16
LAPORAN PRAKTIKUM SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS ACARA X 3D ANALYST Disusun Oleh : Hanri Bawafi 130722607348 Offering H 2013 Dosen Pengampu Mata Kuliah Alfi Nur Rusydi, S.Si., M.Sc. JURUSAN GEOGRAFI FAKULTAS ILMU SOSIAL UNIVERSITAS NEGERI MALANG 2015

Sistem Informasi Geografis - Analisis 3 Dimensi

Embed Size (px)

Citation preview

LAPORAN PRAKTIKUM

SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS

ACARA X

3D ANALYST

Disusun Oleh :

Hanri Bawafi

130722607348

Offering H 2013

Dosen Pengampu Mata Kuliah

Alfi Nur Rusydi, S.Si., M.Sc.

JURUSAN GEOGRAFI

FAKULTAS ILMU SOSIAL

UNIVERSITAS NEGERI MALANG

2015

ACARA X

3D ANALYST

I. TujuanMengolahan data dengan proses 3D Analyst interpolasi model Kriging, IDW, Spline, Cut and Fill, Trend, dan Natural Neighbor, Slope, Aspect, HillShade dan TIN.

II. Dasar teoriInterpolasi merupakan suatu metode atau fungsi matematika yang menduga nilai

pada lokasi-lokasi yang datanya tidak tersedia. Interpolasi spasial mengasumsikan bahwa atribut data bersifat kontinu di dalam ruang (space) dan atribut ini saling berhubungan (dependence) secara spasial (Anderson, 2001 dalam Christanto dkk, 2005). Kedua asumsi tersebut mengindikasikan bahwa pendugaan atribut data dapat dilakukan berdasarkan lokasi-lokasi di sekitarnya dan nilai pada titik-titik yang berdekatan akan lebih mirip dari pada nilai pada titik-titik yang terpisah lebih jauh.

Logika dalam interpolasi spasial merupakan bahwa nilai titik observasi yang berdekatan akan memiliki nilai yang sama (mendekati) dibandingkan dengan nilai di titik yang lebih jauh (Hukum geografi Tobler, dalam Christanto dkk, 2005). Pendekatan interpolasi dibutuhkan untuk mengeneralisasi data spasial dari pengumpulan data sampling dimana data tidak tersedia pada seluruh sebaran spasial (Rudiarto, 2010). Untuk menutup semua wilayah pada wilaya studi, data sosial ekonomi rumah tangga yang diperoleh berdasarkan hasil survei digeneralisasi melalui metode interpolasi yang tersedia dalam Sistem Informasi Geografis. Hubungan langsung antara data sosial ekonomi dan posisi secara geografis mensyaratkan terdapatnya data agregat pada tingkat spasial seperti pendapatan petani dan lokasi rumah tangga. Pada penelitian ini metode interpolasi digunakan untuk mengeneralisasi karakteristik sosial ekonomi kedalam data spasial.

Pemahaman tentang bagaimana jaringan interpolasi dibuat tergantung pada bagaimana interpolasi dilakukan pada satu titik. Interpolasi data spasial secara khusus bertujuan untuk interpolasi dari data titik. Interpolasi spasial merupakan prosedur dalam memperkirakan nilai sebuah variabel lapangan yang tidak termasuk dalam sampel penelitian dan berlokasi di dalam area yang dicakup oleh lokasi sampel atau dalam kata-kata sederhana, diberikan dalam rangka untuk menentukan nilai-nilai yang dihasilkan pada bagian unsampel, ada empat teknik interpolasi yang diterapkan yaitu :

a. Jarak Inverse Tertimbang (IDW) Teknik interpolasi ini mengasumsikan bahwa setiap titik memiliki pengaruh lokal, yang berbanding terbalik dengan kekuatan yang dipilih dari kejauhan

b. SplineMetode interpolasi bahwa perkiraan nilai dengan menggunakan fungsi matematika yang meminimalkan keseluruhan permukaan kelengkungan dan menghasilkan permukaan yang halus yang melewati titik-titik masukan.

c. KrigingTeknik interpolasi ini menghitung jarak atau arah antara titik sampel untuk menunjukkan korelasi spasial yang dapat membantu untuk menggambarkan lokasi

d. TrendInterpolasi teknik ini sesuai fungsi matematika, polinomial tatanan tertentu, ke semua titik masukan (Naoum dan Tsanis, 2004 dalam Rudiarto, 2010).

III. Alat dan Bahan1. Laptop2. Software ArcGIS dan ArcScene3. Data 3D Analiyst

IV. Langkah Kerja1. Buka Aplikasi ArcMap

2. Klik add data pada ArcMap, dan pilihlah file .shp “point_elevasi”

3. Klik editor → start editing → Arc Toolbox → 3D analyst → raster interpolation

→ kriging.

4. Setelah metode kriging selesai, selanjutnya klik kanan pada data kriging →

properties → simbologi → stretched (hitam putih)

5. Kemudian lakukan interpolasi dengan menggunakan metode Natural Neighbor

dengan cara yang sama .

6. Untuk metode IDW, setelah klik IDW pada arc toolbox → (input point features)

isi dengan “point_elevasi” → ok.

7. Lakukan langkah yang sama seperti sebelumnya untuk metode Spline, Trend

8. Kemudian langkah selanjutnya yaitu melakukan spasial analisis dengan klik

arctoolbox → spatial analytic tools → surface → slope → (input) hasil dari

metode IDW → (output raster) “Slope_IDW” → ok.

9. Lakukan analisis spasial dengan metode yang lain , langkahnya sama . namun

klik Aspect → (input) dem_kriging → (output) aspect_krig → ok.

10. Lakukan analisis berikutnya dengan metode Hillshade, Cut fill dengan langkah

yang sama seperti langkah pada nomor 9.

11. Selanjutnya merupakan klik 3D Analyst toolbox → data management → TIN→

create tin → (input) point_elevasi → ok.

12. Untuk menampilkan grafik profilnya , merupakan dengan langkah buka 3D

Analyst → create line of sight→ buatlah garis melintang pada gambar → 3D

analyst → profil graph.

13. Selanjutnya merupakan melakukan proses pembuatan tampilan tiga dimensi

dengan membuka Arc.Scene

14. Panggil data “tin” dengan add data.

15. Untuk mengatur tampilan tiga dimensi yakni klik kanan → simbologi → base

high → (custom) 1,000 digantikan dengan 3.

16. Lakukan layout pada peta tin tersebut.

V. Hasil PraktikumA. DEM

1. Kriging

2. IDW

3. Spline

4. Natural Neighbor

5. Trend

B. Hillshade1. Kriging

2. IDW

C. Slope1. Kriging

2. IDW

D. Cut Fill

E. Viewshed

F. Aspect1. Kriging

2. IDW

G. TIN 3D

VI. PembahasanKriging merupakan prosedur statistik canggih yang menghasilkan permukaan dari

satu set poin yang tersebar dengan nilai z. Berbeda dengan metode interpolasi lain yang didukung oleh Analyst Spatial, Kriging melibatkan penyelidikan interaktif perilaku spasial dari fenomena diwakili oleh nilai-nilai z sebelum pengguna memilih metode estimasi terbaik untuk menghasilkan permukaan output. Kriging mengasumsikan bahwa jarak atau arah antara titik sampel mencerminkan korelasi spasial yang dapat digunakan untuk menjelaskan variasi pada permukaan. Kecepatan dalam pemrosesan Kriging tergantung pada jumlah poin dalam dataset input dan ukuran jendela pencarian. Dalam praktikum ini, kecepatan pemrosesan tergolong cepat karena jendela pencariannya kecil dan jumlah poin tidak terlalu banyak. Dalam Kriging terdapat low value dan high value. Nilai rendah (Low Value) dalam varian keluaran opsional dari prediksi raster menunjukkan elevasi yang rendah dalam nilai prediksi. Nilai tinggi (High Value) dapat mengindikasikan elevasi pada poin. Varians keluaran opsional dari prediksi raster berisi varians kriging pada setiap sel raster output. Dengan asumsi kesalahan kriging terdistribusi secara normal, ada kemungkinan 95,5 persen bahwa nilai z yang sebenarnya di sel adalah nilai raster yang diprediksi. Ada dua metode untuk kriging, Ordinary dan Universal. Dalam praktikum ini menggunakan model Ordinary yang memiliki lima jenis semivariograms yaitu Spherical, Circular, Exponential, Gaussian, Linear. Dan yang digunakan adalah Spherical, model ini menunjukkan penurunan progresif autokorelasi spasial (dengan kata lain, peningkatan semivariance) sampai jarak tertentu, di luar yang autokorelasi adalah nol.

Inverse Distance Weighted (IDW) menentukan nilai sel menggunakan kombinasi linear berbobot dari satu set titik sampel. Permukaan yang diinterpolasi harus dari lokasi variabel dependen. Metode ini mengasumsikan bahwa variabel yang dipetakan mengalami penurunan pengaruh dengan jarak dari sampel lokasi. Semakin jauh dari

jarak dari lokasi maka semakin menurun pengaruhnya, juga sebaliknya. Dengan mendefinisikan bahwa nilai yang lebih tinggi berarti diletakkan pada titik terdekat. Dengan demikian, data yang terdekat akan memiliki pengaruh besar dan permukaan akan lebih detail (kurang halus). Sedangkan nilai yang rendah akan memberikan pengaruh yang lebih untuk poin sekitarnya yang jauh, sehingga menghasilkan permukaan halus. Pada praktikum, permukaan IDW adalah yang paling jelas dan detail daripada keempat metode lainnya. Ketika membuat IDW terdapat Variable Search Radius yang terisi secara default dengan nilai 12, ini berarti terdapat 12 titik yang digunakan dalam menghitung nilai sel interpolasi, yang membuat jarak radius bervariasi untuk setiap sel interpolasi, tergantung pada seberapa jauh harus mencari di sekitar setiap sel diinterpolasi untuk mencapai jumlah yang ditentukan poin masukan. Dengan demikian, beberapa lingkungan dalam ke-12 titik akan menjadi kecil dan lain-lain akan menjadi besar, tergantung pada kepadatan titik yang diukur dekat sel interpolasi. Selain itu juga dapat menentukan jarak maksimum (dalam satuan peta) agar tidak melebihi radius pencarian, namun dalam hal ini, jarak dalam Maximum Distance tidak diisi sehingga tidak ada batasan pencarian. Kemudian pada kolom Power terisi angka 2 secara default, Power mengendalikan pentingnya pengaruh poin terhadap kedetailan pada nilai interpolasi sekitarnya.

Natural Neighbor memiliki batas poin masukan yaitu sekitar 15 juta. Jika kelas fitur input berisi lebih dari jumlah poin yang sangat besar lebih dari 15 juta maka fungsi metode ini mungkin gagal untuk membuat hasilnya. Dalam praktikum ini terdapat 6722 poin sehingga alat masih bisa bekerja. Pada Natural Neighbor terdapat Output Cell Size yaitu ukuran sel di mana raster output akan dibuat. Ini akan menjadi nilai di lingkungan jika diatur secara eksplisit, jika tidak, maka akan lebih pendek dari lebar atau tinggi tingkat fitur point masukan, dalam referensi spasial input dibagi dengan 250. Permukaan natural neighbor lebih kabur daripada permukaan pada Kriging dan IDW dikarenakan high value lebih tinggi daripada kedua metode tersebut.

Spline merupakan interpolasi permukaan raster dari point feature menggunakan teknik kelengkungan minimal dua dimensi. Menghasilkan permukaan halus melalui titik masukan. Ada dua metode Spline: regularized dan Tension. Dalam praktikum ini menggunakan Regularized. Metode regularized menciptakan kehalusan secara bertahap berubah pada permukaan dengan nilai-nilai yang mungkin berada di luar jangkauan data sampel. Kemudian pada kolom Weight yang terisi 0,1, mempengaruhi karakter interpolasi permukaan. Ketika menggunakan metode regularized, maka akan mendefinisikan berat derivatif ketiga permukaan dalam ekspresi kelengkungan minimalisasi. Pada kolom Number of Points, untuk mengidentifikasi jumlah poin yang digunakan dalam perhitungan setiap sel interpolasi. Semakin banyak poin masukan yang ditentukan, maka semakin banyak setiap sel dipengaruhi oleh jarak poin dan menghasilkan permukaan output yang lebih halus. Semakin besar jumlah poin, semakin lama waktu yang dibutuhkan untuk memproses raster output. Pada praktikum ini menggunakan 12 point. Permukaan spline terlihat lebih kabur daripada permukaan pada permukaan pada metode IDW, Kriging dan Natural Neighbor dikarenakan high value lebih tinggi daripada ketiga metode tersebut.

Trend menggunakan interpolasi polinomial global yang cocok untuk membuat permukaan halus yang didefinisikan oleh fungsi matematika (polinomial) ke titik sampel input. Permukaan trend perubahan secara bertahap dan menangkap pola kasar-besaran di data. Terdapat dua Type of Regression yaitu Linear dan Logistic, dalam praktikum ini menggunakan Linear maka permukaan pada trend menciptakan point raster yang merata. Menggunakan regresi polinomial dalam hal ini menggunakan angka 1 pada Polynomial Order untuk menyesuaikan permukaan ke titik-titik input. Linear memungkinkan untuk mengontrol urutan polinomial yang digunakan untuk menyesuaikan permukaan. Nilai 1 akan cocok dengan bidang datar berdasarkan poin, dan nilai yang lebih tinggi akan cocok dengan permukaan yang lebih kompleks, nilai terendah yang digambarkan sebagai warna putih merupakan elevasi terendah semakin ke arah yang daerahnya memiliki elevasi tinggi maka warna akan semakin gelap sampai telah melewati daerah elevasi tinggi tersebut kemudian menyamaratakan elevasi, semakin gelap warna dan tinggi nilainya maka di daerah itulah yang memiliki point-point dengan elevasi yang lebih tinggi daripada daerah dengan warna terang dengan nilai rendah. Hal ini yang menyebabkan permukaan trend berbeda dengan metode lainnya.

Hillshade merupakan alat untuk memperoleh hipotesis pencahayaan pada permukaan dengan menentukan nilai pencahayaan untuk setiap sel dalam raster. Hal ini dilakukan dengan menetapkan posisi sumber cahaya secara hipotetis dan menghitung nilai pencahayaan dari setiap sel dalam kaitannya dengan sel tetangga. Hal ini dapat sangat meningkatkan visualisasi permukaan untuk analisis atau tampilan grafis, terutama ketika menggunakan transparansi. Raster output memiliki nilai integrer antara 0 sampai 255. Faktor utama saat membuat hillshade untuk lokasi tertentu adalah lokasi matahari di langit. Terdapat kolom Azimuth ketika proses pembuatan yang merupakan arah sudut matahari, diukur dari utara dalam derajat searah jarum jam dari 0 sampai 360. Azimut 90° adalah timur. Azimut yang dipakai dalam praktikum ini adalah 315° (NW) secara default berarti sudut datang sinar matahari berasal dari sudut Barat Laut. Kemudian Altitude adalah kemiringan atau sudut sumber penerangan di atas cakrawala. Unit dalam derajat, dari 0 (di cakrawala) ke 90 (overhead). Dalam praktikum ini menggunakan sudut standar yaitu 45 derajat, berarti posisi matahari berada tepat di atas. Terbentuknya bayangan pada hasil hillshade merupakan hasil dari angka pada Azimuth dan Altitiude. Kemudian Shadow Model yang dapat mengidentifikasi setiap sel yang akan di bawah bayang-bayang sel lain pada waktu tertentu dalam sehari. Jika Shadow Model tidak dicentang, maka raster keluaran hanya mempertimbangkan sudut pencahayaan lokal. Jika dicentang, raster keluaran mempertimbangkan efek dari kedua sudut pencahayaan lokal dan bayangan. Namun dalam hal ini Shadow Model tidak dicentang. Analisis bayangan dilakukan dengan mempertimbangkan efek dari horizon lokal di setiap sel. Sel-sel raster dalam bayangan ditugaskan dari nilai nol. Dalam hal ini terdapat dua hillshade dari Kriging dan IDW, permukaan IDW lebih kasar daripada Kriging dan memiliki nilai yang lebih tinggi.

Slope merupakan laju perubahan maksimum dalam nilai z dari setiap sel. Penggunaan z-faktor penting untuk perhitungan kemiringan ketika unit z permukaan

yang dinyatakan dalam satuan yang berbeda dari tanah dalam unit x, y. Rentang nilai dalam Output Measurements tergantung pada jenis unit pengukuran. Terdapat dua pilihan yaitu Degrees dan Percent-Rise. Untuk degrees, kisaran nilai kemiringan 0 sampai 90. Untuk percent-rise, kisaran 0 hingga dasarnya tak terbatas. Dan Percent-Rise yang digunakan dalam praktikum. Sebuah permukaan datar adalah 0 persen, permukaan 45 derajat adalah 100 persen, dan apabila permukaan menjadi lebih vertikal maka kenaikan persen menjadi semakin besar. Dalam praktikum dibuat dua slope yang berasal dari input Kriging dan IDW. Pada kriging, hasil Slope terlihat lebih halus namun nilai yang lebih rendah daripada hasil pada IDW yang terlihat kasar namun lebih bervariasi. Warna merah menunjukkan elevasi tertinggi dan warna hijau merupakan elevasi terendah.

Cut Fill digunakan untuk menghitung perubahan volume antara dua permukaan pada Kriging dan IDW, Alat ini memungkinkan untuk membuat peta berdasarkan dua masukan permukaan yaitu input before raster surface menggunakan kriging dan input after raster surface menggunakan IDW yang kemudian menampilkan daerah dan volume bahan permukaan yang telah dimodifikasi oleh penghapusan atau penambahan bahan permukaan. Pada tabel atribut dari raster keluaran menyajikan perubahan dalam volume permukaan setelah operasi Cut Fill. Nilai positif untuk perbedaan volume yang menunjukkan daerah sebelum permukaan raster yang telah dipotong (bahan dihapus). Nilai negatif menunjukkan daerah yang telah diisi (bahan tambahan). Daerah yang telah dipotong digambarkan dengan warna biru, dan daerah-daerah yang telah diisi digambarkan dengan warna merah. Daerah yang tidak berubah akan ditampilkan dalam warna abu-abu. Berarti warna merah (Net Gain) yang telah diisi pada raster input menunjukkan bahwa daerah tersebut memiliki ketinggian yang lebih rendah daripada ketinggian pada raster output, kemudian warna biru (Net Loss) menunjukkan bahwa daerah tersebut memiliki elevasi yang lebih tinggi daripada elevasi pada raster output dan warna abu-abu (Unchanged) menunjukkan elevasi yang sama pad raster input dan output, namun dalam hal ini tidak ada warna abu-abu berarti tidak ada ketinggian yang sama.

Viewshed mengidentifikasi sel-sel dalam raster masukan yang dapat dilihat dari satu atau lebih lokasi pengamatan. Setiap sel dalam raster keluaran menerima nilai yang menunjukkan berapa banyak poin pengamat dapat dilihat dari setiap lokasi. Jika hanya memiliki satu titik pengamat, setiap sel yang dapat melihat bahwa titik pengamat diberi nilai 1. Semua sel-sel yang tidak dapat melihat titik pengamat diberi nilai 0. Kelas fitur poin pengamat dapat berupa titik atau garis. Visibilitas setiap pusat sel ditentukan dengan membandingkan sudut ketinggian ke pusat sel dengan sudut ketinggian ke cakrawala lokal. Cakrawala lokal dihitung dengan mempertimbangkan medan intervensi antara titik observasi dan pusat sel. Jika titik terletak di atas cakrawala lokal, maka dianggap terlihat. Pada hasil viewshed terdapat poin yang menunjukkan posisi pengamat kemudian warna merah muda berarti tidak terlihat oleh pengamat karena adanya pengaruh ketinggian objek yang menghalangi pemandangan dan warna hijau muda merupakan daerah yang terlihat oleh pengamat.

Aspect mengidentifikasi arah lereng. Nilai setiap sel dalam raster keluaran menunjukkan arah kompas terhadap permukaan di lokasi itu yang diukur searah jarum

jam dalam derajat dari 0 ke 360. Daerah datar yang tidak memiliki arah lereng diberi nilai -1. Nilai setiap sel dalam dataset aspek menunjukkan arah kemiringan permukaan sel. Lereng yang menghadap ke arah utara diberi warna merah, lereng yang menghadap ke timur diberi warna kuning, lereng yang menghadap ke selatan diberi warna biru muda dan lereng yang menghadap ke barat diberi warna biru.

TIN (Triangular Irregular Network) merupakan bentuk data geografis digital berbasis vektor dan dibangun oleh triangulasi satu set vektor (point). Vektor terhubung dengan serangkaian tepi untuk membentuk jaringan segitiga. Ada berbagai metode interpolasi untuk membentuk segitiga tersebut, seperti Delaunay triangulasi untuk jarak urutan. Pada pembuatan TIN, dibuat garis penampang melintang dan garis kenampakan atau Line of Sight yang melalui objek pada peta dengan ketinggian atau elevasi berbeda. Dalam praktikum ini menggunakan point dalam jumlah banyak atau yang disebut poin massal yang menjadi pengukuran ketinggian titik dalam jaringan TIN. Poin massal merupakan input utama dalam TIN dan menentukan bentuk keseluruhan permukaan. Sehingga memungkinkan untuk model permukaan heterogen secara efisien dengan memasukkan poin lebih banyak di daerah di mana permukaan sangat bervariasi dan lebih sedikit di tempat-tempat di mana permukaan kurang bervariasi. Dalam proses pembuatan TIN dibuat dua garis yaitu yang pertama adalah garis penampang melintang yang menunjukkan perbedaan elevasi pada daerah yang dilalui garis tersebut, garis ini digambarkan dengan warna hitam, kemudian garis yang kedua adalah Line of Sight yang merupakan garis grafis antara dua titik pada permukaan yang menunjukkan di mana sepanjang garis pandangan terhalang. Warna garis menunjukkan lokasi di mana permukaan terlihat dan di mana ia tersembunyi. Status bar menunjukkan apakah target terlihat atau tersembunyi. Pada peta hasil layout TIN terlihat garis yang dilambangkan dengan warna merah yang berarti daerah tersebut terhalang dari titik pengamat, sedangkan daerah garis hijau adalah daerah terlihat dari titik pengamat, kemudian titik biru pada grafik dan titik hitam pada peta merupakan titik pengamat dimana merupakan awal penarikan garis ketika membuat Line of Sight.

VII. KesimpulanKelima metode Raster Interpolation yaitu Kriging, IDW, Spline, Natural

Neighbor dan Trend memiliki perbedaan dari segi kehalusan permukaan dan nilau atau value, dari segi kehalusan permukaan dari yang paling halus sampai yang paling kasar yaitu Trend, Spline, Natural Neighbor, Kriging dan IDW. Semakin halus permukaan output maka semakin terlihat kabur. Semakin halus permukaan output semakin tinggi value/nilainya, kecuali pada Trend.

Nilai/value output yang dihasilkan berbeda-beda pada setiap model. Perbedaan nilai pada Kriging dipengaruhi metode Kriging dan model Semivariogram yang dipilih serta Number of Points yang ditentukan, sedangkan pada IDW nilai/value berbeda tergantung angka yang diberikan pada Power serta Number of Point, kemudian pada Spline perbedaan nilai dipengaruhi angka pada Weight dan Number of Points serta type spline, perbedaan nilai pada Natural Neighbor dipengaruhi Output

Cell Size dan perbedaan nilai pada Trend dipengaruhi angka yang diberikan pada Polynomial Order dan pemilihan pada Type of Regresion.

Hillshade menentukan daerah pencahayaan dan bayangan berdasarkan arah sudut pencahayaan matahari. Hasil IDW lebih kasar daripada Kriging karena dipengaruhi angka pada Power, demikian juga pada hasil Slope. Cut Fill membandingkan dua raster berdasarkan perbedaan elevasi, elevasi pada raster “sebelum” lebih rendah daripada raster “sesudah” maka akan diisi (fill), elevasi pada raster “sebelum” lebih tinggi daripada raster “sesudah” maka akan potong (cut). Viewshed menunjukkan terlihat atau tidaknya suatu daerah atau objek dari titik pengamat berdasarkan perbedaan ketinggian tempat pada titik pengamat dan daerah sekitar. Aspect membuat peta berdasarkan arah lereng yang berhadapan sesuai arah mata angin dengan simbol warna. TIN terbentuk berdasarkan data elevasi atau nilai z pada tabel atribut.

VIII. Daftar PustakaBooth, Bob. 2000. Using ArcGIS™ 3D Analyst™. Environmental Systems Research

Institute. United States of America

Pramono, Gatot. 2008. Akurasi Metode IDW dan Kriging untuk Interpolasi Sebaran Sedimen Tersuspensi di Maros, Sulawesi Selatan. Bakosurtanal

http://web.pdx.edu/~emch/gis2a/Using_ArcGIS_3D_Analyst.pdf (diakses pada 21 April 2015 pukul 14:50)http://resources.arcgis.com/en/help/main/10.1/index.html#/Creating_a_line_of_sight/00q8000000pz000000/ (diakses pada 21 April 2015 pukul 14:44)http://help.arcgis.com/en/arcgisdesktop/10.0/help/index.html#/Natural_Neighbor/00q90000002w000000/ (diakses pada 21 April 2015 pukul 14:57)http://webhelp.esri.com/ArcGISdesktop/9.3/index.cfm?TopicName=Kriging_(3D_Analyst) (diakses pada 21 April 2015 pukul 14:58)http://help.arcgis.com/en/arcgisdesktop/10.0/help/index.html#/Spline/00q900000024000000/ (diakses pada 21 April 2015 pukul 15:01)http://help.arcgis.com/en/arcgisdesktop/10.0/help/index.html#/Trend/00q90000006s000000/ (diakses pada 21 April 2015 pukul 15:09)http://help.arcgis.com/en/arcgisdesktop/10.0/help/index.html#/Cut_Fill/009z000000tz000000/ (diakses pada 21 April 2015 pukul 15:25)http://help.arcgis.com/en/arcgisdesktop/10.0/help/index.html#/Viewshed/009z000000v3000000/ (diakses pada 21 April 2015 pukul 15:42)http://help.arcgis.com/en/arcgisdesktop/10.0/help/index.html#/Aspect/009z000000tr000000/ (diakses pada 21 April 2015 pukul 16:04)http://webhelp.esri.com/arcgisdesktop/9.2/tutorials/3D_20.htm (diakses pada 21 April 2015 pukul 16:18)