Upload
independent
View
2
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
1
BAB I
LATAR BELAKANG
Sebagai salah satu sumber referensi ajaran Islam, hadis menempati
posisi penting dalam wacana keilmuan Islam. Oleh karena itu perhatian para
cendekiawan (ulama) Islam khususnya ulama hadis terhadap dokumentasi dan
pengkajian hadis demikian intensif dari masa ke masa.
Sejak awal abad kedua Hijriyah, saat era kodifikasi (tadwi>n) dimulai,1
bermunculanlah beragam tipe penulisan kitab-kitab hadis. Gerakan intelektual
yang massif di bidang penulisan kitab-kitab hadis di era ini membuahkan produk
berupa puluhan bahkan ratusan kitab-kitab sunnah berupa sunan, al-mus}annafa>t,
al-jawa>mi’, al-masa>nid, kitab-kitab tafsir, kitab al-Magha>zi>, siyar, dll.2
Selanjutnya, Abab ke-3 H (200-300 H) adalah kurun yang paling cemerlang
dalam sejarah kodifikasi al-sunnah serta penelitian dan kritik hadis.3\ Pada era
berikutnya, kreatifitas dan inovasi ulama hadis dalam metodologi penulisan kitab
terus berlanjut. Hal ini ditandai dengan semakin beragamnya corak
pendokumentasian hadis-hadis Nabi dalam kitab yang muncul dengan spesifikasi
penulisan berupa kutub mustakhraja>t, mustadraka>t, ma’aj >im, al-mara>sil, al-
ah}a>di>th al-mashhu>rah, aha>dith al-ah}ka>m, at}raf al-h}adi>th, termasuk pula kutub al-
ah}a>di>th al-qudsiyyah.
Dalam makalah ini akan dibahas tentang tipologi penulisan kitab hadis
qudsi (al-ah}a>di>th al-qudsiyyah) yang dimulai dengan pembahasan pengertian
hadis qudsi dan perbedaannya dengan Al-Qur’an dan hadis yang lain,
karakteristiknya serta contoh kitab-kitab yang ditulis oleh para ulama yang
secara khusus menghimpun dan mendokumentasikan hadis-hadis qudsi tersebut.
1 Must}afa>\> al-Siba>’i, Al-Sunnah wa Maka>natuha fi> al-Tashri>’ al-Isla>my (Beirut: al-Maktab al-
Islamy, Cet. 3, 1420 H/1982 M), 104, Abu Zahwu, Muhammad Muhammad, Al-H{adi>th wa al-Muh{addithu>n (Riyadh: Al-Ri’asah al-‘Ammah li Idarat al-Buhuts al-‘Ilmiyah wal Ifta’ wa al-
Da’wah wa al-Iryad, 1404 H/1984 M), 244 2 Ugi Suharto, Peranan Tulisan Dalam Periwayatan Hadith (Majalah Islamia, Thn. I No. 2/Juni-
Agustus, 2004), 83 3 Muhammad Muhammad Abu Shuhbah dan Abd al-Ghany, Difa’ ‘an al-Sunnah wa Radd Shubh
al-Mushtariqi>n wa al-Kita>b al-Mu’a>s{iri>n- wa yali>hi al-Radd ‘a>la Man Yunkir Hujjiyyah al-Sunnah (Kairo: Maktabah al-Sunnah, cet. 1, 1989 M), 26
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi Hadis Qudsi
Hadis Qudsy disebut pula dengan al-h}adi>th al-ila>hy dan al-h}adi>th al-
rabba>ny. 4 Namun, yang istilah popular digunakan dalam wacana keilmuan Islam
adalah hadis Qudsi. Al-h}adi>th al-Qudsy ( ي س د الق ث ي د الح ) tersusun atas dua kata
yaitu al-h}adi>th dan al-Qudsy.5 Dengan demikian definisi hadis qudsi secara
etimologis (lughatan) dapat ditelusuri dari pengertian kedua kata tersebut
Kata hadis secara bahasa (etimologis), setidaknya memiliki tiga macam arti,6
yaitu;
1. Hadis bermakna al-jadi>d (baru) sebagai lawan dari al-qadi>m (lama).
Makna ini merupakan arti dasar dari kata al-hadis, yang kemudian
digunakan untuk al-khabar (berita). Hal ini karena munculnya berita
bersifat up to date dan berlangsung secara kontinu sebagian demi
sebagian sehingga terasa sebagai sesuatu yang baru.7
2. Hadis bersinonim dengan al-kala>m, hal ini dapat dirujuk dari firman Allah
SWT (QS. Az-Zumar: 23) ah}san al-h}adi>th dalam ayat ini artinya ah}san al-
kala>m (sebaik-baik perkataan). Lihat pula QS. Al-Mursalat: 50
3. Hadis berarti khabar dan berita (al-Khabar wa al-naba>’), seperti tersebut
dalam QS. An-Nazi’at: 15 dan al-Ghasyiyah: 52.
4 Muhammad Jamal al-Di>n al-Qa>simy, Qawa>’id al-Tahdi>th min Funu>n Must}alah al-Hadi>th
(Beirut: Da>r al-Kutub al-‘Ilmiyyah, t.th), 66 5 Muhammad bin Muhammad Abu Shuhbah. Al-Wasi>t} fi ‘Ulu>m wa Must}alah} al-H{adi>th. (Beirut:
Da>r al-Fikr al-‘Araby, 214 6 Lihat Ibnu Mandhur, Lisa>n al-‘Arab, vol.2 (Mesir: Maktabah al-Shuruq al-Dauliyah, cet. 4,
1425 H/2004 M), 507. Majma’ al-Lughah al-‘Arabiyah al-Idarah al-‘A<mmah li al-Mu’jama>t wa
ihya’ al-Turath, al-Mu’ja>m al-Was>it} (Mesir: Maktabah al-Shuruq al-Dauliyah, cet. 4, 1425
H/2004 M), 190 7 lihat As-Suyuthi. Tadri>b al-Ra>wy fi Sharh Taqri>b al-Nawawy, Vol. 1, ed. Abu Mu’adz T{a>riq Ibn
‘Aud} Allah Ibn Muhammad (Riyadh: Da>r al-‘A<s}imah, 1423 H), 42
3
Adapun dalam perspektif terminologi ahli hadis, hadis adalah perkataan
Nabi SAW—selain Al-Quran—, perbuatan, persetujuan Nabi atas sesuatu hal
(taqri>r), sifat fisik (khalqiyah) dan akhlak (khuluqiyah) serta seluruh informasi
yang terkait dengan Nabi SAW baik sebelum diutus sebagai Nabi (qabl al-
bi’thah) atau sesudahnya (ba’d al-bi’thah), demikian pula mencakup perkataan
dan perbuatan sahabat Nabi SAW dan tabi’in. Dengan demikian hadis meliputi
riwayat yang marfu>’, mauqu>f dan maqthu>’. 8
Sementara itu, term al-qudsy merupakan atribut yang disandarkan kepada
al-quds (suci) yang menunjukkan pengagungan dan pemuliaan. Karena substansi
makna kalimat ini secara etimologis menunjuk pada makna tanzi>h wa tat}hi>r
(penyucian).9 Sejalan dengan pendapat Nu>r al-Di>n ‘Itr, pemberian atribut quds
pada hadis semacam itu sebagai bentuk pemuliaan (takri>m) karena adanya
penisbatan kepada Allah Ta’ala. 10
Dari perspektif etimologis pun, term al-quds berporos pada makna
kesucian (al-t}uhr). Suatu hadis dilekatkan dengan sifat al-quds karena substansi
makna hadis tersebut melekat sikap pengkultusan Zat Allah dan penyucian sifat-
sifat-Nya dari kekurangan dan hal-hal yang tidak sesuai dengan keagungan-
Nya.11
Secara terminologis (ist}ila>han) definisi hadis qudsi terdapat beberapa
versi yang diungkapkan oleh para ulama, namun substansinya sama, di antaranya:
1. Muhammad bin Ja’far al-Katta>ni memberikan definisi hadis qudsi sebagai
berikut:
8 Muhammad bin Muhammad Abu Syuhbah. Al-Wasi>th…, 16, Nuruddin ‘itr, Manh}aj al-Naqd fi>
‘Ulu>m al-h}adith (Damaskus : Da>r al-Fikr, Cet. 3, 1418 H/1997 M), 26. 9 Muhammad Ahmad Muhammad Ma’bad, Nafaha>t min ‘Ulum al-Qur’an (Kairo: Da>r al-Sala>m,
cet. 2, 1426 H/2005 M), 13 10
Nur al-Di>n ‘Itr, Manhaj al-…., 323 11
Abu Shuhbah, Al-Wasi>th…., 215
4
األحاديثالقدسيةهياملسندةإىلاهللتعاىلبأنجعلتمنكالمهسبحانهوتعاىل,ومل يقصدإىلاإلعجازهبا
“Hadis Qudsi adalah hadis yang disanadkan kepada Allah Ta’ala karena
menjadi kalam-Nya swt, akan tetapi tidak dimaksudkan sebagai
mukjizat”12
2. Al-Khushu’I al-khushu>’I Muhammad mendefinisikan hadis qudsi:
هوماأضافهالرسولصلىاهللعليهوسلمإىلاهللتعاىلمنغريالقرانالكرمي “Apa yang disandarkan oleh Rasulullah saw kepada Allah Ta’ala selain
Al-Qur’an yang mulia.”13
3. Manna al-Qatt>a>n mendefinisikan hadis qudsi:
-صلىاهللعليهوسلم-إىلاهللتعاىل،أيإنالنيب-صلىاهللعليهوسلم-هومايضيفهالنيبكالماهلل،فالرسولراولكالماهللبلفظمنعنده،وإذارواهأحد رواهعنرسوليرويهعلىأنهمن
نحداإىلاهللعزوجل،فيقول:"قالرسولاهلل فيمايرويهعنربهعز-صلىاهللعليهوسلم-اهللم س أويقول:"قالرسولاهلل,صلىاهللعليهوسلم:قالاهللتعاىل...". وجل....".
“Apa yang disadarkan periwayatannya oleh Nabi SAW kepada Allah SWT
yaitu Nabi SAW meriwayatkan hal tersebut sebagai kalam Allah dan
memposisikan dirinya sebagai perawi kalam Allah tersebut dengan redaksi
teks (lafal) dari Beliau pribadi. Dan jika seorang meriwayatkannya dari
Nabi SAW dengan men-sanad-kannya kepada Allah Azza wa Jalla dengan
berkata : “Rasulullah SAWbersabda dari apa yang diriwayatkannya dari
Tuhannya…” atau berkata: “Rasulullah SAW bersabda: Allah Ta’ala
berfirman:…”. 14
4. Adapun menurut Abu Zahwu, aha>di>th Qudsiyah adalah
طائفةمناألحاديثنقلتإليناآحاداعنهصلىاهللعليهوسلم،معإسنادهاإىلالربعز امسه
12
Muhammad bin Ja’far al-Katta>ni, Al-Risa>lah al-Mustat}rafah li Baya>n Mashhu>r Kutub al-Sunnah al-Musharrafah. (Beirut: Da>r al-Basha>’ir al-Isla>miyyah, t.th), 81.
13 Al-Khushu>’I al-Khushu>’I Muhammad al-Khushu>’I, Mawsu>’ah ‘Ulu>m al-Hadi>th al-Shari>f. (Kairo: Wiza>rah al-Awqa>f al-Majlis al-A’la> li al-Shu’u>n al-Isla>miyyah, 2009), 358.
14 Manna bin Khali>l al-Qatta>n, Maba>hith fi ‘Ulum al-Qur’an (ttp: Maktabah al-Ma’arif li al-Nashr
wa al-Tawzi’, cet. 3, 1421 H/2000 M), 21
5
“Sejumlah hadis yang transfer periwayatannya kepada kita secara a>ha>d dari
Nabi SAW dengan sanad yang disandarkan kepada Allah SWT.” 15
5. Sementara menurut ‘Abd Allah bin Yu>suf al-Judai’bahwa definisi yang
tepat untuk hadis qudsi adalah
الديثاملرفوعالقويلاملسندمنالنيبصلىاهللعليهوسلمإىلاهلل.
“Hadis yang sampai kepada Rasulullah SAW (marfu>’) berupa hadis verbal
(qauly) dengan penyandaran sanadnya dari Nabi SAW kepada Allah.”.16
Definisi yang serupa disebutkan oleh Nu>r al-Di>n ‘Itr17
dan Mahmu>d
T{ahha>n.18
Menurut al-Juda>’I, definisi tersebut telah membedakannya dengan
definisi Al-Quran dari aspek Al-Quran tidaklah disebut hadis marfu>’. Adapun al-
qawly untuk membedakannya dengan seluruh jenis hadis marfu>’. Sementara,
“dengan penyandaran sanadnya dari Nabi SAW kepada Allah” untuk
mengkhususkan dari keumuman berbagai jenis hadis marfu’ yang qawly dimana
Rasulullah SAW menjadi narasumber secara redaksional. 19
B. Hadis Qudsi dalam Konteks Konsep Wahyu
Wahyu memiliki sejumlah karakteristik antara lain yaitu; (1) bersumber
dari kemampuan (power) eksternal bukan kemampuan internal yang muncul
begitu saja dari dalam diri Nabi sendiri sebagai orang yang menerima wahyu. (2)
bersifat kemampuan/kekuatan kebaikan yang istimewa, terpilih dan terjaga dari
kekeliruan (ma’su>mah). Fungsinya adalah sebagai petunjuk kepada kebaikan dan
penjaga dari kekeliruan dan kesalahan dalam arahan perintah dan larangan serta
15
Muhammad Muhammad Abu Zahwu, Al-Hadi>th wa al-Muhaddithu>n (Kairo: Da>r al-Fikr al-
‘Araby, 1378 H), 16 16
‘Abd Allah bin Yu>suf al-Judai’, Tahri>r ‘Ulu>m al-Hadi>th, vol. 1 (Beirut: Muassasah al-Rayya>n,
cet.1, 1424 H/2003 M), 37 17
Nur al-Di>n ‘Itr, Manhaj al-Naqd fi ‘Ulu>m al-Hadi>th (Damaskus: Da>r al-Fikr, cet. 3, 1418
H/1997 M), 323 18
Mahmu>d T{ahha>n, Taisir Must}alah al-Hadi>th (Riyad}: Maktabah al-Ma’arif, cet. 10, 1425 H),
158 19
‘Abd Allah bin Yu>suf al-Judai’, Tahri>r ‘…, 37
6
etika perilaku privat (kha>ssah) maupun publik (‘a>mmah). (3) merupakan
kekuatan ilmiah (the power of knowledge) yang membekali seorang nabi dengan
ilmu “rahasia” yang belum pernah diketahui sebelumnya. (4) muncul dalam
keadaan jiwa dan pikiran yang ikhtiyariyah (bersifat sadar), (5) bersifat luar biasa
(extra ordinary) dan bukan hal yang biasa terjadi pada orang biasa.20
Adapun produk pewahyuan dalam bentuk kala>m yang dinisbatkan kepada
Allah SWT ada tiga macam, yaitu yang pertama dan paling mulia adalah Al-
Quran. Kedua, Kitab-kitab para nabi sebelum Muhammad SAW yang belum
mengalami perubahan (taghyi>r wa tabdi>l). Ketiga, hadis-hadis Qudsi. 21
Ulama sepakat bahwa makna hadis qudsi berasal dari Allah SWT, namun
dalam menentukan apakah lafal hadis qudsi dari Allah atau dari Nabi, ulama
berbeda pendapat menjadi dua kelompok: 22
1. Kelompok pertama menyatakan bahwa lafal hadis qudsi berasal dari
kala>m al-Rasu>l, dan maknanya dari Allah ta’a>la. Pendapat ini didukung
oleh Imam al-Haramain al-Juwainy (w. 478), 23
Sharf al-Di>n al-Husain bin
Muhammad al-T{iby (w. 743 H), Mulla ‘Aly al-Qary, Abu al-Baqa>’ Ayyub
bin Musa al-Husainy (w. 1094 H), Muhammad ‘Abd Allah Darraz,
Mahmud Lut}fi al-S}abba>gh. 24
Mereka mengklasifikasikan bahwa wahyu ada dua macam, yaitu wahyu
yang bersifat eksplisit (wahyun jaliyyun) yaitu al-Quran al-Karim yang
merupakan kalam Allah secara verbatim atau tekstual (lafal dan makna),
atau disebut pula wahyun mast}u>r atau wahyun musajjal (wahyu yang
telah tercatat) di al-lawh al-mahfu>z} yang Jibril ditugaskan secara khusus
untuk menurunkannya kepada Rasulullah. Kedua, wahyu yang bersifat
implisit (wahyun khafiyyun) yang merupakan sunnah Nabi SAW yang
20
‘Abd al-Jawwa>d Khalf Muhammad ‘Abd al-Jawwa>d, Madkha>l Ila al-Tafsi>r wa ‘Ulu>m al-Qur’a>n, (Kairo: Da>r al-Baya>n al-‘Araby, tth), 33 21
Muhammad Jamal al-Di>n al-Qa>simy, Qawa>’id al-Tahdi>th .., 65 22
Al-Khushu>’I al-Khushu>’I Muhammad al-Khushu>’I, Mawsu>’ah …, 358. 23
Jala>l al-Di>n al-Suyu>t}y, Al-Itqa>n fi ‘Ulu>m al-Qur’a>n, ed. Muhammad Abu al-Fad}l Ibra>hi>m, vol.
1 (Mesir: al-Hai’ah al-Mis}riyyah al-‘A<mmah li al-Kutub, 1394 H/1974 M), 159 24
‘Umar ‘Aly ‘Abd Allah Muhammad, Al-Aha>di>th al-Qudsiyyah: Jam’an wa Dira>satan, vol. 1
(Madinah: Maktabah al-‘Ulu>m wa al-Hikam, cet. 1, 1425 H), 14-20
7
berasal dari kalam Allah secara makna (substansial) dan merupakan
ungkapan Rasulullah SAW secara redaksional (lafz}un), serta merupakan
perbuatan Nabi secara realitas faktual. Posisinya adalah sebagai penjelas
(baya>n) dan perincian dari Al-Qur’an, sebagaimana hal tersebut dalam
QS. Al-Nahl : 44. Termasuk dalam konteks ini adalah hadis qudsy. Titik
temu antara dua jenis wahyu tersebut adalah karena keduanya secara
substansial bersumber dari Allah SWT, sama-sama diturunkan secara
khusus kepada Nabi Muhammad SAW dan bisa difungsikan dalam
konteks pensyariatan hukum (perintah, larangan, kebolehan dan
pengharaman).25
2. Sedangkan kelompok kedua mengatakan bahwa lafal hadis qudsi berasal
dari kala>mulla>h ta’a>la, tidak ada campur tangan Nabi kecuali hanya
meriwayatkannya saja dari Allah SWT. Pendapat ini didukung oleh Imam
al-Bukhari, Ibn Taimiyah, Ibn Kathi>r, Al-Kirmany, Ibn Hajar al-Haithamy>
(w. 973 H), Isma’il Mufi>d Ibn ‘Aly al-Atta>r al-Ru>my al-Hanafy (w. 1217
H), Shu’ban Muhammad Isma’i>l, Abdullah al-Ghunaiman, Sholeh bin
Fauza>n al-Fauza>n, ‘Abd al-Ghafu>r al-Balushy, dll. 26
Di antara yang men-
tarji>h pendapat bahwa hadis qudsi lafaz} dan maknanya dari Allah swt
adalah Shaikh Isma’il Mufi>d Ibn ‘Aly al-Atta>r al-Ru>my al-Hanafy>.
Adapun argumennya adalah sebagai berikut:
a. Adanya penyandaran secara khusus dan eksplisit kepada Allah swt.
Kalau lafaz}-nya dari Nabi sendiri, maka tidak keistimewaan dan
perlakukan khusus semacam itu, sebagaimana halnya hadis-hadis
nabawy yang lainnya (yang maknanya juga dari pengajaran Allah swt
kepada Rasul-Nya).
b. Hadis-hadis qudsi tersebut mengandung d}ami>r mutakallim (kata ganti
orang pertama) yang khusus menunjukkan Allah sebagai subjeknya.
Seperti tersebut dalam hadis “Ya ‘Iba>dy inni harramtu al-z{ulm ‘ala
25
‘Abd al-Jawwa>d Khalf Muhammad ‘Abd al-Jawwa>d, Madkha>l Ila al-Tafsi>r, 34-35 26
Ibid,.
8
nafsy… “Wahai hamba-hamba-Ku, sesungguhnya Aku haramkan
kedzaliman atas diri-Ku…”27
c. Adanya penegasan sanad riwayat yang melampaui diri Rasulullah
SAW. Seandainya lafaz} hadis tersebut hanya bersumber dari Nabi
saw, maka penyandaran sanad berhenti sampai kepada Rasulullah
SAW sudah mencukupi sebagaimana hadis-hadis yang lainnya. 28
C. Perbedaan antara Hadis Qudsi dengan Al-Quran dan Hadis Nabawy
Pembahasan mengenai perbedaan antara hadis qudsi dengan Al-Qur’an
ataupun hadis Nabi tidak terlepas dari pembahasan mengenai macam-macam
wahyu. Hal ini karena landasan argumennya dianggap sangat penting untuk
menunjang pemahaman mengenai posisi Al-Qur’an, hadis qudsi dan hadis Nabi.
Dilihat dari sudut pembagiannya wahyu dalam konteks bahasan ini, maka ada
dua, yaitu:
1. Al-wahyu al-jaliy, yaitu wahyu yang jelas. Gambarannya seperti Malaikat
Jibril langsung berhadapan dengan Nabi dalam keadaan sadar dan
menyampaikan wahyu tersebut. Al-Quran dari awal hingga akhirnya turun
dalam keadaan ini.
2. Al-wahyu ghairul-jaliy (wahyu yang tidak jelas). Ada tiga gambaran pada
wahyu ghayr jaliy ini, yaitu:
a. Allah memberikan wahyu berupa makna kepada Nabi, kemudian Nabi
menta'bir atau membuat ungkapan sendiri. Hadis qudsi termasuk
kategori ini.
b. Nabi bermimpi, kemudian Nabi membuat kata-kata atau ungkapan dari
mimpi tersebut.
27
Muslim bin al-Hajja>j al-Naisa>bu>ry, al-Musnad al-S{ah{i>h atau dikenal denganSa>h}ih Muslim, Vol.
4, ed. Muhammad Fu’ad ‘Abd al-Ba>qy (Beirut: Da>r Ih{ya>’ al-Turath al-‘Araby, t.th.), 119 28
‘Umar ‘Aly ‘Abd Allah Muhammad, Al-Aha>di>th al-Qudsiyyah…, 18-19
9
c. Tidak ada keputusan (taqri>r) dari Allah terhadap suatu perkara atau
permasalahan, kemudian Nabi melakukan ijtiha>d. Dalam kondisi ini
terdapat dua kemungkinan:
1) Allah membenarkan ijtiha>d Nabi dengan membiarkan hal tersebut
karena menganggap ijtiha>d Nabi benar sehingga hal ini merupakan
bentuk taqri>r dari Allah.
2) Allah memberikan teguran jika terdapat kekeliruan pada ijtiha>d
Nabi dan memberikan keputusan yang benar dalam perkara
tersebut.29
Hal senada dijelaskan oleh Imam al-Juwainy dengan mendetailkan dua
macam mekanisme proses pewahyuan ini. Yang pertama, firman Allah kepada
Malaikat Jibril; “Katakanlah kepada Nabi yang engkau diutus kepadanya bahwa
Allah berfirman: “Kerjakanlah begini dan begitu, perintahkanlah ini dan itu”,
Jibril memahami apa yang firmankan Tuhannya kemudian turun kepada Nabi
SAW dan memberitakan apa yang diperintahkan Allah tersebut dengan
menggunakan ungkapan yang tidak persis sama. Ada pula yang berupa firman
Allah kepada Jibril: “Bacakanlah kepada Nabi SAW kitab ini”, maka turunlah
Jibril dengan kalimat dari Allah tersebut tanpa mengubahnya, sebagaimana
seorang utusan membawakan dan menyampaikan tulisan seorang raja apa
adanya. Imam al-Suyut}y menjelaskan bahwa model pewahyuan pertama adalah
al-Sunnah, sementara model kedua adalah Al-Quran. 30
Walaupun Al-Quran, hadis qudsi dan hadis nabawy keluar dari kedua bibir
Rasulullah SAW, namun Sayyid Ahmad al-Mubarak membedakan “cahaya” yang
melekat pada ketiganya dengan menguraikan bahwa Al-Quran bersumber dari
nu>r al-Qadi>m, hadis qudsy bersumber dari nu>r al-ru>h Rasulullah SAW, dan hadis
nabawy bersumber dari nur al-z}a>t Rasululllah SAW. 31
29
khusyu'I (al), al-khusyu'i al-khusyu'i muhammad, Ta>ri>kh al-Sunnah al-Nabawiyah. (Kairo:
Universitas al-Azhar, 2010), 23. 30
Jala>l al-Di>n al-Suyu>t}y, Al-Itqa>n fi ‘Ulu>m al-Qur’a>n, ed. Muhammad Abu al-Fad}l Ibra>hi>m, vol.
1 (Mesir: al-Hai’ah al-Mis}riyyah al-‘A<mmah li al-Kutub, 1394 H/1974 M), 159 31
Al-Qa>simy, Qawa>’id, 66
10
i) Perbedaan Antara Hadis Qudsi Dengan Al-Qur’an
Dilihat dari segi definisi antara Al-Qur’an dan hadis qudsi, terdapat
perbedaan antara keduanya, karena jika didefinisikan, Al-Qur’an adalah:
كالماهللتعاىلاملعجز,املنزلعلىنبيناحممدصلىاهللعليهوسلم,املكتوب القرانالكرميهو 32يفاملصاحف,املنقولإلينانقالمتواترا,املتعبدبتالوته,املتحدىبأقصرسورةمنه
Dari definisi ini, Al-Qur’an memiliki kelebihan dibanding hadis qudsi dari
beberapa sisi berikut:
a. Al-Qur’an merupakan mukjizat yang kekal sepanjang masa dan
sepanjang zaman, akan selalu terjaga dari segala bentuk perubahan
sesuai janji Allah:
33إناحنننزلناالذكروإنالهلافظونSedangkan hadis qudsi, tidak mendapat jaminan penjagaan khusus
dari Allah. Sehingga kemungkinan terdapat kesalahan, penambahan
ataupun pengurangan dalam hadis qudsi bisa saja terjadi.
b. Al-Qur’an dari awal hingga akhirnya dinukil hingga sampai kepada
kita dengan huruf, kalimat dan susunannya secara mutawa>tir. Berbeda
dengan hadis qudsi yang kebanyakan dinukil atau diriwayatkan
dengan cara a>h}a>d, hanya sebagian kecil yang diriwayatkan dengan
mutawa>tir.
c. Al-Qur’an tidak diriwayatkan dengan sanad karena sudah mutawa>tir
dan perawinya tidak perlu dipertanyakan dan diragukan lagi.
Sedangkan hadis qudsi diriwayatkan menggunakan sanad-sanad
seperti halnya hadis Nabi, sehingga memungkinkan luputnya syarat
diterimanya sebuah hadis dan menurunkan validitas hadis qudsi
tersebut.
d. Al-Qur’an lafal dan maknanya berasal dari Allah SWT, yang
disampaikan kepada Nabi memalui perantara Malaikat Jibril dalam
keadaan sadar, dan Jibril mengajarkannya secara lisan (sha>fahiyan)
32
‘At}iyyah Qa>bil Nas}r, Gha>yah al-Muri>d fi ‘Ilm al-Tajwi>d. (Kairo: Maktabah Madinah, t.th), 9. 33
Al-Qur’an, Surah al-Hijr: 9.
11
langsung dengan wahyu yang jaliy (jelas). Sedangkan hadis qudsi
tidak disyaratkan harus dengan wahyu jaliy, bisa saja dengan ilham
ataupun mimpi.
e. Tidak boleh meriwayatkan Al-Qur’an dengan maknanya saja,
sebagaimana tidak boleh pula mengganti atau mengubah hurufnya
dengan huruf yang lain. Adapun hadis qudsi, tidak mengapa jika
meriwayatkannya secara maknawi.
f. Membaca (tila>wah) Al-Qur’an memiliki nilai ibadah dan mendapatkan
balasan berupa pahala dari Allah, setiap huruf dalam Al-Qur’an
bernilai sepuluh kebaikan.
g. Melaksanakan s}alat tidak sah kecuali dengan membaca sebagian dari
Al-Qur’an. Adapun jika melakukan salat dengan membaca hadis
qudsi, hal tersebut merupakan bid’ah dalam agama dan s}alatnya tidak
sah.
h. Al-Qur’an memiliki kekhususan dengan penamaan Al-Qur’an itu
sendiri dan mempunyai nama pada tiap komponennya, seperti kalimat
(jumlah) dalam Al-Qur’an disebut a>yat, bilangan tertentu dari ayat
dinamai su>rah. Sedangkan hadis qudsi tidak disebut sebagai Al-
Qur’an, tetapi dinamai hadis qudsi, hadis Ila>hi, atau hadis rabba>ni.
i. Dalam menyebutkan Al-Qur’an tidak menggunakan s}i>ghah id}a>fah
seperti pada periwayatan hadis qudsi. Berbeda dengan hadis qudsi
yang menggunakan s}i>ghah id}a>fah dengan menyandarkan kepada Allah
sebagai yang mengungkapkan hadis qudsi, kemudian menyandarkan
kepada Nabi sebagai penyampai hadis qudsi tersebut.
j. Penentang Al-Qur’an dianggap kafir meskipun menentang sebagian
atau keseluruhannya. Sedangkan penentang hadis qudsi tidak
dianggap kafir selama bukan yang mutawa>tir.
k. Bagi Muslim yang sedang junub, wanita yang sedang haid atau nifas
haram menyentuh mus}}h}}af Al-Qur’an dan membawanya. Namun,
menurut Dawud dan Ibn H{azam dari madzhab al-Z{a>hiriyah, boleh
12
menyentuh dan membawa mus}h}af meskipun dalam keadaan junub
atau tidak berwud}u. berbeda dengan kitab yang memuat hadis qudsi,
tidaklah ada larangan khusus bagi orang yang junub untuk menyentuh
atau membawanya.
l. Tidak boleh bagi seorang yang berh}adath kecil untuk menyentuh
mus}h}af. Sedangkan menurut Ibn Abba>s, al-Sha’bi, al-D{ah}h}a>k, Zayd
bin Ali, H{amma>d bin Sulayma>n, Daud dan Ibn H{azm membolehkan
menyentuh mus}h}af bagi orang yang berh}adath kecil. Adapun jika
membaca tanpa menyentuhnya, semua sepakat membolehkannya.
ii) Perbedaan Antara Hadis Qudsi Dengan Hadis Nabi
Dari definisi, terlihat ada perbedaan antara hadis qudsi dengan hadis
Nabi, karena definisi hadis Nabi adalah:
ل ق يةأوىلالنيبصلىاهللعليهوسلمقوالأوفعالأوتقريراأماأضيفإ وصفةخ ةحأوحكماحىتالركاتوالسكناتيفاليقظةواملنامخ ل ق يةحقيقح
“Apa yang disandarkan kepada Nabi saw baik berupa perkataan,
perbuatan, atau kesepakatan atau berupa karakter fisik Nabi atau
karakter kepribadiannya, baik secara hakiki atau dari penetapan
hukum, sampai kondisi gerak dan diam dalam sadar (bangun) ataupun
tidurnya Beliau saw.34
Ada pula perbedaan lain antara hadis qudsi dengan hadis Nabi dari sisi
berikut:
a. Perbedaan dari sisi lafal
Seperti yang sudah diungkapkan di atas bahwa para Ulama menyepakati
makna hadis qudsi berasal dari Allah SWT berupa wahyu. Terkadang
berbentuk makna yang kemudian diungkapkan oleh Nabi, terkadang
dengan ilham atau mimpi, dan terkadang dengan perantara Malaikat
Jibril.
34
Al-Khushu>’I al-Khushu>’I Muhammad al-Khushu>’I, Mawsu>’ah ‘Ulu>m al-Hadi>th al-Shari>f. 366.
13
Sedangkan hadis Nabi, terkadang berbentuk wahyu yang Allah berikan
kepada Nabi berupa makna-makna, kemudian Nabi mengungkapkan
makna ini dengan ungkapan dari Nabi sendiri. Dan terkadang pula
berbentuk ijtiha>d Nabi terhadap suatu permasalahan. Dan Allah tidak
memberikan teguran terhadap ijtiha>d Nabi tersebut. sehingga suku>t al-
wahyi terhadap ijtiha>d Nabi ini merupakan taqri>r dari Allah SWT,
karena jika Nabi melakukan kesalahan pasti akan mendapat teguran
langsung dari Allah SWT.
b. Perbedaan dari sisi topik pembahasan atau kandungannya (mawd}u>’)
Adapun dari segi topik pembahasan antara hadis qudsi dengan hadis
Nabi terlihat ada sedikit perbedaan. Hadis qudsi mayoritas berbicara
mengenai Allah SWT, yang berkaitan dengan keagungan-Nya,
menampakkan rahmat-Nya, menjelaskan luasnya kekuasaan dan
pemberian kepada makhluk-Nya dan lainnya. Hadis qudsi memberikan
pendekatan spiritual antara Tuhan dengan hamba-Nya juga membuka
pintu harapan. Selain itu, hadis qudsi memberikan banyak motivasi
terhadap pembenahan diri serta pemurnian jiwa. Hal ini memberikan
banyak pengaruh untuk berbuat kebajikan dan meninggalkan
kemunkaran. Sedangkan hadis Nabi, tidak hanya membahas mengenai
pendekatan diri terhadap Allah, tetapi juga membahas mengenai tata
cara beribadah dan bermu’amalah, sejarah dan lainnya.
D. Bentuk (S{i>ghah) Hadis Qudsi
Dalam periwayatan hadis qudsi, terdapat beberapa bentuk ungkapan
redaksional atau s}i>ghah yang menbedakan antara periwayatan hadis qudsi dengan
hadis yang lainnya, bentuk tersebut secara umum dibagi dua jenis :
1. Siya>gh al-hadi>s al-s}ari>h (bentuk-bentuk ungkapan yang ekspilisit), yaitu
yang penisbatan kepada Allah menggunakan lafaz} yang jelas dan tegas.
14
a. Rasululah SAW menisbatkan matan hadisnya kepada Allah dengan
ungkapan يقولربكم ,قالربكم , يقول هللا تبارك و تعالى ,قال هللا تبارك و تعالى dan
semacamnya. Contohnya hadis Abu Hurairah berikut;
9774- ،عحن األحع رحج الزنحاد ،عحن أحب يحان ،عحن ث حنحاس ف عحب د الله ،ححد ب ن ث حنحاعحل ي ححده رحي رحةح :"أحب الله صحلىاهلل عحلحي ه وحسحلمحقحالح رحس ول الله عحن ه ،عحن يح رحض الله ت حبحارحكح قحالح
،وحالحوحت حعحاىلح ،وحالحأ ذ نمسح عحت رحأحت ل ع بحاد يالصال نيح،محاالحعحني عحلحى:أحع دحد ت خحرحرحبحشحر" 35…ق حل ب
b. Perawi berkata فيماروىعناهللتباركوتعاىل atau فيمايروي atau حيكيعنربهتباركوتعاىل
atau إ يلح رحب atau أحو ححىاهلل :seperti hadis Abi Darr أحمحرحن
د ينحارأحب وع -1946 ب ن ث حنحاجحع د ،ححد الوحار ث ث حنحاعحب د ث حنحاأحب ومحع محر،ححد ث محانح،ححدعحلحي ه صحلىاهلل الله عحن ه محا،عحن النيب يح ث حنحاأحب ورحجحاءالع رحار د ي ،عحن اب ن عحباسرحض ححد
وحجحلوحسحلمح، رحبه عحز :ف يمحاي حر و يعحن :قحالح ث »قحالح وحالسيئحات الحسحنحات تحبح كح اللهح إ نهح ه وح لحة،فحإ ن كحام تحب حهحاالله لحه ع ن دحه ححسحنحة كح ي حع محل هحا حسحنحةف حلحم هحمب ،فحمحن ذحل كح ح مب حني
ث ريحة، كح أحض عحاف ع فإ ىلح ائحة ض م ب ع سح ححسحنحاتإ ىلح رح ه عحش تحب حهحاالله لحه ع ن دح كح هب حاف حعحم لحهحاهحمهب حاف حعحم لحهحوحمح ه وح لحة،فحإ ن ام كح ه ححسحنحة تحب حهحاالله لحه ع ن دح كح ي حع محل هحا هحمب سحيئحةف حلحم ان
ة دح تحب حهحاالله لحه سحيئحةوحاح 36«كح
c. Cerita sebagian peristiwa pada hari kiamat yang di dalamnya
disebutkan kalam Allah swt. Seperti hadis sahabat Anas:
رحانح،-1557 ع م أحب ث حنحاش ع بحة ،عحن ر،ححد ث حنحاغ ن دح حم حمد ب ن بحشار،ححد ثحن ححد": قحالح وحسحلمح صحلىاهلل عحلحي ه النيب الله عحن ه ،عحن يح محال كرحض ب نح أحنحسح :مسح ع ت قحالح
النار ل أحه وحن حه أل ت حعحاىلح الله ي حق ول م ن األحر ض يف محا لحكح أحن لحو الق يحامحة : ي حو مح ابا عحذح يف ا،وحأحن تح هحذح م ن وحنح أحه م ن كح :أحرحد ت :ن حعحم ،ف حي حق ول تحد يب ه ؟ف حي حق ول ت حف ءأحك ن تح شحي
آدحمح: ت ص ل ب الح ي ئا،أحن شح ب ر كح "ش ب ر كح ت ش أحن إ ال 37فحأحب حي تح
35
Muh}ammad bin Isma>’il al-Bukha>ry, Al-Ja>mi’ al-Musnad al-S{ah}i>h al-Mukhtas}ar min Umu>r Rasu>l Allah S{alla Allah ‘alaih wa Sallam Wa Sunanih wa Ayya>mih. Vol. 6, ed. Muhammad
Zuhair bin Na>s}ir al-Na>s}ir (t.t. : Da>r T{uruq al-Naja>h, cet. 1, 1422 H), 115. Hadis nomor 4779 kitab
bad’u al-wahy, bab qaulihi فال ت علم ن فس ما أخفى لهم 36
Muh}ammad bin Isma>’il al-Bukha>ry, Al-Ja>mi’… Vol. 8, 103. 37
Muh}ammad bin Isma>’il al-Bukha>ry, Al-Ja>mi’… Vol. 8, 115
15
2. Siya>gh al-hadi>s ghair al-s}ari>h (bentuk-bentuk ungkapan hadis yang
implisit). Maksudnya samar, tidak secara jelas dan tegas penyandarannya
kepada Allah swt, matannya mungkin dari Nabi saw tetapi ada yang
menunjukkan pada penyandaran kepada Allah swt, seperti hadis Abu
Hurairah:
اب ن -5497 ر ي،عحن الز ه ب حرحنحامحع محر،عحن ث حنحاه شحام،أحخ الله ب ن حم حمد،ححد عحب د ححدثحن الل يح ه رحي رحةحرحض أحب ،عحن سحيب
:امل قحالح صحلىاهلل عحلحي ه وحسحلمح النيب »ه عحن ه ،عحن ك ل عحمحل الصو مح، ز يب ه اب ن آدحمحلحه إ ال وحأحنحاأحج فحإ نه يل ر يح الله م ن ع ن دح أحط يحب الصائ م فحم ،وحلح ل وف
38«امل س ك
Contoh lain:
ه رحي أحب وحسحلمح:عحن الله صحلىالله عحلحي ه رحس ول :قحالح ال ق يحامحة ،»رحةح،قحالح ي حو مح ي ؤ تحىب ال محو ت م ن يح ر ج وا أحن ل نيح وحج خحائ ف نيح ف حي حن رحل ق ونح ال حنة ، لح أحه يحا : ف حي قحال ، الصرحاط عحلحى ف حي وقحف
الذ يه محكحان م يح ر ج وام ن أحن ر ينح تحب ش م س نيح فحر ح لحالنار ،ف حي حن رحل ق ونح :يحاأحه ف يه ،ث ي قحال م ا؟ف حي حق ول ونح: هحذح ت حع ر ف ونح :هحل ف يه ،ف حي قحال اال محو ت محكحان م الذ يه م رحب نحاهحذح ب ه ن حعحم ،ف حيحأ م ر
بحح عحلحى ف يه أحبحداف حي ذ محو تح ه حا:خ ل ودوحالح ك الح ل ل فحر يقحني ي قحال ،ث 39«الصرحاط
أحب وعحو ن،-5699 نحا : اشقحالح دح خ ب ن ال د خح نحا : ش عحي بقحالح ب ن عحل ي ب ن حم حمد ث حنحا ححدالساب ب :نحاسحد وس،صحاح قحالح ال ق رحب ب الله صحاح رحس ول :قحالح ب ن محال كقحالح أحنحس ر ي،عحن
وحسحلمح: ل النار »صحلىاهلل عحلحي ه ل ال حنة ال حنةح،وحأحه أحه لح ال ق يحامحة ،فحأ د خ ي حو مح ئ ق إ ذحاال ت حقحىال حالحنحادحىم نحادي حو محال ق يحامحة :يحاأحه نحك م النارح ب حي ،ت حتحارحك واال محظحامل ح ع 40«وحث حوحاب ك م عحلحيلحال حم
Ketiga contoh di atas merupakan jenis hadis qudsi yang ghair al-s}ari>h,
maka penetapannya dengan memperhatikan indikasi maknanya (dala>lah).
38
Muh}ammad bin Isma>’il al-Bukha>ry, Al-Ja>mi’… Vol. 7, 164 39
Muhammad Ibn Hibba>n al-Busty, S{ahi>h Ibn Hibba>n, vol. 16, ed. Shu’ai>b al-Arnauwt} (Beirut:
Muassasah al-Risalah, cet. 2, 1414 H/1993 M),487 40
Abu al-Qa>sim Sulaima>n Ibn Ahmad al-T{abra>ny, al-Mu’jam al-Awsat}, vol. 5, ed. T{a>riq ibn
‘Awd} Allah Ibn Muhammad al-Husainy (Kairo: Da>r al-Haramayn, t.th), 222
16
Indikasi yang menunjukkan hadis qudsi pada matan hadis di atas terdapat
pada kalimat yang digarisbawahi.
Demikian karakteristik khusus yang dimiliki hadis qudsi yang
membedakannya dari hadis-hadis Nabi pada umumnya. Pengetahuan tentang
bentuk ungkapan hadis qudsi tersebut di atas menjadi metode utama dalam
identifikasi hadis qudsi.
E. Tema (mawd{u>’) Bahasan Hadis Qudsi
Pada umumnya hadis-hadis qudsi terdapat dalam bab-bab tentang
keimanan, kehidupan zuhud dan asketis (al-zuhd wa al-riqa>q), tentang doa (al-
Du’a>) dan permohonan ampunan (al-Istighfa>r), motivasi berakhlak mulia dan
larangan dari akhlak buruk dan tercela, tentang keajaiban ciptaan Allah, tentang
peristiwa hari kebangkitan dan berkumpulnya manusia di padang masyhar (al-
Ba’th wa al-Nushu>r), pertimbangan amal (al-mi>zan), telaga surga (al-haud}),
syafa’at, tentang surga dan neraka, dll. menjelaskan tentang etika akhlak dan
keutamaan amal (al-fad}a>’il), dasar-dasar pembinaan, pendidikan pribadi dan
penyucian jiwa sebagai bentuk arahan menuju keridhoan Allah SWT. 41
Hadis qudsi tidak menjelaskan tentang perincian syari’at dan hukum-
hukumnya. Jika pun ada menyebut tentang kewajiban, halal dan haram maka
penyebutannya dalam konteks motivasi targhi>b wa tarhi>b, seperti dalam hadis
“Kullu ‘amal Ibn A<dam lahu Illa al-Shiya>m fa innahu li> wa ana Ajziy bih”. 42
F. Kualitas Hadis Qudsi dan Hukum mengamalkan Hadis Qudsi
Walaupun ada unsur “taqdi>s” yang melekat pada hadis qudsi, akan tetapi
dari aspek kekuatan validitas sanadnya, bisa jadi selain ada hadis qudsi yang
sahih dan hasan, ada juga yang berkualitas dho’if sebagaimana hadis lainnya.
Penyebutan khusus jenis hadis ini biasanya merujuk kepada pembagian hadis
41
‘Umar ‘Aly ‘Abd Allah Muhammad, Al-Aha>di>th al-Qudsiyyah…, 29 42
‘Umar ‘Aly ‘Abd Allah Muhammad, Al-Aha>di>th al-Qudsiyyah…, 29
17
ditinjuau dari aspek narasumber pertamanya (taqsi>m al-hadi>th min haith nisbatih
ila> qa>’ilih). 43
Menurut Nur al-Di>n ‘Itr, kajian ilmu hadis dari aspek matan di
antaranya mencakup pembahasan tentang nara sumber matan hadis (min haith
qa>ilih). Hal ini terbagi empat macam, yaitu: hadis al-qudsy, al-marfu>’, al-
mawqu>f, dan al-maqt}u>’. 44
Disebabkan karena hadis qudsi tidak seperti Al-Qur’an yang mutawa>tir,
maka perlu adanya penyeleksian dan penelitian terhadap hadis qudsi, melihat
periwayatan hadis qudsi tidaklah seluruhnya mutawa>tir dan dikhawatirkan
terdapat kesalahan dan penyelewengan yang mengakibatkan hadis qudsi tidak
s}ah}i>h}.
Dalam menilai kualitas hadis qudsi dari sisi kes}ah}i>h}annya, perlu
diterapkan penilaian seperti yang diterapkan kepada hadis-hadis Nabi yang
lainnya. Yaitu melihat unsur-unsur penilaian kualitas hadis seperti ittis}a>l al-
sanad, ‘ada>lah al-ruwa>t, d}abt} al-ruwa>t dan lainnya. 45
Hadis qudsi yang s}ah}ih} bisa dijadikan hujjah dan diamalkan oleh umat
Muslim, dan hadis qudsi yang tidak s}ah}i>h perlu dilakukan penelitian lebih lanjut
jika ingin menjadikannya hujjah atau mengamalkannya, supaya tidak terjerumus
terhadap pendustaan yang mengatasnamakan Nabi, lebih-lebih mengatasnamakan
Allah.46
Bahkan menurut penelitian Umar’Aly ‘Abd Allah Muhammad pada
umumnya banyak hadis qudsi yang dho’if bahkan palsu ada di dalam sebagian
kitab masa>nid dan ma’a>jim,47
sehingga harus lebih diwaspadai.
43
Abu Shuhbah, Al-Wasi>th.., 215 44
Nur al-Di>n ‘Itr, Manhaj al-Naqd…, 321 45
Lihat syarat-syarat hadis Sahih dalam ‘Uthma>n bin ‘Abd al-Rahma>n Ibn S{ala>h}, Ma’rifah Anwa>’ ‘Ulu>m al-Hadi>th, ed. ‘Abd al-Lat}i>f al-Hami>m dan Ma>hir Ya>sin al-Fahl (Beirut: Da>r al-
Kutub al-‘Ilmiyah, cet. 1, 1423 H), 79 46
Mustafa al-Khan, al-Manhal al-Ra>wy min Taqri>b al-Nawawy (tp: Dar al-Malah} li al-Taba’ah
wa al-Nashr, ttt), 18, Nur al-Di>n ‘Itr, Manhaj al-Naqd fi ‘Ulu>m al-Hadi>th (Damaskus: Dar al-
Fikr, Cet. 3, 1418 H/1998 M), 29-30 47
Umar’Aly ‘Abd Allah Muhammad, Al-A<ha>di>th al-Qudsiyyah…, 33
18
G. Perkembangan penulisan kitab hadis Qudsi
Berdasarkan data yang kami peroleh, model penyusunan kitab hadis qudsi
diperkirakan dimulai pada abad ke-6 Hijriyah oleh Imam al-Ghazali (w. 505 H)
dengan Kitabnya Al-Mawa>’iz} fi al-Ah}a>di>th al-Qudsiyyah. Tidak lama sesudah
itu, muncul Kitab al-Aha>di>th al-Ilahiyyah yang ditulis oleh Za>hir bin T}a>hir bin
Muhammad al-Naysa>bu>ry (w. 533 H) yang terdiri dari sepuluh juz dengan jumlah
hadis 449 termasuk pengulangan atau 213 hadis jika tanpa pengulangan.
Kemudian pada Abad ke-7 H, muncul Kitab Al-Arba’u>n al-Ila>hiyyah
karya Ibn al-Mufad}d}al al-Maqdisi (w. 611 H). Selanjutnya terdapat Muhy al-Di>n
Ibn ‘Araby yang lahir pada tahun 560 H dan wafat pada tahun 638 H yang
berdasarkan catatan biografinya menyebutkan bahwa Ibn ‘Araby mengumpulkan
hadis-hadis qudsi sebanyak 101 hadis, yang dinamakannya Mishka>h al-Anwa>r
fi>ma> ruwiya ‘an Allah Subha>nahu wa Ta’ala min al-Akba>r. 48
Pada Abad ke-8 H, para ulama hadis juga melanjutkan tradisi kodifikasi
khusus hadis qudsi, sehingga muncul kitab-kitab di antaranya; Al-Maqa>s}id al-
Saniyyah fi al-Ah}a>di>th al-Ila>hiyyah karya Ibn Balba>b al-Fa>risi (w. 739 H) dan Al-
Arba’u>n al-Ila>hiyyah min Riwa>yah Khayr al-Bariyyah karya S{ala>h{uddi>n al-‘Ala>’I
(w. 761 H)
Selanjutnya pada Abad ke-10 Hijriyah juga terdapat kitab hadis qudsi,
diantaranya; Kitab Al-Ah}a>di>th al-Qudsiyyah karya Ibn al-Di>ba’ al-Shayba>ni (w.
944 H) dan Abad ke-11, Shaikh al-Ima>m Mula> ‘Ali al-Qa>ry’ yang wafat di tahun
1014 H menulis Kitab Al-Ah}a>di>th al-Qudsiyyah yang menurut al-Zarkaly kitab
hadis qudsi tersebut terdiri dari empat puluh hadis qudsi.49
Juga pada masa itu,
Syaikh ‘Abd Ra’u>f al-Muna>wy yang wafat tahun 1031 H menyusun sebuah kitab
yang menghimpun hadis-hadis qudsi dengan judul al-Ittiha>f al-Saniyyah. Beliau 48
Di antara catatan sejarah yang menyebutkan informasi ini adalah Muhammad bin Sha>kir S{ala>h
al-Di>n, Fawa>t al-Wafiyya>t. Vol. 3, ed. Ihsa>n Abbas (Beirut: Da>r S{a>dir, cet.1, 1974 M), 435-438,
Ahmad bin Ahmad Abu al-‘Abba>s al-Ghibri>ny. ‘Unwa>n al-Dira>yah fi>man ‘Urifa min al-‘Ulama>’ fi al-Mi’ah al-Sa>bi’ah bi Baja>yah. ed. ‘A<dil Nuwaihid} (Beirut: Manshu>ra>t Da>r al-A<fa>q al-Jadi>dah,
cet. 2, 1979 M), 156-166 49
Muhammad Rasha>d Khali>fah, Madrasah al-Hadi>th fi Mis}r (Kairo: al-Hai’ah al-‘A<mmah li
Shu’u>n al-Mat}a>bi’ al-Ami>riyah, t.th), 237.
19
mengumpulkan sejumlah hadis qudsi yang mampu dihimpunnya dan
menyusunnya berdasar huruf mu’jam (alfabetis) dalam satu jilid. Namun,
penulisan hadisnya tanpa disertakan sanad.
Kemudian pada abad-abad sesudahnya, ada Syaikh ‘Abd al-Ghany al-
Na>blisy yang wafat di tahun 1143 H yang mengumpulkan hadis-hadis qudsi
dalam sebuah kitab. Namun, catatan sejarah biografinya tidak menyebutkan
jumlah hadisnya dan nama kitabnya. Juga ada seorang ‘alim bernama Syaikh
Muhammad al-Madany, salah seorang ahli fiqih madzhab hanafi yang wafat
tahun 1200 H. Beliau menulis sebuah kitab yang diberi judul sama dengan karya
al-Muna>wy yaitu al-Ittiha>f al-Saniyyah. Di dalamnya terkumpul 864 hadis qudsi.
Di penutup kitabnya beliau menyebutkan bahwa hadis-hadis tersebut diperoleh
dengan penelusuran (tatabbu) dan penelitian yang sebagian besarnya diambil dari
Kitab Jami’ al-Jawa>mi’ karya Imam al-Suyut}i. 50
Selanjutnya di era kontemporer juga bermunculan kitab-kitab hadis qudsi
antara lain; Al-Ah}a>di>th al-Qudsiyyah karya Lajnah al-Qur’an al-Kari>m wa al-
H{adi>th yang disusun oleh Majelis al-A’la li al-Shu’u>n al-Isla>miyyah, Al-Aha>di>th
al-Qudsiyyah: Jam’an wa Dira>satan karya ‘Umar ‘Aly ‘Abd Allah Muhammad
yang pertama kali diterbitkan di Madinah tahun 1425 H dan memuat 482 hadis
qudsi, Ja>mi’ al-Aha>di>th al-Qudsiyyah: Mawsu’ah Ja>mi’ah Mashru>hah wa
Muhaqqaqah yang terdiri dari 3 jilid yang ditulis oleh Abu ‘Abd al-Rahma>n
‘Isha>m al-Di>n al-D{aba>bat}y dan diterbitkan oleh Da>r al-Rayyan.
H. Kitab-kitab yang Memuat Hadis Qudsi
Di antara kitab-kitab yang secara khusus ditulis oleh para ulama untuk
mengoleksi hadis-hadis qudsi, antara lain:
1. Al-Mawa>’iz} fi al-Ah}a>di>th al-Qudsiyyah karya Imam al-Ghazali (w. 505
H)
50
ibid
20
2. Al-Arba’u>n al-Ila>hiyyah karya Ibn al-Mufad}d}al al-Maqdisi (w. 611 H)
3. Mishka>t al-Anwa>r fi>ma> ruwiya ‘an Allah Subh}a>nahu min al-Akhba>r karya
Abu ‘Abdillah Muhammad bin ‘Ali bin al-‘Arabi al-T{a>’I (w. 638 H)
4. Al-Ah}a>di>th al-Qudsiyyah karya Imam al-Nawawi (w. 676 H)
5. Al-Maqa>s}id al-Saniyyah fi al-Ah}a>di>th al-Ila>hiyyah karya Ibn Balba>b al-
Fa>risi (w. 739 H)
6. Al-Arba’u>n al-Ila>hiyyah min Riwa>yah Khayr al-Bariyyah karya
S{ala>h{uddi>n al-‘Ala>’I (w. 761 H)
7. Arba’u>n Hadi>than Qudsiyyah ‘ala T{ari>qah al-Tas}awwuf karya Jama>luddi>n
al-Aqsara>’I (w. 776 H)
8. Al-Ah}a>di>th al-Qudsiyyah karya Ibn al-Di>ba’ al-Shayba>ni (w. 944 H)
9. Al-Ah}a>di>th al-Qudsiyyah wa al-Kalima>t al-Insiyyah karya al-Mulla> ‘Ali
al-Qa>ri (w. 1014 H)
10. Al-Ittih}a>fa>t al-Saniyyah fi al-Ah}a>di>th al-Qudsiyyah karya Muhammad bin
Mah}mu>d bi S{a>lih} al-T{irbizu>ni yang lebih dikenal dengan al-Madani (w.
1200 H)
11. Al-Ittih}a>fa>t al-Saniyyah bi al-Ah}a>di>th al-Qudsiyyah karya Zaynuddi>n al-
Muna>wi (w. 1031 H)
12. Al-Ah}a>di>th al-Qudsiyyah karya lajnah al-Qur’an al-Kari>m wa al-H{adi>th
Majelis al-A’la li al-Shu’u>n al-Isla>miyyah.
13. Al-Aha>di>th al-Qudsiyyah: Jam’an wa Dira>satan karya ‘Umar ‘Aly ‘Abd
Allah Muhammad.
I. Pembahasan Sebagian Contoh Kitab Hadis Qudsi
1. Al-Arba’u>n al-Qudsiyah.51
51
Di cetak dengan nama Kitab Al-Aha>di>th al-Qudsiyah al-Arba’iniyyat, takhrij Abu Ishaq al-
Huwainy al-Athary (Jeddah: Maktabah al-S{aha>bah, t.th). Sebelumnya dicetak di Istanbul oleh
percetakan ‘A<rif Afandy tahun 1324 H, dan dipublikasikan ulang oleh Syaikh Muhammad Ra>ghib
al-T{abba>kh tahun 1345 H.
21
Kitab ini ditulis oleh seorang Syaikh, al-Ima>m, Abu al-Hasan Nur al-Di>n
‘Ali bin Sult}a>n al-Qa>ry al-Harawy al-Hanafy yang popular dengan nama Mulla
‘Aly al-Qa>ry. Kata “Mulla” adalah Bahasa Persia yang berarti seorang ulama
besar. Adapun “al-Qa>ry” adalah gelar yang disematkan kepadanya karena dia
membaca Al-Quran di Makkah dan mencapai level yang tinggi dalam hafalan dan
itqa>n bacaan, sehingga Beliau dikenal dengan sebutan itu. 52
Beliau dilahirkan di Kota Herat sekitar Tahun 930 H. Sekitar 11 tahun
dari kelahirannya, sejumlah ulama hijrah dari Herat ke Kota Makkah saat muncul
dan menguatnya mazhab Syi’ah Ra>fid}ah. Di antara para ulama tersebut terdapat
keluarga Mulla ‘Ali al-Qa>ry. 53
Beliau belajar kepada sejumlah orang guru terkenal di Kota Makkah di
antaranya Ibn Hajar al-Haitamy al-faqi>h (w. 973 H). Beliau bermukim di Makkah
beberapa waktu lamanya untuk mempelajari Qira’at, tafsir dan lain-lain serta
menulis sejumlah kitab. Di antara karyanya adalah Sharh al-Mishka>h, Sharh al-
Shama>’il, Sharh al-Jazriyah, Sharh al-Sha>t}ibiyah, Sharh al-Nukhbah, dll. Beliau
bermazhab Maliki awalnya, kemudian berpindah ke mazhab Hanafy. Beliau
banyak sekali menulis sehingga karya tulisnya mencapai seratus buah. Beliau
meninggal pada Bulan Syawal tahun 1014 H di Kota Makkah al-Musharrafah
kemudian dimakamkan di Pekuburan Ma’lah. 54
Adapun beberapa keterangan terkait tentang kitab Al-Arba’u>n al-Qudsiyah
adalah sebagai berikut:
a. Kitab tersebut terdiri dari empat puluh (40) hadis. Penulis tidak
menyebutkan sanad secara lengkap. Namun, hanya menyebutkan nama
sahabat yang meriwayatkan dari Rasulullah SAW dan di bagian akhir
setiap hadis disebutkan siapa penulis kitab induk hadis yang disebutkan
52
Biografi singkat ditulis oleh Abu Ishaq al-Huwainy al-Athary dalam Kitab karya Mulla ‘Ali al-
Qa>ry, Kitab Al-Aha>di>th al-Qudsiyah al-Arba’iniyyat, takhrij Abu Ishaq al-Huwainy al-Athary
(Jeddah: Maktabah al-S{aha>bah, t.th), 8-9. 53
Muhammad bin ‘Aly al-Shauka>ny al-Yamany, al-Badr al-T{a>li’ bi Maha>sin min Ba’d al-Qarn al-Sa>bi’, vol. 1 (Beirut: Da>r al-Ma’rifah, t.th), 445 54
Ibid.
22
periwayatan hadisnya. Contohnya : “rawa>hu Ahmad wa As }ha>b al-Sitti ma>
‘ada> al-Bukha>ry.
b. Hadis pertama adalah hadis yang matannya berbunyi: “Qasamtu al-S{ala>h
bainy wa baina ‘abdy nis}fain.. dan ditutup dengan hadis ke-40 yang
berbunyi “Aina al-Mutaha>bbun li jala>ly…”. Keseluruhan hadis
bertemakan targhi>b (motivasi) dan tarhi>b (peringatan dan ancaman).
c. Dari empat puluh hadis tersebut terdapat 11 hadis yang menurut
penelitian Abu Ishaq al-Huwainy berstatus dho’if. Menurut Abu Ishaq
al_Huwainy, hal ini patut disayangkan karena hadis-hadis Qudsi yang
shahih cukup banyak, namun empat puluh yang terpilih oleh al-Qary
justru banyak yang dho’if. (7)
d. Pada bagian pengantar (muqaddimah), Mulla ‘Aly al-Qa>ry menjelaskan
secara singkat tentang perbedaan antara hadis qudsi dengan Al-Quran.
Juga menjelaskan motivasi menyusun kitab berisi hanya 40 hadis qudsi,
yaitu untuk mendapatkan keutamaan berupa syafat dan persaksian
Rasulullah SAW yang disebutkan dalam hadis:
لحه ي حو محال ق يحامحة فحق يها،وحك ن ت أحم ر د ين هحب حعحثحه اهلل أحر بحع نيحححد يثام ن عحلحىأ مت ححف ظح شحاف عامحن
يدا وحشحه
“Barang siapa yang menjaga 40 hadis untuk umatku yang terkait dengan
permasalahan agamanya, maka Allah akan membangkitkannya sebagai
seorang yang faqih dan aku akan menjadi pemberi syafa’at dan saksi
untuknya pada hari kiamat”. 55
2. Al-Ittih}a>fa>t al-Saniyyah bi al-Ah}a>di>th al-Qudsiyyah
55
Al-Baihaqy, Shu’a>b al-I<ma>n, vol. 3 (Riyad}: Maktabah al-Rushd, cet. 1, 1423 H/2003 M), 240.
Menurut penelitian Abu Ishaq al-Huwainy, hadis ini dan semacamnya, walaupun memliki banyak
jalur sanad, namun semuanya dho’if. Lihat catatan kaki Mulla ‘Ali al-Qa>ry, Kitab Al-Aha>di>th al-Qudsiyah al-Arba’iniyyat, takhrij Abu Ishaq al-Huwainy al-Athary (Jeddah: Maktabah al-
S{aha>bah, t.th), 10
23
Kitab ini ditulis oleh Syaikh Muhammad Ibn ‘Abd al-Ra’u>f bin Ta>j al-
‘A<rifi>n Ibn ‘Aly Ibn Zain al-‘A<bidi>n al-H{adda>dy al-Muna>wy al-Qa>hiry yang lahir
pada tahun 952 H atau 1545 M dan wafat pada tahun 1031 H atau 1622 M.
Beliau adalah salah seorang tokoh senior (kiba>r) ulama di Mesir. Banyak meneliti
dan menulis kitab. Dalam kehidupan sehari-hari, beliau sedikit makan dan sering
tidak tidur malam (untuk belajar dan ibadah). Akhirnya Beliau sakit dan lemah
anggota badannya. Beliau menyerahkan karya tulisnya kepada putranya Ta>j al-
Di>n Muhammad sekitar 80 buah, baik karya yang tebal atau tipis, telah sempurna
maupun belum. Beliau hidup di Kairo. Di antara karya tulisnya adalah Kunu>z al-
Haqa>’iq fi al-hadi>th, al-Taisir fi Sharh al-Ja>mi’ al-S{aghi>r (2 jilid) yang diringkas
dari Sharh al-Kabi>r yaitu Faid} al-Qadi>r, Sharh al-Shama>’il li al-Tirmidhi, al-
Kawa>kib al-Dariyyah fi Tarajum al-Sa>dah al-S{u>fiyyah (2 Juz), dll. 56
Termasuk
Kitab “Al-Ittih}a>fa>t al-Saniyyah bi al-Ah}a>di>th al-Qudsiyyah”. Sebagian kitab-
kitabnya yang lain ada yang sudah dicetak sebagian lagi belum. Adapun dalam
penilaian hadis, beliau termasuk mutasa>hil (longgar dan toleran) dalam
mensahihkan dan meng-hasan-kan hadis. Hal ini dapat diketahui oleh mereka
yang mengkaji Kitabnya Faid} al-Qadi>r Sharh al-Ja>mi’ al-S}aghi>r. 57
Adapun beberapa keterangan terkait tentang Kitab Al-Ittih}a>fa>t al-
Saniyyah bi al-Ah}a>di>th al-Qudsiyyah adalah sebagai berikut:
a. Kitab hanya satu jilid yang terdiri dari 194 halaman dan menghimpun
sebanyak 141 hadis. Hadis-hadis tersebut tersusun berdasarkan huruf
mu’jam (alfabetis) merujuk pada awal matan hadis yaitu dimulai dengan
hadis ابنآدم!أنزلتعليكسبعآيات
Dan ditutup dengan hadis منعادىيلوليافقدناصبنباحملاربة
56
Khair al-Di>n bin Mahmud al-Zarkaly al-Dimashqy, Al-A’la>m, vol. 6 (ttp: Da>r al-‘Ilm li al-
Mala>yi>n, cet. 15, 2002 M), 203-204 57
Komentar pen-tahqi>q yaitu ‘Abd al-Qa>dir al-Arnauwt}. Lihat ‘Abd al-Ra’u>f bin Taj al-‘A<rifin
al-Mana>wy, Al-Ittih}a>fa>t al-Saniyyah bi al-Ah}a>di>th al-Qudsiyyah. ed. ‘Abd al-Qa>dir al-Arnauwt}
dan T{a>lib ‘Awwa>d (Beirut: Dar Ibn Kathi>r Damaskus, t.th), 3
24
b. Penulisan hadisnya tanpa disertakan sanad. Hanya di bagian akhir
penyebutan setiap hadis disebutkan sumber hadis rujukan hadisnya.
Contohnya, setelah menyebutkan matan hadis pertama kemudian
dicantumkan:
رواهالرربانيفمعجمهاألوسطعنأببنكعبImam perawi dan penulis kitab induk yang menjadi sumber pengambilan
hadis antara lain karya Al-Bukhari, Muslim Imam al-T{abra>ny dalam
Mu’ja>m Al-Ausat}, Sunan al-Tirmidhi, Al-Baihaqy, Abu Nu’aim, Ahmad,
Abu Ya’la, Ibn ‘Ady, Al-Hakim, Malik, An-Nasa’I, dll.
c. Hadis qudsi yang terkumpul berkisar pada tema (maud}u’) tentang al-
targhi>b wa tarhi>b (motivasi beramal dan peringatan serta ancaman bagi
yang meninggalkannya). Contohnya: hadis ke-3 adalah motivasi (targhi>b)
untuk berdzikir setelah sholat subuh dan ashar. Sementara hadis ke-27
adalah tarhi>b kemurkaan Allah SWT atas orang berbuat zalim kepada
seseorang yang tidak memiliki penolong selain Allah.
d. Menurut pen-tahqi>q kitab tersebut, pengumpulan hadis-hadis qudsi oleh
al-ha>fiz} al-Muna>wy tidak hanya membatasi pada hadis qudsi yang sahih
saja. Namun, pengumpulannya diorientasikan bersifat menyeluruh,
sehingga asal terindentifikasi sebagai hadis qudsi, tanpa melihat status
validitasnya apakah sebagai hadis sahih, hasan ataukah dho’if. Demikian
pula pen-syarah kitab tersebut yaitu Syaikh Muhammad Muni>r bin
‘Abduh A<gha al-Dimashqy58
tidak menyinggung hadis-hadis tersebut dari
aspek kesahihan dan kedho’ifannya. Namun, hanya menjelaskan lafal dan
makna yang terkandung di dalamnya, dan menjelaskan (tarjamah)
sebagian perawi, serta menjelaskan tentang pengertian hadis qudsi dan
58
Pen-syarah-nya adalah Muhammad Muni>r bin ‘Abduh A<gha al-Dimashqy al-Azhary (w. 1367
H) dengan nama Kitab Al-Nafaha>t al-Salafiyyah bi Sharh al-Aha>di>th al-Qudsiyyah. Kitab ini
dicetak bersama Al-Ittih}a>fa>t al-Saniyyah oleh Da>r Ibn Kathi>r Damaskus.
25
perbedaannya dengan Al-Quran.59
Menurut hasil penelitian validitas hadis
oleh muhaqqiq-nya yaitu ‘Abd al-Qa>dir al-Arnauwt} dan T{a>lib ‘Awwa>d,
dari sekitar 141 hadis yang terdapat dalam kitab tersebut sekitar 80 hadis
di antaranya berstatus dho’if.
J. Faktor Yang Memotivasi Kodifikasi Hadis-Hadis Secara Khusus
Faktor yang memotivasi sebagian para penulis untuk menyusun kitab
hadis qudsi secara khusus adalah karena “nilai istimewa” yang dimiliki jenis
hadis ini dalam penisbatan Rasulullah saw kepada Allah swt. Hal ini membuat
jiwa yang beriman lebih terdorong untuk menerimanya dengan baik,
membangkitkan perasaan spiritual yang baik sehingga termotivasi untuk
mengamalkannya. Karena secara umum hadis-hadis jenis ini bercorak targhi>b wa
tarhi>b dalam keutamaan amal (fad}a’i>l al-a’mal). 60
Faktor lain adalah karena kebutuhan praktis dari para aktivis dakwah dan
penceramah agama terhadap bahan-bahan referensi hadis-hadis qudsi dan
kebutuhan kaum muslimin pada umumnya. 61
59
‘Abd al-Ra’u>f bin Taj al-‘A<rifin al-Mana>wy, Al-Ittih}a>fa>t al-Saniyyah bi al-Ah}a>di>th al-Qudsiyyah. ed. ‘Abd al-Qa>dir al-Arnauwt} dan T{a>lib ‘Awwa>d (Beirut: Dar Ibn Kathi>r Damaskus,
t.th), 1-2 60
Muhammad Rasha>d Khali>fah, Madrasah al-Hadi>th fi Mis}r (Kairo: al-Hai’ah al-‘A<mmah li
Shu’u>n al-Mat}a>bi’ al-Ami>riyah, t.th), 235 61
Umar’Aly ‘Abd Allah Muhammad, Al-A<ha>di>th al-Qudsiyyah…, 30
26
BAB III
KESIMPULAN
1. Hadis Qudsi merupakan hadis yang sampai kepada Rasulullah SAW
(marfu>’) berupa hadis verbal (qauly) dengan penyandaran sanadnya dari
Nabi SAW kepada Allah. Hadis qudsi walaupun disanadkan kepada Allah
Ta’ala karena menjadi kalam-Nya, akan tetapi tidak dimaksudkan sebagai
mukjizat.
2. Dalam beberapa aspek, hadis Qudsi berbeda dengan Al-Quran maupun
hadis Nabawy yang lainnya.
3. Identifikasi dan penentuan suatu hadis dinilai sebagai hadis qudsi adalah
dari aspek Siya>gh al-hadi>s. Siya>gh ini ada yang ekspilisit (s}ari>h), ada juga
yang implisit (ghayr al-s}ari>h).
4. Dilihat dari aspek topik atau tema bahasannya, hadis-hadis qudsi
berkaitan dengan motivasi beramal (fad}a>il a’ma>l) atau targhi>b wa tarhi>b,
dan tidak membahas perincian hukum-hukum syari’at.
5. Dari aspek kualitas kesahihannya, hadis qudsi sama dengan jenis hadis
yang lain. Ada yang berstatus sahih dan hasan, ada juga yang berkualitas
lemah (d}a’i>f) bahkan palsu (mawd}u>’).
6. Perhatian para ahli hadis terhadap penulisan kitab hadis qudsi (al-ah}a>di>th
al-qudsiyyah) cukup intensif sejak abad ke-6 Hijriyah hingga era
kontemporer.
7. Faktor yang memotivasi sebagian para penulis untuk menyusun kitab
hadis qudsi secara khusus adalah karena “nilai istimewa” yang dimiliki
jenis hadis ini dalam penisbatan Rasulullah SAW kepada Allah SWT.
Juga karena adanya kebutuhan praktis dalam dakwah.
27
DAFTAR PUSTAKA
‘Abd al-Jawwa>d Khalf Muhammad ‘Abd al-Jawwa>d, Madkha>l Ila al-Tafsi>r wa ‘Ulu>m al-Qur’a>n, (Kairo: Da>r al-Baya>n al-‘Araby, tth)
‘Abd Allah bin Yu>suf al-Judai’, Tahri>r ‘Ulu>m al-Hadi>th, vol. 1 (Beirut:
Muassasah al-Rayya>n, cet.1, 1424 H/2003 M)
‘Abd al-Ra’u>f bin Taj al-‘A<rifin al-Mana>wy, Al-Ittih}a>fa>t al-Saniyyah bi al-Ah}a>di>th al-Qudsiyyah. ed. ‘Abd al-Qa>dir al-Arnauwt} dan T{a>lib ‘Awwa>d
(Beirut: Dar Ibn Kathi>r Damaskus, t.th)
‘At}iyyah Qa>bil Nas}r, Gha>yah al-Muri>d fi ‘Ilm al-Tajwi>d. (Kairo: Maktabah
Madinah, t.th)
‘Umar ‘Aly ‘Abd Allah Muhammad, Al-Aha>di>th al-Qudsiyyah: Jam’an wa Dira>satan, vol. 1 (Madinah: Maktabah al-‘Ulu>m wa al-Hikam, cet. 1,
1425H)
‘Uthma>n bin ‘Abd al-Rahma>n Ibn S{ala>h}, Ma’rifah Anwa>’ ‘Ulu>m al-Hadi>th, ed.
‘Abd al-Lat}i>f al-Hami>m dan Ma>hir Ya>sin al-Fahl (Beirut: Da>r al-Kutub al-
‘Ilmiyah, cet. 1, 1423 H)
Abu al-Qa>sim Sulaima>n Ibn Ahmad al-T{abra>ny, al-Mu’jam al-Awsat}, vol. 5, ed.
T{a>riq ibn ‘Awd} Allah Ibn Muhammad al-Husainy (Kairo: Da>r al-
Haramayn, t.th)
Abu Zahwu, Muhammad Muhammad, Al-H{adi>th wa al-Muh{addithu>n (Riyadh:
Al-Ri’asah al-‘Ammah li Idarat al-Buhuts al-‘Ilmiyah wal Ifta’ wa al-
Da’wah wa al-Iryad, 1404 H/1984 M)
Ahmad bin Ahmad Abu al-‘Abba>s al-Ghibri>ny. ‘Unwa>n al-Dira>yah fi>man ‘Urifa min al-‘Ulama>’ fi al-Mi’ah al-Sa>bi’ah bi Baja>yah. ed. ‘A<dil Nuwaihid}
(Beirut: Manshu>ra>t Da>r al-A<fa>q al-Jadi>dah, cet. 2, 1979 M)
Al-Baihaqy, Shu’a>b al-I<ma>n, vol. 3 (Riyad}: Maktabah al-Rushd, cet. 1, 1423
H/2003 M)
Al-Khushu>’I al-Khushu>’I Muhammad al-Khushu>’I, Mawsu>’ah ‘Ulu>m al-Hadi>th al-Shari>f. (Kairo: Wiza>rah al-Awqa>f al-Majlis al-A’la> li al-Shu’u>n al-
Isla>miyyah, 2009)
Al-Khusyu'i al-khusyu'i Muhammad, Ta>ri>kh al-Sunnah al-Nabawiyah. (Kairo:
Universitas al-Azhar, 2010)
Al-Suyuthi. Tadri>b al-Ra>wy fi Sharh Taqri>b al-Nawawy, Vol. 1, ed. Abu Mu’adz
T{a>riq Ibn ‘Aud} Allah Ibn Muhammad (Riyadh: Da>r al-‘A<s}imah, 1423 H)
Ibn Mandhur, Lisa>n al-‘Arab, vol.2 (Mesir: Maktabah al-Shuruq al-Dauliyah, cet.
4, 1425 H/2004 M)
Jala>l al-Di>n al-Suyu>t}y, Al-Itqa>n fi ‘Ulu>m al-Qur’a>n, ed. Muhammad Abu al-Fad}l
Ibra>hi>m, vol. 1 (Mesir: al-Hai’ah al-Mis}riyyah al-‘A<mmah li al-Kutub,
1394 H/1974 M)
28
Khair al-Di>n bin Mahmud al-Zarkaly al-Dimashqy, Al-A’la>m, vol. 6 (ttp: Da>r al-
‘Ilm li al-Mala>yi>n, cet. 15, 2002 M)
Mahmu>d T{ahha>n, Taisir Must}alah al-Hadi>th (Riyad}: Maktabah al-Ma’arif, cet.
10, 1425 H)
Majma’ al-Lughah al-‘Arabiyah al-Idarah al-‘A<mmah li al-Mu’jama>t wa ihya’ al-
Turoth, al-Mu’ja>m al-Was>it} (Mesir: Maktabah al-Shuruq al-Dauliyah, cet.
4, 1425 H/2004 M)
Manna bin Khali>l al-Qatta>n, Maba>hith fi ‘Ulum al-Qur’an (ttp: Maktabah al-
Ma’arif li al-Nashr wa al-Tawzi’, cet. 3, 1421 H/2000 M)
Muh}ammad bin Isma>’il al-Bukha>ry, Al-Ja>mi’ al-Musnad al-S{ah}i>h al-Mukhtas}ar min Umu>r Rasu>l Allah S{alla Allah ‘alaih wa Sallam Wa Sunanih wa Ayya>mih. Vol. 6, ed. Muhammad Zuhair bin Na>s}ir al-Na>s}ir (t.t. : Da>r T{uruq
al-Naja>h, cet. 1, 1422 H)
Muhammad Ahmad Muhammad Ma’bad, Nafaha>t min ‘Ulum al-Qur’an (Kairo:
Da>r al-Sala>m, cet. 2, 1426 H/2005 M)
Muhammad bin ‘Aly al-Shauka>ny al-Yamany, al-Badr al-T{a>li’ bi Maha>sin min Ba’d al-Qarn al-Sa>bi’, vol. 1 (Beirut: Da>r al-Ma’rifah, t.th)
Muhammad bin Ja’far al-Katta>ni, Al-Risa>lah al-Mustat}rafah li Baya>n Mashhu>r Kutub al-Sunnah al-Musharrafah. (Beirut: Da>r al-Basha>’ir al-Isla>miyyah,
t.th)
Muhammad bin Muhammad Abu Shuhbah. Al-Wasi>t} fi ‘Ulu>m wa Must}alah} al-H{adi>th. (Beirut: Da>r al-Fikr al-‘Araby)
Muhammad bin Sha>kir S{ala>h al-Di>n, Fawa>t al-Wafiyya>t. Vol. 3, ed. Ihsa>n Abbas
(Beirut: Da>r S{a>dir, cet.1, 1974 M)
Muhammad Ibn Hibba>n al-Busty, S{ahi>h Ibn Hibba>n, vol. 16, ed. Shu’ai>b al-
Arnauwt} (Beirut: Muassasah al-Risalah, cet. 2, 1414 H/1993 M)
Muhammad Jamal al-Di>n al-Qa>simy, Qawa>’id al-Tahdi>th min Funu>n Must}alah al-Hadi>th (Beirut: Da>r al-Kutub al-‘Ilmiyyah, t.th)
Muhammad Muhammad Abu Syuhbah dan Abd al-Ghany, Difa’ ‘an al-Sunnah wa Radd Syubh al-Musytariqi>n wa al-Kita>b al-Mu’as{iri>n- wa yali>hi al-Radd ‘ala Man Yunkir Hujjiyyah al-Sunnah (Kairo: Maktabah al-Sunnah, cet. 1,
1989 M)
Muhammad Muhammad Abu Zahwu, Al-Hadi>th wa al-Muhaddithu>n (Kairo: Da>r
al-Fikr al-‘Araby, 1378 H)
Muhammad Rasha>d Khali>fah, Madrasah al-Hadi>th fi Mis}r (Kairo: al-Hai’ah al-
‘A<mmah li Shu’u>n al-Mat}a>bi’ al-Ami>riyah, t.th)
Mulla ‘Ali al-Qa>ry, Kitab Al-Aha>di>th al-Qudsiyah al-Arba’iniyyat, takhrij Abu
Ishaq al-Huwainy al-Athary (Jeddah: Maktabah al-S{aha>bah, t.th)
29
Muslim bin al-Hajja>j al-Naisa>bu>ry, al-Musnad al-S{ah{i>h atau dikenal denganSa>h}ih Muslim, Vol. 4, ed. Muhammad Fu’ad ‘Abd al-Ba>qy (Beirut: Da>r Ih{ya>’ al-
Turath al-‘Araby, t.th.)
Mustafa al-Khan, al-Manhal al-Ra>wy min Taqri>b al-Nawawy (tp: Dar al-Malah}
li al-Taba’ah wa al-Nashr, ttt), 18, Nur al-Di>n ‘Itr, Manhaj al-Naqd fi ‘Ulu>m al-Hadi>th (Damaskus: Dar al-Fikr, Cet. 3, 1418 H/1998 M)
Mustafa al-Siba’i, al-Sunnah wa Makanatuha fi al-Tasyri’ al-Islamy (Beirut: al-
Maktab al-Islamy, Cet. 3, 1420 H/1982 M)
Nuruddin ‘itr, Manh}aj al-Naqd fi ‘Ulu>m al-h}adith (Damaskus : Dar al-Fikr, Cet.
3, 1418 H/1997 M)
Ugi Suharto, Peranan Tulisan Dalam Periwayatan Hadith (Majalah Islamia, Thn.
I No. 2/Juni-Agustus, 2004)
30
TIPOLOGI KITAB HADIS QUDSI
MAKALAH
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
“TIPOLOGI KODIFIKASI HADIS”
Dosen Pengampu
Dr. H. Abu Azam Al Hadi, M.Ag
Oleh:
M. Syukrillah : F08213256
Sariyah Hosen : F08213257
PASCA SARJANA
PROGRAM STUDI ILMU HADIS
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)
SUNAN AMPEL
SURABAYA