Upload
therelevanceofwomensworkv8
View
0
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
MAKALAH POLITIK LUAR NEGERI JEPANG
Diajukan Sebagai UAS Mata Kuliah Politik Luar Negeri Jepang
Pengaruh Budaya Tradisional Matsuri Terhadap 55 Tahun
Hubungan Diplomatik Jepang-Indonesia
Disusun oleh:
Alvianti Purnamasari (0801512002)
FAKULTAS ILMU SOSIAL & ILMU POLITIK
ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL
UNIVERSITAS AL AZHAR INDONESIA
JAKARTA
2014
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan karunianya hingga saya dapat menyelesaikan apa yang menjadi
kewajiban saya sebagai mahasiswa/i dalam memenuhi komposisi nilai UAS pada
mata kuliah Politik Luar Negeri Jepang. Segala puji bagi Allah SWT atas segala
berkat, rahmat, taufik, serta hidayah-Nya yang begitu besar, sehingga saya dapat
menyelesaikan makalah dengan judul “PENGARUH BUDAYA TRADISIONAL
MATSURI TERHADAP 55 TAHUN HUBUNGAN DIPLOMATIK JEPANG-
INDONESIA”.
Dalam proses penyusunannya, saya mendapat banyak bantuan dari beberapa
pihak, karena itu saya mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
kedua orang tua dan segenap keluarga besar saya yang telah memberikan
dukungan dan kasih sayang, dosen Politik Luar Negeri Jepang yang selalu
membimbing saya dalam penyusunan makalah ini, dan juga untuk orang-orang
yang selalu membantu saya dalam menyusun makalah ini.
Makalah ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang bagaimana
Pengaruh Budaya Tradisional Matsuri Terhadap 55 Tahun Hubungan Diplomatik
Jepang-Indonesia. Saya menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna,
oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu
saya harapkan demi kesempurnaan makalah ini.
Akhir kata, saya sampaikan terimakasih kepada pihak-pihak yang telah
membantu dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga apa
yang saya tulis dapat bermanfaat dan Allah SWT senantiasa meridhai kita semua.
Amin.
ii
DAFTAR ISI
Kata Pengantar .......................................................................................................... i
Daftar Isi .................................................................................................................. ii
BAB I Pendahuluan
1.1 Latar Belakang ....................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah.................................................................................. 4
1.4 Tujuan Penulisan ................................................................................... 4
1.4 Manfaat Penulisan ................................................................................. 4
1.5 Sistematika Penulisan ............................................................................ 5
BAB II Kerangka Pemikiran ....................................................................................
2.1 Soft Power.............................................................................................. 6
2.2 Diplomasi Budaya ................................................................................ 8
BAB III Argumentasi ................................................................................................
3.1 Argumentasi......................................................................................... 11
BAB IV Pembahasan .................................................................................................
4.1 Matsuri ................................................................................................. 15
4.2 Matsuri sebagai Diplomasi Kebudayaan ............................................. 16
4.3 Matsuri dalam 55 tahun Hubungan Diplomatik Jepang-Indonesia ..... 17
BAB V Penutup .........................................................................................................
5.1 Kesimpulan .......................................................................................... 19
Daftar Pustaka
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kekalahan Jepang pada Perang Dunia II membuat Jepang harus membenahi diri
guna membangun kembali negaranya dan mengembalikan citra negaranya di dunia
Internasional. Kekalahan perang berdampak pada evolusi yang dilakukan Negara itu
sendiri, yakni adanya perubahan dalam diplomasi publik. Sebelumnya Jepang
terkenal dengan kekuatan militernya, Jepang bahkan melakukan penjajahan di
beberapa Negara, mulai dari China, Korea bahkan Indonesia. Dampak dari
penjajahan Jepang terhadap beberapa Negara di Asia membawa citra Jepang kian
terpuruk sehingga pasca Perang Dunia II, Jepang berusaha untuk merevitalisasi
diplomasinya yakni dengan cara yang lebih soft dengan tidak menggunakan militer.
Perubahan kebijakan diplomasi ini terkait dengan Deklarasi Postdam yang berisi
bahwa Jepang dilarang menggunakan kekuatan militernya tetapi diizinkan untuk
melakukan perdagangan bebas.
Berdasarkan isi Deklarasi Postdam maka Jepang berusaha untuk memanfaatkan
sektor-sektor yang potensial selain militer seperti perdagangan, politik dan budaya.
Jepang pun berusaha untuk mengembalikan citranya sebagai superpower dengan cara
yang berbeda dan lebih halus. Akhir tahun 1990, Jepang mulai melaksanakan strategi
diplomasinya seiring dengan globalisasi yang menimbulkan tantangan-tantangan
baru bagi Jepang sehingga Negara Sakura ini mengembangkan budayanya baik
budaya tradisional ataupun budaya post-modern. Selain itu Jepang juga
meningkatkan kerjasama bersama beberapa Negara bekas jajahannya, tidak
terkecuali dengan China dan Korea termasuk Indonesia. Bagi Jepang,
mengembalikan citra Negara terhadap Negara-negara yang pernah dijajahnya adalah
penting.1
Meski sempat menutup diri dari lingkungan Internasional dan hanya bekerja
sama dengan Belanda dan China, Jepang akhirnya menyadari bahwa keadaan
menutup lingkungan membuat krisis semakin parah, sehingga akhirnya ia kembali
membuka diri dengan lingkungan Internasional. Jepang semakin meluaskan
1 Toshiyama Nakamura, Soft Power and Public Diplomacy; How Cool Japan Will Be, Brisbane, 2011,
diakses pada tanggal 07 Juli 2014, pukul 10.00 WIB, dalam http://www.uq.edu.au/
2
hubungan bilateralnya dan tak hanya dengan Negara Barat tetapi juga dengan
Negara-negara yang terletak di Asia Tenggara, yaitu Indonesia. Saat ini hubungan
diplomatik Indonesia dan Jepang tengah memasuki usia 55 tahun, kedua Negara ini
semakin menguatkan kerjasama antar keduanya. Pada dasarnya awal hubungan
diplomatik Indonesia dan Jepang ditandai dengan adanya perjanjian rampasan perang
tahun 1958 dimana saat itu Jepang tengah membahas masalah ganti rugi akibat
perang dan penjajahannya di Indonesia. Hubungan diplomatik keduanya dimulai
dengan penandatangan perjanjian di bidang pertanian, kehutanan, produksi pangan
dan bantuan keuangan pasca perang. Penandatanganan perjanjian tersebut semakin
membuka lebar peluang kerjasama Indonesia dengan Jepang diantaranya EPA, ODA,
dan IJEPA, sehingga pada bulan Agustus 2007, Indonesia memutuskan untuk
mempererat hubungan diplomatik dengan Jepang.2
Hubungan diplomatik yang sudah dimulai sejak tahun 1958 ini telah
memposisikan Indonesia sebagai mitra strategis Jepang dalam berbagai aspek
perekonomian. Menurut Marzan, 55 tahun hubungan diplomatik Jepang-Indonesia
merupakan sebuah momentum yang baik untuk merefleksikan kembali perjalanan
sejarah kedua Negara ini (Jepang dan Indonesia) dalam berbagai aspek, mulai dari
teknologi, ekonomi, politik, pendidikan dan bahkan budaya. Menurut Marzan,
Indonesia menjadi salah satu pasar eksport Jepang di Asia.3 Banyaknya hubungan
diplomatik yang terjalin antar Indonesia-Jepang, yang paling berkembang ialah
ekonomi, beberapa perjanjian perdagangan ditandatangani antar kedua Negara,
seperti EPA yaitu perjanjian kerjasama perdagangan dan penanaman modal,
kemudian IJEPA yang memberikan kesempatan perdagangan ekspor-impor bagi
kedua Negara.
Di usianya yang ke 55 tahun hubungan diplomatik Indonesia dengan Jepang,
kerjasama antar kedua Negara tersebut semakin meluas. Bukan hanya dalam aspek
ekonomi saja, melainkan mencangkup teknologi, pendidikan dan budaya. Duta Besar
Jepang untuk Indonesia, Yoshinori Katori mengatakan bahwa salah satu penghubung
2 Sumiko Mori, Japan’s Public Diplomacy and Regional Intgration in East Asia; Using Japan’s Soft
Power, Harvard University, Cambridge, 2006, diakses pada tanggal 07 Juli 2014, pukul 12.35 WIB,
dalam http://dev.wcfia.harvard.edu/ 3 Jepang Jadikan Indonesia sebagai Tujuan Investasi, Pikiran Rakyat, Indonesia, 2013, diakses pada
tanggal 07 Juli 2014, pukul 14.30 WIB, dalam http://www.pikiran-rakyat.com/
3
yang erat dalam hubungan diplomatik antara Jepang dengan Indonesia adalah
budaya. Ia melihat bahwa budaya Jepang mendapatkan antusiasme dari masyarakat
Indonesia. Diplomasi budaya sendiri sudah ada sejak masa Takehiko Fukuda dengan
Doktrin Fukuda, dimana Jepang dikenalkan pada diplomasi heart to heart yang
artinya Jepang akan semaksimal mungkin melakukan kerjasama dengan cara halus
melalui ekonomi, politik dan budaya dan tidak dengan militer lagi.4 Meksipun secara
historis Indonesia pernah menjadi Negara yang dijajah oleh Jepang, tentunya
kerjasama ini memiliki beberapa hambatan namun Jepang berusaha untuk
memperbaiki citranya dengan memberikan bantuan dan apresiasi terhadap
penerimaan Indonesia akan budaya Jepang, dengan menghadirkan beberapa
pertunjukkan budaya yang rutin diadakan di Indonesia.
Bagi Jepang, diplomasi budaya tidak dapat dipungkiri bahwa budaya berperan
dalam kegiatan yang bersifat komersil seperti perdagangan dan event Internasional
lainnya. Adapun salah satu diplomasi budaya yang sedang dilancarkan oleh Jepang
terkait kebijakan politik luar negerinya adalah Jak-Japan Matsuri yang rutin diadakan
setiap tahunnya untuk memperingati kerjasama Indonesia-Jepang. Melalui Matsuri
Jepang membangun kembali citra bangsanya yang mana menghilangkan citra sebagai
superpower dengan militer.5 Matsuri sendiri adalah istilah bagi agama Shinto tetapi
dalam arti sekuler Matsuri adalah festival . Biasanya pelaksanaan Matsuri diadakan
di kuil-kuil Shinto atau Budha tetapi pada aspek sekuler, cara Jepang yang unik
dalam melakukan diplomasi dianggap memiliki daya tarik tersendiri bagi Negara-
negara yang bekerjasama dengannya sehingga melalui diplomasi budaya beberapa
Negara yang melakukan kerjasama dengan Jepang akhirnya memberikan kesempatan
pada Jepang dalam menjalin hubungan bilateral.6 Sejauh apa diplomasi budaya
dalam pengambilan kebijakan politik luar negeri akan dibahas penulis dalam
makalah ini dengan focus terhadap diplomasi budaya melalui Matsuri yang mana
4 MOFA, Japan’s Foreign Policy in Major Diplomatic Fileds, Japan-US Consultations, 2006, diakses
pada tanggal 07 Juli 2014, pukul 12.50 WIB, dalam http://www.mofa.go.jp/ 5 Stefanie Layer, An Exploration of Japan’s Soft Power, Germany, 2000, diakses pada tanggal 07 Juli
2014, pukul 13.42 WIB, dalam http://www.culturaldiplomacy.org/ 6 Yashinta Amanda, Japan Matsuri; Perjalanan Panjang Persahabatan Indonesia-Jepang, Indonesia,
2013, diakses pada tanggal 07 Juli 2014, pukul 15.00 WIB, dalam http://www.freecybers.com/
4
festival Jak-Japan Matsuri selalu dilaksanakan setiap tahunnya di Indonesia untuk
memperingati usia hubungan diplomatic Indonesia dan Jepang.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan apa yang penulis paparkan pada bagian latar belakang, maka
rumusan masalah penulisan adalah sebagai berikut:
Bagaimana pengaruh budaya tradisional Matsuri terhadap 55 Tahun Hubungan
Diplomatik Jepang-Indonesia?
1.3 Tujuan Penulisan
Berdasarkan perumusan masalah yang dipaparkan, adapun tujuan dalam
penulisan ini adalah:
Untuk mengetahui bagaimana pengaruh budaya tradisional Matsuri terhadap 55
Tahun Hubungan Diplomatik Jepang-Indonesia
1.4 Manfaat Penulisan
Penulisan ini diharapkan mampu memberikan kegunaan atau memiliki manfaat
sebagai berikut:
1.4.1 Manfaat Akademis
Hasil penulisan ini diharapkan dapat memperkaya kajian dan menambah
ilmu pengetahuan bagi studi Hubungan Internasional khususnya dapat
memperluas kajian tentang Jepang, bagaimana pengaruh budaya tradisional
Matsuri terhadap 55 Tahun Hubungan Diplomatik Jepang-Indonesia
1.4.2 Manfaat Praktis
Penulisan ini diharapkan dapat memberikan gambaran tentang
bagaimana pengaruh budaya tradisional Matsuri terhadap 55 Tahun Hubungan
Diplomatik Jepang-Indonesia
1.5 Sistematika Penulisan
Untuk memberikan gambaran mengenai isi dari hasil penulisan yang dibuat,
penulis menyusun dalam urutan sistematis sebagai berikut:
5
BAB I Pendahuluan
Bab ini berisikan tentang latar belakang penulisan, rumusan masalah, tujuan
dilakukannya penulisan, manfaat penulisan dan sistematika penulisan.
BAB II Kerangka Pemikiran
Bab ini berisikan kerangka pemikiran yang digunakan sebagai dasar dari
penulisan yang relevan dengan judul.
BAB III Argumentasi
Bab ini berisikan mengenai metode yang digunakan dalam penulisan.
BAB IV Pembahasan
Bab ini berisikan data mengenai pembahasan yang telah dikumpulkan guna
menjawab rumusan masalah.
BAB V Penutup
Bab ini berisikan diskusi mengenai penulisan yang dilakukan, seperti
kesimpulan terhadap masalah dan pembahasan yang dipaparkan.
6
BAB II
KERANGKA PEMIKIRAN
2.1 Soft Power
Berbicara tentang power adalah kemampuan untuk mempengaruhi perilaku
seseorang sesuai yang diinginkan orang tersebut. Dalam memengaruhi perilaku orang
lain maka ada beberapa cara yang dilakukan yakni memaksa dengan ancaman,
membujuk dengan bayaran atau membuat orang tersebut mau bekerjasama. Ada dua
jenis power yang biasa digunakan dalam memengaruhi perilaku seseorang yakni Hard
Power dengan Soft Power. Hard Power didefinikan sebagai suatu cara memengaruhi
orang lain dengan jalan kekerasan. Instrumen yang dipakai biasanya menggunakan
militer sedangkan Soft Power adalah suatu cara memengaruhi orang lain dengan cara
kerjasama, dalam memengaruhi suatu subjek biasanya soft power menggunakan
instrumen kebudayaan, ekonomi atau perdagangan.7 Jalan yang ditempuh dalam
memengaruhi tindakan seseorang dilakukan dengan cara yang lebih halus.
Jepang sebagai negara yang dinilai memiliki pengaruh di kawasan Asia saat ini
dikenal dengan soft power nya dalam memengaruhi negara-negara di sekitarnya. Meski
sebelumnya pada Perang Dunia II, Jepang dikenal sebagai negara yang memiliki Hard
Power. Militer Jepang merupakan salah satu militer yang ditakuti pada masa Perang
Dunia II. Sejak mengalami kekalahan di Perang Dunia II, maka Jepang segera
mengubah kebijakan politik luar negerinya. Apalagi sejak adanya Deklarasi Postdam
yang harus dituruti oleh Jepang sebagai konsekuensi atas kekalahan di Perang Dunia II.
Dari kebijakan politik luar negeri menggunakan Hard Power, Jepang beralih
menggunakan Soft Power. Kebijakan politik luar negeri Jepang yang menggunakan Soft
Power ini didukung dengan adanya doktrin fukuda.
Soft Power yang digunakan dalam menjalankan kebijakan politik luar negerinya,
menggunakan instrumen perdagangan dan budaya. Melalui soft power, Jepang
menyebarkan pengaruhnya ke seluruh dunia. Tidak mudah bagi Jepang untuk
menghilangkan ingatan masyarakat dunia akan Hard Powernya semasa Perang Dunia II,
tidak banyak negara yang mau melakukan kerjasama dengan Jepang sehingga pasca
7 Joseph Nye, Soft Power, Hard Power and Leadership, Harvard University, 2006, diakses pada tanggal
08 Juli 2014, pukul 01.10 WIB, dalam http://www.hks.harvard.edu/
7
Perang Dunia II, Jepang berusaha untuk memperbaiki citranya di dunia internasional
dan salah satu caranya adalah dengan soft power. Menurut Joseph Nye, soft power
adalah kemampuan untuk menjadi menarik, sehingsa suatu negara dapat menjalankan
kerjasama dengan negara lain. Instrumen yang digunakan dala soft power adalah
kebijakan luar negeri terkait budaya, nilai atau norma. Soft power dapat memengaruhi
suatu negara tanpa disadari.8
Jepang memiliki kemampuan soft power yang sangat baik, dalam memperbaiki
citranya setelah militer dilumpuhkan Jepang beralih pada sektor-sektor yang lebih
potensial seperti budaya. Jepang menggunakan pengaruh kebudayaan agar terlihat
menarik di mata dunia internasional sehingga negara-negara di dunia mau bekerjasama
dengan Jepang. Melalui soft power, Jepang mendapatkan atensi dari negara-negara lain
untuk melakukan hubungan kerjasama dan ini membantu Negara Matahari Terbit
tersebut untuk memenuhi kepentingan nasionalnya. Terkait dengan apa yang ditulis oleh
penulis, Jepang menyebarkan pengaruhnya melalui kebudayaan, kebudayaan Jepang
memang banyak, beragam kebudayaan ditawarkan oleh Jepang kepada dunia.
Jepang menyadari benar bahwa kebudayaan tidak dapat dilepaskan pengaruhnya
terhadap Jepang dalam mengikuti event-event internasional. Melalui soft power, negara-
negara yang melakukan kerjasama dinilai tidak merasakan kerugian, berbeda dengan
halnya hard power. Sebab melalui soft power kedua negara dapat mempererat hubungan
diplomatiknya dan terkadang soft power dinilai sebagai stimulus bagi Jepang untuk
melakukan kerjasama di berbagai bidang seperti teknologi atau investasi. Jepang
berusaha meningkatkan antusiasme suatu negara dengan menghadirkan soft powernya,
salah satunya dengan budaya.9 Di Indonesia, kebudayaan Jepang mendapatkan
antusiasme dari masyarakatnya. Hubungan yang terjalin sejak 1958 ini semakin
berkembang. Bahkan Jepang seringkali mengadakan beragam festival kebudayaannya
untuk menarik antusiasme masyarakat Indonesia, salah satunya adalah festival Jak-
Japan Matsuri. Dimana Indonesia dan Jepang tidak hanya melakukan kerjasama melalui
8 Judith Trunkos, Cultural Diplomacy, What Is Soft Power Capability and How Doest It Impact Foreign
Policy?, South Carolina, 2013, diakses pada 08 Juli 2014, pukul 01.04 WIB, dalam
http://www.culturaldiplomacy.org/ 9 Toshiya Nakamura, Japan’s New Public Diplomacy; Coolness in Foreign Policy Objectivities, Nagoya
University, 2011, diakses pada tanggal 07 Juli 2014, pukul 10.45 WIB, dalam https://www.lang.nagoya-
u.ac.jp/
8
perdagangan tetapi dalam meningkatkan hubungan diplomatiknya, Jepang mulai
mempererat dengan kebudayaannya.
2.2 Diplomasi Budaya
Diplomasi adalah seni praktek dalam bernegoisasi oleh seseorang mewakili
sebuah negara atau organisasi. Diplomasi biasanya terkait dengan diplomasi yang
biasanya mengurus berbagai hal seperti budaya, ekonomi dan perdagangan. Diplomasi
paling sederhana adalah diplomasi bilateral antara dua pihak yang dilakukan oleh dua
negara saja. Diplomasi memiliki pengertian sebagai usaha suatu Negara untuk
memperjuangkan kepentingan nasional di kalangan masyarakat Internasional.
Diplomasi biasanya bersifat persuasi, salah satu yang menjadi aspek persuasi adalah
melibatkan upaya untuk terus melakukan negosiasi dan memengaruhi masyarakat untuk
mau mendukung keinginan yang ingin dicapai.10
Biasanya diplomasi persuasi mengarah kepada diplomasi kebudayaan yang
mana diplomasi kebudayaan memiliki arti usaha suatu negara dalam memperjuangkan
kepentingan nasionalnya melalui dimensi kebudayaan dengan pemanfaatan ideologi,
politik, ekonomi, kesenian dan teknologi. Diplomasi budaya dapat dilakukan oleh
pemerintah, organisasi atau individu. Suatu negara dikatakan menggunakan diplomasi
budaya sebagai media sekaligus pemberi identitas dalam pencapaian kepentingan
nasional yang merupakan tujuan dari pelaksanaan politik luar negerinya.11
Maka dengan
hal ini kebudayaan dapat digunakan sebagai instrumen untuk mencapai kepentingan
nasional. Berkembangnya sektor kebudayaan, maka dengan sendirinya mendorong
terwujudnya pencapaian perluasan kesempatan kerja, peningkatan kualitas kerja,
revitalisasi ekonomi serta peningkatan produk dan stabilitas perekonomian rakyat.
Dalam hubungan internasional, diplomasi kebudayaan memasukkan unsur-unsur lokal
atau nasional, seperti ideologi, kesenian tradisional, geografis yang dinegosiasikan
sebagai konsep kepentingan nasional.
Jika melihat pada konsep diplomasi kebudayaan pada paragraf sebelumnya
maka Jepang boleh menjadi salah satu contoh Negara yang menggunakan diplomasi
10 Cultural Diplomacy The Lipchpin of Public Diplomacy, US Departement of State, 2005, diakses pada
tanggal 08 Juli 2014, pukul 01.18 WIB, dalam http://www.state.gov/ 11 Joseph Nye, The Changing Nature of World Power, Political Science Quarterly, vol. 105, No. 2, pp.
177-192, Academy of Political Science, 1990.
9
kebudayaan. Setelah sukses dari segi perekonomian dan kesejahteraan rakyatnya,
Jepang kini melebarkan sayapnya dengan memperkuat basis politik dan kebijakan luar
negerinya guna menunjang kepentingan nasionalnya, salah satunya dengan menjaga
eksistensinya di kawasan Asia. Bagi Jepang yang dikenal dengan soft powernya yang
memiliki pengaruh cukup kuat di kawasan Asia dan bahkan dunia. Budaya menjadi aset
penting yang harus terus dikembangkan oleh Jepang. Dengan kebudayaan, Jepang dapat
menjaga hubungan diplomatiknya dengan beberapa negara di dunia termasuk Indonesia.
Tidak hanya melalui budaya pop saja tetapi Jepang berusaha untuk menempatkan
pengaruhnya dengan menggunakan budaya tradisionalnya.12
Menurut S.L Roy ada 7 unsur dalam melakukan diplomasi, yaitu negosiasi yang
berujung pada peningkatan nilai-nilai kepentingan bersama.13
Ini dilakukan Jepang
dalam membina hubungan dengan Indonesia, dimana terjadi negosiasi diantara kedua
negara dari yang tadinya hanya seputar perdagangan, kemudian melalui negosiasi maka
akan muncul kesepakatan-kesepakatan baru dan memperluas jaringan kerjasama.
Kedua, kepentingan negara, menjadi alasan utama kenapa diplomasi tersebut dilakukan.
Jepang pastilah memiliki kepentingan nasional dalam melakukan diplomasi. Biasanya
diplomasi kebudayaan dilakukan untuk memberikan stimulus pada negara-negara yang
akan diajak kerjasama agar Jepang bisa memenuhi kepentingan nasionalnya misalnya
untuk mensejahterakan masyarakatnya. Ketiga, tindakan politik untuk mencapai
kepentingan nasionalnya, apakah melalui jalan damai atau perang. Keempat, teknik
diplomasi. Kelima, politik luar negeri yang masih ada kaitannnya dengan isu
internasional serta keadaan domestik suatu negara. Keenam, sistem negara yang berbeda
sehingga mempengaruhi teknik diplomasin itu sendiri. Ketujuh, perwakilan negara yang
merupakan perwakilan diplomatik dalam mengedepankan kepentingan nasionalnya.
Selain itu Kaultiya mengemukakan bahwa ada 4 tujuan diplomasi yaitu
perolehan, pemeliharaan, penambahan serta pembagian yang adil.14
Bagi Jepang tujuan
diplomasi kebudayaannya jelas yaitu untuk memperoleh kerjasama dengan negara lain
dalam berbagai aspek yang menguntungkan sehingga ketika mendapatkan apa yang
12 Shizuku Saeki, The Perry Cetennial Celebration; A Case Study in US-Japanese Cultural Diplomacy,
International Social Science Review, 80 (3&4); 137-139, 2005. 13 S.l. Roy, Diplomacy, New Delhi, Sterling Publisher, 1984, pg. 1 14 Kautilya, Ideas on Inter-State Relations and Diplomacy, Cambridge, Cambridge University Press,
1932, diakses pada tanggal 08 Juli 2014, pukul 02.45 WIB, dalam http://shodhganga.inflibnet.ac.in/
10
diinginkan oleh Jepang maka butuh pemeliharaan hubungan ketika negara yang diajak
bekerjasama memberikan keuntungan sehingga ketika Jepang bisa memelihara suatu
hubungan dengan negara lain, contoh Indonesia, ada kemungkinan besar penambahan
kerjasama di aspek lain sebagai wujud dari pemeliharaan kerjasama dan peningkatan
persahabatan, setelah adanya penambahan di berbagai aspek maka akan terjadi
pembagian yang adil. Karena dalam melakukan diplomasi, kedua negara sama-sama
ingin diuntungkan dan untuk mencapai keuntungan diantara keduanya maka harus ada
pembagian yang adil bagi keduanya. Itulah yang dilakukan Jepang terhadap Indonesia.
11
BAB III
ARGUMENTASI
3.1 Argumentasi
Indonesia dan Jepang, hubungan diplomasi keduanya berawal pada tahun 1958,
ketika Indonesia-Jepang menandatangani perjanjian rampasan Jepang. Sejak itulah
hubungan diplomatik antar Indonesia-Jepang terjalin. Semakin eratnya hubungan
bilateral kedua negara tercermin dalam berbagak persetujuan yang ditandatangani oleh
dua pemerintah yang bertujuan untuk memberikan landasan lebih kuat bagi kerjasama
di berbagai bidang. Persetujuan pertama Indonesia-Jepang dilakukan pada 1 Juli 1961 di
Tokyo yang dirampungkan dalam Treaty of Amity and Commerce, disusul dengan
Perjanjian Udara (22 Januari 1962), Kerjasama IPTEK (12 Januari 1981) dan Perjanjian
Penghindaran Pajak Berganda (3 Maret 1982).15
Dalam kerangka kerjasama regional
pun Jepang menjadi salah satu mitra dialog utama bagi Indonesia sebab Jepang
memiliki kepentingan terhadap Indonesia sehingga kerjasama bersama Indonesia selalu
dilanjutkan pada forum-forum Internasional.
Seperti yang dipaparkan oleh S.L Roy bahwa dalam unsur diplomasi perwakilan
dikatakan penting dalam pelaksanaan diplomasi sebab peran perwakilan kedua negara
Indonesia dan Jepang dapat menghasilkan suatu kegiatan kerjasama yang baru. Ada
hubungan timbal balik ketika Presiden Susilo Bambang Yudhono melakukan kunjungan
ke Jepang pada akhir November 2006. Jepang dan Indonesia sepakat untuk terus
mengembangkan hubungan kerjasama di berbagai bidang yang tercermin dalam
Strategic Partnership for Peaceful and Propereus Future yang didasari pada Japan-
Indonesia Joint Statement Partner for New Challenges yang ditandatangani pada Juni
2005.16
Kedua pemimpin menggarisbawahi bahwa kerjasama strategis Indonesia-Jepang
akan menjadi alat utama untuk meningkatkan dan memperluas kerjasama yang saling
menguntungkan antar keduanya. Jepang mengakui bahwa Indonesia merupakan mitra
strategis yang menguntungkan oleh karena itu Jepang sangat mengapresiasi Indonesia
15 Prof.Dr. Boediono, Berita Wapres, Indonesia-Jepang Saling Menguntungkan, Indonesia, 2013, diakses
pada tanggal 07 Juli 2014, pukul 13.45 WIB, dalam http://wapresri.go.id/ 16 Hatta Rajasa, Aksi Nyata Untuk Indonesia, 55 Tahun Hubungan Diplomatik Indonesia-Jepang, Jakarta,
2012, diakses pada tanggal 08 Juli 2014, pukul 03.35 WIB, dalam http://hatta-rajasa.info/
12
dengan terus memelihara hubungan persahabatan Indonesia-Jepang dalam berbagai
aspek, salah satunya adalah kebudayaan. Yoshinori Katori percaya bahwa dengan
budaya, Jepang dapat merangkul Internasional termasuk Indonesia.17
Kemampuan
Jepang dalam menyebarluaskan pengaruhnya dengan jalan soft power dan memakai
jalur diplomasi kebudayaan dinilai sebagai cara yang efektif bagi Jepang untuk
memenuhi kepentingan nasionalnya seperti yang dipaparkan oleh Kaultiya yang
menjelaskan bahwa ada 4 tujuan diplomasi yang salah satunya adalah penambahan.
Ketika budaya dijadikan sebagai stimulus Jepang untuk negara-negara yang dituju maka
ia akan mengharapkan suatu respon yang baik dari negara yang akan diajaknya
melakukan kerjasama.
Menurut Michael Blaker, dalam gaya diplomasinya Jepang memiliki gaya yang
disebut Happo Bijiusbhugi yaitu dimana Jepang ingin terlihat baik di mata dunia
sehingga dalam melakukan diplomasinya Jepang cenderung hati-hati dan
mengutamakan citra negara.18
Untuk menjaga citra negaranya tetap baik maka dalam
melakukan diplomasi Jepang menggunakan instrumen kebudayaan. Dalam membina
hubungan diplomasi dengan Indonesia yang saat ini mencapai masa keemasannya di
usia 55 tahun, Jepang menghadirkan festival Matsuri sebagai apresiasi atau hadiah bagi
Indonesia karena selama ini telah menjadi mitra strategis bagi Jepang. Katori berharap
dengan adanya festival Matsuri, Indonesia dan Jepang semakin meningkatkan hubungan
diplomasinya.
Melalui festival Matsuri, Jepang mengharapkan adanya peningkatan hubungan,
ini sesuai dengan apa yang dikemukakan S.L Roy dan didukung oleh Kaultiya dengan
melihat 7 unsur dan 4 tujuan diplomasi maka yang dilakukan oleh Jepang pertama kali
adalah negosiasi sebagai negara produsen pastilah Jepang butuh pasar bagi produknya,
maka Jepang berusaha mencari mitra dagang dengan cara bernegosiasi. Ozawa Ichiro
mengemukakan 5 garis besar politik luar negeri Jepang, salah satunya adalah kawasan
Asia-Pasifik yang menjadi tujuan utama Jepang dalam menyebarluaskan pengaruhnya.19
Indonesia dinilai sebagai mitra strategis bagi Jepang, untuk menyamarkan ambisi
17 MOFA, Japan’s Foreign Policy in Major Diplomatic Fileds, Japan-US Consultations, 2006, Op.cit 18 Shizuku Saeki, The Perry Cetennial Celebration; A Case Study in US-Japanese Cultural Diplomacy,
International Social Science Review, 80 (3&4); 137-139, 2005. Op.cit 19 Toshiya Nakamura, Japan’s New Public Diplomacy; Coolness in Foreign Policy Objectivities, Nagoya
University, 2011. Op.cit
13
kepentingan nasionalnya maka Jepang menggunakan jalur diplomasi budaya dan
memelihara hubungan diplomatik dengan Indonesia. Sebab Indonesia dapat dijadikan
perpanjangan tangan dalam menyebarkan pengaruh Jepang di kawasan Asia-Pasifik.
Festival Matsuri menjadi salah satu bentuk stimulus bagi Jepang terhadap
Indonesia dalam perluasan kerjasama. Alih-alih dikatakan sebagai hadiah oleh Daisei
Takeya sebagai Ketua Pelaksana Matsuri, oleh karena itu bersamaan dengan
dihadiahkannya Indonesia dengan suguhan festival Matsuri, Jepang melakukan
negosiasi untuk meluluskan kepentingan nasionalnya.20
Festival Matsuri boleh jadi
dikatakan sebagai pintu pembuka Jepang untuk meningkatkan kerjasama di berbagai
aspek sekaligus penanaman investasi asing. Semakin meningkatnya hubungan
persahabatan Indonesia-Jepang maka semakin lancar bagi Jepang untuk memasok
produk industrinya ke Indonesia.
Mari ambil contoh dalam hal investasi, Jepang rutin menambah investasinya
setiap tahun di Indonesia. Kegiatan ekonomi Indonesia-Jepang dalam hal perdagangan
mengalami peningkatan. Menurut Rizal Afandi Lukman selaku Deputi Menko
Perekonomian Bidang Kerjasama Ekonomi dan Perdagangan Internasional, total ekspor
investasi Jepang dari tahun ke tahun semakin meningkat. Pada tahun 2011, nilai
investasi berkisar US$ 1,5 miliar, tahun 2012 meningkat menjadi US$ 2,6 miliar dan 3
bulan pertama pada tahun 2013 mencapai US$1,15 miliar.21
Tidak hanya itu diplomasi
budaya membawa pengaruh yang cukup bagi Jepang-Indonesia sebab keduanya
berkomitmen atas hubungan timbal balik dalam melakukan kerjasama. Setelah investasi
maka ada kerjasamalain di bidang tenaga kerja seperti tenaga kerja perawat.
Dengan demikian pengaruh positif bagi Indonesia adalah Jepang membuka
lapangan pekerjaan bagi masyarakat Indonesia sehingga dapat menekan angka
pengangguran, selain itu ada juga kerjasama di bidang pendidikan, dimana Jepang
mengeluarkan beasiswa bagi masyarakat Indonesia yang ingin bersekolah di Jepang dan
ini akan berpengaruh pada tingkat kemiskinan karena masyarakat terdidik dan terlatih
dapat mengabdikan diri sebagai pekerja karena menerima pendidikan yang layak yang
berujung pada penekanan angka kemiskinan. Perihal pembangunan transportasi dan
teknologi tidak luput dari kerjasama Indonesia-Jepang. Adanya proyek MRT sebagai
20 Yashinta Amanda, Japan Matsuri; Perjalanan Panjang Persahabatan Indonesia-Jepang, Indonesia,
2013, Op.cit 21 Jepang Jadikan Indonesia sebagai Tujuan Investasi, Pikiran Rakyat, Indonesia, 2013, Op.cit
14
wujud komitmen Jepang dalam pembangunan di Indonesia. Semua kerjasama ini
diimbangi dengan diplomasi kebudayaan yang terus dilancarkan Jepang dengan setiap
tahunnya mengadakan festival Matsuri sebagai bentuk apresiasi terhadap loyalitas
Indonesia sebagai mitra strategis.
15
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1 Matsuri
Matsuri adalah suatu istilah agama Shinto yang berarti persembahan ritual.
Secara sekuler, Matsuri diartikan sebagai perayaan atau festival. Di Jepang berbagai
kegiatan Matsuri diselenggarakan sepanjang tahun dengan maksud untuk mendoakan
keberhasilan panen, kesuksesan bisnis, keselamatan dari bencana dan sebagai ucapan
terima kasih setelah berhasil menyelesaikan suatu tugas berat. Biasanya Matsuri
diadakan oleh kuil Shinto atau Budha. Tetapi secara sekuler biasanya hanya berupa
perayaan festival saja. Di setiap acara Matsuri selalu bisa ditemukan kegiatan arak-
arakkan seperti Mikoshi, Dashi dan Yatai. Pada upacara Matsuri juga bisa dijumpai
Chigo (anal kecil dalam prosesi), Miko (gadis yang melakukan ritual), Tekomai (laki-
laki dengan pakaian pria) dan Hayashi (musik khas Matsuri).22
Secara sejarah Matsuri berasal dari kata Matsuru yang memiliki arti pemujaan
kepada Kami. Kami dalam bahasa Jepang adalah Tuhan. Secara teologi, dalam agama
Shinto ada 4 hnsur dalam melakukan Matsuri yakni Harai (penyucian), persembahan,
Norito (pembacaan doa) dan pesta makan. Matsuri yang paling terkenal dan tertua di
Jepang adalah Matsuri yang dilakukan di depan Amano Iwato. Dalam proses
keagamaan, pembacaan doa pada kegiatan Matsuri masih tersisa dalam bentuk Kigansai
(permohonan secara individu yang dilakukan di kuil). Norito biasany dilakukan oleh
pendeta Shinto yang menjadi awal dimulainya Mitsuri. Saat ini di Jepang, Ise Jingu
menjadi salah satu kuil agama Shinto yang menyelenggarakan Matsuri dalam bentuk
pembacaan doa sebab sesuai dengan perkembangan zaman,23
tujuan penyelenggaraan
Matsuri sering melenceng jauh dari makna Matsuri yang sebenarnya.
Kemajuan industri Jepang kemudian ditopang oleh kemajuan teknologinya yang
mengubah pola kehidupan masyarakat Jepang dari segi gaya hidup. Masyarakat Jepang
cenderung lebih modern, ditambah dengan paham Demokrasi yang tertera dalam
undang-undang Showa yang memberikan dampak dalam kehidupan masyarakat
22 Yuji, Why are There So Many Matsuri in Japan?, Association of Shinto Shrines, 1995, diakses pada
tanggal 08 Juli 2014, pukul 09.15 WIB, dalam http://www.tourguidejd.com/tourguidejd/ 23 Yuji, 3 Main Festivals of Kyoto, Association of Shinto Shrines, 2004, diakses pada tanggal 08 Juli
2014, pukul 10.00 WIB, dalam http://www.eonet.ne.jp/
16
Jepang.Namun untuk memahami kemajuan negaranya, tidak cukup hanya dengan
melihat kepada wajah Barat yang dimiliki oleh Jepang tetapi lebih kepada kemajuan
budaya materialnya. Bukan rahasia umum, jika masyarakat Jepang sangat menjunjung
tinggi nilai-nilai tradisional terutama masyarakat di pedesaan dan diperkotaan yang
masih memegang teguh nilai-nilai kebudayaan.
Berdasarkan pola hidup masyarakat Jepang yang dikenal gigih dan sangat
menghargai waktu ternyata ada sisi lain dalam pola kehidupannya yaitu sisi religius
masyarakat Jepang yang selalu mengawali segala kegiatan mereka dengan Matsuri.24
Menurut Koentjaraningrat, kebudayaan adalah wujud ideal yang bersifat abstrak dan
ada di dalam pikiran manusia sedangkan religi sebagai bagian dari kebudayaan di
dalamnya.25
Dalam tradisi masyarakat Jepang, tiada hari tanpa Matsuri.
4.2 Matsuri sebagai Diplomasi Kebudayaan
Jepang dikenal sebagai negara yang berhasil membangun kembali negaranya
dalam waktu relatif singkat setelah Perang Dunia II serta menjadi bangsa di Benua Asia
yang sejajar dengan Barat. Dalam masa Sakoku (penutupan negara) Jepang mengalami
ketertinggalan sehingga di bawah Pemerintahan Meiji, Jepang mendapat slogan Sakoku
dan mulai membangun negaranya dalam berbagai aspek kehidupan.26
Keberhasilan
Jepang dalam membangun kembali negaranya terutama pasca Perang Dunia II dimana
industri Jepang mengalami kehancuran, Jepang tidak begitu saja meninggalkan budaya
tradisionalnya. Ada dua hal yang diperlihatkan Jepang yakni budaya material yang
cenderung mengikuti budaya Barat sehingga Jepang mengalami kesetaraan dengan
budaya Barat dan ada Budaya spiritual yang tidak banyak mengalami perubahan.27
Dengan 2 budaya ini, Jepang dikatakan sebagai negara berwajah dua, dalam artian di
satu sisi Jepang jelas menunjukkan sebagai masyarakat modern yang hidup dengan
24
Hwajung Kim, Cultural Diplomacy as The Means of Soft Power in an Information Age, Harvard
University, 2011, diakses pada tanggal 08 Juli 2014, pukul 11.08 WIB, dalam
http://www.culturaldiplomacy.org/ 25 Joshua Purnama, Manusia Indonesia dalam Dimensi Sosiologi, Binus University, Jakarta, 2012, diakses
pada tanggal 08 Juli 2014, pukul 12.33 WIB, dalam http://thesis.binus.ac.id/ 26 Hwajung Kim, Cultural Diplomacy as The Means of Soft Power in an Information Age, Harvard
University, 2011, Op.cit 27 Shizuku Saeki, The Perry Cetennial Celebration; A Case Study in US-Japanese Cultural Diplomacy,
International Social Science Review, 80 (3&4); 165-172, 2005.
17
teknologi canggih. Tetapi di lain sisi masyarakat Jepang banyak melakukan kegiatan
ritual dan salah satunya adalah Matsuri.
Hal ini seperti yang dijelaskan oleh Helen Bauer dan Sherwin bahwa setiap
memulai kegiatan apapun, Matsuri menjadi kunci pembuka dari setiap kegiatan
masyarakat Jepang.28
Contoh ketika sebuah perusahaan penerbangan membeli pesawat
baru, maka sebelum melakukan percobaan terhadap pesawat tersebut, para pekerja
perusahaan tersebut akan mengadakan Matsuri. Kegiatan yang terbilang unik ini pada
akhirnya dijadikan suatu diplomasi kebudayaan oleh Pemerintah Jepang, sekaligus
sebagai pembentukan citra bahwa masyarakat Jepang tidak hanya dikenal sebagai
masyarakat ekonomi (animal economic) tetapi juga memiliki sisi yang religius sehingga
nilai-nilai tradisional ini dikembangkan secara sekuler. Matsuri mengalami pergeseran
makna tradisional dan dipisahkan dari makna keagamaan sehingga Matsuri yang
digunakan Jepang sebagai alat diplomasi kebudayaan adalah Matsuri dalam bentuk
perayaan atau festival dengan tetap mengusung adanya nilai-nilai budaya tradisional di
dalamnya.
Di Indonesia, Matsuri diadakan dengan beragam tema yang menggambarkan
wujud dari persahabatan atau hubungan diplomatik Indonesia-Jepang. Pada 55 tahun,
hubungan diplomatik Jepang-Indonesia, Matsuri mengangkat tema "Indonesia-Jepang
selalu bersama." Ini menandakan Jepang semakin merangkul Indonesia sebagai mitra
strategis bagi Jepang sekaligus menjadi negara tujuan investasi yang paling ideal serta
menjadi negara tujuan pasar ekspor Jepang yang paling utama di Kawasan Asia-
Pasifik.
4.3 Matsuri dalam 55 Tahun Hubungan Diplomatik Indonesia-Jepang
Memasuki 55 tahun hubungan diplomatik Indonesia-Jepang, The Nikkan
Kogyoo Shimbun (Perhimpunan Persahabatan Indonesia-Jepang) mengambil inisiatif
untuk menggagas Jak-Japan Matsuri. Perhelatan festival Jak-Japan Matsuri
menghadirkan berbagai kebudayaan Jepang baik tradisional maupun modern. Duta
Besar Jepang untuk Indonesia, Yoshinori Katori mengatakan bahwa kebudayaan
menjadi salah satu aspek penghubung antara Jepang dan Indonesia. Festival Jak-Japan
28 Bauer, P .T., and Yamei, B. S. "The Pearson Report: a review", in T. J. Byers (ed.), Foreign Resources
and Economic Development: A Symposium on the Report of the Pearson Commission, London,: Frank
Cass, 1972.
18
Matsuri diselenggarakan untuk memperkuat persahabatan kedua negara.29
Kazunori
Kobayashi sebagai penyelenggara Jak-Japan Matsuri yang ke 5 mengatakan bahwa
festival Jak-Japan Matsuri sebagai peringatan 55 tahun hubungan diplomatik Indonesia-
Jepang menggambarkan hubungan yang kian erat dan pertukaran di level penduduk
yang semakin luas atas persahabatan dan dukungan dari Indonesia kepada Jepang dalam
menapaki jakan menuju pemulihan.30
Dengan adanya Jak-Japan Matsuri baik Indonesia maupun Jepang menginginkan
agar hubungan kedua negara tersebut semakin dioptimalkan dengan adanya sistem win-
win coorperation sebab diplomasi budaya yang digagas oleh Jepang melalui Matsuri
dapat berdampak pada respon masyarakat Indonesia dan Pemerintahan Indonesia
sehingga Matsuri sebagai diplomasi budaya menjadi stimulus bagi Jepang untuk terus
menambah kerjasama antara Jepang dengan Indonesia dengan prinsip saling
menguntungkan. Dampak dari diadakannya Jak-Japan Matsuri sebagai instrument
diplomasi kebudayaannya menjadi gerbang bagi Jepang untuk terus meningkatkan nilai
investasinya ke Indonesia.
Tidak hanya itu, Jepang juga membantu membuka lapangan pekerjaan dengan
adanya 1.200 perusahaan Jepang di Indonesia yang kemudian dapat mempekerjakan
sekitar 300.000 orang tenaga lokal. Hal ini bersifat menguntungkan bagi Indonesia
karena dapat menekan angka pengangguran sekaligus angka kemiskinan di Indonesia.
Selain itu Jepang juga memperluas kerjasama di bidang pendidikan dengan pemberian
beasiswa melalui JASSO (Japan Student Services Organization) yang saat ini ada
sekitar 3.000 mahasiswa Indonesia yang menikmati pendidikan di Jepang. Jika dilihat
dari tujuannya, Japan Bank for International Coorperation melakukan survey terhadap
500 perusahaan multinasional yang hasilnya menempatkan Indonesia sebagai negara
tujuan investasi pertama.31
Keberhasilan Jepang dalam menggunakan soft power dengan
jalur diplomasi kebudayaan nampaknya semakin mengangkat Jepang sebagai negara
yang sejajar dengan Barat tanpa harus kehilangan nilai-nilai tradisionalnya.
29 Prof.Dr. Boediono, Berita Wapres, Indonesia-Jepang Saling Menguntungkan, Indonesia, 2013, Op.cit 30 55 Tahun Indonesia-Jepang; Kebudayaan Memperkuat Persahabatan Kedua Negara, The President
Post, Jakarta, 2013, diakses pada tanggal 07 Juli 2014, pukul 14.00 WIB, dalam
http://thepresidentpostindonesia.com/ 31 Jepang Pererat Hubungan dengan Indonesia, Tempo News, Jakarta, 2013, diakses pada tanggal 08 Juli
2014, pukul 13.22 WIB, dalam http://www.tempo.co/
19
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Pada dasarnya awal hubungan diplomatik Indonesia dan Jepang ditandai dengan
adanya perjanjian rampasan perang tahun 1958 dimana saat itu Jepang tengah
membahas masalah ganti rugi akibat perang dan penjajahannya di Indonesia.
Hubungan diplomatik keduanya dimulai dengan penandatangan perjanjian di bidang
pertanian, kehutanan, produksi pangan dan bantuan keuangan pasca perang.
Penandatanganan perjanjian tersebut semakin membuka lebar peluang kerjasama
Indonesia dengan Jepang diantaranya EPA, ODA, dan IJEPA, sehingga pada bulan
Agustus 2007, Indonesia memutuskan untuk mempererat hubungan diplomatik
dengan Jepang. Hubungan diplomatik yang sudah dimulai sejak tahun 1958 ini telah
memposisikan Indonesia sebagai mitra strategis Jepang dalam berbagai aspek.
Di usianya yang ke 55 tahun hubungan diplomatik Indonesia dengan Jepang,
kerjasama antar kedua Negara tersebut semakin meluas. Bukan hanya dalam aspek
ekonomi saja, melainkan mencangkup teknologi, pendidikan dan budaya. Duta Besar
Jepang untuk Indonesia, Yoshinori Katori mengatakan bahwa salah satu penghubung
yang erat dalam hubungan diplomatik antara Jepang dengan Indonesia adalah
budaya. Bagi Jepang, diplomasi budaya tidak dapat dipungkiri bahwa budaya
berperan dalam kegiatan yang bersifat komersil seperti perdagangan dan event
Internasional lainnya. Adapun salah satu diplomasi budaya yang sedang dilancarkan
oleh Jepang terkait kebijakan politik luar negerinya adalah Jak-Japan Matsuri yang
rutin diadakan setiap tahunnya untuk memperingati kerjasama Indonesia-Jepang.
Melalui Matsuri Jepang membangun kembali citra bangsanya yang mana
menghilangkan citra sebagai superpower dengan militer.
Matsuri diadakan dengan beragam tema yang menggambarkan wujud dari
persahabatan atau hubungan diplomatik Indonesia-Jepang. Pada 55 tahun, hubungan
diplomatik Jepang-Indonesia, Matsuri mengangkat tema "Indonesia-Jepang selalu
bersama." Ini menandakan Jepang semakin merangkul Indonesia sebagai mitra
strategis bagi Jepang sekaligus menjadi negara tujuan investasi yang paling ideal
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Nye, Joseph, 1990, The Changing Nature of World Power, Political Science Quarterly, vol.
105, No. 2, pp. 177-192, Academy of Political Science.
Roy, S. L, 1984, Diplomacy, New Delhi, Sterling Publisher.
Saeki, Shizuku, 2005, The Perry Cetennial Celebration; A Case Study in US-Japanese
Cultural Diplomacy, International Social Science Review.
T, P, Bauer and S, B, Yamei in Byers, T. J, 1972, Foreign Resources and Economic
Development: A Symposium on the Report of the Pearson Commission London,:
Frank Cass.
Jurnal
Kautilya, 1932, Ideas on Inter-State Relations and Diplomacy, Cambridge, Cambridge
University Press, dalam,
http://shodhganga.inflibnet.ac.in/bitstream/10603/4285/10/11_chapter%204.pdf
Kim, Hwanjung, 2011, Cultural Diplomacy as The Means of Soft Power in an Information
Age, Harvard University, dalam,
http://www.culturaldiplomacy.org/pdf/case-
studies/Hwajung_Kim_Cultural_Diplomacy_as_the_Means_of_Soft_Power_in_the_
Information_Age.pdf
Layer, Stefanie, 2000, An Exploration of Japan’s Soft Power, Germany, dalam,
http://www.culturaldiplomacy.org/pdf/case-studies/manga-and-anime-an-
exploration-of-japans-soft-power.pdf
Mori, Sumiko, 2006, Japan’s Public Diplomacy and Regional Intgration in East Asia;
Using Japan’s Soft Power, Harvard University, Cambridge, dalam,
http://dev.wcfia.harvard.edu/us-japan/research/pdf/06-10.mori.pdf
MOFA, 2006, Japan’s Foreign Policy in Major Diplomatic Fileds, Japan-US
Consultations, dalam,
http://www.mofa.go.jp/policy/other/bluebook/2006/10.pdf
Nakamura, Toshiyama, 2011, Soft Power and Public Diplomacy; How Cool Japan Will Be,
Brisbane, dalam,
http://www.uq.edu.au/isaasiapacific/content/ToshiyaNakamura4-2.pdf
Nakamura, Toshiya, 2011, , Japan’s New Public Diplomacy; Coolness in Foreign Policy
Objectivities, Nagoya University, dalam,
https://www.lang.nagoya-u.ac.jp/media/public/mediasociety/vol5/pdf/nakamura.pdf
Nye, Joseph, 2006, , Soft Power, Hard Power and Leadership, Harvard University, dalam
http://www.hks.harvard.edu/netgov/files/talks/docs/11_06_06_seminar_Nye_HP_SP
_Leadership.pdf
Purnama, Joshua, 2012, Manusia Indonesia dalam Dimensi Sosiologi, Binus University,
Jakarta, dalam,
http://thesis.binus.ac.id/Asli/Bab2/2006-2-00920-JP-bab%202.pdf
Trunkos, Judith, 2013, What Is Soft Power Capability and How Does It Impact Foreign
Policy?, South Carolina, dalam,
http://www.culturaldiplomacy.org/academy/content/pdf/participant-papers/2013-
acdusa/What-Is-Soft-Power-Capability-And-How-Does-It-Impact-Foreign-Policy--
Judit-Trunkos.pdf
Internet
55 Tahun Indonesia-Jepang; Kebudayaan Memperkuat Persahabatan Kedua Negara,
2013, The President Post, Jakarta, dalam
http://thepresidentpostindonesia.com/2013/09/09/55-tahun-indonesia-jepang-
kebudayaan-perkuat-persahabatan-kedua-negara/
Boediono, Prof. Dr, 2013, Berita Wapres, Indonesia-Jepang Saling Menguntungkan,
Indonesia, dalam,
http://wapresri.go.id/index/preview/berita/3063
Amanda, Yashinta, 2013, Japan Matsuri; Perjalanan Panjang Persahabatan Indonesia-
Jepang, Indonesia, dalam,
http://www.freecybers.com/entertain/223-japan-matsuri-perjalanan-panjang-
persahabatan-indonesi-jepang.html
Cultural Diplomacy The Lipchpin of Public Diplomacy, 2005, US Departement of State,
dalam
http://www.state.gov/documents/organization/54374.pdf
Jepang Jadikan Indonesia sebagai Tujuan Investasi, 2013, Pikiran Rakyat, Indonesia,
dalam,
http://www.pikiran-rakyat.com/node/257608
Jepang Pererat Hubungan dengan Indonesia 2013, Tempo News, Jakarta, dalam
http://www.tempo.co/read/news/2013/11/09/118528229/Jepang-Pererat-Hubungan-
Dengan-Indonesia
Rajasa, Hatta, 2012, , Aksi Nyata Untuk Indonesia, 55 Tahun Hubungan Diplomatik
Indonesia-Jepang, Jakarta, dalam,
http://hatta-rajasa.info/read/928/hatta-dan-55-tahun-hubungan-diplomatik-indonesia-
jepang
Yuji, 1995, Why are There So Many Matsuri in Japan?, Association of Shinto Shrines,
dalam
http://www.tourguidejd.com/tourguidejd/deploy/infopacks/docs/jd_infopack_94.pdf
Yuji, 2004, 3 Main Festivals of Kyoto, Association of Shinto Shrines, dalam
http://www.eonet.ne.jp/~tourguidejd/jidaiaoimatsuri.pdf