35
TINJAUAN YURIDIS TINDAKAN KEPOLISIAN DIDALAM MENGAMANKAN PELAKSANAAN EKSEKUSI JAMINAN FIDUSIA BERDASARKAN PERKAPOLRI NO.8 TAHUN 2011 TENTANG PENGAMANAN EKSEKUSI JAMINAN FIDUSIA Oleh: ROBBY ANDRIAN, SH.,MH http://law-indonesia.blogspot.com Latar belakang masalah Jaminan fidusia adalah hak jaminan atas benda bergerak baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud dan benda tidak bergerak khususnya bangunan yang tidak dapat dibebani hak tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan yang tetap dalam penguasaan Pemberi Fidusia, sebagai agunan bagi pelunasan hutang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada Penerima Fidusia terhadap kreditur lainnya. 1 Pemberi fidusia wajib menyerahkan benda yang menjadi objek jaminan fidusia dalam rangka pelaksanaan eksekusi jaminan fidusia. Sebagaimana diatur dalam Pasal 30 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA ( Selanjutnya disebut UUJF). Yaitu : “ Pemberi Fidusia wajib menyerahkan Benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia dalam rangka pelaksanaan eksekusi Jaminan Fidusia.” 1 ? Pasal 1 Angka 2 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA 1

TINJAUAN YURIDIS TINDAKAN KEPOLISIAN DIDALAM MENGAMANKAN PELAKSANAAN EKSEKUSI JAMINAN FIDUSIA BERDASARKAN PERKAPOLRI NO.8 TAHUN 2011 TENTANG PENGAMANAN EKSEKUSI JAMINAN FIDUSIA

  • Upload
    uii

  • View
    1

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

TINJAUAN YURIDIS TINDAKAN KEPOLISIAN DIDALAMMENGAMANKAN PELAKSANAAN EKSEKUSI JAMINAN FIDUSIA

BERDASARKAN PERKAPOLRI NO.8 TAHUN 2011

TENTANG PENGAMANAN EKSEKUSI JAMINAN FIDUSIAOleh:

ROBBY ANDRIAN, SH.,MHhttp://law-indonesia.blogspot.com

Latar belakang masalah

Jaminan fidusia adalah hak jaminan atas benda bergerak

baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud dan benda tidak

bergerak khususnya bangunan yang tidak dapat dibebani hak

tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun

1996 tentang Hak Tanggungan yang tetap dalam penguasaan Pemberi

Fidusia, sebagai agunan bagi pelunasan hutang tertentu, yang

memberikan kedudukan yang diutamakan kepada Penerima Fidusia

terhadap kreditur lainnya.1

Pemberi fidusia wajib menyerahkan benda yang menjadi objek

jaminan fidusia dalam rangka pelaksanaan eksekusi jaminan

fidusia. Sebagaimana diatur dalam Pasal 30 UNDANG-UNDANG REPUBLIK

INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA

( Selanjutnya disebut UUJF). Yaitu :

“ Pemberi Fidusia wajib menyerahkan Benda yang menjadi objekJaminan Fidusia dalam rangka pelaksanaan eksekusi JaminanFidusia.”

1 ? Pasal 1 Angka 2 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA

1

Apabila pemberi fidusia tidak menyerahkan benda yang

menjadi objek jaminan fidusia pada waktu eksekusi dilaksanakan,

penerima fidusia berhak mengambil benda yang menjadi objek

jaminan fidusia dan apabila perlu dapat meminta bantuan pihak

yang berwenang. (diatur dalam Penjelasan Pasal 30 UUJF).

Peraturan mengenai jaminan fidusia tidak mengatur lebih lanjut

dengan jelas siapa pihak yang berwenang untuk dimintai bantuan

dalam eksekusi jaminan fidusia.

Kepolisian Republik Indonesia adalah alat negara yang

bertugas dan berperan untuk memelihara keamanan dan ketertiban

masyarakat, penegakan hukum, perlindungan, pengayoman, dan

pelayanan kepada masyarakat, adalah yang paling berwenang didalam

memberikan bantuan pengamanan pelaksanaan eksekusi jaminan

fidusia. Sertifikat Jaminan Fidusia mempunyai kekuatan hukum

mengikat yang sama dengan putusan pengadilan yang telah

berkekuatan hukum tetap. Atas dasar itu dibentuklah Peraturan

Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2011

tentang Pengamanan Eksekusi Jaminan Fidusia. Lembaga kepolisian

adalah organ pemerintah yang ditetapkan sebagai suatu lembaga dan

diberikan kewenangan menjalankan fungsinya berdasarkan peraturan

perundang-undangan ( Sadjijono, 2008: 52-53).

Selanjutnya Pasal 5 Undang-Undang No. 2 Tahun 2002 tentangKepolisian Negara Republik Indonesia menyebutkan bahwa:

“ Kepolisian Negara Republik Indonesia merupakan alatNegara yang berperan dalam memelihara keamanan dan ketertibanmasyarakat, menegakkan hukum, serta memberikan perlindungan,

2

pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat dalam rangkaterpeliharanya keamanan dalam negeri.”

Kewenangan Kepolisian didalam mengamankan pelaksanaan

eksekusi Jaminan Fidusia adalah bertujuan agar terselenggaranya

pelaksanaan eksekusi Jaminan Fidusia secara aman, tertib, lancar

dan dapat dipertanggung jawabkan serta terlindunginya keselamatan

dan keamananan Penerima Jaminan Fidusia , Pemberi Fidusia dan/

atau masyarakat dari perbuatan yang dapat menimbulkan kerugian

harta benda dan keselamatan. Artinya ruang lingkup Kepolisian

dalam rangka pengamanan eksekusi Jaminan Fidusia adalah dalam

lingkup melindungi keselamatan dan keamanan para Pihak (Pemberi

dan Penerima Fidusia) serta masyarakat secara umum dari tindakan,

perbuatan dan hal-hal yang merugikan harta benda dan keselamatan.

Dalam pasal 20 PERKAPOLRI No.8 Tahun 2011, menyebutkan :“ Dalam hal termohon eksekusi merasa telah membayar atau melunasikewajibannya kepadapetugas lain yang ditunjuk oleh pemohon eksekusi, yangmengakibatkan timbulnya perselisihan pada saat atau sedangdilaksanakan eksekusi, maka personel Polri yang melaksanakanpengamanan melakukan tindakan sebagai berikut:

a. mengadakan pendekatan persuasif antara pemohon dan termohon melalui musyawarah;b. menanyakan dengan sopan dan humanis kepada termohon, untuk menunjukan dokumen pendukung atau bukti pembayaran atau pelunasan;c. mengamankan lingkungan sekitar eksekusi untuk mencegah meningkatnya eskalasi keamanan; dand. apabila termohon mempunyai bukti pembayaran atau pelunasan yang sah,

3

personel Polri: 1. menunda atau menghentikan pelaksanaan eksekusi; 2. membawa dan menyerahkan petugas yang ditugaskan oleh pemohon kepada penyidik Polri untuk penanganan lebih lanjut; dan 3. membawa pihak termohon dan pemohon eksekusi ke kantor kepolisian terdekat untuk penanganan lebih lanjut. “

sebagaimana dalam pasal yang disebutkan diatas, maka Tugas dan

kewenangan Kepolisian dalam rangka ikut mengamankan pelaksanaan

eksekusi Jaminan Fidusia telah memasuki ruang lingkup yang tidak

lagi menjadi kewenangannya, yaitu memasuki ruang lingkup Hukum

Perdata.

PERMASALAHAN

1. Sejauh mana Kewenangan Kepolisian dalam melaksanakan

Tindakannya berdasarkan pasal 20 PERKAPOLRI No.8 Tahun 2011

didalam mengamankan pelaksanaan eksekusi Jaminan Fidusia ?

2. Apakah tindakan Kepolisian berdasarkan PERKAPOLRI No.8 Tahun

2011 bertentangan dengan UU No.42 Tahun 1999 tentang Fidusia

?

TINJAUAN PUSTAKA

Hukum adalah sekumpulan peraturan yang berisi perintah dan

larangan yang dibuat oleh pihak yang berwenang sehingga dapat

dipaksakan pemberlakuannya berfungsi untuk mengatur masyarakat

demi terciptanya ketertiban disertai dengan sanksi bagi

pelanggarnya. Salah satu bidang hukum yang mengatur hak dan

4

kewajiban yang dimiliki pada subyek hukum dan hubungan antara

subyek hukum.

Hukum perdata Indonesia

Hukum perdata disebut pula hukum privat atau hukum sipil

sebagai lawan dari hukum publik. Jika hukum publik mengatur hal-

hal yang berkaitan dengan negara serta kepentingan umum (misalnya

politik dan pemilu (hukum tata negara), kegiatan pemerintahan

sehari-hari (hukum administrasi atau tata usaha negara),

kejahatan (hukum pidana), maka hukum perdata mengatur hubungan

antara penduduk atau warga negara sehari-hari, seperti misalnya

kedewasaan seseorang, perkawinan, perceraian, kematian,

pewarisan, harta benda, kegiatan usaha dan tindakan-tindakan yang

bersifat perdata lainnya.2

Perjanjian Utang Piutang adalah Hubungan Keperdataan

Perjanjian utang piutang dalam Kitab Undang-undang Hukum

Perdata (“KUH Perdata”) tidak diatur secara tegas dan terperinci,

namun bersirat dalam Pasal 1754 KUH Perdata, yang menyatakan

dalam perjanjian pinjaman, pihak yang meminjam harus

mengembalikan dengan bentuk dan kualitas yang sama (selanjutnya

untuk kemudahan, maka istilah yang dipergunakan adalah

“perjanjian utang piutang”). Pasal 1754 KUH Perdata yang dkutip

sebagai berikut:

2 ? http://id.wikipedia.org/wiki/Hukum_di_Indonesia/Hukum perdata Indonesia, diakses 5 Januari 2014

5

“Pinjam meminjam ialah perjanjian dengan mana pihak yang satu

memberikan kepada pihak yang lain suatu jumlah tertentu barang-

barang yang habis karena pemakaian, dengan syarat bahwa pihak

yang belakangan ini akan mengembalikan sejumlah yang sama dari

macam dan keadaan yang sama pula.”

Kesepakatan yang melahirkan hubungan keperdataan dalam

hal ini utang piutang, tentu menjadi undang-undang kepada para

pihak sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 1338 KUH Perdata yang

berbunyi sebagai berikut:

“Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-

undang bagi mereka yang membuatnya.”

Sehingga, kesepakatan mengenai hak dan kewajiban para

pihak yang tertuang dalam perjanjian utang piutang tersebut harus

dengan iktikad baik dilaksanakan. Dalam hal tidak ada atau bahkan

kesepakatan rinci tidak dituangkan dalam suatu bentuk tertulis,

maka berdasarkan ketentuan Pasal 1319 KUH Perdata ditegaskan

bahwa aturan umum dalam KUH Perdata akan berlaku dan menjadi

aturan yang harus dipatuhi oleh para pihak. Dengan berpatokan

pada KUH Perdata, maka setiap penafsiran, tindakan, maupun

penyelesaian sengketa yang muncul harus dirujuk pada perjanjian

utang piutang dan KUH Perdata. Termasuk untuk menentukan suatu

pihak berada dalam keadaan wanprestasi, yang banyak ahli hukum

perdata mengkategorikan wanprestasi ke dalam 4 (empat) keadaan,

yaitu:

1. Sama sekali tidak memenuhi.

6

2. Tidak tunai memenuhi prestasi.

3. Terlambat memenuhi prestasi.

4. Keliru memenuhi prestasi.

Sehingga, pihak si berutang dapat dikatakan berada dalam

keadaan wanprestasi apabila telah menerima teguran

(sommatie/ingebrekestelling) supaya memenuhi kewajibannya untuk

melunasi utangnya. Hal tersebut diatur dalam Pasal 1238 KUH

Perdata yang dikutip sebagai berikut:

“Si berutang adalah lalai, apabila ia dengan surat perintah ataudengan sebuah akta sejenis itu telah dinyatakan lalai, atau demiperikatannya sendiri, ialah jika ini menetapkan, bahwa siberutang harus dianggap lalai dengan lewatnya waktu yangditentukan.”

Muara terakhir dari keadaan wanprestasi ini adalah

pengajuan gugatan terhadap pihak yang berutang. Dengan demikian,

pengadilan terkait didasarkan pada bukti yang kuat akan

menyatakan si berutang berada dalam keadaan wanprestasi, dan

diwajibkan untuk memenuhinya, serta apabila diminta pengadilan

akan meletakan sita terhadap harta benda si berutang. Artinya,

kekuatan eksekutorial dimiliki oleh pihak yang mengutangkan,

sehingga secara hukum dia berhak meminta bantuan pengadilan untuk

mengeksekusi barang si berutang tersebut.3

Merupakan suatu keharusan, dalam suatu hubungan utang

piutang, adanya pelunasan dari pihak yang berutang atau debitur

untuk melakukan pelunasan atas utangnya tersebut, termasuk

3 ? http://www.hukumonline.com/klinik/detail/cl5475/bolehkah-memakai-jasa-polisi-untuk-penagihan-utang , diakses 5 Januari 2014

7

apabila ditentukan adanya bunga, provisi, maupun beban-beban

lainnya. Selain itu dapat pula dipersyaratkan, oleh pihak

berpiutang atau kreditur, mengenai adanya jaminan yang

ditunjukkan untuk lebih menjamin kepastian pelunasan utang

tersebut, agar dapat terlaksana sesuai dengan yang

diperjanjikan.4 Adanya kepastian jaminan pelunasan utang kepada

kreditur termaksud di atas, kemudian diwujudkan dalam suatu hak

jaminan (zekerheidsrechten), yaitu hak yang memberikan kepada

kreditur kedudukan yang lebih baik dari pada kreditur-kreditur

lainnya dalam suatu hubungan utang piutang. Kedudukan lebih baik

ini diperoleh kreditur dikarenakan dalam pemenuhan pelunasan

piutangnya, kreditur tersebut lebih terjamin dibandingkan

kreditur lainnya yang tidak mempunyai hak jaminan.

Jaminan Fidusia Adalah Perjanjian Accessoir Dari Perjanjian

Utang Piutang

Dalam suatu hak jaminan khusus, pemberian

jaminan pada dasarnya merupakan pemberian hak kepada kreditur

tertentu oleh debitur dalam bentuk penunjukan atau penyerahan

benda tertentu secara khusus, sebagai jaminan atau pelunasan

kewajiban atau utang. Oleh karenanya hak jaminan khusus ini

hanya berlaku untuk kreditur tertentu tersebut, baik secara

kebendaan maupun secara perorangan. 5 Penunjukan ini

didasarkan dalam suatu perjanjian yang bersifat accessoir,4 ? J. Satrio , 2002,Hukum Jaminan Hak Jaminan Kebendaan, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, hal.9

8

yaitu perjanjian yang mengikuti dan yang melekat pada

perjanjian dasar atau perjanjian pokok, dalam hal ini adalah

perjanjian utang piutang.

Berdasarkan Pasal 4 UUJF, Jaminan Fidusia adalah

perjanjian ikutan dari suatu perjanjian pokok yang menimbulkan

kewajiban bagi para pihak untuk memenuhi suatu prestasi.

Perjanjian Pokoknya adalah Pinjam-meminjam Uang antara Debitor

sebagai Pemberi Fidusia dan Kreditor sebagai Pemegang Fidusia.

Fidusia sebagai lembaga jaminan sebenarnya bukanlah hal yang

baru, tapi sudah lama digunakan dalam dunia usaha, baik di

Indonesia maupun di negara maju lainnya dengan berbagai

variasi. Hal ini seperti yang dikemukakan oleh Sri Soedewi

Masjchun Sofwan, jika ditelusuri sejarah sebenarnya lembaga

fidusia dengan berbagai variasinya telah dipraktekkan juga di

beberapa negara maju lainnya selain Belanda.6 Kata Fidusia

pada awalnya berasal dari kata “Fides” yang mempunyai arti

kepercayaan. Sesuai dengan arti/makna dari kata tersebut, maka

hubungan (hukum) antara debitur (pemberi fidusia) dengan

kreditur (penerima fidusia), merupakan hubungan hukum yang

didasarkan atas kepercayaan. Pemberi fidusia percaya bahwa

penerima fidusia mau mengembalikan hak milik barang yang telah

diserahkan, setelah dilunasi utangnya. Sebaliknya penerima

fidusia percaya bahwa pemberi fidusia tidak akan

5 ? Subekti, Jaminan-Jaminan Untuk Pemberian Kredit Menurut Hukum Indonesia, Cet. III (Bandung : PT Alumni, 1986), hlm 256 ? Munir Fuady, 2003, Jaminan Fidusia, Cet. II, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, hlm. 13

9

menyalahgunakan barang jaminan yang berada dalam kekuasaannya7. Menurut Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan

Fidusia yang dimaksud dengan Jaminan fidusia adalah:

“ hak jaminan atas benda bergerak, baik berwujud maupun tidakberwujud dan benda tidak bergerak khususnya bangunan yangtidak dapat dibebani hak tanggungan yang tetap berada dalampenguasaan pemberi fidusia, sebagai agunan bagi pelunasanutang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakankepada penerima fidusia terhadap kreditur lainnya.”

Menurut Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999

tentang Jaminan Fidusia yang dimaksud dengan pengertian

Fidusia adalah :

“pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaandengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya dialihkantersebut tetap dalam penguasaan pemilik benda.”

Beberapa ciri yang tampak dalam perumusan tersebut antara

lain:

a. Pengalihan hak kepemilikan suatu benda;

b. Atas dasar kepercayaan;

c. Benda itu tetap dalam penguasaan pemilik benda 8

Pengalihan hak kepemilikan atas benda yang menjadi

obyek jaminan fidusia seperti tersebut di atas dilakukan

dengan cara constitutum possessorium (verklaring van houderschap),

artinya, pengalihan hak kepemilikan atas suatu benda dengan

7 ? Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani, 2001, Jaminan Fidusia (Seri Hukum Bisnis), Cet. II, Jakarta , PT.Raja Grafindo Persada, hlm. 113.8 ? Munir Fuady, Op.Cit. hal. 19.

10

tetap menguasai secara fisik benda tersebut yang berakibat

bahwa Pemberi Fidusia seterusnya akan menguasai dan memakai

benda dimaksud untuk kepentingan penerima jaminan fidusia

“(Penerima Fidusia”) 9.

Jaminan Fidusia sebagai hak kebendaan yang sekarang

ini diatur dalam Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang

Jaminan Fidusia mempunyai sifat-sifat sebagai berikut :

1. Jaminan Fidusia mempunyai sifat accessoir

Jaminan Fidusia bersifat accessoir artinya jaminan

fidusia bukan hak yang berdiri sendiri tetapi

lahirnya keberadaannya atau hapusnya tergantung

perjanjian pokoknya. Yang dimaksud perjanjian pokok

adalah perjanjian yang menimbulkan kewajiban bagi

para pihak untuk memenuhi prestasi. Sifat accessoir

dari jaminan fidusia berdasarkan pada Pasal 4

Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan

Fidusia mengatur bahwa jaminan fidusia merupakan

perjanjian ikutan dan suatu perjanjian pokok yang

menimbulkan kewajiban bagi para pihak untuk memenuhi

prestasi. Sedangkan Pasal 25 juga menegaskan bahwa

Jaminan Fidusia hapus karena hapusnya utang yang

dijamin dengan fidusia.

2. Jaminan Fidusia mempunyai sifat droit de suite (Pasal 20

UUJF).9 ? Fred B.G. Tumbuan, Mencermati Pokok-Pokok Undang-Undang Fidusia , dalamBuletin Hukum Perbankan dan Kebanksentralan , Volume 10, Nomor 2, Mei -Agustus 2012, hlm.30

11

Jaminan Fidusia tetap mengikuti benda yang menjadi

objek Jaminan Fidusia dalam tangan siapapun benda

tersebut berada, kecuali pengalihan atas benda

persediaan yang menjadi objek Jaminan Fidusia.

Ketentuan ini mengakui prinsip Droit de Suite yang

telah merupakan bagian dari Peraturan Perundang-

undangan Indonesia dalam kaitannya dengan Hak Mutlak

atas kebendaan (in rem).10

3. Jaminan Fidusia memberikan hak preferent. (Pasal 27

UUJF)11

Memberikan kedudukan yang mendahului kepada Kreditor

penerima Fidusia terhadap Kreditor lainnya. Penerima

Fidusia memiliki hak yang didahulukan terhadap

kreditor lainnya. Hak yang didahulukan dihitung sejak

tanggal pendaftaran benda yang menjadi objek Jaminan

Fidusia pada Kantor Pendaftaran Fidusia. Hak

didahulukan yang dimaksud adalah hak Penerima Fidusia

untuk mengambil pelunasan piutangnya atas hasil

eksekusi benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia.

Hak yang didahulukan dari Penerima Fidusia tidak

hapus karena adanya kepailitan dan atau likuidasi

Pemberi Fidusia. Ketentuan dalam hal ini berhubungan

dengan ketentuan bahwa Jaminan Fidusia merupakan hak

agunan atas kebendaan bagi pelunasan utang. Disamping10 ? Purwahidpatrik, Hukum jaminan edisi revisi dengan UUHT, Fakultas Hukum Universitas Diponegoro, semarang, 2004 hlm.36-3711 ? Purwahid patrik,loc.cit

12

itu, ketentuan dalam Undang-undang tentang Kepailitan

menentukan bahwa benda yang menjadi objek Jaminan

Fidusia diluar kepailitan dan atau likuidasi. Apabila

atas benda yang sama menjadi objek Jaminan fidusia

lebih dari 1 satu) perjanjian Jaminan Fidusia, maka

hak yang didahulukan ini diberikan kepada pihak yang

lebih dulu mendaftarkannya pada kantor Pendaftaran

Fidusia.

4. Jaminan Fidusia untuk menjamin utang yang telah ada

atau akan ada.

Fungsi jaminan fidusia ialah untuk menjamin pelunasan

suatu utang yang besarnya telah diperjanjikan dalam

perjanjian pokok yaitu perjanjian kredit atau

perjanjian utang. Utang yang dijamin pelunasannya

dengan fidusia harus memenuhi syarat sesuai Pasal 7

Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan

Fidusia, yaitu :12

a) Utang yang telah ada artinya besarnya utang yang

ditentukan dalam perjanjian kredit atau

perjanjian lainnya. Besarnya utang yang ada

dalam perjanjian kredit merupakan jumlah utang

maksimum atau disebut plafond kredit. Sering

terjadi jumlah plafond kredit yang tercantum

dalam perjanjian kredit tidak seluruhnya ditarik12 ? Ni Made Trisna Dewi, Tesis " Tanggung Jawab Debitur Terhadap Musnahnya Benda Jaminan Fidusia Dalam Perjanjian Kredit Bank, Program Pascasarjana Universitas Udayana, Denpasar 2011, Hlm.75-76

13

oleh debitur sehingga jumlah utang yang

sebenarnya tidak sama dengan jumlah plafond

dalam perjanjian kredit. Oleh karena itu

besarnya utang telah ada, dapat menggunakan

bukti tambahan berupa rekening koran atau bukti

lainnya yang dikeluarkan bank. Rekening koran

yang diterbitkan bank inilah merupakan bukti

besarnya jumlah utang riil yang ada yang dijamin

pelunasannya dengan jaminan fidusia.

b) Utang yang akan timbul dikemudian hari yang

telah diperjanjikan dalam jumlah tertentu. Utang

yang akan timbul di kemudian hari atau yang akan

ada ini misalnya utang yang timbul dari

pembayaran yang akan dilakukan oleh kreditur

untuk kepentingan debitur dalam rangka

pelaksanaan garansi bank. Utang ini merupakan

utang yang akan ada karena terjadinya di masa

akan datang tetapi jumlahnya utang sudah bisa

ditentukan sesuai komitmen kreditur untuk

membayar bank garansi akibat debitur tidak

memenuhi kewajibannya kepada penerima bank

garansi (pihak yang dijamin).

c) Utang yang pada saat eksekusi dapat ditentukan

jumlahnya berdasarkan perjanjian kredit yang

menimbulkan kekayaan memenuhi suatu prestasi.

Pada saat eksekusi terhadap jaminan fidusia,14

kreditur akan menentukan jumlah utang riil

debitur berdasarkan perjanjian kredit atau

rekening koran yang meliputi penarikan hutang

pokok, bunga, denda keterlambatan dan biaya-

biaya lainnya yang dikeluarkan kreditur.

berdasarkan bukti-bukti tersebut jumlah utang

dapat ditentukan pada saat kreditur akan

mengajukan eksekusi.

5. Jaminan Fidusia dapat menjamin lebih dari satu utang

Pasal 8 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang

Jaminan Fidusia mengatur bahwa jaminan fidusia dapat

diberikan kepada lebih dari satu penerima fidusia

atau kepada kuasa atau wakil dari penerima fidusia

tersebut. Dari ketentuan pasal ini, maka benda

jaminan fidusia dapat dijaminkan oleh debitur kepada

kreditur hanya berlaku dalam rangka pembiayaan kredit

secara konsorsium atau sindikasi. Artinya seorang

kreditur secara bersama-sama dengan kreditur lain

(secara konsorsium atau sindikasi) memberikan kredit

kepada seorang debitur dalam satu perjanjian kredit.

Jaminan fidusia yang diberikan debitur digunakan

untuk menjamin kepada semua kreditur itu secara

bersama. Antara kreditur satu dengan kreditur lainnya

mempunyai kedudukan yang sama atas jaminan fidusia,

tidak ada kreditur yang memiliki peringkat yang lebih

tinggi dibanding debitur lain. Dari ketentuan Pasal 815

Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan

Fidusia ini tidak berlaku ketentuan pemegang jaminan

peringkat pertama, pemegang jaminan fidusia peringkat

kedua terhadap kreditur yang memberikan kredit secara

bilateral kepada seorang debitur. Tidak adanya

peringkat jaminan fidusia dengan peringkat utama,

kedua dan seterusnya dapat mengacu pada Pasal 17

Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan

Fidusia yang mengatur bahwa pemberi fidusia dilarang

melakukan fidusia ulang terhadap benda yang menjadi

obyek jaminan fidusia yang sudah terdaftar. Hal ini

berbeda dengan Hak Tanggungan yang mengenal peringkat

Hak Tanggungan pertama, kedua dan seterusnya yang

berlaku bagi kreditur dalam memberikan kredit kepada

debitur baik dilakukan secara bersama-sama dengan

kreditur lain atau konsorsium atau sindikasi maupun

secara bilateral atau masing-masing kreditur.13

6. Jaminan Fidusia mempunyai kekuatan eksekutorial

( Pasal 29 UUJF).

Mudah dan pasti pelaksanaan eksekusinya. Dalam hal

Debitor atau Pemberi Fidusia cidera janji, Pemberi

Fidusia wajib menyerahkan objek Jaminan Fidusia dalam

rangka pelaksanaan eksekusi. Eksekusi dapat

dilaksanakan dengan cara pelaksanaan titel

eksekutorial oleh Pemegang Fidusia artinya langsung13 ? Ibid, hlm.77

16

melaksanakan eksekusi melalui Lembaga Parate

Eksekusi, atau penjualan benda Objek Jaminan fidusia

atas kekuasannya sendiri melalui Pelelangan Umum

serta mengambil pelunasan dari hasil penjualan. Dalam

hal akan dilakukan penjualan dibawah tangan, harus

dilakukan berdasarkan kesepakatan Pemberi dan

Penerima Fidusia.14 Hal ini ditegaskan dalam Pasal 15

ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999

tentang Jaminan Fidusia yang artinya menegaskan

Sertifikat Jaminan Fidusia yang dicantumkan kata-kata

”Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”

mempunyai kekuatan eksekutorial yang sama dengan

putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan

hukum tetap. Dengan sifat eksekutorial ini jika

debitur cidera janji maka kreditur sebagai penerima

fidusia dapat melakukan penjualan benda jaminan

secara langsung dengan bantuan Kantor Lelang atau

tidak dengan bantuan Kantor Lelang dan tidak perlu

meminta fiat dari pengadilan. Hak kreditur untuk

menjual sendiri benda jaminan dinamakan Parate

Eksekusi.15

7. Memenuhi asas spesialitas dan publisitas sehingga

mengikat pihak ketiga dan memberikan Jaminan

14 ? Purwahid patrik,loc.cit15 ? Ni Made Trisna Dewi,op.cit, hlm.78

17

kepastian hokum kepada pihak-pihak yang

berkepentingan. (Pasal 6 dan Pasal 11 UUJF).16

Sifat spesialitas adalah uraian yang jelas dan rinci

mengenai obyek jaminan fidusia. Benda yang menjadi

obyek jaminan fidusia harus diuraikan secara jelas

dan rinci dengan cara mengidentifikasi benda jaminan

tersebut, dijelaskan mengenai surat bukti

kepemilikannya dalam Akta Jaminan Fidusia.

Sifat publisitas adalah berupa pendaftaran Akta

Jaminan Fidusia yang merupakan akta pembebanan benda

yang dibebani Jaminan Fidusia. Pendaftaran Akta

Jaminan Fidusia dilakukan di Kantor Pendaftaran

Fidusia tempat dimana Pemberi Fidusia berkedudukan.

Untuk benda-benda yang dibebani Jaminan Fidusia

tetapi berada di luar wilayah Negara Republik

Indonesia tetap didaftarkan di kantor Pendaftaran

Fidusia di Indonesia dimana pemberi fidusia

berkedudukan. Dengan dilaksanakan pendaftaran benda

yang dibebani jaminan fidusia di Kantor Pendaftaran

Fidusia, maka masyarakat dapat mengetahui bahwa suatu

benda telah dibebani Jaminan Fidusia sehingga

masyarakat akan berhati hati untuk melakukan

transaksi atas benda tersebut dan sekaligus

memberikan jaminan kepastian terhadap kreditur

lainnya mengenai benda yang telah dibebani jaminan16 ? Purwahid patrik,loc.cit

18

fidusia. Pendaftaran benda yang telah dibebani

jaminan fidusia ini untuk memenuhi asas publisitas

seperti tercantum pada Pasal 11 Undang-Undang Nomor

42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia yang mengatur

bahwa benda yang dibebani dengan jaminan fidusia

wajib didaftarkan.

8. Fidusia berisi hak untuk melunasi utang

Pada umumnya sifat ini ada dalam setiap hak jaminan

yang menjamin pelunasan utang, seperti Hak Tanggungan

juga memiliki sifat ini. Sifat ini sesuai fungsi

setiap jaminan yang memberikan hak dan kekuasaan

kepada kreditur untuk mendapatkan pelunasan dari

hasil penjualan jaminan tersebut bila debitur cidera

janji bukan untuk dimiliki kreditur.17

Hukum Pidana Indonesia

Hukum Pidana adalah keseluruhan dari peraturan-peraturan

yang menentukan perbuatan apa yang dilarang dan termasuk kedalam

tindak pidana, serta menentukan hukuman apa yang dapat dijatuhkan

terhadap yang melakukannya. Menurut Prof. Moeljatno, S.H :

Hukum Pidana adalah bagian daripada keseluruhan hukum yang

berlaku di suatu negara, yang mengadakan dasar-dasar dan aturan-

aturan untuk:

1. Menentukan perbuatan-perbuatan mana yang tidak boleh

dilakukan dan yang dilarang, dengan disertai ancaman atau17 ? Ni Made Trisna Dewi,op.cit, hlm.80

19

sanksi yang berupa nestapa tertentu bagi barang siapa yang

melanggar larangan tersebut.

2. Menentukan kapan dan dalam hal-hal apa kepada mereka yang

telah melanggar larangan-larangan itu dapat dikenakan atau

dijatuhi pidana sebagaimana yang telah diancamkan.

3. Menentukan dengan cara bagaimana pengenaan pidana itu dapat

dilaksanakan apabila ada orang yang disangka telah melanggar

larangan tersebut. 18

Tugas dan fungsi Kepolisian

Kepolisian adalah alat Negara, yang berdasarkan Pasal 2 UU

No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia

(“UU Kepolisian”) yang mana fungsi Kepolisian adalah salah satu

fungsi pemerintahan di bidang pemeliharaan keamanan dan

ketertiban masyarakat, penegakan hukum, perlindungan, pengayoman,

dan pelayanan kepada masyarakat. Ditinjau dari tujuan

pembentukannya, maka Kepolisian Negara Republik Indonesia

bertujuan untuk mewujudkan keamanan dalam negeri yang meliputi

terpeliharanya keamanan dan ketertiban masyarakat, tertib dan

tegaknya hukum, terselenggaranya perlindungan, pengayoman, dan

pelayanan kepada masyarakat, serta terbinanya ketenteraman

masyarakat dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia (Pasal 4 UU

Kepolisian).

Tugas pokok dari Kepolisian sebagaimana termaktub dalam

Pasal 13 UU Kepolisian, yang dikutip sebagai berikut:18 ? http://ditjenahu.kemenkumham.go.id/publikasi/artikel/item/65-tentang-ruang-lingkup-berlakunya-hukum-pidana , diakses 5 Januari 2014

20

“Tugas pokok Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah:

a. memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat;b. menegakkan hukum; danc. memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepadamasyarakat.”

Dalam menjalankan tugas pokok sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 13 UU Kepolisian tersebut di atas, maka Kepolisian Republik

Indonesia bertugas:

a. Melaksanakan pengaturan, penjagaan, pengawalan, dan patroli

terhadap kegiatan masyarakat dan pemerintah sesuai

kebutuhan;

b. Menyelenggarakan segala kegiatan dalam menjamin keamanan,

ketertiban, dan kelancaran lalu lintas di jalan;

c. Membina masyarakat untuk meningkatkan partisipasi

masyarakat, kesadaran hukum masyarakat serta ketaatan warna

masyarakat terhadap hukum dan peraturan perundang-undangan;

d. Turut serta dalam pembinaan hukum nasional;

e. Memelihara ketertiban dan menjamin keamanan umum;

f. Melakukan koordinasi, pengawasan, dan pembinaan teknis

terhadap kepolisian khusus, penyidik pegawai negeri sipil,

dan bentuk-bentuk pengamanan swakarsa;

21

g. Melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap semua tindak

pidana sesuai dengan hukum acara pidana dan peraturan

perundang-undangan lainnya;

h. Menyelenggarakan identifikasi kepolisian, kedokteran

kepolisian, laboratorium forensik dan psikologi kepolisian

untuk kepentingan tugas kepolisian;

i. Melindungi keselamatan jiwa raga, harta benda, masyarakat,

dan lingkungan hidup dari gangguan ketertiban dan/atau

bencana termasuk memberikan bantuan dan pertolongan dengan

menjunjung tinggi hak asasi manusia;

j. Melayani kepentingan warga masyarakat untuk sementara

sebelum ditangani oleh instansi dan/atau pihak yang

berwenang;

k. Memberikan pelayanan kepada masyarakat sesuai dengan

kepentingannya dalam lingkup tugas kepolisian; serta

l. Melaksanakan tugas lain sesuai dengan peraturan perundang-

undangan.

Wewenang Polisi

Disamping memiliki tugas-tugas tersebut di atas, polisi

memiliki wewenang secara umum yang diatur dalam Pasal 15 ayat

22

(1) Undang–Undang No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara

Republik Indonesia,yaitu sebagai berikut:

a. Menerima laporan dan/atau pengaduan;

b. Membantu menyelesaikan perselisihan warga masyarakat

yang dapat mengganggu

ketertiban umum;

c. Mencegah dan menanggulangi tumbuhnya penyakit

masyarakat;

d. Mengawasi aliran yang dapat menimbulkan perpecahan

atau mengancam persatuan

dan kesatuan bangsa;

e. Mengeluarkan peraturan kepolisian dalam lingkup

kewenangan administratif

kepolisian;

f. Melaksanakan pemeriksaan khusus sebagai bagian dari

tindakan kepolisian dalam

rangka pencegahan;

g. Melakukan tindakan pertama di tempat kejadian;

23

h. Mengambil sidik jari dan identitas lainnya serta

memotret seseorang;

i. Mencari keterangan dan barang bukti;

j. Menyelenggarakan Pusat Informasi Kriminal Nasional;

k. Mengeluarkan surat izin dan/atau surat keterangan

yang diperlukan dalam rangka

pelayanan masyarakat;

l. Memberikan bantuan pengamanan dalam sidang dan

pelaksanaan putusan pengadilan,

kegiatan instansi lain, serta kegiatan

masyarakat;.Menerima dan menyimpan barang

temuan untuk sementara waktu.

Dalam menjalankan tugas di atas, Kepolisian harus tunduk

pada aturan disiplin anggota kepolisian sebagaimana tertuang

dalam PP RI No 2 Tahun 2003 tentang Peraturan Disiplin Anggota

Kepolisian Negara Republik Indonesia (“Peraturan Disiplin

Kepolisian”). Dalam Pasal 5 Peraturan Disiplin Kepolisian dikutip

sebagaimana di bawah ini:

“Dalam rangka memelihara kehidupan bernegara dan bermasyarakat,

anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia dilarang:

24

a. melakukan hal-hal yang dapat menurunkan kehormatan dan

martabat negara, pemerintah, atau Kepolisian Negara Republik

Indonesia;

b. melakukan kegiatan politik praktis;

c. mengikuti aliran yang dapat menimbulkan perpecahan atau

mengancam persatuan dan kesatuan bangsa;

d. bekerjasama dengan orang lain di dalam atau di luar

lingkungan kerja dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan

pribadi, golongan, atau pihak lain yang secara langsung atau

tidak langsung merugikan kepentingan negara;

e. bertindak selaku perantara bagi pengusaha atau golongan

untuk mendapatkan pekerjaan atau pesanan dari

kantor/instansi Kepolisian Negara Republik Indonesia demi

kepentingan pribadi;

f. memiliki saham/modal dalam perusahaan yang kegiatan usahanya

berada dalam ruang lingkup kekuasaannya;

g. bertindak sebagai pelindung di tempat perjudian, prostitusi,

dan tempat hiburan;

h. menjadi penagih piutang atau menjadi pelindung orang yang

punya utang;

i. menjadi perantara/makelar perkara;

25

j. menelantarkan keluarga.”

Pengamanan Eksekusi Fidusia Oleh Kepolisian

Berdasarkan Pasal 1 angka (11) Peraturan Kepala

Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2011

Tentang Pengamanan Eksekusi Jaminan Fidusia , Pengamanan

Eksekusi adalah :

“ Tindakan kepolisian dalam rangka memberikan pengamanan

dan perlindungan terhadap pelaksana eksekusi, pemohon

eksekusi, termohon eksekusi (tereksekusi) pada saat

eksekusi dilaksanakan.”

Tindakan kepolisian terhadap pengamanan eksekusi jaminan

fidusia pada dasarnya dilakukan pada saat pengambilan benda objek

jaminan fidusia dari pemberi fidusia yang telah lalai dan tidak

mau menyerahkan benda secara sukarela. Karena permasalahan yang

seringkali terjadi adalah adanya perlawanan pada saat pengambilan

benda objek jaminan dari pemberi fidusia. Oleh karena itu

Kepolisian sebagai alat Negara berperan didalam ikut mengamankan

proses eksekusi Jaminan fidusia tersebut.

Tindakan Kepolisian terkait pengamanan tersebut masih

dalam ruang lingkup kewenangan kepolisian sebagai alat Negara.

Akan tetapi kepolisian yang melakukan tindakan sebagaimana yang

disebutkan dalam pasal 20 Peraturan Kepala Kepolisian Negara

Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2011 Tentang Pengamanan Eksekusi

Jaminan Fidusia maka Kepolisian sudah tidak lagi berhak secara

tugas maupun kewenangannya ikut campur dalam masalah keperdataan

26

antara Pemberi dan Penerima Fidusia,karena hal tersebut telah

masuk dalam Ruang Lingkup Perdata.

Pasal 20 Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik

Indonesia Nomor 8 Tahun 2011:

“ Dalam hal termohon eksekusi merasa telah membayar atau melunasikewajibannya kepada petugas lain yang ditunjuk oleh pemohon eksekusi, yang mengakibatkan timbulnya perselisihan pada saat atau sedang dilaksanakan eksekusi, maka personel Polri yang melaksanakan Pengamanan melakukan tindakan sebagai berikut:

a. mengadakan pendekatan persuasif antara pemohon dan termohon melalui musyawarah;b. menanyakan dengan sopan dan humanis kepada termohon, untuk menunjukan dokumenpendukung atau bukti pembayaran atau pelunasan;

c. mengamankan lingkungan sekitar eksekusi untuk mencegah meningkatnya eskalasi keamanan; dand. apabila termohon mempunyai bukti pembayaran atau pelunasan yang sah, personel Polri: 1. menunda atau menghentikan pelaksanaan eksekusi; 2. membawa dan menyerahkan petugas yang ditugaskan oleh pemohon kepada penyidik Polri untuk penanganan lebih lanjut; dan 3. membawa pihak termohon dan pemohon eksekusi ke kantor kepolisian terdekat untuk penanganan lebih lanjut. “

Analisa peraturan tersebut diatas bahwa Kepolisian telah

bertindak melampaui batas kewenangannya sebagai alat negara yang

bertugas memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat,

penegakan hukum, perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada

masyarakat. Tindakan Kepolisian melampaui kewenangannya adalah :

27

1. Tindakan tersebut masuk dalam ruang lingkup keperdataan yang

sudah bukan lagi merupakan kewenangan Kepolisian.

2. Tindakan Kepolisian tersebut sudah tidak lagi tindakan

mengamankan pelaksanaan eksekusi jaminan fidusia, akan

tetapi Kepolisian sudah terlalu jauh dalam mencampuri

permasalahan yang terjadi, yang pada dasarnya sudah masuk

dalam ruang lingkup keperdataan, yaitu hubungan hokum antara

para pihak dalam hal utang-piutang dengan jaminan Fidusia

yang telah dijamin kepastian hukumnya oleh UUJF. Tindakan

yang sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku adalah

ketika pada saat Pemegang Fidusia dapat menunjukkan

Sertifikat Fidusia yang memuat irah-irah “ Demi Keadilan

Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa” , apabila Pemberi

Fidusia merasa sudah membayar dan atau merasa sudah memenuhi

seluruh kewajibannya dengan dalih apapun, harus melalui

jalur hukum yang sesuai dengan ketentuan peraturan

Perundang-undangan yang berlaku di Indonesia. Yaitu jika

Pemberi Fidusia merasa telah membayar/ melunasi Kewajibannya

, maka Pemberi Fidusia diberi hak untuk menempuh Jalur hukum

melalui Gugatan di Pengadilan. Karena berdasarkan ,

Pasal 283 RBg/163 HIR menyatakan :

“ Barangsiapa mengatakan mempunyai suatu hak ataumengemukakan suatu perbuatan untuk meneguhkan haknya itu,atau untuk membantah hak orang lain, haruslah membuktikanadanya perbuatan itu.”

28

Dengan Pemberi Fidusia membawa apa yang menjadi

permasalahannya ke dalam sidang pengadilan, maka pihak-pihak yang

berperkara dapat mengemukakan peristiwa-peristiwa yang dapat

dijadikan dasar untuk meneguhkan hak perdatanya ataupun untuk

membantah hak perdata pihak lain. Peristiwa-peristiwa tersebut

sudah tentu tidak cukup dikemukakan begitu saja, baik secara

tertulis maupun lisan. Akan tetapi, harus diiringi atau disertai

bukti-bukti yang sah menurut hukum agar dapat dipastikan

kebenarannya. Dengan kata lain, peristiwa-peristiwa itu harus

disertai pembuktian secara yuridis. Dengan demikian, yang

dimaksud dengan pembuktian adalah penyajian alat-alat bukti yang

sah menurut hukum kepada hakim yang memeriksa suatu perkara guna

memberikan kepastian tentang kebenaran peristiwa yang

dikemukakan.19

Oleh karena itu Kepolisian tidak dibenarkan melakukan

tindakan-tindakan sebagaimana dalam pasal 20 tersebut jika muncul

suatu keadaan Termohon eksekusi merasa sudah membayar/

menyelesaikan kewajibannya, apalagi memutuskan sah atau tidaknya

bukti pembayaran yang dikemukakan oleh Termohon Eksekusi,

kemudian kepolisian menghentikan pelaksanaan eksekusi jaminan

fidusia. Tindakan tersebut jelas melanggar ketentuan pasal 29

UUJF.

Menurut J. Satrio Undang-Undang Fidusia menganut prinsip

pendaftaran jaminan fidusia. Sekalipun dalam pasal 11 UUJF

19 ? H. Riduan Syahrani, Buku Materi Dasar Hukum Acara Perdata, PT. CitraAditya Bakti, Bandung, 2004, hlm. 83

29

disebutkan ”benda yang dibebankan jaminan fidusia wajib

didaftarkan”, tetapi sebaliknya dibaca ”jaminan fidusia” harus

didaftarkan, karena dari ketentuan-ketentuan lebih lanjut dapat

diketahui bahwa demikian itulah yang dimaksud oleh pembuat

Undang-Undang.20

Pendaftaran jaminan fidusia dilakukan oleh kreditur atau

kuasanya atau wakilnya. Dalam prakteknya kreditur memberikan

kuasa kepada Notaris yang membuat akta jaminan fidusia untuk

melakukan pendaftaran jaminan fidusia dimaksud. Adapun tujuan

pendaftaran jaminan fidusia adalah :

1. Untuk memberikan kepastian hukum kepada para pihak yang

berkepentingan.

2. Memberikan hak yang didahulukan (preferent) kepada penerima

fidusia terhadap kreditur yang lain. Ini disebabkan jaminan

fidusia memberikan hak kepada penerima fidusia untuk tetap

menguasai bendanya yang menjadi obyek jaminan fidusia berdasarkan

kepercayaan (Penjelasan Peraturan Pemerintah Nomor 86 Tahun 2000

tentang Tata Cara Pendaftaran Jaminan Fidusia dan Biaya Pembuatan

Akta Jaminan Fidusia).21

Dalam hal terjadi debitur wanprestasi atau cedera janji di

dalam perjanjian jaminan fidusia, maka dapat dilakukan eksekusi

terhadap benda yang menjadi objek jaminan fidusia. Menurut Pasal

20 ? J. Satrio , 2002,HukumJaminanHakJaminanKebendaan, PT. Citra AdityaBakti, Bandung, hal. 175.21 ? Salim HS, PerkembanganHukumJaminan di Indonesia, Jakarta: PT. RajaGrafindoPersada, 2008, hal. 21.

30

29 Undang-Undang Jaminan Fidusia, pengeksekusian dapat dilakukan

dengan cara antara lain:

1. Eksekusi Fidusia dengan Titel Eksekutorial

Pelaksanaan title eksekutorial dalam mengeksekusi objek

jaminan Fidusia, yaitu didasarkan adanya irah-irah “DEMI KEADILAN

BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA” pada sertifikat jaminan

fidusia. Adanya irah-irah tersebut berarti sertifikat jaminan

fidusia memiliki kekuatan eksekutorial, ini berarti memberikan

kedudukan yang kuat kepada kreditur penerima fidusia untuk

melakukan eksekusi benda jaminan fidusia yang dijadikan jaminan

hutang oleh debitur pemberi jaminan fidusia. Berdasarkan irah-

irah itulah yang kemudian mensejajarkan kekuatan akta tersebut

dengan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum

tetap. Dengan demikian, akta tersebut tinggal dieksekusi (tanpa

perlu lagi suatu Putusan Pengadilan).22

Melihat ketentuan yang menjadi dasar dilaksanakannya

eksekusi Jaminan Fidusia adalah dikarenakan Pemberi Fidusia

( Debitor) “Wanprestasi”. Sedangkan Pemegang Fidusia (Kreditor)

adalah sebagai Pihak yang berdasarkan UUJF berhak mengambil

barang yang dijadikan jaminan atas utang Debitor demi Pelunasan

Utang Debitor. Pemegang Jaminan Fidusia yang didaftarkan telah

memenuhi prosedur peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Sertifikat Fidusianya pun memiliki kekuatan eksekutorial yang

sama dengan Putusan Pengadilan yang telah memiliki kekuatan Hukum

Tetap. Sebagaimana diatur dalam Pasal 29 UUJF. 22 ? Munir fuady, Op.Cit,hlm.59

31

Atas dasar ketentuan tersebut maka Kewenangan Kepolisian

sebagaimana diatur dalam Pasal 20 Peraturan Kepala Kepolisian

Negara Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2011, adalah melampaui

batas kewenangannya, Kepolisian tidak berhak melakukan tindakan

sebagaimana yang diatur dalam pasal tersebut, dan tindakan

Kepolisian yang diatur didalam Pasal tersebut Bertentangan dengan

UUJF.

Kesimpulan

Tindakan kepolisian sebagaimana yang disebutkan dalam

Perkapolri No.8 Tahun 2011 , menjadikan kewenangan kepolisian

terlalu jauh didalam turut campur didalam masalah perdata antara

Pemberi fidusia dan pemegang fidusia. Sehingga tindakan

kepolisian berdasarkan Perkapolri No.8 Tahun 2011 telah melampaui

kewenangannya.

Tindakan kepolisian sebagaimana tersebut didalam

Perkapolri No.8 Tahun 2011 adalah bertentangan dengan UU No.42

Tahun1999 tentang Jaminan Fidusia, dan bertentangan dengan UU

kepolisian itu sendiri yaitu UU no.2 Tahun 2002.

32

DAFTAR PUSTAKA

Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, 1981, Hukum Perdata,Hukum Benda, Liberty, Yogyakarta

Andi Kasmawati, “Perjanjian Fidusia: Peluang DanHambatannya”, dalam Supremasi, Volume II Nomor 2,Oktober 2007

Munir Fuady, 2003, Jaminan Fidusia, Cet. II,Bandung: PT. Citra Aditya Bakti

Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani, 2001, JaminanFidusia (Seri Hukum Bisnis), Cet. II, Jakarta ,PT.Raja Grafindo Persada

M. Yahya Harahap, 1998, Ruang lingkup Permasalahan Eksekusi BidangPerdata, Jakarta, PT. Gramedia

Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, 1980, Hukum Jaminan Di IndonesiaPokok-Pokok Hukum Jaminan Dan Jaminan Perorangan, Yogyakarta,Liberty

Marulak Pardede,Laporan Akhir Penelitian Hukum tentangImplementasi Jaminan Fidusia Dalam Pemberian Kredit Di Indonesia,Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen Hukum DanHam-Ri Jakarta, 2006

Fred B.G. Tumbuan, Mencermati Pokok-Pokok Undang-Undang Fidusia , dalam Buletin Hukum Perbankan danKebanksentralan , Volume 10, Nomor 2, Mei - Agustus2012

33

Purwahidpatrik, Hukum jaminan edisi revisi denganUUHT, Fakultas Hukum Universitas Diponegoro, semarang,2004

H. Riduan Syahrani, Buku Materi Dasar Hukum AcaraPerdata, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2004

J. Satrio , 2002,Hukum Jaminan Hak Jaminan Kebendaan,PT. Citra Aditya Bakti, Bandung

Salim HS, Perkembangan Hukum Jaminan di Indonesia,Jakarta: PT. RajaGrafindoPersada, 2008

Ni Made TrisnaDewi, Tesis" Tanggung Jawab Debitur TerhadapMusnahnya Benda Jaminan Fidusia Dalam Perjanjian Kredit Bank” ,Program Pascasarjana Universitas Udayana, Denpasar 2011

http://id.wikipedia.org/wiki/Hukum_di_Indonesia/Hukum perdata Indonesia, diakses 5 Januari 2014

http://www.hukumonline.com/klinik/detail/cl5475/bolehkah-memakai-jasa-polisi-untuk- penagihan-utang, diakses 5 Januari 2014

http://ditjenahu.kemenkumham.go.id/publikasi/artikel/item/65-tentang-ruang-lingkup- berlakunya-hukum-pidana, diakses 5 Januari 2014

Undang-undang No.42 Tahun 1999 tentang JaminanFidusia

Undang-Undang No.2 Tahun 2002 tentang KepolisianRepublik Indonesia

34

Peraturan Pemerintah RI No 2 Tahun 2003 tentangPeraturan Disiplin Anggota Kepolisian Negara RepublikIndonesia

35