118
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dinamika perjalanan partai politik di Indonesia mengalami pasang surut seiring dengan perkembangan kehidupan demokrasi di Indonesia. Pada masa orde lama, jumlah partai politik di Indonesia sangat banyak serta beragam dan tergolong sistem kepartaian multipartai. Munculnya berbagai macam partai politik dari berbagai kepentingan kelompok, ras, suku, daerah serta agama merupakan implikasi dari maklumat 3 November 1945 tentang pembentukan partai politik yang dikeluarkan oleh Wakil Presiden Drs. Moh. Hatta. Namun, eksistensi partai-partai tersebut semakin memudar dan hilang ketika tatanan politik baru dibentuk yang disebut dengan era orde baru. Pada masa awal bergulirnya orde baru (1971-1998) terjadi penataan terhadap kehidupan partai politik, dimana pemerintah melakukan penyederhanaan jumlah partai politik (fusi partai politik) yakni partai yang beraliran agama dan partai yang beraliran demokrasi. Melalui UU No 3 Tahun 1975 Tentang Partai Politik dan Golongan Karya, secara sah pemerintah hanya mengakui dua buah partai politik yakni Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dan Partai Demokrasi Indonesia (PDI) serta satu organisasi sosial yakni Golongan Karya. Ketiga organisasi ini memiliki legalitas untuk ikut dalam setiap pemilihan umum di Indonesia. Dalam setiap pemilihan umum selama orde baru, Golongan Karya merupakan pemenang mutlak

Multipartai, Golkar, Pemilu, dan Sumatera Barat (Sumbar).docx

Embed Size (px)

Citation preview

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dinamika perjalanan partai politik di Indonesia mengalami pasang surut

seiring dengan perkembangan kehidupan demokrasi di Indonesia. Pada masa orde

lama, jumlah partai politik di Indonesia sangat banyak serta beragam dan tergolong

sistem kepartaian multipartai. Munculnya berbagai macam partai politik dari berbagai

kepentingan kelompok, ras, suku, daerah serta agama merupakan implikasi dari

maklumat 3 November 1945 tentang pembentukan partai politik yang dikeluarkan

oleh Wakil Presiden Drs. Moh. Hatta. Namun, eksistensi partai-partai tersebut

semakin memudar dan hilang ketika tatanan politik baru dibentuk yang disebut

dengan era orde baru.

Pada masa awal bergulirnya orde baru (1971-1998) terjadi penataan terhadap

kehidupan partai politik, dimana pemerintah melakukan penyederhanaan jumlah

partai politik (fusi partai politik) yakni partai yang beraliran agama dan partai yang

beraliran demokrasi. Melalui UU No 3 Tahun 1975 Tentang Partai Politik dan

Golongan Karya, secara sah pemerintah hanya mengakui dua buah partai politik

yakni Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dan Partai Demokrasi Indonesia (PDI)

serta satu organisasi sosial yakni Golongan Karya. Ketiga organisasi ini memiliki

legalitas untuk ikut dalam setiap pemilihan umum di Indonesia. Dalam setiap

pemilihan umum selama orde baru, Golongan Karya merupakan pemenang mutlak

diatas kedua partai PPP dan PDI. Golkar selalu memperoleh suara mayoritas dan

mendominasi proses politik di Indonesia.

Kejayaan Golkar di massa orde baru (1971-1998) menempatkan Golkar

sebagai Government party, karena pemerintahan pada masa itu di dominasi oleh

orang-orang Golkar dari tingkat desa sampai pusat. Dua puluh tujuh tahun berkuasa

di Orde baru, kekuasaan Golkar diuji ketika arah perpolitikan Indonesia kembali

mengalami perubahan. Pada tahun 1988 muncul tuntutan reformasi yakni tatanan

politik baru kearah yang lebih demokratis yang memaksa rejim penguasa orde baru

untuk turun berserta Golkar sebagai partainya pemerintah. Hancurnya orde baru

digantikan dengan era reformasi, dimana negara Indonesia berada pada masa transisi

demokrasi menuju konsolidasi demokrasi.

Keberadaan partai politik merupakan salah satu unsur konsolidasi demokrasi,

sehingga pada masa penegakan demokrasi eksistensi partai politik kembali

dihidupkan,1 hal ini dapat dilihat dari banyaknya jumlah partai politik pada era

reformasi termasuk Golkar yang sebelumnya merupakan organisasi sosial berubah

menjadi partai politik yang disebut Partai Golkar. Perubahan mendasar dari

reformasi, membuat persaingan diantara partai politik menjadi lebih transparan dan

kompetitif, tidak seperti orde baru dimana Golkar menjadi anak emas pemerintah dan

partai hegemonik. Perubahan ini berefek pada posisi Partai Golkar, dimana

1 Munculnya partai politik pada era reformasi bedasarkan UU tentang Partai Politik yakni UU No 2 Tahun 1999, yang selanjutnya UU ini mengalami perubahan yakni UU No. 32 Tahun 2002 , UU No 2 Tahun 2008 dan UU No. 2 Tahun 2011

pergeseran pola politik juga ikut menggeser pengaruh kuat Golkar seperti pada orde

baru, sehingga Golkar tidak lagi menjadi satu-satunya kekuatan dominan.

Merosotnya hegemoni Golkar dapat dilihat dari semakin menurunnya

perolehan suara Golkar dalam pemilihan umum, serta Golkar tidak lagi menjadi

partai dominan. Tergesernya dominasi Golkar dapat dilihat dari komposisi kursi di

Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dimana jumlah kursi telah terdistribusi pada partai-

partai politik lain seperti PDIP, Demokrat, PKS, PPP, PKB dan partai-partai lainnya.

Grafik 1.1 Perolehan Kursi oleh Partai Politik di DPR pada Pemilu 1999-2004

1999 2004 2009 20140

40

80

120

160

120128

106

91

154

109

94

109

59 58

38 39

0

55

148

61

GolkarPDIPPPPDemokrat

Sumber: kpu.go.id

Dari grafik diatas dapat dilihat perolehan suara Golkar cendrung menurun

dalam pemilu di Era Reformasi. Pada pemilu tahun 1999 Golkar mendapat posisi

kedua setelah PDI, sedang di pemilu 2004 Golkar berhasil menjadi partai pemenang

meskipun bukan pemenang mutlak karena PDI berhasil mempeloreh 109 kursi atau

18,31% suara di bawah Golkar yakni 21,62%. Kemudian pemilu tahun 2009 Suara

Golkar kembali menurun dan menjadi partai diposisi kedua di bawah Partai

Demokrat. Demokrat berhasil memperoleh 20,81% suara dan 141 kursi di DPR,

sedangkan Golkar 14,45% suara dan 106 Kursi. Selanjutnya, pada pemilu tahun 2014

perolehan suara Golkar semakin menurun, pada pemilu sebelumnya Golkar berhasil

mendapatkan 109 kursi, pada pemiu 2014 Golkar hanya memperoleh 91 kursi dan

menjadi pemenang kedua setelah PDIP .

Jika dibandingan dengan masa orde baru, sebelum terkenal dengan nama

Partai Golkar, dahulu Golkar disebut Sekber Golkar (Sektretariat Bersama Golongan

Karya) yang dibentuk tanggal 20 Oktober 1964. Sekber Golkar menghimpun hampir

300 organisasi fungsional nonpolitis yang berorientasi pada karya dan kekaryaan

dengan tiga organisasi seperti SOKSI, MKGR dan KOSGORO sebagai tulang

punggungnya.2 Namun orientasi Sekber Golkar yang nonpolitis menjadi politis terjadi

ketika Sekber Golkar mengikuti pemilu tahun 1971 dengan nama Golkar. Perubahan

nama ini desepakati dalam musyawarah Sekber Golkar tanggal 17 juli 1971.3

Semenjak saat pemilu kedua yang dilaksanakan di Indonesia sampai pemilu ke tujuh

Golkar selalu mendapat suara mayoritas dan pemilik wakil terbanyak di DPR.

2 M. Rusli Karim, 1983, Perjalanan partai politik di Indonesia: Sebuah Potret Pasang Surut,Jakarta: Rajawali. Hal. 1603 Sri Zul Chairiyah, 2010, Dominasi Golkar dan LDP, Padang: Laboraturium Jurusan Ilmu Politik FISIP UNAND .hal 7

Grafik 1.2 Perolahan Kursi di Parlemen oleh partai Golkar dalam pemilu ke-2 hingga pemilu ke-11

Sumber: RSIS Working Paper No. 277 Tahun 20144

Kemenangan Golkar selama pemilu legislatif Orde Baru (1971-1997) dapat

dilihat dari perolehan kursi di parlemen pada grafik diatas, perolehan kursi terbanyak

oleh Golkar yakni pada pemilu tahun 1997 dengan memperoleh 325 kursi. Sedangkan

untuk pemilu yang pertama kali pada tahun 1971 yang diikuti oleh 9 partai politik ,

Golkar berhasil memperoleh 226 kursi atau 62,8% suara dan menjadi pemenang

pemilu.5 Sedangkan pada posisi kedua NU hanya berhasil mendapatkan 58 kursi atau

18,67 % suara.

Tinggi/rendahnya perolehan suara partai tingkat nasional tidak terlepas dari

pengaruh perolehan suara tingkat daerah. Sebagai efek dari sistem demokrasi

perwakilan dan adanya otonomi daerah, keberadaan partai politik sebagai sebuah

4 Yuddi Crisnandhi dan Adhi Priamarizki, 2014, Explaining the Trajectory of Golkar’s Splintersin Post-Suharto Indonesia, RSIS working paper (online) https://www.ciaonet.org/attachments/25893/uploads No. 277 , S. Rajaratnam School of International Studies Singapore Hal. 55 M. Rusli Karim, Op. Cit Hal. 170

organisasi pun mengikuti garis administrasi negara, dimana partai politik memiliki

perwakilan didaerah provinsi, kabupaten/kota serta kecamatan dan desa.6 Dengan

demikian, Golkar sebagai partai yang telah eksis sejak masa orde baru telah memiliki

perwakilan disetiap provinsi di Indonesia termasuk Sumatera Barat.

Di Sumatera Barat, Golkar telah ada semenjak pemilu kedua tahun 1971,

dimana pada masa ini Golkar menjadi salah satu peserta pemilu bersama 9 partai

politik lainnya untuk pemililihan tingkat I daerah provinsi. Tidak hanya ditingkat

nasional, ditingkat daerah pun (masa orde baru) Golkar berhasil menjadi partai

pemenang dengan suara mayoritas dan wakil terbanyak di DPRD Sumbar.

Grafik 1.3 Perolehan Suara Golkar pada pemilu Orde Baru (1971-1997) di Sumatera Barat

1971 1977 1982 1987 1992 199750

60

70

80

90

100

63.7666.54

60.33

78.8182.18

91.24

perolehan suara Golkar pada pemilu orde baru di Sumatera Barat

Golkar

persen

tase

Sumber: Memori DPRD Sumbar 1999/2004

Dalam setiap penyelenggaran pemilu untuk Daerah Tingkat I, Golkar berhasil

memperoleh suara diatas 60%. Perolehan suara Golkar naik secara signifikan setiap

6 Lihat UU 2 Tahun 2011 Tentang Partai Politik Pasal 3 ayat 2 poin c dan d

pemilu dan puncak mayoritasnya terjadi pada pemilu tahun 1997 dengan perolehan

suara 91,24% yang berarti Golkar berhasil menduduki 33 kursi di DPRD dari 36 kursi

yang disediakan. Sedangkan dua partai politik lainnya PPP dan PDI tidak mampu

menyaingi perolehan suara Golkar, sehingga perwakilan PPP tidak kurang dari ¼

perwakilan Golkar, dan perwakilan PDI tidak lebih dari ¼ perwakian PPP.7 Bahkan

pada pemilu 1982 dan pemilu 1997 PDI tidak berhasil memperoleh satupun kursi di

DPRD tingkat I.

Perubahan struktur politik di era reformasi serta munculnya berbagai patai

politik baru, juga berdampak pada pergeseran peta politik di Sumatera Barat. Golkar

yang sebelumnya mendominasi, sekarang tidak lagi menjadi partai mayoritas.

Pengaruh Golkar telah bersanding dengan pengaruh partai politik lain. Hal ini

berdampak pada komposisi anggota DPRD Sumbar yang telah terdistribusi pada

partai politik lain.

Tabel 1.1 Komposisi Partai Politik dalam DPRD Sumatera Barat Era Reformasi

Partai Pemilihan Umum1999 2004 2009 2014

Golkar 12 16 9 9PDIP 5 4 3 4PPP 10 7 5 8PAN 11 10 6 8PKS 2 7 5 7PBB 3 5 3 1PKB 1 - - 1PKPI 1 - - -KAMI 1 - - -PUI 1 - - -

7 Perolehan kursi PPP di DPRD tingkat I pada masa orde baru; pemilu 1982(13 kursi), 1987(7 kursi), 1992(5 Kursi), 1997(3 Kursi). Sedangkan PDI hanya berhasil memperoleh masing-masing 1 kursi pada pemilu 1987 dan 1992.

PII Masyumi 1 - - -PBR - 3 2 -Demokrat - 3 14 8Gerindra - - 4 8Hanura - - 5 5Nasdem - - - 6Total 49 55 55 65

Sumber: Memori DPRD Sumbar 1999/2004 dan 2004/2009

Semenjak reformasi, Golkar kehilangan setengah dari jumlah kursi yang

selalu diperolehnya ketika orde baru. PPP yang sebelumnya hanya memperoleh ¼

dari jumlah kursi Golkar sekarang dapat mengimbagi posisi Golkar. Dari tabel diatas

dapat dilihat, bahwa Golkar tetap menjadi partai dengan perolehan kursi terbanyak

dalam DPRD kecuali pada pemilu tahun 2009, dimana Demokrat berhasil

memperoleh jumlah kursi terbanyak. Dominasi Golkar mulai digeser oleh partai lain

seperti PAN, PPP, Demokrat, dan partai baru yang merupakan pecahan Golkar seperti

Hanura dan Gerindra. Berikut grafik perolehan suara partai politik untuk pemilu

DPRD Sumatera Barat.

Grafik 1.4 Peolehan Suara Partai Politik di Sumatera Barat Pemilu 1999-2014

1999 2004 2009 20140

10

20

30

23.8

27.9

15.6 15.5

22.2

14.3

10.99.5

0

4.6

23.2

11.7

20.3

12.15

6.919.25

perolehan suara pemilu partai politik di Sumbar

Golkar

PAN

Demokrat

PPP

persen

tase

Sumber: KPUD Sumatera Barat

Dari grafik diatas dapat dilihat perolehan suara Partai Golkar pada pemilu

legislatif daerah Provinsi Sumbar tahun 1999-2014. Golkar pada pemilu tahun 1999

berhasil menjadi partai pemenang dengan perolehan suara yang tidak jauh berbeda

dari partai PAN yang berada pada posisi kedua, selisih perolehan suara hanya 1,6%.

Sedangkan untuk pemilu tahun 2004 Golkar berhasil meningkatkan perolehan

suaranya dan menjadi partai pemenang. Namun, pada pemilu selanjutya (pemilu

2009) perolehan suara Golkar merosot menjadi 15,6% jauh dibawah partai Demokrat

yang menjadi pemenang dengan perolehan suara 23,2%. Begitu juga pada pemilu

2014 perolehan suara Golkar sedikit menurun namun golkar berhasil menjadi partai

pemenang dengan perolehan suara 15.5%. Meski memperoleh dukungan terbanyak

dari partai lain, namun Golkar tidak lagi partai mayoritas karena perolehan suara

Golkar tidak jauh berbeda denga partai Demokrat yakni 11,9%, dimana Golkar

memperoleh 9 kursi dan Demokrat berhasil memperoleh 8 kursi.

Dalam konteks perpolitikan Sumatera Barat, Golkar masih menjadi partai

pemimpin dan tergolong salah satu partai mayoritas. Namun, kondisi menjadi

berbeda ketika Golkar bukan lagi satu-satunya kekuatan dominan seperti pada masa

orde baru. Keberadaan partai politik lain seperti PDIP, Demokrat, PKB, Hanura, PPP,

Gerindra, PKS dan lainnya berhasil menyaingi dan mengimbangi kekuataan serta

pengaruh Partai Golkar. Perubahan mendasar dalam perpolitikan dan pemilu yang

lebih demokratis menjadi salah satu faktor yang ikut mengikis hegemoni Golkar

seperti yang disampaikan A.S Hikam8… Golkar dengan sendirinya akan pecah dan

hancur, kalau tidak nanti juga akan digulung rakyat dan zaman sendiri…kalau pemilunya

demokratis dan pelaksanaannya fair Golkar pasti kalah dan dalam waktu tidak lama akan

dibubarkan”

Dominannya Golkar pada masa orde baru tidak lepas dari peranan berbagai

pihak. Sebagai salah satu kekuatan yang mendapat dukungan dari pemerintah dan

ABRI, Golkar menjadi lebih unggul dibandingkan dengan kekuatan-kekuatan politik

lainnya. Dengan demikian, banyak pihak yang memandang bahwa kemenangan

Golkar dalam pemilu disebabkan oleh kecurangan, paksaaan dan atau karena

menggunakan kekuasaan ABRI. Hal ini seperti disampikan oleh Ernest Utrect9

8 Akbar tanjung, 2008, The Golkar Way : Survival Partai Golkar di Tengah Turbulensi Politik Era Transisi, Jakarta: PT Gramedia hal 109 E Utrecht “The Military and Election” dalam Oey Hong Lee, Indonesian After the 1971 election (London, Kuala Lumpur: Oxford University Press, dikutip dalam Rusli Karim Hal.170

“The second Indonesian election, which were held on 3 July 1971, were won by army-sponsored Golongan Karya. Using Intimidation and threats, arresting opponents regarded as dangerous,misusing government facilities and putting in to practice the fraudulent system of bebas parpol”

Selain mendapat dukungan dari ABRI, birokrasi juga memiliki peranan

penting dalam mendukung kekuasaan Golkar. Dengan konsep monoloyalitas yang

dikembangkan dimana setiap birokrat harus setia kepada pemerintah membuat Golkar

semakin unggul. Kemudian, Golkar juga mengembangkan massa politik secara

maksimal melalui berbagai ormas yang pada masa itu disebut KINO-KINO. Sehingga

pada masa orde baru Golkar didukung oleh tiga jalur politik, masing masing jalur A

(ABRI), jalur B (Birokrasi) dan jalur G (Golkar/sipil) atau jalur ABG, dan sebagai

inisiator kelahiran Golkar, posisi militer (ABRI) ditubuh organisasi menjadi sangat

amat istimewa.10 Keberadaan jalur ABG ini menjadi salah satu faktor penting yang

membuat Golkar berhasil berkuasa dan terus memimpin selama orde baru.

Selain keberadaan ABRI dan birokrasi, tidak dapat dipungkiri sosok presiden

Soeharto yang merupakan dewan pembina dalam tubuh Golkar sekaligus penguasa

Orde Baru juga turut berkontribusi dalam melanggengkan kekuasaan Golkar. Golkar

dan Soeharto bersama-sama membentuk pemerintahan dan mengendalikan

masyarakat agar rezim ini terus berkuasa. Kuatnya pengaruh ketiga elemen ini seperti

yang disampaikan oleh oleh A.S Hikam11 “Golkar menjadi besar dan solid pada

massa orde baru karena tidak terlepas dari dukungan militer, birokrasi dan kendali

mantan presiden Soeharto yang bertindak sebagai ketua dewan Pembina….

10 Lihat Awad Bahasoan, Golongan Kaya mencari format politik baru dalam Akbar Tandjung “The Golkar Way” hal.10211 Akbar tanjung, Op.Cit, hal 10

Kekuasaan serta kepemimpinan Soeharto sebagai bagian dari Golkar menjadi

sangat penting dalam memperkuat posisi Golkar. Hal ini dapat dilihat dari berbagai

kebijakan yang dikeluarkan pemerintah yang mengguntungkan Golkar, seperti

kebijakan Fusi Partai Politik (UU No 3 Tahun 1975) tentang Partai Politik dan

Golongan Karya, dan kebiajkan floating mass. Konsep ini berimplikasi terhadap

larangan bagi partai-partai untuk beroperasi diperdesaan. Partai hanya bisa beroperasi

sampai tingkat kecamatan, dan karena Golkar bukan partai maka, dimaklumi bahwa

perangkat desa lainnya sudah bergabung dengan Golkar.12 Selanjutnya Permendagri

No 12 Tahun 1969 yang menetapkan pegawai negeri tidak boleh menjadi anggota

partai. Pemerintah menginginkan pegawai negeri netral dari afiliasi politik manapun.

Kebijakan ini begitu menguntungkan Golkar, karena sejak awalpun Golkar sudah

memiliki anggota organisasi pegawai dari kalangan pegawai negeri.

B. Rumusan Masalah

Ketika terjadi perubahan mendasar dalam struktur politik di era reformasi,

serta adanya tuntutan demokrasi dan keterbukaan, kompetisi oleh partai politik pun

berubah dan berkembang kearah yang lebih baik. Bagi partai politik lain keadaan ini

merupakan momen untuk menjalankan fungsi serta tujuan partai yang selama ini

terkekang. Namun keadaan terbalik dengan partai Golkar yang sebelumnya

merupakan mesin politik orde baru dan mendapatkan keuntungan dari penguasa,

sehingga Golkar kehilangan peganggan dalam panggung partai politik di Indonesia.

12 Muhamad Hisyam (peny), 2003, Krisis Masa Kini dan Orde Baru, Jakarta : Yayasan Obor Indonesia

Sejak masa transisi demokrasi hingga konsolidasi demokrasi di Indonesia dominasi

dan hegemoni Golkar semakin menurun.

Menurut John Agnew13, hegemoni didefenisikan sebagai dominasi seorang,

suatu kelompok, beberapa kelompok dalam tatanan sosial, ataupun negara dalam

tatanan internasional yang mampu memberikan pengaruh terhadap kelompok ataupun

negara lain. Agnew menegaskan faktor utama penggunaan hegemoni biasanya

dengan cara meyakini, memanipulasi ataupun memaksa suatu kepentingan dengan

kelebihan-kelebihan yang dimiliki. Kelebihan-kebihan yag dimiliki dapat melalui

pengaruh kekuasaan, militer, serta ekonomi. Golkar pada masa orde baru memiliki

mesin politik yang berasal dari ABRI dan Birokrasi, serta pengaruh kekuasaan

Dewan Pembina Golkar yang dituangkan melalui berbagai kebijakan yang

menguntungkan Golkar.

Mesin politik dan kelebihan ini tidak lagi bekerja untuk Golkar pada era

konsoidasi demokrasi saat ini, dimana salah satu tuntutan reformasi adalah

penghapusan dwi fungsi ABRI. ABRI dipisahkan dari dunia politik dan bertindak

lebih professional untuk keamanan nasional. Kemudian komunikasi politik dari partai

politik terhadap konstituen ditingkat desa yang selama ini terputus akibat kebijakan

masa mengambang, di era reformasi kembali dibangun. Partai-partai politik bahkan

harus memiliki cabang hingga tingkat desa yang disebut anak ranting. Kondisi ini

membuat Golkar tidak lagi dapat memonopoli masyarakat ditingkat desa.

13 Rico Valentino, 2014, Strategi People Action Party dan Golkar dalam Memperkokoh dan Mempetahankan Kekuasaan Politik di Singapura (1965-1990) dan Indonesia (1967-1997), Tesis,UI: FISIP UI

Kemudian secara internal partai, perpecahan yang terajadi dalam tubuh

Golkar juga berkontribusi terhadap semakin merosotnya pengaruh Golkar. Konflik

elit dan faksi dalam partai Golkar membuat lemah partai secara internal sedang partai

politik lain berusaha membangun kekuatan internal partai. Hilangnya elemen

kekuatan dari negara, serta melemahnya pengaruh dikalangan masyarakat sipil dan

konflik elit serta perpecahan menjadi faktor yang membuat hegemoni Partai Golkar

merosot. Bedasarkan penjabaran diatas maka fokus penelitian ini adalah mengenai

kemerosotan hegemoni (declain Hegemony) Partai Golkar di Sumatera Barat. Dengan

pertanyaan penelitian Apa faktor-faktor yang menyebabkan merosotnya hegemoni

Partai Golkar di Sumatera Barat?

C. Tujuan

Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk untuk mengidentifikasi faktor-

faktor penyebab merosotnya hegemoni Partai Golkar di Sumatera Barat pada era

reformasi (2004-2014)

D. Manfaat

Adapun manfaat dan kontribusi dalam penelitian ini adalah;

1. Dari segi teoritis, penelitian ini diharapkan dapat membantu peneliti lain

dalam memahami penggunaan teori hegemoni Antonio Gramsci dan juga

dapat memberikan kontribusi untuk menjelaskan fenomena terkait dengan

hegemoni politik.

2. Dari segi akademis, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi

sumbangan pemikiran dan menambah pustaka dibidang ilmu politik,

menambah dan memperluas pengetahuan serta khasanah karya-karya

ilmiah, serta menjadi referensi untuk penelitian berikutnya yang relevan.

3. Secara paraktis, hasil penelitian ini dapat digunakan oleh objek terkait

untuk mengevaluasi serta memprediksi langkah partai kedepannya

khusunya di daerah Sumatera Barat.

BAB II

KERANGKA TEORI

A. Penelitian Terdahulu

Berdasarkan latar belakang masalah, rumusan masalah serta tujuan penelitian

yang telah dijelaskan sebelumnya, maka penelitian ini menggunakan penelitian

terdahulu sebagai acuan untuk dijadikan landasan dalam penelitian. Penelitian

terdahulu bertujuan untuk menunjukkan bagaimana peneliti sekarang memandang

permasalahan yang sama dengan sudut pandang yang berbeda. Penelitian mengenai

Partai Golkar telah banyak dilakukan oleh peneliti sebelumnya, baik penelitian

Golkar di tingkat pusat ataupun daerah/lokal.

Pertama, buku The Golkar Ways ; Survival Partai Golkar di Tengah

Terbulensi Politik Era Transisi yang ditulis oleh Akbar Tandjung tahun yang

diterbitkan oleh Gramedia di Jakarta tahun 2008.14 Buku ini merupakan disertasi

Akbar Tandjung yang berisi tentang keadaan Partai Golkar di Orde baru dan

perjuangan partai di era transisi demokrasi diantara partai-partai lain. Penelitian ini

bertujuan untuk menggungkap faktor-faktor dan langkah-langkah yang dapat menjadi

penyebab Partai Golkar dapat bertahan hidup ketika terjadi perubahan politik menuju

demokrasi. Penelitian disertasi ini menggunakan persfektif pelembagaan partai politik

untuk menggungkap survival Partai Golkar di era transisi demokrasi. Metode

14 Akbar Tandjung, 2008, The Golkar Ways: Survival Partai Golkar di tengah Terbulensi Politik Era Transisi, Jakarta: PT Gramedia

penelitian termasuk dalam kategori penelitian kualitatif yang bersifat deskriptif

analitis. Penelitian ini memiliki periode batas waktu yang telah ditentukan yakni

tahun 1998-2004. Dengan lokasi penelitian di Jakarta dan Yogyakarta sebagai tempat

Partai Golkar berdomisili. Jenis data tergolong pada data sekunder dan primer dengan

teknik pemilihan informan secara snowball sampling. Hasil disertasi ini menunjukkan

Golkar melakukan rekonstrurisasi dan pembenahan organisasi sebagai langkah

adaptasi terhadap lingkungan politik baru yang telah berubah.

Kedua skripsi oleh Erix Ferdi Anwar yang berjudul Pengaruh Keberadaan

Organisasi Masyarakat Nasional Demokrat terhadap Loyalitas Kader Partai Golkar

Provinsi Sumatera Barat. Penelitian ini dilatarbelakangi oleh adanya surat edaran

yang dikeluarkan oleh Partai Golkar yang menyatakan kepada seluruh kader Partai

Golkar yang menjadi anggota serta ikut terlibat dalam kegiatan organisasi yang

dilakukan oleh ormas Nasional Demokrat, supaya menentukan sikap untuk memilih

tetap menjadi kader partai Golkar atau menjadi anggota Ormas Nasdem dan keluar

dari partai Golkar. Surat edaran ini diperkuat dengan kebijakan dari Partai Golkar

berupa sebuah ultimatum atau peringatan terakhir kepada seluruh kader Partai Golkar

agar menentukan sikapnya sebelum tanggal 11 Agustus 2011.

Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi dan mendeskripsikan

pengaruh keberadaan ormas Nasdem terhadap loyalitas kader partai Golkar Provinsi

Sumatera Barat. Penelitian ini menggunakan teori loyalitas politik, dengan metode

penelitian menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode fenomenologi.

Pemilihan informan dengan menggunakan teknik snowball sampling, dan unit

analisis adalah individu yakni kader partai Golkar yang bergabung dengan ormas

Nasdem. Teknik keabsahan data menggunakan triangulasi sumber data dan analisis

etik-etik.

Hasil penelitian menunjukkan kader partai tersebut masih memiliki suatu

ikatan psikologis dan sosial yang masih kuat dengan partai Golkar. Sedangkan

dengan ormas Nasdem ikatan psikologis dan sosial masih belum tercipta dengan baik

dan kuat, sehingga ormas Nasdem bukanlah faktor yang menyebabkan pergeseran

loyalitas terjadi. Penyebab terjadinya pergeseran loyalitas dari masing-masing kader

terletak pada keadaan sosial di dalam tubuh partai Golkar yang tidak harmonis lagi.

Oleh sebab itu kondisi dari partai Golkar yang mempengaruhi terjadinya pergeseran

loyalitas dari beberapa kader partai Golkar. Kondisi sosial yang memberikan sebuah

dorongan kepada kader tersebut untuk tidak terlalu terikat dengan aturan dan

kebijakan partai Golkar, yang meimbulkan pergeseran loyalitas yang terjadi dalam

diri kader partai Golkar.

Ketiga penelitian Fandi Aswat yang berjudul Perubahan Politik Partai Golkar

Provinsi Sumatera Barat pasca reformasi dalam pelaksanaan Musda tahun 2001.

Penelitian ini dilatarbelakangi oleh perubahan partai Golkar pasca reformasi dan

perubahan paradigma partai Golkar kearah yang lebih demokratis yang tercermin

dalam pelakasanaan Musda di Provinsi Sumbar. Tujuan Musda adalah untuk menukar

kepemimpinan partai Golkar Provinsi Sumbar.

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan dan menganalisa perubahan

politik DPD partai Golkar Sumbar pasca reformasi dalam pelaksanaan Musdalub

tahun 2001. Untuk menjelaskan pokok permasalahn penelitian ini, maka digunakan

beberapa terori yaitu teori leit menurut Mosca dan Pareto untuk menjelaskan siapa

yang disebut elit, kemudian teori tiga analisa indentifikasi kekuasaan menurut

Putnam, analisa posisi, analisa reputasi dan analisa kekuasaan. Untuk menjelasakan

partai Golkar digunakan teori institusional menurut Richard scott, penyesuaian

institusi terhadap lingkungan sosial dan tuntutan aturan legal formal. Penelitian ini

menggunakan metode penelitian kualitatif.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dinamika politik partai Golkar Sumbar

sangat dinamis, dari konteks partai Golkar provinsi partai dikarenakan atas paksaan

yaitu peraturan pemerintah dan penyesuaian terhadap kondisi politik Indonesia. Pada

pelaksanaan Musdalub terjadi karena adanya intrik politik dalam konflik kepentingan

elit partai Golkar Sumbar yaitu ketidaksenangan dalam menentukan calon legislatif

yang diusung oleh ketua partai Golkar Sumbar pemilu tahun 1999.sebagian elit

merasa dikhianati oleh ketua partai Golkar Sumbar kala itu. Elit tersebut

menginginkan agar ketua lengser dari jabatannya dengan minta pertolongan dari

pusat dengan perantara Fahmi Idris. Maka timbulah ide untuk dilakukannya

Munaslub dengan alasan PP No 12 tahun 1999 untuk menghindari citra buruk partai

Golkar di Sumbar.

Keempat, penelitian yang dilakukan oleh Sutiyono yang berjudul Hegemoni

Kekuasaan Terhadap Seni Pedalangan. Penelitian ini dilatarbelakangi oleh

penggunaan instrument kesenian untuk memperoleh dukungan massa sebanyak-

banyaknya bagi Partai Golkar pada masa orde baru, yakni seni pedalangan. Penelitian

ini bertujuan untuk menjelaskan relasi pemerintah dalam mempertahankan kekuasaan

melalui hegemoni seni pedalangan. Untuk menguraikan tujuan penelitian tersebut,

penelitian ini menggunakan teori hegemoni Antonio Gramsci.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemerintah untuk mempertahankan

kekuasannya bersama partai Golkar menggunakan seni pedalangan sebagai

instrument hegemoni. Bentuk seni serta pesan yang disampaikan oleh dalang dalam

pewayangan merupakan pendiktean oleh pemerintah, oleh karena itu seni pedalangan

harus dikelola sedemikian cermat, karena sosialisasi dan ekspresi kesenian ini tidak

hanya ketika kampanye dijalankan, akan tetapi juga setelah aktivitas kampanye

selesai dan partai penguasa telah memenangkan pemilihan umum. Maka dari itu

tepatlah sebagai alat hegemoni seni pedalangan diproduksi karena memuat suatu sifat

atau makna pada konteks sosio-kultural masyarakat.

Penelitian yang dilakukan sekarang memiliki perbedaan dengan keempat

penelitian yang dibahas diatas. Perbedaan penelitian ini pertama terletak pada fokus

penelitiannya, jika penelitian sebelumnya meneliti mengenai kelembagaan Golkar

serta dinamika Golkar pada era reformasi, maka penelitian sekarang fokus pada

kemerosotan hegemoni partai Golkar. Perbedaan juga terlihat dari teori yang

digunakan untuk menjelaskan permasalahan penelitian, dimana penelitian sekarang

menggunakan teori hegemoni Antonio Gramsci untuk menjelaskan faktor-faktor yang

membuat merosotnya hegemoni Golkar.

Tabel 2.1 Perbandingan Penelitian Terdahulu

No Nama Judul penelitian Fokus penelitian Teori dan metode

Kesimpulan

1 Akbar Tandjung

The Golkar Ways: Survival Partai Golkar di Tengah Terbulensi Politik Era Transisi

Langkah-langkah partai bertahan hidup ketika terjadi perubahan politik

Persfektif perlembagaan partai politik/ pendekatan kualitatif dengan tipe analitis deskriptif

Golkar melakukan rekonstrurisasi dan pembenahan organisasi sebagai langkah adaptasi terhadap lingkungan politik baru yang telah berubah

2. Erix Ferdi Anwar

Pengaruh Keberadaan Organisasi Masyarakat Nasional Demokrat terhadap Loyalitas Kader Partai Golkar Provinsi Sumatera Barat

Pengaruh ormas Nasdem terhadap loyalitas kader partai Golkar

Loyalitas politik/pendekatan kualitatif dengan metode fenomenologi

Kader partai tersebut masih memiliki suatu ikatan psikologis dan sosial yang masih kuat dengan partai golkar. Sedangkan dengan ormas Nasdem ikatan psikologis dan sosial masih belum tercipta dengan baik dan kuat,

3. Fandi Aswat Perubahan Politik Partai Golkar Provinsi Sumatera Barat pasca reformasi dalam pelaksanaan Musda tahun 2001

Perubahan politik partai Golkar DPD Sumbar pasca Musda

Teori institusional menurut Richard scott, teori elit Mosca dan Pareto/Metode Kualitatif

Pelaksanaan Musdalub terjadi karena adanya intrik politik didalam konflik kepentingan elit Partai Golkar sumbar yaitu ketidaksenangan dalam menentukan calon legislatif yang diusung oleh ketua partai Golkar Sumbar pemilu tahun 1999.

4. Sutiyono Hegemoni Kekuasaan Terhadap Seni Pedalangan

Peranan intelektual tradisional sebagai instrument hegemoni kelas penguasa

Teori hegemoni Antonio Gramsci

Bentuk seni serta pesan yang disampaikan oleh dalang dalam pewayangan merupakan pendiktean oleh pemerintah, karena sosialisasi dan ekspresi kesenian ini tidak hanya ketika kampanye dijalankan, akan tetapi juga setelah aktivitas kampanye selesai dan partai penguasa telah memenangkan pemilihan umum

B. Pendekatan Teoritis yang Digunakan

Untuk menjelaskan masalah penelitian tentang faktor-faktor kemerosotan

hegemoni Partai Golkar di Sumatera Barat, maka peneliti menggunakan beberapa

konsep sebagai kerangka berfikir awal. Berikut konsep dan teori yang digunakan

sebagai alat analisis dalam penelitian.

1. Konsep Hegemoni

Hegemoni dalam bahasa Yunani kuno disebut eugemonia yang dalam

prakteknya di Yunani diterapkan untuk menunjukkan dominasi posisi yang diklaim

oleh negara-negara kota secara individual, misalnya yang dilakukan negara kota

Athena dan Sparta terhadap negara-negara kota lainnya.15 Dominasi posisi

menujukkan keunggulan suatu kelompok atas kelompok lain, keunggulan ini

membuat kelompok tersebut berkuasa atas kelompok lain. Kekuasaan yang dominan

ini dapat dilihat dari kepemimpinan yang dijalankan oleh kelompok yang berkuasa.

Sedangkan menurut John Agnew, hegemoni secara teoritis didefenisikan

sebagai dominasi seseorang, suatu kelompok, beberapa kelompok dalam tatanan

sosial, ataupun negara dalam tatanan internasional yang mampu memberikan

pengaruh terhadap kelompok ataupun negara lain. Agnew menegaskan faktor utama

penggunaan hegemoni biasanya dengan cara meyakini, memanipulasi ataupun

memaksa suatu kepentingan dengan kelebihan-kelebihan yang dimiliki.16 Dengan

sudut pandang lain, Gramsci mengartikan hegemoni sebagai A social group can, and

15 Nezar Patria dan Andi Arief, 2003, Antonio Gramsci: Negara dan Hegemoni, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, hal.11516 Rico Valentino, Op.Cit

indeed must, already exercise “leadership” before winning governmental power (this

indeed is one of the principal conditions for the winning of such power); it

subsequently becomes dominant when it exercises power, but even if it holds it firmly

in its grasp, it must continue to “lead” as well17. Sebuah kelompok sosial harus

bahkan dapat menerapkan kepemimpinan sebelum memenangkan kekuasaan,

kelompok sosial tersebut kemudian menjadi dominan ketika mempraktekkan

kekuasaan, tapi ketika dia telah memegang kekuasaan penuh ditangannya, dia masih

harus terus memimpin juga.

Dari konsep diatas, dapat disimpulkan bahwa hegemoni adalah suatu istilah

yang menunjukkan adanya keunggulan suatu individu/kelompok yang membuat

kelompok tersebut berkuasa lama. Dominasi kelompok diciptakan melalui cara-cara

kekerasaan atau bujukan. Kekerasan dalam hal ini merupakan penggunaan alat negara

untuk memobilisasi atau memaksa, sedangkan bukujukan merupakan bentuk

persuasif baik berupa pengaruh atau ajakan sehingga masyarakat yang terhegemoni

patuh pada kelompok penghegemoni.

Golkar merupakan partai yang telah berkuasa lama selama orde baru,

kekuasaan Golkar dapat dilihat dari dominannya Golkar dalam pemerintahan dan

berhasilnya Golkar menjadi partai mayoritas dalam setiap pemilu orde baru, baik di

tingkat pusat ataupun ditingkat daerah. Hegemoni Golkar dipanggung politik

kemudian merosot dikala perubahan politik kearah yang lebih demokratis di era

17 Antonio Gramsci, 1971, Selection From Prison Notebooks, Quintin Hoare dan Nowell Smith (Ed.), London: The Electic Book Company. Hal 212

reformasi. Kemerosotan hegemoni tidak berarti Golkar kehilangan hegemoni, di

Sumatera Barat Golkar masih menjadi partai pemimpin namun bukan lagi partai

dominasi. Pengaruh Golkar bersanding dengan keberadaan partai politik lain.

2. Hegemoni: Persfektif Gramsci

Teori mengenai hegemoni diperkenalkan oleh Antonio Gramsci, seorang

Marxian yang berasal dari Italy. Konsep hegemony Gramsci muncul sebagai upaya

Gramsci dalam menjawab pertanyaan kegagalan strategi dan taktik kelas proletariat

dalam menumbangkan kelas borjuis di Italia disatu sisi dan disisi lain justru dibarengi

dengan menguatnya kekuatan fasisme.18 Konsep hegemoni Gramsci dapat dielaborasi

melalui penjelasannya tentang basis dari supremasi kelas. Menurut Gramsci kelas

sosial akan memperoleh keunggulan (supremasi) melalui dua cara yaitu dominasi

atau paksaan dan melalui kepemimpinan intelektual dan moral.19

Menurut Gramsci cara pertama cendrung menggunakan aspek-aspek

kekerasan seperti pemaksaan atau tindakan koersif yang berujung pada dominasi.

Sedangkan cara kedua melalui tindakan persuasif, pengaruh dan bujukan yang

berujung pada kepemimpinan intelektual dan moral. Pengertian dominasi disini

mengarah pada masyarakat politik sedangkan kepemimpinan intelektual dan moral

mengarah pada masyarakat sipil.20 Teori Grasmci mengenai hegemoni merupakan

keseluruhan konsepnya yang ditulis dalam penjara (prison) yang berisi catatan

politik. Dalam membicarakan hegemoni, Gramsci memulai dengan tiga batas

18 Nezar Patria dan Andi Arief, Op.Cit, hal.11319 Ibid, Hal. 11720 Roger simon, 2004, Gagasan-gagasan politik Gramsci, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, hal 99

konseptualisasi hegemoni yakni masyarakat politik, masyarakat sipil dan ekonomi.21

Ketiga formasi sosial ini membentuk dasar konspetualisasi hegemoni.

Ekonomi, merupakan batas konseptualisasi pertama, sebuah batasan yang

digunakan untuk mengartikan mode of production yang paling dominan dalam

masyarakat, yang berhubungan dengan kemunculan kelas-kelas sosial dalam

masyarakat. Kedua, batasan negara yang merupakan tempat munculnya praktek-

praktek kekerasan (kekerasan polisi dan aparat lainnya). Ketiga, batasan masyarakat

sipil, menurut Gramsci masyarakat sipil berarti organisasi lain diluar negara dalam

sebuah formasi sosial diluar bagian sistem produksi material dan ekonomi, yang

didukung dan dilaksanakan oleh komponen diluar batasan diatas.

Ketiga elemen formasi hegemoni diatas seperti yang dijelaskan Gramsci

dalam buku Selection Of Prison Notebook, terkait pembahasan Gramsci mengenai

masalah kepemimpinan politik dalam formasi dan perkembangan bangsa dan negara

modern di Italia, seluruh masalah dari berbagai arus politik Risorgimento dapat

dibagi menjadi dua faktual mendasar. Kaum moderat yang mewakili kelompok sosial

yang relatif homogen dan karenanya kepemimpinan mereka mengalami kegoyahan

dan Partai Aksi (Action Party) yang tidak mendasarkan diri pada kelompok sosial

tertentu sehingga tekanan-tekanan dapat dihadapi. Dengan kata lain Partai Aksi

secara historis dipimpin oleh kaum moderat, kaum moderat terus memimpin partai

aksi bahkan setelah 1870 dan 1876. Selanjutnya, Gramsci menganalisis dalam bantuk

apa dan alat apa kaum moderat berhasil menerapkan alat (mekanisme) hegemoni

21 Nezar Patria dan Andi Arief, Op.Cit hal 136

intelektul, moral dan politik mereka. Dalam bentuk-bentuk, dengan alat, yang

mungkin disebut liberal, dengan kata lain melalui pertunjukkan perseorangan,

molekuler dan swasta22

Pernyataan Gramsci mengenai formasi hegemoni dapat disimpulkan menjadi

tiga elemen yakni masyarakat politik, masyarakat sipil dan intelektual. Istilah privat

(swasta) merupakan kata untuk mewakili masyarakat sipil, dan pertunjukkan

perseorangan merupakan aspek intektual dan molecular23 adalah istilah yang merujuk

pada sebuah jalan yang mengekspresikan perkembangan kelompok yang dipimpin

dan memimpin dengan kata lain sebuah sistem demokrasi (masyarakat negara).24

Formasi Elemen Hegemoni Gramsci

22 Antonio Gramsci, Op.Cit Hal. 21623 Lihat dalam buku sejarah dan budaya Antonio Gramsci , Quintin Hoare dan Nowell Smith (Ed), Ira puspitorini Dkk (Penj), 2000, Surabaya: Pustaka Promethea hal. 291-29524 Penjelasan Gramsci terkait elemen civil society, state dan intelektual “ What we can do, for the moment, is to fix two major superstructural “levels”: the one that can be called “civil society”, that is the ensemble of organisms commonly called “private”, and that of “political society” or “the State”. These two levels correspond on the one hand to the function of ”hegemony” which the dominant group exercises throughout society and on the other hand to that of “direct domination” or command exercised through the State and “juridical” government… The intellectuals are the dominant group’s “deputies” exercising the subaltern functions of social hegemony and political government, Antonio Gramsci Op.Cit, Hal. 145

state

civil societyintellectual

Ketika suatu kelompok sosial telah mempraktekkan hegemoni dan menjadi

kelompok yang hegemonik mereka harus tetap memperjuangkan hegemoni dan

kepemimpinannya. Perlu kegigihan untuk mepertahankan dan memperkuat otoritas

sosial dari kelas yang bekuasa dalam semua kelompok masyarakat sipil. Kemunduran

hegemoni dari kelompok yang berkuasa dapat terjadi dan bahkan menjadi krisis

hegemoni.

Terdapat tiga tingkatan hegemoni yang dikemukakan oleh Gramsci, yaitu

hegemoni total (integral), hegemoni yang merosot (decadent) dan hegemoni yang

minimum.25 Ketiga tingkatan hegemoni menurut Gramsci tersebut dijelaskan oleh

Joseph Femia26 lebih lanjut yakni pertama hegemoni integral yang ditandai dengan

afiliasi massa yang mendekati totalitas. Masyarakat menunjukkan kesatuan moral dan

intelektual yang kokoh. Kedua, hegemoni merosot ditandai dengan adanya potensi

disintegritas. Meskipun sistem yang adda telah mencapai kebutuhan atau sasarannya

namun mentalitas massa tidak sungguh-sungguh selaras dengan pikiran dominan

subjek hegemoni. Dan ketiga, hegemoni minimum menunjukkan situasi dimana

kesatuan ideologis antara elit ekonomi, politis dan intelektual yang berlangsung

bersamaan dengan keengganan terhadap setiap campur tangan masa dalam kehidupan

negara. Dengan demikian kelompok hegemonis tidak mau menyesuaikan kepentingan

dan aspirasi mereka dengan kelas-kelas lain dalam masyarakat.

25 Nezar Patria dan Andi Arief, Op.Cit hal.12826 Ibid.

Bedasarkan permasalahan dalam penelitian terkait kemerosoton hegemoni

Golkar, maka teori hegemoni Gramsci memiliki relevansi sebagai alat analisis untuk

menjelaskan faktor-faktor yang menyebabkan merosotnya hegemoni Golkar.

Kemerosotan Hegemoni Golkar dapat dijelasakan melalui tiga fondasi hegemoni

Gramsci yakni state, civil society dan intelektual organic. Keberadaan Golkar di

Sumatera Barat tidak lagi menjadi partai dominan seperti sebelumnya (orde baru),

meski tetap menjadi partai pemenang dalam pemilu untuk provinsi Sumbar, namun

kemenangan Golkar tidak lagi menjadi kemenangan mutlak, Golkar tidak lagi

menjadi partai yang berpengaruh dan menentukan. Hal ini mengindikasikan

merosotnya hegemoni Golkar sebagai partai yang berkuasa, berbeda dengan

hegemoni Golkar pada masa orde baru yang kuat di ketiga elemen tersebut.

a. Masyarakat sipil

Dalam surat Gramsci tanggal 7 September 1931, Gramsci menunjukkan

bahwa masyarakat sipil (civil society) mencangkup organisasi-organisasi swasta

(private) seperti gereja, serikat dagang, organisasi masyarakat, sekolah dan

sebagainya. Dalam masyarakat sipil kaum intelektual menjalankan fungsi khusus

yakni hegemoni sosial dari kelompok dominan.27 Masyarakat sipil mencangkup

semua organisasi dan lembaga diluar produksi dan negara. Semua organisasi yang

mencangkup masyarakat sipil disebut private seperti gereja, organisasi

keagamaan, serikat dagang, partai politik, serta kelompok-kelompok kebudayaan

dan organisasi kemasyarakatan.

27 Roger simon , Op.Cit , hal 102

Masyarakat sipil merupakan tempat hegemoni dilangsungkan, Golkar juga

menegakkan hegemoninya melalui masyarakat sipil, hal ini dapat dilihat

banyaknya organisasi-organisasi sosial yang menjadi underbow partai pada masa

orde baru, serta Golkar sendiri yang terdiri dari berbagai organisasi kekaryaan.

Merosotnya hegemoni Golkar dapat diidentifikasi melalui berbagai organisasi

dalam masyarakat sipil yang tidak lagi menjadi underbow partai.

b. Masyarakat politik (negara)

Gramsci memakai istilah masyarakat politik bagi hubungan-hubungan koersif

yang terwujud dalam berbagai lembaga negara, angkatan bersenjata, polisi,

lembaga hukum dan penjara, bersama-sama dengan semua departemen

adminstrasi yang mengurusi pajak, keuangan, perdaganggan, industri, keamanan

sosial, dan sebagainya yang bergantung pada upaya akhir dari efektifitas

monopoli negara dalam melakukan tindakan koersif.28 Dalam kategori ini

masyarakat politik mengacu pada semua institusi yang biasa disebut negara.29

Golkar berhasil menegakkan hegemoni tidak terlepas dari peranan negara,

sehingga Golkar dapat menjadi partai pemimpin yang mendominasi pada masa

orde baru. Peranan ABRI, polisi dan institusi lain menjadi begitu kental, namun

ketika reformasi terjadi dan tatanan politik baru yang lebih demokratis, tindakan

negara yang koersif telah berkurang disertai berkurangnya peranan ABRI dalam

politik.

28 Roger simon, Op.Cit, hal 10429 Muhadi sugiono Op.Cit, hal 35

c. Intelektual Sebagai organizer hegemoni

Menurut Gramsci seorang dikatakan intelektual bukan diperoleh dari hakikat

instrinsik dari kegiatan intelektual sendiri, melainkan posisi kegiatan yang

menempati dalam suatu sistem hubungan dimana kegiatan-kegiatan ini

mengambil tempatnya dalam sebuah hubungan-hubungan sosial yang kompleks.30

Selanjutnya Gramsci menjelaskan bahwa dalam dunia superstruktur, kaum

intelektual menampilkan fungsi organisasional dan konektif didalam masyarakat sipil

atau wilayah masyarakat politik. Dimana, kaum intelektual merupakan deputi dari

kelompok dominan yang menjalankan fungsi khusus dari hegemoni sosial dan

pemerintahan sosial.31 Setiap kelas menciptakan satu atau lebih strata intelektual,

seperti kaum kapitalis menciptakan teknisi, ekonom, manager, pegawai negeri untuk

organisator kebudayaan baru dan setiap kelas baru yang lahir menentukan kaum

intektual yang sudah ada. Untuk melihat peran intelektual, maka Gramsci membagi

bentuk intelektual menjadi dua, yaitu intelektual organic dan intelektual tradisional.

Pertama intelektual organic, mereka adalah intelektual dan organisator

politik.32 Menurut Gramsci intelektual organic langsung berhubungan dengan cara

produksi yang dominan, dimana intelektual ini memberikan kelas ini homogenitas

dan suatu kesadaran akan fungsinya sendiri bukan cuma pada ekonomi namun juga

dilapangan sosial dan politik. Contoh intelektual organic adalah manager, insinyur,

politisi, penulis, jurnalis, pegawai negeri, tentara, jaksa, hakim dan sebagainya.

30 Antonio Gramsci, Op.Cit Hal, 14031 Nezar Patria dan Andi Arief, Op.Cit, Hal.15832 Roger Simon, Op. Cit, Hal.144

Kedua, intelektual tradisional merupakan intelektual yang dikategorikan

sebagai intelektual otonom. Banyak kelas yang baru tumbuh berusaha untuk

berasimilasi serta menundukkan intelektual tradisional secara ideologis. Mereka yang

termasuk intelektual tradisional seperti rohanian, manusia literer, filsuf atau artis.

Selanjutnya Gramsci menganalisis mengenai watak dari partai politik dalam

hubungannya dengan masalah kaum intelektual, dimana partai politik untuk semua

kelompok persisnya adalah mekanisme yang sama yang dilakukan negara, dengan

kata lain ia bertanggung jawab untuk menyatukan kaum intelektual organic dari

kelompok sosial yang ada kelompok dominan dan kaum intelektual tradisional. Partai

melaksanakan fungsi sesuai dengan fungsi dasarnya, yakni mengelaborasi bagian-

bagian komponennya sendiri dan fungsi mengubah mereka menjadi kaum intelektual

politik yang berkualitas, para pemimpin (dirigenti) dan organizer [mengorganisir]

semua aktivitas dan fungsi-fungsi yang inheren dalam perkembangan organic sebuah

masyarakat integral, baik sipil ataupun politik.33

Golkar pada masa orde baru memiliki organic intelektual sebagai basis think

tank partai untuk berbagai kebijakan. Para intelektual ini merupakan ahli ekonomi

dan pembangunan. Elemen intelektual ini dalam melihat faktor-faktor yang

meyebabkan merosotnya hegemoni Golkar, dibagi menjadi intelektual organic yakni

para kader partai dan kombinasi intelektual tradisional yakni tokoh agama dan tokoh

adat atau tokoh masyarakat.

33 Quentin Hoare dan Nowell Smith (Ed) Ira Puspitorini (penerj) dkk, 2000, Antonio Gramsci : Sejarah dan Budaya, Surabaya : Pustaka Promethea Hal.147

Partai politik dan hegemoni

Menurut Gramsci pelaku utama sang penguasa baru tidak bisa menjadi

pahlawan individual di zaman modern, tetapi bisa menjadi pahlawan partai politik.

Prinsip yang penting adalah adanya pemimpin dan yang dipimpin, penguasa dan

dikuasai dan partai merupakan tempat efektif untuk mengembangkan pemimpin dan

kepemimpinan.34 Dalam rejim totalitarian, fungsi tradisional dan institusional

kerajaan diambil alih oleh partai politik. Walaupun tiap partai adalah ekspresi

kelompok sosial, namun kondisi tertentu dari suatu partai mewakili sebuah kelompok

sosial dalam menjalankan fungsi penyeimbang dan penengah dalam memperjuangkan

kepentingan kelompoknya dan kepentingan kelompok lain, dan berhasil

mengamankan perkembangan kelompok-kelompok tersebut karena mewakili

konsesus dan membantu -kelompok-kelompok sekutunya- yang bisa dianggap

sebagai kelompok yang jahat.35

Penjelasan diatas menunjukkan hegemoni partai politik dari persfektif

Gramsci, dimana partai dapat mempertahankan eksistensinya dalam pemerintahan

ketika partai tidak hanya mewakili kepentingan kelompok semata tapi bisa

mengakomodasikan semua kepentingan. Menurut Gramsci kemenangan partai,

kemajuannya bagi kekuatan negara dan kondisi ketika partai tidak bisa dihancurkan

secara normal dapat dijelaskan melalui eksistenti partai yang terdiri dari tiga elemen

dasar.36 34 Quentin Hoare dan Nowell Smith (Ed) Gafna Raiza wahyudi dkk (penerj), 2001, Catatan-Catatan Politik Antonio Gramsci, Surabaya: Pustaka Promethea Hal. 3135 Quentin Hoare dan Nowell Smith (Ed) Gafna Raiza wahyudi dkk (penerj), Ibid, hal 3436Ibid , hal. 39

1. Elemen massa, yang terdiri dari orang-orang kebanyakan yang berpartisipasi

dengan loyal dan disiplin.

2. Elemen kohesif dasar, yang memusatkan secara nasional dan member

kekuatan yang kompleks, efektif dan sangat kuat yang dengan sendirinya akan

berubah menjadi lebih kecil atau bahkan hilang sama sekali. Elemen ini

dibantu dengan kekuatan kohesif yang besar yang memusatkan dan

mendisiplinkan. Elemen ini dapat juga disebut sebagai kepemimpinan di

tingkat nasional

3. Elemen lanjutan, yang menghubungkan elemen pertama dan kedua serta

memlihara kontak diantara keduanya secara fisik, moral dan intelektual.

Kekuatan partai Golkar dalam perpolitikan di Sumatera Barat dapat dilihat

dari ketiga elemen diatas, elemen massa berarti simpatisan partai Golkar yang

menjadi pendukung partai, elemen massa sangat menentukan kemenangan partai.

Kemudian elemen kohesif dasar terkait kepemimpinan partai, dalam hal ini pimpinan

partai untuk perwakilan daerah maupun nasional. Elemen ini memberi kekuatan bagi

partai untuk sektor wilayah dan terakhir elemen lanjutan adalah pola komunikasi

antara kedua elemen sebelumnya.

C. Skema Pemikiran

Untuk memudahkan pemahaman tentang permasalah dalam penelitian ini,

maka skema pemikiran penelitian sebagai berikut:

Penelitian ini dilatarbelakangi oleh kondisi-kondisi yang menunjukkan adanya

kemerosotan hegemoni Partai Golkar di era reformasi. Perubahan yang mendasar

dalam struktur politik sebagai efek dari tuntutan reformasi telah merubah arah

perpolitikan kearah yang lebih demokratis dibandingkan era orde baru. Golkar yang

menjadi mesin politik dan anak emas orde baru juga tidak luput dari tuntutan

reformasi.

Partai Golkar

DPD Sumbar

Golkar pada masa orde baru:

Partai Hegemonik dengan dukungan pemerintah

Perubahan politik

Partai Golkar pada masa Reformasi:

Penurunan perolehan suara terutama pada pemilu 2009 dan 2014, dominasi Golkar

tidak lagi mutlak, perpecahan internal partai dipusat, kekalahan dalam pilkada serentak di

Sumbar 2015

Apa faktor yang menyebabkan merosotnya hegemoni Golkar khusunya di Sumatera

Barat??

Dijelaskan dengan persfektif hegemoni Gramsci yang mencangkup elemen State (pemerintahan), Civil

Society(organisasi masa) dan intelektual partai (organic dan tradisional)

Partai Golkar mengalami kemerosotan hegemoni

Golkar di masa orde baru dengan segala keistimewaan yang didapat seperti

mesin politik jalur ABG, keuntungan dari berbagai kebijakan seperti kebijakan massa

menggambang dan perlindungan penuh dari penguasa orde baru sekaligus dewan

Pembina Golkar membuat Golkar menjadi kekuatan yang besar. Namun, semua

keistimewaan Golkar hilang saat orde baru jatuh dan digantikan dengan era

reformasi. Tuntutan demokrasi memberi peluang hidupnya lagi berbagai jenis partai

politik serta pelaksanaan pemilu yang lebih kompetitif diantara partai politik.

Ditengah-tengah bangkitnya berbagai jenis partai politik, Partai Golkar yang dimasa

orde baru selalu menjadi partai mayoritas dan dominan mesti tergeser posisinya oleh

partai-partai lain.

Merosotnya hegemoni Golkar dapat dilihat dari merosotnya perolehan suara

Golkar dalam pemilu, kemudian Golkar tidak lagi dapat mempertahankan

dominasinya. Di Sumatera Barat sendiri, perolehan suara Golkar cenderung menurun

meski beberapa kali pemilu tetap sebagai pemenang namun bukan sebagai pemenang

mayoritas layaknya orde baru. Kemudian pada Pemilukada serentak 201 Golkar juga

mengalami kekalahan. Pengaruh Golkar ini kemudian dibayangi oleh partai lain

seperti Demokrat, PPP, PKS dan PAN untuk daerah Sumbar.

Untuk menjelasakan peyebab merosotnya hegemoni Golkar maka penelitian

ini menggunakan teori hegemoni Gramsci sebagai alat analisis. Dimana menurut

Gramsci hegemoni suatu kelompok dapat dilihat tiga elemen yakni state, civil society

dan organic intelektual.

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Pendekatan dan Metode penelitian

Penelitian ini menggunakan metode kulaitiatif dengan desain penelitian

bersifat deskriptif analisis. Menurut Bogdan dan Taylor pendekatan kualitatif

merupakan prosedur penelitian yang menghasilkan data deskripsi berupa kata-kata

tertulis atau lisan dari orang-orang dan prilaku yang dapat diamati.37 Pendekatan

kualitatif berguna untuk menjelaskan fenomena sosial yang ingin diteliti secara

mendalam. Penelitian kualitatif menurut Maleong merupakan penelitian yang

bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek

penelitian misalnya perilaku persepsi, motivasi, tindakan dan lain-lain, secara holistic

dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada sutu konteks khusus

yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode ilmiah.38

Sedangkan desain penelitian yang bersifat deskriptif analitis berarti data-data

yang dikumpulkan dalam penelitian umumnya berbentuk kata-kata dan gambar-

gambar yang kebanyakan bukan angka-angka. Penelitian deskriptif kualitatif

diuraikan dengan kata-kata menurut pendapat responden, apa adanya sesuai dengan

pertanyaan penelitian, kemudian dianalisis pula dengan kata-kata apa yang

37 Lexy J Maleong, 2005, Metodologi Penelitian Kualitatif (ed.revisi), Bandung: PT Remaja Rosdakarya Hal.438 Ibid, Hal.6

melatarbelakangi responden berperilaku (berpikir, berperasaan dan bertindak) di

reduksi, diverifikasi dan ditriangulasi dan disimpulkan.

B. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian ini dilakukan di Sumatera Barat khususnya di Kota Padang,

pemilihan lokasi ini didasari oleh permasalahan penelitian yang mengkaji mengenai

Kemerosotan hegemoni Golkar di Sumbar. Kota Padang merupakan ibu kota provinsi

dan merupakan lokasi DPD partai Golkar yang akan jadi objek penelitian. Alasan

lainnya adalah karena banyak informan yang berdomisili di Kota Padang.

C. Peran Penelitian

Pada penelitian kualitatif ini peneliti merupakan instrument utama dalam

mengumpulkan dan menginterpretasikan data.39 Peneliti juga berfungsi untuk

menetapkan fokus penelitian, memilih informan sebagai sumber data, melakukan

pengumpulan data, menilai kualitas data, analisa data, menafsirkan data dan membuat

kesimpulan atas temuannya. Peneliti berperan murni sebagai peneliti yakni peneliti

berada diluar realitas atau lingkungan sosial yang akan diteliti dengan tetap fokus

memperhatikan aspek-aspek penting dalam proses mengumpulkan data.

Terhitung sejak tanggal 18 Januari 2016 peneliti mendapatkan izin dari

Pembimbing I dan Pembimbing II untuk melakukan penelitian dan pengumpulan data

pada objek yang menjadi kajian peneliti. Kemudian dilanjutkan dengan pengurusan

surat izin lapangan di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik pada tanggal 19 Januari

2016. Dalam mengurus surat izin dari fakultas peneliti tidak mengalami kendala

39 Lexy J. Moleong, Ibid. . hlm. 9.

apapun, pengurusan cepat dan sesuai dengan jadwal yang ditetapkan. Pada tanggal 20

Januari surat izin rekomendasi ini dikeluarkan dengan No. 85/UN

16.08.WD.I//PP/2016, setelah mendapatkan surat ini kemudian peneliti langsung

melanjutkan untuk menggurus surat rekomendasi dari Kesbangpol Kota Padang. Pada

saat penggurusan surat izin di Kantor Kesbangpol Kota Padang ini peneliti juga tidak

mengalami kendala yang berarti, proses penggurusan sangat cepat ± selama 30 menit,

surat izin ini dikelurkan dengan No. 070.01.128./Kesbang.Pol/2016.

Selama hampir satu minggu peneliti menunda waktu turun kelapangan

penelitian karena harus mempersiapkan segala peralatan untuk dilapangan serta

beberapa agenda yang harus diselesaikan, sehingga baru tanggal 01 Februari 2016

peneliti memulai penelitian. Penelitian ini diawali dengan penggurusan izin serta

penyerahan surat izin rekomendasi dari Fakultas dan Kesbangpol Kota Padang pada

kantor Dewan Perwakilan Daerah Partai Golkar Sumatera Barat yang beralamat di Jl.

Rasuna Said No.79 Padang. Pada saat mendatangi kantor kira-kira pukul 10.00 WIB,

suasana kantor terlihat sangat sepi dan tidak ada seorang penggurus pun, yang ada

hanyalah mobil kantor yang berlogokan Partai Golkar. Melihat keberadaan mobil

tersebut maka peneliti yakin ada orang didalam, kemudian peneliti masuk ke kantor

lewat pintu belakang, dan disana peneliti bertemu dengan Kepala Sekretariat Partai

Golkar Bapak Sukarna. Tapi karena ada urusan mendadak, kemudian Bapak Sukarna

janji akan meluangkan waktu pukul 14.00 WIB nanti.

Merasa jeda waktu yang tidak terlalu lama maka peneliti memutuskan untuk

menunggu disekitar lokasi, setelah pukul 14.00 WIB peneliti balik lagi dan langsung

bertemu dengan Bapak Sukarna. Kemudian peneliti menyampaikan maksud dan

tujuan penelitian serta menyerahkan surat rekomendasi. Beliaupun menerima dengan

senang hati dan bahkan bercerita banyak tentang Partai Golkar dan memberikan

beberapa dokumen kepada peneliti. Melalui Bapak Sukarna, peneliti mendapat

banyak informasi mengenai informan-informan yang sesuai dengan kriteria informan

dalam metode snowball sampling yang dapat peneliti temui untuk menjawab

permasalahan penelitian. Beliau menyebut beberarapa tokoh seperti ketua umum,

sekretaris dan para anggota faksi Partai Golkar di DPRD Provinsi. Berawal dari

informasi dari Bapak Sukarna ini peneliti mencoba untuk mencari dan menemui

informan tersebut.

Pada tanggal 09 Februari peneliti menuju DPRD Provinsi, karena disana

peneliti dapat menemui semua informan yang direkomendasikan. Namun sayang

ketua DPRD yang merupakan Ketua Umum Partai Golkar serta para anggota DPR

sedang kunjungan kerja ke Jakarta. Melalui seorang teman, peneliti mendapatkan

kontak tenaga ahli Fraksi Partai Golkar di DPRD Sumbar, yang kebetulan merupakan

Wakil Ketua Bidang Pelembagaan Politik, Pemda dan Ormas Partai Golkar. Setelah

menghubungi Bapak Asrul Syukur via telepon, kemudian disepakati janji untuk

bertemu pada tanggal 10 Februari 2016 pukul 09.00 WIB di Kantor Fraksi Partai

Golkar.

Tanggal 10 Februari 2016 pukul 09.00 WIB peneliti kembali lagi ke Kantor

Fraksi Partai Golkar di gedung DPRD Sumbar, namun karena hujan badai Bapak

Asrul Syukur Terlambat datang, baru pada pukul 09.40 WIB peneliti dapat berjumpa

dengan beliau. Selama proses wawancara dengan Bapak Asrul Syukur40 peneliti

mendapat banyak informasi, beliau memiliki pengetahuan yang luas tentang Golkar

pada orde baru dan Partai Golkar. Selama proses penelitian beliau terlihat

menyampaikan jawaban dengan apa adanya. Kemudian setelah melakukan

wawancara kurang lebih satu jam peneliti menanyakan informan yang dapat

memberikan informasi sesuai dengan kriteria yang telah ditentukan. Kemudian beliau

merekomendasikan beberapa nama diantaranyaa, Afrizal selaku Sekretaris Partai

Golkar DPD Sumbar, Zulkenedi Said, Kader Partai Golkar sekaligus Mantan

Sekretaris DPD Partai Golkar Sumbar, Ketua Umum Partai, serta Anggota DPRD

Fraksi Partai Golkar Ibu Sitti Izzati Aziz.

Melalui bantuan Bapak Asrul, peneliti dapat berjumpa langsung dengan

Bapak Zulkenedi Said di kediaman beliau di Villa Bukit Berlindo Gunung Panggilun

pada pukul 11.12 WIB. Selama proses wawancara terlihat Bapak Zulkenedi

menyampaikan pandangan beliau secara terbuka tentang Golkar baik luar ataupun

dalam, ditambah lagi dengan pengalaman politik beliau yang tidak diragukan,

sehingga melalui infomasi dari beliau peneliti mendapatkan informasi-informasi baru

tentang berbagai intrik internal partai.

Pada tanggal 11 Februari 2016 peneliti kembali lagi Kantor DPRD untuk

menemui Ibu Sitti, namun ternyata anggota dewan masih belum balik dari Jakarta dan

baru akan masuk lagi hari senin tanggal 15 Februari 2016. Karena tidak mendapatkan

kontak informan-informan yang telah direkomendasikan tadi, maka peneliti

40 Lihat lampiran 3 untuk surat keterangan wawancara dan lampiran 5 untuk foto wawancara

memutuskan untuk menunggu informasi dari Ibu Sitti dahulu. Kemudian tanggal 15

Februari peneliti kembali lagi ke Kantor DPRD namun setelah menunggu selama tiga

jam, peneliti belum menerima kepastian kapan Ibu Sitti akan tiba, sehingga peniliti

memutuskan untuk menelepon. Setelah di telepon, beliau menjanjikan untuk bertemu

besok pagi di kantor. Tanggal 16 Februari 2016 peneliti menghubungi ibu Sitti untuk

mengkonfirmasi janji, dan ternyata janji diundur pada pukul 13.00 WIB. Akhirnya

pada pukul 13.15 WIB peneliti berhasil menemui Ibu Sitti, dari berbagai informasi

yang diperoleh Ibu Sitti kemudian menyarankan peneliti untuk bertemu dengan Ketua

Partai dan Bapak Leonardy Hramainy.

Karena masih di lokasi yang sama, maka setelah wawancara dengan Ibu Sitti,

peneliti langsung menemui Ketua DPRD, Bapak Hendra Irwan Rahim. Karena

padatnya jadwal beliau, dengan berbagai pertemuan maka peneliti hanya berharap

dapat berjumpa untuk membuat janji. Setelah lebih kurang dua jam menunggu

akhirnya pada pukul 17.05 WIB peneliti dapat bertemu dengan beliau. Setelah

menyampaikan maksud dan tujuan serta menjelaskan tentang penelitian, setelah

bertanya jawab beberapa persoalan, serta karena waktu yang juga telah dipenghujung

jam kantor, maka Bapak Hendra mempercayakan semua jawabannya kepada

Sekretaris Partai dan menyarakan untuk menemui Bapak Afrizal.

Tanggal 18 Februari, berbekal informasi yang didapat dari Ibu Sitti, maka

peneliti mencoba menemui Bapak Leonardy di Kantor Beliau di Padang FM. Namun

bedasarkan informasi dari Staff Kantor tersebut, Bapak Leonardy sedang berada di

Jakarta dan akan kembali tanggal 22 Februari 2016. Pada tanggal itu peneliti

menemui kembali ke kantor ternyata Bapak tersebut belum kembali, dan baru akan

tiba Padang pada hari Rabu tanggal 24 Februari 2016, akhirnya peneliti memutuskan

untuk kembali tanggal 25 Februari 2016. Pukul 09.00 WIB peneliti sudah di kantor,

tapi setelah menunggu tiga jam lebih Bapak tidak datang juga, peneliti mencoba

menghubungi via telepon namun tidak diangkat, dan di sms tidak dibalas. Melalui

informasi dari staff tersebut peneliti mendapatkan alamat rumah beliau, keesokan

harinya peneliti kerumah beliau di Jalan Bali, Ulak Karang. Namun setelah bertemu

beliau bersedia diwawancara selepas jum’at. Sembari menunggu, peneliti kemudian

menelepon Bapak Afrizal dan beliau bersedia ditemui besok harinya di kediamannya.

Selepas jum’at peneliti kembali kerumah Bapak Leonardy, wawancara berlangsung

lama dan banyak informasi yang peneliti dapatkan soal prahara partai di pusat, beliau

menyampaikan informasi secara blak-blakan.

Pada tanggal 27 February 2016, peneliti mengkonfirmasi lagi pertemuan

dengan Bapak Afrizal, namun ternyata beliau ada jadwal mendadak dan akan bisa

ditemui tanggal 01 Maret di Kantor DPRD Prov. Komisi III. Pada hari tersebut

peneliti bertemu dengan beliau dan melakukan wawancara, pengetahuan beliau

sangat dalam tentang Golkar karena telah meniti karir di Golkar dari tingkat bawah,

namun peneliti melihat beliau agak sedikit packing good dalam menyampaikan

informasi. Kemudian beliau merekomendasikan untuk bertemu dengan Bapak Shadig

Pasadique, Basril Djabar dan Syamsu Rahim serta Hasan Basri Durin.

Tanggal 02 Maret 2016 peneliti mencoba menemui Bapak Basril Djabar di

Kantor beliau di Harian Singgalang, namun saat itu beliau sedang di Jakarta dan

belum pasti kapan kembali ke Padang, namun sekretaris beliau berjanji akan

menghubungi jika beliau sudah balik dan bersedia di wawancarai.

Peneliti tanggal 03 Maret 2016 mengetahui informasi Bapak Shadig sedang

berada di Padang, kemudian mencoba menghubungi, dan ternyata beliau dengan

senag hari bersedia menjadi narasumber. Wawancara dilaksanakan di kediaman

beliau di Jalan Palupuh No.7 Jati, Padang. Wawancara dengan beliau berlangsung

tidak begitu lama, kira-kira hanya 45 menit, namun cukup untuk mendapatkan

informasi. Peneliti melanjutkan untuk menghubungi Bapak Syamsu Rahim, dan pada

tanggal 12 Maret 2016 beliau bersedia diwawancarai di kediamannya di Komplek

Aur Kuning. Sebagai mantan Kader Partai Golkar, wawancara berlangsung cukup

lama dan menjawab informasi yang peneliti butuhkan secara blak-blakan.

Selanjutnya peneliti berusaha untuk menemui Bapak Yul Akhiari Sastra yang

juga merupakan mantan Kader Partai Golkar, dan tanpa mengalami kesulitan peneliti

berhasil mewawancarai beliau pada tanggal 17 Maret 2016 pukul 16.00 WIB di

sebuah rumah makan di Jalan A.Yani. Selama wawanaca, beliau begitu menguasai

seluk beluk Partai Golkar karena di bina dari tingkat dasar dan telah bergabung sejak

muda. Pada hari yang sama, peneliti kemudian mendapatkan konfirmasi dari Bapak

Basril Djabar yang telah kembali dari Jakarta dan bersedia di wawancarai, pada pukul

12.20 WIB peneliti menuju kantor baliau dan baru bisa melakukan wawancara pukul

13.15, wawancara berlangsung cukup lama, peneliti mendapatkan informasi tentang

keadaan Golkar pada masa orde baru. Setelah wawancara dengan beliau peneliti

melanjutkan janji wawancara dengan Bapak Yul Akhiari yang lokasinya tidak jauh

dari Kantor Harian Umum Singgalang.

D. Teknik Pemilihan Informan

Informan adalah orang dari lokasi penelitian yang dianggap paling

mengetahui dan bersedia bekerja sama, mau diajak diskusi dan membahas hasil serta

bisa memberikan informasi kepada siapa saja peneliti bisa menggali informasi

mengenai masalah penelitian.41 Teknik pemilihan informan dalam penelitian

menggunakan teknik snowball sampling. Snowball sampling merupakan sebuah cara

yang efektif untuk membangun kerangka pengambilan sampel dimana peneliti kurang

mengetahui informan yang memiliki informasi terhadap permasalahan penelitian

yang sedang diteliti, artinya bahwa informan awal dipilih dengan pertimbangan

informan tersebut dapat membuka pintu untuk mengenali informan selajutnya.42

Dalam metode pemilihan informan ini peneliti menentukan satu atau lebih individu

atau tokoh kunci yang memiliki kriteria-kriteria tertentu dan meminta mereka untuk

menyebutkan orang lain yang memiliki kaitannya kemudian pada gilirannya dapat

ditemui.43

Informan yang dipilih merupakan informan yang dapat membuka informan

kunci lainnya yang telibat dalam permasalahan penelitian tersebut sehingga proses

penelitian dihentikan ketika data yang diperoleh dari masing-masing informan

41 Kasiram, 2010, Metodologi Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif, Malang: UIN Maliki Press, Hal. 28342 H. Russell Bernard, 1994, Metode Penelitian, Pendekatan Kuantitaif dan Kualitatif, Jakarta: Ghalia Indonesia, hlm. 97.43 Ibid.

dianggap sudah jenuh dan sudah mencukupi. Kriteria pemilihan informan awal pada

penelitian ini yaitu:

1. Informan dipilih dengan kriteria yaitu memiliki pengetahuan terkait dengan permasalahan penelitian peneliti;

2. Informan memiliki kriteria cukup lama berperan dan terlibat dalam keanggotaan Partai Golkar baik masa orde baru atau era reformasi

3. Informan merupakan orang yang pernah berpengalaman terhadap partai Golkar, baik yang sudah keluar dan menjadi anggota partai lain.

4. Informan memiliki waktu untuk melakukan wawancara oleh peneliti.

Tabel 3.Daftar Informan Penelitian

No Nama Jabatan1. Asrul Syukur Wakil Ketua Bidang Kelembagaan Politik,

Pemda dan Ormas (2009-2015) / Tenaga Ahli Fraksi Partai Golkar DPRD Provinsi Sumbar

2. Zulkenedi Said Sekretaris DPD Partai Golkar Sumatera Barat Periode 2009-2014

3. Sitti Izzati Aziz Wakil Ketua Bidang Pemberdayaan Perempuan dan Tenaga Kerja (2009-2015)/ Aggota DPRD Fraksi Partai Golkar Periode

2014-20194. Leonardy Harmainy Ketua Dewan Pertimbangan Partai Golkar5. Afrizal Sektretaris Partai Golkar DPD Sumatera Barat

Periode (2009-2015)/ Anggota Fraksi partai Golkar DPRD Provinsi Sumatera Barat

6. Shadiq Pasadique Kader Partai GolkarSumber: Peneliti

E. Unit Analisis

Unit analisis dalam penelitian ini berfungsi untuk melakukan fokus kajian

pada penelitian, yaitu untuk menjawab permasalahan penelitian dan tujuan penelitian

ini. Unit analisis merupakan sesuatu yang berkaitan dengan fokus/komponen yang

diteliti. Unit analisis dalam suatu penelitian dapat berupa individu, kelompok,

organisasi, maupun wilayah sesuai dengan fokus permasalahan penelitian.44 Dalam

penelitian ini yang menjadi unit analisis adalah organisasi/kelompok yakni partai

Golkar. Pada tingkat organisasi/kelompok subjek penelitian terkait dengan

keanggotaan dalam organisasi atau kelompok, mereka mungkin anggota atau

penggurus yang menempati posisi teretntu dalam struktur.

F. Teknik Pengumpulan data

Pengumpulan data adalah cara memperoleh data dalam kegiatan penelitian.45

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini diperoleh dari data yang bersifat

primer yaitu data utama dan data sekunder yaitu data pendukung. Data primer dalam

penelitian ini diperoleh dari hasil wawancara dengan narasumber, sedangkan data

sekunder diperoleh dari dokumentasi, jurnal penelitian, dan beberapa bahan bacaan

yang berhubungan dengan persoalan penelitian. Data dikumpulkan dengan metode:

1. Wawancara

Wawancara merupakan cara pengumpulan informasi dan data dengan cara

langsung bertatap muka dengan informan dengan maksud mendapatkan gambaran

lengkap tentang topik yang akan diteliti. Menurut Lincoln dan Guba tujuan dilakukan

wawancara adalah untuk mengkonstruksikan mengenai orang, kejadian, organisassi,

perasaan, motivasi, tuntutan, kepedulian.46 Teknik ini dipilih karena peneliti ingin

memperoleh keterangan-keterangan yang lebih jelas dan rinci secara langsung dari

informan sehingga hasil dari wawancara ini dapat memberikan gambaran yang 44 Burhanudin Bungin, 2011, Metodologi Penelitian Kualitatif, Jakarta: Rajawali Press, Hal.12745 Mamang Etta Sungadji dan Sopiah. , 2010, Metodologi Penelitian, Yogyakarta: CV Andi offset . hal.14946 Lexy maleong, Op.Cit hal. 186

cermat terhadap masalah penelitian dan memudahkan peneliti untuk menarik

kesimpulan yang tentu saja akan disesuaikan dengan fakta-fakta yang ditemukan di

lapangan.

Dalam penelitian ini wawancara dilakukan untuk menjawab permasalahan

penelitian yang dilakukan dengan tipe open-ended, dimana metode wawancara ini

dilakukan dengan peneliti bertanya kepada informan awal dengan fakta-fakta yang

terjadi dalam peristiwa yang diteliti di samping opini informan mengenai peristiwa

tersebut. Peneliti dapat meminta informan untuk mengetengahkan pendapatnya

sendiri terhadap perisitiwa tertentu dan bisa menggunakan proposisi tersebut sebagai

dasar penelitian selanjutnya. Informan awal sangat penting bagi keberhasilan

penelitian. Ketepatan pemilihan informan awal sangat menentukan pengumpulan data

dalam pencapaian tujuan dari penelitian tersebut.

Teknik wawancara dalam penelitian ini dilakukan dengan wawancara yang

tidak terstruktur atau lebih bersifat wawancara terbuka, di mana dalam peneliti tidak

menggunakan pedoman wawancara yang terstruktur secara sistematis dan lengkap

dalam pengumpulan data. Pedoman wawancara digunakan hanya berupa garis-garis

besar permasalahan yang menurut peneliti penting untuk ditanyakan dalam menjawab

permasalahan penelitian. Teknik ini dipilih dengan alasan bahwa peneliti ingin

mendapat fakta tentang permasalahan penelitian.

2. Dokumentasi

Pengumpulan data melalui dokumentasi merupakan pengumpulan data yang

merekam berbagai peristiwa yang terjadi di lapangan selama penelitian berlangsung.

Dokumentasi dalam hal ini menyangkut dengan surat-surat atau dokumen yang

berkaitan dengan permasalahan penelitian serta foto-foto aktual mengenai kondisi

yang terjadi saat ini. Dalam penelitian ini penggunaan dokumentasi yang paling

penting adalah bertujuan untuk mendukung dan menambah bukti dari sumber-sumber

lain.47

G. Uji Keabsahan Data

Uji keabsahan data dilakukan dengan cara triangulasi. Triangulasi merupakan

teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data

untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data tersebut.48 Untuk

uji keabsahan data, peneliti menggunakan teknik triangulasi sumber data, dilakukan

dengan membandingkan dan mengecek baik derajat kepercayaan suatu informasi

yang diperoleh melalui waktu dan cara yang berbeda. Menurut Patton triangulasi

dapat dilakukan dengan cara49:

1. Membandingkan data hasil pengamatan dengan hasil wawancara.

2. Membandingkan apa yang dikatakan orang didepan umum dengan apa yang

dikatakan secara pribadi.

3. Membandingakn apa yang dikatakan orang-orang tentang situasi penelitian

dengan apa yang dikatakan sepanjang waktu.

47 Ibid., hal. 21648Ibid, Hal. 33049Ibid, Hal. 331

4. Membandingkan keadaan dan perspektif seseorang dengan berbagai pendapat

dan pandangan orang lain.

5. Membandingkan hasil wawancara dengan isu suatu dokumen yang berkaitan.

Triangulasi sumber data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah dengan

melakukan perbandingan diantara informan penelitian. Pada penelitian ini peneliti

menggunakan wawancara bersama informan triangulasi untuk mendapatkan data.

Triangulasi sumber yang dilakukan peneliti dalam penelitian ini adalah

melakukan perbandingan antara informan yang diteliti dengan beberapa informan di

dalam permasalahan penelitian ini, serta dengan beberapa sumber data sekunder

seperti dokumen dan buku.

Tabel 3.Daftar Informan Triangulasi Data

No Nama Jabatan1. Samsyu Rahim Mantan Kader Partai Golkar/ Ketua Umum

Partai Nasdem Sumbar2. Basril Djabar Anggota Dewan Pertimbangan Partai Golkar

Sumbar/ Pimpinan Umum Harian Singgalang3. Yul Akhiari Sastra Mantan Kader Partai Golkar/ Ketua KNPI

Sumbar PeriodeSumber: Peneliti

H. Analisis data

Analisis data adalah proses pengorganisasian data kedalam pola, kategori dan

satuan uraian dasar dengan cara mengumpulkan, mengurutkan, mengelompokkan dan

mengkategorikan data sehinga mudah diinterprestasikan dan dipahami.50 Analisis data

dalam penelitian ini berlangsung bersamaan dengan proses pengumpulan data. Untuk

menganalisis data yang dikumpulkan, maka peneliti menggunakan analisis induktif,

dimana dalam analisis ini peneliti benar-benar membenamkan diri dalam hal-hal

spesifik dari data dengan tujuan menemukan kategori-kategori, dimensi-dimensi dan

antarhubungan yang penting.51

Analisis induksi ini dilakukan melalui tiga tahap yakni tahap reduksi data, tahap

penyajian data dan verifikasi data.52

1. Reduksi data, data yang diperoleh ditulis dalam bentuk laporan atau data yang

terperinci. Laporan yang disusun bedasarkan data yang diperoleh direduksi,

dirangkum, dipilah hal-hal pokok, difokuskan pada hal-hal penting. Data hasil

mengikhtiarkan dan memilah-milah bedasarkan satuan konsep, tema dan

kategorisasi akan memberikan gambaran yang lebih tajam.

2. Penyajian data, data yang diperoleh dikategorisasikan menurut pokok

permasalahan dan dibuat dalam bentuk matriks sehingga memudahkan

peneliti untuk melihat pola-pola hubungan satu data dengan data lain.

50 Ibid Hal. 24851 Bagong Suryanto dan Sutinah, 2007, Metode Penelitian Sosial, Jakarta: Kencana Prenada Media Group Hal. 18452 V. Wirarna Sujarweni, 2014, Metodologi Penelitian, Yogyakarta: Pustakabarupress Hal. 35

3. Penyimpulan dan verifikasi, data yang telah direduksi dan disajikan secara

sistematis akan disimpulkan sementara. Kesimpulan sementara yang

didapatkan perlu diverifikasi dengan teknik triangulasi data.

Prosedur yang dilakukan oleh peneliti dalam menggunakan teknik analisis

diatas yaitu pertama reduksi data, pada tahap ini peneliti memilah dan memilih data

hasil wawancara bertujuan mereduksi data untuk mendapatkan fokus dan hal-hal

penting terkait faktor-faktor penyebab merosotnya hegemoni Golkar dan

mengelompokkanya berdasarkan tema dan kategori tertentu. Tahap selanjutnya yakni

penyajian data, pada tahap ini semua data penting yang telah direduksi, disusun

bedasarkan kategorisasi dengan bantuan matriks, sehingga pola-pola hubungan antara

data tampak lebih jelas. Tahap terakhir adalah penyimpulan dan verifikasi,

kesimpulan ditarik dari data yang telah disusun dan dikategorikan bedasarkan tema

sebagai kesimpulan sementara untuk selanjutnya dikuatkan dengan data triangulasi.

I. Struktur Penulisan

BAB I

Pada bab ini berisi latar belakang yang menunjukkan kondisi-kondisi

merosotnya hegemoni Golkar pada masa reformasi yang dapat dilihat dari semakin

menurunnya perolehan suara Golkar pada pemilu 2004-2014 khusunya di Sumatera

Barat dibandingkan dengan Golkar pada masa orde baru. Tujuan penelitian ini adalah

untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang menyebabkan merosotnya hegemoni

Golkar di Sumatera Barat.

BAB II

Bab ini membahas bahan referensi dari penelitian terdahulu tentang Golkar

yang menjadi landasan untuk melakukan kajian penelitian dengan sudut pandang

yang berbeda. Dalam bab ini juga membahas teori hegemoni dan membahas kajian

teori yang akan digunakan untuk menjawab pertanyaan penelitian.

BAB III

Bab ini membahas mengenai metode penelitian yang digunakan peneliti.

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan metode kualitatif dengan disain deskriptif

analisis. Metode ini dipilih karena peneliti ingin memberikan penjelasan secara

mendalam terkait masalah penelitian yang akan diteliti. Penelitian ini menggunakan

teknik wawancara sebagai alat untuk mengumpulkan data primer dengan pemilihan

informan secara snowball sampling. Analisis data akan dilakukan dengan analisis

induksi melalui tahapan reduksi data, penyajian data dan penyimpilan dan verifikasi.

BAB IV

Pada bagian ini akan dideskripsikan mengenai objek penelitian yakni Partai

Golkar, yang meliputi sejarah, perkembangan dan struktur organisasi di Sumatera

Barat.

BAB V

Hasil temuan selama penelitian di lapangan, hasil wawancara yang kemudian

dibuat kedalam bentuk transkrip wawacara, dan data-data berkaitan dengan penelitian

ini seperti dokumen pemerintah akan dilakukan analisis pada bab ini. Singkatnya, bab

ini akan menjelaskan bagaimana proses analisis data-data temuan di lapangan

menjadi sebuah laporan akhir yang bersifat ilmiah dan berstruktur. Dalam bab ini

juga akan menampilkan bagaimana penggunaan teori yang telah dipersiapkan untuk

menjawab permasalahan penelitian akan disajikan dalam bentuk penjelasan dan

analisis mendalam.

BAB VI

Bab ini berisi tentang sajian akhir dari penulisan skripsi yaitu kesimpulan dan

saran. Bab ini merupakan hasil pemahaman dan analisis secara ilmiah atas

keseluruhan apa yang telah dilakukan peneliti selama proses penelitian lapangan.

Dalam bab ini juga akan memberikan kontribusi berupa saran, baik secara akademis

maupun secara praktis.

BAB IV

DESKRIPSI OBJEK PENELITIAN

A. Golkar Pada Masa Orde Baru

1. Sejarah Kelahiran Golkar

Golkar lahir pada tanggal 20 Oktober 1964 dengan nama Sekretariat Bersama

Golongan Karya (Sekber Golkar). Kelahirannya merupakan reaksi dan respon

terhadap situasi politik dalam negeri yang kacau balau, dimana tidak terjaminnya

keamanan akibat konflik partai politik didunia kepartaian, yang mengundang

pemerintah untuk mendayagunakan ABRI agar bertindak sesuai dengan Undang-

Undang.53 Kepercayaan yang didapat oleh ABRI ini kemudian berkembang dan

mengajak kelompok-kelompok yang tidak berafiliasi dengan partai politik yang biasa

disebut golongan fungsional.

Sebagai langkah awal perlindungan terhadap Golongan Fungsional

dibentuklah beberapa Badan Kerja Sama (BKS) antara militer dan sipil. Kerja sama

ABRI dan Golongan Fungsional ini mendapat sambutan baik sehingga berhasil

menjaring organisasi kemasyarakatan yang ada seperti Kosgoro, MKGR dan SOKSI.

Setelah banyak golongan fungsional yang bergabung maka kelompok ini

memformalkan keberadaan mereka secara hukum sehingga dikeluarkan Kepres No.12

Tahun 1959, yang mengangkat 200 orang wakil Golongan Fungsional di MPRS.

Kemudian Kepres. No. 193 Tahun 1964 diakui pula wakil-wakil Golongan

Fungsional di Front Nasional.54

Melalui pengakuan di MPRS dan FN maka Golongan Fungsional ini berupaya

untuk membentuk suatu wadah bersama yang akan mengabdikan karya dan

kekaryaan mereka. Hasil musyawarah pertama oleh Brigjen Djuhartono dan Wakil

ketua FN dari unsure ABRI dalam usaha menghisupkan koordinasi diantara

golongan-golongan fungsional adalah55

1. Perlu dibentuk Sekretariat Bersama Golongan Fungsional dalam FN untuk

memeperjuangkan Kepentingan organisasi Fungsonal anggota FN

53 Makrum Kholil, 2009, Dinamika Politik Islam Golkar di Era Orde Baru, Tanggerang: Gaya Media Pratama, Hal.7954 Ibid, Hal. 8155 Ibid Hal. 83

2. Sekber hanya merupakan secretariat (administrasi) dari anggotanya dan tidak

emelmbaga diluar FN. Karena itu, ia diberi nama Sekretaria Bersama

Golongan Karya dalam FN

3. Organisasinya pada masa awal berbentuk “Sekber” dan dibelakangnya

dicantumkan “ANggota FN”. Hal ini dimaksudka untuk pengamanan dari

serangan dan tuduhan “membentuk” Front Tandingan dan untuk memudahkan

konsolidasi

4. Ketua umum Sekber secara ex officio dipegang oleh Brigjen.Djuhartono

5. Pada saat pembentukannya, organisasi-organisasi golongan fungsional

anggota FN mengirim dua orang untuk menandatangani konsesus sebagai

dokumen historis

6. Sebagai modal pertama untuk digerakkan adalah para anggota FN non afiliasi

Kemudian, pada bulan Oktober 1964 dibentuk sebuah Panitia Sembilan

dengan tugas menyusun Rancangan Piagam Pernyataan Dasar Karyawan dan

Mempersiapkan Rancangan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Sekber

Golkar. Pada tanggal 20 Oktober 1964 diadakan Rapat Pleno yang dihadiri oleh 97

wakil organisasi fungsional dan megesahkan pembentukan Sekber Golkar dan

sekaligus mengesahkan Rancangan AD/ART yang disusun oleh Panitia Sembilan.

Pada tanggal 9-11 Desember 1965 Sekber Golkar untuk mengkonsolidasikan

diri melakukan Musyawarah Kerja Nasional I (Mukernas) di Cibogo Jawa Barat,

Mukernas ini dihadiri oleh 160 organisasi fungsional tingkat pusat dan 13 pengurus

daerah Sekber Golkar dengan hasil; (1) Haluan perjuangan Sekber Golkar, (2)

Program aksi Sekber Golkar didalam FN, (3) Program konsolidasi organisasi, (4)

program pembinaan pengkaderan, (5) Pernyataan Sekber Golkar, (6) Dewan

pimpinan harian Sekber Golkar masa berikutnya.

Selajutnya, dalam rangka melaksanakan mekanisme organisasi pada bulan

November 1967 Sekber Golkar kembali mengadakan Mukernas II di Cibogo, dengan

hasil keputusan (1) Konsolidasi dilakukan bedasarkan pengelompokan organisasi,

sedang anggotanya bedasarkan kekaryaannya dalam induk organisasi, (2)

Pengelompokkan bedasarkan prinsip suka rela (3) Pelaksanaan konsolidasi

diserahkan kepada DPP. Tidak sampai setahun pelaksanaan hasil Mukernas II muncul

partai baru yakni Parmusi yang meyebabkan banyaknya organisasi yang bergabung

dengan Sekber Golkar melepaskan diri. Oleh karena itu, Dewan Pimpinan Harian

Sekber Golkar melalui keputusan nomor; KEP-107/Sekber Golkar/1969, tanggal 7

Juli 1969 memberikan mandate penuh pada Ketua Umum Sekber Golkar untuk

melaksanakan konsolidasi organisasi, sehingga melalui keputusan nomor:

KEP-507/Sekber Golkar/1969 tanggal 9 Oktober 1969 dibentuk tujuh kelompok

induk organisasi (KINO), yaitu;56

1. Kino Kosgoro (Kesatuan Organisasi Serbaguna Gotong Royong)2. Kino Soksi (Sentral Organisasi Karyawan Sosialis Indonesia)3. Kino MKGR (Musyawarah Kekeluargaan Gotong Royong4. Kino Profesi5. Kino Ormas Hankam6. Kino Gakari (Gabungan Kerakyatan Republik Indonesia)7. Kino Gerakan Pembangunan

56 Ibid, Hal. 87

Dalam usaha pemurnian pengertian Golongan Fungsional, maka dilakukan

pemurnian keanggotaan Golongan Fungsional di MPRS dan DPR-GR, dimana yang

duduk adalah benar-benar wakil golongan fungsional murni yang tidak berafiliasi

partai politik. Perjuangan ini disetujui pemerintah dengan Peraturan Menteri No. 12

tahun 1969 yang dikenal dengan Permen 12. Bersamaan dengan disahkannya

peraturan ini maka Sekber Golkar melakukan pelebaran kepengurusan sampai ke

Daerah Tingat I dan II. Dengan terbentuknya kepengurusan Sekber Golkar di Dati I

dan II maka Sekber Golkar siap mengikuti pemilu 1971. Musyawarah yang

berlangsung tanggal 4 Februari 1970 melahirkan suatu tekad bersama, “menyatakan

mufakat untuk ikut dalam Pemilu 1971 dengan satu tanda gambar, Golongan Karya

(Golkar)

2. Landasan dan Nilai Dasar Golkar

Pada awal kemunculannya, Golkar memiliki landasan dan nilai dasar yang

menunjukkan semangat murni untuk bangsa dan negara, yang meliputi;

a. Nilai dasar pertama adalah pancasila, pada awal kelahirannya Golkar ingin melaksanakan pancasila secara murni dan konsekuen

b. Nilai dasar kedua adalah UUD 1945c. Nilai dasar ketiga yang merupakan tata nilai yang dianut Golkar adalah

wawasan kebangsaand. Nilai keempat adalah anti komunis yang merupaka sikap untuk mengantisipasi

terjadinya penghianatan terhadap pancasilae. Nilai dasar kelima adalah dwi fungsi ABRIf. Nilai dasar keenam adalah identitas Golkar sebgai organisasi sosial poitik

yang terbukag. Nilai dasar ketujuh adalah massa menggambangh. Nilai dasar kedelapan adalah doktrin karya dan kekaryaani. Nilai dasar kesembilan adalah mengibarkan bendera pembangunan dan

pembaharuan

j. Nilai dasar kesepuluh melaksanakan secara murni dan konsekuen nilai-nilai pancsila dan UUD 1945.

3. Pimpinan- Pimpinan Golkar57

a. Brigjen TNI (Purn) Djuhartono (1964-1967)

Djuhartono merupakan salah seorang dari sembilan tokoh politik yang

disebut Panitia Sembilan dan terpilih sebagai ketua umum pertama

Sekber Golkar. Prestasi yang diraihnya saat itu adalah menggalang

kekuatan Pancasilais menghadapi aksi-aksi PKI yang ingin mengubah

Pancasila

b. Mayjen TNI Suprapto Sukowati (1967-1972

Suprapto Sukowati terlibat membantu Djuhartono dalam Panitia

Sembilan dalam melakukan konsolidasi. Konsolidasi yang dilakukan

akhirnya membentuk tujuh KINO, yang kemudian ketujuh Kino ini

menjadi satu dibawah payung Golkar. Semasa Sukowati nama Sekber

Golkar diubah menjadi Golkar.

c. Mayjen TNI (Purn) Amir Murtono (1972-1983

Amir menggelar Munas I pada tanggal 4-10 September 1973 di

Surabaya, di dalam Munas ini pertama kali diputuskan periodesasi

pimpinan Golkar dan dibentuk lembaga Dewan Pembina Golkar

dibawah pimpinan Jendral Soeharto. Kemudian dlam AD/ART

dirumuskan bahwa Dewan Pembina diberi kekuasaan eksekutif, dan

57 Soekanto, 1994, Golkar Dalam Sorotan, Yayasan Gebyar Aksara Mandiri, Hal.1-5

diciptakan juga siklus kepemimpinan Golkar didaerah I dan II dengan

Musda I dan II.

d. Letjen (Purn) Sudharmoni, S.H ( 1983-1988)

Sudharmono terpilih melalui Munas III, ciri yang menonjol di era

Sudharmono adalah birocratic line, penataan orsospol dan pendaftaran

kader pada tingkat paling bawah dengan membentuk kader terotorial

desa dan kader fungsional. Pada masa inilah kaderisasi dilakukan

secara terencana.

e. Letjen (Purn) Wahono (1988-1993)

Dibawah kepemimpinan Wahono yang tenang dalam mengahadapi

persoalan yang terjadi, berdampak pada seringnya campur tangan dari

Dewan Pembina. Kemudian terjadi penurunan jumlah suara Golkar

dalam pemilu 1992 sebanyak 5% dari pemilu 1987.

f. H. Harmoko (1993-1998)

Harmoko merupakan seorang tokoh angkatan pacsa ’45 pertama yang

dipilih menjadi Ketua Umum DPP Golkar periode 1993-1998. Karena

ketua-ketua periode sebelumnya berasal dari angkatan ’45.

B. Golkar Pada Masa Reformasi

1. Terbentuknya Partai Golkar

Lengsernya Soeharto kemudian menimbulkan sebuah tantangan bagi Golkar

sekaligus peluang bagi Golkar untuk menata kehidupan politik kedepan. Terjadinya

krisis ekonomi dan merosotnya kepercayaan masyarakat pada Golkar mempercepat

pembaruan politik nasional serta memperbaiki internal Golkar sendiri. Gejolak dalam

tubuh Golkar muncul pertama kali terkait polarisasi antara kelompok loyalis Soeharto

yang mempertahankan Soeharto sebagai presiden dan kelompok yang menentangnya.

Polarisasi kubu ini kemudian terlihat dalam penyelenggaran Rapimnas yang

diselenggarakan di Jakarta, 3-4 Juni 1998, yang dihadari oleh seluruh ketua DPD I.

awalnya tujuan pertemuan ini hanya berupa koordinasi, namun DPD I mengajukan

pandangan untuk mengubah AD/ART, penghapusan lembaga Dewan Pembina serta

diadakan Munaslub dan pengunduran diri Harmoko.58 Sebanyak 8 DPD I menuntut

Harmoko mundur sebelum Munas, bahkan ada yang menuntut mundur saat itu juga.

Menanggapi berbagai desakan ini akhirnya Harmoko mundur sebelum Munas dan

menyatakan diri tidak bersedia lagi dicalonkan nantinya.

Kesepakatan Munaslub pun dicapai, namun penunjukkan panitia

penyelenggara menjadi begitu alot dan berliku-liku, sehingga perebutan masing-

masing kelompok sebagai sesuatu yang bernilai strategis. Ditengah ketegangan

akhirnya disepakati untuk membentuk Tim Tujuh untuk menyusun kepanitian yang

diketuai oleh Abdul Gafur serta anggorta Angung Laksono, Moestahid Astari,

Waskito Reksosodirjo, Ary Marjono, Aulia Rachman, dan Bambang Trihatmodjo.

Dalam rapat pleno DPP Golkar akhirnya ketua Munaslub dimenangkan oleh Waskito

Reksosodirjo mengalahkan Agung Laksono.59

58 Brian Andri Jatmiko, Dinamika Politik Partai Golkar 1998-2004, Skripsi, Fakultas Keguruan dan Pendidikan, Universitas Sebelas Maret Surakarta 2010. Hal 5459 Ibid hal.56

Perpecahan dalam tubuh Golkar telah nampak sebelum dimulainya Munaslub,

yang kemudian melahirkan kubu-kubu seperti Kubu Habibie, Akbar Tandjung,

Ginandjar, Harmoko dan Kubu Edi Sudradjat, Try Sutrisno, Indra Bambang Utoyo

dan Kubu Sudharmono, Rachmat Witoelar, Siswono Yhudhohusodo. Kubu Edi

Sudradjat dan Sudharmono berkepentingan untuk menyingkirkan kubu Habibie.

Kemudian dari kubu Habibie nama calon yang diusung adalah Akbar Tandjung,

Fahmi Idris dan Agung Laksono.

Pertarungan kubu ini berlanjut hingga ke Munaslub yang diselenggarakan 9-

11 Juli 1998 di Jakarta. Pemilihan DPP akan dilakukan dengan voting, suatu tradisi

baru dalam Golkar. Semua kubu tersebut berkepentingan dengan masa depan Golkar

karena itu menyangkut masa depan politik mereka. Persaingan antar kubu melahirkan

dua kubu besar yakni kelompok yang reformis (Habibie) dan kelompok loyalis (Edi

Sudradjat). Kelompok Edi Sudradjat didukung oleh kubu Cendana, dan Soeharno

meminta serta menilai Edi Sudradjat mampu membenahi Golkar. Persaingan

memperebutkan jabatan Ketua Umum Golkar pun berlangsung sangat alot antara dua

delegasi yakni Akbar dan Edi. Dalam area Munaslub, suara DPD-DPD I sangat

menentukan, pada haru pertama sebanyak dari 17 DPD, 7 DPD mendukung EDI dan

5 DPD mendukung Akbar. Suasana Munaslub yang menegangkan ini bertambah bagi

kelompok Akbar ketika ada klaim atas kertas yang menyatakan bahwa dari 27 DPD,

21 diantaranya mendukung Edi Sudradjat. Namun kondisi ini bisa diatasi kelompok

Akbar, ketika agenda pemandangan umum dilanjutkan dukungan kelompok Akbar

bertambah dengan tampil all outnya Akbar Tandjung. 60

Situasi Munaslub dilanjutkan dengan pemilihan ketua umum dengan calon

yang memnuhi syarat Akbar 15 suara, Edi 11 suara dan sultan Hamengkubuwono X

satu suara. Akbar dan Edi menjadi calon yang memenuhi syarat minimal 5 suara.

Tahap pemilihan ini terkesan panas, yang pada akhirnya Akbar terpilih sebagai ketua

dengan 17 suara dan Edi 10 suara.61 Terpilihnya Akbar sebagai ketua disertai dengan

pendirian Partai Golkar dengan paradigma-paradigma baru partai yang reformis dan

demokratis.

2. Pokok-pokok umum program partai Golkar

Pokok pokok umum program partai golkar merupakan refleksi paradigma

baru Partai Golkar yang berisikan pokok pokok doktrin visi misi dan platform Partai

Golkar yang mengamanatkan pembaruan struktur, aturan organisasi maupun program

perjuangannya. Munas VIII Partai Golkar di Pekanbaru telah menetapkan pokok

pokok umum Partai Golkar 2009-2014. Pokok-pokok program tersebut merupakan

kebijakan Partai Golkar dalam mencermati perubahan dalam lingkungan strategis

yang bersifat nasional, regional dan global.

Dalam menyusun dan melaksanakan program umum Partai Golkar, Partai

Golkar selalu mengacu pada arah kebijakan yang tercantum dalam AD/ART partai,

60 Ibid hal. 5761 Ibid hal 59

yang mana dalam AD/ART juga terdapat paradigma baru Partai Golkar yang berisi

pokok-pokok doktrin, visi, misi, dan platform.

AD/ART (Tujuan Partai, Tugas Pokok, Fungsi Partai hasil Munas)

Partai Golkar bertujuan:62

1. Mempertahankan dan mengamalkan Pancasila serta menengakkan UUD 1945

2. Mewujudkan cita-cita bangsa sebagaimana dimaksud dalam pembukaan UUD 1945

3. Menciptakan masyarakat adil dan makmur, merata material dan spiritual bedasarkan Pancasila dan UUD 1945 dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia

4. Mewujudkan kedaulatan rakyat dalam rangka mengembangkan kehidupan demokrasi, yang menjunjung tinggi dan menghormati kebenaran, keadilan, hukum dan Hak Asasi Manusia

Tugas pokok Partai Golkar adalah untuk mencapai tujuan sebagaimana yang

dimaksud, adalah memperjuangkan terwujudnya peningkatan segala aspek kehidupan

yang meliputi ideologi, politik, ekonomi, agama, sosial budaya, hukum serta

pertahanan dan keamanan nasional guna mewujudkan cita-cita nasional. Sedangkan

fungsinya, Partai Golkar berfungsi;63

1. Menghimpun persamaan sikap politik dan kehendak untuk mencapai cita-cita dalam mewujudkan masyarakat adil dan makmur, material dan spiritual bedasarkan Pancasila dan UUD 1945

2. Mempertahankan, mengemban, mengamalkan dan membela pancasila serta berorientasi pada program pembangunan disegala bidang tanpa membedakan suku, agama, ras dan golongan

3. Menyerap, menampung dan memperjuangkan aspirasi rakyat, serta meningkatkan kesadaran politik rakyat dan menyiapkan kader-

62 Hasil Munas VIII Partai Golkar, Hal.1063 Hasil Munas Partai Golkar VIII tahun 2009 Pasal 9, Hal. 11

kader dengan memperhatikan kesetaraan gender dalam segala aspek kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

Paradigma baru Partai Golkar64

Paradigma Partai Golkar adalah jati diri Partai Golkar yang lahir sejak tahun

1964, yang tertuang dalam ikrar dan doktrin perjuangan Golkar yang diaktualisasikan

dalam semangat baru dalam lingkungan strategis yang telah berubah yang merupakan

wujud ekternal dalam mengembangkan orientasi baru yang tak lepas dari semangat

reformasi (hslmunasi)

Pembaruan paradigma Partai Golkar di dorong oleh faktor utama yang berasal

dari diri Partai Golkar sendiri, yakni jati diri dan watak Golkar sebagai kekuatan

pembaru. Sebagaimana disebutkan pada poin keempat dari ikrar Panca Bhakti

Golongan Karya, etos atau semangat pembaruan pada sejatinya merupakan fitrah atau

sikap dasar Golkar sejak kelahirannya, fitrah inilah yang mendorong dilakukannya

pembaruan ini, dengan demikian pembaruan paradigma ini merupakan penjewatahan

belaka dari fitrah tersebut. Paradigma baru Partai Golkar ini telah mulai dilakukan

melalui pembaruan internal, terutama terhadap struktur atau kelembagaan partai.

Langkah-langkah pembaruan kelembagaan juga diikuti dengan

diwujudkannya prinsip kedaulatan ditangan anggota, yaitu mekanisme pengambilan

keputusan organisasi dilakukan secara lebih terbuka, demokratis, dari bawah

(bottom-up), dan dengan pemungutan suara secara langsung. Melalui pemungutan

64 Lihat Lampiran

yang demokratis ini maka terbukalah peluang bagi kader-kader untuk memimpin

partai. Implikasi dari pembaruan ini adalah Partai Golkar menjadi benar-benar

mandiri dan mampu mewujudkan tegaknya asas kedaulatan ditangan anggota sebagai

salah satu prinsip utama dari partai yang modern, demokratis dan mengakar.

Paradigma baru Partai Golkar ini berisi pokok-pokok doktrin, visi misi, dan

platform politik. Pembaruan ini disamping dimaksudkan untuk meluruskan sejumlah

kekeliruan lama, juga diarahkan untuk mewujudkan Partai Golkar yang mandiri,

demokratis, kuat, solid, berakar dan responsive. Dengan paradigma ini maka Partai

Golkar diharapkan menjadi partai politik yang modern dalam pengertian yang

sebenarnya, yakni tidak lagi menjadi “partai penguasa” yang hanya menjadi mesin

pemilu atau alat politik untuk melegitimasi kekuasaan sebagimana dalam paradigma

lama.

a. Doktrin Partai Golkar

Doktrin Partai Golkar sebagaimana kelanjutan dari Sekretariat Bersama

Golongan Karya. Partai Golkar tetap bergantung pada dotrin karya kekaryaan, yaitu

Karya Siaga Gatra Praja, tetapi dipahami secara kreatif dan dinamis sesuai dengan

dinamika perkembangan zaman. Dengan doktrin ini Golkar selalu melihat masyarakat

dalam persfektif fungsi, bukan dalam persfektif ideologi, apalagi aliran.

Pengelompokan masyarakat yang terbaik dalam persfektif Partai Golkar adalah

pengelompokan bedasarkan peran dan fungsinya, sehingga Partai Golkar berorientasi

pada program dan atau pemecahan masalah bukan pada aliran atau ideologi tertentu

Bagi Partai Golkar karya yang terbaik dan bermanfaat bagi seluruh rakyat

adalah lebih penting dari pada idea atau gagasan semata. Karya kekaryaan adalah

perbuatan yang dilakukan secara sadar, terencana, sistematis, dan menyeluruh dan

untuk mendatangkan manfaat bagi rakyat. Karya dan kekaryaan juga amal shalih

dalam pengertian luas sebagaimana yang diajarkan agama-agama. Partai Golkar

tampil dengan doktrin karya kekaryaan karena tidak ingin bangsa Indonesia terpecah

kedalam kotak-kotak sempit yang hanya akan mengancam keutuhan bangsa.

b. visi misi

Sejak melaksanakan Musyawarah Besar Luar Biasa pada tahun 1998, Golkar

semakin mempertegasakan untuk memperbaharui dirinya sesuai dengan semangat

dan tuntutan reformasi. Visi dan Misi Partai Golkar baru memang tampak berbeda

dengan Golkar lama. Ada beberapa ciri yang tidak lagi melekat sebagaimana masa

lampau, sekalipun Partai Golkar tetap mempertahankan citra sejarahnya sebagai

kekuatan politik nasional yang memperjuangkan kepentingan bangsa dan negara.

Bedasarkan hasil Munas VIII Partai Golkar pada tahun 2009 yang dilaksanakan di

Pekanbaru, maka visi dan misi Partai Golkar adalah.

Visi Partai Golkar adalah melindungi segenap tumpah darah Indonesia,

mencerdasakan kehidupan bangsa, mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat

Indonesia dan ikut mewujudkan perdamaian dunia, maka Partai Golkar sebagai

pengembangan cita-cita proklamasi menegaskan visi perjuangannya untuk menyertai

perjalanan bangsa mencapai cita-citanya.

Dibidang ekonomi visi Partai Golkar adalah ekonomi rakyat atau kerakyatan

atas dasar keyakinan bahwa hanya sistem perekonomian inilah yang menjamin

rakyat makin sejahtera. Sedangkan dibidang sosial budaya visi Partai Golkar adalah

mencita-citakan penguatan budaya bangsa yang mampu melahirkan bangsa yang

kuat, yakni bangsa yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,

menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi atau keterampilan, memiliki etos kerja

yang tinggi, memiliki displin sosial yang tagguh dan memiliki etika yang kuat.

Dengan visi maka Partai Golkar hendak menciptakan kehidupan politik

nasional yang demokratis yang melalui pelaksanaan agenda-agenda reformasi politik

yang diarahkan untuk melaksanakan serangkaian koreksi terencana, melembaga dan

berkesinambungan terhadap seluruh bidang kehidupan. Reformasi pada sejatinya

adalah upaya untuk menata kembali sistem kenengaraan kita disemua bidang agar

kita dapat bangkit kembali dalam suasana yang lebih terbuka dan demokratis. Partai

Golkar berjuang demi terwujudnya indonesia baru yang maju, modern, bersatu, damai

dan adil dengan masyarakat yang beriman, bertaqwa dan berakhlak baik, menjunjung

tinggi hak asasi manusia, cinta tanah air, demokratis dan adil dalam tatanan

masyarakat mandiri, terbuka, egaliter, berkesadaran hukum dan lingkungan,

menguasai ilmu pengetahun dan teknologi, memiliki etos kerja dan semnagat

kekaryaan, serta disiplin ilmu yang tinggi.

Misi menegakan, mengamalkan, dan mempertahankan pacasila sebagai dasar

negara dan ideologi negara demi mempertkokoh NKRI; dan mewujudkan cita-cita

proklamasi melalui pelaksanaan pembangunan nasional disegala bidang untuk

mewujudkan masyarakat yang demokratis, menegakan supermasi hukum,

mewujudkan kesejahteraan rakyat dan hak-hak asasi manusia. Dalam rangka

membawa misi mulia tersebut Partai Golkar melaksanakan fungsi-fungsi sebagai

sebuah partai modern yaitu:

Pertama, mempertegas komitem untuk meyerap, memadukan,

mengartikulasikan, dan memperjuangkan aspirasi serta kepentingan rakyat sehingga

menjadi kebijakan politik yang bersifat public

Kedua, melakuka rekrutmen kader-kader yang berkualitas melalui sistem

rekrutmen untuk dapat dipilih oleh rakyat menduduki posisi-posisi politik atas

jabatan-jabatan public. Dengan posisi atau jabatan public ini maka para kader dapat

mengontrol dan mempengaruhi jalannya pemerintahan untuk diabdikan sepenuhnya

bagi kepentingan dan kesejahteraan rakyat.

Ketiga, meningkatkan proses pendidikan dan komunikasi politik yang dialogis

dan partisipatif, yaitu membuka diri terhadap berbagai pikiran, aspirasi dan kritik

masyarakat

c. platform

Platform yang dimaksud Partai Golkar adalah landasan tempat berpijak, yaitu

wawasan-wawasan yang menjadi acuan dan arah dari mana dan kemana perjuangan

Partai Golkar. Platform merupakan sikap dasar yang menjadikan kristalisasi dari

pemahaman, pengalaman dan andassan historis partai dalam menyertai bangsa

membangun masa depan, adapun platform Partai Golkar adalah:

1. Partai Golkar berpijak pada landasan tetap tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berlandasakan Pancasila dan UUD 1945

2. Partai Golkar mengembangkan wawasan kemajemukan yang inklusif yang mendorong dinamika dan persaingan yang sehat serta berorientasi pada kemajuan serta senantiasa siap berkompetensi secara sehat

3. Partai Golkar menjunjung tinggi ajaran agama dalam gerak langkahnya senantiasa mendasarkan pada nilai-nilai etika dan moralitas bedasarkan ajaran agama

4. Partai Golkar adalah partai yang demokratis yang memiliki komitmen pada demokrasi

5. Partai Golkar partai yang moderat yang senantiasa mengambil posisi tengah dan menempuh garis modernisasi

6. Partai Golkar mengutamakan pembangunan hukum untuk keadilan dan tegaknya Hak Asasi Manusia (HAM)

3. Perbedaan Paradigma Lama dan Paradigma Baru Partai Golkal

Tabel 4.1Perbedaan Paradigma Lama dan Paradigma Baru Partai Golkar

Paradigma Lama Paradigma Baru Keterangan

Dewan Pembina memiliki kewenangan mutlak

Institusi Dewan Pembina dihapuskan

Dewan Pembina melalui Munaslub Golkar 1988 diganti menjadi Penasehat yang hanya berfungsi memberikan saran-saran

Pengambilan keputusan bersifat top-down dengan melibatkan tiga jalur ABRI-Birokrasi-Golkar

Pengambilan keputusan secara demokratis dan bersifat bottom-up. Tiga jalur A-B-G dihapuskan karena menghalangi mekanisme pengambilan keputusan demokratis

DPD I dan DPD II diberi hak penuh dalam pengambilan keputusan pada Munas dan kebijakan strategis lainnya

Pola rekrutmen kepengurusan dipengaruhi oleh kedekatan politik dan nepotisme

Standarisasi yang lebih jelas dalam rekrutmen kepengurusan Golkar dengan mengedepankan merit system (dedikasi, prestasi, loyalitas dan kecakapan)

Sejak Munaslub pemilihan pimpinan bedasarkan suara dari DPD-DPD

Golkar tidak otonom, terutama dari militer dan birokrasi

Golkar bersifat independen dan mandiri. Otonomi diwujudkan dengan penghapusan tiga jalur

Golkar era reformasi menempatkan dukungan rakyat sebagai sumber utama kekuatan

Pola kepemimpinan bersifat sentralistik. Posisi Ketua Umum

Kepemimpinan Golkar bersifat kolegial

Ketua Umum memiliki posisi yang menentukan, namun

lebih sebagai pelaksana dari putusan Ketua Dewan Pembina

tetap bedasarkan mekanisme pengambilan eputusan yang bersifat demokratis kolegial.

Sumber: Akbar Tandjung: The Golkar Way

C. Golkar di Sumatera Barat

Partai Golkar di Sumatera Barat merupakan hasil pengembangan dari

pemikiran-pemikiran Golkar pusat. Masuknya Golkar ke Sumatera Barat bersamaan

dengan didirikannya Sekber Golkar pusat pada tahun 1964. Pada awal berdirinya di

Sumatera Barat Syarifuddin Bahar diberi mandate oleh Sekber Golkar Pusat untuk

memimpin Golkar Sumbar.

Berikut nama ketua umum Golkar Sumbar:

1. Syarifuddun Bahar (1964-1968)

2. A.M Ridwan (1968-1973)

3. Abbas Jamil (1973-1978)

4. Zaghloel St. Kabasaran (1978-1983)

5. Djohari Kahar (1983-1988)

6. Jamil Bakar (1988-1993)

7. Noer B Pamuncak (1993-2001)

8. Leonardy Harmainy (2001-2009)

9. Hendra Irwan Rahim (2009-sekarang)

BAB VTEMUAN DATA DAN PEMBAHASAN

A. Faktor-Faktor Kemerosotan Hegemoni Partai Golkar Sumatera Barat

Partai Golkar sekarang merupakan satu-satunya pewaris dari kekuasaan

Golkar yang telah menjadi bagian penting dari pemerintahan orde baru. Sebagai

mesin pemerintahan orde baru keberadaan Golkar ditengah perpolitikan bangsa

menjadi begitu kuat dibandingkan dengan kekuatan organisasi/partai politik lain

seperti Partai Persatuan Pembangunan dan Partai Demokrasi Perjuangan. Golkar,

semenjak keikutsertaan pertamanya dalam pemilu tahun 1971 Golkar telah menjadi

pemenang pemilu hingga berakhirnya rejim orde baru di penghujung tahun 1998.

Keberhasilan Golkar menjadi organisasi pemenang sekaligus penguasa ini

terjadi hampir diseluruh wilayah Indonesia baik di pusat maupun daerah, tanpa

terkecuali Sumatera Barat. Pemerintahan oleh Golkar menjadi begitu dominan selama

kurang lebih 27 tahun. Banyak kajian dan penelitian yang telah dilakukan dalam

pelaksanaan pemerintahan yang dilakukan oleh Golkar bersama patron politiknya

Soeharto. Salah satunya adalah penelitian Affan Gaffar mengenai hegemoni Golkar

pada masa orde baru, dimana pada masa orde baru sistem kepartaian di Indonesia

adalah sistem kepartaian hegemonik dengan Golkar sebagai partai hegemonik, dan

keberadaan partai lain adalah partai kelas dua.

Hegemoni Golkar jika dilihat dari persfektif Gramsci yang menyatakan bahwa

hegemoni merupakan situasi dimana suatu kelompok berkuasa dan terus berupaya

mempertahankan kekuasaannya baik melalui dominasi (paksaan) dan melalui

pengaruh (bujukan),65 Golkar terus menjadi kelompok penguasa bersama Soeharto

dan mempertahankan kekuasaan dengan cara-cara paksaaan (mobilisasi, kekerasan

aparat, administrasi, birokrasi, pengadilan) maupun dengan cara bujukan (patron-

clien). Dengan kekuasaan yang telah mengakar tersebut Golkar berhasil menjadi

kelompok penguasa di orde baru tanpa ada perlawanan yang berarti dari

organisasi/partai politik lain.

Kemudian, arus reformasi di Indonesia di pertengahan tahun 1998

meruntuhkan kekuasaan yang telah dibangun oleh Soeharto dan Golkar. Akibatnya,

dua actor utama orde baru ini menjadi tersangka atas kekuasaan yang tak bergilir

selama 32 tahun itu. Soeharto mundur dari dunia perpolitikan, namun Golkar

berupaya bangkit dan bertekat mereformasi diri. Dibawah kepemimpinan sipil- hasil

munas VI- Golkar menyatakan diri menjadi partai politik yang bernama Partai Golkar

dengan membawa paradigma baru.

Memiliki derajat yang sama dengan partai-partai politik lain, Partai Golkar

kemudian secara kompetitif bersaing dengan partai-partai lain dalam pemilu. Namun,

Partai Golkar sekarang bukan Golkar dulu lagi yang memiliki banyak kekuataan,

alhasil Partai Golkar semenjak pemilu 1998-2014 hanyak sekali menjadi partai

pemenang yakni pemilu tahun 2004, selebihnya Partai Golkar menjadi partai nomor

dua. Dan kecendrungan penurunan suara Partai Golkar terjadi pada pemilu 2009 dan

2014, hal ini membuat partai yang dulunya hegemoni, semakin lama semakin merosot

65 Nezar Patria dan Andi Arief, Op, Cit hal. 118

hegemoninya. Gramsci menggambarkan hegemoni yang merosot (decadent) terjadi

pada masyarakat kapitalis modern, dimana dominasi borjuise (sebagai kelompok

hegemoni) menghadapi tantangan berat yang menunjukkan adanya disintergrasi. 66

Sebagaimana Partai Golkar yang menghadapi tantangan berat di era

reformasi, mulai dari berbagai kebijakan dan UU yang demokrastis yang tidak lagi

member keuntungan bagi Golkar, pemilu yang lebih kompetitif serta munculnya

berbagai partai politik, serta kebebasan kominukasi dan Informasi. Secara langsung

semua kondisi ini berpengaruh pada Partai Golkar, hal ini dapat dilihat dari angka-

angka perolehan suara yang menunjukkan penurunan. Untuk menjelasakan faktor-

faktor yang membuat hegemoni Partai Golkar merosot, maka bedasarkan persfektif

Gramsci dapat di analisis melalui tiga elemen hegemoni yakni element state

(negara/pemerintah), civil society, dan intektual.

1. State

Golkar dan pemerintahan Soeharto di orde baru merupakan dua hal yang tidak

dapat dipisahkan. Sebagai kepala negara, Soeharto menjadikan Golkar sebagai anak

emas yang diberi berbagai keistimewaan agar tetap menjadi kekuatan penopang

pemerintahan Soeharto. Berbagai keistimewaan yang tidak didapatkan organisasi lain

dan partai politik lain membuat Golkar menjadi dominan, dari pusat sampai ke

daerah-daerah. Menurut Gramsci, hegemoni dapat diciptakan melalui jalan paksaan

(dominasi) dengan menggunakan kekuatan negara. Jadi, kekuatan negara yang

dimaksud disini adalah seperti tentara/polisi yang memiliki senjata, lembaga-lembaga

66 Nezar Patria dan Andi Arief, Op. Cit Hal. 128

negara yang melalakukan tindakan mobilisasi dan kekerasan agar mengikuti

pihak/kelompok hegemoni. Tidak jarang paksaan ini dilegitimasikan dalam bentuk

UU atau peraturan yang mengikat.

Golkar dengan unsure utama tentara/ABRI memiliki kekuatan untuk

melakukan paksaan pada masyarakat agar mengikuti perintah mereka, karena bagi

masyarakat indonesia, khususnya di daerah-daerah, tentara adalah organ negara yang

ditakuti. Keberadaan ABRI sebgai inisiator pendiri Golkar tentu member keuntungan

yang besar bagi Golkar, seperti yang disampikan oleh Sitti Izzati Aziz selaku kader

Partai Golkar Sumbar yang menjabat sebagai anggota DPRD Provinsi Sumatera Barat

periode 2014-201967

Tidak dapat dipungkiri, 3 elemen ini memberikan kontribusi yang besar bagi Golkar, ABRI sebagai inisiator Golkar menjadi bagian yang sangat penting saat itu, perannya begitu besar bagi Golkar…dan saat itu ya perpolitikan tidak terlepas dari para tentara, kemudian Birokrasi, semua aparatur pegawai negara merupaan bagian dari Golkar setia pada Golkar dan memilih Golkar karena memang pegawai negara saat itu mesti loyal pada pemerintah dan Golkar. Kemudian Golkar sendiri dengan berbagai organisasi tulang punggung yang ada di tengah masyarakat…sehingga setiap pemilu di Orde Baru tidak hanya Nasional setiap daerah rata-rata dimenangi oleh Golkar…

Hal yang sama juga disampaikan oleh Zulkenedi Said68 yang merupakan kader Partai

Golkar terkait dengan pentingya keberadaan jalur ABG an pengaruhnya dalam

memperkuat dominasi Golkar.

67 Wawancara bersama Sitti Izzati Aziz Wakil Ketua Bidang Pemberdayaan Perempuan Partai Golkar DPD I Sumbar pada tanggal 16 February 2016 di Kantor Komisi I DPRD Provinsi Sumbar pukul 13.1568 Wawancara bersama Zulkenedi Said Demisioner Sekretaris DPD Golkar Sumbar (2009-2014) pada tanggal 10 February 2016 di Villa Bukit Berlindo, Gunung Panggilun, Pukul 11.15

….karena semua keputusan ada disitu, yang dijalankan ketua itu hanya sesuai dengan 3 jalur yakni jalur ABG, A untuk Abri, B merupakan birokrasi itulah kepala daerah kalau di provinsi, kabupaten, kota dan presiden kalau dipusat, jadi semua birokrasi dan pemerintahan dikendalikan dan mereka orang-orang Golkar dan bagian dari Golkar. Jadi keputusan partai itu diambil dari 3 jalur ini apapun itu keputusannya, tapi kuncinya ada di presiden, gubernur dan bupati, sehingga kepala negara dan kepala daerah memiliki peranan yang kuat dalam Golkar..

Kemudian kuatnya pengaruh jalur AG sebagai penentu partai juga dinyatakan oleh

Basril Djabar69 selaku kader Partai Golkar

…Sangat kuat sekali, A untuk ABRI, B merupakan Birokrasi, semua jajaran dibirokrasi orang Golkar semua semua PNS orang-orang Golkar loyal mereka, dulu ABRI itu jadi Dewan Pembina kalau macam-macam ya TNI/Polisi tak segan-segan, rakyat takut kala itu, dan G merupakan jalur untuk Golkar murni inilah berbagai komponen dari organisasi-organisasi dan masyarakat sipil

Pernyataan diataskan juga dipertegas oleh Samsyu Rahim70 selaku mantan kader

Partai Golkar

Memang benar itu yang menguatkan Golkar - jalur TNI-, TNI itu dulu masuk dalam ABRI yang merupakan jalur A, jalur beringin (Golkar) itu yang murni, kemudian jalur birokrasi/ PNS, oleh sebab semua jaringan ini tentu kuat suaraa yang diperoleh ketika pemilu. Lihat saja pemilu tahun 97 suara Golkar diatas 90%, partai yang lain PPP dan PDI tidak bisa berbuat apa-apa karena dia tidak partai pengusa, hanya sebagai pelengkap saja untuk berdemokrasi di Indonesia..

Bedasarkan hasil wawancara diatas, dapat disimpulkan bahwa Golkar pada

orde baru identik dengan jalur ABG sebagai mesin utama politik Golkar. ABRI

merupakan elemen utama sekaligus inisiator Golkar pada awal pendiriannya.

Kemudian melalui kebijakan dwi fungsi ABRI dimana ABRI memiliki kesempatan di

69 Wawancara bersama Basrij Djabar Anggota Dewan Pertimbangan PArtai Golkar DPD Sumbar, pada tanggal 17 Maret 2016 di Kantor Haria Umum Singgalang70 Wawancara bersama Samsyu Rahim, Mantan Kader Partai Golkar (Ketua DPD Nasdem Sumbar), pada tanggal 12 Maret 2016, di Komplek Aur Duri pukul 09.12 WIB

dunia politik maka banyak perwira-perwira yang menjabat dipemerintahan.

Selanjutnya, jalur B untuk birokrasi, dimana pegawai negeri dan seluruh jajaran

lembaga negara pada masa orde baru memiliki loyalitas yang tinggi pada pemerintah

dan Golkar karena, pemerintah mewajibkan aparat birokrat untuk memihak pada

pemerintah dan Golkar bagian pemerintah. Sehingga setiap pemilu para pegawai

negeri secara langsung memberikan suara mereka pada Golkar yang merupakan salah

satu bentuk mobilisasi dan paksaaan. Dan jalur ketiga adalah G, yang merupakan

jalur Golkar (sipil). Selain dari pada sumber kekuatan, segala sumber keputusan juga

berasal dari ketiga jalur ini.

Ketiga elemen ini dengan bantuan pemerintah dan negara berhasil menjadi

kelompok penguasa, tanpa adanya kekuatan lain yang menandingi. Pemerintah

membuat keberadaan partai lain termarginalkan dan tidak dapat bergerak. Pengaruh

kuat negara dalam melanggengkan hegemoni Partai Golkar seperti yang dijelaskan

oleh Gramsci, terutama penggunaan aparat kemanan.

Kemudian arus reformasi 1998, memaksa Golkar untuk turut mereformasi diri

pula, jika tidak ingin menjadi deretan sejarah bangsa. Sehingga sesuai dengan hasil

Munaslub Golkar 1998 secara resmi Golkar menyatakan diri sebagai partai politik.

Haluan politik negara yang semakin demokratis membuat Golkar saat ini kehilangan

patron politik dan segala keistimewaannya yang diperolehnya dari negara pada masa

orde baru. Salah satunya adalah komitmen Golkar untuk memutus hubungan dengan

jalur ABRI dan Birokrasi. Putusnya hubungan Partai Golkar dengan ABRI dan

Birokrasi juga dipengaruhi oleh UU Netralitas Pegawai Negeri Sipil dan Angkatan

Bersenjata. Adanya pemutusan jalur ini seperti disampaikan oleh salah seorang

informan Asrul Syukur yang merupakan kader Partai Golkar sekaligus penggurus

DPD I Sumbar sebagai Wakil Ketua Bidang Pemerintahan, Hukum dan Ham.71

Sekarang tidak ada lagi secara formal, dulu semuanya ada. A itu ABRI yang paling utama, B untuk Birokrat dan G untuk Golkar. Sekarang tidak ada lagi, tapi secara rillnya juga ada juga anak-anak ABRI yang masuk golkar. Karena memang sudah bebas.

Hal senada juga disampaikan oleh Afrizal selaku sektretaris Partai Golkar DPD

Sumbar periode 2016-202072

Kini kan sudah berubah ya, artinya tentara dan polisi tidak lagi boleh berpolitik, PNS balik ke habitatnya, tinggallah Golkar dengan struktur murni. Sehingga seperti yang kita lihat saat ini Golkar hari ini menjadi pemenang kedua secara nasional dan untuk Sumbar perolehan suaranya tidak jauh berbeda dengan partai lain seperti Gerindra, Demokrat, PKS dll

Pernyataan diatas juga didukung oleh informasi dari Zulkenedi Said73

Tidak ada lagi namanya tiga jalur, oleh karena itu pada saat munas itu dinamakan paradigm baru Partai Golkar. Jadi terjadi reposisi struktur, peran, hak dan kewajiban Partai Golkar, berjalanlah sampai hari ini reposisi itu. Sehingga seperti yang kita lihat hari ini, tidak ada lagi tiga jalur, perubahan pengambilan keputusan, sehingga dalam proses politik seperti pemilu Partai Golkar turun naik perolehan suaranya, 1999 hmm.. no 2, pemilu 2004 no 1 kemudian pemilu 2009 no 2 lagi kemudian pemilu 2014 no 2, jadi Golkar Cuma sekali menjadi no 1. Karena partai sudah banyak kemudian mantan-mantan pimpinan Partai Golkar itu juga telah menjadi pimpinan dari partai lain jadi kalau sampai hari ini Partai Golkar itu memang selau terjadi dinamis sekali, tidak pengusa lagi , tidak

71 Wawancara bersama Asrul Syukur, Wakil Bidang Pelembagaan Politik, Pemda dan Ormas, pada tanggal 10 February 2016 di Kantor Fraksi Partai Golkar DPRD Sumbar pukul 09.4272 Wawancara bersama Afrizal Sekretaris DPD Golkar Sumbar (2009-2015 revitalisasi), pada tanggal 01 Maret 2016 di Kantor Komisi III DPRD Sumbar pukul 10.15 WIB73 Wawancara bersama Zulkenedi Said Demisioner Sekretaris DPD Golkar Sumbar (2009-2014) pada tanggal 10 February 2016 di Villa Bukit Berlindo, Gunung Panggilun, Pukul 11.15

menguasai semua struktur, kemudian tidak sesolid pada saat orde baru, karena tidak dikomandoi kepala negara atau kelapa daerah..

Pernyataan dari beberapa informan diatas dikuatkan oleh Yul Akhiari Sastra74 yang

merupakan mantan kader Partai Golkar

pertama…adalah memutus hubungan dengan tiga jalur , dengan pemerintah dan dengan ABRI kita putus, kita tidak ada lagi keluarga ABRI atau keluarga beringin pegawai negri birokrasi ngk ada lagi..dengan semangat itu kemudian ya wajarlah kita putus dengan segala kekuata kita hanya memiliki Golkar saja. Golkar inilah terdiri dari kino-kino dan organisasi pendukung; organisasi yang didirikan dan mendirikan nahh…diberi nama dengan Golkar Baru 2001 mereformasi diri…Bedasarkan hasil wawancara diatas, Partai Golkar telah berkomitmen untuk

memutuskan hubungan dengan jalur-jalur pendukung yang membuat Golkar besar

dikala itu. Reformasi diri Partai Golkar yang menghilangkan unsure ABRI dan

Birokrasi sejalan dengan dikeluarkannya UU tentang netralitas PNS dan larangan

ABRI masuk ke dunia politik. Tidak dapat dipungkiri hilangnya dua jalur ini juga

ikut berpengaruh pada dukungan yang diperoleh Partai Golkar yang terus menurun

selama pemilu. Jika sebelumnya birokrat memilih Golkar maka saat ini PNS di

himbau untuk tetap bersikap netral, begitu juga dengan ABRI.

Namun, secara tidak langsung para birokrat ini masih mendukung Golkar

yang merasa memiliki kedekatan dengan Golkar. Bentuk dukungan yang diberikan

tentu sangat terbatas karena peraturan UU, sehingga bentuk dukungan yang diberikan

adalah suara tiap sekali dalam lima tahun untuk Partai Golkar. Seperti yang

disampikan oleh Asrul Syukur

74 Wawancara bersama Yul Akhiari Sastra, Mantan Kader Partai Golkar di Jalan. A, Yani Padang pukul 16.15 WIB

Kalau untuk suara beberapa diantara mereka orang lama masih memberikan suaranya pada Golkar. Kalau untuk bergabung…diam-diam mungkin, secara formal tidak, jika bergabung maka dia diberhentikan, memang banyak juga sekarang…PNS takut sekarang resiko bergabung dengan partai berhenti, misalnya pegawai sekarang mau masuk partai dia langsung berhenti.

Pendapat ini didukung oleh pernyataan Afrizal bahwa bentuk pengabdian

yang dilakukan birokrat adalah mencoblos Golkar.75

Kalau mereka masih simpatisan Golkar namun PNS, maka mereka tetap mengontak kami dengan menggatakan bahwa kami sekelurga memang tidak bisa berbuat banyak, namun suara sekeluarga tetap untuk Golkar. Mengakarnya loyalitas terhadap Golkar seperti ini membuat kebanggaan tersendiri..

Pernyataan kedua informan ini diperkuat oleh Yul Akhiari Sastra76

Nah disamping itu kita tidak munafikan tidak memungkiri kita masih berkomunikasi dengan apa namanya jalur-jalur yang lama memang tidak serta merta terbuka, namun menjaga komunikasi dengan sahabat lama biasa ya itu yang mambuat kita survive ya disampiang kekutaan inti dari partai yang kita pupuk sedemikian rupa. Kekuatan-kekuatan lama walaupun tidak full ya mereka masih mendukung kita.

Meski terputus secara formal, namun beberapa dari individu aparat birokrat

masih memiliki hubungan dengan partai. Bentuk dukungan yang mereka berikan

setidaknya memberikan suara pada saat pemilihan umum sebagai bentuk loyalitas

pada partai. Mereka yang memberikan suara adalah mereka yang memiliki ikatan

kuat dengan Golkar serta menikmati berbagai kemudahan masa pemerintahan Golkar.

75 Wawancara bersama Afrizal Sekretaris DPD Golkar Sumbar (2009-2015 revitalisasi), pada tanggal 01 Maret 2016 di Kantor Komisi III DPRD Sumbar pukul 10.15 WIB76 Wawancara bersama Yul Akhiari Sastra, Mantan Kader Partai Golkar di Jalan. A, Yani Padang pukul 16.15 WIB

Seiring dengan banyaknya jumlah pegawai yang merupakan orang-orang baru

serta berbagai pilihan politik, otomatis tidak semua dari pegawai mendukung Golkar.

Aparat birokrat adalah pelayan negara dan pelaksana berbagai program pemerintah,

sehingga birokrat memiliki loyalitas pada pemerintah. Jika didaerah loyal mereka

kepada kepala daerah. Hal ini seperti yang di sampaikan oleh Zulkenedi Said77

Tidak ada lagi, kalau PNS dan ABRI setelah 99 itukan kembali pada posisinya, kalau ada mendukung kan boleh, kalau untuk Polri PNS itukan siapa yang jadi presiden/kepala daerah sekarang kesana dia mendukung, kalau 1999 PDIP, kalau kemarin democrat ya democrat kalau sekarag PDIP yang jelas mereka dukung pemerintah. Besok kalau misalnya Golkar dan Gerindra ya mereka dukung, jadi di Sumbar Gubenurnya PKS ya aparat birokratnya PKS juga karena mereka cari selamat. Jadi fleksibel itu

Selain pada loyalitas dari aparat birokrat yang merasakan kenyamanan masa

orde baru bersama Golkar, Golkar juga memiliki basis masa yang mereka sebut

pemilih tradisional. Pemilih tradisional ini lah yang menjadi titik tumpu partai, dan

sebagian dari mereka memiliki hubungan yang kuat dengan Golkar dan kemudian

diakarkan sampai kegenerasi selanjutnya. Hal ini seperti yang dinyatakan oleh

Afrizal78

Kalau sekrang rata-rata pemilih Partai Golkar uasianya 51-55-65 yang kita sebut dengan pemilih tradisional. Rata-rata mereka yang pernah berada di Golkar, mereka yang meperoleh kemudahan dari Golkar-termasuk PNS- mereka tidak lupa….

77 Wawancara bersama Zulkenedi Said Demisioner Sekretaris DPD Golkar Sumbar (2009-2014) pada tanggal 10 February 2016 di Villa Bukit Berlindo, Gunung Panggilun, Pukul 11.1578 Wawancara bersama Afrizal Sekretaris DPD Golkar Sumbar (2009-2015 revitalisasi), pada tanggal 01 Maret 2016 di Kantor Komisi III DPRD Sumbar pukul 10.15 WIB

Pernyataan serupa juga disampaikan oleh Leonardy Harmainy79 selaku Ketua Dewan

Pertimbangan Partai Golkar DPD Sumatera Barat

Yang dikatakan pemilih tradisional itu dari kakeknya bapaknya Golkar, dia melihat partai Golkar itu partai keluarganya, Golkar sudah menjadi tradisi di keluarga itu/ dikaum itu atau didaerah itu. Apalagi kalau keluarga itu ada hubungan dengan orang-orang Golkar dan mendapat keuntungan dari Golkar. Jadi pemilih tradisonal itu yang memang bagi dia, sebagai niniak mamak dikampung tiada pilihan lain karena memang dari dulu sudah Golkar,

Berhasilnya Golkar menjadi partai yang memimpin di Sumbar meskipun

perolehan suara terus berkurang, bedasarkan hasil wawancara disebabkan karena

masih adanya pemilih tradisional Golkar. Pemilih tradisional ini adalah mereka yang

telah menjadi bagian dan memiliki hubungan dengan Golkar serta mendapat

keuntungan dari Golkar. Umumnya pemilih tradisional ini adalah golongan tua dan

diteruskan dalam keluarga. Namun dengan paham demokrasi dimana setiap orang

bebas menentukan sikap dan pilihan maka tidak menutup kemungkinan generasi

pemilih tradisional Golkar tidak mentradisi kuat pada generasi selanjutnya.

Hal ini seperti yang disampikan oleh Afrizal80

Kalau masalah partai sekarang ya..relatif itu. Meskipun kita yakin dengan pemilih tradisional (ya bapaknya mungkin telah mengakar Golkarnya) tapi belum tentu dengan keluarga atau anaknya, seperti saya sendiri saja saya kader Golkar dari tingkat bawah kelurahan dan sudah dari tahun 1993 bergabung dengan Golkar. Namun adik saya yang tinggal di Pariaman tidak memilih Partai Golkar dan secara terang-terangan memilih Partai Lain. Itu bisa..kita hargai meskipun keluarga sendiri…

79 Wawancara bersama Leonardy Harmainy Ketua Dewan Pertimbangan Partai Golkar DPD Sumbar (2015-2019) pada tanggal 26 February 2016, di Jalan Bali Ulak Karang, Pukul 14.12 WIB80 Wawancara bersama Afrizal Sekretaris DPD Golkar Sumbar (2009-2015 revitalisasi), pada tanggal 01 Maret 2016 di Kantor Komisi III DPRD Sumbar pukul 10.15 WIB

Pernyataan serupa juga diperkuat oleh leonardy Harmainy81

Apa yang akan terjadi pada Golkar kalau pemilih tradisonal ini nanti mati, tentu dalam rentang waktu yang sudah lama ada sebagian dari mereka yang sudah meninggal, sednagkan yang muda belum lagi terbentuk. Menurut saya Partai Golkar pada pemilu 2019 jika tidak bisa segera mengambil sikap atas prahara yang terjadi saat ini, peroleha suara untuk Partai Golkar Sumbar dibawah 10% dan itu merupakan pemilih tradisional semua dikurangi dengan yang sudah tiada..

Dari pernyataan informan diatas terkait jaringan Partai Golkar dengan aparat

birokrat, dapat disimpulkan bahwa Partai Golkar di Sumatera Barat masih memiliki

hubungan yang kuat dengan orang-orang Golkar orde baru. Kuatnya loyalitas dan

kegolkaran mereka- baik dikalangan birokrat, mantan ABRI, atau sipil- kemudian

bertransformasi yang pada saat sekarang ini Partai Golkar menyebutnya sebagai

pemilih tradisional. Pemilih yang telah mengakar dan Golkar menjadi pilihan dalam

politik mereka

Namun, jumlah pemilih tradisional yang merupakan basis harapan Partai

Golkar ini memiliki keterbatasan, dimana jika kelompok ini tidak terus di

generasikan, maka akan menjadi tantangan tersendiri bagi partai Golkar untuk dapat

mengakarkan partainya ketengah-tengan masyarakat diantara berbagai partai lainnya.

Kebebasan memilih dan menentukan pilihan, memberikan pilihan yang beragam bagi

setiap masyarakat, termasuk mereka yang keluarganya telah mengakar Golkar. Jika

saja kader Golkar tidak mampu menjalankan fungsinya, tentu masyarakat akan

81 Wawancara bersama Leonardy Harmainy Ketua Dewan Pertimbangan Partai Golkar DPD Sumbar (2015-2019) pada tanggal 26 February 2016, di Jalan Bali Ulak Karang, Pukul 14.12 WIB

menilai dan tidak akan memilih kader Golkar lagi nantinya. Seperti yang disampikan

oleh Basril Jabar82

Kalau yang dinampakkan kader Golkar itu contoh-contoh yang buruk seperti pornografi, korupsi dan terbaru judi..tentu masyarakat akan menilai miring partai, sekarang informasi bebas, setiap saat berita bisa diakses..dan masyarakat semakin cerdas

Selain dari pada kekuatan tiga jalur, Golkar memiliki keuntungan lain yang

diperolehnya dari pemerintah yakni infrastruktur dan fasilitas.

Ketika zaman orde baru dengan memanfaatkan asas massa menggambang,

maka keluarlah kebijakan pemerintah yang melarang partai politik untuk masuk

sampai tingkat desa. Namun tidak bagi Golkar yang merupakan organisasi sosial

politik, Golkar bebas memiliki struktur kepengurusan sampai ke tingkat desa dan

kelurahan. Dengan demikian, Golkar memiliki fasilitas yang jauh lebih lengkap dari

partai lain. Dengan lengkapnya struktur dan fasilitas ini yang merata disetiap daerah

membuat eksistensi Golkar di tengah masyarakat lebih kuat. Seperti yang

disampaikan oleh Afrizal83 selaku sektretaris Golkar Sumbar

Jadi, pertama Golkar itu mempunyai struktur organisasi lengkap dari atas sampai kebawah artinya, dari tingkat pusat sampai ke tingkat desa, kita punya yang namanya kelompok kerja yang ada di RT/RW, struktur itulah yang membuat Golkar tempo hari itu betul-betul bisa menguasai arena pertarungan politik di Nasional dan daerah disamping memang Golkar itu ditopang oleh pemerintah dan TNI. Oleh karena itu, Golkar secara infrastruktur kuat.

82 Wawancara bersama Basrij Djabar Anggota Dewan Pertimbangan PArtai Golkar DPD Sumbar, pada tanggal 17 Maret 2016 di Kantor Haria Umum Singgalang83 Wawancara bersama Afrizal Sekretaris DPD Golkar Sumbar (2009-2015 revitalisasi), pada tanggal 01 Maret 2016 di Kantor Komisi III DPRD Sumbar pukul 10.15 WIB

Kemudian pernyataan serupa juga diungkapkan oleh Basril Djabar84 bahwa

lengkapnya fasilitas dan infrastruktur tidak terlepas dari peranan pemerintah secara

tidak langsung.

Semasa Pak Harto, Golkar memang jauh berbeda dengan partai lain, Lengkapnya infrastruktur yang dimiliki Golkar memang karena pemerintah, meski secara tidak terang-terangan tapi cendrung secara tidak langsung dibiayai oleh pemerintah saat itu…..kalau dalam APBN kan tidak ada dana khusus untuk Golkar, tapi dana taktis mentri, gubernur, walikota, bupati itu banyak dulu dan sedikit banyak mengalir ke Golkar.…

Pernyataan yang sama juga diperkuat oleh Shadig Pasadigue85 yang

merupakan salah seorang kader dan tokoh Partai Golkar Sumbar.

Pertama, Golkar merupakan partai yang besar dan punya infrastruktur sampai desa kemudian tokoh-tokohnya tidak jadi begitu saja tapi banyak tokoh-tokohnya yang rata-rata mulai berkarier dari tingkat kelurahan dan terus meniti karier hingga provinsi…

Pernyataan ketiga informan diatas diperkuat dan dibenarkan oleh Samsyu Rahim86

..karena dia (Golkar) merupakan bagian dari penguasa, maka Golkar punya fasilitas yang lengkap yakni kantor yang sampai ketingkat desa yang tidak dimiliki oleh partai lain, punya dana untuk menjalankan program, dengan segala fasilitas serta infrastruktur inilah Golkar begitu kuat disamping berbagai peranan dari aparat negara..

Kepemilikan infrastruktur, struktur dan fasilitas yang lengkap dari Golkar

memang memiliki pengaruh yang kuat bagi Golkar terutama orde baru, karena partai

politik tidak memiliki struktur sampai ke desa/kelurahan. Sampai saat sekarang di era

84 Wawancara bersama Basrij Djabar Anggota Dewan Pertimbangan Partai Golkar DPD Sumbar, pada tanggal 17 Maret 2016 di Kantor Haria Umum Singgalang85 Wawancara bersama Shadig Pasadique, Kader partai Golkar pada tanggal 03 Maret 2016 di Jalan Palupuah pukul 16.30 WIB86 Wawancara bersama Samsyu Rahim, Mantan Kader Partai Golkar (Ketua DPD Nasdem Sumbar), pada tanggal 12 Maret 2016, di Komplek Aur Duri pukul 09.12 WIB

reformasi warisan struktur dan infrastruktur masih diperoleh Golkar, namun posisinya

tidak kuat lagi seperti sedia kala. Hal ini disebabkan oleh semua partai saat ini diberi

hak yang sama untuk melengkapi organisasi/strukturnya sampai ketingkat

desa/kelurahan. Sehingga Golkar tidak lagi penguasa tunggal untuk massyarakat pada

tingkatan terbawah.

Selain dari pada dukungan kuat dari dalam yang diberikan pemerintah, Golkar

juga mendapat berbagai hak istimewa dari sistem/rejim orde baru yang dikuasai oleh

orang-orang Golkar. Sistem pemerintahan kala itu sengaja di desain sedemikian rupa

agar pemerintahan Soeharto dapat terus bertahan dan sebagai mesin politiknya Golkar

diperkuat sedemikian rupa. Untuk mencapai tujuan itu maka diciptakan berbagai UU

dan kebijakan yang berpihak pada Golkar. Hal ini dinyatakan oleh Asrul Syukur87

Undang-undang pemilu yang baru sekrang berpengaruh terhadap semua partai tidak hanya Partai Golkar, namun Partai Golkar tentu merasa paling dipengaruhi karena kondisi sebelumnya sistem pemilu tidak sebebas sekarang dan terdiri dari banyak partai. Sekarang partai tidak bisa macam-macam lagi. Ketika sistem pemilunya digeser menjadi lebih jujur adil, jika dulu jurdil tidak ada, azas pemilu zaman orba hanya luber sampai disitu saja, sekarang jurdil, dulu tidak ada jujur adil itu

Pernyataan serupa juga disampikan oleh Afrizal88

Dulu hanya ada tiga partai politik yang ikut pemilu, dan memang Golkar lebih diemaskan dibandingkan partai yang lain. Pemilih di mobilisasi, kalau di Sumbar jelas itu mana Golkar, mana PPP dan mana PDI. Dalam sepak terjangnya semenjak orde baru memang PDI tidak menjadi partai besar di Sumbar, lain halnya dengan PPP yang menjadi rumahnya orang

87 Wawancara bersama Asrul Syukur, Wakil Bidang Pelembagaan Politik, Pemda dan Ormas, pada tanggal 10 February 2016 di Kantor Fraksi Partai Golkar DPRD Sumbar pukul 09.4288 Wawancara bersama Afrizal Sekretaris DPD Golkar Sumbar (2009-2015 revitalisasi), pada tanggal 01 Maret 2016 di Kantor Komisi III DPRD Sumbar pukul 10.15 WIB

muslim. Namun jika dilihat sekarang, sistem pemilu tidak lagi hanya tiga partai politik, bahkan bisa sampai 40 partai dan pemilihannya lebih demokratis dan dijamin haknya…tidak seperti sebelumnya

Dari pernyataan informan diatas dapat disimpulkan bahwa dominasi Golkar

dalam pemerintahan di orde baru memang tidak tercipta begitu saja. Banyak faktor

yang menjadikan Golkar kuat baik dari dalam atau luar. Rejim orde baru yang

didominasi oleh orang-orang Golkar telah menciptakan suatu sistem yang membuat

Golkar mampu bertahan dan terus berkuasa, salah satunya dari sistem pemilihan

umum dan fomasi partai politik yang telah disederhanakan. Tetapi saat sistem itu

diubah, Golkar ternyata tidak mampu bertahan diposisi atasnya. Sistem pemilu orde

baru yang lebih demokratis dan kebebasan penuh individu menentukan pilihan

ditambah dengan banyaknya partai baru yang muncul membuat posisi Partai Golkar

begeser.

Berbagai keistimewaan yang diperoleh oleh Golkar di zaman orde baru telah

ditinggalkan oleh Golkar Baru (Partai Golkar) seperti Jalur ABRI dan Birokrasi.

Meski secara resmi memutus jalur namun tidak menutup kemungkinan masih

loyalnya orang-orang Golkar dahulu pada Partai Golkar sekarang, yang oleh Partai

Golkar disebut Pemilih Tradisional. Kemudian Golkar masih mewarisi infrastruktur

yang dimiliki oleh Golkar dahulu. Golkar memiliki semua kantor sampai ketingkat

kelurahan dan bekerja dari bawah. Apa yang dimiliki Golkar dari sisa keistimewaan

yang diberikan orde baru hanyalah infrastruktur serta jaringan antara orang-orang

Golkar dahulu. Sedangkan sekarang semua partai politik memiliki hak dan peran

yang sama tanpa ada yang dibesarkan.

2. Organisasi massa

Menurut Gramsci hegemoni terjadi di masyarakat sipil, masyarakat sipil

berarti masyarakat nonpolitis. Oleh karena itu Gramsci membedakan masyarakat sipil

dan masyarakat politik. Dimana dalam masyarakat sipil mencangkup semua

organisasi dan lembaga diluar produksi dan negara. Semua organisasi sipil disebut

Gramsci sebagai privat seperti gereja, organisasi keagamaan, serikat dagang,

kelompok-kelompok kebudayaan. Kepada kelompok-kelompok inilah hegemoni

kelompok penguasa dilangsungkan, sehingga secara otomatis organisasi ini akan

menjadi pendukung kelompok hegemoni.

Sejak awal pendiriannya dengan tujuan menjaga kesatuan bangsa dibawah

naungan Pancasila, Golkar berhasil meyakinkan organisasi-organisasi yang memiliki

pandangan yang sama, yang sebelumnya bergerak di bidang kemanusiaan. Kemudian

organisasi-organisasi ini menghimpun diri dibawah Sekretariat Bersama Golongan

Karya yang kemudian bereformasi menjadi Partai Golkar. Organisasi ini kemudian

menjadi tulang punggung untuk membesarkan Golkar, seperti yang disampaikan oleh

oleh Afrizal89

Golkar itu punya yang namanya orsinarmas dan …., orsinarmas itu adalah organisasi yang melahirkan itu ada namanya Kosgoro, MKGR, Soksi. Osinarmas kita punya MDI, AMPI, Al HIdayah, itu organisai yang dilahirkan partai Golkar,

Pendapat serupa juga dismapikan oleh Asrul Syukur90

89 Wawancara bersama Afrizal Sekretaris DPD Golkar Sumbar (2009-2015 revitalisasi), pada tanggal 01 Maret 2016 di Kantor Komisi III DPRD Sumbar pukul 10.15 WIB90 Wawancara bersama Asrul Syukur, Wakil Bidang Pelembagaan Politik, Pemda dan Ormas, pada tanggal 10 February 2016 di Kantor Fraksi Partai Golkar DPRD Sumbar pukul 09.42

Organisasi masih ada, seperti organisasi keagamaan, organisasi Soksi masih ada, Kosgoro masih ada, MKGR masih ada. Bagi partai yang mendirikan dan didirikan. Itu masih ada itu, loyal mereka kepada partai. Soksi, MKGR, Kosgoro merupakan pendiri Golkar dulu. Itu organisasi formalnya, organisasi sayap misalnya AKTI, KPPG, Alhidayah

Pernyataan serupa juga diperkuat oleh Yul Akhiari Sastra91

Kalau dulu ada organisasi induk yang namnya kino-kino, organisasi ini menjadi penghimpun organisasi kecil lainnya dibawah, tujuannya apa? Dulu dibuat kino-kino ini agar organisasi yang banyak yang dihimpun Golkar menjadi terstruktur dibawah satu wadah sesuai dengan bidang, ada Kino Hanmkam, MKGR, Kosgoro, Soksi dll….organisasi ini menjadi salah satu mesin politik Golkar disamping pemerintah dan TNI.

Dari pernyataan diatas, dapat diketahui bahwa Golkar memang memiliki basis

organisasi dikalangan masyarakat, keberadaan organisasi inilah yang membuat

Golkar special diantara partai lainnya. Meski memiliki program tersendiri namun

organisasi ini sebagai pendiri Golkar tetap menyatakan keberpihakannya pada

Golkar. Umumnya organisasi ini adalah organisasi kemasyarakatan sebelum

bergabung dengan Golkar. Selain dari pada organisasi pendiri Golkar juga memiliki

organisasi yang didirikan. Organisasi ini melekat kuat dalam partai Golkar dan

berindukan pada Partai Golkar. Golkar juga memiliki organisasi keagamaan seperti

MDI, AL Hidayah.

Semenjak perubahannya menjadi Partai Golkar dan menyatakan diri berbeda

dengan Golkar lama, ternyata Golkar tidak kehilangan organisasi yang menjadi tulang

punggungnya secara formal. Partai Golkar saat ini masih memiliki organisasi yang

disebut dengan organisasi yang mendirikan serta pengembangan organisasi sayap

91 Wawancara bersama Yul Akhiari Sastra, Mantan Kader Partai Golkar di Jalan. A, Yani Padang pukul 16.15 WIB

partai. Keberadaan organisasi bukan inti dari Partai Golkar sekarang, karena

organisasi yang berafiliasi pada partai tidak lagi dapat mendukung partai secara

efektif seperti sedia kala. Hal ini seperti yang dismapikan oleh Sitti Izati Aziz92

Kan ormas tidak boleh berafiliasi langsung dengan partai, itukan yang disampaikan UU dan UU partai, tapi dia memiliki kewenangan untuk menentukan sikap. Oknum-oknum nya lagi,,individunya lagi. Tapi Golkar memiliki partai sayap, ada namanya KPPG dan AMPG. Ini adalah organisasi sayap yang didirikan partai Golkar. Kemudian organisasi lain seperti Kosgoro, MKGR, itu masih mendukung Golkar, tapi tidak secara formal lagi lebih bersifat informal.

Pernyataan serupa juga disampaikan oleh Zukenedi Said93

Tapi kino-kino dari pusat sampai daerah juga terjadi perpecahan, soksi, mkgr, kosgoro, kalau organisai yang didirikan , ya tergantung dia siapa yang menajdi ketua partai, jadi loyalnya pada siapa ketuanya, ganti ketuanya ganti juga loyalnya. Loyalitasnya karena dia didirikan. Kalau organisasi yang lainnya ya sama siapa ketua umum, sulit juga diukur dari sisi apa, katakanlah kebenaran sangat relatif, karena interest lain saya pikir juga, jadi sulit diukur. Yang jelas siapa ketuanya, kalau ketuanya diganti ..jadi itu sudah mengalir jadi, yang jelas Golkar itu hidup matinya tidak ditentukan oleh organisasi, tapi organisasi dibawahnya itu sangat ditentukan oleh Golkar. Kegiatan-kegiatannya……….tanpa dia Golkar tentang hidup

Pernyataan informan diatas dibenarkan oleh Syamsu Rahim94

Rasanya tidak seperti dulu lagi, AMPG, AMPI, soksi dan organisasi sayap termasuk tarbiyah dulu satariya …. Itu ada cuma ketika ada Musda saja dan cuma memberi suara, ada organisasi sayap dan underbow hanya memiliki hak suara ya itu saja…sementara aktivitasnya….dulu kan aktivitasnya bisa di danai oleh pemerintah karena partai penguasa, kini mana? Sendiri-sendiri kan..partai saja susah bergerak….Kalau dulu kan

92 Wawancara bersama Sitti Izzati Aziz Wakil Ketua Bidang Pemberdayaan Perempuan Partai Golkar DPD I Sumbar pada tanggal 16 February 2016 di Kantor Komisi I DPRD Provinsi Sumbar pukul 13.1593 Wawancara bersama Zulkenedi Said Demisioner Sekretaris DPD Golkar Sumbar (2009-2014) pada tanggal 10 February 2016 di Villa Bukit Berlindo, Gunung Panggilun, Pukul 11.1594 Wawancara bersama Samsyu Rahim, Mantan Kader Partai Golkar (Ketua DPD Nasdem Sumbar), pada tanggal 12 Maret 2016, di Komplek Aur Duri pukul 09.12 WIB

disokong waktu zaman orde baru..seluruh ormas-ormas yang berafiliasi ke Golkar di support, diberi program, diberi dana dan segalanya makanya bisa bergerak… kini apa? Partai aja susah untuk menghidupi diri apa lagi yang lain.

Pernyataan diatas didukung oleh Yul Akhiari Sastra95

Cuma Sekarang AMPI itu banyak didlmnya orag-orang pegawai negeri, banyak orang yang secara politik harus netral. Ya.. secara otomatis kedepan mereka tidak bisa maksimal memenangkan Golkar, KNPI pun sekarang sudah independen. Jadi banyak organisasi dulu yang secara formal tidak lagi efektif,

Bedasarkan hasil wawancara diatas maka dapat diketahui bahwa Golkar baru

dengan paradigma baru, menitikberatkan kekuatannya pada satu jalur yang disebut

jalur Golkar. Jalur Golkar berarti partai murni berjuang seperti partai-partai politik

lainnya. Dalam jalur murni ini terkadung berbagai organisasi yang mendukung partai

Golkar termasuk organisasi lama yang merupakan pendiri Golkar. Namun,

bagaimanapun organisasi ini tidak begitu maksimal mendukung partai secara

keseluruhan, dukungan lebih banyak ditujukan melalui oknum-oknum atau

individunya. Kemudian loyalitas kepada partai pun tergantung pada figure ketua

partai.

Demokrasi dan hak kebebasan yang dimiliki individu serta kelompok atau

organisasi, ikut mempengaruhi atmosfir organisasi-organisasi yang dahulu bernaung

dibawah Golkar. Sehingga, kecendrungannya banyak organisasi yang menyatakan

diri independen. Sehingga mereka tidak bisa maksimal memenangkan Golkar, adapun

dukungannya berasal dari beberapa angggota secara individual, dan dukungan pun

95 Wawancara bersama Yul Akhiari Sastra, Mantan Kader Partai Golkar di Jalan. A, Yani Padang pukul 16.15 WIB

disebabkan faktor kedekatan dengan figure partai atau faktor kepentingan (interest).

Bahkan, organisasi ini tidak mampu lagi bergerak karena keterbatasan dana, jika

sebelumnya pemerintah membiayai program-program organisasi ini, maka beda

halnya dengan sekarang, partai saja susah bergerak dengan keterbatasan dana apalagi

untuk membiayai organisasi dibawahnya, khususnya pasca konflik internal partai. Hal

ini seperti yang disampikan oleh Afrizal96

…karena partai sendiri tidak punya uang untuk itu. Bantuan parpol tertahan karena dualism, jadi uang yang 250 jt yang hangus yang tidak bisa dicairkan. Jadi dari mana lagi ya kalau bukan dari kantong pribadi?

Meskipun keterbatasan dana, hidup mati Golkar itu tidak ditentukan oleh

organisasi yang ada di bawahnya, namun sebaliknya kehidupan organisasi ini yang

bergantung pada Golkar, terutama organisasi sayap partai.

3. Inteletual partai

Menurut Gramsci, intelektual merupakan organizer partai. Mereka adalah

orang-orang yang langsung mengartikulasikan hegemoni kelompok. Dalam

masyarakat secara luas Gramsci membedakan antara intelektual organic dan

intelektual tradisional. Mereka yang tergolong intelektual organic adalah yang secara

langsung melakukan hegemoni kelompoknya. Sedangkan intelektual tradisonal

adalah intelektual otonom. Intelek otonom –seperti tokoh agama, adat, filsuf, jurnalis-

memiliki pengaruh yang luas dikalangan masyarakat, oleh sebab itu keberadaan

mereka tidak luput dari kelompok-kelompok hegemoni.

96 Wawancara bersama Afrizal Sekretaris DPD Golkar Sumbar (2009-2015 revitalisasi), pada tanggal 01 Maret 2016 di Kantor Komisi III DPRD Sumbar pukul 10.15 WIB

Golkar sendiri sejak awal telah menyadari pentingnya keberadaan kedua

elemen ini dalam mempertahankan kekuasaan. Selain dari pada kader yang mesti

bekerja untuk partai, Golkar membutuhkan orang-orang yang dipercaya banyak oleh

masyarakat untuk memberi nilai lebih pada Golkar. Keberadaan intelektual

tradisional dalam Golkar ini seperti yang disampaikan oleh Asrul Syukur97

Ada ada,,, niniak mamak alim ulama ada, generasi muda, perempuan masih ada. Komposisinya lengkap. Dulu saat zaman orde baru LKMM itu orang Golkar semua, ya.. karena mau tak mau sistem dulu kan institusi atau lembaga harus Golkar. Sekarang kan lembaga otonom, sehingga kita tidak lagi bicara soal kelembagaan, tapi individunya lagi. .yang secara kedudukan memiliki tempat dimasyarakat dan bagian dari Golkar.

Pernyataan serupa juga disampaikan oleh Zulkenedi Said98

secara individu masih,, cuma tidak sebanyak dulu. Kalau dulu kan diblok istilahnya, sekarang masing-masing punya kebebasan, jadi tokoh-tokoh agama dan adat juga ada di tiap partai politik, penyebarannya sama, jadi tidak semuanya di Golkar jadi sudah terjadi penyebaran-penyebaran juga cuma masih ada, contoh misalnya ulama ada karena dulu LKMM itu otomatis, LDI, MUI otomatis bergabung dengan Golkar, tapi sekarang orangnya bukan lembaganya . Dulu orangnya dan lembaganya masuk dan membentuk dan mempengaruhi, tapi sekarang yang tinggal ya mereka yang masih loyal dan menjadi keluarga Golkar. Setidaknya keberadaan mereka dapat berembes ke citra yang baik Golkar di masyarakat.

Bedasarkan hasil wawancara diatas dapat diketahui, bahwa keberadaan

intelektual otonom dalam partai pada masa orde baru sangat banyak dan juga

langsung dengan organisasinya seperti tokoh-tokoh adat yang ada di LKMM, serta

organisasi keagamaan. Namun saat ini keberadaan mereka dalam partai hanya sebatas

dukungan individu. Tidak hanya di Golkar, partai politik lain pun memiliki tokoh-

97 Wawancara bersama Asrul Syukur, Wakil Bidang Pelembagaan Politik, Pemda dan Ormas, pada tanggal 10 February 2016 di Kantor Fraksi Partai Golkar DPRD Sumbar pukul 09.4298 Wawancara bersama Zulkenedi Said Demisioner Sekretaris DPD Golkar Sumbar (2009-2014) pada tanggal 10 February 2016 di Villa Bukit Berlindo, Gunung Panggilun, Pukul 11.15

tokoh ini sebagai sumber masa untuk partai. Hal ini disebabkan kerena pada masa

orde baru keefektifan mereka merupakan bentuk mobilisasi. Seperti penelitian yang

dilakukan oleh….terkait peranan seni pendalangan dalam melanggengkan hegemoni

partai. Sebagai seni yang disukai masyarakat jawa, dalang sebagai penentu alur cerita

telah menjadi alat kampanye Golkar saat itu, dalam setiap seni wayang yang

disampaikan dalang selalu bercerita tentang keadaan pemerintah.

Meskipun memiliki beberapa tokoh adat atau agama, namun ini bukan faktor

penentu bagi partai dalam memperoleh suara. Pemilih sekarang menjadi lebih

rasional tanpa paksaan seperti orde baru. Hal ini dismpikan oleh Zulkeneidi Said99

Relative ya, itu tadi kalau soal menyumbang suara itu kan diukur dari masyarakat, kan masyarakat kita tidak menilai dari tokoh adat tokoh agama begitu, mau pileg, atau pemilihan kepala daerah, memilih itu saya berani katakan minimal 50-50 faktor orang memilih itu bukan karena kualitas orang tapi apa yang dia dapat dari calon,.karena itu pengalaman yang saya dapatkan… pilosopinya di masyarakat Minang terima uangnya jangan pilih orangnya.

Dari pernyataan diatas dan kondisi masyarakat sekarang, memang partai tidak

langsung berharap penuh pada komposisi dari para tokoh-tokoh masyarakat.

Kecendrungan pemilih sekarang terutama masyarakat barat bedasarkan apa yang

disampaikan informan adalah bukan ketokohan tapi apa yang diperoleh dari calon.

Oleh karena itu, saat ini Golkar hanya dapat menggantungkan harapan besar pada

pekerja partai (kader) yang oleh Gramsci disebut sebagai intelektual organic. Mereka

99 Wawancara bersama Zulkenedi Said Demisioner Sekretaris DPD Golkar Sumbar (2009-2014) pada tanggal 10 February 2016 di Villa Bukit Berlindo, Gunung Panggilun, Pukul 11.15

ini lah yang menyampaikan dan merealisasikan ide-ide yang dimiliki Partai Golkar

pada masyarakat. Seperti yang disampikan oleh Sitti Izati Aziz100

Sesuai dengan doktrinnya karya dan kekaryaan, suara golkar suara rakyat. Bagaimana memperjuangkan kesejahteraan masyarakat makanya kita di DPD itu didorong setiap rapat itu membahas mengenai kehidupan masyarakat, misalkan kelompok petani, kita upayakan bagaimana dapat membantu apakah melalui pemberian bibit atau penyuluhan. Intinya setiap kader harus berkarya menjalankan misi, misi harus berkarya untuk mengisi pembangunan, berkarya.

Penjelasan lebih lanjut tentang peran kader seperti yang dijelaskan oleh Afrizal101

… Jadi tujuannya identik dengan UUD 45, proses percepatan pembangunan, percepatan pendewasaan percepatan pemakmuran masyarakat itu bagian dari program yang dilakukan Partai Golkar kepada masyarakat, itu dilakukan kader melalui tiga macam. Ada melalui ekesekutif, ada yang di legislatif, dan adanya di sektor swasta. Tiga pilar inilah yang berupaya menggodok program-program yang dibuat apakah itu saat Munas, Musda Provinsi atau program-program Kabupaten/Kota, sehingga dapat memberikan nilai tambah dan ujungnya akan diuji sewaktu proses siklus pemilihan legislatif tahunan, karena pemilihan akan dievaluasi oleh masyarakat.

Bedasarkan pernyataan informan diatas kader Partai Golkar memiliki peran

dalam merealisasikan program partai yang identik dengan UUD 1945. Dalam hal

menjalankan visi misi partai, maka dapat dilakukan melalui kader-kader yang

menjabat sebagai kepala daerah atau anggota legislatif serta kader-kader yang

bergerak di bidang swasta. Sehingga, kader-kader partai ini menjewatahkan program-

program partai menjadi program-program yang dibawanya baik sebagai anggota

100 Wawancara bersama Sitti Izzati Aziz Wakil Ketua Bidang Pemberdayaan Perempuan Partai Golkar DPD I Sumbar pada tanggal 16 February 2016 di Kantor Komisi I DPRD Provinsi Sumbar pukul 13.15101 Wawancara bersama Afrizal Sekretaris DPD Golkar Sumbar (2009-2015 revitalisasi), pada tanggal 01 Maret 2016 di Kantor Komisi III DPRD Sumbar pukul 10.15 WIB

legislatif atau eksekutif. Meski merupakan wakil rakyat setelah terpilihnya, namun

kepala daerah atau anggota legislatif tetap pekerja partai yang menjalankan visi misi

yang korelan dengan visi misi partai.

Golkar telah memiliki pilar untuk menjalankan berbagai program, namun

ternyata tidak berfungsi efektif. Dua pemilu terakhir Golkar mengalami penurunan

perolehan suara diamana sebelumnya di tahun 2004 Partai Golkar menjadi partai

pemenang. Menurunya perolehan suara ini disebabkan salah satunya oleh ketiadaan

Golkar dalam masyarakat, artinya program-program Golkar tidak sampai ke

masyarakat sehingga elektabilitas partai menurun. Hal ini seperti yang disampikan

oleh Leonardy Harmainy102

…kekalahan Golkar baik dipusat sampai kedaerah penyebabnya DPP itu, yang tidak melaksanakan program sesuai dengan platform yang sudah ditetapkan tadi, sehingga dia tidak dekat denga rakyat. Dia tidak mengakar dia tidak sesauai lagi dengan Golkar yang inovatif yang mengakar yang responsif. .. Sehingga Golkar tidak lagi disenangi dan tidak dipilih. Bagaimana caraya agar disenangi ya Partai Golkar dan orangnya balik lagi kemasyarakat melaksanakan programnya,,,

Pernyataan itu juga dismapikan oleh Zulkenedi Said103

orde sekarang sistemnya demokratis pelaksanaannya otoriter, nyaris dari pusat sampai provinsi kabupaten kota itu mengambil keputusan tidak selalu diambil dalam forum-forum rapat pleno, karena harusnya pengambilan keputusan melalui rapat. Tapi kadang-kadang rapat-rapat hanya melegitimasi keputusan, pengambilan keputusan dalam rapat hanya sebatas formalitas belakang, untuk melegitimasi keputusan yang telah diambil oleh sekelompok penggurus. Ini sama dengan melanggar paradigma bersama yang disepakati pada masa kepemimpinan Bang

102 Wawancara bersama Leonardy Harmainy Ketua Dewan Pertimbangan Partai Golkar DPD Sumbar (2015-2019) pada tanggal 26 February 2016, di Jalan Bali Ulak Karang, Pukul 14.12 WIB103 Wawancara bersama Zulkenedi Said Demisioner Sekretaris DPD Golkar Sumbar (2009-2014) pada tanggal 10 February 2016 di Villa Bukit Berlindo, Gunung Panggilun, Pukul 11.15

Akbar. Makanya terjadilah dinamika Partai Golkar sampai saat ini, Munas dua kali kemudian pertarungan di dalam tidak solid,

Pernyataan serupa juga disampikan oleh Yul Akhiari Sastra104

Nah saya melihat di 2009 terjadi kemunduran Golkar baik pusat atau daerah. Ada beberapa faktor yang dapat di uji lebih dalam, pertama Golkar mengabaikan paradigma baru yang telah dibentuk diawal kebangkitannya, mengabaikan platform partai. Dahulu di Golkar ada namanya Meryt system ini jenjang kader namanya, namun karena partai haus akan tokoh-tokoh saat itu maka melupakan paradigma yang telah kita bangun, sehingga banyak caleg yang lompat pagar kala itu…dan tokoh yang direkrut ini langsung menjadi penggurus teras tanpa tau bagaimana Golkar seutuhnya…

Dari hasil wawancara diatas, tren menurunnya perolehan suara Partai Golkar

juga berasal dari internal partai. Pertama partai tidak menjalankan paradigma yang

telah ditetapkan, kebanyakan dari keputusan yang diambil adalah keputusan

sekelompok orang, tidak hanya dipusat namun juga terjadi didaerah. Kemudian

dengan berbagai prahara internal ini berpengaruh pada program partai yang tidak

jalan. Akibatnya, kesenangan pada Partai Golkar itu menurun dan kader partai tidak

dipilih lagi dalam pemilu. Selanjutnya, untuk mencari jalan pintas agar partai

mendapat masa yang banyak, partai berupaya merekrut tokoh-tokoh begitu saja dan

dijadikan sebagai penggurus teras. Hal ini berakibat pada kader-kader yang telah

menjalani berbagai bentuk kaderisasi namun keberadaannya menjadi termarginalkan.

Kondisi ini berakibat pada tidak pahamnya orang-orang yang baru masuk dengan

Golkar seutuhnya yakni mereka yang merupakan caleg lompat pagar.

104 Wawancara bersama Yul Akhiari Sastra, Mantan Kader Partai Golkar di Jalan. A, Yani Padang pukul 16.15 WIB

Adanya fenomena caleg lompat pagar ini kemudian juga berpengaruh

terhadap citra partai, tidak hanya tidak paham dengan partai seutuhnya serta

menjalankan program partai dengan baik. Keberadaan caleg ini menimbulkan

sentiment dalam masyarakat tentang ketiadaan komitmen politik dan kecendrungan

para caleg yang hanya mengejar keuntungan dan kepentingan untuk menjabat, hal ini

seperti yang dismapaikan oleh Yul Akhiari Sastra105

..saya melihat bahwa msayarakat akan menilai besarnya sebuah partai atau besarnya seseorang adalah seberapa jauh dia berkomitmen memiliki jati diri dalam berpolitik. Orang akan melihat orang-orang yang lompat partai ini seperti apa…sehingga menimbulkan sentiment masyarakat bahwa “baa calon ko bapindah-pindah partai se? iko lo yang ka jadi anggota DPR?, patang beda partainyo kini alah di Golkar …aa ndk batua nyo do ko. Begitu juga dengan partai orang akan mengatakan apo partai Golkar ko ko? Jadi sentiment masyarakat dan situasi ini secara tidak langsung bukan membesarkan partai tapi malah merusak bagi diri dan citra Partai Golkar di tengah-tengah masyarakat

Bedasarkan hasil kutipan wawancara diatas, fenomena caleg yang lompat

partai menjelang pemilu bukan menambah suara bagi partai, namun hanya

menimbulkan sentimen-sentimen masyarakat. Loyalitas dan komitmen akan partai

menjadi nilai lebih bagi calon-calon/kader untuk kemudian menjalankan ide-

ide/platform partai. Tapi mencari kader yang memiliki loyalitas yang tinggi

merupakan sebuah usaha besar yang ada hanya satu dalam seribu. Seperti yang

disampaikan oleh Basril Djabar106

105 Wawancara bersama Yul Akhiari Sastra, Mantan Kader Partai Golkar di Jalan. A, Yani Padang pukul 16.15 WIB

106 Wawancara bersama Basrij Djabar Anggota Dewan Pertimbangan PArtai Golkar DPD Sumbar, pada tanggal 17 Maret 2016 di Kantor Haria Umum Singgalang

Jadi mendapatkan anggota partai yang loyal sangat susah, sekarang politik sarat dengan kepentingan dan jabatan. Kalau merasa tidak mendapat keuntungan di Golkar maka pindah partaipun kan tidak masalah

Efek dari ketidak loyal-an anggota partai adalah mudahnya muncul faksi-faksi

dalam partai yang pada akhirnya berujung pada perpecahan dan disintegrasi.

Kepentingan masing-masing pihak dan peraduan berbagai pendapatan dan pandangan

yang berbeda menghilangkan keutuhan dan persamaan pandangan yang telah tercipta.

Sehingga sampai saat ini seperti yang terjadi Partai Golkar telah melahirkaan

beberapa partai baru.

B. Konflik Internal Partai Golkar Pusat dan efeknya ke daerah

Benih-benih perpecahan pada Partai Golkar telah ada semenjak perubahannya

menjadi Partai Golkar di Munas ke VI, dimana dualisme militer dan sipil dalam

memperebutkan kekuasaan, yang pada akhirnya di menangkan oleh pihak sipil

dengan Akbar Tandjung sebagai ketua umum. Kemudian dualism ini terus berlanjut

hingga puncaknya saat Munas ke XI Partai Golkar tahun 2015. Terjadi dua Munas

dalam waktu bersamaan demi menjadi orang nomor satu di Partai Golkar tersebut.

Adanya dualism kepemimpinan ini seperti yang disampaikan oleh Zulkenedi Said107

Ya itu tadi, pertama karena memang pemilihan-pemilihan pemimpin ini tidak demokratis Tahun 2004 sejak Bapak Jusuf Kala terpilih sangat dominan sekali faktor uang, jadi tidak faktor figure, saya ikut waktu itu. Pak akbar dilakahkan oleh tujuh orang, satu orang melawan tujuh orang yang bersatu, itu ada Pak Wiranto, ada Pak Prabowo, …. tujuh orang bersatu bagainama Akbar kalah, dan Yusuf Kalla saat itu wakil presiden

107 Wawancara bersama Zulkenedi Said Demisioner Sekretaris DPD Golkar Sumbar (2009-2014) pada tanggal 10 February 2016 di Villa Bukit Berlindo, Gunung Panggilun, Pukul 11.15

dan Akbar Tanjung ketua umum membuat adanya koalisi penyeimbang, berlanjut sampai ke Munas di Pekanbaru, pertarungan dua figure Surya Paloh dan ABR sangat syarat dengan…dan besok Munas ini juga akan bertarung seperti itu,

Bedasarkan pernyataan informan diatas, dapat diketahui bahwa setelah

kepemimpinan Akbar Tandjung, terjadi perebutan kekuasaan untuk menjadi ketua

umum Partai Golkar. Tradisi ini terus berlangsung, perebutan kekuasaan ketua partai

memang wajar terjadi karena Partai Golkar merupakan partai menyatakn diri sebagai

partai yang demokratis, sehingga bedasarkan paradigma baru kepemimpinan partai

bersifat kolegial. Hal ini juga didasari oleh tiadanya tokoh yang dikultuskan dalam

Partai Golkar, sehingga tidak ada tokoh sentral. Seperti yang diungkapkan oleh Sitti

Izzati Aziz108

Kalau di Golkar sekarang tidak ada yang dikultuskan, jadi semuanya boleh mengeluarkan gagasan. Kalau ketua lebih menghimpun bagaimana masukan-masukan itu di satukan, karena setiap kita memiliki pemikiran-pemikiran yang berbeda, bagaiman menghimpun pemikiran itu peran ketua. Kalau mengkultus seperti PKB dengan Gustur tidak ada lagi. Kalau dulu Soeharto karena kewenangannya, Akbar Tandjung lebih dijadikan contoh-contoh negawaran.

Partai Golkar memang memiliki banyak tokoh-tokoh besar yang telah

berpengalaman dalam politik semenjak orde baru, namun begitu kepemimpinan tetap

dipilih secara demokratis, dalam artian partai tidak dimiliki ditangan satu orang.

Dalam pelaksanaannya pemiliahan yang demokratis tetap belum terwujud bagaimana

seharusnya, keterbukaan masih belum tercipta ditambah dengan faktor uang menjadi

108 Wawancara bersama Sitti Izzati Aziz Wakil Ketua Bidang Pemberdayaan Perempuan Partai Golkar DPD I Sumbar pada tanggal 16 February 2016 di Kantor Komisi I DPRD Provinsi Sumbar pukul 13.15

penentu ketua umum, tren ini dimulai sudah mulai berkembang pesat semenjak

pemilihan ketua umum tahun 2004. Kuatnya faktornya uang ini tidak dapat

dipungkiri, karena partai memang butuh dana untuk hidup. Hal ini seperti yang

disampaikan oleh Samsurahim109

Ciri partai modern adalah terbuka..kalau tidak terbuka semakin lama partai akan menjadi semakin kerdil. Contohnya pemilihan Ketua Umum rebut-ribur… jangan pikir mereka pilih sukarena karena kemampuan si calon. suara itu untuk DPD tingkat II saja Rp 250 juta sedangkan DPD tingkat I bisa mencapai Rp 500 juta, coba bayangan berapa besar money politiknya? Pak ARB mungkin ratusan miliyar dulu untuk jadi ketua umum, selesai Munas itu ketua-ketua partai Kabupaten/Kota dan Provinsi, saya yakin banyak yang pulang membawa uang. Saya sudah mengalami hal demikian, ketika konvensi Partai Golkar untuk menentukan calon presiden dari partai. Ada yang membawa uang 10 juta sampai 100 juta tergantung tingkatnya. Sedangkan bagi ARB yang sudah kaya tentu jabatan sebagai status sosial saja…

Jabatan ketua umum partai merupakan salah satu jabatan politis yang sangat

menentukan, oleh karena itu beberapa orang rela menghabiskan banyak dana untuk

mendapatkannya. Perebutan jabatan ketua umum dalam Partai Golkar kemudian

menguat lagi ketika Munas VIII di Pekan Baru. Duel antara ARB dan Surya Paloh

yang kemudian dimenangkan oleh ARB dengan akhir konflik keluarnya Surya Paloh

dari partai dan mendirikan partai baru. Kemudian munas selanjutnya, konflik dualism

pada Munas ke XI semakin memuncak antara Abu Rizal Bakrie dan Agung laksono.

Kedua belah pihak masing-masing membuat munas di tempat yang berbeda, Munas

109 Wawancara bersama Samsyu Rahim, Mantan Kader Partai Golkar (Ketua DPD Nasdem Sumbar), pada tanggal 12 Maret 2016, di Komplek Aur Duri pukul 09.12 WIB

Bali versi ARB dan Munas yang diselenggarakan di Jakarta yang kemudia dikenal

dengan nama Munas Ancol versi Agung Laksono.

Kemunculan kedua kubu ini berefek pada munculnya faksi Partai Golkar.

Faksi menurut Zariski identik dengan kombinasi dalam partai, kelompok, atau

kelompok yang anggotanya saling berbagi rasa, identitas umum dan tujuan umum dan

diselenggarakan untuk bertindak secara kolektif untuk mencapai tujuan meraka.

Sedangkan dalam bahasa latin faksi disebut factio yang berarti perpecahan dalam

kelompok. Akhir dari sebuah faksi adalah perpecahan atau penguatan integrasi, faksi

akan menjadi perpecahan jika kelompok yang berbeda pandangan tidak bisa

disatukan. Sedangkan untuk penguatan/integrasi jika faksi yang adal dalam partai

dapat diatasi dan disatukan kemudian menajdi penguat dari partai.

Jika melihat kebelakang, Partai Golkar telah memiliki banyak pecahan akibat

dari faksi-faksi dalam partai. Perpecahan ini terjadi karena perbedaan pandangan

yang kemudian tidak bisa disatukan. Sehingga untuk Partai Golkar nampak lah

seperti apa yang kita ketahui saat ini, muculnya partai-partai baru keturunan Golkar.

Kebebasan berkumpul yang dijamin UU membuat pendirian partai baru menjadi lebih

mudah. Kemunculan partai baru akibat dari faksi-faksi dalam Partai Golkar seperti

yang diungkapkan oleh Basril Djabar110

Sebenarnya lawan politik Partai Golkar saat ini adalah bagian dari partai itu sendiri, Golkar yang dulu solid sekarang terbelah-belah, ada Hanura dengan Wiranto, Gerindra dengan Prabowo dan terakhir Nasdem yang merupakan ormas Golkar juga telah mendirikan partai sendiri dengan

110 Wawancara bersama Basrij Djabar Anggota Dewan Pertimbangan PArtai Golkar DPD Sumbar, pada tanggal 17 Maret 2016 di Kantor Haria Umum Singgalang

Surya Paloh sebagai ketua. Ini kan mereka yang dulu pernah jadi kader Golkar juga, namun karena berebda padangan tidak jalan, sehaluan lagi maka dirikan partai baru, kan mendirikan partai ngk susah yang penting punya ongkosnya, tu sekarang yang punya TV RCTI juga mendirikan Partai Perindo, yang penting uangnya..

Pernyataan serupa juga diperkuat oleh Samsu Rahim111

Dengan konflik yang terjadi makanya Golkar hari ini sudah punya cucu, bukan sekedar seorang anak. Dulu generasi Golkar yang petama PKPI, setelah itu muncul adiknya Partai Gerindra dan berturut-turut, Partai Hanura, Partai Nasdem. Dan sekarang Nasdem pun sudak baranak lagi yang namanya PSI . Kemudian Hanura juga melahirkan…dulu kan Hari Tanoe di Hanura pindah ke Nasdem dan sekarang telah berdiri partai baru Perindo..

Perpecahan yang terjadi dalam Partai Golkar dan berdirinya partai baru, dalam

teori faksi dalam partai politik di negara demokrasi dapat memiliki efek positif dan

negative. Efek positif adalah semakin banyak partai politik dan semakin beragam,

sedangkan negatifnya……dan bagi Partai Golkar tentu perpecahan ini memliki efek

langsung. Sekarang Partai Golkar bersaing dengan mantan-mantan anggotanya,

akibatnya massa mantan kader juga ikut terbawa, sehingga berefek pada

berkurangnya masa Partai Golkar secara keseluruhan. Hingga saat ini Golkar telah

terpecah menjadi empat partai yakni PKPI, Hanura, Gerindra dan Nasdem. Dan

uniknya lagi pecahan dari Partai Golkar juga memiliki pecahan selanjutnya, dimana

Hanura telah melahirkan Perindo dan Nasdem telah melahirkan PSI.

Dengan semakin banyaknya keturunan Golkar, maka Partai Golkar saat ini

perlu melakukan konsolidasi dan penguatan dari dalam agar tidak terjadi lagi

111 Wawancara bersama Samsyu Rahim, Mantan Kader Partai Golkar (Ketua DPD Nasdem Sumbar), pada tanggal 12 Maret 2016, di Komplek Aur Duri pukul 09.12 WIB

perpecahan atau lahir generasi Golkar selanjutnya. Perlunya bertindak cepat untuk

konflik dalam tubuh Partai Golkar perlu dilakukan partai mengingat pemilu 2019

tidak lama lagi dan partai harus mempersiapkan diri, jika tidak Golkar hanya jadi

sejarah, Seperti yang disampikan oleh Shadig Pasadique112

Prahara yang terjadi dalam Partai Golkar saat ini, banyak orang yang tidak bisa meramalkan sampai pada persaingan yang serius. Sementara kalau saya melihat dengan terjadinya perpecahan seperti ini dalam Golkar tentu akan merugikan Golkar secara khusus dan bangsa secara umum. Sebab Partai Golkar adalah partai yang pernah berbuat dan menjadi bagian dari bangsa dan asset bangsa. Jadi kita saat ini sangat perihatin dengan kondisi Golkar.

Bedasarkan hasil wawancara dengan informan, Golkar harus menggembalikan

kesolid-an partai. Golkar harus mampu menjaga persatuan partai agar tidak ada lagi

generasi Golkar selanjutnya. Oleh karena itu kepemimpinan Golkar kedepannya harus

lah pemimpin yang dapat mengakomodir semua kepentingan. Seperti yang

disampikan oleh Zulkenedi Said113

Dan Golkar memang tidak bisa mendominasi, kalupun pada pemilu tahun 2004 menang, kondisi hari ini Golkar sangat menghawatirkan. Jadi tergantung esok munas, kalau Golkar berhasil memilih pemimpin yang tidak otoriter dan mampu menyatukan semua faksi Golkar tingkat pusat sampai bawah kalaupun tidak nanti menang atau tidak mendominasi setidaknya bertahan. Tapi kalau nanti terpilih lagi ketua yang otoriter yang tidak mampu mempersatukan faksi-faksi yang ada dari tingkat pusat sampai bawah ya sudah Golkar hanya tinggal waktu.

Pernyataan serupa juga disampikan oleh Afrizal114

112 Wawancara bersama Shadig Pasadique, Kader partai Golkar pada tanggal 03 Maret 2016 di Jalan Palupuah pukul 16.30 WIB113 Wawancara bersama Zulkenedi Said Demisioner Sekretaris DPD Golkar Sumbar (2009-2014) pada tanggal 10 February 2016 di Villa Bukit Berlindo, Gunung Panggilun, Pukul 11.15114 Wawancara bersama Afrizal Sekretaris DPD Golkar Sumbar (2009-2015 revitalisasi), pada tanggal 01 Maret 2016 di Kantor Komisi III DPRD Sumbar pukul 10.15 WIB

Harapan para kader kepada figure ketua umum itu adalah figure yang mampu menjadi perekat, pemersatu internal Partai Golkar baik dari pusat sampai ke daerah, sehingga kita siap untuk menghadapi pileg tahun 2019 dan pilpres sekaligus pilkada…. kita harus berfikir bagaimana ketua umum itu figure ketua umum yang layak dijual menjadi presiden , makanya kita upayakan cari ketua umum yang tidak ada masalah dg bangsa ini.

Pernyataa juga disampikan oleh shadig115

Ya itu,, yang jadi ketua umum itu yang bisa dijadikan panutan yang bisa dihargai, dihormati dan dicintai oleh para kader Partai Golkar, namun belakangan yang muncul kan belum seperti yang diharapkan. Jadi ketua partai buka hanya sebatas jabatan untuk kepentingan sendiri.

Bedasarkan pernyataan informan diatas, Golkar saat ini membutuhkan

pemimpin yang mampu merekatkan semua kepentingan dalam partai, sebagai sosok

pemersatu partai baik dari pusat sampai daerah, kemudian pemimpin yang dipilih

dengan demokratis dan tidak otoriter serta pemimpin yang bisa jadi panutan bagi

kader partai. Pentingnya sosok ketua umum yang mampu merekat dan

mempersatukan kepentingan dalam partai politik seperti yang disampaikan oleh

Samsyu rahim

Tidak hanya golkar…semua partai butuh tokoh sentral, kini kan ujian bagi Golkar ketika regenerasi itu muncul apakah kuat, dulu kan identik dengan Soeharto, identik dengan Akbar Tanjung, identik dengan ARB kini cari regenerasi…. Proses regenrasi partai itulah yang namanya pendidikan politik, komunikasi politik, rekrutmen kader..kalau itu jalan tentu akan tercipta generasi penerus partai yang kuat..

Pernyataan ini dibenarkan oleh Yul Akhiari Sastra116

115 Wawancara bersama Shadig Pasadique, Kader partai Golkar pada tanggal 03 Maret 2016 di Jalan Palupuah pukul 16.30 WIB116 Wawancara bersama Yul Akhiari Sastra, Mantan Kader Partai Golkar di Jalan. A, Yani Padang pukul 16.15 WIB

kita ketika mau survive dalam sebuah perjuangan yang cukup dahsyat maka kita perlu kekuatan, kesolidan dari dalam maka kita perlu sesorang nahkoda yang kuat untuk mampu survive dalam keadaan yang mahadasyat tadi ibarat sebah kapal….sehingga besok Golkar harus mancari figure yang bisa manajdi pemersatu tidak hanya di Golkar-mohon maaf di Golkar ARB saja terdapat beberapa faksi- tidak hanya mampu mempersatukan faksi yang ada di Golkar ARB tapi juga harus mampu menyatukan dengan kelompok AL, menjadi figure pemersatu yang pecah

Yang kedua, siapa orang yang mampu setelah berhasil menyatukan faksi-faksi yang ada, mampu mengahdapai persaingan terutama dengan PDIP, strategi menghadapi kekutan PDIP yang ingin menggerusi dan mengkerdilkan Golkar

Yang ketiga, bagaimana Golkar dapat bersaing dengan partai-partai lain..mengangkat citra nya kembali. Sebetulnya itu yang harus dipikirkan Golkar bukan hanya larut dengan perpecahan, mengingat pemilu 2019 sudah dekat.

Bedasarkan hasil wawancara diatas, bahwa dualism yang terjadi dipusat

adalah permasalahn serius bagi Partai Golkar. Dampak dualism yang terjadi dipusat

memiliki efek pada Golkar tingkat daerah. Jika Partai tidak serius menyelesaikan

konflik maka posisi partai Golkar pada pemilu selanjutnya baik didaerah atau dipusat

akan terancam. Seperti yang disampikan oleh Leonardy Harmainy

Perolehanya di sumbar memang menurun, tahun 2009 itu Golkar jika dilihat dari komposisi kursi DPRD Provinsi mendapat 16,3% kursi, sedangkan Sekarang 13,8%, selanjutnya pemilu tahun 2019, saya khawatir perolehan suara golkar jauh lebih turun, bisa saja Golkar hanya memperoleh 4 kursi atau 10% suara di DPRD Provinsi. Fenomena ini masalahnya dipusat, bukan diaerah, kenapa? Karena pemilih atau masyarakat itu terus terang, apa yang terjadi di Jakarta itu setiap hari ,setiap jam bisa dilihat langsung. Beda dengan waktu dulu yang mana informasi belum secepat itu, dengan kecepatan informasi itu berakibat pada elektabilitas partai golkar.

Pernyataan itu juga disampikan oleh Afrizal117

kita akui survey terakhir itu menyatakan Golkar akan turun yang 14% itu akan menjadi 10 %, itu yg hrs kita perbaiki. Kita tidak pungkri ada nada minor terhadap partai karena berbagai konflik yang terjadi. Masyarakat akan memandang Partai Golkar tidak dapat mengatasi masalah internalnya, kenapa harus dipilih? jika Golkar tidak menang/setidaknya bertahan pada pemilu selanjutnya sangat beresiko bagi partai golkar

pernyataan ini dibenarkan oleh Yul118

Jika melihat konflik yang masih panas hingga pelaksanaan pilkada kemren, dan sampai saat ini masih belum menemukan solusi jitu, maka saya prediksi untuk Sumbar di Pileg 2019 nanti tidak akan mendapatkan kursi DPRD lebih dari 7 kursi. Bukan maksud mengkerdilkan Golkar namun ini kecendrungan yang diprediksi..

Bedasarkan hasil wawancara diatas dapat disimpulkan bahwa informan

memprediksi apa yang akan terjadi jika Golkar gagal memperbaiki diri dan

mencari sosok yang mempu membangkitkan Golkar kembali. Jika pernyataan

diatas merupakan prediksi, maka efek dualism pusat memiliki pengaruh yang

sangat kuat dalam perpolitikan didaerah terutama saat even pilkada serentak

Sumbar tahun 2015. Seperti yang dinyatakan oleh Leonardy Harmainy119

Kesenangan orang pada golkar itu mulai goyang ketika melihat kelakuan orang di Jakarta itu. Terbukti pada waktu pilkada kemaren isu itu dijadikan sebagai negative kampain, Jadi yang terjadi di Jakarta itu menjadi negative kampain dalam pilkada bagi lawan, dan ternyata ampuh, contonya kabupaten solok kalah, padahal incamben, solok selatan ketua golkar juga calon kalah, kalau kota solok akibat dua kubu dipusat itu akhirnya Golkar tidak jadi punya calon itu, Darmasraya calon Golkar kalah, di Pasaman ketua golkar kalah, pasbar kalah, solsel kalah, jadi kejadian golkar dipusat itu sudah terbukti di pilkada. Di jadikan negative kampain dan negative kampaian laris dan banyak kalah. Dengan banyaknya ia tidak jd bupati/walikota berpengaruh pada pemilu legislative

117 Wawancara bersama Afrizal Sekretaris DPD Golkar Sumbar (2009-2015 revitalisasi), pada tanggal 01 Maret 2016 di Kantor Komisi III DPRD Sumbar pukul 10.15 WIB118 Wawancara bersama Yul Akhiari Sastra, Mantan Kader Partai Golkar di Jalan. A, Yani Padang pukul 16.15 WIB119 Wawancara bersama Leonardy Harmainy Ketua Dewan Pertimbangan Partai Golkar DPD Sumbar (2015-2019) pada tanggal 26 February 2016, di Jalan Bali Ulak Karang, Pukul 14.12 WIB

selanjutnya. Jika bupati/ walikota itu tremasuk figure yang disenangi dan berasal dari Partai Golkar maka akan memberi pengaruh bagi Golkar untuk pileg selanjutnya, kalau kejadiannya seperti saaat ini sehingga saya berasumsi pemilu selanjutya suara golkar bisa saja di bawah 10%.

Pernyataan serupa juga disampikan oleh Zulkenedi Said120

…Itu bukti kan,,, pilkada kemaren dari 13 kabupaten/Kota, Golkar hanya dapat 3 dari 10 yang di usung, kalah karena Golkar tidak solid dan terpecah,,,, karena pengambilan keputusan itu tidak demokratis…dan sudah banyak berubah.

Pernyataaan serupa juga disampaikan oleh afrizal121

Ya berpengaruh, jadi gini proses itu sangat mempengaruhi mental kawan-kawan, jadi rekomendasi calon kepala daerah itu diambil dari pihak ARB dan pihak AL, saya dari pihak ARB mengurusnya saparo mati, 10 hari prosesnya. Moril…beban mental kemudian materil biaya di tanggung pribadi, Bantuan parpol tertahan untuk itu karena dualism, jadi uang yang 250jt yang hangus tidak bisa dicairkan. Jadi untuk menggurus rekomdasi pakai uang pribadi, untuk menyelamatkan kawan-kawan yang maju.. namun banyak mereka yang tumbang, sehingga Konflik internal ini ikut mempengaruhi tingkat kepercayaan masyarakat.

Bedasarkan wawancara diatas dapat disimpulkan bahwa, prahara pusat

dijadikan sebagai kampanye negatif oleh lawan calon dari Partai Golkar. Berbagai

berita tentang konflik Partai Golkar di pusat yang secaar terus menerus di ekspos

media masa juga menjadi salah satu faktor semakin kuatnya kampanye negative ini,

karena masayarakat bisa langsung mengklarifikasikan berita via televise, Koran atau

surat kabar. Kampanye negative ini memang terbukti berhasil, dapat dilihat dari

tumbangnya calon kepala daerah yang diusung oleh Partai Golkar. Bahkan ada daerah

di Sumatera Barat yang tidak dapat mengajukan calon karena terhambat proses

120 Wawancara bersama Zulkenedi Said Demisioner Sekretaris DPD Golkar Sumbar (2009-2014) pada tanggal 10 February 2016 di Villa Bukit Berlindo, Gunung Panggilun, Pukul 11.15121 Wawancara bersama Afrizal Sekretaris DPD Golkar Sumbar (2009-2015 revitalisasi), pada tanggal 01 Maret 2016 di Kantor Komisi III DPRD Sumbar pukul 10.15 WIB

pengajuan dari kedua kubu. Bahkan calon incumbent pun kalah, sehingga Golkar

tidak dapat apa-apa di Sumbar.

Selain di jadikan kampanye negative, konflik dipusat juga berpengaruh pada

mental calon yang diusung partai terkait rekomdasi diantara kedua kubu. Persetujuan

yang rumit diantara kedua kubu telah menyerap tenaga, mental dan materil dari para

calon serta penggurus partai. Kemudian Konflik ini juga membuat tersumbatnya dana

partai, sehingga kader mesti menggeluarkan dana pribadi untuk sementara waktu

untuk berbagai urusan administrasi. Kekalahan dalam pilkada serentak ini akan

menjadi mata rantai yang juga akan berefek pada pemilu selajutnya di tahun 2019, hal

ini seperti yang disampaikan oleh Leonardy Harmainy122

Jika bupati/ walikota itu tremasuk figure yang disenangi dan berasal dari Partai Golkar, maka akan member pengaruh bagi Golkar untuk pileg selanjutnya, setidaknya masyarakat akan simpati pada partai kalau kepala daerahya disenagi. kalau kejadiannya seperti saat ini sehingga saya berasumsi pemilu selanjutya suara Golkar bisa saja di bawah 10%. Trennya turun lagi, penyebkan bukan orang Sumbar, aceh atau papua, tapo orang di Jakarta

Pernyataan diatas didukung oleh Yul Akhiari Sastra123

Parpol, mereka mengejar kepala daerah itu dalam rangka memenagkan pemilu berikutnya. Kenapa?karena kepda itu mau tak mau kue pembangunan ada disana, maka ketida dia Kepala Daerah berbuat dengan baik, orang akan bagaimanapun akan mengatakan”dia orang Golkar”. Kedua kalau dai sebagai Kepala Daerah maka, adalah proyek-proyek yang dapat disisipkan untuk partai. Sekarang mana? Mana ada lagi kepda yang dimiliki Golkar, paliangan Tanah Datar, Agam. Bukittinggi, Pasaman, Solok sudah tidak lagi.

122 Wawancara bersama Leonardy Harmainy Ketua Dewan Pertimbangan Partai Golkar DPD Sumbar (2015-2019) pada tanggal 26 February 2016, di Jalan Bali Ulak Karang, Pukul 14.12 WIB123 Wawancara bersama Yul Akhiari Sastra, Mantan Kader Partai Golkar pada tanggal 17 Maret 2016 di Jalan. A, Yani Padang pukul 16.15 WIB

Kekalahan Partai Golkar dalam Pilkada Serentak di Sumbar, sedikit banyak

dipengaruhi oleh prahara pusat, kemudian kekahalan ini nantinya akan berakibat pada

pemilu selanjutnya, khusunya wilayah Sumbar. Survey Partai Golkar sendiri

menyatakan bahwa di pemilu selanjutnya kalau Golkar tidak mampu memperbaiki

sistemnya, maka Sumbar yang sebelumnya memperoleh 16% suara akan mendapat

suara terbanyak hanya 10%. Dan selanjutnya Golkar tidak memiliki tokoh kepala

daerah yang banyak lagi di Sumbar sebagai basis masa untuk partai.

Selain dari pada pegaruh pada pelaksanaan pilkada, dikhawatirkan dualism

yang terjadi di pusat juga berefek pada kepenggurusan di daerah dan dalam musda

daerah. Dimana kubu dipusat pecah sampai pada kubu di tingkat Provinsi bahkan

kabupaten/kota. Hal ini seperti yang disampikan oleh Yul Akhiari Sastra124

pengaruhnya..nah, memang kubunya pecah namun kan pemilihnya itu juga. Cuama yang kita khawatirkan adalah seperti, ada dua kubu, satu kubu menang nanti dipusat dan celakanya akan berlanjut ke tingkat Musda. Misal Musda Provinsi kemarin, kan kubu yang kalah kubu AL, kemudian kelompok Hendra sekarang yang diabuanya kelompo-kelompok Agung, tentu mereka tidak akan senang. Kalaulah masih cinta pada Golkar pasti dia akan buat perlawanan dari, kalau tidak cinta maka dia akan pindah kepartai lain. Akibatnya masa nya juga akan ikut berpindah. Coba banyangkan itu sampai ke tingkat Kabupaten/Kota, tentu Golkar akan menjadi kerdil. Kalau tidak cepat dibenahi pemilu 2019, prediksi Golkar hanya akan dapat paling bnayak 7 kursi di DPRD Provinsi…..

untuk mengantisipasi kekhawatiran semakin lebarnya perpecahan yag terjadi

dipusat merembes ke daerah, maka Partai Golkar tidak hanya untuk pusat, didaerah

Sumbar pun juga diperlukan tokoh yang kuat dan mampu mempersatukan Partai

124 Wawancara bersama Yul Akhiari Sastra Mantan Kader Partai Golkar, pada tanggal 17 Maret 2016Jl. A. Yani Padang pukul 16.15 WIB

didaerah, karena dualism yang terjadi dipusat dapat saja berpengaruh pada

kepengurusan didaerah. Seperti yang disampikan oleh Zulkenedi Said125

Ketua-ketua partai, tidak hanya dipusat- namun disetiap daerah haruslah seorang pemimpin yang kuat yang mampu mengayomi anggota sehingga tercipta suatu kesatuan katakanlah solid. Ketua ini mesti didpatkan dengan cara yang demokratis,namun kecendrungan yang terjadi di Partai Golkar saat ini, ya itu tadi seperti yang saya katakan sifatnya demoratis namun pelaksanannya otoriter dalam artian keputusan itu hanya segelintir orang dengan berbagai kepentingan.

Kemudian juga disampikan oleh Sitti Izzati Aziz126

…..Sehingga tidak hanya dipusat, daerah pun kita butuh ketua yang menyatukan dan memiliki ketokohan yang dapat membawa massa bagi partai. Karena persaingan diantara partai semakin ketat dan masyarakat disuguhkan berbagai pilihan sekarang dan itu bebas..makanya pemimpin partai kita adalah yang melekat ke rakyat.

Hal ini dibenarkan oleh Samsyu Rahim127

Kalau di Partai Golkar untuk memilih ketua umum harus melalui musda, tapi terkadang musda itupun tidak demokratis. Untuk apa dibuat peraturan ketat, peryaratannya ketat yang pada akhirnya tidak terbuka, sama seperti musda kemaren, dibuat aturan; yang dikatakan pengurus adalah pengurus harian, harus 5 tahun berturut-turut menjadi penggurus, mendapat rekomendasi atau dukungan minimal dari 30% suara dari DPD 2, akibatnya apa yang memenuhi kriteria itu hanya Hendra saja, pertanyaannya apakah kader Golkar yang mampu untuk menjadi ketua DPD 1 hanya dia saja, tapi karena digodok dial ah yang jadi, tapi kalau terbuka untuk semua kader yang lain belum tentu dia terpilih,

Disampaikan oleh Yul Akhiari Sastra128

125 Wawancara bersama Zulkenedi Said Demisioner Sekretaris DPD Golkar Sumbar (2009-2014) pada tanggal 10 February 2016 di Villa Bukit Berlindo, Gunung Panggilun, Pukul 11.15126 Wawancara bersama Sitti Izzati Aziz Wakil Ketua Bidang Pemberdayaan Perempuan Partai Golkar DPD I Sumbar pada tanggal 16 February 2016 di Kantor Komisi I DPRD Provinsi Sumbar pukul 13.15127 Wawancara bersama Samsyu Rahim, Mantan Kader Partai Golkar (Ketua DPD Nasdem Sumbar), pada tanggal 12 Maret 2016, di Komplek Aur Duri pukul 09.12 WIB

Untuk wilayah Sumbar periode ini Partai Golkar benar-benar tidak mendapatkan apa-apa. Seperti yang saja jelsakan tadi kalah dalam Pilkada, dan satu-satunya pertahanan Golkar yang ada mungkin di Tanah Datar…Solok yang awalnya basis Golkar telah kehilangan basisnya , malah Kader Golkar samsurahim pindah kepartai lain. Jika demikian siapa yang akan mendulang suara, menggerakkan massa untuk partai? Makanya untuk daerah di tengah prahara partai, Golkar butuh sosok Ketua Umum DPD I itu yang bisa mendulang suara dan yang memiliki massa yang banyak, agar citra Golkar kembali terangkat.

Bedasarkan wawancara daiatas, dapat disimpulkan bahwa sosok pemimpin

partai didaerah pun tidak kalah penting keberadaanya dibandingkan tokoh pemimpin

pusat. Karena tidak dapat dipungkiri, kemenangan Golkar secara nasional tidak

terlepas dari hasil kerja partai didaerah-daerah. Oleh karena itu, pemimpin didaerah

khususnya pada situasi terbelah saat ini harus mampu menjaga agar kader didaerah

tidak terpecah akibat perpecahan dipusat. Dalam hal ini, pemimpin partai didaerah

harus mampu menjadi perekat agar partai menjadi solid, karena partai didaerah mesti

bekerja dan bersiap untuk menghadapi pemilu selanjutnya.

Kemudian dalam memilih pemimpin didaerah mesti dengan demokratis, tanpa

“digodok” dulu oleh sekelompok orang. Pemimpin harus terpilih dalam forum

Musda, sehingga pelaksanaannya terbuka dan adil dengan persyaratan yang adil pula.

Kemudian sosok pemimpin daerah, dalam situasi genting partai saat ini dan untuk

menyosong pemilu selanjutnya, hendaklah pemimpin yang yang memiliki masa yang

banyak dan dapat mendulang suara untuk partai nantinya.

128 Wawancara bersama Yul Akhiari Sastra, Mantan Kader Partai Golkar di Jalan. A, Yani Padang pukul 16.15 WIB

Partai Golkar dan panjangnya sejarah perpolitikan yang telah dijalaninya

menjadi satu alasan bagi partai untuk tetap terus bertahan ditengah-tengah pergulatan

politik yang semakin kompleks. Untuk wilayah Sumatera Barat, dalam dua pemilu

terakhir Golkar semakin kehilangan pengaruh yang dapat dilihat dari penurunan

perolehan suaranya. Situasi ini tidak pernah ditemui pada saat pemilu orde baru,

karena memang Golkar memiliki kekuatan pendukung dari pemerintah. Saat ini dapat

dibuktikan bahwa tanpa sokongan pemerintah secara penuh, Golkar goyah, tidak ada

lagi tentara dan birokrasi. Pada tahap ini Golkar hanya Goyah tapi tidak hancur,

karena untuk di Sumatera Barat sendiri, memang secara formal tidak memiliki

hubungan dengan jalur tersebut namun, loyalitas individunya masih kuat pada Partai

Golkar. Dengan ini Golkar dapat tetap bertahan jaringan personal yang mengakar

yang kemudian disebut dengan pemilih tradisional.

Sedangkan dengan organisasi massa yang dulu menjadi tulang punggung

partai sekarang pun juga sudah banyak yang menyatakan diri independen. Dukungan

dari organisasi pun dalam bentuk dukungan individu, organisasi tidak lagi mendikte

anggota untuk loyal pada Golkar. Dan untuk tokoh-tokoh masyarakat pun tidak begitu

berpengaruh bagi citra Golkar. Pada akhirnya Golkar hanya dapat menaruh harapan

pada kinerja Partai Seutuhnya untuk mendulang suara agar tetap eksis. Disinilah

peran kader-kader partai yang oleh Gramsci disebut para intelektual organic. Mereka

lah yang akan menyampaikan ide-ide Golkar pada masyarakat dan mereka lah yang

akan membujuk masyarakat dan memberikan citra baik bagi Partai Golkar.

Namun partai yang diharapkan solid dan mampu bekerja sama untuk

membawa kebesaran bagi partai malah dilanda konflik kepentingan pihak-pihak elit

partai. Tidak diragukan lagi, sejarah Partai Golkar semenjak Munaslubnya tahun 1998

setelah tidak ada lagi Komando Dewan Pembina, memang diwarnai dengan

banyaknya faksi-faksi yang pada akhirnya bermuara menjadi dualism.129 Situasi yang

dibutuhkan Golkar saat ini adalah persatuan dan kesolidan ditengah-tengah kekutan

besar partai lain yang telah mengikis keberadaan Golkar. Parahara elit partai ini

sejatinya menjadi momok bagi partai didaerah, kepenggurusan partai tidak jalan

akibat dibekukannya partai dipusat, hal ini disebabkan orang sibuk mengurusi

konflik, kemudian citra Partai Golkar didaerah akan menurun. Efek ini telah

dirasakan sepenuhnya bagi Partai Golkar di Sumatera Barat pada saat pemilu kada

serentak 2015, Golkar kehilangan banyak kepala daerah. 130

Menurut Gramsci sebuah partai akan kuat jika memiliki tiga unsur yakni,

basis masa yang jelas, pemimpin pusat, dan komunikasi keduanya yang terus

terjalin.131 Dari segi basis masa, Golkar merupakan partai terbuka sehingga tidak ada

segmentasi khusus bagi partai dan basis masa yang jelas. Beda halnya dengan partai

kompetitornya di Sumbar-Gerindra dan PKS-, kemudian Golkar untuk tingkat

129 Ibnu Hamad, 2004, Konstruksi Realitas Politik dalam Media Massa, Jakarta: Granit, Hal. 99130 Dikutip dari berita Online Haluan “Dualisme Perburuk Hasil Pilkada di Sumbar” (tanggal 15 January 2016 ) pada http://harianhaluan.com/news/detail/47225/dualisme-perburuk-hasil-pilkada-golkar-di-sumbar131 Antonio Gramsci, 1987, Selection Of Prison Notebooks (ed. Quentin Hoare and Geoffrey Nowell Smith) Terj. GAfna Raiza Wahyudi Dkk”Catatan-Catatan Politik Antonio Gramsci”, 2001, Surabaya: Pustaka Pomethea, Hal. 39

nasional tidak memiliki pemimpin yang menguasai pusat dalam artian kader partai

yang menjadi pemimpin negara. Keberadaan pemimpin pusat ini sangat berpengaruh

bagi elektabilitas partai seperti yang terjadi pada Partai Democrat di tahun 2009

dengan image SBY.

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Dalam dua pemilu terakhir (2009 dan 2004) perolehan suara Partai Golkar

cenderung menurun, baik ditingkat nasional adataupun didaerah. Posisi Partai Golkar

saat ini adalah partai ke-2 dibawah Partai PDIP secara nasional sedangkan di daerah,

Sumatera Barat Partai Golkar masih menjadi partai pemenang, namun grafik

perolehan suaranya menurun dari pemilu sebelumnya. Fenomena ini menunjukkan

hegemoni yang dibangun Golkar mengalami kemerosotan. Hegemoni yang merosot

menurut Gramsci adalah situasi dimana kelompok yang mendominasi mengalami

tantangan yang berat dan berpotensi mengalami disintegrasi, sedangkan hegemoni

sendiri adalah suatu bentuk dominasi serta kepemimpinan yang terus menerus dapat

dipertahankan. Kemerosotan hegemoni juga terlihat di Sumatera Barat, Faktor yang

menyebabkan merosotnya hegemoni Partai Golkar dapat dilihat dari tiga elemen

hegemoni Gramsci yakni, State (Pemerintahan), Civil Society ( Masyarakat Sipil) dan

Intelektual (Organik dan Tradisional).

Pertama, elemen dari negara (pemerintahan) ini kemudian secara formal

dihapus seiring dengan tuntutan reformasi. Meski secara formal tidak memiliki

hubungan dengan elemen pemerintahan seperti Birokrasi dan ABRI, namun Partai

Golkar sekarang masih memiliki sisa-sisa loyalitas individu yang kemudian oleh

partai Golkar disebut sebagai pemilih tradisional. Kedua, civil society atau organisasi

massa Partai Golkar, Golkar masih memiliki organisasi massa yang menjadi tulang

punggung serta pendiri Golkar. Namun, organisasi ini tidak lagi mendikte anggota

untuk loyal pada partai, bentuk dukungan dikembalikan lagi pada individu. Dan yang

ketiga, Intelektual Organik dan Tradisional, dari segi intelektual organic Golkar

masih memiliki sumber daya dari kader-kader yang banyak dan tersebar disetiap

kabupaten kota, sedangkan untuk intelektual tradisional, Golkar tidak lagi

memonopoli keberadaan tokoh-tokoh adat dan agama di Sumbar, keberadaan tokoh-

tokoh ini telah terdistribusi pada partai-partai lain.

Selain dari pada ketiga elemen diatas, dalam penelitian ini juga ditemukan

bahwa konflik dualism dalam Partai Golkar juga ikut mempegaruhi kemerosotan

hegemoni Golkar. Menurut Gramsci Partai tidak akan mudah dihancurkan ketika

memiliki salah satunya kepemimpinan yang kuat secara nasional. Namun yang terjadi

dalam tubuh Golkar adalah perebutan kekuasaan yang menimbulkan faksi-faksi

dalam partai. Konflik ini kemudian memiliki efek terhadap citra partai, pengaruh

konflik ini untuk pilkada 2015 dirasakan di Sumatera Barat dengan banyaknya calon

kepala daerah yang disusung Golkar tidak terpilih yakni dari delapan nama yang

diusung hanya tiga yang terpilih.

B. Saran

Bedasarkan hasil penelitian, maka saran penelitian ini adalah untuk mencegah

pengkerdilan Partai Golkar ditengah persaingan diantara partai lain, pertama, Partai

Golkar hendaknya membangun konsolidasi internal partai, dengan mengorganisir

individu-individu yang loyal pada partai untuk dijadikan basis yang kuat. Kedua, baik

dipusat atau didaerah Golkar harus memiliki figure yang mampu mempengaruhi

masa, dalam artian figure yang mampu mendulang suara untuk partai dan membawa

citra yang baik bagi partai. Ketiga, Mengadapai konflik pusat, daerah mesti tetap

menjaga kesolidan jangan sampai perpecahan dipusat juga diikuti oleh daerah. Golkar

ddaerah harus memikirkan langkah selanjutnya untuk kehidupan Golkar.

Selanjutnya, saran penelitian untuk peneliti selanjutnya adalah terkait konflik

partai dipusat dan efeknya terhadap daerah yang belum secara mendalam dikaji

dalam penelitian ini. Bagaimana elit-elit partai di Sumbar memandang dualism, serta

indikasi adanya kemunculan faksi didaerah dan dampak dualism terhadap Pilkada

Serentak di Sumbar tahun 2015 yang telah menumbangkan banyak calon kepala

daerah yang diusung oleh Partai Golkar.