10
Seismic Isolation Untuk Bangunan Tinggi Oleh: Ryan Rakhmat Setiadi (ryanrakhmats.wordpress.com) Kalau kita berbicara mengenai teknologi terdepan untuk bangunan tahan gempa, seismic isolation merupakan topik yang sangat menarik. Seismic isolation berangkat dari prinsif untuk men-isolasi pergerakan tanah terhadap struktur diatasnya, sehingga energi dari tanah diserap oleh element yang lebih lemah terhadap pergerakan dan mampu menyerap energi dengan hysteretic yang lebih baik. Energi yang tersisa dan diterima oleh struktur sudah jauh lebih kecil sehingga mengurangi kerusakan yang besar. Hal ini berlawanan dengan konsep perencanaan tahan gempa pada struktur konvensional (tanpa seismic isolation) dimana energi dari tanah diserap oleh struktur yang sebagian besar diredam melalui mekanisme kerusakan struktur (sendi plastis). Gambar 1. Bangunan Konvensional (kiri) dan Bangunan Dengan Seismic isolation (Kanan) Kontroversi Seismic Isolation Untuk Bangunan Tinggi Untuk aplikasi seismic isolation untuk bangunan tinggi, sampai saat ini masih banyak perdebatan di kalangan insinyur perencana bangunan mengenai apakah seismic isolation cukup efektif untuk bangunan tinggi. Pihak yang pesimis umumnya beranggapan bahwa bangunan tinggi sudah memiliki periode yang tinggi, sehingga peningkatan flexibilitas struktur dengan menambah seismic isolation tidak akan cukup efektif lagi mengurangi nilai base shear. Menurut penulis, pemikiran ini terlalu men-simplifikasi konsep dinamika struktur.

Seismic Isolation Untuk Bangunan Tinggi

  • Upload
    ui-ac

  • View
    0

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Seismic Isolation Untuk Bangunan Tinggi Oleh: Ryan Rakhmat Setiadi

(ryanrakhmats.wordpress.com)

Kalau kita berbicara mengenai teknologi terdepan untuk bangunan tahan gempa, seismic

isolation merupakan topik yang sangat menarik. Seismic isolation berangkat dari prinsif untuk

men-isolasi pergerakan tanah terhadap struktur diatasnya, sehingga energi dari tanah diserap

oleh element yang lebih lemah terhadap pergerakan dan mampu menyerap energi dengan

hysteretic yang lebih baik. Energi yang tersisa dan diterima oleh struktur sudah jauh lebih kecil

sehingga mengurangi kerusakan yang besar. Hal ini berlawanan dengan konsep perencanaan

tahan gempa pada struktur konvensional (tanpa seismic isolation) dimana energi dari tanah

diserap oleh struktur yang sebagian besar diredam melalui mekanisme kerusakan struktur

(sendi plastis).

Gambar 1. Bangunan Konvensional (kiri) dan Bangunan Dengan Seismic isolation (Kanan)

Kontroversi Seismic Isolation Untuk Bangunan Tinggi

Untuk aplikasi seismic isolation untuk bangunan tinggi, sampai saat ini masih banyak

perdebatan di kalangan insinyur perencana bangunan mengenai apakah seismic isolation cukup

efektif untuk bangunan tinggi. Pihak yang pesimis umumnya beranggapan bahwa bangunan

tinggi sudah memiliki periode yang tinggi, sehingga peningkatan flexibilitas struktur dengan

menambah seismic isolation tidak akan cukup efektif lagi mengurangi nilai base shear. Menurut

penulis, pemikiran ini terlalu men-simplifikasi konsep dinamika struktur.

Setidaknya ada tiga variable yang perlu diperhatikan sebelum kita bisa men-justifikasi renspon

elastik struktur, yaitu adalah periode getar, bentuk pergerakan mode dominan, dan partisipasi

massa bangunan untuk tiap – tiap mode. Insinyur tidak bisa hanya memperhatikan periode

getar yang dihubungkan dengan base shear dan menyimpulkan efektifitas respon dinamik

struktur dengan seismic isolation. Seismic isolation juga merubah bentuk pergerakan mode

(mode shape) menjadi berbentuk rigid motion pada superstruktur di fundamental mode. Hal ini

mencerminkan respon deformasi bangunan dimana terlihat bahwa pergerakan rigid motion

pada superstruktur akan mereduksi drift secara signifikan. Nilai drift tersebut sangat erat

kaitannya dengan kerusakan struktur dibandingkan dengan nilai base shear.

Namun semakin tinggi pengaruh higher mode, pergerakan superstruktur akan semakin

membesar sehingga efektifitas seismic isolation juga berkurang. Untuk meng-evaluasi pengaruh

higher mode, insinyur dapat melihat nilai partisipasi massa pada fundamental mode dimana

semakin tinggi nilai partisipasi massa pada fundamental mode, semakin rendah pengaruh dari

higher mode. Nilai partisipasi massa pada fundamental mode untuk struktur dengan seismic

isolation dianjurkan diatas 85 % sehingga efektifitasnya baik. Ada beberapa teknik untuk

mengurangi pengaruh higher mode dan yang paling sering dilakukan adalah dengan

memperkaku bangunan superstruktur.

Seismic Isolation Pada Bangunan Tinggi di Beberapa Negara

Di beberapa Negara di dunia sudah menggunakan seismic isolation untuk bangunan tinggi

(termasuk Indonesia), Jepang adalah Negara yang paling sering menggunakan seismic isolation

untuk bangunan tinggi. Beberapa proyek bangunan dengan seismic isolation ditunjukkan oleh

gambar – gambar berikut :

Gambar 2. Capital Mark Tower (Jepang) dan Los Angeles City Hall (USA)

Gambar 3. Gudang Garam Tower dan Puri Matahari Tower – PT. Davy Sukamta Konsultan

(Indonesia)

Gambar 4. Nunoa Capital Building- Chile

(Rene Lagos Engineers and Ruben Boroschek & Assoc)

Studi Kasus Performance Seismic Isolation Untuk Bangunan Tinggi

Untuk performance seismic isolation sudah dibuktikan melalui gempa Tohoku di Jepang pada

tahun 2011, salah satu kasusnya adalah Tokyo Tech J2-Building (Matsuda, Kasai, and Sato).

Gambar 5. Tokyo Tech J2-Building Structural System

Gambar 6. Lokasi Sensor acceleration di Tokyo Tech J2-Building

Pada papernya, Matsuda et al mengolah data recorded acceleration untuk lantai – lantai

tertentu dari hasil respon pergerakan Tokyo Tech J2-Building pada saat gempa Tohoku 2011.

Lalu mereka melakukan analisa transfer function untuk mendapatkan nilai natural frekuensi,

damping rasio, dan modal participation vector. Nilai – nilai ini digunakan untuk melakukan back

analysis dan mendapatkan respon kembali dari struktur. Respon ini kembali dicocokkan dengan

recorded motion. Hasilnya bisa dilihat di grafik berikut ini :

Gambar 7. Pencocokan Kurva Respon dari Hasil Analisa Modal untuk property Struktur dari

Analisis Transfer Function

Setelah dirasa datanya cocok, data property modal struktur diubah untuk menghilangkan efek

dari seismic isolation lalu mencari responnya. Hasil akhir dibandingkan sehingga bisa

didapatkan efektivitas dari penggunaan seismic isolation.

Gambar 8. Perbandingan Respon Percepatan dan Deformasi dari Recorded Data (Untuk Kasus

Bangunan dengan Seismic Isolation) dan Simulasi Modal dari Data Transfer Function (Untuk

Kasus Bangunan Tidak Menggunakan Seismic Isolation)

Terlihat dari gambar 8 bahwa seismic isolation pada Tokyo Tech J2-Building mengurangi respon

percepatan hingga setengahnya. Hasil ini men-konfirmasi efektivitas seismic isolation untu

bangunan tinggi.

Untuk tambahan penjelasan pembaca bisa melihat di journals/tulisan berikut :

- PT. Davysukamta & Partners - Base Isolation System, Part 3: Case Studies

- Matsuda, K. Kasai, K. Yamagiwa, H. Sato, D. - Recorded Responses of a Tall Base-

Isolated Building, 2012

- Masahiko Higashino (Author), Shin Okamoto (Author), Response Control and Seismic Isolation of Buildings (Cib Proceedings), 2006

- Komuro, T. Nishikawa, Y. Kimura, Y. Isshiki, Y. - Development and Realization of Base

Isolation System for High-Rise Buildings, 2004

Tambahan (11-04-2015)

Ada paper menarik dari Mineo Takayama & Keiko Morita – “Seismic Response Analysis of

Seismically Isolated Buildings using Observed Records due to 2011 Tohoku Earthquake”. Pada

papernya mereka menunjukkan recorded acceleration pada building yang menggunakan sesmic

isolation saat gempa Tohoku 2011 terjadi.

Pada tabel diatas terlihat untuk bangunan tinggi yang menggunakan seismic isolation terjadi

pengurangan percepatan yang cukup besar. Hal ini dilihat dari rasio percepatan di ground dan di

lantai pertama. Percepatan di ground menunjukkan percepatan gempa di tanah sementara

percepatan di lantai 1 menunjukkan nilai percepatan setelah energi gempa di redam oleh

isolation. Pada tabel di atas terlihat terjadi penurunan percepatan dari ground ke lantai satu oleh

seismic isolation. Khusus untuk apartemen 36 lantai di tokyo (kotak biru) terjadi amplifikasi

percepatan dari ground ke lantai 1, dimana ini menurut penulis adalah akibat dari nilai

percepatan di ground yang rendah (129 gal = 0.13 g) sehingga lead rubber bearing masih dalam

initial stiffness (range elastik) dan belum efektif men-disipasi energi gempa.

Grafik diatas menunjukkan efektifitas seismic isolation selama gempa Tohoku 2011. Terlihat

bahwa seismic isolation sangat efektif mengurangi percepatan dari ground ke lantai bangunan.

Untuk percepatan rendah (< 200 gal) maka seismic isolation masih dalam range elastik dan

masih terjadi amplifikasi percepatan. Initial stiffness yang tinggi pada seismic isolation

diperlukan agar simpangan pada seismic isolation tidak besar untuk gaya – gaya lateral service

(misal wind load).

Reference :

- Mineo Takayama & Keiko Morita – “Seismic Response Analysis of Seismically Isolated

Buildings using Observed Records due to 2011 Tohoku Earthquake”, WCEE 2012.

( http://www.iitk.ac.in/nicee/wcee/article/WCEE2012_0403.pdf )