30
1 BAB I LATAR BELAKANG Sebagai salah satu sumber referensi ajaran Islam, hadis menempati posisi penting dalam wacana keilmuan Islam. Oleh karena itu perhatian para cendekiawan (ulama) Islam khususnya ulama hadis terhadap dokumentasi dan pengkajian hadis demikian intensif dari masa ke masa. Sejak awal abad kedua Hijriyah, saat era kodifikasi (tadwi>n) dimulai, 1 bermunculanlah beragam tipe penulisan kitab-kitab hadis. Gerakan intelektual yang massif di bidang penulisan kitab-kitab hadis di era ini membuahkan produk berupa puluhan bahkan ratusan kitab-kitab sunnah berupa sunan, al-mus}annafa>t, al-jawa>mi’, al-masa>nid, kitab-kitab tafsir, kitab al-Magha>zi>, siyar, dll. 2 Selanjutnya, Abab ke-3 H (200-300 H) adalah kurun yang paling cemerlang dalam sejarah kodifikasi al-sunnah serta penelitian dan kritik hadis. 3 \ Pada era berikutnya, kreatifitas dan inovasi ulama hadis dalam metodologi penulisan kitab terus berlanjut. Hal ini ditandai dengan semakin beragamnya corak pendokumentasian hadis-hadis Nabi dalam kitab yang muncul dengan spesifikasi penulisan berupa kutub mustakhraja>t, mustadraka>t, ma’aj>im, al-mara>sil, al- ah} a>di>th al-mashhu>rah, aha>dith al-ah}ka>m, at}raf al-h}adi>th, termasuk pula kutub al- ah} a>di>th al-qudsiyyah. Dalam makalah ini akan dibahas tentang tipologi penulisan kitab hadis qudsi (al-ah}a> di>th al-qudsiyyah) yang dimulai dengan pembahasan pengertian hadis qudsi dan perbedaannya dengan Al-Qur’an dan hadis yang lain, karakteristiknya serta contoh kitab-kitab yang ditulis oleh para ulama yang secara khusus menghimpun dan mendokumentasikan hadis-hadis qudsi tersebut. 1 Must} afa> \ > al-Siba> ’i, Al-Sunnah wa Maka>natuha fi> al-Tashri>’ al-Isla>my (Beirut: al-Maktab al- Islamy, Cet. 3, 1420 H/1982 M), 104, Abu Zahwu, Muhammad Muhammad, Al-H{adi>th wa al- Muh{addithu>n (Riyadh: Al-Ri’asah al-‘Ammah li Idarat al-Buhuts al-‘Ilmiyah wal Ifta’ wa al- Da’wah wa al-Iryad, 1404 H/1984 M), 244 2 Ugi Suharto, Peranan Tulisan Dalam Periwayatan Hadith (Majalah Islamia, Thn. I No. 2/Juni- Agustus, 2004), 83 3 Muhammad Muhammad Abu Shuhbah dan Abd al-Ghany, Difa’ ‘an al-Sunnah wa Radd Shubh al-Mushtariqi>n wa al-Kita>b al-Mu’a>s{iri>n- wa yali>hi al-Radd ‘a>la Man Yunkir Hujjiyyah al-Sunnah (Kairo: Maktabah al-Sunnah, cet. 1, 1989 M), 26

TIPOLOGI KITAB HADIS QUDSI

Embed Size (px)

Citation preview

1

BAB I

LATAR BELAKANG

Sebagai salah satu sumber referensi ajaran Islam, hadis menempati

posisi penting dalam wacana keilmuan Islam. Oleh karena itu perhatian para

cendekiawan (ulama) Islam khususnya ulama hadis terhadap dokumentasi dan

pengkajian hadis demikian intensif dari masa ke masa.

Sejak awal abad kedua Hijriyah, saat era kodifikasi (tadwi>n) dimulai,1

bermunculanlah beragam tipe penulisan kitab-kitab hadis. Gerakan intelektual

yang massif di bidang penulisan kitab-kitab hadis di era ini membuahkan produk

berupa puluhan bahkan ratusan kitab-kitab sunnah berupa sunan, al-mus}annafa>t,

al-jawa>mi’, al-masa>nid, kitab-kitab tafsir, kitab al-Magha>zi>, siyar, dll.2

Selanjutnya, Abab ke-3 H (200-300 H) adalah kurun yang paling cemerlang

dalam sejarah kodifikasi al-sunnah serta penelitian dan kritik hadis.3\ Pada era

berikutnya, kreatifitas dan inovasi ulama hadis dalam metodologi penulisan kitab

terus berlanjut. Hal ini ditandai dengan semakin beragamnya corak

pendokumentasian hadis-hadis Nabi dalam kitab yang muncul dengan spesifikasi

penulisan berupa kutub mustakhraja>t, mustadraka>t, ma’aj >im, al-mara>sil, al-

ah}a>di>th al-mashhu>rah, aha>dith al-ah}ka>m, at}raf al-h}adi>th, termasuk pula kutub al-

ah}a>di>th al-qudsiyyah.

Dalam makalah ini akan dibahas tentang tipologi penulisan kitab hadis

qudsi (al-ah}a>di>th al-qudsiyyah) yang dimulai dengan pembahasan pengertian

hadis qudsi dan perbedaannya dengan Al-Qur’an dan hadis yang lain,

karakteristiknya serta contoh kitab-kitab yang ditulis oleh para ulama yang

secara khusus menghimpun dan mendokumentasikan hadis-hadis qudsi tersebut.

1 Must}afa>\> al-Siba>’i, Al-Sunnah wa Maka>natuha fi> al-Tashri>’ al-Isla>my (Beirut: al-Maktab al-

Islamy, Cet. 3, 1420 H/1982 M), 104, Abu Zahwu, Muhammad Muhammad, Al-H{adi>th wa al-Muh{addithu>n (Riyadh: Al-Ri’asah al-‘Ammah li Idarat al-Buhuts al-‘Ilmiyah wal Ifta’ wa al-

Da’wah wa al-Iryad, 1404 H/1984 M), 244 2 Ugi Suharto, Peranan Tulisan Dalam Periwayatan Hadith (Majalah Islamia, Thn. I No. 2/Juni-

Agustus, 2004), 83 3 Muhammad Muhammad Abu Shuhbah dan Abd al-Ghany, Difa’ ‘an al-Sunnah wa Radd Shubh

al-Mushtariqi>n wa al-Kita>b al-Mu’a>s{iri>n- wa yali>hi al-Radd ‘a>la Man Yunkir Hujjiyyah al-Sunnah (Kairo: Maktabah al-Sunnah, cet. 1, 1989 M), 26

2

BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi Hadis Qudsi

Hadis Qudsy disebut pula dengan al-h}adi>th al-ila>hy dan al-h}adi>th al-

rabba>ny. 4 Namun, yang istilah popular digunakan dalam wacana keilmuan Islam

adalah hadis Qudsi. Al-h}adi>th al-Qudsy ( ي س د الق ث ي د الح ) tersusun atas dua kata

yaitu al-h}adi>th dan al-Qudsy.5 Dengan demikian definisi hadis qudsi secara

etimologis (lughatan) dapat ditelusuri dari pengertian kedua kata tersebut

Kata hadis secara bahasa (etimologis), setidaknya memiliki tiga macam arti,6

yaitu;

1. Hadis bermakna al-jadi>d (baru) sebagai lawan dari al-qadi>m (lama).

Makna ini merupakan arti dasar dari kata al-hadis, yang kemudian

digunakan untuk al-khabar (berita). Hal ini karena munculnya berita

bersifat up to date dan berlangsung secara kontinu sebagian demi

sebagian sehingga terasa sebagai sesuatu yang baru.7

2. Hadis bersinonim dengan al-kala>m, hal ini dapat dirujuk dari firman Allah

SWT (QS. Az-Zumar: 23) ah}san al-h}adi>th dalam ayat ini artinya ah}san al-

kala>m (sebaik-baik perkataan). Lihat pula QS. Al-Mursalat: 50

3. Hadis berarti khabar dan berita (al-Khabar wa al-naba>’), seperti tersebut

dalam QS. An-Nazi’at: 15 dan al-Ghasyiyah: 52.

4 Muhammad Jamal al-Di>n al-Qa>simy, Qawa>’id al-Tahdi>th min Funu>n Must}alah al-Hadi>th

(Beirut: Da>r al-Kutub al-‘Ilmiyyah, t.th), 66 5 Muhammad bin Muhammad Abu Shuhbah. Al-Wasi>t} fi ‘Ulu>m wa Must}alah} al-H{adi>th. (Beirut:

Da>r al-Fikr al-‘Araby, 214 6 Lihat Ibnu Mandhur, Lisa>n al-‘Arab, vol.2 (Mesir: Maktabah al-Shuruq al-Dauliyah, cet. 4,

1425 H/2004 M), 507. Majma’ al-Lughah al-‘Arabiyah al-Idarah al-‘A<mmah li al-Mu’jama>t wa

ihya’ al-Turath, al-Mu’ja>m al-Was>it} (Mesir: Maktabah al-Shuruq al-Dauliyah, cet. 4, 1425

H/2004 M), 190 7 lihat As-Suyuthi. Tadri>b al-Ra>wy fi Sharh Taqri>b al-Nawawy, Vol. 1, ed. Abu Mu’adz T{a>riq Ibn

‘Aud} Allah Ibn Muhammad (Riyadh: Da>r al-‘A<s}imah, 1423 H), 42

3

Adapun dalam perspektif terminologi ahli hadis, hadis adalah perkataan

Nabi SAW—selain Al-Quran—, perbuatan, persetujuan Nabi atas sesuatu hal

(taqri>r), sifat fisik (khalqiyah) dan akhlak (khuluqiyah) serta seluruh informasi

yang terkait dengan Nabi SAW baik sebelum diutus sebagai Nabi (qabl al-

bi’thah) atau sesudahnya (ba’d al-bi’thah), demikian pula mencakup perkataan

dan perbuatan sahabat Nabi SAW dan tabi’in. Dengan demikian hadis meliputi

riwayat yang marfu>’, mauqu>f dan maqthu>’. 8

Sementara itu, term al-qudsy merupakan atribut yang disandarkan kepada

al-quds (suci) yang menunjukkan pengagungan dan pemuliaan. Karena substansi

makna kalimat ini secara etimologis menunjuk pada makna tanzi>h wa tat}hi>r

(penyucian).9 Sejalan dengan pendapat Nu>r al-Di>n ‘Itr, pemberian atribut quds

pada hadis semacam itu sebagai bentuk pemuliaan (takri>m) karena adanya

penisbatan kepada Allah Ta’ala. 10

Dari perspektif etimologis pun, term al-quds berporos pada makna

kesucian (al-t}uhr). Suatu hadis dilekatkan dengan sifat al-quds karena substansi

makna hadis tersebut melekat sikap pengkultusan Zat Allah dan penyucian sifat-

sifat-Nya dari kekurangan dan hal-hal yang tidak sesuai dengan keagungan-

Nya.11

Secara terminologis (ist}ila>han) definisi hadis qudsi terdapat beberapa

versi yang diungkapkan oleh para ulama, namun substansinya sama, di antaranya:

1. Muhammad bin Ja’far al-Katta>ni memberikan definisi hadis qudsi sebagai

berikut:

8 Muhammad bin Muhammad Abu Syuhbah. Al-Wasi>th…, 16, Nuruddin ‘itr, Manh}aj al-Naqd fi>

‘Ulu>m al-h}adith (Damaskus : Da>r al-Fikr, Cet. 3, 1418 H/1997 M), 26. 9 Muhammad Ahmad Muhammad Ma’bad, Nafaha>t min ‘Ulum al-Qur’an (Kairo: Da>r al-Sala>m,

cet. 2, 1426 H/2005 M), 13 10

Nur al-Di>n ‘Itr, Manhaj al-…., 323 11

Abu Shuhbah, Al-Wasi>th…., 215

4

األحاديثالقدسيةهياملسندةإىلاهللتعاىلبأنجعلتمنكالمهسبحانهوتعاىل,ومل يقصدإىلاإلعجازهبا

“Hadis Qudsi adalah hadis yang disanadkan kepada Allah Ta’ala karena

menjadi kalam-Nya swt, akan tetapi tidak dimaksudkan sebagai

mukjizat”12

2. Al-Khushu’I al-khushu>’I Muhammad mendefinisikan hadis qudsi:

هوماأضافهالرسولصلىاهللعليهوسلمإىلاهللتعاىلمنغريالقرانالكرمي “Apa yang disandarkan oleh Rasulullah saw kepada Allah Ta’ala selain

Al-Qur’an yang mulia.”13

3. Manna al-Qatt>a>n mendefinisikan hadis qudsi:

-صلىاهللعليهوسلم-إىلاهللتعاىل،أيإنالنيب-صلىاهللعليهوسلم-هومايضيفهالنيبكالماهلل،فالرسولراولكالماهللبلفظمنعنده،وإذارواهأحد رواهعنرسوليرويهعلىأنهمن

نحداإىلاهللعزوجل،فيقول:"قالرسولاهلل فيمايرويهعنربهعز-صلىاهللعليهوسلم-اهللم س أويقول:"قالرسولاهلل,صلىاهللعليهوسلم:قالاهللتعاىل...". وجل....".

“Apa yang disadarkan periwayatannya oleh Nabi SAW kepada Allah SWT

yaitu Nabi SAW meriwayatkan hal tersebut sebagai kalam Allah dan

memposisikan dirinya sebagai perawi kalam Allah tersebut dengan redaksi

teks (lafal) dari Beliau pribadi. Dan jika seorang meriwayatkannya dari

Nabi SAW dengan men-sanad-kannya kepada Allah Azza wa Jalla dengan

berkata : “Rasulullah SAWbersabda dari apa yang diriwayatkannya dari

Tuhannya…” atau berkata: “Rasulullah SAW bersabda: Allah Ta’ala

berfirman:…”. 14

4. Adapun menurut Abu Zahwu, aha>di>th Qudsiyah adalah

طائفةمناألحاديثنقلتإليناآحاداعنهصلىاهللعليهوسلم،معإسنادهاإىلالربعز امسه

12

Muhammad bin Ja’far al-Katta>ni, Al-Risa>lah al-Mustat}rafah li Baya>n Mashhu>r Kutub al-Sunnah al-Musharrafah. (Beirut: Da>r al-Basha>’ir al-Isla>miyyah, t.th), 81.

13 Al-Khushu>’I al-Khushu>’I Muhammad al-Khushu>’I, Mawsu>’ah ‘Ulu>m al-Hadi>th al-Shari>f. (Kairo: Wiza>rah al-Awqa>f al-Majlis al-A’la> li al-Shu’u>n al-Isla>miyyah, 2009), 358.

14 Manna bin Khali>l al-Qatta>n, Maba>hith fi ‘Ulum al-Qur’an (ttp: Maktabah al-Ma’arif li al-Nashr

wa al-Tawzi’, cet. 3, 1421 H/2000 M), 21

5

“Sejumlah hadis yang transfer periwayatannya kepada kita secara a>ha>d dari

Nabi SAW dengan sanad yang disandarkan kepada Allah SWT.” 15

5. Sementara menurut ‘Abd Allah bin Yu>suf al-Judai’bahwa definisi yang

tepat untuk hadis qudsi adalah

الديثاملرفوعالقويلاملسندمنالنيبصلىاهللعليهوسلمإىلاهلل.

“Hadis yang sampai kepada Rasulullah SAW (marfu>’) berupa hadis verbal

(qauly) dengan penyandaran sanadnya dari Nabi SAW kepada Allah.”.16

Definisi yang serupa disebutkan oleh Nu>r al-Di>n ‘Itr17

dan Mahmu>d

T{ahha>n.18

Menurut al-Juda>’I, definisi tersebut telah membedakannya dengan

definisi Al-Quran dari aspek Al-Quran tidaklah disebut hadis marfu>’. Adapun al-

qawly untuk membedakannya dengan seluruh jenis hadis marfu>’. Sementara,

“dengan penyandaran sanadnya dari Nabi SAW kepada Allah” untuk

mengkhususkan dari keumuman berbagai jenis hadis marfu’ yang qawly dimana

Rasulullah SAW menjadi narasumber secara redaksional. 19

B. Hadis Qudsi dalam Konteks Konsep Wahyu

Wahyu memiliki sejumlah karakteristik antara lain yaitu; (1) bersumber

dari kemampuan (power) eksternal bukan kemampuan internal yang muncul

begitu saja dari dalam diri Nabi sendiri sebagai orang yang menerima wahyu. (2)

bersifat kemampuan/kekuatan kebaikan yang istimewa, terpilih dan terjaga dari

kekeliruan (ma’su>mah). Fungsinya adalah sebagai petunjuk kepada kebaikan dan

penjaga dari kekeliruan dan kesalahan dalam arahan perintah dan larangan serta

15

Muhammad Muhammad Abu Zahwu, Al-Hadi>th wa al-Muhaddithu>n (Kairo: Da>r al-Fikr al-

‘Araby, 1378 H), 16 16

‘Abd Allah bin Yu>suf al-Judai’, Tahri>r ‘Ulu>m al-Hadi>th, vol. 1 (Beirut: Muassasah al-Rayya>n,

cet.1, 1424 H/2003 M), 37 17

Nur al-Di>n ‘Itr, Manhaj al-Naqd fi ‘Ulu>m al-Hadi>th (Damaskus: Da>r al-Fikr, cet. 3, 1418

H/1997 M), 323 18

Mahmu>d T{ahha>n, Taisir Must}alah al-Hadi>th (Riyad}: Maktabah al-Ma’arif, cet. 10, 1425 H),

158 19

‘Abd Allah bin Yu>suf al-Judai’, Tahri>r ‘…, 37

6

etika perilaku privat (kha>ssah) maupun publik (‘a>mmah). (3) merupakan

kekuatan ilmiah (the power of knowledge) yang membekali seorang nabi dengan

ilmu “rahasia” yang belum pernah diketahui sebelumnya. (4) muncul dalam

keadaan jiwa dan pikiran yang ikhtiyariyah (bersifat sadar), (5) bersifat luar biasa

(extra ordinary) dan bukan hal yang biasa terjadi pada orang biasa.20

Adapun produk pewahyuan dalam bentuk kala>m yang dinisbatkan kepada

Allah SWT ada tiga macam, yaitu yang pertama dan paling mulia adalah Al-

Quran. Kedua, Kitab-kitab para nabi sebelum Muhammad SAW yang belum

mengalami perubahan (taghyi>r wa tabdi>l). Ketiga, hadis-hadis Qudsi. 21

Ulama sepakat bahwa makna hadis qudsi berasal dari Allah SWT, namun

dalam menentukan apakah lafal hadis qudsi dari Allah atau dari Nabi, ulama

berbeda pendapat menjadi dua kelompok: 22

1. Kelompok pertama menyatakan bahwa lafal hadis qudsi berasal dari

kala>m al-Rasu>l, dan maknanya dari Allah ta’a>la. Pendapat ini didukung

oleh Imam al-Haramain al-Juwainy (w. 478), 23

Sharf al-Di>n al-Husain bin

Muhammad al-T{iby (w. 743 H), Mulla ‘Aly al-Qary, Abu al-Baqa>’ Ayyub

bin Musa al-Husainy (w. 1094 H), Muhammad ‘Abd Allah Darraz,

Mahmud Lut}fi al-S}abba>gh. 24

Mereka mengklasifikasikan bahwa wahyu ada dua macam, yaitu wahyu

yang bersifat eksplisit (wahyun jaliyyun) yaitu al-Quran al-Karim yang

merupakan kalam Allah secara verbatim atau tekstual (lafal dan makna),

atau disebut pula wahyun mast}u>r atau wahyun musajjal (wahyu yang

telah tercatat) di al-lawh al-mahfu>z} yang Jibril ditugaskan secara khusus

untuk menurunkannya kepada Rasulullah. Kedua, wahyu yang bersifat

implisit (wahyun khafiyyun) yang merupakan sunnah Nabi SAW yang

20

‘Abd al-Jawwa>d Khalf Muhammad ‘Abd al-Jawwa>d, Madkha>l Ila al-Tafsi>r wa ‘Ulu>m al-Qur’a>n, (Kairo: Da>r al-Baya>n al-‘Araby, tth), 33 21

Muhammad Jamal al-Di>n al-Qa>simy, Qawa>’id al-Tahdi>th .., 65 22

Al-Khushu>’I al-Khushu>’I Muhammad al-Khushu>’I, Mawsu>’ah …, 358. 23

Jala>l al-Di>n al-Suyu>t}y, Al-Itqa>n fi ‘Ulu>m al-Qur’a>n, ed. Muhammad Abu al-Fad}l Ibra>hi>m, vol.

1 (Mesir: al-Hai’ah al-Mis}riyyah al-‘A<mmah li al-Kutub, 1394 H/1974 M), 159 24

‘Umar ‘Aly ‘Abd Allah Muhammad, Al-Aha>di>th al-Qudsiyyah: Jam’an wa Dira>satan, vol. 1

(Madinah: Maktabah al-‘Ulu>m wa al-Hikam, cet. 1, 1425 H), 14-20

7

berasal dari kalam Allah secara makna (substansial) dan merupakan

ungkapan Rasulullah SAW secara redaksional (lafz}un), serta merupakan

perbuatan Nabi secara realitas faktual. Posisinya adalah sebagai penjelas

(baya>n) dan perincian dari Al-Qur’an, sebagaimana hal tersebut dalam

QS. Al-Nahl : 44. Termasuk dalam konteks ini adalah hadis qudsy. Titik

temu antara dua jenis wahyu tersebut adalah karena keduanya secara

substansial bersumber dari Allah SWT, sama-sama diturunkan secara

khusus kepada Nabi Muhammad SAW dan bisa difungsikan dalam

konteks pensyariatan hukum (perintah, larangan, kebolehan dan

pengharaman).25

2. Sedangkan kelompok kedua mengatakan bahwa lafal hadis qudsi berasal

dari kala>mulla>h ta’a>la, tidak ada campur tangan Nabi kecuali hanya

meriwayatkannya saja dari Allah SWT. Pendapat ini didukung oleh Imam

al-Bukhari, Ibn Taimiyah, Ibn Kathi>r, Al-Kirmany, Ibn Hajar al-Haithamy>

(w. 973 H), Isma’il Mufi>d Ibn ‘Aly al-Atta>r al-Ru>my al-Hanafy (w. 1217

H), Shu’ban Muhammad Isma’i>l, Abdullah al-Ghunaiman, Sholeh bin

Fauza>n al-Fauza>n, ‘Abd al-Ghafu>r al-Balushy, dll. 26

Di antara yang men-

tarji>h pendapat bahwa hadis qudsi lafaz} dan maknanya dari Allah swt

adalah Shaikh Isma’il Mufi>d Ibn ‘Aly al-Atta>r al-Ru>my al-Hanafy>.

Adapun argumennya adalah sebagai berikut:

a. Adanya penyandaran secara khusus dan eksplisit kepada Allah swt.

Kalau lafaz}-nya dari Nabi sendiri, maka tidak keistimewaan dan

perlakukan khusus semacam itu, sebagaimana halnya hadis-hadis

nabawy yang lainnya (yang maknanya juga dari pengajaran Allah swt

kepada Rasul-Nya).

b. Hadis-hadis qudsi tersebut mengandung d}ami>r mutakallim (kata ganti

orang pertama) yang khusus menunjukkan Allah sebagai subjeknya.

Seperti tersebut dalam hadis “Ya ‘Iba>dy inni harramtu al-z{ulm ‘ala

25

‘Abd al-Jawwa>d Khalf Muhammad ‘Abd al-Jawwa>d, Madkha>l Ila al-Tafsi>r, 34-35 26

Ibid,.

8

nafsy… “Wahai hamba-hamba-Ku, sesungguhnya Aku haramkan

kedzaliman atas diri-Ku…”27

c. Adanya penegasan sanad riwayat yang melampaui diri Rasulullah

SAW. Seandainya lafaz} hadis tersebut hanya bersumber dari Nabi

saw, maka penyandaran sanad berhenti sampai kepada Rasulullah

SAW sudah mencukupi sebagaimana hadis-hadis yang lainnya. 28

C. Perbedaan antara Hadis Qudsi dengan Al-Quran dan Hadis Nabawy

Pembahasan mengenai perbedaan antara hadis qudsi dengan Al-Qur’an

ataupun hadis Nabi tidak terlepas dari pembahasan mengenai macam-macam

wahyu. Hal ini karena landasan argumennya dianggap sangat penting untuk

menunjang pemahaman mengenai posisi Al-Qur’an, hadis qudsi dan hadis Nabi.

Dilihat dari sudut pembagiannya wahyu dalam konteks bahasan ini, maka ada

dua, yaitu:

1. Al-wahyu al-jaliy, yaitu wahyu yang jelas. Gambarannya seperti Malaikat

Jibril langsung berhadapan dengan Nabi dalam keadaan sadar dan

menyampaikan wahyu tersebut. Al-Quran dari awal hingga akhirnya turun

dalam keadaan ini.

2. Al-wahyu ghairul-jaliy (wahyu yang tidak jelas). Ada tiga gambaran pada

wahyu ghayr jaliy ini, yaitu:

a. Allah memberikan wahyu berupa makna kepada Nabi, kemudian Nabi

menta'bir atau membuat ungkapan sendiri. Hadis qudsi termasuk

kategori ini.

b. Nabi bermimpi, kemudian Nabi membuat kata-kata atau ungkapan dari

mimpi tersebut.

27

Muslim bin al-Hajja>j al-Naisa>bu>ry, al-Musnad al-S{ah{i>h atau dikenal denganSa>h}ih Muslim, Vol.

4, ed. Muhammad Fu’ad ‘Abd al-Ba>qy (Beirut: Da>r Ih{ya>’ al-Turath al-‘Araby, t.th.), 119 28

‘Umar ‘Aly ‘Abd Allah Muhammad, Al-Aha>di>th al-Qudsiyyah…, 18-19

9

c. Tidak ada keputusan (taqri>r) dari Allah terhadap suatu perkara atau

permasalahan, kemudian Nabi melakukan ijtiha>d. Dalam kondisi ini

terdapat dua kemungkinan:

1) Allah membenarkan ijtiha>d Nabi dengan membiarkan hal tersebut

karena menganggap ijtiha>d Nabi benar sehingga hal ini merupakan

bentuk taqri>r dari Allah.

2) Allah memberikan teguran jika terdapat kekeliruan pada ijtiha>d

Nabi dan memberikan keputusan yang benar dalam perkara

tersebut.29

Hal senada dijelaskan oleh Imam al-Juwainy dengan mendetailkan dua

macam mekanisme proses pewahyuan ini. Yang pertama, firman Allah kepada

Malaikat Jibril; “Katakanlah kepada Nabi yang engkau diutus kepadanya bahwa

Allah berfirman: “Kerjakanlah begini dan begitu, perintahkanlah ini dan itu”,

Jibril memahami apa yang firmankan Tuhannya kemudian turun kepada Nabi

SAW dan memberitakan apa yang diperintahkan Allah tersebut dengan

menggunakan ungkapan yang tidak persis sama. Ada pula yang berupa firman

Allah kepada Jibril: “Bacakanlah kepada Nabi SAW kitab ini”, maka turunlah

Jibril dengan kalimat dari Allah tersebut tanpa mengubahnya, sebagaimana

seorang utusan membawakan dan menyampaikan tulisan seorang raja apa

adanya. Imam al-Suyut}y menjelaskan bahwa model pewahyuan pertama adalah

al-Sunnah, sementara model kedua adalah Al-Quran. 30

Walaupun Al-Quran, hadis qudsi dan hadis nabawy keluar dari kedua bibir

Rasulullah SAW, namun Sayyid Ahmad al-Mubarak membedakan “cahaya” yang

melekat pada ketiganya dengan menguraikan bahwa Al-Quran bersumber dari

nu>r al-Qadi>m, hadis qudsy bersumber dari nu>r al-ru>h Rasulullah SAW, dan hadis

nabawy bersumber dari nur al-z}a>t Rasululllah SAW. 31

29

khusyu'I (al), al-khusyu'i al-khusyu'i muhammad, Ta>ri>kh al-Sunnah al-Nabawiyah. (Kairo:

Universitas al-Azhar, 2010), 23. 30

Jala>l al-Di>n al-Suyu>t}y, Al-Itqa>n fi ‘Ulu>m al-Qur’a>n, ed. Muhammad Abu al-Fad}l Ibra>hi>m, vol.

1 (Mesir: al-Hai’ah al-Mis}riyyah al-‘A<mmah li al-Kutub, 1394 H/1974 M), 159 31

Al-Qa>simy, Qawa>’id, 66

10

i) Perbedaan Antara Hadis Qudsi Dengan Al-Qur’an

Dilihat dari segi definisi antara Al-Qur’an dan hadis qudsi, terdapat

perbedaan antara keduanya, karena jika didefinisikan, Al-Qur’an adalah:

كالماهللتعاىلاملعجز,املنزلعلىنبيناحممدصلىاهللعليهوسلم,املكتوب القرانالكرميهو 32يفاملصاحف,املنقولإلينانقالمتواترا,املتعبدبتالوته,املتحدىبأقصرسورةمنه

Dari definisi ini, Al-Qur’an memiliki kelebihan dibanding hadis qudsi dari

beberapa sisi berikut:

a. Al-Qur’an merupakan mukjizat yang kekal sepanjang masa dan

sepanjang zaman, akan selalu terjaga dari segala bentuk perubahan

sesuai janji Allah:

33إناحنننزلناالذكروإنالهلافظونSedangkan hadis qudsi, tidak mendapat jaminan penjagaan khusus

dari Allah. Sehingga kemungkinan terdapat kesalahan, penambahan

ataupun pengurangan dalam hadis qudsi bisa saja terjadi.

b. Al-Qur’an dari awal hingga akhirnya dinukil hingga sampai kepada

kita dengan huruf, kalimat dan susunannya secara mutawa>tir. Berbeda

dengan hadis qudsi yang kebanyakan dinukil atau diriwayatkan

dengan cara a>h}a>d, hanya sebagian kecil yang diriwayatkan dengan

mutawa>tir.

c. Al-Qur’an tidak diriwayatkan dengan sanad karena sudah mutawa>tir

dan perawinya tidak perlu dipertanyakan dan diragukan lagi.

Sedangkan hadis qudsi diriwayatkan menggunakan sanad-sanad

seperti halnya hadis Nabi, sehingga memungkinkan luputnya syarat

diterimanya sebuah hadis dan menurunkan validitas hadis qudsi

tersebut.

d. Al-Qur’an lafal dan maknanya berasal dari Allah SWT, yang

disampaikan kepada Nabi memalui perantara Malaikat Jibril dalam

keadaan sadar, dan Jibril mengajarkannya secara lisan (sha>fahiyan)

32

‘At}iyyah Qa>bil Nas}r, Gha>yah al-Muri>d fi ‘Ilm al-Tajwi>d. (Kairo: Maktabah Madinah, t.th), 9. 33

Al-Qur’an, Surah al-Hijr: 9.

11

langsung dengan wahyu yang jaliy (jelas). Sedangkan hadis qudsi

tidak disyaratkan harus dengan wahyu jaliy, bisa saja dengan ilham

ataupun mimpi.

e. Tidak boleh meriwayatkan Al-Qur’an dengan maknanya saja,

sebagaimana tidak boleh pula mengganti atau mengubah hurufnya

dengan huruf yang lain. Adapun hadis qudsi, tidak mengapa jika

meriwayatkannya secara maknawi.

f. Membaca (tila>wah) Al-Qur’an memiliki nilai ibadah dan mendapatkan

balasan berupa pahala dari Allah, setiap huruf dalam Al-Qur’an

bernilai sepuluh kebaikan.

g. Melaksanakan s}alat tidak sah kecuali dengan membaca sebagian dari

Al-Qur’an. Adapun jika melakukan salat dengan membaca hadis

qudsi, hal tersebut merupakan bid’ah dalam agama dan s}alatnya tidak

sah.

h. Al-Qur’an memiliki kekhususan dengan penamaan Al-Qur’an itu

sendiri dan mempunyai nama pada tiap komponennya, seperti kalimat

(jumlah) dalam Al-Qur’an disebut a>yat, bilangan tertentu dari ayat

dinamai su>rah. Sedangkan hadis qudsi tidak disebut sebagai Al-

Qur’an, tetapi dinamai hadis qudsi, hadis Ila>hi, atau hadis rabba>ni.

i. Dalam menyebutkan Al-Qur’an tidak menggunakan s}i>ghah id}a>fah

seperti pada periwayatan hadis qudsi. Berbeda dengan hadis qudsi

yang menggunakan s}i>ghah id}a>fah dengan menyandarkan kepada Allah

sebagai yang mengungkapkan hadis qudsi, kemudian menyandarkan

kepada Nabi sebagai penyampai hadis qudsi tersebut.

j. Penentang Al-Qur’an dianggap kafir meskipun menentang sebagian

atau keseluruhannya. Sedangkan penentang hadis qudsi tidak

dianggap kafir selama bukan yang mutawa>tir.

k. Bagi Muslim yang sedang junub, wanita yang sedang haid atau nifas

haram menyentuh mus}}h}}af Al-Qur’an dan membawanya. Namun,

menurut Dawud dan Ibn H{azam dari madzhab al-Z{a>hiriyah, boleh

12

menyentuh dan membawa mus}h}af meskipun dalam keadaan junub

atau tidak berwud}u. berbeda dengan kitab yang memuat hadis qudsi,

tidaklah ada larangan khusus bagi orang yang junub untuk menyentuh

atau membawanya.

l. Tidak boleh bagi seorang yang berh}adath kecil untuk menyentuh

mus}h}af. Sedangkan menurut Ibn Abba>s, al-Sha’bi, al-D{ah}h}a>k, Zayd

bin Ali, H{amma>d bin Sulayma>n, Daud dan Ibn H{azm membolehkan

menyentuh mus}h}af bagi orang yang berh}adath kecil. Adapun jika

membaca tanpa menyentuhnya, semua sepakat membolehkannya.

ii) Perbedaan Antara Hadis Qudsi Dengan Hadis Nabi

Dari definisi, terlihat ada perbedaan antara hadis qudsi dengan hadis

Nabi, karena definisi hadis Nabi adalah:

ل ق يةأوىلالنيبصلىاهللعليهوسلمقوالأوفعالأوتقريراأماأضيفإ وصفةخ ةحأوحكماحىتالركاتوالسكناتيفاليقظةواملنامخ ل ق يةحقيقح

“Apa yang disandarkan kepada Nabi saw baik berupa perkataan,

perbuatan, atau kesepakatan atau berupa karakter fisik Nabi atau

karakter kepribadiannya, baik secara hakiki atau dari penetapan

hukum, sampai kondisi gerak dan diam dalam sadar (bangun) ataupun

tidurnya Beliau saw.34

Ada pula perbedaan lain antara hadis qudsi dengan hadis Nabi dari sisi

berikut:

a. Perbedaan dari sisi lafal

Seperti yang sudah diungkapkan di atas bahwa para Ulama menyepakati

makna hadis qudsi berasal dari Allah SWT berupa wahyu. Terkadang

berbentuk makna yang kemudian diungkapkan oleh Nabi, terkadang

dengan ilham atau mimpi, dan terkadang dengan perantara Malaikat

Jibril.

34

Al-Khushu>’I al-Khushu>’I Muhammad al-Khushu>’I, Mawsu>’ah ‘Ulu>m al-Hadi>th al-Shari>f. 366.

13

Sedangkan hadis Nabi, terkadang berbentuk wahyu yang Allah berikan

kepada Nabi berupa makna-makna, kemudian Nabi mengungkapkan

makna ini dengan ungkapan dari Nabi sendiri. Dan terkadang pula

berbentuk ijtiha>d Nabi terhadap suatu permasalahan. Dan Allah tidak

memberikan teguran terhadap ijtiha>d Nabi tersebut. sehingga suku>t al-

wahyi terhadap ijtiha>d Nabi ini merupakan taqri>r dari Allah SWT,

karena jika Nabi melakukan kesalahan pasti akan mendapat teguran

langsung dari Allah SWT.

b. Perbedaan dari sisi topik pembahasan atau kandungannya (mawd}u>’)

Adapun dari segi topik pembahasan antara hadis qudsi dengan hadis

Nabi terlihat ada sedikit perbedaan. Hadis qudsi mayoritas berbicara

mengenai Allah SWT, yang berkaitan dengan keagungan-Nya,

menampakkan rahmat-Nya, menjelaskan luasnya kekuasaan dan

pemberian kepada makhluk-Nya dan lainnya. Hadis qudsi memberikan

pendekatan spiritual antara Tuhan dengan hamba-Nya juga membuka

pintu harapan. Selain itu, hadis qudsi memberikan banyak motivasi

terhadap pembenahan diri serta pemurnian jiwa. Hal ini memberikan

banyak pengaruh untuk berbuat kebajikan dan meninggalkan

kemunkaran. Sedangkan hadis Nabi, tidak hanya membahas mengenai

pendekatan diri terhadap Allah, tetapi juga membahas mengenai tata

cara beribadah dan bermu’amalah, sejarah dan lainnya.

D. Bentuk (S{i>ghah) Hadis Qudsi

Dalam periwayatan hadis qudsi, terdapat beberapa bentuk ungkapan

redaksional atau s}i>ghah yang menbedakan antara periwayatan hadis qudsi dengan

hadis yang lainnya, bentuk tersebut secara umum dibagi dua jenis :

1. Siya>gh al-hadi>s al-s}ari>h (bentuk-bentuk ungkapan yang ekspilisit), yaitu

yang penisbatan kepada Allah menggunakan lafaz} yang jelas dan tegas.

14

a. Rasululah SAW menisbatkan matan hadisnya kepada Allah dengan

ungkapan يقولربكم ,قالربكم , يقول هللا تبارك و تعالى ,قال هللا تبارك و تعالى dan

semacamnya. Contohnya hadis Abu Hurairah berikut;

9774- ،عحن األحع رحج الزنحاد ،عحن أحب يحان ،عحن ث حنحاس ف عحب د الله ،ححد ب ن ث حنحاعحل ي ححده رحي رحةح :"أحب الله صحلىاهلل عحلحي ه وحسحلمحقحالح رحس ول الله عحن ه ،عحن يح رحض الله ت حبحارحكح قحالح

،وحالحوحت حعحاىلح ،وحالحأ ذ نمسح عحت رحأحت ل ع بحاد يالصال نيح،محاالحعحني عحلحى:أحع دحد ت خحرحرحبحشحر" 35…ق حل ب

b. Perawi berkata فيماروىعناهللتباركوتعاىل atau فيمايروي atau حيكيعنربهتباركوتعاىل

atau إ يلح رحب atau أحو ححىاهلل :seperti hadis Abi Darr أحمحرحن

د ينحارأحب وع -1946 ب ن ث حنحاجحع د ،ححد الوحار ث ث حنحاعحب د ث حنحاأحب ومحع محر،ححد ث محانح،ححدعحلحي ه صحلىاهلل الله عحن ه محا،عحن النيب يح ث حنحاأحب ورحجحاءالع رحار د ي ،عحن اب ن عحباسرحض ححد

وحجحلوحسحلمح، رحبه عحز :ف يمحاي حر و يعحن :قحالح ث »قحالح وحالسيئحات الحسحنحات تحبح كح اللهح إ نهح ه وح لحة،فحإ ن كحام تحب حهحاالله لحه ع ن دحه ححسحنحة كح ي حع محل هحا حسحنحةف حلحم هحمب ،فحمحن ذحل كح ح مب حني

ث ريحة، كح أحض عحاف ع فإ ىلح ائحة ض م ب ع سح ححسحنحاتإ ىلح رح ه عحش تحب حهحاالله لحه ع ن دح كح هب حاف حعحم لحهحاهحمهب حاف حعحم لحهحوحمح ه وح لحة،فحإ ن ام كح ه ححسحنحة تحب حهحاالله لحه ع ن دح كح ي حع محل هحا هحمب سحيئحةف حلحم ان

ة دح تحب حهحاالله لحه سحيئحةوحاح 36«كح

c. Cerita sebagian peristiwa pada hari kiamat yang di dalamnya

disebutkan kalam Allah swt. Seperti hadis sahabat Anas:

رحانح،-1557 ع م أحب ث حنحاش ع بحة ،عحن ر،ححد ث حنحاغ ن دح حم حمد ب ن بحشار،ححد ثحن ححد": قحالح وحسحلمح صحلىاهلل عحلحي ه النيب الله عحن ه ،عحن يح محال كرحض ب نح أحنحسح :مسح ع ت قحالح

النار ل أحه وحن حه أل ت حعحاىلح الله ي حق ول م ن األحر ض يف محا لحكح أحن لحو الق يحامحة : ي حو مح ابا عحذح يف ا،وحأحن تح هحذح م ن وحنح أحه م ن كح :أحرحد ت :ن حعحم ،ف حي حق ول تحد يب ه ؟ف حي حق ول ت حف ءأحك ن تح شحي

آدحمح: ت ص ل ب الح ي ئا،أحن شح ب ر كح "ش ب ر كح ت ش أحن إ ال 37فحأحب حي تح

35

Muh}ammad bin Isma>’il al-Bukha>ry, Al-Ja>mi’ al-Musnad al-S{ah}i>h al-Mukhtas}ar min Umu>r Rasu>l Allah S{alla Allah ‘alaih wa Sallam Wa Sunanih wa Ayya>mih. Vol. 6, ed. Muhammad

Zuhair bin Na>s}ir al-Na>s}ir (t.t. : Da>r T{uruq al-Naja>h, cet. 1, 1422 H), 115. Hadis nomor 4779 kitab

bad’u al-wahy, bab qaulihi فال ت علم ن فس ما أخفى لهم 36

Muh}ammad bin Isma>’il al-Bukha>ry, Al-Ja>mi’… Vol. 8, 103. 37

Muh}ammad bin Isma>’il al-Bukha>ry, Al-Ja>mi’… Vol. 8, 115

15

2. Siya>gh al-hadi>s ghair al-s}ari>h (bentuk-bentuk ungkapan hadis yang

implisit). Maksudnya samar, tidak secara jelas dan tegas penyandarannya

kepada Allah swt, matannya mungkin dari Nabi saw tetapi ada yang

menunjukkan pada penyandaran kepada Allah swt, seperti hadis Abu

Hurairah:

اب ن -5497 ر ي،عحن الز ه ب حرحنحامحع محر،عحن ث حنحاه شحام،أحخ الله ب ن حم حمد،ححد عحب د ححدثحن الل يح ه رحي رحةحرحض أحب ،عحن سحيب

:امل قحالح صحلىاهلل عحلحي ه وحسحلمح النيب »ه عحن ه ،عحن ك ل عحمحل الصو مح، ز يب ه اب ن آدحمحلحه إ ال وحأحنحاأحج فحإ نه يل ر يح الله م ن ع ن دح أحط يحب الصائ م فحم ،وحلح ل وف

38«امل س ك

Contoh lain:

ه رحي أحب وحسحلمح:عحن الله صحلىالله عحلحي ه رحس ول :قحالح ال ق يحامحة ،»رحةح،قحالح ي حو مح ي ؤ تحىب ال محو ت م ن يح ر ج وا أحن ل نيح وحج خحائ ف نيح ف حي حن رحل ق ونح ال حنة ، لح أحه يحا : ف حي قحال ، الصرحاط عحلحى ف حي وقحف

الذ يه محكحان م يح ر ج وام ن أحن ر ينح تحب ش م س نيح فحر ح لحالنار ،ف حي حن رحل ق ونح :يحاأحه ف يه ،ث ي قحال م ا؟ف حي حق ول ونح: هحذح ت حع ر ف ونح :هحل ف يه ،ف حي قحال اال محو ت محكحان م الذ يه م رحب نحاهحذح ب ه ن حعحم ،ف حيحأ م ر

بحح عحلحى ف يه أحبحداف حي ذ محو تح ه حا:خ ل ودوحالح ك الح ل ل فحر يقحني ي قحال ،ث 39«الصرحاط

أحب وعحو ن،-5699 نحا : اشقحالح دح خ ب ن ال د خح نحا : ش عحي بقحالح ب ن عحل ي ب ن حم حمد ث حنحا ححدالساب ب :نحاسحد وس،صحاح قحالح ال ق رحب ب الله صحاح رحس ول :قحالح ب ن محال كقحالح أحنحس ر ي،عحن

وحسحلمح: ل النار »صحلىاهلل عحلحي ه ل ال حنة ال حنةح،وحأحه أحه لح ال ق يحامحة ،فحأ د خ ي حو مح ئ ق إ ذحاال ت حقحىال حالحنحادحىم نحادي حو محال ق يحامحة :يحاأحه نحك م النارح ب حي ،ت حتحارحك واال محظحامل ح ع 40«وحث حوحاب ك م عحلحيلحال حم

Ketiga contoh di atas merupakan jenis hadis qudsi yang ghair al-s}ari>h,

maka penetapannya dengan memperhatikan indikasi maknanya (dala>lah).

38

Muh}ammad bin Isma>’il al-Bukha>ry, Al-Ja>mi’… Vol. 7, 164 39

Muhammad Ibn Hibba>n al-Busty, S{ahi>h Ibn Hibba>n, vol. 16, ed. Shu’ai>b al-Arnauwt} (Beirut:

Muassasah al-Risalah, cet. 2, 1414 H/1993 M),487 40

Abu al-Qa>sim Sulaima>n Ibn Ahmad al-T{abra>ny, al-Mu’jam al-Awsat}, vol. 5, ed. T{a>riq ibn

‘Awd} Allah Ibn Muhammad al-Husainy (Kairo: Da>r al-Haramayn, t.th), 222

16

Indikasi yang menunjukkan hadis qudsi pada matan hadis di atas terdapat

pada kalimat yang digarisbawahi.

Demikian karakteristik khusus yang dimiliki hadis qudsi yang

membedakannya dari hadis-hadis Nabi pada umumnya. Pengetahuan tentang

bentuk ungkapan hadis qudsi tersebut di atas menjadi metode utama dalam

identifikasi hadis qudsi.

E. Tema (mawd{u>’) Bahasan Hadis Qudsi

Pada umumnya hadis-hadis qudsi terdapat dalam bab-bab tentang

keimanan, kehidupan zuhud dan asketis (al-zuhd wa al-riqa>q), tentang doa (al-

Du’a>) dan permohonan ampunan (al-Istighfa>r), motivasi berakhlak mulia dan

larangan dari akhlak buruk dan tercela, tentang keajaiban ciptaan Allah, tentang

peristiwa hari kebangkitan dan berkumpulnya manusia di padang masyhar (al-

Ba’th wa al-Nushu>r), pertimbangan amal (al-mi>zan), telaga surga (al-haud}),

syafa’at, tentang surga dan neraka, dll. menjelaskan tentang etika akhlak dan

keutamaan amal (al-fad}a>’il), dasar-dasar pembinaan, pendidikan pribadi dan

penyucian jiwa sebagai bentuk arahan menuju keridhoan Allah SWT. 41

Hadis qudsi tidak menjelaskan tentang perincian syari’at dan hukum-

hukumnya. Jika pun ada menyebut tentang kewajiban, halal dan haram maka

penyebutannya dalam konteks motivasi targhi>b wa tarhi>b, seperti dalam hadis

“Kullu ‘amal Ibn A<dam lahu Illa al-Shiya>m fa innahu li> wa ana Ajziy bih”. 42

F. Kualitas Hadis Qudsi dan Hukum mengamalkan Hadis Qudsi

Walaupun ada unsur “taqdi>s” yang melekat pada hadis qudsi, akan tetapi

dari aspek kekuatan validitas sanadnya, bisa jadi selain ada hadis qudsi yang

sahih dan hasan, ada juga yang berkualitas dho’if sebagaimana hadis lainnya.

Penyebutan khusus jenis hadis ini biasanya merujuk kepada pembagian hadis

41

‘Umar ‘Aly ‘Abd Allah Muhammad, Al-Aha>di>th al-Qudsiyyah…, 29 42

‘Umar ‘Aly ‘Abd Allah Muhammad, Al-Aha>di>th al-Qudsiyyah…, 29

17

ditinjuau dari aspek narasumber pertamanya (taqsi>m al-hadi>th min haith nisbatih

ila> qa>’ilih). 43

Menurut Nur al-Di>n ‘Itr, kajian ilmu hadis dari aspek matan di

antaranya mencakup pembahasan tentang nara sumber matan hadis (min haith

qa>ilih). Hal ini terbagi empat macam, yaitu: hadis al-qudsy, al-marfu>’, al-

mawqu>f, dan al-maqt}u>’. 44

Disebabkan karena hadis qudsi tidak seperti Al-Qur’an yang mutawa>tir,

maka perlu adanya penyeleksian dan penelitian terhadap hadis qudsi, melihat

periwayatan hadis qudsi tidaklah seluruhnya mutawa>tir dan dikhawatirkan

terdapat kesalahan dan penyelewengan yang mengakibatkan hadis qudsi tidak

s}ah}i>h}.

Dalam menilai kualitas hadis qudsi dari sisi kes}ah}i>h}annya, perlu

diterapkan penilaian seperti yang diterapkan kepada hadis-hadis Nabi yang

lainnya. Yaitu melihat unsur-unsur penilaian kualitas hadis seperti ittis}a>l al-

sanad, ‘ada>lah al-ruwa>t, d}abt} al-ruwa>t dan lainnya. 45

Hadis qudsi yang s}ah}ih} bisa dijadikan hujjah dan diamalkan oleh umat

Muslim, dan hadis qudsi yang tidak s}ah}i>h perlu dilakukan penelitian lebih lanjut

jika ingin menjadikannya hujjah atau mengamalkannya, supaya tidak terjerumus

terhadap pendustaan yang mengatasnamakan Nabi, lebih-lebih mengatasnamakan

Allah.46

Bahkan menurut penelitian Umar’Aly ‘Abd Allah Muhammad pada

umumnya banyak hadis qudsi yang dho’if bahkan palsu ada di dalam sebagian

kitab masa>nid dan ma’a>jim,47

sehingga harus lebih diwaspadai.

43

Abu Shuhbah, Al-Wasi>th.., 215 44

Nur al-Di>n ‘Itr, Manhaj al-Naqd…, 321 45

Lihat syarat-syarat hadis Sahih dalam ‘Uthma>n bin ‘Abd al-Rahma>n Ibn S{ala>h}, Ma’rifah Anwa>’ ‘Ulu>m al-Hadi>th, ed. ‘Abd al-Lat}i>f al-Hami>m dan Ma>hir Ya>sin al-Fahl (Beirut: Da>r al-

Kutub al-‘Ilmiyah, cet. 1, 1423 H), 79 46

Mustafa al-Khan, al-Manhal al-Ra>wy min Taqri>b al-Nawawy (tp: Dar al-Malah} li al-Taba’ah

wa al-Nashr, ttt), 18, Nur al-Di>n ‘Itr, Manhaj al-Naqd fi ‘Ulu>m al-Hadi>th (Damaskus: Dar al-

Fikr, Cet. 3, 1418 H/1998 M), 29-30 47

Umar’Aly ‘Abd Allah Muhammad, Al-A<ha>di>th al-Qudsiyyah…, 33

18

G. Perkembangan penulisan kitab hadis Qudsi

Berdasarkan data yang kami peroleh, model penyusunan kitab hadis qudsi

diperkirakan dimulai pada abad ke-6 Hijriyah oleh Imam al-Ghazali (w. 505 H)

dengan Kitabnya Al-Mawa>’iz} fi al-Ah}a>di>th al-Qudsiyyah. Tidak lama sesudah

itu, muncul Kitab al-Aha>di>th al-Ilahiyyah yang ditulis oleh Za>hir bin T}a>hir bin

Muhammad al-Naysa>bu>ry (w. 533 H) yang terdiri dari sepuluh juz dengan jumlah

hadis 449 termasuk pengulangan atau 213 hadis jika tanpa pengulangan.

Kemudian pada Abad ke-7 H, muncul Kitab Al-Arba’u>n al-Ila>hiyyah

karya Ibn al-Mufad}d}al al-Maqdisi (w. 611 H). Selanjutnya terdapat Muhy al-Di>n

Ibn ‘Araby yang lahir pada tahun 560 H dan wafat pada tahun 638 H yang

berdasarkan catatan biografinya menyebutkan bahwa Ibn ‘Araby mengumpulkan

hadis-hadis qudsi sebanyak 101 hadis, yang dinamakannya Mishka>h al-Anwa>r

fi>ma> ruwiya ‘an Allah Subha>nahu wa Ta’ala min al-Akba>r. 48

Pada Abad ke-8 H, para ulama hadis juga melanjutkan tradisi kodifikasi

khusus hadis qudsi, sehingga muncul kitab-kitab di antaranya; Al-Maqa>s}id al-

Saniyyah fi al-Ah}a>di>th al-Ila>hiyyah karya Ibn Balba>b al-Fa>risi (w. 739 H) dan Al-

Arba’u>n al-Ila>hiyyah min Riwa>yah Khayr al-Bariyyah karya S{ala>h{uddi>n al-‘Ala>’I

(w. 761 H)

Selanjutnya pada Abad ke-10 Hijriyah juga terdapat kitab hadis qudsi,

diantaranya; Kitab Al-Ah}a>di>th al-Qudsiyyah karya Ibn al-Di>ba’ al-Shayba>ni (w.

944 H) dan Abad ke-11, Shaikh al-Ima>m Mula> ‘Ali al-Qa>ry’ yang wafat di tahun

1014 H menulis Kitab Al-Ah}a>di>th al-Qudsiyyah yang menurut al-Zarkaly kitab

hadis qudsi tersebut terdiri dari empat puluh hadis qudsi.49

Juga pada masa itu,

Syaikh ‘Abd Ra’u>f al-Muna>wy yang wafat tahun 1031 H menyusun sebuah kitab

yang menghimpun hadis-hadis qudsi dengan judul al-Ittiha>f al-Saniyyah. Beliau 48

Di antara catatan sejarah yang menyebutkan informasi ini adalah Muhammad bin Sha>kir S{ala>h

al-Di>n, Fawa>t al-Wafiyya>t. Vol. 3, ed. Ihsa>n Abbas (Beirut: Da>r S{a>dir, cet.1, 1974 M), 435-438,

Ahmad bin Ahmad Abu al-‘Abba>s al-Ghibri>ny. ‘Unwa>n al-Dira>yah fi>man ‘Urifa min al-‘Ulama>’ fi al-Mi’ah al-Sa>bi’ah bi Baja>yah. ed. ‘A<dil Nuwaihid} (Beirut: Manshu>ra>t Da>r al-A<fa>q al-Jadi>dah,

cet. 2, 1979 M), 156-166 49

Muhammad Rasha>d Khali>fah, Madrasah al-Hadi>th fi Mis}r (Kairo: al-Hai’ah al-‘A<mmah li

Shu’u>n al-Mat}a>bi’ al-Ami>riyah, t.th), 237.

19

mengumpulkan sejumlah hadis qudsi yang mampu dihimpunnya dan

menyusunnya berdasar huruf mu’jam (alfabetis) dalam satu jilid. Namun,

penulisan hadisnya tanpa disertakan sanad.

Kemudian pada abad-abad sesudahnya, ada Syaikh ‘Abd al-Ghany al-

Na>blisy yang wafat di tahun 1143 H yang mengumpulkan hadis-hadis qudsi

dalam sebuah kitab. Namun, catatan sejarah biografinya tidak menyebutkan

jumlah hadisnya dan nama kitabnya. Juga ada seorang ‘alim bernama Syaikh

Muhammad al-Madany, salah seorang ahli fiqih madzhab hanafi yang wafat

tahun 1200 H. Beliau menulis sebuah kitab yang diberi judul sama dengan karya

al-Muna>wy yaitu al-Ittiha>f al-Saniyyah. Di dalamnya terkumpul 864 hadis qudsi.

Di penutup kitabnya beliau menyebutkan bahwa hadis-hadis tersebut diperoleh

dengan penelusuran (tatabbu) dan penelitian yang sebagian besarnya diambil dari

Kitab Jami’ al-Jawa>mi’ karya Imam al-Suyut}i. 50

Selanjutnya di era kontemporer juga bermunculan kitab-kitab hadis qudsi

antara lain; Al-Ah}a>di>th al-Qudsiyyah karya Lajnah al-Qur’an al-Kari>m wa al-

H{adi>th yang disusun oleh Majelis al-A’la li al-Shu’u>n al-Isla>miyyah, Al-Aha>di>th

al-Qudsiyyah: Jam’an wa Dira>satan karya ‘Umar ‘Aly ‘Abd Allah Muhammad

yang pertama kali diterbitkan di Madinah tahun 1425 H dan memuat 482 hadis

qudsi, Ja>mi’ al-Aha>di>th al-Qudsiyyah: Mawsu’ah Ja>mi’ah Mashru>hah wa

Muhaqqaqah yang terdiri dari 3 jilid yang ditulis oleh Abu ‘Abd al-Rahma>n

‘Isha>m al-Di>n al-D{aba>bat}y dan diterbitkan oleh Da>r al-Rayyan.

H. Kitab-kitab yang Memuat Hadis Qudsi

Di antara kitab-kitab yang secara khusus ditulis oleh para ulama untuk

mengoleksi hadis-hadis qudsi, antara lain:

1. Al-Mawa>’iz} fi al-Ah}a>di>th al-Qudsiyyah karya Imam al-Ghazali (w. 505

H)

50

ibid

20

2. Al-Arba’u>n al-Ila>hiyyah karya Ibn al-Mufad}d}al al-Maqdisi (w. 611 H)

3. Mishka>t al-Anwa>r fi>ma> ruwiya ‘an Allah Subh}a>nahu min al-Akhba>r karya

Abu ‘Abdillah Muhammad bin ‘Ali bin al-‘Arabi al-T{a>’I (w. 638 H)

4. Al-Ah}a>di>th al-Qudsiyyah karya Imam al-Nawawi (w. 676 H)

5. Al-Maqa>s}id al-Saniyyah fi al-Ah}a>di>th al-Ila>hiyyah karya Ibn Balba>b al-

Fa>risi (w. 739 H)

6. Al-Arba’u>n al-Ila>hiyyah min Riwa>yah Khayr al-Bariyyah karya

S{ala>h{uddi>n al-‘Ala>’I (w. 761 H)

7. Arba’u>n Hadi>than Qudsiyyah ‘ala T{ari>qah al-Tas}awwuf karya Jama>luddi>n

al-Aqsara>’I (w. 776 H)

8. Al-Ah}a>di>th al-Qudsiyyah karya Ibn al-Di>ba’ al-Shayba>ni (w. 944 H)

9. Al-Ah}a>di>th al-Qudsiyyah wa al-Kalima>t al-Insiyyah karya al-Mulla> ‘Ali

al-Qa>ri (w. 1014 H)

10. Al-Ittih}a>fa>t al-Saniyyah fi al-Ah}a>di>th al-Qudsiyyah karya Muhammad bin

Mah}mu>d bi S{a>lih} al-T{irbizu>ni yang lebih dikenal dengan al-Madani (w.

1200 H)

11. Al-Ittih}a>fa>t al-Saniyyah bi al-Ah}a>di>th al-Qudsiyyah karya Zaynuddi>n al-

Muna>wi (w. 1031 H)

12. Al-Ah}a>di>th al-Qudsiyyah karya lajnah al-Qur’an al-Kari>m wa al-H{adi>th

Majelis al-A’la li al-Shu’u>n al-Isla>miyyah.

13. Al-Aha>di>th al-Qudsiyyah: Jam’an wa Dira>satan karya ‘Umar ‘Aly ‘Abd

Allah Muhammad.

I. Pembahasan Sebagian Contoh Kitab Hadis Qudsi

1. Al-Arba’u>n al-Qudsiyah.51

51

Di cetak dengan nama Kitab Al-Aha>di>th al-Qudsiyah al-Arba’iniyyat, takhrij Abu Ishaq al-

Huwainy al-Athary (Jeddah: Maktabah al-S{aha>bah, t.th). Sebelumnya dicetak di Istanbul oleh

percetakan ‘A<rif Afandy tahun 1324 H, dan dipublikasikan ulang oleh Syaikh Muhammad Ra>ghib

al-T{abba>kh tahun 1345 H.

21

Kitab ini ditulis oleh seorang Syaikh, al-Ima>m, Abu al-Hasan Nur al-Di>n

‘Ali bin Sult}a>n al-Qa>ry al-Harawy al-Hanafy yang popular dengan nama Mulla

‘Aly al-Qa>ry. Kata “Mulla” adalah Bahasa Persia yang berarti seorang ulama

besar. Adapun “al-Qa>ry” adalah gelar yang disematkan kepadanya karena dia

membaca Al-Quran di Makkah dan mencapai level yang tinggi dalam hafalan dan

itqa>n bacaan, sehingga Beliau dikenal dengan sebutan itu. 52

Beliau dilahirkan di Kota Herat sekitar Tahun 930 H. Sekitar 11 tahun

dari kelahirannya, sejumlah ulama hijrah dari Herat ke Kota Makkah saat muncul

dan menguatnya mazhab Syi’ah Ra>fid}ah. Di antara para ulama tersebut terdapat

keluarga Mulla ‘Ali al-Qa>ry. 53

Beliau belajar kepada sejumlah orang guru terkenal di Kota Makkah di

antaranya Ibn Hajar al-Haitamy al-faqi>h (w. 973 H). Beliau bermukim di Makkah

beberapa waktu lamanya untuk mempelajari Qira’at, tafsir dan lain-lain serta

menulis sejumlah kitab. Di antara karyanya adalah Sharh al-Mishka>h, Sharh al-

Shama>’il, Sharh al-Jazriyah, Sharh al-Sha>t}ibiyah, Sharh al-Nukhbah, dll. Beliau

bermazhab Maliki awalnya, kemudian berpindah ke mazhab Hanafy. Beliau

banyak sekali menulis sehingga karya tulisnya mencapai seratus buah. Beliau

meninggal pada Bulan Syawal tahun 1014 H di Kota Makkah al-Musharrafah

kemudian dimakamkan di Pekuburan Ma’lah. 54

Adapun beberapa keterangan terkait tentang kitab Al-Arba’u>n al-Qudsiyah

adalah sebagai berikut:

a. Kitab tersebut terdiri dari empat puluh (40) hadis. Penulis tidak

menyebutkan sanad secara lengkap. Namun, hanya menyebutkan nama

sahabat yang meriwayatkan dari Rasulullah SAW dan di bagian akhir

setiap hadis disebutkan siapa penulis kitab induk hadis yang disebutkan

52

Biografi singkat ditulis oleh Abu Ishaq al-Huwainy al-Athary dalam Kitab karya Mulla ‘Ali al-

Qa>ry, Kitab Al-Aha>di>th al-Qudsiyah al-Arba’iniyyat, takhrij Abu Ishaq al-Huwainy al-Athary

(Jeddah: Maktabah al-S{aha>bah, t.th), 8-9. 53

Muhammad bin ‘Aly al-Shauka>ny al-Yamany, al-Badr al-T{a>li’ bi Maha>sin min Ba’d al-Qarn al-Sa>bi’, vol. 1 (Beirut: Da>r al-Ma’rifah, t.th), 445 54

Ibid.

22

periwayatan hadisnya. Contohnya : “rawa>hu Ahmad wa As }ha>b al-Sitti ma>

‘ada> al-Bukha>ry.

b. Hadis pertama adalah hadis yang matannya berbunyi: “Qasamtu al-S{ala>h

bainy wa baina ‘abdy nis}fain.. dan ditutup dengan hadis ke-40 yang

berbunyi “Aina al-Mutaha>bbun li jala>ly…”. Keseluruhan hadis

bertemakan targhi>b (motivasi) dan tarhi>b (peringatan dan ancaman).

c. Dari empat puluh hadis tersebut terdapat 11 hadis yang menurut

penelitian Abu Ishaq al-Huwainy berstatus dho’if. Menurut Abu Ishaq

al_Huwainy, hal ini patut disayangkan karena hadis-hadis Qudsi yang

shahih cukup banyak, namun empat puluh yang terpilih oleh al-Qary

justru banyak yang dho’if. (7)

d. Pada bagian pengantar (muqaddimah), Mulla ‘Aly al-Qa>ry menjelaskan

secara singkat tentang perbedaan antara hadis qudsi dengan Al-Quran.

Juga menjelaskan motivasi menyusun kitab berisi hanya 40 hadis qudsi,

yaitu untuk mendapatkan keutamaan berupa syafat dan persaksian

Rasulullah SAW yang disebutkan dalam hadis:

لحه ي حو محال ق يحامحة فحق يها،وحك ن ت أحم ر د ين هحب حعحثحه اهلل أحر بحع نيحححد يثام ن عحلحىأ مت ححف ظح شحاف عامحن

يدا وحشحه

“Barang siapa yang menjaga 40 hadis untuk umatku yang terkait dengan

permasalahan agamanya, maka Allah akan membangkitkannya sebagai

seorang yang faqih dan aku akan menjadi pemberi syafa’at dan saksi

untuknya pada hari kiamat”. 55

2. Al-Ittih}a>fa>t al-Saniyyah bi al-Ah}a>di>th al-Qudsiyyah

55

Al-Baihaqy, Shu’a>b al-I<ma>n, vol. 3 (Riyad}: Maktabah al-Rushd, cet. 1, 1423 H/2003 M), 240.

Menurut penelitian Abu Ishaq al-Huwainy, hadis ini dan semacamnya, walaupun memliki banyak

jalur sanad, namun semuanya dho’if. Lihat catatan kaki Mulla ‘Ali al-Qa>ry, Kitab Al-Aha>di>th al-Qudsiyah al-Arba’iniyyat, takhrij Abu Ishaq al-Huwainy al-Athary (Jeddah: Maktabah al-

S{aha>bah, t.th), 10

23

Kitab ini ditulis oleh Syaikh Muhammad Ibn ‘Abd al-Ra’u>f bin Ta>j al-

‘A<rifi>n Ibn ‘Aly Ibn Zain al-‘A<bidi>n al-H{adda>dy al-Muna>wy al-Qa>hiry yang lahir

pada tahun 952 H atau 1545 M dan wafat pada tahun 1031 H atau 1622 M.

Beliau adalah salah seorang tokoh senior (kiba>r) ulama di Mesir. Banyak meneliti

dan menulis kitab. Dalam kehidupan sehari-hari, beliau sedikit makan dan sering

tidak tidur malam (untuk belajar dan ibadah). Akhirnya Beliau sakit dan lemah

anggota badannya. Beliau menyerahkan karya tulisnya kepada putranya Ta>j al-

Di>n Muhammad sekitar 80 buah, baik karya yang tebal atau tipis, telah sempurna

maupun belum. Beliau hidup di Kairo. Di antara karya tulisnya adalah Kunu>z al-

Haqa>’iq fi al-hadi>th, al-Taisir fi Sharh al-Ja>mi’ al-S{aghi>r (2 jilid) yang diringkas

dari Sharh al-Kabi>r yaitu Faid} al-Qadi>r, Sharh al-Shama>’il li al-Tirmidhi, al-

Kawa>kib al-Dariyyah fi Tarajum al-Sa>dah al-S{u>fiyyah (2 Juz), dll. 56

Termasuk

Kitab “Al-Ittih}a>fa>t al-Saniyyah bi al-Ah}a>di>th al-Qudsiyyah”. Sebagian kitab-

kitabnya yang lain ada yang sudah dicetak sebagian lagi belum. Adapun dalam

penilaian hadis, beliau termasuk mutasa>hil (longgar dan toleran) dalam

mensahihkan dan meng-hasan-kan hadis. Hal ini dapat diketahui oleh mereka

yang mengkaji Kitabnya Faid} al-Qadi>r Sharh al-Ja>mi’ al-S}aghi>r. 57

Adapun beberapa keterangan terkait tentang Kitab Al-Ittih}a>fa>t al-

Saniyyah bi al-Ah}a>di>th al-Qudsiyyah adalah sebagai berikut:

a. Kitab hanya satu jilid yang terdiri dari 194 halaman dan menghimpun

sebanyak 141 hadis. Hadis-hadis tersebut tersusun berdasarkan huruf

mu’jam (alfabetis) merujuk pada awal matan hadis yaitu dimulai dengan

hadis ابنآدم!أنزلتعليكسبعآيات

Dan ditutup dengan hadis منعادىيلوليافقدناصبنباحملاربة

56

Khair al-Di>n bin Mahmud al-Zarkaly al-Dimashqy, Al-A’la>m, vol. 6 (ttp: Da>r al-‘Ilm li al-

Mala>yi>n, cet. 15, 2002 M), 203-204 57

Komentar pen-tahqi>q yaitu ‘Abd al-Qa>dir al-Arnauwt}. Lihat ‘Abd al-Ra’u>f bin Taj al-‘A<rifin

al-Mana>wy, Al-Ittih}a>fa>t al-Saniyyah bi al-Ah}a>di>th al-Qudsiyyah. ed. ‘Abd al-Qa>dir al-Arnauwt}

dan T{a>lib ‘Awwa>d (Beirut: Dar Ibn Kathi>r Damaskus, t.th), 3

24

b. Penulisan hadisnya tanpa disertakan sanad. Hanya di bagian akhir

penyebutan setiap hadis disebutkan sumber hadis rujukan hadisnya.

Contohnya, setelah menyebutkan matan hadis pertama kemudian

dicantumkan:

رواهالرربانيفمعجمهاألوسطعنأببنكعبImam perawi dan penulis kitab induk yang menjadi sumber pengambilan

hadis antara lain karya Al-Bukhari, Muslim Imam al-T{abra>ny dalam

Mu’ja>m Al-Ausat}, Sunan al-Tirmidhi, Al-Baihaqy, Abu Nu’aim, Ahmad,

Abu Ya’la, Ibn ‘Ady, Al-Hakim, Malik, An-Nasa’I, dll.

c. Hadis qudsi yang terkumpul berkisar pada tema (maud}u’) tentang al-

targhi>b wa tarhi>b (motivasi beramal dan peringatan serta ancaman bagi

yang meninggalkannya). Contohnya: hadis ke-3 adalah motivasi (targhi>b)

untuk berdzikir setelah sholat subuh dan ashar. Sementara hadis ke-27

adalah tarhi>b kemurkaan Allah SWT atas orang berbuat zalim kepada

seseorang yang tidak memiliki penolong selain Allah.

d. Menurut pen-tahqi>q kitab tersebut, pengumpulan hadis-hadis qudsi oleh

al-ha>fiz} al-Muna>wy tidak hanya membatasi pada hadis qudsi yang sahih

saja. Namun, pengumpulannya diorientasikan bersifat menyeluruh,

sehingga asal terindentifikasi sebagai hadis qudsi, tanpa melihat status

validitasnya apakah sebagai hadis sahih, hasan ataukah dho’if. Demikian

pula pen-syarah kitab tersebut yaitu Syaikh Muhammad Muni>r bin

‘Abduh A<gha al-Dimashqy58

tidak menyinggung hadis-hadis tersebut dari

aspek kesahihan dan kedho’ifannya. Namun, hanya menjelaskan lafal dan

makna yang terkandung di dalamnya, dan menjelaskan (tarjamah)

sebagian perawi, serta menjelaskan tentang pengertian hadis qudsi dan

58

Pen-syarah-nya adalah Muhammad Muni>r bin ‘Abduh A<gha al-Dimashqy al-Azhary (w. 1367

H) dengan nama Kitab Al-Nafaha>t al-Salafiyyah bi Sharh al-Aha>di>th al-Qudsiyyah. Kitab ini

dicetak bersama Al-Ittih}a>fa>t al-Saniyyah oleh Da>r Ibn Kathi>r Damaskus.

25

perbedaannya dengan Al-Quran.59

Menurut hasil penelitian validitas hadis

oleh muhaqqiq-nya yaitu ‘Abd al-Qa>dir al-Arnauwt} dan T{a>lib ‘Awwa>d,

dari sekitar 141 hadis yang terdapat dalam kitab tersebut sekitar 80 hadis

di antaranya berstatus dho’if.

J. Faktor Yang Memotivasi Kodifikasi Hadis-Hadis Secara Khusus

Faktor yang memotivasi sebagian para penulis untuk menyusun kitab

hadis qudsi secara khusus adalah karena “nilai istimewa” yang dimiliki jenis

hadis ini dalam penisbatan Rasulullah saw kepada Allah swt. Hal ini membuat

jiwa yang beriman lebih terdorong untuk menerimanya dengan baik,

membangkitkan perasaan spiritual yang baik sehingga termotivasi untuk

mengamalkannya. Karena secara umum hadis-hadis jenis ini bercorak targhi>b wa

tarhi>b dalam keutamaan amal (fad}a’i>l al-a’mal). 60

Faktor lain adalah karena kebutuhan praktis dari para aktivis dakwah dan

penceramah agama terhadap bahan-bahan referensi hadis-hadis qudsi dan

kebutuhan kaum muslimin pada umumnya. 61

59

‘Abd al-Ra’u>f bin Taj al-‘A<rifin al-Mana>wy, Al-Ittih}a>fa>t al-Saniyyah bi al-Ah}a>di>th al-Qudsiyyah. ed. ‘Abd al-Qa>dir al-Arnauwt} dan T{a>lib ‘Awwa>d (Beirut: Dar Ibn Kathi>r Damaskus,

t.th), 1-2 60

Muhammad Rasha>d Khali>fah, Madrasah al-Hadi>th fi Mis}r (Kairo: al-Hai’ah al-‘A<mmah li

Shu’u>n al-Mat}a>bi’ al-Ami>riyah, t.th), 235 61

Umar’Aly ‘Abd Allah Muhammad, Al-A<ha>di>th al-Qudsiyyah…, 30

26

BAB III

KESIMPULAN

1. Hadis Qudsi merupakan hadis yang sampai kepada Rasulullah SAW

(marfu>’) berupa hadis verbal (qauly) dengan penyandaran sanadnya dari

Nabi SAW kepada Allah. Hadis qudsi walaupun disanadkan kepada Allah

Ta’ala karena menjadi kalam-Nya, akan tetapi tidak dimaksudkan sebagai

mukjizat.

2. Dalam beberapa aspek, hadis Qudsi berbeda dengan Al-Quran maupun

hadis Nabawy yang lainnya.

3. Identifikasi dan penentuan suatu hadis dinilai sebagai hadis qudsi adalah

dari aspek Siya>gh al-hadi>s. Siya>gh ini ada yang ekspilisit (s}ari>h), ada juga

yang implisit (ghayr al-s}ari>h).

4. Dilihat dari aspek topik atau tema bahasannya, hadis-hadis qudsi

berkaitan dengan motivasi beramal (fad}a>il a’ma>l) atau targhi>b wa tarhi>b,

dan tidak membahas perincian hukum-hukum syari’at.

5. Dari aspek kualitas kesahihannya, hadis qudsi sama dengan jenis hadis

yang lain. Ada yang berstatus sahih dan hasan, ada juga yang berkualitas

lemah (d}a’i>f) bahkan palsu (mawd}u>’).

6. Perhatian para ahli hadis terhadap penulisan kitab hadis qudsi (al-ah}a>di>th

al-qudsiyyah) cukup intensif sejak abad ke-6 Hijriyah hingga era

kontemporer.

7. Faktor yang memotivasi sebagian para penulis untuk menyusun kitab

hadis qudsi secara khusus adalah karena “nilai istimewa” yang dimiliki

jenis hadis ini dalam penisbatan Rasulullah SAW kepada Allah SWT.

Juga karena adanya kebutuhan praktis dalam dakwah.

27

DAFTAR PUSTAKA

‘Abd al-Jawwa>d Khalf Muhammad ‘Abd al-Jawwa>d, Madkha>l Ila al-Tafsi>r wa ‘Ulu>m al-Qur’a>n, (Kairo: Da>r al-Baya>n al-‘Araby, tth)

‘Abd Allah bin Yu>suf al-Judai’, Tahri>r ‘Ulu>m al-Hadi>th, vol. 1 (Beirut:

Muassasah al-Rayya>n, cet.1, 1424 H/2003 M)

‘Abd al-Ra’u>f bin Taj al-‘A<rifin al-Mana>wy, Al-Ittih}a>fa>t al-Saniyyah bi al-Ah}a>di>th al-Qudsiyyah. ed. ‘Abd al-Qa>dir al-Arnauwt} dan T{a>lib ‘Awwa>d

(Beirut: Dar Ibn Kathi>r Damaskus, t.th)

‘At}iyyah Qa>bil Nas}r, Gha>yah al-Muri>d fi ‘Ilm al-Tajwi>d. (Kairo: Maktabah

Madinah, t.th)

‘Umar ‘Aly ‘Abd Allah Muhammad, Al-Aha>di>th al-Qudsiyyah: Jam’an wa Dira>satan, vol. 1 (Madinah: Maktabah al-‘Ulu>m wa al-Hikam, cet. 1,

1425H)

‘Uthma>n bin ‘Abd al-Rahma>n Ibn S{ala>h}, Ma’rifah Anwa>’ ‘Ulu>m al-Hadi>th, ed.

‘Abd al-Lat}i>f al-Hami>m dan Ma>hir Ya>sin al-Fahl (Beirut: Da>r al-Kutub al-

‘Ilmiyah, cet. 1, 1423 H)

Abu al-Qa>sim Sulaima>n Ibn Ahmad al-T{abra>ny, al-Mu’jam al-Awsat}, vol. 5, ed.

T{a>riq ibn ‘Awd} Allah Ibn Muhammad al-Husainy (Kairo: Da>r al-

Haramayn, t.th)

Abu Zahwu, Muhammad Muhammad, Al-H{adi>th wa al-Muh{addithu>n (Riyadh:

Al-Ri’asah al-‘Ammah li Idarat al-Buhuts al-‘Ilmiyah wal Ifta’ wa al-

Da’wah wa al-Iryad, 1404 H/1984 M)

Ahmad bin Ahmad Abu al-‘Abba>s al-Ghibri>ny. ‘Unwa>n al-Dira>yah fi>man ‘Urifa min al-‘Ulama>’ fi al-Mi’ah al-Sa>bi’ah bi Baja>yah. ed. ‘A<dil Nuwaihid}

(Beirut: Manshu>ra>t Da>r al-A<fa>q al-Jadi>dah, cet. 2, 1979 M)

Al-Baihaqy, Shu’a>b al-I<ma>n, vol. 3 (Riyad}: Maktabah al-Rushd, cet. 1, 1423

H/2003 M)

Al-Khushu>’I al-Khushu>’I Muhammad al-Khushu>’I, Mawsu>’ah ‘Ulu>m al-Hadi>th al-Shari>f. (Kairo: Wiza>rah al-Awqa>f al-Majlis al-A’la> li al-Shu’u>n al-

Isla>miyyah, 2009)

Al-Khusyu'i al-khusyu'i Muhammad, Ta>ri>kh al-Sunnah al-Nabawiyah. (Kairo:

Universitas al-Azhar, 2010)

Al-Suyuthi. Tadri>b al-Ra>wy fi Sharh Taqri>b al-Nawawy, Vol. 1, ed. Abu Mu’adz

T{a>riq Ibn ‘Aud} Allah Ibn Muhammad (Riyadh: Da>r al-‘A<s}imah, 1423 H)

Ibn Mandhur, Lisa>n al-‘Arab, vol.2 (Mesir: Maktabah al-Shuruq al-Dauliyah, cet.

4, 1425 H/2004 M)

Jala>l al-Di>n al-Suyu>t}y, Al-Itqa>n fi ‘Ulu>m al-Qur’a>n, ed. Muhammad Abu al-Fad}l

Ibra>hi>m, vol. 1 (Mesir: al-Hai’ah al-Mis}riyyah al-‘A<mmah li al-Kutub,

1394 H/1974 M)

28

Khair al-Di>n bin Mahmud al-Zarkaly al-Dimashqy, Al-A’la>m, vol. 6 (ttp: Da>r al-

‘Ilm li al-Mala>yi>n, cet. 15, 2002 M)

Mahmu>d T{ahha>n, Taisir Must}alah al-Hadi>th (Riyad}: Maktabah al-Ma’arif, cet.

10, 1425 H)

Majma’ al-Lughah al-‘Arabiyah al-Idarah al-‘A<mmah li al-Mu’jama>t wa ihya’ al-

Turoth, al-Mu’ja>m al-Was>it} (Mesir: Maktabah al-Shuruq al-Dauliyah, cet.

4, 1425 H/2004 M)

Manna bin Khali>l al-Qatta>n, Maba>hith fi ‘Ulum al-Qur’an (ttp: Maktabah al-

Ma’arif li al-Nashr wa al-Tawzi’, cet. 3, 1421 H/2000 M)

Muh}ammad bin Isma>’il al-Bukha>ry, Al-Ja>mi’ al-Musnad al-S{ah}i>h al-Mukhtas}ar min Umu>r Rasu>l Allah S{alla Allah ‘alaih wa Sallam Wa Sunanih wa Ayya>mih. Vol. 6, ed. Muhammad Zuhair bin Na>s}ir al-Na>s}ir (t.t. : Da>r T{uruq

al-Naja>h, cet. 1, 1422 H)

Muhammad Ahmad Muhammad Ma’bad, Nafaha>t min ‘Ulum al-Qur’an (Kairo:

Da>r al-Sala>m, cet. 2, 1426 H/2005 M)

Muhammad bin ‘Aly al-Shauka>ny al-Yamany, al-Badr al-T{a>li’ bi Maha>sin min Ba’d al-Qarn al-Sa>bi’, vol. 1 (Beirut: Da>r al-Ma’rifah, t.th)

Muhammad bin Ja’far al-Katta>ni, Al-Risa>lah al-Mustat}rafah li Baya>n Mashhu>r Kutub al-Sunnah al-Musharrafah. (Beirut: Da>r al-Basha>’ir al-Isla>miyyah,

t.th)

Muhammad bin Muhammad Abu Shuhbah. Al-Wasi>t} fi ‘Ulu>m wa Must}alah} al-H{adi>th. (Beirut: Da>r al-Fikr al-‘Araby)

Muhammad bin Sha>kir S{ala>h al-Di>n, Fawa>t al-Wafiyya>t. Vol. 3, ed. Ihsa>n Abbas

(Beirut: Da>r S{a>dir, cet.1, 1974 M)

Muhammad Ibn Hibba>n al-Busty, S{ahi>h Ibn Hibba>n, vol. 16, ed. Shu’ai>b al-

Arnauwt} (Beirut: Muassasah al-Risalah, cet. 2, 1414 H/1993 M)

Muhammad Jamal al-Di>n al-Qa>simy, Qawa>’id al-Tahdi>th min Funu>n Must}alah al-Hadi>th (Beirut: Da>r al-Kutub al-‘Ilmiyyah, t.th)

Muhammad Muhammad Abu Syuhbah dan Abd al-Ghany, Difa’ ‘an al-Sunnah wa Radd Syubh al-Musytariqi>n wa al-Kita>b al-Mu’as{iri>n- wa yali>hi al-Radd ‘ala Man Yunkir Hujjiyyah al-Sunnah (Kairo: Maktabah al-Sunnah, cet. 1,

1989 M)

Muhammad Muhammad Abu Zahwu, Al-Hadi>th wa al-Muhaddithu>n (Kairo: Da>r

al-Fikr al-‘Araby, 1378 H)

Muhammad Rasha>d Khali>fah, Madrasah al-Hadi>th fi Mis}r (Kairo: al-Hai’ah al-

‘A<mmah li Shu’u>n al-Mat}a>bi’ al-Ami>riyah, t.th)

Mulla ‘Ali al-Qa>ry, Kitab Al-Aha>di>th al-Qudsiyah al-Arba’iniyyat, takhrij Abu

Ishaq al-Huwainy al-Athary (Jeddah: Maktabah al-S{aha>bah, t.th)

29

Muslim bin al-Hajja>j al-Naisa>bu>ry, al-Musnad al-S{ah{i>h atau dikenal denganSa>h}ih Muslim, Vol. 4, ed. Muhammad Fu’ad ‘Abd al-Ba>qy (Beirut: Da>r Ih{ya>’ al-

Turath al-‘Araby, t.th.)

Mustafa al-Khan, al-Manhal al-Ra>wy min Taqri>b al-Nawawy (tp: Dar al-Malah}

li al-Taba’ah wa al-Nashr, ttt), 18, Nur al-Di>n ‘Itr, Manhaj al-Naqd fi ‘Ulu>m al-Hadi>th (Damaskus: Dar al-Fikr, Cet. 3, 1418 H/1998 M)

Mustafa al-Siba’i, al-Sunnah wa Makanatuha fi al-Tasyri’ al-Islamy (Beirut: al-

Maktab al-Islamy, Cet. 3, 1420 H/1982 M)

Nuruddin ‘itr, Manh}aj al-Naqd fi ‘Ulu>m al-h}adith (Damaskus : Dar al-Fikr, Cet.

3, 1418 H/1997 M)

Ugi Suharto, Peranan Tulisan Dalam Periwayatan Hadith (Majalah Islamia, Thn.

I No. 2/Juni-Agustus, 2004)

30

TIPOLOGI KITAB HADIS QUDSI

MAKALAH

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah

“TIPOLOGI KODIFIKASI HADIS”

Dosen Pengampu

Dr. H. Abu Azam Al Hadi, M.Ag

Oleh:

M. Syukrillah : F08213256

Sariyah Hosen : F08213257

PASCA SARJANA

PROGRAM STUDI ILMU HADIS

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)

SUNAN AMPEL

SURABAYA