Upload
khangminh22
View
1
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
HUBUNGAN POSITIF EKSPRESI SURVIVIN DENGAN
SUBTIPE MOLEKULAR BERDASARKAN
IMUNOHISTOKIMIA PADA
KARSINOMA PAYUDARA INVASIF
TIPE TIDAK SPESIFIK
PROGRAM PASCA
UNIVERSITAS UDAYANA
TESIS
HUBUNGAN POSITIF EKSPRESI SURVIVIN DENGAN
SUBTIPE MOLEKULAR BERDASARKAN
IMUNOHISTOKIMIA PADA
KARSINOMA PAYUDARA INVASIF
TIPE TIDAK SPESIFIK
LUH DEWI RAHAYU
PROGRAM PASCA SARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2015
HUBUNGAN POSITIF EKSPRESI SURVIVIN DENGAN
SUBTIPE MOLEKULAR BERDASARKAN
HUBUNGAN POSITIF EKSPRESI SURVIVIN DENGAN
SUBTIPE MOLEKULAR BERDASARKAN
IMUNOHISTOKIMIA PADA
KARSINOMA PAYUDARA INVASIF
TIPE TIDAK SPESIFIK
PROGRAM STUDI
PROGRAM PASCA SARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
TESIS
HUBUNGAN POSITIF EKSPRESI SURVIVIN DENGAN
SUBTIPE MOLEKULAR BERDASARKAN
IMUNOHISTOKIMIA PADA
KARSINOMA PAYUDARA INVASIF
TIPE TIDAK SPESIFIK
LUH DEWI RAHAYU
NIM 1214098101
PROGRAM MAGISTER
PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK
PROGRAM PASCA SARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2015
HUBUNGAN POSITIF EKSPRESI SURVIVIN DENGAN
SUBTIPE MOLEKULAR BERDASARKAN
ii
HUBUNGAN POSITIF EKSPRESI SURVIVIN DENGAN
SUBTIPE MOLEKULAR BERDASARKAN
IMUNOHISTOKIMIA PADA
KARSINOMA PAYUDARA INVASIF
TIPE TIDAK SPESIFIK
Tesis untuk Memperoleh Gelar Magister
pada Program Magister, Program Studi Biomedik
Program Pascasarjana Universitas Udayana
LUH DEWI RAHAYU
NIM 1214098101
PROGRAM MAGISTER
PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK
PROGRAM PASCA SARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2015
iii
Lembar Persetujuan Pembimbing
THESIS INI TELAH DISETUJUI
PADA TANGGAL 5 OKTOBER 2015
Pembimbing I, Pembimbing II,
Prof. dr. I Gusti Alit Artha, MS,Sp.PA(K),MIAC dr. Herman Saputra,Sp.PA (K)
NIP. 194604031979031001 NIP. 197303112002121002
Mengetahui,
Ketua Program Studi
Pendidikan Dokter Spesialis-1 Patologi Anatomi
Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/RSUP Sanglah Denpasar
DR. dr. I Gusti Ayu Sri Mahendra Dewi, Sp.PA (K)
NIP. 196502011996012001
iv
Lembar Penetapan Panitia Penguji
Tesis Ini Telah Diuji pada
Tanggal 28 September 2015
Panitia Penguji Tesis Berdasarkan SK Rektor Universitas Udayana,
Nomor: 2804/UN14.4/HK/2015, Tanggal 2 September 2015
Ketua : Prof. dr. I Gusti Alit Artha, MS,Sp.PA(K),MIAC
Anggota :
1. dr. Herman Saputra,Sp.PA (K)
2. dr. I Ketut Mulyadi, Sp.PA (K)
3. Dr. dr. I Gusti Ayu Sri Mahendra Dewi, Sp.PA (K)
4. Prof. dr. N. Tigeh Suryadhi, MPH, PhD
v
Surat Pernyataan Bebas Plagiat
Nama : dr. Luh Dewi Rahayu
NIM : 1214098101
Program Studi : Magister Ilmu Biomedik (Combine-Degree)
Judul : Hubungan Positif Ekspresi Survivin dengan Subtipe
Molekular Berdasarkan Imunohistokimia pada Karsinoma Payudara Invasif Tipe
Tidak Spesifik
Dengan ini menyatakan bahwa karya ilmiah Tesis ini bebas plagiat
Apabila di kemudian hari terbukti terdapat plagiat dalam karya ilmiah ini,
maka saya bersedia menerima sanksi sesuai peraturan Mendiknas RI No. 17 tahun
2010 dan peraturan perundang-undang yang berlaku.
Denpasar, 28 September 2015
Yang membuat pernyataan,
(dr. Luh Dewi Rahayu)
vi
UCAPAN TERIMA KASIH
Om Swastiastu,
Atas asung wara kerta nugraha Ida Sang Hyang Widhi Wasa/Tuhan Yang Maha
Esa, didorong oleh pemikiran yang luhur maka tesis dengan judul Hubungan
Positif Ekspresi Survivin dengan Subtipe Molekular Berdasarkan
Imunohistokimia pada Karsinoma Payudara Invasif Tipe Tidak Spesifik,
dapat diselesaikan. Pada kesempatan ini izinkan penulis dengan sepenuh hati
menyampaikan rasa terima kasih yang tak terhingga kepada yang terhormat : Prof.
dr. I Gusti Alit Artha, MS, Sp.PA(K), MIAC selaku pembimbing I, yang telah,
memberikan bimbingan, pengarahan, masukan, dan dukungan yang tak ternilai dari
awal penyusunan usulan penelitian hingga selesainya penulisan tesis ini. Terima
kasih yang sebesar-besarnya juga penulis ucapkan kepada dr. Herman Saputra,
SpPA (K), selaku pembimbing II, yang telah membantu mengembangkan ide
memberikan bimbingan, pengarahan, masukan, dan dukungan yang tak ternilai dari
awal penyusunan usulan penelitian hingga selesainya penulisan tesis ini.Rasa
terima kasih penulis sampaikan pula kepada :
1. Rektor Universitas Udayana, Prof. Dr. dr. I Ketut Suastika, SpPD-KEMD,
FINASIM, dan Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, Prof. Dr.
dr. Putu Astawa, SpOT (K), M.Kes, yang memberikan kesempatan fasilitas
untuk mengikuti dan menyelesaikan Program Magister Pascasarjana dan
Program Pendidikan Dokter Spesialis-1 di Universitas Udayana.
vii
2. Direktur Program Pascasarjana Universitas Udayana, Prof. Dr. dr. A.A.
Raka Sudewi, SpS (K), atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan untuk
menjadi mahasiswa Program Pascasarjana Universitas Udayana.
3. Dr. dr. Gde Ngurah Indraguna Pinatih, MSc, SpGK, selaku Ketua Program
Studi Ilmu Biomedik (Combine Degree) Program Pascasarjana Universitas
Udayana yang telah memberikan kesempatan mengikuti program
pendidikan Combine Degree.
4. dr. Anak Ayu Saraswati, M.Kes, Direktur Rumah Sakit Umum Pusat
Sanglah Denpasar, atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan untuk
menjalani pendidikan di Bagian Patologi Anatomi, dan melakukan
penelitian di Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar.
5. Dr. dr. I Gusti Ayu Sri Mahendra Dewi, SpPA (K), selaku Ketua Program
Studi Ilmu Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana
serta selaku penguji, yang telah memberikan kesempatan mengikuti
Program Pendidikan Dokter Spesialis-1, memberikan petunjuk, nasihat,
serta bimbingan selama menjalani pendidikan spesialisasi, serta
memberikan saran, sanggahan, bimbingan, dan koreksi selama proses
pengerjaan usulan penelitian hingga akhir penyusunan tesis ini
6. dr. Luh Putu Iin Indrayani Maker, Sp.PA(K) selaku Kepala Instalasi
Laboratorium Patologi Anatomi Rumah Sakit Sanglah Denpasar, yang telah
memberikan kesempatan mengikuti program pendidikan spesialisasi,
memberikan bimbingan, petunjuk, nasehat selama menjalani pendidikan
viii
spesialisasi dan memberikan fasilitas dan ijin kepada penulis untuk
melakukan penelitian ini.
7. dr. A.A.A.N. Susraini, SpPA (K), selaku Kepala Bagian/SMF Patologi
Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/RSUP Sanglah
Denpasar, yang telah memberikan kesempatan mengikuti Program
Pendidikan Dokter Spesialis-1, memberikan petunjuk, nasihat, serta
bimbingan selama menjalani pendidikan spesialisasi.
8. dr. I Ketut Mulyadi, SpPA (K), Dr. dr. I Gusti Ayu Sri Mahendra Dewi,
SpPA (K), dan Prof. dr. N. Tigeh Suryadhi, MPH, Ph.D, selaku penguji,
atas semua saran, masukan, sanggahan, dan koreksi dalam penyusunan tesis
ini.
9. Seluruh staf dosen/pengajar PPDS-1 Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran
Universitas Udayana/RSUP Sanglah Denpasar, dan semua dosen
Pascasarjana Program Magister Ilmu Biomedik Combined Degree, yang
telah membimbing, memberikan masukan, dan bekal pendidikan kepada
penulis, sehingga membantu menyelesaikan tesis ini.
10. Drs. I Ketut Tunas, Msi dan dr. I Wayan Gede Artawan Eka Putra, M. Epid,
yang telah membantu dalam memberikan masukan serta saran dalam
pengolahan data dan statistik mulai dari awal penyusunan usulan penelitian
hingga akhir penulisan tesis ini.
11. Seluruh teman sejawat residen PPDS-1 Patologi Anatomi dan pegawai di
lingkungan Bagian/SMF Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran
ix
Universitas Udayana/RSUP Sanglah Denpasar atas bantuan dan
kerjasamanya selama peneliti menjalankan masa pendidikan.
Rasa syukur penulis persembahkan kepada Ayahanda dan Ibunda tercinta,
Made Ada Temaja dan Ni Ketut Rengkyawati, yang telah memberikan bekal
pendidikan yang cukup, perhatian, doa, semangat, dan kasih sayang yang tak
terhingga kepada penulis. Ayahanda dan Ibunda mertua, Drs. I Nyoman Sukada
dan Ni Nyoman Ayu Suratni,S.Ag, terima kasih atas pengertian, perhatian,
dukungan, dan semangat yang begitu besar kepada penulis selama masa
pendidikan. Adik-adik tercinta Made Yuliantini, ST dan Nyoman Mahendra
Temaja, SS, terima kasih atas dukungan dan bantuannya.Dan, akhirnya kepada
suami tercinta, dr. I Made Dwiguna Antara, serta putri terkasih, Ni Wayan
Pradnyadhari Kusumaputri, terima kasih atas dorongan semangat, perhatian,
pengorbanan, serta pengertian yang tak terhingga kepada penulis selama masa
pendidikan dan penyelesaian penelitian ini.
Semoga tesis ini dapat memberikan manfaat dan sumbangan yang berguna
bagi perkembangan penelitian di Laboratorium Patologi Anatomi, serta bidang
Ilmu Patologi Anatomi. Semoga Tuhan Yang Maha Esa/Ida Sang Hyang Widhi
Wasa selalu melimpahkan rahmat-Nya kepada semua pihak yang telah membantu
pelaksanaan dan penyelesaian tesis ini.
Om Santih, Santih, Santih, Om
Denpasar, September 2015
Luh Dewi Rahayu
x
ABSTRAK
HUBUNGAN POSITIF EKSPRESI SURVIVIN DENGAN SUBTIPE
MOLEKULAR BERDASARKAN IMUNOHISTOKIMIA PADA
KARSINOMA PAYUDARA INVASIF TIPE TIDAK SPESIFIK
Kanker payudara merupakan salah satu penyebab kematian pada wanita saat
ini.Faktor prognosis yang berhubungan dengan biologis kanker payudara adalah
subtipe molekular, tipe histologi khusus, derajat diferensiasi histologi, tingkat
proliferasi, reseptor estrogen dan progesteron, dan HER2.Survivin adalah suatu
protein penghambat apoptosis dan biasanya ditemukan dengan ekspresi berlebihan
pada kanker payudara.Fungsi primer survivin adalah menghambat apoptosis dan
mengatur mitosis yang berhubungan dengan karsinogenesis.Pada kanker payudara,
peranan survivin pada karsinogenesis belum banyak diteliti.Tujuan penelitian ini
adalah untuk membuktikanhubungan positif antara ekspresi survivin dengan
subtipe molekular berdasarkan imunohistokimia pada karsinoma payudara invasif
tipe tidak spesifik sehingga bisa menentukan prognosis.
Penelitian ini merupakan penelitian dengan menggunakan metode observasional
analitik potong lintang. Sampel penelitian adalah semua sediaan blok parafin
penderita karsinoma payudara invasif tipe tidak spesifik yang diperiksa secara
histopatologi dan subtipe molekular luminal, HER2 positif dan triple negativeyang
diperiksa secara imunohistokimia di Bagian/SMF Patologi Anatomi FK
Unud/RSUP Sanglah Denpasar yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi dari
tanggal 1 Januari 2013 sampai dengan 28 Februari 2015. Dilakukan pulasan
imunohistokimia survivin pada 42 sampel karsinoma payudara invasif tipe tidak
spesifik yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Hasil penelitian dianalisis
dengan uji korelasi Lambda dan uji Chi Square dengan kemaknaan ditentukan pada
p<0,05.
Terdapat hubungan positif antara ekspresi survivin dengan subtipe molekular
luminal, HER2 positif dan triple negative (koefisien korelasi (λ)=0,295; p=0,045;
p<0,05). Distribusi kasus karsinoma payudara invasif tipe tidak spesifik subtipe
molekular luminal, HER2 positif dan triple negative menunjukkan jumlah kasus
terbanyak berada pada umur 40-49 tahun (45,2%).
Penilaian ekspresi survivin bisa digunakan sebagai penanda tingkat agresifitas
tumor berdasarkan subtipe molekular sehingga bisa menentukan prognosisdan
terapi agar penanganan karsinoma payudara invasif tipe tidak spesifik dapat
dilakukan lebih baik lagi.
Kata kunci: karsinoma payudara invasif tipe tidak spesifik, subtipe molekular
luminal, HER2 positif dan triple negative, ekspresi survivin.
xi
ABSTRACT
POSITIVE CORRELATION OF SURVIVIN EXPRESSION
AND MOLECULAR SUBTYPES BASED ON
IMMUNOHISTOCHEMICAL IN INVASIVE CARCINOMA OF NO
SPECIAL TYPE OF THE BREAST
Breast cancer is one of the leading causes of death in women today.
Prognosis factors related to biological breast cancer are molecular subtypes, special
histology types, grading, the rate of proliferation, estrogen and progesterone
receptors and HER2. Survivin is an inhibitor apoptosis protein and usually found
with excessive expression in breast cancer. The primary function of survivin is
inhibiting apoptosis and regulating mitosis related to carcinogenesis. In breast
cancer, the role of survivin in the carcinogenesis has not been much researched.
The aim of this study was to prove the positive correlation between survivin
expression and molecular subtypes based on imunohistochemical in invasive
carcinoma of no special type of the breast, so it could determine the prognosis.
This study was performed using a cross sectional analytical method. The
samples of this study were paraffin blocks of invasive breast carcinoma of no
special type that were examined in histopathology and molecular subtypes of
luminal, HER2 positive and triple negative that was examined in
immunohistochemical at Pathology Anatomy Departement Udayana
University/RSUP Sanglah Denpasar that met the criteria for inclusion and
exclusion from 1st January 2013 to 28
th February 2015. Immunohistochemical
staining of survivin was performed in each of the 42 samples invasive breast
carcinoma of no special type. The study results ware analyzed with the Lambda
correlation test and Chi Square test with significancy level at p < 0.05.
There was a positive correlation between the survivin expression and
molecular subtypes of luminal, HER2 positive and triple negative (the correlation
coefficient (λ) = 0.295; p = 0,045; p < 0.05). The highest number of cases were in
the 40-49 years age group (45.2%).
Assessment of survivin expression can be used as a marker of tumor
aggression levels based on molecular subtypes, so it could determine prognosis and
effective therapy of invasive breast carcinoma of no special type.
Keywords: invasive carcinoma of no special type of the breast, molecular subtypes
of luminal, HER2 positive and triple negative, survivin expression.
xii
DAFTAR ISI
Halaman
SAMPUL DALAM ........................................................................................ i
PRASYARAT GELAR ................................................................................. ii
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ................................................ iii
LEMBAR PENETAPAN PANITIA PENGUJI ............................................ iv
SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT .............................................. v
UCAPAN TERIMA KASIH.......................................................................... vi
ABSTRAK ..................................................................................................... x
ABSTRACT ................................................................................................... xi
DAFTAR ISI ................................................................................................. xii
DAFTAR TABEL .......................................................................................... xvi
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... xvii
DAFTAR SINGKATAN ............................................................................... xviii
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. xx
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................... 1
1.1 Latar Belakang .......................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ..................................................................... 5
1.3 Tujuan Penelitian ...................................................................... 5
1.4 Manfaat Penelitian .................................................................... 5
1.4.1 Manfaat Akademik........................................................... 5
1.4.2 Manfaat Praktis ................................................................ 6
xiii
BAB IITINJAUAN PUSTAKA .................................................................... 7
2.1 Struktur Normal Payudara ........................................................ 7
2.1.1 Anatomi Makroskopis Payudara Dewasa ........................ 7
2.1.2 Anatomi Mikroskopis Payudara Dewasa ........................ 8
2.2 Apoptosis ................................................................................. 9
2.2.1Penyebab Apoptosis ........................................................ 9
2.2.2 Perubahan Morfologi dan Biokimia pada Apoptosis ..... 10
2.2.3 Mekanisme Apoptosis .................................................... 12
2.2.3.1 Jalur Intrinsik (Mitokondria) Apoptosis .......... 13
2.2.3.2 Jalur Ekstrinsik (Inisiasi Reseptor
Kematian) Apoptosis ...................................... 15
2.2.4 Apoptosis dan Karsinogenesis ........................................ 16
2.3 Karsinoma Payudara Invasif .................................................... 18
2.3.1 Klasifikasi Karsinoma Payudara Invasif ........................ 19
2.3.2 Epidemiologi .................................................................. 20
2.3.3 Etiologi dan Karsinogenesis ........................................... 21
2.3.4 Gejala Klinik .................................................................. 24
2.3.5 Subtipe Molekular Karsinoma Payudara Invasif ........... 25
2.3.5.1 Luminal........................................................... 25
2.3.5.2 HER2 Positif ................................................... 26
2.3.5.3 ER Negatif, HER2 Negatif ............................. 26
2.3.6 Stadium Kanker Payudara .............................................. 28
2.3.7 Prognosis ........................................................................ 29
xiv
2.4 Survivin ..................................................................................... 30
2.4.1 Struktur dan Fungsi Survivin ........................................... 30
2.4.2 Peranan Survivin pada Pembelahan Sel ........................... 32
2.4.3 Peranan Survivin pada Inhibisi Apoptosis ....................... 34
2.4.4 Peranan Survivin pada Angiogenesis............................... 37
2.4.5 Peranan Survivin pada Biologi Kanker............................ 37
2.4.6 Survivin pada Karsinoma Payudara ................................. 39
2.4.7 Survivin dan Terapi Kanker ............................................. 40
2.4.7 Pulasan Imunohistokimia ................................................. 41
BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEPDANHIPOTESIS
PENELITIAN ................................................................................ 43
3.1.Kerangka Berpikir ..................................................................... 43
3.2 Konsep Penelitian ..................................................................... 45
3.3 Hipotesis Penelitian .................................................................. 46
BAB IVMETODE PENELITIAN ................................................................. 47
4.1 Rancangan Penelitian ................................................................ 47
4.2 Tempat dan Waktu Penelitian ................................................... 47
4.3 Ruang Lingkup Penelitian......................................................... 48
4.4 Penentuan Sumber Data ............................................................ 48
4.4.1 Populasi ............................................................................ 48
4.4.1.1 Populasi Target .................................................... 48
4.4.1.2 Populasi Terjangkau ............................................. 48
4.4.2 Sampel.............................................................................. 49
xv
4.4.3 Kriteria Inklusi dan Eksklusi ........................................... 49
4.4.3.1 Kriteria Inklusi ..................................................... 49
4.4.3.2 Kriteria Eksklusi .................................................. 49
4.4.4 Besar Sampel ................................................................... 50
4.4.5 Teknik Pengambilan Sampel ........................................... 51
4.5 Variabel Penelitian .................................................................... 51
4.5.1 Klasifikasi Variabel ......................................................... 51
4.5.2 Definisi Operasional Variabel .......................................... 51
4.6 Bahan Penelitian ....................................................................... 54
4.7 Instrumen Penelitian ................................................................. 54
4.8 Prosedur Penelitian ................................................................... 55
4.8.1 Cara Pengumpulan Data .................................................. 55
4.8.2 Prosedur Pemeriksaan Bahan .......................................... 56
4.8.3 Alur Penelitian ................................................................ 60
4.9 Analisis Data ............................................................................ 63
BAB V HASIL PENELITIAN ...................................................................... 64
5.1 Karakteristik Sampel Penelitian ................................................ 64
5.2 Ekspresi Survivin dengan Subtipe Molekular Luminal, HER2
Positif dan Triple negative berdasarkan imunohistokimia........ 66
BAB VI PEMBAHASAN.............................................................................. 72
6.1 Karakteristik Subyek Penelitian ................................................ 72
xvi
6.2 Hubungan Ekspresi Survivin dengan Subtipe Molekular
Luminal, HER2 Positif dan Triple Negative berdasarkan
imunohistokimia ....................................................................... 72
BAB VII SIMPULAN DAN SARAN ........................................................... 78
7.1 Simpulan ................................................................................... 78
7.2 Saran ......................................................................................... 78
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 79
LAMPIRAN .................................................................................................. 86
xvii
DAFTAR TABEL
Halaman
2.1 Penyebab Apoptosis .............................................................................. 10
2.2 Subtipe Molekular Karsinoma Payudara Invasif .................................. 27
4.1 Perhitungan Besar Sampel .................................................................... 50
4.2 Penilaian Protein HER2 ........................................................................ 52
5.1 Karakteristik Sampel Penelitian ........................................................... 65
5.2 Hasil Analisis Hubungan antara Ekspresi Survivin dengan Subtipe
Molekular .............................................................................................. 66
xviii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
2.1 Gambar anatomi payudara normal ........................................................ 9
2.2 Mekanisme apoptosis ............................................................................ 13
2.3 Jalur intrinsik (mitokondria) apoptosis ................................................. 15
2.4 Jalur ekstrinsik (inisiasi reseptor kematian) apoptosis.......................... 16
2.5 Mekanisme yang berperan dalam penghindaran apoptosis dan
karsinogenesis ....................................................................................... 17
2.6 Struktur inhibitor apoptosis protein ...................................................... 18
2.7 Jalur utama perkembangan kanker payudara ........................................ 24
2.8 Stuktur protein dan fungsi survivin....................................................... 30
2.9 Fungsi survivin sebagai inhibitor apoptosis ............................................. 36
2.10 Imunohistokimia survivin pada karsinoma payudara ........................... 42
3.1 Bagan konsep penelitian ....................................................................... 45
4.1 Rancangan penelitian ............................................................................ 47
4.2 Skema alur penelitian ............................................................................ 62
5.1 Rerata skor pada subtipe molekular luminal, HER2 positif dan
triple negative ................................................................................................ 67
5.2 Subtipe molekular luminal .................................................................... 68
5.3 Ekspresi survivin pada karsinoma payudara invasif tipe tidak
spesifik subtipe molekular luminal ................................................................ 68
5.4 Subtipe molekular HER2 positif ........................................................... 69
xix
5.5 Ekspresi survivin pada karsinoma payudara invasif tipe tidak
spesifik subtipe molekular HER2 positif ....................................................... 69
5.6 Subtipe molekular triple negative ......................................................... 70
5.7 Ekspresi survivin pada karsinoma payudara invasif tipe tidak
spesifik subtipe molekular triple negative ..................................................... 70
5.8 Survivin terpulas pada sitoplasma dan nukleus sel-sel ganas
tetapi tidak terekspresi pada duktuli payudara normal .................................. 71
xx
DAFTAR SINGKATAN
AIDS = Aquired Immuno Deficiency Syndrome
AIF = Apoptosis Inducing Factor
AJCCC = American Joint Committee on Cancer
ATP = Adenosin Triphospate
Bak = Bcl-2-Antagonist/Killer
Bax = Bcl-2-Associated X protein
Bcl-2 = B-Cell Lymphoma 2
bFGF = Basic Fibroblast Growth Factor
BIR = Baculovirus Inhibitor of Apoptosis Protein Repeat
BRCA1 = Breast Cancer Susceptibility Gene 1
BRCA2 = Breast Cancer Susceptibility Gene 2
CD4 = Cluster of Differentiation 4
DCIS = Ductal Carcinoma In Situ
DIABLO = Direct IAP Binding Protein with Low pI
DISC = Death Inducing Signalling Complex
DNA = Deoxyribonucleic Acid
ER = Estrogen Receptor
FAAD = Fas Associated Death Domain
FasL = Fas Ligand
FOXO = Forkhead Box
HER2 = Human Epidermal Growth Factor Receptor 2
xxi
HtrA2 = High Temperature Requirement Protein A2
IAP = Inhibitor of Apoptosis Protein
IARC = International Agency for Research on Cancer
ILP2 = IAP Like Protein 2
INCENP = Inner Centromere Protein Antigens
Kb = Kilo Basa
KDa = Kilo Dalton
LCIS = Lobular Carcinoma In Situ
ML-IAP = Melanoma IAP
MRI = Magnetic Resonance Imaging
NADPH = Nicotinamide Adenine Dinucleotide Phosphate
NAIP = Neuronal Apoptosis-Inhibitory Protein
PCR = Polymerase Chain Reaction
PI3K = Phosphatidylinositol-3 Kinase
PIK3CA = Phosphatidylinositol-4,5-Biphosphate-3-Kinase Catalytic Subunit
Alpha
PS = Phosphatidylserine
PR = Progesterone Receptor
PTEN = Phosphatase and Tensin Homolog
RNA = Ribonucleic Acid
ROS = Reactive Oxygen Species
SIRS = Sistem Informasi Rumah Sakit
Smac = Second Mitochondria-derivered Activator of Caspase
xxii
TDLU = Terminal Duct Lobular Unit
TP53 = Tumor Protein 53
TNF = Tumor Necrosis Factor
TRAAD = TNF Receptor-Associated Death Domain
VEGF = Vascular Endothelial Growth Factor
XIAP = X-linked IAP
xxiii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Keterangan Kelaikan Etik ......................................................... 86
Lampiran 2. Amandemen Keterangan Kelaikan Etik .................................... 87
Lampiran 3. Surat Ijin Penelitian ................................................................... 88
Lampiran 4. Amandemen Surat Ijin Penelitian.............................................. 89
Lampiran 5. Data Subyek Penelitian ............................................................. 90
Lampiran 6.Deskriptif Statistik Rerata Umur ................................................ 91
Lampiran 7. Analisis Statistik Uji Korelasi Lambda dan Uji Chi Square ..... 93
Lampiran 8. Deskriptif Statistik Rerata Skor ................................................. 94
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kanker payudara adalah keganasan paling sering pada wanita dan diperkirakan
jutaan wanita diseluruh dunia terkena kanker payudara tiap tahunnya. Walaupun
terdapat kemajuan teknologi diagnosis dan terapi pada dekade terakhir ini yang
memberikan kontribusi pada kelangsungan hidup penderita kanker, tetapi kanker
payudara tetap merupakan salah satu penyebab kematian pada wanita saat
ini.Pengetahuan dasar tentang penyebab dan karsinogenesis kanker payudara
masih belum dapat dipahami sepenuhnya.
Diperkirakan 180.510 kasus baru kanker payudara dan 40.910 kematian karena
kanker payudara (40.460 pada wanita dan 450 pada laki-laki) pada tahun 2007 di
Amerika Serikat (Teng et al., 2007).Berdasarkan data dari Badan Registrasi
Kanker Ikatan Dokter Ahli Patologi Indonesia (IAPI) tahun 1998 di 13 Rumah
Sakit di Indonesia, kanker payudara merupakan kanker kedua tersering pada
wanita setelah kanker leher rahim. Dimana proporsinya 12,2% dari keseluruhan
tumor ganas pada wanita, sementara kanker leher rahim sebesar 17,2%. Pada
tahun 2005, proporsi kanker payudara di Indonesia mengalami peningkatan
menjadi 21,96%, sedangkan proporsi kanker leher rahim menurun menjadi
24,5%. Pada tahun 2010, kejadian kanker payudara di Indonesia menempati
peringkat pertama dengan proporsi sebesar 27,17%, dibandingkan
2
dengan kanker leher rahim yang hanya 19,36% dari keseluruhan tumor ganas pada
wanita (Dirjen Yanmed, 2005 dan 2010).
Perjalanan akhir penyakit wanita dengan kanker payudara tergantung pada
gambaran biologis karsinoma yaitu tipe histologi atau molekularserta perluasan
dimana kanker sudah menyebar atau stadium saat didiagnosis. Faktor prognosis
dibagi menjadi dua kelompok yaitu faktor prognosis yang berhubungan dengan
perluasan karsinomaatau stadium dan yang berhubungan dengan biologis kanker.
Faktor-faktor prognosis yang berhubungan dengan perluasan karsinoma adalah
karsinoma invasif dibandingkan karsinoma insitu, metastasis jauh, metastasis
limfonodi, ukuran tumor, locally advanced disease,inflammatory carcinoma dan
invasi limfovaskular. Faktor prognosis yang berhubungan dengan biologis kanker
adalah subtipe molekular, tipe histologi khusus, derajat diferensiasi histologi,
tingkat proliferasi, reseptor estrogen dan progesteron, dan HER2 (Lester, 2015).
Perbedaan subtipe kanker payudara bukan hanya berdasarkan gambaran patologi
seperti tipe histologi dan derajat diferensiasi tetapi juga pada ekspresi
molekular.Subtipe molekular merupakan salah satu faktor prognosis.Kanker
payudara dibagi menjadi tiga subtipe molekular utama yaitu luminal, HER2
positif dan basal like atau triple negative, yang mempunyai hubungan penting
dengan gambaran klinis, respon terhadap terapi dan perjalanan akhir penyakit
(Lester, 2015).Gambaran ekspresi molekular yang diobservasi pada masing-
masing subtipe diharapkan dapat menentukan strategi terapi yang optimal
(Tamakiet al., 2013).
3
Molekul lain sedang diteliti untuk mengetahui nilainya sebagai faktor prognosis.
Beberapa penelitian sedang dilakukan untuk menentukan kemungkinan survivin
digunakan sebagai faktor prognosis (Lv et al., 2010). Survivin adalah suatu
protein penghambat apoptosis dan biasanya ditemukan dengan ekspresi berlebihan
pada kanker payudara.Fungsi primer survivin adalah menghambat apoptosis dan
mengatur mitosis yang berhubungan dengan karsinogenesis.Perkembangan
payudara normal dipengaruhi oleh keseimbangan antara proliferasi sel dengan
apoptosis.Pertumbuhan tumor terjadi karena proliferasi yang tidak terkontrol dan
berkurangnya apoptosis.Berdasarkan pada perbedaan ekspresi antara jaringan
normal dengan jaringan kanker, survivin dapat merupakan suatu molekul untuk
deteksi awal dan menentukan prognosis pada kanker payudara.Beberapa peneliti
menilai bahwa survivin berperan pada patogenesis kanker payudara, dimana
beberapa penelitian menyimpulkan adanya ekspresi survivin dalam sediaan
kanker payudara manusia. Salah satu penelitian terbarumenemukan peningkatan
ekspresi survivin pada 63,7% kanker payudara (Jha et al.,2012).Penelitian lain
menemukan ekspresi survivin dengan pemeriksaan imunohistokimia pada 78,5%
kanker payudara. Ekspresi sedang hingga kuat ditemukan pada sel-sel tumor,
sementara pada sel normal ekspresi tersebut hampir tidak terlihat.Studi ini
meneliti tentang ekspresi survivin pada kanker payudara dan menjelaskan
hubungan antara ekspresi survivin dan faktor-faktor klinikopatologi, seperti
ukuran tumor, derajat diferensiasi histologi yang tinggi, metastasis kelenjar
limfonodi, stadium tumor, status reseptor estrogen dan progesteron yang negatif.
Survivin terekspresi lebih rendah pada subtipe luminal dan lebih tinggi pada
4
HER2 positif dan triple negative(Youssef et al., 2008).Ranade et al(2009)
menjelaskan ekspresi survivin dihubungkan dengan prognosis buruk dan tingkat
bertahan hidup yang rendah.Penelitian lain menyebutkan tidak ada hubungan
antara ekspresi survivin dengan parameter histologi seperti ukuran tumor, derajat
diferensiasi histologi, ekspresi P53 serta tingkat reseptor estrogen dan
progesteron (Gokselet al., 2007). Peneliti lain juga menyebutkan tidak ada
hubungan bermakna secara statistik antara survivin dengan subtipe molekular
(Silva dan Zucoloto., 2008).
Pada kanker payudara, peranan survivin pada karsinogenesis belum banyak
diteliti.Masih terdapat ketidaksesuain pendapat diantara para peneliti tentang
peranan survivin pada kanker payudara.Berdasarkan hal tersebut diatas, maka
dengan mengukur ekspresi survivin berdasarkan subtipe molekular diharapkan
dapat mengungkapkanhubungan antara ekspresi survivin dengan subtipe
molekular berdasarkan imunohistokimia pada karsinoma payudara invasif tipe
tidak spesifik sehingga bisa menentukan prognosis.Terapi dengan target survivin
masih dalam penelitian uji klinik dan belum banyak dikembangkan. Sampai saat
ini, penanganan kuratif untuk karsinoma payudara adalah dengan reseksi operatif
jaringan tumor dengan batas-batas yang ditentukan. Penghambatan fungsi
survivin atau dikombinasikan dengan pendekatan lainnya merupakan strategi
terapi yang menjanjikan.Berdasarkan uraian di atas, penulis merasa perlu untuk
melakukan penelitian mengenai hubungan antara ekspresi survivin dengan subtipe
molekular berdasarkan imunohistokimia pada karsinoma payudara invasif tipe
tidak spesifik.Sampai saat ini, penelitian tersebut belum pernah dilakukan di
5
bagian Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/RSUP
Sanglah Denpasar.
1.2 Rumusan Masalah
Dari latar belakang tersebut yaitumasih ditemukan ketidaksesuaian pendapat
diantara para peneliti tentang peranan survivin pada kanker payudara, maka
rumusan masalah penelitian ini adalah : apakah terdapat hubungan positif antara
ekspresi survivin dengan subtipe molekular berdasarkan imunohistokimiapada
karsinoma payudara invasif tipe tidak spesifik?
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah diatas maka tujuan penelitian
adalah sebagai berikut: untuk membuktikan hubungan positifantara ekspresi
survivin dengan subtipe molekular berdasarkan imunohistokimiapada karsinoma
payudara invasif tipe tidak spesifik.
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat Akademik
1. Didapatkannya data dasar tentang ekspresi survivin pada karsinoma payudara
invasif tipe tidak spesifik yang dihubungkan dengansubtipe molekular
berdasarkan imunohistokimia.
6
2. Penelitian ini diharapkan menjadi masukan atau tambahan pengetahuan dalam
rangka mendukung pengembangan ide pemanfaatan survivin sebagai faktor
prognosispada karsinoma payudara invasif tipe tidak spesifik.
3. Penelitian ini diharapkan menjadi masukan atau tambahan pengetahuan dalam
rangka mendukung pengembangan ide pemanfaatan survivin sebagai target
terapi pada karsinoma payudara invasif tipe tidak spesifik.
1.4.2 Manfaat Praktis
Penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan informasi bagi penderita dan
klinisi tentang prognosis, kekambuhan, kemungkinan metastasis, harapan hidup,
hasil terapi dan kemungkinan terapi dengan menggunakan survivin sebagai target
terapi.
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Struktur Normal Payudara
2.1.1 Anatomi Makroskopis Payudara Dewasa
Payudara perempuan dewasa berkembang ketika terjadi pengeluaran siklus
estrogen dan progesteron pada saat pubertas.Payudara dewasa memiliki
konfigurasi eksentrik dengan aksis diagonal terpanjang terletak pada dinding dada
menyilang musculus pectoralis mayor hingga ke aksila sebagai tail of Spence.
Bagian terdalam payudara berbatasan dengan fascia pectoralis. Di bagian lateral,
payudara terletak di atas musculus serratus anterior, bagian inferior payudara
berbatasan dengan musculus obliquus eksternus dan selubung musculus rectus
superior, sedangkan bagian medial payudara berbatasan dengan sternum(Schnitt
dan Collins, 2009; Hoda, 2014).
Secara anatomi, payudara terdapat pada ruang di dalam fascia superfisial. Di
bagian superior, lapisan ini berlanjut menjadi fasia servikal dan di bagian inferior
berlanjut sebagai fasia abdominal superfisial dari Cooper. Jaringan ikat fibrosa
meluas dari dermis kedalam payudara membentuk ligamentum suspensorium dari
Cooper yang melekatkan kulit dan puting susu pada payudara. Ligamentum
Cooper ini meluas pada payudara bagian atas. Distorsi atau kontraksi pada
ligamentumini oleh lesi di parenkim payudara menyebabkan adanya retraksi kulit
atau retraksi puting susu (Hoda (a), 2014).
8
Sirkulasi arterial payudara berasal dari arteria thoracica interna, arteria axillaris
dan arteria intercostalis.Aliran darah vena umumnya mengikuti distribusi arteri.
Vena-vena superfisial umumnya mengalirkan darahnya ke vena thoracica interna
yang alirannya sesuai dengan aliran arteri thoracica interna (Hoda (a), 2014).
Aliran limfatik payudara lebih kompleks dibandingkan organ lain, sebab
berasal dari hubungan dua sistem yaitu pleksus subepitel pada kulit dan aliran
limfatik dari parenkim payudara. Pada parenkim payudara, aliran limfatik berada
pada stroma khusus periduktal(Tavassoli dan Eusebi, 2009).
2.1.2 Anatomi Mikroskopis Payudara Dewasa
Anatomi normal payudara dewasa terdiri dari dua struktur utama yaitu duktus dan
lobulus, dua tipe sel yaitu sel luminal dan mioepitel serta dua tipe stroma yaitu
interlobular dan intralobular.Enam sampai sepuluh duktus bermuara pada kulit
permukaan puting.Lapisan superfisial terdiri dari sel skuamus yang kemudian
berubah menjadi dua lapisan epitel yaitu sel luminal dan mioepitel pada duktus
atau lobulus. Cabang-cabang duktus besar selanjutnya akan menjadi unit lobular
duktus terminal(Gambar 2.1). Pada wanita dewasa, duktus terminal bercabang-
cabang menjadi asini kecil memberikan gambaran yang menyerupai buah anggur
dan bersama-sama membentuk satu lobulus(Rosai, 2011; Lester, 2015).
Stroma intralobular mengandung lebih banyak pembuluh darah kapiler dan
dengan kolagen yang kurang padat dibandingkan stroma interlobular.Stroma
intralobular membungkus asini dari lobulus dan tersusun atas sel-sel fibroblas
yang responsif terhadap hormon spesifik dan sedikit sebaran limfosit, sedangkan
9
stroma interlobular, terdiri dari jaringan ikat fibrus padat dan jaringan lemak.
(Gallagher, 2007; Lester, 2015).
Gambar 2.1
Gambar anatomi payudara normal (Lester, 2015)
2.2 Apoptosis
2.2.1 Penyebab Apoptosis
Apoptosis adalah jalur kematian sel yang disebabkan oleh program kematian sel
yang diatur dengan ketat, dimana sel yang diharuskan untuk mati mengaktifkan
enzim yang memecah DNA nukleus sel itu sendiri dan protein pada nukleus serta
sitoplasma. Sel yang mengalami apoptosis dipecah menjadi bagian-bagian kecil
disebut badan apoptosis, kemudian mengalami fagositosis (Kumaret al.,
2015).Penyebab apoptosis adalah keadaan fisiologis atau patologis (Tabel 2.1).
Tabel 2.1
Penyebab Apoptosis (Wong, 2011)
10
Keadaan fisiologis:
Program kematian sel dalam perkembangan embrional dengan tujuan pengurangan
jaringan.
Involusi fisiologis seperti pada pelepasan endometrium, regresi payudara laktasi.
Kerusakan sel normal akibat proliferasi pergantian seperti pada epitel usus.
Regresi dari timus pada usia anak-anak.
Keadaan patologis:
Obat anti kanker yang menginduksi kematian sel pada tumor.
Sel T sitotoksik menginduksi kematian sel seperti pada penolakan imunitas dan
penyakit graft melawan host.
Kematian sel progresif dan deplesi sel CD4+ pada AIDS.
Beberapa bentuk kematian sel yang diinduksi virus seperti hepatitis B atau C.
Atrofi patologis organ dan jaringan sebagai hasil dari stimulus seperti atrofi prostat
setelah orchidectomy.
Apoptosis akibat agen penyebab injuri seperti radiasi, hipoksia, dan panas ringan.
Apoptosis pada penyakit degeneratif seperti Penyakit Alzheimer dan Parkinson.
Apoptosis yang terjadi pada penyakit jantung seperti infark myokardium.
2.2.2 Perubahan Morfologi dan Biokimia pada Apoptosis
Perubahan morfologi pada sel akibat apoptosis terjadi pada nukleus dan
sitoplasma. Pada nukleus terjadi kondensasi kromatin dan fragmentasi nukleus,
kemudian diikuti oleh pembulatan sel, pengurangan volume sel dan retraksi
pseudopoda. Kondensasi kromatin diawali pada bagian perifer membran nukleus,
membentuk struktur seperti bulan sabit atau menyerupai cincin. Kromatin
selanjutnya mengalami kondensasi sampai terjadi pemecahan didalam sel dengan
membran yang masih utuh, hal ini disebut karioreksis. Membran plasma tetap
utuh selama proses ini. Pada tahap akhir apoptosis, terjadi beberapa perubahan
morfologi seperti pembengkakan membran, modifikasi ultrastruktur organella
11
sitoplasma dan kehilangan integritas membran. Biasanya sel fagositik menelan sel
apoptosis sebelum terbentuknya badan apoptosis. Jika sisa sel apoptosis tidak
difagositosis seperti pada lingkungan kultur sel buatan, maka akan mengalami
degradasi menyerupai nekrosis dan disebut nekrosis sekunder (Wong, 2011).
Secara umum ada tiga perubahan biokimia utama pada apoptosis yaitu
aktivasi caspase, pemecahan DNA dan protein serta perubahan membran dan
pengenalan oleh sel fagosit. Pada awal apoptosis, terdapat ekspresi
phosphatidylserine (PS) pada lapisan terluar membran sel. Ini menyebabkan
pengenalan awal kematian sel oleh makrofag dan menghasilkan fagositosis tanpa
pelepasan komponen proinflamasi sel. Kemudian diikuti oleh pemecahan DNA
dari 50 menjadi 300 kilobasa. Terjadi pemecahan DNA internucleosome menjadi
oligonucleosomepada penggandaan dari 180 menjadi 200 pasangan basa oleh
endonuclease. Walaupun gambaran ini merupakan karakteristik apoptosis, hal ini
tidak spesifik seperti tahapan DNA pada gel agar-agar elektoforesis yang terlihat
pada sel nekrosis. Gambaran spesifik lain dari apoptosis adalah aktivasi kelompok
ensim dari keluarga protease sistein yang disebut caspase. Caspase teraktivasi
memecah banyak protein penting sel dan memecah nukleus serta cytoskleton.
Mereka juga mengaktifkan DNAase, yang kemudian akan mendegradasi DNA
nukleus. Walaupun perubahan biokimia menjelaskan beberapa bagian perubahan
pada apoptosis, sangat penting untuk diingat bahwa analisis biokimia dari
pemecahan DNA atau aktivasi caspase tidak dapat digunakan untuk mengenali
apoptosis, sebab apoptosis dapat terjadi tanpa pemecahan DNA
oligonucleosomedan tidak tergantung caspase (Wong, 2011; Kumar et al., 2015).
12
2.2.3 Mekanisme Apoptosis
Semua sel mempunyai mekanisme intrinsik bahwa sinyal kematian atau
kelangsungan hidup dan apoptosis berasal dari keseimbangan pada sinyal-sinyal
ini. Apoptosis yang terlalu banyak atau terlalu sedikit mendasari terjadinya
banyak penyakit seperti penyakit degeneratif dan kanker. Proses apoptosis dibagi
menjadi fase inisiasi, dimana caspase menjadi katalisis aktif dan fase eksekusi,
dimana caspase lain mencetuskan degradasi dari komponen penting sel. Inisiasi
apoptosis terjadi dari dua jalur yaitu jalur intrinsik atau mitokondria dan jalur
ekstrinsik atau reseptor kematian (Gambar 2.2). Kedua jalur ini akan mengarah ke
fase eksekusi dari apoptosis (Choeneet al., 2012; Kumar et al., 2015).
Gambar 2.2
13
Mekanisme apoptosis. Ada dua jalur apoptosis yang berbeda pada induksi serta
regulasinya, dan puncaknya pada aktivasi caspase. Pada jalur mitokondria, protein
dari keluarga Bcl2, yang mengatur permeabilitasmitokondria, menjadi tidak
seimbang dan mengeluarkan beberapa zat dari mitokondriayang memulai
aktivasicaspase. Pada jalur reseptor kematian, sinyal dari reseptor membran
plasma menyebabkan adaptor protein menjadi kompleks sinyal yang menginduksi
kematian, kemudian mengaktifkan caspase dan hasil akhirnya adalah sama
(Kumaret al., 2015).
2.2.3.1 Jalur intrinsik (mitokondria) apoptosis
Jalur intrinsik dimulai didalam sel. Stimulus internal seperti kerusakan genetik
yang tidak dapat diperbaiki, hipoksia, konsentrasi cytosolic Ca2+
yang sangat
tinggi dan beberapa stres oksidatif yang berat adalah beberapa pencetus
dimulainya jalur intrinsik. Tanpa adanya stimulus, jalur ini adalah hasil dari
peningkatan permeabilitas mitokondria dan pengeluaran molekul pro apoptosis
sepertisitokrom c ke sitoplasma (Wanget al., 2012). Jalur ini secara khusus
diregulasi oleh suatu kelompok protein yang merupakan keluarga Bcl-2,
dinamakan setelah gen Bcl-2 awalnya diobservasi pada kromosom breakpoint dari
translokasi kromosom 18 ke 14 pada follicular non-Hodgkin lymphoma. Ada dua
kelompok utama dari keluarga protein Bcl-2 yaitu protein pro apoptosis (misalnya
Bax, Bak, Bad, Bcl-Xc, Bid, Bik, Bim dan Hrk) dan protein anti apoptosis
(misalnya Bcl-2, Bcl-Xl, Bcl-W, Bfl-1 dan Mcl-1). Ketika protein anti apoptosis
meregulasi apoptosis dengan menghambat pengeluaran sitokrom c dari
mitokondria, protein pro apoptosis bekerja menyebabkan pengeluaran sitokrom c.
Keseimbangan antara protein pro apoptosis dan anti apoptosis akan menentukan
dimulainya proses apoptosis(Gambar 2.3). Faktor apoptosis lain yang dikeluarkan
dari ruang intermembran mitokondria ke sitoplasma adalah apoptosis inducing
factor (AIF), second mitochondria-derivered activator of caspase (Smac), direct
14
IAP Binding protein with low pI (DIABLO) dan Omi/high temperature
requirement protein A (HtrA2). Sitokrom c yang dikeluarkan ke sitoplasma
kemudian mengaktifkan cascade 3 melalui pembentukan suatu kompleks yang
disebut apoptosom yang terdiri dari sitokrom c, Apaf-1, dan caspase 9. Sedangkan
Smac/DIABLO atau Omi/HtrA2 menyebabkan aktivasi caspase dengan berikatan
kepada inhibitor of apoptosis protein (IAPs) yang menyebabkan gangguan pada
interaksi IAPs dengan caspase3 atau caspase 9 (Wong, 2011; Kumar et al., 2015).
Gambar 2.3
Jalur intrinsik (mitokondria) apoptosis. A. Kelangsungan hidup sel dipelihara
olehinduksi protein anti apoptosis seperti Bcl2 oleh sinyal kelangsungan hidup.
Protein ini memelihara integritas membran mitokondria dan mencegah kebocoran
dari protein membran. B. Kehilangan sinyal kelangsungan hidup, kerusakan
DNA, dan kehilangan sensor aktif yang melawan protein anti apoptosis serta
mengaktifkan protein pro apoptosis Bax dan Bak, yang membentuk saluran pada
membran mitokondria. Selanjutnya kebocoran dari sitokrom c (dan protein
lainnya) menyebabkan aktivasi caspase dan apoptosis (Kumaret al.,
2015).
15
2.2.3.1 Jalur ekstrinsik (inisiasi reseptor kematian) apoptosis
Jalur reseptor kematian ekstrinsik dimulai ketika ligand kematian berikatan
dengan reseptor kematian. Walaupun beberapa reseptor kematian telah diketahui,
tetapi reseptor kematian yang paling dikenali adalah TNF reseptor tipe 1 (TNFR1)
dan protein yang berhubungan disebut Fas (CD95) dan ligand yang disebut TNF
dan Fas ligand (FasL). Reseptor kematian ini mempunyai daerah kematian
interselular yang menarik protein adaptor seperti TNF receptor-associated death
domain (TRADD) dan Fas-associated death domain (FAAD), seperti sistein
protease yang menyerupai caspase 8. Ikatan ligand kematian pada reseptor
kematian menghasilkan suatu bentuk sisi ikatan untuk suatu adaptor protein dan
keseluruhan kompleks ligand protein-adaptor-reseptor yang disebut sebagai death
inducing signalling complex (DISC). DISC menyebabkan inisiasi dan aktivasi pro
caspase8 (Gambar 2.4). Bentuk teraktivasi daricaspase 8 adalah caspase inisiator
yang memulai apoptosis dengan membelah aliran atau memutus caspase(Wong,
2011; Kumar et al., 2015).
16
Gambar 2.4
Jalur ekstrinsik (inisiasi reseptor kematian) apoptosis, digambarkan oleh adanya
kejadian yang mengikuti pengikatan fas. FAAD, Fas-associated death domain;
FasL, Fas ligand (Kumar et al., 2015).
2.2.4 Apoptosis dan Karsinogenesis
Kanker merupakan akibat dari suatu rangkaian perubahan genetik dimana sel
normal berubah menjadi ganasketika terjadi pengingkaran terhadap kematian sel.
Pengurangan apoptosis atau resistensinya mempunyai peranan yang sangat
penting dalam karsinogenesis. Ada banyak jalan sel ganas dapat memperoleh
pengurangan pada apoptosis atau resistensi terhadap apoptosis (Gambar 2.5).
Secara umum, mekanismenya dapat dibedakan menjadi gangguan keseimbangan
antara protein proapoptosis dengan antiapoptosis, pengurangan fungsi caspase
dan kemunduran sinyal reseptor kematian (Wong, 2011).
Gambar 2.5
Mekanisme yang berperan dalam karsinogenesisdan penghindaran apoptosis
17
(Wong, 2011).
Penekanan apoptosis adalah ciri khas dari kebanyakan kanker yang biasanya
mempunyai ketidakstabilan genetik. Sesuai dengan hal tersebut, pada kanker
ditemukan peningkatan ekspresi beberapa anggota keluarga inhibitor of apoptosis
protein (IAP) dan terjadi ekspresi berlebihan dari IAP akan meningkatkan
resistensi terhadap stimulus apoptosispada banyak keganasan (Owens, et al.,
2013).Bcl-2 adalah protein pertama yang ditemukan pada kelangsungan hidup sel
yang panjang dengan mencegah apoptosis. Beberapa inhibitor apoptosis yang
berhubungan dengan gen IAP baculovirus telah diidentifikasi pada
manusia(Gambar 2.6).Pada tahun 1997 terdapat penemuan baru gen yang
mengkode suatu struktur unik IAP dan saat ini masih terus dikembangkan, yaitu
survivin (Kruyt et al., 2008; Mohabat et al., 2014).
Gambar 2.6
Struktur inhibitor apoptosis protein pada mamalia. Protein keluarga IAP terdiri
dari delapan protein termasuk Apollon, ML-IAP (Melanoma IAP)/Livin, ILP2
(IAP-like protein-2), NAIP (neuronal apoptosis-inhibitory protein), c-IAP1, c-
IAP-2, XIAP (X-linked IAP) dan survivin(Mohabat et al., 2014).
18
2.3 Karsinoma Payudara Invasif
Karsinoma payudara invasif adalah kelompok tumor epitelial ganas dengan
karakteristik invasif ke jaringan sekitarnya dan memiliki kecenderungan yang
tinggi untuk bermetastasis. Sebagian besar merupakan adenokarsinoma yang
berasal dari epitel parenkim payudara, terutama sel-sel dari terminal duct lobular
unit (TDLU) (Tavassoli dan Eusebi, 2009; Colditz dan Chia, 2012).
2.3.1 Klasifikasi Karsinoma Payudara Invasif
Macam-macam karsinoma payudara invasif menurut klasifikasi WHO (Elliset al.
2012):
1. Karsinoma invasif tipe tidak spesifik
2. Karsinoma lobuler invasif
3. Karsinoma tubuler
4. Karsinoma kribriform
5. Karsinoma musinus
6. Karsinoma dengan gambaran meduler
7. Karsinoma dengan diferensiasi apokrin
8. Karsinoma dengan diferensiasi signet-ring-cell
9. Karsinoma mikropapiler invasif
10. Karsinoma metaplastik tipe tidak spesifik
19
Karsinoma payudara invasif tipe tidak spesifik yang sebelumnya disebut juga
karsinoma duktal invasif tipe tidak spesifikadalahkeganasan yang terjadi pada sel-
sel epitel duktuli payudara, terutama sel-sel dari terminal duct lobular unit
(TDLU) yang ditandai adanya invasi ke stroma jaringandan tumor tidak
membentuk suatu pola tipe histologi tertentu(Ellis et al, 2012).
Karsinoma dapat diklasifikasikan sebagai karsinoma invasif tipe tidak spesifik,
jika gambaran tidak spesifiknya lebih dari 50% massa tumor dengan pemeriksaan
dari potongan yang representatif. Jika gambaran tidak spesifik adalah 10%-49%
dari massa tumor dan sisanya adalah tipe spesifik maka disebut kelompok
campuran yaitu campuran karsinoma invasif tipe tidak spesifik dan tipe spesifik
(Ellis et al, 2012).
2.3.2 Epidemiologi
Karsinoma payudara invasif adalah karsinoma tersering pada wanita. Insiden
kanker payudara meningkat cepat sesuai umur, hanya 5% kanker payudara terjadi
pada wanita dibawah umur 40 tahun. Data dari National Cancer Institute yang
dirangkum dalam laporan American Cancer Society menyebutkan insiden kanker
payudara pada wanita dilaporkan stabil tahun 1975 sampai 1980. Insiden
meningkat 4% pertahun dari 1980-1987 dan terus meningkat sekitar 0,3%
pertahun pada 2002. Kematian akibat kanker payudara naik 0,4% setiap tahun dari
1975-1990. Pada tahun 1990-2002, tingkat kematian menurun 2-3%. Penurunan
pertahun kematian akibat kanker payudara lebih banyak terjadi pada wanita usia
muda dibandingkan usia 50 tahun (3,3% pertahun) dibandingkan diatas usia 50
20
tahun dan yang lebih tua (2,0% pertahun). Peningkatan dan stabilnya insiden serta
berkurangnya tingkat kematian berhubungan dengan screening menggunakan
mammografi, pemeriksaan klinik dan meningkatnya metode terapi.Penurunan
mortalitas yang berhubungan dengan kanker payudara pada wanita yang lahir
setelah tahun 1920 ditemukan pada beberapa negara (Colditz dan Chia, 2012;
Hoda (b),2014).
Insiden kanker di Indonesia masih belum dapat diketetahui secara pasti.
Berdasarkan data dari Badan Registrasi Kanker Ikatan Dokter Ahli Patologi
Indonesia (IAPI) tahun 1998 di 13 Rumah Sakit di Indonesia, kanker payudara
menempati peringkat kedua dari seluruh kasus kanker sebesar 12,2%. Dari data
Globocan 2002, IARC didapatkan estimasi insiden kanker payudara di Indonesia
sebesar 26 per 100.000 perempuan.Sedangkan dari Sistem Informasi Rumah Sakit
(SIRS) di Indonesia tahun 2007 diketahui bahwa kanker payudara menempati
urutan pertama pasien rawat inap (16,85%) dan pasien rawat jalan (21,69%)
(Anonim, 2010).
2.3.3 Etiologi dan Karsinogenesis
Faktor-faktor etiologi yang berhubungan dengan karsinoma payudara dapat
dikelompokkan menjadi faktor genetik yaitu termasuk riwayat keluarga dengan
karsinoma payudara, faktor diet dan yang berhubungan dengan diet, faktor
hormonal dan reproduksi serta faktor terpapar radiasi. Beberapa faktor diet dan
yang berhubungan dengan diet meliputi peningkatan berat badan pada wanita
postmenopause, westernized diet,kurangnya aktifitas fisik (olahraga), asupan buah
21
dan sayuran, merokok dan alkohol. Faktor hormonal dan reproduksi antara lain
meliputi usia menarche, nulliparitas, persalinan pertama pada usia tua, usia
menopause, penggunaan kontrasepsi oral (Colditz dan Chia, 2012).
Sekitar 5-20% kanker payudara mempunyai patogenesis familial yang disebabkan
mutasi germline pada gen tunggal. Kebanyakan kanker payudara adalah
sporadicdan disebabkan oleh mutasi somatik karena agen yang berhubungan
dengan gaya hidup dan faktor lingkungan. Beberapa langkah perkembangan
kanker payudara adalah melalui hubungan dengan mutasi satu atau lebih gen-gen
pengatur. Aktivasi mutasi dari protoonkogen ke onkogen diikuti oleh inaktivasi
gen penekan tumor adalah kemungkinan abnormalitas pertama yang terjadi.
Perubahan pada gen yang penting untuk mengatur proliferasi, apoptosis dan
mekanisme perbaikan DNA dapat menyebabkan ketidakstabilan genetik.Beberapa
gen yang terlibat didalam karsinogenesis payudara adalah gen penekan tumor
yaitu BRCA1, BRCA2 dan gen P53 serta onkogen yang terdiri dari gen HER2,
gen apoptosis, gen reseptor steroid (ER dan PR), gen adhesi sel dan invasif, serta
gen angiogenesis.Peranan apoptosis dalam onkogenesis telah banyak dipelajari.
Apoptosis diperlukan untuk menghancurkan sel-sel dengan kerusakan DNA, atau
sel-sel yang telah menjadi kanker. Beberapa onkogen seperti Bax dan Bcl2, c-myc
dan P53 terlibat dalam pengaturan sinyal proapoptosis dan anti-apoptosis yang
dikontrol oleh beberapa gen.Bcl2 mengatur pelepasan protein mitokondria seperti
sitokrom. Sitokrom c berikatan dengan faktor lainnya untuk membentuk kompleks
aktivasi disebut apoptosom. Apoptosom yang aktif akan mengaktifkan caspase
yang akhirnya akan menyebabkan apoptosis. Hormon-hormon steroid juga
22
dikenal dapat menyebabkan up-regulation atau down-regulation apoptosis dengan
jalan mengontrol kematian sel yang dimediasi P53(Boder, 2013).
Perubahan genetik dan epigenetik yang diperlukan untuk karsinogenesis
menimbulkan perubahan morfologi yang dikenali sebagai lesi payudara, yang
berhubungan dengan meningkatnya resiko perkembangan kanker.Perubahan awal
tersebut adalah perubahan proliferatif, yang berasal dari hilangnya sinyal
menghambat pertumbuhan, menyimpangan kenaikan sinyal pro-pertumbuhan,
atau penurunan apoptosis.Selama perkembangan tumor, klonal ganas menjadi
abadi dan memperoleh kemampuan pembentukan neo-angiogenesis.Gambaran
morfologi dan biologis karsinoma biasanya terbentuk pada tahap insitu, karena di
sebagian besar kasus lesi insitu mirip karsinoma invasif yang menyertai.Langkah
akhir dari karsinogenesis adalah perubahan lesi insitu menjadi karsinoma invasif
(Lester, 2015).
Berdasarkan jalur molekular terdapat tiga jalur utama dalam perkembangan
kanker payudara (Gambar 2.7). Jalur yang terbanyak adalah terjadinya karsinoma
ER positif, HER2 negatif.Terjadi pada individu dengan mutasi germline
BRCA2.Jalur ini berhubungan dengan delesi pada kromosom 16q dan
penambahan kromosom 1q serta aktivasi mutasi PIK3CA.Lesi prekursor yang
sering ditemukan adalah flat epithelial atypia dan atypical hyperplasia. Jalur
kedua yaitu karsinoma HER2 positif. Ditemukan pada penderita dengan mutasi
germline TP53 dan terjadi amplifikasi gen HER2. Lesi prekursor yang ditemukan
adalah atypical apocrine adenosis.Jalur yang paling jarang adalah karsinoma ER
dan HER2 negatif.Pada karsinoma ini lesi prekursor tidak jelas, kemungkinan
23
karena perkembangan lesi yang sangat cepat menjadi karsinoma.Sering ditemukan
pada penderita dengan mutasi germline BRCA1, sedangkan pada tumor sporadic
terjadi mutasi pada TP53.Terjadi ekspresi berlebihan survivin adalah sebagai
respon aktivasi onkogen dan mutasi TP53 (Tamaki et al., 2013; Lester, 2015).
Gambar 2.7
Jalur utama perkembangan kanker payudara (Lester, 2015).
2.3.4 Gejala Klinik
Karsinoma payudara lebih sering ditemukan pada payudara kiri dibandingkan
kanan, dengan perbandingan 110/100. Kurang lebih 50% ditemukan pada kuadran
luar atas, 20% pada bagian sentral atau subareola dan 10% pada kuadran lainnya.
(Moelans dan Diest, 2013).
24
Gejala dan tanda klinik yang paling sering ditemukan adalah adanya massa padat,
berbatas tidak tegas, terfiksir, dengan atau tanpa nyeri. Tanda lain yang bisa
ditemukan adalah gambaran peau d’ orange pada kulit, ulkus, keluar cairan dari
puting susu, dan retraksi puting susu.Sering pula ditemukan pembesaran kelenjar
getah bening aksila(Morrow dan Rutgers, 2012; Hoda (b), 2014).
Untuk menegakkan diagnosis definitif kanker payudaraharus dievaluasi dengan
pemeriksaan fisik, radiologi (mammografi dan ultrasonografi) dan pengambilan
sampel jaringan (baik dengan biopsi aspirasi jarum halus, needle core biopsy
maupun biopsi terbuka).Mammografi adalah metode pencitraan dasar untuk
mendeteksi kanker payudara pada wanita berusia lebih dari 40 tahun. Pada wanita
usia kurang dari 40 tahun dapat mempergunakan ultrasonografi. Magnetic
resonance imaging (MRI) adalah metode yang paling sensitif untuk mendeteksi
kanker payudara, tetapi terbatas digunakan untuk screening wanita dengan resiko
tinggi (Morrow dan Rutgers, 2012).
2.3.5 Subtipe Molekular Karsinoma Payudara Invasif
Profil ekspresi gen utama pada kanker payudara yaitu gen yang berhubungan
dengan reseptor hormonal, gen yang berhubungan dengan HER2 dan gen yang
berhubungan dengan proliferasi dikelompokkan dalam subtipe molekular
berdasarkan gambaran ekspresi gen menggunakan pengelompokan bertingkat.
Karsinoma payudara invasif dibagi menjadi tiga subtipe molekular utama
berdasarkan perubahan genom dan gen serta ekspresi protein, yaitu luminal,
HER2 positif dan basal like atau triple negative(Tabel 2.2). Subtipe molekular
25
sangat berhubungan dengan gambaran klinis, respon terhadap terapi dan
perjalanan akhir penyakit (Allison, 2012; Lester, 2015).
2.3.5.1 Luminal.
Merupakan bentuk paling sering dari karsinoma payudara invasif (50% sampai
60%).Berdasarkan tingkat proliferasinya dibagi menjadi ER positif,HER2 negatif,
proliferasi rendah dan ER positif, HER2 negatif/positif, proliferasi tinggi. ER
positif, HER2 negatif, proliferasi rendah kebanyakan ditemukan pada wanita tua
dan pada stadium awal. Ekspresi gen pada kelompok ini didominasi oleh gen yang
secara langsung diatur oleh reseptor estrogen. Insiden kekambuhan lokal rendah
dan beberapa kasus sembuh dengan pembedahan.Karsinoma payudara ini
berespon baik terhadap terapi hormonal.Pada ER positif, HER2 negatif/positif,
proliferasi tinggi, walaupun tumor ini mempunyai ER positif tetapi biasanya
ekspresi ER rendah dan ekspresi PR rendah atau negatif. Berhubungan dengan
mutasi BRCA2.Terapi sistemik dengan kemoterapi dan diikuti terapi hormonal
(Falcket al., 2013; Lester, 2015).
2.3.5.2 HER2 positif.
Merupakan bentuk kedua tersering dari karsinoma payudara invasif (kurang lebih
20%).Kelompok ini terdiri dari karsinoma dengan ER negatif dan HER2
positif,sedangkan reseptor progesteron biasanya negatif.Sering ditemukan pada
wanita muda dan bukan wanita kulit putih.Profil mRNA menunjukkan
peningkatan ekspresi HER2.Kanker ini mempunyai translokasi interkromosom
kompleks, amplifikasi tingkat tinggi dari HER2 dan tingkat mutasi yang
tinggi.Kanker dalam kelompok ini bisa bermetastasis walaupun berukuran kecil,
26
sering ke organ dalam dan otak.Sebelum ditemukan targeting terapi terhadap
HER2, kanker dengan HER2 positif dihubungkan dengan perjalanan akhir yang
buruk. Saat ini sepertiga atau lebih berespon komplit terhadap antibodi yang
berikatan dan menghambat aktivitas HER2 sehingga mempunyai prognosis yang
lebih baik (Lester, 2015) .
2.3.5.3 ER negatif, HER2 negatif (basal likeatau triple negative carcinoma).
Merupakan 15% dari kanker payudara invasif.Kanker ini mempunyai derajat
diferensiasi tinggi dengan gambaran histologi yaitu solid-pushing borders, area
nekrosis dan dengan infiltrat limfosit yang padat. Sering terjadi pada wanita yang
mengalami premenopause awal.Sebagian besar kanker ini terjadi pada wanita
dengan mutasi BRCA1.Kanker ini mempunyai tingkat proliferasi yang tinggi dan
pertumbuhan yang cepat sehingga sering ditemukan sebagai massa yang dapat
dipalpasi. Sekitar 30% kanker berespon terhadap kemoterapi.Berhubungan
dengan perjalanan akhir penyakit yang buruk karena kemampuan invasif yang
tinggi dan metastasis jauh.Kanker ini bisa bermetastasis ketika masih berukuran
kecil, biasanya ke otak dan organ dalam.Kekambuhan sering terjadi dalam waktu
5 tahun setelah terapi dan sering terjadi kekambuhan lokal walaupun sudah
dilakukan mastectomy (Allison, 2012; Lester, 2015).
Tabel 2.2
Subtipe Molekular Karsinoma Payudara Invasif (Lester, 2015)
Kriteria Luminal HER2 Positif
Triple Negative
Frekuensi ~40-55%
(proliferasi rendah)
~10% (proliferasi
tinggi)
~20% ~15%
27
Termasuk tipe
histologi
spesifik
Lobular derajat
diferensiasi baik
atau sedang, tubular,
musinus
Lobular derajat
diferensiasi
buruk
Apokrin Medullari,
adenoid kistik,
sekretori,
metaplastik
Kelompok
penderita
Wanita tua, laki-
laki, kanker yang
terdeteksi saat
screening
mammografi
Carrier mutasi
BRCA2
Wanita muda,
carrier mutasi
TP53
Wanita muda,
carrier mutasi
BRCA1
Gambaran
metastasis
Tulang (70%),
organ dalam (25%),
otak (<10%)
Tulang (80%),
organ dalam
(30%), otak
(<10%)
Tulang (70%),
organ dalam
(45%), otak
(30%)
Tulang (40%),
organ dalam
(35%), otak
(25%)
Kekambuhan Lambat Sedang Cepat Cepat
Respon
komplit
terhadap
kemoterapi
<10% ~10% ~30% ~30%
2.3.6Stadium Kanker Payudara
Sistem staging kanker payudara yang dipergunakan adalah sistem TNM dari
American Joint Committee on Cancer (AJCC) berdasarkan evaluasi terhadap
tumor (T), keterlibatan kelenjar getah bening (N) dan metastasis jauh (M)
(Ellis,2012).T, N dan M dikombinasikan untuk membuat 5 stadium (stadium 0, I,
II, III, dan IV) yang memberikan informasi tentang keadaan penyakit ( ukuran
tumor, invasi kulit atau dinding dada, dan keterlibatan kelenjar getah bening) dan
metastasis jauh. Gambaran ini digunakan untuk mengklasifikasikan penderita
kanker payudara kedalam kelompok prognosis demi kepentingan pengobatan,
konseling dan uji klinis (Elliset al.,2012; Moelansdan Diest, 2012).
Stadium karsinoma payudara berdasarkan American Joint Committee on
Cancer Staging of Breast Carcinoma adalah:
Stadium 0 : Ductal carcinoma in situ (DCIS) atau Lobular carcinoma in
situ(LCIS); harapan hidup 5 tahun adalah 93%
28
Stadium I : Karsinoma invasif dengan ukuran 2 cm atau kurang tanpa
terkenanya kelenjar getah bening dan tanpa metastasis jauh;
harapan hidup 5 tahun adalah 88%.
Stadium II : Karsinoma invasif dengan ukuran 5 cm atau kurang disertai
metastasis ke kelenjar getah bening aksila yang tidak terfiksasi
dan tanpa metastasis jauh atau karsinoma invasif dengan ukuran
lebih dari 5 cm tanpa metastasis ke kelenjar getah bening atau
tanpa metastasis jauh; harapan hidup 5 tahun adalah 74-81%.
Stadium III : Karsinoma invasif dengan ukuran lebih dari 5 cm dengan
metastasis ke kelenjar getah bening atau karsinoma invasif ukuran
berapapun dengan metastasis ke kelenjar getah bening yang
terfiksir; atau karsinoma yang menginvasi dinding dada, kulit,
edema, serta beradang, jika tidak ditemukan metastasis jauh;
harapan hidup 5 tahun adalah 41-67%.
Stadium IV : Karsinoma invasif ukuran berapapun dengan metastasis ke tempat
jauh (termasuk kelenjar getah bening supraklavikula ipsilateral);
harapan hidup 5 tahun adalah 15%(Moelansdan Diest, 2013).
2.3.7 Prognosis
Informasi mengenai prognosis menjadi sangat penting dalam konseling pasien
untuk memperkirakan perjalanan penyakitnya dan memilih modalitas terapi yang
sesuai. Karsinoma payudara invasif tipe tidak spesifik merupakan bagian terbesar
dari kasus kanker payudara (50-80%) dengan karakteristik prognosis serta
29
penanganannya adalah sama atau sedikit lebih buruk dengan 10 tahun
kelangsungan hidup 35-50% dibandingkan keseluruhan kanker payudara dengan
10 tahun kelangsungan hidup 55%. Prognosis dipengaruhi oleh variabel klasik
seperti derajat diferensiasi histologi, ukuran tumor, keterlibatan kelenjar getah
bening dan invasi pembuluh darah serta prediksi respon terapi seperti status ER
dan PR atau subtipe molekular(Elliset al. 2012).Molekul lain sedang diteliti untuk
mengetahui nilainya sebagai faktor prognosis dan prediktif. Beberapa penelitian
sedang dilakukan untuk menentukan kemungkinan survivin digunakan sebagai
faktor prognosis (Lvet al,2010)
2.4 Survivin
2.4.1 Struktur dan Fungsi Survivin
Survivin adalah anggota dari keluarga gen inhibitor apoptosis protein (IAP), yang
berfungsi menghambat apaptosis dan regulasi mitosis. Survivin terdiri 16,5 kD
protein dari 142 asam amino, yang dikode oleh suatu gen tunggal yang berlokasi
pada kromososm 17q25 (Kelly et al., 2011). Terdiri dari pengulangan tunggal
baculovirus IAP dan suatu perluasan α-helical coiled-coil pada carboxy terminus.
Berfungsi sebagai homodimer, membutuhkan pengulangan tunggal baculovirus
IAP untuk dimerisasi dan menggabungkan protein lain seperti caspase 3, p21 dan
Cdk4 (Doolittleet al., 2010; Joannaet al.,2012)(Gambar 2.8).
30
Gambar 2.8
Struktur protein dan fungsi survivin (Doolittleet al., 2010)
Ada 5 varian survivin yaituwild type survivin, survivin2B, survivin2α,
survivin3B dan survivin∆Ex3 dengan struktur dan fungsi yang berbeda. Misalnya
survivin2α berperanan besar didalam aktivitas antiapoptosis tanpa stimulus
antiapoptosis.Hal ini berhubungan dengan prognosis yang buruk pada penderita
kanker payudara (Vegran et al., 2011).Survivin3B lebih sering ditemukan pada
karsinoma payudara derajat tinggi dan berhubungan dengan status mutasi gen
P53, menunjukkan peranan survivin3B pada inhibisi apoptosis. Survivin2B
kemungkinan berperan sebagai suatu faktor pro apoptosis pada karsinoma
payudara, dan ekspresinya berkurang pada tumor stage dependent way, pada
tumor berukuran kecil, ekspresinya meningkat pada dan berhubungan dengan
kelenjar getah beningaksila yang positif karsinoma. Secara teori jika survivin2B
terekspresi dominan, hal tersebut berhubungan dengan prognosis yang baik (Lvet
al., 2010;Vegranet al., 2011).
31
Survivin adalah suatu protein pembawa kromosom yang berlokasi pada
kinetochore pada metaphase, berpindah pada bagian pertengahan spindle sentral
pada anaphase dan berakumulasi pada mid bodies saat telophase. Suatu
peningkatan regulasi survivin pada ruang sel G2/M, ditemukan pada beberapa sel
tumor. Survivin pada ruang subseluler mitokondria berfungsi sebagai protein anti
apoptosis. Adanya survivin pada kolam mitokondria ditemukan sebagai respon
pada stimulasi kematian sel.Survivin mitokondria akan cepat berubah dan
dikeluarkan pada cytosol, dimana akan mencegah aktivasi caspase dan
menghambat apoptosis. Survivin tidak terlihat pada mitokondria jaringan normal,
sehingga menegaskan bahwa survivin mitokondria secara khusus berhubungan
dengan transformasi tumor.Penelitian terbaru menemukan bahwa survivin
mempunyai sinyal keluar nukleus dan sel kanker, peranan mitosis dan anti
apoptosis dapat dipisahkan melalui mutasi pada sinyal keluar nukleus yang
membatalkan aktivitas sitoprotektif protein tetapi mitosis tetap terjadi (Doolittle et
al., 2010; Joanna, 2012).
2.4.2 Peranan Survivin pada Pembelahan Sel
Survivin mempunyai peranan penting dalam pembelahan sel, ekspresinya diatur
dalam siklus sel. Survivin meningkat pada fase G1 dan puncaknya pada fase G2M
(Kelly et al, 2011).Berdasarkan ekspresi pada mitosis, survivin berlokasi pada
beberapa komponen apparatus mitosis, termasuk sentrosom, mikrotubulus pada
metaphase dan spindle anaphase, serta sisa dari apparatus mitosis yaitu
midbodies.Suatu hubungan langsung antara survivin dan tubulin polymerase telah
32
ditunjukkan invitro, meliputi –COOH terminus α-helix.Suatu lokasi kompleks
survivin pada apparatus mitosis menunjukkan fungsi penting pada pembelahan
sel. Survivin berfungsi sangat penting dalam tahap akhir pembelahan sel yaitu
sitokinesis, berpotensi terlibat dalam pembelahan jalur pembentukan.Survivin
menunjukkan suatu bentuk kompleks dengan molekul untuk meregulasi sitokin,
termasuk Aurora B kinase dan INCENP pada kinetochore dan spindle sentral
anaphase.Survivin berperanan dalam fase awal mitosis dibandingkan sitokinesis,
dan dibutuhkan untuk pengumpulan apparatus mitosis bipolar dengan
mengendalikan stabilitas mikrotubulus (Pennatiet al., 2007;Mitaet al., 2008).
Survivin berlokasi pada sentrosom/mikrotubulus dan kinetochore memediasi
fungsi nyata pada berbagai tahap pembelahan sel yaitu regulasi stabilitas
mikrotubulus dan berhubungan dengan pembentukan spindle telephase dan
pengawasan jalur pembentukan akhir telephase. Ini sesuai dengan pengamatan
bahwa mikrotubulus dan kinetochore yang berhubungan dengan survivin
diregulasi secara berbeda selama siklus sel, menunjukkan tidak ada gambaran
overlapping dari fosforilasi dan bisa dikenali dengan monoclonal antibody dalam
gambaran yang khas (Pennatiet al., 2007;Mitaet al., 2008).
Kemungkinan kelompok lain survivin menyediakan kelanjutan regulasi dinamis
dari checkpointspindle mitosis dan dari kinetochore dinamis melalui kumpulan
spindle. Hal ini sesuai dengan data yang mengidentifikasikan peranan Aurora B
dalam penyatuan kromosom dan penyusunan mikrotubulus pada stadium awal
mitosis dibandingkan sitokin. Dalam hal ini, peranan kompleks survivin/Aurora
pada kinetochore dinamis akan berintegrasi dengan survivin mikrotubulus dalam
33
pembentukan spindle yang akan masuk ke metaphase. Kelanjutan regulasi dari
checkpoint spindle mitosis juga sesuai jalur data mikroinjeksi antibodi.Dimana
inhibisi dari siklus istirahat sel yang dihambat oleh survivin berperan sebagai
racun spindle. Aurora kinase ditemukan sering dengan ekspresiberlebihan pada
kanker dan mungkin berhubungan dengan transformasi onkogen. Kombinasi
ekspresi berlebihan survivin dan aurora pada kanker, mungkin menghapus
mekanisme surveillance dari checkpoint spindle, menyebabkan sel dengan defek
spindle, kumpulan kromosom yang menyimpang atau kinetochore yang tidak
sebaris untuk menghasilkan pembelahan sel (Pennatiet al., 2007; Mitaet al.,
2008).
2.4.3 Peranan Survivin pada Inhibisi Apoptosis
Apoptosis adalah mekanisme penting pada kematian sel dan merupakan bagian
dari nekrosis tumor.Pada potongan histologi rutin, sel apoptosis ditandai dengan
kondensasi kromatin dan sitoplasma.Peningkatan apoptosis bisa berhubungan
dengan karsinoma intraduktal yang mempunyai inti derajat tinggi sertaarea
nekrosis, dan karsinoma invasif (Hoda (b), 2014).
Akumulasi dari sel neoplastik bukan hanya berasal dari aktivasi growth-
promoting oncogenes atau inaktivasi dari growth-suppressing tumor suppressor
genes, tetapi juga berasal dari mutasi pada gen yang mengatur apoptosis.
Apoptosis adalah suatu barrier yang harus dikalahkan untuk terjadinya
kanker.Kematian sel akibat apoptosis adalah respon fisiologis untuk beberapa
34
kondisi patologis yang mungkin berkontribusi terhadap malignansi jika sel masih
tetap hidup (Kumar, 2015).
Apoptosis merupakan evolusi berkelanjutan dari program kematian sel yang
tergantung ATP, dilakukan oleh caspase (cysteine protease) yang menyebabkan
disrupsi progresif struktur sel dan pembentukan vesikel didalam membran yang
dinamakan badan apoptosis. Apoptosis dapat dicetuskan oleh sinyal kematian sel
intrinsik atau ektrinsik serta diregulasi oleh dua keluarga gen yaitu Bcl2 dan IAP
(Hmeljakdan Cor,2012).
Peranan survivin dalam inhibisi apoptosis adalah melalui 3 jalur yaitu ekspresi
berlebihan survivin berhubungan dengan inhibisi kematian sel yang dimulai
melalui jalur apoptosis ekstrinsik dan intrinsik. Kedua adalah transgenik ekspresi
survivin dihasilkan pada inhibisi apoptosis invivo sebagai respon terhadap ikatan
Fas yang suboptimal.Ketiga yaitu yang termasuk molekul antagonis survivin
adalah antisense, ribozyme, siRNA, stimulus apoptosis dan aktivitas antikanker
secara invivo dihasilkan pada kematian sel yang tergantung caspase, peningkatan
stimulus apoptosis dan aktivitas antikanker. Akumulasi survivin berperanan lebih
selektif dibandingkan inhibitor apoptosis lainnya pada antagonis apoptosis yang
tergantung mitokondria.Ekspresi berlebihan survivin lebih efisien saat
menghambat mitokondria, tetapi bukan apoptosis yang diinduksi kematian
reseptor, yaitu suatu kompleks antara survivin dan mitokondria inisiator caspase
9.Survivin juga menunjukkan hubungan dengan Smac/DIABLO, suatu protein
apoptogen yang dihasilkan oleh mitokondria yang mengeluarkan efek inhibisi
pada IAP saat aktivasi caspase (Hmeljak dan Cor, 2012).
35
Kematian sel yang diinduksi molekul antagonis survivin atau dengan pengurangan
heterozigot pada tingkat survivin, mempunyai karakteristik apoptosis tergantung
mitokondria dengan pengeluaran sitokrom c, aktivasi caspase 9 dan keterlibatan
dari komponen apoptosom, caspase 9 dan Apaf-1. Data ini menunjukkan bahwa
survivin berbeda dari inhibitor anti apoptosis lain yang menghambat inisiator atau
efektor caspase melalui BIRs independen. Jalur ini kemungkinan berpusat pada
interaksi antara survivin dengan Smac/DIABLO.Survivin diinhibisi oleh
Smac/DIABLO, yang menempatkan survivin pada posisi sentral dalam
keseimbangan dinamis dari faktor-faktor proapoptosis dan antiapoptosis (Gambar
2.9). Model ini mendapatkan pertentangan dari penelitian yang menemukan
survivin mengalami kekurangan struktur yang memediasi ikatan antara caspase
yang ada pada IAP lain dan peranan survivin dalam pembelahan sel, tetapi bukan
pada sitoproteksi. Penelitian lain menemukan bahwa survivin menghambat
caspase 9 tetapi tidak pada caspase 3 dan 7. Kemampuan survivin untuk
menginhibisi apoptosis lebih rumit dibandingkan inhibisi caspase langsung dan
membutuhkan kerjasama denganmolekul lainnya seperti hepatitis B X-interacting
protein dan X-linked IAP (Mitaet al., 2008).
36
Gambar 2.9
Fungsi survivin sebagai inhibitor apoptosis.Berdasarkan aktivasi sinyal
selproapoptosis, survivin dikeluarkan dari mitokondria ke sitosol dan
menghambat caspase 9 aktif. Fungsi ini memerlukan hubungan dengan hepatitis B
X-interactingprotein dan/ataudengan X-linked IAP serta dihambat oleh
Smac/Diablo(Mitaet al., 2008).
2.4.4 Peranan Survivin pada Angiogenesis
Seperti jaringan normal, tumor memerlukan suplai oksigen dan nutrisi serta
pembuangan produksi yang tidak diperlukan.Sel kanker dapat menstimulasi
pembentukan neoangiogenesis, dimana pembuluh darah baru tumbuh dari
pembuluh darah kapiler yang sudah ada sebelumnya atau pada beberapa kasus
vaskulogenesis terjadi dengan pengambilan sel endothel dari sumsum
tulang.Vaskularisasi tumor adalah abnormal, dimana pembuluh darah biasanya
lemah dan berdilatasi serta mempunyai stuktur yang tidak teratur.Angiogenesis
diperlukan bukan hanya untuk melanjutkan pertumbuhan tumor tetapi merupakan
jalur untuk vaskularisasi dan metastasis (Kumar, 2015).
37
Survivin juga berperanan dalam angiogenesis.Hubunganantara sel endotel dengan
gen yang mengkode survivin spesifik siRNA atau bentukphosphorylation
defective survivin menyebabkan regresi pembuluh darah selama angiogenesis
tumor. Ekspresi survivin meningkat (pada mRNA dan protein) sel endothel
pembuluh darah yang dikultur akibat paparan faktor angiogenesis seperti VEGF
dan bFGF.Mekanisme dimana survivin menyebabkan angiogenesis, menunjukkan
kemampuannya menyediakan integritas struktur mikrotubulus dan menghambat
apoptosis pada sel endothel, yang diperlukan untuk viabilitas dan integritas sel
endhothel (Lvet al., 2010).
2.4.5 Peranan Survivin pada Biologi Kanker
Survivin hampir tidak ditemukan pada kebanyakan jaringan dewasa, dan
ekspresinya terbatas pada perkembangan embrio dan hematopoietik, sel epitel dan
sel gonad, dimana ekspresinya tergantung pada siklus sel. Survivin tidak
terdeteksi pada diferensiasi akhir kebanyakan jaringan normal. Ekspresi
berlebihan survivin ditemukan pada keganasan manusia yaitu tumor paru,
payudara, kolon, lambung, esofagus, pankreas, hati, uterus, ovarium, non hodgkin
limfoma, hodgkin limfoma (Brennanet al., 2008;Doolittleet al., 2010).Insiden
ekspresi survivin pada kanker dilaporkan bervariasi dari 30% sampai
100%.Ekspresi survivin yang tinggi dihubungkan dengan prognosis buruk pada
kebanyakan kanker (Yamashitaet al., 2007; Sartiet al., 2013).
Beberapa penelitian retrospektif menggunakan protein dan strategi deteksi asam
nukleus (imunohistokimia, RT-PCR, in situ hibridisasi, DNA array profiling)
38
memetakan adanya survivin pada berbagai tumor dan menjelaskan pengaruhnya
pada parameter penyakit dan perjalanan akhir penyakit. Survivin adalah suatu
marker dari penyakit yang agresif dan unfavourable, menunjukkan kelangsungan
hidup yang singkat, peningkatan kekambuhan, resisten terhadap kemoterapi dan
pengurangan indeks apoptosis in vivo. Survivin berperan dalam progresi tumor
dibandingkan pada tahap awal transformasi onkogen, dan konsekuensinya
mungkin tidak terlihat sampai terdapatnya akumulasi mutasi tambahan. Dasar
molekular ekspresi berlebihan survivin pada kanker telah diteliti. Transkripsi gen
survivin berhubungan dengan progresi mitosis dan proliferasi sel yang tinggi. Gen
survivin secara keseluruhan berperanan dalam kanker, menyebabkan ekspresi
berlebihan protein pada semua fase siklus sel, bukan hanya pada mitosis (Fukuda
dan Pelus, 2006; Doolittleet al., 2010).
Peranan biologi survivin pada kanker bukan hanya menghambat
apoptosis.Survivin juga berperan dalam regulasi checkpoint spindlemitosis, dari
kinetochore berpasangan dengan spindle, menunjukkan ekspresi berlebihan pada
kanker yang dapat menyebabkan sel dengan defek spindle atau kesalahan barisan
kinetochore untuk melanjutkan pembelahan sel. Sebagai tambahan peranan
langsung pada karsinogenesis, survivin juga berperan penting pada angiogenesis
tumor sebab terekspresi kuat pada sel endotel selama fase remodeling dan
proliferasi dari angiogenesis.Penekanan yang diperantarai antisense dari survivin
selama angiogenesis menstimulasi involusi kapiler in vitro.Penelitian terbaru juga
mengungkapkan bahwa survivin berperanan dalam progresi dan kemoresisten
tumor.Penelitian in vitro dan in vivo menunjukkan bahwa penghambatan survivin
39
mengurangi potensi pertumbuhan tumor dan meningkatkan kepekaan tumor
terhadap agen kemoterapi (Mitaet al., 2008; Cheunget al., 2013).
2.4.6 Survivin pada Karsinoma Payudara
Pada penelitian terbaru, ekspresi survivin ditemukan pada 70,7%-90,2% kasus
karsinoma payudara dengan proporsi bervariasi dari sel tumor yang positif.
Sebaliknya, pada jaringan payudara normal disekitarnya tidak mengekspresikan
survivin. Hal ini sesuai dengan beberapa penelitian yang lain bahwa survivin
terekspresi pada beberapa keganasan termasuk karsinoma payudara, tetapi tidak
pada jaringan non neoplastik. Terdapat hubungan antara ekspresi survivin dengan
faktor prognosis buruk seperti ukuran tumor yang besar, derajat diferensiasi
histologiyang tinggi, metastase kelenjar getah bening, stadium tumor yang tinggi,
status hormonal ER negatif dan PR negatif (Tsaiet al., 2008; Youssefet al.,
2008).Jhaet al (2012), mengemukakanterdapat hubungan bermakna ekspresi
survivin dengan stadium tumor, derajat diferensiasi histologi, status ER dan
HER2. Penelitian lain tidak menemukan hubungan bermakna antara ekspresi
survivin dengan stadium klinis, ukuran tumor, derajat diferensiasi histologi,
metastasis kelenjar getah bening dan reseptor hormonal (ER, PR) menggunakan
analisis mRNA dan imunohistokimia (Gokselet al., 2007).
Berdasarkan subtipe molekular, survivin ditemukan pada ekspresi lebih rendah
pada luminal dan lebih tinggi pada HER2 positif serta triple negative sebagai
tanda perilaku kanker payudara yang agresif dan mempunyai perjalanan akhir
penyakit yang buruk(Youssef et al., 2008). Stres oksidatif yang tinggi akan
40
menghasilkan reactive oxygen species (ROS) yang akan menyebabkan kerusakan
DNA sehingga akan menginduksi apoptosis dan menurunkan ekspresi
survivinsehingga menyebabkan pembentukan kanker ER positif atau luminal
(Pervin et al., 2013). Mutasi TP53 dan ekspresi tinggi HER2 akan menekan
apoptosis dan meningkatkan ekspresi survivin sehingga terjadi proliferasi yang
tidak terkontrol dan pertumbuhan kanker dengan HER2 positif (Carpenter dan
Lo., 2013). Mutasi TP53 dan inaktivasi BRCA1 akan meningkatkan ekspresi
survivin dan terjadi resistensi apoptosis sehingga menyebabkan pertumbuhan
kanker triple negative (Blanchard et al., 2015).
2.4.7 Survivin dan Terapi Kanker
Saat ini sudah banyak usaha yang dilakukan untuk menjadikan survivin sebagai
target baru pada terapi kanker. Penghambatan survivin menyebabkan banyak jalur
proliferasi sel dan sitoproteksi secara bersamaan terganggu.Penghambatan
langsung terhadap survivin bisa dilakukan pada berbagai tingkat yaitu
menghambat transkripsi gen, menghambat translasi mRNA dan pemecahan
protein. Terapi gen dan imunoterapi saat ini masih dalam tahap pengembangan.
Terapi gen dengan menggunakan vektor virus atau plasmid untuk membawa
mutant survivin negatif dominan ke sel tumor dan penggunaan promoter gen
survivin untuk membawa ekspresi gen sitotoksik ke sel tumor.Vaksin survivin
saat ini sedang dalam penelitian klinis, secara bermakna memperlambat
pertumbuhan tumor dan memperpanjang harapan hidup dengan meningkatkan
infilrasi limfosit pada tumor (Doolitleet al., 2010).
41
2.4.8 Pulasan Imunohistokimia
Pada pulasan imunohistokimia survivin yang dinilai adalah intensitas pulasan,
distribusi pada sitoplasma dan atau nukleus, dan persentase sel kanker yang
terpulas positif. Sel kanker yang dinyatakan terpulas positif adalah sel epitel ganas
yang terpulas coklat pada sitoplasma dan atau nukleus. Ekspresi protein dihitung
pada sampel menggunakan metode skoring yang telah digunakan sebelumnya.
Persentase berarti dari sel-sel tumor yang positif ditentukan paling sedikit pada
lima area dengan pembesaran 400x dan ditandai oleh satu dari lima kategori
berikut: 0: <5%, 1: 5%-20%, 2: 21%-50%, 3: 51%-75% dan 4:> 75%. Intensitas
imunuhistokimia diskoring berdasarkan: (a) lemah, 1+; (b) sedang, 2+; dan (c)
kuat, 3+. Persentase dari sel-sel yang positif dikalikan intensitas pulasan
menghasilkan skor untuk tiap kasus (Gambar 2.10). Kasus dengan skor <1 disebut
negatif dan skor ≥ 1 disebut positif. Setiap sediaan dinilai secara blind dan
independen oleh 2 orang dokter spesialias patologi anatomi (Youssefet al., 2008).
ER positif adalah ≥ 1% sel-sel tumor terpulas positif berwarna coklat pada
nukleus. PR positif adalah ≥ 1% sel-sel tumor terpulas positifberwarna coklat
pada nukleus. HER2 positif adalah jika lebih dari 10% sel-sel tumor terpulas
penuh berwarna coklat pada membran dengan intensitas kuat (pulasan 3+).
Berdasarkan imunohistokimia ER, PR dan HER2, maka subtipe molekular
diklasifikasikan sebagai berikut yaitu luminal (ER+ dan atau PR+, HER2- atau
HER2+);HER2 positif (HER2+, ER- dan atau PR-) dan triple negative(ER- dan
atau PR-, HER2-) (Youssefet al., 2008; Lester, 2015)
42
Gambar 2.10.
Imunohistokimia survivin pada karsinoma payudara. A. Pulasan positif pada
nukleus; B. Pulasan positif pada nukleus dan sitoplasma; C. Pulasan positif pada
sitoplasma (Jhaet al, 2012).
43
BAB III
KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN
3.1 Kerangka Berpikir
Kanker adalah suatu penyakit dimana terjadi gangguan pada pengaturan siklus sel
normal. Penyebab kanker payudara terdiri dari banyak faktor, meliputi faktor
genetik yaitu termasuk riwayat keluarga dengan karsinoma payudara, faktor diet
dan yang berhubungan dengan diet, faktor hormonal dan reproduksi serta faktor
terpapar radiasi.Beberapa langkah perkembangan kanker payudara adalah melalui
hubungan dengan mutasi satu atau lebih gen-gen pengatur. Aktivasi mutasi dari
protoonkogen ke onkogen diikuti oleh inaktivasi gen penekan tumor, perubahan
pada gen yang penting untuk mengatur apoptosis dan mekanisme perbaikan
DNA.Mutasi P53 menyebabkan kegagalan pada aktivasi gen yang menginhibisi
siklus sel dan gen apoptosis sehinggadiekspresikan protein anti apoptosis yang
disebut inhibitor apoptosis protein (IAP)dan menyebabkan pertumbuhan sel yang
tidak terkontrol. Survivin adalah anggota dari keluarga gen inhibitor apoptosis
protein (IAP), yang berfungsi menghambat apoptosis, regulasi mitosis dan
angiogenesis. Survivin terekspresi pada beberapa keganasan termasuk karsinoma
payudara, tetapi tidak pada jaringan non neoplastik.
Karsinoma invasif tipe tidak spesifik adalah kelompok terbanyak karsinoma
payudara (70%-80%). Karsinoma invasif tipe tidak spesifik merupakan keganasan
pada sel epitel duktus payudara dengan gambaran yang tidak spesifik. Penegakan
diagnosis, penentuan faktor prognosis dan prediksi penting dilakukan untuk
44
menentukan pemilihan pengobatan dan melihat perjalanan akhir
penyakit.Perjalanan akhir penyakitwanita dengan kanker payudara tergantung
pada gambaran biologis karsinoma yaitu tipe histologi atau molekular serta
perluasan dimana kanker sudah menyebar atau stadium saat didiagnosis.
Survivin berhubungan dengan subtipe molekular.Survivin ditemukan dengan
ekspresi lebih rendah pada luminal dan lebih tinggi pada HER2 positif serta triple
negative.Stres oksidatif yang tinggi akan menghasilkan reactive oxygen species
(ROS) yang akan menyebabkan kerusakan DNA sehingga akan menginduksi
apoptosis dan menurunkan ekspresi survivin sehinggaterjadi pembentukan kanker
ER positif atau luminal. Mutasi TP53 dan ekspresi tinggi HER2 akan menekan
apoptosis dan meningkatkan ekspresi survivin sehingga terjadi proliferasi yang
tidak terkontrol dan pertumbuhan kanker dengan HER2 positif. Mutasi TP53 dan
inaktivasi BRCA1 akan meningkatkan ekspresi survivin dan terjadi resistensi
apoptosis sehingga menyebabkan pertumbuhan kanker triple negative.Ekspresi
survivin dihubungkan dengan prognosis buruk, perilaku yang agresif dan tingkat
bertahan hidup yang rendah.
45
3.2 Konsep Penelitian
Bertolak dari kerangka berpikir diatas, maka dibuat konsep penelitian seperti
bagan berikut:
Gambar 3.1
Bagan konsep penelitian
Keterangan gambar:
= Variabel yang diteliti
Internal:
- Genetik
- Hormonal
dan
reproduksi
Kegagalan pada aktivasi
gen yang menginhibisi
siklus sel dan gen
apoptosis
Eksternal:
- Diet
- Paparan
hormonal
Survivin
Karsinoma payudara invasif tipe tidak spesifik
Subtipe molekular
Luminal HER2 positif Triple negative
46
3.3 Hipotesis
Terdapat hubungan positif antara ekspresi survivin dengan subtipe molekular
berdasarkan imunohistokimia pada karsinoma payudara invasif tipe tidak spesifik.
47
BAB IV
METODE PENELITIAN
4.1 Rancangan Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian dengan menggunakan metode observasional
analitik potong lintang.
Gambar 4.1
Rancangan Penelitian
4.2 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di Bagian/SMF Patologi Anatomi FK UNUD/RSUP
Sanglah, Denpasar dan di Bagian/SMF Patologi Anatomi FK Universitas Gadjah
Mada/RSUP dr. Sardjito, Yogyakarta dari2 Juli –18 Agustus 2015.
Karsinoma
payudara
invasif tipe
tidak
spesifik
Luminal
Triple
negative
Ekspresi
survivin
Subtipe
molekular
HER2
positif
Ekspresi
survivin
Ekspresi
survivin
48
4.3 Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini adalah gambaran mikroskopis dari bahan biopsi dan
operasi penderita karsinoma payudara invasif tipe tidak spesifik yang diperiksa
secara histopatologi di Bagian/SMF Patologi Anatomi FK Unud/RSUP Sanglah
Denpasar serta ekspresi imunohistokimia ER, PR, HER2 dan survivin dari bahan
biopsi dan operasi penderita karsinoma payudara invasif tipe tidak spesifik subtipe
molekular luminal, HER2 positif dan triple negative.
4.4 Penentuan Sumber Data
4.4.1 Populasi
4.4.1.1 Populasi target
Populasi target adalah semua sediaanblok parafin penderita karsinoma payudara
invasif tipe tidak spesifik yang diperiksa secara histopatologi dan subtipe
molekular luminal, HER2 positif dan triple negativeyang diperiksa secara
imunohistokimia dari hasil biopsi dan operasidi Bali.
4.4.1.2 Populasi terjangkau
Populasi penelitian adalah semua sediaanblok parafin penderita karsinoma
payudara invasif tipe tidak spesifik yang diperiksa secara histopatologi dan
subtipe molekular luminal, HER2 positif dan triple negativeyang diperiksa secara
imunohistokimiadi Bagian/SMF Patologi Anatomi FK Unud/RSUP Sanglah
Denpasar.
49
4.4.2 Sampel
Sampel penelitian adalah semua sediaan blok parafin penderita karsinoma
payudara invasif tipe tidak spesifik yang diperiksa secara histopatologi dan
subtipe molekular luminal, HER2 positif dan triple negativeyang diperiksa secara
imunohistokimiadi Bagian/SMF Patologi Anatomi FK Unud/RSUP Sanglah
Denpasar yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi dari tanggal 1 Januari
2013sampai dengan28 Februari 2015.
4.4.3 Kriteria Inklusi dan Eksklusi
4.4.3.1 Kriteria inklusi
1. Sediaan blokparafin yang berasal dari bahan biopsi atau operasi payudara
yang mengandung cukup jaringan tumor karsinoma payudara invasif tipe
tidak spesifik dan memenuhi kriteria pengelompokan subtipe molekular
berdasarkan pemeriksaan imunohistokimia.
2. Sediaan blokparafin yang berasal dari bahan biopsi atau operasi karsinoma
payudara invasif tipe tidak spesifik yang belum mendapat radioterapi,
kemoterapi dan terapi hormonal.
4.4.3.2 Kriteria eksklusi
1. Sediaanblok parafinfrozen section karsinoma payudara invasif tipe tidak
spesifik.
2. Blok parafin rusak atau berjamur.
50
4.4.4 Besar Sampel
Besar sampel minimal yang dibutuhkan dalam penelitian ini dihitung berdasarkan
rumus (Araoye, 2003):
n=�����
��
Keterangan:
n = besar sampel
P = prevalensi survivin di populasi
Q = 1 – P
d = 15% (deviasi di populasi)
Zα = 1,96 (tingkat kemaknaan)
Tabel 4.1
Perhitungan Besar Sampel berdasarkan Prevalensi per Variabel
Penelitian dengan Menggunakan Rumus Araoye (2003).
No Variabel Prevalensi Q = 1 - P n
1. Luminal 0,33 0.67 37,75
2. HER2 positif 0,33 0,67 37,75
3. Triple negative 0,33 0,67 37,75
4. Survivin 0,79 0,21 28,33
Berdasarkan tabel 4.1 di atas maka diambil besar sampel yang paling besar yaitu n
= 37,75. Untuk menghindari drop out maka ditambah 10% sehingga sampel
menjadi 37,75 + 3,78 = 41,53 dibulatkan menjadi 42 sampel. Jadi dalam
penelitian ini digunakan 42 sampel.
51
4.4.5 Teknik Pengambilan Sampel
Sampel penelitian adalah semua sediaan blok parafin dari penderita karsinoma
payudara invasif tipe tidak spesifik yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi
yang ditetapkan peneliti. Populasi terjangkau yang memenuhi syarat diambil
secara random untuk mendapatkan besar sampel yang dibutuhkan( 42sediaan).
4.5 Identifikasi Variabel Penelitian
4.5.1 Klasifikasi Variabel
Variabel dalam penelitian ini terdiri dari 2 variabel yaitu:
1. Variabel bebas: Ekspresi survivin
2. Variabel tergantung: Karsinoma payudara invasif tipe tidak spesifik subtipe
molekular luminal, HER2 positif dan triple negative.
4.5.2 Definisi Operasional Variabel
1. Karsinoma payudara invasif tipe tidak spesifik: Sebelumnya disebut
karsinoma duktal invasif tipe tidak spesifik, merupakan kelompok keganasan
payudarayang terjadi pada sel-sel epitel duktuli payudara, terutama sel-sel
dari terminal duct lobular unit (TDLU)yang ditandai adanya invasi ke stroma
jaringan dan tumor tidak membentuk suatu pola tipe histologi tertentu sesuai
kriteria WHO tahun 2012 (Ellis et al, 2012).
52
2. Subtipe molekular adalah profil ekspresi protein pada karsinoma payudara
yang dikelompokkan berdasarkan imunohistokimiadan tingkatan yaitu
luminal (ER+ dan atauPR+, HER2- atau HER2+), HER2 positif (HER2+,ER-
dan atau PR-) dan triple negative(ER- dan atauPR-, HER2-) (Lester, 2015).
3. ER positif adalahpulasan pada nukleus berwarna coklat ≥ 1% sel-sel tumor
(Choccalingam, 2013).
4. PR positifadalah pulasan pada nukleus berwarna coklat ≥ 1% sel-sel tumor
(Choccalingam, 2013).
5. HER2 positif adalah pulasan pada membran berwarna coklat, dinilai
berdasarkan ASCO/CAP guideline(Tabel 4.2) (Rakha et al., 2014).
Tabel 4.2
Penilaian Protein HER2(Rakha et al., 2014).
Skor Penilaian protein HER2 Pulasan
0 Negatif Tidak terpulas atau terpulas tidak penuh
pada membran <10% sel-sel tumor invasif.
1+ Negatif Terpulas samar-samar atau terpulas tidak
penuh lemah pada membran >10% sel-sel
tumor invasif.
2+ Meragukan Terpulas penuh lemah sampai sedang pada
membran >10% sel-sel tumor invasif atau
terpulas penuh kuat pada membran <10%
sel-sel tumor invasif.
3+ Positif Terpulas penuh kuat (intense dan uniform)
pada membran >10% sel-sel tumor invasif.
53
6. Ekspresi survivin adalah : Penilaian protein survivin dengan metode
imunohistokimia menggunakan antibodi survivin mouse monoclonal, clone
12C4, pengenceran 1:50 DAKO Jepang, secara semikuantitatif, diamati
dengan mikroskop cahaya binokular merk Olympus CX22 mulai dari
pembesaran lemah (40x) untuk melihat perluasan sel yang terpulas positif
dan pembesaran kuat (400x) untuk melihat intensitas pewarnaan pada sel
yang terpulas positif. Sel kankeryang dinyatakan terpulas positif adalah sel
epitel ganasinfiltratif yang terpulas coklat pada sitoplasma dan atau
nukleus.Ekspresi protein dihitung pada sampel menggunakan metode skoring
yang telah digunakan pada penelitian-penelitian internasional sebelumnya.
Persentase berarti sel-sel tumor yang positif ditentukan paling sedikit pada
lima area menggunakan pembesaran 400x dan ditandai oleh satu dari lima
kategori berikut: 0: <5%, 1: 5%-20%, 2: 21%-50%, 3: 51%-75% dan 4:>
75%. Intensitas imunuhistokimia diskoring berdasarkan: (a) lemah, 1+; (b)
sedang, 2+; dan (c) kuat, 3+. Persentase dari sel-sel yang positif dikalikan
intensitas pulasan menghasilkan skor untuk tiap kasus. Kasus dengan skor <1
disebut negatif dan skor ≥ 1 disebut positif. Setiap sediaan dinilai secara blind
dan independen oleh 2 orang dokter spesialias patologi anatomi (Youssefet
al., 2008). Pemeriksaan imunohistokimia survivin dikerjakan di laboratorium
imunohistokimia Bagian Patologi Anatomi FK Universitas Gajah Mada
Jogjakarta. Interpretasi ekspresi survivin dilakukan oleh peneliti dan dosen
pembimbing tanpa mengetahui data klinikopatologi pasien.
54
4.6 Bahan Penelitian
Bahan pemeriksaan histopatologi berupa blok parafin dari bahan biopsi dan
operasi penderitakarsinoma payudara invasif tipe tidak spesifik yang diperiksa
secara histopatologi dan subtipe molekular luminal, HER2 positif dan triple
negative yang diperiksa secara imunohistokimia di Bagian/SMF Patologi Anatomi
FK Unud/RSUP Sanglah dan slide dengan pengecatan H&E dan
imunohistokimia.
4.7 Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian yang digunakan adalah:
1. Buku Registrasi Pemeriksaan Histopatologi Bagian/SMF Patologi Anatomi
FK Unud/RSUP Sanglah tahun tahun 2013 hingga 28 Februari 2015untuk
mencari data pasien yang menderita karsinoma payudara invasif tipe tidak
spesifik subtipe molekular luminal, HER2 positif dan triple negativedari
tahun 2013 hingga tahun 28 Februari 2015.
2. Mikroskop cahaya binokular Olympus CX22 untuk melihat ekspresi survivin
pada sediaan karsinoma payudara invasif tipe tidak spesifik subtipe
molekular luminal, HER2 positif dan triple negative.
3. Instrumen untuk pemeriksaan imunohistokimia yaitu: mikrotom Leica 2125
RM, gelas obyek yang telah dilapisi dengan poly-L-lysine, merk Sigma,
ukuran lebar 1 inchi, panjang 3 inchi dan tebal 1,2 mm dan inkubator.
55
4. Metode pulasan imunohistokimia survivin menggunakan antibodi survivin
monoclonal mouse, clone 12C4, pengenceran 1:50, DAKO sebagai antibodi
primer.
4.8 Prosedur Penelitian
4.8.1 Cara Pengumpulan Data
1. Pengumpulan data pasien dan sediaan preparat biopsi dan operasi mastektomi
yangdiperiksa secara histopatologi dari 1 Januari 2013 hingga 28 Februari
2015 di di Bagian/SMF Patologi Anatomi FK UNUD/RSUP
SanglahDenpasar.
2. Preparat hasil pulasan Hematoksilin dan Eosin (H&E) serta imunohistokimia
ER, PR dan HER2 sesuai nomor-nomor diatas dikumpulkan dan dievaluasi
ulang oleh peneliti dan dua ahli patologiuntuk memenuhi kriteria inklusi dan
eksklusi sehingga didapat tiga kelompok data yaitu karsinoma payudara
invasif tipe tidak spesifik subtipe molekular luminal, HER2 positif dan triple
negative. Preparat yang sulit dievaluasi dilakukan potong ulang blok dan
dipulas dengan pulasan rutin menggunakan Harris’s Hematoksilin dan Eosin
serta pulasan imunohistokima ER, PR dan HER2.
3. Blok paraffin dari pasien dikumpulkan dan dievaluasi apakah sudah
memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi.
4. Blok paraffin dikirim ke Bagian/SMF Patologi Anatomi FK UGM/RSUP dr.
Sarjito, Jogyakarta untuk dilakukan pulasan imunohistokimia survivin.
56
5. Pemeriksaan pulasan imunohistokimia survivin dilakukan oleh peneliti dan
dua orang ahli Patologi Anatomi.
6. Blok yang sudah selesai diproses, dikembalikan ke Bagian/SMF Patologi
Anatomi FK UNUD/RSUP SanglahDenpasar.
7. Pencatatan dan pengumpulan data.
8. Analisis data
4.8.2 Prosedur Pemeriksaan Bahan
1. Prosedur Pulasan Hematoksilin dan Eosin sesuai dengan prosedur pulasan
Hematoksilin dan Eosin yang rutin dikerjakan di Bagian/SMF Patologi
Anatomi FK UNUD/RSUP Sanglah Denpasar, yaitu:
a. Potong blok parafin mengunakan mikrotom Leica 2125 RM dengan
ketebalan 4 µm, kemudian ditempelkan pada gelas obyek merk Sail
Brand dengan ukuran lebar 1 inchi, panjang 3 inchi dan tebal 1,2 mm.
b. Deparafinisasi dengan dicelupkan pada xilol sebanyak 4 kali masing-
masing celupan selama 5 menit.
c. Hidrasi dengan akohol bertingkat dengan konsentrasi menurun
mengunakan alkohol 95%, alkohol 80%, alkohol 75% dan alkohol 50%,
masing-masing celupan selama 2 menit.
d. Masukkan ke air selama 10 menit.
e. Celupkan ke cat utama yaitu Harris’s Hematoksilin selama 10 menit.
f. Cuci dengan air selama 10 menit.
57
g. Lihat dibawah mikroskop, inti sel akan terlihat biru terang sedangkan
sitoplasma tidak berwarna.
h. Celupkan pada cat pembanding Eosin 1% selama 0,5-1 menit.
i. Dehidrasi dengan alkohol bertingkat dengan konsentrasi meningkat
mengunakan alkohol 70%, alkohol 80%, alkohol 95% dan alkohol
absolut, masing-masing celupan selama 2 menit.
j. Penjernihan dengan xilol sebanyak 4 kali celupan, masing-masing
celupan selama 5 menit.
k. Tutup dengan cover glass.
2. Melakukan pulasan imunohistokimia ER, PR, HER2 dengan prosedur:
a. Potong blok paraffin menggunakan mikrotom Leica 2125 RM dengan
ketebalam 4 µm, kemudian direkatkan pada gelas obyek yang telah
dilapisi dengan poly-L-lysine, merk Sigma, dengan ukuran lebar 1 inchi,
panjang 3 inchi dan tebal 1,2 mm.
b. Inkubasi dalam inkubator dengan suhu 37o C selama 1 malam.
c. Deparafinisasi dengan xilol.
d. Rehidrasi dengan alkohol bertingkat terdiri dari alkohol absolut 2 kali,
alkohol 95%, alkohol 80%, dan alkohol 70%, masing-masing selama 3
menit.
e. Cuci dengan aquadest selama 10 menit.
f. Dilapisi dengan buffer citrate 10mM (pH 6).
g. Diinkubasi selama 30 menit dengan antibodi primer ER (DACO mouse
monoclonal, clone SP1, pengenceran 1:50; 2 menit dalam pressure
58
cooker), PR (DACO mouse monoclonal, clone PgR636, pengenceran
1:50; 2 menit dalam pressure cooker), HER2 (DACO mouse monoclonal,
clone SP1, pengenceran 1:50; 2 menit dalam pressure cooker).
h. Dilakukan inkubasi antibodi sekunder biotin.
i. Streptativin-peroxidase kompleks diberikan dengan menggunakan di-
aminobenzidine sebagai substrat chromogenic.
j. Dicuci dengan air mengalir, counterstaindengan Mayer Hematoksilin
selama 2 menit.
k. Cuci dengan air mengalir.
l. Dehidrasi dengan alkohol bertingkat terdiri dari alkohol 70%, alkohol
80%, alkohol 95%, dan alkohol absolut 2 kali, masing-masing selama 3
menit.
m. Celupkan ke dalam xilol sebanyak 3 kali, masing-masing selama 3 menit.
n. Tutup dengan cover glass.
3. Prosedur Pulasan Imunohistokimia survivin:
a. Potong blok parafin menggunakan mikrotom Leica 2125 RM dengan
ketebalan 4 µm, kemudian direkatkan pada gelas obyek yang telah
dilapisi dengan poly-L-lysine, merk Sigma, dengan ukuran lebar 1 inchi,
panjang 3 inchi dan tebal 1,2 mm.
b. Inkubasi dalam inkubator dengan suhu 37o C selama 1 malam.
c. Deparafinisasi dengan xilol, preparat dicelupkan ke dalam xilol sebanyak
3 kali, masing-masing celupan selama 3 menit.
59
d. Rehidrasi dengan alkohol bertingkat terdiri dari alkohol absolut 2 kali,
alkohol 95%, alkohol 80%, dan alkohol 70%, masing-masing selama 3
menit.
e. Cuci dengan aquadest selama 10 menit.
f. Dimasukkan dalam larutan citrate-based target retrieval
(DakoCytomation;S1700) dalam waterbath 95-99° selama 40 menit, lalu
didinginkan selama 20 menit pada temperatur ruangan.
g. Diinkubasi dengan larutan hydrogen peroksida selama 5 menit.
h. Dicuci dan diinkubasi dalam dua larutan segar TBS-T buffer masing-
masing selama 3 menit, lalu diinkubasi dengan protein block selama
5menit.
i. Diberikan anti survivin mAb (clone 12C4; Dakocytomation; M3624)
pada konsentrasi 1.0 µg/ml dan diinkubasi selama 15 menit.
j. Reagen DAB substrat chromogen disiapkan dan diberikan selama 5
menit.
k. Dicuci dengan air mengalir, counterstaindengan Mayer Hematoksilin
selama 2 menit.
l. Cuci dengan air mengalir.
m. Dehidrasi dengan alkohol bertingkat terdiri dari alkohol 70%, alkohol
80%, alkohol 95%, dan alkohol absolut 2 kali, masing-masing selama 3
menit.
n. Celupkan ke dalam xilol sebanyak 3 kali, masing-masing selama 3 menit.
o. Tutup dengan cover glass.
60
p. Pemeriksaan pulasan imunohistokimia survivin dilakukan oleh peneliti dan
dua orang ahli Patologi Anatomi (dokter spesialis Patologi Anatomi).
q. Blok parafin yang sudah selesai diproses dikembalikan ke Bagian/SMF
Patologi Anatomi FK UNUD/RSUP Sanglah Denpasar.
r. Pencatatan dan pengumpulan data.
s. Analisis data.
8.4.3 Alur Penelitian
Bahan biopsi atau operasi dari pasien yang menderita karsinoma payudara invasif
tipe tidak spesifik subtipe molekular luminal, HER2 positif dan triple
negativediperiksa secara histopatologi dengan pengecatan HE dan
imunohistokimia ER, PR, HER2 di Bagian/SMF Patologi Anatomi FK
UNUD/RSUP Sanglah Denpasar. Hasil pengecatan HE dan imunohistokimia ER,
PR, HER2 dari karsinoma payudara invasif tipe tidak spesifik subtipe molekular
luminal, HER2 positif dan triple negative kemudian dikumpulkan untuk dilakukan
seleksi dan rediagnosis sediaan mikroskopis yang memenuhi kriteria inklusi dan
eksklusi. Sediaan yang telah diseleksi berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi
tersebut kemudian dipilih sebagai dasar untuk memilih blok parafin untuk pulasan
IHK survivin. Blok parafin dari sediaan karsinoma payudara invasif tipe tidak
spesifik subtipe molekular luminal, HER2 positif dan triple negative kemudian
dicari dan dikumpulkan. Selanjutnya kemudian dilakukan pemeriksaan IHK untuk
mengetahui ekspresi survivin. Interpretasi dilakukan oleh dua orang ahli Patologi
Anatomi secara blind tanpa mengetahui diagnosis histopatologi dan
61
imunohistokimia sebelumnya.Data hasil dari pemeriksaan IHK dicatat dan
dikumpulkan.Selanjutnya dilakukan analisis statistik.
Skema alur penelitian dapat dilihat pada gambar 4.2
Mencari nomor sediaan karsinoma payudara invasif tipe tidak spesifik
subtipe molekular luminal, HER2 positif dan triple negative dari
1 januari 2013-28 februari 2015
62
Gambar 4.2
Skema alur penelitian
4.9 Analisis data
Pengumpulan sediaan pulasan HE dan
imunohistokimia ER, PR, HER2 (168 kasus)
Seleksi danrediagnosissediaan mikroskopik yang memenuhi kriteria
inklusi dan eksklusi untuk pengelompokan data (160 kasus)
Karsinoma payudara invasif tipe tidak spesifik
subtipe molekular luminal, HER2 positif dan triple negative
Randomisasi (42 kasus)
Pengumpulan dan pemotongan blok parafin
Interpretasi dan penghitungan ekspresi survivin pada karsinoma
payudara invasif tipe tidak spesifik subtipe molekular luminal, HER2
positif dan triple negative
Analisis data
Pulasan imunohistokimia
survivin
63
Data hasil penelitian dianalisis dengan menggunakan SPSS 16.0 for windows
dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1. Analisis deskriptif
2. Untuk mengetahui hubungan dilakukan uji korelasi Lambda dan uji Chi-
Square berdasarkan uji silang 3x2.
3. Uji kemaknaan ditentukan pada p<0,05. Presisi data ditentukan dengan nilai
Confident Interval (CI) 95%.
64
BAB V
HASIL PENELITIAN
5.1 Karakteristik Sampel Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian observasional dengan menggunakan
rancangan potong lintang (cross-sectional study).Dengan besar sampel sebanyak
42 sampel karsinoma payudara invasif tipe tidak spesifik subtipe molekular
luminal, HER2 positif dan triple negative. Sampel tersebut terdiri dari 14 sampel
subtipe molekular luminal, 14 sampel subtipe molekular HER2 positif dan 14
sampel subtipe molekular triple negative. Subyek penelitian berasal dari blok
parafin bahan biopsi dan mastektomi dari penderita karsinoma payudara invasif
tipe tidak spesifik yang diperiksa secara histopatologi di bagian/SMF Patologi
Anatomi FK UNUD/RSUP Sanglah Denpasar, yang memenuhi kriteria inklusi
dan eksklusi dari tanggal 1 Januari 2013 sampai 28 Februari 2015 yang kemudian
dilakukan pulasan survivin. Pada penelitian ini, data umur dilakukan analisis
deskriptif terlebih dahulu dan hasil analisis deskriptif karakteristik sampel
penelitian dan subtipe molekular disajikan pada tabel 5.1.
Rerata umur untuk keseluruhan kasus penderita karsinoma payudara invasif tipe
tidak spesifik pada penelitian ini adalah 50,10±9,63 tahun, sedangkan rerata umur
untuk masing-masing subtipe molekular yaitu luminal adalah 52,50±7,80 tahun
dengan rentang umur 40 sampai 66 tahun, HER2 positif adalah 52,79±7,72 tahun
dengan rentang umur 40-72 tahun, triple negative adalah 45,00±11,40 tahun
dengan rentang umur 30 sampai 74 tahun.
65
Rentang umur pasien pada penelitian ini bervariasi yaitu mulai dari umur 30 tahun
sampai 74 tahun dengan jumlah terbanyak pada rentang umur 40-49 tahun. Pada
subtipe molekular luminal dan triple negative, jumlah terbanyak pada rentang
umur 40-49 tahun. Pada subtipe molekular HER2 positif, jumlah terbanyak pada
rentang umur 40-49 tahun dan 50-59 tahun.
Tabel 5.1
Karakteristik Sampel Penelitian
Umur Subtipe Molekular Total,
n (%) Luminal,
n (%)
HER2 positif,
n (%)
Triple Negative
n (%)
Rerata±SD 52,50±7,80 52,79±7,72 45,00±11,40 50,10±9,63
30-39 0 (0) 0 (0) 4 (28,6) 4 (9,5)
40-49 6 (42,9) 6 (42,9) 7 (50,0) 19 (45,2)
50-59 5 (35,7) 6 (42,9) 1 (7,1) 12 (28,6)
60-69 3 (21,4) 1 (7,1) 1 (7,1) 5 (11,9)
70-79 0 (0) 1 (7,1) 1 (7,1) 2 (4,8)
Berdasarkan diagnosis didapatkan sampel karsinoma payudara invasif tipe
tidak spesifik subtipe molekular luminal sebanyak 14 kasus (33,3%), subtipe
molekular HER2 positif sebanyak 14 kasus (33,3%) dan subtipe molekular triple
negative sebanyak 14 kasus (33,3%).
66
5.2 Ekspresi Survivin dengan Subtipe Molekular Luminal, HER2 Positif dan
Triple Negative berdasarkan Imunohistokimia
Pada penelitian ini didapatkan hasil seperti yang disajikan pada tabel 5.2
sebagai berikut:
Tabel 5.2
Hasil Analisis Hubungan antara Ekspresi Survivin dengan Subtipe Molekular
Subtipe
Molekular
Ekspresi Survivin Koefisien
Korelasi (λ)
p
Positif
n (%)
Negatif
n (%)
Luminal 9 (64,3) 5 (35,7)
HER2 positif 13 (92,9) 1 (7,1) 0,295 0,045
Triple negative 13 (92,9) 1 (7,1)
Berdasarkan data yang disajikan pada tabel 5.2 dapat disimpulkan bahwa
pada subtipe molekular luminal terdapat 9 kasus positif (64,3%) dan 5 kasus
negatif (35,7%). Pada subtipe HER2 positif terdapat 13 kasus positif (92,9%) dan
1 kasus negatif (7,1%). Pada subtipe triple negative terdapat 13 kasus positif
(92,9%) dan 1 kasus negatif (7,1%). Untuk mengetahui hubungan antara ekspresi
survivin dan subtipe molekular berdasarkan imunohistokimia, maka dilakukan uji
korelasi Lambda berdasarkan uji silang 3x2 dan uji Chi-Square menunjukkan
terdapat hubungan positif antara ekspresi survivin dengan subtipe molekular
(koefisien korelasi (λ)=0,295; p=0,045; p<0,05).
67
Rerata skor survivin pada subtipe molekular luminal adalah 5,00±4,69,
HER2 positif adalah 6,21±3,59 dan triple negative adalah 6,07±4,18 (Gambar
5.1).
Gambar 5.1
Rerata skor pada subtipe molekular luminal, HER2 positif dan triple negative.
Gambaran imunoreaktifitas survivin pada karsinoma payudara invasif tipe
tidak spesifik subtipe molekular luminal, HER2 positif dan triple negative dapat
dilihat pada gambar 5.2, 5.3, 5.4, 5.5, 5.6, 5.7 dan 5.8
Subtipe molekular luminal, A. ER positif
positif ≥ 1% terpulas pada nukleus, C. HER2 negatif
Ekspresi survivin pada karsinoma payudara invasif tipe tidak spesifik subtipe
molekular luminal, survivin
A
Gambar 5.2
Subtipe molekular luminal, A. ER positif ≥ 1% terpulas pada nukleus, B. PR
≥ 1% terpulas pada nukleus, C. HER2 negatif
Gambar 5.3
Ekspresi survivin pada karsinoma payudara invasif tipe tidak spesifik subtipe
molekular luminal, survivin terpulas pada nukleus dan sitoplasma >75% sel ganas
dengan intensitas kuat.
B C
68
≥ 1% terpulas pada nukleus, B. PR
Ekspresi survivin pada karsinoma payudara invasif tipe tidak spesifik subtipe
terpulas pada nukleus dan sitoplasma >75% sel ganas
Subtipe molekular HER2 positif, A. ER negatif , B. PR negatif , C. HER2 positif,
terpulas penuh kuat pada membran >10% sel
Ekspresi survivin pada karsinoma payudara invasif tipe tidak spesifik subtipe
molekular HER2 positif, survivin terpulas pada nukleus dan sitoplasma >75% sel
A
Gambar 5.4
Subtipe molekular HER2 positif, A. ER negatif , B. PR negatif , C. HER2 positif,
terpulas penuh kuat pada membran >10% sel-sel ganas.
Gambar 5.5
Ekspresi survivin pada karsinoma payudara invasif tipe tidak spesifik subtipe
molekular HER2 positif, survivin terpulas pada nukleus dan sitoplasma >75% sel
ganas dengan intensitas kuat.
B C
69
Subtipe molekular HER2 positif, A. ER negatif , B. PR negatif , C. HER2 positif,
Ekspresi survivin pada karsinoma payudara invasif tipe tidak spesifik subtipe
molekular HER2 positif, survivin terpulas pada nukleus dan sitoplasma >75% sel
Subtipe molekular triple
Ekspresi survivin pada karsinoma payudara invasif tipe tidak spesifik subtipe
molekular triple negative
A
Gambar 5.6
triple negative, A. ER negatif , B. PR negatif , C. HER2
negatif.
Gambar 5.7
Ekspresi survivin pada karsinoma payudara invasif tipe tidak spesifik subtipe
triple negative, survivin terpulas pada nukleus dan sitoplasma >75% sel
ganas dengan intensitas kuat.
B C
70
, A. ER negatif , B. PR negatif , C. HER2
Ekspresi survivin pada karsinoma payudara invasif tipe tidak spesifik subtipe
, survivin terpulas pada nukleus dan sitoplasma >75% sel
71
Gambar 5.8
Survivin terpulas pada sitoplasma dan nukleus sel-sel ganas tetapi tidak
terekspresi pada duktuli payudara normal.
72
BAB VI
PEMBAHASAN
6.1 Karakteristik Subyek Penelitian
Sampel penelitian karsinoma payudara invasif tipe tidak spesifik ini
menunjukkan rentang umur penderita yang bervariasi yaitu berkisar mulai dari
umur 30 tahun sampai 74 tahun, dengan rerata umur 50,10±9,63 tahun dan jumlah
terbanyak pada rentang umur 40-49 tahun (45,2%). Karsinoma payudara jarang
terjadi pada wanita umur dibawah 25 tahun tetapi insidennya meningkat pada
setelah umur 30 tahun. Umur rata-rata saat didiagnosis pada pasien karsinoma
payudara invasif wanita kulit putih adalah 61 tahun, 56 tahun pada wanita
Hispanic, dan 46 tahun untuk wanita Afrika-Amerika (Lester, 2015). Insiden
karsinoma payudara ER positif meningkat sesuai umur sedangkan insiden
karsinoma payudara ER negatif dan HER2 positif relatif stabil. Karsinoma
payudara ER positif ditemukan pada umur yang lebih tua, sedangkan ER negatif,
HER2 positif dan triple negative ditemukan pada umur yang lebih muda. Faktor-
faktor biologi yang berperanan dalam perbedaan ini belum sepenuhnya dimengerti
(Howlader et al., 2013; Lester, 2015).
6.2 Hubungan Ekspresi Survivin dengan Subtipe Molekular Luminal,
HER 2 Positif dan Triple Negative berdasarkan Imunohistokimia
Penelitian ini menggunakan 42 sampel yang dibagi menjadi tiga kelompok yaitu
karsinoma payudara invasif tipe tidak spesifik subtipe molekular luminal
73
sebanyak 14 kasus (33,3%), subtipe molekular HER2 positif sebanyak 14 kasus
(33,3%) dan subtipe triple negative sebanyak 14 kasus (33,3%). Terdapat tiga
subtipe molekular utama pada karsinoma payudara yaitu luminal, HER2 positif
dan triple negative. Luminal merupakan subtipe molekular yang paling sering
ditemukan yaitu 65% dari populasi karsinoma payudara. Luminal dibedakan
menjadi proliferasi rendah dan proliferasi tinggi, biasanya dengan derajat
diferensiasi histologi yang rendah sampai sedangdan dengan mutasi BRCA2 pada
subtipe molekular luminal proliferasi tinggi. Subtipe molekular luminal
mempunyai perjalanan akhir penyakit yang lebih baik dibandingkan subtipe
lainnya. HER2 positif ditemukan pada 20% karsinoma payudara, dengan derajat
diferensiasi histologi yang lebih tinggi, mempunyai ekspresi tinggi HER2 dan
mutasi TP53. Triple negative ditemukan pada 15% karsinoma payudara. Terdapat
enam kelompok subtipe triple negativeyaitu basal-like 1 (BL1), basal-like 2
(BL2), immunomodulatory (IM), mesenchymal (M), mesenchymal stem-like (MSL)
dan luminal androgen receptor (LAR).Triple negativemempunyai derajat
diferensiasi histologi yang tinggi serta mutasi pada BRCA1 dan TP53. HER2
positif dan triple negativemempunyai prognosis yang lebih buruk dalam lima
tahun pertama setelah di diagnosis (Shubbar, 2012; Wu dan Sahin., 2014; Lester,
2015).
Pada umumnya, ekspresi survivin pada karsinoma payudara invasif berkisar mulai
70,7% sampai 90,2% dan tidak terekspresi pada jaringan payudara normal.
Ekspresi survivin yang tinggi pada karsinoma payudara berhubungan dengan
prognosis buruk, perilaku yang agresif, tingkat kekambuhan yang tinggi dan
74
peningkatan resistensi terhadap terapi (Youssef et al., 2008). Pada penelitian ini,
ekspresi survivin yang positif dideteksi pada 83,3% kasus. Ekspresi survivin
positif pada subtipe molekular luminal sebanyak 64,3% (n=9), ekspresi survivin
positif pada subtipe HER2 positif92,9% (n=13)dan ekspresi survivin positif pada
subtipe molekular triple negative92,9% (n=13). Kemudian dengan
menggunakanuji korelasi lambda berdasarkan uji silang 3x2 dan uji chi square
didapatkan hubungan yang positifdan secara statistik bermakna antara ekspresi
survivin dengan subtipe molekular luminal, HER2 positif dan triple negativepada
karsinoma payudara invasif tipe tidak spesifik. Hal ini didukung pula dengan hasil
rerata skor survivin pada subtipe molekular luminal lebih rendah dibandingkan
rerata skor survivin pada subtipe molekular HER2 positif dan triple negative.
Hal ini sesuai dengan penelitian Youssef et al, 2008bahwa terdapat
hubungan antara ekspresi survivin dengan subtipe molekular. Didapatkan tingkat
ekspresi survivin positif lebih tinggi secara bermakna pada subtipe molekular
triple negatif dan HER2 positif dibandingkan subtipe molekular luminal.
Sedangkan Debeb et al, 2015 mendapatkan ekspresi survivin lebih tinggi pada
karsinoma payudara triple negative, dibandingkan subtipe molekular lainnya.
Triple negative merupakan subtipe molekular yang lebih agresif dan mempunyai
prognosis yang lebih buruk dibandingkan subtipe molekular lainnya. Ekspresi
survivin juga ditemukan lebih tinggi pada karsinoma payudara ER negatif
dibandingkan ER positif. Penelitian lain menunjukkan ekspresi survivin
berhubungan positif dengan derajat diferensiasi dan subtipe molekular HER2
positif(Cosgrave et al., 2006).
75
Karsinoma payudara ER positif atau subtipe molekular luminal mempunyai
karakteristik stress oksidatif yang tinggi. Stres oksidatif menyebabkan kerusakan
DNA atau peroksidase lipid, ditemukan pada karsinoma payudara ER positif.
Oksidase NADPH dan mitokondria dapat menginduksi stress oksidatif dengan
menghasilkan reactive oxygen species (ROS) seperti superoxide,
hydrogenperoxide dan peroxynitrite akan meningkatkan peroksidase lipid dan
kerusakan DNA. Stres oksidatif yang tinggi akan menyebabkan apoptosis yang
diperantarai mitokondria. Stres oksidatif yang tinggi akan menyebabkan
menurunnya ekspresi survivin pada karsinoma payudara subtipe molekular
luminal (Pervin et al., 2013).
Ekspresi berlebihan HER2 akan menurunkan apoptosis melalui jalur intrinsik
dan ekstrinsik. HER2 merupakan aktivator jalur PI3K-AKT yang berperanan
dalam menekan apoptosis. HER2 akan mengaktifkan sinyal PI3K-AKT yang
secara langsung akan menekan FOXO1/3a melalui fosforilasi. AKT juga akan
menghambat TP53. Penekanan FOXO1/3a dan penghambatan TP53 akan
meningkatkan ekspresi survivin dan menghambat apoptosis. Sehingga ekspresi
survivin yang tinggi ditemukan pada karsinoma payudara subtipe molekular
HER2 positif (Cosgrave et al., 2006; Carpenter dan Lo., 2013).
Karsinoma payudara subtipe molekular triple negative mempunyai
karakteristik kehilangan PTEN, aktivasi jalur PI3K-AKT dan mutasi TP53
sehingga akan meningkatkan ekspresi survivin. Lebih dari 80% carrier mutasi
BRCA1 adalah karsinoma payudara triple negative. Penderita dengan mutasi
BRCA1 mempunyai gangguan dalam perbaikan DNA sehingga karsinoma
76
payudara triple negative mempunyai derajat diferensiasi yang buruk, malignansi
yang tinggi, lebih agresif dan perjalanan akhir penyakit yang buruk (Chen dan
Russo., 2009; Bertucci et al., 2012).
Pada 35 kasus dengan ekspresi survivin yang positif, didapatkan persentase,
intensitas dan lokasi pulasan yang bervariasi. Survivin terpulas pada nukleus dan
atau sitoplasma. Perbedaan fungsi protein survivin pada lokasi pulasan yang
berbeda masih merupakan kontroversi. Penelitian sebelumnya menjelaskan
perbedaan lokasi pulasan survivin dan hubungannya dengan prognosis.
Disebutkan survivin mempunyai lokasi pada nukleus dan atau sitoplasma, dimana
kedua lokasi ini berbeda secara immunohistokimia dan hanya survivin pada
sitoplasma yang mengalami fosforilasi. Fosforilasi survivin diperlukan untuk
inhibisi apoptosis. Sedangkan survivin pada nukleus tidak mengalami fosforilasi
sehingga ekspresi survivin pada nukleus berhubungan dengan prognosis yang
lebih baik dan favourable outcome (Youssef et al., 2008; Jha et al., 2012).
Penelitian lain menyebutkan survivin yang berlokasi pada nukleus berfungsi
untuk mengontrol pembelahan sel dan merupakan indikator prognosis yang buruk.
Survivin pada sitoplasma yang berhubungan dengan fungsi anti apoptosis tidak
mempunyai efek prognosis yang bermakna (Joanna et al., 2012). Pada penelitian
ini tidak mencari hubungan antara lokasi pulasan survivin dengan faktor
prognosis.
Sebagai simpulan, pada penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat
hubungan positif antara ekspresi survivin dengan subtipe molekular berdasarkan
imunohistokimia yaitu ekpresi survivin ditemukan lebih rendah pada subtipe
77
molekular luminal dan lebih tinggi pada subtipe molekular HER2 positif dan
triple negative. Survivin bisa digunakan sebagai penanda tingkat agresifitas tumor
berdasarkan subtipemolekular sehingga bisa menentukan prognosis dan
kemungkinan pemanfaatan survivin sebagai target terapi pada karsinoma
payudara tipe tidak spesifik.
78
BAB VII
SIMPULAN DAN SARAN
7.1 Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian maka dapat disimpulkan sebagai berikut:
Terdapat hubungan positif antara ekspresi survivin dengan subtipe molekular
berdasarkan imunohistokimia pada karsinoma payudara invasif tipe tidak
spesifik.
7.2 Saran
1. Ekspresi survivin dapat digunakan sebagai penanda tingkat agresifitas tumor
berdasarkan subtipe molekular dan berkaitan dengan faktor prognosis yang
lebih buruk sehingga dapat dipakai untuk petunjuk klinis yang berhubungan
dengan prognosis dan terapi, termasuk pemanfaatan survivin sebagai target
terapi agar penanganan karsinoma payudara invasif tipe tidak spesifik dapat
dilakukan lebih baik lagi.
2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui perbedaan ekspresi
survivin diantara kelompok subtipe karsinoma payudara triple negative dan
luminal proliferasi rendah serta proliferasi tinggi sehingga bisa menentukan
prognosis.
79
DAFTAR PUSTAKA
Allison, K.H. 2012. Molecular Pathology of Breast Cancer: What a Pathologist
Needs to Know. American Journal Clinical Pathology, 138: 770-780.
Anonim. 2010. Pedoman Teknis Pengendalian Kanker Payudara dan Kanker
Leher Rahim. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
Bertucci, F., Finetti, P., Birnbaum, D. 2012. Basal Breast Cancer: A Complex and
Deadly Molecular Subtype. Current Molecular Medicine,12: 96-110.
Blanchard, Z., Paul, B.T., Craft, B., Elshamy, W.M. 2015. BRCA1-IRIS
Inactivation Overcomes Paclitaxel Resistance in Triple Negative Breast
Cancers. Breast Cancer Research, 17(5).
Boder, J.M.E. 2013. Nuclear Morphometry, Apoptotic and Mitotic Indices, and
Tubular Differentiation in Lybian Breast Cancer (tesis). Turku:University
of Turku.
Brennan, D.J., Rexhepaj, E, O’Brien, S.L., McSherry, E., O’ Connor, D., Fagan,
A., Culhane, A.C., Higgins, D.G., Jirstorm, K., Millikan, R.C., Landberg,
G., Duffy, M.J., Hewitt, S.M., Gallagher, W.M. 2008. Altered
Cytoplasmic to Nuclear Ratio of Survivin Is a Prognostic Indicator in
Breast Cancer. Clin Cancer Res, 14(9). Available from:
http://www.clincancerres.aacrjournal. Accessed Februari 8 2015.
Carpenter, R.L., Lo, H.W. 2013. Regulation of Apoptosis by HER2 in Breast
Cancer. J Carcinog Mutagen, S7: 003. Available from:
http://dx.doi.org/10.4172/2157-2518. Accessed Februari 8 2015.
Chen, J.Q., Russo, J. 2009. ERα-Negative and Triple Negative Breast Cancer:
Molecular Features and Potential Therapeutic Approaches. Biochim
Biophys Acta, 1796(2): 162-175.
Cheung, C.H., Huang, C.C., Tsai, F.Y., Lee, J.Y., Cheng, S.M., Chang, Y.C.,
Huang, Y.C., Chen, S.H., Chang, J.Y. 2013. Survivin-Biology and
Potential as a Therapeutic Target in Oncology. Onco Targets and Therapy,
6: 1453-1462.
80
Choccalingam, C., Rao, L. 2013. Learning Experience in Immunohistochemical
Reporting of Breast Cancer at a Rural Tetiary Hospital in India: a
Comparison in Initial and Reviewed Reporting of ER, PR, HER2 Status.
The Internet Journal of Pathology, 13:1.Available from:
https://ispub.com/IJPA/13/1/11013. Accessed April 4 2015.
Choene, M., Mthembu, N., Dlamini, Z., Mokgotho, M., Wachira, J., Motadi, L.
2012. Breast Cancer: Small Molecules targeting Apoptosis, a Prospective
Approach to Safe Scientific Success. Advance in Bioscience and
Biotechnology, 3: 833-844. Available from:
http://dx.doi.org/10.4236/1bb.2012.37104. Accessed February, 2 2015.
Colditz, G., Chia, K.S. 2012. Invasive Breast Carcinoma: Introduction and
General Feature. In: Lakhani, S.R., Ellis, I.O., Schnitt, S.J., Tan, P.H.,
Vijver, M.J., editors. WHO Classification of Tumours of the Breast Fourth
Edition.Lyon: International Agency for Research on Cancer.p. 14-17.
Cosgrave, N., Hill, A.D., Young, L.S. 2006. Growth Factor Dependent Regulation
of Survivin by C-myc in Human Breast Cancer. Journal of Molecular
Endrocrinology, 37: 377-390.
Debeb, B.G., Smith, D.L., Li, L., Larson, R., Xu, W., Woodward, W.A. 2015.
Differential Effect of Phosphorylation Defective Survivin on Radiation
Response in Estrogen Receptor Positive and Negative Breast Cancer. Plos
one journal,10(3).
Direktorat Jendral Pelayanan Medik. 2005. Kanker di Indonesia Tahun 2005. Data
Histopatologik. Jakarta: Departemen Kesehatan R.I.
Direktorat Jendral Pelayanan Medik. 2010. Kanker di Indonesia Tahun 2010. Data
Histopatologik. Jakarta: Departemen Kesehatan R.I.
Doolitle, H., More, A., Talbot, D. 2010. Survivin-Directed Anticancer Therapies-
A Review of Pre-Clinical and Early-Phase Clinical Trials. European
Oncology, 6(1): 4-10.
Ellis, I.O., Collins, L., Ichihara, S., MacGrogan, S. 2012. Invasive Carcinoma of
No Special Type. In: Lakhani, S.R., Ellis, I.O., Schnitt, S.J., Tan, P.H.,
Vijver, M.J., editors. WHO Classification of Tumours of the Breast Fourth
Edition.Lyon: International Agency for Research on Cancer.p. 34-38.
81
Falck, A.K., Ferno, M., Bendahl, P.O., Ryden, L.2013. St Gallen Molecular
Subtypes in Primary Breast Cancer and Matched Lymp Node Metastases-
Aspect on Distribution and Prognosis for Patients with Luminal A
Tumours: Result from a Proapective Randomised Trial. BMC Cancer, 13:
558. Available from: http://www.biomedcentral.com. Accessed Maret 7
2015.
Fukuda, S., Pelus, L.M. 2006. Survivin, a Cancer Target with an Emerging Role
in Normal Adult Tissues. Mol Cancer Ther, 5(5). Available from:
http://www.mct.accrjournals.org. Accessed Januari 7 2015.
Goksel, G., Taneli, F., Uslu, R., Ulman, C., Coskun, T., Kandiloglu, A.R. 2007.
Serum Her-2/neu and Survivin Levels and Their Relationship to
Histological Parameters in Early-stage Breast Cancer. The Journal of
International Medical Research, 35: 165-172.
Hmeljak, J., Cor, A. 2012. The Central Role of Survivin in Proliferation and
Apoptosis of Malignant Pleural Mesothelioma. Available from:
http://www.intechopen.com/articles/show/title/the-central-role-of-
survivin-inproliferation-and-apoptosis-in malignant-pleural-mesothelioma.
Hoda, S.Y (a).2014. Anatomy and Physiologic Morphology. In Hoda S.Y., Brogi
E., Koerner F.C., Rosen P.P., editors. Rosen’s Breast Pathology, Fourth
Edition. Philadelphia: Lippincott Williams and Wilkins. p. 1-26.
Hoda, S.Y (b). 2014. Invasive Ductal Carcinoma: Assessment of Prognosis with
Pleomorphic and Biologic Markers. In Hoda S.Y., Brogi E., Koerner F.C.,
Rosen P.P., editors. Rosen’s Breast Pathology, Fourth Edition.
Philadelphia: Lippincott Williams and Wilkins. p. 413-467.
Howlader, N., Altekruse, S.F., Li, C.I., Chen, V.W., Clarke, C.A., Ries, L.A.,
Cronin, K.A. 2013. US Incidence of Breast Cancer Subtypes Defined by
Joint Hormone Receptor and HER2 Status. J Natl Cancer Inst, 106(5):
1-8.
Jha, K., Kumar, M., Shukla, V.K., Pandey, M. 2012. Survivin Expression and
Correlation with Clinico-pathological Parameters in Breast Cancer. World
J Pathol, 1:23-30.
82
Joanna, W.S., Anna, J., Ryszard, W., Wlodzimierz, L., Maciej, B., Agata, C.,
Daria, B.B., Violet, S., Marek, R. 2012. Survivin-Prognostic Tumor
Biomarker in Human Neoplasm-Review. Ginecol Pol, 83, 537-540.
Kelly, R.J., Chavez. A.L., Citrin, D., Janik, J.E., Morris, J.C. 2011. Impacting
Tumor Cell-fate by Targetting the Inhibitor of Apoptosis Protein Survivin.
Mollecular cancer, 10:35. Available from: http://www.molecular-
cancer.com/content/10/1/35. Accessed Januari 4 2015
Kruyt, F.A., Rodriguez, J.A., Giaccone, G. 2008. Apoptosis Pathways and New
Anticancer Agents. In: Bronchud, M.H., Foote, M., Giaccone, G.,
Olopade, O., Workman, P, editors. Principles of Molecular Oncology
Third Edition. New Jersey: Totowa. p. 257-268.
Kumar, V., Abbas, A.K., Fausto, N., Aster, J.C. 2015. Cellular Responses to
Stress and Toxic Insult: Adaptation, Injury, and Death. Robbin and
Cotran’s Pathology Basic of Diseases. Philadelphia: Saunders Elsevier. p.
1-26.
Lester, S.C. 2015. The Breast. In: Kumar, V., Abbas, A.K., Fausto, N., Aster, J.C.,
editors. Robbin and Cotran’s Pathology Basic of Diseases Eighth
Edition.Philadelphia: Saunders Elsevier. p. 1043-1071.
Lv, Y.G., Yu, F., Yao, Q., Chen, J.H., Wang, L. 2010. The Role of Survivin in
Diagnosis, Prognosis and Treatment of Breast Cancer. J Thorac Dis, 2:
100-110.
Menteri Kesehatan Republik Indonesia. 2010. Pedoman Teknis Pengendalian
Kanker Payudara dan Kanker Leher Rahim. Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia.
Mita, A.C., Mita, M.M., Nawrocki, S.T., Giles, F.J. 2008. Survivin: Key
Regulator of Mitosis and Apoptosis and Novel Target for Cancer
Therapeutics. Clin Cancer Res, 14(16).
Moelans, C.B., Diest, P.J. 2013. Breast: Ductal Carcinoma. Atlas Genet Cytogenet
Oncol Haematol, 17(3).
83
Mohabat, M., Narendran, A., Riabowo,l K. 2014. Survivin as a Preferential Target
for Cancer Therapy. Int. J. Mol. Sci, 15: 2494-2516.
Morrow M., Rutgers, E. 2012. Invasive Breast Carcinoma: Introduction and
General Features. In: Lakhani S.R., Ellis I.O., Schnitt S.J., Tan P.H.,
Vijver M.J, editors. WHO Classification of Tumours of the Breast.Lyon:
IARC. p.14-31.
Owens, T.W., Gilmore, A.P., Streuli, C.H., Foster, F.M. 2013. Inhibitor of
Apoptosis Proteins: Promising Targets for Cancer Therapy. J
Carcinogenesis Mutagene, S14. Available from:
http://dx.doi.org/4172/2157-2518.S4-004. Accessed January, 16 2015.
Pennati, M., Folini, M., Zaffaroni, N. 2007. Targeting Survivin in Cancer
Therapy: Fulfilled Promise and Open Questions. Carcinogenesis, vol 6:
1133-1139.
Pervin, S., Tran, L., Urman, M., Parveen, M., Li, S.A., Chaudhuri, G., Singh, R.
2013. Oxidative Stress Specifically Downregulates Survivin to Promote
Breast Tumour Formation. British Journal of Cancer, 108: 848-858.
Ranade, K.J., Nerurkar, A.V., Phulpagar, M.D., Shirsat, N.V. 2009. Expression os
Survivin and P53 Proteins and their Correlation with Hormon Receptor
Status in Indian Breast Cancer Patients. Indian Journal of Medical
Sciences, Vol 63, 11: 481-490.
Rakha, E.A., Pinder, S.E., Bartlett, J.M., Ibrahim, M., Starczynski, J., Carder,
E.P., Provenzano, E., Hanby, A., Hales, S., Lee, A.H., Ellis, I.O. 2014.
Update UK Recommendation for HER2 Assessment in Breast Cancer.
Journal Clinical Pathology; 10: 1-7.
Rosai, J. 2011.Breast. Rosai and Ackerman’s Surgical Pathology Tenth Edition.
London: Mosby Elsevier. p. 1659-1770.
Sarti, M., Pinto, S., Limoni, C., Carbone, G.M., Pagani, O., Cavalli, F., Catapano,
C.V. 2013. Differential Expression of Testin and Survivin in Breast
Cancer Subtypes. Oncology Reports, 30: 824-832.
84
Schnitt, S.J., Collins, L.C. 2009. Normal Anatomy and Histology. Biopsi
Interpretation of the Breast. Philadelphia: Lippincott Williams and
Wilkins. p.1-21.
Shubbar, E. 2012. Analysis of Novel Biomarkers for Unfavorable Breast Cancer
Prognosis (tesis). Gothenburg:University of Gothenburg.
Silva, A.R., Zucoloto, S. 2008. Expression of Apoptosis Related Protein Bcl-2
Correlates with Breast Carcinomas of Luminal or Basal-like Subtype.
Basic and Applied Pathology, 1: 113-119.
Tamaki, M., Kamio, T., Kameoka, S., Kojimahara, N., Nishikawa, T. 2013. The
Relevance of the Intrinsic Subtype to the Clinicopathological Features and
biomarkers in Japanese Breast Cancer Patients. World Journal of Surgical
Oncology, 11: 293. Available from:
http://www.wjso.com/content/11/1/293. Accessed Maret, 16 2015.
Tavassoli, F.A., Eusebi V. 2009. AFIP Atlas of Tumor Pathology Series 4 Tumors
of the Mammary Gland. Washington: American Registry of Pathology and
Armed Forces Institute of Pathology. p. 1-19; 123-148; 149-172.
Teng, L.S., Zheng, Y., Wang, H. 2007. BRCA1/2 Associated Hereditary Breast
Carcinoma. Journal of Zhejiang University ScienceB, 9(2): 85-89.
Tsai, W.C., Chu, C.H., Yu, C.P., Sheu, L.F., Chen, A., Chiang, H., Jin, J.S. 2008.
Matriptase and Survivin Expression Associated with Tumor Progression
and Malignant Potential in Breast Cancer of Chinese Women: Tissue
Microarray Analysis of Immunostaining Scores with Clinicopathological
Parameters. Disease Marker, 24: 89-99.
Vegran, F., Boidot, R., Bonnetain, F., Cadouot, M., Chevrier, S., Nacol, S.L.
2011. Apoptosis Gene Signature of Survivin and its Splice Variant
Expression in Breast Carcinoma. Endocrine Related Cancer, 18: 783-792.
Available from: http://www.endocrinology-journals.org. Accessed Januari
9 2015.
Wang, S., Bai, L., Lu, J., Liu, L., Yang, C.Y. 2012. Targeting Inhibitor of
Apoptosis Proteins (IAPs) for New Breast Cancer Therapeutics. J
Mammary Gland Biol Neoplasia, 17(3-4): 217-228.
85
Wong, R.S. 2011. Apoptosis in Cancer: from Pathogenesis to Treatment. Journal
of Experimental and Clinical Cancer Research, 30: 87.
Wu, Y., Sahin, A.A. 2014. Molecular Classification and Testing of Breast
Carcinoma. In Hoda S.Y., Brogi E., Koerner F.C., Rosen P.P., editors.
Rosen’s Breast Pathology, Fourth Edition. Philadelphia: Lippincott
Williams and Wilkins. p. 1337-1349.
Yamashita, S.I., Masuda, Y., Kurizaki, T., Haga, Y., Murayama, T., Ikei, S.,
Kamei, M., Takeno, S., Kawahara, K. 2007. Survivin Expression Predicts
Early Recurrence in Early-stage Breast Cancer. Anticancer Research, 27:
2803-2808.
Youssef, N.S., Hewedi, I.H., Raboh, N.M. 2008. Immunohistochemical
Expression of Survivin in Breast Carcinoma: Relationship with
Clinicopathological Parameters, Proliferation and Molecular
Classification. Journal of the Egyptian Nat Cancer Instl, Vol, 20, 4: 348-
357.
90
Lampiran 5. Data Subyek Penelitian
No No PA Umur Diagnosis Subtipe Molekular
Persentase Intensitas Skor Survivin Keterangan
1 566/PP/2015 66 NST grade 1 Luminal 4 3 12 Positif Inti dan sitoplasma
2 723/PP/2015 52 NST grade 1 Luminal 0 0 Negatif
3 802/PP/2015 50 NST grade 1 Luminal 2 2 4 Positif Sitoplasma
4 2371/PP/2015 47 NST grade 1 Luminal 0 0 Negatif
5 244/PP/2015 55 NST grade 2 Luminal 3 2 6 Positif Sitoplasma
6 1033/PP/2014 46 NST grade 2 Luminal 2 2 4 Positif Inti dan sitoplasma
7 189/PP/2014 49 NST grade 2 Luminal 4 2 8 Positif Inti dan sitoplasma
8 2730/PP/2014 40 NST grade 2 Luminal 3 2 6 Positif Sitoplasma
9 3385/PP/2014 65 NST grade 2 Luminal 0 0 Negatif
10 3403/PP/2014 61 NST grade 2 Luminal 0 0 Negatif
11 4964/PP/2014 49 NST grade 3 Luminal 4 3 12 Positif Inti dan sitoplasma
12 2583/PP/2014 56 NST grade 3 Luminal 4 3 12 Positif Inti dan sitoplasma
13 416/PP/2013 43 NST grade 3 Luminal 0 0 Negatif
14 413/PP/2013 56 NST grade 3 Luminal 3 2 6 Positif Inti dan sitoplasma
15 592/PP/2015 54 NST grade 2 HER2 + 4 2 8 Positif Sitoplasma
16 650/PP/2015 60 NST grade 2 HER2 + 4 2 8 Positif Sitoplasma
17 1000/PP/2015 40 NST grade 3 HER2 + 0 0 Negatif
18 1267/PP/2015 48 NST grade 3 HER2 + 2 3 6 Positif Inti dan sitoplasma
19 430/PP/2015 53 NST grade 3 HER2 + 4 3 12 Positif Inti dan sitoplasma
20 149/PP/2015 72 NST grade 3 HER2 + 2 3 6 Positif Inti dan sitoplasma
21 2273/PP/2014 49 NST grade 3 HER2 + 3 2 6 Positif Sitoplasma
22 3671/PP/2014 49 NST grade 3 HER2 + 4 2 8 Positif Inti dan sitoplasma
23 3929/PP/2014 58 NST grade 3 HER2 + 1 1 1 Positif Inti dan sitoplasma
24 4964/PP/2014 49 NST grade 3 HER2 + 4 2 8 Positif Sitoplasma
25 3015/PP/2014 52 NST grade 3 HER2 + 2 2 4 Positif Sitoplasma
26 2016/PP/2014 44 NST grade 2 HER2 + 1 2 2 Positif Inti
27 1513/PP/2014 57 NST grade 2 HER2 + 4 3 12 Positif Inti dan sitoplasma
28 2404/PP/2014 54 NST grade 3 HER2 + 2 3 6 Positif Inti dan sitoplasma
29 2289/PP/2015 38 NST grade 3 Triple negative 4 3 12 Positif Inti dan sitoplasma
30 592/PP/2015 45 NST grade 3 Triple negative 2 2 4 Positif Inti
31 3671/PP/2014 74 NST grade 3 Triple negative 4 3 12 Positif Inti dan sitoplasma
32 3929/PP/2014 61 NST grade 3 Triple negative 2 3 6 Positif Sitoplasma
33 5845/PP/2014 46 NST grade 2 Triple negative 2 3 6 Positif Sitoplasma
34 739/PP/2014 47 NST grade 3 Triple negative 3 3 9 Positif Inti dan sitoplasma
35 1598/PP/2014 37 NST grade 2 Triple negative 2 3 6 Positif Inti dan sitoplasma
36 445/PP/2014 45 NST grade 2 Triple negative 4 3 12 Positif Inti dan sitoplasma
37 3406/PP/2014 50 NST grade 3 Triple negative 0 0 Negatif
38 5497/PP/2014 42 NST grade 2 Triple negative 1 2 2 Positif Sitoplasma
39 5847/PP/2014 31 NST grade 3 Triple negative 3 3 9 Positif Sitoplasma
40 3659/PP/2014 30 NST grade 3 Triple negative 1 2 2 Positif Sitoplasma
41 1032/PP/2014 43 NST grade 3 Triple negative 1 1 1 Positif Sitoplasma
42 789/PP/2013 41 NST grade 3 Triple negative 2 2 4 Positif Inti
91
Lampiran 6. Deskriptif Statistik Rerata Umur
Statistic Std. Error
UMUR
Mean 50.10 1.486
95% Confidence Interval for
Mean
Lower Bound 47.09
Upper Bound 53.10
5% Trimmed Mean 49.91
Median 49.00
Variance 92.771
Std. Deviation 9.632
Minimum 30
Maximum 74
Range 44
Interquartile Range 12
Skewness .365 .365
Kurtosis .393 .717
Descriptives
SUBTYPE MOLEKULAR Statistic Std. Error
UMUR
Luminal
Mean 52.50 2.085
95% Confidence Interval for Mean
Lower Bound 47.99
Upper Bound 57.01
5% Trimmed Mean 52.44
Median 51.00
Variance 60.885
Std. Deviation 7.803
Minimum 40
Maximum 66
Range 26
Interquartile Range 11
Skewness .335 .597
Kurtosis -.580 1.154
HER2 +
Mean 52.79 2.065
95% Confidence Interval for Mean
Lower Bound 48.32
Upper Bound 57.25
5% Trimmed Mean 52.43
Median 52.50
Variance 59.720
Std. Deviation 7.728
Minimum 40
Maximum 72
Range 32
Interquartile Range 9
Skewness .904 .597
92
Kurtosis 2.126 1.154
Triple
negative
Mean 45.00 3.047
95% Confidence Interval for
Mean
Lower Bound 38.42
Upper Bound 51.58
5% Trimmed Mean 44.22
Median 44.00
Variance 130.000
Std. Deviation 11.402
Minimum 30
Maximum 74
Range 44
Interquartile Range 10
Skewness 1.305 .597
Kurtosis 2.454 1.154
Crosstab
Subtype_molekuler
Total
Luminal HER2 Positif Triple negatif
Kat_umur 30 - 39
tahun
Count 0 0 4 4
% within
Subtype_molekuler .0% .0% 28.6% 9.5%
40 - 49
tahun
Count 6 6 7 19
% within
Subtype_molekuler 42.9% 42.9% 50.0% 45.2%
50 - 59
tahun
Count 5 6 1 12
% within
Subtype_molekuler 35.7% 42.9% 7.1% 28.6%
60 - 69
tahun
Count 3 1 1 5
% within
Subtype_molekuler 21.4% 7.1% 7.1% 11.9%
70 – 79
tahun
Count 0 1 1 2
% within
Subtype_molekuler .0% 7.1% 7.1% 4.8%
Total Count 14 14 14 42
% within
Subtype_molekuler 100.0% 100.0% 100.0% 100.0%
93
Lampiran 7. Analisis Statistik Uji Korelasi Lambda dan Uji Chi Square
Crosstab
Subtype_molekuler
Total
Luminal HER2 Positif Triple negatif
Ekspresi_Survivin Positif Count 9 13 13 35
% within
Subtype_molekuler 64.3% 92.9% 92.9% 83.3%
Negatif Count 5 1 1 7
% within
Subtype_molekuler 35.7% 7.1% 7.1% 16.7%
Total Count 14 14 14 42
% within
Subtype_molekuler 100.0% 100.0% 100.0% 100.0%
Correlations
SUBTYPE
MOLEKULAR SURVIVI
N
Kendall's tau_b
SUBTYPE MOLEKULAR
Correlation Coefficient 1.000 .295*
Sig. (2-tailed) . .045
N 42 42
SURVIVIN
Correlation Coefficient .295* 1.000
Sig. (2-tailed) .045 .
N 42 42
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
Chi-Square Tests
Value df Asymp. Sig. (2-sided)
Pearson Chi-Square 5.486a 2 .064
Likelihood Ratio 5.188 2 .075
Linear-by-Linear Association 4.016 1 .045
N of Valid Cases 42
a. 3 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 2.33.
94
Lampiran 8. Deskriptif Statistik Rerata Skor
SUBTYPE MOLEKULAR Statistic Std. Error
SKOR
Luminal
Mean 5.00 1.254
95% Confidence Interval for Mean
Lower Bound 2.29
Upper Bound 7.71
5% Trimmed Mean 4.89
Median 5.00
Variance 22.000
Std. Deviation 4.690
Minimum 0
Maximum 12
Range 12
Interquartile Range 9
Skewness .376 .597
Kurtosis -1.208 1.154
HER2 positif
Mean 6.21 .962
95% Confidence Interval for
Mean
Lower Bound 4.14
Upper Bound 8.29
5% Trimmed Mean 6.24
Median 6.00
Variance 12.951
Std. Deviation 3.599
Minimum 0
Maximum 12
Range 12
Interquartile Range 5
Skewness -.110 .597
Kurtosis -.301 1.154
Triple
negative
Mean 6.07 1.117
95% Confidence Interval for
Mean
Lower Bound 3.66
Upper Bound 8.48
5% Trimmed Mean 6.08
Median 6.00
Variance 17.456
Std. Deviation 4.178
Minimum 0
Maximum 12
Range 12
Interquartile Range 8
Skewness .207 .597
Kurtosis -1.246 1.154