Upload
khangminh22
View
2
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
BABIV
ANALISA HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1. Perhitungan Penggunaan Agregat
Pada percobaan penghamparan di lapangan, kami menggunakan agregat
yang terdiri dari 3 fraksi, adapun fraksi 1 terdiri dari 15% agregat, fraksi 2 sebesar
26% agregat, fraksi 3 terdiri dari 59% agregat.
( Sumber : Purwohadi & Lapaimali)
Berat jenis agregat sebesar 1,55 g/cm2. Aspal emulsi yang kami pakai
berkadar optimum 10,2% tipe CSS-lh dengan berat jenis 1,014 g/cm2. Dalam
menakarnya digunakan dua jenis ember plastik yang masirig-masing bervolume
4634,71 cm3 dan 15624,18 cm3. Molen yang digunakan berkapasitas 0,125 m3.
Untuk mempermudah perhitungan, digunakan ember kecil sebagai acuan, adapun
perhitungannya adalah sebagai berikut.
Berat aspal emulsi dalam satu ember kecil = Vol. ember kecil x B.J. aspal
4634,71 cm3x 1,014 g/cm3
= 4,699 kg * 4,7 kg
Berat aspal emulsi adalah 10.2 % dari berat total agregat yang dibutuhkan, maka
berat total agregat yang dibutuhkan adalah :
4699,6 x 100 Berat total agregat =
10,2
45,988 kg * 46 kg
Massa masing- masing fraksi adalali:
Fraksil 15% x 45,988 =6,898kg*7kg
Fraksill 26%x45,988 = 11,957 kg«12 kg
Fraksi III 59% x 45,988 = 27,133 kg « 27 kg
36
37
Maka volume masing- masing fraksi adalah = Berat fraksi: B.J. agregat
Volume Fraksi I 6898,32:1,55 = 4450,52 cm3
VolumeFraksill 11957,09:1,55 = 7714,25 cm3
Volume Fraksi III 27133,41:1,55 = 17505,43 cm3 +
29670,2 cm3
Volume total untuk satu takaran adalah 29670,2 + 4634,71 = 34304,91 cm3
Kapasitas molen adalah = 125000 cm3
Maka takaran yang dapat dibuat untuk sekali pengerjaan molen adalah
125000 cm3: 34304,91 cm3 = 3,6 * 4 takaran
Jadi, takaran untuk masing - masing agregat dalam sekali pengadukan molen
adalah:
Fraksil 4450,52 : 15624,18 cm3x 4 = 1,2 «lemberbesar
Fraksill 7714,25 :15624,18 cm3x 4 = 1,96 «2 emberbesar
Fraksi III 17505,43 :15624,18 cm3 x 4 = 4,5 ember besar
Jadi dalam sekali pengadukan molen, dimasukkan:
4 ember kecil aspal emulsi
1 ember besar Fl
2 ember besar F2
4,5 emberbesarF3
Kontrol volume:
Volume permukaan perkerasan yang akan dihampar: 25 x 3 x 0,04 = 3m3
Jumlah pencampuran = Vol permukaan perkerasan
Kapasitas molen
= 3m3
0,125 m3
= 24kali
Jadi kebutuhan total bahan:
Aspal emulsi = 4 x 4634,71 x 24 = 444932,16 cm3 * 0,44 m3
Fl = 1 x 15624,18 x 24 = 374980,32 cm3 * 0,37 m3
F2 =2x15624,18x24 = 749960,64cm3 *0,75m3
F3 =4,5 x 15624,18 x 24 = 1687411,44 cm3 * 1,68 m3
38
4.2. Pelaksanaan Penghamparan Di Lapangan
Cara Pelaksanaan Penghamparan :
Pembersihan
Pembersihan lapangan dilakukan dengan membersihkan bagian lapangan dengan
menggunakan sapu lidi sehingga kotoran-kotoran yang ada dapat dihilangkan, hal
ini sangat penting dikarenakan kotoran akan mempengaruhi kelekatan campuran
DGEM dengan permukaan perkerasan, yang akan sangat berpengaruh terhadap
umur dari perkerasan tersebut.
Pemberian Tack Coat
Sebelum campuran DGEM dituang dan dihamparkan, permukaan perkerasan
terlebih dahulu dilapisi aspal emulsi jenis CSS-lh 0,4-1,2 liter / m2 dan sedikit air.
Ini semua dilakukan agar campuran DGEM dapat melekat dengan perkerasan
lama, setelah itu kita tunggu tack coat berubah warna dari yang semula berwarna
coklat menjadi hitam, perubahan warna ini membutuhkan waktu sekitar 10-15
menit.
Pencampuran.
Untuk mencampur menggunakan beton molen yang berkapasitas 0,125 m3.
Adapun langkah pencampurannya adalah sebagai berikut:
Putar mesin beton molen dengan kecepatan 30-35 putaran / menit
Masukkan fraksi 1 yang mempunyai ukuran 10-13 mm
Masukkan Fraksi 2 yang mempunyai ukuran 5-10 mm
Masukkan aspal emulsi CSS-lh (1/3 bagian)
Masukkan fraksi 3 yang mempunyai ukuran 0-5 mm
Masukkan sisa aspal emulsi CSS-lh (2/3 bagjan)
Aduk hingga merata (2-3 menit)
Tuang campuran DGEM dari beton molen kedalam gerobak dorong
( Sumber : P.T. Hutama Prima, Aspal Emulsi)
Penghamparan
Penghamparan dilakukan dalam dua tahap setiap lebar jalan 1,5 meter dan tebal
penghamparan 0,04 meter, hal ini dilakukan dengan tujuan setengah lebar jalan
39
yang lain masih dapat dilalui kendaraan. Untuk meratakan hamparan campuran
DGEM digunakan garuk yang terbuat dari kayu.
Pemadatan
Untuk pemadatan digunakan tandem roller dengan berat 8 ton dan jumlah
lintasannya 2-4 lintasan dengan kecepatan tandem roller 5 km/jam
Pelaburan pada permukaan
Tujuan pelaburan pada permukaan ialah untuk mengisi kekosongan pori antar
agregat, material yang digunakan pada pelaburan adalah pasir, pelaburan
sebaiknya dilakukan setelah air menguap dari campuran DGEM, setelah dilabur
pasir alam secukupnya kemudian untuk kerapian pekerjaan digilas 2-4 lintasan
dengan kecepatan 5 km/jam
Pemadatan kembali
Untuk pemadatan kembali jumlah lintasannya 1-2 lintasan dengan kecepatan
tandem roller 5 km/jam
Pembukaan untuk lalu lintas
dua jam setelah pelaburan dan pemadatan terakhir lalu lintas dapat dilewatkan
tetapi dengan kecepatan yang lambat untuk 2 jam pertama.
4.3. Perhitungan PSI ( Present Serviceability Index )
Dalam percobaan ini, digunakan alat benklemen beam untuk mencari nilai
variasi kemiringan dari perkerasan. Awalnya data yang didapat adalah panjang
total alat benkelmen beam, yaitu 380 cm dan panjang antara kaki depan dengan
kaki belakangnya yaitu sebesar 167 cm. Alat ini telah dilengkapi dengan
waterpass sehingga dapat diatur sedemikian rupa sampai alat mencapai kondisi
horisontal.
Dalam percobaan ini diambil sampel tiap 5 meter, sehingga didapatkan 5
sampel ( karena panjang total perkerasan yang akan diuji sepanjang 25 meter ).
Dengan posisi alat yang mendatar, lalu diukur ketinggian ujung kiri alat dan ujung
kanan alat dari tanah, sehingga didapatkan selisih ketinggian tiap-tiap titik.
Setelah itu dibuat rata-rata dari kelima sampel tersebut, sehingga didapatkan nilai
variasi kemiringan.
40
\
fu o r
B tr a y
380 cm
Gambar 4.1. Metode pengukuran kemiringan
Keterangan : A = Waterpass
B = Kaki benklemen beam
C = Batang benklemen beam
x = Ketinggian ujiuig kiri alat dari tanah
y = Ketinggian ujung kanan alat dari tanali
Dari data hasil percobaan di lapangan didapat data sebagai berikut, dengan
panjang alat benkelman beam 380 cm.
Tabel 4.1. Perhitungan kemiringan
x(cm) 15,9 16,6 16,4 17
17,2
y(cm) 11,3 10
11,4 11,9 10,8
x - y (cm) 4,6 6,6 5
5,1 6,4
Z =
(x-y):380 = Xi (cm) 0,0121 0,0173 0,0131 0,0134 0,0168
0,0727
{(x-y):380>2 = Xi2 (cm2) 0,0001464 0,0002993 0,0001716 0,0001796 0,0002822
0,0010791
Dari data tersebut maka dapat ditentukan slope variant yang dapat dicari dengan
rumus:
[[ SV = I Z X i 2 - l / n ( £ Xi) : J] x !0 6
n - 1
dimana:
X = Slope measurement ( pengukuran kemiringan )
n = total number of measurement made (jumlah pengukuran )
Dari data dan rumus diatas didapat Slope variant 5,5
41
Untuk menentukan Present Serviceabilitylndex digunakan rumus
PSI = 5.03 - 1.91 log (1 +SV) - 1.38RD2 - 0.01 yjC + P
Dalam hal ini C, P, RD bernilai nol disebabkan jalan dalam kondisi baik,
sehingga didapat angka PSI yaitu 3,48 ( dari tabel 2.4. ). Angka tersebut dapat
dikategorikan baik karena nilainya mendekati angka 4.
4.4. Perhirungan Lendutan Balik
Percobaan ini dimulai dengan memasang alat Benkelmen Beam sehingga
dapat berfungsi dengan baik. Menentukan titik-titik pemeriksaan dengan kondisi
jalan tanpa median dan tipe 1 jalur. Diambil 4 titik sampel dengan jarak masing-
masing sampel sepanjang 6 meter. Dimulai dengan menentukan tanda (+)
menggunakan batu merah sebagai awal titik yang akan diuji, Setelah itu rumit
batang ( beam toe ) Benkelman Beam diselipkan ditengah-tengah ban ganda dari
truk yang dimuati beban pasir seberat 8200 kg batang Benkelman beam sejajar
dengan arah truk, Benkelman Beam masih dalam keadaan terkunci, atur ketiga
kaki sehingga Benkelman Beam dalam keadaan mendatar (waterpass).
Lepaskan kunci Benkelman Beam, sehingga batang Benkelman Beam
dapat bergerak naik turun. Kemudian jarum pengukur diatur sehingga
bersinggungaan dengan bagian atas dari batang belakang. Hidupkan penggetar
(buzzer) unruk memeriksa kestabilan jarum arloji pengukur tepat menunjukkan
angka nol sebagai perhitungan awal, jika masih belum menunjukkan angka nol,
maka dapat dibantu dengan menggunakan vibrator yang ada pada alat Benkelmen
Beam untuk memeriksa kestabilan pada jarum arloji pengukur.
Setelah jarum arloji pengukur stabil, atur jam pada angka nol, sehingga
perubahan jarum < 0,01 mm/menit atau setelah 3 menit. Vibrator tersebut
digerakkan dengan energi baterei. Setelah iru, dengan perlahan- lahan truk
dijalankan dengan kecepatan maksimum 5 km/jam dan berhenti tepat 1,2 meter
dari titik awal roda. Kemudian ditunggu selama 3 menit sebelum mulai melakukan
pembacaan pada jarum pengukur.
42
Setelah itu data dari jarum petunjuk dicatat sebagai pembacaan kedua,
kemudian truk dijalankan lagi sepanjang 4,8 meter. Ditunggu lagi selama 3 menit
sebelum mulai melakukan pembacaan terakhir. Dari pencatatan akan didapat
pengukuran awal, pengukuran pertama dan, pengukuran terakhir. Setelah didapat
data tersebut, maka percobaan tersebut diulangi terus sampai mendapatkan 4 titik
sampel.
Catat suhu permukaan jalan ( tp ) dan suhu udara ( tu ) tiap titik
pemeriksaan, suhu tengah ( t t ) dan suhu bawah (tb ) bila perlu dicatat setiap 2
jam. Tekanan angin pada ban selalu diperiksa bila dianggap perlu setiap empat
jam dan dibuat selalu ( 5,5±0,07 ) kg/cm2 atau ( 80±1 ) psi.
Apabila diragukan adanya perubahan letak muatan, maka beban gandar
belakang truk selalu diperiksa dengan timbangan muatan. Periksa dan catat tebal
lapisan aspal. Hindari penempatan tumit batang dan kaki Benkelman Beam pada
tempat yang diperkirakan terjadi pelelehan aspal ( bleeding), setelah itu dilakukan
pelaporan.
Didapatkan data-datanya adalah sebagai berikut:
Pembacaan dial pengukuran dikalikan 0,001 mm
Jarak kaki belakang sampai dengan titik kontak Benkelman Beam = 413 cm
Jarak kaki belakang sarnpai dengan kaki depan Benkelman Beam = 182 cm
413 Fa =factoralat= =2,3
182 tp = temperatur permukaan = 37° C
tt = temperatur tengah = 38° C
tb = temperatur bawah =38° C
ti = 1/3 (37+ 38+ 38) = 37,7
Dari grafik 1 pada lampiran 2 dengan memasukkan nilai ti = 37,7 maka diperoleh
nilai ft = 0,9
Titik 1 (0-6 m )
Pembacaan awal =0
Pembacaan kedua = 25 x 0,01 = 0,25 mm
Pembacaan terakhir = 31 x 0,01 = 0,31 mm
43
Titik 2 (6-12 m )
Pembacaan awal = 0
Pembacaan Kedua = 27, 5 x 0,01 = 0,27 mm
Pembacaan Terakhir = 35 x 0,01 = 0,35 mm
Titik3(12-18m)
Pembacaan awal = 0
Pembacaan kedua = 21 x0,01 =0,21 mm
Pembacaan Terakhir = 27 x 0,01 = 0,27 mm
Titik4(18-24m)
Pembacaan awal = 0
Pembacaan Kedua - 18 x 0,01 = 0,18 mm
Pembacaan Terakhir = 23 x 0,01 = 0,23 mm
Setelah mendapatkan data-data yang berupa hasil pembacaan tiap titik,
maka lendutan balik ( rebound deflection ) tiap-tiap titik di hitung dengan rumus:
d = 2 { ( d 4 - d l ) + fe(d4-d3)}.ft. C
dengan satuan alat adalali 1/100 mm, fa = 2,3, C = 1,5, ft = 0,9
maka didapat lendutan balik tiap titik, yaitu :
d(l)= 1,205 mm
d(2) = 1,420 mm
d(3) = 1,085 mm
d(4) = 0,918 mm
Perhitungan lendutan balik rata-rata :
d = I d "
n
= 4,628
44
= 1,157 mm
Perhitungan Standard Deviasi:
DenganS= \ ( n ( I d 2 ) - ( I d ) 2 )
n ( n - l )
Dengan S = V ( 4 ( 5,47 ) - ( 4,628 )2 )
4 ( 4 - 1 )
S= 0,195
Untuk menentukan besarnya lendutan balik yang mewakili suatu seksi
jalan tersebut ( representative rebound dejlection ), dipergunakan rumus:
D= d~ +2S D =1,157 + 2(0,195)
= 1,55 mm
Dari perhitungan yang ada didapat standar deviasi 0,195 dan dari rumus ( 3.8 )
didapat lendutan balik yang mewakili suatu seksi jalan adalah 1,55 mm.
Menentukan besarnya faktor keseragaman ( FK), dengan mempergunakan rumus:
S FK= —^ xl00%
d
= ( 0,195/1,157 )x 100%
= 16, 8 %
Dengan nilai FK = 16,8 % maka dapat diketahui bahwa perkerasan bermutu
sedang dan seragam (tabel 3.1.).
Berdasarkan lendutan balik yang terjadi yaitu sebesar 1,55 mm ( sesudah diberi
lapis tambahan ) dan rumus pada grafik no. 4 (lampiran 4 ), dapat ditentukan nilai
lendutan balik yang diijinkan ( sebelum diberi lapis tambahan ) dengan
45
menggunakan tebal lapis tambahan. Tetapi sebelumnya perlu diketahui dulu tebal
lapis tambahan yang sudah dikonversi ke aspal beton dengan menggunakan factor
konversi kekuatan relatip konsrruksi perkerasan (lampiran 3 ).
AC = DGEM x 1
AC = 4 cm x 1
AC = 4cm
Y - (0,42 + 0,030 Z) log
(0,019- 0,009Z) X =
(0,777 + 0,050Z) dimana:
X = Lendutan balik yang diijinkan {lendutan balik sebelum diberi lapis tambahan
(mm)}.
Y = Lendutan balik yang ada sesudali diberi lapis tambahan = 1,55 mm.
Z = Tebal lapis tambahan yang telah dikonversi ke aspal beton
1,55-{0,42+ 0,030 x (-0.4 )} log
( 0,019- 0,009 x (-0,4 )) X =
( 0,777 + 0,050 x (-0,4 ))
X = 2,25 mm (lendutan balik yang diijinkan)
Untuk menentukan nilai daya dukung sisa dari perkerasan ( AE 18 KSAL ) dapat
digunakan rumus umum pada grafik no. 3 ( lampiran 5 ). Yang menunjukkan
hubungan antara lendutan balik yang diijinkan dengan garis lendutan kritis ( FK =
0%):
AE 18 KSAL = { i0(7'2447-3-,754X> + 8,835 }x 100
= { 1 0 (7.2447-3,1754x2,25) + 8 ) 8 3 5 } x 1 0 0
= 1009,4 AE 18 KSAL ( daya dukung perkerasan )
4.5. Perhitungan Kedalaman Makrotekstur
Percobaan ini dimulai dengan menyiapkan alat-alat seperti pasir halus,
mistar, sikat, dan alat untuk meratakan pasir. Mula-mula pasir diukur dengan gelas
ukur sehingga didapatkan volumenya sebesar 50000 mm3.
4(,
Sebelum pasir dituangkan diatas lapis permukaan perkerasan yang kering,
terlebih dahulu pennukaan perkerasan tersebut dibersihkan dari debu dan kotoran
dengan sikat halus maupun sikat yang kasar, sehingga permukaan perkerasan itu
benar-benar bersih, tempatkan kardus disekeliling lokasi untuk melindungi dari
gangguan angin, kemudian tuangkan pasir lalu ditekan menggunakan alat perata
sehingga didapatkan pola melingkar.
Dengan menyebarnya pasir, maka pasir akan mengisi pori-pori dari lapis
perkerasan. Ketika pasir tidak dapat menyebar lebih jauh lagi, maka akan diukur
diameter dari pola melingkar yang dihasilkan.
Setelah itu dilakukan lagi percobaan serupa sampai mendapatkan 5 sampel
yang jarak masing masing sampel sepanjang 5 meter. Dari hasil percobaan yang
dilakukan di lapangan diperoleh lima sampel yang diukur pada setiap jarak 5 m,
adapun diameter yang kami dapat adalah 33 cm, 31 cm, 34 cm, 32 cm, dan 32 cm
dan kami menggunakan volume sampel 50000 mm3, hasil yang kami peroleh
adalah:
Untuk diameter 33 cm MATXd nya adalah 0,584 mm
Untuk diameter 31 cm MATXd nya adalah 0,662 mm
Untuk diameter 34 cm MATXd nya adalah 0,55 mm
Untuk diameter 32 cm MATXdnya adalah 0,622 mm
Untuk diameter 32 cm MATXd nya adalah 0,622 mm
Rata-rata dari kelima sampel tersebut adalah:
( 0,584 + 0,662 + 0,55 + 0,622 + 0,622 ) = 0,608 mm atau 0,024 in
5
Dari data rata-rata kedalaman makrotekstur permukaan perkerasan jalan
dapat diketahui tahanan gesernya, tetapi perlu diketahui juga rata-rata kedalaman
mikrotekstur penuukaan perkerasan jalan. Karena iru hubungan langsung antara
permukaan makrotekstur dengan tahanan geser terkadang sulit untuk
diekstrapolasi dengan panduan umum yang ada.
( Sumber htipr-hotmix.ee. Washington. edu/wsdot web/modules/09 pavement
evaluation/09-4 body.htm).
47
Karena keterbatasan alat yang ada maka pada penelitian ini tidak membahas
tentang rata-rata kedalaman mikrotekstur permukaan perkerasan jalan.