118
HUBUNGAN POS SUBTIPE M IMU KARSIN T PRO U TESIS SITIF EKSPRESI SURVIVIN DE MOLEKULAR BERDASARKAN UNOHISTOKIMIA PADA NOMA PAYUDARA INVASIF TIPE TIDAK SPESIFIK LUH DEWI RAHAYU OGRAM PASCA SARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2015 ENGAN N

ngan positif ekspresi survivin dengan subtipe molekular

Embed Size (px)

Citation preview

HUBUNGAN POSITIF EKSPRESI SURVIVIN DENGAN

SUBTIPE MOLEKULAR BERDASARKAN

IMUNOHISTOKIMIA PADA

KARSINOMA PAYUDARA INVASIF

TIPE TIDAK SPESIFIK

PROGRAM PASCA

UNIVERSITAS UDAYANA

TESIS

HUBUNGAN POSITIF EKSPRESI SURVIVIN DENGAN

SUBTIPE MOLEKULAR BERDASARKAN

IMUNOHISTOKIMIA PADA

KARSINOMA PAYUDARA INVASIF

TIPE TIDAK SPESIFIK

LUH DEWI RAHAYU

PROGRAM PASCA SARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

2015

HUBUNGAN POSITIF EKSPRESI SURVIVIN DENGAN

SUBTIPE MOLEKULAR BERDASARKAN

HUBUNGAN POSITIF EKSPRESI SURVIVIN DENGAN

SUBTIPE MOLEKULAR BERDASARKAN

IMUNOHISTOKIMIA PADA

KARSINOMA PAYUDARA INVASIF

TIPE TIDAK SPESIFIK

PROGRAM STUDI

PROGRAM PASCA SARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA

TESIS

HUBUNGAN POSITIF EKSPRESI SURVIVIN DENGAN

SUBTIPE MOLEKULAR BERDASARKAN

IMUNOHISTOKIMIA PADA

KARSINOMA PAYUDARA INVASIF

TIPE TIDAK SPESIFIK

LUH DEWI RAHAYU

NIM 1214098101

PROGRAM MAGISTER

PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK

PROGRAM PASCA SARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

2015

HUBUNGAN POSITIF EKSPRESI SURVIVIN DENGAN

SUBTIPE MOLEKULAR BERDASARKAN

ii

HUBUNGAN POSITIF EKSPRESI SURVIVIN DENGAN

SUBTIPE MOLEKULAR BERDASARKAN

IMUNOHISTOKIMIA PADA

KARSINOMA PAYUDARA INVASIF

TIPE TIDAK SPESIFIK

Tesis untuk Memperoleh Gelar Magister

pada Program Magister, Program Studi Biomedik

Program Pascasarjana Universitas Udayana

LUH DEWI RAHAYU

NIM 1214098101

PROGRAM MAGISTER

PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK

PROGRAM PASCA SARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

2015

iii

Lembar Persetujuan Pembimbing

THESIS INI TELAH DISETUJUI

PADA TANGGAL 5 OKTOBER 2015

Pembimbing I, Pembimbing II,

Prof. dr. I Gusti Alit Artha, MS,Sp.PA(K),MIAC dr. Herman Saputra,Sp.PA (K)

NIP. 194604031979031001 NIP. 197303112002121002

Mengetahui,

Ketua Program Studi

Pendidikan Dokter Spesialis-1 Patologi Anatomi

Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/RSUP Sanglah Denpasar

DR. dr. I Gusti Ayu Sri Mahendra Dewi, Sp.PA (K)

NIP. 196502011996012001

iv

Lembar Penetapan Panitia Penguji

Tesis Ini Telah Diuji pada

Tanggal 28 September 2015

Panitia Penguji Tesis Berdasarkan SK Rektor Universitas Udayana,

Nomor: 2804/UN14.4/HK/2015, Tanggal 2 September 2015

Ketua : Prof. dr. I Gusti Alit Artha, MS,Sp.PA(K),MIAC

Anggota :

1. dr. Herman Saputra,Sp.PA (K)

2. dr. I Ketut Mulyadi, Sp.PA (K)

3. Dr. dr. I Gusti Ayu Sri Mahendra Dewi, Sp.PA (K)

4. Prof. dr. N. Tigeh Suryadhi, MPH, PhD

v

Surat Pernyataan Bebas Plagiat

Nama : dr. Luh Dewi Rahayu

NIM : 1214098101

Program Studi : Magister Ilmu Biomedik (Combine-Degree)

Judul : Hubungan Positif Ekspresi Survivin dengan Subtipe

Molekular Berdasarkan Imunohistokimia pada Karsinoma Payudara Invasif Tipe

Tidak Spesifik

Dengan ini menyatakan bahwa karya ilmiah Tesis ini bebas plagiat

Apabila di kemudian hari terbukti terdapat plagiat dalam karya ilmiah ini,

maka saya bersedia menerima sanksi sesuai peraturan Mendiknas RI No. 17 tahun

2010 dan peraturan perundang-undang yang berlaku.

Denpasar, 28 September 2015

Yang membuat pernyataan,

(dr. Luh Dewi Rahayu)

vi

UCAPAN TERIMA KASIH

Om Swastiastu,

Atas asung wara kerta nugraha Ida Sang Hyang Widhi Wasa/Tuhan Yang Maha

Esa, didorong oleh pemikiran yang luhur maka tesis dengan judul Hubungan

Positif Ekspresi Survivin dengan Subtipe Molekular Berdasarkan

Imunohistokimia pada Karsinoma Payudara Invasif Tipe Tidak Spesifik,

dapat diselesaikan. Pada kesempatan ini izinkan penulis dengan sepenuh hati

menyampaikan rasa terima kasih yang tak terhingga kepada yang terhormat : Prof.

dr. I Gusti Alit Artha, MS, Sp.PA(K), MIAC selaku pembimbing I, yang telah,

memberikan bimbingan, pengarahan, masukan, dan dukungan yang tak ternilai dari

awal penyusunan usulan penelitian hingga selesainya penulisan tesis ini. Terima

kasih yang sebesar-besarnya juga penulis ucapkan kepada dr. Herman Saputra,

SpPA (K), selaku pembimbing II, yang telah membantu mengembangkan ide

memberikan bimbingan, pengarahan, masukan, dan dukungan yang tak ternilai dari

awal penyusunan usulan penelitian hingga selesainya penulisan tesis ini.Rasa

terima kasih penulis sampaikan pula kepada :

1. Rektor Universitas Udayana, Prof. Dr. dr. I Ketut Suastika, SpPD-KEMD,

FINASIM, dan Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, Prof. Dr.

dr. Putu Astawa, SpOT (K), M.Kes, yang memberikan kesempatan fasilitas

untuk mengikuti dan menyelesaikan Program Magister Pascasarjana dan

Program Pendidikan Dokter Spesialis-1 di Universitas Udayana.

vii

2. Direktur Program Pascasarjana Universitas Udayana, Prof. Dr. dr. A.A.

Raka Sudewi, SpS (K), atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan untuk

menjadi mahasiswa Program Pascasarjana Universitas Udayana.

3. Dr. dr. Gde Ngurah Indraguna Pinatih, MSc, SpGK, selaku Ketua Program

Studi Ilmu Biomedik (Combine Degree) Program Pascasarjana Universitas

Udayana yang telah memberikan kesempatan mengikuti program

pendidikan Combine Degree.

4. dr. Anak Ayu Saraswati, M.Kes, Direktur Rumah Sakit Umum Pusat

Sanglah Denpasar, atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan untuk

menjalani pendidikan di Bagian Patologi Anatomi, dan melakukan

penelitian di Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar.

5. Dr. dr. I Gusti Ayu Sri Mahendra Dewi, SpPA (K), selaku Ketua Program

Studi Ilmu Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana

serta selaku penguji, yang telah memberikan kesempatan mengikuti

Program Pendidikan Dokter Spesialis-1, memberikan petunjuk, nasihat,

serta bimbingan selama menjalani pendidikan spesialisasi, serta

memberikan saran, sanggahan, bimbingan, dan koreksi selama proses

pengerjaan usulan penelitian hingga akhir penyusunan tesis ini

6. dr. Luh Putu Iin Indrayani Maker, Sp.PA(K) selaku Kepala Instalasi

Laboratorium Patologi Anatomi Rumah Sakit Sanglah Denpasar, yang telah

memberikan kesempatan mengikuti program pendidikan spesialisasi,

memberikan bimbingan, petunjuk, nasehat selama menjalani pendidikan

viii

spesialisasi dan memberikan fasilitas dan ijin kepada penulis untuk

melakukan penelitian ini.

7. dr. A.A.A.N. Susraini, SpPA (K), selaku Kepala Bagian/SMF Patologi

Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/RSUP Sanglah

Denpasar, yang telah memberikan kesempatan mengikuti Program

Pendidikan Dokter Spesialis-1, memberikan petunjuk, nasihat, serta

bimbingan selama menjalani pendidikan spesialisasi.

8. dr. I Ketut Mulyadi, SpPA (K), Dr. dr. I Gusti Ayu Sri Mahendra Dewi,

SpPA (K), dan Prof. dr. N. Tigeh Suryadhi, MPH, Ph.D, selaku penguji,

atas semua saran, masukan, sanggahan, dan koreksi dalam penyusunan tesis

ini.

9. Seluruh staf dosen/pengajar PPDS-1 Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran

Universitas Udayana/RSUP Sanglah Denpasar, dan semua dosen

Pascasarjana Program Magister Ilmu Biomedik Combined Degree, yang

telah membimbing, memberikan masukan, dan bekal pendidikan kepada

penulis, sehingga membantu menyelesaikan tesis ini.

10. Drs. I Ketut Tunas, Msi dan dr. I Wayan Gede Artawan Eka Putra, M. Epid,

yang telah membantu dalam memberikan masukan serta saran dalam

pengolahan data dan statistik mulai dari awal penyusunan usulan penelitian

hingga akhir penulisan tesis ini.

11. Seluruh teman sejawat residen PPDS-1 Patologi Anatomi dan pegawai di

lingkungan Bagian/SMF Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran

ix

Universitas Udayana/RSUP Sanglah Denpasar atas bantuan dan

kerjasamanya selama peneliti menjalankan masa pendidikan.

Rasa syukur penulis persembahkan kepada Ayahanda dan Ibunda tercinta,

Made Ada Temaja dan Ni Ketut Rengkyawati, yang telah memberikan bekal

pendidikan yang cukup, perhatian, doa, semangat, dan kasih sayang yang tak

terhingga kepada penulis. Ayahanda dan Ibunda mertua, Drs. I Nyoman Sukada

dan Ni Nyoman Ayu Suratni,S.Ag, terima kasih atas pengertian, perhatian,

dukungan, dan semangat yang begitu besar kepada penulis selama masa

pendidikan. Adik-adik tercinta Made Yuliantini, ST dan Nyoman Mahendra

Temaja, SS, terima kasih atas dukungan dan bantuannya.Dan, akhirnya kepada

suami tercinta, dr. I Made Dwiguna Antara, serta putri terkasih, Ni Wayan

Pradnyadhari Kusumaputri, terima kasih atas dorongan semangat, perhatian,

pengorbanan, serta pengertian yang tak terhingga kepada penulis selama masa

pendidikan dan penyelesaian penelitian ini.

Semoga tesis ini dapat memberikan manfaat dan sumbangan yang berguna

bagi perkembangan penelitian di Laboratorium Patologi Anatomi, serta bidang

Ilmu Patologi Anatomi. Semoga Tuhan Yang Maha Esa/Ida Sang Hyang Widhi

Wasa selalu melimpahkan rahmat-Nya kepada semua pihak yang telah membantu

pelaksanaan dan penyelesaian tesis ini.

Om Santih, Santih, Santih, Om

Denpasar, September 2015

Luh Dewi Rahayu

x

ABSTRAK

HUBUNGAN POSITIF EKSPRESI SURVIVIN DENGAN SUBTIPE

MOLEKULAR BERDASARKAN IMUNOHISTOKIMIA PADA

KARSINOMA PAYUDARA INVASIF TIPE TIDAK SPESIFIK

Kanker payudara merupakan salah satu penyebab kematian pada wanita saat

ini.Faktor prognosis yang berhubungan dengan biologis kanker payudara adalah

subtipe molekular, tipe histologi khusus, derajat diferensiasi histologi, tingkat

proliferasi, reseptor estrogen dan progesteron, dan HER2.Survivin adalah suatu

protein penghambat apoptosis dan biasanya ditemukan dengan ekspresi berlebihan

pada kanker payudara.Fungsi primer survivin adalah menghambat apoptosis dan

mengatur mitosis yang berhubungan dengan karsinogenesis.Pada kanker payudara,

peranan survivin pada karsinogenesis belum banyak diteliti.Tujuan penelitian ini

adalah untuk membuktikanhubungan positif antara ekspresi survivin dengan

subtipe molekular berdasarkan imunohistokimia pada karsinoma payudara invasif

tipe tidak spesifik sehingga bisa menentukan prognosis.

Penelitian ini merupakan penelitian dengan menggunakan metode observasional

analitik potong lintang. Sampel penelitian adalah semua sediaan blok parafin

penderita karsinoma payudara invasif tipe tidak spesifik yang diperiksa secara

histopatologi dan subtipe molekular luminal, HER2 positif dan triple negativeyang

diperiksa secara imunohistokimia di Bagian/SMF Patologi Anatomi FK

Unud/RSUP Sanglah Denpasar yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi dari

tanggal 1 Januari 2013 sampai dengan 28 Februari 2015. Dilakukan pulasan

imunohistokimia survivin pada 42 sampel karsinoma payudara invasif tipe tidak

spesifik yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Hasil penelitian dianalisis

dengan uji korelasi Lambda dan uji Chi Square dengan kemaknaan ditentukan pada

p<0,05.

Terdapat hubungan positif antara ekspresi survivin dengan subtipe molekular

luminal, HER2 positif dan triple negative (koefisien korelasi (λ)=0,295; p=0,045;

p<0,05). Distribusi kasus karsinoma payudara invasif tipe tidak spesifik subtipe

molekular luminal, HER2 positif dan triple negative menunjukkan jumlah kasus

terbanyak berada pada umur 40-49 tahun (45,2%).

Penilaian ekspresi survivin bisa digunakan sebagai penanda tingkat agresifitas

tumor berdasarkan subtipe molekular sehingga bisa menentukan prognosisdan

terapi agar penanganan karsinoma payudara invasif tipe tidak spesifik dapat

dilakukan lebih baik lagi.

Kata kunci: karsinoma payudara invasif tipe tidak spesifik, subtipe molekular

luminal, HER2 positif dan triple negative, ekspresi survivin.

xi

ABSTRACT

POSITIVE CORRELATION OF SURVIVIN EXPRESSION

AND MOLECULAR SUBTYPES BASED ON

IMMUNOHISTOCHEMICAL IN INVASIVE CARCINOMA OF NO

SPECIAL TYPE OF THE BREAST

Breast cancer is one of the leading causes of death in women today.

Prognosis factors related to biological breast cancer are molecular subtypes, special

histology types, grading, the rate of proliferation, estrogen and progesterone

receptors and HER2. Survivin is an inhibitor apoptosis protein and usually found

with excessive expression in breast cancer. The primary function of survivin is

inhibiting apoptosis and regulating mitosis related to carcinogenesis. In breast

cancer, the role of survivin in the carcinogenesis has not been much researched.

The aim of this study was to prove the positive correlation between survivin

expression and molecular subtypes based on imunohistochemical in invasive

carcinoma of no special type of the breast, so it could determine the prognosis.

This study was performed using a cross sectional analytical method. The

samples of this study were paraffin blocks of invasive breast carcinoma of no

special type that were examined in histopathology and molecular subtypes of

luminal, HER2 positive and triple negative that was examined in

immunohistochemical at Pathology Anatomy Departement Udayana

University/RSUP Sanglah Denpasar that met the criteria for inclusion and

exclusion from 1st January 2013 to 28

th February 2015. Immunohistochemical

staining of survivin was performed in each of the 42 samples invasive breast

carcinoma of no special type. The study results ware analyzed with the Lambda

correlation test and Chi Square test with significancy level at p < 0.05.

There was a positive correlation between the survivin expression and

molecular subtypes of luminal, HER2 positive and triple negative (the correlation

coefficient (λ) = 0.295; p = 0,045; p < 0.05). The highest number of cases were in

the 40-49 years age group (45.2%).

Assessment of survivin expression can be used as a marker of tumor

aggression levels based on molecular subtypes, so it could determine prognosis and

effective therapy of invasive breast carcinoma of no special type.

Keywords: invasive carcinoma of no special type of the breast, molecular subtypes

of luminal, HER2 positive and triple negative, survivin expression.

xii

DAFTAR ISI

Halaman

SAMPUL DALAM ........................................................................................ i

PRASYARAT GELAR ................................................................................. ii

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ................................................ iii

LEMBAR PENETAPAN PANITIA PENGUJI ............................................ iv

SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT .............................................. v

UCAPAN TERIMA KASIH.......................................................................... vi

ABSTRAK ..................................................................................................... x

ABSTRACT ................................................................................................... xi

DAFTAR ISI ................................................................................................. xii

DAFTAR TABEL .......................................................................................... xvi

DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... xvii

DAFTAR SINGKATAN ............................................................................... xviii

DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. xx

BAB I PENDAHULUAN ........................................................................... 1

1.1 Latar Belakang .......................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah ..................................................................... 5

1.3 Tujuan Penelitian ...................................................................... 5

1.4 Manfaat Penelitian .................................................................... 5

1.4.1 Manfaat Akademik........................................................... 5

1.4.2 Manfaat Praktis ................................................................ 6

xiii

BAB IITINJAUAN PUSTAKA .................................................................... 7

2.1 Struktur Normal Payudara ........................................................ 7

2.1.1 Anatomi Makroskopis Payudara Dewasa ........................ 7

2.1.2 Anatomi Mikroskopis Payudara Dewasa ........................ 8

2.2 Apoptosis ................................................................................. 9

2.2.1Penyebab Apoptosis ........................................................ 9

2.2.2 Perubahan Morfologi dan Biokimia pada Apoptosis ..... 10

2.2.3 Mekanisme Apoptosis .................................................... 12

2.2.3.1 Jalur Intrinsik (Mitokondria) Apoptosis .......... 13

2.2.3.2 Jalur Ekstrinsik (Inisiasi Reseptor

Kematian) Apoptosis ...................................... 15

2.2.4 Apoptosis dan Karsinogenesis ........................................ 16

2.3 Karsinoma Payudara Invasif .................................................... 18

2.3.1 Klasifikasi Karsinoma Payudara Invasif ........................ 19

2.3.2 Epidemiologi .................................................................. 20

2.3.3 Etiologi dan Karsinogenesis ........................................... 21

2.3.4 Gejala Klinik .................................................................. 24

2.3.5 Subtipe Molekular Karsinoma Payudara Invasif ........... 25

2.3.5.1 Luminal........................................................... 25

2.3.5.2 HER2 Positif ................................................... 26

2.3.5.3 ER Negatif, HER2 Negatif ............................. 26

2.3.6 Stadium Kanker Payudara .............................................. 28

2.3.7 Prognosis ........................................................................ 29

xiv

2.4 Survivin ..................................................................................... 30

2.4.1 Struktur dan Fungsi Survivin ........................................... 30

2.4.2 Peranan Survivin pada Pembelahan Sel ........................... 32

2.4.3 Peranan Survivin pada Inhibisi Apoptosis ....................... 34

2.4.4 Peranan Survivin pada Angiogenesis............................... 37

2.4.5 Peranan Survivin pada Biologi Kanker............................ 37

2.4.6 Survivin pada Karsinoma Payudara ................................. 39

2.4.7 Survivin dan Terapi Kanker ............................................. 40

2.4.7 Pulasan Imunohistokimia ................................................. 41

BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEPDANHIPOTESIS

PENELITIAN ................................................................................ 43

3.1.Kerangka Berpikir ..................................................................... 43

3.2 Konsep Penelitian ..................................................................... 45

3.3 Hipotesis Penelitian .................................................................. 46

BAB IVMETODE PENELITIAN ................................................................. 47

4.1 Rancangan Penelitian ................................................................ 47

4.2 Tempat dan Waktu Penelitian ................................................... 47

4.3 Ruang Lingkup Penelitian......................................................... 48

4.4 Penentuan Sumber Data ............................................................ 48

4.4.1 Populasi ............................................................................ 48

4.4.1.1 Populasi Target .................................................... 48

4.4.1.2 Populasi Terjangkau ............................................. 48

4.4.2 Sampel.............................................................................. 49

xv

4.4.3 Kriteria Inklusi dan Eksklusi ........................................... 49

4.4.3.1 Kriteria Inklusi ..................................................... 49

4.4.3.2 Kriteria Eksklusi .................................................. 49

4.4.4 Besar Sampel ................................................................... 50

4.4.5 Teknik Pengambilan Sampel ........................................... 51

4.5 Variabel Penelitian .................................................................... 51

4.5.1 Klasifikasi Variabel ......................................................... 51

4.5.2 Definisi Operasional Variabel .......................................... 51

4.6 Bahan Penelitian ....................................................................... 54

4.7 Instrumen Penelitian ................................................................. 54

4.8 Prosedur Penelitian ................................................................... 55

4.8.1 Cara Pengumpulan Data .................................................. 55

4.8.2 Prosedur Pemeriksaan Bahan .......................................... 56

4.8.3 Alur Penelitian ................................................................ 60

4.9 Analisis Data ............................................................................ 63

BAB V HASIL PENELITIAN ...................................................................... 64

5.1 Karakteristik Sampel Penelitian ................................................ 64

5.2 Ekspresi Survivin dengan Subtipe Molekular Luminal, HER2

Positif dan Triple negative berdasarkan imunohistokimia........ 66

BAB VI PEMBAHASAN.............................................................................. 72

6.1 Karakteristik Subyek Penelitian ................................................ 72

xvi

6.2 Hubungan Ekspresi Survivin dengan Subtipe Molekular

Luminal, HER2 Positif dan Triple Negative berdasarkan

imunohistokimia ....................................................................... 72

BAB VII SIMPULAN DAN SARAN ........................................................... 78

7.1 Simpulan ................................................................................... 78

7.2 Saran ......................................................................................... 78

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 79

LAMPIRAN .................................................................................................. 86

xvii

DAFTAR TABEL

Halaman

2.1 Penyebab Apoptosis .............................................................................. 10

2.2 Subtipe Molekular Karsinoma Payudara Invasif .................................. 27

4.1 Perhitungan Besar Sampel .................................................................... 50

4.2 Penilaian Protein HER2 ........................................................................ 52

5.1 Karakteristik Sampel Penelitian ........................................................... 65

5.2 Hasil Analisis Hubungan antara Ekspresi Survivin dengan Subtipe

Molekular .............................................................................................. 66

xviii

DAFTAR GAMBAR

Halaman

2.1 Gambar anatomi payudara normal ........................................................ 9

2.2 Mekanisme apoptosis ............................................................................ 13

2.3 Jalur intrinsik (mitokondria) apoptosis ................................................. 15

2.4 Jalur ekstrinsik (inisiasi reseptor kematian) apoptosis.......................... 16

2.5 Mekanisme yang berperan dalam penghindaran apoptosis dan

karsinogenesis ....................................................................................... 17

2.6 Struktur inhibitor apoptosis protein ...................................................... 18

2.7 Jalur utama perkembangan kanker payudara ........................................ 24

2.8 Stuktur protein dan fungsi survivin....................................................... 30

2.9 Fungsi survivin sebagai inhibitor apoptosis ............................................. 36

2.10 Imunohistokimia survivin pada karsinoma payudara ........................... 42

3.1 Bagan konsep penelitian ....................................................................... 45

4.1 Rancangan penelitian ............................................................................ 47

4.2 Skema alur penelitian ............................................................................ 62

5.1 Rerata skor pada subtipe molekular luminal, HER2 positif dan

triple negative ................................................................................................ 67

5.2 Subtipe molekular luminal .................................................................... 68

5.3 Ekspresi survivin pada karsinoma payudara invasif tipe tidak

spesifik subtipe molekular luminal ................................................................ 68

5.4 Subtipe molekular HER2 positif ........................................................... 69

xix

5.5 Ekspresi survivin pada karsinoma payudara invasif tipe tidak

spesifik subtipe molekular HER2 positif ....................................................... 69

5.6 Subtipe molekular triple negative ......................................................... 70

5.7 Ekspresi survivin pada karsinoma payudara invasif tipe tidak

spesifik subtipe molekular triple negative ..................................................... 70

5.8 Survivin terpulas pada sitoplasma dan nukleus sel-sel ganas

tetapi tidak terekspresi pada duktuli payudara normal .................................. 71

xx

DAFTAR SINGKATAN

AIDS = Aquired Immuno Deficiency Syndrome

AIF = Apoptosis Inducing Factor

AJCCC = American Joint Committee on Cancer

ATP = Adenosin Triphospate

Bak = Bcl-2-Antagonist/Killer

Bax = Bcl-2-Associated X protein

Bcl-2 = B-Cell Lymphoma 2

bFGF = Basic Fibroblast Growth Factor

BIR = Baculovirus Inhibitor of Apoptosis Protein Repeat

BRCA1 = Breast Cancer Susceptibility Gene 1

BRCA2 = Breast Cancer Susceptibility Gene 2

CD4 = Cluster of Differentiation 4

DCIS = Ductal Carcinoma In Situ

DIABLO = Direct IAP Binding Protein with Low pI

DISC = Death Inducing Signalling Complex

DNA = Deoxyribonucleic Acid

ER = Estrogen Receptor

FAAD = Fas Associated Death Domain

FasL = Fas Ligand

FOXO = Forkhead Box

HER2 = Human Epidermal Growth Factor Receptor 2

xxi

HtrA2 = High Temperature Requirement Protein A2

IAP = Inhibitor of Apoptosis Protein

IARC = International Agency for Research on Cancer

ILP2 = IAP Like Protein 2

INCENP = Inner Centromere Protein Antigens

Kb = Kilo Basa

KDa = Kilo Dalton

LCIS = Lobular Carcinoma In Situ

ML-IAP = Melanoma IAP

MRI = Magnetic Resonance Imaging

NADPH = Nicotinamide Adenine Dinucleotide Phosphate

NAIP = Neuronal Apoptosis-Inhibitory Protein

PCR = Polymerase Chain Reaction

PI3K = Phosphatidylinositol-3 Kinase

PIK3CA = Phosphatidylinositol-4,5-Biphosphate-3-Kinase Catalytic Subunit

Alpha

PS = Phosphatidylserine

PR = Progesterone Receptor

PTEN = Phosphatase and Tensin Homolog

RNA = Ribonucleic Acid

ROS = Reactive Oxygen Species

SIRS = Sistem Informasi Rumah Sakit

Smac = Second Mitochondria-derivered Activator of Caspase

xxii

TDLU = Terminal Duct Lobular Unit

TP53 = Tumor Protein 53

TNF = Tumor Necrosis Factor

TRAAD = TNF Receptor-Associated Death Domain

VEGF = Vascular Endothelial Growth Factor

XIAP = X-linked IAP

xxiii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Keterangan Kelaikan Etik ......................................................... 86

Lampiran 2. Amandemen Keterangan Kelaikan Etik .................................... 87

Lampiran 3. Surat Ijin Penelitian ................................................................... 88

Lampiran 4. Amandemen Surat Ijin Penelitian.............................................. 89

Lampiran 5. Data Subyek Penelitian ............................................................. 90

Lampiran 6.Deskriptif Statistik Rerata Umur ................................................ 91

Lampiran 7. Analisis Statistik Uji Korelasi Lambda dan Uji Chi Square ..... 93

Lampiran 8. Deskriptif Statistik Rerata Skor ................................................. 94

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kanker payudara adalah keganasan paling sering pada wanita dan diperkirakan

jutaan wanita diseluruh dunia terkena kanker payudara tiap tahunnya. Walaupun

terdapat kemajuan teknologi diagnosis dan terapi pada dekade terakhir ini yang

memberikan kontribusi pada kelangsungan hidup penderita kanker, tetapi kanker

payudara tetap merupakan salah satu penyebab kematian pada wanita saat

ini.Pengetahuan dasar tentang penyebab dan karsinogenesis kanker payudara

masih belum dapat dipahami sepenuhnya.

Diperkirakan 180.510 kasus baru kanker payudara dan 40.910 kematian karena

kanker payudara (40.460 pada wanita dan 450 pada laki-laki) pada tahun 2007 di

Amerika Serikat (Teng et al., 2007).Berdasarkan data dari Badan Registrasi

Kanker Ikatan Dokter Ahli Patologi Indonesia (IAPI) tahun 1998 di 13 Rumah

Sakit di Indonesia, kanker payudara merupakan kanker kedua tersering pada

wanita setelah kanker leher rahim. Dimana proporsinya 12,2% dari keseluruhan

tumor ganas pada wanita, sementara kanker leher rahim sebesar 17,2%. Pada

tahun 2005, proporsi kanker payudara di Indonesia mengalami peningkatan

menjadi 21,96%, sedangkan proporsi kanker leher rahim menurun menjadi

24,5%. Pada tahun 2010, kejadian kanker payudara di Indonesia menempati

peringkat pertama dengan proporsi sebesar 27,17%, dibandingkan

2

dengan kanker leher rahim yang hanya 19,36% dari keseluruhan tumor ganas pada

wanita (Dirjen Yanmed, 2005 dan 2010).

Perjalanan akhir penyakit wanita dengan kanker payudara tergantung pada

gambaran biologis karsinoma yaitu tipe histologi atau molekularserta perluasan

dimana kanker sudah menyebar atau stadium saat didiagnosis. Faktor prognosis

dibagi menjadi dua kelompok yaitu faktor prognosis yang berhubungan dengan

perluasan karsinomaatau stadium dan yang berhubungan dengan biologis kanker.

Faktor-faktor prognosis yang berhubungan dengan perluasan karsinoma adalah

karsinoma invasif dibandingkan karsinoma insitu, metastasis jauh, metastasis

limfonodi, ukuran tumor, locally advanced disease,inflammatory carcinoma dan

invasi limfovaskular. Faktor prognosis yang berhubungan dengan biologis kanker

adalah subtipe molekular, tipe histologi khusus, derajat diferensiasi histologi,

tingkat proliferasi, reseptor estrogen dan progesteron, dan HER2 (Lester, 2015).

Perbedaan subtipe kanker payudara bukan hanya berdasarkan gambaran patologi

seperti tipe histologi dan derajat diferensiasi tetapi juga pada ekspresi

molekular.Subtipe molekular merupakan salah satu faktor prognosis.Kanker

payudara dibagi menjadi tiga subtipe molekular utama yaitu luminal, HER2

positif dan basal like atau triple negative, yang mempunyai hubungan penting

dengan gambaran klinis, respon terhadap terapi dan perjalanan akhir penyakit

(Lester, 2015).Gambaran ekspresi molekular yang diobservasi pada masing-

masing subtipe diharapkan dapat menentukan strategi terapi yang optimal

(Tamakiet al., 2013).

3

Molekul lain sedang diteliti untuk mengetahui nilainya sebagai faktor prognosis.

Beberapa penelitian sedang dilakukan untuk menentukan kemungkinan survivin

digunakan sebagai faktor prognosis (Lv et al., 2010). Survivin adalah suatu

protein penghambat apoptosis dan biasanya ditemukan dengan ekspresi berlebihan

pada kanker payudara.Fungsi primer survivin adalah menghambat apoptosis dan

mengatur mitosis yang berhubungan dengan karsinogenesis.Perkembangan

payudara normal dipengaruhi oleh keseimbangan antara proliferasi sel dengan

apoptosis.Pertumbuhan tumor terjadi karena proliferasi yang tidak terkontrol dan

berkurangnya apoptosis.Berdasarkan pada perbedaan ekspresi antara jaringan

normal dengan jaringan kanker, survivin dapat merupakan suatu molekul untuk

deteksi awal dan menentukan prognosis pada kanker payudara.Beberapa peneliti

menilai bahwa survivin berperan pada patogenesis kanker payudara, dimana

beberapa penelitian menyimpulkan adanya ekspresi survivin dalam sediaan

kanker payudara manusia. Salah satu penelitian terbarumenemukan peningkatan

ekspresi survivin pada 63,7% kanker payudara (Jha et al.,2012).Penelitian lain

menemukan ekspresi survivin dengan pemeriksaan imunohistokimia pada 78,5%

kanker payudara. Ekspresi sedang hingga kuat ditemukan pada sel-sel tumor,

sementara pada sel normal ekspresi tersebut hampir tidak terlihat.Studi ini

meneliti tentang ekspresi survivin pada kanker payudara dan menjelaskan

hubungan antara ekspresi survivin dan faktor-faktor klinikopatologi, seperti

ukuran tumor, derajat diferensiasi histologi yang tinggi, metastasis kelenjar

limfonodi, stadium tumor, status reseptor estrogen dan progesteron yang negatif.

Survivin terekspresi lebih rendah pada subtipe luminal dan lebih tinggi pada

4

HER2 positif dan triple negative(Youssef et al., 2008).Ranade et al(2009)

menjelaskan ekspresi survivin dihubungkan dengan prognosis buruk dan tingkat

bertahan hidup yang rendah.Penelitian lain menyebutkan tidak ada hubungan

antara ekspresi survivin dengan parameter histologi seperti ukuran tumor, derajat

diferensiasi histologi, ekspresi P53 serta tingkat reseptor estrogen dan

progesteron (Gokselet al., 2007). Peneliti lain juga menyebutkan tidak ada

hubungan bermakna secara statistik antara survivin dengan subtipe molekular

(Silva dan Zucoloto., 2008).

Pada kanker payudara, peranan survivin pada karsinogenesis belum banyak

diteliti.Masih terdapat ketidaksesuain pendapat diantara para peneliti tentang

peranan survivin pada kanker payudara.Berdasarkan hal tersebut diatas, maka

dengan mengukur ekspresi survivin berdasarkan subtipe molekular diharapkan

dapat mengungkapkanhubungan antara ekspresi survivin dengan subtipe

molekular berdasarkan imunohistokimia pada karsinoma payudara invasif tipe

tidak spesifik sehingga bisa menentukan prognosis.Terapi dengan target survivin

masih dalam penelitian uji klinik dan belum banyak dikembangkan. Sampai saat

ini, penanganan kuratif untuk karsinoma payudara adalah dengan reseksi operatif

jaringan tumor dengan batas-batas yang ditentukan. Penghambatan fungsi

survivin atau dikombinasikan dengan pendekatan lainnya merupakan strategi

terapi yang menjanjikan.Berdasarkan uraian di atas, penulis merasa perlu untuk

melakukan penelitian mengenai hubungan antara ekspresi survivin dengan subtipe

molekular berdasarkan imunohistokimia pada karsinoma payudara invasif tipe

tidak spesifik.Sampai saat ini, penelitian tersebut belum pernah dilakukan di

5

bagian Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/RSUP

Sanglah Denpasar.

1.2 Rumusan Masalah

Dari latar belakang tersebut yaitumasih ditemukan ketidaksesuaian pendapat

diantara para peneliti tentang peranan survivin pada kanker payudara, maka

rumusan masalah penelitian ini adalah : apakah terdapat hubungan positif antara

ekspresi survivin dengan subtipe molekular berdasarkan imunohistokimiapada

karsinoma payudara invasif tipe tidak spesifik?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah diatas maka tujuan penelitian

adalah sebagai berikut: untuk membuktikan hubungan positifantara ekspresi

survivin dengan subtipe molekular berdasarkan imunohistokimiapada karsinoma

payudara invasif tipe tidak spesifik.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Akademik

1. Didapatkannya data dasar tentang ekspresi survivin pada karsinoma payudara

invasif tipe tidak spesifik yang dihubungkan dengansubtipe molekular

berdasarkan imunohistokimia.

6

2. Penelitian ini diharapkan menjadi masukan atau tambahan pengetahuan dalam

rangka mendukung pengembangan ide pemanfaatan survivin sebagai faktor

prognosispada karsinoma payudara invasif tipe tidak spesifik.

3. Penelitian ini diharapkan menjadi masukan atau tambahan pengetahuan dalam

rangka mendukung pengembangan ide pemanfaatan survivin sebagai target

terapi pada karsinoma payudara invasif tipe tidak spesifik.

1.4.2 Manfaat Praktis

Penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan informasi bagi penderita dan

klinisi tentang prognosis, kekambuhan, kemungkinan metastasis, harapan hidup,

hasil terapi dan kemungkinan terapi dengan menggunakan survivin sebagai target

terapi.

7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Struktur Normal Payudara

2.1.1 Anatomi Makroskopis Payudara Dewasa

Payudara perempuan dewasa berkembang ketika terjadi pengeluaran siklus

estrogen dan progesteron pada saat pubertas.Payudara dewasa memiliki

konfigurasi eksentrik dengan aksis diagonal terpanjang terletak pada dinding dada

menyilang musculus pectoralis mayor hingga ke aksila sebagai tail of Spence.

Bagian terdalam payudara berbatasan dengan fascia pectoralis. Di bagian lateral,

payudara terletak di atas musculus serratus anterior, bagian inferior payudara

berbatasan dengan musculus obliquus eksternus dan selubung musculus rectus

superior, sedangkan bagian medial payudara berbatasan dengan sternum(Schnitt

dan Collins, 2009; Hoda, 2014).

Secara anatomi, payudara terdapat pada ruang di dalam fascia superfisial. Di

bagian superior, lapisan ini berlanjut menjadi fasia servikal dan di bagian inferior

berlanjut sebagai fasia abdominal superfisial dari Cooper. Jaringan ikat fibrosa

meluas dari dermis kedalam payudara membentuk ligamentum suspensorium dari

Cooper yang melekatkan kulit dan puting susu pada payudara. Ligamentum

Cooper ini meluas pada payudara bagian atas. Distorsi atau kontraksi pada

ligamentumini oleh lesi di parenkim payudara menyebabkan adanya retraksi kulit

atau retraksi puting susu (Hoda (a), 2014).

8

Sirkulasi arterial payudara berasal dari arteria thoracica interna, arteria axillaris

dan arteria intercostalis.Aliran darah vena umumnya mengikuti distribusi arteri.

Vena-vena superfisial umumnya mengalirkan darahnya ke vena thoracica interna

yang alirannya sesuai dengan aliran arteri thoracica interna (Hoda (a), 2014).

Aliran limfatik payudara lebih kompleks dibandingkan organ lain, sebab

berasal dari hubungan dua sistem yaitu pleksus subepitel pada kulit dan aliran

limfatik dari parenkim payudara. Pada parenkim payudara, aliran limfatik berada

pada stroma khusus periduktal(Tavassoli dan Eusebi, 2009).

2.1.2 Anatomi Mikroskopis Payudara Dewasa

Anatomi normal payudara dewasa terdiri dari dua struktur utama yaitu duktus dan

lobulus, dua tipe sel yaitu sel luminal dan mioepitel serta dua tipe stroma yaitu

interlobular dan intralobular.Enam sampai sepuluh duktus bermuara pada kulit

permukaan puting.Lapisan superfisial terdiri dari sel skuamus yang kemudian

berubah menjadi dua lapisan epitel yaitu sel luminal dan mioepitel pada duktus

atau lobulus. Cabang-cabang duktus besar selanjutnya akan menjadi unit lobular

duktus terminal(Gambar 2.1). Pada wanita dewasa, duktus terminal bercabang-

cabang menjadi asini kecil memberikan gambaran yang menyerupai buah anggur

dan bersama-sama membentuk satu lobulus(Rosai, 2011; Lester, 2015).

Stroma intralobular mengandung lebih banyak pembuluh darah kapiler dan

dengan kolagen yang kurang padat dibandingkan stroma interlobular.Stroma

intralobular membungkus asini dari lobulus dan tersusun atas sel-sel fibroblas

yang responsif terhadap hormon spesifik dan sedikit sebaran limfosit, sedangkan

9

stroma interlobular, terdiri dari jaringan ikat fibrus padat dan jaringan lemak.

(Gallagher, 2007; Lester, 2015).

Gambar 2.1

Gambar anatomi payudara normal (Lester, 2015)

2.2 Apoptosis

2.2.1 Penyebab Apoptosis

Apoptosis adalah jalur kematian sel yang disebabkan oleh program kematian sel

yang diatur dengan ketat, dimana sel yang diharuskan untuk mati mengaktifkan

enzim yang memecah DNA nukleus sel itu sendiri dan protein pada nukleus serta

sitoplasma. Sel yang mengalami apoptosis dipecah menjadi bagian-bagian kecil

disebut badan apoptosis, kemudian mengalami fagositosis (Kumaret al.,

2015).Penyebab apoptosis adalah keadaan fisiologis atau patologis (Tabel 2.1).

Tabel 2.1

Penyebab Apoptosis (Wong, 2011)

10

Keadaan fisiologis:

Program kematian sel dalam perkembangan embrional dengan tujuan pengurangan

jaringan.

Involusi fisiologis seperti pada pelepasan endometrium, regresi payudara laktasi.

Kerusakan sel normal akibat proliferasi pergantian seperti pada epitel usus.

Regresi dari timus pada usia anak-anak.

Keadaan patologis:

Obat anti kanker yang menginduksi kematian sel pada tumor.

Sel T sitotoksik menginduksi kematian sel seperti pada penolakan imunitas dan

penyakit graft melawan host.

Kematian sel progresif dan deplesi sel CD4+ pada AIDS.

Beberapa bentuk kematian sel yang diinduksi virus seperti hepatitis B atau C.

Atrofi patologis organ dan jaringan sebagai hasil dari stimulus seperti atrofi prostat

setelah orchidectomy.

Apoptosis akibat agen penyebab injuri seperti radiasi, hipoksia, dan panas ringan.

Apoptosis pada penyakit degeneratif seperti Penyakit Alzheimer dan Parkinson.

Apoptosis yang terjadi pada penyakit jantung seperti infark myokardium.

2.2.2 Perubahan Morfologi dan Biokimia pada Apoptosis

Perubahan morfologi pada sel akibat apoptosis terjadi pada nukleus dan

sitoplasma. Pada nukleus terjadi kondensasi kromatin dan fragmentasi nukleus,

kemudian diikuti oleh pembulatan sel, pengurangan volume sel dan retraksi

pseudopoda. Kondensasi kromatin diawali pada bagian perifer membran nukleus,

membentuk struktur seperti bulan sabit atau menyerupai cincin. Kromatin

selanjutnya mengalami kondensasi sampai terjadi pemecahan didalam sel dengan

membran yang masih utuh, hal ini disebut karioreksis. Membran plasma tetap

utuh selama proses ini. Pada tahap akhir apoptosis, terjadi beberapa perubahan

morfologi seperti pembengkakan membran, modifikasi ultrastruktur organella

11

sitoplasma dan kehilangan integritas membran. Biasanya sel fagositik menelan sel

apoptosis sebelum terbentuknya badan apoptosis. Jika sisa sel apoptosis tidak

difagositosis seperti pada lingkungan kultur sel buatan, maka akan mengalami

degradasi menyerupai nekrosis dan disebut nekrosis sekunder (Wong, 2011).

Secara umum ada tiga perubahan biokimia utama pada apoptosis yaitu

aktivasi caspase, pemecahan DNA dan protein serta perubahan membran dan

pengenalan oleh sel fagosit. Pada awal apoptosis, terdapat ekspresi

phosphatidylserine (PS) pada lapisan terluar membran sel. Ini menyebabkan

pengenalan awal kematian sel oleh makrofag dan menghasilkan fagositosis tanpa

pelepasan komponen proinflamasi sel. Kemudian diikuti oleh pemecahan DNA

dari 50 menjadi 300 kilobasa. Terjadi pemecahan DNA internucleosome menjadi

oligonucleosomepada penggandaan dari 180 menjadi 200 pasangan basa oleh

endonuclease. Walaupun gambaran ini merupakan karakteristik apoptosis, hal ini

tidak spesifik seperti tahapan DNA pada gel agar-agar elektoforesis yang terlihat

pada sel nekrosis. Gambaran spesifik lain dari apoptosis adalah aktivasi kelompok

ensim dari keluarga protease sistein yang disebut caspase. Caspase teraktivasi

memecah banyak protein penting sel dan memecah nukleus serta cytoskleton.

Mereka juga mengaktifkan DNAase, yang kemudian akan mendegradasi DNA

nukleus. Walaupun perubahan biokimia menjelaskan beberapa bagian perubahan

pada apoptosis, sangat penting untuk diingat bahwa analisis biokimia dari

pemecahan DNA atau aktivasi caspase tidak dapat digunakan untuk mengenali

apoptosis, sebab apoptosis dapat terjadi tanpa pemecahan DNA

oligonucleosomedan tidak tergantung caspase (Wong, 2011; Kumar et al., 2015).

12

2.2.3 Mekanisme Apoptosis

Semua sel mempunyai mekanisme intrinsik bahwa sinyal kematian atau

kelangsungan hidup dan apoptosis berasal dari keseimbangan pada sinyal-sinyal

ini. Apoptosis yang terlalu banyak atau terlalu sedikit mendasari terjadinya

banyak penyakit seperti penyakit degeneratif dan kanker. Proses apoptosis dibagi

menjadi fase inisiasi, dimana caspase menjadi katalisis aktif dan fase eksekusi,

dimana caspase lain mencetuskan degradasi dari komponen penting sel. Inisiasi

apoptosis terjadi dari dua jalur yaitu jalur intrinsik atau mitokondria dan jalur

ekstrinsik atau reseptor kematian (Gambar 2.2). Kedua jalur ini akan mengarah ke

fase eksekusi dari apoptosis (Choeneet al., 2012; Kumar et al., 2015).

Gambar 2.2

13

Mekanisme apoptosis. Ada dua jalur apoptosis yang berbeda pada induksi serta

regulasinya, dan puncaknya pada aktivasi caspase. Pada jalur mitokondria, protein

dari keluarga Bcl2, yang mengatur permeabilitasmitokondria, menjadi tidak

seimbang dan mengeluarkan beberapa zat dari mitokondriayang memulai

aktivasicaspase. Pada jalur reseptor kematian, sinyal dari reseptor membran

plasma menyebabkan adaptor protein menjadi kompleks sinyal yang menginduksi

kematian, kemudian mengaktifkan caspase dan hasil akhirnya adalah sama

(Kumaret al., 2015).

2.2.3.1 Jalur intrinsik (mitokondria) apoptosis

Jalur intrinsik dimulai didalam sel. Stimulus internal seperti kerusakan genetik

yang tidak dapat diperbaiki, hipoksia, konsentrasi cytosolic Ca2+

yang sangat

tinggi dan beberapa stres oksidatif yang berat adalah beberapa pencetus

dimulainya jalur intrinsik. Tanpa adanya stimulus, jalur ini adalah hasil dari

peningkatan permeabilitas mitokondria dan pengeluaran molekul pro apoptosis

sepertisitokrom c ke sitoplasma (Wanget al., 2012). Jalur ini secara khusus

diregulasi oleh suatu kelompok protein yang merupakan keluarga Bcl-2,

dinamakan setelah gen Bcl-2 awalnya diobservasi pada kromosom breakpoint dari

translokasi kromosom 18 ke 14 pada follicular non-Hodgkin lymphoma. Ada dua

kelompok utama dari keluarga protein Bcl-2 yaitu protein pro apoptosis (misalnya

Bax, Bak, Bad, Bcl-Xc, Bid, Bik, Bim dan Hrk) dan protein anti apoptosis

(misalnya Bcl-2, Bcl-Xl, Bcl-W, Bfl-1 dan Mcl-1). Ketika protein anti apoptosis

meregulasi apoptosis dengan menghambat pengeluaran sitokrom c dari

mitokondria, protein pro apoptosis bekerja menyebabkan pengeluaran sitokrom c.

Keseimbangan antara protein pro apoptosis dan anti apoptosis akan menentukan

dimulainya proses apoptosis(Gambar 2.3). Faktor apoptosis lain yang dikeluarkan

dari ruang intermembran mitokondria ke sitoplasma adalah apoptosis inducing

factor (AIF), second mitochondria-derivered activator of caspase (Smac), direct

14

IAP Binding protein with low pI (DIABLO) dan Omi/high temperature

requirement protein A (HtrA2). Sitokrom c yang dikeluarkan ke sitoplasma

kemudian mengaktifkan cascade 3 melalui pembentukan suatu kompleks yang

disebut apoptosom yang terdiri dari sitokrom c, Apaf-1, dan caspase 9. Sedangkan

Smac/DIABLO atau Omi/HtrA2 menyebabkan aktivasi caspase dengan berikatan

kepada inhibitor of apoptosis protein (IAPs) yang menyebabkan gangguan pada

interaksi IAPs dengan caspase3 atau caspase 9 (Wong, 2011; Kumar et al., 2015).

Gambar 2.3

Jalur intrinsik (mitokondria) apoptosis. A. Kelangsungan hidup sel dipelihara

olehinduksi protein anti apoptosis seperti Bcl2 oleh sinyal kelangsungan hidup.

Protein ini memelihara integritas membran mitokondria dan mencegah kebocoran

dari protein membran. B. Kehilangan sinyal kelangsungan hidup, kerusakan

DNA, dan kehilangan sensor aktif yang melawan protein anti apoptosis serta

mengaktifkan protein pro apoptosis Bax dan Bak, yang membentuk saluran pada

membran mitokondria. Selanjutnya kebocoran dari sitokrom c (dan protein

lainnya) menyebabkan aktivasi caspase dan apoptosis (Kumaret al.,

2015).

15

2.2.3.1 Jalur ekstrinsik (inisiasi reseptor kematian) apoptosis

Jalur reseptor kematian ekstrinsik dimulai ketika ligand kematian berikatan

dengan reseptor kematian. Walaupun beberapa reseptor kematian telah diketahui,

tetapi reseptor kematian yang paling dikenali adalah TNF reseptor tipe 1 (TNFR1)

dan protein yang berhubungan disebut Fas (CD95) dan ligand yang disebut TNF

dan Fas ligand (FasL). Reseptor kematian ini mempunyai daerah kematian

interselular yang menarik protein adaptor seperti TNF receptor-associated death

domain (TRADD) dan Fas-associated death domain (FAAD), seperti sistein

protease yang menyerupai caspase 8. Ikatan ligand kematian pada reseptor

kematian menghasilkan suatu bentuk sisi ikatan untuk suatu adaptor protein dan

keseluruhan kompleks ligand protein-adaptor-reseptor yang disebut sebagai death

inducing signalling complex (DISC). DISC menyebabkan inisiasi dan aktivasi pro

caspase8 (Gambar 2.4). Bentuk teraktivasi daricaspase 8 adalah caspase inisiator

yang memulai apoptosis dengan membelah aliran atau memutus caspase(Wong,

2011; Kumar et al., 2015).

16

Gambar 2.4

Jalur ekstrinsik (inisiasi reseptor kematian) apoptosis, digambarkan oleh adanya

kejadian yang mengikuti pengikatan fas. FAAD, Fas-associated death domain;

FasL, Fas ligand (Kumar et al., 2015).

2.2.4 Apoptosis dan Karsinogenesis

Kanker merupakan akibat dari suatu rangkaian perubahan genetik dimana sel

normal berubah menjadi ganasketika terjadi pengingkaran terhadap kematian sel.

Pengurangan apoptosis atau resistensinya mempunyai peranan yang sangat

penting dalam karsinogenesis. Ada banyak jalan sel ganas dapat memperoleh

pengurangan pada apoptosis atau resistensi terhadap apoptosis (Gambar 2.5).

Secara umum, mekanismenya dapat dibedakan menjadi gangguan keseimbangan

antara protein proapoptosis dengan antiapoptosis, pengurangan fungsi caspase

dan kemunduran sinyal reseptor kematian (Wong, 2011).

Gambar 2.5

Mekanisme yang berperan dalam karsinogenesisdan penghindaran apoptosis

17

(Wong, 2011).

Penekanan apoptosis adalah ciri khas dari kebanyakan kanker yang biasanya

mempunyai ketidakstabilan genetik. Sesuai dengan hal tersebut, pada kanker

ditemukan peningkatan ekspresi beberapa anggota keluarga inhibitor of apoptosis

protein (IAP) dan terjadi ekspresi berlebihan dari IAP akan meningkatkan

resistensi terhadap stimulus apoptosispada banyak keganasan (Owens, et al.,

2013).Bcl-2 adalah protein pertama yang ditemukan pada kelangsungan hidup sel

yang panjang dengan mencegah apoptosis. Beberapa inhibitor apoptosis yang

berhubungan dengan gen IAP baculovirus telah diidentifikasi pada

manusia(Gambar 2.6).Pada tahun 1997 terdapat penemuan baru gen yang

mengkode suatu struktur unik IAP dan saat ini masih terus dikembangkan, yaitu

survivin (Kruyt et al., 2008; Mohabat et al., 2014).

Gambar 2.6

Struktur inhibitor apoptosis protein pada mamalia. Protein keluarga IAP terdiri

dari delapan protein termasuk Apollon, ML-IAP (Melanoma IAP)/Livin, ILP2

(IAP-like protein-2), NAIP (neuronal apoptosis-inhibitory protein), c-IAP1, c-

IAP-2, XIAP (X-linked IAP) dan survivin(Mohabat et al., 2014).

18

2.3 Karsinoma Payudara Invasif

Karsinoma payudara invasif adalah kelompok tumor epitelial ganas dengan

karakteristik invasif ke jaringan sekitarnya dan memiliki kecenderungan yang

tinggi untuk bermetastasis. Sebagian besar merupakan adenokarsinoma yang

berasal dari epitel parenkim payudara, terutama sel-sel dari terminal duct lobular

unit (TDLU) (Tavassoli dan Eusebi, 2009; Colditz dan Chia, 2012).

2.3.1 Klasifikasi Karsinoma Payudara Invasif

Macam-macam karsinoma payudara invasif menurut klasifikasi WHO (Elliset al.

2012):

1. Karsinoma invasif tipe tidak spesifik

2. Karsinoma lobuler invasif

3. Karsinoma tubuler

4. Karsinoma kribriform

5. Karsinoma musinus

6. Karsinoma dengan gambaran meduler

7. Karsinoma dengan diferensiasi apokrin

8. Karsinoma dengan diferensiasi signet-ring-cell

9. Karsinoma mikropapiler invasif

10. Karsinoma metaplastik tipe tidak spesifik

19

Karsinoma payudara invasif tipe tidak spesifik yang sebelumnya disebut juga

karsinoma duktal invasif tipe tidak spesifikadalahkeganasan yang terjadi pada sel-

sel epitel duktuli payudara, terutama sel-sel dari terminal duct lobular unit

(TDLU) yang ditandai adanya invasi ke stroma jaringandan tumor tidak

membentuk suatu pola tipe histologi tertentu(Ellis et al, 2012).

Karsinoma dapat diklasifikasikan sebagai karsinoma invasif tipe tidak spesifik,

jika gambaran tidak spesifiknya lebih dari 50% massa tumor dengan pemeriksaan

dari potongan yang representatif. Jika gambaran tidak spesifik adalah 10%-49%

dari massa tumor dan sisanya adalah tipe spesifik maka disebut kelompok

campuran yaitu campuran karsinoma invasif tipe tidak spesifik dan tipe spesifik

(Ellis et al, 2012).

2.3.2 Epidemiologi

Karsinoma payudara invasif adalah karsinoma tersering pada wanita. Insiden

kanker payudara meningkat cepat sesuai umur, hanya 5% kanker payudara terjadi

pada wanita dibawah umur 40 tahun. Data dari National Cancer Institute yang

dirangkum dalam laporan American Cancer Society menyebutkan insiden kanker

payudara pada wanita dilaporkan stabil tahun 1975 sampai 1980. Insiden

meningkat 4% pertahun dari 1980-1987 dan terus meningkat sekitar 0,3%

pertahun pada 2002. Kematian akibat kanker payudara naik 0,4% setiap tahun dari

1975-1990. Pada tahun 1990-2002, tingkat kematian menurun 2-3%. Penurunan

pertahun kematian akibat kanker payudara lebih banyak terjadi pada wanita usia

muda dibandingkan usia 50 tahun (3,3% pertahun) dibandingkan diatas usia 50

20

tahun dan yang lebih tua (2,0% pertahun). Peningkatan dan stabilnya insiden serta

berkurangnya tingkat kematian berhubungan dengan screening menggunakan

mammografi, pemeriksaan klinik dan meningkatnya metode terapi.Penurunan

mortalitas yang berhubungan dengan kanker payudara pada wanita yang lahir

setelah tahun 1920 ditemukan pada beberapa negara (Colditz dan Chia, 2012;

Hoda (b),2014).

Insiden kanker di Indonesia masih belum dapat diketetahui secara pasti.

Berdasarkan data dari Badan Registrasi Kanker Ikatan Dokter Ahli Patologi

Indonesia (IAPI) tahun 1998 di 13 Rumah Sakit di Indonesia, kanker payudara

menempati peringkat kedua dari seluruh kasus kanker sebesar 12,2%. Dari data

Globocan 2002, IARC didapatkan estimasi insiden kanker payudara di Indonesia

sebesar 26 per 100.000 perempuan.Sedangkan dari Sistem Informasi Rumah Sakit

(SIRS) di Indonesia tahun 2007 diketahui bahwa kanker payudara menempati

urutan pertama pasien rawat inap (16,85%) dan pasien rawat jalan (21,69%)

(Anonim, 2010).

2.3.3 Etiologi dan Karsinogenesis

Faktor-faktor etiologi yang berhubungan dengan karsinoma payudara dapat

dikelompokkan menjadi faktor genetik yaitu termasuk riwayat keluarga dengan

karsinoma payudara, faktor diet dan yang berhubungan dengan diet, faktor

hormonal dan reproduksi serta faktor terpapar radiasi. Beberapa faktor diet dan

yang berhubungan dengan diet meliputi peningkatan berat badan pada wanita

postmenopause, westernized diet,kurangnya aktifitas fisik (olahraga), asupan buah

21

dan sayuran, merokok dan alkohol. Faktor hormonal dan reproduksi antara lain

meliputi usia menarche, nulliparitas, persalinan pertama pada usia tua, usia

menopause, penggunaan kontrasepsi oral (Colditz dan Chia, 2012).

Sekitar 5-20% kanker payudara mempunyai patogenesis familial yang disebabkan

mutasi germline pada gen tunggal. Kebanyakan kanker payudara adalah

sporadicdan disebabkan oleh mutasi somatik karena agen yang berhubungan

dengan gaya hidup dan faktor lingkungan. Beberapa langkah perkembangan

kanker payudara adalah melalui hubungan dengan mutasi satu atau lebih gen-gen

pengatur. Aktivasi mutasi dari protoonkogen ke onkogen diikuti oleh inaktivasi

gen penekan tumor adalah kemungkinan abnormalitas pertama yang terjadi.

Perubahan pada gen yang penting untuk mengatur proliferasi, apoptosis dan

mekanisme perbaikan DNA dapat menyebabkan ketidakstabilan genetik.Beberapa

gen yang terlibat didalam karsinogenesis payudara adalah gen penekan tumor

yaitu BRCA1, BRCA2 dan gen P53 serta onkogen yang terdiri dari gen HER2,

gen apoptosis, gen reseptor steroid (ER dan PR), gen adhesi sel dan invasif, serta

gen angiogenesis.Peranan apoptosis dalam onkogenesis telah banyak dipelajari.

Apoptosis diperlukan untuk menghancurkan sel-sel dengan kerusakan DNA, atau

sel-sel yang telah menjadi kanker. Beberapa onkogen seperti Bax dan Bcl2, c-myc

dan P53 terlibat dalam pengaturan sinyal proapoptosis dan anti-apoptosis yang

dikontrol oleh beberapa gen.Bcl2 mengatur pelepasan protein mitokondria seperti

sitokrom. Sitokrom c berikatan dengan faktor lainnya untuk membentuk kompleks

aktivasi disebut apoptosom. Apoptosom yang aktif akan mengaktifkan caspase

yang akhirnya akan menyebabkan apoptosis. Hormon-hormon steroid juga

22

dikenal dapat menyebabkan up-regulation atau down-regulation apoptosis dengan

jalan mengontrol kematian sel yang dimediasi P53(Boder, 2013).

Perubahan genetik dan epigenetik yang diperlukan untuk karsinogenesis

menimbulkan perubahan morfologi yang dikenali sebagai lesi payudara, yang

berhubungan dengan meningkatnya resiko perkembangan kanker.Perubahan awal

tersebut adalah perubahan proliferatif, yang berasal dari hilangnya sinyal

menghambat pertumbuhan, menyimpangan kenaikan sinyal pro-pertumbuhan,

atau penurunan apoptosis.Selama perkembangan tumor, klonal ganas menjadi

abadi dan memperoleh kemampuan pembentukan neo-angiogenesis.Gambaran

morfologi dan biologis karsinoma biasanya terbentuk pada tahap insitu, karena di

sebagian besar kasus lesi insitu mirip karsinoma invasif yang menyertai.Langkah

akhir dari karsinogenesis adalah perubahan lesi insitu menjadi karsinoma invasif

(Lester, 2015).

Berdasarkan jalur molekular terdapat tiga jalur utama dalam perkembangan

kanker payudara (Gambar 2.7). Jalur yang terbanyak adalah terjadinya karsinoma

ER positif, HER2 negatif.Terjadi pada individu dengan mutasi germline

BRCA2.Jalur ini berhubungan dengan delesi pada kromosom 16q dan

penambahan kromosom 1q serta aktivasi mutasi PIK3CA.Lesi prekursor yang

sering ditemukan adalah flat epithelial atypia dan atypical hyperplasia. Jalur

kedua yaitu karsinoma HER2 positif. Ditemukan pada penderita dengan mutasi

germline TP53 dan terjadi amplifikasi gen HER2. Lesi prekursor yang ditemukan

adalah atypical apocrine adenosis.Jalur yang paling jarang adalah karsinoma ER

dan HER2 negatif.Pada karsinoma ini lesi prekursor tidak jelas, kemungkinan

23

karena perkembangan lesi yang sangat cepat menjadi karsinoma.Sering ditemukan

pada penderita dengan mutasi germline BRCA1, sedangkan pada tumor sporadic

terjadi mutasi pada TP53.Terjadi ekspresi berlebihan survivin adalah sebagai

respon aktivasi onkogen dan mutasi TP53 (Tamaki et al., 2013; Lester, 2015).

Gambar 2.7

Jalur utama perkembangan kanker payudara (Lester, 2015).

2.3.4 Gejala Klinik

Karsinoma payudara lebih sering ditemukan pada payudara kiri dibandingkan

kanan, dengan perbandingan 110/100. Kurang lebih 50% ditemukan pada kuadran

luar atas, 20% pada bagian sentral atau subareola dan 10% pada kuadran lainnya.

(Moelans dan Diest, 2013).

24

Gejala dan tanda klinik yang paling sering ditemukan adalah adanya massa padat,

berbatas tidak tegas, terfiksir, dengan atau tanpa nyeri. Tanda lain yang bisa

ditemukan adalah gambaran peau d’ orange pada kulit, ulkus, keluar cairan dari

puting susu, dan retraksi puting susu.Sering pula ditemukan pembesaran kelenjar

getah bening aksila(Morrow dan Rutgers, 2012; Hoda (b), 2014).

Untuk menegakkan diagnosis definitif kanker payudaraharus dievaluasi dengan

pemeriksaan fisik, radiologi (mammografi dan ultrasonografi) dan pengambilan

sampel jaringan (baik dengan biopsi aspirasi jarum halus, needle core biopsy

maupun biopsi terbuka).Mammografi adalah metode pencitraan dasar untuk

mendeteksi kanker payudara pada wanita berusia lebih dari 40 tahun. Pada wanita

usia kurang dari 40 tahun dapat mempergunakan ultrasonografi. Magnetic

resonance imaging (MRI) adalah metode yang paling sensitif untuk mendeteksi

kanker payudara, tetapi terbatas digunakan untuk screening wanita dengan resiko

tinggi (Morrow dan Rutgers, 2012).

2.3.5 Subtipe Molekular Karsinoma Payudara Invasif

Profil ekspresi gen utama pada kanker payudara yaitu gen yang berhubungan

dengan reseptor hormonal, gen yang berhubungan dengan HER2 dan gen yang

berhubungan dengan proliferasi dikelompokkan dalam subtipe molekular

berdasarkan gambaran ekspresi gen menggunakan pengelompokan bertingkat.

Karsinoma payudara invasif dibagi menjadi tiga subtipe molekular utama

berdasarkan perubahan genom dan gen serta ekspresi protein, yaitu luminal,

HER2 positif dan basal like atau triple negative(Tabel 2.2). Subtipe molekular

25

sangat berhubungan dengan gambaran klinis, respon terhadap terapi dan

perjalanan akhir penyakit (Allison, 2012; Lester, 2015).

2.3.5.1 Luminal.

Merupakan bentuk paling sering dari karsinoma payudara invasif (50% sampai

60%).Berdasarkan tingkat proliferasinya dibagi menjadi ER positif,HER2 negatif,

proliferasi rendah dan ER positif, HER2 negatif/positif, proliferasi tinggi. ER

positif, HER2 negatif, proliferasi rendah kebanyakan ditemukan pada wanita tua

dan pada stadium awal. Ekspresi gen pada kelompok ini didominasi oleh gen yang

secara langsung diatur oleh reseptor estrogen. Insiden kekambuhan lokal rendah

dan beberapa kasus sembuh dengan pembedahan.Karsinoma payudara ini

berespon baik terhadap terapi hormonal.Pada ER positif, HER2 negatif/positif,

proliferasi tinggi, walaupun tumor ini mempunyai ER positif tetapi biasanya

ekspresi ER rendah dan ekspresi PR rendah atau negatif. Berhubungan dengan

mutasi BRCA2.Terapi sistemik dengan kemoterapi dan diikuti terapi hormonal

(Falcket al., 2013; Lester, 2015).

2.3.5.2 HER2 positif.

Merupakan bentuk kedua tersering dari karsinoma payudara invasif (kurang lebih

20%).Kelompok ini terdiri dari karsinoma dengan ER negatif dan HER2

positif,sedangkan reseptor progesteron biasanya negatif.Sering ditemukan pada

wanita muda dan bukan wanita kulit putih.Profil mRNA menunjukkan

peningkatan ekspresi HER2.Kanker ini mempunyai translokasi interkromosom

kompleks, amplifikasi tingkat tinggi dari HER2 dan tingkat mutasi yang

tinggi.Kanker dalam kelompok ini bisa bermetastasis walaupun berukuran kecil,

26

sering ke organ dalam dan otak.Sebelum ditemukan targeting terapi terhadap

HER2, kanker dengan HER2 positif dihubungkan dengan perjalanan akhir yang

buruk. Saat ini sepertiga atau lebih berespon komplit terhadap antibodi yang

berikatan dan menghambat aktivitas HER2 sehingga mempunyai prognosis yang

lebih baik (Lester, 2015) .

2.3.5.3 ER negatif, HER2 negatif (basal likeatau triple negative carcinoma).

Merupakan 15% dari kanker payudara invasif.Kanker ini mempunyai derajat

diferensiasi tinggi dengan gambaran histologi yaitu solid-pushing borders, area

nekrosis dan dengan infiltrat limfosit yang padat. Sering terjadi pada wanita yang

mengalami premenopause awal.Sebagian besar kanker ini terjadi pada wanita

dengan mutasi BRCA1.Kanker ini mempunyai tingkat proliferasi yang tinggi dan

pertumbuhan yang cepat sehingga sering ditemukan sebagai massa yang dapat

dipalpasi. Sekitar 30% kanker berespon terhadap kemoterapi.Berhubungan

dengan perjalanan akhir penyakit yang buruk karena kemampuan invasif yang

tinggi dan metastasis jauh.Kanker ini bisa bermetastasis ketika masih berukuran

kecil, biasanya ke otak dan organ dalam.Kekambuhan sering terjadi dalam waktu

5 tahun setelah terapi dan sering terjadi kekambuhan lokal walaupun sudah

dilakukan mastectomy (Allison, 2012; Lester, 2015).

Tabel 2.2

Subtipe Molekular Karsinoma Payudara Invasif (Lester, 2015)

Kriteria Luminal HER2 Positif

Triple Negative

Frekuensi ~40-55%

(proliferasi rendah)

~10% (proliferasi

tinggi)

~20% ~15%

27

Termasuk tipe

histologi

spesifik

Lobular derajat

diferensiasi baik

atau sedang, tubular,

musinus

Lobular derajat

diferensiasi

buruk

Apokrin Medullari,

adenoid kistik,

sekretori,

metaplastik

Kelompok

penderita

Wanita tua, laki-

laki, kanker yang

terdeteksi saat

screening

mammografi

Carrier mutasi

BRCA2

Wanita muda,

carrier mutasi

TP53

Wanita muda,

carrier mutasi

BRCA1

Gambaran

metastasis

Tulang (70%),

organ dalam (25%),

otak (<10%)

Tulang (80%),

organ dalam

(30%), otak

(<10%)

Tulang (70%),

organ dalam

(45%), otak

(30%)

Tulang (40%),

organ dalam

(35%), otak

(25%)

Kekambuhan Lambat Sedang Cepat Cepat

Respon

komplit

terhadap

kemoterapi

<10% ~10% ~30% ~30%

2.3.6Stadium Kanker Payudara

Sistem staging kanker payudara yang dipergunakan adalah sistem TNM dari

American Joint Committee on Cancer (AJCC) berdasarkan evaluasi terhadap

tumor (T), keterlibatan kelenjar getah bening (N) dan metastasis jauh (M)

(Ellis,2012).T, N dan M dikombinasikan untuk membuat 5 stadium (stadium 0, I,

II, III, dan IV) yang memberikan informasi tentang keadaan penyakit ( ukuran

tumor, invasi kulit atau dinding dada, dan keterlibatan kelenjar getah bening) dan

metastasis jauh. Gambaran ini digunakan untuk mengklasifikasikan penderita

kanker payudara kedalam kelompok prognosis demi kepentingan pengobatan,

konseling dan uji klinis (Elliset al.,2012; Moelansdan Diest, 2012).

Stadium karsinoma payudara berdasarkan American Joint Committee on

Cancer Staging of Breast Carcinoma adalah:

Stadium 0 : Ductal carcinoma in situ (DCIS) atau Lobular carcinoma in

situ(LCIS); harapan hidup 5 tahun adalah 93%

28

Stadium I : Karsinoma invasif dengan ukuran 2 cm atau kurang tanpa

terkenanya kelenjar getah bening dan tanpa metastasis jauh;

harapan hidup 5 tahun adalah 88%.

Stadium II : Karsinoma invasif dengan ukuran 5 cm atau kurang disertai

metastasis ke kelenjar getah bening aksila yang tidak terfiksasi

dan tanpa metastasis jauh atau karsinoma invasif dengan ukuran

lebih dari 5 cm tanpa metastasis ke kelenjar getah bening atau

tanpa metastasis jauh; harapan hidup 5 tahun adalah 74-81%.

Stadium III : Karsinoma invasif dengan ukuran lebih dari 5 cm dengan

metastasis ke kelenjar getah bening atau karsinoma invasif ukuran

berapapun dengan metastasis ke kelenjar getah bening yang

terfiksir; atau karsinoma yang menginvasi dinding dada, kulit,

edema, serta beradang, jika tidak ditemukan metastasis jauh;

harapan hidup 5 tahun adalah 41-67%.

Stadium IV : Karsinoma invasif ukuran berapapun dengan metastasis ke tempat

jauh (termasuk kelenjar getah bening supraklavikula ipsilateral);

harapan hidup 5 tahun adalah 15%(Moelansdan Diest, 2013).

2.3.7 Prognosis

Informasi mengenai prognosis menjadi sangat penting dalam konseling pasien

untuk memperkirakan perjalanan penyakitnya dan memilih modalitas terapi yang

sesuai. Karsinoma payudara invasif tipe tidak spesifik merupakan bagian terbesar

dari kasus kanker payudara (50-80%) dengan karakteristik prognosis serta

29

penanganannya adalah sama atau sedikit lebih buruk dengan 10 tahun

kelangsungan hidup 35-50% dibandingkan keseluruhan kanker payudara dengan

10 tahun kelangsungan hidup 55%. Prognosis dipengaruhi oleh variabel klasik

seperti derajat diferensiasi histologi, ukuran tumor, keterlibatan kelenjar getah

bening dan invasi pembuluh darah serta prediksi respon terapi seperti status ER

dan PR atau subtipe molekular(Elliset al. 2012).Molekul lain sedang diteliti untuk

mengetahui nilainya sebagai faktor prognosis dan prediktif. Beberapa penelitian

sedang dilakukan untuk menentukan kemungkinan survivin digunakan sebagai

faktor prognosis (Lvet al,2010)

2.4 Survivin

2.4.1 Struktur dan Fungsi Survivin

Survivin adalah anggota dari keluarga gen inhibitor apoptosis protein (IAP), yang

berfungsi menghambat apaptosis dan regulasi mitosis. Survivin terdiri 16,5 kD

protein dari 142 asam amino, yang dikode oleh suatu gen tunggal yang berlokasi

pada kromososm 17q25 (Kelly et al., 2011). Terdiri dari pengulangan tunggal

baculovirus IAP dan suatu perluasan α-helical coiled-coil pada carboxy terminus.

Berfungsi sebagai homodimer, membutuhkan pengulangan tunggal baculovirus

IAP untuk dimerisasi dan menggabungkan protein lain seperti caspase 3, p21 dan

Cdk4 (Doolittleet al., 2010; Joannaet al.,2012)(Gambar 2.8).

30

Gambar 2.8

Struktur protein dan fungsi survivin (Doolittleet al., 2010)

Ada 5 varian survivin yaituwild type survivin, survivin2B, survivin2α,

survivin3B dan survivin∆Ex3 dengan struktur dan fungsi yang berbeda. Misalnya

survivin2α berperanan besar didalam aktivitas antiapoptosis tanpa stimulus

antiapoptosis.Hal ini berhubungan dengan prognosis yang buruk pada penderita

kanker payudara (Vegran et al., 2011).Survivin3B lebih sering ditemukan pada

karsinoma payudara derajat tinggi dan berhubungan dengan status mutasi gen

P53, menunjukkan peranan survivin3B pada inhibisi apoptosis. Survivin2B

kemungkinan berperan sebagai suatu faktor pro apoptosis pada karsinoma

payudara, dan ekspresinya berkurang pada tumor stage dependent way, pada

tumor berukuran kecil, ekspresinya meningkat pada dan berhubungan dengan

kelenjar getah beningaksila yang positif karsinoma. Secara teori jika survivin2B

terekspresi dominan, hal tersebut berhubungan dengan prognosis yang baik (Lvet

al., 2010;Vegranet al., 2011).

31

Survivin adalah suatu protein pembawa kromosom yang berlokasi pada

kinetochore pada metaphase, berpindah pada bagian pertengahan spindle sentral

pada anaphase dan berakumulasi pada mid bodies saat telophase. Suatu

peningkatan regulasi survivin pada ruang sel G2/M, ditemukan pada beberapa sel

tumor. Survivin pada ruang subseluler mitokondria berfungsi sebagai protein anti

apoptosis. Adanya survivin pada kolam mitokondria ditemukan sebagai respon

pada stimulasi kematian sel.Survivin mitokondria akan cepat berubah dan

dikeluarkan pada cytosol, dimana akan mencegah aktivasi caspase dan

menghambat apoptosis. Survivin tidak terlihat pada mitokondria jaringan normal,

sehingga menegaskan bahwa survivin mitokondria secara khusus berhubungan

dengan transformasi tumor.Penelitian terbaru menemukan bahwa survivin

mempunyai sinyal keluar nukleus dan sel kanker, peranan mitosis dan anti

apoptosis dapat dipisahkan melalui mutasi pada sinyal keluar nukleus yang

membatalkan aktivitas sitoprotektif protein tetapi mitosis tetap terjadi (Doolittle et

al., 2010; Joanna, 2012).

2.4.2 Peranan Survivin pada Pembelahan Sel

Survivin mempunyai peranan penting dalam pembelahan sel, ekspresinya diatur

dalam siklus sel. Survivin meningkat pada fase G1 dan puncaknya pada fase G2M

(Kelly et al, 2011).Berdasarkan ekspresi pada mitosis, survivin berlokasi pada

beberapa komponen apparatus mitosis, termasuk sentrosom, mikrotubulus pada

metaphase dan spindle anaphase, serta sisa dari apparatus mitosis yaitu

midbodies.Suatu hubungan langsung antara survivin dan tubulin polymerase telah

32

ditunjukkan invitro, meliputi –COOH terminus α-helix.Suatu lokasi kompleks

survivin pada apparatus mitosis menunjukkan fungsi penting pada pembelahan

sel. Survivin berfungsi sangat penting dalam tahap akhir pembelahan sel yaitu

sitokinesis, berpotensi terlibat dalam pembelahan jalur pembentukan.Survivin

menunjukkan suatu bentuk kompleks dengan molekul untuk meregulasi sitokin,

termasuk Aurora B kinase dan INCENP pada kinetochore dan spindle sentral

anaphase.Survivin berperanan dalam fase awal mitosis dibandingkan sitokinesis,

dan dibutuhkan untuk pengumpulan apparatus mitosis bipolar dengan

mengendalikan stabilitas mikrotubulus (Pennatiet al., 2007;Mitaet al., 2008).

Survivin berlokasi pada sentrosom/mikrotubulus dan kinetochore memediasi

fungsi nyata pada berbagai tahap pembelahan sel yaitu regulasi stabilitas

mikrotubulus dan berhubungan dengan pembentukan spindle telephase dan

pengawasan jalur pembentukan akhir telephase. Ini sesuai dengan pengamatan

bahwa mikrotubulus dan kinetochore yang berhubungan dengan survivin

diregulasi secara berbeda selama siklus sel, menunjukkan tidak ada gambaran

overlapping dari fosforilasi dan bisa dikenali dengan monoclonal antibody dalam

gambaran yang khas (Pennatiet al., 2007;Mitaet al., 2008).

Kemungkinan kelompok lain survivin menyediakan kelanjutan regulasi dinamis

dari checkpointspindle mitosis dan dari kinetochore dinamis melalui kumpulan

spindle. Hal ini sesuai dengan data yang mengidentifikasikan peranan Aurora B

dalam penyatuan kromosom dan penyusunan mikrotubulus pada stadium awal

mitosis dibandingkan sitokin. Dalam hal ini, peranan kompleks survivin/Aurora

pada kinetochore dinamis akan berintegrasi dengan survivin mikrotubulus dalam

33

pembentukan spindle yang akan masuk ke metaphase. Kelanjutan regulasi dari

checkpoint spindle mitosis juga sesuai jalur data mikroinjeksi antibodi.Dimana

inhibisi dari siklus istirahat sel yang dihambat oleh survivin berperan sebagai

racun spindle. Aurora kinase ditemukan sering dengan ekspresiberlebihan pada

kanker dan mungkin berhubungan dengan transformasi onkogen. Kombinasi

ekspresi berlebihan survivin dan aurora pada kanker, mungkin menghapus

mekanisme surveillance dari checkpoint spindle, menyebabkan sel dengan defek

spindle, kumpulan kromosom yang menyimpang atau kinetochore yang tidak

sebaris untuk menghasilkan pembelahan sel (Pennatiet al., 2007; Mitaet al.,

2008).

2.4.3 Peranan Survivin pada Inhibisi Apoptosis

Apoptosis adalah mekanisme penting pada kematian sel dan merupakan bagian

dari nekrosis tumor.Pada potongan histologi rutin, sel apoptosis ditandai dengan

kondensasi kromatin dan sitoplasma.Peningkatan apoptosis bisa berhubungan

dengan karsinoma intraduktal yang mempunyai inti derajat tinggi sertaarea

nekrosis, dan karsinoma invasif (Hoda (b), 2014).

Akumulasi dari sel neoplastik bukan hanya berasal dari aktivasi growth-

promoting oncogenes atau inaktivasi dari growth-suppressing tumor suppressor

genes, tetapi juga berasal dari mutasi pada gen yang mengatur apoptosis.

Apoptosis adalah suatu barrier yang harus dikalahkan untuk terjadinya

kanker.Kematian sel akibat apoptosis adalah respon fisiologis untuk beberapa

34

kondisi patologis yang mungkin berkontribusi terhadap malignansi jika sel masih

tetap hidup (Kumar, 2015).

Apoptosis merupakan evolusi berkelanjutan dari program kematian sel yang

tergantung ATP, dilakukan oleh caspase (cysteine protease) yang menyebabkan

disrupsi progresif struktur sel dan pembentukan vesikel didalam membran yang

dinamakan badan apoptosis. Apoptosis dapat dicetuskan oleh sinyal kematian sel

intrinsik atau ektrinsik serta diregulasi oleh dua keluarga gen yaitu Bcl2 dan IAP

(Hmeljakdan Cor,2012).

Peranan survivin dalam inhibisi apoptosis adalah melalui 3 jalur yaitu ekspresi

berlebihan survivin berhubungan dengan inhibisi kematian sel yang dimulai

melalui jalur apoptosis ekstrinsik dan intrinsik. Kedua adalah transgenik ekspresi

survivin dihasilkan pada inhibisi apoptosis invivo sebagai respon terhadap ikatan

Fas yang suboptimal.Ketiga yaitu yang termasuk molekul antagonis survivin

adalah antisense, ribozyme, siRNA, stimulus apoptosis dan aktivitas antikanker

secara invivo dihasilkan pada kematian sel yang tergantung caspase, peningkatan

stimulus apoptosis dan aktivitas antikanker. Akumulasi survivin berperanan lebih

selektif dibandingkan inhibitor apoptosis lainnya pada antagonis apoptosis yang

tergantung mitokondria.Ekspresi berlebihan survivin lebih efisien saat

menghambat mitokondria, tetapi bukan apoptosis yang diinduksi kematian

reseptor, yaitu suatu kompleks antara survivin dan mitokondria inisiator caspase

9.Survivin juga menunjukkan hubungan dengan Smac/DIABLO, suatu protein

apoptogen yang dihasilkan oleh mitokondria yang mengeluarkan efek inhibisi

pada IAP saat aktivasi caspase (Hmeljak dan Cor, 2012).

35

Kematian sel yang diinduksi molekul antagonis survivin atau dengan pengurangan

heterozigot pada tingkat survivin, mempunyai karakteristik apoptosis tergantung

mitokondria dengan pengeluaran sitokrom c, aktivasi caspase 9 dan keterlibatan

dari komponen apoptosom, caspase 9 dan Apaf-1. Data ini menunjukkan bahwa

survivin berbeda dari inhibitor anti apoptosis lain yang menghambat inisiator atau

efektor caspase melalui BIRs independen. Jalur ini kemungkinan berpusat pada

interaksi antara survivin dengan Smac/DIABLO.Survivin diinhibisi oleh

Smac/DIABLO, yang menempatkan survivin pada posisi sentral dalam

keseimbangan dinamis dari faktor-faktor proapoptosis dan antiapoptosis (Gambar

2.9). Model ini mendapatkan pertentangan dari penelitian yang menemukan

survivin mengalami kekurangan struktur yang memediasi ikatan antara caspase

yang ada pada IAP lain dan peranan survivin dalam pembelahan sel, tetapi bukan

pada sitoproteksi. Penelitian lain menemukan bahwa survivin menghambat

caspase 9 tetapi tidak pada caspase 3 dan 7. Kemampuan survivin untuk

menginhibisi apoptosis lebih rumit dibandingkan inhibisi caspase langsung dan

membutuhkan kerjasama denganmolekul lainnya seperti hepatitis B X-interacting

protein dan X-linked IAP (Mitaet al., 2008).

36

Gambar 2.9

Fungsi survivin sebagai inhibitor apoptosis.Berdasarkan aktivasi sinyal

selproapoptosis, survivin dikeluarkan dari mitokondria ke sitosol dan

menghambat caspase 9 aktif. Fungsi ini memerlukan hubungan dengan hepatitis B

X-interactingprotein dan/ataudengan X-linked IAP serta dihambat oleh

Smac/Diablo(Mitaet al., 2008).

2.4.4 Peranan Survivin pada Angiogenesis

Seperti jaringan normal, tumor memerlukan suplai oksigen dan nutrisi serta

pembuangan produksi yang tidak diperlukan.Sel kanker dapat menstimulasi

pembentukan neoangiogenesis, dimana pembuluh darah baru tumbuh dari

pembuluh darah kapiler yang sudah ada sebelumnya atau pada beberapa kasus

vaskulogenesis terjadi dengan pengambilan sel endothel dari sumsum

tulang.Vaskularisasi tumor adalah abnormal, dimana pembuluh darah biasanya

lemah dan berdilatasi serta mempunyai stuktur yang tidak teratur.Angiogenesis

diperlukan bukan hanya untuk melanjutkan pertumbuhan tumor tetapi merupakan

jalur untuk vaskularisasi dan metastasis (Kumar, 2015).

37

Survivin juga berperanan dalam angiogenesis.Hubunganantara sel endotel dengan

gen yang mengkode survivin spesifik siRNA atau bentukphosphorylation

defective survivin menyebabkan regresi pembuluh darah selama angiogenesis

tumor. Ekspresi survivin meningkat (pada mRNA dan protein) sel endothel

pembuluh darah yang dikultur akibat paparan faktor angiogenesis seperti VEGF

dan bFGF.Mekanisme dimana survivin menyebabkan angiogenesis, menunjukkan

kemampuannya menyediakan integritas struktur mikrotubulus dan menghambat

apoptosis pada sel endothel, yang diperlukan untuk viabilitas dan integritas sel

endhothel (Lvet al., 2010).

2.4.5 Peranan Survivin pada Biologi Kanker

Survivin hampir tidak ditemukan pada kebanyakan jaringan dewasa, dan

ekspresinya terbatas pada perkembangan embrio dan hematopoietik, sel epitel dan

sel gonad, dimana ekspresinya tergantung pada siklus sel. Survivin tidak

terdeteksi pada diferensiasi akhir kebanyakan jaringan normal. Ekspresi

berlebihan survivin ditemukan pada keganasan manusia yaitu tumor paru,

payudara, kolon, lambung, esofagus, pankreas, hati, uterus, ovarium, non hodgkin

limfoma, hodgkin limfoma (Brennanet al., 2008;Doolittleet al., 2010).Insiden

ekspresi survivin pada kanker dilaporkan bervariasi dari 30% sampai

100%.Ekspresi survivin yang tinggi dihubungkan dengan prognosis buruk pada

kebanyakan kanker (Yamashitaet al., 2007; Sartiet al., 2013).

Beberapa penelitian retrospektif menggunakan protein dan strategi deteksi asam

nukleus (imunohistokimia, RT-PCR, in situ hibridisasi, DNA array profiling)

38

memetakan adanya survivin pada berbagai tumor dan menjelaskan pengaruhnya

pada parameter penyakit dan perjalanan akhir penyakit. Survivin adalah suatu

marker dari penyakit yang agresif dan unfavourable, menunjukkan kelangsungan

hidup yang singkat, peningkatan kekambuhan, resisten terhadap kemoterapi dan

pengurangan indeks apoptosis in vivo. Survivin berperan dalam progresi tumor

dibandingkan pada tahap awal transformasi onkogen, dan konsekuensinya

mungkin tidak terlihat sampai terdapatnya akumulasi mutasi tambahan. Dasar

molekular ekspresi berlebihan survivin pada kanker telah diteliti. Transkripsi gen

survivin berhubungan dengan progresi mitosis dan proliferasi sel yang tinggi. Gen

survivin secara keseluruhan berperanan dalam kanker, menyebabkan ekspresi

berlebihan protein pada semua fase siklus sel, bukan hanya pada mitosis (Fukuda

dan Pelus, 2006; Doolittleet al., 2010).

Peranan biologi survivin pada kanker bukan hanya menghambat

apoptosis.Survivin juga berperan dalam regulasi checkpoint spindlemitosis, dari

kinetochore berpasangan dengan spindle, menunjukkan ekspresi berlebihan pada

kanker yang dapat menyebabkan sel dengan defek spindle atau kesalahan barisan

kinetochore untuk melanjutkan pembelahan sel. Sebagai tambahan peranan

langsung pada karsinogenesis, survivin juga berperan penting pada angiogenesis

tumor sebab terekspresi kuat pada sel endotel selama fase remodeling dan

proliferasi dari angiogenesis.Penekanan yang diperantarai antisense dari survivin

selama angiogenesis menstimulasi involusi kapiler in vitro.Penelitian terbaru juga

mengungkapkan bahwa survivin berperanan dalam progresi dan kemoresisten

tumor.Penelitian in vitro dan in vivo menunjukkan bahwa penghambatan survivin

39

mengurangi potensi pertumbuhan tumor dan meningkatkan kepekaan tumor

terhadap agen kemoterapi (Mitaet al., 2008; Cheunget al., 2013).

2.4.6 Survivin pada Karsinoma Payudara

Pada penelitian terbaru, ekspresi survivin ditemukan pada 70,7%-90,2% kasus

karsinoma payudara dengan proporsi bervariasi dari sel tumor yang positif.

Sebaliknya, pada jaringan payudara normal disekitarnya tidak mengekspresikan

survivin. Hal ini sesuai dengan beberapa penelitian yang lain bahwa survivin

terekspresi pada beberapa keganasan termasuk karsinoma payudara, tetapi tidak

pada jaringan non neoplastik. Terdapat hubungan antara ekspresi survivin dengan

faktor prognosis buruk seperti ukuran tumor yang besar, derajat diferensiasi

histologiyang tinggi, metastase kelenjar getah bening, stadium tumor yang tinggi,

status hormonal ER negatif dan PR negatif (Tsaiet al., 2008; Youssefet al.,

2008).Jhaet al (2012), mengemukakanterdapat hubungan bermakna ekspresi

survivin dengan stadium tumor, derajat diferensiasi histologi, status ER dan

HER2. Penelitian lain tidak menemukan hubungan bermakna antara ekspresi

survivin dengan stadium klinis, ukuran tumor, derajat diferensiasi histologi,

metastasis kelenjar getah bening dan reseptor hormonal (ER, PR) menggunakan

analisis mRNA dan imunohistokimia (Gokselet al., 2007).

Berdasarkan subtipe molekular, survivin ditemukan pada ekspresi lebih rendah

pada luminal dan lebih tinggi pada HER2 positif serta triple negative sebagai

tanda perilaku kanker payudara yang agresif dan mempunyai perjalanan akhir

penyakit yang buruk(Youssef et al., 2008). Stres oksidatif yang tinggi akan

40

menghasilkan reactive oxygen species (ROS) yang akan menyebabkan kerusakan

DNA sehingga akan menginduksi apoptosis dan menurunkan ekspresi

survivinsehingga menyebabkan pembentukan kanker ER positif atau luminal

(Pervin et al., 2013). Mutasi TP53 dan ekspresi tinggi HER2 akan menekan

apoptosis dan meningkatkan ekspresi survivin sehingga terjadi proliferasi yang

tidak terkontrol dan pertumbuhan kanker dengan HER2 positif (Carpenter dan

Lo., 2013). Mutasi TP53 dan inaktivasi BRCA1 akan meningkatkan ekspresi

survivin dan terjadi resistensi apoptosis sehingga menyebabkan pertumbuhan

kanker triple negative (Blanchard et al., 2015).

2.4.7 Survivin dan Terapi Kanker

Saat ini sudah banyak usaha yang dilakukan untuk menjadikan survivin sebagai

target baru pada terapi kanker. Penghambatan survivin menyebabkan banyak jalur

proliferasi sel dan sitoproteksi secara bersamaan terganggu.Penghambatan

langsung terhadap survivin bisa dilakukan pada berbagai tingkat yaitu

menghambat transkripsi gen, menghambat translasi mRNA dan pemecahan

protein. Terapi gen dan imunoterapi saat ini masih dalam tahap pengembangan.

Terapi gen dengan menggunakan vektor virus atau plasmid untuk membawa

mutant survivin negatif dominan ke sel tumor dan penggunaan promoter gen

survivin untuk membawa ekspresi gen sitotoksik ke sel tumor.Vaksin survivin

saat ini sedang dalam penelitian klinis, secara bermakna memperlambat

pertumbuhan tumor dan memperpanjang harapan hidup dengan meningkatkan

infilrasi limfosit pada tumor (Doolitleet al., 2010).

41

2.4.8 Pulasan Imunohistokimia

Pada pulasan imunohistokimia survivin yang dinilai adalah intensitas pulasan,

distribusi pada sitoplasma dan atau nukleus, dan persentase sel kanker yang

terpulas positif. Sel kanker yang dinyatakan terpulas positif adalah sel epitel ganas

yang terpulas coklat pada sitoplasma dan atau nukleus. Ekspresi protein dihitung

pada sampel menggunakan metode skoring yang telah digunakan sebelumnya.

Persentase berarti dari sel-sel tumor yang positif ditentukan paling sedikit pada

lima area dengan pembesaran 400x dan ditandai oleh satu dari lima kategori

berikut: 0: <5%, 1: 5%-20%, 2: 21%-50%, 3: 51%-75% dan 4:> 75%. Intensitas

imunuhistokimia diskoring berdasarkan: (a) lemah, 1+; (b) sedang, 2+; dan (c)

kuat, 3+. Persentase dari sel-sel yang positif dikalikan intensitas pulasan

menghasilkan skor untuk tiap kasus (Gambar 2.10). Kasus dengan skor <1 disebut

negatif dan skor ≥ 1 disebut positif. Setiap sediaan dinilai secara blind dan

independen oleh 2 orang dokter spesialias patologi anatomi (Youssefet al., 2008).

ER positif adalah ≥ 1% sel-sel tumor terpulas positif berwarna coklat pada

nukleus. PR positif adalah ≥ 1% sel-sel tumor terpulas positifberwarna coklat

pada nukleus. HER2 positif adalah jika lebih dari 10% sel-sel tumor terpulas

penuh berwarna coklat pada membran dengan intensitas kuat (pulasan 3+).

Berdasarkan imunohistokimia ER, PR dan HER2, maka subtipe molekular

diklasifikasikan sebagai berikut yaitu luminal (ER+ dan atau PR+, HER2- atau

HER2+);HER2 positif (HER2+, ER- dan atau PR-) dan triple negative(ER- dan

atau PR-, HER2-) (Youssefet al., 2008; Lester, 2015)

42

Gambar 2.10.

Imunohistokimia survivin pada karsinoma payudara. A. Pulasan positif pada

nukleus; B. Pulasan positif pada nukleus dan sitoplasma; C. Pulasan positif pada

sitoplasma (Jhaet al, 2012).

43

BAB III

KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN

3.1 Kerangka Berpikir

Kanker adalah suatu penyakit dimana terjadi gangguan pada pengaturan siklus sel

normal. Penyebab kanker payudara terdiri dari banyak faktor, meliputi faktor

genetik yaitu termasuk riwayat keluarga dengan karsinoma payudara, faktor diet

dan yang berhubungan dengan diet, faktor hormonal dan reproduksi serta faktor

terpapar radiasi.Beberapa langkah perkembangan kanker payudara adalah melalui

hubungan dengan mutasi satu atau lebih gen-gen pengatur. Aktivasi mutasi dari

protoonkogen ke onkogen diikuti oleh inaktivasi gen penekan tumor, perubahan

pada gen yang penting untuk mengatur apoptosis dan mekanisme perbaikan

DNA.Mutasi P53 menyebabkan kegagalan pada aktivasi gen yang menginhibisi

siklus sel dan gen apoptosis sehinggadiekspresikan protein anti apoptosis yang

disebut inhibitor apoptosis protein (IAP)dan menyebabkan pertumbuhan sel yang

tidak terkontrol. Survivin adalah anggota dari keluarga gen inhibitor apoptosis

protein (IAP), yang berfungsi menghambat apoptosis, regulasi mitosis dan

angiogenesis. Survivin terekspresi pada beberapa keganasan termasuk karsinoma

payudara, tetapi tidak pada jaringan non neoplastik.

Karsinoma invasif tipe tidak spesifik adalah kelompok terbanyak karsinoma

payudara (70%-80%). Karsinoma invasif tipe tidak spesifik merupakan keganasan

pada sel epitel duktus payudara dengan gambaran yang tidak spesifik. Penegakan

diagnosis, penentuan faktor prognosis dan prediksi penting dilakukan untuk

44

menentukan pemilihan pengobatan dan melihat perjalanan akhir

penyakit.Perjalanan akhir penyakitwanita dengan kanker payudara tergantung

pada gambaran biologis karsinoma yaitu tipe histologi atau molekular serta

perluasan dimana kanker sudah menyebar atau stadium saat didiagnosis.

Survivin berhubungan dengan subtipe molekular.Survivin ditemukan dengan

ekspresi lebih rendah pada luminal dan lebih tinggi pada HER2 positif serta triple

negative.Stres oksidatif yang tinggi akan menghasilkan reactive oxygen species

(ROS) yang akan menyebabkan kerusakan DNA sehingga akan menginduksi

apoptosis dan menurunkan ekspresi survivin sehinggaterjadi pembentukan kanker

ER positif atau luminal. Mutasi TP53 dan ekspresi tinggi HER2 akan menekan

apoptosis dan meningkatkan ekspresi survivin sehingga terjadi proliferasi yang

tidak terkontrol dan pertumbuhan kanker dengan HER2 positif. Mutasi TP53 dan

inaktivasi BRCA1 akan meningkatkan ekspresi survivin dan terjadi resistensi

apoptosis sehingga menyebabkan pertumbuhan kanker triple negative.Ekspresi

survivin dihubungkan dengan prognosis buruk, perilaku yang agresif dan tingkat

bertahan hidup yang rendah.

45

3.2 Konsep Penelitian

Bertolak dari kerangka berpikir diatas, maka dibuat konsep penelitian seperti

bagan berikut:

Gambar 3.1

Bagan konsep penelitian

Keterangan gambar:

= Variabel yang diteliti

Internal:

- Genetik

- Hormonal

dan

reproduksi

Kegagalan pada aktivasi

gen yang menginhibisi

siklus sel dan gen

apoptosis

Eksternal:

- Diet

- Paparan

hormonal

Survivin

Karsinoma payudara invasif tipe tidak spesifik

Subtipe molekular

Luminal HER2 positif Triple negative

46

3.3 Hipotesis

Terdapat hubungan positif antara ekspresi survivin dengan subtipe molekular

berdasarkan imunohistokimia pada karsinoma payudara invasif tipe tidak spesifik.

47

BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1 Rancangan Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian dengan menggunakan metode observasional

analitik potong lintang.

Gambar 4.1

Rancangan Penelitian

4.2 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Bagian/SMF Patologi Anatomi FK UNUD/RSUP

Sanglah, Denpasar dan di Bagian/SMF Patologi Anatomi FK Universitas Gadjah

Mada/RSUP dr. Sardjito, Yogyakarta dari2 Juli –18 Agustus 2015.

Karsinoma

payudara

invasif tipe

tidak

spesifik

Luminal

Triple

negative

Ekspresi

survivin

Subtipe

molekular

HER2

positif

Ekspresi

survivin

Ekspresi

survivin

48

4.3 Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini adalah gambaran mikroskopis dari bahan biopsi dan

operasi penderita karsinoma payudara invasif tipe tidak spesifik yang diperiksa

secara histopatologi di Bagian/SMF Patologi Anatomi FK Unud/RSUP Sanglah

Denpasar serta ekspresi imunohistokimia ER, PR, HER2 dan survivin dari bahan

biopsi dan operasi penderita karsinoma payudara invasif tipe tidak spesifik subtipe

molekular luminal, HER2 positif dan triple negative.

4.4 Penentuan Sumber Data

4.4.1 Populasi

4.4.1.1 Populasi target

Populasi target adalah semua sediaanblok parafin penderita karsinoma payudara

invasif tipe tidak spesifik yang diperiksa secara histopatologi dan subtipe

molekular luminal, HER2 positif dan triple negativeyang diperiksa secara

imunohistokimia dari hasil biopsi dan operasidi Bali.

4.4.1.2 Populasi terjangkau

Populasi penelitian adalah semua sediaanblok parafin penderita karsinoma

payudara invasif tipe tidak spesifik yang diperiksa secara histopatologi dan

subtipe molekular luminal, HER2 positif dan triple negativeyang diperiksa secara

imunohistokimiadi Bagian/SMF Patologi Anatomi FK Unud/RSUP Sanglah

Denpasar.

49

4.4.2 Sampel

Sampel penelitian adalah semua sediaan blok parafin penderita karsinoma

payudara invasif tipe tidak spesifik yang diperiksa secara histopatologi dan

subtipe molekular luminal, HER2 positif dan triple negativeyang diperiksa secara

imunohistokimiadi Bagian/SMF Patologi Anatomi FK Unud/RSUP Sanglah

Denpasar yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi dari tanggal 1 Januari

2013sampai dengan28 Februari 2015.

4.4.3 Kriteria Inklusi dan Eksklusi

4.4.3.1 Kriteria inklusi

1. Sediaan blokparafin yang berasal dari bahan biopsi atau operasi payudara

yang mengandung cukup jaringan tumor karsinoma payudara invasif tipe

tidak spesifik dan memenuhi kriteria pengelompokan subtipe molekular

berdasarkan pemeriksaan imunohistokimia.

2. Sediaan blokparafin yang berasal dari bahan biopsi atau operasi karsinoma

payudara invasif tipe tidak spesifik yang belum mendapat radioterapi,

kemoterapi dan terapi hormonal.

4.4.3.2 Kriteria eksklusi

1. Sediaanblok parafinfrozen section karsinoma payudara invasif tipe tidak

spesifik.

2. Blok parafin rusak atau berjamur.

50

4.4.4 Besar Sampel

Besar sampel minimal yang dibutuhkan dalam penelitian ini dihitung berdasarkan

rumus (Araoye, 2003):

n=�����

��

Keterangan:

n = besar sampel

P = prevalensi survivin di populasi

Q = 1 – P

d = 15% (deviasi di populasi)

Zα = 1,96 (tingkat kemaknaan)

Tabel 4.1

Perhitungan Besar Sampel berdasarkan Prevalensi per Variabel

Penelitian dengan Menggunakan Rumus Araoye (2003).

No Variabel Prevalensi Q = 1 - P n

1. Luminal 0,33 0.67 37,75

2. HER2 positif 0,33 0,67 37,75

3. Triple negative 0,33 0,67 37,75

4. Survivin 0,79 0,21 28,33

Berdasarkan tabel 4.1 di atas maka diambil besar sampel yang paling besar yaitu n

= 37,75. Untuk menghindari drop out maka ditambah 10% sehingga sampel

menjadi 37,75 + 3,78 = 41,53 dibulatkan menjadi 42 sampel. Jadi dalam

penelitian ini digunakan 42 sampel.

51

4.4.5 Teknik Pengambilan Sampel

Sampel penelitian adalah semua sediaan blok parafin dari penderita karsinoma

payudara invasif tipe tidak spesifik yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi

yang ditetapkan peneliti. Populasi terjangkau yang memenuhi syarat diambil

secara random untuk mendapatkan besar sampel yang dibutuhkan( 42sediaan).

4.5 Identifikasi Variabel Penelitian

4.5.1 Klasifikasi Variabel

Variabel dalam penelitian ini terdiri dari 2 variabel yaitu:

1. Variabel bebas: Ekspresi survivin

2. Variabel tergantung: Karsinoma payudara invasif tipe tidak spesifik subtipe

molekular luminal, HER2 positif dan triple negative.

4.5.2 Definisi Operasional Variabel

1. Karsinoma payudara invasif tipe tidak spesifik: Sebelumnya disebut

karsinoma duktal invasif tipe tidak spesifik, merupakan kelompok keganasan

payudarayang terjadi pada sel-sel epitel duktuli payudara, terutama sel-sel

dari terminal duct lobular unit (TDLU)yang ditandai adanya invasi ke stroma

jaringan dan tumor tidak membentuk suatu pola tipe histologi tertentu sesuai

kriteria WHO tahun 2012 (Ellis et al, 2012).

52

2. Subtipe molekular adalah profil ekspresi protein pada karsinoma payudara

yang dikelompokkan berdasarkan imunohistokimiadan tingkatan yaitu

luminal (ER+ dan atauPR+, HER2- atau HER2+), HER2 positif (HER2+,ER-

dan atau PR-) dan triple negative(ER- dan atauPR-, HER2-) (Lester, 2015).

3. ER positif adalahpulasan pada nukleus berwarna coklat ≥ 1% sel-sel tumor

(Choccalingam, 2013).

4. PR positifadalah pulasan pada nukleus berwarna coklat ≥ 1% sel-sel tumor

(Choccalingam, 2013).

5. HER2 positif adalah pulasan pada membran berwarna coklat, dinilai

berdasarkan ASCO/CAP guideline(Tabel 4.2) (Rakha et al., 2014).

Tabel 4.2

Penilaian Protein HER2(Rakha et al., 2014).

Skor Penilaian protein HER2 Pulasan

0 Negatif Tidak terpulas atau terpulas tidak penuh

pada membran <10% sel-sel tumor invasif.

1+ Negatif Terpulas samar-samar atau terpulas tidak

penuh lemah pada membran >10% sel-sel

tumor invasif.

2+ Meragukan Terpulas penuh lemah sampai sedang pada

membran >10% sel-sel tumor invasif atau

terpulas penuh kuat pada membran <10%

sel-sel tumor invasif.

3+ Positif Terpulas penuh kuat (intense dan uniform)

pada membran >10% sel-sel tumor invasif.

53

6. Ekspresi survivin adalah : Penilaian protein survivin dengan metode

imunohistokimia menggunakan antibodi survivin mouse monoclonal, clone

12C4, pengenceran 1:50 DAKO Jepang, secara semikuantitatif, diamati

dengan mikroskop cahaya binokular merk Olympus CX22 mulai dari

pembesaran lemah (40x) untuk melihat perluasan sel yang terpulas positif

dan pembesaran kuat (400x) untuk melihat intensitas pewarnaan pada sel

yang terpulas positif. Sel kankeryang dinyatakan terpulas positif adalah sel

epitel ganasinfiltratif yang terpulas coklat pada sitoplasma dan atau

nukleus.Ekspresi protein dihitung pada sampel menggunakan metode skoring

yang telah digunakan pada penelitian-penelitian internasional sebelumnya.

Persentase berarti sel-sel tumor yang positif ditentukan paling sedikit pada

lima area menggunakan pembesaran 400x dan ditandai oleh satu dari lima

kategori berikut: 0: <5%, 1: 5%-20%, 2: 21%-50%, 3: 51%-75% dan 4:>

75%. Intensitas imunuhistokimia diskoring berdasarkan: (a) lemah, 1+; (b)

sedang, 2+; dan (c) kuat, 3+. Persentase dari sel-sel yang positif dikalikan

intensitas pulasan menghasilkan skor untuk tiap kasus. Kasus dengan skor <1

disebut negatif dan skor ≥ 1 disebut positif. Setiap sediaan dinilai secara blind

dan independen oleh 2 orang dokter spesialias patologi anatomi (Youssefet

al., 2008). Pemeriksaan imunohistokimia survivin dikerjakan di laboratorium

imunohistokimia Bagian Patologi Anatomi FK Universitas Gajah Mada

Jogjakarta. Interpretasi ekspresi survivin dilakukan oleh peneliti dan dosen

pembimbing tanpa mengetahui data klinikopatologi pasien.

54

4.6 Bahan Penelitian

Bahan pemeriksaan histopatologi berupa blok parafin dari bahan biopsi dan

operasi penderitakarsinoma payudara invasif tipe tidak spesifik yang diperiksa

secara histopatologi dan subtipe molekular luminal, HER2 positif dan triple

negative yang diperiksa secara imunohistokimia di Bagian/SMF Patologi Anatomi

FK Unud/RSUP Sanglah dan slide dengan pengecatan H&E dan

imunohistokimia.

4.7 Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian yang digunakan adalah:

1. Buku Registrasi Pemeriksaan Histopatologi Bagian/SMF Patologi Anatomi

FK Unud/RSUP Sanglah tahun tahun 2013 hingga 28 Februari 2015untuk

mencari data pasien yang menderita karsinoma payudara invasif tipe tidak

spesifik subtipe molekular luminal, HER2 positif dan triple negativedari

tahun 2013 hingga tahun 28 Februari 2015.

2. Mikroskop cahaya binokular Olympus CX22 untuk melihat ekspresi survivin

pada sediaan karsinoma payudara invasif tipe tidak spesifik subtipe

molekular luminal, HER2 positif dan triple negative.

3. Instrumen untuk pemeriksaan imunohistokimia yaitu: mikrotom Leica 2125

RM, gelas obyek yang telah dilapisi dengan poly-L-lysine, merk Sigma,

ukuran lebar 1 inchi, panjang 3 inchi dan tebal 1,2 mm dan inkubator.

55

4. Metode pulasan imunohistokimia survivin menggunakan antibodi survivin

monoclonal mouse, clone 12C4, pengenceran 1:50, DAKO sebagai antibodi

primer.

4.8 Prosedur Penelitian

4.8.1 Cara Pengumpulan Data

1. Pengumpulan data pasien dan sediaan preparat biopsi dan operasi mastektomi

yangdiperiksa secara histopatologi dari 1 Januari 2013 hingga 28 Februari

2015 di di Bagian/SMF Patologi Anatomi FK UNUD/RSUP

SanglahDenpasar.

2. Preparat hasil pulasan Hematoksilin dan Eosin (H&E) serta imunohistokimia

ER, PR dan HER2 sesuai nomor-nomor diatas dikumpulkan dan dievaluasi

ulang oleh peneliti dan dua ahli patologiuntuk memenuhi kriteria inklusi dan

eksklusi sehingga didapat tiga kelompok data yaitu karsinoma payudara

invasif tipe tidak spesifik subtipe molekular luminal, HER2 positif dan triple

negative. Preparat yang sulit dievaluasi dilakukan potong ulang blok dan

dipulas dengan pulasan rutin menggunakan Harris’s Hematoksilin dan Eosin

serta pulasan imunohistokima ER, PR dan HER2.

3. Blok paraffin dari pasien dikumpulkan dan dievaluasi apakah sudah

memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi.

4. Blok paraffin dikirim ke Bagian/SMF Patologi Anatomi FK UGM/RSUP dr.

Sarjito, Jogyakarta untuk dilakukan pulasan imunohistokimia survivin.

56

5. Pemeriksaan pulasan imunohistokimia survivin dilakukan oleh peneliti dan

dua orang ahli Patologi Anatomi.

6. Blok yang sudah selesai diproses, dikembalikan ke Bagian/SMF Patologi

Anatomi FK UNUD/RSUP SanglahDenpasar.

7. Pencatatan dan pengumpulan data.

8. Analisis data

4.8.2 Prosedur Pemeriksaan Bahan

1. Prosedur Pulasan Hematoksilin dan Eosin sesuai dengan prosedur pulasan

Hematoksilin dan Eosin yang rutin dikerjakan di Bagian/SMF Patologi

Anatomi FK UNUD/RSUP Sanglah Denpasar, yaitu:

a. Potong blok parafin mengunakan mikrotom Leica 2125 RM dengan

ketebalan 4 µm, kemudian ditempelkan pada gelas obyek merk Sail

Brand dengan ukuran lebar 1 inchi, panjang 3 inchi dan tebal 1,2 mm.

b. Deparafinisasi dengan dicelupkan pada xilol sebanyak 4 kali masing-

masing celupan selama 5 menit.

c. Hidrasi dengan akohol bertingkat dengan konsentrasi menurun

mengunakan alkohol 95%, alkohol 80%, alkohol 75% dan alkohol 50%,

masing-masing celupan selama 2 menit.

d. Masukkan ke air selama 10 menit.

e. Celupkan ke cat utama yaitu Harris’s Hematoksilin selama 10 menit.

f. Cuci dengan air selama 10 menit.

57

g. Lihat dibawah mikroskop, inti sel akan terlihat biru terang sedangkan

sitoplasma tidak berwarna.

h. Celupkan pada cat pembanding Eosin 1% selama 0,5-1 menit.

i. Dehidrasi dengan alkohol bertingkat dengan konsentrasi meningkat

mengunakan alkohol 70%, alkohol 80%, alkohol 95% dan alkohol

absolut, masing-masing celupan selama 2 menit.

j. Penjernihan dengan xilol sebanyak 4 kali celupan, masing-masing

celupan selama 5 menit.

k. Tutup dengan cover glass.

2. Melakukan pulasan imunohistokimia ER, PR, HER2 dengan prosedur:

a. Potong blok paraffin menggunakan mikrotom Leica 2125 RM dengan

ketebalam 4 µm, kemudian direkatkan pada gelas obyek yang telah

dilapisi dengan poly-L-lysine, merk Sigma, dengan ukuran lebar 1 inchi,

panjang 3 inchi dan tebal 1,2 mm.

b. Inkubasi dalam inkubator dengan suhu 37o C selama 1 malam.

c. Deparafinisasi dengan xilol.

d. Rehidrasi dengan alkohol bertingkat terdiri dari alkohol absolut 2 kali,

alkohol 95%, alkohol 80%, dan alkohol 70%, masing-masing selama 3

menit.

e. Cuci dengan aquadest selama 10 menit.

f. Dilapisi dengan buffer citrate 10mM (pH 6).

g. Diinkubasi selama 30 menit dengan antibodi primer ER (DACO mouse

monoclonal, clone SP1, pengenceran 1:50; 2 menit dalam pressure

58

cooker), PR (DACO mouse monoclonal, clone PgR636, pengenceran

1:50; 2 menit dalam pressure cooker), HER2 (DACO mouse monoclonal,

clone SP1, pengenceran 1:50; 2 menit dalam pressure cooker).

h. Dilakukan inkubasi antibodi sekunder biotin.

i. Streptativin-peroxidase kompleks diberikan dengan menggunakan di-

aminobenzidine sebagai substrat chromogenic.

j. Dicuci dengan air mengalir, counterstaindengan Mayer Hematoksilin

selama 2 menit.

k. Cuci dengan air mengalir.

l. Dehidrasi dengan alkohol bertingkat terdiri dari alkohol 70%, alkohol

80%, alkohol 95%, dan alkohol absolut 2 kali, masing-masing selama 3

menit.

m. Celupkan ke dalam xilol sebanyak 3 kali, masing-masing selama 3 menit.

n. Tutup dengan cover glass.

3. Prosedur Pulasan Imunohistokimia survivin:

a. Potong blok parafin menggunakan mikrotom Leica 2125 RM dengan

ketebalan 4 µm, kemudian direkatkan pada gelas obyek yang telah

dilapisi dengan poly-L-lysine, merk Sigma, dengan ukuran lebar 1 inchi,

panjang 3 inchi dan tebal 1,2 mm.

b. Inkubasi dalam inkubator dengan suhu 37o C selama 1 malam.

c. Deparafinisasi dengan xilol, preparat dicelupkan ke dalam xilol sebanyak

3 kali, masing-masing celupan selama 3 menit.

59

d. Rehidrasi dengan alkohol bertingkat terdiri dari alkohol absolut 2 kali,

alkohol 95%, alkohol 80%, dan alkohol 70%, masing-masing selama 3

menit.

e. Cuci dengan aquadest selama 10 menit.

f. Dimasukkan dalam larutan citrate-based target retrieval

(DakoCytomation;S1700) dalam waterbath 95-99° selama 40 menit, lalu

didinginkan selama 20 menit pada temperatur ruangan.

g. Diinkubasi dengan larutan hydrogen peroksida selama 5 menit.

h. Dicuci dan diinkubasi dalam dua larutan segar TBS-T buffer masing-

masing selama 3 menit, lalu diinkubasi dengan protein block selama

5menit.

i. Diberikan anti survivin mAb (clone 12C4; Dakocytomation; M3624)

pada konsentrasi 1.0 µg/ml dan diinkubasi selama 15 menit.

j. Reagen DAB substrat chromogen disiapkan dan diberikan selama 5

menit.

k. Dicuci dengan air mengalir, counterstaindengan Mayer Hematoksilin

selama 2 menit.

l. Cuci dengan air mengalir.

m. Dehidrasi dengan alkohol bertingkat terdiri dari alkohol 70%, alkohol

80%, alkohol 95%, dan alkohol absolut 2 kali, masing-masing selama 3

menit.

n. Celupkan ke dalam xilol sebanyak 3 kali, masing-masing selama 3 menit.

o. Tutup dengan cover glass.

60

p. Pemeriksaan pulasan imunohistokimia survivin dilakukan oleh peneliti dan

dua orang ahli Patologi Anatomi (dokter spesialis Patologi Anatomi).

q. Blok parafin yang sudah selesai diproses dikembalikan ke Bagian/SMF

Patologi Anatomi FK UNUD/RSUP Sanglah Denpasar.

r. Pencatatan dan pengumpulan data.

s. Analisis data.

8.4.3 Alur Penelitian

Bahan biopsi atau operasi dari pasien yang menderita karsinoma payudara invasif

tipe tidak spesifik subtipe molekular luminal, HER2 positif dan triple

negativediperiksa secara histopatologi dengan pengecatan HE dan

imunohistokimia ER, PR, HER2 di Bagian/SMF Patologi Anatomi FK

UNUD/RSUP Sanglah Denpasar. Hasil pengecatan HE dan imunohistokimia ER,

PR, HER2 dari karsinoma payudara invasif tipe tidak spesifik subtipe molekular

luminal, HER2 positif dan triple negative kemudian dikumpulkan untuk dilakukan

seleksi dan rediagnosis sediaan mikroskopis yang memenuhi kriteria inklusi dan

eksklusi. Sediaan yang telah diseleksi berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi

tersebut kemudian dipilih sebagai dasar untuk memilih blok parafin untuk pulasan

IHK survivin. Blok parafin dari sediaan karsinoma payudara invasif tipe tidak

spesifik subtipe molekular luminal, HER2 positif dan triple negative kemudian

dicari dan dikumpulkan. Selanjutnya kemudian dilakukan pemeriksaan IHK untuk

mengetahui ekspresi survivin. Interpretasi dilakukan oleh dua orang ahli Patologi

Anatomi secara blind tanpa mengetahui diagnosis histopatologi dan

61

imunohistokimia sebelumnya.Data hasil dari pemeriksaan IHK dicatat dan

dikumpulkan.Selanjutnya dilakukan analisis statistik.

Skema alur penelitian dapat dilihat pada gambar 4.2

Mencari nomor sediaan karsinoma payudara invasif tipe tidak spesifik

subtipe molekular luminal, HER2 positif dan triple negative dari

1 januari 2013-28 februari 2015

62

Gambar 4.2

Skema alur penelitian

4.9 Analisis data

Pengumpulan sediaan pulasan HE dan

imunohistokimia ER, PR, HER2 (168 kasus)

Seleksi danrediagnosissediaan mikroskopik yang memenuhi kriteria

inklusi dan eksklusi untuk pengelompokan data (160 kasus)

Karsinoma payudara invasif tipe tidak spesifik

subtipe molekular luminal, HER2 positif dan triple negative

Randomisasi (42 kasus)

Pengumpulan dan pemotongan blok parafin

Interpretasi dan penghitungan ekspresi survivin pada karsinoma

payudara invasif tipe tidak spesifik subtipe molekular luminal, HER2

positif dan triple negative

Analisis data

Pulasan imunohistokimia

survivin

63

Data hasil penelitian dianalisis dengan menggunakan SPSS 16.0 for windows

dengan langkah-langkah sebagai berikut:

1. Analisis deskriptif

2. Untuk mengetahui hubungan dilakukan uji korelasi Lambda dan uji Chi-

Square berdasarkan uji silang 3x2.

3. Uji kemaknaan ditentukan pada p<0,05. Presisi data ditentukan dengan nilai

Confident Interval (CI) 95%.

64

BAB V

HASIL PENELITIAN

5.1 Karakteristik Sampel Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian observasional dengan menggunakan

rancangan potong lintang (cross-sectional study).Dengan besar sampel sebanyak

42 sampel karsinoma payudara invasif tipe tidak spesifik subtipe molekular

luminal, HER2 positif dan triple negative. Sampel tersebut terdiri dari 14 sampel

subtipe molekular luminal, 14 sampel subtipe molekular HER2 positif dan 14

sampel subtipe molekular triple negative. Subyek penelitian berasal dari blok

parafin bahan biopsi dan mastektomi dari penderita karsinoma payudara invasif

tipe tidak spesifik yang diperiksa secara histopatologi di bagian/SMF Patologi

Anatomi FK UNUD/RSUP Sanglah Denpasar, yang memenuhi kriteria inklusi

dan eksklusi dari tanggal 1 Januari 2013 sampai 28 Februari 2015 yang kemudian

dilakukan pulasan survivin. Pada penelitian ini, data umur dilakukan analisis

deskriptif terlebih dahulu dan hasil analisis deskriptif karakteristik sampel

penelitian dan subtipe molekular disajikan pada tabel 5.1.

Rerata umur untuk keseluruhan kasus penderita karsinoma payudara invasif tipe

tidak spesifik pada penelitian ini adalah 50,10±9,63 tahun, sedangkan rerata umur

untuk masing-masing subtipe molekular yaitu luminal adalah 52,50±7,80 tahun

dengan rentang umur 40 sampai 66 tahun, HER2 positif adalah 52,79±7,72 tahun

dengan rentang umur 40-72 tahun, triple negative adalah 45,00±11,40 tahun

dengan rentang umur 30 sampai 74 tahun.

65

Rentang umur pasien pada penelitian ini bervariasi yaitu mulai dari umur 30 tahun

sampai 74 tahun dengan jumlah terbanyak pada rentang umur 40-49 tahun. Pada

subtipe molekular luminal dan triple negative, jumlah terbanyak pada rentang

umur 40-49 tahun. Pada subtipe molekular HER2 positif, jumlah terbanyak pada

rentang umur 40-49 tahun dan 50-59 tahun.

Tabel 5.1

Karakteristik Sampel Penelitian

Umur Subtipe Molekular Total,

n (%) Luminal,

n (%)

HER2 positif,

n (%)

Triple Negative

n (%)

Rerata±SD 52,50±7,80 52,79±7,72 45,00±11,40 50,10±9,63

30-39 0 (0) 0 (0) 4 (28,6) 4 (9,5)

40-49 6 (42,9) 6 (42,9) 7 (50,0) 19 (45,2)

50-59 5 (35,7) 6 (42,9) 1 (7,1) 12 (28,6)

60-69 3 (21,4) 1 (7,1) 1 (7,1) 5 (11,9)

70-79 0 (0) 1 (7,1) 1 (7,1) 2 (4,8)

Berdasarkan diagnosis didapatkan sampel karsinoma payudara invasif tipe

tidak spesifik subtipe molekular luminal sebanyak 14 kasus (33,3%), subtipe

molekular HER2 positif sebanyak 14 kasus (33,3%) dan subtipe molekular triple

negative sebanyak 14 kasus (33,3%).

66

5.2 Ekspresi Survivin dengan Subtipe Molekular Luminal, HER2 Positif dan

Triple Negative berdasarkan Imunohistokimia

Pada penelitian ini didapatkan hasil seperti yang disajikan pada tabel 5.2

sebagai berikut:

Tabel 5.2

Hasil Analisis Hubungan antara Ekspresi Survivin dengan Subtipe Molekular

Subtipe

Molekular

Ekspresi Survivin Koefisien

Korelasi (λ)

p

Positif

n (%)

Negatif

n (%)

Luminal 9 (64,3) 5 (35,7)

HER2 positif 13 (92,9) 1 (7,1) 0,295 0,045

Triple negative 13 (92,9) 1 (7,1)

Berdasarkan data yang disajikan pada tabel 5.2 dapat disimpulkan bahwa

pada subtipe molekular luminal terdapat 9 kasus positif (64,3%) dan 5 kasus

negatif (35,7%). Pada subtipe HER2 positif terdapat 13 kasus positif (92,9%) dan

1 kasus negatif (7,1%). Pada subtipe triple negative terdapat 13 kasus positif

(92,9%) dan 1 kasus negatif (7,1%). Untuk mengetahui hubungan antara ekspresi

survivin dan subtipe molekular berdasarkan imunohistokimia, maka dilakukan uji

korelasi Lambda berdasarkan uji silang 3x2 dan uji Chi-Square menunjukkan

terdapat hubungan positif antara ekspresi survivin dengan subtipe molekular

(koefisien korelasi (λ)=0,295; p=0,045; p<0,05).

67

Rerata skor survivin pada subtipe molekular luminal adalah 5,00±4,69,

HER2 positif adalah 6,21±3,59 dan triple negative adalah 6,07±4,18 (Gambar

5.1).

Gambar 5.1

Rerata skor pada subtipe molekular luminal, HER2 positif dan triple negative.

Gambaran imunoreaktifitas survivin pada karsinoma payudara invasif tipe

tidak spesifik subtipe molekular luminal, HER2 positif dan triple negative dapat

dilihat pada gambar 5.2, 5.3, 5.4, 5.5, 5.6, 5.7 dan 5.8

Subtipe molekular luminal, A. ER positif

positif ≥ 1% terpulas pada nukleus, C. HER2 negatif

Ekspresi survivin pada karsinoma payudara invasif tipe tidak spesifik subtipe

molekular luminal, survivin

A

Gambar 5.2

Subtipe molekular luminal, A. ER positif ≥ 1% terpulas pada nukleus, B. PR

≥ 1% terpulas pada nukleus, C. HER2 negatif

Gambar 5.3

Ekspresi survivin pada karsinoma payudara invasif tipe tidak spesifik subtipe

molekular luminal, survivin terpulas pada nukleus dan sitoplasma >75% sel ganas

dengan intensitas kuat.

B C

68

≥ 1% terpulas pada nukleus, B. PR

Ekspresi survivin pada karsinoma payudara invasif tipe tidak spesifik subtipe

terpulas pada nukleus dan sitoplasma >75% sel ganas

Subtipe molekular HER2 positif, A. ER negatif , B. PR negatif , C. HER2 positif,

terpulas penuh kuat pada membran >10% sel

Ekspresi survivin pada karsinoma payudara invasif tipe tidak spesifik subtipe

molekular HER2 positif, survivin terpulas pada nukleus dan sitoplasma >75% sel

A

Gambar 5.4

Subtipe molekular HER2 positif, A. ER negatif , B. PR negatif , C. HER2 positif,

terpulas penuh kuat pada membran >10% sel-sel ganas.

Gambar 5.5

Ekspresi survivin pada karsinoma payudara invasif tipe tidak spesifik subtipe

molekular HER2 positif, survivin terpulas pada nukleus dan sitoplasma >75% sel

ganas dengan intensitas kuat.

B C

69

Subtipe molekular HER2 positif, A. ER negatif , B. PR negatif , C. HER2 positif,

Ekspresi survivin pada karsinoma payudara invasif tipe tidak spesifik subtipe

molekular HER2 positif, survivin terpulas pada nukleus dan sitoplasma >75% sel

Subtipe molekular triple

Ekspresi survivin pada karsinoma payudara invasif tipe tidak spesifik subtipe

molekular triple negative

A

Gambar 5.6

triple negative, A. ER negatif , B. PR negatif , C. HER2

negatif.

Gambar 5.7

Ekspresi survivin pada karsinoma payudara invasif tipe tidak spesifik subtipe

triple negative, survivin terpulas pada nukleus dan sitoplasma >75% sel

ganas dengan intensitas kuat.

B C

70

, A. ER negatif , B. PR negatif , C. HER2

Ekspresi survivin pada karsinoma payudara invasif tipe tidak spesifik subtipe

, survivin terpulas pada nukleus dan sitoplasma >75% sel

71

Gambar 5.8

Survivin terpulas pada sitoplasma dan nukleus sel-sel ganas tetapi tidak

terekspresi pada duktuli payudara normal.

72

BAB VI

PEMBAHASAN

6.1 Karakteristik Subyek Penelitian

Sampel penelitian karsinoma payudara invasif tipe tidak spesifik ini

menunjukkan rentang umur penderita yang bervariasi yaitu berkisar mulai dari

umur 30 tahun sampai 74 tahun, dengan rerata umur 50,10±9,63 tahun dan jumlah

terbanyak pada rentang umur 40-49 tahun (45,2%). Karsinoma payudara jarang

terjadi pada wanita umur dibawah 25 tahun tetapi insidennya meningkat pada

setelah umur 30 tahun. Umur rata-rata saat didiagnosis pada pasien karsinoma

payudara invasif wanita kulit putih adalah 61 tahun, 56 tahun pada wanita

Hispanic, dan 46 tahun untuk wanita Afrika-Amerika (Lester, 2015). Insiden

karsinoma payudara ER positif meningkat sesuai umur sedangkan insiden

karsinoma payudara ER negatif dan HER2 positif relatif stabil. Karsinoma

payudara ER positif ditemukan pada umur yang lebih tua, sedangkan ER negatif,

HER2 positif dan triple negative ditemukan pada umur yang lebih muda. Faktor-

faktor biologi yang berperanan dalam perbedaan ini belum sepenuhnya dimengerti

(Howlader et al., 2013; Lester, 2015).

6.2 Hubungan Ekspresi Survivin dengan Subtipe Molekular Luminal,

HER 2 Positif dan Triple Negative berdasarkan Imunohistokimia

Penelitian ini menggunakan 42 sampel yang dibagi menjadi tiga kelompok yaitu

karsinoma payudara invasif tipe tidak spesifik subtipe molekular luminal

73

sebanyak 14 kasus (33,3%), subtipe molekular HER2 positif sebanyak 14 kasus

(33,3%) dan subtipe triple negative sebanyak 14 kasus (33,3%). Terdapat tiga

subtipe molekular utama pada karsinoma payudara yaitu luminal, HER2 positif

dan triple negative. Luminal merupakan subtipe molekular yang paling sering

ditemukan yaitu 65% dari populasi karsinoma payudara. Luminal dibedakan

menjadi proliferasi rendah dan proliferasi tinggi, biasanya dengan derajat

diferensiasi histologi yang rendah sampai sedangdan dengan mutasi BRCA2 pada

subtipe molekular luminal proliferasi tinggi. Subtipe molekular luminal

mempunyai perjalanan akhir penyakit yang lebih baik dibandingkan subtipe

lainnya. HER2 positif ditemukan pada 20% karsinoma payudara, dengan derajat

diferensiasi histologi yang lebih tinggi, mempunyai ekspresi tinggi HER2 dan

mutasi TP53. Triple negative ditemukan pada 15% karsinoma payudara. Terdapat

enam kelompok subtipe triple negativeyaitu basal-like 1 (BL1), basal-like 2

(BL2), immunomodulatory (IM), mesenchymal (M), mesenchymal stem-like (MSL)

dan luminal androgen receptor (LAR).Triple negativemempunyai derajat

diferensiasi histologi yang tinggi serta mutasi pada BRCA1 dan TP53. HER2

positif dan triple negativemempunyai prognosis yang lebih buruk dalam lima

tahun pertama setelah di diagnosis (Shubbar, 2012; Wu dan Sahin., 2014; Lester,

2015).

Pada umumnya, ekspresi survivin pada karsinoma payudara invasif berkisar mulai

70,7% sampai 90,2% dan tidak terekspresi pada jaringan payudara normal.

Ekspresi survivin yang tinggi pada karsinoma payudara berhubungan dengan

prognosis buruk, perilaku yang agresif, tingkat kekambuhan yang tinggi dan

74

peningkatan resistensi terhadap terapi (Youssef et al., 2008). Pada penelitian ini,

ekspresi survivin yang positif dideteksi pada 83,3% kasus. Ekspresi survivin

positif pada subtipe molekular luminal sebanyak 64,3% (n=9), ekspresi survivin

positif pada subtipe HER2 positif92,9% (n=13)dan ekspresi survivin positif pada

subtipe molekular triple negative92,9% (n=13). Kemudian dengan

menggunakanuji korelasi lambda berdasarkan uji silang 3x2 dan uji chi square

didapatkan hubungan yang positifdan secara statistik bermakna antara ekspresi

survivin dengan subtipe molekular luminal, HER2 positif dan triple negativepada

karsinoma payudara invasif tipe tidak spesifik. Hal ini didukung pula dengan hasil

rerata skor survivin pada subtipe molekular luminal lebih rendah dibandingkan

rerata skor survivin pada subtipe molekular HER2 positif dan triple negative.

Hal ini sesuai dengan penelitian Youssef et al, 2008bahwa terdapat

hubungan antara ekspresi survivin dengan subtipe molekular. Didapatkan tingkat

ekspresi survivin positif lebih tinggi secara bermakna pada subtipe molekular

triple negatif dan HER2 positif dibandingkan subtipe molekular luminal.

Sedangkan Debeb et al, 2015 mendapatkan ekspresi survivin lebih tinggi pada

karsinoma payudara triple negative, dibandingkan subtipe molekular lainnya.

Triple negative merupakan subtipe molekular yang lebih agresif dan mempunyai

prognosis yang lebih buruk dibandingkan subtipe molekular lainnya. Ekspresi

survivin juga ditemukan lebih tinggi pada karsinoma payudara ER negatif

dibandingkan ER positif. Penelitian lain menunjukkan ekspresi survivin

berhubungan positif dengan derajat diferensiasi dan subtipe molekular HER2

positif(Cosgrave et al., 2006).

75

Karsinoma payudara ER positif atau subtipe molekular luminal mempunyai

karakteristik stress oksidatif yang tinggi. Stres oksidatif menyebabkan kerusakan

DNA atau peroksidase lipid, ditemukan pada karsinoma payudara ER positif.

Oksidase NADPH dan mitokondria dapat menginduksi stress oksidatif dengan

menghasilkan reactive oxygen species (ROS) seperti superoxide,

hydrogenperoxide dan peroxynitrite akan meningkatkan peroksidase lipid dan

kerusakan DNA. Stres oksidatif yang tinggi akan menyebabkan apoptosis yang

diperantarai mitokondria. Stres oksidatif yang tinggi akan menyebabkan

menurunnya ekspresi survivin pada karsinoma payudara subtipe molekular

luminal (Pervin et al., 2013).

Ekspresi berlebihan HER2 akan menurunkan apoptosis melalui jalur intrinsik

dan ekstrinsik. HER2 merupakan aktivator jalur PI3K-AKT yang berperanan

dalam menekan apoptosis. HER2 akan mengaktifkan sinyal PI3K-AKT yang

secara langsung akan menekan FOXO1/3a melalui fosforilasi. AKT juga akan

menghambat TP53. Penekanan FOXO1/3a dan penghambatan TP53 akan

meningkatkan ekspresi survivin dan menghambat apoptosis. Sehingga ekspresi

survivin yang tinggi ditemukan pada karsinoma payudara subtipe molekular

HER2 positif (Cosgrave et al., 2006; Carpenter dan Lo., 2013).

Karsinoma payudara subtipe molekular triple negative mempunyai

karakteristik kehilangan PTEN, aktivasi jalur PI3K-AKT dan mutasi TP53

sehingga akan meningkatkan ekspresi survivin. Lebih dari 80% carrier mutasi

BRCA1 adalah karsinoma payudara triple negative. Penderita dengan mutasi

BRCA1 mempunyai gangguan dalam perbaikan DNA sehingga karsinoma

76

payudara triple negative mempunyai derajat diferensiasi yang buruk, malignansi

yang tinggi, lebih agresif dan perjalanan akhir penyakit yang buruk (Chen dan

Russo., 2009; Bertucci et al., 2012).

Pada 35 kasus dengan ekspresi survivin yang positif, didapatkan persentase,

intensitas dan lokasi pulasan yang bervariasi. Survivin terpulas pada nukleus dan

atau sitoplasma. Perbedaan fungsi protein survivin pada lokasi pulasan yang

berbeda masih merupakan kontroversi. Penelitian sebelumnya menjelaskan

perbedaan lokasi pulasan survivin dan hubungannya dengan prognosis.

Disebutkan survivin mempunyai lokasi pada nukleus dan atau sitoplasma, dimana

kedua lokasi ini berbeda secara immunohistokimia dan hanya survivin pada

sitoplasma yang mengalami fosforilasi. Fosforilasi survivin diperlukan untuk

inhibisi apoptosis. Sedangkan survivin pada nukleus tidak mengalami fosforilasi

sehingga ekspresi survivin pada nukleus berhubungan dengan prognosis yang

lebih baik dan favourable outcome (Youssef et al., 2008; Jha et al., 2012).

Penelitian lain menyebutkan survivin yang berlokasi pada nukleus berfungsi

untuk mengontrol pembelahan sel dan merupakan indikator prognosis yang buruk.

Survivin pada sitoplasma yang berhubungan dengan fungsi anti apoptosis tidak

mempunyai efek prognosis yang bermakna (Joanna et al., 2012). Pada penelitian

ini tidak mencari hubungan antara lokasi pulasan survivin dengan faktor

prognosis.

Sebagai simpulan, pada penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat

hubungan positif antara ekspresi survivin dengan subtipe molekular berdasarkan

imunohistokimia yaitu ekpresi survivin ditemukan lebih rendah pada subtipe

77

molekular luminal dan lebih tinggi pada subtipe molekular HER2 positif dan

triple negative. Survivin bisa digunakan sebagai penanda tingkat agresifitas tumor

berdasarkan subtipemolekular sehingga bisa menentukan prognosis dan

kemungkinan pemanfaatan survivin sebagai target terapi pada karsinoma

payudara tipe tidak spesifik.

78

BAB VII

SIMPULAN DAN SARAN

7.1 Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian maka dapat disimpulkan sebagai berikut:

Terdapat hubungan positif antara ekspresi survivin dengan subtipe molekular

berdasarkan imunohistokimia pada karsinoma payudara invasif tipe tidak

spesifik.

7.2 Saran

1. Ekspresi survivin dapat digunakan sebagai penanda tingkat agresifitas tumor

berdasarkan subtipe molekular dan berkaitan dengan faktor prognosis yang

lebih buruk sehingga dapat dipakai untuk petunjuk klinis yang berhubungan

dengan prognosis dan terapi, termasuk pemanfaatan survivin sebagai target

terapi agar penanganan karsinoma payudara invasif tipe tidak spesifik dapat

dilakukan lebih baik lagi.

2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui perbedaan ekspresi

survivin diantara kelompok subtipe karsinoma payudara triple negative dan

luminal proliferasi rendah serta proliferasi tinggi sehingga bisa menentukan

prognosis.

79

DAFTAR PUSTAKA

Allison, K.H. 2012. Molecular Pathology of Breast Cancer: What a Pathologist

Needs to Know. American Journal Clinical Pathology, 138: 770-780.

Anonim. 2010. Pedoman Teknis Pengendalian Kanker Payudara dan Kanker

Leher Rahim. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.

Bertucci, F., Finetti, P., Birnbaum, D. 2012. Basal Breast Cancer: A Complex and

Deadly Molecular Subtype. Current Molecular Medicine,12: 96-110.

Blanchard, Z., Paul, B.T., Craft, B., Elshamy, W.M. 2015. BRCA1-IRIS

Inactivation Overcomes Paclitaxel Resistance in Triple Negative Breast

Cancers. Breast Cancer Research, 17(5).

Boder, J.M.E. 2013. Nuclear Morphometry, Apoptotic and Mitotic Indices, and

Tubular Differentiation in Lybian Breast Cancer (tesis). Turku:University

of Turku.

Brennan, D.J., Rexhepaj, E, O’Brien, S.L., McSherry, E., O’ Connor, D., Fagan,

A., Culhane, A.C., Higgins, D.G., Jirstorm, K., Millikan, R.C., Landberg,

G., Duffy, M.J., Hewitt, S.M., Gallagher, W.M. 2008. Altered

Cytoplasmic to Nuclear Ratio of Survivin Is a Prognostic Indicator in

Breast Cancer. Clin Cancer Res, 14(9). Available from:

http://www.clincancerres.aacrjournal. Accessed Februari 8 2015.

Carpenter, R.L., Lo, H.W. 2013. Regulation of Apoptosis by HER2 in Breast

Cancer. J Carcinog Mutagen, S7: 003. Available from:

http://dx.doi.org/10.4172/2157-2518. Accessed Februari 8 2015.

Chen, J.Q., Russo, J. 2009. ERα-Negative and Triple Negative Breast Cancer:

Molecular Features and Potential Therapeutic Approaches. Biochim

Biophys Acta, 1796(2): 162-175.

Cheung, C.H., Huang, C.C., Tsai, F.Y., Lee, J.Y., Cheng, S.M., Chang, Y.C.,

Huang, Y.C., Chen, S.H., Chang, J.Y. 2013. Survivin-Biology and

Potential as a Therapeutic Target in Oncology. Onco Targets and Therapy,

6: 1453-1462.

80

Choccalingam, C., Rao, L. 2013. Learning Experience in Immunohistochemical

Reporting of Breast Cancer at a Rural Tetiary Hospital in India: a

Comparison in Initial and Reviewed Reporting of ER, PR, HER2 Status.

The Internet Journal of Pathology, 13:1.Available from:

https://ispub.com/IJPA/13/1/11013. Accessed April 4 2015.

Choene, M., Mthembu, N., Dlamini, Z., Mokgotho, M., Wachira, J., Motadi, L.

2012. Breast Cancer: Small Molecules targeting Apoptosis, a Prospective

Approach to Safe Scientific Success. Advance in Bioscience and

Biotechnology, 3: 833-844. Available from:

http://dx.doi.org/10.4236/1bb.2012.37104. Accessed February, 2 2015.

Colditz, G., Chia, K.S. 2012. Invasive Breast Carcinoma: Introduction and

General Feature. In: Lakhani, S.R., Ellis, I.O., Schnitt, S.J., Tan, P.H.,

Vijver, M.J., editors. WHO Classification of Tumours of the Breast Fourth

Edition.Lyon: International Agency for Research on Cancer.p. 14-17.

Cosgrave, N., Hill, A.D., Young, L.S. 2006. Growth Factor Dependent Regulation

of Survivin by C-myc in Human Breast Cancer. Journal of Molecular

Endrocrinology, 37: 377-390.

Debeb, B.G., Smith, D.L., Li, L., Larson, R., Xu, W., Woodward, W.A. 2015.

Differential Effect of Phosphorylation Defective Survivin on Radiation

Response in Estrogen Receptor Positive and Negative Breast Cancer. Plos

one journal,10(3).

Direktorat Jendral Pelayanan Medik. 2005. Kanker di Indonesia Tahun 2005. Data

Histopatologik. Jakarta: Departemen Kesehatan R.I.

Direktorat Jendral Pelayanan Medik. 2010. Kanker di Indonesia Tahun 2010. Data

Histopatologik. Jakarta: Departemen Kesehatan R.I.

Doolitle, H., More, A., Talbot, D. 2010. Survivin-Directed Anticancer Therapies-

A Review of Pre-Clinical and Early-Phase Clinical Trials. European

Oncology, 6(1): 4-10.

Ellis, I.O., Collins, L., Ichihara, S., MacGrogan, S. 2012. Invasive Carcinoma of

No Special Type. In: Lakhani, S.R., Ellis, I.O., Schnitt, S.J., Tan, P.H.,

Vijver, M.J., editors. WHO Classification of Tumours of the Breast Fourth

Edition.Lyon: International Agency for Research on Cancer.p. 34-38.

81

Falck, A.K., Ferno, M., Bendahl, P.O., Ryden, L.2013. St Gallen Molecular

Subtypes in Primary Breast Cancer and Matched Lymp Node Metastases-

Aspect on Distribution and Prognosis for Patients with Luminal A

Tumours: Result from a Proapective Randomised Trial. BMC Cancer, 13:

558. Available from: http://www.biomedcentral.com. Accessed Maret 7

2015.

Fukuda, S., Pelus, L.M. 2006. Survivin, a Cancer Target with an Emerging Role

in Normal Adult Tissues. Mol Cancer Ther, 5(5). Available from:

http://www.mct.accrjournals.org. Accessed Januari 7 2015.

Goksel, G., Taneli, F., Uslu, R., Ulman, C., Coskun, T., Kandiloglu, A.R. 2007.

Serum Her-2/neu and Survivin Levels and Their Relationship to

Histological Parameters in Early-stage Breast Cancer. The Journal of

International Medical Research, 35: 165-172.

Hmeljak, J., Cor, A. 2012. The Central Role of Survivin in Proliferation and

Apoptosis of Malignant Pleural Mesothelioma. Available from:

http://www.intechopen.com/articles/show/title/the-central-role-of-

survivin-inproliferation-and-apoptosis-in malignant-pleural-mesothelioma.

Hoda, S.Y (a).2014. Anatomy and Physiologic Morphology. In Hoda S.Y., Brogi

E., Koerner F.C., Rosen P.P., editors. Rosen’s Breast Pathology, Fourth

Edition. Philadelphia: Lippincott Williams and Wilkins. p. 1-26.

Hoda, S.Y (b). 2014. Invasive Ductal Carcinoma: Assessment of Prognosis with

Pleomorphic and Biologic Markers. In Hoda S.Y., Brogi E., Koerner F.C.,

Rosen P.P., editors. Rosen’s Breast Pathology, Fourth Edition.

Philadelphia: Lippincott Williams and Wilkins. p. 413-467.

Howlader, N., Altekruse, S.F., Li, C.I., Chen, V.W., Clarke, C.A., Ries, L.A.,

Cronin, K.A. 2013. US Incidence of Breast Cancer Subtypes Defined by

Joint Hormone Receptor and HER2 Status. J Natl Cancer Inst, 106(5):

1-8.

Jha, K., Kumar, M., Shukla, V.K., Pandey, M. 2012. Survivin Expression and

Correlation with Clinico-pathological Parameters in Breast Cancer. World

J Pathol, 1:23-30.

82

Joanna, W.S., Anna, J., Ryszard, W., Wlodzimierz, L., Maciej, B., Agata, C.,

Daria, B.B., Violet, S., Marek, R. 2012. Survivin-Prognostic Tumor

Biomarker in Human Neoplasm-Review. Ginecol Pol, 83, 537-540.

Kelly, R.J., Chavez. A.L., Citrin, D., Janik, J.E., Morris, J.C. 2011. Impacting

Tumor Cell-fate by Targetting the Inhibitor of Apoptosis Protein Survivin.

Mollecular cancer, 10:35. Available from: http://www.molecular-

cancer.com/content/10/1/35. Accessed Januari 4 2015

Kruyt, F.A., Rodriguez, J.A., Giaccone, G. 2008. Apoptosis Pathways and New

Anticancer Agents. In: Bronchud, M.H., Foote, M., Giaccone, G.,

Olopade, O., Workman, P, editors. Principles of Molecular Oncology

Third Edition. New Jersey: Totowa. p. 257-268.

Kumar, V., Abbas, A.K., Fausto, N., Aster, J.C. 2015. Cellular Responses to

Stress and Toxic Insult: Adaptation, Injury, and Death. Robbin and

Cotran’s Pathology Basic of Diseases. Philadelphia: Saunders Elsevier. p.

1-26.

Lester, S.C. 2015. The Breast. In: Kumar, V., Abbas, A.K., Fausto, N., Aster, J.C.,

editors. Robbin and Cotran’s Pathology Basic of Diseases Eighth

Edition.Philadelphia: Saunders Elsevier. p. 1043-1071.

Lv, Y.G., Yu, F., Yao, Q., Chen, J.H., Wang, L. 2010. The Role of Survivin in

Diagnosis, Prognosis and Treatment of Breast Cancer. J Thorac Dis, 2:

100-110.

Menteri Kesehatan Republik Indonesia. 2010. Pedoman Teknis Pengendalian

Kanker Payudara dan Kanker Leher Rahim. Kementerian Kesehatan

Republik Indonesia.

Mita, A.C., Mita, M.M., Nawrocki, S.T., Giles, F.J. 2008. Survivin: Key

Regulator of Mitosis and Apoptosis and Novel Target for Cancer

Therapeutics. Clin Cancer Res, 14(16).

Moelans, C.B., Diest, P.J. 2013. Breast: Ductal Carcinoma. Atlas Genet Cytogenet

Oncol Haematol, 17(3).

83

Mohabat, M., Narendran, A., Riabowo,l K. 2014. Survivin as a Preferential Target

for Cancer Therapy. Int. J. Mol. Sci, 15: 2494-2516.

Morrow M., Rutgers, E. 2012. Invasive Breast Carcinoma: Introduction and

General Features. In: Lakhani S.R., Ellis I.O., Schnitt S.J., Tan P.H.,

Vijver M.J, editors. WHO Classification of Tumours of the Breast.Lyon:

IARC. p.14-31.

Owens, T.W., Gilmore, A.P., Streuli, C.H., Foster, F.M. 2013. Inhibitor of

Apoptosis Proteins: Promising Targets for Cancer Therapy. J

Carcinogenesis Mutagene, S14. Available from:

http://dx.doi.org/4172/2157-2518.S4-004. Accessed January, 16 2015.

Pennati, M., Folini, M., Zaffaroni, N. 2007. Targeting Survivin in Cancer

Therapy: Fulfilled Promise and Open Questions. Carcinogenesis, vol 6:

1133-1139.

Pervin, S., Tran, L., Urman, M., Parveen, M., Li, S.A., Chaudhuri, G., Singh, R.

2013. Oxidative Stress Specifically Downregulates Survivin to Promote

Breast Tumour Formation. British Journal of Cancer, 108: 848-858.

Ranade, K.J., Nerurkar, A.V., Phulpagar, M.D., Shirsat, N.V. 2009. Expression os

Survivin and P53 Proteins and their Correlation with Hormon Receptor

Status in Indian Breast Cancer Patients. Indian Journal of Medical

Sciences, Vol 63, 11: 481-490.

Rakha, E.A., Pinder, S.E., Bartlett, J.M., Ibrahim, M., Starczynski, J., Carder,

E.P., Provenzano, E., Hanby, A., Hales, S., Lee, A.H., Ellis, I.O. 2014.

Update UK Recommendation for HER2 Assessment in Breast Cancer.

Journal Clinical Pathology; 10: 1-7.

Rosai, J. 2011.Breast. Rosai and Ackerman’s Surgical Pathology Tenth Edition.

London: Mosby Elsevier. p. 1659-1770.

Sarti, M., Pinto, S., Limoni, C., Carbone, G.M., Pagani, O., Cavalli, F., Catapano,

C.V. 2013. Differential Expression of Testin and Survivin in Breast

Cancer Subtypes. Oncology Reports, 30: 824-832.

84

Schnitt, S.J., Collins, L.C. 2009. Normal Anatomy and Histology. Biopsi

Interpretation of the Breast. Philadelphia: Lippincott Williams and

Wilkins. p.1-21.

Shubbar, E. 2012. Analysis of Novel Biomarkers for Unfavorable Breast Cancer

Prognosis (tesis). Gothenburg:University of Gothenburg.

Silva, A.R., Zucoloto, S. 2008. Expression of Apoptosis Related Protein Bcl-2

Correlates with Breast Carcinomas of Luminal or Basal-like Subtype.

Basic and Applied Pathology, 1: 113-119.

Tamaki, M., Kamio, T., Kameoka, S., Kojimahara, N., Nishikawa, T. 2013. The

Relevance of the Intrinsic Subtype to the Clinicopathological Features and

biomarkers in Japanese Breast Cancer Patients. World Journal of Surgical

Oncology, 11: 293. Available from:

http://www.wjso.com/content/11/1/293. Accessed Maret, 16 2015.

Tavassoli, F.A., Eusebi V. 2009. AFIP Atlas of Tumor Pathology Series 4 Tumors

of the Mammary Gland. Washington: American Registry of Pathology and

Armed Forces Institute of Pathology. p. 1-19; 123-148; 149-172.

Teng, L.S., Zheng, Y., Wang, H. 2007. BRCA1/2 Associated Hereditary Breast

Carcinoma. Journal of Zhejiang University ScienceB, 9(2): 85-89.

Tsai, W.C., Chu, C.H., Yu, C.P., Sheu, L.F., Chen, A., Chiang, H., Jin, J.S. 2008.

Matriptase and Survivin Expression Associated with Tumor Progression

and Malignant Potential in Breast Cancer of Chinese Women: Tissue

Microarray Analysis of Immunostaining Scores with Clinicopathological

Parameters. Disease Marker, 24: 89-99.

Vegran, F., Boidot, R., Bonnetain, F., Cadouot, M., Chevrier, S., Nacol, S.L.

2011. Apoptosis Gene Signature of Survivin and its Splice Variant

Expression in Breast Carcinoma. Endocrine Related Cancer, 18: 783-792.

Available from: http://www.endocrinology-journals.org. Accessed Januari

9 2015.

Wang, S., Bai, L., Lu, J., Liu, L., Yang, C.Y. 2012. Targeting Inhibitor of

Apoptosis Proteins (IAPs) for New Breast Cancer Therapeutics. J

Mammary Gland Biol Neoplasia, 17(3-4): 217-228.

85

Wong, R.S. 2011. Apoptosis in Cancer: from Pathogenesis to Treatment. Journal

of Experimental and Clinical Cancer Research, 30: 87.

Wu, Y., Sahin, A.A. 2014. Molecular Classification and Testing of Breast

Carcinoma. In Hoda S.Y., Brogi E., Koerner F.C., Rosen P.P., editors.

Rosen’s Breast Pathology, Fourth Edition. Philadelphia: Lippincott

Williams and Wilkins. p. 1337-1349.

Yamashita, S.I., Masuda, Y., Kurizaki, T., Haga, Y., Murayama, T., Ikei, S.,

Kamei, M., Takeno, S., Kawahara, K. 2007. Survivin Expression Predicts

Early Recurrence in Early-stage Breast Cancer. Anticancer Research, 27:

2803-2808.

Youssef, N.S., Hewedi, I.H., Raboh, N.M. 2008. Immunohistochemical

Expression of Survivin in Breast Carcinoma: Relationship with

Clinicopathological Parameters, Proliferation and Molecular

Classification. Journal of the Egyptian Nat Cancer Instl, Vol, 20, 4: 348-

357.

86

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Keterangan Kelaikan Etik

87

Lampiran 2. Amandemen Keterangan Kelaikan Etik

88

Lampiran 3. Surat Ijin Penelitian

89

Lampiran 4. Amandemen Surat Ijin Penelitian

90

Lampiran 5. Data Subyek Penelitian

No No PA Umur Diagnosis Subtipe Molekular

Persentase Intensitas Skor Survivin Keterangan

1 566/PP/2015 66 NST grade 1 Luminal 4 3 12 Positif Inti dan sitoplasma

2 723/PP/2015 52 NST grade 1 Luminal 0 0 Negatif

3 802/PP/2015 50 NST grade 1 Luminal 2 2 4 Positif Sitoplasma

4 2371/PP/2015 47 NST grade 1 Luminal 0 0 Negatif

5 244/PP/2015 55 NST grade 2 Luminal 3 2 6 Positif Sitoplasma

6 1033/PP/2014 46 NST grade 2 Luminal 2 2 4 Positif Inti dan sitoplasma

7 189/PP/2014 49 NST grade 2 Luminal 4 2 8 Positif Inti dan sitoplasma

8 2730/PP/2014 40 NST grade 2 Luminal 3 2 6 Positif Sitoplasma

9 3385/PP/2014 65 NST grade 2 Luminal 0 0 Negatif

10 3403/PP/2014 61 NST grade 2 Luminal 0 0 Negatif

11 4964/PP/2014 49 NST grade 3 Luminal 4 3 12 Positif Inti dan sitoplasma

12 2583/PP/2014 56 NST grade 3 Luminal 4 3 12 Positif Inti dan sitoplasma

13 416/PP/2013 43 NST grade 3 Luminal 0 0 Negatif

14 413/PP/2013 56 NST grade 3 Luminal 3 2 6 Positif Inti dan sitoplasma

15 592/PP/2015 54 NST grade 2 HER2 + 4 2 8 Positif Sitoplasma

16 650/PP/2015 60 NST grade 2 HER2 + 4 2 8 Positif Sitoplasma

17 1000/PP/2015 40 NST grade 3 HER2 + 0 0 Negatif

18 1267/PP/2015 48 NST grade 3 HER2 + 2 3 6 Positif Inti dan sitoplasma

19 430/PP/2015 53 NST grade 3 HER2 + 4 3 12 Positif Inti dan sitoplasma

20 149/PP/2015 72 NST grade 3 HER2 + 2 3 6 Positif Inti dan sitoplasma

21 2273/PP/2014 49 NST grade 3 HER2 + 3 2 6 Positif Sitoplasma

22 3671/PP/2014 49 NST grade 3 HER2 + 4 2 8 Positif Inti dan sitoplasma

23 3929/PP/2014 58 NST grade 3 HER2 + 1 1 1 Positif Inti dan sitoplasma

24 4964/PP/2014 49 NST grade 3 HER2 + 4 2 8 Positif Sitoplasma

25 3015/PP/2014 52 NST grade 3 HER2 + 2 2 4 Positif Sitoplasma

26 2016/PP/2014 44 NST grade 2 HER2 + 1 2 2 Positif Inti

27 1513/PP/2014 57 NST grade 2 HER2 + 4 3 12 Positif Inti dan sitoplasma

28 2404/PP/2014 54 NST grade 3 HER2 + 2 3 6 Positif Inti dan sitoplasma

29 2289/PP/2015 38 NST grade 3 Triple negative 4 3 12 Positif Inti dan sitoplasma

30 592/PP/2015 45 NST grade 3 Triple negative 2 2 4 Positif Inti

31 3671/PP/2014 74 NST grade 3 Triple negative 4 3 12 Positif Inti dan sitoplasma

32 3929/PP/2014 61 NST grade 3 Triple negative 2 3 6 Positif Sitoplasma

33 5845/PP/2014 46 NST grade 2 Triple negative 2 3 6 Positif Sitoplasma

34 739/PP/2014 47 NST grade 3 Triple negative 3 3 9 Positif Inti dan sitoplasma

35 1598/PP/2014 37 NST grade 2 Triple negative 2 3 6 Positif Inti dan sitoplasma

36 445/PP/2014 45 NST grade 2 Triple negative 4 3 12 Positif Inti dan sitoplasma

37 3406/PP/2014 50 NST grade 3 Triple negative 0 0 Negatif

38 5497/PP/2014 42 NST grade 2 Triple negative 1 2 2 Positif Sitoplasma

39 5847/PP/2014 31 NST grade 3 Triple negative 3 3 9 Positif Sitoplasma

40 3659/PP/2014 30 NST grade 3 Triple negative 1 2 2 Positif Sitoplasma

41 1032/PP/2014 43 NST grade 3 Triple negative 1 1 1 Positif Sitoplasma

42 789/PP/2013 41 NST grade 3 Triple negative 2 2 4 Positif Inti

91

Lampiran 6. Deskriptif Statistik Rerata Umur

Statistic Std. Error

UMUR

Mean 50.10 1.486

95% Confidence Interval for

Mean

Lower Bound 47.09

Upper Bound 53.10

5% Trimmed Mean 49.91

Median 49.00

Variance 92.771

Std. Deviation 9.632

Minimum 30

Maximum 74

Range 44

Interquartile Range 12

Skewness .365 .365

Kurtosis .393 .717

Descriptives

SUBTYPE MOLEKULAR Statistic Std. Error

UMUR

Luminal

Mean 52.50 2.085

95% Confidence Interval for Mean

Lower Bound 47.99

Upper Bound 57.01

5% Trimmed Mean 52.44

Median 51.00

Variance 60.885

Std. Deviation 7.803

Minimum 40

Maximum 66

Range 26

Interquartile Range 11

Skewness .335 .597

Kurtosis -.580 1.154

HER2 +

Mean 52.79 2.065

95% Confidence Interval for Mean

Lower Bound 48.32

Upper Bound 57.25

5% Trimmed Mean 52.43

Median 52.50

Variance 59.720

Std. Deviation 7.728

Minimum 40

Maximum 72

Range 32

Interquartile Range 9

Skewness .904 .597

92

Kurtosis 2.126 1.154

Triple

negative

Mean 45.00 3.047

95% Confidence Interval for

Mean

Lower Bound 38.42

Upper Bound 51.58

5% Trimmed Mean 44.22

Median 44.00

Variance 130.000

Std. Deviation 11.402

Minimum 30

Maximum 74

Range 44

Interquartile Range 10

Skewness 1.305 .597

Kurtosis 2.454 1.154

Crosstab

Subtype_molekuler

Total

Luminal HER2 Positif Triple negatif

Kat_umur 30 - 39

tahun

Count 0 0 4 4

% within

Subtype_molekuler .0% .0% 28.6% 9.5%

40 - 49

tahun

Count 6 6 7 19

% within

Subtype_molekuler 42.9% 42.9% 50.0% 45.2%

50 - 59

tahun

Count 5 6 1 12

% within

Subtype_molekuler 35.7% 42.9% 7.1% 28.6%

60 - 69

tahun

Count 3 1 1 5

% within

Subtype_molekuler 21.4% 7.1% 7.1% 11.9%

70 – 79

tahun

Count 0 1 1 2

% within

Subtype_molekuler .0% 7.1% 7.1% 4.8%

Total Count 14 14 14 42

% within

Subtype_molekuler 100.0% 100.0% 100.0% 100.0%

93

Lampiran 7. Analisis Statistik Uji Korelasi Lambda dan Uji Chi Square

Crosstab

Subtype_molekuler

Total

Luminal HER2 Positif Triple negatif

Ekspresi_Survivin Positif Count 9 13 13 35

% within

Subtype_molekuler 64.3% 92.9% 92.9% 83.3%

Negatif Count 5 1 1 7

% within

Subtype_molekuler 35.7% 7.1% 7.1% 16.7%

Total Count 14 14 14 42

% within

Subtype_molekuler 100.0% 100.0% 100.0% 100.0%

Correlations

SUBTYPE

MOLEKULAR SURVIVI

N

Kendall's tau_b

SUBTYPE MOLEKULAR

Correlation Coefficient 1.000 .295*

Sig. (2-tailed) . .045

N 42 42

SURVIVIN

Correlation Coefficient .295* 1.000

Sig. (2-tailed) .045 .

N 42 42

*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).

Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig. (2-sided)

Pearson Chi-Square 5.486a 2 .064

Likelihood Ratio 5.188 2 .075

Linear-by-Linear Association 4.016 1 .045

N of Valid Cases 42

a. 3 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 2.33.

94

Lampiran 8. Deskriptif Statistik Rerata Skor

SUBTYPE MOLEKULAR Statistic Std. Error

SKOR

Luminal

Mean 5.00 1.254

95% Confidence Interval for Mean

Lower Bound 2.29

Upper Bound 7.71

5% Trimmed Mean 4.89

Median 5.00

Variance 22.000

Std. Deviation 4.690

Minimum 0

Maximum 12

Range 12

Interquartile Range 9

Skewness .376 .597

Kurtosis -1.208 1.154

HER2 positif

Mean 6.21 .962

95% Confidence Interval for

Mean

Lower Bound 4.14

Upper Bound 8.29

5% Trimmed Mean 6.24

Median 6.00

Variance 12.951

Std. Deviation 3.599

Minimum 0

Maximum 12

Range 12

Interquartile Range 5

Skewness -.110 .597

Kurtosis -.301 1.154

Triple

negative

Mean 6.07 1.117

95% Confidence Interval for

Mean

Lower Bound 3.66

Upper Bound 8.48

5% Trimmed Mean 6.08

Median 6.00

Variance 17.456

Std. Deviation 4.178

Minimum 0

Maximum 12

Range 12

Interquartile Range 8

Skewness .207 .597

Kurtosis -1.246 1.154