Upload
independent
View
1
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
UNIVERSITAS INDONESIA
KEBIJAKAN PRIVATISASI AIR DKI JAKARTA SEBAGAI
BENTUK PELANGGARAN HAK ASASI MANUSIA
SKRIPSI
Diajukan sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana
PRASHASTI WILUJENG PUTRI
1006693243
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
PROGRAM STUDI KRIMINOLOGI
DEPOK
2014
ii Universitas Indonesia
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS
Skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri,
dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk
telah saya nyatakan dengan benar.
Nama : Prashasti Wilujeng Putri
NPM : 1006693243
Tanda Tangan :
Tanggal : 7 Mei 2014
iii Universitas Indonesia
HALAMAN PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME
Saya yang bertandatangan di bawah ini dengan sebenarnya menyatakan bahwa
skripsi ini saya susun tanpa tindakan plagiarisme sesuai dengan peraturan yang
berlaku di Universitas Indonesia.
Jika di kemudian hari ternyata saya melakukan tindakan plagiarisme, saya akan
bertanggung jawab sepenuhnya dan menerima sanksi yang dijatuhkan oleh
Universitas Indonesia kepada saya.
Depok, 7 Mei 2014
Prashasti Wilujeng Putri
iv Universitas Indonesia
HALAMAN PENGESAHAN
Skripsi yang diajukan oleh
nama : Prashasti Wilujeng Putri
NPM : 1006693243
program studi : Kriminologi
judul : Kebijakan Privatisasi Air DKI Jakarta sebagai Bentuk
Pelanggaran Hak Asasi Manusia
ini telah berhasil dipertahankan di depan hadapan Dewan Penguji dan
diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh
gelar Sarjana Sosial pada Program Studi Kriminologi Fakultas Ilmu Sosial
dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia
DEWAN PENGUJI
Pembimbing : Ferdinand T. Andi Lolo, S.H., L.L.M., Ph.D
Penguji Ahli : Prof. Dr. Muhammad Mustofa
Ketua Sidang : Dra. Mamik Sri Supatmi, M. Si.
Sekretaris Sidang : Dr. Iqrak Sulhin, M. Si.
Ditetapkan di : Universitas Indonesia, Depok
Tanggal : 7 Mei 2014
v Universitas Indonesia
UCAPAN TERIMA KASIH
Dengan segala keterbatasan peneliti, peneliti sadar bahwa tidak mungkin
naskah skripsi ini dibuat apabila peneliti tidak mendapat bantuan dari siapapun.
Untuk itu, peneliti ingin mengucapkan terima kasih untuk segala pihak yang
membantu pembuatan naskah skripsi ini.
Segala puji, hormat, juga syukur dipanjatkan bagi Sang Pencipta semesta.
Hanya dengan berkat dan pengampunan-Nya, peneliti dapat menyusun
naskah skripsi ini dari awal hingga akhirnya.
Terima kasih kepada Yohanes Haryono, Soeastuti Poerwanti, Prabham
Wulung Pratipodyo, Prathiwi Widyatmi Putri, Susi Lusiani, Galuh Dahayu
Waranggani Pratipodyo, dan Bhre Reksa Bhagawanta Pratipodyo untuk cinta
kasih yang tak terhingga.
Ferdinand T. Andi Lolo, S.H., L.L.M., Ph.D. selaku dosen pembimbing
peneliti yang telah memberikan bimbingan, bantuan, kritik, dan berbagai ilmu
sehingga peneliti dapat mengerjakan skripsi ini dengan baik.
Prof. Dr. Muhammad Mustofa selaku penguji ahli. Terima kasih atas semua
masukan akan konsep, teori, dan metode selama saya mengerjakan skripsi ini.
Dr. Iqrak Sulhin, M. Si. selaku sekretaris sidang dan yang telah banyak
menemani saya berdiskusi dan mencerahkan pikiran saya yang kadang
menemui jalan buntu.
Dra. Mamik Sri Supatmi, M. Si. selaku ketua sidang dan ketua program studi
reguler.
Para dosen dari Departemen Kriminologi FISIP UI yang kerap membantu
saya selama studi strata satu saya. Semoga semakin berkembang.
Arief Effendy beserta staff Departemen Kriminologi FISIP UI yang lain,
yang sangat membantu saya selama masa perkuliahan dalam bidang
administrasi. Ntah apa jadinya kalau mas Arief dan rekan-rekan tidak ada.
Para narasumber yang memberikan saya banyak data, masukan, dan sudut
pandang baru: Riant Nugroho, Sri Widayanto Kaderi, Ahmad Lanti, Firdaus
Ali; Ibu-ibu di Muara Baru: Muhayati, Siti Maryam, Hamidah, Linda; Ibu-ibu
di Rawa Badak: Ella, Ncih, Halimah.
vi Universitas Indonesia
Pihak-pihak yang membantu saya mengakses dokumen dan narasumber
penelitian: M. Reza Shahib, Suachman, dan Sigit Karyadi Budiono dari
Koalisi Rakyat untuk Hak atas Air; Arif Maulana dan Zae dari Lembaga
Bantuan Hukum Jakarta; Royke dari PAM Jaya; Nurhidayah dari Solidaritas
Perempuan; Marsha, Mimi, dan Palgunadi dari Badan Regulator Pelayanan
Air Minum Jakarta; Andreas Harsono.
Teman-teman dari Departemen Kriminologi yang memberi warna-warni
dalam kehidupan peneliti selama empat tahun ini, terutama Agustin, Agalliso,
Akbar Acil, Alala, Alwin, Anggi, Anin, Annisa Nichi, Annisa Ica, Anugrah,
Ardi Putra, Argina, Arief Ucup, Arief Padang, Arsendi, Ayu, Azhara, Azizul,
Fahmi, Firyan, Gerald, Gome, Hardiat Dani, Harris, Hawlah, Ical, Irfan Lele,
Juliana, Meutia Udung, Mulki, Nadia, Nisa, Kasa, Kenn, Kunto, Marcha,
Rahmadiani, Razhes, Remon, Ridho, Rini, Sekar, Suci, Syahrizal, Taufan,
Tubagus, Teddy, Tyas Puspo, Vanny, Wahid, Wara, Yudith, Yunia, Oshin,
Bob, Rima, Techa, Swaswa, Sherlyna, Bagas, Manshur Zikri, Ovan, Affin,
Endah, Vivi, Maria, Pangesti, Tua, Rasyel, Ace, Shaila, Zainal, Naya, Cika,
Tiani, Agung, Arma, Dila.
Acista Nitbani, Aditya Hizkia, Alanda Arifin, Albino Panjaitan, Ananda Putri
Permatasari, Andreas Wahyu Apridiyanto, Berto Tukan, Carl Jaya, Christ
Billy Ariyanto, Christin Stefphanie, Febrina Manalu, Grace Manalu, Jefri
Tien Yun, Joseph Rustandi Harahap, Kara Toruan, Pascalia Bertie, Pingkan
Polla, Tanius Sebastian, Thalita Adwinda, Theresa Panjaitan, Thomas Galih
Satria, Whisnu Yonar yang membantu saya dalam memberi saran, pemikiran,
teknik pengambilan data, operasional penelitian, dan penghiburan, serta
semangat.
Semoga semua pihak yang telah membantu bisa mendapat karma baik dari hal
yang telah dilakukan. Semoga naskah skripsi ini bisa membawa kebaikan dan
manfaat bagi dunia akademis dan praktis.
Depok, 2014
Peneliti
vii Universitas Indonesia
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI
TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di
bawah ini:
Nama : Prashasti Wilujeng Putri
NPM : 1006693243
Program studi : Kriminologi
Departemen : Kriminologi
Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Jenis Karya : Skripsi
demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada
Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Non-ekslusif (Non-exclusive Royalty-
Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul:
Kebijakan Privatisasi Air DKI Jakarta sebagai Bentuk Pelanggaran Hak
Asasi Manusia
beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti
Nonekslusif ini, Universitas Indonesia berhak menyimpan, mengalihmediakan
atau memformatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database),
merawat dan mempublikasikan tugas akhir saya, selama tetap mencantumkan
nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di: Depok
Pada tanggal: 2014
Yang menyatakan,
Prashasti Wilujeng Putri
viii Universitas Indonesia
ABSTRAK
Nama : Prashasti Wilujeng Putri
Program Studi : Kriminologi
Judul : Kebijakan Privatisasi Air DKI Jakarta sebagai Bentuk
Pelanggaran Hak Asasi Manusia
Skripsi ini membahas tentang bagaimana pemerintah Indonesia melakukan
kejahatan dalam melakukan kebijakan privatisasi air bagi warga DKI Jakarta.
Teori yang dipakai dalam skripsi ini adalah kejahatan negara yang dilakukan
karena melakukan pelanggaran HAM oleh Julia dan Herman Scwendinger, teori
Strukturasi oleh Giddens, dan crimes of domination oleh Quinney. Skripsi ini
melihat bagaimana praktik-praktik yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia
tidak terlepas dari dan mendukung adanya struktur yang lebih besar dalam
globalisasi. Indonesia dihegemoni oleh Bank Dunia dalam rangka globalisasi yang
kemudian diberi reaksi oleh Indonesia sebagai bentuk adaptasi struktural sehingga
pemerintah Indonesia melakukan crimes of domination. Dalam hal ini, pemerintah
Indonesia melakukan kejahatan dengan adanya pelanggaran hak asasi manusia
atas air bersih terhadap warga DKI Jakarta. Penelitian ini menggunakan
pendekatan kriminologi kritis untuk mengkaji masalah kebijakan privatisasi air
bersih ini. Metode yang digunakan adalah metode kualitatif dengan studi
dokumen, wawancara, FGD, dan penelusuran data sekunder sebagai teknik
mengumpulkan data.
Kata Kunci:
Privatisasi Air, Hak Asasi Manusia, Strukturasi, Crimes of Domination,
Pelanggaran HAM, Kejahatan Negara.
ix Universitas Indonesia
ABSTRACT
Name : Prashasti Wilujeng Putri
Course : Criminology
Title : Water Privatization Policy in DKI Jakarta as a Form of
Human Rights Violation
This thesis discusses about how the Indonesian government commit a crime in
doing water privatization policy for the Jakarta citizens. The theory and concept
used in this thesis are a state crime for committing human rights violations by
Julia and Herman Schwendinger, Structuration theory by Giddens, and crimes of
domination by Quinney. This thesis sees how the practices done by the
government of Indonesia cannot be separated from and promote the bigger
structure in the globalization. World Bank performs hegemony in the context of
globalization to Indonesia whose the reaction, as a form of structural adaptation, is
committing crimes of domination. In this case, the Indonesian government
commit a crime in the presence of human right to water violation to the people in
Jakarta. This study uses critical criminology approach to study the problem of
clean water privatization policy. The method used is a qualitative method with the
documents study, interviews, focus group discussions, and secondary data
retrieval as data gathering technique.
Keywords:
Water Privatization, Human Rights, Structuration, Crimes of Domination, Human
Rights Violation, State Crime.
x Universitas Indonesia
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ........................................................................................... i
PERNYATAAN ORISINALITAS .................................................................... ii
PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME ....................................................... iii
UCAPAN TERIMA KASIH .............................................................................. v
HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ..................................................... vii
ABSTRAK ......................................................................................................... viii
DAFTAR ISI ...................................................................................................... x
DAFTAR TABEL ............................................................................................... xiii
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... xiv
1. PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
1.1. Latar Belakang Masalah ....................................................................... 1
1.2. Masalah Penelitian ................................................................................ 8
1.3. Pertanyaan Penelitian ........................................................................... 9
1.4. Tujuan Penelitian ................................................................................. 9
1.5. Signifikansi Penelitian ......................................................................... 9
1.5.1. Signifikansi Akademis ............................................................... 9
1.5.2. Signifikansi Praktis .................................................................... 10
1.6. Sistematika Penulisan .......................................................................... 10
2. KAJIAN PUSTAKA ................................................................................... 12
2.1 Kerangka Konsep ................................................................................... 12
2.1.1. Hak Asasi Manusia ..................................................................... 12
2.1.2. Globalisasi................................................................................... 14
2.1.3. Neoliberalisme ............................................................................ 16
2.1.4. Strukturasi ................................................................................... 17
2.1.5. Hegemoni .................................................................................... 18
2.1.6. Kebijakan Publik ........................................................................ 20
2.1.7. Privatisasi Air.............................................................................. 21
2.1.8. Barang Publik dan Barang Ekonomi ........................................... 23
2.1.9. Viktimisasi Struktural ................................................................. 25
2.1.10. Welfare Justice .......................................................................... 26
2.1.11. Crime of Domination sebagai Kejahatan Negara ...................... 27
2.2. Landasan Teori
Pendekatan Kriminologi Kritis oleh Julia dan Herman Schwendinger 29
2.3. Kajian Kepustakaan dengan Isu Sebidang ............................................ 31
2.4. Kerangka pemikiran ............................................................................. 36
xi Universitas Indonesia
3. METODE PENELITIAN .......................................................................... 39
3.1. Pendekatan Penelitian .......................................................................... 39
3.2. Batasan Penelitian ................................................................................. 40
3.3. Teknik Pengumpulan Data .................................................................... 40
3.3.1. Studi Dokumen ........................................................................... 40
3.3.2. Wawancara Mendalam ................................................................ 41
3.3.3. Focus Group Discussion ............................................................. 43
3.3.4. Penelusuran Data Sekunder ........................................................ 44
3.4. Waktu Penelitian ................................................................................... 44
3.5. Hambatan Penelitian ............................................................................. 45
4. TEMUAN DATA ......................................................................................... 46
4.1. Awal Perjalanan Privatisasi Air DKI Jakarta ........................................ 46
4.2. Keterlibatan Badan-Badan Internasional .............................................. 54
4.3. Regulasi ................................................................................................. 56
4.4. Pelayanan Air Bersih terhadap Warga .................................................. 60
4.5. Kerugian yang Dialami oleh Warga Akibat Privatisasi Air .................. 63
5. ANALISIS ................................................................................................... 67
5.1. Air sebagai Hak Asasi Manusia ............................................................ 67
5.2. Dominasi Bank Dunia akan Nilai Neoliberalisme terhadap Indonesia
Dalam Jubah Globalisasi....................................................................... 69
5.3. Reaksi Pemerintah Indonesia atas Hergemoni Bank Dunia ................. 74
5.4. Implementasi Kebijakan Privatisasi Air ............................................... 78
5.5. Viktimisasi Struktural ........................................................................... 81
6. PENUTUP ................................................................................................... 86
6.1. Kesimpulan ........................................................................................... 86
6.2. Saran ..................................................................................................... 90
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 92
LAMPIRAN ....................................................................................................... 99
xii Universitas Indonesia
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1. Tabel Perubahan Perjanjian Kerjasama Sebelum dan Sesudah
Diperbaiki dan Diberlakukan Kembali tanggal 22 Oktober 2001 .......... 50
Tabel 4.2. Tabel Upaya Penurunan Kehilangan Air yang Dicantumkan pada
Lampiran Perjanjian Kerjasama .............................................................. 60
Tabel 4.3. Tabel Pembagian Tarif Air PAM ............................................................. 61
Tabel 4.4. Tabel Kategori Pembagian Tarif Air PAM ............................................... 62
xiii Universitas Indonesia
DAFTAR GAMBAR
Gambar 4.1. Gambar Pembagian Wilayah Produksi dan Distribusi Air ................. 52
Gambar 4.2. Bagan Mekanisme Kenaikan Water Tariff .......................................... 57
Gambar 4.3. Grafik Ilustrasi Grafik Water Charge dan Water Tariff yang
Terjadi Sebenarnya ............................................................................ 58
Gambar 4.4 Grafik Ilustrasi Grafik Water Charge dan Water Tariff yang Ideal
Menurut Perjanjian Kerjasama Gambar ............................................ 58
Gambar 4.5. Penjual Air di Muara Baru ................................................................. 65
1 Universitas Indonesia
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Pada UUD 1945 pasal 33 ayat 3 dikatakan, “Bumi dan air dan kekayaan
alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk
sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.”. Secara eksplisit dinyatakan bahwa air
merupakan suatu hal yang digunakan untuk kemakmuran rakyat. Leonardo da
Vinci mengatakan, bahwa air adalah poros penggerak kehidupan (Biswas &
Tortajada, 2005). Air bersih merupakan salah satu kebutuhan dasar
manusia.Selain untuk diminum, air bersih digunakan untuk mencuci, mandi,
memasak, industri, rekreasi, dan pertanian.Ada istilah yang tersebar, bahwa di
mana ada air, di situ lah ada kehidupan.Air merupakan sumber kehidupan yang
bermanfaat untuk lingkungan hidup manusia dan vital bagikesehatan umat
manusia. Kebutuhan manusia akan air merupakan hal yang tidak terelakkan.
Produktivitas manusia untuk mengaktualisasi diri sangat bergantung pada air
karena air merupakan hal yang sangat fundamental bagi keberlangsungan siklus
kehidupan alam semesta ini. Semakin manusia bertumbuh, semakin manusia
membutuhkan air. Untuk itu, air merupakan hal yang harus dikuasai oleh negara
untuk kemudian digunakan untuk rakyat.
Dalam buku Water Wars: Privatization, Pollution, and Profit, Vandana
Shiva (2002) menulis,
“Water has traditionally been treated as a natural right–a right arising out of
human nature, historic conditions, basic needs, or notions of justice. Water rights
as a natural rights do not originate with the state; they evolve out of a given
ecological context of human existence. As natural rights, water rights are
usufructuary rights, water can be used but not owned. People have a right to life
and the resources that sustain it, such as water.”(Shiva, 2002; 20-21)
Hal yang dikatakan oleh Vandana Shiva adalah benar. Hak atas air
merupakan natural rights. Shiva menyebutkan, bahwa natural rights adalah hak
yang melekat pada sifat manusia, kondisi historis, kebutuhan dasar, dan gagasan
akan keadilan. Dalam Talbott (2010) juga disebutkan, bahwa natural rights adalah
hak yang membuat seseorang tidak dapat dilukai secara sengaja ataupun karena
2
Universitas Indonesia
kelalaian. Hak atas air pun merupakan usufructuary rights. Usufructuary rights
adalah hak untuk menggunakan dan menikmati keuntungan dari sesuatu hal yang
dimiliki pihak lain selama hal tersebut tidak rusak atau diubah dengan cara
apapun. Tidak terkecuali, setiap orang membutuhkan air untuk hidup dan setiap
orang berhak memperoleh air. Hak atas air merupakan hak asasi manusia. Di
Indonesia, hak asasi manusia telah dijamin dalam UUD 1945 Amandemen
Keempat pada Bab XA Pasal 28 sampai 28 J.
Namun, terdapat fakta bahwa World Health Organization (WHO)
mengestimasi bahwa satu miliar orang di dunia tidak mendapatkan akses terhadap
air minum yang bersih. Oleh karena itu, terdapat masalah kesehatan yang
menimpa orang-orang yang tidak mendapatkan akses air bersih tersebut (Hale,
2007).Dengan gambaran kecil ini, kita bisa melihat bahwa air bersih merupakan
hal yang sangat penting bagi kehidupan manusia.
Kelangkaan air semacam itu telah terjadi di Indonesia, misalnya di Jawa.
Jawa yang mempunyai penduduk banyak dan padat tentunya mempunyai
kebutuhan akan air bersih yang sangat tinggi. Warga Jakarta merasakan adanya
krisis air saat musim kemarau. Dengan semakin banyaknya orang yang datang ke
pulau Jawa, khususnya Jakarta, krisis air bersih akan meningkat. Belum lagi
masalah industrialisasi dengan banyaknya pabrik dan teknologinya.Polusi
membuat air bersih semakin terbatas.
Setiap orang membutuhkan paling sedikit dua belas liter air bersih untuk
dikonsumsi per hari (Overman, 1976).Warga Jakarta, yang pada November 2011
berjumlah 10.287.595 jiwa (Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, 2011), tentu saja membutuhkan air sebagai
salah satu penunjang hidup.Apablila setiap orang membutuhkan paling sedikit dua
belas liter air per hari, warga Jakarta tentu membutuhkan paling sedikit
123.451.140 liter setiap harinya.Sebenarnya manusia bisa menggunakan air yang
tersedia di sungai, namun, karena berbagai limbah domestik dan limbah industri
berat di Jakarta, warga Jakarta tidak bisa mengkonsumsi air di sungai.Air sungai
menjadi coklat, bahkan hitam pekat, dan mengeluarkan bau.
Air bersih keluar dari mata air menuju sungai dan selokan-selokan, lalu
menuju ke laut. Namun, yang terjadi sekarang adalah terdapat pihak yang
3
Universitas Indonesia
mempunyai kekuasaan politik dan ekonomi merasa berhak untuk menampung dan
mengolah air bersih tersebut, kemudian menjualnya. Air menjadi barang mahal
bagi manusia, apalagi bagi kaum miskin yang tidak diperhatikan oleh
penguasa.Air bersih hanya bisa diakses oleh warga yang kelas ekonominya
menengah ke atas.
Dari data penelitian Walhi, 65 persen penduduk Indonesia tinggal di pulau
Jawa yang kapasitas kandungan airnya hanya 4,5 persen saja. Data lain dari
Kompas, 85 persen sumur di Jakarta tercemar bakteri e-coli. Hal itu dapat
menimbulkan adanya penyakit menular antarwarga.Komplikasi lainnya adalah
penyakit tersebut dapat mewabah dan lebih menyebabkan kerugian yang lebih
besar lagi. Selain itu, hanya 40 persen warga perkotaan dan 30 persen warga
pedesaan yang tersambung jaringan PAM. Dengan kata lain, masih banyak warga
yang tidak mendapatkan akses air bersih untuk kehidupannya.Bila merujuk lagi
pada tahun 1991, dikatakan bahwa populasi penduduk Jakarta nyaris mencapai
angka tujuh juta, namun hanya 45 persen masyarakat Jakarta yang dapat
menikmati air keran yang bersih dan berkualitas (Sopian dkk, 2006).
Selain itu, di daerah Jakarta Utara, sejumlah pengusaha pencucian sepeda
motor dan mobil menyedot air tanah karena pasokan PAM tidak lancer. Salah satu
karyawannya mengungkapkan bahwa distribusi air dari PAM kadang terhenti
tanpa pemberitahuan. Usaha pencucian sepeda motor ini dapat terhambat apabila
tidak ada air. Dengan begitu, akan banyak pekerja di pencucian sepeda motor ini
yang tidak dapat mencukupi kebutuhan hidupnya. Oleh karena itu, mereka harus
menyedot air tanah agar tetap bisa melakukan usaha. Namun, para pihak
pengelola usaha pencucian motor dan mobil tersebut tidak mempunyai surat izin
pengambilan air tanah. Rupanya para pelaku usaha pencucian motor dan mobil
tersebut mengambil air tanah secara diam-diam karena tarif pengambilan air tanah
dilipatgandakan oleh pemerintah daerah setempat pada 2009 untuk menghambat
defisit air tanah yang kian parah (KRuHA, 2012). Hal ini dapat dilihat pada
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi
Daerah.
Contoh kasus dalam masalah ini adalah kasus di Penjaringan (KRuHA,
2011).Penjaringan merupakan salah satu daerah termiskin di DKI Jakarta. Dari
4
Universitas Indonesia
segala ketidakpastian hidup, seperti pekerjaan dan makanan sehari-hari, air
merupakan salah satunya. Endang (41) mengungkapkan kepada KruHA bahwa air
bersih susah sekali didapat. Tempat itu berdekatan dengan laut sehingga air laut
masuk ke sumur dan akhirnya air sumur pun tidak bisa diminum. Juga, untuk
mencuci, air terlalu keruh. Untuk mendapatkan air bersih, penduduk membeli air
per gerobak setiap hari.Selain itu, ada juga warga yang berlangganan air perpipaan
dari perusahaan swasta PAM Lyonnaise Jaya (PALYJA), dan ada juga yang
terpaksa menggunakan air sumur.Air hanya mengalir antara pukul dua hingga tiga
dini hari dengan aliran sangat kecil.Dalam satu malam, air bersih yang didapat
hanyalah sebanyak dua ember.
Dinyatakan di dalam Kovenan Internasional Hak-hak Ekonomi, Sosial,
dan Budaya, bahwa air bersih merupakan hak setiap warga negara.Kovenan
tersebut telah diratifikasi oleh pemerintah Indonesia melalui UU No. 11 tahun
2005.Dalam kovenan tersebut dinyatakan bahwa negara harus mengakui hak
setiap orang atas standar kehidupan yang layak, termasuk pangan, sandang, dan
papan, dan atas perbaikan kondisi yang terus-menerus. Negara juga harus
meningkatkan cara produksi, konservasi, dan distribusi pangan dengan ilmu
pengetahuan melalui penyebarluasan pengetahuan kepada seluruh masyarakat.
Setiap warga negara harus menikmati standar tertinggi yang dapat dicapai atas
kesehatan fisik dan mental.Negara harus sangat mengupayakan perwujudan hak
ini sepenuhnya dengan membuat ketentuan-ketentuan, perbaikan, pencegahan,
pengobatan, dan pengendalian segala penyakit, perkembangan kehidupan, dan
kesehatan lingkungan.
Komentar Umum Nomor 15 Tahun 2002 dari Komite Hak Ekonomi Sosial
dan Budaya PBB tentang Hak atas Air adalah hak atas air merupakan sesuatu
yang tidak bisa dipisahkan dari hak-hak asasi manusia lainnya.
“Water is a limited natural resource and a public good fundamental for life and
health. The human right to water is indispensable for leading a life in human
dignity. It is a prerequisite for the realization of other human rights.” (Committee
on Economic, Social, and Cultural Rights, 2002, Art. I.1.)
“The human right to water entitles everyone to sufficient, safe, acceptable,
physically accessible and affordable water for personal and domestic
use.”(Committee on Economic, Social, and Cultural Rights, 2002, Art. I.2.)
5
Universitas Indonesia
Kemudian, terdapat Sidang Umum PBB pada tahun 2010 yang
menyepakati bahwa air minum yang bersih dan sanitasi yang baik merupakan hak
asasi manusia yang sangat penting untuk kehidupan dan keseluruhan hak asasi
manusia. Sidang Umum PBB tersebut juga meminta negara-negara dan
organisasi-organisasi internasional untuk menyediakan keuangan, sumber daya,
peningkatan kapasitas, dan transfer teknologi melalui bantuan dan kerjasama
internasional dalam rangka meningkatkan upaya pemberian air minum yang
bersih, aman, mudah diakses, dan dapat dijangkau oleh semua orang. (United
Nations, 2010)
Sidang Umum PBB pada Juli 2010 telah menetapkan air sebagai Hak
Asasi Manusia. Untuk itu, terdapat standar air bersih yang harus dipenuhi (United
Nations, 2014), yaitu
1. Mencukupi: pasokan air untuk setiap orang harus cukup dan
berkesinambungan untuk keperluan pribadi dan rumah tangga.
Menurut WHO, antara 50 dan 100 liter air per orang per hari yang
diperlukan untuk memastikan bahwa sebagian besar kebutuhan dasar
terpenuhi.
2. Aman: Air harus bebas dari mikroorganisme, zat kimia, dan bahaya
radiologis yang merupakan ancaman bagi kesehatan seseorang.
3. Layak: Air harus dalam keadaan warna, bau, dan rasa yang dapat
diterima (acceptable) untuk setiap penggunaan pribadi atau rumah
tangga. Semua fasilitas dan layanan air harus sensitif dengan budaya,
gender, siklus hidup, dan kebutuhan privasi.
4. Mudah diakses: setiap orang berhak atas layanan air dan sanitasi yang
dapat diakses secara fisik di dalam atau di sekitar rumah tangga,
lembaga pendidikan, tempat kerja, atau lembaga kesehatan. Menurut
WHO, sumber air harus dalam 1.000 meter dari rumah dan waktu
mengambilnya tidak boleh lebih dari 30 menit.
5. Terjangkau: air dan fasilitas pelayanan air harus terjangkau bagi
semua. UNDP menunjukkan, bahwa biaya air tidak boleh melebihi tiga
persen dari pendapatan rumah tangga.
6
Universitas Indonesia
Sangat disayangkan, bahwa yang membuat air bersih menjadi sulit
dijangkau adalah kebijakan pemerintah sendiri yang memasukkan swasta dalam
sektor penyediaan air bersih. Awal masuknya pihak swasta dalam sektor
penyediaan air ini adalah pada tahun 1980-an dan 1990-an. Bank Dunia dan
lembaga-lembaga donor mengeluarkan strategi privatisasi untuk pengembangan
sistem air bersih di negara-negara berkembang(Hall & Lobina, 2008). Hal tersebut
didasari pada adanya pandangan bahwa pemerintah negara berkembang tidak
dapat memberikan pelayanan air bersih kepada warga negaranya. Kemudian,
privatisasi ini muncul sebagai solusi akan hal itu. Harapan dari privatisasi ini
adalah untuk dapat menjaring dana untuk investasi, perbaikan efisiensi, dan
pengelolaan yang lebih baik. Tergiurnya pebisnis-pebisnis dunia akan bisnis air
bersih ini membuat kebijakan privatisasi air ini berlanjut.
Pelanggengan atas masuknya swasta dalam sektor penyediaan air bersih
ini dilakukan pemerintah dengan adanya UU Nomor 7 tahun 2004 mengenai
Sumberdaya Air. Dalam undang-undang tersebut, terdapat tiga macam hak guna
air:
“(1) Hak guna air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (4) berupa hak
guna pakai ai dan hak guna usaha air. (2) Hak guna air sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) tidak dapat disewakan atau dipindahtangankan, sebagian atau
seluruhnya.” (UU Nomor 7 tahun 2004 Pasal 7)
“Hak guna pakai air adalah hak untuk mengalirkan air dari atau ke tanahnya
melaluia tanah orang lain yang berbatasan dengannya. Hak guna pakai air
diperoleh tanpa izin untuk kebutuhan sehari-hari.” (UU Nomor 7 tahun 2004
Pasal 8)
“Hak guna usaha air dapat diberikan kepada perseorangan atau badan usaha
dengan izin pemerintah atau pemerintah daerah sesuai dengan
kewenangannya.” (UU Nomor 7 tahun 2004 Pasal 9)
7
Universitas Indonesia
Ada dua bentuk privatisasi.Yang pertama bersifat pengalihan sebagian ke
pihak swasta.Yang kedua bersifat pengalihan keseluruhan aspek, seperti peran,
tanggung jawab, dan kepemilikan dari pemerintah ke pihak swasta(Tim KRuHA,
2005).Bagaimana pun bentuknya, apabila peran dan tanggung jawab sudah
sebagian dialihkan adalah privatisasi.Namun, Bank Dunia lebih memilih istilah
lain, seperti Private Sector Participation (PSP) atau Public Private Partnership
(PPP).
Sepertinya, kebijakan privatisasi air di DKI Jakarta ini tidaklah
menghasilkan buah yang baik dan bermanfaat untuk masyarakat banyak. Dari
hasil diskusi kampung yang dilakukan oleh KRuHA dan Koalisi Rakyat untuk
Keadilan Perikanan (KIARA) pada 23 Agustus 2013 di Pesisir Marunda Kepu,
Cilincing Jakarta Utara, banyak masyarakat miskin yang tidak mendapat
pelayanan air yang baik secara kualitas maupun kuantitas. Mereka menyatakan,
bahwa sejak diberlakukannya privatisasi air pada 1997, yaitu pada saat perjanjian
kerjasama pengelolaan air antara pemerintah Indonesia dengan dua swasta asing,
air menjadi semakin sulit didapat karena layanan air semakin memburuk, seperti
air mengalir hanya sedikit dan air menjadi kuning dan berbau. Padahal sebelum
adanya privatisasi, air mengalir lancar, tidak mengeluarkan bau, dan tidak
berwarna. (KIARA dan KRuHA, 2013)
Air bersih yang merupakan suatu hal utama penyokong kehidupan
merupakan hak asasi setiap manusia yang harus dipenuhi. Namun, air menjadi
barang yang mahal dan eksklusif karena air menjadi milik swasta. Air sebagai
kebutuhan pokok manusia untuk hidup tidak terpenuhi. Hal tersebut merupakan
kerugian sosial yang dirasakan oleh masyarakat. Kerugian sosial merupakan
masalah serius bagi disiplin Kriminologi. Sutherland dalam Cohen (1993),
memasukan kriteria kerugian sosial untuk mendefinisikan kejahatan. Julia dan
Herman Schwendinger mengatakan pula, bahwa genosida dan eksploitasi
ekonomi yang dilakukan oleh negara juga merupakan kejahatan karena ada pihak
yang dirugikan. Hal itu dikatakan dalam wacana politik sebagai kejahatan negara.
Genosida dan eksploitasi ekonomi setara dengan perang, rasisme, dan seksisme.
Apabila kita masuk ke ranah diskursus kriminologi, kita berbicara tentang pelaku
kriminal yang menyebabkan kerugian sosial. (Cohen, 1993)
8
Universitas Indonesia
Dalam kasus privatisasi air ini, pemerintah melanggengkan privatisasi air
tersebut dan membuat adanya diskriminasi yang muncul dari adanya rakyat
miskin yang tidak mempunyai akses terhadap distribusi air bersih. Situasi ini
dijelaskan dengan faktor-faktor, termasuk ketidakmampuan mereka untuk
membayar, dan investasi infrastruktur yang bias antara pemerintah daerah dengan
korporasi.
1.2. Masalah Penelitian
Sebagaimana yang telah disinggung di bagian Latar Belakang Masalah, air
merupakan hak asasi manusia setiap warga negara. Hal itu telah diakui oleh
pemerintah Indonesia dengan meratifikasi Kovenan Internasional Hak-hak
Ekonomi, Sosial, dan Budaya dalam UU No. 11 tahun 2005. Namun, pemerintah
membuat undang-undang dan kebijakan lain. Terdapat UU No. 7 tahun 2004
tentang Sumber Daya Air yang dalam pasal 9 dikatakan bahwa hak guna usaha air
dapat diberikan kepada perseorangan atau badan usaha dengan izin dari
pemerintah atau pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya.
Masalah kebijakan privatisasi air ini adalah masalah Kriminologi, karena
kebijakan ini membuat banyak warga DKI Jakarta yang tidak mempunyai cukup
uang untuk membeli jasa pelayanan air menjadi tidak bisa menikmati air bersih
yang sebenarnya adalah hak hidup yang sangat penting.
Masyarakat DKI Jakarta menjadi korban dari kebijakan akan air bersih ini.
Namun, ironisnya masih banyak warga Jakarta dan para akademisi yang tidak
sadar bahwa privatisasi air ini merupakan suatu masalah yang apabila dibiarkan
akan bisa membuat kerugian lebih banyak terhadap warga Jakarta. Dalam kajian
kriminologis pun, masalah privatisasi air ini jarang dibahas, padahal jelas HAM
ini adalah hal serius bagi kriminologi.
Dalam UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia Pasal 1
butir keenam, disebutkan bahwa pelanggaran hak asasi manusia adalah setiap
perbuatan seseorang atau kelompok orang termasuk aparat negara baik disengaja
maupun tidak disengaja atau kelalaian yang secara melawan hukum mengurangi,
menghalangi, membatasi, dan atau mencabut hak asasi manusia seseorang atau
kelompok orang yang dijamin oleh undang-undang ini, dan tidak mendapatkan,
9
Universitas Indonesia
atau dikhawatirkan tidak memperoleh penyelesaian hukum yang adil dan benar,
berdasarkan mekanisme hukum yang berlaku.
Melihat fenomena tersebut, permasalahan yang akan peneliti coba angkat
adalah bahwa ada masalah dalam kebijakan privatisasi air ini yang berdampak
pada ketiadaan akses masyarakat DKI Jakarta atas pemenuhan kebutuhan pokok,
dalam hal ini adalah air bersih. Peneliti ingin mencoba menjawab pertanyaan
bahwa seberapa jauh kebijakan privatisasi air di DKI Jakarta dikategorikan
sebagai kejahatan.
1.3. Pertanyaan Penelitian
Berdasarkan latar belakang masalah dan masalah penelitian yang telah
peneliti jelaskan sebelumnya, peneliti merumuskan pertanyaan penelitian sebagai
berikut:
Seberapa jauh kebijakan privatisasi air di DKI Jakarta dapat dikategorikan
sebagai kejahatan?
1.4. Tujuan Penelitian
Berdasarkan pertanyaan penelitian yang telah diidentifikasi oleh peneliti,
tujuan akhir dari penelitian ini adalah untuk melakukan analisis kritis secara
akademis tentang kejahatan apa yang ada pada kebijakan privatisasi air di DKI
Jakarta. Selain itu, peneliti ingin memberi saran terkait dengan masalah privatisasi
air ini kepada para penegak hukum dan lembaga-lembaga yang peduli dan
menaruh fokus kepada masalah privatisasi air ini.
1.5. Signifikansi Penelitian
1.5.1. Signifikansi akademis
Dalam kriminologi, terdapat empat pilar utama, yaitu kejahatan, pelaku
kejahatan, korban kejahatan, dan reaksi masyarakat. Penelitian ini
menitikberatkan pada pilar kejahatan. Kejahatan itu sendiri, menurut. Mustofa
(2010), adalah tindakan yang dilakukan oleh perorangan ataupun kelompok yang
dapat merugikan orang lain ataupun kelompok lain. Penelitian ini diharapkan
dapat berguna dalam ranah akademis bagi penelitian dalam masalah privatisasi air
10
Universitas Indonesia
di DKI Jakarta dengan menggunakan pendekatan kriminologi kritis. Hal ini
disebabkan oleh karena belum pernah ada yang mengkaji masalah kebijakan
privatisasi air di DKI Jakarta ini dalam pendekatan kriminologi kritis. Untuk itu,
peneliti ingin mengkaji lebih dalam tentang kejahatan yang terdapat dalam
kebijakan privatisasi air di DKI Jakarta ini.
1.5.2. Signifikansi praktis
Penelitian ini diharapkan dapat berguna dalam ranah praktis untuk
memberikan suatu bentuk penyadaran untuk masyarakat, terutama mahasiswa
sebagai kaum intelektual bahwa kebijakan privatisasi air di DKI Jakarta ini
merupakan masalah yang terdapat di dalam kehidupan kita. Peneliti berharap
bahwa dengan sadarnya masyarakat akan masalah ini, masyarakat akan bisa
beraksi untuk menolak privatisasi air dan mengembalikannya ke ruang publik.
1.6. Sistematika Penulisan
Bab 1 Pendahuluan
Bab ini berisi latar belakang permasalahan dan masalah penelitian
yang menjadi dasar dan acuan peneliti dalam melakukan penelitian
tentang analisa kebijakan privatisasi air Jakarta dalam kajian
kriminologis. Bab ini juga berisi pertanyaan penelitian, tujuan
penelitian, dan signifikansi penelitian.
Bab 2 Kajian Pustaka
Bab ini berisi konsep-konsep yang peneliti gunakan dalam rangka
menganalisa masalah penelitian. Selain konsep, bab ini juga berisi
teori dan kajian penelitian yang terdahulu yang digunakan oleh
peneliti sebagai dasar untuk membuat kerangka pemikiran.
Bab 3 Metode Penelitian
Bab ini berisi metode penelitian yang digunakan peneliti dalam
penelitian tentang analisa kebijakan privatisasi air Jakarta dalam
kajian kriminologis ini.
11
Universitas Indonesia
Bab 4 Temuan Data
Bab ini berisi pemaparan data berupa hasil studi dokumen,
penelusuran data literatur, dan beberapa dokumentasi foto yang
berhubungan dengan topik penelitian.
Bab 5 Analisis
Bab ini berisi tentang analisa dari paparan data yang telah peneliti
paparkan pada Bab 4. Analisis yang dilakukan oleh peneliti mengacu
pada kerangka pikir yang telah peneliti buat di Bab 2.
Bab 6 Penutup
Bab ini berisi kesimpulan dari hasil temuan data yang telah dianalisa
oleh peneliti. Selain itu, bab ini juga berisi saran yang peneliti berikan
berkaitan dengan kebijakan privatisasi air Jakarta.
12
Universitas Indonesia
BAB 2
KAJIAN PUSTAKA
2.1. Kerangka Konsep
2.1.1. Hak Asasi Manusia dan Pelanggaran Hak Asasi Manusia
Hak Asasi Manusia (HAM) adalah hak yang melekat pada manusia,
apapun kebangsaannya, tempat tinggalnya, jenis kelamin, suku bangsa, warna
kulit, agama, bahasa yang ia pakai, ataupun status-status lain yang melekat pada
diri manusia. Kita semua sebagai manusia berhak akan pemenuhan hak asasi.
Hak-hak ini semua saling terkait, saling tergantung, dan tak terpisahkan. Prinsip-
prinsip HAM adalah universal, saling tergantung dan tak terpisahkan, setara dan
tidak bersifat diskriminatif, dan memerlukan kedua hal: hak dan kewajiban.
Universal maksudnya adalah semua orang di seluruh dunia terikat pada
HAM.Universalitas ini maksudnya adalah semua masyarakat di dunia terikat pada
nilai moral dan etika bersama yang dimiliki seluruh wilayah di dunia. Saling
tergantung dan tak terpisahkan maksudnya adalah pemenuhan satu hak tergantung
pada pemenuhan hak yang lain. Misalnya, hak atas pendidikan bergantung pada
pemenuhan hak akan fasilitas, akses, dan informasi. Setara dan tanpa diskriminatif
maksudnya adalah setiap orang tidak diperlakukan secara berbeda berdasarkan
suatu status yang melekat pada dirinya, seperti warna kulit, gender, orientasi
seksual, usia, ras, asal-usul sosial, dan lainnya. Selain itu, HAM memerlukan
pemenuhan kedua hal ini: hak dan kewajiban. Pemenuhan hak menuntut adanya
kewajiban yang harus dilakukan, seperti menghormati dan mengaplikasikan HAM
dalam kehidupan (United Nations Human Rights, 2013). HAM dalam
pemenuhannya tidak bersifat paralel antara hak dan kewajiban, HAM bukanlah
sesuatu yang akan seseorang dapatkan setelah ia menunaikan kewajiban. Suatu
kewajiban bagi negara untuk melindungi dan mewujudkan hak asasi manusia.
Hak asasi manusia merupakan properti yang hanya akan terwujud apabila orang
lain memberikan suatu hak asasi manusia itu. Hak dan kewajiban dalam HAM ini
merupakan sesuatu yang saling terkait antarmanusia.
Mengacu pada Klawitter & Qazzaz (2007), instrumen hukum yang berlaku
di dalam suatu negara tidak lah menentukan HAM. Hukum bukanlah sumber dari
12
13
Universitas Indonesia
hak-hak asasi manusia ini. HAM tidak diberikan oleh otoritas manusia atau
pemerintah, namun berasal dari martabat dan kemanusiaan itu sendiri. Dalam
HAM, tidak terdapat hierarki sehingga semua hak harus dianggap sebagai
prioritas yang setara.
Hak Asasi Manusia menjadi sebuah cita-cita yang dapat direalisasikan
dengan politik budaya. Politik budaya di sini maksudnya adalah kurang lebih
adalah sebuah simbol yang membingkai isu, kejadian, atau proses aktor-aktor
sosial yang secara emosional dan intelektual berinvestasi dalam membagikan
pengertian kepada dunia. Namun, politik budaya ini tidak hanya semata-mata
sebuah simbol, namun fokus pada bagaimana masyarakat itu dibayangkan,
bagaimana kehidupan hubungan sosial, dan bagaimana masyarakat diatur. Hal itu
membuat konsep HAM tidak hanya menjadi sebuah hal yang abstrak dan
kemudian HAM dapat dihormati secara penuh. (Nash, 2009)
Hak atas air bersih merupakan HAM. Hal ini berkaitan dengan hak hidup
dan atas kehidupan yang layak untuk manusia. Air bersih merupakan hal yang
sangat penting dan vital bagi kehidupan manusia.Tanpa air bersih, manusia tidak
dapat menjaga kesehatannya dan berproduksi. Di dalam masyarakat tradisional,
hak kolektif akan air dan manajemen air merupakan kunci dari konservasi dan
pemanenan. Dengan membuat peraturan dan batas akan penggunaan air,
manajemen air kolektif memastikan keberlanjutan akan hak akan air tersebut dan
kesetaraan (Shiva, 2002). Dalam buku Water Wars ini, Vandana Shiva juga
mengatakan bahwa air adalah hal yang secara turun-temurun dipergunakan secara
gratis oleh masyarakat.Peraturan dan manajemen air diaplikasikan dengan
kebijakan warga lokal dan secara musyawarah diaplikasikan.Hal itu membuat
pemakaian air bersih menjadi rata dan tidak ada yang termarginalkan.
Bingkai kerja hak atas air ini merujuk pada air sebagai hak sosial dan
ekonomi yang penting bagi keberlangsungan hidup manusia. Hal ini bukan lah
hanya hak sebagai izin untuk menggunakan air, namun, hak asasi manusia atas air
ini menyadarkan bahwa semua manusia mempunyai kebutuhan akan air bersih
yang melekat pada dirinya. (Hale, 2007)
Hak asasi manusia atas air juga disebut dengan konsep usufructuary rights.
Usufructuary rights adalah hak untuk menikmati atau menggunakan suatu hal
14
Universitas Indonesia
yang dimiliki oleh pihak lain dengan tidak menyebabkan kerusakan atau
mengubah daya guna hal tersebut (World Wide Words, 2002). Vandana Shiva
(2002) juga menyebutkan konsep usufructuary rights ini. Shiva menjelaskan
bahwa seseorang berhak menggunakan dan menikmati suatu hal dengan tidak
melarang orang lain untuk menggunakan dan menikmati hal tersebut.
Air merupakan milik publik yang dapat dinikmati bersama demi
berlangsungnya kehidupan manusia. Secara tradisional, masyarakat
memperlakukan air sebagai milik bersama. Apabila ada tanah bermata air yang
dimiliki oleh suatu pihak, ia akan membiarkan masyarakat di sekitarnya
mengambil air dari situ sehingga masyarakat bisa mengonsumsi air bersih untuk
berbagai macam keperluan. Masyarakat tradisional menganut nilai bahwa
walaupun seseorang menjadi pemilik tanah tersebut, mata airnya adalah tetap
milik masyarakat bersama.
Pengurangan atau peniadaan hak manusia atas air merupakan pelanggaran
HAM. Pelanggaran atas HAM merupakan hal yang sangat serius. Dalam UU
Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia Pasal 1 butir keenam
disebutkan, bahwa pelanggaran hak asasi manusia adalah setiap perbuatan
seseorang atau kelompok orang termasuk aparat negara baik disengaja maupun
tidak disengaja atau kelalaian yang secara melawan hukum mengurangi,
menghalangi, membatasi, dan atau mencabut hak asasi manusia seseorang atau
kelompok orang yang dijamin oleh undang-undang ini, dan tidak mendapatkan,
atau dikhawatirkan tidak memperoleh penyelesaian hukum yang adil dan benar,
berdasarkan mekanisme hukum yang berlaku.
2.1.2. Globalisasi
Adanya gagasan tentang hak asasi manusia yang kemudian diterapkan di
seluruh negara dunia tersebar melalui globalisasi. Selain itu, terdapat pula gagasan
tentang privatisasi air yang lahir dari menyebarnya ideologi neoliberal ke seluruh
negara di dunia. Indonesia pun tidak luput dari globalisasi ini dan kemudian turut
melakukan privatisasi air.
Globalisasi dalam Ahalla (2012) disebutkan sebagai suatu proses
meningkatnya keterkaitan antarmasyarakat yang kemudian memberi pengaruh
15
Universitas Indonesia
kepada seluruh warga dunia. Kejadian yang terjadi di suatu belahan dunia dapat
memberikan pengaruh terhadap orang-orang di belahan dunia yang lain. Batas-
batas antarnegara sudah tidak terlihat lagi, yang dapat dibuktikan dari mudahnya
akses berita dan informasi suatu negara yang dapat diperoleh oleh masyarakat
negara lain dalam waktu yang bersamaan tanpa harus berada di tempat kejadian.
Kejadian yang dapat memberi pengaruh terhadap belahan dunia lain, seperti yang
dijelaskan oleh Ahalla tersebut dapat dijelaskan alasannya oleh tulisan Gregg
Barak (2001) yang menyatakan, bahwa globalisasi merujuk pada adanya proses
pertumbuhan keadaan saling tergantung antara kejadian, masyarakat, dan
pemerintah di seluruh dunia yang terhubung melalui ekonomi-politik di seluruh
dunia serta komunikasi, transportasi, dan komputer yang berkembang. Mark
Findlay dalam bukunya yang berjudul Globalisation of Crime mengatakan, bahwa
dalam dunia yang terglobalisasi, hanya ada satu masyarakat dan budaya yang ada
di dalam planet bumi ini. Globalisasi adalah negara transisi. Berbicara tentang
globalisasi tidak hanya tentang hilangnya waktu dan ruang, namun juga adanya
kesadaran manusia sebagai penghuni dunia global tersebut terhadap adanya dunia
secara utuh, dunia yang hubungan antarwarga di dalam dunia ini secara konkret
saling tergantung. (Findlay, 2004)
Globalisasi kemudian memberikan kesempatan bagi sektor ekonomi dan
politik di seluruh dunia untuk saling membuka diri. Keterbukaan ekonomi-politik
di seluruh dunia dalam proses globalisasi ini memberikan janji-janji. Stiglitz
(2002) mengatakan, bahwa membuka diri terhadap perdagangan internasional bisa
membuat pertumbuhan negara menjadi lebih cepat. Perdagangan internasional
bisa menolong pembangunan ekonomi saat ekspor suatu negara mendukung
pertumbuhan ekonomi. Itulah janji globalisasi. Globalisasi itu sendiri sangat
dipengaruhi oleh korporasi internasional yang tidak hanya membantu
memindahkan modal dan barang melewati batas-batas negara, tapi juga membantu
memindahkan teknologi. Kemudian, ada bantuan asing sebagai satu aspek dunia
global(Stiglitz, 2002). Ciri-ciri globalisasi sebagai hal-hal positif tidak
memperhitungkan dampaknya bagi hal-hal yang tidak terkait langsung dengan
modal dan terutama bagi mereka yang lemah dari segi modal (Imam, 2006).
Bantuan asing tersebut masuk ketika negara berkembang terpuruk dalam rangka
16
Universitas Indonesia
mencapai level pembangunan yang dilakukan oleh negara maju. Seperti yang
dinyatakan oleh Barak (2001), bahwa negara berkembang ditandai oleh
tersedianya sumber daya yang murah, dan yang mempunyai standar kehidupan
yang rendah. Hal itu lah yang akhirnya dikatakan oleh Barak, bahwa ada
ketergantungan negara berkembang terhadap bantuan asing tersebut dengan
adanya bantuan untuk melakukan pembangunan di negara berkembang tersebut.
2.1.3. Neoliberalisme
Neoliberalisme merupakan kelanjutan dari paham liberalisme klasik yang
yang pernah berkembang dan mengalami krisis. Globalisasi yang sangat
mempengaruhi perdagangan antarnegara dalam dunia internasional sangat
bergantung pada pasar (Serra & Stiglitz, 2008). Namun, masih adanya campur
tangan yang besar dari negara membuat pasar tidak bebas dalam melakukan
kegiatanya. Untuk itu, lahir lah paham neoliberalisme ini yang ingin
menyingkirkan campur tangan negara dalam kegiatan pasar. Paham itu lah yang
kemudian dilembagakan dalam suatu konsensus yang bernama Konsensus
Washington (The Washington Consensus).
Konsensus Washington ini merupakan konsensus antara IMF, Bank Dunia,
dan the US Treasury tentang kebijakan untuk negara berkembang (Stiglitz, 2002).
Konsensus Washington menyatakan, bahwa era negara dalam memimpin
industrialisasi dan substitusi impor sudah berakhir (Serra & Stiglitz, 2008).
Mengacu pada Aminuddin (2009), terdapat reaksi dari negara-negara di dunia
untuk mencapai akselerasi ekonomi global. Hal itu membuat negara-negara di
dunia tidak luput dari neoliberalisasi ekonomi.
Gagasan neoliberalisme itu sendiri muncul dari paham bahwa semua
aktivitas, tindakan, dan hubungan antarmanusia merupakan model transaksi pasar
ekonomi. Paham neoliberalisme ini mengontrol seluruh kehidupan manusia.
Kehidupan manusia dibuat menjadi mekanisme pasar, yang penuh dengan
kegiatan jual-beli. Dalam hal ini, hal-hal seperti pendidikan, kesehatan, makanan,
air, dan tempat tinggal untuk hidup tidak lagi dipandang sebagai hak, namun
sebagai barang yang harus dibeli. Oleh karena itu, masyarakat harus mempunyai
daya beli untuk membeli segala hal tersebut (Priyono, 2006). Hal itu berimplikasi
17
Universitas Indonesia
pada kebijakan pemerintah yang harus memotong anggaran untuk melakukan
pelayanan publik untuk warga negaranya.
Serra dan Stiglitz (2008) dalam bukunya juga menyatakan, bahwa
Konsensus Washington ini mempunyai tiga ide besar yang diambil dari paham
neoliberal, yaitu privatisasi, liberalisasi, dan deregulasi. Hal itu sangat berdampak
pada bentuk hubungan antara negara, publik, dengan pasar. Satu-satunya tolok
ukur dalam menilai kebijakan yang dibuat oleh pemerintah adalah dengan kinerja
dan kepentingan pasar. Akibatnya, terjadilah liberalisasi dan deregulasi. Negara
tidak memiliki wewenang untuk mengontrol dan mencampuri pasar bebas. Logika
pasar bukan mengedepankan kepentingan publik, namun mengedepankan
kepentingan tiap individu. Menurut penganut neoliberalisme, pelayanan publik
merupakan bentuk inefisiensi finansial. Untuk itu, harus dilakukan privatisasi agar
terjadi efisiensi finansial.
2.1.4. Strukturasi
Giddens dalam teori strukturasi ini mengangkat hubungan antara struktur
dan agensi (Priyono, 2002).Giddens mengatakan bahwa, “Setiap penelitian ilmu
sosial atau sejarah pasti melibatkan pengaitan tindakan [seringkali digunakan
secara sinonim dengan agensi] dengan struktur ... tidak mungkin struktur
„menentukan‟ tindakan atau sebaliknya.”(Ritzer & Goodman, 2011). Namun,
menurut Giddens, hubungan antara struktur dan agensi merupakan dualitas
(timbal-balik) dan bukan dualisme (pertentangan).Agensi merupakan orang-orang
yang melakukan tindakan dan praktik yang konkret dalam kontinuitas tindakan
dan peristiwa di dunia.Kemudian, struktur merupakan aturan dan sumberdaya
yang terbentuk dari dan membentuk perulangan praktik sosial (Priyono, 2002).
Dualitas yang dimaksud oleh Giddens adalah bahwa agensi dan struktur
tidak dapat dipahami secara terpisah satu sama lain. Semua tindakan sosial
melibatkan struktur dan semua struktur melibatkan tindakan sosial.Aktivitas yang
terus-menerus dijalankan oleh manusia ini adalah hal yang membentuk jalinan
erat antara agensi dengan struktur.Ketika agensi mengekspresikan dirinya,
manusia melakukan praktik.Kemudian, praktik tersebut menghasilkan kesadaran
dan struktur (Ritzer & Goodman, 2011).Dualitas terletak pada saat tindakan sosial
18
Universitas Indonesia
menghasilkan struktur sosial dan struktur sosial memperkuat tindakan sosial
sehingga praktik sosial bisa berlanjut terus-menerus.
Giddens melihat adanya tiga gugus besar struktur.Pertama, struktur
penandaan atau signifikasi, yang menyangkut tata simbol dan wacana.Kedua,
struktur dominasi, yang mencakup tata penguasaan atas orang (politik) dan barang
(ekonomi).Ketiga, struktur pembenaran atau legitimasi, yang mencakup peraturan
normatif yang terungkap dalam tata hukum.Ketiga gugus besar ini berkelindan
dan membentuk suatu struktur besar.Struktur ini lah yang menjadi dasar untuk
melakukan praktik sosial.(Priyono, 2002)
Giddens menyatakan, bahwa manusia sebagai agen atau pelaku praktik
sosial ini mengetahui akan keberlangsungan struktur ini, namun tahu tidak berarti
sadar. Terdapat tiga dimensi internal pelaku.Pertama, motivasi tak sadar, yang
menyangkut keinginan atau kebutuhan yang berpotensi mengarahkan
tindakan.Kedua, kesadaran diskursif, yang mengacu pada kapasitas kita
merefleksikan dan memberikan penjelasan rinci serta eksplisit atas tindakan
kita.Ketiga, kesadaran praktis, yang menunjuk pada gugus pengetahuan praktis
yang tidak selalu bisa diurai. Kesadaran praktis ini merupakan kunci untuk
memahami proses bagaimana berbagai tindakan dan praktis sosial lambat-laun
bisa menjadi struktur, dan bagaimana struktur tersebut bisa mengekang serta
memampuan tindakan dan praktik sosial manusia. (Priyono, 2002)
2.1.5. Hegemoni
Globalisasi merupakan konteks kekuasaan dan menegaskan hirarki dalam
kekuasaan (Findlay, 2004). Dalam globalisasi, Gramsci dalam Green dan Ward
(2004) menyebutkan, bahwa negara kapitalis mengamankan legitimasi mereka
dengan proses hegemoni. Hegemoni merupakan proses yang mendukung status
quo yang dimiliki oleh masyarakat dominan sehingga hal itu muncul seolah-olah
sebagai konsensus yang telah disepakati bersama. “Konsensus” ini kemudian
diaplikasikan menjadi hukum yang berlaku di masyarakat dan dapat
mempertahankan pemerintahan yang berkuasa.
Dalam Adamson (1980), disebutkan, bahwa terdapat konsep dominasi
dalam hegemoni, yaitu monopoli negara dalam arti kekerasan dan peran yang
19
Universitas Indonesia
konsekuen sebagai wasit dari semua sengketa. Dalam definisi selanjutnya,
Adamson menuliskan tentang level hegemoni yang merepresentasikan kesadaran
kelas yang dimengerti tidak hanya secara ekonomi, namun juga dalam hal
intelektual dan kesadaran moral dalam pengaruh kultural. Jadi, masyarakat yang
dikuasai harus menyetujui subordinasi atas diri mereka. Cox (1997) menyatakan
bahwa hegemoni didefinisikan sebagai kemampuan dari kelompok dominan untuk
memberlakukan serangkaian praktik-praktik sosial pada skala spasial tertentu
untuk keuntungan kelompok dominan tersebut (misalnya perusahaan, pemilik
modal). Lebih umumnya, Cox menyatakan bahwa hegemoni itu sendiri adalah
kapasitas dari model hubungan sosial untuk memaksakan dirinya sebagai model
yang diinginkan atau diimpikan pada seluruh masyarakat, dan bahkan pada
masyarakat yang belum ada di bawah dominasinya.
Istilah “hegemoni” dapat digunakan dalam hubungan internasional.
Pertama, hegemoni mengacu pada hubungan kekuasaan dan distribusi, seperti
militer, teknologi, dan finansial. Yang kedua, adalah dominasi dari beberapa ide
atau asumsi-asumsi, seperti liberalisme ekonomi dan globalisasi (Moghalu, 2006).
Moghalu juga mengatakan bahwa hegemoni ini berjubah sebagai globalisasi
norma yang seakan menuntut semua pihak yang terlibat untuk tunduk dalam
hegemoni. Dalam Held (2003) yang dikutip oleh Aas (2007), selain berbicara soal
hubungan sosial kekuasaan, hegemoni dalam globalisasi berbicara tentang
meningkatnya intensitas dan kecepatan interkoneksi global serta meningkatkan
dampaknya terhadap local development.
Dalam teori Strukturasi Giddens, terdapat konsep motivasi tak sadar,
kesadaran diskursif, dan kesadaran praktis. Dalam arus globalisasi, wacana
perdagangan internasional yang akan memajukan ekonomi suatu negara membuat
munculnya keinginan suatu negara untuk mencapai kemajuan ekonomi yang
tinggi. Hal itu merupakan motivasi tak sadar yang kemudian berkembang menjadi
kesadaran diskursif dan kesadaran praktis. Dalam hal ini, hegemoni membuat
adanya kesadaran moral dan pengaruh kultural, kemudian pihak yang dihegemoni
menyetujui subordinasi atas diri mereka. Konsep kesadaran Giddens ini turut
memunculkan adanya struktur yang lebih besar, yaitu struktur dominasi yang juga
tidak bisa terlepas dari adanya struktur signifikasi dan legitimasi.
20
Universitas Indonesia
2.1.6. Kebijakan Publik
Kebijakan privatisasi air merupakan kebijakan publik. Dalam buku
Analisis Kebijakan Publik karya Edi Suharto (2006), terdapat kutipan Dye yang
diambil dari Young dan Quinn (2002) yang memberikan definisi kebijakan
publik, yaitu whatever governments choose to do or not to do.Edi Suharto juga
mengutip definisi yang disampaikan oleh Anderson tentang kebijakan publik yang
lebih spesifik, yaitu a purposive course of action followed by an actor or set of
actors in dealing with a problem or matter of concern.
Edi Suharto (2006) mengutip dalam Young dan Quinn (2002) bahwa
kebijakan publik merupakan tindakan pemerintah yang dibuat dan
diimplementasikan oleh badan pemerintah yang memiliki kewenangan hukum,
politis, dan finansial.Kebijakan publik merupakan reaksi atas kenyataan
kebutuhan yang ada di dalam masyarakat.Orientasi kebijakan publik adalah pada
suatu tujuan dan bukan merupakan keputusan tunggal, melainkan terdiri dari
beberapa pilihan tindakan atau strategi yang dibuat untuk mencapai tujuan
tersebut demi kepentingan masyarakat luas (Suharto, 2006).Kebijakan adalah soal
pilihan. Pilihan akan objektivitas, pilihan akan alasan untuk melakukan suatu aksi,
pilihan akan instrumen kebijakan, dan pilihan untuk merespon konsekuensi dari
hasil kebijakan (Kay, 2006).Dalam menentukan kebijakan, pemerintah harus
memiliki public awareness dan juga membuat masyarakat terlibat dalam
menentukan kebijakan tersebut (Moran, Rein, & Goodin, 2008).Hal itu
disebabkan karena masyarakat pula lah yang merasakan implementasi dari
kebijakan publik tersebut.
Merujuk pada buku Public Policy for the Developing Countries karya
Riant Nugroho, sejak berakhirnya Perang Dunia II sampai sekarang ini, judul dari
program negara-negara berkembang adalah pembangunan. Setiap negara tentu
mempunyai ideologi masing-masing. Buah dari ideologi itu diimplementasikan
dalam bentuk kebijakan-kebijakan publik yang berusaha melakukan
pembangunan di dalam negara tersebut. Dalam bukunya, Riant Nugroho menulis,
bahwa tujuan dari adanya kebijakan untuk pembangunan tersebut adalah untuk
mencapai tujuan negara, untuk membangun masyarakat, dan untuk mengimbangi
kemajuan dari negara yang sudah maju. (Nugroho, 2012)
21
Universitas Indonesia
Kebijakan publik yang fokus dalam memperhatikan kesejahteraan sosial
disebut dengan kebijakan sosial. Area kebijakan sosial ini mencakup kebijakan
tentang keamanan sosial, jaminan untuk pengangguran, perumahan, kesehatan,
pendidikan, dan keluarga. Kebijakan sosial tersebut memperhatikan:
1. Peran negara dalam distribusi sumber daya dan kesempatan antara yang kaya
dan yang miskin, pekerja dan orang yang bergantung, orang tua dan muda.
2. Pembagian tanggung jawab akan distribusi kepada pemerintah dan institusi
sosial lainnya, seperti pasar, bidang amal, keluarga dan individual.
3. Pengertian tentang konsekuensi sosial dan ekonomi dari perubahan
pengaturan. (Knepper, 2007)
Dalam hal ini, air merupakan arena kebijakan sosial. Negara dituntut untuk
berperan dalam distribusi sumber daya dan kesempatan akan akses terhadap air
bersih kepada seluruh masyarakat. Kemudian, tanggung jawab pemerintah harus
ditekankan di sini walaupun ada distribusi tugas antara pasar, bidang amal, dan
kelompok-kelompok masyarakat. Tidak boleh ada hubungan yang timpang antara
pemerintah dengan pasar dan pemerintah dengan masyarakat karena pemerintah
harus menjamin keamanan dan jaminan akan akses air bersih yang merupakan
kebutuhan dasar manusia untuk hidup.
2.1.7. Privatisasi Air
Menurut Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha
Milik Negara, privatisasi adalah penjualan saham Persero, baik sebagian maupun
seluruhnya, kepada pihak lain dalam rangka meningkatkan kinerja dan nilai
perusahaan, memperbesar manfaat bagi negara dan masyarakat, serta memperluas
pemilikan saham oleh masyarakat.
Sesuai dengan pasal 2 Peraturan Menteri Badan Usaha Milik Negara
Nomor PER-01/MBU/2010 tentang Cara Privatisasi, Penyusunan Program
Tahunan Privatisasi, dan Penunjukan Lembaga dan/atau Profesi Penunjang serta
Profesi lainnya, privatisasi dilakukan dengan cara: pertama, penjualan saham
berdasarkan ketentuan pasar modal. Yang kedua adalah penjualan saham secara
langsung kepada investor. Yang ketiga adalah penjualan saham kepada
manajemen dan/atau karyawan persero yang bersangkutan. Privatisasi dilakukan
22
Universitas Indonesia
melalui penjualan saham negara pada persero atau penjualan saham dalam
simpanan. (Leks & Co Lawyers, 2013)
Salah satu bentuk privatisasi adalah privatisasi air. Privatisasi air
merupakan fenomena internasional yang terjadi di berbagai tempat di dunia,
seperti Inggris, Cina, Argentina, Filipina, Afrika Selatan, dan tidak terkecuali
Indonesia. Gelombang neoliberalisme yang dibawa oleh globalisasi membuat
privatisasi air ini juga melibatkan institusi global, seperti World Bank dan the
United Nations. Kelompok pendukung privatisasi berpendapat, bahwa pemerintah
itu korup, tidak akuntabel, tidak imajinatif, dan kekuarangan keuangan tidak
mampu memperluas dan meningkatkan pelayanan air. Hal itu membuat sektor
swasta harus menjadi pusat komponen strategi penyaluran air bersih (McDonald
& Ruiters, 2005).
Privatisasi air adalah berpindahnya pengelolaan air, baik sebagian maupun
seluruhnya dari sektor publik kepada sektor swasta (Koalisi Rakyat untuk Hak
atas Air, 2011). Dalam privatisasi, perusahaan swasta diberikan hak untuk
mengelola air di area tertentu dan bisa mematok harga jual air tersebut (Spronk,
2007). Para pendukung privatisasi air berpendapat bahwa privatisasi adalah cara
yang paling baik untuk mengatasi persoalan sulitnya akses masyarakat miskin
untuk memperoleh air bersih. Selain itu, privatisasi, dengan menjual-belikan air,
dipandang membantu untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi layanan air
yang selama ini dikelola oleh pemerintah.Namun, menurut para penentang
privatisasi air, air merupakan kebutuhan dasar manusia dan bukan merupakan
barang ekonomi yang diperjual-belikan.Memperjual-belikan barang tersebut
merupakan salah satu tindakan dari adanya keterlibatan sektor swasta dalam
pengelolaan dan penyediaan air bersih. Sektor swasta akan lebih memprioritaskan
keuntungan daripada pelayanan kepada masyarakat.(Janmaat, 2011)
Dalam perkembangannya, terdapat dua model privatisasi air. Yang
pertama adalah model United Kingdom (UK) yang diterapkan di Inggris dan
Wales yang kepemilikan dan pengelolaan utilitas air dilakukan oleh sektor swasta.
Yang kedua adalah model Prancis, yang kepemilikannya ditangan publik, namun
pengelolaannya dilakukan oleh swasta. Perbedaan tersebut adalah kalau model
23
Universitas Indonesia
UK, di bentuk Office of Water Services sebagai badan independen. Sedangkan, di
Prancis, peran economic regulator-nya diperankan oleh pemerintah daerah.
2.1.8. Barang Publik dan Barang Ekonomi
Bannock, Graham, Baxter, dan Davis (1987) dalam Budds & McGranahan
(2003) menyebutkan bahwa barang publik (public goods) didefinisikan sebagai:
Non-rivalrous – pemakaian satu orang tidak mengurangi atau
menghilangkan hak orang lain dalam memakai barang tersebut.
Non-excludable – jika satu orang mengonsumsi barang tersebut, hal
itu menjadi mustahil untuk melarang orang lain dalam mengonsumsi
barang tersebut.
Non-rejectable – individu tidak bisa menjauhkan diri dari konsumsi
bahkan apabila ia menginginkan hal itu.
Menurut Nancy Holstrom (2000), terdapat banyak macam barang publik
dan beberapa pengertian akan barang publik. Namun, semua barang publik
mempunyai hal yang sama, yaitu secara definisi, barang publik adlah barang
untuk semua orang atau kebanyakan orang dan kebutuhan orang-orang tersebut
bisa dipuaskan hanya dengan barang tersebut.
Secara tradisional, air merupakan hal yang digunakan oleh masyarakat
secara bebas.Hal ini berarti air merupakan barang publik yang bisa bebas
digunakan oleh masyarakat. Dengan hak atas air, manusia diperbolehkan
mengonsumsi air untuk bertahan hidup dan untuk berproduksi dalam
pekerjaannya.
Kebutuhan akan air bersih terus meningkat seiring meningkatnya populasi
manusia. Hal ini membutuhkan manajemen air yang bagus di dalam
masyarakat.Manajemen air tersebut seharusnya diambil alih oleh negara,
namunpemerintah dianggap tidak mampu dalam memberikan pelayanan air.Air,
yang merupakan ranah publik, merupakan arena terbuka. Arena terbuka ini mejadi
arena yang dapat diperebutkan untuk dibentuk menjadi apa saja, tergantung pada
kekuatan mana yang punya sumber daya paling kuat untuk menguasainya
(Priyono, 2005). Kemudian, pelayanan air diambil alih oleh pihak swasta yang
mempunyai sumber daya yang kuat.Jaringan air di perkotaan, drainase, dan
24
Universitas Indonesia
sanitasi bukan lah murni barang publik, namun, jaringan air di perkotaan,
drainase, dan sanitasi tersebut bisa membuat keuntungan pada publik, termasuk
perlindungan terhadap publik dari bahaya infeksi dan kesehatan lainnya.Air bersih
menjadi barang ekonomi yang memiliki nilai tinggi dalam memenuhi kebutuhan
manusia, dan untuk dapat mengakses air bersih, warga negara harus membayar
mahal sesuai dengan tarif yang dipatok oleh perusahaan swasta.
Dalam mengelola air bersih, Peter Gleick mengatakan bahwa terdapat tiga
pandangan yang berbeda-beda: memperlakukan air sebagai public goods,
memperlakukan air sebagai economic goods, dan gabungan keduanya (Hadi,
Sitepu, Soraya, Kusumaningtyas, Ndaru, & Arumsari, 2007):
1. Pandangan untuk tetap mengelola air sebagai public goods mempunyai
alasan bahwa harus terdapat pemenuhan kebutuhan dasar manusia akan
air. Dalam setiap proses privatisasi yang terjadi, warga yang berada di
wilayah pelayanan harus dijamin pasokan airnya. Selain itu, harus ada
pula pemenuhan kebutuhan ekosistem alami akan air. Ekosistem alami
harus mendapatkan perlindungan. Penyediaan air dilakukan dengan
menggunakan subsidi, terutama bagi warga yang tidak mampu
membayar akses air bersih.
2. Sedangkan, pandangan untuk mengelola air sebagai economic goods,
beralasan bahwa pengelolaan air membutuhkan biaya yang tinggi arena
air harus dirancang untuk meningkatkan penggunaan air yang efektif
dan efisien. Pelayanan yang telah disepakati bersama tidak lah murah.
Peningkatan pelayanan juga berarti peningkatan harga air. Subsidi yang
dilakukan adalah kepada pengguna air, bukan mengurangi harga air.
Hal itu disebabkan karena pengurangan harga air akan berdampak pada
pengurangan efisiensi penggunaan air.
3. Pandangan yang menggabungkan keduanya menuntut untuk menjaga
pengawasan dan pengaturan dari pemerintah. Kontrol atas sumber air
merupakan hak pemerintah. Kepemilikan atau sumber daya air tidak
boleh sepenuhnya dikuasai oleh pihak swasta. Pemerintah harus ikut
andil. Lembaga publik dan pengelola air juga harus mengawasi kualitas
air. Pemerintah dan lembaga publik independen harus bekerjasama
25
Universitas Indonesia
secara terpadu dengan pengelola air dalam mengawasi kualitas air.
Selain itu, sebelum ditentukan dan diputuskannya privatisasi,
pemerintah dan pihak swasta harus menentukan prosedur penyelesaian
perselisihan untuk membangun prosedur yang tidak merugikan rakyat.
Yang paling penting adalah negosiasi privatisasi harus terbuka,
transparan, dan melibatkan semua pihak yang berkepentingan.
2.1.9. Viktimisasi Struktural
Intensi manusia akan pencapaian tujuan politik dan ekonomi dicerminkan
dalam setiap kebijakan yang diambil. Kebijakan tersebut tentu akan berdampak
pada orang-orang yang terlibat dan mempunyai relasi dengan pembuat keputusan
yang tentunya mempunyai kepentingan. Seringkali, orang lain yang terlibat di
dalamnya namun tidak mempunyai daya apa-apa akan disingkirkan.
Viktimisasi merupakan tindakan yang membuat pihak tertentu menderita
secara baik mental, fisik, maupun sosial yang dilakukan oleh pihak tertentu dan
demi kepentingan tertentu (Gosita, 2004). Kemudian, Fattah mengklasifikasi
viktimisasi ke dalam beberapa tipe, salah satunya adalah viktimisasi struktural.
Terdapat korelasi positif antara ketidakberdayaan (powerlessness) dengan
perampasan dan frekuensi viktimisasi. Hal ini meningkatkan risiko atas timbulnya
viktimisasi dengan cara merancang kelompok tertentu sebagai korban (Fattah,
2000). Perancangan ini dimasukkan ke dalam struktur sosial yang melembaga.
Fattah (1991) dalam Andari (2012) menyebutkan, bahwa viktimisasi struktural
memiliki beragam bentuk, seperti perang, genosida, tirani, kediktatoran, opresi,
represi, penyiksaan, penderitaan, eksploitasi, diskriminasi, rasisme, seksisme,
ageism, dan classism. Viktimisasi ini kemudian berujung pada adanya kerusakan
sosial.
Mengacu pada Chambliss, Michalowski, & Kramer(2010), dari perspektif
kerusakan sosial, konten kriminologi harus ditentukan dengan hasil dari aksi-aksi
daripada status legal. Kerusakan sosial mengacu pada intensi aksi manusia akan
pencapaian tujuan politik dan ekonomi, yang di dalamnya terdapat kebijakan
publik, yang menghasilkan kerusakan kesetaraan sebagai tindakan yang disebut
sebagai kejahatan.
26
Universitas Indonesia
2.1.10. Welfare Justice
Berbicara tentang kejahatan tidak terlepas dari kesejahteraan (welfare),
kemudian, kesejahteraan tersebut menjadi salah satu tujuan dari diadakannya
kebijakan publik, termasuk kebijakan sosial seperti air bersih. Mustofa (2010)
menyebutkan, bahwa kesejahteraan sosial sebagai tujuan dari kemerdekaan
bangsa tidak dapat dilepaskan dari konsep kejahatan. Keadaan tidak terwujudnya
kesejahteraan berhubungan secara umum dengan konsep kejahatan. Goodin
(1988) yang dikutip oleh Mustofa (2010) menyatakan, tujuan dari kesejahteraan
sosial bukanlah persamaan keadaan dari kelas-kelas dalam masyarakat, atau untuk
menatur kegiatan ekonomi, namun adalah untuk menyediakan pelayanan barang
dan barang untuk pihak yang berhak mendapatkannya. Perwujudan kesejahteraan
sangat berhubungan dengan hak-hak asasi manusia yang diwujudkan oleh
pemerintah.
Menurut Neil Gilbert dalam bukunya yang berjudul Welfare Justice,
kesejahteraan dilandaskan pada keadilan (equity), bukan pada persamaan
(equality). Keadilan itu sendiri merupakan suatu gagasan bahwa kontrak sosial
menentukan tanggung jawab timbal-balik antara individu dengan negara (Stoesz,
1996). Keadilan tersebut bisa diukur dengan kesejahteraan. Kesejahteraan itu
mencakup pendidikan, kesehatan, dan pangan. Ketiadaan akses terhadap hal-hal
mendasar tersebut membuat tidak adanya keadilan kesejahteraan.
Gilbert melihat pada kasus Amerika Serikat, di mana kebijakan untuk
memajukan kesejahteraan menjadi tidak adil. Hal itu disebabkan oleh adanya
redistribusi akan barang dan jasa yang dilandaskan pada kemampuan untuk
membayar. Hal tersebut menjadi isu yang sangat serius, yaitu ketidakadilan
(Borgatta, 1996). Apa yang Gilbert nyatakan berlaku juga di Indonesia. Kebijakan
privatisasi air juga telah menjadikan air sebagai objek yang didistribusikan pada
kemampuan untuk membayar. Oleh karena itu, kebijakan privatisasi bertentangan
dengan kebijakan kesejahteraan.
Konsep welfare justice selalu ditentang oleh orang-orang berpendekatan
ekonomi karena tidak bisa diukur oleh ekonomi. Dalam welfare justice, negara
tetap boleh menjalan bisnis. Bisnis dapat menjadi salah satu jalan
27
Universitas Indonesia
menyejahterakan warga negara, namun bukan untuk mencari keuntungam. Oleh
karena itu, ada konsep subsidi silang dalam pembedaan kelas ekonomi.
2.1.11. Crime of Domination sebagai Kejahatan Negara
Vito, Maahs, dan Holmes (2006), dalam bukunya, menjelaskan tentang
Quinney yang menggambarkan beberapa tipe kejahatan. Gregg Barak (2001)
mengutip tulisan dari Quinney (1977), bahwa dalam konteks pembangunan
kapitalis dan perjuangan kelas, terdapat berbagai macam bentuk dan ekspresi dari
kejahatan itu sendiri yang disebut sebagai adaptasi struktural. Adaptasi struktural
tersebut yang membuat muncul atau terjadinya kejahatan.
Tipe kejahatan yang pertama yang pertama adalah crimes of domination,
yang merupakan kejahatan yang dilakukan oleh para kapitalis dalam rangka
mempertahankan kekuasaan dan kontrol mereka atas masyarakat. Di dalamnya
termasuk crimes of control, crimes of government, crimes of economic
domination, dan social injuries. Kemudian, tipe kejahatan yang kedua adalah
kejahatan yang dilakukan oleh orang-orang yang berada di kelas pekerja atau
kelas bawah. Kejahatan ini disebut sebagai crimes of accommodation, yang di
dalamnya termasuk predatory crimes, personal crimes, dan crimes of resistance.
Kejahatan negara ini dimasukkan Quinney ke dalam tipe crimes of domination.
(Vito, Maahs, & Holmes, 2006)
Alan Doig (2011) menyatakan, bahwa state crime merupakan gagasan
jangka panjang yang merujuk hanya pada tindak kejahatan yang dapat pemerintah
lakukan. Istilah kejahatan itu sendiri harus dijelaskan. Kejahatan menurut Mustofa
(2010) sesuai dengan definisi sosiokriminologis adalah
a. Pola tingkah laku yang dilakukan oleh individu, sekelompok individu
baik yang terstruktur ataupun tidak, dan suatu organisasi baik formal
maupun nonformal di dalam masyarakat yang merugikan masyarakat
secara fisik, psikologis, ataupun materi. Tingkah laku tersebut
diberikan definisi sebagai tingkah laku jahat dan dirumuskan di dalam
hukum tertulis. Pelaku dari kejahatan ini diberi reaksi formal, seperti
sanksi pidana.
28
Universitas Indonesia
b. Pola tingkah laku individu, sekolompok individu baik yang terstruktur
ataupun tidak, dan suatu organisasi baik formal maupun nonformal di
dalam masyarakat yang bertentangan dengan perasaan moral dan nilai
masyarakat. Pelaku dari kejahatan ini diberi reaksi nonformal oleh
masyarakat, seperti pengucilan.
Kejahatan negara itu adalah salah satu kategori penyimpangan organisasi,
seperti kejahatan korporasi, kejahatan terorganisasi. Analisis kejahatan negara
lebih meluas ke arah bagaimana politik dan ekonomi negara yang brutal pada
abad kedua puluh satu. Negara dan ekonomi merupakan kerangka pikir untuk
studi kejahatan negara. Kejahatan negara merupakan kejahatan dengan definisi
yang lebih terfokus pada kerugian sosial. Dominasi ekonomi yang berasal dari
sistem perekonomian suatu negara merupakan sebab dari adanya kerugian sosial.
Namun, faktanya adalah bahwa kejahatan negara sangat jarang diekspos atau
dihukum dalam sistem peradilan pidana. (Chambliss, Michalowski, & Kramer,
2010)
Barlow dan Decker (2010) menyebutkan, bahwa perilaku kriminal pada
tingkat organisasi mempunyai tekanan untuk mencapai tujuan. Namun, kejahatan
pada tingkat negara (state crime), merupakan kejahatan kasat mata sehingga tidak
dapat dengan mudah didefinisikan, bahkan ditentukan siapa pelakunya. Hal itu
disebabkan oleh karena konsep kejahatan itu sendiri merupakan bentukan negara.
Kejahatan merupakan pelanggaran hukum. Tidak peduli dengan tingkat
imoralitasnya, tingkat ketercelaannya, dan tingkat ketidaksenonohannya suatu
tindakan, tindakan tersebut tidak akan disebut sebagai tindakan jahat apabila tidak
dituliskan dalam hukum oleh negara. (Sutherland & Cressey, 1978)
Kejahatan negara yang kasat mata dan sangat jarang diberikan perhatian
serius dalam praktiknya disebutkan sebagai crime of omission atau crimes against
humanity yang merupakan kejahatan dalam pengabaian hak asasi manusia.
Kejahatan ini dibatasi oleh pendefinisian kejahatan dalam hukum pidana.
Hasilnya, kegagalan dalam mengakui kemanusiaan ini mendorong untuk
membentuk gagasan baru akan kejahatan, kerusakan, dan kerugian. (Barak, 2009)
29
Universitas Indonesia
2.2. Landasan Teori
Pendekatan Kriminologi Kritis oleh Julia dan Herman Schwendinger
Julia dan Herman Schwendinger berasumsi bahwa ada hubungan antara
kejahatan dan kerusakan. Dengan itu, mereka mengkritik definisi legal atas
kejahatan dengan dasar bahwa mereka menggunakan kriteria yang ditentukan oleh
perjuangan kelas yang tidak adil sebagai dasar dari praktik keilmuan (Lasslett,
2010). Dengan begitu, definisi legal akan kejahatan gagal untuk menangkap
beragam contoh akan kerusakan serius yang dilakukan oleh kelas yang
mendominasi dan membuat peraturan.
Solusi alternatif yang diberikan oleh Julia dan Herman Schwendinger
(1975) dalam artikel mereka yang berjudul Defenders of Order or Guardians of
Human Rights? adalah bahwa definisi kejahatan harus terbuka dengan isu moral.
Isu moral dalam kehidupan manusia tidak lah sederhana (Coicaud, Doyle, &
Gardner, 2003). Secara tradisional, isu moral tersebut misalnya kerusakan sosial
dan tindakan anti-sosial. Terminologi-terminologi tersebut ditentukan oleh
adanya hak-hak asasi manusia. Agenda politik modern (abad kedelapan belas)
sangat mendukung adanya penegakkan hak asasi manusia, seperti hak
mendapatkan rasa aman, hak berbicara, dan hak berkumpul secara bebas. Pada
saat itu, kelas menengah baru muncul dan membentuk tantangan terhadap hak
istimewa ekonomi dari aristrokat feodal. Dengan bentuk ini, kesetaraan
merupakan hak yang immutable (abadi, kekal) untuk berkompetisi secara setara
dan bebas dalam bidang sosial, ekonomi, dan politik. Namun, persamaan yang
bersifat kompetitif tersebut, yang juga disebut sebagai prinsip egaliter,
menimbulkan pembenaran akan adanya ketidaksetaraan dalam hal jenis kelamin,
kelas, ras, dan bangsa. Hal tersebut justru membuat ketiadaan equality of
opportunity (keseteraan akan kesempatan).(Schwendinger & Scwendinger, 1975)
Julia dan Herman Schwendinger beranggapan bahwa kesetaraan akan
kesempatan tersebut tidak ada kaitannya dengan prinsip egaliter. Kesetaraan akan
kesempatan merujuk pada prinsip keadilan yang harus mengendalikan adanya
ketidaksetaraan sosial di dalam masyarakat. Dalam menyediakan kesempatan
dalam pembangunan bebas akan potensi-potensi individu untuk diraih dalam
masyarakat industri, individu harus dilihat dan diperhatikan sebagai lebih dari
30
Universitas Indonesia
objek yang diperlakukan secara setara oleh institusi. Semua orang harus dijamin
prasyarat kehidupannya, termasuk makanan, tempat berlindung, pakaian,
pelayanan medis, pekerjaan, rekreasi, dan keamanan dari individu predator atau
elit sosial yang imperialistik dan represif. Hal-hal tersebut merupakan hal dasar
yang tidak boleh dianggap sebagai hadiah ataupun privileges. Hal-hal tersebut
merupakan hak. (Schwendinger & Scwendinger, 1975)
Namun, dalam perjuangan memperjuangkan kesetaraan, kesetaraan itu
sendiri sering kali secara meyakinkan dibela bukan atas dasar logika formal,
melainkan atas dasar politik. Atas dasar siapa yang menang. Hal tersebut
membuat semua manusia tidak terlahir bebas dan setara. Pencapaian kebebasan
dan kesetaraan tersebut harus dicapai dengan harga tinggi sebagai usaha
pencapaiannya.(Schwendinger & Scwendinger, 1975)
Julia dan Herman Schwendinger (1975) menyatakan, bahwa sistem sosial
yang menyebabkan ketidaksetaraan tersebut merupakan pelaku kejahatan. Saat
hak asasi manusia dibuat menjadi dasar dari definisi akan perilaku kejahatan,
maka pelanggaran terhadap hak asasi manusia merupakan domain utama dari
kriminologi. Suatu hal yang pasti adalah bahwa keamanan akan seseorang
merupakan hal yang mendasar. Ancaman terhadap kesehatan seseorang atau
kehidupan seseorang membahayakan hal lainnya. Begitu juga hak kesetaraan
dalam hal ekonomi, seksual, dan rasial. Pemusnahan akan hak-hak tersebut
membatasi kesempatan individu untuk memenuhi kehidupannya. Pernyataan
tersebut membuat pihak yang menolak hak tersebut merupakan pelaku kejahatan.
Demikian pula, hubungan sosial dan sistem sosial yang secara teratur
menyebabkan adanya pemusnahan akan hak-hak ini disebut pelaku kejahatan
karena menyebabkan adanya kerusakan sosial yang besar. Itu sebabnya,
pemerintah yang melakukan pelanggaran hak asasi manusia secara legal disebut
sebagai pelaku kejahatan. Namun, seringkali korban dari pelanggaran hak asasi
manusia tidak disadari oleh banyak orang dan bahkan orang yang menjadi korban
itu sendiri tidak menyadari bahwa mereka adalah korban kejahatan. Hal tersebut
disebabkan oleh tidak adanya definisi legal akan kerugian sosial yang disebabkan
oleh pelanggaran hak asasi manusia. (Schwendinger & Scwendinger, 1975)
31
Universitas Indonesia
2.3. Kajian Kepustakaan dengan Isu Sebidang
Terdapat penelitian di Manila, Filipina yang dilakukan oleh Sarah Hale
(2007). Manila adalah tempat dengan banyak kebijakan air baru. Penduduk
Manila tidak memiliki hak atas air. Biaya akan air meningkat karena adanya
privatisasi air. Selain itu, kualitas air menurun pula. Kebijakan yang ada di Manila
adalah bahwa individu memiliki hak untuk menggunakan air. Hak tersebut
melindungi aksesibilitas, keterjangkauan, dan kualitas air. Hal tersebut disebut
dengan water right atau lisensi air. “Individuals may apply for a water rughts
permit allowing use of the water, but all uses must be beneficial.” tulis Hale.
Kebijakan tersebut bukannya menjamin right to water bagi masyarakat Manila,
namun malah membuat penduduk manila tidak memiliki hak atas air. Hale
berpendapat bahwa menerapkan HAM dalam masalah hak air ini adalah langkah
penting dalam perbaikan privatisasi air yang jelas gagal di Manila. Hukum dan
peraturan arus air tidak memadai untuk melindungi dan memberikan solusi bagi
pengguna air individu. Pemerintah Filipina harus mengakui peran penting air
dalam menopang kehidupan. Langkah pertama dan paling signifikan adalah
mengadopsi hak hukum positif terhadap air untuk semua warga negara.
Jessica Budds dan Gordon McGranahan (2003) melakukan penelitian yang
berjudul “Are the Debates on Water Privatizaion Missing the Point? Experiences
from Africa, Asia, and Latin America.” Prtivatisasi di Timur Tengah dan Afrika
utara menggunakan subsidi dan tidak menerapkan pemulihan biaya penuh.
Kontrak manajemen yang ada sangat merugikan masyarakat. Perusahaan yang
dominan adalah Suez dan Veolia. Budds dan McGranahan ingin mengungkap
beberapa argumen dengam masalah privatisasi yang kontroversial. Selain itu,
mereka juga ingin meninjau skala dan sifat penyediaan sektor swasta air dan
sanitasi di Afrika, Asia, dan Amerika Latin. Air dan sanitasi umum atau pribadi
dioperasikan dengan kebingungan dan banyak hambatan. Hal ini bukan untuk
mengatakan bahwa daerah tidak diimbau untuk bekerjasama dengan perusahaan
swasta dalam hal air dan sanitasi, namun hal ini menunjukan bahwa tidak ada
pembenaran dan persetujuan bagi badan internasional untuk dapat membuat
partisipasi sektor swasta lebih besar.
32
Universitas Indonesia
Dalam tulisannya, Budds dan McGranahan (2003) berpendapat bahwa
kekuatan privatisasi air adalah perubahan politik internasional dan pergeseran
kebijakan di arena pembangunan internasional, khususnya lembaga keuangan
internasional di akhir 1970an. Penyediaan sarana umum yang gagal dalam hal
penyediaan air diberi solusi berupa privatisasi air yang merupakan kebijakan
tanpa pembuktian bahwa kebijakan tersebut merupakan kebijakan yang efektif.
Permukiman informal dan kepemilikan lahan pun menjadi hambatan privatisasi.
Sektor swasta tidak dapat meningkatkan pelayanan dan menghilangkan politisasi
penyediaan air.
Rhodante Ahlers (2010) melakukan penelitiannya yang berjudul Fixing
and Nixing: The Politics of Water Privatization. Ahlers melakukan penelitian di
Meksiko dengan fokus sistem irigasi di sana. Kebijakan penyesuaian struktural di
Meksiko didefinisikan oleh Bank Dunia dan IMF. Awal tahun 1990-an di
Meksiko telah ada kebijakan air yang mengarah pada desentralisasi manajemen
dan mengandalkan harga. Pemulihan biaya penuh dan peningkatan partisipasi oleh
semua pemangku kepentingan di sektor air dibuat sebagai barang ekonomi. Hal
itu membuat definisi air yang tadinya merupakan barang publik menjadi
komoditas.
Ahlers menemukan bahwa adanya konsep pasar global yang bertemu
dengan sektor publik merupakan gagasan untuk komodifikasi dan privatisasi
barang dan aset publik. Kelangkaan air dibuat menjadi produksi pertanian dalam
neoliberal sehingga dapat menjadikan lahan air dan tenaga kerja untuk sarana
pasar.
Sementara itu, Terhorst (2008) melakukan penelitian yang mengeksplorasi
kontra-hegemonik kasus air minum dan sanitasi. Tujuan dari penelitian ini adalah
untuk membahas signifikansi dari jaringan transnasional dan dampaknya pada
sektor air dan sanitasi. Proyek reclaiming public water merupakan proyek yang
disajikan dalam konteks pembangunan dan pergerakan globalisasi. Argumen dan
materi perkara yang proyek reclaiming public water tersebut kembangkan
dirangkum dan diproses serta dieksplorasi secara signifikan dengan gagasan
globalisasi. Ruang publik transnasional akan proyek ini diperiksa potensinya
untuk mengembangkan masyarakat melawan agenda privatisasi.
33
Universitas Indonesia
Tanpa adanya gerakan publik menentang privatisasi, hanya akan ada ruang
yang kecil bagi masyarakat transnasional untuk mengembangkan sistem air
publik. Tanpa tekanan populer, kebijakan liberalisasi yang bias akan tetap
dikembangkan. Terhorst menulis bahwa untuk itu, kesempatan politik ada harus
diciptakan untuk membuka level baru dari lokal ke global untuk melakukan
delegitimasi privatisasi air.
Allen, Davila, dan Hofmann (2006) melakukan penelitian di peri-urban
lima kota metropolitan, yaitu Kairo, Caracas, Chennai, Dar es Salaam, dan
Mexico City. Kota-kota tersebut adalah kota dengan penduduk yang sulit sekali
mendapatkan akses air bersih dan sanitasi untuk kebutuhan kehidupan mereka. Di
Dar es Salaam, terdapat privatisasi air yang berbentuk Public-Private Partnership
(PPP) dengan komponen komunitas. Di Kairo, terdapat dua agensi publik yang
terpisah untuk pelayanan air dan sanitasi. Sedangkan di Mexico City, terdapat
sistem publik yang melayani air dan sanitasi, namun dengan konsesi privat.Di
Caracas dan Chennai, yang melakukan pelayanan air dan sanitasi adalah agensi
publik.
Lima studi kasus ini memberikan gambaran yang kompleks tentang
berbagai sarana pelayanan air dan sanitasi dasar penduduk pinggiran kota.
Kegagalan pelayanan yang dilakukan oleh publik dan swasta untuk mendukung
pelayanan air dan sanitasi memperlihatkan bahwa kaum miskin seringkali
tertinggal dalam pelayanan-pelayanan publik. Mereka seringkali “invisible” untuk
sektor publik. Untuk itu, Allen, Davila, dan Hofmann mengeluarkan istilah,
bahwa warga negara terlihat sebagai konsumen atau pelanggan, bukan sebagai
warga negara yang harus dipenuhi haknya dalam pelayanan publik.
Cynthia Morinville dan Lucy Rodina (2012) menulis artikel yang berjudul
Rethinking the Human Right to Water: Water Access and Dispossession in
Botswana‟s Central Kalahari Game Reserve. Artikel itu berisikan penelitian
Morinville dan Rodina tentang perdepatan akan hak manusia atas air melalui
eksplorasi hukum antara San dan Bakgaladi dengan pemerintah Botswana tentang
akses terhadap air di Central Kalahari Game Reserve. Morinvillr dan Rodina
menawarkan evaluasi kontekstual dari proses yang memungkinkan realisasi
sebenarnya dari hak asasi manusia atas air bagi penduduk Central Kalahari Game
34
Universitas Indonesia
Reserve. Morinville dan Rodina menggunakan kata “perampasan” sebagai lensa
analitis titik awal yang berguna untuk mengonsepkan hak asasi manusia atas air.
Akses terhadap air adalah bagian tak terpisahkan dari mata
pencaharian.Dalam kasus San dan Bakgaladi ini, hak atas air dan hak atas tanah
merupakan hak yang tidak dapat dipisahkan untuk menjamin kehidupan mereka.
Konseptualisasi yang lebih luas dari hak atas air ini fokus pada perampasan dan
implikasi yang bersamaan untuk pertanyaan reproduksi sosial. Hak atas air ini
tidak hanya menjamin hak manusia atas air, tapi juga turut menjamin keadilan
sosial yang lebih luas.
Dalam artikel jurnal yang berjudul Water Rights in the Context of
Pluralism and Policy Changes in Malawi, Wapulumuka O. Mulwafu (2010)
meneliti tentang sumber daya air yang digunakan oleh banyak pengguna dan
digunakan untuk berbagai kegiatan dengan menggunakan kerangka kerja
pluralisme legal. Tahun 1990-an merupakan tahun dengan penuh pembangunan
akan berbagai kebijakan dan legislasi yang diselaraskan dengan politik dan
ekonomi bari di Afrika. Tujuan dari pembangunan tersebut adalah untuk
melonggarkan cengkraman negara akan kekuasaan dan sumber daya dari struktur
yang dikendalikan secara terpusat ke sistem desentralisasi dengan partisipasi yang
lebih besar dari negara-negara stakeholders.
Mulwafu mengkaji dampak perubahan kebijakan tentang hak atas air di
Malawi. Ia berargumen bahwa, di Malawi, seperti tempat lain di Afrika, reformasi
kebijakan tidak berarti akan menghasilkan peningkatan akses orang miskin dan
kelompok marjinal lainnya terhadap hak atas air. Namun, peningkatan partisipasi
dan memperluas akses terhadap hak atas air oleh kelompok miskin dan marjinal
adalah salah satu argumen terkuat untuk melakukan pengubahan kebijakan.
Kajian ini menggarisbawahi kenyataan bahwa jika tidak dipahami dengan jelas,
perubahan kebijakan dapat memiliki dampak yang signifikan terhadap kehidupan
jutaan orang yang bergantung pada air dan sumber daya alam lainnya.
Dalam tulisan yang ditulis oleh Karen Bakker (2007), terdapat bingkai
paradigma atas hal privatisasi ini, yaitu neoliberalization of nature. Penelitian
yang dilakukan oleh Bakker fokus pada dampak negatif dari bentuk
neoliberalisme, termasuk dampak lingkungan dan distributif pada akumulasi
35
Universitas Indonesia
disposisi. Terdapat pandangan yang menganggap bahwa neoliberalization of
nature tersebut bisa terjadi dalam konteks regulasi ulang negara yang turut
menemani privatisasi. Komersialisasi alam, seperti air bersih, seringkali diikuti
oleh komodifikasi air bersih itu sendiri. Dalam pandangan neoliberalization of
nature, kampanye anti-privatisasi yang dilakukan oleh orang-orang
pergerakanhanyalah mengatasnamakan hak asasi manusia tanpa melihat
kemungkinan dari privatisasi yang berhasil. Namun, kelompok neoliberalization
of nature dengan begitu hanyalah memberi batasan kepada istilah hak asasi
manusia itu sendiri.
Privatisasi di negara-negara berkembang dipengaruhi oleh fragmentasi
politis yang dimainkan oleh peran yang dignifikan dalam menjelaskan keputusan
pemerintah untuk melakukan privatisasi. Hal itu disebutkan dalam artikel jurnal
yang berjudul Delayed Privatization yang ditulis oleh Bernardo Bortolotti dan
Paolo Pinotti (2008). Proses penetuan kebijakan dilakukan atau tidaknya
privatisasi sangat ditentukan oleh banyaknya partai politik dan pemegang
kepentingan. Dengan begitu, bentuk ekonomi yang ditentukan juga akan bisa
terombang-ambing selama para pemegang kepentingan itu masih beradu argumen.
Dalam artikel jurnal yang berjudul Subaltern Strategies and Development
Practice: Urban Water Privatization in Ghana, Ian Yeboah (2006) menulis
bahwa praktik pembangunan di Ghana ditandai dengan ketergantungan pada
sumber-sumber asing modal dan keahlian yang menggambarkan jiwa dan pola
pikir Eurosentrisme terkait dengan elit pengambil keputusan di Ghana itu sendiri.
Dasar pemikiran untuk adanya privatisasi air tidak hanya menunjukkan
ketergantungan, namun juga sejauh mana pembuat keputusan bersedia
mengorbankan kedaultan dan budaya yang sensitif dalam melakukan sesuatu,
modal global, dalam pertukaran untuk dana pembangunan.
Privatisasi air ternyata juga sangat berpengaruh bagi kehidupan para
perempuan di Jakarta, seperti yang diltulis oleh Triyananda (2013) dalam
skripsinya. Privatisasi air oleh PAM Jaya sebagai Perusahaan Daerah Air Minum
setempat dilakukan dengan alasan efisiensi dan efektivitas yang tida dapat
dihasilkan oleh PAM Jaya. Namun, pada kenyataannya, pelayanan air memburuk
dan krisis air bersih menjadi berkepanjangan. Pertanyaan yang dicoba dijawab
36
Universitas Indonesia
adalah bagaimana pola diskriminasi yang terjadi kepada di Muara Baru, dan
bagaimana peran pengawasan pemerintah kota dalam praktik pelayanan air
minum pasca privatisasi PAM Jaya.
Terdapat tiga pola diskriminasi yang terjadi dalam tiga bentuk. Pertama,
telah ada larangan hidran umum di daerah yang memiliki jaringan pipa, namun
pengusaha hidran umum masih bertebaran. Yang kedua, tidak ada upaya
signifikan dari Palyja untuk menutup usaha hidran umum sehingga hidran umum
tersebut bisa dimanfaatkan dan ada oknum-oknum yang meraih keuntungan dari
situ. Yang ketiga adalah bantuan fasilitas yang diberikan Palyja kepada
masyarakat tidak lah signifikan sehingga masyarakat tidak dapat mendapatkan air
bersih secara layak, terutama perempuan yang bekerja di rumah.
Intias Maresta Buditami (2012) juga melakukan penelitian terkait
pengawasan Public-Private Partnership (PPP) di PAM Jaya dalam tinjauan
akuntabilitas publik. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan
menggambarkan apa saja lembaga-lembaga pengawas dalam proses pengawasan
PPP serta bagaimana pengawasan tersebut berjalan dalam tinjauan akuntabilitas
publik. Hasil dari penelitian tersebut adalah pengawasan internal dan eksternal
PPP PAM Jaya masih memiliki banyak masalah dan pengawasan tersebut tidak
berjalan optimal.
Sedangkan, dalam Irwansyah (2001), dituliskan dalam skripsinya, bahwa
terdapat perlakuan diskriminatif dalam hal wewenang, kepercayaan, dan sistem
gaji. Pada temuannya, Irwansyah menemukan bahwa dengan adanya privatisasi
ini, karyawan PAM Jaya mempunyai wewenang dan kepercayaan yang kurang
daripada karyawan swasta. Selain itu, karyawan PAM Jaya mempunyai gaji yang
lebih kecil daripada karyawan swasta. Dalam pergerakan Serikat Pekerja di PAM
Jaya, terdapat rasa ketidakadilan yang menjadi sentral dalam teori mobilisasi
tentang eksploitasi dan dominasi dalam ekonomi kapitalis yang diturunkan dari
analisa Marxis.
2.4. Kerangka Pemikiran
Hak Asasi Manusia merupakan hak yang terdapat pada diri manusia yang
tidak diberikan oleh negara ataupun penguasa. Manusia sejak lahir telah
37
Universitas Indonesia
mempunyai hak asasi yang harus lah dipenuhi.Pemenuhan hak dan kewajiban
tentang air bersih sangat lah kurang.Kita semua tahu bahwa air bersih merupakan
hal yang vital bagi kehidupan manusia. Hak atas air merupakan hak sosial dan
ekonomi yang penting bagi keberlangsungan hidup manusia. Namun kemudian
terjadi kebijakan privatisasi air yang membuat pelayanan pendistribusian air
bersih ke seluruh penduduk belumlah merata dan berkualitas baik. Masih banyak
penduduk yang tidak mendapatkan akses air bersih.
Dikatakan dalam Ahlers (2010) bahwa privatisasi dianggap sebagai babak
baru milik bersama, dilaksanakan oleh negara neoliberal untuk membuka wilayah
baru untuk pembangunan kapitalis dan bentuk kapitalis pasar.Hal itu merupakan
bertemunya konsep pasar global dan sektor publik sebagai gagasan yang
mengambil makna baru untuk komodifikasi dan privatisasi barang dan aset
publik. Padahal, di dalam Schwab (2008), disebutkan bahwa korporasi harus
terlibat di dalam isu global walaupun komunitas bisnis tidak bisa sendirian
memecahkan masalah global, seperti kemiskinan, pendidikan yang buruk, dan
pelayanan kesehatan yang tidak setara. Untuk itu, tanggung jawab pemerintah dan
organisasi multilateral tidak bisa dilepaskan begitu saja. Tulisan Scwab ini
menunjukkan, bahwa neoliberalisme sangat mempengaruhi perdagangan
internasional. Dengan adanya globalisasi, seluruh rangkaian kegiatan pasar global
dijalankan dengan paham neoliberal, yang berusaha meminimalisasi peran negara
dan lebih memaksimalisasi peran swasta dan komunitas bisnis.
Hal itu membuat Indonesia, sebagai negara berkembang, mendapat
tekanan dalam rangka pembangunan dan perjuangan kelas agar bisa menyetarakan
diri dengan negara-negara maju dunia. Merujuk pada Quinney, reaksi yang
diberikan Indonesia dalam tekanan dan perjuangan kelas internasional tersebut
menimbulkan adanya kejahatan, yaitu crimes of domination. Negara sendiri yang
akhirnya harus melaksanakan kebijakan privatisasi, khususnya privatisasi air,
dalam rangka pembangunan. Dalam makna neoliberal, air tidak lagi dianggap
sebagai hak, namun sebagai barang yang harus dibeli. Untuk itu, warga nergara
Indonesia harus memiliki daya beli untuk memenuhi kebutuhannya atas air bersih.
Air, yang tadinya merupakan barang publik, diubah menjadi barang ekonomi.
38
Universitas Indonesia
Merujuk pada Branco & Henriques (2010), terdapat fakta bahwa banyak
keluarga miskin yang tidak memiliki akses distribusi air, termasuk
ketidakmampuan mereka untuk membayar jasa pelayanan air bersih merupakan
bentuk dari adanya diskriminasi. Ketidaksetaraan dan diskriminasi ini merupakan
pelanggaran serius terhadap hak asasi manusia, dan oleh karena itu tidak boleh
ditoleransi. Pelanggaran hak asasi manusia ini lah yang menjadi kejahatan negara,
seperti apa yang dikatakan oleh Julia dan Herman Schwendinger.
Alur Pemikiran:
Neoliberalisme
Dominasi Bank Dunia
Privatisasi Air DKI Jakarta
State Crime - Crime of Domination
Proses
viktimisasi
Kerugian
Korban
Reaksi Korban
39
Universitas Indonesia
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1. Pendekatan Penelitian
Neuman (1997) menyatakan, bahwa critical social science bertujuan untuk
mengungkap struktur dalam dunia material dengan tujuan membantu masyarakat
membangun dunia yang lebih baik. Pendekatan ini merupakan pendekatan yang
emansipatif. Emansipatif berarti mempunyai ambisi untuk mendorong adanya
perubahan. Pendekatan ini menolak pendekatan positivisme dan interpretivisme
karena kedua pendekatan tersebut bersifat amoral dan pasif. Sedangkan,
pendekatan kritis ini menganggap bahwa penelitian merupakan aktivitas politis
sekaligus aktivitas moral, bukan hanya sekadar pencapaian akademis.
Pendekatan kritis ini menganggap, bahwa peneliti sosial mempunyai
tanggung jawab untuk menempatkan diri dalam relasi dengan pihak yang berjuang
sebagai karakteristik masyarakat yang berkonflik. Untuk itu, pendekatan ini
menuntut peneliti untuk berpihak (Neuman, 1997). Penelitian ini menggunakan
pendekatan kritis. Peneliti bermaksud mengkaji kebijakan pemerintah Indonesia
yang menyangkut soal privatisasi air di DKI Jakarta. Dengan menggunakan
pendekatan penelitian kritis, penelitian ini berpihak pada masyarakat dan mencoba
melakukan perubahan pemikiran tentang konsep kejahatan yang terjadi di dalam
kehidupan masyarakat DKI Jakarta.
Jenis pendekatan yang dipakai dalam penelitian ini adalah analisis proses
kebijakan. Dalam Dunn (2003), disebutkan bahwa penelitian analisis kebijakan
bersifat deskriptif dan normatif. Penelitian ini bersifat deskriptif karena peneliti
ingin menggambarkan sebab dan akibat dari kebijakan privatisasi air di DKI
Jakarta. Sedangkan bersifat normatif karena peneliti ingin mengkaji nilai
kebijakan publik untuk masa lalu, masa kini, dan masa datang.
Dalam analisis proses kebijakan, terdapat metode analisis perilaku
berganda. Analisis perilaku berganda ini merupakan analisis dengen mempelajari
dan mencari data-data terkait dengan pembuat kebijakan dan pihak yang
merasakan kebijakan tersebut. Bentuk analisisnya adalah analisis kebijakan
retrospektif yang berorientasi pada disiplin ilmu. Analisis kebijakan bentuk ini
39
40
Universitas Indonesia
ingin menerangkan sebab dan konsekuensi kebijakan, seperti konteks masa lalu di
saat kebijakan itu dibuat, dan dampak dari kebijakan itu sendiri.
Dalam menjelaskan konteks global dan konteks lokal, peneliti
menggunakan hubungan makro dengan mikro oleh Anthony Giddens yang
berjudul strukturasi. Konsep globalisasi yang turut mempengaruhi Indonesia
dalam pengambilan keputusan kebijakan dapat dijelaskan dengan teori strukturasi
Giddens yang menghubungkan dengan praktik pemerintah Indonesia dalam
melakukan kejahatan pelanggaran hak asasi manusia.
3.2. Batasan Penelitian
Penelitian ini fokus pada bagaimana kebijakan privatisasi air dapat
membuat air menjadi barang ekonomi. Peneliti akan mengaitkan kebijakan ini ke
dalam konteks global yang sedang berlangsung saat kebijakan tersebut dibuat dan
dijalankan. Kemudian, hal itu akan dihubungkan pada dampak yang dirasakan
oleh masyarakat miskin dari kebijakan privatisasi air itu.
3.3. Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini, peneliti akan melakukan pengumpulan data dengan
penelitian multimetode (Dunn, 2003). Penelitian multimetode adalah penelitian
yang teknik pengumpulan datanya adalah kajian terhadap dokumen-dokumen
kebijakan privatisasi air DKI Jakarta, wawancara, FGD, dan penelusuran data
sekunder.
3.3.1. Studi Dokumen
Penelitian ini membutuhkan dokumen-dokumen kebijakan privatisasi air
DKI Jakarta. Dokumen yang dibutuhkan adalah perjanjian, surat keputusan,
undang-undang, laporan, rekomendasi, dan notulensi. Studi dokumen ini
bertujuan untuk melihat bagaimana proses terjadinya privatisasi ini dan
bagaimana konteks masa lalu yang terjadi pada saat kebijakan ini dibuat.
Pada awalnya, peneliti mencari dokumen-dokumen tersebut di kantor
Koalisi Rakyat untuk Hak atas Air (KRuHA). Peneliti dapat mengakses kontrak
perjanjian antara PAM Jaya dengan pihak swasta. Untuk mengakses surat
41
Universitas Indonesia
keputusan, notulensi, surat rekomendasi, dan notulensi, peneliti menghubungi
salah satu advokat Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, Arif Maulana, yang
sedang mengurus Gugatan Warga Negara atas privatisasi air Jakarta yang diproses
di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Untuk itu, peneliti mengurus berbagai
keperluan administrasi yang dibutuhkan untuk mengakses dokumen-dokumen
tersebut di LBH Jakarta.
Karena adanya keterbatasan waktu dan tenaga dari LBH Jakarta,
pengumpulan dokumen dilakukan dalam dua kali. Yang pertama adalah pada
tanggal 18 November 2013 dan yang kedua adalah pada tanggal 25 November
2013. Dokumen-dokumen yang terdapat di LBH Jakarta tidak boleh difotokopi
ataupun dipinjam oleh peneliti. Oleh karena itu, peneliti mencatat isi inti dari
dokumen-dokumen tersebut dalam tabel yang dilampirkan di akhir naskah skripsi
ini.
Selain mengakses dokumen dari LBH Jakarta, peneliti juga mencari
dokumen-dokumen di internet, seperti surat pinjaman Bank Dunia dan
rekomendasi Bank Dunia terkait privatisasi air ini. Selain itu, peneliti juga
mengakses beberapa Undang-Undang di internet.
Setelah mengumpulkan semua dokumen yang diperlukan, peneliti
menyusunnya sehingga menjadi cerita kronologis yang lengkap. Hal itu dilakukan
supaya peneliti bisa mempelajari dan mengerti bagaimana proses kelahiran
kebijakan ini berlangsung dan bagaimana keadaan yang melatarbelakangi adanya
kelahiran kebijakan tersebut.
3.3.2. Wawancara Mendalam
Setelah mempelajari dokumen, peneliti melakukan wawancara.
Wawancara ini dilakukan dengan teknik snow-balling. Awalnya, peneliti
menghubungi Muhammad Reza dari KRuHA yang mengenal salah satu mantan
pengurus Badan Regulator Pelayanan Air Minum (BRPAM) Jakarta periode
2005-2008 dan 2008-2011, yaitu Riant Nugroho, yang adalah seorang ahli
kebijakan publik. Selain itu, ia merupakan dosen kebijakan publik di pascasarjana
FISIP UI. Ia juga menjadi pengajar tamu di Universitas Sebelas Maret,
Universitas Gajah Mada, dan Diklatpim I dan II Lembaga Administrasi Negara.
42
Universitas Indonesia
Setelah mendapatkan kontaknya, peneliti menghubungi Riant Nugroho
untuk mewawancarai beliau. Kepada Riant Nugroho, peneliti menanyakan
bagaimana kebijakan tarif dan kinerja oleh PAM Jaya dan kedua mitra swastanya.
Riant Nugroho juga menjelaskan bagaimana Bank Dunia mempengaruhi adanya
kebijakan tersebut dan juga menjelaskan posisi BRPAM dalam pelayanan air
minum di DKI Jakarta.
Dari Riant Nugroho, peneliti diberi kontak ke mantan asisten Riant
Nugroho, Marsha dan Mimi di kantor BRPAM yang terletak di Pejompongan.
Dari Marsha dan Mimi, peneliti mendapatkan buku-buku yang memuat penelitian
dan kajian BRPAM tentang pelayanan air minum di Jakarta.
Setelah itu, peneliti menghubungi Firdaus Ali, seorang ahli air dan sanitasi
dan juga dosen di Departemen Teknik Sipil, Fakultas Teknik UI. Firdaus Ali juga
merupakan mantan penguus BRPAM Jakarta di tahun yang sama dengan Riant
Nugroho. Dengan Firdaus Ali, peneliti menanyakan soal bagaimana keadaan air
bersih dan sanitasi di Jakarta dalam segi teknis. Kemudian, dari Firdaus Ali,
peneliti mendapat kontak Ahmad Lanti.
Pada saat pelaksanaan negosiasi perjanjian kerjasama, Ahmad Lanti
menjabat sebagai Sekretaris Direktorat Jenderal Cipta Karya Departemen
Pekerjaan Umum. Ahmad Lanti merupakan anggota tim negosiasi gabungan yang
menegosiasikan perjanjian kerjasama privatisasi air Jakarta. Kemudian, beliau
juga merupakan ketua Badan Regulator PAM pada 2002-2008. Dari Ahmad Lanti,
peneliti menanyakan soal bagaimana keadaan saat proses awal perjanjian
kerjasama antara PAM Jaya dengan swasta.
Rentang waktu dari pertemuan dengan Firdaus Ali sampai ke pertemuan
dengan Ahmad Lanti memakan waktu lebih dari seminggu. Di waktu yang kosong
itu, peneliti mengikuti perkembangan sidang Gugatan Warga Negara atas
privatisasi air Jakarta. Saat persidangan, peneliti bertemu dengan Arif Maulana
dan kawan-kawan LBH Jakarta yang lain. Di sana, Arif Maulana mengenalkan
peneliti dengan seorang karyawan administrasi PAM Jaya yang bernama Royke.
Dari Royke, peneliti dipertemukan dengan Sriwidayanto Kaderi, seorang Direktur
Umum PAM Jaya yang sekarang sedang menjabat. Kepada Sriwidayanto Kaderi,
peneliti menanyakan tentang bagaimana kondisi PAM Jaya sekarang secara
43
Universitas Indonesia
umum, bagaimana kebijakan tarif, dan soal perjanjian kerjasama dengan pihak
swasta, serta pelayanan PAM kepada masyarakat miskin.
Di persidangan itu juga, peneliti berkenalan dengan Andreas Harsono,
yang saat itu menjadi saksi di persidangan Gugatan Warga Negara atas privatisasi
air Jakarta. Andreas Harsono merupakan jurnalis yang pernah melakukan liputan
investigasi akan kasus perjanjian kerjasama antara PAM Jaya dan swasta. Ia juga
pernah mewawancarai Ahmad Lanti. Dengannya, peneliti berdiskusi sebentar
sehingga peneliti mendapat pengetahuan lebih banyak tentang kasus air ini dan
peneliti pun lebih bisa mengerti dan membicarakan dengan baik apa yang Ahmad
Lanti bahas saat mewawancara Ahmad Lanti.
Setiap wawancara peneliti rekam dan dibuat hasil transkripnya sehingga
memudahkan peneliti untuk melakukan penulisan penemuan data. Selain itu,
transkrip juga berguna untuk memudahkan analisa.
3.3.3. Focus Group Discussion
Selain itu studi dokumen dan wawancara kepada pihak-pihak yang terkait
dengan pembuatan kebijakan, peneliti melakukan teknik focus group discussion
(FGD) kepada warga yang terkena dampak kebijakan privatisasi air Jakarta ini.
Dalam melakukan FGD, terdapat dua kelompok berbeda, yang pertama adalah
ibu-ibu di Rawa Badak yang daerahnya dialiri oleh air PAM dengan operator
Aetra. Yang kedua adalah ibu-ibu di Muara Baru yang daerahnya dialiri oleh air
PAM dengan operator Palyja. Konsep ibu-ibu di sini adalah seorang perempuan
yang menjadi ibu rumah tangga. Peneliti memilih ibu-ibu karena ibu-ibu dekat
dengan urusan domestik rumah tangga, yang mana air merupakan kebutuhan
dasar rumah tangga.
Dalam melakukan FGD, peneliti dibantu oleh teman-teman peneliti dalam
hal operasional, seperti mendokumentasikan kegiatan FGD dan melakukan
notulensi. Dalam mengajukan pertanyaan dan isu untuk didiskusikan, peneliti
memakai pedoman sehingga hal-hal yang dibicarakan tidak keluar dari konteks
privatisasi air.
Peneliti melakukan FGD karena peneliti ingin memperoleh jawaban
konsensus yang dimiliki oleh warga yang terkena dampak kerugian kebijakan
44
Universitas Indonesia
privatisasi air Jakarta. Peneliti ingin memperoleh pandangan kelompok. Peneliti
ingin menggali pendapat tentang bagaimana efek yang dirasakan tentang
privatisasi air. Peneliti ingin memperoleh informasi mendalam tentang persepsi,
sikap, dan pengalaman narasumber. Peneliti juga membutuhkan informasi
tambahan berupa data kualitatif yang melibatkan persoalan masyarakat. Dalam hal
ini, pendapat kelompok sangat penting bagi peneliti.
FGD dilakukan dengan pedoman agar data yang didapat dapat sesuai dan
dapat digunakan oleh peneliti. FGD dilakukan untuk mendukung hasil kajian
terhadap dokumen kebijakan privatisasi air DKI Jakarta. Hasil FGD ini dicatat di
dalam catatan peneliti serta direkam agar peneliti tidak melupakan informasi yang
diberikan oleh narasumber. Dengan catatan dan rekaman itu pula peneliti dapat
menyusun hasil FGD dengan baik sehingga dapat melakukan analisis data.
3.3.4. Penelusuran Data Sekunder
Peneliti mencari data sekunder sebagai sumber tambahan dalam
memahami kebijakan privatisasi air Jakarta ini. Peneliti melakukan pencarian dari
beberapa sumber untuk mendapatkan data yang tepat. Peneliti mendapat data dari
BRPAM berupa buku-buku yang berisi penelitian dan kajian tentang pelayanan
air minum DKI Jakarta. Selain itu, dari pak Sriwidayanto Kaderi, peneliti
mendapatkan profil perusahaan PAM Jaya yang berisi soal pembagian daerah
pelayanan di Jakarta, tarif air, dan kriteria penggolongan tarif air.
3.4. Waktu Penelitian
Pengambilan data dilakukan oleh peneliti dilakukan dalam dua tahap.
Yang pertama adalah pengambilan data untuk studi dokumen yang dilakukan
peneliti mulai dari 18 November 2013 sampai 25 November 2013. Kemudian,
peneliti mulai mewawancarai para narasumber pada 20 Januari 2014 sampai 13
Februari 2014. Peneliti memakan waktu lama dalam bertemu dengan narasumber
karena adanya hambatan seperti ada banjir bandang di Jakarta, dan juga para
narasumber merupakan orang sibuk.
Selama proses mewawancarai para narasumber, peneliti juga
mengumpulkan data sekunder, seperti data-data implementasi kebijakan
45
Universitas Indonesia
privatisasi air dari Badan Regulator Pelayanan Air Minum (BRPAM) dan PAM
Jaya. Selain itu, sambil menunggu proses wawancara, peneliti melakukan
observasi dan pendekatan kepada para narasumber berikutnya dengan cara datang
ke persidangan gugatan swastanisasi air Jakarta.
3.5. Hambatan Penelitian
Pelaksanaan penelitian ini mempunyai beberapa hambatan. Pertama, para
narasumber merupakan orang-orang sibuk sehingga seringkali peneliti harus
menjadwal ulang pertemuan dengan mereka. Hal itu membuat proses turun
lapangan memakan waktu lama.
Yang kedua, pada saat peneliti menghubungi pihak Bank Dunia (Alain
Locussol), peneliti tidak direspon sama sekali. Untuk itu, peneliti mencari data
dari perjanjian tertulis antara Bank Dunia dan Indonesia, yaitu Loan
AgreementNumber 3219 IND, dengan proyek bernama Second Jabotabek Urban
Development Project.
Ketiga, adanya banjir besar di Jakarta selama awal Januari sampai akhir
Februari membuat proses turun lapangan terhambat. Narasumber yang berada di
daerah Rawa Badak dan Muara Baru kebanjiran dan banjir saat itu memakan
waktu yang lumayan lama.
46
Universitas Indonesia
BAB 4
TEMUAN DATA
4.1. Awal Perjalanan Privatisasi Air DKI Jakarta
Pada awalnya, pelayanan air minum DKI Jakarta dilayani oleh PAM Jaya
yang dalam operasinya membagi wilayah pelayanan menjadi enam wilayah (dapat
dilihat pada Gambar 4.1.:
1. Wilayah I: Sekitar Jakarta Pusat
2. Wilayah II: Sebagian Jakarta Pusat dan sebagian Jakarta Timur
3. Wilayah III: Sebagian Jakarta Utara bagian Timur
4. Wilayah IV: Jakarta Barat
5. Wilayah V: Jakarta Selatan
6. Wilayah VI: Jakarta Timur bagian Selatan
Pembagian wilayah tersebut disebabkan oleh adanya pembatasan pipa-pipa primer
yang mengaliri air untuk Jakarta.
“...wilayah Jakarta ini kan dari awal PAM Jaya dalam operasinya membagi
wilayah pelayanan enam wilayah. Ini adalah berdasarkan keberadaan pipa-pipa
besar dan instalasi di area itu.Wilayah satu itu secara kewilayahan itu sekitar
Jakarta Pusat.Wilayah dua itu sebagian Jakarta Pusat, kemudian sebagian
Jakarta Timur.Wilayah tiga itu sebagian Jakarta Utara tapi sisi timur.Wilayah
empat itu Jakarta Barat. Wilayah lima ini hampir semua Jakarta Selatan.
Wilayah enam itu Jakarta Timur sisi selatan.Tapi itu sebenernya karena
dibatasin oleh pipa-pipa primer.Basenya adalah pipa yang ada.Jadi waktu
awalnya itu sebenernya kerjasama ini adalah bahwa Jakarta yang sudah seperti
itu silakan aja diteruskan. Awalnya itu kita akan membangun di jatiluhur.
Kemudian mengirim air bersih dijual kepada Jakarta.”
(Wawancara dengan pak Sriwidayanto Kaderi tanggal 10 Februari 2014)
Kebijakan privatisasi air di Jakarta itu sendiri awalnya merupakan salah
satu pinjaman Bank Dunia (World Bank). Ditemukan dalam Loan Agreement
Number 3219 IND, tertanggal 6 Juli 1990, ditulis bahwa International Bank for
Reconstruction and Development (IBRD) menyetujui pemberian pinjaman kepada
Pemerintah RI dalam proyek yang bernama Second Jabotabek Urban
Development Project.IBRD ini sendiri merupakan salah satu bagian dari Bank
Dunia.Pinjaman yang diberikan oleh IBRD kepada pemerintah RI berjumlah total
46
47
Universitas Indonesia
190 juta USD. Pinjaman tersebut dibagikan kepada tiga lembaga yang ketiga-
tiganya bertujuan untuk meningkatkan kualitas layanan air minum DKI Jakarta:
19 juta USD kepada Pemprov DKI Jakarta, 92 juta USD kepada PAM Jaya, dan
13 juta USD kepada PDAM Tangerang. Dalam Loan Agreement tersebut
dikatakan bahwa per 1 April 1991 pengelolaan dan pengoperasian saluran air dan
limbah DKI Jakarta sudah harus berjalan.
Kemudian, peneliti menemukan dokumen Risalah Rapat Koordinasi
Penyediaan Air Bersih bagi DKI Jakarta dan sekitarnya. Di dalam dokumen
tersebut, peneliti mengetahui bahwa pada 12 Juni 1995, Presiden RI saat itu,
Soeharto, mengeluarkan Petunjuk Presiden RI kepada Menteri PU yang sedang
menjabat, Ir. Radinal Mochtar, yang berisi perlu penanganan penyediaan air
bersih untuk DKI Jakarta dan sekitarnya, dan penanganan tersebut
mengikutsertakan dua perusahaan swasta. Untuk menindaklanjuti Petunjuk
Presiden tersebut, Menteri PU mengadakan Rapat Koordinasi Penyediaan Air
Bersih bagi DKI Jakarta dan Sekitarnya pada 15 Juni 1995. Inti hasil rapat
tersebut adalah bahwa pengelolaan air bersih untuk DKI Jakarta dan sekitarnya
ditetapkan menjadi dua bagian, yaitu sebelah timur kali Ciliwung dan sebelah
barat kali Ciliwung dengan operator swasta. Setelah diadakan rapat tersebut,
dengan Surat Keputusan Menteri PU No. 249/KPTS/1995 tertanggal 6 Juli 1995,
Menteri PU membentuk Tim Koordinasi Penyiapan Proyek Penyediaan Air
Bersih Kota Jakarta dan Kawasan Sekitarnya dengan Peran Swasta.
Salah satu narasumber, Ahmad Lanti menyatakan bahwa saat itu menteri
PU mensyaratkan adanya uji kelayakan sebelum ditentukannya privatisasi.
Setelah uji kelayakan tersebut selesai, uji kelayakan tersebut diterima dan
disetujui oleh menteri PU dengan sedikit perubahan di sana-sini.
“Tapi waktu itu persyaratannya menteri PU adalah mereka harus melakukan
kajian tentang kelayakan. Uji kelayakan itu dibuat hampir enam sampai sepuluh
bulan ya.Selesai, disampaikan kepada menteri PU.Kemudian PU membuat
evaluasi yang dipimpin oleh Dirjen Cipta Karya. Namanya Ir. Rahmadi B. S. Nah
tim ini lah yang menilai uji kelayakan tersebut. Nah, akhirnya uji kelayakan itu
dengan sedikit perubahan di sana-sini dapat diterima oleh Kementerian PU. Nah,
jadi untuk itu
48
Universitas Indonesia
diminta jadi menteri PU supaya dibentuk Tim Gabungan. Tapi tetap diketuai oleh
Dirjen Cipta Karya ya.Jadi ada dari Kementerian PU, ada dari Pemprov DKI.
Nah saya waktu itu ditunjuk sebagai wakil tim Negosiasi. Ketua Tim Negosiasinya
waktu itu Pak Prawoto”
(Wawancara dengan pak Ahmad Lanti tanggal 10 Februari 2014)
Selanjutnya, peneliti menemukan bahwa terdapat dokumen Surat
Keputusan Gubernur Kepala DKI Jakarta No. 1327 Tahun 1995 tentang
Pembentukan Tim Negosiasi Pemerintah DKI Jakarta untuk Kerjasama Kemitraan
antara PAM Jaya dengan Swasta (Tim Negosiasi Gabungan). Gubernur yang saat
itu menjabat adalah pak Suryadi Sudirja. SK ini merupakan tindak lanjut dari uji
kelayakan yang diterima oleh menteri PU tersebut. Tim Negosiasi Gabungan yang
dipimpin oleh Dirjen Cipta Karya, Ir. Rahmadi B. S. Ketua tim negosiasi
gabungan ini sendiri adalah pak Prawoto, yang saat itu merupakan Asisten
Pembangunan dari Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, dan wakilnya adalah Ahmad
Lanti, yang waktu itu menjabat sebagai pejabat Dinas Pekerjaan Umum Eselon
Satu. Anggotanya merupakan Direktur Utama PAM Jaya, pak Rama Boedi dan
banyak orang teknis lainnya. Termasuk juga di dalamnya ada orang-orang dari
TPJ dan Palyja. Negosiasi tersebut berlangsung berkali-kali, pak Ahmad Lanti
sendiri tidak bisa mengingatnya.
“Iya. Dengan SK menteri PU waktu itu.Itu dibuat tahun 96.Ketuanya dari DKI ada
asisten pembangunan, pak Prawoto, wakilnya saya.Anggotanya Dirut PAM Jaya
dan banyak lagi orang-orang teknis yang lainnya.Terus termasuk juga di
dalamnya ada namanya TPJ dan Palyja.Waktu itu sudah dibentuk PT-nya.Waktu
itu sudah terdiri dari orang asing dan orang Indonesia itu Palyja dan
TPJ.Negosiasi itu berlangsung berkali-kali bolak-balik, lupa saya berapa kali,
sampai akhirnya satu tahun setengah negosiasinya.14 bulan kalau ga salah waktu
itu.Akhirnya pada bulan Juni, ditandatanganilah kontrak itu dengan Palyja dan
TPJ.Yang taken contract adalah Dirut PAM Jaya namanya Ir. Rama Boedi. Dan
dari pihak swasta itu saya lupa, nama asing semua. Diketahui dan disetujui oleh
gubernur, pak Suryadi Sudirja.Menteri PU hadir menyaksikan aja di Balaikota.Itu
tahun 97, bulan juni.Kalau 25 tahun, berakhirnya Juni 2022 kan.”
(Wawancara dengan pak Ahmad Lanti tanggal 10 Februari 2014)
Pada saat negosiasi-negosiasi itu dibuat, pak Ahmad Lanti dan rekan-
rekannya berada di bawah tekanan Suharto.
49
Universitas Indonesia
“Ya itu orde baru sih ya. Di bawah tekanan itu kerjanya.Karena ada kepentingan-
kepentingan bisnis dari orang-orang dekatnya pak Harto.Jadi kalau mau ngomong
keras, ditegur gitu.Ditegur melalui menteri PU.Pak Kardono asisten presiden
bidang militer ya?Pokoknya itu lah.Dia staf presiden bidang militer.Nah itu yang
menekan.Ya seolah-olah ya kepada menteri PU, menteri PU menyampaikan ke
kita.Kita bekerja di bawah tekanan.Susah ngomongnya. Terus cost nya dibayar
sama masyarakat Jakarta. Social cost nya.”
(Wawancara dengan pak Ahmad Lanti tanggal 10 Februari 2014)
Jika mereka mulai menentang, mereka akan ditegur melalui menteri PU. Sebelum
menteri PU menegur, ia mendapat teguran dari seorang asisten presiden bidang
militer yang bernama pak Kardono.
Di dalam dokumen ini disebutkan bahwa biaya pelaksanaan sebagai akibat
dikeluarkannya keputusan ini dibebankan pada anggaran PAM Jaya tahun
1995/1996.Keputusan ini berlaku sejak 15 September 1995. Keputusan ini
ditetapkan di Jakarta, 31 Oktober 1995.
Keputusan Gubernur Kepala DKI Jakarta tersebut ditindaklanjuti oleh
Ketua Tim Negosiasi Pemda DKI Jakarta untuk Kerjasama Kemitraan antara
PAM Jaya dengan Swasta, Ir. H. Prawoto Danoemihardjo dengan membuat Surat
Keputusan No. 010/TN/XI/1995 tentang Pembentukan Satuan Tugas untuk
Kerjasama Kemitraan antara PAM Jaya dengan Swasta tertanggal 16 November
1995. Untuk menindaklanjuti hal itu, terdapat Instruksi Menteri Dalam Negeri No.
21 Tahun 1996 tentang Petunjuk Kerjasama antara Perusahaan Daerah Air Minum
dengan Pihak Swasta tertanggal 22 Juli 1996 di Jakarta dengan ditandatangani
oleh Menteri Dalam Negeri saat itu: Moh. Yogie S. M.
Kemudian, perjanjian kerjasama ditandatangani pada 6 Juni 1997 antara
PAM Jaya dengan mitra swasta. Pelaksanaan penyediaan air bersih Provinsi DKI
Jakarta dialihkan kepada pihak swasta, yaitu PT PAM Lyonnaise Jaya (gabungan
dari Lyonnaise des Eaux dan Salim Group) untuk wilayah barat Jakarta, dan PT
Thames PAM Jaya (gabungan dari Thames Water Overseas dan perusahaan milik
Sigit Harjojudanto, anak dari presiden RI saat itu, Suharto) untuk bagian timur
Jakarta.
Namun, perjanjian kerjasama tersebut baru berlaku efektif pada 1 Februari
1998. Hal itu disebabkan karena berlakunya condition precedent (persyaratan
pendahuluan) yang sudah disepakati. (Lanti, Nugroho, Ali, Kretarto, & Zulfikar,
50
Universitas Indonesia
2008). Kemudian, para pihak dalam perjanjian kerjasama tersebut menyepakati
untuk perlu diadakan beberapa perubahan atas isi kerjasama untuk disesuaikan
dengan perkembangan kondisi. Pada 22 Oktober 2001 terdapat Re-stated
Cooperation Agreement (RCA) yang disebakati oleh semua pihak.
Tabel 4.1.: Tabel Perubahan Perjanjian Kerjasama Sebelum dan Sesudah
Diperbaiki dan Diberlakukan Kembali tanggal 22 Oktober 2001
No Pokok Hal Perjanjian Kerjasama 6
Juni1997
Perjanjian Kerjasama
22 Oktober 2001
1 Perjanjian
kerjasama efektif
11 persyaratan
pendahuluan sebelum
berlaku efektif. Dimulai
efektif 1 Februari 1998.
Tidak ada persyaratan
pendahuluan. Segera
efektif 22 Oktober 2001.
2 Penyelesaian
perselisihan
Penyelesaian secara
musyawarah, melalui
mediasi, expert. Arbritase
melalui UNCITRAL,
Singapura.
Penyelesaian secara
musyawarah, melalui
mediasi Badan
Regulator. Melalui
mediasi pakar yang
ditunjuk. Arbritase
dilakukan oleh
UNCITRAL, Singapura.
3 Status karyawan
2.803 karyawan yang
diperbantukan memiliki
“status ganda” – kondisi
kurang stabil.
Dialihkan menjadi status
tunggal melalui
mekanisme tiga opsi.
4 Kontrak air baku
dan air curah
Kontrak melalui PAM
Jaya.
Kontrak langsung dengan
mitra swasta.
5 Target teknis dan
standar pelayanan
Berdasarkan studi
kelayakan 1996.
Direvisi karena krisis
moneter 1998-2000.
6 Sanksi dan penalti
Obyek yang dikenal
sanksi/peneliti terbatas
pada volume air terjual
dan kualitas air.
Obyek ditambah: Angka
kebocoran air, cakupan
pelayanan, ketepatan
penyampaian laporan.
7 Pemompaan air
tanah
Kehilangan pendapatan
akibat kegagalan menutup
sumur dalam
dikompensasi oleh PAM
Jaya. Akibatnya, target
teknis dapat berubah.
Dalam hal gagal menutup
sumur dalam: kehilangan
pendapatan tidak
dikompensasi, PAM Jaya
hanya sebagai fasilitator.
Tidak mempangurhi
51
Universitas Indonesia
No Pokok Hal Perjanjian Kerjasama 6
Juni1997
Perjanjian Kerjasama
22 Oktober 2001
Retribusi pajak air tanah
dibagi untuk Mitra
Swasta.
target teknis. Pihak
kedua tidak berhak
menerima pajak air
tanah.
8 Finpro dan
imbalan air
Karena krisis moneter,
Finpro 1997 tidak bisa
diterapkan dan tidak
memenuhi kelayakan.
Imbalan air > tarif (defisit
besar. Untuk Kompensasi
defisit, pihak kedua dapat
menjual kelebihan aset
apabila disetujui PAM
Jaya.
Kenaikan tarif 35%,
Finpro baru disepakati
(sebagai lampiran PKS
baru). Imbalan baru
(bersifat indikatif)
diturunkan lebih kurang
20%. Defisit yang lalu
diaudit oleh BPKP.
Imbalan air yang
dievaluasi ditetapkan
setelah periode transisi
(Januari 2003) sebagai
titi awal untuk sisa waktu
kontrak kerjasama.
9 Badan pengatur
(Badan Regulator)
Badan Pengawas = Badan
Regulator kurang
efektif/produktif
Badan Regulator
independen disepakati.
10 Manajemen aset
Pada akhir periode
kerjasama, sisa nilai buku
aset dikompensasi oleh
PAM Jaya. Pada akhir
kerjasama, tidak ada
jaminan dari pihak kedua
tentang kondisi aset pihak
pertama.
Program investasi
dijadwalkan tidak ada
sisa nilai buku pada akhir
kerjasama. Jaminan
Performance Bond atas
aset yang dikembalikan
pada akhir konsesi.
11 Mekanisme
Escrow Account
Mekanisme pengambilan
dana dari E/A hanya
berdasarkan instruksi
sepihak pihak kedua.
Mekanisme pengambilan
dana atas persetujuan
kedua pihak.
Sumber: Djamal, Utami, Ali, Kretarto, & Nugroho (2011)
52
Universitas Indonesia
Gambar 4.1.: Gambar Pembagian Wilayah Produksi dan Distribusi Air
Sumber: Profil Perusahaan PAM Jaya 2012
Pada Perjanjian Kerjasama PAM dengan swasta tertanggal 6 Juni 1997
(sebagaimana telah diubah dan dinyatakan kembali tertanggal 22 Oktober 2001),
terdapat klausula hak dan kewajiban. Dalam klausula 9 (Hak dan Kewajiban), hak
PDAM DKI Jakarta (pihak pertama) adalah memeriksa, mengawasi, menilai, dan
mengevaluasi pelaksanaan kewajiban-kewajiban pihak kedua; memberikan saran-
saran kepada Badan Pengatur dan Instansi Pemerintah terkait dengan penetapan
tarif; menerima bagian pendapatan pihak pertama, pendapatan yang tidak dibagi
dari pihak pertama, dan kebutuhan bulanan sekunder pihak pertama; menerima
laporan proyek dari pihak kedua; menerima dan menyetujui program lima tahun
untuk setiap periode berikutnya. Kewajiban PDAM adalah menyediakan,
memperbaharui, memperpanjang perizinan; memberi seluruh bantuan yang wajar
kepada pihak kedua sehubungan dengan pelaksanaan proyek oleh pihak kedua
sepanjang bantuan tersebut berada dalam kewenangan pihak pertama;
memberikan data dan informasi yang disimpan oleh pihak pertama kepada pihak
53
Universitas Indonesia
kedua untuk maksud pengelolaan, operasi, pengembangan proyek; mengalihkan
pengelolaan dan operasi dari aset yang ada kepada pihak kedua; membantu pihak
kedua dalam pengaturan penawaran opsi untuk menjadi karyawan.
Hak pihak kedua (swasta) adalah secara eksklusif melaksanakan proyek
dan kewajiban-kewajiban lainnya berdasarkan perjanjian ini selama jangka waktu
sesuai dengan perjanjian ini; menerima bantuan umum yang pantas dari pihak
pertama dan badan pengatur berkenaan dengan hubungan dengan Departemen
Permukiman dan Prasarana Wilayah dan Departemen Dalam negeri dan Otonomi
Daerah dan Instansi Pemerintah lainnya; menerima bagian pendapatan pihak
kedua dan pendapatan yang tidak dibagi dari pihak kedua; mengatur pengukuran
meter dan penagihan para pelanggan; mengatur penagihan pendapatan yang dibagi
dan pendapatan yang tidak dibagi; mengadakan sambungan-sambungan baru pada
fasilitas distribusi. Kewajiban pihak kedua adalah mengatur seluruh pendanaan
yang diperlukan untuk proyek; memenuhi target teknis dan standar pelayanan
sementara bertindak sesuai dengan tata cara pengoperasian yang baik;
Memperoleh dari pihak ketiga terkait seluruh persediaan air baku dan aiar curah
olahan yang diperlukan untuk pelajsanaan kewajiban; menyampaikan laporan
megenai proyek kepada pihak pertama; Bekerjasama dalam penggunaan bersama
aset (apabila perlu dengan pihak lain) dengan ketentuan bahwa hal ini tidak akan
mengganggu kemampuan pihak kedua untuk melaksanakan kewajibannya;
menyiapkan program lima tahunan berdasarkan hasil studi kelayakan dan
menyerahkan serta membicarakan rencana investasi tahunan dan program
pengoperasian dan pemeliharaan tahunan; mengalihkan pengetahuan, keahlian,
dan teknologi yang berkaitan dengan proyek kepada pihak pertama.
Namun kemudian, pada 1997, Palyja menjual sahamnya 49% Kepada
Astratel dan 51% masih dipegang oleh Prancis (Suez Environment – Lyonnaise
des Eaux). Kemudian, di sisi timur, Thames PAM Jaya menjual saham seluruhnya
kepada PT Aetra, yang merupakan perusahaan Indonesia, beberapa tahun
setelahnya.
54
Universitas Indonesia
4.2. Keterlibatan Badan-Badan Internasional
Dalam melakukan pembangunan besar-besaran, Pemerintah RI melakukan
pinjaman kepada Bank Dunia. Hal itu terdapat pada dokumen Loan Agreement
Number 3219 IND pada tanggal 6 Juli 1990. Proyek tersebut bernama Second
Jabotabek Urban Project. Bank Dunia meminjamkan dana sebanyak 190 juta
USD, dan 92 juta dari uang tersebut digunakan untuk memperbaiki infrastruktur
air. Dana pinjaman tersebut sudah harus dibuat untuk mendirikan sistem
pengolahan air kotor pada 1 April 1991. Kemudian, disebutkan bahwa penarikan
dana terakhir adalah pada tanggal 31 Desember 1996.
Peneliti juga diceritakan oleh pak Ahmad Lanti bahwa perjanjian
kerjasama antara PAM Jaya dengan kedua mitra swasta tersebut memakai
pengadilan internasional: Singapore International Arbritation Centre (SIAC)
yang merupakan bagian dari International Criminal Court (ICC). Badan PBB
yang fokus pada hal ini adalah United Nations Commission on International
Trade Law (UNCITRAL). Pada saat itu, pengadilan Indonesia belum kuat.
Dengan memakai SIAC, pemerintah dapat menjamin bahwa investasi swasta
asing di indonesia tetap akan dibayar apabila terjadi huru-hara.
“...Tapi begini, masalahnya kalau pengadilan Indonesia memutuskan, itu tidak
bisa dieksekusi.Karena di dalam kontrak itu dibilang kalau terjadi pemutusan
kontrak, itu harus di Singapura, di SIAC namanya.”“Kenapa begitu pak?” “Ya
begitu memang bunyi kontraknya zaman pak Harto. SIAC: Singapore
International Arbritation Centre. Itu bagian dari ICC.Itu ga bisa.Jadi misalnya
ini mau dieksekusi, dibawa ke Genewa itu nanti.Pengadilan Indonesia ga
berdaya itu.Kan gini, ada ICC itu ini di Genewa.Ini semua seluruh dunia
mengakui ini.Indonesia juga anggota di sini.Ga bisa ini diputusi kalau tidak
melalui sini. Model-model kayak apa itu ga ada itu. Kontraknya waktu itu pake
ini ni. Jadi pinter swastanya itu mempengaruhi pak Harto terus dia setuju
dengan ini. Bukannya pengadilan Indonesia.Karena waktu itu pengadilan
arbitrasi Indonesia belum kuat.Jadi mereka minta ini supaya ga kelamaan. Kan
waktu itu dia minta recost investment kan. Artinya gini, pemerintah menjamin
bahwa barang-barang di Indonesia ini tetap akan dibayar apabila terjadi huru-
hara. Sekarang sudah ada jaminan kan. Lembaga pemberi jaminan itu.Waktu itu,
ditetapkan Non-recost Investment.Artinya, tidak dijamin pemerintah investasi dia
itu kalau terjadi huru-hara akan kembali.”
(Wawancara dengan pak Ahmad Lanti tanggal 10 Februari 2014)
Pada 30 Oktober 1997, tim kajian dari Bank Dunia yang diketuai oleh
Alain Locussol mengeluarkan laporan yang berjudul Indonesia Urban Water
55
Universitas Indonesia
Supply Sector Policy Framework. Ada beberapa poin penting yang Locussol
kemukakan di dalam laporan itu:
1. Pinjaman Bank Dunia yang 92 juta USD dari 190 juta USD tersebut
adalah untuk perbaikan infrastruktur air.
2. PAM tidak akuntabel dalam efisiensi operasi pelayanan air karena
PAM tidak mempunyai otonomi yang dibutuhkan untuk membuat
keputusan-keputusan. Hal itu disebabkan oleh semua keputusan saat
itu harus ditentukan oleh pemerintah RI.
3. Pencapaian yang bagus akan sektor penyediaan air hanya dapat dicapai
apabila terdapat kebijakan yang mengubah perusahaan penyedia air
bersih yang sekarang (PAM) menjadi industri pelayanan yang
berorientasikan pada pelanggan (costumer).
4. Terdapat ketidakdisiplinan dalam hal finansial dalam pemerintah RI
yang telah melakukan pinjaman atas performa PDAM yang buruk.
5. Memisahkan kepemilikan aset penyediaan air dari manajemen
penyediaan air dapat membatasi pengaruh politik dalam manajemen
operasi penyediaan air.
6. Kondisi keuangan PAM dan pemerintah RI yang saat itu buruk dapat
menyebabkan bisnis yang berisiko.
7. Untuk itu, harus ada badan regulator yang bekerja secepatnya setelah
kerjasama privatisasi tersebut menjadi efektif. Badan regulator ini
bertugas untuk menentukan water tariff, standar pelayanan yang layak,
memonitor performa pihak swasta, mengarbritase perselisihan di antara
PAM dan swasta, dan untuk menentukan sanksi atas kegagalan
memenuhi standar
Hal ini diperkuat dengan tuturan dari pak Riant Nugroho saat ditemui di
kantornya di daerah Kebon Sirih:
“..., itu Bank Dunia mengucurkan pinjaman untuk pembangunan pengelolaan
air...96 dana (terakhir) dikucurkan, 97 diaudit oleh Bank Dunia. Hasilnya adalah
PAM Jaya
56
Universitas Indonesia
itu performanya jelek, karena utangnya kegedean. ...Tahun 97, Bank Dunia
keluar dengan fatwa harus diprivatisasi.”
(Wawancara dengan pak Riant Nugroho tanggal 20 Januari 2014)
Dalam dokumen Loan Agreement Number 3219 IND, disebutkan bahwa
sistem pengelolaan air yang dilakukan oleh Indonesia harus dioperasikan dalam
standar kepuasan Bank Dunia. Oleh karena itu, Indonesia sangat tergantung dan
harus melakukan privatisasi air, seperti yang direkomendasikan oleh Bank Dunia.
4.3. Regulasi
Di dalam kontrak kerjasama, pihak swasta bertanggung jawab untuk
mendistribusikan air kepada publik. Untuk itu, swasta berhak mendapatkan
imbalan air atau water charge per meter kubik air tertagih yang dibebankan
kepada PAM Jaya. Water charge ini disesuaikan setiap semester sesuai dengan
indikator inflasi dan beberapa penghitungan lain yang ditetapkan oleh PAM Jaya
bersama swasta. Sementara itu, water tariff adalah tarif air yang dibebankan
kepada masyarakat. (Lanti, Nugroho, Ali, Kretarto, & Zulfikar, 2008). Kenaikan
water tariff tentunya dibuat untuk menyesuaikan dengan water charge dengan
water tariff lebih tinggi daripada water charge agar selisih di antaranya bisa
didapatkan sebagai surplus. Terdapat mekanisme kenaikan water tariff pada
Bagan 4.1.
Tahun 1998-2001 merupakan masa-masa krisis moneter hebat di
Indonesia. Oleh karena itu, water tariff tidak naik sama sekali, sementara water
charge naik. Akibat dari itu, water charge lebih tinggi daripada water tariff. Hal
tersebut menyebabkan adanya shortfall atau utang yang diharus ditanggung oleh
PAM Jaya. Oleh sebab itu, setiap lima tahun sekali diadakan rebasing. Rebasing
adalah evaluasi lima tahunan yang salah satunya membahas water tariff dan
target-target untuk meningkatkan pelayanan air.
Karena ada shortfall besar pada krisis moneter, Badan Regulator
Pelayanan Air Minum (BRPAM) DKI Jakarta periode pertama menaikkan water
tariff dengan persentase tinggi (Penyesuaian Tarif Otomatis/PTO). Namun, dari
enam kali usulan PTO, BRPAM hanya mengajukan empat kali usulan PTO, dan
57
Universitas Indonesia
dua kali mengajukan usulan tidak memelaksanakan PTO. Keputusan itu diambil
karena kinerja belum memenuhi syarat. Kenaikan water charge tidak dikaitkan
dengan kinerja, sementara kenaikan water tariff dinilai BRPAM harus
berdasarkan kinerja pelayanan (Lanti, Nugroho, Ali, Kretarto, & Zulfikar, 2008).
Hal tersebut didukung oleh pernyataan pak Ahmad Lanti:
“..., pada 1998 ini ga bisa naik ini karena demo. Kalau misalnya dia naik ke sana,
tidak naik dia. Flat terus. Akibat dari itu, terjadi shortfall.Antara WC dan WT.
Defisit.Ini jadi tiap enam bulan naik WC mengikuti indeksasi statistik, tapi tarif di
Indonesia sekali setahun naik.Sehingga dia tetap berada di atas WC tarif rata-
ratanya.Nah.Waktu itu terjadi shortfall besar.Waktu saya masuk, supaya ini tidak
shortfall, ini dinaikin tarifnya berapa puluh persen waktu itu.Dengan izin gubernur,
naik lagi ini dia.”
(Wawancara dengan pak Ahmad Lanti tanggal 10 Februari 2014)
Gambar 4.2. Bagan Mekanisme Kenaikan Water Tariff
Sumber: Keterangan dari pak Sriwidayanto Kaderi dalam Wawancara Tanggal 10 Februari 2014
yang diolah kembali oleh peneliti
Usulan mitra swasta kepada PAM Jaya
PAM Jaya berkonsultasi dengan Badan
Pengawas PAM Jaya
PAM Jaya mengusulkan kepada BRPAM
BRPAM melakukan kajian
Konsultasi publik untuk mendapat masukan dari masyarakat (pelanggan)
BRPAM membuat proposal ke Gubernur
DKI Jakarta
Gubernur konsultasi dengan DPRD
DPRD memberi masukan kepada
Gubernur DKI Jakarta
Tarif ditetapkan dengan SK Gubernur DKI Jakarta
BRPAM, PAM Jaya, swasta melakukan
sosialisasi kenaikan tarif
30 hari setelah itu, tarif baru berlaku
58
Universitas Indonesia
Gambar 4.3. Grafik Ilustrasi Grafik Water Charge dan Water Tariff yang
Ideal Menurut Perjanjian Kerjasama
Sumber : Keterangan dari Riant Nugroho dalam Wawancara Tanggal 20 Januari 2014 yang
digambar ulang oleh peneliti.
Gambar 4.4. Grafik Ilustrasi Grafik Water Charge dan Water Tariff yang
Terjadi Sebenarnya
Sumber: Keterangan dari Riant Nugraha dalam Wawancara Tanggal 20 Januari 2014 yang
digambar ulang oleh peneliti.
0
1000
2000
3000
4000
5000
6000
7000
8000
9000
2002 2004 2006 2008
Water tariff Water charge
shortfal
l
59
Universitas Indonesia
“Karena kalau sudah kontrak, setiap enam bulan maka water charge harus
naik. Tiap enam bulan.Padahal, tarif air itu tidak progresif.Coba tak gambar
sini. (Menggambar) Ini adalah Water Tariff (WT), ini adalah Water Charge
(WC).Nah, selisih ini punya nya DKI Jakarta.Tetapi, yang terjadi adalah WC
itu naik terus.Tapi WT ga bisa.Sekarang, tarif air tiap tahun naik.Teriak
masyarakat, karena tidak affordable.Jadi, untuk ini ada namanya affordability.
Sehingga terjadi adalah short fall. Ketika ada short fall, maka kita bilang, tarif
air tidak boleh naik. Karena tarif air ga boleh naik, maka terjadi yang namanya
short fall nya tertahan.Karena tarif air ga bisa naik maka kurva menjadi seperti
ini.Kenapa?Kita itu tidak bisa menentukan WC.Yang bisa menentukan WC
adalah PAM dan swasta.Tapi, gara-gara ini maka PAM dan swasta ketika bikin
WC itu melibatkan BR. Liat ya, ini kontraknya seperti ini.Tidak adil.Maka kita
bekerja di luar ini.Berkembang dari sini ke sini.Itu lah sebabnya, BRPAM itu
dibenci oleh PAM Jaya dan swasta.Kenapa?Karena dengan program seperti
ini, maunya seperti ini terus.Sehingga pada tahun 2007 sampai 2012 itu tidak
ada kenaikan tarif sama sekali.”
(Wawancara dengan pak Riant Nugroho tanggal 20 Januari 2014)
Water charge yang tiap enam bulan sekali naik secara tidak langsung
menuntut agar water tariff juga naik. Namun, BRPAM memutuskan agar water
tariff tidak naik lagi sejak 2007 karena masyarakat banyak yang protes karena
mereka tidak mampu untuk membayar tagihan air yang semakin mahal.
“Kemudian, water lossnya ini. Kehilangan air.50% hilang.Ini pada kontrak
pertama kali, tahun 1998. Pada tahun 2003, mereka mengalami kehilangan air
dari 58% turun menjadi 43%. Tapi yang terjadi adalah realisasinya
45%.Bukannya mereka itu kemudian menyatakan bahwa „saya mau perbaiki‟,
tidak.Yang mereka lakukan mengoreksi targetnya. Jadi deket kan realisasi sama
targetnya? Kalau deket, dendanya murah. Maka lebih baik mereka bayar denda
ketimbang kerja keras. Koreksi ini dilakukan tanpa sepengetahuan BR. ...,
setiap kontrak kerjasama dengan asing, itu basisnya adalah performance kan.
Kalau orang performance ga bisa, dia cabut kan. Ini enggak.Ini berdasarkan
yang namanya kebutuhan keuangan. Liat kata-katanya: Water charge is not
based on kinerja. But based on a great finpro.Finpro tuh financial projection.
Kalau mereka menyatakan, tahun depan harus untung sekian, nah itu
acuannya. Bukan performance.”
(Wawancara dengan pak Riant Nugroho tanggal 20 Januari 2014)
Tabel 4.2. adalah tabel yang berisi target penurunan kehilangan air yang
disepakati oleh PAM Jaya dan pihak swasta. Pada 1998, disepakati target
kehilangan air adalah 58,35%. Lalu pada saat rebasing tahun 2003, target
kehilangan air turun menjadi 43%. Namun, realisasinya adalah 45,26%. Alih-alih
memperbaiki realisasi, pihak PAM Jaya dan swasta justru memperbaiki target
menjadi 45,34% pada tahun 2004. Hal itu menyebabkan realisasi dekat dengan
60
Universitas Indonesia
target. Apabila realisasi dekat dengan target, denda yang diberikan akan menjadi
lebih murah. Koreksi target ini dilakukan oleh PAM Jaya dengan swasta tanpa
sepengetahuan BRPAM. Selain itu, alih-alih dibuat dengan dasar kinerja atau
performa, kontrak kerjasama ini juga dibuat dengan berdasarkan great financial
projection. Jadi, target capaian yang harus dicapai adalah target untung, bukan
target performa, seperti yang dikemukakan oleh pak Riant Nugroho di atas.
Tabel 4.2.: Upaya Penurunan Kehilangan Air yang Dicantumkan pada
Lampiran Perjanjian Kerjasama
Sumber: Djamal, Ali, Nugroho, Kretarto, & Utami (2009)
4.4. Pelayanan Air Bersih terhadap Warga
Dalam melakukan pelayanan air bersih, PAM akan memberikan saluran air
kepada warga masyarakat. Apabila ternyata ada warga yang belum mendapat
aliran air tapi di sekitarnya sudah ada aliran air PAM, warga tersebut harus aktif
meminta kepada PAM dan/atau pihak swasta untuk menjadi pelanggan. Hal itu
61
Universitas Indonesia
disebabkan karena PAM tidak bisa menawarkan terus-menerus. Namun, apabila
ada suatu kawasan tertentu yang belum ada aliran PAM, PAM mempunyai
program kerja yang memang sudah menargetkan akan melayani daerah-daerah
tertentu yang belum dialiri oleh PAM.
“Jadi gini, kalau warga belum ada aliran air tapi misalnya di sekitarnya, di
deketnya dia sudah ada aliran air, itu berarti warga yang harus aktif minta
kepada PAM, saya mau jadi pelanggan, rumah saya di sini, tetangga yang
terdekat dengan saya di sini. Kalau misalnya satu kawasan tertentu yang belum
ada alirannya PAM, PAM pasti punya program apa tahun sekian akan masuk ke
sana, tahun sekian apa masuk ke sana. Jadi dua.PAM yang memang sudah
memprogramkan untuk itu atau sebenernya sudah ada cuma warganya yang
belum minta.Kan kita juga ga bisa menawarkan terus-terusan. ... Cuma kan saya
ga boleh melayani di daerah ilegal. Kecuali sekarang karena kalau saya ga
melayani, mereka kan butuh air. Makanya kalo di area ilegal itu, sekarang
sistemnya adalah kami layani dengan master meter. Jadi kami layanin misalnya
nih areanya segini. Kita alirin ke sini, kita berhenti di sini, kita pasang meter di
sini. Nah meter ini lah nanti yang akan dikelola oleh warga yang ada di sini ini,
mereka akan milih, siapa yang akan ditunjuk sebagai pengelola ini. Jadi nanti
saya tinggal mintanya kepada orang yang ditunjuk itu.Nanti dia yang
menyalurkan kepada warga yang ditunjuk di sini. ... Harus bayar. Ke mitra.
Kalau ini kan ke mitra kan. Kecuali kalau misalnya mitra ga layanin.Yang
layanin PAM. Kemudian bayarnya PAM.”
(Wawancara dengan pak Sriwidayanto Kaderi tanggal 10 Februari 2014)
Tabel 4.3.: Pembagian Tarif Air PAM
Sumber: http://www.pamjaya.co.id/Informasi-Tarif.html
62
Universitas Indonesia
Tabel 4.4.: Kategori Pembagian Tarif Air PAM
Sumber: http://www.pamjaya.co.id/Pelanggan-PAM-JAYA.html
Hal berbeda diterapkan oleh PAM di area ilegal. Area ilegal misalnya
adalah tanah sengketa, seperti Tanah Merah. PAM atau pihak swasta akan
mengalirkan air ke daerah sana, namun hanya berhenti sampai di perbatasan. Di
perbatasan tersebut, PAM akan memasang meteran atau hidran air. Meteran
tersebut akan dikelola oleh warga yang ada di daerah tersebut. Warga akan
memilih, siapa yang akan ditunjuk sebagai pengelola sehingga pihak PAM atau
63
Universitas Indonesia
swasta hanya berkoordinasi dengan orang yang ditunjuk tersebut. Sistem
pembayarannya adalah warga masyarakat yang akan membayar kepada pengelola
hidran air atau meteran tersebut. Kemudian, orang tersebut akan membayar
kepada PAM Jaya sesuai dengan hitungan meteran. Soal tarif, PAM memberikan
harga untuk masyarakat tidak mampu hanya Rp1.050,00.
Soal keluhan pelanggan, pak Sriwidayanto Kaderi mengemukakan, bahwa
keluhan dapat disampaikan baik ke pihak swasta maupun ke pihak PAM Jaya.
Dengan begitu, PAM Jaya pun bisa melakukan pengawasan secara langsung.
4.5. Kerugian yang Dialami oleh Warga Akibat Privatisasi
Ibu Ella, ibu Ncih, dan ibu Halimah adalah warga Rawa Badak Utara RT 9
RW 9. Ibu Ella merupakan perempuan kelahiran tahun 1972. Ia tinggal bersama
satu suami dan dua anak di sebuah kontrakan di Rawa Badak Utara. Ia memakai
jasa PAM Jaya untuk mengkonsumsi air bersih sejak tahun 1994. Sedangkan, ibu
Ncih seorang kelahiran 1965 telah berada di Rawa Badak Utara sejak tahun 1980.
Ia tinggal bersama satu suami dan tujuh anak. Pada tahun 1983, ia sudah mulai
mengonsumsi air bersih dari PAM Jaya. Ibu Halimah juga merupakan warga lama
di Rawa Badak Utara, yaitu sejak tahun 1990 dan ia langsung berlangganan PAM.
Ia tinggal di sana bersama satu suami, tiga anak, dan seorang cucu, serta lima
orang ipar.
Mereka mengonsumsi air sehari-harinya dengan berlangganan PAM.
Namun, sudah lama PAM tidak mengaliri rumah mereka. Pada siang hari, mereka
mengaku tidak mendapat air sama sekali. Mereka harus menunggu dari jam satu
pagi untuk hanya mendapatkan dua ember air yang banyak jentiknya. Selama air
mati, warga tetap diharuskan membayar pelayanan air dari Aetra walaupun
mereka tidak pernah mendapatkan pelayanan air bersih.
“...mungkin dulu itu kita dipenuhin ama pam jaya karena masih konsumennya
kan masih dikit, pabrik pabrik baru ada di pos satu, sekarang kan pabrik banyak
butuh air, udah banyak pabrik disini, dulu kelapa gading masih rawa, masih
sawah, ya. Jadi ibaratnya belum dibutuhkan, sekarang kelapa gading udah jadi
apartemen, udah tingkat-tingkat sampai berjulang tinggi ke atas langit apa ga
butuh air banyak, sehingga ya mungkin kesininya kita dapatnya ga banyak lah ga
seperti dulu.”
(FGD dengan ibu-ibu di Rawa Badak Tanggal 29 Januari 2014)
64
Universitas Indonesia
Mereka menuturkan, bahwa sekarang ini banyak pabrik, apartemen, serta
perumahan yang membutuhkan banyak asupan air bersih. Hal itu membuat
permukiman-permukiman kumuh tidak mendapatkan air. Kadang memang air
menyala, namun airnya berwarna hitam, bau, dan banyak jentiknya. Hal tersebut
dibenarkan oleh pak Firdaus Ali, yang berkata bahwa air baku yang jumlahnya
tetap tidak sebanding dengan banyaknya warga Jakarta sekarang sehingga warga
banyak yang berebut air.
“...operator kan dibunyikan dia harus menambah layanannya dengan
bertambahnya pelanggan. Sementara, jumlah air baku yang diolah kan tidak
bertambah. Otomatis jumlah pelanggan yang dulu pada saat kontrak itu 328
ribu, sekarang jadi 807 ribu, kan naik dua kali lipat lebih kan. Jadi apa, dengan
air baku yang sama, air baku sama kan, ga bertambah kan. Pelanggan
bertambah dua kali lipat lebih. Otomatis kan ya logikanya ada pelanggan yang
tidak akan dapat air. Kalau ada pelanggan yang harusnya dapat air 24 jam,
sekarang jadi 12 jam.Kalau dulu dia dapet 12 jam, sekarang dia dapet 6
jam.Kemudian, karena jumlah pelanggan bertambah, jumlah air yang
dibutuhkan bertambah, sementara tidak tersedia air bakunya.Jadi orang
berebut.Air susah, mahal, dan sebagainya.”
(Wawancara dengan pak Firdaus Ali tanggal 3 Februari 2014)
Saat ditanya mengenai sosialisasi struktur dan besaran tarif serta tagihan,
mereka mengaku tidak mendapat sosialisasi apa-apa. Merasa dirugikan, mereka
pun protes. Awalnya, mereka menanyakan sebab air mati kepada RT dan RW.
Namun, tidak ada yang tahu. Akhirnya, mereka meminta surat pengantar dari RT
dan RW bahwa air PAM tidak menyala di wilayah Rawa Badak RT 9 RW 9 itu.
Setelah itu, mereka melakukan protes kepada pihak operator. Namun, aduan
mereka tidak ditanggapi oleh pihak operator. Mereka akhirnya melakukan demo
di Kantor Gubernur DKI Jakarta. Puncaknya, mereka menjadi saksi dalam
pengadilan tuntutan rakyat atas privatisasi air Jakarta di Pengadilan Negeri Jakarta
Pusat.
Hal itu membuat mereka harus beli air dengan gerobak-gerobak. Dengan
memakai gerobak, mereka mengonsumsi air sebanyak 24 jerigen. Harga setiap
dua jerigen adalah Rp4.500,00 sampai dengan Rp5.000,00. Gerobak-gerobak
tersebut mengambil air dari hidran-hidran air yang selalu menyala. Hidran-hidran
air itu merupakan milik Aetra yang dikelola oleh seseorang yang kemudian
65
Universitas Indonesia
menjualnya kembali ke tukang gerobak air. Kemudian, tukang air gerobak
tersebut menjual lagi ke warga masyarakat di sekitar situ.
Gambar 4.5. Penjual Air
Sumber: dokumen peneliti
Hal yang sama juga dialami oleh warga di Muara Baru RT 20 RW 17
Kelurahan Penjaringan. Ibu Linda, ibu Siti Maryam, dan ibu Hamidah merupakan
warga yang sudah lama tinggal di sana. Ibu Linda, yang merupakan kelahiran
1973, hidup di sana dengan satu suami dan dua anak sejak tahun 1992 dan sejak
itu pula sudah berlangganan air PAM. Ibu Siti Maryam merupakan perempuan
yang lahir pada tahun 1972. Ia tinggal di sana sejak tahun 1980 bersama dengan
suami dan tiga anaknya. Sejak itu pula ia langganan air PAM. Kemudian, ibu
Hamidah merupakan kelahiran tahun 1974. Ia pindah ke Muara Baru pada tahun
1980 bersama dengan satu orang suami dan satu orang anak dan langsung
berlangganan air PAM.
66
Universitas Indonesia
“Nyala juga kapan tau udah lama.” “Kita disuruh bayar abodemennya doang
tadinya itu. Kalau air jalan, ya kita bayar. Misalnya air mulai Januari nyala, ya
kita mau bayar. Ya orang ga jalan-jalan ya gimana.” “Kalau jalan, baunya
minta ampun.” “Jijik ya.Bau banget.Item lagi.Jijik buangget.Ih.Jijik deh.Kadang
ya ga item, kuning gitu.Tapi ya bau.” “Itu dimasak juga itu buat diminum?”
“Ga bisa.Mandi aja ga bisa.”
(FGD dengan ibu-ibu di Muara Baru tanggal 13 Februari 2014)
Mereka mengaku, bahwa air PAM sudah lama tidak menyala. Terakhir
menyala adalah saat lebaran, itu pun hanya dua hari. Hal itu disebabkan oleh
pabrik di dekat tempat mereka sedang libur. Namun, kalaupun menyala, airnya
berbau dan berwarna hitam atau kuning. Hal itu membuat air tidak bisa diminum
dan dimasak.
Saat ditanya mengenai operator yang sudah bukan dilakukan oleh PAM,
mereka sama sekali tidak tahu. Mereka tidak pernah diberi sosialisasi akan
penggantian operator dan besaran tarif. Petugas yang datang hanya melihat
meterannya. Mereka pun masih disuruh membayar abodemennya walaupun air
tidak mengalir.
Tidak adanya aliran air PAM membuat mereka harus mengambil air dari
sumur warga yang sifatnya kolektif. Namun, air sumurnya terasa payau sehingga
mereka hanya bisa menggunakannya untuk mencuci. Oleh karena itu, mereka juga
harus membeli air dengan jerigen-jerigen. Rata-rata satu harinya mereka
menghabiskan sepuluh pikul dengan harga per pikulnya adalah Rp2.500,00.
Namun, saat persediaan air di hidran utama sedikit, harga menjadi Rp5.000,00.
Kemudian, untuk minum, mereka harus membeli galon air mineral kemasan lagi.
Apabila kelompok ibu-ibu di Rawa Badak Utara aktif melakukan protes
apabila air tidak menyala, kelompok ibu-ibu di Muara Baru tidak melakukan
protes, baik kepada perangkat pemerintahan setempat maupun kepada pihak
swasta atau PAM Jaya. Kemudian, perbedaan selanjutnya adalah bahwa
kelompok ibu-ibu di Rawa Badak Utara mengetahui dan mengerti akan privatisasi
air yang terjadi di Jakarta dengan cara mencari tahu sendiri, namun kelompok ibu-
ibu di Muara Baru tidak mengetahui privatisasi air yang terjadi di Jakarta.
67
Universitas Indonesia
BAB 5
ANALISIS
5.1. Air sebagai Hak Asasi Manusia
Pada UUD 1945 pasal 33 ayat 3 dikatakan, “Bumi dan air dan kekayaan
alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk
sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.” Hal itu merupakan penegasan bahwa hak
atas air merupakan hak konstitusi setiap warga negara.
Selain itu, pada Kovenan Internasional Hak-Hak Ekonomi, Sosial, dan
Budaya dinyatakan secara implisit bahwa hak atas air merupakan hak setiap
orang. Dalam pasal 11 dan 12 disebutkan bahwa negara harus mengakui hak
setiap orang atas standar kehidupan yang layak, termasuk pangan, sandang, dan
papan, dan atas perbaikan kondisi yang terus-menerus. Kesehatan fisik dan mental
warga negara merupakan hal yang sangat penting.Peningkatan produksi setiap
warga negara, termasuk juga konservasi dan distribusi pangan dengan ilmu
pengetahuan juga harus dijamin oleh negara.Perwujudan hak ini diwujudkan
dengan membuat ketentuan-ketentuan, perbaikan, pencegahan, pengobatan,
pengendalian segala penyait, perkembangan kehidupan, dan kesehatan
lingkungan.Kovenan Internasional ini telah diratifikasi oleh pemerintah Indonesia
dengan UU Nomor 11 Tahun 2005.
Kemudian, kovenan tersebut mempunyai turunan kovenan yang berupa
Komentar Umum (General Comment) No.15/2002 yang harus diperhatikan oleh
negara. Dalam Komentar Umum tersebut dinyatakan:
“Article 11, paragraph 1, of the Covenant specifies a number of rights emanating
from, and indispensable for, the realization of the right to an adequate standard
of living “including adequate food, clothing and housing”. The use of the word
“including” indicates that this catalogue of rights was not intended to be
exhaustive. The right to water clearly falls within the category of guarantees
essential for securing an adequate standard of living, particularly since it is one
of the most fundamental conditions for survival.”
Hal yang menjadi penekanan di sini adalah kalimat yang menyatakan,
bahwa hak atas air secara jelas termasuk ke dalam kategori jaminan penting untuk
mengamankan standar kehidupan yang layak, terutama karena hak atas air adalah
67
68
Universitas Indonesia
salah satu dari kondisi-kondisi mendasar untuk bertahan hidup. Kemudian,
terdapat Sidang Umum PBB pada tahun 2010 yang menyepakati bahwa air
minum yang bersih dan sanitasi yang baik merupakan hak asasi manusia yang
sangat penting untuk kehidupan dan keseluruhan hak asasi manusia.
Dari apa yang telah peneliti paparkan, masyarakat dunia lewat lembaga
internasional PBB telah menyatakan, bahwa air merupakan hak asasi manusia.
Hak manusia atas air adalah hak yang melekat pada diri manusia apapun status
yang melekat padanya. HAM yang bersifat universal mengingatkan kita, bahwa
seluruh manusia di dunia ini terikat pada nilai moral dan etika bersama. Air
merupakan kebutuhan yang tidak bisa dihindari oleh setiap manusia di belahan
dunia mana pun. Kemudian, hak atas air merupakan hal yang saling tergantung
pada pemenuhan atas hak tersebut. Hak manusia atas air tergantung pada
aksesibilitas dan informasi atas penyediaan air bersih. Setiap orang berhak atas air
dan tidak boleh ada perlakuan berbeda berdasarkan suatu status tertentu. Selain itu
juga, hak manusia atas air menuntut adanya kewajiban yang harus dilakukan,
seperti saling menghormati dan melayani hak tersebut kepada orang lain.
Seperti ungkapan Hale (2007), Hak Asasi Manusia atas air ini tidak hanya
sekadar izin untuk menggunakan air. Hak atas air ini merupakan hak sosial dan
ekonomi yang sangat penting bagi keberlangsungan hidup manusia. Hak atas air
ini menyadarkan kita, bahwa semua manusia mempunyai kebutuhan akan air yang
tidak bisa diambil oleh apapun dan siapa pun. Vandana Shiva (2002) menulis
tentang hak atas air yang merupakan usufructuary rights. Usufructuary rights ini
sendiri adalah hak untuk menikmati atau menggunakan suatu hal yang dimiliki
oleh pihak lain tanpa menyebabkan kerusakan atau mengubah daya guna hal
tersebut. Seseorang yang mengkonsumsi air bersih tidak boleh melarang orang
lain untuk menggunakan dan menikmati air bersih.
“Terus apa sih bu yang diharapkan ke depannya untuk masalah air bersih ini?”
“Ya pengennya sih ke depannya jalan. Soalnya repot ini air bersih soalnya.”
“Iya, yang ga punya juga bisa minta ke kita.”
(FGD dengan ibu-ibu di Muara Baru tanggal 13 Februari 2014)
69
Universitas Indonesia
Ibu-ibu di Muara Baru saat ditemui oleh peneliti menyatakan, bahwa
mereka sangat kerepotan saat air bersih tidak ada. Hal itu menunjukkan, bahwa air
bersih merupakan hal yang sangat penting bagi keberlangsungan aktivitas sehari-
hari. Selain itu, kolektivitas masyarakat di Muara Baru masih menganut nilai yang
menganut bahwa air merupakan milik bersama. Mereka berbagi air apabila ada
yang tidak mempunyai air bersih sehingga semua orang bisa mengonsumsi air
bersih untuk beragam keperluan. Memang, secara turun-temurun air dipergunakan
secara gratis oleh masyarakat (Shiva, 2002). Manajemen air yang diaplikasikan
oleh masyarakat merupakan manajemen air yang berdasarkan kebijakan warga
lokal dan hasil musyawarah. Dengan begitu, pembagian air bersih menjadi rata.
Warga sendiri menyadari bahwa air merupakan kebutuhan yang tidak bisa tidak
dipenuhi, dan lebih dari itu, air bersih merupakan hak.
5.2. Dominasi Bank Dunia akan Nilai Neoliberalisme terhadap Indonesia
dalam Jubah Globalisasi
Tahun 1980-an sampai 1990-an merupakan tahun-tahun saat Indonesia
sedang melakukan banyak pembangunan demi naiknya nama Indonesia di
kalangan internasional. Banyak pembangunan besar-besaran seperti jalan tol dan
pembangunan gedung-gedung. Tak terkecuali pelayanan air bersih. Dalam
melakukan pembangunan besar-besaran tersebut, pemerintah Republik Indonesia
(RI) melakukan pinjaman kepada Bank Dunia, dilihat dari adanya dokumen Loan
Agreement Number 3219 IND, pada tanggal 6 Juli 1990. Proyek tersebut bernama
Second Jabotabek Urban Development Project. Pinjaman tersebut diberikan
kepada Indonesia sebesar 190 juta USD. Pinjaman tersebut juga akan digunakan
untuk perbaikan infrastruktur air sebanyak 92 USD.
Hal ini seperti yang dikatakan oleh Ahalla (2012), bahwa terdapat proses
meningkatnya keterkaitan antarmasyarakat yang kemudian memberi pengaruh
kepada seluruh warga dunia. Kemudian, Barak (2011) juga menyatakan, bahwa
globalisasi merujuk pada adanya proses pertumbuhan keadaan saling tergantung
antara kejadian, masyarakat, dan pemerintah di seluruh dunia yang terhubung
melalui ekonomi-politik di seluruh dunia serta komunikasi, transportasi, dan
komputer yang berkembang.
70
Universitas Indonesia
Hal yang dikatakan oleh Stiglitz (2002) menjadi tampak dalam hal ini.
Dalam era globalisasi, Indonesia, negara yang sedang berkembang, ingin
membuka diri terhadap perdagangan internasional agar pertumbuhan negara
menjadi lebih cepat. Sebagai salah satu aspek dunia global, Stiglitz mengatakan,
bahwa ada lembaga asing yang bersifat “membantu” dalam meminjamkan dana
kepada negara berkembang agar negara tersebut bisa memajukan
perekonomiannya. Bantuan asing, dalam kasus ini adalah Bank Dunia, masuk saat
Indonesia berusaha ingin mencapai level pembangunan yang telah dilakukan oleh
negara maju. Hal itu disebabkan tidak adanya modal yang cukup yang dimiliki
oleh Indonesia untuk melakukan pembangunan tersebut. Hal ini membuat
Indonesia, yang sumber dayanya masih murah dan mempunyai standar kehidupan
yang rendah, bergantung kepada Bank Dunia.
Konsensus Washington, yang mana Bank Dunia ada di dalam salah satu
yang membuat konsensus tersebut, menganut paham neoliberal. Tiga ide
besarnya, yaitu liberalisasi, deregulasi, dan privatisasi. Hal tersebut membuat
adanya dampak besar bagi hubungan antara negara, publik, dengan pasar. Seperti
yang dikatakan oleh Serra dan Stiglitz (2008), neoliberalisme menganut bahwa
kinerja dan kepentingan pasar merupakan satu-satunya tolok ukur untuk menilai
kebijakan yang dibuat oleh pemerintah. Oleh karena itu, dilakukan liberalisasi dan
deregulasi agar campur tangan dan kontrol negara dalam pasar dapat berkurang.
Tolok ukur atas dasar kepentingan pasar ini yang membuat negara harus
menyingkirkan kepentingan publik. Hal itu disebabkan oleh adanya pandangan
bahwa anggaran untuk pelayanan publik merupakan bentuk inefisiensi finansial.
Untuk menimbulkan efisiensi finansial, dilakukanlah privatisasi.
Dalam McDonald & Ruiters (2005) dikatakan, bahwa privatisasi dibawa
oleh gelombang neoliberalisme yang masuk dalam arus globalisasi. Pemerintah
yang korup, tidak akuntabel, dan kekurangan keuangan membuat pelayanan air
menjadi tidak efektif dan efisien. Untuk itu, harus ada peran swasta. Privatisasi itu
sendiri merupakan masuknya pihak swasta dalam pengelolaan aset publik.
Pembahasan tentang globalisasi dan pengaruhnya terhadap Indonesia dapat
dijelaskan dengan teori Strukturasi oleh Anthony Giddens. Terdapat aktivitas
manusia yang dijalankan terus-menerus, yang membentuk jalinan erat antara
71
Universitas Indonesia
agensi dengan struktur. Agensi merupakan orang-orang yang melakukan tindakan
dan praktik yang konkret dalam kontinuitas tindakan dan peristiwa di dunia.
Sedangkan, struktur adalah aturan dan sumberdaya yang terbentuk dari dan
membentuk perulangan praktik sosial. Agensi dan struktur ini merupakan
hubungan dualitas atau timbal-balik. Agensi dan struktur ini tidak bisa dipahami
secara terpisah satu sama lain. Semua tindakan sosial melibatkan struktur, dan
semua struktur melibatkan tindakan manusia.
Dalam hal privatisasi air di DKI Jakarta ini, agensi adalah pemerintah
Indonesia, Bank Dunia, pasar (perusahaan), dan warga DKI Jakarta. Kemudian
ada suatu struktur besar, yaitu struktur globalisasi. Struktur signifikasi globalisasi
yang ada adalah terdapat wacana, bahwa apabila suatu negara mengikuti
perdagangan internasional, pertumbuhan ekonomi negara tersebut akan maju. Hal
tersebut menimbulkan tindakan yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia.
Pemerintah Indonesia kemudian memiliki motivasi tak sadar yang adalah
menginginkan kesamaan tingkat ekonomi dengan negara maju di dunia. Dengan
begitu, Indonesia mengikuti perdagangan internasional. Namun, Indonesia tidak
memiliki modal dan teknologi yang cukup sehingga harus meminjam dana ke
lembaga donor internasional. Kemudian, Indonesia pun mempunyai kesadaran
diskursif, bahwa pemerintah Indonesia harus meminjam dana ke lembaga donor
internasional, dalam hal ini Bank Dunia, karena pemerintah Indonesia
membutuhkannya untuk mengikuti perdagangan Internasional. Dalam mengikuti
perdagangan internasional dengan sistem ekonomi neoliberalisme, pemerintah
juga harus turut melanggengkan sistem privatisasi air yang terkandung dalam
aktivitas internasional dalam relasi negara dengan pasar. Hal tersebut terulang
sehingga saat pemerintah Indonesia menginginkan untuk melakukan aktivitas
internasional namun tidak mempunyai modal, dengan sendirinya Indonesia
meminjam dana kepada lembaga donor internasional, dan dalam relasinya dengan
pasar, pemerintah seakan mempunyai acuan bagaimana harus berinteraksi dengan
korporasi internasional sehingga pemerintah Indonesia akan mulai melakukan
proses privatisasi air. Hal tersebut lah yang dikatakan sebagai kesadaran praktis
oleh Giddens.
72
Universitas Indonesia
“..., itu Bank Dunia mengucurkan pinjaman untuk pembangunan pengelolaan
air...96 dana (terakhir) dikucurkan, 97 diaudit oleh Bank Dunia. Hasilnya adalah
PAM Jaya itu performanya jelek, karena utangnya kegedean....Tahun 97, Bank
Dunia keluar dengan fatwa harus diprivatisasi.”
(Wawancara dengan Riant Nugroho tanggal 20 Januari 2014)
Pinjaman Indonesia kepada Bank Dunia membuat Indonesia tidak luput
dari neoliberalisasi ekonomi yang terjadi di dunia. Dalam dokumen Loan
Agreement Number 3219 IND, disebutkan bahwa sistem pengelolaan air yang
dilakukan oleh Indonesia harus dioperasikan dalam standar kepuasan Bank Dunia.
Kajian yang dilakukan oleh Bank Dunia menghasilkan laporan yang berjudul
Indonesia Urban Water Supply Sector Policy Framework. Inti dari laporan
tersebut adalah bahwa dana pinjaman dari Bank Dunia untuk memperbaiki
pelayanan air bersih digunakan dengan tidak efektif dan efisien. Disebutkan,
bahwa PAM tidak akuntabel, tidak disiplin dalam hal finansial, masih terpengaruh
sistem politik, dan hal-hal tersebut dapat menyebabkan bisnis yang berisiko.
Untuk itu, Bank Dunia membuat rekomendasi untuk mengganti orientasi PAM
menjadi industri pelayanan yang berorientasikan pada pelanggan.
Indonesia sebagai negara berkembang yang melakukan pinjaman dana
kepada Bank Dunia menjadi tidak mempunyai daya tawar. Indonesia menjadi
sangat tergantung kepada Bank Dunia sehingga Indonesia harus mengganti
orientasi PAM menjadi industri pelayanan yang berorientasikan pada pelanggan.
Dengan kata lain, Indonesia harus melakukan privatisasi air. Hal ini merupakan
cerminan hegemoni dalam rangka globalisasi. Terdapat sistem global yang
melakukan hegemoni atas Indonesia. Indonesia tidak sadar akan keberadaan
hegemoni ini. Seakan terdapat norma global yang berlaku sehingga Indonesia
seakan harus turut mengikuti aktivitas internasional.
Terdapat hegemoni dalam hubungan internasional ini. Hegemoni tidak
hanya mengacu pada hubungan antara negara dan rakyatnya, namun juga
mengacu pada hubungan kekuasaan dan distribusi dalam dunia global, seperti
militer, teknologi, dan finansial. Kemudian, ketergantungan negara berkembang
terhadap donor-donor asing membuat negara berkembang didominasi oleh donor
asing tersebut. Dari dominasi tersebut, masuklah dominasi ide-ide, seperti
neoliberalisme ekonomi. Dalam Moghalu (2006) disebukan, bahwa hegemoni
73
Universitas Indonesia
berjubah sebagai globalisasi norma yang menuntut semua pihak untuk tunduk
dalam hegemoni. Lewat adanya Konsensus Washington juga dapat dikatakan
bahwa itu merupakan sebuah bentuk hegemoni dari lembaga internasional kepada
negara berkembang, khususnya Indonesia. Gramsci mengatakan, bahwa negara
kapitalis mengamankan legitimasi mereka dengan proses hegemoni. Lembaga
internasional membutuhkan proses yang mendukung status quo mereka dalam
rangka menjadi yang dominan sehingga dominasi tersebut terdapat dalam suatu
konsensus yang seolah-olah telah disepakati bersama. Konsensus inilah yang
dapat mempertahankan pihak yang berkuasa.
Ini lah yang disebut Giddens sebagai struktur dominasi sekaligus struktur
legitimasi. Tata politik Bank Dunia berkuasa dengan Loan Agreement yang
berlaku antara pemerintah Indonesia dengan Bank Dunia. Di sini, Bank Dunia
mendominasi dan berkuasa atas Indonesia sehingga Indonesia harus
memprivatisasi air. Struktur legitimasinya terletak pada adanya Loan Agreement
yang ditandatangani oleh Bank Dunia dan pemerintah Indonesia. Dalam kasus
pinjaman dana kepada Bank Dunia ini, Indonesia pun terlihat menyetujui
keputusan Bank Dunia. Hal itu disebut oleh Adamson (1980) sebagai penyetujuan
subordinasi atas diri mereka sendiri. Indonesia, yang tergiur janji globalisasi yang
membuat perekonomian suatu negara dapat meningkat, menyetujui untuk
melakukan pinjaman kepada Bank Dunia. Padahal, Loan Agreement tersebut
secara eksplisit menyebutkan bahwa praktik-praktik pelaksanaan dari pinjaman
tersebut harus dioperasikan dengan standar Bank Dunia. Cox (1997)
menyebutkan, bahwa hegemoni itu sendiri merupakan kapasitas dari model
hubungan sosial untuk memaksakan dirinya sebagai model yang diimpikan
seluruh masyarakat, bahkan pada masyarakat yang belum ada di bawah
dominasinya.
Adanya struktur signifikasi, dominasi, dan legitimasi ini kemudian
membuat pemerintah Indonesia dengan mudah melakukan privatisasi air. Hal ini
merupakan sistem timbal-balik yang tidak bisa dijelaskan secara terpisah, karena
saat membicarakan privatisasi air sebagai praktik sosial, hal itu tidak bisa
dilepaskan dari dominasi Bank Dunia dan relasi pemerintah Indonesia dengan
pasar internasional. Di sini lah kemudian muncul adanya paradigma pasar dalam
74
Universitas Indonesia
melakukan pemerintahan karena adanya nilai neoliberalisme yang masuk. Saat
negara mengutamakan pasar, rakyat lah yang dirugikan karena tidak semua rakyat
memiliki daya yang cukup untuk melakukan aktivitas pasar. Hal itu membuat ada
pihak-pihak yang tersisih dan dirugikan. Dalam hal ini, konsep kesejahteraan
sosial (Mustofa, 2010) dan keadilan kesejahteraan oleh Neil Gilbert (Stoesz,
1996) tidak dipenuhi. Keadilan merupakan gagasan kontrak sosial yang
menentukan tanggung jawab timbal-balik antara rakyat dengan negara. Keadilan
tersebut diukur dari kesejahteraan, yang mencakup pendidikan, kesehatan, dan
pangan. Ketiadaan akses terhadap hal-hal mendasar tersebut membuat tidak
adanya keadilan kesejahteraan.
5.3. Implementasi Kebijakan Privatisasi Air
Salah satu poin perjanjian kerjasama antara PAM Jaya dengan kedua mitra
swasta adalah tentang hak dan kewajiban PAM Jaya sebagai pihak pertama dan
mitra swasta sebagai pihak kedua. Beberapa dari hak PAM Jaya adalah
memeriksa, mengawasi, menilai, dan mengevaluasi pelaksanaan kewajiban-
kewajiban pihak kedua. Kemudian, PAM Jaya juga berhak menerima laporan
proyek, menerima dan menyetujui program lima tahun untuk setiap periode
berikutnya. Sedangkan, kewajibannya adalah menyediakan, memperbaharui,
memperpanjang perizinan; memberi seluruh bantuan yang wajar kepada pihak
kedua, memberikan data dan informasi yang disimpan kepada mitra swasta dalam
rangka pengelolaan dan operasi. Sedangkan, hak pihak kedua adalah
melaksanakan proyek, menerima bantuan umum,menerima pendapatan, mengatur
pengukuran meter dan penagihan para pelanggan. Kewajibannya di antaranya
adalah mengatur seluruh pendanaan yang diperlukan untuk proyek; memenuhi
target teknis dan standar pelayanan sementara bertindak sesuai dengan tata cara
pengoperasian yang baik.
Dalam perjanjian tersebut disebutkan, bahwa pihak yang mengatur
pendanaan, target teknis, standar pelayanan, pengukuran dan penagihan, dan
melaksanakan seluruh operasional adalah pihak swasta. Sedangkan, pihak pertama
hanya berhak menerima dan menyetujui laporan dan target, serta berkewajiban
untuk memberi bantuan kepada pihak swasta.
75
Universitas Indonesia
Selain itu, perjanjian kerjasama ini telah melanggar Pasal 2 Peraturan
Daerah DKI Jakarta No. 13 Tahun 1992 tentang PDAM DKI Jakarta, yang
menjelaskan bahwa PAM Jaya adalah badan hukum yang bewenang melakukan
pengusahaan, penyediaan dan pendistribusian air minum serta usaha-usaha lain
berdasarkan Peraturan Daerah ini. Perjanjian kerjasama disebut melanggar karena
dalam hak dan kewajiban yang disebutkan di dalam perjanjian, PAM Jaya hanya
menjadi pengawas atas hak dan kewajiban yang diberikan kepada pihak
swasta.PAM Jaya menjadi kehilangan fungsi karena kewenangannya dialihkan
kepada pihak swasta. Isi dari perjanjian tersebut sangat mencerinkan prinsip
neoliberalisme yang meminimalisasi peran negara dan memaksimalisasi peran
swasta.
Peraturan perundangan tentang sumber daya air kemudian diatur pada UU
Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air. Pada pasal 2, pasal 5, dan pasal 6
dijelaskan bahwa sumber daya air dikelola dengan menganut asas keadilan,
kemandirian, transparansi, dan akuntabilitas.Hal itu dijamin oleh negara bahwa
setiap orang berhak untuk mendapat air bagi kebutuhan pokok mereka.Air yang
didistribusikan merupakan air yang sehat, bersih, dan produktif supaya warga
negara bisa memenuhi standar kehidupan yang layak untuk bertahan hidup.Oleh
karena itu, sumber daya air dikuasai oleh negara.Masyarakat, sebagai warga
negara mempunyai peran dalam pengelolaan sumber daya air. Peran ini
mempunyai korelasi dengan pemenuhan hak serta penjaminan pemenuhan hak
asasi manusia atas air itu sendiri. Dalam pasal 84 ayat 1 disebutkan bahwa
masyarakat berperan dalam proses perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan
terhadap pengelolaan sumber daya air.
Namun, UU Nomor 7 Tahun 2004 ini bersifat tidak konsisten akan
peraturan yang diproduksi. Pada pasal 9 ayat 1 disebutkan bahwa hak guna usaha
air dapat diberikan kepada perseorangan atau badan usaha dengan izin pemerintah
atau pemerintah daerah.Jelas, badan usaha merupakan badan yang bersifat
mencari untung. Penjaminan hak atas air menjadi tidak ada karena pemberian hak
guna usaha kepada perseorangan atau badan usaha merupakan hal yang membuat
air diubah sifatnya dari yang tadinya barang publik menjadi barang
ekonomi.Rupanya, pasal 9 UU Nomor 7 Tahun 2004 merupakan bentuk
76
Universitas Indonesia
pelanggengan atau legitimasi atas swastanisasi air atau privatisasi air yang telah
dilakukan pada tahun 1980-an dan 1990-an atas dasar kebijakan Bank Dunia.
Di dalam kontrak kerjasama antara PAM Jaya dengan pihak swasta,
disebutkan bahwa pihak swasta adalah pihak yang bertanggung jawab untuk
mendistribusikan air kepada masyarakat. Hal itu membuat PAM Jaya harus
memberikan bantuan kepada swasta agar swasta dapat menjalankan kewajibannya
dengan baik, yaitu dengan cara memberikan imbalan air kepada swasta. Imbalan
air ini disebut dengan water charge. Tingginya water charge ini disesuaikan
setiap semester sesuai dengan indikator inflasi dan beberapa penghitungan lain
yang ditetapkan oleh PAM Jaya bersama swasta.
Hal tersebut dilatarbelakangi oleh adanya keinginan perusahaan untuk
mencapai surplus. Surplus tidak akan dicapai apabila water charge tidak
disesuaikan dengan perhitungan-perhitungan seperti inflasi. Kemudian, terdapat
water tariff. Water tariff merupakan biaya yang dibebankan kepada masyarakat
untuk membayar jasa pelayanan distribusi air. Kenaikan water tariff ini
disesuaikan dengan water charge sehingga besarnya water tariff tersebut lebih
tinggi daripada water charge. Hal itu akan membuat adanya selisih yang menjadi
surplus. Namun, apabila water tariff lebih rendah daripada water charge, akan
terjadi shortfall (lihat Grafik 4.2.). Shortfall merupakan utang yang harus
dibayarkan PAM Jaya kepada mitra swasta sehingga PAM Jaya mengalami
kerugian seperti yang dialami oleh PAM Jaya sekarang ini.
Hal ini sangat sesuai dengan nilai-nilai yang dikemukakan oleh paham
neoliberal yang melihat bahwa semua interaksi antarmanusia merupakan interaksi
pasar yang mana isinya adalah tentang untung dan rugi. Bank Dunia dalam Loan
Agreement Number 3219 IND mengatakan bahwa untuk mencapai efisiensi
pendistribusian air bersih kepada warga, Indonesia harus melakukan privatisasi.
Paham neoliberal di sini melihat, bahwa pengadaan anggaran untuk pelayanan
publik merupakan bentuk inefisiensi finansial. Dalam hal ini, Badan Regulator
PAM Jaya, yang telah memutuskan untuk tidak menaikkan water tariff agar tarif
air masih bisa dicapai oleh masyarakat yang kurang mampu, secara tidak langsung
melakuan pelayanan publik. Pelayanan publik tersebut menyebabkan adanya
inefisiensi anggaran sehingga PAM Jaya mengalami kerugian karena paham yang
77
Universitas Indonesia
dipakai dalam kebijakan ini adalah neoliberalisme. Hal ini dapat terjadi karena
tidak adanya konsep pelayanan publik dalam konteks pasar. Hal yang penting
hanyalah apakah pelaku kegiatan pasar mendapatkan untung atau rugi sehingga
konsep pelayanan publik disingkirkan.
“Kemudian, water lossnya ini. Kehilangan air.50% hilang.Ini pada kontrak
pertama kali, tahun 1998. Pada tahun 2003, mereka mengalami kehilangan air
dari 58% turun menjadi 43%. Tapi yang terjadi adalah realisasinya
45%.Bukannya mereka itu kemudian menyatakan bahwa „saya mau perbaiki‟,
tidak.Yang mereka lakukan mengoreksi targetnya. Jadi deket kan realisasi sama
targetnya? Kalau deket, dendanya murah. Maka lebih baik mereka bayar denda
ketimbang kerja keras. Koreksi ini dilakukan tanpa sepengetahuan BR. ..., setiap
kontrak kerjasama dengan asing, itu basisnya adalah performance kan. Kalau
orang performance ga bisa, dia cabut kan. Ini enggak.Ini berdasarkan yang
namanya kebutuhan keuangan. Liat kata-katanya: Water charge is not based on
kinerja. But based on a great finpro.Finpro tuh financial projection. Kalau
mereka menyatakan, tahun depan harus untung sekian, nah itu acuannya. Bukan
performance.”
(Wawancara dengan Riant Nugroho tanggal 20 Januari 2014)
Dalam Tabel 4.2. pada bab Temuan Data dipaparkan data target upaya
penurunan kehilangan air oleh mitra swasta dan PAM Jaya. Realisasi yang dicapai
tidak sesuai dengan targetnya. Hal itu akan membuat denda yang harus
dibayarkan oleh swasta kepada PAM Jaya lebih besar, dan pertanggungjawaban
PAM Jaya juga akan dinilai buruk. Kemudian, untuk mengakali hal itu, PAM Jaya
dan swasta melakukan koreksi target selanjutnya agar realisasi dekat dengan
angka target. Hal itu akan membuat denda yang dibayarkan akan menjadi lebih
murah. Dapat dilihat dari hal ini, bahwa capaian yang ingin dicapai adalah target
untung, bukan target performa.
Hal ini menunjukkan, bahwa air, yang tadinya merupakan barang publik,
diubah menjadi barang ekonomi. Bannock, Graham, Baxter, dan Davis (1987)
mendefinisikan barang publik sebagai hal yang non-rivalrous, non-excludable,
dan non-rejectable. Pemakaian air oleh satu orang tidak akan mengurangi hak
orang lain untuk memakai air. Kemudian, apabila ada satu orang yang
mengonsumsi air bersih, orang lain tidak boleh dilarang untuk mengonsumsi air
bersih tersebut. Dan lagi, air bersih merupakan hal yang tidak bisa dijauhkan dari
setiap individu, bahkan apabila individu tersebut menginginkan hal tersebut.
78
Universitas Indonesia
Namun, kebijakan privatisasi air yang mencerminkan nilai neoliberalisme
membuat air menjadi barang jualan yang dijual kepada masyarakat. Dengan
demikian, air sekarang menjadi barang ekonomi yang memiliki nilai jual-beli
yang tinggi. Nilai jual beli yang tinggi tersebut disebabkan oleh adanya sistem
yang membuat pelayanan air yang telah disepakati bersama tidak lah murah.
Pengelolaan air membutuhkan biaya yang tinggi karena air harus dirancang untuk
meningkatkan penggunaan air yang efektif dan efisien. Pandangan pasar adalah
bahwa apabila pelayanan pendistribusian air meningkat, berarti harga air juga
meningkat.
Dalam Hadi, Sitepu, Soraya, Kusumaningtyas, Ndaru, & Arumsari (2007),
terdapat pandangan yang menggabungkan air sebagai barang publik dan air
sebagai barang ekonomi. Hal ini juga merupakan bentuk privatisasi air. Kontrol
atas sumber air merupakan hak pemerintah dan pemerintah pun harus ikut andil.
Namun, swasta juga dapat masuk untuk mengelola air. Pandangan ini merupakan
bentuk kamuflase atau bentuk pelembutan kata privatisasi karena apabila swasta
masuk ke dalam pengelolaan air, swasta pasti akan mencari untung di situ.
5.4. Viktimisasi Struktural
Pihak yang paling merasakan dari adanya orientasi pasar yang
diaplikasikan pada pelayanan air bersih adalah masyarakat miskin. Air yang
mengaliri ke rumah-rumah warga di Rawa Badak Utara dan Muara Baru sangat
sedikit. Bahkan, seringkali mereka kehabisan air karena air tidak mengaliri
rumah-rumah mereka. Tidak jarang mereka harus menunggu air mengalir pada
dini hari hanya untuk mendapatkan dua ember air. Air yang didapatkan pun tidak
layak untuk minum karena banyak jentiknya, berbau, dan berwarna hitam ataupun
kuning.
Hal itu sangat memberatkan mereka karena mereka masih harus bayar
pelayanan air dari swasta walaupun air tidak mengalir. Untuk mempertahankan
hidup, mereka akhirnya membeli air dari tukang gerobak dengan harga mahal.
Setiap dua jerigen, mereka harus membayar Rp2.500,00 sampai Rp5.000,00.
Untuk mendapatkan satu meter kubik air, mereka harus membeli sebanyak satu
gerobak, yaitu kira-kira dua puluh jerigen. Untuk itu, mereka harus membayar
79
Universitas Indonesia
kurang lebih Rp50.000,00 sampai Rp100.000,00 per pikul. Padahal, kalau mereka
hanya berlangganan air PAM, mereka hanya membayar Rp1.050,00 sampai
Rp1.575,00 per 10 meter kubiknya (lihat tabel 4.3. dan tabel 4.4. pada bab
Temuan Data). Dengan banyaknya anggota keluarga yang ada di rumah,
pemakaian air pun akan meningkat. Hal tersebut akan memperberat pengeluaran
untuk kebutuhan air bersih warga.
Warga merasa tidak pernah diberitahu atau diberi sosialisasi mengenai
besaran tarif, tagihan, ataupun pergantian operator dari PAM Jaya menjadi pihak
swasta. Merasa diperlakukan tidak adil, mereka pun melakukan protes. Namun,
sampai sekarang, tidak ada perubahan signifikan terhadap pelayanan air bersih
yang diberikan kepada mereka.
Pada subbab sebelumnya, terdapat penuturan bahwa air sudah menjadi
barang ekonomi. Dengan berubahnya nilai air menjadi barang ekonomi, air
menjadi ajang bisnis bagi para pemilik modal. Air menjadi ajang meraih
keuntungan. Nilai sosial air menjadi tidak ada dan untuk mendapat air, warga
harus menjadi pelanggan. Meminjam istilah Allen, Davila, dan Hofmann (2006),
di sini, warga tidak lagi menjadi warga negara yang haknya harus dipenuhi,
melainkan hanya menjadi pelanggan akan suatu barang yang harus dibeli dan jasa
pendistribusiannya harus dibayar dengan mahal.
Kemudian, adanya pabrik-pabrik, perumahan elite, dan apartemen di dekat
kawasan Rawa Badak membuat aliran air ke daerah permukiman kumuh
berkurang karena telah diserap oleh pabrik, perumahan, dan apartemen tersebut.
Hal itu membuat hak warga Rawa Badak Utara akan air dikurangi. Air baku yang
jumlahnya tetap tidak sebanding dengan banyaknya warga Jakarta sekarang. Hal
itu membuat pihak operator mendahului para pelanggan yang terdapat di daerah
perumahan elite dan apartemen, serta pabrik-pabrik yang masuk dalam Kelompok
IV dalam kategori tarif PAM (lihat Tabel 4.4.) Kelompok IV adalah kelompok
dengan pembagian tarif nomor dua termahal di bawah Kelompok V yang adalah
pelabuhan (lihat Tabel 4.3.). Sedangkan warga Muara Baru RT 20 RW 17
Kelurahan Penjaringan dan warga Rawa Badak Utara RT 09 RW 09. Pasar Ular
Plumpang, Permai Koja, Jakarta Utara merupakan warga yang masuk dalam
80
Universitas Indonesia
Kelompok II yang membayar lebih kecil daripada warga yang berada di
Kelompok IV.
Hal itu meminimkan akses warga miskin terhadap air bersih. Warga
miskin menjadi disingkirkan karena tidak mempunyai daya beli yang cukup untuk
membeli air bersih. Jaringan pipa air yang ada untuk dialiri air menjadi kosong
dan air tidak mengalir ke rumah warga. Untuk dapat bertahan hidup, mereka harus
membeli air dari tukang air yang menjual air dengan jerigen atau gerobak. Dengan
membeli air bersih dari tukang air, warga harus mengeluarkan uang dengan
jumlah yang lebih besar lagi, yaitu sebanyak Rp50.000,00 sampai Rp100.000,00
per dua puluh jerigen atau sekitar satu meter kubik air bersih. Bisa dilihat di sini
bahwa akses terhadap air bersih menjadi minim sekali.
Hal ini merupakan suatu bentuk viktimisasi struktural. Menurut Gosita
(2004), viktimisasi merupakan tindakan yang membuat pihak tertentu menderita
secara baik mental, fisik, maupun sosial yang dilakukan oleh pihak tertentu dan
demi kepentingan tertentu. Warga miskin di Muara Baru dan Rawa Badak Utara
merupakan pihak yang menjadi korban karena mereka menderita secara sosial
yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia demi kepentingan pasar. Mengacu
pada Fattah (2000), ketidakberdayaan warga miskin diperkuat dengan adanya
perampasan akan hak asasi manusia akan air bersih. Ada crisis by design atau
krisis yang dibuat melalui perencanaan. Perencanaan tersebut dimasukkan ke
dalam struktur sosial yang melembaga, yang dilegalkan dalam bentuk kebijakan
publik.
Viktimisasi struktural ini diperlihatkan dalam bagaimana warga susah
mengakses air bersih yang merupakan suatu kebutuhan dasar manusia, terlebih air
bersih ini merupakan hak asasi manusia. Viktimisasi struktural ini kemudian
berujung pada adanya kerusakan sosial. Pemerintah Indonesia berambisi untuk
mencapai kesetaraan dengan negara maju dalam bidang ekonomi dan politik
membuat adanya kerusakan sosial yang menghasilkan kerusakan kesetaraan akan
akses terhadap air bersih. Mengacu pada Fattah (2000), viktimisasi ini timbul
dengan cara merancang kelompok tertentu sebagai korban. Dapat kita lihat, bahwa
pihak yang diuntungkan dalam hal ini adalah korporasi internasional dan juga
Bank Dunia yang menginginkan status quo dalam aktivitas internasional. Di lain
81
Universitas Indonesia
pihak, warga Indonesia, khusunya Jakarta malah mengalami kerugian. Warga
Jakarta dirancang sebagai pihak yang menjadi korban. Apabila warga Jakarta tetap
dapat mendapat air bersih, keuntungan jangka panjang hanya akan didapat oleh
korporasi internasional, bukan warga negara Indonesia.
5.5. Crime of Domination sebagai Bentuk Kejahatan Negara dalam
Pelanggaran Hak Asasi Manusia akan Air Bersih
Di awal bab ini, peneliti telah menyatakan, bahwa hak atas air merupakan
suatu hak asasi manusia yang harus dipenuhi. Sidang Umum PBB pada tahun
2010 telah menyepakati bahwa air minum yang bersih dan sanitasi yang baik
merupakan hak asasi manusia yang sangat penting untuk kehidupan dan
keseluruhan hak asasi manusia.Hak atas air ini ini menunjukkan bahwa manusia
mempunyai kebutuhan akan air yang tidak bisa digantikan oleh apapun juga. Air
merupakan penggerak roda kehidupan manusia. Seperti kata Hale (2007), bahwa
Hak Asasi Manusia atas air ini tidak hanya sekadar izin untuk menggunakan air.
Hak atas air ini merupakan hak sosial dan ekonomi yang sangat penting bagi
keberlangsungan hidup manusia.
Manusia mempunyai hak yang kekal dan abadi untuk berkompetisi secara
setara, adil, dan bebas dalam bidang sosial, ekonomi, dan poolitik. Kesempatan
yang setara ini merujuk pada prinsip keadilan yang harus mengendalikan adanya
ketidaksetaraan sosial di dalam masyarakat. Segala prasyarat kehidupan manusia,
seperti pangan, sandang, papan, pendidikan, kesehatan, pekerjaan, rekreasi, dan
keamanan harus dijamin. Hal-hal tersebut merupakan hal dasar yang tidak boleh
dianggap sebagai hadiah. Hal tersebut merupakan hak yang harus dijamin
pemenuhannya (Schwendinger & Scwendinger, 1975). Dalam hal ini, air bersih
merupakan hak yang kekal dan abadi dan melekat pada manusia. Apabila kita
membicarakan hak asasi manusia akan air bersih, kita harus pula membicarakan
kesempatan yang setara dan adil dalam mengakses air bersih. Dengan akses yang
bisa dicapai, air bersih pun dapat dicapai dan bisa membuat adanya kesejahteraan
di dalam kehidupan manusia. Hak atas air ini tidak bisa dianggap sebagai hadiah
semata. Hak atas air ini harus dipenuhi oleh pemerintah agar warga negaranya
bisa hidup sejahtera.
82
Universitas Indonesia
Namun, air sekarang tidak bisa diakses dengan mudah, murah, dan
berkualitas oleh masyarakat dengan kelas ekonomi bawah. Akses terhadap air
bersih menjadi sangat sulit. Hal itu membuat pemenuhan hak asasi manusia akan
air pun menjadi susah, karena pemenuhan HAM akan suatu hal tidak bisa
dilakukan tanpa adanya akses terhadap hal itu. Oleh karena itu, ketiadaan akses
akan air ini merupakan suatu bentuk pelanggaran HAM.
Pun disebutkan dalam UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi
Manusia Pasal 1 butir keenam, bahwa pelanggaran hak asasi manusia adalah
setiap perbuatan seseorang atau kelompok orang termasuk aparat negara baik
disengaja maupun tidak disengaja atau kelalaian yang secara melawan hukum
mengurangi, menghalangi, membatasi, dan atau mencabut hak asasi manusia
seseorang atau kelompok orang yang dijamin oleh undang-undang ini, dan tidak
mendapatkan, atau dikhawatirkan tidak memperoleh penyelesaian hukum yang
adil dan benar, berdasarkan mekanisme hukum yang berlaku.
Dalam rangka menyesuaikan diri dari dominasi Bank Dunia, pemerintah
RI membuat kebijakan privatisasi air dan mengadakan perjanjian kerjasama
dengan pihak swasta. Mengacu pada Barak (2001), tindakan Indonesia dalam
membuat kebijakan privatisasi air merupakan produk dari kegiatan yang terlibat
baik secara langsung maupun tidak langsung dalam akumulasi modal. Quinney
berkata, bahwa terdapat reaksi dan ekspresi dari adanya penekanan struktural dan
perjuangan kelas. Reaksi dan ekspresi tersebut disebut sebagai adaptasi struktural,
dan hal itu merupakan sebab dari adanya tindak kejahatan (Barak, 2001).
Mengacu pada Vito, Maahs, & Holmes (2006), bentuk adaptasi struktural
melahirkan adanya crimes of accommodation. Kebijakan privatisasi air ini lah
yang menjadi bentuk reaksi dan ekspresi sebagai hasil adaptasi struktural dari
pemerintah Indonesia dari adanya perjuangan kelas yang dilakukan oleh negara
Indonesia dalam dunia global.
Mengacu pada Giddens dalam Priyono (2002), struktur signifikasi,
dominasi, dan legitimasi yang terdapat pada praktik globalisasi membuat
pemerintah Indonesia berada dalam lingkaran struktur yang membentuk praktik-
praktik yang kemudian lebih menguatkan struktur tersebut. Dalam dominasi dan
legitimasinya, Bank Dunia mengharuskan Indonesia membuat kebijakan
83
Universitas Indonesia
privatisasi air. Dalam hal ini, Indonesia berada dalam suatu sistem yang
merupakan timbal-balik antara struktur dan praktik sosial yang terus-menerus
dilakukan.
Oleh karena itu, Indonesia pun menjalani proses pergeseran orientasi PAM
Jaya, yang tadinya adalah sebagai pelayanan publik menjadi berorientasi
pelanggan (costumer oriented) atau berorientasi pasar. Proses pergeseran orientasi
PAM Jaya tersebut dijalani dengan proses yang cukup lama, yaitu sejak adanya
Petunjuk Presiden RI pada 12 Juni 1995 sampai dengan ditandatanganinya
perjanjian kerjasama antara PAM Jaya dengan kedua mitra swasta.
Dalam hal ini, rakyatlah yang dirugikan. Terdapat viktimisasi struktural
dalam kebijakan ini. Terdapat struktur yang secara kontinyu yang membuat warga
miskin dirugikan. Adanya viktimisasi struktural membuktikan bahwa telah terjadi
ketidakadilan yang dilahirkan oleh kebijakan publik ini. Menurut Neil Gilbert
dalam Stoesz (1996), keadilan merupakan suatu gagasan bahwa kontrak sosial
menentukan tanggung jawab timbal-balik antara individu dengan negara.
Keadilan ini dapat diukur dengan kesejahteraan. Hal yang dialami oleh warga
miskin di Rawa Badak Utara dan Muara Baru merupakan bentuk dari ketiadaan
akses terhadap air bersih. Hal itu menunjukkan bahwa terdapat ketidaksejahteraan
karena tidak adanya akses terhadap air bersih yang merupakan kebutuhan
mendasar bagi kehidupan manusia. Distribusi akan barang dan jasa dilandaskan
pada kemampuan untuk membayar, bukan atas dasar kemanusiaan. Tidak ada
konsep keadilan dalam kebijakan privatisasi air ini. Hal tersebut disebabkan oleh
karena orang-orang berpaham neoliberal, yang menilai bahwa semua tindakan
manusia merupakan tindakan pasar, menentang konsep welfare justice karena hal
tersebut tidak bisa diukur oleh ekonomi.
Dalam Schwendinger & Scwendinger (1975), dikatakan bahwa prinsip
keadilan harus mengendalikan adanya ketidaksetaraan sosial di dalam masyarakat.
Individu harus dilihat dan diperhatikan sebagai lebih dari objek yang diperlakukan
secara setara oleh institusi. Semua orang harus dijamin prasyarat kehidupannya,
termasuk makanan, tempat berlindung, pakaian, pelayanan medis, pekerjaan,
rekreasi, dan keamanan dari individu predator atau elit sosial yang imperialistik
dan represif. Namun, kesetaraan seringkali dibela bukan atas dasar logika formal,
84
Universitas Indonesia
namun atas dasar politik. Dalam privatisasi air ini, kebijakan dibuat atas dasar
kepentingan pemerintah yang berparadigma pasar dalam rangka neoliberalisme.
Hal ini membuat warga Jakarta menjadi tidak terlahir bebas dan setara.
Kesetaraan dalam hal mengakses air bersih menjadi harus dicapai dengan harga
tinggi sebagai usaha pencapaiannya. Dalam hal ini, konsep welfare justice tidak
diaplikasikan.
Menurut Mustofa (2010), apabila masyarakat mengalami kerugian, baik
secara fisik, psikologis, maupun materi yang disebabkan oleh adanya suatu pola
tingkah laku, di situ terdapat kejahatan. Kejahatan dapat dilakukan baik secara
individu maupun secara kelompok, baik dalam suatu organisasi, maupun di luar
organisasi.
Negara merupakan suatu organisasi besar. Apabila suatu negara
melakukan suatu tindakan, tindakan tersebut pastilah akan berdampak pada warga
negaranya. Tidak bisa dipungkiri, bahwa dalam melakukan suatu kebijakan,
negara bisa melakukan kejahatan. Dalam hal ini, negara melakukan kejahatan
dengan meniadakan akses air bersih bagi warga miskin. Warga miskin menjadi
dirugikan karena mereka tidak mendapatkan air bersih. Namun, Barlow dan
Decker (2010) menyebutkan, bahwa kejahatan negara merupakan hal yang kasat
mata karena tidak dapat dengan mudah didefinisikan. Hal itu disebabkan oleh apa
yang disebut Quinney sebagai pendefinian kejahatan oleh aparat penegak hukum.
Aparat penegak hukum merupakan representasi dari negara yang membuat hukum
dan definisi kejahatan untuk mengontrol kelas bawah (Vito, Maahs, & Holmes,
2006) dan hal itu membuat negara sulit didefinisikan sebagai pelaku kejahatan.
Menurut Julia dan Herman Schwendinger, definisi kejahatan harus terbuka
dengan isu moral (Schwendinger & Scwendinger, 1975). Isu tentang air bersih ini
merupakan isu moral yang apabila dilanggar, akan menyebabkan kerusakan
sosial. Pelanggaran hak asasi manusia atas air ini berwujud pada viktimisasi
struktural oleh negara yang membuat warga miskin tidak bisa mengkses air
bersih. Hal tersebut menyebabkan kerusakan sosial, dan oleh sebab itu
kesempatan individu untuk memenuhi kehidupannya pun manjadi terbatas.
Mengacu pada Schwendinger & Scwendinger (1975), terdapat sistem sosial yang
menyebabkan ketidaksetaraan. Sistem sosial ini lah yang merupakan pelaku
85
Universitas Indonesia
kejahatan. Adanya kegiatan yang berulang-ulang dan ajeg membuat rakyat
semakin menderita karena sulit mengakses air bersih.
Keadaan ini bertentangan dengan sila kelima Pancasila yang berbunyi,
“Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.” Pemerintah sebagai institusi yang
netral dan mempunyai kuasa untuk mengatur negara dengan tujuan
mensejahterakan rakyatnya, seharusnya menegakkan pemenuhan hak asasi
manusia bagi warganya. Pemerintah harus dapat menyediakan pelayanan barang
dan jasa untuk semua pihak yang berhak mendapatkannya. Hal tersebut membuat
negara, sebagai pelaku yang membuat air bersih menjadi tidak bisa diraih,
menjadi pelaku kejahatan.
Menurut Schwendinger & Scwendinger (1975), saat hak asasi manusia
dibuat menjadi dasar dari definisi perilaku kejahatan, pelanggaran terhadap hak
asasi manusia merupakan perhatian utama kriminologi. Keamanan dan jaminan
kesehatan dan akses akan air bersih merupakan hal yang mendasar. Ancaman
terhadap kesehatan seseorang akan membahayakan hal lainnya.Pemusnahan akan
hak-hak asasi manusia, termasuk hak asasi atas air yang disebabkan oleh adanya
hubungan dan sistem sosial yang teratur dan kontinyu menghasilkan suatu
kerusakan sosial (Schwendinger & Scwendinger, 1975). Hal tersebut akan
membatasi kesempatan individu untuk memenuhi kehidupannya. Penolak hak
asasi manusia merupakan pihak pelaku kejahatan.
Hal itu membuat Julia dan Herman Scwendinger menyebutkan, bahwa
pemerintah secara legal disebut sebagai pelaku kejahatan karena telah melakukan
pelanggaran hak asasi manusia. Pemerintah membuat sistem dan hubungan sosial
yang secara terus-menerus membuat air bersih menjadi susah dan mahal diraih
oleh warga miskin. Oleh karena itu, dapat disebutkan bahwa pemerintah Indonesia
melakukan pelanggaran hak asasi manusia atas air.
86
Universitas Indonesia
BAB 6
PENUTUP
6.1. Kesimpulan
Globalisasi yang terjadi membuat batas ruang dan waktu menjadi pudar,
bahkan menghilang. Akses berita dan informasi dari suatu tempat akan mudah
didapatkan dan diketahui oleh orang-orang yang berada di belahan dunia lain.
Transportasi dan komunikasi berkembang pesat untuk memenuhi era globalisasi,
dan globalisasi pun turut mendukung adanya transportasi dan komunikasi yang
makin canggih. Dengan begitu, mengambil istilah dari Mark Findlay (2004),
bahwa terdapat kesadaran manusia sebagai penduduk dunia secara global terhadap
adanya dunia secara utuh. Hal ini memberikan kesempatan bagi setiap negara
untuk membuka diri terhadap politik dan ekonomi global. Dalam dunia yang
secara utuh tergabung ini, hubungan antarmanusia di dalam dunia menjadi saling
tergantung.
Salah satu cerminan dari globalisasi adalah adanya pengakuan atas hak
asasi manusia atas air. Pengakuan atas hak asasi manusia atas air ini awalnya
adalah dari Kovenan Internasional Hak Ekonomi Sosial dan Budaya yang salah
satu poinnya menyatakan bahwa terdapat hak setiap orang atas standar kehidupan
yang layak, termasuk pangan, sandang, dan papan, dan atas perbaikan yang terus-
menerus. Kemudian, terdapat Komentar Umum Nomor 15 Tahun 2002 dari
Komite Hak Ekonomi Sosial dan Budaya PBB tentang Hak atas Air yang
menyatakan, bahwa hak atas air merupakan sesuatu yang tidak bisa dipisahkan
dari hak-hak asasi manusia lainnya. Dalam Komentar Umum itu terdapat kalimat
yang menyatakan, bahwa hak atas air masuk ke dalam jaminan penting untuk
mengamankan standar kehidupan yang layak. Untuk menindaklanjuti hal itu,
diadakan Sidang Umum PBB tahun 2010 yang menyepakati bahwa air minum
yang bersih dan sanitasi yang baik merupkan hak asasi manusia yang sangat
penting untuk kehidupan.
Selain meningkatkan kesadaran akan hak asasi manusia, globalisasi juga
memberikan janji-janji ekonomi kepada semua negara di dunia. Globalisasi
menjanjikan akan memberikan pertumbuhan ekonomi yang lebih cepat dalam
86
87
Universitas Indonesia
suatu negara apabila negara tersebut mau membuka diri terhadap perdangan
internasional (Stiglitz, 2002). Dengan keterbukaan ekonomi, korporasi
internasional dapat membantu memindahkan teknologi, modal, dan barang
melewati batas-batas negara. Dengan itu, suatu negara, khususnya negara yang
sedang berkembang, dapat melakukan akselerasi pembangunan negara untuk
mencapai pembangunan yang telah dilakukan oleh negara-negara maju, seperti
USA dan UK. Kemudian, dalam rangka melakukan pembangunan untuk mencapai
akselerasi level global, negara berkembang tidak mempunyai modal yang cukup
untuk memulai pembangunan. Untuk itu, diadakan suatu lembaga bantuan asing
sebagai salah satu aspek dunia global.
Hal ini dialami sendiri oleh Indonesia. Dalam era globalisasi, Indonesia
ingin turut melakukan pembangunan untuk menjadi negara maju di dunia. Namun
sayangnya, Indonesia tidak mempunyai cukup modal dan teknologi dalam
membangun negara. Untuk itu, Indonesai meminjam dana kepada Bank Dunia
dalam rangka melakukan pembangunan. Dengan adanya pinjaman tersebut,
Indonesia menjadi terikat dengan suatu perjanjian peminjaman dana yang
membuat Indonesia menjadi tergantung kepada Bank Dunia.
Bank Dunia sendiri merupakan lembaga yang turut membuat Konsensus
Washington (the Washington Consensus) yang menganut paham neoliberal,
bersama dengan IMF dan the US Treasury. Tiga ide besar paham neoliberal
adalah liberalisasi, deregulasi, dan privatisasi. Neoliberalisme menganut bahwa
hubungan antarmanusia dinilai dengan kegiatan pasar. Tolok ukur untuk menilai
kebijakan pemerintah adalah bagamana kegiatan, kinerja, dan kepentingan pasar
terjadi. Oleh karena itu, dilakukan liberalisasi dan deregulasi agar campur tangan
negara dapat berkurang dan dapat menyilakan pasar untuk berkegiatan sebebas
mungkin. Kemudian, untuk menyokong kepentingan pasar, negara harus
menyingkirkan kepentingan publik. Hal itu didasari oleh pandangan bahwa
anggaran untuk pelayanan publik merupakan bentuk inefisiensi finansial. Untuk
itu, dilakukan privatisasi agar dapat menumbuhkan efisiensi finansial.
Dengan melakukan pinjaman kepada Bank Dunia, Indonesia disusupi
nilai-nilai dari paham neoliberal tersebut. Bank Dunia mengeluarkan kajian yang
berisi bahwa pelayanan air di Indonesia masih terpengaruh sistem politik dan
88
Universitas Indonesia
tidak disiplin dalam hal finansial. Hal itu merupakan kamuflase agar pelayanan
publik dapat jatuh ke ranah pasar yang kemudian akan menghilangkan nilai
barang publik tersebut dan menggantinya menjadi barang ekonomi. Indonesia
yang terikat dan tergantung pada Bank Dunia pun harus melakukan privatisasi
dengan alasan harus terciptanya peningkatan efisiensi kerja dan finansial.
Pelayanan publik akan air pun berubah orientasi menjadi berorientasi pada
pelanggan. Dengan kata lain, air menjadi barang ekonomi yang diperjualbelikan
kepada pelanggan yang untuk mengonsumsinya harus mempunyai daya beli.
Hal ini merupakan bentuk dari struktur globalisasi yang di dalamnya
terdapat tata wacana, tata politik, dan tata legitimasi Bank Dunia sebagai aspek
globalisasi. Dalam praktiknya, Indonesia tidak bisa menentukan sendiri kebijakan
apa yang harus diputuskan karena Indonesia sudah masuk ke dalam sistem yang
mana struktur dan praktik sosial merupakan dua hal yang saling mendukung
keberlangsungan keduanya.
Susupan ide neoliberalisme ini merupakan bentuk hegemoni yang
dilakukan oleh Bank Dunia terhadap Indonesia dalam dunia internasional.
Mengacu pada Gramsci, hegemoni ini merupakan bentuk pengamanan legitimasi
Bank Dunia dalam dunia global. Bank Dunia membutuhkan pengakuan akan
status quo yang kemudian dapat mengamini dominasinya sehingga dominasi
tersebut seolah-olah disepakati bersama oleh semua negara di dunia, termasuk
Indonesia, dan kemudian dilembagakan dalam suatu konsensus.
Di sini jelas Indonesia ditekan dalam rangka hegemoni Bank Dunia
terhadap Indonesia. Dalam konteks ini, apabila mengacu pada Barak (2001),
penekanan yang dilakukan oleh Bank Dunia membuat Indonesia menghasilkan
suatu reaksi sebagai bentuk adaptasi struktural. Mengacu pada Quinney, reaksi
tersebut adalah berupa crimes of domination. Privatisasi air itu lah yang
merupakan bentuk dari crimes of domination yang dilakukan pemerintah
Indonesia terhadap rakyatnya. Hal itu disebabkan oleh karena adanya rakyat
miskin yang dimarginalisasi karena tidak dapat mengakses air bersih dengan
murah, mudah, dan berkualitas. Dengan sistem privatisasi, air bersih menjadi
barang ekonomi yang hanya dapat dikonsumsi apabila pelanggan mempunyai
daya beli. Rakyat Indonesia, dalam kasus ini adalah rakyat Jakarta, dianggap
89
Universitas Indonesia
sebagai pelanggan, bukan sebagai warga negara yang haknya harus dipenuhi oleh
negara.
Air bersih merupakan isu moral karena ia berhubungan dengan bagaimana
manusia dapat terus-menerus menggerakkan roda kehidupan mereka. Menurut
Julia dan Herman Schwendinger, isu moral tersebut ditentukan dengan adanya
hak asasi manusia. Prasyarat kehidupan semua orang harus dijamin, seperti
makanan, tempat berlindung, pakaian, kesehatan, pekerjaan, rekreasi, dan
keamanan. Termasuk juga di dalamnya adalah air bersih. Air bersih tersebut
merupakan hal dasar yang tidak boleh hanya dianggap sebagai hadiah. Air bersih
merupakan hak asasi yang tidak dapat dipisahkan dari diri manusia.
Mengacu pada Julia dan Herman Schwendinger dalam Taylor, Walton,
Young (1975), kesetaraan untuk mendapatkan air bersih sebagai hak asasi
manusia dibela dengan dasar politik atau atas dasar siapa yang menang.
Pemerintah melegitimasikan hal itu dalam bentuk kebijakan yang dibuat dan
diimplementasikan oleh badan pemerintah yang memiliki kewenangan hukum,
politis, dan finansial (Suharto, 2006), dan dibuat dengan tujuan pembangunan
negara (Nugroho, 2012) sebagai bentuk kamuflase. Hal itu membuat pencapaian
kebebasan dan kesetaraan harus dicapai dengan harga tinggi.
Julia dan Herman Schwendinger mengatakan, bahwa saat hak asasi
manusia dibuat sebagai dasar definisi akan tindak kejahatan, maka pelanggaran
terhadap hak asasi manusia merupakan domain utama dari kriminologi. Terdapat
pembatasan yang membuat manusia menjadi terhambat untuk memenuhi
kehidupannya.
Dalam kasus privatisasi air ini, pemerintah melanggengkan privatisasi air
tersebut dan membuat adanya diskriminasi yang muncul dari adanya rakyat
miskin yang tidak mempunyai akses terhadap distribusi air bersih. Situasi ini
dijelaskan dengan faktor-faktor, termasuk ketidakmampuan mereka untuk
membayar, dan investasi infrastruktur yang bias antara pemerintah daerah dengan
korporasi. Padahal, manusia mempunyai hak untuk hidup dan sumber daya yang
menunjang kehidupan itu sendiri.
Kebijakan privatisasi air DKI Jakarta ini mendorong adanya krisis. Banyak
kejadian yang mengindikasikan bahwa negara merugikan masyarakat, seperti
90
Universitas Indonesia
koreksi target yang bukannya memperbaiki performa, malah akan membuat
untung PAM Jaya dan pihak swasta, air bersih yang jarang mengalir ke
permukiman miskin, dan kualitas air yang sangat buruk sehingga tidak bisa
dikonsumsi. Masyarakat miskin tidak mendapatkan pelayanan distribusi air bersih
sehingga mereka harus membeli air bersih di gerobak atau jerigen dengan harga
yang mahal. Hal itu dilakukan oleh pemerintah Indonesia sebagai hasil adaptasi
struktural dari hegemoni Bank Dunia yang di dalamnya mengandung suntikan ide
neoliberal yang dilakukan dalam jubah globalisasi.
Kondisi ini merepresentasikan adanya pelanggaran serius akan hak asasi
manusia dan hal itu tidak bisa ditoleransi. Dengan dilanggarnya hak asasi manusia
masyarakat DKI Jakarta atas air bersih, masyarakat menjadi korban atas
ketidakadilan sistem sehingga mereka tidak bisa mengakses air bersih untuk
kehidupan mereka. Masyarakat DKI Jakarta dirugikan.Negara jelas melakukan
kejahatan dengan mengeluarkan kebijakan privatisasi air ini.Jadi, dengan ini,
pemerintah Indonesia melakukan pelanggaran hak asasi manusia atas air. Dengan
melanggar hak asasi manusia atas air, pemerintah melakukan suatu tindakan
kejahatan yang berat.
6.2. Saran
Dalam memenuhi hak asasi mansuai warga atas air bersih, pemerintah
Indonesia harus menyerahkan operasional pelayanan air seluruhnya kepada
publik. Hal ini berarti, pemerintah lah yang memegang semua bentuk kendali dan
operasional pelayanan air bersih. Peneliti menyarankan hal ini atas dasar pikiran
bahwa dalam melakukan tugas kenegaraan, negara melakukan bentuk pelayanan
kepada warga negaranya. Namun, apabila ada peran swasta di dalamnya,
penyediaan air bersih untuk warga harus didasari oleh berapa keuntungan yang
bisa didapat tanpa melihat sisi kemanusiaan dalam pelayanan publik. Dengan
pemerintah yang memegang kendali, manajemen pelayanan bisa dilakukan atas
dasar hak asasi manusia atas air bersih.
Kemudian, negara harus meninjau kembali semua undang-undang dan
segala bentuk peraturan lainnya yang berimplikasi pada pemenuhan hak asasi
manusia. Negara harus menyesuaikan segala bentuk peraturan yang dibuat dengan
91
Universitas Indonesia
UUD 1945 dan konvensi HAM yang diikuti. Hal itu akan membuat segala bentuk
kebijakan, hukum, dan peraturan akan sejalan dengan realisasi pemenuhan hak-
hak asasi manusia.
Selain itu, perlu diadakan penelitian lanjutan yang membahas fenomena
yang sama namun dengan subjek yang berbeda. Hal ini disebabkan oleh
kompleksnya masalah air bersih dan sanitasi di DKI Jakarta. Masalah-masalah
tersebut meliputi pencurian air dari pipa saluran air oleh warga, preman-preman
yang menguasai suatu daerah sehingga pihak operator tidak bisa menyalurkan air
dengan leluasa, dan indikasi korupsi dalam penyediaan air bersih ini. Selain itu,
perlu juga ada penelitian dari sudut pandang kriminologis soal pasokan air bersih
ke gedung-gedung bertingkat yang minim sehingga menyebabkan terjadinya
penghisapan air tanah dalam secara besar-besaran yang mengakibatkan turunnya
tanah Jakarta sehingga mengakibatkan banjir bandang di Jakarta.
92
Universitas Indonesia
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Aas, K. F. (2007). Globalization and Crime. London: SAGE Publication.
Adamson, W. L. (1980). Hegemony and Revolution: A Study of Antonio Gramsci's
Political and Cultural Theory. California: University of California Press,
Ltd.
Aminuddin, M. F. (2009). Globalisasi dan Neoliberalisme: Pengaruh dan
Dampaknya bagi Demoratisasi Indonesia. Yogyakarta: Logung Pustaka.
Barak, G. (2009). Criminolgy: An Integrated Approach. Plymouth: Rowman &
Littlefield Publishers.
Barlow, H. D., & Decker, S. H. (2010). Criminology and Public Policy: Putting
Theory to Work. Pennsylvania: Temple University Press.
Biswas, A. K., & Tortajada, C. (2005). Water Pricing and Public-Private
Partnership. New York: Routledge.
Chambliss, W. J., Michalowski, R., & Kramer, R. (2010). State Crime in the
Global Age. Portland: Willan Publishing.
Coicaud, J.-M., Doyle, M. W., & Gardner, A.-M. (2003). The Globalization of
Human Rights. Tokyo: The United Nation University Press.
Committee on Economic, Social, and Cultural Rights. (2002). The Right to Water.
United Nations.
Cox, K. R. (1997). Spaces of Globalization. New York: The Guilford Press.
Doig, A. (2011). State Crime. New York: Willan Publishing.
Dunn, W. N. (2003). Pengantar Analisis Kebijakan Publik. Yogyakarta: Gadjah
Mada University Press.
Findlay, M. (2004). Globalisation of Crime. Cape Town: Cambridge University
Press.
Green, P., & Ward, T. (2004). State Crime : Governments, Violence and
Corruption. London: Pluto Press.
Gosita, A. (2004). Masalah Korban Kejahatan: Kumpulan Karangan. Jakarta:
Bhuana Ilmu Populer.
93
Universitas Indonesia
Hadi, S., Sitepu, D. S., Soraya, D., Kusumaningtyas, D., Ndaru, H., & Arumsari,
M. (2007). Post Washington Consensus dan Politik Privatisasi di
Indonesia. Tangerang: Marjin Kiri.
Hall, D., & Lobina, E. (2008). Air Sebagai Layanan Publik. Jakarta: KRuHA.
Kay, A. (2006). The Dynamics of Public Policy. Cheltenham: Edward Elgar
Publishing.
KIARA dan KRuHA. (2013). Catatan Diskusi Komunitas Nelayan Marunda
Kepu. Jakarta: KIARA - KRuHA.
Knepper, P. (2007). Criminology and Social Policy. London: SAGE Publication.
Koalisi Masyarakat Menolak Swastanisasi Air Jakarta. (t.thn.). Praktik
Swastanisasi Air di Jakarta. Praktik Swastanisasi Air di Jakarta. Koalisi
Masyarakat Menolak Swastanisasi Air Jakarta.
Lanti, A., Nugroho, R., Ali, F., Kretarto, A., & Zulfikar, A. (2008). Sepuluh
Tahun Kerjasama Pemerintah-Swasta pada Pelayanan Air PAM DKI
Jakarta 1998-2008. Jakarta: Badan Regulator Pelayanan Air Minum DKI
Jakarta.
McDonald, D. A., & Ruiters, G. (2005). The Age of Commodity. London:
Earthscan.
Moghalu, K. C. (2006). Global Justice: The Politics of War Crimes Trials.
Connecticut: Praeger Security International.
Moran, M., Rein, M., & Goodin, R. (2008). The Oxford Handbook of Public
Policy. New York: Orford University Press.
Mustofa, M. (2010). Kriminologi. Bekasi: Sari Ilmu Pratama.
Nash, K. (2009). The Cultural Politics of Human Rights. Cambridge: Cambridge
University Press.
Neuman, L. M. (1997). Social Research Methods: Qualitative and Quantitative
Approaches in Social Works. New York: Columbia University.
Nugroho, R. (2012). Public Policy for the Developing Countries. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Overman, M. (1976). Water: Solutions to a Problem of Supply and Demand.
London: The Open University Press.
Priyono, H. (2002). Anthony Giddens: Suatu Pengantar. Jakarta: Kepustakaan
Populer Gramedia.
94
Universitas Indonesia
Priyono, H. (2006). Neoliberalisme dan SIfat Elusif Kebebasan. Jakarta: Dewan
Kesenian Jakarta.
Ritzer, G., & Goodman, D. J. (2011). Teori Sosiologi. Bantul: LKPM.
Serra, N., & Stiglitz, J. E. (2008). The Washington Consensus Reconsidered:
Towards a New Global Governance. New York: Oxford University Press.
Shiva, V. (2002). Water Wars: Privatization, Pollution, and Profit. London: Pluto
Press.
Sopian, A., & dkk. (2006). Jurnalisme Sastrawi: Antologi Liputan Mendalam dan
Memikat. Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia.
Schwendinger, J., & Scwendinger, H. (1975). Defenders of Order or Guardians of
Human Rights? dalam I. Taylor, P. Walton, & J. Young, Critical
Criminology (hal. 113-146). London: Routledge and Kegan Paul Ltd.
Stiglitz, J. E. (2002). Globalization and Its Discontents. New York: W. W. Norton
& Company.
Suharto, E. (2006). Analisis Kebijakan Publik: Panduan Praktis Mengkaji
Masalah dan Kebijakan Sosial. Bandung: Alfabeta.
Sutherland, E. H., & Cressey, D. R. (1978). Criminology. New York: J. B.
Lippincott Company.
Talbott, W. J. (2010). Human Rights and HUman Well-Being. New York: Oxford
University Press.
Tim KRuHA. (2005). Kemelut Sumber Daya Air: Menggugat Privatisasi Air di
Indonesia. Yogyakarta: LAPERA dan KRuHA.
United Nations. (2010). UN General Assembly: Resolution adopted by the
General Assembly on 28 July 2010: The Human Right to Water and
Sanitation. United Nations.
United Nations Human Rights; WHO. (2008). Human Rights, Health, and Poverty
Reduction Strategies. Geneva: WHO Press.
Vito, G. F., Maahs, J. R., & Holmes, R. M. (2006). Criminology: Theory,
Research, and Policy. Sudbury: Jones and Bartlett Publishers.
95
Universitas Indonesia
Jurnal
Ahlers, R. (2010). Fixing and Nixing: The Politics of Water Privatization. Review
of Radical Political Economics, Sage Publication.
Allen, A., Dávila, J. D., & Hofmann, P. (2006). The peri-urban water poor:
citizens or consumers? Environment and Urbanization, 333-351.
Bakker, K. (2007). The "Commons" Versus the "Commodity": Alter-
globalization, Anti-privatization and the Human Right to Water in the
Global South. Journal Compilation: Editorial Board of Antipode, 430-
455.
Barak, G. (2001). Crime and Crime Control in and Age of Globalization: A
Theoretical Dissection. Critical Criminology, 57-72.
Borgatta, E. F. (1996). Welfare Justice: Restoring Social Equity by Neil Gilbert
(Review). Contemporary Sociology, 498-499.
Bortolotti, B., & Pinotti, P. (2008). Delayed Privatization. Public Choice, 331-
351.
Branco, M. C., & Henriques, P. D. (2010). The Political Economy of the Human
Right to Water. Review of Radical Political Economics, 142-156.
Budds, J., & McGranahan, G. (2003). Are the debates on water privatization
missing the point? Experiences from Africa, Asia, and Latin America.
Environment and Urbanization, 87-114.
Cohen, S. (1993). Human Rights and Crimes of The State: The Culture of Denial.
Austrialian & New Zealand Journal of Criminology, 97-116.
Fattah, E. A. (2000). Victimology: Past, Present, and Future. Criminologie, 17-46.
Hale, S. (2007). The Significance of Justiciability: Legal Rights, Development,
and the Human Right to Water in the Philippines. The SAIS Review of
International Affairs, 139-150.
Janmaat, J. (2011). Water Markets, Licenses, and Conservation: Some
Implications. Land Economics, 145-160.
Klawitter, S., & Qazzaz, H. (2007). Water as a Human Right: Understanding of
Water in the Arab Countries of the Middle East. Water Resources in the
Middle East, 283-290.
Lasslett, K. (2010). Crime or Social Harm? A Dialectical Perspective. Crime,
Law, and Social Change, 1-19.
96
Universitas Indonesia
Morinville, C., & Rodina, L. (2012). Rethinking the human right to water: Water
access and dispossession in Botswana’s Central Kalahari Game Reserve.
Geoforum, 150-159.
Mulwafu, W. O. (2010). Water Rights in the Context of Pluralism and Policy
Changes in Malawi. Physics and Chemistry of the Earth, 35, 752-757.
Schwab, K. (2008). Global Corporate Citizenship: Working with Governments
and Civil Society. Foreign Affairs, 107-118.
Spronk, S. J. (2007). The Politics of Water Privatization in the Third World.
Review of Radical Political Economics, 126-132.
Stoesz, D. (1996). Welfare Justice: Restoring Social Equity (Review). Scholarly
Journals, 570-571.
Terhorst, P. (2008). 'Reclaiming public water': changing sector policy through
globalization from below. Progress in Development Studies, 103-114.
Yeboah, I. (2006). Subaltern Strategies and Development Practice: Urban Water
Privatization in Ghana. The Geographical Journal, 50-65.
Skripsi
Andari, A. J. (2012). Analisis Viktimisasi Struktural terhadap Tiga Korban
Perdagangan Perempuan dan Anak Perempuan. Depok: Universitas
Indonesia.
Buditami, I. M. (2012). Pengawasan Pelaksanaan Privatisasi Air di Indonesia
dalam Tinjauan Akuntabilitas Publik (Studi Kasus Public-Private
Partnership di Perusahaan Daerah Air Minum DKI Jakarta). Depok:
Universitas Indonesia.
Irwansyah. (2001). Mobilisasi dan Aksi-Aksi Kolektif Serikat Pekerja PAM Jaya
Menentang Privatisasi PAM Jaya. Depok: Universitas Indonesia.
Triyananda, A. (2013). Dampak Privatisasi Air di Jakarta terhadap Diskriminasi
Perempuan atas Akses Air Periode 1998-2003 (Studi Kasus Pelayanan
Palyja di Muara Baru). Depok: Universitas Indonesia.
97
Universitas Indonesia
Website
Ahalla, M. (2012, Desember 14). Globalisasi dalam Hubungan Internasional.
Dipetik November 9, 2013, dari Ahalla Tsauro: http://muhammad-ahalla-
fisip12.web.unair.ac.id/artikel_detail-68388-umum-
Globalisasi%20dalam%20Hubungan%20Internasional.html
Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.
(2011, November). Jumlah Penduduk Provinsi DKI Jakarta. Dipetik
Februari 23, 2013, dari Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta:
http://dki.kependudukancapil.go.id/?Itemid=63&id=4&option=com_conte
nt&view=article
Koalisi Rakyat untuk Hak atas Air. (2011, Maret 15). Privatisasi Air. Dipetik
September 23, 2013, dari KRuHA.org:
http://www.kruha.org/page/id/dinamic_detil/11/101/Privatisasi_Air/Privati
sasi_Air.html
Koalisi Rakyat untuk Hak atas Air. (2011). Profil KRuHA. Dipetik Maret 29,
2013, dari Koalisi Rakyat untuk Hak atas Air:
http://www.kruha.org/page/id/static/1/Profil.html
KRuHA. (2011, Desember 3). Warga Miskin Jakarta Menjadi Tumbal
Swastanisasi Layanan Air. Dipetik November 18, 2012, dari KRuHA:
http://www.kruha.org/page/id/dinamic_detil/22/221/Kampanye/Warga_Mi
skin_Jakarta_Menjadi_Tumbal_Swastanisasi_Layanan_Air_.html
KRuHA. (2012, Desember 8). Skandal Swastanisasi Air Jakarta: Negosiasi Bagi
Untung PAM JAYA dan PALYJA. Dipetik Februari 19, 2013, dari KRuHA:
http://www.kruha.org/page/id/dinamic_detil/59/283/Berita/Negosiasi_Bagi
_Untung_PAM_Jaya_dan_PALYJA.html
Leks & Co Lawyers. (2013, November 6). Privatisasi Perusahaan Perseroan.
Dipetik Maret 3, 2014, dari Hukum Perseroan Terbatas:
http://www.hukumperseroanterbatas.com/2013/11/06/privatisasi-
perusahaan-perseroan/
Liputan6.Com. (2013, Agustus 6). [VIDEO] Tak Mengucur, Warga Penjaringan
Patungan Beli Air. Dipetik November 13, 2013, dari Liputan6.Com:
http://news.liputan6.com/read/659100/video-tak-mengucur-warga-
penjaringan-patungan-beli-air
PAM Jaya. (2012). PAM Jaya. Dipetik 2014, dari PAM Jaya:
http://www.pamjaya.co.id/home
98
Universitas Indonesia
PosKotaNews.Com. (2012, Februari 24). 475 KK di Penjaringan Minim Air
Bersih. Dipetik November 13, 2013, dari PosKotaNews.Com:
http://www.poskotanews.com/2012/02/24/475-kk-di-penjaringan-minim-
air-bersih/
United Nations Human Rights. (2013). What are human rights? Dipetik Februari
24, 2013, dari United Nations Human Rights:
http://www.ohchr.org/en/issues/Pages/WhatareHumanRights.aspx
World Wide Words. (2002, Agustus 10). Usufructuary. Dipetik Oktober 30, 2013,
dari World Wide Words:
http://www.worldwidewords.org/weirdwords/ww-usu1.htm
99
Universitas Indonesia
DAFTAR DOKUMEN
Kode
Dokumen Nama Dokumen Isi Dokumen
01 UUD 1945 Pasal 33
Ayat 3
"Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di
dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk
sebesar-besar kemakmuran rakyat."
02
Kovenan
Internasional Hak-
Hak Ekonomi, Sosial,
dan Budaya (pasal 11
dan 12). Ratifikasi:
UU No. 11 Tahun
2005
Bahwa negara harus mengakui hak setiap orang atas
standar kehidupan yang layak, termasuk pangan,
sandang, dan papan, dan atas perbaikan kondisi yang
terus-menerus. Negara juga harus meningkatkan cara
produksi, konservasi, dan distribusi pangan dengan ilmu
pengetahuan melalui penyebarluasan pengetahuan
kepada seluruh masyarakat. Setiap warga negara harus
menikmati standar tertinggi yang dapat dicapai atas
kesehatan fisik dan mental. Negara harus sangat
mengupayakan perwujudan hak ini sepenuhnya dengan
membuat ketentuan-ketentuan, perbaikan, pencegahan,
pengobatan, dan pengendalian segala penyakit,
perkembangan kehidupan, dan kesehatan lingkungan
.
03
Komentar Umum
PBB No. 15 Tahun
2002
“Article 11, paragraph 1, of the Covenant specifies a
number of rights emanating from, and indispensable for,
the realization of the right to an adequate standard of
living “including adequate food, clothing and housing”.
The use of the word “including” indicates that this
catalogue of rights was not intended to be exhaustive.
The right to water clearly falls within the category of
guarantees essential for securing an adequate standard of
living, particularly since it is one of the most
fundamental conditions for survival.”
04
UU No. 7 Tahun
2004 tentang Sumber
Daya Air
Pasal 2: "Sumber daya air dikelola berdasarkan asas
kelestarian, keseimbangan, kemanfaatan umum,
keterpaduan dan keserasian, keadilan, kemandirian, serta
transparansi dan akuntabilitas."
Pasal 5: "Negara menjamin hak setiap orang untuk
mendapatkan air bagi kebutuhan pokok minimal sehari-
hari guna memenuhi kehidupannya yang sehat, bersih,
dan produktif."
Pasal 6: "Sumber daya air dikuasai oleh negara dan
dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat."
Pasal 9 ayat 1: "Hak guna usaha air dapat diberikan
kepada perseorangan atau badan usaha dengan izin dari
Pemerintah atau Pemerintah Daerah sesuai dengan
kewenangannya."
Pasal 84 ayat 1: "Masyarakat mempunyai kesempatan
yang sama untuk berperan dalam proses perencanaan,
pelaksanaan, dan pengawasan terhadap pengelolaan
sumber daya air."
100
Universitas Indonesia
05
Perda DKI Jakarta
No. 13 Tahun 1992
tentang PDAM DKI
Jakarta
Pasal 2: Bahwa PAM Jaya adalah badan hukum yang
bewenang melakukan pengusahaan, penyediaan dan
pendistribusian air minum serta usaha-usaha lain
berdasarkan Peraturan Daerah ini.
Pasal 15: Bahwa direksi harus mendapatkan persetujuan
tertulis dari Gubernur Kepala Daerah dalam mengadakan
perjanjian kerjasama yang berlaku untuk jangka waktu
lebih dari satu tahun; mengadakan pinjaman dari dalam
dan luar negeri; memperoleh, memindahtangankan dan
menghipotekkan benda tak bergerak milik PAM Jaya;
penyertaan modal dalam perusahaan lain; melaksanakan
hal yang bersifat prinsip lainnya yang berhubungan
dengan penyelenggaraan dan pengelolaan PAM Jaya.
06
Perjanjian Kerjasama
PAM-Palyja
tertanggal 6 Juni 1997
(sebagaimana telah
diubah dan
dinyatakan kembali
tertanggal 22 Oktober
2001)
PT PAM Lyonnaise Jaya merupakan pihak yang secara
eksklusif ditunjuk oleh Direktur Utama PDAM DKI
Jakarta untuk melaksanakan proyek berupa
memproduksi atau mendistribusikan air bersih dan atau
air minum di dalam atau untuk wilayah kerjasama, yakni
wilayah barat Jakarta.Dalam klausula 9 (Hak dan
Kewajiban), hak PDAM DKI Jakarta (pihak pertama)
adalah memeriksa, mengawasi, menilai, dan
mengevaluasi pelaksanaan kewajiban-kewajiban pihak
kedua; memberikan saran-saran kepada Badan Pengatur
dan Instansi Pemerintah terkait dengan penetapan tarif;
menerima bagian pendapatan pihak pertama, pendapatan
yang tidak dibagi dari pihak pertama, dan kebutuhan
bulanan sekunder pihak pertama; menerima laporan
proyek dari pihak kedua; menerima dan menyetujui
program lima tahun untuk setiap periode berikutnya.
Kewajiban PDAM adalah menyediakan, memperbaharui,
memperpanjang perizinan; memberi seluruh bantuan
yang wajar kepada pihak kedua sehubungan dengan
pelaksanaan proyek oleh pihak kedua sepanjang bantuan
tersebut berada dalam kewenangan pihak pertama;
memberikan data dan informasi yang disimpan oleh
pihak pertama kepada pihak kedua untuk maksud
pengelolaan, operasi, pengembangan proyek;
mengalihkan pengelolaan dan operasi dari aset yang ada
kepada pihak kedua; membantu pihak kedua dalam
pengaturan penawaran opsi untuk menjadi
karyawan.Hak pihak kedua (PALYJA) adalah secara
eksklusif melaksanakan proyek dan kewajiban-
kewajiban lainnya berdasarkan perjanjian ini selama
jangka waktu sesuai dengan perjanjian ini; menerima
bantuan umum yang pantas dari pihak pertama dan
badan pengatur berkenaan dengan hubungan dengan
Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah dan
Departemen Dalam negeri dan Otonomi Daerah dan
Instansi Pemerintah lainnya; menerima bagian
pendapatan pihak kedua dan pendapatan yang tidak
dibagi dari pihak kedua; mengatur pengukuran meter dan
101
Universitas Indonesia
penagihan para pelanggan; mengatur penagihan
pendapatan yang dibagi dan pendapatan yang tidak
dibagi; mengadakan sambungan-sambungan baru pada
fasilitas distribusi. Kewajiban pihak kedua adalah
mengatur seluruh pendanaan yang diperlukan untuk
proyek; memenuhi target teknis dan standar pelayanan
sementara bertindak sesuai dengan tata cara
pengoperasian yang baik; Memperoleh dari pihak ketiga
terkait seluruh persediaan air baku dan aiar curah olahan
yang diperlukan untuk pelajsanaan kewajiban;
menyampaikan laporan megenai proyek kepada pihak
pertama; Bekerjasama dalam penggunaan bersama aset
(apabila perlu dengan pihak lain) dengan ketentuan
bahwa hal ini tidak akan mengganggu kemampuan pihak
kedua untuk melaksanakan kewajibannya; menyiapkan
program lima tahunan berdasarkan hasil studi kelayakan
dan menyerahkan serta membicarakan rencana investasi
tahunan dan program pengoperasian dan pemeliharaan
tahunan; mengalihkan pengetahuan, keahlian, dan
teknologi yang berkaitan dengan proyek kepada pihak
pertama.
07
Perjanjian Kerjasama
tertanggal 6 Juni 1997
(sebagaimana telah
diubah dan
dinyatakan kembali
tertanggal 22 Oktober
2001)
PT Thames PAM Jaya merupakan pihak yang secara
eksklusif ditunjuk oleh Direktur Utama PDAM DKI
Jakarta untuk melaksanakan proyek berupa
memproduksi atau mendistribusikan air bersih dan atau
air minum di dalam atau untuk wilayah kerjasama, yakni
wilayah timur Jakarta. Bahwa pada saat penandatangan
Perjanjian Kerjasama, saham dari PT. Thames PAM
Jaya dimiliki secara bersama-sama oleh Thames Water
Overseas, Ltd dan PT. Tera Meta Phora, dengan
komposisi kepemilikan 95 % Thames Water Overseas,
Ltd dan 5 % PT. Tera Meta Phora. Bahwa pada tahun
2006, Thames Water Overseas, Ltd menjual 100
(seratus) % saham miliknya kepada Aquatico Pte. Ltd
dan dan PT. Tera Meta Phora menjual seluruh saham
miliknya, yakni 5 (lima) % ke Alberta Utilities. Dengan
demikian seluruh hak dan kewajiban dari pemegang
saham PT. Thames PAM Jaya telah beralih ke pemilik
saham yang baru. Bahwa kemudian Aquatico Pte. Ltd
dan PT. Alberta Utilities membentuk PT. Aetra Air
Jakarta untuk melaksanakan proyek berupa
memproduksi dan mendistribusikan air bersih dan air
minum yang sebelum pengalihan saham dilakukan oleh
PT. Thames PAM Jaya.Dalam klausula 9 (Hak dan
Kewajiban), hak PDAM DKI Jakarta (pihak pertama)
adalah memeriksa, mengawasi, menilai, dan
mengevaluasi pelaksanaan kewajiban-kewajiban pihak
kedua; memberikan saran-saran kepada Badan Pengatur
dan Instansi Pemerintah terkait dengan penetapan tarif;
menerima bagian pendapatan pihak pertama, pendapatan
yang tidak dibagi dari pihak pertama, dan kebutuhan
102
Universitas Indonesia
bulanan sekunder pihak pertama; menerima laporan
proyek dari pihak kedua; menerima dan menyetujui
program lima tahun untuk setiap periode berikutnya.
Kewajiban PDAM adalah menyediakan, memperbaharui,
memperpanjang perizinan; memberi seluruh bantuan
yang wajar kepada pihak kedua sehubungan dengan
pelaksanaan proyek oleh pihak kedua sepanjang bantuan
tersebut berada dalam kewenangan pihak pertama;
memberikan data dan informasi yang disimpan oleh
pihak pertama kepada pihak kedua untuk maksud
pengelolaan, operasi, pengembangan proyek;
mengalihkan pengelolaan dan operasi dari aset yang ada
kepada pihak kedua; membantu pihak kedua dalam
pengaturan penawaran opsi untuk menjadi
karyawan.Hak pihak kedua (THAMES PAM JAYA)
adalah secara eksklusif melaksanakan proyek dan
kewajiban-kewajiban lainnya berdasarkan perjanjian ini
selama jangka waktu sesuai dengan perjanjian ini;
menerima bantuan umum yang pantas dari pihak
pertama dan badan pengatur berkenaan dengan
hubungan dengan Departemen Permukiman dan
Prasarana Wilayah dan Departemen Dalam negeri dan
Otonomi Daerah dan Instansi Pemerintah lainnya;
menerima bagian pendapatan pihak kedua dan
pendapatan yang tidak dibagi dari pihak kedua;
mengatur pengukuran meter dan penagihan para
pelanggan; mengatur penagihan pendapatan yang dibagi
dan pendapatan yang tidak dibagi; mengadakan
sambungan-sambungan baru pada fasilitas distribusi.
Kewajiban pihak kedua adalah mengatur seluruh
pendanaan yang diperlukan untuk proyek; memenuhi
target teknis dan standar pelayanan sementara bertindak
sesuai dengan tata cara pengoperasian yang baik;
Memperoleh dari pihak ketiga terkait seluruh persediaan
air baku dan aiar curah olahan yang diperlukan untuk
pelajsanaan kewajiban; menyampaikan laporan megenai
proyek kepada pihak pertama; Bekerjasama dalam
penggunaan bersama aset (apabila perlu dengan pihak
lain) dengan ketentuan bahwa hal ini tidak akan
mengganggu kemampuan pihak kedua untuk
melaksanakan kewajibannya; menyiapkan program lima
tahunan berdasarkan hasil studi kelayakan dan
menyerahkan serta membicarakan rencana investasi
tahunan dan program pengoperasian dan pemeliharaan
tahunan; mengalihkan pengetahuan, keahlian, dan
teknologi yang berkaitan dengan proyek kepada pihak
pertama.
103
Universitas Indonesia
08 Laporan Invesitgasi
ICW
Selain mendapat dana dari Pemerintah Pusat, PDAM
Jaya juga mendapat pinjaman dari OECF untuk
pembangunan instalasi pengolahan air dan dana
pinjaman dari Bank Dunia untuk pembangunan jaringan
pipa distribusi (PAM Jaya System Improvement
Project). Total pinjaman dari Bank Dunia kepada PDAM
Jaya melalui Departemen Pekerjaan Umum maupun
Pemerintah DKI jakarta sejak tahun 1978 hingga 1999
sejumlah 4 Trilyun Rupiah. Sedangkan jumlah total
pinjaman dari OECF kepada PDAM Jaya.
09 Loan Agreement
Number 3219 IND
Pada 6 Juli 1990, International Bank for Reconstruction
and Development (IBRD) yang merupakan salah satu
bagian dari Bank Dunia, menyetujui pemberian
pinjaman kepada Pemerintah Indonesia, yaitu Second
Jabotabek Urban Development Project. Pinjaman total
adalah 190 juta USD. Pinjaman tersebut dibagikan
kepada tiga lembaga yang ketiga-tiganya bertujuan untuk
meningkatkan kualitas layanan air minum DKI Jakarta:
19 juta USD kepada Pemprov DKI Jakarta; 92 juta USD
kepada PAM Jaya; 13 juta USD kepada PDAM
Tanggerang.
10
Risalah Rapat
Koordinasi
Penyediaan Air
Bersih bagi DKI
Jakarta dan sekitarnya
Rapat diadakan pada Kamis, 15 Juni 1995 di ruang
sidang Menteri Pekerjaan Umum. Rapat dipimpin oleh
Menteri Pekerjaan Umum. Dokumen ini berisikan bahwa
untuk menindaklanjuti kebijakan privatisasi Bank Dunia,
Presiden RI (Soeharto) mengeluarkan Petunjuk Presiden
RI pada 12 Juni 1995 kepada Menteri PU (Ir. Radinal
Mochtar) yang berisi: (1) Perlu penanganan secara tepat
penyediaan air bersih untuk DKI Jakarta dan sekitarnya
bagi kepentingan masyarakat luas. (2) Penanganannya
agar mengikutsertakan dua perusahaan swasta dengan
pengaturan batas penanganan adalah Kali Ciliwung
sebelah barat dan sebelah timur di mana masing-masing
perusahaan diberi tugas dalam penyediaan air bersih
masing-masing lebih-kurang 20 m3/detik.
Hasil rapat tersebut adalah:
i. Pengelolaan air bersih untuk DKI dan seitarnya
ditetapkan menjadi dua bagian: sebelah timur dan barat
dengan batas kali ciliwung
ii. Perum otorita Jatiluhur akan menjamin pasokan air
baku baik menyangkut kuantitas, kualitas, dan
kontinuitas sesuai dengan kemampuannya, dan akan
ditetapkan sebagai persyaratan dalam kerjasama
iii. Agar dalam waktu yang tidak terlalu lama (tahun
1997) sudah tampak realisasinya berupa peningkatan,
penyediaan air bersih untuk DKI dan sekitarnya, maka
perlu diusahakan pada akhir agustus agar sudah
diperoleh kesepakatan umum (MoU) tentang pendekatan
penanganan penyediaan air bersih untuk DKI dan
sekitarnya yang akan ditandatangani bersama.
iv. Segera diadakan rapat teknis tentang pola penanganan
104
Universitas Indonesia
implementasi dan kesiapannya lebih lanjut. Untuk itu,
tim koordinasi akan dibentuk melalui surat keputusan
menteri PU yang diketuai Direktur Jenderal Cipta Karya.
v. Dalam waktu dekat (Juli) perlu dipersiapkan laporan
sebagai dasar langkah tindak lanjut untuk dimohonkan
petunjuk Presiden.
11
Surat Keputusan
Menteri PU No.
249/KPTS/1995
Menteri PU membentuk Tim Koordinasi Penyiapan
Proyek Penyediaan Air Bersih Kota Jakarta dan
Kawasan Sekitarnya dengan Peran Swasta.Tim
Koordinasi diketuai Direktur Jenderal Cipta Karya yang
merangkap sebagai anggota dengan anggota-anggotanya
sebagai berikut:1. Dirjen PUOD2. Dirjen Pengairan3.
Ketua Bappeda Tk I DKI Jakarta4. Kakanwil PU Jawa
Barat5. PDAM DKI Jakarta6. Kepala Dinas Cipta Karya
ymewakili PDAM Jabar7. Perum otorita jatiluhur8. PT
Kekar Plastindo9. PT Salim Group
12
Surat Keputusan No.
010/TN/XI/1995
tentang Pembentukan
Satuan Tugas untuk
Kerjasama Kemitraan
antara PAM Jaya
dengan Swasta
tertanggal 16
November 1995
Ketua Tim Negosiasi Pemda Pemerintah DKI Jakarta
untuk Kerjasama Kemitraan antara PAM Jaya dengan
Swasta (Ir. H. Prawoto Danoemihardjo) menindaklanjuti
Keputusan Gubernur No. 1327 Tahun 1995 tentang
Pembentukan Tim Negosiasi Pemda Pemerintah DKI
Jakarta untuk Kerjasama Kemitraan antara PAM Jaya
dengan Swasta.
13
Perda DKI Jakarta
No. 11 Tahun 1993
tentang Pelayanan Air
Minum
Pasal 4: bahwa setiap pengelolaan air minum yang
diusahakan selain oleh PAM Jaya harus terlebih dahulu
mendapat izin tertulis dari Gubernur Kepala Daerah.
Kemudian, tata cara dan persyaratan perizinan
sebagaimana dimaksud oleh ayat satu pasal ini
ditetapkan oleh Gubernur Kepala Daerah.
14
Laporan Hasil
Pemeriksaan BPK
atas Pendapatan dan
Biaya Non-
Operasional Tahun
Buku 2007 dan 2008
pada PAM Jaya di
Jakarta Nomor
05/LHP/XVIII.JKT-
XVIII.JKT.3/01/2009
tertanggal 23 Januari
2009
Hasil pemeriksaan BPK RI atas dokumen perjanjian
kerjasama (PKS) operasional tersebut: 6 juni 1997
PDAM DKI Jakarta sebagai BUMD melakukan PKS
tentang penyediaan dan peningkatan pelayanan air bersih
di wilayah barat jakarta, yaitu PT GDS.i. Tidak ada
persetujuan tertulis dari gubernur kepala daerah jakarta
mengenai direksi pam jaya mengadakan perjanjian
kerjasama dengan PT. GDS. hasil pemeriksaan diketahui
bahwa sebelum dilakukan penandatanganan PKS ini ada
suatu mekanisme yang terlebih dahulu harus dilakukan
DIREKSI PAM Jaya yaitu mendapatkan persetujuan
tertulis dari Gubernur sebagai Kepala Daerah Provinsi
Jakarta. Namun dokumen persetujuan tertulis dari
Gubernur Daerah Jakarta kepada Direksi PAM JAYA
untuk mengadakan PKS dengan pihak lain dengan
jangka waktu lebih dari satu tahun, hingga pemeriksaan
berakhir tanggal 31 Desember 2008 dokumen
persetujuan tersebut belum disampaikan/diterima BPK
105
Universitas Indonesia
RI.ii. Pemindahtanganan benda tidak bergerak milik pam
jaya kepada pt gds terkait pks tidak didukung
persetujuan tertulis gubernuriii. Pks melanggar tugas dan
fungsi pam jaya sebagai badan hukum yang berwenang
melakukan pengusahaan, penyediaan, dan
pendistribusian air minumiv. Penyerahan aset yang
dikerjasamakan milik pam jaya ke swasta sebesar
Rp1.775.229,91 juta belum didukung dokumen
penyerahan yang memadai dan pemanfaatannya oleh pt
palyja tidak dikenali biaya.v. Pembayaran rekening air
dari konsumen yang dtiampung dalam escrow account
untuk tahun 2007 hingga september 2008 senilai
Rp1.667.489,26 juta tidak dapat diyakini
kewajarannya.vi. Saldo piutang tahun 1007 senilai
Rp168.691,99 juta dan tahun 2008 (sampai dengan
september 2008) senilai Rp188.674,67 juta yang
tercantum dalam laporan keuangan pt palyja belum
diakui sebagai pendapatan pam jaya.vii. Hasil penjualan
air PT Palyja untuk tahun 2007 senilai Rp3.319,16 juta
dan tahun 2008 (sampai dengan september 2008)
senilaiRp1.727,82 juta tidak sesuai dengan tarif yang
ditetapka dalam peraturan gubernurviii. Penjualan aset
baru milik proyek oleh pt palyja senilai Rp3.043,30 juta
tidak disetorkan ke kas pam jaya.ix. Adanya utang bulk
water retroaktif sebesar Rp52.291,84 juta merugikan
pam jayax. Pengeliaran biaya expatriate tahun 2007 pada
pt palyja sebesar Rp3.865,49 juta tidak perlu dibayar
oleh PAM Jayaxi. Kelebihan pembayaran kompensasi
dan sanksi denda untuk pengurangan shortfall pam jaya
sebesar Rp34.038,59 jutaxii. Pengadaan barang/jasa pam
jaya tahun 2008 senilai Rp373,45 juta dilakukan dengan
penunjukkan langsungxiii. Penghitungan dan penetapan
water charge oleh pt palyja kurang transparan dan tidak
seimbangxiv. Tarif watercharge diindeksasi setiap 6
bulan sehingga terjadi kenaikan watercharge setiap 6
bulan. Sedangkan water tariff tidak dapat selalu naik
setiap 6 bulan karena mempertimbangkan
kemampuan/keterjangkauan konsumen. Risiko
ketidakmampuan tarif untuk naik ini tidak ditanggung
oleh pt palyja (mitra swasta)xv. Hal tsb tidak sesuai
dengan Peraturan pemerintah nomor 16 tahun 2005
tentang pengembangan sistem air minum yang
menyatakan:a. Pasal 60 ayat 2 dan 3:i. Perhitungan dan
penetapan tarif air minumii. Komponen biaya yang
diperhitungkan dalam perhitungan tarifb. Peraturan
menteri dalam negeri nomor 23 tahun 2006 tentang
pedoman teknis dan tata cara pengaturan tarif air minum
pada pdam yang dinyatakan pada pasal 5,7,12,13,14,22c.
Keputusan mendagri dan otda no 43 tahun 2000 tentang
pedoman kerjasama perusahaan daerah dan pihak ketiga
pasal 10 yang menyatakan kerjasama sebagaimana
dimaksud pasal 6 harus dapat menjamin:i. Peningkatan
efisiensi dan produktivitas perusahaan daerah atau
106
Universitas Indonesia
peningkatan pelayanan kepada masyarakatii.
Peningkatan pengamanan modal/aset perusahaaniii.
Kerjasama harus saling menguntungkan bagi kedua
belah pihakiv. Peranan dan tanggung jawab masing2
pihak dikaitkan dengan risiko yang mungkin terjadi, baik
dalam masa kerjasama maupun setelah berakhirnya
perjanjian kerjasama.d. Hal tersebut mengakibatkan:i.
Tingginya watercharge menyebabkan tarif air minum di
DKI Jakarta menjadi lebih tinggi sehingga memberatkan
bagi konsumen DKI Jakartaii. Watercharge yang tidak
diimbangi oleh kenaikan tarif membebani keuangan pam
jaya sehingga timbul utang shortfall.e. Hal tersebut
disebabkan:i. Ketimpangan dalam pembuatan perjanjian
kerjasama beserta lampirannya sehingga hanya
mengamankan posisi pt palyja dan merugikan pam
jaya.ii. Direksi pam jaya tidak melaksanakan
perencanaan, pengawasan, dan evaluasi yang memadai
sehingga membuat komitmen-komitmen yang merugikan
masyarakat dan keuangan daerah.
15
Peraturan Menteri
Dalam Negeri Nomor
23 Tahun 2006
tentang Pedoman
Teknis dan Tata Cara
Pengaturan Tarif Air
Minum pada PDAM
Pasal 2 menyebutkan bahwa penetapan tarif harus
didasarkan pada prinsip keterjangkauan dan keadilan,
mutu pelayanan, pemulihan biaya, efisiensi pemakaian
air, transparansi dan akuntabilitas, serta perlindungan air
baku.Pasal 3 menyebutkan bahwa tarif untuk standar
kebutuhan pokok air minum harus terjangkau oleh daya
beli masyarakat pelanggan yang berpenghasilan sama
dengan upah minimun provinsi. Tarif memenuhi prinsip
keterjangkauan apabila pengeluaran rumah tangga untuk
memenuhi standar kebutuhan pokok air minum tidak
melampaui 4% dari pendapatan masyarakat pelanggan.
107
Universitas Indonesia
16
Instruksi Menteri
Dalam Negeri No. 21
Tahun 1996 tentang
Petunjuk Kerjasama
antara Perusahaan
Daerah Air Minum
dengan Pihak Swasta
(Jkt, 22 Juli 1996:
Mendagri: Moh.
Yogie S. M.)
a. Bentuk kerjasama PDAM dengan Pihak Swasta
dilakukan dengan dua bentuk dasar:i. Kerjasama
Pengelolaan (Joint Operation): PDAM dengan pihak
swasta bersama-sama mengelola suatu usaha yang
dituangkan dalam perjanjian kerjasama, tanpa
membentuk badan usaha baru.ii. Kerjasama Patungan
(Joint Venture): PDAM dan pihak swasta bersama-sama
membentuk suatu Perseroan Terbatas (PT) patungan,
dengan tidak menghilangkan keberadaan Perusahaan
Daerah.b. Proses Kerjasamai. Penunjukan secara
langsung: suatu kerjasama yang prakarsanya berasal dari
kesiapan Pihak Swasta yang diajukan kepada Pemerintah
Daerah/PDAM.ii. Pemilihan pihak swasta: suatu
kerjasama yang prakarsanya berasal dari PDAM yang
ditawarkan kepada Pihak Swasta.c. Bagan langkah-
langkah Penyiapan Perjanjian Kerjasama melalui Proses
Penunjukan Langsung (Scanned)d. Pembentukan Panitia
dalam Rangka Pelaksanaan Proses Kerjasamai.
Pembinaanii. Bentuk Panitia Proyek Kerjasama1. Panitia
Persiapan Perjanjian Kerjasama2. Panitia Pengawasan
(supervisi) Pelaksanaan Perjanjian Kerjasamaiii.
Pembentukan Panitia1. Pada daerah tingkat I: SK
Gubernur Kepala Daerah Tingkat I2. Pada daerah tingkat
II: SK Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat
II3. Sipervisi ditetapan dengan SK Direktur Utama
PDAM Tk. I dan Tk. II.iv. Susunan Keanggotaan1.
Panitia Persiapan Perjanjian Kerjasamaa. Pengarah:i.
Ketua: Kepala Daerahii. Anggota: Badan Pengawas,
Ketua Bappeda Tk. I / II, Biro/Bagian Perekonomianb.
Pelaksana:i. Ketua: Direktur Utama PDAMii. Sekretaris:
Direktur Umum/Keuanganiii. Anggota: Direktur Teknik,
Biro/Bagian Hukum, Dinas PU/Pengarian Tk. I/Tk. II,
Aparat PDAMc. Susunan anggota panitia dapat
disesuaikan sesuai dengan kebutuhan dan kondisi daerah
masing-masing.2. Panitia Pengawasan Pelaksanaan
Perjanjian Kerjasamaa. Pejabat PemDab. Aparat PDAM
c. Wakil pihak swastad. Tenaga ahli atau konsultan
independen
17
Keputuasn Gubernur
Kepala Daerah DKI
Jakarta No. 1327
Tahun 1995 tentang
Pembentukan Tim
Negosiasi Pemerintah
DKI Jakarta untuk
Kerjasama Kemitraan
antara PAM Jaya
dengan Swasta (Tim
Negosiasi).
Sebagai penyusunan Kerjasama, Gubernur
mengeluarkan Keputusan Gubernur Kepala Daerah DKI
Jakarta No. 1327 Tahun 1995. Bahwa dalam keputusan
ini disebutkan bahwa tugas tim negosiasi adalah menilai
studi kelayakan, melakukan negosiasi, menyusun berita
acara persetujuan studi kelayakan, menyusun draft
perjanjian kerjasama, menyusun laporan periodik. Biaya
pelaksanaan sebagai akibat dikeluarkannya keputusan ini
dibebankan pada anggaran PAM Jaya tahun 1995/1996.
Keputusan ini berlaku sejak 15 September 1995.
Keputusan ini ditetapkan di Jakarta, 31 Oktober 1995.
108
Universitas Indonesia
18
Indonesia Urban
Water Supply Sector
Policy Framework -
Summary Report by
Alain Locussol
(Principal Water
Supply and Sanitation
Specialist, EASUR) -
30 Oktober 1997
1. Pinjaman Bank Dunia yang 92 juta USD dari 190 juta
USD tersebut adalah untuk perbaikan infrastruktur air.
2. PAM tidak akuntabel dalam efisiensi operasi
pelayanan air karena PAM tidak mempunyai otonomi
yang dibutuhkan untuk membuat keputusan-keputusan.
Hal itu disebabkan oleh semua keputusan saat itu harus
ditentukan oleh pemerintah RI.
3. Pencapaian yang bagus akan sektor penyediaan air
hanya dapat dicapai apabila terdapat kebijakan yang
mengubah perusahaan penyedia air bersih yang sekarang
(PAM) menjadi industri pelayanan yang berorientasikan
pada pelanggan (costumer).
4. Terdapat ketidakdisiplinan dalam hal finansial dalam
pemerintah RI yang telah melakukan pinjaman atas
performa PDAM yang buruk.
5. Memisahkan kepemilikan aset penyediaan air dari
manajemen penyediaan air dapat membatasi pengaruh
politik dalam manajemen operasi penyediaan air.
6. Kondisi keuangan PAM dan pemerintah RI yang saat
itu buruk dapat menyebabkan bisnis yang berisiko.
7. Untuk itu, harus ada badan regulator yang bekerja
secepatnya setelah kerjasama privatisasi tersebut
menjadi efektif. Badan regulator ini bertugas untuk
menentukan water tariff, standar pelayanan yang layak,
memonitor performa pihak swasta, mengarbritase
perselisihan di antara PAM dan swasta, dan untuk
menentukan sanksi atas kegagalan memenuhi standar
19
UN General
Assembly: The
Human Right to
Water and Sanitation
Sidang Umum PBB pada tahun 2010 menyepakati
bahwa air minum yang bersih dan sanitasi yang baik
merupakan hak asasi manusia yang sangat penting untuk
kehidupan dan keseluruhan hak asasi manusia. Sidang
Umum PBB tersebut juga meminta negara-negara dan
organisasi-organisasi internasional untuk menyediakan
keuangan, sumber daya, peningkatan kapasitas, dan
transfer teknologi melalui bantuan dan kerjasama
internasional dalam rangka meningkatkan upaya
pemberian air minum yang bersih, aman, mudah diakses,
dan dapat dijangkau oleh semua orang.
109
Universitas Indonesia
Pedoman Wawancara kepada Badan Regulator PAM
1. Mengapa Badan Regulator PAM itu penting sehingga dapat berdiri?
2. Bagaimana proses pendirian badan regulator PAM?
3. Apa tugas pokok organisasi badan regulator PAM?
4. Produk kebijakan apa saja yang telah dibuat oleh Badan Regulator PAM?
5. Evaluasi dari produk kebijakan yang dibuat. (Apa saja yang sudah
berjalan, apa saja yang tidak berjalan, mengapa)
6. Pengetahuan tentang kebijakan privatisasi air.
7. Proses pembuatan kebijakan privatisasi air. (konteks saat itu, World Bank)
8. Aktor-aktor yang bermain.
9. Perbandingan sebelum dan sesudah adanya kebijakan privatisasi air.
10. Dampak kepada masyarakat atas kebijakan tersebut menurut perspektif
Badan Regulator PAM?
110
Universitas Indonesia
Pedoman Wawancara kepada Pejabat PAM Jaya
1. Bagaimana sistem pengelolaan air minum Jakarta?
2. Pengetahuan soal kebijakan privatisasi air.
3. Proses pembuatan kebijakan privatisasi air. (konteks saat itu, World Bank)
4. Aktor-aktor yang bermain dalam kebijakan privatisasi air.
5. Perbandingan sebelum dan sesudah kebijakan privatisasi air.
6. Dampak kepada masyarakat.
7. Solusi atas masalah dampak.
111
Universitas Indonesia
Pedoman FGD kepada Warga
1. Identitas umum (nama, keluarga, lama tinggal)
2. Konsumsi air dalam sehari
3. Langganan air PAM atau tidak?
4. Bagaimana pelayanan PAM?
5. Dapat air dari mana saja? Kalau kurang, mencari air di mana?
6. Pengetahuan soal kebijakan privatisasi air.
7. Perbandingan sebelum dan sesudah adanya kebijakan privatisasi air.
8. Apakah warga mendapatkan informasi tentang struktur dan besaran tarif
serta tagihan?
9. Apakah warga memperoleh pelayanan pembuangan air limbah atau
penyedotan lumpur tinja?
10. Merasa dirugikan atau tidak? (Apakah dengan adanya kebijakan ini, warga
dapat mencukupi kebutuhan pokok lainnya?)
11. Apabila dirugikan, apakah warga mengajukan gugatan ke pengadilan?
12. Apakah warga mendapatkan ganti rugi yang layak?
112
Universitas Indonesia
Transkrip Wawancara dengan Dr. Riant Nugroho
Hari, tanggal : Senin, 20 Januari 2014
Tempat : Kantor Badan Regulator Telekomunikasi Indonesia
Nomor Isi Keterangan
1 Peneliti (P) : Iya pak, saya tau dari mas Reza, dari KRuHA.
Katanya bapak dulu di Badan Regulator PAM
(BRPAM)?
Riant Nugroho (RN) : Iya, dua periode.
P : Dua periode. Saya mau nanya dulu, awalnya,
kenapa BRPAM itu dulu kenapa bisa berdiri?
RN : Jadi, tahun 95, itu Bank Dunia mengucurkan
pinjaman untuk pembangunan pengelolaan air.
Namanya IPA. Instalasi Penjernihan Air. Buaran 1-
2. Itu untuk PAM. 96 dana dikucurkan, 97 diaudit
oleh Bank Dunia. Hasilnya adalah PAM Jaya itu
performanya jelek, karena utangnya kegedean. Jadi
bayangkan, itu duit baru dikucurkan buat bangun
pabrik, setahun kemudian pabrik belum selesai, dia
dinyatakan sebagai perusahaan yang nggak
perform. Tahun 97, Bank Dunia keluar dengan
fatwa harus diprivatisasi.
P : Yang WATSAL itu ya pak?
RN : Iya, WATSAL. Setelah diprivatisasi, yang menang
dua: satu Anthony Salim, satu si Sigit. Anthony
join sama Prancis, Sigit sama Inggris. Anthony
sama Lyonnaise, kemudian Sigit sama Thames.
Jadi Anda tahu, sejak awal itu kacau kan. Tetapi
satu hal yang tidak bisa dihindari adalah standar
Bank Dunia adalah kalau ada privatisasi aset publik
maka harus ada badan regulator. Inget, Bank Dunia
juga tidak bodoh. Karena, Bank Dunia tahu, bahwa
ini adalah ranah regulasi. Karena ini sifatnya
monopoli. Sesuatu yang naturally monopoli maka
dia harus diregulasi. Untuk meregulasi, maka nggak
bisa diserahkan pada pemerintah. Tapi, diserahkan
pada badan regulator. Kenapa? Badan regulator itu
dianggap independen. Sehingga di New York, itu
ada badan regulator untuk listrik, untuk air, untuk
transportasi publik. Untuk itu, di Jakarta, pada
Alasan Badan
Regulator Pelayanan
Air Minum
(BRPAM) Jakarta;
Proses pendirian
BRPAM Jakarta.
113
Universitas Indonesia
waktu dibentuknya badan regulator adalah karena
kerjasama itu mensyaratkan. Ini standar dunia. Jadi
PPP, Public Private Partnership, itu dia adalah
privatisasi layanan publik sebagai monopoli
sehingga dia harus membentuk badan regulator.
Periode pertama itu ditunjuk oleh Gubernur Jakarta.
Periode kedua mulai seleksi, dan seterusnya seleksi.
Saya masuk periode kedua dan ketiga.
2 P : Nah, lalu tugas pokoknya BRPAM itu apa aja pak?
RN : Memastikan kerjasama itu sesuai dengan kontrak.
Tetapi BRPAM pada waktu era saya, itu melanggar
itu. Karena kita memastikan bahwa yang namanya
pelayanan itu sesuai dengan kewajaran. Fairness.
Kenapa seperti itu? Karena kalau sudah kontrak,
setiap enam bulan maka water charge harus naik.
Tiap enam bulan. Padahal, tarif air itu tidak
progresif. Coba tak gambar sini. (Menggambar) Ini
adalah Water Tariff (WT), ini adalah Water Charge
(WC). Nah, selisih ini punya nya DKI Jakarta.
Tetapi, yang terjadi adalah WC itu naik terus. Tapi
WT ga bisa. Sekarang, tarif air tiap tahun naik.
Teriak masyarakat, karena tidak affordable. Jadi,
untuk ini ada namanya affordability. Sehingga
terjadi adalah short fall. Ketika ada short fall, maka
kita bilang, tarif air tidak boleh naik. Karena tarif
air ga boleh naik, maka terjadi yang namanya short
fall nya tertahan. Karena tarif air ga bisa naik maka
kurva menjadi seperti ini. Kenapa? Kita itu tidak
bisa menentukan WC. Yang bisa menentukan WC
adalah PAM dan swasta. Tapi, gara-gara ini maka
PAM dan swasta ketika bikin WC itu melibatkan
BR. Liat ya, ini kontraknya seperti ini. Tidak adil.
Maka kita bekerja di luar ini. Berkembang dari sini
ke sini. Itu lah sebabnya, BRPAM itu dibenci oleh
PAM Jaya dan swasta. Kenapa? Karena dengan
program seperti ini, maunya seperti ini terus.
Sehingga pada tahun 2006 sampai 2012 itu tidak
ada kenaikan tarif sama sekali. Sebagai
konsekuensinya, kami pada waktu itu seluruh
anggota BR tidak mau naik gaji sama sekali. Hanya
staf, tapi yang paling bawah. Nah dengan adanya
Tugas pokok
BRPAM
114
Universitas Indonesia
ini ga naik tarif, yang namanya WC juga ga naik.
Nah, keuntungannya adalah pada tahun 2007, yang
namanya bagian timur, masuklah Aetra. Aetra
begitu masuk maka yang punya orang Indonesia.
Dia membuat sebuah sequence: sampai tahun akhir
konsesi, dia tidak minta WT karena WC ga perlu
naik. Kemudian, water lossnya ini. Kehilangan air.
50% hilang. Ini pada kontrak pertama kali, tahun
1998. Pada tahun 2003, mereka mengalami
kehilangan air dari 58% turun menjadi 43%. Tapi
yang terjadi adalah realisasinya 45%. Bukannya
mereka itu kemudian menyatakan bahwa „saya mau
perbaiki‟, tidak. Yang mereka lakukan mengoreksi
targetnya. Jadi deket kan realisasi sama targetnya?
Kalau deket, dendanya murah. Maka lebih baik
mereka bayar denda ketimbang kerja keras. Koreksi
ini dilakukan tanpa sepengetahuan BR. Jadi
kejahatan juga dilakukan oleh PAM Jaya. Jadi, air
sebagai politic community, ditambah lagi
performance nya, financial teknis finance, maka
dikatakan sebagai undermanage. Manajemen jelek
karena privatisasi. Setiap lima tahun itu ada
namanya rebasing. Pada waktu kita di BRPAM, itu
kita kendalikan. Setelah itu enggak. Ada di buku
saya, judulnya Public Policy for Developing
Countries, ada di salah satu chapter saya, tentang
pertemuan World Water Week. Hanya beberapa
negara yang bisa, di antaranya adalah Manila.
Kenapa? Karena operatornya perusahaan lokal.
Perusahaan lokal itu ikut Good Corporate
Governance Lokal. Perusahaan internasional ketika
masuk, dia akan lari ke arbritase internasional.
Pertamina aja kalah. Apalagi yang lain-lain. Ada
lagi?
3 P : Baik, tentang ini pak, tentang sejarahnya kebijakan
privatisasi ini pak.
RN : Sejarahnya ya. Jadi waktu itu, tolong cari yang
namanya Ahmad Lanti. Ahmad Lanti itu adalah
orang PU, eselon dua. Dia yang ngedesain kontrak
kerjasama. Namun kemudian kontrak kerjasama itu
tiba-tiba hilang, diganti draft yang disiapkan oleh
Bank Dunia. Begitu cepat pergeserannya, tiba-tiba
Sejarah kebijakan
privatisasi air Jakarta
115
Universitas Indonesia
jadi aja. Waktu itu nggak ada seorang pun yang
berani dengan pak Harto. Salah satu mind
masternya itu namanya Radinal Mochtar. Menteri
PU waktu itu. Nah dia yang termasuk membuat
kesalahan besar. Karena membiarkan kontrak yang
tidak balance.
P : Bahkan dia yang membuat pertemuan lanjutan
tentang itu ya pak. Saya melihat dokumennya.
RN : Iya. Tidak balance kenapa? Karena setiap kontrak
kerjasama dengan asing, itu basisnya adalah
performance kan. Kalau orang performance ga bisa,
dia cabut kan. Ini enggak. Ini berdasarkan yang
namanya kebutuhan keuangan. Liat kata-katanya:
Water charge is not based on kinerja. But based on
a great finpro. Finpro tuh financial projection.
Kalau mereka menyatakan, tahun depan harus
untung sekian, nah itu acuannya. Bukan
performance.
P : Jadi justru keuntungannya yang ditargetin ya
RN : Internal rate of written dari operator itu 22%.
Ditambah dengan yang namanya franchise fee gitu-
gitu. Total kira-kira 32%. Di Aetra sudah berhasil
diubah menjadi 15%. Palyja nggak bisa. Nggak
mau. Kenapa? Dia orang Prancis. Itu lah sebabnya
Ahok mau ambil alih. Ini lagi diproses supaya nanti
Jakarta yang kuasai asetnya Palyja.
P : Jadi mau dibeli sahamnya ya?
RN : Iya. Itu pun kacau. Karena pembelian harganya
kira-kira 2 triliyun. Dan itu buat Jakarta itu akan
teriak-teriak. Nilai pasarnya kira-kira hanya 300-
400 milyar. Tapi 2 triliyun itu juga estimasi
keuntungan ke sana. Tapi kenapa mau diambil
langkah nekat sama DKI Jakarta? Karena jika
konsesi ini diselesaikan dengan apa adanya, maka
pada akhir tahun 2022, maka DKI Jakarta akan
punya short fall 19 triliyun.
4 RN : Nah, mbak mau tinjau masalah ini dari mana?
P : Dari state-crime nya pak. Bagaimana negara
mengabaikan hak asasi manusia atas air.
RN : Nah agak sulit mbak sebenarnya. Karena dalam
membuat kebijakan, harus memperhitungkan nih
Soeharto. Lalu di kondisi bisnis ada Tommy dan
Kebijakan privatisasi
air
116
Universitas Indonesia
Anthony. Kemudian kondisi BUMD. Keempat,
kondisi Bank Dunia. Karena ini atas nasihat Bank
Dunia. Kalau nggak dilaksanakan, maka Indonesia
punya masalah. Di sini Anda akan melihat bahwa
ada namanya crime by international intention. Jadi
pada saat kita menjadi Badan Regulator, pada saat
itu lah hak-hak asasi manusia mulai naik. Kenapa?
Waktu itu kita bilang sama pak Sutiyoso. Pak,
sebelum you bikin apa-apa, coba you coba yang
namanya YLKI. Ga usah pake kita. Supaya dia jadi
partnernya Sutiyoso. Sehingga pada waktu kita
masuk, yang namanya WC sama WT itu freeze.
Jadi waktu itu operator terpaksa kerja keras. Ketika
zaman Foke, ilang. Sutiyoso itu setiap bulan
melakukan rapat dengan BR rata-rata antara dua
sampai empat kali. Foke ga pernah. Nah sekarang,
pak Ahok mulai seperti ini bukan karena BRPAM
berkerja. Karena personally, ada dua orang yang
dekat dengan pak Ahok. Saya pribadi dengan pak
Firdaus Ali. Kenapa? Karena BRPAM hari ini tuh
ga bisa bekerja dengan baik. Ga kompeten. Karena
BRPAM diberhentikan dengan paksa sama Foke.
Dicabut. Jadi kita itu kerja pada...pokoknya pada
waktu bulan Maret, kita tuh mendapatkan surat
pemberhentian yang berlaku bulan Desember.
P : Desember 2000...?
RN : Jadi 2012 itu kita kerja diberhentikannya 2011.
Pernah ga pemberhentian berlaku mundur? Udah
gitu, biasanya pemberhentian itu sudah ada yang
baru. Nah karena pemberhentian mendadak, nggak
ada yang baru, seleksinya asal. Ada dua kali seleksi
karena ga ada yang daftar. Untuk diketahui, zaman
saya itu ada lima orang. Ahmad Lanti, ketuanya,
dia yang desainer itu. Dia itu ahli air. Luar biasa
jeniusnya. Kemudian Firdaus Ali. Firdaus Ali
adalah ahli ilmu Teknik Lingkungan dan dia
temennya Bill Gates. Dia ketua asosiasi mahasiswa
Indonesia di luar negeri sedunia. Lalu saya
menguasai public policy dan saya mengajar di
berbagai negara, di Cina, India, Malaysia. Satu lagi
Agus Kretarto. Dia senior audit untuk BPKB. Itu
matanya udah kayak elang itu, ga bisa orang nipu
117
Universitas Indonesia
itu. Kelima, namanya Andi Zulfikar. Dia itu adalah
lawyer yang kerja di Singapura. BRPAM hari ini?
Ketuanya mantan direkturnya PAM Jaya yang
dikenal orang yang baik. Era sebelumnya, ketika
pimpinan diganti sama pak Irsal Jamal. Tapi yang
terjadi kalau kembali ke sini adalah pemerintah
melakukan yang namanya kriminalisasi hak-hak
asasi manusia, hak atas air. Nah ingat hati-hati. Hak
atas air itu menjadi ambigu. Karena yang namanya
hak atas air itu hanyalah berdasarkan kesepakatan.
Dia belum masuk ke HAM yang tahun 46 itu lho.
Dia masih grey area. Saya ga tau kondisi
terakhirnya.
P : 2010 ada komentar umum PBB soal bahwa hak atas
air merupakan hak asasi manusia.
RN : Coba cek lagi, kalau sudah masuk, bagus. Berarti
betul hak asasi. Kedua, hak asasi atas air itu rumit.
Kenapa? Nomor satu kalau hak asasi atas
pendidikan, atas kesehatan, pekerjaan itu abstrak.
Susah dihukum gitu lho. Tapi kita berhubungan
dengan air, sangat real gitu. Produksinya
melibatkan banyak hal. Sekarang kenapa Jakarta ga
bisa menyupply air bersih untuk orangnya sendiri?
Karena Jakarta, untuk mensupply 80% penduduk
Jakarta, kita memerlukan supply air bersih dari hulu
dengan jumlah kira-kira 36 liter per detik. Nah kita
itu hanya dapet kira-kira 16. Nggak ada bahan
bakunya. Di Jakarta ada 13 air tapi nggak ada satu
pun yang bisa dipakai. Dia hanya dari Tarum Barat.
Dan Tarum Barat itu open channel. Nah ketika ada
longsor, mati aja. Lalu ketika kemarau, ngumpul itu
petani-petani, abis airnya. Ketiga, dia dilewati oleh
tiga sungai di Bekasi yang buat dia contaminated.
Rusak. Hal lain yang berhubungan dengan air
minum adalah kalau kita mengatakan sebagai hak,
bisa ga kita melihat itu sebagai security to water.
Nah ini yang ga masuk. Nation Security itu ada
tiga: energy security, food security, water security.
Kalau yang namanya energy sama food security
udah tau lah ya. Tau ga film James Bond yang The
World is not Enough?
P : Belum nonton pak.
118
Universitas Indonesia
RN : Ha kau harus nonton film, kau. Itu yang namanya
kelangkaan energy itu bikin perang. Perangnya
udah nampak di mana-mana. Nah perang air,
nonton juga James Bond, the Quantum of Solace.
Itu rebutan air kan? Nah yang namanya Malaysia
sama Singapura udah perang. Nanti perang di
banyak dunia perang untuk itu. Ini yang ga pernah
diangkat di ranah kebijakan, khususnya Indonesia.
Karena Indonesia ga punya kebijakan publik. Kita
hanya punya hukum. Kita ga punya policy.
Kenapa? Policy tuh forward, hukum itu dia
cenderung backward. Ada kasus, selesaikan. Nah
ini yang ga bisa dijembatani. Nah ini, Anda
masukkan yang namanya komplikasi. Satu,
komplikasi kriminalisasi negara. Negara melakukan
kriminalisasi. Oke, fine, karena kontraknya seperti
itu. Tapi penyebabnya Anda masukkan nanti.
Kenapa? Karena ke depan kita ga bisa mencegah
negara itu melakukan hal kriminal kalau ujungnya
ga kita pegang. Misalnya, perilaku bisnis, perilaku
sektor perbankan, perilaku lembaga internasional.
Anda ga bisa ngatur negara. Kedua, di sini yang
harus diliat adalah setiap kontrak antarnegara,
sorry, setiap kontrak yang memprivatisasi
pelayanan publik, yang berkenan dengan hal-hak
dasar manusia itu harus melibatkan misalnya
usernya atau wakil dari pelanggannya. Saya
mengatakan wakil user.
5 P : Nah, dulu kenapa Indonesia bisa harus
menandatangani perjanjian itu? Awalnya tuh World
Bank kenapa gitu?
RN : Yang saya bilang tadi, tahun 96 World Bank itu
kasih pinjaman, 97 mengevaluasi bahwa
pengelolaannya buruk.
P : Nah itu maksudnya pinjaman itu pinjaman atas dasar
apa?
RN : Jadi waktu itu sebelumnya ada namanya Research
Jakarta...lupa namanya. Jadi itu sebuah proyek Bank
Dunia untuk merevitalisasi Jakarta. Jadi saya terus
terang, kenapa saya bilang ini kriminalisasi dari
Bank Dunia karena tahun ini dikasih pinjaman, tahun
depan dievaluasi, kesimpulan seperti itu maka harus
Konteks global saat
itu
119
Universitas Indonesia
diprivatisasi. Itu missing link nya. Betul-betul hilang.
Sehingga kenapa Bank Dunia itu sangat malu? Pada
tahun 2006 itu ada GPOB. Ini apa lah, Global
Partnership Output apa gitu.. Jadi, itu ceritanya Bank
Dunia memberikan Grand 50 milyar supaya
masyarakat yang ga mampu diberi sambungan air.
Tapi saya bilang ini kesalahan fatal ini. Jadi kan
orang miskin dikasih sambungan free. Supaya ga free
oke deh, supaya mereka ikut memiliki, disuruh bayar
cuma 50ribu. Kan kecil kan. Tapi, itu harga per
meter kubiknya 1050. Nah, harga WC itu 7000. Ini
aja, shortfall kan 6000 kan. Kalau pelanggan baru
jumlahnya 100ribu, maka ada 600juta perbulan. Kali
10 lah. 6milyar kan. 6 milyar tambah 12. 7,2 milyar
kan. 7,2 milyar per tahun shortfall siapa yang
nanggung?
P : PAM?
RN : Mampus dia! Kena KPK dia. Kenapa PAM
memperkaya pihak lain dengan kasih ini? Susah kan.
6 RN : Kenapa ga ada? Karena harganya 1050. Kalau
operator ngasih air ke sini, yang mereka dapatkan
adalah 1050 plus shortfall. Shortfall artinya utang.
Ga ada cashnya. Kamu mau dibayar pake utang? Ini
lah sebabnya waktu saya jadi BRPAM, bayangan
saya, tarif air DKI Jakarta satu aja. 7000. Selesai.
Semuanya dapat air. Supaya semangat. Tapi, yang
namanya WC itu jadi 3000. Ada untung 4000. Saya
bilang ke orang-orang, eh mau ga kalo tarif 5000 per
meter kubik? Wah boleh itu. 5000 per meter kubik
kami mau. Tau ga kenapa? Harga air kalo
mereka...kamu rumahmu di mana?
P : Di Lubang Buaya.
RN : Wah ga ada masalah. Kamu ga pernah ikut susahnya
sana. Kalau kamu tinggal di Jakarta Utara, maka
kamu harus beli air pake itu lho, gerobak. Pada
waktu musim tidak kering, harga air per gerobak itu
50.000/m3. Pada waktu musim kering, 75.000/m3.
Coba, mereka kasih harga 10.000 mau? Mau!
Tarif air
120
Universitas Indonesia
Transkrip Wawancara dengan Ir. Firdaus Ali, M. Sc., Ph. D.
Hari, tanggal : Senin, 3 Februari 2014
Tempat : Fakultas Teknik Universitas Indonesia
Nomor Isi Keterangan
1 Peneliti (P) : Ya pak, pertamanya saya pengen nanya,
dulu gimana sih badan regulator PAM itu
berdiri? Jadi kebijakan privatisasi air ini
gimana bisa ada sampe akhirnya BRPAM
itu berdiri?
Firdaus Ali (FA) : Sebetulnya yang mendorong
masuknya investor swasta ke air minum Jakarta itu
Bank Dunia. Kenapa? Karena Bank Dunia punya
kepentingan, pertama karena Bank Dunia
meminjamkan uang untuk membangun instalasi
pengelolaan air di Buaran satu dan Buaran dua
sehingga ini kemudian ketika Bank Dunia melihat
cakupan PAM Jakarta untuk melayani itu masih
rendah, sementara kebutuhan airnya tinggi, dan
menurut Bank Dunia belum dikelola secara
profesional, sehingga Bank Dunia kemudian
menawarkan mengundang sektor swasta ke dalam
air minum Jakarta. Pada saat itu, tender tidak ada
seperti sekarang. Tahun 97, Bank Dunia
memberikan rekomendasi lalu kemudian, lapor ke
pemerintah, lalu nembus ke presiden, lalu presiden
memerintahkan menteri PU untuk turut kemudian
menyiapkan kerjasama antara PAM Jaya dengan
dua operator asing, yaitu di timur Thames, di barat
Suez. Memang ga ada tender waktu itu. Karena
prosedurnya prosedur izin. Pada saat itu, setau saya,
pengadaan barang dan jasa itu belum ada. Jadi,
terutama adalah terkait dengan kerjasama dengan
pihak asing, yang ada barangkali pada waktu itu
peraturan lelang, tapi lokal sifatnya. Lalu kemudian
dikerjasamakan. Perusahaan asing dibagi dua
wilayahnya. Kontrak kerjasama yang dibuat,
terutama yang berkepentingan adalah investor.
Karena dia punya lawyer kan. Dibikin lah, kontrak
kerjasama tentunya. Dalam perjalanan ketika
Alasan Badan
Regulator Pelayanan
Air Minum
(BRPAM) Jakarta;
Proses pendirian
BRPAM Jakarta.
121
Universitas Indonesia
sampai di BRPAM tidak seimbang. Lalu dalam
kontrak kerjasama itu dituliskan bahwa nanti akan
dibentuk badan pengatur yang akan meregulasi
segala kebijakan terkait dengan kerjasama ini dan
badan pengatur itu kemudian dibentuk tahun 2001.
Tiga tahun setelah kontrak itu ditandatangani,
dibentuklah Badan Regulator Air Minum Jakarta.
Jadi BRPAM itu ada karena dibunyikan dalam
kontrak. Lalu kemudian, tugas BRPAM melakukan
mediasi, lalu kemudian mengusulkan tarif,
mengawasi kinerja, hal yang seperti itu lah.
2 FA : Lalu kemudian, begitu ada BRPAM, lalu ada PAM
Jaya pihak pertama, ada operator pihak kedua, tetap
kontrak kerjasama tidak berimbang kan. Makanya,
salah satu misinya BRPAM waktu saya dan pak
Lanti itu adalah me-rebalancing itu tadi. Sehingga ya
denda yang seharusnya sama dengan kerugian,
ternyata tidak. Kita coba naikin dendanya. Lalu
kemudian, BRPAM mengusulkan tarif. Dalam salah
satu poin di isi kerjasama adalah pihak operator
mendapatkan imbalan air. Lalu, setiap meter kubik
yang digunakan oleh pelanggan, ga peduli dia kelas
menengah, atas, atau miskin gitu ya, dia akan
mendapatkan imbalan air yang disebut dengan water
charge. WC tadi itu tadi diitung dengan formulasi
macam-macam. Ada catex, capital expenditure,
kemudian ada opex, pengembalian pinjaman luar
negeri, kemudian TAD untuk DKI Jakarta, kemudian
biaya operasionalnya PAM Jaya, biaya
operasionalnya BRPAM. Dari semua komponen cost
tadi, ditambahkan kemudian berapa keuntungannya,
dapatlah WC pada saat awal kontrak. Disebutlah
WCnya Xo. Di perjanjian dibunyikan, setiap enam
bulan, untuk menghadapi inflasi dan sebagainya ini
diindeksasi rumusnya. Jadi gini, WC akan naik terus
kan. Lalu kemudian di sisi lain, pelanggan dikenakan
tarif. Dari golongan satu 1.050, sampai golongan atas
14.650. Nah sekarang makin banyak pelanggan
bawah, tarif rata-ratanya itu semakin rendah kan.
Jadi Anda lihat, ini WC, ini water tarif. Jadi awalnya
gini, tarif di sini rata-rata, WC di sini. Tarif ini kan
naiknya pelan-pelan. Nah ini naik terus kan. Dan
Tarif Air
122
Universitas Indonesia
suatu ketika kemudian, tarif itu di bawahnya WC.
Begitu tarif itu di bawahnya WC, timbul utang. Lalu
kemudian, yang jadi persoalan politiknya adalah kok
PAMnya ngutang. Di perjanjian dibunyikan begitu.
Ini kan perjanjian internasional. Terlepas dari
kontrak yang tidak seimbang, tapi kan kontrak ini
kan diakui dunia. Karena kan kita akan maju ke
arbitrasi internasional. Di arbitrasi nanti akan dilihat,
kontak berbunyi seperti apa, kendatipun undang-
undang mengatakan lain bunyinya. Nanti Anda lihat,
bagaimana nanti ini. Ada di kontrak dibunyikan
begini, pasalnya lupa saya, kewajiban pihak pertama
adalah menyediakan air baku. Kewajiban pihak
kedua adalah mengelola dan mendistribusikan air.
Berarti kan kewajiban pemerintah adalah memenuhi
air baku. Kenapa? Kalau air baku ga ada, ya otomatis
persoalannya terkait dengan cakupan layanan, target
teknisnya yang mereka, seperti kebocoran, kemudian
kualitas air akan berpengaruh. Tapi pemerintah DKI
Jakarta tidak punya kendali di air baku. Kendalinya
ada di Pemerintah Pusat. Karena air baku kita kan di
Jati Luhur. Tapi air baku kita sudah terkontaminasi
kan. Jadi, DKI tidak berhasil melakukan
kewajibannya. Sementara, operator kan dibunyikan
dia harus menambah layanannya dengan
bertambahnya pelanggan. Sementara, jumlah air
baku yang diolah kan tidak bertambah. Otomatis
jumlah pelanggan yang dulu pada saat kontrak itu
328 ribu, sekarang jadi 807 ribu, kan naik dua kali
lipat lebih kan. Jadi apa, dengan air baku yang sama,
air baku sama kan, ga bertambah kan. Pelanggan
bertambah dua kali lipat lebih. Otomatis kan ya
logikanya ada pelanggan yang tidak akan dapat air.
Kalau ada pelanggan yang harusnya dapat air 24 jam,
sekarang jadi 12 jam. Kalau dulu dia dapet 12 jam,
sekarang dia dapet 6 jam. Kemudian, karena jumlah
pelanggan bertambah, jumlah air yang dibutuhkan
bertambah, sementara tidak tersedia air bakunya. Jadi
orang berebut. Air susah, mahal, dan sebagainya.
Disedot dengan sumur bor apa namanya air gitu kan.
Ini kan membahayakan. Begitu pagi-pagi semua
orang menyedot air dengan pompa kan pompa akan
123
Universitas Indonesia
vakum. Begitu vakum, sambungannya pasti akan
rusak. Begitu rusak, ya air dari tanah yang di kali, di
got pasti akan masuk. Kemudian kualitasnya akan,
ya terbukti, kualitasnya jelek. Kemudian ya instalasi
di Pejompongan, ya kalau kita lihat instalasinya ya
dia bersih sekali. Memenuhi standar kualitas. Ini kan
persoalannya ketika distribusi. Ditambah dengan
pipanya kemudian mengalami penuaan. Sehingga
kemudian ada isu kualitas. Ada isu kuantitas,
jumlahnya ga cukup. Ada isu kontinuitas. Kenapa?
Nggak 24 jam sehari mengalir. Sementara, WC jalan
terus kan sehingga beban short fall meningkat.
Kemudian berusahalah mengejar tarif tadi. Otomatis
ya dua hal yang berkompetisi ini kemudian yang jadi
beban ke masyarakat.
3 P : Terus pak, lalu masalah instalasi air nih. Di rumah
saya sendiri tuh ga ada saluran PAM gitu. Nah itu
sebenarnya kewajiban PAM atau kewajiban swasta?
Lalu kemudian...
FA : Tinggalnya di mana?
P : Di Lubang Buaya, Jakarta Timur.
FA : Itu ga ada jaringan atau emang ga langganan?
P : Ga ada jaringan. Jadi emang satu deret tuh semua
pompa semua.
FA : Jadi gini, sesuai dengan Perda 13 tahun 1993,
kewajiban PAM Jaya adalah melayani kebutuhan air
bersih masyarakat. Otomatis dengan perpipaan. Tapi
ya kemudian karena air baku terbatas, jaringan
terbatas, otomatis kemudian pelayanan kan juga
tertahan. Ditambah lagi karena ada sebagian
masyarakat merasa ga usah pasang PAM. Kenapa?
Karena sumur saya masih bersih. Ketika PAM
melakukan survey, dari 1000 rumah, cuma beberapa
yang berminat memasang PAM. Secara ekonomi,
tidak masuk. Sehingga dia tidak melayani. Sehingga
kemudian, PAM di sisi lain dia hanya melayani
apabila ada permintaan yang ekonomik. Pipa kita
pasang, ada yang berlangganan, kebanyang kan.
Kenapa? Karena PAM kan Perusahaan Air Minum.
Perusahaan kan harus untung. Di sisi lain, secara
undang-undang, dia mempunyai fungsi sosial. Dia
mempunyai kewajiban memeberikan air ke
Teknis
124
Universitas Indonesia
masyarakat. Ini posisi yang sangat dilematis.
Makanya saya bilang, harusnya namanya bukan
PDAM, tapi BPAM. Badan Pelayanan Air Minum.
Kalau PD, Perusahaan, di mana pun di muka bumi
ini, perusahaan pasti nyari untung. Kalau enggak ya,
bukan perusahaan namanya. Nanti, kalau hukum bisa
diputus. Kamu perusahaan kok begitu. Kamu
merugikan negara sekian. Jadi dilematis. Artinya,
kita udah salah dari kor-nya. Ini mau memberikan
layanan apa mau commercial? Jangan banci. Kalau
ini kan banci. Namanya PDAM. Kemudian dituntut
untung. Kalau ga untung ya diganti direkturnya ya
kan. Tapi di sisi lain kemudian memberikan
pelayanan sosial. Akhirnya kemudian dalam
praktiknya kita mencari binding criteria. Binding
criterianya gini, tiap menambah 5 pelanggan orang
miskin, harus dapat pelanggan orang kaya dua.
Untuk menutupi ini gitu kan. Nanti Anda pelajari itu.
Sebetulnya kita komit. Terkait dengan masalah air
minum kita. Kenapa cakupan air minum kita di
republik ini lambat sekali dengan di vietnam lah
yang baru merdeka? Kalau tadi itu iya-iya-enggak-
enggak. Kenapa? Kalau kita lihat, BBM, pupuk,
energi, listrik itu kan disubsidi langsung oleh negara.
Misalnya harga ekonomisnya premium itu misalnya
8500 rupiah, lalu kemudian dijual di SPBU itu 6500.
Berarti 2000 rupiah uangnya negara dibayarkan ke
Pertamina untuk subsidi kan. Energi juga demikian,
pupuk juga demikian. Artinya apa? Jadi negara
mensubsidi real. Jangan lupa, air minum negara tidak
mensubsidi. Yang mensubsidi adalah pelanggan
antar pelanggan. Padahal pupuk, listrik, bbm, bukan
kebutuhan pokok negara. Jadi dia makanya saya
selalu menkritisi, pemerintah sangat sembrono.
Kenapa kalau ya, ini kebutuhan basic orang. Orang
bisa sakit kalau ga ada air. Penyakit bisa
berkembang. Tetapi lucunya, pemerintah tidak
memberikan subsidi. Kenapa BBM disubsidi?
Soalnya seksi. Klo ini kan enggak. Jadi, klo kita
pergi ke arbitrasi, kita juga akan kalah. Kamu
katanya hak asasi. Kalau hak asasi buktinya apa?
Kontrak tidak kamu lakukan, terus yang subsidi
125
Universitas Indonesia
siapa? Pelanggan. Ya itu bukan hak asasi. Kalau hak
asasi, ya itu tanggung jawab negara full. Jadi
persoalan ini kemudian, diingatkan pemerintah gitu.
Mereka salah nih. Operator ini. Kemudian, kesalahan
mereka berpangkal juga dari kesalahan kita.
Aturannya ga jelas. Kemudian juga, kewajiban kita
menyupply air baku tidak dilakuan. Ya kan?
Sehingga kemudian, saya senang aja Anda
mempelajari ini. Sisi hukumnya gimana.
4 FA : Ya menurut Anda, apa yang ditujukan dari citizen
law suit ini?
P : Dimiliki kembali oleh negara.
FA : Apa jaminannya dimiliki kembali oleh negara? Apa
yang kita harapkan?
P : Bahwa air itu kemudian bisa didistribusikan dengan
murah dan mudah.
FA : Kalau tidak ada air bakunya gimana? Ini kenapa,
karena saya akademisi dan praktisi gitu ya. Ada 400
PDAM yang dimiliki Indonesia, tidak sampai
sepertiganya yang baik airnya. Sisanya semuanya
sakit. Kenapa? Ga ada air bakunya. Dikelola oleh
pemerintah daerah. Jadinya, bagi saya adalah ya apa
target dari menendang Suez dari Indonesia gitu
kemudian dikembalikan ke PAM Jaya. Ide kita
mengundang sektor swasta dalam layanan publik itu
adalah pertama adalah kita ingin mendapatkan
teknologi yang lebih bagus. Kedua, kita ingin
mendapatkan manajemen yang lebih bagus. Ketiga,
karena kita ingin mendapatkan kapital, karena kita
kekurangan. Ya kan? Ya tiga tadi. Manajemen kita
buruk. Kapital kita kurang, jadi nawar-nawarin ke
luar. Kalau kapital kita kuat, pemerintah tinggal
bangun kan. Teknologi ya kita lebih rendah.
Sekarang kalau kemudian CLS ini berhasil dan
hakim memutuskan oke, demi hukum, perjanjian
kerjasama dibatalkan. Lalu kemudian ada turunannya
kan? Menurut Anda, apa yang akan diputuskan
hakim?
P : Semua saham PAM dipegang milik DKI, PDAMnya.
Jadi, setidaknya kalau misalnya kita tidak berurusan
dengan swasta luar. Karena kalau swasta luar kan ke
arbitrasi internasional. Jadi kayak lebih mudah
Citizen Law Suit
126
Universitas Indonesia
mungkin.
FA : Persoalan luar dan dalam negeri itu kan karena kita
bodoh aja gitu kan. Kalau kalah kan selama ini
karena kita ceroboh. Taruhlah sengketanya dengan
perusahaan dalam negeri. Arbitrasinya Indonesia.
5 P : Iya sebenarnya juga saya ingin mengangkat dan
menghubungkan ini dengan World Bank. Bagaimana
dominasi World Bank ke Indonesia.
FA : Pertanyaan ini akan saya tanyakan juga ke hakim.
Saya juga akan diundang jadi saksi nanti gitu.
Kenapa? Karena memang ini kesalahan dari negara.
Pasal 33 ayat 3 itu tidak pernah diterjemahkan secara
sesungguhnya gitu. Bumi, air, dan kekayaan yang
dikandung di dalamnya dikuasai oleh negara untuk
kemaslahatan banyak orang. Contohnya apa? Batu
bara, minyak. Selama ini kan negara fokusnya cuma
di batubara sama minyak doang. Jadi airnya sendiri
kan dilupain. Padahal yang mendasar itu kan ya air
tadi. Air diserahkan ke mekanisme pasar.
P : Menjadi barang ekonomi?
FA : Ya iya, menjadi barang ekonomi apabila kemudian
negara tidak campur kaki untuk mengurus ini. Di sisi
lain, kita ga mau ada apa-apa terus bikin chaos
sistem kan? Swasta pergi terus ga ada operator kan?
Sehari aja. Ibu kota ini bisa lumpuh total. Jadi hal
seperti itu kan kemudian menjadi akan operator akan
menjadi yang ditawarkan dalam CLS ini dia akan
dibawa ke arbitrasi. Di arbitrasi ya kamu tidak
melaksanakan kewajiban kamu kok. Air baku kan
tanggung jawab kamu. Ya kan? Terus mau ngapain
coba? Makanya dari dulu saya katakan, penuhi dulu
kewajiban kita sehingga kita tidak punya labelity. Ini
kan lalu jadi persoalan gitu kan. Di sisi lain, ketika
operator mau memberantas pencurian.
Pengaruh lembaga
dunia
6 P : Seperti kebocoran ya?
FA : Ya, kebocorannya itu nontechnical. Kenapa? Karena
di lapangan itu banyak preman, mafia. Palyja dan
Aetra sudah meminta bantuan kepada pemerintah
DKI Jakarta, memberikan bantuan dalam bentuk
operasional melalui satpol pp, atau dibentuk polisi air
gitu. Untuk mengawasi orang yang mencuri gitu.
Karena yang mencuri juga oknum. Ex PAM Jaya.
Teknis
127
Universitas Indonesia
Yang nyolong juga orang-orang itu juga. Lalu juga
negara harus tegas memposisikan PAM ini sebagai
fungsi sosial atau bisnis. Lalu subsidi apa yang
diberikan negara kalau ini memang hak asasi? Energi
hak asasi ga? BBM hak asasi ga? Ya enggak. Air?
Iya. Buktinya apa kamu sebagai negara tapi kamu ga
hadir di sana?
P : Terus tadi bisa diceritain lebih detil ga pak soal
pencurian air itu?
FA : Pencurian air adalah ya oknum yang tau bagaimana
cara masang pipa dan sebagainya kemudian
disambungkan ke pelanggan lain kemudian dia
collect uangnya. Yang lebih celaka lagi, airnya dijual
ke pelabuhan. Salah kita di sini. Tarif kita untuk
golongan bawah itu 1.050 termasuk terminal air dan
hidran umum. Jadi Asti nih, ngaku orang miskin.
Asti kelola hidran umum dan terminal air. Nanti Asti
bayar ke saya, PAM ya. Tapi kan Asti bisa jual ke
orang lain. Harganya 20 ribu ke pelabuhan. Kenapa?
Tarifnya itu mau 10, mau 20, mau 30 sama. Kalau
yang lain kan ada progresif.
P : Saya juga dari Muara Baru, Penjaringan, katanya ada
satu orang di situ, dia bayar sampe berapa puluh juta
ke PAM. Jadi dia bisa memiliki hidran air itu.
FA : Dimafia sekarang. Sepertinya hidran umum itu
temporary sampe udah ada jaringan. Jadi harusnya,
hidran umum dan terminal air ini hanya untuk 5
tahun. Kalau sudah baik, ditutup. Tapi kan
kenyataannya ini enggak.
P : Kalau soal perbaikan kebocoran pipa di jalan-jalan
itu gimana pak?
FA : Ada. Yang dilakukan swasta banyak. Termasuk yang
menggunakan helium dan sebagainya. Namun, dalam
upaya mengganti pipa tadi, ada macam-macam
hambaran. Izin itu setengah mati keluar.
P : Izin kepada?
FA : Pemerintah. Izin kan harus bayar.
P : Maksudnya ke polisi?
FA : Ke dinas itu apa itu
P : PU?
FA : PU. Lalu kemudian pengambilan air secara ilegal itu
kan juga merusak. Mempengaruhi pipa. Terus ada
128
Universitas Indonesia
jalan-jalan tertentu dilapisi beton. Itu kan tidak bisa
diganti dengan mudahnya. Itu kalau udah bocor
bingung kan. Klo aspal, klo bocor airnya keluar.
Kalo udah dibeton, air bocor ga tau. Bocornya ke
bawah. Klo aspal kan bocor ke atas, ketangkep. Itu
menambah kompleksitas.
P : Berarti ini masuk ke perencanaan tata kota ya pak
ya?
FA : Iya. It‟s too complicated. Pertama kamu tata kota
kamu salah, kedua kamu ga pernah menegakkan
peraturan dengan benar. Ketiga kamu undang orang,
konsekuensinya kamu ya tunduk dengan aturan
kerjasama ini gitu kan.
P : Lalu kalau sebelum dan sesudah adanya privatisasi
ini gimana pak?
FA : Ya dulu kan salah satunya adalah cakupan layanan.
Dulu Cuma 328 ribu. Sekarang 807 ribu. Jumlah
sambungan sudah jelas peningkatan. Dulu kebocoran
waktu pertama kali 58%, sekarang 43%.
P : Berarti kebocorannya menurun dong?
FA : Menurun. Kendati pun tidak sesuai dengan yang
dijanjikan. Yang dijanjikan harusnya sudah 26%
sekarang.
P : Kenapa bisa gitu pak?
FA : Ya tadi itu. Karena penggantian pipa sulit, mafia
tidak bisa diberantas. Air baku tidak cukup. Izin
penggantian pipa tidak dikeluarkan. Kayak gitu-gitu
lah.
7 P : Terus kalau menurut bapak sendiri, gimana dampak
ke masyarakat miskin yang ga dapet saluran PAM?
FA : Sebenernya masyarakat miskin dapet air termurah
1.050 tadi kan. Hanya kemudian ketika kita ke
Penjaringan gitu, ke Kamal Muara, ke Cilincing, di
sana persoalannya begini: karena akses ke air
perpipaan terbatas, sehingga yang berkuasa itu
gerobak-gerobak. Itu gila. Per meter kubik harganya
bisa 100ribu. Padahal harusnya 1.050 rupiah kan. Ya
kalau yaudah kalau gitu kenapa tidak dikasih
sambungan mereka. Kita punya GPOBA.
P : Apa itu pak?
FA : Global Partnership Output Based Aid. Jadi Bank
Dunia dalam rangka menghapus dosanya
Dampak ke
masyarakat miskin
129
Universitas Indonesia
memberikan bantuan kepada PDAM Jakarta melalui
dua operator ini untuk membikinkan sambungan
langsung kepada daerah-daerah ini. Nanti begitu air
mengalir, biaya pipa dan sambungan itu diganti oleh
Bank Dunia dalam bentuk cash. Tapi kemudian
gimana, airnya ga ada. Yang kedua, perizinannya ga
bisa didapatkan. Kenapa? Ada preman tadi. Orang
masang pipa, premannya beraksi. Ya akhirnya ga
bisa ekspansi kan. Pemerintah atur ini lah, tertibkan.
Kita dipukul balik oleh ini.
8 P : Ngomong-ngomong peran pemerintah, saya juga
baca kontrak itu bahwa dia juga harus mengawasi
swasta kalau misalnya kerjanya tidak baik. Menurut
bapak selama ini PAM menjalankan tugas itu ga?
FA : PAM tidak melaksanakan. Lepas tangan. PAM takut
sama bule. Jadi inilah kontribusi PAM juga besar.
Kalau ditanya di pengadilan, kamu tugasnya
mengawasi, dilaksanakan ga? Enggak. Kenapa?
Kami kalah lobi. Kamu yang goblok. Aset milik
kamu, negara milik kamu, kok kamu takut sama
asing.
P : Mengetahui itu, waktu bapak di BRPAM, bapak
melakukan apa?
FA : Ya saya panggil semuanya. Saya push PAMnya.
Saya marah-marahin dirut PAMnya. Tapi itu
kemudian saya ga tau kalau diam-diam PAM dapat
uang dari swasta.
P : Lalu tarif juga ditentukan oleh BRPAM?
FA : Itu gubernur yang menentukan.
P : Berarti waktu itu gubernurnya Sutiyoso ya?
FA : Sutiyoso dan Foke.
P : Mereka berkooperasi dengan baik ga pak untuk
membangun air yang lebih baik untuk Jakarta? Bisa
diceritain ga pak?
FA : Saya sudah memberikan ide macam-macam. Sampai
saat ini alhamdulilah tidak ada yang dikerjakan.
Kalau enggak, kita ga akan krisis air.
P : Kalau yang sekarang? Pak Jokowi dan Pak Ahok?
FA : Komitmen mereka besar. Mereka mau mengambil
alih saham itu.
P : Waktu itu pak Riant juga sempet cerita soal pak
Ahmad Lanti yang mendesain awal instalasi atau apa
Tarif air
130
Universitas Indonesia
gitu soal air lalu desainnya dihilangkan lalu dipakai
desain World Bank.
FA : Saya dengan pak Lanti mendesain PAM Jati Luhur.
Lalu diambil oleh kementrian PU, lalu kemudian
berubah. Jadi sampai hari ini tidak dilaksanakan.
P : Lalu bagaimana pak setelah bapak mengetahui itu?
FA : Ya saya marah. Hanya marah saja. Tidak bisa
melakukan apapun.
131
Universitas Indonesia
Transkrip Wawancara dengan Ir. Ahmad Lanti, M. Eng
Hari, tanggal : Senin, 10 Februari 2014
Tempat : Kantor Indonesia Infrastructure Initiative
Nomor Isi Keterangan
1 Ahmad Lanti (AL) : ...tiba-tiba tahun 2007 PAM Jaya
membuat perjanjian dengan Lyonnaise
des Eaux dan Thames Water. Menjadi
kerjasama 25 tahun sampai 2022. Nah
Jepang kaget. Minta sama saya, kenapa
begitu. Saya buatkan paper dalam bahasa
Inggris tuh waktu itu. Akhirnya mereka
puas. Tapi saya ga tau itu kan saya
buatnya udah 10 tahun yang lalu saya
buat dek. Sudah ga tau. Tapi ceritanya
dulu aja ya.
Peneliti (P) : Maaf, boleh saya rekam ya pak?
AL : Ya ya silakan aja. Jadi waktu itu, kementerian PU,
menterinya waktu itu pak Radinal Mochtar
mendapatkan suatu ya dari presiden Soeharto untuk
supaya PAM Jaya ini dalam rangka meningkatkan
pelayanan coba dibikinkan kerjasama dengan swasta
asing yang sangat berpengalaman dalam bidang air
minum di dunia gitu ya. Gitu. Waktu itu tahun 95
kalau ga salah permintaannya kepada menteri PU.
Nah kemudian menteri PU waktu itu, nah waktu itu
di paper ada lengkap itu. Tahun 95 pak Radinal
Mochtar membentuk satu tim pengkajian itu. Tapi
memang waktu itu sudah dikatakan ada dua
perusahaan asing yang sangat berpengalaman di
dalam penyediaan air minum hmm anu kerjasama
pemerintah-swasta. Atau disingkat dengan KPS ya
Kerjasama Pemerintah-Swasta. PPP bahasa
Inggrisnya. Public-Private Partnership. Dulu itu
anggotanya dari pemprov DKI. Gubernur nya waktu
itu Suryadi Soedirdja. Jadi, ditentukan waktu itu oleh
pak Harto, Lyonnaise des Eaux dan Thames. Prancis
dan Inggris. Tapi waktu itu persyaratannya menteri
PU adalah mereka harus melakukan kajian tentang
kelayakan. Uji kelayakan itu dibuat hampir enam
Sejarah Perjanjian
Kerjasama PAM-
Swasta
132
Universitas Indonesia
sampai sepuluh bulan ya. Selesai, disampaikan
kepada menteri PU. Kemudian PU membuat evaluasi
yang dipimpin oleh Dirjen Cipta Karya. Namanya Ir.
Rahmadi B. S. Nah tim ini lah yang menilai uji
kelayakan tersebut. Nah, akhirnya uji kelayakan itu
dengan sedikit perubahan di sana-sini dapat diterima
oleh Kementerian PU. Nah, jadi untuk itu diminta
jadi menteri PU supaya dibentuk Tim Gabungan.
Tapi tetap diketuai oleh Dirjen Cipta Karya ya. Jadi
ada dari Kementerian PU, ada dari Pemprov DKI.
Nah saya waktu itu ditunjuk sebagai wakil tim
Negosiasi. Ketua Tim Negosiasinya waktu itu Pak
Prawoto.
P : Maaf pak, jadi tim negosiasi nya itu ada di tim
gabungan itu?
AL : Iya. Dengan SK menteri PU waktu itu. Itu dibuat
tahun 96. Ketuanya dari DKI ada asisten
pembangunan, pak Prawoto, wakilnya saya.
Anggotanya Dirut PAM Jaya dan banyak lagi orang-
orang teknis yang lainnya. Terus termasuk juga di
dalamnya ada namanya TPJ dan Palyja. Waktu itu
sudah dibentuk PT-nya. Waktu itu sudah terdiri dari
orang asing dan orang Indonesia itu Palyja dan TPJ.
Negosiasi itu berlangsung berkali-kali bolak-balik,
lupa saya berapa kali, sampai akhirnya satu tahun
setengah negosiasinya. 14 bulan kalau ga salah
waktu itu. Akhirnya pada bulan Juni,
ditandatanganilah kontrak itu dengan Palyja dan TPJ.
Yang taken contract adalah Dirut PAM Jaya
namanya Ir. Rama Boedi. Dan dari pihak swasta itu
saya lupa, nama asing semua. Diketahui dan disetujui
oleh gubernur, pak Suryadi Sudirja. Menteri PU
hadir menyaksikan aja di Balaikota. Itu tahun 97,
bulan juni. Kalau 25 tahun, berakhirnya Juni 2022
kan. Tapi begini ya, isi dari perjanjian kerjasama itu
sendiri itu timpang sebenarnya, tidak seimbang
antara kepentingan PAM Jaya dengan swasta. Lebih
menguntungkan swasta. Nah dalam perjalanan, itu
kan kebetulan pak Harto jatuh kan. Tahun 98 jatuh.
Timbul lah huru-hara di Jakarta kan. Itu orang-orang
PAM Jaya itu...karena orang asingnya lari semua ke
luar negeri kan dibakar-bakar di Jakarta itu kan. Itu
133
Universitas Indonesia
istilahnya diambil paksa gitu lho kantornya. Kan
waktu itu seluruh instalasi pengelolaan air apa di
barat dan di timur, di Palyja dan TPJ kan diserahkan
ke swasta. Karena dengan dasar itu mereka bisa
melayani pembeli. Jadi istilahnya itu ada aset yang
diserahkan. Ada di agreement nya. Nanti bisa minta
sama Marsha nanti isi dari agreement awal. Itu
aksesnya yang diambil, diserahkan pada swasta itu
diambil alih oleh serikat pekerja PAM Jaya.
Istilahnya kudeta. Diambil kembali. Setelah keadaan
mulai aman, itu duta besar Prancis dan Inggris tuh
protes kepada Presiden Habibie. Akhirnya dipaksa
juga untuk dikembalikan ke mereka sampai
sekarang. Dalam perjalanannya memang banyak
hambatan. Karena isi dari perjanjian kerjasama itu
tidak seimbang. Terlalu menguntungkan pihak
swasta dibandingkan pemerintah, dalam hal ini PAM
Jaya. Kemudian, timbul lah di sini BRPAM atau
Jakarta Water Supply Regulatory Body. Dengan
keputusan Gubernur. Nah BR ini dimaksudkan
supaya bisa menjadi pihak netral. Tidak boleh
berpihak pada sini sana. Tapi dia ditugaskan untuk
membela kepentingan pelanggan. Tapi tentunya
terikat pada isi kontrak yang ada. Seperti yang saya
sampaikan tadi, isi kontrak ini kan tidak berimbang.
Karena waktu itu memang kepentingan swasta itu
bisa mempengaruhi keputusan Presiden. Timbul lah
upaya-upaya kita melalui BRPAM untuk melakukan
amandemen, revisi terhadap kerjasama ini. Ada
komplain apa saja. Itu terus berjalan sampai
sekarang. Dalam perjalanan, ternyata ada satu hal
yang tidak bisa dianukan karena ini kinerja swasta
sebenernya tidak begitu bagus. Tapi dia tetap minta
kenaikan tarif tiap enam bulan. Karena ada di
perjanjian kerjasama. Itu lah akhirnya pada tahun
berapa itu ya, distop, tidak boleh ada lagi kenaikan
tarif sampai ia memenuhi standar pelayanannya.
Waktu saya terakhir jadi BRPAM, setelah itu tidak
ada lagi kenaikan sampai sekarang. Nah itu lah. Tapi
97, Palyja itu menjual sahamnya 49% kepada
Astratel. 51% persen masih dimiliki Prancis.
Kemudian di sini di timur, TPJ, dua tahun kemudian
134
Universitas Indonesia
dijual seluruhnya sudah menjadi Aetra. Itu
perusahaan Indonesia. Tapi ndak tau apakah ada
modal dari luar ya. Dulu mereka itu kompak karena
sama-sama asing. Sekarang itu tidak kompak. Karena
misalnya Aetra mengatakan, oke dengan tarif yang
ada, saya bisa bertahan sampai 2022. Kalau Palyja ga
mau. Tetap aja tiap enam bulan dia tuntut. Jadi
kekurangan bayar itu selisih antara kan di situ ada
WC dengan WT kan. Selisihnya ke PAM Jaya.
Karena Water Charge itu kan. Itu haknya operator.
Nanti uangnya dibagi sebagian besar ke mereka,
sebagian kecil ke PAM Jaya untuk biaya operasional
PAM Jaya. Tapi kalau namanya tarif, yang tentukan
pak Gubernur. Jadi kalau tarif sendiri masih di atas
water charge ya oke, bagus. Tapi kalau udah Wcnya
naik terus, itu terjadi gap kan. Gap ini shortfall yang
ditanggung oleh PAM Jaya.
2 P : Kalau misalnya sudah ratusan milyar itu nanti PAM
Jaya menanggulanginya bagaimana?
AL : Nanti itu sama pak Chris Tutuko nanti. Tadi Sri ga
ngomong?
P : Iya, kalau pak Sri bilangnya itu adalah beban PAM
Jaya bersama swasta. Katanya gitu.
AL : Tapi ga ada di kontrak. Kan kontraknya belum
dirubah. Shortfall itu tanggung jawab PAM Jaya di
kontrak.
P : Pihak Aetranya sudah mengiyakan untuk tidak naik.
AL : Iya betul. Aetra menyimpang dari kontrak. Karena ia
adalah perusahaan Indonesia. Dia mengerti
bagaimana hati nurani rakyat Jakarta. Tapi kalau
asing ini kan profit making dia. Shortfall yang terjadi
itu tetap punyanya PAM Jaya. Makanya dilematis
kan. Makanya sekarang lagi upaya untuk melakukan
amandemen kontrak. Tapi saya dengar terakhir tidak
selesai-selesai. Nah kalau you mau tau lebih detil,
sudah ketemu Sri ya tadi. Ketemu juga sama pak
Chris. Di sana ada Marsha di sana. Saya tadi cari
sudah ga ada.
Kontrak Kerjasama
3 P : Bapak itu di BRPAM 2001 sampai?
AL : Terakhir itu hmm.. 2007. Saya dua periode. Jadi saya
ikut di negosiasi awal. Setelah itu jadi ketua BRPAM
selama enam tahun.
Kondisi saat kontrak
dibuat
135
Universitas Indonesia
P : Dulu di tim negosiasinya itu kalau misalnya sudah
tahu bahwa perjanjiannya itu berat sebelah ke swasta,
itu bagaimana pak adu pendapatnya, bagaimana
siapa yang lebih dominan di dalamnya seperti itu?
AL : Ya itu orde baru sih ya. Di bawah tekanan itu
kerjanya. Karena ada kepentingan-kepentingan bisnis
dari orang-orang dekatnya pak Harto. Jadi kalau mau
ngomong keras, ditegur gitu. Ditegur melalui menteri
PU. Pak Kardono asisten presiden bidang militer ya?
Pokoknya itu lah. Dia staf presiden bidang militer.
Nah itu yang menekan. Ya seolah-olah ya kepada
menteri PU, menteri PU menyampaikan ke kita. Kita
bekerja di bawah tekanan. Susah ngomongnya. Terus
cost nya dibayar sama masyarakat Jakarta. Social
cost nya. Nah ini lah sekarang dengan adanya hmm
berapa gubernur pak sutiyoso ga bisa tembus juga.
Padahal udah orde reformasi. Zamannya setelah
Suryadi Sudirja itu kan Sutiyoso 10 tahun ya gitu-
gitu aja. Foke tetap aja juga ga bisa. Sekarang ini
Jokowi dengan Ahok ini lebih keras sekarang.
4 P : Sekarang sih DKI sedang mau membeli sahamnya
Palyja katanya.
AL : Nah iya memang ada itu mau dibeli. Mau dibeli
semua. Tapi masalahnya gini, dalam kontrak itu
masih ada kalau pemutusan kontrak sepihak oleh
pihak pemerintah, dalam hal ini PAM Jaya, itu
semua sisa keuntungan dia ke depan itu harus
dibayar dulu kepada dia. Ada dalam kontrak. Kecuali
dia minta putus, maka ini bisa dikorting. Jadi gini,
ada keuntungan yang diproyeksikan sampai tahun
2022. Nah itu kalau kita yang mutuskan, keuntungan
yang di sini harus dibayar sekarang. Tapi berapa
persen saya ga tau angkanya. Di samping itu, semua
utang-utang shortfall itu harus dibayar juga di sini.
P : Yang bayar PAM?
AL : PAM tentunya. PAM dari mana? Ya pasti dari
Pemda.
P : Bukan dari uang pelanggan?
AL : Ndak. Swasta itu kan mau ngambil. Pembangunan
Jaya misalnya. Misalnya beli, utang-utang harus dia
bayar di depan. Keuntungan ke depan itu sebagian
harus dibayar juga sekarang. Itu ada di kontrak. Itu
Tekanan asing dalam
kontrak kerjasama
136
Universitas Indonesia
lah sekarang kenapa sulit sekali terminasi kontrak.
Kalau Aetra bilang, tarif yang ada sekarang itu tidak
perlu naik sampai 2022. Jadi Aetra itu tidak
bermasalah dengan Pemprov. Karena dia swasta
nasional kan. Yang masalah itu Palyja. Nah yang
dibeli yang Prancis dulu. Baru yang satunya mau
dibeli. Tapi belum cocok harga. Karena kontraknya
belum diubah. Waktu saya keluar dari sana tahun
2007, saya sudah usulkan ke pak Sutiyoso, kalau
bapak mau aman, itu harus diubah pak. Nah
diteruskan sama ketua BR yang baru. Itu juga ga
berhasil sampai sekarang. Tapi sekarang Jokowi
lebih keras ini. Malah dibawa ke pengadilan
sekarang ini. Mau dituntut masyarakat ini.
P : Kemarin saya ikuti persidangannya.
AL : Keputusannya gimana?
P : Belum ada putusan pak. Baru saksi kemarin,
AL : Siapa saksinya?
P : Andreas Harsono, wartawan yang melakukan
investigasi. Sama ada satu warga.
AL : Andreas memang bagus itu. Tapi begini, masalahnya
kalau pengadilan Indonesia memutuskan, itu tidak
bisa dieksekusi. Karena di dalam kontrak itu dibilang
kalau terjadi pemutusan kontrak, itu harus di
Singapura, di SIAC namanya.
P : Kenapa begitu pak?
AL : Ya begitu memang bunyi kontraknya zaman pak
Harto. SIAC: Singapore International Arbritation
Centre. Itu bagian dari ICC. Itu ga bisa. Jadi
misalnya ini mau dieksekusi, dibawa ke Genewa itu
nanti. Pengadilan Indonesia ga berdaya itu. Kan gini,
ada ICC itu ini di Genewa. Ini semua seluruh dunia
mengakui ini. Indonesia juga anggota di sini. Ga bisa
ini diputusi kalau tidak melalui sini. Model-model
kayak apa itu ga ada itu. Kontraknya waktu itu pake
ini ni. Jadi pinter swastanya itu mempengaruhi pak
Harto terus dia setuju dengan ini. Bukannya
pengadilan Indonesia. Karena waktu itu pengadilan
arbitrasi Indonesia belum kuat. Jadi mereka minta ini
supaya ga kelamaan. Kan waktu itu dia minta recost
investment kan. Artinya gini, pemerintah menjamin
bahwa barang-barang di Indonesia ini tetap akan
137
Universitas Indonesia
dibayar apabila terjadi huru-hara. Sekarang sudah
ada jaminan kan. Lembaga pemberi jaminan itu.
Waktu itu, ditetapkan Non-recost Investment.
Artinya, tidak dijamin pemerintah investasi dia itu
kalau terjadi huru-hara akan kembali.
P : Invesatasinya swasta?
AL : Iya iya. Makanya oke, dia setuju pilih ini. Makanya
nanti di SIAC dia memutuskan kalau ini tanggung
jawabnya siapa. Ga bisa pengadilan negeri kita, ga
bisa.
5 P : Kalau campur tangannya World Bank waktu itu
gimana pak?
AL : Oh ga, world bank waktu itu hanya gini di awal
tahun 95, itu kan ada studi dari world bank mengenai
KPS itu kerjasama pemerintah-swasta di bidang
infrastruktur. Karena waktu itu pak Harto minta
jangan semua infrastruktur itu dibiayai oleh APBN.
Beri kesempatan juga swasta masuk. Di Indonesia,
world bank melakukan studi terhadap sektor air
minum waktu itu. Nah keluar rekomendasi world
bank bahwa itu satu bidang yang bisa
dikerjasamakan dengan swasta. World bank. Karena
Indonesia belum bisa.
P : Itu awalnya ada pinjaman dari World Bank kan ya?
AL : Iya, pinjaman konsultan. Konsultan ya, studi. Karena
diminta oleh Indonesia, BAPPENAS waktu itu minta
untuk melakukan studi bidang-bidang infrastruktur
mana saja yang bisa...waktu itu belum ada peraturan
berapa persen yang dikerjasamakan swasta kan.
Semua pemerintah kan. Dan waktu itu APBN kita
juga sudah mulai kedodoran karena keperluan
infrastruktur besar sekali. Makanya keluar
rekomendasinya. Jalan tol bisa, air minum bisa,
apalagi, telekomunikasi bisa. Keluar itu
rekomendasinya world bank. Air minum tadinya
diprotek karena ini kan untuk kepentingan rakyat
banyak. Sesuai dengan UUD 45 kan mengenai air,
bumi, dan apa itu dikuasai oleh negara dan
dimanfaatkan sebesar-besarnya. Pasal 33 itu. Air
termasuk waktu itu diprotek. Tapi dengan
rekomendasi world bank, dibuka kesempatan.
P : Itu world bank berarti atas dasar permintaan
Hubungan Indonesia
dan Bank Dunia saat
itu
138
Universitas Indonesia
Indonesia ya? Bukan world bank yang menawarkan?
AL : Pemerintah Indonesia. World Bank ga bisa studi-
studi kalo ga diminta BAPPENAS kok.
P : Jadi tidak ada tekanan world bank sama sekali?
AL : Oh ga ada. Itu juga terserah kita. Mau kita pake atau
enggak. World Bank waktu itu bilang bisa
diswastakan tapi syarat-syaratnya seperti ini, contoh-
contohn ya seperti ini. Dari situ lah BAPPENAS
menetapkan sektor air minum terbuka. Bukan
ditekan oleh world bank. Ga ada. Apa hak nya world
bank? Ga ada. Locussol. Itu yang
merekomendasikan. Itu team leadernya di world
bank itu. Tahun 95 studinya itu. Tapi itu atas
pemerintah kita, bukan maunya mereka. BAPPENAS
itu yang minta. Dasar itu kita bergerak. Kita pilih
Jakarta dulu karena Jakarta waktu itu morat-marit
kepengurusannya. Kita juga ga punya uang untuk
investasi. Atas dasar itu lah kemudian pak harto
mengambil inisiatif. Disetujui oleh pemprov DKI.
Waktu itu tapi kan gubernur ga setuju ga boleh.
6 P : Lalu pak, kalau ga salah, syarat PPP itu kan makanya
ada BRPAM itu kan. Namun, BRPAM itu baru
dibentuk tiga tahun setelah penandatanganan. Nah,
berarti sebelum adanya BRPAM itu menentukan
tarifnya itu gimana?
AL : Nah ini pertanyaannya. Ada di tulisan saya itu di
BRPAM itu. Ada di Marsha itu. Jadi gini. Jadi ini
tarif, ini waktu. Kenaikan tarif itu kan tiap enam
bulan. Rata-rata tarif ini. Ada indeksasinya ada. Pake
angka-angka statistik itu. Jadi grafiknya gini kira-
kira. Naik terus gini kan. Nah, seharusnya...eh ini
water charge namanya. Imbalan air lah bahasa
Indonesianya. Nah, tarif kita itu kan harus di atas.
Kalau enggak, dia surplusnya. Namanya defisit. Jadi,
tarif itu kan gini ya. Nih, misalnya di sini. Setahun
sekali, dia naik. Ini tarif. Enam bulan kan ini naik.
Misalnya setelah itu ini udah agak tetap ya. Terus
naik, terus flat lagi. Satu tahun. Tapi di sini, ini
adalah tarif rata-rata. Sehingga ada selisih antara WT
dan WC untuk bayar macam-macam. Nah, pada
1998 ini ga bisa naik ini karena demo. Kalau
misalnya dia naik ke sana, tidak naik dia. Flat terus.
Tarif air
139
Universitas Indonesia
Akibat dari itu, terjadi shortfall. Antara WC dan WT.
Defisit. Ini jadi tiap enam bulan naik WC mengikuti
indeksasi statistik, tapi tarif di Indonesia sekali
setahun naik. Sehingga dia tetap berada di atas WC
tarif rata-ratanya. Nah. Waktu itu terjadi shortfall
besar. Waktu saya masuk, supaya ini tidak shortfall,
ini dinaikin tarifnya berapa puluh persen waktu itu.
Dengan izin gubernur, naik lagi ini dia. Tiba-tiba
naik tinggi dia. Nah ini kembali lagi, kembalikan
seperti ini dia.
P : Lalu, waktu itu pembagian antara PAM dan swasta
itu kan PAM hanya mesupervisi, memonitor pihak
swasta. Lalu, kalau misalnya menurut bapak sendiri,
PAM itu mengawasinya sudah jalan atau bagaimana?
AL : Saya tidak mengawasi. Saya hanya bertindak selaku
wasit. Kalau terjadi perselisihan, dia datang ke saya.
Saya memutuskan. Kalau mereka tidak setuju, naik
banding mereka ke gubernur.
P : Lalu penentuan tarifnya itu PAM, gubernur, lalu...
AL : Kita. Bukan PAM Jaya. Kita. Bukan PAM Jaya.
P : Oh jadi PAM Jaya tidak menentukan sama sekali?
AL : Tidak. Sampe saya selesai, saya yang menentukan.
Sudah ada rumus-rumusnya. Tinggal masuk-masukin
saja angkanya. Jadi, sudah mekanisme otomatis. Ada
rumus. Panjang. Indeks-indeks harga itu misalnya
kenaikan harga bahan bakar ada di situ, kenaikan
buruh ada. Ada kenaikan harga bahan kimia,
kenaikan listrik, ada semua tinggal dimasuk-masukin
angkanya. Kayak mekanisme otomatis, keluar
angkanya. Saya tidak menyalahi juga. Saya
mengikuti kontrak dan melaksanakan isi kontrak.
Tapi yang mengusulkan ke Gubernur, saya bukan
PAM Jaya. Pak gubernur baca itu, saya dipanggil.
Saya bilang, dia ketuk palu. Oke setuju. Jadi saya
konsultasi di depan gubernur. Ada PAM Jaya, ada
operator. Di depan pak Sutiyoso saya presentasi
sekali setahun. Kalau naik itu, saya dipanggil
gubernur. Ada PAM Jaya, ada operator-operator.
Nah debatlah kita di situ. Gara-gara operator tidak
setuju itu kekecilan. PAM Jaya kegedean. Nah saya
bilang, saya kerja atas dasar rumus dan indeks yang
dari BPS. Akhirnya mereka sepakat dengan angka
140
Universitas Indonesia
saya. Karena saya tinggal hitung-hitungan aja kok.
Tinggal isi kontrak aja. Jadi semua dalam kontrak itu
sudah yaa terlepas dari isi kontraknya tidak
berimbang ya, itu sudah rapi sekali, pake rumus,
pake angka BPS, masukkan. Putuskan. Keluarklah
instruksi gubernur. Tapi sebelum jadi instruksi
gubernur, dirapatkan dulu. Rapat pleno namanya.
PAM Jaya kadang-kadang minta terlalu tinggi. Tapi
swastanya bilang, ah kurang. Tapi saya berdasarkan
isi kontrak. Biasanya gubernur selalu setuju dengan
saya, pak Sutiyoso.
141
Universitas Indonesia
Transkrip Wawancara dengan Ir. Sriwidayanto Kaderi
Hari, tanggal : Senin, 10 Februari 2014
Tempat : Kantor PAM Jaya
Nomor Isi Keterangan
1 Peneliti (P)
: Pertama mau menanyakan sistem pengelolaan air
minum Jakarta itu seperti apa ya pak?
Sriwidayanto Kaderi (SK)
: Sistem pengelolaan air minum Jakarta itu mengacu
pada Perda 13 tahun 1992 dan Perda 11 tahun 1993.
Perda 13 itu mengatur pendirian PAM Jaya, abis itu
tugasnya yang salah satunya itu mengatur tentang air
minum Jakarta. Kalau mulai tahun 98, ada kerjasama
antara PAM Jaya dengan mitra swasta, waktu itu GDS
yang kemudian diubah menjadi PALYJA. Dan satu lagi
di timur itu PT KATI yang kemudian menjadi PT TPJ
sekarang menjadi AETRA. Jadi dengan adanya
kerjasama itu, fungsi PAM itu adalah mengawasi atau
mensupervisi dari proyek kerjasama ini. Operasional
pelayanan air minum itu dilakukan oleh kedua
mitranya, PAM hanya mengawasi.
Sistem
pengelolaan air
minum Jakarta
2 P : Lalu aturan pembagian tugasnya selain hanya
mengawasi itu PAM ngapain lagi ya pak?
SK : Ya ngawasin itu dalam artian yang luas. Dari mulai dari
bagaimana kita menyepakati target-target yang harus
dicapai oleh pelayanan itu, misalnya dengan cakupan
layanan terus kemudian tekanan yang harus diberikan
kepada masyarakat, kemudian kualitas, kontinuitas,
investasi yang harus kita lakukan.
P : Kalau soal pemasangan pipa, kebocoran gitu pak?
SK : Nah kalau pemasangan pipa, kebocoran itu kan
dilakukan oleh mitra swasta. Karena kalau pemasangan
pipa gitu bisa jadi investasi yang dilakukan oleh mitra
swasta. Kemudian kalau perbaikan adanya kebocoran
atau pemasangan baru, itu adalah bagian daripada
operasional, perawatan, ataupun kegiatan pembiayaan.
P : Jadi kalau sambungan baru segala itu dari swasta ya?
SK : Iya. Itu dilakukan oleh mitra. Ketentuan-ketentuan
mengenai sambungan baru, tarif itu ditetapkan oleh
Pembagian
tugas antara
PAM Jaya
dengan mitra
swasta
142
Universitas Indonesia
PAM maupun oleh pemerintah DKI.
3 P : Nah kalau penentuan tarif nih pak, bisa diceritain ga
pak?
SK : Ya, penentuan tarif itu sebenarnya diusulkan
berdasarkan pada tingkat kebutuhan pembiayaan.
Diusulkan oleh mitra swasta, diusulkan oleh PAM Jaya
kepada BRPAM. Kemudian, BRPAM akan melakukan
evaluasi, kajian, konsultasi publik. Kalau semuanya
sudah oke angkanya, angka itu baru kemudian
diberikan kepada gubernur. Nah gubernurnya akan
melakukan evaluasi juga. Setelah itu, udah oke,
kemudian dimintakan pendapat. Jadi bukan persetujuan
sebenernya. Pendapat kepada DPRD. Saran. Jadi nanti
udah keluar, jadi baru ada peraturan atau SK Gubernur
mengenai tarif.
P : Kalau hitung-hitungan tarifnya itu sendiri dapatnya dari
mana ya pak?
SK : Hitungan tarif diperhitungkan dari tadi itu. Dari biaya
operasional, dari pinjaman investasi, dari pengembalian
utang-utang PAM, itu semuanya ada itung-itungannya.
P : Saya sempet tau juga soal WC sama WT. Bisa tolong
dijelasin ga pak?
SK : Ya kalau WT, itu yang tadi, yang ditetapkan oleh
Gubernur. Kalau WC atau imbalan itu adalah biaya
yang dihitung berdasarkan satu formula yang waktu itu
sudah disepakati bersama sehingga imbalan ini
dilakukan itung-itungannya sebenernya ya sama, kayak
ada biaya operasinya, ada berapa biaya tunjangannya,
investasinya, terus dari situ kemudian bisa ditentukan,
berapa imbalannya mereka. Kemudian nanti, setiap
lima tahun imbalan dasarnya kemudian dibahas
kembali. Kemudian tiap enam bulan, clashnya di sini.
Tiap enam bulan, ada semacam adjustment berdasarkan
pada kondisi tingkat inflasi yang dikeluarkan oleh BPS.
Nah dari situ nanti dimasukkan kepada formula tadi,
dilihat apakah ada kenaikan harga atau kenaikan
imbalan, apakah penurunan imbalan. Cuma di negeri
ini kan belum pernah ada yang kemudian kita
melakukan adjustment tapi minus gitu kan. Adjustment
kan biasanya nambah. Itu juga terjadi di soal air ini.
Karena kan inflasi misalnya kaitannya dengan
pekerjaan konstruksi ada inflasi misalnya 2%. Nah kita
Penentuan tarif
dan saham
143
Universitas Indonesia
harus menghitung itu inflasi 2% pengaruh di konstruksi
atau di investasi ada. Formula itu nanti tinggal kita
masukkan.
P : Berarti ngaruh ke WT?
SK : Enggak, ga ngaruh ke WT. Pengaruhnya kepada WC.
Memang yang ideal adalah kemudian setelah WC ada,
WT itu harus dilakukan penyesuaian dengan WC gitu.
Kalau WT kan tadi, karena melalui pak gubernur,
melalui DPRD, melalui ini, sisi politisnya jauh lebih
besar. Sehingga dampaknya seperti sekarang. WT itu
dari tahun 2007 sampe sekarang blm pernah naik lagi.
Terakhir naik itu Januari 2007. Sementara WC itu kan
naik terus tiap enam bulan, tiap semester berdasarkan
perjanjian kerjasama. Kemudian, kalau untuk Aetra
naiknya sekarang tidak tiap enam bulan. Kenapa?
Karena Aetra kita udah menyepakati tahun 2012 satu
master agreement perjanjian kerjasama ini. Sehingga
perjanjian dengan mereka itu naiknya setaun sekali. Itu
pun besarannya tidak ditetapkan, sekitar satu setengah
persen lah lebih kurang pertahun. Nanti ada perubahan
yang sangat besar, kondisi makro ekonomi yang sangat
besar berubahnya, kita mengadakan diskusi yang
disebut renegosiasi. Kita mendiskusikan, misalnya
kayak listrik nih. Katanya Mei nanti listrik mau
dinaikin 38% misalnya. Itu kan sesuatu yang sangat ini
gitu lho. Artinya klo naik listrik kan biasanya 3% atau
berapa gitu. Jadi kalau dalam penyusunan anggaran kita
tetapkan angka tertentu, atau misalnya naiknya sampai
30% kan udah bubar semua ininya gitu. Jadi mungkin
dimungkinan untuk kemudian kita duduk bersama lagi
untuk membicarakan perubahan itu. Misalnya
pemerintah, dan misalnya ada kebijakan gaji pegawai
negeri, eh jangan pegawai negeri karena kita bukan
pegawai negeri. Gaji buruh diturunkan misalnya
ekstremnya, kita duduk kembali melakukan
renegosiasi.
P : Lalu kalau misalnya WCnya naik terus WT nya tetap
seperti itu...
SK : Nah itu kemudian itu menjadi defisit. Defisit itu lah
yang disebut sebagai shortfall. Shortfall itu lah yang
kemudian yang seharusnya shortfall itu ditanggung
oleh proyek kerjasama. Jadi yang nanggung bukan
144
Universitas Indonesia
hanya PAM saja atau swasta saja. Harus ditanggung
bareng-bareng sebenernya. Tapi ga tau saya
bermulanya dari mana, kok itu kemudian seolah-olah
menjadi bebannya PAM.
P : Lalu PAM sendiri melakukan apa pak terhadap hal itu?
SK : Ya itu, PAM melakukan renegosiasi. Yang sekarang
lebih terkenal sebagai rebalancing. Contohnya dengan
Aetra, kami sudah sepakat. Bahwa yang disebut utang
itu tadi sudah menjadi tanggung jawabnya Aetra.
Kemudian utang yang kemaren 330 milyar itu memang
secara bertahap akan dinolkan oleh kerjasama ini. Oleh
Aetra. Aetra mau mengakui bahwa utang yang 330
milyar itu seolah-olah akan menjadi tanggung
jawabnya dia. Itu sampai dengan tahun 2016 harus
menjadi nol. Setelah 2016 apabila terjadi lagi defisit,
itu telah menjadi tanggung jawabnya pihak kedua.
Dalam hal ini Aetra. Jadi kalau terjadi defisit lagi, ya
itu utangnya Aetra. Jadi kita lebih firm menetapkan.
Kalau dulu kan ngambang. Oh itu utangnya proyek.
Begitu proyek ga jelas, jadi tanggung jawabnya PAM.
Jadi seolah-olah PAM punya utang. Itu kemudian
kenapa kita minta Aetra seperti itu. Kepada Palyja juga
hal yang sama. Namun Palyja belum sepakat sampai
dengan hari ini. Karena belum sepakat, kemudian akhir
2012, mereka akan menjual saham ke Manila Water.
Namun kita menolak. Lebih baik BUMD yang membeli
sahamnya, sehingga prosesnya kemudian pertengahan
tahun 2013 kita tolak. Kita diskusikan kembali dengan
Palyja untuk mau menjual kepada BUMD. Kemudian
BUMD dengan mereka lah melakukan diskusi tawar-
menawar.
P : Yang beritanya soal DKI mau membeli sahamnya...
SK : Ya itu tadi. Sahamnya Palyja tadi itu. Suez sama
Astratel. Itu prosesnya mudah-mudahan ya dalam
waktu dekat bisa disepakati.
P : Tapi itu hanya Palyja ya? Aetra tidak?
SK : Belum, bukan tidak. Karena tidak sama belum kan
beda. Kenapa belum, pertimbangannya ada dua. Yang
pertama, kita juga tidak ingin bahwa kemudian
dianggap seolah-olah Pemda DKI ingin hmm kasarnya
begitu saja kemudian menginikan peran swasta di
dalam pengelolaan air minum. Kan ga mau juga
145
Universitas Indonesia
pemerintah DKI berantem dengan pemerintah pusat
gitu kan. Jadi kita bertahap. Yang kedua, juga begitu
nanti beralih kan pelayanan kan ga boleh berubah.
Harus meningkat. Kita juga pengen tau dulu, begitu
nanti berbalik, pelayanannya menjadi seperti apa.
Kalau Aetra ga mau, tapi kita pelayanannya lebih
bagus, Aetra lebih jelek, ya kan kita bisa langsung kita
beli lagi.
P : Yang tadi waktu Palyja ingin dibeli Manila Water tadi,
ada proses biddingnya ga?
SK : Ada, di sisi mereka sana ada. Tapi PAM tidak?
P : Kan memang di perjanjian kerjasama memang
amanatnya seperti itu. Jadi PAM emang cuma
dimintakan persetujuannya pada waktu mereka sudah
punya calon pembeli. Itu pun juga pada posisi
mayoritas pemilik saham. Jadi kalau mereka jual
sahamnya Cuma 40-49% itu ga perlu ada persetujuan
dari PAM. Cuma mereka lapor aja. Makanya, dulu
waktu Palyja jual saham kepada Astratel maupun
kepada City Corps pada waktu itu juga mereka ga perlu
izin persetujuan. Cuma dia melaporkan aja. Saya
sekarang sudah tidak menguasai 100% Palyja lagi,
yang 49% sudah saya jual. Jadi pembagiannya 29, 29,
20 kalau ga salah. 29 punya Astratel, 20 punya City
Corps. Kalau City Corps dalam jangka waktu sekian
tahun dijual kepada Astratel, akhirnya Astratel punya
49, Suez nya punya 51. Nanti Astratel menjual pun, itu
ga perlu izin PAM. Dia hanya menyampaikan laporan.
Tapi kalau yang Suez ini karena dia 51%, dia harus
minta izin persetujuan dari PAM. Itu lah yang
kemudian diproses. Walaupun yang membeli siapapun,
yang pemda sekalipun. Sekarang Pemda, dalam hal ini
BUMD. Tetep harus ada proses itu.
4 P : Lalu kan sekarang banyak berita tentang privatisasi air
gitu kan pak. Nah tanggapan bapak sendiri gimana?
SK : Jadi sebenernya gini. Mungkin kita jangan, kalau saya
lebih seneng sebenernya PPP. Public-Private
Partnership. Itu bukan privatisasi. Kalau privatisasi
seolah-olah PDAM itu sudah tidak ada. Diganti oleh
swasta. Swastanisasi. Menurut saya lebih seneng PPP.
Jadi ada swasta yang kemudian bermitra dengan
perusahaan publik. Sebenernya itu. Nah, saya tidak
Pandangan
tentang
privatisasi air
146
Universitas Indonesia
menolak itu dalam artian jangan hulu-hilir sebagaimana
yang terjadi di Jakarta. Jadi boleh kita juga membuka
ruang. Boleh swasta ikut berperan serta. Misalnya
apakah membangun instalasi misalnya, lalu mereka
menjual kepada PDAM. Seperti PLN. Jadi PLN kan
gitu. Ada pembangkit, kemudian mereka menjual
kepada PLN listriknya. Mereka lah yang menyalurkan
kepada masyarakat. Kalau seperti itu, emang itu lah
sebenernya peran yang harus dilakukan oleh swasta.
Karena kan negara ga mungkin mampu membiayai.
Kira-kira seperti itu. Yang kedua juga negara ga boleh
juga menutup swasta ga boleh berusaha. Jadi, UUD 45
pasal 33 juga sebenernya tidak tabu terhadap adanya
peran swasta di dalamnya walaupun itu kan dulunya
dikuasai negara. Dikuasai negara bukan berarti semua
diinikan oleh negara. Kan boleh negara: oke bagian ini
kamu yang pegang. Jadi intinya adalah bahwa tidak
boleh dilakukan, atau tidak boleh diberikan hak
ekskusif kepada swasta untuk mengelola satu kawasan
atau area dari hulu ke hilir dari seluruh wilayah.
5 SK : Tapi misalnya sekarang gini, kita punya satu daerah
tertentu. Sebutlah misalnya X. Kita pun juga belum
bisa melayani ke sana. Belum bisa itu banyak sebab.
Mungkin karena airnya, mungkin karena finansialnya.
Kebetulan ada swasta yang menawarkan. Aku mau tuh
melayani daerah X itu. X ini adalah bagian kecil
daripada satu wilayah. Misalnya kalau DKI itu wilayah
Jakarta, satu pojokan tertentu misalnya Pluit. Atau
Kamal misalnya. Ada swasta yang pengen menawarkan
itu. Selagi memang itu berdampak positif bagi
masyarakat yang dilayani, yang kedua itu berdampak
positif bagi PDAM dan DKI ya ga masalah. Atau kalau
tidak ya tadi, parsial. Apakah ia hanya produksinya
saja, atau dia hanya masangin pipa ya ga masalah.
Yang penting adalah jangan dia yang mengelola secara
keseluruhan. Makanya, Jakarta ini adalah satu sample,
contoh, yang perjanjian pada waktu itu kita buat yang
memang kita belum punya dasar-dasarnya. Sehingga
kita perlu membuat dasar-dasar hukum yang sepakat.
Dulu dasarnya kan pake seinget saya pake UU 11 tahun
74, UU pengairan. Mungkin. Terus ada mendagri untuk
kerjasama antara PDAM dengan swasta itu bentuknya
Pelayanan
distribusi air
147
Universitas Indonesia
seperti apa. Mungkin gitu aja dasarnya. Nah sekarang
itu sebenernya udah diatur lebih detil lagi di dalam UU
7 tahun 2004. Itu jauh lebih bagus peraturannya.
Sehingga ga ada lagi kejadian kerjasama seperti yang
ada di Jakarta. Cuma dalam amanatnya UU 7 itu, bagi
perjanjian yang sudah ada, itu tetap berjalan terus
namun demikian dilakukan evaluasi dan negosiasi. Itu
lah yang kami lakukan. Dengan Aetra kita clear, sampe
kelar. Tapi sama Palyja enggak. Nah terus pembeli
Palyja ini, setelah Manila Water kita tolak kan BUMD.
BUMD pun itu sudah kita sampaikan: kalian boleh
membeli, tapi persyaratan-persyaratan utamanya adalah
bagaimana kita merebalancing perubahan terhadap
kontrak kerjasama ini yang tidak merugikan PAM,
pemerintah, dan masyarakat. Dan juga mencapai
cakupan layanan dan pelayanan yang lebih baik. Kita
harus punya standar pelayanan minimum yang
kemudian disepakati bersama yang disepakati dengan
perubahan-perubahan dari kerjasama awal.
P : Lalu kalau misalnya masyarakat mau memberikan
keluhan seperti itu ke PAM atau ke operator swasta?
SK : Kalau keluhan, itu biasanya banyak juga yang ke kita.
Karena pahamnya masyarakat kan pokoknya kalau air
minum Jakarta kan PAM. Kan gitu. Jadi ya mau ga
mau. Tapi sebenernya ya keluhan itu diterima siapapun
ya ga masalah. Mitra juga boleh ke mitra. Cuma
kadang-kadang ke mitra itu ga ditanggapin, pasti ke
kita. Ada juga yang orang males ke mitra karena susah
ga ditanggapin, langsung ke kita. Gapapa. Itu kan yang
penting untuk perbaikan bersama. Kita kan juga
monitor juga keluhan pelanggan. Kita ada rapat rutin
bulanan, evaluasi, lalu setiap kita dapat berita keluhan,
kita melakukan teguran untuk mereka. Teguran ke kita
pun, karena operasionalnya ke kita, kita juga
melakukan teguran ke mereka. Cuma kami ikut
memonitor secara langsung jadinya. Karena kami
mendapat keluhan dari masyarakat dan sebagainya.
P : Jadi respon dari pihak swasta setelah mendapatkan
teguran itu biasanya seperti apa pak?
SK : Ya mereka bilang bahwa kami sudah melakukan
perbaikan atau oh ini belum bisa karena perlu
perizininan, perlu ini perlu itu. Ya kerjasama lah.
148
Universitas Indonesia
6 P : Hmm kita mundur ke belakang nih pak. Boleh
diceritain ga pak soal dulu kebijakan privatisasi air itu
awalnya gimana sih bisa sampe ada?
SK : Kalau itu tanyanya ke siapa ya. Saya kan ga tau juga
saya. Ya kira-kira gini, kalau kebijakannya saya ga tau.
Tapi sejarahnya itu dengan pertumbuhan dan
perkembangan perekonomian Indonesia tahun 80-an
sampai 90-an itu kan sangan tinggi kita. Sangat pesat.
Sedangkan kemudian kemampuan pemerintah itu tidak
semuanya tidak bisa dilakukan oleh pemerintah,
sehingga kemudian ada kebijakan waktu itu untuk
melakukan yang disebutkan peran serta swasta di
dalam bukan hanya pelayanan air minum. Pada waktu
itu kan ada air minum, ada jalan tol, ada listrik, ada
perumahan, ada macem-macem kan. Cuman memang
dengan melihat Jakarta yang bertumbuh seperti itu,
dengan kemampuan PAM Jaya untuk melakukan
percepatan pengembangan yang seperti itu dirasa tidak
mungkin, kan ada kebijakan dari pemerintah pusat.
Katanya adalah instruksinya presiden kepada menteri
PU. Yaudah percepatan pelayanan Jakarta dilakukan
kerjasama. Jadi kalau ceritanya para pendahulu itu
awalnya kerjasama ini ga kemudian Jakarta ini dibagi
dua seperti sekarang. Awalnya itu juga sebenernya
seperti tadi saya sampaikan bahwa yang baik adalah
seperti itu. Dan awalnya mungkin kita oke kita
instalasinya aja dulu atau mungkin misalnya wilayah
Jakarta ini kan dari awal PAM Jaya dalam operasinya
membagi wilayah pelayanan enam wilayah. Ini adalah
berdasarkan keberadaan pipa-pipa besar dan instalasi di
area itu. Wilayah satu itu secara kewilayahan itu sekitar
Jakarta Pusat. Wilayah dua itu sebagian Jakarta Pusat,
kemudian sebagian Jakarta Timur. Wilayah tiga itu
sebagian Jakarta Utara tapi sisi timur. Wilayah empat
itu Jakarta Barat. Wilayah lima ini hampir semua
Jakarta Selatan. Wilayah enam itu Jakarta Timur sisi
selatan. Tapi itu sebenernya karena dibatasin oleh pipa-
pipa primer. Basenya adalah pipa yang ada. Jadi waktu
awalnya itu sebenernya kerjasama ini adalah bahwa
Jakarta yang sudah seperti itu silakan aja diteruskan.
Awalnya itu kita akan membangun di jatiluhur.
Kemudian mengirim air bersih dijual kepada Jakarta.
Perjanjian antara
PAM Jaya
dengan swasta
149
Universitas Indonesia
Nah saya ga tau gimana, ini kan saya cuma denger
cerita sejarah ya. Mungkin ya, gubernur mikir bisa
lama sekali. Yaudah ini aja, Jakarta dibagi dua saja.
Dibagi dua terus gimana? Yaudah PAM nya nanti
sebagai pengawas saja. Swastalah nanti yang akan
mengoperasikan. Bagi dua, batesnya kali ciliwung.
Ciliwung ke barat dan ciliwung ke timur. Kebetulan
tadi, karena kewilayahan Jakarta sudah dibagi enam
gitu, kalau wilayah timur menjadi wilayah 3, wilayah 2,
dan wilayah 6. Nah kebetulan yang di barat, itu ada
wilayah 1 Jakarta Pusat, wilayah 4 Jakarta Barat,
Jakarta Pusat itu kan sampe ke Utara juga kan. Barat
juga sampe ke Utara, kemudian ada Jakarta Selatan di
sebelah barat. Kita seperti itu pembagiannya. Di situ
lah kita mulai yaudah PAMnya jadi berfungsi sebagai
supervisi, kemudian yang mengoperasikan itu adalah
swasta. Walaupun yang dipekerjakan tetep karyawan
PAM Jaya dulu plus beberapa karyawan mereka.
Sehingga dulu itu perjanjiannya itu harus 80-20. 80%
adalah orang PAM, 20% adalah mitra swasta. Harusnya
itu dipertahankan terus. Cuman karena ini ya saya ga
tau, saya cuma dapet warisan, ini posisinya sudah 51
swasta, 49 PAM. Kalau yang di barat. Kalau yang di
timur masih tinggian PAM sedikit. PAM 50,3 apa,
terus swasta 49,7. Itu. Tapi dalam perubahan
renegosiasi itu saya menghendaki tetep 80-20 harus
dijalankan. Tapi itu kan tidak membalik tangan. Ada
prosesnya. Prosesnya adalah secara perlahan,
karyawan-karyawan yang sudah ada di mitra itu kalau
yang bagus-bagus nanti ya akan kita wawancara, akan
kita rekrut untuk menjadi karyawannya PAM. Jadi
bertahap kita akan nambah. Tapi, batasannya memang
kalau untuk Aetra, kalau Palyja kan kita emang belum
sampai ke sana. Kalau untuk Aetra akan kita sepakati
bahwa empat tahun sebelum kerjasama berakhir, itu
kita sudah mulai membahas detilnya. Pelaksanaan itu
gimana. Pelakasanaan itu kan juga ga mudah. Dua
tahun sebelum kerjasama berakhir, baru kemudian
beralih. Karena dampaknya dari peralihan status itu kan
harus diitung konsekuensinya. Karena gajinya
karyawan PAM dengan gajinya karyawan swasta kan
berbeda. Di samping hak-hak yang lain lah.
150
Universitas Indonesia
7 P : Lalu pak, kalau misalnya mau ada warga yang
rumahnya belum teraliri oleh PAM. Lalu dia apakah
harus minta dulu, request dulu gitu atau memang ada
program kerja untuk mengaliri?
SK : Tergantung. Jadi gini, kalau warga belum ada aliran air
tapi misalnya di sekitarnya, di deketnya dia sudah ada
aliran air, itu berarti warga yang harus aktif minta
kepada PAM, saya mau jadi pelanggan, rumah saya di
sini, tetangga yang terdekat dengan saya di sini. Kalau
misalnya satu kawasan tertentu yang belum ada
alirannya PAM, PAM pasti punya program apa tahun
sekian akan masuk ke sana, tahun sekian apa masuk ke
sana. Jadi dua. PAM yang memang sudah
memprogramkan untuk itu atau sebenernya sudah ada
cuma warganya yang belum minta. Kan kita juga ga
bisa menawarkan terus-terusan. Nanti ada yang disebut
sebagai temu pelanggan. Temu pelanggan itu kalau ga
salah hampir tiap bulan itu ada. Jadi per bulan di Aetra
sekali, sebulan di Palyja sekali. Jadi itu paling tidak ada
dua kali pertemuan. Misalnya nanti daerah tertentu gitu
misalnya hmm apa kecamatan atau kelurahan slipi
misalnya. Itu nanti biasanya ada. Warga-warga di
tempat itu yang pelanggan maupun yang bukan
pelanggan biasanya akan datang.
P : Lalu PAM sendiri bagaimana cara memberikan akses
kepada orang-orang yang misalnya di Muara Baru,
Penjaringan itu kan ada yang belum dapet PAM. Ada
yang berteriak air mahal itu bagaimana pak?
SK : Ya kalau misalnya satu wilayah tertentu belum ada air
PAMnya ya itu tadi. Kalau misalnya kita emang ada
program ke sana, ya kita emang akan alirkan ke sana.
Kalau misalnya memang itu harus dilayani kemudian
mitranya belum punya kemampuan untuk itu ya
PAMnya akan melihat ke sana, seperti apa, propertinya
bener apa enggak. Kepemilikannya bener apa enggak.
Cuma kan saya ga boleh melayani di daerah ilegal.
Kecuali sekarang karena kalau saya ga melayani,
mereka kan butuh air. Makanya kalo di area ilegal itu,
sekarang sistemnya adalah kami layani dengan master
meter. Jadi kami layanin misalnya nih areanya segini.
Kita alirin ke sini, kita berhenti di sini, kita pasang
Pelayanan
distribusi air
151
Universitas Indonesia
meter di sini. Nah meter ini lah nanti yang akan
dikelola oleh warga yang ada di sini ini, mereka akan
milih, siapa yang akan ditunjuk sebagai pengelola ini.
Jadi nanti saya tinggal mintanya kepada orang yang
ditunjuk itu. Nanti dia yang menyalurkan kepada warga
yang ditunjuk di sini.
P : Area ilegal itu kenapa pak?
SK : Area ilegal itu ya misalnya mereka bukan tanahnya.
Misalnya kayak Tanah Merah. Itu kan punya Pertamina
itu. Warga kan ada di situ. Warga kan butuh air. Kalau
zaman dulu kan saya ga mau layanin. Nah tapi karena
sekian lama ga kita layani, kemudian mereka nyolong,
airnya kan ilang. Lebih baik saya buat seperti itu tadi.
Saya bangun di sini ada hidran atau apa. Saya tinggal
percaya pada satu atau dua orang itu saja.
P : Lalu satu orang itu harus bayar ke PAM?
SK : Iya. Harus bayar. Ke mitra. Kalau ini kan ke mitra kan.
Kecuali kalau misalnya mitra ga layanin. Yang layanin
PAM. Kemudian bayarnya PAM. Contoh yang
dilayanin sama PAM itu misalnya Rusun di Muara
Baru. Itu karena Palyja belum sanggup, kemudian
PAM melayani. Saya bikin instalasi di sana. Saya
layanin bener-bener. Saya ambil air dari waduk pluit.
Saya olah, saya proses, saya layankan ke rumah susun
itu. Nah kalau harga mahal, itu sebenernya justru kalau
bisa dilayanin oleh kami, harganya pasti akan murah.
Harga mahal itu karena kemudian mereka belinya
dorongan. Kalau dorongan itu kan satu dorongan itu
berapa itu ya ada yang 10 ada yang 20. Kalau satu
jerigen itu misalnya anggeplah 500 misalnya, kalau
satu pikul 2 jerigen itu kan udah 1000. Sedangkan
1kubik itu 50 jerigen. Kalau harganya 2 jerigen itu
udah 1000, jadi lebih mahal. Sedangkan air dari PAM,
kalau itu warga masyarakat sangat tidak mampu itu kan
cuma 1.050 satu kubik pertamanya. Itu lah yang
kemudian kami atas pemprov DKI, pimpinan pak
gubernur dan pak wakil gubernur, kami sekarang sudah
memprogramkan untuk melayani area-area masyarakat
tidak mampu. Jadi mereka akan berikan sampai dengan
10 kubik itu tarifnya cuma 1.050. Tapi nanti begitu
mereka pakai 11 kubik, 12 dan seterusnya, itu nanti
akan kita kenakan 10.000. Itu kalau dihitung pun tetap
152
Universitas Indonesia
masih jauh lebih murah dibandingkan kalau dia itu.
Yang jadi problem sekarang adalah ketersediaan air
kan gitu. Persediaan air kita untuk bisa sampe ke sana
itu kan yang masalahnya belum ada. Sehingga mau ga
mau ya gitu. Ya air baku. Kan ga ada air bersih kalau
ga ada air baku. Sehingga dengan adanya perbaikan-
perbaikan sungai-sungai yang ada di Jakarta, kemudian
situ-situ itu, saya akan melakukan kajian ulang. Kita
pelajari, kualitasnya gimana, kuantitasnya gimana,
apakah waduk ini bisa kita olah. Kemudian nanti kami
akan bangun instalasi layanan di sekitarnya. Jadi ga
perlu lagi air harus dari sini. Di sekitar situ saja. Ini
dulu kenapa ini ada di sini ini kan sistemnya dulu
masalahnya sentralisasi. Sentralisasi instalasi. Memang
pada waktu itu ya mungkin-mungkin saja. Karena kan
emang kita belum tahu juga perkembangan Jakarta
akan ke mana. Ini dulu di sini juga tempat jin buang
anak juga. Tahun 50-60 gitu. Masih sepi banget. Masih
rawa-rawa juga. Sehingga kami memang ingin
melakukan layanan-layanan kecil. Kluster-kluster gitu.
Sehingga tingkat kebocoran juga pasti akan jauh
berkurang. Karena kan ga perlu mendorong air lagi dari
pejompongan sampe ke pluit. Mungkin Pejompongan
cuma kita dorong sampe Tanah Abang. Ya sejauh-
jauhnya mungkin sampe Grogol gitu kan. Sehingga kita
memang ingin membangun instalasi-instalasi di sekitar
Jembatan Besi, di sekitaran deket hutan kota sana itu
yang pinggir tol, kemudian juga akan nanti juga akan
dibangun di bekasi sana terus air nya bisa dialirin ke
Muara Karang.
8 P : Tadi bapak menyebutkan bahwa Water Tariff itu dari
gubernur, DPRD, kalau misalnya soal PU atau menkeu,
mendagri, itu tidak ada campur tangannya di WT ini?
SK : Tidak. Campur tangannya mereka kan ada di kebijakan.
Kemudian ya kalo PU, mendagri ya dulu pada waktu
bentuk kerjasama ini.
P : Kalau pertanggungjawaban PAM sendiri itu ke mana
ya pak ya?
SK : Pertanggungjawaban PAM kepada gubernur.
P : Baik. Lalu soal ini pak. Saya lihat di webnya PAM ada
golongan-golongan tarif. Itu asalnya dari pendapatan
atau gimana?
Tarif air
153
Universitas Indonesia
SK : Bukan, golongan tarif itu gini. Kan warga masyarakat
kita coba bagi-bagi. Ada yang sosial, kayak masjid,
gereja, klenteng, terus panti jompo, panti sosial. Itu kita
anggep sebagai golongan sosial, golongan 1. Tarifnya
berapapun dia pake air 1.050. Tapi nanti kita akan
melakukan evaluasi. Karena kita bukan suuzon. Ada
juga oknum yang memanfaatkan. Kan gitu kan. Pakai
banyak banget, pemakaiannya jadi berlebihan. Tapi
berlebihannya jadinya tidak dipakai untuk itu jadi
dijual-jual. Makanya kita nanti akan batesin bahwa
pemakaian sampai dengan 10 kubik pertama 1.050,
terus berikutnya menjadi 10.000 tadi. Biar orang biar
bijak juga menggunakan air. Di sisi lain, ada banyak
warga yang belum dapat air, di sisi lainnya lagi
kemudian warga untuk keuntungannya mereka pakai
ini. Keadilan air jadi ga ada kan. Lalu golongan 2. Saya
juga ga apal tapi kira-kira gitu. Itu misalnya untuk
rumah tangga sangat-sangat sederhana. Pemakaiannya
10 kubik pertama 1.050. Kemudian 11 kubik ke atas itu
1.550 apa 1.575 lah. Gitu. Kemudian ada golongan tiga
itu dibagi A sama B. Kalau A itu rumah sederhana,
kalau B ini rumah menengah. Nanti ada 4A rumah
tangga mewah. Lalu ada 4B ini apartemen mewah,
hotel, dan seterusnya, industri. Lalu ada satu lagi,
sebenernya ini ga perlu. Tapi karena ini ada di dalem
SK itu, ada lagi golongan 5 untuk pelabuhan. Cuma
satu pelanggannya, kan cuma Tanjung Priuk doang.
P : Lalu mengukur rumah tangga sangat sederhana,
sederhana, menengah, mewah itu dari mana?
SK : Ada beberapa kriteria. Salah satu di antaranya adalah
rumah tangga sangat sederhana itu misalnya lantainya
masih tanah, terus kemudian bangunannya belum
bangunan permanen tembok. Sederhana misalnya
lantainya sudah plitur, sudah tembok tapi baru separo.
Termasuk juga luar bangunan. Misalnya sangat
sederhana itu 21 meter persegi. Jadi banyak macem
kriterianya. Karena apa karena sekarang kan apartemen
yang 21 meter juga banyak, tapi apartemennya kan
sangat mewah. 21 meter cuma untuk tidur doang. Kan
ga mungkin kita kenain 1.050. Kan niaga atau usaha
juga macem-macem. Usaha kecil bisa masuk kategori
3B mungkin ya. Nanti diliat aja. Itu kan ada itu nanti
154
Universitas Indonesia
minta aja tabel tarif gitu ke pak Roy. Nanti ada di situ.
Tarif golongan satu itu apa aja gitu.
P : Jadi ada tabel tarif ya pak. Saya bisa minta pamflet atau
apa?
SK : Minta aja nanti.
P : Baik pak. Segini dulu pak. Terima kasih banyak.
155
Universitas Indonesia
Transkrip FGD dengan ibu-ibu di Rawa Badak
Hari, tanggal : Rabu, 29 Januari 2014
Tempat : Rumah ibu Ncih, Rawa Badak
Nomor Isi Keterangan
1 P (Peneliti) : Asalnya ibu dari mana ibu?
Ibu Ncih : Asal mulanya ibu dari banten pandeglang.
Daerah ini dulu bersahabatnya dengan demit-
demit dan setan-setan, betul benar saya kalo
mau ngomong kan dulu di sini rawa-rawa ibu
tinggal disini.
Ibu Ella : Iya benar
Ibu Halimah : Iya dulu rawa-rawa, sawah kemudian menjadi
perumahan
Ibu Ncih : Orang lamanya mah udah pada ga ada, orang-
orang baru
P : Ibu udah lama ya disini?
Ibu Halimah : Udah, udah lama dia
Ibu Ella : Dia pas mau nikah aku baru disini
Ibu Ncih : Duluan ibu mah, tahun 80 masih rawa rawa
disini. Ibu mah dari tahun 80 udah disini.
Masih bersahabatnya wilayah gini udah rame
ni, ayam-ayaman yang suka di rawa itu neng
itu udah ramai itu
Ibu Ella : Kita kalo mau lewat mah masi serem
Ibu Ncih : Tahun 80?
Ibu Halimah : Tahun 80 ya? Aku kesini aja tahun 89
Ibu Ncih : Ini masih bloon.. masih di kampung (menunjuk
ke ibu kedua sambil tertawa)
Ibu Ella : Hehe iya masih di kampung
Ibu Halimah : Saya 89 atau tahun berapa lupa... tapi saya ga
disini kalo 79 saya di Sumedang. Baru kesini
saya 90nya.
Ibu Ncih : 78, 77 saya di Boncang, 80 saya kesini.
P : Kalo ibu emm keluarganya.. anggota
keluarganya ada berapa?
Ibu Ncih : Ibu pribadi apa keluarga dari ibu atau anak ibu?
P : Anak ibu
Ibu Ncih : Anak ibu semua ada tujuh.. yang hidup tujuh
Ibu Halimah : Ada yang meninggal?
Data demografi
156
Universitas Indonesia
Ibu Ncih : Itu almarhum, almarhum mah ga ditulis ya?
Delapan semuanya, yang nikah baru tujuh
delapan bulan udah dipanggil sama yang
mahakuasa
P : Dipanggilnya 8 bulan?
Ibu Ncih : Tahun 81 dia lahirnya, meninggalnya udah 6
tahun. Ya nikah baru tujuh delapan bulan dia
udah ninggalin istrinya yang ga dikasih
keturunan, ono no bapanya (menunjuk foto),.
Wartawan juga anak ibu dulu, kameraman.
P : Oh gitu... sehari-hari ibu ngapain?
Ibu Ncih : Sebelumnya ibu tu ga kerja nak, ayah sama
suami itu dagang kecil-kecilan jadi bantu ayah
dagang kecil-kecilan. Saat ini mah ya udah
pensiun dua duanya. Saat ini udah ga ada apa..
kegiatan usahanya sekarang ini laptop mulu
namanya udah tua nganggur hahaha.
Ibu Halimah : Paling ngurusin cucu ya, dia mah jaya
Ibu Ncih : Iya hahaha, ngurusin cucu. Alhamdullilah
anak-anak ibu udah ngasih cucu. Coba ditanya
ibu anaknya tujuh, cucunya udah mau sepuluh
hahaha. Tahun 86 ibu nikah, eh 65 lahir bulan
6, tahun 80 nikah. Anak jaman sekarang mah
dipenjara umur segitu nikah haha.
P : Kalo ngumpul keluarga berarti rame banget
ya?
Ibu Ncih : Ih alhamdulillah, malah ga cukup nak. Kalo
lagi ngumpul itu kadang-kadang sama nenek
ya wahh ga cukup.
Ibu Halimah : Berarti kalo masuk ke air kurang aja itu
pemasukan air.
(Ibu Ncih berbicara sebentar dengan anak perempuannya yang
menghampirinya)
P : Kalo bu Halimah asalnya dari mana bu?
Ibu Halimah : Saya dari Sulawesi Selatan
P : Pindah kesininya?
Ibu Halimah : Saya pindah kesini 79, ehh sekolah disini sma
P : Kalo pindah ke sininya di Rawa Badak?
Ibu Halimah : Kalo saya pindah ke Rawa Badak sini sekitar
90, 91.
P : Anggota keluarganya berapa ibu?
Ibu Halimah : Kalo saya si anggota keluarganya ada... saya,
157
Universitas Indonesia
suami, anak saya tiga. Lima orang
P : Udah punya cucu?
Ibu Halimah : Baru satu
P : Ohh yang paling tua ya?
Ibu Halimah : Iya.. Saya dulu di rumah itu di tempat saya itu
ada lima orang itu jadi keluarga saya lima
sama ipar-ipar. Jadi saya namanya merantau
ya siap menampung keluarga gitu.
P : Kalo pekerjaan sehari-harinya apa ya bu?
Ibu Halimah : Siapanya?
P : Ibu
Ibu Halimah : Oh kalo saya mah ibu rumah tangga biasa aja
cuman saya mulai aktif di lingkungan itu
waktu pilpres 2004 itu, saya bergabung
dengan LSM itu tahun 2004, emm di
perempuan atas dasar program perempuan.
Iya, jadi saya disitu memang saya dengan
persiwa air ini susah, jadi sebenarnya kita bisa
menggali pengalaman orang per orang,
dikumpulin gitu. Kebetulan saya ditanggapi,
jadi mulai digali, dari apa ya udah berapa
periode yang saya langkahi... empat periode di
SP saya lalui. Mereka selalu respon terus
tentang air kita ini, apa namanya gimana
airnya. Saya mulai disitu bergabung dan
memang saya ada niatnya disitu. Mereka
merespon, jadi ya dan saya sudah sempat jadi
pengurus karena memang saya, sebenarnya
saya ini ga sanggup jadi pengurus udah tua,
udah usia lima puluh, masih tuaan saya dari
dia (menunjuk ibu Ncih), aku umurnya 63
lahirnya, dia 65.
Ibu Ncih : Walaupun tua tapi kan udah punya
pendidikan, ini muda kan buta huruf hehehe.
Ibu Halimah : Emm apa namanya, kita bergabung disitu
sudah mulai angkat bicara tentang hal ini, ya
itu yang saya alami itu sangat berat. Ternyata
bukan saya sendiri aja yang merasakan. Jadi
kita mulai, istilahnya karena saya mulai
mengangkat isu, kenapa si air begini begini ga
bisa dibetulin atau bagaiamana, oh ibu kalo
bisa ibu kolektif, dikumpulin itunya, orangnya
158
Universitas Indonesia
yang airnya mati yang dikampung ibu yang
mati airnya kumpulin, kumpulin rekeningnya
ibu fotokopi, ibu menghadap ke sana ke
tanjung priuk sana, kata saya ribet amat si pak.
Saya ini sendiri aja deh, oh ibu jangan kalo
mau di liat ininya, ya harus kumpulin orang.
Minimal 70 orang
P : Oh awalnya disitu?
Ibu Halimah : Iya awalnya disitu, karena saya kesal juga
belum ada apa namanya, dari tim yang ini
belum ada reaksinya kenapa air mati, kenapa
air bau, saya udah mulai emm memasuki apa
namanya pertanyaan ke pak RT, pak RT
gimana sih caranya, kenapa sih bu? Iya airnya
kering, wah kadang-kadang mati juga memang
kenapa, akhirnya saya minta surat
pengantarnya, ke RT RW tapi ga sampai
kelurahan, rt rw aja mengetahui bahwa
memang kita di wilayah sini air mati, mulailah
dari situ saya kumpulin rekening, saya mau
emm buat surat pa rt, bahwa memang air di
sekitar sini mati dan bau gitu, sudah mati
giliran nyala bau, ga bisa dipake, Cuma bisa
buat siram wc aja kan, buat cebok ibu
khawatir, ya kan?
P : Iya. Oh iya sebentar itu nanti masuk
pertanyaannya nanti. Kalo ibu Ella, ibu Ella
mau tau identitasnya dulu nih
Ibu Ella : Namanya Ella Sari.
P : Apa tu, katanya anak dua.
Ibu Ella : Heem.
P : Suami?
Ibu Ella : Suami pengennya ya satu aja lah. Hehehe
P : Gak boleh ya bu?
Ibu Ncih : Masa ada poliandri hahahaha
P : Terus lahirnya tahun berapa bu?
Ibu Ella : Emm, 70. Eh sesuai KTP ya? 72 berarti saya.
P : Pindah kesini tahun berapa bu?
Ibu Ella : Kalo tempatnya sekitar tahun 99, 99 baru saya
menetap di Jakarta. Dulunya di kampung
P : Oh gitu, 99 jadi pas belum masuk...
Ibu Ella : Udah itu Cuma kita belum heboh hebohnya ya
159
Universitas Indonesia
bu ya
Ibu Halimah : Heboh setelah mau ke pilpres 2004
Ibu Ella : Kalo salah itu abis megawati itu, dari
megawati.
P : Mmm kalo di rumah Cuma sama anak sama
suami aja?
Ibu Ella : Iya
P : Kalo ini kan bu Halimah rame, bu Ncih ada
cucu banyak
Ibu Ella : Malah kemarin ada itu ada ade. Kemarin ada
ade satu, sekarang mah ga ada.
2 P : Ibu disini kalo kondisi air seharinya kira kira
berapa banyak ya bu, itu untuk pakai apa aja?
Ibu Halimah : Masak, masak pake air itu kan umum ya.
Nyuci, mandi, emm, masak, wudhu, emm kalo
itu kan sekarang dulu, dulu ya kita belum ada
galon ya bu ya. Tahun berapa itu masih... itu
yang kita masak, itu yang kita minum, ya kalo
gitu bisa 24 sehari, 24 itu pikulannya 6 pikul
jadi 12 jerigen. 12 jerigen dikali dua, berarti
24 jerigen, gitu. Pagi sore.
P : Itu tiap hari? Tiap hari 12 jerigen?
Ibu Halimah : Iya setiap hari. Nah setelah saya memasang
pam itu kan belum pasang saya, nah itu saya
waktu beli air itu ke jerigen itu saya masih
nampung di rumah saya lima orang, anak saya
tiga ada bapaknya dan saya, jadi itu pagi sore
harus diisi
P : Jadi bolak balik gitu ya?
Ibu Halimah : Iya kita beli yang jerigen itu yang dorongan
gerobak itu, iya kita dulu jaman dulu sepikul
berapa si?
Ibu Ncih : 500
P : Sejerigen?
Ibu Halimah : Ngga sepikul, sepasang gitu. Itu udah berapa
tu itungannya, 250 x 6. Dikali 6 dikali 6 lagi,
jadi 1500 kan dikali dua 3000. Jaman dulu tiga
ribu mah bisa belanja seharian. Ya itu, benar-
benar butuh air. Karena kan kita selalu irit
airnya, irit airnya, iya gitu. Kalo ga gitu ya
neng, mandi anak itu kita dari bak jadi supaya
air ini bisa ngakalinnya seperti itu, ya kan.
Konsumsi Air
160
Universitas Indonesia
Saya mandiin baby gimana si, ya kan? Setelah
itu diangkat dipake airnya, itu ga dibuang,
ditaro. Selesai buang air ya kita itu yang kita
buang, kan sayang air bersih Cuma dibuat
siram wc mendingan yang itu. Cara ngirit air
ya seperti itu. Nah setelah kejadiannya kesini,
kejadiannya emm 2004 kesini setelah
peristiwa apa si itu... emm itu cerita itu udah
mulai tu, apa namanya orang yang berani
berani buka buka mulut, dulu kan ga berani
kita. Dulu dicomotin, ditarikin, diculik gitu
kan. Nah setelah itu masuklah pilpres 2004..
Ibu Ncih : Itu apa ya disebutnya yang begituan?
Ibu Ella : Reformasi, jamannya reformasi akhirnya kita
mulai berani gitu
P : Tapi berarti sebelum 98 itu airnya itu
maksudnya udah memakai pam atau belum
bu?
Ibu Ncih : Oh belum lah, belum ada belum masuk pam
kesini
Ibu Halimah : Tapi saya langganan air sejak 94 mba, saya
udah langganan air
P : Oh gitu
Ibu Ncih : Sebelumnya kan belum ada, dari tahun
80,81,82 kan belum. Setelah ada pam jaya
masuk kan sawah dulu itu. Nah 83 ibu punya
anak yang nomor tiga ibu masang
P : Oh masang pam?
Ibu Ncih : Iya.
Ibu Halimah : Waktu 94 itu aku masang, emm karena kita
pengeluaran air luar biasa apalagi anak-anak
kan bur burr gitu mandinya. Kadang kadang
ya nyimpen nyimpen air. Apalagi ada yang
numpang tolong ya, namanya ipar kan, kan ga
enak.
P : Kalo bu Ella, gimana bu?
Ibu Ella : Kalo saya dulu memang langganan air, karena
begitu, kalo sekarang ya sudah langganan air
pam langsung dari aetra.
P : Oh gitu
Ibu Halimah : Karena dulu kan berpindah-pindah jadi kalo
pernah ngontrak rumah ada fasilitasnya kan
161
Universitas Indonesia
sekarang pindah kontrakan sekarang jadi gitu.
P : Kalo dulu pas masih di kontrakan yang lama,
yang pake pam itu gimana bu?
Ibu Ella : Bayarnya sih murah sebenarnya, kalo
dibanding sekarang itu ada pam. Cuma
walaupun boros kita kan minum beli, apa aja
beli. Jadi tetep ga bisa diminum
P : Oh gitu, kalo misalnya dimasak dulu baru
diminum bisa ga?
Ibu Ella : Ya sekitar 2000... 2002an kesana lah itu
Ibu Halimah : Pernah tahun 2000 berapa itu pernah saya
ngalamin itu ya, hampir berbulan-bulan ya kita
nungguin air dari jam satu pagi kita Cuma
dapat dua ember, jadi malam itu rame orang
nungguin air. Siangnya itu kering kerontang
ga ada sama sekali air. Ada kira-kira tiga bulan
seperti itu nyala mati nyala mati, itu yang
bikin akhirnya saya bergabung disini.
P : Itu tahun berapa bu?
Ibu Halimah : 2004
P : Oh gitu, mm selain dari ini, selain dari apa
yang gerobak-gerobak itu dari mana aja bu?
Misalnya dari hydrant-hydarant gitu
Ibu Halimah : Nah gerobak-gerobak itu dari hydrant
P : Ohh, ada yang punya ya?
Ibu Halimah : Iya, kan yang bikin herannya itu kalo air mati,
hydrant itu nyala.
Ibu Ncih : Dia mah ga mati-mati, hydrant itu ga pernah
mati. Soalnya dia kan ibaratnya induk, kalo
kita anaknya.
Ibu Ncih : Tapi ya waktu itu kita, walaupun mahal kita
merasa bersyukur karena ada yang dibeli
Ibu Ella : Lagipula harga air yang sekarang dengan yang
dulu beda jauh, kalo itu mah lima ribu. Tapi
kalo dulu mah Cuma 1500, nah sekarang ga
bisa harus 4500 lima ribu, itu perpikul. Dua
jerigen.
Ibu Ncih : Dua setengah satu jerigen, iya udah tinggi
harganya sama kaya air pam.
Ibu Halimah : Sebenarnya sama aja, nilai uang itu kan justru
memang gitu kalo sekarang kan dibilangnya
lima ribu.
162
Universitas Indonesia
Ibu Ella : Cuma hasilnya lima ribu hasilnya banyak, kalo
sekarang mah Cuma segitu
Ibu Ncih : Kalo dulunya ibu kalo mau bayar air di pam
perbulan mah dua ribu lima ratus, sekarang
mah udah seratus ribu lebih
P : Oh iya?
Ibu Ncih : Iya, tidak percaya? Boleh diambil. Tapi ibu
mah udah lama menderita air ini, aetra, setelah
pergantian dari pam jaya itu diantara 2007, eh
sembilan berapa ya, itu mungkin tahun apa ya,
pokoknya ampe belasan tahun menderitanya
bukannya setahun dua tahun menderita
3 Ibu Halimah : Dulu kita dipegang pam jaya, masih ada kata
mendingan daripada disini dipegang aetra
P : Oh gitu ya, emang gimana perbandingannya?
Ibu Halimah : Nah perbandingannya, apa ya, emm siapa
yang jawab
P : Terserah
Ibu Ncih : Perbandingannya ibu itu waktu pam jaya ya
ibu kan... mungkin dulu itu kita dipenuhin ama
pam jaya karena masih konsumennya kan
masih dikit, pabrik pabrik baru ada di pos satu,
sekarang kan pabrik banyak butuh air, udah
banyak pabrik disini, dulu kelapa gading
masih rawa, masih sawah, ya. Jadi ibaratnya
belum dibutuhkan, sekarang kelapa gading
udah jadi apartemen, udah tingkat-tingkat
sampai berjulang tinggi ke atas langit apa ga
butuh air banyak, sehingga ya mungkin
kesininya kita dapatnya ga banyak lah ga
seperti dulu. Cuma menderitanya ini nih, ibu
itu merasa terdzolimi. Dari aetra itu merasa
terdzolimi itu karena apa, karena yang lain lain
nyala air, walaupun bau bau juga ya, tapi dulu
ibu ngga ga bisa nyala lama. Ga nyala,
sekalipun nyala kaya gini ni pas banjir.
Ternyata yang masuk tu air kotor. Kan disitu
dia ditulis masuk air, ternyata sampe di kamar
mandi kita buang, kan ga layak pake neng.
Item, bau, banyak jentiknya, air kali air got
bagaimana sih. Akhirnya ibu diajak bergabung
sama kawan-kawan ibu yah, ibu merasa
Perbandingan
sebelum dan
sesudah
privatisasi air
163
Universitas Indonesia
dibimbing sama kawan-kawan, karena merasa
ibu orang bodoh, tidak mengerti, tapi ibu ada
hak disitu sehingga ibu diangkat sama kawan-
kawan, ayo kita gini. Masuklah kita ke SP kita
ya, habis itu ibu memberanikan diri neng biar
ibu bodoh. Ya, ibu maju lah, ga bakal takut lah
ayo kemana ayo. Ya, alhamdulillah habis itu
di respon. Baru dua tahun, tiga tahun ini
Ibu Halimah : Tahun berapa itu ya... kalo ga salah 2010
bulan desember protesnya
Ibu Ncih : Heeh, setelah kita datengin kantor gubernur.
Di jalan apa itu ibu
Ibu Halimah : Iya, kantor gubernur di Monas itu
Ibu Ncih : Iya, tahun 2011. Ibu dari situ tu, karena sakit
hati. Beli iya, begadang iya, suruh bayar ke
PAM iya, tiada maaf bagimu. Tiada merasa
dia itu gimana mengecewakan orang susah,
orang miskin, orang bodoh ya gitu ya. Sampe-
sampe ibu dipanggil kesana, dipanggil kesini
kaya orang ngerti aja. Suruh kesono kesini
ikutin aja sampe dibilangin ibu udah pasrah.
Ibu Halimah : Karena kita yang mengalami soalnya. Jadi kita
memang harus bersaksi, kami lho yang
mengalami ini.
Ibu Ncih : Iya, karena kita sebagai perempuan kita ini
sekali, apa namanya merasa gimana ya
membutuhkan untuk mengharapkan air bersih.
Karena kaya ibu kan banyak anak, efeknya
gimana kalo ibu mesti konsumsi air kotor. Nah
pada akhirnya ibu kesel, ibu kesel, ngadu,
setiap ngadu ga pernah didenger karena aduan
ibu memang dianggap buku kecil ya. Ya,
akhirnya bagaimana caranya supaya ucapan
kita ini ditanggapin. Masalahnya dia mau
ditanggapin sama kita, sebulan dua bulan ga
dibayar main putus putus aja, kita ngadu kaga
pernah diiniin. Kita beli punya hak, orang beli
itu kan maunya kan yang bagus yang bersih
yang bisa dipakai. Ya ini kita tiap bulan bayar,
tapi airnya ga pernah layak pakai
Ibu Halimah : Telat dapet denda, denda itu air mati, air kotor
yang harus dibayar. Letaknya dimana keadilan
164
Universitas Indonesia
Ibu Ella : Ga ada ga ada keadilan
Ibu Ncih : Sampai ibu dua tahun atau setahun ibu kesel
ga bayar bayar, ya mana anak banyak usaha
ayah kan serabutan. Suruh beli tiap hari, suruh
bayar juga tiap bulan ibu gamau. Ibu gamau
bayar neng, karena apa, untuk bayar listrik
untuk beli di luar. Ngapain ibu mau nyumbang
ama orang kaya. Udah gitu si aetra katanya ibu
denger yang punya orang amerika, orang
jerman. Mau bagaimana itu, pas didengerin
ibu diundang ke hotel bidakara, ketemuan
sama bos yang punya air, wah nekat ibu
langsung mau kesono. Dia ngomong bahasa
inggris, kita ngomong sunda aja apa ya, biar
dia ga tau kita gatau. Kan saya orang bodoh
disuruh ngomong bahasa elu gatau, uh saya
ngomong bahasa gua juga lu kata saya.
Akhirnya, kawan kita kan ada disana, ga boleh
gitu ini kan yang diajak ngomong bukan
mahasiswa, ibu ibu yang kecil yang ada
dibawah yang tidak mengerti
Ibu Halimah : Ibu-ibu yang meminta haknya, membayar air
kami ini sudah membeli berarti terlayani
dengan baik. Kita membeli setidaknya apa
namanya kan yang layak diminum, dipakai
buat mandi dan nyuci. Ini kelayakan ga ada
sama sekali, debitnya kurang, airnya bau,
pelayanannya tidak memadai. Misalnya kita
terlambat, denda. Yang didenda itu air bau,
yang masuk itu angin, putaran itu kita bayar.
Putaran itu kan air kan, dengan tanahnya debit
air itu bertambah berapa dalam air ga ada yang
masuk karena angin, jadi meteran itu mutar.
Itu kita bayar coba, didenda pula coba.
Bagaimana sakit hatinya kita, makanya saya
mulai dari situ, ayo ibu ibu jangan takut kita
ke walikota
Ibu Ella : Sekarang ibu udah agak berani
Ibu Ncih : Habisnya gimana, kita orang sini ngeluh
semua ga ada yang berani orang sini, iya disini
Cuma bisa marah doang tapi diajak ngga, saya
mah walau ga pinter ya saya berani demi hak
165
Universitas Indonesia
sendiri ya kan, akhirnya pada saat itu setelah
dari sana direspon didatangin sama suruhan
orang aetra, pegawai-pegawainya orang aetra
akhirnya ini dibongkar semua. Subhanallah
kata pak Haji, bu ncih saya mohon maaf yang
sebesar-besarnya, kenapa pak, udah kelamaan
ngedzolimin saya orang susah lho, Allah ga
suka tau orang susah didzolimi. Yaampun ibu
ncih gimana ibu uci katanya ga make air
busuk, emang airnya putus dari sana yang
masuk kesini memang hanya air kotor.
Seandainya ibu orang pintar, di BLB kami ,
hak kami mana, selama ini kami dikasih air
busuk suruh dipakai suruh dibeli dan suruh
dibayar. Andai kata ibu pintar, ibu pintar,
pintar sekolah ibu, ibu tuntut ini. Masalahnya
kami didzolimi hampir sekian tahun, ternyata
disini diputus semua dari sono tu putus, jadi
yang disedot air kali sendiri, nah itu efek
jeranya kami menderita muntah berak, anak
kami gatal-gatal. Ya sekarang efeknya suami
kena serangan jantung, ibu juga ya kena
penyakit dalam batuk-batuk, apa ya efek-efek
yang dulu. Nah kalo ibu pintar neng, ibu tuntut
terus , masalahnya hak saya punya hak disitu.
Berhubung ibu ini merasa dirinya bodoh, entar
salah ngomongnya, ibu kan ngomongnya
bahasa gitu ya bahasanya orang ga
berpendidikan ya, jadi ibu tu apa ibaratnya ga
seperti kaya eneng eneng ada pendidikan. Ibu
mah kan sekarepnya dewek ya namanya gitu,
ibu mah ga ngerti, kalo ibu pinter itu dituntut
sama ibu, selama ini bertahun-tahun bahkan
belasan tahun kami menderita. Sekarang ini
ibu belum 100% ni dikarenakan apa, paralon
air ini masih campur ama air limbah
Ibu Halimah : Iya, instalasinya itu direndam di dalam got,
kalo misalkan ada yang retak atau pecah kan
masuk kita pakai air kotor. Ya kan?
Ibu Ncih : Dia ga memikirkan kesehatan orang, andai
kata ibu ncih bisa tuntut ibu ncih tuntut itu,
dituntut bukan karena apa, hak sendiri, kami
166
Universitas Indonesia
ini merasa beli sama kamu.
4 Ibu Halimah : Tahun berapa itu saya aksi itu bu ya, saya aksi
di depan walikota, saya sempet ikut,
Ibu Ncih : Perwakilannya Cuma dua itu
Ibu Halimah : Pa Security saya boleh masuk ga? Saya
pengen minta sama pa walikota supaya air ini
dibenerin, ngga katanya. Akhirnya aku pake
toa teriak, hey yang diatas turun semuanya
saya bilang gitu. Kita dipkk disuruh sehatkan
anak-anak, bagaimana mau sehat anak kalo
sumber air sudah kotor, itu sumber
semuamuanya kan di air. Masak apapun kan
air, mandi air, wudhu air, masak pake air, kalo
pake air itu gimana kita dapat generasi yang
sehat, akhirnya ibu dorong-dorong pager sakit
hati.
Ibu Ncih : Sebenarnya itu, lagi menggugat menggugat
gitu ibu bilang, apa yang mau digugat kalo
sekedar air bersih sekarang udah dibuktikan
sama dia. Tetapi kalo kita nuntut hak,
dibodohi didzolimi kita bisa disitu. Kalo
ibunya mau ngurus lanjut, ibu rasa kan ibu
punya hak disitu, udah bayar ga dikasih.
Kecuali kita dikasih bener-bener kita masih
mau ini, ini hak kan walaupun seperak dua
perak ya kan bisa kita tuntut. Saya bertahun-
tahun itu, ini buktinya (menunjukkan berkas
berkas pembayaran) didzolimi sama aetra ini
suruh bayar air busuk, nih ibu bawa ni,
makanya gua bawa-bawa kemana-mana ke
LBH yuk. Gua bodoh bodoh gini ini saya
bukti
Ibu Halimah : Kemarin si saya udah bersaksi puncaknya, itu
perdana menghadirkan saksi, saya yang
pertama hadir. Ini belom ya?
Ibu Ella : Sudah
Ibu Halimah : Sudah juga ya tanggal berapa?
Ibu Ella : Tanggal.... berapa ya delapan kalo ga salah.
Ibu Ncih : Soalnya ibu ncih waktu diminta kesana
mereka aja ibu si kalo didata lagi ibu bisa
berbicara dengan keadaan bukti, ibu ncih
bukan ngebohong. Ibu punya bukti. Mereka
Protes warga
167
Universitas Indonesia
mungkin ga ada bukti, kalo saya punya bukti,
buktinya ini numpuk dari tahun berapa ini kan
bisa diliat tanggalnya, tahunnya, didzoliminya,
berapa pemakaian air busuk mesti harus
dibayar, disini ada. Kalo orang bisa liat huruf,
liat tanggal dan tahun ada disini banyak.
Orang sini malah berterima kasih
Ibu Halimah : Iya, soalnya kita kan membuktikannya bahwa
air itu kapan matinya kapan hidupnya kita
susah ngebuktiin ya. Akhirnya saya dengan
yayat itu membuat karya macam kalender, jadi
kita disitu, kapan mati tanggal sekian dari jam
berapa, terus catat nyalanya mulai kapan.
Terus kualitas airnya juga dicatat bening,
keruh atau bau. Mati kapan, hidup kapan
sampai bulan apa itu ya, iya itu ide saya. Saya
ngasih wah bagus bu katanya, sampe dibuat
selebaran kita bagi disekitar sini saya akhirnya
ada bantuan LBH, terus dibilang ibu itu harus
dibantu, terus dari bantuan lsm apalagi itu
banyak, kita ada tujuh.
Ibu Ella : Semuanya banyak 14 kalo ga salah.
Ibu Ncih : Pada gabung kita, dari tarakan, cilincing,
alhamdulillah banyak yang gabung.
Ibu Halimah : Iya, mulai dari situ semuanya pada ngumpul.
Sebenarnya air itu kan hak semua warga
negara, dan itu tidak membedakan warga
negara seharusnya, tapi kenapa di daerah sana
dapat air kita disini orang biasa ga dapat air.
Itu seringnya, seperti apa sih kayanya apa ini
memang aetra ini membela yang bayar mahal
atau memang emm hak kita sebagai warga
negara ada dimana? Kita tetap bayar walaupun
itu mahal, yang jelas tersedia bersih, layak
dikonsumsi, tapi ini kita bayar tidak layak
dikonsumsi. Itu yang sehari-harinya kata si
bapak merana amat si mah, merana lah bisa
sakit-sakitan kalo gini caranya. Kita itu
harusnya bisa biaya anak kuliah, sampe
sekarang anakku ga kuliah itu tergerus dari
situ, aku menampung saudara, anakku sendiri
paling tinggi cuma sma, ga ada yang kuliah
168
Universitas Indonesia
Ibu Ncih : Kalo ibu ncih ngga, niatnya gini, ibunya ini
orang buta huruf tapi andaikata ibunya ibu
ncih orang mampu bisa nyekolahin, ibu ncih
juga pengen sekolah tinggi mau galak sama
orang yang salah. Merasa tertindas maunya
maju, jangan bodoh kaya mama. Orang bodoh
itu Cuma bisa ngomong, ga bisa bicara ibu,
diajak kesana kesini keder.
Ibu Halimah : Saya waktu pulang kampung, saya ga ada
disini sebenarnya itu tujunya ke saya karena
saya memang pertama mengangkat itu ya bu
ya. Jadi bertiga, saya dia pentolannya disini,
ibaratnya yang keliling nanya bu airnya
gimana bu airnya. Ibu ibu gosip air hehehehe
Ibu Ncih : Kita dulunya disini bukan air si neng, sebelum
sp disini udah lama sebelum kita menggugat
karena air, andaikata dari dulu bu ani kesini
kita kan dikasih penyuluhan dulu sebelumnya
kan ga langsung ke ini, karena kita juga kan
pengen tau bergabung dengan orang yang
pintar pintar cari pengalaman cari apa
namanya, wawasan yang sampai dimana ya
kan gitu ya. Ibu Ncih kan namanya minder
namanya ibu orang bodoh neng, tapi ibu kalo
ditanyain nyerocos mulu
Ibu Ella : Bagus lah, apa adanya itu mah..
Ibu Ncih : Iya nyerocos mulu, jadi apa yang ditanya itu
yang ibu rasakan, setiap ditanya ama mereka
itu ya ibu rasakan ya ibu nyerocos ajalah ya
gitu.
Ibu Halimah : Saya sebenarnya, untuk mencari pokok
permasalahan kita diskusikan dulu ini, tapi
kita dicari pengalaman orang per orang apa
yang kita alami, apa yang dirasakan. Ya saya
maju lah air itu
5 P : Kalo bu Ella sendiri gimana, daritadi diam aja
hehe. Untuk konsumsi air apakah mengurangi
pembelian untuk kebutuhan lain kaya gitu
Ibu Ella : Ya jelas, istilah kata kita membeli air udah
gitu biasanya kita maap makan pakai ikan
istilah kata ya, sekarang kan menunya harus
berobah tadinya makan enak, harus beli air
Pengalaman dan
pendapat warga
169
Universitas Indonesia
karena apa mending kita beli air. Ya kalau kita
mau begitu, kita ga mandi ga nyuci. Udah gitu
airnya juga kan bukan Cuma itu aja, air
minum air galon. Air masak air galon.
Ibu Halimah : Pengalaman pahit kita si nadangin air mati ya
Ibu Ncih : Berbulan-bulan, bertahun-tahun neng mati
idup seminggu matinya tiga bulan. Air itu.
Selama tiga bulan ga pernah pere bayar terus.
Ga pernah absen itu pere ke kaya kita, dia juga
merein kita, iya ga penah pere bayar terus
Ibu Halimah : Jadi pengalaman saya mengalami air mati ini,
pengalaman pahit saya ni ngalamin yang
namanya air mati ini, ngumpulin air beras,
ngumpulin air beras ga dibuang itu. Pernah
saya ngalamin cebok air beras. Sedih ya, tapi
saya selalu ngelap, ngelap. Tapi tetep ada
bagaimana ga ada air, sumber air Cuma dari
itu. Gilirannya ujan kita wuuhhh semua orang
keluar nampung air. Hahahaha. Pernah air
mati, di belakang sini ada sumber air, sumber
air itu rupanya resapan air got tapi keluarnya
bening, nah itu bekas 17an
Ibu Ncih : Bekas panjat pinang
Ibu Halimah : Iya, itu dicabut keluar air tapi bening, orang
dipake mandi ke situ.
Ibu Ncih : Ampe sekarang masih ada
Ibu Halimah : Nah, ibu berpikir ya kalau dipikir-pikir
indonesia ini sumber airnya berlimpah, kenapa
kita harus begini. Di undang-undang hak
semua warga negara, tapi tidak tersedia oleh
negara untuk rakyat. Air itu tersedia hanya
untuk orang yang bisnis, orang yang
memperjualbelikannya. Untuk kita, orang
yang kecil keadilan itu ga ada itu. Makanya
gondoknya saya, keluar ampe bener-bener
serak itu teriak. HEIII TURUN KESINI, kita
disuruh sehatkan bayi bayi coba, bagaimana
mau sehat bayi kalo sumber airnya aja udah ga
bagus. Ya kan kebetulan kan di ini, apa
namanya kader-kader Jakarta, kader posyandu
coba.
Ibu Ncih : Eh denger-denger dari selentingan dari yang
170
Universitas Indonesia
nyarter itu pekerja PAM, memang ini mau
diambil ama ini, pam ama yang punya jalan tol
itu siapa... si nia.... siapa mertua itu yang botak
itu palanya yang punya jalan tol ke jawa itu,
eh iya bakrie.
P : Aburizal bakrie?
Ibu Ncih : Heeh.
Ibu Halimah : Kalo saya kalo perjuangan saya, kalo
mendengar isu seperti itu saya si maunya
dikelola negara ga dimilikin siapa-siapa. Kalo
saya maunya dikelola negara, sdm kita banyak
ko. Yang nganggur-nganggur coba diangkat
lah suruh kerja di PAM itu, banyak yang mau
bekerja. Dulu kita dilayani Pam sebelum....
Ibu Ncih : Mungkin selama bertahun-tahun yang megang
Aetra ini anteng-anteng kali ya.
Ibu Halimah : Sebelum ini, tahun berapa.... sama pam jaya...
air tu luber-luber bersih, walaupun memang
belum banyak penduduk tapi itu kan layak.
Setelah ditanganin aetra, kenapa mesti mati,
bau lah, udah gitu airnya kurang lah yakan.
Jadi ya memang air ini kan sudah memasuki
ranah bisnis, gitu. Bukan lagi itu bukan untuk
mensejahterakan rakyat.
Ibu Ncih : Memang itu kenyataannya dibuat bisnis,
hasilnya juga buat negara orang ya kan.. ya
satu ya begitu. Kedua konsumennyakan modal
banyak ya kan ga seperti dulu.
Ibu Halimah : Iya kan, karena sebetulnya negara wajib
menyediakan air untuk rakyat. Negara ini
harusnya yang megang air itu, jangan pihak
swasta kalo gitu, kalo bisa yang megang
BUMN
P : Dulu emm bisa tau apa namanya, dari pam
jaya pindah ke Aetra itu ada sosialisasinya gitu
ga?
Ibu Halimah : Tidak ada, kita mengetahuinya langsung dari
rekening sudah tau tau di rekening itu bukan
pam jaya lagi tidak pernah diberitahu ini sudah
dilimpahkan ke swasta tidak pernah
Ibu Ncih : Jadi ibaratnya gini ya. Ini ibaratnya kita ini
kan pelanggan, pelanggan itu jemaah,
171
Universitas Indonesia
ibaratnya presiden itu kan menunjuk jadi
presiden kan harus dari bawah dari rakyatnya.
Dia menerima uang banyak kan dari
konsumen rakyat, yang seharusnya
dikonfirmasi, dibahwa pam jaya mau
dioperalih ke aetra
Ibu Ella : Iya harusnya itu kan harus disosialisasikan ada
pemberitahuan ke masyarakat, tau tau udah
gitu aja rekeningnya berubah.
Ibu Ncih : Sementara air sekarang naik terus.
Ibu Ella : Tapi ibu waktu itu waktu ke pengadilan untuk
tuntutan si pt aetra itu tau air itu ga naik. Itu
kenapa orang bapak harga air itu di jakarta itu
mahal sekali, dia mau mengungkapkan itu
tidak pernah naik itu apa harga air itu dari sana
ke publiknya. Ini bagaimana kata saya,
bagaimana mungkin kata saya. Berarti kan
oknum-oknumnya di kantor bapak itu bukan
dari masyarakat. Jadi, setelah saya buka itu
kemarin, panas panas tu semuanya kuping
udah panas wehhh pokoknya mah udah gitu
mah. Saya juga udah bolak balik tu bu, udah
akhirnya intinya kata saya yang bertanggung
jawab itu aetra kata saya
Ibu Ncih : Iya naik terus naik perbulan
Ibu Ella : Kubiknya tergantung pemakaian mungkin, ini
harganya ini teh naik terus
Ibu Ncih : Lah iya itu.
Ibu Halimah : Tadinya kalo orang sini emm pakai
perkubiknya, sekarang perkubiknya itu naik
kalo udah pakai 50 kubik udah berapa? Udah
berapa dah tu
Ibu Ella : Nah itu dia, dia katanya ga naik coba, itu ga
naik katanya.
P : Tapi berarti dari awal gak dikasih tau kalo
misalnya naik mau naik tu ga dikasih tau
Ibu Ella : Iya sosialisasinya ga ada.
Ibu Halimah : Iya ga usah deh naik. Air mau mati ibu-ibu
pengumuman pengumuman... ga pernah
seperti itu tau tau pett ahhh ga ada air.
Begitu...
Ibu Ella : Iya tidak ada pemberitahuan
172
Universitas Indonesia
Ibu Halimah : Begitu juga kalo air naik, tau-tau blekk......
sekian bayarnya. Belum lagi terlambat denda
P : Kira-kira perbulan berapa bu?
Ibu Ella : Tergantung pemakaian meter kubiknya
P : Rata-rata?
Ibu Ncih : 125 ibu perbulan, kalo diuangin, tapi kalo itu
100 lebih.
Ibu Halimah : Kalo aku dirumah udah make karna ada yang
ngontrak, itu kan juga mereka punya hak
sebagai warga negara haknya juga. Walaupun
membeli dari saya, saya menyediakan dia
punya hak. Saya sekarang bayar lebih dari
200ribu, itu pun diirit cuma sekali dalam
sehari isi sebak, bagaimana caranya untuk
iritnya itu bagaimana pagi ngisi pagi besok
pagi lagi baru diisi, itu pemakaian air kan
banyak itu dari pagi ampe pagi lagi.
Ibu Ncih : Ibu mereka make air bu Halimah apa beli?
Ibu Halimah : ya dari saya kan ngontrak juga kan.
Ibu Ncih : Kalo saya sendiri mah udah keluarga udah
dibawa lakinya masing-masing tapi masih
gede aja ni bayaran air.
Ibu Halimah : kesamping-samping itu?
Ibu Ncih : Ke Eli? Eli mah dua hari sekali dibelakang ga
ada,
Ibu Ella : Ini tapi masih gede aja si bayarannya
(menunjuk kertas pembayaran ibu Ncih)
Ibu Ncih : Iya makin gede.. makanya..
Ibu Halimah : Kalo bisa itu kecilin meterannya juga diliat
berapa...
Ibu Ncih : Semenjak abis diganti itu meteran
Ibu Halimah : Kecilin meterannya diputer sedikit
Ibu Ncih : Oh gitu ya
Ibu Halimah : Nanti ketahuan cara pemakaiannya gimana ada
penurunan atau memang tambah naik. Kalo
tambah naik berarti nembak doang ga melihat
meteran
Ibu Ncih : Ahhh orang udah saya taekin ininya masa ga
ditembak
Ibu Halimah : Bisa jadi, berarti itu nyala terus airnya
Ibu Ncih : Ya kan bu Halimah saya kan orangnya ga bisa
begitu, jadi saya langsung ditampung. Jadi
173
Universitas Indonesia
saya kalo udah dari meteran langsung saya
mah langsung. Jadi kalo saya ga pake selang
ya ga ambil, ga nembak
Ibu Halimah : Ga pake tampungan?
Ibu Ncih : Ga pake tampungan iya.
P : Ini bu apa, mm advokasinya awalnya tanggal
berapa ya tau digugat
Ibu Halimah : Baru tahun belakangan ini emm tahun 2012
Ibu Ncih : Dua tahunan lebih ni ibu ini, tiga tahun lah,
penderitaan dengan ininya
Ibu Halimah : Jadi dulu ibu belajar dulu di sp
Ibu Ncih :Lama kita sekolahnya belajar dulu
Ibu Halimah : Benar ga sp ini apa namanya membimbing kita
layaknya sebagai warga negara mengetahui
haknya sebagai negara, hak negara ke kita, hak
kita ke negara. Itu kita benar-benar jadi tau.
Makanya kita sekarang duh kalo begitumah ya
Allah, air udara tanah dan segala isinya atas
dasar masyarakat itu sebenarnya dipergunakan
sebanyak-banyaknya untuk rakyat Indonesia,
lah kita mana? Yang kaya doang, yang punya
duit doang, yang punya kesempatan bisnis kita
mah udah lah hahaha. Jadi kalo saya sih, ya
sekarang di lingkungan sini aja dulu, terakhir
saya sakit kemarin tanggal berapa ya sebelum
akhir tahun. Karena udah puncak saya
perjuangannya di SP, bukan puncak di sp
sebenarnya perjuangan di kita terutama di sini.
Ncih disuruh mau bersaksi ga pernah nongol
orangnya.
Ibu Ncih : Saya kalo disuruh bersaksi beh galak, saya kesel
saya. Hahaha
Ibu Halimah : Kalo jadi saksi ga boleh galak-galak malah...
Ibu Ncih : Maksudnya saya kan kenyataan, ya kalo saya
mah ga mau bohong orangnya, ya saya
rasakan gitu ya saya bersaksi, yang ga saya
rasakan ya ngga...
Ibu Halimah : Yang lucunya mah, ya kalo air mati itu, justru
malem dari jam 1 ke jam 4, woiii airnya udah
belum kita keliling gitu nanya boro-boro.
Ibu Ncih : Jadi ini misalkan dari pusat ni dikirim ni air buat
Rawa Badak, ibu Ncih kan ininya kan buntu
174
Universitas Indonesia
jadi para apa itu namanya, para yang
nyambung ke ibu Ncih ditekuk ni sama orang
Aetra, jadi ibarat ditekuk kalo orang sono udah
punya air, ya ibu Ncih ga kebagian mulu
gimana ga menderita, jadi ibaratnya udah
diambil dulu ama orang ujung sekalinya udah
mau nyampe diambil ama bu Halimah, kapan
ibu Ncihnya bertahun-tahun mah kering kita
begini. Makanya saya ngomong ama pa
hajinya, pa haji eli jangan tega-teganya
kenapa si pa haji mah, iya kasian mah ibu
Ncih tenang ibu Ncih saya usahakan. Ibu Ncih
udah menderita ya iya pak saya bilang, yaiya
coba pak bapak semprot darisana ke sini
airnya, ya diambil ama orang-orang sono
disedot semua pake jet pump pake ini yang
kaya itu...
P : Pa haji eli itu siapa ya bu?
Ibu Ncih : Ada ini orang Aetra yang ininya tapi dia bagian
lapangannya yang bongkar-bongkar jalan gitu,
ya ibu Ncih kasian. Ya sekarang pa Eli diini
dari sono ke sono, nih ibaratnya dari sini mau
ke sini nah ibu Ncih ditengah-tengah, yang
disini nyampe disini nyampe. Ya sekarang
alhamdulillah mau jam berapa aja airnya
selalu ada, ya kalo dulu mah ngga ditekuk
neng, begini (memperagakan). Jadi kalo yang
dari sini dilewatin, disini kalo di rumah sana
duluan mah kita ga kebagian hahahaha orang
ditekuk buntu nih dibakar ama dia, ibu kan
ngeliatin ya bikinnya, terus kan ditekukin
paralonnya. Ya kesini ya sekalinya dedek
haha.
P : Iya, ibu mau nanya juga kalo misalnya beli di
jerigen jerigen itu atau yang abang itu itu
bayarnya kemana, terus nanti dia?
Ibu Halimah : Dia kan beli di hydrant, dia jual lagi ke kita, kita
belinya ke abang-abang itu
P : Hydrantnya itu punya siapa?
Ibu Ella : Ya punyanya Aetra, nah gini dia itu, saya
misalkan punya PAM punya hydrant ya gede,
nah itulah kita menampung air disitu, bapak-
175
Universitas Indonesia
bapak itu yang penjual gerobak itu ngambil air
saya, beli di saya.
Ibu Ncih : Andai kita segerobak lima ribu, dijual ama kami
lima belas ribu.
Ibu Halimah : Jadi kaya tempulak juga modelnya, agen gitu.
Ibu Ella : Nah nanti kita bayarnya sama dia dari jerigen.
Ibu Ncih : Nah nanti yang punya hydrant itu bayarnya ke
PAM.
Ibu Halimah : Maksudnya hydrantnya itu beda hydrant itu dia
punya saluran sendiri lebih besar dari PAM
176
Universitas Indonesia
Transkrip FGD dengan ibu-ibu di Muara Baru RT 20
Hari, tanggal : Kamis, 13 Februari 2014
Tempat : Rumah ibu Linda, Muara Baru RT 20
Nomor Isi Keterangan
1 Peneliti (P) : Selamat siang ibu-ibu. Saya Asti dari
FISIP UI. Mau bikin soal bagaimana sih
keadaan air di sini. Akses air bersihnya
gimana gitu. Dimulai aja, biasanya
konsumsi air dalam sehari biasanya berapa
sih bu? Mungkin mulai dari Ibu Linda
dulu.
Bu Linda (L) : Saya? Lima pikulan lah sehari sama nyuci.
P : Lima pikul berarti sepuluh jerigen ya?
L : Iya. Dua hari saya satu gerobak.
P : Buat apa aja bu?
L : Mandi doang. Masak juga tapi. Tapi
blongnya dipisahin gitu. Pokoknya sehari
setengah lah lima pikul itu. Kalau nyuci,
sehari.
P : Beli aqua lagi ga bu buat minum?
L : Galon? Iya itu udah pasti. Dua hari itu
segalon.
P : Jadi segalon buat dua hari ya? Baik, kalau
bu Maryam?
Bu Siti Maryam (SM) : Ya empat pikul sehari. Kan
ada bantuan air sumur. Kalau ga ada
bantuan mah, tujuh pikul.
P : Sumurnya sumur warga gitu bu? Kolektif?
SM : Iya. Ngambil sendiri-sendiri dari sumur.
P : Itu yang ngelola siapa bu? Ada yang
misalnya ngelola sendiri
L : Kayak misalnya ini punya gue nih, gitu.
Enggak sih. Kelola aja bareng-bareng.
SM : Kalau banyak warga, ya rame-rame aja.
P : Kalau bu Midah, konsumsi air perhari
berapa ya bu?
Bu Hamidah (H) : Dua setengah pikul.
L : Dia mah deket sumurnya.
SM : Iya, deket dia mah sumurnya.
Konsumsi Air Bersih
177
Universitas Indonesia
H : Paling buat mandi doang itu. Kalau yang
lainnya kalau nyuci mah sumur.
L : Kalau buat nyuci tuh bisa. Kalau buat
minum yang ga bisa.
SM : Anta airnya.
P : Anta itu asin?
SM : Enggak...
H : Asin enggak, tawar enggak.
P : Oh kayak payau gitu yah bu?
SM : Iya gitu.
2 P : Kok pake pikul-pikulan gitu, ibu pada langganan air
pam apa enggak bu?
L : Ada yang jual juga sih ya. Ya mungkin langganan air
pam juga kali dia. Ngambilnya kan jauh dia. Dari
mobil ya dianter ya?
SM : Enggak. Dia kan ada khusus untuk penjual air.
H : Selangnya ada lagi beda. Untuk penjual lain lagi,
warga lain lagi.
SM : Ada izinnya di situ tuh.
P : Kalau ibu-ibu sendiri langganan PAM ga di rumah bu?
SM : Ada saluran airnya. Tapi ga nyala.
L : Ga nyala. Percuma. Mau dibongkar ya bongkar aja.
Makanya kita ga mau bayar ya
H : Nyala juga kapan tau udah lama.
L : Kita disuruh bayar abodemennya doang tadinya itu.
Kalau air jalan, ya kita bayar. Misalnya air mulai
Januari nyala, ya kita mau bayar. Ya orang ga jalan-
jalan ya gimana.
SM : Kalau jalan, baunya minta ampun.
P : Oh berbau bu?
SM : Jijik ya. Bau banget. Item lagi. Jijik buangget. Ih. Jijik
deh. Kadang ya ga item, kuning gitu. Tapi ya bau.
P : Itu dimasak juga itu buat diminum?
L : Ga bisa. Mandi aja ga bisa.
H : Air ledeng mah ga bisa dimasak. Bau dia. Kaporit
baunya. Kalau dulu mah bisa.
P : Dulunya tuh kapan bu?
H : Ya masih tahun 80an masih bisa dimasak.
P : Oh gitu? Pas masih ngalir terus?
H : Iya. Bisa dimasak. Yang sekarang ga bisa. Bau dia.
Kaporit. Jadi kalau buat masak mah air sulingan aja,
air galon. Buat masak air mah ga bisa.
Pelayanan air PAM
178
Universitas Indonesia
L : Kalau buat minum udah ga bisa.
P : Tapi ini masih suka disuruh bayar ga bu?
SM : Enggak sekarang mah. Orang-orang sini udah ga mau.
Kalau nyala juga bau minta ampun.
P : Terakhir nyala emang kapan bu?
H : Udah lama.
SM : Setahun sekali.
L : Tapi begitu.
H : Ya paling lebaran.
L : Lebaran dua hari doang.Gara-gara pabriknya liburan.
H : Seminggu aja ga nyampe.
L : Seminggu mana, dua hari!
SM : Lebaran THRnya air ya. Sering mati, bau.
L : Jadi mending kita beli aja di gerobakan. Segerobak
2500.
SM : Iya kalau lagi ga capek, anak saya disuruh ambil air
gerobakan.
P : Selain dari gerobak, dari mana aja bu?
SM : Gerobak aja.
P : Biasanya kalau sebulan tuh habis berapa bu untuk beli
air aja?
H : Ya itung aja berapa tuh. 2500 kali sehari kali lima
pikulan.
L : Dua hari sekali udah 50. Kali tiga puluh hari berapa?
SM : Belum beli galon. Air galon pun sekarang ada uget-
ugetnya. Bau juga. Makanya pake aqua aja.
L : Orang yang jualan air itu pinter juga. Dipakein batu es.
Ada yang ngisi-ngisi isi ulang itu, katanya pake air
pegunungan. Kan kalau baru naro kan dingin ya.
Karena itu pam biasa dikasih batu es. Makanya, kata
orang yang itu katanya bu ati-ati bu, galon biasanya
ledeng biasa. Bukan aqua.
SM : Mending beli aqua aja.
P : Hmm gitu.. Ibu-ibu tau ga kalau sekarang PAM udah
bukan seluruhnya pemerintah yang megang?
H : Enggak tau.
L : Ga tau saya.
SM : Tau, baru aja. Tau dari bu Yati. Hahhaa
P : Oh gitu.. Iya bu, sekarang itu PAM udah bukan
pemerintah full lagi yang megang. Jadi ada perusahaan
Prancis juga yang megang. Nah, dulu waktu air ngalir
itu ibu ada struk bayarannya kan ya?
179
Universitas Indonesia
SM : Rekening? Udah hanyut ga tau ke mana.
P : Itu dikasih tau ga bu kalau misalnya ada perusahaan
lain yang megang gitu?
L : Enggak.
P : Ga ada sosialisasinya gitu bu?
L : Kita waktu itu ada orang yang dateng sih sendiri. Mau
dipasang PAM ga? Gitu..
SM : Iya kalau ada perubahan sih ga tau.
P : Kalau tarifnya waktu sering ngalir waktu sering bayar
gitu?
H : Yah lupa. Tapi ga mahal. Ga nyampe 10 ribu itu mah.
L : Iya kita mah gapapa kalau emang jalan mah kita
bayar.
P : Berarti waktu masih ngalir itu menurut ibu mahal apa
gimana?
L : Paling sebulan 30 ribu.
SM : Nih dengerin. Mendingan dia disuruh pulang ke
negaranya daripada ngerusak kita mah. Ya kan?
L : Iya 30-50 ribu sebulan paling.
H : Lagian pemerintahnya nerima aja sih.
SM : Iya mending pulang aja.
H : Daripada kita sendiri.
SM : Yang melarat mah tambah sengsara. Hahaha
P : Dulu waktu masih ngalir itu dapet tarif itu berapa,
kalau mau naik gitu dapet informasi gitu ga bu?
SM : Ya informasi dapet sih suka dapet. Tapi belum ada
kenaikan ya?
L : Ya keburu ga jalan sih.
P : Oh selama ga jalan ini, ada petugas yang dateng ga
bu?
H : Ada tapi cuma dilihat doang.
L : Meterannya diliat. Nama-nama kita mah masih ada di
dia. Masih nanyain. Ini bu ini gimana sih? Diliat
PAMnya.
SM : Ada yang dikubur jauh itu pipanya.
L : Kilometernya juga. Ada yang banyak dicolongin
orang.
SM : Kalau saya mah dikubur, tapi kilometernya masih
keliatan. Di situ tuh.
P : Kalau bu Midah gimana bu?
H : Ya hahaha udah diilangin. Abis ga nyala-nyala, ya
pusing.
180
Universitas Indonesia
P : Selain petugas itu ada pemerintah gitu ada yang
dateng ga bu?
H : Ga ada...
P : Terus berarti dengan ini ibu merasa dirugikan atau
tidak bu?
L : Iya lah. Repot. Kalau ga ada air bersih repot.
SM : Kalau lagi ga ada air mah yaampun setengah mati
nungguin. Tukang dorongan mah ada yang ngasih ada
yang enggak. Bang mau beli. Ah ada pesenan orang.
P : Oh jadi itu sistemnya langganan juga ya?
SM : Iyaaaa. Kalau saya mah ngedorong sendiri.
H : Iya, kalau ga langganan mah dia ga mau ngasih.
P : Oh karena dia udah jual buat orang gitu?
H : Iya.
L : Kalau saya mah, kalau udah buka blong, kosong ya
udah diisiin.
SM : Kalau tengah malem mati mah langsung ngambil aja.
L : Dia mah deket tinggal ngambil itu ngedorong dari situ.
Kalau saya mah jauh.
H : Iya sama. Saya juga ga kuat.
SM : Untung punya anak bujangan. Kalau ga mah, ga kuat.
P : Emang gimana bu cerita sehari-harinya? Ambil airnya
jam berapa, gitu?
SM : Nih kalau ga ngantri, tiga jam baru dapet air.
P : Ngantrinya di mana?
SM : Di sana di tempat ngambil air nya. Gerobak dari sana,
terus jerigennya jerigen sana. Jadi nanti dikembaliin.
Pokoknya kalo pagi, pagi banget. Kalo sore, sore
banget.
L : Ya nunggu antrean orang. Tapi daripada nunggu gitu
mending pake selang aja ya. Langganan aja. Gausah
diangkat-angkat.
P : Kalau bu linda emang gimana bu?
L : Saya mah ga ngambil air. Langganan. Jadi kalau blong
kosong, jadi langsung diisiin. Pokoknya isi aja. Bu,
tadi ngisi, bayar gitu.
P : Itu maksudnya disediaan ember gitu?
L : Blong yang lima pikul. Drum yang lima pukul ditaro.
Satu drum itu kan lima pikul, ini lima pikul. Berarti
kan segerobak. Jadi langsung diisiin gitu sama dia.
Saya nyedot ke dalem.
P : Itu tiap pagi?
181
Universitas Indonesia
L : Kalau habis aja minta isi. Ga pagi, ga malem, ga siang.
Pokoknya di bak mandi saya udah habis, di blong ada
air, ya sedot. Gitu aja.
P : Kalau bu midah gimana bu tiap harinya?
H : Kadang ngambil, kadang beli di abang gerobak.
P : Tiap jam berapa bu?
H : Sore. Kalau pagi mah ga bisa, anak sekolah. Udah
langganan. Dua orang. Depan sama belakang. Jadi dua
orang langganannya. Maksudnya kalo yang depan ga
ada ke langganan belakang, klo belakang ga ada ya ke
depan gitu.
P : Itu ngambil sendiri bu?
H : Enggak, dianterin. Disediain blong-blong gitu juga.
P : Kalau bu Maryam juga nyediain blong juga?
SM : Iya ada di belakang di kamar mandi. Rata-rata di sini
pada punya blong.
P : Pernah ga yang di sananya juga ga ada air. Jadi, ga
jualan air di gerobakan?
L : Ituuu waktu itu kita kan ga ada air yah. Kita nyarinya
sampe ke ujung-ujung. Pernah ke bakti. Itu juga
mahal. Tadinya 2500 jadi 5000 sepikul.
P : Itu udah harga dorong gerobaknya?
L : Enggak, klo dorong sendiri mah lain lagi harganya.
SM : Lampu merah ke sono lagi noh klo mati mah.
H : Yang mau ke kota.
3 P : Oooh.. Terus kalau ibu merasa dirugikan gitu, ibu
lapor ga kayak ke RT gitu?
H : Ya begimana, urusan air mah urusan masing-masing.
L : Eh tapi pasar hidup kok. RT 20 nih paling parah.
H : Iya, tapi kitanya enggak.
L : Tapi daerah situ udah pada ngejual sih ya
P : Maksudnya ngejual?
L : Jadi agen gitu. Tukang jual air. Disalur-salurin. Klo ke
sini enggak. Soalnya sini paling belakang. Habis di
depan.
SM : Jalanin lagi dah PAMnya. Tapi bayarnya abis nyala.
L : Ada pemutihan gitu ya. Yang dulu-dulu mah ga usah
bayar. Masa saya disuruh bayar berapa tahun itu saya
kena berapa juta tuh. Enam juta apa coba. Mana mau
dah. Kalau nyala sih gapapa. Mending nyala. Pernah
saya marahin orangnya. Dia ngecek meteran. Disuruh
bayar. Lah siapa yang mau bayar, nyala juga enggak.
Protes warga
182
Universitas Indonesia
Dibilangnya, tapi kan ibu udah nyewa ini. Ya klo
nyewa itu ada hasilnya. Hasilnya aja ga ada. Saya mau
klo itu jalan, saya bayar. Jalan aja mulai bulan ini,
saya bayar sampe seterusnya. Kalo disuruh bayar
bulan-bulan kemaren, masa bayar.
P : Terus kan tadi sempet bilang ke RT juga cuma yaudah
gitu. Itu ada ini ga sih, misalnya ibu-ibu di sini
melakukan perlawanan apa gimana?
L : Ga ada.
P : Hmm ga ada ya. Terus respon pak RT nya juga ga
peduli itu?
L : Ya dia punya air juga ga jalan juga. Ya dia paling
nanya kontrol PAMnya. Ya saya jawab, dia cuma
kontrol doang. Ga tau apa-apa dia.
P : Terus apa sih bu yang diharapkan ke depannya untuk
masalah air bersih ini?
H : Ya pengennya sih ke depannya jalan. Soalnya repot ini
air bersih soalnya.
L : Iya, yang ga punya juga bisa minta ke kita.
H : Iya, klo air mah udah penting banget.
P : Ohiya bu, dulu waktu pasang pipa ini, emang minta
kayak request gitu?
SM : Dulu pemutihan. Dia yang nawarin. Bu mau pasang
ledeng bu?
P : Itu pasangnya bayar juga ga dulu?
SM : Dulu bayarnya berapa sih ya. 700 klo ga pemutihan.
Klo pemutihan murah kok. Tapi lupa. Jamannya iwan
ya. Itu dari RT juga ngajuin. Tapi klo mau pasang lagi,
ke sininya mahal. Soalnya belum ada yang masang
juga kan dulu.
P : Tapi sekarang klo mau masang baru, bisa ga sih?
SM : Ya bisa aja. Tapi kan ya sami mawon.
H : Ya percuma. Masang baru juga. Gimana ngambil
pipanya?
L : Iya, salurannya dari mana. Kita yang ada aja klo
emang mau.
SM : Sekarang mah ga jelas. Saya nanya yang suka meriksa
kan, dia bilang ga tau, saya juga capek meriksa-
meriksa doang. Begitu masa. Periksa-periksa tapi ga
ada hasilnya. Ini matinya.
4 P : Kemarin banjir gimana bu?
SM : Se gini kemaren tuh.
Pelayanan PAM
183
Universitas Indonesia
L : Kalau rumah saya sedada.
SM : Tinggi di sini mah. 17 Januari juga sama taun lalu,
yang kemaren juga 17 januari juga. Kata saya ini
ulang tahun ini.
P : Terus masalah air bersihnya gimana bu?
SM : Susah kalau ga ada bantuan dari mobil yang PAM juga
itu. Tapi ya itu keroyok. Rebutan.
P : Oh jadi ada bantuan gitu ya bu?
L : Iya isi air bersih. Gerobak-gerobak kan ga jalan.
SM : Bantuannya tapi klo ga dapet ya ga. Orang beli air aja
jauhnyaaa minta ampun yang galon itu.
P : Oh jadi ga per rumah ya?
H : Enggak. Jadi dia mampir kan depan jalan ke kiri nih.
Udah kita antre bawa jerigen, bawa ember.
P : Baik bu, terima kasih ya bu atas waktunya.