--agustini-7597-1-14-agus-)

Embed Size (px)

Citation preview

  • 7/26/2019 --agustini-7597-1-14-agus-)

    1/82

    1

    KADAR 25-HYDROXYVITAMIN D DAN INSULIN PADA SUBYEK

    OBESITAS TANPA DIABETES MELITUS DAN OBESITAS DENGAN

    DIABETES MELITUS TIPE 2

    25-HYDROXYVITAMIN D AND INSUL IN LEVELS IN OBESE

    SUBJECTS WITH AND WITHOUT TYPE 2 DIABETES MELITUS

    AGUSTINI

    C108209201

    KONSENTRASI PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS TERPADU

    (COMBINED DEGREE)

    PROGRAM STUDI BIOMEDIK PROGRAM PASCASARJANA

    UNIVERSITAS HASANUDDIN

    MAKASSAR

    2014

  • 7/26/2019 --agustini-7597-1-14-agus-)

    2/82

    2

    KADAR 25-HYDROXYVITAMIN D DAN INSULIN PADA SUBYEK

    OBESITAS TANPA DIABETES MELITUS DAN OBESITAS DENGAN

    DIABETES MELITUS TIPE 2

    25-HYDROXYVITAMIN D AND INSULIN LEVELS IN OBESE SUBJECTS

    WITH AND WITHOUT TYPE 2 DIABETES MELITUS

    Tesis

    Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelas Megister

    Program Studi

    Biomedik/ PPDS Terpadu Ilmu Patologi Klinik

    Disusun dan Diajukan oleh

    A G U S T I N I

    Kepada

    PROGRAM PASCA SARJANA

    UNIVERSITAS HASANUDDIN

    MAKASSAR

    2014

    i

  • 7/26/2019 --agustini-7597-1-14-agus-)

    3/82

    3

    PERNYATAAN KEASLIAN TESIS

    Yang bertanda tangan di bawah ini

    Nama : Agustini

    Nomor Mahasiswa : P1507210133

    Program Studi : Program Dokter Spesialis Terpadu

    Patolog Klinik (Combined Degree)

    Menyatakan dengan sebenarnya bahwa tesis yang saya tulis ini

    benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri, bukan merupakan

    pengambilalihan tulisan atau pemikiran orang lain. Apabila di kemudian

    hari terbukti atau dapat dibuktikan bahwa sebagian atau keseluruhan tesis

    ini hasil karya orang lain, saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan

    tersebut.

    Makassar, Mei 2014

    Yang menyatakan,

    Agustini

    ii

  • 7/26/2019 --agustini-7597-1-14-agus-)

    4/82

    4

    PRAKATA

    Segala puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT

    yang Maha Pemurah, Maha Pengasih dan Maha Penyayang atas segala

    limpahan kasih dan anugerahNya yang telah memberikan kesehatan dan

    kemampuan kepada penulis sehingga penyusunan tesis ini dapat

    diselesaikan.

    Gagasan penelitian ini didasari oleh keinginan untuk mengetahui

    KADAR 25-HYDROXYVITAMIN D DAN INSULIN PADA SUBYEK

    OBESITAS TANPA DIABETES MELITUS DAN OBESITAS DENGAN

    DIABETES MELITUS TIPE 2. Penelitian ini juga dilakukan dalam rangka

    penyusunan tesis sebagai salah satu persyaratan dalam Program

    Pendidikan Dokter Spesialis Patologi Klinik dan Program Magister

    Pascasarjana Universitas Hasanuddin Makassar.

    Banyak kendala yang dihadapi dalam penyusunan tesis ini namun

    berkat bantuan dan dorongan dari berbagai pihak, baik dari pihak

    akademik, instansi kesehatan, keluarga dan teman-teman akhirnya tesis

    ini dapat diselesaikan, untuk itu penulis dengan tulus menyampaikan

    penghargaan dan ucapan terima kasih kepada Prof. dr. Mansyur Arif,

    PhD, SpPK(K) sebagai Ketua Komisi Penasehat / Pembimbing Utama dan

    dr. Ruland DN Pakasi, SpPK(K), sebagai anggota Komisi Penasehat /

    Sekretaris pembimbing atas bantuan dan bimbingan yang diberikan mulai

    iii

  • 7/26/2019 --agustini-7597-1-14-agus-)

    5/82

    5

    dari pengembangan minat terhadap permasalahan dan pelaksanaan

    penelitian sampai dengan selesainya penulisan tesis ini.

    Penulis juga ingin menyampaikan terima kasih dan penghargaan

    yang setinggi-tingginya kepada:

    1. Guru Besar di Bagian Ilmu patologi Klinik dan Guru Besar Emeritus

    Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin (FK-UNHAS),

    Alm.Prof.dr.Hardjoeno, SpPK(K), yang sampai akhir hayatnya

    beliau senantiasa mendukung pendidikan penulis sejak awal,

    memberi bimbingan, petunjuk dan arahan kepada penulis.

    2. Guru sekaligus orang tua kami, dr.H.Ibrahim Abd.Samad, SpPK(K)

    dan dr.Hj.Adriani Badji, SpPK, yang senantiasa mendukung

    pendidikan penulis sejak awal, mendidik, membimbing dengan

    penuh ketulusan hati dan memberi nasehat kepada penulis.

    3. Ketua Bagian Ilmu Patologi Klinik FK-UNHAS, Prof. dr. Mansyur

    Arif, PhD, SpPK(K), guru kami yang telah membimbing, mengajar

    dan memberikan ilmu yang tidak ternilai dengan penuh ketulusan

    hati.

    4. Ketua Program Studi Ilmu Patologi Klinik FK-UNHAS, dr. Uleng

    Bahrun, SpPK(K), PhD., guru kami yang senantiasa membimbing

    dan memberikan arahan penulis dalam berbagai kegiatan,

    mengajar, memberi nasehat, serta mendorong penulis supaya lebih

    maju.

    iv

  • 7/26/2019 --agustini-7597-1-14-agus-)

    6/82

    6

    5. Sekretaris Program Studi Bagian Ilmu Patologi Klinik FK-UNHAS,

    dr.Fitriani Mangarengi, SpPK(K), guru kami, yang selalu memberi

    bimbingan dan mengajar penulis.

    6. Dosen penguji dr. Ruland DN Pakasi, SpPK(K), terima kasih atas

    kesediaan waktu dan saran-sarannya dalam penyusunan tesis ini

    7. Seluruh guru, Supervisor di Bagian Ilmu Patologi klinik yang

    senantiasa memberikan arahan dan bimbingan selama menjalani

    pendidikan hingga penyusunan karya akhir ini.

    8. Prof. dr. John MF Adam, SpPD-KEMD selaku dosen penguji, atas

    kesediaan waktu, bimbingan dan saran-sarannya dalam

    penyempurnaan tesis ini.

    9. Prof. Dr. dr. R. Satriono, MSc, Sp.A(K), Sp.GK, yang telah

    membimbing dalam bidang Metode Penelitian dan Statistik dalam

    penyusunan tesis ini.

    10. Direktur RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar dan Staf yang

    telah membantu dan memberikan kesempatan kepada kami dalam

    menjalani pendidikan dan penelitian di rumah sakit tersebut.

    11. Direktur RS. Akademis Jaury Makassar beserta staf, atas

    kesempatan dan bantuan yang diberikan ketika melakukan

    penelitian di rumah sakit tersebut.

    12. Kabid Dokkes Polda Sulselbar dan Karumkit Bhayangkara Andi

    Mappaodang Makassar beserta jajarannya yang telah memberikan

    kesempatan dan dukungan selama pendidikan.

    v

  • 7/26/2019 --agustini-7597-1-14-agus-)

    7/82

    7

    13. Teman-teman seangkatan dan seluruh teman PPDS Ilmu Patologi

    Klinik yang telah banyak memberikan bantuan, motivasi dan

    dukungan selama masa pendidikan dan penyelesaian tesis ini.

    14. Pasien obesitas tanpa DM dan DM, terima kasih yang secara

    sukarela telah berpartisipasi dengan senang hati dalam penelitian

    ini

    15. Seluruh pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang

    telah memberikan dukungan yang sangat berarti kepada penulis.

    Akhirnya penulis menghaturkan terima kasih dan

    penghargaan yang setinggi-tingginya kepada kedua orang tua yang

    sangat kami cintai dan hormati Ayahanda H. Bangsawang Dg Tiro

    (Alm) dan Ibunda Hj. Aisyah Dg Kebo, serta kedua mertua saya

    Bapak H.Sumpuang dg Nanrang dan Hj.Nurbaya dg Nginga,

    dengan tulus dan penuh kasih sayang senantiasa memberikan

    dukungan dan doa untuk kesuksesan anaknya. Adikku yang saya

    sayangi dan cintai Briptu Agustino, S.Psi, Agustia dan Agustina

    beserta keluarga terima kasih atas dukungan dan doanya.

    Khususnya kepada suami tercinta Ir. Indar Jaya dan putra-

    putriku tersayang Siti Zalzabila Octaviani Putri At-Tiin, Siti Zabitha

    Maritha Aisqah Putri At-Tiin, Muh. Zaky Risqullah Putra At-Tiin dan

    Muh. Zain Raihan Putra At-Tiin, terima kasih atas segala dukungan

    moril, kesabaran, pengertian, kasih sayang dan doanya selama

    Bunda mengikuti pendidikan sampai menyelesaikan tesis ini.

    vi

  • 7/26/2019 --agustini-7597-1-14-agus-)

    8/82

    8

    Pada kesempatan ini pula, penulis menghaturkan permohonan

    maaf yang setulus-tulusnya atas kesalahan dan kekhilapan yang

    telah penulis lakukan selama masa pendidikan sampai selesainya

    tesis ini.

    Akhirnya dengan segala kerendahan hati kami mengharapkan

    saran dan koreksi dari semua pihak untuk perbaikan dan

    kesempurnaan tesis ini serta berharap nantinya dapat bermanfaat

    bagi perkembangan ilmu pengetahuan khususnya Ilmu patologi

    klinik. Semoga Allah SWT senantiasa melimpahkan rahmat dan

    hidayahNya kepada kita.

    Makassar, April 2014

    Agustini

    vii

  • 7/26/2019 --agustini-7597-1-14-agus-)

    9/82

    9

    ABSTRAK

    AGUSTINI. Kadar 25-Hydroxyvitamin D dan Insulin pada subyek obesitas tanpa

    Diabetes Melitus dan obesitas dengan Diabetes Melitus Tipe 2 (Dibimbing oleh

    Mansyur Arif dan Ruland DN Pakasi)

    Diabetes melitus adalah penyakit metabolik dengan karakteristik

    hiperglikemia dan prevalensinya diperkirakan akan terus meningkat. Obesitas

    dan kadar 25-hydroxyvitamin D telah dilaporkan mempunyai hubungan pada

    patogenesis diabetes melitus tipe 2 dan berhubungan dengan sekresi insulin.

    Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi perbedaan kadar 25-

    hydroxyvitamin D dan insulin puasa pada subyek obesitas tanpa diabetes melitus

    dan obesitas dengan diabetes melitus Tipe 2.

    Penelitian menggunakan metode cross sectional study, dilaksanakan di

    rumah sakit Akademis Jaury Makassar dari bulan februari sampai april 2014.

    Diagnosis diabetes melitus type 2 pada penelitian ini mengikuti kriteriaAmerican

    Diabetes Association dan obesitas sentral sesuai kriteria orang Asia, laki-laki

    >90 cm dan wanita >80 cm. Subyek dibagi dalam dua kelompok, obesitas tanpa

    diabetes melitus dan obesitas dengan diabetes melitus tipe 2. Kadar 25-

    Hydroxyvitamin D dan insulin diukur dengan metode Electrochemiluminescence

    immunoassay(ECLIA).

    Penelitian ini didapatkan 67 subyek, obesitas tanpa diabetes melitus 30

    orang dan obesitas dengan diabetes melitus 37 orang. Penelitian menunjukkan

    rerata kadar 25-hydroxyvitamin D pada subyek obesitas tanpa diabetes melitus

    (34.339.73) lebih tinggi dibandingkan obesitas dengan diabetes melitus tipe 2

    (33.357.27) tetapi secara statistik hasil uji Mann- Whitney tidak menunjukkan

    perbedaan bermakna (p=0.83). Rerata kadar insulin pada subyek obesitas tanpa

    diabetes melitus (13.7811.14) lebih rendah daripada obesitas dengan diabetes

    melitus tipe 2 (13.807.21), namun secara statistik tidak menunjukkan perbedaan

    bermakna (p=0.35). Kesimpulan, penelitian ini memperlihatkan bahwa kadar 25-

    hydroxyvitamin D yang rendah tidak mempunyai hubungan dengan patogenesis

    diabetes melitus tipe 2. Disarankan penelitian lanjut dengan jumlah subyek yang

    lebih besar.

    Kata kunci: 25-hydroxyvitamin D, insulin, obesitas, diabetes melitus tipe 2

    viii

  • 7/26/2019 --agustini-7597-1-14-agus-)

    10/82

    10

    ABSTRACT

    AGUSTINI. 25-hydroxyvitamin D and insulin levels in obese subjects with and

    without Diabetes Mellitus type 2. (supervised by Mansyur Arif and Ruland DN

    Pakasi)

    Diabetes melitus is a metabolic disease with the characteristic of

    hyperglycemia and the prevalence is expected to continue to rise. Obesity and

    25-hydroxyvitamin D levels have been reported to have a relationship in the

    pathogenesis of Type 2 DM, and may have connection with insulin secretion.

    The aims of study was performed to evaluate the difference of 25-

    hydroxyvitamin D and fasting insulin levels between obese subjects without

    Diabetes Mellitus and with diabetes mellitus type 2.

    The methods of study was a cross sectional, performed in at Akademic

    Hospital Jaury Makassar, from February until April 2014. In this study for the

    diagnosis of type 2 diabetes mellitus followed the criteria on American Diabetes

    Association, and central obesity following the Asian criteria, male >90 cm and

    female >80 cm. They were divided into two groups, obese without diabetes

    melitus and obese type 2 diabetes melitus. Levels of 25-hydroxyvitamin D and

    insulin were measured with Electrochemiluminescence immunoassay (ECLIA)

    methods.

    During the study 67 subject can be covered, 30 obese without diabetes

    melitus and 37 obese type 2 diabetes melitus. The study shown that the average

    levels of 25-Hydroxyvitamin D among obese without diabetes melitus was higher

    compared to obese type 2 diabetes mellitus, 34.33 ng/ml 9.73 and 33.35 ng/ml

    7.27, subseguently, which statistically not significant difference to Mann-

    Whitney test (p=0.83). The Insulin levels among obese without diabetes mellitus

    was lower compared to obese type 2 diabetes mellitus,13.78 U/ml 11.14 and

    13.80 U/ml 7.21 subsequently, statistically not significant difference (p=0.35).

    In conclusion, this study that low levels of 25-Hydroxyvitamin D has not relation

    with the pathogenesis of type 2 diabetes mellitus. Further study include large

    subjects is needed.

    Keywords:25-Hydroxyvitamin D, Insulin, Obese, Diabetes Mellitus type 2.

  • 7/26/2019 --agustini-7597-1-14-agus-)

    11/82

    11

    DAFTAR ISI

    HALAMAN JUDUL i

    PERNYATAAN KEASLIAN TESIS ii

    PRAKATA iii

    ABSTRAK viii

    ABSTRACT ix

    DAFTAR ISI x

    DAFTAR TABEL xiii

    DAFTAR GAMBAR xiv

    DAFTAR LAMPIRAN xv

    DAFTAR SINGKATAN xvi

    I. PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang 1

    B. Rumusan Masalah 4

    C. Tujuan Penelitian 4

    D. Hipotesis penelitian 5

    E. Manfaat penelitian 5

    x

  • 7/26/2019 --agustini-7597-1-14-agus-)

    12/82

    12

    II. TINJAUAN PUSTAKA

    A. Diabetes Melitus Tipe 2 6

    B. Vitamin D 11

    C. Obesitas 21

    III. KERANGKA PENELITIAN

    A. Kerangka Teori 27

    B. Kerangka Konsep 28

    IV. METODE PENELITIAN

    A. Desain penelitian 29

    B. Tempat dan Waktu penelitian 29

    C. Populasi dan sampel Pemilihan 29

    D. Perkiraan Besar Sampel 30

    E. Kriteria Inklusi dan Eksklusi 30

    F. Izin Subyek penelitian ... 31

    G. Cara Kerja .. 31

    H. Alur penelitian 38

    I. Definisi Operasional dan kriteria Objektif .. 39

    J. Analisis Data .. 40

    V. HASIL DAN PEMBAHASAN

    A. Hasil penelitian . 41

    B. Pembahasan . 46

    VI. SIMPULAN DAN SARAN

    A. Simpulan ... 51

    xi

  • 7/26/2019 --agustini-7597-1-14-agus-)

    13/82

    13

    B. Saran .. 51

    DAFTAR PUSTAKA 52

    LAMPIRAN

    xii

  • 7/26/2019 --agustini-7597-1-14-agus-)

    14/82

    14

    DAFTAR TABEL

    Nomor Tabel Halaman

    1. Karakteristik Subyek penelitian 42

    2. Perbedaan kadar rerata 25-Hydroxyvitamin D dan insulin pada

    subyek obesitas tanpa DM dan obesitas dengan DM .. 43

    3. Hubungan 25-Hydroxyvitamin D dan insulin pada obesitas tanpa

    DM dan obesitas dengan DM ... 44

    4. Perbedaan distribusi kadar 25-Hydroxyvitamin D rendah dan tinggi

    antara subyek obesitas tanpa DM dan DM menggunakan nilai

    Kuartil 45

    xiii

  • 7/26/2019 --agustini-7597-1-14-agus-)

    15/82

    15

    DAFTAR GAMBAR

    Nomor Gambar Halaman

    1. Sintesis vitamin D dan target organ 13

    2. Vitamin D dan Fungsi sel beta pancreas 16

    3. Obesitas dan vitamin D dalam pathogenesis DM . 24

    xiv

  • 7/26/2019 --agustini-7597-1-14-agus-)

    16/82

    16

    DAFTAR LAMPIRAN

    Nomor Lampiran Halaman

    1. Ethical Clearance 57

    2. Surat Persetujuan 58

    3. Data Dasar Penelitian 59

    4. Curriculum Vitae . 62

    xv

  • 7/26/2019 --agustini-7597-1-14-agus-)

    17/82

    17

    DAFTAR ARTI LAMBANG DAN SINGKATAN

    Lambang / Singkatan Arti dan keterangan

    ADA :American Diabetes Assosiation

    BB : Berat Badan

    Ca2+ : Calsium

    cm : centimeter

    DBP : D-Binding Protein

    DM : Diabetes Melitus

    Fas/fas-L : Fas-related pathways

    GDP : Glukosa Darah PuasaGDS : Glukosa Darah Sewaktu

    HbA1C : Hemoglobin A1C

    HDL : High Density Lipoprotein

    HGO : Hepatic Glucose Output

    HOMA-IR : Homeostasis Model Assesment of InsulinResistance

    IFG : Impaired Fasting Glucose

    IGT : Impaired Glucose Tolerance

    IMT : Indeks Massa Tubuh

    IRS-1 : Insulin Receptor Substrate-1

    kg : kilogram

    LDL : Low Density Lipoprotein

    LP : Lingkar Perut

    mg/dl : miligram per desiliter

    NF-kB : Nuclear Factor-kB

    ng/ml : nanogram per mililiter

    NGT : Normal Glucose Tolerance

    NHLBI : National Heart, Lung, and Blood Institute

    NHNES : National Health and Nutrition Examination Survey

    NIDDM : Non Insulin Dependent Diabetes Mellitusnmol/L : nanomol per liter

    OR : Odds Ratio

    p : Probability

    pmol/L : picomol per liter

    PTH : Parathyroid Hormone

    SD : Standar Deviasition

    xvi

  • 7/26/2019 --agustini-7597-1-14-agus-)

    18/82

    18

    TB : Tinggi Badan

    TDD : Tekanan darah Diastol

    TDS : Tekanan Darah SistolTGN : Toleransi Glukosa Normal

    TNF-alfa : Tumor Necrosis Factors-alfa

    TTGO : Tes Toleransi Glukosa Oral

    VDR : Vitamin D Receptor

    VDRE : Vitamin D Response Element

    VDR-RXR : Vitamin D Receptor-Retinoic Acid-ReceptorComplex

    WHO : Word Health organization

    U/ml : Mikro Unit per mililier

    1.25(OH)2D : 1.25-Dihydroxyvitamin D25(OH)D : 25-Hydroxyvitamin D

    xvii

  • 7/26/2019 --agustini-7597-1-14-agus-)

    19/82

    1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang

    Diabetes Melitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit

    metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan

    sekresi insulin, kerja insulin, atau kedua-duanya.(ADA, 2013) Diabetes

    Melitus Tipe 2 merupakan penyakit hiperglikemia akibat berkurangnya

    sensitivitas sel terhadap insulin, kadar insulin mungkin sedikit menurun

    atau berada dalam rentang normal. Insulin tetap di hasilkan oleh sel-sel

    beta pankreas, maka DM tipe 2 dianggap sebagai Non Insulin Dependent

    Diabetes Melitus(NIDDM).(Corwin, 2008)

    Berbagai penelitian epidemiologi menunjukkan adanya

    kecenderungan peningkatan insiden dan prevalensi DM tipe 2 di berbagai

    penjuru dunia. (Gustaviani, 2007) Di Asia diramalkan diabetes akan terjadi

    epidemik karena pola makan masyarakat Asia yang tinggi karbohidrat,

    tinggi lemak dan kurangnya olahraga sehingga komplikasi akibat diabetes

    pun meningkat dengan cepat. Prevalensi DM di Indonesia dalam tahun

    2010 diperkirakan sebanyak 4,6%.(Shaw et al., 2010) World Health

    Organization(WHO) melaporkan bahwa Indonesia berada pada urutan ke

    empat negara dengan jumlah penyandang DM terbanyak. Jumlah ini akan

    mencapai 21,3 juta pada tahun 2030. (Sitompul R., 2011)

  • 7/26/2019 --agustini-7597-1-14-agus-)

    20/82

    2

    Diagnosis DM berdasarkan kriteria American Diabetes Association

    (ADA) 2013 adalah kadar HbA1C > 6,5%, atau GDP >126 mg/dl, atau

    glukosa plasma 2 jam >200 mg/dl, atau pada pasien dengan gejala klasik

    hiperglikemia atau krisis hiperglikemia GDS >200 mg/dl.(ADA, 2013)

    Beberapa dekade terakhir telah dilaporkan penyakit nonskletal

    terkait dengan kekurangan vitamin D termasuk DM tipe 2. Efek vitamin D

    pada DM tipe 2 secara langsung menstimulasi ekspresi dari insulin

    reseptor yang akan meningkatkan kemampuan reaksi insulin untuk

    mentranspor glukosa, dan secara tidak langsung dengan menjaga

    ketersediaan kalsium yang menentukan proses insulin mediated

    intracellular.(Pittas et al., 2007) Kekurangan vitamin D merupakan faktor

    risiko pada masyarakat Amerika dan Afrika, selain faktor risiko DM yang

    lain seperti obesitas, pola makan, dan aktivitas fisik yang kurang.(Talaei

    et al., 2013) Pengobatan vitamin D telah terbukti mencegah risiko diabetes

    mellitus, efek ini terutama dihubungkan dengan fungsi imunomodulator

    dari vitamin D, selain itu adanya vitamin D receptor(VDR) dan vitamin D-

    binding protein (DBP) mungkin mempengaruhi toleransi glukosa dan

    sekresi insulin, sehingga menyebabkan risiko timbulnya diabetes melitus

    tipe 2.(Hesmat et al., 2012)

    Penelitian Chiu et al., (2004) menemukan korelasi positif antara

    konsentrasi 25(OH)D3 dan sensitivitas insulin dan fungsi sel beta

    pankreas dan menunjukkan bahwa hipovitaminosis D mungkin menjadi

    faktor risiko independen untuk resistensi insulin, DM tipe 2 dan sindrom

  • 7/26/2019 --agustini-7597-1-14-agus-)

    21/82

    3

    metabolik. Penelitian oleh Tsur et al., (2013) menunjukkan vitamin D

    menjadi faktor risiko independen untuk perkembangan Impaired fasting

    glucose (IFG) dan diabetes. Afzal et al., (2013) kekurangan plasma

    25(OH)D3 berhubungan dengan peningkatan risiko DM tipe 2 pada

    populasi umum. Penelitian oleh Deleskog et al., (2012) menemukan

    bahwa konsentrasi 25(OH)D yang tinggi dapat memprediksi penurunan

    risiko DM tipe 2 pada individu dengan pradiabetes, tetapi tidak pada

    normal glucose tolerance (NGT),dan menunjukkan bahwa suplemen

    vitamin D harus dievaluasi untuk pencegahan DM tipe 2 pada prediabetik.

    Obesitas merupakan salah satu faktor risiko terjadinya kekurangan

    vitamin D karena dapat terjadi peningkatan penyimpanan 25(OH)D dalam

    jaringan adiposa dan mengakibatkan kadar 25(OH)D dalam sirkulasi

    berkurang, sehingga dapat terjadi kompensasi sekresi parathyroid

    hormone (PTH). Peningkatan sekresi PTH dapat menyebabkan

    hiperparatiroidisme sekunder yang telah bisa menghambat sintesis dan

    sekresi insulin dari sel beta pankreas.(Mezza et al., 2012)

    Penelitian oleh Heras et al., (2013) pada pasien obesitas

    menemukan ada perbedaan kadar 25(OH)D dalam sirkulasi antara

    Toleransi Glukosa Normal (TGN) dibandingkan prediabetes/Impaired

    Glucose Tolerance (IGT) dan DM tipe 2. Grineva et al., (2013),

    menunjukkan bahwa kekurangan vitamin D berkorelasi dengan obesitas,

    kadar glukosa dan penurunan sensitivitas insulin serta terjadinya

    resistensi insulin yang merupakan faktor risiko terjadinya DM tipe 2.

  • 7/26/2019 --agustini-7597-1-14-agus-)

    22/82

    4

    Penelitian mengenai kadar vitamin D pada penderita DM tipe 2

    dengan obesitas, sepanjang pengetahuan kami di Indonesia (khususnya

    di Makassar) belum pernah dilakukan sehingga kami tertarik untuk

    melakukan penelitian mengenai kadar 25-Hydroxyvitamin D pada subyek

    obesitas tanpa DM dan obesitas dengan DM tipe 2.

    B. Rumusan Masalah

    Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dirumuskan pertanyaan

    penelitian sebagai berikut: Bagaimana kadar 25-Hydroxyvitamin D dan

    insulin pada subyek obesitas tanpa DM dan obesitas dengan DM tipe 2 ?

    C. Tujuan Penelitian

    1. Tujuan Umum:

    Menganalisis kadar 25-Hydroxyvitamin D dan insulin pada subyek

    obesitas tanpa DM dan obesitas dengan DM tipe 2.

    2. Tujuan Khusus:

    a. Menentukan kadar 25-Hydroxyvitamin D dan insulin pada

    subyek obesitas tanpa DM tipe 2.

    b. Menentukan kadar 25-Hydroxyvitamin D dan insulin pada

    penderita obesitas dengan DM tipe 2.

    c. Menilai perbedaan antara kadar 25-Hydroxivitamin D dan

    insulin pada subyek obesitas tanpa DM dan obesitas dengan

    DM tipe 2

  • 7/26/2019 --agustini-7597-1-14-agus-)

    23/82

    5

    d. Menilai hubungan kadar 25-Hydroxyvitamin D dan insulin

    pada subyek obesitas tanpa DM dan obesitas dengan DM

    tipe 2.

    D. Hipotesis Penelitian

    1. Kadar 25-Hydroxyvitamin D dan insulin pada subyek obesitas tanpa

    DM lebih tinggi dibandingkan penderita obesitas dengan DM tipe 2.

    2. Kadar 25-Hydroxyvitamin D berkorelasi positif dengan insulin pada

    subyek obesitas tanpa DM dan obesitas dengan DM tipe 2.

    E. Manfaat Penelitian

    1. Bila terbukti mempunyai nilai yang bermakna, maka 25-

    Hydroksivitamin D dan insulin dapat dijadikan anjuran pemeriksaan

    dalam upaya pencegahan DM dan manajemen penderita DM tipe 2

    dengan obesitas.

    2. Menambah informasi ilmiah mengenai peranan 25-Hydroxyvitamin

    D pada patogenesis DM tipe 2.

  • 7/26/2019 --agustini-7597-1-14-agus-)

    24/82

    6

    BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    A. Diabetes Melitus

    1. Definisi

    Menurut American Diabetes Assosiation (ADA) tahun 2013, DM

    merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik

    hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin

    atau kedua-duanya.

    2. Epidemiologi

    Menurut World Health Organization (WHO) memprediksi adanya

    peningkatan jumlah penderita diabetes cukup besar untuk tahun-tahun

    mendatang. Untuk Indonesia diprediksikan mengalami kenaikan jumlah

    pasien dari 8,4 juta pada tahun 2000 menjadi sekitar 21,3 juta pada tahun

    2030. (Wild et al., 2004)

    Hasil Riskesdas di Indonesia (2007) ditemukan DM lebih banyak

    pada wanita dibandingkan dengan pria serta golongan tingkat pendidikan

    dan status sosial yang rendah. Kelompok usia terbanyak DM adalah 55-64

    tahun yaitu 13.5%. Beberapa hal yang dihubungkan dengan faktor risiko

    DM adalah obesitas, hipertensi, kurangnya aktivitas fisik dan rendahnya

    konsumsi sayur dan buah.

  • 7/26/2019 --agustini-7597-1-14-agus-)

    25/82

    7

    3. Penyebab

    Penyebab DM tipe 2 belum sepenuhnya jelas, tetapi diperkirakan

    disebabkan oleh dua faktor, yaitu faktor genetik dan faktor

    lingkungan.(Suyono, 2007)

    a. Faktor genetik

    Penelitian menunjukkan bahwa 40 % penderita DM tipe 2

    mempunyai keluarga DM. Hal ini tampak pada penelitian DM tipe 2

    kembar identik ternyata 60-90% keduanya mengidap DM. (Sanusi,

    2006).

    b. Faktor Lingkungan

    Kelebihan energi dan perubahan pola hidup dalam kehidupan

    sehari-hari seperti obesitas, aktifitas fisik yang kurang dan pola

    makan yang tidak seimbang, malnutrisi, obat-obatan diabetogenik

    berisiko timbulnya DM tipe 2.(Sanusi, 2006)

    4. Patogenesis

    Patogenesis DM tipe 2 belum sepenuhnya dipahami, namun ada

    beberapa faktor yang menyebabkan peralihan dari toleransi glukosa

    normal menjadi DM tipe 2 antara lain berkurangnya sekresi insulin,

    pemanfaatan glukosa menurun, dan peningkatan produksi glukosa

    .(Powers, 2005)

    Diabetes Melitus tipe 2 merupakan penyakit kronis progresif,

    dimulai dengan resistensi insulin yang mengarah ke peningkatan produksi

  • 7/26/2019 --agustini-7597-1-14-agus-)

    26/82

    8

    glukosa hepatik dan berakhir dengan kerusakan sel beta. Resistensi

    insulin didefinisikan sebagai ketidakmampuan jaringan target seperti otot

    dan jaringan adiposa untuk merespon sekresi insulin endongen dalam

    tubuh.(Moreira et al., 2010) Pada obesitas dapat terjadi Lipotoxicity yang

    berkontribusi terhadap resistensi insulin. Lipotoxicity mengacu kepada

    tingginya konsentrasi asam lemak bebas yang terjadi sebagai akibat

    tekanan hambatan hormone sensitive lipase (HSL). Normalnya insulin

    menghambat lipolisis dengan menghambat HSL, namun pada resistensi

    insulin tidak terjadi secara efisien. Hasil dari peningkatan lipolisis adalah

    peningkatan asam lemak bebas, dan inilah yang menyebabkan obesitas

    dan peningkatan adiposa. Asam lemak bebas menyebabkan resistensi

    insulin dengan mempromosikan fosforilasi serin pada reseptor insulin yang

    dapat mengurangi aktivitas insulin signaling pathway sehingga

    penyerapan glukosa ke jaringan berkurang menyebabkan hiperglikemia.

    (Moreira and Hamdeh, 2010)

    Ada dua kelainan utama yang mendasarinya terjadinya DM tipe 2

    yaitu defek sel beta pankreas sehingga pelepasan insulin berkurang, dan

    adanya resistensi insulin.(Adam, 2006):

    a. Gangguan sekresi insulin pada sel pankreas

    Pankreas terdiri dari sel dan sel pulau-pulau langerhans

    pankreas. Apabila kadar glukosa darah meningkat, maka sel

    pankreas akan melepaskan insulin ke sirkulasi untuk menurunkan

    kadar glukosa darah, sebaliknya apabila kadar glukosa darah

  • 7/26/2019 --agustini-7597-1-14-agus-)

    27/82

    9

    menurun, sel pankreas akan melepaskan glucagon yaitu hormon

    yang meningkatkan glukosa darah.(Schteingart, 2006)

    Sekresi insulin pada orang non diabetes meliputi dua fase yaitu

    fase dini (fase 1) yang terjadi dalam 3-10 menit pertama setelah

    makan. Insulin yang disekresi pada fase ini adalah insulin yang

    disimpan dalam sel dan fase lanjut (fase 2) yang terjadi 20 menit

    setelah stimulasi dengan glukosa. Sekresi insulin fase 1 akan

    meningkat pada pemberian glukosa untuk mencegah kenaikan

    kadar glukosa darah dan kenaikan glukosa darah selanjutnya akan

    merangsang fase 2 untuk meningkatkan insulin. Makin tinggi kadar

    glukosa darah sesudah makan makin besar pula insulin dibutuhkan,

    akan tetapi kemampuan ini hanya terbatas pada kadar glukosa

    darah dalam batas normal.(Sanusi, 2006)

    Pada DM tipe 2, fase 1 sekresi insulin tidak dapat menurunkan

    glukosa darah yang merangsang fase 2 untuk menghasilkan insulin

    lebih banyak, akan tetapi sudah tidak mampu meningkatkan sekresi

    insulin seperti pada orang normal.(Sanusi, 2006)

    Gangguan sekresi insulin ini menyebabkan sekresi insulin fase 1

    tertekan, akibatnya kadar insulin dalam darah menurun, kondisi ini

    memacu sel pankreas menghasilkan glukagon. Glukagon

    meningkatkan pelepasan glukosa dari hepar yang disebut hepatic

    glucose output (HGO), sehingga kadar glukosa darah puasa

    meningkat. Sebaliknya secara berangsur-angsur pada fase 2 kadar

  • 7/26/2019 --agustini-7597-1-14-agus-)

    28/82

    10

    insulin akan menurun. Dengan demikian perjalanan DM tipe 2

    dimulai dari gangguan pada fase 1 yang menyebabkan

    hiperinsulinemia dan gangguan fase 2 menyebabkan gangguan sel

    . (Sanusi, 2006)

    b. Resistensi Insulin

    Resistensi insulin didefinisikan sebagai gangguan respon biologis

    terhadap insulin baik yang endogen maupun eksogen. Pada

    keadaan resistensi insulin, sel pankreas memacu sekresi insulin

    untuk mempertahankan keadaan normoglikemia. Walaupun

    mekanisme belum jelas sepenuhnya, namun diduga penyebabnya

    antara lain karena kelainan fungsi reseptor insulin, gangguan

    transport glukosa dan peningkatan asam lemak bebas.(Adam,

    2006) Resistensi insulin mengakibatkan aktifitas glukoneogenesis

    di hati meningkat sehingga menghasilkan glukosa lebih banyak, di

    otot menyebabkan gangguan ambilan glukosa dari darah sehingga

    terjadi hiperglikemia, sementara di jaringan lemak terjadi

    peningkatan proses lipolisis menyebabkan pelepasan asam lemak

    bebas berlebihan ke aliran darah.(Mcphee et al., 2003)

    5. Diagnosis

    Diagnosis DM menurutAmerican Diabetes Association(ADA) 2013,

    dapat ditegakkan dengan kriteria HbA1c > 6,5%, atau glukosa darah

    puasa (GDP) > 126 mg/dl, atau tes toleransi glukosa oral (TTGO) > 200

  • 7/26/2019 --agustini-7597-1-14-agus-)

    29/82

    11

    mg/dl, atau glukosa darah sewaktu (GDS) > 200 mg/dl pada penderita

    yang terdapat gejala hiperglikemia diabetes melitus.

    B. Vitamin D

    1. Metabolisme dan Fungsi vitamin D

    Vitamin D2 (ergocalciferol) dan vitamin D3 (cholecalciferol),

    merupakan derivat steroid yang terbentuk dari ergosterol dan 7-

    dehydrocholesterol. Struktur metabolik aktifnya berupa 1,25-

    dihydroxyvitamin D3atau 1,25(OH)2D3. (Permana, 2004)

    Vitamin D akan diangkut ke hati dan terikat oleh alfa globulin

    spesifik (vitamin D-binding protein / DBP) dan sebagian kecil oleh albumin

    dan lipoprotein kemudian mengalami hidroksilasi menjadi 25-hydroxylated

    vitamin D atau 25(OH)D3, calcidiol yang merupakan bagian terbesar

    metabolit vitamin D yang berada di dalam sirkulasi, oleh karena itu,

    25(OH)D3 merupakan ukuran terbaik status overall vitamin D. Kadar

    normal berkisar 30-60 ng/ml (75-125 mmol/ml). Selanjutnya 25(OH)D3 di

    tubulus proksimal ginjal yang akan mengalami hydroksilasi oleh 1 -

    hydroxylase menjadi bentuk aktif 1,25-dihydroxyvitamin D atau

    1,25(OH)2D3. Hasil ini merupakan bentuk vitamin D yang paling aktif.

    Langkah hidroksilasi tersebut dikendalikan oleh beberapa faktor antara

    lain Parathyroid hormone (PTH), fosfor, dan kalsium serum. Ginjal juga

    dapat mengkonversi 25(OH)2D menjadi 24,25-dihydroxyvitamin walaupun

    di sirkulasi metabolit tersebut kadarnya 100 kali lebih tinggi dibandingkan

  • 7/26/2019 --agustini-7597-1-14-agus-)

    30/82

    12

    dengan kadar 1,25(OH)2D namun peran biologisnya sampai saat ini

    masih belum jelas.(Permana, 2004; Liu, 2013)

    Vitamin D yang dibentuk di kulit atau diabsorpsi melalui usus akan

    dirubah oleh hati menjadi 25-hydroxycholecalcipherol, yang kemudian

    oleh ginjal akan dirubah menjadi 1,25-dihydroxycholecalciferol (1,25

    dihydroxy vitamin D3 = 1,25 DHCC) yang merupakan suatu hormon dan

    berperan meningkatkan penyerapan kalsium dan fosfat dari usus untuk

    kebutuhan mineral pada pembentukan tulang dan sebagai perangsang

    pembentukan osteoklast. Vitamin D larut dalam lemak oleh sebab itu

    untuk dapat diangkut dalam darah membutuhkan vitamin D-binding

    protein (DBP) yang spesifik (Permana, 2004). Pembentukan 1,25(OH)D3

    terjadi terutama di ginjal, tetapi sintesis ekstrarenal juga dapat terjadi

    seperti dalam sel pembuluh darah, kelenjar paratiroid, dan makrofag.

    Reseptor vitamin D terdapat dalam beberapa sel target (Gambar 1), yang

    mengatur penyerapan kalsium dan fosfor, proliferasi sel, fungsi kekebalan

    tubuh dan merangsang sintesis dan sekresi insulin pada pankreas.

    (Valdivielso et al.,2009)

  • 7/26/2019 --agustini-7597-1-14-agus-)

    31/82

    13

    Gambar 1. Sintesis vitamin D dan target organ.(Valdivielso et al., 2009)

    2. Vitamin D dan Fungsi Sel beta pankreas

    Pada intoleransi glukosa dan DM tipe 2 umumnya didapatkan

    adanya gangguan fungsi sel beta pankreas, resistensi insulin, dan

    inflamasi sistemik. Terdapat bukti yang mendukung adanya pengaruh

    vitamin D pada mekanisme ini, yaitu vitamin D dan fungsi sel beta

  • 7/26/2019 --agustini-7597-1-14-agus-)

    32/82

    14

    pankreas pada sekresi insulin karena terdapat Vitamin D Receptor(VDR)

    dalam sel beta pankreas dan DBP dalam jaringan pankreas. Beberapa

    bukti mendukung peran menguntungkan dari vitamin D terhadap fungsi sel

    beta pankreas (Gambar 2). Vitamin D memiliki efek langsung terhadap

    fungsi sel beta yang diperantarai oleh ikatan vitamin D bentuk aktif di

    sirkulasi (1,25(OH)2D) dengan VDR, yang diekspresikan oleh sel beta

    pankreas. Adanya gangguan fungsional pada VDR menunjukkan

    tergganggunya sekresi insulin.(Eliades et al., 2009) Penelitian oleh Talaei

    et al. (2013) menemukan hubungan antara vitamin D dan DM tipe 2 dan

    perbaikan kadar glukosa puasa, insulin dan HOMA-IR setelah pengobatan

    dengan vitamin D. Sedangkan penelitian oleh Cimbek et al., (2012) tidak

    menemukan adanya hubungan antara kadar vitamin D dengan resistensi

    insulin pada penderita diabetes dan orang sehat.

    Vitamin D dapat membantu fungsi sel beta pankreas melalui

    beberapa cara (Gambar 2):

    a. Bentuk aktif vitamin D atau 1,25(OH)2D memasuki sel beta

    pankreas dari sirkulasi dan berinteraksi dengan vitamin D receptor-

    Retinoic acid receptor complex (VDR-RXR), yang terikat pada

    vitamin D response element (VDRE) yang terdapat di dalam

    promotor gen human insulin, untuk meningkatkan aktivasi gen

    insulin dan meningkatkan sintesis insulin.

    b. Vitamin D dapat membantu daya tahan sel beta dengan cara

    mengatur inaktivasi dan efek sitokin dan Nuclear Factor-kB (NF-

  • 7/26/2019 --agustini-7597-1-14-agus-)

    33/82

    15

    kB). Efek anti-apoptosis vitamin D juga dimediasi melalui down-

    regulasi Fas-related pathways(Fas/fas-L).

    c. Aktivasi vitamin D juga terjadi di intraseluler oleh bantuan enzim 1-

    alpha hydroxylaseyang diekspresikan dalam sel beta pankreas.

    d. Efek vitamin D mungkin diperantarai secara tidak langsung melalui

    regulasi kalsium (Ca2+) melalui sel beta, dan kalsium intraseluler.

    e. Vitamin D juga mengatur calbindin, suatu protein sitosolik yang

    ditemukan pada sel beta pankreas, yang juga bekerja sebagai

    modulator pelepasan depolarization-stimulated insulin melalui

    regulasi pada kalsium intraseluler. Calbindinjuga dapat melindungi

    dari kematian sel beta pankreas melalui kemampuannya untuk

    menstabilkan kalsium intraseluler. (Sung et al.,2012; Eliades, 2009)

  • 7/26/2019 --agustini-7597-1-14-agus-)

    34/82

    16

    Gambar 2. Vitamin D dan Fungsi sel beta pankreas

    (Eliades M, 2009)

    Keterangan : VDR-RXR = vitamin D receptor-retinoic acidx-receptor complex,VDRE = vitamin D response element, NFkb = nuclear factor-kB,Fas/Fas-L = Fas-related pathways, Ca2+ =calsium

    Penyebab defisiensi vitamin D antara lain berkurangnya asupan

    nutrisi yang banyak mengandung vitamin D, kurangnya paparan sinar

    matahari, malabsopsi diusus, penyakit hati, keadaan yang menyebabkan

    penurunan sintesis vitamin D di kulit dan penurunan sintesis 25(OH)2D di

    ginjal. Defisiensi vitamin D yang terjadi dalam jangka waktu lama dan

    berat pada dewasa muda akan menimbulkan osteomalasia, sedangkan

    pada anak-anak akan mengalami rakhitis, terjadi kerusakan mineralisasi

    yang terus menerus, hiperparatiroid sekunder, hipokalsemia dan

  • 7/26/2019 --agustini-7597-1-14-agus-)

    35/82

    17

    hipofosfatemia. Defisiensi vitamin D baru ditegakkan apabila dilakukan

    pemeriksaan kadar 25(OH)2D dengan hasil biasanya sangat rendah

    bahkan dapat tidak terdeteksi.(Permana, 2004)

    3. Vitamin D dan Diabetes Melitus Tipe 2

    Hubungan antara vitamin D dengan diabetes melitus tipe 1 telah

    banyak dilaporkan (Mathieu et al., 2005). Pengobatan dengan vitamin D

    telah terbukti mencegah risiko diabetes melitus tipe 1 pada hewan dan

    manusia. Efek ini terutama dihubungkan dengan fungsi imunomodulator

    dari vitamin D namun sedikit yang diketahui tentang hubungan antara

    vitamin D dan diabetes melitus tipe 2. Vitamin D menyebabkan defisiensi

    sekresi insulin berkurang pada beberapa penelitian, selain itu adanya

    vitamin D reseptor (VDR) dan vitamin D-binding protein (DBP) mungkin

    mempengaruhi toleransi glukosa dan sekresi insulin, sehingga

    menyebabkan risiko timbulnya diabetes melitus tipe 2.(Mezza et al., 2012;

    Ortlepp et al., 2003)

    Suatu penelitian prospektif oleh Pittas et al, menunjukkan bahwa

    terdapat hubungan antara asupan vitamin D dengan diabetes melitus,

    peran vitamin D terhadap regulasi fungsi sel beta pankreas terbukti oleh

    penemuan reseptor vitamin D pada sel beta pankreas dan gangguan

    kapasitas sekresi insulin yang kekurangan reseptor fungsional vitamin D

    (Pittas et al., 2006). Studi di Selandia Baru melaporkan bahwa pasien

    baru yang di diagnosis diabetes melitus tipe 2 atau toleransi glukosa

  • 7/26/2019 --agustini-7597-1-14-agus-)

    36/82

    18

    tergganggu memiliki kadar vitamin D yang rendah dibandingkan subyek

    kontrol. (Scragg et al., 2004).

    Faktor risiko utama DM tipe 2 adalah obesita dan sering dikaitkan

    dengan hipovitaminosis D. Massa tubuh absolut memiliki hubungan yang

    terbalik dengan konsentrasi serum 25(OH)2D dan berkorelasi positif

    dengan kadar serum PTH. Hubungan ini dapat disebabkan oleh kapasitas

    jaringan adiposit yang besar dan penyimpanan vitamin D yang

    menyebabkan vitamin D secara biologis tidak tersedia dan peningkatan

    kadar PTH. Penurunan serum 25(OH)2D3 sama halnya dengan

    1,25(OH)2D3 dapat meningkatkan kalsium intraseluler pada adiposit, yang

    kemudian menstimulasi lipogenesis dan merupakan predisposisi

    peningkatan berat badan. Dengan demikian nampak bahwa defisiensi

    vitamin D yang ringan berkonstribusi atau merupakan konsekuensi

    obesitas.(Epstein S, 2010; Shankar et al., 2011)

    Defisiensi vitamin D berhubungan dengan risiko sindrom metabolik

    dan DM tipe 2. Penelitian menunjukkan bahwa vitamin D dan kalsium

    penting dalam patogenesis DM tipe 2 karena dapat memicu fungsi sel

    beta dan sensitivitas insulin. The National Health and Nutrition

    Examination Survey (NHNES) melakukan penelitian Cross sectional

    berskala besar dan memdapatkan korelasi yang terbalik antara serum

    25(OH)2D3 dengan insiden DM tipe 2 dan resistensi insulin. Penelitian

    prospektif dari Medical Research Council Ely tahun 1990 sampai 2000,

    ditemukan hubungan antara serum 25(OH)2D3dengan status glikemik dan

  • 7/26/2019 --agustini-7597-1-14-agus-)

    37/82

    19

    terdapat korelasi positif antara plasma 25(OH)2D3 dengan sensitivitas

    insulin pada subyek sehat yang dilakukan tes toleransi glukosa. Selain itu

    terapi osteomalasia yang lama dengan vitamin D dapat meningkatkan

    sekresi insulin dan memperbaiki toleransi glukosa. (Epstein, 2010; Tsur et

    al., 2013)

    Protein pengikat vitamin D atau vitamin DBP diketahui sebagai

    protein spesifik, terletak pada kromosom 4q12 terutama diproduksi oleh

    hati, dengan tiga alel yang umum (Gc1F, Gc1S, dan Gc2) dan mempunyai

    120 lebih varian. Penelitian oleh Hirai et al, mengevaluasi variasi DBP

    pada orang Jepang dengan toleransi glukosa normal, penelitian ini

    memperlihatkan bahwa orang dengan Gc1S/Gc2 dan Gc1s/Gc1S memiliki

    konsentrasi plasma puasa lebih tinggi dari pada Gc1F/Gc1F.(Epstein,

    2010)

    Gen VDR terletak pada kromosom 12q13.11 dan mengandung 11

    ekson. Gen VDR terdapat dalam beberapa jaringan dan berperan pada

    regulasi metabolisme glukosa seperti diotot dan sel beta pankreas

    (Palomer et al., 2008). Empat varian alel umum atau polimorfisme dari gen

    VDR telah diidentifikasi antara lain Fokl, Bsml, Apal dan Taql. Peran VDR

    ini telah banyak dilakukan pada pasien dengan diabetes. Hubungan

    antara polimorfisme VDR dan risiko DM tipe 2 pada populasi etnik yang

    berbeda memberikan hasil yang bervariasi. Mekanisme dari hubungan ini

    masih belum dapat dijelaskan, tetapi terdapat hubungan antara genotif

    VDR tertentu dengan DM tipe 2 dan telah dilaporkan polimorfisme VDR

  • 7/26/2019 --agustini-7597-1-14-agus-)

    38/82

    20

    dan vitamin D berperan dalam diferensiasi dan metabolisme adiposit.

    Polimorfisme VDR dapat berperan dalam patogenesis DM tipe 2 melalui

    pengaruhnya terhadap kapasitas sekretori sel beta pankreas dalam

    modulasi sekresi insulin.(Epstein, 2010)

    Vitamin D dapat mengatur sekresi dan sintesis insulin melalui

    perannya dalam konversi proinsulin menjadi insulin, Vitamin D juga

    mengaktifkan 1-alfa hidroxilase pada sel beta pancreas, enzim ini

    meningkatkan sintesis Mekanisme lain yang mungkin berhubungan adalah

    vitamin D dapat secara langsung memodulasi pertumbuhan dan

    differensiasi sel beta pankreas.(Epstein, 2010)

    C. Vitamin D dan insulin pada DM tipe 2

    Vitamin D berperan dalam risiko terjadinya DM tipe 2 karena dapat

    mempengaruhi sekresi insulin dan sensitivitas insulin melalui peningkatan

    kalsium intrasel yang akan meningkatkan pengikatan dari calcium binding

    protein(Calmodulin) pada insulin receptor substrate1(IRS-1), hal ini akan

    menstimulasi fosforilase tirosin dan mengaktifkan P13 kinase yang akan

    meningkatkan sekresi insulin.(Shanthi et al., 2012)

    Keterkaitan peran vitamin D dengan kadar kalsium dalam darah

    juga memberikan efek yang signifikan jika dibandingkan dengan

    pemberian vitamin D tanpa kalsium pada DM tipe 2. Moreira dan

    Hamadeh (2010) menyatakan bahwa 1.25(OH)2D3 berperan esensial

    dalam eksositosis insulin, yaitu sebuah proses pengeluaran insulin dari

  • 7/26/2019 --agustini-7597-1-14-agus-)

    39/82

    21

    dalam membrane sel menuju ekstraseluler yang membutuhkan kalsium

    (calcium-dependent), yang diregulasi oleh calbindin-D28K yang terdapat

    pada sel beta pancreas. 1.25(OH)2D3 berperan penting untuk

    meningkatkan ekspresi calbindin-D28K yang dapat menurunkan jumlah

    kematian sel beta akibat sitokin dan menurunkan kerusakan mitokondria.

    Kekurangan vitamin D dapat mengganggu sekresi insulin melalui

    peningkatan kadar PTH dan menyebabkan peningkatan kadar kalsium

    intraseluler yang pada akhirnya akan mengganggu sinyal kalsium yang

    dibutuhkan untuk merangsang sekresi insulin dan hubungan ini ditemukan

    pada individu normal namun tidak pada pasien DM tipe 2, hal ini bisa

    terjadi karena pada DM tipe 2 secara otomatis terjadi gangguan

    homeostasis kalsium intraseluler. Apakah sekresi insulin dipengaruhi

    secara langsung oleh vitamin D melalui reseptor, perubahan kadar

    kalsium, atau kadar PTH, adalah masalah penelitian yang masih terus

    dilakukan. Hal ini mungkin bahwa sekresi insulin dipengaruhi oleh

    kombinasi dari mekanisme yang berbeda.(Shanthi et al., 2012)

    C. Obesitas

    1. Obesitas dan DM tipe 2

    Obesitas yaitu kelebihan jaringan lemak tubuh dengan etiologi

    multifaktorial yang terjadi akibat ketidakseimbangan antara asupan

    makanan dan penggunaan kalori sehingga timbul akumulasi jaringan

    lemak yang berlebihan. Kriteria obesitas mengacu pada indeks massa

  • 7/26/2019 --agustini-7597-1-14-agus-)

    40/82

    22

    tubuh atau body mass index (BMI) > 30 kg/m2. Obesitas sentral atau

    abdominal adalah akumulasi jaringan lemak visceral yang berlebihan pada

    daerah abdominal. Menurut National Heart, Lung, and Blood Institute

    (NHLBI), obesitas sentral didefinisikan sebagai ukuran lingkar perut

    melalui umbilical dengan kriteria > 94 cm untuk laki-laki dan > 80 cm untuk

    wanita pada kelompok etnik eropa, sedangkan untuk kelompok etnik Asia

    termasuk Indonesia adalah > 90 cm untuk laki-laki dan > 80 cm untuk

    wanita. (Albert KG., 2005) Metode yang lebih baku untuk menentukan

    obesitas sentral dengan menggunakan MRI, CT setinggi L3/L4, atau dual-

    energy x-ray absorptiometry (DEXA) namun teknik dan caranya sulit untuk

    dipakai pada praktek sehari-hari. (Cahjono dan Budhiarta, 2007)

    Obesitas dan DM tipe 2 mempunyai hubungan kuat dan kompleks.

    Obesitas adalah faktor risiko utama terjadinya penyakit dalam sindrom

    metabolik meskipun tidak semua kasus DM tipe 2 terjadi dengan obesitas

    namun sekitar 60-90% kasus DM tipe 2 berhubungan dengan kelebihan

    berat badan atau obesitas. Patogenesis DM tipe 2 terjadi karena obesitas

    serta aktivitas fisik yang kurang dihubungkan dengan terjadinya resistensi

    insulin. Glukosa diperlukan untuk metabolisme adiposit dan insulin

    mencegah penggunaan lemak sebagai sumber energi. Kekurangan insulin

    atau kerja insulin yang terganggu menyebabkan tubuh mulai

    menggunakan lemak sebagai sumber energi. Lipolisis yang semakin

    meningkat pada obesitas menghasilkan kadar asam lemak bebas

    berlebihan dan terjadi resistensi insulin yang secara karakteristik terdapat

  • 7/26/2019 --agustini-7597-1-14-agus-)

    41/82

    23

    pada kasus DM tipe 2 dan obesitas. Peningkatan kadar asam lemak

    bebas juga berhubungan dengan adanya disfungsi sel beta pankreas

    dalam mensekresi insulin. (Yamauchi et al., 2001)

    2. Obesitas dan vitamin D pada DM tipe 2

    Salah satu faktor yang berperan terhadap terjadinya DM tipe 2

    adalah hipoadiponektinemia. Adiponektin adalah hormon yang disekresi

    oleh adiposit yang dapat menurunkan kadar gula darah, menurunkan

    asam lemak, dan meningkatkan sensitivitas insulin. Resistensi insulin

    pada DM tipe 2 mengakibatkan lipolisis dan pelepasan asam lemak bebas

    dan terjadinya gangguan oksidasi asam lemak bebas sehingga

    sensitivitas adiponektin menurun. Beberapa studi melaporkan penurunan

    kadar adiponektin pada pasien obesitas dan DM tipe 2. Salah satu

    penyebab hipoadiponektinemia adalah penurunan konsentrasi metabolik

    vitamin D. Kalsium dan 1,25(OH)2D3 mengatur ekspresi adipokin di lemak

    visceral, dimana hal ini menunjukkan bahwa vitamin D mungkin

    meregulasi gen adiponektin. Selain itu, 1,25(OH)2D3 juga berperan dalam

    mengatur gen TNF-alfa yang merupakan salah satu faktor yang

    menghambat sintesis adiponektin. (Putrawan, 2009)

  • 7/26/2019 --agustini-7597-1-14-agus-)

    42/82

    24

    Gambar 3. Obesitas dan Vitamin D dalam patogenesis DM(Mezza et al., 2012)

    Keterangan:Panah tebal dan tidak putus-putus= menunjukkan sebab danhubungan timbal balik, panah putus-putus= menunjukkanhubungan sebab yang belum cukup bukti mendukung.

    Obesitas merupakan salah satu faktor risiko terjadinya kekurangan

    vitamin D karena dapat terjadi gangguan penyimpanan 25(OH)D dalam

    jaringan adiposa sehingga terjadi kompensasi sekresi parathyroid

    hormone (PTH). Kekurangan 25(OH)D dapat terjadi melalui beberapa

    mekanisme, sehingga meningkatkan resistensi insulin dan gangguan

    sekresi insulin yang merupakan faktor risiko terjadinya DM tipe 2 (Gambar

    3). Hipovitaminosis D juga dapat meningkatkan resistensi insulin secara

    tidak langsung melalui peningkatan kadar PTH yang dapat menghambat

    sintesis dan sekresi insulin dari sel beta pankreas.(Mezza et al., 2012)

  • 7/26/2019 --agustini-7597-1-14-agus-)

    43/82

    25

    Obesitas dapat juga menimbulkan resistensi insulin melalui

    peningkatan asam lemak bebas. Asam lemak bebas yang terakumulasi di

    jaringan akan menginduksi resistensi insulin terutama pada hati dan otot.

    Asam lemak bebas berasal dari lipolisis trigliserida jaringan adiposa.

    Makin banyak jaringan adipose maka asam lemak bebas yang dilepaskan

    makin meningkat. Pada obesitas tetap terjadi pelepasan asam lemak

    bebas berlebih, meskipun kadar insulin juga meningkat. Hal ini

    disebabkan meski kadar insulin tinggi dapat menekan lipolisis jaringan

    adiposa namun tetap tidak mampu menekan pelepasan asam lemak

    hingga mencapai normal pada obesitas. Mekanisme yang lengkap

    mengenai peningkatan asam lemak kedalam otot sehingga berakibat

    resistensi insulin masih belum dimengerti, diduga bahwa masuknya asam

    lemak bebas menghambat oksidasi glukosa sehingga glukosa tidak dapat

    masuk ke dalam sel dan akan terjadi hiperglikemia. (Cahjono dan

    Budhiarta, 2007)

    Sel beta pankreas pada awalnya akan melakukan kompensasi

    untuk merespon keadaan hiperglikemia dengan memproduksi insulin

    dalam jumlah banyak dan kondisi ini menyebabkan keadaan

    hiperinsulinemia. Kegagalan sel beta dalam merespon kadar glukosa

    darah yang tinggi, akan menyebabkan abnormalitas jalur transduksi sinyal

    insulin pada sel beta dan terjadi resistensi insulin. Resistensi insulin pada

    sel beta pankreas menginduksi apoptosis yang akan diikuti oleh

    berkurangnya massa sel beta di pankreas. Pengurangan massa sel beta

  • 7/26/2019 --agustini-7597-1-14-agus-)

    44/82

    26

    pankreas ini akan menyebabkan sintesis insulin berkurang dan

    menyebabkan DM tipe 2.(Cahjono dan Budhiarta, 2007)

    Penelitian oleh Heras et al., (2013) pada pasien obesitas

    menemukan adanya perbedaan kadar 25(OH)D3 dalam sirkulasi antara

    Toleransi Glukosa Normal (TGN) dibandingkan prediabetes / Impaired

    Glucose Tolerance (IGT) dan DM tipe 2. Grineva et al., (2013),

    menunjukkan bahwa kekurangan vitamin D berkorelasi dengan obesitas,

    kadar glukosa dan penurunan sensitivitas insulin serta terjadinya

    resistensi insulin yang merupakan faktor risiko terjadinya DM tipe 2.

  • 7/26/2019 --agustini-7597-1-14-agus-)

    45/82

    27

    BAB III

    A. KERANGKA TEORI

    Vitamin D3

    Keterangan:UVB : Ultra Violet B

    25(OH)D : 25-Hydroxyvitamin D

    1.25(OH)D : 1.25-Dihydroxyvitamin D

    VDR : Vitamin D Receptor

    PTH : Parathyroid Hormone

    Sinar UVBKulit

    DietUsus

    Obesitas

    Massa jaringan lemak

    visceral dan abdominal

    Adiposit hipertropi

    Penyimpanan

    25(OH)D3Sirkulasi

    Hati

    25(OH)D3

    Ginjal

    1.25(OH)2D3

    Pankreas

    Faktor Genetik

    Faktor Lingkungan

    Ca PTH

    Lipolisis

    Asam Lemakbebas

    VDR sel sintesis dan sekresi insulin Resistensi insulin

    Diabetes Melitus Tipe 2

    Hiperglikemia

  • 7/26/2019 --agustini-7597-1-14-agus-)

    46/82

    28

    B. KERANGKA KONSEP

    Keterangan :

    = Variabel Tergantung (yang diteliti)

    = Variabel Bebas

    = Variabel Kendali

    = Variabel antara

    Ukuran lingkar

    perut

    25(OH)D

    ObesitasTanpa DM dan

    Obesitas dengan DM Tipe 2

    Penyimpanan

    25(OH)D meningkat

    Insulin

  • 7/26/2019 --agustini-7597-1-14-agus-)

    47/82

    29

    BAB IV

    METODE PENELITIAN

    A. Desain Penelitian

    Penelitian merupakan penelitian observasional dengan pendekatan

    cross sectional.

    B. Tempat dan Waktu penelitian

    1. Tempat Penelitian

    a. Pengambilan sampel : Poliklinik Endokrin Metabolik Penyakit

    Dalam Rumah Sakit Akademis Jaury Makassar.

    b. Pemeriksaan Laboratorium: Instalasi Laboratorium Patologi

    Klinik Parahita Makassar.

    2. Waktu penelitian

    Penelitian dilakukan mulai bulan Februari-April 2014.

    C. Populasi dan sampel penelitian

    Populasi penelitian adalah semua pasien dewasa yang melakukan

    pemeriksaan di Poliklinik Endokrin Metabolik Penyakit Dalam RS.

    Akademis Jaury Makassar dan dinyatakan sebagai obesitas. Sampel

    penelitian adalah populasi yang memenuhi kriteria inklusi penelitian.

  • 7/26/2019 --agustini-7597-1-14-agus-)

    48/82

    30

    D. Perkiraan Besar sampel

    Besar sampel diperkirakan berdasarkan rumus:

    n1 =n2=2 (z+ z)S 2x1-x2

    Keterangan:

    z = Nilai standar untuk 0.05 = 1.64

    z = Nilai standar untuk 0.2 = 0.842

    S = Simpangan baku dari selisih rerata = 20.8

    X1-x2 = Selisih rerata dua kelompok yang bermakna = 18.4

    (1.64) + (0,842) 20.8 2n =2 ---------------------------- = 15,68 (dibulatkan 16 sampel)

    18.4

    Jumlah minimal sampel dalam penelitian ini adalah 16 sampel untuk

    masing-masing kelompok sehingga total sampel minimal 32 sampel.

    E. Kriteria Inklusi dan Eksklusi

    1. Kriteria inklusi

    a. Obesitas sentral tanpa DM

    b. Obesitas sentral dengan DM tipe 2 yang baru terdiagnosis

    c. Umur 35-70 tahun

    d. Bersedia ikut dalam penelitian dengan mengisi dan

    menandatangani lembar Informed Consent.

    2. Kriteria eksklusi

    a. Sampel hemolisis, lipemik, atau ikterik

  • 7/26/2019 --agustini-7597-1-14-agus-)

    49/82

    31

    b. Menderita penyakit hati dan ginjal

    c. Penderita DM tipe 2 dengan terapi insulin dan vitamin D.

    F. Izin subyek penelitian

    Dalam pelaksanaan penelitian ini, setiap tindakan dilakukan seizin

    dan sepengetahuan pasien yang dijadikan sampel penelitian melalui

    lembar Informed Consent dan dinyatakan memenuhi persyaratan etik

    untuk dilaksanakan dari Komisi Etik Penelitian Kesehatan Fakultas

    Kedokteran Universitas Hasanuddin Makassar.

    G. Cara kerja

    1. Alokasi subyek

    Penelitian dilakukan pada semua orang dewasa yang memenuhi

    kriteria inklusi dan melakukan pemeriksaan di Poliklinik Endokrin Penyakit

    Dalam RS. Akademis Jaury Makassar.

    2. Cara penelitian

    a) Dilakukan pencatatan identitas penderita yang memenuhi

    kriteria inklusi dan memberikan penjelasan lengkap

    mengenai apa yang akan dilakukan terhadap mereka dan

    bila setuju mereka akan mengisi dan menandatangani

    Informed Consent.

  • 7/26/2019 --agustini-7597-1-14-agus-)

    50/82

    32

    b) Pada subyek penelitian yang memenuhi kriteria inklusi

    dilakukan pengambilan sampel darah vena.

    c) Sampel dibawa ke Instalasi Laboratorium Patologi Klinik

    Parahita Makassar untuk pemeriksaan kadar 25-

    Hydroxyvitamin D.

    3. Tes laboratorium

    a. Tes vitamin D

    Tes vitamin D dengan metode immunoassay menggunakan kit

    vitamin D 25(OH)2D (Roche) dengan alat Cobas 411.

    1) Pra Analitik

    a) Persiapan pasien

    Tidak ada persiapan khusus

    b) Persiapan Sampel

    Sampel pemeriksaan berupa serum. Penyimpanan serum stabil

    pada suhu < 20oC

    c) Alat dan Bahan

    (1) Tabung vakum tanpa antikoagulan atau semprit (syringe) 5

    ml sekali pakai

    (2) Cup sampel dan rak

    (3) Pipet volumetri 200 l

    (4) Reagen dan larutan kerja:

  • 7/26/2019 --agustini-7597-1-14-agus-)

    51/82

    33

    i. PT1: reagen praperlakuan 1, 4 ml; Ditiotreitol 1 g/L pH

    5.5

    ii. PT2: reagen praperlakuan 2, 4 ml; sodium hidroksida 55

    g/L

    iii. M: mikropartikel berlapis streptavidin 6.5 ml;

    mikropartikel berlapis streptavidin 0,72 mg/ml

    iv. R1: protein pengikat vitamin D-BPRu, 9 ml; protein

    pengikat vitamin D berlabel ruthenium (150 ug/L; buffer

    bis-tris propane 200 mmol/L; albumin (manusia) 25 g/L;

    pH 7.5

    v. R2: 25-hidroksivitamin D-biotin, 8,5 ml; 25-

    hidroksivitamin D berbiotin (14 ug/L); buffer bis-tris

    propane 200 mmol/L; pH 8.6.

    b) Analitik

    Prinsip tes: Sandwich, dengan lama pemeriksaan 27 menit

    1). Inkubasi pertama: sampel sebanyak (15 l) dengan reagen

    persiapan 1 dan 2, ikatan antara vitamin D (25-OH) dilepaskan

    dari vitamin D-binding protein (DBP).

    2). Inkubasi kedua: sampel ditambahkan vitamin DBP berlabel

    ruthenium, maka akan terbentuk kompleks VDBP antara vitamin D

    (25-OH) dan ruthenylated protein pengikat vitamin D.

  • 7/26/2019 --agustini-7597-1-14-agus-)

    52/82

    34

    3). Inkubasi ketiga: Setelah penambahan mikropartikel yang dilapisi

    streptavidin dan vitamin D (25-OH) yang diberi label dengan biotin,

    tempat kosong pada VDBP ruthenium-berlabel akan terisi dan

    membentuk kompleks terdiri dari ruthenium-binding protein

    berlabel vitamin D dan vitamin D (25-OH) terbiotinilasi, yang

    keseluruhan kompleks akan terikat ke fase padat melalui interaksi

    biotin dan streptavidin.

    4). Campuran reaksi diambil ke dalam sel pengukur dimana

    mikropartikel secara magnetis akan tertangkap ke permukaan

    elektroda. Komponen yang tidak terpakai dibuang oleh ProCell /

    M. ProCell karena adanya tegangan pada elektroda kemudian

    akan menginduksi emisi chemiluminescent yang diukur dengan

    photomultiplier.

    5). Hasilnya ditentukan dari kurva kalibrasi yang dibuat secara

    otomatis oleh instrument dengan kalibrasi dua titik dan kurva

    master yang disediakan melalui barcode reagen.

    Cara Kerja:

    (1) Mengecek reagen,dan pastikan suhu semua reagen sama dengan

    suhu kamar

    (2) Program sampel

    (a) Menekan orders

    (b) Memasukkan sampel ID dan tekan enter

  • 7/26/2019 --agustini-7597-1-14-agus-)

    53/82

    35

    (c) Menekan posisi sampai pada disk (1-30) dan tekan enter

    (d) Menekan tombol tes yang diminta (Vitamin D / 25(OH)D)

    (e) Menekan register untuk mencatat tes yang diperlukan dan

    untuk sampel selanjutnya

    (f) Menempatkan sampel pada posisinya sampai selesai

    (g) Masukkan Stop barcode pada akhir sampel

    (h) Melakukan sampel scan

    (i) Menekan start

    Bila pada layar monitor status sampel berubah dari proses menjadi

    complit maka alat telah selesai bekerja. Hasil akan keluar dalam bentuk

    print out.

    c) Pasca Analitik

    Nilai Rujukan: > 30 ng/ml (> 75 nmol/L)

    b. Tes Insulin

    a) Pra Analitik

    1). Persiapan pasien

    Tidak ada persiapan khusus

    2). Persiapan Sampel

    Sampel pemeriksaan berupa serum. Penyimpanan serum stabil

    pada suhu 2-8oC

  • 7/26/2019 --agustini-7597-1-14-agus-)

    54/82

    36

    3). Alat dan Bahan

    Mikropipet otomatis dan tips, tabung mikro, aquades, mikroplate

    reader, penyimpanan kit yang masih tersegel pada suhu 2-8oC.

    Stabil sampai kadaluarsa. Setelah dibuka disimpan pada suhu

    yang sama dan stabil selama satu bulan.

    Reagen dan larutan kerja:

    i. M: mikropartikel berlapis streptavidin 6.5 ml; mikropartikel

    berlapis streptavidin 0,72 mg/ml

    ii. R1: Anti-InsulinAb, 10 ml; antibody monoclonal anti-insulin

    terbiotinilasi 1 mg/L; MES buffer 50 mmol/L pH 6.0

    iii. R2: Anti-insulin-Ab-Ru(bpy)2/3+, 10 ml; antibody monoclonal

    anti-insulin berlabel ruthenium 1,75 mg/L; Mes buffer 50

    mmol/L; pH 6.0.

    b) Analitik

    Prinsip tes: Sandwich immunoassay, dengan lama tes 18 menit

    1). Inkubasi pertama: 20 l sampel serum, dan antibody monoclonal

    biotinalted insulin spesifik, antibodi monoklonal spesifik berlabel

    dengan kompleks ruthenium akan membentuk kompleks

    sandwich.

    2). Inkubasi kedua: Setelah penambahan mikropartikel yang dilapisi

    streptavidin, kompleks terikat pada fase padat melalui interaksi

    biotin dan streptavidin.

  • 7/26/2019 --agustini-7597-1-14-agus-)

    55/82

    37

    3). Campuran reaksi diambil ke dalam sel pengukur dimana

    mikropartikel secara magnetis akan tertangkap ke permukaan

    elektroda. Komponen yang tidak terpakai dibuang oleh ProCell /

    M. ProCell karena adanya tegangan pada elektroda kemudian

    akan menginduksi emisi chemiluminescentyang diukur dengan

    photomultiplier.

    4). Hasilnya ditentukan dari kurva kalibrasi yang dibuat secara

    otomatis oleh instrumen dengan kalibrasi dua titik dan kurva

    master yang disediakan melalui barcode reagen.

    Cara Kerja:

    (1) Memeriksa reagen, pastikan suhu semua reagen sama dengan

    suhu Kamar

    (2) Program sampel

    (a) Menekan orders

    (b) Memasukkan sampel ID dan tekan enter

    (c) Menekan posisi sampai pada disk (1-30) dan tekan enter

    (d) Menekan tombol tes yang diminta (Insulin)

    (e) Menempatkan sampel pada posisinya sampai selesai

    (f) Masukkan Stop barcode pada akhir sampel

    (g) Melakukan sampel scan

    (h) Menekan start

  • 7/26/2019 --agustini-7597-1-14-agus-)

    56/82

    38

    Bila pada layar monitor status sampel berubah dari proses menjadi

    complit maka alat telah selesai bekerja. Hasil akan keluar dalam

    bentuk print out.

    c) Pasca Analitik

    Nilai Rujukan: 2.6-24,9 U/mL (17,8-173 pmol/L).

    H. Alur Penelitian

    Obesitas

    Memenuhi kriteria inklusi (n=70), eksklusi (n=3 hemolisis)

    Pemeriksaan kadar vitamin D dan insulin

    Hasil

    Analisis data

    DM ti e 2 n=37 Tanpa DM (n=30)

    Populasi Penelitian

    Sam el enelitian n=67

  • 7/26/2019 --agustini-7597-1-14-agus-)

    57/82

    39

    I. Definisi Operasional dan Kriteria obyektif

    1. Obesitas adalah obesitas sentral yang ditetapkan oleh klinisi di

    Poliklinik Endokrin Metabolik RS Akademis Jaury Makassar dengan

    kriteria ukuran lingkar perut > 90 cm untuk laki-laki dan > 80 cm

    untuk wanita.

    2. Obesitas tanpa DM adalah penderita obesitas dewasa yang

    melakukan pemeriksaan di Poliklinik Endokrin Metabolik Penyakit

    Dalam RS. Akademis Jaury Makassar dengan kriteria glukosa

    darah puasa (GDP) < 110 mg/dl dan TTGO 126 mg/dl, dan

    HbA1c > 6,5 %.

    4. Kadar 25-Hydroxyvitamin D adalah kadar 25(OH)D yang diukur

    dengan metode Sandwich immunoassaymenggunakan Cobas 411

    , dengan nilai rujukan > 30 ng/ml (> 75 nmol/L).

    5. Kadar Insulin adalah kadar insulin puasa yang diukur dengan

    metode Sandwich immunoassaymenggunakan Cobas 411, dengan

    nilai rujukan 2,6-24,9 U/ml (17,8-173 pmol/L).

  • 7/26/2019 --agustini-7597-1-14-agus-)

    58/82

    40

    J. Analisis Data

    Seluruh data yang diperoleh dikelompokkan sesuai dengan tujuan

    dan jenis data. Data diolah dengan uji statistik yang sesuai.

    a. Analisis karakteristik subyek penelitian menggunakan Descriptive

    Statistics Frequencies.dengan menampilkan nilai rerata dan standar

    deviasi dari masing-masing kelompok.

    b. Uji normalitas distribusi populasi data kadar 25-Hydroxyvitamin D dan

    insulin digunakan pengujian Shapiro-Wilk Test. Data kadar 25-

    Hydroxyvitamin D dan insulin menunjukkan hasil distribusi tidak

    normal maka digunakan pengujian non-parametrik dengan Mann-

    Whitney Test untuk menentukan perbedaan diantara kedua kelompok

    sedangkan penilaian korelasi antara dua variabel digunakan analisis

    Spearman Test. Hasil penelitian disajikan dalam bentuk narasi, tabel

    atau grafik.

    Hasil uji hipotesis dinyatakan sebagai berikut:

    a. Tidak bermakna, jika p > 0,05

    b. Bermakna, jika p 0,05

    c. Sangat bermakna, jika p < 0,01

  • 7/26/2019 --agustini-7597-1-14-agus-)

    59/82

    41

    BAB V

    HASIL DAN PEMBAHASAN

    A. Hasil Penelitian

    1. Karakteristik sampel penelitian

    Penelitian dilakukan selama periode Februari sampai April 2014.

    Subyek penelitian sebanyak 67 orang yang terdiri atas obesitas tanpa DM

    30 orang dan obesitas dengan DM 37 orang. Rentang umur antara 35-70

    tahun, wanita sebanyak 46 orang dan laki-laki 21 orang. Rerata Homa-IR

    pada kedua kelompok adalah 3.14 obesitas tanpa DM dan 4.42 obesitas

    DM tipe 2 namun perbedaannya tidak bermakna dengan nilai p=0.057

    (Tabel 1).

  • 7/26/2019 --agustini-7597-1-14-agus-)

    60/82

    42

    Tabel 1. Karakteristik Subyek penelitian

    Variabel

    Mean SD

    pObesitas Non DM

    (n=30)

    Obesitas DM

    (n=37)

    Umur (Tahun)

    35-40

    41-50

    51-60

    61-70

    Jenis kelamin

    Wanita

    Laki-laki

    TB (cm)

    BB (Kg)

    IMT (kg/m2)

    LP (cm)

    Hb A1C (%)

    GDP (mg/dl)

    TTGO (mg/dl)

    Homa-IR

    49.16 7.58

    3

    16

    8

    3

    1.73 0.45

    22

    8

    153.72 7.41

    69.01 12.61

    29.24 4.60

    94.88 9.99

    5.71 0.42

    91.46 6.00

    123.70 10.38

    3.14 2.07

    49.78 7.33

    4

    15

    15

    3

    1.62 0.49

    24

    13

    156.08 7.46

    69.47 14.62

    28.35 4.49

    93.28 8.21

    8.25 1.83

    128.72 38.26

    266.86 61.99

    4.42 2.87

    0.737

    0.201

    0.891

    0.406

    0.484

    0.001

    0.001

    0.001

    0.057

    Sumber : Data Primer

    Keterangan: n= jumlah sampel, SD= standar deviasi, TB = tinggi badan, BB= beratbadan, IMT= indeks massa tubuh, LP= lingkar perut, GDP= gula darah puasa,

    TTGO= tes toleransi glukosa oral, Homa-IR= Homeostasis model assessment ofinsulin resistance

  • 7/26/2019 --agustini-7597-1-14-agus-)

    61/82

    43

    2. Kadar 25-Hydroxyvitamin D dan insulin pada obesitas tanpa DM

    dan Obesitas dengan DM

    Rerata kadar 25(OH)D dan insulin pada obesitas tanpa DM adalah

    34.33 ng/ml9.73 dan 13.78 U/ml11.14, sedangkan rerata pada

    obesitas dengan DM adalah 33.35 ng/ml7.27 dan 13.80 U/ml7.21.

    Hasil uji statistik menggunakan Mann-Whitney Test menunjukkan tidak

    ada perbedaan bermakna rerata kadar 25(OH)D pada obesitas tanpa DM

    dan obesitas dengan DM (p=0.83), sedangkan kadar insulin tidak ada

    perbedaan bermakna antara obesitas tanpa DM dengan obesitas dengan

    DM (p=0.35).

    Tabel 2. Perbedaan kadar rerata 25-Hydroxyvitamin D dan Insulinpada subyek obesitas tanpa DM dan obesitas dengan DM

    Variabel Obesitas tanpa DM Obesitas DM p*

    Mean SD Mean SD

    25(OH)D 34.33 9.73 33.35 7.27 0.83

    Insulin 13.78 11.14 13.80 7.21 0.35

    Sumber : Data Primer

    Keterangan: SD = Standar Deviasi

    * = Mann-Whitney Test

    3. Uji korelasi kadar 25-Hidroxyvitamin D dan insulin pada obesitas

    tanpa DM dan obesitas dengan DM.

    Uji korelasi Spearman antara kadar 25-Hydroxyvitamin D dengan

    insulin menunjukkan korelasi positif yang sangat lemah baik pada

  • 7/26/2019 --agustini-7597-1-14-agus-)

    62/82

    44

    kelompok obesitas tanpa DM (r= 0.188) maupun kelompok obesitas

    dengan DM tipe 2 (r=0.001).

    Tabel 3. Hubungan 25-Hydroxyvitamin D dan insulin pada obesitastanpa DM dan obesitas dengan DM

    Subyek 25(OH) D Insulin r p

    Mean SD Mean SD

    ObesitasTanpa DM 34.33 9.73 13.78 11.14 0.188 0.319

    Obesitas DM 33.35 7.27 13.80 7.21 0.001 0.99

    Sumber: Data primer

    Keterangan:Analisis Coreelate Bivariate, Uji Spearman; korelasi bermakna padalevel p 30.81

    41.81, Kuartil III = >41.8152.81, dan Kuartil IV = >52.8163.82.

  • 7/26/2019 --agustini-7597-1-14-agus-)

    63/82

    45

    Tabel 4. Perbedaan distribusi kadar 25-Hydroxyvitamin D rendah dantinggi antara subyek obesitas tanpa DM dan DM menggunakan

    nilai Kuartil

    Subyek

    Kuartil 1Risk Estimate

    OR (95% CI)

    p

    Rendah

    ( 30.81)

    Obesitas Tanpa DM

    n(%)

    13 (43,3%) 17 (56.7%)1.25

    (0.471-3.35)0.648

    Obesitas DM

    n(%)14 (37.8%) 23 (62.2%)

    Subyek

    Kuartil 2

    Rendah

    ( 41.81)

    Obesitas Tanpa DM

    n(%)24 (80.0%) 6 (20%) 0.625

    (0.170-2.29)0.476

    Obesitas DM

    n(%)32 (86.5%) 5 (13.5%)

    SubyekKuartil 3

    Rendah

    ( 52.81)

    Obesitas Tanpa DM

    n(%)29 (96.7%) 1 (3.3%) 0.967

    (0.90-1.033)0.263

    Obesitas DM

    n(%)37 (100) 0 (0%)

    Keterangan: Analisis Descriptive Statistic Crosstabs. n = jumlah, % = persentase, OR=odd ratio, Cl=95% confidence interval (low risk-upper risk)

    Analisis menggunakan ketiga Kuartil di atas, nilai Kuartil 1 sebagai

    titik potong lebih baik dalam menggambarkan perbedaan distribusi

    25(OH)D rendah dan tinggi dibandingkan kuartil 2 dan 3 pada subyek

    obesitas tanpa DM dan DM dengan nilai Odds Ratio(OR) pada kuartil 1

    adalah 1.22 namun perbedaannya tidak bermaknap= 0.648.

  • 7/26/2019 --agustini-7597-1-14-agus-)

    64/82

    46

    B. Pembahasan

    Penelitian dilakukan selama bulan Februari sampai bulan April

    2014 di Makassar pada 67 subyek penelitian yang memenuhi kriteria

    penelitian yang terdiri 30 orang obesitas tanpa DM (laki-laki 27% dan

    wanita 73%) dan 37 orang obesitas dengan DM (laki-laki 35% dan wanita

    65%). Rentang umur berkisar 35-70 tahun dengan golongan umur

    terbanyak 41-50 tahun (46%). Beberapa penelitian telah melaporkan

    bahwa kadar 25-Hydroxyvitamin D berperan dalam patogenesis terjadinya

    DM tipe 2 dan berkurang kadarnya pada subyek obesitas karena terjadi

    peningkatan penyimpanan sehingga kadar 25-hidroxyvitamin D berkurang

    dalam sirkulasi. Kekurangan vitamin D merupakan salah satu faktor risiko

    potensial pada subyek obesitas dan terjadinya resistensi insulin yang dapat

    menyebabkan DM tipe 2.(Grineva et al., 2013)

    Hubungan Kadar 25-Hydroxyvitamin D pada subyek obesitas tanpa

    DM dan obesitas dengan DM pada penelitian kami didapatkan hasil yang

    tidak bermakna dengan nilai p= 0.83 (Tabel 2). Hasil penelitian ini sesuai

    dengan penelitian yang dilakukan oleh Heras et al., (2013) pada subyek

    remaja dengan obesitas normal dan toleransi glukosa terganggu yang

    menyatakan bahwa tidak ada perbedaan bermakna antara kadar 25-

    hydroxyvitamin D pada kedua kelompok dan tidak ada hubungan antara

    kadar 25(OH)D dan komponennya dengan patofisiologi DM tipe 2 serta

    sensitivitas insulin.

  • 7/26/2019 --agustini-7597-1-14-agus-)

    65/82

    47

    Kekurangan kadar 25-Hydroxivitamin D pada populasi penelitian

    kami mungkin belum parah atau butuh waktu yang lama kekurangan

    vitamin D untuk mempengaruhi sekresi insulin dan sensitivitas insulin,

    sampel penelitian kami adalah penderita yang baru terdiagnosis DM tipe 2.

    Hal ini sesuai penelitian oleh Husemoen et al., (2012) yang melakukan

    penelitian prospektif pada populasi umum orang dewasa yang

    menunjukkan adanya hubungan terbalik antara hipovitaminosis D dan

    risiko DM tipe 2 setelah 5 dan 10 tahun.

    Faktor geografis dan paparan sinar matahari berperan terhadap

    kadar 25-Hydroxyvitamin D. Indonesia berada didaerah tropis (khatulistiwa)

    yang selalu mendapatkan sinar matahari sehingga cukup untuk

    menghasilkan vitamin D dalam tubuh termasuk dari diet. Faktor iklim tropis

    dari Indonesia khususnya di Makassar yang mungkin membedakan hasil

    penelitian ini dengan penelitian sebelumnya yang umumnya dilakukan

    pada populasi yang bermukim di daerah beriklim subtropis dengan

    intensitas sinar matahari yang rendah atau kurang. Sebagian besar

    sumber utama vitamin D adalah sintesis dari kulit setelah terpapar sinar

    matahari, sehingga selama musim dingin, penduduk negara-negara yang

    terletak di lintang diatas 40o misalnya Denmark (56o) tidak dapat

    memproduksi vitamin D yang cukup sehingga didapatkan kekurangan

    vitamin D yang terjadi di Denmark pada penelitian yang dilakukan terhadap

    sampel populasi umum. (Husemoen et al., 2012)

  • 7/26/2019 --agustini-7597-1-14-agus-)

    66/82

    48

    Penelitian ini memperlihatkan bahwa hubungan antara kadar 25-

    Hydroxyvitamin D dan insulin korelasi sangat lemah dengan nilai p tidak

    bermakna pada subyek obesitas tanpa DM (r= -0.188 dan p= 0.319) dan

    obesitas dengan DM (r =0.001 dan p = 0.99). Hasil ini sesuai dengan

    penelitian yang dilakukan oleh Cimbek et al., (2012), mengatakan bahwa

    populasi di Turki kekurangan vitamin D adalah lazim baik pada penderita

    DM maupun kontrol atau orang sehat, dan kadar vitamin D tidak

    berhubungan dengan resistensi insulin baik penderita DM ataupun kontrol.

    Tidak adanya korelasi yang bermakna pada penelitian ini mungkin

    dipengaruhi oleh faktor etnik dan gen VDR. Pada penelitian observasional

    dilaporkan hubungan antara polimorfisme VDR dan DM tipe 2, glukosa

    puasa, intoleransi glukosa, sensitivitas insulin, sekresi insulin dan kadar

    calcitriol. Hubungan antara polimorfisme VDR dan risiko DM tipe 2 pada

    populasi etnik yang berbeda memberikan hasil yang bervariasi. Mekanisme

    dari hubungan ini masih belum dapat dijelaskan, tetapi terdapat hubungan

    antara genotif VDR tertentu dengan DM tipe 2 dan telah dilaporkan

    polimorfisme VDR dan vitamin D berperan dalam diferensiasi dan

    metabolisme adiposit. Polimorfisme VDR dapat berperan dalam

    patogenesis DM tipe 2 melalui pengaruhnya terhadap kapasitas sekretori

    sel beta pankreas. Vitamin D Reseptor berkaitan dengan glukosa puasa

    terganggu dan memberikan pengaruh terhadap pentingnya vitamin D

    dalam modulasi sekresi insulin.(Epstein, 2010).

  • 7/26/2019 --agustini-7597-1-14-agus-)

    67/82

    49

    Vitamin D akan memberikan efek setelah berinteraksi dengan

    vitamin D reseptor yang merupakan reseptor hormon inti. Beberapa

    polimorfisme gen VDR telah diidentifikasi, yaitu Fokl, Taql, Bsml dan Apal.

    Perubahan ekspresi mRNA VDR diperlihatkan dengan varian genotip dari

    gen VDR. Varian polimorfisme gen VDR dipengaruhi oleh suku bangsa dan

    geografi. (Lewis et al., 2005)

    Penelitian yang dilakukan oleh Erdonmes et al., (2011), tidak

    menemukan adanya korelasi antara pengukuran insulin selama tes

    toleransi glukosa oral dan kekurangan vitamin D. Meskipun demikian,

    penelitian yang lebih luas termasuk mengenai suplemen vitamin D dan

    sensitivitas insulin perlu dievaluasi untuk lebih menjelaskan hubungan

    antara kadar vitamin D dan insulin. Berdasarkan hasil penelitian ini

    didapatkan hasil bahwa mungkin hipovitaminosis D pada subyek obesitas

    kurang berperan khususnya populasi di Indonesia khususnya di

    Makassar.

    Keterbatasan penelitian ini adalah jumlah sampel yang tidak

    homogen pada masing-masing kelompok sehingga hasil 25-

    hydroxyvitamin D dan insulin sangat bervariasi. Faktor riwayat penyakit

    yang mendasari dan kurangnya informasi pasti peserta penelitian

    mengenai asupan vitamin D dan kalsium, lamanya paparan sinar

    matahari, pigmentasi kulit, aktivitas fisik, asupan makanan, kadar PTH,

    kadar 1,25(OH)2D, dan vitamin D-Binding protein, yang dapat

  • 7/26/2019 --agustini-7597-1-14-agus-)

    68/82

    50

    mempengaruhi kadar 25-Hydroxyvitamin D dan insulin sehingga

    disarankan sebaiknya penelitian mendatang dilakukan secara kohor.

  • 7/26/2019 --agustini-7597-1-14-agus-)

    69/82

    51

    BAB VI

    SIMPULAN DAN SARAN

    A. Simpulan

    Hasil penelitian yang ditemukan dalam penelitian ini dapat

    disimpulkan bahwa:

    1. Rerata kadar 25-Hydroxyvitamin D pada subyek obesitas tanpa DM

    lebih tinggi dari obesitas DM tipe 2.

    2. Rerata kadar insulin pada subyek obesitas tanpa DM lebih rendah

    dari obesitas DM tipe 2.

    3. Kadar 25-hydroxyvitamin D dan insulin pada subyek obesitas tanpa

    DM dan obesitas DM tipe 2 tidak berbeda bermakna.

    4. Terdapat korelasi positif yang sangat lemah antara kadar 25-

    Hydroxyvitamin D dan insulin baik pada kelompok subyek obesitas

    tanpa DM maupun obesitas dengan DM tipe 2

    5. Kadar 25-hydroxyvitamin D mungkin kurang berperan dalam

    patogenesia DM tipe 2 khususnya populasi di Makassar.

    B. Saran

    Disarankan untuk penelitian selanjutnya melakukan penelitian yang

    bersifat kohor prospektif dengan subyek yang lebih banyak, dan penelitian

    pada subyek obesitas tanpa DM dan DM yang lama serta parameter lain

  • 7/26/2019 --agustini-7597-1-14-agus-)

    70/82

    52

    misalnya PTH dan menilai lamanya terpapar sinar matahari yang dikaitkan

    dengan kadar 25-Hydroxyvitamin D.

  • 7/26/2019 --agustini-7597-1-14-agus-)

    71/82

    53

    DAFTAR PUSTAKA

    Adam, J.M.F.2006. Obesitas dan Diabetes Melitus Tipe 2 dalam Obesitasdan Sindroma Metabolik, Makassar: 9-10

    Afzal, S., Bojesen, S.E. and Nordestgaard, B.G. 2013. Low 25(OH)D andRisk of Type 2 Diabetes: A Prospective Cohort Study and Meta-analysis, 59:2

    Alberti, K.G., Zimmet, P. and Shaw J. 2005. IDF Epidemiology Task ForceConsensus Group: The Metabolic Syndrome: a new worldwidedefinition. Lancet 366:1059-1062.

    American Diabetes Association. 2013. Standar of Medical Care inDiabetes, Diabetes Care, vol.36 (Suppl 1): s11-s50.

    Cahjono, H., Budhiarta, A.G. 2007. Hubungan Resistensi Insulin denganKadar Nitric Oxide pada Obesitas Abdominal, dalam Jurnal PenyDalam, Volume 8 Nomor 1; 23-36.

    Chiu, C.K., Chu, A. and Go W.V.L., Saad, M.F. 2004. Hypovitaminosis D is

    Associated with Insulin Resistance and Cell Dysfunction, in Am JClin Nutr, 79:820-5.

    Cimbek, A., Gursoy, G., Kirnap, G.N., Acar, Y., Erol, B., Ozasik, I. andGungor, F. 2012. Relation of Serum 25 Hydroxyvitamin D3 Levelswith Insulin Resistance in Type 2 Diabetic Patients and NormalSubjects, in Medicine Science; 1(4): 305-14.

    Corwin, E.J. 2008. The Pancreas and Diabetes Melitus. In Handbook ofPathophysiology, 3rded, Philadelphia, PA:Lippincett. Willianms andWilkins. pp. 550-573.

    Deleskog, A., Hilding, A.,Brismar, K., Hamsten, A., Efendic, S. and

    Ostenson, C.G. 2012. Low Serum 25-Hydroxyvitamin D LevelPredicts Progression to Type 2 Diabetes in Individuals withPrediabetes but not with Normal Glucose Tolerance, 55:1668-1678.

    Eliades, M., Pittas, A.G. 2009. Vitamin D and Type 2 Diabetes in Cinic RevBone Miner Metab., 7:185-198.

    Erdonmes, D., Hatun, S., Cizmecioglu, F.M. and Keser A. 2011. NoRelationship Between Vitamin D Status and Insulin Resistance in aGroup of High School Students; 3(4): 198-201.

  • 7/26/2019 --agustini-7597-1-14-agus-)

    72/82

    54

    Epstein, S. 2010. Vitamin D in Endocrinology and Metabolism Clinics ofNorth America, Volume 39(2), Number 2; 243-446.

    Grineva, E.N., Karonova, T., Micheeva, E., Belyaeva, Nikitina, I.L. 2013.Vitamin D Deficiency is a Risk Factor for Obesity and DiabetesType 2 in Women at Late Reproductive Age; vol.5 No.7; 575-581.

    Gustaviani, R. 2007. Diagnosis dan Klasifikasi Diabetes Melitus. In : BukuAjar Ilmu Penyakit Dalam. 4thed. Jakarta: FK UI. P.1857-1859

    Heras, J.D.L., Rajakumar, K., Lee, S., Bacha, F., Holick, M.F. andArslanian, S.A. 2013. 25-Hydroxyvitamin D in Obese Youth AcrossThe Spectrum of Glucose Tolerance From Normal to Prediabetes to

    Type 2 Diabetes, Diabetes Care, volume 36; 2048-2053.

    Hesmat, R., Malazy, O.T., Ahranjani, S.A., Shahbazi, S., Khooshehchin,G., Bandarian, F. and Larijani, B. 2012. Effect of Vitamin D onInsulin Resistance and Anthropometric Parameters in Type 2Diabetes; a Randomized Double-blind Clinical Trial, Journal ofPharmaceutical Sciences, 20:10;2-6.

    Husemoen, L.T.N., Thuesen, B.H., Fenger, M., Jorgensen, T., Glumer, C.,Svensson, J., Ovesen, L., Witte, D.R. and Linneberg, A. 2012.Serum 25(OH)D and Type 2 Diabetes Association in a GeneralPopulation: a Prospective Study, Diabetes Care; 35:1695-1700.

    Lewis, S.J., Baker, I. and Smith, G.D. 2005. Meta-analysis of Vitamin DReceptor Polymorphisms and Pulmonary Tuberculosis Risk. Int JTuberc Lung Dis; 9(10):1174-7.

    Liu, J. 2013. Vitamin D and Diabetes Mellitus: What Do We Know? InJournal of Hypo and Hyperglycemia, 1:1;1-8.

    Mathieu, C., Gysemans, C. and Guilietti, A. 2005. Vitamin D and Diabetes.

    Diabetologia.; 48:1247-1257.

    McPhee, S.J., Lingappa, V.R. and Ganong, W.F. 2005. Pathophysiologyof Selected Endocrine Pancreatic Disorders, in Pathophysiology ofDisease, an Introduction to Clinical Medicine, fourth edition, LangeMedical Book/McGraw-Hill, Toronto. 510-515.

    Mezza, T., Muscogiuri, G., Sorice, G.P., Prioletta, A., Salomone, E.,Pontecorvi, A. 2012. Vitamin D Deficiency: A New Risk Factor forType 2 Diabetes, Review Article Annals of Nutrition andMetabolism, 61;337-348.

  • 7/26/2019 --agustini-7597-1-14-agus-)

    73/82

    55

    Moreira, T.S., Hamadeh, J.M. 2010. The Role of Vitamin D Deficiency inthe Pathogenesis of Type 2 Diabetes Mellitus in European e-

    Journal of Clinical Nutrition and Metabolism, 5;155-165

    Ortlepp, J.R., Metrikat, J. and Albrecht, M. 2003. The Vitamin D ReceptorGene Variant and Physical Activity Predicts Fasting Glucose Levelsin Healthy Young Man. Diabet Med ;20:451-454.

    Palomer, X., Gonzalez, M.J., Vaca, BV. and Mauricio, D. 2008. Role ofVitamin D in The Pathogenesis of Type 2 Diabetes Mellitus, ReviewArticle Diabetes,Obesity and Metabolism,10;185-197.

    Permana, H. 2004. Patofisiologi Primary Osteoporosis, Metabolisme

    Vitamin D, Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUP Bandung,1-9.

    Pittas, A.G., Lau, J., Hu, B.F. and Hughes, D.B. 2007. Review: The Role ofVitamin D and Calcium in Type 2 Diabetes. A Systematic Reviewand Meta-Analysis, The Journal of Clinical Endocrinology &Metabolism 92(6);2017-2029.

    Powers, A.C. 2005. Diabetes Melitus, in Harrisons Principles of InternalMedicine, vol.2, McGraw-Hill, New York. 2152-2163.

    Putrawan, I.B.P., Suastika, K. 2009. Hubungan Antara Kadar AdiponektinPlasma dan Resistensi Insulin pada Penduduk Asli Desa Tengananpegrisingan-Karangasem, dalam J Peny. Dalam, Vol. 10 No.3; 190-200.

    Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas). (2007). Dalam Laporan NasionalBadan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan DepartemenKesehatan Republik Indonesia. 156-159.

    Roche. Kit Vitamin D total and Insulin, Elecsys and Cobas e analyzers,2011, 1-4.

    Sanusi, H. 2006. Patogenesis Diabetes Melitus Tipe 2, dalam The FastIndonesia Endo-Metabolic Update, Makassar. hal:1-13.

    Schteingart, D.E. 2006. Pankreas: Metabolisme Glukosa dan DiabetesMelitus, dalam Patofisologi, Konsep Klinis Proses-proses Penyakit,edisi 6, EGC, Jakarta. 1259-1270.

    Scragg, R., Sowers, M.F. and Bell, C. 2004. Serum 25-Hydroxyvitamin D,Diabetes and Ethnicity in The Third National Health and NutritionExamination Survey, Diabetes Care: 27:12;2813-2818.

  • 7/26/2019 --agustini-7597-1-14-agus-)

    74/82

    56

    Shankar, A., Sabanayagam, C. and Kalidindi, S. 2011. Serum 25-Hydroxyvitamin D levels and Prediabetes Among Subjects Free of

    Diabetes, Diabetes Care, volume 34;1114-1119.

    Shanthi, B., Revathy, C., Devi, A.J.M., Parameshwari, P.J. and Stephen,T. 2012. Serum 25(OH)D and Type 2 Diabetes Mellitus in Journal ofClinical and Diagnostic Research, vol.6(5):774-776.

    Shaw, J.E., Sicree, R.A. and Zimmet, P.Z. 2010. Global Estimates of ThePrevalence of Diabetes for 2010 and 2030. Diabetes Research andClinical Practice. 87:4-14.

    Sitompul, R. 2011. Retinopati Diabetik dalam J Indon Med Assoc, Vol. 61

    No.8. 337-341.

    Soegondo, S. 2009. Diagnosis dan Klasifikasi Diabetes Melitus terkini.Dalam: Penatalaksanaan Diabetes Melitus Terpadu. FKUI, Jakarta.19-27.

    Sung, C.C., Liao, M.T., Lu, K.C. and Wu, C.C. 2012. Role of Vitamin D inInsulin Resistance, in Journal of Biomedicine and Biotechnology,vol. 2012:1-12.

    Sudoyo, W. 2006. Insulin: Mekanisme Sekresi dan Aspek Metabolisme,buku ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid III, Edisi IV, Bagian IlmuPenyakit Dalam FKUI, Jakarta. 1890-91

    Suyono, S. 2007. Diabetes Melitus di Indonesia, Dalam buku ajar IlmuPenyakit dalam, edisi ke 4, Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit DalamFKUI, Jakarta; 1852-1856

    Talaei, A., Mohamadi, M. and Adgi, Z. 2013. The Effect of Vitamin D onInsulin Resistance in Patients with Type 2 Diabetes, in journalDiabetology and Metabolic Syndrome, 5:8;1-5.

    Tsur, A., Feldman, BS., Feldhammer, I., Hoshen, MB., Leibowitz. andBalicer, D.R. 2013. Decreased Serum Concentrations of 25-Hydroxycalciferol are Associated with Increased Risk ofProgression to Impaired Fasting Glucose and Diabetes, DiabetesCare, volume 36:1361-1367.

    Valdivielso, J.M., Andia, C.J., Coll, B. and Fernandez, E. (2009). A NewRole for Vitamin D Receptor Activation in Chronic Kidney Disease,in American Journal Physiological Renal, vol.297:F1501-F1509.

  • 7/26/2019 --agustini-7597-1-14-agus-)

    75/82

    57

    Wild, S., Roglic, G. and Green, A. 2004. Global Prevalence of Diabetes,Estimates for the year 2000 and Projections for 2030. Diabetes

    Care. 27(5): 1047-1053

    Yamauchi, T., Kamon, J., Waki, H, Terauchi, Y., Kubota, N., Hara, K.,Mori, Y. and Akanuma, Y. 2000. The Fat Derived HormoneAdiponectin Reverses Insulin Resistance Associated with BothLipoatrophy and Obesity. Nat Med, 7(8):941-946.

  • 7/26/2019 --agustini-7597-1-14-agus-)

    76/82

    58

    Lampiran 1

  • 7/26/2019 --agustini-7597-1-14-agus-)

    77/82

    59

    Lampiran 2.

    FORMULIR PERSETUJUAN MENGIKUTI PENELITIAN

    Judul penelitian : Kadar 25-Hydroxyvitamin D dan Insulin pada subyek obesitas tanpa

    Diabetes Melitus dan obesitas dengan Diabetes Melitus Tipe 2

    Saya yang bertanda tangan dibawah ini

    Nama :

    Jenis kelamin :

    Umur :

    Alamat :

    Setelah mendengar dan mengerti penjelasan yang diberikan mengenai tujuan

    penelitian, dengan ini saya menyatakan bersedia tanpa paksaan untuk berpartisipasi

    dalam penelitian ini. Saya mengerti bahwa pada proses pengambilan darah dapat terjadi

    rasa takut, terasa sakit karena ditusuk jarum, bisa pingsan atau bisa infeksi. Namun

    dengan pemeriksaan tekanan darah sebelumnya, teknik pengambilan secara bebas

    hama dan orang yang sudah terlatih, sangat kecil kemungkinan terjadinya peristiwa

    tersebut.

    Saya mengetahui bahwa saya berhak untuk menolak atau berhenti dari

    penelitian ini.Semua biaya pemeriksaan 25-Hydroxyvitamin D dan Insulin dari darah

    dalam pene