Upload
uinsuka
View
2
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
TASAWUF DI ERA MODERN
MAKALAHDiajukan dalam memenuhi tugas dalam mata kuliah Akhlaq
Tasawuf
Disusun Oleh Kelompok 8C AS-A:
1. Husen Ishak 12350093 (087826077856)
2. Khusen 12350092(089672114299)
Dosen:
Drs. Malik Ibrahim, M.Ag.
AL-AHWAL ASY –SYAKHSIYAH
FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA
YOGYAKARTA
2012
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmaanirrahiim,
Segala puji bagi Allah SWT, atas rahmat dan ridlo-Nya
makalah ini dapat terselesaikan dengan sebaik-baiknya.
Mudah-mudahan memenuhi kriteria sebagai salah satu
pemenuhan tugas pada mata kuliah Akhlak Tasawuf.
Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurahkan kepada
Nabi Muhammad SAW sebagai panutan ummat. Semoga kita
sebagai umatnya mendapatkan syafa’at darinya.
Menyikapi kemajuan zaman dan perubahan-perubahan system
yang ada di tengah-tengah masyarakat saat ini dimana
telah banyak mengakibatkan manusia modern mengalami
krisis spiritual. Salah satunya pengaruh sekularisasi
yang lama menimpa manusia modern setelah saintek yang
dibawanya memutuskan untuk mengambil pandangan sekuler
sebagai pilosofisnya. Maka dari itu, kami tertarik
untuk memberikan solusi melalui makalah yang berjudul
“Tasawuf Di Era Modern” .
Semoga dengan khadiran makalah ini sedikit banyak
menjadi sumbangsih pemikiran guna menyadarkan umat
Islam modern khususnya. Kritik dan saran yang sifatnya
membangun dari berbagai pihak sangat kami harapkan demi
kesempurnaan karya-karya tulis selanjutnya.
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ……………………………………………………………
DAFTAR ISI ………………………………………………………………………
BAB I : PENDAHULUAN
………………………………………………………
A. Latar Belakang Masalah ……………………………………………
B. Rumusan Masalah ………………………………………………….
C. Metode Penelitian ………………………………………………….
BAB II : PEMBAHASAN
………………………………………………………..
A. Kondisi Sosial Keagamaan Umat Islam Di Era
Modern …………...
B. Problematika Kehidupan Umat Islam Di Era
Modern ……………..
C. Model Tasawuf Yang Relevan Dan Applicable Di
Era Modern …..
BAB III : PENUTUP ………………………………………………………………
A. Simpulan ……………………………………………………………
B. Saran ………………………………………………………………..
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Dunia modern memancarkan nilai-nilai positif
dan negative, hal ini menjadi dilema dan tantangan
yang penuh kompetitif. Kompetisi itu perlu memacu
pengembangan diri dan kelompok dalam kehidupan
masyarakat. semakin maju suatu masyarakat, maka
semakin tinggi pula tingkat kompetisinya. Sebaliknya
masyarakat yang kurang maju, maka tingkat
kompetisinya juga rendah.
Sudah tidak dapat diingkari bahwa masyarakat
modern yang ditandai dengan kompetisi tinggi itu
penuh dengan dilema dan tantangan yang menjadi
sunnatullah. Menghadapi dilema kehidupan tersebut
memerlukan arus pemikiran yang mengarah kepada
pencapaian titik kebahagiaan melalui kehidupan
spiritual. Kehidupan spiritual selalu ditandai
dengan meditasi yang merupakan kegiatan sehari-hari
yang sangat menonjol dikalangan mereka yang menempuh
jalan spiritual seperti sufi.
Telah banyak manusia modern yang mengalami
krisis spiritual. Itu akibat pengaruh sekularisasi
yang telah lama menimpa jiwa-jiwa mereka melalui
paham-pahamnya seperti naturalisme, materialisme,
positifisme dsb. setelah kemajuan saintek yang
dibawanya memutuskan untuk mengambil pandangan
sekuler sebagai dasar pilosofisnya.1 Pandangan yang
hanya mementingkan kehidupan duniawi, telah secara
signifikan menyingkirkan manusia modern dari aspek
spiritualitas sehingga mereka terisolir dari dunia
lain non-fsikis sebagaimana keyakinan para sufi.
Imam Al Ghazali berpendapat bahwa dinamika
kehidupan dalam sejarah bertumpu pada unsur dan
proses kejadian manusia yang dijadikan dari 2 unsur:
ruh dan jasad tubuh. Dimensi ruh karena langsung
bersumber dari Tuhan yang terbebas dari hukum
natural mekanis, sedangkan jasad tubuh sebaliknya.
Jasad tubuh tumbuh melalui proses natural hingga
dikenai dan terikat proses mekanistis tersebut
ketika kedewasaan tumbuh memerlukan waktu historis
dalam hitungan tahun.2 Karena itu, kebahagiaan hidup
seseorang bisa dicapai ketika mekanisme jasad tubuh
diabdikan sepenuhnya pada mekanisme ruhnya.
1 Mulyadi Kertanegara, Menyelami Lubuk Tasawuf, (Jakarta: Erlangga, 2006) hal. 2642 Abdul Munir Mulkan, Sufi Pinggiran Menembus Batas-Batas, (Yogyakarta: IMPULSE, 2007) hal. 52
Ketika kita sebagai orang modern yang hanya
membatasi diri kita pada dunia fisik saja, maka
menurut pendapat sufistik kita tidak akan dapat
mengorientasikan diri kita dengan benar dan hanya
akan berputar-putar tanpa arah di dunia yang
senantiasa berubah dan akan musnah ini. Akibat
seriusnya dari kondisi seperti ini adalah adanya
perasaan terasing atau istilahnya “terlienasi” baik
dari diri sendiri, alam sekitar, dan Tuhan.3
Sulit nampaknya mereka untuk mengenal siapa
diri mereka yang sejati. Ketika manusia hanya
mementingkan aspek dari dirinya dengan
mengesampingkan aspek spiritual, maka kegoncangan
dan ketidakstabilan jiwanya tidak sulit dibayangkan.
Ketika manusia modern hanya membersihkan kotoran-
kotoran jiwa mereka, maka tidak sulit untuk menjawab
mengapa orang-orang modern banyak mengalami
goncangan dan penyakit jiwa. Stres dan hipertensi
pun telah menjadi penyakit umum yang diderita oleh
manusia modern.
Orang kaya harta dan kuasa seringkali hidupnya
kosong dan hampa karena kehilangan kekayaan ruhaniah
dan spiritual. Mereka sulit tidur, mahal senyum, dan
stress, serta setiap banyak pilihan kecuali3 Mulyadi Kertanegara, Menyelami Lubuk Tasawuf, (Jakarta: Erlangga, 2006) hal. 264
mengakhiri hidupnya dengan bunuh diri. Karena itu,
Islam memandang manusia bisa tumbuh lebih mulia
daripada malaikat dan bisa lebih hina daripada
binatang atau syetan dimana syaratnya manusia bisa
bebas dari sekedar kebutuhan makan dan minum, nafsu
syahwat, dan kecintaan terhadap kekuasaan. Kemuliaan
manusia bukanlah karena menjauhi kehidupan duniawi
melainkan manakala bisa menggunakan kepintaran,
kekayaan dan kekuasaan untuk kemanfaatan bagi yang
lainya.
Pemakalah berasumsi bahwa segala yang
menghadang di tengah masyarakat modern harus
ditantang dengan nilai-nilai spiritual yang
dihidupkembangkan dalam mistisme Islam yaitu tasawuf
yang relevan.
B. Rumusan Masalah
Merujuk penjelasan dalam latar belakang diatas,
pemakalah menarik masalah sebagai berikut :
1. Bagaimana Kondisi sosial keagamaan umat Islam di
era modern?
2. Apa saja yang menjadi Problematika kehidupan umat
Islam di era modern?
3. Seperti apa model tasawuf yang relevan dan
applicable untuk mengatasi krisis spiritual
manusia modern?
C. Metode Penelitian
Metode Penelitian yang digunakan dalam
penulisan makalah ini adalah studi kepustakaan
dimana seluruh data dijadikan sebagai obyek
penelitian. Penelitian ini juga mengambil buku-buku
dan atau situs-situs website yang berhubungan secara
langsung atau tidak langsung.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Kondisi Sosial Keagamaan Umat Islam Di Era Modern
Modernisasi dan Globalisasi merupakan 2 hal
yang sangat signifikan imbasnya bagi kehidupan
modern saat ini. Modernisasi diartikan sebagai
proses gerakan perubahan individu dari cara hidup
yang bersifat tradisional atau yang bersifat lama
menuju cara hidup yang baru atau yang maju dan
bersifat kompleks dan pada arah kemajuan. Adanya
proses modernisasi ini melahirkan modernisasi
ekonomi, modernisasi sosial. Modernisasi ekonomi
penekannya adalah pada perkembangan akan kemajuan
ekonomi, kemajuan ekonomi ini ditandai oleh
tingginya tingkat konsumsi dan standar hidup,
revolusi teknologi, intensitas modal yang semakin
besar dan organisasi birokrasi yang rasional.
Kemudian modernisasi sosial, modernisasi sosial ini
menekankan pada perubahan dalam kehidupan
masyarakat, pola-pola kelembagaan dan peranan status
dalam struktur sosial masyarakatnya. Selain itu juga
modernisasi sosial ini perhatiannya pada perubahan
sosial terencana, sekularisme, perubahan sikap dan
tingkah laku, pengeluaran dalam pendidikan umum,
adanya revolusi pengetahuan, hubungan sosial
kemudian diferensiasi struktural fungsional.
Sedangkan globalisasi adalah penyebaran perkembangan
kehidupan ke seluruh kawasan yang ditandai dengan
adanya hubungan antar bangsa ataupun antar negara
yang meliputi berbagai aspek kehidupan. Kehidupan
masyarakat seperti yang kita lihat dari realita yang
ada nyatanya kehidupan masyarakat selalu mengalami
perubahan.
Masyarakat umum maupun Muslim dibedakan menjadi3 tipe:
1. Masyarakat yang Terbelakang dan Sakralis
Masyarakat yang kecil, terisolasi dan terbelakang,
tingkat perkembangan teknik mereka rendah dan
pembagian kerja atau pembidangan kelas-kelas
sosial mereka relatif masih kecil. Setiap anggota
ini bersama-sama menganut agama yang sama. Agama
memasukkan pengaruhnya yang sakral ke dalam sistem
nilai masyarakat secara mutlak dan dalam keadaan
lembaga lain selain keluarga. Agama jelas menjadi
fokus utama bagi pengintegrasian dan persatuan
dari masyarakat secara keseluruhan.
2. Masyarakat Pra-Industri Berimbang
Masyarakat ini tidak begitu terisolasi, berubah
lebih cepat, lebih luas daerahnya dan lebih besar
jumlah penduduknya serta ditandai dengan tingkat
perkembangan teknologi yang lebih tinggi.
Pembagian kerja yang luas, kelas-kelas sosial yang
beraneka ragam, serta adanya kemampuan tulis baca
sampai tingkat tertentu. Agama tentu saja
memberikan arti dan ikatan kepada sistem nilai
dalam tipa masyarakat ini. Akan tetapi pada saat
yang sama lingkungan yang sakral dan yang sekuler
itu sedikit banyaknya masih dapat dibedakan.
Nilai-nilai keagamaannya dalam masyarakat tipa
kedua menempatkan fokus utamanya pada
pengintegrasian tingkahlaku perorangan dan
pembentukan citra pribadinya.
3. Masyarakat Industri-Sekuler
Masyarakat ini sangat dinamik. Teknologi semakin
berpengaruh terhadap semua aspek kehidupan.
Sebagian besar penyesuaian-penyesuaian terhadap
alam fisik, tetapi yang penting adalah
penyesuaian-penyesuaian dalam hubungan-hubungan
kemanusiaan mereka sendiri. Pengaruh ilmu
pengetahuan dan teknologi terhadap masyarakat juga
mempunyai konsekuensi-konsekuensi penting bagi
agama. Dalam bentuk ini nilai-nilai tersebut tetap
memberikan sumbangan sampai batas yang sangat
sukar diukur terhadap keterpaduan masyarakat
buktinya adalah khususnya pola masa-masa penuh
ketegangan, sering muncul himbauan masyarakat
untuk menerapkan warisan tradisi keagamaan yang
umum ini. Mobilitas masyarakat selain berkembang
sesuai dengan perkembangan zaman, mobilitas yang
terjadi di dalam masyarakat tidak hanya dari segi
ekonomi tetapi juga dari segi pendidikan yang akan
memicu pada perubahan status sosialnya.
Agama, terlahir awalnya adalah berasal dari
keyakinan terhadap adanya yang ghaib dan mempunyai
kekuatan supranatural. Kata agama, berasal dari
bahasa sansekerta ”a” yang berarti ”tidak” dan
”gama” yang berarti ”kacau”. Dari dua kata tersebut
diartikan bahwa agama adalah suatu peraturan yang
mengatur kehidupan manusia agar tidak kacau. Agama
pada era modern memandang dari perspektif Islam,
modernitas dalam kehidupan kita saat ini adalah
impor dari dunia Barat yang memiliki sistem nilai
logika. Perkembangan tersendiri yang di dalamnya
mungkin terdapat unsur yang singkron saling
melengkapi yang besifat universal. Dalam bentuknya
yang positif umat Islam pun mengakui ”hutang budi’
mereka kepada Barat, terutama dalam mengikis
kungkungan tradisionalisme, kemudian menerima
tatanan baru yang mendorong untuk melakukan berbagai
inovasi guna menjawab tantangan zaman di lingkungan
masing-masing. Umat Islam kehilangan jati diri dalam
melihat tatanan yang serba asing kemudian
menempatkan secara proporsional baik sebagai ”kawan”
maupun sebagai ”lawan”.
Bagi masyarakat Indonesia, mengindealisasikan
peranan agama dan pembentukan budaya dan kepribadian
bangsa adalah wajar, karena agama memang memiliki
akar yang kokoh di dalam hampir segala subkultur
yang ada di Indonesia yang konon sejak zaman dahulu
kala. Dengan kata lain, agama bagi bangsa Indonesia
telah menjadi salah satu unsur yang paling dominan
dalam sejarah peradaban sampai pada era modern ini
bahkan mungkin sampai masa yang akan datang akan
tetap berpengaruh.
Menjadi tantangan bagi umat Islam, ketika
menyebarkan ajaran Islam di tengah-tengah masyarakat
yang pluralitas dan di setiap langkahnya selalu
mengalami perubahan yang berpengaruh besar. Adapun
kondisi masyarakat Islam di Indonesia pada era
modern ini seringkali mengalami ketegangan-
ketegangan di antara umat Islam sendiri, seperti
konflik antar kelompok Muslim, antar kelompok yang
dianggap radikal dengan kelompok yang masih
menganggap dirinya pribumi atau kelompok Islam
murni. Modernisasi merupakan produk Barat yang
memaksakan peradaban Barat terhadap dunia Muslim dan
untuk menyingkirkan pengaruh Islam dari berbagai
aspek kehidupan. Modernisasi hanya akan menghasilkan
sekularisasi dan sekularisme yang akan mengakibatkan
kemunduran agama baik pada tingkat sosial
(masyarakat) maupun pada tingkat individual.
Kemudian masyarakat modern memerlukan pengalaman
keagamaan yang lebih intens dalam pencarian makna.
Kondisi kehidupan masyarakat secara kultural
juga mengalami kemunduran, seperti yang kita lihat
bagaimana masyarakat Indonesia yang kita lihat
sekarang ini kebanyakan menjadi konsumen dunia
Barat, banyak juga yang sampai saat ini melupakan
kultur yang ada di negeri ini. Dari segi etika,
bahasa, gaya hidup, berpakaian, dan lain sebagainya.
Dan sedikit sekali masyarakat Indonesia khususnya
Muslim Indonesia yang mengkontribusikan pemikiranya
di era modern ini. Hal ini memang sangat
menghawatirkan bagi masyarakat Indonesia. Disini
kedudukan agama sering kali mengalah, yakni
menyesuaikan dengan kondisi masyarakat yang ada agar
tetap diterima ditengah-tengah kehidupan masyarakat
Indonesia. Era modern ini, masyarakat Muslim
Indonesia juga terbawa-bawa oleh hidup ala Barat. Dan
sering kali tidak mempertimbangkan tentang ajaran
agama. Menurut penulis boleh saja kita mengambil
pelajaran dari apa yang telah dikontribusikan oleh
dunia Barat asal itu tidak keluar dari koridor syariat
Islam.
Dari masa ke masa, kehidupan masyarakat pasti
akan mengalami perubahan baik itu proses
perubahannya secara cepat ataupun secara lambat,
direncanakan atau tidak. Perubahan sosial pada
intinya adalah faktor dinamika manusianya yang
kreatif dan anggota masyarakatnya bersikap terbuka,
secara kreatif menciptakan kondisi perubahan
terutama dalam bidang ekonomi dan politik hidup
sehari-hari. Di dalam proses perubahan terkadang
diselingi konflik yang terjadi di kehidupan
masyarakat. Kemudian di era modern, syarat umum
modernisasi dalam kehidupan masyarakat meliputi: cara
berfifkir yang ilmiah, sistem analisa data atau fakta yang
metodik, sistem administrasi yang efisien, ada iklim yang
mendukung perubahan baru, disiplin yang tinggi pada waktu dan
aturan main, inovasi dan modifikasi dalam segala bidang.
Perubahan masyarakat Islam yang positif
diantaranya:
1. Ilmu pengetahuan dalam kehidupan masyarakat
semakin mendukung perkembangan dunia Islam.
2. Dengan adanya modernisasi, umat Islam mampu
mengaplikasikan ajaran Islam dalam konsep ilmu
umum.
3. Dengan adanya teknologi sebagai salah satu produk
modernisasi, masyarakat Islam bisa dengan mudah
memperluas dakwahnya lewat media dan juga
memperluas jaringannya.
Perubahan masyarakat Islam yang negatif
diantaranya:
1. Moralitas semakin menurun.
2. Ketergantungan terhadap teknologi.
3. Lebih mengutamakan urusan duniawi daripada
ukhrowi.
4. Hubungan silaturrahni secara face to face menurun.
B. Problematika Kehidupan Umat Islam Di Era Modern
Kondisi umat Islam belumlah seperti yang
diharapkan sebagai sesuatu yang benar-benar bangkit.
Umat Islam dunia masih saja dalam kondisi
keterpurukan. Mekipun telah beberapa orang, kelompok
dan organisasi yang mulai bangkit dan menyerukan hal
yang sama sambil menyadarkan umat Islam dan berkarya
untuk membuktikan hal itu. Hingga saat ini praktis
bisa dikatakan bahwa umat Islam memang masih sebagai
sesuatu yang belum berarti (secara politis) bagi
dunia. Kebanggaan yang dapat ditampilkan bagi umat
Islam saat ini masih sangat sedikit sekali. Paling-
paling negara Arab yang kaya dengan minyak, itu pun
karena keberuntungan takdir saja bahwa cadangan
minyak terbesar dunia ada disana. Tentang hal yang
lain sangat sulit untuk mencarinya. Di bidang
ekonomi, masyarakat Muslim dunia sama sekali tidak
bisa diandalkan. Sampai sekarang sistem yang dipakai
tetap saja kapitalisme dengan segala
konsekuensinya.negara-negara Muslim yang memang
sudah miskin semakin miskin saja dengan kapitalisme
yang dibanggakan Amerika. Sistem perekonomian Islam
yanng menjanjikan keadilan itu tidak muncul sama
sekali. Padahal beberapa abad sistem ini dipakai dan
pernah terbukti keampuhannya. Sistem bank
konvensional (riba) masih menjadi pilihan utama
masyarakat dunia. Belum lagi dengan kemiskinan
negara-negara Muslim yang menyebabkan mereka harus
berhutang pada negara-negara kapitalis. Pada
gilirannya juga akan mempersulit mereka bahkan untuk
sekedar membayar bunga hutang.
Dari segi politik juga demikian. Amerika dengan
PBB sebagai tunggangannya praktis menguasai seluruh
negara di dunia tidak terkecuali negara Muslim.
Dengan kekuatan persenjataan dan teknologi tinggi,
secara politis Amerika telah menjadi polisi dunia.
Begitu pula kelompok-kelompok pertahanan dan politik
seperti NATO yang lumayan represif terhadap Islam.
Dipentas dunia, negara-negara Muslim sendiri tidak
punya kekuatan jika dibanding mereka. Organisasi
negara-negara Islam seperti OKI tidak bisa berbuat
banyak menghadapi PBB dan NATO. Bahkan sekedar turun
berperan serta dalam menentukan harga dan kuota
minyak -negara-negara Arab sangat berkepentingan
terhadap hal itu- tidak mampu dilakukan. Fakta-fakta
masih terpingirkannya peran Islam dalam dunia
internasional ditambah lagi dengan intervensi yang
berlebihan terhadap negara-negara Muslim Arab dan
ketidakjelasan sikap mengenai Palestina, Kashmir,
Bosnia, Cechnya, dan Pakistan. Campur tangan pihak
luar yang bisanya sangat ditentukan oleh berbagai
kepentingan politik dan ekonomi selalu saja
membersamainya.
Saat ini kondisi umat Islam terpecah belah ke
dalam 50-an negara. Kolonialisme telah berhasil
melakukan hal itu dan selalu saja memunculkan friksi
antar umat Islam sendiri mengenai batas wilayah yang
lebih sering menimbulkan peperangan berkepanjangan
daripada kepahaman dan persaudaraan. Bagaimanapun
umat Islam telah berhasil dikelabui oleh berbagai
gerakan pembaratan yang berakibat ada semacam trend
di kalangan umat Islam untuk meniru Barat dan merasa
asing serta phobi pada Islam sendiri. Dari segi
sosial budaya umat Islam lebih menyukai meniru Barat
dalam banyak hal seperti model berpakaian, cara
bergaulan, bahasa, dan simbol-simbol budaya lainnya.
Kemudian ini juga berlanjut dengan menganggap baik
segala apa yang berasal dari Barat dan sebaliknya
menganggap yang dari Islam itu jelek dan ketinggalan
zaman. Hal ini cukup lama dirasakan sehingga
keagungan Islam sendiri semakin tidak dirasakan
bahkan oleh umat Islam sendiri.
Ada banyak faktor yang menyebabkan permasalahan
yang begitu kompleks terjadi dengan umat Islam.
Secara garis besar berupa faktor eksternal dan
internal. Adapun faktor-faktor eksternal yaitu:
1. Invasi Pemikiran (Ghazwul Fikri)
Adalah usaha suatu bangsa untuk menguasai
pemikiran bangsa lain (kaum yang diinvasi), lalu
menjadikan mereka (kaum yang diinvasi) sebagai
pengikut setia terhadap setiap pemikiran,
idealisme, way of life, metode pendidikan,
kebudayaan, bahasa, etika, serta norma-norma
kehidupan yang ditawarkan kaum penginvasi. Invasi
pemikiran jelas-jelas bermaksud merusak tatanan
masyarakat Islam, mengganti norma dan budaya Islam
dengan Barat dan menjauhkan umat Islam dengan
diennya sendiri.
2. Sekulerisme
Pemisahan dengan sangat dikotomis antara ilmu-ilmu
agama dan ilmu-ilmu non-agama memang merupakan
bagian dari upaya untuk menghilangkan peran agama
dalam masyarakat dan memunculkan keraguan akan
kebenaran agama. Sekulerisme menjadi sesuatu yang
dianggap baik oleh Barat karena secara historis ia
terlahir dari perlawanan atas kejumudan pemikiran
gereja di abad pertengahan.
3. Kapitalisme, Materialisme, Metode Ilmiah-
Positifisme dan Modernisasi
Sebagai salah satu produk ghazwul fikri. dimana
berawal dari temuan metode ilmiah dan pengembangan
iptek yang bersumberkan pada paradigma material,
kemudian berlanjut dengan kapitalisme yang
merasuki sistem pembangunan dan ekonomi umat
Islam. Hal ini tidak menyebabkan kecuali semakin
terpuruknya umat Islam secara ekonomi dan politik.
Maka yang terjadi sekarang adalah imperialisme
epistemologi oleh Barat kepada umat Islam.
Keterbelakangan pada banyak hal menyebabkan umat
Islam terpaksa mengikuti pola ini sadar atau tidak
untuk tetap bisa bertahan hidup.
4. Ancaman Sanksi Ekonomi maupun Politik (Hubungan
Luar Negari).
Mengarah kepada menimbulkan rasa ketakutan yang
berlebihan kepada pihak Barat, khususnya Amerika
dengan PBB nya. Sehingga banyak menghalangi
tindakan ataupun sikap umat Islam menanggapi
sebuah permasalahan maupun isu. Karena apabila
macam-macam saja dengan Amerika dan cs-nya, alamat
negara tidak akan tentram dalam waktu yang lama.
Secara psikologis bangsa-bangsa Muslim memang
masih terjajah.
Sedangkan faktor-faktor internal yaitu
1. Runtuhnya Khilafah
Keruntuhan Daulah Islamiyah melalui pembubaran
Khalifah oleh Mustapa Kamal tanggal 3 Maret 1924,
kemudian diikuti oleh pemisahan agama dan negara
dan model-model sekuler lainnya telah merusakkan
dan mencabik-cabik umat Islam. Setelah itu seolah-
olah Islam benar-benar telah hancur dan tidak akan
pernah seperti itu lagi. Dan langkah ini malangnya
kemudian seolah menjadi preseden bagi umat Islam
untuk mulai meninggalkan ajarannya.
2. Perpecahan Umat Islam dan Kurang Ukhuwah
Dijadikannya negara Muslim menjadi banyak dan
kecil-kecil menjadikan umat Islam selalu dalam
keadaan berpecah belah. Sehingga negara Muslim
lebih banyak disibukkan dengan perebutan batas
negara dan munculnya paham sukuisme dan
nasionalisme sempit.
3. Fanatisme Madzhab
Bahkan hingga sekarang pun umat Islam masih sering
terjebak dengan pembahasan permasalah Mazhab yang
notabene adalah permasalahan furu’ (cabang).Yang
lebih sering perbedaan ini menimbulkan perpecahan,
walau banyak yang mengikuti mazhab dengan taklid
bukan ‘ala bashira. Pada kajian-kajian keIslaman
kemudian juga lebih membahas permasalahan
perbedaan mazhab dan seringnya mengarah pada
menjelekkan mazhab yang lain seolah syurga hanya
untuk mazhabnya sendiri.
4. Pluralisme Gerakan
Sebenarnya banyaknya gerakan Islam bisa menjadi
suatu sinergi dakwah jika saja semua elemen itu
memiki visi bersama dan melakukan gerakan dengan
landasan kebersamaan, profesionalisme, dan
spesifikasi gerakan. Namun karena tidak ada misi
bersama, yang terjadi saat ini adalah masing-
masing gerakan bekerja nafsi-nafsi yang kadang-kadang
overleap sehingga tidak optimal. Bahkan banyak yang
bertentangan secara diametral sehingga justru
malah menghasilkan resultan yang lebih kecil
karena saling melemahkan. Dan malangnya, kadang
bukannya fastabiqul khairat malah saling menyikut,
saling menyalahkan dan mengkafirkan. Lihatlah
bagaimana Salafy begitu sering menghujat Hizbut
Tahrir, Tabligh dan Ikhwanul Muslimin, begitu juga
sebaliknya. Atau kalau di Indonesia bagaimana NU,
Muhammadiyah, dan Persis. Boro-boro untuk maju
bersama, malah sibuk dengan mencari kesalahan
orang lain.
5. Tingkat Intelektualitas
Keterpurukan ekonomi bisaanya bersamaan dengan
kurangnya intelektual di sana. Kepengarangan
ilmiah dari negara-negara Muslim tidak ada yang
mencapai 0.3% dari seluruh karya ilmiah dunia.
Bahkan jika digabungkan pun jumlahnya juga tidak
mencapai 0.5%. dari seluruh dunia yang
menghasilkan 352.000 karya ilmiah, negara-negara
Muslim hanya 3.300, sedangkan Israel 6.100 buah.
6. Salah Persepsi Terhadap Ajaran Islam
Dampak lain dari keberhasilan sekulerisasi dan
keminderan dengan identitas Islam adalah
merosotnya pemahaman Muslim terhadap konsep Islam
sendiri. Kesempurnaan (syamil mutakammil) Islam
tidak dikenal lagi.Sehingga terjadi kerancuan dan
kekaburan makna dan persepsi terhadap ajaran
Islam.
7. Kurangnya Komitmen Melaksanakan Ajaran Islam
Integritas kultur Islam dan kesatuan way of life
Islam terpecah-pecah di dalam diri mereka, di
dalam pemikiran dan aksi mereka, di dalam rumah
dan keluarga mereka. Jauhnya umat Islam dari
kehidupan Islami menyebabkan ajaran-ajaran Islam
menjadi sesatu yang aneh justru bagi kaum Muslimin
sendiri.
8. Gap Antara Kaum Terpelajar dan Kelas Bawah.
Munculnya kaum intelektual Muslim adalah sebuah
kemajuan bagi aset pengembalian peradaban. Namun
sayangnya orang-orang intelektual ini masih
terlalu melangit. Hanya sibuk dengan diri dan
intelektualitasnya saja tanpa memandang kepada
permasalahan konkrit yang dihadapi umat saat ini.
C. Model Tasawuf Yang Relevan Dan Applicable Di Era
Modern
Di kritisi bahwa Tasawuf merupakan pemikiran
yang bernilai spritulialitas mulai berkembang sesuai
dengan perkembangan pola pikir dan paradigma manusia
dalam menjalani kehidupan di dunia yang penuh
tantangan dan dilrema. Dalam perkembangan terakhir
telah muncul beberapa model tasawuf yang dianggap
bisa menyesuaikan diri dengan kondisi social masa
kini. Tiga model tasawuf di antaranya yang akan
dideskripsikan sebagai berikut:
1. Tasawuf Modern
Tasawuf modern adalah model tasawuf yang
diperkenalkan oleh Hamka. Hamka dalam bukunya yang
berjudul Tasawuf Moderen. Dalam bukunya itu, Hamka
mengatakan bahwa Zuhud (membenci kemegahan dunia)
bukan merupakan ajaran Islam. Semangat Islam
merupakan semangat berjuang, berkorban dan
bekerja. Islam selalu menyeru umatnya mencari
rezeki dan mengambil hal-hal yang bisa mengantar
manusia mencapai kemuliaan. Ketinggian dan
keagungan dalam perjuangan hidup. Dengan pengaruh
zuhud menjadikan kaum Muslimin membenci dunia dan
tidak menggunakan kesempatan sebagai penganut
agama lain. Akibatnya, mereka lemah dan tidak bisa
bersaing dalam kehidupan ini. Dia mau berkorban
tetapi tidak ada yang bisa dikorbankan karena
harta telah dibenci. Dia mau berzakat, tetapi
tidak ada yang bisa dizakati karena mengutuk orang
yang mencari harta.
Yang dimaksud istilah tasawuf oleh Hamka, bukan
merumuskan sebuah metode tasawuf yang baru, tetapi
hanya bermaksud mengembalikan pemahaman tasawuf
kepada sumber aslinya. Yaitu keluar dari budi
pekerti yang tercela dan masuk kepada budi pekerti
yang terpuji, dengan keterangan modern. Maka
semula dari tasawuf harus ditegakkan kembali,
yaitu membersihkan jiwa, mendidik, mempertinggi
budi pekerti, menekankan segala kelobaan dan
kerakusan, serta memerangi syahwat yang melebihi
keperluan individu.
1. Neo-Sufisme
Neo-Sufisme adalah sebuah model tasawuf yang
diperkenalkan oleh Fazlur Rahman da;lam bukunya
yang berjudul Islam. Menurutnya, Neo-Sufisme
adalah sufisme yang diperbaharui. Kalau sufisme
yang konvensional lebih menekankan pada aspek
mistis-filosofis, maka dalam sufisme baru ini
digantikan dengan prinsip-prinsip Islam ortodoks.
Kalau dalam sufisme terdahulu terkesan lebih
bersifat individual dan tidak melibatkan diri
dalam hal kemasyarakatan, maka sufisme baru ini
mengalihkan pusat pengamatan kepada sosio-
masyarakat Muslim. Oleh karena itu karakter
keseluruhan neo-sufisme adalah puritanis dan
aktivis.
A. Rivay Siregar mengatakan bahwa gambaran secara
singkat Neo-Sufisme adalah upaya penegakkan
kembali nilai-nilai Islam yang utuh, yakni
kehidupan yang seimbang dalam segala aspek
kehidupan dan dari segi expresi kemanusiaan.
Artinya Neo-Sufisme tidak membawa ajaran baru
secara mutlak, tetapi merupakan sufisme yang
diaktualisasikan dalam kehidupan pribadi dan
masyarakat sesuai dengan kondisi kekinian.
1. Tasawuf Positif
Tasawuf positif dimaksudkan sebagai kebalikan dari
persepsi negative terhadap tasawuf selama ini.
Sebenarnya selama ini pun tasawuf lebih bersifat
positif terhadap kehidupan dunia, tetapi ada
persepsi yang negatif terhadap tasawuf. Seperti
menganggap tasawuf menjauhkan umat Islam dari
kehidupan duniawi. Pada hal tasawuf ini pada
hakikatnya tidak demikian.
Tasawuf positif adalah metode cinta, ia adalah
metode tasawuf yang dipopulerkan oleh IIMan
(Indonesia Islamic Media Network). Sebuah lembaga kajian
tasawuf di Jakarta dibawah pimpinan Haidar Bagir.4
Dalam mendefinisikan tasawuf positif, Haidar Bagir
meringkasnya yaitu:
a. Allah sebagai perwujudan jalal dan jamal;
b. Menghendaki manusia taat beribadah kepada
Allah, tetapi aktif pula dalam berbagai
kegiatan duniawi;
c. Tidak mengabaikan syariah;
d. Tidak anti intelektual;
e. Tidak menolak ilmu-ilmu alam, ia menpromosikan
akal dan sains;
f. Akhlak merupakan sasaran menjalani kehidupan
sufistik;
g. Insan kamil sebagai wujud multi dimensi;
4 Sudirman Tebba, Tasawuf Positif, ( Bogor: Kencana, 2003) hal. 1
Lebih lanjut, Haidar Bagir mengatakan bahwa
tasawuf positif ingin meyakinkan bahwa seorang
sufi yang baik adalah orang yang mementingkan amal
saleh, yakni amal-amal untuk memperbaiki kualitas
lingkungan masyarakat5. Seorang sufi yang benar
adalah sufi yang giat bekerja untuk kepentingan
kehidupan dunianya. Jika ada kelebihan hartanya,
dialokasikan untuk kegiatan masyarakat yang
“mustad’afin”
Jika dikaji lebih jauh tiga model tasawuf di
atas, dapat dikatakan bahwa pada prinsipnya, baik
tasawuf modern, neo-sufisme, maupun tasawuf positif
memiliki tujuan yang sama yaitu mengembalikan ajaran
tasawuf secara proporsional sesuai dengan yang
dipraktekan oleh Rasulullah SAW. Segala bentuk
penyelewengan yang telah merusak citra tasawuf
berusaha disingkirkan. Dengan begitu, tasawuf tidak
ketinggalan dan tetap aktual dalam kehidupan
kontemporer.
5 Sudirman Tebba, Tasawuf Positif, ( Bogor: Kencana, 2003) hal. 1
BAB III
PENUTUP
Demikianlah, bahwa dengan kondisi yang terjadi
dengan umat Islam saat ini, permasalahannya yang
kompleks tidak boleh menjadikan umat berputus asa,
malah hal ini menjadi tantangan besar bagi umat,
khususnya intelektual muslim untuk mengupayakan
tercipanya kesadaran bersama dan usaha-usaha
perbaikan yang sinergi antar seluruh elemen muslim.
Dengan bersungguh-sungguh menjalani kehidupan dunia
tanpa mengabaikan urusan akhirat merupakan benteng
konstruksi psikologis yang sangat kuat dari serangan
krisis spiritual.
DAFTAR PUSTAKA
Kertanegara, Mulyadi. 2006. Menyelami Lubuk Tasawuf.
Erlangga: Jakarta
Mulkan, Abdul Munir. 2007. Sufi Pinggiran Menembus Batas-Batas. IMPULSE: Yogyakarta
Tebba, Sudirman. 2003. Tasawuf Positif. Kencana: Bogor
Idris, Ja’far Syah dkk. 2004. Persfektif Muslim Tentang
Perubahan Sosial. Pustaka: Bandung
Tahir, Munir Nahrawi. 2007. Menjalani Eksistensi Tasawuf, Jalan
Menuju Tuhan. PT Assalam: Jakarta
Website:
http://www. hermawaneriadi.com
http://www.sosbud.kompasiana.com