam tersebut diisi
dengan tanah yang sudah dicampur dengan pupuk
kandang atau kompos dengan perbandingan 3
(tanah): 1 (kompos) dan dibiarkan sampai beberapa
waktu hingga keadaan tanah tersebut kering dan
dingin (tidak ada fermentasi pupuk kandang atau
kompos) (Afandie, 1993).
28
Bibit lengkeng yang berasal dari biji yang
siudah mencapai ketinggian antara 50 sampai 75 cm
dapat ditanam pada lubang tanam dengan terlebih
dahulu melepas keranjangnya. Lubang tanam yang
telah disiapkan pada musim kemarau dapat langsung
ditanami bibit lengkeng, sebab pada umumnya tanah
yang kering tiadak terlalu asam. Sedang lubang
tanam yang dibuat pada musim hujan harus menunggu
sampai tanah yang digunakan untuk menimbun lubang
tersebut kering dan dingin. Penanaman bibit
lengkeng yang berasal dari cangkokan, enten,
okulasi ataupun penyusuan sama seperti menanam
bibit lengkeng yang berasal dari biji. Dalam hal
ini pembatan lubang tanam harus lebih dalam, agar
pembentukan sistem perkarannya lebih dalam dan
luas.
b. PemupukanPemupukan tanaman lengkeng dilakukan dua kali
dalam satu tahun, yakni pada awal musim hujan dan
menjelang musim kemarau. Pupuk yang digunakan adalah
pupuk anorgnik Urea, TSP, KCl atau pupuk lengkap NPK.
Dosis pemberian pupuk disesuaikan dengan umurnya atau
besar dan tingginya tanaman. Tanaman yang berumur 4
sampai 5 tahun dengan ketinggian 3 sampai 4 meter
dapat dipupuk sebanyak 1 sampai 2 kilogram NPK setiap
kali pemupukan.
29
Bagi tanaman lengkeng yang sudah berproduksi,
pemupukan dengan NPK hendaknya lebih dari 2 kilogram
setiap kali pemupukan. Cara pemupukan dilakukan
dengan jalan membenamkan pupuk tersebut dalam tanah di
sekitar tanaman, dengan jarak dari batang pokok
selebar lingkar luar dari tajuk daun (proyeksi lingkar
luar tajuk daun).
Pemupukan dapat juga dilakukan lewat daun dengan
pupuk daun yang mengandung kadar kalium rendah
(misalnya gandasil D, Bayfolan dan sebagainya). Bagi
tanaman yang sudah berproduksi dipakai pupuk daun yang
mengandung kalium agak tinggi (misalnya Gandasil B).
c. Pemangkasan Pemangkasan adalah pemotongan atau pengurangan
sebagian dari cabang dan ranting. Pemangkasan cabang
dan ranting ini bertujuan: (1) Untuk memperbanyak
cabang/ranting, karena hilangnya dominasi titik tumbuh
apikal; (2) Untuk memperpendek pohon, supaya mudah
pemanenannya (dwarfing), (3) Untuk mempermuda tnaman
yang telah tua; (4) Untuk mengatur keseimbangan
karbohidrat dan nitrat pada tanaman agar dapat
berbuah. Pemangkasan dapat dilakukan sambil memetik
buah lengkeng dengan menggunakan gunting stek.
Pada tanaman lengkeng yang buahnya sedikit harus
selalu dilakukan pemangkasan, sebab dengan dilekukan
pem,angkasan lengkeng akan cepat berbuah. Hal ini
didasarkan pada perbandingan banyaknya karbohidrat
30
dalam daun dengan banyaknya protein dan nitrat yang
dapat larut dalam tanaman. Jika karbohidratnya rendah
dan kadarnya tinggi, tanaman secara vegetatif akan
tumbuh terus denga subur tetapi tanpa berbuah.
Jika karbohidratnya tinggi dan kadar nitratnya
rendah, tanaman akan tumbuh kerdil dan buahnya
sedikit. Tetapi jika karbohidratnya sedang dan kadar
nitratnya tinggi, tanaman lekeng akan tumbuh sedang
dan dapat berbuah lebat. Jika karbohidratnya rendah
dan kadar nitratnya tinggi biasanya daun-daunnya
tumbuh lebat tetapi tidak dapat berbunga dan berbuah.
Tanaman lengkeng yang demikian perlu dipangkas secara
teratur supaya karbohidratnya menjadi sedang dan kadar
nitratnya bertambah karena adanya penyerapan pupuk
nitrogen (N) dari dalam tanah oleh akar-akarnya.
Dengan demikian tanaman lengkeng dapat berbunga lebat
dan berbuah banyak.
d. Pemotongan akar, Pengeratan Batang, dan Mengurangi Daun
Beberapa cara yang dilakukan petani klengkeng di
Jabung dan Tumpang untuk merangsang pembungaan tanaman
yang tidak berbunga, adalah: (1) Pemotongan akar,
untuk mengurangi penyerapan larutan makanan terutama N
dari dalam tanah; (2) Pengeratan (ringing) pada
batang-batangnya, untuk menghambat pengangkutan
(translokasi) karbohidrat; dan (3) Pemangkasan daun-
daunnya agar tidak terjadi penimbunan karbohidrat
(Afandie, 1993).
31
e. Pengendalian Hama dan Penyakit
1) Trusuk. Serangga ini ukurannya sebesar semut
hitam, warnanya coklat dan bersayap. Hama
ini menyerang bagian batang, terutama batang
pokoknya, yakni dengan cara membuat lubang
dan masuk ke dalamnya. Apabila jumlahnya
sangat banyak, pohon lengkeng yang diserang
tentu terdapat lubang yang banyak pula.
Lengkeng yang terserang hama trusuk
menunjukkan perubahan pada warna daunnya,
yakni semula berwarna hijau menjadi kunig dan
akhirnya rantok. Dengan rontoknya daun-daun
tersebut, cabang-cabang menjadi kering dan
mengakibatkan kematian. Pengendalian hama
trusuk dapat dilakukan dengan penyemprotan
insektisida pada batang yang telah terserang
oleh hama tersebut. Namun akan lebih baik
kalua dilakukan pencegahan secara dini
sebelum terserang, yakni dengan melakukan
penyemprotan insektisida pada batang-batang
tanaman lengkeng yang sehat, terutama batang
pokoknya (Afandie, 1993).
2) Kelelawar. Kelelawar juga termasuk hama yang
sangat merugikan petani, makan buah-buah
masak dan merontokkan buah-buah muda. Untuk
mengatasi gangguan kelelawar, buah lengkeng
32
pada malainya harus diberongsong dengan
anyaman bambu atau tepes kelapa.
3) Penyakit. Salahsatu penyakit yang sering
mengganggu tanaman lengkeng adalah Jamur.
Penyakit ini pada umumnya menyerang batang
pohon lengkeng, terutama batang pokoknya.
Pemberantasannya dapat dilakukan dengan
penyemprotan fungisida pada batang yang
terserang.
f. Panen dan Pasca PanenMusim panen lengkeng di bulan Januari-Februari
dengan produksi 300–600 kg per pohon. Lengkeng
termasuk buah nonklimakterik sehingga harus dipanen
matang di pohon karena tidak dapat diperam. Pemanenan
dilakukan dengan alat yang dapat memotong tangkai
rangkaian buah. Alat panen berupa gunting bertangkai
panjang yang tangkainya dapat diatur dari bawah.
Tanda-tanda buah matang adalah warna kulit buah
menjadi kecokelatan gelap, licin, dan mengeluarkan
aroma. Rasanya manis harum, sedangkan buah yang belum
matang rasanya belum manis.
E. Tahapan Pengalengan Kelengkeng
1. Persiapan bahan : lengkeng dikupas kulitnya.
33
2. Pengisian : sirup mendidih (gula : air = 1 : 2) yg
telah disaring (hingga 0,25 in dari permukaan
kaleng).
3. Exhausting : (waterbath ; 2/3 bgn kaleng terendam
160°F , 10 menit).
4. Penutupan : cepat dengan double seamer.
5. Sterilisasi : autoklaf (212°F ; 15 menit) atau
Botol (rebus dalam air mendidih).
6. Pendinginan : rendam dalam air atau pendinginan
udara.
7. Pengeringan.
Dilengkapi dengan tujuan, gambar setiap proses dan
bagan/skema
F. Pemeriksaan Kerusakan
Makanan kaleng harus disimpan pada kondisi yang sesuai,
segera setelah proses pengalengan selesai agar tidak
terdapat spora atau mikroba lain (terutama yang bersifat
tahan terhadap panas) yang dapat merusak isi apabila
kondisinya memungkinkan. Sebaiknya tetap disimpan dalam
ruang bersuhu rendah (di bawah 10 derajat Celcius) untuk
mencegah kerusakan dan pembusukan. Simpanlah produk pada
kelembaban rendah untuk mencegah karat pada bagian luar
kaleng dan tumbuhnya jamur. Jauhkan produk dari terpaan
cahaya matahari langsung.
34
Penyebab kerusakan dapat dibagi dua, yaitu kerusakan
yang disebabkan karena kesalahan pengolahan dan kebocoran
kaleng. Kerusakan itu menyebabkan produk makanan kaleng yang
tidak steril komersil. Jadi, kerusakan tersebut timbul
karena pertumbuhan mikroba. Selain kerusakan akibat mikroba
masih ada beberapa penyebab lainnya yang bersifat
nonmikrobial diantaranya seperti wadah yang kurang steril
atau karena suhu yang kurang tinggi.
Faktor-faktor tersebut meliputi kurang sempurnanya
pembuangan udara pada retort, sisa cairan terlalu banyak
pada retort, kesalahan pengeringan produk kering, sifat
produk yang lambat menjadi panas, perubahan fisik pada
produk, kurang cukup pengisian sehingga head space terlalu
besar, dan kesalahan proses pemanasan.
Metode Pengujian Kaleng :
1.Pengujian secara visual (tanda-tanda kebocoran isi,
kerusakan kaleng dan kejadian tidak normal :
- kelenturan (spiringiness)
- penggembungan tutup (bulging) akibat produksi gas oleh
mb
2. Persiapan kaleng / Uji Kebocoran Kaleng
Cara : isi kaleng dikeluarkan → dicuci → dikeringkan, →
lubang dipatri, → diberi tekanan tinggi → dimasukkan air →
diperiksa kebocorannya (gelembung-gelembung).
35
BAB IV
PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA
Saputra, Sumarno Dwi dan Isto Suwarno. 2008. Panduan Budidaya Lengkeng Super. Lily Publisher. YogyakartaSugiyatno, A. Dan Baiq D. Mariana. 2007. Studi Keragaman Morfologi Beberapa Varietas Lengkeng di Indonesia. Balai Penelitian Tanaman Jeruk dan Buah Subtropika. Batu Sunarjono, Hendro. 2007. Berkebun 21 Jenis Tanaman Buah. Penebar Swadaya. Jakarta
http://www.kajianpustaka.com/2012/11/tanaman-lengkeng.html#ixzz2QXWUbJah Follow us: @kajianpustaka on Twitter | KajianPustaka onFacebook
37