Upload
khangminh22
View
3
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
PENINGKATAN KEMAMPUAN MENGAPRESIASI CERITA FIKSI MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE CIRC SISWA KELAS IV SDI
115 TABUAKANG KECAMATAN TURATEA KABUPATEN JENEPONTO.
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Pada Jurusan Pendidikan Guru Sekolah
Dasar Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Makassar
OLEH :
NURSYAMSI 1054 045 61 10
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2015
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
Hidup Adalah Perjuangan Maka Berjuanglah,
Jangan Pernah Menyerah karena Segala Sesuatunya itu
Indah Pada Waktunya
Kehidupan Itu Seperti Sebuah Cermin
Jika Engkau Menghadiahkan Senyuman Kepadanya Maka
Engkau Akan Mendapatkannya Kembali
Kuperuntukkan Karya ini
Kepada Suami , Ibunda, dan Saudara-saudaraku Tercinta Serta Keluarga dan Sahabat-sahabatku yang Tersayang
yang dengan Tulus dan Ikhlas Selalu Berdoa dan Membantu Baik Moril Maupun Materil demi Kesuksesan Penulis
Berkat dan Kasih Karunia Allah
Senantiasa Menyertai Kita Semua
ABSTRAK
Nursyamsi. 2015. Peningkatan Kemampuan Mengapresiasi Cerita Fiksi Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Circ Siswa Kelas IV SDI 115 Tabuakang Kecamatan Turatea Kabupaten Jeneponto. Universitas Muhammadiyah Makassar Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar. Pembimbing I Andi Sukri Syamsuri dan pembimbing II Muhammad Akhir. Masalah utama dalam penelitian ini yaitu bagaimana menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe circ siswa kelas IV 115 Tabuakang Kecamatan Turatea Kabupaten Jeneponto. Penelitian ini bertujuan untuk peningkatan kemampuan mengapresiasi cerita fiksi melalui model pembelajaran kooperat tipe circ berbicara pada siswa kelas IV 115 Tabuakang Kecamatan Turatea Kabupaten Jeneponto. Jenis penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas (Class Action Reaserch) yang terdiri dari dua siklus dimana setiap siklus dilaksanakan sebanyak dua kali pertemuan. Prosedur penelitian meliputi perencanaan, pelaksanaan, observasi, dan refleksi. Subjek dalam penelitian ini adalah murid kelas IV SDI 115 Tabuakang Kecamatan Turatea Kabupaten Jeneponto sebanyak 15 siswa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada siklus pertama yang tuntas secara individual dari 15 siswa hanya 9 siswa atau 60% yang memenuhi kriteria ketuntasan minimal (KKM) atau berada pada kategori sedang dan belum terpenuhi karena nilai rata-rata yang diperoleh yaitu 66 sedangkan nilai KKM yaitu 70. Dan pada siklus kedua semua siswa telah memenuhi nilai KKM dan mendapatkan nilai rata-rata kelas 84, berada pada kategori baik. Berdasarkan hasil penelitian tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa kemampuan mengapresiasi cerita fiksi siswa kelas IV SDI 115 Tabuakang Kecamatan Turatea Kabupaten Jeneponto dengan menngunakan model pembelajaran kooperatif tipe circ mengalami peningkatan. Kata Kunci : Kooperatif Tipe Circ
KATA PENGANTAR
Segala pujian hanyalah bagi Allah swt, yang telah memberikan curahan kasih sayang,
rahmat dan karuniah, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul
“Peningkatan Kemampuan Mengapresiasi Cerita Fiksi Melalui Model Pembelajaran Kooperatif
Tipe Circ Siswa Kelas IV 115 Tabuakang Kecamatan Turatea Kabupaten Jeneponto” ini dengan
cukup baik walaupun dengan keterbatasan pengetahuan, waktu, tenaga dan sebagainya yang
dimiliki penulis.
Tak lupa pula penulis ucapkan salawat dan salam atas junjungan Nabi Muhammad
saw, Rasul Allah swt, yang telah membawa umatnya dari alam kegelapan ke alam terang
benderang dengan segala da’wahnya yang sarat dengan petunjuk dan nasehat agama.
Penyusunan skripsi ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk
mendapatkan gelar sarjana pendidikan pada program studi S1 Pendidikan Guru Sekolah
Dasar di universitas Muhammadiyah Makassar.
Dalam penyusunan, banyak hambatan dan rintangan yang dihadapi penulis. Namun
berkat rahmat-Nya dan bantuan dari berbagai pihak, baik yang bersifat material maupun
nonmaterial, sehingga skripsi ini dapat terwujud seperti yang ada ditangan pembaca saat ini.
Dalam kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih yang tulus dan ikhlas
kepada yang terhormat, teristimewa suami tercinta Syarifuddin dan kedua orang tua tercinta
Ayahanda H.Siko dan Ibunda Hj.Ruki , yang telah membimbing dan memberikan dukungan
baik moril maupun materi sejak kecil sampai sekarang sehingga penulis mampu
menyelesaikan skripsi ini serta saudara-saudara yang terkasih, yang selalu menemani penulis
baik suka maupun duka.
Begitu pula penghargaan yang setinggi-tingginya dan ucapan terima kasih disampaikan
dengan hormat kepada ; Dr. Andi Sukri Syamsuri, M.Hum pembimbing I, Muh. Akhir
S.Pd.,M.Pd pembimbing II, yang telah membimbing penulis dengan penuh kesabaran dan
keikhlasan untuk memberi waktu serta ilmu pengetahuan dengan penuh bijaksana sehingga
penulis dapat menyelesaikan skripsi ini serta Bapak dan Ibu dosen jurusan Pendidikan Guru
Sekolah Dasar yang memberikan ilmu pengetahuan yang tidak ternilai dengan materi selama
penulis menempuh studi di jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar. Tak lupa juga penulis
menyampaikan rasa terima kasih kepada Dr. H. Irwan Akib, M.Pd., Rektor Universitas
Muhammadiyah Makassar, Dr. Andi Sukri Syamsuri, M. Hum., Dekan Fakultas Keguruan
dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Makassar, Sulfasyah, MA., Ph. D., Ketua
Jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar
Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya juga penulis ucapkan kepada H.Rapiuddin
S.Pd, Kepala Sekolah SDI 115 Turatea, yang telah memberikan izin penelitian kepada
penulis dalam menyelesaikan skripsi ini serta Bapak H. Suhapid.S.Pd yang selalu
membimbing pada saat penelitian di kelas dan semua teman Jurusan Pendidikan Guru
Sekolah Dasar kelas K dan teman P2K Angkatan 10 yang telah memberikan motivasi dan
semangat kepada penulis selama perkuliahan, sahabat Kia, Inci, Fitri, Abu.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini, masih banyak kekurangan.
Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati, penulis mengharapkan saran dan kritik yang
membangun demi sempurnanya skripsi ini.
Wassalamualaikum Wr.Wb.
Makassar, Januari 2014
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ....................................................................................... . i
LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................... ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING ....................................................................... iii
SURAT PERNYATAAN ................................................................................... iv
SURAT PERJANJIAN ....................................................................................... v
MOTO DAN PERSEMBAHAN ........................................................................ vi
ABSTRAK .......................................................................................................... vii
KATA PENGANTAR ........................................................................................ viii
DAFTAR ISI ...................................................................................................... x
DAFTAR TABEL .............................................................................................. xii
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... xiii
LAMPIRAN ........................................................................................................ xiv
BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ................................................................................... 1
B. Permasalahan Penelitian ..................................................................... 6
1. Alternatif Pemecahan Masalah ....................................................... 6
2. Rumusan Masalah........................................................................... 6
C. Tujuan Penelitian ................................................................................ 6
D. Manfaat Penelitian.............................................................................. 7
BAB II. KAJIAN PUSTAKA,,KERANGKA FIKIR,DAN HIPOTESIS
TINDAKAN
A. Kajian Pustaka .................................................................................. 8
1. Hasil Penelitian yang Relevan .................................................... 8
2. Pengertian Apresiasi Sastra ......................................................... 9
3. Kemampuan Mengapresiasi Sastra ............................................. 9
4. Pembelajaran Sastra di SD .................................................................. 10
5. Cerita Fiksi Sebagai Pembelajaran Sastra di SD………………. 13
6. Unsur – unsur pembangun Cerita Fiksi ....................................... 14
B. Kerangka Pikir ................................................................................. 27
C. Hipotesis Tindakan ........................................................................... 28 BAB III. METODE PENELITIAN
A.Pendekatan dan Jenis Penelitian .......................................................... 29
B. Setting dan Subjek Penelitian ............................................................ 30
1. Setting Penelitian……………………………………………….. 30
2. Subjek Peneelitian……………………………………………...... 30
C. Fokus Penelitian ................................................................................ 31
D. Rancangan Penelitian ......................................................................... 31
E. Instrumen dan Pengumpulan Data ..................................................... 34
F. Teknik Analisis Data……………………………………………....... 35
H. Indikator Keberhasilan ....................................................................... 36
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian ........................................................................................... 37
1. Hasil Penelitian Siklus I ......................................................................... 37
a. Aktivitas Belajar Hasil Observasi ....................................................... 37
b. Hasil Belajar........................................................................................ 38
c. Refleksi ........................................................................................... 39
2. Hasil Penelitian Siklus II ........................................................................ 40
a. Aktivitas Belajar Hasil Observasi ....................................................... 40
b. Hasil Belajar........................................................................................ 41
c. Refleksi ........................................................................................... 42
B. Pembahasan .......................................................................................... ...43
C. Verivikasi Hipotesa ............................................................................... ........48
D. Indikator Keberhasilan ......................................................................... ...... 49
BAB V SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan ...................................................................................................... 50
B. Saran .............................................................................................................. 50
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 52
RIWAYAT HIDUP
DAFTAR TABEL
Tabel
2.1 Penghitungan skor perkembangan belajar kooperatif............................. 26
2.2 Tingkat penghargaan kelompok.............................................................. 27
4.1 Distribusi dan frekuensi aktivitas belajar siklus I .................................. 37
4.2. Distribusi nilai statistik siklus I .............................................................. 38
4.3 Distribusi Frekuensi dan Persentase Skor Hasil Belajar Siklus I............. 38
4.4 Distribusi Ketuntasan Belajar Siswa pada Siklus I................................... 39
4.5 Distribusi dan frekuensi aktivitas belajar siswa siklus II.......................... 40
4.6. Distribusi nilai statistik siklus II............................................................... 41
4.7 Distribusi Frekuensi dan Persentase Skor Hasil Belajar Siklus II............. 41
4.8 Distribusi Ketuntasan Belajar Siswa pada Siklus II................................... 42
4.9 Distribusi dan frekuensi aktivitas belajar siklus I dan siklus II.................. 43
4.10 Perbandingan nilai statistik siswa siklus I dan II...................................... 45
4.11 Frekuensi Skor Hasil Belajar Siswa Siklus I dan Siklus II...................... 46
4.12 Perbandingan tingkat ketuntasan siswa siklus I dan II ............................ 47
DAFTAR GAMBAR
Gambar
2.2 Skema Kerangka Pikir............................................................................. ..... 28
3.1 Skema Alur Penelitian Tindakan Kelas yang Diadaptasi dari Kemmis
dan Mc Taggart ....................................................................................... ... 32
4.1 Grafik perbandimgan aktivitas siswa siklu I dan II................................... 44
4.2 Grafik perbandingan nilai statistik siklus I dan Siklus II .............................. 46
4.3 Grafik perbandingan kategori hasil belajar siklus I dan Siklus II .................. 47
4.4 Grafik perbandingan ketuntasan hasil belajar siklus I dan Siklus II.............. 48
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran
1. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Siklus I / Pertemuan 1
2. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) siklus I / Pertemuan 2
3. Lembar kerja siswa siklus 1
4. Lembar Evaluasi siswa siklus 1
5. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) siklus II / Pertemuan 1
6. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) siklus II / pertemuan 2
7. Lembar kerja siswa siklus 2
8. Evaluasi siklus 2
9. Lembar Observasi Guru siklus 1
10. Lembar Observasi Guru siklus 2
11. Lembar observasi murid siklus 1
12. Lembar observasi murid siklus
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pembelajaran Bahasa Indonesia di Sekolah Dasar (SD) berdasarkan
kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) lebih menekankan keterlibatan siswa
dalam proses pembelajaran. Hal ini terlihat dalam standar kompetensi yang harus
dikuasai oleh siswa yaitu kompetensi mendengarkan, berbicara, membaca dan
menulis (Depdiknas,2006). Khusus untuk kompetensi membaca dan menulis
mutlak dikuasai oleh siswa sebab dibutuhkannya dalam proses pembelajaran.
Artinya, bahwa kompetensi tersebut bukan hanya penting bagi siswa untuk proses
pembelajaran Bahasa Indonesia, akan tetapi juga dibutuhkan pada mata pelajaran
lainnya. Hal ini sejalan dengan pendapat Syafi’ie (1999:19) yang mengemukakan
bahwa “kemampuan membaca dan menulis harus dikuasai oleh siswa, karena
dengan memiliki kemampuan tersebut dapat mempengaruhi penguasaan mata
pelajaran lainnnya”.Oleh karena itu, pembelajaran Bahasa Indonesia hendaknya
memperhatikan penguasaan siswa terhadap kedua kompetensi tersebut. Lebih
lanjut Menurut Huck bahwa kemampuan membaca dan menulis akan berkembang
saat siswa berada dalam pembelajaran sastra, sebab sastra mengandung nilai
pendidikan yang meliputi (1) membantu perkembangan bahasa, (2)
mengembangkan kemampuan membaca, (3) mengembangkan kepekaan terhadap
cerita, dan (4) meningkatkan kemampuan menulis.
2
Tujuan pembelajaran bahasa dan sastra di sekolah dasar lebih diarahkan
pada kompetensi murid untuk berbahasa dan berapresiasi sastra. Olehnya itu,
pengajaran sastra itu sendiri di sekolah dasar tidak terpisah dari pengajaran bahasa
Indonesia, akan tetapi dilakukan secara terpadu. Perbandingan bobot
pembelajaran bahasa dan sastra sebaiknya seimbang, karena belajar sastra
diharapkan siswa dapat meningkatkan keterampilan berbahasa, juga
meningkatkan kemampuan bernalar dan berimajinasi. Hal ini karena Kegiatan
mengapresiasi sastra penting dan berkaitan dengan mempertajam perasaan,
penalaran, daya khayal, serta kepekaan masyarakat, budaya dan lingkungan
(Depdiknas,2006).
Dalam mencapai tujuan pembelajaran apresiasi sastra di sekolah dasar,
siswa diberikan pengalaman bersastra melalui kegiatan apresiasi karya sastra.
Beac dan Marsall menyatakan bahwa “dalam pembelajaran apresiasi sastra ada
faktor utama yang berinteraksi secara dinamis yaitu guru, siswa dan teks”.
Interaksi ketiga hal tersebut dapat mengembangkan potensi pada diri anak.
Dengan demikian, perlu adanya interaksi yang baik dari ketiga komponen tersebut
agar tercipta kondisi pembelajaran yang aktif dan apresiatif sehingga tujuan
pembelajaran Bahasa Indonesia maupun tujuan pembelajaran sastra bisa
terrealisasi secara optimal. Hal ini sejalan dengan yang dikatakan Huck bahwa
“berinteraksi dengan karya sastra dapat membantu perkembangan kognitif,
perkembangan bahasa, perkembangan moral dan perkembangan sosial anak”.
Salah satu bahan pembelajaran sastra di SD adalah cerita fiksi.Bahan
cerita yang dipilih untuk diajarkan di sekolah dasar sebaiknya disesuaikan dengan
3
karakteristik siswa, seperti perkembangan jiwa, kemampuan bahasa dan
lingkungan tempat tinggalnya. Olehnya itu, kesesuaian antara bahan pembelajaran
cerita fiksi dengan karakteristik siswa yang berkaitan dengan perkembangan jiwa
dan kemampuan bahasa serta lingkungan hidupnya, merupakan kriteria yang
harus digunakan sebagai pembelajaran cerita fiksi. Hal ini tentunya sangat penting
bagi siswa dalam memudahkan mereka dalam memaknai cerita fiksi, khususnya
unsur-unsur yang membangun cerita fiksi. Lebih-lebih lagi dalam proses
menghasilkan karya-karya fiksi. Dengan demikian jelaslah bahwa cerita fiksi yang
merupakan bagian dari pengajaran sastra berguna bagi proses pendewasaan siswa.
Pembelajaran apresiasi sastra di SD, khususnya cerita fiksi tentunya
diharapkan terlaksana sesuai harapan. Namun pada kenyataannya kondisi tersebut
kurang memuaskan. Hal ini diungkapkan Sarjono bahwa “kondisi pembelajaran
sastra sejauh ini sangat mengecewakan, kekecewaan terhadap pembe;ajaran sastra
dirasakan nyaris banyak kalangan, seperti sastrawan, pemerhati sastra,
masyarakat, siswa, bahkan juga kalangan guru sendiri”. Sejalan dengan itu,
kondisi sastra dan pembelajarannya, khususnya sastra anak-anak menurut
Trimansyah (1999:2) mengatakan bahwa “terasa terhenti dan jauh tertinggal dan
hampir tidak digubris, akibatnya tertinggalnya sastra anak-anak, siswa tidak
mengetahui keberadaan sastranya”. Artinya, siswa hanya sekedar belajar sastra
sebagai suatu rangkaian kegiatan yang memang harus dilaluinya begitu saja dalam
pembelajaran tanpa mengetahui untuk apa sastra itu diberikan. Lebih lanjut
Menurut Djuanda bahwa “bahan pembelajaran apresiasi di sekolah dasar
bertumpu pada buku paket”. Kegiatannya hanya menjawab pertanyaan yang ada
4
dalam buku teks, kemampuan apresiasi hanya berupa pemahaman cerita, bukan
pengalaman bersastra dan penikmatan cerita, serta tidak terjadi interaksi apresiasi
antara siswa dengan bacaan cerita. Selain itu, emosi siswa tidak terlibat pada
kejadian dalam cerita, tokoh cerita dan isi cerita. Pembelajaran seperti ini tentu
belum efektif, disebabkan kurang mengacu kepada eksistensi dari pembelajaran
sastra. Oleh karena itu, guru diharapkan tidak memandang aktifitas pembelajaran
sastra sebagai suatu pekerjaan yang hanya menekankan pada aspek kognitif dan
selesai dalam waktu yang singkat, tetapi lebih berorientasi pada suatu proses
secara bertahap dalam waktu tertentu untuk menghasilkan pembelajaran apresiasi
sastra, yaitu siswa mampu memaknai unsur-unsur karya sastra.
Rendahnya hasil belajar dan dalam mengapresiasi cerita fiksi adalah
kurang sesuainya pendekatan yang digunakan guru dalam pembelajaran sehingga
siswa tidak maksimal dalam mengapresiasi cerita fiksi. Jika hal tersebut dibiarkan
berlarut-larut akan berdampak terhadap kemampuan siswa dalam mengapresiasi
cerita fiksi, terutama dalam memaknai unsur-unsur yang terkandung dalam cerita
fiksi dan menghasilkan karya-karya fiksi. Oleh karena itu, dibutuhkan sebuah
pendekatan pembelajaran yang mampu menjawab tantangan pembelajaran sastra
yang demikian.Salah satu pendekatan pembelajaran yang dimaksud adalah model
pembelajaran kooperatif tipe circ (cooperative integrated reading and
composition).
Circ merupakan program komprehensif untuk mengajarkan membaca dan
menulis sekolah dasar pada tingkatan kelas yang tinggi. Dalam circ, guru
menggunakan bahan bacaan yang berisi soal dan cerita. Para siswa ditugaskan
5
untuk berpasangan dalam tim mereka untuk belajar dalam serangkaian kegiatan
yang bersifat apresiatif termasuk membacakan cerita satu sama lain, membuat
prediksi bagaimana akhir dari sebuah cerita fiksi, saling merangkum cerita satu
sama lain, menulis tanggapan terhadap cerita, dan melatih pengucapan,
penerimaan, dan kosa kata. Penghargaan untuk tim dan sertifikat akan diberikan
kepada tim berdasarkan kinerja rata-rata dari semua anggota tim dalam semua
kegiatan membaca dan menulis. Karena siswa belajar dengan materi yang sesuai
dengan tingkat kemampuan mereka, maka mereka mempunyai kesempatan yang
sama untuk sukses.
Anggota-anggota kelompok memiliki tanggungjawab dan saling
bergantung satu sama lain untuk mencapai tujuan bersama. Kelompok-kelompok
kecil ini saling berinteraksi satu sama lain dan berusaha menemukan jawaban
terhadap permasalahan yang dihadapi. Tujuan pembentukan kelompok kecil ini
akan memudahkan siswa yang berkemampuan rendah dapat berinteraksi dengan
teman kelompoknya yang dianggap mampu.
Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti bersama guru melalui
persetujuan kepala sekolah bermaksud melakukan tindakan perbaikan
pembelajaran melalui penelitian tindakan kelas (PTK) dengan judul
“Meningkatkan kemampuan mengapresiasi cerita fiksi melalui model
pembelajaran kooperatif tipe circ (cooperative integrated reading and
composition) siswa kelas IV SDI 115 Tabuakang Kecamatan Turatea Kabupaten
Jeneponto”.
6
B. Rumusan dan Alternatif Pemecahan Masalah
1. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah pada penelitian
ini yaitu bagaimanakah peningkatan kemampuan siswa dalam mengapresiasi
cerita fiksi melalui penerapan model pembelajaran kooperatif tipe circ
(cooperative integrated reading composition) pada siswa kelas IV SDI 115
Tabuakang Kecamatan Turatea Kabupaten Jeneponto?
2. Alternatif Pemecahan Masalah
Mengacu kepada permasalahan di atas, peneliti merencanakan mengatasi
masalah dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe circ
(cooperative integrated reading and composition).
Model pembelajaran tipe circ atau pembelajaran terpadu pertama kali
dikembangkan oleh Steven and Slavin, 1981.dengan langkah – langkah sebagai
berikut :Membentuk kelompok yang anggotanya 4 orang yang secara heterogen,
guru memberikan wacana sesuai dengan topik pembelajaran, siswa saling bekerja
sama saling membacakan dan menemukan ide pokok dan memberikan tanggapan
terhadap wacana dan ditulis pada lembar kertas, mempresentasikan / membacakan
hasil kelompok, guru memberikan penguatan, guru dan siswa bersama – sama
membuat kesimpulan, penutup.
C. Tujuan Penelitian
Untuk peningkatan kemampuan mengapresiasi cerita fiksi melalui
penerapan model pembelajaran kooperatif tipe circ (cooperative integrated
7
reading and composition) pada siswa kelas IV SDI 115 Tabuakang Kecamatan
Turatea Kabupaten Jeneponto.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoretis
Melalui hasil penelitian ini diharapkan peneliti dan guru SDI 115 Tabuakang
dapat :
a. Memiliki teori pembelajaran yang dapat dijadikan acuan untuk
pengembangan inovasi pembelajaran di SD.
b. Memiliki Teori pembelajaran yang dapat dijadikan acuan untuk melakukan
penelitian selanjutnya.
2. Manfaat Praktis
Hasil penelitian ini diharapkan:
a. Guru dan peneliti mendapat pengalaman secara langsung setelah
menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe circ
b. Siswa mendapat kesempatan dan pengalaman belajar dalam suasana yang
menyenangkan serta meningkatkan hasil belajar Bahasa Indonesia, khususnya
materi cerita fiksi.
c. Sekolah mendapat sumbangan inovasi pembelajaran yang secara operasional
cocok dan relevan dengan nuansa pembelajaran yang diinginkan dalam
penerapan kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP).
8
BAB II
KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR, DAN HIPOTESIS TINDAKAN
A. KAJIAN PUSTAKA
1. Hasil penelitian yang relevan
Hail penelitian yang relevan adalah yang dilakukan oleh Drs. I Made
Suryanata dalam penelitiannya yang berjudul “Penerapan pembelajaran kooperatif
untuk meningkatkan hasil belajar bahasa Indonesia Banjarangkan tahun
2008/2009” menyatakan bahwa rata-rata skor aktivitas siswa dalam pembelajaran
mengalami peningkatan dari siklus 1 sampai siklus 2. Pada siklus 1 rata-rata
aktivitas siswa dalam pembelajaran sebesar 17,29 meningkat menjadi 17,45 pada
siklus 2. Nilai hasil belajar siswa mengalami peningkatan dari siklus 1 sampai
siklus 2. Peningkatan ini ditunjukkan dengan kenaikan rata-rata nilai hasil belajar
sebesar 6, 68 pada siklus 1 menjadi 7,01 pada siklus 2 sedangkan untuk
ketuntasan klasikal juga terjadi peningkatan dari 70% pada siklus 1 menjadi 83%
pada siklus 2.
Hadra, S.Pd dalam penelitiannya yang berjudul “peningkatan kemampuan
mengapresiasi cerita fiksi melalui model pembelajaran kooperatif tipe circ tahun
2009/2010” menyatakan bahwa rata-rata skor aktivitas siswa dalam pembelajaran
mengalami peningkatan dari siklus 1 sampai siklus 2. Pada siklus 1 rata-rata
aktivitas siswa dalam pembelajaran sebesar 17,20 meningkat menjadi 17,55 pada
siklus 2. Nilai hasil belajar siswa mengalami peningkatan dari siklus 1 sampai
siklus 2. Peningkatan ini ditunjukkan dengan kenaikan rata-rata nilai hasil belajar
9
sebesar 6,50 pada siklus 1 menjadi 7,00 pada siklus 2 sedangkan untuk ketuntasan
klasikal juga terjadi peningkatan dari 60% pada siklus 1 menjadi 80% pada siklus
2
Penelitian tindakan kelas dengan judul “peningkatan kemampuan mengapresiasi cerita fiksi melalui model pembelajaran kooperatif tipe circ siswa kelas IV 115 Tabuakang Kecamatan Turatea Kabupaten Jeneponto”. Dalam penelitian tindakan kelas ini melalui 2 siklus dengan 4 tahap yaitu, perencanaan, tindakan, pengamatan, dan refleksi. Pada siklus 2 diharapkan terjaadi peningkatan hasil belajar siswa dibanding siklus 1. Hasil belajar siswa pada siklus 1 mencapai 66% dan pada siklus 2 mengalami peningkatan menjadi 84%.
2. Pengertian apresiasi sastra
Terdapat beberapa pengertian yang dikemukakan oleh para ahli terkait
dengan definisi apresiasi sastra. Apresiasi sastra adalah kegiatan memahami
ciptaan sastra dengan sungguh-sungguh sehingga menimbulkan pengertian dan
penghargaan yang baik terhadapnya. Menurut Effendi mengemukakan bahwa
“apresiasi sastra adalah kegiatan menggauli cipta sastra dengan sungguh-sungguh
sehingga tumbuh pengertian, penghargaan, kepekaan kritis dan kepekaan perasaan
yang baik terhadap ciptaan sastra”.Jadi, apresiasi sastra dapat diterangkan sebagai
pengenalan dan pemahaman yang tepat terhadap nilai sastra dan kegairahan
padanya, serta kenikmatan yang ditimbulkan akibat semua itu.
3. Kemampuan mengapresiasi sastra
Kemampuan apresiasi sastra bertingkat-tingkat.Oleh karena itu, kemampuan
dalam mengapresiasi sastra dapat ditingkatkan ke tempat yang lebih tinggi.Menurut
Supriyadi ada tiga tingkatan kemampuan dalam mengapresiasi sastra, yaitu:(1)
tingkat pertama, bilamembaca/mendengar/menonton, mengalami pengalaman yang
ada dalam karya sastra, ia terlibat secara emosional, intelektual dan imajinatif, (2)
10
tingkat kedua, bila daya intelektual pembaca bekerja lebih giat, (3) tingkat ketiga, bila
pembaca sudah menyadari hubungan karya sastra dengan dunia luar sastra, sehingga
pemahaman dan penikmatannya lebih luas dan mendalam.
Jika seseorang sudah mampu pada tingkat ketiga apresiasi sastra, ia dapat
mengambil manfaatnya, dan ia akan dapat mengetahui karya sastra yang baik dan
kurang baik. Dengan demikian penghargaan dan penilaian terhadap karya sastra
dapat dilakukan dengan tepat.
4. Pembelajaran sastra di SD
Apresiasi bukanlah pengetahuan sastra yang harus dihafalkan, melainkan
bentuk aktifitas jiwa. Melalui apresiasi sastra idealnya siswa dapat mengindra atau
merasakan kehadiran pelaku, peristiwa, suasana dan gambaran obyek secara
imajinatif. Apresiasi harus mencakup tanggapan emosional pada isi cerita,
tanggapan pada pelaku atau peristiwa, dan perasaan siswa dalam
merasakan/menikmati gaya bahasa pengarang cerita.
Mengapresiasi perlu pergaulan langsung dengan karya sastra yang
diapresiasi, agar terlatih dan terbina untuk menyenangi dan menghayati karya
sastra. Pembelajaran yang hanya bersifat teoritik tak akan dapat diharapkan lahir
para siswa yang mampu mengapresiasi dan memiliki minat yang baik pada karya
sastra.
Pembelajaran sastra di SD adalah Pembelajaran sastra anak. Sastra anak
adalah karya sastra yang secara khusus dapat dipahami oleh anak-anak dan berisi
tentang dunia yang akrab dengan anak-anak, yaitu anak yang berusia antara 6-13
tahun. Sifat sastra anak adalah imajinasi semata, bukan berdasarkan pada fakta.
11
Unsur imajinasi ini sangat menonjol dalam sastra anak. Hakikat sastra anak harus
sesuai dengan dunia dan alam kehidupan anak-anak yang khas milik mereka dan
bukan milik orang dewasa. Sastra anak bertumpu dan bermula pada penyajian
nilai dan pesan tertentu yang dianggap sebagai pedoman tingkah laku dalam
kehidupan.
Pada sekolah dasar, pembelajaran sastra dimaksudkan untuk meningkatkan
kemampuan siswa mengapresikan karya sastra.Kegiatan mengapresiasi sastra
berkaiatan dengan latihan mempertajam perasaan, penalaran, daya khayal serta
kepekaan sosial.Pengembangan kemampuan bersastra di sekolah dasar dilakukan
dalam berbagai jenis dan bentuk melalui kegiatan mendengarkan, berbicara,
membaca, dan menulis.
Pada waktu pembelajaran sastra, siswa diberi kesempatan memahami,
menikmati dan sekaligus merespon apa yang telah mereka baca dan cara-cara
yang menarik minat mereka. Pada waktu membaca, siswa belajar tentang orang
lain, tentang mereka sendiri dengan kehidupannya.Siswa sering menemukan
pengalaman yang mirip dan seolah-olah dialaminya sendiri berkaitan dengan
kesenangan, kesedihan, ketakutan, disamping itu siswa juga memperoleh
wawasan pada pemecahan masalah yang berkaitan dengan dunia mereka sendiri.
Interaksi langsung dengan karya sastra sangat penting karena pada waktu
pembaca berhadapan teks sastra, pembaca adalah pemberi makna. Pembaca yang
berbeda akan menghasilkan pemaknaan yang berbeda pula, sehingga tanggapan
orang yang satu dengan yang lain tidak akan sama. Akibat dari perbedaan
pengalaman dan pemaknaan terhadap bacaan, makna yang diperoleh dan
12
diberikan siswa dalam mengapresiasikan sastra haruslah merupakan transaksi
antara aktifitas jiwa siswa dengan kata-kata yang terangkai dalam cerita.Makna itu
diciptakan dan dibentuk oleh siswa sendiri, bukan yang ditawarkan guru atau
penulis buku. Guru dalam kegiatan apresiasi bukan penerjemah atau penafsir
karya sastra untuk siswanya, melainkan hanyalah sebagai pendorong dan pemberi
rangsangan.
Pembelajaran apresiasi sastra anak di sekolah dasar meliputi tiga tahapan
yang harus dilalui seorang guru, yaitu: persiapan pembelajaran,pelaksanaan
pembelajaran, danevaluasi pembelajaran.
a. Pada tahap persiapan dimulai dari memilih bahan ajar. Agar pembelajaran
lebih menarik, maka bahan ajar harus sesuai dengan siswa sehingga
pertimbangan usiasiswa menjadi pilihan utama. Keberagaman tema,
keberagaman pengarang, dan bobot atau mutu karya sastra yang akan
dijadikan bahan ajar juga menjadi pertimbangan yang matang. Menentukan
metode harus disesuaikan dengan kemampuan guru dan kebutuhan serta
kesesuaian dengan keadaan siswa. Menuliskan persiapan mengajar harian
merupakan salah satu bentuk keprofesionalan seorang guru. Penulisan RPP
itu juga menunjukkan bahwa guru siap secara lahir batin hendak
menyampaikan pembelajaran apresiasi sastra anak di sekolah dasar.
b. Pelaksanaan pembelajaran apresiasi sastra anak di sekolah dasar dapat
dimulai dari kegiatan praKBM (Kegiatan Belajar Mengajar) hingga KBM di
kelas. Kegiatan praKBM dapat dilakukan dengan memberi salinan atau kopi
teks sastra, diberi tugas membaca, menghafalkan, meringkas atau mencatat
13
dan menemukan arti kata-kata sukar yang terdapat dalam teks sastra. KBM di
kelas dapat dilakukan dengan memberi tugas membaca sajak, membaca
cerita, berdeklamasi atau mendongeng di depan kelas, Setelah itu baru
diadakan tanya jawab, menuliskan pendapat, dan berdiskusi bersama
merumuskan isi, tema, dan amanat.
c. Evaluasi pembelajaran apresiasi sastra itu hendaknya mengandung tiga
komponen dasar evaluasi, yaitu : (a) kognitif,(b) afektif, dan(c) psikomotor.
5. Cerita fiksi sebagai pembelajaran sastra di SD
Istilah prosa fiksi, biasa juga diistilahkan dengan prosa cerita, prosa narasi
atau cerita berplot. Pengertian prosa fiksi oleh Aminuddin (2004:66) menyatakan
bahwa “prosa fiksi ialah kisahan atau cerita yang diemban oleh pelaku-pelaku
tertentu dengan pemeranan, latar serta tahapan dan rangkaian cerita tertentu yang
bertolak dari hasil imajinasi pengarangnya sehingga menjalin suatu cerita”.
Sastra anak sebagai sumber pembelajaran bahasa di sekolah dasar terdiri
atas berbagai jenis, yaitu buku bergambar, fiksi realistik, fiksi sejarah, fantasi/fiksi
ilmiah, sastra tradisional. “Biografi yang difiksikan semua jenis tersebut dapat
dijadikan bahan pembelajaran apresiasi asal disesuaikan dengan kondisi dan
tingkat perkembangan anak-anak” Pada KTSP 2006 mata pelajaran Bahasa
Indonesia, bahan pembelajaran prosa fiksi khususnya cerita fiksi anak pada
dasarnya tidak berdiri sendiri sebagaimana yang dinyatakan dalam kurikulum
sebelumnya.Tetapi jika kita perhatikan dengan baik, justru kurikulum 2006 ada
peluang yang sangat besar bagi guru untuk mengajarkan cerita fiksi.
14
Hal ini dapat terjadi karena sesuai dengan rambu-rambu kurikulum KTSP
2006, karya sastra (cerita fiksi) bukan hanya dijadikan bahan ajar untuk
mengajarkan sastra tetapi dapat juga dijadikan sebagai bahan ajar untuk
kemampuan berbahasa siswa (menyimak, berbicara, membaca, dan menulis).Hal
ini tampak pada rambu-rambu kurikulum KTSP yang menjelaskan bahwa
perbandingan bobot pembelajaran bahasa dan sastra sebaiknya seimbang dan
dapat disajikan secara terpadu. Misalnya, wacana sastra dapat sekaligus dipakai
sebagai bahan pembelajaran”
Jika ditelaah kurikulum KTSP 2006 mata pelajaran Bahasa Indonesia,
cerita fiksi sebagai bahan pembelajaran dapat dilakukan dalam berbagai
kesempatan khususnya di kelas IV. Berikut ini disajikan butir-butir pembelajaran
yang terdapat dalam kurikulum 2006 mata pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia.
a. Melengkapi bagian awal atau akhir sebuah cerita
b. Membaca cerita kemudian menceritakan ciri sifat pelakunya atau kebiasaan
pelakunya
c. Membaca buku cerita yang baik dan melaporkan di depan kelas
d. Membaca cerita, mencatat hal yang penting/menarik, kemudian menyusun
pertanyaan.
6. Unsur-unsur pembentuk cerita fiksi
Pada hakekatnya unsur yang membangun cerita fiksi sama dengan unsur
yang membangun cerita fiksi lain seperti cerpen, novel, dan dongeng lainnya”.
Unsur-unsur intrinsik cerita fiksi tersebut adalah: (1) setting, (2) karakter, (4) plot,
(5) tema. Untuk lebih jelasnya akan diuraikan sebagai berikut:
15
a. Setting
Setting adalah waktu dan tempat terjadinya cerita.Penggambaran waktu
dan tempat membantu imajinasi anak untuk berpikir tentang kejadian cerita itu
benar-benar dialami oleh anak itu sendiri.Pemilihan setting cerita ini harus
spesifik sehingga kekuatan cerita dapat membantu anak mengembangkan daya
nalarnya.Berdasarkan gambaran tentang setting yang ditulis oleh penulis cerita,
maka cerita yang ditulis dapat dipahami. Pembaca akan menilai bahwa cerita yang
ditulis memiliki setting yang tepat dan hidup dalam pembentukan cerita.
Hubungan antara setting cerita dengan permasalahan yang terjadi dalam cerita
saling padu sehingga pembaca lebih cepat memahami isi cerita.
b. Karakter
Masalah perwatakan/penokohan adalah suatu hal yang kehadirannya
dalam sebuah fiksi amat penting dan menentukan, karena tidak mungkin ada suatu
karya fiksi tanpa adanya tokoh yang diceritakan yang membentuk alur.Sumarjo
berpendapat bahwa “karakter adalah sifat-sifat khas pelaku/tokoh yang
diceritakan, bagaimana kualitas nalar, sikap, tingkah laku pribadi, jiwa, yang
membedakan dengan tokoh lain dalam sebuah cerita”.
Dalam mengetahui tokoh utama atau tokoh tambahan dalam sebuah cerita,
maka kita harus melihat keseringan pemunculannya dalam sebuah cerita. Selain
itu dapat juga diketahui lewat petunjuk yang diberikan oleh pengarang dan juga
lewat judulnya.
Tokoh dalam sebuah cerita digambarkan oleh pengarang seperti halnya
manusia mempunyai watak-watak yang berbeda, ada yang baik ada pula yang
16
jahat, sehingga dalam cerita dikenal istilah pelaku protagonis, yaitu pelaku
disenangi dan pelaku antagonis yaitu pelaku yang tidak disenangi pembaca.
Pada cerita fiksi, penggambaran penokohan pengarang langsung
menyebutkan karakter pelakunya misalnya, langsung disebutkan bahwa tokoh itu
licik, penyabar, dungu, dan sebagainya.Demikian pula posisi tokoh sangat jelas
yang memihak kepada kebaikan dan yang memihak kepada kejahatan.
c. Plot
Mengenai plot atau alur cerita anak-anak sangat sederhana. Plot yang biasa
digunakan pengarang cerita menggunakan plot maju, artinya tahap-tahap cerita itu
dimulai dari perkenalan tokoh-tokoh cerita, masa menghadapi insiden, klimaks,
antiklimaks, kemudian penyelesaian cerita. Menurut Nuraeni “biasanya plot cerita
anak-anak adalah alur linear”. Artinya, alur cerita yang menceritakan secara
berurutan dari awal hingga akhir.Disamping itu, plot cerita yang sederhana dapat
memberikan kesan yang mendalam pada diri anak, apalagi faktor bahasa yang
digunakan oleh pengarang sesuai dengan tingkat perkembangan bahasa anak.Plot
cerita seperti ini berfungsi bagi pengarang dalam memudahkan anak memahami
isi cerita.
d. Tema
Tema tidak lain adalah suatu gagasan senteral yang menjadi dasar tujuan
yang hendak dicapai oleh pengarang. Brooks dan Werren Ridayani,2004:8
mengemukakan bahwa “tema adalah dasar atau makna suatu cerita atau novel”.
Jadi, dalam pengertian tema tercakup persoalan dan tujuan atau amanat pengarang
17
kepada pembaca.Adapun tema-tema yang biasa digunakan oleh pengarang cerita
umumnya tema pelaku terhadap kedua orang tua.Juga tema kepahlawanan, kisah
petualangan serta kasih sayang sesama keluarga atau sesama teman merupakan
tema yang disukai oleh anak-anak.Tema-tema cerita anak memberikan nilai
kejujuran, keadilan, ketakwaan kepada Tuhan dan kasih sayang.
a. Tujuan pembelajaran apresiasi sastra di SD
Pembelajaran apresiasi prosa di SD tidak terlepas dari tujuan pembelajaran
apresiasi sastra. Menurut Huck,.wordpress.com/hakikat-sastra-anak diakses 6
April 2009, menyatakan bahwa pembelajaran sastra di SD harus memberikan
pengalaman pada siswa yang berkonstribusi pada 4 (empat) tujuan yang
penjelasannya sebagai berikut:
1. Pencarian kesenangan pada buku
Tujuan utama pembelajaran sastra di SD ialah memberi kesempatan
kepada anak untuk memperoleh pengalaman dari bacaan sastra serta masuk dan
terlibat dalam suatu buku. Salah satu cara terbaik untuk membuat siswa tertarik
pada buku, menurut Huck, wordpress.com/hakikat-sastra-anak diakses, 6 April
2009 ialah:
(a) memberi siswa lingkungan yang kaya dengan buku-buku yang baik, (b) memberi siswa waktu untuk membaca atau secara teratur guru membacakan buku untuk mereka, (c) memperkenalkan pada siswa berbagai ragam bacaan prosa, puisi, (d) memberi siswa waktu untuk membicarakan buku-buku, menceritakan buku itu satu sama lain dan menginterpretasikan melalui berbagai macam aktifitas respon aktif, (e) siswa diberikan kesempatan untuk mengamati atau melihat orang-orang dewasa menikmati buku.
18
2. Meginterpretasi bacaan sastra
Dalam menciptakan ketertarikan terhadap buku, siswa perlu membaca
banyak buku. Siswa pun perlu memiliki kesempatan untuk mendapatkan
pengalaman yang mendalam dengan buku-buku. Ketika siswa menghubungkan
apa yang mereka baca itu dengan latar belakang pengalamannya, mereka
menginternalisasikan makna cerita itu. Cara untuk membantu siswa
menginterpretasikan bacaan itu dengan cara mengidentifikasi para pelaku yang
ada pada cerita itu. Hal itu dapat dilakukan dengan cara mendramatisasikan
adegan tertentu yang ada pada buku cerita. Kegiatan daramatisasi selain
meningkatkan pemahaman pada cerita juga akan melatih mereka bersosialisasi.
3. Menggambarkan keadaan bersastra
Anak-anak yang masih berada di sekolah dasar juga harus diajak mulai
mengembangkan kesadaran pada sastra.Anak-anak harus diarahkan pula
menemukan elemen-elemen sastra secara berangsur-angsur, karena elemen-
elemen itu memberikan bekal kepada siswa dalam pemahaman makna cerita atau
puisi.Dengan demikian guru harus menguasai pengetahuan tentang bentuk-bentuk
cerita, elemen-elemen cerita dan pengetahuan tentang pengarang.
4. Mengembangkan apresiasi
Sasaran jangka panjang pembelajaran SD ialah mengembangkan kesukaan
membaca karya sastra yang bermutu. Menurut Margaret Early,
wordpress.com/hakikat-sastra-anak diakses, 6 April 2009, menyatakan bahwa
terdapat tiga tahap urutan dan perkembangan yang ada dalam pertumbuhan
19
apresiasi:Tahap kenikmatan yang tidak sadar, Tahap apresiasi yang masih ragu-
ragu atau berada antara tahap satu dan ketiga, Tahap kegembiraan secara sadar.
Tahap pertama sama dengan gagasan menumbuhkan kesenangan
membaca. Tahap ketiga tahap yang sudah matang dan menemukan kegembiraan
dalam banyak jenis bacaan dari banyak periode waktu, memberikan penghargaan
pada aliran dan pengarangnya dan memberikan tanggapan kritis sehingga
mendapat kegembiraan secara sadar.Pengajaran sastra untuk sekolah dasar
terutama kelas-kelas awal, difokuskan pada tahap yang pertama yaitu kesenangan
yang tidak disadari. Guru hanyalah pemberi jalan setapak untuk masuk ke dunia
indahnya sastra.
Pembelajaran apresiasi prosa diperlukan perencanaan. Perencanaan
pembelajaran mencakup tujuan khusus pembelajaran. Misalnya tujuan khusus
pembelajaran dapat dirumuskan sebagai berikut: (1) mengemukakan kembali
ringkasan isi cerita sesuai dengan rangkaian cerita, pelaku cerita, dan tempat
kejadian, (2) memberikan tanggapan terhadap kejadian cerita, dan (3)
mengemukakan kembali ringkasan tanggapan secara lisan dengan baik dan benar
(Aminuddin,2004: 8). Tujuan khusus pembelajaran apresiasi prosa melalui
penggunaan buku bergambar meliputi: (1) siswa menceritakan pelaku cerita, (2)
siswa mampu menceritakan latar dalam cerita, (3) siswa mampu menceritakan
rangkaian cerita, dan (4) siswa mampu menceritakan kembali ringkasan isi cerita
secara tertulis.
20
b. Manfaat pembelajaran apresiasi sastra di SD
Apresiasi sastra merupakan aktifitas yang penting dalam pembelajaran
sastra di SD. Stewig Mustakim,2007:10 mengemukakan “pentingnya pengajaran
sastra kepada anak-anak karena adanya sejumlah manfaat, yaitu (1) anak dapat
memperoleh kenikmatan estetis dan cerita lewat sastra, (2) sastra merangsang
pertumbuhan imajinasi, (3) sastra membantu anak untuk memahami dirinya dan
orang lain”. Pentingnya apresiasi sastra di SD tidak lepas dari adanya beberapa
manfaat yang dapat diperoleh. Menurut Huck bahwa :manfaat cerita fiksi dapat
dikategorikan menjadi dua, yaitu manfaat personal berarti berarti sastra anak-
anak dapat memberikan (1) kenikmatan dan kesenangan, (2) memperkuat cara
berpikir, (3) mengembangkan imajinasi, (4) memberi pengalaman, (5)
mengembangkan kemampuan berprilaku, dan (6) menyajikan pengalaman
menyeluruh. Adapun sastra anak-anak mengandung manfaat pendidikan, yaitu
(1) membantu perkembangan bahasa, (2) mengembangkan kemampuan
membaca, (3) mengembangkan kepekaan terhadap cerita, dan (4) meningkatkan
kemampuan menulis.
c. Model pembelajaran kooperatif
Pembelajaran kooperatif merupakan salahsatu model pembelajaran di
mana siswa belajar dalam kelompok kecil, saling membantu untuk memahami
dalam belajar, memeriksa dan memperbaiki jawaban teman, serta kegiatan
lainnya dengan tujuan mencapai prestasi tertinggi.Menurut Kooper dan Heinich
(Asma,2006:11) menjelaskan bahwa
21
pembelajaran kooperatif sebagai metode pembelajaran yang melibatkan kelompok-kelompok kecil yang heterogen dan siswa bekerja sama untuk mencapai tujuan-tujuan dan tugas-tugas akademik bersama, sambil bekerja sama belajar keterampilan-keterampilan kolaboratif dan sosial. Anggota-anggota kelompok memiliki tanggung jawab dan saling bergantung satu sama lain untuk mencapai tujuan bersama.
Pada kelas kooperatif, siswa belajar bersama dalam kelompok-kelompok
kecil yang terdiri dari 4-5 orang siswa. Masing-masing kelompok terdiri dari
siswa berkemampuan tinggi, sedang, rendah, dan jenis kelamin yang berbeda.
Selama belajar secara kooperatif, siswa tetap berbeda dalam kelompoknya selama
beberapa minggu atau bulan. Supaya dapat terlaksana dengan baik, siswa diberi
lembar kerja yang berisi pertanyaan atau tugas yang direncanakan untuk
diajarkan. Menurut Arends (Asma,2006:16) membagi unsur-unsur dasar belajar
kooperatif yakni:
(1) siswa dalam kelompoknya haruslah beranggapan bahwa mereka sehidup sepenanggungan bersama, (2) siswa bertanggungjawab atas segala sesuatu di dalam kelompoknya, (3) siswa haruslah melihat bahwa semua anggota di dalam kelompoknya memiliki tujuan yang sama, (4) siswa haruslah membagi tugas dan tanggungjawab yang sama diantara anggota kelompoknya, (5) siswa akan dikenakan atau akan diberikan hadiah/penghargaan yang juga akan dikenakan untuk semua anggota kelompok, (6) siswa berbagi kepemimpinan dan mereka membutuhkan keterampilan untuk belajar bersama selama proses belajar, (7) siswa akan diminta mempertanggungjawabkan secara individual materi yang dipelajari dalam kelompoknya.
Lebih lanjut menurut menurut Wina Sanjaya (2008:248) kelompok bisa dibuat
berdasarkan:
(1) perbedaan individual dalam kemampuan belajar, terutama bila kelas itu sifatnya heterogen dalam belajar, (2)
22
perbedaan minat belajar, dibuat kelompok yang terdiri atas siswa yang minatnya sama, (3) pengelompokan berdasarkan jenis pekerjaan yang kita berikan, (4) pengelompokan berdasarkan wilayah tempat tinggal siswa, yang tinggal dalam satu wilayah dikelompokkan dalam satu kelompok sehingga mudah koordinasinya, (5) pengelompokkan secara random atau dilotre, tidak melihat faktor lain, (6) pengelompokkan atas dasar jenis kelamin, ada kelompok pria dan wanita.
d. Model pembelajaran kooperatif tipe circ
Circ singkatan dari cooperative integrated reading and composition,
termasuk salah satu model pembelajaran cooperative learning merupakan
pengajaran kooperatif terpadu membaca dan menulis yaitu “sebuah program
komprehensif atau luas dan lengkap untuk pengajaran membaca dan menulis
untuk kelas-kelas tinggi sekolah dasar” (Slavin,2005:200).
Pelaksanaan model pembelajaran kooperatif tipe circ, siswa ditempatkan
dalam kelompok-kelompok kecil yang heterogen, yang terdiri atas 4 atau 5
siswa.Dalam kelompok ini tidak dibedakan atas jenis kelamin, suku/bangsa, atau
tingkat kecerdasan siswa. Jadi, dalam kelompok ini sebaiknya ada siswa yang
pandai, sedang atau lemah, dan masing-masing siswa merasa cocok satu sama
lain. Dengan pembelajaran kooperatif, diharapkan para siswa dapat meningkatkan
cara berfikir kritis, kreatif dan menumbuhkan rasa sosial yang tinggi.
e. Komponen-komponen model pembelajaran kooperatif tipe circ
Model pembelajaran circ menurut Slavin (2005:205) memiliki delapan
komponen. Kedelapan komponen tersebut akan diuraikan sebagai berikut: (1)
Teams, yaitu pembentukan kelompok heterogen yang terdiri atas 4 atau 5 siswa;
23
(2) Placement test, misalnya diperoleh dari rata-rata nilai ulangan harian
sebelumnya atau berdasarkan nilai raport agar guru mengetahui kelebihan dan
kelemahan siswa pada bidang tertentu; (3) Student creative, melaksanakan tugas
dalam suatu kelompok dengan menciptakan situasi dimana keberhasilan individu
ditentukan atau dipengaruhi oleh keberhasilan kelompoknya; (4) Team study,
yaitu tahapan tindakan belajar yang harus dilaksanakan oleh kelompok dan guru
memberikan bantuan kepada kelompok yang membutuhkannya; (5) Team scorer
and team recognition, yaitu pemberian skor terhadap hasil kerja kelompok dan
memberikan kriteria penghargaan terhadap kelompok yang berhasil secara
cemerlang dan kelompok yang dipandang kurang berhasil dalam menyelesaikan
tugas; (6) Teaching group, yakni memberikan materi secara singkat dari guru
menjelang pemberian tugas kelompok; (7) Facts test, yaitu pelaksanaan test atau
ulangan berdasarkan fakta yang diperoleh siswa; (8) Whole-class units, yaitu
pemberian rangkuman materi oleh guru di akhir waktu pembelajaran.
Adapun keunggulan pembelajaran kooperatif tipe circ adalah:
a. Circ amat tepat untuk meningkatkan keterampilan siswa dalam membaca dan
menulis
b. Dominasi guru dalam pembelajaran berkurang
c. Siswa termotivasi pada hasil secara teliti, karena bekerja dalam kelompok
d. Siswa dapat memberikan tanggapannya secara bebas
e. Siswa dilatih untuk bekerjasama dan menghargai pendapat orang lain
f. Para siswa dapat memahami makna soal dan saling mengecek pekerjaannya
g. Membantu siswa yang lemah
24
h. Meningkatkan hasil belajar khususnya dalam mengapresiasi cerita fiksi.
e. Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe circ dalam mengapresiasi
cerita fiksi
Penerapan kegiatan model pembelajaran kooperatif tipe circ dalam
mengapresiasi cerita fiksi adalah sebagai berikut
a. Pembentukan kelompok
Guru membentuk kelompok-kelompok siswa yang terdiri dari kelompok
heterogen. Maksud dari pengelompokan ini adalah untuk membaurkan siswa
dengan kapasitas intelektual yang berbeda-beda, jenis kelamin, status sosial,
agama, suku dan sebagainya.
b. Membaca berpasangan
Guru menyampaikan sebuah cerita untuk dikaji siswa. Para siswa
diarahkan untuk membaca cerita dalam hati dan kemudian secara bergantian
membaca cerita tersebut dengan bersuara bersama pasangannya secara bergiliran
untuk setiap paragraf. Si pendengar mengoreksi tiap kesalahan yang dibuat oleh si
pembaca.Kemudian para siswa diberikan tugas untuk mencari kata-kata yang baru
mereka dengar.Selanjutnya mereka belajar kata-kata ini agar tak ragu atau salah
mengucapkannya. Para siswa berlatih mengucapkan kata-kata ini bersama
pasangannya atau teman satu tim lainnya sampai mereka bisa membacanya
dengan lancar.
25
c. Menceritakan kembali isi cerita
Pada tahap ini siswa dimintakan untuk mengungkapkan kembali isi cerita
berdasarkan teks ataupun bahasanya sendiri secara lisan dan tulisan.Sebelum
menceritakan kembali, terlebih dahulu guru mengarahkan siswa untuk
menggunakan langkah-langkah dalam menceritakan cerita fiksi.Selanjutnya
diberikan kesempatan kepada siswa untuk memilih anggota kelompok yang
menjadi eksekutor dalam menceritakan kembali cerita fiksi.
d. Mengidentifikasi unsur-unsur cerita fiksi
Tahapan selanjutnya adalah memberikan tugas kepada kelompok untuk
mengidentifikasi unsur-unsur cerita fiksi. Guru menggunakan alat peraga yang
menarik perhatian siswa. Kerjasama kelompok perlu dibangun dalam kegiatan
mengidentifikasi unsur-unsur cerita fiksi.
e. Penilaian
Untuk mengetahui tingkat pemahaman terhadap cerita, maka para siswa
diberikan kuis atau tes pemahaman.Pada tes ini siswa tidak diperbolehkan saling
membantu. Hasil tes dan evaluasi dari kegiatan mengapresiasi cerita akan menjadi
acuan dalam memberikan skor kepada tim siswa.
f. Penghargaan tim
Penghargaan tim adalah penetapan tim yang dianggap paling menonjol
atau paling berprestasi untuk kemudian diberikan penghargaan atau hadiah.
Pengakuan dan pemberian penghargaan tersebut diharapkan dapat memotivasi tim
26
untuk terus berprestasi dan juga membangkitkan motivasi tim lain untuk lebih
meningkatkan prestasi mereka.
Kegiatan penghargaan kelompok dilakukan dengan memberikan hadiah
sebagai penghargaan atas usaha yang telah dicapai kelompok selama
belajar.Hadiah diberikan kepada kelompok yang dapat mencapai kriteria tertinggi
dari semua kelompok. Setiap anggota kelompok mempunyai kesempatan untuk
mendapat penghargaan. Untuk skor rata-rata kelompok 25 maka penghargaan
yang diperoleh kelompok adalah super, untuk skor rata-rata 20 maka penghargaan
yang diperoleh kelompok adalah hebat, dan untuk skor rata-rata kelompok 15
maka penghargaan yang diperoleh adalah baik. Penghargaan kelompok didasarkan
pada skor-skor peningkatan yang diperoleh masing-masing anggota dan sangat
mungkin tidak hanya satu kelompok yang mendapat penghargaan.
Tabel 2.1 Penghitungan skor perkembangan belajar kooperatif menurut Slavin:
Pemberian penghargaan kepada kelompok yang memperoleh poin
perkembangan kelompok yang tinggi ditentukan dengan rumus sebagai berikut:
N1 = adayangkelompokanggotaJumlah
anggotaanperkembangtotalJumlah
Keterangan:
N1 = skor perkembangan kelompok
Poin perkembangan yang diperoleh terdapat tiga tingkatan penghargaan
yang diberikan yaitu:
Skor Tes Akhir Nilai PeningkatanLebih dari 10 poin di bawah skor dasar 5 poin10 poin hingga 1 poin di bawah skor dasar 10 poinSkor awal hingga 10 poin di atas skor dasar 20 poinLebih dari 10 poin di atas skor dasar 30 poinNilai sempurna 30 poin
27
Tabel 2.2 Tingkat penghargaan kelompok menurut Slavin
Nilai rata-rata kelompok Penghargaan 5< x ≤ 15 Baik
15< x ≤ 25 Hebat 25< x ≤ 30 Super
A. Kerangka pikir
Dalam pokok kajian kurikulum KTSP 2006 khususnya mata pelajaran
Bahasa Indonesia adalah mengapresiasi cerita fiksi. Pada materi ini ditemukan
masalah bahwa siswa kurang mampu dalam mengapresiasi cerita fiksi.Setelah
diidentifikasi terdapat dua aspek yang menyebabkan permasalahan tersebut, yaitu
dari aspek guru dan aspek siswa. Dari aspek guru, yaitu : (1) pembelajaran lebih
terfokus pada kemampuan kognitif bukan apresiasi, (2) kurang membentuk
kelompok siswa, dan (3) tidak menggunakan media pembelajaran. Sementara dari
aspek siswa, yaitu : (1) kurang mampu menceritakan kembali isi cerita dan (2)
kurang mendapat kesempatan untuk mempersentasekan hasil pekerajaannya.
Berdasarkan penyebab permasalahan tersebut, maka peneliti menggunakan
model pembelajaran kooperatif tipe circ (cooperative integrated reading and
composition) sebagai tindakan perbaikan. Langkah-langkah pembelajaran
kooperatif tipe circ terdiri dari 6 tahap yaitu pembentukan kelompok, membaca
berpasangan, menceritakan kembali, mengidentifikasi unsur-unsur cerita fiksi,
penilaian dan penghargaan tim. Harapannya adalah akan meningkatkan
kemampuan siswa dalam mengapresiasi cerita fiksi.Untuk lebih jelasnya, berikut
ini adalah kerangka berpikir peneliti
28
Bagan. 2.1 Kerangka pikir model pembelajaran kooperatif tipe circ.
B. Hipotesis Tindakan
Berdasarkan kerangka pikir di atas, maka hipotesis dalam penelitian ini
adalah jika di terapkan model pembelajaran kooperatif tipe circ pada pelajaran
Bahasa Indonesia maka hasil belajar murid kela IV SDI 115 Tabuakang
Kecamatan Turatea Kabupaten Jeneponto dapat meningkat.
Pembelajaran Bahasa Indonesia
Menyimak Berbicara Membaca Menulis
Model pembelajaran kooperatif tipe circ
Kebahasaan • Lafal • Intonasi,
Tekanan,dan Ritme
• Penggunaan kata dan kalimat
Non kebahasaan • Kenyaringan • Kelancaran • Sikap Berbicara • Gerak Dan Mimik • Penalaran • Santun Berbicara
Pengamatan
Hasil
29
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Pendekatan dan jenis penelitian
1. Pendekatan penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Menurut Moleong
(2001) bahwa penelitian kualitatif mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: (1)
peneliti bertindak sebagai instrumen utama, karena disamping sebagai pengumpul
data dan penganalisis data, jeneliti juga terlibat secara langsung dalam proses
penelitian, (2) mempunyai latar alami, data yang diperoleh dan diteliti akan
dipaparkan sesuai dengan kondisi yang terjadi di lokasi penelitian, (3) hasil
penelitian bersifat deskriptif, (4) lebih mementingkan proses daripada hasil, (5)
adanya batas permasalahan yang ditentukan dalam fokus penelitian, dan (6)
analisis data cenderung bersifat induktif.
2. Jenis penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas (PTK) yang
karakteristik dari tindakan kelas yakni tindakan-tindakan (aksi) yang berulang-
ulang untuk memperbaiki proses belajar mengajar di kelas. model tindakan yang
dilakukan dalam penelitian ini sesuai dengan pendapat Kemmis dan Mc Taggart
(Latri,2004:99) proses penelitian tindakan merupakan sebuah siklus atau proses
daur ulang yang terdiri dari empat aspek fundamental diawali dari aspek
mengembangkan perencanaan kemudian melakukan tindakan sesuai dengan
30
rencana, observasi/pengamatan terhadap tindakan, dan diakhiri dengan melakukan
refleksi. Kegiatan penelitian ditempuh dalam suatu tahapan sehingga kemampuan
siswa dalam mengapresiasi cerita fiksi dapat tercapai secara mekasimal.
B. Setting dan subjek penelitian
1. Setting penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan di SDI 115 Tabuakang kecamatan
Turatea Kabupaten Jeneponto.
2. Subjek penelitian
Subjek dari penelitian ini adalah siswa kelas IV SDI 115 Tabuakang
Kecamatan Turatea Kabupaten Jeneponto , dengan jumlah 15 siswa terdiri dari 9
siswa perempuan dan 6 siswa laki-laki yang aktif dan terdaftar pada semester
ganjil tahun ajaran 2014/2015 dengan sasaran utama peningkatan kemampuan
mengapresiasi cerita fiksi melalui model pembelajaran kooperatif tipe circ.
Peneliti memilih siswa kelas IV sebagai objek penelitian karena
berdasarkan pertimbangan: (1) Masih ditemukan siswa yang mengalami kesulitan
dalam mengapresiasi cerita fiksi, (2) di sekolah ini belum pernah dilakukan
penelitian yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe CIRC, (3)
Adanya dukungan dari kepala sekolah dan guru terhadap pelaksanaan penelitian
ini, (4) adanya variasi siswa, dilihat dari status sosial, pendidikan, dan pekerjaan
orang tua, dan (5) tingkat perkembangan kognitif siswa kelas IV SD sudah dapat
bekerja secara berkelompok.
31
C. Fokus penelitian
Fokus penelitian ini adalah terkait dengan faktor-faktor yang diteliti, yaitu:
1. Faktor siswa
Melihat apakah kemampuan siswa pada pokok bahasan mengapresiasi
cerita fiksi dapat meningkat dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif
tipe circ.
2. Faktor guru
Memperhatikan bagaimana persiapan dan kesesuaian rencana
pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe circ
dalam pembelajaran di kelas.
3. Faktor sumber belajar
Memperhatikan sumber belajar yang digunakan dan latihan-latihan yang
diberikan apakah sudah sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai, demikian pula
apakah sudah berjenjang sesuai dengan tingkat kemampuan siswa.
D. Rancangan penelitian
Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian tindakan kelas (action
research classroom) yaitu rancangan penelitian berdaur ulang (siklus) hal ini
mengacu kepada pendapat Kemmis dan Mc Taggart (Latri, 2003: 21) proses
penelitian tindakan merupakan sebuah siklus atau proses daur ulang yang terdiri
dari empat aspek fundamental diawali dari aspek mengembangkan perencanaan
32
kemudian melakukan tindakan sesuai dengan rencana, observasi/pengamatan
terhadap tindakan, dan diakhiri dengan melakukan refleks.
Adapun siklus pelaksanaan dapat dilhat pada bagan sebagai berikut:
Bagan. 3.1 Adaptasi siklus tindakan kelas Mc Taggart (Wiriaatmadja,2005:66)
Berdasarkan bagian-bagian tentang prosedur pelaksanaan tindakan
penelitian yang terdiri atas tahap perencanaan, pelaksanaan, observasi dan
refleksi, maka ke empat tahap tersebut diurutkan sebagai berikut:
Ide awal diagnosis masalah
Menyusun rencana siklus
Pelaksanaan Tindakan
Observasi siklus I
Refleksi
Belum berhasil
Pelaksanaan Tindakan siklusi II
Observasi siklus II Refleksi
Berhasil Kesimpulan
Menyusun rencana siklus II
33
1. Perencanaan tindakan
Perencanaan tindakan adalah persiapan perencanaan tindakan
pembelajaran apresiasi cerita fiksi dengan mengunakan model pembelajaran
kooperatif tipe circ dengan langkah-langkah berikut:
a. Menyamakan persepsi antara peneliti dan guru tentang konsep dan tujuan
penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe circ dalam pembelajaran
apresiasi cerita fiksi
b. Secara kolaboratif menyusun rencana tindakan pembelajaran siklus 1
c. Menetukan bahan dan media pembelajaran yang digunakan
d. Menyusun rambu-rambu instrumen data keberhasilan guru maupun instrumen
data keberhasilan siswa, berupa format observasi, pedoman wawancara, tes,
dan persiapan rekaman kegiatan tindakan berupa rekaman atau foto
pelaksanaan tindakan.
2. Pelaksanaan tindakan
Tahap pelaksanaan tindakan yaitu tahap mengimplementasikan rencana
tindakan yang telah disusun secara kolaboratif antara peneliti dan guru kelas IV.
Adapun kegiatan yang di lakukan adalah guru melaksanakan tindakan apresiasi
cerita fiksi dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe circ dengan
delapan tahap yaitu: (1) pembentukan kelompok, (2) membaca berpasangan, (3)
mengidentifikasi unsur-unsur cerita, (4) pemeriksaan oleh pasangan, (5)
menceritakan kembali, (6) buku laporan (7) penilaian, dan (8) penghargaan tim.
34
3. Obvservasi
Tahap observasi adalah mengamati seluruh proses tindakan dan pada saat
selesai tindakan. Fokus observasi adalah aktivitas guru dan siswa mulai pada
tahap pembelajaran, saat pembelajaran, dan akhir pembelajaran. Pada aktivitas
guru dan murid diperoleh dengan menggunakan format observasi, wawancara,
rekaman dan hasil pemahaman terhadap cerita yang dibaca responden. Format
observasi seperti pada lampiran.
4. Refleksi
Langkah terakhir dalam prosedur penelitian tindakan ini adalah
mengadakan refleksi (renungan) terhadap hasil yang telah dicapai pada setiap
siklus. Refleksi dilakukan dengan mengacu pada hasil observasi selama proses
dan pada saat selesai pembelajaran, yang terdiri atas aktivitas guru maupun murid.
E. Instrumen pengumpulan data
Untuk pengumpulan data dalam penelitian ini akan dilakukan tes,
wawancara, pengamatan, dan catatan lapangan. Empat teknik tersebut diuraikan
sebagai berikut:
a. Tes
Tes akan dilakukan untuk mengumpulkan informasi tentang kemampuan
siswa dalam mengapresiasi cerita fiksi. Tes dilaksanakan pada awal penelitian,
pada akhir setiap tindakan, dan pada akhir setelah diberikan serangkaian tindakan.
35
b. Wawancara
Wawancara dimaksudkan untuk menggali kesulitan siswa dalam
mengapresiasi cerita fiksi, yang mungkin sulit diperoleh dari hasil pekerjaan siswa
maupun melalui pengamatan.
c. Pengamatan
Pengamatan akan dilaksanakan oleh orang yang terlibat aktif dalam
pelaksanaan tindakan yaitu guru yang mengajar di kelas IV dan teman sejawat.
Pada pengamatan ini digunakan pedoman pengamatan untuk mencatat hal-hal
yang dianggap penting.
d. Catatan Lapangan
Catatan lapangan memuat hal-hal penting yang terjadi selama
pembelajaran berlangsung yang dapat digunakan untuk melengkapi data yang
tidak terekam dalam lembar observasi.
F. Teknik analisis data
Analisis data akan dilakukan dengan cara mengelompokan data aspek guru
dan aspek siswa. Teknik yang digunakan adalah teknik analisis data kualitatif
yang dikembangkan oleh Miles dan Huberman (Latri,2003:25) yang terdiri dari
tiga tahap kegiatan yaitu: (1) mereduksi data, (2) menyajikan data, dan (3)
menarik kesimpulan dan verifikasi.
36
G. Indikator keberhasilan
Keberhasilan dalam penelitian ini ada dua macam, yaitu indikator tentang
keterlaksanaapembelajaran dan indikator kemampuan siswa dalam mengapresiasi
cerita fiksi. Skenario pembelajaran terlaksana dengan baik apabila skenario
pembelajaran terlaksana dengan tuntas. Adapun kriteria yang digunakan untuk
mengungkapkan kemampuan siswa dalam menguasai materi cerita fiksi adalah
sesuai dengan kriteria standar yang dikemukakan oleh Nurkancana (1986:39),
yaitu sebagai berikut:
tingkat penguasaan 90% - 100% dikategorikan sangat tinggi, 80% - 89% dikategorikan tinggi, 65% - 79% dikategorikan sedang, 55% - 64% dikategorikan rendah dan 0% - 54% dikategorikan sangat rendah.
Berdasarkan kriteria standar tersebut, maka peneliti menentukan tingkat
kriteria keberhasilan penelitian ini dilihat dari kemampuan siswa dalam
mengapresiasi cerita fiksi telah meningkat dan menunjukan tingkat pencapaian
ketuntasan belajar sesuai dengan kriteria ketuntasan minimal yaitu 7,00.
37
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil penelitian
Hasil penelitian tindakan kelas ( PTK) yang telah dilakukan pada pokok
bahasan “mendeskripsikan cerita fiksi” melalui model pembelajaran kooperatif
tipe circ pada siswa kelas IV di SDI115 Tabuakang Kecamatan Turatea
Kabupaten Jeneponto.
1. Siklus I
a. Aktivitas belajar hasil observasi
Hasil observasi aktivitas siswa selama mengikuti pembelajaran siklus I
pertemuan ke-1 dan ke-2 dapat dilihat melalui tabel berikut.
Tabel. 4.1 Distribusi dan frekuensi aktivitas belajar siklus pertama.
No Aktivitas Pertemuan Persentase
(%) I II Rata-Rata
1 Jumlah siswa yang hadir pada saat kegiatan pembelajaran 13 14 13,5 90
2 Siswa yang memperhatikan pada saat proses pembelajaran 3 5 4 26,67
3 Siswa yang bertanya tentang materi pelajaran yang belum dimengerti. 5 7 6 40
4 Siswa yang dapat merespon setiap pertanyaan yang diajukan 5 7 6 40
5 Siswa yang aktif memberikan tanggapan terhadap materi yang telah dijelaskan 4 6 5 33,33
6 Siswa yang dapat menarik kesimpulan 5 7 6 40
Sumber :analisis data hasil belajar siswa siklus I
38
b. Hasil belajar
1) Nilai statistik hasil belajar
Tabel 4.2.Distribusi nilai statistik siklus I.
Statistik Nilai Statistik
Jumlah Siswa Nilai Ideal
Nilai Tetinggi Nilai Terendah Rentang Skor
Nilai Rata-Rata
15 100 80 50 30 66
Sumber :analisis data hasil belajar siswa siklus I
Tabel 4.2 menunjukkan bahwa skor rata-rata hasil belajar keterampilan
mengapresiasi cerita fiksisiswa pada siklus I adalah 66dari skor ideal 100. Skor
tertinggi 80 dan skor terendah adalah 50 dengan rentang skor 30 yang berarti hasil
belajar keterampilan mengapresiasi cerita fiksi yang dicapai siswa kelas IV
SDI 115 Tabuakang, Kabupaten Jeneponto tersebar dari skor terendah 50
sampai skor tertinggi 80.
2) Kategori hasil belajar
Tabel 4.3 Distribusi frekuensi dan persentase skor hasil belajarsiklus I.
No Interval Skor Kategori Frekuensi Persentase (%)
1 2 3 4 5
0 – 35 36 - 55 56 - 69 70 - 89
90 – 100
Sangat rendah Rendah Sedang Tinggi
Sangat Tinggi
0 2 4 9 0
0 13,3 26,67
60 0
Jumlah 15 100 Sumber :analisis data hasil belajar siswa siklus I
39
Berdasarkan Tabel 4.3 di atas dapat dikemukakan bahwa dari 15 orang
siswa kelas IV SDI 115 Tabuakang dalam keterampilan mengapesiasi cerita fiksi
bahwa tidak ada siswa yang hasil belajarnya sangat rendah, 2 siswa atau 13,3%
termasuk pada kategori rendah, 4 siswa atau 26,67 % termasuk pada kategori
sedang, 9siswa atau 60% termasuk pada kategori tinggi dan pada kategori sangat
tinggi 0 siswa atau sekitar 0%.
3) Tingkat ketuntasan hasil belajar
Tabel 4.4Distribusi ketuntasan belajar keterampilan mengapresiasi cerita fiksi siswapada siklus I.
No Nilai Kategori Frekuensi Persentase (%) 1 2
0 – 66 67 – 100
Tidak tuntas Tuntas
6 9
40 60
Jumlah 15 100 Sumber :analisis data hasil belajar siswa siklus I
Berdasarkan tabel 4.4 diatas menunjukkan bahwa dari 15 siswa kelasIV 115
Tabuakang, setelah pemberian tindakan ternyata sebanyak 6 siswa (40%) yang
masuk pada kategori tidak tuntas dan 9 siswa (60 %) yang masuk pada kategori
tuntas.
c. Refleksi
Berdasarkan hasil belajar siswa kelas IV SDI 115 Tabuakang pada siklus 1
menunjukkan bahwa hasil belajar siswa masih kurang dimana dari 15 siswa hanya
9 orang siswa yang mendapatkan nilai di atas KKM yaitu 70 dan yang lainnya
hanya mendapatkan nilai di bawah KKM. Hal tersebut disebabkan karena ketika
kegiatan pembelajaran berlangsung masih banyak siswa yang kurang
memperhatikan pelajaran, baik ketika temannya sedang memerankan sebuah
40
drama maupun ketika guru sedang menjelaskan bagaimana berbicara dengan baik
ketika memerankan sebuah drama sesuai dengan materi. Siswa juga masih sangat
pasif dalam mengeluarkan pendapat serta masih kurangnya kerja sama siswa
dalam kelompoknya.
Berdasakan masalah tersebut sehingga harus dilaksanakan siklus II untuk
memperbaiki hasil belajar yang masih rendah pada siklus I dan dihharapkan pada
siklus II dapat meningkatkan keterampilan mengapresiasi cerita fiksi siswa kelas
IV SDI 115 Tabuakangmelalui model pembelajaran kooperatif tipe circ.
2. Siklus II
a. Aktivitas belajar hasil observasi
Hasil observasi aktivitas siswa selama mengikuti pembelajaran siklus II
Tabel. 4.5 Distribusi dan frekuensi aktivitas belajar siswa.
No Aktivitas Pertemuan Persentase
(%) I II Rata-Rata
1 Jumlah siswa yang hadir pada saat kegiatan pembelajaran
15 15 15 100
2 Siswa yang memperhatikan pada saat proses pembelajaran
7 9 8 53,33
3 Siswa yang bertanya tentang materi pelajaran yang belum dimengerti.
7 9 8 53,33
4 Siswa yang dapat merespon setiap pertanyaan yang diajukan
8 10 9 60
5 Siswa yang aktif memberikan tanggapan terhadap materi yang telah dijelaskan
7 9 8 53,33
6 Siswa yang dapat menarik kesimpulan materi
6 8 7 46,67
Sumber :analisis data hasil belajar siswa siklus 2
41
b. Hasil belajar
1) Nilai statistik hasil belajar
Tabel 4.6.Distribusi nilai statistik siklus II.
Statistik Nilai Statistik
Jumlah Siswa Nilai Ideal
Nilai Tetinggi Nilai Terendah Rentang Skor
Nilai Rata-Rata
15 100 100 70 30 84
Sumber :analisis data hasil belajar siswa siklus 2
Tabel 4.6 menunjukkan bahwa skor rata-rata cerita fiksi siswa pada siklus
II adalah 84dari skor ideal 100. Skor tertinggi 100 dan skor terendah adalah 70
dengan rentang skor 30 yang berarti keterampilan mengapresiasi cerita fiksi yang
dicapai siswa Kelas IV SDI 115 Tabuakang, Kabupaten Jenepontotersebar dari
skor terendah 70 sampai skor tertinggi 100.
2) Kategori hasil belajar
Tabel 4.7 Distribusi frekuensi dan persentase skor keterampilan mengapresiasi cerita fiksi siklus II siswa kelas IV SDI 115
Tabukang Kabupaten Jeneponto.
No Interval Skor Kategori Frekuensi Persentase (%) 1 2 3 4 5
0 – 35 36 - 55 56 - 69 70 - 89
90 – 100
Sangat rendah Rendah Sedang Tinggi
Sangat Tinggi
0 0 0 6 9
0 0 0 40 60
Jumlah 15 100 Sumber :analisis data hasil belajar siswa siklus II
42
Berdasarkan Tabel 4.7 di atas dapat dikemukakan bahwa dari 15 siswa Kelas
IV SDI 115 Tabuakang Kabupaten Jeneponto bahwa tidak ada siswa yang
keterampilan belajarnya sangat rendah, 0 siswa atau 0 % termasuk pada kategori
rendah, 0 siswa atau 0% termasuk pada kategori sedang, 6 siswa atau 40%
termasuk pada kategori tinggi dan pada kategori sangat tinggi 8 siswa atau sekitar
60 %.
3) Tingkat ketuntasan hasil belajar
Tabel 4.8Distribusi ketuntasan belajarsiswa pada siklus II.
No Nilai Kategori Frekuensi Persentase
1
2
0 – 66
67 – 100
Tidak tuntas
Tuntas
0
15
0
100
Jumlah 15 100
Sumber :analisis data hasil belajar siklus 2
Berdasarkan tabel 4.8 diatas menunjukkan bahwa dari 15 siswa kelas IV
115 Tabuakng, setelah menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe circ
ternyata sebanyak 0 siswa (0%) yang masuk pada kategori tidak tuntas dan 15
siswa (100 %) yang masuk pada kategori tuntas.
c. Refleksi
Berdasarkan keterampilan mengapresiasi cerita fiksi siswa kelas IV SDI
115 Tabuakang, Jeneponto pada siklus II menunjukkan bahwa keterampilan
berbicara siswa mengalami peningkatan dimana pada siklus I hanya 9 orang
siswa yang mencapai nilai KKM dan pada siklus II semua siswa sudah dapat
43
mencapai nilai KKM yaitu 70. Hal tersebut disebabkan karena ketika kegiatan
pembelajaran berlangsung sebagian besar siswa sudah memperhatikaan pelajaran
secara seksama. Siswa pada kelas tersebut sudah tidak pasif lagi dalam
mengeluarkan gagasan ataupun dalam bertanya serta sudah mulai terbangun kerja
sama dalam kelompoknya masing-masing. Peningkatan dalam aktivitas belajar
tersebut berdampak pada hasil belajar yang ikut meningkat.
Berdasarkan peningkatan hasil belajar tersebut maka dapat dikatakan
bahwa model pembelajaran kooperatif tipe circ cocok digunakan dalam proses
pembelajaran Bahasa Indonesia dalam meningkatkan keterampilan berbicara
siswa kelas IV SDI 115 Tabuakang, Kabupaten Jeneponto.
B. Pembahasan
1. Aktivitas belajar
Perbandingan aktivitas siswa kedua siklus
Tabel. 4.9 Distribusi dan frekuensi aktivitas belajar siklus I dan siklus II.
No Aktivitas Siklus
I II
1. Jumlah siswa yang hadir pada saat kegiatan pembelajaran 90% 100%
2. Siswa yang memperhatikan pada saat proses pembelajaran 26,67% 53,33%
3. Siswa yang bertanya tentang materi pelajaran yang belum dimengerti. 40% 53,33%
4. Siswa yang dapat merespon setiap pertanyaan yang diajukan 40% 60%
5. Siswa yang aktif memberikan tanggapan terhadap materi yang telah dijelaskan 33,33% 53,33%
6. Siswa yang dapat menarik kesimpulan materi 40% 46,67%
Sumber :analisis data hasil belajar siswa siklus I dan 2
44
Peningkatan keterampilan belajar siswa dalam proses pembelajaran di
kelas IV SDI 115 Tabuakang, Kabupaten Jeneponto selama 2 siklus penelitian
tindakan kelas, dapat lebih jelas terlihat pada grafik berikut ini.
Gambar 4.1 Grafik perbandimgan aktivitas siswa siklu I dan II
Berdasarkan grafik di atas dapat dilihat bahwa aktivitas siswa meningkat
pada siklus kedua. Hal tersebut dapat terjadi karena pada siklus kedua siswa
diberikan kesempatan untuk mencari sendiri cerita fiksi yang akan mereka
ceritakan kembali berdasarkan tema yang telah ditentukan oleh peneliti yang
bertindak sebagai guru. Di sini guru hanya memberikan sedikit gambaran
kemudian siswa yang mencari cerita fiksi dan menceritakan bersama teman
kelompoknya. Siswa tidak dituntut untuk mencari dibuku saja tetapi dapat
berdasarkan kreasi mereka sendiri dan langsung mempraktekkannya secara nyata
sehingga pembelajaran akan lebih bermakna. Hal tersebut membuat siswa lebih
aktif dan tidak pasif seperti yang terjadi pada siklu pertama dimana siswa lebih
0%
20%
40%
60%
80%
100%90%
26,67% 40% 40%
33,33% 40%
100%
53,33% 53,33% 60% 53,33%
46,67%
pers
enta
se
aktivitas siswa
perbandingan aktivitas siswa
siklus I
siklus II
45
banyak dibimbing oleh guru yang membuat siswa malas untuk mencari jawaban
atas masalahnya.
Pada materi keterampilan mengapresiasi cerita fiksi, siswa akan merasa
senang belajar apabila mereka sendiri yang melakukan kreasi dan langsung
mempraktekkannya dan tidak hanya menyalin atau membaca buku saja yang
membuat siswa merasa bosan. Ini sesuai dengan model yang digunakan peneliti
yaitu model kooperatif tipe circ.
2. Hasil belajar siswa
a. Perbandingan nilai statistik siklus I dan siklus II
Tabel 4.10 Perbandingan nilai statistik siswa kelas IV SDI115 Tabuakang pada siklus I dan II.
Siklus Nilai perolehan dari 15 siswa
Nilai tertinggi
Nilai terendah
Nilai Rata-rata
I 80 50 66 II 100 70 84
Sumber :analisis data hasil belajar siswa siklus I dan 2
Peningkatan nilai statistik siswa dalam proses pembelajaran di kelas IV
SDI 115 Tabuakang selama 2 siklus penelitian tindakan kelas, dapat lebih jelas
terlihat pada grafik berikut ini.
46
Gambar 4.2 Grafik perbandingan nilai statisti siklus I dan Siklus II
Berdasarkan grafik di atas dapat dilihat bahwa nilai statistik siswa kelas IV
SDI 115 Tabuakang meningkat. Dari skor rata-rata 66 pada siklus I meningkat
menjadi 84 pada siklus II.Begitu pula nilai tertinggi dimana pada siklus I siswa
hanya mampu mendapatkan nilai 80 dan pada siklus II siswa sudah mampu
mendapatkan nilai 100. Sedangkan nilai terendah, pada siklus I nilai paling rendah
yang di dapat siswa yaitu 50 dan pada siklus II siswa mampu meningkatkan hasil
belajarnya sehingga nilai paling rendah yaitu 70.
b. Perbandingan kategori hasil belajar siklus I dan siklus II
Tabel 4.11 Distribusi frekuensi dan persentase skor hasil belajar siswa kelas IV SDI
115 Tabuakang siklus I dan siklus II.
No Interval Skor Kategori Frekuensi Persentase (%) Siklus I Siklus II Siklus I Siklus II
1. 2. 3. 4. 5.
0 – 35 36 - 55 56 - 69 70 - 89
90 – 100
Sangat rendah Rendah Sedang Tinggi
Sangat Tinggi
0 2 4 9 0
0 0 0 6 9
0 13,33 26,67
60 0
0 0 0 40 60
Jumlah 15 15 100 100 Sumber :analisis data hasil belajar siklus 1 dan II
020406080
100
nilai tertingginilai terendah
nilai rata-rata
80
50 66
100 80 84
nila
i
perbandingan nilai statistik
siklus I
siklus II
47
Peningkatan kategori hasil belajar siswa dalam proses pembelajaran di
kelas IV SDI 115 Tabuakan Kabupaten Jeneponto selama 2 siklus penelitian
tindakan kelas, dapat lebih jelas terlihat pada grafik berikut ini.
Gambar 4.3 Grafik perbandingan kategori hasil belajar
siklus I dan Siklus II
Berdasarkan grafik di atas dapat dilihat bahwa kategori hasil belajar siswa
meningkat.Pada siklus I masih ada siswa yang masuk dalam kategori rendah dan
sedang serta tidak ada siswa yang masuk pada ktegori sangat tinggi.Sedangkan
pada siklus II mengalami peningkatan karena sudah tidak ada lagi siswa yang
berada pada kategori rendah maupun sedang serta pada kategori sangat tinggi
siswa megalami peningkatan drastis.
c. Perbandingan tingkat ketuntasan hasil belajar siklus I dan siklus II
Tabel 4.12 Perbandingan tingkat ketuntasan keterampilan mengapresiasi cerita fiksi siswa
kelas IV SDI 115 Tabuakang.
Siklus
Ketuntasan Persentase Tuntas Tidak Tuntas Tuntas TidakTuntas
I 9 6 60 40 II 15 0 100 0
Sumber :analisis data hasil belajar siklus 1 dan 2
0%
50%
100%
sangat rendahrendah sedang tinggisangat tinggi
0% 13,33% 26,67% 60%
0%
0% 0% 0%
40% 60%
pers
enta
se
Kategori
perbandingan kategori hasil belajar
siklus I
siklus II
48
Peningkatan nilai ketuntasan siswa dalam proses pembelajaran di kelas IV
SDI 115 Tabuakang Kabupaten Jeneponto selama 2 siklus penelitian tindakan
kelas, dapat lebih jelas terlihat pada grafik berikut ini.
Gambar 4.4 Grafik perbandingan ketuntasan hasil belajar siklus I dan Siklus II
Pada grafik 4.4 di atas dapat dilihat bahwa tingkat ketuntasan siswa
meningkat, dimana pada siklus I nilai tuntas hanya mampu dicapai 9 orang
siswa dasssn 6 siswa tidak mencapai ketuntasan atau berada pada tidak
tuntas.Sedangkan pada siklus II seluruh siswa sudah mampu mencapai nilai
ketuntasan atau 100 % berada pada nilai tuntas.
C. Verivikasi Hipotesa
Berdasarkan hasil penelitian dan analisa data mengeenai perbandingan
nilai statistik, perbandingan kategori hasil belajar dan perbandingan tingkat
ketuntasan siklus I dan siklus II telah membuktikan terjadinya peningkatan hasil
belajar, hal ini didukung dengan terjadinya peningkatan aktivitas siswa dari siklus
I ke siklus II. Ini membuktikan bahwa hipotesa berbunyi “jika model
0%20%40%60%80%
100%
tuntas tuidak tuntas
60% 40%
100%
0% pers
enta
se
tingkat ketuntasan
perbandingan tingkat ketuntasan hasil belajar
Siklus I
Siklus II
49
pembelajaran tipe circdigunakan dalam proses belajar mengajar maka dapat
meningkatkan keterampilan mengapresiasi cerita fiksi” dapat diterima.
D. Indikator keberhasilan
Indikator keberhasilan yang telah ditentukan peneliti yaitu indikator
keberhasilan dapat tercapi apabila setiap siswa kelas IV SDI115 Tabuakang
dalam meningkatkan keterampilan mengapresiasi cerita fiksi siswa dengan
menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe circ memperoleh nilai ≥ 70
dan ketuntasan belajar 70%. berdasarkan indikator di atas maka penelitian
tindakan kelas yang dilakukan dapat dinyatakan berhasil sebab pada siklus kedua
siswa kelasIV SDI 115Tabuakang memperoleh nilai rata-rata 84 dan ketuntasan
belajar siswa mencapai 100.
50
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka hasil penelitian ini
dapat disimpulkan bahwa pembelajaran dengan menggunakan model kooperatif
tipe circ yaitu:Dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa mulai dari kehadiran,
yang melakukan pengamatan, menemukan sendiri pengetahuannya,
menghubungkan materi dengan kehidupan sehari-hari, mengurutkan kembali
materi pembelajaran, serta menarik kesimpulan mengalami peningkatan dari
siklus 1 ke siklus 2.meningkatkan hasil belajar siswa pada siklus 1 dengan nilai
rata-rata 67,2 dengan ketuntasan hasil belajar 26,67%. meningkatkan hasil belajar
siswa pada siklus 2 dengan nilai rata-rata 75,45 dengan ketuntasan hasil belajar
80%.
B. Saran
Berdasarkan kesimpulan yang telah diuraikan, dikemukakan beberapa
saran sebagai berikut :
1. Bagi guru Sekolah dasar dapat menggunakan model pembelajaran kooperatif
tipe Circ sebagai salah satu alternatif untuk peningkatan peningkatan
kemampuan mengapresiasi cerita fiksi padasiswa dalam mata pelajaran
Bahasa Indonesia.
2. Bagi praktisi atau instansi pendidikan lainnya dapat dijadikan pedoman untuk
menerapkan bentuk pembelajaran ini.
51
Bagi Peneliti berikutnya dapat mengembangkan penelitian dengan menggunakan
model pembelajaran kooperatif tipe circ dalam meningkatkan kompetensi siswa
yang lain.
52
DAFTAR PUSTAKA
Aminudin. 2004. Pengantar Apresiasi Karya Sastra. Bandung: Sinar Baru
Algensido
Asma Nur. 2006. Model Pembelajaran Kooperatif. Jakarta: Depdiknas.
Depdiknas.2006. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) Mata Pelajaran
Bahasa Indonesia. Jakarta: Depdiknas Djuanda, D. 2002. Pendidikan Keterampilan Berbahasa. Jakarta: Universitas
Terbuka Hafid, Abd. 2003. Mengefektifkan Pembelajaran Apresiasi Cerita Fiksi Melalui
Implementasi SAT Siswa Kelas V SD Negeri Simbersari. Tesis tidak di terbitkan: Universitas Negeri Malang.
Latri. 2004. Pembelajaran Bangun Ruang secara Konstruktivisme dengan
Menggunakan Alat Peraga di Kelas IV SDN 10 Watampone. Tesis tidak diterbitkan. Malang: Universitas Negeri Malang.
Moleong. 2001. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya. Mustakim, Nur. 2007. Apresiasi dan Teori Sastra di SD. Makassar: Universitas
Negeri Makassar. Nurkancana. 1986. Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Usaha Nasional (Online) http://makalhkumakalhmu.wordpress.com/hakikat-sastra-anak. Diakses,
6 April 2009 Ridayani. 2004. Memahami karya sastra.Bandung : Alumni Sanjaya, Wina. 2008. Strategi Pembelajaran. Jakarta: Kencana Prenada Media
Group. Slavin, R.E. 2005. Cooperative Learning: Theory, Research And Practice Second
Edition. Massachusetts : Allyn And Bacon Publishers Suharsimin, dkk. 2007. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Bumi Aksara Supriyadi. 2004. Pembelajaran Satra Yang Apresiatif dan Efektif di SD. Jakarta:
Depdiknas.
53
Suriyanti. 2004. Pembelajaran Apresiasi Sastra di SD Dengan Strategi Aktivitas Terbimbing. KTI tidak di terbitkan: Universitas Negeri Makassar.
Syafi’ie 1999. Pembelajaran Membaca di Kelas – Kelas Awal Sekolah Dasar.
Malang: Depdiknas universitas Negeri Malang. Trimansyah, B. 1999. Cerita Anak Kotemporer. Bandung: Nuansa. Wiriaatmadja, Rochiati. 2005 Metode Penelitian Tindakan Kelas. Bandung
Remaja Rosdakarya.
DAFTAR PUSTAKA
Aminudin. 2004. Pengantar Apresiasi Karya Sastra. Bandung: Sinar Baru Algensido
Asma Nur. 2006. Model Pembelajaran Kooperatif. Jakarta: Depdiknas.
Depdiknas. 2006. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) Mata Pelajaran Bahasa Indonesia. Jakarta: Depdiknas
Djuanda, D. 2002. Pendidikan Keterampilan Berbahasa. Jakarta: Universitas Terbuka Hafid, Abd. 2003. Mengefektifkan Pembelajaran Apresiasi Cerita Fiksi Melalui
Implementasi SAT Siswa Kelas V SD Negeri Simbersari. Tesis tidak di terbitkan: Universitas Negeri Malang.
Latri. 2004. Pembelajaran Bangun Ruang secara Konstruktivisme dengan Menggunakan Alat
Peraga di Kelas IV SDN 10 Watampone. Tesis tidak diterbitkan. Malang: Universitas Negeri Malang.
Moleong. 2001. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya. Mustakim, Nur. 2007. Apresiasi dan Teori Sastra di SD. Makassar: Universitas Negeri
Makassar. Nurkancana. 1986. Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Usaha Nasional (Online) http://makalhkumakalhmu.wordpress.com/hakikat-sastra-anak. Diakses, 6 April
2009 Ridayani. 2004. Memahami karya sastra. Bandung : Alumni Sanjaya, Wina. 2008. Strategi Pembelajaran. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. Slavin, R.E. 2005. Cooperative Learning: Theory, Research And Practice Second Edition.
Massachusetts : Allyn And Bacon Publishers Suharsimin, dkk. 2007. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Bumi Aksara Supriyadi. 2004. Pembelajaran Satra Yang Apresiatif dan Efektif di SD. Jakarta: Depdiknas.
DAFTAR HADIR SISWA KELAS IV
SDI TABUAKANG
KECAMATAN TURATEA KABUPATEN JENEPONTO
SIKLUS I
NO
NAMA
PERTEMUAN
I II III
1 Ha √ √ √
2 Fa √ √ √
3 Ap √ A √
4 Me √ √ √
5 Sb √ √ √
6 Yl √ √ √
7 Na S S √
8 Fi √ √ √
9 Ki √ √ √
10 Ea √ √ √
11 Li √ √ √
12 Aa √ √ √
13 La √ √ √
14 Sr √ A √
15 Si √ √ √
DAFTAR HADIR SISWA KELAS IV
SDI TABUAKANG
KECAMATAN TURATEA KABUPATEN JENEPONTO
SIKLUS II
NO
NAMA
PERTEMUAN
I II III
1 Ha √ √ √
2 Fa √ √ √
3 Ap √ √ √
4 Me √ √ √
5 Sb √ √ √
6 Yl √ √ √
7 Na √ √ √
8 Fi √ √ √
9 Ki √ √ √
10 Ea √ √ √
11 Li √ √ √
12 Aa √ √ √
13 La √ √ √
14 Sr √ √ √
15 Si √ √ √
No Nama Aspek yang dinilai Jumlah skor Nilai akhir Ketuntasan I II III IV V 1. HT 4 4 5 4 5 22 88 Tuntas
2. FS 4 4 4 4 4 20 80 Tuntas
3. AP 5 4 4 4 5 22 88 Tuntas
4. ME 4 4 4 3 5 20 80 Tuntas
5. SB 4 4 4 3 5 20 80 Tuntas
6. YL 4 3 4 4 3 18 72 Tuntas
7. NA 4 4 4 4 3 19 76 Tumtas
8. FN 4 4 5 3 4 20 80 Tuntas
9. KT 3 3 4 4 4 18 72 Tuntas
10. EL 3 4 4 2 3 16 64 Tidak tuntas
11. LA 4 4 5 5 4 20 80 Tuntas
12. AS 3 4 4 3 4 18 72 Tuntas
13. LI 2 3 3 4 3 15 60 Tidak tuntas
14 SR 4 4 3 3 3 17 68 Tidak tuntas
15 SD 4 3 4 3 4 18 72 Tuntas
Jumlah 1132
Nilai rata-rata 75.47
Nilai < 70 20%
Nilai ≥ 70 80%
Ketuntasan klasikal 80%
Keterangan :
Aspek yang dinilai
I. Lafal II. Intonasi III. Kelancaraan IV. Ekspresi berbicara V. Pemahaman isi
Data Hasil LKS Siklus I
No
Nama
Skor Nilai
Nilai
1
(100)
1. Ha 70 70
2. Fa 60 60
3. Ap 70 70
4. Me 80 80
5. Sb 60 60
6. Yl 60 60
7. Na 70 70
8. Fi 80 80
9. Ki 70 70
10. Ea 70 70
11. Li 70 70
12. Aa 70 70
13. La 70 70
14 Sr 60 50
15 Si 60 50
Jumlah 990
Rata-rata 66
Data Hasil LKS Siklus II
No
Nama
Skor Soal
Nilai 1
(100)
1. Ha 100 100
2. Fa 80 80
3. Ap 90 90
4. Me 90 90
5. Sb 100 100
6. Yl 80 80
7. Na 80 80
8. Fi 90 90
9. Ki 90 90
10. Ea 90 90
11. Li 90 90
12. Aa 80 80
13. La 90 90
14 Sr 80 80
15 Si 80 80
Jumlah 1290
Rata-rata 86
Data Hasil Penilaian Evaluasi siklus 1
No Nama Aspek yang dinilai Jumlah skor Nilai akhir Ketuntasan I II III IV V
1. Ha 4 4 4 3 5 20 80 Tuntas 2. Fa 4 3 4 5 4 20 68 Tidak tuntas 3. Ap 4 3 4 4 4 19 76 Tuntas 4. Me 3 3 4 3 4 17 68 Tidak tuntas 5. Sb 2 3 4 3 3 15 60 Tidak tuntas 6. Yl 3 3 4 2 3 15 60 Tidak tuntas 7. Na 4 4 3 2 3 16 64 Tidak tuntas 8. Fi 4 3 3 3 4 17 68 Tidak tuntas 9. Ki 3 3 4 2 3 15 60 Tidak tuntas 10. Ea 3 4 4 2 3 16 64 Tidak tuntas 11. Li 4 4 5 3 4 20 80 Tuntas 12. Aa 3 4 4 3 4 18 72 Tuntas 13. La 2 3 3 4 3 15 60 Tidak tuntas 14 Sr 4 4 3 3 3 17 68 Tidak tuntas 15 Si 4 3 4 3 4 18 72 Tuntas
Jumlah 1008
Nilai rata-rata 67,2
Nilai < 70 73,33%
Nilai ≥ 70 26,,67%
Ketuntasan klasikal 26,67% Keterangan :
Aspek yang dinilai : I. Lafal II. Intonasi III. Kelancaran IV. Ekspresi V.pemahaman isi
Data Hasil Penilaian Evaluasi Siklus 2
No Nama Aspek yang dinilai Jumlah skor Nilai akhir Ketuntasan I II III IV V 1. Ha 4 4 5 4 5 22 88 Tuntas
2. Fa 4 4 4 4 4 20 80 Tuntas
3. Ap 5 4 4 4 5 22 88 Tuntas
4. Me 4 4 4 3 5 20 80 Tuntas
5. Sb 4 4 4 3 5 20 80 Tuntas
6. Yl 4 3 4 4 3 18 72 Tuntas
7. Na 4 4 4 4 3 19 76 Tumtas
8. Fi 4 4 5 3 4 20 80 Tuntas
9. Ki 3 3 4 4 4 18 72 Tuntas
10. Ea 3 4 4 2 3 16 64 Tidak tuntas
11. Li 4 4 5 5 4 20 80 Tuntas
12. Aa 3 4 4 3 4 18 72 Tuntas
13. La 2 3 3 4 3 15 60 Tidak tuntas
14 Sr 4 4 3 3 3 17 68 Tidak tuntas
15 Si 4 3 4 3 4 18 72 Tuntas
Jumlah 1132 Nilai rata-rata 75.47 Nilai < 70 20%
Nilai ≥ 70 80% Ketuntasan klasikal 80% Keterangan :
Aspek yang dinilai : I. Lafal II. Intonasi III. Kelancaran IV. Ekspresi V.pemahaman isi
HASIL OBSERVASI AKTIVITAS GURU SIKLUS I
Nama Guru : NURSYAMSI
Kelas : IV
No
KomponenKeterampilan Proses Aspek Yang Diamati
KategoriPenilaian
SB B C K SK
1. Preview Tahappreview merupakantahapawaldariStrategi. Dalamtahapini guru memberikanbahanbacaankepadasiswadanmengimformasikanbagaimana ide pokok/tujuanpembelajaran yang hendakdicapai.
√
2. Question Dalamtahapini guru mengimformasikankepadamurid agar memperhatikanmaknadaribacaansertamemberikantugasmembuatpertanyaanmenggunakan kata apa, mengapa, siapadanbagaiamana.
√
3. Read Dalamtahapini read, guru memberikantugaskepadamuriduntukmembacadanmenanggapi/menjawabpertanyaan yang telahdisusunsebelumnya.
√
4. Reflect Mensimulasikan/mengimformasikanmateri yang adapadabahanbacaan.
√
5. Recite Padatahapini guru memintamuridmembuatintisaridarikeseluruhanpembahasanpelajaran yang dipelajari.
√
6. Review Tahapterakhirdaripembelajaraniniadalahmenugaskanmuridmembacaintisaridanmemintamuridmembacakembalibahanbacaanjikamasihbelumyakindenganjawabannya.
√
Keterangan:
SB: Sangat Baik
B : Baik
C : Cukup
K: Kurang
SK: Sangat Kurang
Observer
H.Suhapid.,S.Pd NIP : 19640320 198611 100 1
HASIL OBSERVASI AKTIVITAS GURU SIKLUS II
Nama Guru : NURSYAMSI
Kelas : IV
No
KomponenKeterampilan Proses Aspek Yang Diamati
KategoriPenilaian
SB B C K SK
1. Preview Tahap preview merupakan tahap awal dari Strategi. Dalam tahap ini guru memberikan bahan bacaan kepada siswa dan mengimformasikan bagaimana ide pokok/tujuan pembelajaran yang hendak dicapai.
√
2. Question Dalam tahap ini guru mengimformasikan kepada murid agar memperhatikan makna dari bacaan serta memberikan tugas membuat pertanyaanmenggunakan kata apa, mengapa, siapadanbagaiamana.
√
3. Read Dalamtahapini read, guru memberikantugaskepadamuriduntukmembacadanmenanggapi/menjawabpertanyaan yang telahdisusunsebelumnya.
√
4. Reflect Mensimulasikan/mengimformasikanmateri yang adapadabahanbacaan.
√
5. Recite Padatahapini guru memintamuridmembuatintisaridarikeseluruhanpembahasanpelajaran yang dipelajari.
√
6. Review Tahapterakhirdaripembelajaraniniadalahmenugaskanmuridmembacaintisaridanmemintamuridmembacakembalibahanbacaanjikamasihbelumyakindenganjaw
√
abannya.
Keterangan:
SB: Sangat Baik
B : Baik
C : Cukup
K: Kurang
SK: Sangat Kurang
Observer
H.Suhapid.,S.Pd NIP : 19640320 198611 100 1
LEMBAR OBSERVASI GURU
(SIKLUS I)
Nama Sekolah : SDI 115 Tabuakang
Tahun Pelajaran : 2014/2015
Kelas/Semester : IV / I
Pokok Bahasan : Mendengarkan Dongeng
No Aspek yang diamati Penilaian Ya Tidak
1
2
Kegiatan Awal • Memberikan salam • Berdoa dan mengecek kehadiran siswa • Guru mempersiapkan fasilitas yang terkait
dengan pembelajaran • Guru melakukan apersepsi seperti
menanyakan pelajaran yang sebelumnya dan mengaitkannya dengan pelajaran sekarang yang ada kaitannya dalam kehidupan sehari-hari.
• Menyampaikan tujuan pembelajaran yang akan dicapai dan menjelaskan tentang cara kegiatan belajar yang akan dilakukan
• Siswa dimotivasi agar melaksanakan kegiatan dengan penuh semangat.
• Membagi siswa kedalam 5 kelompok (setiap kelompok terdiri dari 4 orang) secara heterogen. (Komponen Masyarakat Belajar.
Kegiatan Inti • Guru membagikan beberapa daun yang
berbeda pada setiap kelompok kemudian menyuruh siswa mengamati daun tersebut untuk mengembangkan pengetahuan awalnya berdasarkan pada pengetahuan barunya (komponen kontruktivisme)
• Guru bertanya kepada siswa tentang bagian-bagian daun, bentuk-bentuk daun serta fungsinya berdasarkan pengamatan (Komponen Bertanya)
• Guru membagikan LKS pada setiap kelompok untuk dikerjakan
• Guru meminta siswa mendiskusikan jawaban setiap kelompok (komponen masyarakat
√ √ √ √ √ √ √ √ √ √
√
√
√ √
√
3
belajar). • Guru membimbing siswa dalam kerja
kelompok sehingga siswa aktif • Guru meminta siswa mempresentasekan hasil
diskusi kelompoknya dan kelompok yang lain menanggapinya (komponen pemodelan).
• Guru memberikan penguatan atau pujian kepada setiap kelompok yang mengerjakan LKS dengan benar
• Guru membagikan tes formatif kepada siswa untuk dikerjakan
• Guru melakukan penilaian terhadap hasil tes atau pekerjaan siswa (komponen penilaian nyata).
Kegiatan Akhir • Guru meminta siswa untuk mengungkapkan
pertanyaan yang belum dipahami • Guru meminta Siswa merangkum materi
pelajaran sebagai kegiatan refleksi (komponen refleksi).
• Guru memotivasi kepada siswa untuk rajin belajar dan mengulangi pelajaran di rumah.
√ √ √ √
% Ketuntasan 78,95% 21.05%
Pengamat
H.Suhapid.,S.Pd
LEMBAR OBSERVASI GURU
(SIKLUS II)
Nama Sekolah : SDI 115 Tabuakang
Tahun Pelajaran : 2014/2015
Kelas/Semester : VI / I
Pokok Bahasan : Mendengarkan Dongeng
No Aspek yang diamati Penilaian Ya Tidak
1
2
3
Kegiatan Awal • Memberikan salam • Berdoa dan mengecek kehadiran siswa • Guru mempersiapkan fasilitas yang terkait
dengan pembelajaran • Guru melakukan apersepsi seperti
menanyakan pelajaran yang sebelumnya dan mengaitkannya dengan pelajaran sekarang yang ada kaitannya dalam kehidupan sehari-hari.
• Menyampaikan tujuan pembelajaran yang akan dicapai dan menjelaskan tentang cara kegiatan belajar yang akan dilakukan
• Siswa dimotivasi agar melaksanakan kegiatan dengan penuh semangat.
• Membagi siswa kedalam 5 kelompok (setiap kelompok terdiri dari 4 orang) secara heterogen. (Komponen Masyarakat Belajar.
Kegiatan Inti • Guru membagikan beberapa daun yang
berbeda pada setiap kelompok kemudian menyuruh siswa mengamati daun tersebut untuk mengembangkan pengetahuan awalnya berdasarkan pada pengetahuan barunya (komponen kontruktivisme)
• Guru bertanya kepada siswa tentang bagian-bagian daun, bentuk-bentuk daun serta fungsinya berdasarkan pengamatan (Komponen Bertanya)
• Guru membagikan LKS pada setiap kelompok untuk dikerjakan
• Guru meminta siswa mendiskusikan jawaban setiap kelompok (komponen masyarakat
√ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
√
belajar). • Guru membimbing siswa dalam kerja
kelompok sehingga siswa aktif • Guru meminta siswa mempresentasekan hasil
diskusi kelompoknya dan kelompok yang lain menanggapinya (komponen pemodelan).
• Guru memberikan penguatan atau pujian kepada setiap kelompok yang mengerjakan LKS dengan benar
• Guru membagikan tes formatif kepada siswa untuk dikerjakan
• Guru melakukan penilaian terhadap hasil tes atau pekerjaan siswa (komponen penilaian nyata).
Kegiatan Akhir • Guru meminta siswa untuk mengungkapkan
pertanyaan yang belum dipahami • Guru meminta Siswa merangkum materi
pelajaran sebagai kegiatan refleksi (komponen refleksi).
• Guru memotivasi kepada siswa untuk rajin belajar dan mengulangi pelajaran di rumah.
√ √ √ √ √ √
% Ketuntasan 100 %
Pengamat
H.Suhapid.,S.Pd
LEMBAR AKTIVITAS SISWA
(SIKLUS I)
Nama Sekolah : SDI 115 Tabuakang
Tahun Pelajaran : 2014/2015
Kelas/Semester : IV / I
Pokok Bahasan : Mendengarkan Dongeng
No Aktivitas Pertemuan I II Rata-Rata
1 Jumlah siswa yang hadir pada saat kegiatan pembelajaran 12 14 13,5
2 Siswa yang memperhatikan pada saat proses pembelajaran 3 5 4
3 Siswa yang bertanya tentang materi pelajaran yang belum dimengerti. 5 7 6
4 Siswa yang dapat merespon setiap pertanyaan yang diajukan 5 7 6
5 Siswa yang aktif memberikan tanggapan terhadap materi yang telah dijelaskan 4 6 5
6 Siswa yang dapat menarik kesimpulan materi 5 7 6
LEMBAR AKTIVITAS SISWA
(SIKLUS II)
Nama Sekolah : SDI 115 Tabuakng
Tahun Pelajaran : 2014/2015
Kelas/Semester : IV / I
Pokok Bahasan : Mendengarkan Dongeng
No Aktivitas Pertemuan I II Rata-Rata
1 Jumlah siswa yang hadir pada saat kegiatan pembelajaran 15 15 15
2 Siswa yang memperhatikan pada saat proses pembelajaran 7 9 8
3 Siswa yang bertanya tentang materi pelajaran yang belum dimengerti. 7 9 8
4 Siswa yang dapat merespon setiap pertanyaan yang diajukan 8 10 9
5 Siswa yang aktif memberikan tanggapan terhadap materi yang telah dijelaskan 7 9 8
6 Siswa yang dapat menarik kesimpulan materi 6 8 7
Jawablah pertanyaan berikut sesuai dengan isi dongeng diatas.
1. Apa tema dongeng di atas ? 2. Mengapa pak Kikir mengadakan sebuah pesta ? 3. Apa yang menyebabkan banjir melanda ? 4. Menurut bacaan di atas apa arti kata “ Cianjur “ 5. Apa yang di lakukan nenek tua saat berada di atas bukit ?
EVALUASI SISWA SIKLUS 1
KUNCI JAWABAN
1. Asal Mula Kota Cianjur 2. Pak Kikir mengadakan sebuah pesta karena takut jika panen berikutnya gagal 3. Yang menyebabkan banjir kota tersebut karena nenek tua yang menancapkan
tongkatnya ke tanah,kemudian di cabutnya lagi, dari lubang tancapan itu memancar air sangat deras.
4. Arti kata Cianjur menurut bacaan di atas adalah Ci berarti air, Cianjur berarti daerah yang cukup air
5. Yang di lakukan nenek saat sampai di atas bukit adalah menancapkan tongkatnya ke tanah.
Jawablah pertanyaan dibawah ini sesuai dengan bacaan di atas
1. Sebutkan tempat kejadian dalam dongeng di atas ! 2. Sebutkan tokoh – tokoh yang terdapat dalam dongeng di atas ! 3. Apa judul dongeng di atas ? 4. Apa yang di lakukan tuan tanah saat di kandang kuda ? 5. Apa yang di lakukan tuan tanah saat melihat kudanya ?
EVALUASI SISWA SIKLUS 2
KUNCI JAWABAN SIKLUS 2 1. Tempat kejadian dalam dongeng di atas terdapat di Kota Damai 2. Tokoh – tokoh yang terdapat daalam dongen di atas adalah seorang
raja yang bijaksana dan tuan tanah yang tamak 3. Judul dongeng di atas adalah Lonceng Keberuntungan Kota Damai 4. Yang di lakukan tuan tanah saat berada di kandang kudanya yaitu
dia mencambuti dan mengusir kuda itu 5. Saat tuang tanah melihat kudanya ia menjadi sangat malu dan
segera berlutut di hadapan sang raja.
RIWAYAT HIDUP
Nursyamsi dilahirkan pada tanggal 16 Juli 1987 di Bonto
Karaeng, anak kedua dari tiga bersaudara, anak dari pasangan ayahanda H.Siko
dan Ibunda Hj Ruki.
Riwayat pendidikan Sekolah Dasar di SDN 36 Lapporo Kabupaten Bantaeng
diselesaikan tahun 2000, melanjutkan pendidikan ke Sekolah Lanjutan Tingkat
Pertama di SMP 4 Bissappu tamat tahun 2003. Kemudian melanjutkan pendidikan
ke Sekolah Lanjutan Tingkat Atas di SMA 1 Kelara Jeneponto dan selesai pada
tahun 2006. Pada tahun 2010 penulis melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi
Universitas Muhammdiyah Makassar, lulus masuk di Program Studi Pendidkan
Guru Sekolah Dasar (PGSD) S1.