147
AYD PRASANGKA Penerbit NULISBUKU

PRASANGKAnulisbuku.com/books/download/samples/cdc6858a...3 Ucapan Terimakasih: Terimaksih kepada Allah SWT dengan cerita perjalanan hidup yang istimewa ini. Terimakasih untuk Ibu,

  • Upload
    others

  • View
    14

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

  • AYD

    PRASANGKA

    Penerbit

    NULISBUKU

  • 2

    PRASANGKA

    Oleh: (AYD)

    Copyright © 2010 by (AYD)

    Penerbit

    (Nulis Buku)

    (www.nulisbuku.com)

    Desain Sampul:

    (AYD)

    Diterbitkan melalui:

    www.nulisbuku.com

  • 3

    Ucapan Terimakasih:

    Terimaksih kepada Allah SWT dengan cerita

    perjalanan hidup yang istimewa ini. Terimakasih

    untuk Ibu, Bapak dan Adik yang selalu tetap

    bersamaku dalam keadaan apapun selalu mendukung

    dan mendoakanku dalam setiap langkah yang aku

    ambil. Untuk Mas Wildan dan sahabat sahabat

    terbaikku Lian, Akabar dan Diah, nggak lupa juga

    buat saudara rasa teman Desyca dan Astari.

    Maaf untuk beberapa nama yang saya cantumkan tanpa izin, dan untuk yang merasa terlibat dalam beberapa kejadian nyata dalam buku ini.

    Buat beberapa orang yang pernah bilang aku tukang

    bohong DLL, Terimakasih. Tanpa kalian menghina

    dan memusuhi aku dulu mungkin aku tidak akan bisa

    menjadi aku yang lebih baik, aku tidak akan menjadi

    aku yang sekarang yang perlahan lahan membuktikan

    satu persatu perkataan kalian yang tidak bener itu.

    Terimakasih untuk semua yang terlibat di buku ini,

    buku ini hanya fiktif dengan sedikit kisah nyata di

    dalamnya. Semoga kalian yang membacanya bisa

    mendapatkan satu pelajaran baru. JANGAN

    BERPERASANGKA BURUK TERHADAP

    ORANG LAIN, JIKA KALIAN INGIN TAHU

    TENTANG KEHIDUPAN SESEORANG

    TANYAKANLAH LANGSUNG JANGAN HANYA

  • 4

    SEKEDAR BERPERSANGKA YANG HANYA

    AKAN MEMBUAT SALAH SATU PIHAK

    DIRUGIKAN DAN JATUHNYA MENZALIMI

    (FITNAH). JAGAN MUDAH PERCAYA DAN

    BERCERITA DENGAN SESEORANG BISA JADI

    DIA AKAN MENJADI DURI DALAM HIDUPMU

    SENDIRI, ADA ALLAH ATAU TUHAN YANG

    BAIK HATI YNAG KAPANPUN MAU

    MENDENGARKAN SEMUA CERITA

    CERITAMU.

    Terimaksih juga untuk NULISBUKU yang sudah

    menjadi wadah bagi aku seorang penulis amatir.

    NB : * Maaf jika menemukan kata kata yang

    Penulisannya kurang benar dalam buku ini.

    Agustus 2016

  • 5

    A.

    Pagi ini matahari bersinar cukup cerah, hijab

    berwarna biru juga sudah rapi menutupi kepala

    hingga ke telapak tanggan. Radio di meja masih

    berbunyi memutarkan lagu lagu penyemangat pagi,

    suara renyah penyiarnyapun cukup membuat pagi

    menjadi lebih bersemangat.

    “Pagi……tuh Wildan udah nungguin” sapa Ibu dari

    balik pintu kamar.

    Satu demi satu anak tangga saya laluwi dan di sambut

    senyum manis Mas Wildan yang sedang duduk dan

    mengobrol dengan Bapak di ruang tamu.

    “Pagi Mas, maaf ya menunggu.”

    “Tidak apa apa baru setengah jam kok” candanya lalu

    di ikuti tawa Bapak.

    “Bererti lama dong? Ya maaf aku harus beresin ini

    itu dulu” ucapku sembari membenahi jilbab.

    “Kalau aku bosan menunggu kamu 30 menit saja,

    udah dari dulu-dulu aku bosan nungguin kamu bilang

    YA saat aku mengkhitbahmu.”

  • 6

    Perkenalkan Mas Wildan, calon suami saya yang

    super sabar, murah senyum, kritis dan humoris. Saya

    mengenal dia kira kira satu setengah tahun yang lalu

    di toko roti milik saya, saat itu dia mengantar Ibunya

    membeli kue. Saya memang sudah beberapa kali

    melihat dia datang ke toko, tetapi baru kali itu dia

    mengajak serta Ibunya.

    Dari situlah Mas Wildan sering menyapa lalu berani

    menta’aruf saya dan tiga bulan yang lalu khitbahnya

    saya terima dan kita akan menikah lima bulan lagi,

    InsyaAllah.

    Mas Wildah bekerja sebagai Managing Editor di

    sebuah TV local dan membuka bisnis warung kopi

    kecil kecilan di daerah kota lama di Semarang.

    Dia pria yang baik yang pernah saya kenal, tidak

    banyak bicara, penyabar, tidak pernah neko neko apa

    lagi kurang ajar dengan saya. Kami akhir akhir ini

    memang sering pergi berdua untuk mengurus

    persiapan pernikahan tapi selama dia mengenl saya

    tak pernah sedikitpun dia berkeinginan hanya untuk

  • 7

    mengandeng apalagi memeluk, itulah salah satu

    kenapa saya juga menaruh hati kepadanya.

    “Jadi berangkat sekarang?” lalu berdiri dari tempat

    duduknya.

    Risih memang rasanya satu mobil berdua dengan dia,

    tapi tidak ada orang lagi yang bisa di ajak kesana

    kemari untuk mengurus banyak hal. Ibuku sibuk

    dengan bisnisnya, Bapakpun begitu, Adikku satu

    satunya saat ini sedang sibuk penelitian ke Singapore

    untuk Skripsinya.

    “Mas kita ke toko undangan yang kemarin itu dulu

    ya” masih sibuk dengan beberapa tas kecil yang

    berisi contoh undagan dan souvenir.

    “Sudah ketemu mana yang kamu mau?.”

    “Sudah dong, yang ini untuk teman dan realasi kerja

    kita dan yang ini untuk orang tua kita” ucapku

    sembari menunjukan dua undagan yang berbeda

    konsep.

    Saya memilih warna coklat muda untuk teman dan

    relasi kerja, undagannya lucu dan masih ada kesan

  • 8

    anak mudanya, jika di buka akan muncul foto calon

    pengantinnya dan di bungkus rapi dengan box warna

    coklat tua dengan pita melingkar di tengahnya. Dan

    untuk keluarga dan teman dari orang tua kami, saya

    memilih warna yang sama tetapi lebih simple,

    Dengan sedikit ukiran ukiran batik di luarnya.

    “Abis itu kita mampir ke toko roti aku sebentar ya,

    mau ngecek aja, terus kita cari foto dan video juga

    sekalian” masih sibuk membereskan contoh contoh

    undagan.

    “Siap Bu bos” sambil serius menyetir.

    Ow iya perkenalkan Nama saya Lila Ayu Pramesti

    saya anak pertama dari dua bersaudara. Saya lulusan

    Ilmu Gizi di sebuah perguruan tinggi di Semarang,

    bisnis adalah dunia kerja saya sekarang. Saya

    memiliki toko roti kecil kecilan di pinggir Kota

    Semarang dan saya juga bekerja sebagai salah satu

    Kitchen test officer di sebuah Tabloid memasak. Kata

    beberapa orang saya ini termasuk orang yang

    humoris, penyabar dan sedikit pelupa.

  • 9

    Toko roti milik saya memang tidak terlalu besar dan

    letaknya memang bukan berada di pinggir jalan raya

    atau bahkan di tengah K`ota besar. Sengaja memang

    saya buat seperti itu karena yang saya tau dimanapun

    letaknya jika pelanggan suka dengan cita rasanya

    pasti akan di hampirinya juga.

    Saya membangun toko ini memang tidak sendirian

    tetapi ada Bapak dan Ibu yang ikut andil

    membuatkan bangunan ini. Saya belajar bisnis dari

    kecil, saat masih duduk di bangku SMA saya sering

    menjual jasa saya kepada teman teman saya, seperti

    membuatkan tugas email atau tugas tugas yang

    berhubungan dengan internet, mereka memberiku

    uang tiga sampai lima ribu rupiah untuk satu kali

    tugas, saya tidak pernah memasang tarif untuk itu

    tetapi mereka sendiri yang memberiku uang sebagai

    imbalan telah menegrjakan tugas-tugas mereka.

    Saya juga pernah berjualan scraf keliling Semarang,

    bermodalkan uang lebaran lalu membeli beberapa

    potong kain lalu menjahitkannya di tukang jahit dan

  • 10

    menjual melaluwi social media. Saat duduk di

    bangku kuliahpun demikian, saya punya cara baru

    mendapatkan apa yang saya inginkan tanpa saya

    harus membelinya tetapi saya masih dapat keuntugan.

    Saya share foto barang yang saya inginkan lalu saya

    mengambil untung dari hasil penjulan dan hasil

    penjulan tersebut saya belikan barang yang saya

    inginkan tersebut.

    Saya juga sempat berjualan lidi lidian saat pertama

    kali treen dan harganya masih terlalu mahal, saya

    punya ide membikin stiker membeli lidi di toko

    snack lalu membeli bumbu bumbunya, plastic sampai

    menjemur cabai dan daun jeruknya sendiri, waktu itu

    produk saya sudah sampai Surabaya dan hampir

    mampu menyaingi lidi lidian asal Bandung yang

    terkenal itu.

    “Nanda gimana toko hari ini?” ucapku kepada salah

    satu pegawai di toko.

    “Alhamdulillah lancer, banyak orderan untuk tanggal

    24 besok Bu.”

  • 11

    “Alhamdulillah, udah makan siang? Jangan lupa

    makan dan Sholat juga ya” lalu berjlan menuju dapur

    produksi.

    Saya tidak mempunyai banyak karyawan memang

    hanya 2 orang resepsionis, 2 orang bagian kantor, 2

    penjaga gudang bahan, 6 orang di bagian dapur

    produksi, 2 pelayan, 2 kasir dan 2 orang keamanan.

    “Mas kalau kamu capek istirahat aja di ruangan aku.”

    “Iya, tapi….”

    “lima puff coklat dan lima puff keju” kataku sambil

    tersenyum.

    Mas Wildan hanya tersenyum mendengar

    perkataanku, sejak pertama kali ke toko sampai

    sekarang kesukaannya tidak pernah berganti ganti.

    Setelah selesai mengecek satu persatu bagian, saya

    menghampiri Mas Wildan dengan membawa satu

    kotak puff untuknya.

    Terlihat dari depan pintu Mas Wildan sedang

    memejamkan matanya di kursi, wajahnya terlihat

    sangat kelelahan.

  • 12

    Hampir duapuluh menit saya menunggu Mas Wildan

    di ruang kantor yang letaknya bersebelahan dengan

    ruangan saya. Saya tidak mau membangunkan Mas

    Wildan yang sudah mau mengantarkan saya kesana

    kemari.

    “Lila…..” suara Mas Wildan dari belakang pintu.

    “Udah bangun Mas.”

    “Aku lama ya tidurnya? Kenapa nggak kamu

    bangunin aja” matanya di usap usap sampil sesekali

    manguap.

    “Emang sengaja, saya lihat kamu capek, ini puff

    kesukaan kamu” menyodorkan sekotak puff yang

    dari tadi aku bawa.

    “Makasih ya” ucapnya sembari tersenyum.

    Hari ini sungguh melelahkan sekali, beberapa urusan

    sudah kami seleaikan satu persatu. Raut wajah Mas

    Wildan tampak capek sekali, di dalam mobil dalam

    perjalanan pulang sesekali saya melihat dia menguap

    dan masih memasang senyum manisnya.

  • 13

    “Turun dulu yuk Mas, makan malam dulu” sambil

    membuka pintu mobil.

    “Nggak usah deh udah malem.”

    “Ibu udah masak asam asam daging kesukann kamu

    lo” ucapku sambil tersenyum.

    “Nggak bisa nolak deh kalau itu” senyum juga

    mengembang di bibirnya.

    Mas wildan suka sekali dengan asam asam daging

    buatan Ibuku, pertama kali dia main ke rumah

    bersama adiknya dan mencoba asam asam buatan Ibu

    dia langsung suka, selain asam asam daging Mas

    wildan juga suka sekali dengan sate jamur dan

    capcay buatanku.

    “Jadi apa hasil muter muter kalian hari ini?” Tanya

    Bapak sembari mengambil lauk di atas meja makan.

    “Undagan sudah kami pesan Pak, foto dan video juga

    sudah” Jawab Mas Wildan.

    “Kalau cindramata?”.

    “Bapak, bahasanya tua banget si cindramata,

    souvenir gitu lo Pak” protesku.

  • 14

    “Apa bedanya cindramata sama souvenir” lalu

    menyuap nasi ke dalam mulut.

    Lalu kami yang berada di meja makanpun tertawa

    terbahak bahak mendegar bahasa bahasa kuno yang

    di katakana oleh Bapak.

    “Makasih ya Mas udah mau anter aku kesana kesini

    hari ini” sambari berjalan mengantar Mas Wildan

    menuju mobil.

    “Itu juga buat kepentingan aku, kamu kayak apa aja.

    besok jadi mau cari cindramata?” Goda Mas Wildan

    “Mas Wildan…….. “ Lalu kamipun tertawa kembali.

    “Kalau jadi maaf ya aku nggak bias antar, besok ada

    rapat pimpinan redaksi. Kamu nggak papakan

    sendirian?” Ucapnya sembari membuka pintu mobil

    dan bersiap siap pulang.

    “Jadi nggak masalah nie aku mau pilih apa aja?”

    “Terserah kamu, aku terima beres saja. ya udah aku

    pulang dulu ya. Asalamuallaikum” ucapnya dari belik

    kaca jendela mobil.

    “waalaikumsalam.”

  • 15

    ***

    “Aduh calom pengentin, ini udah jam berapa” Teriak

    Icha dari luar kamar.

    “Sabar dong aku lagi cari cari info nie” Tanganku

    sibuk dengan telfon genggam, mencari tempat

    souvenir rekomen dari teman teman.

    “Astaufirullah, mau cari yang kayak gimana sih ribet

    amat, Pasar Johar no lebar” Ucap Icha lagi sembil

    duduk dan memperhatikan telfon genggam miliku.

    Ow ia perkenalkan Icha saudara sepupuku, jarak usia

    kita tiga tahun tapi secara sistematis kekeluargaan dia

    lebih tua dari aku, dia seorang Guru baru di sebuah

    SMK di Semarang.

    “Ya udah deh kita ke Pasar Johar” Ucapku lalu

    berdiri dan mengambil tas yang berada di meja rias.

    Saya ingin souvenir yang bermanfaat untuk tamu

    tamu yang datang, kadang saya dapat souvenir yang

    maaf kurang begitu bermanfaaat dan akhirnya hanya

  • 16

    tergeletak di rumah begitu saja, sayang sekalikan

    uangnya.

    Misal sendok dan garpu mini yang direkatkan jadi

    satu, jika di putus lemnya jadi tidak bisa dipakai atau

    vcd/dvd lagu lagu kesukan pengantin yang

    didalamnya juga berisikan foto foto mereka. Sudah

    mahal kita beli tapi nggak ada manfaatnya, makanya

    saya pengen souvenir yang bermanfaat tidak perlu

    mahal mahal tapi bisa digunakan, misalkan pemotong

    kuku, gantungan kunci atau tasbih.

    “Jadi calon Nyonya Wildan kamu mau cari apa?”

    Ucap Icha yang duduk di belakang kemudi.

    “Belum tau Ca”.

    Matahari siang itu benar benar panas tetapi tidak

    menyururkan orang orang untuk berbelanja, memilah

    milah, menawar dan terus berkeliling mencari sesuatu

    seperti yang diinginkan.

    “Orang orang tu pada ngapain ya ke Johar semua

    siang ini, panas panas, sempit sempitan pula” Icha

    mengerutu.

  • 17

    “Kamu sendiri ngapain disini? Panas panasan?”

    ucapku yang berjalan di antara lorong-lorong pasar.

    “Ya nganterin kamu itu, huh….. aku tinggal balik

    juga ni” Candanya.

    Hampir beberapa jam kami berputar putar dan

    memilih milih akhirnya kami menemukan souvenir

    seperti yang saya mau dan memesanya. Lalu kami

    pergi berputar putar lagi untuk melihat lihat yang

    lainnya, kantong belanjaan kami tak terasa semakin

    berat dan semakin berat.

    “Niatnya mesen souvenir doang pulang bawanya

    kaian, badcover sampai gelas juga di beli, emangnya

    apa fungsi gelas itu buat acara nikahan kamu?”

    Tanya Icha yang menenteng bebrapa tas.

    “Kamu capek banget ya? Maaf deh. Nggak ada sih

    cuman lucu aja gelasnya” Sembari senyum manja.

    “Cuman lucu?” Icha membuka mulutnya lebar lebar

    degan expresi kaget.

  • 18

    “Sini sini aku aja yang nyetir kamu kan sudah capek,

    abis ini makan mie ayam deh” Rayuku sambil

    menuju arah mobiL.

    Sesampainya di rumah ternyata Mas Wildan sudah

    menungguku, siang tadi dia telfon akan datang ke

    rumah malam ini untuk memberikan sample sample

    poto booth yang akan aku pilih.

    “Asalamualaikum……”

    “Waalaikuamsalam, kemana aja? Wildan sudah

    nunggu kamu tiga jam lo” Ucap Bapak sambil berdiri

    dari tempat duduknya lalu menuju ke arah dalam

    rumah.

    “Astafirullah……..maaf ya Mas. Aku tadi makan

    dulu terus nganter Icha pulang” Sembari meletakan

    beberapa barang di meja lalu duduk di kursi yang

    berseberagan degan Mas Wildan.

    “Nggak kok, Bapak bercanda. Aku barussan sampai

    juga” Sembari mengambil sesuatu dalam tasnya.

    Beberapa foto di perlihatkan Mas Wildan kepadaku,

    semauanya saya suka dan lagi-lagi saya dibuat

  • 19

    binggung karena Mas Wildan menyerahkan

    semuanya kepadaku.

    B.

    Minggu pagi ini saya menemani Ibu berbelanja ke

    pasar, Mas Wildan bilang ingin ke rumah dan saya

    ingin membuatkan capcay dan sate jamur

  • 20

    kesukannya. Pasar di hari minggu, ramai dan penuh

    sesak. Sesampainya di rumah Bapak memanggilku

    dengan membawa sebuah undangan.

    “Ada teman kamu tadi kesini, ini undangan rapat”

    Bapak menyodorkan secarik undagan kepadaku.

    “Reuni SMP? Aku nggak tau apa apa kok dapet

    undagan jadi calon panitia” Sambil membuka dam

    membacanya.

    “Alhamdulillah to, kamu malah nggak perlu susah

    susah menyebar undangan pernikahanmu” Ucap

    Bapak yang sedang asik menyirami tanaman di depan

    rumah.

    Sore ini Mas Wildan datang dengan kedua orang

    tuanya, Kakak perempuan, Kakak Ipar serta si kecil

    ilham dan Adik perempuannya. Mereka ingin

    membicarakan lebih lanjut apa saja yang kurang dan

    yang akan di persiapkan menjelang pernikahan.

    Sengaja saya, Mas wildan dan keluarga tidak

    memakai jasa Wedding Orgenaizer supaya proses

    acara ini bisa jadi lebih berkesan bagi kami. Setelah

  • 21

    usai Sholat Mahrib berjamaah di Masjid dekat rumah

    kami menuju meja makan, aneka masaksn telah saya

    dan Ibu masak untuk menyambut tamu special.

    “Wah ini makan malam kayak lagi kondagan,

    komplit” Ucap Papa dari Mas Wildan.

    “Ia ya Pa, maklum punya calon Besan pengusaha

    Cattring ya begini Pa” Saut Mama dari Mas Wildan

    yang sedang melihat satu persatu menu yang

    terhidang dimeja.

    “Lo……kan menyambut tamu istimewa dari Solo ya

    harus istimewa to Pak” Canda Bapak lalu di ikuti

    dengan tawa di meja makan.

    “Liat Dek semua yang di meja ini mkanan kesukaan

    keluarga kita semua, ada capcay dan sate jamur

    kesukaan Mas, ada sayur lodeh dan peyek tumpi

    kesukaan Papa, ada oseng oseng kuncung kesukaan

    Ibu dan Mbak Tanjung dan cumi telur asin kesukaan

    kamu, hebat bukan calon Mbakmu ini” Puji Mas

    Wildan sambil menatapku.

  • 22

    Saya mulai mengambilkan nasi untuk Bapak, Ibu,

    Papa, Mama dan Mas Wildan. Senang sekali bisa

    memasak untuk orang orang tersayang, walau capek

    karena harus mempersiapkan bebrapa menu

    sekaligus, tapi bahagia saat mereka suka dengan apa

    yang saya dan Ibu masak malam ini.

    “Mbak Lila hebat banget bisa masak apa aja, enak

    enak lagi” Kata Nindi Adik Mas Wildan yang baru

    duduk di kelas 3 SMA.

    “Nggak Mbak aja kok yang masak tapi sama Ibu”

    tersenyum ke arah Ibu yang sedang menyantap

    makan malam.

    “Alhamdulillah punya calon mantu yang pinter

    masak gini, Mama senang sekali nduk” Ucap Mama

    Mas Wildan.

    “Tapi nanti kalau main ke rumah Solo Lila jangan di

    suruh masak terus ya Ma” Celetuk Mas Wildan lalu

    di iringi tawa dari semua penghuni meja makan.

    ***

  • 23

    Tiga hari kemudian saya bersiap siap untuk datang ke

    acara rapat panitia rencana reuni di tempat makan di

    dekat SMP dulu. Beberapa hari lalu saya menelfon

    salah satu temanku yang namanya juga tercantum di

    daftar panitia. Meminta konfirmasi saja kenapa saya

    yang tidak tahu apa apa lalu tercantum di daftar

    panitia.

    Ternyata tidak jauh-jauh dari jaman dulu, saya akan

    menjadi ketua Sie konsumsi, karena mereka tahu

    Ibuku punya usaha di bidang Cattring.

    “Asalamualaikum…..” Sapaku kepada beberapa

    anggota yang sudah datang duluan, beberapa aku

    masih inggat dan beberapa aku tak begitu inggat

    meraka.

    “Ini dia yang di tunggu tunggu” Ucap Ulfa teman

    dekatku saat di SMP.

    “Kenapa Kenapa?” lalu duduk di samping Ulfa dan

    bebrapa teman lain yang akau kenal.

    “Bos roti kesini nggak bawa apa apa ni?” Sahut

    temanku yang lain dan memperhatikan sekelilingku.

  • 24

    “Maaf maaf , hari ini aku nggak ke toko. Besok deh

    kalau ketemu lagi” Lalu melempar senyum ke

    semuanya.

    ***

    Dua minggu setelah hari itu saya dan beberapa teman

    mengunjungi SMP untuk meminta izin mengadakan

    acara reuni di Sekolahan, Dan sore itu saya datang

    bersama Mas Wildan, karena dari pagi kami

    mengurus keperluan yang masih belum terselesaikan.

    “Maaf ya telat” Sapaku kepada bebrapa teman yang

    sedang duduk di depan kantor Guru.

    “Ia deh yang sibuk” Canda Ulfa.

    “Suami kamu? Nikah kok nggak undang undang sih,

    jahat banget” Celetuk salah satu temanku yang lain.

    “Belum sah kok, InsyaAllah empat bulan lagi, pasti

    deh di undang” Sembari merangkul lengan temanku

    itu.

    Setelah urusan dengan sekolah selesai, kamipun

    berkeliling area Sekolah yang beberapa bagian sudah

    berbeda.

  • 25

    SMP ini sekarang sudah bener benar bagus,

    bangunan bangunan baru sudah berdiri disana sini,

    kantin Sekolahpun sudah bukan dari kayu lagi dan

    kini sudah tertata begitu rapi, bebrapa lapagan

    olahraga juga sudah ada, dari yang indoor ataupun

    outdoor, semua terlihat bagus. Hanya saja bebrapa

    ruangan kelas letaknya masih sama seperti saat saya

    masih menimba ilmu disini.

    Tiba tiba langkahku terhenti di belakang jendela

    kelas 2E, senyum tipis hadir di bibir sembari

    mengingat sesuatu yang masih sanggat saya ingat

    betul.

    “Masih keinget aja” Ulfa tiba tiba datang di

    belakangku dan Mas Wildan sembari berjalan.

    “Inget apa?” Tanya Mas Wildan heran.

    Sejenak Saya terdiam lalu menatap Mas Wildan.

    Sembari berjalan saya menceritakan apa yang pernah

    saya alami dulu.

    “Gara gara tempat itu aku pernah dibilang tukang

    bohong sama beberapa teman yang dulu aku anggap

  • 26

    teman baik, tapi ternyata” Senyum tipis kembali

    singgah di bibirku.

    “Kenapa?” Tanya Mas Wildan semakin heran.

    “Kira kira lima atau enam bulan saat dulu aku

    menjadi anak kelas satu di SMP ini, ada seorang

    Laki-laki bertubuh gempal menghampiriku yang

    sedang manyapu di depan kelas” Sembari

    nenunjukan kelasku dulu yang tepat bersebelahan

    dengan kelas 2E.

    “Lalu?”

    “Katanya ada anak Laki-laki di belakang jendela itu

    yang katanya ingin berkenalan denganku, awalnya

    aku tidak mau karena aku masih anak baru dan takut

    dengan kakak kelas tapi entah aku lupa kenpa

    akhirnya aku mau menghampirinya.”

    “Dia didalam jendela?” Tanya Mas Wildan lagi.

    “Ia, lalu seorang Laki laki berwajah seram bertanya

    kepadaku apakah aku mau berkenalan dengan

    temannya. Dia bilang temannya menyukaiku, Jujur

    aku saat itu juga tidak percaya, lalu seorang Laki laki

  • 27

    berkulit putih dan dengan gaya rambut belahan

    tengah mengajaku berkenalan, Namanya Faiz. Kita

    mengobrol lalu dia bilang kalau dia suka sama aku

    dari kemarin kemarin, lalu dia bilang lagi apakah aku

    mau menjadi pacarnya” Lalu menghela nafas

    panjang.

    “Lalu kamu jawab ia?”

    “Aku sudah sedikit lupa tapi bisa aku pastikan aku

    tidak menjawab apapun saat itu. Karena aku pikir

    mereka mengerjaiku. Tapi bebrapa hari setelah itu

    mereka selalu memanggiliku dari balik jendela. Anak

    SMP mana yang nggak GR saat ada Laki-laki yang

    menurutnya ganteng lalu bilang suka ke dia” Sambil

    berjalan lagi menuju arah Kantor Guru.

    “Lila, kami puang dulu ya. Kalau masih mau

    nostalgia silahkan deh” Ucap Ulfa dan beberapa

    teman lainnya.

    Satu persatu teman saya meninggalkan kami di

    Sekolah, dan kamipun juga memutuskan untuk

    melanjutkan cerita di perjalanan pulang. Mas Wildan

  • 28

    masih begitu penasaran apa yang menyebabkan saya

    di bilang pembohong.

    “Oke aku msaih mau denger cerita kamu tadi, kenapa

    kamu bisa dibilang pembohong? Karena kamu nggak

    jawab YA?” Tanya Mas Wildan dibalik kemudi.

    “Bukan, em…..karena aku mungkin terlalu gembira

    saat itu dan menceritakan kejadian itu ke beberapa

    temanku di rumah, aku fikir hal yang wajar sajakan

    teman dengan teman berbagi cerita. Tapi ternyata aku

    salah Mas, mereka mengangap aku mngada-ada.

    Karena mungkin Faiz terlalu istimewa buat anak

    SMP yang gemuk seperti aku” Menghela nafas lagi

    sambil melihat luar jendela.

    “Aku nggak ngerti deh, masalahnya apa kalau cowok

    itu suka sama kamu?”

    “Ya itu tadi mungkin aku gemuk, jelak dan mereka

    menagap kalau hal yang benar benar terjadi padaku

    itu hanya sebuah bualan semata. Ya…… aku sadar

    mungkin ini salah aku juga, salah bercerita dengan

    mereka, salah aku juga terlalu GR atau terlalu

  • 29

    ya…..aku nggak tau juga sih Mas. Seumpama dulu

    memang benar Faiz dan teman temannya hanya

    mengerjai aku saja atau buat akau GR aja aku juga

    tidak tahu. Tapi yang pasti kisah itu benar benar

    terjadi dan tidak pernah sedikitpun akau menambahi

    atau mengurangi cerita itu”.

    “Kadang Orang itu aneh, semuanya harus dilihat dari

    fisik, aku nggak habis pikir aja, itu kan hak seseorang

    untuk suka atau di sukai tapi kenpa hal kayak

    gitu……Entahlah Mas juga nggak begitu paham

    dengan jalan fikiran temanmu itu” Ucap Mas Wildan

    sedikit kesal.

    ***

    Tiga bulan menjelang pernikahan, waktuku semakin

    terbagi bagi mengurus toko roti, acra reuni, dan

    seabrek printilan pernikahan dan lain-lain. Persiapan

    reuni tinggal satu minggu lagi, Satu setengah bulan

    lebih saya dan teman teman merancang semua acara

    ini agar bias berkumpul reuni tiga angkatan. Persipan

  • 30

    pernikahan sudah hampir 75%. Undagan sudah

    sebagian jadi, souvenir pundemikian. Baju

    pernikahan sudah tinngal fithing terakhir.

    “Hallo Ibu Hajah……” Suara Laki laki dengan

    rambut mowhawk dan sepatu hitam mengkilap

    datang dari arah luar toko.

    “Eh….eh…… Pak pengawas masih inget aja nie

    main main kesini.”

    Kenalkan naman Akbar, sahabat saya semenjak

    kuliah, sekarang dia bekerja sebagai Aparatur Sipil

    Negara sebagai pengawas administrasi,

    penampilannya masih sama seperti dulu, harus

    terlihat kece saat punya atau tidak punya uang

    sekalipun.

    “Denger denger mau nikah tapi nggak ngabarin aku

    kau, bagus Kali” Protesnya sembari melihat

    sekeliling toko.

    “Alhamdulillah, ke runagn aku aja yuk. Nggak enak

    ngobrol disini” Ucapku sembari berjalan di

    depannya.

  • 31

    Kamipun hampir satu jam mengobrol di kantor,

    sudah sekitar tujuh bulan kami tidak bertemu karena

    kesibukan masing masisng apalagi sekarng Akbar

    menetap di Jakarta.

    Dia orang Medan yang kulaih di Semarang dan

    sekarang bekerja di Jakarta. Dia bukan teman satu

    Universitas tetapi kami senagkatan dan kenal dengan

    Akbar dari teman aku yang satu kampus dengan dia,

    karena Akbar orangnya asik di ajak ngobrol jadilah

    kita berteman baik sampai saat ini.

    Dia yang selalu mendengarkan semua keluh kesahku

    saat semua teman temanku sibuk dengan urusan

    mereka, dia yang mau mengajakku keliling Semarang

    hanya untuk menangis dan melupakan maslah

    percintaanku. Jika banyak yang bilang persahabatan

    cowok dan cewek tidak mungkin tidak ada rasa cinta

    saya bias menyangahnya, saya dan Akbar bersahabat

    lebih dari lima tahun dan sampai saat ini saya dan dia

    masih bersahabat tanpa ada perasaan cinta.

  • 32

    “Lalu kapan kamu menikah?” Tanyaku sambil

    mengambilkan sebotol air mineral untuknya.

    “Aduh masih belum ketemu pasangan yang pas Bu

    Hjah.”

    “Belum pas apa belum sempurna menurut kamu?”

    candaku lalu duduk di sampingnya.

    “Aduh Bu Hajah kau dari dulu gitu terus, jadi macam

    mana nie calon Suami kau yang seorang editor itu?”

    Tanya Akbar dengan muka meledek.

    “Ya kerja lah emang kamu PNS jam segini kelayapan

    sampe Semarang, ngapain?” Memengang telfon

    gengam mencoba menghubungi Mas Wildan.

    “Ehhh ini orang ya, ini aku ngambil cuti tiga hari ke

    Semarang buat ketemu kau, mau konfirmasi kenapa

    aku harus denger dari orang dulu soal pernikahan

    kau” Ucapnya lantang dengan nada khas orang

    Medan.

    “Maca ci……..” Godaku lalu tertawa.

    “Nyebelinnya nggak ilang ilang ya ini anak” Lalu

    meneguk air mineral dingin di hadapannya.

  • 33

    “Ya udah yuk ikut aku, kita makan lalu aku kenalin

    kamu sama Mas Wildan. Dia sudah nunggu kamu di

    Warungnya” Ucapku sembari membereskan bebrapa

    barang di meja kerja.

    Setelah itu kami lanjut makan malam sekaligus

    memperkenalkan Mas Wildan kepada sabahat saya

    itu. Mengobrol banyak tentang pekerjaan tentang

    rencana hidup kedepan dan sedikit tentang masalalu

    yang menyenagkan bershabata dengan dia.

    “Jadi benerkan kamu kesini cuti? Bukan kabur?”

    Tanyaku lagi dengan raut muka curiga.

    “Aduh kakak ini calon Istrinya masih saja

    menyebalkan ya. Aku sedang ada tugas beberapa hari

    di Semarang, ya baguslah karena aku juga sekalian

    bisa bernostalgia disini” lalu menuguk secangkir

    coffe late.

    “Cuman tiga hari aja sih kurang lama……Eh tapi pas

    nikahan aku kalau kamu sampai nggak bisa kesini

    awas aja” Ucapku mengancam.

  • 34

    Kami terus melanjutkan obrolan demi obrolan yang

    random itu, satu gelas frappe sudah hampir habis aku

    minum dan satu potong cake coklat yang terkenal di

    Warung Mas Wildan pun juga sudah habis aku

    makan.

    Lantunan live akustik lagu lagu jaman 90an dari

    Right here waiting, Give me everything tonight

    sampai Sleeping child semaikn membuat malam

    kami menjadi lebih panjang.

    ***

    “Ibu Lila pergi dulu ya, mau ambil undagan terus

    nganter Akbar ke bandara” ucapku sembari

    membereskan sarapan pagi.

    “Loh sebentar sekali dia sudah mau pulang dia nggak

    mampir sini dulu? Kok langsungan pulang aja”

    Sembari menyiapkan sesuatu.

    “Akbar kemarin bilang ke Lila buat salamin ke Ibu

    dan Bapak, dia minta maaf nggak bias mampir karena

    ke Semarang untuk tugas dari kantornya.”

  • 35

    “Ya udah salam balik, ini buat oleh oleh dia” Ibu

    memberiku tas warna putih yang berisi beberapa box

    makanan.

    Semarang pagi ini tidak begitu macet, matahari juga

    bersinar terang, sesampainya di depan Lobby Hotel

    terlihat seorang pria berkaos putih dan membawa

    koper sudah menunggu.

    “Lama amat si kau” Ucap Akbar sambil memasuki

    mobil.

    Hari ini saya akan ke toko sebentar untuk mengecek

    keadaan disana, sekalian mengambilakan oleh oleh

    untuk sahabatku satu itu, lalu mengambil sebagian

    undagan yang sudah jadi, mengajak Akbar kuliner

    lalu mengantarnya ke Bandara. Akbar kemarin bilang

    ingin makan tahu gimbal, lumpia dan nasi ayam

    sebelum dia pulang.

    “Ow iya itu di belakang ada titipan dari Ibuku, kamu

    di tanyain tu nggak mampir” Sembari menunjukan

    sesuatu.

  • 36

    “Aduh Ibu kau memang baik sekali, aku udah bilang

    kemarin ke kau kenapa aku ini tidak bisa kesana”

    Sambil mengambil tas berwarna putih.

    Dalam tas putih itu ada beberapa box makanan yang

    ternyata berisi nasi ayam, oseng bakso dan kuncung

    lalu lumpia buatan Ibu dan semua adalah makanan

    kesukaan Akbar. Dulu Akbar pernah beberapa kali

    main ke rumah dan makan masakan Ibu lalu dia

    bilang kalu bebrapa kali ke rumah masakan yang

    paling dia suka dari yang dia suka adalah oseng

    bakso kuncung dan lumpia buatan Ibuku.

    “Cocok……. Ibu kau masih tau aja kesukaanku Lila,

    aduh Ibu maafkan Akabar ya Ibu nggak bisa cium

    tangan Ibu” Sambil celingukan mencari telfon

    gengam miliknya.

    Sesampainya di toko roti Akbar masih saja menelfon

    Ibuku, dia meminta maaf dan berterima kasih teleh

    dibuatan makanan kesukaannya.

    “Eh eh… Lila, aku ini mau kau ajak aku kulineran,

    bukan kau ajak kerja. Bah macam mana ini kenapa

  • 37

    kau malah ke toko kau” Mengeluarkan kepalanya

    dari jendela mobil.

    “Sebentar, tunggu aja disitu” Lalu masuk ke toko.

    Setelah dari toko dan mengambil sebagian undagan

    saya dan Akbar menuju ke warung tenda yang berada

    di taman kota Semarang, dua piring tahu gimbal dan

    dua mangkuk es campur kami pesan siang itu. Akbar

    melahap habis tahu gimbal yang berada di depannya

    padahal tadi dia sudah menghabiskan satu box nasi

    dan oseng bakso kuncung, beberapa pisang bollen di

    toko juga dia makan.

    Setelah semua selesai saya langsung mengantarnya

    ke Bandara karena dia flight jam empat sore.

    Sesampainya di parkiran Bandara kami masih

    mengobrol banyak tentang rencana hidup kami

    kedepan.

    “Ow ia ini puff buat oleh-oleh dan ini undagan

    pernikahan aku buat kamu” Sambil menyodorkan

    undagan berwarna coklat muda.

  • 38

    “Makasih ya, tapi kenapa tidak ada namaku disini,

    belum terbungkus plastik juga” Keluhnya membolak

    balik undagan.

    “Kan baru di ambil tadi, ya nanti kamu kasih nama

    sendiri, Akbar dan calon Istri” Sambil tertawa

    melihat expresi sebalnya.

    “Makasih ya Lila, lebih dari lima tahun kenal sama

    kamu nemenin kamu cerita soal apapun keluarga,

    temanmu yang menyebalkan dan yang pasti cinta.

    Jadi inget saat saat kamu tiba tiba di depan kos

    dengan mata sembab cuman bicara ajak aku keliling

    sesukamu, lalu tiba tiba ketwa ketawa di jalan udah

    kayak orang kesurupan. Kamu sahabat paling baik

    yang akau punya, bukan hanya ada saat aku senang

    tapi kamu juga ada saat aku bener benar jatuh. Saat

    orang orang mudik dan aku di kos sendirian lalu

    kamu tiba tiba datang membawa ketupat dan opor

    ayam. Dan sebentar lagi sahabat aku ini mau menikah

    dengan orang yang menurut aku tepat untuk kamu,

    ngobrol semalaman dengan Abang Wildan dan aku

  • 39

    tahu dia orang baik yang bener benar sayang kamu.

    Akhirnya cerita panjang tentang percintaan kamu

    yang rumit akan berakhir juga. Selamat ya, aku pasti

    datang untuk melihat kamu sah menjadi Nyonya

    Wildan. Makasih udah jadi sahabtku selama ini,

    makasih untuk tumpagan, bollen dan semuanya, aku

    balik kerja dulu buat cari duit buat beli kado

    nikahanmu” Ucapnya serius lalu tersenyum.

    “Akbar…….sedih dengernya. Tapi kamu ngomong

    begitu nggak lagi kesambetkan” Ucapku sambil

    menghapus air mata.

    “Ah……….kau ini aku sudah serius malah kau buat

    bercanda, ya sudah lah kau hati hati di jalan”

    Ucapnya sampil keluar dari mobil.

    Baru kali ini Akbar berbicara serius kepadaku sampai

    saya dibuatnya menangis, orang Medan yang terlihat

    galak saat bicara, menertawakan saya saat kisah cinta

    super konyol di masa lalu saya ceritakan tetapi tetap

    setia mendengarkan, memberi solusi apapun sampai

    detik ini. Dari jauh saya lihat dia berjalan sampai

  • 40

    punggungnya hilang tertutup mobil mobil yang

    berlalu lalang di Bandara.

    ***

    “Asalamualaikum” Sapa lembut pria di balik telfon.

    “Waaalaikumsalam.”

    “Jadi nanti malam jam berapa? Dreescode?” Tanya

    Mas Wildan.

    “Jam tujuh Mas, casual warna biru tua” Sembari

    berberes.

    “Ibu sie konsumsi udah beres semua urusan cattring

    dan lain linnya?” Tannyanya lagi.

    “Alhamdulillah Mas, aku udah pasrahin semua ke

    orang orang Ibu untuk mengaturnya jadi pas acara

    ngak perlu repot lagi aku dan yang lain.”

    “Ya udah nanti aku jemput sebelum jam tujuh ya,

    sampai jumpa nanti. Aslamualaikum.”

    Seusai Sholat Mahrib saya mulai merias diri,

    mengenakan celana panjang hitam kain dan kemeja

    lengan panjang warna biru tua dengan panjang

  • 41

    sampai bawah lutut dengan di padu padankan

    kerudung pashmina rawis bergradasi warna biru yang

    di lilitkan dan menutupi hingga bagian dada. flat

    gladiator shoes warna hitam juga sudah ku kenakan

    dan tak lupa tas kecil dengan tali panjang juga sudah

    rapi berada di tangan tinggal menunggu Mas Wildan

    datang menjemput.

    “Ibu….cattring udah berangkatkan?” Tannyaku

    sambil menuruni tangga.

    “Sudah dari jam lima tadi, Ibu suruh mereka

    menyiapkan tempat juga disana” Jawab itu yang

    sedang asik menonton TV.

    “Alhamdulillah, Lila berangkat dulu ya Bu, Pak”

    Sembari mencium Ibu dan Bapak yang berada di

    ruang TV.

    Di depan Mas Wildan sudah datang. Dengan

    senyuman khasnya, kemeja lengan panjang yang

    lengannya di gulung hingga sedikit di bawah siku

    dengan warna biru dan sedikit aksen di bagian tengah

  • 42

    dan celana kain dan sepatu warna hitan dan tak lupa

    jam di tangan kanannya.

    “Mas Wildan!!!” Sapaku dan melihatnya dengan raut

    muka heran.

    “Ada yang salah ya?”

    “Nggak kok, tumben aja Subahanallah banget malam

    ini” Ucapku sambil tersenyum dan menuju ke

    mobilnya.

    Sesampainya di sekolah terlihat sudah ramai sekali,

    saya memang salah satu panitia tetepi saya dan teman

    teman sudah merencanakan panitia ataupun tidak

    kami harus menikmati acara ini benar benar, bisa

    bertegur sapa dengan semua yang hadir, bukan hanya

    sibuk degan tanggung jawab sienya, kami akan tetap

    mengecek tanggung jawab kami tetapi saat acara

    mulai kami sudah meminta bantuan kepada pihak

    pihak yang lebih professional yang mampu

    menangani semuanya.

    Langkah demi langkah Saya dan Mas Wildan laluwi,

    mulai dari pintu gerbang yang di hiasi denagn

  • 43

    lampion lampion indah berwarna biru, lalu regristrasi

    ulang undagan reuni, poto booth dan mulai memasuki

    tempat acara berlangsung semua serba berwarna biru

    tua. Panggung berukuran 8 x 6 meter sudah megah

    berdiri di pojok lapagan basket dengan dua layar

    lebar di sampingnya. Langit langit sekolah pun di

    hiasi bintang bintang malam dan lampu warna warni

    juga ikut serta meramaikan malam ini.

    Sebelum saya akan menikmati malam indah ini saya

    menuju tempat dimana makanan di sajikan, sekedar

    memastikan apalah semua berjalan lancar lalu saya

    temuwi satu persatu teman teman lamaku, agak sulit

    memang manghafal wajah wajah yang sudah sekitar

    sepuluh tahun tidak bertemu.

    “Hai…… Lila” Teriak wanita beramput panjang

    yang di ikat kucir kuda.

    Mencoba untuk mengingat ingat siapa wanita cantik

    itu yang berjalan menghampiriku dan Mas Wildan

    yang berada di samping panggung acara.

  • 44

    “Kamu nggak inget aku? Seriusan?” Tannya sambil

    memagang tanganku.

    “Intan? Intan BFF?”

    Intan memeluku erat sekali, smabil tertawa lepas lalu

    melihatku dari bawah ke atas.

    “Apa kabar kamu? Ini suamimu?” Tanya Intan

    sambil melihat ke arah Mas Wildan.

    “Alahamdulillah baik, ini calon suami. Terus kamu?”

    Tanyaku sambil melihat sekeliling intan.

    Seorang pria yang aku kenal tiba tiba muncul

    membawa bayi berumur kira kira enam bulan dan

    menghampiri Intan.

    “Rizal? Kamu sama Rizal?” Tanyaku heran sembari

    menunjuk Rizal.

    “Ia dia suami aku, ini anak kita namanya Rindra ”

    Ucapnya sembari memegang tangan buah hatinya.

    “Kok bias sih…… gimana ceritanya?”

    Kamipun bercerita bagaimana mereka bertemu dan

    menikah lalu datanglah satu persatu anggota BFF

  • 45

    (best friends forever) ada Intan yang sekarang sudah

    menjadi Ibu rumah tangga dengan satu anak, lalu

    Dian yang ternyata sudah menikah empat tahun yang

    lalu dengan ustad dan sekarang sudah punya dua

    anak, Dian mengeluti binis pakaian syar’i. Isti

    sekarang bekerja di kelurahan di lingkungan tempat

    tinggalnya dan akan menikah bulan depan dengan

    seorang anak lurah. Koir datang sendiri, dia sekarang

    bekerja di Jogja sebagai seorang Guru. Kita bercerita

    banyak, mulai awal terbentuknya BFF karena waktu

    itu terispirasi dari filem ada apa dengan cinta. Kami

    juga punya buku catatan sendiri seperti di AADC,

    yang isinya hal hal nggak masuk akal dan nggak

    penting waktu itu.

    “Paling aku inget waktu itu adalah kalau mau kemana

    mana kita harus bersama sama, berjalan bersama

    sama sama” Ucap intan lalu di sambut tawa kami

    berlima.

  • 46

    “Ia itu nggak masuk akal banget nggak sih, apa lagi

    tentang itu cowok yang suka sama Dian siapa

    namanya” Kata khoir sambil meningat ingat

    “Almin….. ia siapa sih dulu yang nulis, nggak bolleh

    suka sama cowok yang nggak jelas. Satu cowok

    musuh kita musuh kita semua” Kataku sembari

    menunjuk ke semua anggota BFF.

    “Ih ia ia kasihan ya dulu si Almin nggak tau apa apa

    kita musuhin” Ucap Isti lalu di sambut tawa lagi.

    “Hush jangan gitu kalau orangnya dengar gimana, ya

    namanya juga jaman jaman SMP. Alhamdulillah kita

    msih ketemu lagi ya, seneng banget rasanya” Ucap

    dian sembari memeluk kami.

    Setelah puas mengobrol dengan mereka saya

    berlanjut menemuwi temanku yang lain satu persatu,

    banyak yang menanyakan Mas Wildan, apakah kami

    sudah menikah atau belum.

    “Lila………sini” teriak pria perut buncit berwajah

    sedikit oriental dari kejauhan.

  • 47

    “Afit……. hai apa kabar?” Berjalan menuju ke arah

    Afit berada.

    Lama juga tidak ketemu dengan mantan anak Ibu

    lurah ini, entahlah kenapa dia agak agak seperti cina

    padahal Bapak dan Ibunya asli keturunan Jawa.

    “Ow ia sebentar ya Lila sebentar“ Afit menarik

    seorang pria di belakangnya.

    “Tofa atau….?” Tanya ku heran memandangi pria

    yang berdiri di hadapanku.

    “Ahh belagak lupa lagi” Kata Afid sambil tertawa.

    “Hai apa kabar?” Tanyaku sembari menjabat

    tanggannya.

    Dia masih sama seperti terakhir kita bertemu dia

    acara reuni SD dulu, diam dan dingin. Ketika semua

    bercanda bertegur sapa dia adalah satu satunya orang

    yang diam seribu bahasa kepadaku.

    “Baik” Ucapnya singkat.

    Terliat dari raut mukanya dia gugup dan tak nyaman

    berbicara kepadaku. Entahlah apa yang terjadi

    kepadanya setelah kisah itu.

  • 48

    “Kamu datang sendirian?” Tanyaku untuk mencoba

    mencairkan suasana.

    “Ya sama kembarannya lah masak sendirian” Celetuk

    Afid yang sedang memegang segelas minuman.

    Setelah mengobrol berbasa basi kesana kemari

    dengan di temani Afid dan Mas Wildan, saya

    memutuskan bertanya sesuatu yang sampai saat ini

    saya tak pernah tahu kenapa dia acuh sekali

    denganku.

    “Emmmmm……..boleh tanya sesuatu?” Sambil

    melangkah mengambil posisi mendekatinya.

    “Aku mau ke kamar kecil dulu ya” Ucap Mas Wildan

    seolah mengerti jika aku ingin mengobrol serius

    dengan pria di sampingku.

    “Setelah hari itu di depan perpustakaan lalu kita

    pulang bersama kamu kenapa diam saat bertemu aku

    lagi, sampai di reuni SD kamu tidak mengucapkan

    apapun hanya kepadaku” Tanyaku sembari sesekali

    melihat ke sekeliling.

  • 49

    Lama dia terdiam saja dan Afitpun mencoba bertanya

    juga. Karena Afit dan satu temanya lah yang dulu

    membantu kami bersurat suratan antar kelas lalu pada

    akhirnya bertemu di depan perpustakaan. Awalnya

    saya juga tidak tau kenapa saya dan Tofa bisa di

    akhirnya bersurat suratan dan dekat, saat saya

    melewati kelasnya atau sebaliknya lama lama mereka

    mengira kita saling suka dan kamipun akhirnya

    menjelaskan melaluwi surat antar kelas dan kita

    akhirnya bertemu lalu saling menanyakan perasan

    satu sama lain.

    “Ya udah kalau nggak mau jawab juga nggak papa,

    atau missal aku ada salah aku minta maaf ya” Ucapku

    sambil melangkah pergi.

    “Lila………..maaf aku nggak dewasa dalam

    meghadapi semua ini, aku juga minta maaf kalau aku

    salah” Ucap Tofa.

    Saya membaikan badan kearahnya sembari

    tersenyum dan menjabat tangannya lagi. Itu memang

  • 50

    kisah anak kecil tapi setidaknya silaturahmi kami

    tidak tergangu lagi dengan adanya masalah itu.

    “Alhamdulillah, gitu dong kan enak dilihatnya. Dulu

    saling cinta sekarang harus tetap baik walau udah

    nggak cinta” Celetuk Afit lagi.

    “Afid……..” Teriaku dengan muka kesal.

    Di sela sela obrolanku tiba tiba aku melihat Nova,

    mantan pacar Mas Candra, sambil aku melihatnya

    degan teliti lagi dan mencari Mas Candra.

    “Mbak Nova?” Sapaku kepada wanita cantik berkulit

    putih dan berambut pirang.

    “Hai Lila……apa kabar?” Tannyanya sambil

    memeluku.

    “Alahmdulillah Mbak baik, emmm datang sama

    siapa?” Tanyaku sambil memastikan apakah dia

    masih berhubungan degan Mas Candra.

    “Owh sama suamiku, dia lagi ambil minum, ini

    siapa? suami?” Menanyakan Mas Wildan yang tiba

    tiba berada di belakangku.

  • 51

    “Calon mbak” Tersenyum sambil menunggu siapa

    suami dari mbak Nova. Jujur nggak enak kalau

    langsung bertanaya apakah Mas Candra suaminya.

    Seorag Laki laki bertubuh jangkung dengan rambut

    berwarna coklat dengan membawa minuman di

    tunjuk Mbak Nova.

    “Itu uamiku, namanya Jose warga negara Jerman.”

    Saya hanya tersenyum lalu berpamitan untuk

    menyapa yang lain. Mataku mengarah menuju ke

    grombolan anak anak kelas tiga jaman dulu siapa tau

    ada Mas Candra disana. Satu persatu saya lihat tapi

    tidak ada sosok Mas Candra atau muka yang mirip

    dengan Mas Candra. Malah saya melihat sosok Faiz

    dan beberapa temanya di depan panggung acara.

    “Kamu cari siapa sih?” Tanya Mas Wildan yang

    mungkin dari tadi binggung melihatku celingukan.

    “Eh… cari teman akau Mas” Masih sibuk mencari

    “Siap sih? Mantan kamu?” Tanya Mas Wildan sambil

    menatapku.

  • 52

    Mataku langsung berhenti mencari, aku tatap Mas

    Wildan dengan hati tidak enak.

    “Kok Mas Wildan bilang gitu.”

    “Ya setelah kamu tanya sama teman kamu tadi dan

    aku kira kamu akan memastikan seseorang lalu

    ternyata bukan orang itu yang kamu cari dan kamu

    terus mencarinya” Ucap Mas Wildan yang berada di

    samping kananku.

    “Em……bukan mantan kok Mas” Jawabku terbata

    bata.

    Saya dan Mas Wildan berjalan menjauh dari

    panggung lalu duduk di depan Kantor Guru yang

    lumayan sepi, mulai menghela nafas pajang dan

    sesekali melihat Mas Wildan yang duduk di

    sampingku.

    “Aku sebenernya nggak begitu kefikiran tentang dia,

    saat lihat Mbak Nova tadi tiba tiba aku ingat kakak

    nemu gedeku” Tersenyum tipis.

    “Kakak nemu gede? Maksutnya?” Tanya Mas

    Wildan.

  • 53

    “Ya jadi dulu aku pengen banget punya kakak,

    karena aku anak pertama aku pengen ngerasasin

    kayak apa sih punya kakak. Terus kelas dua smp aku

    ketemu sama pacarnya mbak nova tadi. Namanya

    Mas Candra, kenal dia awalnya dari tetangga aku

    karena Mas Candra sering ke rumahnya, lama

    kelamaan aku kenal dan akbrap sama dia. Sampai

    suatu hari aku bilang ke dia, dia mau nggak jadi

    kakak aku dan dia bilang IA” Lalu menghela nafas

    panjang kembali.

    “Terus?”

    “Semua berakhir karena salah paham, Mas Wildan

    mungkin tau aku orangnya suka bercanda, kapan saat

    bercanda dan tidak Mas juga bisa mersakan bukan.

    Jadi malam itu aku dan temanku sedang bercanda

    tentang banyak hal, karena aku fikir kita sedang

    bercanda pertanyaaan dari seorang perempuan itu

    saya jawab juga dengan candaan. Perempuan itu

    bertanya apakah Mas Candra mengatakan cinta

    kepadaku, aku jawab iya tetapi aku juga sambil

  • 54

    tertawa karena aku merasa dari tadi kita sedang

    bercanda. Dan tidak pernah aku tahu kapan persisnya

    perempuan itu bilang ke Mas Candra tentang hal itu

    lalu Mas Candra tiba tiba tidak membalas pesan,

    menghindar saat aku temuwi dan aku baru tahu jika

    kata kata itu yang menyebabkan dia marah sama

    aku.”

    “Jujur, kamu dulu suka sama Mas Candramu itu?”

    Tanya Mas Wildan.

    “Demi Allah aku hanya anggap Mas Candra hanya

    sebagai kakakku, tidak ada perasaan lain. Kalau aku

    suka sam Mas Candra apa mungkin aku bisa dan kuat

    selalu mendengar curhatan dari mbak Nova tentang

    hubungan mereka, mendamaikan meraka saat meraka

    bertengkar. Selain aku dekat degan Mas Candra aku

    juga dekat degan Mbak Nova. Tidak semua

    perempuan dan lali laki dekat itu saling menyukai

    nyatanya aku dan Akbar mampu bersahabat lebih dari

    lima tahun dan Mas Wildan tahu sendiri kan kalu

    Akbar dan aku tidak pernah ada hubungan apapun

  • 55

    dan perassan apapun” Tiba tiba air mata tak teras

    menetes perlahan di pipi.

    “Terus kamu nggak coba menjelaskan sma Candra

    tentang semua itu?” Tanya Mas Wildan sembari

    memberikan saputangan kepadaku.

    “Sudah pernah aku lakukan tetapi temannya bilang

    Mas Candra tidak mau mendegarkan apapun

    penjelasan aku, sampai terakhir aku melihatnyapun

    aku nggak berani hanya sekedar menyapanya, aku

    takut keadaan lebih memburuk.”

    “Lalu kalu Candra ada disini kamu mau apa?”

    “Aku cuma mau jelasin, aku minta maaf. Tapi jujur

    aku tidak pernah mengatakan hal itu dengan sungguh

    sungguh, karena saat itu kami hanya sedang

    bercanda. Kalupun dia tidak percaya aku nggak

    masalah yang penting aku udah mencoba berkata

    yang sejujurnya, aku sayang dia sebatas kakak tidak

    lebih.”

  • 56

    “Apa perempuan itu sama seperti masalah kamu dan

    siapa yang kemarin kamu ceritakan?” Mas Wildan

    mengarahkan posisi duduknya menghadapku.

    “Faiz. Ia mereka orang yang sama” Menghapus air

    mata lagi.

    “Mereka? Jadi nggak cuman satu orang? Mau mereka

    apa sebenarnya? Mencari cari kesalahan kesalahan

    kamu? Mereka benci sama kamu? Mereka kenapa

    sih?. Lila, Mas bener bener nggak ngerti sama

    mereka yang kamu anggap teman itu” Mata Mas

    Wildan memerah, raut wajahnya sedikit marah.

    “Aku juga nggak tahu Mas kenapa mereka sejahat

    itu.”

    “Semoga suatu saat Candra tau jika kamu tidak

    bersalah atas hal ini. yuk kita senang senang lagi,

    usap dulu air matamu, nanti dikiranya aku habis gigit

    kamu lagi” Mas Wildan tersenyum lalu berdiri.

    Saya dan Mas Wildan bergabung dengan

    segerombolan anak anak 3C jaman dulu, lalu guest

    starpun naik ke atas panggung. Ya kami

  • 57

    menggundang Rastaline, Band ragge dari Semarang,

    mereka menyayikan lagu tetap berjalan untuk lagu

    pertama mereka kamipun berpelukan, bergandegan

    dan bergoyang ke kanan dan kekiri mengikuti irama

    music dan Mas Wildan malam itu secara khusus

    khusus mendokumentasikan kebersamaan kami yang

    sedang benar benar menikmati malam ini.

    “Sepulangnya dari sini jangan lupa saling ngabarin ya

    guys. Silaturahmi kita tetep harus terjaga” Ucap Intan

    lalu di amini oleh semua.

    “Habis acara ini kita ngmpul lagi di nikahannya Lila”

    Sambung teman yang lain.

    Kami memang tak lagi muda saat ini rata rata umur

    kami di atas duapuluh lima tahun tapi malam ini kami

    seperti anak anak SMA yang sedng nonton konser,

    yang punya anak yang punya suami seperti seolah

    olah mereka lupa.

    Kurang lebih satu jam rastaline bernyanyi untuk

    acara kami dan tak terasa acara sudah selesai dan kita

    harus berpisah saat, walau nanti mereka berjanji akan

  • 58

    datang di acara pernikahanku, tapis sungguh berat

    dan belum puas menikmati waktu kebersamaan yang

    sebentar ini.

    Setelah semua sepi kami panita sebentar berkumpul

    untuk memastikan keadaan. Waktu sudah

    menunjukan pukul satu malam. Dan kami masih

    berada di lapagan merencanakan acra besok pagi,

    karena kami meminjam sekolahan ini secara bersih

    dan kami juga akan mengembalikannya dalam

    keadaan bersih juga.

    “Terimakasih ya teman teman atas bantuannya, besok

    senin perwakilan aja yang ke Sekolah untuk

    memberikan sedikit ucapan teimaksaih. Begitu saja

    dari saya, di tunggu acara pembubaran panitianya

    juga ya” Ucap ketua panitia yang Nampak sangat

    lelah.

    Setelah semua urusan selesai Mas Wildan

    mengantraku pulang dengan muka yang sangat

    kelelahan dan mangentuk. Malam ini dia banyak

  • 59

    membantuku dalam segala hal termasuk

    mendegarkan ceritaku Lagi.

    “Makasih ya Mas udah mau nemenin aku, sampe

    kecapekan dan ngantuk gitu” Ucapku sebelum turun

    dari mobil warna putihnya

    “Sama sama, aku juga seneng bisa nemenin kamu

    bahagia malam ini “ Walau mukanya sudah terlilah

    lelah tapi senyum masih singgah di pipinya

    “Ya udah hati hati ya Mas, kaalau ngantuk berhenti

    dulu beli kopi atau cuci muka, Asalamualaikum”

    Ucapku sambil membalas senyumnya.

    ***

    Sore ini sepulang dari toko saya akan menjemput

    sahabat saya dari bumiayu yang sekarang ikut

    suaminya tinggal di Jakarta. Semenjak pernikahannya

    lima bulan yang lalu kami tidak pernah bertemu lagi.

    Dengan membawa tentengan bollen kesukaannya

    saya mulai menyalakan mesin mobil, memasang

    safety belt dan memacu si biru ke Stasiun Tawanag.

  • 60

    Liana adalah satu satunya sahabat cewek yang

    baiknya nggak ketulungan, dimasa masa saya susah

    cuman dia yang ada di sampingku, membantuku

    kesana kemari memecahkan masalah.

    “Asalamualikum ukhti Lila” Sapanya yang di sambut

    juga dengan pelukan hanggat.

    “Waalaikumsalam, kangen banget sama kamu”

    Membalas pelukan perempuan yang mengenakan

    hijab warna merah itu.

    Untuk bebrapa hari Liana akan menginap di rumah,

    selain ingin membantuku mempersiapkan acara

    pernikahan dia juga ingin bernostalgia di Semarang.

    Liana adalah teman seangkatanku di kampus, dia satu

    satunya orang ngampak yang ngobrolnya pake gue

    elu.

    Sesampainya dirumah setelah beberes dan makan

    malam saya mulai merencanakan acara untuk

    kesokan hari, akan kemana kita dan sedikit bercerita

    pagaimana lima bulan menjadi seorng istri.

  • 61

    “Ya kata orang sih masih awal awal yang ada hanya

    bahagia dan bahagia, ya walau kadang berbeda

    pendapat si pasti ya. Tapi suami aku yang ngalah”

    Lalu tertawa.

    “Terus udah ada kabar baik lainnya?” tanyaku sambil

    merebahkan tubuh di kasur.

    “Belum, Doain ya. Ya memang rencana awal nggak

    mau cepet cepet karena kita masih merintis karir.

    Hidup di Jakarta emang nggak semudah yang di

    bayangkan.”

    ***

    “Pagi Tante……masak apa ini” Sapa Liana kepada

    Ibuku yang sedang sibuk di dapur.

    “Pagi….,Ini mau buat sarapan, hari ini mau pergi?”

    Tanya Ibu yang sedang sibuk memotong bawang

    putih dan bawang merah.

    “Ia Tante mau antar Lila ambil sisa undagan katanya

    sama mau ambil apa gitu tadi” Sembari membantu

    memasak.

  • 62

    Seusai sarapan saya dan Liana melaju ke arah

    Semarang utara untuk menambil sisa undagan yang

    harus mulai di sebar sekitar tiga minggu lagi. Kami

    pergi terlalu pagi memnag, jalanan Semarang masih

    macet macetnya karena bersamaan dengan anak anak

    sekolah dan orang kantoran berangkat bekerja.

    “Kenapa sih yang satu ini nggak pernah kamu

    ceritain ke aku sebelumnya? Cerita cerita udah di

    Khitbah aja” Ucap Lian sambil melihat undagan yang

    sudah aku ambil tempo hari.

    “Sengaja memang, bukan cuman kamu kok Bapak

    dan Ibu aku aja tau ya saat Mas Wildan datang ke

    rumah untuk mengkhitbah aku” Masih serius di

    belakang kemudi.

    “Apa……….alasannya?” Masih membolak balik

    undagan.

    “Kamu tahu kan beberapa orang yang mendekatiku

    dan akhirnya tidak ada kejelasan hubungan, sebelum

    aku memutuskan untuk tidak pacaran dan menerima

    tunangan degan tentara itu, dia sendiri yang akhirnya

  • 63

    menyakiti aku, seteah aku memutuskan untuk tidak

    pacaran yang mendekat hanya sekedar dekat Mas

    Aditya, Mas Wahid dan yang terakhir Bule Turki itu.

    Aku kira dia benar benar serius karena sampai datang

    menemuwiku di Jogja waktu itu dan mengirimiku

    bingkisan, kita sudah berbicara tentang tempat

    tinggal sampai dia memutuskan untuk ikut tinggal di

    Indonesia, tapi yang ada semua tidak ada yang jadi

    dan hanya membuat orangtuaku berharap saja.”

    Ucapku sambil serius memperhatikan jalan.

    “Tapi kamu juga nggak publikasi publikasi amat dulu

    nyatanya waktu kamu sama si Bule itu kamu cerita

    saat kamu dan dia memutuskan untuk jalan sendiri

    sendiri.”

    “Liana sayang, gimana ya aku dan mereka tidak

    pernah ada ucapan aku cinta kamu, aku sayang kamu

    apalagi pacaran. Ya kita seperti bereteman biasa

    tetapi lebih dekat, aku juga nggak bisa minta

    kejelasan apapun karena memang dari awal kita

    nggak pernah ada kata apa apa. Dan saat Ibu dan

  • 64

    Bapakku tahu tentang Mas Aditya, mas wahid karena

    mereka pernah bebrapa kali ke rumah dan kalu sama

    bule itu karena saat aku telfon, skype atau pas aku ke

    Jogja Ibu dan Bapakku tahu aku menemuwinya.

    Ya…..semenjak aku fikir bule itu sudah berbeda

    karena kita sudah merancang semua maka aku

    memutuskan untuk kita tidak melanjutkan

    pembicaraan pembicaraan itu lagi.”

    “Lalu kamu memilih menyembunyikan Mas Wildan

    dari semuanya setelah memang dirasa pasti kamu

    baru berani go public gitu? Agar tidak ada yang

    kecewa untuk kesekiankalinya?” Ucap Lian sambil

    menatapku.

    “Ya begitu deh, lebih penting kepada ke dua orang

    tuaku, aku nggak mau mereka terus terusan berharpa

    yang nggak pasti. Aku memang ingin menikah tapi

    saat itu aku belum siap, masih banyak hal yang

    belum aku lakukan untuk menbahagiakan mereka.”

    Mungkin bebrapa orang pernah mengaami fase fase

    dimana usia dan lingkungan menuntut mereka untuk

  • 65

    segera menikah tetapi hati mereka belum siap untuk

    itu. Pertanyaan pertanyaan kapan menikah dari

    berbagai orang semakin membuat mereka berfikir

    keras untuk mencari, padahal sejujurnya yang tahu

    siap atau belum siap untuk menikah adalah diri kita

    bukan orang lain.

    Percuma saja cepat cepat menikah dan mencari jodoh

    dengan alasan di kejar target menikah atau karena

    sudah tidak ingin mendegar pertanyaan kapan

    menikah padahal sesungguhnya hati belum bener

    benar siap padahal kita belum terlalu mengenal orang

    tersebut degan baik.

    Menikah itu untuk selamanya bukan sesaat,

    mempersiapkan hati itu lebih penting dari pada

    perkataan orang lain. Semenjak saat itu saya

    memutuskan untuk tidak terlalu serius mencari, saya

    menjalani semuanya seperti biasa, mengejar impian

    saya setaip hari berjumpa degan orang orang baru

    dan pada akhirnya dengan campur tangan Allah

    dengan tak sengaja mempertemukan aku degan Mas

  • 66

    Wildan. Seorang pria yang awalnya tak pernah aku

    perdulikan saat datang ke toko untuk membeli kue

    kue.

    Jangan sibuk mancari jodoh setaip hari sampai

    sampai kamu lupa dengan semuanya, tetapi menjalani

    hidup seperti biasanya, mengejar cita cita, beribadah

    dan berdoa lalu perbanyak bersoaisalisasi atau

    bersilaturahmi ke tempat tempat yang baik. Siapa

    tahu jodohmu disitu.

    “Ngomong ngomong soal bule aku jadi inget cerita

    kamu tentang temen mu dari India itu, yang terus

    kamu dikira mengada ndaga” Ucap lian dengan

    melihat sekeliling.

    Tiba tiba kami tertawa lepas, dulu awal awal kuliah

    aku punya seorang teman orang India. Dia hanya

    teman facebook saya tetapi dia baik sekali pernah

    mengirim kain sari dan kami berteman lama, tetapi

    ada tetangga saya yang bilang kalau saya hanya

    mengada ada hanya berbohong. Padahal punya temen

  • 67

    dari luar negri itu mudah, cari saja di facebook atau

    twitter atau media sosisl lain.

    Tujuan utama saya berteman dengan orang luar

    hanya satu memperlancar bahasa inggris saja. Jika

    kamu beruntung kamu bisa menemukan teman yang

    benar benar baik seperti Ajun teman saya dari India

    ataupun Amanj dari Turki yang sengaja datang ke

    Indonesia bertemu denganku. Selain mereka banyak

    lagi teman teman saya dari Malaysia dan Texas.

    “Ya sudah lah toh sudah kejadian juga, kalau

    sekarang di inget inget lagi aku jadi pengen ketawa

    sendiri” Sambil mengemudikan si biru kea rah

    semarang atas.

    Sesuwai rencana setalah mengambil undangan dan

    mampir sebentar ke kantor redaksi saya dan Liana

    pergi ke mantan kampus tercinta. Kita mau

    bernostalgia keliling keliling kampus dan sudah

    kangen makan mie ayam Haris favorit kita dulu.

    “Aduh udah lama banget nggak kesini, di seblah

    mana sih” Tanyaku sambil mengemudi si biru pelan.

  • 68

    “Itu tu yang banyak motornya” Tunjuk Liana.

    Setelah puas berputar putar kampus kami langsung

    memesan dua mangkuk mie ayam goreng bakso

    dengan extra ceker dan nggak lupa es sejuta umat es

    teh.

    Kami terus menerus mengobrol tentang masa masa

    kuliah, cupunya kita saat semester semester awal

    bolos kuliah berjamaah dan lain lain dan obrolan kita

    terhenti saat seorang wanita menepuk pundakku.

    “Lila…….” Ucap seorang wanita berhijab dengan

    mengendong bayi munggil.

    “Diah? Hai apa kabar” Berdiri lalu menyalaminya.

    “Kok kamu disini, ngapain?” Tanyanya.

    “Lagi nostalgia aja sama mie ayam ini, kamu

    sendiri?”

    “Aku lagi nemenin suamiku yang ada urusan di

    rektorat terus kepikiran pengen mie ayam ini deh.”

    Diah adalah teman lama di radio kampus, dia satu

    satunya teman yang paling dekat dan mengerti saya.

    Dan dia juga satu satunya perempuan di radio itu

  • 69

    yang masih dekat denganku sampai saat ini.

    Suaminya bekerja sebagai guru di Malaysia sudah

    beberapa tahun ini dan membuat diah harus berhenti

    dari pekerjaanya dan mengikuti suaminya tinggal di

    Malaysia.

    “Ow ia kamu nggak kangen ke radio? aku nuggu

    suamiku disana dari tadi sambil nostalgia juga”

    Masih berdiri dihadapanku sembari menunggu mie

    ayamnya datang.

    “Ow ia lupa kenalin ini temen aku Liana, emmmm

    pengen sih tapi kan nggak enak sama Liana natar”

    Sambil melihat kea rah Liana yang sedang asik

    makan.

    “Nggak apa apa kok kesana aja, sebenernya aku mau

    mapir ke temenku yang dosen juga disini tapi dari

    tadi aku mau ngomong sma kamu nggak enak”

    Ucapnya sambil tertawa kecil.

    Setelah selesai makan dan mengantarkan Liana ke

    tempat temannya saya dan si biru menuju radio

  • 70

    kampusku dulu, agak asing memang karena saya

    memang sudah lama tidak pernah ke tempat ini lagi.

    Di luar seperti jaman dulu beberapa anak anak

    sedang asik bercengkrama lalu terlihat dari depan

    pintu ruangan berkaca dengan dua orang di dalamnya

    sedang asik memperbincangkan sesuatu.

    “Maaf aku mau cari Diah ada disini?” Tanyaku

    kepada bebrapa orang yang sedang mengerjakan

    sesuatu di ruang tamu.

    Diah langsung keluar dari sebuah ruangan ketika

    mendengar suaraku lalu diah memperkenalkanku

    dengan semua orang yang berada disana, walau

    sudah bebeda tetapi suasana disana masih mampir

    sama ketika dulu saya seprti mereka.

    “Ow ia ini namanya Lila dulu dia Progam Director

    paling handal di tahunku, dia juga Announcer dengan

    suara mendayu dayu lo” Ucap Diah kepada beberapa

    orang yang berada di ruang tamu radio.

    “Ah…nggak, bohong dia” Ucapku sambil tersenyum

  • 71

    Kami mengobrol banyak siang itu, becerita

    bagaimana masalalu yang lucu itu pernah terjadi.

    Ruang keluarga ini masih tertata seperti dulu walau

    dengan kemasan berbeda, rak buku tahunan berada

    tepat di samping meja kecil yang terdapat TV di

    atasnya. Di samping lemari terdapat tumpukan

    bantal, guling dang beberapa selimut untuk yang

    ingin menginap.

    “Kamu ingget nggak kita malem malem bertiga sama

    si toha galau bareng di café atas sana terus malem

    malem pulang tidur berjejer di depan kabin”ucap diah

    lalu tertawa lepas.

    “Bertiga? Yakin bertiga? Bukannya sama Mas

    mantan juga ya?” Ledekku dan disertai tawa.

    “Lila……………….” Teriak Diah sambil

    memanyunkan bibirnya.

    Sebuah album foto tertata rapi di rak, saya dan Diah

    mulai megambilnya lalu membuka halaman demi

    halaman, melihat secara seksama satu persatu. Saya

    menemukan fotoku dengan mengenakan jas hitam

  • 72

    dan memegang microfon, ya saya ingat betul

    kejadian itu.

    “Ini pertama kali akau belajar jadi MC, ya allah gitu

    amat dulu mukaku ya” Ucapku sembari

    memperlihatkannya kepada Diah.

    “Yang juga di syuting sama TV lokal itukan? apa sih

    dulu, TV candi kalau nggak salah ya.”

    “Heem betul, dulu temen aku yang syuting, kebetulan

    dia magang di sana” masih melihat foto secara

    seksama.

    Tiba tiba terlintas ingatan saat beberapa orang yang

    tidak percaya jika saat itu saya sedang membawakan

    suatu acara dan masuk TV sekaligus. Memang itu

    untuk pertama kalinya saya masuk TV dan

    membawakan suatu acara seminar radio tapi saat

    acara itu tayang di TV dan saya memang sedang

    sibuk mempersiapkan acara camping dan cuman gara

    gara kelewatan nggak nonton aku di TV mereka

    bilang aku cuman membual saja.

    “Eh.. malah ngalamun” Diah mengagetkanku.

  • 73

    “Jadi keinget jaman jaman dulu aja ” Masih duduk di

    lantai dan melihat lihat foto yang lain.

    “Dulu kita yang cupu cupu ini banyak banget belajar

    apapun disini ya, mulai music, progam acara, news,

    Eo, teknisi sampe belajar jadi MC” Ucap dian yang

    juga sedang bermain dengan anak ke duanya.

    “Ia dari jaman di bayar ucapan terima kasih, nasi

    kotak sampai di bayar professional. Dari yang super

    cupu sampai jadi bahan omongan dan cacian orang”

    ucapku sembari tersenyum kecil.

    Ingatanku kembali lagi dimasa lalu, saat aku hanya di

    bayar ucapan terikasih di salah satu acara kampus di

    hari minggu pagi, bertemu Artis Artis Ibukota saat

    membawakan acara lalu membawakan acara punk

    yang aku tidak pernah mengerti sedikitpun lagu

    lgunya, membawakan acra sebuah prodak baru dari

    suatu brand dari satu daerah ke daerah lain dengan

    naik motor bersama Icha waktu itu sampai harus

    bertanya tanya kesana kemari. Sampai acara yang

  • 74

    lebih besar lagi di 17th ulang tahun anak sma di suatu

    hotel, dan masih banyak lagi.

    Bebarapa Artis juga pernah saya interview dan

    temuwi satu panggung, dari Bendera band, Taxi

    band, Tukul arwana, Ramzi, Iis dahlia dan banyak

    lagi. Tapi sayang hanya karena saya tidak punya

    banyak foto untuk membuktikan pada mereka mereka

    jadi lagi lagi saya di anggap pembohong.

    Ya saya memang bukan tipe cewek seperti cewek

    cewek lainnya yang doyan foto di depan banyak

    orang atau bahkan meminta orang lain untuk

    memotokan saya. Lagi pula pada jaman itu telepon

    genggam yang saya miliki juga tidak sebagus telepon

    genggam jaman sekarang.

    Ya sudahlah semua juga telah terjadi, mau meraka

    percaya ataupun tidak itu urusan mereka, setidaknya

    saya punya beberapa orang yang saat itu melihatku

    melakukan banyak hal penting di hidupku, toh saya

    bahagia saya nyaman melakukannya, yang penting

  • 75

    baik dulu ke orang kalau maslah dia baik atau tidak

    ke kita itu urusannya kepada Allah.

    “Lagi mikirin apa si, kok kayaknya ada yang

    dipikirin gitu.”

    “Ngak kok cuman inget aja sama masa masa lalu

    gitu, jadi flash back tiba tiba gitu.”

    “Tapi kamu itu keren tau nggak sih, saat banyak

    orang memandang kamu seblah mata, ngomongin

    kamu sana sini tapi kamu tetep tegar gitu. Aku jadi

    kamu sih udah nangis nangis“ Ucap Diah sembari

    memegang tangan kiriku.

    “Ya gimana ya Di, sekarang aku membela diripun

    percuma karena dari awal mereka udah nggak suka,

    jadi hal sebaik appaun yang aku lakukan juga yang

    ada itu keburukan.”

    “Ia juga sih, tapi kan akhirnya mereka dengan

    sendirinya tau siapa kamu” Masih mengenggam

    tanganku llau tersenyum.

    “Ya itu juga perlu proses yang lama banget, harus

    sabar di bilang mirip Anjing, babi, dibilang tukang

  • 76

    tipu, nggarang cerita dan lain lain. Tapi saat itu Ibuku

    bilang kalau kamu benar kamu nggak perlu jelasin

    appaun ke siapapun, karena pada akhirnya nanti

    kebenaran akan terungkap sendiri.”

    “Dan hebatnya kamu lagi setelah diomonin orang

    bukannya kamu terus lemah dan enggan untuk

    berkarya lagi, tapi kamu malah semkin menjadi jadi”

    Ucap Diah sambil tersenyum hnagt kepadaku.

    “Aku sih ngalir aja nggak pernah kefikiran apapun

    dan tawaran demi tawaran malah semakin datang sili

    berganti, bisa syuting dan tampil di TV Nasional,

    dapet job buat gabung EO di salah satu radio swasta,

    bisa menang kontes kontes video dan masih banyak

    hal lagi yang aku alami. kamu tahu firman Allah

    SWT dalam Al Qur'an Surah Ash-Shuraa[42]:39

    yang isinya dan (bagi) orang-orang yang apabila

    mereka diperlakukan dengan zalim, mereka

    membela diri. Dan balasan suatu kejahatan adalah

    kejahatan yang setimpal, tetapi barangsiapa

    memaafkan dan berbuat baik (kepada orang yang

  • 77

    berbuat jahat) maka pahalanya dari Allah.

    Sungguh, Dia tidak menyukai orang-orang zalim.

    Tetapi orang-orang yang membela diri setelah

    dizalimi, tidak ada alasan untuk menyalahkan

    mereka. Sesungguhnya kesalahan hanya ada pada

    orang-orang yang berbuat zalim kepada manusia

    dan melampaui batas di bumi tanpa

    (mengindahkan) kebenaran. Mereka itu mendapat

    siksa yang pedih. Tetapi barang siapa bersabar dan

    memaafkan, sungguh yang demikian itu termasuk

    perbuatan yang mulia”

    “Subhanallah Lila, seneg lihat kamu yang sekarang.

    Udah pantes jadi Ibu Hj. Tapi kamu memaafkan

    segala yang telah terjadikan?” Ucap Dian sembari

    memastikan.

    “Amin………dan Alhamdulillah aku masih banyak

    belajar di. Ya awalnya memang di hati saya yang ada

    hanya benci dan kecewa tetapai setelah Ibu aku

    bilang begitu saya sadar dan saat itu saya memaafkan

    mereka yang pernah menyakiti hati aku, mereka yang

  • 78

    pernah mengatakan hal yang seharusnya tidak

    mereka katakana kepada siappaun. aku memaafkan

    tapi aku juga tidak lupa ingatan dan untuk bisa lagi

    seperti dulu maaf aku tidak bisa karena aku tidak

    ingin mengulangi kesalahan yang sama yang telah

    aku perbuat, memilih teman yang salah.”

    “Bener banget ya sekarang kalau mau cerita lebih

    enak ke Allah ke orang tua atau ke suamimu nanti,

    lebih aman” Senyum diah kembali mengembang dan

    memelukku erat.

    Secarik undangan saya keluarkan dari dalam tas,

    Diah yang lalu menerima dan membolak balik

    undagan itu.

    “Alhamdulillah, akhirnya” Ucap Diah dan lagi lagi

    memeluku.

    “Maaf ya aku juga nggak bakal nyangka ketemu

    kamu disini, jadi ya masih kosongan deh” Sembari

    tertawa.

    “Nggak penting itu, yang penting akhirnya setelah

    sekian lama, kamu akhirnya memutuskan untuk

  • 79

    menikah juga. jadi siapa pria yang berhasil

    menahlukkan hati batumu itu” Tanya Diah sembari

    tersenyum lebar.

    Tak terasa saya dan Diah terus dan terus bercerita dan

    tidak sadar sudah hari sudah hamper gelap dan

    ternyata suaminya sudah menunggu di depan radio.

    Ternyata Suaminya tau kalau kami sedang asik

    bernostalgia jadi dia tidak ingin menggangu.

    “Hallo……….kamu diaman? Aku jemput sekarang

    ya” Ucapku sambil memegang telepon genggam

    berwarna putih.

    “Lila maaf banget aku lupa ngabarin kamu karena

    aku fikir aku nggak mau gangu kamu sama temen

    kamu jadi aku sekarang ada di moll dekat dengan

    simpanglima” Ucap Liana sembari tertawa.

    “Ya udah aku jemput kesana, tunggu ya.”

    ***

  • 80

    Empat hari sudah Liana menginap di rumah dan

    rencana pagi ini saya, Mas Wildan ingin mengatkan

    sebagian undangan yang telah siap dan mengantarkan

    Liana ke stasiun, hari ini dia akan ke Bumiayu

    sebelum pulang ke Jakarta. Aku lihat liana sedang

    sibuk di kamarku, semalam kami asik mengobrol

    sampai tak kenal waktu, jadi lupa untuk beberes.

    “Kok cepet banget sih pulangnya” Ucapku sembari

    duduk di depan meja rias.

    “Nikahan kamu aku kesini lagi, kasihan suamiku

    sendirian” Jawabnya sembari sibuk beberes.

    “Iya deh yang udah punya suami” Candaku.

    “Udah siapni, Udah siap juga buat ketemu sama Mas

    Wildanmu secara langsung untuk pertama kalinya.”

    Ucap Liana sambil menenteng tas besarnya.

    Kami berduapun turun ke bawah untuk sarapan pagi

    dan tak lama Mas Wildan datang dengan kemeja

    polos warna putih, kami tidak berencana tapi hari ini

    pakaian kami berwarna sama dan senada, saya

  • 81

    mengunakan drees warna putih dengan blazer

    berwarna hitam dan kerudung senada.

    “Ow ia Mas ini Liana yang sering aku ceritain.”

    sembari memegang pundak sahabatku itu.

    “Salam kenal Mas Wildan” Ucap Lian yang masih

    duduk di meja makan.

    Sebelum berangkat kami sarapan pagi degan

    masakan Ibuku yang super enak itu, pagi ini Ibu

    memeasak bacem tempe dan tahu, sayur asem dan

    sambal tomat. Kamipun sedikit bercerita kesana

    kemari, ruang makan menjadi ramai karen sesekali

    Bapak mengeluarkan kata kata kunonya yang lucu.

    “Ojo lali mengko bengi adikmu balik, jemput ning

    Pandara yo” Ucap Bapak.

    “Lo nanti malam? Katanya besok.”

    “Lo sekarang apa besok to Bu?”

    “Malam ini, tolong di susul ya. Ibu sama Bapak nanti

    malam mau ke tempat saudara-saudara, nggak enak

    kalau nanti undagan buat yang lain sudah di sebar

    tetapi untuk saudara belum Uucap Ibu.

  • 82

    Setelah selesai makan kami menuju ke stasiun

    tawang untuk mengantarkan Liana yang sudah

    kangen degan keluarganya di Bumiayu. Sabtu pagi di

    jalanan Semarang lumayan sepi karena kebanyakan

    orang kantoran dan anak sekolah libur, hanya butuh

    watu limabelas menit untuk sampai ke stasiun.

    “Hati hati ya salam buat Bapak, Ibu dan semuanya”

    Ucapku sembari tersenyum.

    “Ia nanti aku salamin, makasih udah mau direpotin.”

    “Belum ngerepotin kok, eh jangan lupa datang pas

    akat” Ucapku sambil tersenyum dan memeluk

    sahabatku itu.

    Dan kami lansung melanjutkan perjalanan ke teman

    teman Mas Wildan yang ada di Semarang dan Kendal

    sekalian juga di beberapa teman temanku yang searah

    dengan tujuan hari ini.

    “Ow ia besok pagi ke Solo ya, nganterin undagannya

    Mama sama ke rumah saudara saudara aku, kan kamu

    belum pernah aku ajak ketemu mereka” Sembari

    serius memperhatikan jalan.

  • 83

    “Kok mendadak Mas.”

    “Kamu ada acara? Ya kalau ada acara si biar aku

    sendiri aja.”

    Mas wildan hari itu tampat tidak seperti biasanya,

    senyumnya belum saya lihat pagi ini, dia lebih

    pendiam dari biasanya.

    “Bisa Mas, bisa banget malah. Aku pengen banget

    ketemu sama mereka, tapi maksut aku tadi kan

    biasanya kalu mau pergi jauh Mas Wildan selalu

    bilang beberapa hari sebelumnya” Ucapku sambil

    menetapnya yang sedang serius di belakang kemudi.

    “Ya setelah Ibu kamu tadi bilang mau ke rumah

    saudara-saudranya ya aku kepikiran juga pasti Mama

    dan Papa juga pengen segera ngasih undagan-

    undagan itu, dari pada di paketin kan” Ucap Mas

    Wildan tanpa senyum atau melihatku.

    Selesai mengantarkan undagan, malamnya kami

    langsung menuju ke Bandara untuk menjemput

    Adikku. Kurang lebih tiga bulan dia ke Singapore

    untuk sebuah penelitian skripsinya, mungkin lebih

  • 84

    tepatnya penelitian sekaligus liburan terselubung.

    Kami datang dua jam lebih cepat dari jadwal

    kedatangan Deo, karena jika kami pulang dulu pasti

    akan membutuhkan waktu lagi untuk bersih bersih

    lalu perjalanan ke Bandara.

    Tapi selama dua jam saya dan Mas Wildan di dalam

    mobil hanya beberapa kata saja keluar dari mulutnya,

    dia menyandarkan kepalanya di tangannya yang

    sedang tertopang oleh setir mobil, sesekali

    menyender di kusri sambil melihat lihat telepon

    genggamnya.

    “Emm…..Mas Wildan lagi buru buru ya? kalau ia

    biar aku dama Deo nanti naik Taxi aja” Ucapku

    terbata bata.

    “Nggak kok” Jawabnya singkat.

    Saya tidak berani lagi bertanya setelah jawaban

    singkat keluar dari mulutnya, tak lama Deo menelfon

    dan dia sudah ada di depan pintu keluar. Di jalanpun

    Mas Wildan masih diam hanya saya dan Deo yang

  • 85

    dari tadi mengobrol, saya sudah berusaha mencairkan

    suasana tapi Mas Wildan tetap diam.

    “Jadi kamu nggak beliin aku oleh oleh? Kamu juga

    nggak belin buat Mas Wildan? Ih jahat” Sembari

    melihat ke arah Deo yang duduk di belakang.

    “Kasih uang jajan aja nggak masa minta oleh oleh, ia

    nggak Mas Wildan?” Canda Deo.

    “Ia” Ucap Mas Wildan singkat.

    ***

    Pagi ini Mas Wildan menjemputku tepat jam enam

    pagi, sengaja kami pergi pagi pagi agar tidak terlalu

    larut malam saat pulang. Beberapa kardus kecil berisi

    undagan dan pakaian sarimbit untuk saudara saudra

    Mas Wildan sudah tertata rapi di ruang tamu. Satu tas

    besar berisi puff juga sudah aku siapkan untuk buah

    tangan.

    “Asalamualaikum Ibu” Ucap Mas Wildan sembari

    mencium tangan Ibuku.

  • 86

    “Waalaikumsalam, sudah siap untuk perjalanan jauh?

    Ow ia salam buat Mama, Papa dan semua keluarga

    kamu” Ucap Ibu yang duduk di ruang tamu.

    “Alhamdulillah sangat siap, pasti saya sampaikan Bu.

    Bapak kemana Bu?” Sambil menegok sekeliling.

    “Bapak lagi sepeda sepedaan sama Deo, pesen Bapak

    nanti jangan pulang terlalu malam ya dan hati hati.”

    Hari ini Mas Wildan masih sama seperti semalam,

    tidak banyak bicara dan semakin terlihat aneh. Saya

    sampai tidak berani memintanya untuk berhenti di

    rumah temanku untuk sekalian mengantarkan

    undagan. Mobil putihnya terus melaju sampai ke

    Solo tanpa berhenti sekalipun.

    Kurang lebih dua jam perjalanan dan kami sampai di

    rumah Orang tua Mas Wildan di Jl.Banjarsari-Solo.

    Mamanya keluar dengan mengenakan pakaian

    rumahan berlengan panjang berwarna hijau dengan

    rambut terkucir ke atas.

    “Asalamualikum Mama” Sapaku sambil memeluk.

  • 87

    “Waalaikumsalam, akhirnya yang di tunggu tunggu

    datang juga. Ayo ayo masuk, Mama udah masak buat

    kalian.”

    Di dalam rumah ada Papa yang sedang menonton

    TV, lalu Kakak perempuan Mas Wildan, Mbak

    Tanjung dan suaminya yang sedang bermain dengan

    anak mereka.

    “Nindi mana Ma?” Tanyaku sambil menyalami Papa

    dan kedua Kakak Mas Wildan.

    “Ada di atas, lagi siap siap. Padahal Mama masih

    pake daster gini” Ucap Mama sembari sibuk di dapur.

    “Mama masak apa aja sih?” Tanyaku menghampiri

    ke dapur yang berseberangan dengan taman terbuka

    di rumah Mas Wildan.

    “Ini ada selat Solo dan sayur sup jamur, ayo-ayo

    sarapan” Teriak Mama memangil seluruh panghuni

    rumah.

    Di meja makan Mas Wildan terlihat berbeda tidak

    seperti kemarin malam atau tadi pagi, dia tersenyum

    dan banyak bicara, bahkan dia yang lebih dominan

  • 88

    berbicara diantara kami. Saya semakin dibuat

    penasaran ada apa dengan Mas Wildan.

    Setelah selesai makan kami bersiap siap

    mengantarkan undagan ke bebrapa saudara Mas

    Wildan yang rumahnya masih di sekitaran Solo.

    Mas wildan dan Papa duduk di depan, saya, Mama

    dan Nindi berada di bagaina tengah dan Mbak

    Tanjung, Mas Damar dan si kecil rasyel berada

    dibagian belakang. Kami mejuju ke daerah Selamet

    Riyadi ke rumah Nenek Mas Wildan yang rumahnya

    juga bersebelahan degan Kakak pertama dari Mama.

    “Nanti ke rumah Bude Ranti, di kakak pertamaku.dia

    juga yang jagain Eyang” Mama bercerita satu persatu

    saudara-saudaranya yang akan kami kunjungi siang

    itu.

    Bahagia sekali karena ini pertama kalinya saya

    mengunjungi rumah Mas Wildan dan bebrapa

    saudara saudaranya. Berkenalan dengan orang-orang

    baru, mengobrol banyak hal dan tertawa bahagia.

    Saya lihat Mas Wildan juga menikmati suasa itu,

  • 89

    mungkin semalam Mas Wildan sedang memendam

    rindu dengan keluarganya jadi sikapnya sedikit aneh.

    “Pamit dulu ya Bude, mohon doa restunya” Ucapku

    kepada kakak perempuan Mama.

    “Hati hati ya nduk dan Wildan, jangan ngebut ngebut

    pulangnya nati” Ucap Bude sembari tersenyum.

    Setelah semua selesai Papa ingin mengajak kami

    kulineran diSolo, katanya tidak lengkap ke Solo

    tanpa mencicipi salah satu kuliner paling enak disana.

    “Kita makan tengkleng dulu ya sebelum kalian

    pulang ke Semarang” Ucap Papa yang sedang

    membenarkan selty beld.

    “Papa nggak boleh makan kambing banyak banyak.”

    Ucap Mbak Tanjung memprotes.

    “Seperti biasa to, sepiring berdua sama Mama kamu.”

    Ucap Papa lalu di timpali tawa.

    Setelah sampai ke warung Bu Jito kami yang

    kelaparanpun menyantap Tengkleng kas Solo yang

    enak itu, Tulang kambing degan campura daging dan

  • 90

    jeroan di tambah nasi panas dan teh hangat cocok

    sekali untuk suasana sore itu.

    “Pie enak to?” Tanya Papa sambil menatapku

    “Ia enak sekali, walau Ibu saya sering buat untuk

    pesanan cattring tapi makan Tengkleng di kota aslnya

    beda rasanya” Lalu menyuap lagi.

    “Ow ia Lila, Papa boleh reqwes? Di resepsimu tolong

    Tengkleng ini di masukan list ya”ucap Papa yang

    melirik kearah Mama.

    Setelah selesai makan kami istirahat sebentar di

    rumah Mama, menunggu mahrib tiba baru kami akan

    pulang ke Semarang. Mbak Tanjung banyak

    memberikan pengalaman pengalaman pernikahan

    kepadaku, memberi tahuku sifat sifat Mas Wildan

    yang memang belum banyak saya ketahuwi.

    “Mama, Lila pulang dulu ya. Makasih udah masakin

    dan ngajak Lila kulineran”ucapku sambil memeluk

    Mama.

    Setelah berpamitan dengan seisi rumah tepat jam

    tujuh kami pulang menuju ke Semarang. Anehnya

  • 91

    sikap Mas Wildan berubah lagi menjadi diam dan tak

    banyak bicara, perasaaan bersalahpun hinggap,

    apakah saya ada salah sehingga Mas Wildan marah

    dengan saya. Mas Wildan memacu mobilnya cepat

    sekali, matanya terus menatap ke depan dan tak

    mengucapkan apapun.

    “Mas berhenti dulu bisa?” Ucapku.

    “Mau ngapain?”

    “Aku mau ke kamar kecil”alasanku agar dia berhenti.

    Setelah beberapa menit kamipun berhenti di tempat

    pengisian bahan bakar setelah dari kamar kecil aku

    lihat dari luar Mas Wildan masih di dalam mobil dan

    tidak keluar sama ekali. Saya beranikan tekat untuk

    menanyakan apa ayang terjadi sesungguhnya.

    “Jangan jalan dulu” Ucapku setelah memasuki mobil.

    Mas Wildan menatapku dan menyenderkan

    kepalanya di jog mobil. Matanya melihat sekeliling

    dan beberapa kali saya lihat dia menghela nafas

    panjang.

  • 92

    “Maaf tapi aku rasa aku perlu ngomong ini ke kamu,

    sikapmu aneh kemarin semalam. Kamu terus melihat

    telpon genggammu dan bilang kalau kamu tidak apa

    apa, tadi pagi hal yang sama kamu lakukan juga. Tiba

    tiba kamu mendadak biasa saja saat bertemu degan

    keluargamu terus sekarang kamu kembali diam dan

    nggak mau jelasin kenapa dan apa, kalau aku salah

    menurut kamu bilang aja Mas jangan diemin aku

    ka