46
PREEKLAMPSIA BERAT Kezia Natania Sudibyo Wisnu Sonjaya 11-2013-073 PEMBIMBING : dr . FX Widiarso , SpOG DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK 1

PREEKLAMPSIA BERAT

  • Upload
    ukrida

  • View
    6

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

PREEKLAMPSIA BERAT

Kezia Natania Sudibyo Wisnu Sonjaya

11-2013-073

PEMBIMBING :

dr. FX Widiarso, SpOG

DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK

1

KEBIDANAN DAN PENYAKIT KANDUNGAN RS MARDI RAHAYU

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRIDA WACANA

PERIODE 14 JULI – 20 SEPTEMBER 2014

KEPANITERAAN KLINIK

STATUS OBSTETRI

FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA

Jl. Arjuna Utara No. 6. Kebon Jeruk- Jakarta Barat

SMF OBSTETRI RS MARDI RAHAYU KUDUS

Nama : Kezia Natania Sudibyo Wisnu S.

Tanda tangan :

NIM : 11.2013.073

Dr pembimbing / penguji : Dr. FX. Widiarso,Sp.OG

IDENTITAS PASIEN

Nama lengkap : Ny. SY Jenis kelamin : PerempuanUmur : 40 tahun Suku bangsa : JawaStatus perkawinan : Kawin

(GVPIV(+2)A0)

Agama : Islam

Pekerjaan : Buruh PT Djarum Pendidikan : SDAlamat : Tanjungkarang RT 03

/ RW 06, Jati, Kudus

Masuk Rumah Sakit : 26 Juli

2014

Pukul 14.20 WIBNama suami : Tn. S

Umur : 38 tahun

Pekerjaan : Buruh

2

Alamat : Tanjungkarang RT 03 / RW 06, Jati, Kudus

Anamnesis

Dilakukan autoanamnesis tanggal 26 Juli 2014 Pukul 14.30

WIB

Keluhan utama

Perut terasa kenceng-kenceng sejak pagi.

Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang dengan keluhan perut kenceng-kenceng yang

dirasakan sejak 6 jam SMRS. Perut kencang-kencang hilang

timbul, makin lama dirasakan makin sering. Selain perut

kenceng-kenceng pasien tidak merasakan adanya lendir atau

cairan yang keluar dari jalan lahir. Pasien juga tidak

merasa demam, pusing kepala, mual muntah, mata berkunang-

kunang, dan pemandangan kabur. Nafsu makan selama kehamilan

baik. BAB dan BAK lancar tidak ada masalah. Pasien

mengatakan ini kehamilan yang kelima. Pasien tidak pernah

mengalami keguguran. Pasien tidak rutin memeriksakan

kehamilannya setiap bulan di bidan. Pasien mengaku memiliki

riwayat tekanan darah tinggi, semenjak kehamilan kelima ini

tetapi tidak ingat sejak kapan muncul tekanan darah tinggi

tersebut. Pasien mengatakan tidak mengkonsumsi obat apapun

untuk mengontrol tekanan darah tingginya. Tidak ada riwayat

operasi sebelumnya. Pasien mengatakan hari pertama haid

terakhirnya adalah 25 November 2013. Riwayat menstruasi

teratur.

Riwayat Kehamilan3

Hari pertama Haid Terakhir adalah 25 November 2013, ANC

tidak rutin, pasien tidak memiliki riwayat KB, dan tekanan

darah tinggi merupakan masalah yang ditemukan semenjak

kehamilan kelima.

Riwayat Haid

Menarche : 12 tahun

Siklus : 28 hari

Lama : 7 hari

Dismenorrhea : (-)

Leukorrhea : (-)

Menopause : (-)

HPHT : 25 November 2013

HPL : 1 Agustus 2014

- Perkawinan 2 kali

- Menikah ke-1 usia : 21 tahun

- Menikah ke-2 usia : 39 tahun

- Lama menikah : 1 tahun

- Riwayat KB : Tidak ada

- ANC tidak teratur ke bidan

Riwayat Kehamilan Riwayat Kehamilan dan Kelahiran

Hami

l ke

Usia

kehamil

an

Jenis

persali

nan

Penyul

it

Penolon

g

Jenis

kelamin

BB/TB

lahir

Umur

sekara

ng

1 8

bulan

Partus

sponta

- Bidan Laki-

laki

lupa 17

4

n

2 9

bulan

Partus

sponta

n

- Dukun

berana

k

Perempu

an

lupa 14

3 9

bulan

Partus

sponta

n

- Dukun

berana

k

Laki-

laki

lupa +

4 9

bulan

Partus

sponta

n

- bidan Laki-

laki

lupa +

5 2014 (Hamil ini) 40 minggu

Riwayat Penyakit Dahulu

Os memiliki riwayat tekanan darah tinggi dari semenjak

kehamilan terakhir.

Tidak pernah menderita penyakit jantung, kencing manis,

asma dan alergi.

Os tidak memiliki riwayat operasi sebelumnya

Riwayat Penyakit Keluarga

Tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit jantung,

darah tinggi, kencing manis, asma dan alergi.

Pemeriksaan Fisik

Keadaan umum : Baik

Kesadaran : Compos mentis

Tekanan darah : 160/100 mmHg5

Nadi : 80x/menit

Pernafasan : 16x/menit

Suhu : 36,5oC

Mata : Konjungtiva anemis -/- , Sklera ikterik

-/-

Telinga : tidak tampak kelainan

Hidung : tidak tampak kelainan

Mulut/gigi : tidak tampak kelainan

Leher : tidak tampak pembesaran KGB dan

tiroid

Jantung : BJ I-II reguler murni, gallop (-), murmur

(-)

Thorak : Suara napas dasar vesikuler, rhonki

-/-, wheezing -/-

Abdomen : Tampak membuncit sesuai masa kehamilan,

linea nigra (+), dan

striae gravidarum (-), bekas operasi

laparatomi (-), BU (+)

Ekstremitas : Edema -/-

Status Obstetrikus

Pemeriksaan Luar

Wajah : Chloasma gravidarum (-)

Payudara : pembesaran payudara (+), hiperpigmentasi areola

mammae (+), puting

susu menonjol (+), pengeluaran ASI (-)

Abdomen :

6

Inspeksi : Membuncit sesuai usia kehamilan, linea

nigra (+) dan striae gravidarum

(-), sikatrik (-), bekas operasi laparotomi (-)

Palpasi :

Leopold I : Tinggi Fundus Uteri 2 jari di bawah

processus xyphoideus, 34

cm, teraba bagian bulat, dan lunak, tidak

melenting di sebelah

atas.

Tafsiran Berat Janin = (34 cm - 12) x 155

= 3410 gr

Leopold II : teraba bagian memanjang dan keras di

sebelah kanan, dan teraba

bagian terkecil di sebelah kiri.

Leopold III : teraba bulat, keras, dan melenting di

bagian bawah

Leopold IV : kepala sudah masuk PAP, 3/5

Auskultasi : denyut jantung janin (+) 140 x/menit

His (+) 2x dalam 10 menit selama 30 detik.

Refleks Patella (+)

Pemeriksaan dalam (VT)

pembukaan Ø 9 cm, effacement 50%, KK (+)

bagian bawah janin kepala, Hodge II

Teraba kepala, UUK, point of direction kiri lintang

7

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan Laboratorium tanggal 26 Juli 2014 jam 14.40

Darah rutin

Hemoglobin 12,5 g/dL (N: 11,7 – 15,5)

Leukosit 12,69 (H) (N: 3.600 – 11.000)

Eosinofil% 0,8 % (L) (N: 1-3)

Basofil% 0,2 % (N: 0-1)

Neutrofil % 75,5 % (H) (N: 50-70)

Limfosit% 16,7 % (L) (N: 25-40)

Monosit% 6,8 % (N: 2-8)

MCV 81,7 mikro m3 (N: 80-100)

MCH 27,8 pg (N: 26-34)

MCHC 34,1 g/dL (N: 32-36)

Hematokrit 36,7 % (N: 30-43)

Trombosit 271.000 (N: 150.000-440.000)

Eritrosit 4,49 juta (N: 3,8 – 5,2)

RDW 14,4 % (N: 11,5 - 14,5)

PDW 16,7 % (N: 10-18)

MPV 12,4 mikro m3 (H) (N: 6,8 – 10)

Golongan darah/Rh A/+

Waktu perdarahan/BT 1,30 menit (N: 1-3)

Waktu pembekuan/CT 5,30 menit (N: 2-6)

Urine = protein urine 2+

Ringkasan/Resume

Keluhan

8

Pasien datang dengan keluhan perut kenceng-kenceng yang

dirasakan sejak 6 jam SMRS. Perut kencang-kencang hilang

timbul, makin lama dirasakan makin sering. Pasien

mengatakan ini kehamilan yang kelima. Pasien tidak mengeluh

mual, muntah, pusing, mata berkunang, dan mata tidak kabur.

Pasien mengatakan tidak rutin memeriksakan kehamilannya

setiap bulan dan mengetahui bahwa pasien memiliki tekanan

darah tinggi selama pemeriksaan yang dilakukan pada

kehamilan terakhir ini.

Riwayat Haid

Menarche : 12 tahun

Siklus : 28 hari

Lama : 7 hari

HPHT : 25 November 2013

HPL : 1 Agustus 2014

Tekanan darah : 160/100 mmHg

Nadi : 80x/m

Pernapasan : 16x/m

Suhu : 36,5oC

Pemeriksaan Luar

Payudara : pembesaran payudara (+), hiperpigmentasi areola

mammae (+), puting

menonjol

Abdomen :

Inspeksi : perut membuncit, linea nigra (+)

9

Palpasi :

Leopold I : Tinggi fundus uteri 2 jari di

bawah processus

xyphoideus, 31 cm, teraba bagian

bulat, tidak melenting,

dan lunak di sebelah atas.

Tafsiran Berat Janin = (34 cm - 12) x

155 = 3410 gr

Leopold II : teraba bagian memanjang dan

keras di sebelah kanan

dan teraba bagian terkecil di sebelah

kiri

Leopold III : teraba bulat, keras, dan melenting

Leopold IV : kepala sudah masuk PAP, 3/5

Auskultasi : denyut jantung janin (+) 140 x/menit

His (+) 2x dalam 10 menit selama 30 detik

Pemeriksaan dalam

pembukaan Ø 9 cm, effacement 50%, KK (+)

bagian bawah janin kepala, Hodge II

teraba kepala, UUK, point of direction kiri lintang

Diagnosis Kerja

• GVPIV(+2)A0, 40 tahun, hamil 40 minggu

• Anak I hidup intrauterin

• Presentasi terendah kepala, sudah masuk PAP, puka

• Inpartu kala I fase aktif

10

• PEB

Rencana pengelolaan

• Sikap :

Non-Medika Mentosa : Pengawasan 10 evaluasi tiap

1 jam

Oksigen 3 liter

Pasien berbaring miring ke kanan

Tidak boleh mengejan jika tidak

ada his

Pasang kateter

Medika Mentosa : Infus RL + MgSO4 15 cc 20

tpm

Bolus MgSO4 10 cc IV pelan

Metildopa 2 x 500 mg

• Tindakan :

Lahirkan secara spontan jika pembukaan sudah lengkap

dan his adekuat

Follow Up

Tanggal 26 Juli 2014, Jam 15.00 WIB

S : Perut terasa kencang-kencang kurang lebih 2 kali dalam

10 menit.

Pusing (-),mual (-), muntah (-), nyeri ulu ati (-),

pandangan kabur (-)

O : KU : baik

TD : 160 / 100 mmHg RR: 20 x/menit

HR : 80 x/menit T : 36,5°C

11

DJJ: 140 x/menit

HIS : 2x / 10 menit

PPV : (+) lendir darah

Tanda – tanda inpartu kala II ( + )

VT :

Ø 10 cm, KK ( - ) Eff 100%

Bagian bawah janin kepala ↓ H 3+

Teraba kepala, UUK, depan

A : GVPIV(+2)A0, 40 tahun, hamil 40 minggu

Anak I hidup intrauterin

Presentasi kepala, sudah masuk PAP, puka

Inpartu kala II, PEB

P : ibu mulai dipimpin mengejan jika ada his

DJJ diperiksa setiap his hilang

LAPORAN PERSALINAN

Tangg

al

Jam Laporan

26

Juli

2014

15.

15

S = Ketuban Pecah

Ibu ingin mengejan

O = KU : baik

TD : 160 / 100 mmHg RR: 20

x/menit

HR : 88 x/menit T :

36,5°C

DJJ: 142 x/menit

HIS : 2x/10 menit

PPV : (+) air ketuban

12

Vulva dan anus terbuka

VT : Pembukaan lengkap, KK (-),

bagian bawah janin kepala turun

hodge 3+, UUK di depan

A : GVPIV(+2)A0, 40 tahun, hamil

40 minggu

Anak I hidup intrauterin

Presentasi kepala, sudah

masuk PAP, puka

Inpartu kala II

PEB

Sikap : pimpin mengejan bila

ada his

Pengawasan 915.

30

S : lemas, mata sedikit

berkunang-kunang

O : KU : baik

RR: 20 x/menit

HR : 76 x/menit

HIS (+)

Bayi lahir dengan cara partus

spontan

Bayi perempuan, berat badan 3200

gram, panjang badan 51 cm, APGAR

SCORE 9-10-10

Perineum intak

A : PV(+2)A0, 40 tahun

13

Inpartu kala III

Post partum

P : lahirkan plasenta15.

40

Plasenta lahir secara manual,

kotiledon lengkap

Pengawasan kala IV tiap 15 menit

selama 1 jam pertama

Pengawasan kala IV tiap 30 menit 1

jam berikutnya

Terapi :

1. Oksigen 3 liter

2. Infus RL + MgSO4 15 cc +

Oxytocin 10 unit dalam infus 20

tpm

3. Amoksisillin 500 mg + Asam

Klavulanat 125 mg (x3) p.o

4. Methylergometrine maleate 2 x

0,125 mg p.o

5. Multivitamin & Zinc 1 x 1

tablet p.o

6. Metildopa 1 x 250 mg p.o

Prognosis

Power : ad bonam

Passage : ad bonam

Passanger : ad bonam

14

Follow Up Post Partus Spontan

Tanggal 26 Juli 2014, Jam 18.00 WIB

S : pasien mengeluh perut mules

O : KU = baik

Kes = CM

TD = 100/70 mmHg RR = 20 x/menit

HR = 100 x/menit Suhu = 36oC

Mata = CA -/- ; SI -/-

Mammae = ASI +/+ ; putting menonjol,

hiperpigmentasi areola mammae (+)

Thorax = Vesikuler, Rh -/-, Wh -/-

BJ I-II reguler, murmur (-), gallop (-)

Abdomen = TFU = 2 jari dibawah pusat

BU (+)

Extremitas = edema kaki -/-

PPV = perdarahan ± 500 cc

A : PV(+2)A0, 40 tahun, post partus spontan j 15.30 dengan

PEB

P : Misoprostol 3 tablet (@200 µg/tab) supp

pengawasan perdarahan dan vital sign tiap 2 jam

tirah baring

Infus RL + MgSO4 15 cc + Oxytocin 10 unit dalam infus

20 tpm

Amoksisillin 500 mg + Asam Klavulanat 125 mg (x3) p.o

Methylergometrine maleate 2 x 0,125 mg p.o

Multivitamin & Zinc 1 x 1 tablet p.o

Metildopa 1 x 250 mg p.o

15

Tanggal 27 Juli 2014, Jam 05.00 WIB

S : perut masih terasa nyeri tetapi nyerinya berkurang

O : KU = Baik

Kesadaran = Compos mentis

TD = 130/80 mmHg RR = 20 x/menit

HR = 80 x/menit Suhu = 36,5ºC

Mata = CA -/-, SI -/-

Thorax = Vesikuler, Rh -/-, Wh -/-

BJ I/II reguler, murmur (-), gallop (-)

Abdomen = TFU = 2 jari dibawah pusat

PPV = Lochea rubra (+) 1 kotek

Extremitas = edem kaki (-/-)

A : PV(+2)A0, 40 tahun, post partus spontan hari ke-I

dengan PEB

P : mobilisasi, pasien pulang

16

TINJAUAN PUSTAKA

Hipertensi adalah tekanan darah sistolik dan diastolik ≥

140/90 mmHg. Pengukuran tekanan darah sekurang-kurangnya

dilakukan 2 kali selang 4 jam. Kenaikan tekanan darah

sistolik ≥ 30 mmHg dan kenaikan tekanan darah diastolik ≥

15 mmHg sebagai parameter hipertensi sudah tidak dipakai

lagi. Klasifikasi yang dipakai di Indonesia adalah

berdasarkan Report of the National High Blood Pressure Education Program

Working Group on High Blood Pressure in Pregnancy tahun 2001

adalah :1,2

Hipertensi kronik

Hipertensi kronik adalah hipertensi yang timbul

sebelum umur kehamilan 20 minggu atau hipertensi yang

17

pertama kali didiagnosis setelah umur kehamilan 20

minggu dan hipertensi menetap sampai 12 minggu pasca

persalinan.

Preeklampsia

Pre-eklampsia adalah hipertensi yang timbul setelah 20

minggu kehamilan disertai dengan proteinuria (300 mg

protein dalam urin selama 24 jam atau sama dengan ≥ 1+

dipstick) serta edema generalisata (anasarka) atau

kenaikan berat badan > 0,57 kg/minggu.

Eklampsia

Eklampsia adalah pre-eklampsia yang disertai dengan

kejang-kejang dan/atau koma.

Hipertensi kronik dengan superimposed pre-eklampsia

Hipertensi kronik dengan superimposed pre-eklampsia

adalah hipertensi kronik disertai tanda-tanda pre-

eklampsia atau hipertensi kronik disertai proteinuria.

Hipertensi gestasional (transient hypertension)

Hipertensi gestasional adalah hipertensi yang timbul

pada kehamilan tanpa disertai proteinuria dan

hipertensi menghilang setelah 3 bulan pasca persalinan

atau kehamilan dengan tanda-tanda pre-eklampsia tetapi

tanpa proteinuria.

Preeklamsia1,2

18

Preeklampsia ialah penyakit dengan tanda-tanda khas tekanan

darah tinggi (hipertensi), pembengkakan jaringan (edema

anasarka), dan ditemukannya protein dalam urin

(proteinuria) yang timbul karena kehamilan.

Preeklampsia dan eklampsia adalah penyakit hipertensi dalam

kehamilan dengan gejala utama hipertensi akut pada wanita

dengan usia kehamilan lebih dari 20 minggu dan wanita dalam

masa nifas. Pada wanita tingkat tanpa kejang disebut

preeklampsia dan pada tingkat dengan kejang disebut

eklampsia. Pada umumnya, preeklampsia dan eklampsia baru

timbul sesudah minggu ke-20, setelah persalinan gejala-

gejalanya menghilang dengan sendiri. Untuk diagnosis

preeklampsia pada wanita yang hamil 20 minggu atau lebih,

ditemukan sekurang-kurangnya hipertensi dan proteinuria.

Namun demikian proteinuria bisa saja tidak ada apabila

timbul hipertensi yang disertai dengan nyeri kepala,

penglihatan menjadi kabur, nyeri abdominal atau dari

pemeriksaan laboratorium ditemukan gangguan enzim hati,

maka keadaan ini sangat dicurigai suatu preeklampsia

(atypical preeclampsia).

Dikatakan hipertensi apabila tekanan sistolik 140 mmHg atau

kenaikan 30 mmHg diatas tekanan biasanya. Tekanan diastolik

90 mmHg atau lebih atau kenaikan 15 mmHg diatas biasanya.

Tekanan ini diperoleh dengan sekurang-kurangnya pengukuran

dua kali dengan selang waktu 6 jam.

19

Proteinuria adalah protein lebih dari 0,3gr/L dalam urin 24

jam atau lebih dari 1gr/L pada pemeriksaan urin sewaktu.

Proteinuria ini harus ada dalam 2 hari berturut-turut atau

lebih.1,2

Dari gejala-gejala klinik preeklampsia dapat dibagi menjadi

preeklampsia ringan dan preeklampsia berat.

Pembagian preeklampsia menjadi berat dan ringan tidaklah

berarti adanya dua penyakit yang jelas berbeda, sebab

seringkali ditemukan penderita dengan preeklampsia ringan

dapat mendadak mengalami kejang dan jatuh dalam koma.

Preeklamsia berat merupakan salah satu jenis hipertensi

dalam kehamilan yang sering terjadi. Yang dimaksud dengan

preeklamsia adalah sindrom spesifik-kehamilan berupa

berkurangnya perfusi organ akibat vasospasme dan aktivasi

endotel, yang ditandai dengan peningkatan tekanan darah dan

proteinuria. Preeklampsia terjadi pada umur kehamilan

diatas 20 minggu, paling banyak terlihat pada umur

kehamilan 37 minggu, tetapi dapat juga timbul kapan saja

pada pertengahan kehamilan. Preeklampsia dapat berkembang

dari preeklampsia yang ringan sampai preeklampsia yang

berat.1

Epidemiologi

Frekuensi preeklampsia untuk tiap negara berbeda-beda

karena banyak faktor yang mempengaruhinya; jumlah

primigravida, keadaan sosial ekonomi, tingkat pendidikan,

20

dan lain-lain. Di Indonesia frekuensi kejadian preeklampsia

sekitar 3-10%, sedangkan di Amerika Serikat dilaporkan

bahwa kejadian preeklampsia sebanyak 5% dari semua

kehamilan, yaitu 23,6 kasus per 1.000 kelahiran. Pada

primigravida frekuensi preeklampsia lebih tinggi bila

dibandingkan dengan multigravida, terutama primigravida

muda, Sudinaya (2000) mendapatkan angka kejadian

preeklampsia dan eklampsia di RSU Tarakan Kalimantan Timur

sebesar 74 kasus (5,1%) dari 1431 persalinan selama periode

1 Januari 2000 sampai 31 Desember 2000, dengan preeklampsia

sebesar 61 kasus (4,2%) dan eklampsia 13 kasus (0,9%). Dari

kasus ini terutama dijumpai pada usia 20-24 tahun dengan

primigravida (17,5%). Diabetes melitus, mola hidatidosa,

kehamilan ganda, hidrops fetalis, umur lebih dari 35 tahun

dan obesitas merupakan faktor predisposisi untuk terjadinya

preeklampsia. Peningkatan kejadian preeklampsia pada usia >

35 tahun mungkin disebabkan karena adanya hipertensi kronik

yang tidak terdiagnosa dengan superimposed PIH. 4

Di samping itu, preeklampsia juga dipengaruhi oleh paritas.

Surjadi, dkk (1999) mendapatkan angka kejadian dari 30

sampel pasien preeklampsia di RSU Dr. Hasan Sadikin Bandung

paling banyak terjadi pada ibu dengan paritas 1-3 yaitu

sebanyak 19 kasus dan juga paling banyak terjadi pada usia

kehamilan diatas 37 minggu yaitu sebanyak 18 kasus. Wanita

dengan kehamilan kembar bila dibandingkan dengan kehamilan

tunggal, maka memperlihatkan insiden hipertensi gestasional

(13 % : 6 %) dan preeklampsia (13 % : 5 %) yang secara

21

bermakna lebih tinggi. Selain itu, wanita dengan kehamilan

kembar memperlihatkan prognosis neonatus yang lebih buruk

daripada wanita dengan kehamilan tunggal.

Faktor Risiko

Sampai sekarang belum ada teori yang pasti tentang

bagaimana penyebab terjadinya preeklamsi. Namun ada

beberapa faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya

preeklamsia, yaitu :1,2,3

Riwayat preeklamsia

Primigravida

Kegemukan/obesitas

Kehamilan ganda

Riwayat penyakit tertentu

Etiologi

Etiologi preeklampsia sampai saat ini belum diketahui

dengan pasti. Banyak teori-teori yang dikemukakan oleh para

ahli yang mencoba menerangkan penyebabnya, oleh karena itu

disebut “penyakit teori”; namun belum ada yang memberikan

jawaban yang memuaskan. Teori sekarang yang dipakai sebagai

penyebab preeklampsia adalah teori “iskemia plasenta”. Namun

teori ini belum dapat menerangkan semua hal yang berkaitan

dengan penyakit ini. Adapun etiologi yang diperoleh dari

teori-teori tersebut adalah : 1-4

Peran Prostasiklin dan Tromboksan. Pada preeklampsia

22

dan eklampsia didapatkan kerusakan pada endotel

vaskuler, sehingga sekresi vasodilatator prostasiklin

oleh sel-sel endotelial plasenta berkurang, sedangkan

pada kehamilan normal, prostasiklin meningkat. Sekresi

tromboksan oleh trombosit bertambah sehingga timbul

vasokonstriksi generalisata dan sekresi aldosteron

menurun. Akibat perubahan ini menyebabkan pengurangan

perfusi plasenta sebanyak 50%, hipertensi dan

penurunan volume plasma.

Peran Faktor Imunologis. Preeklampsia sering terjadi

pada kehamilan pertama karena pada kehamilan pertama

terjadi pembentukan blocking antibodies terhadap antigen

plasenta tidak sempurna. Pada preeklampsia terjadi

kompleks imun humoral dan aktivasi komplemen. Hal ini

dapat diikuti dengan terjadinya pembentukan

proteinuria. 1-4

Peran Faktor Genetik . Preeklampsia hanya terjadi pada

manusia. Preeklampsia meningkat pada anak dari ibu

yang menderita preeklampsia.

Iskemik dari uterus. Terjadi karena penurunan aliran

darah di uterus 1-4

Defisiensi kalsium. Diketahui bahwa kalsium berfungsi

membantu mempertahankan vasodilatasi dari pembuluh

darah.

Disfungsi dan aktivasi dari endotelial. Kerusakan sel

endotel vaskuler maternal memiliki peranan penting

dalam patogenesis terjadinya preeklampsia. Fibronektin

23

dilepaskan oleh sel endotel yang mengalami kerusakan

dan meningkat secara signifikan dalam darah wanita

hamil dengan preeklampsia. Kenaikan kadar fibronektin

sudah dimulai pada trimester pertama kehamilan dan

kadar fibronektin akan meningkat sesuai dengan

kemajuan kehamilan.

Patofisiologi

Preeklamsia termasuk dalam hipertensi dalam kehamilan.

Patofisiologi dari hipertensi dalam kehamilan tidak dapat

dijelaskan dalam satu teori saja. Teori-teori yang sekarang

banyak dianut adalah :2

1. Teori kelainan vaskularisasi plasenta

Pada kehamilan normal, rahim, dan plasenta mendapat

aliran darah dari cabang-cabang arteri uterina dan

erteria ovarika. Kedua pembuluh darah tersebut

menembus miometrium berupa arteri arkuata dan arteri

arkuata memberi cabang arteria radialis. Arteria

radialis menembus endometrium menjadi arteri basalis

dan arteri basalis memberi cabang arteria spiralis.

Pada hamil normal, dengan sebab yang belum jelas,

terjadi invasi trofoblas ke dalam lapisan otot arteria

spiralis, yang menimbulkan degenerasi lapisan otot

tersebut sehingga terjadi dilatasi arteria spiralis.

Invasi trofoblas juga memasuki jaringan sekitar arteri

spiralis, sehingga jaringan matriks menjadi gembur dan

memudahkan lumen arteri spiralis mengalami distensi

24

dan dilatasi. Distensi dan vasodilatasi lumen arteri

spiralis ini memberi dampak penurunan tekanan darah,

penurunan resistensi vaskular, dan peningkatan aliran

darah pada daerah utero plasenta. Akibatnya aliran

darah ke janin cukup banyak dan perfusi jaringan juga

meningkat, sehingga dapat menjamin pertumbuhan janin

dengan baik. Proses ini dinamakan ‘remodeling arteri

spiralis’.

Pada hipertensi dalam kehamilan, tidak terjadi invasi

sel-sel trofoblas pada laisan otot arteri spiralis dan

jaringan matriks sekitarnya. Lapisan otot arteri

spiralis menjadi tetap kaku dan keras sehingga lumen

arteri spiralis tidak memungkinkan mengalami distensi

dan vasodilatasi. Akibatnya, arteri spiralis relatif

mengalami vasokonstriksi, dan terjadi kegagalan

‘remodeling arteri spiralis’, sehingga aliran darah

uteroplasenta menurun, dan terjadilah hipoksia dan

iskemia plasenta. Dampak iskemia plasenta akan

menimbulkan perubahan-perubahan yang dapat menjelaskan

patogenesis hipertensi dalam kehamilan selanjutnya.

Diameter rata-rata arteri spiralis pada hamil normal

adalah 500 mikron, sedangkan pada preeklamsia rata-

rata 200 mikron. Pada hamil normal vasodilatasi lumen

arteri spiralis dapat meningkatkan 10 kali aliran

darah ke uteroplasenta.

2. Teori iskemia plasenta, radikal bebas, dan disfungsi

endotel

25

Sebagaimana dijelaskan pada teori invasi trofoblas,

pada hipertensi dalam kehamilan terjadi kegagalan

‘remodeling arteri spiralis’, dengan akibat plasenta

mengalami iskemia. Plasenta yang bebas mengalami

iskemia dan hipoksia akan menghasilkan oksidan atau

sering disebut radikal bebas.

Oksidan atau radikal bebas adalah senyawa penerima

elektron atau molekul yang mempunyai elektron yang

tidak berpasangan. Salah satu oksidan penting yang

dihasilkan plasenta iskemia adalah radikal hidroksil

yang sangat toksis, khususnya terhadap membran sel

endotel pembuluh darah. Sebenarnya produksi oksidan

pada manusia adalah suatu proses normal, karena

oksidan memang dibutuhkan untuk perlindungan tubuh.

Adanya radikal hidroksil dalam darah iungkin dahulu

dianggap sebagai bahan toksin yang beredar dialam

darah, maka dulu hipertensi dalam kehamilah disebut

“toksemia”.

Radikal hidroksil akan merusak membran sel, yang

mengandung banyak asam lemak tidak jenuh menjadi

peroksia lemak. Peroksida lemak selain akan merusak

membran sel, juga akan merusak nukleus dan protein sel

endotel. Dalam kondisi normal, produksi oksidan

(radikal bebas) dalam tubuh selalu diimbangi dengan

produksi antioksidan.

Pada hipertensi dalam kehamilan, telah terbukti bahwa

kadar okasidan, khususnya peroksida lemak meningkat,

26

sedangkan antioksidan menurun, sehingga terjadi

dominasi kadar oksidan peroksida lemak yang relatif

tinggi.

Peroksida lemak sebagai oksidan yang sangat toksis ini

akan beredar di seluruh tubuh dalam aliran darah dan

akan merusak membran sel endotel.

Membran sel endotel lebih mudah mengalami kerusakan

oleh peroksida lemak, karena letaknya langsung

berhubungan dengan aliran darah dan mengandung banyak

asam lemak tidak jenuh. Asam lemak tidak jenuh sangat

rentan terhadap oksidan radikal hidroksil, yang akan

berubah menjadi peroksida lemak.

Akibat sel endotel terpapar terhadap peroksida lemak,

maka terjadi kerusakan sel endotel yang kerusakannya

dimulai dari membran sel endotel. Kerusakan membran

sel endotel mengakibatkan terganggunya fungsi endotel,

bahkan rusaknya seluruh struktur sel endotel. Keadaan

ini disebut disfungsi endotel. Pada disfungsi endotel,

terjadi gangguan metabolisme prostaglandin, kerusakan

agregasi sel trombosit yang mengakibatkan

vasokonstriksi, peningkatan permeabilitas kapiler,

peningkatan produksi bahan vasopresor seperti

edotelin, dan peningkatan faktor koagulasi.

3. Teori intoleransi imunologik antara ibu dan janin

Dugaan bahwa faktor imunologik berperan terhadap

terjadinya hipertensi dalam kehamilan terbukti dengan

fakta sebagai berikut :

27

Primigravida mempunyai risiko lebih besar

terjadinya hipertensi dalam kehamilan jika

diibandingkan dengan multigravida. Ibu multipara

yang kemudian menikah lagi mempunya risiko lebih

besar terjadinya hipertensi dalam kehamilan jika

dibandingkan dengan suami sebelumnya.

Seks oral mempunyai risiko lebih rendah

terjadinya hipertensi dalam kehamilan. Lamanya

periode hubungan seks sampai saat kehamilan ialah

makin lama periode ini, makin kecil terjadinya

hipertensi dalam kehamilan.

Pada perempuan hamil normal, respon imun tidak

menolak adanya hasil konsepsi yang bersifat

asing. Hal ini disebabkan adanya human leukocyte

antigen protein G (HLA-G), yang berperan penting

dalam modulasi respon imun, sehingga si ibu tidak

menolak hasil konsepsi. Adanya HLA-G pada

plasenta dapat melindungi trofoblas janin dari

lisis oleh sel natural killer (NK) ibu.

Selain itu, adanya HLA-G akan mempermudah invasi

sel trofoblas ke dalam jaringan desidua ibu.

Jadi, HLA-G merupakan prakondisi untuk terjadinya

invasi trofoblas ke dalam jaringan desidua ibu,

disamping untuk menghadapi sel NK. Pada plasenta

dipertensi dalam kehamilan, terjadi penurunan

ekspresi HLA-G. Berkurangnya HLA-G di desidua

daerah plasenta, menghambat invasi trofopbblas ke

28

dalam desidua. Invasi trofoblas sangat penting

agar jaringan desidua menjadi lunak, dan gembur

sehingga memudahkan terjadinya dilatasi arteri

spiralis. HLA-G juga merangsang produksi sitikon,

yang memudahkan terjadinya reaksi inflamasi.

Pada awal trimester kedua kehamiln, perempuan dengan

kecenderungan terjadi preeklamsia ternyata memiliki

proporsi sel Helper yang lebih rendah dibanding pada

normotensif.

4. Teori adaptasi kardiovaskular

Pada hamil normal, pembuluh darah refrakter terhadap

bahan-bahan vasopressor. Refrakter berarti pembuluh

darah tidak peka terhadap rangsangan bahan vasopresor,

atau dibutuhkan kadar vasopresor yang lebih tinggi

untuk menimbulkan respon vasokonstriksi. Pada

kehamilan normal, terjadinya refrakter pembuluh darah

terhadap bahan vasopresor adalah akibat dilindungi

oleh adanya sintesis prostaglandin pada sel endotel

pembuluh darah.

Pada hipertensi dalam kehamilan, terjadi kehilangan

daya refrakter terhadap bahan vasokonstriktor dan

terjadi peningkatan kepekaan terhadap bahan-bahan

vasopressor. Artinya, daya refrakter pembuluh darah

terhadap bahan vasopresor hilang sehingga pembuluh

darah menjadi sangat peka terhadap bahan vasopresor.

Peningkatan kepekaan pada kehamilan yang akan menjadi

29

hipertensi dalam kehamilan, sudah dapat ditemukan pada

kehamilan dua puluh minggu.

5. Teori defisiensi gizi

Penelitian yang dilakukan tentang pengaruh diet pada

preeklamsia beberapa waktu sebelum pecahnya Perang

Dunia II menunjukkan bahwa suasana serba sulit

mendapat gizi yang cukup dalam masa persiapan perang

menimbulkan kenaikan insiden hipertensi dalam

kehamilan. Penelitian terakhir membuktikan bahwa

konsumsi minyak ikan, termasuk minyak hati halibut,

dapat mengurangi risiko preeklamsia.

Minyak ikan mengandung banyak asam lemak tidak jenuh

yang dapat menghambat produksi tromboksan, menghambat

aktivasi trombosit, dan mencegah vasokonstriksi

pembuluh darah.

6. Teori inflamasi

Teori ini berdasarkan fakta bahwa lepasnya debris

trofoblas ke dalam sirkulasi darah merupakan

rangsangan utama terjadinya proses inflamasi. Pada

kehamilan normal plasenta juga melepaskan debris

trofoblas, sebagai sisa-sisa proses apoptosis dan

nekrotik trofoblas, akibat reaksi stress oksidatif.

Bahan-bahan ini sebagai bahan asing yang kemudian

merangsang timbulnya proses inflamasi. Pada kehamilan

normal, jumlah debris trofoblas masih dalam batas

wajar, sehingga reaksi inflamasi juga masih dalam

batas normal. Berbeda dengan proses apoptosis pada

30

preeklamsia. Pada preeklamsia terjadi peningkatan

stress oksidatif sehingga produksi debris apoptosis

dan nekrotik trofoblas juga meningkat. Makin banyak

sel trofoblas plasenta, misalnya pada plasenta besar,

pada hamil ganda, maka reaksi stress oksidatif akan

sangat meningkat, sehingga jumlah sisa debris

trofoblas juga makin meningkat. Keadaan ini

menimbulkan beban reaksi inflamasi dalam darah ibu

menjadi jauh lebih besar, dibanding reaksi inflamasi

pada kehamilan normal. Respon inflamasi ini akan

mengaktivasi sel endotel, dan sel-sel

makrofag/granulosit, yang lebih besar pula, sehingga

terjadi reaksi sistemik inflamasi yang menimbulkan

gejala-gejala preeklamsia pada ibu.

Manifestasi Klinis

Pada preeklampsia didapatkan sakit kepala di daerah

frontal, skotoma, diplopia, penglihatan kabur, nyeri di

daerah epigastrium, mual atau muntah-muntah. Gejala-gejala

ini sering ditemukan pada preeklampsia yang meningkat dan

merupakan petunjuk bahwa eklampsia akan timbul. Tekanan

darah pun akan meningkat lebih tinggi, edema dan

proteinuria bertambah meningkat. 1,2,3

Pada pemeriksaan fisik yang dapat ditemukan meliputi;

peningkatan tekanan sistolik 30mmHg dan diastolik 15 mmHg

atau tekanan darah meningkat lebih dari 140/90mmHg. Tekanan

darah pada preeklampsia berat meningkat lebih dari 160/110

31

mmHg dan disertai kerusakan beberapa organ. Selain itu kita

juga akan menemukan takikardia, takipnu, edema paru,

perubahan kesadaran, hipertensi ensefalopati,

hiperefleksia, pendarahan otak. 1-4

Diagnosis

Diagnosis preeklampsia dapat ditegakkan dari gambaran

klinik dan pemeriksaan laboratorium. Dari hasil diagnosis,

maka preeklampsia dapat diklasifikasikan menjadi dua

golongan yaitu : 1-4

1. Preeklampsia ringan, bila disertai keadaan sebagai

berikut:

Tekanan darah 140/90 mmHg setelah 20 minggu

kehamilan dengan riwayat tekanan darah normal.

Proteinuria kuantitatif ≥ 0,3 gr perliter atau

kualitatif 1+ atau 2+ pada urine kateter atau

midstream.

Edema pada lengan, muka, perut, atau edema

geralisata. Edema lokal tidak dimasukkan dalam

kriteria preeklamsia.

2. Preeklampsia berat, bila disertai keadaan sebagai

berikut:

Tekanan darah sistolik ≥ 160 mmHg dan tekanan

darah diastolik ≥ 110 mmHg atau lebih. Tekanan

darah ini tidak menurun meskipun ibu hamil

sudah dirawat di rumah sakit dan sudah

menjalani tirah baring.

32

Proteinuria 5 gr atau lebih perliter dalam 24

jam atau kualitatif 3+ atau 4+.

Oligouri, yaitu jumlah urine kurang dari 500

cc per 24 jam.

Adanya gangguan serebral, gangguan

penglihatan, dan rasa nyeri di epigastrium

kuadran kanan atas abdomen (teregang kapsula

Glisson).

Kenaikan kadar kreatinin plasma

Terdapat edema paru dan sianosis

Trombositopeni berat <100.000 sel/mm3 atau

penurunan trombosit dengan cepat.

Gangguan fungsi hati : peningkatan kadar SGOT

dan SGPT.

Pertumbuhan janin terhambat.

Sindrom HELLP

Pembagian Preeklamsia Berat

Dibagi menjadi preeklamsia berat dengan impending eclampsia

kalau disertai gejala-gejala subjektif seperti nyeri kepala

hebat, gangguan visus, muntah-muntah, nyeri epigastrium,

kenaikan progresif tekanan darah dan preeklamsia berat

tanpa impending eclampsia.2

Perubahan Sistem dan Organ pada Preeklampsia

Volume Plasma

Pada hamil normal volume plasma meningkat dengan bermakna

(hipervolemia) untuk memenuhi kebutuhan pertumbuhan janin.

33

Peningkatan terjadi pada umur kehamilan 32-34 minggu. Pada

preeklampsia terjadi penurunan volume plasma antara 30-40%

(hipovolemia) diimbangi dengan vasokonstriksi, sehingga

terjadi hipertensi.2

Fungsi Ginjal

Perubahan fungsi ginjal disebabkan oleh hal-hal berikut :

- Menurunnya aliran darah ke ginjal karena hipovolemia

sehingga terjadi oliguria sampai anuria

- Kerusakan sel glomerulus (Glomerulus Capillary Endotheliosis)

mengakibatkan meningkatnya permeabilitas membran basalis

sehingga terjadi kebocoran dan mengakibatkan proteinuria

- Proteinuria terjadi jauh pada akhir kehamilan sehingga

kadang proteinuria timbul setelah janin lahir.

- Gagal ginjal akut terjadi akibat nekrosis tubulus

ginjal.

- Dapat terjadi kerusakan intrinsik jaringan ginjal,

akibat dari vasospasme pembuluh darah. Dapat diatasi

dengan pemberian DOPAMIN agar terjadi vasodilatasi

pembuluh darah

Proteinuria

Bila timbul :

- Sebelum hipertensi, merupakan gejala penyakit ginjal

- Tanpa hipertensi, maka dapat dipertimbangkan sebagai

penyulit kehamilan

- Tanpa kenaikan tekanan darah diastolik ≥ 90 mmHg,

umumnya ditemukan pada ISK atau anemia.

34

- Proteinuria merupakan syarat untuk diagnosis

preeklampsia, tetapi proteinuria umumnya jauh pada akhir

kehamilan, sehingga sering dijumpai preeklampsia tanpa

proteinuria, karena janin sudah lahir lebih dahulu

- Pengukuran proteinuria, dapat dilakukan dengan (a) urin

dipstick : 100 mg/l atau +1, sekurang-kurangnya

diperiksa 2x urin acak selang waktu 6 jam, dan (b)

pengumpulan proteinuria dalam 24 jam. Dianggap patologis

bila besaran proteinuria ≥ 300 mg/24 jam.

Asam Urat Serum, Kreatinin Plasma, Oliguria dan Anuria

Karena hipovolemia (turunnya aliran darah ke ginjal),

sehingga sekresi asam urat menurun, dan terjadi peningkatan

asam urat serum. Hal ini terjadi juga pada kreatinin plasma

yang meningkat akibat turunnya filtrasi glomerulus,

sehingga menurunnya sekresi kreatinin dalam ginjal. Dapat

mencapai kadar kreatinin plasma ≥ 1 mg/cc, dan biasanya

terjadi pada PEB dengan penyulit pada ginjal. Dalam hal ini

berlaku juga bagi oliguria atau anuria yang menggambarkan

beratnya hipovolemia.

Elektrolit

Kadar elektrolit total menurun pada waktu hamil normal.

Pada preeklampsia kadar elektrolit total sama seperti hamil

normal, kecuali bila diberi diaretikum banyak, restriksi

konsumsi garam, atau pemberian cairan oksitosin yang

bersifat antidiuretik. PEB yang mengalami hipoksia dapat

menimbulkan gangguan keseimbangan asam basa. Kadar natrium

35

dan kalium pada PE sama dengan hamil normal, yaitu sesuai

dengan proporsi jumlah air dalam tubuh.

Tekanan Osmotik Koloid/Tekanan Onkotik

Pada preeklampsia tekanan onkotik makin menurun karena

kebocoran protein dan peningkatan permeabilitas vaskular.

Edema

Edema terjadi karena hipoalbuminemia, atau kerusakan sel

endotel kapilar. Edema yang patologik adalah edema yang

nondependen pada muka dan tangan, atau edema generalisata,

dan biasanya disertai dengan kenaikan berat badan yang

cepat.

Hepar

Dasar perubahan pada hepar adalah vasospasme, iskemia, dan

perdarahan. Bila terjadi perdarahan pada sel periportal

lobus perifer, akan terjadi nekrosis sel hepar dan

peningkatan enzim hepar. Perdarahan dapat meluas hingga

dibawah kapsular hepar dan disebut subkapsular hematoma.

Subkapsular hematoma menimbulkan rasa nyeri di epigastrium

dan dapat menimbulkan ruptur hepar sehingga diperlukan

pembedahan.2

Neurologik

- Nyeri kepala disebabkan hiperperfusi otak, sehingga

menimbulkan vasogenik edema.

- Spasme arteri retina dan edema retina dapat terjadi

gangguan visus. Gangguan visus dapat berupa : pandangan

kabur, skotomata, amaurosis yaitu kebutaan tanpa jelas

adanya kelainan dan ablasio retina (retinal detachment)

36

- Dapat timbul kejang eklamptik yang faktor resikonya bisa

dari edema serebri, vasospasme serebri dan iskemia

serebri.

Kardiovaskular

Peningkatan cardiac afterload akibat hipertensi dan penurunan

cardiac preload akibat hipovolemia.

Paru-paru

Edema paru oleh karena kerusakan endotel pembuluh darah

kapiler paru, dan menurunnya diuresis.2

Janin

Preeklamsia dan eklamsia memberi pengaruh buruk pada

kesehatan janin yang disebabkan oleh menurunnya perfusi

uteroplasenta, hipovolemia, vasospasme, dan kerusakan sel

endotel pembuluh darah plasenta.2

Dampaknya pada janin :

- IUGR dan Oligohidramnion

- Kenaikan morbiditas dan mortalitas janin, secara tidak

langsung akibat intrauterine growth restriction, prematuritas,

oligohidramnion, dan solusio plasenta.

PenatalaksanaanPengobatan dilakukan secara simptomatis, karena faktor

penyebab yang belum diketahui secara pasti. Tujuan dari

penangannannya adalah 1

1. Mencegah terjadinya eklampsi.

2. Anak harus lahir dengan kemungkinan hidup besar.

37

3. Persalinan harus dengan trauma yang sedikit-

sedikitnya.

4. Mencegah hipertensi yang menetap.

Dasar pengobatannya terdiri dari pengobatan medik dan

penanganan obstetrik. Penanganan obstetrik ditujukan untuk

melahirkan bayi pada saat optimal, yaitu sebelum janin mati

dalam kandungan, akan tetapi sudah cukup matur hidup di

luar uterus.

Indikasi untuk merawat pasien dengan preeklamsia di rumah

sakit adalah dengan

Tekanan darah sistolik 140mmHg atau lebih dan/atau

tekanan darah diastolik 90 mmHg atau lebih.

Proteinuria 1+ atau lebih.

Kenaikan berat badan 1,5 kg atau lebih dalam seminggu

yang berulang.

Penambahan edema yang berlebihan secara tiba-tiba.

Penanganan pada Preeklamsi Berat

Penderita preeklamsi berat harus segera masuk rumah sakit

untuk rawat inap dan dianjurkan tirah baring miring ke satu

sisi (kiri). Perawatan yang penting pada preeklamsia berat

adalah pengelolaan cairan karena penderita preeklamsia dan

eklamsia mempunya risiko tinggi untuk terjadinya edema paru

dan oliguria. Sebab terjadinya kedua keadaan tersebut belum

jelas, tetapi faktor yang sangat menentukan terjadinya

edema paru dan oliguria ialah hipovolamia, vasospasme,

38

kerusakan sel endotel, penurunan gradien tekanan onkotik

koloid/ pulmonary capillary wedge pressure.

Oleh sebab itu, monitoring input cairan (melalui oral

maupun infus) dan output cairan (melalui urin) menjadi

sangat penting. Artinya, harus dilakukan pengukuran secara

tepat berapa jumlah cairan yang dimasukkan dan dikeluarkan

melalui urin. Bila terjadi tanda-tanda edema paru, segera

lakukan tindakan koreksi. Cairan yang diberikan dapat

berupa 5% dekstrosa atau cairan garam faali dengan jumlah

125 cc/jam atau infus 5% dekstrosa yang tiap 1 liternya

diselingi infus ringer laktat (60-125 cc/jam) sebanyak 500

cc.

Dipasang Foley catheter untuk mengukur pengeluaran urin.

Oliguria terjadi bila produksi urin <30 cc/jam dalam 2-3

jam atau <500 cc/24 jam. Diberikan antasida untuk

menetralisir asam lambung sehingga bila mendadak kejang,

dapat menghindari risiko aspirasi asam lambung. Diet cukup

protein, rendah karbohidrat, lemak, dan garam.

Pada kasus preeklampsia yang berat dan eklampsia, magnesium

sulfat yang diberikan secara parenteral adalah obat anti

kejang yang efektif tanpa menimbulkan depresi susunan

syaraf pusat baik bagi ibu maupun janinnya. Obat ini dapat

diberikan secara intravena melalui infus kontinu atau

intramuskular dengan injeksi intermiten.

Infus intravena kontinu :

39

Berikan dosis bolus 4 – 6 gram MgSO4 yang diencerkan

dalam 100 ml cairan dan diberikan dalam 15-20 menit.

Mulai infus rumatan dengan dosis 2 g/jam dalam 100 ml

cairan intravena selama 6 jam.

Ukur kadar MgSO4 pada 4-6 jam setelah pemberian dan

disesuaikan kecepatan infuse untuk mempertahankan

kadar antara 4 dan 7 mEg/l (4,8-8,4 mg/l). 2-7

Injeksi intramuskular intermiten:

Berikan 4 gram MgSO4 sebagai larutan 20% secara

intravena dengan kecepatan tidak melebihi 1 g/menit.

Lanjutkan segera dengan 10 gram MgSO4 50%, sebahagian

(5%) disuntikan dalam di kuadran lateral atas bokong

(penambahan 1 ml lidokain 2 % dapat mengurangi nyeri).

Apabila kejang menetap setelah 15 menit, berikan MgSO4

sampai 2 gram dalam bentuk larutan 20% secara

intravena dengan kecepatan tidak melebihi 1g/menit.

Apabila wanita tersebut bertubuh besar, MgSo4 dapat

diberikan sampai 4 gram perlahan.

Setiap 4 jam sesudahnya, berikan 5 gram larutan MgSO4

50% yang disuntikan dalam ke kuadran lateral atas

bokong bergantian kiri-kanan, tetapi setelah

dipastikan bahwa:

Refleks patela (+)

Tidak terdapat depresi pernapasan (frekuensi

>16x/menit)

Pengeluaran urin selama 4 jam sebelumnya melebihi

100 ml

40

Harus sedia antidotum (kalsium glukonas 10% dalam

10 cc = 1 g).

MgSO4 dihentikan 24 jam setelah bayi lahir atau 24 jam

setelah kejang berakhir atau jika ada tanda-tanda

intoksikasi.

Selain itu dapat juga diberikanobat antihipertensi, yaitu

antara lain :1

a. Penghambat adrenergik

Adrenolitik sentral

Metildopa : 3x125 mg/hari sampai 3x500 mg/hari.

Klonidin : 3x0,1 mg/hari atau 0,3 mg/500 ml

glukosa 5%/6jam

Beta bloker

Pindolol : 1x5 mg/hari sampai 3x10 mg/hari

Alfa bloker

Prazosin : 3x1 mg/hari sampai 3x5 mg/hari

Alfa dan Beta Bloker

Labetolol : 3x100 mg/hari

b. Vasodilator

Hidralazin : 4x25 mg/hari atau parenteral 2,5 mg – 5

mg

c. Antagonis kalsium

Nifedipin : 3 x 10 mg/hari.

Tindakan terminasi kehamilan

Pelahiran jalan adalah penyembuhan bagi preeklamsia. Nyeri

kepala, gangguan penglihatan atau nyeri epigastrium

41

merupakan petunjuk bahwa akan terjadi kejang dan oliguria

adalah tanda buruk lainnya. Preeklamsia berat memerlukan

anti kejang dan biasanya terapi antihipertensi diikuti

kelahiran. Terapi serupa dengan yang akan dijelaskan

kemudian untuk eklamsia. Tujuan utama adalah mencegah

kejang, perdarahan intrakranial dan kerusakan serius pada

organ vital lain, serta melahirkan bayi yang sehat.

Namun, apabila janin dicurigai atau diketahui prematur,

cenderung penundaan persalinan dengan harapan bahwa

tambahan beberapa minggu in utero akan menurunkan risiko

kematian atau morbiditas serius pada neonatus. Seperti

telah dibicarakan, kebijakan semacam ini jelas dibenarkan

untuk kasus yang lebih ringan. Dilakukan penilaian

kesejahteraan janin dan fungsi plasenta, terutama apabila

terdapat keenganan unutk melahirkan janin dengan alasan

prematuritas. Sebagian besar peneliti menganjurkan

pemeriksaan berkala berbagai uji yang saat ini digunakan

untuk menilai kesejahteraan janin.

Pada preeklamsia sedang atau berat tidak membaik setelah

rawat inap, demi kesejahteraan ibu dan janinnya biasanya

dianjurkan pelahiran. Persalinan sebaiknya diinduksi dengan

oksitosin intravena. Banyak dokter menyarankan pematangan

serviks dengan prostaglandin atau dilator osmotik. Bila

tampak bahwa induksi persalinan hampir pasti tidak

berhasil, atau upaya melakukan induksi persalinan gagal,

diindikasikan sesar untuk kasus-kasus yang parah.

42

Bagi wanita menjelang aterm, serviks yang mengalami

pendataran parsial, bahkan preeklamsia yang lebih ringan

pun mungkin membawa risiko lebih besar bagi ibu dan

janinnya daripada induksi persalinan dengan infus

oksitosin yang dipantau ketat. Akan tetapi, tidak demikian

jika preeklamsianya ringan dengan serviks masih padat dan

tertutup. Hal ini menunjukkan bahwa mungkin perlu dilakukan

pelahiran per abdomen jika kehamilan akan dihcntikan.

Bahaya sesar mungkin lebih besar dibandingkan kehamilan

dibiarkan berlanjut di bawah observasi ketat sampai servik

memadai untuk induksi.

Apabila ditegakkan diagnosis preeklamsia berat,

kecenderungan obstetris adalah melahirkan janin dengan

segera. lnduksi persalinan untuk menghasilkan pelahiran per

vaginam secara tradisional dianggap merupakan tindakan demi

keselamatan ibu. Beberapa pertimbangan, termasuk kondisi

serviks yang kurang memadai.

43

Kesimpulan

Preeklamsia adalah suatu bentuk hipertensi pada kehamilan

yang muncul pada usia kehamilan setelah 20 minggu dan

munculnya edema. Preeklamsia ini dapat berkembang menjadi

preeklamsia ringan dan preeklamsia berat, bukan berarti

terdapat dua penyakit namun hanya dibedakan dari

peningkatan tekanan darah. Preeklamsia berat sangat sering

ditemui pada ibu yang sedang hamil. Gejala yang sering

ditemui adalah peningkatan tekanan darah, proteinuria, dan

edema.

Etiologi dari preeklamsia ini belum jelas bagaimana dapat

muncul pada ibu hamil. Beberapa patofisiologis juga belum

dapat dipastikan. Namun ada beberapa faktor resiko yang

dapat meningkatkan terjadinya preeklamsia, salah satunya

yaitu primigravida dan penyakit-penyakit tertentu seperti

hipertensi kronik.

Prinsip pengobatan pada preeklamsia ini adalah secara

simptomatis karena faktor etiologi yang belum jelas.

Pengobatan dilakukan seara medik dan pengobatan obstetri.

44

Daftar Pustaka

1. Wiknosastro H. Pre-eklamsia an eklamsia. Editor

Wiknjosastro H, Saifuddin AB, Rachmihadhi T, dalam Ilmu

Kebidanan edisi kedua, cetakan keempat, Yayasan Bina

Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta.2007.281-94.

2. Wiknosastro H. Hipertensi dalam kehamilan . Editor

Wiknjosastro H, Saifuddin AB, Rachmihadhi T, dalam Ilmu

Kebidanan edisi kedua, cetakan keempat, Yayasan Bina

Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta.2010.

3. Cunningham, F.G et al. Williams Obstetrics.22st edition.

New York: Mc Graw Hill Medical Publising

Division:2005.p.699-780.

45

4. Manuaba I. Preeclampsia. Edisi 2012. Diunduh dari

http://www.emedicinehealth.com/preeclampsia/page10_em.ht

m..

5. Prawirohardjo S. Ilmu Bedah Kebidanan. Edisi ke-1.

Jakarta: PT. Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo;

2010.80-7.

46