Upload
independent
View
0
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dinamika perjalanan partai politik di Indonesia mengalami pasang surut
seiring dengan perkembangan kehidupan demokrasi di Indonesia. Pada masa orde
lama, jumlah partai politik di Indonesia sangat banyak serta beragam dan tergolong
sistem kepartaian multipartai. Munculnya berbagai macam partai politik dari berbagai
kepentingan kelompok, ras, suku, daerah serta agama merupakan implikasi dari
maklumat 3 November 1945 tentang pembentukan partai politik yang dikeluarkan
oleh Wakil Presiden Drs. Moh. Hatta. Namun, eksistensi partai-partai tersebut
semakin memudar dan hilang ketika tatanan politik baru dibentuk yang disebut
dengan era orde baru.
Pada masa awal bergulirnya orde baru (1971-1998) terjadi penataan terhadap
kehidupan partai politik, dimana pemerintah melakukan penyederhanaan jumlah
partai politik (fusi partai politik) yakni partai yang beraliran agama dan partai yang
beraliran demokrasi. Melalui UU No 3 Tahun 1975 Tentang Partai Politik dan
Golongan Karya, secara sah pemerintah hanya mengakui dua buah partai politik
yakni Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dan Partai Demokrasi Indonesia (PDI)
serta satu organisasi sosial yakni Golongan Karya. Ketiga organisasi ini memiliki
legalitas untuk ikut dalam setiap pemilihan umum di Indonesia. Dalam setiap
pemilihan umum selama orde baru, Golongan Karya merupakan pemenang mutlak
diatas kedua partai PPP dan PDI. Golkar selalu memperoleh suara mayoritas dan
mendominasi proses politik di Indonesia.
Kejayaan Golkar di massa orde baru (1971-1998) menempatkan Golkar
sebagai Government party, karena pemerintahan pada masa itu di dominasi oleh
orang-orang Golkar dari tingkat desa sampai pusat. Dua puluh tujuh tahun berkuasa
di Orde baru, kekuasaan Golkar diuji ketika arah perpolitikan Indonesia kembali
mengalami perubahan. Pada tahun 1988 muncul tuntutan reformasi yakni tatanan
politik baru kearah yang lebih demokratis yang memaksa rejim penguasa orde baru
untuk turun berserta Golkar sebagai partainya pemerintah. Hancurnya orde baru
digantikan dengan era reformasi, dimana negara Indonesia berada pada masa transisi
demokrasi menuju konsolidasi demokrasi.
Keberadaan partai politik merupakan salah satu unsur konsolidasi demokrasi,
sehingga pada masa penegakan demokrasi eksistensi partai politik kembali
dihidupkan,1 hal ini dapat dilihat dari banyaknya jumlah partai politik pada era
reformasi termasuk Golkar yang sebelumnya merupakan organisasi sosial berubah
menjadi partai politik yang disebut Partai Golkar. Perubahan mendasar dari
reformasi, membuat persaingan diantara partai politik menjadi lebih transparan dan
kompetitif, tidak seperti orde baru dimana Golkar menjadi anak emas pemerintah dan
partai hegemonik. Perubahan ini berefek pada posisi Partai Golkar, dimana
1 Munculnya partai politik pada era reformasi bedasarkan UU tentang Partai Politik yakni UU No 2 Tahun 1999, yang selanjutnya UU ini mengalami perubahan yakni UU No. 32 Tahun 2002 , UU No 2 Tahun 2008 dan UU No. 2 Tahun 2011
pergeseran pola politik juga ikut menggeser pengaruh kuat Golkar seperti pada orde
baru, sehingga Golkar tidak lagi menjadi satu-satunya kekuatan dominan.
Merosotnya hegemoni Golkar dapat dilihat dari semakin menurunnya
perolehan suara Golkar dalam pemilihan umum, serta Golkar tidak lagi menjadi
partai dominan. Tergesernya dominasi Golkar dapat dilihat dari komposisi kursi di
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dimana jumlah kursi telah terdistribusi pada partai-
partai politik lain seperti PDIP, Demokrat, PKS, PPP, PKB dan partai-partai lainnya.
Grafik 1.1 Perolehan Kursi oleh Partai Politik di DPR pada Pemilu 1999-2004
1999 2004 2009 20140
40
80
120
160
120128
106
91
154
109
94
109
59 58
38 39
0
55
148
61
GolkarPDIPPPPDemokrat
Sumber: kpu.go.id
Dari grafik diatas dapat dilihat perolehan suara Golkar cendrung menurun
dalam pemilu di Era Reformasi. Pada pemilu tahun 1999 Golkar mendapat posisi
kedua setelah PDI, sedang di pemilu 2004 Golkar berhasil menjadi partai pemenang
meskipun bukan pemenang mutlak karena PDI berhasil mempeloreh 109 kursi atau
18,31% suara di bawah Golkar yakni 21,62%. Kemudian pemilu tahun 2009 Suara
Golkar kembali menurun dan menjadi partai diposisi kedua di bawah Partai
Demokrat. Demokrat berhasil memperoleh 20,81% suara dan 141 kursi di DPR,
sedangkan Golkar 14,45% suara dan 106 Kursi. Selanjutnya, pada pemilu tahun 2014
perolehan suara Golkar semakin menurun, pada pemilu sebelumnya Golkar berhasil
mendapatkan 109 kursi, pada pemiu 2014 Golkar hanya memperoleh 91 kursi dan
menjadi pemenang kedua setelah PDIP .
Jika dibandingan dengan masa orde baru, sebelum terkenal dengan nama
Partai Golkar, dahulu Golkar disebut Sekber Golkar (Sektretariat Bersama Golongan
Karya) yang dibentuk tanggal 20 Oktober 1964. Sekber Golkar menghimpun hampir
300 organisasi fungsional nonpolitis yang berorientasi pada karya dan kekaryaan
dengan tiga organisasi seperti SOKSI, MKGR dan KOSGORO sebagai tulang
punggungnya.2 Namun orientasi Sekber Golkar yang nonpolitis menjadi politis terjadi
ketika Sekber Golkar mengikuti pemilu tahun 1971 dengan nama Golkar. Perubahan
nama ini desepakati dalam musyawarah Sekber Golkar tanggal 17 juli 1971.3
Semenjak saat pemilu kedua yang dilaksanakan di Indonesia sampai pemilu ke tujuh
Golkar selalu mendapat suara mayoritas dan pemilik wakil terbanyak di DPR.
2 M. Rusli Karim, 1983, Perjalanan partai politik di Indonesia: Sebuah Potret Pasang Surut,Jakarta: Rajawali. Hal. 1603 Sri Zul Chairiyah, 2010, Dominasi Golkar dan LDP, Padang: Laboraturium Jurusan Ilmu Politik FISIP UNAND .hal 7
Grafik 1.2 Perolahan Kursi di Parlemen oleh partai Golkar dalam pemilu ke-2 hingga pemilu ke-11
Sumber: RSIS Working Paper No. 277 Tahun 20144
Kemenangan Golkar selama pemilu legislatif Orde Baru (1971-1997) dapat
dilihat dari perolehan kursi di parlemen pada grafik diatas, perolehan kursi terbanyak
oleh Golkar yakni pada pemilu tahun 1997 dengan memperoleh 325 kursi. Sedangkan
untuk pemilu yang pertama kali pada tahun 1971 yang diikuti oleh 9 partai politik ,
Golkar berhasil memperoleh 226 kursi atau 62,8% suara dan menjadi pemenang
pemilu.5 Sedangkan pada posisi kedua NU hanya berhasil mendapatkan 58 kursi atau
18,67 % suara.
Tinggi/rendahnya perolehan suara partai tingkat nasional tidak terlepas dari
pengaruh perolehan suara tingkat daerah. Sebagai efek dari sistem demokrasi
perwakilan dan adanya otonomi daerah, keberadaan partai politik sebagai sebuah
4 Yuddi Crisnandhi dan Adhi Priamarizki, 2014, Explaining the Trajectory of Golkar’s Splintersin Post-Suharto Indonesia, RSIS working paper (online) https://www.ciaonet.org/attachments/25893/uploads No. 277 , S. Rajaratnam School of International Studies Singapore Hal. 55 M. Rusli Karim, Op. Cit Hal. 170
organisasi pun mengikuti garis administrasi negara, dimana partai politik memiliki
perwakilan didaerah provinsi, kabupaten/kota serta kecamatan dan desa.6 Dengan
demikian, Golkar sebagai partai yang telah eksis sejak masa orde baru telah memiliki
perwakilan disetiap provinsi di Indonesia termasuk Sumatera Barat.
Di Sumatera Barat, Golkar telah ada semenjak pemilu kedua tahun 1971,
dimana pada masa ini Golkar menjadi salah satu peserta pemilu bersama 9 partai
politik lainnya untuk pemililihan tingkat I daerah provinsi. Tidak hanya ditingkat
nasional, ditingkat daerah pun (masa orde baru) Golkar berhasil menjadi partai
pemenang dengan suara mayoritas dan wakil terbanyak di DPRD Sumbar.
Grafik 1.3 Perolehan Suara Golkar pada pemilu Orde Baru (1971-1997) di Sumatera Barat
1971 1977 1982 1987 1992 199750
60
70
80
90
100
63.7666.54
60.33
78.8182.18
91.24
perolehan suara Golkar pada pemilu orde baru di Sumatera Barat
Golkar
persen
tase
Sumber: Memori DPRD Sumbar 1999/2004
Dalam setiap penyelenggaran pemilu untuk Daerah Tingkat I, Golkar berhasil
memperoleh suara diatas 60%. Perolehan suara Golkar naik secara signifikan setiap
6 Lihat UU 2 Tahun 2011 Tentang Partai Politik Pasal 3 ayat 2 poin c dan d
pemilu dan puncak mayoritasnya terjadi pada pemilu tahun 1997 dengan perolehan
suara 91,24% yang berarti Golkar berhasil menduduki 33 kursi di DPRD dari 36 kursi
yang disediakan. Sedangkan dua partai politik lainnya PPP dan PDI tidak mampu
menyaingi perolehan suara Golkar, sehingga perwakilan PPP tidak kurang dari ¼
perwakilan Golkar, dan perwakilan PDI tidak lebih dari ¼ perwakian PPP.7 Bahkan
pada pemilu 1982 dan pemilu 1997 PDI tidak berhasil memperoleh satupun kursi di
DPRD tingkat I.
Perubahan struktur politik di era reformasi serta munculnya berbagai patai
politik baru, juga berdampak pada pergeseran peta politik di Sumatera Barat. Golkar
yang sebelumnya mendominasi, sekarang tidak lagi menjadi partai mayoritas.
Pengaruh Golkar telah bersanding dengan pengaruh partai politik lain. Hal ini
berdampak pada komposisi anggota DPRD Sumbar yang telah terdistribusi pada
partai politik lain.
Tabel 1.1 Komposisi Partai Politik dalam DPRD Sumatera Barat Era Reformasi
Partai Pemilihan Umum1999 2004 2009 2014
Golkar 12 16 9 9PDIP 5 4 3 4PPP 10 7 5 8PAN 11 10 6 8PKS 2 7 5 7PBB 3 5 3 1PKB 1 - - 1PKPI 1 - - -KAMI 1 - - -PUI 1 - - -
7 Perolehan kursi PPP di DPRD tingkat I pada masa orde baru; pemilu 1982(13 kursi), 1987(7 kursi), 1992(5 Kursi), 1997(3 Kursi). Sedangkan PDI hanya berhasil memperoleh masing-masing 1 kursi pada pemilu 1987 dan 1992.
PII Masyumi 1 - - -PBR - 3 2 -Demokrat - 3 14 8Gerindra - - 4 8Hanura - - 5 5Nasdem - - - 6Total 49 55 55 65
Sumber: Memori DPRD Sumbar 1999/2004 dan 2004/2009
Semenjak reformasi, Golkar kehilangan setengah dari jumlah kursi yang
selalu diperolehnya ketika orde baru. PPP yang sebelumnya hanya memperoleh ¼
dari jumlah kursi Golkar sekarang dapat mengimbagi posisi Golkar. Dari tabel diatas
dapat dilihat, bahwa Golkar tetap menjadi partai dengan perolehan kursi terbanyak
dalam DPRD kecuali pada pemilu tahun 2009, dimana Demokrat berhasil
memperoleh jumlah kursi terbanyak. Dominasi Golkar mulai digeser oleh partai lain
seperti PAN, PPP, Demokrat, dan partai baru yang merupakan pecahan Golkar seperti
Hanura dan Gerindra. Berikut grafik perolehan suara partai politik untuk pemilu
DPRD Sumatera Barat.
Grafik 1.4 Peolehan Suara Partai Politik di Sumatera Barat Pemilu 1999-2014
1999 2004 2009 20140
10
20
30
23.8
27.9
15.6 15.5
22.2
14.3
10.99.5
0
4.6
23.2
11.7
20.3
12.15
6.919.25
perolehan suara pemilu partai politik di Sumbar
Golkar
PAN
Demokrat
PPP
persen
tase
Sumber: KPUD Sumatera Barat
Dari grafik diatas dapat dilihat perolehan suara Partai Golkar pada pemilu
legislatif daerah Provinsi Sumbar tahun 1999-2014. Golkar pada pemilu tahun 1999
berhasil menjadi partai pemenang dengan perolehan suara yang tidak jauh berbeda
dari partai PAN yang berada pada posisi kedua, selisih perolehan suara hanya 1,6%.
Sedangkan untuk pemilu tahun 2004 Golkar berhasil meningkatkan perolehan
suaranya dan menjadi partai pemenang. Namun, pada pemilu selanjutya (pemilu
2009) perolehan suara Golkar merosot menjadi 15,6% jauh dibawah partai Demokrat
yang menjadi pemenang dengan perolehan suara 23,2%. Begitu juga pada pemilu
2014 perolehan suara Golkar sedikit menurun namun golkar berhasil menjadi partai
pemenang dengan perolehan suara 15.5%. Meski memperoleh dukungan terbanyak
dari partai lain, namun Golkar tidak lagi partai mayoritas karena perolehan suara
Golkar tidak jauh berbeda denga partai Demokrat yakni 11,9%, dimana Golkar
memperoleh 9 kursi dan Demokrat berhasil memperoleh 8 kursi.
Dalam konteks perpolitikan Sumatera Barat, Golkar masih menjadi partai
pemimpin dan tergolong salah satu partai mayoritas. Namun, kondisi menjadi
berbeda ketika Golkar bukan lagi satu-satunya kekuatan dominan seperti pada masa
orde baru. Keberadaan partai politik lain seperti PDIP, Demokrat, PKB, Hanura, PPP,
Gerindra, PKS dan lainnya berhasil menyaingi dan mengimbangi kekuataan serta
pengaruh Partai Golkar. Perubahan mendasar dalam perpolitikan dan pemilu yang
lebih demokratis menjadi salah satu faktor yang ikut mengikis hegemoni Golkar
seperti yang disampaikan A.S Hikam8… Golkar dengan sendirinya akan pecah dan
hancur, kalau tidak nanti juga akan digulung rakyat dan zaman sendiri…kalau pemilunya
demokratis dan pelaksanaannya fair Golkar pasti kalah dan dalam waktu tidak lama akan
dibubarkan”
Dominannya Golkar pada masa orde baru tidak lepas dari peranan berbagai
pihak. Sebagai salah satu kekuatan yang mendapat dukungan dari pemerintah dan
ABRI, Golkar menjadi lebih unggul dibandingkan dengan kekuatan-kekuatan politik
lainnya. Dengan demikian, banyak pihak yang memandang bahwa kemenangan
Golkar dalam pemilu disebabkan oleh kecurangan, paksaaan dan atau karena
menggunakan kekuasaan ABRI. Hal ini seperti disampikan oleh Ernest Utrect9
8 Akbar tanjung, 2008, The Golkar Way : Survival Partai Golkar di Tengah Turbulensi Politik Era Transisi, Jakarta: PT Gramedia hal 109 E Utrecht “The Military and Election” dalam Oey Hong Lee, Indonesian After the 1971 election (London, Kuala Lumpur: Oxford University Press, dikutip dalam Rusli Karim Hal.170
“The second Indonesian election, which were held on 3 July 1971, were won by army-sponsored Golongan Karya. Using Intimidation and threats, arresting opponents regarded as dangerous,misusing government facilities and putting in to practice the fraudulent system of bebas parpol”
Selain mendapat dukungan dari ABRI, birokrasi juga memiliki peranan
penting dalam mendukung kekuasaan Golkar. Dengan konsep monoloyalitas yang
dikembangkan dimana setiap birokrat harus setia kepada pemerintah membuat Golkar
semakin unggul. Kemudian, Golkar juga mengembangkan massa politik secara
maksimal melalui berbagai ormas yang pada masa itu disebut KINO-KINO. Sehingga
pada masa orde baru Golkar didukung oleh tiga jalur politik, masing masing jalur A
(ABRI), jalur B (Birokrasi) dan jalur G (Golkar/sipil) atau jalur ABG, dan sebagai
inisiator kelahiran Golkar, posisi militer (ABRI) ditubuh organisasi menjadi sangat
amat istimewa.10 Keberadaan jalur ABG ini menjadi salah satu faktor penting yang
membuat Golkar berhasil berkuasa dan terus memimpin selama orde baru.
Selain keberadaan ABRI dan birokrasi, tidak dapat dipungkiri sosok presiden
Soeharto yang merupakan dewan pembina dalam tubuh Golkar sekaligus penguasa
Orde Baru juga turut berkontribusi dalam melanggengkan kekuasaan Golkar. Golkar
dan Soeharto bersama-sama membentuk pemerintahan dan mengendalikan
masyarakat agar rezim ini terus berkuasa. Kuatnya pengaruh ketiga elemen ini seperti
yang disampaikan oleh oleh A.S Hikam11 “Golkar menjadi besar dan solid pada
massa orde baru karena tidak terlepas dari dukungan militer, birokrasi dan kendali
mantan presiden Soeharto yang bertindak sebagai ketua dewan Pembina….
10 Lihat Awad Bahasoan, Golongan Kaya mencari format politik baru dalam Akbar Tandjung “The Golkar Way” hal.10211 Akbar tanjung, Op.Cit, hal 10
Kekuasaan serta kepemimpinan Soeharto sebagai bagian dari Golkar menjadi
sangat penting dalam memperkuat posisi Golkar. Hal ini dapat dilihat dari berbagai
kebijakan yang dikeluarkan pemerintah yang mengguntungkan Golkar, seperti
kebijakan Fusi Partai Politik (UU No 3 Tahun 1975) tentang Partai Politik dan
Golongan Karya, dan kebiajkan floating mass. Konsep ini berimplikasi terhadap
larangan bagi partai-partai untuk beroperasi diperdesaan. Partai hanya bisa beroperasi
sampai tingkat kecamatan, dan karena Golkar bukan partai maka, dimaklumi bahwa
perangkat desa lainnya sudah bergabung dengan Golkar.12 Selanjutnya Permendagri
No 12 Tahun 1969 yang menetapkan pegawai negeri tidak boleh menjadi anggota
partai. Pemerintah menginginkan pegawai negeri netral dari afiliasi politik manapun.
Kebijakan ini begitu menguntungkan Golkar, karena sejak awalpun Golkar sudah
memiliki anggota organisasi pegawai dari kalangan pegawai negeri.
B. Rumusan Masalah
Ketika terjadi perubahan mendasar dalam struktur politik di era reformasi,
serta adanya tuntutan demokrasi dan keterbukaan, kompetisi oleh partai politik pun
berubah dan berkembang kearah yang lebih baik. Bagi partai politik lain keadaan ini
merupakan momen untuk menjalankan fungsi serta tujuan partai yang selama ini
terkekang. Namun keadaan terbalik dengan partai Golkar yang sebelumnya
merupakan mesin politik orde baru dan mendapatkan keuntungan dari penguasa,
sehingga Golkar kehilangan peganggan dalam panggung partai politik di Indonesia.
12 Muhamad Hisyam (peny), 2003, Krisis Masa Kini dan Orde Baru, Jakarta : Yayasan Obor Indonesia
Sejak masa transisi demokrasi hingga konsolidasi demokrasi di Indonesia dominasi
dan hegemoni Golkar semakin menurun.
Menurut John Agnew13, hegemoni didefenisikan sebagai dominasi seorang,
suatu kelompok, beberapa kelompok dalam tatanan sosial, ataupun negara dalam
tatanan internasional yang mampu memberikan pengaruh terhadap kelompok ataupun
negara lain. Agnew menegaskan faktor utama penggunaan hegemoni biasanya
dengan cara meyakini, memanipulasi ataupun memaksa suatu kepentingan dengan
kelebihan-kelebihan yang dimiliki. Kelebihan-kebihan yag dimiliki dapat melalui
pengaruh kekuasaan, militer, serta ekonomi. Golkar pada masa orde baru memiliki
mesin politik yang berasal dari ABRI dan Birokrasi, serta pengaruh kekuasaan
Dewan Pembina Golkar yang dituangkan melalui berbagai kebijakan yang
menguntungkan Golkar.
Mesin politik dan kelebihan ini tidak lagi bekerja untuk Golkar pada era
konsoidasi demokrasi saat ini, dimana salah satu tuntutan reformasi adalah
penghapusan dwi fungsi ABRI. ABRI dipisahkan dari dunia politik dan bertindak
lebih professional untuk keamanan nasional. Kemudian komunikasi politik dari partai
politik terhadap konstituen ditingkat desa yang selama ini terputus akibat kebijakan
masa mengambang, di era reformasi kembali dibangun. Partai-partai politik bahkan
harus memiliki cabang hingga tingkat desa yang disebut anak ranting. Kondisi ini
membuat Golkar tidak lagi dapat memonopoli masyarakat ditingkat desa.
13 Rico Valentino, 2014, Strategi People Action Party dan Golkar dalam Memperkokoh dan Mempetahankan Kekuasaan Politik di Singapura (1965-1990) dan Indonesia (1967-1997), Tesis,UI: FISIP UI
Kemudian secara internal partai, perpecahan yang terajadi dalam tubuh
Golkar juga berkontribusi terhadap semakin merosotnya pengaruh Golkar. Konflik
elit dan faksi dalam partai Golkar membuat lemah partai secara internal sedang partai
politik lain berusaha membangun kekuatan internal partai. Hilangnya elemen
kekuatan dari negara, serta melemahnya pengaruh dikalangan masyarakat sipil dan
konflik elit serta perpecahan menjadi faktor yang membuat hegemoni Partai Golkar
merosot. Bedasarkan penjabaran diatas maka fokus penelitian ini adalah mengenai
kemerosotan hegemoni (declain Hegemony) Partai Golkar di Sumatera Barat. Dengan
pertanyaan penelitian Apa faktor-faktor yang menyebabkan merosotnya hegemoni
Partai Golkar di Sumatera Barat?
C. Tujuan
Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk untuk mengidentifikasi faktor-
faktor penyebab merosotnya hegemoni Partai Golkar di Sumatera Barat pada era
reformasi (2004-2014)
D. Manfaat
Adapun manfaat dan kontribusi dalam penelitian ini adalah;
1. Dari segi teoritis, penelitian ini diharapkan dapat membantu peneliti lain
dalam memahami penggunaan teori hegemoni Antonio Gramsci dan juga
dapat memberikan kontribusi untuk menjelaskan fenomena terkait dengan
hegemoni politik.
2. Dari segi akademis, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi
sumbangan pemikiran dan menambah pustaka dibidang ilmu politik,
menambah dan memperluas pengetahuan serta khasanah karya-karya
ilmiah, serta menjadi referensi untuk penelitian berikutnya yang relevan.
3. Secara paraktis, hasil penelitian ini dapat digunakan oleh objek terkait
untuk mengevaluasi serta memprediksi langkah partai kedepannya
khusunya di daerah Sumatera Barat.
BAB II
KERANGKA TEORI
A. Penelitian Terdahulu
Berdasarkan latar belakang masalah, rumusan masalah serta tujuan penelitian
yang telah dijelaskan sebelumnya, maka penelitian ini menggunakan penelitian
terdahulu sebagai acuan untuk dijadikan landasan dalam penelitian. Penelitian
terdahulu bertujuan untuk menunjukkan bagaimana peneliti sekarang memandang
permasalahan yang sama dengan sudut pandang yang berbeda. Penelitian mengenai
Partai Golkar telah banyak dilakukan oleh peneliti sebelumnya, baik penelitian
Golkar di tingkat pusat ataupun daerah/lokal.
Pertama, buku The Golkar Ways ; Survival Partai Golkar di Tengah
Terbulensi Politik Era Transisi yang ditulis oleh Akbar Tandjung tahun yang
diterbitkan oleh Gramedia di Jakarta tahun 2008.14 Buku ini merupakan disertasi
Akbar Tandjung yang berisi tentang keadaan Partai Golkar di Orde baru dan
perjuangan partai di era transisi demokrasi diantara partai-partai lain. Penelitian ini
bertujuan untuk menggungkap faktor-faktor dan langkah-langkah yang dapat menjadi
penyebab Partai Golkar dapat bertahan hidup ketika terjadi perubahan politik menuju
demokrasi. Penelitian disertasi ini menggunakan persfektif pelembagaan partai politik
untuk menggungkap survival Partai Golkar di era transisi demokrasi. Metode
14 Akbar Tandjung, 2008, The Golkar Ways: Survival Partai Golkar di tengah Terbulensi Politik Era Transisi, Jakarta: PT Gramedia
penelitian termasuk dalam kategori penelitian kualitatif yang bersifat deskriptif
analitis. Penelitian ini memiliki periode batas waktu yang telah ditentukan yakni
tahun 1998-2004. Dengan lokasi penelitian di Jakarta dan Yogyakarta sebagai tempat
Partai Golkar berdomisili. Jenis data tergolong pada data sekunder dan primer dengan
teknik pemilihan informan secara snowball sampling. Hasil disertasi ini menunjukkan
Golkar melakukan rekonstrurisasi dan pembenahan organisasi sebagai langkah
adaptasi terhadap lingkungan politik baru yang telah berubah.
Kedua skripsi oleh Erix Ferdi Anwar yang berjudul Pengaruh Keberadaan
Organisasi Masyarakat Nasional Demokrat terhadap Loyalitas Kader Partai Golkar
Provinsi Sumatera Barat. Penelitian ini dilatarbelakangi oleh adanya surat edaran
yang dikeluarkan oleh Partai Golkar yang menyatakan kepada seluruh kader Partai
Golkar yang menjadi anggota serta ikut terlibat dalam kegiatan organisasi yang
dilakukan oleh ormas Nasional Demokrat, supaya menentukan sikap untuk memilih
tetap menjadi kader partai Golkar atau menjadi anggota Ormas Nasdem dan keluar
dari partai Golkar. Surat edaran ini diperkuat dengan kebijakan dari Partai Golkar
berupa sebuah ultimatum atau peringatan terakhir kepada seluruh kader Partai Golkar
agar menentukan sikapnya sebelum tanggal 11 Agustus 2011.
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi dan mendeskripsikan
pengaruh keberadaan ormas Nasdem terhadap loyalitas kader partai Golkar Provinsi
Sumatera Barat. Penelitian ini menggunakan teori loyalitas politik, dengan metode
penelitian menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode fenomenologi.
Pemilihan informan dengan menggunakan teknik snowball sampling, dan unit
analisis adalah individu yakni kader partai Golkar yang bergabung dengan ormas
Nasdem. Teknik keabsahan data menggunakan triangulasi sumber data dan analisis
etik-etik.
Hasil penelitian menunjukkan kader partai tersebut masih memiliki suatu
ikatan psikologis dan sosial yang masih kuat dengan partai Golkar. Sedangkan
dengan ormas Nasdem ikatan psikologis dan sosial masih belum tercipta dengan baik
dan kuat, sehingga ormas Nasdem bukanlah faktor yang menyebabkan pergeseran
loyalitas terjadi. Penyebab terjadinya pergeseran loyalitas dari masing-masing kader
terletak pada keadaan sosial di dalam tubuh partai Golkar yang tidak harmonis lagi.
Oleh sebab itu kondisi dari partai Golkar yang mempengaruhi terjadinya pergeseran
loyalitas dari beberapa kader partai Golkar. Kondisi sosial yang memberikan sebuah
dorongan kepada kader tersebut untuk tidak terlalu terikat dengan aturan dan
kebijakan partai Golkar, yang meimbulkan pergeseran loyalitas yang terjadi dalam
diri kader partai Golkar.
Ketiga penelitian Fandi Aswat yang berjudul Perubahan Politik Partai Golkar
Provinsi Sumatera Barat pasca reformasi dalam pelaksanaan Musda tahun 2001.
Penelitian ini dilatarbelakangi oleh perubahan partai Golkar pasca reformasi dan
perubahan paradigma partai Golkar kearah yang lebih demokratis yang tercermin
dalam pelakasanaan Musda di Provinsi Sumbar. Tujuan Musda adalah untuk menukar
kepemimpinan partai Golkar Provinsi Sumbar.
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan dan menganalisa perubahan
politik DPD partai Golkar Sumbar pasca reformasi dalam pelaksanaan Musdalub
tahun 2001. Untuk menjelaskan pokok permasalahn penelitian ini, maka digunakan
beberapa terori yaitu teori leit menurut Mosca dan Pareto untuk menjelaskan siapa
yang disebut elit, kemudian teori tiga analisa indentifikasi kekuasaan menurut
Putnam, analisa posisi, analisa reputasi dan analisa kekuasaan. Untuk menjelasakan
partai Golkar digunakan teori institusional menurut Richard scott, penyesuaian
institusi terhadap lingkungan sosial dan tuntutan aturan legal formal. Penelitian ini
menggunakan metode penelitian kualitatif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dinamika politik partai Golkar Sumbar
sangat dinamis, dari konteks partai Golkar provinsi partai dikarenakan atas paksaan
yaitu peraturan pemerintah dan penyesuaian terhadap kondisi politik Indonesia. Pada
pelaksanaan Musdalub terjadi karena adanya intrik politik dalam konflik kepentingan
elit partai Golkar Sumbar yaitu ketidaksenangan dalam menentukan calon legislatif
yang diusung oleh ketua partai Golkar Sumbar pemilu tahun 1999.sebagian elit
merasa dikhianati oleh ketua partai Golkar Sumbar kala itu. Elit tersebut
menginginkan agar ketua lengser dari jabatannya dengan minta pertolongan dari
pusat dengan perantara Fahmi Idris. Maka timbulah ide untuk dilakukannya
Munaslub dengan alasan PP No 12 tahun 1999 untuk menghindari citra buruk partai
Golkar di Sumbar.
Keempat, penelitian yang dilakukan oleh Sutiyono yang berjudul Hegemoni
Kekuasaan Terhadap Seni Pedalangan. Penelitian ini dilatarbelakangi oleh
penggunaan instrument kesenian untuk memperoleh dukungan massa sebanyak-
banyaknya bagi Partai Golkar pada masa orde baru, yakni seni pedalangan. Penelitian
ini bertujuan untuk menjelaskan relasi pemerintah dalam mempertahankan kekuasaan
melalui hegemoni seni pedalangan. Untuk menguraikan tujuan penelitian tersebut,
penelitian ini menggunakan teori hegemoni Antonio Gramsci.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemerintah untuk mempertahankan
kekuasannya bersama partai Golkar menggunakan seni pedalangan sebagai
instrument hegemoni. Bentuk seni serta pesan yang disampaikan oleh dalang dalam
pewayangan merupakan pendiktean oleh pemerintah, oleh karena itu seni pedalangan
harus dikelola sedemikian cermat, karena sosialisasi dan ekspresi kesenian ini tidak
hanya ketika kampanye dijalankan, akan tetapi juga setelah aktivitas kampanye
selesai dan partai penguasa telah memenangkan pemilihan umum. Maka dari itu
tepatlah sebagai alat hegemoni seni pedalangan diproduksi karena memuat suatu sifat
atau makna pada konteks sosio-kultural masyarakat.
Penelitian yang dilakukan sekarang memiliki perbedaan dengan keempat
penelitian yang dibahas diatas. Perbedaan penelitian ini pertama terletak pada fokus
penelitiannya, jika penelitian sebelumnya meneliti mengenai kelembagaan Golkar
serta dinamika Golkar pada era reformasi, maka penelitian sekarang fokus pada
kemerosotan hegemoni partai Golkar. Perbedaan juga terlihat dari teori yang
digunakan untuk menjelaskan permasalahan penelitian, dimana penelitian sekarang
menggunakan teori hegemoni Antonio Gramsci untuk menjelaskan faktor-faktor yang
membuat merosotnya hegemoni Golkar.
Tabel 2.1 Perbandingan Penelitian Terdahulu
No Nama Judul penelitian Fokus penelitian Teori dan metode
Kesimpulan
1 Akbar Tandjung
The Golkar Ways: Survival Partai Golkar di Tengah Terbulensi Politik Era Transisi
Langkah-langkah partai bertahan hidup ketika terjadi perubahan politik
Persfektif perlembagaan partai politik/ pendekatan kualitatif dengan tipe analitis deskriptif
Golkar melakukan rekonstrurisasi dan pembenahan organisasi sebagai langkah adaptasi terhadap lingkungan politik baru yang telah berubah
2. Erix Ferdi Anwar
Pengaruh Keberadaan Organisasi Masyarakat Nasional Demokrat terhadap Loyalitas Kader Partai Golkar Provinsi Sumatera Barat
Pengaruh ormas Nasdem terhadap loyalitas kader partai Golkar
Loyalitas politik/pendekatan kualitatif dengan metode fenomenologi
Kader partai tersebut masih memiliki suatu ikatan psikologis dan sosial yang masih kuat dengan partai golkar. Sedangkan dengan ormas Nasdem ikatan psikologis dan sosial masih belum tercipta dengan baik dan kuat,
3. Fandi Aswat Perubahan Politik Partai Golkar Provinsi Sumatera Barat pasca reformasi dalam pelaksanaan Musda tahun 2001
Perubahan politik partai Golkar DPD Sumbar pasca Musda
Teori institusional menurut Richard scott, teori elit Mosca dan Pareto/Metode Kualitatif
Pelaksanaan Musdalub terjadi karena adanya intrik politik didalam konflik kepentingan elit Partai Golkar sumbar yaitu ketidaksenangan dalam menentukan calon legislatif yang diusung oleh ketua partai Golkar Sumbar pemilu tahun 1999.
4. Sutiyono Hegemoni Kekuasaan Terhadap Seni Pedalangan
Peranan intelektual tradisional sebagai instrument hegemoni kelas penguasa
Teori hegemoni Antonio Gramsci
Bentuk seni serta pesan yang disampaikan oleh dalang dalam pewayangan merupakan pendiktean oleh pemerintah, karena sosialisasi dan ekspresi kesenian ini tidak hanya ketika kampanye dijalankan, akan tetapi juga setelah aktivitas kampanye selesai dan partai penguasa telah memenangkan pemilihan umum
B. Pendekatan Teoritis yang Digunakan
Untuk menjelaskan masalah penelitian tentang faktor-faktor kemerosotan
hegemoni Partai Golkar di Sumatera Barat, maka peneliti menggunakan beberapa
konsep sebagai kerangka berfikir awal. Berikut konsep dan teori yang digunakan
sebagai alat analisis dalam penelitian.
1. Konsep Hegemoni
Hegemoni dalam bahasa Yunani kuno disebut eugemonia yang dalam
prakteknya di Yunani diterapkan untuk menunjukkan dominasi posisi yang diklaim
oleh negara-negara kota secara individual, misalnya yang dilakukan negara kota
Athena dan Sparta terhadap negara-negara kota lainnya.15 Dominasi posisi
menujukkan keunggulan suatu kelompok atas kelompok lain, keunggulan ini
membuat kelompok tersebut berkuasa atas kelompok lain. Kekuasaan yang dominan
ini dapat dilihat dari kepemimpinan yang dijalankan oleh kelompok yang berkuasa.
Sedangkan menurut John Agnew, hegemoni secara teoritis didefenisikan
sebagai dominasi seseorang, suatu kelompok, beberapa kelompok dalam tatanan
sosial, ataupun negara dalam tatanan internasional yang mampu memberikan
pengaruh terhadap kelompok ataupun negara lain. Agnew menegaskan faktor utama
penggunaan hegemoni biasanya dengan cara meyakini, memanipulasi ataupun
memaksa suatu kepentingan dengan kelebihan-kelebihan yang dimiliki.16 Dengan
sudut pandang lain, Gramsci mengartikan hegemoni sebagai A social group can, and
15 Nezar Patria dan Andi Arief, 2003, Antonio Gramsci: Negara dan Hegemoni, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, hal.11516 Rico Valentino, Op.Cit
indeed must, already exercise “leadership” before winning governmental power (this
indeed is one of the principal conditions for the winning of such power); it
subsequently becomes dominant when it exercises power, but even if it holds it firmly
in its grasp, it must continue to “lead” as well17. Sebuah kelompok sosial harus
bahkan dapat menerapkan kepemimpinan sebelum memenangkan kekuasaan,
kelompok sosial tersebut kemudian menjadi dominan ketika mempraktekkan
kekuasaan, tapi ketika dia telah memegang kekuasaan penuh ditangannya, dia masih
harus terus memimpin juga.
Dari konsep diatas, dapat disimpulkan bahwa hegemoni adalah suatu istilah
yang menunjukkan adanya keunggulan suatu individu/kelompok yang membuat
kelompok tersebut berkuasa lama. Dominasi kelompok diciptakan melalui cara-cara
kekerasaan atau bujukan. Kekerasan dalam hal ini merupakan penggunaan alat negara
untuk memobilisasi atau memaksa, sedangkan bukujukan merupakan bentuk
persuasif baik berupa pengaruh atau ajakan sehingga masyarakat yang terhegemoni
patuh pada kelompok penghegemoni.
Golkar merupakan partai yang telah berkuasa lama selama orde baru,
kekuasaan Golkar dapat dilihat dari dominannya Golkar dalam pemerintahan dan
berhasilnya Golkar menjadi partai mayoritas dalam setiap pemilu orde baru, baik di
tingkat pusat ataupun ditingkat daerah. Hegemoni Golkar dipanggung politik
kemudian merosot dikala perubahan politik kearah yang lebih demokratis di era
17 Antonio Gramsci, 1971, Selection From Prison Notebooks, Quintin Hoare dan Nowell Smith (Ed.), London: The Electic Book Company. Hal 212
reformasi. Kemerosotan hegemoni tidak berarti Golkar kehilangan hegemoni, di
Sumatera Barat Golkar masih menjadi partai pemimpin namun bukan lagi partai
dominasi. Pengaruh Golkar bersanding dengan keberadaan partai politik lain.
2. Hegemoni: Persfektif Gramsci
Teori mengenai hegemoni diperkenalkan oleh Antonio Gramsci, seorang
Marxian yang berasal dari Italy. Konsep hegemony Gramsci muncul sebagai upaya
Gramsci dalam menjawab pertanyaan kegagalan strategi dan taktik kelas proletariat
dalam menumbangkan kelas borjuis di Italia disatu sisi dan disisi lain justru dibarengi
dengan menguatnya kekuatan fasisme.18 Konsep hegemoni Gramsci dapat dielaborasi
melalui penjelasannya tentang basis dari supremasi kelas. Menurut Gramsci kelas
sosial akan memperoleh keunggulan (supremasi) melalui dua cara yaitu dominasi
atau paksaan dan melalui kepemimpinan intelektual dan moral.19
Menurut Gramsci cara pertama cendrung menggunakan aspek-aspek
kekerasan seperti pemaksaan atau tindakan koersif yang berujung pada dominasi.
Sedangkan cara kedua melalui tindakan persuasif, pengaruh dan bujukan yang
berujung pada kepemimpinan intelektual dan moral. Pengertian dominasi disini
mengarah pada masyarakat politik sedangkan kepemimpinan intelektual dan moral
mengarah pada masyarakat sipil.20 Teori Grasmci mengenai hegemoni merupakan
keseluruhan konsepnya yang ditulis dalam penjara (prison) yang berisi catatan
politik. Dalam membicarakan hegemoni, Gramsci memulai dengan tiga batas
18 Nezar Patria dan Andi Arief, Op.Cit, hal.11319 Ibid, Hal. 11720 Roger simon, 2004, Gagasan-gagasan politik Gramsci, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, hal 99
konseptualisasi hegemoni yakni masyarakat politik, masyarakat sipil dan ekonomi.21
Ketiga formasi sosial ini membentuk dasar konspetualisasi hegemoni.
Ekonomi, merupakan batas konseptualisasi pertama, sebuah batasan yang
digunakan untuk mengartikan mode of production yang paling dominan dalam
masyarakat, yang berhubungan dengan kemunculan kelas-kelas sosial dalam
masyarakat. Kedua, batasan negara yang merupakan tempat munculnya praktek-
praktek kekerasan (kekerasan polisi dan aparat lainnya). Ketiga, batasan masyarakat
sipil, menurut Gramsci masyarakat sipil berarti organisasi lain diluar negara dalam
sebuah formasi sosial diluar bagian sistem produksi material dan ekonomi, yang
didukung dan dilaksanakan oleh komponen diluar batasan diatas.
Ketiga elemen formasi hegemoni diatas seperti yang dijelaskan Gramsci
dalam buku Selection Of Prison Notebook, terkait pembahasan Gramsci mengenai
masalah kepemimpinan politik dalam formasi dan perkembangan bangsa dan negara
modern di Italia, seluruh masalah dari berbagai arus politik Risorgimento dapat
dibagi menjadi dua faktual mendasar. Kaum moderat yang mewakili kelompok sosial
yang relatif homogen dan karenanya kepemimpinan mereka mengalami kegoyahan
dan Partai Aksi (Action Party) yang tidak mendasarkan diri pada kelompok sosial
tertentu sehingga tekanan-tekanan dapat dihadapi. Dengan kata lain Partai Aksi
secara historis dipimpin oleh kaum moderat, kaum moderat terus memimpin partai
aksi bahkan setelah 1870 dan 1876. Selanjutnya, Gramsci menganalisis dalam bantuk
apa dan alat apa kaum moderat berhasil menerapkan alat (mekanisme) hegemoni
21 Nezar Patria dan Andi Arief, Op.Cit hal 136
intelektul, moral dan politik mereka. Dalam bentuk-bentuk, dengan alat, yang
mungkin disebut liberal, dengan kata lain melalui pertunjukkan perseorangan,
molekuler dan swasta22
Pernyataan Gramsci mengenai formasi hegemoni dapat disimpulkan menjadi
tiga elemen yakni masyarakat politik, masyarakat sipil dan intelektual. Istilah privat
(swasta) merupakan kata untuk mewakili masyarakat sipil, dan pertunjukkan
perseorangan merupakan aspek intektual dan molecular23 adalah istilah yang merujuk
pada sebuah jalan yang mengekspresikan perkembangan kelompok yang dipimpin
dan memimpin dengan kata lain sebuah sistem demokrasi (masyarakat negara).24
Formasi Elemen Hegemoni Gramsci
22 Antonio Gramsci, Op.Cit Hal. 21623 Lihat dalam buku sejarah dan budaya Antonio Gramsci , Quintin Hoare dan Nowell Smith (Ed), Ira puspitorini Dkk (Penj), 2000, Surabaya: Pustaka Promethea hal. 291-29524 Penjelasan Gramsci terkait elemen civil society, state dan intelektual “ What we can do, for the moment, is to fix two major superstructural “levels”: the one that can be called “civil society”, that is the ensemble of organisms commonly called “private”, and that of “political society” or “the State”. These two levels correspond on the one hand to the function of ”hegemony” which the dominant group exercises throughout society and on the other hand to that of “direct domination” or command exercised through the State and “juridical” government… The intellectuals are the dominant group’s “deputies” exercising the subaltern functions of social hegemony and political government, Antonio Gramsci Op.Cit, Hal. 145
state
civil societyintellectual
Ketika suatu kelompok sosial telah mempraktekkan hegemoni dan menjadi
kelompok yang hegemonik mereka harus tetap memperjuangkan hegemoni dan
kepemimpinannya. Perlu kegigihan untuk mepertahankan dan memperkuat otoritas
sosial dari kelas yang bekuasa dalam semua kelompok masyarakat sipil. Kemunduran
hegemoni dari kelompok yang berkuasa dapat terjadi dan bahkan menjadi krisis
hegemoni.
Terdapat tiga tingkatan hegemoni yang dikemukakan oleh Gramsci, yaitu
hegemoni total (integral), hegemoni yang merosot (decadent) dan hegemoni yang
minimum.25 Ketiga tingkatan hegemoni menurut Gramsci tersebut dijelaskan oleh
Joseph Femia26 lebih lanjut yakni pertama hegemoni integral yang ditandai dengan
afiliasi massa yang mendekati totalitas. Masyarakat menunjukkan kesatuan moral dan
intelektual yang kokoh. Kedua, hegemoni merosot ditandai dengan adanya potensi
disintegritas. Meskipun sistem yang adda telah mencapai kebutuhan atau sasarannya
namun mentalitas massa tidak sungguh-sungguh selaras dengan pikiran dominan
subjek hegemoni. Dan ketiga, hegemoni minimum menunjukkan situasi dimana
kesatuan ideologis antara elit ekonomi, politis dan intelektual yang berlangsung
bersamaan dengan keengganan terhadap setiap campur tangan masa dalam kehidupan
negara. Dengan demikian kelompok hegemonis tidak mau menyesuaikan kepentingan
dan aspirasi mereka dengan kelas-kelas lain dalam masyarakat.
25 Nezar Patria dan Andi Arief, Op.Cit hal.12826 Ibid.
Bedasarkan permasalahan dalam penelitian terkait kemerosoton hegemoni
Golkar, maka teori hegemoni Gramsci memiliki relevansi sebagai alat analisis untuk
menjelaskan faktor-faktor yang menyebabkan merosotnya hegemoni Golkar.
Kemerosotan Hegemoni Golkar dapat dijelasakan melalui tiga fondasi hegemoni
Gramsci yakni state, civil society dan intelektual organic. Keberadaan Golkar di
Sumatera Barat tidak lagi menjadi partai dominan seperti sebelumnya (orde baru),
meski tetap menjadi partai pemenang dalam pemilu untuk provinsi Sumbar, namun
kemenangan Golkar tidak lagi menjadi kemenangan mutlak, Golkar tidak lagi
menjadi partai yang berpengaruh dan menentukan. Hal ini mengindikasikan
merosotnya hegemoni Golkar sebagai partai yang berkuasa, berbeda dengan
hegemoni Golkar pada masa orde baru yang kuat di ketiga elemen tersebut.
a. Masyarakat sipil
Dalam surat Gramsci tanggal 7 September 1931, Gramsci menunjukkan
bahwa masyarakat sipil (civil society) mencangkup organisasi-organisasi swasta
(private) seperti gereja, serikat dagang, organisasi masyarakat, sekolah dan
sebagainya. Dalam masyarakat sipil kaum intelektual menjalankan fungsi khusus
yakni hegemoni sosial dari kelompok dominan.27 Masyarakat sipil mencangkup
semua organisasi dan lembaga diluar produksi dan negara. Semua organisasi yang
mencangkup masyarakat sipil disebut private seperti gereja, organisasi
keagamaan, serikat dagang, partai politik, serta kelompok-kelompok kebudayaan
dan organisasi kemasyarakatan.
27 Roger simon , Op.Cit , hal 102
Masyarakat sipil merupakan tempat hegemoni dilangsungkan, Golkar juga
menegakkan hegemoninya melalui masyarakat sipil, hal ini dapat dilihat
banyaknya organisasi-organisasi sosial yang menjadi underbow partai pada masa
orde baru, serta Golkar sendiri yang terdiri dari berbagai organisasi kekaryaan.
Merosotnya hegemoni Golkar dapat diidentifikasi melalui berbagai organisasi
dalam masyarakat sipil yang tidak lagi menjadi underbow partai.
b. Masyarakat politik (negara)
Gramsci memakai istilah masyarakat politik bagi hubungan-hubungan koersif
yang terwujud dalam berbagai lembaga negara, angkatan bersenjata, polisi,
lembaga hukum dan penjara, bersama-sama dengan semua departemen
adminstrasi yang mengurusi pajak, keuangan, perdaganggan, industri, keamanan
sosial, dan sebagainya yang bergantung pada upaya akhir dari efektifitas
monopoli negara dalam melakukan tindakan koersif.28 Dalam kategori ini
masyarakat politik mengacu pada semua institusi yang biasa disebut negara.29
Golkar berhasil menegakkan hegemoni tidak terlepas dari peranan negara,
sehingga Golkar dapat menjadi partai pemimpin yang mendominasi pada masa
orde baru. Peranan ABRI, polisi dan institusi lain menjadi begitu kental, namun
ketika reformasi terjadi dan tatanan politik baru yang lebih demokratis, tindakan
negara yang koersif telah berkurang disertai berkurangnya peranan ABRI dalam
politik.
28 Roger simon, Op.Cit, hal 10429 Muhadi sugiono Op.Cit, hal 35
c. Intelektual Sebagai organizer hegemoni
Menurut Gramsci seorang dikatakan intelektual bukan diperoleh dari hakikat
instrinsik dari kegiatan intelektual sendiri, melainkan posisi kegiatan yang
menempati dalam suatu sistem hubungan dimana kegiatan-kegiatan ini
mengambil tempatnya dalam sebuah hubungan-hubungan sosial yang kompleks.30
Selanjutnya Gramsci menjelaskan bahwa dalam dunia superstruktur, kaum
intelektual menampilkan fungsi organisasional dan konektif didalam masyarakat sipil
atau wilayah masyarakat politik. Dimana, kaum intelektual merupakan deputi dari
kelompok dominan yang menjalankan fungsi khusus dari hegemoni sosial dan
pemerintahan sosial.31 Setiap kelas menciptakan satu atau lebih strata intelektual,
seperti kaum kapitalis menciptakan teknisi, ekonom, manager, pegawai negeri untuk
organisator kebudayaan baru dan setiap kelas baru yang lahir menentukan kaum
intektual yang sudah ada. Untuk melihat peran intelektual, maka Gramsci membagi
bentuk intelektual menjadi dua, yaitu intelektual organic dan intelektual tradisional.
Pertama intelektual organic, mereka adalah intelektual dan organisator
politik.32 Menurut Gramsci intelektual organic langsung berhubungan dengan cara
produksi yang dominan, dimana intelektual ini memberikan kelas ini homogenitas
dan suatu kesadaran akan fungsinya sendiri bukan cuma pada ekonomi namun juga
dilapangan sosial dan politik. Contoh intelektual organic adalah manager, insinyur,
politisi, penulis, jurnalis, pegawai negeri, tentara, jaksa, hakim dan sebagainya.
30 Antonio Gramsci, Op.Cit Hal, 14031 Nezar Patria dan Andi Arief, Op.Cit, Hal.15832 Roger Simon, Op. Cit, Hal.144
Kedua, intelektual tradisional merupakan intelektual yang dikategorikan
sebagai intelektual otonom. Banyak kelas yang baru tumbuh berusaha untuk
berasimilasi serta menundukkan intelektual tradisional secara ideologis. Mereka yang
termasuk intelektual tradisional seperti rohanian, manusia literer, filsuf atau artis.
Selanjutnya Gramsci menganalisis mengenai watak dari partai politik dalam
hubungannya dengan masalah kaum intelektual, dimana partai politik untuk semua
kelompok persisnya adalah mekanisme yang sama yang dilakukan negara, dengan
kata lain ia bertanggung jawab untuk menyatukan kaum intelektual organic dari
kelompok sosial yang ada kelompok dominan dan kaum intelektual tradisional. Partai
melaksanakan fungsi sesuai dengan fungsi dasarnya, yakni mengelaborasi bagian-
bagian komponennya sendiri dan fungsi mengubah mereka menjadi kaum intelektual
politik yang berkualitas, para pemimpin (dirigenti) dan organizer [mengorganisir]
semua aktivitas dan fungsi-fungsi yang inheren dalam perkembangan organic sebuah
masyarakat integral, baik sipil ataupun politik.33
Golkar pada masa orde baru memiliki organic intelektual sebagai basis think
tank partai untuk berbagai kebijakan. Para intelektual ini merupakan ahli ekonomi
dan pembangunan. Elemen intelektual ini dalam melihat faktor-faktor yang
meyebabkan merosotnya hegemoni Golkar, dibagi menjadi intelektual organic yakni
para kader partai dan kombinasi intelektual tradisional yakni tokoh agama dan tokoh
adat atau tokoh masyarakat.
33 Quentin Hoare dan Nowell Smith (Ed) Ira Puspitorini (penerj) dkk, 2000, Antonio Gramsci : Sejarah dan Budaya, Surabaya : Pustaka Promethea Hal.147
Partai politik dan hegemoni
Menurut Gramsci pelaku utama sang penguasa baru tidak bisa menjadi
pahlawan individual di zaman modern, tetapi bisa menjadi pahlawan partai politik.
Prinsip yang penting adalah adanya pemimpin dan yang dipimpin, penguasa dan
dikuasai dan partai merupakan tempat efektif untuk mengembangkan pemimpin dan
kepemimpinan.34 Dalam rejim totalitarian, fungsi tradisional dan institusional
kerajaan diambil alih oleh partai politik. Walaupun tiap partai adalah ekspresi
kelompok sosial, namun kondisi tertentu dari suatu partai mewakili sebuah kelompok
sosial dalam menjalankan fungsi penyeimbang dan penengah dalam memperjuangkan
kepentingan kelompoknya dan kepentingan kelompok lain, dan berhasil
mengamankan perkembangan kelompok-kelompok tersebut karena mewakili
konsesus dan membantu -kelompok-kelompok sekutunya- yang bisa dianggap
sebagai kelompok yang jahat.35
Penjelasan diatas menunjukkan hegemoni partai politik dari persfektif
Gramsci, dimana partai dapat mempertahankan eksistensinya dalam pemerintahan
ketika partai tidak hanya mewakili kepentingan kelompok semata tapi bisa
mengakomodasikan semua kepentingan. Menurut Gramsci kemenangan partai,
kemajuannya bagi kekuatan negara dan kondisi ketika partai tidak bisa dihancurkan
secara normal dapat dijelaskan melalui eksistenti partai yang terdiri dari tiga elemen
dasar.36 34 Quentin Hoare dan Nowell Smith (Ed) Gafna Raiza wahyudi dkk (penerj), 2001, Catatan-Catatan Politik Antonio Gramsci, Surabaya: Pustaka Promethea Hal. 3135 Quentin Hoare dan Nowell Smith (Ed) Gafna Raiza wahyudi dkk (penerj), Ibid, hal 3436Ibid , hal. 39
1. Elemen massa, yang terdiri dari orang-orang kebanyakan yang berpartisipasi
dengan loyal dan disiplin.
2. Elemen kohesif dasar, yang memusatkan secara nasional dan member
kekuatan yang kompleks, efektif dan sangat kuat yang dengan sendirinya akan
berubah menjadi lebih kecil atau bahkan hilang sama sekali. Elemen ini
dibantu dengan kekuatan kohesif yang besar yang memusatkan dan
mendisiplinkan. Elemen ini dapat juga disebut sebagai kepemimpinan di
tingkat nasional
3. Elemen lanjutan, yang menghubungkan elemen pertama dan kedua serta
memlihara kontak diantara keduanya secara fisik, moral dan intelektual.
Kekuatan partai Golkar dalam perpolitikan di Sumatera Barat dapat dilihat
dari ketiga elemen diatas, elemen massa berarti simpatisan partai Golkar yang
menjadi pendukung partai, elemen massa sangat menentukan kemenangan partai.
Kemudian elemen kohesif dasar terkait kepemimpinan partai, dalam hal ini pimpinan
partai untuk perwakilan daerah maupun nasional. Elemen ini memberi kekuatan bagi
partai untuk sektor wilayah dan terakhir elemen lanjutan adalah pola komunikasi
antara kedua elemen sebelumnya.
C. Skema Pemikiran
Untuk memudahkan pemahaman tentang permasalah dalam penelitian ini,
maka skema pemikiran penelitian sebagai berikut:
Penelitian ini dilatarbelakangi oleh kondisi-kondisi yang menunjukkan adanya
kemerosotan hegemoni Partai Golkar di era reformasi. Perubahan yang mendasar
dalam struktur politik sebagai efek dari tuntutan reformasi telah merubah arah
perpolitikan kearah yang lebih demokratis dibandingkan era orde baru. Golkar yang
menjadi mesin politik dan anak emas orde baru juga tidak luput dari tuntutan
reformasi.
Partai Golkar
DPD Sumbar
Golkar pada masa orde baru:
Partai Hegemonik dengan dukungan pemerintah
Perubahan politik
Partai Golkar pada masa Reformasi:
Penurunan perolehan suara terutama pada pemilu 2009 dan 2014, dominasi Golkar
tidak lagi mutlak, perpecahan internal partai dipusat, kekalahan dalam pilkada serentak di
Sumbar 2015
Apa faktor yang menyebabkan merosotnya hegemoni Golkar khusunya di Sumatera
Barat??
Dijelaskan dengan persfektif hegemoni Gramsci yang mencangkup elemen State (pemerintahan), Civil
Society(organisasi masa) dan intelektual partai (organic dan tradisional)
Partai Golkar mengalami kemerosotan hegemoni
Golkar di masa orde baru dengan segala keistimewaan yang didapat seperti
mesin politik jalur ABG, keuntungan dari berbagai kebijakan seperti kebijakan massa
menggambang dan perlindungan penuh dari penguasa orde baru sekaligus dewan
Pembina Golkar membuat Golkar menjadi kekuatan yang besar. Namun, semua
keistimewaan Golkar hilang saat orde baru jatuh dan digantikan dengan era
reformasi. Tuntutan demokrasi memberi peluang hidupnya lagi berbagai jenis partai
politik serta pelaksanaan pemilu yang lebih kompetitif diantara partai politik.
Ditengah-tengah bangkitnya berbagai jenis partai politik, Partai Golkar yang dimasa
orde baru selalu menjadi partai mayoritas dan dominan mesti tergeser posisinya oleh
partai-partai lain.
Merosotnya hegemoni Golkar dapat dilihat dari merosotnya perolehan suara
Golkar dalam pemilu, kemudian Golkar tidak lagi dapat mempertahankan
dominasinya. Di Sumatera Barat sendiri, perolehan suara Golkar cenderung menurun
meski beberapa kali pemilu tetap sebagai pemenang namun bukan sebagai pemenang
mayoritas layaknya orde baru. Kemudian pada Pemilukada serentak 201 Golkar juga
mengalami kekalahan. Pengaruh Golkar ini kemudian dibayangi oleh partai lain
seperti Demokrat, PPP, PKS dan PAN untuk daerah Sumbar.
Untuk menjelasakan peyebab merosotnya hegemoni Golkar maka penelitian
ini menggunakan teori hegemoni Gramsci sebagai alat analisis. Dimana menurut
Gramsci hegemoni suatu kelompok dapat dilihat tiga elemen yakni state, civil society
dan organic intelektual.
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Pendekatan dan Metode penelitian
Penelitian ini menggunakan metode kulaitiatif dengan desain penelitian
bersifat deskriptif analisis. Menurut Bogdan dan Taylor pendekatan kualitatif
merupakan prosedur penelitian yang menghasilkan data deskripsi berupa kata-kata
tertulis atau lisan dari orang-orang dan prilaku yang dapat diamati.37 Pendekatan
kualitatif berguna untuk menjelaskan fenomena sosial yang ingin diteliti secara
mendalam. Penelitian kualitatif menurut Maleong merupakan penelitian yang
bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek
penelitian misalnya perilaku persepsi, motivasi, tindakan dan lain-lain, secara holistic
dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada sutu konteks khusus
yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode ilmiah.38
Sedangkan desain penelitian yang bersifat deskriptif analitis berarti data-data
yang dikumpulkan dalam penelitian umumnya berbentuk kata-kata dan gambar-
gambar yang kebanyakan bukan angka-angka. Penelitian deskriptif kualitatif
diuraikan dengan kata-kata menurut pendapat responden, apa adanya sesuai dengan
pertanyaan penelitian, kemudian dianalisis pula dengan kata-kata apa yang
37 Lexy J Maleong, 2005, Metodologi Penelitian Kualitatif (ed.revisi), Bandung: PT Remaja Rosdakarya Hal.438 Ibid, Hal.6
melatarbelakangi responden berperilaku (berpikir, berperasaan dan bertindak) di
reduksi, diverifikasi dan ditriangulasi dan disimpulkan.
B. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian ini dilakukan di Sumatera Barat khususnya di Kota Padang,
pemilihan lokasi ini didasari oleh permasalahan penelitian yang mengkaji mengenai
Kemerosotan hegemoni Golkar di Sumbar. Kota Padang merupakan ibu kota provinsi
dan merupakan lokasi DPD partai Golkar yang akan jadi objek penelitian. Alasan
lainnya adalah karena banyak informan yang berdomisili di Kota Padang.
C. Peran Penelitian
Pada penelitian kualitatif ini peneliti merupakan instrument utama dalam
mengumpulkan dan menginterpretasikan data.39 Peneliti juga berfungsi untuk
menetapkan fokus penelitian, memilih informan sebagai sumber data, melakukan
pengumpulan data, menilai kualitas data, analisa data, menafsirkan data dan membuat
kesimpulan atas temuannya. Peneliti berperan murni sebagai peneliti yakni peneliti
berada diluar realitas atau lingkungan sosial yang akan diteliti dengan tetap fokus
memperhatikan aspek-aspek penting dalam proses mengumpulkan data.
Terhitung sejak tanggal 18 Januari 2016 peneliti mendapatkan izin dari
Pembimbing I dan Pembimbing II untuk melakukan penelitian dan pengumpulan data
pada objek yang menjadi kajian peneliti. Kemudian dilanjutkan dengan pengurusan
surat izin lapangan di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik pada tanggal 19 Januari
2016. Dalam mengurus surat izin dari fakultas peneliti tidak mengalami kendala
39 Lexy J. Moleong, Ibid. . hlm. 9.
apapun, pengurusan cepat dan sesuai dengan jadwal yang ditetapkan. Pada tanggal 20
Januari surat izin rekomendasi ini dikeluarkan dengan No. 85/UN
16.08.WD.I//PP/2016, setelah mendapatkan surat ini kemudian peneliti langsung
melanjutkan untuk menggurus surat rekomendasi dari Kesbangpol Kota Padang. Pada
saat penggurusan surat izin di Kantor Kesbangpol Kota Padang ini peneliti juga tidak
mengalami kendala yang berarti, proses penggurusan sangat cepat ± selama 30 menit,
surat izin ini dikelurkan dengan No. 070.01.128./Kesbang.Pol/2016.
Selama hampir satu minggu peneliti menunda waktu turun kelapangan
penelitian karena harus mempersiapkan segala peralatan untuk dilapangan serta
beberapa agenda yang harus diselesaikan, sehingga baru tanggal 01 Februari 2016
peneliti memulai penelitian. Penelitian ini diawali dengan penggurusan izin serta
penyerahan surat izin rekomendasi dari Fakultas dan Kesbangpol Kota Padang pada
kantor Dewan Perwakilan Daerah Partai Golkar Sumatera Barat yang beralamat di Jl.
Rasuna Said No.79 Padang. Pada saat mendatangi kantor kira-kira pukul 10.00 WIB,
suasana kantor terlihat sangat sepi dan tidak ada seorang penggurus pun, yang ada
hanyalah mobil kantor yang berlogokan Partai Golkar. Melihat keberadaan mobil
tersebut maka peneliti yakin ada orang didalam, kemudian peneliti masuk ke kantor
lewat pintu belakang, dan disana peneliti bertemu dengan Kepala Sekretariat Partai
Golkar Bapak Sukarna. Tapi karena ada urusan mendadak, kemudian Bapak Sukarna
janji akan meluangkan waktu pukul 14.00 WIB nanti.
Merasa jeda waktu yang tidak terlalu lama maka peneliti memutuskan untuk
menunggu disekitar lokasi, setelah pukul 14.00 WIB peneliti balik lagi dan langsung
bertemu dengan Bapak Sukarna. Kemudian peneliti menyampaikan maksud dan
tujuan penelitian serta menyerahkan surat rekomendasi. Beliaupun menerima dengan
senang hati dan bahkan bercerita banyak tentang Partai Golkar dan memberikan
beberapa dokumen kepada peneliti. Melalui Bapak Sukarna, peneliti mendapat
banyak informasi mengenai informan-informan yang sesuai dengan kriteria informan
dalam metode snowball sampling yang dapat peneliti temui untuk menjawab
permasalahan penelitian. Beliau menyebut beberarapa tokoh seperti ketua umum,
sekretaris dan para anggota faksi Partai Golkar di DPRD Provinsi. Berawal dari
informasi dari Bapak Sukarna ini peneliti mencoba untuk mencari dan menemui
informan tersebut.
Pada tanggal 09 Februari peneliti menuju DPRD Provinsi, karena disana
peneliti dapat menemui semua informan yang direkomendasikan. Namun sayang
ketua DPRD yang merupakan Ketua Umum Partai Golkar serta para anggota DPR
sedang kunjungan kerja ke Jakarta. Melalui seorang teman, peneliti mendapatkan
kontak tenaga ahli Fraksi Partai Golkar di DPRD Sumbar, yang kebetulan merupakan
Wakil Ketua Bidang Pelembagaan Politik, Pemda dan Ormas Partai Golkar. Setelah
menghubungi Bapak Asrul Syukur via telepon, kemudian disepakati janji untuk
bertemu pada tanggal 10 Februari 2016 pukul 09.00 WIB di Kantor Fraksi Partai
Golkar.
Tanggal 10 Februari 2016 pukul 09.00 WIB peneliti kembali lagi ke Kantor
Fraksi Partai Golkar di gedung DPRD Sumbar, namun karena hujan badai Bapak
Asrul Syukur Terlambat datang, baru pada pukul 09.40 WIB peneliti dapat berjumpa
dengan beliau. Selama proses wawancara dengan Bapak Asrul Syukur40 peneliti
mendapat banyak informasi, beliau memiliki pengetahuan yang luas tentang Golkar
pada orde baru dan Partai Golkar. Selama proses penelitian beliau terlihat
menyampaikan jawaban dengan apa adanya. Kemudian setelah melakukan
wawancara kurang lebih satu jam peneliti menanyakan informan yang dapat
memberikan informasi sesuai dengan kriteria yang telah ditentukan. Kemudian beliau
merekomendasikan beberapa nama diantaranyaa, Afrizal selaku Sekretaris Partai
Golkar DPD Sumbar, Zulkenedi Said, Kader Partai Golkar sekaligus Mantan
Sekretaris DPD Partai Golkar Sumbar, Ketua Umum Partai, serta Anggota DPRD
Fraksi Partai Golkar Ibu Sitti Izzati Aziz.
Melalui bantuan Bapak Asrul, peneliti dapat berjumpa langsung dengan
Bapak Zulkenedi Said di kediaman beliau di Villa Bukit Berlindo Gunung Panggilun
pada pukul 11.12 WIB. Selama proses wawancara terlihat Bapak Zulkenedi
menyampaikan pandangan beliau secara terbuka tentang Golkar baik luar ataupun
dalam, ditambah lagi dengan pengalaman politik beliau yang tidak diragukan,
sehingga melalui infomasi dari beliau peneliti mendapatkan informasi-informasi baru
tentang berbagai intrik internal partai.
Pada tanggal 11 Februari 2016 peneliti kembali lagi Kantor DPRD untuk
menemui Ibu Sitti, namun ternyata anggota dewan masih belum balik dari Jakarta dan
baru akan masuk lagi hari senin tanggal 15 Februari 2016. Karena tidak mendapatkan
kontak informan-informan yang telah direkomendasikan tadi, maka peneliti
40 Lihat lampiran 3 untuk surat keterangan wawancara dan lampiran 5 untuk foto wawancara
memutuskan untuk menunggu informasi dari Ibu Sitti dahulu. Kemudian tanggal 15
Februari peneliti kembali lagi ke Kantor DPRD namun setelah menunggu selama tiga
jam, peneliti belum menerima kepastian kapan Ibu Sitti akan tiba, sehingga peniliti
memutuskan untuk menelepon. Setelah di telepon, beliau menjanjikan untuk bertemu
besok pagi di kantor. Tanggal 16 Februari 2016 peneliti menghubungi ibu Sitti untuk
mengkonfirmasi janji, dan ternyata janji diundur pada pukul 13.00 WIB. Akhirnya
pada pukul 13.15 WIB peneliti berhasil menemui Ibu Sitti, dari berbagai informasi
yang diperoleh Ibu Sitti kemudian menyarankan peneliti untuk bertemu dengan Ketua
Partai dan Bapak Leonardy Hramainy.
Karena masih di lokasi yang sama, maka setelah wawancara dengan Ibu Sitti,
peneliti langsung menemui Ketua DPRD, Bapak Hendra Irwan Rahim. Karena
padatnya jadwal beliau, dengan berbagai pertemuan maka peneliti hanya berharap
dapat berjumpa untuk membuat janji. Setelah lebih kurang dua jam menunggu
akhirnya pada pukul 17.05 WIB peneliti dapat bertemu dengan beliau. Setelah
menyampaikan maksud dan tujuan serta menjelaskan tentang penelitian, setelah
bertanya jawab beberapa persoalan, serta karena waktu yang juga telah dipenghujung
jam kantor, maka Bapak Hendra mempercayakan semua jawabannya kepada
Sekretaris Partai dan menyarakan untuk menemui Bapak Afrizal.
Tanggal 18 Februari, berbekal informasi yang didapat dari Ibu Sitti, maka
peneliti mencoba menemui Bapak Leonardy di Kantor Beliau di Padang FM. Namun
bedasarkan informasi dari Staff Kantor tersebut, Bapak Leonardy sedang berada di
Jakarta dan akan kembali tanggal 22 Februari 2016. Pada tanggal itu peneliti
menemui kembali ke kantor ternyata Bapak tersebut belum kembali, dan baru akan
tiba Padang pada hari Rabu tanggal 24 Februari 2016, akhirnya peneliti memutuskan
untuk kembali tanggal 25 Februari 2016. Pukul 09.00 WIB peneliti sudah di kantor,
tapi setelah menunggu tiga jam lebih Bapak tidak datang juga, peneliti mencoba
menghubungi via telepon namun tidak diangkat, dan di sms tidak dibalas. Melalui
informasi dari staff tersebut peneliti mendapatkan alamat rumah beliau, keesokan
harinya peneliti kerumah beliau di Jalan Bali, Ulak Karang. Namun setelah bertemu
beliau bersedia diwawancara selepas jum’at. Sembari menunggu, peneliti kemudian
menelepon Bapak Afrizal dan beliau bersedia ditemui besok harinya di kediamannya.
Selepas jum’at peneliti kembali kerumah Bapak Leonardy, wawancara berlangsung
lama dan banyak informasi yang peneliti dapatkan soal prahara partai di pusat, beliau
menyampaikan informasi secara blak-blakan.
Pada tanggal 27 February 2016, peneliti mengkonfirmasi lagi pertemuan
dengan Bapak Afrizal, namun ternyata beliau ada jadwal mendadak dan akan bisa
ditemui tanggal 01 Maret di Kantor DPRD Prov. Komisi III. Pada hari tersebut
peneliti bertemu dengan beliau dan melakukan wawancara, pengetahuan beliau
sangat dalam tentang Golkar karena telah meniti karir di Golkar dari tingkat bawah,
namun peneliti melihat beliau agak sedikit packing good dalam menyampaikan
informasi. Kemudian beliau merekomendasikan untuk bertemu dengan Bapak Shadig
Pasadique, Basril Djabar dan Syamsu Rahim serta Hasan Basri Durin.
Tanggal 02 Maret 2016 peneliti mencoba menemui Bapak Basril Djabar di
Kantor beliau di Harian Singgalang, namun saat itu beliau sedang di Jakarta dan
belum pasti kapan kembali ke Padang, namun sekretaris beliau berjanji akan
menghubungi jika beliau sudah balik dan bersedia di wawancarai.
Peneliti tanggal 03 Maret 2016 mengetahui informasi Bapak Shadig sedang
berada di Padang, kemudian mencoba menghubungi, dan ternyata beliau dengan
senag hari bersedia menjadi narasumber. Wawancara dilaksanakan di kediaman
beliau di Jalan Palupuh No.7 Jati, Padang. Wawancara dengan beliau berlangsung
tidak begitu lama, kira-kira hanya 45 menit, namun cukup untuk mendapatkan
informasi. Peneliti melanjutkan untuk menghubungi Bapak Syamsu Rahim, dan pada
tanggal 12 Maret 2016 beliau bersedia diwawancarai di kediamannya di Komplek
Aur Kuning. Sebagai mantan Kader Partai Golkar, wawancara berlangsung cukup
lama dan menjawab informasi yang peneliti butuhkan secara blak-blakan.
Selanjutnya peneliti berusaha untuk menemui Bapak Yul Akhiari Sastra yang
juga merupakan mantan Kader Partai Golkar, dan tanpa mengalami kesulitan peneliti
berhasil mewawancarai beliau pada tanggal 17 Maret 2016 pukul 16.00 WIB di
sebuah rumah makan di Jalan A.Yani. Selama wawanaca, beliau begitu menguasai
seluk beluk Partai Golkar karena di bina dari tingkat dasar dan telah bergabung sejak
muda. Pada hari yang sama, peneliti kemudian mendapatkan konfirmasi dari Bapak
Basril Djabar yang telah kembali dari Jakarta dan bersedia di wawancarai, pada pukul
12.20 WIB peneliti menuju kantor baliau dan baru bisa melakukan wawancara pukul
13.15, wawancara berlangsung cukup lama, peneliti mendapatkan informasi tentang
keadaan Golkar pada masa orde baru. Setelah wawancara dengan beliau peneliti
melanjutkan janji wawancara dengan Bapak Yul Akhiari yang lokasinya tidak jauh
dari Kantor Harian Umum Singgalang.
D. Teknik Pemilihan Informan
Informan adalah orang dari lokasi penelitian yang dianggap paling
mengetahui dan bersedia bekerja sama, mau diajak diskusi dan membahas hasil serta
bisa memberikan informasi kepada siapa saja peneliti bisa menggali informasi
mengenai masalah penelitian.41 Teknik pemilihan informan dalam penelitian
menggunakan teknik snowball sampling. Snowball sampling merupakan sebuah cara
yang efektif untuk membangun kerangka pengambilan sampel dimana peneliti kurang
mengetahui informan yang memiliki informasi terhadap permasalahan penelitian
yang sedang diteliti, artinya bahwa informan awal dipilih dengan pertimbangan
informan tersebut dapat membuka pintu untuk mengenali informan selajutnya.42
Dalam metode pemilihan informan ini peneliti menentukan satu atau lebih individu
atau tokoh kunci yang memiliki kriteria-kriteria tertentu dan meminta mereka untuk
menyebutkan orang lain yang memiliki kaitannya kemudian pada gilirannya dapat
ditemui.43
Informan yang dipilih merupakan informan yang dapat membuka informan
kunci lainnya yang telibat dalam permasalahan penelitian tersebut sehingga proses
penelitian dihentikan ketika data yang diperoleh dari masing-masing informan
41 Kasiram, 2010, Metodologi Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif, Malang: UIN Maliki Press, Hal. 28342 H. Russell Bernard, 1994, Metode Penelitian, Pendekatan Kuantitaif dan Kualitatif, Jakarta: Ghalia Indonesia, hlm. 97.43 Ibid.
dianggap sudah jenuh dan sudah mencukupi. Kriteria pemilihan informan awal pada
penelitian ini yaitu:
1. Informan dipilih dengan kriteria yaitu memiliki pengetahuan terkait dengan permasalahan penelitian peneliti;
2. Informan memiliki kriteria cukup lama berperan dan terlibat dalam keanggotaan Partai Golkar baik masa orde baru atau era reformasi
3. Informan merupakan orang yang pernah berpengalaman terhadap partai Golkar, baik yang sudah keluar dan menjadi anggota partai lain.
4. Informan memiliki waktu untuk melakukan wawancara oleh peneliti.
Tabel 3.Daftar Informan Penelitian
No Nama Jabatan1. Asrul Syukur Wakil Ketua Bidang Kelembagaan Politik,
Pemda dan Ormas (2009-2015) / Tenaga Ahli Fraksi Partai Golkar DPRD Provinsi Sumbar
2. Zulkenedi Said Sekretaris DPD Partai Golkar Sumatera Barat Periode 2009-2014
3. Sitti Izzati Aziz Wakil Ketua Bidang Pemberdayaan Perempuan dan Tenaga Kerja (2009-2015)/ Aggota DPRD Fraksi Partai Golkar Periode
2014-20194. Leonardy Harmainy Ketua Dewan Pertimbangan Partai Golkar5. Afrizal Sektretaris Partai Golkar DPD Sumatera Barat
Periode (2009-2015)/ Anggota Fraksi partai Golkar DPRD Provinsi Sumatera Barat
6. Shadiq Pasadique Kader Partai GolkarSumber: Peneliti
E. Unit Analisis
Unit analisis dalam penelitian ini berfungsi untuk melakukan fokus kajian
pada penelitian, yaitu untuk menjawab permasalahan penelitian dan tujuan penelitian
ini. Unit analisis merupakan sesuatu yang berkaitan dengan fokus/komponen yang
diteliti. Unit analisis dalam suatu penelitian dapat berupa individu, kelompok,
organisasi, maupun wilayah sesuai dengan fokus permasalahan penelitian.44 Dalam
penelitian ini yang menjadi unit analisis adalah organisasi/kelompok yakni partai
Golkar. Pada tingkat organisasi/kelompok subjek penelitian terkait dengan
keanggotaan dalam organisasi atau kelompok, mereka mungkin anggota atau
penggurus yang menempati posisi teretntu dalam struktur.
F. Teknik Pengumpulan data
Pengumpulan data adalah cara memperoleh data dalam kegiatan penelitian.45
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini diperoleh dari data yang bersifat
primer yaitu data utama dan data sekunder yaitu data pendukung. Data primer dalam
penelitian ini diperoleh dari hasil wawancara dengan narasumber, sedangkan data
sekunder diperoleh dari dokumentasi, jurnal penelitian, dan beberapa bahan bacaan
yang berhubungan dengan persoalan penelitian. Data dikumpulkan dengan metode:
1. Wawancara
Wawancara merupakan cara pengumpulan informasi dan data dengan cara
langsung bertatap muka dengan informan dengan maksud mendapatkan gambaran
lengkap tentang topik yang akan diteliti. Menurut Lincoln dan Guba tujuan dilakukan
wawancara adalah untuk mengkonstruksikan mengenai orang, kejadian, organisassi,
perasaan, motivasi, tuntutan, kepedulian.46 Teknik ini dipilih karena peneliti ingin
memperoleh keterangan-keterangan yang lebih jelas dan rinci secara langsung dari
informan sehingga hasil dari wawancara ini dapat memberikan gambaran yang 44 Burhanudin Bungin, 2011, Metodologi Penelitian Kualitatif, Jakarta: Rajawali Press, Hal.12745 Mamang Etta Sungadji dan Sopiah. , 2010, Metodologi Penelitian, Yogyakarta: CV Andi offset . hal.14946 Lexy maleong, Op.Cit hal. 186
cermat terhadap masalah penelitian dan memudahkan peneliti untuk menarik
kesimpulan yang tentu saja akan disesuaikan dengan fakta-fakta yang ditemukan di
lapangan.
Dalam penelitian ini wawancara dilakukan untuk menjawab permasalahan
penelitian yang dilakukan dengan tipe open-ended, dimana metode wawancara ini
dilakukan dengan peneliti bertanya kepada informan awal dengan fakta-fakta yang
terjadi dalam peristiwa yang diteliti di samping opini informan mengenai peristiwa
tersebut. Peneliti dapat meminta informan untuk mengetengahkan pendapatnya
sendiri terhadap perisitiwa tertentu dan bisa menggunakan proposisi tersebut sebagai
dasar penelitian selanjutnya. Informan awal sangat penting bagi keberhasilan
penelitian. Ketepatan pemilihan informan awal sangat menentukan pengumpulan data
dalam pencapaian tujuan dari penelitian tersebut.
Teknik wawancara dalam penelitian ini dilakukan dengan wawancara yang
tidak terstruktur atau lebih bersifat wawancara terbuka, di mana dalam peneliti tidak
menggunakan pedoman wawancara yang terstruktur secara sistematis dan lengkap
dalam pengumpulan data. Pedoman wawancara digunakan hanya berupa garis-garis
besar permasalahan yang menurut peneliti penting untuk ditanyakan dalam menjawab
permasalahan penelitian. Teknik ini dipilih dengan alasan bahwa peneliti ingin
mendapat fakta tentang permasalahan penelitian.
2. Dokumentasi
Pengumpulan data melalui dokumentasi merupakan pengumpulan data yang
merekam berbagai peristiwa yang terjadi di lapangan selama penelitian berlangsung.
Dokumentasi dalam hal ini menyangkut dengan surat-surat atau dokumen yang
berkaitan dengan permasalahan penelitian serta foto-foto aktual mengenai kondisi
yang terjadi saat ini. Dalam penelitian ini penggunaan dokumentasi yang paling
penting adalah bertujuan untuk mendukung dan menambah bukti dari sumber-sumber
lain.47
G. Uji Keabsahan Data
Uji keabsahan data dilakukan dengan cara triangulasi. Triangulasi merupakan
teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data
untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data tersebut.48 Untuk
uji keabsahan data, peneliti menggunakan teknik triangulasi sumber data, dilakukan
dengan membandingkan dan mengecek baik derajat kepercayaan suatu informasi
yang diperoleh melalui waktu dan cara yang berbeda. Menurut Patton triangulasi
dapat dilakukan dengan cara49:
1. Membandingkan data hasil pengamatan dengan hasil wawancara.
2. Membandingkan apa yang dikatakan orang didepan umum dengan apa yang
dikatakan secara pribadi.
3. Membandingakn apa yang dikatakan orang-orang tentang situasi penelitian
dengan apa yang dikatakan sepanjang waktu.
47 Ibid., hal. 21648Ibid, Hal. 33049Ibid, Hal. 331
4. Membandingkan keadaan dan perspektif seseorang dengan berbagai pendapat
dan pandangan orang lain.
5. Membandingkan hasil wawancara dengan isu suatu dokumen yang berkaitan.
Triangulasi sumber data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah dengan
melakukan perbandingan diantara informan penelitian. Pada penelitian ini peneliti
menggunakan wawancara bersama informan triangulasi untuk mendapatkan data.
Triangulasi sumber yang dilakukan peneliti dalam penelitian ini adalah
melakukan perbandingan antara informan yang diteliti dengan beberapa informan di
dalam permasalahan penelitian ini, serta dengan beberapa sumber data sekunder
seperti dokumen dan buku.
Tabel 3.Daftar Informan Triangulasi Data
No Nama Jabatan1. Samsyu Rahim Mantan Kader Partai Golkar/ Ketua Umum
Partai Nasdem Sumbar2. Basril Djabar Anggota Dewan Pertimbangan Partai Golkar
Sumbar/ Pimpinan Umum Harian Singgalang3. Yul Akhiari Sastra Mantan Kader Partai Golkar/ Ketua KNPI
Sumbar PeriodeSumber: Peneliti
H. Analisis data
Analisis data adalah proses pengorganisasian data kedalam pola, kategori dan
satuan uraian dasar dengan cara mengumpulkan, mengurutkan, mengelompokkan dan
mengkategorikan data sehinga mudah diinterprestasikan dan dipahami.50 Analisis data
dalam penelitian ini berlangsung bersamaan dengan proses pengumpulan data. Untuk
menganalisis data yang dikumpulkan, maka peneliti menggunakan analisis induktif,
dimana dalam analisis ini peneliti benar-benar membenamkan diri dalam hal-hal
spesifik dari data dengan tujuan menemukan kategori-kategori, dimensi-dimensi dan
antarhubungan yang penting.51
Analisis induksi ini dilakukan melalui tiga tahap yakni tahap reduksi data, tahap
penyajian data dan verifikasi data.52
1. Reduksi data, data yang diperoleh ditulis dalam bentuk laporan atau data yang
terperinci. Laporan yang disusun bedasarkan data yang diperoleh direduksi,
dirangkum, dipilah hal-hal pokok, difokuskan pada hal-hal penting. Data hasil
mengikhtiarkan dan memilah-milah bedasarkan satuan konsep, tema dan
kategorisasi akan memberikan gambaran yang lebih tajam.
2. Penyajian data, data yang diperoleh dikategorisasikan menurut pokok
permasalahan dan dibuat dalam bentuk matriks sehingga memudahkan
peneliti untuk melihat pola-pola hubungan satu data dengan data lain.
50 Ibid Hal. 24851 Bagong Suryanto dan Sutinah, 2007, Metode Penelitian Sosial, Jakarta: Kencana Prenada Media Group Hal. 18452 V. Wirarna Sujarweni, 2014, Metodologi Penelitian, Yogyakarta: Pustakabarupress Hal. 35
3. Penyimpulan dan verifikasi, data yang telah direduksi dan disajikan secara
sistematis akan disimpulkan sementara. Kesimpulan sementara yang
didapatkan perlu diverifikasi dengan teknik triangulasi data.
Prosedur yang dilakukan oleh peneliti dalam menggunakan teknik analisis
diatas yaitu pertama reduksi data, pada tahap ini peneliti memilah dan memilih data
hasil wawancara bertujuan mereduksi data untuk mendapatkan fokus dan hal-hal
penting terkait faktor-faktor penyebab merosotnya hegemoni Golkar dan
mengelompokkanya berdasarkan tema dan kategori tertentu. Tahap selanjutnya yakni
penyajian data, pada tahap ini semua data penting yang telah direduksi, disusun
bedasarkan kategorisasi dengan bantuan matriks, sehingga pola-pola hubungan antara
data tampak lebih jelas. Tahap terakhir adalah penyimpulan dan verifikasi,
kesimpulan ditarik dari data yang telah disusun dan dikategorikan bedasarkan tema
sebagai kesimpulan sementara untuk selanjutnya dikuatkan dengan data triangulasi.
I. Struktur Penulisan
BAB I
Pada bab ini berisi latar belakang yang menunjukkan kondisi-kondisi
merosotnya hegemoni Golkar pada masa reformasi yang dapat dilihat dari semakin
menurunnya perolehan suara Golkar pada pemilu 2004-2014 khusunya di Sumatera
Barat dibandingkan dengan Golkar pada masa orde baru. Tujuan penelitian ini adalah
untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang menyebabkan merosotnya hegemoni
Golkar di Sumatera Barat.
BAB II
Bab ini membahas bahan referensi dari penelitian terdahulu tentang Golkar
yang menjadi landasan untuk melakukan kajian penelitian dengan sudut pandang
yang berbeda. Dalam bab ini juga membahas teori hegemoni dan membahas kajian
teori yang akan digunakan untuk menjawab pertanyaan penelitian.
BAB III
Bab ini membahas mengenai metode penelitian yang digunakan peneliti.
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan metode kualitatif dengan disain deskriptif
analisis. Metode ini dipilih karena peneliti ingin memberikan penjelasan secara
mendalam terkait masalah penelitian yang akan diteliti. Penelitian ini menggunakan
teknik wawancara sebagai alat untuk mengumpulkan data primer dengan pemilihan
informan secara snowball sampling. Analisis data akan dilakukan dengan analisis
induksi melalui tahapan reduksi data, penyajian data dan penyimpilan dan verifikasi.
BAB IV
Pada bagian ini akan dideskripsikan mengenai objek penelitian yakni Partai
Golkar, yang meliputi sejarah, perkembangan dan struktur organisasi di Sumatera
Barat.
BAB V
Hasil temuan selama penelitian di lapangan, hasil wawancara yang kemudian
dibuat kedalam bentuk transkrip wawacara, dan data-data berkaitan dengan penelitian
ini seperti dokumen pemerintah akan dilakukan analisis pada bab ini. Singkatnya, bab
ini akan menjelaskan bagaimana proses analisis data-data temuan di lapangan
menjadi sebuah laporan akhir yang bersifat ilmiah dan berstruktur. Dalam bab ini
juga akan menampilkan bagaimana penggunaan teori yang telah dipersiapkan untuk
menjawab permasalahan penelitian akan disajikan dalam bentuk penjelasan dan
analisis mendalam.
BAB VI
Bab ini berisi tentang sajian akhir dari penulisan skripsi yaitu kesimpulan dan
saran. Bab ini merupakan hasil pemahaman dan analisis secara ilmiah atas
keseluruhan apa yang telah dilakukan peneliti selama proses penelitian lapangan.
Dalam bab ini juga akan memberikan kontribusi berupa saran, baik secara akademis
maupun secara praktis.
BAB IV
DESKRIPSI OBJEK PENELITIAN
A. Golkar Pada Masa Orde Baru
1. Sejarah Kelahiran Golkar
Golkar lahir pada tanggal 20 Oktober 1964 dengan nama Sekretariat Bersama
Golongan Karya (Sekber Golkar). Kelahirannya merupakan reaksi dan respon
terhadap situasi politik dalam negeri yang kacau balau, dimana tidak terjaminnya
keamanan akibat konflik partai politik didunia kepartaian, yang mengundang
pemerintah untuk mendayagunakan ABRI agar bertindak sesuai dengan Undang-
Undang.53 Kepercayaan yang didapat oleh ABRI ini kemudian berkembang dan
mengajak kelompok-kelompok yang tidak berafiliasi dengan partai politik yang biasa
disebut golongan fungsional.
Sebagai langkah awal perlindungan terhadap Golongan Fungsional
dibentuklah beberapa Badan Kerja Sama (BKS) antara militer dan sipil. Kerja sama
ABRI dan Golongan Fungsional ini mendapat sambutan baik sehingga berhasil
menjaring organisasi kemasyarakatan yang ada seperti Kosgoro, MKGR dan SOKSI.
Setelah banyak golongan fungsional yang bergabung maka kelompok ini
memformalkan keberadaan mereka secara hukum sehingga dikeluarkan Kepres No.12
Tahun 1959, yang mengangkat 200 orang wakil Golongan Fungsional di MPRS.
Kemudian Kepres. No. 193 Tahun 1964 diakui pula wakil-wakil Golongan
Fungsional di Front Nasional.54
Melalui pengakuan di MPRS dan FN maka Golongan Fungsional ini berupaya
untuk membentuk suatu wadah bersama yang akan mengabdikan karya dan
kekaryaan mereka. Hasil musyawarah pertama oleh Brigjen Djuhartono dan Wakil
ketua FN dari unsure ABRI dalam usaha menghisupkan koordinasi diantara
golongan-golongan fungsional adalah55
1. Perlu dibentuk Sekretariat Bersama Golongan Fungsional dalam FN untuk
memeperjuangkan Kepentingan organisasi Fungsonal anggota FN
53 Makrum Kholil, 2009, Dinamika Politik Islam Golkar di Era Orde Baru, Tanggerang: Gaya Media Pratama, Hal.7954 Ibid, Hal. 8155 Ibid Hal. 83
2. Sekber hanya merupakan secretariat (administrasi) dari anggotanya dan tidak
emelmbaga diluar FN. Karena itu, ia diberi nama Sekretaria Bersama
Golongan Karya dalam FN
3. Organisasinya pada masa awal berbentuk “Sekber” dan dibelakangnya
dicantumkan “ANggota FN”. Hal ini dimaksudka untuk pengamanan dari
serangan dan tuduhan “membentuk” Front Tandingan dan untuk memudahkan
konsolidasi
4. Ketua umum Sekber secara ex officio dipegang oleh Brigjen.Djuhartono
5. Pada saat pembentukannya, organisasi-organisasi golongan fungsional
anggota FN mengirim dua orang untuk menandatangani konsesus sebagai
dokumen historis
6. Sebagai modal pertama untuk digerakkan adalah para anggota FN non afiliasi
Kemudian, pada bulan Oktober 1964 dibentuk sebuah Panitia Sembilan
dengan tugas menyusun Rancangan Piagam Pernyataan Dasar Karyawan dan
Mempersiapkan Rancangan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Sekber
Golkar. Pada tanggal 20 Oktober 1964 diadakan Rapat Pleno yang dihadiri oleh 97
wakil organisasi fungsional dan megesahkan pembentukan Sekber Golkar dan
sekaligus mengesahkan Rancangan AD/ART yang disusun oleh Panitia Sembilan.
Pada tanggal 9-11 Desember 1965 Sekber Golkar untuk mengkonsolidasikan
diri melakukan Musyawarah Kerja Nasional I (Mukernas) di Cibogo Jawa Barat,
Mukernas ini dihadiri oleh 160 organisasi fungsional tingkat pusat dan 13 pengurus
daerah Sekber Golkar dengan hasil; (1) Haluan perjuangan Sekber Golkar, (2)
Program aksi Sekber Golkar didalam FN, (3) Program konsolidasi organisasi, (4)
program pembinaan pengkaderan, (5) Pernyataan Sekber Golkar, (6) Dewan
pimpinan harian Sekber Golkar masa berikutnya.
Selajutnya, dalam rangka melaksanakan mekanisme organisasi pada bulan
November 1967 Sekber Golkar kembali mengadakan Mukernas II di Cibogo, dengan
hasil keputusan (1) Konsolidasi dilakukan bedasarkan pengelompokan organisasi,
sedang anggotanya bedasarkan kekaryaannya dalam induk organisasi, (2)
Pengelompokkan bedasarkan prinsip suka rela (3) Pelaksanaan konsolidasi
diserahkan kepada DPP. Tidak sampai setahun pelaksanaan hasil Mukernas II muncul
partai baru yakni Parmusi yang meyebabkan banyaknya organisasi yang bergabung
dengan Sekber Golkar melepaskan diri. Oleh karena itu, Dewan Pimpinan Harian
Sekber Golkar melalui keputusan nomor; KEP-107/Sekber Golkar/1969, tanggal 7
Juli 1969 memberikan mandate penuh pada Ketua Umum Sekber Golkar untuk
melaksanakan konsolidasi organisasi, sehingga melalui keputusan nomor:
KEP-507/Sekber Golkar/1969 tanggal 9 Oktober 1969 dibentuk tujuh kelompok
induk organisasi (KINO), yaitu;56
1. Kino Kosgoro (Kesatuan Organisasi Serbaguna Gotong Royong)2. Kino Soksi (Sentral Organisasi Karyawan Sosialis Indonesia)3. Kino MKGR (Musyawarah Kekeluargaan Gotong Royong4. Kino Profesi5. Kino Ormas Hankam6. Kino Gakari (Gabungan Kerakyatan Republik Indonesia)7. Kino Gerakan Pembangunan
56 Ibid, Hal. 87
Dalam usaha pemurnian pengertian Golongan Fungsional, maka dilakukan
pemurnian keanggotaan Golongan Fungsional di MPRS dan DPR-GR, dimana yang
duduk adalah benar-benar wakil golongan fungsional murni yang tidak berafiliasi
partai politik. Perjuangan ini disetujui pemerintah dengan Peraturan Menteri No. 12
tahun 1969 yang dikenal dengan Permen 12. Bersamaan dengan disahkannya
peraturan ini maka Sekber Golkar melakukan pelebaran kepengurusan sampai ke
Daerah Tingat I dan II. Dengan terbentuknya kepengurusan Sekber Golkar di Dati I
dan II maka Sekber Golkar siap mengikuti pemilu 1971. Musyawarah yang
berlangsung tanggal 4 Februari 1970 melahirkan suatu tekad bersama, “menyatakan
mufakat untuk ikut dalam Pemilu 1971 dengan satu tanda gambar, Golongan Karya
(Golkar)
2. Landasan dan Nilai Dasar Golkar
Pada awal kemunculannya, Golkar memiliki landasan dan nilai dasar yang
menunjukkan semangat murni untuk bangsa dan negara, yang meliputi;
a. Nilai dasar pertama adalah pancasila, pada awal kelahirannya Golkar ingin melaksanakan pancasila secara murni dan konsekuen
b. Nilai dasar kedua adalah UUD 1945c. Nilai dasar ketiga yang merupakan tata nilai yang dianut Golkar adalah
wawasan kebangsaand. Nilai keempat adalah anti komunis yang merupaka sikap untuk mengantisipasi
terjadinya penghianatan terhadap pancasilae. Nilai dasar kelima adalah dwi fungsi ABRIf. Nilai dasar keenam adalah identitas Golkar sebgai organisasi sosial poitik
yang terbukag. Nilai dasar ketujuh adalah massa menggambangh. Nilai dasar kedelapan adalah doktrin karya dan kekaryaani. Nilai dasar kesembilan adalah mengibarkan bendera pembangunan dan
pembaharuan
j. Nilai dasar kesepuluh melaksanakan secara murni dan konsekuen nilai-nilai pancsila dan UUD 1945.
3. Pimpinan- Pimpinan Golkar57
a. Brigjen TNI (Purn) Djuhartono (1964-1967)
Djuhartono merupakan salah seorang dari sembilan tokoh politik yang
disebut Panitia Sembilan dan terpilih sebagai ketua umum pertama
Sekber Golkar. Prestasi yang diraihnya saat itu adalah menggalang
kekuatan Pancasilais menghadapi aksi-aksi PKI yang ingin mengubah
Pancasila
b. Mayjen TNI Suprapto Sukowati (1967-1972
Suprapto Sukowati terlibat membantu Djuhartono dalam Panitia
Sembilan dalam melakukan konsolidasi. Konsolidasi yang dilakukan
akhirnya membentuk tujuh KINO, yang kemudian ketujuh Kino ini
menjadi satu dibawah payung Golkar. Semasa Sukowati nama Sekber
Golkar diubah menjadi Golkar.
c. Mayjen TNI (Purn) Amir Murtono (1972-1983
Amir menggelar Munas I pada tanggal 4-10 September 1973 di
Surabaya, di dalam Munas ini pertama kali diputuskan periodesasi
pimpinan Golkar dan dibentuk lembaga Dewan Pembina Golkar
dibawah pimpinan Jendral Soeharto. Kemudian dlam AD/ART
dirumuskan bahwa Dewan Pembina diberi kekuasaan eksekutif, dan
57 Soekanto, 1994, Golkar Dalam Sorotan, Yayasan Gebyar Aksara Mandiri, Hal.1-5
diciptakan juga siklus kepemimpinan Golkar didaerah I dan II dengan
Musda I dan II.
d. Letjen (Purn) Sudharmoni, S.H ( 1983-1988)
Sudharmono terpilih melalui Munas III, ciri yang menonjol di era
Sudharmono adalah birocratic line, penataan orsospol dan pendaftaran
kader pada tingkat paling bawah dengan membentuk kader terotorial
desa dan kader fungsional. Pada masa inilah kaderisasi dilakukan
secara terencana.
e. Letjen (Purn) Wahono (1988-1993)
Dibawah kepemimpinan Wahono yang tenang dalam mengahadapi
persoalan yang terjadi, berdampak pada seringnya campur tangan dari
Dewan Pembina. Kemudian terjadi penurunan jumlah suara Golkar
dalam pemilu 1992 sebanyak 5% dari pemilu 1987.
f. H. Harmoko (1993-1998)
Harmoko merupakan seorang tokoh angkatan pacsa ’45 pertama yang
dipilih menjadi Ketua Umum DPP Golkar periode 1993-1998. Karena
ketua-ketua periode sebelumnya berasal dari angkatan ’45.
B. Golkar Pada Masa Reformasi
1. Terbentuknya Partai Golkar
Lengsernya Soeharto kemudian menimbulkan sebuah tantangan bagi Golkar
sekaligus peluang bagi Golkar untuk menata kehidupan politik kedepan. Terjadinya
krisis ekonomi dan merosotnya kepercayaan masyarakat pada Golkar mempercepat
pembaruan politik nasional serta memperbaiki internal Golkar sendiri. Gejolak dalam
tubuh Golkar muncul pertama kali terkait polarisasi antara kelompok loyalis Soeharto
yang mempertahankan Soeharto sebagai presiden dan kelompok yang menentangnya.
Polarisasi kubu ini kemudian terlihat dalam penyelenggaran Rapimnas yang
diselenggarakan di Jakarta, 3-4 Juni 1998, yang dihadari oleh seluruh ketua DPD I.
awalnya tujuan pertemuan ini hanya berupa koordinasi, namun DPD I mengajukan
pandangan untuk mengubah AD/ART, penghapusan lembaga Dewan Pembina serta
diadakan Munaslub dan pengunduran diri Harmoko.58 Sebanyak 8 DPD I menuntut
Harmoko mundur sebelum Munas, bahkan ada yang menuntut mundur saat itu juga.
Menanggapi berbagai desakan ini akhirnya Harmoko mundur sebelum Munas dan
menyatakan diri tidak bersedia lagi dicalonkan nantinya.
Kesepakatan Munaslub pun dicapai, namun penunjukkan panitia
penyelenggara menjadi begitu alot dan berliku-liku, sehingga perebutan masing-
masing kelompok sebagai sesuatu yang bernilai strategis. Ditengah ketegangan
akhirnya disepakati untuk membentuk Tim Tujuh untuk menyusun kepanitian yang
diketuai oleh Abdul Gafur serta anggorta Angung Laksono, Moestahid Astari,
Waskito Reksosodirjo, Ary Marjono, Aulia Rachman, dan Bambang Trihatmodjo.
Dalam rapat pleno DPP Golkar akhirnya ketua Munaslub dimenangkan oleh Waskito
Reksosodirjo mengalahkan Agung Laksono.59
58 Brian Andri Jatmiko, Dinamika Politik Partai Golkar 1998-2004, Skripsi, Fakultas Keguruan dan Pendidikan, Universitas Sebelas Maret Surakarta 2010. Hal 5459 Ibid hal.56
Perpecahan dalam tubuh Golkar telah nampak sebelum dimulainya Munaslub,
yang kemudian melahirkan kubu-kubu seperti Kubu Habibie, Akbar Tandjung,
Ginandjar, Harmoko dan Kubu Edi Sudradjat, Try Sutrisno, Indra Bambang Utoyo
dan Kubu Sudharmono, Rachmat Witoelar, Siswono Yhudhohusodo. Kubu Edi
Sudradjat dan Sudharmono berkepentingan untuk menyingkirkan kubu Habibie.
Kemudian dari kubu Habibie nama calon yang diusung adalah Akbar Tandjung,
Fahmi Idris dan Agung Laksono.
Pertarungan kubu ini berlanjut hingga ke Munaslub yang diselenggarakan 9-
11 Juli 1998 di Jakarta. Pemilihan DPP akan dilakukan dengan voting, suatu tradisi
baru dalam Golkar. Semua kubu tersebut berkepentingan dengan masa depan Golkar
karena itu menyangkut masa depan politik mereka. Persaingan antar kubu melahirkan
dua kubu besar yakni kelompok yang reformis (Habibie) dan kelompok loyalis (Edi
Sudradjat). Kelompok Edi Sudradjat didukung oleh kubu Cendana, dan Soeharno
meminta serta menilai Edi Sudradjat mampu membenahi Golkar. Persaingan
memperebutkan jabatan Ketua Umum Golkar pun berlangsung sangat alot antara dua
delegasi yakni Akbar dan Edi. Dalam area Munaslub, suara DPD-DPD I sangat
menentukan, pada haru pertama sebanyak dari 17 DPD, 7 DPD mendukung EDI dan
5 DPD mendukung Akbar. Suasana Munaslub yang menegangkan ini bertambah bagi
kelompok Akbar ketika ada klaim atas kertas yang menyatakan bahwa dari 27 DPD,
21 diantaranya mendukung Edi Sudradjat. Namun kondisi ini bisa diatasi kelompok
Akbar, ketika agenda pemandangan umum dilanjutkan dukungan kelompok Akbar
bertambah dengan tampil all outnya Akbar Tandjung. 60
Situasi Munaslub dilanjutkan dengan pemilihan ketua umum dengan calon
yang memnuhi syarat Akbar 15 suara, Edi 11 suara dan sultan Hamengkubuwono X
satu suara. Akbar dan Edi menjadi calon yang memenuhi syarat minimal 5 suara.
Tahap pemilihan ini terkesan panas, yang pada akhirnya Akbar terpilih sebagai ketua
dengan 17 suara dan Edi 10 suara.61 Terpilihnya Akbar sebagai ketua disertai dengan
pendirian Partai Golkar dengan paradigma-paradigma baru partai yang reformis dan
demokratis.
2. Pokok-pokok umum program partai Golkar
Pokok pokok umum program partai golkar merupakan refleksi paradigma
baru Partai Golkar yang berisikan pokok pokok doktrin visi misi dan platform Partai
Golkar yang mengamanatkan pembaruan struktur, aturan organisasi maupun program
perjuangannya. Munas VIII Partai Golkar di Pekanbaru telah menetapkan pokok
pokok umum Partai Golkar 2009-2014. Pokok-pokok program tersebut merupakan
kebijakan Partai Golkar dalam mencermati perubahan dalam lingkungan strategis
yang bersifat nasional, regional dan global.
Dalam menyusun dan melaksanakan program umum Partai Golkar, Partai
Golkar selalu mengacu pada arah kebijakan yang tercantum dalam AD/ART partai,
60 Ibid hal. 5761 Ibid hal 59
yang mana dalam AD/ART juga terdapat paradigma baru Partai Golkar yang berisi
pokok-pokok doktrin, visi, misi, dan platform.
AD/ART (Tujuan Partai, Tugas Pokok, Fungsi Partai hasil Munas)
Partai Golkar bertujuan:62
1. Mempertahankan dan mengamalkan Pancasila serta menengakkan UUD 1945
2. Mewujudkan cita-cita bangsa sebagaimana dimaksud dalam pembukaan UUD 1945
3. Menciptakan masyarakat adil dan makmur, merata material dan spiritual bedasarkan Pancasila dan UUD 1945 dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia
4. Mewujudkan kedaulatan rakyat dalam rangka mengembangkan kehidupan demokrasi, yang menjunjung tinggi dan menghormati kebenaran, keadilan, hukum dan Hak Asasi Manusia
Tugas pokok Partai Golkar adalah untuk mencapai tujuan sebagaimana yang
dimaksud, adalah memperjuangkan terwujudnya peningkatan segala aspek kehidupan
yang meliputi ideologi, politik, ekonomi, agama, sosial budaya, hukum serta
pertahanan dan keamanan nasional guna mewujudkan cita-cita nasional. Sedangkan
fungsinya, Partai Golkar berfungsi;63
1. Menghimpun persamaan sikap politik dan kehendak untuk mencapai cita-cita dalam mewujudkan masyarakat adil dan makmur, material dan spiritual bedasarkan Pancasila dan UUD 1945
2. Mempertahankan, mengemban, mengamalkan dan membela pancasila serta berorientasi pada program pembangunan disegala bidang tanpa membedakan suku, agama, ras dan golongan
3. Menyerap, menampung dan memperjuangkan aspirasi rakyat, serta meningkatkan kesadaran politik rakyat dan menyiapkan kader-
62 Hasil Munas VIII Partai Golkar, Hal.1063 Hasil Munas Partai Golkar VIII tahun 2009 Pasal 9, Hal. 11
kader dengan memperhatikan kesetaraan gender dalam segala aspek kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Paradigma baru Partai Golkar64
Paradigma Partai Golkar adalah jati diri Partai Golkar yang lahir sejak tahun
1964, yang tertuang dalam ikrar dan doktrin perjuangan Golkar yang diaktualisasikan
dalam semangat baru dalam lingkungan strategis yang telah berubah yang merupakan
wujud ekternal dalam mengembangkan orientasi baru yang tak lepas dari semangat
reformasi (hslmunasi)
Pembaruan paradigma Partai Golkar di dorong oleh faktor utama yang berasal
dari diri Partai Golkar sendiri, yakni jati diri dan watak Golkar sebagai kekuatan
pembaru. Sebagaimana disebutkan pada poin keempat dari ikrar Panca Bhakti
Golongan Karya, etos atau semangat pembaruan pada sejatinya merupakan fitrah atau
sikap dasar Golkar sejak kelahirannya, fitrah inilah yang mendorong dilakukannya
pembaruan ini, dengan demikian pembaruan paradigma ini merupakan penjewatahan
belaka dari fitrah tersebut. Paradigma baru Partai Golkar ini telah mulai dilakukan
melalui pembaruan internal, terutama terhadap struktur atau kelembagaan partai.
Langkah-langkah pembaruan kelembagaan juga diikuti dengan
diwujudkannya prinsip kedaulatan ditangan anggota, yaitu mekanisme pengambilan
keputusan organisasi dilakukan secara lebih terbuka, demokratis, dari bawah
(bottom-up), dan dengan pemungutan suara secara langsung. Melalui pemungutan
64 Lihat Lampiran
yang demokratis ini maka terbukalah peluang bagi kader-kader untuk memimpin
partai. Implikasi dari pembaruan ini adalah Partai Golkar menjadi benar-benar
mandiri dan mampu mewujudkan tegaknya asas kedaulatan ditangan anggota sebagai
salah satu prinsip utama dari partai yang modern, demokratis dan mengakar.
Paradigma baru Partai Golkar ini berisi pokok-pokok doktrin, visi misi, dan
platform politik. Pembaruan ini disamping dimaksudkan untuk meluruskan sejumlah
kekeliruan lama, juga diarahkan untuk mewujudkan Partai Golkar yang mandiri,
demokratis, kuat, solid, berakar dan responsive. Dengan paradigma ini maka Partai
Golkar diharapkan menjadi partai politik yang modern dalam pengertian yang
sebenarnya, yakni tidak lagi menjadi “partai penguasa” yang hanya menjadi mesin
pemilu atau alat politik untuk melegitimasi kekuasaan sebagimana dalam paradigma
lama.
a. Doktrin Partai Golkar
Doktrin Partai Golkar sebagaimana kelanjutan dari Sekretariat Bersama
Golongan Karya. Partai Golkar tetap bergantung pada dotrin karya kekaryaan, yaitu
Karya Siaga Gatra Praja, tetapi dipahami secara kreatif dan dinamis sesuai dengan
dinamika perkembangan zaman. Dengan doktrin ini Golkar selalu melihat masyarakat
dalam persfektif fungsi, bukan dalam persfektif ideologi, apalagi aliran.
Pengelompokan masyarakat yang terbaik dalam persfektif Partai Golkar adalah
pengelompokan bedasarkan peran dan fungsinya, sehingga Partai Golkar berorientasi
pada program dan atau pemecahan masalah bukan pada aliran atau ideologi tertentu
Bagi Partai Golkar karya yang terbaik dan bermanfaat bagi seluruh rakyat
adalah lebih penting dari pada idea atau gagasan semata. Karya kekaryaan adalah
perbuatan yang dilakukan secara sadar, terencana, sistematis, dan menyeluruh dan
untuk mendatangkan manfaat bagi rakyat. Karya dan kekaryaan juga amal shalih
dalam pengertian luas sebagaimana yang diajarkan agama-agama. Partai Golkar
tampil dengan doktrin karya kekaryaan karena tidak ingin bangsa Indonesia terpecah
kedalam kotak-kotak sempit yang hanya akan mengancam keutuhan bangsa.
b. visi misi
Sejak melaksanakan Musyawarah Besar Luar Biasa pada tahun 1998, Golkar
semakin mempertegasakan untuk memperbaharui dirinya sesuai dengan semangat
dan tuntutan reformasi. Visi dan Misi Partai Golkar baru memang tampak berbeda
dengan Golkar lama. Ada beberapa ciri yang tidak lagi melekat sebagaimana masa
lampau, sekalipun Partai Golkar tetap mempertahankan citra sejarahnya sebagai
kekuatan politik nasional yang memperjuangkan kepentingan bangsa dan negara.
Bedasarkan hasil Munas VIII Partai Golkar pada tahun 2009 yang dilaksanakan di
Pekanbaru, maka visi dan misi Partai Golkar adalah.
Visi Partai Golkar adalah melindungi segenap tumpah darah Indonesia,
mencerdasakan kehidupan bangsa, mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia dan ikut mewujudkan perdamaian dunia, maka Partai Golkar sebagai
pengembangan cita-cita proklamasi menegaskan visi perjuangannya untuk menyertai
perjalanan bangsa mencapai cita-citanya.
Dibidang ekonomi visi Partai Golkar adalah ekonomi rakyat atau kerakyatan
atas dasar keyakinan bahwa hanya sistem perekonomian inilah yang menjamin
rakyat makin sejahtera. Sedangkan dibidang sosial budaya visi Partai Golkar adalah
mencita-citakan penguatan budaya bangsa yang mampu melahirkan bangsa yang
kuat, yakni bangsa yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi atau keterampilan, memiliki etos kerja
yang tinggi, memiliki displin sosial yang tagguh dan memiliki etika yang kuat.
Dengan visi maka Partai Golkar hendak menciptakan kehidupan politik
nasional yang demokratis yang melalui pelaksanaan agenda-agenda reformasi politik
yang diarahkan untuk melaksanakan serangkaian koreksi terencana, melembaga dan
berkesinambungan terhadap seluruh bidang kehidupan. Reformasi pada sejatinya
adalah upaya untuk menata kembali sistem kenengaraan kita disemua bidang agar
kita dapat bangkit kembali dalam suasana yang lebih terbuka dan demokratis. Partai
Golkar berjuang demi terwujudnya indonesia baru yang maju, modern, bersatu, damai
dan adil dengan masyarakat yang beriman, bertaqwa dan berakhlak baik, menjunjung
tinggi hak asasi manusia, cinta tanah air, demokratis dan adil dalam tatanan
masyarakat mandiri, terbuka, egaliter, berkesadaran hukum dan lingkungan,
menguasai ilmu pengetahun dan teknologi, memiliki etos kerja dan semnagat
kekaryaan, serta disiplin ilmu yang tinggi.
Misi menegakan, mengamalkan, dan mempertahankan pacasila sebagai dasar
negara dan ideologi negara demi mempertkokoh NKRI; dan mewujudkan cita-cita
proklamasi melalui pelaksanaan pembangunan nasional disegala bidang untuk
mewujudkan masyarakat yang demokratis, menegakan supermasi hukum,
mewujudkan kesejahteraan rakyat dan hak-hak asasi manusia. Dalam rangka
membawa misi mulia tersebut Partai Golkar melaksanakan fungsi-fungsi sebagai
sebuah partai modern yaitu:
Pertama, mempertegas komitem untuk meyerap, memadukan,
mengartikulasikan, dan memperjuangkan aspirasi serta kepentingan rakyat sehingga
menjadi kebijakan politik yang bersifat public
Kedua, melakuka rekrutmen kader-kader yang berkualitas melalui sistem
rekrutmen untuk dapat dipilih oleh rakyat menduduki posisi-posisi politik atas
jabatan-jabatan public. Dengan posisi atau jabatan public ini maka para kader dapat
mengontrol dan mempengaruhi jalannya pemerintahan untuk diabdikan sepenuhnya
bagi kepentingan dan kesejahteraan rakyat.
Ketiga, meningkatkan proses pendidikan dan komunikasi politik yang dialogis
dan partisipatif, yaitu membuka diri terhadap berbagai pikiran, aspirasi dan kritik
masyarakat
c. platform
Platform yang dimaksud Partai Golkar adalah landasan tempat berpijak, yaitu
wawasan-wawasan yang menjadi acuan dan arah dari mana dan kemana perjuangan
Partai Golkar. Platform merupakan sikap dasar yang menjadikan kristalisasi dari
pemahaman, pengalaman dan andassan historis partai dalam menyertai bangsa
membangun masa depan, adapun platform Partai Golkar adalah:
1. Partai Golkar berpijak pada landasan tetap tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berlandasakan Pancasila dan UUD 1945
2. Partai Golkar mengembangkan wawasan kemajemukan yang inklusif yang mendorong dinamika dan persaingan yang sehat serta berorientasi pada kemajuan serta senantiasa siap berkompetensi secara sehat
3. Partai Golkar menjunjung tinggi ajaran agama dalam gerak langkahnya senantiasa mendasarkan pada nilai-nilai etika dan moralitas bedasarkan ajaran agama
4. Partai Golkar adalah partai yang demokratis yang memiliki komitmen pada demokrasi
5. Partai Golkar partai yang moderat yang senantiasa mengambil posisi tengah dan menempuh garis modernisasi
6. Partai Golkar mengutamakan pembangunan hukum untuk keadilan dan tegaknya Hak Asasi Manusia (HAM)
3. Perbedaan Paradigma Lama dan Paradigma Baru Partai Golkal
Tabel 4.1Perbedaan Paradigma Lama dan Paradigma Baru Partai Golkar
Paradigma Lama Paradigma Baru Keterangan
Dewan Pembina memiliki kewenangan mutlak
Institusi Dewan Pembina dihapuskan
Dewan Pembina melalui Munaslub Golkar 1988 diganti menjadi Penasehat yang hanya berfungsi memberikan saran-saran
Pengambilan keputusan bersifat top-down dengan melibatkan tiga jalur ABRI-Birokrasi-Golkar
Pengambilan keputusan secara demokratis dan bersifat bottom-up. Tiga jalur A-B-G dihapuskan karena menghalangi mekanisme pengambilan keputusan demokratis
DPD I dan DPD II diberi hak penuh dalam pengambilan keputusan pada Munas dan kebijakan strategis lainnya
Pola rekrutmen kepengurusan dipengaruhi oleh kedekatan politik dan nepotisme
Standarisasi yang lebih jelas dalam rekrutmen kepengurusan Golkar dengan mengedepankan merit system (dedikasi, prestasi, loyalitas dan kecakapan)
Sejak Munaslub pemilihan pimpinan bedasarkan suara dari DPD-DPD
Golkar tidak otonom, terutama dari militer dan birokrasi
Golkar bersifat independen dan mandiri. Otonomi diwujudkan dengan penghapusan tiga jalur
Golkar era reformasi menempatkan dukungan rakyat sebagai sumber utama kekuatan
Pola kepemimpinan bersifat sentralistik. Posisi Ketua Umum
Kepemimpinan Golkar bersifat kolegial
Ketua Umum memiliki posisi yang menentukan, namun
lebih sebagai pelaksana dari putusan Ketua Dewan Pembina
tetap bedasarkan mekanisme pengambilan eputusan yang bersifat demokratis kolegial.
Sumber: Akbar Tandjung: The Golkar Way
C. Golkar di Sumatera Barat
Partai Golkar di Sumatera Barat merupakan hasil pengembangan dari
pemikiran-pemikiran Golkar pusat. Masuknya Golkar ke Sumatera Barat bersamaan
dengan didirikannya Sekber Golkar pusat pada tahun 1964. Pada awal berdirinya di
Sumatera Barat Syarifuddin Bahar diberi mandate oleh Sekber Golkar Pusat untuk
memimpin Golkar Sumbar.
Berikut nama ketua umum Golkar Sumbar:
1. Syarifuddun Bahar (1964-1968)
2. A.M Ridwan (1968-1973)
3. Abbas Jamil (1973-1978)
4. Zaghloel St. Kabasaran (1978-1983)
5. Djohari Kahar (1983-1988)
6. Jamil Bakar (1988-1993)
7. Noer B Pamuncak (1993-2001)
8. Leonardy Harmainy (2001-2009)
9. Hendra Irwan Rahim (2009-sekarang)
BAB VTEMUAN DATA DAN PEMBAHASAN
A. Faktor-Faktor Kemerosotan Hegemoni Partai Golkar Sumatera Barat
Partai Golkar sekarang merupakan satu-satunya pewaris dari kekuasaan
Golkar yang telah menjadi bagian penting dari pemerintahan orde baru. Sebagai
mesin pemerintahan orde baru keberadaan Golkar ditengah perpolitikan bangsa
menjadi begitu kuat dibandingkan dengan kekuatan organisasi/partai politik lain
seperti Partai Persatuan Pembangunan dan Partai Demokrasi Perjuangan. Golkar,
semenjak keikutsertaan pertamanya dalam pemilu tahun 1971 Golkar telah menjadi
pemenang pemilu hingga berakhirnya rejim orde baru di penghujung tahun 1998.
Keberhasilan Golkar menjadi organisasi pemenang sekaligus penguasa ini
terjadi hampir diseluruh wilayah Indonesia baik di pusat maupun daerah, tanpa
terkecuali Sumatera Barat. Pemerintahan oleh Golkar menjadi begitu dominan selama
kurang lebih 27 tahun. Banyak kajian dan penelitian yang telah dilakukan dalam
pelaksanaan pemerintahan yang dilakukan oleh Golkar bersama patron politiknya
Soeharto. Salah satunya adalah penelitian Affan Gaffar mengenai hegemoni Golkar
pada masa orde baru, dimana pada masa orde baru sistem kepartaian di Indonesia
adalah sistem kepartaian hegemonik dengan Golkar sebagai partai hegemonik, dan
keberadaan partai lain adalah partai kelas dua.
Hegemoni Golkar jika dilihat dari persfektif Gramsci yang menyatakan bahwa
hegemoni merupakan situasi dimana suatu kelompok berkuasa dan terus berupaya
mempertahankan kekuasaannya baik melalui dominasi (paksaan) dan melalui
pengaruh (bujukan),65 Golkar terus menjadi kelompok penguasa bersama Soeharto
dan mempertahankan kekuasaan dengan cara-cara paksaaan (mobilisasi, kekerasan
aparat, administrasi, birokrasi, pengadilan) maupun dengan cara bujukan (patron-
clien). Dengan kekuasaan yang telah mengakar tersebut Golkar berhasil menjadi
kelompok penguasa di orde baru tanpa ada perlawanan yang berarti dari
organisasi/partai politik lain.
Kemudian, arus reformasi di Indonesia di pertengahan tahun 1998
meruntuhkan kekuasaan yang telah dibangun oleh Soeharto dan Golkar. Akibatnya,
dua actor utama orde baru ini menjadi tersangka atas kekuasaan yang tak bergilir
selama 32 tahun itu. Soeharto mundur dari dunia perpolitikan, namun Golkar
berupaya bangkit dan bertekat mereformasi diri. Dibawah kepemimpinan sipil- hasil
munas VI- Golkar menyatakan diri menjadi partai politik yang bernama Partai Golkar
dengan membawa paradigma baru.
Memiliki derajat yang sama dengan partai-partai politik lain, Partai Golkar
kemudian secara kompetitif bersaing dengan partai-partai lain dalam pemilu. Namun,
Partai Golkar sekarang bukan Golkar dulu lagi yang memiliki banyak kekuataan,
alhasil Partai Golkar semenjak pemilu 1998-2014 hanyak sekali menjadi partai
pemenang yakni pemilu tahun 2004, selebihnya Partai Golkar menjadi partai nomor
dua. Dan kecendrungan penurunan suara Partai Golkar terjadi pada pemilu 2009 dan
2014, hal ini membuat partai yang dulunya hegemoni, semakin lama semakin merosot
65 Nezar Patria dan Andi Arief, Op, Cit hal. 118
hegemoninya. Gramsci menggambarkan hegemoni yang merosot (decadent) terjadi
pada masyarakat kapitalis modern, dimana dominasi borjuise (sebagai kelompok
hegemoni) menghadapi tantangan berat yang menunjukkan adanya disintergrasi. 66
Sebagaimana Partai Golkar yang menghadapi tantangan berat di era
reformasi, mulai dari berbagai kebijakan dan UU yang demokrastis yang tidak lagi
member keuntungan bagi Golkar, pemilu yang lebih kompetitif serta munculnya
berbagai partai politik, serta kebebasan kominukasi dan Informasi. Secara langsung
semua kondisi ini berpengaruh pada Partai Golkar, hal ini dapat dilihat dari angka-
angka perolehan suara yang menunjukkan penurunan. Untuk menjelasakan faktor-
faktor yang membuat hegemoni Partai Golkar merosot, maka bedasarkan persfektif
Gramsci dapat di analisis melalui tiga elemen hegemoni yakni element state
(negara/pemerintah), civil society, dan intektual.
1. State
Golkar dan pemerintahan Soeharto di orde baru merupakan dua hal yang tidak
dapat dipisahkan. Sebagai kepala negara, Soeharto menjadikan Golkar sebagai anak
emas yang diberi berbagai keistimewaan agar tetap menjadi kekuatan penopang
pemerintahan Soeharto. Berbagai keistimewaan yang tidak didapatkan organisasi lain
dan partai politik lain membuat Golkar menjadi dominan, dari pusat sampai ke
daerah-daerah. Menurut Gramsci, hegemoni dapat diciptakan melalui jalan paksaan
(dominasi) dengan menggunakan kekuatan negara. Jadi, kekuatan negara yang
dimaksud disini adalah seperti tentara/polisi yang memiliki senjata, lembaga-lembaga
66 Nezar Patria dan Andi Arief, Op. Cit Hal. 128
negara yang melalakukan tindakan mobilisasi dan kekerasan agar mengikuti
pihak/kelompok hegemoni. Tidak jarang paksaan ini dilegitimasikan dalam bentuk
UU atau peraturan yang mengikat.
Golkar dengan unsure utama tentara/ABRI memiliki kekuatan untuk
melakukan paksaan pada masyarakat agar mengikuti perintah mereka, karena bagi
masyarakat indonesia, khususnya di daerah-daerah, tentara adalah organ negara yang
ditakuti. Keberadaan ABRI sebgai inisiator pendiri Golkar tentu member keuntungan
yang besar bagi Golkar, seperti yang disampikan oleh Sitti Izzati Aziz selaku kader
Partai Golkar Sumbar yang menjabat sebagai anggota DPRD Provinsi Sumatera Barat
periode 2014-201967
Tidak dapat dipungkiri, 3 elemen ini memberikan kontribusi yang besar bagi Golkar, ABRI sebagai inisiator Golkar menjadi bagian yang sangat penting saat itu, perannya begitu besar bagi Golkar…dan saat itu ya perpolitikan tidak terlepas dari para tentara, kemudian Birokrasi, semua aparatur pegawai negara merupaan bagian dari Golkar setia pada Golkar dan memilih Golkar karena memang pegawai negara saat itu mesti loyal pada pemerintah dan Golkar. Kemudian Golkar sendiri dengan berbagai organisasi tulang punggung yang ada di tengah masyarakat…sehingga setiap pemilu di Orde Baru tidak hanya Nasional setiap daerah rata-rata dimenangi oleh Golkar…
Hal yang sama juga disampaikan oleh Zulkenedi Said68 yang merupakan kader Partai
Golkar terkait dengan pentingya keberadaan jalur ABG an pengaruhnya dalam
memperkuat dominasi Golkar.
67 Wawancara bersama Sitti Izzati Aziz Wakil Ketua Bidang Pemberdayaan Perempuan Partai Golkar DPD I Sumbar pada tanggal 16 February 2016 di Kantor Komisi I DPRD Provinsi Sumbar pukul 13.1568 Wawancara bersama Zulkenedi Said Demisioner Sekretaris DPD Golkar Sumbar (2009-2014) pada tanggal 10 February 2016 di Villa Bukit Berlindo, Gunung Panggilun, Pukul 11.15
….karena semua keputusan ada disitu, yang dijalankan ketua itu hanya sesuai dengan 3 jalur yakni jalur ABG, A untuk Abri, B merupakan birokrasi itulah kepala daerah kalau di provinsi, kabupaten, kota dan presiden kalau dipusat, jadi semua birokrasi dan pemerintahan dikendalikan dan mereka orang-orang Golkar dan bagian dari Golkar. Jadi keputusan partai itu diambil dari 3 jalur ini apapun itu keputusannya, tapi kuncinya ada di presiden, gubernur dan bupati, sehingga kepala negara dan kepala daerah memiliki peranan yang kuat dalam Golkar..
Kemudian kuatnya pengaruh jalur AG sebagai penentu partai juga dinyatakan oleh
Basril Djabar69 selaku kader Partai Golkar
…Sangat kuat sekali, A untuk ABRI, B merupakan Birokrasi, semua jajaran dibirokrasi orang Golkar semua semua PNS orang-orang Golkar loyal mereka, dulu ABRI itu jadi Dewan Pembina kalau macam-macam ya TNI/Polisi tak segan-segan, rakyat takut kala itu, dan G merupakan jalur untuk Golkar murni inilah berbagai komponen dari organisasi-organisasi dan masyarakat sipil
Pernyataan diataskan juga dipertegas oleh Samsyu Rahim70 selaku mantan kader
Partai Golkar
Memang benar itu yang menguatkan Golkar - jalur TNI-, TNI itu dulu masuk dalam ABRI yang merupakan jalur A, jalur beringin (Golkar) itu yang murni, kemudian jalur birokrasi/ PNS, oleh sebab semua jaringan ini tentu kuat suaraa yang diperoleh ketika pemilu. Lihat saja pemilu tahun 97 suara Golkar diatas 90%, partai yang lain PPP dan PDI tidak bisa berbuat apa-apa karena dia tidak partai pengusa, hanya sebagai pelengkap saja untuk berdemokrasi di Indonesia..
Bedasarkan hasil wawancara diatas, dapat disimpulkan bahwa Golkar pada
orde baru identik dengan jalur ABG sebagai mesin utama politik Golkar. ABRI
merupakan elemen utama sekaligus inisiator Golkar pada awal pendiriannya.
Kemudian melalui kebijakan dwi fungsi ABRI dimana ABRI memiliki kesempatan di
69 Wawancara bersama Basrij Djabar Anggota Dewan Pertimbangan PArtai Golkar DPD Sumbar, pada tanggal 17 Maret 2016 di Kantor Haria Umum Singgalang70 Wawancara bersama Samsyu Rahim, Mantan Kader Partai Golkar (Ketua DPD Nasdem Sumbar), pada tanggal 12 Maret 2016, di Komplek Aur Duri pukul 09.12 WIB
dunia politik maka banyak perwira-perwira yang menjabat dipemerintahan.
Selanjutnya, jalur B untuk birokrasi, dimana pegawai negeri dan seluruh jajaran
lembaga negara pada masa orde baru memiliki loyalitas yang tinggi pada pemerintah
dan Golkar karena, pemerintah mewajibkan aparat birokrat untuk memihak pada
pemerintah dan Golkar bagian pemerintah. Sehingga setiap pemilu para pegawai
negeri secara langsung memberikan suara mereka pada Golkar yang merupakan salah
satu bentuk mobilisasi dan paksaaan. Dan jalur ketiga adalah G, yang merupakan
jalur Golkar (sipil). Selain dari pada sumber kekuatan, segala sumber keputusan juga
berasal dari ketiga jalur ini.
Ketiga elemen ini dengan bantuan pemerintah dan negara berhasil menjadi
kelompok penguasa, tanpa adanya kekuatan lain yang menandingi. Pemerintah
membuat keberadaan partai lain termarginalkan dan tidak dapat bergerak. Pengaruh
kuat negara dalam melanggengkan hegemoni Partai Golkar seperti yang dijelaskan
oleh Gramsci, terutama penggunaan aparat kemanan.
Kemudian arus reformasi 1998, memaksa Golkar untuk turut mereformasi diri
pula, jika tidak ingin menjadi deretan sejarah bangsa. Sehingga sesuai dengan hasil
Munaslub Golkar 1998 secara resmi Golkar menyatakan diri sebagai partai politik.
Haluan politik negara yang semakin demokratis membuat Golkar saat ini kehilangan
patron politik dan segala keistimewaannya yang diperolehnya dari negara pada masa
orde baru. Salah satunya adalah komitmen Golkar untuk memutus hubungan dengan
jalur ABRI dan Birokrasi. Putusnya hubungan Partai Golkar dengan ABRI dan
Birokrasi juga dipengaruhi oleh UU Netralitas Pegawai Negeri Sipil dan Angkatan
Bersenjata. Adanya pemutusan jalur ini seperti disampaikan oleh salah seorang
informan Asrul Syukur yang merupakan kader Partai Golkar sekaligus penggurus
DPD I Sumbar sebagai Wakil Ketua Bidang Pemerintahan, Hukum dan Ham.71
Sekarang tidak ada lagi secara formal, dulu semuanya ada. A itu ABRI yang paling utama, B untuk Birokrat dan G untuk Golkar. Sekarang tidak ada lagi, tapi secara rillnya juga ada juga anak-anak ABRI yang masuk golkar. Karena memang sudah bebas.
Hal senada juga disampaikan oleh Afrizal selaku sektretaris Partai Golkar DPD
Sumbar periode 2016-202072
Kini kan sudah berubah ya, artinya tentara dan polisi tidak lagi boleh berpolitik, PNS balik ke habitatnya, tinggallah Golkar dengan struktur murni. Sehingga seperti yang kita lihat saat ini Golkar hari ini menjadi pemenang kedua secara nasional dan untuk Sumbar perolehan suaranya tidak jauh berbeda dengan partai lain seperti Gerindra, Demokrat, PKS dll
Pernyataan diatas juga didukung oleh informasi dari Zulkenedi Said73
Tidak ada lagi namanya tiga jalur, oleh karena itu pada saat munas itu dinamakan paradigm baru Partai Golkar. Jadi terjadi reposisi struktur, peran, hak dan kewajiban Partai Golkar, berjalanlah sampai hari ini reposisi itu. Sehingga seperti yang kita lihat hari ini, tidak ada lagi tiga jalur, perubahan pengambilan keputusan, sehingga dalam proses politik seperti pemilu Partai Golkar turun naik perolehan suaranya, 1999 hmm.. no 2, pemilu 2004 no 1 kemudian pemilu 2009 no 2 lagi kemudian pemilu 2014 no 2, jadi Golkar Cuma sekali menjadi no 1. Karena partai sudah banyak kemudian mantan-mantan pimpinan Partai Golkar itu juga telah menjadi pimpinan dari partai lain jadi kalau sampai hari ini Partai Golkar itu memang selau terjadi dinamis sekali, tidak pengusa lagi , tidak
71 Wawancara bersama Asrul Syukur, Wakil Bidang Pelembagaan Politik, Pemda dan Ormas, pada tanggal 10 February 2016 di Kantor Fraksi Partai Golkar DPRD Sumbar pukul 09.4272 Wawancara bersama Afrizal Sekretaris DPD Golkar Sumbar (2009-2015 revitalisasi), pada tanggal 01 Maret 2016 di Kantor Komisi III DPRD Sumbar pukul 10.15 WIB73 Wawancara bersama Zulkenedi Said Demisioner Sekretaris DPD Golkar Sumbar (2009-2014) pada tanggal 10 February 2016 di Villa Bukit Berlindo, Gunung Panggilun, Pukul 11.15
menguasai semua struktur, kemudian tidak sesolid pada saat orde baru, karena tidak dikomandoi kepala negara atau kelapa daerah..
Pernyataan dari beberapa informan diatas dikuatkan oleh Yul Akhiari Sastra74 yang
merupakan mantan kader Partai Golkar
pertama…adalah memutus hubungan dengan tiga jalur , dengan pemerintah dan dengan ABRI kita putus, kita tidak ada lagi keluarga ABRI atau keluarga beringin pegawai negri birokrasi ngk ada lagi..dengan semangat itu kemudian ya wajarlah kita putus dengan segala kekuata kita hanya memiliki Golkar saja. Golkar inilah terdiri dari kino-kino dan organisasi pendukung; organisasi yang didirikan dan mendirikan nahh…diberi nama dengan Golkar Baru 2001 mereformasi diri…Bedasarkan hasil wawancara diatas, Partai Golkar telah berkomitmen untuk
memutuskan hubungan dengan jalur-jalur pendukung yang membuat Golkar besar
dikala itu. Reformasi diri Partai Golkar yang menghilangkan unsure ABRI dan
Birokrasi sejalan dengan dikeluarkannya UU tentang netralitas PNS dan larangan
ABRI masuk ke dunia politik. Tidak dapat dipungkiri hilangnya dua jalur ini juga
ikut berpengaruh pada dukungan yang diperoleh Partai Golkar yang terus menurun
selama pemilu. Jika sebelumnya birokrat memilih Golkar maka saat ini PNS di
himbau untuk tetap bersikap netral, begitu juga dengan ABRI.
Namun, secara tidak langsung para birokrat ini masih mendukung Golkar
yang merasa memiliki kedekatan dengan Golkar. Bentuk dukungan yang diberikan
tentu sangat terbatas karena peraturan UU, sehingga bentuk dukungan yang diberikan
adalah suara tiap sekali dalam lima tahun untuk Partai Golkar. Seperti yang
disampikan oleh Asrul Syukur
74 Wawancara bersama Yul Akhiari Sastra, Mantan Kader Partai Golkar di Jalan. A, Yani Padang pukul 16.15 WIB
Kalau untuk suara beberapa diantara mereka orang lama masih memberikan suaranya pada Golkar. Kalau untuk bergabung…diam-diam mungkin, secara formal tidak, jika bergabung maka dia diberhentikan, memang banyak juga sekarang…PNS takut sekarang resiko bergabung dengan partai berhenti, misalnya pegawai sekarang mau masuk partai dia langsung berhenti.
Pendapat ini didukung oleh pernyataan Afrizal bahwa bentuk pengabdian
yang dilakukan birokrat adalah mencoblos Golkar.75
Kalau mereka masih simpatisan Golkar namun PNS, maka mereka tetap mengontak kami dengan menggatakan bahwa kami sekelurga memang tidak bisa berbuat banyak, namun suara sekeluarga tetap untuk Golkar. Mengakarnya loyalitas terhadap Golkar seperti ini membuat kebanggaan tersendiri..
Pernyataan kedua informan ini diperkuat oleh Yul Akhiari Sastra76
Nah disamping itu kita tidak munafikan tidak memungkiri kita masih berkomunikasi dengan apa namanya jalur-jalur yang lama memang tidak serta merta terbuka, namun menjaga komunikasi dengan sahabat lama biasa ya itu yang mambuat kita survive ya disampiang kekutaan inti dari partai yang kita pupuk sedemikian rupa. Kekuatan-kekuatan lama walaupun tidak full ya mereka masih mendukung kita.
Meski terputus secara formal, namun beberapa dari individu aparat birokrat
masih memiliki hubungan dengan partai. Bentuk dukungan yang mereka berikan
setidaknya memberikan suara pada saat pemilihan umum sebagai bentuk loyalitas
pada partai. Mereka yang memberikan suara adalah mereka yang memiliki ikatan
kuat dengan Golkar serta menikmati berbagai kemudahan masa pemerintahan Golkar.
75 Wawancara bersama Afrizal Sekretaris DPD Golkar Sumbar (2009-2015 revitalisasi), pada tanggal 01 Maret 2016 di Kantor Komisi III DPRD Sumbar pukul 10.15 WIB76 Wawancara bersama Yul Akhiari Sastra, Mantan Kader Partai Golkar di Jalan. A, Yani Padang pukul 16.15 WIB
Seiring dengan banyaknya jumlah pegawai yang merupakan orang-orang baru
serta berbagai pilihan politik, otomatis tidak semua dari pegawai mendukung Golkar.
Aparat birokrat adalah pelayan negara dan pelaksana berbagai program pemerintah,
sehingga birokrat memiliki loyalitas pada pemerintah. Jika didaerah loyal mereka
kepada kepala daerah. Hal ini seperti yang di sampaikan oleh Zulkenedi Said77
Tidak ada lagi, kalau PNS dan ABRI setelah 99 itukan kembali pada posisinya, kalau ada mendukung kan boleh, kalau untuk Polri PNS itukan siapa yang jadi presiden/kepala daerah sekarang kesana dia mendukung, kalau 1999 PDIP, kalau kemarin democrat ya democrat kalau sekarag PDIP yang jelas mereka dukung pemerintah. Besok kalau misalnya Golkar dan Gerindra ya mereka dukung, jadi di Sumbar Gubenurnya PKS ya aparat birokratnya PKS juga karena mereka cari selamat. Jadi fleksibel itu
Selain pada loyalitas dari aparat birokrat yang merasakan kenyamanan masa
orde baru bersama Golkar, Golkar juga memiliki basis masa yang mereka sebut
pemilih tradisional. Pemilih tradisional ini lah yang menjadi titik tumpu partai, dan
sebagian dari mereka memiliki hubungan yang kuat dengan Golkar dan kemudian
diakarkan sampai kegenerasi selanjutnya. Hal ini seperti yang dinyatakan oleh
Afrizal78
Kalau sekrang rata-rata pemilih Partai Golkar uasianya 51-55-65 yang kita sebut dengan pemilih tradisional. Rata-rata mereka yang pernah berada di Golkar, mereka yang meperoleh kemudahan dari Golkar-termasuk PNS- mereka tidak lupa….
77 Wawancara bersama Zulkenedi Said Demisioner Sekretaris DPD Golkar Sumbar (2009-2014) pada tanggal 10 February 2016 di Villa Bukit Berlindo, Gunung Panggilun, Pukul 11.1578 Wawancara bersama Afrizal Sekretaris DPD Golkar Sumbar (2009-2015 revitalisasi), pada tanggal 01 Maret 2016 di Kantor Komisi III DPRD Sumbar pukul 10.15 WIB
Pernyataan serupa juga disampaikan oleh Leonardy Harmainy79 selaku Ketua Dewan
Pertimbangan Partai Golkar DPD Sumatera Barat
Yang dikatakan pemilih tradisional itu dari kakeknya bapaknya Golkar, dia melihat partai Golkar itu partai keluarganya, Golkar sudah menjadi tradisi di keluarga itu/ dikaum itu atau didaerah itu. Apalagi kalau keluarga itu ada hubungan dengan orang-orang Golkar dan mendapat keuntungan dari Golkar. Jadi pemilih tradisonal itu yang memang bagi dia, sebagai niniak mamak dikampung tiada pilihan lain karena memang dari dulu sudah Golkar,
Berhasilnya Golkar menjadi partai yang memimpin di Sumbar meskipun
perolehan suara terus berkurang, bedasarkan hasil wawancara disebabkan karena
masih adanya pemilih tradisional Golkar. Pemilih tradisional ini adalah mereka yang
telah menjadi bagian dan memiliki hubungan dengan Golkar serta mendapat
keuntungan dari Golkar. Umumnya pemilih tradisional ini adalah golongan tua dan
diteruskan dalam keluarga. Namun dengan paham demokrasi dimana setiap orang
bebas menentukan sikap dan pilihan maka tidak menutup kemungkinan generasi
pemilih tradisional Golkar tidak mentradisi kuat pada generasi selanjutnya.
Hal ini seperti yang disampikan oleh Afrizal80
Kalau masalah partai sekarang ya..relatif itu. Meskipun kita yakin dengan pemilih tradisional (ya bapaknya mungkin telah mengakar Golkarnya) tapi belum tentu dengan keluarga atau anaknya, seperti saya sendiri saja saya kader Golkar dari tingkat bawah kelurahan dan sudah dari tahun 1993 bergabung dengan Golkar. Namun adik saya yang tinggal di Pariaman tidak memilih Partai Golkar dan secara terang-terangan memilih Partai Lain. Itu bisa..kita hargai meskipun keluarga sendiri…
79 Wawancara bersama Leonardy Harmainy Ketua Dewan Pertimbangan Partai Golkar DPD Sumbar (2015-2019) pada tanggal 26 February 2016, di Jalan Bali Ulak Karang, Pukul 14.12 WIB80 Wawancara bersama Afrizal Sekretaris DPD Golkar Sumbar (2009-2015 revitalisasi), pada tanggal 01 Maret 2016 di Kantor Komisi III DPRD Sumbar pukul 10.15 WIB
Pernyataan serupa juga diperkuat oleh leonardy Harmainy81
Apa yang akan terjadi pada Golkar kalau pemilih tradisonal ini nanti mati, tentu dalam rentang waktu yang sudah lama ada sebagian dari mereka yang sudah meninggal, sednagkan yang muda belum lagi terbentuk. Menurut saya Partai Golkar pada pemilu 2019 jika tidak bisa segera mengambil sikap atas prahara yang terjadi saat ini, peroleha suara untuk Partai Golkar Sumbar dibawah 10% dan itu merupakan pemilih tradisional semua dikurangi dengan yang sudah tiada..
Dari pernyataan informan diatas terkait jaringan Partai Golkar dengan aparat
birokrat, dapat disimpulkan bahwa Partai Golkar di Sumatera Barat masih memiliki
hubungan yang kuat dengan orang-orang Golkar orde baru. Kuatnya loyalitas dan
kegolkaran mereka- baik dikalangan birokrat, mantan ABRI, atau sipil- kemudian
bertransformasi yang pada saat sekarang ini Partai Golkar menyebutnya sebagai
pemilih tradisional. Pemilih yang telah mengakar dan Golkar menjadi pilihan dalam
politik mereka
Namun, jumlah pemilih tradisional yang merupakan basis harapan Partai
Golkar ini memiliki keterbatasan, dimana jika kelompok ini tidak terus di
generasikan, maka akan menjadi tantangan tersendiri bagi partai Golkar untuk dapat
mengakarkan partainya ketengah-tengan masyarakat diantara berbagai partai lainnya.
Kebebasan memilih dan menentukan pilihan, memberikan pilihan yang beragam bagi
setiap masyarakat, termasuk mereka yang keluarganya telah mengakar Golkar. Jika
saja kader Golkar tidak mampu menjalankan fungsinya, tentu masyarakat akan
81 Wawancara bersama Leonardy Harmainy Ketua Dewan Pertimbangan Partai Golkar DPD Sumbar (2015-2019) pada tanggal 26 February 2016, di Jalan Bali Ulak Karang, Pukul 14.12 WIB
menilai dan tidak akan memilih kader Golkar lagi nantinya. Seperti yang disampikan
oleh Basril Jabar82
Kalau yang dinampakkan kader Golkar itu contoh-contoh yang buruk seperti pornografi, korupsi dan terbaru judi..tentu masyarakat akan menilai miring partai, sekarang informasi bebas, setiap saat berita bisa diakses..dan masyarakat semakin cerdas
Selain dari pada kekuatan tiga jalur, Golkar memiliki keuntungan lain yang
diperolehnya dari pemerintah yakni infrastruktur dan fasilitas.
Ketika zaman orde baru dengan memanfaatkan asas massa menggambang,
maka keluarlah kebijakan pemerintah yang melarang partai politik untuk masuk
sampai tingkat desa. Namun tidak bagi Golkar yang merupakan organisasi sosial
politik, Golkar bebas memiliki struktur kepengurusan sampai ke tingkat desa dan
kelurahan. Dengan demikian, Golkar memiliki fasilitas yang jauh lebih lengkap dari
partai lain. Dengan lengkapnya struktur dan fasilitas ini yang merata disetiap daerah
membuat eksistensi Golkar di tengah masyarakat lebih kuat. Seperti yang
disampaikan oleh Afrizal83 selaku sektretaris Golkar Sumbar
Jadi, pertama Golkar itu mempunyai struktur organisasi lengkap dari atas sampai kebawah artinya, dari tingkat pusat sampai ke tingkat desa, kita punya yang namanya kelompok kerja yang ada di RT/RW, struktur itulah yang membuat Golkar tempo hari itu betul-betul bisa menguasai arena pertarungan politik di Nasional dan daerah disamping memang Golkar itu ditopang oleh pemerintah dan TNI. Oleh karena itu, Golkar secara infrastruktur kuat.
82 Wawancara bersama Basrij Djabar Anggota Dewan Pertimbangan PArtai Golkar DPD Sumbar, pada tanggal 17 Maret 2016 di Kantor Haria Umum Singgalang83 Wawancara bersama Afrizal Sekretaris DPD Golkar Sumbar (2009-2015 revitalisasi), pada tanggal 01 Maret 2016 di Kantor Komisi III DPRD Sumbar pukul 10.15 WIB
Kemudian pernyataan serupa juga diungkapkan oleh Basril Djabar84 bahwa
lengkapnya fasilitas dan infrastruktur tidak terlepas dari peranan pemerintah secara
tidak langsung.
Semasa Pak Harto, Golkar memang jauh berbeda dengan partai lain, Lengkapnya infrastruktur yang dimiliki Golkar memang karena pemerintah, meski secara tidak terang-terangan tapi cendrung secara tidak langsung dibiayai oleh pemerintah saat itu…..kalau dalam APBN kan tidak ada dana khusus untuk Golkar, tapi dana taktis mentri, gubernur, walikota, bupati itu banyak dulu dan sedikit banyak mengalir ke Golkar.…
Pernyataan yang sama juga diperkuat oleh Shadig Pasadigue85 yang
merupakan salah seorang kader dan tokoh Partai Golkar Sumbar.
Pertama, Golkar merupakan partai yang besar dan punya infrastruktur sampai desa kemudian tokoh-tokohnya tidak jadi begitu saja tapi banyak tokoh-tokohnya yang rata-rata mulai berkarier dari tingkat kelurahan dan terus meniti karier hingga provinsi…
Pernyataan ketiga informan diatas diperkuat dan dibenarkan oleh Samsyu Rahim86
..karena dia (Golkar) merupakan bagian dari penguasa, maka Golkar punya fasilitas yang lengkap yakni kantor yang sampai ketingkat desa yang tidak dimiliki oleh partai lain, punya dana untuk menjalankan program, dengan segala fasilitas serta infrastruktur inilah Golkar begitu kuat disamping berbagai peranan dari aparat negara..
Kepemilikan infrastruktur, struktur dan fasilitas yang lengkap dari Golkar
memang memiliki pengaruh yang kuat bagi Golkar terutama orde baru, karena partai
politik tidak memiliki struktur sampai ke desa/kelurahan. Sampai saat sekarang di era
84 Wawancara bersama Basrij Djabar Anggota Dewan Pertimbangan Partai Golkar DPD Sumbar, pada tanggal 17 Maret 2016 di Kantor Haria Umum Singgalang85 Wawancara bersama Shadig Pasadique, Kader partai Golkar pada tanggal 03 Maret 2016 di Jalan Palupuah pukul 16.30 WIB86 Wawancara bersama Samsyu Rahim, Mantan Kader Partai Golkar (Ketua DPD Nasdem Sumbar), pada tanggal 12 Maret 2016, di Komplek Aur Duri pukul 09.12 WIB
reformasi warisan struktur dan infrastruktur masih diperoleh Golkar, namun posisinya
tidak kuat lagi seperti sedia kala. Hal ini disebabkan oleh semua partai saat ini diberi
hak yang sama untuk melengkapi organisasi/strukturnya sampai ketingkat
desa/kelurahan. Sehingga Golkar tidak lagi penguasa tunggal untuk massyarakat pada
tingkatan terbawah.
Selain dari pada dukungan kuat dari dalam yang diberikan pemerintah, Golkar
juga mendapat berbagai hak istimewa dari sistem/rejim orde baru yang dikuasai oleh
orang-orang Golkar. Sistem pemerintahan kala itu sengaja di desain sedemikian rupa
agar pemerintahan Soeharto dapat terus bertahan dan sebagai mesin politiknya Golkar
diperkuat sedemikian rupa. Untuk mencapai tujuan itu maka diciptakan berbagai UU
dan kebijakan yang berpihak pada Golkar. Hal ini dinyatakan oleh Asrul Syukur87
Undang-undang pemilu yang baru sekrang berpengaruh terhadap semua partai tidak hanya Partai Golkar, namun Partai Golkar tentu merasa paling dipengaruhi karena kondisi sebelumnya sistem pemilu tidak sebebas sekarang dan terdiri dari banyak partai. Sekarang partai tidak bisa macam-macam lagi. Ketika sistem pemilunya digeser menjadi lebih jujur adil, jika dulu jurdil tidak ada, azas pemilu zaman orba hanya luber sampai disitu saja, sekarang jurdil, dulu tidak ada jujur adil itu
Pernyataan serupa juga disampikan oleh Afrizal88
Dulu hanya ada tiga partai politik yang ikut pemilu, dan memang Golkar lebih diemaskan dibandingkan partai yang lain. Pemilih di mobilisasi, kalau di Sumbar jelas itu mana Golkar, mana PPP dan mana PDI. Dalam sepak terjangnya semenjak orde baru memang PDI tidak menjadi partai besar di Sumbar, lain halnya dengan PPP yang menjadi rumahnya orang
87 Wawancara bersama Asrul Syukur, Wakil Bidang Pelembagaan Politik, Pemda dan Ormas, pada tanggal 10 February 2016 di Kantor Fraksi Partai Golkar DPRD Sumbar pukul 09.4288 Wawancara bersama Afrizal Sekretaris DPD Golkar Sumbar (2009-2015 revitalisasi), pada tanggal 01 Maret 2016 di Kantor Komisi III DPRD Sumbar pukul 10.15 WIB
muslim. Namun jika dilihat sekarang, sistem pemilu tidak lagi hanya tiga partai politik, bahkan bisa sampai 40 partai dan pemilihannya lebih demokratis dan dijamin haknya…tidak seperti sebelumnya
Dari pernyataan informan diatas dapat disimpulkan bahwa dominasi Golkar
dalam pemerintahan di orde baru memang tidak tercipta begitu saja. Banyak faktor
yang menjadikan Golkar kuat baik dari dalam atau luar. Rejim orde baru yang
didominasi oleh orang-orang Golkar telah menciptakan suatu sistem yang membuat
Golkar mampu bertahan dan terus berkuasa, salah satunya dari sistem pemilihan
umum dan fomasi partai politik yang telah disederhanakan. Tetapi saat sistem itu
diubah, Golkar ternyata tidak mampu bertahan diposisi atasnya. Sistem pemilu orde
baru yang lebih demokratis dan kebebasan penuh individu menentukan pilihan
ditambah dengan banyaknya partai baru yang muncul membuat posisi Partai Golkar
begeser.
Berbagai keistimewaan yang diperoleh oleh Golkar di zaman orde baru telah
ditinggalkan oleh Golkar Baru (Partai Golkar) seperti Jalur ABRI dan Birokrasi.
Meski secara resmi memutus jalur namun tidak menutup kemungkinan masih
loyalnya orang-orang Golkar dahulu pada Partai Golkar sekarang, yang oleh Partai
Golkar disebut Pemilih Tradisional. Kemudian Golkar masih mewarisi infrastruktur
yang dimiliki oleh Golkar dahulu. Golkar memiliki semua kantor sampai ketingkat
kelurahan dan bekerja dari bawah. Apa yang dimiliki Golkar dari sisa keistimewaan
yang diberikan orde baru hanyalah infrastruktur serta jaringan antara orang-orang
Golkar dahulu. Sedangkan sekarang semua partai politik memiliki hak dan peran
yang sama tanpa ada yang dibesarkan.
2. Organisasi massa
Menurut Gramsci hegemoni terjadi di masyarakat sipil, masyarakat sipil
berarti masyarakat nonpolitis. Oleh karena itu Gramsci membedakan masyarakat sipil
dan masyarakat politik. Dimana dalam masyarakat sipil mencangkup semua
organisasi dan lembaga diluar produksi dan negara. Semua organisasi sipil disebut
Gramsci sebagai privat seperti gereja, organisasi keagamaan, serikat dagang,
kelompok-kelompok kebudayaan. Kepada kelompok-kelompok inilah hegemoni
kelompok penguasa dilangsungkan, sehingga secara otomatis organisasi ini akan
menjadi pendukung kelompok hegemoni.
Sejak awal pendiriannya dengan tujuan menjaga kesatuan bangsa dibawah
naungan Pancasila, Golkar berhasil meyakinkan organisasi-organisasi yang memiliki
pandangan yang sama, yang sebelumnya bergerak di bidang kemanusiaan. Kemudian
organisasi-organisasi ini menghimpun diri dibawah Sekretariat Bersama Golongan
Karya yang kemudian bereformasi menjadi Partai Golkar. Organisasi ini kemudian
menjadi tulang punggung untuk membesarkan Golkar, seperti yang disampaikan oleh
oleh Afrizal89
Golkar itu punya yang namanya orsinarmas dan …., orsinarmas itu adalah organisasi yang melahirkan itu ada namanya Kosgoro, MKGR, Soksi. Osinarmas kita punya MDI, AMPI, Al HIdayah, itu organisai yang dilahirkan partai Golkar,
Pendapat serupa juga dismapikan oleh Asrul Syukur90
89 Wawancara bersama Afrizal Sekretaris DPD Golkar Sumbar (2009-2015 revitalisasi), pada tanggal 01 Maret 2016 di Kantor Komisi III DPRD Sumbar pukul 10.15 WIB90 Wawancara bersama Asrul Syukur, Wakil Bidang Pelembagaan Politik, Pemda dan Ormas, pada tanggal 10 February 2016 di Kantor Fraksi Partai Golkar DPRD Sumbar pukul 09.42
Organisasi masih ada, seperti organisasi keagamaan, organisasi Soksi masih ada, Kosgoro masih ada, MKGR masih ada. Bagi partai yang mendirikan dan didirikan. Itu masih ada itu, loyal mereka kepada partai. Soksi, MKGR, Kosgoro merupakan pendiri Golkar dulu. Itu organisasi formalnya, organisasi sayap misalnya AKTI, KPPG, Alhidayah
Pernyataan serupa juga diperkuat oleh Yul Akhiari Sastra91
Kalau dulu ada organisasi induk yang namnya kino-kino, organisasi ini menjadi penghimpun organisasi kecil lainnya dibawah, tujuannya apa? Dulu dibuat kino-kino ini agar organisasi yang banyak yang dihimpun Golkar menjadi terstruktur dibawah satu wadah sesuai dengan bidang, ada Kino Hanmkam, MKGR, Kosgoro, Soksi dll….organisasi ini menjadi salah satu mesin politik Golkar disamping pemerintah dan TNI.
Dari pernyataan diatas, dapat diketahui bahwa Golkar memang memiliki basis
organisasi dikalangan masyarakat, keberadaan organisasi inilah yang membuat
Golkar special diantara partai lainnya. Meski memiliki program tersendiri namun
organisasi ini sebagai pendiri Golkar tetap menyatakan keberpihakannya pada
Golkar. Umumnya organisasi ini adalah organisasi kemasyarakatan sebelum
bergabung dengan Golkar. Selain dari pada organisasi pendiri Golkar juga memiliki
organisasi yang didirikan. Organisasi ini melekat kuat dalam partai Golkar dan
berindukan pada Partai Golkar. Golkar juga memiliki organisasi keagamaan seperti
MDI, AL Hidayah.
Semenjak perubahannya menjadi Partai Golkar dan menyatakan diri berbeda
dengan Golkar lama, ternyata Golkar tidak kehilangan organisasi yang menjadi tulang
punggungnya secara formal. Partai Golkar saat ini masih memiliki organisasi yang
disebut dengan organisasi yang mendirikan serta pengembangan organisasi sayap
91 Wawancara bersama Yul Akhiari Sastra, Mantan Kader Partai Golkar di Jalan. A, Yani Padang pukul 16.15 WIB
partai. Keberadaan organisasi bukan inti dari Partai Golkar sekarang, karena
organisasi yang berafiliasi pada partai tidak lagi dapat mendukung partai secara
efektif seperti sedia kala. Hal ini seperti yang dismapikan oleh Sitti Izati Aziz92
Kan ormas tidak boleh berafiliasi langsung dengan partai, itukan yang disampaikan UU dan UU partai, tapi dia memiliki kewenangan untuk menentukan sikap. Oknum-oknum nya lagi,,individunya lagi. Tapi Golkar memiliki partai sayap, ada namanya KPPG dan AMPG. Ini adalah organisasi sayap yang didirikan partai Golkar. Kemudian organisasi lain seperti Kosgoro, MKGR, itu masih mendukung Golkar, tapi tidak secara formal lagi lebih bersifat informal.
Pernyataan serupa juga disampaikan oleh Zukenedi Said93
Tapi kino-kino dari pusat sampai daerah juga terjadi perpecahan, soksi, mkgr, kosgoro, kalau organisai yang didirikan , ya tergantung dia siapa yang menajdi ketua partai, jadi loyalnya pada siapa ketuanya, ganti ketuanya ganti juga loyalnya. Loyalitasnya karena dia didirikan. Kalau organisasi yang lainnya ya sama siapa ketua umum, sulit juga diukur dari sisi apa, katakanlah kebenaran sangat relatif, karena interest lain saya pikir juga, jadi sulit diukur. Yang jelas siapa ketuanya, kalau ketuanya diganti ..jadi itu sudah mengalir jadi, yang jelas Golkar itu hidup matinya tidak ditentukan oleh organisasi, tapi organisasi dibawahnya itu sangat ditentukan oleh Golkar. Kegiatan-kegiatannya……….tanpa dia Golkar tentang hidup
Pernyataan informan diatas dibenarkan oleh Syamsu Rahim94
Rasanya tidak seperti dulu lagi, AMPG, AMPI, soksi dan organisasi sayap termasuk tarbiyah dulu satariya …. Itu ada cuma ketika ada Musda saja dan cuma memberi suara, ada organisasi sayap dan underbow hanya memiliki hak suara ya itu saja…sementara aktivitasnya….dulu kan aktivitasnya bisa di danai oleh pemerintah karena partai penguasa, kini mana? Sendiri-sendiri kan..partai saja susah bergerak….Kalau dulu kan
92 Wawancara bersama Sitti Izzati Aziz Wakil Ketua Bidang Pemberdayaan Perempuan Partai Golkar DPD I Sumbar pada tanggal 16 February 2016 di Kantor Komisi I DPRD Provinsi Sumbar pukul 13.1593 Wawancara bersama Zulkenedi Said Demisioner Sekretaris DPD Golkar Sumbar (2009-2014) pada tanggal 10 February 2016 di Villa Bukit Berlindo, Gunung Panggilun, Pukul 11.1594 Wawancara bersama Samsyu Rahim, Mantan Kader Partai Golkar (Ketua DPD Nasdem Sumbar), pada tanggal 12 Maret 2016, di Komplek Aur Duri pukul 09.12 WIB
disokong waktu zaman orde baru..seluruh ormas-ormas yang berafiliasi ke Golkar di support, diberi program, diberi dana dan segalanya makanya bisa bergerak… kini apa? Partai aja susah untuk menghidupi diri apa lagi yang lain.
Pernyataan diatas didukung oleh Yul Akhiari Sastra95
Cuma Sekarang AMPI itu banyak didlmnya orag-orang pegawai negeri, banyak orang yang secara politik harus netral. Ya.. secara otomatis kedepan mereka tidak bisa maksimal memenangkan Golkar, KNPI pun sekarang sudah independen. Jadi banyak organisasi dulu yang secara formal tidak lagi efektif,
Bedasarkan hasil wawancara diatas maka dapat diketahui bahwa Golkar baru
dengan paradigma baru, menitikberatkan kekuatannya pada satu jalur yang disebut
jalur Golkar. Jalur Golkar berarti partai murni berjuang seperti partai-partai politik
lainnya. Dalam jalur murni ini terkadung berbagai organisasi yang mendukung partai
Golkar termasuk organisasi lama yang merupakan pendiri Golkar. Namun,
bagaimanapun organisasi ini tidak begitu maksimal mendukung partai secara
keseluruhan, dukungan lebih banyak ditujukan melalui oknum-oknum atau
individunya. Kemudian loyalitas kepada partai pun tergantung pada figure ketua
partai.
Demokrasi dan hak kebebasan yang dimiliki individu serta kelompok atau
organisasi, ikut mempengaruhi atmosfir organisasi-organisasi yang dahulu bernaung
dibawah Golkar. Sehingga, kecendrungannya banyak organisasi yang menyatakan
diri independen. Sehingga mereka tidak bisa maksimal memenangkan Golkar, adapun
dukungannya berasal dari beberapa angggota secara individual, dan dukungan pun
95 Wawancara bersama Yul Akhiari Sastra, Mantan Kader Partai Golkar di Jalan. A, Yani Padang pukul 16.15 WIB
disebabkan faktor kedekatan dengan figure partai atau faktor kepentingan (interest).
Bahkan, organisasi ini tidak mampu lagi bergerak karena keterbatasan dana, jika
sebelumnya pemerintah membiayai program-program organisasi ini, maka beda
halnya dengan sekarang, partai saja susah bergerak dengan keterbatasan dana apalagi
untuk membiayai organisasi dibawahnya, khususnya pasca konflik internal partai. Hal
ini seperti yang disampikan oleh Afrizal96
…karena partai sendiri tidak punya uang untuk itu. Bantuan parpol tertahan karena dualism, jadi uang yang 250 jt yang hangus yang tidak bisa dicairkan. Jadi dari mana lagi ya kalau bukan dari kantong pribadi?
Meskipun keterbatasan dana, hidup mati Golkar itu tidak ditentukan oleh
organisasi yang ada di bawahnya, namun sebaliknya kehidupan organisasi ini yang
bergantung pada Golkar, terutama organisasi sayap partai.
3. Inteletual partai
Menurut Gramsci, intelektual merupakan organizer partai. Mereka adalah
orang-orang yang langsung mengartikulasikan hegemoni kelompok. Dalam
masyarakat secara luas Gramsci membedakan antara intelektual organic dan
intelektual tradisional. Mereka yang tergolong intelektual organic adalah yang secara
langsung melakukan hegemoni kelompoknya. Sedangkan intelektual tradisonal
adalah intelektual otonom. Intelek otonom –seperti tokoh agama, adat, filsuf, jurnalis-
memiliki pengaruh yang luas dikalangan masyarakat, oleh sebab itu keberadaan
mereka tidak luput dari kelompok-kelompok hegemoni.
96 Wawancara bersama Afrizal Sekretaris DPD Golkar Sumbar (2009-2015 revitalisasi), pada tanggal 01 Maret 2016 di Kantor Komisi III DPRD Sumbar pukul 10.15 WIB
Golkar sendiri sejak awal telah menyadari pentingnya keberadaan kedua
elemen ini dalam mempertahankan kekuasaan. Selain dari pada kader yang mesti
bekerja untuk partai, Golkar membutuhkan orang-orang yang dipercaya banyak oleh
masyarakat untuk memberi nilai lebih pada Golkar. Keberadaan intelektual
tradisional dalam Golkar ini seperti yang disampaikan oleh Asrul Syukur97
Ada ada,,, niniak mamak alim ulama ada, generasi muda, perempuan masih ada. Komposisinya lengkap. Dulu saat zaman orde baru LKMM itu orang Golkar semua, ya.. karena mau tak mau sistem dulu kan institusi atau lembaga harus Golkar. Sekarang kan lembaga otonom, sehingga kita tidak lagi bicara soal kelembagaan, tapi individunya lagi. .yang secara kedudukan memiliki tempat dimasyarakat dan bagian dari Golkar.
Pernyataan serupa juga disampaikan oleh Zulkenedi Said98
secara individu masih,, cuma tidak sebanyak dulu. Kalau dulu kan diblok istilahnya, sekarang masing-masing punya kebebasan, jadi tokoh-tokoh agama dan adat juga ada di tiap partai politik, penyebarannya sama, jadi tidak semuanya di Golkar jadi sudah terjadi penyebaran-penyebaran juga cuma masih ada, contoh misalnya ulama ada karena dulu LKMM itu otomatis, LDI, MUI otomatis bergabung dengan Golkar, tapi sekarang orangnya bukan lembaganya . Dulu orangnya dan lembaganya masuk dan membentuk dan mempengaruhi, tapi sekarang yang tinggal ya mereka yang masih loyal dan menjadi keluarga Golkar. Setidaknya keberadaan mereka dapat berembes ke citra yang baik Golkar di masyarakat.
Bedasarkan hasil wawancara diatas dapat diketahui, bahwa keberadaan
intelektual otonom dalam partai pada masa orde baru sangat banyak dan juga
langsung dengan organisasinya seperti tokoh-tokoh adat yang ada di LKMM, serta
organisasi keagamaan. Namun saat ini keberadaan mereka dalam partai hanya sebatas
dukungan individu. Tidak hanya di Golkar, partai politik lain pun memiliki tokoh-
97 Wawancara bersama Asrul Syukur, Wakil Bidang Pelembagaan Politik, Pemda dan Ormas, pada tanggal 10 February 2016 di Kantor Fraksi Partai Golkar DPRD Sumbar pukul 09.4298 Wawancara bersama Zulkenedi Said Demisioner Sekretaris DPD Golkar Sumbar (2009-2014) pada tanggal 10 February 2016 di Villa Bukit Berlindo, Gunung Panggilun, Pukul 11.15
tokoh ini sebagai sumber masa untuk partai. Hal ini disebabkan kerena pada masa
orde baru keefektifan mereka merupakan bentuk mobilisasi. Seperti penelitian yang
dilakukan oleh….terkait peranan seni pendalangan dalam melanggengkan hegemoni
partai. Sebagai seni yang disukai masyarakat jawa, dalang sebagai penentu alur cerita
telah menjadi alat kampanye Golkar saat itu, dalam setiap seni wayang yang
disampaikan dalang selalu bercerita tentang keadaan pemerintah.
Meskipun memiliki beberapa tokoh adat atau agama, namun ini bukan faktor
penentu bagi partai dalam memperoleh suara. Pemilih sekarang menjadi lebih
rasional tanpa paksaan seperti orde baru. Hal ini dismpikan oleh Zulkeneidi Said99
Relative ya, itu tadi kalau soal menyumbang suara itu kan diukur dari masyarakat, kan masyarakat kita tidak menilai dari tokoh adat tokoh agama begitu, mau pileg, atau pemilihan kepala daerah, memilih itu saya berani katakan minimal 50-50 faktor orang memilih itu bukan karena kualitas orang tapi apa yang dia dapat dari calon,.karena itu pengalaman yang saya dapatkan… pilosopinya di masyarakat Minang terima uangnya jangan pilih orangnya.
Dari pernyataan diatas dan kondisi masyarakat sekarang, memang partai tidak
langsung berharap penuh pada komposisi dari para tokoh-tokoh masyarakat.
Kecendrungan pemilih sekarang terutama masyarakat barat bedasarkan apa yang
disampaikan informan adalah bukan ketokohan tapi apa yang diperoleh dari calon.
Oleh karena itu, saat ini Golkar hanya dapat menggantungkan harapan besar pada
pekerja partai (kader) yang oleh Gramsci disebut sebagai intelektual organic. Mereka
99 Wawancara bersama Zulkenedi Said Demisioner Sekretaris DPD Golkar Sumbar (2009-2014) pada tanggal 10 February 2016 di Villa Bukit Berlindo, Gunung Panggilun, Pukul 11.15
ini lah yang menyampaikan dan merealisasikan ide-ide yang dimiliki Partai Golkar
pada masyarakat. Seperti yang disampikan oleh Sitti Izati Aziz100
Sesuai dengan doktrinnya karya dan kekaryaan, suara golkar suara rakyat. Bagaimana memperjuangkan kesejahteraan masyarakat makanya kita di DPD itu didorong setiap rapat itu membahas mengenai kehidupan masyarakat, misalkan kelompok petani, kita upayakan bagaimana dapat membantu apakah melalui pemberian bibit atau penyuluhan. Intinya setiap kader harus berkarya menjalankan misi, misi harus berkarya untuk mengisi pembangunan, berkarya.
Penjelasan lebih lanjut tentang peran kader seperti yang dijelaskan oleh Afrizal101
… Jadi tujuannya identik dengan UUD 45, proses percepatan pembangunan, percepatan pendewasaan percepatan pemakmuran masyarakat itu bagian dari program yang dilakukan Partai Golkar kepada masyarakat, itu dilakukan kader melalui tiga macam. Ada melalui ekesekutif, ada yang di legislatif, dan adanya di sektor swasta. Tiga pilar inilah yang berupaya menggodok program-program yang dibuat apakah itu saat Munas, Musda Provinsi atau program-program Kabupaten/Kota, sehingga dapat memberikan nilai tambah dan ujungnya akan diuji sewaktu proses siklus pemilihan legislatif tahunan, karena pemilihan akan dievaluasi oleh masyarakat.
Bedasarkan pernyataan informan diatas kader Partai Golkar memiliki peran
dalam merealisasikan program partai yang identik dengan UUD 1945. Dalam hal
menjalankan visi misi partai, maka dapat dilakukan melalui kader-kader yang
menjabat sebagai kepala daerah atau anggota legislatif serta kader-kader yang
bergerak di bidang swasta. Sehingga, kader-kader partai ini menjewatahkan program-
program partai menjadi program-program yang dibawanya baik sebagai anggota
100 Wawancara bersama Sitti Izzati Aziz Wakil Ketua Bidang Pemberdayaan Perempuan Partai Golkar DPD I Sumbar pada tanggal 16 February 2016 di Kantor Komisi I DPRD Provinsi Sumbar pukul 13.15101 Wawancara bersama Afrizal Sekretaris DPD Golkar Sumbar (2009-2015 revitalisasi), pada tanggal 01 Maret 2016 di Kantor Komisi III DPRD Sumbar pukul 10.15 WIB
legislatif atau eksekutif. Meski merupakan wakil rakyat setelah terpilihnya, namun
kepala daerah atau anggota legislatif tetap pekerja partai yang menjalankan visi misi
yang korelan dengan visi misi partai.
Golkar telah memiliki pilar untuk menjalankan berbagai program, namun
ternyata tidak berfungsi efektif. Dua pemilu terakhir Golkar mengalami penurunan
perolehan suara diamana sebelumnya di tahun 2004 Partai Golkar menjadi partai
pemenang. Menurunya perolehan suara ini disebabkan salah satunya oleh ketiadaan
Golkar dalam masyarakat, artinya program-program Golkar tidak sampai ke
masyarakat sehingga elektabilitas partai menurun. Hal ini seperti yang disampikan
oleh Leonardy Harmainy102
…kekalahan Golkar baik dipusat sampai kedaerah penyebabnya DPP itu, yang tidak melaksanakan program sesuai dengan platform yang sudah ditetapkan tadi, sehingga dia tidak dekat denga rakyat. Dia tidak mengakar dia tidak sesauai lagi dengan Golkar yang inovatif yang mengakar yang responsif. .. Sehingga Golkar tidak lagi disenangi dan tidak dipilih. Bagaimana caraya agar disenangi ya Partai Golkar dan orangnya balik lagi kemasyarakat melaksanakan programnya,,,
Pernyataan itu juga dismapikan oleh Zulkenedi Said103
orde sekarang sistemnya demokratis pelaksanaannya otoriter, nyaris dari pusat sampai provinsi kabupaten kota itu mengambil keputusan tidak selalu diambil dalam forum-forum rapat pleno, karena harusnya pengambilan keputusan melalui rapat. Tapi kadang-kadang rapat-rapat hanya melegitimasi keputusan, pengambilan keputusan dalam rapat hanya sebatas formalitas belakang, untuk melegitimasi keputusan yang telah diambil oleh sekelompok penggurus. Ini sama dengan melanggar paradigma bersama yang disepakati pada masa kepemimpinan Bang
102 Wawancara bersama Leonardy Harmainy Ketua Dewan Pertimbangan Partai Golkar DPD Sumbar (2015-2019) pada tanggal 26 February 2016, di Jalan Bali Ulak Karang, Pukul 14.12 WIB103 Wawancara bersama Zulkenedi Said Demisioner Sekretaris DPD Golkar Sumbar (2009-2014) pada tanggal 10 February 2016 di Villa Bukit Berlindo, Gunung Panggilun, Pukul 11.15
Akbar. Makanya terjadilah dinamika Partai Golkar sampai saat ini, Munas dua kali kemudian pertarungan di dalam tidak solid,
Pernyataan serupa juga disampikan oleh Yul Akhiari Sastra104
Nah saya melihat di 2009 terjadi kemunduran Golkar baik pusat atau daerah. Ada beberapa faktor yang dapat di uji lebih dalam, pertama Golkar mengabaikan paradigma baru yang telah dibentuk diawal kebangkitannya, mengabaikan platform partai. Dahulu di Golkar ada namanya Meryt system ini jenjang kader namanya, namun karena partai haus akan tokoh-tokoh saat itu maka melupakan paradigma yang telah kita bangun, sehingga banyak caleg yang lompat pagar kala itu…dan tokoh yang direkrut ini langsung menjadi penggurus teras tanpa tau bagaimana Golkar seutuhnya…
Dari hasil wawancara diatas, tren menurunnya perolehan suara Partai Golkar
juga berasal dari internal partai. Pertama partai tidak menjalankan paradigma yang
telah ditetapkan, kebanyakan dari keputusan yang diambil adalah keputusan
sekelompok orang, tidak hanya dipusat namun juga terjadi didaerah. Kemudian
dengan berbagai prahara internal ini berpengaruh pada program partai yang tidak
jalan. Akibatnya, kesenangan pada Partai Golkar itu menurun dan kader partai tidak
dipilih lagi dalam pemilu. Selanjutnya, untuk mencari jalan pintas agar partai
mendapat masa yang banyak, partai berupaya merekrut tokoh-tokoh begitu saja dan
dijadikan sebagai penggurus teras. Hal ini berakibat pada kader-kader yang telah
menjalani berbagai bentuk kaderisasi namun keberadaannya menjadi termarginalkan.
Kondisi ini berakibat pada tidak pahamnya orang-orang yang baru masuk dengan
Golkar seutuhnya yakni mereka yang merupakan caleg lompat pagar.
104 Wawancara bersama Yul Akhiari Sastra, Mantan Kader Partai Golkar di Jalan. A, Yani Padang pukul 16.15 WIB
Adanya fenomena caleg lompat pagar ini kemudian juga berpengaruh
terhadap citra partai, tidak hanya tidak paham dengan partai seutuhnya serta
menjalankan program partai dengan baik. Keberadaan caleg ini menimbulkan
sentiment dalam masyarakat tentang ketiadaan komitmen politik dan kecendrungan
para caleg yang hanya mengejar keuntungan dan kepentingan untuk menjabat, hal ini
seperti yang dismapaikan oleh Yul Akhiari Sastra105
..saya melihat bahwa msayarakat akan menilai besarnya sebuah partai atau besarnya seseorang adalah seberapa jauh dia berkomitmen memiliki jati diri dalam berpolitik. Orang akan melihat orang-orang yang lompat partai ini seperti apa…sehingga menimbulkan sentiment masyarakat bahwa “baa calon ko bapindah-pindah partai se? iko lo yang ka jadi anggota DPR?, patang beda partainyo kini alah di Golkar …aa ndk batua nyo do ko. Begitu juga dengan partai orang akan mengatakan apo partai Golkar ko ko? Jadi sentiment masyarakat dan situasi ini secara tidak langsung bukan membesarkan partai tapi malah merusak bagi diri dan citra Partai Golkar di tengah-tengah masyarakat
Bedasarkan hasil kutipan wawancara diatas, fenomena caleg yang lompat
partai menjelang pemilu bukan menambah suara bagi partai, namun hanya
menimbulkan sentimen-sentimen masyarakat. Loyalitas dan komitmen akan partai
menjadi nilai lebih bagi calon-calon/kader untuk kemudian menjalankan ide-
ide/platform partai. Tapi mencari kader yang memiliki loyalitas yang tinggi
merupakan sebuah usaha besar yang ada hanya satu dalam seribu. Seperti yang
disampaikan oleh Basril Djabar106
105 Wawancara bersama Yul Akhiari Sastra, Mantan Kader Partai Golkar di Jalan. A, Yani Padang pukul 16.15 WIB
106 Wawancara bersama Basrij Djabar Anggota Dewan Pertimbangan PArtai Golkar DPD Sumbar, pada tanggal 17 Maret 2016 di Kantor Haria Umum Singgalang
Jadi mendapatkan anggota partai yang loyal sangat susah, sekarang politik sarat dengan kepentingan dan jabatan. Kalau merasa tidak mendapat keuntungan di Golkar maka pindah partaipun kan tidak masalah
Efek dari ketidak loyal-an anggota partai adalah mudahnya muncul faksi-faksi
dalam partai yang pada akhirnya berujung pada perpecahan dan disintegrasi.
Kepentingan masing-masing pihak dan peraduan berbagai pendapatan dan pandangan
yang berbeda menghilangkan keutuhan dan persamaan pandangan yang telah tercipta.
Sehingga sampai saat ini seperti yang terjadi Partai Golkar telah melahirkaan
beberapa partai baru.
B. Konflik Internal Partai Golkar Pusat dan efeknya ke daerah
Benih-benih perpecahan pada Partai Golkar telah ada semenjak perubahannya
menjadi Partai Golkar di Munas ke VI, dimana dualisme militer dan sipil dalam
memperebutkan kekuasaan, yang pada akhirnya di menangkan oleh pihak sipil
dengan Akbar Tandjung sebagai ketua umum. Kemudian dualism ini terus berlanjut
hingga puncaknya saat Munas ke XI Partai Golkar tahun 2015. Terjadi dua Munas
dalam waktu bersamaan demi menjadi orang nomor satu di Partai Golkar tersebut.
Adanya dualism kepemimpinan ini seperti yang disampaikan oleh Zulkenedi Said107
Ya itu tadi, pertama karena memang pemilihan-pemilihan pemimpin ini tidak demokratis Tahun 2004 sejak Bapak Jusuf Kala terpilih sangat dominan sekali faktor uang, jadi tidak faktor figure, saya ikut waktu itu. Pak akbar dilakahkan oleh tujuh orang, satu orang melawan tujuh orang yang bersatu, itu ada Pak Wiranto, ada Pak Prabowo, …. tujuh orang bersatu bagainama Akbar kalah, dan Yusuf Kalla saat itu wakil presiden
107 Wawancara bersama Zulkenedi Said Demisioner Sekretaris DPD Golkar Sumbar (2009-2014) pada tanggal 10 February 2016 di Villa Bukit Berlindo, Gunung Panggilun, Pukul 11.15
dan Akbar Tanjung ketua umum membuat adanya koalisi penyeimbang, berlanjut sampai ke Munas di Pekanbaru, pertarungan dua figure Surya Paloh dan ABR sangat syarat dengan…dan besok Munas ini juga akan bertarung seperti itu,
Bedasarkan pernyataan informan diatas, dapat diketahui bahwa setelah
kepemimpinan Akbar Tandjung, terjadi perebutan kekuasaan untuk menjadi ketua
umum Partai Golkar. Tradisi ini terus berlangsung, perebutan kekuasaan ketua partai
memang wajar terjadi karena Partai Golkar merupakan partai menyatakn diri sebagai
partai yang demokratis, sehingga bedasarkan paradigma baru kepemimpinan partai
bersifat kolegial. Hal ini juga didasari oleh tiadanya tokoh yang dikultuskan dalam
Partai Golkar, sehingga tidak ada tokoh sentral. Seperti yang diungkapkan oleh Sitti
Izzati Aziz108
Kalau di Golkar sekarang tidak ada yang dikultuskan, jadi semuanya boleh mengeluarkan gagasan. Kalau ketua lebih menghimpun bagaimana masukan-masukan itu di satukan, karena setiap kita memiliki pemikiran-pemikiran yang berbeda, bagaiman menghimpun pemikiran itu peran ketua. Kalau mengkultus seperti PKB dengan Gustur tidak ada lagi. Kalau dulu Soeharto karena kewenangannya, Akbar Tandjung lebih dijadikan contoh-contoh negawaran.
Partai Golkar memang memiliki banyak tokoh-tokoh besar yang telah
berpengalaman dalam politik semenjak orde baru, namun begitu kepemimpinan tetap
dipilih secara demokratis, dalam artian partai tidak dimiliki ditangan satu orang.
Dalam pelaksanaannya pemiliahan yang demokratis tetap belum terwujud bagaimana
seharusnya, keterbukaan masih belum tercipta ditambah dengan faktor uang menjadi
108 Wawancara bersama Sitti Izzati Aziz Wakil Ketua Bidang Pemberdayaan Perempuan Partai Golkar DPD I Sumbar pada tanggal 16 February 2016 di Kantor Komisi I DPRD Provinsi Sumbar pukul 13.15
penentu ketua umum, tren ini dimulai sudah mulai berkembang pesat semenjak
pemilihan ketua umum tahun 2004. Kuatnya faktornya uang ini tidak dapat
dipungkiri, karena partai memang butuh dana untuk hidup. Hal ini seperti yang
disampaikan oleh Samsurahim109
Ciri partai modern adalah terbuka..kalau tidak terbuka semakin lama partai akan menjadi semakin kerdil. Contohnya pemilihan Ketua Umum rebut-ribur… jangan pikir mereka pilih sukarena karena kemampuan si calon. suara itu untuk DPD tingkat II saja Rp 250 juta sedangkan DPD tingkat I bisa mencapai Rp 500 juta, coba bayangan berapa besar money politiknya? Pak ARB mungkin ratusan miliyar dulu untuk jadi ketua umum, selesai Munas itu ketua-ketua partai Kabupaten/Kota dan Provinsi, saya yakin banyak yang pulang membawa uang. Saya sudah mengalami hal demikian, ketika konvensi Partai Golkar untuk menentukan calon presiden dari partai. Ada yang membawa uang 10 juta sampai 100 juta tergantung tingkatnya. Sedangkan bagi ARB yang sudah kaya tentu jabatan sebagai status sosial saja…
Jabatan ketua umum partai merupakan salah satu jabatan politis yang sangat
menentukan, oleh karena itu beberapa orang rela menghabiskan banyak dana untuk
mendapatkannya. Perebutan jabatan ketua umum dalam Partai Golkar kemudian
menguat lagi ketika Munas VIII di Pekan Baru. Duel antara ARB dan Surya Paloh
yang kemudian dimenangkan oleh ARB dengan akhir konflik keluarnya Surya Paloh
dari partai dan mendirikan partai baru. Kemudian munas selanjutnya, konflik dualism
pada Munas ke XI semakin memuncak antara Abu Rizal Bakrie dan Agung laksono.
Kedua belah pihak masing-masing membuat munas di tempat yang berbeda, Munas
109 Wawancara bersama Samsyu Rahim, Mantan Kader Partai Golkar (Ketua DPD Nasdem Sumbar), pada tanggal 12 Maret 2016, di Komplek Aur Duri pukul 09.12 WIB
Bali versi ARB dan Munas yang diselenggarakan di Jakarta yang kemudia dikenal
dengan nama Munas Ancol versi Agung Laksono.
Kemunculan kedua kubu ini berefek pada munculnya faksi Partai Golkar.
Faksi menurut Zariski identik dengan kombinasi dalam partai, kelompok, atau
kelompok yang anggotanya saling berbagi rasa, identitas umum dan tujuan umum dan
diselenggarakan untuk bertindak secara kolektif untuk mencapai tujuan meraka.
Sedangkan dalam bahasa latin faksi disebut factio yang berarti perpecahan dalam
kelompok. Akhir dari sebuah faksi adalah perpecahan atau penguatan integrasi, faksi
akan menjadi perpecahan jika kelompok yang berbeda pandangan tidak bisa
disatukan. Sedangkan untuk penguatan/integrasi jika faksi yang adal dalam partai
dapat diatasi dan disatukan kemudian menajdi penguat dari partai.
Jika melihat kebelakang, Partai Golkar telah memiliki banyak pecahan akibat
dari faksi-faksi dalam partai. Perpecahan ini terjadi karena perbedaan pandangan
yang kemudian tidak bisa disatukan. Sehingga untuk Partai Golkar nampak lah
seperti apa yang kita ketahui saat ini, muculnya partai-partai baru keturunan Golkar.
Kebebasan berkumpul yang dijamin UU membuat pendirian partai baru menjadi lebih
mudah. Kemunculan partai baru akibat dari faksi-faksi dalam Partai Golkar seperti
yang diungkapkan oleh Basril Djabar110
Sebenarnya lawan politik Partai Golkar saat ini adalah bagian dari partai itu sendiri, Golkar yang dulu solid sekarang terbelah-belah, ada Hanura dengan Wiranto, Gerindra dengan Prabowo dan terakhir Nasdem yang merupakan ormas Golkar juga telah mendirikan partai sendiri dengan
110 Wawancara bersama Basrij Djabar Anggota Dewan Pertimbangan PArtai Golkar DPD Sumbar, pada tanggal 17 Maret 2016 di Kantor Haria Umum Singgalang
Surya Paloh sebagai ketua. Ini kan mereka yang dulu pernah jadi kader Golkar juga, namun karena berebda padangan tidak jalan, sehaluan lagi maka dirikan partai baru, kan mendirikan partai ngk susah yang penting punya ongkosnya, tu sekarang yang punya TV RCTI juga mendirikan Partai Perindo, yang penting uangnya..
Pernyataan serupa juga diperkuat oleh Samsu Rahim111
Dengan konflik yang terjadi makanya Golkar hari ini sudah punya cucu, bukan sekedar seorang anak. Dulu generasi Golkar yang petama PKPI, setelah itu muncul adiknya Partai Gerindra dan berturut-turut, Partai Hanura, Partai Nasdem. Dan sekarang Nasdem pun sudak baranak lagi yang namanya PSI . Kemudian Hanura juga melahirkan…dulu kan Hari Tanoe di Hanura pindah ke Nasdem dan sekarang telah berdiri partai baru Perindo..
Perpecahan yang terjadi dalam Partai Golkar dan berdirinya partai baru, dalam
teori faksi dalam partai politik di negara demokrasi dapat memiliki efek positif dan
negative. Efek positif adalah semakin banyak partai politik dan semakin beragam,
sedangkan negatifnya……dan bagi Partai Golkar tentu perpecahan ini memliki efek
langsung. Sekarang Partai Golkar bersaing dengan mantan-mantan anggotanya,
akibatnya massa mantan kader juga ikut terbawa, sehingga berefek pada
berkurangnya masa Partai Golkar secara keseluruhan. Hingga saat ini Golkar telah
terpecah menjadi empat partai yakni PKPI, Hanura, Gerindra dan Nasdem. Dan
uniknya lagi pecahan dari Partai Golkar juga memiliki pecahan selanjutnya, dimana
Hanura telah melahirkan Perindo dan Nasdem telah melahirkan PSI.
Dengan semakin banyaknya keturunan Golkar, maka Partai Golkar saat ini
perlu melakukan konsolidasi dan penguatan dari dalam agar tidak terjadi lagi
111 Wawancara bersama Samsyu Rahim, Mantan Kader Partai Golkar (Ketua DPD Nasdem Sumbar), pada tanggal 12 Maret 2016, di Komplek Aur Duri pukul 09.12 WIB
perpecahan atau lahir generasi Golkar selanjutnya. Perlunya bertindak cepat untuk
konflik dalam tubuh Partai Golkar perlu dilakukan partai mengingat pemilu 2019
tidak lama lagi dan partai harus mempersiapkan diri, jika tidak Golkar hanya jadi
sejarah, Seperti yang disampikan oleh Shadig Pasadique112
Prahara yang terjadi dalam Partai Golkar saat ini, banyak orang yang tidak bisa meramalkan sampai pada persaingan yang serius. Sementara kalau saya melihat dengan terjadinya perpecahan seperti ini dalam Golkar tentu akan merugikan Golkar secara khusus dan bangsa secara umum. Sebab Partai Golkar adalah partai yang pernah berbuat dan menjadi bagian dari bangsa dan asset bangsa. Jadi kita saat ini sangat perihatin dengan kondisi Golkar.
Bedasarkan hasil wawancara dengan informan, Golkar harus menggembalikan
kesolid-an partai. Golkar harus mampu menjaga persatuan partai agar tidak ada lagi
generasi Golkar selanjutnya. Oleh karena itu kepemimpinan Golkar kedepannya harus
lah pemimpin yang dapat mengakomodir semua kepentingan. Seperti yang
disampikan oleh Zulkenedi Said113
Dan Golkar memang tidak bisa mendominasi, kalupun pada pemilu tahun 2004 menang, kondisi hari ini Golkar sangat menghawatirkan. Jadi tergantung esok munas, kalau Golkar berhasil memilih pemimpin yang tidak otoriter dan mampu menyatukan semua faksi Golkar tingkat pusat sampai bawah kalaupun tidak nanti menang atau tidak mendominasi setidaknya bertahan. Tapi kalau nanti terpilih lagi ketua yang otoriter yang tidak mampu mempersatukan faksi-faksi yang ada dari tingkat pusat sampai bawah ya sudah Golkar hanya tinggal waktu.
Pernyataan serupa juga disampikan oleh Afrizal114
112 Wawancara bersama Shadig Pasadique, Kader partai Golkar pada tanggal 03 Maret 2016 di Jalan Palupuah pukul 16.30 WIB113 Wawancara bersama Zulkenedi Said Demisioner Sekretaris DPD Golkar Sumbar (2009-2014) pada tanggal 10 February 2016 di Villa Bukit Berlindo, Gunung Panggilun, Pukul 11.15114 Wawancara bersama Afrizal Sekretaris DPD Golkar Sumbar (2009-2015 revitalisasi), pada tanggal 01 Maret 2016 di Kantor Komisi III DPRD Sumbar pukul 10.15 WIB
Harapan para kader kepada figure ketua umum itu adalah figure yang mampu menjadi perekat, pemersatu internal Partai Golkar baik dari pusat sampai ke daerah, sehingga kita siap untuk menghadapi pileg tahun 2019 dan pilpres sekaligus pilkada…. kita harus berfikir bagaimana ketua umum itu figure ketua umum yang layak dijual menjadi presiden , makanya kita upayakan cari ketua umum yang tidak ada masalah dg bangsa ini.
Pernyataa juga disampikan oleh shadig115
Ya itu,, yang jadi ketua umum itu yang bisa dijadikan panutan yang bisa dihargai, dihormati dan dicintai oleh para kader Partai Golkar, namun belakangan yang muncul kan belum seperti yang diharapkan. Jadi ketua partai buka hanya sebatas jabatan untuk kepentingan sendiri.
Bedasarkan pernyataan informan diatas, Golkar saat ini membutuhkan
pemimpin yang mampu merekatkan semua kepentingan dalam partai, sebagai sosok
pemersatu partai baik dari pusat sampai daerah, kemudian pemimpin yang dipilih
dengan demokratis dan tidak otoriter serta pemimpin yang bisa jadi panutan bagi
kader partai. Pentingnya sosok ketua umum yang mampu merekat dan
mempersatukan kepentingan dalam partai politik seperti yang disampaikan oleh
Samsyu rahim
Tidak hanya golkar…semua partai butuh tokoh sentral, kini kan ujian bagi Golkar ketika regenerasi itu muncul apakah kuat, dulu kan identik dengan Soeharto, identik dengan Akbar Tanjung, identik dengan ARB kini cari regenerasi…. Proses regenrasi partai itulah yang namanya pendidikan politik, komunikasi politik, rekrutmen kader..kalau itu jalan tentu akan tercipta generasi penerus partai yang kuat..
Pernyataan ini dibenarkan oleh Yul Akhiari Sastra116
115 Wawancara bersama Shadig Pasadique, Kader partai Golkar pada tanggal 03 Maret 2016 di Jalan Palupuah pukul 16.30 WIB116 Wawancara bersama Yul Akhiari Sastra, Mantan Kader Partai Golkar di Jalan. A, Yani Padang pukul 16.15 WIB
kita ketika mau survive dalam sebuah perjuangan yang cukup dahsyat maka kita perlu kekuatan, kesolidan dari dalam maka kita perlu sesorang nahkoda yang kuat untuk mampu survive dalam keadaan yang mahadasyat tadi ibarat sebah kapal….sehingga besok Golkar harus mancari figure yang bisa manajdi pemersatu tidak hanya di Golkar-mohon maaf di Golkar ARB saja terdapat beberapa faksi- tidak hanya mampu mempersatukan faksi yang ada di Golkar ARB tapi juga harus mampu menyatukan dengan kelompok AL, menjadi figure pemersatu yang pecah
Yang kedua, siapa orang yang mampu setelah berhasil menyatukan faksi-faksi yang ada, mampu mengahdapai persaingan terutama dengan PDIP, strategi menghadapi kekutan PDIP yang ingin menggerusi dan mengkerdilkan Golkar
Yang ketiga, bagaimana Golkar dapat bersaing dengan partai-partai lain..mengangkat citra nya kembali. Sebetulnya itu yang harus dipikirkan Golkar bukan hanya larut dengan perpecahan, mengingat pemilu 2019 sudah dekat.
Bedasarkan hasil wawancara diatas, bahwa dualism yang terjadi dipusat
adalah permasalahn serius bagi Partai Golkar. Dampak dualism yang terjadi dipusat
memiliki efek pada Golkar tingkat daerah. Jika Partai tidak serius menyelesaikan
konflik maka posisi partai Golkar pada pemilu selanjutnya baik didaerah atau dipusat
akan terancam. Seperti yang disampikan oleh Leonardy Harmainy
Perolehanya di sumbar memang menurun, tahun 2009 itu Golkar jika dilihat dari komposisi kursi DPRD Provinsi mendapat 16,3% kursi, sedangkan Sekarang 13,8%, selanjutnya pemilu tahun 2019, saya khawatir perolehan suara golkar jauh lebih turun, bisa saja Golkar hanya memperoleh 4 kursi atau 10% suara di DPRD Provinsi. Fenomena ini masalahnya dipusat, bukan diaerah, kenapa? Karena pemilih atau masyarakat itu terus terang, apa yang terjadi di Jakarta itu setiap hari ,setiap jam bisa dilihat langsung. Beda dengan waktu dulu yang mana informasi belum secepat itu, dengan kecepatan informasi itu berakibat pada elektabilitas partai golkar.
Pernyataan itu juga disampikan oleh Afrizal117
kita akui survey terakhir itu menyatakan Golkar akan turun yang 14% itu akan menjadi 10 %, itu yg hrs kita perbaiki. Kita tidak pungkri ada nada minor terhadap partai karena berbagai konflik yang terjadi. Masyarakat akan memandang Partai Golkar tidak dapat mengatasi masalah internalnya, kenapa harus dipilih? jika Golkar tidak menang/setidaknya bertahan pada pemilu selanjutnya sangat beresiko bagi partai golkar
pernyataan ini dibenarkan oleh Yul118
Jika melihat konflik yang masih panas hingga pelaksanaan pilkada kemren, dan sampai saat ini masih belum menemukan solusi jitu, maka saya prediksi untuk Sumbar di Pileg 2019 nanti tidak akan mendapatkan kursi DPRD lebih dari 7 kursi. Bukan maksud mengkerdilkan Golkar namun ini kecendrungan yang diprediksi..
Bedasarkan hasil wawancara diatas dapat disimpulkan bahwa informan
memprediksi apa yang akan terjadi jika Golkar gagal memperbaiki diri dan
mencari sosok yang mempu membangkitkan Golkar kembali. Jika pernyataan
diatas merupakan prediksi, maka efek dualism pusat memiliki pengaruh yang
sangat kuat dalam perpolitikan didaerah terutama saat even pilkada serentak
Sumbar tahun 2015. Seperti yang dinyatakan oleh Leonardy Harmainy119
Kesenangan orang pada golkar itu mulai goyang ketika melihat kelakuan orang di Jakarta itu. Terbukti pada waktu pilkada kemaren isu itu dijadikan sebagai negative kampain, Jadi yang terjadi di Jakarta itu menjadi negative kampain dalam pilkada bagi lawan, dan ternyata ampuh, contonya kabupaten solok kalah, padahal incamben, solok selatan ketua golkar juga calon kalah, kalau kota solok akibat dua kubu dipusat itu akhirnya Golkar tidak jadi punya calon itu, Darmasraya calon Golkar kalah, di Pasaman ketua golkar kalah, pasbar kalah, solsel kalah, jadi kejadian golkar dipusat itu sudah terbukti di pilkada. Di jadikan negative kampain dan negative kampaian laris dan banyak kalah. Dengan banyaknya ia tidak jd bupati/walikota berpengaruh pada pemilu legislative
117 Wawancara bersama Afrizal Sekretaris DPD Golkar Sumbar (2009-2015 revitalisasi), pada tanggal 01 Maret 2016 di Kantor Komisi III DPRD Sumbar pukul 10.15 WIB118 Wawancara bersama Yul Akhiari Sastra, Mantan Kader Partai Golkar di Jalan. A, Yani Padang pukul 16.15 WIB119 Wawancara bersama Leonardy Harmainy Ketua Dewan Pertimbangan Partai Golkar DPD Sumbar (2015-2019) pada tanggal 26 February 2016, di Jalan Bali Ulak Karang, Pukul 14.12 WIB
selanjutnya. Jika bupati/ walikota itu tremasuk figure yang disenangi dan berasal dari Partai Golkar maka akan memberi pengaruh bagi Golkar untuk pileg selanjutnya, kalau kejadiannya seperti saaat ini sehingga saya berasumsi pemilu selanjutya suara golkar bisa saja di bawah 10%.
Pernyataan serupa juga disampikan oleh Zulkenedi Said120
…Itu bukti kan,,, pilkada kemaren dari 13 kabupaten/Kota, Golkar hanya dapat 3 dari 10 yang di usung, kalah karena Golkar tidak solid dan terpecah,,,, karena pengambilan keputusan itu tidak demokratis…dan sudah banyak berubah.
Pernyataaan serupa juga disampaikan oleh afrizal121
Ya berpengaruh, jadi gini proses itu sangat mempengaruhi mental kawan-kawan, jadi rekomendasi calon kepala daerah itu diambil dari pihak ARB dan pihak AL, saya dari pihak ARB mengurusnya saparo mati, 10 hari prosesnya. Moril…beban mental kemudian materil biaya di tanggung pribadi, Bantuan parpol tertahan untuk itu karena dualism, jadi uang yang 250jt yang hangus tidak bisa dicairkan. Jadi untuk menggurus rekomdasi pakai uang pribadi, untuk menyelamatkan kawan-kawan yang maju.. namun banyak mereka yang tumbang, sehingga Konflik internal ini ikut mempengaruhi tingkat kepercayaan masyarakat.
Bedasarkan wawancara diatas dapat disimpulkan bahwa, prahara pusat
dijadikan sebagai kampanye negatif oleh lawan calon dari Partai Golkar. Berbagai
berita tentang konflik Partai Golkar di pusat yang secaar terus menerus di ekspos
media masa juga menjadi salah satu faktor semakin kuatnya kampanye negative ini,
karena masayarakat bisa langsung mengklarifikasikan berita via televise, Koran atau
surat kabar. Kampanye negative ini memang terbukti berhasil, dapat dilihat dari
tumbangnya calon kepala daerah yang diusung oleh Partai Golkar. Bahkan ada daerah
di Sumatera Barat yang tidak dapat mengajukan calon karena terhambat proses
120 Wawancara bersama Zulkenedi Said Demisioner Sekretaris DPD Golkar Sumbar (2009-2014) pada tanggal 10 February 2016 di Villa Bukit Berlindo, Gunung Panggilun, Pukul 11.15121 Wawancara bersama Afrizal Sekretaris DPD Golkar Sumbar (2009-2015 revitalisasi), pada tanggal 01 Maret 2016 di Kantor Komisi III DPRD Sumbar pukul 10.15 WIB
pengajuan dari kedua kubu. Bahkan calon incumbent pun kalah, sehingga Golkar
tidak dapat apa-apa di Sumbar.
Selain di jadikan kampanye negative, konflik dipusat juga berpengaruh pada
mental calon yang diusung partai terkait rekomdasi diantara kedua kubu. Persetujuan
yang rumit diantara kedua kubu telah menyerap tenaga, mental dan materil dari para
calon serta penggurus partai. Kemudian Konflik ini juga membuat tersumbatnya dana
partai, sehingga kader mesti menggeluarkan dana pribadi untuk sementara waktu
untuk berbagai urusan administrasi. Kekalahan dalam pilkada serentak ini akan
menjadi mata rantai yang juga akan berefek pada pemilu selajutnya di tahun 2019, hal
ini seperti yang disampaikan oleh Leonardy Harmainy122
Jika bupati/ walikota itu tremasuk figure yang disenangi dan berasal dari Partai Golkar, maka akan member pengaruh bagi Golkar untuk pileg selanjutnya, setidaknya masyarakat akan simpati pada partai kalau kepala daerahya disenagi. kalau kejadiannya seperti saat ini sehingga saya berasumsi pemilu selanjutya suara Golkar bisa saja di bawah 10%. Trennya turun lagi, penyebkan bukan orang Sumbar, aceh atau papua, tapo orang di Jakarta
Pernyataan diatas didukung oleh Yul Akhiari Sastra123
Parpol, mereka mengejar kepala daerah itu dalam rangka memenagkan pemilu berikutnya. Kenapa?karena kepda itu mau tak mau kue pembangunan ada disana, maka ketida dia Kepala Daerah berbuat dengan baik, orang akan bagaimanapun akan mengatakan”dia orang Golkar”. Kedua kalau dai sebagai Kepala Daerah maka, adalah proyek-proyek yang dapat disisipkan untuk partai. Sekarang mana? Mana ada lagi kepda yang dimiliki Golkar, paliangan Tanah Datar, Agam. Bukittinggi, Pasaman, Solok sudah tidak lagi.
122 Wawancara bersama Leonardy Harmainy Ketua Dewan Pertimbangan Partai Golkar DPD Sumbar (2015-2019) pada tanggal 26 February 2016, di Jalan Bali Ulak Karang, Pukul 14.12 WIB123 Wawancara bersama Yul Akhiari Sastra, Mantan Kader Partai Golkar pada tanggal 17 Maret 2016 di Jalan. A, Yani Padang pukul 16.15 WIB
Kekalahan Partai Golkar dalam Pilkada Serentak di Sumbar, sedikit banyak
dipengaruhi oleh prahara pusat, kemudian kekahalan ini nantinya akan berakibat pada
pemilu selanjutnya, khusunya wilayah Sumbar. Survey Partai Golkar sendiri
menyatakan bahwa di pemilu selanjutnya kalau Golkar tidak mampu memperbaiki
sistemnya, maka Sumbar yang sebelumnya memperoleh 16% suara akan mendapat
suara terbanyak hanya 10%. Dan selanjutnya Golkar tidak memiliki tokoh kepala
daerah yang banyak lagi di Sumbar sebagai basis masa untuk partai.
Selain dari pada pegaruh pada pelaksanaan pilkada, dikhawatirkan dualism
yang terjadi di pusat juga berefek pada kepenggurusan di daerah dan dalam musda
daerah. Dimana kubu dipusat pecah sampai pada kubu di tingkat Provinsi bahkan
kabupaten/kota. Hal ini seperti yang disampikan oleh Yul Akhiari Sastra124
pengaruhnya..nah, memang kubunya pecah namun kan pemilihnya itu juga. Cuama yang kita khawatirkan adalah seperti, ada dua kubu, satu kubu menang nanti dipusat dan celakanya akan berlanjut ke tingkat Musda. Misal Musda Provinsi kemarin, kan kubu yang kalah kubu AL, kemudian kelompok Hendra sekarang yang diabuanya kelompo-kelompok Agung, tentu mereka tidak akan senang. Kalaulah masih cinta pada Golkar pasti dia akan buat perlawanan dari, kalau tidak cinta maka dia akan pindah kepartai lain. Akibatnya masa nya juga akan ikut berpindah. Coba banyangkan itu sampai ke tingkat Kabupaten/Kota, tentu Golkar akan menjadi kerdil. Kalau tidak cepat dibenahi pemilu 2019, prediksi Golkar hanya akan dapat paling bnayak 7 kursi di DPRD Provinsi…..
untuk mengantisipasi kekhawatiran semakin lebarnya perpecahan yag terjadi
dipusat merembes ke daerah, maka Partai Golkar tidak hanya untuk pusat, didaerah
Sumbar pun juga diperlukan tokoh yang kuat dan mampu mempersatukan Partai
124 Wawancara bersama Yul Akhiari Sastra Mantan Kader Partai Golkar, pada tanggal 17 Maret 2016Jl. A. Yani Padang pukul 16.15 WIB
didaerah, karena dualism yang terjadi dipusat dapat saja berpengaruh pada
kepengurusan didaerah. Seperti yang disampikan oleh Zulkenedi Said125
Ketua-ketua partai, tidak hanya dipusat- namun disetiap daerah haruslah seorang pemimpin yang kuat yang mampu mengayomi anggota sehingga tercipta suatu kesatuan katakanlah solid. Ketua ini mesti didpatkan dengan cara yang demokratis,namun kecendrungan yang terjadi di Partai Golkar saat ini, ya itu tadi seperti yang saya katakan sifatnya demoratis namun pelaksanannya otoriter dalam artian keputusan itu hanya segelintir orang dengan berbagai kepentingan.
Kemudian juga disampikan oleh Sitti Izzati Aziz126
…..Sehingga tidak hanya dipusat, daerah pun kita butuh ketua yang menyatukan dan memiliki ketokohan yang dapat membawa massa bagi partai. Karena persaingan diantara partai semakin ketat dan masyarakat disuguhkan berbagai pilihan sekarang dan itu bebas..makanya pemimpin partai kita adalah yang melekat ke rakyat.
Hal ini dibenarkan oleh Samsyu Rahim127
Kalau di Partai Golkar untuk memilih ketua umum harus melalui musda, tapi terkadang musda itupun tidak demokratis. Untuk apa dibuat peraturan ketat, peryaratannya ketat yang pada akhirnya tidak terbuka, sama seperti musda kemaren, dibuat aturan; yang dikatakan pengurus adalah pengurus harian, harus 5 tahun berturut-turut menjadi penggurus, mendapat rekomendasi atau dukungan minimal dari 30% suara dari DPD 2, akibatnya apa yang memenuhi kriteria itu hanya Hendra saja, pertanyaannya apakah kader Golkar yang mampu untuk menjadi ketua DPD 1 hanya dia saja, tapi karena digodok dial ah yang jadi, tapi kalau terbuka untuk semua kader yang lain belum tentu dia terpilih,
Disampaikan oleh Yul Akhiari Sastra128
125 Wawancara bersama Zulkenedi Said Demisioner Sekretaris DPD Golkar Sumbar (2009-2014) pada tanggal 10 February 2016 di Villa Bukit Berlindo, Gunung Panggilun, Pukul 11.15126 Wawancara bersama Sitti Izzati Aziz Wakil Ketua Bidang Pemberdayaan Perempuan Partai Golkar DPD I Sumbar pada tanggal 16 February 2016 di Kantor Komisi I DPRD Provinsi Sumbar pukul 13.15127 Wawancara bersama Samsyu Rahim, Mantan Kader Partai Golkar (Ketua DPD Nasdem Sumbar), pada tanggal 12 Maret 2016, di Komplek Aur Duri pukul 09.12 WIB
Untuk wilayah Sumbar periode ini Partai Golkar benar-benar tidak mendapatkan apa-apa. Seperti yang saja jelsakan tadi kalah dalam Pilkada, dan satu-satunya pertahanan Golkar yang ada mungkin di Tanah Datar…Solok yang awalnya basis Golkar telah kehilangan basisnya , malah Kader Golkar samsurahim pindah kepartai lain. Jika demikian siapa yang akan mendulang suara, menggerakkan massa untuk partai? Makanya untuk daerah di tengah prahara partai, Golkar butuh sosok Ketua Umum DPD I itu yang bisa mendulang suara dan yang memiliki massa yang banyak, agar citra Golkar kembali terangkat.
Bedasarkan wawancara daiatas, dapat disimpulkan bahwa sosok pemimpin
partai didaerah pun tidak kalah penting keberadaanya dibandingkan tokoh pemimpin
pusat. Karena tidak dapat dipungkiri, kemenangan Golkar secara nasional tidak
terlepas dari hasil kerja partai didaerah-daerah. Oleh karena itu, pemimpin didaerah
khususnya pada situasi terbelah saat ini harus mampu menjaga agar kader didaerah
tidak terpecah akibat perpecahan dipusat. Dalam hal ini, pemimpin partai didaerah
harus mampu menjadi perekat agar partai menjadi solid, karena partai didaerah mesti
bekerja dan bersiap untuk menghadapi pemilu selanjutnya.
Kemudian dalam memilih pemimpin didaerah mesti dengan demokratis, tanpa
“digodok” dulu oleh sekelompok orang. Pemimpin harus terpilih dalam forum
Musda, sehingga pelaksanaannya terbuka dan adil dengan persyaratan yang adil pula.
Kemudian sosok pemimpin daerah, dalam situasi genting partai saat ini dan untuk
menyosong pemilu selanjutnya, hendaklah pemimpin yang yang memiliki masa yang
banyak dan dapat mendulang suara untuk partai nantinya.
128 Wawancara bersama Yul Akhiari Sastra, Mantan Kader Partai Golkar di Jalan. A, Yani Padang pukul 16.15 WIB
Partai Golkar dan panjangnya sejarah perpolitikan yang telah dijalaninya
menjadi satu alasan bagi partai untuk tetap terus bertahan ditengah-tengah pergulatan
politik yang semakin kompleks. Untuk wilayah Sumatera Barat, dalam dua pemilu
terakhir Golkar semakin kehilangan pengaruh yang dapat dilihat dari penurunan
perolehan suaranya. Situasi ini tidak pernah ditemui pada saat pemilu orde baru,
karena memang Golkar memiliki kekuatan pendukung dari pemerintah. Saat ini dapat
dibuktikan bahwa tanpa sokongan pemerintah secara penuh, Golkar goyah, tidak ada
lagi tentara dan birokrasi. Pada tahap ini Golkar hanya Goyah tapi tidak hancur,
karena untuk di Sumatera Barat sendiri, memang secara formal tidak memiliki
hubungan dengan jalur tersebut namun, loyalitas individunya masih kuat pada Partai
Golkar. Dengan ini Golkar dapat tetap bertahan jaringan personal yang mengakar
yang kemudian disebut dengan pemilih tradisional.
Sedangkan dengan organisasi massa yang dulu menjadi tulang punggung
partai sekarang pun juga sudah banyak yang menyatakan diri independen. Dukungan
dari organisasi pun dalam bentuk dukungan individu, organisasi tidak lagi mendikte
anggota untuk loyal pada Golkar. Dan untuk tokoh-tokoh masyarakat pun tidak begitu
berpengaruh bagi citra Golkar. Pada akhirnya Golkar hanya dapat menaruh harapan
pada kinerja Partai Seutuhnya untuk mendulang suara agar tetap eksis. Disinilah
peran kader-kader partai yang oleh Gramsci disebut para intelektual organic. Mereka
lah yang akan menyampaikan ide-ide Golkar pada masyarakat dan mereka lah yang
akan membujuk masyarakat dan memberikan citra baik bagi Partai Golkar.
Namun partai yang diharapkan solid dan mampu bekerja sama untuk
membawa kebesaran bagi partai malah dilanda konflik kepentingan pihak-pihak elit
partai. Tidak diragukan lagi, sejarah Partai Golkar semenjak Munaslubnya tahun 1998
setelah tidak ada lagi Komando Dewan Pembina, memang diwarnai dengan
banyaknya faksi-faksi yang pada akhirnya bermuara menjadi dualism.129 Situasi yang
dibutuhkan Golkar saat ini adalah persatuan dan kesolidan ditengah-tengah kekutan
besar partai lain yang telah mengikis keberadaan Golkar. Parahara elit partai ini
sejatinya menjadi momok bagi partai didaerah, kepenggurusan partai tidak jalan
akibat dibekukannya partai dipusat, hal ini disebabkan orang sibuk mengurusi
konflik, kemudian citra Partai Golkar didaerah akan menurun. Efek ini telah
dirasakan sepenuhnya bagi Partai Golkar di Sumatera Barat pada saat pemilu kada
serentak 2015, Golkar kehilangan banyak kepala daerah. 130
Menurut Gramsci sebuah partai akan kuat jika memiliki tiga unsur yakni,
basis masa yang jelas, pemimpin pusat, dan komunikasi keduanya yang terus
terjalin.131 Dari segi basis masa, Golkar merupakan partai terbuka sehingga tidak ada
segmentasi khusus bagi partai dan basis masa yang jelas. Beda halnya dengan partai
kompetitornya di Sumbar-Gerindra dan PKS-, kemudian Golkar untuk tingkat
129 Ibnu Hamad, 2004, Konstruksi Realitas Politik dalam Media Massa, Jakarta: Granit, Hal. 99130 Dikutip dari berita Online Haluan “Dualisme Perburuk Hasil Pilkada di Sumbar” (tanggal 15 January 2016 ) pada http://harianhaluan.com/news/detail/47225/dualisme-perburuk-hasil-pilkada-golkar-di-sumbar131 Antonio Gramsci, 1987, Selection Of Prison Notebooks (ed. Quentin Hoare and Geoffrey Nowell Smith) Terj. GAfna Raiza Wahyudi Dkk”Catatan-Catatan Politik Antonio Gramsci”, 2001, Surabaya: Pustaka Pomethea, Hal. 39
nasional tidak memiliki pemimpin yang menguasai pusat dalam artian kader partai
yang menjadi pemimpin negara. Keberadaan pemimpin pusat ini sangat berpengaruh
bagi elektabilitas partai seperti yang terjadi pada Partai Democrat di tahun 2009
dengan image SBY.
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Dalam dua pemilu terakhir (2009 dan 2004) perolehan suara Partai Golkar
cenderung menurun, baik ditingkat nasional adataupun didaerah. Posisi Partai Golkar
saat ini adalah partai ke-2 dibawah Partai PDIP secara nasional sedangkan di daerah,
Sumatera Barat Partai Golkar masih menjadi partai pemenang, namun grafik
perolehan suaranya menurun dari pemilu sebelumnya. Fenomena ini menunjukkan
hegemoni yang dibangun Golkar mengalami kemerosotan. Hegemoni yang merosot
menurut Gramsci adalah situasi dimana kelompok yang mendominasi mengalami
tantangan yang berat dan berpotensi mengalami disintegrasi, sedangkan hegemoni
sendiri adalah suatu bentuk dominasi serta kepemimpinan yang terus menerus dapat
dipertahankan. Kemerosotan hegemoni juga terlihat di Sumatera Barat, Faktor yang
menyebabkan merosotnya hegemoni Partai Golkar dapat dilihat dari tiga elemen
hegemoni Gramsci yakni, State (Pemerintahan), Civil Society ( Masyarakat Sipil) dan
Intelektual (Organik dan Tradisional).
Pertama, elemen dari negara (pemerintahan) ini kemudian secara formal
dihapus seiring dengan tuntutan reformasi. Meski secara formal tidak memiliki
hubungan dengan elemen pemerintahan seperti Birokrasi dan ABRI, namun Partai
Golkar sekarang masih memiliki sisa-sisa loyalitas individu yang kemudian oleh
partai Golkar disebut sebagai pemilih tradisional. Kedua, civil society atau organisasi
massa Partai Golkar, Golkar masih memiliki organisasi massa yang menjadi tulang
punggung serta pendiri Golkar. Namun, organisasi ini tidak lagi mendikte anggota
untuk loyal pada partai, bentuk dukungan dikembalikan lagi pada individu. Dan yang
ketiga, Intelektual Organik dan Tradisional, dari segi intelektual organic Golkar
masih memiliki sumber daya dari kader-kader yang banyak dan tersebar disetiap
kabupaten kota, sedangkan untuk intelektual tradisional, Golkar tidak lagi
memonopoli keberadaan tokoh-tokoh adat dan agama di Sumbar, keberadaan tokoh-
tokoh ini telah terdistribusi pada partai-partai lain.
Selain dari pada ketiga elemen diatas, dalam penelitian ini juga ditemukan
bahwa konflik dualism dalam Partai Golkar juga ikut mempegaruhi kemerosotan
hegemoni Golkar. Menurut Gramsci Partai tidak akan mudah dihancurkan ketika
memiliki salah satunya kepemimpinan yang kuat secara nasional. Namun yang terjadi
dalam tubuh Golkar adalah perebutan kekuasaan yang menimbulkan faksi-faksi
dalam partai. Konflik ini kemudian memiliki efek terhadap citra partai, pengaruh
konflik ini untuk pilkada 2015 dirasakan di Sumatera Barat dengan banyaknya calon
kepala daerah yang disusung Golkar tidak terpilih yakni dari delapan nama yang
diusung hanya tiga yang terpilih.
B. Saran
Bedasarkan hasil penelitian, maka saran penelitian ini adalah untuk mencegah
pengkerdilan Partai Golkar ditengah persaingan diantara partai lain, pertama, Partai
Golkar hendaknya membangun konsolidasi internal partai, dengan mengorganisir
individu-individu yang loyal pada partai untuk dijadikan basis yang kuat. Kedua, baik
dipusat atau didaerah Golkar harus memiliki figure yang mampu mempengaruhi
masa, dalam artian figure yang mampu mendulang suara untuk partai dan membawa
citra yang baik bagi partai. Ketiga, Mengadapai konflik pusat, daerah mesti tetap
menjaga kesolidan jangan sampai perpecahan dipusat juga diikuti oleh daerah. Golkar
ddaerah harus memikirkan langkah selanjutnya untuk kehidupan Golkar.
Selanjutnya, saran penelitian untuk peneliti selanjutnya adalah terkait konflik
partai dipusat dan efeknya terhadap daerah yang belum secara mendalam dikaji
dalam penelitian ini. Bagaimana elit-elit partai di Sumbar memandang dualism, serta
indikasi adanya kemunculan faksi didaerah dan dampak dualism terhadap Pilkada