Upload
arde-dhe-viiy
View
217
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
7/26/2019 --agustini-7597-1-14-agus-)
1/82
1
KADAR 25-HYDROXYVITAMIN D DAN INSULIN PADA SUBYEK
OBESITAS TANPA DIABETES MELITUS DAN OBESITAS DENGAN
DIABETES MELITUS TIPE 2
25-HYDROXYVITAMIN D AND INSUL IN LEVELS IN OBESE
SUBJECTS WITH AND WITHOUT TYPE 2 DIABETES MELITUS
AGUSTINI
C108209201
KONSENTRASI PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS TERPADU
(COMBINED DEGREE)
PROGRAM STUDI BIOMEDIK PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2014
7/26/2019 --agustini-7597-1-14-agus-)
2/82
2
KADAR 25-HYDROXYVITAMIN D DAN INSULIN PADA SUBYEK
OBESITAS TANPA DIABETES MELITUS DAN OBESITAS DENGAN
DIABETES MELITUS TIPE 2
25-HYDROXYVITAMIN D AND INSULIN LEVELS IN OBESE SUBJECTS
WITH AND WITHOUT TYPE 2 DIABETES MELITUS
Tesis
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelas Megister
Program Studi
Biomedik/ PPDS Terpadu Ilmu Patologi Klinik
Disusun dan Diajukan oleh
A G U S T I N I
Kepada
PROGRAM PASCA SARJANA
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2014
i
7/26/2019 --agustini-7597-1-14-agus-)
3/82
3
PERNYATAAN KEASLIAN TESIS
Yang bertanda tangan di bawah ini
Nama : Agustini
Nomor Mahasiswa : P1507210133
Program Studi : Program Dokter Spesialis Terpadu
Patolog Klinik (Combined Degree)
Menyatakan dengan sebenarnya bahwa tesis yang saya tulis ini
benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri, bukan merupakan
pengambilalihan tulisan atau pemikiran orang lain. Apabila di kemudian
hari terbukti atau dapat dibuktikan bahwa sebagian atau keseluruhan tesis
ini hasil karya orang lain, saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan
tersebut.
Makassar, Mei 2014
Yang menyatakan,
Agustini
ii
7/26/2019 --agustini-7597-1-14-agus-)
4/82
4
PRAKATA
Segala puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT
yang Maha Pemurah, Maha Pengasih dan Maha Penyayang atas segala
limpahan kasih dan anugerahNya yang telah memberikan kesehatan dan
kemampuan kepada penulis sehingga penyusunan tesis ini dapat
diselesaikan.
Gagasan penelitian ini didasari oleh keinginan untuk mengetahui
KADAR 25-HYDROXYVITAMIN D DAN INSULIN PADA SUBYEK
OBESITAS TANPA DIABETES MELITUS DAN OBESITAS DENGAN
DIABETES MELITUS TIPE 2. Penelitian ini juga dilakukan dalam rangka
penyusunan tesis sebagai salah satu persyaratan dalam Program
Pendidikan Dokter Spesialis Patologi Klinik dan Program Magister
Pascasarjana Universitas Hasanuddin Makassar.
Banyak kendala yang dihadapi dalam penyusunan tesis ini namun
berkat bantuan dan dorongan dari berbagai pihak, baik dari pihak
akademik, instansi kesehatan, keluarga dan teman-teman akhirnya tesis
ini dapat diselesaikan, untuk itu penulis dengan tulus menyampaikan
penghargaan dan ucapan terima kasih kepada Prof. dr. Mansyur Arif,
PhD, SpPK(K) sebagai Ketua Komisi Penasehat / Pembimbing Utama dan
dr. Ruland DN Pakasi, SpPK(K), sebagai anggota Komisi Penasehat /
Sekretaris pembimbing atas bantuan dan bimbingan yang diberikan mulai
iii
7/26/2019 --agustini-7597-1-14-agus-)
5/82
5
dari pengembangan minat terhadap permasalahan dan pelaksanaan
penelitian sampai dengan selesainya penulisan tesis ini.
Penulis juga ingin menyampaikan terima kasih dan penghargaan
yang setinggi-tingginya kepada:
1. Guru Besar di Bagian Ilmu patologi Klinik dan Guru Besar Emeritus
Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin (FK-UNHAS),
Alm.Prof.dr.Hardjoeno, SpPK(K), yang sampai akhir hayatnya
beliau senantiasa mendukung pendidikan penulis sejak awal,
memberi bimbingan, petunjuk dan arahan kepada penulis.
2. Guru sekaligus orang tua kami, dr.H.Ibrahim Abd.Samad, SpPK(K)
dan dr.Hj.Adriani Badji, SpPK, yang senantiasa mendukung
pendidikan penulis sejak awal, mendidik, membimbing dengan
penuh ketulusan hati dan memberi nasehat kepada penulis.
3. Ketua Bagian Ilmu Patologi Klinik FK-UNHAS, Prof. dr. Mansyur
Arif, PhD, SpPK(K), guru kami yang telah membimbing, mengajar
dan memberikan ilmu yang tidak ternilai dengan penuh ketulusan
hati.
4. Ketua Program Studi Ilmu Patologi Klinik FK-UNHAS, dr. Uleng
Bahrun, SpPK(K), PhD., guru kami yang senantiasa membimbing
dan memberikan arahan penulis dalam berbagai kegiatan,
mengajar, memberi nasehat, serta mendorong penulis supaya lebih
maju.
iv
7/26/2019 --agustini-7597-1-14-agus-)
6/82
6
5. Sekretaris Program Studi Bagian Ilmu Patologi Klinik FK-UNHAS,
dr.Fitriani Mangarengi, SpPK(K), guru kami, yang selalu memberi
bimbingan dan mengajar penulis.
6. Dosen penguji dr. Ruland DN Pakasi, SpPK(K), terima kasih atas
kesediaan waktu dan saran-sarannya dalam penyusunan tesis ini
7. Seluruh guru, Supervisor di Bagian Ilmu Patologi klinik yang
senantiasa memberikan arahan dan bimbingan selama menjalani
pendidikan hingga penyusunan karya akhir ini.
8. Prof. dr. John MF Adam, SpPD-KEMD selaku dosen penguji, atas
kesediaan waktu, bimbingan dan saran-sarannya dalam
penyempurnaan tesis ini.
9. Prof. Dr. dr. R. Satriono, MSc, Sp.A(K), Sp.GK, yang telah
membimbing dalam bidang Metode Penelitian dan Statistik dalam
penyusunan tesis ini.
10. Direktur RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar dan Staf yang
telah membantu dan memberikan kesempatan kepada kami dalam
menjalani pendidikan dan penelitian di rumah sakit tersebut.
11. Direktur RS. Akademis Jaury Makassar beserta staf, atas
kesempatan dan bantuan yang diberikan ketika melakukan
penelitian di rumah sakit tersebut.
12. Kabid Dokkes Polda Sulselbar dan Karumkit Bhayangkara Andi
Mappaodang Makassar beserta jajarannya yang telah memberikan
kesempatan dan dukungan selama pendidikan.
v
7/26/2019 --agustini-7597-1-14-agus-)
7/82
7
13. Teman-teman seangkatan dan seluruh teman PPDS Ilmu Patologi
Klinik yang telah banyak memberikan bantuan, motivasi dan
dukungan selama masa pendidikan dan penyelesaian tesis ini.
14. Pasien obesitas tanpa DM dan DM, terima kasih yang secara
sukarela telah berpartisipasi dengan senang hati dalam penelitian
ini
15. Seluruh pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang
telah memberikan dukungan yang sangat berarti kepada penulis.
Akhirnya penulis menghaturkan terima kasih dan
penghargaan yang setinggi-tingginya kepada kedua orang tua yang
sangat kami cintai dan hormati Ayahanda H. Bangsawang Dg Tiro
(Alm) dan Ibunda Hj. Aisyah Dg Kebo, serta kedua mertua saya
Bapak H.Sumpuang dg Nanrang dan Hj.Nurbaya dg Nginga,
dengan tulus dan penuh kasih sayang senantiasa memberikan
dukungan dan doa untuk kesuksesan anaknya. Adikku yang saya
sayangi dan cintai Briptu Agustino, S.Psi, Agustia dan Agustina
beserta keluarga terima kasih atas dukungan dan doanya.
Khususnya kepada suami tercinta Ir. Indar Jaya dan putra-
putriku tersayang Siti Zalzabila Octaviani Putri At-Tiin, Siti Zabitha
Maritha Aisqah Putri At-Tiin, Muh. Zaky Risqullah Putra At-Tiin dan
Muh. Zain Raihan Putra At-Tiin, terima kasih atas segala dukungan
moril, kesabaran, pengertian, kasih sayang dan doanya selama
Bunda mengikuti pendidikan sampai menyelesaikan tesis ini.
vi
7/26/2019 --agustini-7597-1-14-agus-)
8/82
8
Pada kesempatan ini pula, penulis menghaturkan permohonan
maaf yang setulus-tulusnya atas kesalahan dan kekhilapan yang
telah penulis lakukan selama masa pendidikan sampai selesainya
tesis ini.
Akhirnya dengan segala kerendahan hati kami mengharapkan
saran dan koreksi dari semua pihak untuk perbaikan dan
kesempurnaan tesis ini serta berharap nantinya dapat bermanfaat
bagi perkembangan ilmu pengetahuan khususnya Ilmu patologi
klinik. Semoga Allah SWT senantiasa melimpahkan rahmat dan
hidayahNya kepada kita.
Makassar, April 2014
Agustini
vii
7/26/2019 --agustini-7597-1-14-agus-)
9/82
9
ABSTRAK
AGUSTINI. Kadar 25-Hydroxyvitamin D dan Insulin pada subyek obesitas tanpa
Diabetes Melitus dan obesitas dengan Diabetes Melitus Tipe 2 (Dibimbing oleh
Mansyur Arif dan Ruland DN Pakasi)
Diabetes melitus adalah penyakit metabolik dengan karakteristik
hiperglikemia dan prevalensinya diperkirakan akan terus meningkat. Obesitas
dan kadar 25-hydroxyvitamin D telah dilaporkan mempunyai hubungan pada
patogenesis diabetes melitus tipe 2 dan berhubungan dengan sekresi insulin.
Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi perbedaan kadar 25-
hydroxyvitamin D dan insulin puasa pada subyek obesitas tanpa diabetes melitus
dan obesitas dengan diabetes melitus Tipe 2.
Penelitian menggunakan metode cross sectional study, dilaksanakan di
rumah sakit Akademis Jaury Makassar dari bulan februari sampai april 2014.
Diagnosis diabetes melitus type 2 pada penelitian ini mengikuti kriteriaAmerican
Diabetes Association dan obesitas sentral sesuai kriteria orang Asia, laki-laki
>90 cm dan wanita >80 cm. Subyek dibagi dalam dua kelompok, obesitas tanpa
diabetes melitus dan obesitas dengan diabetes melitus tipe 2. Kadar 25-
Hydroxyvitamin D dan insulin diukur dengan metode Electrochemiluminescence
immunoassay(ECLIA).
Penelitian ini didapatkan 67 subyek, obesitas tanpa diabetes melitus 30
orang dan obesitas dengan diabetes melitus 37 orang. Penelitian menunjukkan
rerata kadar 25-hydroxyvitamin D pada subyek obesitas tanpa diabetes melitus
(34.339.73) lebih tinggi dibandingkan obesitas dengan diabetes melitus tipe 2
(33.357.27) tetapi secara statistik hasil uji Mann- Whitney tidak menunjukkan
perbedaan bermakna (p=0.83). Rerata kadar insulin pada subyek obesitas tanpa
diabetes melitus (13.7811.14) lebih rendah daripada obesitas dengan diabetes
melitus tipe 2 (13.807.21), namun secara statistik tidak menunjukkan perbedaan
bermakna (p=0.35). Kesimpulan, penelitian ini memperlihatkan bahwa kadar 25-
hydroxyvitamin D yang rendah tidak mempunyai hubungan dengan patogenesis
diabetes melitus tipe 2. Disarankan penelitian lanjut dengan jumlah subyek yang
lebih besar.
Kata kunci: 25-hydroxyvitamin D, insulin, obesitas, diabetes melitus tipe 2
viii
7/26/2019 --agustini-7597-1-14-agus-)
10/82
10
ABSTRACT
AGUSTINI. 25-hydroxyvitamin D and insulin levels in obese subjects with and
without Diabetes Mellitus type 2. (supervised by Mansyur Arif and Ruland DN
Pakasi)
Diabetes melitus is a metabolic disease with the characteristic of
hyperglycemia and the prevalence is expected to continue to rise. Obesity and
25-hydroxyvitamin D levels have been reported to have a relationship in the
pathogenesis of Type 2 DM, and may have connection with insulin secretion.
The aims of study was performed to evaluate the difference of 25-
hydroxyvitamin D and fasting insulin levels between obese subjects without
Diabetes Mellitus and with diabetes mellitus type 2.
The methods of study was a cross sectional, performed in at Akademic
Hospital Jaury Makassar, from February until April 2014. In this study for the
diagnosis of type 2 diabetes mellitus followed the criteria on American Diabetes
Association, and central obesity following the Asian criteria, male >90 cm and
female >80 cm. They were divided into two groups, obese without diabetes
melitus and obese type 2 diabetes melitus. Levels of 25-hydroxyvitamin D and
insulin were measured with Electrochemiluminescence immunoassay (ECLIA)
methods.
During the study 67 subject can be covered, 30 obese without diabetes
melitus and 37 obese type 2 diabetes melitus. The study shown that the average
levels of 25-Hydroxyvitamin D among obese without diabetes melitus was higher
compared to obese type 2 diabetes mellitus, 34.33 ng/ml 9.73 and 33.35 ng/ml
7.27, subseguently, which statistically not significant difference to Mann-
Whitney test (p=0.83). The Insulin levels among obese without diabetes mellitus
was lower compared to obese type 2 diabetes mellitus,13.78 U/ml 11.14 and
13.80 U/ml 7.21 subsequently, statistically not significant difference (p=0.35).
In conclusion, this study that low levels of 25-Hydroxyvitamin D has not relation
with the pathogenesis of type 2 diabetes mellitus. Further study include large
subjects is needed.
Keywords:25-Hydroxyvitamin D, Insulin, Obese, Diabetes Mellitus type 2.
7/26/2019 --agustini-7597-1-14-agus-)
11/82
11
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL i
PERNYATAAN KEASLIAN TESIS ii
PRAKATA iii
ABSTRAK viii
ABSTRACT ix
DAFTAR ISI x
DAFTAR TABEL xiii
DAFTAR GAMBAR xiv
DAFTAR LAMPIRAN xv
DAFTAR SINGKATAN xvi
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang 1
B. Rumusan Masalah 4
C. Tujuan Penelitian 4
D. Hipotesis penelitian 5
E. Manfaat penelitian 5
x
7/26/2019 --agustini-7597-1-14-agus-)
12/82
12
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Diabetes Melitus Tipe 2 6
B. Vitamin D 11
C. Obesitas 21
III. KERANGKA PENELITIAN
A. Kerangka Teori 27
B. Kerangka Konsep 28
IV. METODE PENELITIAN
A. Desain penelitian 29
B. Tempat dan Waktu penelitian 29
C. Populasi dan sampel Pemilihan 29
D. Perkiraan Besar Sampel 30
E. Kriteria Inklusi dan Eksklusi 30
F. Izin Subyek penelitian ... 31
G. Cara Kerja .. 31
H. Alur penelitian 38
I. Definisi Operasional dan kriteria Objektif .. 39
J. Analisis Data .. 40
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil penelitian . 41
B. Pembahasan . 46
VI. SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan ... 51
xi
7/26/2019 --agustini-7597-1-14-agus-)
13/82
13
B. Saran .. 51
DAFTAR PUSTAKA 52
LAMPIRAN
xii
7/26/2019 --agustini-7597-1-14-agus-)
14/82
14
DAFTAR TABEL
Nomor Tabel Halaman
1. Karakteristik Subyek penelitian 42
2. Perbedaan kadar rerata 25-Hydroxyvitamin D dan insulin pada
subyek obesitas tanpa DM dan obesitas dengan DM .. 43
3. Hubungan 25-Hydroxyvitamin D dan insulin pada obesitas tanpa
DM dan obesitas dengan DM ... 44
4. Perbedaan distribusi kadar 25-Hydroxyvitamin D rendah dan tinggi
antara subyek obesitas tanpa DM dan DM menggunakan nilai
Kuartil 45
xiii
7/26/2019 --agustini-7597-1-14-agus-)
15/82
15
DAFTAR GAMBAR
Nomor Gambar Halaman
1. Sintesis vitamin D dan target organ 13
2. Vitamin D dan Fungsi sel beta pancreas 16
3. Obesitas dan vitamin D dalam pathogenesis DM . 24
xiv
7/26/2019 --agustini-7597-1-14-agus-)
16/82
16
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Lampiran Halaman
1. Ethical Clearance 57
2. Surat Persetujuan 58
3. Data Dasar Penelitian 59
4. Curriculum Vitae . 62
xv
7/26/2019 --agustini-7597-1-14-agus-)
17/82
17
DAFTAR ARTI LAMBANG DAN SINGKATAN
Lambang / Singkatan Arti dan keterangan
ADA :American Diabetes Assosiation
BB : Berat Badan
Ca2+ : Calsium
cm : centimeter
DBP : D-Binding Protein
DM : Diabetes Melitus
Fas/fas-L : Fas-related pathways
GDP : Glukosa Darah PuasaGDS : Glukosa Darah Sewaktu
HbA1C : Hemoglobin A1C
HDL : High Density Lipoprotein
HGO : Hepatic Glucose Output
HOMA-IR : Homeostasis Model Assesment of InsulinResistance
IFG : Impaired Fasting Glucose
IGT : Impaired Glucose Tolerance
IMT : Indeks Massa Tubuh
IRS-1 : Insulin Receptor Substrate-1
kg : kilogram
LDL : Low Density Lipoprotein
LP : Lingkar Perut
mg/dl : miligram per desiliter
NF-kB : Nuclear Factor-kB
ng/ml : nanogram per mililiter
NGT : Normal Glucose Tolerance
NHLBI : National Heart, Lung, and Blood Institute
NHNES : National Health and Nutrition Examination Survey
NIDDM : Non Insulin Dependent Diabetes Mellitusnmol/L : nanomol per liter
OR : Odds Ratio
p : Probability
pmol/L : picomol per liter
PTH : Parathyroid Hormone
SD : Standar Deviasition
xvi
7/26/2019 --agustini-7597-1-14-agus-)
18/82
18
TB : Tinggi Badan
TDD : Tekanan darah Diastol
TDS : Tekanan Darah SistolTGN : Toleransi Glukosa Normal
TNF-alfa : Tumor Necrosis Factors-alfa
TTGO : Tes Toleransi Glukosa Oral
VDR : Vitamin D Receptor
VDRE : Vitamin D Response Element
VDR-RXR : Vitamin D Receptor-Retinoic Acid-ReceptorComplex
WHO : Word Health organization
U/ml : Mikro Unit per mililier
1.25(OH)2D : 1.25-Dihydroxyvitamin D25(OH)D : 25-Hydroxyvitamin D
xvii
7/26/2019 --agustini-7597-1-14-agus-)
19/82
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Diabetes Melitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit
metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan
sekresi insulin, kerja insulin, atau kedua-duanya.(ADA, 2013) Diabetes
Melitus Tipe 2 merupakan penyakit hiperglikemia akibat berkurangnya
sensitivitas sel terhadap insulin, kadar insulin mungkin sedikit menurun
atau berada dalam rentang normal. Insulin tetap di hasilkan oleh sel-sel
beta pankreas, maka DM tipe 2 dianggap sebagai Non Insulin Dependent
Diabetes Melitus(NIDDM).(Corwin, 2008)
Berbagai penelitian epidemiologi menunjukkan adanya
kecenderungan peningkatan insiden dan prevalensi DM tipe 2 di berbagai
penjuru dunia. (Gustaviani, 2007) Di Asia diramalkan diabetes akan terjadi
epidemik karena pola makan masyarakat Asia yang tinggi karbohidrat,
tinggi lemak dan kurangnya olahraga sehingga komplikasi akibat diabetes
pun meningkat dengan cepat. Prevalensi DM di Indonesia dalam tahun
2010 diperkirakan sebanyak 4,6%.(Shaw et al., 2010) World Health
Organization(WHO) melaporkan bahwa Indonesia berada pada urutan ke
empat negara dengan jumlah penyandang DM terbanyak. Jumlah ini akan
mencapai 21,3 juta pada tahun 2030. (Sitompul R., 2011)
7/26/2019 --agustini-7597-1-14-agus-)
20/82
2
Diagnosis DM berdasarkan kriteria American Diabetes Association
(ADA) 2013 adalah kadar HbA1C > 6,5%, atau GDP >126 mg/dl, atau
glukosa plasma 2 jam >200 mg/dl, atau pada pasien dengan gejala klasik
hiperglikemia atau krisis hiperglikemia GDS >200 mg/dl.(ADA, 2013)
Beberapa dekade terakhir telah dilaporkan penyakit nonskletal
terkait dengan kekurangan vitamin D termasuk DM tipe 2. Efek vitamin D
pada DM tipe 2 secara langsung menstimulasi ekspresi dari insulin
reseptor yang akan meningkatkan kemampuan reaksi insulin untuk
mentranspor glukosa, dan secara tidak langsung dengan menjaga
ketersediaan kalsium yang menentukan proses insulin mediated
intracellular.(Pittas et al., 2007) Kekurangan vitamin D merupakan faktor
risiko pada masyarakat Amerika dan Afrika, selain faktor risiko DM yang
lain seperti obesitas, pola makan, dan aktivitas fisik yang kurang.(Talaei
et al., 2013) Pengobatan vitamin D telah terbukti mencegah risiko diabetes
mellitus, efek ini terutama dihubungkan dengan fungsi imunomodulator
dari vitamin D, selain itu adanya vitamin D receptor(VDR) dan vitamin D-
binding protein (DBP) mungkin mempengaruhi toleransi glukosa dan
sekresi insulin, sehingga menyebabkan risiko timbulnya diabetes melitus
tipe 2.(Hesmat et al., 2012)
Penelitian Chiu et al., (2004) menemukan korelasi positif antara
konsentrasi 25(OH)D3 dan sensitivitas insulin dan fungsi sel beta
pankreas dan menunjukkan bahwa hipovitaminosis D mungkin menjadi
faktor risiko independen untuk resistensi insulin, DM tipe 2 dan sindrom
7/26/2019 --agustini-7597-1-14-agus-)
21/82
3
metabolik. Penelitian oleh Tsur et al., (2013) menunjukkan vitamin D
menjadi faktor risiko independen untuk perkembangan Impaired fasting
glucose (IFG) dan diabetes. Afzal et al., (2013) kekurangan plasma
25(OH)D3 berhubungan dengan peningkatan risiko DM tipe 2 pada
populasi umum. Penelitian oleh Deleskog et al., (2012) menemukan
bahwa konsentrasi 25(OH)D yang tinggi dapat memprediksi penurunan
risiko DM tipe 2 pada individu dengan pradiabetes, tetapi tidak pada
normal glucose tolerance (NGT),dan menunjukkan bahwa suplemen
vitamin D harus dievaluasi untuk pencegahan DM tipe 2 pada prediabetik.
Obesitas merupakan salah satu faktor risiko terjadinya kekurangan
vitamin D karena dapat terjadi peningkatan penyimpanan 25(OH)D dalam
jaringan adiposa dan mengakibatkan kadar 25(OH)D dalam sirkulasi
berkurang, sehingga dapat terjadi kompensasi sekresi parathyroid
hormone (PTH). Peningkatan sekresi PTH dapat menyebabkan
hiperparatiroidisme sekunder yang telah bisa menghambat sintesis dan
sekresi insulin dari sel beta pankreas.(Mezza et al., 2012)
Penelitian oleh Heras et al., (2013) pada pasien obesitas
menemukan ada perbedaan kadar 25(OH)D dalam sirkulasi antara
Toleransi Glukosa Normal (TGN) dibandingkan prediabetes/Impaired
Glucose Tolerance (IGT) dan DM tipe 2. Grineva et al., (2013),
menunjukkan bahwa kekurangan vitamin D berkorelasi dengan obesitas,
kadar glukosa dan penurunan sensitivitas insulin serta terjadinya
resistensi insulin yang merupakan faktor risiko terjadinya DM tipe 2.
7/26/2019 --agustini-7597-1-14-agus-)
22/82
4
Penelitian mengenai kadar vitamin D pada penderita DM tipe 2
dengan obesitas, sepanjang pengetahuan kami di Indonesia (khususnya
di Makassar) belum pernah dilakukan sehingga kami tertarik untuk
melakukan penelitian mengenai kadar 25-Hydroxyvitamin D pada subyek
obesitas tanpa DM dan obesitas dengan DM tipe 2.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dirumuskan pertanyaan
penelitian sebagai berikut: Bagaimana kadar 25-Hydroxyvitamin D dan
insulin pada subyek obesitas tanpa DM dan obesitas dengan DM tipe 2 ?
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum:
Menganalisis kadar 25-Hydroxyvitamin D dan insulin pada subyek
obesitas tanpa DM dan obesitas dengan DM tipe 2.
2. Tujuan Khusus:
a. Menentukan kadar 25-Hydroxyvitamin D dan insulin pada
subyek obesitas tanpa DM tipe 2.
b. Menentukan kadar 25-Hydroxyvitamin D dan insulin pada
penderita obesitas dengan DM tipe 2.
c. Menilai perbedaan antara kadar 25-Hydroxivitamin D dan
insulin pada subyek obesitas tanpa DM dan obesitas dengan
DM tipe 2
7/26/2019 --agustini-7597-1-14-agus-)
23/82
5
d. Menilai hubungan kadar 25-Hydroxyvitamin D dan insulin
pada subyek obesitas tanpa DM dan obesitas dengan DM
tipe 2.
D. Hipotesis Penelitian
1. Kadar 25-Hydroxyvitamin D dan insulin pada subyek obesitas tanpa
DM lebih tinggi dibandingkan penderita obesitas dengan DM tipe 2.
2. Kadar 25-Hydroxyvitamin D berkorelasi positif dengan insulin pada
subyek obesitas tanpa DM dan obesitas dengan DM tipe 2.
E. Manfaat Penelitian
1. Bila terbukti mempunyai nilai yang bermakna, maka 25-
Hydroksivitamin D dan insulin dapat dijadikan anjuran pemeriksaan
dalam upaya pencegahan DM dan manajemen penderita DM tipe 2
dengan obesitas.
2. Menambah informasi ilmiah mengenai peranan 25-Hydroxyvitamin
D pada patogenesis DM tipe 2.
7/26/2019 --agustini-7597-1-14-agus-)
24/82
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Diabetes Melitus
1. Definisi
Menurut American Diabetes Assosiation (ADA) tahun 2013, DM
merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik
hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin
atau kedua-duanya.
2. Epidemiologi
Menurut World Health Organization (WHO) memprediksi adanya
peningkatan jumlah penderita diabetes cukup besar untuk tahun-tahun
mendatang. Untuk Indonesia diprediksikan mengalami kenaikan jumlah
pasien dari 8,4 juta pada tahun 2000 menjadi sekitar 21,3 juta pada tahun
2030. (Wild et al., 2004)
Hasil Riskesdas di Indonesia (2007) ditemukan DM lebih banyak
pada wanita dibandingkan dengan pria serta golongan tingkat pendidikan
dan status sosial yang rendah. Kelompok usia terbanyak DM adalah 55-64
tahun yaitu 13.5%. Beberapa hal yang dihubungkan dengan faktor risiko
DM adalah obesitas, hipertensi, kurangnya aktivitas fisik dan rendahnya
konsumsi sayur dan buah.
7/26/2019 --agustini-7597-1-14-agus-)
25/82
7
3. Penyebab
Penyebab DM tipe 2 belum sepenuhnya jelas, tetapi diperkirakan
disebabkan oleh dua faktor, yaitu faktor genetik dan faktor
lingkungan.(Suyono, 2007)
a. Faktor genetik
Penelitian menunjukkan bahwa 40 % penderita DM tipe 2
mempunyai keluarga DM. Hal ini tampak pada penelitian DM tipe 2
kembar identik ternyata 60-90% keduanya mengidap DM. (Sanusi,
2006).
b. Faktor Lingkungan
Kelebihan energi dan perubahan pola hidup dalam kehidupan
sehari-hari seperti obesitas, aktifitas fisik yang kurang dan pola
makan yang tidak seimbang, malnutrisi, obat-obatan diabetogenik
berisiko timbulnya DM tipe 2.(Sanusi, 2006)
4. Patogenesis
Patogenesis DM tipe 2 belum sepenuhnya dipahami, namun ada
beberapa faktor yang menyebabkan peralihan dari toleransi glukosa
normal menjadi DM tipe 2 antara lain berkurangnya sekresi insulin,
pemanfaatan glukosa menurun, dan peningkatan produksi glukosa
.(Powers, 2005)
Diabetes Melitus tipe 2 merupakan penyakit kronis progresif,
dimulai dengan resistensi insulin yang mengarah ke peningkatan produksi
7/26/2019 --agustini-7597-1-14-agus-)
26/82
8
glukosa hepatik dan berakhir dengan kerusakan sel beta. Resistensi
insulin didefinisikan sebagai ketidakmampuan jaringan target seperti otot
dan jaringan adiposa untuk merespon sekresi insulin endongen dalam
tubuh.(Moreira et al., 2010) Pada obesitas dapat terjadi Lipotoxicity yang
berkontribusi terhadap resistensi insulin. Lipotoxicity mengacu kepada
tingginya konsentrasi asam lemak bebas yang terjadi sebagai akibat
tekanan hambatan hormone sensitive lipase (HSL). Normalnya insulin
menghambat lipolisis dengan menghambat HSL, namun pada resistensi
insulin tidak terjadi secara efisien. Hasil dari peningkatan lipolisis adalah
peningkatan asam lemak bebas, dan inilah yang menyebabkan obesitas
dan peningkatan adiposa. Asam lemak bebas menyebabkan resistensi
insulin dengan mempromosikan fosforilasi serin pada reseptor insulin yang
dapat mengurangi aktivitas insulin signaling pathway sehingga
penyerapan glukosa ke jaringan berkurang menyebabkan hiperglikemia.
(Moreira and Hamdeh, 2010)
Ada dua kelainan utama yang mendasarinya terjadinya DM tipe 2
yaitu defek sel beta pankreas sehingga pelepasan insulin berkurang, dan
adanya resistensi insulin.(Adam, 2006):
a. Gangguan sekresi insulin pada sel pankreas
Pankreas terdiri dari sel dan sel pulau-pulau langerhans
pankreas. Apabila kadar glukosa darah meningkat, maka sel
pankreas akan melepaskan insulin ke sirkulasi untuk menurunkan
kadar glukosa darah, sebaliknya apabila kadar glukosa darah
7/26/2019 --agustini-7597-1-14-agus-)
27/82
9
menurun, sel pankreas akan melepaskan glucagon yaitu hormon
yang meningkatkan glukosa darah.(Schteingart, 2006)
Sekresi insulin pada orang non diabetes meliputi dua fase yaitu
fase dini (fase 1) yang terjadi dalam 3-10 menit pertama setelah
makan. Insulin yang disekresi pada fase ini adalah insulin yang
disimpan dalam sel dan fase lanjut (fase 2) yang terjadi 20 menit
setelah stimulasi dengan glukosa. Sekresi insulin fase 1 akan
meningkat pada pemberian glukosa untuk mencegah kenaikan
kadar glukosa darah dan kenaikan glukosa darah selanjutnya akan
merangsang fase 2 untuk meningkatkan insulin. Makin tinggi kadar
glukosa darah sesudah makan makin besar pula insulin dibutuhkan,
akan tetapi kemampuan ini hanya terbatas pada kadar glukosa
darah dalam batas normal.(Sanusi, 2006)
Pada DM tipe 2, fase 1 sekresi insulin tidak dapat menurunkan
glukosa darah yang merangsang fase 2 untuk menghasilkan insulin
lebih banyak, akan tetapi sudah tidak mampu meningkatkan sekresi
insulin seperti pada orang normal.(Sanusi, 2006)
Gangguan sekresi insulin ini menyebabkan sekresi insulin fase 1
tertekan, akibatnya kadar insulin dalam darah menurun, kondisi ini
memacu sel pankreas menghasilkan glukagon. Glukagon
meningkatkan pelepasan glukosa dari hepar yang disebut hepatic
glucose output (HGO), sehingga kadar glukosa darah puasa
meningkat. Sebaliknya secara berangsur-angsur pada fase 2 kadar
7/26/2019 --agustini-7597-1-14-agus-)
28/82
10
insulin akan menurun. Dengan demikian perjalanan DM tipe 2
dimulai dari gangguan pada fase 1 yang menyebabkan
hiperinsulinemia dan gangguan fase 2 menyebabkan gangguan sel
. (Sanusi, 2006)
b. Resistensi Insulin
Resistensi insulin didefinisikan sebagai gangguan respon biologis
terhadap insulin baik yang endogen maupun eksogen. Pada
keadaan resistensi insulin, sel pankreas memacu sekresi insulin
untuk mempertahankan keadaan normoglikemia. Walaupun
mekanisme belum jelas sepenuhnya, namun diduga penyebabnya
antara lain karena kelainan fungsi reseptor insulin, gangguan
transport glukosa dan peningkatan asam lemak bebas.(Adam,
2006) Resistensi insulin mengakibatkan aktifitas glukoneogenesis
di hati meningkat sehingga menghasilkan glukosa lebih banyak, di
otot menyebabkan gangguan ambilan glukosa dari darah sehingga
terjadi hiperglikemia, sementara di jaringan lemak terjadi
peningkatan proses lipolisis menyebabkan pelepasan asam lemak
bebas berlebihan ke aliran darah.(Mcphee et al., 2003)
5. Diagnosis
Diagnosis DM menurutAmerican Diabetes Association(ADA) 2013,
dapat ditegakkan dengan kriteria HbA1c > 6,5%, atau glukosa darah
puasa (GDP) > 126 mg/dl, atau tes toleransi glukosa oral (TTGO) > 200
7/26/2019 --agustini-7597-1-14-agus-)
29/82
11
mg/dl, atau glukosa darah sewaktu (GDS) > 200 mg/dl pada penderita
yang terdapat gejala hiperglikemia diabetes melitus.
B. Vitamin D
1. Metabolisme dan Fungsi vitamin D
Vitamin D2 (ergocalciferol) dan vitamin D3 (cholecalciferol),
merupakan derivat steroid yang terbentuk dari ergosterol dan 7-
dehydrocholesterol. Struktur metabolik aktifnya berupa 1,25-
dihydroxyvitamin D3atau 1,25(OH)2D3. (Permana, 2004)
Vitamin D akan diangkut ke hati dan terikat oleh alfa globulin
spesifik (vitamin D-binding protein / DBP) dan sebagian kecil oleh albumin
dan lipoprotein kemudian mengalami hidroksilasi menjadi 25-hydroxylated
vitamin D atau 25(OH)D3, calcidiol yang merupakan bagian terbesar
metabolit vitamin D yang berada di dalam sirkulasi, oleh karena itu,
25(OH)D3 merupakan ukuran terbaik status overall vitamin D. Kadar
normal berkisar 30-60 ng/ml (75-125 mmol/ml). Selanjutnya 25(OH)D3 di
tubulus proksimal ginjal yang akan mengalami hydroksilasi oleh 1 -
hydroxylase menjadi bentuk aktif 1,25-dihydroxyvitamin D atau
1,25(OH)2D3. Hasil ini merupakan bentuk vitamin D yang paling aktif.
Langkah hidroksilasi tersebut dikendalikan oleh beberapa faktor antara
lain Parathyroid hormone (PTH), fosfor, dan kalsium serum. Ginjal juga
dapat mengkonversi 25(OH)2D menjadi 24,25-dihydroxyvitamin walaupun
di sirkulasi metabolit tersebut kadarnya 100 kali lebih tinggi dibandingkan
7/26/2019 --agustini-7597-1-14-agus-)
30/82
12
dengan kadar 1,25(OH)2D namun peran biologisnya sampai saat ini
masih belum jelas.(Permana, 2004; Liu, 2013)
Vitamin D yang dibentuk di kulit atau diabsorpsi melalui usus akan
dirubah oleh hati menjadi 25-hydroxycholecalcipherol, yang kemudian
oleh ginjal akan dirubah menjadi 1,25-dihydroxycholecalciferol (1,25
dihydroxy vitamin D3 = 1,25 DHCC) yang merupakan suatu hormon dan
berperan meningkatkan penyerapan kalsium dan fosfat dari usus untuk
kebutuhan mineral pada pembentukan tulang dan sebagai perangsang
pembentukan osteoklast. Vitamin D larut dalam lemak oleh sebab itu
untuk dapat diangkut dalam darah membutuhkan vitamin D-binding
protein (DBP) yang spesifik (Permana, 2004). Pembentukan 1,25(OH)D3
terjadi terutama di ginjal, tetapi sintesis ekstrarenal juga dapat terjadi
seperti dalam sel pembuluh darah, kelenjar paratiroid, dan makrofag.
Reseptor vitamin D terdapat dalam beberapa sel target (Gambar 1), yang
mengatur penyerapan kalsium dan fosfor, proliferasi sel, fungsi kekebalan
tubuh dan merangsang sintesis dan sekresi insulin pada pankreas.
(Valdivielso et al.,2009)
7/26/2019 --agustini-7597-1-14-agus-)
31/82
13
Gambar 1. Sintesis vitamin D dan target organ.(Valdivielso et al., 2009)
2. Vitamin D dan Fungsi Sel beta pankreas
Pada intoleransi glukosa dan DM tipe 2 umumnya didapatkan
adanya gangguan fungsi sel beta pankreas, resistensi insulin, dan
inflamasi sistemik. Terdapat bukti yang mendukung adanya pengaruh
vitamin D pada mekanisme ini, yaitu vitamin D dan fungsi sel beta
7/26/2019 --agustini-7597-1-14-agus-)
32/82
14
pankreas pada sekresi insulin karena terdapat Vitamin D Receptor(VDR)
dalam sel beta pankreas dan DBP dalam jaringan pankreas. Beberapa
bukti mendukung peran menguntungkan dari vitamin D terhadap fungsi sel
beta pankreas (Gambar 2). Vitamin D memiliki efek langsung terhadap
fungsi sel beta yang diperantarai oleh ikatan vitamin D bentuk aktif di
sirkulasi (1,25(OH)2D) dengan VDR, yang diekspresikan oleh sel beta
pankreas. Adanya gangguan fungsional pada VDR menunjukkan
tergganggunya sekresi insulin.(Eliades et al., 2009) Penelitian oleh Talaei
et al. (2013) menemukan hubungan antara vitamin D dan DM tipe 2 dan
perbaikan kadar glukosa puasa, insulin dan HOMA-IR setelah pengobatan
dengan vitamin D. Sedangkan penelitian oleh Cimbek et al., (2012) tidak
menemukan adanya hubungan antara kadar vitamin D dengan resistensi
insulin pada penderita diabetes dan orang sehat.
Vitamin D dapat membantu fungsi sel beta pankreas melalui
beberapa cara (Gambar 2):
a. Bentuk aktif vitamin D atau 1,25(OH)2D memasuki sel beta
pankreas dari sirkulasi dan berinteraksi dengan vitamin D receptor-
Retinoic acid receptor complex (VDR-RXR), yang terikat pada
vitamin D response element (VDRE) yang terdapat di dalam
promotor gen human insulin, untuk meningkatkan aktivasi gen
insulin dan meningkatkan sintesis insulin.
b. Vitamin D dapat membantu daya tahan sel beta dengan cara
mengatur inaktivasi dan efek sitokin dan Nuclear Factor-kB (NF-
7/26/2019 --agustini-7597-1-14-agus-)
33/82
15
kB). Efek anti-apoptosis vitamin D juga dimediasi melalui down-
regulasi Fas-related pathways(Fas/fas-L).
c. Aktivasi vitamin D juga terjadi di intraseluler oleh bantuan enzim 1-
alpha hydroxylaseyang diekspresikan dalam sel beta pankreas.
d. Efek vitamin D mungkin diperantarai secara tidak langsung melalui
regulasi kalsium (Ca2+) melalui sel beta, dan kalsium intraseluler.
e. Vitamin D juga mengatur calbindin, suatu protein sitosolik yang
ditemukan pada sel beta pankreas, yang juga bekerja sebagai
modulator pelepasan depolarization-stimulated insulin melalui
regulasi pada kalsium intraseluler. Calbindinjuga dapat melindungi
dari kematian sel beta pankreas melalui kemampuannya untuk
menstabilkan kalsium intraseluler. (Sung et al.,2012; Eliades, 2009)
7/26/2019 --agustini-7597-1-14-agus-)
34/82
16
Gambar 2. Vitamin D dan Fungsi sel beta pankreas
(Eliades M, 2009)
Keterangan : VDR-RXR = vitamin D receptor-retinoic acidx-receptor complex,VDRE = vitamin D response element, NFkb = nuclear factor-kB,Fas/Fas-L = Fas-related pathways, Ca2+ =calsium
Penyebab defisiensi vitamin D antara lain berkurangnya asupan
nutrisi yang banyak mengandung vitamin D, kurangnya paparan sinar
matahari, malabsopsi diusus, penyakit hati, keadaan yang menyebabkan
penurunan sintesis vitamin D di kulit dan penurunan sintesis 25(OH)2D di
ginjal. Defisiensi vitamin D yang terjadi dalam jangka waktu lama dan
berat pada dewasa muda akan menimbulkan osteomalasia, sedangkan
pada anak-anak akan mengalami rakhitis, terjadi kerusakan mineralisasi
yang terus menerus, hiperparatiroid sekunder, hipokalsemia dan
7/26/2019 --agustini-7597-1-14-agus-)
35/82
17
hipofosfatemia. Defisiensi vitamin D baru ditegakkan apabila dilakukan
pemeriksaan kadar 25(OH)2D dengan hasil biasanya sangat rendah
bahkan dapat tidak terdeteksi.(Permana, 2004)
3. Vitamin D dan Diabetes Melitus Tipe 2
Hubungan antara vitamin D dengan diabetes melitus tipe 1 telah
banyak dilaporkan (Mathieu et al., 2005). Pengobatan dengan vitamin D
telah terbukti mencegah risiko diabetes melitus tipe 1 pada hewan dan
manusia. Efek ini terutama dihubungkan dengan fungsi imunomodulator
dari vitamin D namun sedikit yang diketahui tentang hubungan antara
vitamin D dan diabetes melitus tipe 2. Vitamin D menyebabkan defisiensi
sekresi insulin berkurang pada beberapa penelitian, selain itu adanya
vitamin D reseptor (VDR) dan vitamin D-binding protein (DBP) mungkin
mempengaruhi toleransi glukosa dan sekresi insulin, sehingga
menyebabkan risiko timbulnya diabetes melitus tipe 2.(Mezza et al., 2012;
Ortlepp et al., 2003)
Suatu penelitian prospektif oleh Pittas et al, menunjukkan bahwa
terdapat hubungan antara asupan vitamin D dengan diabetes melitus,
peran vitamin D terhadap regulasi fungsi sel beta pankreas terbukti oleh
penemuan reseptor vitamin D pada sel beta pankreas dan gangguan
kapasitas sekresi insulin yang kekurangan reseptor fungsional vitamin D
(Pittas et al., 2006). Studi di Selandia Baru melaporkan bahwa pasien
baru yang di diagnosis diabetes melitus tipe 2 atau toleransi glukosa
7/26/2019 --agustini-7597-1-14-agus-)
36/82
18
tergganggu memiliki kadar vitamin D yang rendah dibandingkan subyek
kontrol. (Scragg et al., 2004).
Faktor risiko utama DM tipe 2 adalah obesita dan sering dikaitkan
dengan hipovitaminosis D. Massa tubuh absolut memiliki hubungan yang
terbalik dengan konsentrasi serum 25(OH)2D dan berkorelasi positif
dengan kadar serum PTH. Hubungan ini dapat disebabkan oleh kapasitas
jaringan adiposit yang besar dan penyimpanan vitamin D yang
menyebabkan vitamin D secara biologis tidak tersedia dan peningkatan
kadar PTH. Penurunan serum 25(OH)2D3 sama halnya dengan
1,25(OH)2D3 dapat meningkatkan kalsium intraseluler pada adiposit, yang
kemudian menstimulasi lipogenesis dan merupakan predisposisi
peningkatan berat badan. Dengan demikian nampak bahwa defisiensi
vitamin D yang ringan berkonstribusi atau merupakan konsekuensi
obesitas.(Epstein S, 2010; Shankar et al., 2011)
Defisiensi vitamin D berhubungan dengan risiko sindrom metabolik
dan DM tipe 2. Penelitian menunjukkan bahwa vitamin D dan kalsium
penting dalam patogenesis DM tipe 2 karena dapat memicu fungsi sel
beta dan sensitivitas insulin. The National Health and Nutrition
Examination Survey (NHNES) melakukan penelitian Cross sectional
berskala besar dan memdapatkan korelasi yang terbalik antara serum
25(OH)2D3 dengan insiden DM tipe 2 dan resistensi insulin. Penelitian
prospektif dari Medical Research Council Ely tahun 1990 sampai 2000,
ditemukan hubungan antara serum 25(OH)2D3dengan status glikemik dan
7/26/2019 --agustini-7597-1-14-agus-)
37/82
19
terdapat korelasi positif antara plasma 25(OH)2D3 dengan sensitivitas
insulin pada subyek sehat yang dilakukan tes toleransi glukosa. Selain itu
terapi osteomalasia yang lama dengan vitamin D dapat meningkatkan
sekresi insulin dan memperbaiki toleransi glukosa. (Epstein, 2010; Tsur et
al., 2013)
Protein pengikat vitamin D atau vitamin DBP diketahui sebagai
protein spesifik, terletak pada kromosom 4q12 terutama diproduksi oleh
hati, dengan tiga alel yang umum (Gc1F, Gc1S, dan Gc2) dan mempunyai
120 lebih varian. Penelitian oleh Hirai et al, mengevaluasi variasi DBP
pada orang Jepang dengan toleransi glukosa normal, penelitian ini
memperlihatkan bahwa orang dengan Gc1S/Gc2 dan Gc1s/Gc1S memiliki
konsentrasi plasma puasa lebih tinggi dari pada Gc1F/Gc1F.(Epstein,
2010)
Gen VDR terletak pada kromosom 12q13.11 dan mengandung 11
ekson. Gen VDR terdapat dalam beberapa jaringan dan berperan pada
regulasi metabolisme glukosa seperti diotot dan sel beta pankreas
(Palomer et al., 2008). Empat varian alel umum atau polimorfisme dari gen
VDR telah diidentifikasi antara lain Fokl, Bsml, Apal dan Taql. Peran VDR
ini telah banyak dilakukan pada pasien dengan diabetes. Hubungan
antara polimorfisme VDR dan risiko DM tipe 2 pada populasi etnik yang
berbeda memberikan hasil yang bervariasi. Mekanisme dari hubungan ini
masih belum dapat dijelaskan, tetapi terdapat hubungan antara genotif
VDR tertentu dengan DM tipe 2 dan telah dilaporkan polimorfisme VDR
7/26/2019 --agustini-7597-1-14-agus-)
38/82
20
dan vitamin D berperan dalam diferensiasi dan metabolisme adiposit.
Polimorfisme VDR dapat berperan dalam patogenesis DM tipe 2 melalui
pengaruhnya terhadap kapasitas sekretori sel beta pankreas dalam
modulasi sekresi insulin.(Epstein, 2010)
Vitamin D dapat mengatur sekresi dan sintesis insulin melalui
perannya dalam konversi proinsulin menjadi insulin, Vitamin D juga
mengaktifkan 1-alfa hidroxilase pada sel beta pancreas, enzim ini
meningkatkan sintesis Mekanisme lain yang mungkin berhubungan adalah
vitamin D dapat secara langsung memodulasi pertumbuhan dan
differensiasi sel beta pankreas.(Epstein, 2010)
C. Vitamin D dan insulin pada DM tipe 2
Vitamin D berperan dalam risiko terjadinya DM tipe 2 karena dapat
mempengaruhi sekresi insulin dan sensitivitas insulin melalui peningkatan
kalsium intrasel yang akan meningkatkan pengikatan dari calcium binding
protein(Calmodulin) pada insulin receptor substrate1(IRS-1), hal ini akan
menstimulasi fosforilase tirosin dan mengaktifkan P13 kinase yang akan
meningkatkan sekresi insulin.(Shanthi et al., 2012)
Keterkaitan peran vitamin D dengan kadar kalsium dalam darah
juga memberikan efek yang signifikan jika dibandingkan dengan
pemberian vitamin D tanpa kalsium pada DM tipe 2. Moreira dan
Hamadeh (2010) menyatakan bahwa 1.25(OH)2D3 berperan esensial
dalam eksositosis insulin, yaitu sebuah proses pengeluaran insulin dari
7/26/2019 --agustini-7597-1-14-agus-)
39/82
21
dalam membrane sel menuju ekstraseluler yang membutuhkan kalsium
(calcium-dependent), yang diregulasi oleh calbindin-D28K yang terdapat
pada sel beta pancreas. 1.25(OH)2D3 berperan penting untuk
meningkatkan ekspresi calbindin-D28K yang dapat menurunkan jumlah
kematian sel beta akibat sitokin dan menurunkan kerusakan mitokondria.
Kekurangan vitamin D dapat mengganggu sekresi insulin melalui
peningkatan kadar PTH dan menyebabkan peningkatan kadar kalsium
intraseluler yang pada akhirnya akan mengganggu sinyal kalsium yang
dibutuhkan untuk merangsang sekresi insulin dan hubungan ini ditemukan
pada individu normal namun tidak pada pasien DM tipe 2, hal ini bisa
terjadi karena pada DM tipe 2 secara otomatis terjadi gangguan
homeostasis kalsium intraseluler. Apakah sekresi insulin dipengaruhi
secara langsung oleh vitamin D melalui reseptor, perubahan kadar
kalsium, atau kadar PTH, adalah masalah penelitian yang masih terus
dilakukan. Hal ini mungkin bahwa sekresi insulin dipengaruhi oleh
kombinasi dari mekanisme yang berbeda.(Shanthi et al., 2012)
C. Obesitas
1. Obesitas dan DM tipe 2
Obesitas yaitu kelebihan jaringan lemak tubuh dengan etiologi
multifaktorial yang terjadi akibat ketidakseimbangan antara asupan
makanan dan penggunaan kalori sehingga timbul akumulasi jaringan
lemak yang berlebihan. Kriteria obesitas mengacu pada indeks massa
7/26/2019 --agustini-7597-1-14-agus-)
40/82
22
tubuh atau body mass index (BMI) > 30 kg/m2. Obesitas sentral atau
abdominal adalah akumulasi jaringan lemak visceral yang berlebihan pada
daerah abdominal. Menurut National Heart, Lung, and Blood Institute
(NHLBI), obesitas sentral didefinisikan sebagai ukuran lingkar perut
melalui umbilical dengan kriteria > 94 cm untuk laki-laki dan > 80 cm untuk
wanita pada kelompok etnik eropa, sedangkan untuk kelompok etnik Asia
termasuk Indonesia adalah > 90 cm untuk laki-laki dan > 80 cm untuk
wanita. (Albert KG., 2005) Metode yang lebih baku untuk menentukan
obesitas sentral dengan menggunakan MRI, CT setinggi L3/L4, atau dual-
energy x-ray absorptiometry (DEXA) namun teknik dan caranya sulit untuk
dipakai pada praktek sehari-hari. (Cahjono dan Budhiarta, 2007)
Obesitas dan DM tipe 2 mempunyai hubungan kuat dan kompleks.
Obesitas adalah faktor risiko utama terjadinya penyakit dalam sindrom
metabolik meskipun tidak semua kasus DM tipe 2 terjadi dengan obesitas
namun sekitar 60-90% kasus DM tipe 2 berhubungan dengan kelebihan
berat badan atau obesitas. Patogenesis DM tipe 2 terjadi karena obesitas
serta aktivitas fisik yang kurang dihubungkan dengan terjadinya resistensi
insulin. Glukosa diperlukan untuk metabolisme adiposit dan insulin
mencegah penggunaan lemak sebagai sumber energi. Kekurangan insulin
atau kerja insulin yang terganggu menyebabkan tubuh mulai
menggunakan lemak sebagai sumber energi. Lipolisis yang semakin
meningkat pada obesitas menghasilkan kadar asam lemak bebas
berlebihan dan terjadi resistensi insulin yang secara karakteristik terdapat
7/26/2019 --agustini-7597-1-14-agus-)
41/82
23
pada kasus DM tipe 2 dan obesitas. Peningkatan kadar asam lemak
bebas juga berhubungan dengan adanya disfungsi sel beta pankreas
dalam mensekresi insulin. (Yamauchi et al., 2001)
2. Obesitas dan vitamin D pada DM tipe 2
Salah satu faktor yang berperan terhadap terjadinya DM tipe 2
adalah hipoadiponektinemia. Adiponektin adalah hormon yang disekresi
oleh adiposit yang dapat menurunkan kadar gula darah, menurunkan
asam lemak, dan meningkatkan sensitivitas insulin. Resistensi insulin
pada DM tipe 2 mengakibatkan lipolisis dan pelepasan asam lemak bebas
dan terjadinya gangguan oksidasi asam lemak bebas sehingga
sensitivitas adiponektin menurun. Beberapa studi melaporkan penurunan
kadar adiponektin pada pasien obesitas dan DM tipe 2. Salah satu
penyebab hipoadiponektinemia adalah penurunan konsentrasi metabolik
vitamin D. Kalsium dan 1,25(OH)2D3 mengatur ekspresi adipokin di lemak
visceral, dimana hal ini menunjukkan bahwa vitamin D mungkin
meregulasi gen adiponektin. Selain itu, 1,25(OH)2D3 juga berperan dalam
mengatur gen TNF-alfa yang merupakan salah satu faktor yang
menghambat sintesis adiponektin. (Putrawan, 2009)
7/26/2019 --agustini-7597-1-14-agus-)
42/82
24
Gambar 3. Obesitas dan Vitamin D dalam patogenesis DM(Mezza et al., 2012)
Keterangan:Panah tebal dan tidak putus-putus= menunjukkan sebab danhubungan timbal balik, panah putus-putus= menunjukkanhubungan sebab yang belum cukup bukti mendukung.
Obesitas merupakan salah satu faktor risiko terjadinya kekurangan
vitamin D karena dapat terjadi gangguan penyimpanan 25(OH)D dalam
jaringan adiposa sehingga terjadi kompensasi sekresi parathyroid
hormone (PTH). Kekurangan 25(OH)D dapat terjadi melalui beberapa
mekanisme, sehingga meningkatkan resistensi insulin dan gangguan
sekresi insulin yang merupakan faktor risiko terjadinya DM tipe 2 (Gambar
3). Hipovitaminosis D juga dapat meningkatkan resistensi insulin secara
tidak langsung melalui peningkatan kadar PTH yang dapat menghambat
sintesis dan sekresi insulin dari sel beta pankreas.(Mezza et al., 2012)
7/26/2019 --agustini-7597-1-14-agus-)
43/82
25
Obesitas dapat juga menimbulkan resistensi insulin melalui
peningkatan asam lemak bebas. Asam lemak bebas yang terakumulasi di
jaringan akan menginduksi resistensi insulin terutama pada hati dan otot.
Asam lemak bebas berasal dari lipolisis trigliserida jaringan adiposa.
Makin banyak jaringan adipose maka asam lemak bebas yang dilepaskan
makin meningkat. Pada obesitas tetap terjadi pelepasan asam lemak
bebas berlebih, meskipun kadar insulin juga meningkat. Hal ini
disebabkan meski kadar insulin tinggi dapat menekan lipolisis jaringan
adiposa namun tetap tidak mampu menekan pelepasan asam lemak
hingga mencapai normal pada obesitas. Mekanisme yang lengkap
mengenai peningkatan asam lemak kedalam otot sehingga berakibat
resistensi insulin masih belum dimengerti, diduga bahwa masuknya asam
lemak bebas menghambat oksidasi glukosa sehingga glukosa tidak dapat
masuk ke dalam sel dan akan terjadi hiperglikemia. (Cahjono dan
Budhiarta, 2007)
Sel beta pankreas pada awalnya akan melakukan kompensasi
untuk merespon keadaan hiperglikemia dengan memproduksi insulin
dalam jumlah banyak dan kondisi ini menyebabkan keadaan
hiperinsulinemia. Kegagalan sel beta dalam merespon kadar glukosa
darah yang tinggi, akan menyebabkan abnormalitas jalur transduksi sinyal
insulin pada sel beta dan terjadi resistensi insulin. Resistensi insulin pada
sel beta pankreas menginduksi apoptosis yang akan diikuti oleh
berkurangnya massa sel beta di pankreas. Pengurangan massa sel beta
7/26/2019 --agustini-7597-1-14-agus-)
44/82
26
pankreas ini akan menyebabkan sintesis insulin berkurang dan
menyebabkan DM tipe 2.(Cahjono dan Budhiarta, 2007)
Penelitian oleh Heras et al., (2013) pada pasien obesitas
menemukan adanya perbedaan kadar 25(OH)D3 dalam sirkulasi antara
Toleransi Glukosa Normal (TGN) dibandingkan prediabetes / Impaired
Glucose Tolerance (IGT) dan DM tipe 2. Grineva et al., (2013),
menunjukkan bahwa kekurangan vitamin D berkorelasi dengan obesitas,
kadar glukosa dan penurunan sensitivitas insulin serta terjadinya
resistensi insulin yang merupakan faktor risiko terjadinya DM tipe 2.
7/26/2019 --agustini-7597-1-14-agus-)
45/82
27
BAB III
A. KERANGKA TEORI
Vitamin D3
Keterangan:UVB : Ultra Violet B
25(OH)D : 25-Hydroxyvitamin D
1.25(OH)D : 1.25-Dihydroxyvitamin D
VDR : Vitamin D Receptor
PTH : Parathyroid Hormone
Sinar UVBKulit
DietUsus
Obesitas
Massa jaringan lemak
visceral dan abdominal
Adiposit hipertropi
Penyimpanan
25(OH)D3Sirkulasi
Hati
25(OH)D3
Ginjal
1.25(OH)2D3
Pankreas
Faktor Genetik
Faktor Lingkungan
Ca PTH
Lipolisis
Asam Lemakbebas
VDR sel sintesis dan sekresi insulin Resistensi insulin
Diabetes Melitus Tipe 2
Hiperglikemia
7/26/2019 --agustini-7597-1-14-agus-)
46/82
28
B. KERANGKA KONSEP
Keterangan :
= Variabel Tergantung (yang diteliti)
= Variabel Bebas
= Variabel Kendali
= Variabel antara
Ukuran lingkar
perut
25(OH)D
ObesitasTanpa DM dan
Obesitas dengan DM Tipe 2
Penyimpanan
25(OH)D meningkat
Insulin
7/26/2019 --agustini-7597-1-14-agus-)
47/82
29
BAB IV
METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Penelitian merupakan penelitian observasional dengan pendekatan
cross sectional.
B. Tempat dan Waktu penelitian
1. Tempat Penelitian
a. Pengambilan sampel : Poliklinik Endokrin Metabolik Penyakit
Dalam Rumah Sakit Akademis Jaury Makassar.
b. Pemeriksaan Laboratorium: Instalasi Laboratorium Patologi
Klinik Parahita Makassar.
2. Waktu penelitian
Penelitian dilakukan mulai bulan Februari-April 2014.
C. Populasi dan sampel penelitian
Populasi penelitian adalah semua pasien dewasa yang melakukan
pemeriksaan di Poliklinik Endokrin Metabolik Penyakit Dalam RS.
Akademis Jaury Makassar dan dinyatakan sebagai obesitas. Sampel
penelitian adalah populasi yang memenuhi kriteria inklusi penelitian.
7/26/2019 --agustini-7597-1-14-agus-)
48/82
30
D. Perkiraan Besar sampel
Besar sampel diperkirakan berdasarkan rumus:
n1 =n2=2 (z+ z)S 2x1-x2
Keterangan:
z = Nilai standar untuk 0.05 = 1.64
z = Nilai standar untuk 0.2 = 0.842
S = Simpangan baku dari selisih rerata = 20.8
X1-x2 = Selisih rerata dua kelompok yang bermakna = 18.4
(1.64) + (0,842) 20.8 2n =2 ---------------------------- = 15,68 (dibulatkan 16 sampel)
18.4
Jumlah minimal sampel dalam penelitian ini adalah 16 sampel untuk
masing-masing kelompok sehingga total sampel minimal 32 sampel.
E. Kriteria Inklusi dan Eksklusi
1. Kriteria inklusi
a. Obesitas sentral tanpa DM
b. Obesitas sentral dengan DM tipe 2 yang baru terdiagnosis
c. Umur 35-70 tahun
d. Bersedia ikut dalam penelitian dengan mengisi dan
menandatangani lembar Informed Consent.
2. Kriteria eksklusi
a. Sampel hemolisis, lipemik, atau ikterik
7/26/2019 --agustini-7597-1-14-agus-)
49/82
31
b. Menderita penyakit hati dan ginjal
c. Penderita DM tipe 2 dengan terapi insulin dan vitamin D.
F. Izin subyek penelitian
Dalam pelaksanaan penelitian ini, setiap tindakan dilakukan seizin
dan sepengetahuan pasien yang dijadikan sampel penelitian melalui
lembar Informed Consent dan dinyatakan memenuhi persyaratan etik
untuk dilaksanakan dari Komisi Etik Penelitian Kesehatan Fakultas
Kedokteran Universitas Hasanuddin Makassar.
G. Cara kerja
1. Alokasi subyek
Penelitian dilakukan pada semua orang dewasa yang memenuhi
kriteria inklusi dan melakukan pemeriksaan di Poliklinik Endokrin Penyakit
Dalam RS. Akademis Jaury Makassar.
2. Cara penelitian
a) Dilakukan pencatatan identitas penderita yang memenuhi
kriteria inklusi dan memberikan penjelasan lengkap
mengenai apa yang akan dilakukan terhadap mereka dan
bila setuju mereka akan mengisi dan menandatangani
Informed Consent.
7/26/2019 --agustini-7597-1-14-agus-)
50/82
32
b) Pada subyek penelitian yang memenuhi kriteria inklusi
dilakukan pengambilan sampel darah vena.
c) Sampel dibawa ke Instalasi Laboratorium Patologi Klinik
Parahita Makassar untuk pemeriksaan kadar 25-
Hydroxyvitamin D.
3. Tes laboratorium
a. Tes vitamin D
Tes vitamin D dengan metode immunoassay menggunakan kit
vitamin D 25(OH)2D (Roche) dengan alat Cobas 411.
1) Pra Analitik
a) Persiapan pasien
Tidak ada persiapan khusus
b) Persiapan Sampel
Sampel pemeriksaan berupa serum. Penyimpanan serum stabil
pada suhu < 20oC
c) Alat dan Bahan
(1) Tabung vakum tanpa antikoagulan atau semprit (syringe) 5
ml sekali pakai
(2) Cup sampel dan rak
(3) Pipet volumetri 200 l
(4) Reagen dan larutan kerja:
7/26/2019 --agustini-7597-1-14-agus-)
51/82
33
i. PT1: reagen praperlakuan 1, 4 ml; Ditiotreitol 1 g/L pH
5.5
ii. PT2: reagen praperlakuan 2, 4 ml; sodium hidroksida 55
g/L
iii. M: mikropartikel berlapis streptavidin 6.5 ml;
mikropartikel berlapis streptavidin 0,72 mg/ml
iv. R1: protein pengikat vitamin D-BPRu, 9 ml; protein
pengikat vitamin D berlabel ruthenium (150 ug/L; buffer
bis-tris propane 200 mmol/L; albumin (manusia) 25 g/L;
pH 7.5
v. R2: 25-hidroksivitamin D-biotin, 8,5 ml; 25-
hidroksivitamin D berbiotin (14 ug/L); buffer bis-tris
propane 200 mmol/L; pH 8.6.
b) Analitik
Prinsip tes: Sandwich, dengan lama pemeriksaan 27 menit
1). Inkubasi pertama: sampel sebanyak (15 l) dengan reagen
persiapan 1 dan 2, ikatan antara vitamin D (25-OH) dilepaskan
dari vitamin D-binding protein (DBP).
2). Inkubasi kedua: sampel ditambahkan vitamin DBP berlabel
ruthenium, maka akan terbentuk kompleks VDBP antara vitamin D
(25-OH) dan ruthenylated protein pengikat vitamin D.
7/26/2019 --agustini-7597-1-14-agus-)
52/82
34
3). Inkubasi ketiga: Setelah penambahan mikropartikel yang dilapisi
streptavidin dan vitamin D (25-OH) yang diberi label dengan biotin,
tempat kosong pada VDBP ruthenium-berlabel akan terisi dan
membentuk kompleks terdiri dari ruthenium-binding protein
berlabel vitamin D dan vitamin D (25-OH) terbiotinilasi, yang
keseluruhan kompleks akan terikat ke fase padat melalui interaksi
biotin dan streptavidin.
4). Campuran reaksi diambil ke dalam sel pengukur dimana
mikropartikel secara magnetis akan tertangkap ke permukaan
elektroda. Komponen yang tidak terpakai dibuang oleh ProCell /
M. ProCell karena adanya tegangan pada elektroda kemudian
akan menginduksi emisi chemiluminescent yang diukur dengan
photomultiplier.
5). Hasilnya ditentukan dari kurva kalibrasi yang dibuat secara
otomatis oleh instrument dengan kalibrasi dua titik dan kurva
master yang disediakan melalui barcode reagen.
Cara Kerja:
(1) Mengecek reagen,dan pastikan suhu semua reagen sama dengan
suhu kamar
(2) Program sampel
(a) Menekan orders
(b) Memasukkan sampel ID dan tekan enter
7/26/2019 --agustini-7597-1-14-agus-)
53/82
35
(c) Menekan posisi sampai pada disk (1-30) dan tekan enter
(d) Menekan tombol tes yang diminta (Vitamin D / 25(OH)D)
(e) Menekan register untuk mencatat tes yang diperlukan dan
untuk sampel selanjutnya
(f) Menempatkan sampel pada posisinya sampai selesai
(g) Masukkan Stop barcode pada akhir sampel
(h) Melakukan sampel scan
(i) Menekan start
Bila pada layar monitor status sampel berubah dari proses menjadi
complit maka alat telah selesai bekerja. Hasil akan keluar dalam bentuk
print out.
c) Pasca Analitik
Nilai Rujukan: > 30 ng/ml (> 75 nmol/L)
b. Tes Insulin
a) Pra Analitik
1). Persiapan pasien
Tidak ada persiapan khusus
2). Persiapan Sampel
Sampel pemeriksaan berupa serum. Penyimpanan serum stabil
pada suhu 2-8oC
7/26/2019 --agustini-7597-1-14-agus-)
54/82
36
3). Alat dan Bahan
Mikropipet otomatis dan tips, tabung mikro, aquades, mikroplate
reader, penyimpanan kit yang masih tersegel pada suhu 2-8oC.
Stabil sampai kadaluarsa. Setelah dibuka disimpan pada suhu
yang sama dan stabil selama satu bulan.
Reagen dan larutan kerja:
i. M: mikropartikel berlapis streptavidin 6.5 ml; mikropartikel
berlapis streptavidin 0,72 mg/ml
ii. R1: Anti-InsulinAb, 10 ml; antibody monoclonal anti-insulin
terbiotinilasi 1 mg/L; MES buffer 50 mmol/L pH 6.0
iii. R2: Anti-insulin-Ab-Ru(bpy)2/3+, 10 ml; antibody monoclonal
anti-insulin berlabel ruthenium 1,75 mg/L; Mes buffer 50
mmol/L; pH 6.0.
b) Analitik
Prinsip tes: Sandwich immunoassay, dengan lama tes 18 menit
1). Inkubasi pertama: 20 l sampel serum, dan antibody monoclonal
biotinalted insulin spesifik, antibodi monoklonal spesifik berlabel
dengan kompleks ruthenium akan membentuk kompleks
sandwich.
2). Inkubasi kedua: Setelah penambahan mikropartikel yang dilapisi
streptavidin, kompleks terikat pada fase padat melalui interaksi
biotin dan streptavidin.
7/26/2019 --agustini-7597-1-14-agus-)
55/82
37
3). Campuran reaksi diambil ke dalam sel pengukur dimana
mikropartikel secara magnetis akan tertangkap ke permukaan
elektroda. Komponen yang tidak terpakai dibuang oleh ProCell /
M. ProCell karena adanya tegangan pada elektroda kemudian
akan menginduksi emisi chemiluminescentyang diukur dengan
photomultiplier.
4). Hasilnya ditentukan dari kurva kalibrasi yang dibuat secara
otomatis oleh instrumen dengan kalibrasi dua titik dan kurva
master yang disediakan melalui barcode reagen.
Cara Kerja:
(1) Memeriksa reagen, pastikan suhu semua reagen sama dengan
suhu Kamar
(2) Program sampel
(a) Menekan orders
(b) Memasukkan sampel ID dan tekan enter
(c) Menekan posisi sampai pada disk (1-30) dan tekan enter
(d) Menekan tombol tes yang diminta (Insulin)
(e) Menempatkan sampel pada posisinya sampai selesai
(f) Masukkan Stop barcode pada akhir sampel
(g) Melakukan sampel scan
(h) Menekan start
7/26/2019 --agustini-7597-1-14-agus-)
56/82
38
Bila pada layar monitor status sampel berubah dari proses menjadi
complit maka alat telah selesai bekerja. Hasil akan keluar dalam
bentuk print out.
c) Pasca Analitik
Nilai Rujukan: 2.6-24,9 U/mL (17,8-173 pmol/L).
H. Alur Penelitian
Obesitas
Memenuhi kriteria inklusi (n=70), eksklusi (n=3 hemolisis)
Pemeriksaan kadar vitamin D dan insulin
Hasil
Analisis data
DM ti e 2 n=37 Tanpa DM (n=30)
Populasi Penelitian
Sam el enelitian n=67
7/26/2019 --agustini-7597-1-14-agus-)
57/82
39
I. Definisi Operasional dan Kriteria obyektif
1. Obesitas adalah obesitas sentral yang ditetapkan oleh klinisi di
Poliklinik Endokrin Metabolik RS Akademis Jaury Makassar dengan
kriteria ukuran lingkar perut > 90 cm untuk laki-laki dan > 80 cm
untuk wanita.
2. Obesitas tanpa DM adalah penderita obesitas dewasa yang
melakukan pemeriksaan di Poliklinik Endokrin Metabolik Penyakit
Dalam RS. Akademis Jaury Makassar dengan kriteria glukosa
darah puasa (GDP) < 110 mg/dl dan TTGO 126 mg/dl, dan
HbA1c > 6,5 %.
4. Kadar 25-Hydroxyvitamin D adalah kadar 25(OH)D yang diukur
dengan metode Sandwich immunoassaymenggunakan Cobas 411
, dengan nilai rujukan > 30 ng/ml (> 75 nmol/L).
5. Kadar Insulin adalah kadar insulin puasa yang diukur dengan
metode Sandwich immunoassaymenggunakan Cobas 411, dengan
nilai rujukan 2,6-24,9 U/ml (17,8-173 pmol/L).
7/26/2019 --agustini-7597-1-14-agus-)
58/82
40
J. Analisis Data
Seluruh data yang diperoleh dikelompokkan sesuai dengan tujuan
dan jenis data. Data diolah dengan uji statistik yang sesuai.
a. Analisis karakteristik subyek penelitian menggunakan Descriptive
Statistics Frequencies.dengan menampilkan nilai rerata dan standar
deviasi dari masing-masing kelompok.
b. Uji normalitas distribusi populasi data kadar 25-Hydroxyvitamin D dan
insulin digunakan pengujian Shapiro-Wilk Test. Data kadar 25-
Hydroxyvitamin D dan insulin menunjukkan hasil distribusi tidak
normal maka digunakan pengujian non-parametrik dengan Mann-
Whitney Test untuk menentukan perbedaan diantara kedua kelompok
sedangkan penilaian korelasi antara dua variabel digunakan analisis
Spearman Test. Hasil penelitian disajikan dalam bentuk narasi, tabel
atau grafik.
Hasil uji hipotesis dinyatakan sebagai berikut:
a. Tidak bermakna, jika p > 0,05
b. Bermakna, jika p 0,05
c. Sangat bermakna, jika p < 0,01
7/26/2019 --agustini-7597-1-14-agus-)
59/82
41
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
1. Karakteristik sampel penelitian
Penelitian dilakukan selama periode Februari sampai April 2014.
Subyek penelitian sebanyak 67 orang yang terdiri atas obesitas tanpa DM
30 orang dan obesitas dengan DM 37 orang. Rentang umur antara 35-70
tahun, wanita sebanyak 46 orang dan laki-laki 21 orang. Rerata Homa-IR
pada kedua kelompok adalah 3.14 obesitas tanpa DM dan 4.42 obesitas
DM tipe 2 namun perbedaannya tidak bermakna dengan nilai p=0.057
(Tabel 1).
7/26/2019 --agustini-7597-1-14-agus-)
60/82
42
Tabel 1. Karakteristik Subyek penelitian
Variabel
Mean SD
pObesitas Non DM
(n=30)
Obesitas DM
(n=37)
Umur (Tahun)
35-40
41-50
51-60
61-70
Jenis kelamin
Wanita
Laki-laki
TB (cm)
BB (Kg)
IMT (kg/m2)
LP (cm)
Hb A1C (%)
GDP (mg/dl)
TTGO (mg/dl)
Homa-IR
49.16 7.58
3
16
8
3
1.73 0.45
22
8
153.72 7.41
69.01 12.61
29.24 4.60
94.88 9.99
5.71 0.42
91.46 6.00
123.70 10.38
3.14 2.07
49.78 7.33
4
15
15
3
1.62 0.49
24
13
156.08 7.46
69.47 14.62
28.35 4.49
93.28 8.21
8.25 1.83
128.72 38.26
266.86 61.99
4.42 2.87
0.737
0.201
0.891
0.406
0.484
0.001
0.001
0.001
0.057
Sumber : Data Primer
Keterangan: n= jumlah sampel, SD= standar deviasi, TB = tinggi badan, BB= beratbadan, IMT= indeks massa tubuh, LP= lingkar perut, GDP= gula darah puasa,
TTGO= tes toleransi glukosa oral, Homa-IR= Homeostasis model assessment ofinsulin resistance
7/26/2019 --agustini-7597-1-14-agus-)
61/82
43
2. Kadar 25-Hydroxyvitamin D dan insulin pada obesitas tanpa DM
dan Obesitas dengan DM
Rerata kadar 25(OH)D dan insulin pada obesitas tanpa DM adalah
34.33 ng/ml9.73 dan 13.78 U/ml11.14, sedangkan rerata pada
obesitas dengan DM adalah 33.35 ng/ml7.27 dan 13.80 U/ml7.21.
Hasil uji statistik menggunakan Mann-Whitney Test menunjukkan tidak
ada perbedaan bermakna rerata kadar 25(OH)D pada obesitas tanpa DM
dan obesitas dengan DM (p=0.83), sedangkan kadar insulin tidak ada
perbedaan bermakna antara obesitas tanpa DM dengan obesitas dengan
DM (p=0.35).
Tabel 2. Perbedaan kadar rerata 25-Hydroxyvitamin D dan Insulinpada subyek obesitas tanpa DM dan obesitas dengan DM
Variabel Obesitas tanpa DM Obesitas DM p*
Mean SD Mean SD
25(OH)D 34.33 9.73 33.35 7.27 0.83
Insulin 13.78 11.14 13.80 7.21 0.35
Sumber : Data Primer
Keterangan: SD = Standar Deviasi
* = Mann-Whitney Test
3. Uji korelasi kadar 25-Hidroxyvitamin D dan insulin pada obesitas
tanpa DM dan obesitas dengan DM.
Uji korelasi Spearman antara kadar 25-Hydroxyvitamin D dengan
insulin menunjukkan korelasi positif yang sangat lemah baik pada
7/26/2019 --agustini-7597-1-14-agus-)
62/82
44
kelompok obesitas tanpa DM (r= 0.188) maupun kelompok obesitas
dengan DM tipe 2 (r=0.001).
Tabel 3. Hubungan 25-Hydroxyvitamin D dan insulin pada obesitastanpa DM dan obesitas dengan DM
Subyek 25(OH) D Insulin r p
Mean SD Mean SD
ObesitasTanpa DM 34.33 9.73 13.78 11.14 0.188 0.319
Obesitas DM 33.35 7.27 13.80 7.21 0.001 0.99
Sumber: Data primer
Keterangan:Analisis Coreelate Bivariate, Uji Spearman; korelasi bermakna padalevel p 30.81
41.81, Kuartil III = >41.8152.81, dan Kuartil IV = >52.8163.82.
7/26/2019 --agustini-7597-1-14-agus-)
63/82
45
Tabel 4. Perbedaan distribusi kadar 25-Hydroxyvitamin D rendah dantinggi antara subyek obesitas tanpa DM dan DM menggunakan
nilai Kuartil
Subyek
Kuartil 1Risk Estimate
OR (95% CI)
p
Rendah
( 30.81)
Obesitas Tanpa DM
n(%)
13 (43,3%) 17 (56.7%)1.25
(0.471-3.35)0.648
Obesitas DM
n(%)14 (37.8%) 23 (62.2%)
Subyek
Kuartil 2
Rendah
( 41.81)
Obesitas Tanpa DM
n(%)24 (80.0%) 6 (20%) 0.625
(0.170-2.29)0.476
Obesitas DM
n(%)32 (86.5%) 5 (13.5%)
SubyekKuartil 3
Rendah
( 52.81)
Obesitas Tanpa DM
n(%)29 (96.7%) 1 (3.3%) 0.967
(0.90-1.033)0.263
Obesitas DM
n(%)37 (100) 0 (0%)
Keterangan: Analisis Descriptive Statistic Crosstabs. n = jumlah, % = persentase, OR=odd ratio, Cl=95% confidence interval (low risk-upper risk)
Analisis menggunakan ketiga Kuartil di atas, nilai Kuartil 1 sebagai
titik potong lebih baik dalam menggambarkan perbedaan distribusi
25(OH)D rendah dan tinggi dibandingkan kuartil 2 dan 3 pada subyek
obesitas tanpa DM dan DM dengan nilai Odds Ratio(OR) pada kuartil 1
adalah 1.22 namun perbedaannya tidak bermaknap= 0.648.
7/26/2019 --agustini-7597-1-14-agus-)
64/82
46
B. Pembahasan
Penelitian dilakukan selama bulan Februari sampai bulan April
2014 di Makassar pada 67 subyek penelitian yang memenuhi kriteria
penelitian yang terdiri 30 orang obesitas tanpa DM (laki-laki 27% dan
wanita 73%) dan 37 orang obesitas dengan DM (laki-laki 35% dan wanita
65%). Rentang umur berkisar 35-70 tahun dengan golongan umur
terbanyak 41-50 tahun (46%). Beberapa penelitian telah melaporkan
bahwa kadar 25-Hydroxyvitamin D berperan dalam patogenesis terjadinya
DM tipe 2 dan berkurang kadarnya pada subyek obesitas karena terjadi
peningkatan penyimpanan sehingga kadar 25-hidroxyvitamin D berkurang
dalam sirkulasi. Kekurangan vitamin D merupakan salah satu faktor risiko
potensial pada subyek obesitas dan terjadinya resistensi insulin yang dapat
menyebabkan DM tipe 2.(Grineva et al., 2013)
Hubungan Kadar 25-Hydroxyvitamin D pada subyek obesitas tanpa
DM dan obesitas dengan DM pada penelitian kami didapatkan hasil yang
tidak bermakna dengan nilai p= 0.83 (Tabel 2). Hasil penelitian ini sesuai
dengan penelitian yang dilakukan oleh Heras et al., (2013) pada subyek
remaja dengan obesitas normal dan toleransi glukosa terganggu yang
menyatakan bahwa tidak ada perbedaan bermakna antara kadar 25-
hydroxyvitamin D pada kedua kelompok dan tidak ada hubungan antara
kadar 25(OH)D dan komponennya dengan patofisiologi DM tipe 2 serta
sensitivitas insulin.
7/26/2019 --agustini-7597-1-14-agus-)
65/82
47
Kekurangan kadar 25-Hydroxivitamin D pada populasi penelitian
kami mungkin belum parah atau butuh waktu yang lama kekurangan
vitamin D untuk mempengaruhi sekresi insulin dan sensitivitas insulin,
sampel penelitian kami adalah penderita yang baru terdiagnosis DM tipe 2.
Hal ini sesuai penelitian oleh Husemoen et al., (2012) yang melakukan
penelitian prospektif pada populasi umum orang dewasa yang
menunjukkan adanya hubungan terbalik antara hipovitaminosis D dan
risiko DM tipe 2 setelah 5 dan 10 tahun.
Faktor geografis dan paparan sinar matahari berperan terhadap
kadar 25-Hydroxyvitamin D. Indonesia berada didaerah tropis (khatulistiwa)
yang selalu mendapatkan sinar matahari sehingga cukup untuk
menghasilkan vitamin D dalam tubuh termasuk dari diet. Faktor iklim tropis
dari Indonesia khususnya di Makassar yang mungkin membedakan hasil
penelitian ini dengan penelitian sebelumnya yang umumnya dilakukan
pada populasi yang bermukim di daerah beriklim subtropis dengan
intensitas sinar matahari yang rendah atau kurang. Sebagian besar
sumber utama vitamin D adalah sintesis dari kulit setelah terpapar sinar
matahari, sehingga selama musim dingin, penduduk negara-negara yang
terletak di lintang diatas 40o misalnya Denmark (56o) tidak dapat
memproduksi vitamin D yang cukup sehingga didapatkan kekurangan
vitamin D yang terjadi di Denmark pada penelitian yang dilakukan terhadap
sampel populasi umum. (Husemoen et al., 2012)
7/26/2019 --agustini-7597-1-14-agus-)
66/82
48
Penelitian ini memperlihatkan bahwa hubungan antara kadar 25-
Hydroxyvitamin D dan insulin korelasi sangat lemah dengan nilai p tidak
bermakna pada subyek obesitas tanpa DM (r= -0.188 dan p= 0.319) dan
obesitas dengan DM (r =0.001 dan p = 0.99). Hasil ini sesuai dengan
penelitian yang dilakukan oleh Cimbek et al., (2012), mengatakan bahwa
populasi di Turki kekurangan vitamin D adalah lazim baik pada penderita
DM maupun kontrol atau orang sehat, dan kadar vitamin D tidak
berhubungan dengan resistensi insulin baik penderita DM ataupun kontrol.
Tidak adanya korelasi yang bermakna pada penelitian ini mungkin
dipengaruhi oleh faktor etnik dan gen VDR. Pada penelitian observasional
dilaporkan hubungan antara polimorfisme VDR dan DM tipe 2, glukosa
puasa, intoleransi glukosa, sensitivitas insulin, sekresi insulin dan kadar
calcitriol. Hubungan antara polimorfisme VDR dan risiko DM tipe 2 pada
populasi etnik yang berbeda memberikan hasil yang bervariasi. Mekanisme
dari hubungan ini masih belum dapat dijelaskan, tetapi terdapat hubungan
antara genotif VDR tertentu dengan DM tipe 2 dan telah dilaporkan
polimorfisme VDR dan vitamin D berperan dalam diferensiasi dan
metabolisme adiposit. Polimorfisme VDR dapat berperan dalam
patogenesis DM tipe 2 melalui pengaruhnya terhadap kapasitas sekretori
sel beta pankreas. Vitamin D Reseptor berkaitan dengan glukosa puasa
terganggu dan memberikan pengaruh terhadap pentingnya vitamin D
dalam modulasi sekresi insulin.(Epstein, 2010).
7/26/2019 --agustini-7597-1-14-agus-)
67/82
49
Vitamin D akan memberikan efek setelah berinteraksi dengan
vitamin D reseptor yang merupakan reseptor hormon inti. Beberapa
polimorfisme gen VDR telah diidentifikasi, yaitu Fokl, Taql, Bsml dan Apal.
Perubahan ekspresi mRNA VDR diperlihatkan dengan varian genotip dari
gen VDR. Varian polimorfisme gen VDR dipengaruhi oleh suku bangsa dan
geografi. (Lewis et al., 2005)
Penelitian yang dilakukan oleh Erdonmes et al., (2011), tidak
menemukan adanya korelasi antara pengukuran insulin selama tes
toleransi glukosa oral dan kekurangan vitamin D. Meskipun demikian,
penelitian yang lebih luas termasuk mengenai suplemen vitamin D dan
sensitivitas insulin perlu dievaluasi untuk lebih menjelaskan hubungan
antara kadar vitamin D dan insulin. Berdasarkan hasil penelitian ini
didapatkan hasil bahwa mungkin hipovitaminosis D pada subyek obesitas
kurang berperan khususnya populasi di Indonesia khususnya di
Makassar.
Keterbatasan penelitian ini adalah jumlah sampel yang tidak
homogen pada masing-masing kelompok sehingga hasil 25-
hydroxyvitamin D dan insulin sangat bervariasi. Faktor riwayat penyakit
yang mendasari dan kurangnya informasi pasti peserta penelitian
mengenai asupan vitamin D dan kalsium, lamanya paparan sinar
matahari, pigmentasi kulit, aktivitas fisik, asupan makanan, kadar PTH,
kadar 1,25(OH)2D, dan vitamin D-Binding protein, yang dapat
7/26/2019 --agustini-7597-1-14-agus-)
68/82
50
mempengaruhi kadar 25-Hydroxyvitamin D dan insulin sehingga
disarankan sebaiknya penelitian mendatang dilakukan secara kohor.
7/26/2019 --agustini-7597-1-14-agus-)
69/82
51
BAB VI
SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Hasil penelitian yang ditemukan dalam penelitian ini dapat
disimpulkan bahwa:
1. Rerata kadar 25-Hydroxyvitamin D pada subyek obesitas tanpa DM
lebih tinggi dari obesitas DM tipe 2.
2. Rerata kadar insulin pada subyek obesitas tanpa DM lebih rendah
dari obesitas DM tipe 2.
3. Kadar 25-hydroxyvitamin D dan insulin pada subyek obesitas tanpa
DM dan obesitas DM tipe 2 tidak berbeda bermakna.
4. Terdapat korelasi positif yang sangat lemah antara kadar 25-
Hydroxyvitamin D dan insulin baik pada kelompok subyek obesitas
tanpa DM maupun obesitas dengan DM tipe 2
5. Kadar 25-hydroxyvitamin D mungkin kurang berperan dalam
patogenesia DM tipe 2 khususnya populasi di Makassar.
B. Saran
Disarankan untuk penelitian selanjutnya melakukan penelitian yang
bersifat kohor prospektif dengan subyek yang lebih banyak, dan penelitian
pada subyek obesitas tanpa DM dan DM yang lama serta parameter lain
7/26/2019 --agustini-7597-1-14-agus-)
70/82
52
misalnya PTH dan menilai lamanya terpapar sinar matahari yang dikaitkan
dengan kadar 25-Hydroxyvitamin D.
7/26/2019 --agustini-7597-1-14-agus-)
71/82
53
DAFTAR PUSTAKA
Adam, J.M.F.2006. Obesitas dan Diabetes Melitus Tipe 2 dalam Obesitasdan Sindroma Metabolik, Makassar: 9-10
Afzal, S., Bojesen, S.E. and Nordestgaard, B.G. 2013. Low 25(OH)D andRisk of Type 2 Diabetes: A Prospective Cohort Study and Meta-analysis, 59:2
Alberti, K.G., Zimmet, P. and Shaw J. 2005. IDF Epidemiology Task ForceConsensus Group: The Metabolic Syndrome: a new worldwidedefinition. Lancet 366:1059-1062.
American Diabetes Association. 2013. Standar of Medical Care inDiabetes, Diabetes Care, vol.36 (Suppl 1): s11-s50.
Cahjono, H., Budhiarta, A.G. 2007. Hubungan Resistensi Insulin denganKadar Nitric Oxide pada Obesitas Abdominal, dalam Jurnal PenyDalam, Volume 8 Nomor 1; 23-36.
Chiu, C.K., Chu, A. and Go W.V.L., Saad, M.F. 2004. Hypovitaminosis D is
Associated with Insulin Resistance and Cell Dysfunction, in Am JClin Nutr, 79:820-5.
Cimbek, A., Gursoy, G., Kirnap, G.N., Acar, Y., Erol, B., Ozasik, I. andGungor, F. 2012. Relation of Serum 25 Hydroxyvitamin D3 Levelswith Insulin Resistance in Type 2 Diabetic Patients and NormalSubjects, in Medicine Science; 1(4): 305-14.
Corwin, E.J. 2008. The Pancreas and Diabetes Melitus. In Handbook ofPathophysiology, 3rded, Philadelphia, PA:Lippincett. Willianms andWilkins. pp. 550-573.
Deleskog, A., Hilding, A.,Brismar, K., Hamsten, A., Efendic, S. and
Ostenson, C.G. 2012. Low Serum 25-Hydroxyvitamin D LevelPredicts Progression to Type 2 Diabetes in Individuals withPrediabetes but not with Normal Glucose Tolerance, 55:1668-1678.
Eliades, M., Pittas, A.G. 2009. Vitamin D and Type 2 Diabetes in Cinic RevBone Miner Metab., 7:185-198.
Erdonmes, D., Hatun, S., Cizmecioglu, F.M. and Keser A. 2011. NoRelationship Between Vitamin D Status and Insulin Resistance in aGroup of High School Students; 3(4): 198-201.
7/26/2019 --agustini-7597-1-14-agus-)
72/82
54
Epstein, S. 2010. Vitamin D in Endocrinology and Metabolism Clinics ofNorth America, Volume 39(2), Number 2; 243-446.
Grineva, E.N., Karonova, T., Micheeva, E., Belyaeva, Nikitina, I.L. 2013.Vitamin D Deficiency is a Risk Factor for Obesity and DiabetesType 2 in Women at Late Reproductive Age; vol.5 No.7; 575-581.
Gustaviani, R. 2007. Diagnosis dan Klasifikasi Diabetes Melitus. In : BukuAjar Ilmu Penyakit Dalam. 4thed. Jakarta: FK UI. P.1857-1859
Heras, J.D.L., Rajakumar, K., Lee, S., Bacha, F., Holick, M.F. andArslanian, S.A. 2013. 25-Hydroxyvitamin D in Obese Youth AcrossThe Spectrum of Glucose Tolerance From Normal to Prediabetes to
Type 2 Diabetes, Diabetes Care, volume 36; 2048-2053.
Hesmat, R., Malazy, O.T., Ahranjani, S.A., Shahbazi, S., Khooshehchin,G., Bandarian, F. and Larijani, B. 2012. Effect of Vitamin D onInsulin Resistance and Anthropometric Parameters in Type 2Diabetes; a Randomized Double-blind Clinical Trial, Journal ofPharmaceutical Sciences, 20:10;2-6.
Husemoen, L.T.N., Thuesen, B.H., Fenger, M., Jorgensen, T., Glumer, C.,Svensson, J., Ovesen, L., Witte, D.R. and Linneberg, A. 2012.Serum 25(OH)D and Type 2 Diabetes Association in a GeneralPopulation: a Prospective Study, Diabetes Care; 35:1695-1700.
Lewis, S.J., Baker, I. and Smith, G.D. 2005. Meta-analysis of Vitamin DReceptor Polymorphisms and Pulmonary Tuberculosis Risk. Int JTuberc Lung Dis; 9(10):1174-7.
Liu, J. 2013. Vitamin D and Diabetes Mellitus: What Do We Know? InJournal of Hypo and Hyperglycemia, 1:1;1-8.
Mathieu, C., Gysemans, C. and Guilietti, A. 2005. Vitamin D and Diabetes.
Diabetologia.; 48:1247-1257.
McPhee, S.J., Lingappa, V.R. and Ganong, W.F. 2005. Pathophysiologyof Selected Endocrine Pancreatic Disorders, in Pathophysiology ofDisease, an Introduction to Clinical Medicine, fourth edition, LangeMedical Book/McGraw-Hill, Toronto. 510-515.
Mezza, T., Muscogiuri, G., Sorice, G.P., Prioletta, A., Salomone, E.,Pontecorvi, A. 2012. Vitamin D Deficiency: A New Risk Factor forType 2 Diabetes, Review Article Annals of Nutrition andMetabolism, 61;337-348.
7/26/2019 --agustini-7597-1-14-agus-)
73/82
55
Moreira, T.S., Hamadeh, J.M. 2010. The Role of Vitamin D Deficiency inthe Pathogenesis of Type 2 Diabetes Mellitus in European e-
Journal of Clinical Nutrition and Metabolism, 5;155-165
Ortlepp, J.R., Metrikat, J. and Albrecht, M. 2003. The Vitamin D ReceptorGene Variant and Physical Activity Predicts Fasting Glucose Levelsin Healthy Young Man. Diabet Med ;20:451-454.
Palomer, X., Gonzalez, M.J., Vaca, BV. and Mauricio, D. 2008. Role ofVitamin D in The Pathogenesis of Type 2 Diabetes Mellitus, ReviewArticle Diabetes,Obesity and Metabolism,10;185-197.
Permana, H. 2004. Patofisiologi Primary Osteoporosis, Metabolisme
Vitamin D, Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUP Bandung,1-9.
Pittas, A.G., Lau, J., Hu, B.F. and Hughes, D.B. 2007. Review: The Role ofVitamin D and Calcium in Type 2 Diabetes. A Systematic Reviewand Meta-Analysis, The Journal of Clinical Endocrinology &Metabolism 92(6);2017-2029.
Powers, A.C. 2005. Diabetes Melitus, in Harrisons Principles of InternalMedicine, vol.2, McGraw-Hill, New York. 2152-2163.
Putrawan, I.B.P., Suastika, K. 2009. Hubungan Antara Kadar AdiponektinPlasma dan Resistensi Insulin pada Penduduk Asli Desa Tengananpegrisingan-Karangasem, dalam J Peny. Dalam, Vol. 10 No.3; 190-200.
Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas). (2007). Dalam Laporan NasionalBadan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan DepartemenKesehatan Republik Indonesia. 156-159.
Roche. Kit Vitamin D total and Insulin, Elecsys and Cobas e analyzers,2011, 1-4.
Sanusi, H. 2006. Patogenesis Diabetes Melitus Tipe 2, dalam The FastIndonesia Endo-Metabolic Update, Makassar. hal:1-13.
Schteingart, D.E. 2006. Pankreas: Metabolisme Glukosa dan DiabetesMelitus, dalam Patofisologi, Konsep Klinis Proses-proses Penyakit,edisi 6, EGC, Jakarta. 1259-1270.
Scragg, R., Sowers, M.F. and Bell, C. 2004. Serum 25-Hydroxyvitamin D,Diabetes and Ethnicity in The Third National Health and NutritionExamination Survey, Diabetes Care: 27:12;2813-2818.
7/26/2019 --agustini-7597-1-14-agus-)
74/82
56
Shankar, A., Sabanayagam, C. and Kalidindi, S. 2011. Serum 25-Hydroxyvitamin D levels and Prediabetes Among Subjects Free of
Diabetes, Diabetes Care, volume 34;1114-1119.
Shanthi, B., Revathy, C., Devi, A.J.M., Parameshwari, P.J. and Stephen,T. 2012. Serum 25(OH)D and Type 2 Diabetes Mellitus in Journal ofClinical and Diagnostic Research, vol.6(5):774-776.
Shaw, J.E., Sicree, R.A. and Zimmet, P.Z. 2010. Global Estimates of ThePrevalence of Diabetes for 2010 and 2030. Diabetes Research andClinical Practice. 87:4-14.
Sitompul, R. 2011. Retinopati Diabetik dalam J Indon Med Assoc, Vol. 61
No.8. 337-341.
Soegondo, S. 2009. Diagnosis dan Klasifikasi Diabetes Melitus terkini.Dalam: Penatalaksanaan Diabetes Melitus Terpadu. FKUI, Jakarta.19-27.
Sung, C.C., Liao, M.T., Lu, K.C. and Wu, C.C. 2012. Role of Vitamin D inInsulin Resistance, in Journal of Biomedicine and Biotechnology,vol. 2012:1-12.
Sudoyo, W. 2006. Insulin: Mekanisme Sekresi dan Aspek Metabolisme,buku ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid III, Edisi IV, Bagian IlmuPenyakit Dalam FKUI, Jakarta. 1890-91
Suyono, S. 2007. Diabetes Melitus di Indonesia, Dalam buku ajar IlmuPenyakit dalam, edisi ke 4, Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit DalamFKUI, Jakarta; 1852-1856
Talaei, A., Mohamadi, M. and Adgi, Z. 2013. The Effect of Vitamin D onInsulin Resistance in Patients with Type 2 Diabetes, in journalDiabetology and Metabolic Syndrome, 5:8;1-5.
Tsur, A., Feldman, BS., Feldhammer, I., Hoshen, MB., Leibowitz. andBalicer, D.R. 2013. Decreased Serum Concentrations of 25-Hydroxycalciferol are Associated with Increased Risk ofProgression to Impaired Fasting Glucose and Diabetes, DiabetesCare, volume 36:1361-1367.
Valdivielso, J.M., Andia, C.J., Coll, B. and Fernandez, E. (2009). A NewRole for Vitamin D Receptor Activation in Chronic Kidney Disease,in American Journal Physiological Renal, vol.297:F1501-F1509.
7/26/2019 --agustini-7597-1-14-agus-)
75/82
57
Wild, S., Roglic, G. and Green, A. 2004. Global Prevalence of Diabetes,Estimates for the year 2000 and Projections for 2030. Diabetes
Care. 27(5): 1047-1053
Yamauchi, T., Kamon, J., Waki, H, Terauchi, Y., Kubota, N., Hara, K.,Mori, Y. and Akanuma, Y. 2000. The Fat Derived HormoneAdiponectin Reverses Insulin Resistance Associated with BothLipoatrophy and Obesity. Nat Med, 7(8):941-946.
7/26/2019 --agustini-7597-1-14-agus-)
76/82
58
Lampiran 1
7/26/2019 --agustini-7597-1-14-agus-)
77/82
59
Lampiran 2.
FORMULIR PERSETUJUAN MENGIKUTI PENELITIAN
Judul penelitian : Kadar 25-Hydroxyvitamin D dan Insulin pada subyek obesitas tanpa
Diabetes Melitus dan obesitas dengan Diabetes Melitus Tipe 2
Saya yang bertanda tangan dibawah ini
Nama :
Jenis kelamin :
Umur :
Alamat :
Setelah mendengar dan mengerti penjelasan yang diberikan mengenai tujuan
penelitian, dengan ini saya menyatakan bersedia tanpa paksaan untuk berpartisipasi
dalam penelitian ini. Saya mengerti bahwa pada proses pengambilan darah dapat terjadi
rasa takut, terasa sakit karena ditusuk jarum, bisa pingsan atau bisa infeksi. Namun
dengan pemeriksaan tekanan darah sebelumnya, teknik pengambilan secara bebas
hama dan orang yang sudah terlatih, sangat kecil kemungkinan terjadinya peristiwa
tersebut.
Saya mengetahui bahwa saya berhak untuk menolak atau berhenti dari
penelitian ini.Semua biaya pemeriksaan 25-Hydroxyvitamin D dan Insulin dari darah
dalam pene